Pencarian

Eragon 5

Eragon Karya Christhoper Paolini Bagian 5


itu tidak bijaksana. Berhentilah bermain main, Saphira, sergah Eragon, lalu mengambil tongkat itu. Sengatan listrik bagai meledak di seluruh tubuhnya, dan ia jatuh ke lantai, menggeliat-geliat. Sakitnya perlahan-lahan memudar, hingga akhirnya ia megap-megap menghirup udara. Si kucing melompat turun dan memandang dirinya.
Kau tidak terlalu handal untuk ukuran Penunggang Naga. Aku sudah memperingatkan dirimu.
Kau yang mengatakannya! seru Eragon. Kucing itu menguap, lalu menggeliat dan melenggang santai menyeberangi lantai, berliku-liku mengikuti jalan di antara benda-benda.
Siapa lagi" Tapi kau hanya kucing! Eragon memprotes.
Kucing itu mengeong dan melangkah kembali mendekati dirinya. Hewan itu melompat ke dadanya dan duduk di sana, menunduk memandang Eragon dengan matanya yang berkilau-kilau. Eragon mencoba duduk, tapi hewan itu menggeram, menunjukkan taring-taringnya. Apakah aku tampak seperti kucing-kucing lain"
Tidak.... Kalau begitu kenapa kau menganggap aku kucing" Eragon hendak bicara tapi makhluk itu menancapkan cakar-cakar kedadanya, Jelas sekali pendidikanmu terabaikan. Aku untuk memperbaiki kesalahanmu adalah kucing jadi jadian. Tidak banya
k yang tersisa dari kami, tapi kupikir bahkan seorang bocah petani seharusnya pernah mendengar tentang kami.
Aku tidak mengetahui kalian benar-benar ada, kata Eragon, terpesona. Kucing jadi-jadian! Ia sangat beruntung. Kucing jadi-jadian selalu ada dalam setiap cerita, menutup diri dan sesekali memberi nasihat. Kalau legenda itu benar, kucing jadi-jadian memiliki kekuatan sihir, hidup lebih lama daripada manusia, dan biasanya mengetahui lebih banyak daripada yang mereka katakan.
Kucing jadi-jadian itu mengerjapkan mata dengan malas.
Mengetahui tidak tergantung pada keberadaan. Aku tidak mengetahui kau ada sebelum kau masuk kemari dan mengacaukan tidur siangku. Tapi itu tidak berarti kau tidak ada sebelum kau membangunkan diriku.
Eragon bingung mendengar alasan itu. Maaf aku telah mengganggu dirimu.
Aku memang mau bangun, kata kucing itu. Ia melompat kembali ke meja dan menjilati cakarnya. Kalau jadi kau, aku tidak akan memegangi tongkat itu lebih akan tersengat lagi dalam beberapa detik.
Eragon bergegas meletakkan ke tempat ia menemukannya. Benda apa ini"
Artefak biasa dan membosankan, tidak seperti diriku. Tapi untuk apa benda ini"
Bukankah kau sudah mengetahuinya" Kucing jadi-jadian itu selesai membersihkan cakarnya, menggeliat sekali lagi, lalu melompat kembali ke tempat tidurnya. Ia duduk, menyelipkan cakar di bawah dada, dan memejamkan mata, mendengkur.
Tunggu, kata Eragon, siapa namamu"
Salah satu mata sipit kucing jadi-jadian itu terbuka. Aku memiliki banyak nama. Kalau kau mencari namaku yang benar, kau harus mencarinya di tempat lain. Mata itu kembali terpejam. Eragon menyerah dan berbalik hendak pergi.
Tapi, kau boleh memanggilku Solembum.
Terima kasih, kata Eragon serius. Dengkuran Solembum terdengar lebih keras.
Pintu toko terayun membuka, dan berkas cahaya matahari menerobos. Angela masuk membawa tas kain penuh tanaman. Matanya memandang Solembum sekilas dan ia tampak terkejut. "Ia bilang kau bercakap-cakap dengannya."
"Kau juga bisa bercakap-cakap dengannya"' tanya Eragon.
Angela menyentakkan kepala. "Tentu saja, tapi tidak berarti ia selalu bersedia menjawab." Ia meletakkan tanamannya di meja, lalu berjalan ke belakangnya dan menghadapi Eragon. "Ia menyukaimu. Itu tidak biasa. Hampir sepanjang waktu Solembum tidak menunjukkan diri pada
pelanggan. Ia bilang kau berpotensi, asalkan bersedia bekerja keras selama beberapa tahun."
"Terima kasih."
"Itu pujian, karena berasal dari dirinya. Kau orang ketiga yang datang kemari yang mampu bercakap-cakap dengannya, yang pertama seorang wanita, bertahun-tahun yang lalu; yang kedua pengemis buta; dan sekarang dirimu. Tapi aku membuka toko bukan sekadar untuk bisa berceloteh. Apa yang kauinginkan" Atau kau kemari hanya untuk melihat-lihat""
"Hanya melihat-lihat," kata Eragon, masih memikirkan kucing jadi-jadian itu. "Lagi pula, aku tidak benar-benar membutuhkan tanaman obat."
"Bukan hanya itu yang bisa kulakukan," kata Angela sambil tersenyum. "Para tuan yang kaya tapi bodoh membayarku untuk membeli ramuan cinta dan semacamnya. Aku tidak pernah mengatakan ramuan itu berhasil, namun entah kenapa mereka selalu kembali. Tapi kupikir kau tidak membutuhkan barang-barang sepele seperti itu. Kau mau diramal" Aku juga melakukannya, untuk semua wanita kaya tapi bodoh."
Eragon tertawa. "Tidak, aku khawatir nasibku sulit dibaca. Dan aku tidak memiliki uang."
Angela memandang Solembum dengan tatapan penasaran. "Kupikir..." Ia memberi isyarat ke arah bola kristal yang ada di meja. "Itu hanya untuk pamer-tidak ada gunanya. Tapi aku memang memiliki... Tunggu di sini; aku akan segera kembali." Ia bergegas masuk ke ruangan di bagian belakang toko.
Ia kembali, terengah-engah, sambil membawa kantong kulit yang diletakkannya di meja. "Aku sudah lama sekali tidak menggunakannya, sampai nyaris lupa di mana tempatnya. Sekarang, duduklah di hadapanku dan akan kutunjukkan padamu kenapa aku mau bersusah payah seperti ini." Eragon menemukan kursi bulat dan duduk. Mata Solembum tampak berpendar dari celah di laci-laci. Angela menghamparkan kain tebal di meja, lalu menuangkan ke atas kain itu sege
nggam tulang yang halus, masing-masing sedikit lebih panjang daripada jari. Bagian sampingnya dipenuhi ukiran huruf dan simbol. "Ini," katanya, sambil menyentuh tulang-tulang itu dengan lembut, "adalah buku-buku jari naga, Jangan tanya dari mana aku mendapatkannya; itu rahasia yang tidak akan kuungkapkan kepada siapa pun. Tapi tidak seperti daun teh bola kristal, atau bahkan kartu suci, tulang-tulang ini memiliki kekuatan sejati. Mereka tidak berbohong, sekalipun untuk memahami apa yang dikatakannya... rumit. Kalau kau mau akan kulemparkan dan kubacakan tulang-tulang ini untukmu. Tapi mengertilah bahwa mengetahui nasib kita bisa kita jadi sangat mengerikan. Kau harus yakin dengan keputusanmu."
Eragon memandang tulang-tulang itu dengan perasaan takut. Di sana itu dulunya salah satu saudara Saphira. Untuk mengetahui nasib kita... Bagaimana aku bisa mengambil keputusan ini sementara aku tidak mengetahui apa yang menunggu diriku dan apakah aku akan menyukainya atau tidak" Ketidaktahuan benar-benar merupakan berkah. "Kenapa kau menawarkan ini"" tanyanya.
"Karena Solembum. Ia mungkin kasar, tapi fakta bahwa ia berbicara denganmu menjadikan dirimu istimewa. Bagaimanapun juga, ia kucing jadi-jadian. Kutawarkan ini pada kedua orang lain yang diajaknya bicara. Hanya wanita itu yang menyetujuinya. Namanya Selena. Ah, ia juga menyesalinya. Nasibnya suram dan menyakitkan. Kurasa ia tidak memercayainya-mulanya tidak."
Emosi menguasai Eragon, memicu air matanya. "Selena,"bisiknya sendiri. Nama ibunya. Mungkinkah wanita itu ibunya"
Apakah takdir ibunya begitu mengerikan hingga ia harus meninggalkan diriku" "Ada yang kau ingat mengenai keberuntungan wanita itu"" tanyanya, dengan perasaan mual.
Angela menggeleng dan mendesah. "Sudah lama sekali, sehingga rinciannya berbaur dengan ingatanku yang lain, yang tidak sebagus dulu. Lagi pula, aku tidak akan memberitahukan apa yang kuingat. Ramalan itu untuknya dan hanya bagi dirinya. Tapi ramalan tersebut menyedihkan; aku tidak pernah melupakan ekspresi wajahnya."
Eragon memejamkan mata dan berjuang mengendalikan lagi emosi-emosinya. "Kenapa kau mengeluh tentang ingatanmu"" tanyanya untuk mengalihkan perhatiannya sendiri. "Kau belum setua itu."
Lesung pipi muncul di pipi Angela. "Aku tersanjung, tapi jangan tertipu; aku jauh lebih tua daripada yang terlihat. Penampilan mudaku mungkin karena terpaksa memakan tanaman-tanaman obatku sendiri sewaktu situasi sedang sulit."
Sambil tersenyum, Eragon menghela napas. Kalau wanita itu ibuku dan ia bisa bertahan mendengar ramalan nasibnya, aku juga bisa. "Lemparkan tulang-tulangnya untukku," katanya tegas.
Wajah Angela berubah serius saat ia mengambil tulangtulang itu dengan dua tangan. Matanya terpejam, dan bibirnya bergerak-gerak menggumam tanpa suara. Lalu ia berkata keras, "Manin! Wyrda! Hugin! dan melemparkan tulang-tulang itu ke kain. Semuanya tumpang-tindih, berkilau ditimpa cahaya redup.
Kata-kata itu berdenging di telinga Eragon; ia mengenalinya sebagai bahasa kuno dan menyadari dengan takut bahwa dengan menggunakan kata-kata tersebut untuk sihir, berarti Angela penyihir. Ia tidak berbohong; ini benar-benar ramalan nasib. Menit demi menit berlalu dengan lambat sementara Angela mempelajari tulang-tulang itu.
Akhirnya, Angela bersandar ke belakang dan mendesahpanjang. Ia mengusap alis matanya dan mengeluarkan kantong anggur dari bawah meja. "Kau mau"" tanyanya. Eragon menggeleng. Angela mengangkat bahu dan minum banyak-banyak. "Ini," katanya, sambil mengusap mulut, "adalah pembacaan paling berat yang pernah kulakukan. Kau benar. Masa depanmu nyaris mustahil dibaca. Aku tidak pernah mengenal orang yang nasibnya begitu tumpang tindih dan samar. Tapi aku bisa, dengan susah payah, mendapatkan beberapa jawaban dari ramalan ini."
Solembum melompat ke meja dan duduk di sana, mengawasi mereka berdua. Eragon mengepalkan tangan sementara Angela menunjuk salah satu tulang itu. "Akan kumulai dari sini," katanya perlahan-lahan, "karena ini yang paling jelas untuk dipahami."
Simbol pada tulang itu adalah garis horisontal panjang dengan lingkaran di atasnya. "Ke
abadian atau umur panjang," kata Angela dengan suara pelan. "Ini pertama kalinya aku melihatnya pada masa depan seseorang. Sebagian besar yang muncul adalah pohon aspen atau elm, keduanya tanda bahwa orang itu akan menjalani hidup yang normal. Apakah ini berarti kau akan hidup abadi atau mendapat usia yang luar biasa Panjang, aku tidak yakin. Apa pun yang diramalkannya, kau boleh merasa yakin masih ada bertahun-tahun di depanmu."
Tidak mengejutkan, aku kan Penunggang, pikir Eragon. Apakah Angelahanya akan memberitahukan hal-hal yang sudah diketahuinya"
"Sekarang tulang-tulangnya menjadi semakin sulit dibaca karena sisanya bertumpuk-tumpuk membingungkan." Angela menyentuh tiga di antaranya. "Ini jalan setapak yang tanpa arah, kilat menyambar, dan kapal berlayar bertumpuk menjadi satu, pola yang belum pernah kulihat, hanya pernah kudengar. Jalan tanpa arah menunjukkan ada banyak pilihan di masa depanmu, beberapa di antaranya kau hadapi sekarang ini. Aku melihat pertempuran besar berlangsung di sekitarmu, beberapa di antaranya dilakukan demi dirimu. Aku melihat kekuatan-kekuatan besar dari tanah ini berjuang mengendalikan kemauan dan takdirmu. Masa depan yang tak terhitung jumlahnya menunggu dirimu, semuanya penuh darah dan konflik, tapi hanya satu yang akan membawa kebahagiaan dan kedamaian bagimu. Hati-hati jangan tersesat, karena kau salah satu dari sedikit orang yang benar-benar bebas memilih nasibnya sendiri. Kebebasan itu karunia, tapi juga tanggung jawab yang lebih mengikat daripada rantai."
Lalu wajah Angela berubah sedih. "Tapi, seakan sebagai balasan, di sini ada kilat menyambar. Itu firasat yang mengerikan. Ada bencana yang akan menimpa dirimu, tapi bencana seperti apa aku tidak mengetahuinya. Sebagian di antaranya terletak dalam kematian-kematian yang mendekat dengan cepat dan akan menimbulkan kedukaan hebat dalam dirimu. Tapi sisanya menunggu dalam perjalanan besar. Perhatikan tulang ini baik-baik. Kau bisa melihat bagaimana ujungnya bersandar ke tulang dengan gambar kapal berlayar. Itu mustahil untuk salah dipahami. Kau ditakdirkan meninggalkan tanah ini untuk selamanya. Di mana kau berakhir & aku tidak mengetahuinya, tapi kau tidak akan pernah lagi menginjakkan kaki di Alagaesia. Ini tidak terelakkan. Kau akan tetap mengalaminya sekalipun sudah berusaha menghindarinya."
Kata-kata Angela menyebabkan Eragon ketakutan. Kemana yang lain... aku harus kehilangan siapa sekarang" Pikirannya seketika melayang ke Roran. Lalu ia teringat kampung kelahirannnya. Apa yang bisa memaksaku pergi" Dan ke mana aku akan pergi" Jika ada daratan di seberang lautan atau di sebelah timur, hanya para elf yang mengetahuinya.
Angela menggosok dahi dan menghela napas dalam. Tulang berikutnya lebih mudah dibaca dan mungkin sedikit lebih menyenangkan."
Eragon mengamatinya dan melihat gambar mawar mekar diukirkan di antara dua bulan sabit.
Angela tersenyum dan berkata, "Kisah cinta yang legendaris ada di masa depanmu, luar biasa, sebagaimana yang ditunjukkan bulannya karena itu simbol sihir dan cukup kuat untuk bertahan melebihi beberapa kekaisaran. Aku tidak bisa mengatakan apakah perasaan ini akan berakhir dengan bahagia atau tidak, tapi kekasihmu berasal dari keluarga bangsawan. Ia berkuasa, bijaksana, dan cantik tanpa tandingan."
Dari keluarga bangsawan, pikir Eragon terkejut. Bagaimana bisa" Aku tidak lebih daripada petani yang paling miskin.
"Sekarang untuk kedua tulang terakhir, pohon dan akar hawthorne, yang saling menyilang dengan kuat. Seandainya tidak begitu, ini hanya bisa berarti lebih banyak masalah tapi pengkhianatan sudah jelas. Dan pengkhianatan itu akan dilakukan salah seorang anggota keluargamu."
"Roran tidak akan berbuat begitu!" kata Eragon tiba-tiba, memprotes.
"Entahlah," kata Angela hati-hati. "Tapi tulang-tulang ini belum pernah berbohong, dan itulah yang mereka katakan."
Keraguan menyusupi benak Eragon, tapi ia berusaha mengabaikannya. Karena apakah Roran akan mengkhianati dirinya" Angela menyentuh bahunya untuk menghibur dan menawarkan kantong anggurnya lagi. Kali ini Eragon menerima minuman itu, dan minuman te
rsebut membuat perasaannya lebih baik.
"Sesudah semua itu, kematian mungkin akan kusambut,"
katanya, bergurau dengan gugup. Pengkhianatan Roran" Tidak mungkin terjadi! Tidak akan!
"Mungkin saja," kata Angela khidmat, lalu tertawa pelan. "Tapi kau seharusnya tidak meributkan apa yang belum terjadi. Satu-satunya cara masa depan bisa menyakiti kita adalah dengan menimbulkan kekhawatiran. Kujamin kau akan merasa lebih baik begitu berada di bawah matahari lagi."
Mungkin." Sialnya, pikirnya kering, apa pun yang dikatakan Angela tidak akan masuk di akal hingga telah terjadi. Kalau benar-benar terjadi, tegurnya sendiri. "Kau menggunakan kata-kata yang mengandung kekuatan," katanya pelan.
Mata Angela berkilau. "Aku bersedia memberikan apa saja untuk mengetahui sisa hidupmu. Kau bisa bicara dengan kucing jadi-jadian, mengetahui bahasa kuno, dan memiliki masa depan yang sangat menarik. Selain itu, hanya sedikit pemuda berkatong kosong dan berpakaian sekadarnya yang bisa berhak dicintai wanita bangsawan. Kau ini siapa""
Eragon menyadari kucing jadi-jadian itu pasti belum memberitahu Angela bahwa dirinya Penunggang. Ia nyaris mengatakan, "Evan," tapi lalu berubah pikiran dan berkata, "Namaku Eragon."
Angela mengerutkan alis. "Itu siapa dirimu atau namamu" tanyanya.
"Dua-duanya," kata Eragon sambil tersenyum kecil, memikirkan namanya, Penunggang pertama.
"Sekarang aku jadi makin tertarik untuk melihat bagaimana jalan kehidupanmu. Siapa pria lusuh yang bersamamu kemarin""
Eragon memutuskan bahwa satu nama lagi tidak ada ruginya. "Namanya Brom."
Angela mendadak tertawa terbahak-bahak, begitu keras hingga tubuhnya terbungkuk. Ia mengusap mata dan meneguk anggur, lalu berjuang keras untuk menghalangi tawa yang lain. Akhirnya, setelah terengah-engah, ia berhasil mengatakan, "Oh... yang itu! Aku sama sekali tidak mengetahuinya!"
"Ada apa"" tanya Eragon.
"Tidak, tidak, jangan jengkel," kata Angela, sambil menyembunyikan senyum. "Hanya saja-well, ia dikenal orang-orang seprofesiku. Sayangnya bencana orang yang malang itu, atau masa depannya kalau kau mau, merupakan lelucon di antara kami."
"Jangan menghina dirinya! Ia orang yang lebih baik daripada siapa pun yang bisa kautemukan!" sergah Eragon.
"Tenang" tenang," kata Angela geli. "Aku tahu itu. Kalau kita bertemu lagi di saat yang tepat, aku pasti akan memberitahumu mengenai hal itu. Tapi sementara itu kau harus-" Ia berhenti bicara sementara Solembum melangkah ke tengah mereka. Kucing jadi-jadian itu menatap Eragon dengan mata tidak berkedip.
Ya" tanya Eragon jengkel.
Dengar baik-baik dan akan kuberitahukan dua hal padamu. Pada saatnya nanti dan saat kau membutuhkan senjata, carilah di bawah akar-akar pohon Menoa. Lalu, kalau semua tampak muram dan kekuatanmu tidak cukup, pergilah ke karang Kuthian dan ucapkan namamu untuk membuka Ruang Jiwa-Jiwa.
Sebelum Eragon sempat menanyakan apa yang dimaksud Solembum kucing jadi-jadian itu telah melangkah pergi, melambai-lambaikan ekornya dengan anggun. Angela memiringkan kepala, gulungan-gulungan rambut lebat menutupi dahinya. ,,Aku tidak mengetahui apa yang dikatakannya, dan aku tidak ingin mengetahuinya. Ia berbicara padamu dan hanya padamu.
Jangan memberitahu orang lain."
"Kurasa aku harus pergi," kata Eragon, dengan perasaan terguncang.
"Kalau kau menginginkannya," kata Angela, sambil tersenyum lagi. "Kau boleh tinggal di sini sesuka hatimu, terutama kalau kau membeli beberapa barangku. Tapi pergilah kalau kau mau; aku yakin kami sudah memberimu cukup banyak untuk dipertimbangkan selama beberapa waktu."
"Ya." Eragon bergegas melangkah ke pintu. "Terima kasih sudah membacakan masa depanku." Kurasa.
"Sama-sama," kata Angela, sambil tetap tersenyum.
Eragon keluar dari toko dan berdiri di jalan, menyipitkan mata hingga matanya menyesuaikan diri dengan cahaya terang. Baru beberapa menit kemudian ia mampu memikirkan dengan tenang apa yang baru saja diketahuinya. Ia mulai berjalan, langkah-langkahnya tanpa sadar bertambah cepat hingga ia melesat keluar dari Teirm, kaki-kakinya bagai terbang saat menuju tempat persembunyian Saphira.
Ia memanggil naganya dari kaki tebing. Semenit kemudian Saphira menukik turun dan membawanya ke puncak tebing. Sesudah mereka berdua mendarat dengan aman, Eragon menceritakan pengalamannya hari ini. jadi, katanya mengakhiri kupikir Brom benar; aku tampaknya selalu berada di tempat yang bermasalah.
Kau seharusnya mengingat apa yang dikatakan kucing jadi-jadian Itu padamu. Itu penting.
Kok kau tahu" tanya Eragon penasaran.
Entahlah, tapi nama-nama yang digunakannya terasa sangat kuat. Kuthian, katanya, memikirkan kata itu. Tidak, kita tidak boleh melupakan apa yang telah dikatakannya.
Menurutmu apakah sebaiknya Brom kuberitahu"
Terserah kau, tapi pikirkan ini: Brom tidak berhak mengetahui masa depanmu. Menceritakan Solembum dan kata-katanya pada Brom hanya akan memicu pertanyaan-pertanyaannya yang mungkin tidak ingin kau jawab. Dan kalau kau memutuskan untuk menanyakan apa arti kata-kata itu saja, ia pasti ingin mengetahui dari mana kau mengetahui kata-kata tersebut. Menurutmu kau bisa berbohong dengan cukup meyakinkan padanya"
Tidak, Eragon mengakui. Mungkin aku tidak akan mengatakan apa-apa. Walau begitu, ini mungkin saja terlalu penting untuk disembunyikan. Mereka bercakap-cakap hingga tidak ada lagi yang bisa dibicarakan. Lalu mereka duduk berdua saling menemani, memandangi pepohonan hingga senja.
Eragon bergegas kembali ke Teirm dan tidak lama kemudian mengetuk pintu rumah Jeod. "Apakah Neal sudah kembali"" tanyanya pada si kepala pelayan.
"Ya, Sir. Saya yakin ia sekarang berada di ruang belajar."
"Terima kasih," kata Eragon. Ia melangkah ke ruangan itu dan mengintip ke dalam. Brom duduk di depan perapian, mengisap pipa. "Bagaimana hasilnya"" tanya Eragon.
"Sangat kacau!" gerutu Brom tanpa melepaskan pipa.
"Jadi kau sudah berbicara dengan Brand""
"Tapi tak ada gunanya. Administrator perdagangan ini birokrat yang paling buruk. Ia mematuhi setiap peraturan, dan dengan senang hati menciptakan peraturannya sendiri kalau bisa merepotkan orang lain, lalu pada saat yang sama percaya dirinya melakukan kebaikan."
"Kalau begitu ia tidak mengizinkan kita melihat-lihat catatannya"" tanya Eragon.
"Ya," kata Brom, jengkel. "Apa pun yang kukatakan tidak bisa mengubah pendiriannya. Ia bahkan menolak suap! Suap yang tidak sedikit. Aku tidak menduga akan pernah bertemu bangsawan yang tidak korup di zaman seperti ini. Sekarang sesudah bertemu, kuda" tati aku lebih menyukai mereka sewaktu mereka jadi keparat- keparat serakah." Ia mengisap pipanya kuat-kuat dan menggumamkan serangkaian makian yang mantap.
Sesudah ia tampak lebih tenang, Eragon bertanya hati-hati "Nah, sekarang apa""
"Aku akan menghabiskan seminggu ke depan untuk mengajarimu membaca."
"Dan sesudah itu""
Senyum merekah di wajah Brom. "Sesudah itu, kita akan memberi Brand kejutan buruk." Eragon berusaha menanyakan rinciannya tapi Brom menolak membicarakannya lebih jauh.
Makan malam dihidangkan di ruang makan yang mewah.
Jeod duduk di salah satu ujung meja, Helen yang menatap tajam duduk di ujung yang lain. Brom dan Eragon duduk di antara mereka, yang dirasakan Eragon sebagai tempat yang berbahaya. Kursi-kursi kosong ada di kedua sisinya, tapi ia tidak keberatan. Tempat kosong membantu melindungi dirinya dari pelototan nyonya rumah.
Hidangan disajikan tanpa banyak suara, dan Jeod serta Helen mulai bersantap tanpa berbicara. Eragon mengikuti, sambil berpikir, Aku pernah makan dalam suasana yang lebih ceria saat pemakaman. Dan memang benar, di Carvahall. Ia teringat sekian banyak pemakaman yang memang membuatnya sedih, tapi tidak berlebihan. Ini berbeda; ia bisa merasakan kebencian menggelegak dari Helen sepanjang makan malam.
MEMBACA DAN BERBAGAI RENCANA
Brom mencoretkan sebuah huruf di perkamen dengan sepotong arang, lalu menunjukkannya pada Eragon. "Ini huruf A," katanya. "Hafalkanlah."
Dengan itu, Eragon memulai tugasnya belajar membaca. Tugas itu sulit, aneh, dan mendorong intelektualitasnya hingga sampai batas kemampuannya saat itu, tapi ia tetap bersemangat untuk hal baru dan menikmatinya. Tanpa ada kegiatan lain untuk dilakukan dan dengan guru yang handal, walaupun kadang tidak sabar ia
memperoleh kemajuan dengan cepat.
Dalam waktu singkat rutinitas terbentuk. Setiap hari Eragon bangun, sarapan di dapur, lalu pergi ke ruang belajar untuk mengikuti pelajaran. Ia bersusah payah menghafalkan bunyi huruf dan aturan-aturan menulis. Begitu kerasnya ia berusaha hingga setiap kali ia memejamkan mata, huruf-huruf dan kata-kata menari dalam benaknya. Ia hampir tidak memikirkan hal-hal lain selama waktu itu.
Sebelum makan malam, ia dan Brom pergi ke belakang rumah Jeod dan berlatih-tanding. Para pelayan, bersama sekelompok kecil anak yang terbelalak, datang menonton mereka. Kalau masih ada waktu sesudahnya, Eragon berlatih sihir dalam kamar, dengan tirai tertutup rapat. Satu-satunya kekhawatirannya hanyalah Saphira. Ia mengunjungi naganya setiap malam, tapi waktu berkumpul itu tidak cukup lama bagi mereka. Di siang hari, Saphira menghabiskan sebagian besar waktunya bermil-mil dari sana untuk mencari makanan, ia tidak bisa berburu di dekat Teirm tanpa menimbulkan kecurigaan. Eragon berusaha sebaik-baiknya untuk membantu, tapi ia mengetahui satu-satunya pemecahan bagi kelaparan walaupun kesepian yang dirasakan Saphira adalah dengan meninggalkan kota sejauh-jauhnya. Setiap hari semakin banyak berita buruk yang masuk ke Teirm. Para pedagang yang datang menceritakan kisah-kisah mengerikan tentang serangan di sepanjang pantai. Ada laporan mengenai menghilangnya orang-orang yang berkuasa dari rumah mereka di malam hari dan mayat mereka yang tercabik-cabik ditemukan keesokan paginya. Eragon sering mendengar Brom dari Jeod mendiskusikan kejadian-kejadian ini dengan suara pelan, tapi mereka selalu menghentikan pembicaraan setiap kali ia mendekat.
Hari-hari berlalu dengan cepat, dan tidak lama kemudian seminggu berlalu. Kemampuan Eragon masih di tingkat dasar, tapi ia sekarang bisa membaca satu halaman penuh tanpa meminta bantuan Brom. Ia masih lambat dalam membaca, tapi ia mengetahui kecepatan akan datang seiring dengan waktu. Brom mendorong semangatnya, "Tidak penting, kemampuanmu sekarang sudah cukup baik untuk rencanaku."
Hari sudah sore sewaktu Brom memanggil Jeod dan Eragon ke ruang belajar. Brom memberi isyarat kepada Eragon. "Sekarang setelah kau bisa membantu kami, kupikir sudah waktunya untuk melanjutkan rencana kita."
"Apa rencanamu"" tanya Eragon.
Senyum lebar menari-nari di wajah Brom. Jeod mengerang. "Aku kenal ekspresi itu; ekspresi itulah yang menyebabkan kami mendapat masalah dulu."
"Terlalu dibesar-besarkan," kata Brom, "tapi bukannya tidak diperlukan. Baiklah, inilah yang akan kita lakukan..."
Kita akan berangkat malam ini atau besok, kata Eragon pada Saphira dari kamar tidurnya.
Ini tidak terduga. Apakah kau akan aman selama petualangan ini"
Eragon mengangkat bahu. Entahlah. Kita mungkin akan dengan sangat terpaksa melarikan diri dari Teirm dengan diburu para prajurit.
Eragon merasakan kekhawatiran Saphira dan mencoba menenangkannya. Tidak apa-apa. Brom dan aku bisa menggunakan sihir, dan kami mampu berkelahi dengan baik.
Ia berbaring di ranjang dan menatap langit-langit. Kedua tangan agak gemetar, dan tenggorokannya terasa tersumbat. Saat tidur menguasai dirinya, ia merasakan gelombang kebingungan. Aku tidak ingin meninggalkan Teirm, pikirnya tiba-tiba. Waktu yang kuhabiskan di sini nyaris normal. Aku bersedia memberikan apa saja asalkan tidak pindah terus. Menetap di sini dan menjadi seperti orang lain pada umumnya, terasa luar biasa. Lalu, pikiran lain menderu dalam dirinya. Tapi aku tidak akan pernah bisa begitu selama ada Saphira Selamanya.
Mimpi-mimpi menguasai kesadaran Eragon, memuntir dan mengarahkannya seenaknya. Terkadang ia merintih ketakutan, di lain waktu ia tertawa gembira. Lalu ada yang berubah rasanya matanya seolah terbuka untuk pertama kalinya dan mimpi yang jauh lebih jelas daripada mimpi-mimpi sebelumnya melintas dalam dirinya.
Ia melihat seorang wanita muda, membungkuk akibat penderitaan, terikat rantai dalam sel yang dingin dan keras. Seberkas cahaya matahari menerobos jendela berjeruji yang terletak tinggi di dinding dan menerangi wajah wanita itu. Setetes air mata bergulir menurun
i pipinya, seperti sebutir berlian cair.
Eragon tersentak bangun dan mendapati dirinya menangis tak terkendali sebelum tertidur resah lagi malam itu.
PARA PENCURI DI ISTANA Eragon terbangun dari tidurnya di tengah siraman cahaya matahari yang keemasan. Berkas-berkas cahaya merah dan oranye membanjiri kamar tidurnya dan menerangi ranjang. Berkas-berkas itu menghangatkan punggungnya dengan nyaman, menyebabkan ia merasa engganbergerak. Ia kembali tidur, tapi cahaya matahari merayap meninggalkan dirinya dan ia kedinginan. Matahari terbenam di kaki langit, menerangi laut dan langit dengan warna-warna senjanya. Waktunya hampir tiba!
Ia menyandang busur dan tabung anak panah di punggung, tapi meninggalkan Zar'roc di kamar tidur, pedang itu hanya akan memperlambat dirinya, dan ia tidak senang menggunakannya. Kalau harus melumpuhkan orang, ia bisa menggunakan sihir atau anak panah. Ia mengenakan mantel di luar kemejanya dan mengikatnya erat-erat.
Ia menunggu dengan gugup di kamar tidur hingga cahaya memudar. Lalu ia masuk ke lorong dan mengangkat bahu agar tabung anak panahnya melintang nyaman di punggung. Brom bergabung dengannya, membawa pedang dan tongkat.
Jeod, mengenakan celana panjang dan rompi hitam, menunggu mereka di luar. Di pinggangnya tergantung pedang tipis yang anggun dan kantong kulit. Brom mengamati pedang tipis itu dan berkata "Ranting itu terlalu tipis untuk pertempuran yang sebenarnya. Apa yang akan kaulakukan kalau ada yang mengejarmu dengan membawa pedang lebar atau golok""
"Bersikaplah realistis," kata Jeod. "Tidak ada penjaga yang memiliki golok. Lagi pula, ranting ini lebih cepat daripada pedang lebar."
Brom mengangkat bahu. "Terserah."
Mereka berjalan dengan sikap biasa menyusuri jalan, menghindari para penjaga dan prajurit. Eragon merasa tegang dan jantungnya berdebar-debar. Saat mereka melewati toko Angela., ada gerakan sekilas di atap yang menarik perhatiannya, tapi ia tidak melihat siapa pun. Telapak tangannya terasa tergelitik. Ia kembali memandang ke atas, tapi atap tetap kosong.
Brom memimpin jalan menyusuri dinding terluar Teirm. Saat mereka tiba di istana, langit telah hitam. Dinding-dinding benteng menyebabkan Eragon menggigil. Ia tidak akan senang kalau dipenjara di sana. Jeod diam-diam mengambil alih berjalan terdepan dan melangkah mendekati gerbang, mencoba tampil santai. Ia menggedor gerbang dan menunggu.
Kisi-kisi kecil bergeser membuka dan penjaga bertampang masam mengintip keluar. "Ya"" katanya. Eragon bisa mencium bau rum pada napasnya.
"Kami perlu masuk," kata Jeod.
Penjaga itu mengamati Jeod dengan teliti. "Untuk apa""
"Bocah ini meninggalkan barang yang sangat berharga di kantorku. Kami harus segera mengambilnya." Eragon menunduk, wajahnya menunjukkan ekspresi malu.
Penjaga itu mengerutkan kening, jelas merasa tidak sabar ingin segera kembali minum. "Ah, terserahlah," katanya, sambil mengayunkan lengan. "Pastikan saja kau hajar bocah itu untukku."
"Akan kulakukan," kata Jeod sementara penjaga membuka selot pintu kecil yang dipasang pada gerbang. Mereka masuk ke benteng, lalu Brom memberi penjaga itu beberapa keping koin.
"Makasih," gumam pria itu, sambil terhuyung-huyung pergi. Begitu ia telah menghilang, Eragon mengambil busurnya dan memasang talinya. Jeod bergegas mengajak mereka ke bagian utama istana. Mereka bergegas menuju tujuan mereka, sambil mendengarkan dengan hati-hati kalau-kalau ada prajurit yang berpatroli. Di ruang catatan, Brom mencoba pintunya. Pintu itu terkunci. Ia menempelkan tangan ke sana dan menggumamkan kata yang tidak dikenali Eragon. Pintu itu terayun, membuka diiringi ceklikan pelan. Brom meraih obor dari dinding, dan mereka melesat masuk, menutup kembali pintunya tanpa suara.
Ruangan itu dipenuhi rak kayu tempat gulungan-gulungan bertumpuk tinggi. Tampak jendela berjeruji di dinding seberang. Jeod melangkah di sela-sela rak, mengamati gulungan-gulungan itu. Ia berhenti di bagian belakang ruangan. "Sebelah sini," katanya, "Ini catatan pengapalan lima tahun terakhir. Kau bisa mengetahui tanggalnya berdasarkan segel lilin di sudut."
"Jadi apa yang kita lakuka
n sekarang"" tanya Eragon, merasa gembira karena mereka berhasil sampai sejauh ini tanpa ketahuan.
"Mulailah dari atas dan periksa hingga ke bawah," kata Jeod. "Beberapa gulungan hanya berisi masalah pajak. Kau bisa mengabaikan yang itu. Cari apa pun yang menyebut minyak Seithr." Ia mengambil segulung perkamen dari kantongnya dan membentangkannya di lantai, lalu meletakkan sebotol tinta dan pena bulu angsa di sampingnya. "Agar kita bisa mencatat apa pun yang kita temukan," katanya menjelaskan.
Brom meraup sepelukan gulungan dari rak paling atas dan menumpuknya di lantai. Ia duduk dan membuka gulungan pertama. Eragon mendampinginya, memosisikan diri sebegitu rupa hingga bisa melihat ke pintu. Pekerjaan yang berat itu sangat sulit baginya, karena tulisan-tulisan yang rapat di gulungan berbeda dengan tulisan yang diajarkan Brom padanya.
Dengan hanya memeriksa nama kapal-kapal yang berlayar di kawasan utara, mereka berhasil memilah banyak gulungan. Meskipun begitu, mereka bekerja dengan lambat, mencatat setiap pengapalan minyak Seithr setiap kali menemukannya.
Di luar ruangan suasana sunyi, hanya ada suara penjaga malam yang sesekali terdengar. Tiba-tiba bulu kuduk Eragon meremang. Ia mencoba terus bekerja, tapi perasaan tidak enak itu tetap ada. Dengan jengkel ia menengadah dan tersentak terkejut, seorang bocah kecil berjongkok di kusen jendela. Matanya sipit, dan rambut hitamnya yang riap-riap diikat sebatang ranting.
Kau butuh bantuan" tanya suara dalam kepala Eragon.
Mata Eragon membelalak shock. Suara itu mirip suara Solembum.
Itu kau" tanyanya takjub.
Apakah aku orang lain"
Eragon menelan ludah dan memusatkan perhatian pada gulungannya. Kalau mataku tidak menipu, itu memang dirimu.
Bocah itu tersenyum tipis, menampakkan sederetan gigi yang runcing. Bagaimana tampangku tidak mengubah siapa diriku. Menurutmu aku disebut kucing jadi-jadian bukan tanpa alasan bukan"
Apa yang kaulakukan di sini" tanya Eragon.
Kucing jadi-jadian itu memiringkan kepala dan mempertimbangkan apakah pertanyaan itu layak dijawab atau tidak. tergantung pada apa yang kaulakukan di sini. Kalau kau membaca gulungan-gulungan itu sekadar untuk hiburan, kurasa tidak ada alasan untuk kunjunganku. Tapi kalau apa yang kaulakukan itu melanggar hukum dan kau tidak ingin ketahuan aku mungkin berada di sini untuk memperingatkan dirimu bahwa penjaga yang kalian suap baru saja memberitahu penggantinya mengenal dirimu dan pejabat Kekaisaran kedua tersebut mengirim para prajurit untuk mencari kalian.
Terima kasih sudah memberitahuku, kata Eragon.
Rupanya yang kuberitahukan padamu penting, ya" Kurasa begitu. Dan kusarankan kau memanfaatkan pemberitahuanku sebaik-baiknya. Bocah itu bangkit dan mengibaskan rambutnya yang awut-awutan. Eragon bergegas menanyakan, Apa maksudmu dalam pertemuan terakhir kita mengenai pohon dan ruang"
Tepat seperti yang kukatakan.
Eragon mencoba bertanya lagi, tapi kucing jadi-jadian itu telah menghilang melalui jendela. Eragon tiba-tiba mengatakan, "Ada prajurit yang mencari kita."
"Dari mana kau tahu"" tanya Brom tajam.
"Aku memasang telinga untuk mendengar suara penjaga. Penggantinya baru saja mengirimkan anak buahnya untuk mencari kita. Kita harus pergi dari sini. Mereka mungkin sudah mendapati kantor Jeod kosong."
"Kau yakin"" tanya Jeod.
"Ya!" kata Eragon tidak sabar. "Mereka dalam perjalanan kemari."
Brom menyambar gulungan lain dari rak. "Tidak penting. Kita harus menyelesaikan ini sekarang!" Mereka bekerja mati-matian selama semenit berikutnya, membaca catatan-catatan secepat mungkin. Saat gulungan terakhir selesai diperiksa, Brom melemparnya kembali ke rak, dan Jeod menjejalkan perkamen, tinta, danpenanya ke kantongnya. Eragon menyambat obor.
Mereka berlari-lari keluar dari ruangan dan menutup pintu, tapi tepat pada saat pintunya tertutup mereka mendengar detak sepatu bot prajurit yang berat di ujung lorong. Mereka berbalik hendak pergi, tapi Brom mendesis marah, "Terkutuk! Pintunya belum dikunci." Ia menempelkan tangan ke pintu. Kuncinya berbunyi pada saat tiga prajurit bersenjata muncul.
"Hai Jauhi pintu itu!" teriak salah seo
rang di antara mereka. Brom melangkah mundur, wajahnya tampak terkejut. Ketiga prajurit itu mendekati mereka. Yang paling jangkung berkata, "Kenapa kau mau masuk ke ruang catatan"" Eragon mencengkeram busurnya lebih erat dan bersiap lari.
"Kami tersesat." Ketegangan terdengar jelas dalam suara Jeod. Setetes keringat bergulir di lehernya.
Prajurit itu memelototi mereka dengan curiga. "Periksa ke dalam ruangan," perintahnya kepada salah seorang anak buahnya.
Eragon menahan napas saat prajurit itu melangkah mendekati pintu, mencoba membukanya, lalu menggedornya dengan tinju yang dibungkus sarung tangan jala baja. "Terkunci, Sir."
Pemimpinnya menggaruk dagu. "Baiklah, kalau begitu. Aku tidak tahu apa yang kalian inginkan, tapi selama pintunya tetap terkunci, kurasa kalian bebas pergi. Ayo." Para prajurit itu mengepung mereka dan memaksa mereka keluar dari istana.
Sulit dipercaya, pikir Eragon. Mereka membantu kami meloloskan diri!
Di gerbang utama, prajurit itu menunjuk dan berkata, "Nah, kalian berjalanlah keluar dari sana dan jangan mencoba melakukan tindakan yang aneh. Kami akan mengawasi. Kalau kalian harus kembali, tunggu hingga pagi."
"Tentu saja," Jeod berjanji.
Eragon bisa merasakan tatapan para penjaga bagai melubangi punggung mereka saat mereka bergegas keluar dari istana. Begitu gerbang-gerbang ditutup di belakang mereka, senyuman penuh kemenangan merekah di wajahnya, dan ia melompat ke udara. Brom melotot memperingatkan dirinya dan menggeram, berjalanlah pulang dengan sikap normal. Kau bisa merayakannya di rumah."
Dengan malu, sikap Eragon berubah pasrah, tapi di dalam darinya masih merasa penuh energi. Begitu mereka sampai di rumah kembali dan memasuki ruang belajar, Eragon berseru, "Kita berhasil!"
"Ya, tapi sekarang kita harus menentukan apakah susah payah ini layak dilakukan," kata Brom. Jeod mengeluarkan peta Alagaesia dari rak dan membentangkannya di meja.
Di sisi kiri peta, laut membentang ke daerah barat yang tidak dikenal. Di sepanjang pantai membentang Spine, barisan pegunungan yang sangat panjang. Padang Pasir Hadarac mengisi bagian tengah peta-ujung timurnya kosong. Di suatu tempat dalam kekosongan itulah Varden bersembunyi. Di sebelah selatan terdapat Surda, negara kecil yang memisahkan diri dari Kekaisaran setelah keruntuhan para Penunggang. Eragon pernah diberitahu bahwa Surda diam-diam mendukung Varden.
Di dekat perbatasan timur Surda terdapat wilayah pegunungan yang diberi nama Pegunungan Beor. Eragon pernah mendengar tentang pegunungan itu dalam banyak cerita, pegunungan tersebut katanya sepuluh kali lebih tinggi daripada Spine, walaupun ia diam-diam percaya hal itu terlalu dibesar-besarkan. Dalam peta itu, di sebelah timur Beor kosong.
Lima pulau ada di lepas pantai Surda: Nia, Parlim, Uden, Illium, dan Beirland. Nia tidak lebih dari sebongkah tonjolan karang, tapi Beirland, yang terbesar, memiliki sebuah kota kecil. Lebih jauh lagi, di dekat Teirm, terdapat pulau berbentuk gerigi bernama Sharktooth-gigi hiu. Dan tinggi di utara, terdapat satu pulau lagi, luas dan berbentuk tangan yang penuh tonjolan. Eragon mengetahui namanya bahkan tanpa melihat peta: Vroengard, rumah kuno para Penunggang, dulu tempat yang megah, tapi sekarang telah dijarah, dan menjadi tempat kosong yang dihantui makhluk-makhluk buas yang aneh. Di tengah Vroengard terdapat kota Doru Areaba yang telah ditinggalkan.
Carvahall merupakan titik kecil di bagian atas Lembah Palancar. Sejajar dengan itu, tapi di seberang dataran, membentang hutan Du Weldenvarden. Seperti Pegunungan Beor, ujung timur hutan itu juga tidak terpetakan. Beberapa bagian tepi barat Du Weldenvarden telah dihuni, tapi jantungnya masih tetap misterius dan belum dijelajahi. Hutan itu lebih liar daripada Spine, sejumlah kecil pemberani yang menjelajahi bagian dalamnya kembali dalam keadaan sinting, atau tidak pernah kembali sama sekali.
Eragon menggigil saat melihat Uru'baen di tengah Kekaisaran. Galbatorix memerintah dari sana dengan didampingi naga hitamnya, Shruikan. Eragon menyentuh Uru'baen. "Ra'zac pasti memeliki tempat persembunyian di sana."
"Sebaiknya kau berharap itu bukan satu-satunya tempat perlindungan mereka," kata Brom datar. "Kalau ya, kau tidak akan pernah bisa mendekati mereka." Ia meratakan peta yang menggemeresik dengan kedua tangannya yang keriput.
Jeod mengambil perkamen dari kantongnya dan berkata, "Dari apa yang kulihat dalam catatan, ada pengiriman minyak Seithr ke setiap kota besar di Kekaisaran selama lima tahun terakhir. Sepanjang yang bisa kukatakan, semuanya mungkin dipesan tukang perhiasan yang kaya. Aku tidak yakin bagaimana kita bisa mempersempit daftar tanpa informasi tambahan."
Brom menyapukan tangan ke atas peta. "Kupikir kita bisa mencoret beberapa kota. Ra'zac harus bepergian ke mana pun yang diinginkan Raja, dan aku yakin ia membuat mereka selalu sibuk. Kalau mereka diharapkan pergi ke mana pun setiap saat, satu-satunya tempat tinggal bagi mereka yang masuk di akal adalah persimpangan yang membuat mereka bisa menjangkau setiap sudut negara dengan cukup mudah." Ia bersemangat sekarang dan mondar-mandir dalam ruangan. "Persimpangan-persimpangan ini harus cukup besar. agar kehadiran Ra'zac tidak kentara. Juga harus memiliki perdagangan yang cukup ramai agar permintaan apa pun yang tidak biasa makanan khusus untuk tunggangan mereka, misalnya tidak akan menarik perhatian."
"Betul juga," kata Jeod, sambil mengangguk. "Mengingat syarat itu, kita bisa mengabaikan sebagian besar kota-kota besar di utara. Satu-satunya kota yang benar-benar besar adalah Teirm, Gil'ead, dan Ceunon. Aku tahu mereka tidak ada di Teirm, dan aku ragu minyak itu telah dikirim begitu jauh hingga ke Narda, kota itu terlalu kecil. Ceunon terlalu terisolir... hanya tersisa Gil'ead."
"Ra'zac mungkin ada di sana," kata Brom. "Itu jelas ironis."
"Memang," kata Jeod, mengakui dengan suara pelan.
Bagaimana dengan kota-kota di selatan"" tanya Eragon.
Well, " kata Jeod. "Jelas ada Uru'baen, tapi kecil kemungkinan kota itu menjadi tujuan. Kalau ada yang tewas akibat minyak Seithr di istana Galbatorix, akan terlalu mudah bagi bangsawan mana pun untuk mengetahui bahwa Kekaisaran membeli sejumlah besar minyak itu. Sekalipun begitu masih banyak kota lainnya, yang salah satunya bisa jadi kota yang kita incar."
"Ya," kata Eragon, "tapi minyaknya tidak dikirim ke Semua kota itu. Perkamennya hanya berisi Kuasta, Dras-Leona, Aroughs, dan Belatona. Kuasta tidak akan sesuai bagi Ra'zac; kota itu di pantai dan dikepung pegunungan. Aroughs terisolu seperti Ceunon, walau kota itu pusat perdagangan. Dengan begitu tinggal Belatona dan Dras-Leona, yang agak berdekatan. Di antara keduanya, kupikir Dras Leona lebih masuk di akal. Kota itu lebih besar dan posisinya lebih baik."
"Dan nyaris semua barang untuk Kekaisaran pernah melewati kota itu, termasuk yang dari Teirm," kata Jeod. "Tempat persembunyian yang bagus bagi Ra'zac."
"Jadi... Dras-Leona," kata Brom sambil duduk dan menyulut pipa. "Apa yang ada dalam catatan""
Jeod memandang perkamennya. "Ini. Di awal tahun, tiga kapal minyak Seithr dikirim ke Dras-Leona. Setiap kapal hanya selisih dua minggu satu sama lain, dan menurut catatan semuanya dikirim pedagang yang sama. Hal yang sama terjadi tahun yang lalu dan tahun sebelumnya. Aku ragu ada tukang perhiasan, atau bahkan sekelompok tukang perhiasan, yang memiliki uang untuk membeli minyak sebanyak itu."
"Bagaimana dengan Gil'ead"" tanya Brom, sambil mengangkat alis.
"Kota itu tidak memiliki akses yang sama seperti kota-kota lain dalam Kekaisaran. Dan," Jeod mengetuk-ngetuk perkamen, "mereka hanya dua kali menerima minyak itu selama beberapa tahun terakhir ini." Ia berpikir sejenak, lalu berkata, "Lagi pula, kupikir ada yang kita lupakan Helgrind."
Brom mengangguk. "Ah ya, Gerbang-Gerbang Kegelapan. Sudah bertahun-tahun aku tidak memikirkan tempat itu. Kau benar, dengan begitu Dras Leona sempurna bagi Ra'zac. Kurasa sudah diputuskan kalau begitu; ke sanalah kita akan pergi."
Eragon menegakkan duduk dengan tiba-tiba, kehabisan emosi untuk bahkan sekadar menanyakan apa itu Helgrind. aku akan merasa senang untuk melanjutkan perburuan. Tapi aku malah merasa seperti ada jurang yang terbuka di depanku. Dra
s-Leona! Tempat yang begitu jauh....
Perkamen berderak sewaktu Jeod perlahan-lahan menggulung peta. Ia memberikan peta itu kepada Brom dan berkata, "Kau akan membutuhkan peta ini. Ekspedisimu sering berkata, "Kau akan ke kawasan-kawasan yang terpencil." Sambil mengangguk, Brom menerima peta ini. Jeod mencengkeram bahunya. "Rasanya tidak benar kau pergi tanpa diriku. Hatiku berharap bisa ikut, tapi bagian diriku yang lain mengingatkanku pada usia dan tanggung jawabku."
"Aku tahu," kata Brom. Lagi pulakau memiliki kehidupan di Teirm. Sudah waktunya bagi generasi berikut untuk melanjutkan tanggung jawabnya. Kau telah melakukan bagianmu; bergembiralah."
"Bagaimana dengan dirimu"" tanya Jeod. "Apakah jalanan pernah berujung bagimu""
Tawa hampa terlontar dari sela bibir Brom. "Aku melihatnya datang, tapi tidak dalam waktu dekat ini." Ia memadamkan pipa dan mereka kembali ke kamar masing-masing, kelelahan. Sebelum tidur, Eragon menghubungi Saphira untuk menyampaikan hasil petualangan malam ini.
KESALAHAN YANG FATAL Di pagi harinya Eragon dan Brom mengambil tas-tas pelana mereka dari istal dan bersiap-siap berangkat. Jeod menyapa Brom sementara Helen mengawasi dari ambang pintu. Dengan ekspresi muram, kedua pria itu berjabatan tangan. "Aku akan merindukanmu, pak tua," kata Jeod.
"Dan aku akan merindukanmu," kata Brom berat. Ia membungkukkan kepalanya yang berambut putih dan berpaling pada Helen. "Terima kasih untuk keramahanmu; kau sangat baik." Wajah Helen memerah. Eragon mengira Helen akan menampar Brom. Brom melanjutkan, sama sekali tidak terusik, "Kau memiliki suami yang baik; jaga dirinya baik-baik. Hanya sedikit pria yang seberani dan setegas dirinya. Tapi bahkan ia tidak bisa mengatasi masa-masa sulit tanpa dukungan dari orang yang dicintainya. Ia kembali membungkuk dan berkata lembut, "Hanya sekadar saran, nyonya yang baik.
Eragon mengawasi ekspresi tersinggung dan keras kepala melintas di wajah Helen. Mata Helen berkilau menyambar saat ia menutup pintu dengan kasar. Sambil mendesah, Jeod menyisir rambut dengan jemarinya. Eragon mengucapkan terima kasih untuk semua bantuannya, lalu naik ke punggung Cadoc. Sesudah mengucapkan selamat berpisah, ia dan Brom berlalu.
Di gerbang selatan Teirm, para penjaga membiarkan mereka lewat tanpa melirik sedikit pun. Sewaktu mereka berkuda bawah dinding luar yang sangat tinggi, Eragon melihat gerakan di keremangan. Solembum duduk di tanah, ekornya bergerak-gerak. Kucing jadi-jadian itu mengikuti mereka dengan pandangannya yang tidak bisa dibaca. Sewaktu kota mengecil di kejauhan, Eragon bertanya, "Kucing jadi-jadian itu apa""
Brom tampak terkejut mendengar pertanyaan itu. "Kenapa kau tiba-tiba tertarik""
"Aku tanpa sengaja mendengar pembicaraan orang di Teirm.
Kucing jadi-jadian tidak ada, bukan"" Eragon bertanya, pura-pura bodoh.
"Mereka cukup nyata. Selama tahun-tahun kejayaan para Penunggang, kucing jadi-jadian sama terkenalnya seperti naga. Raja dan elf memelihara mereka sebagai pendamping tapi kucing jadi-jadian bebas untuk melakukan apa saja sesuka hati mereka. Sangat sedikit yang pernah diketahui tentang mereka. Aku khawatir ras mereka telah langka akhir-akhir ini."
"Mereka bisa menggunakan sihir"" tanya Eragon.
"Tidak ada yang tahu pasti, tapi mereka jelas bisa melakukan tindakan-tindakan yang tidak biasa. Mereka tampaknya selalu mengetahui apa yang terjadi dan entah dengan cara bagaimana berhasil melibatkan diri." Brom menaikkan kerudungnya untuk menghalangi angin yang dingin menusuk.
"Helgrind itu apa"" tanya Eragon, sesudah berpikir sejenak.
"Kau akan melihatnya sendiri sesudah kita tiba di DrasLeona.
Sewaktu Teirm tidak terlihat lagi, Eragon menjangkau dengan Pikirannya dan memanggil, Saphira! Kekuatan teriakan mentalnya begitu kuat hingga Cadoc menjentikkan telinganya karena Jengkel.
Saphira menjawab dan melesat ke arah mereka dengan segenap kekuatannya. Eragon dan Brom mengawasi sementara sesosok gelap melesat dari awan, lalu mendengar raungan teredam saat sayap-sayap Saphira terbentang membuka. Matahari bersinar di balik membran tipisnya, mengubahnya menjadi tembus pand
ang dan memperlihatkan pembuluh-pembuluh darah yang gelap. Saphira mendarat diiringi semburan angin.
Eragon melemparkan kekang Cadoc kepada Brom. "Akan kutemui kau makan siang nanti."
Brom mengangguk, tapi tampaknya sibuk berpikir. "Bersenang-senanglah," katanya, lalu memandang Saphira dan tersenyum melihatmu lagi." Kau juga.
Eragon melompat ke bahu Saphira dan berpegangan erat-erat sementara ia membubung. Dengan angin di ekornya Saphira menerobos udara. Pegangan, katanya memperingatkan Eragon, dan sambil menggeram liar, ia membubung membentuk lingkaran besar. Eragon berteriak gembira sambil membentangkan tangan di udara, berpegangan hanya dengan kaki.
Tak kusangka aku bisa tetap berada di punggungmu sementara kau berbuat begitu tanpa mengikatkan diri ke pelana lebih dulu, kata Eragon, sambil tersenyum lebar.
Aku juga tidak menyangka, Saphira mengakui, tertawa dengan caranya yang aneh. Eragon memeluknya erat-erat, dan mereka terbang lurus, para penguasa langit.
Pada tengah hari kaki Eragon terasa sakit karena menunggang Saphira tanpa pelana. Tangan serta wajahnya mati rasa karena udara dingin. Sisik-sisik Saphira selalu terasa hangat kalau disentuh, tapi ia tidak bisa mencegah Eragon kedinginan. Sewaktu mereka mendarat untuk makan siang, Eragon membenamkan kedua tangan ke balik pakaian dan mencari tempat duduk yang hangat dan disinari matahari. Sementara ia dan Brom makan, Eragon bertanya pada Saphira, Kau keberatan kalau aku menunggang Cadoc" Ia memutuskan akan menanyai Brom lebih jauh tentang masa lalunya.
Tidak, tapi beritahu aku apa yang dikatakannya. Eragon tidak terkejut Saphira mengetahui rencananya. Nyaris mustahil menyembunyikan apa pun dari Saphira karena mereka berhubungan secara mental. Sesudah mereka selesai makan, Saphira terbang pergi sementara Eragon menggabungkan diri dengan Brom di jalan setapak. Setelah beberapa waktu, Eragon memperlambat Cadoc dan berkata, "Ada yang perlu kubicarakan denganmu. Aku ingin melakukannya sewaktu kita pertama kali tiba di Teirm, tapi kuputuskan untuk menunggu hingga sekarang."
"Mengenai apa"" tanya Brom.
Eragon diam sejenak. "Ada banyak kejadian yang tidak kupahami. Misalnya, siapa 'teman-temanmu', dan kenapa kau bersembunyi di Carvahall. Aku mempercayakan hidupku padamu, itu sebabnya aku masih bepergian bersamamu aku perlu mengetahui lebih banyak tentang siapa dirimu apa yang kaulakukan. Apa yang kau curi di Gil'ead dulu dan apa tuatha du orothrim yang harus kujalani itu" Kupikir semua yang terjadi, aku layak mendapat penjelasan."
"Kau menguping pembicaraan kami."
"Hanya sekali," kata Eragon.
"Kulihat kau masih juga belum belajar bersikap sopan," kata Brom muram, sambil menarik-narik janggut. "Apa yang membuatmu berpikir hal itu ada kaitannya denganmu""
"Tidak ada, sebenarnya," kata Eragon sambil mengangkat bahu, "Hanya saja fakta bahwa kau bersembunyi di Carvahall sewaktu aku menemukan telur Saphira, dan bahwa kau juga mengetahui begitu banyak hal mengenai naga, menurutku merupakan kebetulan yang aneh. Semakin kupikirkan, semakin kecil kemungkinan bahwa kejadian-kejadian itu hanya kebetulan. Ada petunjuk-petunjuk lain yang selama ini kuabaikan, tapi sekarang terasa jelas kalau kupikirkan kembali. Seperti bagaimana kau bisa mengetahui tentang Ra'zac dan kenapa mereka melarikan diri sewaktu kau mendekat. Dan aku tidak bisa tidak merasa penasaran tentang apakah kau ada kaitannya dengan kemunculan telur Saphira. Banyak yang belum kauceritakan pada kami, dan Saphira serta diriku tidak lagi bisa mengabaikan apa pun yang mungkin berbahaya."
Kerut-kerut muram muncul di kening Brom sementara ia menarik kekang Snowfire dan menghentikan hewan itu. "Kau tidak mau menunggu"" tanyanya. Eragon menggeleng keras kepala. Brom mendesah. "Ini tidak akan menjadi masalah kalau kau tidak securiga itu, tapi kurasa kau tak akan layak mendapat waktuku kalau tidak begitu." Eragon tidak yakin apakah harus menganggap kata-kata tersebut sebagai pujian atau sebaliknya. Brom menyulut pipa dan perlahan-lahan mengembuskan asapnya ke udara. "Akan kujawab pertanyaanmu," katanya, "tapi kau harus mengerti bah
wa aku tidak bisa memberitahukan semuanya." Eragon hendak memprotes tapi
Brom memotongnya. "Bukan karena aku ingin merahasiakan, tapi karena aku tidak akan mengungkapkan rahasia yang bukan rahasiaku. Ada cerita-cerita lain yang terjalin dalam kisah ini. Kau harus berbicara dengan orang-orang lain yang terlibat untuk mengetahui bagian lain cerita."
Baiklah. Jelaskan sebisamu," kata Eragon.
"Kau yakin"" tanya Brom. "Ada beberapa alasan kenapa aku merahasiakannya. Aku berusaha melindungimu dengan menghalangi kekuatan-kekuatan yang akan mencabik-cabik dirimu. Begitu kau mengetahui tentang mereka dan tujuan mereka kau tidak akan pernah mendapat kesempatan untuk menjalani kehidupan dengan tenang. Kau akan terpaksa memilih akan berpihak ke mana dan mempertahankannya. Kau benar-benar ingin tahu""
"Aku tidak bisa menjalani hidupku tanpa mengetahui apa-apa," kata Eragon dengan suara pelan.
"Tujuan yang layak.... Baiklah: ada perang yang berlangsung di Alagaesia antara Varden dan Kekaisaran. Tapi konflik mereka melebihi sekadar adu senjata yang tanpa sengaja. Mereka terkunci dalam perebutan kekuasaan luar biasa besar... yang berpusat pada dirimu."
"Aku"" kata Eragon, dengan nada tidak percaya. "Itu mustahil. Aku tidak ada kaitannya dengan satu pun dari mereka."
"Belum," kata Brom, "tapi keberadaanmulah yang menjadi fokus pertempuran mereka. Varden dan Kekaisaran bukan memperebutkan kendali atas tanah ini atau atas rakyatnya. Tujuan mereka adalah mengendalikan para Penunggang generasi berikut, dan kau adalah yang pertama. Siapa pun yang mengendalikan para Penunggang ini tak ragu lagi akan menjadi penguasa Alagaesia."
Eragon mencoba memahami pernyataan Brom. Rasanya sulit memahami bahwa begitu banyak orang tertarik pada dirinya dan Saphira. Tidak seorang pun selain Brom yang pernah menganggap dirinya penting. Seluruh konsep bahwa Kekaisaran dan Varden bertempur memperebutkan dirinya terlalu abstrak untuk bisa dipahaminya sepenuhnya. Berbagai keberatan dengan cepat terbentuk dalam benaknya. "Tapi semua Penunggang terbunuh, 'kecuali kaum Terkutuk yang bergabung dengan Galbatorix. Sepanjang sepengetahuanku, bahkan mereka pun sekarang tewas. Dan di Carvahall kau memberitahuku tidak seorang pun mengetahui apakah masih ada naga di Alagaesia atau tidak."
"Aku berbohong mengenai naganya," kata Brom terus terang. "Sekalipun para Penunggang sudah habis, masih ada tiga telur naga yang tersisa dan semuanya dikuasai Galbatorix. Sebenarnya. sekarang hanya ada dua, karena Saphira telah menetas. Raja menyelamatkan ketiganya dalam pertempuran besar terakhir melawan para Penunggang."
"Jadi mungkin tidak lama lagi akan ada dua Penunggang
keduanya setia pada Raja"" tanya Eragon muram.


Eragon Karya Christhoper Paolini di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tepat sekali," kata Brom. "Sekarang sedang berlangsung perlombaan yang mematikan. Galbatorix mati-matian berusaha menemukan orang-orang untuk siapa telur-telurnya akan menetas, sementara Varden menggunakan segala cara untuk membunuh para kandidat Galbatorix atau mencuri telur-telur itu."
"Tapi dari mana asal telur Saphira" Bagaimana bisa ada
yang mencurinya dari Raja" Dan kenapa kau mengetahui semua"" tanya Eragon, kebingungan.
"Begitu banyak pertanyaan," kata Brom, sambil tertawa pahit. "Ada bab lain untuk semua ini, bab yang terjadi lama sebelum kau dilahirkan. Sewaktu aku masih agak lebih muda, meskipun mungkin tidak lebih bijaksana. Aku membenci Kekaisaran untuk alasan-alasan yang akan kusimpan sendiri dan ingin merusaknya dengan cara apa pun sebisaku. Usahaku membawaku bertemu seorang pelajar, Jeod, yang mengaku menemukan buku yang menunjukkan jalan masuk rahasia ke istana Galbatorix. Dengan penuh semangat kubawa Jeod ke Varden yang adalah teman-temanku' dan mereka mengatur usaha pencurian telur itu."
Varden! "Tapi, ada yang tidak beres, dan pencuri kami hanya berhasil mendapat satu telur. Entah kenapa ia melarikan diri membawa telur itu dan tidak kembali pada Varden. Sewaktu ia tidak ditemukan, Jeod dan aku dikirim untuk membawanya kembali bersama telurnya." Pandangan Brom menerawang, dan ia berbicara dengan nada yang aneh. "Itulah awal salah satu pencarian terbesa
r sepanjang sejarah. Kami berlomba menghadapi Ra'zac dan Morzan, Penunggang Terkutuk terakhir dan pelayan terbaik Raja."
"Morzan!" seta Eragon. "Tapi ia yang mengkhianati para Penunggang pada Galbatorix!" Dan itu sudah lama sekali terjadi! Morzan pasti sudah sangat tua. Ia merasa gundah karena diingatkan berapa lama Penunggang bisa hidup.
Lalu"" tanya Brom, sambil mengangkat alis. "Ya, ia sudah tua tapi kuat dan kejam. Ia salah seorang pengikut pertama Raja dan sejauh ini yang paling setia. Karena ada perselisihan di antara kami sebelumnya, perburuan atas telur itu berubah menjadi pertempuran pribadi. Sewaktu telurnya ditemukan di Gil'ead, aku bergegas ke sana dan bertempur melawan Morzan untuk memperolehnya. Kontes yang mengerikan, tapi akhirnya, aku membantai dirinya. Dalam pertarungan itu aku terpisah dari Jeod. Tidak ada waktu untuk mencari Jeod, jadi kuambil telur itu dan kubawa ke kaum Varden, yang memintaku melatih siapa pun untuk menjadi Penunggang baru. Aku menyetujui dan memutuskan untuk bersembunyi di Carvahall yang kukunjungi beberapa kali sebelumnya hingga kaum Varden menghubungiku. Tapi aku tidak pernah dipanggil."
"Kalau begitu bagaimana telur Saphira bisa muncul di Spine" Apakah ada telur lain yang berhasil dicuri dari Raja"" tanya Eragon.
Brom mendengus. "Kemungkinan kecil. Galbatorix menjaga kedua telur yang tersisa dengan begitu ketat hingga mencoba untuk mencuri keduanya sama saja dengan bunuh diri. Tidak, Saphira dicuri dari kaum Varden, dan kupikir aku tahu bagaimana caranya. Untuk melindungi telur itu, penjaganya pasti berusaha mengirimkannya padaku menggunakan sihir.
"Kaum Varden tidak menghubungiku untuk menjelaskan bagaimana mereka bisa kehilangan telur itu, jadi kuduga kurir mereka dihadang Kekaisaran dan Ra'zac dikirim untuk menggantikan tempat mereka. Aku yakin mereka cukup bersemangat untuk menemukan diriku, karena aku berhasil merusak banyak rencana mereka."
"Kalau begitu Ra'zac tidak mengetahui tentang diriku sewaktu mereka tiba di Carvahall," kata Eragon takjub.
"Benar," jawab Brom. "Kalau saja si Sloan keparat itu menutup mulut, mereka mungkin tidak tahu tentang dirimu. Kejadian bisa berlangsung cukup berbeda. Aku harus berterima kasih padamu karena kau bisa dibilang menyelamatkan nyawaku. Kalau Ra'zac tidak terlalu sibuk denganmu, mereka mungkin berhasil menyergapku, dan itu berarti akhir dan Brom si tukang cerita. Satu-satunya alasan mereka lari adalah karena aku lebih kuat dari ada mereka berdua, terutama disiang hari. Mereka pasti sudah merencanakan untuk membius, di malam hari lalu menginterogasiku tentang telur tersebut.
"Kau mengirimkan pesan kepada Varden, memberitahu mereka tentang diriku""
"Ya. Aku yakin mereka pasti ingin aku membawamu kepada mereka secepat mungkin."
"Tapi kau tidak akan melakukannya, bukan""
Brom menggeleng. "Tidak, tidak akan."
"Kenapa" Bersama kaum Varden pasti lebih aman daripada memburu Ra'zac, terutama bagi Penunggang baru."
Brom mendengus dan memandang sayang Eragon. "Kaum Varden adalah orang-orang yang berbahaya. Kalau kita menemui mereka, kau akan terlibat dalam politik dan cara kerja mereka. para pemimpin mereka mungkin akan mengirimmu dalam suatu misi hanya untuk menegaskan maksud mereka, walaupun kau mungkin belum cukup kuat untuk itu. Aku ingin kau mempersiapkan diri dengan baik sebelum mendekati kaum Varden. Setidaknya saat kita memburu Ra'zac, aku tidak perlu khawatir ada yang akan meracuni air minummu. Ra'zac adalah yang paling tidak berbahaya di antara kedua bajingan itu. Dan," ia berkata sambil tersenyum, "latihanku membuatmu senang.... Tuatha du orothrim hanyalah satu tahapan dalam pendidikanmu. Aku akan membantumu menemukan dan mungkin bahkan membunuh Ra'zac, karena mereka juga musuhku. Tapi sesudah itu kau harus menentukan pilihan."
"Dan pilihan itu adalah..."" tanya Eragon waspada.
"Bergabung atau tidak dengan Varden," kata Brom. "Kalau kau membunuh Ra'zac, satu-satunya cara bagimu untuk melarikan diri dari kemurkaan Galbatorix adalah mencari perlindungan Varden, melarikan diri ke Surda, atau memohon pengampunan Raja dan bergabung denga
n pasukannya. Bahkan kalau tidak membunuh Ra'zac, kau tetap saja harus menghadapi Pilihan ini akhirnya."
Eragon mengetahui cara terbaik untuk mendapatkan tempat perlindungan adalah bergabung dengan kaum Varden, tapi ia tidak ingin menghabiskan sepanjang sisa hidupnya bertempur melawan Kekaisaran seperti yang mereka lakukan. Ia memikirkan komentar Brom mencoba mempertimbangkannya dari berbagai sudut. "Kau masih belum menjelaskan bagaimana kau bisa mengetahui begitu banyak mengenai naga."
"Belum, memang belum, bukan"" kata Brom sambil tersenyum. "Itu terpaksa menunggu lain kali."
"Kenapa aku" tanya Eragon sendiri. Apa yang menjadikan dirinya begitu istimewa hingga ia akan menjadi Penunggang"
Apakah kau pernah bertemu ibuku"" ia bertanya tiba-tiba.
Brom tampak berduka. "Ya, pernah."
"Seperti apa dia""
Pria tua itu mendesah. "Ia penuh harga diri dan martabat seperti Garrow. Pada akhirnya itulah yang menjatuhkan dirinya" tapi bagaimanapun itulah salah satu sifat baiknya.... Ia selalu membantu orang miskin dan yang kurang beruntung, tidak peduli bagaimana situasinya sendiri."
"Kau mengenalnya dengan baik"" tanya Eragon, terkejut.
"Cukup baik untuk merindukannya saat ia pergi."
Sementara Cadoc terus berderap, Eragon mencoba mengingat kapan dirinya menganggap Brom tidak lebih daripada pria tua biasa yang senang bercerita. Untuk pertama kalinya Eragon memahami betapa bodoh dirinya selama ini.
Ia memberitahu Saphira apa yang barusan diketahuinya. Saphira senang mendengar cerita Brom, tapi tidak suka ketika memikirkan akan menjadi salah satu milik Galbatorix. Akhirnya Saphira berkata, Tidakkah kau senang karena tidak tinggal terus di Carvahall" Pikirkan semua pengalaman menarik yang pasti kaulewatkan kalau kau tetap di sana! Eragon mengerang pura-pura jengkel.
Sewaktu mereka berhenti di akhir hari itu, Eragon mencari air sementara Brom memasak makan malam. Ia menggosok-gosokkan kedua tangannya untuk mendapatkan kehangatan sambil berjalan dalam lingkaran besar, memasang telinga untuk mendengarkan suara aliran air. Sela-sela pepohonan tampak suram dan lembap.
Ia menemukan sungai kecil agak jauh dari kemah, lalu berjongkok di tepinya dan memandangi air mengalir deras memercik di bebatuan, mencelupkan ujung jemarinya. Air pegunungan yang sedingin es berputar-putar di sekitar kulitnya menyebabkan jemarinya mati rasa. Sungai tidak peduli apa yang terjadi pada kami, atau siapa pun, pikir Eragon. Ia menggigil, dan berdiri.
Jejak yang tidak biasa di seberang sungai menarik perhatiannya. Jejak itu berbentuk aneh dan sangat besar. Karena penasaran, ia melompati sungai ke tonjolan batu. Sewaktu mendarat, kakinya menginjak sepetak lumut basah. Ia menyambar sebatang cabang untuk pegangan, tapi cabang itu patah, maka ia mengulurkan tangan untuk mengurangi kecepatan jatuhnya. ia merasakan pergelangan tangan kanannya retak saat menghantam tanah. Sakit menyengat lengan kanannya.
Serangkaian makian terlontar dari balik giginya yang dikertakkannya saat ia berusaha tidak berteriak. Setengah mati kesakitan, ia meringkuk di tanah, memeluk lengannya. Eragon! terdengar jeritan terkejut Saphira. Apa yang terjadi"
Pergelangan tanganku patah... aku melakukan kebodohan...
jatuh. Aku datang, kata Saphira.
Tidak perlu aku bisa kembali sendiri. Jangan... kemari. Pepohonannya terlalu rapat untuk.. sayap.
Saphira mengirimkan gambaran sekilas dirinya mengobrak-abrik hutan untuk tiba di tempat Eragon, tapi lalu berkata,
Cepatlah. Sambil mengerang, Eragon bangkit dengan susah payah. Jejak kaki itu melesak dalam di tanah beberapa kaki jauhnya. Jejak sepatu bot yang berat dan berjerigi. Eragon seketika teringat pada jejak kaki yang mengelilingi tumpukan mayat di Yazuac. "Urgal," katanya, berharap membawa Zar'roc; ia tidak bisa menggunakan busur dengan hanya satu tangan. Kepalanya tersentak tegak, dan ia berteriak dalam benaknya, Saphira! Urgal jaga Brom.
Eragon melompati sungai sekali lagi dan berlari ke kemah mereka, sambil mencabut pisau berburu. Ia melihat musuh potensial di balik setiap pohon dan sesemakan. Kuharap hanya ada satu Urgal. Ia menghambur ke perkemahan,
merunduk saat ekor Saphira menyapu di atas kepalanya. "Hentikan. Ini aku!" teriaknya.
Ups, kata Saphira. Sayapnya terlipat di depan dadanya seperti dinding.
Ups""" geram Eragon, sambil berlari mendekatinya. "Kau bisa saja membunuhku! Mana Brom""
"Aku di sini," sergah suara Brom dari balik sayap Saphira. "Beritahu naga sintingmu ini untuk melepaskan diriku; ia tidak mau mendengarkan aku."
"Lepaskan ia!" kata Eragon, jengkel. "Apakah kau tidak memberitahunya""
Tidak, kata Saphira malu-malu. Kau hanya bilang aku harus menjaganya. Ia mengangkat sayap, dan Brom melangkah maju dengan marah.
Aku menemukan jejak Urgal. Dan masih baru."
Seketika sikap Brom berubah serius. "Pasang pelana kuda-kuda. Kita berangkat." Ia memadamkan api, tapi Eragon tidak bergerak. "Kenapa lenganmu."
"Pergelangan tanganku patah," kata Eragon, sambil bergoyang-goyang.
Brom memaki dan memasangkan pelana Cadoc baginya. Ia membantu Eragon naik ke kuda dan berkata, "Kita harus membalut lenganmu secepat mungkin. Cobalah untuk tidak menggerakkan pergelanganmu sebelum itu." Eragon mencengkeram kekang erat-erat dengan tangan kiri. Brom berkata pada Saphira, "Sekarang sudah hampir gelap, sebaiknya kau terbang di atas. Kalau Urgal-Urgal itu muncul, mereka akan berpikir dua kali sebelum menyerang karena ada kau di dekat kami."
Sebaiknya begitu, atau mereka tidak bisa berpikir lagi, komentar Saphira sambil lepas landas.
Cuaca dengan cepat berubah gelap, dan kuda-kuda kelelahan, tapi mereka terus memaksa hewan-hewan itu berjalan tanpa istirahat. Pergelangan Eragon, bengkak dan memerah, terus berdenyut-denyut. Satu mil dari kemah, Brom menghentikan kuda. "Dengar," katanya. Eragon mendengar lengkingan samar terompet tanduk untuk panggilan berburu. Saat lengkingan itu menghilang, kepanikan mencengkeram dirinya. "Mereka pasti menemukan tempat kita tadi," kata Brom, "dan mungkin jejak Saphira. Mereka akan mengejar kita sekarang. Bukan sifat mereka untuk membiarkan buruan lolos."
Lalu terdengar dua tiupan terompet lagi. Lebih dekat. Eragon menggigil.
"Satu-satunya kesempatan kita hanyalah melarikan diri," kata Brom. Ia menengadah ke langit, dan wajahnya tampak kosong sewaktu ia memanggil Saphira.
Saphira bergegas muncul dari langit dan mendarat. "Tinggalkan Cadoc. Pergilah bersama Saphira. Kau akan lebih aman," Brom memerintah.
"Bagaimana dengan kau"" protes Eragon.
"Aku akan baik-baik saja. Sekarang pergi!" Karena tidak bertenaga untuk mendebat, Eragon memanjat ke bahu Saphira sementara Brom melecut Snowfire dan melesat pergi bersama Cadoc. Saphira terbang mengikutinya, mengepak-ngepakkan sayap di atas kuda yang berderap kencang.
Eragon berpegangan seerat mungkin pada Saphira, ia mengernyit setiap kali gerakan Saphira menyentakkan pergelangan tangannya. Tiupan terompet tanduk itu terdengar di dekat mereka, memicu gelombang kengerian yang baru. Brom menerobos semak-semak, memaksa kuda-kuda hingga batas kemampuan mereka. Tiupan terompet tanduk terdengar serentak dekat di belakangnya, lalu suasana berubah sunyi. Bermenit-menit berlalu. Di mana Urgal-Urgal itu" pikir Eragon penasaran. Suara terompet tanduk kembali terdengar, kali ini di kejauhan. Eragon mendesah lega, beristirahat ke leher Saphira, sementara di tanah Brom memperlambat laju kuda. Nyaris sekali, kata Eragon.
Ya, tapi kita tidak bisa berhenti sebelum Saphira & disela tiupan terompet yang berasal tepat dari bawah mereka. Eragon tersentak terkejut, dan Brom kembali memacu kuda-kuda. Urgal-Urgal bertanduk, berteriak dengan suara serak, menyerbu di sepanjang jalan setapak dengan mengendarai kuda, dengan cepat memperpendek jarak. Mereka nyaris melihat Brom; pria tua itu tidak bakal bisa meloloskan diri dari mereka. Kita harus bertindak! seru Eragon.
Apa" Mendaratlah di depan Urgal-Urgal itu!
Kau sudah sinting" tanya Saphira.
Mendarat! Aku tahu apa yang kulakukan, kata Eragon. Tidak ada waktu untuk tindakan lain. Mereka akan berhasil mengejar Brom!
Baiklah. Saphira terbang mendului Urgal-Urgal itu, lalu berputar balik, bersiap-siap mendarat di jalan setapak. Eragon menjangkau kekuatannya dan merasakan perlawanan y
ang sama dalam benaknya, perlawanan yang memisahkan dirinya dari sihir. Ia belum berusaha mendobraknya sekarang. Salah satu otot lehernya berkedut.
Saat Urgal-Urgal itu berderap di sepanjang jalan setapak, ia berteriak, "Sekarang!" Saphira tiba-tiba melipat sayap dan jatuh tegak lurus dari atas pepohonan, mendarat di jalan setapak di tengah tanah dan bebatuan yang berhamburan.
Urgal-Urgal itu berteriak terkejut dan menarik kekang kuda masing-masing. Hewan-hewan tersebut berhenti tiba-tiba dan bertabrakan tapi para Urgal dengan cepat membebaskan diri untuk menghadapi Saphira dengan senjata teracung. Kebencian memancar di wajah mereka sementara mereka memelototi Saphira. Dua belas jumlahnya, semuanya makhluk kasar yang buruk dan mencibir. Eragon merasa penasaran kenapa mereka tidak melarikan diri. Tadinya ia mengira kehadiran Saphira akan mengusir mereka pergi dalam ketakutan. Kenapa mereka menunggu" Apakah mereka akan menyerang kami atau tidak"
Ia merasa shock sewaktu Urgal yang paling besar melangkah maju dan berkata, "Majikan kami ingin berbicara denganmu, manusia!" Monster itu berbicara dengan suara serak dan dalam.
Itu jebakan, kata Saphira, memperingatkan sebelum Eragon sempat mengatakan apa-apa. Jangan dengarkan dirinya.
Setidaknya kita jadi bisa mengetahui apa yang akan dikatakannya, Eragon beralasan, penasaran, tapi sangat waspada. "Siapa majikanmu"" tanyanya.
Urgal itu mencibir. "Namanya tidak layak diberitahukan pada manusia serendah dirimu. Ia memerintah langit dan menguasai bumi. Kau tidak lebih daripada semut tersesat baginya. Tapi ia sudah memutuskan kau harus dibawa ke hadapannya, dalam keadaan hidup. Bersyukurlah bahwa kau layak mendapat perhatian sebesar itu!"
"Aku tidak akan pergi bersamamu atau bersama musuhku yang mana pun!" kata Eragon, teringat akan Yazuac. "Kau boleh mengabdi pada Shade, Urgal, atau musuh sinting lainnya yang belum pernah kudengar, tapi aku tidak ingin bercakap-cakap dengannya."
"Itu kesalahan besar," raung Urgal tersebut, menunjukkan taring-taringnya. "Tidak mungkin kau bisa lolos darinya. Pada akhirnya kau akan menghadap majikan kami. Kalau kau melawan, ia akan mengisi hari-harimu dengan penderitaan."
Eragon ingin tahu siapa yang begitu berkuasa hingga mampu menyatukan para Urgal. Apakah ada kekuatan ketiga yang berkeliaran bebas di tanah ini selain Kekaisaran dan Varden" "Simpan saja tawaranmu dan beritahu majikanmu bahwa Aku tidak peduli jika para gagak menyantap tahinya sekalipun!"
Kemurkaan menyapu para Urgal itu; pemimpin mereka melolong, mengertakkan gigi. "Kalau begitu, kami akan menyeretmu kepadanya!" Ia melambai dan para Urgal menyerbu Saphira. Sambil mengangkat tangan, Eragon berteriak, "Jierda!"
Tidak!jerit Saphira, tapi terlambat.
para monster itu gentar sementara telapak tangan Eragon berpendar. Berkas cahaya menyambar dari tangannya, menghantam perut setiap makhluk. Para Urgal terlempar ke udara dan menghantam pepohonan, jatuh pingsan di tanah.
Kelelahan tiba-tiba menguasai Eragon, dan ia jatuh dari
Saphira. Benaknya terasa berkabut dan suram. Sementara Saphira membungkuk di atasnya, ia menyadari dirinya mungkin bertindak terlalu jauh. Energi yang diperlukan untuk mengangkat dan melempar dua belas Urgal luar biasa besar. Ketakutan menguasai dirinya sementara ia berjuang keras untuk tetap sadar.
Di sudut pandangannya ia melihat salah satu Urgal terhuyung-huyung berdiri, membawa pedang. Eragon mencoba memperingatkan Saphira, tapi terlalu lemah. Tidak..., pikirnya lemas. Urgal itu merayap mendekati Saphira hingga melewati ekornya, lalu mengangkat pedang untuk membabat leher Saphira. Tidak... Saphira berputar menghadapi monster itu, meraung buas. Cakar-cakarnya terayun secepat kilat. Darah menyembur ke mana-mana saat Urgal itu terbelah dua.
Saphira mengatupkan rahang dengan keras dan mendekati Eragon. Dengan lembut ia mencengkeram dada Eragon menggunakan cakarnya yang berlumuran darah, lalu menggeram dan melompat ke udara. Malam berubah menjadi berkas-berkas yang menyakitkan. Suara kepakan sayap Saphira yang bagai menghipnotis menyebabkan Eragon terbuai; naik, turun; nai
k, turun; naik, turun... Sewaktu Saphira akhirnya mendarat, Eragon samar-samar menyadari Brom bercakap-cakap dengan naganya. Eragon tidak bisa memahami apa yang mereka bicarakan, tapi mereka pasti sudah mengambil keputusan karena Saphira kembali terbang.
Kelelahannya berubah menjadi kantuk berat yang melingkupi dirinya bagai selimut yang empuk.
VISI KESEMPURNAAN Eragon berputar di balik selimut, enggan membuka mata. Ia nyaris pulas, lalu pikiran yang tidak jelas memasuki benaknya..., Bagaimana aku bisa berada di sini" Dengan kebingungan, ia menarik selimut lebih rapat dan merasakan sesuatu yang keras di lengan kanannya. Ia mencoba menggerakkan pergelangan tangannya. Pergelangan tangannya terasa sakit. Para Urgal! Ia tersentak duduk.
Ia berada di lapangan kecil yang kosong, hanya ada api unggun kecil yang memanaskan panci berisi rebusan. Seekor bajing sibuk mencicit di cabang pohon. Busur dan tabung anak panahnya tergeletak di samping selimut. Berusaha berdiri menyebabkan ia meringis, karena otot-ototnya terasa lemas dan sakit. Ada perban tebal di lengan kanannya yang memar.
Ke mana semua orang" Pikirnya sedih. Ia mencoba memanggil Saphira, tapi terkejut sewaktu tidak bisa merasakan kehadirannya. Kelaparan hebat mencengkeram dirinya, jadi ia menyantap rebusan. Karena masih lapar, ia mencari tas pelananya, berharap bisa menemukan roti di sana. Tapi baik tas pelana maupun kuda-kuda tidak ada di lapangan itu. Aku yakin ada alasan bagus untuk Ini, pikirnya, sambil menekan perasaan tidak enak yang timbul.
Ia berkeliaran di lapangan itu, lalu kembali ke selimut dan menggulungnya. Tanpa kegiatan lain yang lebih menarik, ia duduk menyandar ke sebatang pohon dan memandangi awan di atas kepala. Berjam-jam berlalu, tapi Brom dan Saphira tidak muncul. Kuharap semua beres.
Saat hari semakin sore, Eragon merasa bosan dan mulai menjelajahi hutan di sekitarnya. Sewaktu kelelahan, Ia beristirahat di bawah sebatang pohon fir yang condong ke sebongkah batu di mana terdapat ceruk berbentuk mangkok yang berisi air embun yang jernih.
Eragon menatap air itu dan teringat instruksi Brom untuk melakukan scrying. Mungkin aku bisa melihat di mana Saphira berada. Kata Brom scrying membutuhkan banyak energi, tapi aku lebih kuat daripada dirinya... Ia menghelanapas dalam dan memejamkan mata. Dalam benaknya ia membayangkan Saphira, mengusahakan bayangan itu sehidup mungkin. Ternyata usaha itu lebih menguras tenaga dari yang diduganya. Lalu ia berkata, "Draumr kopa!" dan menatap air.
Permukaan air berubah menjadi rata sepenuhnya, dibekukan kekuatan tidak terlihat. Pantulan-pantulannya menghilang dan air menjadi jernih. Di permukaannya bayangan Saphira berpendar. Sekeliling naga itu putih bersih, tapi Eragon bisa melihat Saphira sedang terbang. Brom duduk di punggung Saphira, janggutnya berkibar-kibar, pedang melintang di lututnya.
Dengan kelelahan, Eragon membiarkan bayangan itu memudar. Setidaknya mereka aman. Ia beristirahat selama beberapa menit, lalu kembali mencondongkan tubuh ke atas air. Roran, bagaimana keadaanmu" Dalam benaknya ia melihat sepupunya dengan jelas. Secara naluriah, ia mengerahkan sihir dan menggumamkan kata-katanya.
Airnya tidak bergerak, lalu bayangan memenuhi permukaannya. Roran muncul, duduk di kursi yang tidak terlihat. Seperti Saphira, sekelilingnya putih bersih. Ada kerut-kerut baru di wajah Roran-ia tampak semakin mirip Garrow dibandingkan kapan pun. Eragon mempertahankan bayangan itu selama mungkin. Apakah Roran ada di Therinsford" Ia jelas tidak di tempat yang pernah kudatangi.
Pengerahan tenaga untuk menggunakan sihir menyebabkan keringat menitik di dahinya. Ia mendesah dan lama merasa Puas dengan duduk saja. Lalu gagasan konyol melintas dalam benaknya. Bagaimana kalau aku mencoba melihat sesuatu yang kuciptakan dengan Imajinasiku atau kulihat dalam mimpi" Ia tersenyum. Mungkin aku bisa melihat bagaimana kesaranku sendiri.
Gagasan itu terlalu menggoda untuk dibiarkan begitu saja.
Ia berlutut di samping air sekali lagi. Apa yang harus kucari. Ia mempertimbangkan beberapa hal, tapi mengesampingkan semuanya sewaktu tering
at mimpinya tentang wanita dalam penjara.
Sesudah memakukan bayangan itu dalam pikirannya ia mengucapkan kata-katanya dan mengawasi airnya dengan tajam. Ia menunggu, tapi tidak terjadi apa-apa. Dengan kecewa ia hendak membatalkan sihirnya sewaktu bercak hitam pekat mulai berputar-putar di permukaan air, menutupi permukaan-nya. Bayangan sebatang lilin yang menyala muncul dalam kegelapan, semakin terang hingga menampakkan sel batu. Wanita dalam mimpinya meringkuk di ranjang lipat di salah satu sudut. Ia menengadah, rambut hitamnya tergerai ke belakang, dan ia menatap lurus ke arah Eragon. Eragon membeku, kekuatan tatapan wanita tersebut menyebabkan ia tidak mampu bergerak. Hawa dingin merayapi tulang punggungnya sementara pandangan mereka terkunci. Lalu wanita itu gemetar dan terkulai lemas.
Airnya kembali jernih. Eragon bergoyang-goyang pada tumitnya, terengah-engah. "Tidak mungkin." Ia seharusnya tidak nyata, aku hanya memimpikan dirinya! Bagaimana Ia bisa mengetahui aku memandang dirinya" Dan bagaimana aku bisa melihat penjara bawah tanah yang tidak pernah kulihat" Ia menggeleng, merasa penasaran apakah ada di antara mimpi-mimpinya yang lain yang juga merupakan visi.
Suara berirama kepak sayap Saphira menyela pikirannya. Ia bergegas kembali ke lapangan, tiba tepat saat Saphira mendarat. Brom ada di punggung Saphira, seperti yang dilihat Eragon tadi, tapi pedangnya sekarang berlumuran darah. Wajah Brom mengernyit; ujung janggutnya bernoda merah.
"Apa yang terjadi"" tanya Eragon, khawatir Brom terluka.
"Apa yang terjadi"" rating pria tua itu. "Aku berusaha membersihkan kekacauan yang kau buat!" Ia mengayunkan pedangnya di udara, menghamburkan tetesan darah. "Kau tahu apa yang kaulakukan dengan tipuan kecilmu" Kau tahu""
"Aku menghalangi Urgal-Urgal itu menangkapmu, Eragon, perutnya terasa melilit.
"Ya," kata Brom, "tapi sihir itu nyaris membunuhmu! Kau tidur selama dua hari. Ada dua belas Urgal. Dua belas! Tapi itu tidak menghalangimu untuk melemparkan mereka semua hingga Teirm, bukan" Apa yang kaupikirkan" Menembakkan sebutir batu hingga menembus kepala mereka masing-masing merupakan tindakan yang cerdas. Tapi tidak, kau malah membuat mereka pingsan agar mereka bisa melarikan diri. Kau habiskan dua hari terakhir ini untuk melacak mereka. Bahkan dengan Saphira, tiga Urgal masih berhasil meloloskan diri!"
"Aku tidak ingin membunuh mereka," kata Eragon, merasa
sangat kecil. "Hal itu tidak menjadi masalah di Yazuac."
"Waktu itu tidak ada pilihan lain, dan aku tidak bisa mengendalikan sihirnya. Kali ini rasanya... ekstrem."
"Ekstrem!" seru Brom. "Tidak ekstrem kalau mereka tidak mau menunjukkan belas kasihan yang sama terhadapmu. Dan kenapa, oh kenapa, kau menunjukkan diri di hadapan mereka""
"Katamu mereka menemukan jejak Saphira. Tidak ada bedanya kalau mereka melihat diriku," kata Eragon dengan nada membela diri.
Brom menghunjamkan pedangnya ke tanah dan menyergah, "Kataku mereka mungkin menemukan jejak Saphira. Kita tidak mengetahuinya dengan pasti. Mereka mungkin saja percaya telah memburu pelancong yang tersesat. Tapi mana bisa mereka sekarang berpikir begitu" Kau mendarat tepat di depan mereka! Dan karena kau membiarkan mereka tetap hidup, mereka akan berhamburan di pedalaman sambil menyebarkan berbagai kisah yang fantastis! Ini bahkan bisa kedengaran hingga Kekaisaran!" Ia mengangkat kedua tangannya. "Kau bahkan tidak layak disebut Penunggang sesudah ini, Nak." Brom mencabut pedangnya dari tanah dan melangkah cepat ke api unggun. Ia mengambil sehelai kain dari balik mantel dan dengan marah mulai membersihkan pedangnya.
Eragon tertegun. Ia mencoba meminta nasihat pada Saphira, tapi Saphira hanya mengatakan, Bicaralah pada Brom.
Dengan ragu Eragon berjalan ke api unggun dan bertanya, Apakah ada gunanya kalau kukatakan aku menyesal""
Brom, mendesah dan menyarungkan pedangnya. "Tidak, tidak ada gunanya. Perasaanmu tidak bisa mengubah apa yang sudah terjadi." Ia menusukkan satu jari ke dada Eragon. "Kau telah mengambil pilihan yang sangat buruk dan yang bisa menghasilkan akibat-akibat berbahaya. Salah satunya, kau bisa tew
as karenanya. tewas, Eragon! mulai sekarang kau harus berpikir. Ada alasan kenapa kita dilahirkan dengan otak di kepala kita, bukannya batu."
Eragon mengangguk, malu. "Tapi situasinya tidak seburuk dugaanmu; para Urgal sudah mengetahui tentang diriku. Mereka bahkan diperintahkan untuk menangkapku."
Ketertegunan menyebabkan mata Brommembelalak. Ia menjejalkan pipanya yang tidak dinyalakan ke mulut. "Ya, ternyata situasinya memang tidak seburuk dugaanku. Tapi lebih buruk, Saphira memberitahuku kau sempat bercakap-cakap dengan para Urgal, tapi ia tidak menyinggung hal ini." Kata-kata berhamburan tidak teratur dari mulut Eragon saat ia dengan tergesa-gesa menceritakan konfrontasi itu. "Jadi sekarang mereka memiliki semacam pemimpin, eh"" tanya Brom.
Eragon mengangguk. "Dan kau menolak keinginannya begitu saja, menghina dirinya, dan menyerang anak buahnya"" Brom menggeleng. "Kurasa situasinya tidak bisa lebih buruk lagi. Kalau para Urgal itu dibunuh, kekasaranmu tidak akan disadari orang lain, tapi sekarang mustahil mengabaikannya. Selamat, kau baru saja bermusuhan dengan salah satu makhluk paling kuat di Alagaesia."
"Baiklah, aku melakukan kesalahan," kata Eragon cemberut. "Ya, memang," Brom menyetujui, matanya berkilau-kilau.
"Tapi yang membuatku khawatir adalah siapa pemimpin para Urgal ini."
Sambil menggigil, Eragon bertanya dengan suara pelan, "Apa yang akan terjadi sekarang""
Brom tidak segera menjawab, menyebabkan suasana terasa tidak nyaman. "Lenganmu membutuhkan waktu sedikitnya dua minggu untuk sembuh. Waktu itu bisa digunakan untuk membuatmu berpikir lebih logis. Kurasa kejadian ini sebagian merupakan kesalahanku. Aku seharusnya mengajarimu bagaimana bertindak, bukan apakah kau harus bertindak atau tidak untuk itu dibutuhkan kebijaksanaan, yang jelas kurang kaumiliki. Semua sihir di Alagaesia tidak akan membantumu kala kau tidak mengetahui kapan saat yang tepat menggunakan sihir."
"Tapi kita tetap akan pergi ke Dras-Leona, bukan" tanya Eragon.
Brom memutar bola matanya. "Ya, kita bisa terus mencari Ra'zac, tapi bahkan kalau kita berhasil menemukan mereka, tidak ada gunanya kecuali kau sudah sembuh." Ia mulai
melepaskan pelana Saphira. "Kau cukup kuat untuk berkuda""
Kurasa begitu." "Bagus, kalau begitu kita masih bisa menempuh beberapa mil lagi hari ini."
"Mana Cadoc dan Snowfire""
Brom menunjuk ke samping. "Di sebelah sana. Kuikat mereka di tempat yang berumput."
Eragon bersiap-siap berangkat, lalu mengikuti Brom ke tempat kuda.
Saphira berkata tajam, Kalau kau menjelaskan apa rencanamu waktu itu, tidak satu pun dari semua ini akan terjadi. Aku pasti memberitahumu bahwa tidak membunuh para Urgal itu bukan gagasan bagus. Aku menyetujui melakukan apa yang kau minta hanya karena kuanggap permintaanmu cukup masuk akal!
Aku tidak ingin membicarakannya.
Terserah, Saphira mendengus.
Sewaktu mereka berjalan, setiap tonjolan dan ceruk di jalan setapak menyebabkan Eragon mengertakkan gigi karena tidak nyaman. Kalau sendirian, ia pasti sudah berhenti. Dengan adanya Brom, ia tidak berani mengeluh. Selain itu, Brom mulai melatihnya dengan skenario-skenario sulit yang melibatkan Urgal, sihir, dan Saphira. Pertempuran-pertempuran imajiner itu banyak dan bervariasi. Terkadang satu Shade atau naga-naga lainnya terlibat. Eragon mendapati bahwa ternyata ia bisa menyiksa tubuh dan benaknya pada saat yang bersamaan. Ia salah menjawab sebagian besar pertanyaan dan makin lama makin frustrasi karenanya.
Sewaktu mereka berhenti di akhir hari itu, Brom menggerutu singkat, "Lumayanlah." Eragon pun menyadari Brom kecewa.
AHLI PEDANG Keesokan harinya lebih mudah bagi mereka berdua, Eragon merasa lebih baik dan mampu menjawab lebih banyak pertanyaan Brom dengan benar. Sesudah latihan yang sangat sulit, Eragon menyinggung mengenai scrying yang dilakukannya atas wanita itu. Brom menarik-narik janggutnya. "Katamu ia dipenjara""
"Ya." "Kau melihat wajahnya"" Brom bertanya penuh minat.
"Tidak terlalu jelas. Pencahayaannya buruk, tapi aku bisa mengetahui ia cantik. Aneh; aku tidak menemui masalah untuk memandang matanya. Dan ia memang melihat pada
ku." Brom menggeleng. "Sepanjang yang kuketahui, mustahil bagi siapa pun untuk mengetahui ada yang melakukan scrying atas dirinya."
"Kau tahu siapa wanita tersebut"" tanya Eragon, terkejut mendengar, semangat dalam suaranya sendiri.
"Tidak juga," Brom mengakui. "Kalau didesak, kurasa aku bias-bisa mengajukan beberapa tebakan, tapi tidak satu pun jadi kemungkinan besar. Mimpimu ini aneh. Entah bagaimana kau berhasil melakukan scrying dalam tidurmu atas sesuatu yang belum pernah kaulihat tanpa mengucapkan kata-kata kekuatan. Mimpi sesekali bersentuhan dengan alam roh, tapi yang ini berbeda."
"Mungkin untuk memahaminya kita harus menggeledah setiap penjara dan sel bawah tanah hingga kita menemukan wanita ini," kata Eragon. Ia benar-benar menganggap pikiran itu gagasan bagus. Brom tertawa dan terus berjalan.
Latihan berat Brom mengisi nyaris setiap jam seiring berubahnya hari demi hari dengan lambat menjadi minggu. Karena beratnya pembalut lukanya, Eragon terpaksa menggunakan tangan kiri setiap kali mereka berlatih tanding. Dalam waktu singkat ia bisa berduel dengan tangan kiri sebaik dengan tangan kanan.
Saat mereka menyeberangi Spine dan tiba di dataran, musim semi mulai memasuki Alagaesia, menghadirkan berbagai jenis bunga. Pepohonan yang gundul sekarang tampak kemerahan dengan kuntum-kuntum, sementara pucuk rerumputan mulai menerobos di sela-sela batang lamanya yang mati. Burung-burung kembali dari kepergian mereka di musim dingin untuk kawin dan membangun sarang.
Para pengelana itu mengikuti Sungai Toark ke arah tenggara, di sepanjang tepi Spine. Sungai Toark semakin lama semakin besar seiring mengalirnya sungai-sungai kecil dari setiap sisi, memperbesar arus airnya yang menggelegak. Sewaktu sungai itu telah tiga mil lebih lebarnya, Brom menunjuk pulau-pulau endapan lumpur yang tampak di sungai. "Kita mendekati Danau Leona sekarang," katanya. "Kurang dari enam mil lagi."
"Menurutmu kita bisa tiba di sana sebelum malam"" tanya Eragon.
"Bisa dicoba." Senja dalam waktu singkat menyebabkan jalan setapak sulit ditelusuri, tapi suara sungai di samping mereka membimbing mereka. Sewaktu bulan terbit, piringan yang terang itu memberikan cukup cahaya bagi mereka untuk melihat apa yang ada di depan.
Danau Leona tampak seperti sehelai perak tipis yang dihamparkan di tanah. Airnya begitu tenang dan rata hingga tidak tampak seperti cairan. Kalau tidak ada pantulan cahaya bulan di permukaannya danau itu tidak bisa dibedakan dari tanah.
Saphira berdiri di tepinya yang berkarang, mengepak-kepakkan sayap untuk mengeringkan karang-karang itu. Eragon menyapanya dan Saphira berkata, Airnya menyenangkan-dalam, sejuk, dan jernih.
Mungkin aku akan berenang besok, jawab Eragon. Mereka mendirikan kemah di bawah sekelompok pepohonan dan tidak lama kemudian tertidur.
Saat subuh, Eragon dengan penuh semangat bergegas keluar untuk melihat danau di bawah cahaya siang. Hamparan air yang luas dengan riak berpucuk putih tampak menyebar dalam, bentuk kipas di tempat angin menyapunya. Luasnya danau semata menyebabkan ia merasa gembira. Ia berteriak dan berlari ke air. Saphira, kau di mana" Ayo bersenang-senang!
Begitu Eragon naik ke punggungnya, Saphira melompat ke atas air. Mereka membubung, berputar-putar di atas danau, tapi bahkan pada ketinggian itu pantai seberang masih tidak terlihat. Kau mau mandi" tanya Eragon santai pada Saphira.
Saphira menyeringai jahat. Berpegangan! Ia mengunci sayap-sayapnya dan terjun ke air, menyentuh pucuk-pucuk ombak dengan cakar. Air tampak kemilau ditimpa cahaya matahari saat mereka terbang rendah di atasnya. Eragon kembali berteriak. Lalu Saphira melipat sayap-sayapnya dan terjun ke danau, kepala dan lehernya masuk lebih dulu bagai tombak.
Airnya menghantam Eragon seperti dinding es, menyentakkan napasnya dan nyaris melemparkannya dari punggung Saphira. Ia berpegangan erat-erat sementara Saphira berenang ke permukaan. Dengan tiga ayunan kaki, ia muncul di permukaan dan menghamburkan air ke langit. Eragon tersentak dan menggeleng-gelengkan kepala menyingkirkan air dari rambutnya, sementara Saphira berenang membelah dana
u, menggunakan ekor sebagai kemudi.
Siap" Eragon mengangguk dan menghelanapas dalam, mempererat pelukannya. Kali ini mereka masuk ke air dengan lembut. Mereka bisa melihat hingga ber-yard-yard jauhnya menembus cairan yang jernih itu. Saphira berputar dalam bentuk-bentuk yang fantastis, menyelinap di air seperti belut. Eragon merasa seperti menunggang ular laut dalam legenda.
Tepat saat paru-parunya menjerit minta udara, Saphira melengkungkan punggung dan mengarahkan kepala ke atas. Tetesan-tetesan air berhamburan mengelilingi mereka saat Saphira melompat ke udara, sayapnya tersentak membuka.
Dengan dua kepakan yang kuat ia membubung.
Wow., Luar biasa, seru Eragon.
Ya, kata Saphira gembira. Walaupun sayang sekali kau tidak bisa menahan napas lebih lama.
Tidak ada yang bisa kulakukan untuk mengubahnya, kata
Eragon, sambil mengeringkan air dari rambutnya. Pakaiannya basah kuyup, dan angin dari sayap-sayap Saphira menyebabkan ia menggigil. Ia menarik-narik pembalut lukanya, pergelangan tangannya terasa gatal.
Begitu Eragon telah kering, ia dan Brom memasang pelana kuda-kuda dan berangkat mengitari Danau Leona dengan semangat tinggi sementara Saphira menyelam dan keluar lagi, bermain-main.
Sebelum makan malam, Eragon melindungi bilah Zar'roc sebagai persiapan latih tanding mereka seperti biasa. Baik ia maupun Brom tidak bergerak sementara mereka saling menunggu siapa yang menyerang lebih dulu. Eragon memeriksa sekitarnya, mencari-cari apa pun yang mungkin bisa menguntungkan dirinya. Sebatang ranting di dekat api menarik perhatiannya.
Eragon menyapu ke bawah, menyambar ranting itu, dan melemparkannya kepada Brom. Tapi pembalut luka membatasi gerakannya, dan Brom dengan mudah menghindari potongan kayu tersebut. Pria tua itu bergegas maju, mengayunkan pedang. Eragon merunduk tepat pada saatnya hingga pedang itu hanya mendesing di atas kepalanya. Ia menggeram dan menyerang Brom dengan buas.
Mereka bertarung hingga bergulingan di tanah, masing-masing berusaha berada di atas angin. Eragon berguling ke samping dan menyapukan Zar'roc di atas tanah, mengincar tulang kering Brom. Brom menangkis pukulan itu dengan tangkai pedang, lalu melompat bangkit. Berdiri sambil berputar, Eragon kembali menyerang, mengayun-ayunkan Zar'roc dalam serangkaian pola yang rumit. Bunga api menari-nari dari pedangng mereka saat beradu berulang kali. Brom menangkis setiap pukulan, wajahnya tampak tegang karena berkonsentrasi. Tapi Eragon bisa melihat Brom mulai kelelahan. Serangan tanpa henti yang dilakukannya terus berlanjut sementara masing-masing mencari celah dalam pertahanan lawan.
Lalu Eragon merasakan pertempuran berubah. Seiring setiap pukulan ia semakin di atas angin. Tangkisan Brom melambat dan ia kehilangan kekuatan. Eragon dengan mudah menangkis tusukan Brom. Pembuluh darah berdenyut-denyut di kening pria tua itu dan otot-otot bertonjolan di lehernya karena pengerahan tenaga.
Tiba-tiba percaya diri, Eragon mengayunkan Zar'roc lebih cepat daripada biasanya, menjalin jala-jala baja di sekitar pedang Brom. Dengan sentakan peningkatan kecepatan, ia menghantamkan sisi pedangnya ke pertahanan Brom dan menjatuhkan pedang Brom ke tanah. Sebelum orang tua tersebut sempat bereaksi, Eragon mengacungkan Zar'roc ke tenggorokannya.
Mereka berdiri terengah-engah, ujung pedang merah menempel pada tulang bahu Brom. Eragon perlahan-lahan menurunkan senjata dan mundur. Untuk pertama kalinya ia berhasil mengalahkan Brom tanpa mengandalkan tipuan. Brom mengambil pedang dan menyarungkannya. Sambil masih terengah-engah, ia berkata, "Kita selesai untuk hari ini."
"Tapi kita baru saja mulai," kata Eragon, terkejut.
Brom menggeleng. "Tidak ada lagi yang bisa kuajarkan padamu dalam hal pedang. Di antara semua pejuang yang pernah kuhadapi, hanya tiga di antaranya yang bisa mengalahkan diriku seperti tadi, dan aku ragu ada di antara mereka yang bisa melakukannya dengan tangan kiri." Ia tersenyum sedih. "Aku mungkin tidak muda lagi, tapi aku tahu kau pemain pedang yang berbakat dan langka."
"Apakah ini berarti kita tidak akan berlatih tanding lagi setiap malam"" tanya Erago
n. "Oh, kau tidak bisa melepaskan diri dari kebiasaan ini kata Brom sambil tertawa. "Tapi kita akan mempermudahnya sekarang. Tidak masalah kalau kita tidak melakukannya malam ini atau suatu malamnanti. Ia mengusap alis. "Yang penting ingatlah, kalau kau pernah mengalami kesialan hingga bertempur melawan elf terlatih atau tidak, pria atau wanita bersiaplah untuk kalah. Mereka, bersama naga dan makhluk-makhluk sihir lain, puluhan kali lipat lebih kuat daripada yang diinginkan alam. Bahkan elf yang paling lemah mampu mengalahkan dirimu dengan mudah. Sama seperti Ra'zac, mereka bukan manusia dan jauh lebih lambat dalam merasa lelah dibandingkan kita.
"Apakah ada cara untuk menyamakan kekuatan dengan mereka"" tanya Eragon. Ia duduk bersila di dekat Saphira.
Kau beruntung dengan baik, kata Saphira. Eragon tersenyum.
Brom duduk sambil mengangkat bahu. "Ada beberapa, tapi tidak satu pun tersedia bagimu saat ini. Sihir akan memungkinkan dirimu mengalahkan semua musuhmu kecuali musuh-musuh terkuatmu. Untuk menghadapi musuh-musuh terkuatmu kau membutuhkan bantuan Saphira, ditambah keberuntungan yang sangat besar. Ingat, sewaktu makhluk sihir benar-benar menggunakan sihir, mereka bisa melakukan serangan-serangan yang bisa membunuh manusia, karena kemampuan mereka yang lebih tinggi."
"Bagaimana cara bertempur dengan sihir"" tanya Eragon.
"Maksudmu""
"Well" kata Eragon, sambil bertumpu ke salah satu siku. "Seandainya aku diserang Shade. Bagaimana caraku memblokir sihirnya" Sebagian besar mantra langsung bekerja, yang tidak memungkinkan lawan bereaksi tepat pada waktunya. Dan bahkan kalau aku bisa bereaksi tepat pada waktunya, bagaimana aku bisa menetralkan sihir lawan" Rasanya aku harus mengetahui niat musuhku sebelum ia bertindak." Ia diam sejenak. "Aku hanya tidak bisa membayangkan bagaimana melakukan itu. Bukankah siapa pun yang menyerang pertama akan menang""
Brom mendesah. "Yang kau bicarakan itu duel 'penyihir', kalau kau mau menyebutnya begitu-sangat berbahaya. Apakah kau tidak pernah merasa penasaran bagaimana Galbatorix mampu mengalahkan semua Penunggang dengan bantuan hanya sekitar selusin pengkhianat""
"Aku tidak pernah memikirkannya," Eragon mengakui.
"Ada beberapa cara. Beberapa di antaranya akan kaupelajari kelak, tapi Yang terutama adalah karena Galbatorix dulu, dan hingga sekarang, pakar dalam bidang mendobrak masuk pikiran orang lain. Begini, dalam duel penyihir ada aturan-aturannya yang ketat yang harus diperhatikan kedua petarung, karena kalau tidak keduanya akan tewas. Sebagai awalan, tidak ada yang boleh menggunakan sihir hingga salah satu peserta mampu memasuki pikiran peserta lain."
Saphira melilitkan ekornya dengan nyaman di tubuh Eragon dan bertanya, Kenapa menunggu" Saat musuh menyadari kau menyerang, sudah terlambat baginya untuk bertindak. Eragon mengulangi pertanyaan itu pada Brom.
Brom menggeleng. "Tidak, tidak akan begitu. Kalau aku tiba-tiba menggunakan kekuatanku padamu, Eragon, kau pasti tewas, tapi dalam sesaat yang singkat sebelum kau hancur akan ada waktu untuk serangan balasan. Oleh karena itu kecuali salah satu pihak yang bertempur memang ingin bunuh diri, tidak satu pun yang akan menyerang sebelum salah satunya berhasil mendobrak pertahanan yang lain."
"Lalu apa yang terjadi"" tanya Eragon.
Brom mengangkat bahu dan berkata, "Begitu kau berhasil memasuki pikiran lawanmu, mudah sekali mengantisipasi apa yang akan dilakukannya dan mencegahnya. Bahkan dengan keuntungan itu, masih terbuka kemungkinan untuk kalah kalau kau tidak mengetahui cara menangkis mantra."
Ia mengisi dan menyulut pipanya. "Dan itu membutuhkan pikiran yang luar biasa cepat. Sebelum kau mampu mempertahankan diri, kau harus memahami dengan tepat sifat kekuatan yang diarahkan padamu. Kalau kau diserang dengan panas, kau harus mengetahui apakah panas itu dikirim kepadamu melalui udara, api, cahaya, atau media lain. Barulah sesudah mengetahuinya, kau bisa melawan sihir itu dengan, misalnya, membekukan material yang dipanaskan."
"Kedengarannya sulit."
"Sangat," Brom mengiyakan. Asap mengepul dari pipanya: "Jarang sekali ada orang yang
berhasil selamat dari duel seperah dan seperti itu dalam waktu lebih dari beberapa detik. Besarnya usaha dan keahlian yang dibutuhkan untuk itu akan menewaskan siapa pun yang menggunakannya tanpa latihan yang keras dan ketat. Begitu kau mengalami kemajuan, aku akan mulai mengeluarkan metode-metode yang diperlukan. Sementara itu, kalau kau pernah terpaksa melakukan duel penyihir, kusarankan kau melarikan diri secepat mungkin. Demi keselamatanmu dan mengulur waktu untuk mempelajari sebatas mana kemampuan musuhmu"
TERPEROSOK DI DRAS LEONA Mereka makan siang di Fasaloft, desa tepi danau yang ramai. Tempat itu sangat memesona, terletak di bukit yang menghadap ke danau. Sewaktu mereka bersantap di ruang umum losmen, Eragon mendengarkan gosip dengan teliti dan merasa lega karena tidak mendengar omongan mengenai dirinya dan Saphira.
Jalan setapaknya, sekarang melebar menjadi jalan biasa, selama dua hari terakhir semakin lama semakin buruk. Roda kereta dan ladam kuda bagai bersekongkol mencabik-cabik tanah, menjadikan banyak bagian jalan tidak bisa dilalui. Peningkatan jumlah pengelana di jalan itu memaksa Saphira bersembunyi di siang hari lalu menyusul Brom dan Eragon di malam hari.
Selama berhari-hari mereka berjalan ke selatan di sepanjang tepi Danau Leona yang luas. Eragon mulai merasa penasaran apakah mereka akan berhasil mengitari danau itu, jadi ia merasa gembira sewaktu mereka bertemu orang yang mengatakan Dras-Leona hanyalah satu hari perjalanan berkuda yang santai di depan mereka.
Eragon terjaga pagi-pagi sekali keesokan harinya. Jemarinya bisa gatal karena bersemangat saat memikirkan akhirnya ia menemukan Ra'zac. Kalian berdua harus berhati-hati kata Saphira. Ra'zac mungkin memiliki mata-mata yang mengawasi pengelana yang sesuai dengan deskripsi kalian.
Kami akan berusaha sebaik-baiknya untuk tidak menarik perhatian, kata Eragon menenangkan Saphira.
Saphira menurunkan kepalanya, mereka beradu pandang. Mungkin, tapi sadarilah bahwa aku tidak bisa melindungi dirimu seperti yang kulakukan terhadap para Urgal. Aku akan terlalu jauh untuk bisa datang membantumu, dan aku tidak akan bertahan lama di jalan-jalan sempit yang disukai jenismu. Ikuti pengarahan Brom dalam perburuan ini ia handal.
Aku tahu, kata Eragon serius.
Apakah kau akan mengikuti Brom ke kaum Varden" begitu Ra'zac dibunuh, ia pasti ingin membawamu menemui mereka dan karena Galbatorix pasti marah atas kematian Ra'zac, mungkin itu tindakan teraman yang bisa kita lakukan.
Eragon menggosok-gosok lengannya. Aku tidak ingin terus-terusan bertempur melawan Kekaisaran seperti yang dilakukan kaum Varden. Kehidupan lebih daripada sekadar perang tanpa henti. Akan ada waktu untuk mempertimbangkan hal itu. sesudah Ra'zac mati. Jangan terlalu yakin, Saphira memperingatkan, lalu pergi menyembunyikan diri hingga malam tiba.
Jalan dipenuhi para petani yang membawa hasil bumi mereka ke pasar Dras-Leona. Brom dan Eragon terpaksa melambatkan kuda dan menunggu kereta-kereta yang menghalangi jalan.
Sekalipun mereka melihat asap di kejauhan sebelum tengah hari, masih sekitar tiga mil lagi sebelum kotanya terlihat jelas. Tidak seperti Teirm, kota yang terencana, Dras-Leona hanyalah setumpuk kekacauan di samping Danau Leona. Berbagai bangunan kumuh berdiri di jalan-jalan yang meliuk-liuk tak teratur, dan jantung kota dikelilingi dinding kotor, kuning pucat akibat olesan lumpur.
Beberapa mil di sebelah timur, pegunungan yang terdiri atas batu-batu gundul menjulang ke langit dengan ujung-ujung yang seperti menara dan tiang, bagai kapal mimpi buruk raksasa. Sisi-sisi yang nyaris vertikal mencuat dari tanah seperti sepotong tulang bumi bergerigi.
Brom menunjuk, "Itu yang disebut Helgrind. Itulah alasan Dras-Leona dulu didirikan. Orang-orang terpesona pada bongkahan batu itu, walaupun bongkahan batu itu tidak sehat dan jahat." Ia memberi isyarat ke berbagai bangunan di balik dinding kota. "Kita harus ke tengah kota terlebih dulu."
Saat mereka berjalan pelan di jalan ke Dras-Leona, Eragon melihat bangunan tertinggi dalam kota itu adalah katedral
menjulang dari balik dinding-dinding. Ka
tedral itu sangat mirip Helgrind, terutama sewaktu lengkungan dan menara-menaranya tertimpa cahaya. "Siapa yang mereka puja"" tanyanya.
Brom meringis jijik. "Doa mereka ditujukan pada Helgrind. Mereka mempraktikkan agama yang kejam. Mereka meminum darah manusia dan memberi sesaji daging manusia. Pendeta mereka sering cacat fisik karena mereka percaya semakin banyak tulang dan daging yang kauberikan, semakin tipis ikatanmu dengan dunia fana. Mereka menghabiskan banyak waktu untuk memperdebatkan mana di antara ketiga puncak Helgrind yang tertinggi dan terpenting serta apakah puncak keempat yang juga paling rendah harus dimasukkan dalam pemujaan mereka atau tidak." .
"Itu mengerikan," kata Eragon, sambil menggigil.
"Ya," kata Brom muram, "tapi jangan mengatakan itu pada penganutnya. Kau akan segera kehilangan satu tangan sebagai 'hukuman'."
Di gerbang Dras-Leona yang luar biasa besar, mereka membimbing kuda-kuda melewati gerombolan orang yang berjejalan. Sepuluh prajurit ditugaskan di kedua sisi gerbang, mengamati keramaian dengan sikap biasa. Eragon dan Brom masuk ke kota tanpa ada kejadian apa-apa.
Rumah-rumah di balik dinding kota tinggi dan ramping sebagai kompensasi kurangnya ruang. Rumah-rumah yang berada di samping dinding ditopangkan ke sana. Sebagian besar rumah menjorok di atas jalan-jalan yang sempit dan berliku, menutupi langit hingga sulit untuk mengatakan apakah saat itu siang atau malam. Nyaris semua bangunan dibangun dari kayu cokelat kasar yang semakin menggelapkan kota. Udara berbau busuk seperti selokan; jalan-jalannya kotor.
Sekelompok anak kecil yang compang-camping berlari di sela rumah-rumah, berkelahi memperebutkan sepotong roti. Beberapa pengemis cacat berjongkok di samping gerbang utama, meminta uang. Jeritan minta tolong mereka seperti ratapan orang-orang terkutuk. Kami bahkan tidak memperlakukan hewan seperti ini, pikir Eragon, matanya membelalak marah.
"Aku tidak mau tinggal di sini," katanya, tidak suka dengan pemandangan itu.
"Semakin jauh nanti akan semakin baik," kata Brom. Sekarang ini kita perlu menemukan penginapan dan menyusun strategi. Dras-Leona bisa menjadi tempat yang berbahaya bahkan bagi orang yang paling hati-hati. Aku tidak ingin tetap berada di jalan lebih lama dari yang diperlukan."
Mereka masuk semakin jauh ke dalam Dras-Leona, meninggalkan pintu masuk yang kumuh. Saat mereka memasuki kawasan kota yang lebih kaya, Eragon bertanya-tanya dalam hati, Bagaimana orang-orang ini bisa hidup santai sementara penderitaan di sekitar mereka begitu mencolok"
Mereka menemukan penginapan di Golden Globe, murah tapi tidak kumuh. Ranjang sempit dijejalkan ke salah satu dinding ruangan, dengan meja yang berderit-derit dan baskom di sampingnya. Eragon memandang kasurnya dan berkata, "Aku tidur di lantai saja. Sepertinya ada cukup banyak kutu di sana untuk memakanku hidup-hidup."
"Well, aku tidak ingin mereka berpuasa," kata Brom, sambil menjatuhkan tas di kasur.
Eragon meletakkan tasnya di lantai dan mencabut busur. "Sekarang apa"" tanyanya.
"Kita cari makanan dan bir. Sesudah itu, tidur. Besok kita bisa mulai mencari Ra'zac." Sebelum mereka meninggalkan kamar, Brom memperingatkan, "Tidak peduli apa pun yang terjadi, pastikan lidahmu tetap terkendali. Kita harus segera pergi kalau ketahuan."
Makanan di penginapan tidak terlalu enak, tapi birnya luar biasa. Pada saat mereka terhuyung-huyung kembali ke kamar kepala Eragon terasa mendengung menyenangkan. Ia membuka gulungan selimut di lantai dan menyelinap ke baliknya sementara Brom mengempaskan diri ke ranjang.
Tepat sebelum Eragon tidur, ia menghubungi Saphira, akan berada di sini selama beberapa hari, tapi seharusnya tidak selama di Teirm. Sesudah kami mengetahui di mana Ra'zac berada, kau mungkin bisa membantu kami menghabisi mereka. Kita akan bicara lagi besok pagi. Sekarang aku tidak bisa berpikir jernih.
Tiga Dara Pendekar 19 Pendekar Naga Putih 35 Pendekar Gila Ilmu Silat Kupu Kupu Hitam 1
^