Pengemis Buta Muka Rusak 2
Trio Detektif 31 Pengemis Buta Bermuka Rusak Bagian 2
remaja. Pete langsung menyusul, beberapa langkah di belakang mereka.
Diikutinya keempat orang yang kelihatannya suami-istri beserta kedua anak
mereka itu sanpai ke puncak bukit. Dari sana mereka terus ke tempat parkir dan
kolam renang yang terletak di belakang motel. Kamar-kamar motel itu semuanya
menghadap ke belakang. Di atas kepala, lampu-lampu yang terpasang di pinggiran
atap sudah dinyalakan. Kursi lipat sudah diatur berjejer-jejer di sekeliling kolam
renang serta di sebagian pelataran parkir yang beralaskan aspal. Di belakang kolam
renang ada tempat terbuka di mana Ernie dan kedua temannya menaruh beberapa
buah kuda-kuda yang besar, lalu memasang foto-foto yang dibesarkan sampai
beberapa kali lipat di situ. Salah satu foto itu, yang hanya hitam-putih warnanya,
menampakkan seorang pria berambut putih dengan pakaian seragam meriah. Lalu
ada pula foto berwarna dari sebuah kota yang nampak kemilau diterangi sinar
matahari. Foto yang berikut menyebabkan napas Pete tensentak ketika melihatnya,
karena yang nampak adalah wajah seseorang berambut gondrong, dengan bekas
luka memanjang dan tulang pipi sampai dagu, serta kaca mata hitam yang
menutupi mata. Tampangnya persis pengemis buta yang diceritakan oleh Bob.
Pete mulai gelisah, karena merasa bahwa Ia sebenarnya tidak boleh ada di situ.
Hati kecilnya sudah menyuruhnya cepat-cepat meninggalkan tempat itu. Tapi ia
tahu, bahwa jika rangsangan itu dituruti, Jupe pasti marah-marah nanti.
Nampaknya di situ akan diadakan semacam rapat, dan mungkin nanti akan bisa
diketahuinya siapa laki-laki bermuka rusak itu sebenarnya. Pertemuan itu
kelihatannya tidak memungut bayaran, karena tidak ada orang yang
mengumpulkan karcis. Dan tidak ada yang memperhatikan Pete. karenanya ia
merasa bahwa takkan apa-apa jika ia tetap di situ, asal duduk dengan diam-diam
sambil berlagak seolah-olah memang termasuk kelompok yang mengadakan
pertemuan itu. Sementara itu orang berdatangan terus. Ketika semua kursi sudah terisi, mereka
yang datang belakangan mengambil tempat duduk di jenjang di luar ruang kantor
motel dan di atas tembok rendah yang terdapat pada satu sisi daerah tempat kolam
renang. Tidak ada lampu yang menyala di dalam motel. Mungkin tempat
penginapan itu hanya buka pada musim panas saja, kata Pete dalam hati.
Hari sudah hampir gelap ketika akhirnya Ernie mengambil tempat di belakang
sebuah mimbar kecil yang diletakkan di depan jejeran foto-foto. Salah seorang
temannya muncul dari sebelah belakang kantor, membawa bendera yang terbuat
dari kain satin biru yang pinggirannya dihias dengan hiasan warna emas. Di
tengah-tengah bendera nampak gambar seberkas daun ek yang berwarna
keemasan. Seorang wanita mulai menyanyi, diikuti oleh seorang wanita lain, lalu oleh seorang
pria. Dengan segera segenap hadirin sudah menyanyi sambil berdiri. Suara mereka
bertambah lantang, terdengar megah. Pete berdiri sambil pura-pura ikut menyanyi.
Lagu yang dinyanyikan belum pernah didengarnya, tapi rasa-rasanya seperti lagu
perjuangan. Atau mungkin juga lagu kebangsaan. Ketika lagu sudah selesai,
semuanya duduk lagi. Terdengar suara terbatuk-batuk dan bunyi kursi digeser.
Ernie meninggalkan, mimbar.
Kini tampil seseorang yang sudah agak tua. Ia mulai berbicara"dalam bahasa
Spanyol! Pete mengeluh dalam hati. Ia sama sekali tidak bisa berbahasa Spanyol.
Coba Jupe juga ada di situ.
Mula-mula orang itu berbicara dengan suara lembut. Tapi dengan segera nadanya
bertambah keras. Ia mengacung-acungkan tangannya yang terkepal seperti sedang
marah pada hadirin, atau pada seseorang yang ada sedikit di luar batas sinar lampulampu
yang menyala di puncak bukit itu.
Hadirin bersorak ketika orang itu selesai berbicara dan meninggalkan mimbar.
Setelah itu seorang wanita muda berambut pirang dan panjang yang dibiarkan
tergerai lurus ke bawah tampil dan tengah-tengah hadirin. Ia berdiri menghadapi
mereka, lalu menyerukan s"suatu yang kedengarannya seperti semboyan. Orangorang
bertepuk dan bersuit-suit. Bahkan ada yang begitu bersemangat, sampai
mengentak-entakkan kaki ke lantai.
Hadirin diam kembali, begitu wanita itu mengangkat tangannya. kemudian ia
berpidato. Gayanya berapi-api. Gerak-geriknya seperti menari-nari di tengah
sorotan lampu-lampu yang terang. Ia menunjuk-nunjuk jejeran foto yang ada di
belakangnya. Hadirin bersorak, setiap kali wanita itu menunjuk foto laki-laki yang
ada bekas luka di pipinya.
Akhirnya wanita itu mengakhiri pidatonya, diiringi sorak-sorai dan suitan-suitan
ramai. Lalu Ernie tampil lagi di belakang mimbar. Hadirin yang masih
bersemangat, pelan-pelan menjadi tenang kembali. Pete kaget setengah mati,
karena tahu-tahu Ernie mulai menuding hadirin, menunjuk seseorang dan
memintanya agar berdiri dan mengatakan sesuatu, lalu menunjuk orang lain lalu
memintanya berbicara pula. Satu demi satu yang ditunjuk olehnya berbicara
sebentar, dan selalu dalam bahasa Spanyol. Mula-mula seorang laki-laki yang
duduk di deretan pertama, lalu seorang wanita yang berada di tengah-tengah
hadirin, dan setelah itu seorang remaja yang duduk di jenjang di luar kantor motel.
Setiap kali orang yang ditunjuknya sudah berdiri, sambil bertepuk tangan dan
tertawa Ernie menyerukan kata-kata pemberi semangat.
kemudian Ernie menuding Pete! Orang-orang yang ada di sekeliling penyelidik
remaja itu menoleh padanya.
Pete menggeleng. Tapi pria yang duduk di sebelah kanannya mendorong-dorong
lengannya sambil memberi isyarat agar berdiri.
Dengan gerakan lambat seperti sedang bermimpi"tapi mimpi buruk! "Pete
berdiri. Ia sadar bahwa ia harus cepat-cepat mencari akal untuk menyelamatkan
diri dari keadaan gawat itu. Tapi otaknya serasa beku.
Ernie mengatakan sesuatu, dan hadirin tertawa. Setelah itu semuanya diam. Pete
melihat wajah-wajah berpaling ke arahnya, memandangnya dengan sikap
menunggu. Pete sudah ingin lari saja, ingin buru-buru pergi dari situ, sebelum orang-orang
yang sedang menunggu itu sadar bahwa ia bukan salah seorang dari mereka.
Pria yang duduk di sebelahnya mengatakan sesuatu dengan suara lirih.
Bertanyakah dia" Atau mengancam"
Tiba-tiba Pete memegang kerongkongannya sambil membuka mulut dan
menuding-nuding. Ia mengeluarkan suara yang kedengarannya seperti orang
tercekik. Kemudian Ia menggeleng-geleng.
"Ah, laringitis!" kata pria yang duduk di sebelahnya.
Pete mengangguk sambil memaksa diri tersenyum. Terdengar suara orang-orang
tertawa. Pete duduk kembali dengan perasaan lega. Pria yang di sebelahnya
tersenyum ramah padanya. Untung saja dia langsung mengira bahwa aku terserang
radang tenggorokan, kata Pete dalam hati. Para hadirin mengalihkan perhatian
kembali ke mimbar, di mana Ernie mengatakan sesuatu lalu menunjuk seseorang
lagi di antara hadirin. Orang itu berdiri, dan berbicara sebentar. Akhirnya Ernie dan
salah seorang temannya mulai berkeliling menyusuri deretan kursi-kursi sambil
menyodorkan sebuah keranjang. Wanita muda berambut panjang berwarna pirang
tadi berbicara lagi. Rupanya ia mendesak hadirin agar bermurah hati.
Keranjang itu sudah lumayan penuh berisi uang kertas ketika sampai di tempat
Pete duduk. Pete menaruh selembar uang satu dolar ke dalam keranjang itu, lalu
menyodorkannya pada orang yang duduk di sebelahnya. Tiba-tiba terdengar suara
seseorang berseru dari ujung atas jalan sempit. Seketika itu juga keranjang tadi
disingkirkan. Orang-orang nampak ribut sebentar. Tahu-tahu Ernie dan kedua temannya sudah
duduk di hadapan hadirin, memegang gitar dan akordeon. Ernie mulai memetik
gitar sebagai pembuka, disusul oleh temannya yang memegang akordeon, lalu
wanita muda berambut pirang tadi menyanyi dengan suara lembut.
Para hadirin ikut menyanyikan sebuah lagu yang sederhana dan enak didengar.
Seperti lagu rakyat yang dinyanyikan anak-anak.
Pete mendengar bunyi sepeda motor menderu-deru. Ia berpaling ke arah bunyi itu.
Dilihatnya seorang polisi patroli jalan raya mendaki tebing dengan sepeda
motornya. Satu demi satu hadirin berhenti menyanyi. dan akhimya semua diam.
Polisi itu turun dan sepeda motornya, lalu berjalan ke tempat yang terbuka dekat
mimbar. "Maaf, mengganggu sebentar," katanya. "Siapa yang bertanggung jawab di sini?"
"Saya," kata Ernie sambil bangkit. "Ada apa" Kami sudah diizinkan Mr.
Sanderson untuk berlatih di sini"
"Sanderson?" Polisi itu memandang ke arah kantor motel. "Dia pemilik tempat
ini?" "Betul. Kami menyewa ruang rekreasi dari dia. Mau lihat tanda pembayarannya?"
"Tidak perlu. Saya percaya. Tapi ini bukan ruang rekreasi. Dan tidakkah
Sanderson "atau orang lain"mengatakan bahwa tempat ini tidak aman" Kalau
tidak begitu, untuk apa tempat ini ditutup" Sesudah begitu banyak hujan yang
turun, tanah di sini tidak stabil. Tanah bukit ini setiap waktu bisa longsor. Lagi
pula, apa sebetulnya yang kalian lakukan di sini" Siapa orang-orang ini?"
Ernie tersenyum polos. "Kami ini anggota-anggota Federasi Musik Sunset Hills," katanya. "Kami sedang
berlatih untuk Jambore Musik Rakyat yang akan diadakan tanggal dua puluh tujuh
nanti, di Coliseum."
Polisi itu memandang hadirin yang begitu banyak.
"Kalian semua?" katanya. "Semuanya berlatih untuk... untuk jambore itu ?"
"Jambore Musik Rakyat itu diadakan untuk grup-grup amatir yang beranggota
banyak," kata Ernie menjelaskan dengan nada sabar. "Dan memang, M. Sanderson
memang mengatakan bahwa tanah di bukit ini tidak stabil. Tapi saat itu kami sudah
tidak bisa lagi membatalkan jadwal latihan! Padahal orang-orang ini ada yang
datang dari jauh, dari Laguna misalnya. Karenanya kami lantas memutuskan untuk
berlatih di luar. Di sini lebih aman. Jika bangunan motel roboh, takkan ada yang
cedera. Ya, kan?" "Belum tentu," kata polisi itu. Lalu menyambung dengan suara dilantangkan,
"Maaf, tapi saya terpaksa meminta Anda semua agar secepat mungkin
meninggalkan tempat. Tidak perlu panik, tapi harap pergi selekas rnungkin, karena
berbahaya jika Anda masih lebih lama lagi berada di tempat ini. Biarkan saja kursikursi
itu. Tidak perlu dibereskan. Cepat tinggalkan tempat ini."
Hadirin mulai meninggalkan pelataran, dengan tenang dan tertib. Pete ikut pergi.
Sewaktu menuruni bukit, Ia masih sempat mendengar Ernie berkata pada polisi itu,
"Ya, baiklah, tapi beri saya waktu untuk mengemasi gitar saya, ya?"
Pete menggeleng-geleng dengan heran. Aku ingin tahu bagaimana komentar Jupe
nanti jika ini kuceritakan padanya, katanya dalam hati.
Bab 8 BEBERAPA PETUNJUK BARU "AKU tidak tahu apa sebetulnya yang sedang mereka rencanakan," kata Pete, "tapi
aku berani taruhan seluruh uang sakuku untuk bulan April, urusannya pasti tidak
ada sangkut-pautnya dengan kontes lagu-lagu rakyat."
Saat itu sudah keesokan paginya. Pete duduk di lantai ruang kantor Trio Detektif.
Ia berbicara dengan kening berkerut.
"Kau tidak perlu bertaruh," kata Jupe. Harian Los Angeles Times terbentang di atas
meja di depannya, terbuka pada halaman yang memuat jadwal acara pertunjukan
dan pameran. "Pada tanggal dua puluh tujuh, di Coliseum dilangsungkan pameran
ternak." Bob duduk di bangku tinggi dekat tirai yang memisahkan ruang kantor dan
laboratorium kecil yang juga ada dalam karavan bekas itu. kemarinnya, ketika
kembali dari Santa Monica, ia merasa kecewa karena tidak berhasil mengumpulkan
informasi lebih banyak tentang si pengemis buta. Dan kini ia membalik-balik
halaman sebuah atlas dunia yang diletakkannya di atas pangkuan.
"Bendera yang mereka pergunakan dalam latihan, atau rapat, atau entah apa yang
mereka lakukan kemarin " yang jelas itu bukan bendera Meksiko," katanya
memberi tahu. "Bendera Meksiko, merah, putih, dan hijau. Bendera Spanyol juga
bukan. Tidak satu negara pun di Amerika Tengah yang benderanya seperti yang
kaukatakan, Pete." "Mungkin sama sekali bukan bendera negara," kata Jupe. "Bisa jadi itu bendera
suatu organisasi." Tapi kemudian terdengar Bob berseru, seakan baru saja menemukan sesuatu. Jupe
langsung menoleh dengan penuh minat ke arahnya.
Bob masih memandang halaman atlas yang terbuka di atas pangkuannya, sesaat
lagi. Lalu ia memandang kedua temannya.
"Mesa d"Oro," katanya. "Negara kecil di Amerika Selatan. Di samping peta
wilayahnya, ada dua bendera. Yang satu hijau dengan lambang negara di tengahtengah,
sedang yang satu lagi biru dengan seberkas daun ek berwarna keemasan.
Yang hijau itu bendera resmi negara, sedang yang biru bendera dan apa yang pada
atlas ini disebut Republik Lama. Ada catatan di sini yang mengatakan, bendera
yang biru masih dikibarkan pada hari-hari raya tertentu oleh beberapa kelompok
konservatif dan di beberapa propinsi yang jauh letaknya dari pusat pemerintahan."
Bob memandang ke atlas lagi.
"Mesa d"Oro memiliki sejumlah pelabuhan samudra di Pasifik," katanya sambil
meneliti peta. "Ekspornya kopi dan wol. Usaha pertaniannya jelai yang ditanam di
dataran tinggi sebelah selatan ibu kota, Cabo de Razon, yang juga merupakan kota
pelabuhan. Penduduknya tiga setengah juta jiwa."
"Cuma itu saja?" kata Pete.
"Dalam atlas memang tidak banyak dimuat keterangan selain gambar-gambar peta,
jumlah penduduk, serta hal-hal seperti itu," kata Bob menjelaskan.
"Aneh!" kata Jupiter. "Ada rapat dengan acara pengumpulan dana"mungkin
untuk semua negara kecil di Amerika Selatan. Orang-orang yang memimpinnya
bersikap sembunyi-sembunyi " buktinya mereka berbohong pada poilsi itu.
Dalam rapat dipajang foto si Buta, dan orang yang memimpin pertemuan adalah
yang kelihatan kaget ketika Mrs. Denicola bercerita tentang mimpinya, dalam
mana muncul seorang buta yang memungut dompet yang tergeletak di jalan.
Apakah sebetulnya yang dilakukan orang-orang yang berkumpul kemarin malam
itu" Adakah pertalian antara mereka dengan peristiwa perampokan, atau kedua hal
itu merupakan kejadian yang tidak ada hubungannya satu dengan yang lain" Yang
jelas, mereka tidak ingin polisi sampai tahu apa sebetulnya tujuan mereka
berkumpul." "Tidak mungkin mereka ke sana untuk merencanakan tindak kejahatan," kata Bob.
"Itu tidak masuk akal, karena begitu banyak yang hadir di situ. Apalagi mereka
sama sekali tanpa pengamanan. Buktinya, Pete bisa dengan seenaknya ikut masuk
dan duduk bersama mereka, tanpa ada yang curiga."
Jupe menarik-narik bibir bawahnya sambil mengerutkan kening. Itu tanda yang
pasti bahwa ia sedang memikirkan jawaban atas teka-teki yang sedang dihadapi.
"Mungkin orang yang fotonya kulihat kemarin malam itu bukan orang yang dilihat
Bob di luar bank," kata Pete. "Mungkin persamaan antara mereka berdua cuma
bahwa keduanya sama-sama tunanetra."
"Itu merupakan kebetulan yang terlalu kebetulan," kata Jupe dengan cepat. "Kan
orang di foto itu juga ada bekas luka di pipi" Selain itu ada pula fakta bahwa
dompet Mr. Sebastian mestinya terjatuh dekat dermaga Denicola, ditambah fakta
bahwa Ernie mengenali si Buta dari penggambaran yang dikatakan oleh Mrs.
Denicola ketika ia menceritakan mimpinya. Jadi orang yang ada di foto itu pasti si
Buta. Tapi apa hubungan antara dia dan suatu negara bernama Mesa d"Oro" Dan
adakah hubungan antara dirinya dengan peristiwa perampokan bank di Santa
Monica?" "Jangan-jangan Ernie adalah mata-mata salah satu negara asing dan orang yang
buta itu kaki tangannya," kata Pete menduga. "Jika Ernie ternyata memang matamata,
maka tidak aneh jika ia tidak mau kenyataan itu diketahui polisi yang tibatiba
muncul karena itu "a lantas berlagak menjadi pemimpin grup paduan suara
lagu-lagu rakyat." "Kau ini rupanya terlalu banyak nonton serial TV," kata Bob. "Mana ada orang
berbuat begitu dalam kehidupan nyata!"
"Menurutku, dalam kehidupan nyata orang bahkan mungkin bertingkah laku lebih
aneh lagi," kata Jupe. "Tapi saat ini belum cukup banyak yang kita ketahui tentang
diri Ernie "atau tentang siapa pun juga yang kita jumpai dalam kasus ini. Jadi kita
belum bisa mendapat gambaran tentang apa sebetulnya yang sedang terjadi.
Untungnya, pengalaman Pete kemarin malam menghasilkan beberapa petunjuk
yang perlu kita telusuri lebih lanjut. Misalnya saja, Mesa d"Oro. kita perlu terus
menggali sampai menemukan sesuatu yang bisa membebaskan Mr. Bonestell dari
kecurigaan bahwa ia terlibat dalam kasus perampokan itu."
"Jupiter!" Itu suara Bibi Mathilda, yang memanggil dari pekarangan. "Jupiter Jones! Di mana
kau?" "Kedengarannya kau diperlukan Bibi Mathilda, Jupe," kata Pete sambil nyengir,
"dan dengan segera!"
Bob membuka pintu tingkap yang ada di lantai karavan, dan dengan segera ketiga
remaja itu keluar lewat lubang itu. Di bawah rumah beroda yang sudah tidak bisa
berjalan lagi itu terdapat ujung sebuah pipa besar dari besi seng bergelombang
yang sebelah dalamnya dilapisi potongan-potongan karpet bekas. itu lorong rahasia
yang disebut Lorong Dua. Lorong itu menjulur di bawah tumpukan kayu bekas dan
barang-barang rombengan lain menuju bengkel Jupiter yang terdapat di salah satu
sudut Pangkalan Jones. Lorong Dua merupakan satu dan beberapa lorong
tersembunyi yang dibuat oleh Jupe beserta kedua temannya agar bisa keluar masuk
Trio Detektif 31 Pengemis Buta Bermuka Rusak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kantor mereka dengan leluasa, tanpa terlihat oleh Bibi Mathilda atau Paman Titus.
Dengan cepat ketiga remaja itu sudah muncul di pekarangan. Sesudah menggeser
terali besi yang menutupi ujung pipa yang terdapat di sisi bengkel mereka.
"Jupiter Jones!" Kini suara Bibi Mathilda terdengar dekat sekali.
Jupiter buru-buru menaruh terali sehingga kembali menutupi ujung pipa.
"Di sini kau rupanya!" Bibi Mathilda muncul di tempat masuk ke bengkel.
"Kenapa tidak menjawab tadi ketika kupanggil" Hans memerlukan bantuanmu. Ia
harus pergi mengantarkan barang yang dibeli orang. Kebetulan kau juga ada di
sini, Pete! Kau ikut dengan mereka. Ada beberapa mebel"kau tahu kan, Jupe,
meja-meja dan bangku-bangku yang oleh pamanmu Titus dicat norak itu" Itu, yang
biru, merah, hijau, dan kuning! Aku kadang-kadang heran melihat pamanmu itu.
Tapi yang penting, kemarin ada seorang wanita kemari, dan memborong semua
meja dan bangku itu. Katanya ia akan membuka Taman Kanak-kanak di Santa
Monica, di Dalton Avenue. Untunglah, sebab kalau tidak mungkin mebel itu
semuanya akan terus nongkrong di sini sampai tua. Eh, eh, Bob. kau mau ke
mana?" "Saya sudah ditunggu di perpustakaan," kata Bob dengan cepat. "Sepuluh menit
lagi saya sudah harus mulai bekerja di sana."
"Kalau begitu lekaslah berangkat," kata Bibi Mathilda. Setelah itu ia pergi lagi
bergegas-gegas, sementara Jupe dan Pete mendatangi Hans, satu dari kedua
pemuda asal Jerman yang bekerja di pangkalan itu. Dalam waktu singkat mereka
bertiga sudah menaikkan mebel yang akan dibawa ke Taman Kanak-kanak yang
baru dibuka di Dalton Avenue di Santa Monica ke atas truk. Setelah itu mereka
berangkat ke selatan, dengan Hans di belakang kemudi.
Taman Kanak-kanak yang didatangi itu terdapat di sebuah jalan samping, dekat
kawasan pantai. Hans menghentikan truk yang membawa mebel di tepi jalan di
depan tempat itu. Saat itu Jupe dan Pete melihat bahwa Panti Wreda Ocean Front
ternyata tidak jauh letaknya dar situ, berupa sebuah bangunan satu lantai yang
terbuat dari batu bata. Di sekelilingnya ada halaman rumput dengan bangkubangku
tempat duduk. Empat orang pria yang sudah berumur nampak sedang asyik
main kartu di depan. Satu dari mereka berdiri sambil bertopang pada tongkatnya,
memperhatikan tiga orang lainnya bermain. Ia kelihatan lesu dan capek. Jupe
menghela napas ketika melihatnya.
Orang itu Walter Bonestell.
"Kelihatannya seperti kurang tidur, ya?" kata Pete sambil menuding ke arah orang
itu. Jupe mengangguk. "Ini cuma sangkaanku saja, atau apakah orang-orang tua yang lain itu benar-benar
tidak mengacuhkan dia." kata Pete lagi.
"Mungkin kau benar", kata Pete. "Itulah sedihnya, kalau dicurigai. Orang lain tidak
tahu harus bersikap bagaimana."
"Kalian kenal orang itu?" tanya Hans ingin tahu.
"Dia klien kami," kata Jupe. "Aku mestinya mendatangi dan bicara dengan dia,
tapi tidak ada apa-apa yang bisa kukatakan padanya. Kami berusaha
menolongnya." "Untunglah, kalau begitu," kata Hans.
Ia turun dan truk, lalu menuju ke pintu Taman Kanak-kanak dan menekan bel.
Sementara ia menunggu pintu dibukakan, Pete memandang ke depan, ke arah
belakang panti wreda. Tiba-tiba terdengar napasnya tersentak.
"Ada apa?" tanya Jupiter.
"Gadis itu." Pete menuding, lalu merunduk di dalam kabin agar jangan sampai
terlihat dari luar. Jupiter melihat seorang wanita muda yang sangat cantik berjalan di trotoar, datang
ke arah mereka. Rambutnya yang pirang dan panjang bergerak-gerak seirama
dengan langkahnya. Ia memakai celana panjang dan sweater longgar. Seekor
anjing jenis Saint Bernard yang bertubuh besar, berlari-lari di sampingnya dengan
mulut terbuka dan lidah terjulur ke luar.
"Siapa itu?" kata Jupiter. "Kau kenal dia."
"Dia gadis dari pertemuan itu," kata Pete. "Dia juga berpidato, dan pidatonya
disambut dengan sorak-sorai hadirin!"
"Hm!" Jupiter meluruskan duduknya. Diperhatikannya pakaian wanita muda itu
serta gayanya berjalan. "Ia kelihatannya sangat... sangat ramah," katanya
kemudian. "Ia merangkul Mr. Bonestell."
"Apa?" Pete menegakkan tubuhnya, lalu memandang dengan heran.
Gadis berambut pirang itu melepaskan tali kekang anjing besar yang ikut dengan
dia. Ia merangkul bahu Mr. Bonestell dan memandangnya sambil tersenyum.
Setelah itu dikecupnya pipi pria yang sudah tua itu.
Mr. Bonestell nampak agak malu, tapi juga senang.
"Itu dia!" seru Pete puas. "ltulah pertalian antara Mr. Bonestell dan kasus
perampokan serta orang-orang di dermaga Denicola dan... dan dompet Mr.
Sebastian serta si Buta!"
"Gadis itu penghubung antara segala hal-hal itu?" kata Jupe yang masih belum
mengerti. "Ya, betul," kata Pete mantap. "Penjelasannya sederhana. Gadis itu anggota
kawanan perampok. Entah dengan cara bagaimana, tapi pokoknya ia berkenalan
dengan Mr. Bonestell lalu mengorek keterangan dari pria itu tentang bank itu"
tentang kegiatan sehari-hari di situ, termasuk petugas pembersih dan sebagainya.
Bos kawanan itu si Buta, dan dia beraksi sebagal mata-mata sebelum kawanannya
merampok bank. Mungkin juga gadis itu salah seorang perampok itu. Ya, kan"
Bisa saja ia memakai samaran sewaktu masuk ke situ, supaya tidak bisa dikenali
Mr. Bonestell. Atau mungkin juga ia cuma informasi saja."
"Maksudmu, informan," kata Jupe sambil lalu, karena sedang memikirkan
kemungkinan teori yang diajukan Pete. "Ya, mungkin saja," katanya. "Tapi
bagaimana dengan hadirin selebihnya pada pertemuan kemarin malam itu?"
"Yah, mereka itu... mereka..." Pete tertegun, tidak tahu apa yang harus dikatakan.
"Bagaimana kalau mereka itu hanya diperalat saja sebenarnya?" katanya
kemudian. "Mereka diperalat para penjahat untuk... untuk..."
Pete tendiam. "Para penjahat itu mengumpulkan dana kemarin malam, karena mereka yang baru
saja merampok seperempat juta dolar dari bank memerlukan uang lebih banyak
lagi," kata Jupiter. "Mungkin itu yang hendak kaukatakan!"
"Yah, aku tahu, ideku tadi itu konyol," kata Pete.
"Ah, tidak juga," kata Jupe. "Cuma satu kebetulan tagi yang menarik bahwa gadis
yang dalam pertemuan tadi malam itu begitu besar peranannya, ternyata kenalan
baik Mr. Bonestell. Nanti jika Mr. Bonestell sudah sendiri, perlu kita tanyakan
padanya tentang berapa banyak yang diceritakannya tentang bank tempat dia
bekerja pada gadis itu."
Gadis yang sedang diamat-amati oleh Jupe dan Pete kini tertawa. Tali kekang
anjingnya tersangkut di semak-semak kembang sepatu. Gadis itu datang ke situ
untuk membebaskannya. "Kau di sini saja, membantu Hans," kata Jupe lirih. "Aku akan membuntuti gadis
itu, untuk melihat di mana tempat tinggalnya dan siapa saja teman-temannya. Ssst,
cepat merunduk! Gadis itu kemari!"
Pete cepat-cepat merunduk agar tidak terlihat oleh gadis yang lewat di samping
truk sambil menggiring anjingnya.
Jupiter menunggu sebentar di dalam truk, lalu turun dan langsung membuntutinya.
Bab 9 PENATA RIAS JUPE berjalan sekitar setengah blok di belakang gadis itu. Tapi ketika yang
dibuntuti sampai di ujung jalan lalu membelok ke kanan, Jupiter mempercepat
langkahnya. Sesampai di sudut jalan ia masih sempat melihat gadis tadi memasuki
pekarangan sebuah bangunan apartemen yang agak tua pada blok itu.
Jupe berjalan lambat-lambat. Bangunan yang dimasuki gadis tadi berbentuk huruf
U, dengan sebuah kolam renang di tengah-tengahnya. Suatu pagar besi bercat putih
membatasi kolam itu dan jalan di depannya. Gadis itu tidak kelihatan lagi. Tapi
Jupiter melihat bahwa pintu sebuah apartemen di tingkat satu bangunan itu berada
dalam keadaan terbuka. Sementara Jupe masih berdiri di luar pagar dalam keadaan
bimbang, anjing Saint Bernard yang tadi melesat ke luar dan balik pintu itu.
"Brandy! Ayo kembali!"
Gadis berambut pirang itu muncut bergegas dari dalam apartemen. Anjing yang
dipanggil lari ke sudut pelataran kolam yang paling jauh, lalu duduk di tengahtengah
petak bunga yang ada di situ.
"Aduh, ampun!" seru gadis ftu dengan kesal. "Kau ingin aku diusir dari sini, ya?"
Pelan-pelan Jupe membuka pintu pagar, lalu masuk ke pekarangan. Di situ ia
berdiri, sambil merenungi deretan kotak pos yang terdapat di samping gerbang.
"Kau mencari seseorang?" tanya gadis berambut pirang itu.
"Sebenarnya sih tidak," kata Jupe. "Aku cuma ingin tahu..." Ia tertegun, seolaholah
merasa kikuk. "Apa yang hendak kautanyakan?" kata gadis itu.
"Aku ingin tahu, apakah... apakah Anda mau berlangganan Santa Monica Evening
Outlook?" "Wah, maaf sajalah," kata gadis itu. "Aku tidak punya waktu untuk membaca surat
kabar. Tapi terima kasih."
Jupiter mengeluarkan sebuah buku catatan kecil serta sebatang pensil yang sudah
pendek dari kantungnya. "Bagaimana dengan koran minggunya?" katanya.
"Terima kasih, tapi tidak sajalah," kata gadis itu lagi.
"Wah." Jupe memasang tampang sedih. "Jarang yang masih mau berlangganan
koran sekarang," katanya.
"Ya, keadaan ekonomi memang sedang sulit." Gadis itu tersenyum padanya.
Anjing besar tadi meninggalkan petak bunga lalu duduk di depan kaki majikannya.
Rupanya ia juga ingin diperhatikan. Gadis itu mengusap-usap telinganya.
"Kau bekerja sambil sekolah?" tanyanya pada Jupiter. "Atau ingin memenangkan
hadiah sepeda dengan sepuluh persneling jika berhasil mengumpulkan seratus
langganan baru?" "Kedua-duanya tidak," jawab Jupiter. "Aku cuma ingin memperoleh tambahan
uang saku dengan jalan mengantar koran. Ada tidak kira-kira orang di sini yang
mungkin mau berlangganan koran?"
"Sekarang kan baru hari kamis," kata gadis itu. "Semua pasti sedang tidak ada,
karena harus bekerja."
"Oh." Sekali lagi Jupe memasang tampang sedih. Ia duduk di pinggir salah satu
kursi yang menghadap ke kolam renang. "Yang paling suilt mencari langganan
baru. Bolehkah aku... maukah aa... eh..."
"Apa maksudmu?" tanya gadis itu. "Ada apa" Kau haus, ya?"
"Ya, aku haus sekali. Bolehkah aku minta minum sedikit."
"Tentu saja boleh," kata gadis itu sambil tertawa. "Duduk sajalah dulu di sini, nanti
kuambilkan." Gadis itu masuk ke apartemen yang pintunya masih terbuka, diikuti anjing
besarnya. Dalam beberapa menit ia sudah kembali lagi, membawa air dalam
sebuah gelas besar. Begitu ia keluar, dengan cepat pintu ditutupnya kembali
sehingga anjingnya tidak bisa ikut.
"Mestinya aku bersikap tak acuh terhadapnya," katanya. "Ia selalu berbuat yang
aneh-aneh jika aku berusaha menyuruhnya tenang."
Jupiter minum setelah mengucapkan terima kasih. Gadis berambut pirang itu
duduk di kursi di dekatnya. Ia menyandar ke punggung kursi sehingga wajahnya
disinari matahari. "Kau mestinya berkeliling di malam hari, jika orang-orang sudah ada di rumah
masing-masing," katanya.
"Ya, memang," kata Jupiter. Ditatapnya gadis itu dengan pandangan anak yang
tidak begitu cerdas. "Tapi mestinya ada juga yang di rumah dalam waktu-waktu
begini. Seperti Anda, misalnya."
"Memang, tapi ini tidak sering terjadi," kata gadis itu.
"Oh," kata Jupiter. "Jadi Anda juga bekerja?"
"Tentu saja. Tapi saat ini tidak."
"Oh?" Jupe memasang tampang prihatin. "Anda kehilangan pekerjaan?"
"Tidak, bukan begitu. Aku bekerja di bidang perfilman, dan itu merupakan
pekerjaan musim-musiman. Aku ini penata rias, jadi jika sedang ada pembuatan
film, aku bekerja. Kalau sedang sepi, aku juga menganggur."
Jupiter mengangguk. "Aku punya kawan, ayahnya juga bekerja di film. Bidangnya, efek-efek khusus."
"Si"pa namanya?" tanya gadis itu.
"Mungkin aku kenal dia.
"Crenshaw," kata Jupiter.
Gadis itu menggeleng. "Rupanya ayah kawanmu itu belum pernah bekerja dalam pembuatan film yang
sama dengan aku. Pekerjaan membuat efek khusus itu benar-benar mengasyikkan.
Kadang-kadang timbul keinginanku untuk pindah profesi. Tapi di pihak lain,
sebagai penata rias pun penghasilanku sudah lumayan, lagi pula dengan begitu aku
masih punya waktu untuk kursus."
"Anda masih sekolah?" tanya Jupiter.
"Bukan begitu. Aku mengambil les"belajar akting"pada Vladimir Dubronski.
Yah, siapa tahu"mungkin saja aku mendapat kesempatan jadi pemain figuran."
Jupe mengangguk. Ia memutar otak, meski tampangnya kelihatan terkantukkantuk.
"Kurasa semua orang ingin bisa main film." katanya. "Tapi pekerjaan penata rias
juga mengasyikkan! Minggu lalu misalnya, aku melihat film tentang seseorang
yang mencuri benda keramat dari sebuah kuil, dan sebagai akibatnya ia kena
kutukan." "Oh, film macam itu," kata gadis itu. "Lalu ia berubah menjadi umbi atau sesuatu
seperti itu setiap kali bulan purnama."
Jupiter tertawa. "Ia menjelma jadi ular, tapi penampilan selebihnya masih tetap manusia."
"Ah, yang itu." kata gadis itu. "Maksudmu, Serbuan manusia kobra! Film itu
dibuat dengan biaya murah sekali, tapi hasilnya masih lumayanlah. Aku kenal
orang yang merias pemain yang menjelma menjadi ular itu. Arnold Heckaby
namanya. Ia memang mengkhususkan diri untuk film-film semacam itu. Kapan
kapan ia pasti akan dikontrak untuk pembuatan film dengan biaya besar, dan jika
itu terjadi ada kemungkinan ia bisa memenangkan hadiah Oscar."
"Anda pernah melakukan tata rias khusus semacam itu?" tanya Jupe. "Maksudku,
membuat orang bertampang seperti kelelawar, atau serigala jadi-jadian, atau
semacam itu?" "Aku pernah beberapa kali membuat orang nampak lebih tua daripada
sebenarnya," kata gadis itu. "Itu lebih banyak makan waktu daripada tata rias
biasa, tapi tidak bisa dibilang sulit. Aku belum pernah membuat tata rias monster
atau manusia sengala."
"Sukar tidak, ya, membuat monster?" tanya Jupe. "Dan bagaimana dengan bekas
luka" Ingat tidak, kisah lentang museum lilin, di mana penjahatnya penuh bekas
luka?" "Soalnya cuma lebih banyak memerlukan waktu saja," kata gadis itu sambil
mengangkat bahu. "Jika diberi cukup waktu, hampir apa saja bisa dibuat tata
riasnya. Yang tidak mungkin cuma membuat orang yang sudah tua menjadi
kelihatan muda. Bisa saja dipoles di sana-sini, dan tentu saja banyak bintang film
wajahnya diremajakan dengan jalan operasi plastik, lalu rambut dicat, dan
sebagainya. Lalu dalam pengambilan film, juru kamera mengambil mereka dengan
lensa yang agak dikaburkan supaya kerut-kerut di muka tidak nampak. Tapi
akhirnya mereka tetap saja nampak terlalu tua."
Gelas yang dipegang Jupe sudah hampir kosong. Ia tadi minta minum supaya ada
alasan untuk berlama-lama di situ sehingga bisa bercakap-cakap dengan gadis itu.
Kini Ia merasa sudah cukup banyak tahu. Sisa air dalam gelas dihabiskannya
dengan sekali teguk, lalu diletakkannya gelas itu di atas meja kecil yang terdapat di
samping kursi yang didudukinya.
"Ah, segar lagi aku sekarang," katanya. "Terima kasih banyak."
"Oke," kata gadis itu. "Masih mau segelas lagi?"
"Terima kasih, tapi tidak usah," kata Jupe. "Nanti kuceritakan pada Mr. Crenshaw,
bahwa aku ketemu Anda. Mungkin kapan-kapan Anda akan ketemu dia, jika
kebetulan bekerja dalam pembuatan film yang sama."
"Maksudmu ayah kawanmu yang kaukatakan tadi?" kata gadis itu. "Yang
pekerjaannya membuat efek-efek khusus. Asyik juga, jika bisa kenal dengan dia."
"Siapa nama Anda" Kalau Mr. Crenshaw nanti menanyakan," kata Jupiter.
"Namaku Graciela Montoa," kata gadis itu, "tapi aku biasa dipanggil Gracy saja."
"Oke," kata Jupiter. "Sekali lagi terima kasih untuk airnya tadi."
Sesudah itu ia keluar dan langsung kembali ke Taman Kanak-kanak. Ia merasa
puas dengan perannya sebagal anak yang agak ketolol-tololan tadi. Tapi
perasaannya langsung berubah ketika ia membelok masuk ke Dalton Avenue.
Jupiter mengerang. Dilihatnya truk Pangkalan Jones sudah tidak ada lagi di depan Taman Kanakkanak
itu. Dan Hans serta Pete juga tidak kelihatan. Jupiter terpaksa pulang ke
Rocky Beach dengan cara lain.
"Sialan!" umpatnya, lalu pergi ke Wilshire Boulevard, dan mana ia bisa naik bis
pulang. Sambil berjalan, ia sibuk berpikir. Ia mendapat gagasan baru.
Bab 10
Trio Detektif 31 Pengemis Buta Bermuka Rusak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
KAWANAN TERORIS JUPITER duduk di balik meja kerja di kantor Trio Detektif. Ditatapnya kedua
temannya. Saat itu sesudah waktu makan siang, dan Jupiter baru saja selesai
menceritakan percakapannya dengan Graciela Montoya.
"Bagaimana jika pengemis buta itu sebenarnya wanita," katanya mengajukan
dugaan. Bob mempertimbangkan kemungkinan itu sesaat. Kemudian ia menggeleng.
"Kurasa tidak mungkin."
"Tidak mungkin bagaimana?" tukas Jupe. "Gadis itu penata rias, dan nampaknya ia
kenal baik dengan Mr. Bonestell. Kau mungkin benar, Pete. Gracie Montoya itu
mungkin penghubung antara pengemis buta dan para perampok serta pekerjapekerja
di Dermaga Denicola."
"Si Buta bukan gadis itu," kata Bob berkeras. "Pengemis yang kulihat, berkumis
dan bercambang. Aku berdiri dekat sekali di belakangnya sewaktu di halte bis, dan
aku sempat memperhatikan mukanya. Nampak jelas bahwa Ia sudah beberapa hari
tidak mencukur rambut yang menumbuhi mukanya. Penata rias, masa mau repotrepot
memasang kumis dan cambang yang masih sependek itu "!"
"Mm." Jupiter agak kecewa. "Tapi mungkin saja gadis itu mengorek keterangan
dari Mr. Bonestell lalu meneruskannya pada kawanan perampok"dan mungkin
satu dari mereka itu si Buta. Bekas luka?"
"Bekas luka itu palsu," kata Bob.
Jupiter tertawa nyengir. "Kau menemukan sesuatu di perpustakaan."
"0 ya," kata Bob. Ia mengeluarkan beberapa majalah berita dari sebuah sampul
besar yang selama itu terletak di pangkuannya. "Mesa d"Oro ternyata suatu negara
kecil yang menarik. Ukurannya cuma lima belas ribu mil persegi dan penduduknya
tidak sampai empat juta jiwa, tapi selama ini sudah cukup banyak terjadi kerusuhan
di sana." Bob membuka salah satu majalah pada halaman yang diberi tanda olehnya dengan
secarik kertas. "Di sini ada ringkasan sejarah negara itu, di majalah World Affairs
terbitan tiga tahun yang lalu," katanya. "Seperti sudah bisa diduga, negeri itu dulu
dijajah Spanyol. Lalu sekitar tahun 1815 para tuan tanah di sana menggulingkan
gubernur yang diangkat Spanyol lalu menyatakan kemerdekaan negara itu. Mereka
memilih seorang presiden dan membentuk badan pembuat undang-undang."
"Itu boleh-boleh saja, tapi apa hubungannya dengan orang buta dan perampok
bank?" tanya Pete sinis.
"Barangkali tidak ada," kata Bob. "Ini cuma informasi latar belakang. Nah, pada
tahun 1872 terjadi revolusi di sana. Korban berjatuhan, dan itu mungkin masih
terjadi sampai sekarang ini!"
Pete dan Jupiter terkejut.
"Revolusi yang pecah tahun 1872 sampai sekarang masih terus berlangsung?" seru
Pete. "Kau pasti bercanda!"
"Yang masih terus berlangsung bukan revolusi yang pertama, tapi kelanjutannya,"
kate Bob menjelaskan. "Revolusi tahun 1872 itu mirip Revolusi Prancis atau
Revolusi di Rusia tahun 1917. Para tuan tanah di Mesa d"Oro yang menggulingkan
kekuasaan Spanyol, kemudian menjadi korup. Mereka memperkaya diri dengan
memperkuda kaum miskin, tanpa sedikit pun memberi imbalan yang layak. Kaum
miskin di sana kebanyakan keturunan Indian, penduduk asli negeri itu. Tapi
mereka dianggap sepi oleh golongan tuan tanah.
"Akhirnya seorang Indian bernama Juan Corso membangkitkan semangat temanteman
yang senasib dan mengorganisir mereka. Ia berkeliling untuk berpidato
tentang hak yang sama bagi setiap orang. Pihak tuan tanah tidak menyukai
perkembangan baru itu, lantas Corso mereka jebloskan ke penjara."
"Kau tadi menyebut-nyebut revolusi," kata Jupiter mengingatkan.
"Itu diawali dengan peristiwa dipenjarakannya Corso," kata Bob menjelaskan. "Ia
sangat populer di kalangan rakyat jelata. Mendengar Corso dipenjarakan, mereka
langsung mengamuk dan menyerbu ibu kota. Corso dibebaskan secara paksa. Lalu
presiden waktu itu, seseorang bernama Arturo Rodriguez, mereka gantung pada
sebatang pohon sampai mati. Anak laki-laki presiden itu, Anastasio Rodriguez,
mengadakan perlawanan. Terjadi pertumpahan darah, dan kendali pemerintahan
silih berganti dipegang kelompok-kelompok yang bertentangan. Tapi akhirnya
Corso diangkat menjadi presiden, sementara Rodriguez melarikan diri ke Mexico-
City. "Mestinya dengan begitu berakhirlah kerusuhan di sana," kata Bob menyambung,
"tapi kenyataannya tidak begitu. Di Mexico-City, Rodriguez bersikap sebagai raja
dalam pembuangan. Sementara para tuan tanah yang tetap tinggal di Mesa d"Oro
sama sekali tidak senang karena kaum buruh kini memiliki hak memberikan suara
dalam pemilihan, dan dengan begitu berhasil memaksa kaum kaya untuk
membayar pajak tinggi."
"Pasti itu tidak enak bagi yang kaya," kata Pete. "Jelas," kata Bob. "Pendek kata,
kaum tuan tanah kemudian mulai mengungkit-ungkit tentang masa silam yang
nyaman ketika presiden mereka masih Arturo Rodriguez. Mereka mengkhayalkan
kemungkinan mengusahakan kembalinya putra Rodriguez untuk menjadi kepala
negara. kelompok yang tidak puas ini menamakan diri mereka Pejuang Republik.
Mereka memakai bendera yang biru dengan berkas daun ek yang berwarna
keemasan. Itu bendera Republik Lama, yaitu pemerintahan di bawah rezim
Rodriguez. Pemerintah baru yang dimulai dengan diangkatnya Juan Corso menjadi
presiden memakai bendera hijau dengan lambang kenegaraan di tengah-tengah."
"Tapi semuanya ini terjadi lebih dari seabad yang lalu," kata Jupiter sambil
mengerutkan kening. "Jadi apa hubungannya dengan klien kita" Masa para tuan
tanah di Mesa d"Oro masih terus beraksi mengusahakan kembalinya putra presiden
yang lama. Orang itu mestinya kan sudah mati sekarang!"
"Ya, tentu saja," kata Bob, "tapi sekarang cicitnya, Felipe Rodriguez, hidup di
Mexico-City. Felipe ini menunggu-nunggu kesempatan untuk kembali ke Mesa
d'Oro dan menjadi kepala negara di sana. Ia punya mata-mata yang melaporkan
tentang keadaan di tanah airnya"yang sama sekali belum pernah dilihat olehnya!"
"Ah, masa!" kata Pete dengan nada tidak percaya.
"Aku tahu, kedengarannya memang tidak masuk akal," kata Bob, "tapi begitulah
kenyataannya! Menurut artikel dalam World Affairs ini, pertikaian di Mesa d"Oro
itu disebut sebagal masalah tradisi. Pada kelompok mana seorang penduduk sana
memihak, tergantung dari pertalian keluarganya. Jika ia keturunan tuan tanah yang
lama, maka ia menjadi anggota Pejuang Republik. Itu bukan partai terlarang di
sana, dan anggota-anggotanya disebut kaum Republik. Kelompok itu sangat aktif.
Saban hari Minggu mereka mengadakan rapat umum, mendengarkan pidato-pidato
tentang betapa indahnya masa kejayaan kelompok mereka dulu. Sekali-sekali ada
anggota mereka yang berhasil menang dalam pemilihan umum, dan menjadi
anggota badan pembuat undang-undang.
"Kalau cuma begitu saja, sebetulnya tidak apa-apa. Tapi ada beberapa orang di
Mesa d"Oro yang tidak puas menjadi anggota Pejuang Republik saja. Dalam
kelompok Partai Republik ada segolongan ekstrem yang ingin menggulingkan
pemerintah yang sekarang dengan jalan kekerasan. Mereka menamakan diri
mereka Brigade Pembebasan. Mereka ini yang merup"kan kelompok terlarang di
sana. Kerjanya membakar-bakar kerusuhan, melakukan tindakan-tindakan
penculikan, serta melancarkan aksi-aksi pemboman. karenanya mereka dicari-cari
polisi negara itu. Jika sudah sangat terjepit, mereka melarikan diri ke luar negeri.
Di antaranya ada yang lari kemari!"
Pete terkejut. "Jadi orang-orang dalam pertemuan yang kudatangi kemarin malam itu teroris
semuanya ?" "Mungkin," kata Bob. "tapi mungkin juga bukan. Orang-orang yang pindah dari
Mesa d"Oro banyak yang kemudian memilih tinggal di Amenka Serikat. Di antara
mereka ada yang mendukung Pejuang Republik, partai yang resmi tidak radikal.
Mereka menyumbang dana untuk menunjang kehidupan Felipe Rodriguez di
Mexico-City. misalnya, dan memperjuangkan terpilihnya orang-orang Republik
untuk berperan dalam badan-badan perwakilan di Mesa d"Oro. Tapi ada juga yang
memang mendukung Brigade Pembebasan yang terlarang."
"Macam-macam saja." kata Pete mengomentari.
"0ke, jadi itulah latar belakang sejarahnya," kata Bob. "Tapi yang benar-benar
menarik adalah bahwa aku melihat seorang buta di depan bank, dan orang itu
langsung lari ketika ada yang menyebut-nyebut polisi. Lalu orang bernama Ernie
itu ketakutan ketika Mrs. Denicola menceritakan mimpinya tentang seorang buta
dan dompet yang dipungutnya. Lalu tadi malam, Pete melihat foto seseorang yang
ada bekas luka di pipinya, dan memakai kaca mata hitam. Orang itu jelas dianggap
pahlawan oleh orang-orang yang menghadiri rapat, atau entah apa yang sedang
diadakan saat itu." Bob membalik-balik halaman salah satu majalah yang dibawanya dari
perpustakaan, lalu mengangkatnya dengan salah satu halaman menghadap ke Jupe
dan Pete. Mereka melihat foto seorang pria berkaca mata hitam dengan bekas luka
di pipi. Orang itu berdiri dengan tangan terangkat di depan mikrofon. Ia
kelihatannya sedang berteriak.
"Inikah foto yang kaulihat kemarin malam, Pete?" kata Bob.
"Bukan itu fotonya," kata Pete lambat-lambat, "tapi orangnya. Sama. Ya, aku
yakin sekarang!" "Dan dia inilah yang kulihat di depan bank itu," kata Bob. "Tapi walau begitu
tidak mungkin orang ini yang kulihat, sebab dia ini Luis Pascal Dominguez de
Altranto namanya. Ia pernah menjadi ajudan Felipe Rodriguez, yang sekarang
hidup di Mexico-City. Dia ini teroris yang mendalangi aksi pemboman di Mesa
d"Oro, yang menimbulkan korban jiwa empat belas anak sekolah. Ia mengatakan
bahwa ia berada di pihak yang benar, dan nyawa anak-anak tak bersalah yang
melayang merupakan tanggung jawab pemerintah, yang merampas hak milik
penduduk teman sebangsanya."
"Fanatik," kata Jupe, "benar-benar fanatik orang itu! Tapi apa sebabnya tidak
mungkin dia yang kaulihat di depan bank waktu itu?"
"Karena Altranto sudah mati." kata Bob. "Sudah beberapa tahun yang lalu."
Sesaat ketiganya sama-sama membisu. kemudian Pete mendesah. "Tapi jika
Altranto sudah mati..." Ia tidak menyelesaikan kalimatnya.
"Pengemis itu tampangnya mirip sekali dengan orang yang sudah mati ini"
sampai-sampai bekas luka pada pipinya, ya" Lalu bagaimana dengan matanya yang
buta" Apakah Altranto itu tunanetra?" tanya Jupe.
"Ya! Matanya cedera sehingga buta dalam kebakaran yang dinyalakan olehnya
sendiri di sebuah gudang di Mesa d'Oro. Tapi cacatnya itu tidak merintanginya
untuk melakukan aksi-aksi selanjutnya. Itu malah membuatnya menjadi semacam
tokoh pahlawan." "Jadi pengemis itu menyamar sehingga penampilannya persis Altranto," kata Jupe
menarik kesimpulan. "Itu gampang saja, tinggal dirias mukanya dan ditambah
memakai kaca mata hitam! Aku ingin tahu, mungkinkah Gracie Montoya yang
membuat rias wajah itu" Tapi... untuk apa menyamar" Apa untungnya" Kan tidak
ada" " Jupiter berhenti berbicara, karena saat itu
telepon berdering. Jupe menatap pesawat itu sambil melotot kesal karena katakatanya
terputus. Kemudian diangkatnya gagang telepon itu.
"Halo," katanya. "Oh, ya, ya. baiklah, Mr. Bonestell."
Jupiter mendengarkan sebentar, lalu berkata lagi, "Yah, mungkin itu tidak penting,
tapi memang tidak enak bagi Anda. Kalau Anda menghendakinya, saya bisa ke
tempat Anda sekarang. Saya ingin bicara tentang... tentang suatu hal yang baru
kami ketahui." Jupiter mendengarkan lagi sebentar, lalu berkata, "Ya. Dalam waktu setengah
jam." Gagang telepon dikembalikannya ke tempatnya.
"Mr. Bonestell diperiksa polisi lagi tentang perampokan itu," katanya. "Ia gugup
sekali. Menurutku, polisi sebenarnya tidak securiga perkiraannya, tapi meski
begitu ada baiknya jika aku ke sana, supaya ia bisa agak tenang kembali. Akan
kutanyakan juga sekaligus tentang Gracie Montoya. Kita perlu tahu, bagaimana ia
sampai bisa kenal gadis itu."
Jupe memandang kedua temannya dengan bersemangat.
"Kita juga perlu terus mengamati Gracie. Aku ingin tahu apakah "a berhubungan
erat dengan para pekerja di dermaga Denicola"maksudku Ernie dan temantemannya."
"Jangan aku yang kaulihat," kata Pete. "Ibuku pasti mengamuk jika siang ini aku
tidak memotong rumput di rumah. Habis, sudah panjang sekali sih, sesudah hujan
yang tidak henti-hentinya seminggu belakangan ini. Lagi pula, ada kemungkinan
gadis itu nanti mengenali aku."
"Bagaimana dengan kau, Bob?" kata Jupiter.
"Aku bisa," kata Bob. "Siang ini aku tidak diperlukan di perpustakaan."
"Tapi hati-hati saja nanti," kata Pete. "Jika orang-orang itu dengan enak bisa
melakukan aksi-aksi pemboman dan pembunuhan "jangan sampai kau harus
berurusan secara langsung dengan mereka!"
Bab 11 SERANGAN! SHELBY TUCKERMAN yang membukakan, ketika Jupiter mengetuk pintu
rumah Mr. Bonestell setengah jam kemudian. Orang itu memakai kemeja hitam
dengan kerah bulat. Matanya masih terlindung di batik kaca mata hitamnya yang
lebar. "Nah syukurlah, penyelidik ulung kita datang!" kata Shelby. "Mungkin kau bisa
mengatakan sesuatu yang akan memberi semangat pada Walter."
Dalam hati Jupiter agak marah disindir begitu. Tapi ia diam saja. Diikutinya
Shelby melalui ruang duduk yang rapi dan sedikit pun tidak berdebu, menuju ke
dapur. Walter Bonestell ada di situ, duduk menghadap meja dekat jendela sambil
mengaduk-aduk kopi dalam cangkir. Jupe datang menghampiri, lalu duduk di
depannya. Shelby menawarkan kopi pada Jupiter, yang menolak dengan sopan.
"Saya tidak biasa minum kopi," katanya.
"Ya, tentu saja," kata Shelby. "Aku lupa, di negeri ini anak-anak tidak minum
kopi." "Ada limun jeruk, kalau mau," kata Mr. Bonestell.
"Terima kasih, Mr. Bonestell, tapi saya kebetulan tidak sedang haus," kata Jupiter.
"Saya baru saja makan."
"Bukankah anak-anak biasanya tidak henti-hentinya mengudap." kata Shelby.
"Masa kau lain dari yang lain. Potonganmu tidak begitu!"
Jupiter menggertakkan geraham. Ia memang agak gemuk, dan ia paling tidak suka
jika kenyataan itu disinggung-singgung. Tapi ia tidak berniat menunjukkan
kejengkelannya pada Shelby.
"Kau tentunya diet.. sekali-sekali," kata Shelby lagi.
Jupiter diam saja. Kini Shelby pergi mendekati kompor, karena air dalam ketel
sudah mendesis. Ia menuangkan air ke dalam cangkir, membuat kopi untuknya
sendiri. Setelah itu ia datang lagi, lalu duduk di antara Jupiter dan Mr. Bonestell.
"Mudah-mudahan ada kemajuan yang bisa kaulaporkan pada Mr. Bonestell,"
katanya sambil menyendokkan gula ke cangkir.
"Tidak ada sebenarnya," kata Jupe. "Kalau petunjuk sih memang ada, tapi
mungkin tidak ada artinya sama sekali untuk urusan ini."
"Tapi kalau ada?" tanya Shelby.
"Yah, siapa tahu" Kalau begitu, mungkin akan kami laporkan pada polisi."
"Memang itu yang sebaiknya kalian lakukan," kata Shelby. Diminumnya kopinya
sampai habis, lalu ia berdiri untuk mencuci cangkir. Kemudian ia pergi ke luar.
Jupiter mendengar bunyi mesin mobil dinyalakan di pekarangan belakang. Sesaat
kemudian nampak Shelby lewat di depan jendela dapur, naik mobil sport model
terbaru. Mr. Bonestell duduk sambil termenung.
"Ketika polisi kemari tadi, mereka kan tidak menuduh Anda?" tanya Jupiter.
Mr. Bonestell menggeleng. "Secara langsung memang tidak, tapi aku mereka suruh
bercerita sampai tiga kali tentang apa yang waktu itu terjadi. Bayangkan! Tiga kali!
Sejak awal!" Ia memandang Jupe. "Menurutmu, mungkinkah mereka menunggu sampai aku
salah ngomong" Aku... kurasa aku tadi satu kali pun tidak salah ngomong."
"Jika Anda bercerita seperti apa adanya, mana mungkin Anda bisa salah
ngomong?" kata Jupiter. "Mr. Bonestell, apakah Anda ini tidak cemas tanpa
alasan" Memang sayang Anda seorang diri di bank ketika para perampok itu
datang, tapi itu kan kebetulan saja " meski tidak enak bagi Anda! Saya yakin,
polisi pasti mau mengerti. Mereka tahu perampokan itu tetap akan berlangsung,
siapa pun juga yang saat itu ada di sana. Setidak-tidaknya para perampok itu tidak
menggunakan kekerasan."
"Memang," kata Mr. Bonestell. "Mereka malah bersikap tenang dan sopan.
Setidak-tidaknya begitulah sikap satu-satunya dan mereka yang selalu bicara."
Jupiter langsung waspada.
"Cuma satu saja dari mereka yang membuka mulut?"
"Betul. Dialah yang menyamar sebagai Rolf, petugas pembersih nuangan yang
biasanya." "Apakah maksud Anda, Ia yang paling banyak bicara?" tanya Jupe. "Ia yang
mengatur ini dan itu, sementara yang lain-lainnya mengatakan hal-hal yang tidak
penting?" Mr. Bonestell menggeleng. "Bukan begitu. Hanya dia saja yang bicara! Yang lainlain
bungkam terus." "Anda sepanjang malam ada dalam satu ruangan dengan tiga orang, dan dua orang
Trio Detektif 31 Pengemis Buta Bermuka Rusak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
di antaranya selama itu sama sekali tidak membuka mulut?"
"Betul." "Sepatah kata pun tidak?"
"Sepatah kata pun tidak," kata Mr. Bonestell. "Kalau kupikir sekarang, itu memang
aneh"tapi waktu itu rasanya bagiku biasa saja. Soalnya, apa yang perlu
dipercakapkan" Mereka kan cuma menunggu sampai pagi, saat para pegawai bank
mulai masuk untuk bekerja lagi."
"Hm!" kata Jupiter. "Mungkinkah salah satu dari perampok-perampok itu wanita"
Adakah kemungkinan itu?"
"Wanita?" Mr. Bonestell kelihatannya kaget. "Kurasa bisa saja. Tinggi mereka
semuanya hampir sama"begitulah, sekitar semeter tujuh puluh. Semuanya
memakai celana kerja dan kemeja longgar. Dan sarung tangan. Mereka memakai
sarung tangan. Sukar sekali mengenali bagaimana tampang mereka yang
sebenarnya. Salah satu dari perampok yang membisu selalu memakai kaca mata
hitam yang mengkilat, sehingga matanya tidak bisa dilihat. Ia juga berjenggot,
yang menurutku mungkin palsu. Temannya memakai rambut palsu berwarna
merah serta kumis tebal, serta alis mata palsu yang juga tebal, sampai menutupi
matanya." "Bagaimana dengan satu-satunya yang berbicara?" kata Jupiter. "Apakah ia bicara
dengan logat tertentu" Masih mudakah dia" Atau tua" Apa yang bisa Anda katakan
tentang dia?" "Kalau mendengar suaranya, Ia belum tua. Begitulah, dua puluhan, atau tiga
puluhan. Bicaranya tanpa logat sama sekali."
"Hm," kata Jupiter lagi. Selama beberapa saat ia merenung, Iaiu menyambung,
"Anda tahu perusahaan yang bernama Denicola Sport Fishing Company, Mr.
Bonestell" Mereka menyewakan perahu motor untuk penggemar olahraga
memancing, dan memiliki dermaga di sebelah utara Malibu."
"Ya, aku tahu tempat itu," kata Mr. Bonestell. "Dulu, ketika anak laki-lakiku
belum menikah, aku sering pergi memancing dengan dia. Aku masih ingat wanita
tua yang ada di sana"Mrs. Denicola. Penampilannya menarik. Dan juga
menantunya, Eileen. keturunan Iriandia. Cantik. Suaminya meninggal dunia dalam
usia muda, dan Ia memiliki izin mengemudikan perahu motor. kau tahu itu" Diaiah
yang mengemudikan kapal mereka, jika ada yang menyewa:
Di sana juga ada seorang pemuda bernama Ernie, yang bekerja pada perusahaan
itu," kata Jupe. "0, ya" Ketika aku dulu masih suka ke
bersama anakku, yang bekerja di sana bernama Tom, atau Hal, pokoknya
seseorang yang namanya seperti itu. Rupanya yang bekerja di sana sering bergantiganti.
Soalnya, itu memang pekerjaan yang biasa dilakukan anak-anak muda yang
masih sekolah." "Anda pernah ke sana lagi belakangan ini." kata Jupe.
"Tidak" "Jadi Anda tidak kenal Ernie. Bagaimana dengan orang buta itu?"
"Orang buta yang mana?" Mr. Bonestell kelihatan heran.
"Anda tidak pernah melihat seorang tunanetra dekat bank, atau di tempat lain"
Seorang tunanetra yang ada bekas luka di mukanya" Berjalannya sambil
mengetuk-ngetukkan tongkat, dan memakai kaca mata hitam!"
Mr. Bonestell menggeleng.
"Tadi pagi ada seorang gadis cantik bercakap-cakap dengan Anda, sewaktu Anda
sedang nonton orang main kartu," kata Jupe. "Bagaimana dengan dia?"
"Maksudmu Gracie" Gracie Montoya" Ada apa dengan dia" Dan dari mana kau
tahu aku bercakap-cakap dengan dia tadi pagi?"
"Kami kebetulan melihat Anda," kata Jupe, "dan kami juga melihat Mis Montoya."
Mr. Bonestell menatap Jupe.
"Lalu kenapa?" tukasnya. "Ada gadis cantik lewat, lalu aku mengobrol dengan dia.
Aku memang sudah tua tapi belum berniat masuk ke liang kubur!"
"Memang bukan begitu maksud saya, Mr. Bonestell. Kita perlu mengecek segalagalanya.
Anda kenal baik dengan gadis itu?"
"Aku sering mengobrol dengan dia," kata Mr. Bonestell. Sikapnya masih tetap
seperti tadi. "Ia selalu mengajak anjingnya jalan-jalan berkeliling blok. Kurasa ia
bekerja di bidang perfilman. Anaknya ramah, selalu mau diajak mengobrol
sebentar." "Ia tahu Anda bekerja di bank?" tanya Jupiter.
"Tentang itu, aku tidak tahu pasti. Mungkin pernah kusinggung mengenainya. Tapi
sikapnya tidak pernah menyelidik, jika itu yang kaumaksudkan dengan
pertanyaanmu tadi. Ia cuma ramah saja lain tidak."
"Begitu, ya," kata Jupe. "Lalu bagaimana dengan teman-teman Anda yang lain,
Mr. Bonestell" Anda pernah bicara dengan mereka tentang pekerjaan Anda?"
"Pernah, kukira. Tapi sepanjang ingatanku, tidak ada yang secara menyolok
tertarik pada pekerjaanku."
"Bagaimana dengan Mr. Tuckerman?" kata Jupe.
"Shelby" Shelby hanya berminat mengenai hal- hal yang menyangkut dirinya
sendiri," kata Mr. Bonestell. "Ia lebih banyak bepergian ke luar kota. Kalau sedang
ada di sini ia biasanya menyendiri terus. Umumnya ia makan di luar. Kalau sedang
ada di rumah, biasanya ia mengurung diri terus dalam kamarnya. Aku tidak
bercanda. Kalau mau, bisa kutunjukkan segala kunci dan gerendel yang dipakainya
untuk mengunci kamarnya."
"Saya rasa itu tidak perlu." Jupiter bangkit dari kursinya. "Janganlah putus asa, Mr.
Bonestell. Polisi memang perlu mengulang-ulangi keterangan Anda. Mungkin
mereka belum menemukan petunjuk-petunjuk baru, jadi barangkali mereka
berharap bahwa dengan menanyai Anda terus mungkin Anda akan mengatakan
sesuatu yang selama ini terlupa oleh Anda."
Walter Bonestell tidak menjawab. Tapi wajahnya masih tetap nampak lesu. Jupiter
meninggalkannya dalam keadaan duduk sambil termenung, menatap kosong ke
depan. Ketika Jupiter tiba kembali di Pangkalan Jones, hari sudah sore. Sudah pukul
setengah lima. Ia tidak masuk lewat gerbang depan melainkan berhenti di luar
pagar papan di sudut depan pekarangan. Pagar itu dihiasi lukisan yang dibuat
sekelompok pelukis yang bermukim di Rocky Beach. Sudut tempat ia berhenti itu
menampakkan gambar sebuah kapal layar yang sudah nyaris tenggelam dilanda
ombak hijau menggunung. Seekor ikan muncul dari dalam air di latar depan,
memandang ke arah kapal itu. Jupe meletakkan tangannya pada mata ikan itu lalu
mendorong ke belakang. Seketika itu juga dua lembar papan terungkit ke atas.
Itulah jalan masuk rahasia, yang oleh Jupe dan kedua temannya diberi nama
Gerbang Hijau Satu. Jupiter mendorong sepedanya, masuk ke bengkelnya yang terletak di balik pagar.
Sepeda Pete ada di situ, disandarkan ke mesin cetak. Jupiter tersenyum, sementara
kedua lembar papan yang terangkat tadi dibiarkannya jatuh sehingga jalan masuk
rahasia tertutup kembali.
Kemudian ia mendengar suatu bunyi. Bunyi itu pelan sekali, tidak lebih dari
pakaian yang bergeser serta tarikan napas.
Jupiter menoleh ke arah bunyi itu.
Dilihatnya si pengemis buta berdiri di situ. Wajahnya yang berbekas luka di pipi
dipalingkan ke arah, Jupe, dengan kepala agak dimiringkan. Pipinya kini tidak
ditumbuhi cambang pendek, dan ia tidak memegang tongkat. Jupiter bergidik,
karena bekas luka yang memanjang di pipi menyebabkan sisi wajahnya yang itu
kelihatan seperti menyeringai.
Sekejap lamanya Jupiter tidak berkutik. Si Buta juga tidak bergerak. Ketika Jupiter
kemudian menarik napas, si Buta akhirnya bergerak lagi. Kepalanya masih
dimiringkan dengan sikap heran dan mulutnya masih menyeringai. Ia memegang
sesuatu dengan tangan tergenggam rapat. Ia berusaha melewati Jupe. Tiba-tiba
Jupe merasa harus tahu apa yang ada di tangan orang buta itu. Setelah
mencampakkan sepedanya ke samping, Jupiter menubruk orang itu, lalu
mencengkeram tangannya yang terkepal dengan kedua tangannya.
Si Buta berteriak sambil mundur dengan cepat. Tapi Jupiter terus mencengkeram.
Dicobanya membuka tangan yang terkepal sehingga terbuka sedikit. Ada sesuatu
jatuh ke tanah. Si Buta menyentakkan tangannya sehingga terlepas. Setelah itu ia balik
menyerang! Pukulannya membentur tulang pipi Jupiter, sehingga mata anak itu
berkunang-kunang. Ia langsung lemas.
Tapi dengan segera kesadarannya pulih. Sementara itu si Buta melangkahinya,
menuju ke pagar. Kedua papan yang merupakan penutup Gerbang Hijau Satu
terangkat sebentar lalu tertutup kembali dengan keras.
Jupiter tinggal seorang diri di situ.
Bab 12 ALAT PENYADAP PERCAKAPAN JUPITER duduk di tanah. Kepalanya agak pusing. Ketika penglihatannya sudah
biasa kembali, nampak olehnya benda yang terjatuh dan genggaman si Buta tadi.
Benda itu terpental ke bawah bangku kerja. Jupiter melihat sebuah kotak kecil dari
plastik, dengan lubang-lubang pada satu sisinya.
"Menarik," katanya.
Ia mengatakannya dengan lantang. Dan seperti jawaban atas ucapannya itu, terali
besi yang terdapat di samping mesin cetak tergeser ke samping. Pete menjulurkan
kepalanya dari Lorong Dua.
"Ada apa?" katanya. "kau berteriak tadi?"
"Kita kedatangan tamu," kata Jupiter. Ia berlutut merangkak ke bawah bangku
kerja untuk memungut kotak kecil yang tergeletak di situ, lalu mengamatamatinya.
"Kalau tidak salah, ini alat penyadap percakapan, katanya. Aku pernah
melihat fotonya. Pengemis buta itu tadi ada di sini, dan dari gerak-geriknya tidak
nampak bahwa ia buta. Kurasa ia hendak menyadap percakapan kita di tempat ini."
"Pengemis itu?" Pete mengambil alat berukuran kecil itu dari tangan Jupe, lalu
mengamat-amatinya. "Un"untuk apa percakapan kita hendak disadap" Dan
bagaimana ia bisa sampai kemari?" Pete menoleh ke belakang, seakan
memperkirakan bahwa orang dengan bekas luka di pipi itu tahu-tahu sudah ada di
balik punggungnya. "Ih, seram!" katanya.
Jupiter duduk di kursi dekat bangku kerja. Diambilnya alat penyadap percakapan
itu dari tangan Pete lalu dicongkelnya dengan pisau saku sehingga terbuka. "Ini
semacam alat pemancar mini," katanya sambil memperhatikan. "Suara-suara di
dekatnya disiarkan sehingga bisa ditangkap dari tempat yang tidak begitu jauh.
Begitulah, sampai seperempat mil dari sini. Biasanya alat penyadap meneruskan
percakapan untuk direkam sebuah alat perekam yang disembunyikan di dekatdekat
sumber suara. Dengan alat mi, si Buta bisa mengikuti setiap percakapan di
tempat ini." "Kau yakin alat ini sekarang tidak bekerja?" tanya Pete. "Jangan-jangan setiap
katamu diteruskan!" Jupiter menyingkirkan beberapa bagian yang kecil sekali dari alat itu dengan ujung
pisaunya. Kemudian ditutupnya lagi kotak itu.
"Beres!" katanya.
Setelah itu ia duduk sambil berpikir selama hampir satu menit. Lalu ia menoleh
pada Pete. "Kapan kau masuk ke pekarangan sini?" katanya.
"Begitulah, sekitar dua puluh menit yang lalu."
"Kau lewat Gerbang Hijau Satu."
"Betul!" Wajah Jupiter nampak geram.
"Kalau begitu, kurasa si Buta tadi membuntutimu masuk kemarL"
"Tidak mungkin!" seru Pete. "Mustahil!"
"Mungkin ia melihatmu dalam pertemuan itu lalu kau dibuntutinya sampai di
Rocky Beach," kata Jupiter menyambung, tanpa mempedulikan bantahan Pete.
"Atau ia melihat kita berdua di dermaga Denicola kemarin. Atau mungkin juga kita
bertiga di rumah Mr. Bonestell, malam sebelumnya. Pokoknya ia melihat kita pada
suatu ketika selama tiga hari belakangan ini, lalu dibuntutinya kita sampai di sini.
Aku ingin tahu, sempat tidak orang itu menaruh alat penyadap yang lain di sekitar
sini sebelum aku muncul tadi."
Sekali lagi Pete memandang berkeliling, seakan-akan si Buta ada di situ dan
mengintai di dekatnya. Setelah itu disertainya Jupiter yang sudah mulai memeriksa
di sekeliling bengkel. Tapi mereka tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan.
Tumpukan barang-barang bekas yang mengelilingi tempat itu tetap kelihatan
seperti biasanya. Dari air mukanya nampak bahwa Pete merasa sangat tidak enak.
"Aku kemari tadi langsung dari rumah," katanya. "Jika dia membuntuti aku
kemari, jangan-jangan... mungkinkah ia juga mengamat-amati rumahku, Jupe?"
"Tidak harus begitu," kata Jupe. "Bisa saja ia sudah menunggu di sini, dekat
Pangkalan." Bob datang ketika Jupe sudah mengambil paku dan palu untuk memaku papanpapan
penutup Gerbang Hijau Satu sehingga tidak bisa dibuka lagi. Setelah
pekerjaan itu selesai dengan dibantu oleh Bob, ketiga remaja itu masuk ke kantor
mereka lewat Lorong Dua. Sesampai di dalam, Jupe langsung mengambil tempat
duduknya yang biasa di belakang meja tulis, siap mendengarkan laporan Bob
tentang Grade Montoya. "Setelah beberapa waktu urusannya menjadi menarik," kata Bob di tengah-tengah
laporannya, "sebab seseorang bernama Ernie muncul. Tampangnya persis pemuda
yang kauceritakan, Jupe. Ia membunyikan bel, tapi Gracie tidak menyilakan dia
masuk. Gracie keluar dari apartemennya. Keduanya berdiri di samping kolam
renang, sambil saling berteriak dalam bahasa Spanyol."
"Ah, yang benar!" Jupiter mengatakannya dengan wajah geli.
Bob mengangguk. "Sebenarnya, Gracie yang paling banyak berteriak. Ernie
kedengarannya seperti berusaha menjelaskan sesuatu, tapi Gracie tidak mau
mendengarkan. Akhirnya Ernie marah, lalu dia berteriak-teriak pula. Seorang
wanita yang tinggal di bangunan sebelah keluar dan berdiri sambil mendengarkan
sebentar di trotoar. Setelah itu ia mengatakan akan memanggil polisi, jika mereka
masih saja berteriak-teriak.
"Kemudian Ernie pergi, dan Gracie Montoya masuk lagi ke apartemennya untuk
mengambil tas. Aku melihatnya pergi dengan mobilnya beberapa menit kemudian.
Aku masih menunggu selama kira-kira setengah jam di sana. Tapi Gracie tidak
kembali. karenanya aku lantas pergi saja"
"Hm!" kata Jupe. "Tentang apa mereka itu ribut-ribut, ya" Aku ingin tahu!
Sudahlah, kita lihat saja dulu apa yang sejauh ini sudah berhasil kita ketahui."
Jupiter mencondongkan tubuhnya ke depan. Wajahnya nampak bersungguhsungguh.
"Kita bisa memastikan bahwa si Buta itu ada di dekat tempat perampokan
berlangsung," katanya. "Dan lewat dompet, kita juga bisa menghubungkan dia
dengan Ernie serta kawan-kawannya. Gracie Montoya ada hubungannya dengan
kelompok itu, dan juga dengan Mr. Bonestell. Yang paling menarik, gadis itu
ternyata penata rias. Mungkinkah dia yang merias seseorang sehingga kelihatannya
seperti seorang teroris dari Mesa d"Oro yang sudah mati" Dan mungkinkah ia
sendiri menyamar menjadi laki-laki lalu ikut berperan dalam perampokan itu"
Tingginya cocok, kalau menurut keterangan yang diberikan Mr. Bonestell
mengenai para perampok itu. Dan tadi ia mengatakan padaku bahwa cuma
perampok yang menyamar sebagai petugas pembersih yang bernama Rolf saja
yang berbicara sejak ia disekap oleh mereka sampai saat berlangsungnya
perampokan. Yang dua lagi membisu terus."
"Jika salah seorang dari mereka memang Gracie, tentu saja ia tidak berani bicara,
karena pasti akan ketahuan,?" kata Pete.
"Jadi ada kemungkinan salah satu dari para perampok itu wanita" kata Jupe,"atau
mungkin juga yang tidak mau berbicara itu tidak bisa berbahasa Inggris, dan
mereka tidak mau kenyataan itu ketahuan."
"Bisa saja mereka itu kedua pemuda yang serumah dengan Ernie," kata Pete. "Aku
tidak tahu orang mana mereka itu, tapi bahasa Spanyol mereka sangat fasih.
Mungkin saja mereka tidak bisa berbahasa Inggris."
"Sedang Ernie, ia fasih berbahasa lnggnis dan Spanyol," kata Jupe. "Kurasa
sekarang kita perlu tahu lebih banyak tentang Ernie dan kawankawannya. Bob, kau
satu-satunya di antara kita bertiga yang belum pernah dilihat orang-orang di
dermaga Denicola. Kau bisa berkeliaran di sekitar sana dengan aman, karena
biasanya memang selalu ada saja yang menonton orang yang sedang mengutakngutik
kapal. Ernie sudah melihat aku dan Pete, jadi kami tidak bisa lagi
melakukan tugas itu."
"Oke," kata Bob.
"Aku sendiri akan ke tempat Gracie Montoya "barangkali saja ada sesuatu yang
bisa dilihat di sana kata Jupe. "Lalu kau, Pete, bagaimana jika kau tinggal saja di
sini, dalam kantor" Si Buta sudah sekali beraksi hari . Menurut firasatku kita akan
melihatnya lagi. Dan jika itu terjadi, mungkin kita perlu saling memberi tahu. kau
menjadi penghubung kita."
"Alaa, bilang saja aku menjaga telepon di sini," kata Pete. "Oke, aku sama sekali
tidak keberatan! Tapi jika si Buta muncul di dalam sini, pasti yang kutelepon
bukan kalian"tapi polisi!"
"Boleh saja!" kata Jupiter dengan gembira. "Tapi," katanya menyambung, "Kurasa
sebaiknya kita semua harus berhati-hati. Si Buta tahu di mana kita berada, dan ada
kemungkinan ia juga tahu"atau bisa menduga"apa yang kita lakukan. Tadi ia
lari, tapi itu tidak selalu harus begitu. Ia bisa merupakan bahaya"setiap saat!"
Bab 13
Trio Detektif 31 Pengemis Buta Bermuka Rusak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
PERINGATAN "Asyik juga, kelihatannya," kata Bob Andrews.
Ia berdiri di pinggir dermaga Denicola. Saat itu hari Jumat pagi. Pasang sedang
surut, sehingga letak geladak Maria III lebih rendah dari lantai dermaga tempat
Bob berdiri. Ernie ada di kapal, sedang mengecat sisi luau bulk anjungan kemudi.
Bob menunggu sesaat. Tapi Ernie tidak menanggapi komentarnya. Bahkan
menoleh pun tidak. "Rumah kami dicat, tahun lalu," kata Bob lagi. "Aku diperbolehkan para tukang
membantu mereka. Aku mengecat bingkai jendela-jendela."
Ernie berhenti bekerja. Ia menoleh ke arah Bob, lalu memandang kuas yang ada di
tangannya. Setelah itu ia melangkah mundur menjauhi dinding bilik anjungan, dan
menyodorkan kuas pada Bob.
Bob meloncat turun ke geladak. Sambil nyengir diambilnya kuas lalu mulai
mengecat dengan hati-hati dan rapi. Ernie memperhatikan sambil tersenyum.
Setelah beberapa menit bekerja tanpa bicara, akhirnya Bob membuka mulut
"Wah pasti asyik, ya"bekerja di kapal!" katanya.
Ernie hanya mendengus saja.
"Aku pernah sekali diajak paman temanku naik perahu motor," kata Bob dengan
gaya mengoceh. "Asyik rasanya"tapi kemudian kami sampai di tempat yang
bergelombang tinggi." Ia menyambung dengan kisah yang panjang dan kocak,
bagaimana ia mabuk laut. Akhirnya Ernie tertawa.
"Ya, memang begitulah, kalau orang belum biasa naik kapal," kata pemuda itu. Ia
berbicara tanpa logat asing sama sekali. "Kalau aku, aku tidak pernah mabuk laut."
Setelah didesak-desak sebentar, Ia menyambung dengan kisah tentang badai paling
gawat yang pernah dialaminya. Bob bertanya-tanya seperti anak yang terkagumkagum,
dan Ernie makin lama makin bersikap ramah padanya. Tapi sebelum Bob
berhasil mengorek keterangan yang ada gunanya, dua orang pemuda yang sebaya
dengan Ernie datang. Mereka bicara dengan Ernie dalam bahasa Spanyol. ketika
pemuda itu menjawab, Ia melirik ke arah Bob. Setelah itu ia buru-buru naik ke
dermaga, lalu diajaknya kedua pemuda yang datang itu agak menjauh dari Maria
III. Ketika sudah cukup jauh, ketiga pemuda itu lantas berdiskusi. Bob berusaha.
memperhatikan mereka tanpa menyolok. kedua pemuda yang baru datang
menggerak-gerakkan tangan ke arah pantai, dan seorang dari mereka menuding
seperti hendak menunjukkan bahwa ada sesuatu datang dari arah utara. Ernie
kelihatan mengangkat bahu, sementara salah seorang pemuda itu mengepalkan
tangan dan mengacung-acungkannya ke atas. Yang seorang lagi menunjuk arloji
tangannya sambil mengatakan sesuatu dengan bersemangat pada Ernie.
Akhirnya Ernie berpaling, sementara kedua kenalannya pergi meninggalkan
dermaga, kembali ke pondok reyot yang menghadap ke jalan raya dan
membelakangi laut. Bob menarik kesimpulan, pasti mereka itulah teman-teman
yang serumah dengan Ernie.
Ernie turun lagi ke kapal, lalu meneliti hasil kerja Bob dengan sikap senang.
"Bagus sekali," katanya dengan ramah.
"Anda fasih sekali berbahasa Spanyol tadi!" kata Bob. "Kawan-kawan Anda juga."
"Itu bahasaku yang kedua," kata Ernie dengan nada menyombongkan diri.
"Kawan-kawanku itu dari Amerika Selatan. Mereka kurang bisa berbahasa lnggris,
jadi kami berbicara dalam bahasa Spanyol."
Bob melihat Mrs. Denicola yang tua muncul dari numah yang di dekat pelatanan
parkir. Ia membawa baki dengan sesuatu yang kelihatannya seperti termos serta
beberapa mangkuk. Ketika sudah separuh jalan dari rumah tadi ke bangunan kecil
di mana Eileen Denicola berada, wanita tua itu memandang ke arah Maria III, ia
berhenti sejenak. Rupanya ia melihat Bob ada di situ bersama Ernie, sedang kuas
ada di tangan Bob. Meski jarak yang memisahkan tempat wanita itu berdiri dan
kapal paling sedikit seratus meter, tapi Bob bisa melihat bahwa sikap Mrs.
Denicola berubah menjadi tegang.
Setelah beberapa saat, wanita tua itu meneruskan langkahnya, menuju ke kantor
dan langsung masuk. Sesaat kemudian Eileen muncul dan menuju ke dermaga.
Wanita yang lebih muda itu memakai baju kerja yang terbuat dari kain kasar
berwarna biru dengan kerah terbuka. Selembar selampai berwarna putih dan biru
meliliti lehernya. Ia memakai celana jeans yang sudah pudar warnanya, sedang
kakinya terbungkus sepatu santai berwarna biru yang sudah tidak baru. Ia datang
dengan langkah-langkah tegas. kelihatannya agak marah.
"Kau yang seharusnya mengecat bilik anjungan," katanya pada Ernie. Ia
mengatakannya dengan suara biasa, tapi tetap saja terdengar galak.
"Anak ini yang ingin membantu," jawab Ernie dengan sikap tak acuh. "Ia suka
mengecat." "Itu memang betul, Ma"am," kata Bob. "Saya memang suka mengecat."
"Baiklah, tapi selebihnya harus diselesaikan sendiri oleh Ernie," kata Eileen
Denicola. "Mertuaku ingin bicara sebentar denganmu."
"Dengan saya?" kata Bob.
"Ia menunggu di sana." Eileen menuding ke arah kantor. "Aku tidak tahu untuk
urusan apa, tapi aku disuruhnya memanggilmu. Berikan kuas ini pada Ernie, dan
ikut aku." Bob menyerahkan kuas pada Ernie, lalu mengikuti Eileen ke kantor. Wanita itu
berpaling sebentar untuk mengatakan pada Ernie agar kapal sudah siap untuk
berangkat sesudah makan siang. "Jangan sampai terlambat," katanya. "Kita harus
ke Kelleher untuk membeli bahan bakar. Besok pagi pukul tujuh akan ada empat
puluh tiga orang di sini, jadi saat itu kita takkan punya waktu lagi."
"Baik, Mrs. Denicola," kata Ernie, lalu mempercepat sapuan kuasnya.
Bob tersenyum. Kelihatannya Eileen Denicola sudah biasa perintahnya dipatuhi.
Kini wanita muda itu berjalan di depannya. Rambutnya yang merah terayun-ayun
mengikuti irama langkahnya. Mrs. Denicola yang tua datang menyongsong mereka
di pintu kantor. "Kita ke rumah." kata wanita tua itu. Ia menggerakkan tangannya ke arah Bob.
"Kau, Anak muda, kau ikut denganku."
Bob mengikutinya ke rumah. Dalam hati ia bertanya-tanya, kenapa ia dipanggil.
Mrs. Denicola mengajaknya masuk ke sebuah ruang duduk. Suasana di tempat itu
kaku dan agak asing, dengan kursi-kursi besar berlengan dan bersandaran tinggi
serta sebuah sofa panjang yang jelek sekali.
"Duduklah." Mrs. Denicola menunjuk ke sebuah kursi yang letaknya membentuk
sudut siku dengan sofa. Setelah keduanya duduk, wanita tua itu melipat kedua
tangannya di pangkuannya, lalu menatap Bob dengan matanya yang begitu tajam
sehingga Bob terpaksa membuang muka.
"Aku pernah melihatmu?" kata wanita itu.
"Saya... saya rasa kita belum pernah berjumpa," kata Bob dengan kikuk.
"Kau memang tidak mungkin tahu, tapi aku pernah melihatmu," kata Mrs.
Denicola lagi. "Aku melihatmu dalam mimpi, lalu aku melihatmu di sana tadi." Ia
menggerakkan tangannya ke arah jendela. "Kurasa lebih baik jika kau tidak ada di
sini." Mrs. Denicola nampaknya menunggu jawaban. Bob membuka mulut untuk
mengatakan sesuatu. Tapi tenggorokannya seperti tersumbat, sehingga hanya bunyi
antara tersedak dan batuk yang keluar. Ia menutup mulutnya dan menarik napas
dalam-dalam, lalu mendeham-deham sebentar.
"Saya cuma... cuma membantu mengecat saja tadi," katanya. "Saya belum pernah
kemari, dan..." Ia tidak meneruskannya. Dengan tiba-tiba Ia merasa kikuk. Ia tidak ingin
menyinggung perasaan wanita tua yang duduk di dekatnya itu, tapi ia ngeri
menghadapi kekuatan yang dirasakannya ada dalam diri wanita itu. Berhadapan
dengan Mrs. Denicola, Bob lantas teringat pada wanita-wanita bijaksana dari
zaman purba yang bertapa dalam gua dan yang bisa meramal masa depan serta
memperingatkan orang-orang akan bencana yang akan datang menimpa.
Hawa dalam rumah kecil itu pengap, tapi anehnya Bob merasa kedinginan.
Mrs. Denicola mendekatkan dirinya ke Bob, dengan tangan masih terlipat di
pangkuan yang terbungkus gaun berwarna hitam. Wajahnya cekung dan penuh
kerut. kelihatannya kurus dan sangat capek.
"Kau seharusnya jangan kemari," kata wanita itu lagi. "Kau kemari ini karena ada
perlu, menurutku. Kenapa kau datang?"
"K " kenapa?" kata Bob dengan suara berbisik. Ia sendiri heran mendengar
bahwa ia berbisik, tapi ia tidak mampu berbicara dengan suara lebih keras. "Tidak
karena kenapa-kenapa. Saya cuma... cuma iseng saja."
Tapi dengan segera ia membuang muka, karena merasa yakin bahwa wanita itu
bisa membaca pikirannya, dan oleh sebab itu pasti tahu bahwa ia berbohong.
"Keselamatanmu terancam," kata wanita itu. "Kau harus lekas-lekas pergi dari sini.
Dan jangan kembali! Jika kau tetap ada di sini, nanti akan terjadi sesuatu yang
mengerikan. Dalam mimpi itu kulihat kau berada di suatu tempat yang bergetargetar.
Ada bunyi yang sangat nyaring, dan kau jatuh bersama ambruknya tempat di
mana kau sedang berada. Di sekitarmu tanah merekah."
Bob memandang wanita tua itu. Ia merasa takut sekali. Kemudian disadarinya
bahwa tangannya terkepal, lalu dipaksanya agar terbuka kembali.
Eileen Denicola sudah mengatakan pada Jupiter bahwa mertuanya kadang-kadang
memimpikan hal-hal yang sungguh-sungguh terjadi. Dan wanita tua itu
menceritakan mimpinya pada Jupiter tentang seorang tunanetra yang memungut
dompet yang tergeletak di tanah. Kini ia memimpikan tanah yang merekah, serta
Bob jatuh. Apa makna mimpi itu"
Gempa bumi! Mrs. Denicola pasti mimpi tentang gempa! Tapi apa gunanya
menceritakan hal itu pada Bob" Dengan meninggalkan dermaga itu ia takkan bisa
melarikan diri dari gempa.
Mrs. Denicola mendesah. "Kau beranggapan aku ini perempuan tua yang tidak waras pikirannya," katanya
dengan sendu. "Mungkin memang lebih baik tidak kuceritakan mimpiku itu
padamu. Kau akan pergi dan kembali dengan anak-anak lain, lalu mereka akan
tertawa-tawa dan mengatakan bahwa aku ini dukun sihir"dukun sihir Italia tua
yang sudah sinting! Tapi sungguh, aku melihatmu di tempat yang menjadi
berantakan, dan aku... aku juga ada di situ!"
Saat itu pintu depan rumah itu terbuka, menyebabkan angin segar menghembus ke
dalam. Eileen Denicola muncul di serambi depan dan menjenguk ke dalam ruang
duduk, memandang mereka. Tampangnya kelihatan geli, tapi bercampur cemas.
"Ada apa, sih?" katanya. Suaranya terdengar dipaksa bernada riang. "Mudahmudahan
saja bukan mimpi lagi."
"Kalau ya, memangnya kenapa?" kata wanita tua itu. Ia memajukan tubuhnya lalu
menyentuh lutut Bob. "Aku merasa bahwa dia ini anak baik yang biasa bekerja
keras," katanya. "Aku mengatakan padanya bahwa ia akan berhasil dan maju"
selama mau mendengarkan nasihat orang-orang yang bermaksud baik padanya."
Mrs. Denicola yang tua berdiri. "Aku harus bergegas sekarang" katanya pada
Eileen. "Tamu kita sebentar lagi datang, dan masih banyak yang harus
dipersiapkan." Setelah itu ia keluar, tanpa mengatakan apa-apa lagi pada Bob.
"Beres?" kata Eileen Denicola.
"Ya," jawab Bob dengan suara pelan. "Terima kasih."
Ia berdiri lalu bergegas keluar, melewati wanita berambut merah itu. Bob merasa
seram jika masih lama lagi di tempat itu. Ia harus cepat-cepat pergi!
Bab 14 ERNIE MENGADAKAN PERJANJIAN
KEDUA pemuda yang sekamar dengan Ernie muncul lagi di pantai. Mereka
berjalan menuju dermaga. Ernie masih terus sibuk mengecat di anjungan kapal.
Semuanya kelihatan persis seperti dua puluh menit sebelumnya. Tapi bagi Bob,
segala-galanya sudah berubah.
Mrs. Denicola yang tua berbicara tentang adanya bahaya.
Di pinggir jalan raya, beberapa ratus meter dari dermaga ada sebuah kawasan
perbelanjaan kecil-kecilan. Bob melihat bahwa di situ ada pasar swalayan kecil,
sebuah tempat cuci pakaian dengan peralatan otomatis, dan sebuah kantor realestate.
Ia juga melihat sebuah bilik telepon di depan pasar. Dengan segera ia ke
sana, lalu memutar nomor telepon kantor Trio Detektif.
Dengan segera pula Pete menjawab. Begitu mendengar suara Bob, ia langsung
bertanya, "Semuanya beres?"
"Ya, kurasa bisa dibilang begitu. Tapi wanita tua itu"Mrs. Denicola yang tua"ia
mengatakan padaku bahwa ia bermimpi tentang aku. kau ingat, menantunya
mengatakan bahwa mertuanya biasa memimpikan hal-hal yang betul-betul terjadi"
Nah, dalam mimpinya tentang aku, dilihatnya aku dalam bahaya. Aku berada di
suatu tempat di mana segala-galanya bergerak dan berjatuhan. Seperti sedang ada
gempa. Ia mengatakan, aku tidak boleh ada di sini. Menyeramkan, ya?"
Sesaat tidak terdengar jawaban. Kemudian Pete berkata, "He, Bob! Jika mimpi
wanita tua itu kemudian ternyata sungguh-sungguh terjadi, mungkin lebih baik jika
kau pergi saja dari sana. Bagaimana, aku perlu datang untuk menggantikan?"
"Itu kan cuma mimpi," kata Bob. Itu dikatakannya lebih banyak untuk
menenangkan perasaannya sendiri.
"Baiklah. Tapi hati-hati, ya!" kata Pete.
"Itu sudah pasti," kata Bob berjanji. "Aku belum ingin pergi saat ini. Kelihatannya
sebentar lagi akan ada sesuatu. Masih ingat kedua pemuda yang tinggal bersama
Ernie" Mereka mondar-mandir terus di dermaga, berbicara dengan Ernie dalam
bahasa Spanyol. Kelihatannya ada sesuatu yang membuat mereka bersikap begitu
gelisah." Sebuah mobil pick up muncul di jalan raya. Kendaraan itu berjalan larnbat-lambat,
lalu membelok masuk ke pelataran parkir perusahaan Denicola dan berhenti di situ.
Seorang laki-laki bertubuh jangkung dan langsing, dengan pakaian kerja dan kain
drill turun dan mobil itu lalu berja!an menuju dermaga.
"Jangan jauh-jauh dari telepon," kata Bob. "Nanti aku menelepon lagi."
Bob keluar lagi dari bilik telepon. Banyak mobil dan berbagai jenis diparkir
berderet-deret di pinggir jalan raya. Bob berjalan kembali ke arah dermaga dengan
berlindung di balik deretan kendaraan itu.
Sementara itu laki-laki jangkung yang baru datang tadi sudah sampai di tempat
Ernie serta kedua kawannya, di samping Maria III. Bob berhenti sebentar, untuk
memperhatikan Ernie berbicara dengan orang itu. Tampang Ernie nampak marah.
Ia berbicara sambil menggerak-gerakkan tangannya.
Bob beringsut ke sudut sebuah mobil kombi yang sedang diparkir, lalu turun ke
pasir dan langsung menuju ke bawah dermaga.
Keempat orang yang ada di samping kapal penangkap ikan tidak melihatnya.
Dengan segera Bob sudah sampai di tempat "a menaruh sepedanya tadi. Tapi ia
terus berjalan, sampai ke batas air.
Sesampai di sana ia berhenti, lalu memasang telinga. Ia bisa mendengar suara
keempat orang itu berbicara. Tapi tempat mereka berada masih terlalu jauh. Lagi
pula bunyi ombak memecah terlalu dekat. Jadi Bob tidak sampai bisa menangkap
kata-kata yang diucapkan keempat orang itu.
Kening Bob berkerut. Andaikan Ia bisa menangkap kata-kata yang diucapkan,
kemungkinannya ia tetap takkan mengerti, karena barangkali mereka berbicara
dalam bahasa Spanyol. Tapi kemudian didengarnya langkah orang di atas kepalanya. Orang-orang itu
berjalan mendekat.. Mereka berhenti sebentar untuk berbicara. Kedengarannya
seperti sedang bertengkar. Lalu berjalan lagi, makin lama makin dekat. Akhirnya
mereka sampai tepat di atas kepala Bob. Setelah itu ia pun ikut berjalan di bawah
lantai, sambil mendongak dan mendengarkan. Langkahnya tidak kedengaran,
karena ia berjalan di pasir.
"Oke, Strauss." itu suara Ernie. Ia berhenti melangkah, begitu pula yang lainlainnya.
"Aku bisa mengerti bahwa kau belum mau, sampai sudah melihat
sebagian dari uangnya. Tapi kami pun perlu melihat barang itu dulu. Awas kalau
tidak bagus!" "Kujamin, sudah pasti bermutu," kata seseorang. Mestinya dia itu yang bernama
Strauss, karena ia berbicara tanpa logat asing. Nadanya tegas. "Tapi kalian
kelihatannya tidak begitu bisa diandalkan. Untuk apa sebenarnya aku bicara
dengan kalian" Aku ingin ketemu Alejandro sendiri. Dialah yang mengadakan
bisnis ini." "Aku mewakili Alejandro," kata Ernie. "Jika kau memaksa, bisa saja kami
mengatur pembayaran uang muka.
"Ya, itu harus!" kata Strauss.
"Seperempat dari keseluruhannya," kata Ernie. "Sisanya kami tahan, dan baru akan
karni serahkan jika barangnya sudah kami terima"dan kondisinya seperti yang
dijanjikan." "Separuh sebagai uang muka." kata Strauss.
Kini suaranya terdengar bernada datar, nyaris bersikap masa bodoh. "Separuh
sisanya apabila barang sudah diserahkan. Tanpa uang muka, takkan terjadi apaapa.
Kalian harus tahu, aku sama sekali tidak perlu kalian. Barang itu bisa kujual
pada siapa saja." Selama beberapa saat tidak terdengar apa-apa di atas. Kemudian Ernie berbicara
lagi. "Baiklah, separuh sebagai uang muka. Tapi sebelum separuhnya lagi diserahkan,
kami harus menerima barangnya dulu. Kau kembali saja ke Pacific States dan
menunggu di sana. Nanti kutelepon jika uangnya sudah ada padaku."
"Kenapa tidak di sini saja aku menunggunya?" kata Strauss. "Kenapa harus
mondar-mandir segala!"
Trio Detektif 31 Pengemis Buta Bermuka Rusak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Karena itu memerlukan waktu, dan majikanku saat ini sudah jengkel saja di
kantornya karena beranggapan bahwa aku ini sedang bermalas-malasan. Jadi kau
kembali saja dulu dan menunggu teleponku di sana."
Sesudah itu tidak terdengar apa-apa selama beberapa saat. Menurut dugaan Bob,
orang yang bernama Strauss itu pasti sedang menoleh, memandang ke arah kantor
dengan jendela-jendelanya yang menghadap ke dermaga. Dan pasti Eileen
Denicola ada di dalamnya, memandang ke arah keempat orang itu.
"Ya, baiklah," kata Strauss kemudian. "Mungkin memang lebih baik jika aku tidak
kemari tadi. Oke. Akan kutunggu kau menelepon di Pacific States. Tapi jangan
coba-coba mengulur-ulur waktu. Ingat kalian lebih perlu aku, daripada aku perlu
kalian." Setelah itu terderigar langkah orang pergi ke arah darat. Pasti itu Strauss, kata Bob
dalam hati. kemudian terdengar suara Ernie lagi. Ia mengatakan sesuatu dalam
bahasa Spanyol. Nadanya seperti mengumpat. Lalu terdengar suara kedua pemuda
yang lain, menggumam dengan nada marah.
Setelah itu terdengar langkah-langkah ringan berjalan di atas dermaga Bob
mendengar suara seorang wanita, bernada jengkel.
"Siapa itu tadi?" tanya Eileen Denicola.
"Dia anggota salah satu perkumpulan," kata Ernie. "Katanya, Ia melihat Maria III
dari jalan, lalu kemari untuk menanyakan apakah bisa disewa."
"Lain kali kalau ada orang menanyakan begitu, suruh dia datang ke kantor," kata
Eileen. "Baik Mrs. Denicola." kata Ernie.
"Sekarang pergilah makan dulu," kata Eileen lagi. "Pukul satu tepat kau harus
sudah ada di sini lagi, supaya kita bisa langsung berangkat untuk mengisi bahan
bakar. Dan jangan kauajak kawan-kawanmu itu. Mengerti?"
"Baik Mrs. Denicola," kata Ernie dengan nada patuh.
Setelah itu diajaknya kedua temannya menyingkir, dan Eileen pun pergi
meninggalkan tempat itu. Bob menunggu di bawah lantai dermaga yang gelap.
Ketika ia sudah melihat Ernie dan kedua kawannya berjalan melintasi pasir pantai
menuju pondok mereka yang reyot, barulah Bob beranjak dan pergi ke arah yang
berlawanan. Ia ingin tahu di mana letak tempat yang bernama Pacific States.
Kedengarannya seperti nama kota. Tapi Bob belum pernah mendengar ada kota
yang namanya begitu. Ia berlari-lari kecil. kembali menuju bilik telepon di depan
pasar. Dalam buku telepon yang ada di situ tidak ditemukannya kota yang bernama
Pacific States. Tapi dalam kelompok dengan huruf awal P ditemukannya sebuah
perusahaan ekspedisi dan pergudangan yang namanya Pacific States. Kantornya di
kota Oxnard, di jalan yang bernama West Albert Road. Ia memutar nomor telepon
yang tertera di situ, lalu menanyakan apakah bisa bicara dengan Mr. Strauss.
"Ia sedang tidak ada," kata orang yang menerima. "Bisakah saya mengetahui
nomor telepon Anda, supaya ia menelepon ke sana jika sudah kembali nanti?"
"Itu tidak perlu," kata Bob. "Saya akan menelepon lagi."
Setelah itu Bob hendak menelepon Pete di kantor Trio Detektif. Tapi saat itu
dilihatnya seorang laki-laki keluar dari pasar. Rasanya ia mengenalnya. Ketika
orang itu menuju ke tempat mobilnya diparkir, Bob melangkah keluar dari bilik
telepon dan dengan langkah santai menghampirinya.
"He, Bob!" sapa orang itu. "Apa yang kaulakukan di sini?"
"Halo, Mr. Soames!" Orang itu tetangga Bob. Tinggalnya di seberang jalan,
berhadap-hadapan dengan rumah keluarga Andrews.
"Saya sedang... sedang melihat-lihat keadaan di sini," kata Bob. "Akhir pekan ini
saya mungkin akan memancing kemari, bersama Ayah."
Mr Soames memandang berkeliling. "Kau kemari dengan sepeda?"
Bob menggeleng. "Saya tadi membonceng mobil kenalan," katanya berbohong. Ia hampir semahir
Jupiter berbohong, kalau keadaan benar-benar memerlukan, "Anda kebetulan
hendak ke utara, barangkali?"
"Ya, memang," kata Mr. Soames. "Aku hendak menjenguk saudaraku di
Carpinteria." "Sudah saya sangka Anda akan ke sana. Bolehkah saya ikut sampai Oxnard?"
"Boleh saja... tapi aku belum akan kembali hari ini. Bagaimana kau pulang nanti?"
"ltu gampang, kan bisa naik bis antarkota," kata Bob. "Wah, terima kasih, Mr.
Soames!" Ia buru-buru masuk ke dalam mobil kecil itu dan duduk di samping Mr. Soames.
Dalam hati Ia tersenyum bangga, karena Jupe sendiri belum tentu akan bisa
berbuat begitu. Sekarang ia tidak perlu membuang tenaga, bersepeda ke kota yang lumayan
jauhnya itu! Dan barangali nanti ia akan bisa mengetahui barang apa yang hendak
dibeli Ernie serta kedua kawannya"dan berapa mereka berniat membayarnya!
Bab 15 BOB DALAM KESULITAN JUPITER duduk di pinggir jalan, di seberang gedung apartemen tempat tinggal
Gracie Montoya. Ia merasa jengkel, dan juga bosan. Pukul sembilan pagi tadi "a
membunyikan bel apartemen gadis itu, dan sekali lagi berusaha membujuknya agar
mau berlangganan Santa Monica Evening Outlook. Tapi gadis itu kembali
menolak, dan sekali ini kelihatannya sedang tidak ingin diajak mengobrol.
Setelah itu Jupe pergi ke seberang jalan. Dari situ diamat-amatinya apartemen
Gracie, sepanjang pagi. Ia melihat gadis itu membawa cuciannya ke sebuah
ruangan yang terletak di bagian belakang bangunan tempat tinggalnya, dan
kemudian kembali dengan setumpuk pakaian yang sudah dilipat rapi. Kini Gracie
Montoya duduk-duduk di samping kolam, sambil mengecat kukunya. Jupiter ingin
sekali bercakap-cakap lagi dengan dia. Akhirnya diputuskannya untuk pura-pura
kehilangan buku pesanan. Jupiter berdiri, lalu menyeberang. Tapi ketika sampal di pintu gerbang gedung
tempat tinggai Gracie, "a tertegun. Dilihatnya gadis itu sekarang memegang
pesawat telepon yang disambungkan dengan kabel yang sangat panjang. Terdengar
suaranya berbicara dengan seseorang yang hernama Marilyn.
"Aktingnya payah," kata Gracie, "tapi menurut yang kudengar, teknik efeknya
hebat. Sewaktu pesawat ruang angkasa meledak, tempat duduk penonton sampai
terasa bergetar. Aku tadi sudah menelepon, katanya pertunjukan pertama dimulai
pukul dua. Bagaimana" Kita makan roti dulu sebelum nonton?"
Jupe berpaling. Rupanya Gracie Montoya hendak pergi nonton film. Katakanlah ia
bisa membuntutinya, takkan banyak yang akan bisa diketahuinya dan duduk terus
sampai sore dalam bioskop.
Jupe bertanya-tanya dalam hati, apakah Bob lebih berhasil dengan tugasnya di
Dermaga Denicola. Ia juga bertanya-tanya, apakah ada yang berhasil dicapai
selama ini oleh Trio Detektif, untuk menolong Mr. Bonestell. Mungkinkah Ernie
beserta kawan-kawannya perampok bank itu"
Dan jika benar, bagaimana Trio Detektif bisa membuktikannya"
Tiba-tiba Jupe teringat pada sesuatu yang
pernah beberapa kali dilihatnya dalam film dari acara-acara televisi. Dngan segera
"a mengambil sepedanya, lalu cepat-cepat kembali ke Pangkalan Jones.
Pete ada dalam kantor mereka, sedang membalik-balik halaman sebuah majalah
olahraga. Kelihatannya ia bosan.
"Untung kau datang," katanya begitu Jupe masuk. "Membosankan rasanya, duduk
terus seorang diri di sini. Tapi Bob tadi menelepon."
"Lalu, apa katanya?" kata Jupe.
"Ia merasa akan terjadi sesuatu di Dermaga Denicola. Kedua teman Ernie ada di
sana, bercakap-cakap dengan Ernie. kata Bob, mereka kelihatannya gelisah tentang
sesuatu. Dan Mrs. Denicola, yang tua maksudku, Ia mimpi tentang Bob. Katanya
Bob dalam bahaya, dan mengatakan bahwa Bob jangan berada di dermaga itu!"
Jupiter merasa dirinya menjadi agak tegang. Ia tidak tahu apakah harus percaya
atau tidak pada kebenaran mimpi Mrs. Denicola. Tapi Ernie" Itu soal lain.
"Kapan Bob menelepon tadi?" tanyanya.
"Begitulah, setengah jam yang lalu. Atau mungkin juga lebih. Kukatakan padanya
bahwa aku akan ke sana untuk menggantikannya, tapi ia ingin tetap di situ."
"Oke." Jupe mengangguk. "Sekarang begini. Aku akan ke sana. Akan kucoba
memotret ketiga orang itu. Nanti foto mereka akan kuretusir"kuberi kumis dan
rambut palsu"lalu kutunjukkan pada Mr. Bonestell. Siapa tahu, barangkali ia
mengenali mereka kembali."
Ia bergegas masuk ke kamar gelap, mengambil kamera yang diperlengkapi dengan
lensa tele. "Kau menjaga terus di sini," katanya pada Pete. "Nanti kutelepon kemari, kalau
sudah berjumpa dengan Bob."
Setengah jam kemudian Jupe sudah berada di pinggir jalan, di seberang Dermaga
Denicola. Kapal Maria III tidak kelihatan, dan juga tidak ada siapa-siapa dalam
kantor kecil yang di dekat dermaga. Jupiter tidak melihat Ernie dan Eileen di
sekitar situ. Ia mengangkat bahu, lalu mendorong sepedanya ke seberang jalan dan langsung
menuju ke bawah dermaga. Ditemukannya sepeda Bob di sana. Terikat dengan
rantai yang digembok ke salah satu tiang penyangga. Jupe mengunci sepedanya di
samping sepeda itu, lalu memandang ke kanan dan ke kiri. Tapi ia tidak melihat
Bob. Hanya orang-orang yang sedang memancing di pantai saja yang nampak,
serta anak-anak yang sedang bermain-main dengan seekor anjing. Sambil
menenteng kamera, ia menuju pelataran parkir Denicola. Tidak ada siapa-siapa di
situ. Kemudian dilihatnya mobil station wagon di dalam garasi terbuka di sebelah
rumah beratap genting batu kelabu yang tenletak dekat dermaga. Rupanya ada
orang di rumah keluarga Denicola.
Jupiter pergi ke sana. Ia tidak perlu membunyikan bel lagi, karena pintu depan
langsung terbuka. Mrs. Denicola yang tua muncul di ambangnya. Ia menatap
Jupiter dengan tajam. "Anda melihat teman saya di sini tadi, Mrs. Denicola?" kata Jupiter.
"Temanmu?" "Ya, ia kemari tadi pagi dan Anda berbicara dengan dia," kata Jupiter. "Anda
bermimpi tentang dia."
"Ah!" kata Mrs. Denicola. "Jadi anak itu"bertubuh kecil dan berkaca mata"dia
itu temanmu. Kurasa ini sebelumnya sudah kuketahui."
Ia menatap Jupiter sambil mengerutkan kening. Tapi Jupe merasa bahwa wanita
tua itu tidak benar-benar marah.
Telur Mata Setan 1 Dewa Arak 20 Pelarian Istana Hantu Rahasia Pesan Serigala 2
remaja. Pete langsung menyusul, beberapa langkah di belakang mereka.
Diikutinya keempat orang yang kelihatannya suami-istri beserta kedua anak
mereka itu sanpai ke puncak bukit. Dari sana mereka terus ke tempat parkir dan
kolam renang yang terletak di belakang motel. Kamar-kamar motel itu semuanya
menghadap ke belakang. Di atas kepala, lampu-lampu yang terpasang di pinggiran
atap sudah dinyalakan. Kursi lipat sudah diatur berjejer-jejer di sekeliling kolam
renang serta di sebagian pelataran parkir yang beralaskan aspal. Di belakang kolam
renang ada tempat terbuka di mana Ernie dan kedua temannya menaruh beberapa
buah kuda-kuda yang besar, lalu memasang foto-foto yang dibesarkan sampai
beberapa kali lipat di situ. Salah satu foto itu, yang hanya hitam-putih warnanya,
menampakkan seorang pria berambut putih dengan pakaian seragam meriah. Lalu
ada pula foto berwarna dari sebuah kota yang nampak kemilau diterangi sinar
matahari. Foto yang berikut menyebabkan napas Pete tensentak ketika melihatnya,
karena yang nampak adalah wajah seseorang berambut gondrong, dengan bekas
luka memanjang dan tulang pipi sampai dagu, serta kaca mata hitam yang
menutupi mata. Tampangnya persis pengemis buta yang diceritakan oleh Bob.
Pete mulai gelisah, karena merasa bahwa Ia sebenarnya tidak boleh ada di situ.
Hati kecilnya sudah menyuruhnya cepat-cepat meninggalkan tempat itu. Tapi ia
tahu, bahwa jika rangsangan itu dituruti, Jupe pasti marah-marah nanti.
Nampaknya di situ akan diadakan semacam rapat, dan mungkin nanti akan bisa
diketahuinya siapa laki-laki bermuka rusak itu sebenarnya. Pertemuan itu
kelihatannya tidak memungut bayaran, karena tidak ada orang yang
mengumpulkan karcis. Dan tidak ada yang memperhatikan Pete. karenanya ia
merasa bahwa takkan apa-apa jika ia tetap di situ, asal duduk dengan diam-diam
sambil berlagak seolah-olah memang termasuk kelompok yang mengadakan
pertemuan itu. Sementara itu orang berdatangan terus. Ketika semua kursi sudah terisi, mereka
yang datang belakangan mengambil tempat duduk di jenjang di luar ruang kantor
motel dan di atas tembok rendah yang terdapat pada satu sisi daerah tempat kolam
renang. Tidak ada lampu yang menyala di dalam motel. Mungkin tempat
penginapan itu hanya buka pada musim panas saja, kata Pete dalam hati.
Hari sudah hampir gelap ketika akhirnya Ernie mengambil tempat di belakang
sebuah mimbar kecil yang diletakkan di depan jejeran foto-foto. Salah seorang
temannya muncul dari sebelah belakang kantor, membawa bendera yang terbuat
dari kain satin biru yang pinggirannya dihias dengan hiasan warna emas. Di
tengah-tengah bendera nampak gambar seberkas daun ek yang berwarna
keemasan. Seorang wanita mulai menyanyi, diikuti oleh seorang wanita lain, lalu oleh seorang
pria. Dengan segera segenap hadirin sudah menyanyi sambil berdiri. Suara mereka
bertambah lantang, terdengar megah. Pete berdiri sambil pura-pura ikut menyanyi.
Lagu yang dinyanyikan belum pernah didengarnya, tapi rasa-rasanya seperti lagu
perjuangan. Atau mungkin juga lagu kebangsaan. Ketika lagu sudah selesai,
semuanya duduk lagi. Terdengar suara terbatuk-batuk dan bunyi kursi digeser.
Ernie meninggalkan, mimbar.
Kini tampil seseorang yang sudah agak tua. Ia mulai berbicara"dalam bahasa
Spanyol! Pete mengeluh dalam hati. Ia sama sekali tidak bisa berbahasa Spanyol.
Coba Jupe juga ada di situ.
Mula-mula orang itu berbicara dengan suara lembut. Tapi dengan segera nadanya
bertambah keras. Ia mengacung-acungkan tangannya yang terkepal seperti sedang
marah pada hadirin, atau pada seseorang yang ada sedikit di luar batas sinar lampulampu
yang menyala di puncak bukit itu.
Hadirin bersorak ketika orang itu selesai berbicara dan meninggalkan mimbar.
Setelah itu seorang wanita muda berambut pirang dan panjang yang dibiarkan
tergerai lurus ke bawah tampil dan tengah-tengah hadirin. Ia berdiri menghadapi
mereka, lalu menyerukan s"suatu yang kedengarannya seperti semboyan. Orangorang
bertepuk dan bersuit-suit. Bahkan ada yang begitu bersemangat, sampai
mengentak-entakkan kaki ke lantai.
Hadirin diam kembali, begitu wanita itu mengangkat tangannya. kemudian ia
berpidato. Gayanya berapi-api. Gerak-geriknya seperti menari-nari di tengah
sorotan lampu-lampu yang terang. Ia menunjuk-nunjuk jejeran foto yang ada di
belakangnya. Hadirin bersorak, setiap kali wanita itu menunjuk foto laki-laki yang
ada bekas luka di pipinya.
Akhirnya wanita itu mengakhiri pidatonya, diiringi sorak-sorai dan suitan-suitan
ramai. Lalu Ernie tampil lagi di belakang mimbar. Hadirin yang masih
bersemangat, pelan-pelan menjadi tenang kembali. Pete kaget setengah mati,
karena tahu-tahu Ernie mulai menuding hadirin, menunjuk seseorang dan
memintanya agar berdiri dan mengatakan sesuatu, lalu menunjuk orang lain lalu
memintanya berbicara pula. Satu demi satu yang ditunjuk olehnya berbicara
sebentar, dan selalu dalam bahasa Spanyol. Mula-mula seorang laki-laki yang
duduk di deretan pertama, lalu seorang wanita yang berada di tengah-tengah
hadirin, dan setelah itu seorang remaja yang duduk di jenjang di luar kantor motel.
Setiap kali orang yang ditunjuknya sudah berdiri, sambil bertepuk tangan dan
tertawa Ernie menyerukan kata-kata pemberi semangat.
kemudian Ernie menuding Pete! Orang-orang yang ada di sekeliling penyelidik
remaja itu menoleh padanya.
Pete menggeleng. Tapi pria yang duduk di sebelah kanannya mendorong-dorong
lengannya sambil memberi isyarat agar berdiri.
Dengan gerakan lambat seperti sedang bermimpi"tapi mimpi buruk! "Pete
berdiri. Ia sadar bahwa ia harus cepat-cepat mencari akal untuk menyelamatkan
diri dari keadaan gawat itu. Tapi otaknya serasa beku.
Ernie mengatakan sesuatu, dan hadirin tertawa. Setelah itu semuanya diam. Pete
melihat wajah-wajah berpaling ke arahnya, memandangnya dengan sikap
menunggu. Pete sudah ingin lari saja, ingin buru-buru pergi dari situ, sebelum orang-orang
yang sedang menunggu itu sadar bahwa ia bukan salah seorang dari mereka.
Pria yang duduk di sebelahnya mengatakan sesuatu dengan suara lirih.
Bertanyakah dia" Atau mengancam"
Tiba-tiba Pete memegang kerongkongannya sambil membuka mulut dan
menuding-nuding. Ia mengeluarkan suara yang kedengarannya seperti orang
tercekik. Kemudian Ia menggeleng-geleng.
"Ah, laringitis!" kata pria yang duduk di sebelahnya.
Pete mengangguk sambil memaksa diri tersenyum. Terdengar suara orang-orang
tertawa. Pete duduk kembali dengan perasaan lega. Pria yang di sebelahnya
tersenyum ramah padanya. Untung saja dia langsung mengira bahwa aku terserang
radang tenggorokan, kata Pete dalam hati. Para hadirin mengalihkan perhatian
kembali ke mimbar, di mana Ernie mengatakan sesuatu lalu menunjuk seseorang
lagi di antara hadirin. Orang itu berdiri, dan berbicara sebentar. Akhirnya Ernie dan
salah seorang temannya mulai berkeliling menyusuri deretan kursi-kursi sambil
menyodorkan sebuah keranjang. Wanita muda berambut panjang berwarna pirang
tadi berbicara lagi. Rupanya ia mendesak hadirin agar bermurah hati.
Keranjang itu sudah lumayan penuh berisi uang kertas ketika sampai di tempat
Pete duduk. Pete menaruh selembar uang satu dolar ke dalam keranjang itu, lalu
menyodorkannya pada orang yang duduk di sebelahnya. Tiba-tiba terdengar suara
seseorang berseru dari ujung atas jalan sempit. Seketika itu juga keranjang tadi
disingkirkan. Orang-orang nampak ribut sebentar. Tahu-tahu Ernie dan kedua temannya sudah
duduk di hadapan hadirin, memegang gitar dan akordeon. Ernie mulai memetik
gitar sebagai pembuka, disusul oleh temannya yang memegang akordeon, lalu
wanita muda berambut pirang tadi menyanyi dengan suara lembut.
Para hadirin ikut menyanyikan sebuah lagu yang sederhana dan enak didengar.
Seperti lagu rakyat yang dinyanyikan anak-anak.
Pete mendengar bunyi sepeda motor menderu-deru. Ia berpaling ke arah bunyi itu.
Dilihatnya seorang polisi patroli jalan raya mendaki tebing dengan sepeda
motornya. Satu demi satu hadirin berhenti menyanyi. dan akhimya semua diam.
Polisi itu turun dan sepeda motornya, lalu berjalan ke tempat yang terbuka dekat
mimbar. "Maaf, mengganggu sebentar," katanya. "Siapa yang bertanggung jawab di sini?"
"Saya," kata Ernie sambil bangkit. "Ada apa" Kami sudah diizinkan Mr.
Sanderson untuk berlatih di sini"
"Sanderson?" Polisi itu memandang ke arah kantor motel. "Dia pemilik tempat
ini?" "Betul. Kami menyewa ruang rekreasi dari dia. Mau lihat tanda pembayarannya?"
"Tidak perlu. Saya percaya. Tapi ini bukan ruang rekreasi. Dan tidakkah
Sanderson "atau orang lain"mengatakan bahwa tempat ini tidak aman" Kalau
tidak begitu, untuk apa tempat ini ditutup" Sesudah begitu banyak hujan yang
turun, tanah di sini tidak stabil. Tanah bukit ini setiap waktu bisa longsor. Lagi
pula, apa sebetulnya yang kalian lakukan di sini" Siapa orang-orang ini?"
Ernie tersenyum polos. "Kami ini anggota-anggota Federasi Musik Sunset Hills," katanya. "Kami sedang
berlatih untuk Jambore Musik Rakyat yang akan diadakan tanggal dua puluh tujuh
nanti, di Coliseum."
Polisi itu memandang hadirin yang begitu banyak.
"Kalian semua?" katanya. "Semuanya berlatih untuk... untuk jambore itu ?"
"Jambore Musik Rakyat itu diadakan untuk grup-grup amatir yang beranggota
banyak," kata Ernie menjelaskan dengan nada sabar. "Dan memang, M. Sanderson
memang mengatakan bahwa tanah di bukit ini tidak stabil. Tapi saat itu kami sudah
tidak bisa lagi membatalkan jadwal latihan! Padahal orang-orang ini ada yang
datang dari jauh, dari Laguna misalnya. Karenanya kami lantas memutuskan untuk
berlatih di luar. Di sini lebih aman. Jika bangunan motel roboh, takkan ada yang
cedera. Ya, kan?" "Belum tentu," kata polisi itu. Lalu menyambung dengan suara dilantangkan,
"Maaf, tapi saya terpaksa meminta Anda semua agar secepat mungkin
meninggalkan tempat. Tidak perlu panik, tapi harap pergi selekas rnungkin, karena
berbahaya jika Anda masih lebih lama lagi berada di tempat ini. Biarkan saja kursikursi
itu. Tidak perlu dibereskan. Cepat tinggalkan tempat ini."
Hadirin mulai meninggalkan pelataran, dengan tenang dan tertib. Pete ikut pergi.
Sewaktu menuruni bukit, Ia masih sempat mendengar Ernie berkata pada polisi itu,
"Ya, baiklah, tapi beri saya waktu untuk mengemasi gitar saya, ya?"
Pete menggeleng-geleng dengan heran. Aku ingin tahu bagaimana komentar Jupe
nanti jika ini kuceritakan padanya, katanya dalam hati.
Bab 8 BEBERAPA PETUNJUK BARU "AKU tidak tahu apa sebetulnya yang sedang mereka rencanakan," kata Pete, "tapi
aku berani taruhan seluruh uang sakuku untuk bulan April, urusannya pasti tidak
ada sangkut-pautnya dengan kontes lagu-lagu rakyat."
Saat itu sudah keesokan paginya. Pete duduk di lantai ruang kantor Trio Detektif.
Ia berbicara dengan kening berkerut.
"Kau tidak perlu bertaruh," kata Jupe. Harian Los Angeles Times terbentang di atas
meja di depannya, terbuka pada halaman yang memuat jadwal acara pertunjukan
dan pameran. "Pada tanggal dua puluh tujuh, di Coliseum dilangsungkan pameran
ternak." Bob duduk di bangku tinggi dekat tirai yang memisahkan ruang kantor dan
laboratorium kecil yang juga ada dalam karavan bekas itu. kemarinnya, ketika
kembali dari Santa Monica, ia merasa kecewa karena tidak berhasil mengumpulkan
informasi lebih banyak tentang si pengemis buta. Dan kini ia membalik-balik
halaman sebuah atlas dunia yang diletakkannya di atas pangkuan.
"Bendera yang mereka pergunakan dalam latihan, atau rapat, atau entah apa yang
mereka lakukan kemarin " yang jelas itu bukan bendera Meksiko," katanya
memberi tahu. "Bendera Meksiko, merah, putih, dan hijau. Bendera Spanyol juga
bukan. Tidak satu negara pun di Amerika Tengah yang benderanya seperti yang
kaukatakan, Pete." "Mungkin sama sekali bukan bendera negara," kata Jupe. "Bisa jadi itu bendera
suatu organisasi." Tapi kemudian terdengar Bob berseru, seakan baru saja menemukan sesuatu. Jupe
langsung menoleh dengan penuh minat ke arahnya.
Bob masih memandang halaman atlas yang terbuka di atas pangkuannya, sesaat
lagi. Lalu ia memandang kedua temannya.
"Mesa d"Oro," katanya. "Negara kecil di Amerika Selatan. Di samping peta
wilayahnya, ada dua bendera. Yang satu hijau dengan lambang negara di tengahtengah,
sedang yang satu lagi biru dengan seberkas daun ek berwarna keemasan.
Yang hijau itu bendera resmi negara, sedang yang biru bendera dan apa yang pada
atlas ini disebut Republik Lama. Ada catatan di sini yang mengatakan, bendera
yang biru masih dikibarkan pada hari-hari raya tertentu oleh beberapa kelompok
konservatif dan di beberapa propinsi yang jauh letaknya dari pusat pemerintahan."
Bob memandang ke atlas lagi.
"Mesa d"Oro memiliki sejumlah pelabuhan samudra di Pasifik," katanya sambil
meneliti peta. "Ekspornya kopi dan wol. Usaha pertaniannya jelai yang ditanam di
dataran tinggi sebelah selatan ibu kota, Cabo de Razon, yang juga merupakan kota
pelabuhan. Penduduknya tiga setengah juta jiwa."
"Cuma itu saja?" kata Pete.
"Dalam atlas memang tidak banyak dimuat keterangan selain gambar-gambar peta,
jumlah penduduk, serta hal-hal seperti itu," kata Bob menjelaskan.
"Aneh!" kata Jupiter. "Ada rapat dengan acara pengumpulan dana"mungkin
untuk semua negara kecil di Amerika Selatan. Orang-orang yang memimpinnya
bersikap sembunyi-sembunyi " buktinya mereka berbohong pada poilsi itu.
Dalam rapat dipajang foto si Buta, dan orang yang memimpin pertemuan adalah
yang kelihatan kaget ketika Mrs. Denicola bercerita tentang mimpinya, dalam
mana muncul seorang buta yang memungut dompet yang tergeletak di jalan.
Apakah sebetulnya yang dilakukan orang-orang yang berkumpul kemarin malam
itu" Adakah pertalian antara mereka dengan peristiwa perampokan, atau kedua hal
itu merupakan kejadian yang tidak ada hubungannya satu dengan yang lain" Yang
jelas, mereka tidak ingin polisi sampai tahu apa sebetulnya tujuan mereka
berkumpul." "Tidak mungkin mereka ke sana untuk merencanakan tindak kejahatan," kata Bob.
"Itu tidak masuk akal, karena begitu banyak yang hadir di situ. Apalagi mereka
sama sekali tanpa pengamanan. Buktinya, Pete bisa dengan seenaknya ikut masuk
dan duduk bersama mereka, tanpa ada yang curiga."
Jupe menarik-narik bibir bawahnya sambil mengerutkan kening. Itu tanda yang
pasti bahwa ia sedang memikirkan jawaban atas teka-teki yang sedang dihadapi.
"Mungkin orang yang fotonya kulihat kemarin malam itu bukan orang yang dilihat
Bob di luar bank," kata Pete. "Mungkin persamaan antara mereka berdua cuma
bahwa keduanya sama-sama tunanetra."
"Itu merupakan kebetulan yang terlalu kebetulan," kata Jupe dengan cepat. "Kan
orang di foto itu juga ada bekas luka di pipi" Selain itu ada pula fakta bahwa
dompet Mr. Sebastian mestinya terjatuh dekat dermaga Denicola, ditambah fakta
bahwa Ernie mengenali si Buta dari penggambaran yang dikatakan oleh Mrs.
Denicola ketika ia menceritakan mimpinya. Jadi orang yang ada di foto itu pasti si
Buta. Tapi apa hubungan antara dia dan suatu negara bernama Mesa d"Oro" Dan
adakah hubungan antara dirinya dengan peristiwa perampokan bank di Santa
Monica?" "Jangan-jangan Ernie adalah mata-mata salah satu negara asing dan orang yang
buta itu kaki tangannya," kata Pete menduga. "Jika Ernie ternyata memang matamata,
maka tidak aneh jika ia tidak mau kenyataan itu diketahui polisi yang tibatiba
muncul karena itu "a lantas berlagak menjadi pemimpin grup paduan suara
lagu-lagu rakyat." "Kau ini rupanya terlalu banyak nonton serial TV," kata Bob. "Mana ada orang
berbuat begitu dalam kehidupan nyata!"
"Menurutku, dalam kehidupan nyata orang bahkan mungkin bertingkah laku lebih
aneh lagi," kata Jupe. "Tapi saat ini belum cukup banyak yang kita ketahui tentang
diri Ernie "atau tentang siapa pun juga yang kita jumpai dalam kasus ini. Jadi kita
belum bisa mendapat gambaran tentang apa sebetulnya yang sedang terjadi.
Untungnya, pengalaman Pete kemarin malam menghasilkan beberapa petunjuk
yang perlu kita telusuri lebih lanjut. Misalnya saja, Mesa d"Oro. kita perlu terus
menggali sampai menemukan sesuatu yang bisa membebaskan Mr. Bonestell dari
kecurigaan bahwa ia terlibat dalam kasus perampokan itu."
"Jupiter!" Itu suara Bibi Mathilda, yang memanggil dari pekarangan. "Jupiter Jones! Di mana
kau?" "Kedengarannya kau diperlukan Bibi Mathilda, Jupe," kata Pete sambil nyengir,
"dan dengan segera!"
Bob membuka pintu tingkap yang ada di lantai karavan, dan dengan segera ketiga
remaja itu keluar lewat lubang itu. Di bawah rumah beroda yang sudah tidak bisa
berjalan lagi itu terdapat ujung sebuah pipa besar dari besi seng bergelombang
yang sebelah dalamnya dilapisi potongan-potongan karpet bekas. itu lorong rahasia
yang disebut Lorong Dua. Lorong itu menjulur di bawah tumpukan kayu bekas dan
barang-barang rombengan lain menuju bengkel Jupiter yang terdapat di salah satu
sudut Pangkalan Jones. Lorong Dua merupakan satu dan beberapa lorong
tersembunyi yang dibuat oleh Jupe beserta kedua temannya agar bisa keluar masuk
Trio Detektif 31 Pengemis Buta Bermuka Rusak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kantor mereka dengan leluasa, tanpa terlihat oleh Bibi Mathilda atau Paman Titus.
Dengan cepat ketiga remaja itu sudah muncul di pekarangan. Sesudah menggeser
terali besi yang menutupi ujung pipa yang terdapat di sisi bengkel mereka.
"Jupiter Jones!" Kini suara Bibi Mathilda terdengar dekat sekali.
Jupiter buru-buru menaruh terali sehingga kembali menutupi ujung pipa.
"Di sini kau rupanya!" Bibi Mathilda muncul di tempat masuk ke bengkel.
"Kenapa tidak menjawab tadi ketika kupanggil" Hans memerlukan bantuanmu. Ia
harus pergi mengantarkan barang yang dibeli orang. Kebetulan kau juga ada di
sini, Pete! Kau ikut dengan mereka. Ada beberapa mebel"kau tahu kan, Jupe,
meja-meja dan bangku-bangku yang oleh pamanmu Titus dicat norak itu" Itu, yang
biru, merah, hijau, dan kuning! Aku kadang-kadang heran melihat pamanmu itu.
Tapi yang penting, kemarin ada seorang wanita kemari, dan memborong semua
meja dan bangku itu. Katanya ia akan membuka Taman Kanak-kanak di Santa
Monica, di Dalton Avenue. Untunglah, sebab kalau tidak mungkin mebel itu
semuanya akan terus nongkrong di sini sampai tua. Eh, eh, Bob. kau mau ke
mana?" "Saya sudah ditunggu di perpustakaan," kata Bob dengan cepat. "Sepuluh menit
lagi saya sudah harus mulai bekerja di sana."
"Kalau begitu lekaslah berangkat," kata Bibi Mathilda. Setelah itu ia pergi lagi
bergegas-gegas, sementara Jupe dan Pete mendatangi Hans, satu dari kedua
pemuda asal Jerman yang bekerja di pangkalan itu. Dalam waktu singkat mereka
bertiga sudah menaikkan mebel yang akan dibawa ke Taman Kanak-kanak yang
baru dibuka di Dalton Avenue di Santa Monica ke atas truk. Setelah itu mereka
berangkat ke selatan, dengan Hans di belakang kemudi.
Taman Kanak-kanak yang didatangi itu terdapat di sebuah jalan samping, dekat
kawasan pantai. Hans menghentikan truk yang membawa mebel di tepi jalan di
depan tempat itu. Saat itu Jupe dan Pete melihat bahwa Panti Wreda Ocean Front
ternyata tidak jauh letaknya dar situ, berupa sebuah bangunan satu lantai yang
terbuat dari batu bata. Di sekelilingnya ada halaman rumput dengan bangkubangku
tempat duduk. Empat orang pria yang sudah berumur nampak sedang asyik
main kartu di depan. Satu dari mereka berdiri sambil bertopang pada tongkatnya,
memperhatikan tiga orang lainnya bermain. Ia kelihatan lesu dan capek. Jupe
menghela napas ketika melihatnya.
Orang itu Walter Bonestell.
"Kelihatannya seperti kurang tidur, ya?" kata Pete sambil menuding ke arah orang
itu. Jupe mengangguk. "Ini cuma sangkaanku saja, atau apakah orang-orang tua yang lain itu benar-benar
tidak mengacuhkan dia." kata Pete lagi.
"Mungkin kau benar", kata Pete. "Itulah sedihnya, kalau dicurigai. Orang lain tidak
tahu harus bersikap bagaimana."
"Kalian kenal orang itu?" tanya Hans ingin tahu.
"Dia klien kami," kata Jupe. "Aku mestinya mendatangi dan bicara dengan dia,
tapi tidak ada apa-apa yang bisa kukatakan padanya. Kami berusaha
menolongnya." "Untunglah, kalau begitu," kata Hans.
Ia turun dan truk, lalu menuju ke pintu Taman Kanak-kanak dan menekan bel.
Sementara ia menunggu pintu dibukakan, Pete memandang ke depan, ke arah
belakang panti wreda. Tiba-tiba terdengar napasnya tersentak.
"Ada apa?" tanya Jupiter.
"Gadis itu." Pete menuding, lalu merunduk di dalam kabin agar jangan sampai
terlihat dari luar. Jupiter melihat seorang wanita muda yang sangat cantik berjalan di trotoar, datang
ke arah mereka. Rambutnya yang pirang dan panjang bergerak-gerak seirama
dengan langkahnya. Ia memakai celana panjang dan sweater longgar. Seekor
anjing jenis Saint Bernard yang bertubuh besar, berlari-lari di sampingnya dengan
mulut terbuka dan lidah terjulur ke luar.
"Siapa itu?" kata Jupiter. "Kau kenal dia."
"Dia gadis dari pertemuan itu," kata Pete. "Dia juga berpidato, dan pidatonya
disambut dengan sorak-sorai hadirin!"
"Hm!" Jupiter meluruskan duduknya. Diperhatikannya pakaian wanita muda itu
serta gayanya berjalan. "Ia kelihatannya sangat... sangat ramah," katanya
kemudian. "Ia merangkul Mr. Bonestell."
"Apa?" Pete menegakkan tubuhnya, lalu memandang dengan heran.
Gadis berambut pirang itu melepaskan tali kekang anjing besar yang ikut dengan
dia. Ia merangkul bahu Mr. Bonestell dan memandangnya sambil tersenyum.
Setelah itu dikecupnya pipi pria yang sudah tua itu.
Mr. Bonestell nampak agak malu, tapi juga senang.
"Itu dia!" seru Pete puas. "ltulah pertalian antara Mr. Bonestell dan kasus
perampokan serta orang-orang di dermaga Denicola dan... dan dompet Mr.
Sebastian serta si Buta!"
"Gadis itu penghubung antara segala hal-hal itu?" kata Jupe yang masih belum
mengerti. "Ya, betul," kata Pete mantap. "Penjelasannya sederhana. Gadis itu anggota
kawanan perampok. Entah dengan cara bagaimana, tapi pokoknya ia berkenalan
dengan Mr. Bonestell lalu mengorek keterangan dari pria itu tentang bank itu"
tentang kegiatan sehari-hari di situ, termasuk petugas pembersih dan sebagainya.
Bos kawanan itu si Buta, dan dia beraksi sebagal mata-mata sebelum kawanannya
merampok bank. Mungkin juga gadis itu salah seorang perampok itu. Ya, kan"
Bisa saja ia memakai samaran sewaktu masuk ke situ, supaya tidak bisa dikenali
Mr. Bonestell. Atau mungkin juga ia cuma informasi saja."
"Maksudmu, informan," kata Jupe sambil lalu, karena sedang memikirkan
kemungkinan teori yang diajukan Pete. "Ya, mungkin saja," katanya. "Tapi
bagaimana dengan hadirin selebihnya pada pertemuan kemarin malam itu?"
"Yah, mereka itu... mereka..." Pete tertegun, tidak tahu apa yang harus dikatakan.
"Bagaimana kalau mereka itu hanya diperalat saja sebenarnya?" katanya
kemudian. "Mereka diperalat para penjahat untuk... untuk..."
Pete tendiam. "Para penjahat itu mengumpulkan dana kemarin malam, karena mereka yang baru
saja merampok seperempat juta dolar dari bank memerlukan uang lebih banyak
lagi," kata Jupiter. "Mungkin itu yang hendak kaukatakan!"
"Yah, aku tahu, ideku tadi itu konyol," kata Pete.
"Ah, tidak juga," kata Jupe. "Cuma satu kebetulan tagi yang menarik bahwa gadis
yang dalam pertemuan tadi malam itu begitu besar peranannya, ternyata kenalan
baik Mr. Bonestell. Nanti jika Mr. Bonestell sudah sendiri, perlu kita tanyakan
padanya tentang berapa banyak yang diceritakannya tentang bank tempat dia
bekerja pada gadis itu."
Gadis yang sedang diamat-amati oleh Jupe dan Pete kini tertawa. Tali kekang
anjingnya tersangkut di semak-semak kembang sepatu. Gadis itu datang ke situ
untuk membebaskannya. "Kau di sini saja, membantu Hans," kata Jupe lirih. "Aku akan membuntuti gadis
itu, untuk melihat di mana tempat tinggalnya dan siapa saja teman-temannya. Ssst,
cepat merunduk! Gadis itu kemari!"
Pete cepat-cepat merunduk agar tidak terlihat oleh gadis yang lewat di samping
truk sambil menggiring anjingnya.
Jupiter menunggu sebentar di dalam truk, lalu turun dan langsung membuntutinya.
Bab 9 PENATA RIAS JUPE berjalan sekitar setengah blok di belakang gadis itu. Tapi ketika yang
dibuntuti sampai di ujung jalan lalu membelok ke kanan, Jupiter mempercepat
langkahnya. Sesampai di sudut jalan ia masih sempat melihat gadis tadi memasuki
pekarangan sebuah bangunan apartemen yang agak tua pada blok itu.
Jupe berjalan lambat-lambat. Bangunan yang dimasuki gadis tadi berbentuk huruf
U, dengan sebuah kolam renang di tengah-tengahnya. Suatu pagar besi bercat putih
membatasi kolam itu dan jalan di depannya. Gadis itu tidak kelihatan lagi. Tapi
Jupiter melihat bahwa pintu sebuah apartemen di tingkat satu bangunan itu berada
dalam keadaan terbuka. Sementara Jupe masih berdiri di luar pagar dalam keadaan
bimbang, anjing Saint Bernard yang tadi melesat ke luar dan balik pintu itu.
"Brandy! Ayo kembali!"
Gadis berambut pirang itu muncut bergegas dari dalam apartemen. Anjing yang
dipanggil lari ke sudut pelataran kolam yang paling jauh, lalu duduk di tengahtengah
petak bunga yang ada di situ.
"Aduh, ampun!" seru gadis ftu dengan kesal. "Kau ingin aku diusir dari sini, ya?"
Pelan-pelan Jupe membuka pintu pagar, lalu masuk ke pekarangan. Di situ ia
berdiri, sambil merenungi deretan kotak pos yang terdapat di samping gerbang.
"Kau mencari seseorang?" tanya gadis berambut pirang itu.
"Sebenarnya sih tidak," kata Jupe. "Aku cuma ingin tahu..." Ia tertegun, seolaholah
merasa kikuk. "Apa yang hendak kautanyakan?" kata gadis itu.
"Aku ingin tahu, apakah... apakah Anda mau berlangganan Santa Monica Evening
Outlook?" "Wah, maaf sajalah," kata gadis itu. "Aku tidak punya waktu untuk membaca surat
kabar. Tapi terima kasih."
Jupiter mengeluarkan sebuah buku catatan kecil serta sebatang pensil yang sudah
pendek dari kantungnya. "Bagaimana dengan koran minggunya?" katanya.
"Terima kasih, tapi tidak sajalah," kata gadis itu lagi.
"Wah." Jupe memasang tampang sedih. "Jarang yang masih mau berlangganan
koran sekarang," katanya.
"Ya, keadaan ekonomi memang sedang sulit." Gadis itu tersenyum padanya.
Anjing besar tadi meninggalkan petak bunga lalu duduk di depan kaki majikannya.
Rupanya ia juga ingin diperhatikan. Gadis itu mengusap-usap telinganya.
"Kau bekerja sambil sekolah?" tanyanya pada Jupiter. "Atau ingin memenangkan
hadiah sepeda dengan sepuluh persneling jika berhasil mengumpulkan seratus
langganan baru?" "Kedua-duanya tidak," jawab Jupiter. "Aku cuma ingin memperoleh tambahan
uang saku dengan jalan mengantar koran. Ada tidak kira-kira orang di sini yang
mungkin mau berlangganan koran?"
"Sekarang kan baru hari kamis," kata gadis itu. "Semua pasti sedang tidak ada,
karena harus bekerja."
"Oh." Sekali lagi Jupe memasang tampang sedih. Ia duduk di pinggir salah satu
kursi yang menghadap ke kolam renang. "Yang paling suilt mencari langganan
baru. Bolehkah aku... maukah aa... eh..."
"Apa maksudmu?" tanya gadis itu. "Ada apa" Kau haus, ya?"
"Ya, aku haus sekali. Bolehkah aku minta minum sedikit."
"Tentu saja boleh," kata gadis itu sambil tertawa. "Duduk sajalah dulu di sini, nanti
kuambilkan." Gadis itu masuk ke apartemen yang pintunya masih terbuka, diikuti anjing
besarnya. Dalam beberapa menit ia sudah kembali lagi, membawa air dalam
sebuah gelas besar. Begitu ia keluar, dengan cepat pintu ditutupnya kembali
sehingga anjingnya tidak bisa ikut.
"Mestinya aku bersikap tak acuh terhadapnya," katanya. "Ia selalu berbuat yang
aneh-aneh jika aku berusaha menyuruhnya tenang."
Jupiter minum setelah mengucapkan terima kasih. Gadis berambut pirang itu
duduk di kursi di dekatnya. Ia menyandar ke punggung kursi sehingga wajahnya
disinari matahari. "Kau mestinya berkeliling di malam hari, jika orang-orang sudah ada di rumah
masing-masing," katanya.
"Ya, memang," kata Jupiter. Ditatapnya gadis itu dengan pandangan anak yang
tidak begitu cerdas. "Tapi mestinya ada juga yang di rumah dalam waktu-waktu
begini. Seperti Anda, misalnya."
"Memang, tapi ini tidak sering terjadi," kata gadis itu.
"Oh," kata Jupiter. "Jadi Anda juga bekerja?"
"Tentu saja. Tapi saat ini tidak."
"Oh?" Jupe memasang tampang prihatin. "Anda kehilangan pekerjaan?"
"Tidak, bukan begitu. Aku bekerja di bidang perfilman, dan itu merupakan
pekerjaan musim-musiman. Aku ini penata rias, jadi jika sedang ada pembuatan
film, aku bekerja. Kalau sedang sepi, aku juga menganggur."
Jupiter mengangguk. "Aku punya kawan, ayahnya juga bekerja di film. Bidangnya, efek-efek khusus."
"Si"pa namanya?" tanya gadis itu.
"Mungkin aku kenal dia.
"Crenshaw," kata Jupiter.
Gadis itu menggeleng. "Rupanya ayah kawanmu itu belum pernah bekerja dalam pembuatan film yang
sama dengan aku. Pekerjaan membuat efek khusus itu benar-benar mengasyikkan.
Kadang-kadang timbul keinginanku untuk pindah profesi. Tapi di pihak lain,
sebagai penata rias pun penghasilanku sudah lumayan, lagi pula dengan begitu aku
masih punya waktu untuk kursus."
"Anda masih sekolah?" tanya Jupiter.
"Bukan begitu. Aku mengambil les"belajar akting"pada Vladimir Dubronski.
Yah, siapa tahu"mungkin saja aku mendapat kesempatan jadi pemain figuran."
Jupe mengangguk. Ia memutar otak, meski tampangnya kelihatan terkantukkantuk.
"Kurasa semua orang ingin bisa main film." katanya. "Tapi pekerjaan penata rias
juga mengasyikkan! Minggu lalu misalnya, aku melihat film tentang seseorang
yang mencuri benda keramat dari sebuah kuil, dan sebagai akibatnya ia kena
kutukan." "Oh, film macam itu," kata gadis itu. "Lalu ia berubah menjadi umbi atau sesuatu
seperti itu setiap kali bulan purnama."
Jupiter tertawa. "Ia menjelma jadi ular, tapi penampilan selebihnya masih tetap manusia."
"Ah, yang itu." kata gadis itu. "Maksudmu, Serbuan manusia kobra! Film itu
dibuat dengan biaya murah sekali, tapi hasilnya masih lumayanlah. Aku kenal
orang yang merias pemain yang menjelma menjadi ular itu. Arnold Heckaby
namanya. Ia memang mengkhususkan diri untuk film-film semacam itu. Kapan
kapan ia pasti akan dikontrak untuk pembuatan film dengan biaya besar, dan jika
itu terjadi ada kemungkinan ia bisa memenangkan hadiah Oscar."
"Anda pernah melakukan tata rias khusus semacam itu?" tanya Jupe. "Maksudku,
membuat orang bertampang seperti kelelawar, atau serigala jadi-jadian, atau
semacam itu?" "Aku pernah beberapa kali membuat orang nampak lebih tua daripada
sebenarnya," kata gadis itu. "Itu lebih banyak makan waktu daripada tata rias
biasa, tapi tidak bisa dibilang sulit. Aku belum pernah membuat tata rias monster
atau manusia sengala."
"Sukar tidak, ya, membuat monster?" tanya Jupe. "Dan bagaimana dengan bekas
luka" Ingat tidak, kisah lentang museum lilin, di mana penjahatnya penuh bekas
luka?" "Soalnya cuma lebih banyak memerlukan waktu saja," kata gadis itu sambil
mengangkat bahu. "Jika diberi cukup waktu, hampir apa saja bisa dibuat tata
riasnya. Yang tidak mungkin cuma membuat orang yang sudah tua menjadi
kelihatan muda. Bisa saja dipoles di sana-sini, dan tentu saja banyak bintang film
wajahnya diremajakan dengan jalan operasi plastik, lalu rambut dicat, dan
sebagainya. Lalu dalam pengambilan film, juru kamera mengambil mereka dengan
lensa yang agak dikaburkan supaya kerut-kerut di muka tidak nampak. Tapi
akhirnya mereka tetap saja nampak terlalu tua."
Gelas yang dipegang Jupe sudah hampir kosong. Ia tadi minta minum supaya ada
alasan untuk berlama-lama di situ sehingga bisa bercakap-cakap dengan gadis itu.
Kini Ia merasa sudah cukup banyak tahu. Sisa air dalam gelas dihabiskannya
dengan sekali teguk, lalu diletakkannya gelas itu di atas meja kecil yang terdapat di
samping kursi yang didudukinya.
"Ah, segar lagi aku sekarang," katanya. "Terima kasih banyak."
"Oke," kata gadis itu. "Masih mau segelas lagi?"
"Terima kasih, tapi tidak usah," kata Jupe. "Nanti kuceritakan pada Mr. Crenshaw,
bahwa aku ketemu Anda. Mungkin kapan-kapan Anda akan ketemu dia, jika
kebetulan bekerja dalam pembuatan film yang sama."
"Maksudmu ayah kawanmu yang kaukatakan tadi?" kata gadis itu. "Yang
pekerjaannya membuat efek-efek khusus. Asyik juga, jika bisa kenal dengan dia."
"Siapa nama Anda" Kalau Mr. Crenshaw nanti menanyakan," kata Jupiter.
"Namaku Graciela Montoa," kata gadis itu, "tapi aku biasa dipanggil Gracy saja."
"Oke," kata Jupiter. "Sekali lagi terima kasih untuk airnya tadi."
Sesudah itu ia keluar dan langsung kembali ke Taman Kanak-kanak. Ia merasa
puas dengan perannya sebagal anak yang agak ketolol-tololan tadi. Tapi
perasaannya langsung berubah ketika ia membelok masuk ke Dalton Avenue.
Jupiter mengerang. Dilihatnya truk Pangkalan Jones sudah tidak ada lagi di depan Taman Kanakkanak
itu. Dan Hans serta Pete juga tidak kelihatan. Jupiter terpaksa pulang ke
Rocky Beach dengan cara lain.
"Sialan!" umpatnya, lalu pergi ke Wilshire Boulevard, dan mana ia bisa naik bis
pulang. Sambil berjalan, ia sibuk berpikir. Ia mendapat gagasan baru.
Bab 10
Trio Detektif 31 Pengemis Buta Bermuka Rusak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
KAWANAN TERORIS JUPITER duduk di balik meja kerja di kantor Trio Detektif. Ditatapnya kedua
temannya. Saat itu sesudah waktu makan siang, dan Jupiter baru saja selesai
menceritakan percakapannya dengan Graciela Montoya.
"Bagaimana jika pengemis buta itu sebenarnya wanita," katanya mengajukan
dugaan. Bob mempertimbangkan kemungkinan itu sesaat. Kemudian ia menggeleng.
"Kurasa tidak mungkin."
"Tidak mungkin bagaimana?" tukas Jupe. "Gadis itu penata rias, dan nampaknya ia
kenal baik dengan Mr. Bonestell. Kau mungkin benar, Pete. Gracie Montoya itu
mungkin penghubung antara pengemis buta dan para perampok serta pekerjapekerja
di Dermaga Denicola."
"Si Buta bukan gadis itu," kata Bob berkeras. "Pengemis yang kulihat, berkumis
dan bercambang. Aku berdiri dekat sekali di belakangnya sewaktu di halte bis, dan
aku sempat memperhatikan mukanya. Nampak jelas bahwa Ia sudah beberapa hari
tidak mencukur rambut yang menumbuhi mukanya. Penata rias, masa mau repotrepot
memasang kumis dan cambang yang masih sependek itu "!"
"Mm." Jupiter agak kecewa. "Tapi mungkin saja gadis itu mengorek keterangan
dari Mr. Bonestell lalu meneruskannya pada kawanan perampok"dan mungkin
satu dari mereka itu si Buta. Bekas luka?"
"Bekas luka itu palsu," kata Bob.
Jupiter tertawa nyengir. "Kau menemukan sesuatu di perpustakaan."
"0 ya," kata Bob. Ia mengeluarkan beberapa majalah berita dari sebuah sampul
besar yang selama itu terletak di pangkuannya. "Mesa d"Oro ternyata suatu negara
kecil yang menarik. Ukurannya cuma lima belas ribu mil persegi dan penduduknya
tidak sampai empat juta jiwa, tapi selama ini sudah cukup banyak terjadi kerusuhan
di sana." Bob membuka salah satu majalah pada halaman yang diberi tanda olehnya dengan
secarik kertas. "Di sini ada ringkasan sejarah negara itu, di majalah World Affairs
terbitan tiga tahun yang lalu," katanya. "Seperti sudah bisa diduga, negeri itu dulu
dijajah Spanyol. Lalu sekitar tahun 1815 para tuan tanah di sana menggulingkan
gubernur yang diangkat Spanyol lalu menyatakan kemerdekaan negara itu. Mereka
memilih seorang presiden dan membentuk badan pembuat undang-undang."
"Itu boleh-boleh saja, tapi apa hubungannya dengan orang buta dan perampok
bank?" tanya Pete sinis.
"Barangkali tidak ada," kata Bob. "Ini cuma informasi latar belakang. Nah, pada
tahun 1872 terjadi revolusi di sana. Korban berjatuhan, dan itu mungkin masih
terjadi sampai sekarang ini!"
Pete dan Jupiter terkejut.
"Revolusi yang pecah tahun 1872 sampai sekarang masih terus berlangsung?" seru
Pete. "Kau pasti bercanda!"
"Yang masih terus berlangsung bukan revolusi yang pertama, tapi kelanjutannya,"
kate Bob menjelaskan. "Revolusi tahun 1872 itu mirip Revolusi Prancis atau
Revolusi di Rusia tahun 1917. Para tuan tanah di Mesa d"Oro yang menggulingkan
kekuasaan Spanyol, kemudian menjadi korup. Mereka memperkaya diri dengan
memperkuda kaum miskin, tanpa sedikit pun memberi imbalan yang layak. Kaum
miskin di sana kebanyakan keturunan Indian, penduduk asli negeri itu. Tapi
mereka dianggap sepi oleh golongan tuan tanah.
"Akhirnya seorang Indian bernama Juan Corso membangkitkan semangat temanteman
yang senasib dan mengorganisir mereka. Ia berkeliling untuk berpidato
tentang hak yang sama bagi setiap orang. Pihak tuan tanah tidak menyukai
perkembangan baru itu, lantas Corso mereka jebloskan ke penjara."
"Kau tadi menyebut-nyebut revolusi," kata Jupiter mengingatkan.
"Itu diawali dengan peristiwa dipenjarakannya Corso," kata Bob menjelaskan. "Ia
sangat populer di kalangan rakyat jelata. Mendengar Corso dipenjarakan, mereka
langsung mengamuk dan menyerbu ibu kota. Corso dibebaskan secara paksa. Lalu
presiden waktu itu, seseorang bernama Arturo Rodriguez, mereka gantung pada
sebatang pohon sampai mati. Anak laki-laki presiden itu, Anastasio Rodriguez,
mengadakan perlawanan. Terjadi pertumpahan darah, dan kendali pemerintahan
silih berganti dipegang kelompok-kelompok yang bertentangan. Tapi akhirnya
Corso diangkat menjadi presiden, sementara Rodriguez melarikan diri ke Mexico-
City. "Mestinya dengan begitu berakhirlah kerusuhan di sana," kata Bob menyambung,
"tapi kenyataannya tidak begitu. Di Mexico-City, Rodriguez bersikap sebagai raja
dalam pembuangan. Sementara para tuan tanah yang tetap tinggal di Mesa d"Oro
sama sekali tidak senang karena kaum buruh kini memiliki hak memberikan suara
dalam pemilihan, dan dengan begitu berhasil memaksa kaum kaya untuk
membayar pajak tinggi."
"Pasti itu tidak enak bagi yang kaya," kata Pete. "Jelas," kata Bob. "Pendek kata,
kaum tuan tanah kemudian mulai mengungkit-ungkit tentang masa silam yang
nyaman ketika presiden mereka masih Arturo Rodriguez. Mereka mengkhayalkan
kemungkinan mengusahakan kembalinya putra Rodriguez untuk menjadi kepala
negara. kelompok yang tidak puas ini menamakan diri mereka Pejuang Republik.
Mereka memakai bendera yang biru dengan berkas daun ek yang berwarna
keemasan. Itu bendera Republik Lama, yaitu pemerintahan di bawah rezim
Rodriguez. Pemerintah baru yang dimulai dengan diangkatnya Juan Corso menjadi
presiden memakai bendera hijau dengan lambang kenegaraan di tengah-tengah."
"Tapi semuanya ini terjadi lebih dari seabad yang lalu," kata Jupiter sambil
mengerutkan kening. "Jadi apa hubungannya dengan klien kita" Masa para tuan
tanah di Mesa d"Oro masih terus beraksi mengusahakan kembalinya putra presiden
yang lama. Orang itu mestinya kan sudah mati sekarang!"
"Ya, tentu saja," kata Bob, "tapi sekarang cicitnya, Felipe Rodriguez, hidup di
Mexico-City. Felipe ini menunggu-nunggu kesempatan untuk kembali ke Mesa
d'Oro dan menjadi kepala negara di sana. Ia punya mata-mata yang melaporkan
tentang keadaan di tanah airnya"yang sama sekali belum pernah dilihat olehnya!"
"Ah, masa!" kata Pete dengan nada tidak percaya.
"Aku tahu, kedengarannya memang tidak masuk akal," kata Bob, "tapi begitulah
kenyataannya! Menurut artikel dalam World Affairs ini, pertikaian di Mesa d"Oro
itu disebut sebagal masalah tradisi. Pada kelompok mana seorang penduduk sana
memihak, tergantung dari pertalian keluarganya. Jika ia keturunan tuan tanah yang
lama, maka ia menjadi anggota Pejuang Republik. Itu bukan partai terlarang di
sana, dan anggota-anggotanya disebut kaum Republik. Kelompok itu sangat aktif.
Saban hari Minggu mereka mengadakan rapat umum, mendengarkan pidato-pidato
tentang betapa indahnya masa kejayaan kelompok mereka dulu. Sekali-sekali ada
anggota mereka yang berhasil menang dalam pemilihan umum, dan menjadi
anggota badan pembuat undang-undang.
"Kalau cuma begitu saja, sebetulnya tidak apa-apa. Tapi ada beberapa orang di
Mesa d"Oro yang tidak puas menjadi anggota Pejuang Republik saja. Dalam
kelompok Partai Republik ada segolongan ekstrem yang ingin menggulingkan
pemerintah yang sekarang dengan jalan kekerasan. Mereka menamakan diri
mereka Brigade Pembebasan. Mereka ini yang merup"kan kelompok terlarang di
sana. Kerjanya membakar-bakar kerusuhan, melakukan tindakan-tindakan
penculikan, serta melancarkan aksi-aksi pemboman. karenanya mereka dicari-cari
polisi negara itu. Jika sudah sangat terjepit, mereka melarikan diri ke luar negeri.
Di antaranya ada yang lari kemari!"
Pete terkejut. "Jadi orang-orang dalam pertemuan yang kudatangi kemarin malam itu teroris
semuanya ?" "Mungkin," kata Bob. "tapi mungkin juga bukan. Orang-orang yang pindah dari
Mesa d"Oro banyak yang kemudian memilih tinggal di Amenka Serikat. Di antara
mereka ada yang mendukung Pejuang Republik, partai yang resmi tidak radikal.
Mereka menyumbang dana untuk menunjang kehidupan Felipe Rodriguez di
Mexico-City. misalnya, dan memperjuangkan terpilihnya orang-orang Republik
untuk berperan dalam badan-badan perwakilan di Mesa d"Oro. Tapi ada juga yang
memang mendukung Brigade Pembebasan yang terlarang."
"Macam-macam saja." kata Pete mengomentari.
"0ke, jadi itulah latar belakang sejarahnya," kata Bob. "Tapi yang benar-benar
menarik adalah bahwa aku melihat seorang buta di depan bank, dan orang itu
langsung lari ketika ada yang menyebut-nyebut polisi. Lalu orang bernama Ernie
itu ketakutan ketika Mrs. Denicola menceritakan mimpinya tentang seorang buta
dan dompet yang dipungutnya. Lalu tadi malam, Pete melihat foto seseorang yang
ada bekas luka di pipinya, dan memakai kaca mata hitam. Orang itu jelas dianggap
pahlawan oleh orang-orang yang menghadiri rapat, atau entah apa yang sedang
diadakan saat itu." Bob membalik-balik halaman salah satu majalah yang dibawanya dari
perpustakaan, lalu mengangkatnya dengan salah satu halaman menghadap ke Jupe
dan Pete. Mereka melihat foto seorang pria berkaca mata hitam dengan bekas luka
di pipi. Orang itu berdiri dengan tangan terangkat di depan mikrofon. Ia
kelihatannya sedang berteriak.
"Inikah foto yang kaulihat kemarin malam, Pete?" kata Bob.
"Bukan itu fotonya," kata Pete lambat-lambat, "tapi orangnya. Sama. Ya, aku
yakin sekarang!" "Dan dia inilah yang kulihat di depan bank itu," kata Bob. "Tapi walau begitu
tidak mungkin orang ini yang kulihat, sebab dia ini Luis Pascal Dominguez de
Altranto namanya. Ia pernah menjadi ajudan Felipe Rodriguez, yang sekarang
hidup di Mexico-City. Dia ini teroris yang mendalangi aksi pemboman di Mesa
d"Oro, yang menimbulkan korban jiwa empat belas anak sekolah. Ia mengatakan
bahwa ia berada di pihak yang benar, dan nyawa anak-anak tak bersalah yang
melayang merupakan tanggung jawab pemerintah, yang merampas hak milik
penduduk teman sebangsanya."
"Fanatik," kata Jupe, "benar-benar fanatik orang itu! Tapi apa sebabnya tidak
mungkin dia yang kaulihat di depan bank waktu itu?"
"Karena Altranto sudah mati." kata Bob. "Sudah beberapa tahun yang lalu."
Sesaat ketiganya sama-sama membisu. kemudian Pete mendesah. "Tapi jika
Altranto sudah mati..." Ia tidak menyelesaikan kalimatnya.
"Pengemis itu tampangnya mirip sekali dengan orang yang sudah mati ini"
sampai-sampai bekas luka pada pipinya, ya" Lalu bagaimana dengan matanya yang
buta" Apakah Altranto itu tunanetra?" tanya Jupe.
"Ya! Matanya cedera sehingga buta dalam kebakaran yang dinyalakan olehnya
sendiri di sebuah gudang di Mesa d'Oro. Tapi cacatnya itu tidak merintanginya
untuk melakukan aksi-aksi selanjutnya. Itu malah membuatnya menjadi semacam
tokoh pahlawan." "Jadi pengemis itu menyamar sehingga penampilannya persis Altranto," kata Jupe
menarik kesimpulan. "Itu gampang saja, tinggal dirias mukanya dan ditambah
memakai kaca mata hitam! Aku ingin tahu, mungkinkah Gracie Montoya yang
membuat rias wajah itu" Tapi... untuk apa menyamar" Apa untungnya" Kan tidak
ada" " Jupiter berhenti berbicara, karena saat itu
telepon berdering. Jupe menatap pesawat itu sambil melotot kesal karena katakatanya
terputus. Kemudian diangkatnya gagang telepon itu.
"Halo," katanya. "Oh, ya, ya. baiklah, Mr. Bonestell."
Jupiter mendengarkan sebentar, lalu berkata lagi, "Yah, mungkin itu tidak penting,
tapi memang tidak enak bagi Anda. Kalau Anda menghendakinya, saya bisa ke
tempat Anda sekarang. Saya ingin bicara tentang... tentang suatu hal yang baru
kami ketahui." Jupiter mendengarkan lagi sebentar, lalu berkata, "Ya. Dalam waktu setengah
jam." Gagang telepon dikembalikannya ke tempatnya.
"Mr. Bonestell diperiksa polisi lagi tentang perampokan itu," katanya. "Ia gugup
sekali. Menurutku, polisi sebenarnya tidak securiga perkiraannya, tapi meski
begitu ada baiknya jika aku ke sana, supaya ia bisa agak tenang kembali. Akan
kutanyakan juga sekaligus tentang Gracie Montoya. Kita perlu tahu, bagaimana ia
sampai bisa kenal gadis itu."
Jupe memandang kedua temannya dengan bersemangat.
"Kita juga perlu terus mengamati Gracie. Aku ingin tahu apakah "a berhubungan
erat dengan para pekerja di dermaga Denicola"maksudku Ernie dan temantemannya."
"Jangan aku yang kaulihat," kata Pete. "Ibuku pasti mengamuk jika siang ini aku
tidak memotong rumput di rumah. Habis, sudah panjang sekali sih, sesudah hujan
yang tidak henti-hentinya seminggu belakangan ini. Lagi pula, ada kemungkinan
gadis itu nanti mengenali aku."
"Bagaimana dengan kau, Bob?" kata Jupiter.
"Aku bisa," kata Bob. "Siang ini aku tidak diperlukan di perpustakaan."
"Tapi hati-hati saja nanti," kata Pete. "Jika orang-orang itu dengan enak bisa
melakukan aksi-aksi pemboman dan pembunuhan "jangan sampai kau harus
berurusan secara langsung dengan mereka!"
Bab 11 SERANGAN! SHELBY TUCKERMAN yang membukakan, ketika Jupiter mengetuk pintu
rumah Mr. Bonestell setengah jam kemudian. Orang itu memakai kemeja hitam
dengan kerah bulat. Matanya masih terlindung di batik kaca mata hitamnya yang
lebar. "Nah syukurlah, penyelidik ulung kita datang!" kata Shelby. "Mungkin kau bisa
mengatakan sesuatu yang akan memberi semangat pada Walter."
Dalam hati Jupiter agak marah disindir begitu. Tapi ia diam saja. Diikutinya
Shelby melalui ruang duduk yang rapi dan sedikit pun tidak berdebu, menuju ke
dapur. Walter Bonestell ada di situ, duduk menghadap meja dekat jendela sambil
mengaduk-aduk kopi dalam cangkir. Jupe datang menghampiri, lalu duduk di
depannya. Shelby menawarkan kopi pada Jupiter, yang menolak dengan sopan.
"Saya tidak biasa minum kopi," katanya.
"Ya, tentu saja," kata Shelby. "Aku lupa, di negeri ini anak-anak tidak minum
kopi." "Ada limun jeruk, kalau mau," kata Mr. Bonestell.
"Terima kasih, Mr. Bonestell, tapi saya kebetulan tidak sedang haus," kata Jupiter.
"Saya baru saja makan."
"Bukankah anak-anak biasanya tidak henti-hentinya mengudap." kata Shelby.
"Masa kau lain dari yang lain. Potonganmu tidak begitu!"
Jupiter menggertakkan geraham. Ia memang agak gemuk, dan ia paling tidak suka
jika kenyataan itu disinggung-singgung. Tapi ia tidak berniat menunjukkan
kejengkelannya pada Shelby.
"Kau tentunya diet.. sekali-sekali," kata Shelby lagi.
Jupiter diam saja. Kini Shelby pergi mendekati kompor, karena air dalam ketel
sudah mendesis. Ia menuangkan air ke dalam cangkir, membuat kopi untuknya
sendiri. Setelah itu ia datang lagi, lalu duduk di antara Jupiter dan Mr. Bonestell.
"Mudah-mudahan ada kemajuan yang bisa kaulaporkan pada Mr. Bonestell,"
katanya sambil menyendokkan gula ke cangkir.
"Tidak ada sebenarnya," kata Jupe. "Kalau petunjuk sih memang ada, tapi
mungkin tidak ada artinya sama sekali untuk urusan ini."
"Tapi kalau ada?" tanya Shelby.
"Yah, siapa tahu" Kalau begitu, mungkin akan kami laporkan pada polisi."
"Memang itu yang sebaiknya kalian lakukan," kata Shelby. Diminumnya kopinya
sampai habis, lalu ia berdiri untuk mencuci cangkir. Kemudian ia pergi ke luar.
Jupiter mendengar bunyi mesin mobil dinyalakan di pekarangan belakang. Sesaat
kemudian nampak Shelby lewat di depan jendela dapur, naik mobil sport model
terbaru. Mr. Bonestell duduk sambil termenung.
"Ketika polisi kemari tadi, mereka kan tidak menuduh Anda?" tanya Jupiter.
Mr. Bonestell menggeleng. "Secara langsung memang tidak, tapi aku mereka suruh
bercerita sampai tiga kali tentang apa yang waktu itu terjadi. Bayangkan! Tiga kali!
Sejak awal!" Ia memandang Jupe. "Menurutmu, mungkinkah mereka menunggu sampai aku
salah ngomong" Aku... kurasa aku tadi satu kali pun tidak salah ngomong."
"Jika Anda bercerita seperti apa adanya, mana mungkin Anda bisa salah
ngomong?" kata Jupiter. "Mr. Bonestell, apakah Anda ini tidak cemas tanpa
alasan" Memang sayang Anda seorang diri di bank ketika para perampok itu
datang, tapi itu kan kebetulan saja " meski tidak enak bagi Anda! Saya yakin,
polisi pasti mau mengerti. Mereka tahu perampokan itu tetap akan berlangsung,
siapa pun juga yang saat itu ada di sana. Setidak-tidaknya para perampok itu tidak
menggunakan kekerasan."
"Memang," kata Mr. Bonestell. "Mereka malah bersikap tenang dan sopan.
Setidak-tidaknya begitulah sikap satu-satunya dan mereka yang selalu bicara."
Jupiter langsung waspada.
"Cuma satu saja dari mereka yang membuka mulut?"
"Betul. Dialah yang menyamar sebagai Rolf, petugas pembersih nuangan yang
biasanya." "Apakah maksud Anda, Ia yang paling banyak bicara?" tanya Jupe. "Ia yang
mengatur ini dan itu, sementara yang lain-lainnya mengatakan hal-hal yang tidak
penting?" Mr. Bonestell menggeleng. "Bukan begitu. Hanya dia saja yang bicara! Yang lainlain
bungkam terus." "Anda sepanjang malam ada dalam satu ruangan dengan tiga orang, dan dua orang
Trio Detektif 31 Pengemis Buta Bermuka Rusak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
di antaranya selama itu sama sekali tidak membuka mulut?"
"Betul." "Sepatah kata pun tidak?"
"Sepatah kata pun tidak," kata Mr. Bonestell. "Kalau kupikir sekarang, itu memang
aneh"tapi waktu itu rasanya bagiku biasa saja. Soalnya, apa yang perlu
dipercakapkan" Mereka kan cuma menunggu sampai pagi, saat para pegawai bank
mulai masuk untuk bekerja lagi."
"Hm!" kata Jupiter. "Mungkinkah salah satu dari perampok-perampok itu wanita"
Adakah kemungkinan itu?"
"Wanita?" Mr. Bonestell kelihatannya kaget. "Kurasa bisa saja. Tinggi mereka
semuanya hampir sama"begitulah, sekitar semeter tujuh puluh. Semuanya
memakai celana kerja dan kemeja longgar. Dan sarung tangan. Mereka memakai
sarung tangan. Sukar sekali mengenali bagaimana tampang mereka yang
sebenarnya. Salah satu dari perampok yang membisu selalu memakai kaca mata
hitam yang mengkilat, sehingga matanya tidak bisa dilihat. Ia juga berjenggot,
yang menurutku mungkin palsu. Temannya memakai rambut palsu berwarna
merah serta kumis tebal, serta alis mata palsu yang juga tebal, sampai menutupi
matanya." "Bagaimana dengan satu-satunya yang berbicara?" kata Jupiter. "Apakah ia bicara
dengan logat tertentu" Masih mudakah dia" Atau tua" Apa yang bisa Anda katakan
tentang dia?" "Kalau mendengar suaranya, Ia belum tua. Begitulah, dua puluhan, atau tiga
puluhan. Bicaranya tanpa logat sama sekali."
"Hm," kata Jupiter lagi. Selama beberapa saat ia merenung, Iaiu menyambung,
"Anda tahu perusahaan yang bernama Denicola Sport Fishing Company, Mr.
Bonestell" Mereka menyewakan perahu motor untuk penggemar olahraga
memancing, dan memiliki dermaga di sebelah utara Malibu."
"Ya, aku tahu tempat itu," kata Mr. Bonestell. "Dulu, ketika anak laki-lakiku
belum menikah, aku sering pergi memancing dengan dia. Aku masih ingat wanita
tua yang ada di sana"Mrs. Denicola. Penampilannya menarik. Dan juga
menantunya, Eileen. keturunan Iriandia. Cantik. Suaminya meninggal dunia dalam
usia muda, dan Ia memiliki izin mengemudikan perahu motor. kau tahu itu" Diaiah
yang mengemudikan kapal mereka, jika ada yang menyewa:
Di sana juga ada seorang pemuda bernama Ernie, yang bekerja pada perusahaan
itu," kata Jupe. "0, ya" Ketika aku dulu masih suka ke
bersama anakku, yang bekerja di sana bernama Tom, atau Hal, pokoknya
seseorang yang namanya seperti itu. Rupanya yang bekerja di sana sering bergantiganti.
Soalnya, itu memang pekerjaan yang biasa dilakukan anak-anak muda yang
masih sekolah." "Anda pernah ke sana lagi belakangan ini." kata Jupe.
"Tidak" "Jadi Anda tidak kenal Ernie. Bagaimana dengan orang buta itu?"
"Orang buta yang mana?" Mr. Bonestell kelihatan heran.
"Anda tidak pernah melihat seorang tunanetra dekat bank, atau di tempat lain"
Seorang tunanetra yang ada bekas luka di mukanya" Berjalannya sambil
mengetuk-ngetukkan tongkat, dan memakai kaca mata hitam!"
Mr. Bonestell menggeleng.
"Tadi pagi ada seorang gadis cantik bercakap-cakap dengan Anda, sewaktu Anda
sedang nonton orang main kartu," kata Jupe. "Bagaimana dengan dia?"
"Maksudmu Gracie" Gracie Montoya" Ada apa dengan dia" Dan dari mana kau
tahu aku bercakap-cakap dengan dia tadi pagi?"
"Kami kebetulan melihat Anda," kata Jupe, "dan kami juga melihat Mis Montoya."
Mr. Bonestell menatap Jupe.
"Lalu kenapa?" tukasnya. "Ada gadis cantik lewat, lalu aku mengobrol dengan dia.
Aku memang sudah tua tapi belum berniat masuk ke liang kubur!"
"Memang bukan begitu maksud saya, Mr. Bonestell. Kita perlu mengecek segalagalanya.
Anda kenal baik dengan gadis itu?"
"Aku sering mengobrol dengan dia," kata Mr. Bonestell. Sikapnya masih tetap
seperti tadi. "Ia selalu mengajak anjingnya jalan-jalan berkeliling blok. Kurasa ia
bekerja di bidang perfilman. Anaknya ramah, selalu mau diajak mengobrol
sebentar." "Ia tahu Anda bekerja di bank?" tanya Jupiter.
"Tentang itu, aku tidak tahu pasti. Mungkin pernah kusinggung mengenainya. Tapi
sikapnya tidak pernah menyelidik, jika itu yang kaumaksudkan dengan
pertanyaanmu tadi. Ia cuma ramah saja lain tidak."
"Begitu, ya," kata Jupe. "Lalu bagaimana dengan teman-teman Anda yang lain,
Mr. Bonestell" Anda pernah bicara dengan mereka tentang pekerjaan Anda?"
"Pernah, kukira. Tapi sepanjang ingatanku, tidak ada yang secara menyolok
tertarik pada pekerjaanku."
"Bagaimana dengan Mr. Tuckerman?" kata Jupe.
"Shelby" Shelby hanya berminat mengenai hal- hal yang menyangkut dirinya
sendiri," kata Mr. Bonestell. "Ia lebih banyak bepergian ke luar kota. Kalau sedang
ada di sini ia biasanya menyendiri terus. Umumnya ia makan di luar. Kalau sedang
ada di rumah, biasanya ia mengurung diri terus dalam kamarnya. Aku tidak
bercanda. Kalau mau, bisa kutunjukkan segala kunci dan gerendel yang dipakainya
untuk mengunci kamarnya."
"Saya rasa itu tidak perlu." Jupiter bangkit dari kursinya. "Janganlah putus asa, Mr.
Bonestell. Polisi memang perlu mengulang-ulangi keterangan Anda. Mungkin
mereka belum menemukan petunjuk-petunjuk baru, jadi barangkali mereka
berharap bahwa dengan menanyai Anda terus mungkin Anda akan mengatakan
sesuatu yang selama ini terlupa oleh Anda."
Walter Bonestell tidak menjawab. Tapi wajahnya masih tetap nampak lesu. Jupiter
meninggalkannya dalam keadaan duduk sambil termenung, menatap kosong ke
depan. Ketika Jupiter tiba kembali di Pangkalan Jones, hari sudah sore. Sudah pukul
setengah lima. Ia tidak masuk lewat gerbang depan melainkan berhenti di luar
pagar papan di sudut depan pekarangan. Pagar itu dihiasi lukisan yang dibuat
sekelompok pelukis yang bermukim di Rocky Beach. Sudut tempat ia berhenti itu
menampakkan gambar sebuah kapal layar yang sudah nyaris tenggelam dilanda
ombak hijau menggunung. Seekor ikan muncul dari dalam air di latar depan,
memandang ke arah kapal itu. Jupe meletakkan tangannya pada mata ikan itu lalu
mendorong ke belakang. Seketika itu juga dua lembar papan terungkit ke atas.
Itulah jalan masuk rahasia, yang oleh Jupe dan kedua temannya diberi nama
Gerbang Hijau Satu. Jupiter mendorong sepedanya, masuk ke bengkelnya yang terletak di balik pagar.
Sepeda Pete ada di situ, disandarkan ke mesin cetak. Jupiter tersenyum, sementara
kedua lembar papan yang terangkat tadi dibiarkannya jatuh sehingga jalan masuk
rahasia tertutup kembali.
Kemudian ia mendengar suatu bunyi. Bunyi itu pelan sekali, tidak lebih dari
pakaian yang bergeser serta tarikan napas.
Jupiter menoleh ke arah bunyi itu.
Dilihatnya si pengemis buta berdiri di situ. Wajahnya yang berbekas luka di pipi
dipalingkan ke arah, Jupe, dengan kepala agak dimiringkan. Pipinya kini tidak
ditumbuhi cambang pendek, dan ia tidak memegang tongkat. Jupiter bergidik,
karena bekas luka yang memanjang di pipi menyebabkan sisi wajahnya yang itu
kelihatan seperti menyeringai.
Sekejap lamanya Jupiter tidak berkutik. Si Buta juga tidak bergerak. Ketika Jupiter
kemudian menarik napas, si Buta akhirnya bergerak lagi. Kepalanya masih
dimiringkan dengan sikap heran dan mulutnya masih menyeringai. Ia memegang
sesuatu dengan tangan tergenggam rapat. Ia berusaha melewati Jupe. Tiba-tiba
Jupe merasa harus tahu apa yang ada di tangan orang buta itu. Setelah
mencampakkan sepedanya ke samping, Jupiter menubruk orang itu, lalu
mencengkeram tangannya yang terkepal dengan kedua tangannya.
Si Buta berteriak sambil mundur dengan cepat. Tapi Jupiter terus mencengkeram.
Dicobanya membuka tangan yang terkepal sehingga terbuka sedikit. Ada sesuatu
jatuh ke tanah. Si Buta menyentakkan tangannya sehingga terlepas. Setelah itu ia balik
menyerang! Pukulannya membentur tulang pipi Jupiter, sehingga mata anak itu
berkunang-kunang. Ia langsung lemas.
Tapi dengan segera kesadarannya pulih. Sementara itu si Buta melangkahinya,
menuju ke pagar. Kedua papan yang merupakan penutup Gerbang Hijau Satu
terangkat sebentar lalu tertutup kembali dengan keras.
Jupiter tinggal seorang diri di situ.
Bab 12 ALAT PENYADAP PERCAKAPAN JUPITER duduk di tanah. Kepalanya agak pusing. Ketika penglihatannya sudah
biasa kembali, nampak olehnya benda yang terjatuh dan genggaman si Buta tadi.
Benda itu terpental ke bawah bangku kerja. Jupiter melihat sebuah kotak kecil dari
plastik, dengan lubang-lubang pada satu sisinya.
"Menarik," katanya.
Ia mengatakannya dengan lantang. Dan seperti jawaban atas ucapannya itu, terali
besi yang terdapat di samping mesin cetak tergeser ke samping. Pete menjulurkan
kepalanya dari Lorong Dua.
"Ada apa?" katanya. "kau berteriak tadi?"
"Kita kedatangan tamu," kata Jupiter. Ia berlutut merangkak ke bawah bangku
kerja untuk memungut kotak kecil yang tergeletak di situ, lalu mengamatamatinya.
"Kalau tidak salah, ini alat penyadap percakapan, katanya. Aku pernah
melihat fotonya. Pengemis buta itu tadi ada di sini, dan dari gerak-geriknya tidak
nampak bahwa ia buta. Kurasa ia hendak menyadap percakapan kita di tempat ini."
"Pengemis itu?" Pete mengambil alat berukuran kecil itu dari tangan Jupe, lalu
mengamat-amatinya. "Un"untuk apa percakapan kita hendak disadap" Dan
bagaimana ia bisa sampai kemari?" Pete menoleh ke belakang, seakan
memperkirakan bahwa orang dengan bekas luka di pipi itu tahu-tahu sudah ada di
balik punggungnya. "Ih, seram!" katanya.
Jupiter duduk di kursi dekat bangku kerja. Diambilnya alat penyadap percakapan
itu dari tangan Pete lalu dicongkelnya dengan pisau saku sehingga terbuka. "Ini
semacam alat pemancar mini," katanya sambil memperhatikan. "Suara-suara di
dekatnya disiarkan sehingga bisa ditangkap dari tempat yang tidak begitu jauh.
Begitulah, sampai seperempat mil dari sini. Biasanya alat penyadap meneruskan
percakapan untuk direkam sebuah alat perekam yang disembunyikan di dekatdekat
sumber suara. Dengan alat mi, si Buta bisa mengikuti setiap percakapan di
tempat ini." "Kau yakin alat ini sekarang tidak bekerja?" tanya Pete. "Jangan-jangan setiap
katamu diteruskan!" Jupiter menyingkirkan beberapa bagian yang kecil sekali dari alat itu dengan ujung
pisaunya. Kemudian ditutupnya lagi kotak itu.
"Beres!" katanya.
Setelah itu ia duduk sambil berpikir selama hampir satu menit. Lalu ia menoleh
pada Pete. "Kapan kau masuk ke pekarangan sini?" katanya.
"Begitulah, sekitar dua puluh menit yang lalu."
"Kau lewat Gerbang Hijau Satu."
"Betul!" Wajah Jupiter nampak geram.
"Kalau begitu, kurasa si Buta tadi membuntutimu masuk kemarL"
"Tidak mungkin!" seru Pete. "Mustahil!"
"Mungkin ia melihatmu dalam pertemuan itu lalu kau dibuntutinya sampai di
Rocky Beach," kata Jupiter menyambung, tanpa mempedulikan bantahan Pete.
"Atau ia melihat kita berdua di dermaga Denicola kemarin. Atau mungkin juga kita
bertiga di rumah Mr. Bonestell, malam sebelumnya. Pokoknya ia melihat kita pada
suatu ketika selama tiga hari belakangan ini, lalu dibuntutinya kita sampai di sini.
Aku ingin tahu, sempat tidak orang itu menaruh alat penyadap yang lain di sekitar
sini sebelum aku muncul tadi."
Sekali lagi Pete memandang berkeliling, seakan-akan si Buta ada di situ dan
mengintai di dekatnya. Setelah itu disertainya Jupiter yang sudah mulai memeriksa
di sekeliling bengkel. Tapi mereka tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan.
Tumpukan barang-barang bekas yang mengelilingi tempat itu tetap kelihatan
seperti biasanya. Dari air mukanya nampak bahwa Pete merasa sangat tidak enak.
"Aku kemari tadi langsung dari rumah," katanya. "Jika dia membuntuti aku
kemari, jangan-jangan... mungkinkah ia juga mengamat-amati rumahku, Jupe?"
"Tidak harus begitu," kata Jupe. "Bisa saja ia sudah menunggu di sini, dekat
Pangkalan." Bob datang ketika Jupe sudah mengambil paku dan palu untuk memaku papanpapan
penutup Gerbang Hijau Satu sehingga tidak bisa dibuka lagi. Setelah
pekerjaan itu selesai dengan dibantu oleh Bob, ketiga remaja itu masuk ke kantor
mereka lewat Lorong Dua. Sesampai di dalam, Jupe langsung mengambil tempat
duduknya yang biasa di belakang meja tulis, siap mendengarkan laporan Bob
tentang Grade Montoya. "Setelah beberapa waktu urusannya menjadi menarik," kata Bob di tengah-tengah
laporannya, "sebab seseorang bernama Ernie muncul. Tampangnya persis pemuda
yang kauceritakan, Jupe. Ia membunyikan bel, tapi Gracie tidak menyilakan dia
masuk. Gracie keluar dari apartemennya. Keduanya berdiri di samping kolam
renang, sambil saling berteriak dalam bahasa Spanyol."
"Ah, yang benar!" Jupiter mengatakannya dengan wajah geli.
Bob mengangguk. "Sebenarnya, Gracie yang paling banyak berteriak. Ernie
kedengarannya seperti berusaha menjelaskan sesuatu, tapi Gracie tidak mau
mendengarkan. Akhirnya Ernie marah, lalu dia berteriak-teriak pula. Seorang
wanita yang tinggal di bangunan sebelah keluar dan berdiri sambil mendengarkan
sebentar di trotoar. Setelah itu ia mengatakan akan memanggil polisi, jika mereka
masih saja berteriak-teriak.
"Kemudian Ernie pergi, dan Gracie Montoya masuk lagi ke apartemennya untuk
mengambil tas. Aku melihatnya pergi dengan mobilnya beberapa menit kemudian.
Aku masih menunggu selama kira-kira setengah jam di sana. Tapi Gracie tidak
kembali. karenanya aku lantas pergi saja"
"Hm!" kata Jupe. "Tentang apa mereka itu ribut-ribut, ya" Aku ingin tahu!
Sudahlah, kita lihat saja dulu apa yang sejauh ini sudah berhasil kita ketahui."
Jupiter mencondongkan tubuhnya ke depan. Wajahnya nampak bersungguhsungguh.
"Kita bisa memastikan bahwa si Buta itu ada di dekat tempat perampokan
berlangsung," katanya. "Dan lewat dompet, kita juga bisa menghubungkan dia
dengan Ernie serta kawan-kawannya. Gracie Montoya ada hubungannya dengan
kelompok itu, dan juga dengan Mr. Bonestell. Yang paling menarik, gadis itu
ternyata penata rias. Mungkinkah dia yang merias seseorang sehingga kelihatannya
seperti seorang teroris dari Mesa d"Oro yang sudah mati" Dan mungkinkah ia
sendiri menyamar menjadi laki-laki lalu ikut berperan dalam perampokan itu"
Tingginya cocok, kalau menurut keterangan yang diberikan Mr. Bonestell
mengenai para perampok itu. Dan tadi ia mengatakan padaku bahwa cuma
perampok yang menyamar sebagai petugas pembersih yang bernama Rolf saja
yang berbicara sejak ia disekap oleh mereka sampai saat berlangsungnya
perampokan. Yang dua lagi membisu terus."
"Jika salah seorang dari mereka memang Gracie, tentu saja ia tidak berani bicara,
karena pasti akan ketahuan,?" kata Pete.
"Jadi ada kemungkinan salah satu dari para perampok itu wanita" kata Jupe,"atau
mungkin juga yang tidak mau berbicara itu tidak bisa berbahasa Inggris, dan
mereka tidak mau kenyataan itu ketahuan."
"Bisa saja mereka itu kedua pemuda yang serumah dengan Ernie," kata Pete. "Aku
tidak tahu orang mana mereka itu, tapi bahasa Spanyol mereka sangat fasih.
Mungkin saja mereka tidak bisa berbahasa Inggris."
"Sedang Ernie, ia fasih berbahasa lnggnis dan Spanyol," kata Jupe. "Kurasa
sekarang kita perlu tahu lebih banyak tentang Ernie dan kawankawannya. Bob, kau
satu-satunya di antara kita bertiga yang belum pernah dilihat orang-orang di
dermaga Denicola. Kau bisa berkeliaran di sekitar sana dengan aman, karena
biasanya memang selalu ada saja yang menonton orang yang sedang mengutakngutik
kapal. Ernie sudah melihat aku dan Pete, jadi kami tidak bisa lagi
melakukan tugas itu."
"Oke," kata Bob.
"Aku sendiri akan ke tempat Gracie Montoya "barangkali saja ada sesuatu yang
bisa dilihat di sana kata Jupe. "Lalu kau, Pete, bagaimana jika kau tinggal saja di
sini, dalam kantor" Si Buta sudah sekali beraksi hari . Menurut firasatku kita akan
melihatnya lagi. Dan jika itu terjadi, mungkin kita perlu saling memberi tahu. kau
menjadi penghubung kita."
"Alaa, bilang saja aku menjaga telepon di sini," kata Pete. "Oke, aku sama sekali
tidak keberatan! Tapi jika si Buta muncul di dalam sini, pasti yang kutelepon
bukan kalian"tapi polisi!"
"Boleh saja!" kata Jupiter dengan gembira. "Tapi," katanya menyambung, "Kurasa
sebaiknya kita semua harus berhati-hati. Si Buta tahu di mana kita berada, dan ada
kemungkinan ia juga tahu"atau bisa menduga"apa yang kita lakukan. Tadi ia
lari, tapi itu tidak selalu harus begitu. Ia bisa merupakan bahaya"setiap saat!"
Bab 13
Trio Detektif 31 Pengemis Buta Bermuka Rusak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
PERINGATAN "Asyik juga, kelihatannya," kata Bob Andrews.
Ia berdiri di pinggir dermaga Denicola. Saat itu hari Jumat pagi. Pasang sedang
surut, sehingga letak geladak Maria III lebih rendah dari lantai dermaga tempat
Bob berdiri. Ernie ada di kapal, sedang mengecat sisi luau bulk anjungan kemudi.
Bob menunggu sesaat. Tapi Ernie tidak menanggapi komentarnya. Bahkan
menoleh pun tidak. "Rumah kami dicat, tahun lalu," kata Bob lagi. "Aku diperbolehkan para tukang
membantu mereka. Aku mengecat bingkai jendela-jendela."
Ernie berhenti bekerja. Ia menoleh ke arah Bob, lalu memandang kuas yang ada di
tangannya. Setelah itu ia melangkah mundur menjauhi dinding bilik anjungan, dan
menyodorkan kuas pada Bob.
Bob meloncat turun ke geladak. Sambil nyengir diambilnya kuas lalu mulai
mengecat dengan hati-hati dan rapi. Ernie memperhatikan sambil tersenyum.
Setelah beberapa menit bekerja tanpa bicara, akhirnya Bob membuka mulut
"Wah pasti asyik, ya"bekerja di kapal!" katanya.
Ernie hanya mendengus saja.
"Aku pernah sekali diajak paman temanku naik perahu motor," kata Bob dengan
gaya mengoceh. "Asyik rasanya"tapi kemudian kami sampai di tempat yang
bergelombang tinggi." Ia menyambung dengan kisah yang panjang dan kocak,
bagaimana ia mabuk laut. Akhirnya Ernie tertawa.
"Ya, memang begitulah, kalau orang belum biasa naik kapal," kata pemuda itu. Ia
berbicara tanpa logat asing sama sekali. "Kalau aku, aku tidak pernah mabuk laut."
Setelah didesak-desak sebentar, Ia menyambung dengan kisah tentang badai paling
gawat yang pernah dialaminya. Bob bertanya-tanya seperti anak yang terkagumkagum,
dan Ernie makin lama makin bersikap ramah padanya. Tapi sebelum Bob
berhasil mengorek keterangan yang ada gunanya, dua orang pemuda yang sebaya
dengan Ernie datang. Mereka bicara dengan Ernie dalam bahasa Spanyol. ketika
pemuda itu menjawab, Ia melirik ke arah Bob. Setelah itu ia buru-buru naik ke
dermaga, lalu diajaknya kedua pemuda yang datang itu agak menjauh dari Maria
III. Ketika sudah cukup jauh, ketiga pemuda itu lantas berdiskusi. Bob berusaha.
memperhatikan mereka tanpa menyolok. kedua pemuda yang baru datang
menggerak-gerakkan tangan ke arah pantai, dan seorang dari mereka menuding
seperti hendak menunjukkan bahwa ada sesuatu datang dari arah utara. Ernie
kelihatan mengangkat bahu, sementara salah seorang pemuda itu mengepalkan
tangan dan mengacung-acungkannya ke atas. Yang seorang lagi menunjuk arloji
tangannya sambil mengatakan sesuatu dengan bersemangat pada Ernie.
Akhirnya Ernie berpaling, sementara kedua kenalannya pergi meninggalkan
dermaga, kembali ke pondok reyot yang menghadap ke jalan raya dan
membelakangi laut. Bob menarik kesimpulan, pasti mereka itulah teman-teman
yang serumah dengan Ernie.
Ernie turun lagi ke kapal, lalu meneliti hasil kerja Bob dengan sikap senang.
"Bagus sekali," katanya dengan ramah.
"Anda fasih sekali berbahasa Spanyol tadi!" kata Bob. "Kawan-kawan Anda juga."
"Itu bahasaku yang kedua," kata Ernie dengan nada menyombongkan diri.
"Kawan-kawanku itu dari Amerika Selatan. Mereka kurang bisa berbahasa lnggris,
jadi kami berbicara dalam bahasa Spanyol."
Bob melihat Mrs. Denicola yang tua muncul dari numah yang di dekat pelatanan
parkir. Ia membawa baki dengan sesuatu yang kelihatannya seperti termos serta
beberapa mangkuk. Ketika sudah separuh jalan dari rumah tadi ke bangunan kecil
di mana Eileen Denicola berada, wanita tua itu memandang ke arah Maria III, ia
berhenti sejenak. Rupanya ia melihat Bob ada di situ bersama Ernie, sedang kuas
ada di tangan Bob. Meski jarak yang memisahkan tempat wanita itu berdiri dan
kapal paling sedikit seratus meter, tapi Bob bisa melihat bahwa sikap Mrs.
Denicola berubah menjadi tegang.
Setelah beberapa saat, wanita tua itu meneruskan langkahnya, menuju ke kantor
dan langsung masuk. Sesaat kemudian Eileen muncul dan menuju ke dermaga.
Wanita yang lebih muda itu memakai baju kerja yang terbuat dari kain kasar
berwarna biru dengan kerah terbuka. Selembar selampai berwarna putih dan biru
meliliti lehernya. Ia memakai celana jeans yang sudah pudar warnanya, sedang
kakinya terbungkus sepatu santai berwarna biru yang sudah tidak baru. Ia datang
dengan langkah-langkah tegas. kelihatannya agak marah.
"Kau yang seharusnya mengecat bilik anjungan," katanya pada Ernie. Ia
mengatakannya dengan suara biasa, tapi tetap saja terdengar galak.
"Anak ini yang ingin membantu," jawab Ernie dengan sikap tak acuh. "Ia suka
mengecat." "Itu memang betul, Ma"am," kata Bob. "Saya memang suka mengecat."
"Baiklah, tapi selebihnya harus diselesaikan sendiri oleh Ernie," kata Eileen
Denicola. "Mertuaku ingin bicara sebentar denganmu."
"Dengan saya?" kata Bob.
"Ia menunggu di sana." Eileen menuding ke arah kantor. "Aku tidak tahu untuk
urusan apa, tapi aku disuruhnya memanggilmu. Berikan kuas ini pada Ernie, dan
ikut aku." Bob menyerahkan kuas pada Ernie, lalu mengikuti Eileen ke kantor. Wanita itu
berpaling sebentar untuk mengatakan pada Ernie agar kapal sudah siap untuk
berangkat sesudah makan siang. "Jangan sampai terlambat," katanya. "Kita harus
ke Kelleher untuk membeli bahan bakar. Besok pagi pukul tujuh akan ada empat
puluh tiga orang di sini, jadi saat itu kita takkan punya waktu lagi."
"Baik, Mrs. Denicola," kata Ernie, lalu mempercepat sapuan kuasnya.
Bob tersenyum. Kelihatannya Eileen Denicola sudah biasa perintahnya dipatuhi.
Kini wanita muda itu berjalan di depannya. Rambutnya yang merah terayun-ayun
mengikuti irama langkahnya. Mrs. Denicola yang tua datang menyongsong mereka
di pintu kantor. "Kita ke rumah." kata wanita tua itu. Ia menggerakkan tangannya ke arah Bob.
"Kau, Anak muda, kau ikut denganku."
Bob mengikutinya ke rumah. Dalam hati ia bertanya-tanya, kenapa ia dipanggil.
Mrs. Denicola mengajaknya masuk ke sebuah ruang duduk. Suasana di tempat itu
kaku dan agak asing, dengan kursi-kursi besar berlengan dan bersandaran tinggi
serta sebuah sofa panjang yang jelek sekali.
"Duduklah." Mrs. Denicola menunjuk ke sebuah kursi yang letaknya membentuk
sudut siku dengan sofa. Setelah keduanya duduk, wanita tua itu melipat kedua
tangannya di pangkuannya, lalu menatap Bob dengan matanya yang begitu tajam
sehingga Bob terpaksa membuang muka.
"Aku pernah melihatmu?" kata wanita itu.
"Saya... saya rasa kita belum pernah berjumpa," kata Bob dengan kikuk.
"Kau memang tidak mungkin tahu, tapi aku pernah melihatmu," kata Mrs.
Denicola lagi. "Aku melihatmu dalam mimpi, lalu aku melihatmu di sana tadi." Ia
menggerakkan tangannya ke arah jendela. "Kurasa lebih baik jika kau tidak ada di
sini." Mrs. Denicola nampaknya menunggu jawaban. Bob membuka mulut untuk
mengatakan sesuatu. Tapi tenggorokannya seperti tersumbat, sehingga hanya bunyi
antara tersedak dan batuk yang keluar. Ia menutup mulutnya dan menarik napas
dalam-dalam, lalu mendeham-deham sebentar.
"Saya cuma... cuma membantu mengecat saja tadi," katanya. "Saya belum pernah
kemari, dan..." Ia tidak meneruskannya. Dengan tiba-tiba Ia merasa kikuk. Ia tidak ingin
menyinggung perasaan wanita tua yang duduk di dekatnya itu, tapi ia ngeri
menghadapi kekuatan yang dirasakannya ada dalam diri wanita itu. Berhadapan
dengan Mrs. Denicola, Bob lantas teringat pada wanita-wanita bijaksana dari
zaman purba yang bertapa dalam gua dan yang bisa meramal masa depan serta
memperingatkan orang-orang akan bencana yang akan datang menimpa.
Hawa dalam rumah kecil itu pengap, tapi anehnya Bob merasa kedinginan.
Mrs. Denicola mendekatkan dirinya ke Bob, dengan tangan masih terlipat di
pangkuan yang terbungkus gaun berwarna hitam. Wajahnya cekung dan penuh
kerut. kelihatannya kurus dan sangat capek.
"Kau seharusnya jangan kemari," kata wanita itu lagi. "Kau kemari ini karena ada
perlu, menurutku. Kenapa kau datang?"
"K " kenapa?" kata Bob dengan suara berbisik. Ia sendiri heran mendengar
bahwa ia berbisik, tapi ia tidak mampu berbicara dengan suara lebih keras. "Tidak
karena kenapa-kenapa. Saya cuma... cuma iseng saja."
Tapi dengan segera ia membuang muka, karena merasa yakin bahwa wanita itu
bisa membaca pikirannya, dan oleh sebab itu pasti tahu bahwa ia berbohong.
"Keselamatanmu terancam," kata wanita itu. "Kau harus lekas-lekas pergi dari sini.
Dan jangan kembali! Jika kau tetap ada di sini, nanti akan terjadi sesuatu yang
mengerikan. Dalam mimpi itu kulihat kau berada di suatu tempat yang bergetargetar.
Ada bunyi yang sangat nyaring, dan kau jatuh bersama ambruknya tempat di
mana kau sedang berada. Di sekitarmu tanah merekah."
Bob memandang wanita tua itu. Ia merasa takut sekali. Kemudian disadarinya
bahwa tangannya terkepal, lalu dipaksanya agar terbuka kembali.
Eileen Denicola sudah mengatakan pada Jupiter bahwa mertuanya kadang-kadang
memimpikan hal-hal yang sungguh-sungguh terjadi. Dan wanita tua itu
menceritakan mimpinya pada Jupiter tentang seorang tunanetra yang memungut
dompet yang tergeletak di tanah. Kini ia memimpikan tanah yang merekah, serta
Bob jatuh. Apa makna mimpi itu"
Gempa bumi! Mrs. Denicola pasti mimpi tentang gempa! Tapi apa gunanya
menceritakan hal itu pada Bob" Dengan meninggalkan dermaga itu ia takkan bisa
melarikan diri dari gempa.
Mrs. Denicola mendesah. "Kau beranggapan aku ini perempuan tua yang tidak waras pikirannya," katanya
dengan sendu. "Mungkin memang lebih baik tidak kuceritakan mimpiku itu
padamu. Kau akan pergi dan kembali dengan anak-anak lain, lalu mereka akan
tertawa-tawa dan mengatakan bahwa aku ini dukun sihir"dukun sihir Italia tua
yang sudah sinting! Tapi sungguh, aku melihatmu di tempat yang menjadi
berantakan, dan aku... aku juga ada di situ!"
Saat itu pintu depan rumah itu terbuka, menyebabkan angin segar menghembus ke
dalam. Eileen Denicola muncul di serambi depan dan menjenguk ke dalam ruang
duduk, memandang mereka. Tampangnya kelihatan geli, tapi bercampur cemas.
"Ada apa, sih?" katanya. Suaranya terdengar dipaksa bernada riang. "Mudahmudahan
saja bukan mimpi lagi."
"Kalau ya, memangnya kenapa?" kata wanita tua itu. Ia memajukan tubuhnya lalu
menyentuh lutut Bob. "Aku merasa bahwa dia ini anak baik yang biasa bekerja
keras," katanya. "Aku mengatakan padanya bahwa ia akan berhasil dan maju"
selama mau mendengarkan nasihat orang-orang yang bermaksud baik padanya."
Mrs. Denicola yang tua berdiri. "Aku harus bergegas sekarang" katanya pada
Eileen. "Tamu kita sebentar lagi datang, dan masih banyak yang harus
dipersiapkan." Setelah itu ia keluar, tanpa mengatakan apa-apa lagi pada Bob.
"Beres?" kata Eileen Denicola.
"Ya," jawab Bob dengan suara pelan. "Terima kasih."
Ia berdiri lalu bergegas keluar, melewati wanita berambut merah itu. Bob merasa
seram jika masih lama lagi di tempat itu. Ia harus cepat-cepat pergi!
Bab 14 ERNIE MENGADAKAN PERJANJIAN
KEDUA pemuda yang sekamar dengan Ernie muncul lagi di pantai. Mereka
berjalan menuju dermaga. Ernie masih terus sibuk mengecat di anjungan kapal.
Semuanya kelihatan persis seperti dua puluh menit sebelumnya. Tapi bagi Bob,
segala-galanya sudah berubah.
Mrs. Denicola yang tua berbicara tentang adanya bahaya.
Di pinggir jalan raya, beberapa ratus meter dari dermaga ada sebuah kawasan
perbelanjaan kecil-kecilan. Bob melihat bahwa di situ ada pasar swalayan kecil,
sebuah tempat cuci pakaian dengan peralatan otomatis, dan sebuah kantor realestate.
Ia juga melihat sebuah bilik telepon di depan pasar. Dengan segera ia ke
sana, lalu memutar nomor telepon kantor Trio Detektif.
Dengan segera pula Pete menjawab. Begitu mendengar suara Bob, ia langsung
bertanya, "Semuanya beres?"
"Ya, kurasa bisa dibilang begitu. Tapi wanita tua itu"Mrs. Denicola yang tua"ia
mengatakan padaku bahwa ia bermimpi tentang aku. kau ingat, menantunya
mengatakan bahwa mertuanya biasa memimpikan hal-hal yang betul-betul terjadi"
Nah, dalam mimpinya tentang aku, dilihatnya aku dalam bahaya. Aku berada di
suatu tempat di mana segala-galanya bergerak dan berjatuhan. Seperti sedang ada
gempa. Ia mengatakan, aku tidak boleh ada di sini. Menyeramkan, ya?"
Sesaat tidak terdengar jawaban. Kemudian Pete berkata, "He, Bob! Jika mimpi
wanita tua itu kemudian ternyata sungguh-sungguh terjadi, mungkin lebih baik jika
kau pergi saja dari sana. Bagaimana, aku perlu datang untuk menggantikan?"
"Itu kan cuma mimpi," kata Bob. Itu dikatakannya lebih banyak untuk
menenangkan perasaannya sendiri.
"Baiklah. Tapi hati-hati, ya!" kata Pete.
"Itu sudah pasti," kata Bob berjanji. "Aku belum ingin pergi saat ini. Kelihatannya
sebentar lagi akan ada sesuatu. Masih ingat kedua pemuda yang tinggal bersama
Ernie" Mereka mondar-mandir terus di dermaga, berbicara dengan Ernie dalam
bahasa Spanyol. Kelihatannya ada sesuatu yang membuat mereka bersikap begitu
gelisah." Sebuah mobil pick up muncul di jalan raya. Kendaraan itu berjalan larnbat-lambat,
lalu membelok masuk ke pelataran parkir perusahaan Denicola dan berhenti di situ.
Seorang laki-laki bertubuh jangkung dan langsing, dengan pakaian kerja dan kain
drill turun dan mobil itu lalu berja!an menuju dermaga.
"Jangan jauh-jauh dari telepon," kata Bob. "Nanti aku menelepon lagi."
Bob keluar lagi dari bilik telepon. Banyak mobil dan berbagai jenis diparkir
berderet-deret di pinggir jalan raya. Bob berjalan kembali ke arah dermaga dengan
berlindung di balik deretan kendaraan itu.
Sementara itu laki-laki jangkung yang baru datang tadi sudah sampai di tempat
Ernie serta kedua kawannya, di samping Maria III. Bob berhenti sebentar, untuk
memperhatikan Ernie berbicara dengan orang itu. Tampang Ernie nampak marah.
Ia berbicara sambil menggerak-gerakkan tangannya.
Bob beringsut ke sudut sebuah mobil kombi yang sedang diparkir, lalu turun ke
pasir dan langsung menuju ke bawah dermaga.
Keempat orang yang ada di samping kapal penangkap ikan tidak melihatnya.
Dengan segera Bob sudah sampai di tempat "a menaruh sepedanya tadi. Tapi ia
terus berjalan, sampai ke batas air.
Sesampai di sana ia berhenti, lalu memasang telinga. Ia bisa mendengar suara
keempat orang itu berbicara. Tapi tempat mereka berada masih terlalu jauh. Lagi
pula bunyi ombak memecah terlalu dekat. Jadi Bob tidak sampai bisa menangkap
kata-kata yang diucapkan keempat orang itu.
Kening Bob berkerut. Andaikan Ia bisa menangkap kata-kata yang diucapkan,
kemungkinannya ia tetap takkan mengerti, karena barangkali mereka berbicara
dalam bahasa Spanyol. Tapi kemudian didengarnya langkah orang di atas kepalanya. Orang-orang itu
berjalan mendekat.. Mereka berhenti sebentar untuk berbicara. Kedengarannya
seperti sedang bertengkar. Lalu berjalan lagi, makin lama makin dekat. Akhirnya
mereka sampai tepat di atas kepala Bob. Setelah itu ia pun ikut berjalan di bawah
lantai, sambil mendongak dan mendengarkan. Langkahnya tidak kedengaran,
karena ia berjalan di pasir.
"Oke, Strauss." itu suara Ernie. Ia berhenti melangkah, begitu pula yang lainlainnya.
"Aku bisa mengerti bahwa kau belum mau, sampai sudah melihat
sebagian dari uangnya. Tapi kami pun perlu melihat barang itu dulu. Awas kalau
tidak bagus!" "Kujamin, sudah pasti bermutu," kata seseorang. Mestinya dia itu yang bernama
Strauss, karena ia berbicara tanpa logat asing. Nadanya tegas. "Tapi kalian
kelihatannya tidak begitu bisa diandalkan. Untuk apa sebenarnya aku bicara
dengan kalian" Aku ingin ketemu Alejandro sendiri. Dialah yang mengadakan
bisnis ini." "Aku mewakili Alejandro," kata Ernie. "Jika kau memaksa, bisa saja kami
mengatur pembayaran uang muka.
"Ya, itu harus!" kata Strauss.
"Seperempat dari keseluruhannya," kata Ernie. "Sisanya kami tahan, dan baru akan
karni serahkan jika barangnya sudah kami terima"dan kondisinya seperti yang
dijanjikan." "Separuh sebagai uang muka." kata Strauss.
Kini suaranya terdengar bernada datar, nyaris bersikap masa bodoh. "Separuh
sisanya apabila barang sudah diserahkan. Tanpa uang muka, takkan terjadi apaapa.
Kalian harus tahu, aku sama sekali tidak perlu kalian. Barang itu bisa kujual
pada siapa saja." Selama beberapa saat tidak terdengar apa-apa di atas. Kemudian Ernie berbicara
lagi. "Baiklah, separuh sebagai uang muka. Tapi sebelum separuhnya lagi diserahkan,
kami harus menerima barangnya dulu. Kau kembali saja ke Pacific States dan
menunggu di sana. Nanti kutelepon jika uangnya sudah ada padaku."
"Kenapa tidak di sini saja aku menunggunya?" kata Strauss. "Kenapa harus
mondar-mandir segala!"
Trio Detektif 31 Pengemis Buta Bermuka Rusak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Karena itu memerlukan waktu, dan majikanku saat ini sudah jengkel saja di
kantornya karena beranggapan bahwa aku ini sedang bermalas-malasan. Jadi kau
kembali saja dulu dan menunggu teleponku di sana."
Sesudah itu tidak terdengar apa-apa selama beberapa saat. Menurut dugaan Bob,
orang yang bernama Strauss itu pasti sedang menoleh, memandang ke arah kantor
dengan jendela-jendelanya yang menghadap ke dermaga. Dan pasti Eileen
Denicola ada di dalamnya, memandang ke arah keempat orang itu.
"Ya, baiklah," kata Strauss kemudian. "Mungkin memang lebih baik jika aku tidak
kemari tadi. Oke. Akan kutunggu kau menelepon di Pacific States. Tapi jangan
coba-coba mengulur-ulur waktu. Ingat kalian lebih perlu aku, daripada aku perlu
kalian." Setelah itu terderigar langkah orang pergi ke arah darat. Pasti itu Strauss, kata Bob
dalam hati. kemudian terdengar suara Ernie lagi. Ia mengatakan sesuatu dalam
bahasa Spanyol. Nadanya seperti mengumpat. Lalu terdengar suara kedua pemuda
yang lain, menggumam dengan nada marah.
Setelah itu terdengar langkah-langkah ringan berjalan di atas dermaga Bob
mendengar suara seorang wanita, bernada jengkel.
"Siapa itu tadi?" tanya Eileen Denicola.
"Dia anggota salah satu perkumpulan," kata Ernie. "Katanya, Ia melihat Maria III
dari jalan, lalu kemari untuk menanyakan apakah bisa disewa."
"Lain kali kalau ada orang menanyakan begitu, suruh dia datang ke kantor," kata
Eileen. "Baik Mrs. Denicola." kata Ernie.
"Sekarang pergilah makan dulu," kata Eileen lagi. "Pukul satu tepat kau harus
sudah ada di sini lagi, supaya kita bisa langsung berangkat untuk mengisi bahan
bakar. Dan jangan kauajak kawan-kawanmu itu. Mengerti?"
"Baik Mrs. Denicola," kata Ernie dengan nada patuh.
Setelah itu diajaknya kedua temannya menyingkir, dan Eileen pun pergi
meninggalkan tempat itu. Bob menunggu di bawah lantai dermaga yang gelap.
Ketika ia sudah melihat Ernie dan kedua kawannya berjalan melintasi pasir pantai
menuju pondok mereka yang reyot, barulah Bob beranjak dan pergi ke arah yang
berlawanan. Ia ingin tahu di mana letak tempat yang bernama Pacific States.
Kedengarannya seperti nama kota. Tapi Bob belum pernah mendengar ada kota
yang namanya begitu. Ia berlari-lari kecil. kembali menuju bilik telepon di depan
pasar. Dalam buku telepon yang ada di situ tidak ditemukannya kota yang bernama
Pacific States. Tapi dalam kelompok dengan huruf awal P ditemukannya sebuah
perusahaan ekspedisi dan pergudangan yang namanya Pacific States. Kantornya di
kota Oxnard, di jalan yang bernama West Albert Road. Ia memutar nomor telepon
yang tertera di situ, lalu menanyakan apakah bisa bicara dengan Mr. Strauss.
"Ia sedang tidak ada," kata orang yang menerima. "Bisakah saya mengetahui
nomor telepon Anda, supaya ia menelepon ke sana jika sudah kembali nanti?"
"Itu tidak perlu," kata Bob. "Saya akan menelepon lagi."
Setelah itu Bob hendak menelepon Pete di kantor Trio Detektif. Tapi saat itu
dilihatnya seorang laki-laki keluar dari pasar. Rasanya ia mengenalnya. Ketika
orang itu menuju ke tempat mobilnya diparkir, Bob melangkah keluar dari bilik
telepon dan dengan langkah santai menghampirinya.
"He, Bob!" sapa orang itu. "Apa yang kaulakukan di sini?"
"Halo, Mr. Soames!" Orang itu tetangga Bob. Tinggalnya di seberang jalan,
berhadap-hadapan dengan rumah keluarga Andrews.
"Saya sedang... sedang melihat-lihat keadaan di sini," kata Bob. "Akhir pekan ini
saya mungkin akan memancing kemari, bersama Ayah."
Mr Soames memandang berkeliling. "Kau kemari dengan sepeda?"
Bob menggeleng. "Saya tadi membonceng mobil kenalan," katanya berbohong. Ia hampir semahir
Jupiter berbohong, kalau keadaan benar-benar memerlukan, "Anda kebetulan
hendak ke utara, barangkali?"
"Ya, memang," kata Mr. Soames. "Aku hendak menjenguk saudaraku di
Carpinteria." "Sudah saya sangka Anda akan ke sana. Bolehkah saya ikut sampai Oxnard?"
"Boleh saja... tapi aku belum akan kembali hari ini. Bagaimana kau pulang nanti?"
"ltu gampang, kan bisa naik bis antarkota," kata Bob. "Wah, terima kasih, Mr.
Soames!" Ia buru-buru masuk ke dalam mobil kecil itu dan duduk di samping Mr. Soames.
Dalam hati Ia tersenyum bangga, karena Jupe sendiri belum tentu akan bisa
berbuat begitu. Sekarang ia tidak perlu membuang tenaga, bersepeda ke kota yang lumayan
jauhnya itu! Dan barangali nanti ia akan bisa mengetahui barang apa yang hendak
dibeli Ernie serta kedua kawannya"dan berapa mereka berniat membayarnya!
Bab 15 BOB DALAM KESULITAN JUPITER duduk di pinggir jalan, di seberang gedung apartemen tempat tinggal
Gracie Montoya. Ia merasa jengkel, dan juga bosan. Pukul sembilan pagi tadi "a
membunyikan bel apartemen gadis itu, dan sekali lagi berusaha membujuknya agar
mau berlangganan Santa Monica Evening Outlook. Tapi gadis itu kembali
menolak, dan sekali ini kelihatannya sedang tidak ingin diajak mengobrol.
Setelah itu Jupe pergi ke seberang jalan. Dari situ diamat-amatinya apartemen
Gracie, sepanjang pagi. Ia melihat gadis itu membawa cuciannya ke sebuah
ruangan yang terletak di bagian belakang bangunan tempat tinggalnya, dan
kemudian kembali dengan setumpuk pakaian yang sudah dilipat rapi. Kini Gracie
Montoya duduk-duduk di samping kolam, sambil mengecat kukunya. Jupiter ingin
sekali bercakap-cakap lagi dengan dia. Akhirnya diputuskannya untuk pura-pura
kehilangan buku pesanan. Jupiter berdiri, lalu menyeberang. Tapi ketika sampal di pintu gerbang gedung
tempat tinggai Gracie, "a tertegun. Dilihatnya gadis itu sekarang memegang
pesawat telepon yang disambungkan dengan kabel yang sangat panjang. Terdengar
suaranya berbicara dengan seseorang yang hernama Marilyn.
"Aktingnya payah," kata Gracie, "tapi menurut yang kudengar, teknik efeknya
hebat. Sewaktu pesawat ruang angkasa meledak, tempat duduk penonton sampai
terasa bergetar. Aku tadi sudah menelepon, katanya pertunjukan pertama dimulai
pukul dua. Bagaimana" Kita makan roti dulu sebelum nonton?"
Jupe berpaling. Rupanya Gracie Montoya hendak pergi nonton film. Katakanlah ia
bisa membuntutinya, takkan banyak yang akan bisa diketahuinya dan duduk terus
sampai sore dalam bioskop.
Jupe bertanya-tanya dalam hati, apakah Bob lebih berhasil dengan tugasnya di
Dermaga Denicola. Ia juga bertanya-tanya, apakah ada yang berhasil dicapai
selama ini oleh Trio Detektif, untuk menolong Mr. Bonestell. Mungkinkah Ernie
beserta kawan-kawannya perampok bank itu"
Dan jika benar, bagaimana Trio Detektif bisa membuktikannya"
Tiba-tiba Jupe teringat pada sesuatu yang
pernah beberapa kali dilihatnya dalam film dari acara-acara televisi. Dngan segera
"a mengambil sepedanya, lalu cepat-cepat kembali ke Pangkalan Jones.
Pete ada dalam kantor mereka, sedang membalik-balik halaman sebuah majalah
olahraga. Kelihatannya ia bosan.
"Untung kau datang," katanya begitu Jupe masuk. "Membosankan rasanya, duduk
terus seorang diri di sini. Tapi Bob tadi menelepon."
"Lalu, apa katanya?" kata Jupe.
"Ia merasa akan terjadi sesuatu di Dermaga Denicola. Kedua teman Ernie ada di
sana, bercakap-cakap dengan Ernie. kata Bob, mereka kelihatannya gelisah tentang
sesuatu. Dan Mrs. Denicola, yang tua maksudku, Ia mimpi tentang Bob. Katanya
Bob dalam bahaya, dan mengatakan bahwa Bob jangan berada di dermaga itu!"
Jupiter merasa dirinya menjadi agak tegang. Ia tidak tahu apakah harus percaya
atau tidak pada kebenaran mimpi Mrs. Denicola. Tapi Ernie" Itu soal lain.
"Kapan Bob menelepon tadi?" tanyanya.
"Begitulah, setengah jam yang lalu. Atau mungkin juga lebih. Kukatakan padanya
bahwa aku akan ke sana untuk menggantikannya, tapi ia ingin tetap di situ."
"Oke." Jupe mengangguk. "Sekarang begini. Aku akan ke sana. Akan kucoba
memotret ketiga orang itu. Nanti foto mereka akan kuretusir"kuberi kumis dan
rambut palsu"lalu kutunjukkan pada Mr. Bonestell. Siapa tahu, barangkali ia
mengenali mereka kembali."
Ia bergegas masuk ke kamar gelap, mengambil kamera yang diperlengkapi dengan
lensa tele. "Kau menjaga terus di sini," katanya pada Pete. "Nanti kutelepon kemari, kalau
sudah berjumpa dengan Bob."
Setengah jam kemudian Jupe sudah berada di pinggir jalan, di seberang Dermaga
Denicola. Kapal Maria III tidak kelihatan, dan juga tidak ada siapa-siapa dalam
kantor kecil yang di dekat dermaga. Jupiter tidak melihat Ernie dan Eileen di
sekitar situ. Ia mengangkat bahu, lalu mendorong sepedanya ke seberang jalan dan langsung
menuju ke bawah dermaga. Ditemukannya sepeda Bob di sana. Terikat dengan
rantai yang digembok ke salah satu tiang penyangga. Jupe mengunci sepedanya di
samping sepeda itu, lalu memandang ke kanan dan ke kiri. Tapi ia tidak melihat
Bob. Hanya orang-orang yang sedang memancing di pantai saja yang nampak,
serta anak-anak yang sedang bermain-main dengan seekor anjing. Sambil
menenteng kamera, ia menuju pelataran parkir Denicola. Tidak ada siapa-siapa di
situ. Kemudian dilihatnya mobil station wagon di dalam garasi terbuka di sebelah
rumah beratap genting batu kelabu yang tenletak dekat dermaga. Rupanya ada
orang di rumah keluarga Denicola.
Jupiter pergi ke sana. Ia tidak perlu membunyikan bel lagi, karena pintu depan
langsung terbuka. Mrs. Denicola yang tua muncul di ambangnya. Ia menatap
Jupiter dengan tajam. "Anda melihat teman saya di sini tadi, Mrs. Denicola?" kata Jupiter.
"Temanmu?" "Ya, ia kemari tadi pagi dan Anda berbicara dengan dia," kata Jupiter. "Anda
bermimpi tentang dia."
"Ah!" kata Mrs. Denicola. "Jadi anak itu"bertubuh kecil dan berkaca mata"dia
itu temanmu. Kurasa ini sebelumnya sudah kuketahui."
Ia menatap Jupiter sambil mengerutkan kening. Tapi Jupe merasa bahwa wanita
tua itu tidak benar-benar marah.
Telur Mata Setan 1 Dewa Arak 20 Pelarian Istana Hantu Rahasia Pesan Serigala 2