Pencarian

Kumpulan Kasus Seru 2

Sherlock Holmes - Kumpulan Kasus Seru Bagian 2


Tak sampai dua minggu kemudian, sebuah telegram berisi alamat balasan yang kukenal di Sussex Downs diantar ke ruanganku. Pesan itu hanya terdiri dari dua kata: "DATANG
LAH SEGERA" dan tanda tangan "HOLMES". Tak ada lagi tulisan lain yang diperlukan.
Aku segera pergi ke stasiun Victoria dan membeli karcis kelas satu kereta ke Brighton. Setelah menunggu lama kedatangan keretaku yang di luar kebiasaan, perjalanan kereta api itu berlalu cukup cepat. Di barisan kereta kuda Brighton, seorang pengemudi kereta mengantarku ke gerbang pintu tujuanku.
Rumah Mr. Sherlock Holmes dari luar tampak seperti rumah bujangan mana pun, tapi halaman yang mengelilinginya menimbulkan kekaguman. Rumahnya diapit dan dikelilingi di semua sisi oleh lemari-lemari kayu tipis panjang yang-dalam pengamatan lebih lanjut-sebetulnya adalah sarang lebah, merembeskan lilin lebah pucat dan sekresi serangga penghuninya yang berwarna lebih gelap. Suara dengung yang terus-menerus seribu kali Babel. Saat aku melangkah di jalan masuk depan di tengah-tengah iringan lebah-lebah yang ingin tahu, aku melihat sekilas wajah teman dan pemanggilku di jendela terdekat. Sebelum aku punya waktu menggunakan keset kaki di sebelah pintu, aku ditarik masuk. Lebah-lebah itu, untungnya, memilih untuk tetap di luar. Semenit kemudian aku sudah duduk bersilang kaki di atas tempat duduk bulu binatang di ruang tamu teman baikku Sherlock Holmes.
"Senang sekali kau mau datang, Watson." Ia menyodorkan kotak cerutunya, dan aku mengambil sebuah cerutu perfecto hitam. Sementara aku memotong dan menyalakannya, Holmes melanjutkan: "Kau harus memaklumi lebah-lebahku. Salah satu sarang lebah hari ini baru saja menghasilkan seekor ratu baru, dan ia sedang sibuk membunuh semua ratu yang tak aktif."
"Aku tak tahu lebah bisa disuruh tinggal di lemari-lemari kayu," kataku.
Holmes memilih sebuah panatela Havana, dan menyalakan cerutunya tanpa memotongnya. "Lebah-lebah itu tinggal di pohon ek kosong di dekat sini. Lemari-lemari itu adalah kreasiku sendiri, terinspirasi oleh alat-alat peternak lebah Amerika, Pendeta Langstroth. Setiap sarang lebah menempati lemarinya sendiri, dan dapat dipindahkan tanpa mengganggu sarang yang lain." Tanpa aba-aba, temanku tiba-tiba mengganti pokok pembicaraan: "Watson, aku menyesal kau harus menunggu keretamu begitu lama di stasiun Victoria."
"Kalau begitu kau menyadari keterlambatan itu"' aku bertanya padanya.
"Sama sekali tidak," kata Sherlock Holmes. "Segera setelah kau masuk ke rumahku, aku memperhatikan bahwa keretamu terlambat."
Aku tersenyum dengan memperturutkan kata hati. "Kau pasti menghafalkan Panduan Kereta Api Bradshaw, dan kau menduga keterlambatan keretaku dari jam kedatanganku."
"Aku tak pernah menghafalkan data tak berguna, Watson. Pikiranku adalah ruang kerja, bukan ruang penyimpanan." Holmes menunjuk dengan jari telunjuknya yang panjang ke kakiku. "Sepatumu, kulihat, baru disemir. Karena telegramku yang mendesak, kau takkan memilih menunda keberangkatanmu dari London dengan menghabiskan waktu untuk hal-hal remeh seperti itu. Kau pasti mau tak mau tertunda di ujung rel kereta, dan-selama masa penantian yang dipaksakan itu-kau mengambil kesempatan untuk mencari penyemir sepatu yang menjajakan jasa mereka di sepanjang dinding Belgrave stasiun Victoria."
"Luar biasa, Holmes! Apa yang kaukatakan itu benar."
"Lebih jauh lagi," temanku melanjutkan, "ada satu penyemir sepatu khusus di Jalan Belgrave yang semir sepatu coklatnya berwarna coklat muda khas, yang tak dapat dibeli secara umum. Aku yakin ia membuat campurannya sendiri, dari resep asli. Sepatumu, Watson, mempunyai tanda dari penjaja itu."
Sekali lagi aku terheran-heran. "Tapi tentunya, Holmes, kau tidak memanggilku ke sini untuk mendiskusikan penyemir sepatu," aku bertanya.
"Memang tidak." Holmes pergi ke perapian, dan mengeluarkan sebuah dokumen yang terlipat dari rak perapian. "Aku yakin kau mengetahui kekacauan yang terjadi baru-baru ini di San Fransisco."
Aku mengangguk dengan sedih. "Ya, gempa bumi dan kebakaran yang mengikutinya. Kecelakaan yang mengerikan."
"Kecelakaan bukan kata yang tepat, Watson. Tepat sehari setelah gempa bumi San Fransisco,
teman lamaku Pierre Curie-seorang ilmuwan Perancis terkenal-tertabrak dan terbunuh oleh kereta kuda di Paris. K
emalangan itu yang disebut kecelakaan. Urusan San Fransisco ini urusan yang agak lebih parah lagi: planet bumi kita meledak terbuka."
Aku mengangguk sekali lagi. "Di balik perkembangan ilmiah, manusia masih berada di bawah belas kasihan alam."
Ada raut gelap di matanya saat Sherlock Holmes berbicara: "Bukan alam yang memangsa manusia, Watson. Predator yang mengancam manusia adalah manusia itu sendiri." Holmes duduk dan membuka lipatan dokumen di tangannya. "Aku menerima berita tertulis dari dua tuan-tuan Amerika: Mr. Henry Evans, presiden Perusahaan Asuransi Continental; dan Mr. James D. Phelan, dulunya walikota San Fransisco. Kedua pria ini bersumpah bahwa mereka akan mengusahakan penghidupan kembali kota mati itu, dan melihat San Fransisco bangkit dari abu."
"Aneh sekali seorang bekas walikota, dan bukannya seorang pemegang jabatan sekarang, yang melakukan misi seperti itu," aku berkomentar.
"Walikota yang sekarang adalah bagian dari masalah, Watson." Sherlock Holmes melirik dokumen di depannya. "Mr. Phelan memberitahuku bahwa, selama masa jabatannya sendiri sebagai walikota San Fransisco, dana kota dialokasikan untuk gaji dan pelatihan petugas kepolisian dan petugas pemadam kebakaran, selain juga dana untuk membeli dan memelihara alat pemadam kebakaran, kereta pemompa, dan kuda-kuda yang menariknya."
"Tentunya itu investasi yang bijaksana," kataku.
"Mungkin tidak," kerutan Holmes semakin dalam. "Surat Mayor Phelan meneruskan menyatakan bahwa walikota San Fransisco yang sekarang-bernama Eugene Schmitz-adalah kaki tangan sekumpulan pencuri dan penyogok yang secara sistematis merampas peti simpanan kota dan memperkaya diri mereka sendiri dengan beberapa juta dolar curian. Karena tak adanya dana, pasukan polisi dan pemadam kebakaran San Fransisco hanya kerangka kru: tak terlatih dengan baik, dan berkewajiban memenuhi tugas mereka dengan peralatan yang tak sempurna. Sebagai akibatnya, ketika gempa bumi menimpa, jumlah kematian jauh lebih tinggi dari seharusnya. Dokter, mungkin menarik bagimu untuk mengetahui bahwa gempa bumi San Fransisco baru-baru ini, dan kebakaran besar yang mengikutinya, menelan tujuh ratus nyawa manusia."
"Demi Tuhan," aku berseru.
"Memang. Tapi bila Mr. Phelan bisa dipercaya-dan aku mempercayainya, Watson-lebih dari 300 kematian itu, selain kerusakan properti senilai 20 juta dolar, adalah akibat langsung penggelapan Walikota Schimtz. Kalau saja dana kota dialokasikan pada keperluan yang tepat, orang-orang itu tak seharusnya meninggal."
"Jelas ini suatu tragedi. Tapi apa hubungannya denganmu, Holmes""
Temanku melipat lagi surat yang ditulis Mr. Phelan dan mengantunginya. "Perusahaan Asuransi Continental, dan beberapa perusahaan asuransi lain, sekarang terancam bangkrut sebagai akibat semburan klaim polis yang berasal dari San Fransisco. Mr. Evans dan koleganya bermaksud memberikan semua klaim, tapi mereka marah karena menanggung biaya tragedi ini sementara para pencuri yang menyebabkannya bebas. Walikota Schmitz dan sekutunya yang korup itu dipersalahkan, namun tak ada bukti kesalahan mereka yang bisa ditemukan."
Kami menghisap cerutu dalam diam selama beberapa saat, dan kemudian Holmes berkata lagi: "Jelas reputasiku telah berkelana jauh hingga California, Watson. Surat inilah hasilnya. Mr. Phelan dan Mr. Evans, diikuti oleh sindikat broker asuransi menawarkan padaku carte blanche bila aku mau pergi ke San Fransisco dan bekerja untuk mereka. Orang-orang ini ingin menyewa jasaku dalam hal kesimpulan dan penyelidikan. Mereka ingin aku menemukan bukti kuat, yang akan bisa diajukan di pengadilan Amerika mana pun, tentang penyalahgunaan jabatan Schmitz dan antek-anteknya.
"Dan kau bermaksud menerima penugasan ini, Holmes"" aku bertanya padanya.
"Watson yang baik, aku sudah menerimanya. Politik Amerika adalah labirin gelap yang tak pernah kumasuki sebelumnya, dan tantangannya membangkitkan minatku." Holmes berdiri dan meregangkan badan. "Satu hal lagi, Watson. Rumah sakit-rumah sakit dan bangsal-bangsal darurat di San Fransisco penuh hingga hampir meledak oleh orang- orang terluka dan hampir mati; tak ada
cukup dokter di kota yang hancur itu untuk merawat mereka semua. Bakat medismu akan diterima dengan baik dalam krisis itu. Dan aku mungkin memerlukan bantuanmu selama penyelidikanku. Haruskah aku memberi tahu Asuransi Continental untuk memberiku dana untuk dua tiket kapal uap ke Amerika""
Pertanyaan itu sama sekali tak terduga. Aku ragu-ragu selama waktu yang sangat singkat sementara aku mempertimbangkan bagaimana harus memberi tahu istriku, kemudian mengulurkan tanganku. Sherlock Holmes menggenggamnya dalam kedua tangannya.
"Baik sekali, Watson! Kita akan sibuk selama paling tidak dua bulan. Beri tahu pasien-pasien Harley Streetmu untuk membuat perjanjian lain selama kau tak ada. Sedangkan lebah-lebahku: hingga kita kembali aku hanya bisa berharap ratu baru mereka akan memerintah dengan bijaksana!"
Dan demikianlah petualangan kami mulai. Kami berlayar dari Southampton pada tanggal 12 Mei menuju kota New York di atas sebuah kapal uap yang dengan tepat dinamai New York. Selama pelayaran itu, Sherlock Holmes mempertahankan otaknya yang luar biasa tetap sibuk dengan permainan mengamati sesama penumpang dan menyimpulkan asal-usul, pekerjaan, dan kepribadian mereka dari petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh penampilan fisik dan tindak-tanduk mereka.
Kami tiba di pelabuhan kota New York pada pagi hari tanggal 19 Mei. Masih terdapat benua Amerika Utara yang harus diseberangi, tapi Walikota Phelan telah mengatur agar kami diberi tempat duduk di kereta pertolongan Tentara AS mana pun yang membawa bahan makanan dan bantuan medis dari New York ke kamp pengungsi di luar San Fransisco. Setelah meninggalkan kantor bea cukai New York, stasiun kesehatan, dan pertukaran mata uang, Holmes dan aku memanggil sebuah kereta beroda empat dan bergegas dengan bagasi kami ke arah timur laut melalui Manhattan ke stasiun Pennsylvania -karena Holmes bertekad untuk memulai perjalanan panjang kereta api menyeberang benua secepat mungkin.
Pada siang hari kami tiba di pemberhentian Pusat New York, tempat Holmes sangat putus asa ketika diberi tahu bahwa kereta pertolongan berikutnya baru berangkat keesokan paginya. "Tak ada yang bisa dilakukan, Watson," katanya. "Kita terpaksa menginap di metropolis ini. Mari mencari hotel untuk kita, dan kemudian kita akan melihat hiburan macam apa yang bisa ditawarkan pulau Manhattan bagi kita."
Aku mengurus pemindahan tas-tas kami ke Hotel Herald Square, di sisi selatan Jalan West Thirty-Fourth, sementara Holmes mengirim telegram pada kantor pusat Asuransi Continental. "Aku sudah menelegram Mr. Evans dengan berita bahwa aku akan naik kereta besok pagi," Holmes memberi tahuku setelah aku menyelesaikan urusan dengan pendaftaran tamu hotel, "dan aku sudah memberi tahunya bahwa aku membawa serta temanku, ahli bedah lapangan terbaik."
"Kau memujiku, Holmes."
"Kurasa tidak. Ayo, Watson! Untuk siang dan sore hari ini, paling tidak, mari kita mencari kesenangan yang bisa disediakan kota ini, karena besok pagi tugas tak menyenangkan kita mulai. Di kantor telegram aku tak sengaja mendengar bahwa Maude Adams bermain dalam Peter Pan di Teater Empire di Jalan West Forty-Sixth. Mari kita habiskan malam ini di Neverland, dan tak memikirkan penderitaan atau San Fransisco."
Sherlock Holmes dan aku berjalan ke arah utara, menelusuri jalan utama Manhattan yang lebar
yang dikenal sebagai Broadway. Tepat di selatan Jalan West Thirty-Seventh, di Broadway Nomor 1367, perhatianku terpaku pada sebuah bangunan dari batuan coklat yang dilapisi kertas poster-poster sangat menyolok. Bangunan itu ternyata Gedung Hiburan Edisonia, dan poster-poster di luar memberi tahu kami bahwa, dengan karcis masuk seharga lima sen, kami bisa melihat pameran penemuan ajaib Thomas Edison, Vitascope.
"Aku sudah mendengar tentang mesin ini, tapi tak pernah melihatnya dioperasikan," aku berkata pada Holmes, dengan lebih dari secercah kegairahan dalam suaraku. "Vitascope Mr. Edison selangkah lebih baik daripada lentera ajaib: penemuannya dapat memproyeksikan gambar yang benar-benar bergerak!"
"'Penemuan', memang!" kata Holmes dengan dengus keras. "Edison tidak menem
ukan Vitascope seperti aku tak menemukan roda, Watson, kamera kinetografik dan proyektor pertama dibuat oleh Louis Le Prince, seorang pria Perancis yang tinggal di Yorkshire. Aku sendiri menghadiri suatu demonstrasi alatnya di Leeds pada tahun 1888. Tapi ayolah, karena kau jelas begitu ingin menyaksikan Vitascope ini, mari kita bayar karcisnya dan masuk."
Program siang gedung hiburan itu dipenuhi pengunjung, tapi Holmes dan aku bisa memperoleh dua kursi di tempat duduk bawah, dengan baik sekali dihubungkan dengan gang tengah. Panggung gedung hiburan itu kosong, kecuali sebuah layar putih besar berbentuk segi empat yang tampaknya tak banyak menjanjikan hiburan. Pertunjukan belum mulai, dan di tempat duduk teater di sekeliling kami para penonton berdengung dalam banyak sekali percakapan. "Aku tak lagi kangen pada lebah-lebahku," gumam Holmes padaku, di tengah dengungan umum itu. "Tampaknya kita bisa berbicara dengan bebas tanpa melanggar etiket, karena toh semua orang di tempat ini berbicara. Watson, aku tak pernah bisa duduk selama pameran gambar bergerak tanpa memikirkan kasus aneh James Phillimore."
Selama sesaat nama itu sama sekali tak berarti bagiku, tapi kemudian aku teringat: "Bukankah ia orang yang lenyap dari rumahnya sendiri di Warwickshire""
"Orang yang sama." Dalam tempat duduk mewah berwarna merah di sebelahku, Holmes berdesah bosan. "Salah satu kegagalan pertamaku, Watson. Mengikuti lenyapnya orang itu di tahun 1875, baik aku maupun orang lain tak ada yang pernah melihat Mr. James Phillimore lagi."
"Tentunya seorang pria yang lenyap di tahun 1875 tak ada hubungannya dengan gambar bergerak," aku mengusulkan, "karena waktu itu gambar bergerak belum ditemukan."
Sherlock Holmes mengangguk. "Watson, aku sudah memberitahumu bahwa kinetograf ditemukan di Inggris leh Louis Le Prince. Di tahun 1890, selama kunjungannya ke negeri asalnya Perancis, Monsieur Le Prince setuju untuk mendemonstrasikan alatnya di Rumah Opera Paris. Bulan September tahun itu, ia naik kereta api di Dijon, membawa serta kamera dan proyektornya dalam sebuah kompartemen kelas satu. Ketika kereta api tiba di Paris, Watson, kompartemen itu kosong. Meskipun dilakukan penyelidikan yang melelahkan, baik Le Prince maupun peralatan gambar bergeraknya tak pernah dilihat lagi."
"Mengherankan!" aku berkata.
"Aku sudah membaca kasus itu waktu itu, dan menawarkan jasaku pada pemerintah Perancis," Holmes meneruskan. "Surete menolak tawaranku. Namun, hingga hari ini aku tak pernah bisa melihat sebuah kinetograf tanpa memikirkan nasib aneh penciptanya, dan ketika aku memikirkan lenyapnya Le Prince aku secara wajar teringat pada James Phillimore."
"Apakah Phillimore temanmu, Holmes""
"Aku tak pernah bertemu dengannya," kata temanku. "Kehilangan Phillimore yang aneh di tahun 1875 menimbulkan banyak perhatian pada waktu itu, dan aku mengadakan perjalanan ke Leamington Spa untuk bergabung dalam pencarian untuknya. Di antara perabotan di rumah Phillimore di Tavistock Street ditemukan sebuah foto seorang pria berusia di awal tiga puluhan; kedua kolega bankirnya mengidentifikasi foto itu sebagai James Phillimore. Aku mendapatkan salinan foto itu, dan mengingatnya. Watson, selama dua puluh tahun ia menghilang-bahkan ketika pengembaraan membawaku ke gerbang Lhassa dan Khartoum-aku tak pernah bisa melewati sekerumunan orang tanpa mencari di antara mereka wajah James Phillimore. Tapi sekarang, setelah tiga puluh satu tahun, aku menyerah bahwa ia menghilang untuk selamanya."
Pada saat itu lampu ruangan meredup, dan penonton teater terdiam. Seorang pria maju ke panggung, dan memperkenalkan dirinya sebagai Mr. Edwin Stanton Porter dari Perusahan Film Edison. Ia meyakinkan kami bahwa Vitascope memiliki hiburan lengkap-komedi, drama, penelitian alam- dan semua itu akan ditampilkan pada pertunjukan siang itu.
"Saya terutama ingin menarik perhatian Anda pada penutup acara ini," kata Mr. Porter pada penontonnya yang diam. "Pagi hari ini, seorang fotografer Vitascope memasang alatnya di jalan-jalan Manhattan. Ia telah menangkap adegan kehidupan asli Kota New York, diambil dalam c
ahaya matahari alami. Tuan-tuan dan nyonya-nyonya, rekaman fotografik kejadian-kejadian itu sudah diproses dan dikirim ke teater ini, hanya empat jam setelah terjadi." Gumaman bergairah terdengar di seluruh auditorium pada titik ini. Mr. Porter meneruskan: "Diharapkan, di masa depan, Perusahaan Film Edison dapat membuat alat yang bisa menangkap kejadian-kejadian bernilai berita di mana pun di dunia dengan Vitascope menakjubkan Mr. Edison, dan diproyeksikan pada layar di seluruh planet seketika itu
juga." Di tempat duduk di sebelahku, Sherlock Holmes menggumamkan sesuatu. Sekarang Mr. Porter meninggalkan panggung, dan tiba-tiba kami tenggelam dalam kegelapan total.
Tanpa peringatan, sebuah kereta api menerobos ke atas panggung, bergegas maju ke arah penonton. Ada kepanikan total, diikuti tarikan nafas dan tepuk tangan saat menyadari bahwa kereta raksasa yang mendekat ini adalah gambar kinetografik dalam salah satu film Vitascope Mr. Edison. Kuakui aku separuh berdiri di kursiku, untuk lari dari ilusi itu, sebelum Holmes mencengkeram lenganku untuk menahanku. "Tenangkan dirimu, Dokter. Itu cuma permainan."
Aku duduk kembali di kursiku, dan program itu berlanjut. Vitascope selanjutnya adalah tableau vivant dari beberapa wanita gemuk yang berpose dalam gaun gaya Yunani. Ini diikuti oleh tampilan ombak laut. Kemudian tampak secuplik opera Faust, opera yang tanpa musik atau suara, karenanya aku kecewa melihat Vitascope penelitian nyata ini tidak bersuara ataupun berwarna. Para aktor terpaksa memainkan peran mereka dalam pertunjukkan bisu. Biarpun demikian, mereka mengagumkan- kediaman mereka memberi kesan bermartabat yang sering tak ada di aktor-aktor yang berbicara.
"Dengar kataku, Watson," Holmes berbisik di sebelahku. "Benda ini bukan hanya mainan. Ini bagus sekali! Lama setelah para aktor di layar itu meninggal, gambar mereka masih berjalan dan membuat gerakan isyarat untuk generasi yang belum lahir!"
Sekarang dimulai komedi rendahan berjudul Mengapa Mrs. Jones Bercerai, diikuti melodrama yang lebih murahan lagi berjudul Ching Lin Foo Dikalahkan. Di sebelahku di kegelapan, Holmes bergerak-gerak di tempat duduknya.
"Alat pendidikan paling hebat yang pernah dibuat, dan Edison ini menyia-nyiakannya dengan sandiwara lelucon asal-asalan," komentar Holmes iijik.
Sekarang gambar itu berubah lagi, menjadi drama berjudul Mimpi Seorang yang Keranjingan Rarebit. Di layar di depan kami, seorang pria yang mengenakan mantel panjang sedang duduk di sebuah meja, menikmati makan malamnya yang terdiri dari rarebit Welsh-semacam makanan dari telur, bir, keju, dan lain-lain untuk dituangkan di atas roti panggang. Lukisan itu mengabur sesaat, dan seketika orang yang sama ini berada di kamar tidurnya, mengenakan pakaian tidur dan topi tidur berujung runcing. Perubahan ini terjadi seketika, dan aku tak melihat bagaimana itu terjadi. Pria berpakaian tidur itu naik ke atas tempat tidurnya, menarik kain penutup ranjang, dan tidur dengan kesigapan luar biasa.
Tiba-tiba ranjang itu terangkat dari tempatnya dan terbang ke luar jendela, dengan penghuninya -sekarang bangun dan ketakutan-berpegangan kuat-kuat pada kepala tempat tidur. Ranjang itu terbang di atas atap-atap ke arah puncak menara sebuah gereja di mana terdapat penunjuk mata angin yang tampaknya lebih besar dari seharusnya. Di sini ranjang yang hidup itu melemparkan penumpangnya, dan terbang terus meninggalkan penumpangnya. Semua di sekelilingku di gedung musik gelap itu, para penonton tertawa bergemuruh sementara pria malang berbaju tidur itu bergantungan tak berdaya pada penunjuk arah angin, menyepak-nyepak dan berteriak-teriak. Adegan terakhir-dengan tanpa transisi yang mengganggu-menunjukkan ia aman di tempat tidurnya lagi, bangun dari mimpi buruk. Perlahan-lahan mengangkat tangan kanannya dan menatap ke langit, sementara menggerakkan bibirnya dalam pertunjukkan bisu, pria itu mengeluarkan sumpah diam: dimisalkan takkan makan rarebit Welsh lagi sebelum tidur.
"Watson, ini benar-benar cukup sudah," Sherlock Holmes berkomentar di sebelahku, di tengah kegembiraan parau penonton di sekelilin
g kami. "Tentunya, di kedalaman Manhattan yang luas, kita bisa mendapatkan hiburan yang lebih bermutu daripada ini. Mari kita pergi ke tempat lain."
Gambar di layar berubah sekali lagi. Sekarang menampakkan perempatan jalan kota besar, hampir tak istimewa kecuali trem, kereta dengan tempat duduk sopir di luar, dan kendaraan lain- dalam tata cara Amerika-bergerak di sisi jalan yang salah. Di layar, pria dan wanita berjalan dalam gaya mereka yang biasa dan kecepatan jalan yang berbeda-beda, masuk ke satu sisi dan meninggalkan panggung dari sisi lain. Seorang bocah penjual koran menjajakan surat kabarnya di antara dua tumpukan koran di bawah sebuah lampu jalan, dan walaupun lampu itu tak menyala-tableau itu terjadi di siang bolong- aku terkejut melihat bahwa lampu jalan itu diperlengkapi untuk aliran listrik, bukan lampu gas. Dua papan tanda yang tergantung dari tiang lampu memberitahu kami bahwa perempatan ini adalah perpotongan "BROADWAY" dengan "W. 58TH STREET". Di latar belakang, sebuah jam yang terpasang di permukaan sebuah menara di kejauhan menunjukkan waktu pukul sepuluh lewat tujuh belas menit. Jelas, film Vitascope terbaru ini bukan pertunjukan komedi maupun tragedi, tapi hanya lukisan tanpa persiapan penduduk Manhattan dalam lingkungan asli mereka . . . dan sepertinya, tak ada drama yang akan dipaparkan.
"Kau benar, Holmes," bisikku pada temanku. "Aku sudah memenuhi kebutuhanku. Mari pergi ke Teater Empire, dan memberikan penghormatan pada Miss Adams."
Sewaktu aku berbicara demikian, gambar-gambar, di layar meneruskan gerakan diam mereka. Saat aku berbicara, satu sosok lagi masuk ke latar belakang tableau di depan kami. Ia seorang pria dengan tinggi di atas rata-rata, sekitar tiga puluhan. dengan kumis yang dicukur rapi. Ia bersepatu bagus, dalam kulit kuda halus yang mahal, dan tangan kirinya memegang sebuah payung yang terlipat. Tapi sesuatu di sekelilingnya tidak biasa: baju bergaris-garisnya berpotongan dalam gaya yang sudah lewat tiga puluh tahun lalu, dan ia memakai cambang dalam gaya yang disebut dundrearies, yang sudah lama tak mode lagi. Tiba-tiba aku merasakan rasa sakit di pergelanganku: ujung jari-jari Sherlock Holmes menekan ke dalam dagingku, saat tubuh Holmes menjadi kaku.
"Watson!" ia berteriak, begitu keras hingga semua orang di teater bisa mendengarnya. "Orang di layar itu! Ia James Phillimore !"
Dari baris-baris gelap di belakang kami, seseorang berteriak pada Holmes agar tetap tenang. Aku merasakan geletar tengkukku saat aku memandang gambaran Vitascope yang berkerlip. James Phillimore menghilang tiga puluh satu tahun yang lalu, namun pendatang baru di layar kinetografis itu tampak tak sampai berumur tiga puluh. "Kau pasti salah, Holmes," aku berbisik, sehingga tidak mengganggu penonton. "Bila Phillimore masih hidup, ia sekarang berusia lima puluh enam."
"Kuberitahu kau, Watson, ia orang yang samaI" Holmes berdiri tegak, dan menunjukkan tangannya yang panjang ke arah layar. "Orang itu adalah James Phillimore yang hidup, dan ia tak menua sehari pun sejak ia lenyap!"
Kurasa semua kepala penonton pastilah berpaling pada kami saat itu, dan setiap mulut-dalam aksen Amerika yang kasar-berteriak pada kami supaya diam. Karena itu aku yakin tak ada seorang pun kecuali Holmes dan aku sendiri yang melihat apa yang terjadi setelah itu di layar Vitascope.
Seakan merespon suara Sherlock Holmes, pria di layar tiba-tiba berpaling dan melihat tepat ke arah kami. Matanya melebar senang, dan mulutnya membuka dalam seringai lebar. Bibirnya bergerak diam, dalam kata-kata yang tak terdengar.
Holmes melompat dari kursinya. "Yang di depan, duduklah!" teriak seseorang di belakang kami. Aku sudah mengatakan pria di gambar itu berdiri di antara latar belakang. Sekarang tidak lagi Sambil memandang tepat pada Sherlock Holmes, sosok diam James Phillimore berjalan dengan berani ke latar depan gambar itu. Dengan lirikan samping yang singkat sebelum meneruskan tatapannya ke arah Holmes, ia melintasi West Fifty-Eighth Street, melangkah ke trotoar di sisi terdekat, dan meletak- kan kakinya yang bersepatu bagus dengan kokoh ke
atas trotoar sementara ia mengangkat payungnya, dan menunjukkannya tepat ke Holmes. Sekarang aku juga melompat berdiri dari kursiku.
Simulacra lain dalam layar Vitascope tak memperhatikan James Phillimore, tapi meneruskan keluar masuk mereka di kedua sisi gambar persegi empat itu. Di tengah-tengah layar, tangan kiri James Phillimore diam-diam membidikkan payungnya pada penonton: tepat ke arah kepala Sherlock Holmes. Pada waktu yang sama, Phillimore mengangkat tangan kanannya ke alis untuk pemberian hormat.
Pada waktu itu juga, James Phillimore lenyap!
Tak mungkin ada pintu jebakan di bawahnya. Dengan mataku sendiri, aku melihat Mr. James Phillimore lenyap ke udara. Di layar Vitascope orang-orang dan kendaraan-kendaraan di West Fifty-Eighth Street mempertahankan arak-arakan kinetografis mereka, jelas tak menyadari fakta bahwa seorang pria lenyap dari antara mereka.
"Cepat, Watson!" Seketika, Sherlock Holmes melompat ke gang teater dan bergegas ke pintu keluar terdekat. Dan sekali lagi, seperti yang sudah sering terjadi di masa lalu, aku mendapati diriku sendiri mengikutinya, mengejar buruan kami.
"James Phillimore ada di Manhattan, Watson, karena kinetograf itu difoto hari iniI Holmes menyatakan saat kami menembus keluar lobi Gedung Hiburan Edisonia. "Aku sudah berjanji pada pejabat Perusahaan Asuransi Continental bahwa aku akan naik kereta besok ke San Fransisco, dan aku terikat pada kehormatanku untuk menepati janjiku. Karena itu kita punya sedikit kurang dari enam belas jam untuk menemukan pria yang lolos dariku selama tiga puluh satu tahun. Watson, ayo! Permainan sudah dimulaiI"
Kami berlomba keluar dari teater, muncul di Broadway. Temanku bergegas melambai menghentikan sebuah bendi yang lewat. Holmes menginstruksikan pengemudi kereta itu untuk mengantar kami ke perempatan Broadway dan Fifty-Eighth, tempat kejadian lenyapnya Phillimore yang terakhir kali. Pengemudi kereta itu melecutkan tali kemudinya, dan sesaat kemudian pengejaran Phillimore dimulai.
"Pasti ada suatu kesalahan," kataku pada temanku, saat kami duduk di bangku dan bendi kami meluncur ke arah utara menembus lalu lintas yang padat. "Bagaimana kau bisa yakin Vitascope yang kita lihat diambil hari ini""
"Itu jelas, Watson. Kau lihat bocah penjual koran di gambar itu" Judul yang terbentang sepanjang timbunan korannya adalah salinan kepala berita di New York Herald hari ini."
Aku masih sangat keheranan melihat seorang pria lenyap. "Tapi apakah kau yakin orang di layar itu benar-benar James Phillimore" Kita di Manhattan, Holmes: mungkin orang ini orang Amerika yang kebetulan punya kemiripan dengan Phillimore." Sherlock Holmes menggelengkan kepalanya. Ia telah mengeluarkan sebuah buku untuk mencorat-coret dari sakunya, dan dengan sibuk membuat sketsa di dalamnya saat ia berbicara. "Yakinlah, Watson: orang di layar Vitascope itu orang Inggris."
"Bagaimana kau bisa yakin, Holmes""
"Tak ada orang yang bisa menyembunyikan warisannya, Watson. Aku bisa membedakan orang Amerika dari orang Inggris dari caranya memasang tali sepatu: orang yang baru kita lihat itu orang Inggris... atau kalau ia punya pelayan Inggris yang menalikan tali sepatu untuknya. Dan apakah kau memperhatikan hormat yang diberikan Phillimore saat ia lenyap"" Holmes menirunya sekarang- memiringkan siku kanannya, tangan Holmes naik ke dahinya: ujung atas ujung jarinya rata di alisnya, sementara ibu jarinya menunjuk ke bawah. "Beginilah seorang prajurit tentara Inggris memberi hormat... seperti yang kauketahui dengan sangat baik dari penugasanmu sendiri di Afghanistan." Sekarang Holmes memberi hormat lagi; sekali lagi tangannya naik ke alis, tapi kali ini jari-jarinya pararel dengan tanah, dan ibu jarinya mengarah ke belakang. "Beginilah seorang anggota militer Amerika memberi hormat, Watson: ini juga tanda hormat Angkatan Laut Kerajaan kita sendiri. Ketika aku menyelidiki latar belakang Phillimore di tahun 1875, aku tak menemukan catatan penugasan militer. Namun ia pasti pernah jadi bocah laki-laki, dan bocah laki-laki bermain menjadi tentara. Mereka mempelajari latihan mereka dengan melihat tentara
betulan, dan meniru mereka."
Holmes benar: pria di Vitascope itu memberi hormat bergaya Inggris.
"Lebih jauh lagi," Holmes meneruskan, membuat sketsa mati-matian di kertas corat-coretnya saat kereta kami melaju, "apakah kau mengamati. Watson, bahwa pria di layar itu melirik dengan cepat ke satu sisi""
"Tentu saja." Aku mengangguk. "Saat ia turun dari trotoar ke jalan, ia melirik ke samping untuk melihat apakah ada kendaraan yang akan lewat."
"Memang begitu, Watson. Tapi ia melirik ke kanan. Itu yang kita lakukan di Inggris. Di jalan-jalan Amerika, dan jalan-jalan Eropa, seorang pejalan kaki melirik ke kiri terlebih dulu. Orang Inggris menguasai kebiasaan asing ini bila ia sudah menghabiskan waktu cukup banyak di luar Kerajaan. Tapi orang di layar itu, Watson, berpaling ke arah yang salah: ia terbiasa dengan lalu lintas London, dan baru saja tiba di Amerika Serikat."
Tiba-tiba, aku bergetar sekali lagi. "Tapi faktanya tetap, Holmes, bahwa kita melihat seorang pria lenyap ke udara."
"Kita tak melihat hal semacam itu, Watson. Apakah kau mengenal ilusionis Perancis Georges Melies" Ia melakukan tipuan sulapnya dalam sebuah kinetoskop. Buruan kita Phillimore ini tahu muslihat yang sama."
"Aku tak mengerti."
"Apakah kau melihat, Watson, mata Philimore di layar Vitascope menatap tepat pada kita di tempat duduk orkestra itu" Aku berpikiran sama... untuk sementara. Tapi hal semacam itu tak mungkin. Ketika kita memandang gambar bergerak, kita hanya melihat apa yang dilihat kamera itu. Phillimore tidak menatap kita, atau memberi hormat pada kita. Ia menatap tepat ke lensa kamera, sementara memberi hormat pada jura kamera...dan melalui tatapan pinjaman kamera itu kita mengandaikan ia memandang pada kita."
"Tapi, Holmes! Kita melihatnya lenyap...seperti hantu!"
"Watson, tidak. Sebuah kamera kinetografis merekam gerak-gerik bukan hanya melewati ruang, tapi melalui waktu. Kurasa aku tahu mengapa Phillimore memberi hormat: untuk mengalihkan perhatian petugas kamera ke tangan kanannya, dan menjauh dari tangan kirinya."
"Tangan kirinya memegang sebuah payung," aku mengingat.
"Memang demikian, Watson. Dan apakah kau memperhatikan apa yang dilakukannya dengan payung itu" Tepat sebelum ia menghilang, Phillimore terlihat mengarahkan tongkat payungnya tepat ke arah kita. Malahan, ia mengulurkannya ke arah kamera."
"Dan kemudian ia menghilang, Holmes!"
"Tidak. Ia hanya memotong satu fragmen waktu. Yaitu, ia mendorong ujung payungnya ke mekanisme kamera-dengan begitu membuatnya macet-kemudian menarik payungnya dan berjalan pergi. Juru kamera itu membutuhkan waktu tepat empat menit untuk menjalankan lagi mekanisme itu."
"Bagaimana mungkin kau tahu berapa lama... "
"Ketika buruan kita menghilang, Watson, tidakkah kau melihat gerak tiba-tiba gambar di layar Vitascope""
Aku menggelengkan kepala. "Aku hanya melihat James Phillimore... dan kemudian tempat waktu ia tak berada di sana."
"Ah! Tapi tepat sebelum ia lenyap, jam di menara di belakangnya menunjukkan pukul sepuluh lebih tujuh belas. Dan kemudian, tepat setelah ia lenyap, jam itu tiba-tiba melompat ke sepuluh lewat dua puluh satu. Sikap badan bocah penjaja koran langsung berpindah dari satu posisi ke posisi lain yang berbeda. Semua orang dan kendaraan lain dalam tableau itu juga lenyap... dan digantikan orang lain.
Georges Melies mempelajari tipuan yang sama secara tak sengaja, Watson. Ia sedang memotret lalu lintas di Paris ketika mekanisme kameranya macet. Lalu lintas tetap bergerak sementara Melies berusaha menjalankan lagi alatnya. Setelah itu, ketika Melies memproses filmnya dan memproyeksikannya, ia terheran-heran melihat bis penumpang Paris tiba-tiba berubah menjadi mobil jenazah."
Saat itu kami telah mencapai West Fifty-Eighth Street; Holmes membayar pengemudi kereta, dan kami turun. Aku tak pernah berada di sini sebelumnya, namun aku mengenali tempat itu: bangunan-bangunan, bocah penjual koran di bawah lampu jalanan, bahkan jam di menara yang jauh semua tepat seperti aku melihat mereka di layar Vitascope... kecuali warna-warna yang ditambahkan pada palet abu-abu fotografis Mr. Edison.
Saat kereta kami berangkat, aku berkata pada Holmes: "Orang di film Vitascope itu tak mungkin James Phillimore, Holmes."
Rahang temanku mengeras. "Tidak, Watson. Ia Phillimore yang benar-benar hidup. Dalam setiap detail, orang yang kita lihat identik dengan foto lemari yang kami lihat. Aku menghafal foto itu dalam ingatanku di tahun 1875, Watson. Aku takkan pernah melupakan dundrearies itu! Buruan ini bahkan mengenakan jas yang sama: bergaris-garis. dengan potongan dan desain yang disenangi penjahit Savile Row kurang lebih tiga puluh tahun lalu. Aku menanyai kedua bankir Leamington yang ada waktu Phillimore lenyap: mereka meyakinkanku bahwa baju yang ia pakai di potretnya adalah yang dipakai Phillimore pada pagi ketika ia lenyap."
"Sedikit sekali jas yang bertahan selama tiga puluh satu tahun," aku berkomentar.
"Dan sedikit orang yang bisa lenyap selama tiga dekade dan kembali tanpa bertambah tua sehari pun," jawab Holmes. "Namun buruan kita orang yang tepat semacam itu."
Hari itu hangat, tapi tiba-tiba aku merasa dingin. "Holmes, apakah mungkin James Phillimore menembus ruang waktu" Aku ingat kasus awalnya: ada bukti bahwa semacam pusaran melingkar di rumah Phillimore. Dapatkah seorang pria jatuh menembus lubang di Warwichshire di tahun 1875, dan muncul di Manhattan di tahun 1906" Itu akan menjelaskan mengapa Phillimore tidak menua sedikitpun, dan mengapa jasnya tidak menjadi aus." Kami berdiri di luar sebuah gedung besar batu abu-abu di Nomor 1879, Broadway. Sebuah plat tembaga di dekat pintu masuk memberi tahu kami bahwa ini adalah tempat sesuatu yang disebut 'COSMOPOLITAN. PENERBIT HEARST." Sherlock Holmes mengetukkan jari telunjuknya di sisi hidung, seakan mengajakku bersekongkol. "Jangan hiraukan bocah penjual koran itu, Watson, dan hiburlah aku dengan sebuah permainan kata-kata."
Holmes dengan sengaja melangkah ke titik tepat tempat alat Vitascope itu berdiri. "Ini tempat yang bagus untuk mulai, Watson," kata temanku dalam suara keras, "bila kita ingin mendapatkan uang hadiah."
Aku tak mengerti maksudnya, tapi aku mengikuti permainannya: "Ya! Tentu! Uang dalam jumlah besar sedang dipertaruhkan."
Sherlock Holmes sekarang mengeluarkan sebuah pita pengukur, dan mulai mengambil ukuran tepat pinggiran trotoar dan trotoar, selama itu sambil menggumamkan hadiah besar. Ia tampak benar-benar tak menyadari keberadaan bocah penjaja koran, yang sedang mengamati setiap gerak-gerik Holmes dengan perhatian mendalam. Ketika ia tak bisa menahan keingintahuannya lebih jauh lagi, anak miskin itu berkata dalam logat Amerika kental: "Apa yang kalian cari, cul""
"Pergi, anak muda," kata Holmes. "Tidakkah kaulihat bahwa kami sibuk" Para pimpinan di Perusahaan Film Edison menyewa kami untuk menyelidiki kejadian vandalisme serius, dan . . ."
"Aku tahu apa yang kalian cari," kata bocah itu bersekongkol. Mulutnya dipenuhi oleh bahan lengket yang dikunyahnya cepat-cepat sementara ia berbicara, dengan demikian lebih mengaburkan kata-katanya. "Kalian mencari orang yang mengacaukan kamera itu, bukan""
Holmes mengangkat kepala dari pengukurannya. "Perusahaan Film Edison menawarkan uang hadiah cukup besar untuk informasi yang mengarah pada penahanan pria yang merusakkan salah satu alat kinetografis... "
"Berapa banyak"" kata bocah itu. "Hadiahnya, maksudku."
"Kami tak berkeinginan membayar uang banyak untuk gosip sembarangan," kata Holmes. "Karena kau jelas tak menyaksikan kejadian itu..."
"Aku melihatnya!" bocah penjaja koran itu menyombong. "Aku melihat segalanya!" Sekarang ia mulai memperagakan ulang seluruh kejadian itu, dalam gerakan-gerakan lebar, bergantian berperan sebagai James Phillimore, juru kamera Edison, dan bahkan kamera itu sendiri. "Ada salah seorang petugas kamera di sini, mengambil gambar. Seorang lelaki datang, mengayunkan payungnya, lihat" Ia tampak seperti jenis pria yang akan membuat keributan hanya demi kesenangannya. Memang betul, aku melihatnya menyodokkan payungnya ke dalam kamera di sana. Ia menariknya keluar lagi, dan kemudian ia berjalan pergi sambil tertawa. Payung itu tidak rusak, tapi kamera itu mulai berkeretak
cukup keras untuk membangunkan nenek Anda yang sudah meninggal. Juru kamera itu mulai menyumpah-nyumpah, dan ia harus menghentikan kamera. Aku melihatnya mengutak-atik kamera itu selama dua menit, dan kemudian ia menyalakannya lagi." Wajah bocah itu dihiasi seringai lebar. "Apakah aku mendapat hadiahku""
"Tidak kecuali kau bisa memberitahuku nama dan alamat pelaku itu," kata Sherlock Holmes, mengantungi pita pengukurnya dan mengeluarkan sebuah buku catatan. Entah bagaimana selembar uang lima dolar tercecer dari dompet Holmes dan sekarang menonjol-tentunya secara kebetulan- dari lembar-lembar buku catatannya. "Bila kau bisa memberikan kami informasi yang berguna... "
" Itu merekaI" kata bocah itu, menusukkan sebuah jari berminyak ke arah buku saat Holmes membukanya.
Aku mengintip lewat bahunya, dan senang melihat apa yang digambar temanku dengan begitu rajin selama perjalanan kami dengan kereta. Di halaman-halaman buku catatannya, Holmes menggambarkan dua potret besar yang kukenali sebagai kemiripian dengan musuh kami dari petualangan yang sudah lalu: Profesor Moriarty dan Kolonel Moran. Di antara keduanya, hampir sedikit lebih dari renungan, ada cara pembawaan James Phillimore yang kecil dan dicoretkan dengan tergesa. Namun bocah penjaja koran itu sekarang mengabaikan gambar-gambar besar Moriarty dan Moran yang menyolok mata, dan menunjuk dengan tegas pada lukisan kecil Phillimore. "Itu mereka!" katanya penuh kemenangan. " Itu mereka berduaI"
Untuk sekali ini, Sherlock Holmes tampak bingung... tapi ia cukup cepat mengembalikan ketenangannya untuk menarik buku catatan itu sedetik sebelum anak melarat berwajah bintik-bintik itu mencoba menjambret lembar uang di dalamnya.
"Mereka berdua, katamu"" tanya Holmes.
Bocah penjaja koran itu mengangguk. "Kau mendengarku, bos. Laki-laki dengan payung itu: setelah ia merusakkan kamera, aku melihatnya berjalan ke dalam bangunan di sana itu." Bocah itu menganggukkan kepala ke arah kantor-kantor Cosmopolitan. "Juru kamera itu pergi, dan aku tetap menjajakan koran-koranku, lihat" Kemudian, mungkin setengah jam kemudian, laki-laki berpayung itu keluar lagi. Hanya saja kali ini mereka berdua."
Holmes dan aku bertukar pandang. "Mungkinkah ada dua James Phillimore"" aku bertanya keras-keras.
"Ada, karena aku melihat mereka," jawab bocah penjaja koran itu. "Mereka seperti kembar... dan ada yang berbeda pada mereka berdua." Bocah itu mengetukkan tangannya pada buku catatan, meninggalkan sidik jari bernoda tinta di atas lukisan James Phillimore. "Baju yang sama, topi yang sama, kumis yang sama, semuanya. Satu-satunya perbedaan adalah, salah satu kembaran membawa payung dan yang satunya tidak." Saat ia berbicara, jari-jari bocah itu bergerak menuju lembaran uang yang tercecer itu, tapi Holmes menjaga uang itu di luar jangkauan.
"Dan apakah kau melihat ke mana ia... mereka pergi, anak muda"" tanya Holmes.
Mata bocah itu berkilau tamak. "Berapa harganya bagi Anda"" tanyanya.
"Lima dolar," kata Holmes. "Tapi aku ingin kebenaran, tolong!" Ia mengacungkan sketsa James Phillimore lagi. "Kemana pria ini pergi""
"Ada dua orang, aku sudah beri tahu Anda... jadi Anda seharusnya membayar dobel," kata bocah penjaja koran itu.
Holmes menghela nafas, dan menekankan dua lembar lima dolar ke tangan berhasrat bocah itu. "Nah, sekarang!"
"Aku melihat mereka masuk kereta kuda," lapor bocah itu. "Tepat sebelum pintu menutup, aku mendengar salah satu kembaran itu-yang tanpa payung-memberi tahu pengemudi untuk membawa mereka berdua ke Madison Square."
Dengan demikian terjadi, lima menit kemudian, Sherlock Holmes dan aku berada di kereta kuda lain bergegas menuju Madison Square: suatu tempat yang tak kami kenal, tapi pengemudi kereta meyakinkan kami bahwa ia mengenalnya dengan baik.
"Sungguh mati, Watson," kata Holmes, saat kereta kami menuju selatan di jalan Broadway, "tapi misteri ini semakin lama semakin aneh. Tiga puluh satu tahun yang lalu, James Phillimore melangkah melewati sebuah ambang pintu dan berhenti ada di dunia. Pagi ini ia kembali dari kehampaan: tak lebih tua sehari pun, dan tak lebih buruk karena ab
sennya. Dan sekarang tampaknya ia menjadi kembar identik."
"Apakah kau menganggap bocah penjaja koran itu mengatakan yang sejujurnya, Holmes"" aku mempertimbangkan. "Ia bisa saja berbohong pada kita, hanya untuk mendapat hadiahnya."
"Kurasa tidak, Watson." Sekali lagi Holmes mengeluarkan buku catatannya, menampakkan
potret ukuran kecil James Phillimore di kedua sisinya diapit oleh dua gambar besar Moriarty dan Moran. "Seorang pembohong yang berpura-pura menjadi saksi mata akan mengklaim mengenali gambar pertama yang ia lihat. Bocah koran kita melewati kedua yang terbesar dan potret paling jelas dalam galeri penjahat dadakanku-ia tidak mengenali mereka, Watson-dan ia meraih lukisan yang lebih kecil yang memang ia kenali: buruan kita James Phillimore... yang sekarang tampaknya telah meminjam ketrampilan amoeba dan membelah dirinya menjadi kembar identik."
Lalu lintas ke selatan Broadway lebih menyenangkan daripada arus balik ke utara, dan kami segera membelok ke timur dan tiba di perempatan Madison Avenue dan East Twenty-Seventh Street. Di sana, sebuah alun-alun hijau lahan parkir menunggu kami yang, pasti, adalah Madison Square. Aku membayar pengemudinya, dan segera setelah aku turun dari trotoar tangan Sherlock Holmes berada di bahuku: "Watson! Lihat!"
Aku berpaling, dan melihat... dan berpikir aku pasti melihat segala sesuatu ganda.
Di ujung jauh taman berdiri dua pria identik. Keduanya berpakaian setelan bergaris, dalam potongan yang ketinggalan jaman. Keduanya berkumis dan bercambang dundreary.
Mereka berdua adalah James Phillimore.
Dalam gerakan cepat anggota tubuhnya yang lentur, Sherlock Holmes menyeberangi lapangan segi empat itu. Karena luka Jezail-ku, aku tak bisa mengejarnya. Karena itu aku masih beberapa yard dari buruan kami ketika Holmes mendekati mereka dan bertanya: "Apakah saya mendapat kehormatan berbicara dengan Mr. James Phillimore dan Mr. James Phillimore""
Kedua pria itu tertawa serempak. "Anda mendapat kehormatan itu, sir," kata salah satunya, dengan logat Inggris.
"Memang Anda mendapat kehormatan," kata kembarannya, dalam aksen Amerika.
Sekarang aku tiba dengan terengah-engah untuk bergabung dengan mereka, dan aku membuat penemuan aneh. Kedua James Phillimore itu tidak identik. Salah satu dari mereka-yang orang Inggris -berumur awal tiga puluhan: tentunya, orang yang sama yang gambarnya kami saksikan dalam Vitascope. Tapi yang orang Amerika berumur enam puluhan. Ia juga, aku melihatnya sekarang, sekitar tiga inci lebih pendek dari rekan Inggrisnya, dan badannya sedikit lebih padat. Mata orang Amerika itu biru muda, sementara mata orang Inggris itu punya iris berwarna pucat aneh yang hanya bisa kudeskripsikan sebagai warna tanduk. Wajahnya panjang dan berahang seperti lentera, sementara wajah si Amerika lebih dekat ke bentuk kotak. Kemiripan kuat kedua pria itu karena fakta bahwa mereka berdandan dalam pakaian yang sama, dan wajah mereka mempunyai cambang identik dan kumis sama yang berwarna berangan.
Mengingat kata-kata Holmes, aku melirik sepatu kedua pria itu. Sepatu mereka tidak sama, begitu pula tali sepatunya. Lubang tali sepatu pria yang lebih tua ditalikan saling silang, dalam apa yang kuketahui sebagai gaya Amerika. Sepatu pria yang lebih muda diikat langsung menyeberangi kura-kura kaki, dalam model Inggris yang kukenal baik.
"Sekalian melepaskan semua ini, bagaimana menurutmu"" tanya si orang Inggris. Ia meraih ke wajahnya, dan melepas kumisnya sendiri... Meninggalkan hanya beberapa lembar rambut tipis yang tertinggal masih tertempel di tempat dengan permen karet.
Si Amerika tertawa. "Ya, aku mulai merasa panas memakai ini semua." Ia menjambret lepas set cambangnya. Kumisnya tetap di tempat, dan itu tampaknya barang asli. Tapi sekarang, dalam sinar matahari terang Madison Square, aku memperhatikan sebuah noda samar warna berangan di sepanjang tepian kerahnya: warna alami rambut si Amerika itu putih, dan ia telah menyemirnya menjadi coklat untuk menyesuaikan dengan warna rambut teman Inggrisnya.
Namun demikian, bahkan tanpa samaran mereka, ada semacam kualitas hubungan saudara dalam kedua
orang James Phillimore itu, raut kecerdikan yang tajam dalam wajah kedua pria itu... yang menunjukkan bahwa-meskipun mereka berbeda-kedua pria ini memang bisa menjadi kembar indentik dalam pikiran."
Sudut barat daya alun-alun Madison Square terpotong, menciptakan ruang di mana sebaris bangku-bangku taman terkucil dari lalu lintas pengasuh-pengasuh bayi dan kereta bayi. Temanku memberi isyarat pada kami bertiga agar bergabung dengannya di sana. "Saya Sherlock Holmes, dan ini rekan kerja saya Dr. Watson," ia memperkenalkan pada kedua orang kembar palsu itu. "Mohon berbaik hati menunjukkan nama asli Anda berdua, dan alasan lelucon khusus ini."
Si Amerika membungkukkan badan sebelum duduk. "Sebaiknya menceritakan semuanya, karena tak merugikan. Nama saya Ambrose Bierce, dan saya koresponden Amerika untuk Cosmopolitan Mr. Hearst. Mungkin Anda sudah membaca kolom saya 'Pertunjukkan yang Lewat'""
"Belum." Holmes memindahkan perhatiannya pada pria yang lebih muda. "Dan Anda, sir""
Pria Inggris berahang seperti lentera itu tersenyum. "Nama saya Aleister Crowley."
"Ambrose dan Aleister." Holmes mendengus. "Dua nama tak biasa, dengan inisial sama. Apa hubungan antara Anda berdua, tolong""
Kedua pelaku kejahatan itu bertukar pandang dengan lirikan berwajah malu. "Kita sebaiknya menceritakannya," kata si Amerika pada pengikutnya, dengan sebuah seringai. "Lelucon ini terlalu bagus untuk kita simpan sendiri."
"Baiklah," kata pria Inggris berwajah panjang itu. Ia berpaling untuk menghadapi Sherlock Holmes, dan mulai menjelaskan: "Nama kelahiran saya adalah Edward Crowley, Junior. "
"Diberi nama sesuai nama ayah Anda," aku bergumam, tapi Crowley melemparkan lirikan dengan teguran paling menggetarkan ke arahku segera setelah aku mengatakan ini.
"Dinamakan sesuai suami ibu saya," ia membetulkanku. "Pada waktu kelahiran saya, ibu saya, Emily Bishop Crowley, tinggal di Clarendon Square 30, di Leamington, Warwickshire. Saya lahir di sana pada tanggal 12 Oktober 1875."
"Segera setelah hilangnya James Phillimore," kata Sherlock Holmes, mengangguk dengan bijaksana. "Ayo, apa lagi""
"Mengenai kelahiran saya," kata Ambrose Bierce, "malapetaka itu terjadi di Ohio tahun 1842. Sembilan bersaudara mendahuluiku. Untuk suatu alasan, terasa menyenangkan bagi ayah saya untuk memberi nama semua anaknya dengan nama yang berinisial huruf 'A'. Dramatis personae kami, dalam urutan kelahiran, adalah sebagai berikut: Abigail, Amelia, Ann, Addison, Aurelius, Augustus, Almeda, Andrew, Albert. . . dan Ambrose."
"Lalu, apa hubungannya hal ini dengan James Phillimore"" tanya Holmes.
"Aku baru hendak sampai ke sana," kata Ambrose Bierce. "Di usiaku yang ketiga puluh, dengan ditemani istriku yang tercinta, aku pindah ke Inggris dan menjadi penulis untuk majalah Fun dan The Lantern milik Tom Hood. Istriku dan aku pertama-tama tinggal di London, tapi selama musim semi 1874 kami berumah tangga di South Parade Nomor 20, di... "
"...di Leamington, Warwickshire," Holmes menyelesaikan untuknya. "Watson, aku mengingat topografi umum Leamington Spa dari peristirahatanku di sana di tahun 1875. Clarendon Square dan South Parade hanya satu mil jauhnya. Tepat di antara keduanya adalah Tavistock Street... dan rumah tempat James Phillimore mempertunjukkan lenyapnya dirinya. Yang memang merupakan pertunjukan... bukan, Mr. Bierce""
Ambrose Bierce mengangguk sedih. "Aku takkan mengatakan apa pun tentang karakter Mrs. Crowley, kecuali untuk mengamati bahwa-seperti diriku sendiri-ia terperangkap dalam pernikahan tanpa cinta. Cukuplah dikatakan bahwa ia dan saya... saling menghibur satu sama lain selama musim semi dan musim panas tahun 1875."
Aku mulai melihat ke mana hal ini mengarah. Ada kemiripan fisik antara Bierce dan Crowley yang melebihi kostum identik mereka. Dan bila Ambrose Bierce mengenai Emily Crowley sekitar delapan atau sepuluh bulan sebelum kelahiran putranya Aleister, maka memungkinkan bila...
"Rumah di Tavistock Street, Bierce," kata Sherlock Holmes tak sabar. "Apakah ini tempat terjadinya perselingkuhanmu"" Bierce mengangguk sekali lagi. "Kusewa lewat agen perumahan. Ten
tu saja suatu identitas palsu sebaiknya dipakai... "
"Dan dengan demikian Anda mengambil nama James Phillimore""
"Begitulah," kata Bierce. "Edward Crowley adalah seorang pria kaku yang menganggap semua bentuk hiburan sangat tak bermoral. Ia menghindari restoran, teater, dan gedung musik... dan melarang istrinya mengunjungi tempat-tempat seperti itu. Istriku sendiri Mollie mempunyai sikap sama. Di sisi lain, Mr. James Phillimore dan teman wanitanya-apakah saya cukup jelas, sir"-sangat sering mengunjungi tempat-tempat hura-hura di Leamington. Pada suatu saat selama periode ini Emily Crowley mendapati dirinya hamil."
Bierce berhenti sesaat, kemudian melanjutkan: "Di bulan Mei tahun 1875, istriku pergi ke California... membawa kedua putra bayiku dengannya. Tom Hood-sponsor literaturku di Inggris- telah meninggal dua bulan sebelumnya. Pada akhir bulan Agustus, kondisi kandungan Mrs. Crowley mendekati klimaksnya, dan-karena ia tak punya niat meninggalkan suaminya-aku merasa akan bijaksana bila saya kembali ke Amerika."
Kali ini giliranku menjadi penanya: "Tapi bagaimana dengan hilangnya Mr. Phillimore yang aneh"" aku bertanya. "Tanda-tanda pusaran aneh itu... " Ambrose Bierce menengadahkan kepalanya dan tertawa. "Minat saya sudah selalu terbangkitkan oleh ide bahwa mungkin ada lubang-lubang di alam semesta-vacua, bila Anda lebih senang-yang mampu menelan manusia utuh, sehingga ia menghilang tanpa jejak. Aku sudah menuliskan beberapa cerita tentang subyek itu. Aku sudah memutuskan bahwa-ketika waktuku tiba untuk keluar-aku akan menghilang ke salah satu lubang-lubang di alam semesta, dan tak meninggalkan sisa-sisa manusia. Jadi ketika tiba waktunya untukku untuk meninggalkan rumah Tavistock-dan identitas Phillimoreku-aku membayangkan bahwa akan menyenangkan mementaskan kelenyapan seperti itu. Dan kemudian mengawasi hasilnya dari kejauhan, dalam keamanan jati diriku sendiri."
Sherlock Holmes memindahkan sikap duduknya di atas bangku. "Sekarang aku mengerti satu detail yang telah membingungkanku selama tiga puluh tahun ini," ia mengangguk. "Cuaca di Warwickshire terang selama dua minggu sebelum Phillimore menghilang, tanpa hujan sama sekali. Namun entah bagaimana Phillimore membawa jejak lumpur ke rumahnya sendiri, walaupun ia hanya keluar sebentar. Bila aku tidak begitu tak terlatih dalam seni detektif pada hari-hari awal itu, aku akan memperhatikan bahwa jejak berlumpur dalam rumah tak ada sumber yang berhubungan dengan selokan di luar. Sekarang aku mengerti: jejak kaki berlumpur dalam kamar antara itu disiapkan sebelumnya, dibentuk dari tanah liat"
Dengan tersenyum, Ambrose Bierce mengakui hasil karyanya.
"Cemerlang, bukan" Segala macam detail itu-jejak kaki mengarah pada ketiadaan, papan lantai yang gosong, payung yang terpotong, bahkan dua saksi tak bercela yang dibawa ke tempat kejadian dengan suatu alasan-semua detail itu adalah bagian rencanaku, sir."
"Namun begitu Anda lenyap ke udara kosong..." aku mulai.
"Sama sekali tidak, sir. Itu sederhana sekali. Ketika aku keluar dari pintu depan untuk menyambut tamuku dari bank, serambi sudah dihiasi dengan bekas-bekas penculikanku. Aku kembali melewati pintu depan sebagai James Phillimore, menyempatkan sebentar untuk berteriak minta tolong sementara aku mengenakan baju pelapis tukang sepatu dan menarik lepas kumisku... dan kemudian aku menyelinap keluar lewat belakang, seperti pedagang terhormat mana pun."
Alesteir Crowley tergelak. "Karena James Phillimore terdengar berteriak minta tolong, para saksi berasumsi bahwa ia menghilang dengan terpaksa. Tak pernah terpikir oleh siapa pun bahwa ia melakukan omong kosong dengan sukarela."
Sherlock Holmes bangkit dari bangku taman dan-dengan sangat khidmat-membungkuk ke arah Ambrose Bierce, kemudian duduk kembali. "Ayo sekarang, sir!" kata temanku pada Bierce. "Saya mengaku Anda mengakali saya. Sedangkan tentang sisa kisah itu, bila Anda berkenan: mengapa, setelah bertahun-tahun, James Phillimore tiba-tiba muncul kembali""
Kali ini gilirian Bierce yang tergelak. "Walaupun saya meninggalkan Inggris segera setelah kelahiran satu-satunya ana
k Emily Crowley, saya secara diam-diam berkorenspondensi dengannya. Ia tetap memberiku kabar tentang perkembangan putranya. Di tahun 1897-setelah kematian Edward Crowley, Senior-saya mengambil kebebasan untuk menulis pada ahli warisnya, dan mengungkapkan peranku dalam masa lalunya. Aku juga menyebutkan tradisi keluargaku tentang nama dengan yang dimulai dengan huruf A."
Crowley mengangguk. "Itulah tahun ketika saya mengubah nama depan saya menjadi Aleister."
"Kami menjaga korespondensi kami sejak itu," Bierce mengungkapkan. "Sementara itu, tugas saya sebagai jurnalis mengharuskan saya berkelana di seluruh Amerika Serikat tanpa pernah kembali ke Eropa. Crowley muda ini sudah berkelana hingga Rusia dan Tibet, tapi hingga sekarang tak pernah mengunjungi Amerika. Istri saya meninggal bulan April tahun lalu, dan kedua putra saya darinya telah meninggal lima tahun terakhir ini: salah satu karena bunuh diri. Karena itu saya sendirian, yang berarti saya kekurangan teman. Saat ini saya tinggal di Washington, tapi saya sering melakukan perjalanan ke Kota New York untuk mengunjungi majikan saya Mr. Hearst. Ketika Alesteir Crowley menulis pada saya beberapa bulan lalu dari rumahnya di Skotlandia, memberi tahu pada saya niatnya untuk mengunjungi New York, saya memutuskan bahwa kami akhirnya harus bertemu."
"Tapi mengapa menghidupkan James Phillimore kembali"" tanya Sherlock Holmes.
"Itu bagian dari lelucon," jawab Aleister Crowley, meletakkan tangannya di atas bahu Bierce dengan sayang. "Saya selalu punya citarasa lelucon aneh. Suami ibu saya sepenuhnya menghindari humor, namun akal Ambrose Bierce amat mirip dengan saya: saya ingin percaya saya mewarisi ini darinya. Beberapa tahun lalu, Ayah Ambrose-sebutan saya untuknya-mengirimkan sebuah foto kabinet dirinya dalam samaran James Phillimorenya pada saya, dengan surat yang menceritakan lelucon itu dalam setiap detail nikmatnya. Ketika saya setuju mengunjungi Mr. Bierce di kantor Cosmopolitan, saya memutuskan untuk menyenangkan diri saya dengan mengunjunginya dalam samaran sebagai James Phillimore. Saya menyuruh orang membuat kostum itu di London sebelum keberangkatan saya."
"Jelas citarasa humor saya sendiri dan Aleister Crowley berada pada jalur yang sama," kata Ambrose Bierce. "Karena kami berdua menelurkan gagasan sendiri-sendiri, dan saya juga memutuskan untuk menghidupkan James Phillimore untuk pertemuan kami. Saya masih memiliki setelan itu siap dalam bola kamper, jadi saya mengeluarkannya sedikit dan membeli beberapa kumis panggung untuk menyamai kumis yang saya pakai tiga puluh tahun lalu. Katakanlah, semua orang di kantor Hearst tertawa terbahak-bahak hampir mati ketika saya berjalan masuk ke sana berpakaian seperti Pangeran Albert. Kemudian, ketika Aleister mud; datang berjalan mondar-mandir ke sini ke dalam ruangan dengan pakaian yang sama... "
"Saya bisa membayangkan kegembiraannya," kata Sherlock Holmes, tanpa tersenyum. Ia bangkit lagi dari bangku, memberi isyarat padaku untuk bergabung dengannya sementara ia melangkah
menuju barisan kereta kuda di ujung selatan Madison Square. "Watson, ayo! Kita masih punya waktu untuk melihat Maude Adams mengadakan pertunjukkannya di Empire." Sambil memutar tubuh, temanku mengangkat topinya ke pasangan Phillimore. "Adieu, tuan-tuan," kata Sherlock Holmes. "Saya usulkan tindakan menghilang terakhir James Phillimore adalah pertunjukkan terakhirnya. Karena Dokter Watson dan saya sedang dalam perjalanan ke San Fransisco-tempat daftar kematian akhir-akhir ini sangat banyak-saya bisa dengan mudah mengatur agar nama James Phillimore disisipkan di antara barisan orang-orang mati. Mari kita biarkan ia begitu. Selamat tinggal."
4. Dua Petualangan April Mop
Cuaca dingin dan berkabut itu tampak tak habis-habisnya beberapa hari terakhir ini dan aku merasa, setelah hari yang berat di tempat praktekku, aku ingin beristirahat di kursiku yang paling nyaman dan meneruskan membaca beberapa bacaan yang kutinggalkan. Aku telah menyalakan api besar untuk mengusir udara dingin dalam ruangan dan sedang melihat sekilas beberapa buku di perpustakaanku untuk
melihat buku mana yang menarik perhatianku. Saat itulah aku memperhatikan kotak berkasku terselip di rak atas rak bukuku. Kotak itu belum dibuka selama bertahun-tahun. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri bahwa aku sekali lagi akan mulai menulis tentang sekian banyak petualangan-petualangan yang kusaksikan dengan temanku tersayang, Sherlock Holmes.
Tentu saja, aku menyadari, inilah yang benar-benar ingin kulakukan. Bukan membaca, tapi menulis. Aku cepat-cepat menurunkan kotak itu, menghapus debunya, dan duduk dengan nyaman di kursi favoritku dan mulai membolak-balik bertumpuk-tumpuk catatan yang kutulis selama bertahun-tahun.
Setelah beberapa lama aku mendapati cerita tak terselesaikan tentang salah satu kasus Holmes paling awal. Aku mulai membaca, dan seluruh kasus kembali tampak jelas dalam ingatanku. Cepat-cepat aku cembali ke mejaku, mengeluarkan kertas, pena dan mulai menulis. Cerita ini adalah sebuah kasus luar biasa yang sebetulnya bermula dari kejahilan.
Kasus yang kubicarakan ini terjadi hanya beberapa waktu setelah Sherlock Holmes dan aku pertama kali berjumpa dan menyewa tempat tinggal bersama di Baker Street 221 B. Holmes waktu itu amat misterius buatku. Aku berbagi tempat tinggal dengannya selama sebulan sebelum aku yakin pada profesinya, pengetahuan yang kupelajari, dengar kagum dan terheran-heran, ketika petualangan pertama kami A STUDY IN SCARLET terjadi. Dan bahkan setelah petualangan itu aku kadang-kadang ingin tahu aku terlihat dalam hal apa karena berbagi tempat tinggal dengan teman yang begitu aneh. Dalam salah satu perasaan ragu-ragu dan bingung inilah ceritaku mulai.
Suatu malam di bulan Maret aku mendapati diriku berada di sekitar Piccadilly Circus. Waktu itu udara dingin, dan hujan rintik-rintik yang terus-menerus menurunkan semangatku. Aku merasa segelas anggur dan suara musik dapat memperbaiki ruasana hatiku. Dan karena itu, aku masuk restoran Criterion. Waktu aku duduk dengan segelas anggur langka di sikuku, orkestra memainkan waltz Strauss yang mendayu-dayu, aku menjadi santai, merasa menjadi diriku yang sebenarnya lagi.
Tiba-tiba, aku merasa bahuku ditepuk, aku menoleh dan, yang membuat aku terkejut, Stamford muda sedang berdiri di depanku, pria muda yang pertama-tama mengenalkanku pada Sherlock Holmes.
"Watson, atau seharusnya aku bilang, Dr. Watson! Bagaimana kabarmu, sobat""
"Yah, halo, Stamford. Heran kita bertemu di sini lagi. Ayo duduklah."
"Trims. Aku senang kau tidak mendendam padaku."
"Kenapa aku harus begitu"" tanyaku heran.
"Karena mengenalkanmu dengan Sherlock Holmes. Aku sudah berpikir-pikir lagi sejak itu. Kupikir ia gila."
"Tidak," kataku tertawa, "ia mungkin eksentrik... sebetulnya aku akui ia memang eksentrik, tapi ia orang yang luar biasa menarik. Ia akan membangun nama besar sebagai detektif pribadi suatu hari nanti. Kau lihat saja, Stamford."
"Dulu kubaca sesuatu tentangnya di koran."
"Ya," tambahku, "kukira itu urusan Lauriston Gardens. Ia pria yang cemerlang, Stamford, amat cemerlang, kuberi tahu kau. Walaupun harus kuakui kadang-kadang ia susah dibuat senang. Ia bekerja seperti kesetanan, sebagai hukumnya, tapi kadang-kadang suatu reaksi muncul dan berlangsung selama berhari-hari, ia akan berbaring di sofa kami hampir tanpa mengucapkan sepatah kata atau menggerakkan satu otot pun dari pagi hingga malam. Saat itu cukup menegangkan saraf, menurutku."
"Kurasa ia menganggap dirinya terlalu serius," renung Stamford.
"Mungkin kau benar."
Secercah senyum tiba-tiba muncul di wajah Stamford, saat ia mencondongkan badan ke arahku. "Maukah kau menggabungkan diri denganku dalam komplotan kecil"" "Sebuah komplotan" Melawan Holmes""
"Yah, ini cuma omong kosong, tahu. Kami pikir ini akan agak menyenangkan!" "Kami"" kataku ingin tahu.
"Murphy dan aku. Kami baru saja membicarakannya. Begini, biarkan aku memanggilnya." Stamford berbalik dan melambai pada seorang pria muda yang duduk di meja di dekat kami. "Aku pernah melihatnya sebelum ini, betul kan""
"Kurasa kau pasti pernah melihatnya, Watson. Ia biasanya berada di sekitar rumah sakit, dan kapan pun kau pergi ke British Museum, kau
akan mendapatinya di sana. Pria yang baik, tapi membosankan, jelas membosankan."
"Ya, Stamford"" kata pria muda itu saat ia maju. "Ini temanku, Dr. John H. Watson. Ini James Murphy."
"Senang bertemu dengan Anda. Saya pernah melihat Anda di rumah sakit." "Dan saya tahu saya pernah melihat Anda, Dr. Watson."
Stamford memberi tanda agar Murphy duduk. Begitu kami sudah duduk nyaman, kupesankan anggur untuk mereka, dan percakapan dimulai.
"Aku baru memberi tahu Watson tentang komplotan kecil kita," kata Stamford dengan riang.
"Sekarang lihat," kataku sedikit tak senang. "Aku ingin kalian menyadari bahwa Holmes adalah teman akrabku!"
"Jangan khawatir, Watson," kata Murphy, "Ini semua lelucon. Tidakkah kau sadari tanggal berapa besok""
"Tanggal satu April, betul kan""
"Ya, hari April Mop!"
"Oh, sekarang aku mengerti," kataku, amat lega, "kau berencana memainkan lelucon April Mop pada Holmes!"
"Ya, itu rencana kami!"
"Yah, itu hampir-hampir bukan rencana kita, Stamford. Itu sebetulnya ide Lady Ann Partington. Begini, Dr. Watson, Holmes berlaku sangat kasar pada Lady Partington saat ia di rumah sakit baru-baru ini, dan ia ingin... yah, kau tahu, mengerjainya."
"Kedengarannya cukup polos. Aku harus mengakui Holmes cenderung agak sombong kadang-kadang," renungku. "Apa tepatnya rencana kalian""
"Kami akan membutuhkan bantuanmu, Watson. Kau harus hati-hati agar tidak membocorkan lelucon ini," kata Murphy.
"Aku bertaruh lima pound, jika Holmes akan menelan seluruh cerita ini," Stamford tertawa, "kail, benang pancing dan pemberat."
Murphy, dengan suasana konspirasi, menarik kami lebih dekat. Ia menceritakan rencana yang sangat lucu untuk mengerjai Holmes berdasarkan kepercayaan dirinya sendiri. Ini ide yang mengagumkan dan aku segera setuju melakukan bagianku untuk mengerjai temanku.
Keesokan paginya, Lady Ann Partington mengunjungi temanku Sherlock Holmes. Mrs. Hudson mengantarnya masuk dan Holmes cepat-cepat berdiri menyambutnya.
"Lady Ann, saya merasa tersanjung Anda mengunjungi saya dalam kapasitas profesional saya."
"Tentunya, tuanku yang baik, Anda tidak mengira kunjungan ini kunjungan sosial. Anda amat terlalu kasar pada saya di rumah sakit beberapa saat lalu untuk mendapatkan kunjungan sosial."
"Itulah hal yang ingin saya tunjukkan," kata Holmes dengan senyum terpaksa. "Silakan duduk, silakan."
"Di sini," tambahku, "tolong pakai kursi ini, Lady Ann. Kursi ini yang paling nyaman di ruangan."
"Terima kasih, Dr. Watson," jawabnya, lalu duduk. "Dan sekarang, apa yang bisa saya bantu"" tanya Holmes. "Anda pernah mendengar Zamrud Elfenstone""
"Oh, ya, tentu saja," kata Holmes, "sebuah batu yang bagus sekali yang bernilai tinggi. Benda warisan dalam keluarga Anda, bukan""
"Itu betul, Mr. Holmes. Saya menyimpan batu itu dalam lemari besi dinding di kamar tidur saya. Namun, pagi ini, ketika saya sempat melihat leman besi itu, saya mendapati bahwa zamrud itu sudah dicuri!"
"Dicuri" Ya Tuhan, sungguh urusan yang mengejutkan. Tentu saja, Anda ingin Mr. Holmes menemukannya untuk Anda""
"Sungguh kesimpulan yang mengagumkan, dokter yang baik," kata Holmes tak sabar. "Sekarang. Lady Ann, saat Anda membuka lemari besi itu apakah Anda melihat tanda-tanda bahwa lemari itu pernah dibongkar""
"Mr. Holmes, saya rasa agak bodoh bila kita duduk dan menjawab pertanyaan di sini di Baker Street. Kenapa Anda tidak datang ke rumah saya di Cavendish Square dan meneliti lemari besi itu sendiri" Anda detektif, bukan""
"Lady Ann," kata Holmes sangat tidak senang, "Anda baru saja menuduh bahwa saya kasar. Saya yakinkan Anda paling tidak kekasaran saya tak disengaja."
"Oh, ayolah, ayolah, Holmes. Jangan begitu sensitif," kataku cepat-cepat dalam usaha mencegah mereka naik darah.
"Saya bisa menjanjikan bayaran yang cukup besar, Mr. Holmes."


Sherlock Holmes - Kumpulan Kasus Seru di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Selama sesaat wajah Holmes menjadi keras saat ia memandang Lady Ann.
"Saya orang yang masih berjuang dalam profesi baru, begitu" Kemiskinan saya, tapi bukan kemauan saya, menyetujui."
"Saya bayar kemiskinan Anda," balas Lady Ann, "dan bukan kemauan Anda. Anda lihat, Mr. Holmes, saya juga dapat mengutip Shakespeare. Kereta say
a sudah menunggu, tuan-tuan. Mari kita berkendara ke Cavendish Square saat ini juga, oke"" Holmes membungkuk sopan pada Lady Ann, dan memberi tanda padaku untuk mengambil topi dan jaket kami. Dalam waktu singkat kami berkendara melalui jalan-jalan London dalam kereta roda empat, dan sejenak kemudian berhenti di pintu Lady Ann.
Ia mengantar kami masuk ke ruang duduk yang paling menarik, dipenuhi tirai-tirai berat, keramik terbaik dan salah satu piano paling banyak hiasannya yang pernah kulihat. Lady Ann mendekati salah satu dinding, mendorong sebuah potret besar ke samping, menampakkan sebuah lemari besi.
"Inilah lemari besi dindingnya, Mr. Holmes."
"Hmmm," kata temanku saat ia menelitinya, "bukan lemari besi yang sulit dibuka oleh seorang ahli. Anda meletakkan zamrud itu di dalamnya, betul begitu""
"Ya, ketika saya pergi tidur. Dan pagi ini zamrud itu sudah hilang."
"Tentunya Holmes," aku angkat bicara, "ini saat yang baik untuk menggunakan kaca pembesar yang selalu kau bawa-bawa."
"Saat yang tepat, dokterku yang baik. Itulah kenapa aku membawanya."
Holmes mengeluarkan kaca pembesarnya dan mulai memeriksa lemari besi itu dengan sangat teliti. Aku harus menahan tawa kecil saat Lady Ann tersenyum padaku. Kami berdua tahu bahwa temanku Sherlock Holmes tidak tahu; petunjuk yang akan diperolehnya adalah sebagian dan merupakan paket tipuan April Mop kami untuknya.
"Yah, ini sangat menarik."
"Apa itu, Mr. Holmes""
"Lemari besi ini dibuka oleh seorang ahli. Tak ada tanda bahwa lemari ini dibuka paksa. Hei, apa ini" Watson, lihatlah, ada noda aneh di kenop besinya. Kenop ini jelas dipegang oleh seseorang yang jari-jarinya biasa dinodai oleh bahan kimia."
"Apakah kau pasti, Holmes""
"Ini cukup gampang, Watson. Lady Ann, tolong beri tahu saya ke mana pintu-pintu itu mengarah," katanya, melambai ke pintu ganda berukuran besar di ujung ruangan. "Kamar tidur saya."
"Saya ingin menelitinya bila diizinkan." "Tentu saja."
Ia melangkah ke pintu itu, tak pernah sekalipun kehilangan kesempatan meneliti segala sesuatu yang dapat ia lihat. Amat mengagumkan melihatnya saat ia berhenti, melihat sekilas pada sesuatu melalui kaca pembesarnya, atau menyentuh sesuatu kemudian menggosokkan jari-jarinya ke benda itu untuk mendapatkan tekstur atau rasa benda itu. Dengan cepat ia sudah berada di ruang yang satu lagi dan berada cukup jauh dari Lady Ann dan aku. Saat itulah Lady Ann menoleh padaku dengan gembira.
"Dr. Watson," bisiknya senang, "ini adalah tipuan April Mop yang paling indah yang pernah saya mainkan."
"Menurut saya, Murphy benar. Ia menelan semuanya, kait, benang pancing, dan pemberatnya. Walaupun begitu, Lady Ann, saya mulai merasa bersalah tentang semua ini. Saya tidak bisa tidak merasa tidak setia."
"Omong kosong, dokter, semua ini cuma lelucon.
"Apakah Stamford dan Mr. Murphy mendengarkan""
"Ya, mereka berada di sebelah, di ruang tamu saya. Saya yakin telinga mereka tertempel ke lubang kunci."
"Saya betul-betul berharap Holmes tidak marah pada saya," kataku, perasaan bersalahku muncul hingga taraf yang tak mengenakkan.
Sesaat kemudian Holmes kembali dan berdiri di depan kami.
"Tak ada yang menarik di sini. Jendela-jendela tidak dibongkar. Oleh karena itu, kita bisa mengasumsikan, pencuri itu tidak masuk melalui jendela di tingkat atas. Lady Ann, apakah ruangan ini belum tersentuh sama sekali sejak Anda mengetahui kehilangan itu""
"Tidak, Mr. Holmes. Saya beri tahu para pelayan untuk membiarkan ruangan ini tepat seperti adanya sementara saya menjemput Anda."
"Hebat!" katanya, melihat sekeliling, tumpukan tebal karpet, heh" Tak ada yang lebih baik! Saya bisa memberitahu Anda ini, Lady Ann: Pencuri itu orang yang tinggi dengan langkah-langkah panjang."
"Ayolah, Holmes," kataku membantah, "aku tahu metodemu. Tak ada jejak kaki di karpet yang bisa kau identifikasi, bahkan dengan kaca pembesarmu."
"Dokterku yang baik, aku sudah mempelajari banyak kejahatan dan aku belum pernah melihat satu pun yang dilakukan oleh makhluk terbang. Selama seorang kriminal mempunyai dua kaki, selalu ada pemindahan kecil yang dapat dideteksi oleh peneliti yang c
ermat. Aku yakinkan bahwa tanda-tanda di atas karpet ini mengindikasikan bahwa pencuri itu pria tinggi dengan langkah lebar!"
Aku sudah hendak berbicara lagi, tapi Holmes berputar pergi dan mengeluarkan kaca pembesarnya untuk melihat beberapa barang kecil.
"Jejak abu tembakau, Watson. Tembakau pipa. Tembakau rajangan kasar yang dijual empat pence per ons."
"Sekarang serius Mr. Holmes," tanya Lady Ann, "bagaimana Anda dapat mengidentifikasi tembakau tertentu""
"Ini hobi saya. Malahan, saya bahkan menulis suatu monograf tentang subyek ini. Sekarang, satu kali penelitian lagi pada lemari besi itu. Bila Anda ijinkan lagi, Lady Ann."
Saat Holmes melanjutkan penyelidikannya, kuamati Lady Ann mulai memandang Holmes dengan sikap yang lebih hormat. Dalam hal itu, aku juga, karena Holmes, dalam sikapnya yang khas, sedang menelan setiap petunjuk yang kami letakkan dengan hati-hati untuknya!
"Hei," katanya keras-keras, "apakah ini setitik debu" Ini resin! Jejak resin yang samar! Lady Ann, saya sarankan Anda menghubungi Scotland Yard, saat ini juga!"
"Maksudmu perkara ini sudah terpecahkan, Holmes""
"Maksudku, dokter, bahwa aku dapat memberi gambaran yang cukup lengkap akan pencuri ini padamu, dan bahwa gambaran ini begitu individual sehingga aku takkan terkejut bila cocok dengan lebih dari satu orang di London!"
"Ini betul-betul keajaiban Mr. Holmes. Tolong deskripsikan orang itu untuk saya," kata Lady Ann, duduk di atas sofa.
"Yah, ia orang yang tinggi. Lebar langkahnya menunjukkan hal itu, dan ia kurus."
"Apa yang memungkinkan kau mengetahui hal itu, Holmes"" kataku betul-betul ingin tahu.
"Jejak kakinya menghasilkan sedikit lekukan di bulu-bulu karpet. Pencuri kita berhubungan dengan bahan kimia, seperti yang diindikasikan oleh noda di kenop lemari besi itu. Dan jejak resin menunjukkan bahwa ia juga memainkan biola. Ia mengisap tembakau rajangan kasar. Ia punya pengetahuan praktis yang hebat tentang bagaimana membuka kunci kombinasi lemari besi, dan ia jelas berhubungan dekat dengan kelas kriminal."
"Bagaimana Anda mengetahui itu, Mr. Holmes""
"Saya ragu ia akan mencuri batu terkenal kecuali ia tahu bagaimana menjualnya; melalui beberapa penadah yang dapat dipercaya, saya yakin itu."
"Ya, itu gambaran yang sangat lengkap, Holmes. Saya hampir merasa saya kenal pria itu." "Terima kasih, dokter," kata Holmes.
Lady Ann tak bisa menahan lebih lama lagi. Tawanya memenuhi ruangan dengan suaranya yang cemerlang dan riang.
"Saya sangat setuju, Mr. Holmes," katanya akhirnya. "Dr. Watson, saya rasa lelucon ini sudah cukup."
Holmes pertama-tama memandangku, kemudian Lady Ann, dengan pandangan penuh keheranan.
"Lelucon"" tanyanya, "apa maksud Anda""
"Kau benar," Holmes, kataku tertawa. Kau sangat luar biasa dengan kaca pembesar itu. Kau mengatakan hanya ada satu orang seperti itu di London. Apa yang kaulakukan, temanku yang baik, adalah memberi deskripsi sempurna akan DIRIMU SENDIRI!"
"April Mop, Mr. Holmes!" kata Lady Ann riang, kemudian berbalik ke pintu ruang tamu. "Dr. Stamford, Mr. Murphy, kalian bisa masuk sekarang!"
Stamford dan Murphy masuk ke dalam ruang duduk berteriak APRIL MOP. Kami tertawa dan melontarkan lelucon pada Holmes, yang, menerima keisengan ini dengan lapang dada. Tawa kami dengan cepat mereda dan kami mulai berdiskusi dengan gembira, sebelum Lady Ann menginterupsi kami.
"Tuan-tuan, masuklah ke ruang tamu. Mari kita minum segelas anggur untuk Mr. Holmes, yang sudah begitu murah hati memaafkan kita atas permainan kita padanya. Dan juga Dr. Stamford yang memikirkan seluruh masalah ini!"
"Kuharap tak ada rasa tak enak, Holmes," kataku, masih merasa bersalah mempermainkannya.
"Tidak, tidak, dokter," kata Holmes sambil tertawa, "walaupun ini pengalaman yang cukup memalukan."
"Ketika Murphy memberi tahu kami tentang rencana itu, aku tidak tahan untuk tidak ikut serta." Stamford telah menuangkan minuman dan membagikannya pada kami saat kami terus berbicara.
"Kau kenal Murphy, bukan, Mr. Holmes"" kata Stamford.
"Tidak, kurasa kami tidak pernah bertemu. Senang bertemu Anda, sir."
"Senang bertemu Anda, Holmes. Bagaimana menurutmu
lelucon yang kami mainkan untuk
Anda"" "Itu pengalaman yang cukup bermanfaat. Kurasa kau memberi mereka semua detail untuk membangun gambaran diriku, Watson""
"Ya memang, Holmes. Karena tahu beberapa metodemu, kami mencoba menaruh setiap petunjuk, yang harus kuakui, kautemukan."
"Pekerjaan yang rapi, tuan-tuan. Dan secara tak sengaja, ini adalah contoh sempurna bahaya deduksi yang hanya berdasar pada bukti tak langsung. Aku memperoleh manfaat dari pelajaran ini."
"Harus kuakui," tambah Stamford, "berharga senilai sebuah zamrud melihat tampangmu, Holmes, ketika kau menyadari apa yang telah kau lakukan."
"Omong-omong," kataku, memandang berkeliling, "di mana Lady Ann""
"Aku yakin ia berkata hendak mengambil Zamrud Elfenstone itu. Ia pikir kau mungkin tertarik melihatnya," kata Murphy.
"Ia mungkin merasa pandangan akan zamrud itu akan menyelamatkan harga diriku yang terluka," kata Holmes, tawa terdengar dalam suaranya.
Sesaat kemudian, Lady Ann kembali, sepucat kertas. Holmes dan aku cepat-cepat membantunya duduk. Ia memandang ke atas dan mencengkeram lengan Holmes.
"Mr. Holmes, zamrud itu . . . zamrud itu tidak ada di tempat saya menyembunyikannya! Kali ini benda itu benar-benar dicuri!"
Kami semua berdiri di depan Lady Ann, tercengang oleh berita ini. Lelucon April Mop kami telah berbalik, mengerjai kami semua. Aku sedang memandang pada Holmes untuk melihat reaksinya atas berita terbaru tentang zamrud itu, dan hatiku sangat senang melihat perubahaan tiba-tiba dalam dirinya. Aku harus mengakui bahwa aku merasa agak malu atas bagianku dalam lelucon ini, karena aku bisa melihat harga diri Holmes terluka. Tapi sekarang, hanya beberapa menit setelah kami tertawa, dan dengan kejahatan yang jelas di depannya, perubahan dalam diri Holmes amat menakjubkan. Ia tiba-tiba menjadi dinamo, menyala dengan cepat saat berdiri di depan kami, melemparkan pertanyaan pada semua anggota konspirasi ini.
"Lady Ann, siapa selain Anda yang tahu tempat persembunyian baru ini""
"Murphy dan saya tahu, Mr. Holmes", kata Stamford.
"Ya, setelah kami meninggalkan petunjuk jelas kami di lemari besi," tambah Murphy, "kami pergi dengan Lady Ann dan melihatnya menyembunyikan zamrud itu di laci atas meja riasnya."
"Kami pikir tak apa-apa benda itu diletakkan di sana," kata Lady Ann, "Lagi pula, segera setelah lelucon ini selesai, saya akan mengembalikannya ke lemari besi."
"Saya pikir rencana paling baik kita, sebelum menanyai para pelayan, adalah agar Anda masing-masing yang terlibat lelucon April Mop ini mau diperiksa."
"Holmes," protes Stamford dengan tegas, "tentunya kau tidak mengatakan salah satu dari kami mencuri zamrud itu""
"Tidak, Stamford, tidak. Tapi bila kalian berempat tidak bersalah, ini adalah cara yang sangat baik untuk membuktikan bahwa kalian tidak bersalah!"
"Tenang Holmes," kataku, terkejut oleh tuduhan yang dilontarkan, "kau tidak mengatakan bahwa Lady Ann mencuri zamrudnya sendiri, bukan""
"Aku tidak mengatakan apa-apa. Tapi biarkan saya tekankan bahwa mode terbaru untuk... apa yang kita sebut... kalian tahu, perusahaan asuransi, telah menyediakan motif menarik lain untuk hal- hal yang disebut pencurian."
"Saya menolak sindiran Anda! Ini keterlaluan!"
"Lady Ann," Holmes bersikeras, "bila saya harus menemukan zamrud Anda, saya harus paling tidak mempertimbangkan segala kemungkinan. Suatu penggeledahan adalah tindakan praktis paling cepat, karena itu saya mengusulkan bahwa mungkin Anda bisa masuk ke ruang sebelah sementara saya membujuk tuan-tuan ini untuk membiarkan diri mereka digeledah. Kemudian, dengan segala hormat, saya akan memanggil seseorang, tentu saja yang berjenis kelamin sama dengan Anda, untuk menggeledah Anda!"
"Baiklah," balas Lady Ann dengan frustrasi, "tapi saya rasa Anda dalam bahaya mempermalukan diri Anda sekali lagi!"
Saat Lady Ann bersiap-siap untuk pergi, Murphy melangkah maju dan mengacungkan tangan, menarik perhatian semua orang pada dirinya.
"Tunggu," katanya, "jangan . . . jangan pergi, Lady Ann. Penggeledahan tidak dibutuhkan."
"Apa maksudmu, Murphy"" tanyaku.
"Saya harus mohon belas kasihan Anda, Lady Ann. S
aya mengaku saya mencuri zamrud itu!
Setelah Anda meletakkannya di dalam laci, Lady Ann, saya menyelinap kembali ke dalam ruangan dan mengambilnya."
Semua orang menatap Murphy.
"Itu tindakan kriminal!" aku berseru.
"Saya tahu," jawabnya. "Tapi saya miskin. Saya amat membutuhkan uang untuk penelitian matematika saya. Saya tahu zamrud itu bernilai tinggi dan saya tak dapat menahan godaan untuk mengambil keuntungan dari lelucon ini. Ini, Lady Ann, ini batu permata itu. Tolong, saya mohon, jangan menuntut saya. Tolong jangan. Itu akan menghancurkan saya."
Saat itulah aku memperhatikan Holmes. Sementara semua perhatian tertuju pada Murphy dan apa yang ia katakan, Holmes perlahan-lahan mengitari kelompok kami dan memposisikan dirinya dengan nyaman di sebelah pria itu.
"Bolehkah saya memeriksa zamrudnya"" tanyanya cepat. Tanpa menunggu ijin, ia mengambil batu itu dan mulai memutarnya perlahan-lahan di tangannya.
"Yah, Mr. Murphy," kata Lady Ann yang terheran-heran dan marah, "Saya tak akan berpura-pura bahwa saya tidak sangat terkejut. Saya harus meminta Anda meninggalkan rumah saya saat ini
juga!" "Tapi Anda tak akan menuntut saya, bukan" Ini hanya godaan sesaat." "Tidak, Mr. Murphy, saya tak akan menuntut Anda."
Aku memperhatikan Holmes dengan cermat, dan melihat senyuman tipis muncul di bibirnya. Ia meraih saku rompinya dan mengeluarkan wadah kecil dengan cairan bening di dalamnya. "Holmes," tanyaku, "apa yang kau lakukan dengan zamrud itu""
"Pertanyaan yang tepat, dokter. Yah, karena mengetahui beberapa cara menipu pencuri, aku menerima kasus ini dengan persiapan lengkap untuk mengetes zamrud itu ketika kutemukan. Sekarang, setetes asam dari wadah ini, dan akan kita lihat." Lady Ann bangkit dari kursinya dan mendekati Holmes. "Mr. Holmes, apa yang kaulakukan" Kau akan merusak batu itu."
"Tidak, tidak bila ini benar-benar zamrud." Kami semua menatap zamrud itu. Dalam beberapa detik, jawabannya muncul.
"Ya Tuhan, asam menggerogoti batu itu seakan-akan benda itu gula!" teriakku.
"Jadi itu berarti ..." kata Lady Ann.
Holmes berbalik dan menghadapi Murphy, menatap tepat ke matanya.
"Itu artinya, Lady Ann, Mr. Murphy baru saja memusnahkan kehormatan dan kebebasannya, untuk mencuri TIRUAN yang indah!"
Aku tak bisa memberi tahu Anda betapa terhinanya kami oleh kejadian itu. Holmes melemparkan zamrud tiruan itu ke atas meja, duduk di hadapan kami dan dengan tenang tersenyum pada Murphy. Lady Ann, berada dalam keadaan hampir panik, duduk di sebelah Holmes dan menatapnya dengan pandangan memohon.
"Lady Ann, saya harus menanyai pembantu-pembantu Anda secepatnya. Tolong suruh mereka menemui saya, satu demi satu. Pada waktunya nanti, kita akan berkumpul lagi di ruang ini. Selama itu, saya minta Dr. Watson menahan kalian semua di ruang makan hingga saya selesai menanyai para pelayan. Watson, tolong bantu aku."
Aku membawa mereka semua ke ruang makan tempat mereka semua duduk. Sementara mereka bercakap-cakap, aku diam-diam memanggil setiap pelayan dan bergantian menyuruh mereka masuk ke ruang duduk untuk ditanyai Holmes. Setelah selesai Holmes membuka pintu dan mengisyaratkan agar Stamford dan Murphy masuk ruang duduk. Sebentar kemudian pintu sekali lagi terbuka dan Holmes meminta Lady Ann memasuki kamar tidurnya, untuk digeledah oleh pengasuh pribadinya. Tidak lama kemudian kami sekali lagi berkumpul di ruang duduk berhadapan dengan Holmes. Ia berdiri di sebelah perapian, tangannya terlipat di belakang punggungnya saat ia memandang kami satu demi satu. Lady Ann maju ke depan, pandangan panik tampak di matanya.
"Mr. Holmes, lelucon ini berubah jadi mimpi buruk! Apakah tak ada jalan untuk menemukan zamrud saya""
"Saya harap demikian, Lady Ann. Saya sudah mengambil langkah dalam urutan logis. Para pelayan semuanya sudah ditanyai, dan kita sudah menggeledah Mr. Stamford dan Mr. Murphy."
"Ya, pengalaman paling memalukan. Membuat aku merasa seperti penjahat!" kata Stamford
jijik. "Yah, secara pribadi saya sangat berterima kasih membiarkan diri saya digeledah kali ini; saya tahu saya tak perlu mengkhawatirkan apa pun," tambah Murphy. ,
"Anda, An da sendiri Lady Ann," kataku, "Anda bersedia digeledah oleh pengasuh pribadi yang disuruh Holmes."
"Hanya karena ia mengancam hendak memanggil polisi bila saya tidak bersedia. Tapi, walaupun pemeriksaan itu tidak menyenangkan, saya lebih baik menahannya daripada melihat cerita ini dicantumkan di halaman depan surat kabar."
"Dan setelah semua cara kerja yang cukup tak bersahabat ini, kita tidak sampai ke mana pun juga untuk menemukan zamrud itu!" kata Stamford yang tak puas.
"Tapi paling tidak kita telah membuang kemungkinan bahwa pencuri itu menyembunyikan permata ini di badannya."
"Jadi kau masih berpikir benda itu berada di suatu tempat di kedua ruang ini, Holmes"" tanyaku.
"Kurasa begitu, walaupun masih ada satu kemungkinan lagi." "Dan apakah itu"" tanya Murphy.
"Permata asli diganti dengan tiruannya beberapa saat sebelum kalian semua menyusun lelucon April Mop kalian."
"Oh tidak, Mr. Holmes, itu tidak mungkin. Saya tahu zamrud itu asli waktu saya keluarkan pagi
ini." "Bagaimana Anda bisa yakin" Permata palsu itu tiruan yang sempurna. Tanpa tes kimia, seperti yang saya lakukan, keasliannya tak bisa diyakinkan!"
"Saya beri tahu Anda kenapa saya yakin," lanjut Lady Ann, "kemarin malam ayah saya datang untuk makan malam dan membawa Mr.Vanderlighter dari Amsterdam. Ia memeriksa batu itu. Dan Anda tentu setuju bahwa ahli permata tak dapat ditipu."
"Itu betul, Lady Ann," kata Holmes, "dan apa yang Anda lakukan dengan permata itu setelah Mr. Vanderlighter pergi""
"Saya kunci permata itu dalam lemari besi dan pergi tidur. Saya tidak membuka lemari besi lagi hingga Dr. Stamford dan Mr. Murphy datang pagi ini."
"Sudah beres kalau begitu," kataku gembira. "Zamrud yang asli masih tersembunyi di suatu tempat di kedua ruang ini!"
"Tapi di mana, itulah pertanyaannya," tambah Stamford.
"Saya harus mengakui," kata Murphy bingung, "perkara ini menyesatkan."
"Mari kembali ke apa yang sedang kita semua lakukan pada saat Anda masuk ke ruangan, Lady Ann, dan memberi tahu kami akan kehilangan batu."
"Wah, kita sedang mengadakan toast, Holmes," kataku.
"Temanku yang baik, Watson, itulah dia! Lady Ann, berpikir keras tentang itu, yah, pekerjaan yang membuat haus."
"Saya minta maaf Mr. Holmes, saya ambilkan sesuatu. Segelas port, mungkin""
"Tidak terima kasih, tapi saya perhatikan Anda mempunyai kumpulan lengkap minuman keras. Saya ingin tahu apakah saya boleh minta segelas Creme de Menthe""
"Tentu saja, saya ambilkan untuk Anda."
"Creme de Menthe di siang bolong, Holmes"" tanyaku, kebingungan.
"Aku tahu kau eksentrik Holmes," tambah Stamford, tapi ini lebih dari yang kubayangkan.
"Mr. Holmes, botol ini... berdenting saat kuangkat!" Lady Ann berseru.
"Saya pikir memang akan berdenting. Tolong ijinkan saya, madam. Terima kasih."
Kami mengawasi saat Holmes mulai menuang isi botol.
"Saya yakin Anda tidak keberatan bila saya menghambur-hamburkan minuman ini ke Aspidistra. Supaya... "
Sesaat kemudian, terdengar suara berdenting dan sesuatu jatuh ke tangan Holmes. Ia mengangkatnya supaya kami dapat melihatnya.
"Lady Ann, ijinkan saya mengembalikan Zamrud Elfenstone pada Anda."
"Ya Tuhan!" teriakku.
Segera saja kami berbicara bersama-sama setelah sadar dari keterkejutan kami.
"Cerdik," kata Holmes, memotong kegairahan kami, "tempat persembunyian yang aman di ruangan. Di mana sebuah permata hijau dapat disembunyaikan dengan efektif kalau bukan di botol minuman berwarna hijau""
"Siapa yang mencurinya, siapa yang menukar batu tiruan"" tanyaku, keingintahuan menguasaiku. Lady Ann maju ke depan dan menghadapi kami semua.
"Sejujurnya, saya tak perduli. Batu permata ini sudah kembali. Itu saja yang penting. Saya lebih senang tidak mengajukan masalah ini ke pengadilan. Tak seorang pun dari Anda maupun saya, Mr. Sherlock Holmes, akan maju ke depan. Dan ayah saya tak akan menyetujui seluruh urusan ini, saya
yakin!" "Terserah Anda, Lady Ann," Holmes menyetujui, menyerah pada keinginannya. "Di sisi lain saya mengharapkan cek Anda untuk jasa saya, pada waktunya!"
Walaupun Lady Ann agak terkejut oleh komentar Holmes, ia melangkah pergi. Semua orang membungkuk pada
nya dan perlahan-lahan, di tengah-tengah percakapan ringan tentang apa yang telah terjadi, kami meninggalkan rumahnya. Aku menghentikan kereta roda empat, dan Holmes, Stamford, Murphy dan aku segera mendapati kami sudah berada di Picadilly Circus.
"Kusir, berhenti di sini. Kami akan keluar. Kita di sini lagi di Criterion, Stamford. Tidak maukah kau masuk dan makan siang dengan kami""
"Terima kasih, Watson, tapi aku akan menumpang kereta dan jalan terus. Aku sebetulnya punya seorang pasien siang ini. Pengalaman yang jarang dan menyenangkan bagi seorang dokter muda dan baru berdiri, seperti yang kau tahu."
"Apakah jarang dan menyenangkan sama seperti klien bagi detektif muda, Stamford""
Holmes tertawa. "Aku cukup mengerti, dan karena itu aku berterima kasih padamu untuk harapanmu yang berguna."
"Aku senang ini semua berguna bagimu, Mr. Holmes. Secara pribadi aku merasa agak bodoh tentang semua ini. Yah, selamat tinggal!"
Berdiri di hujan rintik-rintik yang dingin, kami melambaikan salam selamat tinggal saat Stamford pergi. Murphy tampak termenung dan sangat diam. Aku berpaling padanya saat ia berdiri melambaikan selamat tinggal pada temannya.
"Kau luar biasa diam, Murphy."
"Yah, aku khawatir kesadaranku tidak mengijinkan aku banyak bicara, Dokter. Aku amat malu pada diriku sendiri. Terima kasih untuk tumpangannya. Kutinggalkan kalian di sini."
"Omong kosong," Holmes berkeras, "kau harus ikut makan siang dengan kami, dan tak ada tapi! Aku berkeras, ayolah."
"Kau benar-benar baik."
"Ayo, ayolah Murphy, setiap orang bisa membuat kesalahan bodoh," kataku. "Mujur kau tidak harus membayar kesalahanmu."
Sesaat kemudian kami sudah berada di dalam Criterion dan duduk mendengarkan untaian waltz Wina yang indah. Pelayan menuangkan anggur pilihan bagi kami dan kami membuka-buka menu.
"Ya Tuhan," aku berseru, "Aku selapar seorang pemburu. Bagaimana denganmu, Murphy""
"Tidak, kurasa aku punya selera makan kecil. Seluruh urusan ini membuatku sangat sedih."
"Kau seharusnya jangan terlalu mengambil hati, Murphy. Omong-omong, dokter, aku ingin mendengar pendapatmu dalam kasus ini. Siapa menurutmu yang melakukan pencurian zamrud itu hari ini""
"Itu cukup jelas buatku, Holmes. Lady Ann Partington melakukannya sendiri untuk mendapatkan uang asuransi. Kalau tidak, ia pasti memaksa kau menemukan pencurinya. Tapi kau tak perlu khawatir, Holmes, kau akan mendapatkan bayaranmu, aku yakin itu."
Holmes tertawa dan menggelengkan kepalanya.
"Aku bukan khawatir tentang bayarannya, tapi aku yakinkan kau, bahwa Lady Ann tidak mengatur pencurian itu hari ini."
"Maksudmu pencurinya Stamford"" kataku, bingung. Holmes berbalik menghadapi Murphy. "Beri tahu dia siapa yang bertanggung jawab, Murphy." "Tapi, bagaimana aku tahu""
"Oh ayolah, Murphy," kata Holmes sangat serius saat ia mencondongkan badannya ke arah pria itu, "mari jangan menutupi lagi. Kau melakukan pekerjaan sempurna. Pekerjaan amat istimewa. Aku hampir merasa bersalah merusaknya."
"Aku tidak mengerti maksudmu, Mr. Holmes."
"Oh ya kau tahu, Murphy!" Ada kemarahan dalam suara Holmes sekarang. "Kau adalah aktor yang hebat juga. Aku begitu sangat tersentuh ketika kau jelas sudah mencuri permata palsu, sementara selama itu kau tahu permata yang asli tersembunyi dengan aman di botol Creme de Menthe! Untuk diambil nanti, saat kau sempat! Ha, ha! Kau bangsat!"
"Holmes," kataku, "maukah kau memberitahu aku apa yang terjadi" Aku benar-benar tidak tahu apa-apa!"
"Tentunya sudah jelas, dokter yang baik. Zamrud palsu itu tiruan yang sempurna."
"Apa yang membuat kau yakin akan hal itu, Holmes yang baik"" kata Murphy.
"Karena lelucon April Mop ini baru disusun kemarin. Paling tidak kau ingin itulah yang dipercaya teman-temanmu. Permata tiruan yang begitu hebat tidak dapat dibuat dalam waktu demikian singkat. Karena itu, permata itu harus sudah dipersiapkan oleh seseorang yang mengetahui lelucon ini sebelum disusun. Sekarang, Watson, ketika Stamford memberitahumu tentang rencana itu kemarin malam, menurut dia ide siapa lelucon itu""
"Ia berkata padaku itu rencana Lady Ann Partington."
"Tepat. Namun Lady Ann har
i ini membicarakannya sebagai ide Stamford. Jelas kau, Murphy, memunculkan rencana itu pada mereka sebagai ide salah satu dari mereka! Dan dengan demikian, hanya kau yang mungkin mengatur pencurian sebenarnya di belakang lelucon ini. Kuulangi. Pekerjaan yang sangat baik!"
"Terima kasih, Mr. Holmes," kata Murphy, tak lagi terlihat seperti pria muda yang malu seperti sebelumnya. "Bolehkah saya juga memuji Anda atas kecerdasan Anda dalam merusak rencana saya""
"Lihat ini," kataku bingung, "ada apa ini" Salah satu dari kalian penjahat, sedang yang satunya lagi detektif. Namun kalian saling melempar pujian seakan-akan kalian berada dalam profesi yang sama!"
"Garis pemisah antara penjahat dan penyelidik kriminal lebih tipis dari yang kau bayangkan, Watson."
"Sangat benar, Holmes," tambah Murphy, menatap tepat ke temanku, "maukah Anda mempertimbangkan untuk menyeberang garis batas ke sisiku" Bersama-sama kita akan membentuk tim yang tak terkalahkan."
Holmes tertawa terbahak-bahak.
"Kau menyanjungku. Namun, aku harus menolak tawaranmu, Mr. Murphy."
"Sungguh sayang. Di sisimu, kau tak akan pernah menjadi kaya. Omong-omong, untuk pengetahuanmu, namaku bukan Murphy, walaupun Stamford berkeras mengira itu namaku."
"Lalu siapa namamu, bangsat!" teriakku marah. "Temanmu Holmes mengatakan kata bangsat jauh lebih baik dari Anda, dokter. Eh, nama saya" Nama saya adalah M-o-r-i-a-r-t-y."
"Oh, begitu"" kata Holmes, "dieja M-O-R-R-I-E-T-Y""
"Bukan. Sialan, aku selalu mendapat kesulitan dengan namaku. Orang lain selalu salah mengeja atau salah menyebutnya. Kurasa aku harus mulai menyebutnya seperti ejaannya. M-O-R-I-A-R-T-Y.
"Moriarty," teliti Holmes, "aku akan mengingat nama itu. Aku punya perasaan kita akan bertemu lagi."
"Aku percaya kita akan bertemu lagi. Kau memenangkan ronde pertama, Sherlock Holmes, kuakui itu. Tapi aku percaya pertandingan ulang akan terjadi."
"Aku menantikan saat itu, Moriarty. Dan sekarang, Watson, aku tak tahan melihat tatapanmu yang mengancam lebih lama lagi. Mari memesan makanan, oke""
Dan itulah bagaimana konflik mengerikan dan aneh antara Holmes dan Moriarty dimulai. Saat itu kami tidak menyadari apa yang disediakan di masa depan oleh pertemuan pertama ini. Saat itu adalah awal bagi kedua pria itu, dan, bila aku boleh menambahkan, bagi diriku sendiri, dalam praktek sebagai dokter yang baru mulai dan teman Holmes dan petualangannya yang berjumlah banyak itu.
5. Kasus Pertempuran Terakhir
-L.B. Greenwood- Setelah kasus terakhir dan kasus "Surai Singa", Holmes mengucilkan diri selama beberapa tahun hingga kehebohan perang yang tak menyenangkan membuatnya masuk pamong praja dalam episode yang dicatat Watson dalam "Salam Terakhir". Itu adalah kasus Sherlock Holmes terakhir yang diterbitkan, terjadi tahun 1914. Ada banyak yang telah menuliskan kasus tiruan, petualangan masaperang dan kasus berkelanjutan Holmes hingga tahun 1920-an, tapi aku percaya hampir semuanya tiruan. Tapi ada satu kasus terakhir, yang detailnya tetap tersembunyi dalam arsip Kantor Perang hingga pengarang Kanada dan Sherlockian, Beth Greenwood, membongkarnya. Di sini, akhirnya, adalah kasus paling akhir Sherlock Holmes.
"Ia meninggal, sir."
"Aku tahu itu, Jackson," kataku tajam. Cukup tak bisa dimaafkan, tapi aku masih basah dengan darah bocah laki-laki itu, dan kematiannya hanyalah kematian terakhir di antara sekian banyak kematian. Karena saat ini awal November 1918, aku satu-satunya dokter di stasiun perawatan lapangan, dan dia ada beberapa hektar di sepanjang sejarah yang sama tersiksanya seperti mereka yang berada di sekitar Ypres, aku tak pernah mendengarnya.
Sebuah mug berisi sesuatu yang panas dan digodok-kopi garis depan jarang bisa dibedakan dari teh-disodorkan ke tanganku. "Trims, Jackson. Maaf soal kemarahanku."
"Tak apa, sir. Bagaimana dengan mereka yang di sudut" Mereka sekarang cukup tenang, tapi..."
Dengan kaki kaku kelelahan, aku berjalan terhuyung-huyung menuju lima gundukan selimut. Tak ada pelbet yang bisa diberikan hanya pada yang sakit, tak peduli betapa pun parah kondisi mereka, kami juga tak dapat berharap akan mempun
yai tempat selama beberapa hari. Tidak setelah serangan semacam itu yang baru-baru saja sekali lagi meledakkan bagian.
Tentu saja kami berurusan dengan penyakit dari hari-hari awal perang. Malahan, tugas medis
pertamaku untuk angkatan darat adalah memberi tahu seorang mayor yang marah bahwa ia terserang campak. Namun, penyakit sekarang adalah yang belum pernah kulihat hingga kurang lebih sebulan yang lalu, sejak saat itu jumlah kasus yang meningkat di kedua belah pihak telah dibawa ke posku.
Kasus itu tampaknya sejenis infeksi pernafasan, dengan demam tinggi, persendian yang amat sakit, dan amat sering terjadi igauan gelisah. Bagi sebuah pos perawatan kecil yang terlalu penuh oleh orang-orang terluka, dirawat oleh satu dokter tua yang satu-satunya asistennya hingga setahun lalu magang sebagai tukang jagal di Smithfield, penderitanya terdiri dari pasien-pasien yang sangat kacau, orang-orang malang.
Jadi, kemarin malam, aku telah menyuntik lima korban dengan morfin. Satu orang sekarang kudapati meninggal, dua masih tak sadarkan diri, tiga orang mulai bergerak, dengan kulit dingin dan nafas teratur yang mengherankan. Ini jauh lebih baik dari yang kuharapkan, tingkat kematian lima puluh persen atau lebih sudah biasa. Aku menyuruh Jackson melembutkan beberapa kain penyeka keras di air mendidih-kami tak punya yang lebih baik untuk ditawarkan-dan mulai menyeka mereka, sekarang paling tidak harapan yang tersisa tetap bersih.
Aku sedang bersandar dengan lelah ke tiang tenda, menyesap ramuan yang mendingin di mug milikku, ketika dari belakangku seakan terdengar suara yang tak pernah terlupakan itu, dalam kata-kata sesedikit dan pasti seperti biasa. "Watson, aku memerlukanmu. "
Kupikir aku berhalusinasi, itu tak terlalu mengherankan; aku tak bisa ingat kapan aku tidur atau makan. Aku tahu sejak hari-hari awal perang Holmes terlibat dalam sesuatu yang sangat rahasia, dan aku mendengar bisikan bahwa ia kadang-kadang terlihat di ruang tamu-ruang tamu yang amat pribadi milik penguasa beberapa negara. Di mana pun ia berada malam ini, ia tak akan berada di pos perawatan berdarah di garis depan Barat.
Namun cengkeraman sekuat baja yang turun di bahuku cukup nyata, dan begitu pula kekasaran yang mengguncangku. "Kuasai dirimu, dokter. Kau diperlukan."
Sebuah tempat minum perak dengan hiasan timbul diangkat ke bibirku.
Aku mendorongnya menjauh. "Sekarang, Holmes, minuman itu akan menghabisiku. Dan untuk masalah dibutuhkan, aku percaya itu benar, jauh lebih dibutuhkan daripada seharusnya bagi seorang pria dengan rambut seputih rambutku-"
Aku berhenti bicara karena aku diputar tanpa aba-aba sehingga aku bisa melihat sebuah sosok bermantel putih tak bernoda, dengan sebuah stetoskop dan tas hitam besar berkilau di tangannya, sudah bergerak di antara orang-orang sakit dan terluka yang merupakan pasienku.
"Dr. Ostenborough, Watson," Holmes melambaikan sebuah perkenalan asal saja. "Aku mengenalmu terlalu baik untuk mengira bahwa kau akan pergi tanpa pengganti, dan ia memohon mendapatkan kesempatan. Sekarang, ayo."
"Ostenborough," ulangku bodoh saat Holmes menarikku dengan tegas keluar dari tenda. "Bukankah ia dari istana""
Di luar seorang sersan Inggris menunggu kami di depan kemudi sebuah taksi tua.
"Ini mobil yang tepat," sersan itu memberitahuku dengan ceria, "tak tahu kapan aku mengendarai yang lebih parah, tapi ini akan bisa berjalan, sir, ini akan bisa jalan."
"Aku sudah berkeliling dengan alat-alat yang agak tak konvensional," jelas Holmes dengan gaya ringan lamanya, "dan mengambil apa yang tersedia. Masuklah kau, Watson, dan minum ini," ia sekali lagi menyerahkan tempat minum perak itu. "Tak ada yang bisa kita kerjakan hingga kita mencapai kedutaan. Tidak, tak ada penjelasan sekarang." Brendi itu seperti kenangan cair kemewahan yang takkan pernah jadi biasa dalam kehidupanku. "Apakah tempat minum dan isinya berasal dari istana pula""
"Para biarawan Perancis membuat brendinya, Tsar terakhir mengirimkan beberapa botol dari Istana Putih ke sepupunya di Inggris, tempat minuman itu dari Bavaria dan diberikan padaku oleh Pangeran Max."
"Jadi bah kan duta besar Jerman berada di belakangmu, Holmes."
"Memang, ya. Aku tak bisa mengatakan semua teman senegaranya begitu. Minumlah, Watson, dan tidurlah. Aku khawatir kau akan membutuhkannya sebelum misi kita sekarang berakhir."
Yang kulihat terakhir adalah sosok langsing Holmes yang akrab di mataku (Apakah berat badannya turun" Mungkin. Siapa yang tidak") tergeletak dalam di pojok sebelahku, kepalanya di dada, tangannya terkunci di lutut. Kami bisa saja baru keluar dari Paddington.
Apakah dunia ini masih ada, di suatu tempat, dunia kami yang menyenangkan"
Aku hanya mengingat potongan-potongan perjalanan Holmes dan aku. Aku tahu bahwa kami bergerak tiba-tiba beberapa lama, lebih dari sekali terjebak dan dibebaskan oleh para tentara yang sudah sama dipenuhi lumpurnya seperti jalanan, dan kemudian berpindah pertama-tama ke satu kereta, kemudian ke kereta yang lain. Di suatu tempat aku samar-samar sadar bahwa tas obat tuaku terletak di antara kakiku-percaya Holmes ingat membawanya-dan ditenangkan oleh keakrabannya.
Aku sadar saat kami naik kereta api yang lain lagi, mendapatkan kami berada dalam gerbong yang jelas elegan. Holmes mengayun sebuah pintu pojok terbuka menampakkan keindahan sebuah kamar mandi luas yang hampir terlupakan, dengan seorang pelayan rapi dengan hati-hati menata satu set lengkap pakaian pria.
Aku keluar sebagai manusia baru, dan duduk bersama Holmes menikmati jenis sarapan yang menghantui mimpi-mimpi setiap orang Inggris yang lapar.
"Baju-baju ini," tanyaku sementara dengan cepat menyendok bola-bola melon dalam jus jeruk. "Semuanya pas sempurna."
"Memang seharusnya begitu," jawab Holmes cermat, "aku sangat spesifik. Baiklah, Watson, makan dan dengarkan. Kau tahu situasi militer. Percobaan terakhir Jerman telah gagal, balasan kita terhalang-"
"Sekali lagi kekuatan Amerika tiba," aku memulai, hanya untuk dipotong pada giliranku.
"Tepat, dan orang-orang Jerman mengetahui itu sebaik Sekutu. Satu-satunya pertanyaan realistis sekarang adalah bentuk perdamaian. Pangeran Max setuju untuk menjadi penasehat tepat untuk tujuan itu, dan tampaknya ada harapan ia bisa sukses."
"Bila ada orang yang bisa dipercaya semua pihak," aku setuju, "ia adalah Pangeran Max." "Dengan persetujuan rahasia dari London dan Paris, ia sudah dalam komunikasi tersembunyi dengan Presiden Amerika Serikat."
"Akhirnya!" aku berteriak, dengan mulut penuh roti gulung segar.
"Tahan kesenanganmu, dokter, karena Pangeran Max mengirimkan pertanyaan apa yang akan diperlukan untuk mengakhiri perang tanpa sepengetahuan Kaiser, dan Yang Mulia Paling Bodoh sekarang menolak menerima kebutuhan itu tanpa mau menyerah. Bahkan lebih mengkhawatirkan lagi, Jendral Ludendorf telah mendapatkan keberaniannya dan sedang memaksakan serangan lain, dalam skema itu ia mendapat dukungan pejabat-pejabat yang lebih fanatik."
"Bunuh diri!" aku berseru. "Pembunuh!"
"Semua itu, dan sialnya masih mungkin. Kaiser telah sekali lagi mengendarai kereta pribadinya dan sedang sibuk membuat bingung jauh di belakang garis depan, jauh dari siapa pun yang akan menekan kebenaran yang tak diinginkan padanya. Dan Pangeran Max jatuh sakit; ia sekarang tak mampu mencoba menelusuri dan menyudutkan pemimpin resmi Jerman."
Aku mengerang. "Apakah sakitnya serius""
"Kukhawatirkan begitu. Bahkan kemarin, ketika aku terakhir kali melihatnya, pangeran itu... bukan dirinya sendiri. Masalahnya adalah kita hanya punya waktu sedikit. Sekarang ini pangeran itu sudah akan menerima jawaban Presiden Amerika, sebuah pesan yang pasti dijawab segera, atau anjing-anjing peperangan akan menggonggong lagi."
Ia sedang memandangku dengan arti serius yang tak bisa pura-pura tak kumengerti. "Pangeran itu jelas punya dokter, Holmes. Tentunya dokter terbaik yang ada di Jerman, dan itu ada banyak."
"Secara medis, memang tak diragukan. Namun secara politis dan militer, mereka milik Kaiser dan Jendral Ludendorf, semua bertekad untuk mengejar bayang-bayang kemenangan sekali lagi."
"Walaupun begitu, Holmes, aku ragu pangeran itu akan menerima layananku yang tak pantas. Kenapa ia harus menerimanya""
"Karena kau orang In
ggris, dokter, dan temanku," jawab Holmes dengan keputusan tak terbantahkan.
Kami tiba di Berlin di jam-jam awal pagi hari, dan ditemui oleh seorang pengemudi limusin dengan jendela bertirai. Beberapa kali aku mengintip keluar, selalu melihat segerombol orang, pria dan wanita, mengalir tak henti-hentinya berputar-putar; beberapa tentara juga ada di jalan, bahkan beberapa pejabat, tapi mereka tak melakukan apa pun selain membaur dengan kerumunan yang bergerak dengan aneh. Aku sering melirik Holmes, tapi ia tidak memandang keluar ataupun berbicara.
Di Kedutaan kami diantar langsung ke tempat tinggal Pangeran Max. Namun saat kami mendaki tangga marmer itu dan melewati aula penuh hiasan, lebih dari satu pejabat terang-terangan berbalik pergi: jelas Holmes mengatakan yang sebenarnya dan kami tidak disambut baik di sini.
Saat kami menunggu di sebuah ruang penghubung suite pangeran itu, pintu menuju kamar dalam mengayun terbuka oleh seorang sosok berbaju hitam polos, dengan rambut abu-abu pendek dan wajah petani jujur yang sekarang tegang oleh rasa khawatir, merengut garang pada seorang tamu yang pulang. Tamu ini adalah seorang pria dengan wajah seperti paruh burung, dalam pakaian malam, yang membungkuk pada Holmes dengan rasa hormat yang jelas dimaksudkan mengejek.
"Selamat pagi, Mr. Holmes," katanya dalam bahasa Inggris sempurna. "Aku khawatir Anda akan mendapati pangeran tak lagi bisa mengurus masalah bisnis. Selamat tinggal, Hans, pastikan kau merawat tuanmu dengan baik." Ia tersenyum pura-pura manis saat Hans berdiri kaku karena marah, dan berjalan pergi dengan angkuh.
"Siapa itu Holmes"" tanyaku, bingung. "Aku yakin tak pernah melihatnya sebelum ini, namun ia tampak akrab."


Sherlock Holmes - Kumpulan Kasus Seru di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tak ragu lagi karena Count Hoffenstein menyerupai sepupunya, Von Bork, yang kau... temui, haruskah kita sebut, beberapa tahun lalu."
Memang aku bertemu dengannya, karena bersama-sama Holmes saat ia memerangkap mata-mata ahli itu di rumahnya sendiri di perbukitan Dover.
"Buruk," selaan marah Hans menunjukkan perhatiannya yang mendalam dan rasa frustasinya yang pahit. "Aku mengusir yang lain, tapi ia, Count ini, ia datang juga. Mengganggu tuanku. Ia... hilang, Herr Doktor, hilang seperti anak kecil. Anda bantu, tolong, tolong, Herr Doktor."
Aku sudah bergegas ke kamar dalam, dengan Holmes dekat di belakangku. Hans malang itu punya sebab untuk khawatir yang jelas terlihat dari pandangan pertama.
Pangeran Max berdiri di mejanya di lautan kertas yang bertebaran-surat, amplop, memo, dan bloknot. Tangannya penuh kertas, bagian atas mejanya tertutup kertas, semua laci terbuka, dan karpet dikotori kertas.
Pangeran itu menengadah memandang kami dengan wajah merona dan putus asa. "Aku tak bisa menemukannya!" serunya, dadanya naik turun. "Aku memegangnya! Aku memegangnya di tanganku hanya sesaat yang lalu, tapi sekarang hilang! Di mana benda itu" Di mana"" Ia melontarkan tangannya lebar-lebar, dan kertas-kertas terbang seperti konfeti.
"Yang Mulia, ini Dokter Watson. Ia-"
"Aku memegangnya beberapa saat lalu, Mr. Holmes! Baru saja! Namun sekarang hilang!"
"Apakah Anda memegang kertas itu sejak Count Hoffenstein pergi, Yang Mulia""
Sekilas kesadaran tampak di wajah tegang pangeran itu. "Aku baru saja mengeluarkannya dari sakuku ketika Hans mengumumkan kedatangannya, dan aku... " Ia mengarahkan matanya yang liar ke arahku. "Aku sudah selalu menyimpannya dalam saku dalamku, selalu sejak awal, dan ketika berita baru itu tiba... aku harus... aku harus... Di mana barang itu""
Ia gemetar dari kepala hingga kaki, terengah-engah.
"Yang Mulia," kataku, mencengkeram lengannya. "Anda seharusnya tidur."
"Tidak, tidak, dokter, aku tidak bisa tidur. Tidak sampai aku menemukannya. Kalau tidak aku tak bisa menjawab, kau mengerti... Tidak, tidak, tidak!" Kami bertiga akhirnya berhasil menidurkan pangeran malang itu, dan, dengan Hans di satu sisi dan aku di sisi lainnya, menjaganya tetap di ranjang hingga kelelahan akhirnya menguasainya. Istirahat itu, aku tahu, akan berlangsung singkat.
Sementara itu Holmes telah dengan cepat memeriksa baju luar pangeran, mengeluarkan sebuah rangk
aian kecil kunci dari satu saku berkancing, dan kembali ke kantor. Ketika aku bergabung dengannya, ia sedang duduk di meja, yang di atasnya sekarang terletak tumpukan-tumpukan kertas, menatap sambil berpikir pada selembar kertas, yang telah digarisi menjadi kotak-kotak teratur, semua dipenuhi huruf-huruf.
"Diagnosamu benar, Holmes," kataku. "Pangeran sangat sakit dan aku khawatir semakin parah." Holmes memandangku dengan mata melamun sehingga kesadaran akan kehadiranku hanya muncul perlahan-lahan. "Tahukah kau sebabnya""
"Semacam influenza, kukira," jawabku. "Penyakit itu menyebar dengan cepat di antara pasukan kedua belah pihak di garis depan."
"Hasilnya""
"Beberapa selamat, walaupun cuma sedikit kalau sudah mendekati pneumonia seperti pangeran."
"Pneumonia," ulang Holmes muram. "Jadi paling tidak ia takkan bisa bekerja selama berhari-hari. Tak bisakah kau melakukan sesuatu untuk mempercepat penyembuhannya" Waktu begitu berharga, Watson, bahkan hitungan jam bisa membuat perbedaan apakah seratus-seribu nyawa- hidup atau mati."
"Aku telah mendapat sukses dengan suntikan morfin," kataku. "Aku tak punya alternatif lain."
"Kalau begitu, demi apa pun juga, coba suntikan itu, dokter. Aku sudah berharap pangeran itu mungkin bisa sadar cukup lama untuk mengingat sesuatu-apa pun-yang akan membantuku dalam hal ini, tapi..." Ia menyerahkan kertas itu padaku.
Aku menatap baris-baris huruf mati tak berarti itu dengan kebingungan. "Ini adalah pesan terbaru dari Presiden Amerika""
Holmes mengangguk. "Aku percaya demikian. Pasti ditulis di atas kertas Amerika, yang disimpan di sebuah laci dalam yang terkunci di meja pangeran itu, dan jelas ditulis dalam kode."
"Kalau begitu apa yang dihilangkan pangeran itu" Atau itu hanya khayalannya karena sakit""
"Jauh dari itu, dokter. Apa yang telah dihilangkannya-tepatnya, apa yang dibawa pergi Count Hoffenstein-adalah kunci pesan ini dan semua cara komunikasi seperti ini dari Presiden Amerika. Pangeran itu menyimpannya, seperti yang dikatakannya, dalam sebuah saku dalam, dan tak ragu lagi baru saja mengeluarkannya untuk membawa pesan ini dengan bantuannya ketika Count itu memaksa melewati Hans dan masuk.
"Apakah count itu tahu bahwa pangeran sesaat sebelumnya, menerima surat ini dari presiden Amerika atau tidak aku tak tahu, walaupun aku merasa kemungkinan itu sangat besar. Tentunya ia memanfaatkan kondisi hampir berkhayal pangeran untuk mengambil kertas itu dari mana pun pangeran itu dengan terburu-buru menjejalkannya-permainan anak kecil untuk seorang pria seperti count itu."
Aku melihat lagi lembar kertas yang kupegang, tanpa lebih mengerti dari sebelumnya. "Seperti apa, sih, kunci kode ini""
"Satu halaman kertas tipis transparan dengan ukuran dan bentuk sama seperti kotak-kotak yang digariskan di sana, tapi dengan huruf-huruf acak yang ditambahkan hanya sebagai gangguan samaran. Dengan meletakkan halaman itu di atas kertas ini, orang langsung bisa melihat huruf-huruf yang membuat pesan aslinya."
"Tak ada huruf hidup di sana," aku menunjukkan.
"Tak diperlukan." Holmes mencorat-coret di atas bloknot dan menyerahkannya padaku. "Bisakah kaubaca itu""
Ia telah menulis HLMSDNWTSN. "Holmes dan Watson," kataku.
"Tepat." Aku menatap halaman dengan kotak-kotak berisi huruf. "Tanpa kuncinya itu tak mungkin"" "Aku takkan menutupi kenyataan itu, dokter. Hanya saja tekanan waktu mengkhawatirkanku. Paling tidak kita mulai dengan beberapa keuntungan."
"Aku tak bisa melihat apa pun, Holmes, benar-benar tak ada apa pun."
Holmes mengetuk bagian atas kiri dan bawah kanan halaman. "Kita tahu bahwa ini adalah pesan pribadi dari presiden Amerika pada duta besar Jerman. Karena dua huruf pertama ini adalah PM dan terakhir WW, tentunya mungkin semua ini singkatan untuk Pangeran Max dan Woodrow Wilson."
"Itu terlalu banyak."
"Ada asumsi lain yang bisa, kurasa, dibuat dengan aman. Misalnya, karena pangeran itu lancar berbahasa Inggris dan presiden itu bukan orang Jerman, hampir pasti bahasa yang digunakan adalah bahasa Inggris. Juga, walaupun keduanya secara alamiah punya status politik tertinggi, mereka amatir dalam m
enggunakan kode. Karena itu alat yang dipilih cenderung mudah.
"Lebih jauh lagi, bahkan mengirimkan lembar-lembar seperti ini di antara mereka menjadi semakin sukar untuk diatur dengan aman. Count Hoffenstein bukan merupakan satu-satunya mata-mata yang mengamati rute itu. Karena itu kode yang sama amat mungkin dimaksudkan untuk semua komunikasi tersembunyi mereka, berarti ruang kosong akan ditempatkan. Kau akan memperhatikan tiga baris kotak-kotak halaman ini punya konsonan berselang-seling dalam urutan alfabetis biasa, dari B hingga X. Itu hampir pasti mengindikasikan bahwa pesannya hanya terdapat dalam delapan baris pertama."
"Kita belum kalah, dokter. Tidak sewaktu kita ada pekerjaan yang harus dilakukan."
Itu tentu saja kusetujui, walaupun menarik nafas dalam-dalam akan peluang sukses kami. Aku kembali ke pangeran itu, yang sedang berjuang untuk bangun, dan menyuntikkan satu dosis kecil morfin.
Walaupun ini dengan cepat menenangkannya, ia masih mendapat periode ketika seluruh tubuhnya tersentak, matanya bergerak-gerak gelisah, dan la akan berteriak keras. "Di mana... di mana... di mana..." sepanjang nafasnya. Gejala-gejala ini berhenti setelah suntikan kedua, tapi nafasnya menjadi semakin tak lancar, wajahnya lebih merona, kulitnya panas membakar. Ia, entah baik atau buruk, mendekati waktu kritis penyakitnya.
Hans amat berharga selama waktu-waktu itu, melakukan apa pun yang kusuruh tanpa bertanya.
Bahkan ketika, segalanya tampak akan gagal, aku berpaling pada penyembuhan perawatan sederhana membasuh tubuhnya dengan air panas dan dingin bergantian tinggi di dada dan di punggung bawah; selama satu jam sekali.
Ketika terlibat aktif dalam tugas seperti itu, Hans berbaring di kaki ranjang tuannya, siaga
terhadap gerakan atau suara paling kecil. Aku tidur di sebuah kursi di sebelah perapian; bila pikiran sadarku tertuju pada pasienku, pikiranku saat tidur dipenuhi dengan parade konsonan yang tak habis-habisnya.
Dengan menganggap pesan rahasia itu mulai dengan "Pangeran Max", lalu kata-kata apa yang tersembunyi dalam BFDRCSTCN yang melengkapi baris pertama" Tentunya tak ada di mana pun dalam pesan itu kalau saja aku bisa memecahkannya, nama atau gelar Kaiser, namun aku akan mengharapkan cucu Ratu Victoria yang penipu itu menjadi topik utama pesan seperti itu.
Karena, selama ia menolak menerima kenyataan kekalahan pasti Jerman, dan selama korp pejabat mempertahankan ketaatan tak tergoyahkan pada sumpah setia "betapa terpujinya suatu sifat kalau saja orang dan sebabnya layak!", perang akan berlanjut, selama berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan. Secara harfiah berember-ember darah akan tumpah di setiap pos perawatan garis depan, dan itu hanya akan berasal dari mereka yang bertahan hidup cukup lama untuk dibawa ke oasis medis seperti itu.
Suatu waktu menjelang malam aku kembali ke kantor untuk memberi tahu Holmes tentang perjuangan terus menerus pangeran: seperti dunia, ia berada tapi belum melewati saat-saat paling gelap. Aku mendapati Holmes masih duduk di meja, masih mengerutkan dahi memandang halaman kotak-kotak berhuruf itu, dan di atasnya berputar asap biru pipanya. Aku kembali ke sisi ranjang.
Hampir malam, menyusul lebih banyak basuhan air panas dan dingin, nafas pangeran itu menjadi lancar. Dapatkah aku berharap ia akan segera cukup sadar untuk bisa, bahkan sebentar saja, membantu Holmes" Beranikah aku memaksa pasienku hingga titik itu" Aku memutuskan resikonya tak layak: pangeran itu terlalu sakit, keyakinanku pada temanku terlalu besar. Sebaliknya, aku menyuntikkan satu dosis morfin lagi.
Saat subuh hari kedua membawa sedikit warna biru pada kegelapan langit, Hans membangunkan aku, air mata kegembiraan membasahi wajah tuanya, dan membawaku ke sisi ranjang pangeran. Koma karena obat itu telah berubah menjadi tidur yang sebenarnya, dadanya naik turun dengan wajar, pipi yang retak bernuansa merah muda normal. Duta besar itu akan sembuh.
Aku bergegas memberitahukan berita bagus itu pada Holmes, dan mendapati kantor dan ruang-ruang yang berhubungan semuanya kosong. Penjaga di ruang penghubung memberitahuku bahwa "tuan
Inggris yang satunya" keluar berjam-jam yang lalu...
Apakah itu pertanda baik atau tidak" Siapa yang bisa mengatakan"
Dalam dua jam pangeran bangun dengan penerimaan lemah dan tanpa bertanya-tanya tentang segala sesuatu yang menandai kesembuhannya yang cepat dari sakitnya yang serius. Aku ingin meminta semangkuk bubur untuknya, tapi Hans tak mau: tuannya membenci bubur dan akan makan roti panas dan susu, hanya seperti itu yang bisa dibuat Hans, dengan madu.
"Dan kopi, tolong," gumam pangeran, genggaman tangannya menunjukkan rasa terima kasihnya pada pengabdian pelayan tuanya.
Aku dengan senang hati menyetujui, dan aku sendiri makan sandwich ketika Holmes masuk tanpa pemberitahuan.
"Saya senang Anda sudah lebih baik, Yang Mulia," katanya pada Pangeran Max dengan ketenangannya yang bisa. "Bolehkah kunyalakan radio" Suatu pengumuman sekarang diharapkan dari istana."
Kami menunggu tanpa bergerak, kami berempat, saat detik demi detik yang serasa berjam-jam berlalu. Kemudian musik itu-salah satu koleksi Bach yang serius, seingatku-terputus tiba-tiba, dan dalam nada halus suara seorang pria menyatakan bahwa Duta Besar, Pangeran Max dari Baden, telah mengeluarkan pernyataan: Yang Maha Mulia Kaiser Wilhelm II telah turun takhta, dan semua pangeran kerajaan setuju melepaskan hak atas takhta untuk perdamaian.
Pangeran Max dan Holmes saling pandang lama dan dengan pengertian mendalam. Akhirnya dengan tarikan nafas kecil pangeran itu berkata, "Jadi Yang Mulia tak mau menemui Anda pula. Bahkan hingga saat terakhir."
"Apa yang Anda harapkan," kataku, dengan kepahitan selama empat tahun, "dari seorang pria yang tak pernah berada di medan peperangan namun mau memakai sebuah helm emas besar""
Pangeran itu tersenyum kecil. "Berbicara seperti orang Inggris sejati, Dr. Watson. Saya sangat lega oleh apa yang Anda kerjakan, Mr. Holmes, karena saya takut saya tak bisa melakukannya. Walaupun saya dapat melihat hal itu perlu."
"Saya rasa Anda akan melakukannya, Yang Mulia, bila Anda melihat kerusuhan yang berkembang di jalan-jalan dan juga membaca pesan dari Presiden Wilson."
Kenangan menyakitkan dan lamban muncul di mata lelah pangeran itu. "Saya bertanya syarat apa yang diajukan untuk mengakhiri perang dan baru saja menerima balasannya-saya ingat itu, walaupun saya tak punya waktu memecahkan kode pesan itu ketika count itu tiba. Jadi Anda menemukan kunci kode itu, Mr. Holmes" Di mana benda itu""
"Saya khawatir dalam saku Count Hoffenstein, Yang Mulia."
Pangeran itu menyapukan tangan yang lemah ke wajahnya. "Entah bagaimana saya tidak terkejut. Kami tak pernah dekat, namun ia menyalami tangan saya begitu sungguh-sungguh sebelum meninggalkanku! Tak ragu lagi untuk mengambil kunci kode yang kudorong di bawah selembar penghisap tinta di atas mejaku. Bagaimana Anda bisa berhasil membaca pesan itu, Mr. Holmes""
"Dengan lebih banyak usaha dari yang seharusnya, Yang Mulia. Trik dalam memecahkan kode semacam itu, Anda tahu, adalah menjalankan seluruh kombinasi huruf-huruf yang mungkin, menambahkan huruf hidup bila diperlukan, hingga kata-kata terbentuk. "Pertama-tama yang bisa saya lihat hanyalah score-singkatan dari fourscore-delapan puluh. Saya tak bisa membayangkan Presiden Wilson menggunakan bahasa yang begitu misterius, namun saya tak bisa menemukan kata lain dari huruf-huruf pertama. Kemudian saya menyadari bahwa kotak-kotak yang tak diperlukan untuk pesan itu tidak diisi secara acak, seperti biasa, tapi dengan kata-kata yang, sementara bukan bagian dari komunikasi dengan Yang Mulia, berarti banyak bagi Presiden Amerika Serikat. Orang macam apa yang pada waktu semacam itu mengutip sesuatu yang mulai dengan delapan puluh""
"'Delapan puluh tujuh tahun lalu,'" Pangeran Max langsung mulai, "'leluhur kami membawa ke benua ini suatu negara baru-'"
"'Disusun dalam kemerdekaan,'" Holmes menyelesaikan.
"Awal pidato Gettysburg!" aku berseru.
"Saya bisa memberi tahu Anda tentang hal itu dan menghemat banyak waktu dan tenaga," kata pangeran itu sedih, "bila saya bisa."
"Itu tak bisa dihindari, Yang Mulia. Ketika konsonan pidato itu diambil, yang tinggal ha
nyalah huruf-huruf yang membentuk pesan presiden itu, jawabannya atas pertanyaan Anda tentang apa yang diperlukan untuk mengakhiri perang. 'Turun tahta tanpa penerus. Serangan Sekutu yang diperbarui segera dilancarkan. Jawaban secepatnya penting.'"
"'Jawaban secepatnya'!" pangeran itu menarik nafas, "dan saya sedang mengigau! Mr. Holmes, banyak sekali yang berhutang terima kasih pada Anda. Apakah Anda mengalami kesulitan meyakinkan pimpinan layanan telegram kami bahwa perintah Anda datang dari saya""
"Oh, saya punya teman di mana-mana," jawab Holmes tak jelas. "Saya juga mengambil kebebasan menggunakan kertas tulis Yang Mulia."
Dan, aku yakin, memalsukan tulisan tangan Pangeran dengan ketrampilan ahli.
"Kali terakhir saya mengunjungi Kaiser," kata Prince Max sedih, "ia mengirimkan pesan bahwa ia tak bisa menemui saya karena waktu itu sudah pukul tujuh dan ia terlambat berpakaian untuk makan malam. Saat itu lima menit lewat dari tengah malam. Saya takut negara saya sudah lima menit lewat tengah malam untuk waktu lama, Mr. Holmes. Tanggal berapa sekarang""
"Sepuluh November, Yang Mulia. Segalanya akan diakhiri besok."
"Hans, sampanye." Kami mengangkat gelas kami. "Untuk sebelas November," kata Pangeran Max dengan air mata di matanya. "Semoga dunia tak pernah melupakannya."
Itulah mengapa aku menuliskan baris-baris ini, sehingga bagian yang dimainkan Sherlock Holmes dalam hari-hari terakhir itu diketahui semua orang. Semoga dunia tak pernah melupakannya.
Setelah kasus ini Holmes pensiun lagi ke pondoknya di Sussex. Watson kadang-kadang mengunjunginya tapi sekarang mreka berdua berumur tujuh puluhan dan berkelana menjadi melelahkan. Pada tahun 1926 Watson selesai menyusun catatannya yang terakhir. Cerita terakhir yang diterbitkan, "Tempat Tua Shoscombe " muncul di Strand Magazine terbitan Maret 1927. Sedikit aneh tak ada akte kematian yang tercatat untuk Sherlock Holmes, tapi saya tahu bahwa pondoknya di Sussex, dijual bulan Agustus 1939, tepat sebelum pecahnya Perang Dunia Kedua. Holmes, pada saat itu, berusia sekitar delapan puluh enam dan kemungkinan besar tak terlibat dalam penyelidikan masa perang lebih jauh lagi, tapi fakta bahwa kematiannya tak tercatat di Inggris menimbulkan sugesti bahwa, tepat sebelum pecahnya Perang Dunia, ia beremigrasi. Ke mana dan mengapa saya tak tahu. Tak ragu lagi ia memutuskan sudah waktunya untuk petualangan besar terakhir.
Sumber Pdf: www.Sherlocked.org Edit & Convert Jar: inzomnia
http://inzomnia.wapka.mobi
tamat Bintang Malam 3 Detektif Stop - Bandit-bandit Di Hotel Istana Pedang Naga Kemala 10
^