Salam Terakhir Sherlock 3
Sherlock Holmes - Salam Terakhir Sherlock Holmes Bagian 3
sudah meninggalkan London. Senang mendengar kau telah menemukan beberapa titik terang.
Kabinet dengan sangat cemas menunggu laporan terakhirmu. Dukungan yang sifatnya
mendesak telah tiba dari satuan keamanan yang paling tinggi. Seluruh angkatan bersenjata
negeri ini siap membantumu kapan saja kau memerlukannya. Mycroft.
22 "Wah," kata Holmes sambil tersenyum, "seluruh angkatan berkuda sang Ratu beserta
prajuritnya pun tak ada gunanya dalam kasus ini."
Dia membuka peta kota London yang besar, dan membungkukkan badannya untuk mengamati
dengan teliti. "Well, well," katanya kemudian dengan penuh kepuasan, "banyak hal akhirnya mendukung
langkah kita. Watson, aku benar-benar yakin kita akan berhasil." Dia menepuk pundakku dengan
luapan kegembiraan yang tiba-tiba. "Aku mau pergi sebentar. Cuma mau mengadakan sedikit
pengintaian kok. Aku tak akan melakukan sesuatu yang serius tanpa didampingi rekan kepercayaan
sekaligus sekretarisku. Tolong kau tinggal di rumah saja, dan aku akan kembali dalam waktu satu atau
dua jam. Kalau kau merasa nganggur, silakan ambil kertas dan pena, dan kau bisa mulai menulis
tentang bagaimana kita menyelamatkan negeri ini."
Aku ikut merasakan kegembiraannya, karena tahu dia tidak akan segembira itu tanpa alasan
yang jelas. Sepanjang malam
di bulan November itu, aku menunggu. Waktu terasa berjalan dengan
sangat lambat. Akhirnya, kira-kira pukul sembilan, datang seseorang mengantarkan pesan,
Sedang makan malam di Restoran Goldini, Gloucester Road, Kensington. Harap segera
menemuiku di sini. Bawa dongkrak pintu, lampu senter, obeng, dan pistol. SH.
Betul-betul perlengkapan luar biasa unmk dibawa warga negara terhormat, apalagi pada malam
berkabut begini. Aku menyisipkan semua barang yang diminta Holmes ke balik mantel, lalu segera
berangkat ke alamat yang ditunjuknya. Kutemui sahabatku sedang duduk di sebuah meja bundar kecil
di dekat pintu masuk restoran Italia yang berkilauan itu.
"Kau sudah makan" ...Kalau begitu, mari minum kopi. Boleh juga kaucicipi cerutu khas
restoran ini; tak seberat kelihatannya kok. Kaubawa alat-alat itu""
"Ada di balik mantelku."
"Bagus. Mari kujelaskan sejenak tentang apa yang telah kulakukan, dan apa yang akan kita
lakukan selanjutnya. Tentunya kau menyadari, Watson, mayat pemuda itu ditaruh di atap gerbong
kereta api. Itu sudah jelas sejak aku menyatakan mayat itu terjatuh dari atap dan bukannya dari dalam
gerbong." 23 "Apakah tak ada kemungkinan mayat itu dilemparkan dari jembatan""
"Menurutku tak mungkin. Kalau kauperhatikan atap gerbong kereta api, bentuknya kan agak
melengkung tanpa sekat apa pun. Jadi kita bisa yakin mayat Cadogan West memang sengaja telah
ditaruh di situ." "Bagaimana cara menaruhnya""
"Itulah yang harus kita temukan jawabannya. Hanya ada satu cara yang mungkin. Kau tentu
tahu kereta api bawah tanah melewati beberapa terowongan di daerah West End. Aku masih ingat
ketika aku naik kereta api itu. Aku kadang-kadang melihat jendela jendela rumah persis di atas
kepalaku. Nah, seandainya kereta berhenti di bawah salah satu jendela itu, tentunya tak akan sulit
menaruh mayat di atap gerbongnya, kan""
"Ah, rasanya kok mustahil."
"Kita harus ingat peribahasa kuno yang mengatakan kalau semua upaya kita gagal,
kemungkinan sekecil apa pun yang masih ada, itu pasti benar. Dalam kasus kita ini, semua
kemungkinan lain sudah gagal. Ketika kudapatkan informasi bahwa agen internasional terkenal, yang
baru saja meninggalkan London, tinggal di salah satu mmah yang dilewati kereta api bawah tanah itu,
aku begitu gembira, sehingga kau pun pasti merasakan lonjakan kegembiraanku yang muncul secara
tiba-tiba itu!", "Oh, jadi itulah penyebabnya!"
"Ya, begitulah. Mr. Hugo Oberstein, alamat di Caulfield Gardens 13, kini menjadi objek
penyelidikanku. Aku mulai melacak dari Stasiun Gloucester Road. Di situ, seorang pegawai stasiun
yang sangat ramah bersedia menemaniku melacak sepanjang rel kereta api, dan aku menemukan
sesuatu yang sangat memuaskan. Bukan hanya jendela belakang Caulfied Gardens 13 memang tepat
berada di atas jalur kereta api, tetapi juga faktor lain yang sangat penting, karena rumah itu berdekatan
dengan persimpangan jalur kereta, kereta bawah tanah itu sering harus berhenti selama beberapa saat di
tempat itu." "Hebat, Holmes! Kau telah menemukan jawabannya!"
"Begitulah. Sejauh ini, kita memang mendapatkan kemajuan, tapi tujuan akhirnya masih jauh.
24 Nah, setelah menyelidiki bagian belakang Caulfield Gardens, aku lalu mengawasi bagian depannya.
Aku puas dugaanku ternyata benar. Rumah itu cukup besar, dan sepengetahuanku tak ada perabotan di
kamar lantai atasnya. Oberstein tinggal di situ bersama pelayan pria yang mungkin sekaligus
merupakan kaki tangannya. Kita harus tahu Oberstein telah berangkat ke Eropa untuk menjual hasil
curiannya, tapi tak berniat melarikan diri karena memang tak ada alasan baginya untuk merasa takut.
Aku yakin dia tak pernah menduga akan ada penggeledahan tak resmi di tempatnya, dan itulah yang
akan kita lakukan." "Tak bisakah kita mengupayakan surat penggeledahan, supaya kita bisa berkunjung secara
resmi"" "Kita tak punya cukup bukti untuk itu."
"Apa sebenarnya yang kita cari""
"Surat-surat yang dapat membuktikan keterlibatannya."
"Aku agak keberatan, Holmes."
"Sobatku, kalau kau mau, kau boleh mengawasi dari jalan saja. Biarlah aku yang menerobos
masuk. Sekarang bukan saatnya mengkhawatirkan
hal-hal kecil. Pertimbangkan pesan Mycroft, Markas
Besar Angkatan Laut, Kabinet, dan banyak lagi orang penting yang sedang menunggu berita dari kita.
Kita harus melakukannya."
Sebagai tanda persetujuanku, aku langsung berdiri.
"Kau benar, Holmes. Kita harus melakukannya."
Dia pun beranjak dari tempat duduknya, lalu menjabat tanganku.
"Aku tahu kau tak akan mundur pada saat terakhir," katanya, dan sekejap aku melihat
kelembutan pada pancaran matanya. Namun sesaat kemudian sikapnya kembali tegas dan praktis.
"Tempat itu jaraknya hampir setengah mil dari sini, tapi kita tak perlu terburu-buru. Kita jalan
saja, yuk," katanya. "Tolong agar peralatan-peralatan yang kaubawa jangan sampai tertinggal. Kalau
kau dipergoki orang dengan barang-barang yang mencurigakan itu, bisa runyam, kan""
Caulfield Gardens 13 merupakan salah satu dari sekian banyak rumah yang berjajar di kawasan
25 im. Bagian depannya dihiasi serambi-serambi berpilar yang menonjolkan arsitektur gaya Victoria
seperti banyak terlihat di daerah West End. Di rumah sebelah tampaknya sedang ada pesta anak-anak
karena terdengar kicau riang anak-anak berbau dengan denting piano yang memecah kesunyian malam.
Kabut masih menyelimuti sekeliling, sehingga kehadiran kami tak begitu mencolok. Holmes
menyorotkan lampu senternya ke arah pintu depan Caulfield Gardens yang besar itu.
"Wah, repot," katanya. "Pintunya dipalang dan dikunci. Lebih baik lewat samping, ada lorong
kecil yang akan melindungi kita dari polisi yang patroli. Tolong aku, Watson, nanti ganti aku yang
menolongmu." Semenit kemudian kami berdua sudah berada di halaman. Kami nyaris tak sempat berlindung
ketika mendengar langkah-langkah polisi patroli. Ketika bunyi langkah itu sudah menghilang, Holmes
mulai beroperasi di sebuah pintu yang agak rendah. Kulihat dia mencongkel-congkel, sampai akhirnya
pintu itu terbuka dengan paksa. Setelah menutup pintu kembali, kami berlari masuk ke lorong yang
gelap. Holmes melangkah lebih dulu menaiki tangga yang berkelok-kelok dan tak dilapisi karpet.
Lampu senternya disorotkannya ke sebuah jendela rendah.
"Sudah sampai, Watson pasti inilah tempat yang kita cari."
Dia membuka jendela itu, dan
terdengarlah deru kereta api yang makin lama
makin keras ketika kereta itu lewat di bawah
kami, lalu menghilang dalam kegelapan.
Holmes menyorotkan senternya ke bingkai
jendela yang dipenuhi debu hitam akibat uap
mesin kereta api. Ternyata ada beberapa bagian
yang terhapus. "Kau bisa lihat tempat mereka
meletakkan mayat itu. Halloa, Watson! Apa
ini" Tak ragu lagi, ini kan bercak darah."
Ia menunjuk bingkai jendela yang
terbuat dari kayu itu. 26 "Bercak seperti ini terdapat pula di bebatuan tangga. Demontrasi kita sudah lengkap. Mari kita
tinggal di sini sampai ada kereta api yang lewat lagi."
Kami tak perlu menunggu lama. Kereta api berikutnya melaju melewati terowongan
sebagaimana kereta sebelumnya, tapi larinya menjadi lebih lambat sesudah melewati terowongan,
kemudian terdengar derak remnya, lalu kereta itu berhenti tepat di bawah tempat kami berada. Jarak
dari daun jendela ke atap gerbong hanya kira-kira semeter. Dengan tenang Holmes menutup jendela itu.
"Sejauh ini dugaan kita terbukti," katanya. "Bagaimana menurutmu, Watson""
"Mahakarya yang hebat. Ini hasil kerja otakmu yang paling hebat dibandingkan dengan yang
sudah-sudah!" "Aku tak setuju dengan komentarmu. Sejak aku mulai menduga mayat pemuda itu sengaja
ditaruh di atap gerbong, selanjutnya jelas bisa ditebak. Kalau bukan karena urusan yang mahapenting,
kasus ini sampai tahap ini biasa-biasa saja. Masih banyak kesulitan yang menghadang di depan. Tapi
mungkin kita bisa menemukan sesuatu di sini yang berguna bagi kita."
Kami menaiki tangga dapur menuju lantai satu. Ada beberapa ruangan di sana. Salah satunya
kamar makan, perabotannya seadanya dan tak ada yang menarik perhatian kami di situ. Kemudian
kamar tidur yang juga tak menghasilkan apa-apa. Sahabatku langsung melakukan pengamatannya
ketika memasuki kamar terakhir. Banyak buku dan kertas berserakan, jadi jelas ruangan ini dipakai
sebagai kamar baca. Dengan sigap dan cekatan
Holmes membolak balik isi semua laci dan lemari yang
ada, tapi tak ada tanda-tanda keberhasilan pada wajahnya yang tegang. Setelah kira-kira satu jam, dia
tetap tak mendapatkan tambahan informasi apa pun.
"Anjing licik ini telah menutupi semua jejaknya," katanya. "Tak ada sesuatu pun yang dapat
dipakai untuk membuktikan keterlibatannya. Surat menyurat yang dilakukannya secara rahasia telah
dimusnahkan atau disimpannya rapat-rapat. Nih, ada kesempatan terakhir untuk kita."
Yang dimaksudkannya ialah sebuah kotak kecil tempat menyimpan uang yang terbuat dari
tembaga. Holmes mencongkelnya dengan obeng. Di dalamnya terdapat beberapa gulungan kertas yang
penuh dengan angka dan hitungan. Tak ada catatan apa-apa di situ. Hanya ada kata-kata "Tekanan Air"
dan "Tekanan dalam Inci Persegi" yang mungkin ada hubungannya dengan kapal selam. Holmes
mengembalikan semua itu ke tempatnya dengan jengkel. Kini tinggal sebuah amplop berisi guntingan- 27
guntingan kecil dari surat kabar. Dituangkannya semua itu ke meja, dan dalam sekejap aku melihat
wajahnya yang penasaran memancarkan harapan.
"Apa ini, Watson" Eh, apa ini" Pesan-pesan yang dipotong dari iklan di surat kabar. Dilihat dari
jenis cetakan dan kertasnya, ini biasanya kolom berita keluarga di Daily Telegraph. Letaknya di ujung
kanan sebelah atas halaman. Tak ada tanggalnya, tapi pesan-pesannya bisa kita urutkan. Ini pastilah
yang pertama: "Mohon kabar lebih cepat. Syarat-syarat disetujui. Tulis dengan lengkap ke alamat yang ada di
kartu nama. Pierrot. "Berikutnya: Penjelasannya terlalu rumit. Laporan harus lengkap. Imbalannya siap begitu
barang dikirim. Pierrot. "Lalu: Waktu mendesak. Penawaran batal, kecuali kontrak dilaksanakan. Buat janji pertemuan
lewat surat. Akan dikonfirmasi melalui iklan. Pierrot.
"Dan yang terakhir: Senin malam setelah pukul sembilan. Dua kali ketukan. Hanya kita berdua.
Jangan curiga. Pembayaran tunai begitu barang diterima. Pierrot.
"Catatan yang sangat lengkap, Watson! Kalau saja kita bisa menangkap orang yang menerima
pesan-pesan ini." Sahabatku duduk termenung sambil memukul-mukulkan jarinya ke meja. Akhimya dia berdiri.
"Well, mungkin tak begitu sulit. Tak ada yang bisa dikerjakan lagi di sini, Watson. Kurasa
sebaiknya kita pergi ke kantor Daily Telegraph dan menuntaskan kerja kita hari ini.
Sesuai perjanjian, Mycroft Holmes dan Lestrade datang ke tempat kami setelah jam makan pagi
keesokan harinya. Sherlock Holmes lalu menceritakan kepada mereka apa yang kami lakukan hari
sebelumnya. Lestrade menggeleng-gelengkan kepala mendengar kami telah membobol rumah orang.
"Sebagai polisi, kami tak bisa melakukan hal-hal seperti yang Anda lakukan, Mr. Holmes,"
katanya. "Tak heran jika Anda selalu mendapatkan hasil yang melampaui kemampuan kami. Tapi hati-hati, kalau terlalu jauh melangkah, kalian bisa-bisa mengalami kesulitan."
"Demi Inggris, tanah air kita nan rupawan eh, Watson" Berani mati sebagai martir demi
negara. Tapi bagaimana menurutmu, Mycroft""
28 "Hebat, Sherlock! Patut dipuji! Tapi untuk apa kaulakukan semua itu""
Holmes mengambil koran Daily Telegraph yang tergeletak di meja.
"Apakah kau sudah melihat iklan Pierrot hari ini""
"Apa" Ada lagi""
"Ya, nih: 'Malam ini. Jam yang sama. Tempat yang sama. Dua kali ketukan. Sangat penting.
Keselamatanmu sendiri terancam. Pierrot."
"Wah!" teriak Lestrade. "Kalau dia menjawab iklan itu, kita bisa menangkapnya!"
"Begitulah pikiranku ketika aku memasang iklan ini. Kurasa, jika kalian bisa ikut kami ke
Caulfield Gardens nanti malam kira-kira jam delapan kita mungkin akan mendekati kesimpulan kasus
ini." Salah satu ciri Sherlock Holmes yang khas ialah kemampuannya unmk menghentikan kerja
otaknya dan mengalihkan pikirannya ke hal-hal yang lebih ringan kalau dia yakin telah mengusahakan
semuanya semaksimal mungkin. Aku ingat sepanjang hari yang mengesankan itu dia malah asyik
menulis artikel tentang musik, sementara aku sendiri menunggu dengan gelisah. Kasus nasional yang
sangat penting itu, ketegangan di kalangan pejabat tinggi, eksperimen langsung yang akan kami
upayakan, semuanya membuat pikiranku tegang. It
ulah sebabnya aku lega ketika pada akhirnya kami
berangkat untuk memulai petualangan kami setelah makan malam sedikit. Sesuai perjanjian, Lestrade
dan Mycroft menemui kami di luar Stasiun Gloucester Road. Pintu samping rumah Oberstein memang
kami tinggalkan dalam keadaan terbuka semalam, dan aku melompat masuk untuk membuka pintu
depan, berhubung Mycroft Holmes tak mau memanjat pagar. Pada pukul sembilan, kami berempat
sudah duduk di kamar baca sambil menunggu orang yang kami incar.
Satu jam berlalu. Satu jam lagi berlalu. Ketika jam menunjukkan pukul sebelas, dentang jam
gereja di dekat situ seolah menyuarakan keputusasaan kami. Lestrade dan Mycroft duduk dengan
gelisah, dan tiap setengah menit menengok ke jam tangan mereka. Holmes duduk tenang, matanya
setengah tertutup, tapi dalam sikap waspada penuh. Tiba-tiba dia mendongak.
"Orangnya datang," katanya.
Terdengar langkah yang sangat berhati-hati melewati pintu. Lalu kembali lagi. Lalu terdengar
29 bunyi langkah-langkah yang diseret di luar, diikuti dua kali ketukan nyaring di pintu. Holmes bangkit,
memberi isyarat kepada kami untuk tetap duduk. Lampu gas di gang hanya remang-remang sinarnya.
Holmes membuka pintu, dan ketika sesosok tubuh menyelinap masuk melewatinya, dia lalu menutup
dan mengunci pintu itu. "Ke sini!" kami mendengar dia berkata, dan sekejap
kemudian orang itu berdiri di hadapan kami. Holmes
sejak tadi menguntit persis di belakangnya, dan ketika
orang itu berbalik sambil berteriak karena terkejut dan
ketakutan, Holmes langsung mencekal kerah bajunya
dan mendorongnya kembali ke tengah ruangan.
Sebelum tawanan kami sempat bertindak, Holmes
sudah berdiri membelakangi pintu. Pria itu menatap ke
sekelilingnya sambil berdiri sempoyongan, lalu terjatuh
pingsan di lantai. Topinya yang lebar terlepas, kain
penutup wajahnya tersingkap ke bawah bibirnya, dan
tampaklah oleh kami wajah Kolonel Valentine Walter
yang lembut, tampan, dan berjanggut tipis panjang.
Holmes bersiul karena kagetnya.
"Tolong catat betapa bodohnya aku kali ini, Watson," katanya. "Sungguh tak kuduga dialah
orangnya." "Siapa dia"" tanya Mycroft penasaran.
"Adik almarhum Sir James Walter, mantan kepala Departemen Kapal Selam. Nah, dia mulai
sadar. Biar aku saja yang menginterogasinya."
Kami telah mengangkat tubuh yang tak berdaya itu ke sofa. Kini dia duduk, menatap ke
sekelilingnya dengan ketakutan, sambil memegangi dahinya seakan tak percaya pada apa yang sedang
dihadapinya. "Ada apa ini"" tanyanya. "Saya datang ke sini untuk menemui Mr. Oberstein."
"Kami sudah tahu semuanya, Kolonel Walter," kata Holmes. "Bagaimana seorang warga negara
30 Inggris terhormat bisa berbuat itu, sungguh tak bisa saya mengerti. Semua hubungan Anda dengan
Oberstein sudah kami ketahui. Demikian juga segalanya yang menyangkut kematian Cadogan West.
Saya sarankan Anda paling tidak menyatakan penyesalan Anda, lalu mengakui saja semua yang Anda
lakukan. Kami hanya butuh sedikit perincian dari mulut Anda."
Pria itu menggeram, lalu menutupi mukanya dengan tangan. Kami menunggu, tapi dia tak
mengatakan apa-apa. "Percayalah," kata Holmes, "semua hal penting sudah kami ketahui. Kami tahu Anda
mengalami kesulitan keuangan; Anda membuat duplikat kunci yang disimpan kakak Anda; dan Anda
berhubungan dengan Oberstein yang menjawab surat-surat Anda melalui kolom iklan di koran Daily
Telegraph. Kami tahu Anda pergi ke kantor itu pada hari Senin malam, tapi Cadogan West melihat
Anda, dan dia mengikuti Anda karena dia punya alasan untuk mencurigai Anda. Dia melihat ketika
Anda melakukan pencurian, tapi tak bisa berbuat apa-apa karena mungkin saja Anda akan membawa
berkas rancangan itu ke kakak Anda di London. Tanpa menghiraukan kepentingan pribadinya, sebagai
warga negara yang baik dia lalu mengikuti Anda dalam jarak dekat di tengah cuaca yang berkabut.
Anda pergi ke rumah ini. Di sinilah pemuda itu lalu berusaha menghalangi Anda, dan Anda Kolonel
Walter, bukan hanya berkhianat kepada negara, tapi juga melakukan tindak kriminal yang mengerikan,
Sherlock Holmes - Salam Terakhir Sherlock Holmes di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yaitu pembunuhan." "Tidak! Saya tidak melakukannya! Demi Tuhan, saya tidak melakukannya!
" teriak tawanan kami dengan putus asa. "Kalau begitu, katakanlah bagaimana Cadogan West menemui ajalnya, sebelum Anda menaruh
mayatnya di atap gerbong kereta api."
"Saya akan menceritakan semuanya. Saya berjanji akan menceritakan semuanya. Yang lain-lain
memang saya lakukan, saya akui itu. Persis seperti yang Anda katakan. Saya punya utang yang cukup
banyak di bursa saham, dan saya harus segera melunasinya. Saya sangat membutuhkan uang. Lalu
Oberstein menawarkan lima ribu pound kepada saya. Saya lakukan itu agar hidup saya tidak hancur.
Tapi soal pembunuhan itu, saya benar-benar tak bersalah."
"Kalau begitu apa yang terjadi""
31 "West sudah lama mencurigai saya, dan dia terus membuntuti saya sebagaimana tadi Anda
jelaskan. Saya tak menyadari hal itu, sampai saya tiba di rumah ini. Malam itu kabut tebal sekali, dan
saya tak bisa melihat apa-apa dalam jarak tiga meter. Saya mengetuk pintu dua kali, dan Oberstein
membukakan pintu. Pemuda itu tiba-tiba berlari menyerbu kami, dan minta penjelasan tentang apa
yang hendak kami lakukan dengan rancangan itu. Oberstein memukul kepalanya dengan gada kecil
yang selalu dibawanya. Ternyata pukulan itu fatal sekali. Beberapa menit kemudian, pemuda itu
menemui ajalnya. Dia tergeletak di ruang depan, dan kami kebingungan tak tahu apa yang harus kami
lakukan. Lalu Oberstein punya ide untuk memanfaatkan kereta api yang selalu berhenti di bawah
jendela belakang rumah ini. Tapi sebelumnya, dia memeriksa berkas-berkas yang saya bawa. Dia
berkata bahwa tiga di antaranya yang paling penting, dan dia harus mengambilnya. 'Kau tak boleh
mengambilnya,' kata saya. 'Akan timbul kegemparan di Woolwich kalau berkas-berkas tak segera
dikembalikan'. 'Aku harus mengambilnya,' katanya, 'karena perinciannya amat teknis, sehingga tak
mungkin disalin begitu saja.' 'Pokoknya, semuanya harus sudah kembali ke tempatnya malam ini,' kata
saya. Dia berpikir sejenak, lalu berteriak kegirangan
karena dia menemukan ide bagus. 'Aku akan bawa
ketiga lembar ini,' katanya. 'Yang lainnya akan kita
masukkan ke saku jas pemuda ini. Kalau mayatnya
ditemukan, dialah yang akan dituduh.' Saya tak
melihat jalan keluar lain yang masuk akal, jadi kami
lalu melakukan rencananya. Kami menunggu selama
setengah jam di dekat jendela belakang, sebelum ada
kereta api yang berhenti di bawahnya. Cuaca malam
itu begitu gelapnya, sehingga kami tak mengalami
kesulitan ketika menurunkan mayat West ke atap
gerbong kereta api. Begitulah semuanya sejauh
menyangkut keterlibatan saya."
"Dan kakak Anda""
"Dia diam saja, tapi dia pernah memergoki
saya memegang-megang kunci yang disimpannya.
32 Dari pandangan matanya saya merasa dia mencurigai saya. Sebagaimana Anda tahu, sejak itu dia lalu
jatuh sakit, dan tak lama kemudian meninggal dunia."
Sunyi senyap di ruangan itu. Mycroft Holmes lalu memecah keheningan.
"Tak bisakah Anda memperbaiki keadaan" Anda akan merasa agak ringan, dan kemungkinan
Anda pun akan mendapatkan keringanan hukuman."
"Perbaikan apa yang bisa saya lakukan""
"Katakan kepada kami di mana Oberstein dan berkas rancangan itu berada."
"Saya tidak tahu."
"Tidakkah dia memberikan alamatnya""
"Dia hanya mengatakan agar saya mengalamatkan surat-surat saya ke Hotel du Louvre, Paris.
Nanti surat itu akan disampaikan kepadanya."
"Kalau begitu, Anda masih punya kesempatan untuk memperbaiki keadaan," kata Sherlock
Holmes. "Saya akan lakukan apa pun yang saya bisa. Saya tak utang apa-apa pada orang itu. Malahan,
dialah yang telah menghancurkan hidup saya."
"Ini, kertas dan pen. Duduklah di kursi ini dan tuliskan apa yang saya katakan. Pertama, tulis
alamat yang diberikannya di amplop. Ya, begitu. Sekarang isi suratnya.
Dengan hormat, Sehubungan dengan transaksi kita, Anda pasti menyadari adanya perincian yang kurang. Saya
telah mendapatkan bagian yang kurang itu, tapi untuk itu saya mengalami banyak kesulitan,
jadi saya ingin minta tambahan biaya lima ratus pound. Saya tidak mau uang itu dikirim via
pos; saya hanya mau dibayar tunai atau dengan emas. Saya ingin menemui Anda di luar
negeri, tapi hal itu akan sangat mencurigakan. Oleh sebab itu,
saya ingin bertemu dengan
Anda di ruang merokok Hotel Charing Cross, pada hari Sabtu tengah hari. Ingat, saya hanya
mau terima uang tunai atau emas.
"Yah, begitu cukup. Orang im pasti akan datang."
33 Dan benar! Beginilah tercatat dalam sejarah negeri ini yang sangat dirahasiakan karena
mengandung masalah nasional yang sangat peka, dan tentu saja sangat berlainan dengan apa yang
tertulis di koran-koran, yaitu bahwa Oberstein yang begitu antusiasnya melengkapi dagangannya,
datang atas permintaan Kolonel Valentine Walter. Akhirnya, dia berhasil ditangkap, dan dipenjarakan
selama lima belas tahun di Inggris. Di dalam kopemya ditemukan rancangan Bruce-Partington yang tak
ternilai harganya itu, yang telah ditawarkannya untuk dilelang di antara semua angkatan laut negara-negara Eropa.
Kolonel Valentine Walter meninggal di penjara sewaktu menjalani tahun kedua masa
hukumannya, sedangkan Holmes kembali menekuni artikel musiknya. Beberapa minggu kemudian,
secara tak sengaja aku mendengar sahabatku diundang ke Puri Windsor, dan pulangnya dia
mengenakan jepit dasi terbuat dari batu zamrud yang sangat indah. Ketika kutanya apakah dia
membelinya, dia men jawab bahwa barang itu merupakan pemberian seorang wanita terhormat sebagai
ucapan terima kasih karena dia telah melakukan sesuatu baginya. Cuma begitu komentarnya, tapi aku
bisa menduga siapa sebenarnya wanita yang dimaksudkannya. Aku yakin jepit dasi zamrud itu
selamanya akan mengingatkannya pada kasus pencurian rancangan Bruce-Partington.
Salam Terakhir Sherlock Holmes
PETUALANGAN DETEKTIF YANG SEKARAT Mrs. Hudson, pemilik rumah yang disewa Sherlock Holmes, adalah wanita yang luar biasa
sabar. Bayangkan, bukan hanya lantai atas rumahnya sering dikunjungi orang-orang aneh, tapi sang
penyewa pun orang eksentrik yang pasti sering membuatnya jengkel. Gaya hidupnya yang tak teratur
kesukaannya menyetel musik pada jam-jam istirahat, kebiasaannya latihan menembak dengan
menjadikan pintu sebagai objek bidikan, eksperimen ilmiahnya yang aneh-aneh dan kadang-kadang
menimbulkan bau yang tak enak, jelas tak menjadikan Holmes penyewa teladan. Lebih-lebih hidupnya
selalu dikelilingi kejahatan dan marabahaya yang sedikit-banyak mempengaruhi induk semangnya.
Tapi di lain pihak, Holmes mengompensasi semua itu dengan uang sewa yang mahal. Aku yakin uang
sewanya selama bertahun-tahun dia tinggal di situ bersamaku sebenarnya sudah cukup untuk membeli
rumah itu. Nyonya rumah sangat menghormati dia, dan tak pernah berani mencampuri urusannya,
walaupun tingkah lakunya sering mengganggu orang lain. Lagi pula, wanita itu menyukai Holmes
karena sikapnya sangat lemah lembut dan sopan terhadap wanita. Dia tidak suka dan tidak percaya
pada wanita, tapi sikapnya terhadap mereka tetap saja sopan. Menyadari betapa baiknya wanita itu
terhadap Holmes, aku pun mendengarkan kisahnya dengan saksama ketika dia menemuiku di kamar
praktekku. Saat itu tahun kedua setelah aku menikah. Wanita itu melaporkan keadaan kesehatan
Holmes yang terus memburuk.
"Dia sekarat, Dr. Watson!" katanya. "Selama tiga hari dia tak turun dari tempat tidurnya, dan
saya bahkan merasa jangan-jangan dia tak akan tahan hidup hari ini. Dia melarang saya memanggil
dokter. Pagi tadi ketika saya lihat wajahnya yang tinggal tulang dan matanya yang besar menatap saya,
saya tak tahan lagi. 'Dengan atau tanpa persetujuan Anda, Mr. Holmes, saya akan pergi memanggil
dokter saat ini juga,' kata saya. 'Kalau begitu, tolong panggil Watson saja,' jawabnya. Saya mohon Anda
mau menengoknya sekarang juga, Sir, atau Anda tak akan sempat melihatnya dalam keadaan hidup
lagi." Aku menjadi panik, karena aku tak mendengar kabar sedikit pun bahwa dia sedang sakit. Aku
langsung menyambar mantelku. Dalam perjalanan ke tempat Holmes, aku menanyakan beberapa hal
2 kepada Mrs. Hudson. "Tak banyak yang bisa saya katakan, Sir. Setahu saya, dia sedang menangani kasus di
Rotherhithe, gang kecil dekat Sungai Thames, dan tahu-tahu dia jatuh sakit. Dia tak bangun dari tempat
tidur sejak Rabu siang, bahkan selama tiga hari ini dia sama sekali tak makan dan minum."
"Ya Tuhan! Mengapa Anda tak memanggil dokter""
"Dia tak mau, Sir. Anda tahu betapa keras kepalanya dia. Saya tak berani menentang
kehendaknya. Tapi, dia tak akan bertahan lama. Nanti Anda akan lihat sendiri."
Keadaan sahabatku memang menyedihkan. Dalam keremangan cuaca di bulan November yang
berkabut itu, kamarnya tampak sangat kelabu, namun wajahnya yang cekung dan pucat pasilah yang
membuat jantungku seolah membeku. Matanya memerah karena demam tinggi, pipinya gemetaran,
bibirnya mengeras dan kehitaman, tangannya yang kurus kering bergerak-gerak terus, tarikan napasnya
serak dan sesak. Dia terbaring tak bergerak ketika aku memasuki kamarnya, tapi begitu melihatku,
matanya mengenali diriku.
"Well, Watson, kita tampaknya harus
menghadapi hari-hari yang buruk," katanya
dengan suara yang sangat lemah tapi tetap
dengan sikapnya yang acuh tak acuh.
"Sobatku," teriakku sambil
melangkah mendekatinya. "Jangan mendekat! Jangan
mendekat!" katanya dengan begitu
tajamnya seperti sedang menghadapi krisis
berat. "Kalau kau mendekat, Watson, aku
akan menyuruhmu keluar dari rumah ini."
"Tapi kenapa""
"Karena begitulah mauku. Apakah kurang jelas""
Ya, apa yang dikatakan Mrs. Hudson benar adanya. Dia jadi semakin suka memerintah. Namun
3 aku benar-benar merasa kasihan melihat kelemahan tubuhnya.
"Aku cuma. mau menolongmu," aku menjelaskan.
"Tepat sekali! Kau akan sangat menolongku kalau kau melakukan apa yang kuminta."
"Baiklah, Holmes."
Sikapnya menjadi agak rileks.
"Kau tak marah padaku"" tanyanya sambil menarik napas dengan susah payah.
Kasihan benar dia! Bagaimana mungkin aku marah padanya saat melihatnya terbaring tak
berdaya di hadapanku seperti ini"
"Semua ini demi kebaikanmu, Watson," katanya dengan suara parau.
"Demi kebaikanku""
"Aku tahu penyakit apa yang sedang kuderita, yaitu penyakit buruh Sumatra yang lebih
banyak diketahui orang Belanda daripada kita, walaupun mereka belum berhasil menanggulanginya.
Satu hal yang pasti, penyakit ini sangat mematikan dan sangat menular."
Kini dia berbicara dengan lebih bersemangat, tangannya yang panjang melambai-lambai ke
arahku, sebagai tanda agar aku tak mendekatinya.
"Kalau kausentuh aku, Watson, kau akan ketularan ya, penyakit ini menular melalui sentuhan.
Jadi harap menjaga jarak denganku."
"Ya Tuhan, Holmes! Kaukira aku mempersoalkan itu" Kalau yang sakit orang yang tak kukenal
pun, aku akan tetap melakukan tugasku sebagai dokter, apalagi terhadap sobat baikku sendiri."
Aku kembali melangkah mendekatinya, tapi dia menentang sikapku ini melalui pandangannya
yang penuh amarah. "Kalau kau bersedia berdiri di situ aku mau bicara denganmu. Kalau tidak, kau harus segera
keluar dari kamar ini."
Selama ini, aku selalu menghormati sikap Holmes dan selalu menuruti kemauannya, sekalipun
aku tak mengerti maksudnya. Tapi sekarang, naluri kedokteranku begitu tergelitik. Biarlah dia
memerintah dalam hal-hal lain, tapi saat ini akulah dokter di kamar ini.
4 "Holmes," kataku, "kau bukan seperti Holmes yang kukenal. Memang, orang yang sedang sakit
itu sikapnya seperti anak kecil, jadi izinkan aku mengobatimu. Apakah kau suka atau tidak, aku ingin
memeriksa penyakitmu, lalu mengupayakan pengobatan untukmu."
Dia menatapku dengan pandangan sengit.
"Kalau aku memang memerlukan dokter, kau suka atau tidak, biarlah aku paling tidak memilih
dokter yang kupercayai," katanya.
"Kalau begitu, kau tak percaya padaku""
"Sebagai sahabat jelas. Tapi kita harus menerima kenyataan, Watson, kau kan hanya dokter
umum dengan pengalaman terbatas dan kualifikasi tak begitu tinggi. Aku sebenarnya tak suka
mengatakan ini, tapi kau memaksaku melakukannya."
Aku sangat tersinggung. "Kau tak berhak berkomentar seperti itu, Holmes. Itu malah menunjukkan kondisi pikiranmu
yang sedang kacau. Tapi kalau memang kau tak percaya pada kemampuanku, aku pun tak memaksa.
Biarlah kupanggilkan Sir Jasper Meek atau Penrose Fisher, atau siapa pun dokter terbaik di London.
Pokoknya harus ada dokter yang memeriksamu, dan itu tak boleh dibantah lagi. Jangan kira aku akan
berdiri saja di sini menyaksikanmu sekarat tanpa menolongmu atau memanggil orang lai
n untuk menolongmu aku bukan orang macam begitu."
"Maksudmu baik sekali, Watson," kata Holmes, suaranya antara isakan dan rintihan. "Perlukah
ku tunjukkan kau tak tahu apa-apa tentang penyakitku ini" Apa yang kau tahu, coba, tentang demam
Tapanuli" Apa yang kau tahu tentang penyakit hitam Formosa""
"Aku belum pernah mendengar tentang semua itu."
"Di belahan bumi Timur, ada banyak jenis penyakit yang aneh-aneh, Watson." Dia berhenti
setiap habis mengucapkan satu kalimat sambil mengerahkan kekuatan untuk melanjutkan kalimat
berikutnya. "Aku belajar banyak dalam beberapa riset akhir-akhir ini yang menyangkut aspek medis di
samping aspek kriminal. Sehubungan dengan itulah, aku lalu ketularan penyakit ini. Kau tak bisa
berbuat apa-apa." "Mungkin tidak. Tapi aku kebetulan kenal dengan Dr. Ainstree, dokter terbaik untuk penyakit- 5
penyakit tropis, dan sekarang dia berada di London. Tak ada gunanya membantah, Holmes. Aku mau
memanggilnya sekarang juga."
Dengan sigap aku melangkah ke pintu, namun betapa kagetnya aku. Dalam sekejap, bagaikan
harimau yang menerkam mangsanya, orang yang terbaring sekarat itu melompat melewatiku. Lalu ku
dengar kunci pintu kamar diputar. Sesaat kemudian, dia terhuyung-huyung kembali ke tempat tidurnya,
kelelahan, dan terengah-engah.
"Kau tak akan bisa mengambil kunci yang kubawa
ini, Watson. Kau terkurung di sini, sobatku. Nah, kau akan
tetap di sini sampai aku mengizinkanmu keluar. Tapi aku
ingin menyenangkan hatimu." Semua ini dikatakannya
dengan terpatah-patah sambil menarik napas berat setiap
kali selesai mengucapkan satu kalimat. "Kau hanya
memikirkan kepentinganku itu kusadari. Aku akan
menuruti nasihatmu, tapi biarlah kekuatanku pulih dulu.
Tidak sekarang, Watson. Ini baru jam empat. Kau boleh
pergi jam enam nanti."
"Kau gila, Holmes."
"Cuma dua jam, Watson. Aku berjanji akan
mengizinkanmu keluar pada jam enam. Kau keberatan""
"Rasanya aku tak punya pilihan lain."
"Benar, Watson. Terima kasih. Aku tak perlu bantuan untuk mengatur pakaianku. Tolong,
jangan dekat-dekat. Nah, Watson, ada satu syarat lagi yang harus kaupenuhi. Kau boleh cari bantuan
dokter, tapi bukan yang namanya kausebut tadi. Aku mau pilih sendiri."
"Oh, silakan." "Kalimat pertama yang sangat masuk akal yang kauucapkan sejak kau masuk ke kamar ini,
Watson. Tuh, ada buku buku di sana. Aku capek sekali, aku sedang bertanya-tanya pada diriku sendiri
bagaimana rasanya bila baterai mengalirkan listrik ke bahan nonkonduktor. Jam enam nanti, Watson,
baru kita omong-omong lagi."
6 Ternyata kesunyian di kamar ini tak berlangsung sampai pukul enam. Terjadi sesuatu yang
sangat mengagetkanku. Aku sedang berdiri menatap tubuhnya yang terbaring diam di tempat tidur.
Wajahnya hampir tertutup pakaiannya yang kedodoran dan tampaknya dia tertidur. Karena aku tak
berminat membaca buku-buku yang ditawarkannya, aku lalu berjalan pelan-pelan mengelilingi kamar
itu sambil memperhatikan foto-foto penjahat terkenal yang memenuhi dinding. Akhirnya, karena bosan
dan gelisah, aku menuju perapian. Pipa rokok, kotak tembakau, alat suntik, pisau kecil, peluru, dan
macam-macam barang lain berserakan di rak. Di antara barang-barang ini, ada kotak gading kecil
berwarna hitam-putih dengan tutup yang bisa diputar. Kotak kecil itu bagus sekali, dan aku
mengulurkan tangan untuk melihatnya dengan lebih saksama, ketika...
Teriakannya sangat mengagetkanku teriakan yang bagaikan berasal dari jalanan di bawah
sana. Kulitku mengerut dan bulu kudukku berdiri. Ketika aku menoleh, kulihat wajahnya yang garang
dan pandangan matanya yang liar. Aku berdiri terpaku; kotak kecil itu dalam genggamanku.
"Kembalikan kotak itu! Kembalikan sekarang
juga, Watson... kukatakan, sekarang juga!" Kepalanya
kembali terjatuh ke bantal dan dia mengeluh lega
ketika aku mengembalikan kotak itu ke atas rak
perapian. "Aku tak suka orang lain menyentuh barang-barangku, Watson. Kau tahu itu, kan" Kau membuatku
jengkel sekali. Kau, katanya dokter tapi tindakanmu
malah membuat orang sakit jadi gila. Duduk sajalah,
ayo, dan biarkan aku istirahat sejenak."
Insiden itu membuatku sangat terpukul.
Sherlock Holmes - Salam Terakhir Sherlock Holmes di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Reak sinya yang kasar dan tak masuk akal, lalu kata-katanya yang menyakitkan hati, sungguh jauh berbeda
dari biasanya. Semua ini justru menunjukkan betapa
pikirannya sudah jadi kacau. Memang banyak orang
bisa mengalami gangguan pikiran, tapi alangkah
sayangnya kalau yang mengalaminya justru orang
7 yang otaknya sangat cemerlang. Aku duduk diam dengan sangat tersiksa, sampai waktu menunjukkan
pukul enam. Dia pun ternyata memperhatikan jam, karena beberapa saat sebelum pukul enam dia mulai
mengatakan sesuatu, masih dengan sikap kasar seperti sebelumnya.
"Nah, Watson," katanya, "punya uang kecil""
"Punya." "Punya koin perak""
"Banyak." "Ada berapa yang nilainya setengah crown""
"Lima." "Ah, tak cukup! Tak cukup! Payah sekali kau ini, Watson! Tapi biarlah, coba kautaruh lima koin
itu di kantong bajumu. Lalu taruh uangmu yang lain di kantong celanamu sebelah kiri. Terima kasih.
Dengan begitu kau jadi seimbang, kan""
Ini semua benar-benar ocehan gila. Dia meng-gigil, lalu bersuara lagi mirip isakan atau rintihan.
"Sekarang nyalakan lampu gas, Watson. Tapi hati-hati, aku mau kaunyalakan separonya saja.
Dengar kataku, Watson, hati-hati! Terima kasih, Watson. Ya, begitu! Jangan, jangan kaututup kerai
jendelanya. Sekarang, tolong kautaruh surat-surat dan kertas-kertas itu di meja dekat sini supaya aku
bisa menjangkaunya. Terima kasih. Ambilkan beberapa barang dari rak perapian. Bagus, Watson! Ada
jepitan gula di sana. Tolong angkat kotak gading kecil itu dengan jepitan itu. Taruh sini, dekat kertas-kertas ini. Bagus! Sekarang, kau pergi menjemput Mr. Culverton Smith di Lower Burke
Street 13." Sebenarnya saat itu aku tak ingin pergi menjemput siapa pun, karena Holmes jelas sedang
menderita demam tinggi. Aku takut terjadi sesuatu yang membahayakannya kalau dia kutinggalkan.
Tapi, justru kini dia ngotot untuk diperiksa orang yang namanya disebutkannya, sama ngototnya
dengan ketika tadi dia menolak diperiksa siapa pun.
"Aku belum pemah mendengar nama dokter ini," kataku.
"Mungkin belum, Watson. Kau mungkin heran kalau tahu orang terbaik untuk mengobati
8 penyakitku ini bukanlah dokter, tapi pemilik perkebunan. Mr. Culverton Smith penduduk Sumatra yang
sangat terhormat, yang sedang berkunjung ke London. Berhubung pemah terjadi penyebaran penyakit
ini di perkebunannya, dan tak ada dokter yang mampu mengobati, dia lalu turun tangan sendiri
mempelajari penyakit ini, padahal konsekuensinya sangat berat. Orangnya sangat pintar, dan aku tak
mau kau ke sana sebelum jam enam karena aku tahu dia tak ada di tempat. Kalau kau bisa
membujuknya untuk datang kemari dan mengobatiku berdasarkan eksperimen yang sangat
digemarinya, dia pasti bisa menolongku."
Di sini aku menuliskan kata-kata Holmes dalam satu rangkaian yang tak terputus. Sebenarnya,
kata-kata itu diucapkannya dengan susah payah, terputus-putus, dan dengan penuh penderitaan. Selama
aku menemaninya, keadaannya jadi semakin bumk. Bintik-bintik di wajahnya semakin nyata, matanya
semakin merah, dan keringat dingin membasahi alisnya. Namun sikapnya tetap saja galak. Rasanya,
sekalipun sudah menjelang ajal, dia akan tetap saja suka memerintah.
"Katakan dengan terus terang kepadanya bagaimana keadaanku," dia berpesan. "Katakan
padanya apa yang ada di benakmu bahwa aku sekarat. Sekarat dan demam tinggi. Benar, aku jadi tak
mengerti kenapa seluruh lautan tak hanya berisi tiram, bukankah binatang itu begitu cepatnya
berkembang biak" Ah, bicaraku kacau lagi! Aneh bagaimana otak mengontrol pikiran kita! Aku tadi
lagi ngomong apa, Watson""
"Petunjuk untuk menghadapi Mr. Culverton Smith."
"Ah, ya. Aku ingat sekarang. Hidupku tergantung padanya. Jadi mohonlah kepadanya, Watson.
Kami memang bukan teman baik. Keponakan lelakinya, Watson... mati secara mengerikan, dan aku
mencurigainya. Dia dendam padaku. Tolong, lembutkan hatinya, Watson. Mohonlah dengan sangat
agar dia bersedia datang, apa pun caranya. Dia akan menyelamatkan nyawaku hanya dia!"
"Aku akan membawanya kemari, kalau perlu dengan paksa."
"Jangan begitu, bujuklah dia. Lalu kau pulang saja duluan. Pokoknya cari alasan agar kau tak
kemari bersaman ya. Jangan lupa, Watson, kau pasti tak akan mengecewakanku. Selama ini kau tak
pernah mengecewakanku. Tak heran ada musuh-musuh alamiah yang membatasi berkembang biaknya
binatang-binatang di bumi ini. Aku dan kau, Watson, sudah melaksanakan tugas kita. Berikutnya
biarlah dunia diterjang tiram-tiram, ya" Tidak, tidak, mengerikan sekali! Pokoknya katakan saja apa
9 yang kauketahui." Kutinggalkan dia sementara dia terus menceracau. Kunci kamamya telah diserahkannya
kepadaku, dan ini membuatku lega, karena paling tidak dia tak akan bisa mengunci dirinya dari dalam.
Mrs. Hudson sedang menunggu sambil menangis gemetaran di gang. Ketika aku melangkah
meninggalkan kamarnya, masih kudengar suara Holmes yang melengking tinggi sedang mengoceh tak
menentu. Ketika aku sudah sampai di bawah dan sedang memanggil kereta, seseorang mendatangiku
dalam kabut yang pekat. "Bagaimana keadaan Mr. Holmes, Sir"" tanyanya.
Dia teman lama Holmes, Inspektur Polisi Morton dari Scotland Yard. Dia sedang tak bertugas
dan mengenakan pakaian yang sangat santai.
"Sakit parah," jawabku.
Dia menatapku dengan sikap yang sangat aneh. Menurutku, dia malah tampak sangat gembira.
"Saya memang mendengar dia sedang sakit." Ada kereta datang, jadi aku pun meninggalkan
orang itu. Lower Burke Street ternyata terletak di antara Notting Hill dan Kensington. Rumah-rumah di
jalan ini bagus-bagus. Rumah yang kudatangi berkesan kuno dan anggun. Teralisnya dari besi, pintunya
besar sekali, dan kuningannya berkilauan. Pintu dibuka seorang pelayan pria berwajah serius, yang
kelihatan cocok sekali dengan penampilan keseluruhan rumah itu.
"Ya, Mr. Culverton ada. Anda Dr. Watson. Baik, Sir, saya akan sampaikan kartu nama Anda
kepadanya." Nama dan gelarku ternyata tak menimbulkan kesan bagi Mr. Culverton Smith. Melalui pintu
yang setengah terbuka, aku mendengar suara bernada marah dan tajam.
"Siapa orang ini" Mau apa dia" Aduh, Staples, berapa kali sudah kukatakan agar aku jangan
diganggu kalau sedang melakukan penelitian""
Dengan sabar pelayan itu berusaha menjelaskan.
"Pokoknya, aku tak bisa menemuinya, Staples. Pekerjaanku tak bisa disela begitu saja. Aku tak
10 ada di rumah, katakan saja begitu. Katakan padanya agar kembali ke sini besok pagi kalau dia memang
perlu bertemu denganku."
Lalu terdengar suara pelayan itu menggumamkan sesuatu.
"Well, well, sampaikan sajalah pesanku. Dia boleh kemari besok pagi, atau tidak usah sama
sekali. Pekerjaanku tak bisa diganggu."
Aku teringat pada sahabatku Holmes yang sedang sekarat, sambil menghitung menit-menit
yang berlalu yang seharusnya bisa digunakan untuk menolongnya. Sekarang bukan waktunya untuk
bersikap formal. Nyawanya tergantung pada kesigapanku. Sebelum pelayan itu sempat minta maaf
karena tuannya tak bisa menemuiku, aku berlari melewatinya dan masuk ke kamar tuannya.
Sambil berteriak marah, seorang pria bangkit dari kursinya di samping perapian. Tampak olehku
seraut wajah besar berwarna kekuningan, kasar, dan berminyak. Dagunya berlipat dan lebar. Matanya
yang abu-abu menatapku dengan pandangan marah dan mengancam di balik bulu matanya yang
terjuntai dan berwarna pirang. Kepalanya botak dan besar sekali, namun ketika kulihat bagian tubuhnya
yang lain, aku terheran-heran karena ternyata dia
berperawakan kecil kurus. Bahu dan punggungnya
melengkung seperti orang yang pernah mengidap sakit
rakhitis pada masa kecilnya.
"Ada apa ini"" teriaknya lantang. "Mau apa
Anda nyelonong masuk begini" Kan saya sudah
menyuruh pelayan saya mengatakan saya bersedia
menemui Anda besok pagi!"
"Maafkan saya," kataku, "tapi masalahnya tak
bisa ditangguhkan lagi. Mr. Sherlock Holmes..."
Mendengar aku menyebutkan nama sahabatku,
pria kerempeng itu terperanjat. Kemarahan langsung
menyusut dari wajahnya. Sikapnya menjadi serius dan
waspada. "Anda disuruh kemari oleh Holmes"" tanyanya.
11 "Ya, saya baru saja dari tempatnya."
"Kenapa dia" Bagaimana keadaannya""
"Dia sakit parah. Itulah sebabnya saya datang kemari."
Pria itu mempersilakanku duduk, lalu dia sendiri duduk di kursinya. Saat itulah aku melihat
wajahnya di kaca yang tergantung di atas rak
perapian. Berani sumpah! Dia sedang tersenyum dengan
sinis dan licik. Kutenangkan diriku, anggap saja itu disebabkan oleh kekagetannya atas berita yang
kusampaikan. Sekejap kemudian dia kembali menghadap ke arahku dengan sikap serius.
"Saya ikut prihatin mendengarnya," katanya. "Saya pernah berurusan dengan Mr. Holmes, dan
saya sangat menghargai kemampuan dan sikapnya. Dia itu ahli kriminal amatir, sedangkan saya ahli
penyakit amatir. Penjahat adalah objeknya, sementara bagi saya kuman-kuman. Di sanalah penjara
saya," lanjutnya sambil menunjuk deretan botol dan stoples yang berjejer di sebuah meja di ujung
ruangan. "Di antara jeli-jeli yang sedang saya biakkan itu, terdapat bakteri-bakteri yang sangat
mematikan." "Justru karena pengetahuan Anda yang luar biasa inilah Mr. Holmes ingin menemui Anda. Dia
sangat memuji kehebatan Anda. Dan menurutnya, hanya Anda yang bisa menolongnya."
Pria itu terkejut, sehingga topinya terjatuh ke lantai.
"Kenapa"" tanyanya. "Kenapa Mr. Holmes mengira hanya saya yang bisa menolongnya""
"Karena hanya Anda yang banyak tahu soal penyakit-penyakit dari Timur."
"Tapi bagaimana dia bisa menduga kalau penyakitnya itu berasal dari Timur""
"Karena dalam menjalankan salah satu penyelidikannya, dia harus bergaul dengan pelaut-pelaut
Cina di pelabuhan." Mr. Culverton Smith tersenyum ramah dan memungut topinya.
"Oh, begitu"" katanya. "Saya yakin masalahnya tak terlalu serius sebagaimana yang Anda
takutkan. Sudah berapa lama dia sakit""
"Kira-kira tiga hari."
"Apakah demamnya tinggi sampai dia mengigau""
12 "Kadang-kadang."
"Tut, tut! Kalau begitu cukup serius. Sungguh tak berperikemanusiaan kalau saya tak
menangkapnya. Saya sebetulnya tak suka kalau pekerjaan saya terganggu, Dr. Watson, tapi kali ini jelas
kekecualian. Saya akan datang ke sana sekarang juga bersama Anda."
Aku teringat pesan Holmes.
"Saya masih ada urusan lain," kataku.
"Baiklah. Kalau begitu biar saya ke sana sendiri. Saya punya alamatnya kok. Percayalah, saya
akan sampai di sana paling larnbat setengah jam lagi."
Hatiku pedih ketika aku memasuki kamar Holmes kembali. Aku khawatir jangan-jangan telah
terjadi sesuatu yang tak kuharapkan sementara aku pergi meninggalkannya. Betapa leganya aku karena
ternyata keadaannya malah membaik. Penampilannya segar sebagaimana biasanya, tak tampak tanda-tanda bahwa beberapa saat yang lalu dia sampai mengigau macam-macam. Suaranya memang masih
lemah tapi malah lebih galak dan tajam dari biasanya.
"Well, kau bertemu dengannya, Watson""
"Ya, dia akan segera kemari."
"Hebat, Watson! Hebat! Kau ini utusan paling hebat di seluruh dunia."
"Dia tadinya mau kemari bersamaku."
"Tak bisa begitu, Watson. Jelas tak mungkin. Apakah dia tanya keadaanku""
"Aku bilang kau ketularan penyakit dari orang-orang Cina di daerah West End."
"Tepat sekali! Well, Watson, sebagai sahabat kau telah banyak membantuku. Sekarang kau boleh
mengundurkan diri." "Aku mau menunggu supaya bisa mendengarkan pendapatnya, Holmes."
"Tentu saja. Tapi menurutku pendapatnya akan lebih mudah diutarakannya kalau kami berdua
saja. Di belakang ranjangku masih ada tempat, Watson."
13 "Astaga, Holmes!"
"Maaf, tak ada pilihan lain, Watson. Dalam kamar ini tak ada tempat persembunyian, dan
memang sebaiknya begitu supaya tidak menimbulkan kecurigaan. Tapi di belakang ranjang masih bisa,
Watson." Tiba-tiba dia terduduk kembali di tempat tidurnya dengan ekspresi kaku. "Kudengar suara
kereta, Watson. Cepatlah, sobat, kalau kau sungguh-sungguh mengasihiku! Dan jangan ribut, apa pun
yang terjadi apa pun yang terjadi, kaudengar" Jangan bicara apa-apa! Jangan bergerak! Cuma boleh
nguping." Dalam sekejap kekuatannya hilang, gaya bicaranya yang suka memerintah dan memaksa
berubah menjadi rintihan pelan orang yang sedang demam tinggi.
Dari tempat persembunyian yang terpaksa kutempati, aku mendengar langkah-langkah kaki di
tangga, lalu pintu kamar Holmes dibuka dan ditutup kembali. Aku heran karena tak mendengar apa-apa
selama beberapa saat, kecuali tarikan napas Holmes yang berat. Tentunya sang tamu sedang berdiri di
dekat tempat tidur Holmes sambil menatapnya.
Akhirnya kesunyian yang aneh itu terkuak.
"Holmes!" teriaknya. "Holmes!" Suaranya keras seperti sedang membangunkan orang tidur.
"Kau tak mendengarku, Holmes"" Lalu terdengar dia menggoyang-goyang bahu si sakit dengan keras.
"Andakah ini, Mr. Smith"" bisik Holmes. "Saya tak berani berharap Anda mau datang kemari."
Tamu itu tertawa. "Tentu saja, Holmes." katanya, "tapi kaulihat sendiri, aku di sini. Air tuba dibalas dengan air
susu, Holmes. Air tuba dibalas dengan air susu!"
"Anda baik sekali baik hati sekali. Saya sangat memerlukan pengetahuan khusus Anda."
Tamu kami tertawa sinis. "Memang. Untungnya kaulah satu-satunya orang di London yang memerlukan pengetahuanku.
Kau tahu penyakit apa yang kauderita, Holmes""
"Penyakit yang sama," kata Holmes.
"Ah! Kau tahu gejalanya, ya""
14 "Tahu benar." "Well, aku tak terkejut melihat keadaanmu, Holmes. Aku tak terkejut kalau memang itu yang
kauderita. Kabar buruk bagimu, kalau begitu. Victor meninggal pada hari keempat, padahal dia lebih
muda dan kuat dibandingkan dirimu. Seperti kaukatakan, aneh sekali dia bisa tertular penyakit Asia itu
di jantung kota London penyakit yang justru sedang kupelajari. Kebetulan yang benar-benar aneh,
memang cerdik sekali kau dapat melihat hal itu, Holmes. Tapi salah besar kalau kau menimpakan
kecurigaan padaku." "Saya tahu Andalah yang membunuh pemuda itu!"
"Oh, ya" Well, kau toh tak bisa membuktikannya. Tapi apa maumu sebenarnya menyebarkan
berita-berita tentang aku, lalu merangkak minta bantuanku waktu kau dalam kesulitan. Permainan
macam apa ini, heh""
Aku mendengar napas sahabatku yang memburu. "Air! Saya minta air!" pintanya tersendat.
"Tak lama lagi ajalmu akan tiba, teman, tapi sebelumnya aku perlu bicara padamu. Itulah
sebabnya kuambilkan air minum ini. Nih, jangan sampai tumpah! Nah, begitu. Apakah kau bisa
mengerti apa yang kukatakan""
Holmes mengerang kesakitan.
"Tolonglah saya. Yang sudah, biarlah berlalu," rintih Holmes. "Saya akan melupakan semuanya
saya janji. Tolong obati saya, dan saya akan melupakan semuanya."
"Melupakan apa""
"Kematian Victor Savage. Secara tak langsung telah Anda akui Andalah pembunuhnya. Saya
akan melupakan itu."
"Terserah kau mau melupakan atau mengingatnya. Kau toh tak mampu bersaksi lagi. Kau akan
segera menghadap pengadilan yang lain, Holmes yang budiman, aku yakin akan hal itu. Tak jadi soal
bagiku kau tahu bagaimana keponakanku menemui ajalnya. Kita tidak membicarakan dia, tapi dirimu."
"Ya, ya." "Orang yang datang ke tempatku aku lupa namanya mengatakan kau ketularan penyakit ini
15 di East End di antara para pelaut."
"Hanya itu penyebab yang masuk akal."
"Kau bangga akan kecerdasanmu, Holmes, ya, kan" Kaupikir kau cerdik" Tapi kali ini kau
berhadapan dengan orang yang lebih cerdik darimu. Sekarang, coba kauingat-ingat lagi, Holmes. Tidak
mungkinkah ada cara penularan lain""
"Tidak. Saya tak bisa berpikir lagi. Demi Tuhan, tolonglah saya!"
"Ya, aku akan menolongmu. Aku akan menolongmu agar kau mengerti bagaimana keadaanmu
saat ini dan bagaimana kau bisa jadi begini. Kau perlu tahu ini sebelum ajalmu tiba."
"Tolong beri obat untuk meringankan rasa sakit saya."
"Sakit, ya" Ya, para buruh itu biasa menjerit-jerit menjelang ajal mereka. Rasanya seperti
kejang-kejang, kan""
"Ya, ya, kejang-kejang."
"Pokoknya kau masih bisa mendengar kata-kataku. Sekarang dengarkan baik-baik! Coba
kauingat-ingat peristiwa yang terjadi sebelum kau merasakan gejala-gejala penyakit ini""
"Tidak, tidak, tak ada apa-apa."
"Coba pikir lagi."
"Saya terlalu sakit... tak mampu berpikir."
"Kalau begitu aku akan menolongmu. Apakah ada kiriman via pos untukmu""
"Lewat pos""
"Paket, mungkin."
"Saya mau pingsan Saya akan mati... !"
"Dengar, Holmes!" Kudengar dia mengguncang-guncang temanku yang sedang sekarat, dan
rasanya aku sudah tak tahan lagi untuk tetap bersembunyi.
"Kau harus mendengarkan aku. Kau ingat sebuah kotak terbuat dari gading" Datangnya hari
Sherlock Holmes - Salam Terakhir Sherlock Holmes di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Rabu yang lalu. Kaubuka kotak itu, kan" Ingat""
16 "Ya, ya. Saya buka kotak itu. Di dalamnya ada semacam pegas yang tajam! Lelucon apa itu...""
"Itu bukan lelucon. Nyawamulah bayara
nnya. Kau bodoh, kau mau tahu saja urusan orang, dan
sekarang kena batunya kau! Kalau saja kau tak usil menggangguku, aku tak akan menyakitimu."
"Saya ingat," Holmes tersengal. "Pegas itu! Berdarah. Kotaknya... ada di meja."
"Ya, betul, ini dia! Aku akan membawanya pulang dan lenyaplah sudah bukti terakhir yang kau
cari-cari. Sekarang kau tahu yang sebenarnya, Holmes, akulah yang membunuhmu, dan kau boleh
membawa rahasia itu ke liang kubur. Kau terlalu banyak tahu tentang kematian Victor Savage, jadi
sebaiknya kau menyusul dia. Aku akan duduk di sini dan melihatmu menyongsong ajal."
Holmes membisikkan sesuatu. Suaranya sudah sangat lemah.
"Apa"" kata Smith. "Nyalakan lampu gas" Ah, sudah mulai malam rupanya. Ya, akan
kunyalakan, supaya aku bisa melihatmu dengan lebih jelas."
Dia menyeberangi kamar ini dan menyalakan lampu.
"Ada permintaan lain lagi, sobat""
"Korek api dan rokok!"
Aku hampir saja terlonjak. Suara Holmes normal kembali! Masih agak lemah, mungkin, tapi
aku kenal betul suara itu. Sunyi beberapa saat, kuperkirakan Culverton Smith sedang berdiri kaku
saking terkejutnya, sambil menatap si sakit.
"Apa-apaan ini"" akhirnya kudengar dia berkata, dengan suara kering dan serak.
"Kalau mau berhasil memainkan suatu peran, kita harus sungguh-sungguh menjalaninya," kata
Holmes. "Percayalah, selama tiga hari aku tak makan dan minum, sampai kau berbaik hati
mengambilkanku air. Tapi yang paling menggangguku ialah puasa rokok itu. Ah, ini ada rokok."
Kudengar suara orang memantik korek api. "Ah, aku merasa jauh lebih baik. Halloa! Halloa!
Ada langkah kaki seorang teman rupanya!"
Memang, terdengar langkah-langkah kaki di luar kamar. Lalu pintu kamar Holmes dibuka, dan
masuklah Inspektur Morton.
"Semuanya berlangsung sesuai rencana. Inilah orang yang Anda cari-cari," kata Holmes.
17 Inspektur polisi itu, sebagaimana biasa, membacakan hak-hak tertuduh.
"Saya menangkap Anda dengan tuduhan pembunuhan atas seseorang bernama Victor Savage,"
katanya kemudian. "Dan Anda bisa menambahkan dengan tuduhan percobaan pembunuhan terhadap seseorang
bernama Sherlock Holmes," komentar temanku sambil tergelak. "Saya yang tadi terbaring sakit,
Inspektur, malah tak usah susah-susah mengirimkan sinyal kepada Anda. Mr. Culverton-lah yang
menyalakan lampu gas ini. Ngomong-ngomong, tawanan Anda itu memiliki kotak kecil di kantong
kanan jasnya. Sebaiknya diamankan saja. Terima kasih. Anda perlu menyimpan benda itu baik-baik,
atau titipkan saja di sini. Nanti boleh diambil kalau diperlukan di pengadilan."
Tiba-tiba terdengar suara borgol dibuka, diikuti suara besi membentur sesuatu, lalu teriakan
kesakitan. "Anda hanya menyakiti diri sendiri," kata sang inspektur. "Berdiri saja dengan tenang, bisa
tidak"" Lalu terdengar suara borgol dikunci.
"Jebakan yang jitu!" bentak si tawanan dengan
nyaring. "Kaulah yang akan dipenjarakan, Holmes,
bukan aku. Dia yang memintaku datang kemari untuk
mengobatinya. Aku kasihan padanya, maka aku datang.
Sekarang dia pasti akan berpura-pura aku telah
mengatakan sesuatu yang dikarang-karangnya sendiri
untuk membenarkan kecurigaannya yang gila. Kau
boleh berbohong semaumu, Holmes. Kita lihat saja
kata-kata siapa yang dapat dipercaya."
"Astaga!" teriak Holmes. "Aku betul-betul lupa.
Sobatku Watson, aku mohon beribu-ribu maaf. Aku
sampai lupa akan kehadiranmu! Kau tak perlu
kuperkenalkan kepada Mr. Culverton, kan" Soalnya kau
pemah bertemu dengannya. Apakah ada kereta di
bawah" Aku nanti menyusul setelah ganti pakaian.
18 Kehadiranku mungkin dibutuhkan di kantor polisi."
"Aku sangat membutuhkan ini," kata Holmes sambil menenggak segelas anggur merah Prancis
dan mengunyah beberapa potong biskuit. Semua itu dilakukannya sambil berganti pakaian. "Tapi,
kebiasaan makanku memang tak teratur, sehingga berpuasa seperti ini tak terlalu berat bagiku. Yang
paling penting, aku harus memberi kesan kepada Mrs. Hudson bahwa aku benar-benar sakit payah,
karena dia akan melaporkannya padamu, dan kau pada gilirannya akan lapor pada pria itu. Kau tak
marah, kan, Watson" Aku tahu kau tak punya bakat akting, dan seandainya kau tahu rahasiaku
sebelumnya kau tak akan berhasil. Semua ini kan kulakukan untuk memancing kedatangannya.
Menyadari sifatnya yang pendendam, aku yakin dia akan datang, agar dapat berbangga atas hasil
karyanya." "Tapi penampilanmu, Holmes wajahmu benar-benar mengerikan!"
"Puasa total selama tiga hari penuh jelas tak membuat rupaku jadi tampan, Watson. Tambahan
pula, rias wajah dapat membantu. Dengan mengoleskan vaseline di dahi, belladonna di mata, pemerah
di tulang pipi, dan lilin di bibir, aku mendapatkan efek yang kukehendaki. Ngoceh sedikit tentang koin,
tiram, atau hal lain yang aneh-aneh akan membuat orang mengira aku mengigau karena demam tinggi."
"Tapi kenapa kau tak mengizinkanku mendekatimu" Kau toh tak akan menularkan apa-apa""
"Alasannya jelas, kan, sobatku Watson" Kaukira aku tak menghargai kemampuanmu" Sebagai
dokter yang andal, apakah kau akan percaya aku sekarat kalau ternyata denyut jantung dan suhu
badanku normal" Dalam jarak tiga setengah meter, aku bisa mengelabuimu. Kalau tidak, siapa yang
akan membawa Smith ke dalam jangkauan tanganku"
"Tidak, Watson, aku tak menyentuh kotak itu. Dari samping saja sudah kelihatan pegas yang
tajam bagaikan gigi ular berbisa, yang akan langsung menyengatmu begitu kaubuka kotak itu. Aku
berani mengatakan, melalui alat semacam itulah pemuda Savage yang malang menemui ajalnya. Kau
tentu tahu aku selalu waspada kalau menerima kiriman, apalagi paket. Tapi aku sengaja berpura-pura,
supaya dalam kegembiraannya karena rencananya berhasil, Smith membuka rahasia. Ternyata aku
memang berhasil mendapatkan pengakuannya. Terima kasih, Watson, atas bantuanmu.
"Kini tolong aku mengenakan mantel. Begitu urusan di kantor polisi selesai, rasanya kita perlu
makan besar di Restoran Simpson's."
Salam Terakhir Sherlock Holmes
MISTERI HILANGNYA LADY FRANCES CARFAX "Kenapa harus model Turki"" tanya Sherlock Holmes sambil menatap sepatu botku. Aku sedang
duduk santai di kursi malas, sehingga kakiku yang terjulur menarik perhatiannya yang selalu usil.
"Model Inggris kok," jawabku heran. "Kubeli di Toko Sepatu Latimer's di Oxford Street."
Holmes tersenyum sabar, dengan ekspresi seolah dia sudah capek menghadapiku.
"Maksudku mandi!" katanya. "Mandi! Buat apa mahal-mahal mandi ala Turki, sedangkan
dengan cara biasa juga tubuh sudah segar""
Beberapa hari terakhir ini aku terserang rematik, dan aku merasa tua. Mandi ala Turki bisa
menjadi obat yang menyegarkan dan membersihkan peredaran darah.
"Omong-omong, Holmes," tambahku, "aku yakin ada hubungan antara sepatu botku dan mandi
ala Turki, dan aku akan sangat berterima kasih kalau kau bersedia menjelaskannya."
"Penjelasannya sederhana sekali, Watson," kata Holmes sambil mengejapkan matanya.
"Kesimpulan yang kudapat masih tergolong tingkat yang paling mudah seperti kalau aku menanyakan
dengan siapa kau naik kereta tadi pagi."
"Pengandaian kan bukan penjelasan," kataku dengan agak mendongkol.
"Hidup Watson! Protes yang sangat meyakinkan dan logis. Coba kulihat, hal-hal apa yang
kudapat kan" Yang paling akhir dulu soal kereta. Perhatikan bercak cipratan air di lengan kiri dan
bahu jasmu. Kalau kau tadi duduk di tengah kau tak akan kecipratan. Kalaupun kecipratan, pasti
bekasnya akan berpola simetris. Jadi, jelas kau duduk di salah satu sisi. Karenanya pasti ada orang lain
yang sekereta denganmu."
"Penjelasannya ternyata sederhana, ya."
"Memang." "Tapi mengenai sepatu bot dan mandi ala Turki."
"Itu juga mudah. Kau punya gaya khas kalau mengikat tali sepatu. Kulihat kali ini gayanya lain,
2 karena ada dua lipatan simpul. Jadi pasti orang lainlah yang telah melepaskan dan mengencangkan
ikatan itu kembali. Bisa saja tukang reparasi sepatu, tapi rasanya tak mungkin karena sepatumu masih
baru. Jadi kemungkinannya tinggal pelayan di tempat mandi ala Turki. Tak masuk akal, ya" Tapi, lepas
dari semua itu, aku punya suatu maksud yang berhubungan dengan mandi ala Turki."
"Apa gerangan""
"Kau bilang, kau perlu mandi ala Turki untuk perubahan suasana. Bagaimana kalau aku
mengusulkan perubahan suasana yang betul-betul asyik" Apakah kau berminat pergi ke Lausanne,
sobatku Watson, naik pesawat terbang kelas satu dan semua pengeluaran ditanggung""
"Hebat! Tapi ada urusan apa""
Holmes menyandarkan punggungnya di kursi malas, dan mengambil buku catatan dari kantong
bajunya. "Salah satu jenis manusia yang paling berbahaya di dunia ini," katanya, "adalah wanita yang
menganggur dan tak punya teman. Dia bisa jadi makhluk yang sangat berguna di satu pihak, tapi, di
pihak lain, dia sering menjadi pemicu terjadinya tindak kriminal. Dia tak berdaya. Dia suka berpindah-pindah. Dia punya sarana bepergian dari satu negara ke negara lain, dan dari satu hotel ke hotel lain.
Dia bisa lenyap begitu saja di sekian banyak losmen dan pondokan. Dia bagaikan ayam yang
kebingungan di dunia yang penuh serigala. Kalau diterkam, dia tak akan mampu mengelak. Aku
khawatir telah terjadi sesuatu yang mengerikan terhadap Lady Frances Carfax."
Aku lega ketika pembicaraannya tiba-tiba beralih dari sesuatu yang sangat umum ke sesuatu
yang khusus. Holmes meneliti catatannya.
"Lady Frances," lanjutnya, "adalah satu-satunya keturunan langsung almarhum Earl of Rufton.
Tanah dan gedung milik bangsawan ini, kalau kau masih ingat, semuanya jatuh ke ahli waris pria. Dia
kebagian koleksi perhiasan perak buatan Spanyol, dan berlian yang sangat disukainya sehingga dia tak
mau menyimpan benda itu di bank. Dia membawa perhiasannya ke mana pun dia pergi. Lady Frances
agak pemurung namun cantik; usianya menjelang setengah baya. Hidupnya sekarang agak telantar,
padahal dua puluh tahun yang lalu dia masih menjadi anggota keluarga besar bangsawan."
"Apa yang terjadi padanya""
3 "Ah, apa yang terjadi pada Lady Frances" Dia masih hidup atau sudah mati" Itulah masalah
kita. Dia memiliki kebiasaan-kebiasaan tertentu, dan selama empat tahun, salah satu kebiasaannya ialah
setiap dua minggu sekali menulis surat kepada Miss Dobney, bekas guru lesnya yang sudah pensiun
dan kini tinggal di Camberwell. Miss Dobney inilah yang datang menemuiku. Sudah hampir lima
minggu dia tak menerima kabar dari Lady Frances. Surat terakhirnya dikirim dari Hotel National di
Lausanne. Lady Frances tampaknya sudah meninggalkan hotel itu, tapi dia tak memberitahukan ke
mana dia pergi. Sanak familinya mencemaskannya, dan karena mereka sangat kaya, biaya tak jadi
masalah bagi mereka asalkan kita bisa menjernihkan masalah ini."
"Apakah Miss Dobney merupakan satu-satunya sumber informasi" Tentunya Lady Frances tak
hanya menulis surat kepadanya, kan""
"Ada satu pihak lain yang pasti sering dikirimi surat oleh Lady Frances, Watson, yaitu bank
tempatnya membuka rekening. Wanita-wanita yang hidup sendirian kan perlu menghidupi dirinya, dan
buku rekening banknya bisa menjadi buku harian yang padat informasi. Dia punya rekening di Bank
Silvester's. Aku sudah memeriksa rekeningnya. Cek kedua terakhir menunjukkan pembayaran di
Lausanne. Jumlahnya sangat besar, sehingga mungkin saat ini dia membawa uang tunai dalam jumlah
yang lumayan. Sesudah itu hanya ada satu cek yang dikeluarkannya."
"Untuk siapa, dan di mana""
"Untuk Miss Marie Devine. Tak ketahuan di mana cek itu dikeluarkan. Cek itu diuangkan di
Credit Lyonnais di Montpelier kira-kira tiga minggu yang lalu. Jumlahnya lima puluh pound."
"Dan siapakah Miss Marie Devine itu""
"Itu pun sudah kuselidiki Miss Marie Devine mantan pelayan Lady Frances Carfax. Belum jelas
kenapa dia memberinya cek ini. Tapi aku yakin penyelidikan-penyelidikan yang kaulakukan akan
menjernihkan hal itu."
"Penyelidikan-penyelidikan yang kau lakukan""
"Maksudku kaulah yang akan pergi ke Lausanne untuk melakukan penyelidikan sekaligus
memulihkan kesehatanmu. Kau tahu aku tak mungkin meninggalkan London, sementara Tuan dan
Nyonya Abraham yang sudah tua menghadapi teror yang mengancam jiwa mereka. Tambahan pula,
sebaiknya aku memang tidak ke luar negeri. Scotland Yard akan sunyi tanpa kehadiranku, dan para
4 penjahat akan bersorak kegirangan kalau aku pergi. Jadi kau pergilah, sobatku Watson, dan kalau kau
butuh berkonsultasi denganku silakan kirim telegram. Akan kunantikan telegrammu siang dan malam."
Dua hari kemudian, aku sudah berada di Hotel National di Lausan
ne. Aku diterima dengan sangat ramah oleh manajernya yang sangat terkenal, M. Moser. Dia memberitahuku bahwa Lady
Frances pernah tinggal di situ selama beberapa minggu. Wanita itu sangat disukai orang-orang yang
ditemuinya. Usianya sekitar empat puluh. Dia masih cantik, dan melihat penampilannya, dia pastilah
sangat cantik pada masa mudanya. M. Moser tak tahu menahu tentang perhiasan berharga yang dimiliki
wanita itu, tapi menurut para pelayan hotel, dia membawa koper yang sangat berat yang selalu
dikuncinya dengan saksama. Marie Devine, pelayan wanitanya, juga populer. Dia bertunangan dengan
kepala pelayan di hotel ini, sehingga tak susah mendapatkan alamatnya. Dia tinggal di Rue de Trajan
Nomor 11, Montpelier. Aku mencatat semua ini, dan merasa Holmes pun tak lebih cekatan dalam
mengumpulkan informasi dibandingkan dengan apa yang kini kudapatkan.
Ada satu celah yang masih gelap. Aku tak mendapatkan gambaran mengapa wanita itu tiba-tiba
meninggalkan hotel. Dia senang tinggal di Lausanne, dan tampaknya dia sebenarnya bermaksud tinggal
di kamar hotelnya yang mewah dan menghadap ke danau sepanjang musim ini. Kenyataannya, dia tiba-tiba pergi, dan memberitahukan rencananya kepada pihak hotel hanya sehari sebelumnya, padahal dia
sudah membayar penuh sewa kamar untuk minggu itu. Hanya Jules Vibart, tunangan pelayan wanita
itu, yang punya dugaan. Dia menghubungkan kepergian Lady Frances dengan kehadiran seorang pria
jangkung berkulit gelap dan berjanggut di hotel itu sehari atau dua hari sebelumnya.
"Menakutkan... sangat menakutkan!" teriak Jules Vibart. Pria itu menyewa kamar di kota ini.
Dia terlihat pernah berbincang-bincang serius dengan Lady Frances di jalanan di samping danau. Lalu
dia menelepon Lady Frances, tapi wanita itu tak mau menemuinya. Pria itu orang Inggris, tapi tak ada
yang tahu namanya. Sesudah itu Lady Frances langsung meninggalkan hotel. Jules Vibart, dan yang
lebih penting tunangannya, mengira kepergian Lady Frances disebabkan telepon itu. Hanya Jules tak
mengungkapkan satu hal, yaitu mengapa Marie berhenti bekerja. Dia tak mau atau tak bisa
menjelaskan. Kalau mau tahu, aku harus menemui Marie di Montpelier.
Begitulah akhir bagian pertama penyelidikanku. Bagian kedua adalah mencari tahu ke mana
5 perginya Lady Frances setelah meninggalkan Lausanne. Tampaknya tempat tujuan Lady Frances
sengaja dirahasiakan, sehingga aku jadi lebih yakin dia berniat menghilangkan jejaknya dari incaran
seseorang. Kupikir itu pulalah sebabnya kopernya tak diberi label. Wanita itu bersama kopernya tiba di
Baden dengan mengambil jalan memutar informasi ini kudapatkan dari manajer kantor Cook's
setempat. Aku pun berangkat ke Baden setelah mengirim kabar tentang perkembangan penyelidikanku
kepada Holmes, dan menerima jawaban darinya dalam bentuk pujian yang bernada humor.
Di Baden, aku tak mengalami kesulitan mencari jejak Lady Frances. Dia sempat menginap di
EngHscher Hof selama dua minggu. Ketika itulah dia berkenalan dengan seorang misionaris Amerika
Selatan, Dr. Shlessinger, dan istrinya. Sebagaimana umumnya wanita-wanita yang kesepian, Lady
Frances menemukan penghiburan dan kesibukan dalam kegiatan agama. Dr. Shlessinger sangat
simpatik, pengabdiannya sepenuh hati, dan dia baru saja sembuh dari sakit parah yang dideritanya
sementara menjalankan pelayanannya. Semuanya ini sangat menggugah hati Lady Frances. Dia
menolong Mrs. Shlessinger merawat misionaris yang dalam proses penyembuhan itu. Dr. Shlessinger
sedang membuat peta Tanah Suci, dengan referensi khusus tentang Kerajaan Midian yang ditulisnya
dalam bentuk monografi. Akhirnya, ketika kesehatannya sudah pulih, dia dan istrinya kembali ke
London, dan Lady Frances pun ikut. Ini terjadi tiga minggu yang lalu, dan sejak itu manajer hotel tak
mendengar berita apa-apa lagi tentang dia. Pelayan wanita Lady Frances, Marie, telah meninggalkan
hotel itu beberapa hari sebelumnya sambil menangis tersedu-sedu. Ia mengatakan kepada pelayan-pelayan yang lain bahwa dia telah berhenti bekerja. Dr. Shlessinger melunasi biaya rombongan itu
sebelum dia berangkat. 6 "Omong-omong," kata man
ajer itu sebagai penutup, "Anda bukan satu-satunya teman Lady
Frances Carfax yang bertanya. Kira-kira seminggu yang lalu, ada seorang pria yang kemari."
"Anda tahu siapa namanya""
"Tidak, tapi dia orang Inggris, walaupun sosoknya agak tak biasa."
"Menakutkan"" tanyaku, teringat pada penuturan kepala pelayan di Lausanne.
"Tepat sekali. Pria itu tinggi besar, berjanggut, dan berkulit gelap. Kelihatannya dia lebih cocok
berada di peternakan daripada di hotel bagus. Menurut saya, orangnya kasar dan kejam."
Misteri yang kutangani mulai terkuak dengan sendirinya. Lady Frances, wanita yang baik dan
saleh, ternyata dikejar-kejar seorang lelaki jahat yang tak kenal menyerah. Jelas wanita itu sangat
ketakutan; kalau tidak, dia tak akan melarikan diri dari Lausanne. Tapi orang yang mengejarnya tetap
membuntutinya. Cepat atau lambat, orang itu akan berhasil menemukannya. Apakah dia sudah
menemukannya" Itukah sebabnya tak ada kabar berita lagi tentang Lady Frances" Dapatkah kawan-kawannya suami-istri misionaris itu melindunginya dari ancaman pria bertampang kejam itu"
Maksud dan rencana apa yang terselubung di balik pengejaran yang tak henti-hentinya ini" Inilah
masalah yang harus kupecahkan.
Aku mengirim telegram kepada Holmes mengabarkan bahwa aku telah menemukan akar
permasalahannya. Holmes membalas telegramku, memintaku memberikan penjelasan tentang telinga
kiri Dr. Shlessinger. Guyonan Holmes memang kadang kadang aneh, jadi aku tak mengacuhkan
permintaannya. Lagi pula telegramnya baru kuterima di Montpelier, ketika aku sibuk melacak mantan
pelayan Lady Frances. Aku tak mengalami kesulitan menemukan gadis itu, dan dia pun langsung menceritakan semua
yang ingin kuketahui. Gadis itu jelas pelayan yang setia. Dia berhenti bekerja karena yakin nyonyanya
telah mendapatkan teman seperjalanan yang baik, dan karena dia sendiri akan segera menikah. Dia
mengakui sang nyonya memang agak jengkel kepadanya ketika mereka berada di Baden, dan pernah
sekali Lady Frances menanyainya macam-macam seolah-olah curiga atas kejujurannya. Hal ini malah
membuatnya merasa lebih ringan ketika harus meninggalkan sang nyonya. Lady Frances memberinya
lima puluh pound sebagai hadiah pernikahan. Seperti aku, Marie juga sangat curiga kepada orang asing
yang membuat nyonyanya pergi dari Lausanne. Dia melihat sendiri ketika pria itu mencengkeram
7 pergelangan tangan Lady Frances di pinggir danau. Pria itu bertampang kejam dan mengerikan. Dia
yakin ketakutanlah yang mendorong Lady Frances menerima tawaran suami-istri Shlessinger untuk
Sherlock Holmes - Salam Terakhir Sherlock Holmes di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bersama-sama berangkat ke London. Nyonyanya tak pernah membicarakan hal itu, tapi dari gerak-geriknya jelas terlihat dia gelisah. Kisah gadis itu sampai di sini, ketika tiba-tiba dia berdiri dari
kursinya. Ekspresinya kaget dan takut.
"Lihat!" teriaknya. "Bajingan itu ada di sini!"
Lewat jendela ruang tamu, aku melihat seorang pria berkulit gelap yang tinggi besar, dengan
janggut hitam yang kasar. Dia berjalan pelan-pelan sambil melongok ke nomor-nomor rumah di
sekitarnya. Rupanya dia juga sedang melacak mantan pelayan Lady Frances. Dengan spontan aku
berlari ke luar. "Anda orang Inggris, kan"" tanyaku.
"Kalau ya, memangnya kenapa"" tanyanya dengan pandangan marah yang memancarkan ke
kejaman. "Boleh tahu nama Anda""
"Tidak! Tidak boleh," jawabnya ketus.
Situasinya tak menguntungkan, tapi jalan pintas kadang-kadang besar manfaatnya.
"Di mana Lady Frances Carfax"" tanyaku.
Dia menatapku dengan kaget.
"Kauapakan dia" Mengapa kau mengejarnya" Aku minta jawaban sekarang juga," perintahku.
Pria itu menggeram dan menerkamku bagaikan singa. Aku sudah sering berkelahi, tapi
cengkeraman pria itu sekuat besi dan kemarahannya benar-benar memuncak. Tangannya mencekik
leherku dan aku hampir pingsan dibuatnya. Tiba-tiba seorang buruh Prancis berkemeja biru berlari
terbirit-birit ke arahku dari restoran di seberang jalan. Ia memukulkan tongkatnya ke lengan pria yang
menyerangku, sehingga aku terbebas dari cekikannya. Dia terperangah dan ragu-ragu sejenak, lalu
dengan penuh kemarahan meninggalkanku, masuk ke rumah yang baru saja kukunjungi. Aku menol
eh untuk mengucapkan terima kasih kepada orang yang telah menolongku, yang berdiri tak jauh dariku.
8 "Well, Watson," katanya, "tindakanmu ceroboh
sekali. Sebaiknya kau kembali ke London bersamaku
malam ini juga." Satu jam kemudian, setelah berpakaian dan
bersikap sebagaimana biasanya, Sherlock Holmes duduk
di hadapanku di kamar hotel. Dia menjelaskan mengapa
tiba-tiba muncul dan bahkan sempat menyelamatkan
jiwaku. Urusannya di London sudah beres, maka dia
menyusulku sambil menyamar sebagai buruh.
"Penyelidikanmu betul-betul konsisten
kaulaksanakan, sobatku Watson," katanya. "Tak ada satu
langkah pun yang keliru. Tujuannya memang untuk
menimbulkan kesiagaan di mana-mana, tapi, tak
menghasilkan apa-apa."
"Seandainya kau yang melakukan penyelidikan
ini, hasilnya pun belum tentu lebih baik," jawabku
dengan mendongkol. "Itu tak perlu dipertanyakan lagi. Hasil penyelidikanku memang lebih baik. Ini dia, the Hon.
Philip Green, yang barangkali bisa menjadi langkah awal penyelidikan yang lebih berhasil."
Sebuah kartu nama diantarkan kepada kami, diikuti bajingan berjanggut yang tadi menerkamku
di jalanan. Dia terkejut ketika melihatku.
"Apa-apaan ini, Mr. Holmes"" tanyanya. "Saya menerima surat Anda, lalu saya datang kemari.
Tapi apa hubungan orang ini dengan kasus kita""
"Perkenalkan rekan kerja dan sahabat saya, Dr. Watson, yang membantu kita dalam masalah
ini." Pria itu mengulurkan tangannya yang besar dan berwarna gelap karena terbakar sinar matahari,
sambil menggumamkan beberapa kata permintaan maaf.
9 "Saya harap Anda tak terluka. Anda tadi menuduh saya telah melukai Lady Frances sehingga
saya naik pitam. Sungguh, tingkah laku saya sangat menakutkan akhir-akhir ini. Saraf saya tegang,
saya tak mampu lagi menanggung semua ini. Tapi saya benar-benar penasaran Mr. Holmes, bagaimana
Anda tahu tentang diri saya""
"Saya menghubungi Miss Dobney, mantan guru Lady Frances."
"Susan Dobney tua yang selalu memakai topi kuno! Saya masih ingat dia."
"Dia pun masih ingat Anda. Waktu itu Anda belum berangkat ke Afrika Selatan."
"Ah, kalau begitu Anda tahu semuanya tentang saya. Saya tak perlu menyembunyikan apa pun.
Saya bersumpah, Mr. Holmes, saya mencintai Lady Frances dengan segenap hati saya. Dulu saya
memang pemuda yang urakan, sedangkan pikiran Frances masih sangat murni. Dia tidak bisa
menerima tindakan apa pun di luar norma-norma yang berlaku. Jadi, ketika mendengar tingkah polah
saya di luaran, dia memutuskan hubungan dengan saya. Tapi dia tetap mencintai saya itulah anehnya!
Begitu besar cintanya kepada saya sehingga dia tak mau menikah dengan pria lain. Kini belasan tahun
telah berlalu, saya berhasil mengumpulkan uang selama bekerja di Barberton. Saya berniat mencarinya
dan melunakkan hatinya. Saya mendengar dia masih belum menikah. Akhirnya saya temukan dia di
Lausanne, dan saya berusaha melunakkan hatinya dengan segala cara. Rasanya, hatinya menjadi agak
lunak, tapi kemauannya tetap keras. Ketika saya meneleponnya lagi, dia telah meninggalkan kota itu.
Saya mengejarnya ke Baden, lalu saya mendengar pelayan wanitanya tinggal di sini. Saya memang pria
yang kasar, karena baru saja kembali dari kehidupan yang keras, dan ketika Dr. Watson berbicara
kepada saya seperti itu, saya jadi mata gelap. Tapi, demi Tuhan, tolong katakan kepada saya apa yang
telah terjadi terhadap Lady Frances."
"Itulah yang hendak kami cari jawabnya," kata Sherlock Holmes dengan serius. "Di mana
alamat Anda di London, Mr. Green""
"Hotel Langham."
"Kalau begitu, saya sarankan Anda kembali saja ke sana dan bersiagalah kalau-kalau kami
memerlukan Anda. Saya tak ingin memberikan harapan-harapan yang belum jelas, tapi Anda boleh
yakin kami akan berupaya semaksimal mungkin demi keselamatan Lady Frances. Ini kartu nama kami
kalau-kalau Anda perlu menghubungi kami. Nah, Watson, kemasilah barang-barangmu sementara aku
10 mengirim telegram kepada Mrs. Hudson, agar dia menyiapkan makan malam istimewa bagi dua
pengembara kelaparan pada jam setengah delapan besok malam."
Sebuah telegram telah menanti ketika kami tiba di kamar kami di Baker Street. Holmes
membacanya de ngan penuh semangat, lalu melemparkannya kepadaku. Bergerigi atau terbelah-belah,
begitu bunyi telegram yang dikirim dari Baden.
"Apa artinya"" tanyaku.
"Segalanya-galanya," jawab Holmes. "Kau pasti ingat ketika aku bertanya tentang bentuk
telinga kiri Dr. Shlessinger. Pertanyaan yang aneh, ya" Kau tak membalas telegramku."
"Waktu itu aku sudah meninggalkan Baden, jadi tak sempat cari tahu tentang hal itu."
"Tepat. Itulah sebabnya aku lalu mengirim salinan telegram itu ke Manajer Englischer Hof, dan
beginilah jawabannya."
"Apa maksudnya""
"Maksudnya, sobatku Watson, kita berurusan dengan seseorang yang sangat lihai dan
berbahaya. Pendeta Dr. Shlessinger, misionaris dari Amerika Selatan itu, ternyata Holy Peters, salah
satu bandit yang sangat tersohor di Australia. Keahlian khususnya ialah memperdaya wanita-wanita
yang kesepian dengan menggugah perasaan keagamaan mereka. Dan yang mengaku sebagai istrinya,
wanita Inggris bernama Fraser, adalah komplotannya. Ciri khas taktiknya membuatku mengenalinya,
dan ciri fisiknya ini dia pernah berkelahi di sebuah bar di Adelaide pada tahun 1889 dan telinganya
digigit lawannya menguatkan kecurigaanku. Wanita malang ini berada di tangan pasangan yang
berbahaya, yang tega melukai orang tanpa alasan apa pun, Watson. Ada kemungkinan Lady Frances
sudah mati. Kalau tidak, dia pasti dikurung, sehingga tak bisa menulis surat kepada Miss Dobney atau
teman-temannya yang lain. Ada dua kemungkinan, dia dibawa ke London atau ke tempat lain. Rasanya
alternatif kedua kecil sekali kemungkinannya karena tak mudah bagi orang asing berkeliaran di negeri
ini tanpa sepengetahuan polisi Inggris yang ketat itu. Jadi menurutku, dia masih berada di London, tapi
karena saat ini kita tak tahu tepatnya di mana, kita hanya bisa mengambil langkah-langkah yang jelas,
makan malam dulu, dan berpikir dengan tenang sesudahnya. Nanti malam, aku mau jalan-jalan dan
menemui Lestrade di Scotland Yard."
Ternyata baik Holmes maupun Lestrade tak punya informasi yang bisa menjernihkan misteri
11 ini. Ketiga orang yang kami cari itu bagaikan raib begitu saja di antara berjuta-juta penduduk London.
Kami memasang iklan. Tak ada hasil. Kami melacak petunjuk-petunjuk yang kami terima. Tak ada
hasil. Semua sarang penjahat yang mungkin disinggahi Shlessinger kami selidiki. Tak ada hasil. Kami
mengawasi semua teman lama Shlessinger. Tak ada yang berhubungan dengannya. Tiba-tiba, setelah
seminggu penuh tegang karena tak menghasilkan apa-apa, kami menemukan secercah cahaya. Sebuah
liontin perak yang sangat indah dengan desain Spanyol kuno telah digadaikan di rumah gadai
Bevington di Westminster Road. Penggadainya seorang pria tinggi besar yang berpenampilan rapi.
Nama dan alamatnya jelas palsu. Pemilik rumah gadai tak memperhatikan bentuk telinga pria itu, tapi
dari penuturannya jelaslah si pegawai adalah Shlessinger.
Teman baru kami yang tinggal di Hotel Langham telah tiga kali mengunjungi kami untuk
menanyakan perkembangan kasus ini. Kunjungan ketiga dilakukannya sejam setelah perkembangan
baru yang kami temukan. Philip Green tampak jauh lebih kurus, pakaiannya kedodoran. Kecemasan
benar-benar telah menggerogotirrya. "Kalau saja Anda memberi suatu tugas yang bisa saya lakukan!"
begitu terus teriaknya. Akhirnya Holmes mengabulkan permintaannya.
"Shlessinger mulai menggadaikan perhiasan. Kita akan menangkapnya sekarang."
"Apakah ini berarti telah terjadi sesuatu terhadap Lady Frances""
Holmes menggeleng dengan sangat lemah.
"Seandainya mereka menawannya sampai kini, jelas mereka tak akan sedetik pun
melepaskannya, karena itu berarti kehancuran mereka. Kita harus bersiap menghadapi hal yang paling
buruk." "Apa yang bisa saya lakukan""
"Pasangan ini tak pernah melihat Anda, kan""
"Tidak." "Dia mungkin akan pergi ke rumah gadai lain. Bila demikian, kita harus mulai melakukan
pelacakan. Di samping itu, dia telah mendapatkan harga yang bagus tanpa ditanyai macam-macam di
rumah gadai Bevington, jadi dia mungkin akan kembali ke sana. Saya akan menulis surat kepada
pemilik rumah gadai itu, supaya Anda diizinkan menunggu di situ. Kalau pria itu
datang, buntuti dia. 12 Tapi jangan bertindak sembrono, dan yang paling penting tak boleh terjadi kekerasan. Saya percaya
Anda tak akan mengambil langkah apa pun tanpa sepengetahuan dan seizin saya."
Selama dua hari tak ada berita dari the Hon. Philip Green. (Aku lupa menyebutkan bahwa dia
putra laksamana terkenal bernama serupa yang memimpin Armada Laut Azof pada waktu Perang
Krim.) Pada malam ketiga dia berlari ke tempat kami, mukanya pucat, badannya gemetaran, seluruh
ototnya bergetar karena menahan emosi.
"Kita bisa menangkap dia! Kita bisa
menangkap dia!" teriaknya.
Begitu bersemangatnya dia sehingga
kata-katanya tak terdengar dengan jelas.
Holmes menenangkannya, dan
mendudukkannya di kursi malas.
"Ayo, langsung saja, berikan
perintah untuk segera bertindak,"
katanya. "Kali ini yang datang sang istri.
Baru sejam yang lalu. Dia membawa
pasangan liontin yang sebelumnya.
Wanita itu jangkung, pucat, dan matanya
seperti mata musang."
"Benar," kata Holmes.
"Ketika dia meninggalkan rumah gadai, saya mengikutinya. Dia menelusuri Kennington Road,
dan saya terus menguntit di belakangnya. Lalu dia pergi ke yayasan pemakaman, Mr. Holmes."
Sobatku terlonjak. "Lalu"" tanyanya dengan suara lantang yang menunjukkan gejolak jiwa di
balik wajahnya yang dingin dan tenang.
"Dia berbicara dengan pengurus yayasan. 'Terlambat,' saya dengar dia berkata. Si pengurus lalu
meminta maaf, 'Seharusnya sudah tiba sebelum ini. Memakan waktu lebih lama karena tak seperti
biasanya.' Kedua wanita itu berhenti berbicara lalu melihat ke arah saya, sehingga saya pura-pura tanya
ini-itu sebelum meninggalkan tempat itu."
13 "Anda telah melaksanakan tugas dengan baik. Apa yang terjadi kemudian""
"Wanita itu keluar, sementara saya bersembunyi di balik pintu. Saya rasa dia curiga, karena dia
menoleh-noleh ke sekeliling. Dia lalu memanggil kereta. Saya beruntung langsung mendapatkan kereta
juga sehingga bisa membuntutinya. Akhirnya dia turun di Poultney Square Nomor 36, Brixton. Saya
menyuruh kusir melaju terus, dan baru turun dari kereta setelah membelok di ujung jalan. Saya lalu
mengamati rumah itu."
"Anda melihat seseorang di rumah itu""
"Semua jendelanya gelap, kecuali satu yang terletak di lantai bawah. Kerai jendelanya tertutup,
dan saya tak bisa melihat ke dalam. Jadi, saya berdiri saja sambil bertanya-tanya apa yang akan saya
lakukan selanjutnya. Pada saat itulah ada mobil van yang tertutup berhenti di depan rumah itu. Dua pria
turun dari van itu, lalu mengeluarkan sesuatu dari mobil mereka. Mereka menggotong barang itu
memasuki rumah, dan ternyata yang mereka bawa peti mati."
"Ah!" "Hampir saja saya menerobos masuk. Pintu rumah itu dibuka untuk memberi jalan bagi kedua
orang itu. Ketika itulah wanita tadi melihat saya, dan saya rasa dia mengenali saya. Dia tampak
terkejut, dan dengan cepat menutup pintu. Saya ingat janji saya kepada Anda, jadi saya langsung
kemari." "Anda telah melakukan tugas Anda dengan baik sekali," kata Holmes sambil menuliskan
beberapa kata di secarik kertas. "Kita tak bisa berbuat apa-apa tanpa surat geledah, dan Andalah yang
paling pantas menyerahkan catatan ini ke pihak yang berwajib untuk mendapatkan surat geledah yang
kita butuhkan. Anda mungkin akan mengalami kesulitan, tapi menurut saya kesaksian Anda tentang
penggadaian perhiasan itu cukup kuat. Lestrade akan mengurus semua detailnya."
"Tapi mereka mungkin akan membunuhnya sementara ini. Apa maksud peti mati itu kalau
bukan untuk Lady Frances""
"Kami akan berusaha sebaik mungkin, Mr. Green. Jangan buang-buang waktu. Percayakan yang
lainnya kepada kami. Sekarang, Watson," tambahnya begitu klien kami sudah pergi, "dia akan
bertindak bersama yang berwajib, sedangkan kita, sebagaimana biasa, akan bertindak dengan cara kita
sendiri. Situasinya begitu genting sehingga kita harus yakin akan langkah-langkah kita. Tak boleh
14 buang-buang waktu sedetik pun, ayo segera berangkat ke Poultney Square."
"Mari kita menyusun kembali situasinya," katanya dalam perjalanan kami melewati Gedung
Parlemen dan Jembatan Westminster. "Pasangan penjahat ini membawa Lady Frances ke London,
set elah memisahkan dia dari pelayannya yang setia. Kalaupun wanita itu sempat menulis surat,
suratnya tak pernah mereka kirim. Melalui komplotannya yang lain, mereka berhasil menyewa rumah.
Begitu masuk ke rumah itu, mereka menyekapnya, dan merampas perhiasan yang sejak dulu mereka
incar. Mereka sudah berhasil menjual sebagian dari perhiasan itu dengan aman, karena mereka pikir tak
ada orang yang memedulikan nasib wanita itu. Kalau dibebaskan, wanita itu akan menjadi saksi mata
kejahatan mereka. Tapi mereka pun tak mungkin menyekapnya selamanya. Jadi, mereka merencanakan
membunuhnya." "Jelas sekali."
"Sekarang kita akan memperhatikan pertimbangan lain. Kalau kau punya dua pemikiran secara
bersamaan, Watson, kau akan memperoleh titik temu mendekati kebenaran. Sekarang kita akan
memulai penyelidikan bukan dari Lady Frances, tapi dari peti mati itu, lalu menarik kesimpulan secara
mundur. Kurasa, peti mati itu jelas menunjukkan Lady Frances telah mati. Maka tentunya diperlukan
surat keterangan kematian dari dokter dan upacara penguburan. Kalau wanita itu jelas-jelas dibunuh,
mereka pasti akan menguburnya begitu saja di taman belakang rumah itu. Tapi mereka ternyata
membeli peti mati dan mengurus segalanya secara terbuka. Apa artinya itu" Barangkali mereka telah
membunuhnya sedemikian rupa sehingga dokter yang memeriksa tertipu, kemudian menyimpulkan
kematian wanita itu disebabkan hal-hal yang alamiah keracunan, misalnya. Tapi rasanya tak mungkin
mereka mengizinkan dokter mendekati Lady Frances, kecuali kalau dokter itu komplotannya ini pun
kemungkinannya kecil sekali."
"Mungkinkah mereka memalsukan surat keterangan dokter itu""
"Berbahaya, Watson, sangat berbahaya. Tidak, sangat kecil kemungkinannya mereka berani
bertindak demikian. Berhenti sebentar, Pak Kusir! Di sinilah tempat yayasan pemakaman itu, setelah
lewat rumah gadai. Kau saja yang masuk, Watson. Penampilanmu lebih meyakinkan. Tanyakan jam
berapa akan dilaksanakan pemakaman di Poultney Square besok pagi."
Pengurus yayasan memberikan informasi tanpa ragu-ragu. Pemakaman akan dilaksanakan
15 pukul delapan pagi besok.
"Nah, kan, Watson, tak ada yang disembunyikan; semuanya biasa-biasa saja! begitu juga surat-surat kematian yang diperlukan, pasti sudah beres semua, sehingga tak ada yang perlu mereka takutkan.
Well, yang bisa kita lakukan hanyalah penyerangan secara langsung. Kau bawa senjata""
"Cuma tongkat!"
"Well, well, itu pun sudah cukup kuat. 'Orang yang berkelahi demi kebenaran akan mendapat
kekuatan tiga kali lipat dari senjata yang dimilikinya.' Kita tak bisa menunggu polisi, atau menunggu
hukum menuntaskan masalah ini. Tolong lebih cepat, Pak Kusir. Sekarang, Watson, kita berdua akan
mengadu untung seperti biasanya."
Dengan keras ditekannya bel sebuah rumah besar yang gelap di tengah Poultney Square. Pintu
langsung terbuka, dan di hadapan kami berdiri seorang wanita jangkung.
"Mau apa kalian"" tanyanya ketus sambil menatap kami dalam kegelapan.
"Saya ingin ketemu dengan Dr. Shlessinger," kata Holmes.
"Tak ada yang bernama Dr. Shlessinger di sini," jawabnya sambil berusaha menutup pintu, tapi
Holmes menghalanginya dengan kakinya.
"Pokoknya saya mau ketemu dengan orang yang tinggal di sini, siapa pun namanya," kata
Holmes dengan teguh. Wanita itu ragu-ragu, lalu merabuka pintu lebar-lebar. "Kalau begitu, masuklah!" katanya. "Tak
ada yang ditakuti suami saya." Dia menutup pintu depan itu, dan membawa kami ke ruang tamu. Dia
menghidupkan lampu gas sebelum meninggalkan kami. "Mr. Peters akan segera menemui Anda,"
katanya. Kami belum sempat melongok-longok ke sekeliling ruangan yang penuh debu dan ngengat ini
Sherlock Holmes - Salam Terakhir Sherlock Holmes di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ketika pintu terbuka, dan seorang pria tinggi besar berjalan memasuki ruangan dengan langkah-langkah
ringan. Pria itu berkepala botak dan berjanggut rapi. Wajahnya lebar kemerahan, pipinya menggantung,
dan penampilannya tampak ramah walaupun mulutnya memancarkan kekejaman dan kelicikan.
"Pasti telah terjadi kekeliruan, Tuan-tuan," katanya dengan tenang. "Saya yakin Anda salah
alamat. Jika Anda terus ke sebelah sana, Anda mungkin..."
16 "Sudahlah, kami tak punya
banyak waktu," kata sahabatku dengan tegas. "Nama Anda Henry
Peters, asal dari Adelaide, mantan Pendeta Dr. Shlessinger, dari Baden dan Amerika Selatan. Saya
yakin akan hal ini sebagaimana saya yakin nama saya sendiri Sherlock Holmes."
Peters, begitulah sebaiknya kupanggil dia, tampak agak terkejut. Dia menatap orang yang
memburunya dengan tajam "Saya kira nama Anda tak membuat saya takut, Mr. Holmes," katanya
dengan dingin. "Kalau hati nurani seseorang begitu entengnya, Anda tak bisa menggertaknya. Ada
urusan apa sampai Anda datang ke tempat saya""
"Saya ingin tahu apa yang telah Anda lakukan terhadap Lady Frances Carfax yang telah Anda
ajak bergabung sejak dari Baden."
"Saya justru yang akan senang kalau Anda bisa mengatakan kepada saya di mana wanita itu
berada," Peters menjawab. "Ada tagihan sejumlah hampir seratus pound yang harus dibayarnya, sedang
dia hanya meninggalkan sepasang liontin yang tak seberapa harganya. Dia sendiri yang ingin
bergabung dengan Mrs. Peters dan saya di Baden memang saya pakai nama lain waktu itu dan dia
terus bersama kami sampai di London. Saya yang menanggung semua biaya perjalanannya. Begitu
sampai di London, dia menghilang, dan sebagaimana saya katakan, dia hanya meninggalkan perhiasan
kunonya sebagai pembayar utangnya. Kalau Anda bisa menemukan wanita itu, Mr. Holmes, saya akan
sangat berutang budi."
"Saya memang bermaksud menemukannya," kata Sherlock Holmes. "Saya akan geledah rumah
ini sampai saya menemukannya."
"Mana surat izin geledah Anda""
Holmes mengeluarkan pistol dari sakunya. "untuk sementara inilah izin geledah yang saya
miliki, yang lebih sah akan segera menyusul."
"Anda perampok kalau begitu."
"Terserah apa penilaian Anda," kata Holmes dengan gembira. "Rekan saya ini juga penjahat
yang berbahaya, dan kami berdua akan menjarah rumah ini."
Lawan kami membuka pintu.
"Panggil polisi, Annie!" katanya. Terdengar gemeresik gaun wanita di gang, dan pintu depan
17 dibuka lalu ditutup lagi.
"Waktu kita amat sempit, Watson,"
kata Holmes. "Jangan coba-coba menghalangi
kami, Peters, atau Anda akan terluka. Di
mana peti mati yang kemarin dikirim
kemari"" "Memangnya Anda mau apa" Peti itu
ada isinya." "Saya mau lihat mayat itu."
"Tak bisa, tanpa izin saya."
"Kalau begitu, tak perlu izin." Dengan
cepat Holmes mendorong pria itu ke samping
lalu berjalan ke ruang muka. Di hadapan
kami ada sebuah pintu yang setengah terbuka.
Kami masuk ke ruangan itu. Ternyata ruang makan. Peti mati itu terletak di atas meja makan diterangi
lilin yang temaram Holmes menyalakan lampu gas dan membuka tutup peti mati itu. Di dalamnya
tergeletak sosok yang kerempeng. Sinar lampu menerangi wajah yang sudah tua dan keriput. Sekalipun
telah mengalami kekejaman kelaparan, atau penyakit, tak mungkin mayat ini mayat Lady Frances yang
masih cantik. Wajah Holmes memancarkan keheranan yang berbaur dengan kelegaan.
"Syukurlah!" gumamnya. "Mayat orang lain."
"Anda salah tebak kali ini, Mr. Sherlock Holmes," kata Peters yang mengikuti kami.
"Mayat siapa itu""
"Kalau Anda mau tahu, dia pengasuh istri saya, namanya Rose Spender, yang kami temukan di
Rumah Sakit Jompo Brixton. Kami membawanya kemari, memeriksakannya ke Dr. Horsom yang
tinggal di Firbank Villas Nomor 13 boleh Anda catat alamatnya, Mr. Holmes dan merawatnya
dengan penuh kasih, sebagaimana layaknya orang Kristen yang baik. Pada hari ketiga setelah tinggal di
sini, dia mati surat keterangan dokter menyebutkan karena sakit tua, tapi Anda mungkin punya
18 pendapat lain" Kami mengatur agar pemakamannya diurus Toko Stimson & Co., yang di Kennington
Road, dan rencananya pemakaman akan dilaksanakan jam delapan pagi besok. Adakah sesuatu yang
salah, Mr. Holmes" Anda telah membuat kesalahan konyol, dan Anda akan tanggung risikonya. Saya
rela membayar berapa pun untuk memiliki foto Anda sewaktu mengangkat tutup peti, lalu dengan
sangat terkejut Anda melihat wajah wanita tua berumur sembilan puluh tahun, dan bukannya Lady
Frances Carfax." Ekspresi wajah Holmes tenang-tenang saja walaupun dia diledek lawannya, tapi tangannya yang
terkepal menunjukkan betapa jengkelnya dia
saat itu. "Saya akan menggeledah rumah Anda," katanya.
"Anda nekat, ya!" teriak Peters ketika terdengar suara wanita dan langkah-langkah di gang.
"Coba saja kita lihat. Kemari, Pak Polisi. Kedua orang ini masuk ke rumah kami secara paksa, dan saya
tak bisa mengusir mereka. Tolong saya agar mereka segera pergi dari rumah ini."
Dua polisi berdiri di pintu. Holmes menunjukkan kartu namanya.
"Ini nama dan alamat saya. Dan ini rekan saya, Dr. Watson."
"Syukurlah, Sir, kami kenal Anda dengan baik," kata si sersan, "tapi memang Anda tak bisa
melanjutkan operasi Anda tanpa membawa surat geledah."
"Tentu saja. Saya tahu itu."
"Tangkap dia," teriak Peters.
"Kami tahu ke mana harus mencari beliau, kalau beliau memang dibutuhkan," kata si sersan
dengan anggun, "tapi Anda sebaiknya meninggalkan rumah ini, Mr. Holmes."
"Ya, Watson, kita harus pergi."
Semenit kemudian kami sudah berada di jalanan. Sikap Holmes sangat dingin, tapi aku merasa
sangat marah dan terhina. Si sersan mengikuti kami.
"Maaf, Mr. Holmes, tapi begitulah hukumnya."
"Tepat, Sersan, saya tak menyalahkan Anda."
"Tentunya ada alasan yang kuat mengapa Anda masuk ke rumah itu. Kalau ada yang bisa saya
19 bantu..." "Kasus wanita yang hilang, Sersan, dan menurut kami, dia ada di rumah itu. Saya mau minta
surat geledah sekarang juga."
"Kalau begitu, saya akan mengawasi penghuni rumah itu, Mr. Holmes. Kalau ada sesuatu, saya
pasti akan mengabari Anda."
Waktu itu baru pukul sembilan, dan kami sangat bersemangat untuk langsung melakukan
pelacakan. Pertama-tama, kami pergi ke Rumah Sakit Jompo Brixton, pihak rumah sakit membenarkan
pengakuan Peters. Sepasang suarni-istri yang sangat baik hati telah datang ke situ beberapa hari
sebelumnya dan membawa pulang wanita tua pikun yang mereka akui sebagai mantan pembantu
mereka. Tak ada yang kaget ketika kami memberitahukan bahwa wanita tua itu telah meninggal.
Berikut kami mengunjungi dokter yang disebut oleh Peters. Memang dia telah dipanggil dan
memang benar wanita tua itu meninggal karena sakit tua, bahkan dia menyaksikan ketika wanita itu
mengembuskan napasnya yang terakhir. Dia yang menandatangani surat keterangan kematian. "Saya
jamin semuanya normal dan tak ada permainan apa pun dalam hal itu," katanya. Tak ada yang
mencurigakan dokter itu di rumah Peters, kecuali bahwa biasanya orang sekelas mereka punya
pembantu rumah tangga, sedangkan mereka tidak.
Akhirnya, kami menuju Scotland Yard. Kami menemui kesulitan dalam prosedur mendapatkan
surat izin geledah yang kami inginkan, sehingga kami tak bisa mendapatkannya dengan cepat. Tanda
tangan hakim baru bisa kami dapatkan keesokan harinya. Holmes diharapkan datang sekitar pukul
sembilan dan mengurusnya bersama Lestrade. Begitulah hari itu berakhir.
Tetapi menjelang tengah malam sersan sahabat baru kami datang. Dia melihat lampu berkedip-kedip di beberapa jendela rumah besar yang gelap gulita itu, tapi tak ada seorang pun yang masuk atau
keluar dari rumah itu. Dengan kesabaran yang dipaksakan kami menunggu datangnya esok hari.
Sherlock Holmes sangat uring-uringan, sehingga tak mungkin diajak bicara. Dia juga sangat
gelisah, sehingga sulit tidur. Ketika aku meninggalkannya, dia sedang tak henti-hentinya merokok,
sementara kedua alisnya mengerut menjadi satu garis dan jari-jarinya yang panjang dan gelisah
mengetuk-ngetuk pinggiran kursi malas. Dia sedang berpikir keras untuk menyelesaikan misteri ini.
Beberapa kali semalaman itu, aku mendengar langkahnya mondar-mandir di sekeliling rumah.
20 Aku baru saja terbangun keesokan paginya, ketika dia bergegas memasuki kamarku. Dia
mengenakan baju tidur, tapi wajahnya yang kuyu dan matanya yang menatap kosong menunjukkan dia
tak tidur semalaman. "Jam berapa upacara pemakamannya" Jam delapan, ya"" tanyanya dengan penuh semangat
"Sekarang sudah jam 07.20. Ya Tuhan, Watson, betapa bodohnya aku! Cepat, sobat, cepat! Ini masalah
hidup atau mati kesempatan hidupnya satu dibanding seratus. Aku tak akan memaafkan diriku, tak
akan, kalau kita sampai terlambat.
Tak sampai lima menit kemudian kami sudah melaju melintasi Baker Street. Walau kereta
dip acu secepat-cepatnya, sudah pukul 07.35 ketika kami melewati Big Ben, dan tepat pukul delapan
ketika kami memasuki Brixton Road. Syukurlah, ternyata rombongan pemakaman pun terlambat. Pukul
08.10, kereta jenazah masih berada di depan rumah, dan tepat ketika kereta kami berhenti di situ, peti
mati yang diusung tiga orang muncul di ambang pintu. Holmes melompat ke depan dan menghalangi
langkah mereka. "Kembalikan!" teriaknya sambil mendorong
pengusung yang terdepan. "Kembalikan peti
mati ini sekarang juga!"
"Apa-apaan kau ini" Sekali lagi aku mau
tanya, mana surat izin geledahmu"" teriak
Peters dengan marah, wajah merahnya yang
lebar menatap dari belakang peti mati.
"Suratnya dalam perjalanan kemari. Peti
mati ini akan tetap tinggal di dalam rumah
sampai surat itu tiba."
Ketegasan suara Holmes mempengaruhi
ketiga orang yang mengusung peti mati itu.
Secara tiba-tiba Peters rnenghilang ke dalam
rumah, sehingga mereka menuruti perintah
Holmes. "Cepat, Watson, cepat! Nih
21 obengnya!" teriaknya ketika peti mati itu sudah diletakkan di atas meja. "Nih, ada satu lagi untukmu,
teman! Satu koin emas kalau bisa membuka tutup peti ini dalam satu menit! Jangan tanya macam-macam cepat lakukan! Ya, begitu, bagus! Satu lagi! Dan satu lagi! Nah, sekarang angkat bersama-sama! Ya, begitu! Ya, begitu! Ah, berhasil akhirnya!"
Bersama-sama kami membongkar tutup peti mati itu. Ketika itulah bau kloroform yang kuat
dan memabukkan merebak dari dalam peti. Sesosok tubuh tergolek di dalamnya, kepalanya tertutup
kain wol katun yang telah dicelup ke obat keras itu. Holmes menyibakkan kain penutup itu dan
tampaklah wajah kaku seorang wanita cantik berusia setengah baya. Dalam sekejap dirangkulnya tubuh
itu dan diangkatnya sampai ke posisi duduk.
"Apakah dia sudah meninggal, Watson" Masih adakah harapan" Pastilah kita tak terlambat!"
Selama setengah jam kami berupaya, tampaknya kami sudah terlambat. Napasnya yang
tersumbat ditambah dengan uap kloroform beracun yang mengelilinginya, membuat Lady Frances
tampaknya tak bernyawa lagi. Tapi akhirnya, setelah ditolong dengan pernapasan buatan, dengan
injeksi eter, dan dengan daya upaya sebisanya, mulai ada tanda kehidupan. Kelopak matanya mulai
bergerak, wajahnya yang kaku mulai melemas... Terdengar derak kereta di luar. Holmes menyibakkan
kerai jendela. "Lestrade datang membawa surat izin geledah," katanya. "Buruannya ternyata sudah
melarikan diri. Dan berikutnya," tambahnya ketika mendengar langkah-langkah berat berlari di gang,
"adalah orang yang lebih berhak merawat Lady Frances dibandingkan dengan kita. Selamat pagi, Mr.
Green, sebaiknya kita secepatnya memindahkan Lady Frances dari peti mati ini. Sementara itu, silakan
melanjutkan upacara pemakaman untuk wanita tua yang masih ada di bagian bawah peti. Semoga dia
beristirahat dengan damai."
"Kalau kau merasa perlu menuliskan kasus ini, sobatku Watson," kata Holmes malam itu, "ini
akan menjadi contoh yang baik untuk menunjukkan keterbatasan otak manusia. Sehebat apa pun otak
kita, sekali waktu bisa saja memudar. Kita harus menyadari hal ini dan berusaha memperbaikinya.
Sehubungan dengan proses perbaikan yang kumaksud, aku mungkin bisa memberikan sedikit
penjelasan. Semalam aku dihantui keyakinan bahwa pasti telah ada petunjuk, baik dalam bentuk
kalimat ataupun kejanggalan yang sempat kulihat, tapi yang lalu tak kuperhatikan sehingga kulupakan
begitu saja. Lalu, secara tiba-tiba, menjelang fajar, aku mengingat kata-kata yang diucapkan pengurus
yayasan pemakaman sebagaimana dilaporkan kepadaku oleh Philip Green. Si pengurus mengatakan,
22 'Seharusnya sudah tiba sebelum ini. Memakan waktu lebih lama karena tak seperti biasanya.' Dia
membicarakan peti mati yang dipesan. Peti itu tidak seperti biasanya. Artinya, peti itu dibuat menurut
ukuran yang khusus. Kenapa demikian" Kenapa" Dalam sekejap, aku ingat akan kedalaman peti itu,
dan mayat kurus di dalamnya. Untuk apa peti mati itu dibuat begitu dalam padahal mayatnya begitu
kecil" Jawabannya hanyalah, supaya ada tempat untuk mayat lain. Keduanya akan dimakamkan dengan
satu surat keterangan kematian. Begitu
jelasnya, kalau saja ketajaman otakku tak memudar. Lady
Romantika Sebilah Pedang 1 Permainan Maut The Cat And The Canary Karya Gerry Kingsley Kembalinya Sang Raja 10
sudah meninggalkan London. Senang mendengar kau telah menemukan beberapa titik terang.
Kabinet dengan sangat cemas menunggu laporan terakhirmu. Dukungan yang sifatnya
mendesak telah tiba dari satuan keamanan yang paling tinggi. Seluruh angkatan bersenjata
negeri ini siap membantumu kapan saja kau memerlukannya. Mycroft.
22 "Wah," kata Holmes sambil tersenyum, "seluruh angkatan berkuda sang Ratu beserta
prajuritnya pun tak ada gunanya dalam kasus ini."
Dia membuka peta kota London yang besar, dan membungkukkan badannya untuk mengamati
dengan teliti. "Well, well," katanya kemudian dengan penuh kepuasan, "banyak hal akhirnya mendukung
langkah kita. Watson, aku benar-benar yakin kita akan berhasil." Dia menepuk pundakku dengan
luapan kegembiraan yang tiba-tiba. "Aku mau pergi sebentar. Cuma mau mengadakan sedikit
pengintaian kok. Aku tak akan melakukan sesuatu yang serius tanpa didampingi rekan kepercayaan
sekaligus sekretarisku. Tolong kau tinggal di rumah saja, dan aku akan kembali dalam waktu satu atau
dua jam. Kalau kau merasa nganggur, silakan ambil kertas dan pena, dan kau bisa mulai menulis
tentang bagaimana kita menyelamatkan negeri ini."
Aku ikut merasakan kegembiraannya, karena tahu dia tidak akan segembira itu tanpa alasan
yang jelas. Sepanjang malam
di bulan November itu, aku menunggu. Waktu terasa berjalan dengan
sangat lambat. Akhirnya, kira-kira pukul sembilan, datang seseorang mengantarkan pesan,
Sedang makan malam di Restoran Goldini, Gloucester Road, Kensington. Harap segera
menemuiku di sini. Bawa dongkrak pintu, lampu senter, obeng, dan pistol. SH.
Betul-betul perlengkapan luar biasa unmk dibawa warga negara terhormat, apalagi pada malam
berkabut begini. Aku menyisipkan semua barang yang diminta Holmes ke balik mantel, lalu segera
berangkat ke alamat yang ditunjuknya. Kutemui sahabatku sedang duduk di sebuah meja bundar kecil
di dekat pintu masuk restoran Italia yang berkilauan itu.
"Kau sudah makan" ...Kalau begitu, mari minum kopi. Boleh juga kaucicipi cerutu khas
restoran ini; tak seberat kelihatannya kok. Kaubawa alat-alat itu""
"Ada di balik mantelku."
"Bagus. Mari kujelaskan sejenak tentang apa yang telah kulakukan, dan apa yang akan kita
lakukan selanjutnya. Tentunya kau menyadari, Watson, mayat pemuda itu ditaruh di atap gerbong
kereta api. Itu sudah jelas sejak aku menyatakan mayat itu terjatuh dari atap dan bukannya dari dalam
gerbong." 23 "Apakah tak ada kemungkinan mayat itu dilemparkan dari jembatan""
"Menurutku tak mungkin. Kalau kauperhatikan atap gerbong kereta api, bentuknya kan agak
melengkung tanpa sekat apa pun. Jadi kita bisa yakin mayat Cadogan West memang sengaja telah
ditaruh di situ." "Bagaimana cara menaruhnya""
"Itulah yang harus kita temukan jawabannya. Hanya ada satu cara yang mungkin. Kau tentu
tahu kereta api bawah tanah melewati beberapa terowongan di daerah West End. Aku masih ingat
ketika aku naik kereta api itu. Aku kadang-kadang melihat jendela jendela rumah persis di atas
kepalaku. Nah, seandainya kereta berhenti di bawah salah satu jendela itu, tentunya tak akan sulit
menaruh mayat di atap gerbongnya, kan""
"Ah, rasanya kok mustahil."
"Kita harus ingat peribahasa kuno yang mengatakan kalau semua upaya kita gagal,
kemungkinan sekecil apa pun yang masih ada, itu pasti benar. Dalam kasus kita ini, semua
kemungkinan lain sudah gagal. Ketika kudapatkan informasi bahwa agen internasional terkenal, yang
baru saja meninggalkan London, tinggal di salah satu mmah yang dilewati kereta api bawah tanah itu,
aku begitu gembira, sehingga kau pun pasti merasakan lonjakan kegembiraanku yang muncul secara
tiba-tiba itu!", "Oh, jadi itulah penyebabnya!"
"Ya, begitulah. Mr. Hugo Oberstein, alamat di Caulfield Gardens 13, kini menjadi objek
penyelidikanku. Aku mulai melacak dari Stasiun Gloucester Road. Di situ, seorang pegawai stasiun
yang sangat ramah bersedia menemaniku melacak sepanjang rel kereta api, dan aku menemukan
sesuatu yang sangat memuaskan. Bukan hanya jendela belakang Caulfied Gardens 13 memang tepat
berada di atas jalur kereta api, tetapi juga faktor lain yang sangat penting, karena rumah itu berdekatan
dengan persimpangan jalur kereta, kereta bawah tanah itu sering harus berhenti selama beberapa saat di
tempat itu." "Hebat, Holmes! Kau telah menemukan jawabannya!"
"Begitulah. Sejauh ini, kita memang mendapatkan kemajuan, tapi tujuan akhirnya masih jauh.
24 Nah, setelah menyelidiki bagian belakang Caulfield Gardens, aku lalu mengawasi bagian depannya.
Aku puas dugaanku ternyata benar. Rumah itu cukup besar, dan sepengetahuanku tak ada perabotan di
kamar lantai atasnya. Oberstein tinggal di situ bersama pelayan pria yang mungkin sekaligus
merupakan kaki tangannya. Kita harus tahu Oberstein telah berangkat ke Eropa untuk menjual hasil
curiannya, tapi tak berniat melarikan diri karena memang tak ada alasan baginya untuk merasa takut.
Aku yakin dia tak pernah menduga akan ada penggeledahan tak resmi di tempatnya, dan itulah yang
akan kita lakukan." "Tak bisakah kita mengupayakan surat penggeledahan, supaya kita bisa berkunjung secara
resmi"" "Kita tak punya cukup bukti untuk itu."
"Apa sebenarnya yang kita cari""
"Surat-surat yang dapat membuktikan keterlibatannya."
"Aku agak keberatan, Holmes."
"Sobatku, kalau kau mau, kau boleh mengawasi dari jalan saja. Biarlah aku yang menerobos
masuk. Sekarang bukan saatnya mengkhawatirkan
hal-hal kecil. Pertimbangkan pesan Mycroft, Markas
Besar Angkatan Laut, Kabinet, dan banyak lagi orang penting yang sedang menunggu berita dari kita.
Kita harus melakukannya."
Sebagai tanda persetujuanku, aku langsung berdiri.
"Kau benar, Holmes. Kita harus melakukannya."
Dia pun beranjak dari tempat duduknya, lalu menjabat tanganku.
"Aku tahu kau tak akan mundur pada saat terakhir," katanya, dan sekejap aku melihat
kelembutan pada pancaran matanya. Namun sesaat kemudian sikapnya kembali tegas dan praktis.
"Tempat itu jaraknya hampir setengah mil dari sini, tapi kita tak perlu terburu-buru. Kita jalan
saja, yuk," katanya. "Tolong agar peralatan-peralatan yang kaubawa jangan sampai tertinggal. Kalau
kau dipergoki orang dengan barang-barang yang mencurigakan itu, bisa runyam, kan""
Caulfield Gardens 13 merupakan salah satu dari sekian banyak rumah yang berjajar di kawasan
25 im. Bagian depannya dihiasi serambi-serambi berpilar yang menonjolkan arsitektur gaya Victoria
seperti banyak terlihat di daerah West End. Di rumah sebelah tampaknya sedang ada pesta anak-anak
karena terdengar kicau riang anak-anak berbau dengan denting piano yang memecah kesunyian malam.
Kabut masih menyelimuti sekeliling, sehingga kehadiran kami tak begitu mencolok. Holmes
menyorotkan lampu senternya ke arah pintu depan Caulfield Gardens yang besar itu.
"Wah, repot," katanya. "Pintunya dipalang dan dikunci. Lebih baik lewat samping, ada lorong
kecil yang akan melindungi kita dari polisi yang patroli. Tolong aku, Watson, nanti ganti aku yang
menolongmu." Semenit kemudian kami berdua sudah berada di halaman. Kami nyaris tak sempat berlindung
ketika mendengar langkah-langkah polisi patroli. Ketika bunyi langkah itu sudah menghilang, Holmes
mulai beroperasi di sebuah pintu yang agak rendah. Kulihat dia mencongkel-congkel, sampai akhirnya
pintu itu terbuka dengan paksa. Setelah menutup pintu kembali, kami berlari masuk ke lorong yang
gelap. Holmes melangkah lebih dulu menaiki tangga yang berkelok-kelok dan tak dilapisi karpet.
Lampu senternya disorotkannya ke sebuah jendela rendah.
"Sudah sampai, Watson pasti inilah tempat yang kita cari."
Dia membuka jendela itu, dan
terdengarlah deru kereta api yang makin lama
makin keras ketika kereta itu lewat di bawah
kami, lalu menghilang dalam kegelapan.
Holmes menyorotkan senternya ke bingkai
jendela yang dipenuhi debu hitam akibat uap
mesin kereta api. Ternyata ada beberapa bagian
yang terhapus. "Kau bisa lihat tempat mereka
meletakkan mayat itu. Halloa, Watson! Apa
ini" Tak ragu lagi, ini kan bercak darah."
Ia menunjuk bingkai jendela yang
terbuat dari kayu itu. 26 "Bercak seperti ini terdapat pula di bebatuan tangga. Demontrasi kita sudah lengkap. Mari kita
tinggal di sini sampai ada kereta api yang lewat lagi."
Kami tak perlu menunggu lama. Kereta api berikutnya melaju melewati terowongan
sebagaimana kereta sebelumnya, tapi larinya menjadi lebih lambat sesudah melewati terowongan,
kemudian terdengar derak remnya, lalu kereta itu berhenti tepat di bawah tempat kami berada. Jarak
dari daun jendela ke atap gerbong hanya kira-kira semeter. Dengan tenang Holmes menutup jendela itu.
"Sejauh ini dugaan kita terbukti," katanya. "Bagaimana menurutmu, Watson""
"Mahakarya yang hebat. Ini hasil kerja otakmu yang paling hebat dibandingkan dengan yang
sudah-sudah!" "Aku tak setuju dengan komentarmu. Sejak aku mulai menduga mayat pemuda itu sengaja
ditaruh di atap gerbong, selanjutnya jelas bisa ditebak. Kalau bukan karena urusan yang mahapenting,
kasus ini sampai tahap ini biasa-biasa saja. Masih banyak kesulitan yang menghadang di depan. Tapi
mungkin kita bisa menemukan sesuatu di sini yang berguna bagi kita."
Kami menaiki tangga dapur menuju lantai satu. Ada beberapa ruangan di sana. Salah satunya
kamar makan, perabotannya seadanya dan tak ada yang menarik perhatian kami di situ. Kemudian
kamar tidur yang juga tak menghasilkan apa-apa. Sahabatku langsung melakukan pengamatannya
ketika memasuki kamar terakhir. Banyak buku dan kertas berserakan, jadi jelas ruangan ini dipakai
sebagai kamar baca. Dengan sigap dan cekatan
Holmes membolak balik isi semua laci dan lemari yang
ada, tapi tak ada tanda-tanda keberhasilan pada wajahnya yang tegang. Setelah kira-kira satu jam, dia
tetap tak mendapatkan tambahan informasi apa pun.
"Anjing licik ini telah menutupi semua jejaknya," katanya. "Tak ada sesuatu pun yang dapat
dipakai untuk membuktikan keterlibatannya. Surat menyurat yang dilakukannya secara rahasia telah
dimusnahkan atau disimpannya rapat-rapat. Nih, ada kesempatan terakhir untuk kita."
Yang dimaksudkannya ialah sebuah kotak kecil tempat menyimpan uang yang terbuat dari
tembaga. Holmes mencongkelnya dengan obeng. Di dalamnya terdapat beberapa gulungan kertas yang
penuh dengan angka dan hitungan. Tak ada catatan apa-apa di situ. Hanya ada kata-kata "Tekanan Air"
dan "Tekanan dalam Inci Persegi" yang mungkin ada hubungannya dengan kapal selam. Holmes
mengembalikan semua itu ke tempatnya dengan jengkel. Kini tinggal sebuah amplop berisi guntingan- 27
guntingan kecil dari surat kabar. Dituangkannya semua itu ke meja, dan dalam sekejap aku melihat
wajahnya yang penasaran memancarkan harapan.
"Apa ini, Watson" Eh, apa ini" Pesan-pesan yang dipotong dari iklan di surat kabar. Dilihat dari
jenis cetakan dan kertasnya, ini biasanya kolom berita keluarga di Daily Telegraph. Letaknya di ujung
kanan sebelah atas halaman. Tak ada tanggalnya, tapi pesan-pesannya bisa kita urutkan. Ini pastilah
yang pertama: "Mohon kabar lebih cepat. Syarat-syarat disetujui. Tulis dengan lengkap ke alamat yang ada di
kartu nama. Pierrot. "Berikutnya: Penjelasannya terlalu rumit. Laporan harus lengkap. Imbalannya siap begitu
barang dikirim. Pierrot. "Lalu: Waktu mendesak. Penawaran batal, kecuali kontrak dilaksanakan. Buat janji pertemuan
lewat surat. Akan dikonfirmasi melalui iklan. Pierrot.
"Dan yang terakhir: Senin malam setelah pukul sembilan. Dua kali ketukan. Hanya kita berdua.
Jangan curiga. Pembayaran tunai begitu barang diterima. Pierrot.
"Catatan yang sangat lengkap, Watson! Kalau saja kita bisa menangkap orang yang menerima
pesan-pesan ini." Sahabatku duduk termenung sambil memukul-mukulkan jarinya ke meja. Akhimya dia berdiri.
"Well, mungkin tak begitu sulit. Tak ada yang bisa dikerjakan lagi di sini, Watson. Kurasa
sebaiknya kita pergi ke kantor Daily Telegraph dan menuntaskan kerja kita hari ini.
Sesuai perjanjian, Mycroft Holmes dan Lestrade datang ke tempat kami setelah jam makan pagi
keesokan harinya. Sherlock Holmes lalu menceritakan kepada mereka apa yang kami lakukan hari
sebelumnya. Lestrade menggeleng-gelengkan kepala mendengar kami telah membobol rumah orang.
"Sebagai polisi, kami tak bisa melakukan hal-hal seperti yang Anda lakukan, Mr. Holmes,"
katanya. "Tak heran jika Anda selalu mendapatkan hasil yang melampaui kemampuan kami. Tapi hati-hati, kalau terlalu jauh melangkah, kalian bisa-bisa mengalami kesulitan."
"Demi Inggris, tanah air kita nan rupawan eh, Watson" Berani mati sebagai martir demi
negara. Tapi bagaimana menurutmu, Mycroft""
28 "Hebat, Sherlock! Patut dipuji! Tapi untuk apa kaulakukan semua itu""
Holmes mengambil koran Daily Telegraph yang tergeletak di meja.
"Apakah kau sudah melihat iklan Pierrot hari ini""
"Apa" Ada lagi""
"Ya, nih: 'Malam ini. Jam yang sama. Tempat yang sama. Dua kali ketukan. Sangat penting.
Keselamatanmu sendiri terancam. Pierrot."
"Wah!" teriak Lestrade. "Kalau dia menjawab iklan itu, kita bisa menangkapnya!"
"Begitulah pikiranku ketika aku memasang iklan ini. Kurasa, jika kalian bisa ikut kami ke
Caulfield Gardens nanti malam kira-kira jam delapan kita mungkin akan mendekati kesimpulan kasus
ini." Salah satu ciri Sherlock Holmes yang khas ialah kemampuannya unmk menghentikan kerja
otaknya dan mengalihkan pikirannya ke hal-hal yang lebih ringan kalau dia yakin telah mengusahakan
semuanya semaksimal mungkin. Aku ingat sepanjang hari yang mengesankan itu dia malah asyik
menulis artikel tentang musik, sementara aku sendiri menunggu dengan gelisah. Kasus nasional yang
sangat penting itu, ketegangan di kalangan pejabat tinggi, eksperimen langsung yang akan kami
upayakan, semuanya membuat pikiranku tegang. It
ulah sebabnya aku lega ketika pada akhirnya kami
berangkat untuk memulai petualangan kami setelah makan malam sedikit. Sesuai perjanjian, Lestrade
dan Mycroft menemui kami di luar Stasiun Gloucester Road. Pintu samping rumah Oberstein memang
kami tinggalkan dalam keadaan terbuka semalam, dan aku melompat masuk untuk membuka pintu
depan, berhubung Mycroft Holmes tak mau memanjat pagar. Pada pukul sembilan, kami berempat
sudah duduk di kamar baca sambil menunggu orang yang kami incar.
Satu jam berlalu. Satu jam lagi berlalu. Ketika jam menunjukkan pukul sebelas, dentang jam
gereja di dekat situ seolah menyuarakan keputusasaan kami. Lestrade dan Mycroft duduk dengan
gelisah, dan tiap setengah menit menengok ke jam tangan mereka. Holmes duduk tenang, matanya
setengah tertutup, tapi dalam sikap waspada penuh. Tiba-tiba dia mendongak.
"Orangnya datang," katanya.
Terdengar langkah yang sangat berhati-hati melewati pintu. Lalu kembali lagi. Lalu terdengar
29 bunyi langkah-langkah yang diseret di luar, diikuti dua kali ketukan nyaring di pintu. Holmes bangkit,
memberi isyarat kepada kami untuk tetap duduk. Lampu gas di gang hanya remang-remang sinarnya.
Holmes membuka pintu, dan ketika sesosok tubuh menyelinap masuk melewatinya, dia lalu menutup
dan mengunci pintu itu. "Ke sini!" kami mendengar dia berkata, dan sekejap
kemudian orang itu berdiri di hadapan kami. Holmes
sejak tadi menguntit persis di belakangnya, dan ketika
orang itu berbalik sambil berteriak karena terkejut dan
ketakutan, Holmes langsung mencekal kerah bajunya
dan mendorongnya kembali ke tengah ruangan.
Sebelum tawanan kami sempat bertindak, Holmes
sudah berdiri membelakangi pintu. Pria itu menatap ke
sekelilingnya sambil berdiri sempoyongan, lalu terjatuh
pingsan di lantai. Topinya yang lebar terlepas, kain
penutup wajahnya tersingkap ke bawah bibirnya, dan
tampaklah oleh kami wajah Kolonel Valentine Walter
yang lembut, tampan, dan berjanggut tipis panjang.
Holmes bersiul karena kagetnya.
"Tolong catat betapa bodohnya aku kali ini, Watson," katanya. "Sungguh tak kuduga dialah
orangnya." "Siapa dia"" tanya Mycroft penasaran.
"Adik almarhum Sir James Walter, mantan kepala Departemen Kapal Selam. Nah, dia mulai
sadar. Biar aku saja yang menginterogasinya."
Kami telah mengangkat tubuh yang tak berdaya itu ke sofa. Kini dia duduk, menatap ke
sekelilingnya dengan ketakutan, sambil memegangi dahinya seakan tak percaya pada apa yang sedang
dihadapinya. "Ada apa ini"" tanyanya. "Saya datang ke sini untuk menemui Mr. Oberstein."
"Kami sudah tahu semuanya, Kolonel Walter," kata Holmes. "Bagaimana seorang warga negara
30 Inggris terhormat bisa berbuat itu, sungguh tak bisa saya mengerti. Semua hubungan Anda dengan
Oberstein sudah kami ketahui. Demikian juga segalanya yang menyangkut kematian Cadogan West.
Saya sarankan Anda paling tidak menyatakan penyesalan Anda, lalu mengakui saja semua yang Anda
lakukan. Kami hanya butuh sedikit perincian dari mulut Anda."
Pria itu menggeram, lalu menutupi mukanya dengan tangan. Kami menunggu, tapi dia tak
mengatakan apa-apa. "Percayalah," kata Holmes, "semua hal penting sudah kami ketahui. Kami tahu Anda
mengalami kesulitan keuangan; Anda membuat duplikat kunci yang disimpan kakak Anda; dan Anda
berhubungan dengan Oberstein yang menjawab surat-surat Anda melalui kolom iklan di koran Daily
Telegraph. Kami tahu Anda pergi ke kantor itu pada hari Senin malam, tapi Cadogan West melihat
Anda, dan dia mengikuti Anda karena dia punya alasan untuk mencurigai Anda. Dia melihat ketika
Anda melakukan pencurian, tapi tak bisa berbuat apa-apa karena mungkin saja Anda akan membawa
berkas rancangan itu ke kakak Anda di London. Tanpa menghiraukan kepentingan pribadinya, sebagai
warga negara yang baik dia lalu mengikuti Anda dalam jarak dekat di tengah cuaca yang berkabut.
Anda pergi ke rumah ini. Di sinilah pemuda itu lalu berusaha menghalangi Anda, dan Anda Kolonel
Walter, bukan hanya berkhianat kepada negara, tapi juga melakukan tindak kriminal yang mengerikan,
Sherlock Holmes - Salam Terakhir Sherlock Holmes di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yaitu pembunuhan." "Tidak! Saya tidak melakukannya! Demi Tuhan, saya tidak melakukannya!
" teriak tawanan kami dengan putus asa. "Kalau begitu, katakanlah bagaimana Cadogan West menemui ajalnya, sebelum Anda menaruh
mayatnya di atap gerbong kereta api."
"Saya akan menceritakan semuanya. Saya berjanji akan menceritakan semuanya. Yang lain-lain
memang saya lakukan, saya akui itu. Persis seperti yang Anda katakan. Saya punya utang yang cukup
banyak di bursa saham, dan saya harus segera melunasinya. Saya sangat membutuhkan uang. Lalu
Oberstein menawarkan lima ribu pound kepada saya. Saya lakukan itu agar hidup saya tidak hancur.
Tapi soal pembunuhan itu, saya benar-benar tak bersalah."
"Kalau begitu apa yang terjadi""
31 "West sudah lama mencurigai saya, dan dia terus membuntuti saya sebagaimana tadi Anda
jelaskan. Saya tak menyadari hal itu, sampai saya tiba di rumah ini. Malam itu kabut tebal sekali, dan
saya tak bisa melihat apa-apa dalam jarak tiga meter. Saya mengetuk pintu dua kali, dan Oberstein
membukakan pintu. Pemuda itu tiba-tiba berlari menyerbu kami, dan minta penjelasan tentang apa
yang hendak kami lakukan dengan rancangan itu. Oberstein memukul kepalanya dengan gada kecil
yang selalu dibawanya. Ternyata pukulan itu fatal sekali. Beberapa menit kemudian, pemuda itu
menemui ajalnya. Dia tergeletak di ruang depan, dan kami kebingungan tak tahu apa yang harus kami
lakukan. Lalu Oberstein punya ide untuk memanfaatkan kereta api yang selalu berhenti di bawah
jendela belakang rumah ini. Tapi sebelumnya, dia memeriksa berkas-berkas yang saya bawa. Dia
berkata bahwa tiga di antaranya yang paling penting, dan dia harus mengambilnya. 'Kau tak boleh
mengambilnya,' kata saya. 'Akan timbul kegemparan di Woolwich kalau berkas-berkas tak segera
dikembalikan'. 'Aku harus mengambilnya,' katanya, 'karena perinciannya amat teknis, sehingga tak
mungkin disalin begitu saja.' 'Pokoknya, semuanya harus sudah kembali ke tempatnya malam ini,' kata
saya. Dia berpikir sejenak, lalu berteriak kegirangan
karena dia menemukan ide bagus. 'Aku akan bawa
ketiga lembar ini,' katanya. 'Yang lainnya akan kita
masukkan ke saku jas pemuda ini. Kalau mayatnya
ditemukan, dialah yang akan dituduh.' Saya tak
melihat jalan keluar lain yang masuk akal, jadi kami
lalu melakukan rencananya. Kami menunggu selama
setengah jam di dekat jendela belakang, sebelum ada
kereta api yang berhenti di bawahnya. Cuaca malam
itu begitu gelapnya, sehingga kami tak mengalami
kesulitan ketika menurunkan mayat West ke atap
gerbong kereta api. Begitulah semuanya sejauh
menyangkut keterlibatan saya."
"Dan kakak Anda""
"Dia diam saja, tapi dia pernah memergoki
saya memegang-megang kunci yang disimpannya.
32 Dari pandangan matanya saya merasa dia mencurigai saya. Sebagaimana Anda tahu, sejak itu dia lalu
jatuh sakit, dan tak lama kemudian meninggal dunia."
Sunyi senyap di ruangan itu. Mycroft Holmes lalu memecah keheningan.
"Tak bisakah Anda memperbaiki keadaan" Anda akan merasa agak ringan, dan kemungkinan
Anda pun akan mendapatkan keringanan hukuman."
"Perbaikan apa yang bisa saya lakukan""
"Katakan kepada kami di mana Oberstein dan berkas rancangan itu berada."
"Saya tidak tahu."
"Tidakkah dia memberikan alamatnya""
"Dia hanya mengatakan agar saya mengalamatkan surat-surat saya ke Hotel du Louvre, Paris.
Nanti surat itu akan disampaikan kepadanya."
"Kalau begitu, Anda masih punya kesempatan untuk memperbaiki keadaan," kata Sherlock
Holmes. "Saya akan lakukan apa pun yang saya bisa. Saya tak utang apa-apa pada orang itu. Malahan,
dialah yang telah menghancurkan hidup saya."
"Ini, kertas dan pen. Duduklah di kursi ini dan tuliskan apa yang saya katakan. Pertama, tulis
alamat yang diberikannya di amplop. Ya, begitu. Sekarang isi suratnya.
Dengan hormat, Sehubungan dengan transaksi kita, Anda pasti menyadari adanya perincian yang kurang. Saya
telah mendapatkan bagian yang kurang itu, tapi untuk itu saya mengalami banyak kesulitan,
jadi saya ingin minta tambahan biaya lima ratus pound. Saya tidak mau uang itu dikirim via
pos; saya hanya mau dibayar tunai atau dengan emas. Saya ingin menemui Anda di luar
negeri, tapi hal itu akan sangat mencurigakan. Oleh sebab itu,
saya ingin bertemu dengan
Anda di ruang merokok Hotel Charing Cross, pada hari Sabtu tengah hari. Ingat, saya hanya
mau terima uang tunai atau emas.
"Yah, begitu cukup. Orang im pasti akan datang."
33 Dan benar! Beginilah tercatat dalam sejarah negeri ini yang sangat dirahasiakan karena
mengandung masalah nasional yang sangat peka, dan tentu saja sangat berlainan dengan apa yang
tertulis di koran-koran, yaitu bahwa Oberstein yang begitu antusiasnya melengkapi dagangannya,
datang atas permintaan Kolonel Valentine Walter. Akhirnya, dia berhasil ditangkap, dan dipenjarakan
selama lima belas tahun di Inggris. Di dalam kopemya ditemukan rancangan Bruce-Partington yang tak
ternilai harganya itu, yang telah ditawarkannya untuk dilelang di antara semua angkatan laut negara-negara Eropa.
Kolonel Valentine Walter meninggal di penjara sewaktu menjalani tahun kedua masa
hukumannya, sedangkan Holmes kembali menekuni artikel musiknya. Beberapa minggu kemudian,
secara tak sengaja aku mendengar sahabatku diundang ke Puri Windsor, dan pulangnya dia
mengenakan jepit dasi terbuat dari batu zamrud yang sangat indah. Ketika kutanya apakah dia
membelinya, dia men jawab bahwa barang itu merupakan pemberian seorang wanita terhormat sebagai
ucapan terima kasih karena dia telah melakukan sesuatu baginya. Cuma begitu komentarnya, tapi aku
bisa menduga siapa sebenarnya wanita yang dimaksudkannya. Aku yakin jepit dasi zamrud itu
selamanya akan mengingatkannya pada kasus pencurian rancangan Bruce-Partington.
Salam Terakhir Sherlock Holmes
PETUALANGAN DETEKTIF YANG SEKARAT Mrs. Hudson, pemilik rumah yang disewa Sherlock Holmes, adalah wanita yang luar biasa
sabar. Bayangkan, bukan hanya lantai atas rumahnya sering dikunjungi orang-orang aneh, tapi sang
penyewa pun orang eksentrik yang pasti sering membuatnya jengkel. Gaya hidupnya yang tak teratur
kesukaannya menyetel musik pada jam-jam istirahat, kebiasaannya latihan menembak dengan
menjadikan pintu sebagai objek bidikan, eksperimen ilmiahnya yang aneh-aneh dan kadang-kadang
menimbulkan bau yang tak enak, jelas tak menjadikan Holmes penyewa teladan. Lebih-lebih hidupnya
selalu dikelilingi kejahatan dan marabahaya yang sedikit-banyak mempengaruhi induk semangnya.
Tapi di lain pihak, Holmes mengompensasi semua itu dengan uang sewa yang mahal. Aku yakin uang
sewanya selama bertahun-tahun dia tinggal di situ bersamaku sebenarnya sudah cukup untuk membeli
rumah itu. Nyonya rumah sangat menghormati dia, dan tak pernah berani mencampuri urusannya,
walaupun tingkah lakunya sering mengganggu orang lain. Lagi pula, wanita itu menyukai Holmes
karena sikapnya sangat lemah lembut dan sopan terhadap wanita. Dia tidak suka dan tidak percaya
pada wanita, tapi sikapnya terhadap mereka tetap saja sopan. Menyadari betapa baiknya wanita itu
terhadap Holmes, aku pun mendengarkan kisahnya dengan saksama ketika dia menemuiku di kamar
praktekku. Saat itu tahun kedua setelah aku menikah. Wanita itu melaporkan keadaan kesehatan
Holmes yang terus memburuk.
"Dia sekarat, Dr. Watson!" katanya. "Selama tiga hari dia tak turun dari tempat tidurnya, dan
saya bahkan merasa jangan-jangan dia tak akan tahan hidup hari ini. Dia melarang saya memanggil
dokter. Pagi tadi ketika saya lihat wajahnya yang tinggal tulang dan matanya yang besar menatap saya,
saya tak tahan lagi. 'Dengan atau tanpa persetujuan Anda, Mr. Holmes, saya akan pergi memanggil
dokter saat ini juga,' kata saya. 'Kalau begitu, tolong panggil Watson saja,' jawabnya. Saya mohon Anda
mau menengoknya sekarang juga, Sir, atau Anda tak akan sempat melihatnya dalam keadaan hidup
lagi." Aku menjadi panik, karena aku tak mendengar kabar sedikit pun bahwa dia sedang sakit. Aku
langsung menyambar mantelku. Dalam perjalanan ke tempat Holmes, aku menanyakan beberapa hal
2 kepada Mrs. Hudson. "Tak banyak yang bisa saya katakan, Sir. Setahu saya, dia sedang menangani kasus di
Rotherhithe, gang kecil dekat Sungai Thames, dan tahu-tahu dia jatuh sakit. Dia tak bangun dari tempat
tidur sejak Rabu siang, bahkan selama tiga hari ini dia sama sekali tak makan dan minum."
"Ya Tuhan! Mengapa Anda tak memanggil dokter""
"Dia tak mau, Sir. Anda tahu betapa keras kepalanya dia. Saya tak berani menentang
kehendaknya. Tapi, dia tak akan bertahan lama. Nanti Anda akan lihat sendiri."
Keadaan sahabatku memang menyedihkan. Dalam keremangan cuaca di bulan November yang
berkabut itu, kamarnya tampak sangat kelabu, namun wajahnya yang cekung dan pucat pasilah yang
membuat jantungku seolah membeku. Matanya memerah karena demam tinggi, pipinya gemetaran,
bibirnya mengeras dan kehitaman, tangannya yang kurus kering bergerak-gerak terus, tarikan napasnya
serak dan sesak. Dia terbaring tak bergerak ketika aku memasuki kamarnya, tapi begitu melihatku,
matanya mengenali diriku.
"Well, Watson, kita tampaknya harus
menghadapi hari-hari yang buruk," katanya
dengan suara yang sangat lemah tapi tetap
dengan sikapnya yang acuh tak acuh.
"Sobatku," teriakku sambil
melangkah mendekatinya. "Jangan mendekat! Jangan
mendekat!" katanya dengan begitu
tajamnya seperti sedang menghadapi krisis
berat. "Kalau kau mendekat, Watson, aku
akan menyuruhmu keluar dari rumah ini."
"Tapi kenapa""
"Karena begitulah mauku. Apakah kurang jelas""
Ya, apa yang dikatakan Mrs. Hudson benar adanya. Dia jadi semakin suka memerintah. Namun
3 aku benar-benar merasa kasihan melihat kelemahan tubuhnya.
"Aku cuma. mau menolongmu," aku menjelaskan.
"Tepat sekali! Kau akan sangat menolongku kalau kau melakukan apa yang kuminta."
"Baiklah, Holmes."
Sikapnya menjadi agak rileks.
"Kau tak marah padaku"" tanyanya sambil menarik napas dengan susah payah.
Kasihan benar dia! Bagaimana mungkin aku marah padanya saat melihatnya terbaring tak
berdaya di hadapanku seperti ini"
"Semua ini demi kebaikanmu, Watson," katanya dengan suara parau.
"Demi kebaikanku""
"Aku tahu penyakit apa yang sedang kuderita, yaitu penyakit buruh Sumatra yang lebih
banyak diketahui orang Belanda daripada kita, walaupun mereka belum berhasil menanggulanginya.
Satu hal yang pasti, penyakit ini sangat mematikan dan sangat menular."
Kini dia berbicara dengan lebih bersemangat, tangannya yang panjang melambai-lambai ke
arahku, sebagai tanda agar aku tak mendekatinya.
"Kalau kausentuh aku, Watson, kau akan ketularan ya, penyakit ini menular melalui sentuhan.
Jadi harap menjaga jarak denganku."
"Ya Tuhan, Holmes! Kaukira aku mempersoalkan itu" Kalau yang sakit orang yang tak kukenal
pun, aku akan tetap melakukan tugasku sebagai dokter, apalagi terhadap sobat baikku sendiri."
Aku kembali melangkah mendekatinya, tapi dia menentang sikapku ini melalui pandangannya
yang penuh amarah. "Kalau kau bersedia berdiri di situ aku mau bicara denganmu. Kalau tidak, kau harus segera
keluar dari kamar ini."
Selama ini, aku selalu menghormati sikap Holmes dan selalu menuruti kemauannya, sekalipun
aku tak mengerti maksudnya. Tapi sekarang, naluri kedokteranku begitu tergelitik. Biarlah dia
memerintah dalam hal-hal lain, tapi saat ini akulah dokter di kamar ini.
4 "Holmes," kataku, "kau bukan seperti Holmes yang kukenal. Memang, orang yang sedang sakit
itu sikapnya seperti anak kecil, jadi izinkan aku mengobatimu. Apakah kau suka atau tidak, aku ingin
memeriksa penyakitmu, lalu mengupayakan pengobatan untukmu."
Dia menatapku dengan pandangan sengit.
"Kalau aku memang memerlukan dokter, kau suka atau tidak, biarlah aku paling tidak memilih
dokter yang kupercayai," katanya.
"Kalau begitu, kau tak percaya padaku""
"Sebagai sahabat jelas. Tapi kita harus menerima kenyataan, Watson, kau kan hanya dokter
umum dengan pengalaman terbatas dan kualifikasi tak begitu tinggi. Aku sebenarnya tak suka
mengatakan ini, tapi kau memaksaku melakukannya."
Aku sangat tersinggung. "Kau tak berhak berkomentar seperti itu, Holmes. Itu malah menunjukkan kondisi pikiranmu
yang sedang kacau. Tapi kalau memang kau tak percaya pada kemampuanku, aku pun tak memaksa.
Biarlah kupanggilkan Sir Jasper Meek atau Penrose Fisher, atau siapa pun dokter terbaik di London.
Pokoknya harus ada dokter yang memeriksamu, dan itu tak boleh dibantah lagi. Jangan kira aku akan
berdiri saja di sini menyaksikanmu sekarat tanpa menolongmu atau memanggil orang lai
n untuk menolongmu aku bukan orang macam begitu."
"Maksudmu baik sekali, Watson," kata Holmes, suaranya antara isakan dan rintihan. "Perlukah
ku tunjukkan kau tak tahu apa-apa tentang penyakitku ini" Apa yang kau tahu, coba, tentang demam
Tapanuli" Apa yang kau tahu tentang penyakit hitam Formosa""
"Aku belum pernah mendengar tentang semua itu."
"Di belahan bumi Timur, ada banyak jenis penyakit yang aneh-aneh, Watson." Dia berhenti
setiap habis mengucapkan satu kalimat sambil mengerahkan kekuatan untuk melanjutkan kalimat
berikutnya. "Aku belajar banyak dalam beberapa riset akhir-akhir ini yang menyangkut aspek medis di
samping aspek kriminal. Sehubungan dengan itulah, aku lalu ketularan penyakit ini. Kau tak bisa
berbuat apa-apa." "Mungkin tidak. Tapi aku kebetulan kenal dengan Dr. Ainstree, dokter terbaik untuk penyakit- 5
penyakit tropis, dan sekarang dia berada di London. Tak ada gunanya membantah, Holmes. Aku mau
memanggilnya sekarang juga."
Dengan sigap aku melangkah ke pintu, namun betapa kagetnya aku. Dalam sekejap, bagaikan
harimau yang menerkam mangsanya, orang yang terbaring sekarat itu melompat melewatiku. Lalu ku
dengar kunci pintu kamar diputar. Sesaat kemudian, dia terhuyung-huyung kembali ke tempat tidurnya,
kelelahan, dan terengah-engah.
"Kau tak akan bisa mengambil kunci yang kubawa
ini, Watson. Kau terkurung di sini, sobatku. Nah, kau akan
tetap di sini sampai aku mengizinkanmu keluar. Tapi aku
ingin menyenangkan hatimu." Semua ini dikatakannya
dengan terpatah-patah sambil menarik napas berat setiap
kali selesai mengucapkan satu kalimat. "Kau hanya
memikirkan kepentinganku itu kusadari. Aku akan
menuruti nasihatmu, tapi biarlah kekuatanku pulih dulu.
Tidak sekarang, Watson. Ini baru jam empat. Kau boleh
pergi jam enam nanti."
"Kau gila, Holmes."
"Cuma dua jam, Watson. Aku berjanji akan
mengizinkanmu keluar pada jam enam. Kau keberatan""
"Rasanya aku tak punya pilihan lain."
"Benar, Watson. Terima kasih. Aku tak perlu bantuan untuk mengatur pakaianku. Tolong,
jangan dekat-dekat. Nah, Watson, ada satu syarat lagi yang harus kaupenuhi. Kau boleh cari bantuan
dokter, tapi bukan yang namanya kausebut tadi. Aku mau pilih sendiri."
"Oh, silakan." "Kalimat pertama yang sangat masuk akal yang kauucapkan sejak kau masuk ke kamar ini,
Watson. Tuh, ada buku buku di sana. Aku capek sekali, aku sedang bertanya-tanya pada diriku sendiri
bagaimana rasanya bila baterai mengalirkan listrik ke bahan nonkonduktor. Jam enam nanti, Watson,
baru kita omong-omong lagi."
6 Ternyata kesunyian di kamar ini tak berlangsung sampai pukul enam. Terjadi sesuatu yang
sangat mengagetkanku. Aku sedang berdiri menatap tubuhnya yang terbaring diam di tempat tidur.
Wajahnya hampir tertutup pakaiannya yang kedodoran dan tampaknya dia tertidur. Karena aku tak
berminat membaca buku-buku yang ditawarkannya, aku lalu berjalan pelan-pelan mengelilingi kamar
itu sambil memperhatikan foto-foto penjahat terkenal yang memenuhi dinding. Akhirnya, karena bosan
dan gelisah, aku menuju perapian. Pipa rokok, kotak tembakau, alat suntik, pisau kecil, peluru, dan
macam-macam barang lain berserakan di rak. Di antara barang-barang ini, ada kotak gading kecil
berwarna hitam-putih dengan tutup yang bisa diputar. Kotak kecil itu bagus sekali, dan aku
mengulurkan tangan untuk melihatnya dengan lebih saksama, ketika...
Teriakannya sangat mengagetkanku teriakan yang bagaikan berasal dari jalanan di bawah
sana. Kulitku mengerut dan bulu kudukku berdiri. Ketika aku menoleh, kulihat wajahnya yang garang
dan pandangan matanya yang liar. Aku berdiri terpaku; kotak kecil itu dalam genggamanku.
"Kembalikan kotak itu! Kembalikan sekarang
juga, Watson... kukatakan, sekarang juga!" Kepalanya
kembali terjatuh ke bantal dan dia mengeluh lega
ketika aku mengembalikan kotak itu ke atas rak
perapian. "Aku tak suka orang lain menyentuh barang-barangku, Watson. Kau tahu itu, kan" Kau membuatku
jengkel sekali. Kau, katanya dokter tapi tindakanmu
malah membuat orang sakit jadi gila. Duduk sajalah,
ayo, dan biarkan aku istirahat sejenak."
Insiden itu membuatku sangat terpukul.
Sherlock Holmes - Salam Terakhir Sherlock Holmes di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Reak sinya yang kasar dan tak masuk akal, lalu kata-katanya yang menyakitkan hati, sungguh jauh berbeda
dari biasanya. Semua ini justru menunjukkan betapa
pikirannya sudah jadi kacau. Memang banyak orang
bisa mengalami gangguan pikiran, tapi alangkah
sayangnya kalau yang mengalaminya justru orang
7 yang otaknya sangat cemerlang. Aku duduk diam dengan sangat tersiksa, sampai waktu menunjukkan
pukul enam. Dia pun ternyata memperhatikan jam, karena beberapa saat sebelum pukul enam dia mulai
mengatakan sesuatu, masih dengan sikap kasar seperti sebelumnya.
"Nah, Watson," katanya, "punya uang kecil""
"Punya." "Punya koin perak""
"Banyak." "Ada berapa yang nilainya setengah crown""
"Lima." "Ah, tak cukup! Tak cukup! Payah sekali kau ini, Watson! Tapi biarlah, coba kautaruh lima koin
itu di kantong bajumu. Lalu taruh uangmu yang lain di kantong celanamu sebelah kiri. Terima kasih.
Dengan begitu kau jadi seimbang, kan""
Ini semua benar-benar ocehan gila. Dia meng-gigil, lalu bersuara lagi mirip isakan atau rintihan.
"Sekarang nyalakan lampu gas, Watson. Tapi hati-hati, aku mau kaunyalakan separonya saja.
Dengar kataku, Watson, hati-hati! Terima kasih, Watson. Ya, begitu! Jangan, jangan kaututup kerai
jendelanya. Sekarang, tolong kautaruh surat-surat dan kertas-kertas itu di meja dekat sini supaya aku
bisa menjangkaunya. Terima kasih. Ambilkan beberapa barang dari rak perapian. Bagus, Watson! Ada
jepitan gula di sana. Tolong angkat kotak gading kecil itu dengan jepitan itu. Taruh sini, dekat kertas-kertas ini. Bagus! Sekarang, kau pergi menjemput Mr. Culverton Smith di Lower Burke
Street 13." Sebenarnya saat itu aku tak ingin pergi menjemput siapa pun, karena Holmes jelas sedang
menderita demam tinggi. Aku takut terjadi sesuatu yang membahayakannya kalau dia kutinggalkan.
Tapi, justru kini dia ngotot untuk diperiksa orang yang namanya disebutkannya, sama ngototnya
dengan ketika tadi dia menolak diperiksa siapa pun.
"Aku belum pemah mendengar nama dokter ini," kataku.
"Mungkin belum, Watson. Kau mungkin heran kalau tahu orang terbaik untuk mengobati
8 penyakitku ini bukanlah dokter, tapi pemilik perkebunan. Mr. Culverton Smith penduduk Sumatra yang
sangat terhormat, yang sedang berkunjung ke London. Berhubung pemah terjadi penyebaran penyakit
ini di perkebunannya, dan tak ada dokter yang mampu mengobati, dia lalu turun tangan sendiri
mempelajari penyakit ini, padahal konsekuensinya sangat berat. Orangnya sangat pintar, dan aku tak
mau kau ke sana sebelum jam enam karena aku tahu dia tak ada di tempat. Kalau kau bisa
membujuknya untuk datang kemari dan mengobatiku berdasarkan eksperimen yang sangat
digemarinya, dia pasti bisa menolongku."
Di sini aku menuliskan kata-kata Holmes dalam satu rangkaian yang tak terputus. Sebenarnya,
kata-kata itu diucapkannya dengan susah payah, terputus-putus, dan dengan penuh penderitaan. Selama
aku menemaninya, keadaannya jadi semakin bumk. Bintik-bintik di wajahnya semakin nyata, matanya
semakin merah, dan keringat dingin membasahi alisnya. Namun sikapnya tetap saja galak. Rasanya,
sekalipun sudah menjelang ajal, dia akan tetap saja suka memerintah.
"Katakan dengan terus terang kepadanya bagaimana keadaanku," dia berpesan. "Katakan
padanya apa yang ada di benakmu bahwa aku sekarat. Sekarat dan demam tinggi. Benar, aku jadi tak
mengerti kenapa seluruh lautan tak hanya berisi tiram, bukankah binatang itu begitu cepatnya
berkembang biak" Ah, bicaraku kacau lagi! Aneh bagaimana otak mengontrol pikiran kita! Aku tadi
lagi ngomong apa, Watson""
"Petunjuk untuk menghadapi Mr. Culverton Smith."
"Ah, ya. Aku ingat sekarang. Hidupku tergantung padanya. Jadi mohonlah kepadanya, Watson.
Kami memang bukan teman baik. Keponakan lelakinya, Watson... mati secara mengerikan, dan aku
mencurigainya. Dia dendam padaku. Tolong, lembutkan hatinya, Watson. Mohonlah dengan sangat
agar dia bersedia datang, apa pun caranya. Dia akan menyelamatkan nyawaku hanya dia!"
"Aku akan membawanya kemari, kalau perlu dengan paksa."
"Jangan begitu, bujuklah dia. Lalu kau pulang saja duluan. Pokoknya cari alasan agar kau tak
kemari bersaman ya. Jangan lupa, Watson, kau pasti tak akan mengecewakanku. Selama ini kau tak
pernah mengecewakanku. Tak heran ada musuh-musuh alamiah yang membatasi berkembang biaknya
binatang-binatang di bumi ini. Aku dan kau, Watson, sudah melaksanakan tugas kita. Berikutnya
biarlah dunia diterjang tiram-tiram, ya" Tidak, tidak, mengerikan sekali! Pokoknya katakan saja apa
9 yang kauketahui." Kutinggalkan dia sementara dia terus menceracau. Kunci kamamya telah diserahkannya
kepadaku, dan ini membuatku lega, karena paling tidak dia tak akan bisa mengunci dirinya dari dalam.
Mrs. Hudson sedang menunggu sambil menangis gemetaran di gang. Ketika aku melangkah
meninggalkan kamarnya, masih kudengar suara Holmes yang melengking tinggi sedang mengoceh tak
menentu. Ketika aku sudah sampai di bawah dan sedang memanggil kereta, seseorang mendatangiku
dalam kabut yang pekat. "Bagaimana keadaan Mr. Holmes, Sir"" tanyanya.
Dia teman lama Holmes, Inspektur Polisi Morton dari Scotland Yard. Dia sedang tak bertugas
dan mengenakan pakaian yang sangat santai.
"Sakit parah," jawabku.
Dia menatapku dengan sikap yang sangat aneh. Menurutku, dia malah tampak sangat gembira.
"Saya memang mendengar dia sedang sakit." Ada kereta datang, jadi aku pun meninggalkan
orang itu. Lower Burke Street ternyata terletak di antara Notting Hill dan Kensington. Rumah-rumah di
jalan ini bagus-bagus. Rumah yang kudatangi berkesan kuno dan anggun. Teralisnya dari besi, pintunya
besar sekali, dan kuningannya berkilauan. Pintu dibuka seorang pelayan pria berwajah serius, yang
kelihatan cocok sekali dengan penampilan keseluruhan rumah itu.
"Ya, Mr. Culverton ada. Anda Dr. Watson. Baik, Sir, saya akan sampaikan kartu nama Anda
kepadanya." Nama dan gelarku ternyata tak menimbulkan kesan bagi Mr. Culverton Smith. Melalui pintu
yang setengah terbuka, aku mendengar suara bernada marah dan tajam.
"Siapa orang ini" Mau apa dia" Aduh, Staples, berapa kali sudah kukatakan agar aku jangan
diganggu kalau sedang melakukan penelitian""
Dengan sabar pelayan itu berusaha menjelaskan.
"Pokoknya, aku tak bisa menemuinya, Staples. Pekerjaanku tak bisa disela begitu saja. Aku tak
10 ada di rumah, katakan saja begitu. Katakan padanya agar kembali ke sini besok pagi kalau dia memang
perlu bertemu denganku."
Lalu terdengar suara pelayan itu menggumamkan sesuatu.
"Well, well, sampaikan sajalah pesanku. Dia boleh kemari besok pagi, atau tidak usah sama
sekali. Pekerjaanku tak bisa diganggu."
Aku teringat pada sahabatku Holmes yang sedang sekarat, sambil menghitung menit-menit
yang berlalu yang seharusnya bisa digunakan untuk menolongnya. Sekarang bukan waktunya untuk
bersikap formal. Nyawanya tergantung pada kesigapanku. Sebelum pelayan itu sempat minta maaf
karena tuannya tak bisa menemuiku, aku berlari melewatinya dan masuk ke kamar tuannya.
Sambil berteriak marah, seorang pria bangkit dari kursinya di samping perapian. Tampak olehku
seraut wajah besar berwarna kekuningan, kasar, dan berminyak. Dagunya berlipat dan lebar. Matanya
yang abu-abu menatapku dengan pandangan marah dan mengancam di balik bulu matanya yang
terjuntai dan berwarna pirang. Kepalanya botak dan besar sekali, namun ketika kulihat bagian tubuhnya
yang lain, aku terheran-heran karena ternyata dia
berperawakan kecil kurus. Bahu dan punggungnya
melengkung seperti orang yang pernah mengidap sakit
rakhitis pada masa kecilnya.
"Ada apa ini"" teriaknya lantang. "Mau apa
Anda nyelonong masuk begini" Kan saya sudah
menyuruh pelayan saya mengatakan saya bersedia
menemui Anda besok pagi!"
"Maafkan saya," kataku, "tapi masalahnya tak
bisa ditangguhkan lagi. Mr. Sherlock Holmes..."
Mendengar aku menyebutkan nama sahabatku,
pria kerempeng itu terperanjat. Kemarahan langsung
menyusut dari wajahnya. Sikapnya menjadi serius dan
waspada. "Anda disuruh kemari oleh Holmes"" tanyanya.
11 "Ya, saya baru saja dari tempatnya."
"Kenapa dia" Bagaimana keadaannya""
"Dia sakit parah. Itulah sebabnya saya datang kemari."
Pria itu mempersilakanku duduk, lalu dia sendiri duduk di kursinya. Saat itulah aku melihat
wajahnya di kaca yang tergantung di atas rak
perapian. Berani sumpah! Dia sedang tersenyum dengan
sinis dan licik. Kutenangkan diriku, anggap saja itu disebabkan oleh kekagetannya atas berita yang
kusampaikan. Sekejap kemudian dia kembali menghadap ke arahku dengan sikap serius.
"Saya ikut prihatin mendengarnya," katanya. "Saya pernah berurusan dengan Mr. Holmes, dan
saya sangat menghargai kemampuan dan sikapnya. Dia itu ahli kriminal amatir, sedangkan saya ahli
penyakit amatir. Penjahat adalah objeknya, sementara bagi saya kuman-kuman. Di sanalah penjara
saya," lanjutnya sambil menunjuk deretan botol dan stoples yang berjejer di sebuah meja di ujung
ruangan. "Di antara jeli-jeli yang sedang saya biakkan itu, terdapat bakteri-bakteri yang sangat
mematikan." "Justru karena pengetahuan Anda yang luar biasa inilah Mr. Holmes ingin menemui Anda. Dia
sangat memuji kehebatan Anda. Dan menurutnya, hanya Anda yang bisa menolongnya."
Pria itu terkejut, sehingga topinya terjatuh ke lantai.
"Kenapa"" tanyanya. "Kenapa Mr. Holmes mengira hanya saya yang bisa menolongnya""
"Karena hanya Anda yang banyak tahu soal penyakit-penyakit dari Timur."
"Tapi bagaimana dia bisa menduga kalau penyakitnya itu berasal dari Timur""
"Karena dalam menjalankan salah satu penyelidikannya, dia harus bergaul dengan pelaut-pelaut
Cina di pelabuhan." Mr. Culverton Smith tersenyum ramah dan memungut topinya.
"Oh, begitu"" katanya. "Saya yakin masalahnya tak terlalu serius sebagaimana yang Anda
takutkan. Sudah berapa lama dia sakit""
"Kira-kira tiga hari."
"Apakah demamnya tinggi sampai dia mengigau""
12 "Kadang-kadang."
"Tut, tut! Kalau begitu cukup serius. Sungguh tak berperikemanusiaan kalau saya tak
menangkapnya. Saya sebetulnya tak suka kalau pekerjaan saya terganggu, Dr. Watson, tapi kali ini jelas
kekecualian. Saya akan datang ke sana sekarang juga bersama Anda."
Aku teringat pesan Holmes.
"Saya masih ada urusan lain," kataku.
"Baiklah. Kalau begitu biar saya ke sana sendiri. Saya punya alamatnya kok. Percayalah, saya
akan sampai di sana paling larnbat setengah jam lagi."
Hatiku pedih ketika aku memasuki kamar Holmes kembali. Aku khawatir jangan-jangan telah
terjadi sesuatu yang tak kuharapkan sementara aku pergi meninggalkannya. Betapa leganya aku karena
ternyata keadaannya malah membaik. Penampilannya segar sebagaimana biasanya, tak tampak tanda-tanda bahwa beberapa saat yang lalu dia sampai mengigau macam-macam. Suaranya memang masih
lemah tapi malah lebih galak dan tajam dari biasanya.
"Well, kau bertemu dengannya, Watson""
"Ya, dia akan segera kemari."
"Hebat, Watson! Hebat! Kau ini utusan paling hebat di seluruh dunia."
"Dia tadinya mau kemari bersamaku."
"Tak bisa begitu, Watson. Jelas tak mungkin. Apakah dia tanya keadaanku""
"Aku bilang kau ketularan penyakit dari orang-orang Cina di daerah West End."
"Tepat sekali! Well, Watson, sebagai sahabat kau telah banyak membantuku. Sekarang kau boleh
mengundurkan diri." "Aku mau menunggu supaya bisa mendengarkan pendapatnya, Holmes."
"Tentu saja. Tapi menurutku pendapatnya akan lebih mudah diutarakannya kalau kami berdua
saja. Di belakang ranjangku masih ada tempat, Watson."
13 "Astaga, Holmes!"
"Maaf, tak ada pilihan lain, Watson. Dalam kamar ini tak ada tempat persembunyian, dan
memang sebaiknya begitu supaya tidak menimbulkan kecurigaan. Tapi di belakang ranjang masih bisa,
Watson." Tiba-tiba dia terduduk kembali di tempat tidurnya dengan ekspresi kaku. "Kudengar suara
kereta, Watson. Cepatlah, sobat, kalau kau sungguh-sungguh mengasihiku! Dan jangan ribut, apa pun
yang terjadi apa pun yang terjadi, kaudengar" Jangan bicara apa-apa! Jangan bergerak! Cuma boleh
nguping." Dalam sekejap kekuatannya hilang, gaya bicaranya yang suka memerintah dan memaksa
berubah menjadi rintihan pelan orang yang sedang demam tinggi.
Dari tempat persembunyian yang terpaksa kutempati, aku mendengar langkah-langkah kaki di
tangga, lalu pintu kamar Holmes dibuka dan ditutup kembali. Aku heran karena tak mendengar apa-apa
selama beberapa saat, kecuali tarikan napas Holmes yang berat. Tentunya sang tamu sedang berdiri di
dekat tempat tidur Holmes sambil menatapnya.
Akhirnya kesunyian yang aneh itu terkuak.
"Holmes!" teriaknya. "Holmes!" Suaranya keras seperti sedang membangunkan orang tidur.
"Kau tak mendengarku, Holmes"" Lalu terdengar dia menggoyang-goyang bahu si sakit dengan keras.
"Andakah ini, Mr. Smith"" bisik Holmes. "Saya tak berani berharap Anda mau datang kemari."
Tamu itu tertawa. "Tentu saja, Holmes." katanya, "tapi kaulihat sendiri, aku di sini. Air tuba dibalas dengan air
susu, Holmes. Air tuba dibalas dengan air susu!"
"Anda baik sekali baik hati sekali. Saya sangat memerlukan pengetahuan khusus Anda."
Tamu kami tertawa sinis. "Memang. Untungnya kaulah satu-satunya orang di London yang memerlukan pengetahuanku.
Kau tahu penyakit apa yang kauderita, Holmes""
"Penyakit yang sama," kata Holmes.
"Ah! Kau tahu gejalanya, ya""
14 "Tahu benar." "Well, aku tak terkejut melihat keadaanmu, Holmes. Aku tak terkejut kalau memang itu yang
kauderita. Kabar buruk bagimu, kalau begitu. Victor meninggal pada hari keempat, padahal dia lebih
muda dan kuat dibandingkan dirimu. Seperti kaukatakan, aneh sekali dia bisa tertular penyakit Asia itu
di jantung kota London penyakit yang justru sedang kupelajari. Kebetulan yang benar-benar aneh,
memang cerdik sekali kau dapat melihat hal itu, Holmes. Tapi salah besar kalau kau menimpakan
kecurigaan padaku." "Saya tahu Andalah yang membunuh pemuda itu!"
"Oh, ya" Well, kau toh tak bisa membuktikannya. Tapi apa maumu sebenarnya menyebarkan
berita-berita tentang aku, lalu merangkak minta bantuanku waktu kau dalam kesulitan. Permainan
macam apa ini, heh""
Aku mendengar napas sahabatku yang memburu. "Air! Saya minta air!" pintanya tersendat.
"Tak lama lagi ajalmu akan tiba, teman, tapi sebelumnya aku perlu bicara padamu. Itulah
sebabnya kuambilkan air minum ini. Nih, jangan sampai tumpah! Nah, begitu. Apakah kau bisa
mengerti apa yang kukatakan""
Holmes mengerang kesakitan.
"Tolonglah saya. Yang sudah, biarlah berlalu," rintih Holmes. "Saya akan melupakan semuanya
saya janji. Tolong obati saya, dan saya akan melupakan semuanya."
"Melupakan apa""
"Kematian Victor Savage. Secara tak langsung telah Anda akui Andalah pembunuhnya. Saya
akan melupakan itu."
"Terserah kau mau melupakan atau mengingatnya. Kau toh tak mampu bersaksi lagi. Kau akan
segera menghadap pengadilan yang lain, Holmes yang budiman, aku yakin akan hal itu. Tak jadi soal
bagiku kau tahu bagaimana keponakanku menemui ajalnya. Kita tidak membicarakan dia, tapi dirimu."
"Ya, ya." "Orang yang datang ke tempatku aku lupa namanya mengatakan kau ketularan penyakit ini
15 di East End di antara para pelaut."
"Hanya itu penyebab yang masuk akal."
"Kau bangga akan kecerdasanmu, Holmes, ya, kan" Kaupikir kau cerdik" Tapi kali ini kau
berhadapan dengan orang yang lebih cerdik darimu. Sekarang, coba kauingat-ingat lagi, Holmes. Tidak
mungkinkah ada cara penularan lain""
"Tidak. Saya tak bisa berpikir lagi. Demi Tuhan, tolonglah saya!"
"Ya, aku akan menolongmu. Aku akan menolongmu agar kau mengerti bagaimana keadaanmu
saat ini dan bagaimana kau bisa jadi begini. Kau perlu tahu ini sebelum ajalmu tiba."
"Tolong beri obat untuk meringankan rasa sakit saya."
"Sakit, ya" Ya, para buruh itu biasa menjerit-jerit menjelang ajal mereka. Rasanya seperti
kejang-kejang, kan""
"Ya, ya, kejang-kejang."
"Pokoknya kau masih bisa mendengar kata-kataku. Sekarang dengarkan baik-baik! Coba
kauingat-ingat peristiwa yang terjadi sebelum kau merasakan gejala-gejala penyakit ini""
"Tidak, tidak, tak ada apa-apa."
"Coba pikir lagi."
"Saya terlalu sakit... tak mampu berpikir."
"Kalau begitu aku akan menolongmu. Apakah ada kiriman via pos untukmu""
"Lewat pos""
"Paket, mungkin."
"Saya mau pingsan Saya akan mati... !"
"Dengar, Holmes!" Kudengar dia mengguncang-guncang temanku yang sedang sekarat, dan
rasanya aku sudah tak tahan lagi untuk tetap bersembunyi.
"Kau harus mendengarkan aku. Kau ingat sebuah kotak terbuat dari gading" Datangnya hari
Sherlock Holmes - Salam Terakhir Sherlock Holmes di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Rabu yang lalu. Kaubuka kotak itu, kan" Ingat""
16 "Ya, ya. Saya buka kotak itu. Di dalamnya ada semacam pegas yang tajam! Lelucon apa itu...""
"Itu bukan lelucon. Nyawamulah bayara
nnya. Kau bodoh, kau mau tahu saja urusan orang, dan
sekarang kena batunya kau! Kalau saja kau tak usil menggangguku, aku tak akan menyakitimu."
"Saya ingat," Holmes tersengal. "Pegas itu! Berdarah. Kotaknya... ada di meja."
"Ya, betul, ini dia! Aku akan membawanya pulang dan lenyaplah sudah bukti terakhir yang kau
cari-cari. Sekarang kau tahu yang sebenarnya, Holmes, akulah yang membunuhmu, dan kau boleh
membawa rahasia itu ke liang kubur. Kau terlalu banyak tahu tentang kematian Victor Savage, jadi
sebaiknya kau menyusul dia. Aku akan duduk di sini dan melihatmu menyongsong ajal."
Holmes membisikkan sesuatu. Suaranya sudah sangat lemah.
"Apa"" kata Smith. "Nyalakan lampu gas" Ah, sudah mulai malam rupanya. Ya, akan
kunyalakan, supaya aku bisa melihatmu dengan lebih jelas."
Dia menyeberangi kamar ini dan menyalakan lampu.
"Ada permintaan lain lagi, sobat""
"Korek api dan rokok!"
Aku hampir saja terlonjak. Suara Holmes normal kembali! Masih agak lemah, mungkin, tapi
aku kenal betul suara itu. Sunyi beberapa saat, kuperkirakan Culverton Smith sedang berdiri kaku
saking terkejutnya, sambil menatap si sakit.
"Apa-apaan ini"" akhirnya kudengar dia berkata, dengan suara kering dan serak.
"Kalau mau berhasil memainkan suatu peran, kita harus sungguh-sungguh menjalaninya," kata
Holmes. "Percayalah, selama tiga hari aku tak makan dan minum, sampai kau berbaik hati
mengambilkanku air. Tapi yang paling menggangguku ialah puasa rokok itu. Ah, ini ada rokok."
Kudengar suara orang memantik korek api. "Ah, aku merasa jauh lebih baik. Halloa! Halloa!
Ada langkah kaki seorang teman rupanya!"
Memang, terdengar langkah-langkah kaki di luar kamar. Lalu pintu kamar Holmes dibuka, dan
masuklah Inspektur Morton.
"Semuanya berlangsung sesuai rencana. Inilah orang yang Anda cari-cari," kata Holmes.
17 Inspektur polisi itu, sebagaimana biasa, membacakan hak-hak tertuduh.
"Saya menangkap Anda dengan tuduhan pembunuhan atas seseorang bernama Victor Savage,"
katanya kemudian. "Dan Anda bisa menambahkan dengan tuduhan percobaan pembunuhan terhadap seseorang
bernama Sherlock Holmes," komentar temanku sambil tergelak. "Saya yang tadi terbaring sakit,
Inspektur, malah tak usah susah-susah mengirimkan sinyal kepada Anda. Mr. Culverton-lah yang
menyalakan lampu gas ini. Ngomong-ngomong, tawanan Anda itu memiliki kotak kecil di kantong
kanan jasnya. Sebaiknya diamankan saja. Terima kasih. Anda perlu menyimpan benda itu baik-baik,
atau titipkan saja di sini. Nanti boleh diambil kalau diperlukan di pengadilan."
Tiba-tiba terdengar suara borgol dibuka, diikuti suara besi membentur sesuatu, lalu teriakan
kesakitan. "Anda hanya menyakiti diri sendiri," kata sang inspektur. "Berdiri saja dengan tenang, bisa
tidak"" Lalu terdengar suara borgol dikunci.
"Jebakan yang jitu!" bentak si tawanan dengan
nyaring. "Kaulah yang akan dipenjarakan, Holmes,
bukan aku. Dia yang memintaku datang kemari untuk
mengobatinya. Aku kasihan padanya, maka aku datang.
Sekarang dia pasti akan berpura-pura aku telah
mengatakan sesuatu yang dikarang-karangnya sendiri
untuk membenarkan kecurigaannya yang gila. Kau
boleh berbohong semaumu, Holmes. Kita lihat saja
kata-kata siapa yang dapat dipercaya."
"Astaga!" teriak Holmes. "Aku betul-betul lupa.
Sobatku Watson, aku mohon beribu-ribu maaf. Aku
sampai lupa akan kehadiranmu! Kau tak perlu
kuperkenalkan kepada Mr. Culverton, kan" Soalnya kau
pemah bertemu dengannya. Apakah ada kereta di
bawah" Aku nanti menyusul setelah ganti pakaian.
18 Kehadiranku mungkin dibutuhkan di kantor polisi."
"Aku sangat membutuhkan ini," kata Holmes sambil menenggak segelas anggur merah Prancis
dan mengunyah beberapa potong biskuit. Semua itu dilakukannya sambil berganti pakaian. "Tapi,
kebiasaan makanku memang tak teratur, sehingga berpuasa seperti ini tak terlalu berat bagiku. Yang
paling penting, aku harus memberi kesan kepada Mrs. Hudson bahwa aku benar-benar sakit payah,
karena dia akan melaporkannya padamu, dan kau pada gilirannya akan lapor pada pria itu. Kau tak
marah, kan, Watson" Aku tahu kau tak punya bakat akting, dan seandainya kau tahu rahasiaku
sebelumnya kau tak akan berhasil. Semua ini kan kulakukan untuk memancing kedatangannya.
Menyadari sifatnya yang pendendam, aku yakin dia akan datang, agar dapat berbangga atas hasil
karyanya." "Tapi penampilanmu, Holmes wajahmu benar-benar mengerikan!"
"Puasa total selama tiga hari penuh jelas tak membuat rupaku jadi tampan, Watson. Tambahan
pula, rias wajah dapat membantu. Dengan mengoleskan vaseline di dahi, belladonna di mata, pemerah
di tulang pipi, dan lilin di bibir, aku mendapatkan efek yang kukehendaki. Ngoceh sedikit tentang koin,
tiram, atau hal lain yang aneh-aneh akan membuat orang mengira aku mengigau karena demam tinggi."
"Tapi kenapa kau tak mengizinkanku mendekatimu" Kau toh tak akan menularkan apa-apa""
"Alasannya jelas, kan, sobatku Watson" Kaukira aku tak menghargai kemampuanmu" Sebagai
dokter yang andal, apakah kau akan percaya aku sekarat kalau ternyata denyut jantung dan suhu
badanku normal" Dalam jarak tiga setengah meter, aku bisa mengelabuimu. Kalau tidak, siapa yang
akan membawa Smith ke dalam jangkauan tanganku"
"Tidak, Watson, aku tak menyentuh kotak itu. Dari samping saja sudah kelihatan pegas yang
tajam bagaikan gigi ular berbisa, yang akan langsung menyengatmu begitu kaubuka kotak itu. Aku
berani mengatakan, melalui alat semacam itulah pemuda Savage yang malang menemui ajalnya. Kau
tentu tahu aku selalu waspada kalau menerima kiriman, apalagi paket. Tapi aku sengaja berpura-pura,
supaya dalam kegembiraannya karena rencananya berhasil, Smith membuka rahasia. Ternyata aku
memang berhasil mendapatkan pengakuannya. Terima kasih, Watson, atas bantuanmu.
"Kini tolong aku mengenakan mantel. Begitu urusan di kantor polisi selesai, rasanya kita perlu
makan besar di Restoran Simpson's."
Salam Terakhir Sherlock Holmes
MISTERI HILANGNYA LADY FRANCES CARFAX "Kenapa harus model Turki"" tanya Sherlock Holmes sambil menatap sepatu botku. Aku sedang
duduk santai di kursi malas, sehingga kakiku yang terjulur menarik perhatiannya yang selalu usil.
"Model Inggris kok," jawabku heran. "Kubeli di Toko Sepatu Latimer's di Oxford Street."
Holmes tersenyum sabar, dengan ekspresi seolah dia sudah capek menghadapiku.
"Maksudku mandi!" katanya. "Mandi! Buat apa mahal-mahal mandi ala Turki, sedangkan
dengan cara biasa juga tubuh sudah segar""
Beberapa hari terakhir ini aku terserang rematik, dan aku merasa tua. Mandi ala Turki bisa
menjadi obat yang menyegarkan dan membersihkan peredaran darah.
"Omong-omong, Holmes," tambahku, "aku yakin ada hubungan antara sepatu botku dan mandi
ala Turki, dan aku akan sangat berterima kasih kalau kau bersedia menjelaskannya."
"Penjelasannya sederhana sekali, Watson," kata Holmes sambil mengejapkan matanya.
"Kesimpulan yang kudapat masih tergolong tingkat yang paling mudah seperti kalau aku menanyakan
dengan siapa kau naik kereta tadi pagi."
"Pengandaian kan bukan penjelasan," kataku dengan agak mendongkol.
"Hidup Watson! Protes yang sangat meyakinkan dan logis. Coba kulihat, hal-hal apa yang
kudapat kan" Yang paling akhir dulu soal kereta. Perhatikan bercak cipratan air di lengan kiri dan
bahu jasmu. Kalau kau tadi duduk di tengah kau tak akan kecipratan. Kalaupun kecipratan, pasti
bekasnya akan berpola simetris. Jadi, jelas kau duduk di salah satu sisi. Karenanya pasti ada orang lain
yang sekereta denganmu."
"Penjelasannya ternyata sederhana, ya."
"Memang." "Tapi mengenai sepatu bot dan mandi ala Turki."
"Itu juga mudah. Kau punya gaya khas kalau mengikat tali sepatu. Kulihat kali ini gayanya lain,
2 karena ada dua lipatan simpul. Jadi pasti orang lainlah yang telah melepaskan dan mengencangkan
ikatan itu kembali. Bisa saja tukang reparasi sepatu, tapi rasanya tak mungkin karena sepatumu masih
baru. Jadi kemungkinannya tinggal pelayan di tempat mandi ala Turki. Tak masuk akal, ya" Tapi, lepas
dari semua itu, aku punya suatu maksud yang berhubungan dengan mandi ala Turki."
"Apa gerangan""
"Kau bilang, kau perlu mandi ala Turki untuk perubahan suasana. Bagaimana kalau aku
mengusulkan perubahan suasana yang betul-betul asyik" Apakah kau berminat pergi ke Lausanne,
sobatku Watson, naik pesawat terbang kelas satu dan semua pengeluaran ditanggung""
"Hebat! Tapi ada urusan apa""
Holmes menyandarkan punggungnya di kursi malas, dan mengambil buku catatan dari kantong
bajunya. "Salah satu jenis manusia yang paling berbahaya di dunia ini," katanya, "adalah wanita yang
menganggur dan tak punya teman. Dia bisa jadi makhluk yang sangat berguna di satu pihak, tapi, di
pihak lain, dia sering menjadi pemicu terjadinya tindak kriminal. Dia tak berdaya. Dia suka berpindah-pindah. Dia punya sarana bepergian dari satu negara ke negara lain, dan dari satu hotel ke hotel lain.
Dia bisa lenyap begitu saja di sekian banyak losmen dan pondokan. Dia bagaikan ayam yang
kebingungan di dunia yang penuh serigala. Kalau diterkam, dia tak akan mampu mengelak. Aku
khawatir telah terjadi sesuatu yang mengerikan terhadap Lady Frances Carfax."
Aku lega ketika pembicaraannya tiba-tiba beralih dari sesuatu yang sangat umum ke sesuatu
yang khusus. Holmes meneliti catatannya.
"Lady Frances," lanjutnya, "adalah satu-satunya keturunan langsung almarhum Earl of Rufton.
Tanah dan gedung milik bangsawan ini, kalau kau masih ingat, semuanya jatuh ke ahli waris pria. Dia
kebagian koleksi perhiasan perak buatan Spanyol, dan berlian yang sangat disukainya sehingga dia tak
mau menyimpan benda itu di bank. Dia membawa perhiasannya ke mana pun dia pergi. Lady Frances
agak pemurung namun cantik; usianya menjelang setengah baya. Hidupnya sekarang agak telantar,
padahal dua puluh tahun yang lalu dia masih menjadi anggota keluarga besar bangsawan."
"Apa yang terjadi padanya""
3 "Ah, apa yang terjadi pada Lady Frances" Dia masih hidup atau sudah mati" Itulah masalah
kita. Dia memiliki kebiasaan-kebiasaan tertentu, dan selama empat tahun, salah satu kebiasaannya ialah
setiap dua minggu sekali menulis surat kepada Miss Dobney, bekas guru lesnya yang sudah pensiun
dan kini tinggal di Camberwell. Miss Dobney inilah yang datang menemuiku. Sudah hampir lima
minggu dia tak menerima kabar dari Lady Frances. Surat terakhirnya dikirim dari Hotel National di
Lausanne. Lady Frances tampaknya sudah meninggalkan hotel itu, tapi dia tak memberitahukan ke
mana dia pergi. Sanak familinya mencemaskannya, dan karena mereka sangat kaya, biaya tak jadi
masalah bagi mereka asalkan kita bisa menjernihkan masalah ini."
"Apakah Miss Dobney merupakan satu-satunya sumber informasi" Tentunya Lady Frances tak
hanya menulis surat kepadanya, kan""
"Ada satu pihak lain yang pasti sering dikirimi surat oleh Lady Frances, Watson, yaitu bank
tempatnya membuka rekening. Wanita-wanita yang hidup sendirian kan perlu menghidupi dirinya, dan
buku rekening banknya bisa menjadi buku harian yang padat informasi. Dia punya rekening di Bank
Silvester's. Aku sudah memeriksa rekeningnya. Cek kedua terakhir menunjukkan pembayaran di
Lausanne. Jumlahnya sangat besar, sehingga mungkin saat ini dia membawa uang tunai dalam jumlah
yang lumayan. Sesudah itu hanya ada satu cek yang dikeluarkannya."
"Untuk siapa, dan di mana""
"Untuk Miss Marie Devine. Tak ketahuan di mana cek itu dikeluarkan. Cek itu diuangkan di
Credit Lyonnais di Montpelier kira-kira tiga minggu yang lalu. Jumlahnya lima puluh pound."
"Dan siapakah Miss Marie Devine itu""
"Itu pun sudah kuselidiki Miss Marie Devine mantan pelayan Lady Frances Carfax. Belum jelas
kenapa dia memberinya cek ini. Tapi aku yakin penyelidikan-penyelidikan yang kaulakukan akan
menjernihkan hal itu."
"Penyelidikan-penyelidikan yang kau lakukan""
"Maksudku kaulah yang akan pergi ke Lausanne untuk melakukan penyelidikan sekaligus
memulihkan kesehatanmu. Kau tahu aku tak mungkin meninggalkan London, sementara Tuan dan
Nyonya Abraham yang sudah tua menghadapi teror yang mengancam jiwa mereka. Tambahan pula,
sebaiknya aku memang tidak ke luar negeri. Scotland Yard akan sunyi tanpa kehadiranku, dan para
4 penjahat akan bersorak kegirangan kalau aku pergi. Jadi kau pergilah, sobatku Watson, dan kalau kau
butuh berkonsultasi denganku silakan kirim telegram. Akan kunantikan telegrammu siang dan malam."
Dua hari kemudian, aku sudah berada di Hotel National di Lausan
ne. Aku diterima dengan sangat ramah oleh manajernya yang sangat terkenal, M. Moser. Dia memberitahuku bahwa Lady
Frances pernah tinggal di situ selama beberapa minggu. Wanita itu sangat disukai orang-orang yang
ditemuinya. Usianya sekitar empat puluh. Dia masih cantik, dan melihat penampilannya, dia pastilah
sangat cantik pada masa mudanya. M. Moser tak tahu menahu tentang perhiasan berharga yang dimiliki
wanita itu, tapi menurut para pelayan hotel, dia membawa koper yang sangat berat yang selalu
dikuncinya dengan saksama. Marie Devine, pelayan wanitanya, juga populer. Dia bertunangan dengan
kepala pelayan di hotel ini, sehingga tak susah mendapatkan alamatnya. Dia tinggal di Rue de Trajan
Nomor 11, Montpelier. Aku mencatat semua ini, dan merasa Holmes pun tak lebih cekatan dalam
mengumpulkan informasi dibandingkan dengan apa yang kini kudapatkan.
Ada satu celah yang masih gelap. Aku tak mendapatkan gambaran mengapa wanita itu tiba-tiba
meninggalkan hotel. Dia senang tinggal di Lausanne, dan tampaknya dia sebenarnya bermaksud tinggal
di kamar hotelnya yang mewah dan menghadap ke danau sepanjang musim ini. Kenyataannya, dia tiba-tiba pergi, dan memberitahukan rencananya kepada pihak hotel hanya sehari sebelumnya, padahal dia
sudah membayar penuh sewa kamar untuk minggu itu. Hanya Jules Vibart, tunangan pelayan wanita
itu, yang punya dugaan. Dia menghubungkan kepergian Lady Frances dengan kehadiran seorang pria
jangkung berkulit gelap dan berjanggut di hotel itu sehari atau dua hari sebelumnya.
"Menakutkan... sangat menakutkan!" teriak Jules Vibart. Pria itu menyewa kamar di kota ini.
Dia terlihat pernah berbincang-bincang serius dengan Lady Frances di jalanan di samping danau. Lalu
dia menelepon Lady Frances, tapi wanita itu tak mau menemuinya. Pria itu orang Inggris, tapi tak ada
yang tahu namanya. Sesudah itu Lady Frances langsung meninggalkan hotel. Jules Vibart, dan yang
lebih penting tunangannya, mengira kepergian Lady Frances disebabkan telepon itu. Hanya Jules tak
mengungkapkan satu hal, yaitu mengapa Marie berhenti bekerja. Dia tak mau atau tak bisa
menjelaskan. Kalau mau tahu, aku harus menemui Marie di Montpelier.
Begitulah akhir bagian pertama penyelidikanku. Bagian kedua adalah mencari tahu ke mana
5 perginya Lady Frances setelah meninggalkan Lausanne. Tampaknya tempat tujuan Lady Frances
sengaja dirahasiakan, sehingga aku jadi lebih yakin dia berniat menghilangkan jejaknya dari incaran
seseorang. Kupikir itu pulalah sebabnya kopernya tak diberi label. Wanita itu bersama kopernya tiba di
Baden dengan mengambil jalan memutar informasi ini kudapatkan dari manajer kantor Cook's
setempat. Aku pun berangkat ke Baden setelah mengirim kabar tentang perkembangan penyelidikanku
kepada Holmes, dan menerima jawaban darinya dalam bentuk pujian yang bernada humor.
Di Baden, aku tak mengalami kesulitan mencari jejak Lady Frances. Dia sempat menginap di
EngHscher Hof selama dua minggu. Ketika itulah dia berkenalan dengan seorang misionaris Amerika
Selatan, Dr. Shlessinger, dan istrinya. Sebagaimana umumnya wanita-wanita yang kesepian, Lady
Frances menemukan penghiburan dan kesibukan dalam kegiatan agama. Dr. Shlessinger sangat
simpatik, pengabdiannya sepenuh hati, dan dia baru saja sembuh dari sakit parah yang dideritanya
sementara menjalankan pelayanannya. Semuanya ini sangat menggugah hati Lady Frances. Dia
menolong Mrs. Shlessinger merawat misionaris yang dalam proses penyembuhan itu. Dr. Shlessinger
sedang membuat peta Tanah Suci, dengan referensi khusus tentang Kerajaan Midian yang ditulisnya
dalam bentuk monografi. Akhirnya, ketika kesehatannya sudah pulih, dia dan istrinya kembali ke
London, dan Lady Frances pun ikut. Ini terjadi tiga minggu yang lalu, dan sejak itu manajer hotel tak
mendengar berita apa-apa lagi tentang dia. Pelayan wanita Lady Frances, Marie, telah meninggalkan
hotel itu beberapa hari sebelumnya sambil menangis tersedu-sedu. Ia mengatakan kepada pelayan-pelayan yang lain bahwa dia telah berhenti bekerja. Dr. Shlessinger melunasi biaya rombongan itu
sebelum dia berangkat. 6 "Omong-omong," kata man
ajer itu sebagai penutup, "Anda bukan satu-satunya teman Lady
Frances Carfax yang bertanya. Kira-kira seminggu yang lalu, ada seorang pria yang kemari."
"Anda tahu siapa namanya""
"Tidak, tapi dia orang Inggris, walaupun sosoknya agak tak biasa."
"Menakutkan"" tanyaku, teringat pada penuturan kepala pelayan di Lausanne.
"Tepat sekali. Pria itu tinggi besar, berjanggut, dan berkulit gelap. Kelihatannya dia lebih cocok
berada di peternakan daripada di hotel bagus. Menurut saya, orangnya kasar dan kejam."
Misteri yang kutangani mulai terkuak dengan sendirinya. Lady Frances, wanita yang baik dan
saleh, ternyata dikejar-kejar seorang lelaki jahat yang tak kenal menyerah. Jelas wanita itu sangat
ketakutan; kalau tidak, dia tak akan melarikan diri dari Lausanne. Tapi orang yang mengejarnya tetap
membuntutinya. Cepat atau lambat, orang itu akan berhasil menemukannya. Apakah dia sudah
menemukannya" Itukah sebabnya tak ada kabar berita lagi tentang Lady Frances" Dapatkah kawan-kawannya suami-istri misionaris itu melindunginya dari ancaman pria bertampang kejam itu"
Maksud dan rencana apa yang terselubung di balik pengejaran yang tak henti-hentinya ini" Inilah
masalah yang harus kupecahkan.
Aku mengirim telegram kepada Holmes mengabarkan bahwa aku telah menemukan akar
permasalahannya. Holmes membalas telegramku, memintaku memberikan penjelasan tentang telinga
kiri Dr. Shlessinger. Guyonan Holmes memang kadang kadang aneh, jadi aku tak mengacuhkan
permintaannya. Lagi pula telegramnya baru kuterima di Montpelier, ketika aku sibuk melacak mantan
pelayan Lady Frances. Aku tak mengalami kesulitan menemukan gadis itu, dan dia pun langsung menceritakan semua
yang ingin kuketahui. Gadis itu jelas pelayan yang setia. Dia berhenti bekerja karena yakin nyonyanya
telah mendapatkan teman seperjalanan yang baik, dan karena dia sendiri akan segera menikah. Dia
mengakui sang nyonya memang agak jengkel kepadanya ketika mereka berada di Baden, dan pernah
sekali Lady Frances menanyainya macam-macam seolah-olah curiga atas kejujurannya. Hal ini malah
membuatnya merasa lebih ringan ketika harus meninggalkan sang nyonya. Lady Frances memberinya
lima puluh pound sebagai hadiah pernikahan. Seperti aku, Marie juga sangat curiga kepada orang asing
yang membuat nyonyanya pergi dari Lausanne. Dia melihat sendiri ketika pria itu mencengkeram
7 pergelangan tangan Lady Frances di pinggir danau. Pria itu bertampang kejam dan mengerikan. Dia
yakin ketakutanlah yang mendorong Lady Frances menerima tawaran suami-istri Shlessinger untuk
Sherlock Holmes - Salam Terakhir Sherlock Holmes di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bersama-sama berangkat ke London. Nyonyanya tak pernah membicarakan hal itu, tapi dari gerak-geriknya jelas terlihat dia gelisah. Kisah gadis itu sampai di sini, ketika tiba-tiba dia berdiri dari
kursinya. Ekspresinya kaget dan takut.
"Lihat!" teriaknya. "Bajingan itu ada di sini!"
Lewat jendela ruang tamu, aku melihat seorang pria berkulit gelap yang tinggi besar, dengan
janggut hitam yang kasar. Dia berjalan pelan-pelan sambil melongok ke nomor-nomor rumah di
sekitarnya. Rupanya dia juga sedang melacak mantan pelayan Lady Frances. Dengan spontan aku
berlari ke luar. "Anda orang Inggris, kan"" tanyaku.
"Kalau ya, memangnya kenapa"" tanyanya dengan pandangan marah yang memancarkan ke
kejaman. "Boleh tahu nama Anda""
"Tidak! Tidak boleh," jawabnya ketus.
Situasinya tak menguntungkan, tapi jalan pintas kadang-kadang besar manfaatnya.
"Di mana Lady Frances Carfax"" tanyaku.
Dia menatapku dengan kaget.
"Kauapakan dia" Mengapa kau mengejarnya" Aku minta jawaban sekarang juga," perintahku.
Pria itu menggeram dan menerkamku bagaikan singa. Aku sudah sering berkelahi, tapi
cengkeraman pria itu sekuat besi dan kemarahannya benar-benar memuncak. Tangannya mencekik
leherku dan aku hampir pingsan dibuatnya. Tiba-tiba seorang buruh Prancis berkemeja biru berlari
terbirit-birit ke arahku dari restoran di seberang jalan. Ia memukulkan tongkatnya ke lengan pria yang
menyerangku, sehingga aku terbebas dari cekikannya. Dia terperangah dan ragu-ragu sejenak, lalu
dengan penuh kemarahan meninggalkanku, masuk ke rumah yang baru saja kukunjungi. Aku menol
eh untuk mengucapkan terima kasih kepada orang yang telah menolongku, yang berdiri tak jauh dariku.
8 "Well, Watson," katanya, "tindakanmu ceroboh
sekali. Sebaiknya kau kembali ke London bersamaku
malam ini juga." Satu jam kemudian, setelah berpakaian dan
bersikap sebagaimana biasanya, Sherlock Holmes duduk
di hadapanku di kamar hotel. Dia menjelaskan mengapa
tiba-tiba muncul dan bahkan sempat menyelamatkan
jiwaku. Urusannya di London sudah beres, maka dia
menyusulku sambil menyamar sebagai buruh.
"Penyelidikanmu betul-betul konsisten
kaulaksanakan, sobatku Watson," katanya. "Tak ada satu
langkah pun yang keliru. Tujuannya memang untuk
menimbulkan kesiagaan di mana-mana, tapi, tak
menghasilkan apa-apa."
"Seandainya kau yang melakukan penyelidikan
ini, hasilnya pun belum tentu lebih baik," jawabku
dengan mendongkol. "Itu tak perlu dipertanyakan lagi. Hasil penyelidikanku memang lebih baik. Ini dia, the Hon.
Philip Green, yang barangkali bisa menjadi langkah awal penyelidikan yang lebih berhasil."
Sebuah kartu nama diantarkan kepada kami, diikuti bajingan berjanggut yang tadi menerkamku
di jalanan. Dia terkejut ketika melihatku.
"Apa-apaan ini, Mr. Holmes"" tanyanya. "Saya menerima surat Anda, lalu saya datang kemari.
Tapi apa hubungan orang ini dengan kasus kita""
"Perkenalkan rekan kerja dan sahabat saya, Dr. Watson, yang membantu kita dalam masalah
ini." Pria itu mengulurkan tangannya yang besar dan berwarna gelap karena terbakar sinar matahari,
sambil menggumamkan beberapa kata permintaan maaf.
9 "Saya harap Anda tak terluka. Anda tadi menuduh saya telah melukai Lady Frances sehingga
saya naik pitam. Sungguh, tingkah laku saya sangat menakutkan akhir-akhir ini. Saraf saya tegang,
saya tak mampu lagi menanggung semua ini. Tapi saya benar-benar penasaran Mr. Holmes, bagaimana
Anda tahu tentang diri saya""
"Saya menghubungi Miss Dobney, mantan guru Lady Frances."
"Susan Dobney tua yang selalu memakai topi kuno! Saya masih ingat dia."
"Dia pun masih ingat Anda. Waktu itu Anda belum berangkat ke Afrika Selatan."
"Ah, kalau begitu Anda tahu semuanya tentang saya. Saya tak perlu menyembunyikan apa pun.
Saya bersumpah, Mr. Holmes, saya mencintai Lady Frances dengan segenap hati saya. Dulu saya
memang pemuda yang urakan, sedangkan pikiran Frances masih sangat murni. Dia tidak bisa
menerima tindakan apa pun di luar norma-norma yang berlaku. Jadi, ketika mendengar tingkah polah
saya di luaran, dia memutuskan hubungan dengan saya. Tapi dia tetap mencintai saya itulah anehnya!
Begitu besar cintanya kepada saya sehingga dia tak mau menikah dengan pria lain. Kini belasan tahun
telah berlalu, saya berhasil mengumpulkan uang selama bekerja di Barberton. Saya berniat mencarinya
dan melunakkan hatinya. Saya mendengar dia masih belum menikah. Akhirnya saya temukan dia di
Lausanne, dan saya berusaha melunakkan hatinya dengan segala cara. Rasanya, hatinya menjadi agak
lunak, tapi kemauannya tetap keras. Ketika saya meneleponnya lagi, dia telah meninggalkan kota itu.
Saya mengejarnya ke Baden, lalu saya mendengar pelayan wanitanya tinggal di sini. Saya memang pria
yang kasar, karena baru saja kembali dari kehidupan yang keras, dan ketika Dr. Watson berbicara
kepada saya seperti itu, saya jadi mata gelap. Tapi, demi Tuhan, tolong katakan kepada saya apa yang
telah terjadi terhadap Lady Frances."
"Itulah yang hendak kami cari jawabnya," kata Sherlock Holmes dengan serius. "Di mana
alamat Anda di London, Mr. Green""
"Hotel Langham."
"Kalau begitu, saya sarankan Anda kembali saja ke sana dan bersiagalah kalau-kalau kami
memerlukan Anda. Saya tak ingin memberikan harapan-harapan yang belum jelas, tapi Anda boleh
yakin kami akan berupaya semaksimal mungkin demi keselamatan Lady Frances. Ini kartu nama kami
kalau-kalau Anda perlu menghubungi kami. Nah, Watson, kemasilah barang-barangmu sementara aku
10 mengirim telegram kepada Mrs. Hudson, agar dia menyiapkan makan malam istimewa bagi dua
pengembara kelaparan pada jam setengah delapan besok malam."
Sebuah telegram telah menanti ketika kami tiba di kamar kami di Baker Street. Holmes
membacanya de ngan penuh semangat, lalu melemparkannya kepadaku. Bergerigi atau terbelah-belah,
begitu bunyi telegram yang dikirim dari Baden.
"Apa artinya"" tanyaku.
"Segalanya-galanya," jawab Holmes. "Kau pasti ingat ketika aku bertanya tentang bentuk
telinga kiri Dr. Shlessinger. Pertanyaan yang aneh, ya" Kau tak membalas telegramku."
"Waktu itu aku sudah meninggalkan Baden, jadi tak sempat cari tahu tentang hal itu."
"Tepat. Itulah sebabnya aku lalu mengirim salinan telegram itu ke Manajer Englischer Hof, dan
beginilah jawabannya."
"Apa maksudnya""
"Maksudnya, sobatku Watson, kita berurusan dengan seseorang yang sangat lihai dan
berbahaya. Pendeta Dr. Shlessinger, misionaris dari Amerika Selatan itu, ternyata Holy Peters, salah
satu bandit yang sangat tersohor di Australia. Keahlian khususnya ialah memperdaya wanita-wanita
yang kesepian dengan menggugah perasaan keagamaan mereka. Dan yang mengaku sebagai istrinya,
wanita Inggris bernama Fraser, adalah komplotannya. Ciri khas taktiknya membuatku mengenalinya,
dan ciri fisiknya ini dia pernah berkelahi di sebuah bar di Adelaide pada tahun 1889 dan telinganya
digigit lawannya menguatkan kecurigaanku. Wanita malang ini berada di tangan pasangan yang
berbahaya, yang tega melukai orang tanpa alasan apa pun, Watson. Ada kemungkinan Lady Frances
sudah mati. Kalau tidak, dia pasti dikurung, sehingga tak bisa menulis surat kepada Miss Dobney atau
teman-temannya yang lain. Ada dua kemungkinan, dia dibawa ke London atau ke tempat lain. Rasanya
alternatif kedua kecil sekali kemungkinannya karena tak mudah bagi orang asing berkeliaran di negeri
ini tanpa sepengetahuan polisi Inggris yang ketat itu. Jadi menurutku, dia masih berada di London, tapi
karena saat ini kita tak tahu tepatnya di mana, kita hanya bisa mengambil langkah-langkah yang jelas,
makan malam dulu, dan berpikir dengan tenang sesudahnya. Nanti malam, aku mau jalan-jalan dan
menemui Lestrade di Scotland Yard."
Ternyata baik Holmes maupun Lestrade tak punya informasi yang bisa menjernihkan misteri
11 ini. Ketiga orang yang kami cari itu bagaikan raib begitu saja di antara berjuta-juta penduduk London.
Kami memasang iklan. Tak ada hasil. Kami melacak petunjuk-petunjuk yang kami terima. Tak ada
hasil. Semua sarang penjahat yang mungkin disinggahi Shlessinger kami selidiki. Tak ada hasil. Kami
mengawasi semua teman lama Shlessinger. Tak ada yang berhubungan dengannya. Tiba-tiba, setelah
seminggu penuh tegang karena tak menghasilkan apa-apa, kami menemukan secercah cahaya. Sebuah
liontin perak yang sangat indah dengan desain Spanyol kuno telah digadaikan di rumah gadai
Bevington di Westminster Road. Penggadainya seorang pria tinggi besar yang berpenampilan rapi.
Nama dan alamatnya jelas palsu. Pemilik rumah gadai tak memperhatikan bentuk telinga pria itu, tapi
dari penuturannya jelaslah si pegawai adalah Shlessinger.
Teman baru kami yang tinggal di Hotel Langham telah tiga kali mengunjungi kami untuk
menanyakan perkembangan kasus ini. Kunjungan ketiga dilakukannya sejam setelah perkembangan
baru yang kami temukan. Philip Green tampak jauh lebih kurus, pakaiannya kedodoran. Kecemasan
benar-benar telah menggerogotirrya. "Kalau saja Anda memberi suatu tugas yang bisa saya lakukan!"
begitu terus teriaknya. Akhirnya Holmes mengabulkan permintaannya.
"Shlessinger mulai menggadaikan perhiasan. Kita akan menangkapnya sekarang."
"Apakah ini berarti telah terjadi sesuatu terhadap Lady Frances""
Holmes menggeleng dengan sangat lemah.
"Seandainya mereka menawannya sampai kini, jelas mereka tak akan sedetik pun
melepaskannya, karena itu berarti kehancuran mereka. Kita harus bersiap menghadapi hal yang paling
buruk." "Apa yang bisa saya lakukan""
"Pasangan ini tak pernah melihat Anda, kan""
"Tidak." "Dia mungkin akan pergi ke rumah gadai lain. Bila demikian, kita harus mulai melakukan
pelacakan. Di samping itu, dia telah mendapatkan harga yang bagus tanpa ditanyai macam-macam di
rumah gadai Bevington, jadi dia mungkin akan kembali ke sana. Saya akan menulis surat kepada
pemilik rumah gadai itu, supaya Anda diizinkan menunggu di situ. Kalau pria itu
datang, buntuti dia. 12 Tapi jangan bertindak sembrono, dan yang paling penting tak boleh terjadi kekerasan. Saya percaya
Anda tak akan mengambil langkah apa pun tanpa sepengetahuan dan seizin saya."
Selama dua hari tak ada berita dari the Hon. Philip Green. (Aku lupa menyebutkan bahwa dia
putra laksamana terkenal bernama serupa yang memimpin Armada Laut Azof pada waktu Perang
Krim.) Pada malam ketiga dia berlari ke tempat kami, mukanya pucat, badannya gemetaran, seluruh
ototnya bergetar karena menahan emosi.
"Kita bisa menangkap dia! Kita bisa
menangkap dia!" teriaknya.
Begitu bersemangatnya dia sehingga
kata-katanya tak terdengar dengan jelas.
Holmes menenangkannya, dan
mendudukkannya di kursi malas.
"Ayo, langsung saja, berikan
perintah untuk segera bertindak,"
katanya. "Kali ini yang datang sang istri.
Baru sejam yang lalu. Dia membawa
pasangan liontin yang sebelumnya.
Wanita itu jangkung, pucat, dan matanya
seperti mata musang."
"Benar," kata Holmes.
"Ketika dia meninggalkan rumah gadai, saya mengikutinya. Dia menelusuri Kennington Road,
dan saya terus menguntit di belakangnya. Lalu dia pergi ke yayasan pemakaman, Mr. Holmes."
Sobatku terlonjak. "Lalu"" tanyanya dengan suara lantang yang menunjukkan gejolak jiwa di
balik wajahnya yang dingin dan tenang.
"Dia berbicara dengan pengurus yayasan. 'Terlambat,' saya dengar dia berkata. Si pengurus lalu
meminta maaf, 'Seharusnya sudah tiba sebelum ini. Memakan waktu lebih lama karena tak seperti
biasanya.' Kedua wanita itu berhenti berbicara lalu melihat ke arah saya, sehingga saya pura-pura tanya
ini-itu sebelum meninggalkan tempat itu."
13 "Anda telah melaksanakan tugas dengan baik. Apa yang terjadi kemudian""
"Wanita itu keluar, sementara saya bersembunyi di balik pintu. Saya rasa dia curiga, karena dia
menoleh-noleh ke sekeliling. Dia lalu memanggil kereta. Saya beruntung langsung mendapatkan kereta
juga sehingga bisa membuntutinya. Akhirnya dia turun di Poultney Square Nomor 36, Brixton. Saya
menyuruh kusir melaju terus, dan baru turun dari kereta setelah membelok di ujung jalan. Saya lalu
mengamati rumah itu."
"Anda melihat seseorang di rumah itu""
"Semua jendelanya gelap, kecuali satu yang terletak di lantai bawah. Kerai jendelanya tertutup,
dan saya tak bisa melihat ke dalam. Jadi, saya berdiri saja sambil bertanya-tanya apa yang akan saya
lakukan selanjutnya. Pada saat itulah ada mobil van yang tertutup berhenti di depan rumah itu. Dua pria
turun dari van itu, lalu mengeluarkan sesuatu dari mobil mereka. Mereka menggotong barang itu
memasuki rumah, dan ternyata yang mereka bawa peti mati."
"Ah!" "Hampir saja saya menerobos masuk. Pintu rumah itu dibuka untuk memberi jalan bagi kedua
orang itu. Ketika itulah wanita tadi melihat saya, dan saya rasa dia mengenali saya. Dia tampak
terkejut, dan dengan cepat menutup pintu. Saya ingat janji saya kepada Anda, jadi saya langsung
kemari." "Anda telah melakukan tugas Anda dengan baik sekali," kata Holmes sambil menuliskan
beberapa kata di secarik kertas. "Kita tak bisa berbuat apa-apa tanpa surat geledah, dan Andalah yang
paling pantas menyerahkan catatan ini ke pihak yang berwajib untuk mendapatkan surat geledah yang
kita butuhkan. Anda mungkin akan mengalami kesulitan, tapi menurut saya kesaksian Anda tentang
penggadaian perhiasan itu cukup kuat. Lestrade akan mengurus semua detailnya."
"Tapi mereka mungkin akan membunuhnya sementara ini. Apa maksud peti mati itu kalau
bukan untuk Lady Frances""
"Kami akan berusaha sebaik mungkin, Mr. Green. Jangan buang-buang waktu. Percayakan yang
lainnya kepada kami. Sekarang, Watson," tambahnya begitu klien kami sudah pergi, "dia akan
bertindak bersama yang berwajib, sedangkan kita, sebagaimana biasa, akan bertindak dengan cara kita
sendiri. Situasinya begitu genting sehingga kita harus yakin akan langkah-langkah kita. Tak boleh
14 buang-buang waktu sedetik pun, ayo segera berangkat ke Poultney Square."
"Mari kita menyusun kembali situasinya," katanya dalam perjalanan kami melewati Gedung
Parlemen dan Jembatan Westminster. "Pasangan penjahat ini membawa Lady Frances ke London,
set elah memisahkan dia dari pelayannya yang setia. Kalaupun wanita itu sempat menulis surat,
suratnya tak pernah mereka kirim. Melalui komplotannya yang lain, mereka berhasil menyewa rumah.
Begitu masuk ke rumah itu, mereka menyekapnya, dan merampas perhiasan yang sejak dulu mereka
incar. Mereka sudah berhasil menjual sebagian dari perhiasan itu dengan aman, karena mereka pikir tak
ada orang yang memedulikan nasib wanita itu. Kalau dibebaskan, wanita itu akan menjadi saksi mata
kejahatan mereka. Tapi mereka pun tak mungkin menyekapnya selamanya. Jadi, mereka merencanakan
membunuhnya." "Jelas sekali."
"Sekarang kita akan memperhatikan pertimbangan lain. Kalau kau punya dua pemikiran secara
bersamaan, Watson, kau akan memperoleh titik temu mendekati kebenaran. Sekarang kita akan
memulai penyelidikan bukan dari Lady Frances, tapi dari peti mati itu, lalu menarik kesimpulan secara
mundur. Kurasa, peti mati itu jelas menunjukkan Lady Frances telah mati. Maka tentunya diperlukan
surat keterangan kematian dari dokter dan upacara penguburan. Kalau wanita itu jelas-jelas dibunuh,
mereka pasti akan menguburnya begitu saja di taman belakang rumah itu. Tapi mereka ternyata
membeli peti mati dan mengurus segalanya secara terbuka. Apa artinya itu" Barangkali mereka telah
membunuhnya sedemikian rupa sehingga dokter yang memeriksa tertipu, kemudian menyimpulkan
kematian wanita itu disebabkan hal-hal yang alamiah keracunan, misalnya. Tapi rasanya tak mungkin
mereka mengizinkan dokter mendekati Lady Frances, kecuali kalau dokter itu komplotannya ini pun
kemungkinannya kecil sekali."
"Mungkinkah mereka memalsukan surat keterangan dokter itu""
"Berbahaya, Watson, sangat berbahaya. Tidak, sangat kecil kemungkinannya mereka berani
bertindak demikian. Berhenti sebentar, Pak Kusir! Di sinilah tempat yayasan pemakaman itu, setelah
lewat rumah gadai. Kau saja yang masuk, Watson. Penampilanmu lebih meyakinkan. Tanyakan jam
berapa akan dilaksanakan pemakaman di Poultney Square besok pagi."
Pengurus yayasan memberikan informasi tanpa ragu-ragu. Pemakaman akan dilaksanakan
15 pukul delapan pagi besok.
"Nah, kan, Watson, tak ada yang disembunyikan; semuanya biasa-biasa saja! begitu juga surat-surat kematian yang diperlukan, pasti sudah beres semua, sehingga tak ada yang perlu mereka takutkan.
Well, yang bisa kita lakukan hanyalah penyerangan secara langsung. Kau bawa senjata""
"Cuma tongkat!"
"Well, well, itu pun sudah cukup kuat. 'Orang yang berkelahi demi kebenaran akan mendapat
kekuatan tiga kali lipat dari senjata yang dimilikinya.' Kita tak bisa menunggu polisi, atau menunggu
hukum menuntaskan masalah ini. Tolong lebih cepat, Pak Kusir. Sekarang, Watson, kita berdua akan
mengadu untung seperti biasanya."
Dengan keras ditekannya bel sebuah rumah besar yang gelap di tengah Poultney Square. Pintu
langsung terbuka, dan di hadapan kami berdiri seorang wanita jangkung.
"Mau apa kalian"" tanyanya ketus sambil menatap kami dalam kegelapan.
"Saya ingin ketemu dengan Dr. Shlessinger," kata Holmes.
"Tak ada yang bernama Dr. Shlessinger di sini," jawabnya sambil berusaha menutup pintu, tapi
Holmes menghalanginya dengan kakinya.
"Pokoknya saya mau ketemu dengan orang yang tinggal di sini, siapa pun namanya," kata
Holmes dengan teguh. Wanita itu ragu-ragu, lalu merabuka pintu lebar-lebar. "Kalau begitu, masuklah!" katanya. "Tak
ada yang ditakuti suami saya." Dia menutup pintu depan itu, dan membawa kami ke ruang tamu. Dia
menghidupkan lampu gas sebelum meninggalkan kami. "Mr. Peters akan segera menemui Anda,"
katanya. Kami belum sempat melongok-longok ke sekeliling ruangan yang penuh debu dan ngengat ini
Sherlock Holmes - Salam Terakhir Sherlock Holmes di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ketika pintu terbuka, dan seorang pria tinggi besar berjalan memasuki ruangan dengan langkah-langkah
ringan. Pria itu berkepala botak dan berjanggut rapi. Wajahnya lebar kemerahan, pipinya menggantung,
dan penampilannya tampak ramah walaupun mulutnya memancarkan kekejaman dan kelicikan.
"Pasti telah terjadi kekeliruan, Tuan-tuan," katanya dengan tenang. "Saya yakin Anda salah
alamat. Jika Anda terus ke sebelah sana, Anda mungkin..."
16 "Sudahlah, kami tak punya
banyak waktu," kata sahabatku dengan tegas. "Nama Anda Henry
Peters, asal dari Adelaide, mantan Pendeta Dr. Shlessinger, dari Baden dan Amerika Selatan. Saya
yakin akan hal ini sebagaimana saya yakin nama saya sendiri Sherlock Holmes."
Peters, begitulah sebaiknya kupanggil dia, tampak agak terkejut. Dia menatap orang yang
memburunya dengan tajam "Saya kira nama Anda tak membuat saya takut, Mr. Holmes," katanya
dengan dingin. "Kalau hati nurani seseorang begitu entengnya, Anda tak bisa menggertaknya. Ada
urusan apa sampai Anda datang ke tempat saya""
"Saya ingin tahu apa yang telah Anda lakukan terhadap Lady Frances Carfax yang telah Anda
ajak bergabung sejak dari Baden."
"Saya justru yang akan senang kalau Anda bisa mengatakan kepada saya di mana wanita itu
berada," Peters menjawab. "Ada tagihan sejumlah hampir seratus pound yang harus dibayarnya, sedang
dia hanya meninggalkan sepasang liontin yang tak seberapa harganya. Dia sendiri yang ingin
bergabung dengan Mrs. Peters dan saya di Baden memang saya pakai nama lain waktu itu dan dia
terus bersama kami sampai di London. Saya yang menanggung semua biaya perjalanannya. Begitu
sampai di London, dia menghilang, dan sebagaimana saya katakan, dia hanya meninggalkan perhiasan
kunonya sebagai pembayar utangnya. Kalau Anda bisa menemukan wanita itu, Mr. Holmes, saya akan
sangat berutang budi."
"Saya memang bermaksud menemukannya," kata Sherlock Holmes. "Saya akan geledah rumah
ini sampai saya menemukannya."
"Mana surat izin geledah Anda""
Holmes mengeluarkan pistol dari sakunya. "untuk sementara inilah izin geledah yang saya
miliki, yang lebih sah akan segera menyusul."
"Anda perampok kalau begitu."
"Terserah apa penilaian Anda," kata Holmes dengan gembira. "Rekan saya ini juga penjahat
yang berbahaya, dan kami berdua akan menjarah rumah ini."
Lawan kami membuka pintu.
"Panggil polisi, Annie!" katanya. Terdengar gemeresik gaun wanita di gang, dan pintu depan
17 dibuka lalu ditutup lagi.
"Waktu kita amat sempit, Watson,"
kata Holmes. "Jangan coba-coba menghalangi
kami, Peters, atau Anda akan terluka. Di
mana peti mati yang kemarin dikirim
kemari"" "Memangnya Anda mau apa" Peti itu
ada isinya." "Saya mau lihat mayat itu."
"Tak bisa, tanpa izin saya."
"Kalau begitu, tak perlu izin." Dengan
cepat Holmes mendorong pria itu ke samping
lalu berjalan ke ruang muka. Di hadapan
kami ada sebuah pintu yang setengah terbuka.
Kami masuk ke ruangan itu. Ternyata ruang makan. Peti mati itu terletak di atas meja makan diterangi
lilin yang temaram Holmes menyalakan lampu gas dan membuka tutup peti mati itu. Di dalamnya
tergeletak sosok yang kerempeng. Sinar lampu menerangi wajah yang sudah tua dan keriput. Sekalipun
telah mengalami kekejaman kelaparan, atau penyakit, tak mungkin mayat ini mayat Lady Frances yang
masih cantik. Wajah Holmes memancarkan keheranan yang berbaur dengan kelegaan.
"Syukurlah!" gumamnya. "Mayat orang lain."
"Anda salah tebak kali ini, Mr. Sherlock Holmes," kata Peters yang mengikuti kami.
"Mayat siapa itu""
"Kalau Anda mau tahu, dia pengasuh istri saya, namanya Rose Spender, yang kami temukan di
Rumah Sakit Jompo Brixton. Kami membawanya kemari, memeriksakannya ke Dr. Horsom yang
tinggal di Firbank Villas Nomor 13 boleh Anda catat alamatnya, Mr. Holmes dan merawatnya
dengan penuh kasih, sebagaimana layaknya orang Kristen yang baik. Pada hari ketiga setelah tinggal di
sini, dia mati surat keterangan dokter menyebutkan karena sakit tua, tapi Anda mungkin punya
18 pendapat lain" Kami mengatur agar pemakamannya diurus Toko Stimson & Co., yang di Kennington
Road, dan rencananya pemakaman akan dilaksanakan jam delapan pagi besok. Adakah sesuatu yang
salah, Mr. Holmes" Anda telah membuat kesalahan konyol, dan Anda akan tanggung risikonya. Saya
rela membayar berapa pun untuk memiliki foto Anda sewaktu mengangkat tutup peti, lalu dengan
sangat terkejut Anda melihat wajah wanita tua berumur sembilan puluh tahun, dan bukannya Lady
Frances Carfax." Ekspresi wajah Holmes tenang-tenang saja walaupun dia diledek lawannya, tapi tangannya yang
terkepal menunjukkan betapa jengkelnya dia
saat itu. "Saya akan menggeledah rumah Anda," katanya.
"Anda nekat, ya!" teriak Peters ketika terdengar suara wanita dan langkah-langkah di gang.
"Coba saja kita lihat. Kemari, Pak Polisi. Kedua orang ini masuk ke rumah kami secara paksa, dan saya
tak bisa mengusir mereka. Tolong saya agar mereka segera pergi dari rumah ini."
Dua polisi berdiri di pintu. Holmes menunjukkan kartu namanya.
"Ini nama dan alamat saya. Dan ini rekan saya, Dr. Watson."
"Syukurlah, Sir, kami kenal Anda dengan baik," kata si sersan, "tapi memang Anda tak bisa
melanjutkan operasi Anda tanpa membawa surat geledah."
"Tentu saja. Saya tahu itu."
"Tangkap dia," teriak Peters.
"Kami tahu ke mana harus mencari beliau, kalau beliau memang dibutuhkan," kata si sersan
dengan anggun, "tapi Anda sebaiknya meninggalkan rumah ini, Mr. Holmes."
"Ya, Watson, kita harus pergi."
Semenit kemudian kami sudah berada di jalanan. Sikap Holmes sangat dingin, tapi aku merasa
sangat marah dan terhina. Si sersan mengikuti kami.
"Maaf, Mr. Holmes, tapi begitulah hukumnya."
"Tepat, Sersan, saya tak menyalahkan Anda."
"Tentunya ada alasan yang kuat mengapa Anda masuk ke rumah itu. Kalau ada yang bisa saya
19 bantu..." "Kasus wanita yang hilang, Sersan, dan menurut kami, dia ada di rumah itu. Saya mau minta
surat geledah sekarang juga."
"Kalau begitu, saya akan mengawasi penghuni rumah itu, Mr. Holmes. Kalau ada sesuatu, saya
pasti akan mengabari Anda."
Waktu itu baru pukul sembilan, dan kami sangat bersemangat untuk langsung melakukan
pelacakan. Pertama-tama, kami pergi ke Rumah Sakit Jompo Brixton, pihak rumah sakit membenarkan
pengakuan Peters. Sepasang suarni-istri yang sangat baik hati telah datang ke situ beberapa hari
sebelumnya dan membawa pulang wanita tua pikun yang mereka akui sebagai mantan pembantu
mereka. Tak ada yang kaget ketika kami memberitahukan bahwa wanita tua itu telah meninggal.
Berikut kami mengunjungi dokter yang disebut oleh Peters. Memang dia telah dipanggil dan
memang benar wanita tua itu meninggal karena sakit tua, bahkan dia menyaksikan ketika wanita itu
mengembuskan napasnya yang terakhir. Dia yang menandatangani surat keterangan kematian. "Saya
jamin semuanya normal dan tak ada permainan apa pun dalam hal itu," katanya. Tak ada yang
mencurigakan dokter itu di rumah Peters, kecuali bahwa biasanya orang sekelas mereka punya
pembantu rumah tangga, sedangkan mereka tidak.
Akhirnya, kami menuju Scotland Yard. Kami menemui kesulitan dalam prosedur mendapatkan
surat izin geledah yang kami inginkan, sehingga kami tak bisa mendapatkannya dengan cepat. Tanda
tangan hakim baru bisa kami dapatkan keesokan harinya. Holmes diharapkan datang sekitar pukul
sembilan dan mengurusnya bersama Lestrade. Begitulah hari itu berakhir.
Tetapi menjelang tengah malam sersan sahabat baru kami datang. Dia melihat lampu berkedip-kedip di beberapa jendela rumah besar yang gelap gulita itu, tapi tak ada seorang pun yang masuk atau
keluar dari rumah itu. Dengan kesabaran yang dipaksakan kami menunggu datangnya esok hari.
Sherlock Holmes sangat uring-uringan, sehingga tak mungkin diajak bicara. Dia juga sangat
gelisah, sehingga sulit tidur. Ketika aku meninggalkannya, dia sedang tak henti-hentinya merokok,
sementara kedua alisnya mengerut menjadi satu garis dan jari-jarinya yang panjang dan gelisah
mengetuk-ngetuk pinggiran kursi malas. Dia sedang berpikir keras untuk menyelesaikan misteri ini.
Beberapa kali semalaman itu, aku mendengar langkahnya mondar-mandir di sekeliling rumah.
20 Aku baru saja terbangun keesokan paginya, ketika dia bergegas memasuki kamarku. Dia
mengenakan baju tidur, tapi wajahnya yang kuyu dan matanya yang menatap kosong menunjukkan dia
tak tidur semalaman. "Jam berapa upacara pemakamannya" Jam delapan, ya"" tanyanya dengan penuh semangat
"Sekarang sudah jam 07.20. Ya Tuhan, Watson, betapa bodohnya aku! Cepat, sobat, cepat! Ini masalah
hidup atau mati kesempatan hidupnya satu dibanding seratus. Aku tak akan memaafkan diriku, tak
akan, kalau kita sampai terlambat.
Tak sampai lima menit kemudian kami sudah melaju melintasi Baker Street. Walau kereta
dip acu secepat-cepatnya, sudah pukul 07.35 ketika kami melewati Big Ben, dan tepat pukul delapan
ketika kami memasuki Brixton Road. Syukurlah, ternyata rombongan pemakaman pun terlambat. Pukul
08.10, kereta jenazah masih berada di depan rumah, dan tepat ketika kereta kami berhenti di situ, peti
mati yang diusung tiga orang muncul di ambang pintu. Holmes melompat ke depan dan menghalangi
langkah mereka. "Kembalikan!" teriaknya sambil mendorong
pengusung yang terdepan. "Kembalikan peti
mati ini sekarang juga!"
"Apa-apaan kau ini" Sekali lagi aku mau
tanya, mana surat izin geledahmu"" teriak
Peters dengan marah, wajah merahnya yang
lebar menatap dari belakang peti mati.
"Suratnya dalam perjalanan kemari. Peti
mati ini akan tetap tinggal di dalam rumah
sampai surat itu tiba."
Ketegasan suara Holmes mempengaruhi
ketiga orang yang mengusung peti mati itu.
Secara tiba-tiba Peters rnenghilang ke dalam
rumah, sehingga mereka menuruti perintah
Holmes. "Cepat, Watson, cepat! Nih
21 obengnya!" teriaknya ketika peti mati itu sudah diletakkan di atas meja. "Nih, ada satu lagi untukmu,
teman! Satu koin emas kalau bisa membuka tutup peti ini dalam satu menit! Jangan tanya macam-macam cepat lakukan! Ya, begitu, bagus! Satu lagi! Dan satu lagi! Nah, sekarang angkat bersama-sama! Ya, begitu! Ya, begitu! Ah, berhasil akhirnya!"
Bersama-sama kami membongkar tutup peti mati itu. Ketika itulah bau kloroform yang kuat
dan memabukkan merebak dari dalam peti. Sesosok tubuh tergolek di dalamnya, kepalanya tertutup
kain wol katun yang telah dicelup ke obat keras itu. Holmes menyibakkan kain penutup itu dan
tampaklah wajah kaku seorang wanita cantik berusia setengah baya. Dalam sekejap dirangkulnya tubuh
itu dan diangkatnya sampai ke posisi duduk.
"Apakah dia sudah meninggal, Watson" Masih adakah harapan" Pastilah kita tak terlambat!"
Selama setengah jam kami berupaya, tampaknya kami sudah terlambat. Napasnya yang
tersumbat ditambah dengan uap kloroform beracun yang mengelilinginya, membuat Lady Frances
tampaknya tak bernyawa lagi. Tapi akhirnya, setelah ditolong dengan pernapasan buatan, dengan
injeksi eter, dan dengan daya upaya sebisanya, mulai ada tanda kehidupan. Kelopak matanya mulai
bergerak, wajahnya yang kaku mulai melemas... Terdengar derak kereta di luar. Holmes menyibakkan
kerai jendela. "Lestrade datang membawa surat izin geledah," katanya. "Buruannya ternyata sudah
melarikan diri. Dan berikutnya," tambahnya ketika mendengar langkah-langkah berat berlari di gang,
"adalah orang yang lebih berhak merawat Lady Frances dibandingkan dengan kita. Selamat pagi, Mr.
Green, sebaiknya kita secepatnya memindahkan Lady Frances dari peti mati ini. Sementara itu, silakan
melanjutkan upacara pemakaman untuk wanita tua yang masih ada di bagian bawah peti. Semoga dia
beristirahat dengan damai."
"Kalau kau merasa perlu menuliskan kasus ini, sobatku Watson," kata Holmes malam itu, "ini
akan menjadi contoh yang baik untuk menunjukkan keterbatasan otak manusia. Sehebat apa pun otak
kita, sekali waktu bisa saja memudar. Kita harus menyadari hal ini dan berusaha memperbaikinya.
Sehubungan dengan proses perbaikan yang kumaksud, aku mungkin bisa memberikan sedikit
penjelasan. Semalam aku dihantui keyakinan bahwa pasti telah ada petunjuk, baik dalam bentuk
kalimat ataupun kejanggalan yang sempat kulihat, tapi yang lalu tak kuperhatikan sehingga kulupakan
begitu saja. Lalu, secara tiba-tiba, menjelang fajar, aku mengingat kata-kata yang diucapkan pengurus
yayasan pemakaman sebagaimana dilaporkan kepadaku oleh Philip Green. Si pengurus mengatakan,
22 'Seharusnya sudah tiba sebelum ini. Memakan waktu lebih lama karena tak seperti biasanya.' Dia
membicarakan peti mati yang dipesan. Peti itu tidak seperti biasanya. Artinya, peti itu dibuat menurut
ukuran yang khusus. Kenapa demikian" Kenapa" Dalam sekejap, aku ingat akan kedalaman peti itu,
dan mayat kurus di dalamnya. Untuk apa peti mati itu dibuat begitu dalam padahal mayatnya begitu
kecil" Jawabannya hanyalah, supaya ada tempat untuk mayat lain. Keduanya akan dimakamkan dengan
satu surat keterangan kematian. Begitu
jelasnya, kalau saja ketajaman otakku tak memudar. Lady
Romantika Sebilah Pedang 1 Permainan Maut The Cat And The Canary Karya Gerry Kingsley Kembalinya Sang Raja 10