Pencarian

Misteri Pondok Terbakar 2

Pasukan Mau Tahu - Misteri Pondok Terbakar Bagian 2


"Kita tadi sudah nyaris berhasil. sebelum Pak Ayo Pergi muncul dengan tiba-tiba." keluh Daisy. "Aku ingin tahu. gelandangan tadi pergi ke mana."
"Aku ingin pulang." kata Fatty dengan suara sedih. 'Tubuhku sakit-sakit rasanya.."
"Kuantarkan kau pulang." kata Daisy. "Kau juga ikut. Bets. Larry. kau dan Pip masih ingin melihat ke mana gelandangan tadi pergi""
"Ya." jawab Larry. "Sementara kesempatan masih ada! Aku tidak heran. Fatty tadi sampai jatuh dari atas. Habis. tegangnya memang bukan main!"
"Bayangkan. Pak A yo Pergi ternyata juga memiliki gambar jejak sepatu itu dalam buku catatannya." kata Pip sambil termenung. "Rupanya ia lebih cerdik dari sangkaanku semula. Tapi Kita masih punya sesuatu yang tak diketahuinya! Sobekan kain flanel kelabu!"
Fatty, Daisy, Bets dan Buster pergi bersama-sama. Sedang anak yang dua lagi menuju ke arah gelandangan tadi pergi. Keduanya ingin sedapat mungkin mencari orang itu!
VIII RENCANA BERIKUT Larry dan Pip lari bergegas-gegas. menuju arah gelandangan tadi. Rasanya konyol - anak-anak semua melihatnya. begitu pula Pak Ayo Pergi - tapi tak ada yang bisa menyelidiki. kayak apa sol sepatu orang itu!
Setelah lari agak lama. gelandangan itu masih juga belum kelihatan. Kemudian anak-anak berpapasan dengan seorang buruh tani.
"Hai." sapa mereka. "Anda tadi melihat seorang gelandangan tua lewat di sini""
"Ya - dia masuk ke hutan itu," kata buruh tani yang ditanyai. sambil menuding sekelompok pepohonan yang nampak di kejauhan. Larry dan Pip langsung lari ke sana, lalu memeriksa di sela-sela pepohonan dan di bawah semak belukar.
Kemudian tercium bau asap api. Mengikuti bau itu. dibantu dengan mata. dengan segera mereka tiba di sumbernya. Gelandangan tua yang berpakaian lusuh itu duduk di atas sebatang pohon yang sudah roboh ke tanah. Topinya dibuka, sehingga kelihatan rambutnya yang kusut. Gelandangan itu sedang masak sesuatu dalam kaleng. Begitu melihat Larry muncul, mukanya langsung cemberut.
"Hah! Kau muncul lagi"" tukasnya. "Ayo pergi! Kenapa kau membuntuti aku terus" Aku kan tidak berbuat apa-apa."
"Anda kan hendak mencuri telur dari kandang ayam Pak Hick, dua hari yang lalu." kata Larry memberanikan diri. "Kebetulan kami mengetahuinya! Tapi itu tidak ada urusannya dengan kami."
"O, Pak Hick! Jadi itulah namanya." kata si tua, sambil mengaduk-aduk masakannya dengan sebatang ranting. "Aku sama sekali tidak mencuri telurnya. Aku tak mencuri apa-apa! Aku ini jujur. Coba tanya sama siapa saja. pasti semua akan mengatakan begitu!"
"Kalau begitu. untuk apa Anda bersembunyi dalam parit di ujung kebunnya"" tanya Larry. Gelandangan itu melongo.
"Aku tak pernah sembunyi dalam parit." katanya. "Itu bukan aku. Bukan! Sebetulnya aku bisa saja mengatakan sesuatu pada kalian - tapi aku tidak mau. Kalian yang menyuruh polisi tadi mendatangi aku, ya!"
"Bukan, Pak." jawab Larry. "Ia tiba-tiba saja datang, lalu membungkuk dekat Anda. Dia sama sekali tidak tahu, kami ada di situ."
"Ah, masak! Aku tidak percaya." tukas gelandangan tua itu. "Kalian yang menyuruh polisi itu mengejar aku. Aku tahu. kalian yang menyuruhnya. Aku tidak mau ikut-ikut terlibat dalam persoalan yang bukan urusanku. Tapi malam itu di sana memang terjadi hal-hal aneh - ya. aku tahu betul!"
Tapi tiba-tiba laki-laki tua itu mengerang. Digosok-gosoknya kakinya yang sebelah kanan. Jempolnya mencuat keluar dari sepatu, yang nampak terlalu kecil baginya. Ia membuka sepatu itu, menampakkan kaus kaki yang sudah berlubang-lubang. Diusap-usapnya kaki yang rupanya terasa sakit.
Larry dan Pip memperhatikan sepatu orang itu, yang dicampakkan dengan seenaknya saja ke samping. Solnya terlihat jelas. Terbuat dari kulit, dan sudah begitu aus sehingga tidak mungkin bisa menahan kelembaban.
"Bukan sol karet" bisik Larry pada Pip. "Jadi ternyata bukan dia yang bersembunyi dalam parit. Lagi pula. aku percaya dia tidak tahu apa-apa. Dan lihatlah jas tua yang nampak di balik mantelnya warnanya hijau. bukan kelabu!"
"Apa yang kalian bisik-bisikkan itu"" tanya si tua dengan curiga. "Ayo pergi dari sini! Tidak bolehkah aku hidup dengan tenang" Aku tak pernah mengganggu orang lain. Sungguh. tidak pernah - tapi anak-anak dan polisi selalu mengejar-ngejar aku. Aku sudah senang sekali, jika mendapat sepasang sepatu yang pas untuk kakiku ini. Kalian punya sepatu yang cocok untukku""
"Kaki Anda ukuran berapa"" tanya Pip. Menurut perasaannya. mungkin dia bisa meminta sepasang sepatu ayahnya yang sudah usang, untuk diberikan pada gelandangan tua yang kakinya sakit itu. Tapi si tua tidak tahu, sepatunya ukuran berapa. Ia belum pernah membeli sepatu seumur hidupn
ya. "Yah. apabila aku bisa memperoleh sepasang sepatu tua dari ayahku. nanti akan kuberikan pada Anda." kata Pip. "Atau lebih baik. Anda saja yang datang mengambilnya. Aku tinggal di rumah berwarna merah, di jalan yang sama dengan rumah Pak Hick. Letaknya tidak jauh dari situ. Datang saja besok! Mungkin sudah ada sepatu untuk Anda."
"Kalau aku kembali. kalian pasti menyuruh polisi tadi mengejar aku lagi," kata gelandangan itu menggerutu. Ia mengambil sesuatu yang kelihatan aneh dan dalam kaleng, lalu memakannya dengan memakai tangan saja. "Atau kalau tidak, tentu Pak Hick yang akan menyuruh. Orang itu sebaiknya hati-hati saja. Aku tahu beberapa hal tentang kehidupan Pak Hick. Ya, betul! Aku kemarin mendengar dia marah-marah pada beberapa orang. Padaku juga. Ya. betul! Di sana ada kejadian-kejadian aneh - tapi aku tidak mau ikut campur."
Larry melirik arlojinya. hari sudah agak siang.
"Kita harus pergi," katanya. "Tapi Anda datang saja besok ke rumah Pip. Anda bisa menceritakan apa saja pada kami. Kami takkan membuka rahasia."
Setelah itu keduanya bergegas-gegas pulang karena mereka sudah terlambat untuk makan siang.
"Ke mana saja kau tadi," tanya ibu Pip padanya, begitu ia masuk ke rumah. "Dan apa saja yang kaukerjakan""
Tentu saja Pip tidak bisa menceritakan pengalamannya pada ibunya, karena Pasukan Mau Tahu dan segala kesibukan mereka harus dirahasiakan.
"Aku tadi dengan kawan-kawan." Katanya kemudian.
"Itu tidak benar. Pip," tukas ibunya. "Bets dan Daisy sudah lama sampai di sini - begitu pula si ah, siapa lagi nama anak gemuk itu. Kau tidak boleh mengarang-ngarang!"
"Yah. aku tadi dengan Larry." kata Pip. Bets melihat abangnya sedang mengalami kesulitan, lalu ia berusaha menolong dengan jalan mengalihkan perhatian.
"Tadi pagi Fatty terjatuh dari atas tumpukan jerami." katanya. Dan dengan kalimat itu, ia benar-benar berhasil mengalihkan perhatian, ibunya memandang dia dengan mata terbelalak karena kaget.
"Siapa yang jatuh" Anak gemuk itu" Lalu bagaimana - cedera atau tidak" Apa yang kalian lakukan, di atas tumpukan jerami""
Pip sudah khawatir saja, jangan-jangan Bets akan mengatakan apa sebabnya mereka semua berada di atas tumpukan jerami. Karena itu ia yang sekarang cepat-cepat menukar pokok pembicaraan.
"Bu - adakah sepatu Ayah yang sudah tua dan tidak dipakai olehnya lagi"" tanyanya secara sambil lalu. Ibunya menatap anak itu.
"Kenapa kau bertanya"" tanya ibu. Soalnya, tidak biasanya Pip ada perhatian pada pakaian bekas ayahnya.
"Yah - kebetulan aku kenal seseorang yang akan sangat senang jika diberi sepasang." jawab Pip.
"Kenapa"" tanya ibunya lagi.
"Begini - jari-jari kakinya sudah menonjol ke luar dari sepatu yang sekarang dipakai." kata Pip menjelaskan. Ia berusaha agar ibunya tertarik pada persoalan itu
"Jari kaki siapa"" tanya ibunya tercengang.
Nah - sekarang Pip bingung. Kini ia terpaksa bercerita tentang gelandangan tua itu. Padahal cerita itu termasuk rahasia Pasukan Mau Tahu Aduh! Apa pun yang dibicarakan, semuanya seakan-akan berbalik lagi menuju ke kesibukan perkumpulan rahasia mereka.
"Ah - cuma seorang gelandangan tua," kata Bets saat itu Pip cuma bisa melotot menatap adiknya.
"Gelandangan"" kata ibunya kaget. "Kau kan tidak berteman dengan orang-orang macam begitu. Pip""
"Tidak. Bu," jawab Pip bingung. "Sungguh, tidak! Aku cuma merasa kasihan padanya. Ibu kan selalu mengatakan. kita harus kasihan pada orang-orang yang nasibnya lebih buruk dan sebisa-bisanya membantu mereka" Nah - karena itulah aku lantas terpikir untuk memberikan sepasang sepatu tua padanya. Cuma itu saja sebabnya. Bu."
"O, begitu," kata ibunya. Pip menghembuskan napas lega. "Yah, nanti kulihat - barangkali saja ada sepatu Ayah yang sudah tidak bisa dipakai lagi. Kalau ada. kau boleh memberikannya pada orang itu. Sekarang makan saja dulu."
Selesai makan siang, Pip buru-buru lari ke kebun. Ia mencari Bets. yang saat itu dalam pondok peranginan.
"Bets! Bagaimana Fatty tad" Tidak apa-apa kan"" tanyanya beruntun-runtun.
"Tidak! Cuma tubuhnya di beberapa tempat biru memar." kata Bets. "Belum pernah kulihat lu
ka memar sehebat itu. Pasti kini ia akan membangga-banggakannya. sampai kita bosan mendengarnya. Waktu dia jatuh tadi. bunyinya berat sekali. ya" Gedebukk! Kalian berhasil menemukan si tua gelandangan itu" Apa yang terjadi kemudian""
"Ternyata bukan dia orangnya yang bersembunyi dalam parit. serta yang jasnya robek tersangkut duri," kata Pip. "Kami melihat sepatu dan jasnya. Tapi dia mendengar segala pertengkaran yang terjadi di tempat Pak Hick. Aku dan Larry bermaksud menanyainya besok. apabila ia datang untuk mengambil sepatu. Kurasa ia tentu mau menceritakan beberapa hal pada kami. asal tahu pasti kita tidak akan menyuruh polisi memeriksanya. Mungkin pula ia juga melihat orang yang bersembunyi dalam parit!"
"Wah." kata Bets dengan jantung berdebar keras. "Pip, tadi lucu sekali ya - ketika gelandangan tua itu tiba-tiba terbangun dan melihat Larry berlutut di depannya. Lalu sesudah itu. Pak Ayo Pergi juga melakukan perbuatan yang sama!"
"Ya. memang lucu." kata Pip sambil nyengir. "Nah. itu Fatty datang - bersama Buster."
Fatty berjalan memasuki kebun. Langkahnya terpincang-pincang. Dalam hati ia sibuk berpikir. Berlagak pahlawan dan menganggap segala hal yang dialami itu soal kecil, tapi terus terpincang-pincang agar dikasihani teman-teman. Atau berlagak tubuhnya sebelah dalam luka parah, sehingga kawan-kawan ketakutan!
Saat itu ia berlagak pahlawan. Sambil melemparkan senyum pada Bets dan Pip, ia duduk dengan hati-hati.
"Sakit sekah"" tanya Bets prihatin.
"Ah, lumayan." kata Fatty dengan suara tabah. "Jatuh dari tumpukan jerami. masih belum apa-apa! Kau tak perlu prihatin!"
Pip dan Bets memandangnya dengan kagum.
"Mau lihat luka memarku"" tanya Fatty.
"Aku sudah melihatnya tadi." kata Bets. "Tapi boleh saja kulihat sekali lagi. Aku paling suka melihat memar apabila warnanya mulai menguning. Kau kan belum melihatnya, Pip""
Pip bimbang. Ia ingin melihat bekas jatuh itu, tapi tidak ingin melihat Fatty membangga-banggakan diri. Tapi Fatty tidak menunggu jawaban lagi. Dibukanya pakaian luarnya, untuk memamerkan memar-memar dalam berbagai ukuran. Memang mengesankan. Kelihatannya!
"Belum pernah kulihat memar sehebat itu." Kata Pip. Mau tidak mau, dikaguminya bekas-bekas jatuh itu. "Aku sendiri belum pernah mengalami memar kayak begitu. Kurasa karena kau gemuk, bekasnya juga melebar. Pasti kau akan kelihatan hebat, jika memar itu sudah mulai berwarna kuning kehijauan!"
"Ya. aku ini kalau memar memang tidak pernah setengah-setengah." kata Fatty dengan bangga. "Pernah ketika sedang main bola, aku menubruk tiang gol. Nah - terjadi benjolan di sini, bentuknya persis lonceng gereja. Benar-benar ajaib."
'Wah! Sayang aku tak melihatnya." kata Bets.
"Lalu lain kali seorang kawan memukulku dengan tongkat." sambung Fatty. "Kena di sini. Keesokan harinya nampak memar yang bentuknya kayak ular. Persis sekali. dengan kepala dan sebagainya."
Tangan Pip meraih sebatang ranting.
"Kalau mau. bisa kubuatkan ular lagi di tubuhmu," kata anak itu. "Bilang saja, mau di mana!"
Fatty tersinggung. "Jangan jahil," katanya.
"Nah. kalau begitu jangan bicara lagi tentang ular dan lonceng gereja." kata Pip jengkel. "Begitu Bets mengatakan, 'Aduh. hebat!'. kau langsung mulai membual. Belum pernah kudengar bualan senekat ceritamu tadi. Hai - itu Larry dan Daisy!"
Walau dalam hati ia masih kepingin memamerkan memar-memarnya. namun Fatty tidak berani membuka mulut lagi mengenai hal itu.
Sedang Larry sementara makan cepat-cepat tadi. sibuk memikirkan persoalan yang dihadapi. Kini ia sama sekali tidak sempat menanyakan keadaan Fatty Ia langsung memaparkan hasil pemikirannya.
"Begini," katanya. "aku tadi berpikir-pikir tentang Pak Ayo Pergi. Tidak enak rasanya, dia juga tahu tentang jejak sepatu itu. Jangan sampai ia berhasil memecahkan misteri ini, mendului kita! Siapa tahu, mungkin ia juga sudah mengawasi Pak Peeks dan Pak Smellie pula. Kita harus lebih dulu berhasil! Tidak enak apabila Pak Ayo Pergi mengetahui segala-galanya lebih dulu daripada kita!"
"Betul!" kata anak-anak yang lain serempak
"Kita harus menyelidiki Pak Peeks, pesuruh
Pak Hick yang sudah dipecat," kata Larry lagi. "Itu penting sekali! Aku sekarang sudah tidak lagi mencurigai si tua gelandangan itu, setelah kulihat jas dan sepatunya. Lagi pula jika memang dia yang membakar pondok. aku yakin dia akan sudah melarikan diri secepat mungkin dan daerah ini. Tapi kenyataannya, ia masih ada di sini. Aku tidak percaya. dia yang melakukan kejahatan itu. Aku lebih cenderung menduga Pak Peeks yang membakar pondok. Itulah yang harus kita selidiki."
"Setuju," seru anak-anak serempak.
"Besok gelandangan itu perlu kita tanyai dengan seksama." kata Larry. "Aku merasa pasti banyak yang bisa diceritakannya pada kita. Fatty! Bagaimana, kiranya kau besok bisa mencari keterangan mengenai Pak Peeks bersama Daisy" Aku sendiri tinggal di sini. dengan Pip dan Bets, untuk menanyai gelandangan itu."
Beres!" kata Fatty dan Daisy dengan gembira. Mereka harus berusaha keras, agar jangan sampai ketinggalan dari Pak Ayo Pergi! Mereka harus mendului dia!
IX SURAT DARI LILY FATTY merasa seluruh tubuhnya serba kaku dan sakit-sakit. Enggan rasanya berbuat macam-macam lagi hari itu. Karena itu ia ditinggalkan di kebun rumah Pip dan mana ia bisa membaca dengan tenang. ditemani Bets dan Buster.
Sementara itu Larry, Pip dan Daisy berangkat menuju rumah Pak Hick, untuk mengajak Bu Minns mengobrol lagi.
"Kita perlu menyelidiki, adakah kemungkinan - Bu Minns sendiri yang membakar pondok," kata Larry. "Aku sih tidak percaya dia yang melakukan. Tapi sebagai detektif. kita tidak boleh menuruti perasaan. Kecuali itu, kita harus mencari alamat Horace Peeks." "Kita bawa oleh-oleh ikan untuk si Manis," kata Daisy. "Kalau tidak salah. di dapur masih ada sisa makanan tadi. Kalau kuminta, pasti diberi. Bu Minns pasti senang sekali, jika kita membawakan oleh-oleh untuk kucingnya itu."
Daisy masuk ke dapur. Tak lama kemudian ia kembali dengan kepala ikan, terbungkus dalam kertas. Buster mengendus baunya. Dengan segera anjing itu hendak menyusul Daisy. Tapi Fatty memegang kalung lehernya erat-erat.
"Lebih baik dia jangan ikut," kata Daisy. "karena pasti nanti akan mengejar si Manis. Lalu, kita dikejar Bu Minns!"
"Nanti biar aku saja yang bicara." kata Larry, sementara ketiga anak itu berjalan ke luar. Daisy tertawa.
"Jangan khawatir - paling-paling cuma Bu Minns saja yang mengoceh terus." katanya.
Setiba di rumah Pak Hick. mereka langsung menuju ke dapur, lalu menjenguk ke dalam. Nampak Lily ada di situ. Gadis itu sedang menulis surat. Matanya bengkak, seperti habis menangis.
"Mana Bu Minns"" sapa Larry.
"Ada di atas." jawab Lily. "Dia sedang marah-marah. Aku tadi menumpahkan susu, membasahi dirinya. Lalu dia bilang, aku melakukannya dengan sengaja."
"Kau ada di sini pada malam kebakaran itu"" tanya Larry. Lily menggeleng.
"Kalau begitu di mana"" tanya Larry lagi. "Jadi kau tidak melihat kebakaran itu""
"Aku melihatnya. ketika kembali ke sini. Malam itu aku bebas tugas." kata Lily. "Mengenai di mana aku waktu itu, itu bukan urusanmu!"
"Aku tahu." kata Larry. Ia heran. apa sebabnya Lily bersikap begitu ketus. "Tapi aku tidak mengerti. kenapa Bu Minns atau kakaknya tidak mencium bau kebakaran sejak api mulai menyala!"
"Itu kakak Bu Minns datang," kata Lily. Seorang wanita yang gemuknya ampun-ampunan muncul di ambang pintu dapur. Wanita itu memakai topi bertudung lebar yang pinggirnya dihiasi bunga-bungaan. Matanya menatap dengan jenaka. Ia kelihatan heran ketika menjenguk ke dalam dapur dan melihat ada anak-anak di situ.
"Apa kabar. Bu Jones"" sapa Lily, tapi dengan cemberut. "Bu Minns sedang ada di atas, berganti pakaian. Tapi sebentar lagi juga sudah turun.
Bu Jones masuk ke dapur, lalu menghenyakkan diri ke kursi goyang yang ada di situ. Napasnya memburu.
"Huh. panasnya hari ini." katanya "Siapa anak-anak ini""
"Kami tinggal di jalan ini juga. Bu," jawab Pip. "Kami membawakan kepala ikan untuk si Manis."
"Mana anak-anaknya"" tanya Daisy. Ia memandang ke arah keranjang yang kosong.
"Wah." seru Lily dengan cemas. "Mudah-mudahan saja mereka tidak lari ke atas. Bu Minns sudah mengatakan padaku, pintu dapur harus se
lalu ditutup!" "Ah, mungkin mereka bermain-main di luar," kata Larry. sambil menutupkan pintu yang menuju ke sebelah dalam rumah. Ia tidak ingin Pak Hick mendengar suara mereka bercakap-cakap di dapur, lalu datang untuk melihat. "Nah - itu dia si Manis!"
Kucing besar berbulu belang hitam-putih itu masuk ke dapur dengan ekor terangkat lurus ke atas. Begitu masuk. langsung tercium bau ikan.
Dengan segera manis mendatangi Daisy. Anak itu membuka bungkusan. lalu meletakkan kepala ikan ke piring yang ada di pojok dapur. Manis mengambil oleh-oleh itu. lalu memakannya di lantai.
"Waktu kebakaran itu. Manis tentunya ketakutan. ya"" tanya Pip. Ia merasa sudah waktunya memulai pemeriksaan.
"Dia agak gelisah." kata Bu Jones.
"Oh - jadi Anda waktu itu ada di sini"" tanya Daisy. pura-pura tidak tahu. "Astaga! Tapi apa sebabnya Anda tidak tahu pondok terbakar saat itu""
"Siapa bilang aku tidak tahu," jawab Bu Jones tersinggung. "Berulang kali kukatakan pada Maria. `Maria. ada sesuatu yang terbakar di sini!' Penciumanku tajam sekah. Tapi kalau Maria, hidungnya payah! Aku waktu itu mengendus-endus di sekeliling dapur. Bahkan kujengukkan kepala ke serambi dalam karena menduga mungkin saja ada sesuatu yang terbakar di situ."
"Bu Minns tidak pergi memeriksa sebentar"" tanya Larry.
"Ah, malam itu dia malas bergerak" kata kakak Bu Minns. "Ia menderita penyakit encok dan pinggangnya. Ia benar-benar terikat."
"Apa maksud Anda terikat"" tanya Larry dengan penuh minat.
"Yah, sejak saat minum teh ia sudah duduk terus di kursi goyang ini, sambil berkala padaku, Hannah ' katanya. 'aku terikat di kursi ini. Encokku kambuh lagi, sehingga aku tidak bisa berkutik'. Lalu kukatakan padanya. 'Maria. kau duduk saja di situ. Biar aku saja yang mengurus hidangan sore. Pak Hick sedang ke luar, jadi tidak perlu diatur makanan untuk dia. Aku akan menemanimu di sini, sampai badanmu sudah agak sehak kembali!"
Anak-anak_ yang mendengarkan cerita itu, sampai pada kesimpulan yang sama.
"Jika sejak sore Bu Minns duduk terus karena penyakit encoknya, maka tidak mungkin dia yang membakar pondok!"
"Kasihan - jadi Bu Minns sama sekah tidak beranjak dari kursinya"" tanya Daisy. "Maksudku, sampai ketahuan ada kebakaran""
'Tidak - Maria duduk terus di kursi ini." kata Bu Jones. "Dia baru bangkit, ketika berkat penciumanku kami tahu bahwa benar ada sesuatu yang sedang terbakar. Saat itu aku pergi ke pintu dapur lalu mengendus-endus ke luar. Setelah itu aku masuk ke kebun. Saat itu juga kulihat nyala api di ujung kebun. Aku berteriak, 'Ada kebakaran, Maria!' wajah adikku itu menjadi pucat pasi, kayak mayat. 'Ayo, Maria!` kataku, 'Kita harus berbuat sesuatu!' Tapi kasihan dia sama sekali tak mampu meninggalkan kursinya!"
Anak-anak mendengarkan dengan penuh minat. Ternyata Bu Minns sama sekali tak ada sangkut-pautnya dengan kejahatan itu. Ia terserang encok - mana mungkin mondar-mandir membakar pondok! Lagi pula. bukankah sejak sore Bu Jones ada bersama dia. Jadi - Bu Minns harus dicoret namanya dari daftar para tersangka.
Saat itu pintu dapur yang sebelah dalam terbuka Bu Minns masuk Tampangnya kelihatan marah Ia tadi naik ke atas sebentar. untuk menukar gaun yang basah kena susu yang tumpah. Ditatapnya Lily dengan mata melotot. Tapi saat berikutnya ia tercengang ketika melihat ketiga anak yang ada di situ.
"Nah. Maria." sapa Bu Jones. "bagaimana encokmu sekarang""
"Selamat siang. Bu Minns." kata Daisy. "Kami membawakan kepala ikan untuk si Manis"
Wajah Bu Minns langsung berseri-seri. Ia selalu terharu, jika ada orang berbuat baik terhadap kucing yang disayanginya itu.
"Kalian baik hati." katanya, lalu menoleh pada kakaknya. 'Sakitku sudah hilang," karanya. "tapi entah bagaimana sekarang. setelah kena siram susu. Sungguh. keterlaluan sekali! Masak aku disiram susu - oleh Lily.'
"Kan tidak kusengaja," kata Lily dengan masam. "Bolehkah aku pergi sebentar, untuk mengeposkan surat ini""
"Tidak boleh." kata Bu Minns ketus. "Kau harus menyiapkan hidangan makan sore untuk Pak Hick. Ayo, lekaslah sedikit. Hentikan menulis surat. Tidak ada salahnya jika sekali-
sekali bekerja!" "Tapi sebentar lagi tukang pos sudah akan mengosongkan kotak surat," kata Lily. Kasihan gadis itu. Ia sudah nyaris menangis.
"Pokoknya sudah kukatakan tidak boleh." Kata Bu Minns tanpa merasa kasihan. Lily menangis. Anak-anak merasa kasihan padanya. Gadis itu bangkit dari kursi, lalu mulai mengatur piring dan cangkir.
Anak-anak agak bingung, tidak tahu bagaimana caranya mengalihkan percakapan pada Horace Peeks. Mereka memerlukan alamat orang itu supaya nanti bisa mendatangi dia.
"Pak Hick sudah mendapat pesuruh yang baru"" tanya Larry, setelah berpikir-pikir beberapa saat.
"Hari ini akan datang seseorang yang melamar untuk itu." kata Bu Minns. Ia merebahkan diri ke sebuah kursi besar. Kursi itu berderik-derik tertindih tubuhnya yang gemuk. "Mudah-mudahan saja pesuruh yang baru tidak bertingkah kayak Pak Peeks Cuma itu saja harapanku."
"Pak Peeks itu - tinggalnya di dekat-dekat sini"" tanya Pip seolah-olah iseng.
"Ya." jawab Bu Minns. "Nanti dulu - di mana sih tinggalnya" Aduh ingatanku ini makin lama makin payah!"
Bu Minns sudah hampir teringat kembali di mana Horace Peeks tinggal, ketika sekonyong-konyong datang gangguan. Tiba-tiba pintu dapur terbanting dengan keras. Ketiga anak kucing melayang masuk. dan jatuh ke lantai Ketiga-tiganya mengeong dan mendesis-desis. Semua yang ada di dapur tercengang, lalu cepat-cepat menoleh ke arah pintu.
Pak Hick berdiri di situ Rambut di ubun-ubunnya berdiri tegak. Tampangnya saat itu persis burung kakaktua!
"Mereka tadi masuk ke kamar kerjaku!" bentak Pak Hick. "Perintahku sudah tidak ada artinya lagi di sini. ya! Kalau malam ini mereka masih ada di sini. semuanya akan kubenamkan dalam air!"
Setelah itu ia berpaling, hendak pergi lagi. Tapi saat itu dilihatnya ketiga anak yang ada di dapur. Pak Hick maju selangkah. sambil menudingkan telunjuk pada mereka.
"Bukankah kalian sudah pernah kuusir dari sini" Kenapa berani muncul lagi kemari!"
Larry, Pip dan Daisy cepat-cepat bangkit. Lalu lari tunggang-langgang ke luar. Mereka sebenarnya bukan anak-anak yang penakut. Tapi sikap Pak Hick begitu galak. sehingga mereka benar-benar khawatir akan dilempar ke luar olehnya. Persis seperti caranya melempar anak-anak kucing tadi ke dalam dapur!
Mereka lari ke arah gerbang depan. Tapi setengah jalan Larry berhenti berlari.
"Kita tunggu di sini. sampai Pak Omel itu sudah pergi dari dapur," katanya. "Soalnya. kita harus memperoleh alamat Horace Peeks. Kita tidak bisa berbuat apa-apa untuk menyelidiki dirinya. Selama kata belum tahu di mana dia tinggal."
Mereka lantas menunggu di situ selama beberapa saat. Kemudian menyelinap dengan hati-hati, kembali ke dapur. Nampak Bu Minns asyik mengobrol dengan kakaknya. Sedang Lily masih sibuk menyiapkan hidangan sore untuk Pak Hick. Anak-anak menjengukkan kepala di ambang pintu, memandang ke dalam.
"Kalian mau apa lagi sekarang"" tanya Bu Minns dengan nada ramah. "Wah. kalian tadi lari - kayak tikus dikejar kucing! Aku sampai terpingkal-pingkal!"
"Anda tadi sedang mencoba mengingat-ingat alamat tempat tinggal Pak Peeks, ketika tahu-tahu Pak Hick masuk." kata Larry.
"O ya"" kata Bu Minns. "Wah - tadi memang tiba-tiba kuingat lagi - tapi sekarang lupa kembali. Nanti dulu " nanti dulu..."
Bu Minns kelihatan jelas sedang memeras ingatan. Anak-anak menunggu sambil menahan napas. Tapi tiba-tiba terdengar langkah-langkah berat di luar. disusul ketukan di pintu dapur.
Bu Minns membukakan pintu. Di luar nampak sosok tubuh Pak Goon alias Pak Ayo Pergi, polisi desa. Anak-anak mengeluh dalam hati. Rupanya mereka memang sudah ditakdirkan, tidak bisa tidak harus selalu berjumpa kembali dengan orang itu!
"Selamat siang. Bu." ujar polisi itu pada Bu Minns. sambil mengambil buku catatannya yang besar bersampul hitam. "Mengenai peristiwa kebakaran itu - rasanya Anda sudah memberikan semua keterangan yang saya perlukan. Tapi masih ada sedikit yang perlu ditanyakan. mengenan orang yang bernama Peeks."
Anak-anak saling bertatapan dengan kening berkerut Aduh - ternyata Pak Ayo Pergi juga sudah mengadakan penyelidikan tentang Pak Peeks!
"Anda tahu alamatnya'-"' tanya Pak Ayo Pergi, sambil menatap Bu Minns dengan matanya yang mendelik seperti mata akan mas koki.
"Eh - aneh!" kata Bu Minns. "Kebetulan aku juga sedang mencoba mengingat-ingatnya, ketika Anda mengetuk pintu! Anak-anak ini yang menanyakannya."
"Anak-anak mana"" tanya Pak Ayo Pergi tercengang. Ia menjenguk ke dalam. Saat itu barulah dilihatnya Larry, Daisy dan Pip.
"Lagi-lagi kalian!" sergahnya dengan kesal. "Ayo pergi! Kalian ini. selalu saja muncul di mana-mana. Benar-benar menjengkelkan! Untuk apa kalian ingin mengetahui alamat Peeks" Cuma karena ingin tahu saja, ya"!"
Anak-anak diam saja. Pak Ayo Pergi menggerakkan Ibu jari tangannya ke belakang pundak.
"Ayo pulang!" perintah orang itu. "Ini urusan polisi, kalian tidak boleh tahu! Ayo pergi!"
Apa boleh buat. Tak ada pilihan lain - mereka harus pergi. Sambil memendam rasa marah, mereka lari ke jalan raya.
"Padahal Bu Minns tadi sudah hampir teringat kembali!" kata Larry.
"Moga-moga lupa lagi. sehingga tidak bisa dikatakan pada Pak Ayo Pergi," kata Pip murung.
"Kalau sampai dikatakan polisi itu pasti akan bisa mendului kata berjumpa dengan Pak Peeks!"
"Sialan!" umpat Daisy. Ketiga-tiganya merasa putus asa. Ketika mereka hendak keluar dari gerbang pekarangan, terdengar siulan pelan. Datangnya dari arah semak-semak di dekat situ. Ketiganya berpaling. untuk melihat siapa yang tadi bersiul.
Lily muncul. Ia memegang sepucuk surat. Tampangnya ketakutan. tapi penuh tekat.
"Tolong poskan surat ini untukku," pintanya. "Aku menulisnya untuk Pak Peeks. Aku memberitahukan padanya, orang-orang di sini mengatakan dialah yang membakar pondok. Padahal bukan dia! Betul - bukan dia yang membakar. Aku tahu pasti! Tolong poskan, ya"" Saat itu terdengar seseorang berteriak dari arah dapur.
"Lily' Ke mana lagi kau sekarang""
Seketika itu juga Lily lari ke dapur. Sedang anak-anak lari ke luar. Mereka kaget, tapi juga bergairah. Setelah lari agak jauh. mereka berhenti dan berlindung di balik pagar semak. Lalu mereka mengamat-amati sampul surat yang diserahkan Lily tadi Surat itu tidak berperangko. Rupanya karena tergesa-gesa. Lily lupa menempelkan perangko.
"Bukan main!" kata Larry. "Sedari tadi kita bersusah-payah. berusaha mengorek alamat Horace Peeks tapa sia-sia saja! Sekarang. Dengan tiba-tiba saga alamat itu disodorkan ke tangan kita!'
"Begitulah nasib!" kata Daisy dengan girang. "Pokoknya aku gembira"
"Yanq menjadi soal sekarang - maukah kita bila Pak Peeks diberi tahu," kata Larry. "Karena jika memang dia pelakunya. maka sudah seharusnya ia tertangkap dan kemudaan dihukum. Itu sudah pasti! Jika ia sudah diperingatkan sebelumnya bahwa ia dicurigai ada kemungkinan dia akan melarikan dari. Dengan begitu berarti kita gagal!"
Mereka berpandang-pandangan. Kemudian Pip mendapat akal.
"Aku tahu" katanya bersemangat "Hari ini saja kita mendatangi Pak Peeks. Nanti, setelah makan sore. Jadi tidak besok. Kita datangi dia. lalu kita harus menentukan apakah mungkin dia pelakunya atau bukan. Jika menurut perasaan kata bukan dia surat Lilv kata serahkan padanya!
"Setuju!" kata kedua kawannya dengan senang. Bagaimanapun, surat tanpa perangko tidak bisa kita poskan. Tapa kalau diantar sendiri. bisa!"
Mereka memperhatikan alamat yang tertera pada sampul.
Mr. H. Peeks Ivy Cottage Wilmer Green "Kita ke sana naik sepeda " kata Larry. "Yuk - kita harus memberi tahu Fatty dan Bets!"
X MENYELIDIKI HORACE PEEKS KETIGA anak itu kembali ke pondok peranginan. Fatty dan Bets masih menunggu di sana. Buster menggonggong-gonggong dengan gembira, menyambut kedatangan mereka.
"Bagaimana hasilnya"" sapa Fatty.
"Wah - mula-mulanya payah." kata Larry. "tapi kemudian. menjelang akhir, kami mengalami nasib baik."
Lalu diceritakannya pada Bets dan Fatty pengalaman tadi. Keduanya mengikuti dengan penuh minat. Kemudian bersama-sama mereka memeriksa alamat Horace Peeks sekali lagi.
"Jadi kini akan naik sepeda dengan Pip dan Daisy ke Wilmer Green." kata Larry. "Jauhnya dari sini cuma sekitar lima kilometer. Kami berangkat setelah makan sore nanti."
"Aku juga ikut.' kat
a Bets dengan segera. "Aku juga kepingin. tapi tubuhku masih terasa sakit-sakit " kata Fatty.
"Kau tinggal saga di sini. bersama Bets," kata Pip. "Jangan sampai kita muncul berbondong-bondong di sana. Nanti Pak Peeks curiga "
"Aku selalu tidak diajak," kata Bets dengan sedih.
"Kau ingin mendapat tugas"" kata Larry. "Nah, carilah alamat Pak Smellie! Fatty bisa membantumu mencarinya. Lihat saja dalam buku telepon atau mungkin ada orang yang tahu. Alamat itu kita perlukan untuk besok. karena dia juga perlu kita datangi. Semua tersangka harus diperiksa!"
"Dua dari mereka sudah bisa dicoret dari daftar," kata Pip. "Bu Minns - dan aku yakin juga gelandangan tadi. Jadi tinggal Pak Smellie dan Pak Peeks. Wah - coba bisa mengetahui siapa yang memakai sepatu bersol karet, dengan tanda-tanda garis silang-menyilang itu. Kalau sudah kita ketahui. akan lancar penyelidikan selanjutnya!"
"Akan kutemukan alamat Pak Smellie!" kata Bets bersemangat. Ia merasa senang, karena ada tugas baginya. "Akan kuambil buku telepon, lalu kucari di situ bersama Fatty!"
Saat itu terdengar lonceng berdering. memanggil mereka untuk minum teh. Larry dan Daisy ikut makan sore di situ. Tapi Fatty harus pulang ke hotel. karena ditunggu ibunya.
Sehabis makan sore. Fatty muncul lagi. Sementara itu Larry. Pip dan Daisy mengambil sepeda mereka. lalu berangkat. Mereka sudah hafal jalan ke desa Wilmer Green.
"Alasan apa yang kita pakar nanti. kenapa kita hendak ketemu dengan Pak Peeks"" kata Larry sementara mereka bersepeda dengan laju.
Selama beberapa saat. tidak ada yang tahu. Tapi kemudian Pip mendapat akal.
"Kita mampir saja di rumahnya. minta minum," katanya. "Jika ibunya ada, kurasa dia akan mengajak kita mengobrol. Dengan begitu ada harapan kita akan mendapat keterangan yang kita inginkan, yaitu di manakah Horace Peeks pada malam kebakaran itu"Jika Ibunya mengatakan dia ada di rumah terus. maka nama Horace Peeks bisa kita coret dari daftar."
"Ide bagus!" kata Larry. "Dan aku juga dapat akal sekarang. Sebelum sampai di rumah itu, nanti akan kukempiskan ban roda depanku. Jadi sambil memompanya lagi, kita akan punya alasan untuk berlama-lama di situ. sambil mengobrol."
"Setuju!" kata Pip. "Wah. kelihatannya kita ini makin lama makin pintar!"
Setelah bersepeda beberapa waktu. Akhirnya mereka sampai di desa Wilmer Green. Desa itu bagus. Ada telaganya, di mana nampak sekawan bebek berbulu putih sedang berenang. Anak-anak turun dari sepeda, lalu mencari-cari rumah yang bernama 'Ivy Cottage'. Mereka bertanya pada seorang anak kecil. Anak itu menunjukkannya pada mereka. Ternyata letaknya agak ke dalam berbatasan dengan hutan kecil.
Anak-anak bersepeda lagi menuju rumah itu. Setelah dekat mereka turun. lalu menuju ke pintu pekarangan. Sebelumnya Larry sudah agak mengempiskan ban roda depan sepedanya.
"Biar aku saja yang meminta minum," kata Daisy. Mereka menghampiri pintu depan, yang terbuka sedikit Di dalam terdengar orang sedang bekerja. Daisy mengetuk pintu.
"Siapa itu"" sapa seseorang dari dalam. Suara wanita, bernada tajam.
"Bolehkah kami minta air sedikit" Kami sangat haus." kata Daisy dengan sopan.
"Ambil saja sendiri ke dalam," kata wanita yang ada di dalam rumah. Daisy membuka pintu lebar-lebar. lalu melangkah masuk Dilihatnya seorang wanita tua berwajah lancip sedang menyeterika sehelai kemeja Wanita itu menganggukkan kepala ke arah keran air.
"Itu air." katanya. "Cangkir ada di atas rak"
Sementara Daisy mengisi cangkir dengan air keran. Larry dan Pip melangkah masuk.
"Selamat sore." kata keduanya dengan sopan.
'Terima kasih untuk airnya. Bu. Kami haus sekali, karena sudah jauh sekali naik sepeda," kata Larry.
Wanita tua itu memandangnya dengan senang. Larry memang tampan. Dan adatnya sopan sekali- kalau dia mau!
"Kalian dan mana"" tanya wanita itu. Sambil meletakkan seterikanya.
"Dari Peterswood, Bu," jawab Larry. "Tentunya Anda belum kenal desa itu."
"Kebetulan aku tahu," jawab wanita tua itu. "Anakku yang laki-laki dulu bekerja di sana dengan Pak Hick."
"Wah - benar-benar kebetulan." kata Daisy sambil minum. "Kemarin dulu kami d
atang ke kebun Pak Hick, ketika terjadi kebakaran di situ."
"Kebakaran"" Kelihatan wanita itu kaget. "Kebakaran apa" Aku sama sekali tidak mendengar kabar mengenainya. Kan bukan rumah Pak Hick""
"Bukan Bu - cuma sebuah pondok dalam kebun. tempat dia bekerja." kata Pip. "Tidak ada yang cedera. Tapi masak anak ibu itu tidak bercerita mengenainya! Atau mungkin ia tidak melihat kejadian itu."
"Kapan terjadinya"" tanya ibu Pak Peeks. Ketika diberi tahu oleh Pip, wanita itu berhenti sebentar menyeterika. Ia berpikir-pikir, sekarang aku tahu. kenapa anakku tidak tahu apa-apa." katanya kemudian. "Ia minta berhenti, sehabis bertengkar dengan majikannya. Aku kaget sekali. ketika anakku itu tahu-tahu muncul di sini sore itu."
"Kalau begitu. ia tidak sempat melihat kebakaran." kata Pip. "Dalam malam itu ia di rumah terus, Bu""
"Tidak." jawab Bu Peeks yang tua. "Sehabis minum teh ia pergi lagi naik sepeda. Pulang-pulang ketika sudah malam. Aku tidak bertanya, dia pergi ke mana. Aku bukan orang yang selalu ingin tahu! Kurasa ia pergi ke kedai Pig and Whistle, main panahan bersama kawan-kawannya. Horace paling senang main panahan."
Anak-anak berpandang-pandangan. Jadi sehabis makan sore Horace menghilang - dan baru kembali ketika sudah gelap. Hmm - mencurigakan! Ke mana dia sebetulnya malam itu" Baginya mudah sekali untuk menyelinap pergi naik sepeda ke Peterswood. bersembunyi dalam parit dekat pagar semak, dan begitu ada kesempatan baik, cepat-cepat menyiramkan bensin ke pondok dan membakarnya. Setelah itu kembali naik sepeda lagi! Takkan ada yang melihat. karena hari sudah gelap.
Dalam hati Larry timbul keinginan untuk mengetahui sepatu seperti apa yang dipakai Horace. Ia memandang berkeliling dapur. Di pojok ruangan ada sepasang sepatu yang kelihatan kotor. Rupanya akan dibersihkan. Ukurannya kira-kira sama dengan jejak yang ditemukan. Tapi solnya bukan dari karet. Mungkin saat itu Pak Peeks sedang memakai sepatu yang bersol karet. Anak-anak berharap dalam hati, moga-moga orang itu datang.
"Aku harus memompa ban roda depanku." Kata Larry sambil bangkit. "Aku keluar sebentar."
Tapi walau ia pergi selama lima menit untuk memberi kesempatan pada Pip dan Daisy untuk mengorek keterangan, tapi rupanya tak ada lagi yang masih bisa diketahui di situ. Akhirnya mereka minta diri pada ibu Pak Peeks, lalu pergi ke luar.
"Tidak ada keterangan lain yang bisa dikorek," kata Pip dengan suara lirih. "He - siapa itu" Diakah yang bernama Horace""
Seorang pemuda bertubuh kurus masuk lewat
pintu pekarangan. Rambutnya acak-acakan menutupi kening. Dagunya kecil dan miring ke belakang. Sedang matanya yang biru agak melotot seperti mata Pak Goon. Dan ia memakai jas flanel berwarna abu-abu!
Ketiga anak itu langsung menyadarinya. Jantung Daisy berdebar keras. Mungkinkah mereka kini menemukan si pelaku"
"Apa yang kalian perbuat di sini"" tanya Horace Peeks.
"Kami tadi mampir. minta minum." kata Larry. Dalam hati ia berpikir, adakah kemungkinan untuk pergi ke belakang orang itu. untuk melihat apakah jasnya sobek atau tidak.
"Dan kemudian ternyata Anda belum lama berselang masih tinggal di desa kami." kata Daisy dengan nada lincah. "Kami tinggal di Peterswood "
"Aku memang pernah bekerja di situ," jawab Horace. "Kalian kenal Pak Hick, laki-laki tua pemarah itu" Dulu aku bekerja padanya- Tapi, segala-galanya tidak pernah benar menurut dia! Dasar tua-tua jahat!"
"Kami juga tidak begitu suka padanya," kata Pip. "Anda tahu, di tempatnya terjadi kebakaran pada hari Anda pergi dari sana""
"Dari mana kau tahu kapan aku pergi"" tanya pemuda itu dengan heran
"Anu - kami tadi bercerita tentang kebakaran itu pada ibu Anda. Lalu katanya. mestinya peristiwa itu terjadi pada hari Anda pergi dari sana karena Anda tidak tahu apa-apa tentang kejadian itu," kata Pip.
"Yah - aku bisa mengatakan, biar tahu rasa Pak Hick sekarang! Aku tak peduli jika bahkan rumahnya terbakar sampai habisi Manusia pelit, jahil. pemarah!" tukas Horace. "Sayang aku tidak melihat kejadian itu "
Anak-anak menatapnya. Mereka tidak tahu, apakah pemuda itu berpura-pura saja.
"Jadi Anda waktu itu tidak ada di sana"" tanya Daisy dengan gaya sambil lalu.
"Bukan urusanmu. di mana aku waktu itu!" kata Horace. Ia berpaling memandang Larry, yang saat itu beringsut-ingsut mengitari pemuda itu. Larry mencari-cari, untuk melihat apakah jas flanel orang itu robek atau tidak. "Mau apa mengendus-endus diriku - kayak anjing!"
"Jas Anda kena kotoran." kata Larry menyebutkan alasan yang terpikir olehnya saat itu. "Sebentar - kubersihkan."
Ia menarik sapu tangan dari kantong. Tapi dasar nasib sial. bersama sapu tangan tertarik pula sampul surat Lily yang dialamatkan pada pemuda itu.
Surat itu terjatuh ke tanah. Ampun. sisinya yang ada alamat, menghadap ke atas. Horace memungut sampul surat itu Matanya terbelalak, ketika melihat namanya tertulis di situ. Ia berpaling pada Larry.
"Apa ini"" tanyanya.


Pasukan Mau Tahu - Misteri Pondok Terbakar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dalam hati. Larry menggebuk dirinya sendiri karena bersikap begitu ceroboh.
"Ah - itu untuk Anda. katanya "Lily minta tolong pada kami untuk mengeposkan. Tapi karena kami toh akan lewat di sini, kami lantas memutuskan untuk mengantarnya sendiri."
Dari gelagat Horace Peeks saat itu nampak bahwa ia hendak mengajukan pertanyaan lagi. Mungkin pertanyaan yang bisa memojokkan anak-anak. Karena itu Larry merasa, sudah waktunya mereka pergi lagi. Didorongnya sepeda ke pintu pagar.
"Yah, begitulah! Selamat tinggal," katanya. "Nanti kukatakan pada Lily. Anda sudah menerima suratnya."
Ketiga anak itu buru-buru naik ke sadel, lalu pergi. Terdengar suara Horace memanggil-manggil.
"He! Tunggu - kemari sebentar!"
Tapi mana mau anak-anak kembali. Mereka pergi dengan pikiran kacau. Setelah bersepeda satu setengah kilometer, Larry turun dari sepeda lalu duduk dekat gerbang pekarangan orang.
"Yuk - kita berunding sebentar di sini," katanya mengajak Pip dan Daisy.
Mereka duduk berjejer. Tampang mereka serius sekali.
"Aku tadi benar-benar dungu. Masak surat itu sampai bisa terjatuh begitu." kata Larry. Ia malu terhadap dirinya sendiri. "Tapi mungkin lebih baik begitu. Kan surat itu memang harus diserahkan pada si penerima! Bagaimana pendapat kalian mungkinkah Horace yang membakar pondok"`
"Kelihatannya," kata Daisy sambil termenung. "Hari itu ia benci sekali pada Pak Hick. Dan ibunya tidak tahu. di mana dia petang itu. Larry. Kau tadi sempat atau tidak memperhatikan sol sepatunya" Dan jasnya. robek atau tidak""
"Aku tidak sempat memperhatikan sol sepatunya. Dan kulihat sepintas lalu tadi, kelihatannya jas itu tidak sobek sama sekali," kata Larry. 'Tapi pokoknya, dari surat itu ia sekarang tahu bahwa ia dicurigai, dan karenanya pasti akan waspada!"
Mereka masih berembuk di situ selama beberapa saat lagi. Akhirnya diputuskan untuk mengesampingkan urusan Horace Peeks untuk sementara, dan mengarahkan perhatian pada Pak Smellie. Tak ada gunanya mengambil keputusan mengenai Horace, selama mereka belum melihat Pak Smellie!
Setelah itu ketiganya meneruskan perjalanan. Mereka meluncur menuruni lereng sebuah bukit, lalu menikung memasuki suatu belokan. Tapi tahu-tahu Larry roboh. karena menubruk seseorang! Kedua-duanya jatuh tergelimpang di jalan.
Larry cepat-cepat duduk. dan memandang orang yang ditubruknya dengan perasaan menyesal. Tapi detik berikutnya, matanya membundar karena kaget. Ternyata orang itu Pak Ayo Pergi!
"Apa"!" Kau lagi"" teriak polisi desa itu dengan nada galak. Larry cepat-cepat berdiri. Sedang Daisy dan Pip turun dari sepeda. agak jauh dari situ. Mereka tertawa-tawa.
"Kau mau apa"" seru Pak Goon. Sementara Larry menegakkan sepedanya. bersiap-siap untuk menaikkan lagi.
"Saya mau apa" Mau pergi!" balas Larry sambil berseru pula "Anda tidak lihat" Nah - saya pergi!"
Setelah itu ketiga anak itu meneruskan perjalanan sambal cekikikan karena geli sendiri. Tapi sempat juga melintas pikiran mungkin Pak Ayo Pergi sedang dalam perjalanan untuk mendatangi Horace Peeks. Tapi kini pemuda itu sudah waspada karena diperingatkan lewat surat oleh Lily. Jadi satu hal sudah pasti. Takkan banyak yang bisa dikorek Pak Goon dari Horace Peeks.
XI GELANDANGAN MUNCUL LAGI PUKUL TUJUH malam barulah mereka sampai di rumah. Bets
sudah mulai khawatir. Tak lama lagi ia sudah harus tidur. Tak enak rasanya jika ia sudah harus masuk ke rumah. sebelum mendengar kabar yang mungkin dibawa Larry. Daisy dan Pip.
Karena itu Bets melonjak kegirangan. Ketika terdengar bunyi bel sepeda berdering-dering. Abangnya mengayuh sepeda cepat-cepat masuk ke pekarangan. seiring dengan Larry dan Daisy. Saat itu Fatty sedang asyik meneliti bekas-bekas memar di tubuhnya. la puas. karena warna memar itu kini sudah berubah lagi. Ungu kemerah-merahan. Memang. rasanya sakit Tapi walau begitu ia bangga.
"Ada kabar apa"" seru Bets menyongsong anak-anak yang datang.
"Banyak," balas Larry. 'Tapi tunggulah - kami menaruh sepeda dulu."
Tak lama kemudian mereka sudah duduk-duduk di pondok peranginan. Mata Fatty terbelalak sampai nyaris copot. ketika mendengar bagaimana Larry dengan tidak sengaja menjatuhkan surat dari kantong, sehingga tergeletak di tanah dekat kaki Horace Peeks
"Tapi Pak Ayo Pergi ternyata juga membuntutinya." kata Pip. "Ketika pulang tadi, kami berpapasan dengan dia. Ah - sebetulnya yang terjadi bukan berpapasan lagi!" Pip tertawa sendiri.
"Larry tadi menubruknya sampai terpelanting dan sepeda. ketika membelok di sebuah tikungan. Ternyata polisi itu lebih cerdas dari sangkaan kita. la tidak jauh tertinggal di belakang kita!"
"Kalau begitu, besok secepat mungkin kitaharus menyelidiki Pak Smellie." kata Fatty. "Kamitadi berhasil menemukan alamatnya."
"Bagus." kata Larry. "Alamatnya di mana""
"Dalam buku telepon." jawab Bets.
Tiga pasang mata terbelalak menatapnya.
"Maksud Bets, kami menemukan alamat itu dalam buku telepon." sela Fatty menjelaskan.
"Ya betul - dalam buku telepon." sambung Bets, tanpa menyadari kebingungan yang ditimbulkan olehnya. "Gampang sekali menemukannya. karena di situ cuma ada satu yang bernama Smellie. la tinggal di rumah yang bernama Willow-Dene. di Jeffreys Lane."
"He, itu kan di belakang kebun kami," kata Larry dengan heran. "Ya kan. Daisy" Willow-Dene, pekarangannya bertolak belakang dengan sebagi
an kebun kami Aku belum pernah tahu siapa yang tinggal di situ. karena selama ini tak pernah nampak orang dalam kebun itu. Kecuali seorang wanita. yang sudah tua."
"Pasti itu Bu Miggle, pengurus rumah tangga Pak Smellie." kata Fatty.
"Dari mana kau tahu"" tanya Daisy tercengang.
"Ya, aku dan Bets hari ini benar-benar mau tahu," kata Fatty sambil nyengir. "Kami menanyakan pada tukang kebun kalian di mana Willow-Dene. Katanya dia tahu tempat itu, karena saudaranya bekerja di situ. Lalu ia bercerita tentang Bu Miggle. yang katanya repot sekali mengurus supaya Pak Smellie tetap rapi, menyuruh dia makan dengan teratur. serta memakai mantel kalau kebetulan hujan. Yah - pokoknya segala urusan kayak begitu."
"Kenapa sebetulnya Pak Smellie"" tanya Larry "Orangnya gila, ya""
"Bukan. bukan gila! Dia itu seorang - anu. pokoknya pakai `log' di belakangnya." kata Bets "Kerjanya meneliti surat-surat serta naskah-naskah kuno. Pengetahuannya tentang soal-soal begitu. lebih hebat daripada siapa pun. Soal-soal lain, tidak diperdulikannya! Dia tahunya cuma surat dan naskah kuno. Kata tukang kebun kalian. Pak Smellie menyimpan sejumlah naskah yang sangat berharga."
"Kalau tinggalnya begitu dekat dengan kami. mungkin aku bisa mendatanginya besok bersama Larry." kata Daisy.
Ia sudah kepingin sekali melanjutkan penyelidikan - atau `mau tahu', menurut istilah Bets. "Rasanya kita sudah mulai ahli dalam soal menyelidik. Pasti hasilnya lebih hebat daripada hasil Pak Ayo Pergi. Setiap tersangka pasti akan langsung curiga kalau didatangi Pak Goon. Jadi lantas berhati-hati kalau bicara. Tapi menghadapi anak-anak, orang biasanya bicara seenaknya saja."
Larry mengambil buku catatannya dan balik papan yang terlepas.
"Kita perlu menambahkan keterangan yang kita peroleh tadi ke catatan kita," katanya. lalu ia mulai menulis. Pip mengambil kotak korek api dan membukanya. Ia ingin melihat. apakah warna bekas kain flanel yang ada di situ sama dengan warna jas yang dipakai Horace Peeks. Ternyata memang mirip.
"Tatapi Larry tidak melihat ada sobekan pada jas
nya." kata Pip. "Aku juga sampat memperhatikan celana panjangnya. Sama sekali tidak nampak robek."
Anak-anak memperhatikan kain flanel kelabu itu. Kemudian dikembalikan oleh Pip ke dalam kotak korek api. Setelah itu dibentangkannya kertas dengan gambar jajak sepatu yang dibuat Fatty. la nyengir sendiri karena teringat pada ekor, telinga dan tangan yang dibicarakan dengan serius olahnya bersama Larry, yaitu ketika mereka untuk pertama kali melihat gambar itu.
"Gambar ini memang bagus." katanya. Fatty langsung cemerlang wajahnya. Tapi kini ia sudah cukup bijak. Ia tidak mengatakan apa-apa.
"Bentuk garis silang-menyilang ini akan kucamkan baik-baik." kata Pip lagi. "supaya nanti kalau melihatnya di suatu tempat aku akan langsung mengenalnya kembali."
"Aku juga akan mengecam." kata Bets. Matanya melotot. memandang gambar itu. Anak itu merasa yakin. kalau jejak itu dilihatnya di mana pun juga di tempat yang berlumpur. pasti la akan langsung bisa mengenali.
"Aku sudah selasai mencatat." kata Larry kemudian "Yah - petunjuk-petunjuk yang ada sampai sekarang, sama sekali belum ada manfaatnya bagi kita. Kita perlu menyelidiki apakah Horace Peeks memakai sepatu bersol karat, atau tidak! Dan kita juga tidak boleh sampai lupa memperhatikan sol sepatu Pak Smellie!"
"Tapi mungkin pemiliknya tidak memakai sepatu itu sekarang." kata Fatty. "Mungkin saja di simpan dalam almari, atau di kamar tidur!"
"Barangkali saja kita akan bisa mengintip ke dalam almari tempat Pak Smellie menyimpan sepatu-sepatunya." kata Larry. Padahal ia sama sekali tidak tahu. bagaimana cara melaksanakan niatnya itu. "Coba dengar sebentar! Sampai sekarang, ada empat orang tersangka. Yang satu. Bu Minns. Tapi mengingat dia terserang penyakit encok pada malam kebakaran, dan menurut kakaknya tidak bisa beranjak dari kursi tempatnya duduk. maka tidak mungkin dia yang membakar pondok. Tinggal tiga orang tersangka. Yang berikut. si tua gelandangan! Tapi dia tidak memakai sepatu bersol karet begitu pula jas berwarna kelabu. Dan mengingat dia tidak cepat-cepat lari dari daerah sini seperti seharusnya jika dia memang bersalah, maka bisa dibilang mustahil dia yang membakar. Sekarang tinggal dua yang kita curigai."
"Kurasa pelakunya Horace Peeks." sela Pip. "Apa sebabnya dia tadi tidak mau mengatakan. Ke mana dia pada malam kebakaran itu" Itu kan sangat mencurigakan!"
"Yah - jika Pak Smellie bisa mengatakan di mana dia saat itu. maka tinggal Horace Peeks sendiri," kata Larry. "Kalau benar begitu, maka seluruh perhatian akan kita arahkan pada dirinya. Kita selidiki sepatu macam apa yang dipakai, apakah di dalam rumah ada jas kelabu yang sobek, apa yang dilakukan olehnya pada malam itu -dan macam-macam lagi."
"Sesudah itu apa"" tanya Bets. "Kita melaporkan pada polisi"" tanya Bets
"Apa katamu"" seru Larry. "Lapor pada Pak Ayo Pergi. supaya dia yang mendapat nama dan pujian. Wah - tidak bisa! Kata sendiri menghadap Inspektur Polisi! Inspektur Polisi Jenks. Dia kepala polisi daerah sini. Ayah kenal baik padanya. Orangnya pintar sekali. Tinggalnya di kota."
"Jangan-jangan aku nanti takut padanya." Kata Bets ngeri. "Pada Pak Ayo Pergi saja. aku sudah takut"
"Huh! Takut pada Pak Serius yang matanya melotot kayak mata kodok itu"" tukas Fatty. "Kayak Larry dong - meluncur turun gunung dengan sepeda. menikung - dan BAMM. Pak Ayo Pergi jatuh terpelanting!"
Anak-anak tertawa geli. Saat itu terdengar bel berdering. Kelima anak itu bubar. Fatty kembali ke hotel. untuk makan malam bersama orang tuanya. Larry dan Daisy mengambil sepeda. lalu pulang ke rumah. Pip masuk untuk makan malam, sedang Bets harus masuk ke tempat tidur.
Buster ikut dengan Fatty. Malam itu Fatty cepat sekali masuk ke tempat tidur. Badannya terasa pegal. Dan luka-luka memarnya nyeri sekali. Buster sempat melihat memar-memar itu ketika Fatty berganti pakaian. Tapi anjing itu sama sekali tidak kagum!
"Besok gelandangan tua itu datang ke sini untuk mengambil sepalu yang sudah dicarikan ibu untuknya," kata Pip pada Bets. "Saat itu kita akan mengajukan beberapa pertanyaan kepadanya."
"Pertanyaan apa"
"Kita tanyakan secara terang-terangan apakah dia melihat Horace Peeks bersembunyi dalam parit waktu itu," kata Pip. "Kalau dia bilang ya - nah. Itu besar sekali gunanya bagi kita."
Anak-anak tak seorang pun yang bisa tidur nyenyak malam itu. Mereka masih terlalu gelisah setelah mengalami berbagai kejadian hari itu. Bets mimpi tentang Pak Ayo Pergi. Tahu-tahu ia berteriak. lalu terbangun! Rupanya ia bermimpi. Pak Goon memasukkannya ke dalam penjara, karena membakar pondok!
Fatty tidurnya juga tidak enak Tapi penyebabnya. karena memar-memar di tubuhnya. Bagaimanapun ia berbaring. selalu ada bagian yang sakit tertindih.
Sebelum mereka berpisah sorenya. Sudah ditentukan bahwa Pip, Bets dan Fatty akan tinggal di kebun untuk menunggu gelandangan tua. Kalau orang itu datang. Pip harus menanyainya dengan cermat Larry sudah mengatur apa saja yang perlu ditanyakan.
"Sepatu untuknya kauletakkan di tempat yang menyolok. supaya dia bisa melihatnya. Biar dia kepingin sekali memilikinya," kata Larry mengajari. "Tapi jangan berikan. sebelum dia menjawab pertanyaan-pertanyaanmu. Tanpa jawaban. Tidak dapat sepatu. Beres"" Jadi keesokan harinya Fatty datang bersama Buster ke rumah Pip dan Bets. Di situ mereka kedatangan laki-laki tua gelandangan itu Ternyata orang itu benar-benar datang. Ia menyelinap masuk lewat pintu pekarangan sebelah belakang, sambil jelalatan memandang berkeliling. Seolah-olah sedang dikejar orang. Ia masih memakai sepatu butut yang menyebabkan ujung-ujung jari kakinya mencuat keluar dan sisi atas. Pip melihatnya, lalu memanggil dengan lirih.
"Halo! Kemari, Pak"`
Gelandangan itu menoleh ke arah Pip.
"Aku kan tidak dijebak"" tanya laki-laki tua itu dengan curiga. "Polisi desa itu kan tidak ada di sini""
"Aduh, tentu saja tidak!" kata Pip tidak sabar. "Kami sendiri juga tidak suka padanya."
"Ada sepatu itu"" tanya si tua. Pip mengangguk. Gelandangan itu tersaruk-saruk menghampiri. Lalu diajak Pip masuk ke pondok peranginan. Di situ ada sebuah meja kecil. terbuat dari kayu. Dan di alas meja itu terletak sepasang sepatu. Mata gelandangan tua itu bersinar-sinar. ketika melihatnya.
"Sepatu bagus." katanya. "Pasti pas untukku."
"Tunggu dulu. kata Pip, ketika dilihatnya gelandangan itu mengulurkan tangan hendak mengambil sepatu. "Tunggu dulu. Pak Mula-mula kami menginginkan jawaban atas beberapa pertanyaan kami."
Gelandangan itu menatapnya cemberut.
"Aku tidak mau terlibat dalam kesulitan," katanya.
'Tentu saja. kata Pip. "Kami takkan mengatakan bahwa Anda yang bercerita pada kami."
"Apa yang ingin kau ketahui""tanya gelandangan itu.
"Pada malam kebakaran itu. Anda melihat orang bersembunyi dalam kebun Pak Hick"" tanya Fatty.
"Ya." jawab gelandangan itu. "aku melihat seseorang dalam semak pagar."
Bets, Pip dan Fatty tercengang.
"Anda sungguh-sungguh melihatnya"" tanya Pip meminta penegasan.
"Tentu saja aku melihatnya " jawab gelandangan itu lagi. "Aku melihat banyak orang dalam kebun malam itu. Ya ya!"
"Anda waktu itu di mana"" tanya Bets ingin tahu.
"Bukan urusanmu," kata gelandangan itu dengan ketus. "Pokoknya. aku tidak berbuat apa-apa."
Mungkin sedang mengamat-amati kandang ayam. menunggu kesempatan baik untuk menyambar beberapa butir telur, pikir Pip. Dan dugaan itu memang tepat.
Ketiga anak itu menatap si tua. yang membalas tatapan mereka.
"Yang bersembunyi dalam semak itu seorang pemuda. yang rambutnya tergerai menutupi kening"" tebak Pip. Yang dimaksudkannya Horace Peeks. "Matanya agak melotot""
"Soal matanya - aku tidak tahu," jawab si tua. "Tapi rambutnya memang tebal. Berjambul sebelah depannya. Ia berbisik-bisik dengan orang lain yang tidak bisa kulihat saat itu."
Nah - itu kabar baru! Itu baru kabar. Hm! Horace Peeks bersembunyi dalam semak. bersama satu orang lagi! Jangan-jangan ada dua orang yang terlibat dalam perkara itu. Mungkin Horace Peeks dan Pak Smellie merencanakan perbuatan itu bersama-sama. Anak-anak bingung.
"Begini, Pak ...... " Pip hendak menanyakan sesuatu lagi. Tapi si tua tidak mau.
"Kemarikan sepatu itu," katanya. sambil mengulurkan tangan. "Aku tidak mau bilang apa-a
pa lagi! Kalau aku tidak hati-hati. nanti aku sendiri yang kena getahnya. Aku tidak ingin terlibat dalam urusan apa pun. Tidak - aku tidak mau! Aku ini orang yang jujur sekali."
Diambilnya sepatu dari alas meja lalu dipakainya. Tapi ia tidak mau membuka mulut lagi.
"Seolah-olah menjadi bisu dengan tiba-tiba."pikir Pip. Bersama Fatty dan Bets. Diperhatikannya gelandangan itu pergi dengan sepatu barunya. Agak kebesaran. Tapi pokoknya tidak menjepit jari kaki lagi
"Misteri ini mengadi semakin rumit." kata Fatty. "Kini kelihatannya ada dua orang yang bersembunyi di dalam kebun malam itu. dan bukan Cuma seorang. Yang sudah pasti. seorang di antaranya Horace Peeks. Namun yang satu lagi, siapa" Mungkin Larry dan Daisy membawa kabar lagi sekembali mereka nanti"
Selama gelandangan tadi ada dalam pondok peranginan. Buster menggeram-geram terus. Fatty terpaksa memeganginya erat-erat. Karena takut kalau ia menyerang gelandangan itu. Tapi sekarang anjing menggonggong dengan gembira.
"Itu Larry dan Daisy." kata Bets. "Bagus! Mungkin mereka membawa kabar lagi."
XII PAK SMELLIE - DAN SOL KARET
PENGALAMAN Larry dan Daisy asyik sekali pagi itu. Menurut pendapat mereka. lebih baik secepat mungkin berjumpa dengan Pak Smellie dan menanyakan beberapa hal padanya. Lebih cepat. lebih baik - supaya cepat cari akal. bagaimana sebaiknya melakukan tugas itu.
"Kali ini kita tidak bisa mampir, untuk minta minum atau sesuatu kayak begitu." kata Daisy. "Aku benar-benar tidak tahu. alasan apa yang bisa kita pakai untuk mendatanginya."
Keduanya lantas membisu. Sama-sama memeras otak mencari akal.
"Bagaimana jika kita lemparkan bola ke kebun Pak Smellie," kata Larry setelah beberapa saat.
"Lantas - apa gunanya"" tanya Daisy bingung.
"Masak belum mengerti! Dengan begitu kita punya alasan untuk memanjat tembok, lalu masuk ke kebun untuk mengambil kembali bola itu. Tentu saja dengan harapan. moga-moga Pak Smellie melihat kita lalu bertanya cari apa kita di situ." Kata Larry.
"O, begitu," kata Daisy. "Ya, kurasa baik juga akal itu. Kita coba saja."
Larry lantas melemparkan bolanya tinggi-tinggi. Melambung ke atas. melampaui pucuk pepohonan lalu jatuh di tengah kebun rumah belakang. Kedua anak itu bergegas lari ke tembok belakang. Dengan cepat mereka memanjatnya, lalu turun lagi di sela semak di sebelah belakang kebun Pak Smellie.
Mereka langsung saja berjalan di alas rumput mencari-cari bola yang jatuh di situ. Bola itu sebenarnya sudah mereka lihat di tepi rumpun mawar yang ada di situ. Tapi mereka pura-pura tidak tahu. Keduanya sibuk mencari sambil saling memanggil. Mereka berharap ada orang di rumah mendengar suara mereka, lalu muncul di jendela untuk menengok.
Dan harapan mereka terkabul! Belum lama lagi mereka mencari. ketika sebuah jendela terbuka di sisi kanan rumah Seorang laki-laki menjengukkan kepala ke luar. Kepala orang itu sebelah atasnya sudah botak sama sekali. Janggutnya panjang berjela-jela hampir sampai ke pinggang. Ia memakai kaca mata berlensa tebal. yang menyebabkan matanya nampak besar sekali.
"Cari apa kalian di situ"" serunya.
Larry datang menghampiri. Ia berdiri di bawah jendela. Lalu menjawab dengan sopan.
"Maaf, Pak - tapi bola kami tadi jatuh ke sini. Kami ingin mencarinya."
Saat itu datang tiupan angin. menghembus rambut Daisy sehingga menutupi mukanya. Janggut laki-laki itu - yang mestinya Pak Smellie - melambai-lambai. Terdengar bunyi keresek kertas-kertas yang terletak di alas meja di sisi laki-laki tua itu. Selembar di antaranya melayang naik. lalu terbang ke luar jendela. Pak Smellie masih berusaha menangkap, tapi sia-sia. Kertas itu terjatuh ke tanah. di bawah jendela.
"Saya ambilkan sebentar, Pak." kata Larry. Ialu dipungutnya kertas itu dan dikembalikan pada pak Smellie.
"Kertasnya aneh," kata Larry. Kertas itu tebal berwarna kekuning-kuningan, penuh dengan tulisan berbentuk aneh.
"Ini kertas yang terbuat dari kulit" kata Pak Smellie, sambil memandang Larry dengan matanya yang cadok "Umurnya sudah tua sekali."
Saat itu Larry mendapat ilham. Sebaiknya ia pura-pura menaruh minat pada kertas-k
ertas antik. "Wah!" katanya dengan nada kagum. "Sudah tua sekali, Pak! Berapa umurnya" Ini benar-benar menarik!"
Pak Smellie nampak senang melihat Larry menaruh minat.
"Aku punya yang lebih tua lagi dari yang ini," katanya. "Aku paling senang berusaha membacanya! Dengan jalan itu banyak yang bisa diketahui dari sejarah kuno!"
"Huii - hebat!" kata Larry. 'Bolehkah saya melihat beberapa di antaranya. Pak""
"Ya - tentu saja. Nak." kata Pak Smellie. Dipandangnya Larry dengan wajah berseri-seri. "Masuk saja dulu! Pintu rumah yang menghadap ke kebun kurasa tidak terkunci."
"Adik perempuan saya juga boleh ikut"" tanya Larry lagi. "Dia pasti akan tertarik pula."
Wah - anak-anak ini benar-benar luar biasa, pikir Pak Smellie. sambil memperhatikan keduanya masuk lewat pintu kebun. Ketika mereka sedang menggosok-gosokkan sol sepatu ke keset yang ada di situ, tiba-tiba seorang wanita bertubuh kecil mungil muncul dari kamar yang tidak jauh dari situ. Ia menatap kedua anak itu sambil melongo.
"Cari apa kalian di sini"" tanyanya sesaat kemudian. "Ini rumah Pak Smellie Dia tidak mengizinkan siapa-siapa masuk ke dalam."
"Dia yang baru saja mengundang kami masuk." jawab Larry dengan sopan. "Kami sudah membersihkan sepatu."
"Dia mengundang kalian masuk"" kata wanita itu. Dia itu rupanya yang bernama Bu Miggle. pengurus rumah tangga Pak Smellie. Bu Miggle semakin tercengang. "Tapi - tapi selama mi ia tidak pernah mengajak siapa pun juga masuk kemari - kecuali Pak Hick. Tapi sejak mereka bertengkar. Pak Hick tidak pernah lagi datang kemari."
"Mungkin Pak Smellie yang datang ke rumah Pak Hick sekarang." kata Larry. Ia masih saja menggosok-gosokkan sepatunya ke keset. Ia mengulur waktu. supaya bisa agak lama berbicara dengan Bu Miggle.
"Mana mungkin!" bantah wanita tua itu. "Pak Smellie waktu itu sudah mengatakan padaku. ia takkan mau mendatangi orang yang membentak-bentak dirinya dengan kasar sekali - seperti yang dilakukan oleh Pak Hick! Kasihan. tidak sepantasnya orang setua Pak Smellie dibentak-bentak. Orangnya pelupa sekali dan kadang-kadang agak aneh - tapi dia tidak jahat."
"Dia tidak ikut melihat ketika pondok tempat kerja Pak Hick terbakar waktu itu"" tanya Daisy. Bu Miggle menggeleng.
"Petang itu ia berjalan-jalan. seperti biasanya," katanya, "sekitar pukul enam sore. Tapi sebelum diketahui ada kebakaran. dia sudah kembali lagi."
Kedua anak itu berpandang-pandangan. Jadi ternyata petang itu Pak Smellie pergi meninggalkan rumah! Mungkinkah dia menyelinap dengan sembunyi-sembunyi ke rumah Pak Hick, membakar pondok dengan siraman bensin lalu cepat-cepat kembali lagi ke rumahnya"
"Kalian melihat kebakaran itu"" tanya Bu Miggle penuh minat. Anak-anak tidak sempat menjawab, karena saat itu Pak Smellie muncul untuk melihat di mana mereka. Kedua anak itu lantas ikut ke kamar kerja orang tua itu. Kamarnya morat-marit, penuh kertas berserakan. Sepanjang dinding berderet buku-buku, sampai ke langit-langit.
"Astaga!" kata Daisy, sambil memandang berkeliling. "Kamar ini_ tidak pernah dirapikan rupanya! Ke mana saja kita melangkah. selalu ada kertas di lantai."
"Bu Miggle tidak boleh membereskan kamar ini." kata Pak Smellie. Didorongnya kaca matanya ke pucuk hidung. Tapi tiap kali merosot lagi ke bawah. karena hidung orang tua itu agak pesek. "Nih. kutunjukkan sebentar buku yang sudah sangat kuno Ini - sebetulnya bukan buku. melainkan naskah yang ditulis pada gulungan kertas - pada tahun. nah - nanti dulu - pada tahun eh lupa lagi - nantilah kuperiksa. Sebetulnya aku sudah tahu pasti. tapi si Hick itu selalu membantah. la mengacaukan pikiranku. sampai sekarang aku tak ingat lagi."
"Pertengkaran Anda dengan dia dua hari yang lalu rupanya sangat membingungkan Anda, Pak." kata Daisy dengan nada prihatin. Pak Smellie mencopot kaca matanya, digosok-gosok lalu dipasang lagi ke hidung.
"Ya," katanya. "ya! Aku paling tidak suka bertengkar. Hick itu sangat cerdas orangnya. tapi selalu marah-marah jika aku tidak sependapat dengan dia. Nah - naskah yang ini ..... "
Anak-anak mendengarkan dengan seksama. walau sebenarnya sa
ma sekali tak memahami kuliah Pak Smellie yang panjang lebar. Pak tua itu rupanya lupa bahwa ia berbicara dengan anak- anak. Kata-katanya begitu sulit dimengerti. seolah- olah pengetahuan Larry dan Daisy sebanding dengan dia. Kedua anak itu mulai merasa bosan. Karenanya ketika laki-laki tua itu berpaling untuk mengambil naskah kuno lagi. Larry cepat-cepat berbisik pada adiknya. "Cepat! Periksa apakah dalam lemari yang ada di gang terdapat sepatunya."
Daisy bergegas menyelinap ke luar. Ternyata Pak Smellie sama sekali tidak sadar bahwa anak itu tidak ada lagi di depannya. Larry agak menyesal. Mungkin laki-laki tua pikun itu juga takkan menyadari, jika ia sendiri juga pergi!
Sementara itu Daisy sudah menemukan lemari yang dimaksudkan oleh Larry. Dibukanya lemari itu. Di situ banyak sekali sepatu yang berbagai jenis, di samping tongkat serta jas beberapa buah. Daisy cepat-cepat memeriksa jejeran sepatu yang ada di situ. Dibaliknya satu per satu. Ukurannya kelihatan kira-kira sama dengan sepatu yang dicari. Tapi tidak ada yang bersol karet.
Tapi akhirnya ditemukan juga sepasang. yang solnya terbuat dari karat. Nah - mungkin itu yang mereka cari-cari selama ini! Daisy memperhatikan pola sol itu. Tapi ia tidak ingat lagi. bagaimana pola jejak sepatu yang nampak dalam lumpur. Seperti ini - atau tidak"
Diambilnya sepatu itu sebelah. lalu diselipkannya ke balik baju hangatnya. Perutnya kini nampak agak gendut. Tapi tidak ada jalan lain untuk menyembunyikan sepatu itu. Pintu lemari ditutupnya kembali, lalu berpaling hendak ke-- Daisy bertatapan muka dengan Bu Miggle!
Wanita tua itu melongo. Ia heran melihat Daisy tiba-tiba muncul dari dalam lemari.
"Sedang apa kau di situ"" tanyanya. "Kan bukan sedang main sembunyi-sembunyian""
"Sebetulnya - tidak. Bu." kata Daisy. Ia bingung, harus bilang apa! Bu Miggle menjunjung baki berisi roti manis dan susu. dibawanya masuk ke _kamar kerja. Di situ Pak Smellie masih asyik menguliahi Larry. Kasihan anak itu - matanya terbelalak, tapi untuk menahan rasa mengantuk! Bu Miggle meletakkan baki yang berisi makanan dan minuman ke atas meja. Daisy ikut dekat sekali di belakang wanita tua itu. supaya tidak ketahuan bahwa perutnya menjendol.
"Mungkin anak-anak ini mau makan dan minum sedikit dengan Anda, Pak," kata Bu Miggle. Kemudian dia berpaling, memandang Daisy. Ia kaget lagi. "Astaga - itu sapu tangan, yang menjendol di balik bajumu" Aneh, sapu tangan ditaruh di situ!"
Larry melirik adiknya. Ia juga tercengang, kenapa ada yang menjendol di balik baju anak itu.
"Aku memang suka menyimpan barang-barang di dalam baju," kata Daisy sambil nyengir. Padahal hatinya sudah dag dig duk. Mudah-mudahan saja tidak ada yang ingin melihat apa barang yang disimpannya di situ, doanya dalam hati. Dan syukurlah. doanya terkabul. Sebetulnya Larry sudah hampir menanyakan. Tapi ia cepat-cepat menutup mulutnya kembali, karena menyadari bahwa jendolan itu berbentuk seperti sepatu!
Kedua anak itu lantas makan dan minum dengan nikmat Tapi Pak Smellie sama sekali tak menyentuh bagiannya. Bu Miggle yang berdiri di sisinya. berulang kali berusaha menghentikan banjir kata-kata yang mengalir dari majikannya.
"Minumlah dulu susu itu. Pak." katanya berulang kali. "Anda tadi pagi belum sarapan." Bu Miggle berpaling. memandang anak-anak. "Sejak peristiwa kebakaran itu, Pak Smellie tidak bisa tenang lagi. Ya kan. Pak""
"Yah - aku kaget sekali mendengar kabar lenyapnya naskah-naskah yang begitu unik dan tak ada duanya. dalam kebakaran itu." kata Pak Smellie. "Nilainya beribu-ribu pound! Memang. aku tahu Pak Hick mengasuransikan pada perusahaan asuransi. sehingga ia pasti menerima ganti rugi. Tapi bukan itu persoalannya! Naskah-naskah itu nilainya luar biasa tingginya!"
"Pertengkaran Anda dengan dia paginya. tentang naskah-naskah itu"" tanya Daisy.
"Bukan, bukan tentang naskah miliknya. Kami mendengar tentang soal lain! Itu. naskah-naskah yang baru saja kutunjukkan pada kalian tadi Kata Pak Hick yang menulisnya seseorang bernama Ulinus," kata Pak Smellie dengan bersungguh-sungguh, "padahal aku tahu pasti, penulis
nya tiga orang yang berlainan. Tapi aku tak berhasil meyakinkan Hick bahwa Ia keliru Tahu-tahu ia mengamuk. dan aku diusirnya. Aku sampai setengah mati ketakutan. Sebagai akibatnya, naskah-naskahku yang kubawa akhirnya ketinggalan di sama." "Kasihan Pak Smellie," kata Daisy. "Lalu Anda tentunya baru keesokan paginya mendengar kobar tentang kebakaran di sana""
"Betul," kata Pak Smellie.
"Ketika Anda jalan-jalan petang itu, Anda tidak kebetulan lewat dekat rumah Pak Hick"" tanya Larry. "Coba Anda lewat di sana. tentu bisa melihat nyala api ketika belum terbakar besar."
Pak Smellie nampak tercengang. Kaca matanya terjatuh dari hidungnya. Diambilnya benda itu dengan tangan gemetar, lalu dikembalikannya lagi ke tempat semula. Bu Miggle menjamah lengan majikannya.
"Tenang, Pak - tenang." bujuk wanita tua itu. "Sekarang minum saja susu itu dulu. Dua hari belakangan ini Anda selalu gelisah. Anda kan mengatakan pada saya. petang itu Anda tak tahu ke mana saja sewaktu berjalan-jalan. Cuma berkeliaran. tanpa tujuan tertentu."
"Ya," kata Pak Smellie sambil menjatuhkan diri ke sebuah kursi. "Ya. ya - itu yang kulakukan waktu itu. ya Miggle" Aku cuma berkeliaran tanpa sadar mau ke mana. Aku tidak selalu ingat apa saja yang kulakukan. Ya kan, Miggle""
"Memang betul. Pak." kata Bu Miggle dengan ramah. Ditepuk-tepuknya bahu laki-laki tua itu "Pertengkaran itu. disusul peristiwa kebakaran, menyebabkan perasaan Anda tidak bisa tenang. Tapi jangan khawatir. Pak!"
Bu Miggle berpaling. lalu berbicara dengan suara pelan pada Larry dan Daisy "Sebaiknya kalian pergi saja sekarang. Pak Smellie agak gugup saat ini."
Kedua anak itu mengangguk serempak lalu menyelinap ke luar. Dengan cepat mereka kembali ke pekarangan rumah mereka sendiri.
"Aneh ya"" kata Daisy setelah sampai rumah.
"Kenapa Pak Smellie jadi begitu aneh sakapnya, ketika kita bertanya di mana ia berada pada malam kebakaran itu" Mungkinkah dia yang membakar pondok tapi setelah itu lupa lagi" Lalu ketakutan ketika teringat kembali" Atau karena apa""
"Memang. membingungkan." kata Larry. "Soalnya. ia kelihatannya berhati lembut. sehingga tak mungkin melakukan perbuatan yang begitu jahat seperti membakar pondok! Tapi di pihak lain mungkin saja saat itu ia kalap. Apa itu yang ada di balik bajumu, Daisy""
"Sepatu bersol karet dengan pola yang aneh." kata Daisy. sambal mengeluarkan benda itu.
"Mungkinkah sama dengan pola jejak yang kita temukan""
"Kelihatannya memang begitu." kata Larry. Semangatnya timbul. "Yuk. kita segera mendatangi kawan-kawan. Kita bandingkan nanti pola sol itu dengan yang nampak dalam gambar Fatty. Yuk - aku sudah tidak sabar lagi"
XIII BERBICARA DENGAN LILY LARRY dan Daisy bergegas mendatangi anak-anak yang lain. Sesampai di pondok peranginan. semua menatap sepatu yang ada di tangan Daisy dengan kagum.
"Wah. Daisy! Hebat! Kau menemukan sepatu bersol karet, kepunyaan orang yang membakar pondok"" tanya Fatty bersemangat.
"Ya, kurasa begitu." kata Daisy bangga. "Tapi aku dan Larry kan pergi mendatangi Pak Smellie, seperti sudah direncanakan kemarin. Nah. ketika laki-laki tua itu sedang berbicara dengan Larry, aku menyelinap pergi. Aku memeriksa lemari dalam gang. di mana disimpan sepatu serta barang-barang lain. Di antara sepatu-sepatu yang ada di situ. kutemukan sepasang yang bersol karat! Aku hampir yakin, pasti pola sol ini sama dengan yang nampak pada jejak sepatu yang kita temukan waktu itu."
Anak-anak berkerumun memperhatikan.
"Kelihatannya memang inilah sepatu yang kita cari." kata Pip.
"Memang ini dia." kata Fatty. "Aku yakin, karena aku yang membuat gambar salinannya."
"Ah - kurasa bukan," kata Bets dengan tiba-tiba. "Kotak-kotak di sela garis silang menyilang ini tidak sebesar yang digambar itu. Aku yakin, bukan ini sepatunya!"
"Ah - kau ini kayak yang bisa membeda-bedakannya saja." tukas Pip meremehkan. "Kurasa kita sudah berhasil menemukan sepatu yang dicari. Bisa kita buktikan dengan segera. Ambil gambarmu. Fatty!"
Fatty masuk ke pondok, lalu mengambil gambarnya dari belakang papan dinding yang terlepas. Anak-anak bergegas membuk
a lipatan kertas itu. Hati mereka berdebar keras.
Begitu gambar terbentang di depan mereka. semua langsung menatap dengan cermat. Setelah itu memperhatikan sol sepatu Pak Smellie. Lama sekali mereka menatapnya. Kemudian terdengar desahan rasa kecewa.
'Ternyata Bets yang benar." kata Fatty.
"Kotak-kotak pada pola dalam gambar lebih besar dari yang di sol sepatu ini. Dan aku tahu gambarku persis sekali ukurannya, karena segala-galanya kuukur dengan cermat. Aku paling jago dalam hal-hal kayak begitu. Aku belum pernah ....."
'Tutup mulut!" tukas Larry. Ia selalu jengkel kalau Fatty sudah mulai lagi dengan omong besarnya. "Tapi seperti kaukatakan tadi, Bets ternyata benar. Hebat. Bets!"
Bets berseri-seri. Ternyata dia memang mencamkan - atau mengecam, seperti katanya sendiri - gambar itu baik-baik. Tapi walau merasa senang. ia juga ikut kecewa karena ternyata Daisy tidak menemukan sepatu yang mereka cari.
"Sulit juga jadi orang yang mau tahu, ya"" kata Bets. "Yang kita ketahui sampai sekarang sedikit sekali gunanya. Atau malah membikin sulit! Pip, ceriterakanlah pada Larry dan Daisy, apa kata gelandangan tua tadi."
"O ya - kalian mesti mendengar cerita itu." kata Pip. Ia pun mulai menceritakan pengalaman mereka bertiga dengan gelandangan tadi.
"Nah - kan misteri kita sekarang bertambah rumit." katanya kemudian. mengakhiri laporan.
"Gelandangan itu memang melihat Peeks bersembunyi dalam semak - tapi ia juga mendengarnya berbisik-bisik di situ. dengan orang lain! Mungkinkah orang itu Pak Smellie" Kau tadi bilang petang itu ia pergi berjalan-jalan. Dan kita tahu, saat itu Peeks juga meninggalkan rumah ibunya. Mungkin mereka berdua yang merencanakan pembakaran pondok itu!"
"Mungkin saja." kata Larry sambil berpikir-pikir. "Mestinya mereka saling mengenal - dan mungkin hari itu mereka bertemu untuk membulatkan tekat. membalas dendam pada Pak Hick untuk sikapnya terhadap mereka. Tapi bagaimana cara kita mencari ketegasan mengenainya""
"Mungkin ada baiknya jika Pak Smellie kita datang sekali lagi." usul Daisy. "Bagaimanapun sepatunya ini harus kita kembalikan ke tempat semula. Kita tidak bisa menahannya di sini. He - kalian ada yang melihat Pak Ayo Pergi hari ini""
Ternyata tidak ada. Dan memang juga tidak ada yang kepingin bertemu dengan dia! Setelah itu anak-anak berunding. apa yang harus dikerjakan selanjutnya. Saat itu segala-galanya terasa sulit dan membingungkan. Walau Bu Minns dan gelandangan tua sudah dicoret dari daftar para tersangka. tapi anak-anak merasa mustahil bisa tahu apakah Peeks atau Pak Smellie yang sebenarnya melakukan pembakaran pondok. Atau mungkin juga kedua-duanya!
"Kurasa ada baiknya jika kita mendatangi Lily," kata Fatty tiba-tiba. "Mungkin dia bisa memberi keterangan pada kita. tentang Horace Peeks. Kan dia menulis surat pada pemuda itu. untuk memperingatkannya. Jadi mungkin saja dia lebih banyak tahu dari yang kita sangka!"
"Tapi petang itu Lily tidak ada di sana," kata Daisy. "Waktu ia sedang bebas tugas. Dia sendiri yang mengatakannya."
"Betul! Tapi kan mungkin ia kemudian kembali, lalu bersembunyi dalam kebun." kata Fatty.
"Kelihatannya malam itu seolah-olah separo dari seluruh penghuni desa bersembunyi dalam kebun." kata Larry. "Gelandangan tua ada di situ - dan kita menduga Pak Smellie juga! Kalau Peeks, kita tahu ia memang di situ saat itu - lalu kini kaukatakan. mungkin Lily juga berada di tempat itu!"
"Ya. aku tahu. Lucu sekali. kalau dibayangkan bagaimana penuhnya kebun Pak Hick malam itu!" kata Fatty samba! nyengir. "Nah. bagaimana" Tidakkah sebaiknya Lily kita datangi" Aku sama sekali tak menaruh kecurigaan apa-apa padanya! Cuma mungkin ada baiknya kita periksa, barangkali dia bisa menceritakan sesuatu yang berguna bagi kita."
"Ya - betul juga." kata Larry menyetujui. Saat itu terdengar dering lonceng. "Sialan! Kau dipanggil makan, Pip. Urusan terpaksa kita undurkan sampai siang nanti. Kita akan beramai-ramai mendatangi Lily. Kita membawa apa-apa lagi untuk kucing serta anak-anaknya. He! Bagaimana dengan sepatu Pak Smellie" Kapan enaknya kita pulangkan""
"Nanti petang." k
ata Daisy. "Kau saja yang melakukannya. Larry jika hari sudah gelap. Barangkali saja pintu ke kebun masih belum terkunci. sehingga kau bisa menyelinap ke dalam rumah dan mengembalikan sepatu ke tempat semula."
'Baiklah." kata Larry sambil bangkit. "Nanti sehabis makan siang. kita berkumpul lagi. Ngomong-ngomong - bagaimana memar-memarmu. Fatty""
"Baik-baik saja." kata Fatty dengan bangga.
"Sebentar kutunjukkan!"
"Sekarang tidak ada waktu lagi," kata Larry. "Nanti siang saja kulihat. Nah - sampar nanti!"
"Satu di antaranya sudah kuning warnanya," kata Fatty menarik perhatian Tapi percuma, karena Larry dan Daisy sudah pergi. Sedang Pip dan Bets bergegas lari ke rumah. Mereka takut kena marah, jika terlambat datang. Akhirnya Fatty juga pergi bersama Buster. Diharapkannya, mudah-mudahan saja kawan-kawannya nanti siang tidak lupa melihat bekas-bekas jatuhnya.
Pukul setengah tiga siang anak-anak berkumpul kembali Dalam perjalanan ke rumah Pip, Daisy mampir sebentar ke tukang ikan dan membeli beberapa ekor untuk si Manis. Ikan-ikan itu baunya anyir sekali. Buster terus-menerus mengganggu Daisy, meminta agar bungkusan ikan dibukakan. Sayang - tidak ada yang bertanya pada Fatty tentang memarnya.
Fatty merasa tersinggung karenanya. Ia duduk saja dengan tampang murung. Sementara kawan-kawan sibuk merundingkan cara menanyai Lily. Beberapa saat kemudian. Bets secara kebetulan menoleh. memandang Fatty. Ia agak heran melihat tampang si gemuk itu sedih.
"Ada apa. Fatty"" tanya Bets dengan prihatin.
"Kau sakit""
"Tidak." jawab Fatty. "Cuma tubuhku agak pegal sedikit."
Saat itu Daisy menoleh padanya. Gelaknya langsung tersembur.
"Aduh, kasihan si Fatty! Kita tidak mengagumi memar-memarnya, seperti kita janjikan padanya tadi!"
Anak-anak semuanya tertawa.
"Kau ini, kayak anak kecil saja." kata Larry. "Sudahlah. Gendut - tunjukkanlah bekas-bekas jatuhmu itu. supaya bisa kami kagumi semuanya."
"Ah. tak perlu," kata Fatty ketus. "Yuk - kita berangkat saja sekarang. Kalau kita bicara terus di sini, nanti tahu-tahu sudah sore!"
"Kita lihat memar-memarnya itu pada saat minum teh nanti." bisik Daisy pada Larry. "Sekarang dia sedang merajuk!"
Mereka lantas berangkat, mendatangi Lily. Semua merasa yakin, kali ini mereka pasti takkan ketahuan oleh Pak Hick. Soalnya. belum lama berselang Pip melihat dia lewat naik mobil.
"Satu atau dua dari kita nanti harus mengajak Bu Minns mengobrol." kata Larry. "sedang sisanya berusaha mengajak Lily ke kebun, lalu bicara dengan dia di situ. Setelah itu kita lihat saja keadaan."
Tetapi ternyata mereka tidak perlu repot-repot mengatur siasat. Bu Minns saat itu sedang pergi. Yang ada di dapur cuma Lily sendiri. Gadis itu nampak senang melihat anak-anak datang bersama Buster.
"Manis serta anak-anaknya kutaruh dulu di gang, lalu kututup pintu." katanya. "Setelah itu anjing kalian boleh masuk. Aku senang pada anjing. Siapa namanya" Buster" Hama itu bagus. cocok untuk anjing. Buster! Buster! Mau tu1ang""
Tak lama kemudian Buster sudah sibuk mengunyah-ngunyah tulang, sambil baring di lantai. Manis serta ketiga anaknya sudah diamankan. Lily mengambil sebatang coklat dan sebuah laci, lalu membagi-bagikannya. Anak-anak senang pada gadis itu. Dia kelihatan jauh lebih gembira. apabila tidak ada Bu Minns yang kerjanya mengomeli terus.
"Suratmu sudah kami serahkan pada Horace Peeks." kata Larry. "Kami berhasil menjumpainya."
"Ya. aku menerima balasannya hari ini," kata Lily. Tiba-tiba wajahnya nampak sedih. "Pak Goon yang jahil itu mendatangi dia, lalu melontarkan kata-kata yang tidak enak padanya. Horace sekarang bingung, tidak tahu harus berbuat apa."
"Apakah Pak Goon mendakwa bahwa dia yang membakar pondok"" tanya Daisy.
"Betul." kata Lily. "Dan yang beranggapan begitu bukan cuma Pak Goon saja. Padahal itu sama sekali tidak benar."
"Dari mana kau tahu"" tanya Fatty
"Pokoknya aku tahu."
"Tapi waktu itu kau kan tak ada di sini " desak Larry. "Dan karena tak ada di sini kau tentunya mustahil bisa tahu siapa yang membakar atau tidak membakar pondok itu. Siapa tahu, mungkin pelakunya memang Horace."
"Kalau aku menceritakan sesuatu, kalian janji ya -jangan cerita pada orang lain," kata Lily dengan tiba-tiba. "Janji" Katakan, 'Demi kehormatanku, aku takkan bercerita pada siapa-siapa!"
Kelima anak itu mengulangi kata-katanya dengan bersungguh-sungguh. Barulah Lily kelihatannya lega.
"Nah." katanya kemudian. "sekarang akan kuceritakan. apa sebabnya aku tahu bahwa bukan Horace yang membakar pondok itu. Aku tahu, karena aku berjanji bertemu dengan dia pukul lima sore itu. Dan aku terus bersama dia sampai aku kembali kemari pukul sepuluh. yaitu saat aku harus masuk!"
Anak-anak cuma bisa melongo saja. Ini benar-benar kabar yang tidak terduga-duga!
'Tapi kenapa tidak kaukatakan saja pada orang-orang"" tanya Larry setelah beberapa saat. "Kalau kaukatakan, pasti takkan ada orang menuduh Horace."
Air mata Lily menggenang.
"Yah." jawabnya, "ibuku berpendapat aku ini masih terlalu muda untuk menikah. Tapi Horace Peeks cinta padaku. Dan aku juga cinta padanya! Kata ayahku, aku akan dihajarnya habis-habisan jika ketahuan pergi bersama Horace. Lalu Bu Minns. dia mengancam akan melaporkan pada ayahku, jika ia melihat aku berbicara dengan Horace. Karena itulah aku tidak berani nonton film dengan dia. Bahkan bicara di dalam rumah pun tidak berani!"
"Kasihan." kata Daisy. "Jadi ketika kaudengar orang-orang bicara menuduhnya kau lantas merasa gelisah dan menulis surat untuk memperingatkan""
"Betul." jawab Lily. "Karena itulah. jika kukatakan bahwa malam itu aku ada bersama dia, maka aku akan dihukum ayahku. Dan mungkin pula Bu Minns akan mengusirku, sehingga aku akan kehilangan pekerjaan. Sedang Horace tidak bisa mengatakan bahwa saat itu dia sedang berkencan dengan aku. karena dia tahu itu akan membahayakan diriku.
"Ke mana kalian waktu itu"" tanya Fatty.
"Aku menyongsongnya naik sepeda ke Wilmer Green." kata Lily. "Di sana kami bertemu di rumah kakaknya. Kami minum teh dan makan malam bersama-sama. Kami menceritakan pada kakaknya itu. bahwa Horace hari itu diberhentikan dari pekerjaannya. Lalu kakaknya mengatakan. suaminya akan memberinya pekerjaan untuk sementara. sampai ia menemukan pekerjaan lain."
Fatty menatap Lily dengan tajam. Betulkah ceritanya itu" Fatty teringat pada cerita gelandangan tua. yang mengatakan bahwa ia melihat Horace Peaks di kebun Pak Hick malam itu.
"Kau tahu pasti Horace sama sekali tidak datang ke sini malam itu"" tanya Fatty. Anak-anak yang lain mengerti apa sebabnya pertanyaan itu diajukan. Mereka juga masih ingat cerita gelandangan tua.
"Tidak! Tidak!" seru Lily. Karena takutnya. suaranya melengking tinggi. Tangannya meremas- remas sapu tangan. sementara matanya menatap anak-anak tanpa berkedip. "Horace sama sekali tak ada di dekat-dekat sini. Percayalah. kami berjumpa di rumah kakaknya. Tanya saja pada kakaknya itu. Pasti dia akan bilang betul."
Larry merasa yakin bahwa Lily sedang ketakutan. serta tidak menceritakan keadaan sebenarnya Larry memutuskan untuk bersikap terang-terangan.


Pasukan Mau Tahu - Misteri Pondok Terbakar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Lily." katanya bersungguh-sungguh. "ada orang melihat Horace dalam kebun malam itu."
Lily menatap Larry dengan mata terbelalak ketakutan.
"Tidak!" serunya. Tidak mungkin ada yang bisa melihat dia! Mustahil!"
"Tapi kenyataannya ada." kata Larry lirih. Lily masih menatapnya sambil membisu sesaat. Kemudian gadis malang itu menangis.
"Siapa orang itu"" katanya tersedu-sedu. "Bu Minns serta kakaknya saat itu berada di dalam dapur. Pak Hick sedang pergi naik mobil dengan supir. Tak ada orang lain dr sekitar sini waktu itu. Aku tahu pasti!"
"Bagaimana kau bisa tahu. jika kau tidak ada di sini"" tanya Larry.
"Yah." jawab Lily sambil menelan tangis. ' Yah - kukatakan saja sebenarnya. Aku ada di sini! Jangan lupa. kalian tadi sudah berjanji tidak akan mengatakan pada siapa-siapa! Inilah yang sebenarnya terjadi waktu itu. Aku mula-mula pergi naik sepeda untuk menemui Horace. Ketika berjumpa, ia mengatakan bahwa barang-barangnya masih ada ketinggalan di sini. Ia ingin mengambilnya. tapi tidak berani memintanya pada Pak Hick. Lalu kukatakan padanya. 'Horace,' kataku. 'Pak Hick saat ini sedang pergi! Kenapa tidak
ikut saja ke sana untuk mengambil barang-barang itu. sebelum Pak Hick kembali""
Anak-anak mendengarkan sambil menahan napas. Nah - kini mereka akan mengetahui kejadian sebenarnya! Sedang Lily melanjutkan ceritanya. sambil memutar-mutar sapu tangan.
"Jadi setelah minum teh, kami lantas berangkat kemari. Sepeda kami tinggalkan di belakang pagar semak di sebelah sana. Tak ada orang melihat kami. Kami menyusur jalan di balik pagar. sampai di kebun Pak Hick. Di situ kami bersembunyi dalam semak. Kami menunggu sebentar di situ, untuk meyakinkan bahwa tak ada orang lain di sekitar tempat itu."
Anak-anak mengangguk. Gelandangan tua itu mengatakan, ia mendengar suara Peeks berbisik-bisik dengan orang lain. Ternyata orang itu Lily.
"Dengan segera kuketahui bahwa Bu Minns sedang mengobrol dengan kakaknya yang datang bertamu." sambung Lily. "Dan aku tahu, kalau keduanya mengobrol, bisa sampai berjam-jam. Kukatakan pada Horace. aku bisa mengambilkan barang-barangnya jika ia mau. Tapi ia ingin mengambilnya sendiri. Jadi aku berjaga-jaga di luar. sementara Horace menyelinap masuk ke rumah lewat sebuah jendela yang kebetulan terbuka Diambilnya barang-barang miliknya, lalu ia keluar lagi. Kami lantas pergi naik sepeda, tanpa terlihat orang lain."
"Jadi Horace tidak menyelinap pergi ke pondok tempat kerja Pak Hick"" tanya Larry. Lily memandangnya dengan sikap tersinggung.
"Sama sekali tidak!" tukas gadis itu. "Pertama-tama kalau ia berbuat begitu pasti kelihatan olehku. Lalu perginya tak lebih dari tiga menit. Dan yang paling penting. Horace-ku takkan mau berbuat begitu!"
"Yah - kalau begitu Horace harus dicoret," kata Larry mengucapkan pikiran anak-anak yang lain.
"Tidak mungkin dia yang melakukan! Aku merasa senang, kau menceritakan segala hal ini pada kami. Lily. Tapi - kalau begitu siapa pelakunya""
"Tinggal Pak Smellie," kata Bets tanpa berpikir panjang. Dan kata-katanya itu menimbulkan akibat yang tidak disangka-sangka. Lily terpekik, lalu menatap Bets dengan kaget. Bibirnya komat-kamit. Tapi tak ada suara yang keluar.
"Ada apa"" tanya Larry heran.
"Kenapa dia bilang begitu"" tanya Lily dengan suara nyaris berbisik. "Dari mana dia tahu Pak Smellie ada di sini malam itu""
Sekarang giliran anak-anak yang menatapnya dengan tercengang.
"Yah - kami tidak tahu pasti," jawab Larry kemudian. "Kami cuma menduga-duga saja. Tapi apa sebabnya kau tercengang. Lily" Kau tahu apa mengenalnya" Kau kan tidak melihat Pak Smellie di situ" Katamu. tak ada yang melihat dirimu bersama Horace."
"Betul " kata Lily. "Tapi Horace melihat seseorang! Ketika ia masuk lewat jendela lalu naik ke tingkat atas untuk mengambil barang-barang miliknya, saat itu dilihatnya seseorang menyelinap masuk lewat pintu kebun. Dan orang itu Pak Smellie!"
Duel Antar Animorphs 1 Pendekar Mabuk 073 Misteri Tuak Dewata Mengail Di Air Keruh 1
^