Pencarian

Misteri Pondok Terbakar 3

Pasukan Mau Tahu - Misteri Pondok Terbakar Bagian 3


"Astaga!" kata Larry dan Pip serempak. Anak-anak saling berpandang-pandangan "Jadi ternyata Pak Smellie toh datang ke sini malam itu." kata Larry.
"Pantas ia begitu gugup. ketika aku bertanya padanya apakah ia ada di dekat tempat Pak Hick pada malam kebakaran itu." kata Daisy.
"Dialah pelakunya!" kata Bets dengan girang. "Sekarang kita tahu pasti. Dialah pelakunya. Orang tua jahat!"
"Menurut pendapatmu, diakah yang membakar pondok"" tanya Fatty pada Lily. Gadis itu nampak kaget dan bingung.
"Entah - aku tidak tahu," jawab Lily. "Menurut pendapatku, Pak Smellie itu seorang tua yang baik hati dan pendiam. Dia selalu ramah terhadapku. Tidak bisa kubayangkan. ia melakukan kejahatan kayak begitu - membakar pondok orang! Tapi satu hal kuketahui dengan pasti - bukan Horace yang melakukannya!"
"Tidak - kelihatannya memang tidak mungkin Horace," kata Larry sependapat. "Sekarang aku mengerti. apa sebabnya selama ini kau tidak mau mengatakan apa-apa. Lily. Rupanya kau takut! Yah, kami takkan menceritakan hal ini pada siapa-siapa. Tapi kelihatannya sekarang kita harus lebih memusatkan perhatian pada Pak Smellie!"
"Itu sudah jelas!" sambut Fatty.
XIV LAGI-LAGI PAK AYO PERGI SELAMA beberapa saat anak-anak masih berbicara terus dengan Lily. Tapi menjelang saat minum teh, mereka harus pergi. Gadis itu kelihatannya mer
asa lega. karena bisa mencurahkan isi hatinya pada orang lain. Ia mengantar mereka pergi. sementara mereka sekah lagi mengulangi janji tidak akan membuka rahasia.
"Nah! Sekarang mulai lancar!" kata Pip puas, samba! menggosok-gosokkan telapak tangannya.
"Benar-benar lancar! Kurasa Horace Peeks sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan perkara ini. Sama sekali tidak! Kurasa Pak Smellie-lah pelakunya. Ingat saja. bagaimana dia ketakutan ketika kau dan Daisy menanyakan padanya, ke mana dia waktu jalan-jalan petang itu. Kenapa ia harus takut. jika tidak berbuat salah""
"Dan kita juga tahu ukuran sepatunya cocok, walau pola solnya agak berlainan dengan yang ada di gambar." kata Daisy.
"Mungkin sepatunya yang cocok disembunyikannya. karena khawatir waktu itu ia meninggalkan jejak." tebak Fatty. "Mungkin saja itu terpikir olehnya."
"Ya, mungkin juga," sambut Larry. "Coba kita busa menemukan setelan flanel kelabu yang sobek - persoalan ini akan beres!"
"Kita harus berusaha mencari sepatu itu." kata Daisy. "Kurasa mungkin disimpan di suatu tempat dalam kamar kerjanya. Dia kan bilang. Bu Miggle tidak diizinkannya membereskan tempat itu. Jadi bisa saja sepatu itu diselipkannya ke dalam lemari, atau di balik deretan buku di rak -- atau di tempat lain!"
"Betul katamu itu, Daisy,' kata Larry dengan gembira. "Bagaimana jika aku malam ini menyelinap ke sana untuk mencari""
"Bolehkah sebenarnya kita memasuki rumah orang lain, untuk mencari sepatu yang merupakan miliknya"" tanya Pip agak sangsi.
"Yah - kita kan tidak bisa minta izin terlebih dulu," kata Larry. "Jadi terpaksa dengan jalan menyelinap. Tapi kita tidak berbuat jahat, untuk tujuan penyelidikan."
"Ya, aku tahu! Tapi orang dewasa suka aneh," kata Pip lagi. "Aku yakin. kebanyakan dari mereka tidak senang apabila ada anak-anak berkeliaran dalam rumah, mencari-cari sepatu."
"Aku tidak melihat jalan lain," kata Larry. "Sungguh! Lagi pula. kita kan harus mengembalikan sepatu yang diambil Daisy!"
"Ya, betul juga." kata Pip sependapat. "Itu memang perlu dilakukan. Pokoknya, asal jangan sampai ketahuan!"
"Pasti tidak." kata Larry. "Ssst - itu ibumu datang, Pip. Cepat - bicara tentang soal lain!"
Ibu Pip bertanya pada Fatty. bagaimana keadaannya setelah kecelakaan terjatuh dari tumpukan jerami. Fatty berseri-seri mendengar pertanyaan itu. Habis, teman-teman sudah lupa lagi untuk menanyakan keadaan dirinya.
"Baik-baik saja, Bu - terima kasih." jawabnya, "tapi memar bekas jatuh itu benar-benar luar biasa! Ada satu, bentuknya kayak kepala anjing. Mirip kepala Buster!"
"O ya"" kata ibu Pip heran. "Coba kulihat!"
Selama lima menit berikutnya Fatty benar-benar asyik. Ia sibuk memamerkan memar-memarnya satu demi satu. Terutama yang bentuknya seperti kepala anjing! Sebetulnya sukar sekali mengenali bentuk itu. apalagi untuk dikatakan mirip kepala anjing! Tapi ibu Pip kelihatannya sangat tertarik Anak-anak yang lain merengut. Aduh - orang dewasa kadang-kadang memang mengesalkan! Mereka sudah susah-susah berusaha untuk menghilangkan kebiasaan Fatty untuk membangga-banggakan diri - nah. sekarang karena sikap ibu Pip, tingkah si gendut ini menjadi semakin nekat. Dalam waktu beberapa menit saja, Fatty sudah bercerita tentang segala bentuk memar yang pernh dialaminya. Yang bentuknya kayak lonceng, dan tentu tidak ketinggalan yang berbentuk ular.
"Aku memang paling gampang luka memar," kata Fatty. "Besok, jika warna-warnanya sudah menguning - wah, hebat!"
"Yuk." bisik Larry pada Pip. "aku sudah tidak kuat lagi! Fatty sudah tidak bisa direm lagi ocehannya!"
Keempat anak itu menyelinap pergi, meninggalkan Fatty yang sedang asyik bercerita pada ibu Pip.
"Kita melancong dengan sepeda yuk! Biar si gendut ngoceh sendiri." kata Pip jengkel- "Kalau dia sudah begitu. aku tak tahan berada di dekatnya."
Keempat anak itu melancong naik sepeda. Fatty kaget dan tersinggung ketika menyadari dia ditinggal sendiri dalam kebun. ketika ibu Pip sudah masuk lagi ke rumah. Ia tidak mengerti apa sebabnya anak-anak yang lain pergi. Selama satu jam ia termenung-menung sendiri, memikirkan jahatnya kaw
an-kawannya itu Dan begitu mereka muncul lagi, ia langsung menyambut dengan omelan.
"Kalian jahat! Kenapa pergi diam-diam" Masak begitu Pip. kalau ada teman yang datang" Kau jahat!"
"Yah. menurut taksiran kami tadi. kau pasti memerlukan waktu satu jam untuk membangga- banggakan diri pada ibu Pip." kata Larry. "Sudahlah. jangan cemberut terus. Fatty. Itulah - lain kali jangan suka konyol!"
"Huh - pergi diam-diam. mengadakan penyelidikan tanpa mengajak aku." kata Fatty yang masih marah. "Aku ini bukan anggota Mau Tahu. ya" Apa yang kalian lakukan tadi" Mendatangi Horace Peeks" Atau Lily" Kalian jahat!"
"Kami tidak mendatangi siapa-siapa," jawab Bets. Anak itu mulai merasa kasihan pada Fatty. Ia sendiri juga sering tidak diajak. karena umurnya dianggap masih terlalu muda. Karena itu ia tahu tidak enaknya perasaan kalau ditinggal. "Kami cuma jalan-jalan saja - naik sepeda "
Tapi Fatty tetap tidak mau dibujuk. Sekali ini rupanya ia benar-benar tersinggung dan sakit hati "Aku tidak mau lagi jadi anggota Pasukan Mau Tahu," tukasnya. "Kemarikan gambarku, aku mau pergi! Aku tahu, kalian tidak mau aku bergabung. Yuk, Buster."
Sebenarnya tak ada yang menginginkan Fatty keluar dari perkumpulan mereka. Anak itu lumayan, jika sudah dikenal lebih baik. Daisy bergegas menyusulnya.
"Janganlah begitu, konyol," katanya. "Siapa bilang kami tidak mau berteman denganmu. Kita perlu merundingkan tindakan malam ini, mengenai sepatu Pak Smellie. Kita perlu mengetahui pendapatmu pula tentang hal itu. Aku hendak ikut ke rumah Pak Smellie dan berjaga-jaga di luar, sementara Larry mencari sepatu yang menurut perasaan kita disembunyikan oleh Pak Smellie. Tapi Larry tidak mengizinkan aku ikut."
Fatty berbalik menghampiri kawan-kawannya lagi. Tapi dari tampangnya nampak bahwa ia masih agak merajuk.
"Aku boleh ikut ya, Larry - ke rumah Pak Smellie." pinta Daisy. "Bagaimana pendapatmu Fatty" Tidakkah sebaiknya aku ikut. supaya bisa mengawasi di luar""
"Tidak, aku tidak setuju." kata Fatty. "Menurut pendapatku, yang ikut dengan Larry harus anak laki-laki. Aku saja yang ikut. Larry. Kau yang mencari. sementara aku menjaga jangan sampai kau ketahuan."
"Tidak! Aku yang ikut," bantah Pip dengan segera.
"Kau pasti tidak bisa menyelinap pergi tanpa ketahuan." kata Larry. "Tapi kalau Fatty, dia bisa! Orang tuanya kelihatannya tidak begitu peduli. Baiklah. Fatty. Kau yang membantuku nanti. Kurasa lebih baik kita tunggu sampai sudah setengah sepuluh. lalu kita ke sana untuk melihat apakah Pak Smellie masih ada dalam kamar kerjanya. Sebelum dia tidur. percuma saja kita masuk. Dan mungkin dia tergolong orang yang kalau sudah sibuk. bisa bertahan sampai pukul tiga pagi. Kita lihat saja nanti!"
"Yah, kalau begitu aku akan datang sekitar setengah sepuluh." kata Fatty. "Mana sepatunya" Dalam pondok peranginan" Biar aku saja yang membawa. karena nanti ibumu bertanya dari mana kau peroleh sepatu itu. Kalau aku yang membawa kan tidak kelihatan orang - karena hari sudah gelap."
Fatty sudah gembira lagi. ketika tahu bahwa ia bisa ikut dalam sesuatu yang benar-benar mengasyikkan. Seketika itu juga ia sudah lupa lagi bahwa ia sebenarnya sakit hati. karena sibuk membicarakan di mana harus bertemu dengan Larry.
"Aku nanti memanjat tembok pagar di ujung kebun rumahku," kata Larry. "Sedang kau. Fatty, sebaiknya masuk lewat depan rumah Pak Smellie, terus ke belakang. Jumpai aku di sana. Mengerti""
"Beres." jawab Fatty. "Nanti aku akan bersembunyi kayak burung hantu untuk memberi tanda bahwa aku sudah datang."
"Kau bisa menirukan bunyi burung hantu"" Bets tercengang.
"Ya - dengar saja," kata Fatty. Kedua tangannya ditelungkupkan membentuk bundaran, sementara kedua jempolnya disejajarkan. Lalu ia meniup dengan pelan ke celah yang terdapat disela kedua jempol. Seketika itu juga terdengar suara burung hantu. pelan dan sendu. Bagus sekali kedengarannya!
"Wah, kau pintar sekali, Fatty!" kata Bets kagum. Fatty meniup sekali lagi. Dan bunyi burung hantu berkumandang kembali dalam kebun. Kedengarannya sangat mirip.
"Benar-benar hebat!" puji Bets. Fatty membuka mulut, hend
ak mengatakan bahwa ia masih bisa menirukan bunyi binatang-binatang lain yang lebih hebat lagi dari yang itu. Tapi dilihatnya Larry menatap dirinya. Ia pun cepat-cepat menutup mulut kembali.
"Jadi soal itu beres." kata Larry. "Kita nanti berjumpa pukul setengah sepuluh di belakang rumah Pak Smellie. Begitu kau datang. tirukan suara burung hantu supaya aku tahu kau sudah ada. Mungkin aku akan bersembunyi dalam semak, menunggu kedatanganmu."
Malam itu anak-anak masuk ke tempat tidur dengan perasaan gelisah. Bahkan Larry pun masuk ke tempat tidur. Hanya Fatty saja yang tidak. Ibu Larry biasa datang untuk mengucapkan selamat tidur. sedang Ibu Fatty tidak. Jadi Fatty merasa aman. Ia duduk dalam kamar tidurnya, masih berpakaian seperti siangnya. Ia membaca buku, untuk melawatkan waktu.
Pukul sembilan lewat sepuluh menit. ia memadamkan lampu kamar lalu menjengukkan kepala dengan hati-hati ke luar. Di gang tidak ada siapa-siapa. Dengan cepat Fatty menyelinap ke luar. lalu menuruni tangga. Tak sampai setengah menit kemudian ia sudah berada di jalan raya. Fatty berlari, dengan sepatu Pak Smellie terselip di balik jas.
Beberapa saat sebelum pukul setengah sepuluh. ia sudah tiba di depan rumah Pak Smellie. Fatty berhenti sebentar di luar pintu pagar. Rumah itu sudah gelap. Fatty mondar-mandir sebentar. untuk meyakinkan bahwa tak ada yang melihatnya.
Ia tidak melihat orang yang berdiri diam-diam dekat salah satu pohon besar yang berderet-deret di pinggir jalan. Fatty kembali ke depan rumah. Ia sudah membulatkan tekat untuk masuk saat itu Tapi tiba-tiba pundaknya dipegang tangan yang kekar.
Kasihan si Fatty! Ia terkejut setengah mau.
"Huuuu!" pekiknya ketakutan. Sepatu Pak Smellie yang terselip di balik jas. terjatuh ke jalan!
"Nah!" Eh - suara itu kan kukenal, pikir Fatty.
"Nah!" Cahaya senter disorotkan ke muka anak itu, disusul suara yang sekali lagi mengatakan, "Nah!" Kali ini dengan lebih nyaring.
Itu suara Pak Ayo Pergi. Dialah yang tadi berdiri dekat pohon. Polisi desa itu heran ketika melihat seseorang datang. lalu mondar-mandir di depan rumah Pak Smellie. Kini ia bertambah heran. ketika ternyata orang itu salah seorang anak yang sudah sering diusir olehnya.
Pak Goon membungkuk memungut sepatu yang terjatuh. Dipandangnya benda itu dengan heran.
"Apa ini"" tanyanya.
"Kelihatannya sepatu." kata Fatty. "Lepaskan aku! Anda tak berhak mencengkeram bahuku kayak begitu."
"Kau mau apa dengan sepatu ini"" tanya Pak Goon. dengan nada masih tetap heran. "Mana yang sebelah lagi""
"Entah - aku tidak tahu." kata Fatty tanpa berbohong. Polisi desa itu mengguncang-guncangkan pundaknya.
"Jangan kurang ajar ya!" bentaknya. Ia memutar sepatu yang ditangannya. Begitu melihat sol karat, pada dirinya langsung umbul pikiran sama seperti yang dialami Daisy ketika melihatnya untuk pertama kali. Pola sol itu sama dengan pola jajak sepatu yang dr luar kebun Pak Hick!
Pak Goon menatap sepatu itu sambil melongo. Kemudian disorotkannya senter ke muka Fatty lagi.
"Di mana kau menemukannya"" tanya Pak Goon. "Ini sepatu siapa""
"Orang lain yang menemukannya. lalu diserahkan padaku," jawab Fatty dengan sikap kaku.
"Kalau begitu kutahan untuk sementara." kata Pak Goon. "Dan kau - ikut aku sebentar."
Wah! ltu sama sekali bertentangan dengan niat Fatty. Tiba-tiba ia merenggutkan pundak. sehingga terlepas dari cengkeraman polisi desa Lalu ia lari secepat-cepatnya. Terus- sampai ujung jalan. Lalu membelok dan memasuki jalan di mana rumah Larry terletak Fatty langsung masuk ke pekarangan, menuju ke kebun belakang. Sesampai di situ ia memanjat tembok. lalu menjatuhkan diri ke seberangnya. Setelah itu ia menyelinap ke belakang rumah.
Sesaat kemudian terdengar suara burung hantu.
XV FATTY DAN LARRY KAGET DETIK berikutnya sekali lagi Fatty kaget setengah mati! Soalnya. tiba-tiba lengannya dipegang orang. Saat itu ia menunggu-nunggu balasan dari salah satu tempat berupa siulan. atau mungkin tiruan suara burung hantu. Ia sama sekali tak mengira Larry berada di balik semak tempatnya saat itu berada.
"Haduhh!" ucap Fatty.
"Ssst!" desis Larry. "Ka
ubawa sepatu itu""
"Tidak."' jawab Fatty, lalu cepat-cepat menjelaskan apa yang baru saja terjadi. Sementara itu Larry mendengarkan dengan kecewa.
"Kau ini goblok!" tukasnya setelah Fatty selesai menjelaskan. "Masak salah satu tanda petunjuk terbaik diberikan begitu saja pada Pak Ayo Pergi! Pasti kini dia tahu. kita melacak jejak yang sama seperti dia!"
"Sepatu itu kan bukan petunjuk," bantah Fatty.
"Memang petunjuk. tapi petunjuk keliru! Lagi pula aku tadi memang benar-benar tidak mungkin bisa mencegah Pak Ayo Pergi mengambilnya. Aku sendiri nyaris terperangkap. Untung bisa melepaskan diri, lalu lari!"
"Sekarang bagaimana"" tanya Larry. "Kita masuk ke rumah, dan mencari sepatu yang benar" Lampu dalam kamar kerja tidak menyala. Rupanya Pak Smellie sudah tidur."
"Ya, baiklah," kata Fatty. "Pintu ke kebun ada di sebelah mana""
Keduanya lantas ke situ. Mereka sangat girang. ketika ternyata pintu itu masih belum terkunci. Lampu di dapur menyala. Jadi Bu Miggle masih bangun. pikir keduanya. Lebih baik mereka hati-hati saja!
Larry dan Fatty menyelinap masuk. Larry berjalan mendului. menuju kamar kerja di mana hari ini ia dan Daisy mengobrol dengan Pak Smellie.
"Sebaiknya kau menjaga dalam gang," katanya pada Fatty. "Jadi kalau Bu Miggle atau Pak Smellie muncul. kau bisa segera memberi tahu padaku. Salah satu jendela kamar kerja akan kubuka, apabila aku bisa melakukannya tanpa ribut. Dengan begitu jika tahu-tahu ada orang masuk, aku bisa menyelinap ke luar lewat jendela."
Larry masuk ke kamar kerja. Ia membawa senter. Disorotinya kamar yang acak-acakan Itu. Di mana-mana nampak kertas berserakan. Kertas dan buku-buku di meja. kertas dan buku di lantai dan di atas kursi-kursi. Buku-buku memenuhi rak yang berjejer di dinding. Bahkan sampai di atas tempat pediangan pun ada buku-buku. Nampak jelas. Pak Smellie itu seorang ilmuwan.
Larry mulai mencari-cari sepatu yang mungkin ada di situ. Tapi walau sudah dilihat ke mana-mana. toh tidak ada. Di belakang buku-buku di atas rak - tidak ada. Di bawah tumpukan kertas-kertas, juga tidak ada.
Sementara itu Fatty berdiri menjaga dalam gang. Ia melihat lemari di mana Daisy siangnya menemukan sepatu yang tadi. Fatty mendapat akal Ada baiknya kuperiksa ke situ. pikirnya. Mungkin saja pemeriksaan Daisy tadi kurang teliti, dan tidak melihat sepatu yang sebenarnya ada di situ. Dan Fatty tidak kepalang tanggung - ia langsung masuk k dalam lemari!
Begitu sibuknya ia saat itu. membolak-balik sepatu yang ada di situ. sehingga tidak mendengar seseorang masuk. lalu mengunci pintu depan! Ia sama sekali tidak sempat memberi tahu Larry, supaya kawan itu bisa lari. Ia baru mendengar Pak Smellie, ketika laki-laki tua itu sudah masuk ke kamar kerja dan menyalakan lampu!
Saat itu segala-galanya sudah terlambat Tentu saja! Larry tertangkap basah. karena kepalanya dijulurkan masuk ke dalam sebuah lemari. Ia sama sekali tidak menduga ada orang di kamar sampai saat lampu dinyalakan!
Larry kaget. lalu cepat-cepat menarik kepala keluar dari lemari. Ia bertatapan mata dengan Pak Smellie. Larry sambil ketakutan. sedang Pak Smellie marah bercampur kaget.
"Perampok!" tukas Pak Smellie. "Pencuri! Anak jahat! Kupanggil polisi sekarang!"
Larry diterpanya dan dipegangnya kuat-kuat. Walau Pak Smellie sudah tua. tapi ternyata tenaganya masih cukup besar. Larry diguncang-guncangnya sampai napas anak itu tersengal-sengal.
"Tunggu. Pak - nanti dulu ....
Tapi Pak Smellie tidak mau sabar lagi. Baginya naskah-naskah miliknya yang paling berharga. Dan melihat ada orang mengacak-acaknya, ia menjadi begitu marah sehingga tidak bisa diajak bicara lagi. Sambil mengguncang-guncangkan Larry dan melontarkan berbagal ancaman seru, didorongnya anak itu masuk ke gang. Sedang Fatty yang gagal melakukan tugas sebagai penjaga. menggigil ketakutan dalam lemari ia tidak berani keluar.
"Anak jahat!".Didengarnya Pak Smellie membentak-bentak. ketika orang tua itu mendorong Larry dan menyuruhnya naik ke tingkat atas. Larry tidak henti-hentinya mengatakan tidak berbuat jahat. Tapi Pak Smellie tidak mau peduli.
"Kupanggil polisi se
karang," tukasnya. "supaya kau digiring mereka!"
Fatty gemetar. Ketahuan saja sudah gawat! Apalagi membayangkan Larry mungkin akan diserahkan pada Pak Ayo Pergi yang jahil itu. Didengarnya Pak Smellie menggiring Larry masuk ke sebuah kamar di tingkat atas, lalu mengurungnya di situ. Sementara itu Bu Miggle yang mendengar keributan secara tiba-tiba itu. Bergegas masuk ke gang untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.
"Ada apa"" seru Pak Smellie menjawab pertanyaannya. "Ada perampok! Pencuri! Aku baru saja pulang, dan ketika aku masuk ke kamar kerja, kulihat perampok hendak mencuri kertas-kertasku!"
Bu Miggle tercengang, Dikiranya pasti ada dua sampai tiga perampok di situ.
"Mana perampok-perampoknya"" tanya Bu Miggle.
"Kukurung dalam gudang di tingkat atas, "jawab Pak Smellie. Bu Miggle semakin terbelalak matanya Ditatapnya Pak Smellie sambil melongo. Tidak bisa dibayangkan laki-laki tua itu sanggup menggiring beberapa perampok ke atas dan mengurung mereka dalam gudang. Tapi kemudian dilihatnya Pak Smellie gemetar karena kaget dan marah.
"Anda duduk saja dulu." bujuk Bu Miggle. "Tenangkan diri dulu, sebelum menelepon polisi. Lihatlah. seluruh tubuh Anda menggigil. Tunggu. saya ambilkan minuman! Untuk sementara para perampok itu aman di tingkat atas."
Pak Smellie menjatuhkan diri ke kursi yang ada dalam gang. Napasnya memburu. Jantungnya berdebar keras.
"Semenit lagi akan biasa lagi," katanya mengap-mengap. "Hah! Aku berhasil membekuk gembong perampok itu!"
Bu Miggle bergegas lari ke dapur. Sementara itu Fatty yang masih meringkuk dalam lemari, mendengarkan sambil menahan napas. Menurut perasaannya saat itu. Pak Smellie pasti sudah masuk ke kamar kerjanya. Ia sama sekali tidak menduga, laki-laki tua itu sedang duduk di kursi. di kaki tangga.
"Aku harus memanfaatkan kesempatan ini untuk menyelamatkan Larry." pikirnya. Ia nekat. Dibukanya pintu lemari. lalu melesat lari menuju tangga. Pak Smellie saat itu benar-benar melongo, ketika tiba-tiba muncul seorang anak laki-laki lagi. kali ini dari dalam lemari. Wah! Rupanya malam itu rumahnya penuh dengan anak laki-laki! Pak Smellie bergerak hendak menangkap Fatty. Anak itu kaget lalu menjerit. Ia mencoba lari ke atas. Pak Smellie sempat terseret-seret sedikit Tapi sementara itu tenaganya sudah kembali. Didorong rasa marah melihat seseorang lagi yang dikiranya pasti juga pencuri. dipegangnya jas Fatty erat-erat sampai nyaris robek
Kira-kira pada pertengahan tangga Fatty tersandung. lalu jatuh terguling-guling ke bawah Pak Smellie ikut terjatuh, menindih Fatty.
"Aduhaduhaduh!" pekik si gendut. "Minggir Pak Sakit rasanya tertindih!"
Bu Miggle yang sedang menuangkan susu di dapur. buru-buru meletakkan gelas lalu bergegas masuk ke gang. Ada apa lagi di situ" Jangan-jangan rumah diserbu perampok! Ia masih sempat melihat Fatty menggeliat-geliat membebaskan diri dari tindihan Pak Smellie. Lalu jatuh terguling-guling lagi sampai ke kaki tangga. Bunyinya gedebak-gedebuk.
Dengan segera Bu Miggle melihat bahwa dia cuma seorang anak belaka, lalu disapanya dengan galak.
"Apa-apaan ini" Berani-beraninya masuk ke rumah orang! Siapa namamu - dan di mana tinggalmu""
Dengan cepat Fatty memutuskan, lebih baik bersikap bingung dan kesakitan. Bu Miggle kelihatannya baik hati. Mungkin ia dibiarkan pergi, jika wanita tua itu mengira dia cuma seorang anak nakal yang iseng masuk ke situ.
Fatty melolong-lolong. Larry yang mendengarnya bingung, tidak tahu apa yang terjadi di bawah. Digedor-gedornya pintu yang terkunci. Keadaan dalam rumah itu menjadi semakin berisik. Bu Miggle bingung.
"Dia mengurung kawanku dalam sebuah kamar di atas," tangis Fatty. "Aku tadi hendak menolongnya. ketika tertangkap Pak Smellie. Aku digebuknya. lalu dilempar ke bawah. Aduaduhaduh! Badanku pasta bengkak-bengkak Aduh - apa kata ibuku nanti kalau melihat keadaanku begini. Pasti Pak Smellie diadukannya. karena menyakiti anak kecili Aduhaduhaduh! .
"Mana mungkin badanmu bengkak-bengkak." kata Bu Miggle. "Pak Smellie orangnya baik hati, jadi tak mungkin sampai hati memukulmu. Dia juga takkan bisa melemparmu ke
kaki tangga. Jangan suka bohong. ya!"
"Tidak. aku tidak bohong.` kata Fatty sambil pura-pura menangis. "Sungguh. badanku bengkak-bengkak. Lihatlah - ini lalu ini - dan ini! Aduh, tolong panggilkan dokter! Panggil dokter. Mati aku!"
Bu Miggle kaget sekali, sedang Pak Smellie ketakutan ketika anak itu ternyata penuh bengkak-bengkak tubuhnya. Di mana-mana nampak bekas memar berwarna-warna.. Ada yang ungu. ada yang hijau. dan ada pula yang kuning. Hih. serum!
Keduanya cuma bisa memandang saja. sementara Fatty sibuk memamerkan bekas-bekas jatuh yang nampak di tubuhnya. Tidak ada yang menyangka, bekas-bekas itu disebabkan kejadian dua hari sebelumnya.
"Aduh. Pak!" kata Bu Miggle dengan nada menyalahkan "Lihatlah anak yang malang ini! Tega-teganya Anda memukul anak sekecil ini! Aduh - aku tak berani membayangkan. apa kata orang tuanya nanti!"
Pak Smellie merasa ngeri, karena menyangka memang dia yang menyebabkan memar-memar di tubuh Fatty. Dua tiga kali ia meneguk air liur sambil menatap Fatty.
"Sebaiknya bengkak-bengkak itu diobati." sarannya kemudian.
"Biar saya saja yang mengerjakannya. sementara Anda menelepon polisi." kata Bu Miggle. Ia teringat lagi pada para perampok yang dalam bayangannya terkurung dalam gudang di atas.
Tapi kini Pak Smellie kelihatannya segan menelepon polisi. Kelihatannya ia agak malu-malu.
"Yah. kurasa mungkin lebih baik jika kita tanyakan dulu pada anak-anak ini kenapa mereka bertindak begitu aneh dalam rumah ini sebelum kita memanggil polisi." katanya.
"Bebaskan kawanku yang di atas. ya Pak"" pinta Fatty. "Kami kemari bukan karena hendak merampok Anda. Sebetulnya kami cuma main-main saja. Kita kompromi saja. ya Pak" Jika Anda tidak melapor pada polisi, kami juga takkan mengadu pada orang tua kami - dan saya tidak menunjukkan bengkak-bengkak ini pada mereka."
Bu Miggle menatap Pak Smellie, yang mendehem-dehem terus.
"O.. begitu rupanya." tukas Bu Miggle. "Rupanya perampok-perampok itu cuma dua anak kecil! Aduh. aduh! Kenapa Anda tidak memanggil saya tadi" Saya pasti bisa menyelesaikan urusan ini tanpa ribut-ribut, dan tanpa perlu melempar-lempar anak ke kaki tangga."
"Aku tadi tidak melemparnya ke bawah." bantah Pak Smellie lalu pergi ke atas untuk membebaskan Larry. Kemudian kedua anak itu disuruh Pak Smellie masuk ke kamar kerja. Bu Miggle masuk membawa obat untuk dioleskan ke tubuh Fatty. Larry tercengang. Tapi dia diam saja
"Aduhaduh, belum pernah kulihat anak yang begini bengkak-bengkak tubuhnya, kata Bu Miggle. sambil menotol-notolkan obat.
"Saya memang cepat sekali memar," kata Fatty memulai ocehannya lagi. "Pernah ada yang bentuknya seperti lonceng."
"Apa yang kalian berdua cari malam-malam di rumahku. hah"" bentak Pak Smellie. Ia tidak ingin mendengar bualan tentang memar yang seperti apa pun. Larry dan Fatty membungkam. Soalnya - mereka memang tidak tahu apa yang harus dikatakan.
"Kalian harus mengatakannya. desak Bu Miggle. kurasa pasti bukan dengan maksud yang baik! Sekarang mengaku sajalah."
Kedua anak itu masih saja membungkam. Tiba-tiba kemarahan Pak Smellie meledak.
"Kalau kalian tidak mau bilang juga, akan kuserahkan urusan ini pada polisi!" ancamnya.
"Nah - kau tak tahu apa kata mereka nanti. jika melihat bengkak-bengkak di tubuhku ini." kata Fatty. Ia tidak mau kalah gertak.
"Kuduga memar-memar itu terjadinya bukan baru malam ini," kata Pak Smellie bertambah sengit. "Aku tahu apa artinya warna kuning pada luka memar - walau Bu Miggle mungkin tidak tahu!"
Sekarang Fatty tidak bisa mengatakan apa-apa lagi. Ia kembali membisu.
"Nama dan alamat"" bentak Pak Smellie, sambil mengambil pena. "Aku hendak menghubungi orang tua kalian di samping polisi."
Larry kini menyerah kalah. Bayangan bahwa ayah dan ibunya mendengar mereka tertangkap basah ketika sedang berkeliaran malam-malam di rumah orang. baginya jauh lebih mengerikan daripada kalau polisi yang dipanggil.
"Kami tadi datang untuk mengembalikan sepatu yang kami ambil tadi pagi." katanya lirih.
Baik Bu Miggle maupun Pak Smellie membelalakkan mata. seakan-akan menyangka Larry sudah sinting sekarang.
"Sepatu" " kata Pak Smellie setelah beberapa saat. "Kenapa sepatu" Apa sebetulnya maksudmu""
"Kami mencari sepatu yang cocok dengan buah jejak." kata Larry kebingungan.
Keterangan ini semakin membingungkan kedua pendengarnya. Pak Smellie mengetuk-ngetukkan penanya dengan sikap tidak sabar ke daun meja.
"Beri keterangan yang jelas," katanya. "Kuberi waktu satu menit. Jika setelah itu kau masih juga belum memberikan keterangan lengkap tentang tingkah laku kalian yang aneh ini, aku akan menelepon polisi dan orang tua kalian!"
"Apa boleh buat." kata Fatty pada Larry. "kita harus berterus terang padanya. juga apabila dengan begitu ia akan tahu lalu bersikap hati-hati."
"Kalian ini bicara tentang apa"" tanya Bu Miggle, yang menjadi bertambah bingung.
"Aku, bersikap hati-hati!" tukas Pak Smellie. "Apa maksudmu" Sungguh. aku mulai merasa kalian berdua sudah benar-benar sinting sekarang!"
"Kami tidak sinting," balas Fatty dengan merajuk. "Tapi kebetulan kami mengetahui sesuatu tentang diri Anda, Pak Smellie. Kami tahu Anda ada di rumah Pak Hick pada malam kebakaran itu."
Pengaruh kata-kata itu luar biasa sekali. Pena yang dipegang Pak Smellie terjatuh dari tangannya. Ia sendiri meloncat bangkit. Kaca matanya merosot ke bawah, sedang janggutnya yang panjang gemetar. Bu Miggle juga nampak kaget sekali
"Anda kan betul ada di situ waktu itu"" tanya Larry. "Ada orang melihat Anda di sana. Lalu mengatakannya pada kami."
"Siapa orang itu"" tanya Pak Smellie tergagap-gagap
"Horace Peeks yang melihat Anda." kata Larry. "Petang itu ia juga ada di sana. karena hendak mengambil barang miliknya sebelum Pak Hick kembali. Saat itulah ia melihat Anda. Bagaimana cara Anda menjelaskannya nanti pada polisi""
"Aduh. Pak Smellie! Apa yang Anda lakukan petang itu di sana"" seru Bu Miggle dengan cemas. Wanita tua itu langsung khawatir. jangan-jangan majikannya yang membakar pondok.
Pak Smellie duduk lagi sambil membetulkan letak kaca mata.
"Miggle." katanya. "kulihat kau curiga. akulah yang membakar tempat kerja Pak Hick! Benar-benar keterlaluan - Anda kan sudah bertahun-tahun bekerja padaku, dan Anda tahu betul aku ini disuruh membunuh lalat saja tidak tega!"
"Yah -- kalau begitu untuk apa Anda ke sana"' tanya Bu Miggle. "Katakan saja. Pak! Apa pun yang Anda lakukan. nanti saya bela Anda!"
"Aku tak perlu dibela." kata Pak Smellie dengan nada sengit. "Aku ke sana cuma karena hendak mengambil kertas-kertas yang tertinggal di situ setelah pertengkaranku dengan Pak Hick paginya. Aku memang masuk ke rumahnya - tapi sama sekah tidak datang ke tempat kerjanya. Aku mengambil kertas-kertasku - ini dia. di atas meja. Tadi pagi aku masih menunjukkannya pada anak laki-laki ini serta adik perempuannya!"
XVI BERBAGAI KEJUTAN PAK SMELLIE ditatap tiga pasang mata. Nampak jelas, laki-laki tua itu mengatakan yang sebenarnya.
"Astaga!" kata Larry. "Jadi itu sebabnya. kenapa Anda ke sana! Jadi Anda tidak bersembunyi dalam parit""
"Tentu saja tidak," kata Pak Smellie. "Aku masuk secara terang-terangan lewat pintu pekarangan depan. Kulihat pintu rumah yang menghadap ke kebun terbuka. Aku masuk lewat pintu situ dan mengambil kertas-kertasku. Setelah itu aku keluar lagi. Aku sama sekali tidak bersembunyi! Kecuali ketika aku berdiri beberapa saat dekat pintu pekarangan untuk memastikan tidak ada orang di sekitar situ -jika itu yang kaumaksudkan dengan bersembunyi."
"Oh," kata Larry. Ia bingung. Jika kata Pak Smellie ternyata benar, maka kini tidak ada lagi tersangka yang tersisa. Tapi perbuatan jahat itu mesti ada pelakunya!
"Sekarang coba katakan padaku untuk apa kalian mengambil sepatuku," kata Pak Smellie.
Larry menceritakan alasannya. Setelah itu Fatty mengatakan. di tangan siapa sepatu yang sebelah itu kini berada. Pak Smellie jengkel sekali mendengarnya.
"Kami kan cuma ingin menyelidiki, siapa sebenarnya yang menyebabkan kebakaran itu," kata Fatty. Diceritakannya perkembangan usaha mereka sampai saat itu. Sementara itu Bu Miggle ikut mendengarkan. Ia kagum. bercampur heran. Perasaannya saat itu terbagi dua. antara tersinggung karena anak-anak sangat m
encurigai Pak Smellie, dan kekaguman mendengar anak-anak telah menemukan begitu banyak petunjuk dan orang-orang yang dicurigai.
"Yah," kata Pak Smellie. ketika Fatty selesai bercerita "Kurasa sekarang sudah waktunya kalian pulang. Percayalah, aku sama sekali tak berurusan dengan kebakaran itu - dan juga tak tahu-menahu tentang pelakunya. Tapi kurasa bukan Horace Peeks. Kalau si gelandangan. itu lebih mungkin. Pokoknya. kunasihatkan kalian menyerahkan saja urusan penyelidikan pada polisi. Kalian masih anak-anak - takkan bisa berhasil menyelidiki hal-hal seperti itu."
Anak-anak bangkit. "Maaf. Pak -- mengenai sepatu Anda." kata Fatty. "Kami menyesal."
"Aku juga." kata Pak Smellie. "Soalnya, di sebelah dalam sepatu itu tertulis namaku. Kini aku tak ragu-ragu lagi. besok pagi Pak Goon pasti akan muncul di sini. Nah. selamat malam. Lain kali jangan curigai aku lagi, jika terjadi kebakaran, pencurian, pembunuhan atau peristiwa kejahatan lainnya, ya"Aku benar-benar cuma seorang tua yang tidak bisa berbuat jahat. yang hanya menaruh perhatian pada naskah-naskah kunoku saja!"
Kedua anak itu pergi. Perasaan mereka lesu. Bagi mereka kini jelas, Pak Smellie tak mungkin terlibat dalam peristiwa pembakaran pondok Tapi kalau begitu. siapa lagi pelakunya"
"Aku capek." kata Larry. Kita berjumpa lagi besok. di tempat Pip. Memar-memarmu tadi besar sekali gunanya. Fatty. Kalau itu tidak ada, kurasa mustahil kita bisa bebas sekarang!"
"Kelihatannya memang seram. ya"" kata Fatty senang. "Nah. selamat tidur! Pengalaman kita tadi hebat. ya""
Keesokan paginya. ketiga anak lainnya kagum mendengar apa saja yang dialami Larry dan Fatty pada malam sebelumnya. Tapi kecuali kagum, mereka juga bingung. Terlebih-lebih bingung.
"Aneh." kata Pip sambil merenung. "Beruntun-runtun kita mengetahui tentang orang-orang yang bersembunyi di kebun malam itu - tapi kemudian ternyata semua ada di sana karena alasan tertentu.
Bahkan gelandangan itu juga -- ia hendak mencuri telur. Namun sampai kini kita masih belum tahu, siapa sebenarnya yang melakukan pembakaran pondok. Mungkinkah gelandangan itu pelakunya" Atau Horace - walau cuma tiga menit ia meninggalkan Lily" Bagaimana dengan Pak Smellie" Horace melihat dia masuk ke dalam rumah, untuk mengambil kertas-kertasnya. Tapi mungkin saja setelah itu ia membakar pondok."
"Ya, memang mungkin. Tapi entah kenapa, aku kini yakin bukan dia pelakunya." kata Larry. "Yuk - kita ke kebun rumah Pak Hick. Mungkin ada sesuatu yang terlepas dari perhatian kita."
Anak-anak berbondong-bondong ke sana. Mereka melihat Lily sedang menjemur pakaian. Mereka bersuit memanggilnya. Setelah celingukan sebentar untuk meyakinkan diri bahwa Bu Minns tidak ada di situ. gadis itu lantas lari bergegas menghampiri.
"Hai. Lily! Waktu malam itu, di mana tepatnya kau bersembunyi dalam semak bersama Horace"" tanya Larry. "Dalam parit dekat pondok""
"Wah, bukan," jawab Lily, lalu menuding ke arah serumpun semak dekat jalan masuk ke pekarangan. "Di sana kami bersembunyi. Kami sama sekali tidak mendekati parit."
"Sedang Pak Smellie mengatakan ia cuma sebentar saga bersembunyi dekat pintu pekarangan depan. Tapi sudah pasti ada seseorang bersembunyi dalam parit"' kata Fatty. "Yuk, kita ke sana lagi."
Mereka mendatangi parit. Samak jelatang sudah menegak kembali. tapi masih tampak jelas bahwa sebelumnya pernah rebah karena terinjak kaki. Anak-anak menyusup lewat lubang dalam pagar, lalu meneliti kembali jejak sepatu di tanah yang becek Ternyata jejak itu masih nampak, walau bertambah kabur sekarang.
"Nanti dulu." kata Daisy dengan tiba-tiba.
"Jejak-jejak ini - maksudku yang ini serta yang dekat gerbang pagar di depan lapangan ini. semua menunjuk ke satu arah. Menuju ke rumah dan bukan pergi dari rumah! Jadi orang yang bersembunyi dalam parit. menuju ke rumah lewat lapangan. Tapi sama sekali tidak nampak jejak sepatu yang menunjukkan bahwa ia kembali lewat jalan sama."
"Kan bisa saja lewat pekarangan depan rumah, tolol." kata Fatty. "Yah. hari ini aku harus mengaku kalah. Petunjuk-petunjuk kita tidak ada artinya lagi. Semua orang yang tersan
gka, nampaknya tidak bersalah sama sekali. Aku mulai bosan menemukan hal-hal yang menuju jalan buntu. Yuk. hari ini kita melakukan sesuatu yang lain. Piknik. misalnya!"
"Setujuuu!" seru teman-temannya. "Kita ambil sepeda. lalu berangkat ke Burnham Beeches lalu bersenang-senang di sana."
Sayang. Bets tidak diizinkan ikut oleh ibunya. Jarak ke Bumham Beeches terlalu jauh untuk ditempuh anak berumur delapan tahun. Bets kecewa sekali.
"Bagaimanapun juga, aku memang kurang setuju jika Bets pergi piknik hari ini." kata ibunya. "soalnya, ia agak pucat kelihatannya. Tinggalkan Buster di sini, supaya bisa diajak jalan-jalan oleh Bets. Pasti dia senang!"
Bets memang senang mengajak Buster jalan-jalan. Tapi itu bukan imbalan yang sebanding dengan ikut piknik. Fatty kasihan sekali melihat anak itu berdiri di pintu pagar. sambil melambaikan tangan pada mereka yang pergi naik sepeda.
"Nanti kubawakan oleh-oleh mawar liar yang banyak sekali!" seru Fatty. "Tolong jaga Buster baik-baik, ya!"
Buster menggoyang-goyangkan ekor. Dialah yang akan menjaga Bets dan bukan Bets yang menjaga dia! Ia ikut sedih. melihat anak-anak pergi beramai-ramai tanpa dia. Tapi Buster juga sadar, larinya tidak bisa menyamai laju sepeda.
Hujan turun malam sebelumnya. sehingga di mana-mana becek. Menurut perasaan Bets. kalau mau jalan-jalan lebih bank memakai sepatu tingginya yang dari karet.
"Sayang kau tidak bisa memakai sepatu." katanya pada Buster. "Pasti kau nanti kotor sekali."
Mereka lantas pergi berjalan-jalan. Bets menuju ke arah sungai. Sesampai di sana ditelusurinya sebentar jalan kecil yang menjajari tepi sungai. Kemudian berbalik melintasi sebuah lapangan. Akhirnya sampai di pintu pagar. di mana beberapa hari yang lalu mereka menemukan jejak sepatu yang misterius itu.
Bets berjalan sambil menari-nari. Buster disuruhnya mengejar ranting-ranting yang dilemparnya jauh-jauh. Ia ingat pesan Fatty agar jangan menyuruh anjing itu memungut batu, karena nanti gigi Buster bisa patah.
Bets membungkuk untuk memungut ranting yang terletak di tanah. Tapi tidak jadi. Ia tertegun. Nampak jelas di jalan becek yang terbentang di depannya. jejak sepatu berderet-deret. Persis jejak yang ditemukan dekat pintu pagar! Bets hafal sekali pola jejak itu. karena berulang kali mengamat-amatinya. Ia merasa yakin. pasti itu jejak sepatu yang sama. Jejak sol karet dengan pola garis silang-menyilang. serta kotak-k0tak kecil yang ada bercak di masing-masing sudutnya!
"Wah - lihat, Buster." kata Bets setelah menatap agak lama. Terasa jantungnya berdebar keras. Buster datang untuk ikut melihat. Anjing itu mengendus-endus jejak sepatu lalu mendongak memandang Bets sambil mengibas-ngibaskan ekor.
"Ini kan jejak sepatu yang sama ya. Buster"" kata Bets. "Dan hujan kan baru tadi malam turunnya! Jadi mestinya orang itu lewat di sini setelah hujan. Dia itulah orang yang kita cari-cari selama ini dan tidak bisa kita ketahui siapa dia! Aduh - sekarang bagaimana. Buster" Hatiku berdebar-debar!"
Buster menari-nari mengelilinginya. seolah-olah mengerti apa yang dikatakan oleh Bets Anak perempuan itu masih tertegun sejenak, sambil memandang jejak langkah itu.
"Kita ikuti arah langkah ini." katanya kemudian. "Ya, itulah yang kita lakukan sekarang. Mengerti" Aku tidak tahu kapan orang itu lewat di sini - tapi pasti belum lama. Yuk. kita ikuti! Mungkin saja nanti tersusul orang itu! Wah - ini benar-benar asyik."
Anak perempuan itu mengikuti jejak langkah, bersama Buster. Anjing itu berjalan dengan hidung didekatkan ke tanah. la mengikuti bau jejak. dan bukan jejak yang nampak. Mereka menyusur jalan yang becek lalu menyeberang jalan raya. Di seberang masuk lagi ke sebuah jalan kecil. Di situ nampak jelas sekali jejak yang tadi. Kemudian sampai pada jalan yang lain. yang berlapis aspal. Untung ada Buster. Anjing itu mengikuti jejak dengan jalan mengendus baunya, walau jejak itu sama sekali tidak nampak.
"Kau memang pintar. Buster." kata Bets kagum. "Coba penciumanku setajam hidungmu. Ya - ya, betul - itu ada lagi jejak sepatu - lalu itu ada lagi. Eh. rupanya menuju ke pintu pagar pemb
atas lapangan." Nampak jelas orang yang meninggalkan jejak itu memanjat pagar lalu meloncat ke lapangan yang ada di baliknya. Bets semakin bersemangat.
"Jejak ini arahnya sama dengan jejak sepatu yang waktu itu!" katanya pada Buster. "Lihatlah! Nah, Buster - sekarang pergunakan daya penciumanmu baik-baik di lapangan ini. karena di atas rumput tentu saja aku tidak bisa melihat apa-apa!"
Buster melintasi lapangan tanpa berbelok-belok sementara hidungnya terus dicecahkan ke rumput. Ternyata tercium dengan baik jejak sepatu orang yang lewat tadi. Tak lama kemudian Bets sampai ke suatu tempat yang becek. Rumput itu gundul. Nampak jelas jejak sepatu di situ.
"Arahmu benar, Buster." katanya "Cepat - ikuti terus! Mungkin kita masih bisa menyusul orang itu! Kurasa dia baru saja lewat di sini!"
Ternyata jejak itu tidak mengarah ke lubang dalam pagar tapi menuju ke suatu pintu pagar lagi Lalu ke jalan raya yang menuju rumah Bets sendiri. Tapi di depan pintu pekarangan rumah Pak Hick. jejak itu membelok ke dalam!
Bets tercengang. Ternyata pembakar pondok itu datang lagi hari ini, pikirnya. Bets bertanya-tanya dalam hati, apakah orang itu menuju pintu depan atau belakang. Ditelusurinya jalan masuk yang becek samba! menunduk mengamat-amati jejak. Arahnya langsung menuju pintu depan. Baru saja Bets tiba di situ. tiba-tiba pintu terbuka. Pak Hick keluar dari situ Ia tercengang. ketika melihat Bets.
"Nah. cari apa kau di sini"" tanya Pak Hick.
'Selamat pagi. Pak Hick." sapa Bets. "Aku sedang mengikuti jejak sepatu ini, dan ternyata menuju ke pintu depan rumah Anda. Pak Hick perlu sekali diketahui jejak sepatu siapa ini. Tadi ada orang mendatangi rumah Anda""
Pak Hick kelihatannya heran. Ia memandang Bets dan Buster dengan kening berkerut.
"Aku tak mengerti," katanya. "Kenapa itu perlu""
"Kalau aku bisa tahu ini jejak siapa. maka aku akan bisa melaporkan pada kawan-kawan siapa yang membakar pondok Anda malam itu." kata Bets lagi. Ia begitu bersemangat, sehingga tak disadarinya bahwa ia membocorkan rahasia Pasukan Mau Tahu.
Pak Hick kelihatan bingung sekali Ditatapnya Bets lama-lama.
"Sebaiknya kau masuk saja dulu." katanya kemudian. "Ini benar-benar luar biasa. Untuk apa anak kecil seperti kau mengikuti jejak sepatu - dan bagaimana kau sampai tahu mengenainya" Masuklah! Tidak - biarkan anjing itu di luar."
"Biarlah dia ikut masuk." pinta Bets. "Dia tidak akan bandel. Sungguh! Jika ditinggal di luar. nanti habis daun pintu Anda digaruk-garuknya."
Akhirnya Buster diperbolehkan masuk. Bets diajak ke kamar kerja Pak Hick. Persis seperti kamar kerja Pak Smellie. tempat itu juga penuh dengan kertas dan buku yang terserak di mana-mana.
"Nah." kata Pak Hick setelah duduk Ia berusaha untuk bicara dengan nada ramah. Tapi rupanya sulit baginya untuk bersikap ramah. "Nah, gadis kecil - sekarang ceritakan padaku apa sebabnya kau mengikuti jejak sepatu itu. dan apa yang kau ketahui mengenainya. Mungkin ada gunanya bagiku."
Bets merasa bangga. karena ada orang dewasa yang berminat mendengar ceritanya. Ia lantas membeberkan segala-galanya. tentang Pasukan Mau Tahu dan tentang kegiatan mereka Ia bercerita tentang segala petunjuk serta para tersangka. Sedang Pak Hick mendengarkan terus, tanpa menyelingi
Sementara itu Buster tidak tetap diam, seperti dijanjikan oleh Bets. Anjing itu berulang kali menghampiri Pak Hick. Mengendus-endus kakinya. dan juga berusaha menggigitnya. Timbul kejengkelan Pak Hick. Tapi Buster masih terus saja mengganggu. Akhirnya Bets- terpaksa menaruh Buster ke pangkuannya.
Ketika akhirnya ia sampai pada akhir cerita, yaitu pengalamannya pagi itu. Bets memandang Pak Hick dengan penuh harap.
"Sekarang. siapakah yang datang ke sini tadi"" tanyanya.
"Yah," kata Pak Hick lambat-lambat. "kebetulan sekali. dua di antara orang tersangka kalian datang ke sini. Pak Smellie datang untuk meminjam buku - dan Horace Peeks juga datang minta surat pengantar untuk melamar pekerjaan."
"O. kalau begitu mungkin salah seorang dari mereka." kata Bets. "Aku ingin tahu. siapa dari keduanya memakai sepatu bersol karet dengan pola kaya
k itu. Nah - pokoknya sekarang kita sudah tahu pasti orang yang dicari adalah seorang dan keduanya. Pak Hick. jangan bilang-bilang orang lain ceritaku tadi ya""
"Tentu saja tidak." kata Pak Hick. "Ternyata banyak orang yang masuk ke kebunku ketika aku ke kota waktu itu, ya" Tunggu saja. sampai berhasil kubekuk leher orang yang membakar pondokku, sehingga semua naskahku yang berharga musnah!"
"Aku pergi saja sekarang," kata Bets minta diri. Ia berdiri. dan Buster diturunkan dan pangkuannya. Anjing itu langsung lari menghampiri Pak Hick, lalu mengendus-endus ujung celana itu Pak Hick tidak suka diendus-endus dengan cara begitu. Ditendangnya Buster sehingga anjing itu terkaing-kaing.
"Aduh!" seru Bets cemas "Anda tidak boleh menendang anjing. Pak Hick. Itu kan kejam!"
"Pergilah sekarang - dan bawa anjing itu," kata Pak Hick. "Kunasihatkan saja kalian anak-anak - jangan suka mencampuri urusan orang dewasa. Serahkan saja urusan penyelidikan pada polisi"
"Tidak bisa," kata Bets. "kami kan Pasukan Mau Tahu!"
Ia ke luar bersama Buster. Di jalan pekarangan dilihatnya lagi jejak sepatu yang tadi. Sepasang Sepalu menuju ke rumah. dan sepasang lagi pergi dari rumah. Bets ingin sekali tahu. jejak siapa itu - Pak Smellie atau Horace Peeks.
Ia tidak sabar lagi menunggu anak-anak yang lain pulang. karena ingin lekas-lekas menyampaikan laporannya. Ia berpikir-pikir. mungkinkah mereka akan marah jika tahu bahwa ia membeberkan segala-galanya yang diketahui pada Pak Hick. Tapi tak mungkin mereka akan marah. Kan tidak ada salahnya jika Pak Hick tahu! Bets merasa yakin, orang itu pasti akan berusaha sebisa-bisanya membantu mereka. Lagi pula dia kan sudah berjanji. tidak akan bercerita pada siapa-siapa.
Anak-anak kembali dari piknik ketika hari sudah sore. Mereka capek. Tapi bahagia. karena habis bersenang-senang sehari penuh di Burnham Beeches. Fatty membawakan serangkaian mawar hutan untuk Bets.


Pasukan Mau Tahu - Misteri Pondok Terbakar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bets sudah tidak sabar lagi. Ia langsung bercerita, melaporkan pengalamannya tadi pagi. Termasuk obrolannya dengan Pak Hick. Ketika sedang asyik-asyiknya bercerita. Tiba-tiba datang gangguan yang sama-sekali tidak menyenangkan!
Ibunya masuk ke kebun disertai seseorang yang sudah dikenal baik oleh anak-anak. Pak Ayo Pergi! Polisi desa itu nampak puas tapi juga galak.
"Pak Ayo Pergi," kata Larry dengan suara pelan. "Mau apa dia kemari'""
Dengan segera diketahui. untuk apa polisi desa itu datang. Ibu Pip dan Bets menyapa anak-anak dengan suara garang.
"Anak-anak!" katanya. "Baru saja Pak Goon datang dengan laporan yang luar biasa! Ia melaporkan tindak-tanduk kalian selama hari-hari belakangan ini. Benar-benar luar biasa! Aku sampai hampir tak percaya!"
"Ada apa sebetulnya"" tanya Pip, sambil memandang Pak Ayo Pergi dengan tampang masam.
"Pip! Jangan cemberut begitu!" kata ibunya keras. "Rupa-rupanya kalian semua ikut-ikut campur dalam urusan polisi. Bahkan Bets juga ikut! Aku benar-benar tidak mengerti. Pak Goon ini bahkan melaporkan bahwa kau dan Frederick serta Larry tadi malam masuk ke dalam rumah Pak Smellie! Apa kata ibu-ibu kalian nanti" Sedang Bets yang masih kecil ini. ikut-ikutan berlagak menjadi detektif. membuntuti jejak orang!"
"Siapa yang bercerita pada Pak Goon"" kata Bets dengan cepat. "Yang tahu mengenainya cuma aku - dan Pak Hick!"
"Pak Hick tadi menelepon aku, dan aku baru saja datang dari rumahnya." kata Pak Goon dengan sikap penting. "Ia melaporkan segala tindak-tanduk kalian! Anak-anak iseng. selalu mau ikut campur!"
Bets menangis tersedu-sedu.
"Huhuu, padahal Pak Hick sudah janji tidak akan bercerita pada orang lain. huhuu," tangisnya. "Dia tadi berjanji sungguh-sungguh! Huhuu, Pak Hick jahat! Jahat! Dia melanggar janji! Aku benci padanya!"
"Bets! Tahu aturan sedikiti" tukas ibunya.
"Ya ya, Bets lagi yang membocorkan rahasia," kata Pip dengan nada kesal. "Itulah. kalau anak kecil kayak dia diajak ikut menyelidik. Dasar goblok! Dia membocorkan segala-galanya pada Pak Hick. lalu Pak Hick menelepon Pak Ayo Pergi, dan sekarang kita semua kena marah!"
"Apa yang kaugumamkan itu. Pip"" tanya ibunya. "Siapa itu. Pak A
yo Pergi"" "Nah!" kata Pak Goon. Ia membusungkan dada.
Tampangnya saat itu persis kodok yang sedang marah. Apalagi karena matanya yang biru ikut-ikut menonjol ke luar. "Nah! Bukankah kalian selalu kupergoki berkeliaran di dekatku" Ya kan" Benar-benar merepotkan! Sekarang dengar baik- baik!"
Apa boleh buat - anak-anak terpaksa mendengarkan saja omelan Pak Goon. Mereka berdiri dengan muka merah karena marah. Bets masih menangis terus. Cuma Buster saja yang seperti tak peduli. Ia mengendus-endus Pak Ayo Pergi yang berkali-kali terpaksa mengusirnya.
Banyak sekali yang dikatakan polisi desa itu tentang 'anak-anak yang ingin tahu' dan 'berandal cilik' serta `menghalangi kegiatan hukum'. Ia mengakhiri petuahnya dengan ancaman.
"Jika sekali lagi aku memergoki kalian ikut-ikut campur atau jika Pak Hick melaporkan kalian lagi padaku, nah! Kalian akan mengalami kesulitan besar." katanya. "O ya - kesulitan besar sekali! Jangan suka mencampuri urusan yang tidak menyangkut kalian. Lalu kau, Laurence dan Daisy, begitu pula kau. Frederick, orang tua kalian juga akan mendengar kejadian ini. Ingat kata-kataku, kalian pasti menyesal, karena campur tangan dalam urusan hukum!"
"Kami kan cuma ingin membantu," kata Pip bingung.
"Jangan lancang mulut!" tukas Pak Goon dengan sikap anggun. "Dalam soal-soal begini, anak-anak tidak bisa membantu. Paling-paling akan mengalami kesulitan saja. Kesulitan yang besar sekali."
Sebelah itu ia pergi, bersama ibu Pip. Seorang bertubuh besar. berlagak yang benar sendiri. Kebetulan saja dia polisi desa!
XVII TEMUAN ANEH BEGITU Pak Goon sudah pergi. Bets langsung dimarahi.
"Tolol!" bentak Pip. "Segala-galanya diocehkan pada Pak Hick!"
"Sungguh - segala-galanya buyar karenamu, Bets." kata Daisy.
"Sekarang habislah riwayat Pasukan Mau Tahu," kata Larry dengan sedih "Itulah, kalau anak kecil kayak Bets diterima jadi anggota. Segala-galanya kacau."
Bets menangis tersedu-sedu. Fatty merasa kasihan padanya. Dirangkulnya anak perempuan itu dan dibujuk-bujuknya. Padahal ia pun merasa jengkel. karena segala rencana dan harapan mereka kini buyar.
"Jangan menangis terus, Bets. Kita semua, pernah melakukan kekonyolan! Kau dan Buster tadi hebat - bisa menemukan jejak dan mengikutinya. Aku ingin tahu. Pak Smellie atau Horace yang memakai sepatu itu."
Saat itu ibu Pip datang lagi. Mukanya masih kelihatan galak.
"Mudah-mudahan kalian kini merasa malu pada diri sendiri." katanya. "Aku ingin agar kalian pergi ke tempat Pak Hick, lalu minta maaf padanya karena mencampuri urusannya. Dia tentu saja sangat jengkel. membayangkan kalian setiap hari berbuat iseng dalam kebunnya."
"Tapi kami tidak berbuat jahat di situ." bantah
Pip. "Bukan itu persoalannya," kata ibunya."Kalian tidak boleh memasuki tanah. apalah rumah orang lain tanpa izin. Kalian sekarang juga berangkat ke tempat Pak Hick, dan minta maaf padanya. Sekarang, kataku!"
Anak-anak berangkat, diikuti oleh Buster. Semua merasa kesal -- ingin memberontak. Mereka jengkel sekali, karena disuruh minta maaf pada seseorang yang tidak mereka sukai. Mereka juga beranggapan Pak Hick jahat. karena sebelumnya kan ia sudah berjanji dengan sungguh-sungguh pada Bets. tidak akan meneruskan ceritanya pada siapa pun.
"Jahat sekali orang itu." kata Larry. Semua sependapat.
"Aku tak peduli siapa yang membakar tempat kerjanya." kata Fatty. "Aku senang pondok konyol itu terbakar. dan sekaligus kertas-kertasnya yang berharga juga!"
"Kau tak boleh bilang begitu." kata Daisy mengecam. Padahal dalam had saat itu perasaannya juga begitu.
Begitu tiba di rumah Pak Hick mereka menekan bel. Setelah itu, sambil menunggu pintu dibuka. Bets menunjukkan jejak-jejak sepatu yang diikutinya tadi. Anak-anak memperhatikan dengan berminat. Ya - ternyata Bets memang benar! Jejak itu persis seperti yang digambar oleh Fatty. Sayang mereka terpaksa menghentikan kegiatan melacak penjahat itu. pada saat orangnya sudah hampir ditemukan!
Sesaat kemudian pintu dibukakan oleh Bu Minns. Ia kaget melihat anak-anak berkerumun di depan pintu Manis yang ikut dengannya. Langsung lari lagi dengan ekor te
rangkat, ketika menatap Buster.
"Bu- tolong katakan pada Pak Hick, kami ingin bertemu sebentar dengan dia." kata Larry. Bu Minns semakin tercengang. Baru saja ia hendak mengatakan sesuatu. ketika terdengar suara orang memanggil dari arah kamar kerja.
"Siapa itu, Bu Minns""
"Lima orang anak - dan seekor anjing, Pak," jawab Bu Minns. "Mereka bilang ingin ketemu dengan Anda"
Sesaat tak terdengar apa-apa.
"Bawa mereka masuk," terdengar suara Pak Hick lagi Dengan sikap serius dan tegang anak-anak masuk ke kamar kerja, diikuti oleh Buster. Pak Hick ada di situ. Ia sedang duduk di sebuah kursi besar. dengan kaki tersilang.
"Kalian mau apa kemari"" tanya Pak Hick.
"Kata Ibu, kami harus minta maaf pada Anda, Pak Hick," kata Pip. Lalu dengan suara serempak seperti paduan suara, "Kami minta maaf. Pak Hick"
"Hmmm," kata Pak Hick. Ia menatap dengan agak lebih ramah daripada tadi. "Ya ya. memang begitu seharusnya."
"Anda sudah janji takkan bilang siapa-siapa." protes Bets dengan tiba-tiba. "Anda melanggar janji."
Menurut Pak Hick, janji pada anak-anak sama sekali tidak perlu ditepati. Karena itu ia tidak merasa bersalah. Bilang menyesal saja pun tidak! Ketika ia hendak mengatakan sesuatu, tiba-tiba terdengar bunyi beberapa pesawat terbang melayang rendah di atas kebun. Bunyi itu mengagetkan Pak Hick. Buster menggeram-geram. Larry melompat menghampiri jendela. Ia paling ahli kalau disuruh mengenali jenis pesawat yang kebetulan lewat di atas kepala.
"Pesawat-pesawat Tempest itu lagi!" serunya. "Dengan yang sekarang, aku baru dua kali melihat pesawat-pesawat itu melintas di sini. Lihatlah -bentuk ekornya yang aneh!"
"Dua atau tiga hari yang lalu mereka juga melintas di sini." kata Pak Hick yang ikut tertarik.
"Aku melihatnya. Waktu itu jumlahnya tujuh. Sekarang juga tujuh""
Larry menghitung jumlah pesawat yang lewat Anak-anak semuanya memandang ke atas dan jendela. Kecuali Fatty. Ia memperhatikan Pak Hick dengan bingung. Mulutnya bergerak seakan hendak bicara. Tapi langsung terkatup lagi. Tapi ia masih terus memperhatikan Pak Hick, sambil berpikir.
Pesawat-pesawat Tempest melintas lagi di atas kepala. sekah ini sangat rendah.
"Yuk. kita ke luar untuk melihat," ajak Larry. "Dari luar bisa lebih jelas kelihatan. Permisi. Pak Hick."
"Ya ya, baiklah. Dan jangan lagi-lagi mencampuri perkara yang bukan urusan anak-anak," kata Pak Hick "Yang membakar pondokku, mungkin Horace Peeks. Polisi sebentar lagi tentu akan mengajukannya ke pengadilan. Ketika ia kemari tadi pagi, ia memakan sepatu bersol karat. Tanpa keraguan lagi, itu jejak sepatunya yang nampak di pekarangan."
"Oh." Hanya itulah yang diucapkan anak-anak. Mereka kasihan pada Lily. Pasti gadis itu akan bingung sekati. Hanya Fatty yang diam saya. Sekali lagi ditatapnya wajah Pak Hick, dengan air muka aneh. Satelah itu anak-anak keluar. Namun pesawat-pesawat Tempest tidak melintas lagi. Sudah terbang menjauh. Hanya derunya yang masih terdengar sayup-sayup.
Fatty boleh dibilang sama sekali tidak berbicara, sementara mereka berbondong-bondong menyusur jalan raya menuju sungai. Mereka hendak berjalan-jalan sebentara sebelum makan malam. Bets memandang Fatty.
"Ada apa. Fatty"" tanya Bets. "Memar-memarmu sakit lagi""
"Tidak! Sudah kulupakan soal itu." kata Fatty. "Tidak aku sedang berpikir-pikir tentang sesuatu yang aneh. Benar-benar aneh."
"Apa itu"" tanya teman-temannya. Mereka langsung tertarik Fatty berhenti berjalan, lalu menuding ke atas.
"Kalian kan tahu pesawat-pesawat apa yang baru kata lihat tadi"" katanya setengah bertanya.
Anak-anak yang lain mengangguk.
"Itu tadi pesawat-pesawat Tempest." katanya. "dan baru dua kali melintas di atas sini. Sekali hari ini. dan sekali pada petang hari ketika pondok Pak Hick terbakar!"
"Lalu kenapa"" tanya Larry tidak sabaran. "Itu kan tidak aneh!"
"Dengar dulu." balas Fatty. "Ketika kita tadi membicarakan pesawat-pesawat itu, apa kata Pak Hick" Katanya, ia sempat melihatnya juga, ketika melintas di sini dua tiga hari yang lalu. Dihitungnya jumlah yang melintas saat itu. katanya ada tujuh. Dan itu memang benar."
"Apa sih ma ksudmu"" tanya Pip sambil mengerutkan kening.
"Aku maksudkan sesuatu yang aneh," kata Fatty. "Di mana Pak Hick ketika mulai terjadi kebakaran""
"Dalam kereta yang datang dari London," jawab Larry.
"Nah! Kalau begitu. bagaimana dia bisa melihat pesawat-pesawat Tempest yang melintas di sini, dan sekaligus menghitung jumlahnya"" kata Fatty lagi.
Sesaat tak ada yang bicara. Semua kaget. Dan semua sibuk berpikir. Akhirnya Larry yang pertama-tama membuka mulut.
"Memang aneh!" katanya. "Pesawat-pesawat itu baru dua kali melintas di sini. Semua orang membicarakannya! Dan jika Pak Hick melihat mereka melintas petang itu. artinya dia ada di sini!"
"Padahal ia dijemput supirnya dari kereta yang datang dari London!" kata Daisy. "Jika ia sungguh-sungguh berada dalam kereta api itu. takkan mungkin bisa melihat pesawat yang melintas di sini. Soalnya. ketika itu kereta api baru saja berangkat meninggalkan London."
"Jadi," kata Fatty. dengan nada senang. "jadi, Pasukan Mau Tahu - sekarang ada satu tersangka lagi, yaitu Pak Hick sendiri!"
"Waah " kata Bets tercengang. "Tapi masak dia membakar pondoknya sendiri!"
"Kenapa tidak - untuk mendapatkan ganti rugi dari perusahaan asuransi, yang menjamin kertas-kertas berharga miliknya" kata Fatty. "Kadang-kadang ada juga orang yang berbuat begitu! Kurasa surat-surat itu sudah dijual terlebih dulu olehnya. Lalu pondok dibakar, dan ia berpura-pura kertas-kertas itu ikut terbakar, supaya bisa menagih ganti rugi. Wah! Mungkinkah itu yang terjadi""
"Kita tidak bisa bilang pada siapa-siapa," kata Daisy.
"Tentu saja tidak!" kata Larry. "Sekarang apa yang kita lakukan""
"Kita harus menyelidiki. bagaimana Pak Hick bisa naik ke kereta dari London malam itu," kata Fatty. "Lihatlah - kita sudah sampai di dekat rel kereta api. Kereta dari London selalu lewat di sini. Dan sebentar lagi ada yang datang Kita lihat saja apa yang terjadi."
Anak-anak duduk di atas pagar dekat rel. Mereka menunggu di situ. Tak lama kemudian nampak asap mengepul di kejauhan Kereta datang! Cepat sekali jalannya. Tapi ketika sampai pada satu bagian. jalannya diperlambat. Dan akhirnya berhenti
"Memang selalu berhenti di situ." kata Bets. "Aku pernah memperhatikannya. Mungkin untuk mengisi air."
Jarak itu terlalu jauh, sehingga anak-anak tidak bisa melihat kenapa kereta api berhenti. Pokoknya, dengan segera kereta mulai bergerak lagi, lewat di depan anak-anak sambil mengepul-ngepulkan asap. Buster lari pontang-panting masuk semak, ketika kereta datang. Ia takut mendengar bunyinya.
Fatty sudah berpikir-pikir lagi. Begitu halnya dengan Larry.
"Coba dengar." kata Fatty kemudian. "Mungkin tidak. seorang malam-malam menunggu kereta di tempat Itu. Lalu melompat masuk ke gerbong yang kosong" Jika ia punya karcis langganan, orang-orang di Peterswood takkan ada yang tahu bahwa ia sebetulnya sama sekali bukan datang dan London."
"Fatty! Kurasa kau benar!" seru Larry. "Aku tadi juga sedang memikirkan kemungkinan itu. Kurasa itulah yang dilakukan Pak Hick. Pura-pura pergi ke London, tapi kemudian kembali dan bersembunyi dalam parit - sehingga ada jejak sepatunya di situ - membakar pondok, menyelinap ke rel kereta api, yang di sana itu. Di situ menunggu kereta datang dan berhenti seperti biasanya Begitu kereta berhenti cepat-cepat naik ke gerbong yang kosong. Di stasiun Peterswood turun dengan tenang, dijemput dengan mobil oleh supir!"
Semakin lama dipikirkan, anak-anak merasa semakin yakin bahwa mungkin saja Pak Hick sendiri yang membakar pondok
"Bagaimanapun," kata Bets, "orang yang melanggar janji bisa berbuat apa saja. Apa saja, kataku!"
"He - ada apa dengan Buster"" tanya Fatty, karena terdengar gonggongan anjing kecil itu dan arah sekelompok pepohonan yang terdapat di belakang mereka. "Buster! Buster! Ada apa" Kau menemukan kelinci di situ""
Buster mendengking. Sesaat kemudian muncul, menyeret suatu benda yang hitam berlumur lumpur.
"Apa yang diseretnya itu"" tanya Bets.
Anak-anak memperhatikan benda itu.
"Sepatu tua!" kata Daisy sambil tertawa. "Aduh, Buster! Mau kau apakan sepatu butut begitu!""
Buster menghampiri Be ts, lalu meletakkan bawaannya dekat kaki perempuan itu. Buster mendongak seolah-olah hendak mengatakan sesuatu. Ekornya bergerak-gerak seperti kincir angin. Bets mengambil sepatu itu. Lalu membaliknya.
"Lihat"' serunya saat itu juga. "Akhirnya ketemu juga yang kita cari selama ini! Sepatu yang meninggalkan jejak di lumpur!"
Nyaris saja anak-anak yang lain terjatuh dari pagar. karena kaget. Ternyata kata Bets benar. Itulah sepatu yang dicari-cari!
"Buster mengikuti jejak sepatu dengan mengendus baunya. Lalu ketika tercium olehnya bau sepatu yang disembunyikan di sana, ia langsung mengenalinya lagi. Karena itulah lantas dibawa padaku," kata Bets. "Kami kan bersama-sama mengikuti jejak itu! Ah - sekarang aku mengerti, kenapa ia selalu mengendus-endus sepatu Pak Hick, setiap kali berjumpa dengan dia. Ia mencium bau yang sama!"
"Anjing pintar," kata Fatty, sambil menepuk-nepuk Buster. "Mana yang sebelah lagi, hm" Cari. Buster - cari!"
Buster melesat ke arah semak yang tak jauh dari situ. lalu mengorek-ngorek tanah di bawahnya.
Dengan segera ia menemukan satu sepatu lagi yang dipendam dalam tanah, lalu membawanya ke Fatty. Anak-anak memungut sepatu yang sebelah lagi itu.
"Wah." kata Fatty, "ini sungguh-sungguh aneh. Kurasa Pak Hick mulai khawatir setelah Bets bercerita padanya bahwa ia mengikuti jejak sepatu ini. Lalu Pak Hick pergi dan memendamnya dalam tanah, karena takut polisi menemukannya di rumahnya. Atau melihat dia memakainya. Tidak tahunya. hidung Buster yang hebat berhasil mengendusnya. Dasar anjing hebat - anjing pintar! Besok kau mendapat tulang yang besar. Buster. Tulang yang besar sekali"`
"Lalu sekarang bagaimana"" kata Larry, sambil kembali ke jalan. "Melapor pada polisi - percuma! Pasti takkan diacuhkan. Bilang pada orang tua kita, juga tak ada gunanya. Sekarang pun sudah cukup kesulitan yang kita hadapi!"
"Yuk, kita duduk-duduk di tepi sungai - untuk berunding," kata Pip. "Ayo! Kita harus mengambil keputusan. Persoalannya kini sudah sangat serius."
XVIII TEMAN TAK TERSANGKA ANAK-ANAK kembali menyusur jalan yang menuju ke sungai Di atas tebingnya yang agak tinggi mereka menemukan tempat teduh, lalu duduk di situ Buster menggeram-geram pelan. Tapi ia ikut duduk.
"Kenapa kau menggeram-geram. Buster"" tanya Bets. "Kau tidak mau duduk""
Buster menggeram sekali lagi. Tapi setelah itu berhenti lagi. Anak-anak mulai berunding.
"Soal ini sungguh aneh," kata Pip. "Kita sudah menemukan orang yang melakukan pembakaran. Semua petunjuk sudah ada pada kita. Kita tahu bagaimana ia bisa naik ke atas kereta yang datang dari London. Kita juga tahu. sepatunya cocok dengan jejak yang kita temukan. Kita pun tahu ia ketakutan, lalu menyembunyikan sepatunya, yang kini kita temukan kembali. Dan sebelumnya juga sudah kita ketahui. karena apa para tersangka ada dalam kebun petang itu. Kita sudah tahu segala-galanya. Tapi toh tidak bisa berbuat apa-apa mengenainya, karena Pak Goon nanti pasti akan pura-pura dialah yang berhasil menyelidiki!"
"Ya - percuma saja lapor padanya," kata Fatty dengan suram. "Bilang pada orang tua kita juga percuma, karena mereka toh nantinya menelepon Pak Goon. Benar-benar menjengkelkan! Bayangkan, misteri sudah kita pecahkan dan segala-galanya sudah kita ketahui - tapi penjahat tidak bisa kita laporkan supaya dihukum! Wah. jahat sekali Pak Hick itu! Masak ia mencoba melemparkan kesalahan pada Horace. ketika ia merasa bahwa kita sudah terlalu banyak tahu!"
"Betul." kata kawan-kawannya sependapat. "Aneh, bagaimana ia membuka rahasianya sendiri, ketika menyebutkan pesawat-pesawat yang melintas." kata Larry. "Fatty pintar sekali, bisa mengetahui kesalahannya itu."
"Betul." kata Daisy dengan sepenuh hati. sementara yang lain-lain mengangguk. Dan Fatty" Dadanya langsung membesar, cuping hidungnya mengembang.
"Yah. seperti sudah kukatakan." katanya dengan bangga, "aku ini memang pintar. Pernah di sekolah ....... "
"Tutup mulut!" kata kawan-kawannya serempak. Dan Fatty menurut. Ia membungkam. Tapi walau begitu ia masih tetap senang karena dikagumi teman-teman sebab berhasil mengenali petunjuk aneh
itu. Selama beberapa waktu mereka masih asyik bicara terus tentang pondok yang terbakar, para tersangka serta petunjuk-petunjuk yang ada. Tiba-tiba Buster menggeram Galak dan berkepanjangan, sehingga anak-anak kaget dan bingung.
"Kenapa Buster"" tanya Bets. "Jangan-jangan sakit perut!"
Baru saja ia mengucapkan kata-kata itu. ketika tiba-tiba muncul muka bulat seseorang dari balik tebing. Muka itu ramah. dengan mata besar dan cerdas yang berkilat-kilat jenaka.
"Astaga!" kata anak-anak kaget.
"Maaf. rupanya aku mengagetkan kalian." kata orang itu. "Aku tadi sedang duduk-duduk di sini, di bawah tebing. ini tempat yang paling kugemari untuk memancing ikan. Tentu saja aku tidak ribut-ribut. supaya jangan sampai ikan lari. Mau tidak mau kudengar percakapan kalian tadi. Menarik sekah. Ya ya. sangat menarik!"
Tapi Buster begitu ribut menggonggong. sehingga anak-anak nyaris tak bisa mendengar kata-kata orang yang cuma nampak kepalanya itu. Kemudian orang itu naik ke atas tebing, menghampiri mereka. Ternyata laki-laki itu bertubuh besar sekali. Kekar dan kuat, memakai setelan wol kasar dan sepatu berwarna coklat yang ukurannya seperti untuk kaki gajah.
Laki-laki itu duduk di sisi anak-anak. Ia mengambil sebatang coklat dari kantong jasnya, memotong-motong lalu membagikannya pada mereka. Anak-anak langsung suka pada orang itu.
"Anda tadi mendengar semua yang kami bicarakan"" tanya Bets. "Sebetulnya itu rahasia. Kami ini Pasukan Mau Tahu."
"Mau tahu apa"" tanya orang itu dengan heran.
"Apakah dalam kantongku masih ada coklat, barangkali""
Anak-anak tertawa cekikikan.
"Bukan." kata Daisy. "Kami ini penyelidik Kami menyelidiki berbagai hal."
"O, begitu," kata laki-laki itu. sambil menyalakan pipa. Sementara itu Buster sudah mau ramah terhadapnya. Laki-laki itu menepuk-nepuknya.
"Anda ini siapa"" tanya Bets. "Aku belum pernah melihat Anda sebelum ini."
"Yah - aku ini juga bisa digolongkan Pasukan Mau Tahu," kata orang itu. "Tugasku juga menyelidiki hal-hal yang misterius. Pekerjaan yang menarik. Ya kan""
"Betul." kata anak-anak dengan gaya paduan suara. Serempak!
"Kalau tidak salah dengar tadi. saat ini kalian sedang mengalami kerumitan." kata orang itu sambi! mengepul-ngepulkan asap tembakau.
"Perkara aneh yang dihadapi berhasil kalian pecahkan - tapi kini hasilnya tidak bisa disampaikan pada orang lain. Begitu kan""
"Betul." kata Larry. "Soalnya begini. Pak Goon - dia itu polisi desa ini - Pak Goon tidak menyukai kami. Dia mengadu pada orang tua kami. tentang beberapa hal yang kami lakukan. Ya - harus diakui, beberapa di antaranya memang keterlaluan Tapi kami melakukannya dengan maksud baik. Maksud saya - kami ingin tahu. siapa yang membakar pondok Pak Hick."
"Dan kini setelah kalian tahu, kalian terpaksa bungkam." kata orang itu. masih mengepul-ngepulkan asap tembakau. "Benar-benar menjengkelkan. untuk kalian. Coba ceritakan lebih banyak mengenainya. Seperti kukatakan tadi. aku ini juga termasuk orang yang suka ingin tahu. Karenanya aku senang memperbincangkan soal-soal yang misterius, sesama rekan. Kalian mengerti kan. maksudku""
Anak-anak memandang orang itu. Ia membalas tatapan mereka dengan matanya yang berkilat jenaka. sementara tangannya yang besar menepuk-nepuk Buster. Larry menoleh pada teman-temannya.
"Kurasa tak ada salahnya jika menceritakan segala-galanya sekarang- Bagaimana"" tanya Larry. Anak-anak mengangguk. Mereka merasa pemancing ikan bertubuh besar itu bisa dipercayai. Rahasia mereka pasti akan dipegang teguh olehnya.
Jadi Larry lantas menceritakan kisah pengalaman Pasukan Mau Tahu. sekali-sekali diselang-seling oleh Daisy, Fatty atau Pip. Sedang orang itu mendengarkan dengan seksama. Kadang-kadang ia mengajukan pertanyaan. Sekali-sekali kepalanya diangguk-anggukkan. "Kau anak pintar." katanya pada Fatty. ketika Larry sampai pada bagian di mana Pak Hick membuka rahasia dirinya karena mengatakan melihat ketujuh pesawat Tempest yang melintas pada petang hari terjadinya kebakaran. Muka Fatty memerah karena senang dan bangga Bets meremas tangannya, karena ikut senang.
Akhirnya cerita itu b erakhir. laki-laki bertubuh besar itu mengetuk-ngetukkan pipanya supaya padam. sambil memandang anak-anak.
"Kalian telah bekerja dengan baik sekali." katanya dengan wajah berseri-seri. "Kuucapkan selamat pada Pasukan Mau Tahu -dan juga pada anjing ini! Dan - kurasa aku bisa membantu kalian sedikit."
"Dengan cara bagaimana"" tanya Larry.
"Yah - kita harus berusaha menemukan gelandangan tua itu lagi."" kata laki-laki itu- "Dari katamu tadi mengenai ceritanya pada kalian, mungkin juga melihat Pak Hick dalam kebun bersembunyi di parit. Kalau betul begitu, itu suatu bukti yang penting. Dan - anu. polisi itu perlu tahu tentang segala ini."
"Wah," kata anak-anak dengan kecewa. Mereka membayangkan Pak Ayo Pergi yang pasti akan mengaku-aku bahwa ialah yang menyelidiki sendiri segala-galanya.
"Dan mungkin gelandangan itu tidak bisa kita temukan lagi," kata Larry. "Mungkin ia sudah pergi jauh dari sini!"
"Aku pasti akan bisa mencukanya untuk kalian." janji laki-laki bertubuh besar itu.
"Lalu Pak Ayo Pergi - itu julukan untuk Pak Goon - dia pasti takkan mau mempedulikan laporan kami." kata Fatty dengan lesu.
"Akan kuusahakan agar ia mau mendengar," kata laki-laki yang mengherankan itu sambil bangkit. "Serahkan saja padaku! Datanglah ke kantor polisi desa besok. pukul sepuluh. Aku akan ada di sana, dan segala-galanya akan kita bereskan saat itu."
Setelah itu dipungutnya jorannya, lalu dipanggul
"Pembicaan tadi menarik sekali." katanya. "Sama-sama bermanfaat bagi kita bersama. Mudah-mudahan kalian juga berpendapat demikian."
Kemudian ia pergi, menyusur keremangan senja. Anak-anak masih duduk, sambil memperhatikan.
"Besok pukul sepuluh, di kantor polisi," kata Fatty. Ia merasa agak tidak enak "Apa yang akan terjadi di sana nanti`" Dan bagaimana ia hendak mencari gelandangan""
Anak-anak tidak ada yang tahu. Larry memandang arlojinya Ia berteriak kaget. lalu cepat-cepat bangkit.
"He - sudah malam! Wah - sekarang kita benar-benar kena marah. Yuk; kita cepat-cepat pulang!"
Anak-anak bergegas ke rumah masing-masing.
"Sampai besok." seru mereka saling berpesan. "pukul sepuluh. di kantor polisi Jangan sampai datang terlambat!"
XIX MISTER! BERAKHIR KEESOKAN pagi, kelima anak itu datang tepat pada waktunya di kantor polisi Buster tentu saja tidak boleh ketinggalan. Mereka juga membawa serta petunjuk-petunjuk yang berhasil dikumpulkan. Laki-laki yang kemarin meminta agar barang-barang itu dibawa.
Gambar jejak sepatu yang dibuat oleh Fatty, sobekan kain flanel kelabu dalam kotak korek api, kini ditambah dengan sepasang sepatu bersol karet hasil galian Buster.
"Sebetulnya satu-satunya petunjuk yang tak berguna sama sekali adalah sobekan kain flanel," kata Larry sambil membuka kotak korek api. "Kita tak berhasil mengetahui. siapa pemilik jas dan mana sobekan ini berasal. Tapi pasti seseorang yang menyusup masuk lubang di pagar! Mungkin malam itu Pak Hick memakai setelan abu-abu. Kalau itu benar, sejak itu tak pernah dipakainya lagi! Soalnya. setiap kali kita berjumpa dengannya. Ia selalu memakai setelan biru tua."
Anak-anak memasuki kantor polisi dengan sedikit takut-takut. Pak Goon ada di situ, serta seorang polisi lain yang tidak dikenal anak-anak. Mereka memandang Pak Goon, dengan perkiraan orang itu pasti bangkit sambil berseru, "Ayo pergi!".
Tapi ternyata tidak. Ia mempersilakan mereka duduk dengan sopan sekali. Anak-anak cuma bisa melongo menghadapi perubahan sikap itu. Tapi mereka duduk. Ketika Buster menghampiri kaki polisi itu dan mengendus-endusnya. Pak Ayo Pergi bahkan tidak menendangnya.
"Kami kemari untuk bertemu dengan seseorang," kata Fatty. Pak Ayo Pergi mengangguk.
"Sebentar lagi dia datang," katanya. Baru saja ia berkata begitu sebuah mobil polisi datang. Anak-anak menoleh. Mereka mengira akan melihat kawan baru mereka, laki-laki yang kemarin. Tapi ia tidak ada dalam mobil.
Mata anak-anak terbuka lebar, ketika melihat orang lain yang mereka kenal di dalamnya. Gelandangan tua! Orang itu menggumam pada dirinya sendiri. Kelihatannya agak takut.
"Aku ini orang tua yang jujur." gerutunya pada diri,sendiri
. "belum pernah ada orang bilang aku tidak jujur. Akan kuceritakan segala-galanya yang kuketahui. Tentu saja aku akan terus terang. Tapi kalau sampai terlibat dalam kesulitan. itu aku tidak mau. Aku belum berbuat sesuatu yang terlarang."
Di samping gelandangan itu duduk seorang polisi berpakaian preman. Bets memandangnya dengan mata yang membesar, ketika Larry bercerita bahwa laki-laki bersetelan kelabu tua itu seorang polisi
"Kusangka polisi itu selalu berpakaian seragam," kata anak perempuan itu.
Kemudian datang lagi sebuah mobil. dikemudikan seseorang yang gagah berseragam biru Para anggota kepolisian yang sudah lebih dulu ada langsung memberi hormat. ketika orang itu turun dari mobil. Anak-anak menatap orang yang baru datang itu. Tiba-tiba Bets terpekik pelan.
"Itu kan pemancing ikan yang kemarin! Halo, Pak!" sapa Bets.
"Hallo - apa kabar!" kata laki-laki berbadan besar itu sambil tersenyum.
"Gelandangan itu sudah kami temukan, Pak inspektur," kata polisi yang berpakaian biasa padanya. Anak-anak berpandang-pandangan. Ternyata kawan baru mereka itu Inspektur Polisi. Wah!
"Inspektur itu polisi yang pangkatnya tinggi," bisik Pip pada Bets. "Inspektur biasanya pintar. Lihat saja Pak Ayo Pergi - gemetar tubuhnya!"
Sebetulnya Pak Goon sama sekali tidak gemetar. Tapi jelas terkesan sekali atas kedatangan inspektur ke kantor polisinya di desa kecil itu. Sementara itu inspektur memandang anak-anak dengan wajah berseri-seri.
"Senang rasanya bisa ketemu lagi dengan kalian." katanya. Kemudian ia menyapa Pak Goon yang langsung mengambil sikap hormat "Anda beruntung. Goon - bahwa di daerah wewenang Anda ada lima anak yang begini cerdas."
Mulut Pak Goon bergerak-gerak. tapi ia tidak mengatakan apa-apa. Dalam hati ia tidak mengingini anak-anak yang cerdas di daerahnya - apalagi yang lebih cerdas daripada dirinya sendiri. Tapi tentu saja itu tidak bisa dikatakannya pada Pak inspektur!
Kemudian gelandangan tua dibawa menghadap. Dan begitu laki-laki tua itu dijanjikan bahwa demi kepentingannya sendiri ia diminta memberi keterangan, ia pun menjawab dengan sebenarnya.
Anak-anak mengikuti pemeriksaan itu dengan penuh perhatian
"Tolong ceritakan. siapa-siapa saja yang Anda lihat dalam kebun Pak Hick malam itu." kata Inspektur.
"Yah," kata gelandangan tua itu "Pertama-tama saya sendiri, bersembunyi di bawah semak dekat pondok. Bukan dengan niat jahat, Pak - cuma ingin istirahat, sebentar saja."
"Ya ya -- aku mengerti." kata Inspektur.
"Lalu saya melihat laki-laki yang baru saja dipecat pagi itu." sambung si gelandangan. "Namanya Peeks -- kalau tidak salah. Ia juga bersembunyi dalam semak. dengan seseorang yang tidak bisa saya lihat Tapi dari suaranya, rasanya seorang gadis. Lalu saya melihat Peeks masuk ke rumah lewat jendela. Lalu keluar lagi, juga lewat jendela."
"ah," kata inspektur mengomentari.
"Setelah itu saya melihat seorang laki-laki yang sudah tua," kata si gelandangan melanjutkan ceritanya. "Saya mendengar dia bertengkar dengan Pak Hick hari itu juga. Kalau tidak salah, namanya Smellie. Ya. betul - Smellie! Nah. dia itu, menyelinap dari depan, lalu masuk ke rumah lewat pintu samping. Tak lama sebelum Peeks keluar lagi."
"Teruskan." desak inspektur. "Anda melihat orang lain lagi kecuali mereka""
"Ya." jawab si gelandangan. "saya melihat Pak Hick sendiri!"
Semua mendengarkan sambil menahan napas.
"Saya masih berbaring di bawah semak." kata si gelandangan, "sambil berpikir, 'banyak sekali orang dalam kebun,' ketika tiba-tiba terdengar bunyi seseorang menyusup lewat lubang dalam pagar semak, tidak jauh dan sempat saya. Saya mengintip di antara ranting-ranting. Ternyata yang masuk itu Pak Hick sendiri. Lama sekali ia bersembunyi dalam parit di tepi pagar. Lalu menuju semak buah blackberry yang lebat. Ia mengambil sebuah kaleng yang tersembunyi di situ."
Fatty bersiul pelan. Aneh rasanya mendengar gelandangan itu membeberkan kejadian yang telah mereka sambung-sambungkan dengan cermat. berkat hasil penyelidikan sendiri. Mestinya kaleng itu isinya bensin!
"Lalu Pak Hick menuju ke pondok dan langsung masuk. Beber
apa saat ia berada di dalam. Lalu keluar lagi, mengunci pintu dan bersembunyi kembali dalam parit." sambung gelandangan tua.
"Saya berbaring diam-diam di bawah semak. Beberapa waktu kemudian. ketika hari sudah benar-benar gelap. saya mendengar Pak Hick keluar dari parit dan berjalan menuju rel kereta api. Kemudian nampak nyala dalam pondok. Saya langsung menduga ada kebakaran! Karenanya saya lantas cepat-cepat minggat. Saya tidak mau ketahuan ada di situ. lalu dituduh membakar pondok."
"Terima kasih," kata inspektur. "Masih ada lagi yang Anda lihat di sana""
"Tidak, Pak," jawab si gelandangan.
"Siasat yang sangat licik," kata inspektur. "Pak Hick perlu uang. Ia sengaja bertengkar dengan beberapa orang hari itu. Jadi apabila perusahaan asuransi nanti mencurigai kemungkinan kebakaran dilakukan dengan sengaja, maka cukup banyak orang yang bisa dicurigai membakar pondoknya untuk membalas dendam. Siangnya ia menyuruh supirnya mengantar dia ke stasiun, di mana ia hendak naik kereta api ke kota. Mestinya di stasiun berikut Pak Hick turun lagi, lalu mengambil jalan memotong kembali ke kebunnya. Di situ ia menyembunyikan diri, sampai ada kesempatan baik untuk membakar pondoknya sendiri. Lalu ia berjalan kaki kembali ke rel kereta api, menunggu di tempat tertentu di mana kereta yang datang dari London selalu berhenti selama kira-kira semenit. Begitu kereta berhenti, Pak Hick memasuki gerbong yang kosong. Ia tidak ketahuan. karena saat itu sudah gelap. Setibanya di stasiun Peterswood, ia sudah ditunggu supir untuk diantar pulang dengan mobil. Sesampai di rumah, orang-orang memberi tahu bahwa pondok tempatnya bekerja terbakar. Ya, licik sekali siasat itu!"
"Dan sekarang kita perlu mengajukan beberapa pertanyaan pada Pak Hick." kata polisi yang berpakaian preman.
"Betul," kata Inspektur. Lalu menoleh pada anak-anak.
"Kami akan memberi kabar pada kalian tentang perkembangan berikutnya," katanya. "Dan perlu kukatakan di sini, aku bangga sekali berkenalan dengan Pasukan Mau Tahu. Dan juga dengan anjing kalian! Kurasa kita akan bisa bekerja sama memecahkan kejadian-kejadian misterius selanjutnya, di masa depan. Aku akan senang sekali jika kalian mau membantu. Kurasa Pak Goon juga sependapat dengan aku."
Padahal sama sekali tidak Tapi apalah yang bisa diperbuat Pak Goon saat itu. kecuali mengangguk dan mencoba tersenyum. Dalam hati ia sangat jengkel, mengingat kelima `berandal` itu ternyata berhasil mendului dia dalam memecahkan kejadian yang misterius itu. Apalagi mendengar Pak Inspektur memuji-muji mereka.
"Sampai bertemu lagi, Goon," ucap Inspektur dengan ramah. sambil berjalan ke luar menuju mobilnya.
"Selamat jalan. Pak Inspektur Jenks." kata Pak Goon yang malang itu.
"Kalian mau ikut"" tanya Inspektur pada anak-anak "Mungkin kita searah!"
Memang betul, karena Inspektur hendak mendatangi Pak Hick bersama polisi yang berpakaian preman. Anak-anak bergegas masuk ke mobil. Mereka bangga sekali. Mudah-mudahan saja, orang-orang sedesa melihat mereka naik mobil bersama kawan baru mereka, Inspektur Jenks yang hebat!
"Pak " tanya Pip malu-malu. "mungkinkah Anda mau menolong kami sedikit" Maksud saya, Pak Goon kan mengadu pada orang tua kami, sehingga kami kena marah. Jika Anda mau bicara dengan mereka dan mengatakan yang baik-baik tentang kami..."
"Ya ya. aku mengerti! Tentu saja aku mau," kata Inspektur dengan wajah berseri-seri. sambil menghidupkan mesin mobil. "Nanti aku mampir, sehabis memeriksa Pak Hick."
Dan Inspektur Jenks menepati janji. Ia mampir di rumah Pip. Ibu anak itu benar-benar terkesan, mendengar Pak Inspektur dari kota itu memuji-muji Pasukan Mau Tahu.
"Mereka anak-anak yang cerdas." kata Inspektur Jenks. "Anda tentunya sependapat dengan saya. Saya bangga. bisa berkenalan dengan mereka."
Setelah itu anak-anak mengerumuninya dengan perasaan ingin tahu.
"Bagaimana dengan Pak Hick"" tanya mereka. "Apa katanya""
"Aku menanyainya dengan teliti sekali! Kami juga mengatakan bahwa kami sudah tahu segala-galanya, dan sepatunya sudah ada pada kami." kata Inspektur Jenks. "Mula-mula ia masih mungkir terus. Tapi keti
ka diminta menjelaskan. bagaimana ia bisa mendengar rombongan pesawat terbang melintas di atas desa ini sementara ia bersumpah-sumpah saat itu ada di London, ia lantas menyerah. Segala-galanya diakui olehnya. Kini Pak Hick terpaksa meninggalkan rumahnya yang nyaman itu untuk masa yang lama! Sekarang ia dalam perjalanan menuju kantor polisi. Kasihan Bu Minns -- wanita itu gugup sekali!"
"Kurasa Lily pasti senang sekarang, karena Horace tidak lagi dicurigai " kata Daisy. "Dan kita juga perlu memberi tahu Pak Smellie, supaya ia mau memaafkan kita karena masuk ke rumahnya dan mengambil sepatu miliknya. Sepatu itu akan dikembalikan Pak Goon atau tidak, Pak Inspektur""
"Bukan mau lagi namanya karena sudah dikembalikan," jawab inspektur Jenks. "Nah, sekarang aku harus kembali. Mudah-mudahan kita akan berjumpa lagi. kapan-kapan. Kalian telah bekerja dengan baik sekali!"
"Cuma satu petunjuk saja yang ternyata tidak ada gunanya." kata Larry, sambil mengeluarkan kotak korek api yang berisi sobckan kain flanel.
"Kami tidak berhasil menemukan tersangka yang memakai setelan jas flanel kelabu yang sobek sedikit."
"Kurasa aku mampu menjelaskan soal petunjuk yang ini," kata Inspektur Jenks. Tampangnya serius dan bijaksana.
"Bilang dong, Pak" pinta Bets.
Inspektur Jenks menarik Larry ke dekatnya, lalu memutar tubuh anak itu. Ditunjukkannya pada anak-anak yang lain sobekan kecil pada jas flanel yang dipakai oleh Larry. Letaknya tersembunyi, agak di belakang ketiak.
"Dari sinilah asalnya sobekan itu!" kata Inspektur sambil terkekeh-kekeh. "Kalian kan waktu itu menyusup lewat lubang dalam pagar, ketika sedang sibuk mencari jejak" Nah. saat itu jas Larry mestinya tersangkut pada duri! Lalu anak yang di belakangnya tiba-tiba melihat sobekan kain itu dan lantas menyangka itu pasti petunjuk penting! Untung saja kalian tidak melihat jas Larry sobek. Kalau sampai melihat, jangan-jangan namanya juga tercatat sebagal tersangka dalam daftar kalian!"
Anak-anak tertawa mendengar lelucon itu.
"Kenapa sampai tidak ada yang melihat bahwa jas Larry agak robek"" kata Bets tercengang. "Yah- segala hal berhasil kita ketahui - tapi justru itu tidak!"
"Nah. selamat tinggal. Anak-anak." kata Inspektur sambil masuk ke mobilnya. "Terima kasih atas bantuan kalian. Akhirnya memuaskan sekali. Ya kan""
"Betul!" seru anak-anak serempak "Selamat jalan, Pak! Untung kami berjumpa dengan Anda."
Mobil itu melaju ke jalan besar. Anak-anak berbalik, masuk kembali ke kebun.
"Wah, minggu ini kata benar-benar sibuk dan asyik." kata Daisy. "Kita sudah berhasil memecahkan perkara misterius itu. Jadi Pasukan Mau Tahu boleh bubar!"
"Ah, jangan!" bantah Fatty. "Kita kan bisa tetap bergabung, karena siapa tahu - barangkali saja ada kejadian lain yang juga penuh teka-teki. yang perlu kita pecahkan beramai-ramai. Kita tunggu saja, sampai kejadian itu datang!"
Mereka lantas menunggu. Dan jelas yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga.
Tapi tentang itu, ada dalam buku selanjutnya!
tamat Kamar Hantu 1 Si Rajawali Sakti Karya Kho Ping Hoo Terbang Harum Pedang Hujan 17
^