Pencarian

Gua Rahasia 1

Sapta Siaga 07 Gua Rahasia Bagian 1


Sapta Siaga - Gua Rahasia
Download Ebook Jar Lainnya Di
http://mobiku.tk http://inzomnia.wapka.mobi
I Libur "Aah, akhirnya datang juga liburan Paskah," kata Peter. "Hampir bosan aku menunggu. Kusangka liburan kali ini dihapuskan!"
"He-eh! Rasanya lama sekali kita sekolah melulu," jawab Janet. "Tapi syukur, sekarang kita libur. Enak ya, hari pertama liburan""
"Memang. Rasanya bebas," kata Peter. "Dan masa liburan masih panjang. Masih banyak waktu kita untuk berbuat macam-macam."
Peter dan Janet bukan anak pemalas. Tidak! Mereka bahkan termasuk rajin di sekolah. Tapi di Inggris, masa sekolah antara perayaan Natal dan liburan Paskah memang kurang menyenangkan. Saat itu musim salju sedang dingin-dinginnya! Anak-anak berangkat ke sekolah pada saat hari masih gelap, walau waktu masuk tetap seperti biasa. Dan mereka tidak bisa berpakaian leluasa, seperti pada musim panas. Anak yang nekat berpakaian tipis, pasti akan terserang penyakit pilek! Atau bahkan penyakit yang lebih parah lagi. Karena itu mereka selalu berpakaian serba tebal. Sudah itu masih ditambah dengan mantel yang berat lagi. Sudahlah! Pendek kata, bersekolah di Indonesia yang selalu disinari matahari hangat sepanjang tahun, jauh lebih enak daripada di Inggris pada musim dingin. Dan karena itulah Peter dan Janet mengeluh, mengatakan bahwa masa sekolah sebelum liburan Paskah terasa begitu lama.
"He!" seru Peter dengan tiba-tiba. "Bagaimana jika kita mengadakan rapat Sapta Siaga lagi" Ya, kita akan mengadakannya! Sebaiknya langsung besok saja. Soalnya, piknik dan kesibukankesibukan lainnya akan lebih asyik, jika kita pergi beramai-ramai!"
"Setuju!" seru Janet. Anak ini hampir selalu setuju saja, jika Peter mengusulkan sesuatu. Peter abang Janet, dan dia juga ketua Serikat Sapta Siaga.
"Selama ini kita sibuk dengan ulangan dan urusan sekolah, sampai melupakan kegiatan serikat kita," sambung Janet lagi. "Paling sedikit tiga minggu aku tak teringat sama sekali padanya. Wah betul juga! Apa kata semboyan kita yang sekarang""
"Kau ini bagaimana sih, Janet!" tukas Peter kesal. "Masa itu saja sampai lupa!"
"Ayo bilang dong," bujuk Janet. Tapi Peter tidak mau mengatakannya. Karena itu Janet lantas berusaha memancing. "Hah, rupanya kau sendiri juga lupa! Berani taruhan, kau pasti juga tidak ingat lagi." Tapi Peter tidak gampang dipancing secara begitu.
"Jangan konyol," katanya ketus. "Kau masih punya waktu untuk mengingatnya kembali sampai besok, apabila kita jadi mengadakan rapat. Nah, sekarang mana lencanamu. Pasti sudah hilang lagi!"
"Punyaku tidak hilang," jawab Janet kesal. "Tapi tanggung kepunyaan teman-teman ada yang hilang. Selalu ada saja yang kehilangan, jika kita agak lama tidak mengadakan rapat."
"Tulis surat pemberitahuan pada kelima anggota kita," kata Peter. "Tuliskan bahwa mereka harus datang besok. Kau punya kertas surat, Janet""
"Ada! Tapi aku malas menulis pada hari pertama liburan," kata Janet. "Kau harus membantuku."
"Tidak bisa," kata Peter menolak. "Nanti aku yang berkeliling naik sepeda, mengantarkan surat-surat itu pada kawan-kawan kita."
"Sekarang kau yang konyol," kata Janet sambil nyengir. "Kalau kau toh akan mendatangi semua teman, kenapa tidak bilang saja pada mereka tentang rapat besok. Untuk apa capek-capek menulis surat. Bilang saja sendiri pada mereka!"
"Ya deh," kata Peter. Soalnya, ia sendiri juga malas menulis surat. "Cuma jika kita memanggil teman-teman untuk menghadiri, rapat lewat surat, rasanya lebih resmi. Sekarang enaknya kita adakan pukul berapa""
"Yah begitulah setengah sebelas," kata Janet. "Dan ingatkan pada Jack, jangan sampai Susi adiknya yang bandel itu tahu kita akan rapat. Nanti dia akan datang menggedor-gedor pintu, sambil meneriakkan kata semboyan ngaco keras-keras!"
"Ya itu akan kukatakan padanya," kata Peter. "Susi itu memang merepotkan. Anaknya tajam penciumannya. Selalu saja dia bisa mencium urusan yang ada hubungannya dengan Sapta Siaga!"
"Anak seperti dia lebih baik dijadikan anggota perkumpulan, daripada merongrong terus dari luar," kata Janet. ''Tapi dalam perkumpulan kita biar bagaimana ia t
akkan bisa menjadi anggota."
"Tak mungkin!" kata Peter menyetujui. "Lagipula, perkumpulan kita namanya kan Sapta Siaga. Artinya tujuh orang yang selalu siap bertindak! Kalau ditambah dengan Susi, kita kan akan menjadi berdelapan. Jadi nama Sapta tidak cocok lagi!"
Skippy, anjing mereka yang ikut mendengarkan obrolan Peter dan Janet, lantas menggonggong-gonggong. Kelihatannya seperti ingin mengatakan sesuatu.
"Kata Skippy ia juga termasuk dalam serikat kita, biar dengan begitu kita menjadi berdelapan," kata Janet. "Kau cuma anak bawang, Skip! Tapi tanpa kamu rasanya juga kurang lengkap."
"Anak bawang" Anjing bawang, maksudmu," tambah Peter dengan tertawa. "Yah, aku berangkat saja sekarang naik sepeda, untuk memberitahukan teman-teman: Ikut yuk, Skip!"
Peter mengambil sepeda, lalu berangkat. Mula-mula menuju ke rumah Colin. Colin sangat gembira mendengar bahwa besok akan diadakan rapat.
"Akur!" serunya senang. "Setengah sebelas, katamu" Beres, aku pasti akan hadir. Eh kata semboyan kita apa, Peter""
"Kau punya waktu sehari untuk mengingat-ingatnya," jawab Peter sambil nyengir, lalu melanjutkan perjalanan ke rumah Jack. Dilihatnya anak itu sedang ada di kebun, sibuk membetulkan ban belakang sepedanya yang bocor. Jack juga gembira melihat Peter datang.
"Besok ada rapat Sapta Siaga," kata Peter padanya. "Di tempat biasa. Dalam gudang di belakang kebun di rumah kami. Mudah-mudahan saja lencanamu tidak ditemukan oleh Susi dan dipakainya."
"Tak mungkin!" jawab Jack sambil meringis. "Aku selalu memakainya nih!" katanya sambil memamerkan lencana yang terpasang di kerah baju. "Waktu akan tidur pun, selalu kupasang ke piyama. Jadi selalu aman dari tangan jahil! Eh apa kata semboyan kita, Peter""
"Aku tahu!" Tiba-tiba terdengar suara seorang anak dari atas pohon di dekat Mereka. Peter dan Jack mendongak ke arah datangnya suara itu. Mereka melihat Susi meringis di atas, sambil memandang mereka berdua.
"Tak mungkin kau mengetahuinya!" kata Jack marah.
"Pokoknya aku tahu!" kata Susi sambil melebarkan cengirannya. "Tapi takkan kukatakan padamu. Biar kau tidak diijinkan ikut rapat besok. Hahah lucu, ada anggota tidak bisa ikut rapat. Hahah!"
Peter cepat-cepat pergi, untuk memberi tahu kawan-kawan lain. la kesal pada Susi. Adik Jack itu memang benar-benar menjengkelkan. Anak yang paling menjengkelkan di seluruh dunia!
II Kejadian Tak Disangka Keesokan paginya Peter dan Janet sibuk mempersiapkan rapat. Rasanya kurang asyik mengadakan rapat, kalau tidak disediakan makanan dan minuman yang enak-enak. Untung saja ibu mereka selalu bermurah hati. lbu selalu memberikan kue-kue, dan mengijinkan mereka membikin setrup untuk kawan-kawan.
"Nah, ada apa"" tanya lbu, yang sedang sibuk mengiris sayuran di dapur.
"Nanti akan diadakan rapat Sapta Siaga," kata Peter.
"Yaya aku mengerti. Kalian ingin minta kue-kue dan minuman, kan"" kata lbu sambil tersenyum. "Untung aku masih punya kue sedikit. Dan untuk minuman, Janet kan bisa membikin setrup!"
"Beres!" seru Janet dan Peter serempak. Janet lantas mengaduk setrup, sedang Peter mengatur kue-kue di atas Piring.
"Cepat sedikit, Janet," kata Peter. "Sudah hampir setengah sebelas."
"Ayo dong, Peter, katakanlah apa semboyan kita yang sekarang," bujuk Janet. "Aku benar-benar lupa. Maaf deh!"
"Tidak bisa," kata Peter keras. "Tapi kau toh harus masuk ke dalam gudang untuk membawa setrup. Nanti kaudengar sendiri teman-teman menyebutkan kata semboyan itu satu per satu. Kau boleh merasa malu nanti!"
"Kau jahat!" seru Janet kesal. "Peter jahat, ya Skip"" Tapi Skippy diam saja.
"Nah dia tak mau mengatakan aku jahat," kata Peter.
"Ayo, cepat sedikit, Janet. Nanti kutinggal, kalau kau masih tetap belum selesai juga."
Tapi Janet sudah selesai dengan setrupnya. la menjinjing baki minuman menuju ke gudang di belakang rumah, menyusul Peter yang sudah berjalan duluan.
"Terima kasih, Bu," seru Janet sambil menuruni tangga di depan pintu dapur dengan hati-hati.
Peter berjalan melewati jalan sempit yang berliku-liku di sela semak tanaman. Ia menuju ke belakang, di mana terdapat sebuah gud
ang yang sudah tua. Dalam gudang itulah mereka biasanya mengadakan rapat. Di pintu tertulis "SS" dengan huruf yang besar-besar. Kedua huruf itu merupakan singkatan Sapta Siaga, nama perkumpulan mereka. Janet berjalan dengan hati-hati di belakangnya. la takut tersandung. Tangannya menjinjing baki. Dan di atas baki diatur tujuh gelas dan sebuah teko yang penuh berisi setrup. Sayang kan, jika setrup yang enak itu tumpah jika ia tersandung.
Janet kaget dan berhenti berjalan, ketika tiba-tiba terdengar Peter berteriak. Nyaris saja setrup tumpah! "Ada apa, Peter"" seru Janet. Ia berusaha mempercepat langkah. Ketika sudah sampai ke dekat gudang Janet terhenti lagi.
Mulutnya ternganga lebar, hampir selebar pintu gudang. Ya pintu gudang terbuka lebar! Begitu pula jendela-jendelanya. Semua barang yang ada di dalam dikeluarkan. Peti-peti, bantal bertumpuk-tumpuk, karung-karung! Apakah yang terjadi di situ" Janet meletakkan baki ke tanah, karena khawatir isinya tumpah. Lalu dipandangnya Peter dengan bingung dan sedih.
"Siapa yang membongkar gudang kita"" tanyanya. "Padahal kita akan mengadakan rapat sekarang. Aduh, bagaimana ini""
Peter menjengukkan kepala ke dalam gudang. Ruangan itu kosong. Yang masih ada di dalam cuma rak-rak di pinggir. Peter bingung.
"Ini kan tak mungkin perbuatan Susi"" tanyanya pada Janet. "Maksudku, tak mungkin anak itu akan begini jahat, melemparkan semua isi gudang kita ke luar" Tidak bahkan Susi pun takkan mungkin sejahat ini!"
"Tapi siapa tahu"" Janet sudah hampir menangis, karena sedih. "Aduh, tempat rapat kita yang bagus sekarang berantakan!"
"Nah itu kawan-kawan datang," kata Peter. Pamela dan Barbara nampak berjalan berdampingan menuju gudang. Mereka ikut melongo, ketika melihat barang-barang yang berserakan di luar.
"Ada apa di sini"" tanya Barbara. "Apakah kami datang terlalu pagi""
"Tidak kami juga baru sekarang melihat tempat kita berantakan seperti begini," jawab Peter. "Nah Jack datang! Jack! Coba lihat ini."
"Astaga!" seru Jack kaget. "Siapa yang melakukannya" Tak mungkin Susi. Sepagi tadi ia ada di dekatku, sampai saat aku berangkat beberapa menit yang lalu." Saat itu Colin dan George juga datang. Ketujuh anggota Sapta Siaga memandang barang-barang mereka yang berserakan di luar. Kelihatannya sedih dan bingung.
"Sudahlah! Sekarang kita masukkan saja dulu," kata Janet. "Setelah itu kita akan menyelidiki, siapa yang mengobrak-abrik tempat pertemuan rahasia kita ini." Ketika ketujuh anak itu sedang membereskan barang-barang mereka, terdengar langkah orang datang. Peter pergi melihat ke luar.
Ternyata yang datang tukang kebun. Orang itu menyandang sapu besar sambil menjinjing ember berisi air dan kain pel. Pak Kebun memandang mereka dengan kesal. "He, apa yang kalian lakukan di sini" Baru saja semua barang rombengan itu kulemparkan ke luar!"
"Kenapa dibuang"" tanya Peter dengan marah. "Gudang ini tempat pertemuan kami. Dan ini bukan barang rombengan. Semuanya milik kami, dan kami masih mempergunakannya."
"Yah, aku tak tahu-menahu tentang soal itu," kata Pak Kebun. "Pokoknya aku disuruh ayahmu membersihkan tempat itu, membakar sampah yang ada di dalam, lalu mengecet dinding dalamnya. Kata ayahmu gudang ini perlu dirapikan, supaya tidak ambruk karena kurang pemeliharaan .
"Oh, begitu," kata Peter lesu. Jika ayahnya yang menyuruh agar barang-barang mereka dibuang, ia tidak bisa mengatakan apa-apa lagi. "Yuk, kita cari tempat lain," katanya. "Untuk sementara kita tidak bisa mengadakan rapat lagi dalam gudang ini. Sial!"
"Sudahlah! Kita cari saja tempat lain yang sebaik ini," kata Colin. Tapi kawan-kawannya tidak ada yang setuju. Semua berpendapat, gudang itu merupakan tempat yang paling baik untuk mengadakan rapat Serikat Sapta Siaga!
Dengan lambat-lambat mereka meninggalkan gudang, diikuti oleh Skippy yang berjalan di belakang mereka. Ekor anjing itu terselip di sela kaki belakangnya, untuk menunjukkan bahwa ia ikut sedih.
"Kita ke pondok tempat duduk-duduk di musim panas," kata Peter mengusulkan. "Nah, itu ada lbu, Janet. Coba tanyakan tentang gudang kita."
"Ibu!" seru janet. "Apa sebabnya kami tidak diberi tahu bahwa gudang akan dibersihkan dan dicat kembali" Maksudku gudang kita, tempat pertemuan kami""
"Aduh, betul juga!" jawab lbu. "Aku lupa mengatakan pada kalian, Ayah menyuruh Pak Kebun membersihkan dan membetulkan tempat itu. Kan di sana-sini sudah ada yang rusak! Tapi nanti kalau sudah selesai dibetulkan, kalian boleh memakainya kembali untuk tempat pertemuan. Nanti kan enak bersih, dan beres semuanya!"
"Tapi kami lebih senang jika tempat itu gelap dan acak-acakan," kata Peter sedih. "Tempat rahasia harus gelap dan seram, Bu! Kenapa dibetulkan justru sekarang, pada saat kami liburan dan ingin memakai tempat itu""
"Ya, memang sayang," kata lbu. Kelihatannya ia juga ikut menyesal. "Kalau aku dari semula tahu, pasti akan kusuruh membetulkannya lain kali saja. Yah sekarang kalian terpaksa mencari tempat lain dulu. Bagaimana kalau di loteng""
"Aduh, lbu ini bagaimana"" keluh Janet. "Masa mengadakan rapat rahasia di loteng! Dalam rumah kan tidak enak, karena ada orang lain dalam kamar-kamar yang bersebelahan. Kami ingin tempat terpencil. Tempat rahasia, Bu!"
"Ya, kurasa betul juga katamu," kata lbu. "Kalau begitu aku juga tak tahu akal. Untuk sementara pergi saja dulu ke pondok, tempat kita duduk-duduk di musim panas."
"Memang kami hendak ke sana sekarang," kata Peter. la masih tetap lesu kelihatannya. Beberapa saat kemudian mereka sudah berdesak-desakan duduk dalam pondok kecil. Janet dan kedua teman perempuannya tak menyukai tempat itu. Pembicaraan mereka bisa dengan gampang didengarkan orang lain, kata mereka.
"Yah, kalau begitu sebaiknya kita berunding saja, untuk mencari tempat pertemuan yang baru," kata Janet.
"Betul," sambut Peter. "Aku mengusulkan, kita semua mencari tempat yang baik. Tempat itu harus tersembunyi letaknya. Supaya Susi pun takkan bisa menemukan! Tapi tidak boleh terlalu jauh dari sini. Kalian kuberi waktu sampai sore. Nanti pukul enam kita berkumpul lagi di sini."
"Setuju!" kata Colin. "Dan kurasa aku sudah tahu satu tempat yang cocok."
"Jangan bilang sekarang!" larang Peter. "Nanti sore saja kita masing-masing mengemukakan usul. Lalu kita memilih, mana yang paling cocok. Pemilihan kita lakukan dengan pemungutan suara. Semua harus berlangsung menurut peraturan."
"Betul," kata kawan-kawannya menyetujui. Mereka lantas menyibukkan diri makan kue dan menikmati setrup buatan Janet.
"Bagaimana dengan kata semboyan"" tanya Jack sambil mengunyah kue. "Kita tadi begitu kaget tentang gudang kita, sampai tak seorang pun ingat harus menyebutkan kata semboyan."
"Tapi kalau lencana, kita semua memakainya," kata Pamela. "Aku tadi setengah mati mencari kepunyaanku. Dulu kusimpan di tempat yang pasti aman. Tapi ternyata terlalu aman, sampai aku sendiri lupa!"
"Kau simpan di mana"" tanya George. "Ku kuburkan dalam pot kembang yang dipelihara ibuku di ruang duduk," kata Pam sambil tertawa cekikikan. "Tapi kemudian aku lupa bahwa aku menyimpannya di situ. Sampai pusing kepalaku mencari."
"Menyimpan lencana kenapa dalam tanah"" kata Peter. "Kan kotor!"
"Tidak, karena kubungkus dalam kertas," kata Pam. "Tapi payahnya, aku lupa ibuku biasa menyiram kembang itu dua kali seminggu. Hasilnya, kertas basah dan lencanaku sekarang kelihatan kotor."
"Untung saja tidak sampai tumbuh akar dan menjadi besar," kata Peter. Anak-anak tertawa mendengar leluconnya itu.
"Peter," kata Jack kemudian. "Bagaimana jika kita memakai kata semboyan yang baru saja. Yang terakhir, sudah diketahui oleh Susi. Maaf deh! Aku sendiri tak tahu bagaimana ia sampai bisa mengetahuinya kecuali jika ia waktu kita rapat dulu ikut mendengarkan."
"Baiklah, kalau begitu kita memilih kata semboyan baru," kata Peter. "Dan kurasa memang sudah waktunya kita menggantikan dengan yang baru. Adikmu itu makin lama semakin menjengkelkan saja, Jack. Mudah-mudahan saja ia sekarang tak ada di sekitar sini."
Dengan cepat Jack pergi ke luar untuk memeriksa. Kemudian ia masuk kembali. "Tak ada orang di dekat-dekat sini," katanya. "Sekarang cepat, apa kata semboyan kita yang baru""
"Telor Paskah," kata Peter. "Kan
gampang diingat, karena sekarang sedang liburan Paskah."
"Telor Paskah," kata kawan-kawannya mengulangi sambil berbisik. Pam mengambil buku notes dari kantongnya.
"Kau jangan mencatatnya, Jack," kata Janet. "Nanti ketahuan lagi oleh Susi. Aku ingin tahu, bagaimana dia bisa mengenal kata semboyan kita yang lalu""
"Yah pokoknya tadi waktu aku hendak berangkat ke sini, ia menyerukan 'Tikus Kurus'!" kata Jack. "Terus terang saja aku merasa agak lega ketika ia menyerukannya sebab aku sendiri tak ingat lagi."
"Tikus kurus"" kata Peter heran. "Bukan itu semboyan kita! Itu cuma karangan Susi sendiri. Rupanya ia sudah mengira, kau pasti lupa. Rupanya ia mengharapkan kau akan datang, lalu mengetuk pintu sambil menyerukan 'Tikus Kurus'. Ia mau membikin malu dirimu!"
Ternyata Jack memang merasa malu. Mukanya menjadi merah padam.
"Kalau begitu, apa kata semboyan kita yang lalu"" tanyanya. "Bilang dong, Janet. Kalau Peter, pasti tak mau mengatakan. "
Muka Janet merah padam. "Aku juga lupa," katanya mengakui.
Muka Pam kelihatan sewarna dengan kedua temannya yang pertama. Karenanya Peter mengetahui bahwa Pam juga lupa. Peter lantas mengetuk daun meja.
"Padahal kata semboyan kita yang terakhir gampang sekali," katanya. "Kamis! Cuma itu saja Kamis!" "Astaga, betul!" kata Barbara. "Terus terang, aku lupa apakah Kamis, atau Jumat."
"Dan aku, kukira Minggu," kata Colin sambil tertawa. "Kata semboyan itu konyol, Peter. Gampang tertukar dengan hari-hari lain. Telor Paskah lebih bagus!"
"Mudah-mudahan Barbara dan Colin tidak mengelirukannya dengan 'Hadiah Natal' .atau 'Kado Ulang Tahun!" kata Peter kesal. "Nah, kita sudah kenyang makan dan minum bagaimana jika sekarang kita berpencar, lalu masing-masing mencari tempat pertemuan baru yang mungkin cocok""
"Setuju!" seru anak-anak serempak sambil berdiri. Mereka beramai-ramai pergi, semuanya sambil sibuk menggumamkan dua patch kata sambil berjalan, "Telor Paskah! Telor Paskah!"
III Berbagai Gagasan Pukul enam sore itu anak-anak berkumpul lagi di pondok. Janet dan Peter sudah menunggu di dalam, ditemani oleh Skippy.
"Telor Paskah," kata Jack ketika datang. Ia mengucapkan kata semboyan itu sambil langsung melangkah masuk, karena pondok itu tak berpintu. Dindingnya cuma ada pada tiga sisi, sedang sisinya yang keempat terbuka dan menghadap ke kebun.
"Telor Paskah," kata Barbara ketika ia datang.
"Mana lencanamu"" tanya Peter. Peter keras sekali memegang peraturan perkumpulan mereka.
"Aku membawanya," kata Barbara sambil meraba-raba dalam kantongnya. "Rupanya aku tadi lupa menyematkan." Lencana itu disematkannya dengan cermat ke bajunya. Setelah itu ia duduk.
Ketiga teman berikutnya datang setelah itu. Semuanya menyebutkan kata semboyan. Semua membisikkannya.
"Hahh, sekali ini untung tak ada yang berteriak," kata Peter. Diambilnya buku notes dari dalam kantong, serta sebatang pinsil. "Nah, sekarang bagaimana laporan kalian mengenai tempat-tempat yang bisa kita jadikan tempat rapat yang baru. Kita mulai dengan laporanmu, Colin!" Gaya Peter benar-benar seperti ketua perkumpulan. Tapi ketua yang galak.
"Begini di belakang kebun rumah kami ada sebatang pohon besar," kata Colin memulai laporannya. "Pohon itu..."
"Menurut pendapatku tidak cocok," kata Peter. "Tapi baiklah, kucatat saja! Menurut pendapatku, pohon tidak cocok untuk dijadikan tempat pertemuan rahasia! Setiap orang bisa melihat kita datang. Dan siapa saja yang kebetulan lewat dekat tembok kebun, akan bisa menangkap pembicaraan kita. Sekarang giliranmu, Barbara!"
"Ah, kalau ideku konyol," kata Barbara segan-segan. "Di tengah lapangan dekat rumah kami ada sebuah pondok tua, dan..."
"Aku kenal tempat itu," kata Peter memotong sambil mencatat laporan itu. "Bukan ide yang jelek, Barbara. Lalu kau, Pam""
"Aku sama sekali tak punya usul," kata Pamela. "Dari tadi aku berpikir sampai pusing kepalaku. Tapi sama sekali tak ada gagasan datang."
"Ini tak ada gunanya," kata Peter sambil membuat tanda silang di belakang nama Pamela yang tertulis dalam buku notes. "Bagaimana laporanmu, George""
"Yah, tak jauh dari sini ada
sebuah caravan yang diparkir di tengah lapangan," kata George. Yang dimaksudkannya adalah sebuah gerobak beroda, yang dipakai sebagai tempat tinggal sementara. Caravan biasa dipakai pada saat bepergian sewaktu berlibur, atau dijadikan tempat tinggal oleh pekerja. "Aku tahu siapa pemiliknya. Teman ayahku. Kurasa aku bisa mengusahakan ijin untuk memakainya."
Nah ini dia laporan yang menarik. Kawan-kawannya memandang George dengan kagum. Air muka George berseri-seri karena senang.
"Kau, Jack"" tanya Peter. "Dan jangan mengusulkan tempat yang dekat dengan rumahmu. Ingat, ada Susie!"
"Memang aku bukan hendak mengusulkan tempat yang dekat dengan rumah," kata Jack. "Aku kan tidak konyol! Aku memilih suatu tempat yang agak jauh. Tepatnya, di sungai. Di sana ada rumah terapung yang sudah tak terpakai lagi kelihatannya."
Usul Jack juga menarik. Peter mencatatnya dengan seksama. "Nah, sekarang kita sudah mendengar usul kalian. Tinggal usulku, bersama Janet. Tadi kami pergi mencari berdua, ditemani Skippy. Dan ternyata kami mempunyai usul yang sama."
"Apa" tanya kawan-kawan mereka serempak.
"Kami mengusulkan sebuah gua di tempat penggalian pasir, dekat ladang kentang kami," kata Peter. "Tempat itu di pertanian ayahku, dan letaknya tak begitu jauh. Tempatnya sepi dan terasing. Di belakang tempat penggalian ada bukit, dan gua yang kumaksudkan terdapat di sisi bukit itu. Sebetulnya yang menemukan tempat itu bukan aku atau Janet tapi Skippy."
"Kedengarannya asyik! Gua rahasia," kata Pam.
"Nah, sekarang kita mengadakan pemungutan suara," kata Peter sambil membagi-bagikan kertas. "Kalian tuliskan ide mana yang kalian anggap, paling baik. Tapi tentu saja tak boleh mencalonkan ide sendiri sebagai yang paling baik. Kuulangi saja usul-usul yang masuk.
"Colin mengusulkan pohon. Tapi pohon bukan tempat pertemuan yang sangat rahasia! Lalu Barbara mengusulkan sebuah pondok tua dekat rumahnya. Tapi sekarang kuingat, tetap pondok itu sudah bolong-bolong. Jadi kalau hujan, air pasti akan masuk ke dalam pondok. Pam dia tidak punya usul. Cuma kepalanya saja yang pusing, karena terlalu banyak memikir. George menyarankan sebuah caravan kepunyaan kawan ayahnya. Ide yang bagus sekali. Tapi aku sangsi apakah kita boleh meminjamnya, karena caravan itu masih lengkap perabotnya. Aku khawatir nanti ada yang rusak."
Peter menarik napas sebentar, lalu melanjutkan, "Jack mengusulkan rumah terapung di sungai. Memang bagus tapi apakah tidak agak jauh" Tempat itu paling kurang satu mil jauhnya dari sini. Lalu kalian tahu, apa saranku bersama Janet. Sebuah gua. Tapi tempatnya tidak begitu nyaman. Nah, itu semua usul kita. Sekarang kalian harus menyatakan pendapat! Tuliskan pendapat kalian di kertas masing-masing. Setelah itu kertas harus dilipat dua dan dikembalikan padaku."
Anak-anak menuliskan pilihan mereka, lalu mengembalikan kertas suara masing-masing pada Peter. Peter membuka kertas itu satu-satu dan membaca tulisan teman-temannya.
Ketika ia menatap mereka lagi, matanya bersinar-sinar karena senang.
"Wah lucu deh," katanya. "Ternyata kecuali aku dan Janet, kalian semua memberikan suara memilih gua. Kami sendiri tentu saja tidak bisa memberikan suara pada saran kami sendiri. Jadi hasil pemungutan suara ini, lima memilih gua. Syukurlah kalau begitu karena tempat itu sebenarnya sangat mengasyikkan!"
"Betul" Yuk, kita sekarang saja ke sana!" kata Jack. "Kan tempatnya tak begitu jauh."
"Baiklah kalau begitu," sambut Peter. "Kita melihat ke sana sebentar, lalu merencanakan apa-apa saja yang perlu kita bawa besok. Kita langsung saja pindah ke sana!"
Dengan segera anak-anak pergi ke tempat yang diusulkan oleh Peter serta Janet. Dan tentu saja diusulkan pula oleh Skippy, karena ia yang menemukan tempat itu.
"Lewat sini," kata Peter. Ia mendului berjalan, melalui sebuah gerbang lalu memasuki sebuah lapangan. Ayahnya memiliki tanah pertanian yang terletak di belakang rumah. Tanah pertanian itu luas sekali, sampai ke kaki bukit. Ladang itu nampak hijau dengan tanaman jagung muda dan umbi-umbian.
Peter mengajak mereka melewati jalan yang penuh
ditumbuhi rumput, mengitari sebuah telaga dengan beberapa ekor bebek yang berenang-renang di situ, kemudian membelok ke kanan. Menuju tempat penggalian. Dulu di situ tempat pengambilan pasir. Tapi sekarang sudah ditinggalkan. Anak-anak masuk ke dalam tempat itu, lalu memandang berkeliling. Skippy lari mendului.
"Dia hendak menunjukkan tempat gua itu pada kalian," kata Peter. "Persis seperti yang dilakukannya tadi pagi."
Skippy lari melewati jalan kecil yang kelihatannya tempat kelinci lewat. Melampaui bukit pasir yang rendah, lalu turun lagi ke dalam sebuah lekukan yang ada di belakang onggokan pasir. Anakanak mengikuti dari belakang. Nampak Skippy menunggu mereka sambil mengibas-ngibaskan ekor dengan riang.
Kemudian ia lari menuju suatu celah sempit di tengah semak belukar yang lebat, lalu menghilang di belakangnya. Anak-anak menyusul, memasuki celah itu. Tapi Skippy tidak kelihatan lagi!
"Ia sudah masuk ke dalam gua," kata Peter sambil nyengir. "Itu dia, jalan masuknya. Tanaman merambat menutupinya, sehingga hampir-hampir tak kelihatan lagi. Yuk, kita masuk ke dalam! Percaya deh pasti kalian akan senang!"
IV Dalam Gua Ketujuh anggota Sapta Siaga berdesak-desakan. Semua ingin melihat gua yang hebat itu. Tapi untuk masuk ke situ tak ada jalan biasa. Karenanya mereka terpaksa menembus semak rapat yang tumbuh di depannya.
"Pantas aku dan Janet selama ini tak pernah melihat bahwa di sini ada gua," kata Peter. "Padahal kami sering datang ke tempat penggalian pasir ini. Tadi kami menemukannya juga secara kebetulan saja. Tahu-tahu si Skip menghilang. Ketika kami mencarinya di sini sambil memanggilmanggil, tahu-tahu ia muncul dari balik tanaman merambat yang berjuluran menutupi lubang gua. Begitu kan kejadiannya tadi, Skip""
Skippy menggonggong sambil lari keluarmasuk gua. Seakan-akan hendak mengatakan, "Ayo dong masuk! Di sini asyik!"
Peter menyingkapkan tanaman merambat ke samping. "Tanaman ini seperti tirai di depan lubang gua," katanya. "Lihatlah sekarang kalian bisa melihat dengan jelas ke dalam."
Teman-temannya menjulurkan kepala ke dalam. Memang, gua itu kelihatannya bagus sekali!
"Besar dan lapang," kata Jack kagum.
"Dan dasarnya berpasir! Aku tak mengerti, apa sebabnya kau tadi mengatakan tempat ini tidak begitu nyaman. Kan enak, duduk di pasir!"
"Yah, aku kan harus mengatakan sesuatu yang kurang baik, karena gua itu aku dan Janet yang mengusulkan," kata Peter.
Sementara itu mereka sudah berada dalam gua. Pam langsung berbaring di pasir. Wah, empuk rasanya! "Sedap!" katanya. "Aku mau tidur di sini. Pasti enak, berbaring dengan selimut pasir. Menurut pendapatku, ini tempat pertemuan yang menyenangkan."
"Dan takkan ada orang lain yang bisa menemukan!" kata George sambil memandang berkeliling. "Cuma sayangnya tempat ini agak gelap. Penyebabnya tanaman merambat yang menutupi lubang masuk."
Janet menyingkapkan tanaman itu agak ke samping. Dengan seketika tempat itu menjadi terang, karena sekarang ada cahaya matahari masuk ke dalam.
"Bagus!" seru Colin gembira. "Nanti kalau kita cuma main-main di sini, tirai itu kita singkapkan ke samping. Tapi kalau sedang rapat, tirai harus ditutup. Pendeknya hebat deh! Gua dengan tirai alam!"
"Lihatlah!" kata Barbara sambil menunjuk ke atas. "Langit-langitnya batu, tapi tidak rata. Di sini tinggi, dan di sana rendah. Di tepi, dinding batunya juga tidak rata. Di sana sini ada tonjolan. Di situ kita nanti bisa menaruh barang-barang kita. Kurasa kita akan harus memakai gua ini sebagai tempat pertemuan selama liburan Paskah. Bagaimana kalau sekaligus kita jadikan tempat tinggal"" Teman-teman semuanya menyetujui usul Barbara.
"Kita bawa bantal-bantal dari gudang ke mari," kata Janet. "Dan juga sebuah peti, untuk kita jadikan meja."
"Kita juga menyimpan makanan, serta limun atau setrup," kata Jack. "Pasti asyik nanti."
"Betul! Tapi kau harus hati-hati, jangan sampai Susi bisa membuntuti ke sini," kata, Peter memperingatkan. "Dia pasti kepingin sekali ke mari lalu, mengacaukan pertemuan kita, dan mengajak temantemannya yang konyol dan suka cekikikan itu. Tahu-tahu gua ra
hasia kita dijadikan tempat piknik olehnya."
"Baiklah, aku akan hati-hati," kata Jack berjanji. "Menurut perasaanku, ini tempat yang bagus sekali untuk Sapta Siaga. Tidak terlalu jauh, tersembunyi dan terpencil letaknya. Dan kepunyaan kita sendiri. Bisakah siapa saja dari kita datang ke mari kapan ia mau, Peter" Maksudku, jika tak ada rencana pertemuan atau acara lain" Aku kepingin datang sendirian ke sini, untuk berbaring sambil membaca-baca."
"Ya, kenapa tidak. Tempat ini kita jadikan markas besar, di samping tempat pertemuan," kata Peter. "Siapa saja di antara kita, boleh datang kapan ia mau, asal menjaga kebersihan. Dan jangan menghabiskan makanan yang disimpan di sini."
"Tentu saja tidak," jawab teman-temannya serempak.
"Jika kita datang sendiri dan ingin makan di sini, maka kita harus membawa bekal dari rumah," usul Colin. Kawan-kawannya setuju.
"Baiklah! Besok kita ke sini lagi, pukul setengah sebelas," kata Peter. Tapi dengan segera Jack memotong,
"Wah, lebih pagi dari saat itu, Peter! Aku ingin datang lebih pagi. Bagaimana kalau setengah sepuluh""
"Tidak bisa! Aku dan Janet masih ada tugas untuk orang tua kami," jawab Peter. "Begini sajalah! Kita ke mari pukul sepuluh. Saat itu tugas kami kurasa pasti akan sudah selesai."
"Aku juga punya tugas di rumah," kata Pam. "Pada waktu liburan sekolah, aku selalu membantu ibuku di rumah. Begitu pula halnya dengan Barbara.
"Yah, jadi kita ke mari pukul sepuluh," kata Peter sekali lagi. "Dan kalian membawa apa saja yang bisa membuat gua kita ini nyaman dan enak didiami. Kalau mau, bisa juga dibawa buku-buku, karena gua ini kering. Serta alat-alat permainan!"
Semuanya malas meninggalkan gua yang menarik itu. Tempatnya memang menyenangkan. Luas, lapang walau langit-langitnya tak begitu tinggi. Anakanak hanya bisa berdiri tegak di beberapa tempat saja. Tapi lantainya berpasir halus dan bersih. Gua itu dalam, bagian sebelah belakangnya gelap karena sinar matahari tak sampai di sana.
Peter menyingkapkan tirai tanaman merambat, sampai semua anggota Sapta Siaga sudah keluar. Setelah itu diaturnya lagi letak tanaman itu, sehingga lubang masuk ke gua tidak nampak lagi. Orang yang berdiri di depannya takkan mengira bahwa di belakang tanaman yang menjalar itu ada sebuah gua yang besar, yang menembus sampai ke bukit!
Skippy keluar paling akhir. la berjalan sambil mengibas-ngibaskan ekor. Skippy menyukai gua yang ditemukan olehnya itu. Di tempat itu tak tercium bau kelinci. Ini agak disesalkan anjing itu, karena ia senang sekali berburu kelinci. Tapi purapura berburu juga bisa mengasyikkan!
Ketujuh anggota Sapta Siaga berjalan pulang bersama-sama sampai ke gerbang yang di belakang kebun rumah keluarga Peter dan Janet, lalu terus sampai pintu pekarangan depan. Di situ mereka berpisah. Masing-masing menuju ke rumah mereka sendiri-sendiri.
Ketika Jack sampai di rumah, di ambang pintu ia berpapasan dengan Susi. Adiknya itu memandang sepatunya yang putih kena pasir.
"Ke mana saja kau tadi"" tanya Susi.
"Aku mencari ke mana-mana, tapi kau tak ada. Kenapa sepatumu sampai berpasir""
"Jangan tanya, jika tak ingin kubohongi," jawab Jack sambil menerobos masuk.
"Ah, aku juga tahu kau tadi ikut rapat Sapta Siaga," kata Susi sambil tertawa.
"Nah, apa kata semboyan kalian" Masih tetap 'Tikus Kurus'" Hahaha kau kena tipuanku, Jack!"
V Pindah Tempat Keesokan harinya, Peter dan Jack sudah tidak sabar lagi. Begitu tugas mereka selesai, dengan segera mereka pergi ke kebun untuk mengumpulkan bantal-bantal yang sebelumnya ditaruh dalam gudang. Barang-barang itu dipindahkan oleh Pak Kebun ke sebuah gudang lain, bersama perabot lainnya.
Pak Kebun sedang sibuk membetulkan gudang tua. Anak-anak mengintip ke dalam. Kelihatannya tempat itu akan menjadi bagus dan nyaman, jika sudah selesai nanti!
"Tapi selama liburan ini, aku lebih senang di gua saja," kata Peter. Janet mengangguk, mengiyakan pendapat abangnya.
Banyak sekali bawaan kedua anak itu, ketika mereka berjalan menuju tempat penggalian pasir. Skippy juga ikut sibuk. Ia menggondol tulang dalam moncongnya. Anjing itu tahu, m
ereka akan ke gua. Dan ia ingin ikut membawa bekal makanan! Ternyata mereka bertiga datang paling pagi. Tirai tanaman disingkapkan ketika mereka lewat. Setelah itu dibiarkan menutup lubang gua lagi.
"Biarlah tertutup dulu sampai kawankawan datang," kata Peter. "Mereka harus menyebut kata semboyan dulu di luar, sebelum kita menyingkapkannya. Sebab kalau tidak begitu, kita tidak tahu pasti siapa yang datang. Tapi dengan kata semboyan, kita bisa memastikan yang datang tentu anggota Sapta Siaga."
Setelah itu mereka sibuk menaruh barang-barang bawaan mereka di atas batu-batu yang menonjol di dinding. Gampang sekali, gua yang sudah lengkap dengan rak dan tirai. Peter memandang ke arlojinya.
"Sudah hampir pukul sepuluh," katanya. "Kauteruskan saja mengatur barangbarang kita, Janet. Aku akan menjaga di pintu gua, di belakang tirai. Nanti kalau ada orang datang, akan kutanyakan kata semboyan kita. Pasir yang terhampar di luar empuk sekali, jadi dari sini takkan terdengar langkah orang yang mendekat. Aku harus menjaga!"
Baru saja Peter mengambil tempat di balik tirai, terdengar langkah di pasir sebelah luar lubang gua.
"Kata semboyan," sapa Peter sambil berbisik.
"Telor Paskah," kata yang datang.
Ternyata Colin! Peter menyingkapkan tirai tanaman. Colin masuk terhuyung-huyung sambil menggendong kotak kardus yang besar. Begitu berada di dalam, anak itu langsung menjatuhkan diri di pasir. Napasnya terengah-engah.
"Aduh, tak kukira buku-buku bisa seberat ini," katanya. "Aku membawa seluruh kumpulan buku seri 'Lima Sekawan' kepunyaanku. Akan kutaruh di atas batu. Siapa yang ingin membaca, silakan ambil sendiri"
"Wah, asyik!" kata Peter. Ia lantas membalik-balik buku yang berjejer rapi dalam kotak. "Nah, ini ada satu yang ingin kubaca sekali lagi. Cari saja tempat yang cocok sebagai rak di dinding gua, Colin. Lalu kau atur buku-buku ini di situ!"
Di luar terdengar suara mendehem pelan. Rupanya ada yang datang, dan sedang menunggu diijinkan masuk.
"Kata semboyan," kata Peter dengan segera.
"Telor Paskah!"
Kedua patah kata itu diucapkan serempak oleh dua suara. Peter menyingkapkan tirai hijau. Pam masuk bersama Barbara. Pam datang sambil cekikikan, seperti biasa. Keduanya membawa bungkusan, masing-masing satu.
"Biar Janet saja yang mengatur penyimpanannya," kata Peter, lalu ia pergi lagi ke balik tirai. Tak lama kemudian terdengar langkah menyelinap di pasir, disusul bunyi gemerisik orang yang merintis semak lebat di luar.
"Kata semboyan," bisik Peter. Dan dua suara menjawab serempak,
"TELOR PASKAH!"
"Ssst! Jangan keras-keras, goblok!" bentak Peter sambil menyingkapkan tanaman merambat ke tepi. Ia nyengir, ketika melihat Jack dan George berdiri di luar. Setelah itu ia memandang ke belakang kedua anak itu, kalau-kalau ada orang lain membuntuti.
"Kau tak perlu khawatir. Aku tadi menyelinap pergi, ketika Susi datang di belakang kebun rumah kami," kata Jack sambil masuk dengan langkah terhuyung-huyung. "Aku membawa bekal dua botol minuman, ditambah dengan air soda dua botol pula. Aku diberi oleh ibuku, katanya sebagai sumbangan pada Sapta Siaga!"
"Hebat! Ibumu baik," kata, Peter senang.
Tirai tanaman merambat disingkapkannya lebar-lebar ke samping, lalu diikatnya dengan benang. Dengan begitu sinar matahari bisa memancar ke dalam dengan leluasa. Peter memandang berkeliling, untuk meyakinkan bahwa tak ada orang di sekitar situ.
"Kurasa tempat ini benar-benar aman dan rahasia," katanya kemudian. "Tempat penggalian pasir sudah tak dipakai lagi sejak bertahun-tahun. Dan kurasa takkan ada orang yang masih ingat bahwa di sini ada gua."
"Lagipula kalau ada orang mendekat, Skippy pasti akan menggonggong," sambung Janet. "Jadi kita nanti bisa cepat-cepat menutup tirai, lalu duduk diam-diam di sini sampai orang itu pergi lagi."
"Ya, betul! Skippy pasti akan memberi tahu kita," kata Peter. "Nah, bagaimana dengan kalian""
Gua itu mulai nampak enak dan rapi. Peti yang dijadikan meja, terletak di tengah ruangan. Di sana-sini ditaruh bantal di atas pasir, siap untuk diduduki. Buku-buku Colin dijajarkan di tempat-tempat yang menonjol d
i tepi gua, bersama beberapa buah buku yang dibawa oleh Jack. Makanan dan minuman juga dijajarkan di berbagai tempat.
"Hmm Bagus," kata Peter memuji. "Bagus sekali!"
"Ya. Kita punya tempat untuk segala-galanya," kata Janet. Ia merasa senang karena ialah yang mengatur segala-galanya. "Dan pojok itu tempat untuk Skippy. Ia menguburkan tulang yang dibawanya tadi di situ. Jangan sampai ada yang mengganggu, ya! Nah, Skip kau tak perlu nongkrong terus di situ. Anak-anak semuanya sudah kuberi tahu, itu tempat khusus bagimu!"
Tapi Skippy tetap duduk di pojok. Bagi seekor anjing, tulang merupakan harta yang sangat berharga. Dan dia masih ingin meyakinkan dulu bahwa semuanya sudah mengerti, tulang yang dikuburkannya di situ merupakan miliknya sendiri. Ia tak mau membaginya dengan siapa pun. Yah, mungkin kalau Peter atau Janet yang meminta ....
"Lapar rasanya perutku sehabis bekerja berat," kata Jack. "Bagaimana jika memilih sendiri, apa yang ingin kita makan sekarang" Persediaan kan cukup banyak!"
"Aku ingin kue jahe," kata Colin. "Ibuku yang membikin kemarin. Enak, deh! Aku ingin mulai dengan makan kue itu!"
Ternyata ketujuh anggota Sapta Siaga, semua ikut memilih kue jahe. Sementara mereka, sibuk mengunyah, matahari memancarkan sinarnya yang hangat ke dalam gua, karena tirai tanaman merambat masih tetap tersingkap.
Gua itu benar-benar merupakan tempat pertemuan yang menyenangkan. Tempat yang paling enak, dibandingkan dengan tempat-tempat lain yang sebelumnya!
VI Jack Bingung Ternyata gua itu memang cocok sekali. Kalau hari sedang hujan, di situ nikmat berbaring sambil membaca atau sibuk dengan salah satu permainan. Ketujuh anak itu menggali pasir, sehingga masingmasing mempunyai tempat berbaring sendiri-sendiri. Masing-masing tempat berbaring diperlengkapi dengan sebuah bantal. Sedang di rak yang terbuat dari batu alam, selalu tersedia koran dan majalah. Begitu pula makanan dan minuman.
"Kita memang beruntung, menemukan tempat semak ini," kata Colin. "Jack, apakah Susi tak pernah bertanya-tanya, ke mana saja kau pergi sehingga menghilang selama berjam-jam""
"Wah, tentu saja!" jawab Jack. "Tak henti-hentinya ia merongrong tentang soal itu. Ia tahu, kita tidak lagi berkumpul di dalam gudang, sebab ia sendiri datang memeriksa ke sana. Jadi aku sekarang harus hati-hati, jangan sampai ia bisa mengikuti dari belakang kalau aku ke sini. Kemarin ketika sedang berjalan, tiba-tiba aku menoleh ke belakang. Kulihat Susi mengendap-endap di tepi semak belukar. Dikiranya aku tak melihat."
"Lalu apa yang kau kerjakan"" tanya Pam.
"Di suatu tikungan aku membelok lalu masuk ke dalam toko permen. Aku tidak jadi langsung ke sini," kata Jack "Mudah-mudahan saja Susi tidak berhasil menemukan gua kita ini."
"Yuk kita main sembunyi-sembunyian di tempat penggalian pasir," kata Janet. "Matahari sudah bersinar lagi. Aku ingin menggerak-gerakkan kaki sedikit. Pegal rasanya, berbaring terus-terusan."
Mereka pergi bermain ke luar. Jack yang mendapat giliran pertama mencari. la harus menutup mata dan menghitung dulu sampai seratus, sebelum diperbolehkan mencari. Sedang gua mereka dijadikan rumah. Siapa yang berhasil lari ke situ, akan aman dari kejaran.
Jack berdiri menghadap sebatang pohon di sisi seberang tempat mereka bermain. Ia mulai menghitung dengan pelan. Setelah sampai angka seratus, dibukanya matanya lalu memandang berkeliling dengan waspada. Mungkinkah ia bisa melihat kawan yang bersembunyi di balik semak, atau berbaring dalam rumput tebal di dekat situ"
Tidak tak seorang pun kawannya nampak. Jack melangkah dengan hati-hati mengitari pohon, sementara matanya nyalang untuk memperhatikan kalau-kalau ada sesuatu yang bergerak mencurigakan.
Ia memandang ke arah gua, yang kelihatan sedikit di sela semak yang menutupi. Nah! Ia mempertajam pandangannya. Ada yang menyelinap masuk ke dalam gua. Siapa itu" Jack tidak bisa melihatnya.
Wah tidak enak kalau begini, kata Jack dalam hati. Kawan-kawannya tak memberi kesempatan baginya untuk menemukan terlebih dulu. Yah biar saja! Nanti kan ketahuan juga, Siapa yang tadi menyelinap itu.
Kemudian dilihatnya warna biru di dalam semak di dekat tempatnya berdiri. la mengenalinya. Itu kan warna gaun yang dipakai oleh Pam. Jack lari mengejar, tapi Pam berhasil mengelak lalu lari ke gua sambil terpekik.
Setelah itu Jack menemukan Barbara yang bersembunyi di balik onggokan pasir, bersama Janet dan Skippy. Ia bergegas lari mengejar. Sayangnya ia tak melihat ke mana ia melangkah. Karena itu ia jatuh terjerembab, karena kakinya tersangkut di rumput. Kedua anak perempuan itu lari sambil berteriak-teriak, diikuti oleh Skippy yang menggonggong-gonggong.
Colin nyaris saja tertangkap di belakang sebatang pohon. Tapi lari anak itu terlalu, cepat, tak bisa Jack mengejarnya. Yah kalau begitu tinggal seorang lagi, kata Jack pada dirinya sendiri. Anak yang pertama kulihat menyelinap masuk ke gua setelah itu Pam, disusul oleh Janet dan Barbara lalu Colin. Jadi tinggal seorang lain. Kalau bukan Peter, pasti George. Jack sibuk mencari ke sana-sini. Tibatiba ia terjatuh. Kakinya tersandung pada dua anak laki-laki yang tertawa cekikikan. Peter dan George ternyata membenamkan diri dalam pasir yang empuk. Jack berhasil menangkap Peter. Tapi George berhasil melarikan diri ke gua.
"Yah deh, aku tertangkap!" kata Peter sambil nyengir. "Berikutnya aku yang harus mencari. Kita panggil saja kawan-kawan."
"Nanti dulu," kata Jack. Tampangnya kelihatan bingung. "Ada sesuatu yang tak kumengerti. Yuk, kita ke gua."
Peter ikut di belakangnya menuju ke gua, di mana kawan-kawan menunggu.
"Apa yang tidak kau mengerti"" tanya Peter.
"Begini tadi aku melihat ada orang menyelinap masuk ke dalam gua, begitu aku selesai menghitung sampai seratus," kata Jack. "Bermain dengan cara begitu kan licik! Tapi kemudian aku menemukan Pam, lalu Janet dan Barbara, kemudian Colin. Setelah itu kau dan George, Peter."
"Nah kalau begitu apa yang menyebabkan kau bingung"" tanya Peter.
"Begini dengan begitu kita sekarang berdelapan, belum termasuk Skippy," kata Jack. "Yang ingin kuketahui sekarang, siapa anak kedelapan""
Semua sibuk menghitung. Ya, Jack memang betul. Jika dijumlahkan, semuanya ada delapan dan bukan tujuh Lalu anak-anak mengatakan, tak seorang pun di antara mereka. tadi menyelinap masuk sebelum ditemukan oleh Jack
"Yah, kalau begitu siapa tadi yang masuk kalau bukan salah satu dari kalian"" tanya Jack. Sekarang ia benar-benar bingung. "Sungguh! Aku tadi melihat ada orang masuk ke mari, sebelum menemukan kalian. Lalu siapa orang itu""
Anak-anak celingukan, memandang berkeliling dengan gelisah. Peter menyingkapkan tirai tanaman sejauh mungkin ke samping. Sinar matahari memenuhi ruangan gua. Tinggal sudut paling belakang saja yang masih tetap gelap.


Sapta Siaga 07 Gua Rahasia di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tak ada orang lain di sini," kata Pam. "Aduh, Jack! Jangan-jangan Susi!"
"Entahlah! Pokoknya aku tadi cuma melihat ada orang masuk, tapi aku tak tahu siapa dia," jawab Jack. "Dan orang yang masuk itu sekarang pasti masih ada di sini. Karena tadi setelah melihatnya aku langsung menemukan Pam. Dan Pam lari ke sini. Kau tadi tidak melihat siapa-siapa, Pam""
"Tentu saja tidak!" kata Pam. "Kalau Susi kutemukan di sini, pasti kupukul dia!"
Peter mengambil senter dari rak baru, lalu menyalakannya. Diteranginya sudut-sudut belakang gua yang paling gelap.
"Ayo keluar!" serunya dengan suara yang diberat-beratkan. "Keluar, manusia jahat!"
Dikiranya orang yang menyelinap masuk tadi pasti akan keluar, karena takut mendengar suaranya. Tapi ternyata tak ada yang muncul. Sudut-sudut gua yang paling jauh di belakang, ternyata kosong. Tak ada orang di sana.
"Aneh," kata Jack. Keningnya berkerut. "Benar-benar aneh! Kesinikan senter itu, Peter. Aku ingin memeriksa, barangkali saja di ujung belakang ada liang yang tak kelihatan dari sini."
"Ah, pasti tidak ada," kata Peter sambil menyodorkan senter pada Jack. "Aku dan Janet sudah memeriksa dengan teliti, sewaktu pertama kali kami menemukan tempat ini."
Walau begitu Jack pergi juga ke belakang. Disorotkannya cahaya senter ke mana-mana, sementara ia memandang dengan menyelidik. Memang benar kata Peter tadi.
Kelihatannya di situ tak ada tempat yan
g bisa dipakai untuk bersembunyi. Karenanya ia lantas kembali. la semakin bingung.
"Sudahlah," kata Peter. "Kurasa kau tadi cuma salah lihat saja, Jack. Lagipula, masa ada orang mau masuk ke sini, padahal kita semua kelihatan dengan jelas!"
"Justru itu soalnya," kata Jack. "Kita tadi main sembunyi-sembunyian. Suara kita tak kedengaran sama sekali. Dan dari kita bertujuh, cuma aku saja yang terlihat dengan jelas. Orang yang datang ke sini, bisa saja sama sekali tak melihat atau mendengar kita. Dikiranya di tempat ini tak ada orang."
"Ya aku mengerti maksudmu," kata Peter. "Tapi pokoknya, di sini tak ada orang lain. Jadi sudahlah, jangan bingung lagi, Jack. Kita main lagi. Sekarang giliranku mencari. Cepatlah, kalian bersembunyi!"
VII Kejadian Aneh Tidak ada lagi yang menyinggung-nyinggung kata Jack tadi, bahwa ada orang menyelinap ke dalam gua. Jack sendiri pun mulai menyangka, ia pasti salah lihat saja! Mungkin yang dilihat tadi cuma bayangan awan, atau benda lain.
Ketujuh anak itu main sembunyi-sembunyian dengan asyik. Dan tak ada lagi yang melihat ada orang lain menyelinap ke dalam gua!
"He! Kita harus berbenah, sebelum pulang," kata Peter pada akhirnya. "Coba lihat! Baru sebentar saja di sini, tempat ini sekarang sudah acak-acakan."
Mereka lantas membereskan ruangan gua. Sampah dikumpulkan, dimasukkan ke dalam kantong-kantong kertas untuk dibawa pulang. Janet mengembalikan sisa makanan ke rak, lalu merapikan letak buku-buku seri 'Lima Sekawan' kepunyaan Colin.
"Nah!" katanya kemudian. "Semuanya rapi kembali. Ibu kita kalau datang ke mari, pasti akan tercengang."
Anak-anak tertawa. Mereka keluar dari gua. Peter menutup tirai tanaman sehingga tergantung rapi kembali seperti semula. Setelah itu mereka pulang.
"Sampai besok, pada waktu yang sama!" seru Peter ketika mereka berpisah di depan rumahnya.
"Tidak! Kau lupa rupanya besok kita kan akan melancong dengan sepeda ke Penton, untuk menonton sirkus lewat," kata Colin. "Kita akan berkumpul di rumahku, pukul sebelas."
"O ya, hampir saja aku lupa!" kata Peter. "Kalau begitu habis makan siang saja kita datang ke gua."
Keesokan paginya mereka berangkat, menonton sirkus yang lewat di kota kecil yang bernama Penton. Setelah kembali dan makan siang, mereka langsung datang ke gua.
Pam dan Barbara datang paling dulu. Pam dibekali neneknya sekaleng permen.
"Kutaruh saja di samping kaleng-kaleng makanan," katanya. "Lho! Barbara Lihatlah, ada kaleng yang terjatuh ke lantai! Siapa yang menjatuhkannya" Kan kita yang paling dulu tiba di sini!"
"Mungkin letaknya miring, lalu jatuh sendiri," kata Barbara.
"Dan ini nah, aku tahu betul, kemarin kita meninggalkan coklat sebatang di sini," kata Pam lagi sambil menuding. "Aku yakin, karena aku sendiri yang meletakkan. sekarang, mana coklat itu""
"Ah, mungkin di tempat lain," jawab Barbara. Tapi kemudian ia sendiri melihat sesuatu. "He! Tiga bantal kita hilang! Rupanya ada orang masuk ke mari!"
"Pasti Susi," kata Pam. Tampangnya langsung cemberut. "Ia tidak ikut dengan kita ke Penton tadi. Rupanya ia ke sini! Ia berhasil mengikuti Jack ke mari pada suatu hari. Jahat benar si Susi!"
"Nah, itu kawan-kawan datang," kata Barbara. "Kita ceritakan pada mereka."
Terdengar suara membisikkan kata semboyan di luar gua. "Telor Paskah!" Kemudian tirai tanaman disingkapkan ke samping dan Colin masuk bersama George.
"Susi tadi ke sini!" kata Pam dengan marah. "Lihat, bantal-bantal ada yang hilang, begitu pula sebatang coklat yang masih utuh. Lalu kaleng itu terjatuh ke tanah."
"Dan ini kue di sini, yang kita simpan untuk hari ini, sekarang tinggal sedikit," kata Barbara sambil membuka sebuah kaleng. "Benar-benar keterlaluan anak itu!"
Begitu Peter, Janet dan Jack datang, dengan segera Pam dan Barbara melaporkan kehilangan.
"Tapi kan belum tentu Susi," kata Peter. la berusaha bersikap adil, walau dalam hati ia juga menduga pasti Susi yang mengacau. "Mungkin juga ada gelandangan masuk ke sini."
"Jika gelandangan, pasti lebih banyak lagi yang diambil," kata Pam. "Dan untuk apa ia mengambil bantal! Kan besar risikonya berjump
a dengan kita di tengah jalan, sehingga kita langsung tahu ia seorang pencuri. Tidak! Tak mungkin ada gelandangan setolol itu!"
"Betul juga katamu," kata Peter. "Yah, kalau begitu kau harus menyelidiki apakah memang Susi yang mengambil barang-barang kita, Jack."
"Baiklah," kata Jack. Kelihatannya ia agak tidak enak. "Aku pergi saja sekarang. Tapi entah kenapa, aku punya perasaan bukan Susi yang melakukannya. Aku masih tetap teringat pada orang tak dikenal yang kulihat menyelinap masuk ke mari kemarin."
Sementara Jack berangkat mencari Susi, kawan-kawannya mengambil sebutir permen dari kaleng yang disodorkan oleh Pam. Setelah itu mereka duduk-duduk sambil membaca. Colin sudah selesai membaca bukunya. Ia berdiri, maksudnya hendak mengambil buku baru. Tiba-tiba ia berseru kaget. "Satu buku 'Lima Sekawan'-ku tak ada di sini! Ada di antara kalian yang meminjam" Judulnya 'Rahasia di Pulau Kirrin'!"
Tapi tak ada yang meminjamnya.
"Aku tahu, bukan Jack yang mengambil," kata Colin lagi. "Ia baru saja selesai membacanya. Kalau ternyata ini perbuatan Susi lagi hhh, awas dia!"
Sejam kemudian Jack kembali.
"Telor Paskah," katanya sambil menunggu di luar. Peter memanggilnya masuk.
"Wah, aku tadi repot," katanya sambil merebahkan diri ke pasir. "Kata Susi, ia tak pernah datang ke tempat pertemuan kita yang baru, dan ia bahkan sama sekali tak tahu di mana kita sekarang berkumpul. Ia mengamuk ketika, ku tuduh datang ke sini dan mengambil barangbarang kita. Ia berteriak-teriak, sampai ibuku mendengar. Ibu lantas datang menanyakan kenapa kami bertengkar."
"Wah, gawat!" kata Peter. "Sebetulnya kau harus berusaha agar ibumu tak sampai tahu. Lalu setelah itu""
"Ibu menyuruhku mengatakan di mana tempat pertemuan kita," kata Jack menyambung laporan. Kasihan anak itu, kelihatannya sedih sekali. "Aku benar-benar terpaksa, Peter. Ibu memaksa aku mengatakannya."
Kawan-kawannya terdiam semua. Mereka tahu, tidak bisa ditolak apabila seorang ibu menanyakan sesuatu. Tapi membuka rahasia tempat pertemuan baru mereka yang seasyik itu! Anak-anak kaget mendengarnya.
"Waktu kau mengatakannya, Susi ada di situ"" tanya Peter.
"Ya," jawab Jack. "Lalu ia mengatakan akan ke sini untuk mendatangi gua kita, lalu mengobrak-abriknya. Kurasa bukan dia yang datang ke sini tadi pagi. Ia bermain-main di kebun dengan Jeff. Ibuku yang mengatakan begitu."
"Lalu kalau bukan dia, siapa dong"" tanya Peter bingung. "Aneh, ada pencuri datang mengambil tiga bantal!"
Anak-anak terdiam lagi. Pam celingukan. Ia agak ngeri. Jadi siapa yang tadi ke sini" Kemarin Jack melihat ada orang menyelinap masuk, dan sekarang ada lagi yang datang. Tapi SIAPA"
"Karena Susi sekarang tahu tentang gua kita, kurasa tempat ini harus dijaga terus-menerus," kata Peter. "Maksudku, kita tak boleh membiarkan Susi datang ke sini untuk mengacau. Aku bisa mengerti, kalau bukan dia yang ke sini dan mengambil barang-barang kita tadi pagi, maka tentu ia sekarang marah sekali pada kita karena menyangka yang bukan-bukan."
"Aku takkan heran apabila ia datang bersama Jeff sekarang juga, lalu mengobrak-abrik tempat ini," kata Jack dengan lesu. "Aku kenal baik sifat adikku."
"Kalau mereka benar-benar muncul nanti, kita bisa saja membuat kedatangan mereka itu tidak enak," kata George. "Bagaimana jika kita letakkan sebuah kaleng berisi air di tepi tonjolan batu di atas tirai tanaman" Kalau tirai disingkapkan, kaleng itu akan terbalik dan mereka akan basah kuyup tersiram air!"
Pam tertawa cekikikan. "Ya, betul. Yuk, kita pasang perangkap," katanya.
"Dan kita juga bisa meniru perbuatan saudara sepupuku terhadap seseorang yang tidak disenanginya," kata Colin. "Ia memasang jaring dari benang di pintu masuk ke pondok peranginan kami di rumah. Tapi sebelumnya, benang itu dicelupkannya ke dalam madu! Lalu ketika anak yang tak disenanginya itu masuk ke dalam pondok, anak itu kaget setengah mati. Tubuhnya tersangkut ke jaring benang yang lengket! Anak itu menyangka bahwa ia kena perangkap laba-laba raksasa!"
"Hih, seram!" kata Pam. Ia menggigil ngeri. "Bayangkan, ada benang lengket menempel ke seluruh tu
buh! Hihh!" "Susi pasti akan berteriak-teriak ngeri," kata Barbara. "Ia paling tidak suka tersangkut ke jaring laba-laba. Tapi di sini kan tak ada benang halus dan madu!"
"Aku bisa pulang sebentar untuk mengambil benang sutera dari kotak jahitku," kata Janet. "Dan aku tahu, di sepen kami ada madu sebotol. Tapi apakah perbuatan kita ini tidak jahil terhadap Susi""
"Ah, tidak!" jawab Pam. "Susi hanya akan terjebak jika menemukan gua kita ini, lalu masuk untuk mengobrak-abrik. Kalau sampai terjebak, itu salahnya sendiri."
"Memang tak ada gunanya terlalu baik pada Susi," kata Jack dengan suara lesu. "Terus terang saja, kadang-kadang aku merasa adikku itu lebih pintar daripada siapa saja di antara kita di sini!"
Janet pulang ke rumah, untuk mengambil benang dan madu. sementara itu Barbara sibuk berkeluh-kesah, karena bantalnya hilang. Sekarang ia tidak bisa lagi menyandarkan kepala ke bantal.
"Kurasa orang yang mengambilnya cuma iseng saja," katanya. "Dan bantal itu kemudian dilemparkannya ke dalam semak."
"Kulihat saja sebentar," kata Colin sambil keluar. Tapi ia tak berhasil menemukan bantal dalam semak. Karena itu tak lama kemudian anak itu masuk lagi ke dalam gua. Janet masuk bersama Colin, sambil membawa benang dan madu.
"Perangkap akan kita pasang nanti, jika kita pulang ke rumah untuk minum teh," kata Peter. "Lalu sehabis minum teh aku akan menyelinap lagi ke mari untuk memeriksa apakah sementara itu ada orang datang. Lalu sebelum tidur nanti malam, aku akan memeriksa lagi."
Dan benarlah. Sebelum anak-anak pulang, mereka memasang jebakan terlebih dulu. Janet mencelupkan benang halus berwarna kelabu itu ke dalam cairan madu yang lengket. Sedang ketiga anak laki-laki memasangkan benang yang lengket itu ke lubang masuk. Sibuk sekali mereka membentangkannya ke sana dan ke mari, melibatkannya pada batang-batang tanaman menjalar yang tumbuh di tepi lubang. Mereka memasangnya simpang siur, dari atas sampai ke tanah.
"Nah, beres!" kata Peter pada akhirnya. "Sekarang takkan ada orang yang bisa masuk tanpa tubuhnya lengket kena madu! Lalu begitu tirai tanaman ini disingkapkan, pasti air akan mengguyur kepala dari atas. Aku sudah memasangnya begitu rupa, sehingga jika tirai ini disingkapkan sedikit saja, kaleng air akan sudah terbalik dan tumpah!"
Anak-anak cekikikan. Mereka kepingin melihat jebakan mereka berhasil.
"Mudah-mudahan saja Susi mengajak Jeff, karena aku tak suka pada anak itu," kata Jack. "Dan nanti kalau Susi pulang dalam keadaan basah dan lengket, aku akan menertawakannya! Yuk, kita pulang saja sekarang!"
Sehabis minum teh, Peter kembali ke gua. Ia hendak memeriksa jebakan yang dipasang. Tapi ternyata jebakan itu masih utuh! Dan kaleng berisi air juga masih ada di atas, agak tersembunyi di balik tanam-tanaman.
"Rupanya Susi dan Jeff belum muncul," katanya pada Janet ketika ia sudah sampai di rumah lagi. "Nanti malam aku akan memeriksa sekali lagi."
Dan sebelum tidur Peter kembali lagi mendatangi gua. Tapi semua masih kelihatan utuh seperti semula. Sekarang Susi tak mungkin muncul lagi, pikirnya. Besok sebelum pukul Sembilan pagi ia berniat akan datang. Ia ingin mengintip, mungkin saja ia bisa berhasil menangkap basah anak itu jika ia muncul.
VIII. Skippy membantu Keesokan paginya sebelum pukul Sembilan, Jack sudah muncul di rumah Peter.
"Aku cepat-cepat ke sini untuk bilang bahwa Susi tidak datang ke gua," katanya. "Aku mengawasinya terus kemarin malam, dan juga sepagi ini. Sekarang ia sedang les musik. Jadi sampai pukul dua belas nanti, kita aman dari gangguannya."
"Bagus," jawab Peter. "Sekarang aku masih punya beberapa tugas yang harus diselesaikan. Kau menolongku ya, supaya cepat selesai. Setelah itu kita ke sana, bersama Janet dan Skippy. Kita usahakan supaya tiba lebih dulu daripada kawan-kawan."
Pukul sepuluh kurang lima menit mereka berangkat ke tempat penggalian pasir, dan dari situ menuju ke gua. Sesampai di sana mereka memandang ke atas, melihat ke arah kaleng air yang ditaruh di tepi tonjolan batu. Mereka tersenyum geli. Jack memanjat untuk menurunkan kaleng itu, supaya bukan mereka
sendiri yang nanti basah tersiram.
"Sekarang kita terpaksa memutuskan tali perangkap kita," kata Janet. "Sebetulnya sayang, padahal sudah begitu rapi kita memasangnya. Aduh! Hati-hati nanti badanmu lengket kena madu!"
Mereka memutuskan benang yang terbentang di ambang lubang masuk ke gua dengan sangat hati-hati, supaya jangan terkena madu yang lengket. Kemudian mereka masuk ke dalam. Tapi baru saja maju selangkah, mereka langsung tertegun. Mereka melongo sambil celingukan.
Kaleng-kaleng terbuka semuanya dan isinya habis! Nampak beberapa kaleng terlempar di tanah. Dua buah bantal hilang, begitu pula limun dan air soda, masing-masing satu botol. Sedang permen, hilang bersama kalengnya sekaligus. Beberapa buku tak ada lagi di tempat. Senter yang diletakkan Colin di atas batu, juga lenyap tak berbekas.
"Tapi tapi bagaimana orang bisa masuk ke sini"" Peter terbata-bata karena kaget dan heran. "Perangkap kita tadi masih utuh. Jadi tak mungkin ada orang bisa masuk. Tapi lihat saja keadaan di sini. Wah, gawat nih! Ada sesuatu yang aneh dalam gua ini!"
Ketiga anak itu ketakutan. Sudah jelas tak mungkin ada orang masuk ke situ. Jaring benang lengket yang mereka pasang kemarin masih utuh. Kalau ada yang masuk, benang itu tentunya harus putus-putus. Tapi kalau begitu, lantas ke mana barang-barang mereka"
"Anu Peter, aku kemarin sebenarnya yakin melihat ada orang masuk ke mari, sewaktu kita sedang main sembunyi-sembunyian," kata Jack sambil celingukan dengan ketakutan. "Kau berkali-kali mengatakan aku pasti salah lihat, tapi sebetulnya tidak!"
"Yah! Sekarang sudah jelas bahwa di sini ada orang, orang yang suka makan dan minum," kata Peter. "Dan jika orang itu tidak masuk dari luar, tentunya ia mengenal jalan dari sebelah dalam!"
"Tapi itu kan tak mungkin," kata Janet. "Kita tahu, di sini tak ada jalan dari sebelah dalam. Kan sudah kita periksa dengan teliti kemarin."
"Skippy pagi ini kelihatannya tertarik sekali pada sesuatu di sini," kata Jack. "Lihatlah, ia mengendus-ngendus di tanah."
Memang, Skippy kelihatannya sibuk sekali. Anjing itu lari kian ke mari sambil menggonggong-gonggong, seakan-akan hendak mengatakan, "Kalau aku bisa bicara, 'banyak sekali yang bisa kuceritakan pada kalian!"
Skippy lari menuju tempat penguburan tulangnya. Ia mengambil harta itu, lalu dikuburkan di pojok lain dalam gua. Peter tertawa melihatnya.
"Rupanya Skippy khawatir, jangan-jangan tamu kita menemukan tulangnya! Lihatlah, ia menguburkannya dalam-dalam! He, Skip! Jangan menghambur-hamburkan pasir!"
Meet Sennas 2 Pendekar Kelana Sakti 15 Pedang Ular Emas Orang Ketiga 1
^