Gua Rahasia 2
Sapta Siaga 07 Gua Rahasia Bagian 2
Janet memandang berkeliling. Gua mereka nampak acak-acakan. Kalengkaleng kosong dan buku-buku berserakan di tanah. Janet sangat sedih melihatnya, sehingga air matanya meleleh.
"Padahal aku sudah rapi sekali menyusunnya," kata Janet. "Siapa si jahat yang datang pada saat kita tidak ada dan mencuri barang-barang di sini" Dari mana ia masuk, kalau tidak lewat depan""
"Kita harus memeriksa seluruh tempat ini sekali lagi, dengan sangat teliti. Barangkali saja ada jalan masuk yang lain," kata Jack. "Mungkin ada lubang kecil yang tertimbun pasir, dan orang itu masuk lewat situ."
Mereka lantas memeriksa dengan sangat teliti, dibantu oleh Skippy. Tapi percuma saja! Biar Skippy sudah mengendus-endus ke mana-mana, dan anak-anak sibuk menggali di sana-sini untuk memeriksa kalau-kalau ada lubang tersembunyi di dasar dinding gua, tapi mereka tak berhasil menemukan sesuatu yang bisa memecahkan rahasia aneh itu.
"Benar-benar aneh," kata Peter pada akhirnya. "Aku tadi bilang aku merasa tak enak. Dan sekarang semakin tidak enak saja perasaanku. Menurut pendapatku lebih baik kita pergi dari gua ini. Kita mencari tempat pertemuan yang lain. Tak enak apabila barang-barang kita saban kali hilang dan diacak-acak tamu tak dikenal."
"Betul, aku juga tak ingin lebih lama di sini," kata Janet menyetujui. "Sayang! Tempat ini sebenarnya sangat menyenangkan. Yah, sebentar lagi kawan-kawan pasti sudah datang. Jadi lebih baik kita bereskan sedikit tempat ini. Lalu kalau mereka datang, akan kita katakan bahwa kita akan pindah lagi."
Tak lama kemudian para angg
ota selebihnya datang. Mereka berjalan berempat sambil mengobrol dan tertawa-tawa. Begitu mereka masuk ke dalam gua, Peter langsung menceritakan hal yang terjadi di situ. Kawan-kawannya mendengarkan dengan kaget.
"Benar-benar aneh," kata George. "Aku tak mengerti! Barang-barang kita diambil. Makanan, bantal, dan juga buku-buku. Seakan-akan pencurinya sedang bersembunyi, dan memerlukan barang-barang itu."
"Kurasa apabila salah seorang di antara kita yang laki-laki bersembunyi dalam gua malam ini, mungkin akan bisa melihat orang itu," kata Colin. "Seorang dari kita yang menjaga, atau bisa juga berdua."
Anak-anak bungkam semua. Tak ada yang kepingin menerima tugas itu. Karena tamu misterius itu rasanya bukan orang yang menyenangkan!
"Yah," kata Peter kemudian. "Aku bukan anak penakut. Tapi dalam gua ini tak ada tempat di mana kita bersembunyi. Karena itu kurasa usulmu tidak kena, Colin! Maksudku, orang yang menyelinap masuk akan lebih dulu melihat kita, sebelum kita sempat melihatnya. Dan terus terang saja, aku tak kepingin berjumpa dengan dia."
"Aku juga tidak," sambung Jack. "Kurasa lebih baik kita pindah dari sini, mencari tempat berkumpul yang lain. Apa gunanya repot-repot membawa barang-barang kita ke mari, kalau toh dicuri orang begitu kita pergi!"
Anak-anak mulai membenahi barang-barang. Suasana saat itu sedih sekali.
Skippy memperhatikan kesibukan mereka dengan heran. Kenapa tampang anak-anak kelihatan begitu lesu" Dan kenapa barangbarang dikemasi semuanya" Wah, kalau begitu ia pun harus cepat-cepat mengambil tulangnya. Ia tidak mau ditinggal, apabila Sapta Siaga pergi meninggalkan gua itu! Skippy lari ke pojok gua, tempat ia menyembunyikan tulang. Tapi saat itu penciumannya yang tajam mengendus bau benda lain. Letaknya tak begitu jauh, pada tonjolan batu yang rendah. Apakah benda yang dicium baunya itu milik anak-anak"
Kalau menurut baunya, rasanya bukan. Skippy tahu persis siapa di antara ketujuh anggota Sapta Siaga yang memiliki sepatu atau sarung tangan yang tercium baunya. Skippy mengendus-ngendus benda yang terletak pada tonjolan batu itu, lalu menggondolnya. Barangkali saja barang itu kepunyaan salah seorang anggota Sapta Siaga, ia lari dengan benda itu ke tempat Peter, lalu menjatuhkannya di depan kaki anak itu. Skippy menggonggong untuk memberitahukan.
"Eh! Apa itu, Skip"" tanya Peter. Ia membungkuk dan mengambil benda yang terletak di pasir. Sebuah buku notes kecil. Buku itu kotor, diikat dengan gelang karet. "He buku ini kepunyaan siapa"" tanya Peter sambil mengacungkan benda itu ke atas.
Ternyata bukan kepunyaan anak-anak.
Jack datang mendekat. Kelihatannya ia tertarik.
"Peter," serunya. "Mungkin barang itu kepunyaan tamu aneh kita, dan terjatuh di sini! Coba periksa isinya!" Peter melepaskan gelang karet yang mengikat, lalu membuka buku catatan itu. Tiba-tiba matanya bersinar gembira.
Betul!" katanya dengan suara pelan. "Buku itu memang kepunyaan orang itu. Dan ini namanya tertulis di sini! Wah, ini benar-benar penemuan hebat. Buku ini rupanya terjatuh, ketika ia datang merampok perbekalan kita kemarin malam!"
Kawan-kawannya segera mengerubung. Mereka semua ingin ikut melihat. Peter menuding nama yang tertulis di sampul depan buku notes itu.
"Albert Tanner," katanya sambil membaca tulisan itu. "Dialah tamu misterius kita. Albert Tanner! Siapa itu" Yah, dengan salah sate cara, kita akan berhasil mengetahuinya juga!"
IX Rencana Menarik "Yuk, kita cepat-cepat saja pergi dari sini," kata Colin setengah berbisik. Ia celingukan, memandang berkeliling dengan perasaan waswas. "Kalau orang yang bernama Albert Tanner itu ada di dekat-dekat sini, ia tidak boleh tahu bahwa kita menemukan buku notesnya. Dan kurasa ia ada di dekat sini. Yuk, kita kan sudah siap untuk berangkat. Kita cepat-cepat saja pergi dari sini, nanti secara diam-diam kita memeriksa isi buku notes itu."
Tak lama kemudian mereka berangkat meninggalkan gua yang seram. Masing-masing membawa barang. Tapi kaleng-kaleng diangkut dalam keadaan sudah kosong, jadi tidak terasa berat. Kumpulan buku seri 'Lima Sekawan' kepunyaan Colin
separuhnya hilang. Begitu pula majalah, kebanyakan ternyata tidak ada lagi di tempat semula. Rupanya tamu misterius itu gemar juga membaca!
Anak-anak berbondong-bondong memasuki kebun Peter. "Kurasa kita kembali saja dulu ke pondok peranginan kami," kata Peter. "Tempat itu memang kurang enak, tapi setidaktidaknya di sana kita bisa berunding dengan tenang."
Tak lama kemudian mereka sudah duduk di bangku panjang yang ada dalam pondok. Skippy berbaring di lantai, di tempat yang disinari cahaya matahari hangat. Lidahnya terjulur ke luar.
Peter mengeluarkan buku notes tua yang ditemukan di gua dari kantongnya. Dibukanya buku itu, sementara kawan-kawannya mengerubung berdesak-desakan. Mereka semua ingin tahu, apa isi buku itu. Peter membalik-balik halaman demi halaman.
"Namanya tertulis di sampul depan," kata Peter. "Albert Tanner. Jadi setidak-tidaknya sekarang kita mengetahui, siapa tamu yang selalu menyelinap masuk kalau kita tidak ada dalam gua. Tapi kecuali itu, kelihatannya tak banyak yang tertulis di sini. Cuma beberapa catatan keuangan dan tanggal-tanggal, serta di sana sini beberapa kata. Nanti dulu nah, ini kentang lobak tomat tepung'. Kurasa ini cuma catatan barang-barang belanjaan saja."
Peter meneruskan kesibukan membalik-balik halaman buku notes itu. "Ini ada lagi daftar belanja, serta beberapa angka. Kelihatannya buku catatan ini tidak besar gunanya bagi kita!"
Jack mengambil buku notes itu dari tangan Peter, lalu membalik-balikinya. Pada bagian belakangnya terdapat sampul kulit terlipat, tempat menaruh uang kertas. Peter tidak sempat melihatnya tadi. Jack menyelipkan jari ke dalam lipatan, untuk memeriksa kalau-kalau ada barang di situ. Dan ternyata memang ada! Secarik kertas kecil yang sudah lusuh. Pada kertas itu tertera tulisan yang berbeda dengan tulisan Albert Tanner.
"Lihatlah," kata Jack. "Kertas ini terselip di sebelah belakang notes. Coba lihat nih! Surat untuk Albert Tanner!"
"Apa isinya"" tanya Janet ingin tahu. "Ada gunanya untuk kita atau tidak""
"Ah, cuma surat pendek saja," kata Jack sambil memicingkan mata, karena tulisan di kertas itu kabur. "Di sini tertulis, 'Tak berani menuliskannya di sini. Jim kenal tempat itu. Ia yang akan mengatakan padamu. Jumpai dia di bangku depan kantor pos pukul 8 malam tanggal 15. Ted.'"
"Tanggal 15. He, itu kan hari ini!" kata Peter. "Coba bacakan sekali lagi. Kurasa itu pesan penting kedengarannya sangat misterius. Apakah yang dimaksudkan dengan 'tempat' yang akan dikatakan oleh Jim pada Albert" Wah, coba kita bisa mengetahui maknanya. Lalu kita bisa pergi ke 'tempat' yang akan dikatakan oleh Jim, dan mengadakan penyelidikan di situ." Para angota Sapta Siaga timbul kegairahannya. Colin menarik lengan kemeja Peter.
"Malam ini aku akan pergi ke kantor pos, lalu duduk di bangku yang terdapat di depannya. Barangkali saja aku bisa melihat orang yang bernama Jim, dan mendengar apa yang akan dikatakannya pada Albert. Dan aku juga akan bisa melihat Albert!"
Anak-anak diam semua. Suasana dalam pondok menjadi semakin asyik.
"Kita berempat ke sana," kata Peter. "Kita yang laki-laki saja. Anak-anak perempuan tidak usah! Cuma kami berempat saja."
"Kau tidak bisa ikut," kata Janet menyela. "Kau kan akan nonton malam nanti. Kita berdua kan diajak lbu. Dan George juga diajak. Masa sudah lupa""
"Aduh, betul juga katamu itu," kata Peter sambil menepuk kening. "Memang, kita tidak bisa membatalkan rencana itu tanpa menimbulkan kecurigaan. Kalau begitu Colin dan Jack saja yang pergi ke kantor pos. Kalian berdua harus memasang telinga, mendengarkan dengan teliti apa saja yang mereka bicarakan!"
"Beres!" kata Colin gembira. "Kau bisa pergi nanti malam, Jack""
"Terang dong!" kata Jack. "O ya, Peter bagaimana jika setelah itu kami membuntuti Albert dan Jim" Satu membuntuti Albert, dan yang satu lagi menyelinap di belakang Jim. Mungkin saja ada gunanya mengetahui di mana tempat tinggal Jim. Kalau aku, aku ingin membuntuti Albert jika ia kembali ke gua!"
"Ide bagus," kata Peter menyetujui. "Sayang aku tak bisa ikut. Tapi apa boleh buat! Aku sendiri yang membuj
uk-bujuk ibuku, supaya kami diajak nonton malam ini. Karenanya aku tak mungkin bisa tiba-tiba membatalkan lagi."
Anak-anak kembali meneliti surat yang ditulis dengan tergesa-gesa itu. Tulisannya acak-acakan. Peter membacanya sekali lagi.
"Tak berani menuliskannya di sini. Jim kenal tempat itu. Ia yang akan mengatakan padamu. Jumpai dia di bangku depan kantor pos pukul 8 malam tanggal 15. Ted." "Mungkinkah di tempat yang dimasukkan dalam surat ini, ada sesuatu yang disembunyikan"" tanya Janet.
"Ya, mungkin saja," kata Peter sambil berpikir. "Dan kalau sampai disembunyikan, tentunya barang berharga. Dan jika berharga dan disembunyikan, pasti barang curian!"
"Betul! dicuri oleh orang yang bernama Ted, lalu disembunyikan," sambung Colin. "Atau mungkin pula dicuri oleh Ted bersama-sama dengan Albert lalu disembunyikan oleh Ted, yang kemudian mungkin ditangkap lalu dimasukkan ke dalam penjara. Sekarang ia menyuruh Albert mengambil barang yang disembunyikan itu."
Kawan-kawannya tertawa. "Kau memang pandai mengarang," kata Jack. "Kurasa persoalannya tak sehebat itu. Tapi biar begitu, begitu kita mengetahui tempat yang dimaksudkan kita akan langsung ke sana. Mudah-mudahan kita bisa lebih cepat daripada Albert!"
"Ya! Dan kurasa itu takkan mudah," kata Peter. "Siapa tahu, barangkali Albert akan langsung ke sana."
"Mudah-mudahan," kata Colin. "Kami akan menyelinap di belakangnya, dan dengan begitu ia akan menunjukkan tempat yang misterius itu!"
"Aku sangat kepingin bisa ikut dengan kalian malam nanti," kata Peter menyesal. "Tidak sering terjadi petualangan seasyik itu. Aduh, sayang aku sudah ada janji dengan ibuku!"
X Peristiwa Pukul Setengah Sembilan
Pukul delapan tepat malam itu, Colin bertemu dengan Jack di depan kantor pos. Malam itu gelap, karena di langit tak ada bulan. Keduanya berjalan menuju bangku yang terdapat di bawah sebatang pohon besar di depan kantor pos. Mereka berjalan sambil berbisik-bisik. "Bagaimana rencana kita selanjutnya"" bisik Colin. "Di mana enaknya kita bersembunyi" Di belakang pohon, di bawah bangku atau di mana""
"Kita tidak boleh bersembunyi di satu tempat saja," kata Jack. "Nanti kalau ketahuan dan diusir, kita tidak bisa ikut mendengarkan pembicaraan mereka lagi. Kurasa sebaiknya seorang dari kita bersembunyi di bawah pohon, sedang satu lagi memanjat ke atas pohon."
"Ya, betul bagus idemu itu," kata Colin. "Sebaiknya kau saja yang memanjat ke atas. Lututku sedang sakit. Tadi siang aku terjatuh di tangga menuju ke ruangan bawah tanah di rumah. lbuku langsung panik. Aku sudah takut, jangan-jangan lantas disuruh istirahat di tempat tidur. Untung saja tidak. Tapi saat ini lututku kaku, karena dibalut!"
"Baiklah, aku saja yang naik ke atas pohon," kata Jack. "Tapi sebaiknya sekarang saja aku memanjat, sebelum ada orang datang. Saat ini kebetulan sedang sepi di sini."
Tak lama kemudian Jack sudah duduk di atas sebatang dahan yang kokoh. Sedang Colin bersembunyi di belakang pohon. Mereka menunggu dengan diam-diam. Lonceng gereja berdentang (satu kali). Pukul delapan lewat seperempat. Jantung Colin berdebar keras. Wah! Asyik rasanya mengintai begini seperti detektif.
Sepuluh menit setelah itu ada orang datang. Mereka berdua, berjalan sambil bergandengan. Colin langsung mengecilkan tubuh. Ia menahan napas. Tapi ternyata yang datang itu sepasang suami istri yang sedang jalan-jalan sambil mengobrol. Setelah itu datang seorang laki-laki yang berjalan dengan cepat, diiringi seekor anjing.
Kemudian datang seorang laki-laki. Orang itu berjalan menyelinap. Langkahnya nyaris tak kedengaran. Rupanya ia memakai sepatu bersol karet. Kelihatan bahwa ia berusaha untuk menjauhi sinar lampu jalan. Seakan-akan tak mau tampangnya kelihatan orang! Orang misterius itu menuju ke bangku di depan kantor pos, lalu duduk di situ. Colin nyaris tak berani bernapas lagi!
Jack yang bersembunyi di atas pohon berusaha mengintip ke bawah. Tapi tempat itu sangat gelap. Tak banyak yang bisa dilihatnya, kecuali bahwa orang yang baru datang itu mengisap rokok.
Setelah itu muncul pula seorang laki-laki dari seberang j
alan. Ia juga bergerak menyelinap dalam bayangan. Ia menuju ke bangku, lalu duduk di situ. Keduanya duduk agak berjauhan. Keduanya diam saja. Anak-anak yang mengintip menahan napas karena tegang.
Akhirnya orang yang lebih dulu datang mengatakan sesuatu.
"Rokok"" katanya. Rupanya ia menawarkan rokok pada orang yang satu lagi. Dan orang itu menjawab, "Terima kasih."
Orang yang pertama mengambil bungkusan rokok dari kantongnya, lalu menyodorkan sebatang pada orang yang baru datang. Setelah diambil, lantas dinyalakan. Nyala korek api yang menerangi tampang orang kedua, rupanya menyebabkan orang yang satu lagi lega.
"Kau Albert," katanya pelan.. "Betul kan"" Tapi sebelum Albert sempat menjawab, terjadi sesuatu yang menyebabkan kedua orang itu terlonjak karena kaget. Colin tiba-tiba bersin!
Colin kalau bersin memang selalu nyaring. Tapi bersinnya sekali itu nyaringnya tidak kepalang tanggung. Ia sendiri tidak sempat merasa akan bersin, sehingga ia ikut kaget seperti kedua orang yang duduk di bangku.
"HAAA CIIII!" Secepat kilat Albert lari ke belakang pohon dan menangkap Colin. Colin tidak bisa berbuat apa-apa, karena masih kaget. Pegangan Albert kuat sekali.
"Apa yang kau perbuat di sini"" tanya Albert. "Kenapa kau sembunyi di belakang pohon""
Colin digoncang-goncangnya, sehingga anak itu khawatir jangan-jangan lehernya nanti copot. Sementara itu orang yang kedua ikut menghampiri.
"Ah, ini kan cuma anak kecil," katanya. "Kau tampar saja sekali, lalu suruh dia pergi. Kita tak boleh menimbulkan keributan di sini."
Temannya menampar Colin, lalu mengusirnya Colin pergi terhuyung-huyung. Nyaris saja ia jatuh. Albert mengejarnya. Colin lari pontang-panting ketakutan. Jack yang bersembunyi di atas pohon, ikut merasa ketakutan. Apakah ia perlu menolong Colin" Tidak, pada saat ia turun, pasti akan sudah terlambat. Ah! Syukurlah, Colin berhasil melarikan diri. Jack berpegang erat-erat ke dahan tempatnya duduk. Ia agak gemetar.
Kedua laki-laki itu berdiri lagi di bawah pohon. "Kurasa kita harus cepat-cepat pergi dari sini," kata orang yang pertama dengan suara setengah berbisik.
"Kau harus mengatakan sesuatu padaku," kata Albert mengingatkan. "Betul! Orang-orangan," kata orang yang pertama dengan suara yang lebih dipelankan lagi. "Di situlah tempatnya. Cari dekat orang-orangan."
"Terima kasih," kata Albert. Setelah itu ia menyelinap pergi. Sesaat kemudian ia sudah hilang dalam gelap. Jack berharap, moga-moga saja Colin mengikuti Albert dari belakang. Ia sendiri tak mungkin melakukannya, karena untuk turun dengan hati-hati dari atas pohon ia akan memerlukan waktu satu sampai dua menit. Tapi orang yang kedua mungkin ia bisa membuntuti orang itu.
Tapi ketika Jack tiba di bawah, kedua orang itu sudah menghilang. Jack lantas pergi secepat mungkin, meninggalkan tempat itu. Hatinya tidak enak. Bagaimana dengan Colin" Sebaiknya ia pergi saja melihat ke rumah kawannya itu.
Sesampai di rumah Colin, dilihatnya lampu di kamar tidur anak itu menyala. Ah, syukurlah! Jack melemparkan kerikil ke atas dan mengenai kaca jendela. Daun jendela dibuka dengan hati-hati dari dalam. Nampak kepala Colin terjulur ke luar.
"Colin! Ssst! Aku yang datang Jack! Kau tidak apa-apa"" tanya Jack setengah berbisik.
"Aku selamat. Aku tadi memang kena tampar, tapi kemudian berhasil melarikan diri. Tak ada yang melihat diriku masuk ke dalam rumah. Kau sendiri bagaimana" Ada yang berhasil kau dengar""
"Ya, tapi kurasa tidak banyak gunanya bagi kita," kata Jack. "Wah, bersin mu tadi keras sekali, Colin!"
"Memang. Aku sendiri sampai kaget. Aku ..." Colin tak jadi melanjutkan ceritanya. Anak itu cepat-cepat menarik kepalanya masuk. Jack mendengar suara Colin berbicara dengan seseorang yang ada dalam kamarnya. Dengan cepat ia lari keluar dari pekarangan rumah temannya itu.
Orang-orangan, pikirnya. Apa lagi artinya perkataan itu" Ia tidak tahu. Mungkin Peter mengetahuinya. Jack tidak sabar lagi menunggu besok, karena ingin cepat-cepat melaporkan pada Peter!
XI Sapta Siaga Mulai Beraksi
Besok paginya diadakan rapat dalam pondok peranginan. Peter, Janet d
an juga Skippy sudah tidak sabar menunggu Jack dan Colin datang.
Pam dan Barbara datang paling dulu. Seperti biasa, kedua anak itu datang bersama-sama. Setelah itu George datang. Sedang Jack dan Colin datang paling akhir.
"Maaf, kami agak terlambat," kata Jack. "Aku tadi mampir dulu ke tempat Colin. Lututnya masih kaku, jadi tidak bisa berjalan cepat-cepat. Tapi kemarin malam, larinya tidak bisa dibilang pelan. Ya kan, Colin""
Colin meringis. Tulang pipinya sebelah kiri nampak kebiru-biruan, bekas kena tampar kemarin malam. Ia agak bangga, karena bekas itu merupakan tanda bukti keberaniannya.
"Kami membawa kabar baru," kata Jack. la merasa dirinya penting sekali, ketika melihat muka teman-teman yang semua ingin tahu.
"Cepat dong, ceritakan," kata Peter tak sabar lagi. "Bagaimana, jadikah kedua orang itu berjumpa di depan kantor pos" Lalu ada yang berhasil kalian tangkap dari pembicaraan mereka"" -
"Ceritakan semuanya mulai dari awal," kata Janet. "Aku ingin mengetahui segala-galanya, supaya bisa terbayang dengan jelas di depan mataku."
"Baiklah," kata Jack. "Ceritanya begini. Seperti sudah disepakatkan, aku dan Colin bertemu pukul delapan malam di depan kantor pos. Lalu kedua laki-laki itu datang pukul setengah sembilan. Tentu saja kami berdua sudah bersembunyi saat itu. Colin di belakang pohon, sedang aku memanjat ke atas dahan."
"Bagus," kata Peter. "Tapi kemudian, ketika kedua orang itu baru saja mulai berbicara, tahu-tahu Colin bersin," kata Jack. "Wah, bersinnya keras sekali, sampai nyaris saja aku terjatuh dari pohon."
"Astaga!" kata Janet, ikut kaget. "Lalu, apa yang terjadi sesudah itu""
"Colin tertangkap oleh kedua laki-laki itu. Lihat saja sendiri hasilnya di pipi kiri," kata Jack sambil menuding. Kawan-kawan mereka memandang ke pipi Colin dengan kagum. Saat itu Colin merasa seakan-akan tingginya bertambah beberapa senti lagi. Begitu bangga perasaannya, karena dikagumi!
"Lalu setelah itu Colin cepat-cepat lari. Dan aku, aku tidak turun dari pohon," kata Jack. Ia sendiri asyik mengingat peristiwa kemarin. "Wah, pengalamanku saat itu benar-benar tegang! Kedua lakilaki yang di bawah pohon melanjutkan pembicaraan dengan suara pelan. Tapi aku masih berhasil menangkap persoalan yang paling penting."
"Apa maksudmu"" tanya Peter. "Sudahlah, bercerita jangan terlalu panjang kaya ular saja, berbelit-belit. Langsung saja pada pokok persoalan."
"Orang yang lebih dulu datang mestinya dialah Jim yang disebutkan dalam surat ia mengatakan 'Orang-orangan!' Jack merendahkan suaranya, menirukan cara kedua laki-laki itu berbicara. 'Orang-orangan! Di situlah tempatnya,' kata orang yang pertama. Setelah itu mereka pergi. Aku tak sempat membuntuti, karena masih di atas pohon."
"Kau melakukan tugasmu dengan baik, Jack," kata Peter memuji. "Sayang Colin bersin pada saat yang tidak tepat. Tapi pokoknya Jack berhasil menangkap perkataan yang rupanya penting artinya. Maksudku kata 'Orang-orangan'."
"Tapi apa maksudnya"" tanya Jack. "Kau tahu maksudnya" Apakah orang-orangan sungguhan yang biasa ditancapkan di sawah-sawah untuk mengusir burung""
"Bukan! Di tepi lapangan desa ada sebuah tempat penginapan kecil, namanya 'The Scarecrow'. Bukankah Scarecrow artinya orang-orangan"" kata Peter.
"Aku sering lewat di depan tempat penginapan itu, kalau sedang naik mobil bersama ayahku. Yuk, kita ke sana sekarang. Kita menyelidiki tempat itu. Mungkin di sekitar itu disembunyikan barang yang berasal dari pencurian. Atau bahkan perampokan!"
"O ya, sekarang aku ingat lagi!" kata Janet. "Aku juga pernah melihat tempat itu. Yuk, kita sekarang saja ke sana, Peter! Sebelum Albert sempat mengambil apa-apa."
"Betul! Kita harus sekarang juga ke sana!" kata Peter. "Barangkali kita akan menemukan Albert yang sedang sibuk menggali di salah satu sudut kebun di situ. Aku kepingin tahu, apa yang hendak diambilnya!"
Ketujuh anak itu merasakan semangat mereka berkobar-kobar. Mereka selalu begitu, jika menghadapi petualangan seru. "Kita pergi naik sepeda," kata Peter. "Bagaimana, Colin" Bisakah naik sepeda dengan lututmu yang kaku""
"Aku bi sa mengayuh dengan satu kaki," kata Colin cepat-cepat. la tidak ingin ketinggalan, karena soal lutut saja. "Yuk, yang tidak datang dengan sepeda cepat-cepat mengambil sepeda masing-masing."
"Kita nanti berkumpul di persimpangan jalan, dekat lumbung gandum yang tua," kata Peter. "Kalau semua sudah berkumpul, kita lantas berangkat bersama-sama. Wah, pasti asyik petualangan kita nanti!"
Beberapa saat kemudian mereka sudah bergabung kembali di persimpangan jalan. Colin juga datang dengan sepeda, walau ia hanya bisa, mengayuhnya dengan satu kaki. Jack datang paling kemudian. Tampangnya cemberut.
"Ada apa, Jack"" tanya Janet ketika melihat tampang anak itu. "Kau mengalami kesulitan dengan orang tuamu di rumah""
"Bukan orang tuaku. Tapi Susi," kata Jack sambil mengeluh. "Katanya tadi pagi ia pergi ke gua kita bersama Jeff. Kalian ingat kan, aku terpaksa menceritakan tentang soal itu padanya di depan Susi. Lalu tadi ketika Susi melihat kita sudah pergi, ia dan Jeff memutuskan untuk memakai tempat itu sebagai tempat pertemuan mereka! Benar-benar menjengkelkan adikku itu!"
"Biar saja mereka memakainya jika mau!" kata Peter. "Barangkali Albert akan datang lagi dan mengambil barang-barang mereka. Biar tahu rasa kedua anak itu!"
"Aku masih tetap bingung, bagaimana caranya Albert bisa masuk ke dalam gua tanpa melewati lubang masuk," kata Janet. "Kita sekarang tahu ia menyelinap masuk sewaktu kita sedang bermain sembunyi-sembunyian. Tapi kemudian ketika ia mencuri barang-barang kita, ia tidak lewat depan. Kalau lewat di situ, tentunya jaring benang yang kita pasang sebagai perangkap pasti sudah putus-putus."
"Aku punya perasaan, orang yang bernama Albert itu mungkin ada di tempat penginapan yang bernama 'The Scarecrow'!" kata Peter. "Kalau ia sudah berhasil menemukan benda yang dicarinya, kurasa ia takkan masuk lagi ke gua."
"Lihat!" seru Pam yang bersepeda paling depan. "Itu dia tempat yang kita cari! 'The Scarecrow'! Wah, kelihatannya sudah tua sekali. Pasti sudah beratus-ratus tahun umurnya. Yuk kita cepat-cepat saja ke sana!"
XII 'THE SCARECROW' Ketujuh anggota Sapta Siaga bersepeda mendekati tempat penginapan itu. Bangunannya kelihatan sudah tua sekali, dan juga sudah reyot. Di atas pintu depan tergantung selembar papan yang berderikderik kena angin. Pada papan itu nampak gambar orang-orangan pengusir burung di tengah ladang berwarna kuning. Dan di bawah gambar orang-orangan tertulis namanya.
"The Scarecrow, " kata Peter sambil turun dari sepeda. "Kita sudah sampai. Kalian harus membuka mata lebar-lebar, untuk melihat kalau ada orang yang mungkin bernama Albert."
Anak-anak menyandarkan sepeda mereka ke pagar tanaman, lalu pergi ke tempat penginapan itu. Kelihatannya tak ada orang di situ. Tempat penginapan 'The Scarecrow' kelihatannya tak didiami lagi.
"Mestinya masih ada orang di sini," kata Colin. "Lihatlah, ada beberapa ekor ayam berkeliaran di pekarangan!"
Ketujuh anak itu menghampiri pintu depan.
"Kelihatannya dikunci," kata Peter dengan heran. "Ya, betul tempat penginapan ini sudah tidak dipakai lagi. Jendela dan pintu depan dipaku dengan palang."
"Kita coba memeriksa ke belakang," kata Jack. "Rumah ini mestinya ada yang menjaga. Kita bisa pura-pura minta air minum, atau menanyakan jalan ke Penton atau apa saja."
Mereka lantas pergi ke belakang. Seorang wanita tua nampak sedang sibuk menggantung cucian di pekarangan yang sempit. Wanita itu rambutnya sudah putih. Kelihatannya tidak ramah.
"Maaf, Bu bolehkah kami minta minum sedikit"" tanya Peter sesopan mungkin.
"Ambil saja sendiri di sumur," kata wanita tua itu.
"Terima kasih," jawab Peter. Lalu ia bertanya lagi, "Tempat penginapan ini tidak buka lagi""
"Betul. Sudah ditutup pemiliknya sejak beberapa bulan yang lalu," jawab wanita itu sambil menggantungkan kain seprai. "Aku cuma penjaga saja di sini. Tempat ini sangat sepi. Sejak enam minggu yang lalu baru kalian yang datang ke sini, kecuali tukang susu dan pesuruh dari toko bahan makanan."
"O begitu," kata Peter. Lalu ia bertanya lagi, "Kalau begitu Ibu tentunya tidak mengenal seorang laki-laki
bernama Albert, ya, Bu""
"Kau kalau bicara jangan lancang," kata wanita itu tiba-tiba marah. "Siapa mengizinkanmu untuk seenaknya menyebut nama suamiku dengan Albert" Untuk anak-anak seperti kalian, namanya Pak Larkworthy mengerti! Kalian harus tahu aturan! Nah, itu dia suamiku. Akan kusuruh dia menghajar kalian, jika bersikap kurang ajar terhadapnya!"
Anak-anak melihat seorang laki-laki tua muncul dari tempat penginapan. Orangnya sudah tua sekali. Jalannya terbungkuk-bungkuk, bertopang pada tongkat. Astaga, mereka sama sekali tak bermaksud hendak kurang ajar. Dari mana mereka bisa tahu bahwa suami wanita tua itu kebetulan juga bernama Albert"
"Maksud kami bukan suami Ibu," kata Peter bergegas menjelaskan. "Sungguh, bukan maksud kami hendak seenaknya menyebut suami Ibu dengan nama kecilnya. Kami sebetulnya mencari seseorang bernama Albert, yang mungkin kebetulan ada di sini pagi ini."
"Pokoknya aku tak suka pada anak-anak yang kurang ajar," kata wanita tua itu. "Ayo pergi dari sini! Nanti kusuruh suamiku mengusir kalian, kalau belum pergi juga!"
Ketujuh anggota Sapta Siaga meninggalkan tempat itu dengan pelan-pelan, sambil memperhatikan keadaan sekitar situ.
"Bagaimana pendapatmu, Peter"" tanya Jack ketika mereka sudah kembali di tempat mereka menaruhkan sepeda. "Mungkinkah Albert yang kita maksudkan datang ke sini""
"Tidak," jawab Peter. "Kurasa kita keliru. Kurasa wanita tua tadi tidak bohong. Mungkin ia betul-betul sudah berminggu-minggu tak melihat orang lain. Astaga, aku tadi betul-betul kaget ketika mendengar bahwa suaminya juga bernama Albert. Tak heran jika ia menyangka kita mau berbuat kurang ajar!"
"Aku sempat memperhatikan kebun," kata George. "Kelihatan jelas jika di situ tidak dikuburkan apa-apa. Yang kelihatan cuma rumput liar saja, setinggi perut. Tempat ini sudah lama tidak dibersihkan!"
"Ya, aku juga melihatnya," kata Peter. "Seperti kukatakan tadi, kita salah tebak. Sekarang, apa yang harus kita lakukan selanjutnya" Alangkah baiknya, jika kita tahu di mana Albert yang satu lagi sedang berada saat ini!"
"Mungkin sedang menakut-nakuti Jeff dan Susi, dalam gua kita," kata Jack sambil nyengir.
"Mudah-mudahan saja," kata Peter kesal. "Biar tahu rasa mereka. Tak bosan-bosannya mengganggu kita terus!"
"Lalu apa yang akan kita lakukan sekarang"" tanya Janet. "Peter, mungkinkah kita harus mencari dekat orang-orangan yang sebenarnya""
Peter memikir-mikir sebentar. "Ya, mungkin juga," katanya kemudian. "Sebetulnya aku merasa yakin sekali bahwa yang dimaksudkan adalah tempat penginapan yang namanya begitu. Tak terpikir olehku, bahwa mungkin yang dimaksudkan adalah orang-orangan yang sebenarnya. Jadi orang-orangan yang dipasang di tengah ladang, untuk mengusir kawanan burung yang hendak memakan gandum. Tapi kita kan tidak bisa berkeliaran di sekitar sini, memeriksa semua orang-orangan yang ada di tengah ladang!"
"Kenapa tidak"" sambut Colin. "Itu kan gampang! Kita berpencar, lalu pergi mendatangi semua perladangan dengan naik sepeda. Setiap orang-orangan yang kita lihat segera kita periksa, untuk meneliti apakah tanah di sekitarnya menunjukkan tanda-tanda bekas digali. Tanggung barang yang disembunyikan itu ditanam di sisi tempat sebuah orangorangan terpancang."
"Betul juga pendapatmu itu," kata Peter. "Tempat begitu memang cocok bagi seorang pencuri untuk menyembunyikan barang curiannya. Maksudku jika disembunyikan di lapangan tapi di tempat lain, tempat itu tak mungkin diberi tanda. Nanti akan menimbulkan kecurigaan. Kalau dipancangkan tongkat atau tiang, pasti petani pemilik ladang akan datang dan memeriksa. Tapi orang-orangan itu merupakan tanda yang wajar. Barang yang disembunyikan di situ takkan ditemukan orang, sampai saat setelah panen!"
"Betul! Dan kita tahu, mereka bermaksud mengambilnya lagi sebelum saat itu," kata George. "Nah, bagaimana sekarang" Jadikah kita berpencar, mencari orang-orangan""
"Ya," kata Peter. "Tapi hati-hati, jangan sampai ketahuan oleh petani pemiliknya. Mereka pasti akan marah jika melihat kita seenaknya saja berjalan melintas di tengah ladangnya, hanya karena in
gin melihat sebuah orang-orangan!"
Mereka berangkat lagi bersama-sama. Sementara itu Peter membagi-bagi tugas. "Kalian berdua mengambil jalan ke barat, Colin dan Jack. Pam dan Barbara, kalian ke timur. Kau mencari ke utara, George. Sedang aku dan Janet menuju ke selatan. Dengan begitu kita akan bisa memeriksa seluruh daerah di sini. Nanti pukul setengah tiga siang kita berkumpul lagi di pondok."
Tugas yang dihadapi Sapta Siaga kali ini benar-benar aneh! Berburu orang-orangan! Pam dan Barbara melihat sebuah yang potongannya seram. Jas yang dipakaikan pada orang-orangan itu menggelepargelepar kena angin. Di Inggris memang orang-orangannya keren. Tidak hanya memakai baju compang-camping. Tetapi memakai jas dan celana panjang segala. Tentu saja yang dipakainya jas dan celana panjang yang sudah tua.
Kedua anak perempuan itu memeriksa tanah di sekitarnya. Ternyata keras. Jadi tak mungkin habis digali beberapa waktu yang lalu. Karenanya mereka lantas melanjutkan pencarian ke tempat berikutnya.
Colin dan Jack menemukan dua buah orang-orangan. Orang-orangan yang satu terpancang di tengah-tengah sebuah kebun sayur. Walau mereka merasa yakin bukan itu orang-orangan yang mereka cari, tapi mereka toh mendatanginya untuk memeriksa.
Ketika mereka sedang sibuk, tiba-tiba datang seorang laki-laki membawa sekop. Begitu melihat Colin dan Jack, orang itu berteriak dengan marah,
"Ayo pergi! Kebun ini milikku pribadi. Kaliankah yang mencuri sayurku selama ini""
"Bukan!" Jack dan Colin membalas sambil berteriak pula. "Kami cuma ingin melihat orang-orangan Bapak!"
"Kalau kalian masuk lagi ke kebunku, dua-duanya kujadikan pengusir burung nanti!" teriak orang itu. Colin dan Jack cepat-cepat minggat. Lalu orang-orangan yang kedua mereka lihat terpancang di tengah ladang yang ditanami dengan gandum yang masih muda. Baru saja mereka melangkahkan kaki hendak menghampiri orang-orangan itu, datang seorang petani dengan seekor anjing. Kelihatannya anjing itu galak sekali. Mereka hanya sempat memeriksa sekejap, lalu cepat-cepat lari lagi sebelum disambar anjing.
"Hah! Lain kali kalian pasti akan digigit anjingku!" seru petani itu pada Colin dan Jack yang sudah menjauh dengan sepeda mereka.
"Ah, tidak enak rasanya berburu orangorangan seperti begini," kata Colin. Lututnya yang kaku terasa sakit. "Sudah dua kali kita terpaksa lari. Sekarang lututku kaku lagi."
George mencari seorang diri. Ia bersepeda dengan cepat menyusur jalan kecil ke arah utara. Tiba-tiba ia merasa melihat orang-orangan pengusir burung di belakang sebuah ladang. Dengan segera ia meloncat turun dari sepedanya, lalu menyelinap masuk lewat pagar. Tahu-tahu ia berhadapan dengan seorang pekerja yang sedang sibuk menggaruk jerami. Orang itu marah, ketika George tiba-tiba saja muncul dari balik pagar.
"Wah, maaf!" kata George terbata-bata. "Kusangka tadi, Anda orang-orangan."
Tentu saja orang itu semakin marah, karena dikatakan orang-orangan. Diambilnya segumpal tanah, lalu dilemparkan ke arah George. Tanah berhamburan mengenainya. George menyemburkan tanah yang masuk ke dalam mulutnya.
"Wah, jago juga orang-orangan hidup itu membidik," katanya sambil bersepeda lagi meninggalkan tempat sial itu.
Sedang Peter dan Janet, mereka sempat memeriksa empat orang-orangan. Jalan yang mereka lalui menyusuri tempat pertanian yang besar. Sebuah orang-orangan sangat menarik perhatian Janet. Di atas topi yang dipakaikan pada orang-orangan itu, seekor burung membuat sarangnya. Janet sangat asyik melihatnya, sehingga Peter terpaksa menyeret ketika mengajaknya pergi lagi!
Orang-orangan yang tiga lagi tidak begitu menarik. Dan melihat keadaan tanah di sekitar ketiga orang-orangan itu, jelaslah bahwa tak ada yang menguburkan apa-apa di situ.
Peter agak kecewa waktu bersepeda pulang bersama Janet.
"Begitu banyak kita menemukan orang-orangan, tapi tidak satu pun yang ada artinya bagi kita," katanya mengeluh. "Moga-moga saja kawan-kawan berhasil menemukan orang-orangan yang kita cari."
Sesampai di rumah, Ibu sangat kaget melihat sepatu mereka kotor sekali.
"Kami tadi melihat-lihat orang-orangan,
Bu," kata Janet. "Kami melihat satu yang lucu sekali. Ada sarang burung di atas topinya."
"Kalian harus melihat orang-orangan yang dipancangkan oleh pekerjaku, James, di tengah ladang kita," kata ayah mereka.
"Katanya, di kantong jas orang-orangan, itu ada sarang burung. Di masing-masing kantong ada satu. Katanya, sarang burung murai."
"Dari mana James bisa mengetahuinya"" tanya Janet heran. "Dia kan sudah nyaris buta pak tua itu!"
"Ya, tapi ia masih cukup awas, sehingga bisa melihat ada orang menginjak-injak tanamannya yang masih muda," kata Ayah. "James mengikuti jejak sepatu orang itu. Ternyata menuju ke orang-orangan yang kuceritakan tadi. Dari situlah James tahu tentang kedua sarang burung murai itu."
Seketika itu juga Peter menajamkan telinga.
"Ada orang berjalan di ladang kita, menuju ke orang-orangan"" katanya. "Siapa orang itu, Ayah" Dan untuk apa ia pergi ke orang-orangan""
"Aku sendiri tidak tahu," jawab Ayah. "cukup banyak orang kota yang konyol! Mereka mengira bisa seenaknya saja menginjak-injak tanaman orang. Kurasa orang itu datang dari kota."
Tapi Peter merasa pasti orang itu tentu Albert! Ia memandang ke arah lbu. "Bu anu eh, bolehkah aku melihat sarang burung itu sebentar"" katanya meminta. Ibu memandangnya dengan heran.
"Apa" Sekarang" Kan makan siang sudah siap! Sarang itu takkan terbang, Nak! Sehabis makan siang pun pasti masih ada di sana!"
Peter menatap Janet, yang dengan segera mengerti maksudnya.
"Kenapa tak terpikir oleh kita untuk memeriksa orang-orangan kita sendiri"!" Kalimat itu terlompat dari mulut Janet. "Padahal kita melihatnya setiap hari. Kita " Janet berhenti bicara, karena kakinya ditendang oleh Peter di bawah meja. Wah, hampir saja rahasia mereka ketahuan!
"Kenapa kalian tiba-tiba saja merasa tertarik pada orang-orangan"" tanya Ibu. "Moga-moga saja perhatian itu tidak lama. Sepatu kalian menjadi kotor sebagai akibatnya."
Peter dan Janet ingin agar makan siang sekali itu cepat selesai. Begitu diijinkan meninggalkan meja, mereka bergegas lari masuk ke kebun sambil memakai sepatu yang kotor.
"Seharusnya kita memeriksa orang-orangan kita sendiri!" kata Peter. "Kesal rasanya jika kuingat ketololan kita! Yuk, kita ke sana sekarang lalu memeriksa keadaan tanah sekitarnya. Kita membawa alat penggaruk, kalau-kalau kita menemukan sesuatu di situ. Tapi kurasa Albert sudah mendului kita. Ayo, cepatlah sedikit!"
XIII Kabar Baru Peter dan Janet bergegas lari ke kebun sebelah belakang, lalu keluar lewat gerbang yang ada di sana. Mereka mengitar kebun kentang, dan akhirnya sampai di ladang gandum.
Di tengah-tengah ladang terpancang orang-orangan yang dibuat oleh James, pekerja yang membantu ayah mereka. Orang-orangan bagus buatannya. Sebuah topi tua bekas kepunyaan James tertengger pada bagian kepala. Tubuhnya terbungkus baju kaos merah yang sudah robek, serta jas tua yang kantongnya menggelembung. Ketika Peter dan Janet datang menghampiri, seekor burung murai terbang keluar dari kantong sebelah kiri. Tapi kedua anak itu sama sekali tidak sempat memperhatikan sarang burung yang ada di situ. Pandangan mereka terarah ke tanah di sekitar kaki orang-orangan itu.
Peter mengerang. Kedengarannya aneh sekali seolah-olah orang-orangan itu yang mengeluh, dan bukan Peter.
"Kita terlambat, Janet," katanya. "Lihatlah, sudah ada orang yang lebih dulu ke sini. Di mana-mana nampak tapak kaki. Yang ini bekas sepatu James. Tapi yang ini, yang kelihatannya bersol karet ini pasti bekas sepatu Albert!"
"Betul," kata Janet sambil memperhatikan jejak itu. "Dan tanah di sini, kelihatannya bekas digali. Ada sesuatu yang dikuburkan di sini, di sini orang-orangan ini. Aduh Peter, kenapa kita tidak mencari terlebih dulu ke sini""
"Toh tak ada gunanya," kata Peter suram. "Kurasa Albert sudah tadi malam ke mari. Ia takkan mau menggali pada siang hari. Ia dengan sendirinya tahu, orang-orangan mana yang dimaksudkan dalam pembicaraannya malam itu. Tapi kita tidak tahu. Padahal orang-orangan kita sendiri!"
"Coba kaugali sedikit di sekitar sini, untuk melihat kalau-kalau masih ada yang tertinggal," k
ata Janet. "Mustahil," kata Peter lesu. "Kurasa barang yang disembunyikan di sini pasti ditaruh dalam tas. Dan tasnya harus kuat, supaya tahan tertimbun tanah lembab."
Peter masih mengorek-ngorek sedikit dengan alat penggaruk yang dibawanya. Tapi ia cuma menemukan seekor cacing.
"Sial," kata Peter jengkel. "Kita terlalu tergesa-gesa mengenai urusan orang-orangan. Sekarang kita terlambat Albert sudah mengambil barang yang diingini, dan kini tentunya sudah minggat."
"Ya, kurasa juga begitu," kata Janet. "Aku takkan heran jika ia sudah tahu dari semula bahwa barang yang hendak diambilnya tersembunyi di daerah sini. Karena itulah ia lantas bersembunyi dalam gua kita. Maksudnya supaya bisa lekas berhubungan dengan orang yang satu lagi siapa namanya" Ah ya, betul, Jim! Lalu bisa mengambil barang tersebut dengan mudah."
"Kurasa perkiraanmu tepat, Janet," kata Peter. "Dan kalau begitu barang yang mungkin berasal dari pencurian itu, tentunya berasal dari daerah sini pula. Aku ingin tahu, apakah akhir-akhir ini di sekitar di sini terjadi pencurian atau perampokan."
Mereka kembali ke rumah. Saat itu sudah hampir pukul setengah tiga. Para anggota Sapta Siaga yang selebihnya sudah menunggu dalam pondok. Mereka kecewa sekali ketika mendengar cerita Peter.
"Yah, kalau begitu ternyata tak seorang pun dari kita berhasil pagi ini," kata Jack. "Dan sama sekali tidak mengherankan, karena rupanya barang itu disembunyikan dekat orang-orangmu, Peter. Kita sial sekali ini! Coba kita sempat menggali dekat orang-orangan itu tadi malam, mungkin saja kita mendului Albert."
"Sekarang bagaimana"" tanya Pam. "Rasanya semua tidak lucu lagi sekarang. Kita tidak bermarkas di gua lagi sedang petualangan juga gagal."
"Aku akan ke gua sekarang," kata Jack sambil bangkit. "Kurasa senterku tertinggal di sana. Waktu itu kuletakkan di tempat yang tinggi. Mudah-mudahan saja tidak diambil Albert. Senter itu masih bagus."
"Yuk, kita ke sana saja, sambil jalan-jalan," kata Peter. "Kita membawa sekop. Di pasir yang agak lembab, kita bisa membuat bangun-bangunan dari pasir."
Mereka mengambil alat-alat itu dari dalam gudang, lalu berangkat menuju ke tempat penggalian pasir. Jack langsung pergi ke gua. Tapi tiba-tiba ia tertegun. Di dalam ada orang. la mendengar suara ribut-ribut. Kemudian kening Jack berkerut. la mengenali satu suara di antaranya. Suara adiknya, suara Susi! Jack jengkel. Sekarang pasti Susi akan mengejek-ejek mereka. Tapi suara siapa yang satu lagi" Kedengarannya seperti suara Jeff. Nekat benar kedua anak itu, berani datang ke gua.
Jack masuk ke dalam dengan kening berkerut. Jeff dan Susi nampak di belakang gua. Mereka sibuk menggali. "Susi!" bentak Jack. "Apa yang kaulakukan di sini""
Susi berpaling, lalu bergegas mendatangi abangnya. "Jack," katanya. "Untung kau datang. Tadi ada kejadian aneh di sini!"
"Apa"" tanya Jack dengan tidak sabar. "Kuanggap aneh bahwa kau dan Jeff berani datang ke sini, walau kami sudah meninggalkannya."
"Jangan marah, Jack. Aku benar-benar gembira bahwa kau datang," kata Susi. "Begini soalnya. Tadi aku datang ke mari bersama Jeff. Menurut pendapat kami, tempat ini sangat nyaman. Lalu kami menggali lobang, masing-masing satu. Kepunyaanku yang ini. Dan Jeff menggali lobangnya di sebelah sana. Itu dekat dinding. Karena kami menyangka kalian masih akan kembali lagi ke mari, kami lantas menimbun diri kami dengan pasir. Tinggal lobang hidung saja yang masih bebas, supaya bisa bernapas. Setelah itu kami berbaring diam-diam, menunggu kalian datang. Maksud kami, begitu kalian masuk kami akan menjerit kuat-kuat dan melompat ke luar dari lobang "
Jack mendengus. "Cuma itu saja yang hendak kau ceritakan" Sama sekali tak menarik."
"Tunggu dulu, Jack," kata Susi. "Kami berbaring diam-diam. Cuma ujung hidung kami saja yang masih tersembul di atas pasir. Tapi tahu-tahu ada orang datang dari arah belakang gua. Jeff kesakitan karena terinjak sepatu orang itu, sewaktu ia berjalan ke luar."
"Padahal kami tahu pasti gua itu kosong, sewaktu kami masuk," kata Jeff menambahkan. "Kami sudah memeriksa dengan teliti sebelum
nya. Lagipula di sini tak ada tempat bersembunyi. ' Jadi siapa orang itu, dan dari mana ia datang""
Jack mendengarkan dengan penuh perhatian. Ini benar-benar kabar menarik. Ia menoleh ke arah mulut gua, lalu berteriak keras-keras,
"PETER! JANET! KALIAN SEMUA CEPAT KE MARI! CEPAT, KATAKU!"
XIV Kawan-kawan Jack yang sedang sibuk membangun rumah pasir, mendengar teriakan anak itu langsung berhenti bermain. Mereka lari menuju gua.
"Ada apa"" tanya Peter. Kemudian ia tertegun, ketika melihat Susi dan Jeff ada di dalam. "Keluar!" teriaknya. "Ini gua kami, bukan kepunyaan kalian!"
"Tunggu, Peter," kata Jack menyabarkan. "Susi baru saja menceritakan kejadian aneh." Ia lantas mengulangi cerita Susi. "Jadi rupanya ada jalan masuk ke gua ini lewat sebelah belakang," kata Jack mengakhiri ceritanya. "Aku tahu, kita sudah memeriksa dengan sangat teliti sebelum ini. Tapi semestinya toh ada jalan rahasia! Susi, kau mendengar bunyi apa-apa sebelum orang itu keluar dari gua""
"Ya," jawab Susi. "Aku mendengar suara berdebam. Jeff juga mendengarnya." "Kedengarannya seperti orang melompat ke atas pasir," kata Jeff. "Seperti begini!" Anak itu melonjak ke atas. Terdengar bunyi berdebum pelan, ketika kakinya menyentuh tanah lagi.
"Kalau begitu di bagian belakang mestinya ada jalan lain lewat lobang dekat langit-langit," kata Peter. "Ada yang membawa senter."
"Ini punyaku," kata Jack. "Aku menemukannya masih terletak di tempat semula."
Peter mengambil senter itu.
"Yuk, kita harus memecahkan rahasia aneh ini," katanya. "Tapi tunggu dulu! Colin, kau menjaga di depan gua. Siapa tahu orang itu datang lagi. Kalau dia muncul, perhatikan tampangnya dengan teliti."
"Beres," kata Colin, lalu berjalan terpincang-pincang ke depan. Sebetulnya ia kepingin ingin ikut bersama kawan-kawannya. Anak-anak berdesak-desakan di belakang gua. Peter menyorotkan senter ke langit-langit di situ. Letaknya agak tinggi. Ia melihat bagian yang agak menonjol di dinding. Menurut perkiraannya, ia bisa naik ke situ.
"Tolong aku sebentar," katanya pada Jack. "Dan ini, Janet tolong pegangkan senter ini dulu."
Sesaat kemudian Peter sudah berdiri di atas batu yang menonjol. Diambilnya senter yang dipegang Janet, lalu disorotkannya sekali lagi ke arah langit-langit. Tiba-tiba ia berseru kaget.
"Ada apa"" tanya kawan-kawannya serempak. Mereka berjingkrak-jingkrak, karena tak bisa menahan rasa tegang.
"Di sini ada lubang. Dari tempat kalian tak nampak," kata Peter. "Dan ada seutas tali terjulur di dalamnya. Aku bisa menjangkaunya dari sini."
Kawan-kawannya menjulurkan leher, ingin melihat lubang yang dimaksudkan oleh Peter. Tapi tidak berhasil. Lubang itu terlindung di balik tonjolan batu. Peter mengantongi senter.
"Aku bisa memegang tali itu," serunya ke bawah. "Dan kurasa aku bisa memanjat ke atas dengannya. Setidak-tidaknya, aku akan mencoba."
Peter memegang tali dengan kedua tangan. Kemudian ia masuk ke dalam lubang, dengan jalan berpijak pada bagian-bagian dinding yang agak menonjol.
Selanjutnya ia memanjat tali seperti biasa dilakukan dalam jam pelajaran senam. Akhirnya ia sampai ke semacam serambi. Di situ ia beristirahat sebentar. Setelah itu ia berdiri dan menjulurkan kepala ke atas. Ternyata lubang itu berakhir di situ! Kepalanya tersembul di dasar sebuah gua lain! Peter menyorotkan senter ke sekeliling ruangan.
Setelah itu ia berteriak pada kawan-kawannya yang menunggu di bawah. Mereka kaget, karena suara Peter terdengar aneh.
"He!" serunya. "Di atas sini ada gua lagi, tapi lebih kecil! Dan barang-barang kita juga ada di sini. Kulihat makanan, semua bantal, buku dan majalah kita! Kulihat pula sebuah kantong. Kantong surat ukuran kecil. Kelihatannya berisi penuh!"
"Apa" Apa yang kaulihat di atas"" seru anak-anak dari bawah. Mereka berteriak-teriak, karena tak bisa mendengar kata-kata Peter tadi.
"PETER!" teriak Janet keras-keras. "Kau menemukan apa di atas"" Peter turun lagi ke gua di mana kawan-kawannya menunggu, lalu pergi ke luar untuk menghirup udara segar.
"Ayo, bilang dong! Apa yang kautemukan di atas"" tanya Jack ingin tahu. "Kami mendenga
rmu berteriak-teriak tadi."
"Di atas ada sebuah gua lagi. Barang-barang kita yang hilang, semua ada di sana. Orang yang bernama Albert memakai bantal-bantal kita untuk tempat berbaring, karena dasar gua yang di atas itu batu keras. Bukan pasir empuk, seperti di sini," kata Peter. "Lalu kulihat di sana juga ada sebuah kantong. Kelihatannya kantong surat. Mungkin isinya penuh dengan surat-surat tercatat. Entah berapa lama kantong itu tersembunyi di bawah orang-orangan kami!"
"Wah, bukan main!" kata Janet dengan mata bersinar-sinar. "Sekarang kita tahu bagaimana caranya tamu misterius itu masuk ke dalam gua itu, tanpa melalui lubang sebelah depan! Tentunya dia senang sekali ketika masuk ke sini lalu menemukan makanan, bantal yang empuk dan buku-buku!"
"Sekarang begini," kata Peter. "Orang itu mungkin setiap saat muncul lagi di sini. Tapi ia takkan berani masuk ke dalam gua, selama masih ada orang di dalam. Aku akan memberi tahu Ayah, lalu ia akan menelepon polisi. Kalian semua tetap berada di sini sampai aku kembali lagi. Skippy juga kutinggal di sini, biar orang itu tak berani masuk untuk mengambil tas curiannya."
"Beres," kata Jack. "Kita akan ribut-ribut, supaya si Albert itu ketakutan jika ia datang. Wah, kau memang hebat, Peter. Bisa-bisanya menemukan gua di atas gua!"
"He, sebetulnya aku yang menunjukkan kemungkinan itu," kata Susi. "Wah, aku tadi merasa lega sekali ketika kau datang, Jack."
"Kau sebetulnya tak boleh datang ke sini!" kata Jack dengan garang. "Tapi sekali ini kau ada gunanya, karena melaporkan apa yang kau alami tadi. Sekarang jika kau ingin ikut menunggu di sini, kau harus menurut kataku, Susi! Mengerti""
"Ya, Pak Guru," kata Susi berpura-pura takut. "Aku akan menjadi anak penurut. Aku akan "
Sapta Siaga 07 Gua Rahasia di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Diam!" bentak Jack. "Kalau tidak, kalian berada ke luar sekarang juga:"
Susi terdiam, ketika melihat tampang Jack yang galak. Dan anak-anak yang lain juga ikut diam selama beberapa saat. Semua memikirkan kejadian-kejadian beberapa menit yang lalu, yang sama sekali tak mereka sangka-sangka semula. Tapi kemudian mereka ingat pada pesan Peter, agar mereka ribut-ribut supaya Albert tidak berani masuk jika ia datang. Karena itu mereka lantas ribut berbicara dan tertawa-tawa.
Sementara itu Peter cepat-cepat lari mencari ayahnya. "Ayah!" panggilnya ketika melihat ayahnya berdiri di dekat lumbung. "Ayah, cepat! Ada perlu!"
XV Akhir Yang Menyenangkan
Mula-mula ayah Peter bingung mendengar cerita anaknya itu. Tapi akhirnya ia mengerti juga. Dengan segera ia berseru memanggil ibu.
"Tolong teleponkan polisi, minta mereka datang ke mari dengan segera dan langsung menuju ke gua yang ada di tepi tempat penggalian pasir!" seru Ayah. "Aku berangkat sekarang juga ke sana, bersama Peter. Nanti kuceritakan ada apa, apabila kami sudah kembali!"
Setelah itu Ayah pergi bersama Peter. Tak lama kemudian mereka sudah sampai di gua, di mana anak-anak lain menunggu sambil bicara keras-keras. Tirai dari tanaman menjalar disingkapkan ke samping. Ayah memandang ke dalam gua.
"Aku sudah lupa sama sekali bahwa di sini ada gua," katanya. "Dulu, sewaktu aku masih kecil, aku senang bermain-main ke mari. Lalu maksudmu, di atas gua yang ini masih ada gua lagi, Peter" Aku sama sekali tak mengetahuinya. Padahal aku dulu sering bermain di sini."
"Kami juga," kata Janet. "Yuk, kita melihat lubang yang menuju ke gua sebelah atas, Ayah!"
"Kami memakai gua ini untuk pertemuan rahasia Sapta Siaga," kata Peter menjelaskan. "Dan mula-mula kami bingung, karena tak tahu siapa yang selalu mengambil barang-barang kami, dan untuk apa ia mengambil. Kami sama sekali tak menyangka, di atas ada gua dan di situ ada orang bersembunyi! Di atas aku melihat sebuah kantong surat, Ayah! Mungkinkah orang yang bersembunyi itu mencurinya""
"Mungkin saja! Nanti kalau polisi datang, sebaiknya kau naik lagi ke atas untuk mengambil kantong itu," kata ayah Peter. "Aku ingin tahu, sudah berapa lama barang itu disembunyikan di atas. Mungkin sudah lama sekali."
"Tidak, baru sejak kemarin malam," kata Peter. "Sebelumnya, kantong itu dikuburkan di ladang kita, di sam
ping orang-orangan pengusir burung."
"Ah, oleh sebab itu rupanya kau tiba-tiba merasa tertarik pada orang-orangan," kata ayahnya. "Bagaimana ya apakah ibu kalian sudah menelepon polisi atau belum! Peter, coba kau pulang sebentar untuk melihat."
Peter lari melintasi tempat penggalian pasir bersama Skippy. Tapi baru setengah jalan di situ, tahu-tahu Skippy meninggalkannya lalu lari menuju suatu bukit sambil menggonggong-gonggong dengan ribut. Peter bergegas ke tempat itu. Ia melihat seonggok pasir, yang ketika diterpa oleh Skippy tahu-tahu menampakkan tangan, kaki dan kepala!
"Panggil anjing itu!" terdengar suara dari kepala itu. "Suruh dia pergi!"
"Kau siapa"" tanya Peter sambil memegang kalung leher Skippy. "Aku tahu siapa namamu. Kau kan AIbert" Kau menunggu di sini sampai kami sudah pergi semua. Setelah itu kau hendak mengambil tas surat yang kaucuri, lalu kaukeluarkan isinya! Kau bermaksud meninggalkan tas itu dalam gua, sedang isinya kau kantongi sebelum minggat! Kau hendak "
"He, he," terdengar suara berat di belakang mereka. "Ada apa di sini" Dan kenapa orang itu terbenam dalam pasir" Ah, ini dia Albert Tanner! Kami mencarimu, Albert, sejak terjadi perampokan surat yang lalu."
Ternyata itu suara Pak Inspektur Polisi. Ia datang bersama polisi desa yang bersikap seolah-olah kejadian di depan mata mereka itu baginya merupakan persoalan sehari-hari.
Pak Inspektur memandang Peter dengan wajah berseri-seri.
"Halo, Peter! Begitu ku dengar ibumu menelepon kami, dengan segera aku tahu bahwa kalian mulai beraksi lagi. Dan Albert ini ada hubungannya dengan kegiatan kalian""
"Ya, Pak," jawab Peter. "Ayahku ada di sana, di gua. Ia menunggu kedatangan Anda."
"Bawa Albert ke sana," kata Pak Inspektur pada bawahannya. Dan Albert lantas digiring masuk ke dalam gua. Ketika ayah Peter melihat orang itu, ia berseru kaget,
"Lho! Albert Tanner! Kau kan sudah kuperingatkan jangan berani muncul lagi di daerah sini!"
"Anda kenal padanya"" tanya Pak Inspektur sambil mengambil buku catatan dari dalam kantongnya.
"Tentu saja!" jawab ayah Peter. "Ia dulu pernah bekerja padaku selama beberapa tahun. Tapi ia tidak jujur. Karena itu lantas ku berhentikan."
"Ah, karena itu ia tahu mengenai gua ini," kata Peter terangguk-angguk. "Dan tentang gua yang ada di atas. Rupanya ia juga memeriksa tempat ini, seperti kita."
Albert diam saja. Tampangnya masam.
Pak Inspektur memandangnya sekejap, lalu berpaling pada ayah Peter. "Orang ini merampok kantong surat bersama seorang temannya," kata Pak Inspektur. "Lalu orang yang satu itu menyembunyikan hasil rampokan mereka di salah satu tempat. Maksudnya hendak menunggu sampai keadaan menjadi tenang kembali. Orang itu dulu juga pernah bekerja di ladang Anda, Pak. Namanya Ted Yorks."
"Ted Yorks. Ya, betul ia pernah bekerja di sini beberapa tahun yang lalu," kata ayah Peter. "Dia juga jahat. Tapi sebagai pekerja, ia cekatan. Karena itu agak lama juga ia kupekerjakan di sini."
"Ya, seperti kukatakan tadi, mereka berdua yang merencanakan perampokan surat-surat itu," kata Pak Inspektur. "Setelah itu kantong surat lantas disembunyikan. Kalau keadaan sudah tenang, mereka bermaksud hendak membagi dua isinya. Tapi Ted kemudian tertangkap lalu dimasukkan ke dalam penjara. Sekarang pun ia masih ada di penjara."
"Tapi ia masih berhasil menyelundupkan surat pada Albert. Dalam surat itu ia mengatakan di mana kantong surat disembunyikan olehnya!" seru Peter.
"Sekarang aku mengerti segala-galanya. Albert bersembunyi dalam gua sampai ia mendengar kabar dari Ted. Soalnya ia tahu polisi di sini masih mencarinya. Karena itu ia takut menampakkan diri "
"Lalu ketika ia menerima surat dari Ted, ia lantas datang ke depan kantor pos untuk berjumpa dengan orang yang bernama Jim. Dari Jim ia mendengar bahwa ia harus mencari kantong surat itu dekat orang-orangan!" kata Jack. "Aku mendengar Jim mengatakan 'Orang-orangan. Di situlah tempatnya'. Dan tentu saja Albert tahu yang dimaksudkan adalah orang-orangan kami!"
"Ternyata anak-anak ini tahu segala-galanya tentang dirimu, Albert," kata Pak Inspektur sambil mema
ndang orang yang masih tetap cemberut itu. "Kantong surat itu kautaruh di mana sekarang""
"Aku tak mau mengatakan apa-apa," kata Albert. "Aku tak tahu apa-apa tentang kantong surat, jadi tak ada gunanya bertanya padaku."
"Kuambilkan kantong itu, ya Pak"" tanya Peter. Pak Inspektur memandangnya dengan melongo.
"Kantong surat" Kau tahu di mana barang itu sekarang"" kata Pak Inspektur. "Baiklah. Kau mengambilnya sekarang."
Peter lantas pergi ke bagian belakang gua, memanjat ke atas lalu menghilang. Sesaat kemudian terdengar suaranya dari arah sebelah atas.
"Semua minggir! Kantong surat akan kulemparkan ke bawah!"
Terdengar bunyi gedebuk di atas pasir yang empuk. Dan benarlah. Kantong surat yang hilang tergeletak di situ. Penutupnya terlepas ketika terbanting ke tanah, dan isinya berhamburan ke luar. Surat-surat tercatat, dan berbagai paket besar kecil.
"Huahh!" seru Pak Inspektur kagum. "Ini benar-benar luar biasa. He, Peter! Masih ada lagi yang akan kau lemparkan dari atas""
Peter muncul lagi sambil tertawa-tawa. "Tidak ada lagi, Pak. Cuma itu saja satusatunya. Betulkah itu kantong yang dicuri""
"Betul," jawab Pak Inspektur. "Yah, kurasa Albert takkan bisa lagi mencuri kantong surat untuk waktu yang lama. Bawa orang ini ke kantor polisi."
Polisi desa menggiring Albert yang masih tetap membisu.
"Mari ke rumahku sebentar, Pak," kata ayah Peter mengajak Pak Inspektur. "Isteriku tentunya sudah tak sabar lagi, ingin mengetahui kenapa kita ribut-ribut di sini. Peter, ini uang untukmu. Ajak kawankawanmu anggota Sapta Siaga ke restoran, untuk minum eskrim dan apa saja yang kalian inginkan. Kau telah berjasa besar, Nak!"
Setelah itu Ayah pergi bersama Pak Inspektur. Pak Inspektur melambaikan tangan dengan ramah.
Setelah orang-orang dewasa itu pergi, Peter lantas berpaling memandang kawan-kawannya dengan muka berseri-seri. Ia melambai-lambaikan uang kertas yang dipegangnya.
"Lihat nih! Kita makan besar sekarang. Yuk, Kita pergi!" Susi dan Jeff ikut di belakang mereka. Ketika melihat adiknya membuntuti, Jack mendorongnya.
"Kau tidak boleh ikut, Susi. Kami bertujuh anggota Sapta Siaga. Dan kau bukan anggota, jadi tidak boleh ikut. Kau harus pulang."
Janet melihat tampang Susi yang kelihatan kecewa.
"Ah, kenapa dia tak boleh ikut sekali ini"" tanya Janet. "Kan dia yang melaporkan padamu tentang kedatangan Albert kembali ke gua sewaktu ia sedang berada di sini bersama Jeff. Dan karena laporannya itu akhirnya kita berhasil menemukan gua yang ada di atas. Kenapa ia tidak boleh ikut""
"Tidak bisa! Cuma kita bertujuh yang anggota Sapta Siaga," kata Jack berkeras. "Nanti dia cuma tertawa-tawa saja mengejek kita, seperti biasanya. Dan Jeff juga. Tidak!"
"Aku takkan mengejek. Sungguh! Kalian benar-benar hebat," kata Susi. "Ijinkanlah aku ikut. Cuma sekali ini, Jack. Aku kepingin mendengar kisah petualangan kalian yang asyik."
"Kau boleh ikut, Susi," kata Peter. Dan karena ia ketua Sapta Siaga, maka perkataannya harus dituruti. "Dan Jeff juga boleh. Sekali ini saja! Wah, cerita kita nanti ramai sekali. Percayalah! Paling sedikit kita memerlukan empat porsi eskrim, barulah cerita kita selesai. Kau nanti harus mengakui bahwa pengalaman kami sekali ini benar-benar mengasyikkan!"
Dan benarlah. Susi sangat kagum, ketika selesai mendengar cerita Peter beserta kawan-kawannya. Sapta Siaga memang hebat. Selalu berhasil dengan petualangan mereka.
TAMAT tamat Badai Awan Angin 19 Anak Berandalan Karya Khu Lung Pahlawan Dan Kaisar 18
Janet memandang berkeliling. Gua mereka nampak acak-acakan. Kalengkaleng kosong dan buku-buku berserakan di tanah. Janet sangat sedih melihatnya, sehingga air matanya meleleh.
"Padahal aku sudah rapi sekali menyusunnya," kata Janet. "Siapa si jahat yang datang pada saat kita tidak ada dan mencuri barang-barang di sini" Dari mana ia masuk, kalau tidak lewat depan""
"Kita harus memeriksa seluruh tempat ini sekali lagi, dengan sangat teliti. Barangkali saja ada jalan masuk yang lain," kata Jack. "Mungkin ada lubang kecil yang tertimbun pasir, dan orang itu masuk lewat situ."
Mereka lantas memeriksa dengan sangat teliti, dibantu oleh Skippy. Tapi percuma saja! Biar Skippy sudah mengendus-endus ke mana-mana, dan anak-anak sibuk menggali di sana-sini untuk memeriksa kalau-kalau ada lubang tersembunyi di dasar dinding gua, tapi mereka tak berhasil menemukan sesuatu yang bisa memecahkan rahasia aneh itu.
"Benar-benar aneh," kata Peter pada akhirnya. "Aku tadi bilang aku merasa tak enak. Dan sekarang semakin tidak enak saja perasaanku. Menurut pendapatku lebih baik kita pergi dari gua ini. Kita mencari tempat pertemuan yang lain. Tak enak apabila barang-barang kita saban kali hilang dan diacak-acak tamu tak dikenal."
"Betul, aku juga tak ingin lebih lama di sini," kata Janet menyetujui. "Sayang! Tempat ini sebenarnya sangat menyenangkan. Yah, sebentar lagi kawan-kawan pasti sudah datang. Jadi lebih baik kita bereskan sedikit tempat ini. Lalu kalau mereka datang, akan kita katakan bahwa kita akan pindah lagi."
Tak lama kemudian para angg
ota selebihnya datang. Mereka berjalan berempat sambil mengobrol dan tertawa-tawa. Begitu mereka masuk ke dalam gua, Peter langsung menceritakan hal yang terjadi di situ. Kawan-kawannya mendengarkan dengan kaget.
"Benar-benar aneh," kata George. "Aku tak mengerti! Barang-barang kita diambil. Makanan, bantal, dan juga buku-buku. Seakan-akan pencurinya sedang bersembunyi, dan memerlukan barang-barang itu."
"Kurasa apabila salah seorang di antara kita yang laki-laki bersembunyi dalam gua malam ini, mungkin akan bisa melihat orang itu," kata Colin. "Seorang dari kita yang menjaga, atau bisa juga berdua."
Anak-anak bungkam semua. Tak ada yang kepingin menerima tugas itu. Karena tamu misterius itu rasanya bukan orang yang menyenangkan!
"Yah," kata Peter kemudian. "Aku bukan anak penakut. Tapi dalam gua ini tak ada tempat di mana kita bersembunyi. Karena itu kurasa usulmu tidak kena, Colin! Maksudku, orang yang menyelinap masuk akan lebih dulu melihat kita, sebelum kita sempat melihatnya. Dan terus terang saja, aku tak kepingin berjumpa dengan dia."
"Aku juga tidak," sambung Jack. "Kurasa lebih baik kita pindah dari sini, mencari tempat berkumpul yang lain. Apa gunanya repot-repot membawa barang-barang kita ke mari, kalau toh dicuri orang begitu kita pergi!"
Anak-anak mulai membenahi barang-barang. Suasana saat itu sedih sekali.
Skippy memperhatikan kesibukan mereka dengan heran. Kenapa tampang anak-anak kelihatan begitu lesu" Dan kenapa barangbarang dikemasi semuanya" Wah, kalau begitu ia pun harus cepat-cepat mengambil tulangnya. Ia tidak mau ditinggal, apabila Sapta Siaga pergi meninggalkan gua itu! Skippy lari ke pojok gua, tempat ia menyembunyikan tulang. Tapi saat itu penciumannya yang tajam mengendus bau benda lain. Letaknya tak begitu jauh, pada tonjolan batu yang rendah. Apakah benda yang dicium baunya itu milik anak-anak"
Kalau menurut baunya, rasanya bukan. Skippy tahu persis siapa di antara ketujuh anggota Sapta Siaga yang memiliki sepatu atau sarung tangan yang tercium baunya. Skippy mengendus-ngendus benda yang terletak pada tonjolan batu itu, lalu menggondolnya. Barangkali saja barang itu kepunyaan salah seorang anggota Sapta Siaga, ia lari dengan benda itu ke tempat Peter, lalu menjatuhkannya di depan kaki anak itu. Skippy menggonggong untuk memberitahukan.
"Eh! Apa itu, Skip"" tanya Peter. Ia membungkuk dan mengambil benda yang terletak di pasir. Sebuah buku notes kecil. Buku itu kotor, diikat dengan gelang karet. "He buku ini kepunyaan siapa"" tanya Peter sambil mengacungkan benda itu ke atas.
Ternyata bukan kepunyaan anak-anak.
Jack datang mendekat. Kelihatannya ia tertarik.
"Peter," serunya. "Mungkin barang itu kepunyaan tamu aneh kita, dan terjatuh di sini! Coba periksa isinya!" Peter melepaskan gelang karet yang mengikat, lalu membuka buku catatan itu. Tiba-tiba matanya bersinar gembira.
Betul!" katanya dengan suara pelan. "Buku itu memang kepunyaan orang itu. Dan ini namanya tertulis di sini! Wah, ini benar-benar penemuan hebat. Buku ini rupanya terjatuh, ketika ia datang merampok perbekalan kita kemarin malam!"
Kawan-kawannya segera mengerubung. Mereka semua ingin ikut melihat. Peter menuding nama yang tertulis di sampul depan buku notes itu.
"Albert Tanner," katanya sambil membaca tulisan itu. "Dialah tamu misterius kita. Albert Tanner! Siapa itu" Yah, dengan salah sate cara, kita akan berhasil mengetahuinya juga!"
IX Rencana Menarik "Yuk, kita cepat-cepat saja pergi dari sini," kata Colin setengah berbisik. Ia celingukan, memandang berkeliling dengan perasaan waswas. "Kalau orang yang bernama Albert Tanner itu ada di dekat-dekat sini, ia tidak boleh tahu bahwa kita menemukan buku notesnya. Dan kurasa ia ada di dekat sini. Yuk, kita kan sudah siap untuk berangkat. Kita cepat-cepat saja pergi dari sini, nanti secara diam-diam kita memeriksa isi buku notes itu."
Tak lama kemudian mereka berangkat meninggalkan gua yang seram. Masing-masing membawa barang. Tapi kaleng-kaleng diangkut dalam keadaan sudah kosong, jadi tidak terasa berat. Kumpulan buku seri 'Lima Sekawan' kepunyaan Colin
separuhnya hilang. Begitu pula majalah, kebanyakan ternyata tidak ada lagi di tempat semula. Rupanya tamu misterius itu gemar juga membaca!
Anak-anak berbondong-bondong memasuki kebun Peter. "Kurasa kita kembali saja dulu ke pondok peranginan kami," kata Peter. "Tempat itu memang kurang enak, tapi setidaktidaknya di sana kita bisa berunding dengan tenang."
Tak lama kemudian mereka sudah duduk di bangku panjang yang ada dalam pondok. Skippy berbaring di lantai, di tempat yang disinari cahaya matahari hangat. Lidahnya terjulur ke luar.
Peter mengeluarkan buku notes tua yang ditemukan di gua dari kantongnya. Dibukanya buku itu, sementara kawan-kawannya mengerubung berdesak-desakan. Mereka semua ingin tahu, apa isi buku itu. Peter membalik-balik halaman demi halaman.
"Namanya tertulis di sampul depan," kata Peter. "Albert Tanner. Jadi setidak-tidaknya sekarang kita mengetahui, siapa tamu yang selalu menyelinap masuk kalau kita tidak ada dalam gua. Tapi kecuali itu, kelihatannya tak banyak yang tertulis di sini. Cuma beberapa catatan keuangan dan tanggal-tanggal, serta di sana sini beberapa kata. Nanti dulu nah, ini kentang lobak tomat tepung'. Kurasa ini cuma catatan barang-barang belanjaan saja."
Peter meneruskan kesibukan membalik-balik halaman buku notes itu. "Ini ada lagi daftar belanja, serta beberapa angka. Kelihatannya buku catatan ini tidak besar gunanya bagi kita!"
Jack mengambil buku notes itu dari tangan Peter, lalu membalik-balikinya. Pada bagian belakangnya terdapat sampul kulit terlipat, tempat menaruh uang kertas. Peter tidak sempat melihatnya tadi. Jack menyelipkan jari ke dalam lipatan, untuk memeriksa kalau-kalau ada barang di situ. Dan ternyata memang ada! Secarik kertas kecil yang sudah lusuh. Pada kertas itu tertera tulisan yang berbeda dengan tulisan Albert Tanner.
"Lihatlah," kata Jack. "Kertas ini terselip di sebelah belakang notes. Coba lihat nih! Surat untuk Albert Tanner!"
"Apa isinya"" tanya Janet ingin tahu. "Ada gunanya untuk kita atau tidak""
"Ah, cuma surat pendek saja," kata Jack sambil memicingkan mata, karena tulisan di kertas itu kabur. "Di sini tertulis, 'Tak berani menuliskannya di sini. Jim kenal tempat itu. Ia yang akan mengatakan padamu. Jumpai dia di bangku depan kantor pos pukul 8 malam tanggal 15. Ted.'"
"Tanggal 15. He, itu kan hari ini!" kata Peter. "Coba bacakan sekali lagi. Kurasa itu pesan penting kedengarannya sangat misterius. Apakah yang dimaksudkan dengan 'tempat' yang akan dikatakan oleh Jim pada Albert" Wah, coba kita bisa mengetahui maknanya. Lalu kita bisa pergi ke 'tempat' yang akan dikatakan oleh Jim, dan mengadakan penyelidikan di situ." Para angota Sapta Siaga timbul kegairahannya. Colin menarik lengan kemeja Peter.
"Malam ini aku akan pergi ke kantor pos, lalu duduk di bangku yang terdapat di depannya. Barangkali saja aku bisa melihat orang yang bernama Jim, dan mendengar apa yang akan dikatakannya pada Albert. Dan aku juga akan bisa melihat Albert!"
Anak-anak diam semua. Suasana dalam pondok menjadi semakin asyik.
"Kita berempat ke sana," kata Peter. "Kita yang laki-laki saja. Anak-anak perempuan tidak usah! Cuma kami berempat saja."
"Kau tidak bisa ikut," kata Janet menyela. "Kau kan akan nonton malam nanti. Kita berdua kan diajak lbu. Dan George juga diajak. Masa sudah lupa""
"Aduh, betul juga katamu itu," kata Peter sambil menepuk kening. "Memang, kita tidak bisa membatalkan rencana itu tanpa menimbulkan kecurigaan. Kalau begitu Colin dan Jack saja yang pergi ke kantor pos. Kalian berdua harus memasang telinga, mendengarkan dengan teliti apa saja yang mereka bicarakan!"
"Beres!" kata Colin gembira. "Kau bisa pergi nanti malam, Jack""
"Terang dong!" kata Jack. "O ya, Peter bagaimana jika setelah itu kami membuntuti Albert dan Jim" Satu membuntuti Albert, dan yang satu lagi menyelinap di belakang Jim. Mungkin saja ada gunanya mengetahui di mana tempat tinggal Jim. Kalau aku, aku ingin membuntuti Albert jika ia kembali ke gua!"
"Ide bagus," kata Peter menyetujui. "Sayang aku tak bisa ikut. Tapi apa boleh buat! Aku sendiri yang membuj
uk-bujuk ibuku, supaya kami diajak nonton malam ini. Karenanya aku tak mungkin bisa tiba-tiba membatalkan lagi."
Anak-anak kembali meneliti surat yang ditulis dengan tergesa-gesa itu. Tulisannya acak-acakan. Peter membacanya sekali lagi.
"Tak berani menuliskannya di sini. Jim kenal tempat itu. Ia yang akan mengatakan padamu. Jumpai dia di bangku depan kantor pos pukul 8 malam tanggal 15. Ted." "Mungkinkah di tempat yang dimasukkan dalam surat ini, ada sesuatu yang disembunyikan"" tanya Janet.
"Ya, mungkin saja," kata Peter sambil berpikir. "Dan kalau sampai disembunyikan, tentunya barang berharga. Dan jika berharga dan disembunyikan, pasti barang curian!"
"Betul! dicuri oleh orang yang bernama Ted, lalu disembunyikan," sambung Colin. "Atau mungkin pula dicuri oleh Ted bersama-sama dengan Albert lalu disembunyikan oleh Ted, yang kemudian mungkin ditangkap lalu dimasukkan ke dalam penjara. Sekarang ia menyuruh Albert mengambil barang yang disembunyikan itu."
Kawan-kawannya tertawa. "Kau memang pandai mengarang," kata Jack. "Kurasa persoalannya tak sehebat itu. Tapi biar begitu, begitu kita mengetahui tempat yang dimaksudkan kita akan langsung ke sana. Mudah-mudahan kita bisa lebih cepat daripada Albert!"
"Ya! Dan kurasa itu takkan mudah," kata Peter. "Siapa tahu, barangkali Albert akan langsung ke sana."
"Mudah-mudahan," kata Colin. "Kami akan menyelinap di belakangnya, dan dengan begitu ia akan menunjukkan tempat yang misterius itu!"
"Aku sangat kepingin bisa ikut dengan kalian malam nanti," kata Peter menyesal. "Tidak sering terjadi petualangan seasyik itu. Aduh, sayang aku sudah ada janji dengan ibuku!"
X Peristiwa Pukul Setengah Sembilan
Pukul delapan tepat malam itu, Colin bertemu dengan Jack di depan kantor pos. Malam itu gelap, karena di langit tak ada bulan. Keduanya berjalan menuju bangku yang terdapat di bawah sebatang pohon besar di depan kantor pos. Mereka berjalan sambil berbisik-bisik. "Bagaimana rencana kita selanjutnya"" bisik Colin. "Di mana enaknya kita bersembunyi" Di belakang pohon, di bawah bangku atau di mana""
"Kita tidak boleh bersembunyi di satu tempat saja," kata Jack. "Nanti kalau ketahuan dan diusir, kita tidak bisa ikut mendengarkan pembicaraan mereka lagi. Kurasa sebaiknya seorang dari kita bersembunyi di bawah pohon, sedang satu lagi memanjat ke atas pohon."
"Ya, betul bagus idemu itu," kata Colin. "Sebaiknya kau saja yang memanjat ke atas. Lututku sedang sakit. Tadi siang aku terjatuh di tangga menuju ke ruangan bawah tanah di rumah. lbuku langsung panik. Aku sudah takut, jangan-jangan lantas disuruh istirahat di tempat tidur. Untung saja tidak. Tapi saat ini lututku kaku, karena dibalut!"
"Baiklah, aku saja yang naik ke atas pohon," kata Jack. "Tapi sebaiknya sekarang saja aku memanjat, sebelum ada orang datang. Saat ini kebetulan sedang sepi di sini."
Tak lama kemudian Jack sudah duduk di atas sebatang dahan yang kokoh. Sedang Colin bersembunyi di belakang pohon. Mereka menunggu dengan diam-diam. Lonceng gereja berdentang (satu kali). Pukul delapan lewat seperempat. Jantung Colin berdebar keras. Wah! Asyik rasanya mengintai begini seperti detektif.
Sepuluh menit setelah itu ada orang datang. Mereka berdua, berjalan sambil bergandengan. Colin langsung mengecilkan tubuh. Ia menahan napas. Tapi ternyata yang datang itu sepasang suami istri yang sedang jalan-jalan sambil mengobrol. Setelah itu datang seorang laki-laki yang berjalan dengan cepat, diiringi seekor anjing.
Kemudian datang seorang laki-laki. Orang itu berjalan menyelinap. Langkahnya nyaris tak kedengaran. Rupanya ia memakai sepatu bersol karet. Kelihatan bahwa ia berusaha untuk menjauhi sinar lampu jalan. Seakan-akan tak mau tampangnya kelihatan orang! Orang misterius itu menuju ke bangku di depan kantor pos, lalu duduk di situ. Colin nyaris tak berani bernapas lagi!
Jack yang bersembunyi di atas pohon berusaha mengintip ke bawah. Tapi tempat itu sangat gelap. Tak banyak yang bisa dilihatnya, kecuali bahwa orang yang baru datang itu mengisap rokok.
Setelah itu muncul pula seorang laki-laki dari seberang j
alan. Ia juga bergerak menyelinap dalam bayangan. Ia menuju ke bangku, lalu duduk di situ. Keduanya duduk agak berjauhan. Keduanya diam saja. Anak-anak yang mengintip menahan napas karena tegang.
Akhirnya orang yang lebih dulu datang mengatakan sesuatu.
"Rokok"" katanya. Rupanya ia menawarkan rokok pada orang yang satu lagi. Dan orang itu menjawab, "Terima kasih."
Orang yang pertama mengambil bungkusan rokok dari kantongnya, lalu menyodorkan sebatang pada orang yang baru datang. Setelah diambil, lantas dinyalakan. Nyala korek api yang menerangi tampang orang kedua, rupanya menyebabkan orang yang satu lagi lega.
"Kau Albert," katanya pelan.. "Betul kan"" Tapi sebelum Albert sempat menjawab, terjadi sesuatu yang menyebabkan kedua orang itu terlonjak karena kaget. Colin tiba-tiba bersin!
Colin kalau bersin memang selalu nyaring. Tapi bersinnya sekali itu nyaringnya tidak kepalang tanggung. Ia sendiri tidak sempat merasa akan bersin, sehingga ia ikut kaget seperti kedua orang yang duduk di bangku.
"HAAA CIIII!" Secepat kilat Albert lari ke belakang pohon dan menangkap Colin. Colin tidak bisa berbuat apa-apa, karena masih kaget. Pegangan Albert kuat sekali.
"Apa yang kau perbuat di sini"" tanya Albert. "Kenapa kau sembunyi di belakang pohon""
Colin digoncang-goncangnya, sehingga anak itu khawatir jangan-jangan lehernya nanti copot. Sementara itu orang yang kedua ikut menghampiri.
"Ah, ini kan cuma anak kecil," katanya. "Kau tampar saja sekali, lalu suruh dia pergi. Kita tak boleh menimbulkan keributan di sini."
Temannya menampar Colin, lalu mengusirnya Colin pergi terhuyung-huyung. Nyaris saja ia jatuh. Albert mengejarnya. Colin lari pontang-panting ketakutan. Jack yang bersembunyi di atas pohon, ikut merasa ketakutan. Apakah ia perlu menolong Colin" Tidak, pada saat ia turun, pasti akan sudah terlambat. Ah! Syukurlah, Colin berhasil melarikan diri. Jack berpegang erat-erat ke dahan tempatnya duduk. Ia agak gemetar.
Kedua laki-laki itu berdiri lagi di bawah pohon. "Kurasa kita harus cepat-cepat pergi dari sini," kata orang yang pertama dengan suara setengah berbisik.
"Kau harus mengatakan sesuatu padaku," kata Albert mengingatkan. "Betul! Orang-orangan," kata orang yang pertama dengan suara yang lebih dipelankan lagi. "Di situlah tempatnya. Cari dekat orang-orangan."
"Terima kasih," kata Albert. Setelah itu ia menyelinap pergi. Sesaat kemudian ia sudah hilang dalam gelap. Jack berharap, moga-moga saja Colin mengikuti Albert dari belakang. Ia sendiri tak mungkin melakukannya, karena untuk turun dengan hati-hati dari atas pohon ia akan memerlukan waktu satu sampai dua menit. Tapi orang yang kedua mungkin ia bisa membuntuti orang itu.
Tapi ketika Jack tiba di bawah, kedua orang itu sudah menghilang. Jack lantas pergi secepat mungkin, meninggalkan tempat itu. Hatinya tidak enak. Bagaimana dengan Colin" Sebaiknya ia pergi saja melihat ke rumah kawannya itu.
Sesampai di rumah Colin, dilihatnya lampu di kamar tidur anak itu menyala. Ah, syukurlah! Jack melemparkan kerikil ke atas dan mengenai kaca jendela. Daun jendela dibuka dengan hati-hati dari dalam. Nampak kepala Colin terjulur ke luar.
"Colin! Ssst! Aku yang datang Jack! Kau tidak apa-apa"" tanya Jack setengah berbisik.
"Aku selamat. Aku tadi memang kena tampar, tapi kemudian berhasil melarikan diri. Tak ada yang melihat diriku masuk ke dalam rumah. Kau sendiri bagaimana" Ada yang berhasil kau dengar""
"Ya, tapi kurasa tidak banyak gunanya bagi kita," kata Jack. "Wah, bersin mu tadi keras sekali, Colin!"
"Memang. Aku sendiri sampai kaget. Aku ..." Colin tak jadi melanjutkan ceritanya. Anak itu cepat-cepat menarik kepalanya masuk. Jack mendengar suara Colin berbicara dengan seseorang yang ada dalam kamarnya. Dengan cepat ia lari keluar dari pekarangan rumah temannya itu.
Orang-orangan, pikirnya. Apa lagi artinya perkataan itu" Ia tidak tahu. Mungkin Peter mengetahuinya. Jack tidak sabar lagi menunggu besok, karena ingin cepat-cepat melaporkan pada Peter!
XI Sapta Siaga Mulai Beraksi
Besok paginya diadakan rapat dalam pondok peranginan. Peter, Janet d
an juga Skippy sudah tidak sabar menunggu Jack dan Colin datang.
Pam dan Barbara datang paling dulu. Seperti biasa, kedua anak itu datang bersama-sama. Setelah itu George datang. Sedang Jack dan Colin datang paling akhir.
"Maaf, kami agak terlambat," kata Jack. "Aku tadi mampir dulu ke tempat Colin. Lututnya masih kaku, jadi tidak bisa berjalan cepat-cepat. Tapi kemarin malam, larinya tidak bisa dibilang pelan. Ya kan, Colin""
Colin meringis. Tulang pipinya sebelah kiri nampak kebiru-biruan, bekas kena tampar kemarin malam. Ia agak bangga, karena bekas itu merupakan tanda bukti keberaniannya.
"Kami membawa kabar baru," kata Jack. la merasa dirinya penting sekali, ketika melihat muka teman-teman yang semua ingin tahu.
"Cepat dong, ceritakan," kata Peter tak sabar lagi. "Bagaimana, jadikah kedua orang itu berjumpa di depan kantor pos" Lalu ada yang berhasil kalian tangkap dari pembicaraan mereka"" -
"Ceritakan semuanya mulai dari awal," kata Janet. "Aku ingin mengetahui segala-galanya, supaya bisa terbayang dengan jelas di depan mataku."
"Baiklah," kata Jack. "Ceritanya begini. Seperti sudah disepakatkan, aku dan Colin bertemu pukul delapan malam di depan kantor pos. Lalu kedua laki-laki itu datang pukul setengah sembilan. Tentu saja kami berdua sudah bersembunyi saat itu. Colin di belakang pohon, sedang aku memanjat ke atas dahan."
"Bagus," kata Peter. "Tapi kemudian, ketika kedua orang itu baru saja mulai berbicara, tahu-tahu Colin bersin," kata Jack. "Wah, bersinnya keras sekali, sampai nyaris saja aku terjatuh dari pohon."
"Astaga!" kata Janet, ikut kaget. "Lalu, apa yang terjadi sesudah itu""
"Colin tertangkap oleh kedua laki-laki itu. Lihat saja sendiri hasilnya di pipi kiri," kata Jack sambil menuding. Kawan-kawan mereka memandang ke pipi Colin dengan kagum. Saat itu Colin merasa seakan-akan tingginya bertambah beberapa senti lagi. Begitu bangga perasaannya, karena dikagumi!
"Lalu setelah itu Colin cepat-cepat lari. Dan aku, aku tidak turun dari pohon," kata Jack. Ia sendiri asyik mengingat peristiwa kemarin. "Wah, pengalamanku saat itu benar-benar tegang! Kedua lakilaki yang di bawah pohon melanjutkan pembicaraan dengan suara pelan. Tapi aku masih berhasil menangkap persoalan yang paling penting."
"Apa maksudmu"" tanya Peter. "Sudahlah, bercerita jangan terlalu panjang kaya ular saja, berbelit-belit. Langsung saja pada pokok persoalan."
"Orang yang lebih dulu datang mestinya dialah Jim yang disebutkan dalam surat ia mengatakan 'Orang-orangan!' Jack merendahkan suaranya, menirukan cara kedua laki-laki itu berbicara. 'Orang-orangan! Di situlah tempatnya,' kata orang yang pertama. Setelah itu mereka pergi. Aku tak sempat membuntuti, karena masih di atas pohon."
"Kau melakukan tugasmu dengan baik, Jack," kata Peter memuji. "Sayang Colin bersin pada saat yang tidak tepat. Tapi pokoknya Jack berhasil menangkap perkataan yang rupanya penting artinya. Maksudku kata 'Orang-orangan'."
"Tapi apa maksudnya"" tanya Jack. "Kau tahu maksudnya" Apakah orang-orangan sungguhan yang biasa ditancapkan di sawah-sawah untuk mengusir burung""
"Bukan! Di tepi lapangan desa ada sebuah tempat penginapan kecil, namanya 'The Scarecrow'. Bukankah Scarecrow artinya orang-orangan"" kata Peter.
"Aku sering lewat di depan tempat penginapan itu, kalau sedang naik mobil bersama ayahku. Yuk, kita ke sana sekarang. Kita menyelidiki tempat itu. Mungkin di sekitar itu disembunyikan barang yang berasal dari pencurian. Atau bahkan perampokan!"
"O ya, sekarang aku ingat lagi!" kata Janet. "Aku juga pernah melihat tempat itu. Yuk, kita sekarang saja ke sana, Peter! Sebelum Albert sempat mengambil apa-apa."
"Betul! Kita harus sekarang juga ke sana!" kata Peter. "Barangkali kita akan menemukan Albert yang sedang sibuk menggali di salah satu sudut kebun di situ. Aku kepingin tahu, apa yang hendak diambilnya!"
Ketujuh anak itu merasakan semangat mereka berkobar-kobar. Mereka selalu begitu, jika menghadapi petualangan seru. "Kita pergi naik sepeda," kata Peter. "Bagaimana, Colin" Bisakah naik sepeda dengan lututmu yang kaku""
"Aku bi sa mengayuh dengan satu kaki," kata Colin cepat-cepat. la tidak ingin ketinggalan, karena soal lutut saja. "Yuk, yang tidak datang dengan sepeda cepat-cepat mengambil sepeda masing-masing."
"Kita nanti berkumpul di persimpangan jalan, dekat lumbung gandum yang tua," kata Peter. "Kalau semua sudah berkumpul, kita lantas berangkat bersama-sama. Wah, pasti asyik petualangan kita nanti!"
Beberapa saat kemudian mereka sudah bergabung kembali di persimpangan jalan. Colin juga datang dengan sepeda, walau ia hanya bisa, mengayuhnya dengan satu kaki. Jack datang paling kemudian. Tampangnya cemberut.
"Ada apa, Jack"" tanya Janet ketika melihat tampang anak itu. "Kau mengalami kesulitan dengan orang tuamu di rumah""
"Bukan orang tuaku. Tapi Susi," kata Jack sambil mengeluh. "Katanya tadi pagi ia pergi ke gua kita bersama Jeff. Kalian ingat kan, aku terpaksa menceritakan tentang soal itu padanya di depan Susi. Lalu tadi ketika Susi melihat kita sudah pergi, ia dan Jeff memutuskan untuk memakai tempat itu sebagai tempat pertemuan mereka! Benar-benar menjengkelkan adikku itu!"
"Biar saja mereka memakainya jika mau!" kata Peter. "Barangkali Albert akan datang lagi dan mengambil barang-barang mereka. Biar tahu rasa kedua anak itu!"
"Aku masih tetap bingung, bagaimana caranya Albert bisa masuk ke dalam gua tanpa melewati lubang masuk," kata Janet. "Kita sekarang tahu ia menyelinap masuk sewaktu kita sedang bermain sembunyi-sembunyian. Tapi kemudian ketika ia mencuri barang-barang kita, ia tidak lewat depan. Kalau lewat di situ, tentunya jaring benang yang kita pasang sebagai perangkap pasti sudah putus-putus."
"Aku punya perasaan, orang yang bernama Albert itu mungkin ada di tempat penginapan yang bernama 'The Scarecrow'!" kata Peter. "Kalau ia sudah berhasil menemukan benda yang dicarinya, kurasa ia takkan masuk lagi ke gua."
"Lihat!" seru Pam yang bersepeda paling depan. "Itu dia tempat yang kita cari! 'The Scarecrow'! Wah, kelihatannya sudah tua sekali. Pasti sudah beratus-ratus tahun umurnya. Yuk kita cepat-cepat saja ke sana!"
XII 'THE SCARECROW' Ketujuh anggota Sapta Siaga bersepeda mendekati tempat penginapan itu. Bangunannya kelihatan sudah tua sekali, dan juga sudah reyot. Di atas pintu depan tergantung selembar papan yang berderikderik kena angin. Pada papan itu nampak gambar orang-orangan pengusir burung di tengah ladang berwarna kuning. Dan di bawah gambar orang-orangan tertulis namanya.
"The Scarecrow, " kata Peter sambil turun dari sepeda. "Kita sudah sampai. Kalian harus membuka mata lebar-lebar, untuk melihat kalau ada orang yang mungkin bernama Albert."
Anak-anak menyandarkan sepeda mereka ke pagar tanaman, lalu pergi ke tempat penginapan itu. Kelihatannya tak ada orang di situ. Tempat penginapan 'The Scarecrow' kelihatannya tak didiami lagi.
"Mestinya masih ada orang di sini," kata Colin. "Lihatlah, ada beberapa ekor ayam berkeliaran di pekarangan!"
Ketujuh anak itu menghampiri pintu depan.
"Kelihatannya dikunci," kata Peter dengan heran. "Ya, betul tempat penginapan ini sudah tidak dipakai lagi. Jendela dan pintu depan dipaku dengan palang."
"Kita coba memeriksa ke belakang," kata Jack. "Rumah ini mestinya ada yang menjaga. Kita bisa pura-pura minta air minum, atau menanyakan jalan ke Penton atau apa saja."
Mereka lantas pergi ke belakang. Seorang wanita tua nampak sedang sibuk menggantung cucian di pekarangan yang sempit. Wanita itu rambutnya sudah putih. Kelihatannya tidak ramah.
"Maaf, Bu bolehkah kami minta minum sedikit"" tanya Peter sesopan mungkin.
"Ambil saja sendiri di sumur," kata wanita tua itu.
"Terima kasih," jawab Peter. Lalu ia bertanya lagi, "Tempat penginapan ini tidak buka lagi""
"Betul. Sudah ditutup pemiliknya sejak beberapa bulan yang lalu," jawab wanita itu sambil menggantungkan kain seprai. "Aku cuma penjaga saja di sini. Tempat ini sangat sepi. Sejak enam minggu yang lalu baru kalian yang datang ke sini, kecuali tukang susu dan pesuruh dari toko bahan makanan."
"O begitu," kata Peter. Lalu ia bertanya lagi, "Kalau begitu Ibu tentunya tidak mengenal seorang laki-laki
bernama Albert, ya, Bu""
"Kau kalau bicara jangan lancang," kata wanita itu tiba-tiba marah. "Siapa mengizinkanmu untuk seenaknya menyebut nama suamiku dengan Albert" Untuk anak-anak seperti kalian, namanya Pak Larkworthy mengerti! Kalian harus tahu aturan! Nah, itu dia suamiku. Akan kusuruh dia menghajar kalian, jika bersikap kurang ajar terhadapnya!"
Anak-anak melihat seorang laki-laki tua muncul dari tempat penginapan. Orangnya sudah tua sekali. Jalannya terbungkuk-bungkuk, bertopang pada tongkat. Astaga, mereka sama sekali tak bermaksud hendak kurang ajar. Dari mana mereka bisa tahu bahwa suami wanita tua itu kebetulan juga bernama Albert"
"Maksud kami bukan suami Ibu," kata Peter bergegas menjelaskan. "Sungguh, bukan maksud kami hendak seenaknya menyebut suami Ibu dengan nama kecilnya. Kami sebetulnya mencari seseorang bernama Albert, yang mungkin kebetulan ada di sini pagi ini."
"Pokoknya aku tak suka pada anak-anak yang kurang ajar," kata wanita tua itu. "Ayo pergi dari sini! Nanti kusuruh suamiku mengusir kalian, kalau belum pergi juga!"
Ketujuh anggota Sapta Siaga meninggalkan tempat itu dengan pelan-pelan, sambil memperhatikan keadaan sekitar situ.
"Bagaimana pendapatmu, Peter"" tanya Jack ketika mereka sudah kembali di tempat mereka menaruhkan sepeda. "Mungkinkah Albert yang kita maksudkan datang ke sini""
"Tidak," jawab Peter. "Kurasa kita keliru. Kurasa wanita tua tadi tidak bohong. Mungkin ia betul-betul sudah berminggu-minggu tak melihat orang lain. Astaga, aku tadi betul-betul kaget ketika mendengar bahwa suaminya juga bernama Albert. Tak heran jika ia menyangka kita mau berbuat kurang ajar!"
"Aku sempat memperhatikan kebun," kata George. "Kelihatan jelas jika di situ tidak dikuburkan apa-apa. Yang kelihatan cuma rumput liar saja, setinggi perut. Tempat ini sudah lama tidak dibersihkan!"
"Ya, aku juga melihatnya," kata Peter. "Seperti kukatakan tadi, kita salah tebak. Sekarang, apa yang harus kita lakukan selanjutnya" Alangkah baiknya, jika kita tahu di mana Albert yang satu lagi sedang berada saat ini!"
"Mungkin sedang menakut-nakuti Jeff dan Susi, dalam gua kita," kata Jack sambil nyengir.
"Mudah-mudahan saja," kata Peter kesal. "Biar tahu rasa mereka. Tak bosan-bosannya mengganggu kita terus!"
"Lalu apa yang akan kita lakukan sekarang"" tanya Janet. "Peter, mungkinkah kita harus mencari dekat orang-orangan yang sebenarnya""
Peter memikir-mikir sebentar. "Ya, mungkin juga," katanya kemudian. "Sebetulnya aku merasa yakin sekali bahwa yang dimaksudkan adalah tempat penginapan yang namanya begitu. Tak terpikir olehku, bahwa mungkin yang dimaksudkan adalah orang-orangan yang sebenarnya. Jadi orang-orangan yang dipasang di tengah ladang, untuk mengusir kawanan burung yang hendak memakan gandum. Tapi kita kan tidak bisa berkeliaran di sekitar sini, memeriksa semua orang-orangan yang ada di tengah ladang!"
"Kenapa tidak"" sambut Colin. "Itu kan gampang! Kita berpencar, lalu pergi mendatangi semua perladangan dengan naik sepeda. Setiap orang-orangan yang kita lihat segera kita periksa, untuk meneliti apakah tanah di sekitarnya menunjukkan tanda-tanda bekas digali. Tanggung barang yang disembunyikan itu ditanam di sisi tempat sebuah orangorangan terpancang."
"Betul juga pendapatmu itu," kata Peter. "Tempat begitu memang cocok bagi seorang pencuri untuk menyembunyikan barang curiannya. Maksudku jika disembunyikan di lapangan tapi di tempat lain, tempat itu tak mungkin diberi tanda. Nanti akan menimbulkan kecurigaan. Kalau dipancangkan tongkat atau tiang, pasti petani pemilik ladang akan datang dan memeriksa. Tapi orang-orangan itu merupakan tanda yang wajar. Barang yang disembunyikan di situ takkan ditemukan orang, sampai saat setelah panen!"
"Betul! Dan kita tahu, mereka bermaksud mengambilnya lagi sebelum saat itu," kata George. "Nah, bagaimana sekarang" Jadikah kita berpencar, mencari orang-orangan""
"Ya," kata Peter. "Tapi hati-hati, jangan sampai ketahuan oleh petani pemiliknya. Mereka pasti akan marah jika melihat kita seenaknya saja berjalan melintas di tengah ladangnya, hanya karena in
gin melihat sebuah orang-orangan!"
Mereka berangkat lagi bersama-sama. Sementara itu Peter membagi-bagi tugas. "Kalian berdua mengambil jalan ke barat, Colin dan Jack. Pam dan Barbara, kalian ke timur. Kau mencari ke utara, George. Sedang aku dan Janet menuju ke selatan. Dengan begitu kita akan bisa memeriksa seluruh daerah di sini. Nanti pukul setengah tiga siang kita berkumpul lagi di pondok."
Tugas yang dihadapi Sapta Siaga kali ini benar-benar aneh! Berburu orang-orangan! Pam dan Barbara melihat sebuah yang potongannya seram. Jas yang dipakaikan pada orang-orangan itu menggelepargelepar kena angin. Di Inggris memang orang-orangannya keren. Tidak hanya memakai baju compang-camping. Tetapi memakai jas dan celana panjang segala. Tentu saja yang dipakainya jas dan celana panjang yang sudah tua.
Kedua anak perempuan itu memeriksa tanah di sekitarnya. Ternyata keras. Jadi tak mungkin habis digali beberapa waktu yang lalu. Karenanya mereka lantas melanjutkan pencarian ke tempat berikutnya.
Colin dan Jack menemukan dua buah orang-orangan. Orang-orangan yang satu terpancang di tengah-tengah sebuah kebun sayur. Walau mereka merasa yakin bukan itu orang-orangan yang mereka cari, tapi mereka toh mendatanginya untuk memeriksa.
Ketika mereka sedang sibuk, tiba-tiba datang seorang laki-laki membawa sekop. Begitu melihat Colin dan Jack, orang itu berteriak dengan marah,
"Ayo pergi! Kebun ini milikku pribadi. Kaliankah yang mencuri sayurku selama ini""
"Bukan!" Jack dan Colin membalas sambil berteriak pula. "Kami cuma ingin melihat orang-orangan Bapak!"
"Kalau kalian masuk lagi ke kebunku, dua-duanya kujadikan pengusir burung nanti!" teriak orang itu. Colin dan Jack cepat-cepat minggat. Lalu orang-orangan yang kedua mereka lihat terpancang di tengah ladang yang ditanami dengan gandum yang masih muda. Baru saja mereka melangkahkan kaki hendak menghampiri orang-orangan itu, datang seorang petani dengan seekor anjing. Kelihatannya anjing itu galak sekali. Mereka hanya sempat memeriksa sekejap, lalu cepat-cepat lari lagi sebelum disambar anjing.
"Hah! Lain kali kalian pasti akan digigit anjingku!" seru petani itu pada Colin dan Jack yang sudah menjauh dengan sepeda mereka.
"Ah, tidak enak rasanya berburu orangorangan seperti begini," kata Colin. Lututnya yang kaku terasa sakit. "Sudah dua kali kita terpaksa lari. Sekarang lututku kaku lagi."
George mencari seorang diri. Ia bersepeda dengan cepat menyusur jalan kecil ke arah utara. Tiba-tiba ia merasa melihat orang-orangan pengusir burung di belakang sebuah ladang. Dengan segera ia meloncat turun dari sepedanya, lalu menyelinap masuk lewat pagar. Tahu-tahu ia berhadapan dengan seorang pekerja yang sedang sibuk menggaruk jerami. Orang itu marah, ketika George tiba-tiba saja muncul dari balik pagar.
"Wah, maaf!" kata George terbata-bata. "Kusangka tadi, Anda orang-orangan."
Tentu saja orang itu semakin marah, karena dikatakan orang-orangan. Diambilnya segumpal tanah, lalu dilemparkan ke arah George. Tanah berhamburan mengenainya. George menyemburkan tanah yang masuk ke dalam mulutnya.
"Wah, jago juga orang-orangan hidup itu membidik," katanya sambil bersepeda lagi meninggalkan tempat sial itu.
Sedang Peter dan Janet, mereka sempat memeriksa empat orang-orangan. Jalan yang mereka lalui menyusuri tempat pertanian yang besar. Sebuah orang-orangan sangat menarik perhatian Janet. Di atas topi yang dipakaikan pada orang-orangan itu, seekor burung membuat sarangnya. Janet sangat asyik melihatnya, sehingga Peter terpaksa menyeret ketika mengajaknya pergi lagi!
Orang-orangan yang tiga lagi tidak begitu menarik. Dan melihat keadaan tanah di sekitar ketiga orang-orangan itu, jelaslah bahwa tak ada yang menguburkan apa-apa di situ.
Peter agak kecewa waktu bersepeda pulang bersama Janet.
"Begitu banyak kita menemukan orang-orangan, tapi tidak satu pun yang ada artinya bagi kita," katanya mengeluh. "Moga-moga saja kawan-kawan berhasil menemukan orang-orangan yang kita cari."
Sesampai di rumah, Ibu sangat kaget melihat sepatu mereka kotor sekali.
"Kami tadi melihat-lihat orang-orangan,
Bu," kata Janet. "Kami melihat satu yang lucu sekali. Ada sarang burung di atas topinya."
"Kalian harus melihat orang-orangan yang dipancangkan oleh pekerjaku, James, di tengah ladang kita," kata ayah mereka.
"Katanya, di kantong jas orang-orangan, itu ada sarang burung. Di masing-masing kantong ada satu. Katanya, sarang burung murai."
"Dari mana James bisa mengetahuinya"" tanya Janet heran. "Dia kan sudah nyaris buta pak tua itu!"
"Ya, tapi ia masih cukup awas, sehingga bisa melihat ada orang menginjak-injak tanamannya yang masih muda," kata Ayah. "James mengikuti jejak sepatu orang itu. Ternyata menuju ke orang-orangan yang kuceritakan tadi. Dari situlah James tahu tentang kedua sarang burung murai itu."
Seketika itu juga Peter menajamkan telinga.
"Ada orang berjalan di ladang kita, menuju ke orang-orangan"" katanya. "Siapa orang itu, Ayah" Dan untuk apa ia pergi ke orang-orangan""
"Aku sendiri tidak tahu," jawab Ayah. "cukup banyak orang kota yang konyol! Mereka mengira bisa seenaknya saja menginjak-injak tanaman orang. Kurasa orang itu datang dari kota."
Tapi Peter merasa pasti orang itu tentu Albert! Ia memandang ke arah lbu. "Bu anu eh, bolehkah aku melihat sarang burung itu sebentar"" katanya meminta. Ibu memandangnya dengan heran.
"Apa" Sekarang" Kan makan siang sudah siap! Sarang itu takkan terbang, Nak! Sehabis makan siang pun pasti masih ada di sana!"
Peter menatap Janet, yang dengan segera mengerti maksudnya.
"Kenapa tak terpikir oleh kita untuk memeriksa orang-orangan kita sendiri"!" Kalimat itu terlompat dari mulut Janet. "Padahal kita melihatnya setiap hari. Kita " Janet berhenti bicara, karena kakinya ditendang oleh Peter di bawah meja. Wah, hampir saja rahasia mereka ketahuan!
"Kenapa kalian tiba-tiba saja merasa tertarik pada orang-orangan"" tanya Ibu. "Moga-moga saja perhatian itu tidak lama. Sepatu kalian menjadi kotor sebagai akibatnya."
Peter dan Janet ingin agar makan siang sekali itu cepat selesai. Begitu diijinkan meninggalkan meja, mereka bergegas lari masuk ke kebun sambil memakai sepatu yang kotor.
"Seharusnya kita memeriksa orang-orangan kita sendiri!" kata Peter. "Kesal rasanya jika kuingat ketololan kita! Yuk, kita ke sana sekarang lalu memeriksa keadaan tanah sekitarnya. Kita membawa alat penggaruk, kalau-kalau kita menemukan sesuatu di situ. Tapi kurasa Albert sudah mendului kita. Ayo, cepatlah sedikit!"
XIII Kabar Baru Peter dan Janet bergegas lari ke kebun sebelah belakang, lalu keluar lewat gerbang yang ada di sana. Mereka mengitar kebun kentang, dan akhirnya sampai di ladang gandum.
Di tengah-tengah ladang terpancang orang-orangan yang dibuat oleh James, pekerja yang membantu ayah mereka. Orang-orangan bagus buatannya. Sebuah topi tua bekas kepunyaan James tertengger pada bagian kepala. Tubuhnya terbungkus baju kaos merah yang sudah robek, serta jas tua yang kantongnya menggelembung. Ketika Peter dan Janet datang menghampiri, seekor burung murai terbang keluar dari kantong sebelah kiri. Tapi kedua anak itu sama sekali tidak sempat memperhatikan sarang burung yang ada di situ. Pandangan mereka terarah ke tanah di sekitar kaki orang-orangan itu.
Peter mengerang. Kedengarannya aneh sekali seolah-olah orang-orangan itu yang mengeluh, dan bukan Peter.
"Kita terlambat, Janet," katanya. "Lihatlah, sudah ada orang yang lebih dulu ke sini. Di mana-mana nampak tapak kaki. Yang ini bekas sepatu James. Tapi yang ini, yang kelihatannya bersol karet ini pasti bekas sepatu Albert!"
"Betul," kata Janet sambil memperhatikan jejak itu. "Dan tanah di sini, kelihatannya bekas digali. Ada sesuatu yang dikuburkan di sini, di sini orang-orangan ini. Aduh Peter, kenapa kita tidak mencari terlebih dulu ke sini""
"Toh tak ada gunanya," kata Peter suram. "Kurasa Albert sudah tadi malam ke mari. Ia takkan mau menggali pada siang hari. Ia dengan sendirinya tahu, orang-orangan mana yang dimaksudkan dalam pembicaraannya malam itu. Tapi kita tidak tahu. Padahal orang-orangan kita sendiri!"
"Coba kaugali sedikit di sekitar sini, untuk melihat kalau-kalau masih ada yang tertinggal," k
ata Janet. "Mustahil," kata Peter lesu. "Kurasa barang yang disembunyikan di sini pasti ditaruh dalam tas. Dan tasnya harus kuat, supaya tahan tertimbun tanah lembab."
Peter masih mengorek-ngorek sedikit dengan alat penggaruk yang dibawanya. Tapi ia cuma menemukan seekor cacing.
"Sial," kata Peter jengkel. "Kita terlalu tergesa-gesa mengenai urusan orang-orangan. Sekarang kita terlambat Albert sudah mengambil barang yang diingini, dan kini tentunya sudah minggat."
"Ya, kurasa juga begitu," kata Janet. "Aku takkan heran jika ia sudah tahu dari semula bahwa barang yang hendak diambilnya tersembunyi di daerah sini. Karena itulah ia lantas bersembunyi dalam gua kita. Maksudnya supaya bisa lekas berhubungan dengan orang yang satu lagi siapa namanya" Ah ya, betul, Jim! Lalu bisa mengambil barang tersebut dengan mudah."
"Kurasa perkiraanmu tepat, Janet," kata Peter. "Dan kalau begitu barang yang mungkin berasal dari pencurian itu, tentunya berasal dari daerah sini pula. Aku ingin tahu, apakah akhir-akhir ini di sekitar di sini terjadi pencurian atau perampokan."
Mereka kembali ke rumah. Saat itu sudah hampir pukul setengah tiga. Para anggota Sapta Siaga yang selebihnya sudah menunggu dalam pondok. Mereka kecewa sekali ketika mendengar cerita Peter.
"Yah, kalau begitu ternyata tak seorang pun dari kita berhasil pagi ini," kata Jack. "Dan sama sekali tidak mengherankan, karena rupanya barang itu disembunyikan dekat orang-orangmu, Peter. Kita sial sekali ini! Coba kita sempat menggali dekat orang-orangan itu tadi malam, mungkin saja kita mendului Albert."
"Sekarang bagaimana"" tanya Pam. "Rasanya semua tidak lucu lagi sekarang. Kita tidak bermarkas di gua lagi sedang petualangan juga gagal."
"Aku akan ke gua sekarang," kata Jack sambil bangkit. "Kurasa senterku tertinggal di sana. Waktu itu kuletakkan di tempat yang tinggi. Mudah-mudahan saja tidak diambil Albert. Senter itu masih bagus."
"Yuk, kita ke sana saja, sambil jalan-jalan," kata Peter. "Kita membawa sekop. Di pasir yang agak lembab, kita bisa membuat bangun-bangunan dari pasir."
Mereka mengambil alat-alat itu dari dalam gudang, lalu berangkat menuju ke tempat penggalian pasir. Jack langsung pergi ke gua. Tapi tiba-tiba ia tertegun. Di dalam ada orang. la mendengar suara ribut-ribut. Kemudian kening Jack berkerut. la mengenali satu suara di antaranya. Suara adiknya, suara Susi! Jack jengkel. Sekarang pasti Susi akan mengejek-ejek mereka. Tapi suara siapa yang satu lagi" Kedengarannya seperti suara Jeff. Nekat benar kedua anak itu, berani datang ke gua.
Jack masuk ke dalam dengan kening berkerut. Jeff dan Susi nampak di belakang gua. Mereka sibuk menggali. "Susi!" bentak Jack. "Apa yang kaulakukan di sini""
Susi berpaling, lalu bergegas mendatangi abangnya. "Jack," katanya. "Untung kau datang. Tadi ada kejadian aneh di sini!"
"Apa"" tanya Jack dengan tidak sabar. "Kuanggap aneh bahwa kau dan Jeff berani datang ke sini, walau kami sudah meninggalkannya."
"Jangan marah, Jack. Aku benar-benar gembira bahwa kau datang," kata Susi. "Begini soalnya. Tadi aku datang ke mari bersama Jeff. Menurut pendapat kami, tempat ini sangat nyaman. Lalu kami menggali lobang, masing-masing satu. Kepunyaanku yang ini. Dan Jeff menggali lobangnya di sebelah sana. Itu dekat dinding. Karena kami menyangka kalian masih akan kembali lagi ke mari, kami lantas menimbun diri kami dengan pasir. Tinggal lobang hidung saja yang masih bebas, supaya bisa bernapas. Setelah itu kami berbaring diam-diam, menunggu kalian datang. Maksud kami, begitu kalian masuk kami akan menjerit kuat-kuat dan melompat ke luar dari lobang "
Jack mendengus. "Cuma itu saja yang hendak kau ceritakan" Sama sekali tak menarik."
"Tunggu dulu, Jack," kata Susi. "Kami berbaring diam-diam. Cuma ujung hidung kami saja yang masih tersembul di atas pasir. Tapi tahu-tahu ada orang datang dari arah belakang gua. Jeff kesakitan karena terinjak sepatu orang itu, sewaktu ia berjalan ke luar."
"Padahal kami tahu pasti gua itu kosong, sewaktu kami masuk," kata Jeff menambahkan. "Kami sudah memeriksa dengan teliti sebelum
nya. Lagipula di sini tak ada tempat bersembunyi. ' Jadi siapa orang itu, dan dari mana ia datang""
Jack mendengarkan dengan penuh perhatian. Ini benar-benar kabar menarik. Ia menoleh ke arah mulut gua, lalu berteriak keras-keras,
"PETER! JANET! KALIAN SEMUA CEPAT KE MARI! CEPAT, KATAKU!"
XIV Kawan-kawan Jack yang sedang sibuk membangun rumah pasir, mendengar teriakan anak itu langsung berhenti bermain. Mereka lari menuju gua.
"Ada apa"" tanya Peter. Kemudian ia tertegun, ketika melihat Susi dan Jeff ada di dalam. "Keluar!" teriaknya. "Ini gua kami, bukan kepunyaan kalian!"
"Tunggu, Peter," kata Jack menyabarkan. "Susi baru saja menceritakan kejadian aneh." Ia lantas mengulangi cerita Susi. "Jadi rupanya ada jalan masuk ke gua ini lewat sebelah belakang," kata Jack mengakhiri ceritanya. "Aku tahu, kita sudah memeriksa dengan sangat teliti sebelum ini. Tapi semestinya toh ada jalan rahasia! Susi, kau mendengar bunyi apa-apa sebelum orang itu keluar dari gua""
"Ya," jawab Susi. "Aku mendengar suara berdebam. Jeff juga mendengarnya." "Kedengarannya seperti orang melompat ke atas pasir," kata Jeff. "Seperti begini!" Anak itu melonjak ke atas. Terdengar bunyi berdebum pelan, ketika kakinya menyentuh tanah lagi.
"Kalau begitu di bagian belakang mestinya ada jalan lain lewat lobang dekat langit-langit," kata Peter. "Ada yang membawa senter."
"Ini punyaku," kata Jack. "Aku menemukannya masih terletak di tempat semula."
Peter mengambil senter itu.
"Yuk, kita harus memecahkan rahasia aneh ini," katanya. "Tapi tunggu dulu! Colin, kau menjaga di depan gua. Siapa tahu orang itu datang lagi. Kalau dia muncul, perhatikan tampangnya dengan teliti."
"Beres," kata Colin, lalu berjalan terpincang-pincang ke depan. Sebetulnya ia kepingin ingin ikut bersama kawan-kawannya. Anak-anak berdesak-desakan di belakang gua. Peter menyorotkan senter ke langit-langit di situ. Letaknya agak tinggi. Ia melihat bagian yang agak menonjol di dinding. Menurut perkiraannya, ia bisa naik ke situ.
"Tolong aku sebentar," katanya pada Jack. "Dan ini, Janet tolong pegangkan senter ini dulu."
Sesaat kemudian Peter sudah berdiri di atas batu yang menonjol. Diambilnya senter yang dipegang Janet, lalu disorotkannya sekali lagi ke arah langit-langit. Tiba-tiba ia berseru kaget.
"Ada apa"" tanya kawan-kawannya serempak. Mereka berjingkrak-jingkrak, karena tak bisa menahan rasa tegang.
"Di sini ada lubang. Dari tempat kalian tak nampak," kata Peter. "Dan ada seutas tali terjulur di dalamnya. Aku bisa menjangkaunya dari sini."
Kawan-kawannya menjulurkan leher, ingin melihat lubang yang dimaksudkan oleh Peter. Tapi tidak berhasil. Lubang itu terlindung di balik tonjolan batu. Peter mengantongi senter.
"Aku bisa memegang tali itu," serunya ke bawah. "Dan kurasa aku bisa memanjat ke atas dengannya. Setidak-tidaknya, aku akan mencoba."
Peter memegang tali dengan kedua tangan. Kemudian ia masuk ke dalam lubang, dengan jalan berpijak pada bagian-bagian dinding yang agak menonjol.
Selanjutnya ia memanjat tali seperti biasa dilakukan dalam jam pelajaran senam. Akhirnya ia sampai ke semacam serambi. Di situ ia beristirahat sebentar. Setelah itu ia berdiri dan menjulurkan kepala ke atas. Ternyata lubang itu berakhir di situ! Kepalanya tersembul di dasar sebuah gua lain! Peter menyorotkan senter ke sekeliling ruangan.
Setelah itu ia berteriak pada kawan-kawannya yang menunggu di bawah. Mereka kaget, karena suara Peter terdengar aneh.
"He!" serunya. "Di atas sini ada gua lagi, tapi lebih kecil! Dan barang-barang kita juga ada di sini. Kulihat makanan, semua bantal, buku dan majalah kita! Kulihat pula sebuah kantong. Kantong surat ukuran kecil. Kelihatannya berisi penuh!"
"Apa" Apa yang kaulihat di atas"" seru anak-anak dari bawah. Mereka berteriak-teriak, karena tak bisa mendengar kata-kata Peter tadi.
"PETER!" teriak Janet keras-keras. "Kau menemukan apa di atas"" Peter turun lagi ke gua di mana kawan-kawannya menunggu, lalu pergi ke luar untuk menghirup udara segar.
"Ayo, bilang dong! Apa yang kautemukan di atas"" tanya Jack ingin tahu. "Kami mendenga
rmu berteriak-teriak tadi."
"Di atas ada sebuah gua lagi. Barang-barang kita yang hilang, semua ada di sana. Orang yang bernama Albert memakai bantal-bantal kita untuk tempat berbaring, karena dasar gua yang di atas itu batu keras. Bukan pasir empuk, seperti di sini," kata Peter. "Lalu kulihat di sana juga ada sebuah kantong. Kelihatannya kantong surat. Mungkin isinya penuh dengan surat-surat tercatat. Entah berapa lama kantong itu tersembunyi di bawah orang-orangan kami!"
"Wah, bukan main!" kata Janet dengan mata bersinar-sinar. "Sekarang kita tahu bagaimana caranya tamu misterius itu masuk ke dalam gua itu, tanpa melalui lubang sebelah depan! Tentunya dia senang sekali ketika masuk ke sini lalu menemukan makanan, bantal yang empuk dan buku-buku!"
"Sekarang begini," kata Peter. "Orang itu mungkin setiap saat muncul lagi di sini. Tapi ia takkan berani masuk ke dalam gua, selama masih ada orang di dalam. Aku akan memberi tahu Ayah, lalu ia akan menelepon polisi. Kalian semua tetap berada di sini sampai aku kembali lagi. Skippy juga kutinggal di sini, biar orang itu tak berani masuk untuk mengambil tas curiannya."
"Beres," kata Jack. "Kita akan ribut-ribut, supaya si Albert itu ketakutan jika ia datang. Wah, kau memang hebat, Peter. Bisa-bisanya menemukan gua di atas gua!"
"He, sebetulnya aku yang menunjukkan kemungkinan itu," kata Susi. "Wah, aku tadi merasa lega sekali ketika kau datang, Jack."
"Kau sebetulnya tak boleh datang ke sini!" kata Jack dengan garang. "Tapi sekali ini kau ada gunanya, karena melaporkan apa yang kau alami tadi. Sekarang jika kau ingin ikut menunggu di sini, kau harus menurut kataku, Susi! Mengerti""
"Ya, Pak Guru," kata Susi berpura-pura takut. "Aku akan menjadi anak penurut. Aku akan "
Sapta Siaga 07 Gua Rahasia di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Diam!" bentak Jack. "Kalau tidak, kalian berada ke luar sekarang juga:"
Susi terdiam, ketika melihat tampang Jack yang galak. Dan anak-anak yang lain juga ikut diam selama beberapa saat. Semua memikirkan kejadian-kejadian beberapa menit yang lalu, yang sama sekali tak mereka sangka-sangka semula. Tapi kemudian mereka ingat pada pesan Peter, agar mereka ribut-ribut supaya Albert tidak berani masuk jika ia datang. Karena itu mereka lantas ribut berbicara dan tertawa-tawa.
Sementara itu Peter cepat-cepat lari mencari ayahnya. "Ayah!" panggilnya ketika melihat ayahnya berdiri di dekat lumbung. "Ayah, cepat! Ada perlu!"
XV Akhir Yang Menyenangkan
Mula-mula ayah Peter bingung mendengar cerita anaknya itu. Tapi akhirnya ia mengerti juga. Dengan segera ia berseru memanggil ibu.
"Tolong teleponkan polisi, minta mereka datang ke mari dengan segera dan langsung menuju ke gua yang ada di tepi tempat penggalian pasir!" seru Ayah. "Aku berangkat sekarang juga ke sana, bersama Peter. Nanti kuceritakan ada apa, apabila kami sudah kembali!"
Setelah itu Ayah pergi bersama Peter. Tak lama kemudian mereka sudah sampai di gua, di mana anak-anak lain menunggu sambil bicara keras-keras. Tirai dari tanaman menjalar disingkapkan ke samping. Ayah memandang ke dalam gua.
"Aku sudah lupa sama sekali bahwa di sini ada gua," katanya. "Dulu, sewaktu aku masih kecil, aku senang bermain-main ke mari. Lalu maksudmu, di atas gua yang ini masih ada gua lagi, Peter" Aku sama sekali tak mengetahuinya. Padahal aku dulu sering bermain di sini."
"Kami juga," kata Janet. "Yuk, kita melihat lubang yang menuju ke gua sebelah atas, Ayah!"
"Kami memakai gua ini untuk pertemuan rahasia Sapta Siaga," kata Peter menjelaskan. "Dan mula-mula kami bingung, karena tak tahu siapa yang selalu mengambil barang-barang kami, dan untuk apa ia mengambil. Kami sama sekali tak menyangka, di atas ada gua dan di situ ada orang bersembunyi! Di atas aku melihat sebuah kantong surat, Ayah! Mungkinkah orang yang bersembunyi itu mencurinya""
"Mungkin saja! Nanti kalau polisi datang, sebaiknya kau naik lagi ke atas untuk mengambil kantong itu," kata ayah Peter. "Aku ingin tahu, sudah berapa lama barang itu disembunyikan di atas. Mungkin sudah lama sekali."
"Tidak, baru sejak kemarin malam," kata Peter. "Sebelumnya, kantong itu dikuburkan di ladang kita, di sam
ping orang-orangan pengusir burung."
"Ah, oleh sebab itu rupanya kau tiba-tiba merasa tertarik pada orang-orangan," kata ayahnya. "Bagaimana ya apakah ibu kalian sudah menelepon polisi atau belum! Peter, coba kau pulang sebentar untuk melihat."
Peter lari melintasi tempat penggalian pasir bersama Skippy. Tapi baru setengah jalan di situ, tahu-tahu Skippy meninggalkannya lalu lari menuju suatu bukit sambil menggonggong-gonggong dengan ribut. Peter bergegas ke tempat itu. Ia melihat seonggok pasir, yang ketika diterpa oleh Skippy tahu-tahu menampakkan tangan, kaki dan kepala!
"Panggil anjing itu!" terdengar suara dari kepala itu. "Suruh dia pergi!"
"Kau siapa"" tanya Peter sambil memegang kalung leher Skippy. "Aku tahu siapa namamu. Kau kan AIbert" Kau menunggu di sini sampai kami sudah pergi semua. Setelah itu kau hendak mengambil tas surat yang kaucuri, lalu kaukeluarkan isinya! Kau bermaksud meninggalkan tas itu dalam gua, sedang isinya kau kantongi sebelum minggat! Kau hendak "
"He, he," terdengar suara berat di belakang mereka. "Ada apa di sini" Dan kenapa orang itu terbenam dalam pasir" Ah, ini dia Albert Tanner! Kami mencarimu, Albert, sejak terjadi perampokan surat yang lalu."
Ternyata itu suara Pak Inspektur Polisi. Ia datang bersama polisi desa yang bersikap seolah-olah kejadian di depan mata mereka itu baginya merupakan persoalan sehari-hari.
Pak Inspektur memandang Peter dengan wajah berseri-seri.
"Halo, Peter! Begitu ku dengar ibumu menelepon kami, dengan segera aku tahu bahwa kalian mulai beraksi lagi. Dan Albert ini ada hubungannya dengan kegiatan kalian""
"Ya, Pak," jawab Peter. "Ayahku ada di sana, di gua. Ia menunggu kedatangan Anda."
"Bawa Albert ke sana," kata Pak Inspektur pada bawahannya. Dan Albert lantas digiring masuk ke dalam gua. Ketika ayah Peter melihat orang itu, ia berseru kaget,
"Lho! Albert Tanner! Kau kan sudah kuperingatkan jangan berani muncul lagi di daerah sini!"
"Anda kenal padanya"" tanya Pak Inspektur sambil mengambil buku catatan dari dalam kantongnya.
"Tentu saja!" jawab ayah Peter. "Ia dulu pernah bekerja padaku selama beberapa tahun. Tapi ia tidak jujur. Karena itu lantas ku berhentikan."
"Ah, karena itu ia tahu mengenai gua ini," kata Peter terangguk-angguk. "Dan tentang gua yang ada di atas. Rupanya ia juga memeriksa tempat ini, seperti kita."
Albert diam saja. Tampangnya masam.
Pak Inspektur memandangnya sekejap, lalu berpaling pada ayah Peter. "Orang ini merampok kantong surat bersama seorang temannya," kata Pak Inspektur. "Lalu orang yang satu itu menyembunyikan hasil rampokan mereka di salah satu tempat. Maksudnya hendak menunggu sampai keadaan menjadi tenang kembali. Orang itu dulu juga pernah bekerja di ladang Anda, Pak. Namanya Ted Yorks."
"Ted Yorks. Ya, betul ia pernah bekerja di sini beberapa tahun yang lalu," kata ayah Peter. "Dia juga jahat. Tapi sebagai pekerja, ia cekatan. Karena itu agak lama juga ia kupekerjakan di sini."
"Ya, seperti kukatakan tadi, mereka berdua yang merencanakan perampokan surat-surat itu," kata Pak Inspektur. "Setelah itu kantong surat lantas disembunyikan. Kalau keadaan sudah tenang, mereka bermaksud hendak membagi dua isinya. Tapi Ted kemudian tertangkap lalu dimasukkan ke dalam penjara. Sekarang pun ia masih ada di penjara."
"Tapi ia masih berhasil menyelundupkan surat pada Albert. Dalam surat itu ia mengatakan di mana kantong surat disembunyikan olehnya!" seru Peter.
"Sekarang aku mengerti segala-galanya. Albert bersembunyi dalam gua sampai ia mendengar kabar dari Ted. Soalnya ia tahu polisi di sini masih mencarinya. Karena itu ia takut menampakkan diri "
"Lalu ketika ia menerima surat dari Ted, ia lantas datang ke depan kantor pos untuk berjumpa dengan orang yang bernama Jim. Dari Jim ia mendengar bahwa ia harus mencari kantong surat itu dekat orang-orangan!" kata Jack. "Aku mendengar Jim mengatakan 'Orang-orangan. Di situlah tempatnya'. Dan tentu saja Albert tahu yang dimaksudkan adalah orang-orangan kami!"
"Ternyata anak-anak ini tahu segala-galanya tentang dirimu, Albert," kata Pak Inspektur sambil mema
ndang orang yang masih tetap cemberut itu. "Kantong surat itu kautaruh di mana sekarang""
"Aku tak mau mengatakan apa-apa," kata Albert. "Aku tak tahu apa-apa tentang kantong surat, jadi tak ada gunanya bertanya padaku."
"Kuambilkan kantong itu, ya Pak"" tanya Peter. Pak Inspektur memandangnya dengan melongo.
"Kantong surat" Kau tahu di mana barang itu sekarang"" kata Pak Inspektur. "Baiklah. Kau mengambilnya sekarang."
Peter lantas pergi ke bagian belakang gua, memanjat ke atas lalu menghilang. Sesaat kemudian terdengar suaranya dari arah sebelah atas.
"Semua minggir! Kantong surat akan kulemparkan ke bawah!"
Terdengar bunyi gedebuk di atas pasir yang empuk. Dan benarlah. Kantong surat yang hilang tergeletak di situ. Penutupnya terlepas ketika terbanting ke tanah, dan isinya berhamburan ke luar. Surat-surat tercatat, dan berbagai paket besar kecil.
"Huahh!" seru Pak Inspektur kagum. "Ini benar-benar luar biasa. He, Peter! Masih ada lagi yang akan kau lemparkan dari atas""
Peter muncul lagi sambil tertawa-tawa. "Tidak ada lagi, Pak. Cuma itu saja satusatunya. Betulkah itu kantong yang dicuri""
"Betul," jawab Pak Inspektur. "Yah, kurasa Albert takkan bisa lagi mencuri kantong surat untuk waktu yang lama. Bawa orang ini ke kantor polisi."
Polisi desa menggiring Albert yang masih tetap membisu.
"Mari ke rumahku sebentar, Pak," kata ayah Peter mengajak Pak Inspektur. "Isteriku tentunya sudah tak sabar lagi, ingin mengetahui kenapa kita ribut-ribut di sini. Peter, ini uang untukmu. Ajak kawankawanmu anggota Sapta Siaga ke restoran, untuk minum eskrim dan apa saja yang kalian inginkan. Kau telah berjasa besar, Nak!"
Setelah itu Ayah pergi bersama Pak Inspektur. Pak Inspektur melambaikan tangan dengan ramah.
Setelah orang-orang dewasa itu pergi, Peter lantas berpaling memandang kawan-kawannya dengan muka berseri-seri. Ia melambai-lambaikan uang kertas yang dipegangnya.
"Lihat nih! Kita makan besar sekarang. Yuk, Kita pergi!" Susi dan Jeff ikut di belakang mereka. Ketika melihat adiknya membuntuti, Jack mendorongnya.
"Kau tidak boleh ikut, Susi. Kami bertujuh anggota Sapta Siaga. Dan kau bukan anggota, jadi tidak boleh ikut. Kau harus pulang."
Janet melihat tampang Susi yang kelihatan kecewa.
"Ah, kenapa dia tak boleh ikut sekali ini"" tanya Janet. "Kan dia yang melaporkan padamu tentang kedatangan Albert kembali ke gua sewaktu ia sedang berada di sini bersama Jeff. Dan karena laporannya itu akhirnya kita berhasil menemukan gua yang ada di atas. Kenapa ia tidak boleh ikut""
"Tidak bisa! Cuma kita bertujuh yang anggota Sapta Siaga," kata Jack berkeras. "Nanti dia cuma tertawa-tawa saja mengejek kita, seperti biasanya. Dan Jeff juga. Tidak!"
"Aku takkan mengejek. Sungguh! Kalian benar-benar hebat," kata Susi. "Ijinkanlah aku ikut. Cuma sekali ini, Jack. Aku kepingin mendengar kisah petualangan kalian yang asyik."
"Kau boleh ikut, Susi," kata Peter. Dan karena ia ketua Sapta Siaga, maka perkataannya harus dituruti. "Dan Jeff juga boleh. Sekali ini saja! Wah, cerita kita nanti ramai sekali. Percayalah! Paling sedikit kita memerlukan empat porsi eskrim, barulah cerita kita selesai. Kau nanti harus mengakui bahwa pengalaman kami sekali ini benar-benar mengasyikkan!"
Dan benarlah. Susi sangat kagum, ketika selesai mendengar cerita Peter beserta kawan-kawannya. Sapta Siaga memang hebat. Selalu berhasil dengan petualangan mereka.
TAMAT tamat Badai Awan Angin 19 Anak Berandalan Karya Khu Lung Pahlawan Dan Kaisar 18