Pencarian

Komplotan Misterius 1

Sapta Siaga 06 Komplotan Misterius Bagian 1


Sapta Siaga - Komplotan Misterius
Download Ebook Jar Lainnya Di
http://mobiku.tk http://inzomnia.wapka.mobi
I RAPAT SAPTA SIAGA "KAPAN Sapta Siaga rapat lagi"" tanya Susi pada abangnya, Jack.
"Itu bukan urusanmu!" bentak Jack. "Kau bukan anggota! Tak mungkin kau menjadi anggota serikat kami!"
"Aduh, sombongnya!" Susi pura-pura heran melihat Jack marah. "Aku juga tak kepingin menjadi anggota perkumpulan kalian. Aku bisa kapan saja mendirikan perkumpulan sendiri. Kan sudah pernah sekali, dan lebih baik dari perkumpulan kalian itu."
"Mana bisa," kata Jack. "Sapta Siaga kami paling hebat di dunia. Coba pikir, apa saja sudah kami lakukan. Petualangan kami serba asyik semuanya! Aku berani tanggung, tak lama lagi kami pasti akan menghadapi petualangan baru."
"Taruhan, pasti tidak ada," kata Susi mengejek. "Sudah berapa minggu ini, kalian kerjanya cuma rapat terus dalam gudang di ujung belakang pekarangan rumah Peter dan Janet. Tapi mana, sama sekali tidak muncul kejadian misterius."
"Kejadian begitu tidak sering, sama saja seperti petualangan," kata Jack menjelaskan. "Biasanya tahu-tahu sudah terjadi. Tapi aku sekarang tak mau lagi ngomong tentang Sapta Siaga! Percuma saja memancing-mancing, Susi! Sekarang keluar dari kamarku, aku mau meneruskan membaca buku ini."
Susi berjalan ke luar. Tapi sesampai di pintu, anak itu menoleh. "Aku tahu kata semboyan kalian yang paling baru," katanya.
"Mustahil!" kata Jack dengan sengit. "Aku tak pernah menyebut-nyebutnya. Dan aku juga tak mencatatnya supaya jangan lupa. Kau ini selalu mengada-ada, Susi!"
"Tidak! Aku cuma ingin memperingatkan saja, supaya kalian memilih kata semboyan baru!" kata Susi sambil menyelinap pergi.
Jack cuma bisa melotot saja! Adiknya itu memang menjengkelkan sekali! Betulkah dia mengetahui semboyan Sapta Siaga" Tidak, mustahil ia bisa mengetahuinya!
Tapi kata Susi tadi benar. Sapta Siaga sudah sibuk mengadakan rapat sejak berminggu-minggu. Tapi sama sekali belum ada kejadian apa-apa. Ketujuh anggota serikat rahasia itu sudah cukup senang, bisa berkumpul ramai-ramai. Tapi dulunya mereka sudah sering mengalami petualangan yang menarik. Jadi lama-lama agak membosankan juga, terus-terusan mengobrol dan bermain-main saja.
Jack melihat dalam buku catatannya Kapan akan diadakan rapat lagi" Ah, besok malam, dalam gudang di pekarangan rumah Peter. Wah, besok pasti akan menarik acaranya. Para anggota diminta membawa semua mercon dan kembang api yang telah mereka beli untuk merayakan Malam Pesta Api. Pasti asyik melihat-lihat begitu banyak mercon yang terkumpul nanti.
Malam Pesta Api tinggal seminggu lagi Jack membuka sebuah laci mejanya, mencari-cari. Ah, ini dia mercon kepunyaannya. Dan ini mercon yang paling besar. Mereknya Humdinger! Jack merasa yakin, ia satu-satunya anggota Sapta Siaga yang memiliki mercon besar itu.
"Sssss..., siuuuutt..., BLENGG!" serunya sambil menghentakkan kaki ke lantai. "Syiiiitt..., whussss..."
"Jack!" Terdengar ibunya memanggil dari luar. "Ada apa" Kau sakit"" Sesaat kemudian kepala Ibu muncul di pintu. Kelihatannya agak cemas.
"Ah, tidak Bu. Aku tidak apa-apa." kata Jack. "Aku cuma membayangkan bunyi ledakan Humdinger ini nanti."
"Humdinger" Apa itu"" tanya Ibu heran. Orang dewasa memang sudah tidak kenal lagi merek-merek mercon. "Aduh, Jack! Kamarmu berantakan sekali!"
"Aku sedang membenahi, Bu," kata Jack. "O ya, bolehkah aku meminta beberapa potong kue coklat yang dari kaleng" Besok malam akan ada rapat Sapta Siaga!"
"Baiklah! Ambil saja tujuh potong," kata Ibu.
"Delapan, Bu," seru Jack, sementara ibunya meninggalkan kamarnya lagi. "Maksud Ibu delapan, kan" Masa lupa pada Skippy."
"Astaga! Yah, kalau kau ingin menyia-nyiakan kue coklat yang enak dan memberikannya pada anjing, terserah! Ambil delapan potong," balas ibunya berseru.
Bagus, pikir Jack. Kita semua harus membawa makanan besok malam, untuk hidangan pada waktu rapat. Kue coklat pasti cocok! Eh, bagaimana lagi bunyi semboyan itu" Kan Guy Fawkes" Atau jangan-jangan itu semboyan untuk rapat yang lalu. Ah, tidak!
Memang itu semboyan yang sekarang, Guy Fawkes, co
cok sekali. Karena sebentar lagi perayaan Malam Pesta Api. Apa sebabnya Susi mengatakan bahwa ia tahu semboyan itu" Tak mungkin!
Rapat diadakan pukul setengah enam sore dalam gudang di ujung belakang pekarangan rumah Peter. Seluruh anggota Sapta Siaga berniat menghadirinya. Menjelang pukul setengah lima, anak-anak mulai berdatangan. Masuk lewat pintu gerbang depan, lalu menyusur kebun menuju gudang di mana rapat biasa diadakan.
Pintu gudang tertutup rapat. Tapi di dalam nampak cahaya lampu. Di pintu tertulis huruf-huruf SS. Peter yang menulisnya. Hari sudah mulai gelap. Cahaya senter menerangi pintu, setiap kali ada anggota datang
Tok-tok-tok! "Bagaimana semboyannya"!" seru Peter dari dalam gudang.
"Guy Fawkes!" Pamela datang paling dulu. Setelah itu Jack. Anak itu tergesa-gesa, takut terlambat. Kemudian menyusul George, ia menenteng sebuah kantong, berisi buah apel yang merah. Itulah sumbangan makanan dari dia. Lalu muncul Barbara. Ia agak ragu-ragu, apakah semboyan mereka Guy Fawkes, atau Malam Pesta Api. Aduh, bagaimana ini"
Tok-tok-tok. Pamela mengetuk pintu.
"Semboyan!" "Anu, Pesta Api," kata Barbara ragu.
Pintu tetap tertutup. Dalam gudang sunyi-senyap. Barbara cekikikan sendiri.
"Ya deh, aku tahu! Guy Fawkes!"
Seketika itu juga pintu gudang dibuka dari dalam. Barbara masuk. Dilihatnya semua sudah hadir, kecuali Colin.
"Dia terlambat," kata Peter. "Keterlaluan! Wah, asyik hidangan kita malam ini!"
Gudang itu hangat dan menyenangkan, berbeda dengan hawa di luar yang terasa dingin. Maklumlah, di Inggris saat itu sudah musim gugur. Menjelang musim salju. Dua batang lilin yang menyala menerangi ruangan gudang, sedang pemanasnya sebuah tungku minyak kecil yang terdapat di bagian belakang. Di atas meja yang terbuat dari peti bekas diletakkan makanan yang dibawa para anggota malam itu.
"Hm! Buah apel. Roti jahe. Kue donat. Permen..., dan apa ini, dalam kantong" O ya, kacang-kacangan dari kebunmu, ya Pam! Untung aku tidak lupa membawa tang, pemecah kulit kacang. Bagus! Aku juga membawa limun. Pesta hebat kita nanti!" kata Peter puas.
"Kenapa Colin belum datang juga"" tanya Janet. "Ah, itu dia!"
Di luar terdengar orang berlari-lari. Kemudian pintu diketuk. Tok-tok-tok!
"Semboyan!" seru anak-anak yang di dalam.
"Guy Fawkes!" jawab yang di luar. Dengan segera Peter membukakan pintu.
Aduh, keterlaluan! Ternyata Susi yang berdiri di luar. Ia meringis. Susi!
II SUSI YANG ISENG "SUSI!" seru Jack. Ia meloncat dengan marah. "Lancang sekali kamu ini! Kau, kau, kau..." Dipegangnya tangan adiknya kuat-kuat. Tapi Susi cuma tertawa saja, mengejeknya.
"Sudahlah, aku tadi cuma ingin mengagetkan teman-temanmu yang sok aksi itu. Nah, kan benar, aku tahu semboyan kalian""
"Bagaimana dia bisa sampai mengetahuinya"" tanya Peter. "Lepaskan saja, Jack. Nanti kita usir dia ke luar. Dari mana kau sampai tahu, Susi""
"Dari Jack, tentu saja," jawab Susi. Anak-anak tercengang. Mereka melotot menatap Jack, yang mukanya merah padam. Jack melotot pada Susi.
"Kau jahat, suka bohong," kata Jack. "Aku tak pernah menyebutkan semboyan kami padamu. Aku bahkan tak mencatatnya, karena takut kau temukan lalu kau baca. Bagaimana kau bisa mengetahuinya" Barangkali kau tadi mengintip dari semak dekat gudang, lalu mendengar kami menyebutkannya sewaktu masuk""
"Ah, tidak! Jika aku tadi mengintip, pasti Skippy sudah menggonggong," jawab Susi. Betul juga! "Sungguh Jack aku mendengar kamu mengatakannya. Tadi malam kau bicara dalam tidur. Rupanya sedang mimpi. Kau berteriak-teriak, Guy Fawkes! Buka pintu! Guy Fawkes, kataku! Aku lantas menebak bahwa kau pasti mimpi hendak ikut rapat dan
menyerukan kata semboyan."
Jack mengeluh. "Aku kalau mimpi memang sering bicara. Tapi siapa mengira aku akan meneriakkan kata semboyan kita" Lain kali kalau tidur, pintu kamarku akan kukunci. Maaf deh, Peter. Sekarang kita apakan si Susi ini" Dia harus dihukum, karena lancang menerobos rapat rahasia kita!"
"Ah, toh tak ada urusan penting yang perlu dibicarakan kali ini. Jadi Susi kita suruh duduk saja di pojok sana, sementara kita berpesta. Dia tak perlu
diajak makan," kata Peter tegas. "Aku sudah bosan terhadap Susi. Kerjanya selalu mengganggu serikat kita saja. Pam dan Barbara, bawa Susi dan suruh dia duduk di sana."
Anak-anak semua jengkel pada Susi, sehingga anak itu mulai merasa tidak enak.
"Aku tadi kan cuma mau iseng saja," katanya. "Lagipula rapat kalian ini konyol. Kalian rapat terus-menerus, tapi sama sekali tak ada kejadian apa-apa. Lepaskan aku!"
"Tapi kau berjanji takkan menipu kami lagi, atau mengganggu rapat kami"" tanya Peter galak.
"Tidak, aku tak mau berjanji," jawab Susi. "Aku tak mau duduk diam-diam di pojok ini, dan aku juga tak mau tenang. Kalian harus membebaskan diriku."
"Tak mungkin!" sela Peter. "Kau sendiri yang memaksa masuk, jadi sekarang kau harus duduk di sini menonton kami makan-makan dan..." Peter berhenti dengan tiba-tiba. Ia mendengar bunyi napas terengah-engah dan
langkah orang berlari di kebun.
"Itu Colin datang!" kata Janet.
Pintu diketuk keras-keras, disertai suara menyebutkan kata semboyan, "Guy Fawkes! Cepat, buka pintu."
Begitu pintu dibuka Colin cepat-cepat masuk. Matanya terkejap-kejap karena silau kena sinar lilin. Di luar sudah gelap sekali.
"He, aku tadi mengalami sesuatu. Mungkin saja petualangan baru bagi Sapta Siaga. Dengarlah!"
"Tunggu, tunggu! Susi harus keluar dulu!" potong Peter.
Colin berpaling. Ia tercengang ketika melihat Susi ada di dalam. Sedang Susi terkikik. Jack menatap adiknya sambil cemberut.
"Kenapa Susi ada di sini"" tanya Colin heran, sementara anak perempuan itu digiring ke luar.
Pintu gudang ditutup lalu dikunci. Skippy, anjing spanil berbulu keemasan milik Peter dan Janet, menggonggong nyaring. Ia tadi sama sekali tidak setuju, Susi dibiarkan masuk ke dalam tempat rapat. Skippy tahu, Susi bukan anggota Sapta Siaga!
"Nanti saja kuceritakan tentang Susi," kata Peter. "Nah, ada apa, Colin" Apa sebabnya kau datang terlambat, dan apa yang terjadi tadi" Awas, kalau bicara pelan-pelan! Siapa tahu, Susi ikut mendengarkan di pintu."
"Akan kuperiksa dengan segera." kata Jack sambil berdiri. Tapi Peter menarik tangannya, menyuruh dia duduk kembali.
"Duduk! Masa kau tak tahu" Justru itulah yang diinginkan Susi, dikejar-kejar dalam gelap di kebun, supaya pesta dan rapat kita kocar-kacir! Biar saja dia ikut mendengarkan di pintu. Ia toh tak bisa mendengar apa-apa, jika kita bicara sambil berbisik. Diam, Skip! Aku tak bisa mendengar omonganku sendiri, jika kau menggonggong sekeras itu. Bisik-bisik saja dong!"
Skippy tidak bisa berbisik. Ia berhenti menggonggong. Anjing itu berbaring di lantai membelakangi Peter. Kelihatannya ia tersinggung. Tapi tak lama kemudian berpaling kembali, ketika Colin memulai kisahnya.
"Aku tadi sedang berjalan hendak ke mari, sambil menyorotkan senterku. Ketika sampai di pojok Jalan Beeches, kudengar ada orang di tengah semak yang tumbuh di situ. Kalian kan tahu, di pojok situ banyak semak belukar. Suara orang sibuk berbisik-bisik. Tiba-tiba kudengar jeritan, disusul suara orang mengerang..."
"Astaga!" seru Janet kaget.
"Ada orang jatuh bergedebuk. Kusorotkan senterku ke arah semak, tapi ada yang memukulnya sehingga terlepas dari tanganku," kata Colin melanjutkan cerita. "Setelah itu kudengar langkah orang lari. Aku segera pergi mengambil senter yang tergeletak di tanah dalam keadaan masih menyala. Tapi sewaktu kusinarkan ke semak, sudah tak ada lagi orang di sana!"
"Kau berani sekali, mengambil sentermu lagi lalu memeriksa ke dalam semak," kata Peter memuji. "Menurut perasaanmu, apa yang sebenarnya terjadi di sana""
"Entah! Yang terang, ada orang bertengkar."
jawab Colin. "Tapi yang kuceritakan tadi belum semuanya. Coba lihat, apa yang kutemukan dalam semak."
Para anggota Sapta Siaga begitu tertarik, sehingga mereka lupa harus berbisik-bisik. Suara mereka meninggi. Tak ada yang ingat bahwa Susi mungkin ikut mendengarkan di luar. Skippy menggeram, untuk memperingatkan. Tapi tak ada yang memperhatikannya.
Colin menyodorkan sebuah buku catatan yang sudah lecek, diikat dengan gelang karet. "Aku sudah melihat sebentar isinya," katanya. "Mungkin saja penting! Banyak d
itulis dalam bahasa rahasia. Pokoknya aku tak mengerti. Dan banyak pula yang cuma omong kosong. Setidak-tidaknya kelihatan seperti omong kosong, tapi kurasa mungkin juga merupakan bahasa rahasia. Lihatlah!"
Mereka semua memperhatikan. Rasa ingin tahu mereka semakin bertambah. Peter membalik-balik halaman buku itu. Ia sampai pada sebuah daftar yang tertulis memenuhi sebuah halaman.
"He," katanya. "Ini mungkin daftar barang curian! Dengarlah... tempat lilin dari perak bercabang tiga, kotak rokok dengan huruf-huruf AGB. tempat mangkok perak diukir..."
Jack meloncat dari tempat duduknya.
"Aku tahu daftar apa itu," serunya bersemangat "Ayahku membacakan daftar itu tadi pagi, sewaktu kami sedang sarapan. Dimuat di koran! Itu daftar barang-barang yang dicuri kemarin malam dari rumah Bedwall. olahragawan yang terkenal itu. Wah!
Bagaimana, Peter, mungkinkah kita menemu kan jejak petualangan baru""
III RENCANA HEBAT PARA anggota Sapta Siaga begitu bersemangat, sehingga Skippy ikut menggonggong-gonggong. Anjing itu tidak bisa menahan diri, jika mendengar anak-anak bicara serempak seperti itu. Ekornya dikibas-kibaskan, sementara kaki depannya menggaruk-garuk Peter Tapi Peter sama sekali tak mengacuhkan.
"Mestinya ini buku catatan milik salah satu pencurinya, berisi daftar barang-barang yang dicuri!"
"Apa lagi yang tertulis di situ" Sayang kita tak bisa memahami bagian-bagian yang tertulis dalam bahasa rahasia. Nanti, tunggu dulu, ini ada catatan yang tertulis pada halaman ini! Coba lihat, apa yang tertulis di situ!"
"Kita berkumpul dalam gudang tua di belakang bengkel reparasi mobil Lane," demikian kata Peter membaca tulisan itu. "Hari Rabu pukul lima sore. Wah, itu kan besok. Kelihatannya kita sekarang menemukan petualangan baru."
Semua mulai ribut lagi berbicara. Menurut perasaan Skippy, saat itu merupakan kesempatan baik untuk mencicip sepotong kue coklat, dan barangkali juga sepotong roti jahe. Tapi sebelumnya anjing itu pergi mengendus-endus sebentar ke pintu.
Ya, betul! Susi ada di luar. Skippy mencium bau anak itu. Ia menggeram-geram pelan. Tapi anak-anak tak memperhatikannya. Karena takut menggonggong lagi, anjing itu lantas mengarahkan perhatian pada hidangan enak yang ada di meja kecil.
"Sekarang, apa tindakan kita" Melaporkannya pada polisi"" tanya Colin. Ia merasa dirinya penting sekali, karena dialah yang membawa berita hebat itu.
"Tidak! Aku tahu, apa yang harus kita kerjakan," kata Peter "Besok malam, kita menyelinap ke gudang tua itu. Kalau ternyata gerombolan pencuri sudah berkumpul semua di sana, seorang di antara kita cepat-cepat pergi ke kantor polisi untuk melaporkan. Sedang selebihnya berjaga-jaga di gudang."
Teman-temannya sependapat dengannya. Memang itu tindakan yang paling baik. Dan mengasyikkan! Pam menghembuskan napas panjang.
"Suasana begini selalu membuat aku lapar. Bagaimana jika kita mulai saja makan! Aduh Skippy, kau mencopet makanan, ya" Kau pencuri!"
"Skippy! Kau mengambil makanan"" seru Peter kaget "Ayo, pergi ke pojok!"
"Dia cuma mengambil kue coklat dan roti jahe, masing-masing sepotong," kata Jack sambil cepat-cepat menghitung sisanya. "Mestinya masing-masing harus ada delapan potong. Tapi sekarang tinggal tujuh. Jadi Skippy cuma memakan bagiannya sendiri. Dia kan yang nomor delapan."
"Yah, tapi dia sebetulnya tak boleh mulai makan dulu," kata Peter. "Dia harus tahu aturan. Ayo ke pojok, Skippy!"
Kasihan Skippy! Anjing itu pergi ke pojok gudang, sambil menjilat-jilat moncong mencari remah kue coklat. Tampangnya sedih sekali, sehingga semua merasa kasihan padanya.
Mercon yang dibawa oleh para anggota Sapta Siaga sudah dilupakan oleh mereka. Mercon merek Humdinger kepunyaan Jack terletak di atas tumpukan. Tapi bahkan Jack pun sudah melupakannya. Kejadian sore itu terlalu mengasyikkan, sehingga anak-anak sudah tidak sempat lagi mengagumi mercon dan kembang api yang mereka bawa. Anak-anak itu sibuk menyusun rencana, sambil makan.
"He! Kita lupa Susi!" kata Peter tiba-tiba. "Kita seenaknya saja ribut membicarakan rencana kita. Sial! Ayo Skip, coba periksa apakah Susi ada di
depan pintu!" Dengan patuh Skippy pergi ke pintu lalu mengendus-endus. Tidak, Susi sudah tidak ada lagi di situ. Anjing itu kembali lalu duduk di samping Peter. Diletakkannya kepalanya ke lutut anak itu. Skippy minta diampuni.
"Ah, rupanya ia tak ada di situ. Kau pasti akan menggeram jika Susi ada di luar, betul kan, Skip"" kata Peter sambil mengelus-elus kepala dan telinga anjingnya "Wah, Susi nanti pasti akan melongo mendengar kisah pengalaman kita jika sudah berakhir. Itulah, kalau menertawakan kita dan gemar mengganggu rapat orang lain!"
Mereka sepakat bahwa besok malam Sapta Siaga akan beraksi. Mereka akan menyelinap ke bengkel reparasi Lane, sehabis makan sore. Colin kenal dengan seorang anak yang menjadi pembantu di bengkel itu. Namanya Larry. Jadi bisa saja mereka mengobrol dengan Larry sambil mengagumi mobil-mobil yang ada di situ, sampai tiba waktunya untuk menyelinap ke belakang dan mengintip gudang tempat para pekerja. Setelah itu, apakah yang akan terjadi kemudian" Peter merinding karena asyik, ketika membayangkan apa saja yang bisa terjadi kemudian.
Sapta Siaga beraksi kembali! Begitulah pikir Peter. Asyik, setelah berminggu-minggu tak mengalami apa-apa. Bosan!
Besok sore terasa lama sekali baru tiba. Teman-teman di sekolah merasa yakin, pasti ada kejadian lagi. Semua anggota Sapta Siaga memakai lencana mereka. Lagipula mereka sibuk berbisik-bisik terus. Kelihatannya sangat serius!
Susi menjengkelkan sekali sikapnya. Anak itu berulang kali melihat ke arah Pam, Janet, dan Barbara yang duduk sekelas dengan dia. Sudah itu cekikikan sendiri. Setiap lewat, ia membisikkan semboyan. "Guy Fawkes! Guy Fawkes!"
Perbuatan itu menjengkelkan, kata 'Guy Fawkes' masih menjadi semboyan rahasia Sapta Siaga! Anak-anak lupa menukarnya kemarin malam, karena terlalu sibuk menyusun rencana. Dan sekarang Susi masih mengetahui semboyan mereka. Sapta Siaga harus menukarnya secepat mungkin!
Sehabis sekolah, pukul empat sore para anggota Sapta Siaga buru-buru pulang untuk minum teh. Dengan begitu mereka bisa langsung berangkat ke bengkel reparasi. Mereka akan berkumpul dengan Colin di situ, pukul lima kurang seperempat.
Ibu-ibu mereka tercengang melihat anakanak sangat cepat makan dan minum sore itu. Untung saja tak ada yang disuruh tinggal di rumah setelah itu. Satu per satu mereka berangkat. Skippy ditinggal. Berbahaya mengajak anjing itu pada saat sekarang, karena jangan-jangan menggonggong, sehingga mereka ketahuan.
Pukul lima kurang seperempat, semua sudah hadir di bengkel. Tinggal lima belas menit lagi! Nah, mana anak yang bernama Larry" Mereka harus mengobrol dulu dengan dia sebentar. Setelah itu menyelinap pergi ke gudang yang ada di belakang. Asyik!
IV KEJUTAN BESAR COLIN mencari-cari Larry, kenalannya yang menjadi pembantu di bengkel itu. Nah itu dia! Sedang sibuk mencuci mobil di pojok. Colin mendekati anak itu, diiringi keenam temannya. "Selamat sore," sapa Larry, sambil nyengir memandang para anggota Sapta Siaga. Rambut anak itu tebal dan berwarna kuning jagung. Mukanya kotor sekali kena minyak. Matanya berkilat-kilat kocak. "Kalian datang untuk membantu aku bekerja ya!"
"Kalau diijinkan, sebenarnya aku sangat kepingin," jawab Colin. "Aku senang mengutik-utik mobil. He, Larry, bolehkah kami melihat-lihat mobil yang ada dalam garasi sekarang""
"Boleh saja, asal jangan dibuka pintunya," kata Larry, sambil menyiramkan air dekat sekali ke kaki Colin.
Ketujuh anggota Sapta Siaga berpencaran. Mereka melihat-lihat mobil yang ditaruh dekat pintu gerbang dan jendela yang besar-besar, supaya bisa mengamat-amati setiap orang yang lewat. Mungkin saja mereka melihat salah seorang anggota komplotan pencuri!
"He, lihat! Dia itu, bukankah tampangnya seperti pencuri"" bisik Barbara sambil menyikut Jack, ketika ada seorang laki-laki lewat. Jack menatap orang itu, lalu cepat-cepat membuang muka.
"Goblok!" desisnya. "Itu kan kepala sekolahku. Untung saja ia tak mendengar kata-katamu tadi! Tapi memang, tampangnya agak seram."
"Pukul lima kurang lima menit," kata George dengan suara pelan. "Kurasa kita sudah harus menyel
inap ke gudang, Peter."
"Belum," larang Peter. "Kita tak boleh ada di sana apabila orang-orang itu datang. Kau sudah melihat orang yang pantas dicurigai""
"Belum," jawab George. "Semua orang kelihatannya biasa-biasa saja. Tapi mungkin saja komplotan pencuri itu tampangnya memang biasa saja. Aduh, semangatku mulai timbul sekarang!"
Tidak lama kemudian, ketika jam yang ada dalam garasi sudah menunjukkan pukul lima. Peter memberi isyarat untuk bergerak.
Mereka mengucapkan selamat berpisah pada Larry. Anak itu iseng menyemprotkan air ke kaki mereka, ketika mereka lari ke luar.
"Sialan si Larry, kaosku basah sekarang," kata Jack. "Kita lewat gang ini. Peter""
"Betul! Aku jalan duluan. Jika situasi aman, akua kan bersiul untuk memberi tanda," kata Peter. Kemudian dimasukinya gang yang gelap. Ia memegang senter tapi tak dinyalakannya. Kemudian ia sampai di pekarangan yang terdapat di belakang bengkel dan garasi. Di situ terdapat sebuah gudang tempat para pekerja.
Peter tertegun. Hatinya berdebar-debar dengan gembira. Ada lampu menyala di dalam gudang! Jadi rupanya komplotan pencuri sudah ada di dalam. Wah, mudah-mudahan saja semua bisa disergap nanti sekaligus.
Peter bersiul lirih. Dengan segera anak-anak menyusulnya, memasuki gang yang gelap. Mereka semua memakai sepatu bersol karet.
Karena itu tak terdengar bunyi langkah mereka. Jantung mereka berdebar keras. Barbara sampai merasa sesak napasnya, begitu keras debaran jantungnya. Sesampai di belakang, mereka memandang ke arah pondok kecil itu. Nampak cahaya lampu samar-samar menerangi sebuah jendela kecil.
"Mestinya mereka ada di dalam," bisik Jack. "Ayo, kita ke sana. Kita coba mengintip ke dalam, lewat jendela "
Mereka lantas menyelinap, mendekati gudang. Letak jendela ternyata agak tinggi. Peter terpaksa menumpukkan beberapa potong batu bata di bawahnya, supaya bisa mencapai ambang jendela sebelah bawah.
Kemudian ia turun lagi, lalu berbisik pada teman-temannya, "Mereka ada di dalam. Aku tak bisa melihat jelas, tapi kudengar suara mereka. Bagaimana, apakah sebaiknya kita panggil saja polisi sekarang""
"Ah, aku lebih setuju jika kita meyakinkan diri dulu. Jangan-janqan cuma para pekerja saja yang sedang duduk-duduk di dalam," kata Jack. "Mungkin saja mereka sedang istirahat sambil makan sore. Di gudang kan enak, tidak dingin."
"Kalau begitu apa yang harus kita lakukan sekarang" Kan tidak bisa seenaknya saja mengetuk pintu lalu bertanya, Kalian ini pekerja biasa, atau komplotan pencuri"" kata Peter.
Tiba-tiba anak-anak terlonjak kaget. Dalam gudang terdengar letusan keras. Barbara menyambar lengan George, sehingga anak itu kaget sekali lagi.
"Bunyi pistol ya"" kata Barbara. "Janganjangan mereka menembak!"
"Kau ini, mengagetkan aku saja!" desis George. "Nyaris aku berteriak tadi. Mana aku bisa tahu, apakah itu bunyi tembakan""
Ketika itu terdengar lagi letusan nyaring. Sekali lagi ketujuh anggota Sapta Siaga terlompat dibuatnya. Peter bingung. Apakah sebenarnya yang sedang terjadi dalam gudang" Tiba-tiba dilihatnya lubang kunci pada daun pintu. Kalau ia mengintip lewat lubang itu, mungkin saja ia akan bisa melihat apa yang sedang terjadi di dalam.
Dengan segera Peter membungkuk, lalu mengintip lewat lubang kunci. Dan benarlah, cukup banyak isi ruangan gudang yang diterangi cahaya lilin itu yang bisa dilihat olehnya. Ia begitu tercengang, sampai ia berseru keras. Peter merasa tak bisa mempercayai matanya sendiri. Mustahil!
"Ada apa, ada apa"" seru Pamela, Ia lupa bahwa harus bicara berbisik-bisik. "Apakah mereka sedang tembak-menembak" Coba, aku juga ingin melihat."
Ditariknya Peter dari lubang kunci, lalu didekatkannya mata ke situ. Seketika itu juga Pam ikut menjerit. Anak-anak, kecuali Peter melongo semua, ketika detik berikutnya Pam menendang-nendang dan memukul-mukul pintu yang terkunci itu! Ia berseru keras-keras, "Susi yang ada di dalam! Susi serta beberapa anak lagi! Aku bisa melihat Susi nyengir, dan mereka memegang kantong-kantong kertas yang menggembung karena ditiup. Itu rupanya yang menimbulkan bunyi letusan tadi. Susi yang melakukannya. Kita
tertipu!" Memang begitulah kenyataannya. Susi, bersama Jim, Doris dan Ronnie. Keempat anak bandel itu tertawa terkekeh-kekeh, sambil berguling-guling di lantai gudang. Mereka geli dan puas, karena berhasil menipu Sapta Siaga!
V SUSI SENANG PARA anggota Sapta Siaga sangat marah, sampai mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan. Jadi segala-galanya sudah direncanakan oleh Susi beserta kawan-kawannya! Kemarin malam, pada waktu Susi dengan seenaknya saja menerobos masuk ke dalam rapat setelah menyebutkan kata semboyan rahasia, kawan-kawannya bersembunyi dalam semak dan pura-pura bergumul di situ pada waktu Colin lewat. Maksud mereka agar Colin menyangka ada peristiwa serius.
"Aku benar-benar kena tipu." kata Colin mengeluh. "Aku kemarin benar-benar mengira ada orang sedang berkelahi dalam semak. Ketika mereka kemudian lari, aku senang sekali karena berhasil menemukan buku catatan. Saat itu sudah gelap. Jadi aku tak bisa mengenali bahwa yang lari bukan orang dewasa!"
"Pantas Susi cekikikan terus ketika berada dalam gudang kita! Dan ketika Colin bergegas masuk untuk menceritakan kisah pengalamannya, ia bahkan tertawa!" kata Janet jengkel. "Anak itu benar-benar jahat dan menjengkelkan!"
"Aku ini sial, punya adik seperti dia," kata Jack dengan suram. "Bayangkan, sempat-sempatnya dia menuliskan daftar barang curian dalam buku catatan itu. Memang, dia ikut mendengar Ayah membacakan daftar yang termuat dalam koran, ketika kami sarapan pagi.
Susi memang jahat!" George menendang pintu gudang. Di dalam terdengar anak-anak tertawa geli sampai menjerit-jerit. Jim tertawa terbahak-bahak. Ia dan Doris berguling-guling sambil memegangi pinggang yang terasa sakit karena tertawa. Menggelikan sekali! Bayangkan. Sapta Siaga yang sok aksi berhasil dipancing datang menyelinap ke gudang, dan untuk apa" Hanya untuk melihat mereka!
"Awas! Tunggu sampai kalian keluar nanti!" seru Jack. "Awas, Susi! Kujambak rambutmu nanti, biar menjerit-jerit kesakitan! Kau keterlaluan! Tidak tahu malu!"
Anak-anak yang di dalam tertawa semakin keras. Suara Jim yang berat terdengar berbunyi 'Ho ho ho'! Menjengkelkan sekali!
"Kami bertujuh, sedang kalian cuma empat orang," seru Colin memperingatkan. "Tunggu saja sampai kalian keluar nanti. Nah, itu kan belum terpikir oleh kalian tadi""
"Tentu saja sudah," seru Susi dari dalam. "Tapi kalian toh takkan berbuat apa-apa terhadap kami! Lihat saja nanti!"
"Boleh coba!" kata Jack marah. "Ayo, buka pintu!"
"Dengar dulu, Jack." kata Susi. "Ini cerita yang enak sekali untuk disebarkan pada anak-anak di sekolah! Sapta Siaga pasti akan menjadi bahan tertawaan! Sapta Siaga konyol, bisa ditipu dengan buku catatan biasa. Kalian menganggap diri hebat dan cerdik, sampai empat orang anak dalam gudang dikira sekomplotan pencuri yang sedang tembak-menembak. Padahal yang meletus cuma kantong kertas!"
Kata-katanya itu disusul bunyi letusan kantong kertas yang dipukulkan keras-keras ke tangan. Dan keempat anak-anak itu tertawa lagi. Sedang Sapta Siaga menjadi lesu.
"Kalau Susi sampai bercerita di sekolah, pasti semuanya akan tertawa setengah mati karena geli." kata Colin. "Kita akan malu sekali! Kata Susi tadi benar. Kita terpaksa membiarkan mereka pergi tanpa berbuat apa-apa!"
"Tidak!" tukas Peter dan Jack serempak.
"Ya." kata Colin berkeras. "Kita terpaksa berunding dengan mereka. Dan itu diketahui dengan pasti oleh Susi. Kita terpaksa membebaskan mereka, sebagai imbalan janji bahwa mereka tutup mulut mengenai kejadian ini. Apa boleh buat, kita terpaksa. Aku tak kepingin murid-murid kelas satu tertawa terpingkal-pingkal, serta meletuskan kantong-kantong kertas apabila aku lewat dekat mereka. Dan jika cerita ini mereka ketahui, mereka pasti akan berbuat begitu. Aku tahu bagaimana mereka itu!"
Semua temannya terdiam Mereka menyadari bahwa kata-kata Colin benar. Sekali itu Susi menang! Mereka tak boleh memberi kemungkinan Sapta Siaga menjadi tertawaan teman-teman sesekolah. Mereka begitu bangga, mempunyai serikat rahasia yang paling jempolan di dunia!
Peter menghembuskan napas panjang. Susi memang jahil! Bagaimanapun
juga, Sapta Siaga harus melakukan pembalasan atas tipuan yang menjengkelkan itu. Tapi untuk saat itu, Susi menang.
Peter menggedor pintu. Sekejap itu juga anak-anak yang di dalam berhenti tertawa dan menjerit-jerit.
"Susi! Baiklah, kali ini kau menang!" seru Peter. "Kalian boleh pergi dengan bebas. Kami takkan menjambak rambutmu, asal kau berjanji takkan bercerita pada siapa-siapa di sekolah tentang kejadian malam ini!"
"Setuju!" seru Susi dari dalam. "Aku tahu, kalian akan terpaksa mengalah. Kasihan, Sapta Siaga yang konyol! Berminggu-minggu mengadakan rapat serius, tapi tanpa ada kejadian apa-apa! Nah, kami keluar sekarang. Ingat, kalian sudah janji takkan mengganggu kami."
Kunci pintu dibuka dari dalam. Keempat anak itu keluar beriringan sambil nyengir dan tertawa-tawa. Mereka lewat di depan para anggota Sapta Siaga dengan sikap angkuh. Mereka menikmati kemenangan malam ini. Tangan Jack sudah terasa gatal, ingin rasanya menjambak rambut Susi. Tapi mereka sudah berjanji tak menghukum anak itu. Karenanya Jack membenamkan tangannya dalam-dalam di kantong jaketnya.
"Selamat tinggal! Terima kasih atas pertunjukan yang menarik tadi," kata Susi mengejek. "Kalau kalian ingin mengalami petualangan lagi, bilang saja pada kami. Nanti kami adakan, yang lebih asyik lagi. Sampai nanti, Jack!"
Susi beserta ketiga kawannya keluar lewat gang. Mereka masih terus tertawa-tawa. Selama beberapa menit berikut Sapta Siaga masih tetap berdiri di belakang bengkel reparasi yang gelap. Dengan perasaan kesal dan sedih, mereka mendengar langkah-langkah keempat penggoda mereka pergi menjauh.
"Sekarang kita benar-benar harus secepat mungkin menemukan suatu kesibukan yang menarik," kata Colin kemudian. "Dengan begitu Susi serta kawan-kawannya akan berhenti mengejek kita!"
"Kalau bisa, memang sebaiknya begitu," kata Peter menyetujui. "Cuma semakin keras kita berusaha mencari, rasanya petualangan baru semakin mustahil saja terjadi. Sialan si Susi itu! Kita sial sekali malam ini!"
Tapi kesialan mereka belum berakhir sampai di situ saja. Tiba-tiba ada lampu senter disorotkan dekat mereka, diiringi suara seseorang yang berkata, "He, apa yang kalian lakukan di sini" Ayo pergi, nanti kulaporkan pada orang tua kalian!"
Ternyata yang datang seorang polisi! Bayangkan, kalau mereka sampai ditahan polisi, seakan-akan merekalah komplotan pencuri! Padahal tadi sudah begitu besar harapan mereka akan bisa memanggil Pak Polisi ini untuk menangkap komplotan penjahat yang sedang berembuk dalam gudang! Yah, sedih, benar-benar menyedihkan nasib Sapta Siaga saat itu.
Sambil membisu ketujuh anggota Sapta Siaga keluar dari pekarangan belakang, menyusur gang yang gelap. Mereka hanya bisa menggumam saja ketika saling berpisah di depan. Aduh, alangkah baiknya jika mereka bisa menemukan petualangan, supaya mereka bisa merasa penting kembali, dan supaya mereka bisa sibuk menyelidik selama berharihari!
Tapi sabarlah, Sapta Siaga! Siapa tahu, mungkin saja ada kejadian yang akan menjelang. Siapa tahu!
VI KEJADIAN TAK DISANGKA KEESOKAN harinya Peter tidak henti-hentinya berbicara dengan Janet, mengenai perbuatan Susi yang licik itu. Mereka terus-terusan menyesal, kenapa sampai bisa begitu mudah ditipu! Skippy mendengarkan nada suara mereka yang sedih. Anjing itu merasa kasihan, lalu mendatangi mereka sambil mengibas-ngibaskan ekor.
"Skippy ingin mengatakan bahwa ia ikut merasa menyesal," kata Janet sambil tertawa kecil. "Ya, Skip, coba kau kami bawa kemarin malam, pasti kau akan tahu bahwa Susi ada dalam gudang itu bersama kawan-kawan konyolnya. Lalu kau bisa memperingatkan kami."
Skippy mendengking, lalu berbaring telentang. Kakinya disepak-sepakkan ke atas, seperti sedang naik sepeda. Tapi naik sepeda terbalik! Ia selalu begitu, jika ingin membuat kedua tuannya tertawa.
Dan Peter serta Janet memang tertawa melihatnya. Mereka menepuk-nepuk kepala anjing itu. Skippy memang manis!
Saat itu pintu kamar terbuka. Ibu menjulurkan kepala ke dalam kamar.
"Jangan lupa, sore ini kalian diundang Bu Penton minum teh di rumahnya," kata Ibu.
"Tapi sepedaku bocor bannya,
Bu," kata Janet. "Dan kalau jalan kaki ke sana jauh sekali. Mestikah aku ikut""
"Yah, sore ini Ayah harus pergi. Dia naik mobil, jadi kalian bisa diantarnya ke sana. Lalu pulangnya dijemput lagi," kata Ibu. "Ia akan datang lagi sekitar pukul enam. Jadi jangan sampai Ayah harus menunggu lama-lama."
Sore itu mobil mereka sudah ada di depan sekolah Janet. Ayah yang mengemudikan. Kemudian Peter dijemput di depan sekolahnya, dan setelah itu mereka berdua diantarkan ke rumah Bu Penton. Wanita tua itu dulu pengasuh ibu mereka. Ia sayang sekali pada Peter dan Janet.
Begitu melihat hidangan yang disiapkan Bu Penton, kedua anak itu dengan seketika melupakan kejengkelan terhadap Susi.
"Aduh, kelihatannya enak sekali kue-kue ini!" seru Janet. "Ini keistimewaan Bu Penton ya! Ibu kami dulu semasa kecil juga suka pada kue-kue ini""
"O ya," jawab wanita tua itu. "Ia pernah sekali terlalu banyak makan, sampai sakit perut. Terpaksa aku merawatnya sepanjang malam. Memang hari itu ibu kalian sangat bandel, tak mau dinasihati. Sebagai akibatnya, ia terlalu banyak makan."
Sukar rasanya bagi Peter dan Janet untuk membayangkan bahwa ibu mereka dulu bisa nakal. Tapi memang kue-kue itu kelihatannya lezat sekali! Sehabis makan sore, mereka mendengarkan musik sambil melihat-lihat album Bu Penton yang sudah usang. Lucu-lucu tampang orang jaman dulu! Tahu-tahu terdengar jam berdentang enam kali.
"Astaga! Kita tadi kan dipesan Ayah agar siap untuk dijemput pukul enam," kata Peter sambil meloncat berdiri. "Ayo, Janet. Terima kasih, Bu Penton."
Di luar terdengar bunyi tuter mobil. Nah! Ayah sudah datang. Bu Penton mengecup pipi kedua anak itu.
"Terima kasih, Bu Penton," kata Janet. "Senang sekali aku di sini tadi."
Setelah itu mereka bergegas keluar, lalu langsung masuk ke mobil dan duduk di bangku belakang. Hari sudah agak gelap. Lampu mobil menyala.
"Kalian hebat," puji Ayah. "Aku cuma harus menunggu setengah menit." Dan mobil mereka mulai bergerak, menyusur jalan.
"Aku masih harus mampir sebentar di stasiun untuk mengambil beberapa barang," kata Ayah kemudian. "Mobil akan kuparkir di samping. Kalian menunggu saja dalam mobil. Aku takkan lama."
Sesampai di stasiun, Ayah langsung menyetir mobil ke pekarangan samping dan memarkirnya di situ. Ayah keluar lalu berjalan memasuki gerbang depan stasiun yang sudah menyala lampu-lampunya.
Peter dan Janet duduk tersandar ke sandaran jok belakang. Perut mereka terasa penuh sekali. Rupanya seperti Ibu dulu, mereka pun kebanyakan makan! Janet merasa mengantuk. Dipejamkannya matanya. Sedang pikiran Peter melayang, terkenang kembali pada kejadian kemarin malam. Terbayang lagi perbuatan Susi menipu mereka.
Tiba-tiba didengarnya langkah orang datang bergegas-gegas. Disangkanya Ayah yang datang. Pintu depan mobil dibuka, lalu seorang dewasa duduk di belakang setir. Pasti itu Ayah! pikir Peter.
Tapi kemudian pintu depan yang satu lagi terbuka. Seorang dewasa lagi duduk di samping tempat duduk pengemudi.
Peter mengira Ayah mengajak temannya. Ia ingin tahu, siapa teman Ayah itu. Tapi pekarangan stasiun gelap, jadi ia tak bisa mengenali muka orang yang baru masuk. Saat itu lampu besar dinyalakan, dan dengan cepat mobil berangkat meninggalkan pekarangan stasiun.
Peter kaget sekali ketika mobil lewat di bawah lentera jalan. Orang yang menyupir mobil, ternyata bukan Ayah! Orang itu sama sekali tak dikenalnya. Ia memakai topi yang dibenamkan menutupi kening. Tapi masih kelihatan bahwa rambut orang itu panjang, sampai menutupi tengkuk. Padahal Ayah tak pernah membiarkan rambutnya tumbuh terlalu panjang. Kalau begitu, siapa orang yang menyupir mobil"
Peter duduk tanpa bergerak. Ketika lewat di bawah lentera jalan yang berikut, dipandangnya muka orang yang satu lagi. Tidak, orang itu pun bukan ayahnya! Orang itu juga tak pernah dilihat Peter sebelumnya. Orang itu tidak memakai topi. Rambutnya dipotong pendek sekali, berlawanan dengan kawannya yang duduk memegang setir.
Peter agak takut sekarang. Siapakah kedua orang itu" Mungkinkah mereka itu pencuri mobil" Lalu apa yang harus dilakukan Peter sekarang"
Saat i tu Janet menggeliat. Dengan cepat Peter mendekati adiknya lalu berbisik, "Janet! Kau sudah bangun" Ssst, dengar! Kurasa mobil Ayah dicuri orang. Mereka berdua, dan tidak tahu bahwa kita duduk di belakang. Kita berbaring di lantai, supaya jangan terlihat apabila mereka menoleh ke belakang. Ayo, cepatlah sedikit!"
VII PENCURI MOBIL SEKARANG Janet benar-benar terbangun! Ia memandang sekilas ke arah kepala kedua orang yang duduk di depan, ketika mobil lewat lagi dekat lentera jalan. Janet ketakutan, lalu cepat-cepat merosot ke lantai mobil. Ia gemetar. Peter mendekati adiknya.
"Jangan takut," bujuknya. "Aku kan ada di sini. Selama kedua orang itu tidak tahu kita ada di sini, kita akan aman."
"Tapi ke mana kita sekarang dibawa"" bisik Janet. Ia bersyukur, deru mesin mobil mengalahkan suaranya.
"Aku juga tidak tahu. Mereka tadi mengambil arah ke jalan raya, dan sekarang kita sudah sampai di bagian kota yang tak kukenal," bisik Peter. "Nah, sekarang kita berhenti. Jangan bicara lagi, Janet. Dan tetap berbaring di lantai."
Orang yang mengemudikan mobil menghentikan kendaraan itu, membuka kaca jendela lalu memandang ke luar.
"Di sini kau akan aman," katanya pada orang yang di sebelahnya. "Kebetulan sedang tak ada orang lewat. Kau harus menghubungi Q 8061 dengan segera. Katakan padanya, 'Warung Sid', hari apa saja asal pukul lima sore. Aku akan ada di sana."
"Beres," kata orang yang satu lagi, sambil membuka pintu dengan hati-hati. Tapi segera ditutupnya kembali, lalu menunduk.
"Kenapa" Ada orang"" tanya orang yang satu lagi.
"Bukan begitu. Kurasa ada barangku yang terjatuh," jawab temannya. Suaranya kurang jelas kedengaran. Rupanya ia sedang meraba-raba lantai. "Aku merasa pasti, tadi terdengar ada barang jatuh ke lantai."
"Astaga! Ayo cepat keluar, sementara keadaan aman," kata temannya dengan tidak sabar. "Mungkin sebentar lagi polisi akan sudah mencari mobil ini. Aku akan segera berangkat ke Sid, dan aku sama sekali tak tahu-menahu tentang dirimu! Sama sekali tak tahu apa-apa!
Orang yang satu lagi mengatakan sesuatu dengan suara tak jelas, lalu membuka pintu. Ia cepat-cepat keluar, sedang temannya keluar dari pintu lainnya. Kedua pintu dibiarkan terbuka lebar. Rupanya mereka tak mau menimbulkan bunyi yang akan menarik perhatian orang yang kebetulan lewat.
Dengan hati-hati sekali Peter menjengukkan kepala ke luar. Tapi kedua orang tadi tak bisa dilihat maupun didengarnya lagi. Mereka menghilang dalam gelap. Di jalan itu jarak antara tiang-tiang lentera jauh sekali. Dan pengemudi mobil tadi ternyata sangat hati-hati. Ia memarkir mobil curian itu di tempat yang paling gelap di situ. Sedang semua lampu dipadamkan, begitu mobil berhenti.
Peter meraihkan tangan ke depan, lalu menyalakan lampu-lampu kembali. Ia tak ingin ada kendaraan lain menubruk mobil Ayah. Sayang ia belum bisa menyetir mobil. Dan kalaupun bisa, ia masih terlalu muda. Jadi belum mungkin memiliki SIM. Lalu apa yang harus dilakukannya sekarang.
Sementara itu Janet juga bangkit lalu duduk. Ia masih gemetar. "Di mana kita sekarang"" tanyanya. "Sudah pergikah kedua orang tadi""
"Ya! Kau tak perlu takut lagi, Janet. Kurasa mereka takkan datang lagi," kata Peter "Aku kepingin tahu siapa sebenarnya mereka itu! Apa sebabnya mereka harus ke mari naik mobil" Ngomong-ngomong tentang petualangan, kemarin malam kita masih mengeluh tak pernah mengalaminya lagi belakangan ini! Eh, tahu-tahu sekarang kita sudah berada di tengah petualangan baru!"
"Tapi aku tak begitu suka pada petualangan dalam gelap," kata Janet "Sekarang apa yang harus kita lakukan selanjutnya""
"Menghubungi Ayah," jawab Peter. "Tentunya ia masih menunggu di stasiun, kalau belum pulang! Tapi baru beberapa menit sejak Ayah masuk ke stasiun. Aku akan mencari telepon umum. Mungkin ada di dekat-dekat sini! Aku akan menelepon stasiun, barangkali saja Ayah masih ada di sana."
"Aku tak mau menunggu sendirian dalam mobil," kata Janet dengan segera. "Aduh, sayang Skippy tak ada di sini. Kalau ada dia, aku akan merasa lebih tenteram."
"Kalau Skippy tadi ada, kedua orang itu pasti takkan mencuri mob
il ini." jawab Peter sambil keluar. "Skippy tentu akan menggonggong, dan mereka akan lari dan mencuri mobil orang lain. Ayo, kita keluar, Janet. Semua pintu akan kukunci, supaya tak ada orang yang bisa masuk dan mencuri mobil Ayah lagi."
Peter mengunci semua pintu, sementara Janet memegang senter supaya Peter bisa melihat apa yang dilakukannya. Kemudian mereka menyusur jalan, mencari telepon umum.
Nasib mereka mujur. Tak jauh dari situ, ada telepon umum di pojok jalan! Dengan segera Peter masuk, lalu memutar nomor telepon stasiun.
"Ya, di sini stasiun," kata orang yang menerima pembicaraan.
"Saya Peter, yang tinggal di rumah yang dikenal dengan nama Penggilingan Gandum," kata Peter. "Saya ingin bertanya sedikit. Apakah Ayah saya masih ada di situ""
"Ya, ia masih ada di sini." kata orang yang di stasiun. "Baru saja selesai mengurus pengambilan sejumlah barang. Kau ingin bicara dengan dia" Tunggu, kupanggilkan sebentar."
Tak lama kemudian Peter mendengar suara ayahnya.
"Ya" Dengan siapa" Eh, kau, Peter! Tapi, tapi kau kan masih dalam mobil yang kuparkir di luar" Tidak" Kalau begitu, di mana kamu sekarang""
Peter menjelaskan duduk persoalan sejelas mungkin. Ayahnya mendengar laporan Peter sambil tercengang.
"Masya Allah! Dua orang pencuri melarikan mobilku, tanpa menduga kalian berdua ada di belakang" Bukan main! Dan kalian sekarang di mana""
"Janet baru saja menanyakannya pada orang yang lewat," kata Peter. "Kami berada di Jalan Jackson, tidak jauh dari jalan raya. Bisakah Ayah ke mari menjemput kami" Kami akan menunggu."
"Baik! Aku akan datang naik taksi," kata ayahnya. "Macam-macam saja!"


Sapta Siaga 06 Komplotan Misterius di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Setelah itu Peter dan Janet kembali ke mobil. Mereka tidak takut lagi, karena tahu beberapa menit lagi ayah mereka akan datang menjemput. Mereka kini bahkan mulai merasa senang. Dan juga merasa penting!
"Kita harus segera mengadakan rapat Sapta Siaga, untuk membicarakan urusan ini," kata Peter pada adiknya. "Kurasa polisi pasti akan mengadakan penyidikan mengenainya. Kita juga harus beraksi. Aku ingin tahu, apa yang akan dilakukan Susi sekarang" Siapa mau mempedulikan keisengannya yang konyol itu lagi" Kita pasti tidak peduli!"
VIII SAPTA SIAGA RAPAT LAGI
TAK lama kemudian sebuah taksi berhenti di samping mobil. Ayah mereka meloncat ke luar dari dalamnya.
"Ayah! Kami di sini," seru Janet memanggil, sementara Ayah membayar ongkos taksi.
Ayah bergegas datang, lalu duduk di belakang setir.
"Wah!" katanya. "Sama sekali tak kusangka mobilku akan dibawa lari orang, sementara aku sedang duduk di dalam stasiun. Kalian berdua tidak apa-apa""
"Beres, Yah," kata Peter "Kami berdua saat itu sedang tidur-tiduran di belakang. Kedua laki-laki itu tak melihat kami sama sekali. Mereka masuk lalu langsung menuju ke mari. Setelah itu pergi lagi. Mereka boleh dikatakan sama sekali tak bercakap-cakap dalam perjalanan."
"Oh! Ya, kurasa mereka bukan betul-betul pencuri mobil," kata Ayah "Mungkin cuma dua pemuda iseng, yang tak mau berjalan kaki ke mari. Kurasa soal ini tak perlu dilaporkan pada polisi. Kedua orang itu toh takkan mungkin bisa ditangkap! Jadi cuma buang-buang waktu saja. Pokoknya aku mendapat mobilku kembali "
Kedua anaknya merasa agak kecewa. Petualangan mereka yang luar biasa itu dilenyapkan dengan begitu saja oleh Ayah!
"Jadi Ayah sungguh-sungguh tak mau melapor pada polisi"" tanya Peter. "Kedua laki-laki itu mungkin benar-benar penjahat, Yah!"
"Mungkin saja. Tapi aku tak mau membuang-buang waktuku untuk mencari mereka," jawab Ayah. "Nanti mereka toh pasti akan tertangkap karena persoalan lain. Untung saja kalian cukup pintar, duduk diam-diam di jok belakang!"
Ibu ternyata jauh lebih tertarik pada persoalan itu. Tapi ia pun beranggapan bahwa perbuatan itu merupakan pekerjaan iseng yang dilakukan oleh dua pemuda. Kemudian Peter menelepon Jack untuk menceritakan pengalamannya. Nah, sekarang baru didapatnya sambutan yang diinginkan. Jack langsung bersemangat.
"Astaga! Wah! Masya Allah! Sayang aku tak ikut dengan kalian tadi," serunya ribut sambil menggenggam gagang telepon erat-erat. "Kita harus mengadakan rapat, mem
bicarakan perkara itu. Bagaimana kalau besok siang, pukul tiga" Kita semua kan besok sekolah cuma setengah hari saja! Kita harus memberitahukan kepada teman-teman bahwa kita akan mengadakan rapat. Aku akan... ssst! Ssst!"
"Kenapa kau mendesis-desis begitu, Jack"" tanya Peter bingung. Tapi kemudian ia tahu "Ah, rupanya adikmu si Susi bandel itu ada di dekatmu, ya" Baiklah, jangan bilang apa-apa lagi. Sampai besok!"
Keesokan harinya pukul tiga sore para anggota Sapta Siaga berkumpul dalam gudang tempat mereka biasa mengadakan rapat. Skippy ikut hadir. Anjing itu lari mondar-mandir di antara ketujuh anak-anak itu. Kelihatannya bersemangat sekali. Rupanya merasa saat itu ada kejadian penting!
Tungku minyak sudah dinyalakan. Jadi ruangan dalam gudang hangat dan nyaman. Anak-anak duduk di atas kotak atau bersila di atas permadani tua. Skippy disuruh menjaga dekat pintu. Ia harus memasang kuping, kalau-kalau ada yang datang untuk mengintip. Misalnya saja Susi si Bandel itu, atau salah seorang kawannya yang konyol! Peter mengisahkan pengalamannya kemarin. Semua mendengarkan dengan asyik.
"Jadi maksudmu bahwa ayahmu tidak akan melaporkannya pada polisi"" kata Colin. "Kalau begitu, kita akan bisa beraksi dengan leluasa. Ayo. Sapta Siaga, ini urusan yang benar-benar cocok untuk kita!"
"Memang soalnya sangat menarik," kata Pam. "Tapi apa sebetulnya yang akan kita lakukan" Maksudku, apa yang bisa kita selidiki" Aku bahkan sama sekali tak tahu, di mana kita harus memulai."
"Yah, kukatakan saja apa pendapatku," kata Peter. "Kurasa orang-orang itu merencanakan sesuatu. Entah apa yang mereka rencanakan, tapi menurut pendapatku kita harus menyelidiki siapa mereka."
"Tapi bagaimana caranya"" tanya Pam. "Lagipula mendengar ceritamu, aku kurang senang berurusan dengan mereka."
"Yah, kalau kau tak ingin ikut, tak ada yang melarang," tukas Peter, Ia mulai jengkel terhadap Pam. "Itu pintu, silakan keluar!"
Dengan cepat Pam berganti pikiran.
"Ah, aku sebetulnya ingin sekali ikut menyelidik. Tentu saja aku akan ikut. Bilang saja apa yang harus kita lakukan, Peter."
"Yah," kata Peter sambil memikir, "sebetulnya tak banyak yang kita ketahui. Tapi untuk permulaan, boleh jugalah! Pertama-tama, Warung Sid. Kita harus berusaha mencari tempat itu. Lalu kita mengawasinya, untuk melihat apakah ada satu dari kedua orang yang kulihat kemarin datang ke sana. Kalau ada yang muncul, lantas kita buntuti. Kita harus mengawasinya setiap hari pukul lima sore."
"Lalu"" tanya George tak sabar.
"Lalu ucapan 'Q 8061' yang kudengar diucapkan orang yang menyetir," sambung Peter. "Mungkin itu nomor telepon. Kita bisa menyelidikinya."
"Mustahil," kata Pam. "Kedengarannya tidak seperti nomor telepon!"
Tapi Peter tak mengacuhkannya.
"Orang yang satu memakai topi yang dibenamkan menutupi kening. Rambutnya gondrong sampai menutupi tengkuk," katanya.
"Dan kurasa ada sesuatu yang aneh dengan salah satu tangannya, sepertinya ujung jari tengahnya putus. Memang aku melihatnya cuma samar-samar saja diterangi cahaya lentera jalanan. Tapi walau begitu aku cukup yakin mengenainya."
"Sedang orang yang satu lagi rambutnya dipotong sangat pendek," ujar Janet dengan tiba-tiba. "Aku sempat melihatnya. O ya, Peter, kau ingat atau tidak apa kata orang itu" Katanya, ia merasa ada barangnya jatuh ke lantai mobil! Betulkah itu" Kita lupa memeriksanya! Yang jelas, orang itu tak berhasil menemukan apa-apa."
"Wah, betul!" kata Peter sambil menepuk kening. "Aku lupa sama sekali. Padahal itulah yang paling penting. Yuk, kita periksa mobil Ayah sekarang juga. Jangan lupa bawa senter kalian, Sapta Siaga!"
IX SAPTA SIAGA MULAI BERAKSI
SKIPPY lari ke kebun, mengikuti para anggota Sapta Siaga. Jack memandang berkeliling, barangkali saja Susi atau salah seorang kawan adiknya itu bersembunyi di situ. Tapi Skippy tidak lari menuju semak sambil menggonggong-gonggong. Jadi boleh dibilang pasti saat itu tak ada orang lain di sana.
Mereka berbondong-bondong memasuki garasi. Mudah-mudahan saja mobil Ayah ada di situ. Dan ternyata harapan mereka terkabul! Dengan segera anak-anak membuka s
emua pintu dan mulai memeriksa lantai.
"Tak ada gunanya memeriksa lantai sebelah belakang," kata Peter. "Kedua orang itu duduknya di depan."
Ia lantas meraba ke segala arah. Disorotkannya cahaya senter ke pojok-pojok lantai mobil sebelah depan. Garasi itu gelap, walau saat itu baru pukul setengah empat sore. Memang, pada musim gugur, hari cepat gelap. Apalagi nanti, di musim salju!
"Tak ada apa-apa," kata Peter setelah beberapa saat. Ia agak menyesal.
"Coba aku yang mencari," kata Janet. "Aku pernah kehilangan pensil. Lama sekali kucari, tapi tak ketemu. Tidak tahunya, terselip di antara kedua bangku "
Janet menyelipkan jari-jarinya di sela kedua bangku, lalu meraba-raba. Tiba-tiba ia berseru girang, sambil menarik suatu benda. Sebuah kotak kaca mata! Janet mengacungkannya ke atas dengan bangga.
"Lihatlah! Ini dia. Rupanya yang jatuh kemarin kotak kaca mata orang itu."
"Tapi dia tak memakai kaca mata," kata Peter ragu.
"Bisa saja dia memakainya kalau membaca," jawab Janet. "Seperti Nenek misalnya."
Lalu dibukanya kotak itu. Ternyata kosong. Tapi tiba-tiba ia berseru lagi. "Lihat, ada namanya tertulis di sebelah dalam! Nah, apa kata kalian sekarang" Nomor teleponnya juga ada. Sekarang kita benar-benar menemukan jejak penting!"
Dengan segera Sapta Siaga berkerubung untuk melihat. Janet menuding sebuah etiket yang melekat di sebelah dalam kotak. Pada etiket itu nampak nama orang tertulis dengan rapi, disertai serentetan nomor-nomor. 'Briggs. Renning 2150'.
"Renning, itu kan tidak jauh dari sini," kata Peter. "Kita bisa mencari nama itu dalam buku telepon, untuk mengetahui di mana alamat rumahnya yang tepat. Wah, hebat sekali penemuan kita kali ini!"
Ketujuh anak itu bersemangat karenanya. Jack sudah hendak menutup kembali pintu-pintu mobil. Tapi tiba-tiba ia teringat bahwa tak ada yang ingat untuk memeriksa di bawah tempat duduk depan sebelah kiri. Padahal di situlah orang yang merasa kehilangan itu duduk. Jack mengambil sebatang tongkat bambu yang tersandar di pojok garasi, lalu mengorek-ngorek di bawah tempat duduk. Dan ternyata ia berhasil. Sebuah kancing menggelinding ke luar.
"Lihat, apa ini"" kata Jack sambil mengacungkan kancing itu ke atas.
Peter memandang benda itu sekilas
"Ah, itu pasti kancing mantel ayahku yang terlepas," katanya. "Mestinya sudah lama ada di situ."
Peter mengantongi kancing yang ditemukan. Setelah itu mereka kembali ke gudang. Semuanya bersemangat!
"Nah, mula-mula kita harus menyelidiki, di mana tempat tinggal orang yang bernama Briggs itu. Kemudian kita beramai-ramai ke sana, mendatanginya," kata Peter mengusulkan. "Kita paksa dia mengaku bahwa kotak kaca mata ini miliknya yang terjatuh dalam mobil. Setelah itu aku akan maju ke depan dan mengatakan, 'Lalu apa yang Anda perbuat dalam mobil ayahku"'. Aku merasa pasti polisi akan tertarik pada urusan ini, jika kita bisa menyebutkan nama dan alamat orang yang pergi dengan mobil ayahku dengan seenaknya. Dan mungkin pula mereka akan berhasil menyuruh dia menyebutkan nama dan alamat orang yang satunya lagi!"
Sehabis pidato panjang lebar begitu, Peter terdiam sebentar. Ia kehabisan napas. Teman-temannya menatapnya dengan pandangan kagum. Rencana itu sangat berani kedengarannya!
"Baiklah! Tapi bagaimana dengan sekarang" Maksudku saat ini, jika sekarang juga kita berhasil menemukan alamat orang itu di Renning"" kata Jack bersemangat. "Kurasa kita sebaiknya beraksi dengan cepat. Kita bisa minum teh di restoran kecil yang ada di Renning. Kue-kue di situ enak sekali. Terakhir kali aku mampir di sana, perutku sampai kekenyangan."
"Tentu saja, kalau ada yang menraktir," kata Colin. "Ya, aku juga setuju. Sebaiknya kita berangkat sekarang juga. Kurasa akan asyik kita nanti. Tapi kau yang bicara ya, Peter!"
"Sepeda kalian beres semua"" tanya Peter. "Bagus! Sekarang kita masuk saja dulu ke rumah. Kita catat alamat Pak Briggs, kalau kita temukan dalam buku telepon. Awas Pak Briggs, Sapta Siaga membuntuti jejak Anda!"
Buku telepon ternyata besar sekali gunanya. Pak H.E.J. Briggs bertempat tinggal di Little Hill, Jalan Raynes, Renning. Nomor te
leponnya 2150. Peter mencatatnya dengan cermat. "Cukupkah uang kita untuk minum teh di restoran"" tanyanya. Ternyata uang Colin kurang. Peter lantas meminjamkannya. Kini mereka siap berangkat.
Peter minta ijin pada ibunya, bahwa mereka ingin jajan sore itu di restoran. Kemudian mereka berangkat. Tidak bergerombol! Sapta Siaga mematuhi peraturan lalu lintas jalan. Mereka naik sepeda beriringan satu-satu, seperti yang diajarkan pada mereka. Dengan cara begitu lebih aman, dan juga tidak membahayakan orang lain!
Renning cuma tiga mil dari kota kecil mereka. Tak lama kemudian mereka sudah sampai di sana.
"Bagaimana, kita minum teh dulu"" tanya George sewaktu mereka lewat di depan restoran yang katanya menghidangkan kue-kue enak itu. Ia sudah kepingin sekali mencicipinya.
"Jangan!" larang Peter. "Bekerja dulu, sesudah itu baru kita bersantai-santai." Peter memang selalu memegang teguh disiplin mengenai hal-hal seperti itu. Karenanya mereka melanjutkan perjalanan naik sepeda, menuju Jalan Raynes.
Ternyata Jalan itu tidak lebar. Di kiri kanannya terdapat rumah-rumah kecil yang serba menarik. Sedang rumah yang dinamakan 'Little Hill', atau Bukit Kecil juga tidak besar. Kebunnya sempit tapi penuh dengan tanaman-tanaman. Kelihatannya bagus sekali!
"Ah, sama sekali tidak pantas ditinggali penjahat," kata Jack. "Tapi siapa tahu! Nah, itu ada orang di kebun, Peter. Sekarang lakukan tugasmu. Coba tunjukkan, bagaimana caramu menangani urusan seperti begini. Suruh dia mengaku bahwa ialah pemilik kotak kaca mata yang terjatuh dalam mobil ayahmu!"
"Baiklah!" kata Peter, lalu melangkah dengan berani memasuki kebun. "Eh, selamat sore, Pak. Anda yang bernama Briggs""
X PETER KIKUK BEGITU Peter melihat orang itu dari dekat, dengan segera ia menyadari bahwa bukan dia yang dilihatnya dalam mobil ayahnya. Orang yang ini kepalanya besar dan bundar, begitu pula bentuk mukanya. Sedang yang naik mobil ayahnya tak minta ijin dulu kemarin, kedua-duanya berkepala yang lonjong bentuknya. Setidak-tidaknya begitulah kelihatannya dalam gelap.
Orang yang diajaknya bicara itu kelihatan agak heran. "Bukan," katanya. "Aku bukan Briggs. Aku kawannya, yang kebetulan menginap di sini. Ada keperluanmu dengan kawanku-itu" Akan kupanggilkan sebentar."
Peter mulai merasa kurang enak. Entah kenapa, tapi kebun yang bagus dan rumah kecil yang rapi ini rasanya tidak cocok dengan kedua pencuri mobil kemarin malam!
"Henry! Henry! Ini, ada anak mencarimu!" seru orang itu. Peter melihat bahwa kawan-kawannya anggota Sapta Siaga memperhatikan dengan penuh minat. Mungkinkah orang yang bernama 'Henry' itu yang mereka cari"
Saat itu dari dalam rumah muncul seorang laki-laki. Rambutnya dipotong pendek, sedang bentuk kepalanya lonjong. Ya, kalau dia ini mungkin orang yang duduk di sisi kiri depan kemarin malam. Cuma repotnya, rupanya tak mirip seseorang yang dengan seenaknya memakai mobil orang lain tanpa ijin!
Tapi siapa tahu, pikir Peter.
Orang itu memandangnya dengan heran.
"Ada apa"" tanyanya.
"Anu, eh, begini, Pak, nama Anda H.E.J. Briggs"" tanya Peter dengan sopan
"Betul," jawab orang itu. Kelihatannya agak geli. "Ada apa""
"Anu, mungkinkah Anda kehilangan kotak kaca mata"" tanya Peter lagi.
Para anggota Sapta Siaga yang berdiri di luar, semua menahan napas. Nah, apa kata orang itu sekarang"
"Betul! Aku pernah kehilangan," kata orang itu dengan heran. "Kau menemukannya" Di mana""
"Di lantai depan sebuah mobil, Pak." jawab Peter sambil memperhatikan air muka Pak Briggs. Jika orang itu salah seorang pencuri mobil ayahnya kemarin, pasti ia akan merasa kikuk. Atau mungkin bahkan mungkir! Karena ia pasti akan tahu, itulah kotak kaca mata yang terjatuh kemarin malam. Jadi tentunya ia tak berani mengakui, 'Ya, memang terjatuh kemarin!'
Geger Putri Istana 3 Sakit Hati Seorang Wanita Karya Kho Ping Hoo Istana Pulau Es 2
^