Pencarian

Tuduhan Palsu 1

Sapta Siaga 09 Tuduhan Palsu Bagian 1


Sapta Siaga - Tuduhan Palsu
Download Ebook Jar Lainnya Di
http://mobiku.tk http://inzomnia.wapka.mobi
I BERITA MENARIK "PAGI itu sangat indah. Musim semi telah tiba. Pohon-pohon sudah menghijau kembali. Saat itu Peter dan Janet sedang sarapan berama orang tua mereka. Skippy, anjing spanil mereka ada di tempatnya yang biasa. Di bawah meja.
"Ayah," kata Peter. Tapi ia tidak jadi bicara, karena dilihatnya ibu mengerutkan kening.
"Ayah jangan kauganggu dulu," kata Ibu. "Kan kaulihat sendiri, Ayah Sedang sibuk membaca koran."
Tapi saat itu Ayah lantas meletakkan koran yang sedang dibacanya. Ia tersenyum.
"Bagaimana - maukah Sapta Siaga berjasa lagi"" katanya. "Ini, baru saja kubaca berita. yang rasanya cocok untuk kalian."
"Wah!" seru Peter. "Berita apa Ayah"" Janet dengan segera meletakkan sendok telurnya, lalu menatap Ayah dengan penuh perhatian,
"Ada seorang anak perempuan lari dan rumah," kata Ayah. "Ia mencuri uang dari meja guru kelasnya lalu sewaktu polisi mendatangi bibinya untuk mengurus perkara itu, anak itu melarikan diri."
'Tapi apa hubungannya dengan Sapta Siaga"" tanya Peter heran,
"Dengarlah dulu - kubacakan saja bentanya," kata Ayah lagi. Ia kembali membaca koran, tapi sekali ini keras-keras. "Nah, ini dia beritanya. Elisabeth Mary Wilhelmina Sonning lari dari rumah bibinya di mana ia tinggal, setelah dituduh mencuri uang dari meja guru kelasnya. Ia pergi hanya dengan pakaian yang ada di badan. Ia berpakaian seragam sekolah, Bibinya melaporkan, orang tua Elisabeth saat ini sedang bepergian ke luar negeri. Elisabeth mempunyai kakak laki-laki yang berada di Prancis." "
Ayah menoleh sebentar ke arah Peter dan Janet. Keduanya mendengarkan dengan penuh perhatian,
"Sekarang menyusul keterangan yang mungkin menarik bagi kalian," kata Ayah, lalu melanjutkan membaca!.
"Pada sore hari yang sama, ada orang melihat Elisabeth di desa Belling. Diduga ia hendak pergi ke rumah neneknya, yang tinggalnya di desa itu."
"Desa Belling" letaknya kan bertetangga dengan desa kita," kata Janet. "0, aku mengerti sekarang maksud Ayah - Sapta Siaga kan bisa ikut mencari Elisabeth. Ya, betul- tentu saja kami mau! Tapi, kami tak tahu seperti apa rupa anak itu."
"Ini ada fotonya," kata Ayah sambil menyodorkan koran. "Agak kurang jelas - tapi di situ ia memakai pakaian seragam sekolah. Jadi foto itu bisa membantu kalian mengenalinya."
Peter dan Janet memperhatikan foto di koran itu dengan cermat. Mereka melihat wajah seorang anak perempuan, yang kelihatannya sedikit lebih tua daripada mereka: Rambut anak itu ikal dan tebal. Rupanya Elisabeth anak yang periang, karena dalam foto itu ia tertawa. Menurut pendapat Peter dan Janet, Elisabeth kelihatannya anak yang baik.
Tapi mustahil ia anak yang baik! Bukankah ia ketahuan mencuri uang, dan karenanya lalu melarikan diri. Begitulah pikir Janet. Ia menoleh pada Ayah.
"Di manakah neneknya tinggal di desa Belling"" tanya Janet.
"Tidak dijelaskan di sini," kata Ayah sambil mengambil korannya kembali. "Kalian harus membaca koran nanti sore. Barangkali saja ada keterangan lebih lanjut mengenainya, Menurut pendapatku, jika anak itu pergi ke rumah neneknya, maka pasti ia sudah langsung ditemukan. Tapi jika ia menyembunyikan diri di tempat lain, barangkali kalian akan berhasil melacaknya."
"Ya, mungkin saja," kata Peter. "Akhir-akhir ini tak ada perkara menarik yang bisa ditangani Sapta Siaga. Besok kita akan mengadakan rapat."
Sore itu Janet sibuk menulis surat undangan pada para anggota Sapta Siaga. Semua diundang menghadiri rapat yang akan diadakan keesokan harinya. Semua surat itu is!nya sama.
'Anggota SS yang budiman,
Besok hari Sabtu akan diadakan rapat. Rapat dimulai tepat pukul sepuluh pagi. Tempatnya seperti biasa, dalam gudang. Harap diingat semboyan kita. Dan jangan lupa memakai lencana.'
"Peter menandatangani semua surat itu satu per satu kemudian ia bersepeda bersama Janet, mengantarkan undangan Itu pada para anggota Sapta Siaga. Kedua anak Itu merasa bersemangat. Mungkin saja -perkara baru ini nanti ternyata tidak menghasilkan apa-apa. Tapi setidak-tidaknya kini "a so
al yang bisa dijadikan bahan pembicaraan mereka kini bisa menyusun rencana baru. .
Dalam. perjalanan kembali dari mengantar surat-surat, kita nanti. mampir sebentar di kios untuk membeli koran sore. Mungkln saJa ada berita baru tentang Elisabeth Mary Wilhelmina Sonning," kata Peter.
Dan dalam perjalanan pulang, kedua anak itu mampir sebentar di kios penjual koran dan majalah. Mereka membeli koran sore, lalu berdiri di luar kios. Mereka sibuk meneliti halaman demi halaman, mencari-cari kabar baru mengenai "nak yang hilang itu. Akhirnya mereka menemukan artikel kecil, dengan judul 'ANAK HILANG'.
"Ini dia Beritanya, kata Peter bersemangat. "Nih, Janet! Di sini ditulis, Elisabeth Sonning masih belum ditemukan. Neneknya mengatakan, tidak melihat anak itu. Barang siapa melihat seorang anak perempuan yang ciri-cirinya sebagai berikut, diharap agar memberitahukannya pada polisi.' Dan ini - menyusul keterangan mengenai bagaimana rupa anak itu, Bagus! Kita bisa membacakannya besok, di depan rapat Sapta Siaga."
Mereka pun cepat-cepat pulang ke rumah,
"Bagaimana semboyan kita, Peter"" tanya Janet, ketika mereka menaruh sepeda ke dalam gudang, "Aku lupa lagi, 'karena sudah lama kita tidak mengadakan rapat."
"Untung saja aku tak pernah lupa," kata Peter, "Aku tak mau mengatakannya padamu - tapi baiklah, kuberi petunjuk sedikit. Pikirkan saja domba! Mungkin dengan begitu kau akan teringat lagi!"
"Domba"" kata Janet dengan heran. "Kalau mendengar domba, aku langsung saja teringat pada biri-biri, Peter. Atau pada lagu 'Si Penggembala Domba'. Atau panggang domba. Yang mana semboyan kita""
"Semuanya salah," kata Peter sambil nyengir. "Tebak saja terus, Janet - dan katakan padaku besok dalam rapat. "
" II RAPAT SAPTA SIAGA ""NAH' sudah kauingat lagi semboyan kita"" tanya Peter keesokan paginya. ketika ia sedang sibuk membereskan gudang bersama Janet.
"Belum," jawab Janet. Kaukatakan saja apa semboyan kita padaku, karena kau kan tahu sendiri - aku harus menghadiri rapat. Sedari kemarin sore aku tak henti-hentinya berpikir tentang domba, domba, domba melulu! Tapi yang berhasil kuingat cuma yang sudah kukatakan kemarin. Ayolah, Peter! Katakan dong!"
'Tidak," kata Peter tegas. "Kau ini selalu lupa. Sudah waktunya kau mendapat pelajaran! Kalau kau tetap tak ingat, nanti takkan kuizinkan masuk ke gudang untuk menghadiri rapat. Sekarang pergilah ke Ibu! Tanyakan padanya apakah kita boleh meminta kue yang dibikin olehnya minggu lalu."
""Minta saja sendiri!" kata Janet ketus, ia jengkel, karena Peter tak mau menyebutkan kata semboyan Sapta Siaga.
"Aku kan pemimpin Sapta Siaga," kata Peter. "Jadi kau harus mematuhi perintahku, Janet!"
Janet lantas pergi sambil mengomel-ngomel. Ia merasa cemas jangan-jangan Peter tak mengizinkannya ikut rapat! Peter memang selalu keras, kalau mengenai peraturan. .
Janet pergi ke dapur. Tapi Ibu tak ada di situ. Di alas meja dapur terletak beberapa potong daging domba. Janet memandang daging itu sambil berpikir-pikir.
"Domba! Aduh - apa yang harus kuingat. kalau melihat daging domba" Pusing kepalaku memikirkannya. Ah-itu dia ibu datang, Bu, bolehkah kami minta biskuit jahe sedikit""
Ibu masuk ke dapur sambil membawa daun rempah.
"Apa itu, Bu"" tanya Janet ingin tahu. "0, daun rempah! Boleh kucium baunya ya, Bu. Hmmm - wangi!"
"Ini untuk membumbui saus domba panggang,", kata ibu "Sekarang aku harus -"
"Saus rempah! Ah ya - tentu saja! Itu dia kata semboyan yang kucari-cari. Saus rempah! Aku ini rupanya memang goblok!" Janet menandak-nandak dengan gembira. Tapi detik berikutnya ia memandang ibu dengan kaget.
"Aku tak boleh menyebutkan kata itu kuat-kuat," katanya sambil mendekapkan tangan ke mulut. "Kami tak boleh mengatakannya pada siapa-siapa. Bu, ibu jangan mengingat kata itu, ya""
"Apa sih yang kauributkan"" tanya Ibu heran, lalu pergi mengambil kaleng tempat biskuit jahe. Nih - untuk kalian semuanya. Besok aku akan membikin lagi yang baru."
Wah! Terima kasih, bu," kata Janet girang. Ia bergegas lari ke gudang di belakang kebun, sambil membawa kaleng kue itu. Ketika sudah dekat, ia bers
eru-seru, "Saus rempah! Saus rempah! Saus rempah!"
"He! Kau sudah gila rupanya!" Terdengar suara marah dan dalam gudang, Peter menjulurkan kepalanya ke luar. Keningnya berkerut. "Masa seenaknya saja meneriakkan semboyan rahasia kita, sehingga bisa didengar orang lain. Tapi untunglah, akhirnya kau ingat juga."
"Ya, tadi kebetulan sekali Ibu masuk ke dapur membawa daun rempah. Katanya hendak dibuat saus rempah untuk panggang domba, Untung saja - jadinya aku teringat lagi," kata Janet. "Wah, sekarang sudah hampir pukul sepuluh, Peter."
"Aku tahu," kata Peter. "Aku juga sudah hampir selesai. Bagaimana, sudah cukup tempat duduk" Sekali ini kau terpaksa duduk di pot bunga itu, Janet. Rupanya Pak Kebun mengambil satu kotak kita."
Saat itu Skippy mulai menggonggong .
"Nah, sudah ada yang datang rupanya," kata Peter. "Tutup pintu, Janet. Yang mau masuk, harus menyebutkan kata semboyan dulu!"
Tok-tok-tok! Pintu diketuk dan luar.
"Semboyan!" kata Peter.
"Saus rempah!" Terdengar dua suara menjawab serempak.
"Masuk," kata Peter, sementara Janet membukakan pintu. "Hai, George dan Colin - tepat sekali kalian datang."
Pintu diketuk lagi. "Semboyan!" seru Peter. Dan luar terdengar suara seseorang berbisik-bisik lewat lubang kunci.
"Wah, lupa! Tapi aku Pam - jadi kalian bisa membukakan pintu."
"Tidak, tidak bisa!" kata Peter keras. "Kau kan tahu peraturan kita."
"Ingat saja pada domba panggang!" seru Janet menyela. sebelum Peter sampat mencegahnya.
Pam cekikikan di luar. "Ah ya - betul, aku ingat lagi sekarang. Saus rempah!"
Janet cepat-cepat membukakan pintu. Peter memandang adiknya itu dengan mata melotot.
"Kenapa kau berani-berani mengingatkan Pam"" bentaknya.
""Kau sendiri, kemarin mengingatkan aku!" tukas Janet. Kau kan juga mengatakan 'Domba'!" "
"Nah, ada yang datang lagi," kata Peter cepat-cepat.
Pintu diketuk, disusul suara dua orang anak menyebutkan kata semboyan rahasia Sapta Siaga.
"Masuk!" seru Peter. Jack dan Barbara masuk bersama-sama. Setelah semua anggota lengkap hadir, mereka lantas duduk dan memandang Peter dengan rasa ingin tahu.
"Ada soal penting, Peter"" tanya Jack bersemangat.
"Ya," jawab Peter. Tapi bagaimana dengan Susi, adikmu yang bandel itu, Jack" Apakah ia ada di dekat-dekat sini" Soalnya, ini rapat penting!"
"Susi sedang ikut belanja dengan ibuku," kata Jack menenangkan. "Ia bahkan tak tahu-menahu bahwa hari ini kita rapat. Jadi kita tak perlu khawatir adikku itu akan datang mengganggu, "
Peter mendehem-dehem sebentar. lagaknya persis seorang pemimpin rapat. .
"Soalnya begini," katanya setelah itu. "Ini gagasan- ayahku. Menurut pendapatnya, kita perlu menyelidiki urusan yang akan kuceritakan pada kalian, Jadi perkara ini benar-benar penting. Ada seorang anak perempuan minggat dari rumah bibinya di mana ia menumpang. Ia lari setelah mencuri uang di sekolah, Lalu ada yang mengatakan melihat anak itu di dekat sini, yaitu di desa Belling. Anak itu mempunyai nenek yang tinggal di situ, Tapi ternyata sampai sekarang ia tidak muncul di rumah neneknya itu."
"0 - dan sekarang Sapta Siaga bertugas untuk berjaga-jaga dan mencarinya!" kata Jack. "Kurasa kita akan mampu melakukannya. Kayak apa rupa anak itu - dan bagaimana rencanamu, Peter""
"Untuk itulah kita mengadakan rapat, sekarang," jawab Peter. "Begini-"
" III ELISABETH SONNING "PETER menceritakan kejadiannya dengan jelas,
"Anak itu bernama Elisabeth Mary Wilhelmina Sonning," katanya. "Orang tuanya tinggal di luar negeri. Ia pada hari-hari sekolah tinggal di asrama. Tapi setiap akhir pekan menginap di rumah bibinya, Elisabeth mempunyai seorang abang, yang saat ini sedang berada di Prancis. Elisabeth dituduh mencuri uang guru kelasnya yang disimpan dalam laci meja. lalu ketika polisi datang ke rumah bibinya untuk mengurus perkara itu, tahu-tahu Elisabeth minggat."
"Waktu lari itu ia berpakaian apa"" tanya Pam.
"Ia ,memakai pakaian seragam sekolah," kata Peter, "Ini fotonya. Mantel sekolah yang biasa berwarna biru dengan topi biru yang dihiasi pita sekolah, sepatu biasa dengan kaos kaki. Di sini juga ditulis bahwa ia memakai rok s
enam dengan blus berwarna putih. Menurut pendapatku, pakaiannya persis seperti yang dipakai oleh Janet, Pam dan Barbara kalau pergi ke sekolah!"
"Mungkin ia masih membawa pakaian yang lain," kata Jack. "Misalnya saja mantel untuk bepergian, atau pakaian lainnya."
"Tidak. Menurut keterangan bibinya, semua pakaiannya masih lengkap," jawab Peter. "Dan pasti bibinya itu sudah memeriksa dengan sangat teliti. Karena jika bukan berpakaian seragam sekolah, maka akan sukar sekali bisa mengenali anak itu.
"Mana keterangan mengenai tampangnya"" tanya Janet. "Kan juga dimuat dalam koran sore kemarin, Peter,"
"0 ya, betul, Ini dia," kata Peter, lalu membacakannya keras-keras, "Elisabeth berambut tebal dan ikal, berwarna coklat tua. Matanya coklat, alis lurus, sedang pada satu lengannya nampak bekas luka. Anaknya termasuk tinggi dan badannya kuat. la pandai berenang dan senang sekali pada kuda." Sehabis membacakan keterangan itu, Peter lantas memandang kawan-kawannya. "Bagaimana - kiranya bisakah kalian mengenalinya jika berjumpa dengan anak Itu""
"Mungkin," jawab Colin ragu-ragu. "Tapi banyak anak perempuan yang rambutnya ikal dan tebal serta berwarna gelap. Asal dia memakai blus lengan pendek, kita akan bisa mengenalinya dari bekas luka yang ada di lengannya. Tapi itu pasti disembunyikannya!"
"Bagaimana cara kita memulai usaha pencarian"" tanya George. "Apakah kita bersepeda ke desa Belling dan berkeliaran di sana""
"Justru soal itulah yang perlu kita rundingkan sekarang," kata Peter. "Menurut pendapatku, takkan ada gunanya jika kita bersepeda sambil berkeliaran ke mana-mana, Elisabeth -pasti sekarang sudah bersembunyi di suatu tempat. Ia takkan berani berkeliaran di luar pada siang hari. Tentu ia bersembunyi."
"Di mana"" tanya Pam.
"Kenapa kautanyakan padaku" Mana aku tahu"" balas Peter, Menurut pikirannya, Pam kadang-kadang konyol ""Pakai otakmu dong, Pam! Kalau kau yang minggat dari rumah, di mana kau akan bersembunyi""
"Dalam lumbung," jawab Pam, Anak-anak itu hidup di daerah pertanian. Karena itu lumbung dan sebagainya, merupakan hal yang sehari-hari bagi mereka,
"Dalam hutan, di tengah semak lebat," kata George.
Tiba-tiba Skippy menggonggong sambil mengibas-ngibaskan ekor.
"Apa saranmu, Skip"" tanya Peter pada anjingnya Itu. "Dalam kandang anjing" 0 ya! Bagus juga saran itu,"
Anak-anak tertawa. Dan Skippy kelihatannya puas,
""Kalau aku, kurasa ada baiknya jika kita melakukan pelacakan dengan sangat teliti di desa Belling dan di sekitarnya," kata Peter. "Soalnya, jika Elisabeth benar-benar dilihat orang di sana, maka mestinya kini ia bersembunyi di salah satu tempat di dekat-dekat situ. Kurasa polisi pasti telah mencari dengan cermat ke mana-mana. Tapi kita lebih tahu dari mereka, di mana harus mencari. Soalnya kita tahu di mana kita akan bersembunyi jika kita yang minggat, sedang polisi tidak! Orang dewasa kelihatannya sering sudah lupa pada kebiasaan mereka sewaktu kecil dulu."
"Ya, memang!" kata George. 'Tapi kalau aku, aku takkan pernah melupakan. Aku tak mau melupakan kebiasaanku yang sekarang. Eh - bagaimana dengan nenek anak Itu, Peter" Bagaimana jika salah seorang dan kita pergi mendatanginya" Mungkin saja ia bisa memberi keterangan yang berguna bagi kita."
"Ya, kurasa ada baiknya gagasanmu itu," kata Peter
sambil berpikir-pikir. "Cup! Bukan aku yang ke sana," kata Pam dengan segera. "Kalau aku yang mendatangi neneknya itu, aku pasti takkan tahu apa yang harus dikatakan, Paling-paling aku cuma bisa berdiri saja sambil melongo kayak orang tolol."
"Kalau untuk begitu sih, kau tak perlu jauh-jauh pergi ke sana," kata Colin. Pam menatapnya sambil melotot.
"Ai! - kayaknya kau ini -" Pam mulai mencerocos.
Tapi Peter cepat-cepat menengahi.
"Sudah, jangan bertengkar," katanya ketus. "Kurasa yang akan ke sana aku saja, bersama Jack. 0 ya, masih ada lagi yang bisa kita lakukan."
"Apa"" tanya anak-anak serempak.
"Kan dalam koran dikatakan, anak Itu senang kuda. Jadi tak ada salahnya jika kita mendatangi beberapa istal yang kita ketahui, untuk menyelidiki apakah ada anak perempuan berkeliaran di situ. Mun
gkin saja ia bahkan- berusaha mendapat pekerjaan di salah satu istal."
""Nah! itu dia ide yang hebat," kata Janet bersemangat. "Kelihatannya banyak juga. yang bisa kita lakukan, Peter!"
"Sekarang kita membagi daerah yang harus diselidiki," kata Colin. "Kita jangan mencari secara bergerombol - karena sudah pasti anak itu akan mendengar kita datang lalu bersembunyi! Kecuali itu jika kita bersama-sama terus, kita takkan bisa memeriksa seluruh daerah sekitar sini, Tempat-tempat mana saja yang perlu diselidiki, Peter""
''Yah " untuk itu pakii saja akal sehatmu," kata Peter, "Semua tempat yang kelihatannya bisa dijadikan tempat bersembunyi - pondok yang tak didiami orang - caraYan kosong - semak belukar atau hutan yang lebat lumbung -gudang, pokoknya di mana saja! Mungkin kandang ayam pun perlu diselidiki!"
Saat itu Skippy menggonggong. seperti kepingin ikut bicara,
''Ya, ya - kau tadi sudah menyebutkan kandang anjing, Skip!" kata Peter sambil tertawa. "Kau sajalah yang memeriksa ke tempat-tempat itu. Nah! Sekarang masih ada waktu dua jam, sebelum saat makan siang. Atur saja sendiri di mana kalian masing-masing hendak memulai pelacakan, Aku bersama Jack berangkat ke rumah nenek anak itu. Nanti pukul setengah tiga kita berkumpul lagi, untuk memberikan laporan, Ingat - pukul setengah tiga tepat! Sekarang berangkat!"
" IV PAKAIAN BEKAS UNTUK NENEK
"PETER keluar dari gudang bersama Jack.
"Kau tahu alamat nenek itu"" tanya Jack.
'Tidak," jawab Peter, "Tapi aku tahu namanya juga Sonning, seperti anak itu. Jadi kurasa sebaiknya kita cari saja alamatnya dalam buku telepon."
"Setuju," kata Jack, "Setelah itu baru kita ambil sepeda kita,
Kedua anak itu masuk ke rumah untuk mengambil buku telepon. Setelah itu mereka bersama-sama mulai mencari nama Sonning di dalamnya. .
"Apa yang kalian cari"" tanya ibu Peter yang saat itu masuk ke dalam ruangan. "Mencari nomor seseorang""
"Kami mencari nomor telepon nenek anak perempuan yang minggat, Bu," Jawab Peter. 'Tapi rupanya tidak terdaftar di sini."
"Peter'" seru ibunya kaget. "Kau tak boleh seenaknya saja menelepon ke sana, lalu mengajukan berbagai pertanyaan mengenai cucunya!"
"Memang bukan mau menelepon, Bu," kata Peter. 'Tadi kami bermaksud datang ke sana - tapi alamatnya kami tidak tahu,"
"Aku tahu di mana nenek itu tinggal," kata ibunya dengan tidak disangka-sangka. "Bu Sonning senang mengadakan lelang barang bekas untuk mengumpulkan dana bagi Yayasan Wanita Belling. Baru saja minggu yang lalu ia menulis surat padaku, meminta sumbangan pakaian bekas."
""Pakaian bekas"" kata Peter bersemangat. "Wah, Bu - itu kan kesempatan baik bagi kami! Bagaimana Bu" Bolehkah kami mengantarkan beberapa potong padanya atas nama Ibu" Mungkin nanti ia akan bercerita banyak tentang Elisabeth, cucunya itu, Kami kan saat ini mencarinya, seperti yang disarankan Ayah."
"Aduh - kalian ini selalu saja sibuk dengan kegiatan Sapta Siaga," kata Ibu. "Tapi baiklah! Akan kuberikan beberapa potong pakaian bekas, dan kalian bisa mengantarkan padanya dengan mengatakan barang-barang itu dan Ibu. Tapi janji ya - kalian harus bersikap ramah dan sopan. Jika neneknya itu tak mau mengatakan apa-apa tentang Elisabeth, kalian sama sekali tak boleh bertanya-tanya terus."
"Baiklah, ,Bu. Sungguh. kami nanti akan sopan sekali," kata Peter berjanji. "Mana pakaian bekasnya, Bu""
"Itu - dalam dua kotak itu," kata Ibu. "Alamat " Sonning adalah di Jalan Blackberry. Rumahnya bernama Pondok Bramble. "
Kedua anak Itu bergegas keluar sambil membawa
kedua kotak yang berisi pakaian ".
"Kita benar-benar mujur sekali ini!'" kata Peter. ''Yuk-- kita berangkat. . Sekarang kita punya alasan baik untuk mendatangi wanita tua itu!"
Peter dan Jack berangkat naik sepeda, diiringi oleh Skippy yang berlari-lari di samping mereka dengan lidah terjulur ke luar. Bukan karena capek, tapi karena memang begitulah kebiasaan anjing. Tak lama kemudian mereka sudah sampai di desa Belling. Mereka langsung menanyakan jalan menuju ke Jalan Blackberry.
Ternyata jalan itu sempit dan berkelok-kelok diapit ladang dan hutan. Pondok Bramble ter
letak paling ujung. Rumahnya tidak besar, tapi bagus. Tanaman menjalar pada dinding yang dilabur dengan kapur berwarna putih, Dalam kebun nampak berbagai macam bunga.
""Ini dia rumah Bu Sonning," kata Peter, ketika melihat nama itu tertulis di pintu pagar, 'Turunkan kotakmu, Jack. Kita masuk ke dalam."
Mereka lantas masuk sambil membawa kedua kotak yang berisi pakaian bekas, lalu menekan bel yang terdapat di sisi pintu depan. Setelah itu terdengar langkah orang mendekat. Seorang wanita setengah tua membukakan pintu, dan memandang mereka seperti hendak bertanya. Peter merasa pasti, nenek Elisabeth bukan wanita itu. Kelihatannya maslh terlalu muda untuk menjadi nenek.
"Kami mengantarkan pakaian bekas untuk lelang Bu Sonning," kata Peter. "Bisakah kami bicara sebentar dengan dia" Tadi ada pesan dari Ibu,"
""Silakan masuk," kata wanita itu,lalu mendului berjalan ke sebuah ruang duduk yang sempit. "Taruh saja kedua kotak itu di sini. Kalian tak bisa bertemu dengan Bu Sonning. Saat ini ia sedang berbaring di tempat tidur karena kurang enak badan. Aku Bu Wardle, pembantu di rumah ini. Nanti akan kukatakan pada Bu Sonning bahwa kalian datang mengantarkan barang-barang ini."
"Tentunya Bu Sonning kaget sekali mengenai cucunya," kata Peter. Ia langsung saja membicarakan persoalan itu, "Ibuku juga ikut prihatin mendengarnya."
"0 ya - majikanku sangat gelisah karenanya," kata Bu Wardle. "Ia sangat sayang pada Elisabeth. Ia berharap anak itu akan datang ke sini. Bu Sonning sama sekali tak mau percaya pada segala omongan yang mengatakan Elisabeth mencuri uang, Aku juga tak percaya!"
"Rupanya Ibu juga mengenalnya," kata Peter memancing.
"Wah - bukan kenai lagi namanya! Sejak ia masih sebegini, aku sudah bekerja di sini," kata wanita itu sambil menurunkan tangannya sampai ke lutut. Maksudnya, ia mengenal Elisabeth semenjak masa bayinya. "Dan belum pernah kualami anak yang lebih manis, jujur dan terbuka sifatnya seperti Elisabeth. Dia kadang-kadang memang bandel - tapi anak mana yang tidak pernah bandel" Kasihan - aku sedih memikirkan nasibnya, terpaksa bersembunyi karena takut."
"Menurut pendapat Anda ia bersembunyi di sekitar sini"" tanya Jack. "Kabarnya kan ada orang melihatnya di daerah sini!" .
"Betul," jawab Bu Wardle. Lalu ia melanjutkan dengan suara lebih "pelan, "Dan kurasa ia ada di sini dalam rumah ini. Aku belum mengatakan apa-apa pada Bu Sonning mengenainya, karena takut kalau ia semakin cemas saja. Tapi soalnya. kemarin aku kehilangan kue dan sepotong perkedel- serta biskuit satu kaleng. Dan juga selimut tebal yang biasanya tersampir di dipan kamar belakang!"
"Nah - itu benar-benar berita, pikir Peter sambil memandang Jack. Kalau begitu, Elisabeth pasti ada di sekitar situ!
Menurut Anda, kenapa ia tidak ke sini saja"" tanya Peter. "Kenapa malah bersembunyi" Biasanya orang bersembunyi, karena merasa bersalah. Tapi kata Anda tadi, Anda tak percaya bahwa Elisabeth benar-benar bersalah mencuri uang!"
"Betul - aku memang tak percaya ia bersalah," kata Bu Wardle. "Tapi sulitnya - uang itu ditemukan dalam laci lemari Elisabeth! Jadi bagaimana ya""
"Siapa itu Emma" Emma - siapa itu"" Tiba-tiba terdengar suara orang memanggil-manggil dari tingkat atas. "Ada kabar tentang Elisabeth""
"Itu Bu Sonning. Kalian harus pergi sekarang," kata Bu Wardle, lalu bergegas-gegas menaiki tangga menuju ke tingkat atas.
"Yuk, kita pergi," kata Peter pada Jack. "Banyak keterangan yang kita peroleh di sini. Hari Senin akan kita lihat lagi, apakah masih ada lagi keterangan yang bisa dikumpulkan. Aku akan mengumpulkan pakaian bekas lagi, Jack. Setelah itu kita antarkan pada Bu Wardle. Saat itu . akan kita dengar, apakah masih ada lagi yang akan diceritakannya. Mungkin ada lagi selimut hilang, atau kue dan perkedel. Yuk, Skip - kita telah melakukan tugas dengan baik!"
"V PENGALAMAN PAM DAN BARBARA
"SEMENTARA itu, bagaimanakah keadaannya dengan para anggota Sapta Siaga yang lain" Kalau Pam dan Barbara, mereka berdua sibuk sekali, Sebelum berangkat, mereka merencanakan untuk memeriksa hutan dan ladang di sebelah timur desa Belling: Sedang
Janet dan kedua anak laki-laki boleh memeriksa daerah sisanya - atau sebanyak yang mungkin mereka lakukan!
"Lihatlah - di tengah lapangan itu ada sebuah gubuk tua," kata Barbara. Napasnya terengah-engah, karena saat itu mereka sedang bersepeda mendaki bulat. "Yuk, kita periksa di dalamnya, apakah kelihatan seperti ada yang tidur di situ atau tidak!"
Mereka menyandarkan sepeda ke pagar, lalu berjalan ke tengah lapangan. Ternyata gubuk tua itu masih utuh- dan pintunya terkunci!
"Hm! Terkunci," kata Pam. "Kenapa harus dikunci. Gubuk di tengah ladang, biasanya tak dikunci, Sekarang bagaimana kita bisa melihat ke dalam, Barbara""
"Di sebelah sini ada jendela kecil, kata Barbara yang sementara itu sudah pergi ke sisi gubuk. Tapi letaknya terlalu tinggi bagi kita, Coba kita intip saja lewat lubang kunci." "
Tapi tak ada yang kelihatan lewat lubang kunci, karena ruangan dalam gubuk itu gelap pekat. Jadi mereka terpaksa juga mengintip lewat jendela kecil yang di samping, Pam mengambil sepedanya. Ia mengatakan bahwa ia akan berdiri di atas sadel lalu mengintip ke dalam, asal Barbara "mau memegangkan sepeda. Baru saja Pam menginjakkan kaki ke atas sadel, ketika tiba-tiba terdengar teriakan keras. Pam kaget, sehingga kehilangan keseimbangan lalu terjatuh ke tanah,
"He! Apa yang kalian lakukan di situ"!"
Kedua anak perempuan itu menoleh. Seorang laki-laki dewasa nampak datang ke arah mereka, sambil menuntun seekor kuda. Dan pakaiannya kelihatan bahwa laki-laki itu pekerja pertanian. Karena kaget, Pam tak mampu mencari-cari alasan. Ia hanya bisa berterus terang.
"Kami - kami cuma ingin tahu apa yang ada di dalam," katanya terbata-bata. "Kami tidak berniat jahat."
"Itu tempatku menyimpan perkakas," kata orang itu. "Kalian ini terlalu ingin tahu! Kalau kalian laki-laki, pasti akan kutampar!"
Pam dan Barbara bergegas-gegas pergi dari tempat itu. Wah! Orang itu galak sekali rupanya.
"Nanti kalau menemukan gubuk lagi, kita harus berhati-hati jika hendak mengintip ke dalam," kata Pam.
ketika mereka sudah bersepeda lagi di jalan. "He - di sana ada caraYan yang kosong. Itu - di tengah lapangan yang di sana itu! CaraYan itu cocok sekali dijadikan tempat bersembunyi. Tapi sekarang kita harus berhati-hati - jangan seperti tadi! Aku menjaga, sementara kau mengintip ke dalam. Ayo, cepat dong!"
Pam berdiri di dekat caraYan itu. Pondok beroda itu kotor dan reyot. Kelihatannya sudah lama tak pernah dipakai lagi.
Barbara menginjakkan kaki dengan berhati-hati pada anak tangga, lalu mengintip ke dalam. Detik berikutnya ia melambai-lambaikan tangan, menyuruh Pam datang.
"Pam!" desisnya. "Tempat ini ada yang menempati! Tuh - ada hamparan atau selimut kotor di situ - lalu piring dan mangkuk dan kaleng. Cepatlah ke mari!"
Pam bergegas menaiki tangga, lalu menjengukkan kepala ke dalam. Tapi hanya sebentar saja!
""Huahhh!" katanya sambil memijit hidung. "Baunya bukan main! Turun saja, Barbara. Kau kan tahu sendiri, kau takkan mau bersembunyi di tempat sekotor itu. Takkan ada anak perempuan yang mau! Uahh - aku rasanya kepingin muntah!"
"Kau benar - mendingan tidur di, parit kering, daripada di situ," kata Barbara. "Sudahlah, jangan kaubayangkan lagi, nanti benar-benar muntah! Yuk, kita lanjutkan pelacakan kita. Kalau bisa, kita harus kembali ke rapat sore nanti dengan--laporan yang macam-macam,"
Mereka pun melanjutkan perjalanan, sambil mencari-cari tempat yang mungkin bisa dipakai untuk bersembunyi. Tapi kecuali sebuah gubuk tempat tukang membetulkan jalan, tak ada yang mereka lihat cocok sebagai tempat persembunyian. Gubuk yang mereka lihat sama sekali tak menarik bagi mereka, sebab saat itu tukangnya ada di dalam. Orang itu sedang beristirahat sambil makan.
"Sekarang bagaimana dengan hutan"" kata Pam pada akhirnya. "Dekat sini ada sebuah hutan, yang penuh dengan semak belukar. Kita ke sana saja sekarang, sementara masih ada waktu satu jam."
Sesampai di hutan, mereka meninggalkan sepeda dekat sebatang pohon.
"Kita tidak boleh berisik," desis Pam. "Kau mencari ke arah sana, sedang aku menuju ke situ. Kalau kau melihat sesuatu yang m
enarik, beri isyarat siulan dua kali ya!"
Setelah itu mereka lantas berkeliaran di sela-sela pohon, memeriksa ke balik semak dan bahkan menyusup ke bawahnya:Tapi tak ada sesuatu pun'yang nampak menarik. Pam menemukan kotak rokok yang sudah kosong, sedang Barbara menemukan selembar sapu tangan yang kotor. Ada huruf-huruf tersulam pada sapu tangan itu. Tapi sayangnya - huruf J. P. Coba kalau E.M.W.S.! Itu baru penemuan menarik!
Tiba-tiba Pam menyambar lengan Barbara, sehingga temannya itu terlonjak karena kaget.
"Diam!" desis Pam, "Ada orang datang. Anak perempuan! Lihat!"
Seketika itu juga mereka menyusup ke bawah semak, lalu mengintip ke luar. Ya, betul- yang datang itu ternyata memang seorang anak perempuan. Kelihatannya anak sekolah, karena memakai mantel biru. Anak itu berjalan lurus ke arah mereka.
"Jangan sampai ketahuan," bisik Pam lagi. "Nanti kita Ikuti dari belakang. Pasti itu anak yang kita cari!"
Anak yang datang itu memakai topi, yang terbenam menutupi matanya. Aneh - ia berjalan lurus menuju semak - lalu tiba-tiba menubruknya. Nyaris saja Pam dan Barbara tertindih olehnya. Eh! Anak itu tertawa terbahak-bahak-
"Ah. rupanya SUSI- Adik Jack yang bandel!" seru Barbara kesal. "Ayo bangun Susi - nyaris saja kami penyek kautindih. Kenapa kau berbuat begitu""
"Yah - kalian kan mengintai di sini karena hendak menyergapku tadi"" balas Susi'. "Aku melihat kalian bergegas menyusup ke bawah semak!"
"Kami sama sekali tak bermaksud menyergapmu," kata Pam.
'''Kalau begitu apa yang sedang kalian lakukan di sini"" tanya Susi. "Ayo - kalian harus menceritakannya padaku''
" VI DI 1STAL "PAM dan Barbara menatap Susi sambil melotot. Seenaknya saja anak itu mau tahu segala-galanya, Pam mengusap-usap bahunya yang terasa sakit.
"Nih, lihat - bahuku sampai memar kautindih tadi," katanya masam, "Kami tak mau menceritakan apa-apa padamu!"
"Rupanya ada hubungannya dengan Sapta Siaga, ya"" kata Susi lagi. "Ayo dong, ceritakan padaku, Kalian pasti punya rahasia lagi! Tadi Jack tahu-tahu sudah pergi, tanpa mengatakan apa-apa padaku. Bilang saja padaku apa persoalannya, nanti kalian akan kubantu,"
"Tidak bisa," kata Pam jengkel. "Rahasia kami harus disimpan teguh!"
"Ala - aku nanti toh bisa memancingnya dari Jack," tukas Susi. Setelah itu ia pergi, sambil menutupi mukanya kembali dengan topi. "Selamat tinggal - dan jangan coba-coba menyergapku lagi ya!"
"Wah - sekarang anak itu tahu bahwa kita sedang menghadapi persoalan yang mengasyikkan," kata Barbara sambil mengibaskan tangan untuk membersihkan roknya, "Anak itu cerdas sekali, jadi pasti ia akan berhasil mengetahui rahasia kita. Moga-moga saja kita tidak saban kali bertemu dengannya, dan kemudian ternyata ia juga sedang mencari Elisabeth!"
"Hari sudah siang," kata Pam, setelah melirik ke arlojinya. "Kita lanjutkan pencarian di beberapa tempat lagi. Setelah itu kita harus pulang!" '
"Mereka meneruskan pencarian, Mereka menemukan sebatang pohon berongga besar di kakinya, Menurut perasaan mereka, rongga itu enak sekali dijadikan tempat bersembunyi bagi anak yang minggat.
"Kita ingat saja untuk kita sendiri," kata Barbara, "Siapa tahu, pada suatu waktu nanti kita memerlukannya. Sekarang kita pulang saja dulu. Tak ada yang bisa kita laporkan - kecuali kejadian dengan Susi tadi. Tapi setidak-tidaknya kita sudah berusaha! Aku ingin tahu, bagaimana hasil penyelidikan Colin! Katanya tadi, ia hendak mendatangi tempat-tempat pertanian dan memeriksa lumbung."
"Sedang George dan Janet berencana hendak mendatangi istal-istal tempat penyewaan kuda yang terdapat di sekitar sini," kata Pam. "Itu baru tugas yang asyik. Aku senang mendatangi istal."
George dan Janet juga merasa senang, karena tugas mereka harus memeriksa istal-istal. Ternyata di daerah sekitar desa Belling ada tiga buah istal.
"Istal Belling," kata Janet. "Kecuali itu masih ada pula Istal Warner, dan Istal Tiptree. Bagaimana - kita datangi ketiga-tiganya""
Keduanya lantas berangkat, naik sepeda. Seperti biasa, mereka merasa bersemangat dan bangga, karena melakukan tugas untuk Sapta Siaga. Pertama-tama mereka tiba
di Istal Tiptree. Janet kenal dengan pemilik istal itu. Orang itu kawan ayahnya.
Ketika mereka datang, orang itu sedang menggosok seekor kuda. la mendongak, lalu tersenyum pada Janet dan George.
"Kalian datang untuk melihat kuda-kudaku"" sapanya ramah. "Aku mempunyai seekor anak kuda di sini lihatlah, itu dia! Namanya Silver Star. Artinya Bintang Perak. Bagus ya!"
George dan Janet mengagumi anak kuda itu sebentar.
Aku kepingin sekali bisa bekerja di istal," kata Janet membuka penyelidikan. "Pak Tiptree, pernahkah Anda menerima anak sekolah bekerja di sini" Misalnya saja pada saat liburan""
Pemilik istal itu tertawa.
"Tidak, aku sudah cukup dibantu oleh istri serta kedua anak perempuanku," katanya. "Mereka semuanya suka pada kuda. Segala pekerjaan di sini dilakukan semua oleh mereka. Jadi aku tak memerlukan tambahan tenaga lagi. Ini benar-benar merupakan istal yang diusahakan oleh sekeluarga! Ayahmu pasti banyak memiliki kuda yang bisa kaujadikan teman bermain!"
"Ya,- memang," jawab Janet sambil mengelus-elus hidung anak kuda yang bernama Silver Star. "Aku cuma kepingin tahu apakah Anda pernah memberikan pekerjaan pada anak perempuan. Soalnya. aku banyak mengenal anak perempuan yang sangat menggemari kuda. Mereka ingin sekali bisa bekerja di istal."
"Yuk kita pergi lagi, Janet," kata George. karena dilihatnya mereka toh takkan memperoleh keterangan yang berguna dari Pak Tiptree. Sudah jelas anak perempuan yang minggat itu takkan bisa bekerja di situ. juga apabila ia menghendakinya.
"Terima kasih, Pak Tiptree," kata Janet. "Nanti akan kuceritakan pada Ayah tentang anak kuda Anda yang baru. Pasti ia akan tertarik."
Mereka lantas berangkat lagi. George membaca daftar istal.
"Sekarang kita mendatangi Istal Warner, katanya. ''Tempatnya tidakjauh dan rumah nenek Elisabeth. Mungkin tempat itu cocok untuk dijadikan tempat persembunyian- atau untuk mendapat pekerjaan." .
"Kurasa kecil sekali kemungkinannya ia ,akan mendatangi tempat yang sedekat itu," kata Janet. "Di situ besar risikonya ada orang yang kenai padanya. Kurasa ia pasti memilih tempat yang lebih jauh. Jadi ke Istal Belling, yang letaknya di sebelah sana desa. Tapi - kita toh ke Istal Warner saja dulu."
"Mereka ,mengayuh sepeda, menuju ke kandang-kandang kuda yang terdapat di puncak bukit berikutnya. Di bawah bukit terhampar tanah pertanian yang bermacam-macam ukurannya. dilihat dan atas, nampak seperti selimut tambalan yang berwarna meriah.
Istal Warner ternyata besar, Kelihatannya sibuk ketika mereka datang dengan sepeda. Beberapa ekor kuda keluar membawa penunggang, dan ada pula yang baru saja datang. Kedatangan kedua anak itu tak diperhatikan orang, karena semua sibuk dengan urusan masing-masing.
"Yuk, kita melihat-lihat dulu." kata Janet. "Lalu jika kita menjumpai anak perempuan yang bekerja di sini, harus kita perhatikan tampangnya dengan teliti."
"Jika Elisabeth ingin bekerja, di istal, tidakkah ia memerlukan pakaian khusus untuk' menunggang kuda"" kata George. "Dan kita tahu, ia minggat hanya dengan pakaian yang ada pada tubuhnya, Saat itu ia berpakaian seragam sekolah."
"Yah - tapi ia kan bisa saja meminjam pakaian di Istal." kata Janet. "Walau kurasa itu agak mustahil!. lihatlah -Itu ada anak perempuan yang bekerja di istal ia sedang membersihkan kandang,"
George dan Janet memperhatikan anak perempuan itu, yang sibuk bekerja sambil berdiri membelakangi mereka, Ketika ia berpaling untuk mengambil sesuatu dengan segera keduanya melihat bahwa anak itu sama sekali bukan Elisabeth.
'Terlalu basar," kata Janet kecewa. "Nah - di sana ada dua orang tukang istal. Yuk, kita ajak mereka mengobrol sebentar. Siapa tahu. mungkin kita bisa mengorek keterangan dari mereka!"
" VII KETERANGAN TOM "GEORGE dan Janet berjalan di antara kuda-kuda dan para penunggangnya, menuju ke tempat kedua tukang istal itu bekerja. Seorang dan mereka sedang memanggul setumpuk jerami. Yang satu lagi menolong seorang anak perempuan yang masih kecil turun dari punggung kuda. Keduanya tak memperhatikan kedatangan George d"an Janet. .
Hai, Janet!" Janet kaget, lalu meno leh. Ternyata anak perempuan yang baru turun yang menyapanya. Anak itu bernama Hilda. Ia satu sekolah dengan Janet, tapi dua kelas lebih rendah.
"Halo Hilda," sapa Janet. Ia merasa senang berjumpa dengan Hilda; karena dengan begitu ia bisa bergerak dengan leluasa. Sekarang ia tak merasa kikuk lagi, karena berkeliaran di situ tanpa pakaian yang sesuai. Semua pasti akan mengira, mereka berdua datang untuk menjemput Hilda,
"Terima kasih, Tom!" kata Hilda pada tukang istal yang membantunya. Pemuda itu menuntun kuda ke kandang. Hilda mengikuti dari belakang, bersama Janet dan George.
"Aku lebih suka pada tukang yang satu lagi," kata Hilda. "Yang itu mau bicara denganku. Kalau yang ini tidak mau bicara sedikit pun. Yuk, ikut aku memberi gula pada kudaku. Kudaku manis sekali."
George dan Janet mengikuti Hilda masuk ke kandang yang dimasuki oleh Tom bersama kuda yang ditunggangi Hilda tadi. Sedang pemuda yang satu lagi masuk pula ke kandang itu dengan jerami yang dipanggulnya Jerami itu disebarkannya ke lantai kandang. Ia bekerja sambil bersiul-siul. Pemuda itu nampaknya peramah.
"Kau ajak pemuda Ini mengobrol," kata George dengan suara pelan pada Janet, "Aku bicara dengan yang satu lagi. Hilda juga kauajak mengobrol. Mungkin ada anak perempuan yang pernah sekali menolongnya di sini. Atau mungkin juga ia melihat anak perempuan yang tak dikenal berkeliaran di sini, sambil melihat-lihat seperti yang kita lakukan sekarang,"
"Beres," kata Janet, lalu pergi menghampiri Tom dan Hilda.
"Tentunya menyenangkan ya, bekerja dengan kuda," kata Janet pada tukang kuda itu, yang sedang menambatkan kuda ke tembok. Pemuda itu mengangguk.
"Lumayan"" katanya menggumam.
"Aneh, kenapa lebih banyak anak perempuan yang menunggang -kuda daripada anak laki-laki," kata Janet melanjutkan obrolannya. "Di sini sama sekali tak kulihat ada anak laki-laki, kecuali kalian berdua yang menjadi tukang kuda. Masih adakah anak laki-laki lain di sini""
"Tidak, cuma kami berdua." Dengan segera pemuda itu mulai membersihkan kandang sebelah. Ia membelakangi Janet dan Hilda, Menurut perasaan Janet, sikap Tom agak kasar.
"Ia memang begitu," kata Hilda berbisik. "Pemuda yang satu lagi, dia ramah, Namanya Harry, Lihatlah - sekarang ia mengobrol dengan George, seperti kenalan lama saja!"
Memang - kelihatannya George berhasil mendekati tukang kuda yang bernama Harry,


Sapta Siaga 09 Tuduhan Palsu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Banyakkah anak perempuan yang bekerja sebagai tukang kuda di sini"" tanya George, begitu ia mendapat kesempatan. Harry menggeleng.
"Cuma seorang saja - itu di sana anaknya. Baru-baru Ini datang seorang anak perempuan. Ia minta diterima sebagal tukang kuda, tapi Pak Warner langsung menolak. Anak itu sebesar dirimu. Tapi ia mengatakan mampu mengurus kuda yang besarnya seperti kuda penghela yang di sana itu."
Seketika itu juga perhatian George timbul. Ia bukan tertarik pada kuda penghela yang ditunjukkan oleh Harry, melainkan ingin tahu lebih banyak tentang anak perempuan yang dikatakan mencari pekerjaan itu! Mungkinkah anak Itu Elisabeth yang mereka cari"
"Kayak apa anaknya"" tanya George. Harry berseru pada tukang kuda yang satu lagi.
"He Tom!" seru Harry. "Anak perempuan yang waktu itu datang ke sini untuk mencari pekerjaan - kayak apa rupanya""
"Matanya coklat"" tanya George menyambung. "Dan rambut ikal, tebal sekali dan berwarna eaklat tua" Dan kau lihatkah ada bekas luka pada salah satu lengannya"
Pemuda yang ditanya berpaling dengan cepat. George ditatapnya dengan tajam.
"Siapakah anak perempuan yang kausebutkan itu"" tanyanya. "Temanmu""
"Sebenarnya bukan," jawab George. "Soalnya - sebetulnya kami mencari dia. Bagaimana - apakah anak perempuan itu tampangnya seperti yang kukatakan tadi" .
"Aku sama sekali tak melihatnya," kata Tom. George dan Janet merasa kecewa. "Ketika ia datang, aku sedang tidak ada di, sini."
""Ah - betul juga," kata Harry. "Yah - yang kuingat, rambutnya bukan coklat tua, tapi pirang. Dan anaknya sangat lincah. Ia marah-marah, ketika Pak Warner tak mau menerimanya. Tak mungkin anak itu temanmu."
"Anak perempuan seperti yang kausebutkan tadi, pernah kulihat sewa
ktu aku pergi ke Gorton beberapa hari yang lalu," kata Tom dengan tiba-tiba. "Katamu anak itu berambut ikal, tebal dan warnanya coklat tua" Dan pada salah satu lengannya ada bekas luka."
"Betul! Kau sungguh-sungguh melihatnya di sana"" saru Janet yang saat itu datang menghampiri. Ia bersemangat. Sekarang usaha pelacakan mereka mulai berhasil! "Lalu bagaimana caranya kau bisa melihat bekas luka itu di lengannya itu""
"0 - anak itu sedang duduk di sebuah restoran. Rupanya di situ panas hawanya, sehingga ia membuka mantelnya," kata Tom menjelaskan. "Pada saat itulah aku melihat bekas luka di lengannya."
"Tapi tidakkah ia mengenakan blus sekolah berlengan panjang"" tanya Janet heran.
"Mungkin! Kalau begitu, ia juga menggulung lengan blusnya," jawab Tom sambil melanjutkan pekerjaannya.
'Tom - ini urusan yang sangat penting," kata George mencampuri pembicaraan. "Bisakah kau mengingat apa yang dikatakan olehnya waktu itu" Apakah anak itu berbicara denganmu""
"Ya - katanya ia hendak naik kereta api ke London. Di sana ia hendak mencoba naik pesawat terbang ke Prancis, untuk mendatangi abangnya," kata Tom lagi. Janet dan George mendengarkan keterangan itu dengan perasaan, kaget dan gembira. Wah, kalau begitu anak itu pasti Elisabeth! Bekas luka di lengan - dan mempunyai kakak laki-laki yang tinggal di Prancis. Tak ragu-ragu, anak itu pasti Elisabeth!
"Tom! Ke marilah sebentar," terdengar suara memanggil-manggil. Pak Warner menjengukkan kepala ke dalam kandang. "Tolong tunjukkan pada anak itu. bagaimana caranya memasang pelana!" .
Tom pergi untuk melakukan tugas itu. Janet dan George saling berpandangan dengan gembira.
"Nah - sekarang ada yang bisa kita laporkan dalam rapat siang nanti," kata Janet. "Yuk George, kita tak perlu lebih lama lagi di sini!"
" VIII RAPAT LAGI "SIANG itu semua datang lebih pagi dari saat yang ditentukan. Setelah semua masuk ke dalam gudang, pintu lantas dikunci dari dalam dan rapat langsung dimulai.
"Kuharap kalian semua datang dengan membawa laporan," kata Peter. "Aku mulai saja dengan laporanku. Aku dan Jack tadi pergi ke rumah nenek Elisabeth. Tapi ternyata wanita tua itu merasa kurang enak badan, Jadi kami tidak berjumpa dengannya. Tapi kami sempat mengobrol dengan pembantunya, Wanita itu sangat ramah. Kami sama sekali tak mengalami kesukaran dalam mengajukan berbagai pertanyaan,"
"Kalian mujur," kata George,
"Memang," Jawab Peter. "Cukup banyak juga keterangan yang kami peroleh - misalnya saja bahwa Elisabeth pasti saat ini sedang bersembunyi d' sekitar situ - kurasa tak jauh dari rumah neneknya. Soalnya malam-malam ia masuk ke rumah neneknya itu, dan mengambil makanan dan selembar selimut tua!"
G"eorge dan Janet menatap Peter sambil melongo.
"Tapi -" kata kedua anak itu serempak. Mereka tak jadi membantah, karena melihat Peter mengernyitkan kening.
"Jangan suka memotong pembicaraan orang," kata Peter serius. "Sebentar lagi giliran kalian menyampaikan laporan Yah - seperti kukatakan tadi, wanita pembantu nenek Elisabeth itu, Bu Wardle namanya- ia banyak sekali bercerita tentang Elisabeth. Katanya anak itu sangat baik dan selalu terang-terangan,"
"Mustahil!" sela Pam. "Mana mungkin pencuri terang-terangan. Kurasa wanita itu cuma asal ngomong saja!"
"Diam!" bentak Peter jengkel. "Yang hendak kukemukakan di sini, tak ada keraguan lagi bahwa Elisabeth saat ini sedang bersembunyi di salah satu tempat dekat rumah neneknya. Ia juga mengambil makanan dari sana. Dan setiap kali ia memerlukan makanan, pasti ia akan pergi malam-malam untuk mengambilnya lagi! Jadi kuusulkan agar kita melakukan pengintaian pada waktu malam. Mungkin saja kita akan berhasil menyergapnya. Hari Senin aku bersama Jack akan kembali ke sana sambil membawa pakaian bekas lagi. Lalu jika kami mendengar bahwa Elisabeth datang lagi, malamnya kita bisa memulai pengintaian. "
"Ya - setuju!" seru Pam, Barbara dan Colin. Tapi George dan Janet diam saja. Mereka hanya berpandang-pandangan penuh arti.
"Yah - begitulah laporanku, bersama Jack," kata Peter. "Bagaimana hasil penyelidikanmu, Colin""
"Aku tak mencapai apa-apa ya
ng bisa dilaporkan," kata Colin dengan suara menyesal. "Aku sudah memeriksa enam buah gudang, bermacam-macam lumbung - dan suatu perkampungan caravan yang ada di balik Bukit Belling juga sudah kuperiksa dari ujung ke ujung. Tapi hasilnya tak ada sama sekali. Benar-benar gagal. Maaf, Peter."
"Tak apalah," kata Peter. "Sekarang Barbara dan Pam - bagaimana laporan kalian""
"Juga tidak banyak," kata Barbara. "Kami mencoba mengintip ke dalam sebuah pondok yang dikunci. Tapi sebelum berhasil, sudah diusir oleh seorang laki-laki yang datang sambil menuntun seekor kuda. Kami juga menemukan sebuah caravan tua yang kotor dan reyot, yang kelihatannya sudah lama tak pernah dipakai lagi. Di dalamnya terdapat selimut kotor, piring dan mangkuk dari kaleng. Setelah itu kami melanjutkan pelacakan dengan berkeliaran di hutan, memeriksa ke balik semak dan bahkan menyusup ke bawahnya."
"Dan adik Jack yang bandel itu juga ada di sekitar situ," kata Pam menyambung. "Kami melihatnya datang menghampiri kami. Ia memakai pakaian seragam yang sama seperti kami - jadi mantel dan topi berwarna biru. Kami mengira anak perempuan itu mungkin anak yang minggat, dan karenanya kami lantas bersembunyi di bawah semak. Tahu-tahu Susi menubruk semak tempat kami bersembunyi itu, lalu menindih kami. Lihatlah - bahuku sampai memar karena perbuatannya itu!"
'"Ah! Itu rupanya yang menyebabkan ketika kami makan siang tadi, Susi terus-terusan bertanya tugas apa yang saat ini sedang dikerjakan oleh Sapta Siaga!" kata Jack. "Kalian benar-benar tolol, sehingga kini ia menduga bahwa ada sesuatu yang sedang kita kerjakan saat ini. Sekarang aku tak mungkin bisa tenang lagi. Susi nanti pasti berhasil menyelidiki apa yang sedang kita lakukan. Adikku itu tajam sekali penciumannya!"
"Betul," kata Peter. Ia segan menghadapi kecerdasan Susi. "Aku takkan heran jika saat ini ia sedang mengintip pembicaraan kita di luar." ,
"Kalau Susi ada di luar, Skippy pasti sudah menggonggong," kata Janet. Tapi baru saja ia berkata begitu, tahu-tahu Skippy menggonggong dan di jendela muncul wajah seseorang! Wajah siapa lagi, kalau bukan Susi.
"Sapta Siaga - halo," panggilnya dengan nada mengejek. "Sudah kusangka bahwa kau ada di sini, Jack. Aku tahu apa yang hendak kalian lakukan. Aku menemukan guntingan koranmu, Jack!" Dan Susi tertawa keras-keras.
Peter menatap Jack dengan marah. "Jadi rupanya kaubiarkan saja berita koran itu terserak di sembarang tempat ya!" katanya ketus.
""Betul, marahi saja si Jack," seru Susi dari luar, sambil merapatkan muka ke kaca jendela. "Wah, kalian kelihatan manis sekali, duduk dengan rapi menghadiri rapat. Maukah kalian mendengar laporanku, mengenai Elisabeth Mary Wilhelmina Sonning""
Jack sudah tidak kuat lagi menahan diri ia meloncat bangkit, menarik pintu sehingga terbuka lalu lari ke luar. Skippy ikut lari, sementara anak-anak yang lain pergi melihat ke pintu.
Susi cepat sekali larinya. Ia sudah keluar dari pintu pagar depan sambil tertawa-tawa, ketika Jack baru di tengah jalan ke sana. Jack tahu, percuma saja hendak mengejar adiknya. Karenanya ia kembali saja ke gudang. Mukanya merah padam.
"Mungkinkah ia tadi sampat mendengar pembicaraan kita"" tanya Jack. Tapi Peter menggeleng.
'Tidak, Kan Skippy pasti sudah menggonggong, Kurasa Susi baru saja tiba tadi, Urusan ini menjengkelkan jadinya! Sekarang Susi pasti ikut-ikutan mencari anak itu, Wah, kalau ia sampai berhasi1 menemukan Elisabeth lebih dulu dari kita - aduh, entah bagaimana perasaanku nantinya. Pasti akan sangat marah!"
""Mustahil," kata George, Ia sudah tak sabar lagi ingin cepat-cepat melaporkan kabar yang didengar dari Tom, pemuda tukang Istal. 'Tunggu saja sampai kau mendengar laporanku bersama Janetl"
" IX LAPORAN DISUSUL RENCANA
""SAMPAIKAN saja laporan kalian sekarang, George dan Janet," kata Peter. "Kedengarannya laporan itu penting sekali!"
"Memang," tukas Janet bangga. "Kau saja yang mulai, George."
"Begini," kata George membuka laporannya. "Aku bersama Janet tadi pertama-tama mendatangi Istal Tiptree. Tapi karena ternyata mereka tidak menerima orang lain kecuali keluar
ga mereka sendiri, kami lantas menarik kesimpulan Elisabeth tak mungkin bisa bekerja di situ. Jadi kami langsung meninggalkan tempat itu, dan melanjutkan pelacakan ke istal Pak Wamer.
"Di sana kami melihat anak perempuan yang bekerja selaku tukang istal. Tapi anaknya terlalu besar, tak mungkin dia Elisabeth," sambung Janet.
"Setelah itu kami melihat dua pemuda tukang istal. Yang seorang bertubuh kekar. Namanya Harry. Yang satu lagi agak kecilan, namanya Tom. Dia agak masam sikapnya. Tapi kalau Harry, tidak! Orangnya ramah. Kami tanyakan padanya, apakah ada anak perempuan datang mencari pekerjaan di situ. Ternyata ada, tapi rambutnya pirang dan bukan coklat. Jadi kami lantas tahu bahwa anak itu bukan Elisabeth. "
"Ketika kami menceritakan pada Harry kayak apa tampang anak yang kita cari, tiba-tiba pemuda yang satu lagi, maksudku Tom, yang ikut mendengarkan pembicaraan kami, mengatakan bahwa ia melihat anak yang ciri-cirinya persis seperti yang kami ceritakan. Anak itu bahkan ada bekas luka di lengannya!" kata Janet bergegas-gegas. Rupanya ia tak tahan lagi menahan diri.
Dan seketika itu juga kawan-kawannya terlonjak dan tempat duduk mereka. Semua kaget mendengar berita itu.
"Ini yang namanya kabar tak disangka-sangka!" seru Peter girang. 'Teruskan, George. Di mana Tom melihat Elisabeth" Karena pasti anak itu dia, jika segala-galanya cocok!"
"Katanya ia berjumpa dengan anak itu di sebuah restoran di Gorton. Itu kan tak seberapa jauh dari sini! Kurasa saat itu ia sedang minum teh. Saat itu hawa panas, dan ia membuka jasnya. Karena itulah Tom bisa melihat bekas luka yang ada di lengannya. Lalu anak itu bahkan bicara dengan dia." '
"Apa katanya"" tanya Peter dengan mata bersinar-sinar.
"Katanya, ia akan ke London, untuk berusaha terbang ke Prancis dan mendatangi abangnya," kata Janet. "Sungguh, begitu katanya! Jadi sudah jelas anak itu Elisabeth, kan""
"Ya - tentu saja," kata Peter, sementara yang lain-lain semua menganggukkan kepala. Punya abang di Prancis - bekas luka di lengan - siapa lagi anak itu, kalau bukan Elisabethl
"Yah, sekarang kalian bisa mengerti apa sebabnya aku dan Janet tidak beranggapan bahwa Elisabeth saat itu bersembunyi di salah satu tempat di' kota London, sambil berusaha mencari pesawat terbang yang bisa dinaiki untuk pergi ke Prancis."
"Baiklah - kalau begitu coba jawab pertanyaan ini," kata Peter. Tampangnya nampak bingung. "Jika saat ini Elisabeth berada di London, sambil menunggu kesempatan terbang ke Prancis - lalu siapa dong yang malam-malam mengambil kue, perkedel dan selimut dan rumah neneknya""
"Anak-anak terdiam semua, Semua menatap Peter. Skippy pun ikut-Ikutan bingung.
"Itu sama sekali tak kupikirkan tadi," kata Janet kemudian. "Yah, aku dan George kan tak tahu apa-apa tentang kue dan selimut itu, sampai kau memberitakannya dalam laporanmu, Peter. Wah, menjengkelkan kalau begini! Ternyata salah satu laporan kita ada yang keliru. Jika Elisabeth malam-malam datang ke rumah neneknya, tak mungkin la ada di London menunggu kesempatan terbang ke Prancis."
"Mungkin saja ia menyadari bahwa uangnya tak mencukupi guna pergi ke London dan terus ke Prancis," kata Jack. "Mungkin saja ia berubah pikiran lalu akhirnya pergi ke Belling. Dan barangkali ia bahkan mengharapkan bisa mengambil uang dari rumah neneknya. Kan ia sudah pernah mencuri - jadi untuknya mudah saja untuk memutuskan mencuri lagi."
"Betul juga," kata Peter. "Ya - kurasa dugaanmu itu tepat, Jack. Mungkin mula-mula ia memang berencana hendak pergi ke Prancis. Setelah melihat bahwa uangnya tidak cukup, ia lantas pergi ke daerah sini. Kita tahu, ada orang yang melihatnya di sekitar sini."
Anak-anak terdiam lagi. Para anggota Sapta Siaga sedang sibuk memikirkan persoalan aneh itu.
"Lalu bagaimana tentang anak perempuan yang datang mencari pekerjaan di istal Pak Warner"" kata Janet pada George. "Maksudku yang diceritakan oleh Harry tadi padamu. Kata Harry anak itu rambutnya berwarna pirang, kan" Nah - kan bisa saja anak itu mengecat rambutnya menjadi pirang! Maksudku, mungkin saja anak itu sebenarnya Elisabeth. Kan bisa saja i
a mengubah warna rambutnya dan coklat menjadi pirang."
Anak-anak tak begitu memahami cara mengecat rambut. Peter memutuskan untuk pergi sendiri mendatangi kedua pemuda tukang kuda di Istal Warner. Barangkali saja ia berhasil mengorek keterangan, yang lupa diceritakan pada Janet atau George. "
""Aku sendiri akan mendatangi kedua pemuda itu," kata Peter. 'Tampang mereka kayak apa""
"Kataku tadi Harry bertubuh kekar dan tinggi, sedang Tom agak lebih kecil," kata George. "Kedua-duanya rambutnya berwarna gelap den tidak begitu rapi. Mereka sebetulnya perlu bertukar celana. Soalnya celana untuk naik kuda yang dipakai Harry terlalu kecil untuknya - sedang yang dipakai Tom terlalu besar! Untung Tom berjumpa dengan Elisabeth di Gorton. Jadinya sekarang kita tahu bahwa anak Itu ada di sekitar sini, dengan berpakaian seragam sekolah!"
"Yah - dia mesti ada di sekitar sini! Sebab kalau tidak, ia takkan bisa mengambil barang-barang dari rumah neneknya pada malam hari," kata Peter. "Sekarang bagaimana tindakan kita selanjutnya" Besok hari Minggu, jadi kita tak bisa melakukan apa-apa. Kita harus menunggu sampai Senin, sehabis sekolah."
"Aku akan pergi ke rumah Bu Sonning lagi bersamamu, untuk mengantarkan kumpulan pakaian bekas," kata Jack. "Lalu di sana kita berusaha mengorek berita paling baru."
"Dan setelah itu kita pergi mendatangi kedua pemuda tukang kuda," kata Peter. "Yang lain-lain boleh saja ikut, supaya jangan terlalu menyolok bahwa kita bertanya-tanya terus, Kita berkumpul lagi di sini hari Senin sore, pukul lima tepat. Mudah-mudahan saja kita mengikuti jejak yang benar. Tapi saat ini soal itu tidak gampang!"
" X BERITA BARU DARI BU WARDL"E
"HARI Minggu rasanya lama sekali baru berlalu. Sekembalinya dari gereja, Peter mendapat akal untuk menyibukkan diri.
"He, Janet!" katanya pada adiknya. "Besok aku kan akan mengantar1"Betul! Tapi kita tak bisa begitu saja memberikan pakaian bekas, tanpa minta izin dulu pada Ibu," kata Janet. "Dan Ibu pasti ingin tahu apa sebabnya kita menyumbang lagi. Ia pasti akan menduga itu cuma alasan saja untuk datang kembali ke tempat Bu, Sonning. Dan mungkin ibu nanti tak setuju."
Kemungkinan itu juga sudah terpikir olehku," kata Peter. Ia berpikir sebentar,lalu berkata lagi, "Aku tahu akal! Yuk - kita membongkar isi lemari kita, mencari barang-barang yang bisa kita sumbangkan untuk lelang mencari dana itu."
Ternyata cukup banyak yang berhasil mereka kumpulkan. Mereka sendiri sampai merasa heran- barang-barang apa saja yang mereka miliki, tapi tak pernah dipakai dan dilupakan begitu saja dalam "mari. Bermacam-macam permainan - dan bahkan sebuah bola yang masih baru sama sekali.
"lihatlah! Bola ini benar-benar masih baru," kata Peter. "Apakah ini juga kita sumbangkan""
"Sebetulnya barang yang masih baru tidak cocok untuk ditawarkan dalam lelang barang-barang bekas," kata Janet. "Sebaiknya kita tukar saja dengan bola kita yang sudah agak tua. Dan lihatlah! Ini sandalku, yang kukira dulu ketinggalan sewaktu kita pergi ke pantai. Sekarang sudah tidak pas lagi - jadi bisa kita sumbangkan."
Akhirnya mereka berhasil mengumpulkan barang bekas sekotak besar. Peter dan Janet merasa puas dengan hasil kesibukan mereka itu. Sekarang mereka tak sabar lagi menunggu hari Senin!
Hari Senin, mereka pagi-pagi harus bersekolah dulu. Setelah istirahat tengah hari, sekolah dilanjutkan lagi sampai bubar menjelang saat minum teh. Anak-anak bergegas pulang. Minum teh dulu, lalu cepat-cepat lari ke gudang, Pukul lima kurang, ketujuh anggota Sapta Siaga sudah lengkap di situ!
"Bagus," kata Peter puas. "Sekarang aku dan Jack akan berangkat naik sepeda ke Pondok Bramble, untuk melihat barangkali ada kabar baru dari Bu Wardle. Atau kalau tidak, bahkan dari Bu Sonning sendiri, nen
ek anak yang minggat itu. Sedang kalian bisa bersepeda ke Istal Warner dan menunggu kami di sana. Ajak kedua tukang kuda itu mengobrol selama itu, Nanti kami akan menggabungkan diri dengan kalian."
Setelah itu mereka berangkat. Peter dan Jack menuju ke jalan yang berkelok-kelok ke rumah Bu Sonning, sedang kelima kawan mereka mendaki bukit di mana terdapat Istal Warner yang tertetak di puncaknya.
Setiba mereka di Pondok Bramble, Peter dan Jack menyandarkan sepeda mereka ke pagar, lalu berjalan ke pintu depan. Mereka langsung mengetuk pintu, dengan harapan semoga Bu Wardle yang keluar, dan bukan Bu Sonning sendiri. Sebab mungkin saja Bu Sonning tidak begitu mau bercerita tentang Elisabeth, kalau dibandingkan dengan Bu Wardle!
Tapi untunglah - pembantu itu yang membukakan pintu. Dan Bu Wardle kelihatannya senang melihat kedatangan kedua anak Itu.
"Wah, bukan main! Kalian benar-benar baik hati, mau mengantarkan sumbangan barang bekas lagi untuk kami, katanya memuji. "Bu Sonning senang sekali melihat sumbangan yang kalian antarkan Sabtu yang lalu. Nanti kutunjukkan barang-barang Ini padanya. Ia masih saja sakit."
"Aduh, kasihan," kata Peter. "Ada kabar tentang cucunya""
"Sama sekali tidak," kata bu Wardle. "Kata Polisi, anak itu seakan-akan lenyap sama sekali. Tapi kemarin malam ia datang lagi ke sini. Dan malam sebelumnya juga!"
"0 ya"" kata Peter bersemangat. "Dan Anda melihatnya" Apakah ia meninggalkan surat""
"Tidak! ia sama sekali tak memberikan tanda, bahwa ia yang masuk ke sini," kata bu Wardle lagi. "Cuma ada lagi makanan hilang. Aku bingung, bagaimana cara anak itu masuk ke mari. Aku sendiri yang mengunci semua pintu dan jendela. Rupanya la memegang kunci pintu samping. Cuma pintu itu saja yang tak ada gerendelnya."
"Lalu apa kata polisi mengenai soal itu"" tanya Jack.
""Mereka tak bilang apa-apa," jawab Bu Wardle. Ia kelihatannya agak jengkel. "Menurut perasaanku mereka beranggapan aku ini cuma mengada-ada saja. Mereka tak mau peduli. Apa sebabnya mereka tidak menugaskan seorang palisi untuk mengawasi rumah ini pada malam hari" Dengan cara begitu mereka akan bisa menemukan anak itu. Bu Sonning pasti akan lega, apabila mengetahui bahwa cucunya selamat!"
"Mungkin saja mereka sudah menugaskan seseorang untuk menjaga," kata Peter menduga. "Tapi kurasa Elisabeth mengenal jalan masuk ke rumah secara tersembunyi. Kurasa anak itu akan tahu apabila ada palisi di sekitar tempat Ini. Kalau aku - aku pasti tahu! Kenapa bukan Anda sendiri saja yang menjaga, Bu""
Geisha 2 Pendekar Hina Kelana 16 Pertarungan Di Lembah Selaksa Mayat Pedang Pusaka Buntung 6
^