Pencarian

Son Of Neptune 3

The Heroes Of Olympus 2 Son Of Neptune Bagian 3


gerbang besi berjeruji, menara pengawas, katapel kalajengking,
jam air, dan pasti masih banyak kejutan menyakitkan lainnya
iruk digunakan pasukan pertahanan.
`Hasil kerja mereka hari ini bagus," komentar Hazel. "Pelik
at kita." "Tunggu," kata Percy, "maksudmu benteng itu dibangun hari ini""
Hazel nyengir. "Legiunari dilatih membangun. Jika harus, kita
membongkar seluruh perkemahan dan membangun ulang
rkemahan ini di tempat lain. Mungkin butuh tiga atau empat
tapi kita bisa melakukannya."
"Moga-moga tidak perlu," kata Percy, "jadi, kalian menyerang
benteng yang berlainan tiap malam""
"Tidak tiap malam," kata Frank, "kita mendapatkan jenis
latihan yang berbeda-beda. Kadang-kadang ada bola maut hmm, i:eperti paint-ball, hanya saja ya, kau tahulah, menggunakan
bola racun, asam, dan api. Terkadang ada balap kereta perang dan kompetisi gladiator, terkadang perang-perangan."
Hazel menunjuk benteng. "Di suatu tempat di dalam, Kohort I dan II menyimpan panji-panji mereka. Tugas kita adalah masuk ke sana dan merebut panji-panji tersebut dengan selamat. Jika kita berhasil melakukan itu, kita menang."
Mata Percy berbinar-binar. "Seperti tangkap-bendera. Kurasa aku suka tangkap-bendera."
Prank tertawa. iya, begitulan. Namun permaman ini lebih sulit daripada kedengarannya. Kita harus melewati katapel kalajengking dan meriam air di tembok perbatasan, bertarung untuk
masuk ke benteng, menemukan panji-panji, dan mengalahkan para penjaga. Sementara itu, kita juga harus melindungi panji-
panji dan pasukan kita sendiri agar jangan sampai ditangkap. Dan
kohort kita berkompetisi dengan dua kohort penyerang yang lain
Seharusnya sih kita bekerja sama, tapi kenyataannya tidak. Kohor
yang merebut panji-panjilah yang mendapat kejayaan."
Percy tersandung, berusaha menyesuaikan langkahnya dengan
irama kiri-kanan saat baris-berbaris. Frank bersimpati. Dua hari
pertama, dia terjatuh terus.
kenapa kita melakukan latihan ini"" tanya Percy.
"Memangnya kalian sering mengepung kota berbenteng""
"Kerja sama tim," kata Hazel, "berpikir cepat. Taktik. Strategi
tempur. Kau bakal terkejut melihat apa saja yang bisa kita pelajari
dalam simulasi perang."
"Misalnya siapa yang bakal menikam kita dari belakang," kata
Frank. "Terutama itu." Hazel setuju
Mereka berderap ke tengah-tengah Lapangan Mars dan
membentuk barisan. Kohort III dan IV berkumpul sejauh mungkin
dari Kohort V. Para Centurion regu penyerang berhimpun untuk urun rembuk. Di langit di atas mereka, Reyna berputar-putar naik
pegasusnya, Scipio, siap menjadi wasit.
Setengah lusin elang raksasa membentuk formasi terbang di
belakang Reyna bersiaga sebagai ambulans udara apabila perlu.
Satu-satunya orang yang tidak berpartisipasi dalam permainan tersebut adalah Nico di Angelo, "duta Pluto", yang telah naik ke
menara observasi kira-kira sembilan puluh meter dari benteng dan
akan menonton menggunakan teropong.
Frank menyandarkanpi/um ke tamengnya dan mengecek baju
tempuour Percy. Semua tali pengikat sudah benar. Semua komponen tempur sudah disesuaikan secara tepat.
"Semuanya sudah betul," kata Frank takjub, "Percy, kau pasti
pernah ikut simulasi perang sebelumnya."
"Aku tidak tahu. Mungkin." Satu-satunya yang tidak tercantum dalam peraturan adalah
pedang perunggu Percy yang berpendar bukan emas imperial,
dan bukan gladius. Bilahnya berbentuk daun, sedangkan tulisan
gagangnya berbahasa Yunani.
Melihat pedang itu membuat Frank menjadi tak nyaman.
Percy men gerutkan kening. "Kita boleh menggunakan senjata sungguhan, kan""
"iya." Frank mengamini. "Tentu saja. Aku cuma tidak pernah
melihat pedang seperti itu."
"Bagaimana kalau aku melukai seseorang"" "Kita sembuhkan mereka," kata Frank, "atau mencoba menyembuhkan mereka. Paramedis legiun lumayan jago memanfaatkan ambrosia, nektar, dan ramuan unicorn."
"Tak pernah ada yang meninggal," ujar Hazel, "ya, biasanya tidak. Dan andaikan begitu "
Frank menirukan suara Vitellius: "Mereka pecundang! Di zamanku dulu, kami mati terus-terusan, dan kami menyukainya!"
Hazel tertawa. "Dekat-dekatlah saja dengan kami, Percy. Kemungkinan, kita akan mendapat tugas paling tidak enak dan tereliminasi paling awal. Mereka akan melempar kita ke tembok terlebih dahutu untuk memperlemah pertahanan. Kemudian Kohort III dan IV akan berderap masuk dan meraih kejayaan, jika mereka memang bisa menembus benteng pertahanan."
Trompet bertiup. Dakota dan Gwen kembali sesudah urun rembuk perwira, kelihatan murung.
"Baiklah, begini rencananya!" Dakota menenggak seteguk
Kool-Aid dari wadah bekalnya. "Mereka akan melempar kita ke
tembok terlebih dahulu untuk memperlemah pertahanan."
Seisi kohort mengerang. "Aku tahu, aku tahu," kata Gwen, "tapi mungkin kali ini 1
bakal beruntung!" Gwen memang selalu optimis. Semua orang menyukainya
karena dia perhatian pada bawahannya dan senantiasa berusaha
membangkitkan semangat mereka. Gwen bahkan bisa mengontral Dakota saat gejala hiperaktivitasnya sedang kumat gara-gara
kebanyakan minum sirup. Namun, para pekemah tetap saja
menggerutu dan mengeluh. Tak seorang pun di Kohort V percaya
pada keberuntungan. "Regu pertama dengan Dakota," kata Gwen, "kunci tameng
kalian dan maju dengan formasi kura-kura ke gerbang utamai
Cobalah untuk menjaga keutuhan. Pancing tembakan mereka. Rega
kedua " Gwen menoleh ke barisan Frank dengan ekspresi tidak
antusias. "Kahan bertujuh belas, dari Bobby sampai seterusnya
pegang si gajah dan tangga panjat. Coba serangan samping
tembok barat. Mungkin kita bisa menyebar distribusi pertahanan
mereka hingga menipis. Frank, Hazel, Percy ... terserah kalian
Tunjukkan taktik yang biasa pada Percy. Cobalah jaga dia agar
tetap hidup." Gwen menoleh kembali ke seisi kohort. "Kalau ada
yang sampai ke seberang tembok paling pertama, akan kupastikan
agar kalian mendapat Mahkota Mural. Kejayaan bagi Kohort V!"
Kohort bersorak setengah hati dan membubarkan barisan. Percy mengerutkan kening. "Terserah kalian"" "Iya." Hazel mendesah. "Kita dipercaya sekali." "Makota Mural itu apa"" tanya percy.
"Medali militer," kata Frank. Dia sudah dipaksa menghafal
semua penghargaan. "Kehormatan besar bagi prajurit pertama
yang berhasil menerobos benteng musuh. Coba perhatikan, tak
seorangpun di Kohort V mengenakan Mahkota Mural. Biasanya
tbahkan tidak sempat masuk ke benteng karena sudah keburu
atau tenggelam atau ...."
Frank terbata, dan memandang Percy. "Meriam air." -Apanya tanya Percy. -Meriam di atas tembok," kata Frank, "meriam-meriam itu
;isap air dari akuaduk. Ada sistem pompanya aku tidak
tahu cara kerjanya, tapi tekanannya besar sekali. Kalau kau bisa
mengontrol meriam-meriam itu, seperti kau mengontrol sungai "
'Frank!" ujar Hazel dengan wajah berbinar-binar. "Brilian
Percy kelihatannya tidak terlalu yakin. "Aku tidak tahu
bagaimana sampai aku bisa melakukan yang tadi itu di sungai.
tak yakin bisa mengontrol meriam dari jarak sejauh ini."
"Akan kita dekatkan kau." Frank menunjuk tembok timur
tempat yang tidak akan diserang Kohort V. "Di
sanalah pertahanannya paling lemah. Mereka takkan mungkin
menanggapi tiga orang anak secara serius. Menurutku, kita pasti
bisa mengendap-endap hingga lumayan dekat sebelum mereka
dapat melihat kita."
"Mengendap-endap bagaimana"" tanya Percy. Frank menoleh kepada Hazel. "Bisakah kau lakukan itu lagi"" Hazel meninju dada Frank. "Katamu kau takkan bilang siapa-
siapa!" Serta-merta Frank menjadi tidak enak hati. Dia kelewat sibuk memikirkan ide itu sehingga
Hazel menggerutu. "Tidak apa-apa. Suda
h telanjur. Percy, maksud Frank bekas parit. Lapangan Mars dipenuhi terowongan, berkat perang-perangan selama bertahun-tahun ini. Sebagian sudah runtuh, atau terkubur dalam-dalam, tapi banyak yang masih
bisa dilewati. Aku cukup lihai menemukan dan menggunakan
terowongan tersebut. Aku bahkan bisa meruntuhkan terowongan
jika perlu." "Seperti yang kau lakukan saat menghadapi Gorgon," ujar
Percy, "untuk memperlambat mereka."
Frank mengangguk setuju. "Sudah kubilang Pluto itu keren
Dia adalah Dewa yang menguasai segalanya di bawah tanah. Hazel
bisa menemukan gua, terowongan, pintu jebakan "
"Dan itu adalah rahasia kita," gerutu Hazel.
Frank merasakan dirinya merona. "Iya, maaf. Tapi kalau
bisa mendekat " "Dan kalau aku bisa mengutak-atik meriam air ...." Percy
mengangguk, sepertinya makin menyukai gagasan tersebut.
yang akan kita lakukan sesudah itu""
Frank mengecek wadah panahnya. Dia selalu menyiapkan
panah khusus. Dia tidak pernah berkesempatan menggunakan
anak panah khusus sebelumnya, tapi mungkin malam ini
saatnya. Mungkin akhirnya dia bisa melakukan sesuatu yang sangat
bagus sehingga menarik perhatian Apollo.
"Sisanya terserah padaku," kata Frank, "ayo!"[]
BAB SEBELAS FRANK FRANK TIDAK PERNAH MERASA SEYAKIN ini sebelumnya.
dia menjadi gugup. Tak satu pun rencananya pernah berjalan lancar. Dia selalu sukses merusak, menghancurkan,
membakar, menduduki, atau menabrak sesuatu yang penting.
meski begitu, dia tahu strategi ini pasti berhasil.
Hazel tidak kesulitan menemukan terowongan untuk ,treka. Malahan, Frank curiga bahwa Hazel tidak menemukan
anrowongan secara kebetulan. Sepertinya, justru terowonganlah
yang terbentuk sesuai dengan kebutuhan Hazel. Lorong-lorong yang sudah tertimbun bertahun-tahun lalu mendadak terkeruk, berubah arah untuk mengantarkan Hazel ke tempat yang ingin dia
tuju. Mereka mengendap-endap diterangi cahaya dari pedang Percy yang berpendar, Riptide. Di atas, mereka mendengar ributnya pertempuran anak-anak yang berteriak, Hannibal si gajah menggerung kegirangan, katapel kalajengking hancur berkepingkeping, dan meriam air menembak. Terowongan berguncang.
Tanah menghujani mereka. Frank menyelipkan tangan ke dalam baju tempur. Potongan
kayu masih utuh dan aman dalam saku jaketnya, meskipun
tembakan jitu dari katapel kalajengking mungkin saja membakar
tambatan hidupnya Frank nakal, dia mengomeli dirinya sendiri. Bakar adalah
terlarang. Tidak boleh dipikirkan.
"Ada bukaan tepat di depan sana." Hazel mengumumk
"Kita akan keluar tiga meter dari tembok timur."
"Bagaimana kau bisa tahu"" tanya Percy. "Aku tidak tahu," kata Hazel, "tapi aku yakin."
"Tidak bisakah kita menggali terowongan yang langsung
masuk ke bawah tembok"" Frank bertanya-tanya.
"Tidak," kata Hazel, "para insinyur pintar. Mereka membangun
tembok di atas fondasi lama yang bertopangkan lapisan batu. Dan
jangan tanya bagaimana sampai aku bisa tahu. Pokoknya aku tahu
Frank terantuk sesuatu dan menyumpah. Percy mendekatkan
pedangnya supaya lebih terang. Benda yang menyandung Frank
adalah perak yang berkilauan.
Frank berjongkok. "Jangan sentuh!" kata Hazel.
Tangan Frank berhenti beberapa sentimeter dari bongkahan logam itu. Bentuknya seperti permen cokelat raksasa, kira-kira
seukuran kepalannya. "Besar sekali," ujar Frank, "perak"" "Platina." Hazel kedengarannya takut setengah mati. "Sebentar lagi juga hilang. Tolong jangan disentuh. Benda itu berbahaya."
Frank tidak mengerti bagaimana mungkin sebongkah logam bisa berbahaya, tapi ditanggapinya peringatan Hazel dengan serius. Selagi mereka memperhatikan, bongkahan platina itu terbenam ke dalam tanah.
Frank menatap Hazel. "Bagaimana kau bisa tahu"" Di bawah sorotan cahaya pedang Percy, Hazel kelihatan mirip
seperti Lar. "Akan kujelaskan nanti." Janjinya.
Ledakan lagi-lagi mengguncangkan terowongan, dan mereka
melangkah maj u. Mereka keluar dari lubang persis di tempat yang diperkirakan
Di depan mereka, menjulanglah tembok timur benteng. Di
i mereka, Frank bisa melihat regu utama Kohort
V sedang maju formasi kura-kura, tameng-tameng membentuk cangkang
kepala dan di sisi mereka. Mereka sedang berusaha mencapai
gerbang utama, tapi pasukan pertahanan di atas melempari mereka
batu dan peluru api dari katapel, menciptakan kawah hasil
dan di sekeliling kaki mereka. Sebuah meriam air menyala
bunyi BRUM menggemuruh, dan air yang menyembur
menghasilkan parit pada tanah tepat di depan kohort.
Percy bersiul. "Benar, tekanannya besar sekali." Kohort III dan IV bahkan belum maju. Mereka berdiri di
dan tertawa-tawa, menonton "sekutu" mereka dihajar.
pertahanan berkumpul pada tembok di atas gerbang,
meneriakkan hinaan kepada formasi kura-kura yang terhuyung-
maju-mundur. Simulasi perang telah turun derajat menjadi
inan "kalahkan Kohort V".
Frank jadi naik darah karena marah.
`Ay", kita meriahkan suasana." Frank menggapai ke wadah
iya dan mengeluarkan anak panah yang lebih berat daripada
lain. Mata besinya berbentuk seperti moncong roket. Seutas
iemas teramat tipis terjulur dari ekornya. Menembakkan panah r secara akurat ke atas tembok bakal membutuhkan kekuatan
t keterampilan melebihi yang sanggup dikerahkan kebanyakan
lab, tapi lengan Frank kuat dan dia jago membidik.
Mungkin Apollo sedang menyaksikan, pikir Frank perharap.
"Itu buat apa"" tanya Percy. "Kait pencengkeram""
"Namanya panah hydra," kata Frank, "bisakah kau utak-atik
meriam air itu""
Seorang prajurit pertahanan muncul pada tembok di mereka. "Heir teriaknya kepada kawan-kawannya. "Lihat Ada korban lagi!"
"Percy," ujar Frank, "sekarang saat yang bagus."
Semakin banyak yang datang menyeberangi kubu pertahanan
untuk menertawakan mereka. Segelintir lari ke meriam air terdekat
dan mengayunkan popor meriam ke arah Frank.
Percy memejamkan mata. Diangkatnya tangannya.
Di atas tembok, seseorang berteriak, "Rasakan ini, Pecundang
DUAR! Meriam meledak di tengah kilatan warna-warni biru, hijau
dan putih. Pasukan pertahanan menjerit-jerit saat gelombang kejut
air menggebrak mereka ke tembok. Anak-anak jatuh terjungkal
dari atas benteng, tapi ditangkap oleh elang raksasa dan dibawa ke
tempat aman. Kemudian seluruh tembok timur berguncang saat
ledakan merambat di sepanjang pipa. Satu demi satu, meriam
di atas kubu pertahanan meledak. Peluru api katapel kalajengking
kena banjur hingga padam. Prajurit pertahanan berhamburan karena kebingungan atau terlempar ke udara, menyibukkan para elang penyelamat. Di gerbang utama, Kohort V melupakan formasi mereka. Tercengang, mereka menurunkan tameng dan menonton kericuhan tersebut.
Frank menembakkan panah. Anak panah tersebut melesat ke atas sambil membawa talinya yang berkilauan. Ketika panah tersebut sampai di puncak, mata logamnya pecah menjadi selusin tali yang melecut dan melilit apa saja yang bisa mereka temukan
katapel kalajengking, meriam air rusak, dan dua pekemah
pasukan pertahanan, yang memekik dan mendapati diri
mereka digencet ke sisi tembok untuk dipakai sebagai jangkar. Dari
utama, terjulurlah pijakan tiap rentang enam puluh sentimeter,
sil menjadikannya tangga.
"Sava!" kata Frank. Percy menyeringai. "Kau duluan, Frank. Ini pestamu." Frank ragu-ragu. Lalu dia menyandangkan busur ke
penggungnya dan mulai memanjat. Pasukan pertahanan masih
,=:ngang, kesadaran mereka belum lagi pulih. Para penjaga di
iteng belum sempat meneriakkan peringatan kepada kawan-
mereka, tapi Frank sudah hampir sampai di atas.
Frank melirik pasukan utama Kohort V di belakangnya.
mereka menatapnya sambil melongo.
"Tunggu apa lagi"" teriak Frank. "Serang!" Gwen-lah yang pertama pulih kembali. Dia menyeringai
mengulangi perintah, tersebut. Sorak sorai berkumandang medan tempur. Hannibal si gajah membunyikan belalainya
in gembira, tapi Frank tidak sempat menonton. Dia buru-
memanjat sampai ke puncak tembok. Di sana, tiga prajurit
tahanan sedang berusaha mencacah-cacah tangga talinya.
Satu keuntungannya karena berbadan besar, ceroboh, dan
)akaian logam: Frank bagaikan bola Boling bersenjata lengkap.
melemparkan diri kepada par
a prajurit pertahanan, dan
mereka pun terguling bagaikan pin boling. Frank cepat-cepat
berdiri. Dia menggila di atas tembok pertahanan, mengayunkan
im-nya ke sana-sini dan menjatuhkan prajurit pertahanan.
Sebagian menembakkan panah. Sebagian berusaha menikamkan pedang saat dia sedang lengah, tapi Frank merasa dirinya tak bisa
iiih. en tikan Kemudian Hazel muncul di sebelahnya, mengayun-
ayunkan pedang kavaleri berukuran besar seolah-olah dia memang
dilahirkan untuk bertempur.
Percy melompat naik ke tembok dan mengangkat Riptide. "Ini menyenangkan," ujar Percy.
Bersama-sama, mereka membersihkan tembok dari prajurit
pertahanan. Di bawah mereka, gerbang pun jebol. Hannibal
menerjang masuk ke benteng, panah dan batu mental tanpa dava
dari baju tempur Kevlar-nya.
Kohort V menyerbu masuk di belakang si gajah, dan pecahlah
pertarungan satu lawan satu.
Akhirnya, dari pinggir Lapangan Mars, terdengarlah pekik


The Heroes Of Olympus 2 Son Of Neptune di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perang. Kohort III dan IV lari untuk turut serta dalam pertempuran_
"Terlambat," gerutu Hazel. "Jangan biarkan mereka merebut panji-panji," kata Frank. "Betul." Percy sepakat. "Panji-panji itu milik kita."
Mereka tidak perlu bicara lebih lanjut lagi. Mereka bergerak
bagaikan satu tim, seolah-olah ketiganya sudah bertahun-tahun bekerja sama. Mereka bergegas menuruni tangga ke dalam benteng
dan masuk ke markas musuh. []
BAB DUA BELAS FRANK Frank, Percy, dan Hazel menerabas musuh, menjegal
apa pun yang menghalangi. Kohort I dan II kebanggaan
emahan Jupiter, pasukan perang berdisiplin tinggi nan licin
imbangan di bawah serangan tersebut, sekaligus dikalahkan
ketidakwaspadaan mereka sendiri karena tak biasa-biasanya
ada di pihak yang kalah. Sebagian masalah mereka bersumber dari Percy. Dia berkelahi
seperti kesetanan, menggempur barisan pertahanan dengan gaya
bertempur yang lain daripada yang lain, menebaskan alih-alih
enikamkan pedang layaknya yang biasa dilakukan seorang
petarung Romawi, menggetok para pekemah dengan permukaan bilahnya, dan secara umum menyebabkan kepanikan massal. Octavian menjerit-jerit dengan suara melengking mungkin memerintahkan Kohort I agar bertahan dengan gagah, mungkin sedang mencoba menyanyi sopran tapi Percy menghentikannya. Percy bersalto melampaui sebaris tameng dan menghantamkan
pangkal pedangnya ke helm Octavian. Sang Centurion kontan
melemas bagaikan boneka kaus kaki.
Frank menembakkan anak panah sampai wadah panahhnya
kosong, menggunakan misil bermata tumpul yang tak
membunuh, tapi meninggalkan memar-memar menyakittkan
Pilum Frank patah kena kepala seorang prajurit pertahanan, maka
dia pun dengan enggan menghunus gladius-nya.
Sementara itu, Hazel naik ke punggung Hannibal. Hazel
menyetir si gajah ke pusat benteng sambil menyeringai kepada
teman-temannya. "Ayo, Lamban!"
Demi dewa-dewi Olympus, dia cantik sekali, pikir Frank.
Mereka lari ke pusat markas besar. Menara utama praktis tidak
dijaga. Pasukan pertahanan jelas tak pernah mimpi bahwa regu
penyerang bisa sampai sejauh ini. Hannibal mendobrak pintu besar menara tersebut. Di dalam, pembawa panji-panji Kohort I dan II sedang duduk-duduk di balik meja sambil main kartu Mythomagic dan figurin. Bendera kohort disandarkan ke dinding sekenanya saja, tidak dijaga sama sekali.
Hazel dan Hannibal langsung masuk ke ruangan tersebut Para pembawa panji-panji jatuh terjengkang dari kursi mereka.
Hannibal menginjak meja, dan berhamburanlah keping-keping
permainan. Pada saat anggota kohort yang lain menyusul mereka, Percy dan Frank sudah melucuti musuh, merebut panji-panji, dan memanj at ke punggung Hannibal bersama Hazel. Mereka berderap
keluar dari menara utama sambil membawa panji-panji musuh, sudah menang.
Kohort V membentuk barisan di sekeliling mereka. Bersamasama, mereka berarak-arakan ke luar benteng, melewati musuh yang terbengong-bengong dan pasukan sekutu yang sama herannya.
Reyna berputar-putar rendah di punggung pegasusnya. sudah dimenangi!" Dia kedengarannya sedang ber-
Gaya tidak tertawa. "Berkumpul untuk memberi pengI!"
pelan para pekema h berhimpun kembali di Lapangan
Frank melihat banyak cedera ringan luka bakar, patah
lingkaran hitam di seputar mata, luka iris dan robek, juga
tatanan rambut sangat menarik karena terbakar atau kena
meriam air tapi tak ada yang tidak bisa diobati.
Frank meluncur turun dari gajah. Rekan-rekannya mengeiuninya, menepuk punggungnya dan memujinya. Frank
bertanya apakah dia bermimpi. Ini adalah malam terbaik
hidupnya sampai dia melihat Gwen.
`Tolong!" Seseorang berteriak. Dua pekemah bergegas keluar
dari benteng sambil menggendong seorang perempuan di usungan.
mereka menurunkannya, dan anak-anak lain mulai lari mendekat.
darii jauh sekalipun, Frank bisa tahu bahwa perempuan itu adalah
gwen. Kondisinya payah. Gwen berbaring menyamping di
lgan, pilum mencuat dari baju tempurnya seolah-olah dia
sedang memegangi tombak itu di antara dada dan tangannya, tapi
darahnya terlalu banyak. Frank menggeleng-gelengkan kepala tak percaya. "Tidak,
tidak, tidak gumamnya sambil lari ke sisi Gwen.
Paramedis membentaki semua orang supaya mundur dan .rnberi Gwen udara. Seisi legiun membisu sementara para
penyembuh bekerja berusaha menaburkan bubuk tanduk
unicorn dan membalutkan perban di bawah baju tempur Gwen untuk menghentikan pendarahan, berusaha menyuapkan nektar dengan paksa ke dalam mulutnya. Gwen tidak bergerak. Wajahnya pucat pasi.
Akhirnya salah seorang paramedis mendongak untuk menatap
Reyna dan menggelengkan kepala.
Selama sesaat, tidak ada suara apa pun kecuali bunyi
yang mengucur dari meriam rusak ke tembok benteng. Hannibal
mengelus rambut Gwen dengan belalainya.
Reyna mengamat-amati para pekemah dari pegasusny
Ekspresinya sekaku dan sekelam besi. "Akan ada penyelidikan
Siapa pun yang melakukan ini, kalian menyebabkan legiu
kehilangan seorang perwira yang baik. Kematian yang terhormat
memang pantas dipuji. Tapi ini .."
Frank tidak yakin apa maksud Reyna. Kemudian
menyadari bahwa pada gagang kayu pilum terukir tulisan
CHS I LEGIO XII F. Senjata itu milik Kohort I, dan mata tombak
tersebut mencuat dari depan baju tempur Gwen. Gwen telah
ditombak dari belakang kemungkinan setelah permainan usai
Frank menelaah kerumunan orang untuk mencari Octavian
Sang Centurion sedang menonton, ekspresinya tertarik alih-a
khawatir, seakan-akan dia sedang mengamat-amati boneka beruang
yang jeroannya baru saja dia keluarkan. Dia tidak membawapi/u
Telinga Frank menjadi panas. Dia ingin mencekik Octavian
dengan tangan kosong, tapi tepat saat itu, Gwen menarik napas
Semua orang melangkah mundur. Gwen membuka mauta
Rona kembali ke wajahnya.
"A-ada apa"" Gwen berkedip. "Kenapa semua orang melongo""
Dia sepertinya tidak menyadari keberadaan seruit sepanjang satu
meter yang mencuat dari dadanya.
Di belakang Frank, seorang paramedis berbisik, "Tidak
mungkin. Dia sudah mati. Dia seharusnya sudah mati."
Gwen mencoba duduk tegak, tapi tidak bisa. Ada sungai, dan seorang pria meminta koin" Aku berbalik dan terbukalah kamu keluar. Jadi, aku aku pergi saja. Aku tidak mengerti. Apa yang terjadi""
Semua orang menatap Gwen dengan ngeri. Tak seorang pun
berusaha menolong. "Gwen." Frank berlutut di sebelah Gwen. "Jangan mencoba duduk tegak dulu. Pejamkan saja matamu sebentar, ya""
"Kenap a" Apa " "Percaya saja padaku." Gwen melakukan yang diminta. Frank mencengkeram gagang pilum di bawah mata tombak,
tapi tangannya gemetaran. Kayu tersebut licin. "Percy, Hazel bantu aku."
Salah seorang paramedis menyadari apa yang sedang Frank
rencanakan. "Jangan!" katanya. "Bisa-bisa kau "
"Apa"" bentak Hazel. "Memperparah kondisinya""
Frank menarik napas dalam-dalam. "Pegangi dia. Satu, dua, agar
Ditariknya pilum dari depan. Gwen bahkan tidak berjengit.
Darah dengan cepat berhenti mengalir.
Hazel membungkuk untuk memeriksa luka Gwen. "Lukanya menutup sendiri," ujar Hazel, "aku tidak tahu bagaimana bisa
begitu, tapi " "Aku merasa sehat-sehat saja," protes Gwen, "kenapa semua
orang khawatir sekali sih""
Sambil dibantu Frank dan Percy, Gwen berdiri. Frank me
melototi Octavian, tapi wajah si Centurion semata-mata menampilkan kecemasan yang sopan.
Nanti, pikir Frank. Hadapi dia nanti saja. "Gwen," ujar Hazel lembut, "tidak mudah mengatakan ini.
tapi tadi kau sudah meninggal. Entah bagaimana, kau hidup
kembali." "Aku apa"" Gwen menabrak Frank, kehilangan keseimbangan
bangan. Tangan Gwen menekan lubang bergerigi di baju
tempurnya. "Bagaimana bagaimana""
"Pertanyaan bagus." Reyna menoleh kepada Nico, yang sedang
menyaksikan dengan raut muka suram dari tepi kerumunan orang.
"Apakah ini berkat kekuatan Pluto""
Nico menggelengkan kepala. "Pluto tidak pernah membiarkan
orang mati hidup kembali."
Nico melirik Hazel seolah-olah memperingatkannya
tutup mulut. Frank bertanya-tanya apa maksud Nico, tapi tidak punya waktu untuk berpikir soal itu.
Suara menggemuruh berkumandang di padang: Ma
kehilangan pegangan. Ini baru permulaan.
Para pekemah menghunus senjata. Hannibal membunyikan
belalainya dengan gugup. Scipio mendompak, hampir saja menjatuhkan Reyna.
"Aku kenal suara itu," ujar Percy. Dia kedengarannya tidak
senang. Di tengah-tengah legiun, pusaran api yang menggelegak
tiba-tiba menjulang ke udara. Hawa panas menggosongkan bulu
mata Frank. Pakaian para pekemah yang mulanya basah kuyup
kena semburan meriam serta-merta menjadi kering karena air
menguap. Semua orang buru-buru mundur saat seorang prajurit
Raksasa melangkah keluar dari ledakan api tersebut.
Frank tidak punya banyak rambut, tapi semua helai rambut
yang dia miliki kontan berdiri: Prajurit itu tingginya tiga meteer mengenakan seragam kamuflase gurun Tentara Kanada. Dia memancarkan kepercayaan diri dan kekuatan. Rambut hitammn dipotong cepak seperti rambut Frank. Wajahnya menyiku dan tampak brutal, berbekas torehan pisau di sana-sini. Matanya
ditutupi goggle inframerah yang berpendar dari dalam.
ddia mengenakan sabuk perkakas yang memuat pistol, pisau, dan beberapa butir granat. Di tangannya ada senapan M16 yang kebesaran.
Parahnya, Frank justru merasa tertarik pada pria tersebut. Sementara yang lain melangkah mundur, Frank malah maju. Dia menyadari bahwa prajurit itu mengajaknya maju tanpa berkatakata.
Frank setengah mati ingin kabur dan sembunyi, tapi dia tidak
bisa. Dia maju tiga langkah lagi. Kemudian dia merosot, bertumpu pada satu lutut.
Para pekemah lain mengikuti teladannya dan berlutut. Bahkan
Rena juga turun. "Begitu baru bagus," kata sang prajurit, "berlutut itu bagus. Sudah lama sejak aku terakhir kali mengunjungi Perkemahan
Jupiter." Frank menyadari bahwa ada satu orang yang tidak berlutut. Percy Jackson, pedangnya masih di tangan, sedang memelototi prajurit itu.
"Kau Ares," kata Percy, "apa yang kau inginkan"" Dua ratus pekemah dan seekor gajah terkesiap secara serempak.
Frank ingin mengucapkan sesuatu supaya Dewa itu memaklumi
sikap Percy dan tidak marah, tapi dia tidak tahu harus berkata apa.
Dia takut kalau-kalau si Dewa perang bakal menembaki temannya
dengan kegedean itu. Namun, sang Dewa justru memamerkan gigi putihnya yang
cemerlang. 'Kau punya nyali, Demigod," katanya, "Ares adalah wujud Yunaniku."
Tapi bagi para pengikut yang ini, bagi anak-anak
romawi, aku adalah Mars pelindung kekaisaran, bapak dewata
Romulus dan Remus." "Kita pernah bertemu," kata Percy, "kita ... kita bertarung ...."
Sang Dewa menggaruk-garuk dagunya, seolah sedang
mencoba mengingat-ingat. "Aku bertarung dengan banyak orang
Tapi kuyakinkan kau kau tidak pernah bertarung denganku
dalam wujud Mars. Kalau pernah, kau pasti sudah mati. Na
sekarang berlututlah, layaknya seorang anak Romawi, sebelum
kau membuatku kehilangan kesabaran."
Di seputar kaki Mars, lingkaran api menggelegak di tanah.
"Percy," kata Frank, "kumohon." Percy kentara sekali tidak menyukainya, tapi dia berlutut.
Mars menelaah khayalak ramai. "Bangsa Romawi, pasang
telinga kalian!" Dia tertawa terbahak-bahak dengan riang, tawa
yang menular sampai-sampai hampir membuat Frank tertawa.
meskipun dia masih bergidik ketakutan. "Aku ingin mengatakan
it u sejak dulu. Aku datang membawa pesan dari Olympus. Jupiter
tidak suka kami berkomunikasi secara langsung dengan manusia fana, terutama dewasa ini, tapi dia memberikan perkecualian sekali ini, sebab kalian bangsa Romawi adalah pengikutku yang istimewa_
Aku hanya diizinkan bicara beberapa menit. Jadi, dengarkan."
Mars menunjuk Gwen. "Yang satu ini seharusnya sudah mati,
tapi ternyata tidak. Monster-monster yang kalian lawan tidak
lagi kembali ke Tartarus sesudah mereka dibinasakan. Sejumlah manusia fana yang sudah lama mati kini kembali menjejakkan
kaki di muka bumi." Apakah Frank berkhayal, atau sang Dewa memang memelototi
Nico di Angelo" "Thanatos telah dibelenggu." Mars mengumumkan. "Pintu Ajal telah dibuka paksa, dan tidak ada yang mengawasi pintu tersebut setidaknya, bukan secara tak pandang bulu. Gaea memperkenankan musuh-musuh kita tumpah ruah ke dunia manusia fana. Putra-putranya para Raksasa tengah mengerahkan pasukan untuk melawan kalian pasukan yang tidak bisa
kalian bunuh. Kecuali Maut dibebaskan sehingga bisa kembali
menjalankan tugasnya, kalian pasti kewalahan. Kalian harus
menemukan Thanatos dan membebaskannya dari tawanan para
raksasa. Hanya diet yang bisa membalikkan keadaan."
Mars menengok ke sana kemari, dan menyadari bahwa semua
orang masih berlutut sambil membisu. "Oh, kalian boleh bangun
"sekarang. Ada pertanyaan""
Reyna bangkit dengan waswas. Dia menghampiri sang dewa
diikuti oleh Octavian, yang membungkuk-bungkuk dan
menyembah-nyembah layaknya penjilat ulung.
"Dewa Mars," kata Reyna, "kami merasa terhormat." "Lebih dari sekadar merasa terhormat," ujar Octavian, "jauh melampaui perasaan terhormat " "Lalu"" bentak Mars.
"Lalu," kata Reyna, "yang Anda maksud Thanatos sang Dewa Kematian, ajudan Pluto""
"Benar," kata sang Dewa. "Dan barusan Anda mengatakan bahwa dia telah ditawan
oleh Raksasa." "Betul." "Dan oleh sebab itu, orang-orang tidak akan mati"" "Tidak serta-merta," kata Mars, "tapi pemisah antara hidup dan
mati akan terus melemah. Mereka yang tahu cara memanfaatkan hal ini akan mengeksploitasinya. Monster sudah susah dihabisi.
Tidak lama lagi, akan mustahil membunuh mereka. Sejumlah
Demigod nantinya juga bisa menemukan jalan untuk kembali dari
Dania Bawah seperti teman kalian Centurion Sate."
Gwen berjengit. "Centurion Sate"" "Jika dibiarkan," lanjut Mars, "manusia biasa sekalipun takkan ati-mati. Bisakah kalian bayangkan dunia yang tak seorang pun
penghuninya bisa mati selama-lamanya""
Octavian mengangkat tangan. "Tapi, Dewa Agung Mars yang Mahaperkasa, jika kami tidak bisa mati, bukankah itu justru bagus" Jika kami bisa hidup hingga waktu yang tak terbatas "
"Jangan bodoh, Bocah!" raung Mars. "Pembantaian tak berkesudahan" Banjir darah tak henti-henti" Musuh yang bangkit berulang kali dan tidak bisa dibunuh" Itukah yang kau inginkan""
"Anda Dewa Perang." Percy angkat bicara. "Tidakkah Anda menginginkan banjir darah tak berkesudahan""
Goggle inframerah Mars berpendar semakin terang. "Kau kurang ajar, ya" Barangkali aku memang pernah bertarung denganmu sebelumnya. Aku bisa mengerti apa sebabnya aku ingin membunuhmu. Aku Dewa Romawi, Nak. Aku ini Dewa kekuatan militer yang digunakan demi tujuan mulia. Aku melindungi legiun. Aku akan dengan senang hati menginjak-injak musuhku sampai remuk, tapi aku tidak sudi bertarung tanpa alasan. Aku tidak menginginkan perang yang tak ada habis-habisnya. Kau akan memahaminya kelak. Kau akan mengabdi kepadaku."
"Kemungkinan besar tidak," ujar Percy.
Frank lagi-lagi menunggu sang Dewa menebas Percy, tapi Mars hanya menyeringai, seakan-akan mereka berdua adalah
kawan lama yang sedang bicara kasar.
"Kuperintahkan sebuah misi!" Sang Dewa mengumumkan.
"Kalian akan pergi ke utara dan mencari Thanatos di Negeri
Nirdewa. Kalian akan membebaskannya dan membatalkan rencana para Raksasa. Hati-hatilah terhadap Gaea! Hati-hatilah terhadap
putranya, Raksasa tertua!"
Di sebelah Frank, Hazel mengeluarkan suara memekik.
"Negeri Nirdewa""
Mars menatap Hazel, cengkeramannya di M16 makin erat
"Benar, Hazel Levesque. Kau tahu maksudku. Semua orang di sini
masih mengingat negeri tempat legiun kehilangan kehormatannya
barangkali jika misi tersebut berhasil, dan kalian sudah kembali
pada Festival Fortuna ... barangkali kehormatan kalian akan pulih
kembali. Jika kalian tidak berhasil, perkemahan yang bisa kalian
datangi tidak akan ada lagi. Romawi akan digilas, warisannya
hilang untuk selama-lamanya. Jadi, saranku adalah: Jangan gagal."
Octavian entah bagaimana sanggup membungkuk lebih
reandah lagi. "Maaf, Dewa Mars, cuma satu perkara sepele. Misi membutuhkan sebuah ramalan, puisi mistis yang dapat memandu. Dulu kami memperolehnya dari Kitab-kitab Sybilline, tapi augurlah yang bertugas menguak para dewa. jawab Octavian. saya boleh mohon permisi sebentar saja dan mengambil sekitar sepuluh boneka isi kapuk dan mungkin sebilah pisau "
"Kau augurnya"" potong sang Dewa. "I-iya, Dewa." Mars mengambil gulungan perkamen dari sabuk perkakasnya.
"ada yang punya pulpen""
Para legiunari menatapnya sambil melongo. Mars mendesah. "Dua ratus orang Romawi, dan tak seorang
pun punya pulpen" Sudahlah!"
Sang Dewa menyandangkan M16 ke belakang punggungnya
mengambil sebuah granat tangan. Terdengar jeritan dari
ivak pekemah Romawi. Kemudian granat itu berubah wujud
menjadi sebuah pulpen, dan Mars pun mulai menulis.
Frank memandang Percy dengan mata membelalak. Ucapnya
suara: Bisakah pedangmu berubah jadi granaat""
Percy balas mengucap, Tidak. Diam. -Beres!" Mars selesai menulis dan melemparkan gulungan
len itu kepada Octavian. "Ramalan. Kau boleh menambah-
wa ke kitabmu, ukir di lantai, terserah."
Octavian membaca gulungan tersebut. "Bunyinya, Tergilah
ke Alaska. Cari Thanatos dan bebaskan dia. Kembalilah saat matahari
terbenam tanggal 24 Juni kalau tidak mau mati.'"
"Ya," kata Mars, "memangnya tidak jelas""
"Tapi Dewa ... ramalan biasanya tidak jelas. Ramalan biasa
berbalut teka-teki, berima, dan ...."
Mars dengan santai mengambil sebuah granat lagi dari sabuknya. "Ya""
"Ramalannya sudah jelas!" Octavian mengumumkan. "Sebt
misi!" "Jawaban bagus." Mars mengetukkan granat ke daguny
"Nah, apa lagi, ya" Ada hal lain .... Oh, iya."
Dia menoleh kepada Frank. "Sini, Nak."
Tidak, pikir Frank. Kayu bakar di saku jaketnya terasa let berat. Tungkainya menjadi lemas. Rasa ngeri melandanya, let
parah daripada hari itu, ketika tentara datang ke pintu rumahnya


The Heroes Of Olympus 2 Son Of Neptune di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Frank tahu apa yang akan terjadi, tapi dia tak
menghentikannya. Frank melangkah maju di luar kehendaknya
Mars menyeringai. "Kerja bagus tadi, Nak, berhasil mengambil
alih tembok. Siapa wasit dalam permainan barusan""
Reyna mengangkat tangan. "Kau lihat permainan tadi, Wash"" tuntut Mars. "Itu
anakku. Yang pertama menyeberangi tembok, memena
permainan untuk timnya. Kecuali kau buta, dia layak digela
pemain terbaik. Kau tidak buta, kan""
Dari mimik wajahnya, Reyna kelihatan seperti sedang berusaha
menelan seekor tikus. "Tidak, Dewa Mars."
"Kalau begitu, pastikan dia mendapat Mahkota Mural," tuntut
Mars, "dia anakku!" teriaknya kepada legiun, kalau-kalau ada yang
belum dengar. Ingin rasanya Frank melebur ke dalam tanah.
"Putra Emily Zhang," lanjut Mars, "dia prajurit yang baik.
Wanita yang baik. Si Frank ini membuktikan kemampuannya
malam ini. Biar sudah telat, selamat ulang tahun, Nak. Waktunya
menggunakan senjata pria sejati."
Mars melemparkan M16-nya kepada Frank. Selama sepersekian detik, Frank kira dia bakal remuk di bawah bobot senapan mahabesar itu, tapi senjata tersebut berubah bentuk di tengah udara, menjadi lebih kecil dan lebih tipis. Ketika Frank menangkapnya, senjata itu berbentuk tombak. Buluhnya dari cmas imperial, sedangkan mata anehnya yang seputih tulang memancarkan cahaya remang-remang seram.
"Ujungnya terbuat dari gigi naga," kata Mars, "kau belum
belajar menggunakan bakat ibumu, ya" Nah tombak itu akan memberimu sedikit ruang sampai kau bisa memanfaatkan bakat tersebut. Kau bisa memakainya tiga kali. Jadi, pergunakan dengan bijak."
Frank tidak mengerti, tapi
Mars bersikap seolah-olah keputusan tersebut tidak bisa diganggu gugat. "Nah, anakku Frank Zhang Akan memimpin misi untuk membebaskan Thanatos, kecuali ada yang keberatan""
Tentu saja, tak seorang pun mengucapkan sepatah kata pun. Namun, banyak pekemah yang memelototi Frank dengan tatapan iri, cemburu, marah, getir.
"Kau boleh mengajak dua pendamping," ujar Mars, "begitulah peraturannya. Salah satunya harus anak ini."
Mars menunjuk Percy. "Dia harus belajar menghormati Mars
dalam perjalanan tersebut, atau mati selagi mencoba; sedangkan orang kedua, aku tidak peduli. Pilih siapa saja yang kau mau.
Silakan adakan perdebatan di senat seperti biasa. Kalian semua
jago melakukan itu."
Sosok sang Dewa berkedip-kedip. Petir menyambar-nyambar
di langit. "Itu isyarat untukku," kata Mars, "sampai lain kali, bangsa
Romawi. Jangan kecewakan aku!"
Sang Dewa meledak menjadi kobaran api, lalu dia pun
menghilang. Reyna menoleh kepada Frank. Ekspresinya setengah kaget setengah mual, seakan dia akhirnya berhasil menelan tikus tersebut. Reyna mengangkat tangan untuk memberi hormat ala Romawi
"Ave, Frank Zhang, putra Mars."
Seisi legiun mengikuti teladan Reyna, tapi Frank tidak menginginkan perhatian mereka lagi. Malam yang sempurna rusak
sudah. Mars ayahnya. Dewa perang mengutusnya ke Alaska. Untuk
ulang tahunnya, Frank dihadiahi lebih dari sekadar sebilah tombak
Dia dihadiahi hukuman mati. []
BAB TIGA BELAS PERCY PERCY TERLELAP BAGAIKAN KORBAN MEDUSA-DENGAN kata lain, bagaikan batu.
Dia tidak pernah lagi tidur di ranjang yang aman dan nyaman
sejak ya, dia bahkan tidak ingat. Walaupun sehari kemarin benar-benar gila dan di kepalanya berkelebat jutaan pemikiran, tubuhnya mengambil alih dan berkata: Sekarang kau harus tidur.
Percy bermimpi, tentu saja. Dia selalu bermimpi, tapi mimpimimpi itu berlalu begitu saja bagaikan pemandangan kabur yang dilihat dari jendela kereta api. Dia melihat Faun berambut keriting yang berpakaian compang-camping lari mengejarnya
"Aku tidak punya uang receh," seru Percy. "Apa"" kata si Faun, "bukan, Percy. Ini aku, Grover! Diam di tempat! Kami sedang mencarimu. Tyson sudah dekat setidaknya kami pikir dialah yang paling dekat. Kami sedang mencoba menentukan lokasi tepatmu."
"Apa"" seru Percy, tapi si Faun menghilang ditelan kabut. Kemudian Annabeth lari di sampingnya sambil mengulurkan tangan. "Puji syukur kepada dewa-dewi!" seru Annabeth. "Sudah
berbulan-bulan kami tidak bisa bertemu denganmu! Apakah kau baik-baik saja""
Percy teringat perkataan Juno dia telah terlelap selama berbulan-bulan, tapi sekarang, dia sudah terjaga. Sang Dewi telah menyembunyikannya secara sengaja, tapi kenapa"
"Apa kau nyata"" tanyanya kepada Annabeth. Percy ingin sekali percaya bahwa Annabeth memang nyata, sampai-sampai dadanya terasa seperti sedang diinjak Hannibal si gajah. Tapi wajah Annabeth mulai mengabur. Dia berseru, "Diam di tempat! Akan lebih mudah bagi Tyson untuk menemukanmu! Jangan ke mana-mana!"
Kemudian Annabeth pun lenyap. Gambar-gambar tersebut melintas kian cepat. Percy melihat sebuah kapal besar di galangan kering, pekerja yang bergegas-gegas merampungkan lambung
kapal, seorang anak lelaki yang membawa mesin las sedang mematri kepala naga perunggu ke haluan. Percy melihat sang Dewa Perang berjingkat-jingkat menghampirinya di tengah deburan ombak, pedang di tangannya.
Adegan tersebut berubah. Percy berdiri di Lapangan Mars, mendongak ke Perbukitan Berkeley. Rumput keemasan beriak, dan muncullah sebuah wajah di bentang alam tersebut seorang wanita yang sedang tidur, raut wajahnya terbentuk oleh bayangbayang serta lipatan permukaan bumi. Mata wanita itu tetap terpejam, tapi suaranya berbicara dalam benak Percy:
Jadi, ini demigod yang telah membinasakan putraku Kronos. Penampilanmu tidak terlalu meyakinkan, Percy Jackson, tapi kau sangat berharga bagiku. Datanglah ke utara. Temui Alcyoneus. Juno boleh memainkan aksi kecil-kecilannya, memanfaatkan bangsa Yunani dan Romawi, tapi pada akhirnya, kau akan menjadi pionku. Kau akan menjadi kunci kekalahan Para Dewa.
Penglihatan Percy menjadi gelap. Dia berdiri di ruangan yang
mirip markas besar perkemahan principia berdinding es yang
diselimuti kabut membekukan di udara. Di lantai, berserakanlah
tulang belulang berbaju tempur Romawi dan senjata emas imperial berlapis bunga es. Di bagian belakang ruangan, duduklah sosok besar yang berbayang-bayang. Kulitnya dikilatkan oleh emas dan perak, seolah-olah dia adalah automaton seperti anjing Reyna. Di
belakangnya, ada koleksi yang terdiri dari bendera koyak, panjipanji robek, dan elang besar emas di puncak tongkat besi.
Suara sang Raksasa menggelegar di ruangan luas itu. "Pertemuan kita pastilah menyenangkan, Putra Neptunus. Sudah lama
sekali sejak aku mematahkan perlawanan Demigod sekalibermu. Aku menantimu di puncak es."
Percy terbangun sambil menggigil. Sekejap Percy tidak tahu di mana dia berada. Kemudian dia teringat: Perkemahan Jupiter, barak Kohort V. Percy sedang berbaring di tempat tidur susun, menatap langit-langit dan berusaha mengendalikan jantungnya yang berdebar kencang.
Raksasa keemasan tengah menanti untuk mematahkan perlawanannya. Luar biasa. Namun, yang lebih menggelisahkan Percy adalah wajah wanita tidur di bukit. Kau akan menjadi pionku. Percy tidak suka main catur, tapi dia lumayan yakin bahwa menjadi pion adalah hal buruk. Pionlah yang paling sering mati.
Bahkan bagian yang tak menakutkan dalam mimpinya juga meresahkan. Faun bernama Grover sedang mencarinya. Mungkin itulah sebabnya Don mendeteksi apa katanya" sambungan empati. Seseorang bernama Tyson juga sedang mencarinya, dan Annabeth memperingatkan Percy agar jangan ke mana-mana.
Percy duduk tegak di tempat tidurnya. Teman-teman sekamarnya sedang mondar-mandir sana-sini, sibuk berpakaian dan menyikat gigi. Dakota sedang memakai kain panjang bebercak
merah toga. Salah satu Lar memberinya petunjuk di mana harus menyelipkan dan melipat.
"Waktunya sarapan"" tanya Percy penuh harap. Kepala Frank terjulur dari kasur di bawah. Matanya berkantung, seperti orang yang kurang tidur. "Sarapan sebentar. Kemudian ada rapat senat."
Kepala Dakota tersangkut di toganya. Dia sempoyongan seperti hantu yang kena noda Kool-Aid.
"Hmm," kata Percy, "haruskah aku memakai seprai"" Frank mendengus. "Itu khusus untuk senator. Jumlahnya ada sepuluh, dipilih tiap tahun. Kau harus sudah di perkemahan selama lima tahun supaya memenuhi syarat untuk dipilih."
"Tapi kok kita diundang rapat"" "Karena kau tahu, misi itu." Frank kedengaran khawatir, seolah dia takut kalau-kalau Percy bakal mundur. "Kita harus ikut berdiskusi. Kau, aku, Hazel. Maksudku, kalau kau bersedia ...."
Frank barangkali tidak bermaksud membuatnya merasa bersalah, tapi hati Percy serasa bagaikan permen jeli yang ditariktarik. Dia bersimpati pada Frank. Diklaim oleh Dewa Perang di depan seisi perkemahan sungguh suatu mimpi buruk. Lagi pula, bagaimana mungkin Percy berkata tidak pada wajah imut merajuk itu" Frank sudah diserahi tugas besar yang kemungkinan, besar bakal menewaskannya. Dia takut. Dia butuh bantuan Percy.
Dan mereka bertiga memang sudah menunjukkan kerja sama tim yang bagus semalam. Hazel dan Frank adalah orang-orang yang tangguh serta dapat diandalkan. Mereka menerima Percy layaknya keluarga. Walau begitu, Percy tidak suka membayangkan jalannya misi ini, terutama karena asalnya dari Mars, dan terutama setelah mimpinya.
"Aku sebaiknya aku siap-siap ...." Percy turun dari tempat tidur dan berpakaian sambil terus memikirkan Annabeth. Bantuan
petunjuk di mana harus Pte- Dia sempoyongan hampir tiba. Dia bisa mendapatkan kehidupan lamanya kembali. Yang perlu dilakukannya hanyalah diam di tempat.
Saat sarapan, Percy sadar bahwa semua orang memandanginya. Mereka berbisik-bisik tentang kemarin malam:
"Dua Dewa dalam satu hari ...." "Gaya bertarung non-Romawi ...." "Meriam air menyembur hidungku ...." Percy terlalu lapar sehingga tidak peduli. Dia menggasak panekuk, telur, daging, wafel, apel, dan beberapa gelas jus jeruk. Dia mungkin bakal makan lebih banyak lagi, tapi Reyna mengumumkan bahwa senat kini akan bersidang di kota
, dan semua orang bertoga kontan beranjak pergi.
"Ini dia." Hazel memain-mainkan batu yang kelihatan seperti ruby merah dua karat.
Vitellius si hantu muncul di sebelah mereka sambil memancarkan denyar ungu. "Bona fortuna, kalian bertiga! Ah, rapat senat. Aku ingat waktu Caesar dibunuh. Darah yang membasahi toganya "
"Terima kasih, Vitellius," potong Frank, "kami harus pergi." Reyna dan Octavian memimpin prosesi senator keluar dari perkemahan, sementara greyhound logam Reyna melesat bolakbalik di jalan. Hazel, Frank, dan Percy mengekor di belakang. Percy menyadari keberadaan Nico di Angelo dalam kelompok tersebut, mengenakan toga hitam dan mengobrol dengan Gwen, yang kelihatan agak pucat, tapi hebatnya baik-baik saja mengingat dia Baru mati semalam. Nico melambai kepada Percy, kemudian kembali ke percakapannya, membuat Percy semakin yakin bahwa adik Hazel sedang berusaha menghindarinya.
Dakota terhuyung-huyung dalam balutan toganya yang bebercak merah. Banyak senator lain yang tampaknya juga kesulitan gara-gara toga mereka menjinjing bagian bawahnya,
berusaha menjaga agar kain tidak melorot dari pundak. Percy bersyukur dia mengenakan kaus ungu dan celana jin yang biasa:
"Bagaimana caranya orang Romawi bergerak, memakai kain
macam itu!"" dia bertanya-tanya.
"Toga hanya dipakai untuk acara formal," kata Hazel, "seperti tuksedo. Aku bertaruh orang Romawi kuno membenci toga sama seperti kita. Omong-omong, kau tidak membawa senjata, kan""
Tangan Percy merogoh saku, tempat pulpennya selalu disimpan. "Kenapa" Memangnya tidak boleh""
"Senjata tidak diperbolehkan di dalam Batas Pomerian," kata Hazel.
"Batas apa"" "Pomerian," ujar Frank, "batas kota. Di dalam terletak `zona aman' yang keramat. Legiun tidak boleh masuk. Senjata tidak diperbolehkan. Tujuannya supaya rapat senat tidak berdarahd arah."
"Seperti pembunuhan Julius Caesar"" tanya Percy. Frank mengangguk. "Jangan khawatir. Sudah berbulan-bulan tidak ada kejadian semacam itu."
Percy berharap Frank cuma bercanda. Saat mereka semakin dekat dengan kota, Percy bisa mengapresiasi betapa indahnya kota tersebut. Atap genting dan kubah emas berkilat-kilat diterpa sinar matahari. Honeysuckle dan mawar bermekaran di taman. Alun-alun di tengah kota berubin batu putih dan abu-abu, dihiasi patung, air mancur, dan pilar-pilar berlapis emas. Di lingkungan sekitarnya, jalanan bertegel diapit oleh rumah dua lantai yang baru dicat, toko, kafe, dan taman kota. Di kejauhan, menjulanglah koloseum dan arena balap kuda.
Percy tidak sadar mereka sudah sampai di batas kota sampai para senator di depannya mulai memelan.
Di sisi jalan berdirilah patung marmer putih sebesar orang sungguhan pria kekar berambut ikal, tak berlengan, dan bermimik jengkel. Mungkin dia kelihatan marah karena dia hanya diukir dari pinggang ke atas. Di bawah, dia hanya berupa bongkahan marmer besar.
"Tolong berbaris satu-satu!" Kata patung itu, "siapkan tanda pengenal kalian."
Percy menengok kiri-kanan. Dia tidak memperhatikan sebelumnya, tapi kota tersebut dikelilingi oleh patung-patung identik tiap interval kira-kira sembilan puluh meter.
Para senator melintas dengan gampang. Patung mengecek tato
di lengan bawah mereka dan memanggil nama masing-masing senator. "Gwendolyn, senator, Kohort V, ya. Nico di Angelo, duta Pluto silakan. Reyna, Praetor, tentu saja. Hank, senator, Kohort
III oh, sepatumu bagus, Hank! Ah, siapa ini""
Hazel, Frank, dan Percy adalah yang terakhir. "Terminus," kata Hazel, "ini Percy Jackson. Percy, ini Terminus, Dewa Perbatasan."
"Baru, ya"" kata sang Dewa, ."ya, keping probatio. Baiklah. z'kh, senjata dalam sakumu" Keluarkan! Keluarkan!"
Percy heran bagaimana Terminus bisa tahu, tapi dia mengeluarkan pulpennya.
"Cukup berbahaya," kata Terminus, "tinggalkan di bald. Tunggu, mana asistenku" Julia!"
Seorang anak perempuan berumur sekitar enam tahun mengintip dari balik landasan patung. Dia memiliki rambut yang dikepang dua, mengenakan rok terusan merah muda, dan menyunggingkan senyum jail yang menampakkan dua gigi ompong.
"Julia"" Terminus melirik k
e belakang, dan Julia pun buruburu menyingkir ke arah yang berlawanan. "Ke mana anak itu pergi""
Terminus menengok ke sebelah dan menangkap basah Julia sebelum dia sempat bersembunyi. Julia memekik kegirangan.
"Oh, rupanya kau di sana," kata patung itu, "maju jalan. Bawakan baki."
Julia bergegas keluar dan mengebuti roknya. Dia mengambil sebuah bald dan mengulurkannya kepada Percy. Di bald itu terdapat beberapa bilah pisau dapur, pembuka sumbat botol, wadah besar losion tabir surya, dan sebotol air.
"Kau boleh mengambil senjatamu dalam perjalanan keluar," kata Terminus, "Julia akan menjaganya baik-baik. Dia profesional terlatih."
Julia mengangguk. "Pro-fe-si-o-nal." Dia mengucapkan tiap suku kata dengan hati-hati, seperti yang sudah berlatih.
Percy melirik Hazel dan Frank, yang sepertinya tidak menganggap hal ini janggal. Namun, Percy tidak terlalu antusias menyerahkan senjata mematikan kepada seorang anak.
"Masalahnya," kata Percy, "pulpen itu kembali ke sakuku secara otomatis. Jadi, kalaupun aku menyerahkannya "
"Jangan khawatir." Terminus meyakinkannya. "Akan kami pastikan benda itu tidak keluyuran. Bukan begitu, Julia""
"Ya, Pak Terminus." Dengan enggan, Percy meletakkan pulpennya di bald. "Nah, beberapa aturan, karena kau masih baru," kata Terminus, "kau memasuki batas kota. Jaga ketertiban di dalam garis kota. Mengalahlah pada lalu lintas kereta kuda selagi menyusuri jalan umum. Setibanya di Gedung Senat, duduklah di sebelah kiri. Dan, di bawah sana kau lihat aku menunjuk ke mana"" "Eh," kata Percy, "Anda tidak punya tangan."
Rupanya ini topik peka bagi Terminus. Wajah marmernya berubah warna menjadi abu-abu. "Sok pintar, ya" Nah, Tuan Pelanggar Aturan, tepat di bawah sana di forum Julia, tolong tunjukkan untukku "
Julia dengan patuh meletakkan baki dan menunjuk ke alunalun utama.
"Toko yang awningnya biru," lanjut Terminus, "itu toko kelontong. Di sana dijual pita meteran. Belilah satu! Aku ingin celana itu tepat satu inci di atas pergelangan kaki dan rambut itu dipangkas sesuai aturan. Dan masukkan bajumu."
Hazel berkata, "Terima kasih, Terminus. Kami harus pergi." "Ya sudah, kalian boleh lewat," kata sang Dewa dengan kesal, "tapi berjalanlah di sebelah kanan! Dan batu yang di sana itu Bukan, Hazel, lihat ke mana aku menunjuk. Batu itu terlalu dekat dengan pohon. Pindahkan dua inci ke kiri."
Hazel melakukan yang diperintahkan. Sementara mereka melanjutkan menyusuri jalan, Terminus masih saja meneriakkan perintah kepada mereka, sedangkan Julia meroda di rumput.
"Apa dia selalu seperti itu"" tanya Percy. "Tidak." Hazel mengakui. "Hari ini dia longgar. Biasanya dia lebih obsesif/kompulsif."
"Dia menghuni tiap batu pembatas di sekeliling kota," kata Frank, "semacam pertahanan terakhir kita kalau kota ini diserang."
"Terminus tidak menyebalkan," imbuh Hazel. "Hanya saja, jangan buat dia marah kalau tidak ingin dipaksa mengukur tiap helai rumput di lembah."
Percy menyimpan informasi tersebut. "Lalu anak itu" Julia"" Hazel menyeringai. "Iya, dia manis. Orangtuanya tinggal di kota. Ayo. Sebaiknya kita susul para senator."
Selagi mereka mendekati forum, Percy terperanjat melihat banyaknya jumlah orang. Anak-anak usia kuliah sedang berkumpul
dan mengobrol di air mancur. Sebagian dari mereka melambai saat para senator melintas. Seorang anak lelaki berumur akhir dua puluhan berdiri di balik meja kasir toko roti, main mata dengan seorang wanita muda yang membeli kopi. Sepasang orang dewasa memperhatikan bocah laki-laki berpopok dan berkaus mini Perkemahan Jupiter yang sedang mengejar camar sambil tertatih-tatih. Pedagang sedang membuka toko, memasang papan bertuliskan bahaya Latin yang mengiklankan tembikar, perhiasan, dan tiket Hippodrome setengah harga.
" Semua orang ini demigod"" tanya Percy. "Atau keturunan demigod," kata Hazel, "seperti yang kuceritakan kepadamu, ini tempat yang bagus untuk kuliah atau berkeluarga tanpa harus mengkhawatirkan serangan monster tiap hari. Mungkin sekitar dua atau tiga ratus orang yang tinggal di sini" Para veteran bertindak sebagai penasihat dan pa
sukan cadangan bila dibutuhkan, tapi biasanya mereka hanyalah warga biasa yang menjalani kehidupan mereka."
Percy membayangkan bagaimana rasanya: punya apartemen di replika mini Roma ini, dilindungi legiun dan Terminus sang Dewa perbatasan penderita OCD. Dia membayangkan dirinya bergandengan dengan Annabeth di kafe. Mungkin saat mereka sudah lebih tua, duduk-duduk di forum sambil menyaksikan anak mereka sendiri mengejar camar
Percy mengenyahkan gagasan itu dari kepalanya. Dia tidak boleh membiarkan dirinya larut dalam pemikiran semacam itu. Sebagian besar ingatannya hilang, tapi Percy tahu tempat ini bukan rumahnya. Dia berasal dari tempat lain, punya teman-teman lain.
Lagi pula, Perkemahan Jupiter sedang dalam bahaya. Kalau Juno benar, kurang dari lima hari lagi bakal ada serangan. Percy membayangkan wajah si wanita tidur wajah Gaea terbentuk
di perbukitan di atas perkemahan. Dia membayangkan kawanan monster tumpah ruah ke lembah ini.
Jika kalian tidak berhasil, Mars memperingatkan, perkemahan yang bisa kalian datangi tidak akan ada lagi. Romawi akan digilas, warisannya hilang untuk selama-lamanya.
Percy memikirkan Julia, keluarga-keluarga yang memiliki anak, teman-teman barunya di Kohort V, bahkan para Faun konyol. Dia tidak mau membayangkan apa jadinya mereka jika tempat ini dihancurkan.
Para senator berjalan ke bangunan besar berkubah putih di ujung barat forum. Percy berhenti di ambang pintu, mencoba tak memikirkan Julius Caesar yang ditikam sampai mati saat rapat senat. Kemudian dia menarik napas dalam-dalam dan mengikuti Hazel dan Frank yang sudah masuk.[]
BAB EMPAT BELAS PERCY INTERIOR GEDUNG SENAT MIRIP RUANG kuliah. Bangku bertingkat-tingkat yang membentuk setengah lingkaran menghadap panggung yang memuat mimbar dan dua kursi. Kursi tersebut kosong, tapi di salah satu dudukannya ada kotak kecil dari beledu.
Percy, Hazel, dan Frank duduk di sisi kiri setengah lingkaran tersebut. Kesepuluh senator dan Nico di Angelo menempati baris depan. Deret-deret atas diisi beberapa lusin hantu dan segelintir veteran dari kota, semuanya mengenakan toga resmi. Octavian berdiri di depan sambil membawa pisau dan boneka bayi singa, kalau-kalau ada yang perlu minta petunjuk dari Dewa Koleksi Mainan Imut. Reyna berjalan ke panggung dan mengangkat tangan untuk minta perhatian.
"Baiklah, ini rapat darurat," katanya, "tidak perlu bersikap formal."
"Aku suka formalitas!" keluh seorang hantu. Reyna melemparkan ekspresi galak kepadanya.
"Pertama-tama," ujar Reyna, "kita hadir di sini bukan untuk mengadakan pemungutan suara mengenai misi itu sendiri. Misi tersebut telah dititahkan oleh Mars Ultor, pelindung Romawi. Kita akan mematuhi kehendaknya. Kita juga tidak akan memperdebatkan pendamping yang dipilih Frank Zhang."
"Ketiga-tiganya dari Kohort V"" seru Hank dari Kohort III. -Tidak adil."
"Dan bukan pilihan pintar," kata anak laki-laki di sebelahnya, -kita tahu Kohort V pasti bakal mengacau. Mereka seharusnya mengajak serta seseorang yang cakap."
Dakota berdiri cepat sekali sampai-sampai dia menumpahkan Kool-Aid. "Kami lumayan cakap kemarin malam waktu kami menendang podex-mu, Larry!"
"Cukup, Dakota," kata Reyna, "jangan bawa-bawa podex Larry dalam perkara ini. Sebagai pemimpin misi, Frank berhak memilih pendampingnya. Dia telah memilih Percy Jackson dan Hazel Levesque."
Seorang hantu dari baris kedua berteriak, "Absurdus! Frank Zhang bahkan belum menjadi anggota penuh legiun! Dia masih dalamprobatio. Sebuah misi mesti dipimpin oleh seseorang yang berpangkat Centurion atau lebih tinggi. Ini benar-benar "
"Cato," bentak Reyna, "kita harus mematuhi kehendak Mars Ultor. Artinya, diperlukan penyesuaian."
Reyna bertepuk tangan, dan majulah Octavian. Dia meletakkan pisau dan boneka bayi singa serta mengambil kotak beledu dari kursi.
"Frank Zhang," kata Octavian, "majulah." Frank melirik Percy dengan gugup. Kemudian dia bangkit dan menghampiri sang augur.
"Dengan senang hati," kata Octavian, memaksakan katakata terakhir, "kuanugerahi kau Mahkota Mural sebagai orang
pertama yang menyeberangi tembok d
alam aksi pengepungan.' Octavian menyerahkan pin perunggu berbentuk mirip mahkot
daun dafnah. "Selain itu, berdasarkan perintah Praetor Reynad
kunaikkan pangkatmu menjadi Centurion."
Octavian memberi Frank sebuah pin lagi, sebuah bulan sabit
perunggu, dan seisi senat kontan meledak karena protes.
"Dia masih dalam masa percobaan!" teriak salah seorang. "Mustahil!" kata yang lain. "Meriam air menyembur hidungku!" teriak yang ketiga.
"Diam!" Suara Octavian kedengaran lebih tegas daripada
malam sebelumnya di medan tempur. "Praetor kita menyadari bahwa tak seorang pun yang berpangkat di bawah Centurion boleh memimpin sebuah misi. Entah itu baik atau buruk, tapi Frank harus memimpin misi ini oleh sebab itu, Praetor kita telah menitahkan bahwa Frank Zhang harus dijadikan Centurion."
Tiba-tiba Percy memahami betapa Octavian adalah pembicara yang efektif. Dia kedengaran logis dan suportif, tapi ucapannya penuh sesal. Dia dengan hati-hati menyusun kata-katanya sehingga menimpakan semua tanggung jawab kepada Reyna. Ini ide Reyna, Octavian seolah berkata begitu.
Jika keputusan tersebut keliru, Reyna-lah yang patut disalahkan. Andaikan Octavian yang memegang kendali, akan diambil keputusan yang lebih masuk akal. Sayangnya, dia tidak punya pilihan selain mendukung Reyna, sebab Octavian adalah prajurit Romawi yang loyal.
Octavian berhasil menyampaikan semua itu tanpa mengucapkannya. Dia menenangkan senat sekaligus bersimpati pada mereka. Untuk pertama kalinya, Percy menyadari bahwa si ceking bertampang konyol mirip orang-orangan sawah ini mungkin saja merupakan musuh yang berbahaya.
Reyna pasti menyadarinya juga. Ekspresi jengkel terlintas di
wajahnya. "Sedang ada lowongan Centurion," katanya, "salah satu
ira kita, yang juga seorang senator, telah memutuskan untuk
mengundurkan diri. Setelah sepuluh tahun di legiun, dia akan
pensiun ke kota dan kuliah di perguruan tinggi. Gwen dari Kohort
kami berterima kasih atas pengabdianmu."
Semua orang menoleh kepada Gwen, yang mampu
menyunggingkan senyum tegar. Dia kelihatan letih karena cobaan
lam, tapi juga lega. Percy tak bisa menyalahkannya. Daripada
la pilum, perguruan tinggi kedengarannya bagus.
"Sebagai Praetor." Reyna melanjutkan. "Aku berhak. mengganti
vira. Kuakui, memang tidak lumrah menaikkan pangkat
iemah yang masih dalam probatio langsung ke Centurion,
sapi menurutku kita bisa sepakat ... yang terjadi kemarin malam
memang tidak lumrah. Frank Zhang, tolong berikan tanda
pen ge n alm u." Frank melepas keping timah yang dikalungkan ke lehernya
dan menyerahkan benda itu kepada Octavian.
"Lenganmu," kata Octavian. Frank mengulurkan lengan bawahnya. Octavian mengangkat
tangan ke angkasa. "Kami menerima Frank Zhang, Putra Mars, ke dalam Legiun XII Fulminata di tahun pertama pengabdiannya. .apa kau bersumpah akan mengabdikan hidupmu kepada senat dan rakyat Romawi""
Frank menggumamkan sesuatu yang bunyinya seperti "Heeh." Lalu dia berdeham dan berhasil mengucapkan: "Aku bersedia."
Para senator meneriakkan, "Senatus Populusque Romanus!" Api membara di lengan Frank. Sekejap mata Frank dipenuhi kengerian, dan Percy khawatir kalau-kalau temannya bakal pingsan. Kemudian api dan asap padam, dan rajah baru tertoreh
di kulit Frank: SPQR, gambar tombak bersilang, dan satu setrip.
merepresentasikan tahun pertama pengabdiannya.
"Kau boleh duduk." Octavian melirik para hadirin seolah-olah hendak mengatakan: Ini bukan ideku, Kawan-kawan. "Nah," kata
Reyna, "sekarang kita harus membahas misi tersebut."
Para senator bergerak-gerak gelisah dan berkasak-kusuk saat Frank kembali ke tempat duduknya.
"Sakit tidak"" bisik Percy. Frank memandangi lengan bawahnya, yang masih mengepulkan asap. "Iya. Sangat." Dia sepertinya terheran-heran melihat pin di tangannya penanda Centurion dan Mahkota Mural seolaholah dia tidak yakin kedua benda itu harus diapakan.
"Sini." Mata Hazel berbinar-binar bangga. "Biar kupasangkan." Hazel menyematkan medali tersebut ke baju Frank. Percy tersenyum. Dia Baru mengenal Frank sehari, tapi dia juga merasa bang
ga akan temannya itu. "Kau layak menerimanya, Bung," kata Percy, "yang kau lakukan semalam" Kepemimpinan alami."
Frank mengerutkan kening. "Tapi Centurion-" "Centurion Zhang," panggil Octavian, "apa kau dengar pertanyaan barusan""
Frank berkedip. "Eh ..., maaf. Apa"" Octavian berpaling kepada anggota senat dan menyeringai, seakan-akan berkata Kubilang juga apa"
"Aku tadi bertanya," Octavian berkata seperti sedang bicara kepada anak umur tiga tahun, "apakah kau punya rencana untuk misi ini. Apa kau bahkan tahu ke mana tujuanmu""
"Eh ...." Hazel meletakkan tangannya di pundak Frank dan berdiri. "Tidakkah kau mendengarkan semalam, Octavian" Kata-kata Mars sudah cukup jelas. Kami akan pergi ke Negeri Nirdewa Alaska."
Para senator bertoga menggeliat-geliut. Sejumlah hantu berdenyar dan menghilang. Bahkan anjing logam Reyna berguling hingga telentang dan merengek-rengek.
Akhirnya Senator Larry berdiri. "Aku tahu apa kata Mars, tapi itu gila. Alaska tempat yang dikutuk! Orang-orang menyebutnya Negeri Nirdewa bukan tanpa alasan. Saking jauhnya di utara, dewa-dewi Romawi tak lagi punya kekuatan di sana. Monster merajalela di tempat itu. Tak ada Demigod yang kembali dari sana hidup-hidup sejak "
"Sejak kalian kehilangan elang," ujar Percy. Larry terkejut sekali sampai-sampai dia jatuh ke belakang, podex-nya terduduk kembali.
"Dengar," lanjut Percy, "aku tahu aku masih baru di sini. Aku tahu kalian tidak suka mengungkit-ungkit pembantaian di tahun delapan puluhan "
"Dia mengungkit-ungkitnya!" Rengek salah satu hantu. " tapi tidakkah kalian paham"" Lanjut Percy. "Kohort V memimpin ekspedisi itu. Kami gagal, dan kamilah yang berkewajiban memperbaiki kekeliruan tersebut. Itulah sebabnya
Mars mengutus kami. Si Raksasa itu, putra Gaea dialah yang mengalahkan pasukan kalian tiga puluh tahun lalu. Aku yakin sekali. Sekarang dia sedang duduk-duduk di Alaska sana sambil menawan Dewa Kematian yang terbelenggu, juga menyimpan semua peralatan lama kalian. Dia sedang mengerahkan pasukannya
dan hendak mengirim mereka ke selatan untuk menyerang
perkemahan ini." "Benarkah"" kata Octavian, "kau sepertinya tahu banyak
tentang rencana musuh kita, Percy Jackson."
Kebanyakan hinaan dapat Percy anggap angin lalu dikatai
lemah atau bodoh atau apalah. Namun, terbetik di benak Percy bahwa Octavian mengatainya mata-mata pengkhianat. Konsep
itu teramat asing bagi Percy, sangat tidak mencerminkan dirinya,
sampai-sampai Percy nyaris tak bisa memproses tuduhan ya
tersirat itu. Namun percy aKhirnya paham, Dagunya kontan menegang. Ingin rasanya dia memukul kepala Octavian lagi, tapi
Percy menyadari bahwa Octavian tengah memancingnya, berusaha
membuatnya tampak tidak stabil.
Percy menarik napas dalam-dalam.
"Kami harus menghadapi putra Gaea tersebut," kata Percy.
berusaha mempertahankan ketenangannya, "akan kami rebut
kembali elang kalian dan bebaskan Dewa itu dari belenggu Dia melirik Hazel. "Thanatos, ya""
Hazel mengangguk. "Letus, dalam bahasa Romawi. Tapi nama
lamanya dalam bahasa Yunani adalah Thanatos. Terkait Maut
tapi kami dengan senang hati membiarkannya tetap menjadi Yunani.'
Octavian mendesah kesal. "Ya, apa pun namanya bagaimana
cara kalian melakukan semua itu sudah kembali saat Festival
Fortuna" Festival Fortuna jatuh pada malam tanggal 24. Sekarang sudah tanggal 20. Memangnya kalian tahu harus mencari ke mana" kalian tahu, siapa niirra Craea vanes
zp"Ya." Hazel berbicara dengan amat yakin sampai-sampai Percy
sekalipun merasa kaget. "Aku tidak tahu persis harus mencari ke mana, tapi aku punya gambaran. Raksasa itu bernama Alcyoneus.'
Nama itu sepertinya menurunkan suhu ruangan sepuluh derajat. Para senator bergidik.
Reyna mencengkeram mimbar. "Bagaimana kau tahu, Hazel" Karena kau anak Pluto""
Nico di Angelo diam saja dari tadi sampai-sampai Percy hampir melupakan kehadirannya. Kini dia berdiri dalam balutan toga hitamnya.
"Praetor, kalau boleh," kata Nico, "Hazel dan aku kami tahu sedikit mengenai para Raksasa dari ayah kami. Masing-masing
Raksasa dilahirkan secara khusus untu
k melawan satu dari kedua belas Dewa Olympus untuk merebut kekuasaan Dewa tersebut. Raja Raksasa adalah Porphyrion, sang anti-Jupiter. Tapi Raksasa tertua adalah Alcyoneus. Dia dilahirkan untuk melawan Pluto. Itulah sebabnya kami tahu tentang dia secara khusus."
Reyna mengerutkan kening. "Begitukah" Kau kedengarannya memang mengenal dia."
Nico mencubit tepian toganya. "Intinya para Raksasa sulit dibunuh. Menurut ramalan, mereka hanya bisa dikalahkan oleh Dewa dan Demigod yang bekerja sama."
Dakota beserdawa. "Maaf, apa maksudmu Dewa dan Demigod harus bertarung berdampingan" Itu takkan mungkin terjadi!" "Itu pernah terjadi," ujar Nico, "pada perang Raksasa yang
pertama, dewa-dewi memanggil para pahlawan untuk menyertai
mereka, dan mereka pun menang. Apakah itu bisa terjadi lagi,
aku tidak tahu. Tapi Alcyoneus dia lain dari yang lain. Dia
sepenuhnya kekal, mustahil dibunuh oleh Dewa atau Demigod,
selama dia masih berada dalam wilayahnya sendiri tempat dia
Nico terdiam sejenak supaya informasi itu sempat diserap oleh
semuanya. "Dan kalau Alcyoneus dilahirkan kembali di Alaska "
"Maka dia tidak bisa dikalahkan di sana," pungkas Hazel,
kapan pun waktunya. Apa pun caranya. Oleh sebab itu, ekspedisi
ipshun delapan puluhan memang sudah ditakdirkan gagal total."
Sanggahan dan teriakan lagi-lagi pecah. "Misi ini mustahil!" teriak seorang senator. "Kita celaka!" pekik seorang hantu. "Kool-Aid lagi!" teriak Dakota. "Diam!" seru Reyna. "Senator, kita harus bersikap layaknya


The Heroes Of Olympus 2 Son Of Neptune di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bangsa Romawi. Mars telah memberi kita misi ini, dan kita harus
percaya bahwa misi tersebut bisa ditunaikan. Ketiga Demigod ini
harus pergi ke Alaska. Mereka harus membebaskan Thanatos dan kembali sebelum Festival Fortuna. Alangkah lebih baiknya jika mereka juga bisa merebut kembali elang yang hilang. Yang bisa kita lakukan hanyalah memberi mereka saran serta memastikan bahwa mereka sudah punya rencana."
Reyna memandang Percy tanpa banyak berharap. "Kau sudah punya rencana""
Percy ingin melangkah maju dengan gagah dan berkata, Tidak, aku tak punya!
Itulah yang sebenarnya, tapi saat melihat semua wajah cemas di sekelilingnya, Percy tahu dia tidak bisa berkata begitu.
"Pertama-tama, ada sesuatu yang perlu kupahami." Percy berpaling kepada Nico. "Kukira Pluto itu Dewa Kematian. Sekarang aku mendengar Dewa yang satu ini, Thanatos, dan Pintu Ajal dari ramalan itu Ramalan Tujuh. Apa maksudnya semua itu""
Nico menarik napas dalam-dalam. "Oke. Pluto adalah Dewa Dunia Bawah, tapi Dewa Kematian yang sesungguhnya, yang berkewajiban memasukkan semua jiwa ke alam sana dan mengurung mereka di sana adalah ajudan Pluto, Thanatos. Dia seperti ya, bayangkan saja Hidup dan Mati sebagai dua negara yang berbeda. Semua orang pasti ingin ke Hidup, kan" Jadi, ada perbatasan yang dijaga ketat, supaya orang-orang tidak mondarmandir tanpa izin. Tapi perbatasan itu besar, banyak lubang di pagarnya. Pluto berusaha menutup lubang-lubang itu, tapi lubang baru terus saja bermunculan sepanjang waktu. Itulah sebabnya Pluto mengandalkan Thanatos, yang tugasnya mirip seperti polisi penjaga perbatasan."
"Thanatos menangkap jiwa-jiwa itu," ujar Percy, "dan mendeportasi mereka ke Dunia Bawah."
"Tepat sekali," kata Nico, "tapi sekarang Thanatos telah ditangkap, dibelenggu."
Frank mengangkat tangan. "Dan ... bagaimana caranya membelenggu Maut""
"Hal itu pernah dilakukan sebelumnya," kata Nico, "pada zaman dahulu kala, laki-laki bernama Sisyphus mengelabui Maut dan mengikatnya. Kali lain, Hercules memiting Maut ke tanah."
"Dan sekarang seorang Raksasa telah menangkapnya," kata Percy, "jadi, kalau kita bisa membebaskan Thanatos, maka yang mati akan tetap mati"" Dia melirik Gwen. "Mm jangan tersinggung, ya.
"Tidak sesederhana itu," kata Nico. Octavian memutar-mutar bola matanya. "Kenapa aku tidak terkejut mendengarnya""
"Maksudmu Pintu Ajal," kata Reyna, mengabaikan Octavian, "pintu Ajal disebut-sebut dalam Ramalan Tujuh, yang menyebabkan dikirimnya ekspedisi pertama ke Alaska "
Cato sang hantu mendengus. "Kita semua tahu bagaimana jadinya ekspedis
i itu! Kami para Lar masih ingat!"
Hantu-hantu lain ikut menggerutu tanda setuju. Nico menempelkan jari ke bibirnya. Tiba-tiba semua Lar membisu. Sebagian kelihatan panik, seolah mulut mereka telah dilem. Percy berharap kalau saja dia punya kekuatan macam itu yang bisa diterapkan pada orang hidup tertentu misalnya Octavian. "Thanatos hanyalah sebagian dari solusi." Nico menjelaskan. -Pintu Ajal ya, aku sekalipun tidak memahami konsep itu sepenuhnya. Ada banyak jalan menuju Dunia Bawah Sungai Styx, Pintu Orpheus juga berbagai rute pelarian berukuran lebih kecil yang sesekali terbuka. Karena Thanatos kini terpenjara, semua pintu keluar itu bakal lebih mudah dilewati. Kadang-kadang justru kita yang diuntungkan karena jiwa seorang teman bisa hidup kembali misalnya Gwen. Lebih seringnya, yang diuntungkan
adalah jiwa-jiwa orang jahat dan monster, makhluk-makhluk licik yang memang ingin melarikan diri. Nah, Pintu Ajal adalah pintu pribadi Thanatos jalan tol antara Hidup dan Mati. Semestinya, hanya Thanatos seorang yang mengetahui letak pintu tersebut, dan lokasinya juga berubah-ubah terus sepanjang zaman. Kalau aku tidak salah mengerti, Pintu Ajal telah dibuka paksa. Kaki tangan Gaea telah merebut kendali pintu tersebut "
"Artinya, Gaea-lah yang mengontrol siapa yang boleh kembali dari kematian," tebak Percy.
Nico mengangguk. "Gaea bisa memilih siapa yang hendak dia keluarkan monster terburuk, manusia berjiwa paling jahat. Kalau kita menyelamatkan Thanatos, setidaknya dia bisa menangkapi jiwa-jiwa itu lagi dan mengirim mereka ke bawah. Monster akan mati waktu kita bunuh, seperti sediakala, dan kita akan mendapat sedikit ruang untuk bernapas. Tapi kecuali kita bisa merebut Pintu Ajal kembali, musuh-musuh kita takkan tertahan di bawah lamalama. Mereka bakalan punya jalan yang mudah untuk kembali ke dunia fana."
kita bisa menangkap dan mendeportasi mereka." Percy menyimpulkan. "Tapi mereka bakal menyeberang lagi."
"Bikin depresi, ya" Tapi singkat kata, begitulah," kata Nico. Frank menggaruk-garuk kepalanya. "Tapi Thanatos mengetahui lokasi pintu itu, kan" Kalau kita membebaskannya, dia bisa menguasai pintu itu lagi."
"Menurutku tidak," kata Nico, "tidak kalau hanya sendirian. Dia bukan tandingan Gaea. Untuk merebut Pintu Ajal dari tangan Gaea, bakal dibutuhkan misi besar-besaran sepasukan Demigod terbaik."
"Musuh panggul senjata menuju Pintu Ajal." Reyna berkata. "Begitulah kata Ramalan Tujuh ...." Dia memandang Percy, dan sekejap Percy bisa melihat betapa takutnya Reyna. Reyna pandai
menyembunyikan rasa takutnya, tapi Percy bertanya-tanya apakah dia juga bermimpi buruk tentang Gaea apakah dia mendapatkan penglihatan mengenai apa yang bakal terjadi jika perkemahan diserbu monster-monster yang tak bisa dibunuh. "Andaikan ini merupakan awal ramalan kuno tersebut, kita tidak punya sumber daya yang mencukupi untuk mengutus pasukan ke Pintu Ajal sekaligus melindungi perkemahan. Menyisihkan tujuh Demigod saja tak terbayangkan olehku "
"Pertama-tama kita pikirkan saja soal misi dulu." Percy berusaha terkesan percaya diri, meskipun dia bisa merasakan bahwa tingkat kepanikan di ruangan itu telah bertambah tinggi. "Aku tidak tahu siapa tujuh orang itu, atau apa persisnya makna ramalan kuno tersebut. Tapi pertama-tama kami harus membebaskan
Thanatos. Mars memberi tahu kita bahwa hanya butuh tiga orang untuk menempuh misi ke Alaska. Mari kita berkonsentrasi untuk
menyukseskan misi itu dan kembali sebelum Festival Fortuna.
Setelah itu, Baru kita boleh khawatir soal Pintu Ajal."
"Iya," kata Frank dengan suara kecil, "itu saja barangkali sudah
cukup untuk satu minggu."
kau sudah punya rencana"" tanya Octavian dengan
sarkastis. Percy memandang rekan-rekan setimnya. "Kami pergi ke
Alaska secepat mungkin "Lalu berimprovisasi," kata Hazel. "Semaksimal mungkin," imbuh Frank. Reyna mengamati mereka. Kelihatannya Reyna sedang menulis obituarinya sendiri dalam kepalanya.
"Baiklah," kata Reyna, "kita tinggal mengadakan pemungutan
untuk memutuskan sokongan apa saja yang bisa kita berikan
misi transportasi, uang , sihir, senjata." "Praetor, jika diizinkan," kata Octavian.
"Hebat," gerutu Percy, "mulai lagi deh." "Perkemahan ini sedang dirundung bahaya genting," kata Octavian, "dua Dewa telah memperingatkan bahwa kita akan diserang empat hari dari sekarang. Kita tidak boleh menghamburhamburkan sumber daya, terutama dengan cara mendanai proyek yang peluang berhasilnya tipis sekali."
Octavian memandang mereka bertiga dengan ekspresi kasihan, seolah-olah hendak mengatakan, Malangnya kalian. "Mars kentara sekali sudah memilih kandidat yang paling tak diduga-duga untuk misi ini. Mungkin karena dia beranggapan merekalah yang paling layak dikorbankan. Mungkin Mars sedang membuat pertaruhan nekat. Bagaimanapun juga, dia secara bijaksana tidak mengutus misi besar-besaran, juga tidak meminta kita agar mendanai petualangan mereka. Menurutku, sebaiknya kita pertahankan saja sumber daya kita di sini dan lindungi perkemahan ini. Pertarungan menentukan akan terjadi di sini. Jika ketiga orang ini berhasil, bagus sekali! Tapi mereka harus melakukannya sendiri, tanpa bantuan dari kita."
Hadirin berbisik-bisik gelisah. Frank melompat berdiri. Sebelum dia sempat memulai perkelahian, Percy berkata, "Ya sudah! Tidak masalah. Tapi setidaknya beri kami alat transportasi. Gaea Dewi Bumi, kan" Melewati jalan darat, melintasi bumi kurasa kami sebaiknya menghindari itu. Lagi pula, perjalanan darat terlalu lambat."
Octavian tertawa. "Apa kau ingin kami memesankanmu pesawat""
Gagasan itu membuat Percy mual. "Tidak. Perjalanan udara aku punya firasat bahwa itu juga jelek. Perahu saja. Bisakah kau setidaknya memberi kami perahu""
Hazel membuat suara menggerung. Percy meliriknya. Hazel menggelengkan kepala dan mengucapkan, Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja, tanpa suara.
"Perahu!" Octavian menghadap para senator. "Putra Neptunus menginginkan perahu. Perjalanan laut tidak pernah menjadi metode pilihan bangsa Romawi, tapi dia memang bukan orang Romawi sejati!"
"Octavian," kata Reyna galak, "perahu cuma permintaan kecil. Selain itu, tidak menyediakan bantuan lain sepertinya sangat "
"Tradisional!" seru Octavian. "Sangat tradisional. Mari kita lihat apakah para petualang sanggup bertahan tanpa bantuan, layaknya pendekar Romawi sejati!"
Kasak-kusuk lagi-lagi menggemuruhkan ruangan. Mata para senator memandangi Octavian dan Reyna silih berganti, menyaksikan adu tekad di antara mereka.
Reyna menegakkan diri di kursinya. "Baiklah," katanya kaku, "kita putuskan lewat pemungutan suara. Senator, mosinya sebagai berikut: Misi akan menuju Alaska. Takkan ada bantuan lain. Ketiga petualang harus bertahan atau gagal atas usaha mereka sendiri. Yang setuju""
Tangan semua senator terangkat. "Mosi disahkan." Reyna menoleh kepada Frank. "Centurion, rombonganmu dipersilakan pergi. Senat harus mendiskusikan perkara lain. Octavian, aku harus berunding denganmu sebentar."
Percy bersyukur sekali bisa melihat sinar matahari. Di aula gelap itu, dipandangi oleh semua pasang mata, dia merasa seolaholah beban dunia ada di pundaknya dan dia lumayan yakin pernah mengecap pengalaman itu sebelumnya.
Percy mengisi paru-parunya dengan udara segar. Hazel memungut sebutir zamrud besar dari jalan setapak dan menyelipkannya ke saku. "Jadi riwayat kita tamat, ya""
Frank mengangguk dengan ekspresi nelangsa. "Iya, kecuali kau ingin mundur. Kalau memang begitu, aku tidak menyalahkanmu."
"Apa kau bercanda"" kata Hazel, "dan harus bertugas jaga sampai akhir minggu ini""
Frank berhasil menyunggingkan senyum. Dia menoleh kepada Percy.
Percy menerawang ke seberang forum. Jangan ke mana-mana, kata Annabeth dalam mimpinya. Namun, kalau dia tidak ke manamana, perkemahan ini bakal dihancurkan. Percy memandangi perbukitan di atas sana, dan membayangkan wajah Gaea yang tersenyum di bayang-bayang dan bubungan. Kau tak mungkin menang, Demigod Mungil, Gaea seolah berkata. Mengabdilah kepadaku dengan cara bertahan di sini, atau mengabdilah kepadaku dengan cara pergi dari sini.
Percy bersumpah tanpa suara: Sehabis Festival Fortuna, dia akan mencari Annabeth. Namun, untuk saat ini, dia
harus bertindak. Dia tidak bisa membiarkan Gaea menang.
"Aku ikut denganmu." Percy memberi tahu Frank. "Lagi pula, aku ingin melihat angkatan laut Romawi."
Mereka baru setengah jalan menyusuri forum ketika seseorang memanggil, "Jackson!" Percy menoleh dan melihat Octavian sedang berlari-lari kecil ke arah mereka.
"Apa maumu"" tanya Percy. Octavian tersenyum. "Sudah memutuskan menjadikanku musuh" Itu pilihan gegabah, Percy. Aku ini pendekar Romawi yang loyal."
Frank menggeram. "Dasar ular bermuka " Percy dan Hazel sama-sama berusaha menahan Frank.
"Ya ampun," kata Octavian, "sama sekali bukan perilaku terpuji bagi seorang Centurion baru. Jackson, aku mengikutimu hanya karena Reyna menitipiku pesan. Dia ingin kau melapor ke
principia tanpa ah kedua centeng ini. Reyna akan menemuimu sesudah senat membubarkan diri. Dia ingin bicara empat mata denganmu sebelum kalian berangkat untuk menjalankan misi."
"Tentang apa"" kata Percy. "Tentu saja aku tidak tahu." Octavian tersenyum keji. "Orang terakhir yang dia ajak bicara empat mata adalah Jason Grace. Dan itulah terakhir kalinya aku melihat Jason. Semoga berhasil dan selamat tinggal, Percy Jackson."[]
BAB LIMA BELAS PERCY PERCY BERSYUKUR RIPTIDE SUDAH KEMBALI ke sakunya.
Menilai ekspresi Reyna, Percy berpikir dia mungkin bakal
memerlukan pedang itu untuk membela diri.
Reyna menerjang masuk ke principia, jubah ungunya berkibar
kibar, sedangkan dua ekor anjing mengikuti di kakinya. Percy
sedang menduduki salah satu kursi Praetor yang dia tarik ke sisu tamu. Mungkin bukan tindakan sopan. Dia beranjak bangun.
"Duduk saja," geram Rena, "kalian harus pergi sesudah makan siang. Banyak yang perlu kita diskusikan."
Reyna menjatuhkan belatinya keras sekali sampai-sampai mangkuk permen jeli berkelontangan. Aurum dan Argentum menempati posisi mereka di kiri-kanan dan melekatkan tatapan mata mirah delima mereka pada Percy.
"Apa salahku"" tanya Percy. "Kalau soal kursi " "Bukan kau." Reyna memberengut. "Aku benci rapat senat. Ketika Octavian berkesempatan bicara ...."
Percy mengangguk. "Kau kesatria. Octavian pembicara. Taruh dia di hadapan senat, dan mendadak dialah yang menjadi orang kuat."
Reyna menyipitkan mata. "Kau lebih pintar daripada kelihatannya."
"Wah, terima kasih. Kudengar Octavian bisa saja terpilih sebagai Praetor, seandainya perkemahan sempat bertahan selama
ITU. "Dan, sampailah kita ke topik tentang hari kiamat," kata Reyna, "bagaimana kau mungkin bisa membantu mencegahnya. Tapi sebelum aku menyerahkan nasib Perkemahan Jupiter ke tanganmu, kita harus meluruskan beberapa hal."
Reyna duduk dan meletakkan sebuah cincin di meja cincin perak yang bertorehkan desain pedang-dan-obor, seperti tato Reyna.
"Apa kau tahu ini"" "Tanda ibumu," kata Percy, "Dewi ... eh, perang." Dia berusaha mengingat-ingat nama sang Dewi, tapi tidak mau sampai salah bunyinya mirip bologna. Atau salami"
"Bellona, ya." Reyna memperhatikan Percy dengan saksama. -Kau tidak ingat di mana kau pernah melihat cincin ini sebelumnya" Kau benar-benar tidak ingat aku atau kakakku, Hylla""
Percy menggelengkan kepala. "Maafkan aku." "Sudah empat tahun lalu." "Tepat sebelum kau datang ke perkemahan ini." Reyna mengerutkan kening. "Bagaimana kau "" "Tatomu ada empat setrip. Empat tahun." Reyna menengok lengan bawahnya. "Tentu saja. Rasanya sudah lama sekali. Kuduga kau takkan ingat aku sekalipun memorimu masih utuh. Aku cuma anak kecil satu dari sekian banyak pelayan di spa. Tapi kau bicara dengan kakakku, tepat sebelum kau dan orang yang satu lagi, Annabeth, menghancurkan rumah kami."
Percy mencoba mengingat-ingat. Dia sungguh-sungguh berusaha. Entah karena alasan apa, Annabeth dan dirinya pernah mengunjungi spa dan memutuskan untuk menghancurkan tempat itu. Percy tidak bisa membayangkan apa sebabnya. Mungkin mereka tidak menyukai layanan pijat ototnya" Mungkin hasil manikur mereka jelek"
"Ingatanku kosong melompong," katanya, "karena anjingmu tidak menyerangku, kuharap kau mau memercayaiku. Aku berkata jujur."
Aurum dan Argentum menggeram. Percy punya firasat bahwa
mereka sedang berpikir, Berbohong. Berbohonglah.
Reyna mengetuk-ngetuk cincin peraknya. "Aku percaya kau tulus," katanya, "tapi tidak semua orang di perkemahan ini percaya. Octavian kira kau mata-mata. Dia kira kau dikirim ke sini oleh Gaea untuk mencari tahu kelemahan kami dan mengalihkan perhatian kami. Dia memercayai legenda kuno tentang bangsa Yunani."
"Legenda kuno"" Tangan Reyna tergolek di antara belati dan mangkuk permen jeli. Percy punya firasat, jika Reyna membuat gerakan mendadak, dia tak akan menyambar permen.
"Sebagian orang percaya bahwa Demigod Yunani masih eksis," kata Reyna, "para pahlawan yang mengikuti wujud dewadewi yang lebih lama. Ada legenda mengenai pertempuran antara pahlawan Romawi dan Yunani di zaman yang relatif modern Perang Saudara Amerika, misalnya. Aku tidak punya buktinya, dan kalau para Lar mengetahui sesuatu tentang hal tersebut, mereka menolak mengatakan apa-apa. Tapi Octavian percaya bahwa bangsa Yunani masih ada, sedang berkomplot untuk menjatuhkan kita, bekerja sama dengan antek-antek Gaea. Menurutnya, kau salah satu dari mereka."
"Itukah yang kau percayai"" "Aku percaya kau datang dari suatu tempat," kata Reyna, "kau penting, dan berbahaya. Dua Dewa menaruh minat khusus padamu sejak kau tiba. Jadi, aku tak percaya kau bersiasat untuk menentang Olympus ... atau Romawi." Reyna mengangkat bahu. "Tentu saja, aku mungkin keliru. Barangkali dewa-dewi mengirimmu ke sini untuk menguji penilaianku. Tapi kupikir kupikir mereka mengirimmu ke sini untuk menggantikan Jason."
Jason ... Percy belum pernah melangkahkan kaki jauh-jauh di perkemahan ini tanpa mendengar nama itu.
"Caramu membicarakannya ...." kata Percy. "Apa kalian berdua pacaran""
Mata Reyna menusuknya seperti mata serigala yang lapar. Percy sudah sering melihat serigala lapar. Jadi, dia tahu.
"Mungkin saja," kata Reyna, "kalau waktunya mencukupi. Praetor bekerja berdekatan. Ada yang sampai punya hubungan asmara. Itu sudah lazim. Tapi Jason baru menjadi Praetor beberapa bulan sebelum dia menghilang. Sejak saat itu, Octavian terus merongrongku, mengompori supaya diadakan pemungutan suara baru. Aku menolak. Aku butuh rekan untuk pegang kekuasaan tapi aku lebih memilih seseorang yang seperti Jason. Seorang kesatria, bukan juru siasat."
Reyna menunggu. Percy menyadari bahwa Reyna mengirimkan undangan tersirat.
Kerongkongannya menjadi kering. "Oh maksudmu ... oh." "Aku percaya dewa-dewi mengirimmu untuk membantuku," kata Reyna, "aku masih tidak paham dari mana asalmu, sama seperti empat tahun lalu. Tapi menurutku kedatanganmu adalah semacam ganti rugi. Dulu kau menghancurkan rumahku. Sekarang kau dikirim ke sini untuk menyelamatkan rumahku. Aku tidak mendendam padamu gara-gara kejadian masa lalu, Percy. Kakakku
masih membencimu, benar, tapi Moirae menakdirkanku datang ke sini, ke Perkemahan Jupiter. Ternyata kerjaku di sini bagus. Bekerjasamalah denganku demi masa depan. Hanya itu yang kuminta darimu. Aku berniat menyelamatkan perkemahan ini."
Kedua anjing logam memelototinya, mulut mereka membeku di tengah-tengah geraman. Percy mendapati bahwa lebih sulit bertemu pandang dengan Reyna.
"Dengar, aku bersedia membantu," janji Percy, "tapi aku masih baru di sini. Di sini banyak orang baik yang lebih mengenal perkemahan ini daripada aku. Kalau kami berhasil dalam misi ini, Hazel dan Frank bakal menjadi pahlawan. Kau bisa minta tolong salah satu dari mereka "
"Kumohon," kata Reyna, "takkan ada yang sudi mengikuti anak Pluto. Ada yang tidak beres soal Hazel ... rumor mengenai asalusulnya Tidak, Hazel tidak cocok. Sedangkan Frank Zhang, dia berhati baik, tapi dia teramat naif dan tidak berpengalaman. Lagi pula, kalau yang lain sampai tahu riwayat keluarganya di perkemahan ini "
"Riwayat keluarga"" "Intinya, Percy, kaulah kekuatan sesungguhnya di balik misi ini. Kau seorang veteran yang sudah banyak makan asam garam. Aku sudah melihat apa yang bisa kau lakukan. Putra Neptunus takkan menjadi pilihan pertamaku, tapi kalau kau kembali dengan sukses dari misi ini, legiun mungkin bisa diselamatkan. Jabatan Praetor ak
an menjadi milikmu. Bersama-sama, kau dan aku bisa memperluas kekuasaan Romawi. Kita bisa mengerahkan pasukan dan mencari Pintu Ajal, meluluhlantakkan laskar Gaea sampai ke akar-akarnya. Kau bisa mengandalkanku sebagai seorang teman.
Reyna mengucapkannya seolah kata itu bisa punya beberapa arti, dan Percy dipersilakan memilih salah satu.
Kaki Percy mulai mengetuk-ngetuk lantai, setengah mati ingin kabur. "Reyna ... aku merasa terhormat. Sungguh. Tapi aku sudah punya pacar. Dan aku tidak menginginkan kekuasaan, atau jabatan sebagai Praetor."
Percy khawatir kalau-kalau dia membuatnya marah. Namun, Reyna hanya mengangkat alis.
"Laki-laki yang menolak kekuasaan"" kata Reyna, "Sama sekali tidak Romawi. Pikirkan saja. Empat hari lagi, aku harus membuat pilihan. Jika kita ingin menghalau serangan, kita harus memiliki dua Praetor kuat. Aku lebih memilih kau, tapi kalau kau gagal dalam misimu, atau tidak kembali, atau menolak tawaranku
Ya, aku akan bekerja sama dengan Octavian. Aku bermaksud menyelamatkan perkemahan ini, Percy Jackson. Kondisinya lebih parah daripada yang kau sadari."
Percy teringat perkataan Frank mengenai serangan monster yang menjadi semakin sering. "Separah apa""
Kuku Reyna mengeruk meja. "Senat sekalipun tidak mengetahui kebenaran seutuhnya. Kuminta Octavian agar tak mengungkapkan tengaranya, karena nanti bisa-bisa ada kepanikan massal. Dia melihat pasukan besar tengah berderap ke selatan, anggotanya lebih banyak daripada yang sanggup kita kalahkan. Mereka dipimpin oleh seorang Raksasa "
"Alcyoneus"" "Kurasa bukan. Jika dia memang benar-benar tak terkalahkan di Alaska, dia bodoh kalau datang ke sini sendiri. Pasti salah satu saudaranya.
"Hebat," kata Percy, "jadi, ada dua Raksasa yang harus kita khawatirkan."
Sang Praetor mengangguk. "Lupa dan para serigalanya berusaha memperlambat mereka, tapi pasukan itu terlalu kuat,
bahkan untuk mereka. Musuh akan segera tiba di sini setidaktidaknya saat Festival Fortuna."
Percy bergidik. Dia pernah melihat Lupa beraksi. Dia tahu benar tentang sang Dewi Serigala dan kawanannya. Kalau musuh yang satu ini terlalu kuat untuk ditangani Lupa, celakalah Perkemahan Jupiter.
Reyna membaca ekspresi Percy. "Ya, peluang menang kita memang kecil, tapi harapan masih ada. Jika kau berhasil membawa pulang elang kita, jika kau berhasil membebaskan Maut sehingga musuh kita bisa betul-betul dibunuh, maka kita masih punya peluang. Lalu ada satu kemungkinan lainnya ...."
Reyna meluncurkan cincin perak ke seberang meja. "Aku tidak bisa memberimu banyak bantuan, tapi perjalanan kalian akan membawa kalian ke dekat Seattle. Aku minta tolong padamu. Mungkin lewat cara itu, kau juga bisa mendapatkan pertolongan. Cari kakakku Hylla."
"Kakakmu ... yang benci padaku"" "Betul." Reyna mengiakan. "Dia pasti ingin sekali membunuhmu. Tapi tunjukkan cincin itu padanya sebagai bukti restuku, dan dia mungkin saja bakal membantumu."
"Mungkin"' "Aku tidak bisa bicara mewakilinya. Malahan ...." Reyna mengerutkan kening. "Malahan, sudah berminggu-minggu aku tidak bicara padanya. Dia jadi diam saja. Karena kalian akan lewat "
"Kau ingin aku menengoknya," tebak Percy, "memastikan dia baik-baik saja."
"Ya, sebagian karena itu. Tapi menurutku tidak mungkin Hylla sudah dikalahkan. Kakakku punya pasukan yang kuat. Wilayahnya dijaga ketat. Tapi jika kau bisa menemukannya, dia bisa menawari kalian bantuan berharga, yang akan menentukan
apakah kalian bakal sukses atau gagal dalam misi. Dan jika kau memberitahunya apa yang terjadi di sini
"Dia mungkin bakal mengirimkan bala bantuan"" tanya Percy. Reyna tidak menjawab, tapi Percy dapat melihat keputusasaan di matanya. Reyna ketakutan, bersedia menyambar apa saja yang bisa menyelamatkan perkemahan. Tak heran dia menginginkan bantuan Percy. Reyna adalah Praetor satu-satunya. Tugas mempertahankan perkemahan dibebankan ke pundaknya seorang.
Percy mengambil cincin Reyna. "Akan kucari dia. Ke mana aku harus mencari" Pasukan macam apa yang dia punyai""
"Jangan khawatir. Pergi saja ke Seattle. Mereka pasti menemukan kalian."
Kedengaran nya tidak menghibur, tapi Percy memasukkan cincin ke kalung kulit yang sudah diganduli manik-manik dan keping probatio. "Doakan semoga aku berhasil."
"Selamat bertarung, Percy Jackson," kata Reyna, "dan terima kasih."
Percy bisa tahu bahwa audiensi sudah berakhir. Reyna tengah kesulitan mempertahankan ketenangannya, meneguhkan citranya sebagai komandan yang penuh percaya diri. Dia perlu waktu sendiri.
Namun, di pintu principia, Percy mau tak mau menengok ke belakang. "Bagaimana ceritanya sampai kami menghancurkan rumah kalian spa yang kalian tinggali""
Kedua greyhound logam menggeram. Reyna menjentikkan jari untuk membungkam mereka.
"Kalian menghancurkan kekuatan nyonya kami," kata Reyna, "kalian membebaskan sejumlah tawanan yang kemudian membalas dendam terhadap kami semua yang tinggal di pulau. Kakakku dan aku ya, kami selamat. Berat sekali. Tapi pada akhirnya, kurasa memang lebih baik kami jauh-jauh dari tempat itu."
"Tetap saja, aku minta maaf," kata Percy, "kalau aku menyakitimu, maafkan aku."
Reyna menatap Percy lama sekali, seolah-olah sedang mencoba menerjemahkan kata-katanya. "Permohonan maaf" Sama sekali tidak seperti orang Romawi, Percy Jackson. Kau pasti bakal menjadi Praetor yang menarik. Kuharap kau mau mempertimbangkan tawaranku." []
BAB ENAM BELAS PERCY ACARA MAKAN SIANG MIRIP SEPERTI pesta pemakaman. Semua orang makan. Orang-orang mengobrol sambil bisik-bisik. Tak seorang pun tampak gembira. Para pekemah lain terus-menerus melirik Percy seakan dirinya adalah jenazah terhormat.
Reyna berpidato singkat untuk mendoakan semoga mereka berhasil. Octavian mencabik isi perut boneka dan mengumumkan pertanda buruk serta masa-masa sulit yang sudah menanti mereka, tapi memprediksikan bahwa perkemahan akan diselamatkan oleh seorang pahlawan yang tak disangka-sangka (yang barangkali berinisial OCTAVIAN). Lalu para pekemah lain pergi untuk menghadiri pelajaran siang pertarungan gladiator, pelajaran bahasa Latin, tembak-tembakan dengan hantu, dan selusin aktivitas lain yang kedengarannya mendingan jika dibandingkan dengan misi bunuh diri. Percy mengikuti Hazel dan Frank ke barak untuk berkemas-kemas.
Percy tidak punya banyak barang. Dia sudah menyingkirkan barang-barang yang tidak perlu dan menyimpan perbekalan yang diambil dari Supermarket Supermurah.
Percy mendapatkan celana jin baru dan sebuah kaus ungu ekstra dari kepala bagian logistik perkemahan, juga sejumlah nektar, ambrosia, kudapan, sedikit uang manusia biasa, dan perlengkapan berkemah. Saat makan siang, Reyna memberinya gulungan perkamen berisi surat pengantar dari Praetor dan senat perkemahan. Katanya, pensiunan legiunari yang mereka temui dalam perjalanan bakal membantu jika ditunjuki surat tersebut. Percy juga membawa kalung kulit yang diganduli manik-manik, cincin perak, serta keping probatio, dan tentu saja Riptide dalam sakunya.
Percy melipat kaus jingganya yang compang-camping dan meninggalkan kaus itu di tempat tidur susun.
"Aku akan segera kembali," katanya. Percy merasa konyol, bicara pada selembar kaus, tapi dia sebenarnya sedang memikirkan Annabeth dan kehidupan lamanya. "Aku takkan pergi selamalamanya. Tapi aku harus membantu orang-orang ini. Mereka sudah menampungku. Mereka berhak hidup langgeng."
Kaus itu tidak menjawab, untungnya. Salah satu teman sekamar mereka, Bobby, mengantar mereka naik Hannibal si gajah ke perbatasan lembah. Dari atas bukit, Percy bisa melihat segalanya di bawah. Sungai Tiberis Kecil mengular di padang keemasan tempat unicorn sedang merumput. Kuilkuil dan forum di Roma Baru berkilat diterpa sinar matahari. Di Lapangan Mars, para insinyur sedang kerja keras, membongkar benteng sisa semalam dan mendirikan barikade untuk permainan bola maut. Hari yang normal di Perkemahan Jupiter tapi di cakrawala utara, awan badai tengah mengumpul. Bayangan bergerak melintasi perbukitan, dan Percy membayangkan wajah Gaea yang kian lama kian dekat.
Bekerjasamalah denganku demi masa depan, kata Reyna. Aku berniat menyelamatkan perkemahan ini.
Saat memandangi lembah tersebut dari atas, Percy memahami apa sebab
nya Reyna peduli sekali. Meskipun dia masih baru di Perkemahan Jupiter, Percy merasakan hasrat kuat untuk melindungi tempat ini. Suaka aman tempat para demigod bisa membangun kehidupan mereka Percy ingin tempat itu menjadi bagian dari masa depannya. Mungkin tidak seperti yang dibayangkan Reyna, tapi kalau dia bisa berbagi tempat itu dengan Annabeth
Mereka turun dari gajah. Bobby mendoakan semoga mereka selamat di perjalanan. Hannibal melilitkan belalainya ke tubuh ketiga petualang. Kemudian taksi gajah kembali ke lembah.
Percy mendesah. Dia menoleh kepada Hazel dan Frank serta berusaha mengarang-ngarang ucapan yang optimis.
Sebuah suara yang tak asing berkata, "Tolong tanda pengenalnya."
Patung Terminus muncul di puncak bukit. Wajah marmer sang Dewa berkerut kesal. "Tunggu apa lagi" Ayo!"
"Anda lagi"" kata Percy, "kukira Anda hanya menjaga kota." Terminus mendengus. "Aku juga senang bertemu denganmu, Tuan Pelanggar Aturan. Ya, biasanya aku menjaga kota, tapi untuk keberangkatan internasional, aku ingin memperketat keamanan di perbatasan perkemahan. Kalian seharusnya sudah siap di sini dua jam sebelum waktu keberangkatan, kalian tahu. Tapi mau bagaimana lagi" Kita harus memanfaatkan sedikit waktu yang masih tersisa. Nah, ayo sini, supaya aku bisa menggeledah kalian."
"Tapi Anda kan tidak punya " Percy menghentikan katakatanya. "Eh, baiklah."
Percy berdiri di samping patung tak bertangan. Terminus melakukan penggeledahan mental secara saksama.
"Kau sepertinya bersih." Terminus mengumumkan. "Ada yang harus kau nyatakan""
"Ya," kata Percy, "kunyatakan bahwa ini bodoh."
"Hah! Keping probatio: Percy Jackson, Kohort V, putra Neptunus. Beres, pergi sana. Hazel Levesque, putri Pluto. Beres. Ada pernyataan mengenai barang bawaan berupa mata uang acing atau, ehem, logam berharga""
"Tidak," gumam Hazel. "Apa kau yakin"" tanya Terminus. "Sebab terakhir kali itu " "Tidak!" "Dasar penggerutu," kata sang Dewa, "begitulah petualang yang hendak menjalani misi! Selalu terburu-buru. Nah, sekarang siapa Frank Zhang. Ah! Centurion" Kerja bagus, Frank. Potongan rambutmu sempurna, sesuai dengan peraturan. Aku angkat jempol! Sana, Centurion Zhang. Apa hari ini kalian butuh petunjuk arah""
"Tidak, kurasa tak perlu." "Langsung ke stasiun kereta." Terminus tetap saja berkata. "Ganti kereta di Twelfth Street di Oakland. Pindah ke kereta tujuan Stasiun Fruitvale. Dari sana, kalian bisa jalan kaki atau naik bus ke Alameda."
"Kalian tidak punya jaringan kereta api ajaib atau semacamnya"" Tanya Percy.
"Kereta api ajaib!" dengus Terminus. "Bisa-bisa nanti kau meminta jalur pemeriksaan pribadi dan kartu pas ke ruang tunggu eksekutif. Yang penting, hati-hati di jalan, dan waspadalah terhadap Polybotes. Dasar penjahat kambuhan bah! Ingin rasanya aku mencekik mereka dengan tangan kosong."
"Tunggu siapa"" tanya Percy. Terminus menampakkan ekspresi tegang, seperti sedang meregangkan otot bisepnya yang tidak eksis. "Ya pokoknya, waspada saja terhadapnya. Kuduga dia bisa membaui putra Neptunus dari jarak berkilo-kilometer. Pergi sana. Semoga berhasil!"
Daya tak kasatmata menendang mereka ke seberang perbatasan. Ketika Percy menengok ke belakang, Terminus sudah lenyap. Malahan, seluruh lembah tersebut juga lenyap. Perbukitan Berkeley tampaknya bebas dari perkemahan Romawi.
Percy memandang teman-temannya. "Kalian paham apa yang dimaksud Terminus" Waspadalah terhadap Politik apa""
"Po-LI-bo-tes"" Hazel mengucapkan kata itu dengan hati-hati. "Tidak pernah dengar."
"Kedengarannya seperti bahasa Yunani," ujar Frank. "Senangnya." Percy mendesah. "Ya, barangkali kita baru saja muncul di radar penciuman semua monster dalam radius delapan kilometer. Sebaiknya kita cepat-cepat bergerak."
Butuh dua jam untuk mencapai dermaga di Alameda. Dibandingkan beberapa bulan terakhir yang dilewatkan Percy, perjalanan itu sangatlah enteng. Tidak ada serangan monster. Tidak ada yang memandangi Percy seakan dia adalah anak gelandangan liar.
Frank mengemas tombak, busur, dan wadah panahnya dalam tas panjang untuk menyimpan peralatan ski. Pedang kav
aleri Hazel dibungkus dalam gulungan matras yang disandangkan ke punggungnya. Mereka bertiga kelihatan seperti anak SMA biasa yang hendak menginap di luar kota. Mereka berjalan ke Stasiun Rockridge, membeli tiket dengan uang manusia biasa, dan naik ke kereta api.
Mereka turun di Oakland. Mereka harus berjalan melewati lingkungan yang cukup berbahaya, tapi tak seorang pun mengusik mereka. Kapan pun para anggota geng lokal sudah cukup dekat untuk menatap mata Percy, mereka cepat-cepat menyingkir. Percy sudah menyempurnakan tatapan ala serigala beberapa bulan terakhir ini ekspresi tajam yang menyiratkan: Kalau kalian pikir
kalian tangguh, itu belum ada apa-apanya dibandingkan denganku. Setelah mencekik monster laut dan menggilas Gorgon dengan mobil polisi, Percy tidak takut pada geng. Praktis tidak ada apa pun di dunia manusia fana yang bisa membuatnya takut.
Sore itu, mereka tiba di dermaga Alameda. Percy memandangi Teluk San Francisco dan menghirup udara laut yang beraroma garam. Dia seketika merasa baikan. Ini adalah wilayah ayahnya. Apa pun yang mereka hadapi, Percy lebih unggul asalkan mereka berada di laut.
Lusinan perahu ditambatkan ke dermaga segala macam jenis, mulai dari yacht sepanjang lima belas meter sampai perahu nelayan sepanjang tiga meter. Percy menelaah galangan untuk mencari semacam kapal ajaib trireme, mungkin, atau kapal perang berkepala naga seperti yang dia lihat dalam mimpi.
"Omong-omong kalian tahu apa yang kita cari"" Hazel dan Frank menggelengkan kepala. "Aku bahkan tidak tahu kita punya angkatan laut." Dari suaranya, Hazel sepertinya berharap semoga mereka tidak punya.
"Oh ...." Frank menunjuk. "Apa menurut kalian itu ..."" Di ujung dermaga, tertambat sebuah perahu kecil, mirip sampan, yang diselimuti terpal ungu. Pada kanvas penutupnya, ada bordir pudar keemasan bertuliskan S.PQ.R.
Kepercayaan diri Percy langsung goyah. "Tidak mungkin." Dia menyibakkan tutup perahu, tangannya membuka simpulsimpul dengan lincah layaknya orang yang sudah mengerjakan tali-temali seumur hidupnya. Di bawah terpal, terdapat perahu dayung baja yang sudah tua, tapi dayungnya tidak ada. Perahu itu dulunya pasti bercat biru gelap, tapi lambung perahu sudah berlapis ter dan garam tebal sehingga keseluruhan penampilannya babak belur.
Pedang Hati Suci 7 The Demigod Files Buku Pendamping Percy Jackson And The Olympians Karya Rick Riordan Setan Alam Kubur 2
^