Tanda Athena 4
The Heroes Of Olympus 3 Tanda Athena The Mark Of Athena Bagian 4
"Keto!" hardik Porky sambil menjentikkan jemari seperti capit kepiting, "kau akan membuat tamu-tamu kita bosan karena kebanyakan informasi. Kurangi pendidikan, perbanyak hiburan! Kita sudah membahas ini." "Tetapi " "Tidak ada tapi-tapian! Kita di sini untuk mempersembahkan `Matt di Laut Dalam'! Disponsori oleh Donat Monster!" Kata-kata terakhir bergema ekstra-nyaring di ruangan itu. Lampu-lampu berkilat. Kepulan asap membubung dari lantai, menghasilkan lingkaran berben
tuk donat yang beraroma seperti donat betulan. "Tersedia di kios-kios resmi." Phorcys memberitahukan. "Tetapi kalian sudah membelanjakan denarius yang diperoleh dengan susah payah untuk mendapatkan tur VIP, maka kalian akan mendapatkannya! Mari!" "Tunggu dulu," kata Percy. Senyum Phorcys meleleh. "Ya"" "Anda Dewa Laut, kan"" tanya Percy, "putra Gaea"" Si pria kepiting mendesah. "Lima ribu tahun, dan aku masih saja dikenal sebagai anak Gaea. Padahal aku adalah Dewa Lath tertua, lebih tua daripada ayahmu yang anak bau kencur, omong-omong. Aku adalah Dewa Laut Dalam! Penguasa makhluk-makhluk buas penghuni air! Ayah ribuan monster! Tapi tidak talc seorang pun mengenalku. Aku melakukan satu kesalahan sepele, mendukung para Titan dalam peperangan, dan dibuanglah aku dari samudra ke Atlanta, pula." "Kami kira bangsa Olympia mengatakan Atlantis." Keto menjelaskan. "Mereka bermaksud berolok-olok, kurasa, dengan cara mengirim kami ke sini." Percy memicingkan mata. "Dan Anda seorang dewi""
"Keto, ya!" Wanita itu tersenyum riang. "Dewi Monster Laut, tentu saja! Paus, hiu, cumi-cumi, dan makhluk laut raksasa lainnya, tapi hatiku terutama tertambat pada para monster. Tahukah Anda, ular laut muda dapat memuntahkan daging korban mereka berulang-ulang dan mencukupi kebutuhan pangan mereka selama enam tahun dengan makanan yang sama" Sungguh!" Frank masih memegangi perutnya seperti mau muntah. Pak Pelatih Hedge bersiul. "Enam tahun" Hebat." "Aku tahu!" ujar Keto dengan wajah berbinar-binar. "Dan bagaimana persisnya cara cumi-cumi pembunuh mengoyak daging dari tubuh mangsanya"" tanya Hedge, "aku sangat suka margasatwa." "Oh, jadi begini " "Stop!" tuntut Phorcys, "kau merusak pertunjukan ini! Nah, sekarang saksikanlah gladiator Nereid yang bertarung sampai mati!" Lampu disko bulat kelap-kelip turun ke dalam akuarium Nereid, membuat air bercahaya warna-warni. Dua pedang jatuh ke dasar dan mendarat di pasir. Para Nereid mengabaikan pedang tersebut dan terns bermain Cangkulan. "Sialan!" Phorcys mengentakkan kaki ke samping. Keto meringis kepada Pak Pelatih Hedge. "Jangan hiraukan Porky. Dia memang kebanyakan omong. Ikuti aku, Satir yang liaik. Akan kutunjuki Anda diagram berwarna yang menerangkan Icebiasaan berburu para monster." "Luar biasa!" Sebelum Percy sempat mengutarakan keberatan, Keto menuntun Pak Pelatih Hedge semakin jauh ke dalam labirin akuarium kaca, meninggalkan Frank dan Percy bertiga saja dengan dewa Laut penggerutu.
Butir keringat mengucur di tengkuk Percy. Dia bertukar pandang cemas dengan Frank. Rasanya ini seperti strategi pecah belch dan kuasai. Dia skeptis kunjungan ini bakal berakhir baik. Sebagian dari dirinya ingin menyerang Phorcys sekarang juga paling tidak mereka mungkin bisa memanfaatkan elemen kejutan tapi mereka belum mengorek informasi yang berguna barang satu pun. Percy tidak yakin bisa menemukan Pak Pelatih Hedge lagi. Dia bahkan tidak yakin bisa menemukan pintu keluai Phorcys pasti membaca ekspresi Percy. "Oh, tidak apa-apa!" Sang dewa menenangkannya. "Keto mungkin memang agak membosankan, tapi dia akan menjaga temanmu baik-baik. Dan sejujurnya, kita belum sampai pada bagian terbaik tur ini!" Percy berusaha memutar otak, tapi dia malah sakit kepala Dia tidak yakin apakah penyebabnya cedera kepala kemarin, efek khusus Phorcys, atau ceramah menjijikkan saudarinya mengenai fakta unik monster laut menjijikkan. "Begini ...," ucap Percy, "Dionysus mengirim kami ke sini." "Bacchus." Frank mengoreksi. "Benar." Percy mencoba mengendalikan rasa kesal. Dia sudah kesulitan mengingat-ingat nama tiap dewa, apalagi dua name "Dewa Anggur. Sesukamulah." Percy memandang Phorcy "Bacchus bilang Anda mungkin mengetahui rencana ibu Andy Gaea, dan kedua saudara Anda yang raksasa Ephialtes dan Otis Dan kalau Anda kebetulan juga tahu tentang Tanda Athena " "Menurut Bacchus aku bisa membantu kalian"" tanya Phorcy
"Iya, begitulah," kata Percy, "maksudku, Anda, kan, Phorcys.
Semua orang membicarakan Anda." Phorcys menelengkan kepala sehingga kedua matanya yan miring hampir sejajar. "Masa"" "Tentu saja. Ya, kan, Frank""
"Oh, betel s ekali!" kata Frank, "orang-orang sering membicarakan Anda." "Apa kata mereka"" tanya sang dewa. Frank tampak tidak nyaman. "Misalnya, kreasi piroteknik Anda menakjubkan. Suara Anda bagus, pas untuk pembawa acara. Kemudian, lampu disko " "Benar!" Phorcys menjentikkan jari penuh semangat. "Aku juga memiliki koleksi monster laut tangkapan paling besar di dunia!" "Dan Anda tahu banyak," imbuh Percy, "misalnya tentang si kembar dan rencana mereka." "Si kembar!" Phorcys membuat suaranya bergema. Kembang api menyala di depan tangki ular laut. "Ya, aku tahu segalanya mengenai Ephialtes dan Otis. Dasar peniru! Mereka tidak pernah cocok dengan raksasa-raksasa lain. Terlalu lembek dan berkaki ular.
"Berkaki ular"" Percy teringat sepatu panjang melengkung yang si kembar kenakan dalam mimpinya. "Ya, ya," kata Phorcys tak sabaran, "mereka tahu mereka tak bisa mengandalkan kekuatan. Jadi, mereka memutuskan berbertingkah scrbadramatis ilusi, trik panggung, dan sebangsanya. Asal tahu ...saja, Gaea menempa anak-anak raksasanya demi melibas musuh dengan spesifik. Masing-masing raksasa dilahirkan untuk membunuh dewa tertentu. Ephialtes dan Otis ... ya, keduanya semacam anti-Dionysus." Percy berusaha mencerna hal itu. "Jadi, mereka ingin mengganti semua minuman anggur dengan jus cranberry atau seje nisnya"" Sang Dewa Laut mendengus. "Bukan begitu! Ephialtes in Otis selalu ingin melakukan segalanya dengan lebih baik, hih mencolok, lebih spektakuler! Oh, tentu saja mereka ingin
membunuh Dionysus. Tetapi pertama-tama mereka ingin mem-permalukan Dionysus dengan cara membuat keriaannya terkesan payah!" Frank melirik kembang api. "Menggunakan properti seperti mercon dan lampu disko"" Mulut Phorcys menyunggingkan senyum lebar seperti ditiup angin. "Tepat sekali! Aku mengajari si kembar segalanya, atau paling tidak aku mencoba mengajari mereka. Mereka tidak pernah mendengarkan. Trik perdana mereka" Si kembar mencoba mencapai Olympus dengan cara menumpuk-numpuk gunung. Itu hanya ilusi, tentu saja. Kuberi tahu mereka bahwa aksi tersebut konyol. `Kalian harus mulai dari yang kecil-kecil,' kataku. `Menggergaji badan satu sama lain, mengeluarkan gorgon dari topi. Hal-hal semacam itu. Dan pakailah busana seragam yang berhiaskan manik-manik! Kembar butch pakaian yang seragam!'" "Saran yang bagus." Percy sepakat. "Dan sekarang si kembar sedang " "Oh, itu, sedang mempersiapkan pertunjukan kiamat di Roma," cemooh Phorcys, "Ibundalah yang menggagas ide tolol itu. Mereka mengurung tawanan dalam jambangan perunggu besar." Dia menoleh kepada Frank. "Kau anak Ares, kan" Baumu seperti itu. Si kembar pernah mengurung ayahmu dengan cara demikian,. dulu." "Anak Mars," ralat Frank, "tunggu kedua raksasa itu memerangkap ayahku dalam jambangan perunggu"" "Ya, lagi-lagi aksi bego," kata sang Dewa Laut, "bagaimana cara memamerkan tawanan jika dia dikurung dalam jambangan perunggu" Tidak ada nilai hiburannya. Tidak seperti spesimenku yang elok!" Dia menggerakkan tangan ke arah para hippocampus, yang membentur-benturkan kepala ke kaca dengan cuek.
Percy mencoba berpikir. Dia merasa makhluk-makhluk taut yang linglung mulai memengaruhinya. "Anda bilang pertunjuk-an pertunjukan kiamat ini adalah ide Gaea"" "Ya, rencana Ibunda selalu berlapis-lapis." Phorcys tertawa. "Bumi berlapis-lapis! Masuk akal juga!" "He-eh," kata Percy, "dan rencana Gaea adalah ...." "Oh, dia menyediakan imbalan bagi siapa pun yang berhasil menghabisi sekelompok demigod," kata Phorcys, "Ibunda tidak peduli siapa yang membunuh mereka, asalkan mereka dibunuh. Hmm kuralat perkataanku barusan. Gaea menginstruksikan secara sangat spesifik bahwa dud orang harus dibiarkan hidup. Sampai laki-laki dan satu perempuan. Hanya Tartarus yang tahu apa sebabnya. Pokoknya, si kembar sudah merencanakan pertunjukan kecil mereka, berharap para demigod akan terpancing ke Roma karenanya. Kuduga si tawanan dalam jambangan adalah teman mereka atau semacamnya. Kalau bukan begitu, barangkali mereka mengira sekelompok demigod tersebut bakal cukup bodoh sehingga nekat memasuki teritori mereka demi mencari Tanda Athena." Phorcys
menyikut iga Frank. "Ha! Semoga berhasil saja Icalau benar demikian, ya, kan"" Frank tertawa gugup. "Iya. Ha-ha. Tolol sekali jika sampai hcgitu, ya, sebab ... eh, ...." Phorcys menyipitkan matanya. Percy memasukkan tangan ke saku. Dicengkeramnya Riptide. I )ewa Laut ma ini pun pasti cukup pandai sehingga menyadari bahwa merekalah demigod yang diincar Gaea. Namun, Phorcys cuma cengar-cengir dan menyikut Frank lagi. "Ha! Komentar cerdas, Anak Mars. Kurasa kau benar. Tidak ada Kt i nanya membicarakan itu. Meskipun para demigod menemukan Beta di Charleston, mereka takkan bisa mencapai Roma hidup-hidup!"
"Ya, PETA DI CHARLESTON," kata Frank keras-keras sambil memandang Percy dengan mata membelalak supaya dia tidak melewatkan informasi itu. Pesan tersirat pemuda itu kentara sekali, seperti membawa plang besar bertuliskan pertunjukan saja. "Tetapi sudah cukup kita bicarakan hal-hal edukatif yana membosankan!" kata Phorcys, "kalian membayar untuk servis VII! Tolong, perkenankan aku menuntaskan tur untuk kalian. Uang masuk sebesar tiga denarius tidak dapat dikembalikan, kalia tahu." Percy tidak ingin lagi menonton mercon, asap beraro donat, atau makhluk laut memelas yang dikurung. Namun, Per melirik Frank dan memutuskan sebaiknya mereka ladeni saja Dewa Laut tua penggerutu itu, paling tidak sampai mereka menemukan Pak Pelatih Hedge dan keluar dengan selamat. Lagi pula, mereka mungkin bisa mengorek informasi lainnya dari Phorcys. "Setelah ini," kata Percy, "bolehkah kami bertanya"" "Tentu saja! Akan kuberitahukan semua yang perlu kalia ketahui." Phorcys bertepuk tangan dua kali. Di dinding, di bawa plang merah yang berpendar, muncullah sebuah terowongan barn yang menembus tangki lain nya. "Ikuti aku!" Phorcys melewati terowongan sambil berjalan menyamping. Frank menggaruk-garuk kepalanya. "Apa kita harus "" Dia berputar menyamping. "Maksudnya bukan seperti itu, Bung," kata Percy, "ayo."[]
BAB ENAM BELAS PERCY TROWONGAN ITU MENEMBUS TANGKI SEUKURAN Tangki mahabesar yang tampak kosong melompong, hanya berisi air dan sejumlah dekorasi murahan. Percy menerka ada sekitar lima puluh ribu galon air di atas kepala mereka. Jika troowongan itu entah bagaimana sampai pecah Bukan masalah besar, pikir Percy. Sudah ribuan kali aku aku kepung air. Ini wilayahku. Namun, jantung Percy berdebar-debar kencang. Dia ingat saat tenggelam di rawa dingin Alaska mata, mulut, dan hidungnya tertutup lumpur hitam. Phorcys berhenti di tengah-tengah terowongan dan merentangkan lengan dengan bangga. "Koleksi yang indah, kan"" Percy mencoba mengalihkan pikiran dengan cara memerhatikan tangki baik-baik. Di pojok tangki tersebut, menyempil di utan ganggang cokelat palsu, terdapat pondok cokelat plastik scukuran rumah sungguhan yang cerobong asapnya mengeluarkan gelembung. Di seberang pondok tersebut, ada patung lelaki herbaju selam model lama yang berlutut di samping peti harta
karun peti tersebut terbuka tiap beberapa detik, memuntahkan gelembung, kemudian tertutup lagi. Pada hamparan pasir putih di lantai, bertebaranlah kelereng kaca seukuran bola Boling dan aneka senjata ganjil seperti trisula serta seruit. Di luar tangki ada amfiteater yang bisa memuat beberapa ratus penonton. "Makhluk apa yang dipelihara di sini"" tanpa Frank, "ikan emas raksasa pembunuh"" Phorcys mengangkat alis. "Oh, andai saja! Tapi, bukan itu, Frank Zhang, keturunan Poseidon. Tangki ini bukan untuk ikan emas. Mendengar keturunan Poseidon, Frank berjengit. Dia me-langkah mundur sambil mencengkeram tas punggungnya seperti gada yang siap dia ayunkan. Rasa ngeri meluncur di kerongkongan Percy seperti sirup obat batuk. Sayangnya, dia sudah sering merasa seperti itu. "Bagaimana kau tahu nama belakang Frank"" tuntut Percy, "bagaimana kau tahu dia keturunan Poseidon"" "Dari mana, ya, ...." Phorcys mengangkat bahu, berlagak rendah Kati. "Barangkali dari deskripsi yang diedarkan Gaea. Kalian tahu, untuk imbalan itu, Percy Jackson." Percy membuka tutup pulpennya. Riptide seketika mewujud di tangannya. "Jangan khianati aku, Phorcys. Kau janji akan menjawab pertanyaanku." "Setelah servis VIP,
betul." Phorcys mengiyakan. "Aku berjanji akan memberitahukan semua yang perlu kalian ketahui. Masalahnya, kalian tidak perlu tahu apa-apa." Senyum seramnya melebar. "Asal tahu saja, bahkan jika kalian berhasil mencapai Roma, yang kemungkinannya kecil, kalian takkan sanggup mengalahkan para raksasa saudaraku tanpa didampingi dewa. Dalt dewa mana yang mau membantu kalian" Jadi, kuusulkan rencana
yang lebih bagus. Kalian tidak boleh pergi. Kalian akan kujadikarl VIP Very Important Prisoners Tawanan Sangat Penting!" Percy menyerbu. Frank melemparkan tas punggungnya ke kepala sang Dewa Laut. Phorcys menghilang begitu saja. Suara sang dewa berkumandang lewat pengeras suara akuarium, bergema di sepanjang terowongan. "Ya, bagus! Bertarung itu bagus! Asal kalian tahu, ibunda tidak pernah memercayakan tugas besar kepadaku, tapi dia mengizinkan aku menahan siapa saja yang kutangkap. Kalian berdua akan jadi koleksi yang hebat--satu_ satunya demigod keturunan Poseidon yang dikandangkan. `Teror Demigod' ya, aku suka itu! Kami sudah menandatangani kerja sama dengan Supermarket Supermurah sebagai sponsor. Kahan berdua bisa bertarung tiap hari jam sebelas pagi dan satu slang, kemudian malamnya jam tujuh." "Kau gila!" teriak Frank. "Jangan sungkan-sungkan!" kata Phorcys, "kalian akan jadi daya tarik nomor satu!" Frank lari ke pintu keluar, tapi justru menabrak pinta kaca. Percy lari ke arah berlawanan dan mendapatinya tertutup juga. terowongan itu telah jadi kurungan. Percy menempelkan tangan ke kaca dan menyadari bahwa permukaannya jadi lembek, meleleh seperti es. Tidak lama lagi air akan menyembur ke dalam. "Kami tidak sudi bekerja sama, Phorcys!" teriak Percy. "Oh, aku optimis." Suara sang Dewa Laut menggelegar. "Jika Lilian tidak mau bertarung pada awalnya, tidak masalah! Aku bisa mengirim monster laut baru tiap hari. Setelah kalian terbiasa ngan makanan di sini, kalian akan terbius dan menaati perintah. rcayalah padaku, kalian akan menyukai rumah baru kalian." Di atas kepala Percy, kubah kaca retak dan mulai bocor.
"Aku ini putra Poseidon!" Percy mencoba mengenyahkan rasa takut dari suaranya. "Kau tidak bisa memenjarakanku dalam air. Justru di airlah aku paling kuat." Tawa Phorcys membahana, seolah bersumber dari sekeliling mereka. "Kebetulan sekali! Di air jugalah aku paling kuat! Tangki ini dirancang khusus untuk menahan demigod. Nah, sekarang bersenang-senanglah, kalian berdua. Sampai ketemu waktu makan nanti!" Kubah kaca pecah berantakan, dan air pun tumpah ruah.
Percy menahan napas sampai dia tidak tahan lagi. Ketika air akhirnya masuk ke paru-paru Percy, rasanya seperti bernapas normal. Tekanan air tidak mengganggunya. Pakaiannya bahkan tidak basah. Kemampuan Percy di bawah air sama bagusnya sepert i biasa. Cuma fobia konyol, Percy meyakinkan diri sendiri. Aku takkan tenggelam. Kemudian, dia teringat Frank. Percy langsung merasa panik dan bersalah. Percy terlalu sibuk mencemaskan diri sendiri sampai-sampai dia lupa temannya hanya keturunan jauh Poseidon. Frank tidak bisa bernapas di bawah air. Namun, di mana dia". Percy berkeliling satu putaran. Tidak ada apa-apa. Lalu dia mendongak. Di atasnya, melintaslah seekor ikan emas raksasa. Frank telah berubah wujud pakaian, tas punggung, dan seluruhnya jadi ikan koi seukuran remaja laki-laki. Bung. Percy mengirimkan pikiran lewat air, layaknya berbicara dengan makhluk Taut lainnya. Ikan emas"
Suara Frank terdengar di benaknya: Aku panik. Kita tadi membicarakan ikan emas. Jadi, ikan itulah yang ada dalam pikiranku. Mau bagaimana lagi"! Aku sedang bercakap-cakap lewat telepati dengan ikan koi rasaksa, kata Percy. Hebat. Bisakah kau berubah jadi sesuatu yang lebih berguna" Sunyi senyap. Barangkali Frank tengah berkonsentrasi, meskipun susah mengetahuinya, sebab ikan koi tidak punya
bermacam-macam ekspresi. Maaf. Frank kedengarannya malu. Aku terperangkap. Kadang-kadang begitu, sewaktu aku panik. Ya sudah. Percy mengertakkan gigi. Mari kita pikirkan bagaimana caranya meloloskan diri. Frank berenang keliling tangki dan melaporkan tidak ada jalan keluar. Bagian atas tangki ditutupi p
erunggu langit, seperti kerai di toko-toko. Percy berusaha memotong penutup itu dengan ripride, tapi perunggu langit tersebut bahkan tidak tergores karnanya. Percy berusaha memecahkan dinding kaca dengan rdgang pedang lagi-lagi dia tidak beruntung. Kemudian, Percy ongulangi upayanya dengan beberapa senjata yang tergeletak di dasar tangki dan berhasil mematahkan sebatang trisula, sebilah ,pedang, dan sebuah seruit. Akhirnya Percy berusaha mengendalikan air. Percy ingin air tersebut menerjang dan memecahkan tangki, atau meledakkan pnya. Air tidak menurut. Mungkin air dalam tangki sudah atau berada di bawah kekuasaan Phorcys. Percy berkonsentrasi sampai telinganya berdenging karena tekanan Lira, tapi cuma tutup peti harta karun plastik yang copot. Tamat sudah, pikir Percy patah arang. Aku hams tinggal dalam Iok plastik seumur hidupku, bertarung melawan temanku ikan emas, raksasa, dan menunggu waktu makan.
Phorcys berjanji mereka akan menyukainya. Percy memikirkan para telkhine, Nereid, dan hippocampus yang linglung, semuanya berenang mondar-mandir dengan malas dan bosaii. Membayangkan bahwa dirinya bakal bernasib seperti itu tidak membantu mengurangi keresahannya. Percy bertanya-tanya apakah Phorcys ada benarnya. Meskipun mereka sukses meloloskan diri, bagaimana mungkin mereka mampu mengalahkan para raksasa jika semua dewa sedang tidak prima" Bacchus barangkali dapat membantu. Dia pernah membunuh kedua raksasa kembar sebelumnya, tapi dia hanya mau ikut bertarung jika mendapat persembahan yang mustahil mereka sediakan. Selain itu, membayangkan harus memberi Bacchus persembahan persembahan apa saja membuat Percy ingin menjejali kerongkongannya dengan Donat Monster. Lihat! kata Frank. Di luar kaca, Keto sedang menuntun Pak Pelatih Hedge ke amfiteater sembari menguliahinya, sedangkan sang pelatih mengangguk-angguk dan mengagumi tatanan kursi di stadiun. Pak Pelatih! teriak Percy. Kemudian, dia menyadari usahanya sia-sia saja. Sang pelatih tidak bisa mendengar teriakan telepatinya. Frank membenturkan kepala ke kaca. Hedge sepertinya tidak melihat. Keto membimbing sang satir menyeberangi amfiteater dengan cepat. Sang dewi bahkan tidak menengok ke kaca, mungkin karena dia mengasumsikan tangki tersebut kosong. Wanita itu menunjuk ujung ruangan seolah-olah mengatakan Ayo. Di sana ada monster-monster seram lainnya. Percy menyadari dia tinggal punya waktu beberapa detik sebelum sang pelatih pergi. Dia berenang mengejar mereka, tapi air tidak membantunya bergerak sebagaimana biasa. Malahan, air tampaknya mendorong Percy ke belakang. Percy menjatuhkan Riptide dan menggunakan kedua lengannya.
Pak Pelatih Hedge dan Keto berada satu setengah meter dari pi ntu keluar. Di tengah keputusasaannya, Percy mengangkat kelereng raksasa dan menggelindingkannya seperti bola Boling. Kelereng tersebut menabrak kaca disertai bunyi buk tidak rlalu keras untuk menarik perhatian. Hati Percy mencelus. Namun, Pak Pelatih Hedge bertelinga setajam satir. Dia ke batik bahunya. Ketika dia melihat Percy, ekspresinya berubah-ubah dalam hitungan mikrodetik tidak paham, kaget, berang, kemudian tenang kembali. Sebelum Keto sempat menyadarinya, Hedge menunjuk pancak amfiteater. Kelihatannya dia hendak berteriak, Demi bangsa Olympia, apa itu" Keto berpaling. Pak Pelatih Hedge dengan sigap melepas ngkai palsunya dan menendang belakang kepala Keto dengan kaki kambingnya. Ambruklah Keto ke lantai. Percy berjengit. Kepalanya yang baru-baru ini kena tendang juga ikut berdenyut karena simpati, tapi dia tak pernah segembira itu mempunyai pendamping yang menggemari pertarungan beta diri antar-aliran. Hedge lari ke kaca. Dia menempelkan telapak tangan ke kaca, seolah mengatakan: Sedang apa kau di dalam sana, Jackson" Percy menggedor-gedor kaca dan berucap: Pecahkan! Hedge meneriakkan pertanyaan yang mungkin adalah: Di mania Frank" Percy menunjuk ikan koi raksasa. Frank melambaikan sirip dorsal kirinya. Apa kabar" Di belakang Hedge, sang Dewi Laut mulai bergerak. Percy menunjuk-nunjuk dengan kalut.
Hedge menggoyang-goyangkan tungkai seperti sedang ambit ancang-ancang untuk
menendang, tapi Percy melambaikan lengannya, Jangan. Mereka tidak bisa terus-terusan menggebuk kepala Keto selamanya. Karena wanita itu kekal, dia takkan pingsan lama-lama. Salah-salah mereka jadi tak bisa melarikan diri dari tangki. Tinggal menunggu waktu sampai Phorcys kembali untuk mengecek mereka. Pada hitungan tiga, ucap Percy sambil mengangkat tiga jari, kemudian memberi isyarat ke kaca. Kita bertiga menabrak kaca secara serempak. Percy tidak pernah mahir bermain bahasa isyarat, tapi Hedge mengangguk-angguk paham. Main tabrak adalah bahasa yang dikenal baik sang satir. Percy mengangkat satu lagi kelereng raksasa. Frank, aku membutuhkan bantuanmu juga. Belum bisakah kau berubah wujud lagi" Mungkin kembali ke wujud manusia. Manusia tidak apa-apa! Tahan saja napasmu. Kalau ini berhasil Keto bangun hingga berlutut. Mereka tidak boleh buang-buang waktu. Frank kembali ke wujud manusia dan membenturkan pundaknya ke kaca. Sang pelatih melancarkan tendangan ala Chuck Norris dengan kaki kambingnya. Percy mengerahkan seluruh tenaga untuk menghantamkan kelereng ke dinding, tapi bukan cuma itu. Dia menyeru air agar mematuhinya, dan kali ini Percy tidak sudi ditolak. Dia merasakan tekanan yang berkumpul di dalam tangki, dan dimanfaatkannya tekanan tersebut. Air ingin bebas. Bila diberi waktu, air bisa mengalahkan rintangan apa pun. Air juga benci diperangkap, sama seperti Percy. Dia memikirkan janjinya untuk kembali kepada Annabeth. Dia memikirkan bahwa
penjara biadab yang mengurung makhluk-makhluk laut ini harus tlihancurkan. Dia memikirkan betapa dia ingin menjejalkan mikrofon ke tenggorokan Phorcys yang jelek. Lima puluh ribu galon air merespons amarah Percy. Dinding kaca retak-retak. Garis patahan berzigzag dari titik benturan, dan tiba-tiba saja meledaklah tangki itu. Percy tersedot al iran air. Dia terjungkal ke lantai amfiteater bersama Frank, scjumlah kelerang besar, dan segumpal rumput laut plastik. Keto haru saja berdiri ketika patung peselam menghantamnya. Pak Pelatih Hedge meludahkan air asin. "Demi pipa Pan, Jackson! Apa yang kau lakukan di dalam sana"" "Phorcys!" sembur Percy, "jebakan! Lari!" Alarm meraung-raung saat mereka kabur dari akuarium. Mereka lari melewati tangki Nereid, kemudian telkhine. Percy ingin membebaskan mereka, tapi bagaimana" Mereka dalam keadaan terbius dan loyo. Selain itu, mereka makhluk taut. Mereka takkan bertahan hidup kecuali Percy menemukan cara untuk mengembalikan mereka ke laut. Lagi pula, jika Phorcys menangkap mereka, Percy lumayan vakin kekuatan sang Dewa Laut bakal menaklukkan kekuatannya. Dan Keto akan mengejar mereka juga, siap mengumpankan mereka ke monster taut. Aku akan kembali, janji Percy, tapi jika makhluk-makhluk dalam akuarium bisa mendengar Percy, mereka tidak menunjukkannya. Dari pengeras suara, menggelegarlah suara Phorcys: "Percy Jackson!" Petasan dan kembang api meledak di sembarang tempat. Asap beraroma donat memenuhi koridor. Musik dramatis lima atau enam lagu membahana secara serempak dari pengeras suara. Lampu korslet dan terbakar gara-gara seluruh efek khusus di bangunan tersebut dinyalakan sekaligus.
Percy, Pak Pelatih Hedge, dan Frank tergopoh-gopoh keluar terowongan kaca dan mendapati diri mereka kembali di ruang hiu tutul. Akuarium yang diperuntukkan bagi manusia fana kini disesaki khalayak yang menjerit-jerit keluarga dan anak-anal, perkemahan berlarian ke segala arah, sedangkan para staf hint mudik dengan kalut, berusaha meyakinkan semua orang bahwa itu coma alarm yang rusak. Percy tahu bukan itu yang sebenarnya. Dia dan teman-temannya bergabung dengan para manusia biasa dan lari ke pintu keluar.[]
BAB TUJUH BELAS ANNABETH ANNABETH SEDANG BERUSAHA MENGHIBUR HAZEL, me-manjakannya dengan momen-momen "Otak Ganggang" terbiak percy, ketika Frank bergegas menyusuri koridor dan merangsek masuk ke kabin Hazel. "Di mana Leo"" tanyanya sambil terengah-engah, "lepas Iiindas! Sekarang juga!" Kedua anak perempuan langsung berdiri. "Di mana Percy"" tuntut Annabeth, "dan si kambing"" Frank memegangi lututnya, mencoba bernapas. Pakaiannya loku dan lembap, seolah-ol
ah baru dicuci dengan larutan kanji. digeladak. Mereka baik-baik saja. Kami diikuti!" Annabeth lewat dan menaiki anak tangga tiga-tiga, Hazel mengikuti tepat di belakangnya, sedangkan Frank tertinggal,masih tersengal-sengal. Percy dan Hedge terkapar di geladak, kelihatan capek. Hedge tidak memakai sepatu. Dia nyengir ke langit sambil bergumam, "Keren. Keren." Badan Percy lecet dan terores di mana-mana, seperti baru meloncat dari jendela. Dia tidak mengucapkan apa-apa, tapi dia menggapai tangan Annabeth
dengan lemah seolah hendak mengatakan, Sebentar lagi aku bangun, kalau dunia sudah berhenti berputar. Leo, Piper, dan Jason, yang tadinya duduk-duduk di me buru-buru menaiki tangga. "Apa" Apa"" seru Leo sambil memegangi roti isi keju panggan yang baru dimakan separuh. "Memangnya aku tidak boleh istiralL makan siang" Ada apa"" "Diikuti!" teriak Frank lagi. "Diikuti siapa"" tanya Jason. "Entahlah!" Frank tersengal-sengal. "Hiu" Monster lain Mungkin Kate dan Porky!" Annabeth ingin mencekik cowok itu, tapi dia tidak yaki tangannya cukup untuk menggenggam leher Frank yang teba "Ucapanmu tidak masuk akal. Leo, sebaiknya kau bawa kita per dari sini." Leo menjejalkan roti isi ke antara gigi-giginya, seperti baja laut, dan lari ke kemudi. Tidak lama kemudian, Argo H sudah naik ke langit. Annabet] mengawaki busur silang di belakang. Dia tidak melihat tanda tanda pengejaran, baik oleh hiu ataupun makhluk lainnya, tap Percy, Frank, dan Hedge baru mulai pulih setelah gedung-gedun pencakar langit Atlanta tinggal garis kabur di kejauhan. "Charleston," kata Percy sambil terpincang-pincang di geladal seperti lelaki tua. Dia kedengarannya masih terguncang. "Arahkai ke Charleston." "Charleston"" Jason mengucapkannya seolah nama itu me munculkan kenangan buruk. "Apa tepatnya yang kalian temukai di Atlanta"" Frank membuka ritsleting tas punggungnya dan mula mengeluarkan suvenir. "Selai persik. Beberapa lembar kaus. Bob salju. Dan, mmm, mainan yang katanya disebut Chinese handcuff'
Annabeth memaksa diri agar tetap tenang. "Bagaimana kalau I ian mulai dari depan depan cerita, bukan depan tas pung-gung. Mereka berkumpul di anjungan supaya Leo bisa mendengar percakapan sambil menyetir. Percy dan Frank bergantian mengi-kan kejadian di Akuarium Georgia, sedangkan Pak Pelatih Hedge menimpali sesekali: "Keren sekali!" atau "Kutendang I.cpalanya!" Paling tidak sang pelatih tampaknya lupa bahwa Percy dan Annabeth ketiduran di istal semalam. Namun, dinilai dari cerita Annabeth bakal menghadapi persoalan yang lebih genting dari pada hukuman dari Hedge. Ketika Percy menjelaskan makhluk-makhluk laut yang clikurung di akuarium, Annabeth mengerti apa sebabnya Percy tampak amat resah. "Mengerikan sekali," kata Annabeth, "kita harus menolong mereka." "Pasti," janji Percy, "nantinya. Tetapi aku harus memikirkan caranya. Kuharap ...." Percy menggelengkan kepala. "Lupakan saja. Pertama-tama kita harus berpikir soal imbalan atas nyawa kita." Pak Pelatih Hedge kehilangan minat terhadap perbincangan tersebut barangkali karena dirinya tak lagi jadi topik pembicaraan dan pergi ke haluan, melatih tendangan dan memuji kemahiran teknisnya sendiri. Annabeth mencengkeram gagang pedangnya. "Imbalan atas nyawa kita seolah kita masih belum cukup menarik perhatian Kara monster." "Apa wajah kita terpampang di poster dengan tulisan: DICARI"" tanya Leo, "lalu, apakah imbalan untuk kita diperinci satu-satu"" Hazel mengernyitkan hidung. "Apa maksudmu""
"Cuma penasaran, berapa hargaku," kata Leo, "maksudku, aku mungkin paham kalau tidak semahal Percy atau Jason ... tapi hargaku pasti dua atau tiga kali lipat Frank." "Heir protes Frank. "Sudahlah," perintah Annabeth, "setidaknya kita tahu tujuan berikutnya adalah Charleston, untuk mencari peta itu." Piper bersandar ke panel kendali. Dia mengepang rambutnya dengan bulu putih hari ini, cocok sekali dengan rambutnya yang cokelat tua. Annabeth bertanya-tanya kapan Piper punya waktu untuk melakukan itu. Annabeth terkadang malah tidak ingat harus menyisir rambut. "Peta," kata Piper, "tetapi peta apa"" "Tanda Athena." Percy memandang An
nabeth dengan waswas, seolah dia takut kelepasan bicara. Annabeth pasti memancarkan aura aku tak mau membicarakannya yang kuat. "Apa pun itu," lanjut Percy, "kita tahu Tanda Athena mengarah ke sesuatu yang penting di Roma, sesuatu yang mungkin dapat memperbaiki keretakan antara bangsa Romawi dan Yunani." "Tulang raksasa," imbuh Hazel. Percy mengangguk. "Dalam mimpiku, raksasa kembar menyebut-nyebut sebuah patung." "Eh, ...." Frank memutar-mutar mainan anyaman di antara jemarinya. "Menurut Phorcys, kita gila jika ingin mencarinya. Tetapi Tanda Athena itu sebenarnya apa"" Semua orang memandang Annabeth. Kulit kepalanya tergelitik, seolah pemikiran dalam otaknya gatal ingin keluar: patung ... Athena ... Yunani dan Romawi, mimpi buruknya, dan pertengkaran dengan ibunya. Annabeth melihat bahwa keping-keping tersebut hampir membentuk gambaran utuh, tapi Annabeth sulit memercayainya. Jawaban tersebut terlalu besar, terlalu penting, dan terlalu menakutkan.
Annabeth menyadari bahwa Jason tengah mengamatinya, pemuda itu tahupersis apa yang Annabeth pikirkan dan dia juga tidak menyukai pemikiran tersebut. Lagi-lagi Annabeth trembatin: Kenapa cowok ini membuatku amat gugup" Apa dia lunar-benar berapa di pihakku" Atau mungkin dia berpikir begitu gara-gara omongan ibunya "Aku aku sudah hampir menemukan jawaban," kata annabeth, "aku akan tahu lebih banyak jika kita menemukan ,ta itu. Jason, reaksimu terhadap nama Charleston ... pernahkah kau ke sana"" Jason melirik Piper dengan gelisah. Annabeth tidak tahu apa sebabnya. "Iya." Jason mengakui, "Reyna dan aku menjalani misi ke sana ra-kira setahun lalu. Kami mengambili senjata emas imperial dari C. S. S. Hunley." "Apa"" tanya Piper. "Wow!" kata Leo, "itu, kan, kapal selam militer pertama yang stikses dibuat. Dari zaman Perang Saudara. Aku ingin melihat kapal itu sejak dulu." "Kapal selam itu dirancang oleh demigod Romawi," kata ,Jason, "ada torpedo emas imperial yang disimpan secara rahasia cli dalamnya sampai kami menyelamatkan torpedo-torpedo tersebut dan membawanya kembali ke Perkemahan Jupiter." Hazel bersedekap. bangsa Romawi bertarung di pihak Konfederasi" Sebagai anak perempuan yang neneknya adalah searang budak, boleh kukatakan tidak bagus"" Jason angkat tangan, telapaknya menghadap ke depan. "Aku pribadi belum lahir waktu itu. Lagi pula, masing-masing pihak tak seluruhnya Yunani maupun Romawi. Tetapi, benar. Tidak bagus. Kadang-kadang demigod membuat pilihan jelek." Dia melirik
Hazel, tidak enak hati. "Misalnya kadang-kadang kita kelewat curiga. Dan kita bicara tanpa berpikir." Hazel memandangi Jason. Pelan-pelan tersadar olehnya bahwa Jason barusan meminta maaf. Jason men,yikut Leo. "Aw!" pekik Leo, "maksudku, iya pilihan jelek. Misalnya tidak memercayai saudara orang lain yang, kau tahu, barangkali perlu diselamatkan. Misalkan saja lho." Hazel merapatkan bibir. "Ya, sudah. Kembali ke Charleston. Apa maksudmu kita harus memeriksa kapal selam itu lagi"" Jason mengangkat bahu. "Bagaimana, ya, ada dua tempat di Charleston yang menurutku mungkin sebaiknya kita telaah. Museum tempat Hunley disimpan itu satu. Museum menyimpan banyak peninggalan Perang Saudara. Sebuah peta bisa saja disembunyikan dalam salah satu peninggalan tersebut. Aku tahu tata letaknya. Aku bisa memimpin tim ke dalam sana." "Aku ikut," kata Leo, "kedengarannya asyik." Jason mengangguk. Dia menoleh kepada Frank, yang sedang berusaha mencopot Chinese handcuffdari tangannya. "Kau sebaiknya ikut juga, Frank. Kami mungkin bakal membutuhkanmu." Frank tampak terkejut. "Kenapa" Aku, toh, tidak banyak membantu di akuarium." "Kerjamu bagus." Percy meyakinkannya. "Perlu tenaga kita bertiga untuk memecahkan kaca." "Lagi pula, kau anak Mars," ujar Jason, "Hantu pihak yar kalah berkewajiban mengabdi padamu. Dan dalam museum di Charleston ada banyak hantu Konfederasi. Kita harus mengendalikan mereka supaya tidak macam-macam." Frank menelan ludah. Annabeth teringat komentar Percy tentang Frank yang berubah jadi ikan emas raksasa, dan dia
menahan dorongan untuk tersenyum. Dia takkan pernah bisa lagi melihat cowok besar itu ta
npa membayangkannya sebagai ikan koi. "Oke." Frank mengalah. "Tentu saja." Dia memandangi jemarinya sambil mengerutkan kening, berusaha meloloskan jari curl jebakan. "Eh, bagaimana caranya "" Leo terkekeh. "Bung, kau tak pernah melihat mainan itu schelumnya" Ada trik sederhana untuk melepaskan jarimu." Frank menarik-narik jarinya lagi tanpa hasil. Bahkan Hazel juga berusaha tak tertawa. Frank meringis penuh konsentrasi. Tiba-tiba, dia menghilang. Di geladak tempatnya semula berdiri, seekor iguana hijau berjongkok di samping Chinese handcuff kosong. "Selamat, Frank Zhang," kata Leo masam, menirukan Chiron sang centaurus, "begitulah cara memecahkan teka-teki Chinese handcuff. Berubah jadi iguana." Semua orang tertawa terpingkal-pingkal. Frank berubah jadi inanusia lagi, memungut mainan tersebut, dan memasukkannya he tas punggung. Dia tersenyum male. "Omong-omong," kata Frank, kentara sekali ingin mengganti topik pembicaraan, "salah satu tempat yang harus didatangi adalah museum. Tetapi ..., Jason, katamu tadi ada dua tempat"" Lenyaplah senyum Jason. Apa pun yang sedang Jason pikirkan, A nnabeth tahu hal itu tidaklah menyenangkan. "Iya," kata Jason, "nama tempat yang satu lagi Battery taman di dekat pelabuhan. Kali terakhir aku ke sana dengan Reyna ..." Dia melirik Piper, kemudian buru-buru melanjutkan. "Kami melihat sesuatu di taman. Hantu atau arwah gentayangan, seperti primadona dari zaman Perang Saudara, berpendar dan mengapung. mi berusaha menghampirinya, tapi dia menghilang tiap kali kami sudah dekat. Kemudian, Reyna mendapat firasat dia bilang sebaiknya dia mencoba sendiri. Barangkali si hantu hanya mau
bicara pada anak perempuan. Reyna mendekati arwah itu sendiri, dan ternyata benar, dia bicara pada Reyna." Semua orang menunggu. "Apa katanya"" tanya Annabeth. "Reyna tidak mau memberitahuku." Jason mengakui. "Tetapi pasti yang disampaikannya penting. Reyna tampak terguncang. Mungkin dia mendengar ramalan atau kabar buruk lainnya. Sejak saat itu, Reyna jadi bersikap lain di dekatku." Annabeth menimbang-nimbang informasi tersebut. Setelah pengalaman mereka dengan eidolon, dia tidak suka harus mendekati hantu, terutama hantu yang mengubah orang gara-gara kabar buruk atau ramalan. Di sisi lain, ibu Annabeth adalah dewi pengetahuan, dan pengetahuan adalah senjata terkuat. Annabeth tidak bisa menampik sumber informasi begitu saja. "Petualangan cewek, kalau begitu," kata Annabeth, "Piper dan Hazel boleh ikut denganku." Keduanya mengangguk, meskipun Hazel tampak cemas. Tak diragukan lagi bahwa waktu yang dia lewatkan di Dunia Bawah telah mempertemukannya dengan banyak sekali hantu, cukup untuk persediaan seumur hidup. Mata Piper berkilat-kilat menantang, seolah ingin mengatakan bahwa dia sanggup melakukan apa saja yang bisa diperbuat Reyna. Annabeth sadar, jika mereka berenam menjalani kedua misi itu, Percy hanya berduaan saja dengan Pak Pelatih Hedge di kapal. Barangkali pacar yang penuh perhatian tak semestinya menjerumuskan pasangannya dalam situasi semacam itu. Terlebih lagi, Annabeth enggan berpisah lagi dengan Percy terutama karena mereka sudah terpisahkan berbulan-bulan. Di sisi lain Percy kelihatan sangat terpukul gara-gara melihat makhluk makhluk laut yang dikurung sehingga Annabeth berpendapat dia butuh istirahat. Annabeth bertemu pandang dengan Percy,
mengajukan pertanyaan tanpa suara. Percy mengangguk seolah mengatakan, Iya. Tidak apa-apa. "Beres, kalau begitu." Annabeth menoleh kepada Leo, yang tengah mengamat-amati konsol, mendengarkan Festus berderit dan berdecit lewat interkom. "Leo, berapa lama lagi kita tiba di Charleston"" "Pertanyaan bagus," gumam Leo, "Festus baru saja mendeteksi 'ekawanan besar elang di belakang kita radar jarak jauh, masih belum kelihatan." Piper mencondongkan badan ke atas konsol. "Apa kau yakin mereka elang Romawi"" Leo memutar-mutar bola matanya. "Bukan, Pipes. Mereka cuma sekelompok elang yang kebetulan saja terbang dalam formasi sempurna. Tentu saja mereka elang Romawi! Kurasa kita bisa saja memutar kapal ini dan bertarung " "Ide buruk," kata Jason, "yang akan menghapus keragua
n bahwa kita memang musuh Romawi." "Aku punya gagasan lain," ujar Leo, "kalau kita langsung rnenuju Charleston, kita bisa sampai beberapa jam lagi. Tetapi para elang akan menyusul kita, dan celakalah kalau begitu. Jadi, kita kirim pengalih perhatian saja untuk mengelabui elang-elang itu. Kita bawa kapal ini memutar, ambit jalan yang panjang untuk menuju Charleston, dan sampai di sana besok pagi " Hazel hendak protes, tapi Leo mengangkat tangan. "Aku tahu, aku tahu. Nico sedang kesulitan dan kita harus bergegas." "Sekarang sudah tanggal 27 Juni," kata Hazel, "tinggal empat Bari lagi. Kemudian, Nico akan meninggal." "Aku tahu! Tapi trik ini mungkin bisa mengecoh bangsa Romawi. Kita seharusnya masih punya cukup waktu untuk men-capai Roma."
Hazel merengut. "Waktu kau bilang seharusnya masih punya cukup waktu ...." Leo mengangkat bahu. "Kalau kubilang waktu pas-pasan, bagaimana"" Hazel menutupi wajah dengan tangan untuk menenangkan diri. "Untuk kita, kedengarannya tipikal." Annabeth memutuskan untuk menangkap komentar Hazel sebagai lampu hijau. "Oke, Leo. Pengalih perhatian macam apa yang kau maksud"" "Aku senang sekali kau bertanya!" Leo menekan beberapa tombol di konsol, memutar turntable, dan memencet tombol A di pengendali Wii-nya berturut-turut dengan amat sangat cepat. Serunya ke interkom, "Buford" Silakan melapor untuk bertugas." Frank melangkah mundur. "Ada orang lain lagi di kapal ini" Siapa Buford"" Kepulan uap membubung dari tangga, dan naiklah meja otomatis Leo ke geladak. Annabeth jarang melihat Buford sepanjang perjalanan itu. Ia kebanyakan diam saja di ruang mesin. (Leo bersikeras bahwa Buford diam-diam naksir mesin kapal. Buford adalah meja berkaki tiga. Permukaannya terbuat dari mahoni, sedangkan landasannya yang berbahan dasar perunggu memuat sejumlah laci, gigi roda, dan ventilasi uap. Tas mirip kantong surat terikat di salah sate kakinya. Buford berkelotakan ke kemudi dan mengeluarkan surf mirip peluit kereta api. "Ini Buford." Leo mengumumkan. "Kau menamai furniturmu"" tanya Frank. Leo mendengus. "Ingin punya furnitur sekeren ini" Mimi saja! Buford, apa kau siap untuk Operasi Tutup Meja"" Buford menyemburkan uap. Dia melangkah ke langkai Permukaan mahoninya terbelah empat, kemudian memanjar
seperti baling-baling kayu. Baling-baling tersebut berputar, dan Buford pun lepas landas. "Meja helikopter," gumam Percy, "harus kuakui, memang keren. Apa yang ada di dalam kantong"" "Cucian kotor demigod," kata Leo, "mudah-mudahan kau tidak keberatan, Frank." Frank tersedak. "Apa"" "Biar elang-elang tidak membaui kita." "Cuma itu celana gantiku!" Leo mengangkat bahu. "Kuminta Buford mencucikan dan menyetrikakan pakaianmu selagi dia keluar. Moga-moga dia inenuruti perintahku." Leo menggosok-gosok tangannya dan inenyeringai. "Ya, bisa dibilang aku telah melakukan pekerjaan dengan baik hari ini. Aku akan mengalkulasi dan menyesuaikan rute kita. Sampai ketemu waktu makan malam."
Percy tidur lebih awal, alhasil Annabeth tidak punya pekerjaan malam itu selain menatap komputernya. Dia membawa serta laptop Daedalus, tentu saja. Dua tahun lalu, Annabeth mewarisi mesin tersebut dari sang penemu terhebat .,sepanjang masa, dan komputer tersebut memuat banyak sekali ide, skema, dan diagram inovasi, yang belum Annabeth pahami ,,seluruhnya sampai sekarang. Setelah dua tahun, laptop biasanya sudah ketinggalan zaman, tapi menurut perkiraan Annabeth mesin daedalus masih mengungguli masanya lima puluh tahun. Kreasi daedalus tersebut bisa membesar seukuran desktop, menciut jadi Lomputer sabak, atau terlipat jadi wafer logam yang lebih mungil daripada telepon seluler. Kerjanya lebih cepat daripada komputer lain yang pernah Annabeth miliki, bisa mengakses siaran televisi satelit atau saluran TV Hephaestus dari Gunung Olympus, dan
mengoperasikan program buatan sendiri yang praktis dapat mengerjakan apa saja selain mengikat tali sepatu. Mungkin sebenarnya ada aplikasi untuk itu juga, hanya saja Annabeth belum menemukannya. Annabeth duduk di ranjangnya, menggunakan progam pencitraan 3-D Daedalus untuk mempelajari maket Parthenon di Athe
na. Sejak dulu Annabeth bercita-cita mengunjungi Parthenon, karena dia menggemari arsitektur dan karena bangunan itu adalah kuil paling tersohor yang dipersembahkan untuk ibunya. Kini keinginannya mungkin bakal terkabul, jika mereka masih hidup sampai tiba di Yunani. Namun, semakin Annabeth memikirkan Tanda Athena dan legenda lama Romawi yang Reyna sebut-sebut, semakin cemas dirinya. Meskipun tidak mau, Annabeth teringat pertengkaran dengan ibunya. Walaupun sudah berminggu-minggu berselang, kata-kata Athena masih menyakitkan. Kejadiannya berawal ketika Annabeth pulang naik kereta bawah tanah dari Upper East Side sesudah menyambangi ibu Percy. Pada bulan-bulan panjang sewaktu Percy hilang, Annabeth berkunjung ke sana sekurang-kurangnya sekali seminggu sebagian untuk menyampaikan kabar terbaru mengenai proses pencarian kepada Sally Jackson dan suaminya Paul, dan sebagian karena Annabeth dan Sally perlu menyemangati serta meyakinkan satu sama lain bahwa Percy baik-baik saja. Musim semi itu malah lebih berat daripada sebelumnya. Ketika itu, Annabeth punya alasan untuk berharap bahwa Percy masih hidup, sebab Hera tampaknya berencana mengirim dia ke pihak Romawi, tapi Annabeth tidak yakin seratus persen di mana Percy berada. Jason sudah ingat lokasi kasar perkemahan lamanya, tapi seluruh kemampuan sihir bangsa Yunani termasuk yang dikerahkan para pekemah pondok Hecate tidak
bisa mengonfirmasi keberadaan Percy di perkemahan Romawi, atau di mana pun. Percy seolah telah lenyap dari muka bumi. Rachel sang Oracle sudah mencoba menerawang masa depan, dan meskipun tak banyak yang bisa dilihatnya, dia yakin Leo hams merampungkan Argo 2 sebelum mereka boleh menghubungi bangsa Romawi. Kendati begitu, Annabeth tetap saja menghabiskan waktu senggang untuk mengorek informasi tentang Percy dari berbagai sumber, yang berupa kabar burung sekali pun. Annabeth bicara kepada roh alam, membaca legenda Romawi, menggali petunjuk dari buku catatan Daedalus, dan membelanjakan ratusan drachma cams untuk mengirim pesan Iris kepada roh baik, demigod, a taupun monster yang pernah dia jumpai, tapi hasilnya nol. Siang itu, sepulang dari apartemen Sally, Annabeth merasa energinya terkuras lebih daripada biasanya. Dia dan Sally pertama-tama menangis dan setelah itu berupaya membangkitkan semangat satu sama lain, tapi mereka sudah terlalu letih secara mental. Akhirnya Annabeth naik kereta bawah tanah dari Lexington Avenue ke Grand Central. Ada jalan lain untuk kembali ke sekolah berasramanya dari upper East Side, tapi Annabeth suka jalan-jalan di Terminal Grand Central. Desainnya yang indah dan ruangnya yang terbuka luas inengingatkan Annabeth pada Gunung Olympus. Bangunan rnegah membuat Annabeth merasa lebih baik barang kali karena berada di tempat yang permanen membuat dirinya merasa lebih permanen. Annabeth baru saja melewati Sweet on America, toko permen tempat ibu Percy dulu bekerja, dan sedang mempertimbangkan untuk masuk guna membeli permen biru demi rnengenang masa lalu, ketika dia melihat Athena tengah mengamat-amati peta jalur bawah tanah di dinding.
ibu Annabeth tidak bisa memercayainya. Sudah berbulan bulan dia tidak bertemu ibunya tidak pernah lagi sejak Zeu menutup gerbang Olympus dan melarang segala bentu komunikasi dengan demigod. Kendati begitu, berkali-kali Annabeth mencoba menghubungi ibunya, minta bimbingan, mengirimkan sesaji bakar tiap waktu makan di perkemahan. Annabeth tak kunjung mendapat jawaban. Kini Athena ada di sini, mengenakan celana jin, sepatu bot hiking, dan kemeja flanel merah, rambutnya yang berwarna gelap terurai ke bahu. Dia membawa ransel dan tongkat, seakan telah bersiap-siap untuk perjalanan panjang. "Aku harus pulang," gumam Athena sambil menelaah peta, "jalannya kompleks. Andai saja Odysseus ada di sini. Dia pasti mengerti." "ibu!" kata Annabeth, "Athena!" Sang dewi berpaling. Athena memandang Annabeth seperti tidak mengenalinya. "Itu namaku dulu," kata sang dewi menerawang, "sebelum mereka memorak-porandakan kotaku, merampas identitasku, menjadikanku seperti ini." Dia memandang pakaiannya dengan jijik. "Aku haru pu
lang. Annabeth mundur sambil terperanjat. "Ibu Ibu adalah Minerva"" "Jangan panggil aku dengan nama itu!" Mata kelabu sang dewi berkilat-kilat marah. "Dahulu aku membawa tombak dan perisai. Aku memegang kejayaan di telapak tanganku. Aku lebih dari sekadar ini." "Bu." Suara Annabeth bergetar. "Ini aku, Annabeth. Putri Ibu." "Putriku ...," ulang Athena, "ya, anak-anakku akan menu -balaskan dendamku. Mereka harus menghabisi bangsa Romawi.
Bangsa Romawi terkutuk, hina, peniru. Hera mengemukakan bahwa kami harus memisahkan kedua kubu. Kataku, Tidak, biarkan mereka bertarung. Biarkan anak-anakku membinasakan bangsa kacangan itu." Telinga Annabeth menangkap detak jantungnya yang makin kencang. "Ibu menginginkan itu" Tapi Ibu bijaksana. Ibulah yang paling memahami peperangan " "Dulu!" kata sang dewi, "digantikan. Dirampas. Dijarah bagai pampasan dan dibawa pergi jauh dari kampung halamanku tercinta. Aku kehilangan begitu banyak. Aku bersumpah takkan pernah memaafkan. Begitu pula anak-anakku." Dia memfokuskan perhatian lebih saksama pada Annabeth. "Kau putriku"" "Ya." Sang dewi mengeluarkan sesuatu dari saku kemeja token kereta bawah tanah dan menempelkannya ke tangan Annabeth. "Ikuti Tanda Athena," kata sang dewi, "balaskan dendamku." Annabeth memandangi koin itu. Selagi dia memerhatikan, koin tersebut berubah dari token kereta bawah tanah New York jadi drachma perak kuno, jenis yang dahulu digunakan warga Athena. Koin tersebut bergambar burung hantu, hewan keramat Athena, dengan ranting zaitun di satu sisi dan huruf Yunani di sisi lainnya. Tanda Athena. Pada waktu itu, Annabeth tidak punya bayangan apa maksudnya. Dia tidak mengerti apa sebabnya ibunya bertingkah seperti ini. Minerva atau bukan, dia seharusnya tidak sekacau itu. "Bu ...." Annabeth berusaha membuat nada bicaranya setenang mungkin. "Percy hilang. Aku butuh bantuan Ibu." Dia mulai menjelaskan rencana Hera menyatukan kedua kubu imtuk melawan Gaea dan bangsa raksasa, tapi sang dewi malah mengetukkan tongkatnya ke lantai marmer.
"Jangan sampai!" kata sang dewi, "siapa pun yang memban Roma harus binasa. Jika kau nekat bergabung dengan mereka, ka bukan lagi anakku. Kau sudah mengecewakanku." "Ibu!" "Aku tidak peduli pada si Percy ini. Jika dia sudah mendatangi bangsa Romawi, biarkan dia mati. Bunuh dia. Bunuh semua orang Romawi. Cari Tanda itu, ikuti hingga ke sumbernya. Saksikan betapa Roma telah mempermalukanku, dan bersumpahlah kau akan membalaskan dendamku." "Athena bukan dewi pembalasan." Kuku Annabeth menusuk telapak tangannya. Koin perak seolah bertambah hangat di tangannya. "Percy adalah segalanya bagiku." "Dan pembalasan dendam adalah segalanya bagiku," sergah sang dewi, "manakah di antara kita yang lebih bijaksana"" "Ada yang salah pada diri Ibu. Ibu kenapa"" "Roma penyebabnya!" kata sang dewi dengan getir, "lihat apa yang telah mereka lakukan, menjadikan aku Romawi. Mereka ingin aku jadi dewi mereka" Kalau begitu, biar mereka rasakan kejahatan mereka sendiri. Bunuh mereka, Nak." "Tidak!" "Kalau begitu, kau bukan siapa-siapa." Sang dewi berpaling ke peta jalur bawah tanah. Ekspresinya melembut jadi seperti melamun dan tidak fokus. "Jika saja aku bisa menemukan rutenya jalan pulang, maka barangkali Tapi, tidak. Balaskan dendamku atau tinggalkan aku. Kau bukan anakku." Mata Annabeth pedih. Dia memikirkan ribuan hal pedal yang ingin diucapkannya, tapi dia tak bisa. Dia malah membalikkan badan dan lari. Annabeth sudah berusaha membuang koin perak itu, tapi benda tersebut muncul lagi di sakunya, seperti Riptide milik Percy. Sayangnya, drachma Annabeth tidak memiliki kekuatan magis
tidak ada manfaatnya. Koin tersebut hanya memberinya mimpi buruk, dan tak peduli sekeras apa usahanya, Annabeth tak dapat menyingkirkan koin tersebut. Kini, selagi duduk dalam kabinnya di Argo 2, Annabeth bisa merasakan koin itu bertambah hangat di sakunya. Ditatapnya maket Parthenon di layar komputer dan dipikirkannya perteng-karan dengan Athena. Kata-kata yang dia dengar beberapa hari belakangan ini berputar-putar dalam kepalanya: Kawan kita yang berbakat, sudah siap menerima tamu.
Takkan ada yang memindahkan patung itu. Putri sang Bijak berjalan sendiri. Annabeth takut dia sudah memahami segalanya. Dia berdoa kepada dewa-dewi semoga dia keliru. Ketukan di pintu membuat Annabeth terlompat. Dia berharap yang datang Percy, tapi justru Frank Zhang yang menyembulkan kepala. "Sori," kata Frank, "bolehkah aku "" Annabeth tercengang sekali melihat Frank sampai-sampai butuh waktu untuk menyadari bahwa dia ingin masuk. "Tentu saja," kata Annabeth, "ya." Frank melangkah masuk sambil memandang ke sepenjuru kabin. Tak banyak yang bisa dilihat. Di meja terdapat tumpukan buku, catatan harian, pulpen, foto ayah Annabeth yang tengah menerbangkan pesawat Sopwith Camel bersayap ganda sambil menyeringai dan angkat jempol. Annabeth suka foto itu. Foto tersebut mengingatkan Annabeth pada masa lalu, masa ketika dia merasa paling dekat dengan ayahnya, ketika ayahnya menembaki sepasukan monster dengan senapan mesin perunggu langit hanya demi melindungi Annabeth hadiah terbaik yang diimpi-impikan seorang anak perempuan. Pada kait di dinding tergantung topi New York Yankees-nya, harta paling berharga pemberian ibunya. Dulu, topi itu punya
kekuatan untuk menjadikan pemakainya tak kasat mata. Sejak Annabeth bertengkar dengan Athena, topi itu kehilangan sihirnya, Annabeth tidak tahu pasti apa sebabnya, tapi dengan keras kepala dia tetap saja membawa serta topi itu dalam misi ini. Tiap pagl Annabeth mencobanya, berharap semoga topi itu berfungsi lagi. Sejauh ini, topi tersebut hanya mengingatkan Annabeth aka ti amarah ibunya. Selain isinya yang hanya sedikit itu, kabin Annabeth kosong. Dia sengaja membiarkan kabinnya polos dan sederhana, supayi memudahkannya berpikir. Percy tidak percaya karena nilai-nilai Annabeth selalu bagus, tapi seperti kebanyakan demigod, Annabeth juga mengidap GPPH. Kalau ada terlalu banyak gangguan di ruang pribadinya, dia tidak bisa fokus. "Jadi, ... Frank." Annabeth angkat bicara. "Ada yang bisa kubantu"" Di antara semua anak di kapal itu, Annabeth paling tidak menyangka bahwa Frank-lah yang mengunjunginya. Kebingung-annya tidak berkurang ketika Frank merona dan mengeluarkan Chinese handcuff dari saku. "Aku tak mau tidak mengerti," gumam Frank, "bisakah kau tunjuki aku triknya" Aku tidak enak menanyai orang lain selain kau." Annabeth agak lamban memproses kata-kata Frank. Tunggu sebentar ... Frank minta bantuan Annabeth" Kemudian, tersadar olehnya: Tentu saja, Frank malu. Leo telah mengejeknya habis-habisan. Tak ada yang suka jadi bahan tertawaan. Ekspresi Frank yang penuh tekad menyiratkan bahwa dia tak ingin hal itu terjadi lagi. Dia ingin memahami teka-teki tersebut, tanpa metode iguana. Annabeth anehnya merasa terhormat. Frank percaya Annabeth takkan mengolok-oloknya. Lagi pula, Annabeth menaruh simpati
pada siapa pun yang mencari pengetahuan walaupun mengenai perkara sepele seperti mainan. Annabeth menepuk-nepuk kasurnya. "Boleh. Sini duduk." Frank duduk di tepi kasur, seakan tengah bersiap untuk kabur cepat-cepat. Annabeth mengambil mainan itu dan memeganginya disamping komputer. Annabeth memencet tombol untuk pemindaian inframerah. berapakali detik kemudian model 3-D Chinese handcuffmuncul di layar. Diputarnya laptop agar Frank bisa melihat. "Bagaimana kau melakukan itu"" tanya Frank kagum. "Teknologi canggih Yunani Kuno," kata Annabeth, "oke, lihat ya Bangun ruang ini berbentuk anyaman silindris biaksial. Jadi,sifatnya lentur." Annabeth memanipulasi citra sehingga mulur dan mengempis seperti akordeon. "Ketika kita masukkan jari ke dalamnya, ia jadi longgar. Tetapi ketika kita mencoba mengeluarkan jari, kelilingnya menciut karena anyamannya bertambah kencang. tidak mungkin kita bisa melepaskan jari secara paksa." Frank menatap Annabeth sambil bengong. "Terus jawabannya Apa"" II"Nah, ...." Annabeth menunjuki Frank perhitungannya bagaimana borgol jari itu tidak robek ketika ditarik keras-keras, bergantung pada bahan pembuatnya. "Hebat juga, kan"! Padahal ini cuma anyaman. Dokter menggunakannya untuk traksi, sedangkan kontraktor listrik " "Eh, tapi jawabannya apa"" Annabeth tertawa. "Benda ini
jangan dilawan. Dorong jarimu ke dalam, jangan ditarik. Nanti anyamannya jadi longgar." "Oh." Frank mencoba. Ternyata berhasil. "Makasih, tapi ... tak bisakah kau tunjukkan saja caranya di mainan ini tanpa program D dan perhitungan" Tidak usah berbelit-belit."
Annabeth ragu-ragu. Terkadang kebijaksanaan datang dari tempat yang tak terduga-duga, bahkan dari ikan emas remaja raksasa. "Kurasa kau benar. Konyol deh. Aku belajar sesuatu juga." Frank mencoba borgol jari itu lagi. "Ternyata gampang ketika kita tahu solusinya." "Jebakan terbaik kebanyakan sederhana," kata Annabeth, "kita hanya harus memutar otak, dan berharap semoga trik tersebut tak terpikirkan oleh korban kita." Frank mengangguk. Dia sepertinya enggan untuk pergi. "Kau tahu," kata Annabeth, "Leo tidak bermaksud bersikap jahat. Dia cuma besar mulut. Ketika orang membuatnya gugup, dia menggunakan humor untuk mempertahankan diri." Frank mengerutkan kening. "Kenapa aku membuatnya gugup"" "Badanmu dua kali lebih besar daripada badannya. Kau bisa berubah jadi naga." Dan Hazel menyukaimu, pikir Annabeth, meskipun dia tak mengucapkan hal itu. Frank kelihatannya tidak yakin. "Leo bisa mendatangkan api." Dia memuntir-muntir borgol jari. "Annabeth kapan-kapan, mungkin kau bisa membantuku memecahkan masalah lain yang tak sesederhana tadi" Aku punya kurasa istilahnya titik lemah." Annabeth merasa seperti baru minum cokelat hangar Romawi. Dia tak pernah memahami istilah perasaan hangat nan nyaman, tapi Frank memberinya sensasi itu. Pemuda itu memang manis. Annabeth bisa mengerti apa sebabnya Hazel menyukai Frank. "Dengan senang hati," kata Annabeth, "apa ada orang lain yang tahu tentang titik lemah ini"" "Percy dan Hazel," ujar Frank, "hanya mereka. Percy ... dia benar-benar cowok baik. Aku bersedia mengikutinya ke mana pun. Menurutku kau harus tahu."
Annabeth menepuk lengan Frank. "Percy berbakat dalam memilih teman yang baik. Seperti kau. Tetapi Frank, kau bisa memercayai siapa saja di kapal ini. Leo sekali pun. Kita semua satu tim. Kita harus saling percaya." "Aku kurasa begitu." "Jadi, kelemahan apa yang kau khawatirkan"" Bel makan malam berbunyi, dan Frank pun terlompat. "Mungkin mungkin nanti," katanya, "sulit membicara-kannya. Makasih, Annabeth." Dia memegang Chinese Handcuff nya. "Itu saja."[]
BAB DELAPAN BELAS ANNABETH MALAM ITU ANNABETH TIDUR TANPA bermimpi buruk Alhasil, dia justru gelisah ketika terbangun seperti kedamaia sebelum badai besar. Leo melabuhkan kapal di dermaga Charleston, tepat di sebelah tanggul. Di pesisir terletak distrik historis yang terdiri dari griya tinggi, pohon palem, dan pagar besi tempa. Meriam antik dibidikkan ke perairan. Pada saat Annabeth naik ke geladak, Jason, Frank, dan Leo sudah berangkat ke museum. Menurut Pak Pelatih Hedge, mereka janji bakal sudah kembali saat matahari terbenam. Piper dan Hazel sudah siap untuk pergi, tapi pertama-tama Annabeth berpalin kepada Percy, yang bersandar ke langkan kanan kapal sambil memandangi teluk. Annabeth menggamit tangan Percy. "Apa yang akan kau kerjakan selagi aku pergi"" "Terjun ke pelabuhan," kata Percy sambil lalu, sesantai anak yang mengucapkan, Aku mau ambil camilan, "aku ingin mencoba berkomunikasi dengan Nereid lokal. Mungkin mereka bisa
memberiku saran tentang cara membebaskan tawanan di Atlanta. hula, kurasa laut bagus buatku. Dikurung dalam akuarium membuatku merasa cemar." kambut Percy berwarna gelap acak-acakan seperti biasa, Annabeth teringat helaian uban yang dulu ada di samping. aktu keduanya berumur empat belas, mereka bergantian (tidak secara sukarela) memanggul langit. Beban tersebut menjadikan rambut mereka beruban sebagian. Setahun terakhir ini, selagi percy hilang, helai-helai kelabu tersebut akhirnya menghilang dari rambut mereka berdua, alhasil membuat Annabeth sedih dan agak cemas. Annabeth merasa kehilangan ikatan simbolis dengan Percy. Annabeth mengecupnya. "Semoga berhasil, Otak Ganggang. Yang penting kembalilah padaku, oke"" "Pasti," janji Percy, "kau juga." Annabeth berusaha menekan kekhawatirannya yang kian mbuncah. Dia menoleh ke arah Piper dan Hazel.
"Oke, Nona-Nona. kita cari hantu Battery."
sesudahnya, Annabeth berharap kalau saja dia ikut terjun ke labuhan bersama Percy. Museum penuh hantu bahkan masih lebih baik. Bukan berarti Annabeth keberatan menghabiskan waktu bersama Hazel dan Piper. Pada mulanya, mereka lumayan menikmati acara jalan-jalan di Battery. Menurut plangnya, taman tepi pantai bernama White Point Gardens. Angin laut menyapu Iwa panas dan gerah siang itu. Di bawah keteduhan pohon palem, Lira sejuk terasa nyaman. Jalanan diapit oleh meriam tua Perang udara serta patung perunggu pelaku sejarah. Annabeth jadi bergidik karenanya. Dia teringat patung-patung di New York saat Perang Titan, yang jadi hidup berkat rangkaian perintah Daedalus no nomor dua-tiga. Annabeth bertanya-tanya berapa banyak patung lain di seluruh negeri yang ternyata adalah automaton, menunggu diaktifkan. Pelabuhan Charleston berkilau diterpa sinar matahari. di utara dan selatan, lahan yang menjorok terjulur bagaikan lengan, melingkupi teluk; sedangkan di mulut pelabuhan, kira-kira dua seperempat kilometer dari dermaga, terdapat sebuah pulan berbenteng batu. Annabeth samar-samar ingat bahwa benteng itu berperan penting pada Perang Saudara, tapi dia tidak mengha biska banyak waktu untuk memikirkannya. Annabeth menghirup udara Taut banyak-banyak dan memikirkan Percy. Semoga dia tidak akan pernah putus dengan Percy. Jika demikian, Annabeth takkan bisa lagi mengunjungi laut tanpa merasa patah hati. Annabeth bersyukur ketika merek berbelok menjauhi tanggul dan masuk ke taman. Taman itu tidak ramai. Annabeth memperkirakan sebagian besar penduduk lokal tengah berlibur musim panas, atau sedang tidur siang di rumah. Mereka berjalan-jalan santai di sep njang South Battery Street, yang dibatasi griya-griya kolonial berlantai empat. Tembok bata bangunan-bangunan tersebut dise imuti tanaman rambat. Pada tembok luarnya terdapat pilar putih tinggi menjulang, seperti di kuil Romawi. Halaman depannya ditumbuh mawar, kamperfuli, dan bugenvil nan melimpah. Kesannya seolah Demeter telah mengatur seluruh tumbuhan agar tumbuh beberapa dasawarsa lalu, kemudian lupa kembali lagi dan mengeceknya. "Mengingatkanku pada Roma Baru," kata Hazel, "griya besar dan taman-taman. Pilar dan lengkungan." Annabeth mengangguk. Dia teringat pernah membaca bahwa sebelum Perang Saudara, negara-negara bagian Selatan acap kali membandingkan diri dengan Roma. Pada masa itu, masyrakat
mereka amat peduli pada arsitektur megah, kehormatan, dan etika kcsatriaan. Sisi negatifnya, mereka juga menjunjung perbudakan. Roma punya budak, sebagian warga Selatan berujar, jadi, kenapa kami tidak boleh" Annabeth bergidik. Dia suka sekali arsitektur di sini. Rumah-rumah dan taman-tamannya sangat elok, sangat Romawi. Namun, dia bertanya-tanya apa sebabnya hal-hal indah harus berbalutkan scjarah kelam. Ataukah justru sebaliknya" Mungkin hal-hal indah justru dibangun demi menyamarkan aspek kelam tersebut. Annabeth menggelengkan kepala. Percy tidak suka Annabeth bersikap filosofis. Jika Annabeth berusaha bicara padanya tentang perkara semacam itu, mata Percy jadi kosong. Kedua anak perempuan yang lain tidak banyak bicara. Piper terus saja menoleh ke sana-kemari seperti takut disergap. Katanya dia telah melihat taman ini di bilah pisaunya, tapi dia tidak mau menjelaskan lebih lanjut. Annabeth menduga Piper takut bercerita. Bagaimanapun juga, terakhir kali Piper berusaha menginterpretasikan visi yang tampak di pisaunya, Percy dan Jason nyaris saling bunuh di Kansas. Hazel juga tampaknya sibuk sendiri. Mungkin dia sedang memerhatikan pemandangan, atau mungkin dia mengkhawatirkan adiknya. Dalam waktu kurang dari empat hari, jika mereka tidak menemukan dan membebaskannya, Nico bakal mati. Annabeth juga merasa dibebani oleh tenggat waktu itu. Perasaannya pada Nico di Angelo campur aduk sedari dulu. Annabeth curiga Nico naksir padanya sejak mereka menyelamatkan anak itu dan kakaknya Bianca dari akademi militer di Maine; tapi Annabeth tak pernah merasa tertarik pada Nico. Usianya terlalu muda dan sifatnya begitu angin-anginan. Dalam diri Nico ada kegela
pan yang membuat Annabeth waswas.
Walau begitu, Annabeth merasa bertanggung jawab terhadap Nico. Sewaktu mereka pertama kali bertemu, tak seorang pun tahu tentang saudari tiri Nico, Hazel. Pada saat itu, Bianca-lah satu-satunya keluarga Nico yang masih hidup. Ketika Bianca meninggal, Nico jadi sebatang kara, luntang-lantung sendirian di dunia. Annabeth bisa berempati padanya. Annabeth demikian larut dalam pemikirannya sendiri sehingga dia bisa saja berjalan keliling taman tanpa henti, tapi Piper memegangi tangannya. "Itu." Piper menunjuk ke pelabuhan. Kurang dari seratus meter, sosok putih berdenyar melayang-layang di atas air. Pada awalnya, Annabeth kira itu cuma pelampung atau perahu kecil yang memantulkan sinar matahari, tapi sosok tersebut jelas-jelas berpendar. Lagi Pula, gerakannya lebih mulus daripada perahu, lintasannya lurus ke arah mereka. Saat is semakin dekat, Annabeth bisa melihat bahwa sosok itu berwujud seorang perempuan. "Si hantu," kata Annabeth. "Itu bukan hantu," ujar Hazel, "tidak ada roh yang berpend seterang itu." Annabeth memutuskan untuk memercayai ucapan Hazel. Dia tak bisa membayangkan pengalaman Hazel, mad pada usia begitu muda dan kembali dari Dunia Bawah, lebih tahu tentang orang mati daripada orang hidup. Seperti sedang trans, Piper menyeberangi jalan, menuju ke tanggul, hampir saja tertabrak kereta kuda. "Piper!" seru Annabeth. "Sebaiknya kita ikuti dia," kata Hazel. Pada saat Annabeth dan Hazel berhasil menyusul Pipe penampakan perempuan tersebut tinggal beberapa meter lagi. Piper memelototinya seolah penampakan tersebut mem-buatnya tersinggung.
"Memang dia," gerutu Piper. Annabeth menatap si hantu sambil memicingkan mata, tapi pendarnya terlalu terang sehingga sulit melihatnya secara saksama. Kemudian, penampakan tersebut melayang ke atas tanggul dan berhenti di hadapan mereka. Pendarnya meredup. Annabeth terkesiap. Perempuan itu luar biasa cantik dan anehnya tampak tidak asing. Wajahnya susah digambarkan. Raut mukanya seolah berubah dari satu bintang film jelita ke bintang film lainnya. Matanya berbinar-binar jail kadang-kadang hijau atau biru atau cokelat madu. Rambutnya berubah-ubah dari panjang lurus pirang jadi cokelat tua ikal. Annabeth serta-merta merasa in. Dari dulu dia ingin punya rambut berwarna gelap. Dia merasa orang tidak menganggapnya serius karena dia berambut pirang. Dia harus bekerja keras dua kali lipat supaya diakui sebagai ahli strategi, arsitek, konselor senior seseorang yang memang pandai. Perempuan itu seperti primadona zaman dulu, persis seperti yang diutarakan Jason. Gaunnya berbahan sutra merah muda dengan atasan berpotongan rendah dan rok mengembang tumpuk tiga yang berenda-renda. Dia memakai sarung tangan sutra putih panjang dan memegangi kipas putih-merah muda berbulu yang dirapatkan ke dada. Keseluruhan dirinya seakan diperhitungkan sedemikian rupa demi membuat Annabeth rendah diri: pembawaannya yang anggun dalam balutan gaun semewah itu, rias wajah yang tidak berlebihan, tapi sempurna, daya pikat feminin yang tak mungkin ditolak pria mana pun. Annabeth sadar rasa irinya tidak rasional. Perempuan itu sengaja membuatnya merasa begini. Dia pernah punya pengalaman seperti ini sebelumnya. Dia mengenali perempuan ini, sekalipun wajahnya berubah-ubah terus tiap detik, kian lama kian rupawan.
"Aphrodite," ucap Annabeth. "Venus"" tanya Hazel tercengang. "Ibu," kata Piper tanpa antusiasme.
"Anak-anak!" Sang dewi merentangkan lengan seperti ingin dipeluk ramai-ramai. Ketiga demigod tidak menanggapi. Hazel justru mundur ke balik sebatang palem. "Aku senang sekali kalian di sini," kata Aphrodite, "perang sudah di ambang pinto. Pertumpahan darah tidak terelakkan. Jadi, hanya saw hal yang harus dilakukan." "Eh, ... apa"" Annabeth memberanikan diri bertanya. "Apa lagi kalau bukan minum teh dan mengobrol" Ikut aku!
Aphrodite tahu caranya menyeduh teh yang enak. Dia menuntun mereka ke paviliun sentral di taman tersebut gazebo berpilar putih, yang salah satu mejanya memuat tatanan perangkat makan perak, cangkir keramik, dan tentu saja sepoc teh panas. Aroma teh tersebut
berubah-ubah terus sama seperti penampilan Aphrodite terkadang wangi kayu manis, melati, atau mint. Ada pinggan berisi kue sus, kue kering, dan muffin; juga mangkuk berisi mentega dan selai segar semuanya makanan yang menggemukkan, menurut Annabeth, kecuali bagi Dewi Cinta yang hidupnya kekal. Aphrodite duduk atau memimpin arisan, lebih tepatnya di kursi rotan bersandaran lebar. Dia menuangkan teh dan menyajikan kue-kue tanpa kejatuhan remah-remah di baju posturnya senantiasa sempurna, senyumnya cemerlang. Semakin lama mereka duduk, semakin Annabeth bend padanya.
"Aduh, Nona-Nona Manis," kata sang dewi, "aku suka sekali Charleston! Pernikahan yang pernah kuhadiri di gazebo ini aku jadi berkaca-kaca dibuatnya. Belum lagi pesta dansa meriah sebelum Perang Saudara dulu. Alangkah indahnya! Banyak griya di sini yang masih memajang patungku di tamannya, tapi mereka memanggilku Venus." "Anda yang mana"" tanya Annabeth, "Venus atau Aphrodite"" Sang dewi menyesap tehnya. Matanya berkilat-kilat iseng. "Annabeth Chase, kau sudah tumbuh jadi wanita muda yang rupawan. Tetapi rambutmu perlu diurus. Dan Hazel Levesque, pakaianmu " "Pakaian saya"" Hazel menunduk untuk memandangi baju denimnya yang kusut, bingung alih-alih rikuh, seolah dia tidak mengerti apa yang salah dengan pakaiannya. "Bu!" kata Piper, "Ibu membuatku malu saja." "Lho, kenapa"" ujar sang dewi, "cuma karena kau tidak mengapresiasi tips berbusana dariku, Piper, bukan berarti yang lain juga tidak. Aku bisa merombak total penampilan Annabeth dan Hazel, barangkali pakai gaun pesta sutra seperti punyaku " "Thu!" "Ya, sudah," desah Aphrodite, "untuk menjawab pertanyaan-mu, Annabeth, aku ini Aphrodite sekaligus Venus. Tak seperti kebanyakan dewa Olympia, aku nyaris tak berubah dari zaman ke zaman. Malahan, kurasa aku tidak menua sama sekali!" Sang dewi menggerakkan jemari ke seputar wajahnya, demi menegaskan maksudnya. "Cinta .ya cinta, bagaimanapun juga, tak peduli kita orang Yunani atau Romawi. Perang Saudara ini takkan memengaruhiku sebagaimana is memengaruhi yang lain." Hebat, pikir Annabeth. Ibunya sendiri, dewi Olympia paling arif, terpuruk jadi tukang melantur yang linglung dan kejam di stasiun kereta api bawah tanah. Di antara semua dewa yang barangkali bisa menolong mereka, justru Aphrodite, Nemesis, da Dionysus yang tidak terpengaruh oleh keretakan Yunani-Romaw Cinta, dendam, anggur. Membantu sekali. Hazel menggigiti kue kering lapis gula. "Kami belum la berperang, Dewi." "Oh, Hazel sayang." Aphrodite melipat kipasnya. "Sungguh optimis. Walau begitu, hari-hari yang memilukan tengah menantimu. Tentu saja perang sudah di ambang pintu. Cinta dan perang selalu berjalan beriringan. Cinta dan perang merupakan puncak dari emosi manusia! Kejahatan dan kebaikan, keindahan dan keburukan." Aphrodite tersenyum kepada Annabeth seolah dia tahu apa yang Annabeth pikirkan tadi mengenai masa lalu negeri Selatan. Hazel meletakkan kue gulanya. Ada remah-remah di dagunya, dan Annabeth senang bahwa Hazel tidak tahu atau tidak peduli. "Apa maksud Anda," kata Hazel, "hari-hari yang memilukan"" Sang dewi tertawa, sekan Hazel adalah anak anjing imut. "Ya, Annabeth bisa memberimu gambaran. Aku pernah berjanji akan membuat kehidupan cintanya menarik. Aku sudah menepati janjiku, kan"" Annabeth hampir mematahkan pegangan cangkirnya. Selama bertahun-tahun, hati Annabeth tercabik-cabik. Pertama-tama ada Luke Castellan, cowok pertama yang ditaksirnya, yang hanya menganggap Annabeth sebagai adik; kemudian Luke berubah jadi jahat dan memutuskan bahwa dia memang menyukai Annabeth tepat sebelum meninggal. Berikutnya ada Percy, yang manis walau menyebalkan, tapi dia sepertinya naksir cewek lain yang bernama Rachel, dan Percy juga nyaris meninggal, beberapa kali. Akhirnya Annabeth berhasil mendapatkan Percy, tapi dia malah menghilang selama enam bulan dan kehilangan ingatan.
"Menarik." Annabeth berkata. "Kurang tepat untuk meng-gambarkannya." "Lho, kan, bukan aku seorang yang bertanggung jawab atas seluruh masalahmu," kata sang dewi, "tetapi aku memang menyukai onak dan duri dalam kisah cinta. Aduh, k
alian ini memang bahan cerita yang bagus. Kahan membuatku bangga, Anak-anak!" "Bu," kata Piper, "apa Ibu punya alasan sehingga datang ke sini"" "Hmm" Oh, maksudmu selain minum teh" Aku sering datang ke sini. Aku suka pemandangannya, makanannya, suasananya romansa dan kepedihan hati bisa tercium di udara, ya, kan" Sudah begitu selama berabad-abad." Dia menunjuk sebuah griya di dekat sana. "Kahan lihat balkon di atas atap itu" Kami mengadakan pesta di sana pada malam pecahnya Perang Saudara. Penyerangan Benteng Sumter." "Itu dia." Annabeth teringat. "Pulau di teluk. Pertempuran pertama pada Perang Saudara terjadi di sana. Pihak Selatan membombardir pasukan Utara dan merebut benteng." "Oh, sungguh pesta yang megah!" kata Aphrodite, "ada kuartet alat musik gesek, sedangkan semua pria mengenakan seragam baru tentara nan gagah. Gaun para wanita coba kalau kalian melihatnya! Aku berdansa dengan Ares ataukah Mars" Aku khawatir aku agak linglung saking girangnya. Belum lagi kilatan cahaya nan indah yang melintas di atas pelabuhan, juga gemuruh meriam yang memberi para pria dalih untuk merangkul kekasih mereka yang ketakutan." Teh Annabeth sudah dingin. Dia belum makan apa-apa, tapi rasanya dia mau muntah. "Anda membicarakan awal mula perang paling berdarah dalam sejarah Amerika Serikat. Lebih dari enam ratus ribu orang meninggal lebih banyak daripada gabungan jumlah orang Amerika yang meninggal dalam Perang Dun is Kesatu dan Kedua." "Dan hidangannya!" lanjut Aphrodite, "ah, rasanya sungguli lezat. Bahkan Jenderal Beauregard juga Nadir. Dasar mata keranjang. Saat itu dia sudah menikahi istri keduanya, tapi coba kalian lihat caranya memandangi Lisbeth Cooper " "Ibu!" Piper melemparkan kue sus kepada burung-burun merpati. "Ya, maaf," ujar sang dewi, "singkat cerita, aku ke sini untuk menolong kalian, Anak-anak. Aku ragu kalian bakal sering bertemu Hera. Misi kecil kalian membuatnya disambut dengan dingin di ruang singgasana. Dan dewa-dewi lain kebetulan sedang tidak prima, kalian tahu, terombang-ambing di antara sisi Romawi dan Yunani mereka. Sebagian lebih daripada yang lain." Aphrodite melekatkan pandang pada Annabeth. "Kurasa kau sudah memberi tahu teman-temanmu tentang perselisihanmu dengan ibumu"" Wajah Annabeth jadi panas. Hazel dan Piper meliriknya penasaran. "Perselisihan"" tanda Hazel. "Kami bertengkar," kata Annabeth, "bukan apa-apa, kok." "Bukan apa-apa!" kata sang dewi, "aku tidak yakin. Athena-lah yang bersifat paling Yunani di antara semua dewi. Bagaimanapun juga, dia adalah pelindung Athena. Ketika bangsa Romawi mengambil alih ... oh, memang, mereka memuja Athena juga. Dia jadi Minerva, Dewi Kerajinan dan Kepandaian. Tetapi bangsa Romawi memiliki Dewa Perang lain yang lebih sesuai dengan mereka, lebih Romawi misalnya Bellona " "Ibu Reyna," gumam Piper. "Ya, betul." Sang dewi mengiyakan. "Aku sempat bercakap-cakap dengan Reyna beberapa waktu berselang, tepat di taman ini. Bangsa Romawi juga punya Mars, tentu saja. Belakangan, ada juga Mithras sebenarnya dia bukan Yunani ataupun Romawi, para legiunari fanatik sekali terhadap ritual sektenya. Secara pi hadi, menurutku Mithras itu kampungan dan sangat tidak eradab. Yang jelas, bangsa Romawi mengesampingkan Athena malang. Mereka merampas arti penting Athena dalam bidang m iliter. Bangsa Yunani tak pernah memaafkan bangsa Romawi i is penghinaan itu. Begitu pula Athena." Telinga Annabeth berdenging. "Tanda Athena," katanya, "tanda itu mengarah pada sebuah patung, ya, kan" Patung yang itu." Aphrodite tersenyum. "Kau cerdas, sama seperti ibumu. tetapi pahamilah, saudara-saudarimu, anak-anak Athena, telah mencarinya selama berabad-abad. Tak seorang pun berhasil mengambil kembali patung tersebut. Sementara itu, mereka terus melestarikan permusuhan di antara bangsa Yunani dan Romawi. Semua Perang Saudara sedemikian banyak pertempuran darah dan kepedihan terutama didalangi oleh anak-anak Athena." "Itu ...." Annabeth ingin mengatakan mustahil, tapi dia teringat perkataan getir Athena di Stasiun Grand Central, kebencian yang berkobar-kobar di matanya. "Romantis"" tukas Aphrodite, "y
a, kurasa memang begitu." "Tetapi Annabeth berusaha menjernihkan pikirannya yang kusut. "Tanda Athena, apa sebenarnya itu" Apakah berupa scrangkaian petunjuk, atau jejak yang ditinggalkan oleh Athena " "Hmm." Aphrodite menutup-nutupi kebosanannya dengan bersikap sopan. "Entahlah. Menurutku Athena tidak secara sadar menciptakan Tanda itu. Jika dia tahu di mana patung itu berada, dia akan memberitahukan saja letaknya kepada kalian. Tidak kurasa Tanda itu lebih seperti jejak spiritual. Tanda Athena merupakan garis penghubung antara patung tersebut dengan anak-anak sang dewi. Patung itu ingin ditemukan, kau tabu, tapi is hanya dapat dibebaskan oleh orang yang paling layak." "Dan setelah beribu-ribu tahun," kata Annabeth, "belum ada yang berhasil." "Tunggu dulu," kata Piper, "patungapa yang kita bicarakar "" Sang dewi tertawa. "Oh, aku yakin Annabeth b sa memberitahumu. Pokoknya, petunjuk yang kalian perlukan ada di dekat sini: semacam peta, ditinggalkan oleh anak-anak Athena pada tahun 1861 pengingat yang akan memandu jalanmu, setibanya kalian di Roma. Tetapi sebagaimana yang kau katakan, Annabeth Chase, belum ada yang berhasil mengikuti Tanda Athena sampai ke akar-akarnya. Di sana kau akan menghadapi ketakutanmu yang terbesar rasa takut yang dimiliki semua anak Athena. Dan sekali pun kau selamat, bagaimana kau akan menggunakan imbalanmu" Untuk peperangan atau perdamaian"" Annabeth bersyukur ada taplak, sebab di bawah meja, tungkai-nya gemetaran. "Peta itu," kata Annabeth, "disimpannya di mam ",, "Teman-teman!" Hazel menunjuk langit. Di atas pohon-pohon palem, dua elang besar tengah berputar-putar. Lebih jauh lagi di atas, kereta perang terbang yang dihela pegasus sedang menukik dengan cepat. Rupanya Buford si meja utusan Leo gagal mengalihkan perhatian kalaupun berhasil, setidaknya masih kurang lama. Aphrodite mengoleskan mentega ke muffin dengan santai. "Oh, peta itu ada di Benteng Sumter, tentu saja." Dia menggunakan pisau mentega untuk menunjuk ke pulau di seberang pelabuhan. "Kelihatannya bangsa Romawi telah datang untuk mencegat kalian. Kalau aku jadi kalian, aku akan buru-buru kembali ke kapal. Apa kalian mau membawa kue untuk bekal""[]
BAB SEMBILAN BELAS ANNABETH MEREKA TIDAK BERHASIL MENCAPAI KAPAL. Baru setengah jalan menuju dermaga, tiga elang raksasa inenukik ke depan mereka. Masing-masing menurunkan pendekar Romawi berkaus ungu, bercelana denim, berbaju tempur emas kemilau, dan bersenjatakan pedang serta perisai. Elang-elang terbang menjauh, sedangkan orang Romawi di tengah-tengah, yang lebih ceking dibandingkan yang lain, menaikkan penutup helmnya. "Menyerahlah kepada Roma!" pekik Octavian. Hazel menghunus pedang kavalerinya dan menggerutu, " Mimpi saja, Octavian." Annabeth mengumpat. Jika seorang diri, si augur kerempeng takkan membuatnya khawatir, tapi dua orang lainnya tampak seperti pendekar berpengalaman jauh lebih besar dan lebih kuat daripada yang ingin Annabeth hadapi, terutama karena Piper dan dirinya hanya bersenjatakan belati. Piper angkat tangan untuk menenangkan mereka. "Octavian, kejadian di perkemahan ternyata jebakan. Bisa kami jelaskan."
"Tidak dengar!" teriak Octavian, "lilin di telinga kami prosedur standar ketika melawan perempuan jahat bersuara emas Nah, sekarang jatuhkan senjata kalian dan balikkan badan pelan pelan supaya aku bisa mengikat tangan kalian." "Biar kusate dia," gumam Hazel, "kumohon."
Kapal tinggal lima belas meter lagi, tapi Annabeth tak melihat tanda-tanda keberadaan Pak Pelatih Hedge di geladak Dia barangkali di bawah, sedang nonton program bela dir kesukaannya yang konyol. Kelompok Jason rencananya baru kembali saat matahari terbenam, sedangkan Percy kemungkinan besar di bawah air, tidak menyadari serangan tersebut. Apabila Annabeth bisa naik ke kapal, dia dapat menggunakan peluncur misil; tapi tidak ada cara untuk kabur dari ketiga orang Romawi ini.
Dia kehabisan waktu. Elang-elang berputar di atas, memekik nyaring seolah hendak memperingatkan saudara-saudara mereka: Hei, di sini ada demigod Yunani enak!Annabeth tidak bisa meliht kereta perang terbang itu lagi, t
api dia mengasumsikan kendaraan tersebut berada dekat di sana. Dia harus menggagas jalan kelua sebelum orang Romawi yang datang semakin banyak. Dia butuh bantuan semacam sinyal darurat untuk dikirimkan kepada Pak Pelatih Hedge atau lebih bagus lagi Percy. "Apa lagi yang kalian tunggu"" tuntut Octavian. Kedua temannya mengacungkan pedang mereka. bedua Pelan-pelan sekali, hanya menggunakan dua jari, Annabeth mencabut belatinya. Alih-alih menjatuhkan senjata tersebut, dia melemparkan belati sejauh mungkin ke dalam air. Octavian mengeluarkan suara mencicit. "Buat apa itu" Akti tidak bilang lemparkan! Senjata itu bisa dijadikan barang bukti. Atau pampasan perang!"
Annabeth menyunggingkan senyum cewek pirang bego, seolah menyalakan: Oh, bodohnya aku. Siapa pun yang mengenal Annabeth takkan tertipu. Namun, Octavian sepertinya terkelabui, Dia mendengus jengkel. "Kahan berdua ...." Octavian mengacungkan pedang ke arah Hazel dan Piper. "Letakkan senjata kalian di dok. Jangan macam-ma " Di sekeliling orang-orang Romawi, Dermaga Charleston tiba-tiba muncrat seperti air mancur Las Vegas. Ketika semburan air laut surut, ketiga orang Romawi telah berada di teluk, meludahkan air dan dengan panik berusaha tetap mengapung dalam balutan baju tempur mereka. Percy berdiri di dermaga sambil memegang belati Annabeth. "Kau menjatuhkan ini," kata Percy, ekspresinya datar. Annabeth memeluk Percy erat-erat. "Aku cinta padamu!" "Teman-teman," potong Hazel. Dia tersenyum kecil. "Kita harus bergegas." Di air, Octavian menjerit, "Keluarkan aku dari sini! Kubunuh kalian!" "Tawaran yang menggoda," seru Percy ke bawah. "Apar teriak Octavian. Dia memegangi salah sate pengawalnya, yang tampak kesulitan mengapungkan mereka berdua. "Bukan apa-apa!" Percy balas berteriak. "Ayo pergi, Teman-teman." Hazel mengerutkan kening. "Kita tidak boleh membiarkan mereka tenggelam, kan"" "Mereka takkan tenggelam," janji Percy, "sudah kuatur supaya air bersirkulasi di bawah kaki mereka. Begitu kita sudah jauh dark jangkauan mereka, akan kulemparkan mereka ke darat." Piper nyengir. "Bagus."
Mereka naik ke Argo 2 dan Annabeth pun lari ke kemudi. piper coba ke bawah. Gunakan bak cuci di dapur untuk mengirim Iii Peringatkan Jason agar kembali ke sini!" Piper mengangguk dan lari ke bawah. "Hazel, cari Pak Pelatih Hedge dan suruh dia naik ke geladak!" "Beres!" "Dan Percy kau dan aku harus membawa kapal ini ke iteng Sumter." Percy mengangguk dan lari ke tiang layar. Annabeth pedang Tangannya melesat di panel kendali. Dia berharap semoga wngetahuannya mencukupi untuk mengoperasikan panel tersebut. Annabeth sudah pernah melihat Percy mengontrol kapal Livar besar hanya dengan kekuatan tekadnya. Kali ini, Percy tidak t gecewakan. Tali-temali beterbangan sendiri melepaskan bang penambat, mengangkat jangkar. Layar terkembang rertiup angin. Sementara itu, Annabeth menyalakan mesin. dayung keluar disertai bunyi seperti letusan senapan mesin, dan aargo 2 berputar dari dok, menuju pulau di kejauhan. Ketiga elang masih berputar-putar di atas, tapi mereka tidak berupaya mendarat di kapal, barangkali karena Festus menyemburkan api tiap kali mereka mendekat. Semakin banyak sajs elang yang terbang berombongan ke Benteng Sumter paling tidak selusin. Jika masing--masing membawa seorang demigod romawi berarti banyak sekali jumlah .musuh mereka. Pak Pelatih Hedge tergopoh-gopoh menaiki tangga, diikuti hazel. "Di mana mereka"" tuntutnya, "siapa yang harus kubunuh"" "Tidak botch membunuh!" perintah Annabeth, "pertahankan na kapal ini!" "Tempi mereka menggangguku selagi nonton film Chuck Norris!"
Piper keluar dari bawah. "Dapat pesan dari Jason. Tak begitu jelas, tapi dia sudah dalam perjalanan. Dia semestinya oh! itu!" Di atas kota, sedang menuju ke arah mereka, membubunglah seekor elang botak raksasa, tak seperti burung Romawi yang keemasan. "Frank!" kata Hazel. Leo berpegangan ke kaki si elang. Dari kapal sekali pun, Annabeth bisa mendengar Leo menjerit dan menyumpah. Di belakang mereka, Jason terbang menunggangi angin. "Tak pernah melihat Jason terbang sebelumnya," gerutu Percy, "dia sepert
i Superman pirang." "Ini bukan waktunya!" Piper mengomeli Percy. "Lihat, sedang kesulitan!" Memang benar, kereta terbang Romawi telah turun dari awan dan tengah menukik tepat ke arah mereka. Jason dan Frank menghindar, terbang ke atas supaya tidak diinjak pegasus. Para sais membidikkan busur mereka. Anak-anak panah melesat di bawah kaki Leo, membuat jeritan dan sumpah serapahnya kian menjadi-jadi. Jason dan Frank terpaksa mendahului Argo 2 dan terbang ke Benteng Sumter. "Biar kuhajar mereka!" teriak Pak Pelatih Hedge. Dia memutar ketapel di kiri kapal. Sebelum Annabeth sempat meneriakkan, "Jangan bodoh!" Hedge menembak. Tombak api meluncur ke arah kereta perang. Tombak tersebut meledak di atas kepala para pegasus da membuat mereka panik. Sayangnya jilatan api juga menyambar sayap Frank dan menyebabkannya berputar-putar tak terkendali. Leo lepas dari cengkeramannya. Kereta perang melejit ke Benteng Sumter, menabrak Jason.
Annabeth menyaksikan dengan ngeri saat Jason kentara se ali sedang kesakitan dan mengalami disorientasi menukik ke arah Leo, menangkapnya, kemudian berjuang untuk mempertahankan ketinggian. Jason hanya berhasil memperlambat , jatuhan mereka. Keduanya menghilang di belakang tembok benteng. Frank terjungkal di belakang mereka. Lalu kereta perang jatuh di dalam juga, entah di mana, dan berdebum disertai bunyi krak nyaring. Satu roda patah berpusing ke udara. "Pak Pelatih!" jerit Piper. "Apa"" tukas Hedge, "tadi itu cuma tembakan peringatan!" .4 Annabeth menggerungkan mesin. Lambung kapal bergetar nakin kencang saat mereka menambah kecepatan. Kini li.rmaga di pulau tinggal beberapa meter lagi, tapi selusin elang membubung di atas, masing-masing membawa demigod Romawi dengan cakarnya. Kru Argo2 bakal kalah jumlah setidaknya satu berbanding "Percy," kata Annabeth, "kita akan merapat dengan laju kencang. Tolong kendalikan air supaya kita tidak menabrak dermaga. Sesampainya kita di sana, kau harus menahan para menyerang. Yang lain, Bantu Percy menjaga kapal." "Tetapi Jason!" kata Piper. "Frank dan Leo!" imbuh Hazel. "Akan kucari mereka," janji Annabeth, "aku harus menemukan lokasi peta itu. Dan aku cukup yakin hanya aku seorang yang bisa melakukannya." "Benteng itu dibanjiri orang Romawi." Percy memperingatkan. kau harus bertarung supaya bisa masuk, mencari teman-teman kita dengan asumsi mereka baik-baik saja mencari peta, dan membawa semua orang keluar hidup-hidup. Seluruhnya seorang diri"" "Cuma hari yang biasa." Annabeth mengecup Percy. "Apa pun yang kalian lakukan, jangan biarkan mereka mengambil alih kapal ini. []
BAB DUA PULUH ANNABETH PERANG SAUDARA BARU TELAH PECAH. Leo entah bagaimana selamat dari kejatuhannya, tidak terluka sama sekali. Annabeth melihatnya merunduk dari satu portiki(serambi bertiang peny. ) portik lain, menembakkan api ke elang raksasa yang hendak menerkamnya. Para demigod Romawi berusaha mengejar Leo, tersandung peluru meriam dan menghindari turis, yang menjerit dan lari berputar-putar. Pemandu wisata terus-menerus meneriakkan, "Ini hanya reka ulang!" kendati mereka kedengarannya tidak yakin. Kabut punya keterbatasan dalam mengubah persepsi manusia biasa. Di tengah-tengah pekarangan, seekor gajah dewasa---mung-kinkah itu Frank" mengamuk di antara tiang-tiang bendera, membuat para pendekar Romawi kocar-kacir. Jason berdiri tidak sampai lima puluh meter darinya, beradu pedang dengan seorang
centurion gempal yang bibirnya bernoda merah ceri, seperti darah Penggila vampir, atau barangkali pecandu sirup" Sementara Annabeth menonton, Jason berteriak, "maaf soal ini, Dakota!" Jason bersalto ke atas kepala sang centurion bagaikan pemain akrobat dan menghantamkan gagang gladius-nya ke belakang kepala si orang Romawi. Dakota langsung ambruk. "Jason!" panggil Annabeth. Pemuda itu menelaah medan tempur hingga dia melihat Annabeth. Annabeth menunjuk ke ternpat Argo 2 berlabuh. "bawa yang lain ke atas kapal! Mundur!" "Bagaimana denganmu"" seru Jason. "Jangan tunggu aku!" Annabeth lari sebelum Jason sempat memprotes. Dia kesulitan bermanuver di antara kawanan turis. banyak sekali yang ingin m
elihat Benteng Sumter di hari panas nan gerah ini" Tapi Annabeth segera saja menyadari bahwa khalayak telah menyelamatkan nyawanya. Tanpa orang-orang biasa yang panik, para demigod Romawi past mengepung awak kapal yang jumlahnya kalah jauh. Annabeth mengelak ke dalam ruangan kecil yang dulunya pasti merupakan bagian dari barak. Diusahakannya untuk mengatur pernapasan. Annabeth membayangkan bagaimana rasanya prajurit Utara di pulau ini pada tahun 1861. Dikepung rallt Makanan dan persediaan yang menipis, tak ada bala bantuali r aal datang. Sebagian prajurit Utara yang mempertahankan tern pm Hit adalah anak Athena. Mereka menyembunyikan peta yang di sini sesuatu yang tidak boleh sampai jatuh ke tangan
Andai Annabeth adalah salah seorang dari mereka, kira-kira dia bakal menyimpan peta itu di mana" Dinding tiba-tiba berdenyar. Udara jadi hangat. Annabeth bertanya-tanya apakah dia berhalusinasi. Dia hendak lari ke pintu keluar ketika pintu terbanting hingga tertutup. Mortar di sela-sela bebatuan menggelegak. Buih-buih meletus, dan keluarlah ribuan laba-laba mungil. Annabeth tidak kuasa bergerak. Jantungnya serasa berhenti, Laba-laba menyelimuti dinding, merayapi satu sama lain, menyebar ke lantai dan lambat laun mengepung Annabeth. Ini mustahil. ini tidak mungkin nyata. Kengerian menghunjam ke dalam memorinya. Annabeth berumur tujuh tahun lagi, sendirian dalam kamar tidurnya di Richmond, Virginia. Laba-laba datang di malam hari. Mereka keluar berbondong-bondong dari lemarinya dan menunggu di balik bayang-bayang. Annabeth menjerit-jerit memanggil ayahnya, tapi ayahnya sedang pergi bekerja. Sepertinya dia selalu pergi bekerja. Yang datang justru ibu tiri Annabeth. Aku tidak keberatan bersikap tegas, katanya su.atu kali kepada ayah Annabeth, ketika dia kira Annabeth tidak mendengar. Kau hanya berkhayal, ujar ibu tiri Annabeth mengenai laba-laba. Kau membuat adik-adikmu takut. Mereka bukan adikku, bantah Annabeth, menyebabkan ekspresi ibu tirinya jadi kaku. Sorot matanya hampir semenakutkan laba-laba. Tidurlah sekarang juga, ibu tiri Annabeth bersikeras. Tidak boleh teriak-teriak lagi. Laba-laba serta-merta datang kembali sesudah ibu tirinya meninggalkan kamar. Annabeth mencoba bersembunyi di balik selimut, tapi sia-sia saja. Akhirnya Annabeth jatuh tertidur karena kelelahan. Dia terbangun keesokan paginya, berbintil-bintil bekas di gigit, sarang laba-laba menutupi mata, mulut, serta hidungnya. Bekas gigitan sudah hilang bahkan sebelum Annabeth berpakaian. Jadi, tidak ada yang bisa dia tunjukkan kepada ibu tirinya kecuali jaring laba-laba, yang ibu tirinya kira cuma lelucon sok pintar. Jangan membicarakan laba-laba lagi, kata ibu tirinya dengan tegas. Kau sekarang sudah bestir. Pada malam kedua, laba-laba datang lagi. Ibu tirinya terus saja iersikap tegas. Annabeth tidak diizinkan menelepon ayahnya dan mengganggunya dengan omong kosong. Tidak, ayahnya takkan pulang lebih awal. Pada malam ketiga, Annabeth kabur dari rumah. Belakangan, di Perkemahan Blasteran, Annabeth baru tabu bahwa semua anak Athena takut pada laba-laba. Dahulu kala, Athena memberi Arachne sang penenun fana pelajaran pahit mengutuknya jadi laba-laba pertama karena kesombongannya. saat itu, laba-laba membenci semua anak Athena. Namun, bukan berarti rasa takut pada laba-laba jadi lebih inudah dihadapi. Suatu kali, Annabeth hampir membunuh Connor Moll di perkemahan karena meletakkan tarantula di kasurnya. bertahun-tahun kemudian, Annabeth panik berat di wahana wisata air di Denver, ketika Percy dan dirinya diserang robot laba-laba. dan beberapa pekan terakhir ini, Annabeth memimpikan laba-laba hampir tiap malam merayapinya, menyumbat napasnya, inembelitnya dalam jejalin jaring. Kini, berdiri di barak Benteng Sumter, Annabeth terkepung. Mirnpi buruknya telah jadi nyata. Suara mengantuk bergumam dalam kepalanya: Tidak lama lagi, Sayang. Kau akan menemui sang penenun tidak lama lagi.
"Gaea"" gumam Annabeth. Dia takut mendengar jawabannya, tapi Annabeth bertanya: "Siapa siapa itu sang penenun"" Laba-laba menggila, mengerubuti dinding, berputar-putar di sekeliling ka
ki Annabeth seperti kolam hitam kemilau. Annabeth belum jatuh pingsan ketakutan semata-mata karena dirinya berharap semua itu hanya ilusi. Kuharap kau selamat, Nak, kata suara wanita itu. Aku lebih senang jika kau jadi tumbal. Tetapi kita harus membiarkan sang penenun membalas dendarn Suara Gaea mengecil. Di dinding seberang sana, di tengah-tengah pusaran laba-laba, muncullah sebuah simbol merah menyala: sebentuk burung hantu seperti di drachma perak, menatap lurus ke arah Annabeth. Kemudian, persis seperti dalam mimpinya, Tanda Athena yang berkobar-kobar merambati dinding, menghanguskan laba-laba sampai ruangan itu kosong, menyisakan bau sangit abu. Pergilah, kata sebuah suara baru suara ibu Annabethbalaskan dendam ku . Simbol burung hantu yang berkobar-kobar mendadak pada Ledakan mengguncang bangunan. Annabeth teringat bahwa teman-temannya sedang dirundung bahaya. Dia terlalu lama berdiam di sini. Annabeth memaksa dirinya untuk bergerak. Masih gemetara dia keluar sambil terhuyung-huyung. Udara laut memban menjernihkan pikirannya. Dia menatap ke seberang pekarangan-.... ke belakang turis-turis yang panik dan Para demigod yang sedang bertarung hingga ke tepi tembok pertahanan, ke sebuah montir besar yang dibidikkan ke laut.
Pendekar Muka Buruk 10 Strangers Karya Barbara Elsborg Panji Tengkorak Darah 11
"Keto!" hardik Porky sambil menjentikkan jemari seperti capit kepiting, "kau akan membuat tamu-tamu kita bosan karena kebanyakan informasi. Kurangi pendidikan, perbanyak hiburan! Kita sudah membahas ini." "Tetapi " "Tidak ada tapi-tapian! Kita di sini untuk mempersembahkan `Matt di Laut Dalam'! Disponsori oleh Donat Monster!" Kata-kata terakhir bergema ekstra-nyaring di ruangan itu. Lampu-lampu berkilat. Kepulan asap membubung dari lantai, menghasilkan lingkaran berben
tuk donat yang beraroma seperti donat betulan. "Tersedia di kios-kios resmi." Phorcys memberitahukan. "Tetapi kalian sudah membelanjakan denarius yang diperoleh dengan susah payah untuk mendapatkan tur VIP, maka kalian akan mendapatkannya! Mari!" "Tunggu dulu," kata Percy. Senyum Phorcys meleleh. "Ya"" "Anda Dewa Laut, kan"" tanya Percy, "putra Gaea"" Si pria kepiting mendesah. "Lima ribu tahun, dan aku masih saja dikenal sebagai anak Gaea. Padahal aku adalah Dewa Lath tertua, lebih tua daripada ayahmu yang anak bau kencur, omong-omong. Aku adalah Dewa Laut Dalam! Penguasa makhluk-makhluk buas penghuni air! Ayah ribuan monster! Tapi tidak talc seorang pun mengenalku. Aku melakukan satu kesalahan sepele, mendukung para Titan dalam peperangan, dan dibuanglah aku dari samudra ke Atlanta, pula." "Kami kira bangsa Olympia mengatakan Atlantis." Keto menjelaskan. "Mereka bermaksud berolok-olok, kurasa, dengan cara mengirim kami ke sini." Percy memicingkan mata. "Dan Anda seorang dewi""
"Keto, ya!" Wanita itu tersenyum riang. "Dewi Monster Laut, tentu saja! Paus, hiu, cumi-cumi, dan makhluk laut raksasa lainnya, tapi hatiku terutama tertambat pada para monster. Tahukah Anda, ular laut muda dapat memuntahkan daging korban mereka berulang-ulang dan mencukupi kebutuhan pangan mereka selama enam tahun dengan makanan yang sama" Sungguh!" Frank masih memegangi perutnya seperti mau muntah. Pak Pelatih Hedge bersiul. "Enam tahun" Hebat." "Aku tahu!" ujar Keto dengan wajah berbinar-binar. "Dan bagaimana persisnya cara cumi-cumi pembunuh mengoyak daging dari tubuh mangsanya"" tanya Hedge, "aku sangat suka margasatwa." "Oh, jadi begini " "Stop!" tuntut Phorcys, "kau merusak pertunjukan ini! Nah, sekarang saksikanlah gladiator Nereid yang bertarung sampai mati!" Lampu disko bulat kelap-kelip turun ke dalam akuarium Nereid, membuat air bercahaya warna-warni. Dua pedang jatuh ke dasar dan mendarat di pasir. Para Nereid mengabaikan pedang tersebut dan terns bermain Cangkulan. "Sialan!" Phorcys mengentakkan kaki ke samping. Keto meringis kepada Pak Pelatih Hedge. "Jangan hiraukan Porky. Dia memang kebanyakan omong. Ikuti aku, Satir yang liaik. Akan kutunjuki Anda diagram berwarna yang menerangkan Icebiasaan berburu para monster." "Luar biasa!" Sebelum Percy sempat mengutarakan keberatan, Keto menuntun Pak Pelatih Hedge semakin jauh ke dalam labirin akuarium kaca, meninggalkan Frank dan Percy bertiga saja dengan dewa Laut penggerutu.
Butir keringat mengucur di tengkuk Percy. Dia bertukar pandang cemas dengan Frank. Rasanya ini seperti strategi pecah belch dan kuasai. Dia skeptis kunjungan ini bakal berakhir baik. Sebagian dari dirinya ingin menyerang Phorcys sekarang juga paling tidak mereka mungkin bisa memanfaatkan elemen kejutan tapi mereka belum mengorek informasi yang berguna barang satu pun. Percy tidak yakin bisa menemukan Pak Pelatih Hedge lagi. Dia bahkan tidak yakin bisa menemukan pintu keluai Phorcys pasti membaca ekspresi Percy. "Oh, tidak apa-apa!" Sang dewa menenangkannya. "Keto mungkin memang agak membosankan, tapi dia akan menjaga temanmu baik-baik. Dan sejujurnya, kita belum sampai pada bagian terbaik tur ini!" Percy berusaha memutar otak, tapi dia malah sakit kepala Dia tidak yakin apakah penyebabnya cedera kepala kemarin, efek khusus Phorcys, atau ceramah menjijikkan saudarinya mengenai fakta unik monster laut menjijikkan. "Begini ...," ucap Percy, "Dionysus mengirim kami ke sini." "Bacchus." Frank mengoreksi. "Benar." Percy mencoba mengendalikan rasa kesal. Dia sudah kesulitan mengingat-ingat nama tiap dewa, apalagi dua name "Dewa Anggur. Sesukamulah." Percy memandang Phorcy "Bacchus bilang Anda mungkin mengetahui rencana ibu Andy Gaea, dan kedua saudara Anda yang raksasa Ephialtes dan Otis Dan kalau Anda kebetulan juga tahu tentang Tanda Athena " "Menurut Bacchus aku bisa membantu kalian"" tanya Phorcy
"Iya, begitulah," kata Percy, "maksudku, Anda, kan, Phorcys.
Semua orang membicarakan Anda." Phorcys menelengkan kepala sehingga kedua matanya yan miring hampir sejajar. "Masa"" "Tentu saja. Ya, kan, Frank""
"Oh, betel s ekali!" kata Frank, "orang-orang sering membicarakan Anda." "Apa kata mereka"" tanya sang dewa. Frank tampak tidak nyaman. "Misalnya, kreasi piroteknik Anda menakjubkan. Suara Anda bagus, pas untuk pembawa acara. Kemudian, lampu disko " "Benar!" Phorcys menjentikkan jari penuh semangat. "Aku juga memiliki koleksi monster laut tangkapan paling besar di dunia!" "Dan Anda tahu banyak," imbuh Percy, "misalnya tentang si kembar dan rencana mereka." "Si kembar!" Phorcys membuat suaranya bergema. Kembang api menyala di depan tangki ular laut. "Ya, aku tahu segalanya mengenai Ephialtes dan Otis. Dasar peniru! Mereka tidak pernah cocok dengan raksasa-raksasa lain. Terlalu lembek dan berkaki ular.
"Berkaki ular"" Percy teringat sepatu panjang melengkung yang si kembar kenakan dalam mimpinya. "Ya, ya," kata Phorcys tak sabaran, "mereka tahu mereka tak bisa mengandalkan kekuatan. Jadi, mereka memutuskan berbertingkah scrbadramatis ilusi, trik panggung, dan sebangsanya. Asal tahu ...saja, Gaea menempa anak-anak raksasanya demi melibas musuh dengan spesifik. Masing-masing raksasa dilahirkan untuk membunuh dewa tertentu. Ephialtes dan Otis ... ya, keduanya semacam anti-Dionysus." Percy berusaha mencerna hal itu. "Jadi, mereka ingin mengganti semua minuman anggur dengan jus cranberry atau seje nisnya"" Sang Dewa Laut mendengus. "Bukan begitu! Ephialtes in Otis selalu ingin melakukan segalanya dengan lebih baik, hih mencolok, lebih spektakuler! Oh, tentu saja mereka ingin
membunuh Dionysus. Tetapi pertama-tama mereka ingin mem-permalukan Dionysus dengan cara membuat keriaannya terkesan payah!" Frank melirik kembang api. "Menggunakan properti seperti mercon dan lampu disko"" Mulut Phorcys menyunggingkan senyum lebar seperti ditiup angin. "Tepat sekali! Aku mengajari si kembar segalanya, atau paling tidak aku mencoba mengajari mereka. Mereka tidak pernah mendengarkan. Trik perdana mereka" Si kembar mencoba mencapai Olympus dengan cara menumpuk-numpuk gunung. Itu hanya ilusi, tentu saja. Kuberi tahu mereka bahwa aksi tersebut konyol. `Kalian harus mulai dari yang kecil-kecil,' kataku. `Menggergaji badan satu sama lain, mengeluarkan gorgon dari topi. Hal-hal semacam itu. Dan pakailah busana seragam yang berhiaskan manik-manik! Kembar butch pakaian yang seragam!'" "Saran yang bagus." Percy sepakat. "Dan sekarang si kembar sedang " "Oh, itu, sedang mempersiapkan pertunjukan kiamat di Roma," cemooh Phorcys, "Ibundalah yang menggagas ide tolol itu. Mereka mengurung tawanan dalam jambangan perunggu besar." Dia menoleh kepada Frank. "Kau anak Ares, kan" Baumu seperti itu. Si kembar pernah mengurung ayahmu dengan cara demikian,. dulu." "Anak Mars," ralat Frank, "tunggu kedua raksasa itu memerangkap ayahku dalam jambangan perunggu"" "Ya, lagi-lagi aksi bego," kata sang Dewa Laut, "bagaimana cara memamerkan tawanan jika dia dikurung dalam jambangan perunggu" Tidak ada nilai hiburannya. Tidak seperti spesimenku yang elok!" Dia menggerakkan tangan ke arah para hippocampus, yang membentur-benturkan kepala ke kaca dengan cuek.
Percy mencoba berpikir. Dia merasa makhluk-makhluk taut yang linglung mulai memengaruhinya. "Anda bilang pertunjuk-an pertunjukan kiamat ini adalah ide Gaea"" "Ya, rencana Ibunda selalu berlapis-lapis." Phorcys tertawa. "Bumi berlapis-lapis! Masuk akal juga!" "He-eh," kata Percy, "dan rencana Gaea adalah ...." "Oh, dia menyediakan imbalan bagi siapa pun yang berhasil menghabisi sekelompok demigod," kata Phorcys, "Ibunda tidak peduli siapa yang membunuh mereka, asalkan mereka dibunuh. Hmm kuralat perkataanku barusan. Gaea menginstruksikan secara sangat spesifik bahwa dud orang harus dibiarkan hidup. Sampai laki-laki dan satu perempuan. Hanya Tartarus yang tahu apa sebabnya. Pokoknya, si kembar sudah merencanakan pertunjukan kecil mereka, berharap para demigod akan terpancing ke Roma karenanya. Kuduga si tawanan dalam jambangan adalah teman mereka atau semacamnya. Kalau bukan begitu, barangkali mereka mengira sekelompok demigod tersebut bakal cukup bodoh sehingga nekat memasuki teritori mereka demi mencari Tanda Athena." Phorcys
menyikut iga Frank. "Ha! Semoga berhasil saja Icalau benar demikian, ya, kan"" Frank tertawa gugup. "Iya. Ha-ha. Tolol sekali jika sampai hcgitu, ya, sebab ... eh, ...." Phorcys menyipitkan matanya. Percy memasukkan tangan ke saku. Dicengkeramnya Riptide. I )ewa Laut ma ini pun pasti cukup pandai sehingga menyadari bahwa merekalah demigod yang diincar Gaea. Namun, Phorcys cuma cengar-cengir dan menyikut Frank lagi. "Ha! Komentar cerdas, Anak Mars. Kurasa kau benar. Tidak ada Kt i nanya membicarakan itu. Meskipun para demigod menemukan Beta di Charleston, mereka takkan bisa mencapai Roma hidup-hidup!"
"Ya, PETA DI CHARLESTON," kata Frank keras-keras sambil memandang Percy dengan mata membelalak supaya dia tidak melewatkan informasi itu. Pesan tersirat pemuda itu kentara sekali, seperti membawa plang besar bertuliskan pertunjukan saja. "Tetapi sudah cukup kita bicarakan hal-hal edukatif yana membosankan!" kata Phorcys, "kalian membayar untuk servis VII! Tolong, perkenankan aku menuntaskan tur untuk kalian. Uang masuk sebesar tiga denarius tidak dapat dikembalikan, kalia tahu." Percy tidak ingin lagi menonton mercon, asap beraro donat, atau makhluk laut memelas yang dikurung. Namun, Per melirik Frank dan memutuskan sebaiknya mereka ladeni saja Dewa Laut tua penggerutu itu, paling tidak sampai mereka menemukan Pak Pelatih Hedge dan keluar dengan selamat. Lagi pula, mereka mungkin bisa mengorek informasi lainnya dari Phorcys. "Setelah ini," kata Percy, "bolehkah kami bertanya"" "Tentu saja! Akan kuberitahukan semua yang perlu kalia ketahui." Phorcys bertepuk tangan dua kali. Di dinding, di bawa plang merah yang berpendar, muncullah sebuah terowongan barn yang menembus tangki lain nya. "Ikuti aku!" Phorcys melewati terowongan sambil berjalan menyamping. Frank menggaruk-garuk kepalanya. "Apa kita harus "" Dia berputar menyamping. "Maksudnya bukan seperti itu, Bung," kata Percy, "ayo."[]
BAB ENAM BELAS PERCY TROWONGAN ITU MENEMBUS TANGKI SEUKURAN Tangki mahabesar yang tampak kosong melompong, hanya berisi air dan sejumlah dekorasi murahan. Percy menerka ada sekitar lima puluh ribu galon air di atas kepala mereka. Jika troowongan itu entah bagaimana sampai pecah Bukan masalah besar, pikir Percy. Sudah ribuan kali aku aku kepung air. Ini wilayahku. Namun, jantung Percy berdebar-debar kencang. Dia ingat saat tenggelam di rawa dingin Alaska mata, mulut, dan hidungnya tertutup lumpur hitam. Phorcys berhenti di tengah-tengah terowongan dan merentangkan lengan dengan bangga. "Koleksi yang indah, kan"" Percy mencoba mengalihkan pikiran dengan cara memerhatikan tangki baik-baik. Di pojok tangki tersebut, menyempil di utan ganggang cokelat palsu, terdapat pondok cokelat plastik scukuran rumah sungguhan yang cerobong asapnya mengeluarkan gelembung. Di seberang pondok tersebut, ada patung lelaki herbaju selam model lama yang berlutut di samping peti harta
karun peti tersebut terbuka tiap beberapa detik, memuntahkan gelembung, kemudian tertutup lagi. Pada hamparan pasir putih di lantai, bertebaranlah kelereng kaca seukuran bola Boling dan aneka senjata ganjil seperti trisula serta seruit. Di luar tangki ada amfiteater yang bisa memuat beberapa ratus penonton. "Makhluk apa yang dipelihara di sini"" tanpa Frank, "ikan emas raksasa pembunuh"" Phorcys mengangkat alis. "Oh, andai saja! Tapi, bukan itu, Frank Zhang, keturunan Poseidon. Tangki ini bukan untuk ikan emas. Mendengar keturunan Poseidon, Frank berjengit. Dia me-langkah mundur sambil mencengkeram tas punggungnya seperti gada yang siap dia ayunkan. Rasa ngeri meluncur di kerongkongan Percy seperti sirup obat batuk. Sayangnya, dia sudah sering merasa seperti itu. "Bagaimana kau tahu nama belakang Frank"" tuntut Percy, "bagaimana kau tahu dia keturunan Poseidon"" "Dari mana, ya, ...." Phorcys mengangkat bahu, berlagak rendah Kati. "Barangkali dari deskripsi yang diedarkan Gaea. Kalian tahu, untuk imbalan itu, Percy Jackson." Percy membuka tutup pulpennya. Riptide seketika mewujud di tangannya. "Jangan khianati aku, Phorcys. Kau janji akan menjawab pertanyaanku." "Setelah servis VIP,
betul." Phorcys mengiyakan. "Aku berjanji akan memberitahukan semua yang perlu kalian ketahui. Masalahnya, kalian tidak perlu tahu apa-apa." Senyum seramnya melebar. "Asal tahu saja, bahkan jika kalian berhasil mencapai Roma, yang kemungkinannya kecil, kalian takkan sanggup mengalahkan para raksasa saudaraku tanpa didampingi dewa. Dalt dewa mana yang mau membantu kalian" Jadi, kuusulkan rencana
yang lebih bagus. Kalian tidak boleh pergi. Kalian akan kujadikarl VIP Very Important Prisoners Tawanan Sangat Penting!" Percy menyerbu. Frank melemparkan tas punggungnya ke kepala sang Dewa Laut. Phorcys menghilang begitu saja. Suara sang dewa berkumandang lewat pengeras suara akuarium, bergema di sepanjang terowongan. "Ya, bagus! Bertarung itu bagus! Asal kalian tahu, ibunda tidak pernah memercayakan tugas besar kepadaku, tapi dia mengizinkan aku menahan siapa saja yang kutangkap. Kalian berdua akan jadi koleksi yang hebat--satu_ satunya demigod keturunan Poseidon yang dikandangkan. `Teror Demigod' ya, aku suka itu! Kami sudah menandatangani kerja sama dengan Supermarket Supermurah sebagai sponsor. Kahan berdua bisa bertarung tiap hari jam sebelas pagi dan satu slang, kemudian malamnya jam tujuh." "Kau gila!" teriak Frank. "Jangan sungkan-sungkan!" kata Phorcys, "kalian akan jadi daya tarik nomor satu!" Frank lari ke pintu keluar, tapi justru menabrak pinta kaca. Percy lari ke arah berlawanan dan mendapatinya tertutup juga. terowongan itu telah jadi kurungan. Percy menempelkan tangan ke kaca dan menyadari bahwa permukaannya jadi lembek, meleleh seperti es. Tidak lama lagi air akan menyembur ke dalam. "Kami tidak sudi bekerja sama, Phorcys!" teriak Percy. "Oh, aku optimis." Suara sang Dewa Laut menggelegar. "Jika Lilian tidak mau bertarung pada awalnya, tidak masalah! Aku bisa mengirim monster laut baru tiap hari. Setelah kalian terbiasa ngan makanan di sini, kalian akan terbius dan menaati perintah. rcayalah padaku, kalian akan menyukai rumah baru kalian." Di atas kepala Percy, kubah kaca retak dan mulai bocor.
"Aku ini putra Poseidon!" Percy mencoba mengenyahkan rasa takut dari suaranya. "Kau tidak bisa memenjarakanku dalam air. Justru di airlah aku paling kuat." Tawa Phorcys membahana, seolah bersumber dari sekeliling mereka. "Kebetulan sekali! Di air jugalah aku paling kuat! Tangki ini dirancang khusus untuk menahan demigod. Nah, sekarang bersenang-senanglah, kalian berdua. Sampai ketemu waktu makan nanti!" Kubah kaca pecah berantakan, dan air pun tumpah ruah.
Percy menahan napas sampai dia tidak tahan lagi. Ketika air akhirnya masuk ke paru-paru Percy, rasanya seperti bernapas normal. Tekanan air tidak mengganggunya. Pakaiannya bahkan tidak basah. Kemampuan Percy di bawah air sama bagusnya sepert i biasa. Cuma fobia konyol, Percy meyakinkan diri sendiri. Aku takkan tenggelam. Kemudian, dia teringat Frank. Percy langsung merasa panik dan bersalah. Percy terlalu sibuk mencemaskan diri sendiri sampai-sampai dia lupa temannya hanya keturunan jauh Poseidon. Frank tidak bisa bernapas di bawah air. Namun, di mana dia". Percy berkeliling satu putaran. Tidak ada apa-apa. Lalu dia mendongak. Di atasnya, melintaslah seekor ikan emas raksasa. Frank telah berubah wujud pakaian, tas punggung, dan seluruhnya jadi ikan koi seukuran remaja laki-laki. Bung. Percy mengirimkan pikiran lewat air, layaknya berbicara dengan makhluk Taut lainnya. Ikan emas"
Suara Frank terdengar di benaknya: Aku panik. Kita tadi membicarakan ikan emas. Jadi, ikan itulah yang ada dalam pikiranku. Mau bagaimana lagi"! Aku sedang bercakap-cakap lewat telepati dengan ikan koi rasaksa, kata Percy. Hebat. Bisakah kau berubah jadi sesuatu yang lebih berguna" Sunyi senyap. Barangkali Frank tengah berkonsentrasi, meskipun susah mengetahuinya, sebab ikan koi tidak punya
bermacam-macam ekspresi. Maaf. Frank kedengarannya malu. Aku terperangkap. Kadang-kadang begitu, sewaktu aku panik. Ya sudah. Percy mengertakkan gigi. Mari kita pikirkan bagaimana caranya meloloskan diri. Frank berenang keliling tangki dan melaporkan tidak ada jalan keluar. Bagian atas tangki ditutupi p
erunggu langit, seperti kerai di toko-toko. Percy berusaha memotong penutup itu dengan ripride, tapi perunggu langit tersebut bahkan tidak tergores karnanya. Percy berusaha memecahkan dinding kaca dengan rdgang pedang lagi-lagi dia tidak beruntung. Kemudian, Percy ongulangi upayanya dengan beberapa senjata yang tergeletak di dasar tangki dan berhasil mematahkan sebatang trisula, sebilah ,pedang, dan sebuah seruit. Akhirnya Percy berusaha mengendalikan air. Percy ingin air tersebut menerjang dan memecahkan tangki, atau meledakkan pnya. Air tidak menurut. Mungkin air dalam tangki sudah atau berada di bawah kekuasaan Phorcys. Percy berkonsentrasi sampai telinganya berdenging karena tekanan Lira, tapi cuma tutup peti harta karun plastik yang copot. Tamat sudah, pikir Percy patah arang. Aku hams tinggal dalam Iok plastik seumur hidupku, bertarung melawan temanku ikan emas, raksasa, dan menunggu waktu makan.
Phorcys berjanji mereka akan menyukainya. Percy memikirkan para telkhine, Nereid, dan hippocampus yang linglung, semuanya berenang mondar-mandir dengan malas dan bosaii. Membayangkan bahwa dirinya bakal bernasib seperti itu tidak membantu mengurangi keresahannya. Percy bertanya-tanya apakah Phorcys ada benarnya. Meskipun mereka sukses meloloskan diri, bagaimana mungkin mereka mampu mengalahkan para raksasa jika semua dewa sedang tidak prima" Bacchus barangkali dapat membantu. Dia pernah membunuh kedua raksasa kembar sebelumnya, tapi dia hanya mau ikut bertarung jika mendapat persembahan yang mustahil mereka sediakan. Selain itu, membayangkan harus memberi Bacchus persembahan persembahan apa saja membuat Percy ingin menjejali kerongkongannya dengan Donat Monster. Lihat! kata Frank. Di luar kaca, Keto sedang menuntun Pak Pelatih Hedge ke amfiteater sembari menguliahinya, sedangkan sang pelatih mengangguk-angguk dan mengagumi tatanan kursi di stadiun. Pak Pelatih! teriak Percy. Kemudian, dia menyadari usahanya sia-sia saja. Sang pelatih tidak bisa mendengar teriakan telepatinya. Frank membenturkan kepala ke kaca. Hedge sepertinya tidak melihat. Keto membimbing sang satir menyeberangi amfiteater dengan cepat. Sang dewi bahkan tidak menengok ke kaca, mungkin karena dia mengasumsikan tangki tersebut kosong. Wanita itu menunjuk ujung ruangan seolah-olah mengatakan Ayo. Di sana ada monster-monster seram lainnya. Percy menyadari dia tinggal punya waktu beberapa detik sebelum sang pelatih pergi. Dia berenang mengejar mereka, tapi air tidak membantunya bergerak sebagaimana biasa. Malahan, air tampaknya mendorong Percy ke belakang. Percy menjatuhkan Riptide dan menggunakan kedua lengannya.
Pak Pelatih Hedge dan Keto berada satu setengah meter dari pi ntu keluar. Di tengah keputusasaannya, Percy mengangkat kelereng raksasa dan menggelindingkannya seperti bola Boling. Kelereng tersebut menabrak kaca disertai bunyi buk tidak rlalu keras untuk menarik perhatian. Hati Percy mencelus. Namun, Pak Pelatih Hedge bertelinga setajam satir. Dia ke batik bahunya. Ketika dia melihat Percy, ekspresinya berubah-ubah dalam hitungan mikrodetik tidak paham, kaget, berang, kemudian tenang kembali. Sebelum Keto sempat menyadarinya, Hedge menunjuk pancak amfiteater. Kelihatannya dia hendak berteriak, Demi bangsa Olympia, apa itu" Keto berpaling. Pak Pelatih Hedge dengan sigap melepas ngkai palsunya dan menendang belakang kepala Keto dengan kaki kambingnya. Ambruklah Keto ke lantai. Percy berjengit. Kepalanya yang baru-baru ini kena tendang juga ikut berdenyut karena simpati, tapi dia tak pernah segembira itu mempunyai pendamping yang menggemari pertarungan beta diri antar-aliran. Hedge lari ke kaca. Dia menempelkan telapak tangan ke kaca, seolah mengatakan: Sedang apa kau di dalam sana, Jackson" Percy menggedor-gedor kaca dan berucap: Pecahkan! Hedge meneriakkan pertanyaan yang mungkin adalah: Di mania Frank" Percy menunjuk ikan koi raksasa. Frank melambaikan sirip dorsal kirinya. Apa kabar" Di belakang Hedge, sang Dewi Laut mulai bergerak. Percy menunjuk-nunjuk dengan kalut.
Hedge menggoyang-goyangkan tungkai seperti sedang ambit ancang-ancang untuk
menendang, tapi Percy melambaikan lengannya, Jangan. Mereka tidak bisa terus-terusan menggebuk kepala Keto selamanya. Karena wanita itu kekal, dia takkan pingsan lama-lama. Salah-salah mereka jadi tak bisa melarikan diri dari tangki. Tinggal menunggu waktu sampai Phorcys kembali untuk mengecek mereka. Pada hitungan tiga, ucap Percy sambil mengangkat tiga jari, kemudian memberi isyarat ke kaca. Kita bertiga menabrak kaca secara serempak. Percy tidak pernah mahir bermain bahasa isyarat, tapi Hedge mengangguk-angguk paham. Main tabrak adalah bahasa yang dikenal baik sang satir. Percy mengangkat satu lagi kelereng raksasa. Frank, aku membutuhkan bantuanmu juga. Belum bisakah kau berubah wujud lagi" Mungkin kembali ke wujud manusia. Manusia tidak apa-apa! Tahan saja napasmu. Kalau ini berhasil Keto bangun hingga berlutut. Mereka tidak boleh buang-buang waktu. Frank kembali ke wujud manusia dan membenturkan pundaknya ke kaca. Sang pelatih melancarkan tendangan ala Chuck Norris dengan kaki kambingnya. Percy mengerahkan seluruh tenaga untuk menghantamkan kelereng ke dinding, tapi bukan cuma itu. Dia menyeru air agar mematuhinya, dan kali ini Percy tidak sudi ditolak. Dia merasakan tekanan yang berkumpul di dalam tangki, dan dimanfaatkannya tekanan tersebut. Air ingin bebas. Bila diberi waktu, air bisa mengalahkan rintangan apa pun. Air juga benci diperangkap, sama seperti Percy. Dia memikirkan janjinya untuk kembali kepada Annabeth. Dia memikirkan bahwa
penjara biadab yang mengurung makhluk-makhluk laut ini harus tlihancurkan. Dia memikirkan betapa dia ingin menjejalkan mikrofon ke tenggorokan Phorcys yang jelek. Lima puluh ribu galon air merespons amarah Percy. Dinding kaca retak-retak. Garis patahan berzigzag dari titik benturan, dan tiba-tiba saja meledaklah tangki itu. Percy tersedot al iran air. Dia terjungkal ke lantai amfiteater bersama Frank, scjumlah kelerang besar, dan segumpal rumput laut plastik. Keto haru saja berdiri ketika patung peselam menghantamnya. Pak Pelatih Hedge meludahkan air asin. "Demi pipa Pan, Jackson! Apa yang kau lakukan di dalam sana"" "Phorcys!" sembur Percy, "jebakan! Lari!" Alarm meraung-raung saat mereka kabur dari akuarium. Mereka lari melewati tangki Nereid, kemudian telkhine. Percy ingin membebaskan mereka, tapi bagaimana" Mereka dalam keadaan terbius dan loyo. Selain itu, mereka makhluk taut. Mereka takkan bertahan hidup kecuali Percy menemukan cara untuk mengembalikan mereka ke laut. Lagi pula, jika Phorcys menangkap mereka, Percy lumayan vakin kekuatan sang Dewa Laut bakal menaklukkan kekuatannya. Dan Keto akan mengejar mereka juga, siap mengumpankan mereka ke monster taut. Aku akan kembali, janji Percy, tapi jika makhluk-makhluk dalam akuarium bisa mendengar Percy, mereka tidak menunjukkannya. Dari pengeras suara, menggelegarlah suara Phorcys: "Percy Jackson!" Petasan dan kembang api meledak di sembarang tempat. Asap beraroma donat memenuhi koridor. Musik dramatis lima atau enam lagu membahana secara serempak dari pengeras suara. Lampu korslet dan terbakar gara-gara seluruh efek khusus di bangunan tersebut dinyalakan sekaligus.
Percy, Pak Pelatih Hedge, dan Frank tergopoh-gopoh keluar terowongan kaca dan mendapati diri mereka kembali di ruang hiu tutul. Akuarium yang diperuntukkan bagi manusia fana kini disesaki khalayak yang menjerit-jerit keluarga dan anak-anal, perkemahan berlarian ke segala arah, sedangkan para staf hint mudik dengan kalut, berusaha meyakinkan semua orang bahwa itu coma alarm yang rusak. Percy tahu bukan itu yang sebenarnya. Dia dan teman-temannya bergabung dengan para manusia biasa dan lari ke pintu keluar.[]
BAB TUJUH BELAS ANNABETH ANNABETH SEDANG BERUSAHA MENGHIBUR HAZEL, me-manjakannya dengan momen-momen "Otak Ganggang" terbiak percy, ketika Frank bergegas menyusuri koridor dan merangsek masuk ke kabin Hazel. "Di mana Leo"" tanyanya sambil terengah-engah, "lepas Iiindas! Sekarang juga!" Kedua anak perempuan langsung berdiri. "Di mana Percy"" tuntut Annabeth, "dan si kambing"" Frank memegangi lututnya, mencoba bernapas. Pakaiannya loku dan lembap, seolah-ol
ah baru dicuci dengan larutan kanji. digeladak. Mereka baik-baik saja. Kami diikuti!" Annabeth lewat dan menaiki anak tangga tiga-tiga, Hazel mengikuti tepat di belakangnya, sedangkan Frank tertinggal,masih tersengal-sengal. Percy dan Hedge terkapar di geladak, kelihatan capek. Hedge tidak memakai sepatu. Dia nyengir ke langit sambil bergumam, "Keren. Keren." Badan Percy lecet dan terores di mana-mana, seperti baru meloncat dari jendela. Dia tidak mengucapkan apa-apa, tapi dia menggapai tangan Annabeth
dengan lemah seolah hendak mengatakan, Sebentar lagi aku bangun, kalau dunia sudah berhenti berputar. Leo, Piper, dan Jason, yang tadinya duduk-duduk di me buru-buru menaiki tangga. "Apa" Apa"" seru Leo sambil memegangi roti isi keju panggan yang baru dimakan separuh. "Memangnya aku tidak boleh istiralL makan siang" Ada apa"" "Diikuti!" teriak Frank lagi. "Diikuti siapa"" tanya Jason. "Entahlah!" Frank tersengal-sengal. "Hiu" Monster lain Mungkin Kate dan Porky!" Annabeth ingin mencekik cowok itu, tapi dia tidak yaki tangannya cukup untuk menggenggam leher Frank yang teba "Ucapanmu tidak masuk akal. Leo, sebaiknya kau bawa kita per dari sini." Leo menjejalkan roti isi ke antara gigi-giginya, seperti baja laut, dan lari ke kemudi. Tidak lama kemudian, Argo H sudah naik ke langit. Annabet] mengawaki busur silang di belakang. Dia tidak melihat tanda tanda pengejaran, baik oleh hiu ataupun makhluk lainnya, tap Percy, Frank, dan Hedge baru mulai pulih setelah gedung-gedun pencakar langit Atlanta tinggal garis kabur di kejauhan. "Charleston," kata Percy sambil terpincang-pincang di geladal seperti lelaki tua. Dia kedengarannya masih terguncang. "Arahkai ke Charleston." "Charleston"" Jason mengucapkannya seolah nama itu me munculkan kenangan buruk. "Apa tepatnya yang kalian temukai di Atlanta"" Frank membuka ritsleting tas punggungnya dan mula mengeluarkan suvenir. "Selai persik. Beberapa lembar kaus. Bob salju. Dan, mmm, mainan yang katanya disebut Chinese handcuff'
Annabeth memaksa diri agar tetap tenang. "Bagaimana kalau I ian mulai dari depan depan cerita, bukan depan tas pung-gung. Mereka berkumpul di anjungan supaya Leo bisa mendengar percakapan sambil menyetir. Percy dan Frank bergantian mengi-kan kejadian di Akuarium Georgia, sedangkan Pak Pelatih Hedge menimpali sesekali: "Keren sekali!" atau "Kutendang I.cpalanya!" Paling tidak sang pelatih tampaknya lupa bahwa Percy dan Annabeth ketiduran di istal semalam. Namun, dinilai dari cerita Annabeth bakal menghadapi persoalan yang lebih genting dari pada hukuman dari Hedge. Ketika Percy menjelaskan makhluk-makhluk laut yang clikurung di akuarium, Annabeth mengerti apa sebabnya Percy tampak amat resah. "Mengerikan sekali," kata Annabeth, "kita harus menolong mereka." "Pasti," janji Percy, "nantinya. Tetapi aku harus memikirkan caranya. Kuharap ...." Percy menggelengkan kepala. "Lupakan saja. Pertama-tama kita harus berpikir soal imbalan atas nyawa kita." Pak Pelatih Hedge kehilangan minat terhadap perbincangan tersebut barangkali karena dirinya tak lagi jadi topik pembicaraan dan pergi ke haluan, melatih tendangan dan memuji kemahiran teknisnya sendiri. Annabeth mencengkeram gagang pedangnya. "Imbalan atas nyawa kita seolah kita masih belum cukup menarik perhatian Kara monster." "Apa wajah kita terpampang di poster dengan tulisan: DICARI"" tanya Leo, "lalu, apakah imbalan untuk kita diperinci satu-satu"" Hazel mengernyitkan hidung. "Apa maksudmu""
"Cuma penasaran, berapa hargaku," kata Leo, "maksudku, aku mungkin paham kalau tidak semahal Percy atau Jason ... tapi hargaku pasti dua atau tiga kali lipat Frank." "Heir protes Frank. "Sudahlah," perintah Annabeth, "setidaknya kita tahu tujuan berikutnya adalah Charleston, untuk mencari peta itu." Piper bersandar ke panel kendali. Dia mengepang rambutnya dengan bulu putih hari ini, cocok sekali dengan rambutnya yang cokelat tua. Annabeth bertanya-tanya kapan Piper punya waktu untuk melakukan itu. Annabeth terkadang malah tidak ingat harus menyisir rambut. "Peta," kata Piper, "tetapi peta apa"" "Tanda Athena." Percy memandang An
nabeth dengan waswas, seolah dia takut kelepasan bicara. Annabeth pasti memancarkan aura aku tak mau membicarakannya yang kuat. "Apa pun itu," lanjut Percy, "kita tahu Tanda Athena mengarah ke sesuatu yang penting di Roma, sesuatu yang mungkin dapat memperbaiki keretakan antara bangsa Romawi dan Yunani." "Tulang raksasa," imbuh Hazel. Percy mengangguk. "Dalam mimpiku, raksasa kembar menyebut-nyebut sebuah patung." "Eh, ...." Frank memutar-mutar mainan anyaman di antara jemarinya. "Menurut Phorcys, kita gila jika ingin mencarinya. Tetapi Tanda Athena itu sebenarnya apa"" Semua orang memandang Annabeth. Kulit kepalanya tergelitik, seolah pemikiran dalam otaknya gatal ingin keluar: patung ... Athena ... Yunani dan Romawi, mimpi buruknya, dan pertengkaran dengan ibunya. Annabeth melihat bahwa keping-keping tersebut hampir membentuk gambaran utuh, tapi Annabeth sulit memercayainya. Jawaban tersebut terlalu besar, terlalu penting, dan terlalu menakutkan.
Annabeth menyadari bahwa Jason tengah mengamatinya, pemuda itu tahupersis apa yang Annabeth pikirkan dan dia juga tidak menyukai pemikiran tersebut. Lagi-lagi Annabeth trembatin: Kenapa cowok ini membuatku amat gugup" Apa dia lunar-benar berapa di pihakku" Atau mungkin dia berpikir begitu gara-gara omongan ibunya "Aku aku sudah hampir menemukan jawaban," kata annabeth, "aku akan tahu lebih banyak jika kita menemukan ,ta itu. Jason, reaksimu terhadap nama Charleston ... pernahkah kau ke sana"" Jason melirik Piper dengan gelisah. Annabeth tidak tahu apa sebabnya. "Iya." Jason mengakui, "Reyna dan aku menjalani misi ke sana ra-kira setahun lalu. Kami mengambili senjata emas imperial dari C. S. S. Hunley." "Apa"" tanya Piper. "Wow!" kata Leo, "itu, kan, kapal selam militer pertama yang stikses dibuat. Dari zaman Perang Saudara. Aku ingin melihat kapal itu sejak dulu." "Kapal selam itu dirancang oleh demigod Romawi," kata ,Jason, "ada torpedo emas imperial yang disimpan secara rahasia cli dalamnya sampai kami menyelamatkan torpedo-torpedo tersebut dan membawanya kembali ke Perkemahan Jupiter." Hazel bersedekap. bangsa Romawi bertarung di pihak Konfederasi" Sebagai anak perempuan yang neneknya adalah searang budak, boleh kukatakan tidak bagus"" Jason angkat tangan, telapaknya menghadap ke depan. "Aku pribadi belum lahir waktu itu. Lagi pula, masing-masing pihak tak seluruhnya Yunani maupun Romawi. Tetapi, benar. Tidak bagus. Kadang-kadang demigod membuat pilihan jelek." Dia melirik
Hazel, tidak enak hati. "Misalnya kadang-kadang kita kelewat curiga. Dan kita bicara tanpa berpikir." Hazel memandangi Jason. Pelan-pelan tersadar olehnya bahwa Jason barusan meminta maaf. Jason men,yikut Leo. "Aw!" pekik Leo, "maksudku, iya pilihan jelek. Misalnya tidak memercayai saudara orang lain yang, kau tahu, barangkali perlu diselamatkan. Misalkan saja lho." Hazel merapatkan bibir. "Ya, sudah. Kembali ke Charleston. Apa maksudmu kita harus memeriksa kapal selam itu lagi"" Jason mengangkat bahu. "Bagaimana, ya, ada dua tempat di Charleston yang menurutku mungkin sebaiknya kita telaah. Museum tempat Hunley disimpan itu satu. Museum menyimpan banyak peninggalan Perang Saudara. Sebuah peta bisa saja disembunyikan dalam salah satu peninggalan tersebut. Aku tahu tata letaknya. Aku bisa memimpin tim ke dalam sana." "Aku ikut," kata Leo, "kedengarannya asyik." Jason mengangguk. Dia menoleh kepada Frank, yang sedang berusaha mencopot Chinese handcuffdari tangannya. "Kau sebaiknya ikut juga, Frank. Kami mungkin bakal membutuhkanmu." Frank tampak terkejut. "Kenapa" Aku, toh, tidak banyak membantu di akuarium." "Kerjamu bagus." Percy meyakinkannya. "Perlu tenaga kita bertiga untuk memecahkan kaca." "Lagi pula, kau anak Mars," ujar Jason, "Hantu pihak yar kalah berkewajiban mengabdi padamu. Dan dalam museum di Charleston ada banyak hantu Konfederasi. Kita harus mengendalikan mereka supaya tidak macam-macam." Frank menelan ludah. Annabeth teringat komentar Percy tentang Frank yang berubah jadi ikan emas raksasa, dan dia
menahan dorongan untuk tersenyum. Dia takkan pernah bisa lagi melihat cowok besar itu ta
npa membayangkannya sebagai ikan koi. "Oke." Frank mengalah. "Tentu saja." Dia memandangi jemarinya sambil mengerutkan kening, berusaha meloloskan jari curl jebakan. "Eh, bagaimana caranya "" Leo terkekeh. "Bung, kau tak pernah melihat mainan itu schelumnya" Ada trik sederhana untuk melepaskan jarimu." Frank menarik-narik jarinya lagi tanpa hasil. Bahkan Hazel juga berusaha tak tertawa. Frank meringis penuh konsentrasi. Tiba-tiba, dia menghilang. Di geladak tempatnya semula berdiri, seekor iguana hijau berjongkok di samping Chinese handcuff kosong. "Selamat, Frank Zhang," kata Leo masam, menirukan Chiron sang centaurus, "begitulah cara memecahkan teka-teki Chinese handcuff. Berubah jadi iguana." Semua orang tertawa terpingkal-pingkal. Frank berubah jadi inanusia lagi, memungut mainan tersebut, dan memasukkannya he tas punggung. Dia tersenyum male. "Omong-omong," kata Frank, kentara sekali ingin mengganti topik pembicaraan, "salah satu tempat yang harus didatangi adalah museum. Tetapi ..., Jason, katamu tadi ada dua tempat"" Lenyaplah senyum Jason. Apa pun yang sedang Jason pikirkan, A nnabeth tahu hal itu tidaklah menyenangkan. "Iya," kata Jason, "nama tempat yang satu lagi Battery taman di dekat pelabuhan. Kali terakhir aku ke sana dengan Reyna ..." Dia melirik Piper, kemudian buru-buru melanjutkan. "Kami melihat sesuatu di taman. Hantu atau arwah gentayangan, seperti primadona dari zaman Perang Saudara, berpendar dan mengapung. mi berusaha menghampirinya, tapi dia menghilang tiap kali kami sudah dekat. Kemudian, Reyna mendapat firasat dia bilang sebaiknya dia mencoba sendiri. Barangkali si hantu hanya mau
bicara pada anak perempuan. Reyna mendekati arwah itu sendiri, dan ternyata benar, dia bicara pada Reyna." Semua orang menunggu. "Apa katanya"" tanya Annabeth. "Reyna tidak mau memberitahuku." Jason mengakui. "Tetapi pasti yang disampaikannya penting. Reyna tampak terguncang. Mungkin dia mendengar ramalan atau kabar buruk lainnya. Sejak saat itu, Reyna jadi bersikap lain di dekatku." Annabeth menimbang-nimbang informasi tersebut. Setelah pengalaman mereka dengan eidolon, dia tidak suka harus mendekati hantu, terutama hantu yang mengubah orang gara-gara kabar buruk atau ramalan. Di sisi lain, ibu Annabeth adalah dewi pengetahuan, dan pengetahuan adalah senjata terkuat. Annabeth tidak bisa menampik sumber informasi begitu saja. "Petualangan cewek, kalau begitu," kata Annabeth, "Piper dan Hazel boleh ikut denganku." Keduanya mengangguk, meskipun Hazel tampak cemas. Tak diragukan lagi bahwa waktu yang dia lewatkan di Dunia Bawah telah mempertemukannya dengan banyak sekali hantu, cukup untuk persediaan seumur hidup. Mata Piper berkilat-kilat menantang, seolah ingin mengatakan bahwa dia sanggup melakukan apa saja yang bisa diperbuat Reyna. Annabeth sadar, jika mereka berenam menjalani kedua misi itu, Percy hanya berduaan saja dengan Pak Pelatih Hedge di kapal. Barangkali pacar yang penuh perhatian tak semestinya menjerumuskan pasangannya dalam situasi semacam itu. Terlebih lagi, Annabeth enggan berpisah lagi dengan Percy terutama karena mereka sudah terpisahkan berbulan-bulan. Di sisi lain Percy kelihatan sangat terpukul gara-gara melihat makhluk makhluk laut yang dikurung sehingga Annabeth berpendapat dia butuh istirahat. Annabeth bertemu pandang dengan Percy,
mengajukan pertanyaan tanpa suara. Percy mengangguk seolah mengatakan, Iya. Tidak apa-apa. "Beres, kalau begitu." Annabeth menoleh kepada Leo, yang tengah mengamat-amati konsol, mendengarkan Festus berderit dan berdecit lewat interkom. "Leo, berapa lama lagi kita tiba di Charleston"" "Pertanyaan bagus," gumam Leo, "Festus baru saja mendeteksi 'ekawanan besar elang di belakang kita radar jarak jauh, masih belum kelihatan." Piper mencondongkan badan ke atas konsol. "Apa kau yakin mereka elang Romawi"" Leo memutar-mutar bola matanya. "Bukan, Pipes. Mereka cuma sekelompok elang yang kebetulan saja terbang dalam formasi sempurna. Tentu saja mereka elang Romawi! Kurasa kita bisa saja memutar kapal ini dan bertarung " "Ide buruk," kata Jason, "yang akan menghapus keragua
n bahwa kita memang musuh Romawi." "Aku punya gagasan lain," ujar Leo, "kalau kita langsung rnenuju Charleston, kita bisa sampai beberapa jam lagi. Tetapi para elang akan menyusul kita, dan celakalah kalau begitu. Jadi, kita kirim pengalih perhatian saja untuk mengelabui elang-elang itu. Kita bawa kapal ini memutar, ambit jalan yang panjang untuk menuju Charleston, dan sampai di sana besok pagi " Hazel hendak protes, tapi Leo mengangkat tangan. "Aku tahu, aku tahu. Nico sedang kesulitan dan kita harus bergegas." "Sekarang sudah tanggal 27 Juni," kata Hazel, "tinggal empat Bari lagi. Kemudian, Nico akan meninggal." "Aku tahu! Tapi trik ini mungkin bisa mengecoh bangsa Romawi. Kita seharusnya masih punya cukup waktu untuk men-capai Roma."
Hazel merengut. "Waktu kau bilang seharusnya masih punya cukup waktu ...." Leo mengangkat bahu. "Kalau kubilang waktu pas-pasan, bagaimana"" Hazel menutupi wajah dengan tangan untuk menenangkan diri. "Untuk kita, kedengarannya tipikal." Annabeth memutuskan untuk menangkap komentar Hazel sebagai lampu hijau. "Oke, Leo. Pengalih perhatian macam apa yang kau maksud"" "Aku senang sekali kau bertanya!" Leo menekan beberapa tombol di konsol, memutar turntable, dan memencet tombol A di pengendali Wii-nya berturut-turut dengan amat sangat cepat. Serunya ke interkom, "Buford" Silakan melapor untuk bertugas." Frank melangkah mundur. "Ada orang lain lagi di kapal ini" Siapa Buford"" Kepulan uap membubung dari tangga, dan naiklah meja otomatis Leo ke geladak. Annabeth jarang melihat Buford sepanjang perjalanan itu. Ia kebanyakan diam saja di ruang mesin. (Leo bersikeras bahwa Buford diam-diam naksir mesin kapal. Buford adalah meja berkaki tiga. Permukaannya terbuat dari mahoni, sedangkan landasannya yang berbahan dasar perunggu memuat sejumlah laci, gigi roda, dan ventilasi uap. Tas mirip kantong surat terikat di salah sate kakinya. Buford berkelotakan ke kemudi dan mengeluarkan surf mirip peluit kereta api. "Ini Buford." Leo mengumumkan. "Kau menamai furniturmu"" tanya Frank. Leo mendengus. "Ingin punya furnitur sekeren ini" Mimi saja! Buford, apa kau siap untuk Operasi Tutup Meja"" Buford menyemburkan uap. Dia melangkah ke langkai Permukaan mahoninya terbelah empat, kemudian memanjar
seperti baling-baling kayu. Baling-baling tersebut berputar, dan Buford pun lepas landas. "Meja helikopter," gumam Percy, "harus kuakui, memang keren. Apa yang ada di dalam kantong"" "Cucian kotor demigod," kata Leo, "mudah-mudahan kau tidak keberatan, Frank." Frank tersedak. "Apa"" "Biar elang-elang tidak membaui kita." "Cuma itu celana gantiku!" Leo mengangkat bahu. "Kuminta Buford mencucikan dan menyetrikakan pakaianmu selagi dia keluar. Moga-moga dia inenuruti perintahku." Leo menggosok-gosok tangannya dan inenyeringai. "Ya, bisa dibilang aku telah melakukan pekerjaan dengan baik hari ini. Aku akan mengalkulasi dan menyesuaikan rute kita. Sampai ketemu waktu makan malam."
Percy tidur lebih awal, alhasil Annabeth tidak punya pekerjaan malam itu selain menatap komputernya. Dia membawa serta laptop Daedalus, tentu saja. Dua tahun lalu, Annabeth mewarisi mesin tersebut dari sang penemu terhebat .,sepanjang masa, dan komputer tersebut memuat banyak sekali ide, skema, dan diagram inovasi, yang belum Annabeth pahami ,,seluruhnya sampai sekarang. Setelah dua tahun, laptop biasanya sudah ketinggalan zaman, tapi menurut perkiraan Annabeth mesin daedalus masih mengungguli masanya lima puluh tahun. Kreasi daedalus tersebut bisa membesar seukuran desktop, menciut jadi Lomputer sabak, atau terlipat jadi wafer logam yang lebih mungil daripada telepon seluler. Kerjanya lebih cepat daripada komputer lain yang pernah Annabeth miliki, bisa mengakses siaran televisi satelit atau saluran TV Hephaestus dari Gunung Olympus, dan
mengoperasikan program buatan sendiri yang praktis dapat mengerjakan apa saja selain mengikat tali sepatu. Mungkin sebenarnya ada aplikasi untuk itu juga, hanya saja Annabeth belum menemukannya. Annabeth duduk di ranjangnya, menggunakan progam pencitraan 3-D Daedalus untuk mempelajari maket Parthenon di Athe
na. Sejak dulu Annabeth bercita-cita mengunjungi Parthenon, karena dia menggemari arsitektur dan karena bangunan itu adalah kuil paling tersohor yang dipersembahkan untuk ibunya. Kini keinginannya mungkin bakal terkabul, jika mereka masih hidup sampai tiba di Yunani. Namun, semakin Annabeth memikirkan Tanda Athena dan legenda lama Romawi yang Reyna sebut-sebut, semakin cemas dirinya. Meskipun tidak mau, Annabeth teringat pertengkaran dengan ibunya. Walaupun sudah berminggu-minggu berselang, kata-kata Athena masih menyakitkan. Kejadiannya berawal ketika Annabeth pulang naik kereta bawah tanah dari Upper East Side sesudah menyambangi ibu Percy. Pada bulan-bulan panjang sewaktu Percy hilang, Annabeth berkunjung ke sana sekurang-kurangnya sekali seminggu sebagian untuk menyampaikan kabar terbaru mengenai proses pencarian kepada Sally Jackson dan suaminya Paul, dan sebagian karena Annabeth dan Sally perlu menyemangati serta meyakinkan satu sama lain bahwa Percy baik-baik saja. Musim semi itu malah lebih berat daripada sebelumnya. Ketika itu, Annabeth punya alasan untuk berharap bahwa Percy masih hidup, sebab Hera tampaknya berencana mengirim dia ke pihak Romawi, tapi Annabeth tidak yakin seratus persen di mana Percy berada. Jason sudah ingat lokasi kasar perkemahan lamanya, tapi seluruh kemampuan sihir bangsa Yunani termasuk yang dikerahkan para pekemah pondok Hecate tidak
bisa mengonfirmasi keberadaan Percy di perkemahan Romawi, atau di mana pun. Percy seolah telah lenyap dari muka bumi. Rachel sang Oracle sudah mencoba menerawang masa depan, dan meskipun tak banyak yang bisa dilihatnya, dia yakin Leo hams merampungkan Argo 2 sebelum mereka boleh menghubungi bangsa Romawi. Kendati begitu, Annabeth tetap saja menghabiskan waktu senggang untuk mengorek informasi tentang Percy dari berbagai sumber, yang berupa kabar burung sekali pun. Annabeth bicara kepada roh alam, membaca legenda Romawi, menggali petunjuk dari buku catatan Daedalus, dan membelanjakan ratusan drachma cams untuk mengirim pesan Iris kepada roh baik, demigod, a taupun monster yang pernah dia jumpai, tapi hasilnya nol. Siang itu, sepulang dari apartemen Sally, Annabeth merasa energinya terkuras lebih daripada biasanya. Dia dan Sally pertama-tama menangis dan setelah itu berupaya membangkitkan semangat satu sama lain, tapi mereka sudah terlalu letih secara mental. Akhirnya Annabeth naik kereta bawah tanah dari Lexington Avenue ke Grand Central. Ada jalan lain untuk kembali ke sekolah berasramanya dari upper East Side, tapi Annabeth suka jalan-jalan di Terminal Grand Central. Desainnya yang indah dan ruangnya yang terbuka luas inengingatkan Annabeth pada Gunung Olympus. Bangunan rnegah membuat Annabeth merasa lebih baik barang kali karena berada di tempat yang permanen membuat dirinya merasa lebih permanen. Annabeth baru saja melewati Sweet on America, toko permen tempat ibu Percy dulu bekerja, dan sedang mempertimbangkan untuk masuk guna membeli permen biru demi rnengenang masa lalu, ketika dia melihat Athena tengah mengamat-amati peta jalur bawah tanah di dinding.
ibu Annabeth tidak bisa memercayainya. Sudah berbulan bulan dia tidak bertemu ibunya tidak pernah lagi sejak Zeu menutup gerbang Olympus dan melarang segala bentu komunikasi dengan demigod. Kendati begitu, berkali-kali Annabeth mencoba menghubungi ibunya, minta bimbingan, mengirimkan sesaji bakar tiap waktu makan di perkemahan. Annabeth tak kunjung mendapat jawaban. Kini Athena ada di sini, mengenakan celana jin, sepatu bot hiking, dan kemeja flanel merah, rambutnya yang berwarna gelap terurai ke bahu. Dia membawa ransel dan tongkat, seakan telah bersiap-siap untuk perjalanan panjang. "Aku harus pulang," gumam Athena sambil menelaah peta, "jalannya kompleks. Andai saja Odysseus ada di sini. Dia pasti mengerti." "ibu!" kata Annabeth, "Athena!" Sang dewi berpaling. Athena memandang Annabeth seperti tidak mengenalinya. "Itu namaku dulu," kata sang dewi menerawang, "sebelum mereka memorak-porandakan kotaku, merampas identitasku, menjadikanku seperti ini." Dia memandang pakaiannya dengan jijik. "Aku haru pu
lang. Annabeth mundur sambil terperanjat. "Ibu Ibu adalah Minerva"" "Jangan panggil aku dengan nama itu!" Mata kelabu sang dewi berkilat-kilat marah. "Dahulu aku membawa tombak dan perisai. Aku memegang kejayaan di telapak tanganku. Aku lebih dari sekadar ini." "Bu." Suara Annabeth bergetar. "Ini aku, Annabeth. Putri Ibu." "Putriku ...," ulang Athena, "ya, anak-anakku akan menu -balaskan dendamku. Mereka harus menghabisi bangsa Romawi.
Bangsa Romawi terkutuk, hina, peniru. Hera mengemukakan bahwa kami harus memisahkan kedua kubu. Kataku, Tidak, biarkan mereka bertarung. Biarkan anak-anakku membinasakan bangsa kacangan itu." Telinga Annabeth menangkap detak jantungnya yang makin kencang. "Ibu menginginkan itu" Tapi Ibu bijaksana. Ibulah yang paling memahami peperangan " "Dulu!" kata sang dewi, "digantikan. Dirampas. Dijarah bagai pampasan dan dibawa pergi jauh dari kampung halamanku tercinta. Aku kehilangan begitu banyak. Aku bersumpah takkan pernah memaafkan. Begitu pula anak-anakku." Dia memfokuskan perhatian lebih saksama pada Annabeth. "Kau putriku"" "Ya." Sang dewi mengeluarkan sesuatu dari saku kemeja token kereta bawah tanah dan menempelkannya ke tangan Annabeth. "Ikuti Tanda Athena," kata sang dewi, "balaskan dendamku." Annabeth memandangi koin itu. Selagi dia memerhatikan, koin tersebut berubah dari token kereta bawah tanah New York jadi drachma perak kuno, jenis yang dahulu digunakan warga Athena. Koin tersebut bergambar burung hantu, hewan keramat Athena, dengan ranting zaitun di satu sisi dan huruf Yunani di sisi lainnya. Tanda Athena. Pada waktu itu, Annabeth tidak punya bayangan apa maksudnya. Dia tidak mengerti apa sebabnya ibunya bertingkah seperti ini. Minerva atau bukan, dia seharusnya tidak sekacau itu. "Bu ...." Annabeth berusaha membuat nada bicaranya setenang mungkin. "Percy hilang. Aku butuh bantuan Ibu." Dia mulai menjelaskan rencana Hera menyatukan kedua kubu imtuk melawan Gaea dan bangsa raksasa, tapi sang dewi malah mengetukkan tongkatnya ke lantai marmer.
"Jangan sampai!" kata sang dewi, "siapa pun yang memban Roma harus binasa. Jika kau nekat bergabung dengan mereka, ka bukan lagi anakku. Kau sudah mengecewakanku." "Ibu!" "Aku tidak peduli pada si Percy ini. Jika dia sudah mendatangi bangsa Romawi, biarkan dia mati. Bunuh dia. Bunuh semua orang Romawi. Cari Tanda itu, ikuti hingga ke sumbernya. Saksikan betapa Roma telah mempermalukanku, dan bersumpahlah kau akan membalaskan dendamku." "Athena bukan dewi pembalasan." Kuku Annabeth menusuk telapak tangannya. Koin perak seolah bertambah hangat di tangannya. "Percy adalah segalanya bagiku." "Dan pembalasan dendam adalah segalanya bagiku," sergah sang dewi, "manakah di antara kita yang lebih bijaksana"" "Ada yang salah pada diri Ibu. Ibu kenapa"" "Roma penyebabnya!" kata sang dewi dengan getir, "lihat apa yang telah mereka lakukan, menjadikan aku Romawi. Mereka ingin aku jadi dewi mereka" Kalau begitu, biar mereka rasakan kejahatan mereka sendiri. Bunuh mereka, Nak." "Tidak!" "Kalau begitu, kau bukan siapa-siapa." Sang dewi berpaling ke peta jalur bawah tanah. Ekspresinya melembut jadi seperti melamun dan tidak fokus. "Jika saja aku bisa menemukan rutenya jalan pulang, maka barangkali Tapi, tidak. Balaskan dendamku atau tinggalkan aku. Kau bukan anakku." Mata Annabeth pedih. Dia memikirkan ribuan hal pedal yang ingin diucapkannya, tapi dia tak bisa. Dia malah membalikkan badan dan lari. Annabeth sudah berusaha membuang koin perak itu, tapi benda tersebut muncul lagi di sakunya, seperti Riptide milik Percy. Sayangnya, drachma Annabeth tidak memiliki kekuatan magis
tidak ada manfaatnya. Koin tersebut hanya memberinya mimpi buruk, dan tak peduli sekeras apa usahanya, Annabeth tak dapat menyingkirkan koin tersebut. Kini, selagi duduk dalam kabinnya di Argo 2, Annabeth bisa merasakan koin itu bertambah hangat di sakunya. Ditatapnya maket Parthenon di layar komputer dan dipikirkannya perteng-karan dengan Athena. Kata-kata yang dia dengar beberapa hari belakangan ini berputar-putar dalam kepalanya: Kawan kita yang berbakat, sudah siap menerima tamu.
Takkan ada yang memindahkan patung itu. Putri sang Bijak berjalan sendiri. Annabeth takut dia sudah memahami segalanya. Dia berdoa kepada dewa-dewi semoga dia keliru. Ketukan di pintu membuat Annabeth terlompat. Dia berharap yang datang Percy, tapi justru Frank Zhang yang menyembulkan kepala. "Sori," kata Frank, "bolehkah aku "" Annabeth tercengang sekali melihat Frank sampai-sampai butuh waktu untuk menyadari bahwa dia ingin masuk. "Tentu saja," kata Annabeth, "ya." Frank melangkah masuk sambil memandang ke sepenjuru kabin. Tak banyak yang bisa dilihat. Di meja terdapat tumpukan buku, catatan harian, pulpen, foto ayah Annabeth yang tengah menerbangkan pesawat Sopwith Camel bersayap ganda sambil menyeringai dan angkat jempol. Annabeth suka foto itu. Foto tersebut mengingatkan Annabeth pada masa lalu, masa ketika dia merasa paling dekat dengan ayahnya, ketika ayahnya menembaki sepasukan monster dengan senapan mesin perunggu langit hanya demi melindungi Annabeth hadiah terbaik yang diimpi-impikan seorang anak perempuan. Pada kait di dinding tergantung topi New York Yankees-nya, harta paling berharga pemberian ibunya. Dulu, topi itu punya
kekuatan untuk menjadikan pemakainya tak kasat mata. Sejak Annabeth bertengkar dengan Athena, topi itu kehilangan sihirnya, Annabeth tidak tahu pasti apa sebabnya, tapi dengan keras kepala dia tetap saja membawa serta topi itu dalam misi ini. Tiap pagl Annabeth mencobanya, berharap semoga topi itu berfungsi lagi. Sejauh ini, topi tersebut hanya mengingatkan Annabeth aka ti amarah ibunya. Selain isinya yang hanya sedikit itu, kabin Annabeth kosong. Dia sengaja membiarkan kabinnya polos dan sederhana, supayi memudahkannya berpikir. Percy tidak percaya karena nilai-nilai Annabeth selalu bagus, tapi seperti kebanyakan demigod, Annabeth juga mengidap GPPH. Kalau ada terlalu banyak gangguan di ruang pribadinya, dia tidak bisa fokus. "Jadi, ... Frank." Annabeth angkat bicara. "Ada yang bisa kubantu"" Di antara semua anak di kapal itu, Annabeth paling tidak menyangka bahwa Frank-lah yang mengunjunginya. Kebingung-annya tidak berkurang ketika Frank merona dan mengeluarkan Chinese handcuff dari saku. "Aku tak mau tidak mengerti," gumam Frank, "bisakah kau tunjuki aku triknya" Aku tidak enak menanyai orang lain selain kau." Annabeth agak lamban memproses kata-kata Frank. Tunggu sebentar ... Frank minta bantuan Annabeth" Kemudian, tersadar olehnya: Tentu saja, Frank malu. Leo telah mengejeknya habis-habisan. Tak ada yang suka jadi bahan tertawaan. Ekspresi Frank yang penuh tekad menyiratkan bahwa dia tak ingin hal itu terjadi lagi. Dia ingin memahami teka-teki tersebut, tanpa metode iguana. Annabeth anehnya merasa terhormat. Frank percaya Annabeth takkan mengolok-oloknya. Lagi pula, Annabeth menaruh simpati
pada siapa pun yang mencari pengetahuan walaupun mengenai perkara sepele seperti mainan. Annabeth menepuk-nepuk kasurnya. "Boleh. Sini duduk." Frank duduk di tepi kasur, seakan tengah bersiap untuk kabur cepat-cepat. Annabeth mengambil mainan itu dan memeganginya disamping komputer. Annabeth memencet tombol untuk pemindaian inframerah. berapakali detik kemudian model 3-D Chinese handcuffmuncul di layar. Diputarnya laptop agar Frank bisa melihat. "Bagaimana kau melakukan itu"" tanya Frank kagum. "Teknologi canggih Yunani Kuno," kata Annabeth, "oke, lihat ya Bangun ruang ini berbentuk anyaman silindris biaksial. Jadi,sifatnya lentur." Annabeth memanipulasi citra sehingga mulur dan mengempis seperti akordeon. "Ketika kita masukkan jari ke dalamnya, ia jadi longgar. Tetapi ketika kita mencoba mengeluarkan jari, kelilingnya menciut karena anyamannya bertambah kencang. tidak mungkin kita bisa melepaskan jari secara paksa." Frank menatap Annabeth sambil bengong. "Terus jawabannya Apa"" II"Nah, ...." Annabeth menunjuki Frank perhitungannya bagaimana borgol jari itu tidak robek ketika ditarik keras-keras, bergantung pada bahan pembuatnya. "Hebat juga, kan"! Padahal ini cuma anyaman. Dokter menggunakannya untuk traksi, sedangkan kontraktor listrik " "Eh, tapi jawabannya apa"" Annabeth tertawa. "Benda ini
jangan dilawan. Dorong jarimu ke dalam, jangan ditarik. Nanti anyamannya jadi longgar." "Oh." Frank mencoba. Ternyata berhasil. "Makasih, tapi ... tak bisakah kau tunjukkan saja caranya di mainan ini tanpa program D dan perhitungan" Tidak usah berbelit-belit."
Annabeth ragu-ragu. Terkadang kebijaksanaan datang dari tempat yang tak terduga-duga, bahkan dari ikan emas remaja raksasa. "Kurasa kau benar. Konyol deh. Aku belajar sesuatu juga." Frank mencoba borgol jari itu lagi. "Ternyata gampang ketika kita tahu solusinya." "Jebakan terbaik kebanyakan sederhana," kata Annabeth, "kita hanya harus memutar otak, dan berharap semoga trik tersebut tak terpikirkan oleh korban kita." Frank mengangguk. Dia sepertinya enggan untuk pergi. "Kau tahu," kata Annabeth, "Leo tidak bermaksud bersikap jahat. Dia cuma besar mulut. Ketika orang membuatnya gugup, dia menggunakan humor untuk mempertahankan diri." Frank mengerutkan kening. "Kenapa aku membuatnya gugup"" "Badanmu dua kali lebih besar daripada badannya. Kau bisa berubah jadi naga." Dan Hazel menyukaimu, pikir Annabeth, meskipun dia tak mengucapkan hal itu. Frank kelihatannya tidak yakin. "Leo bisa mendatangkan api." Dia memuntir-muntir borgol jari. "Annabeth kapan-kapan, mungkin kau bisa membantuku memecahkan masalah lain yang tak sesederhana tadi" Aku punya kurasa istilahnya titik lemah." Annabeth merasa seperti baru minum cokelat hangar Romawi. Dia tak pernah memahami istilah perasaan hangat nan nyaman, tapi Frank memberinya sensasi itu. Pemuda itu memang manis. Annabeth bisa mengerti apa sebabnya Hazel menyukai Frank. "Dengan senang hati," kata Annabeth, "apa ada orang lain yang tahu tentang titik lemah ini"" "Percy dan Hazel," ujar Frank, "hanya mereka. Percy ... dia benar-benar cowok baik. Aku bersedia mengikutinya ke mana pun. Menurutku kau harus tahu."
Annabeth menepuk lengan Frank. "Percy berbakat dalam memilih teman yang baik. Seperti kau. Tetapi Frank, kau bisa memercayai siapa saja di kapal ini. Leo sekali pun. Kita semua satu tim. Kita harus saling percaya." "Aku kurasa begitu." "Jadi, kelemahan apa yang kau khawatirkan"" Bel makan malam berbunyi, dan Frank pun terlompat. "Mungkin mungkin nanti," katanya, "sulit membicara-kannya. Makasih, Annabeth." Dia memegang Chinese Handcuff nya. "Itu saja."[]
BAB DELAPAN BELAS ANNABETH MALAM ITU ANNABETH TIDUR TANPA bermimpi buruk Alhasil, dia justru gelisah ketika terbangun seperti kedamaia sebelum badai besar. Leo melabuhkan kapal di dermaga Charleston, tepat di sebelah tanggul. Di pesisir terletak distrik historis yang terdiri dari griya tinggi, pohon palem, dan pagar besi tempa. Meriam antik dibidikkan ke perairan. Pada saat Annabeth naik ke geladak, Jason, Frank, dan Leo sudah berangkat ke museum. Menurut Pak Pelatih Hedge, mereka janji bakal sudah kembali saat matahari terbenam. Piper dan Hazel sudah siap untuk pergi, tapi pertama-tama Annabeth berpalin kepada Percy, yang bersandar ke langkan kanan kapal sambil memandangi teluk. Annabeth menggamit tangan Percy. "Apa yang akan kau kerjakan selagi aku pergi"" "Terjun ke pelabuhan," kata Percy sambil lalu, sesantai anak yang mengucapkan, Aku mau ambil camilan, "aku ingin mencoba berkomunikasi dengan Nereid lokal. Mungkin mereka bisa
memberiku saran tentang cara membebaskan tawanan di Atlanta. hula, kurasa laut bagus buatku. Dikurung dalam akuarium membuatku merasa cemar." kambut Percy berwarna gelap acak-acakan seperti biasa, Annabeth teringat helaian uban yang dulu ada di samping. aktu keduanya berumur empat belas, mereka bergantian (tidak secara sukarela) memanggul langit. Beban tersebut menjadikan rambut mereka beruban sebagian. Setahun terakhir ini, selagi percy hilang, helai-helai kelabu tersebut akhirnya menghilang dari rambut mereka berdua, alhasil membuat Annabeth sedih dan agak cemas. Annabeth merasa kehilangan ikatan simbolis dengan Percy. Annabeth mengecupnya. "Semoga berhasil, Otak Ganggang. Yang penting kembalilah padaku, oke"" "Pasti," janji Percy, "kau juga." Annabeth berusaha menekan kekhawatirannya yang kian mbuncah. Dia menoleh ke arah Piper dan Hazel.
"Oke, Nona-Nona. kita cari hantu Battery."
sesudahnya, Annabeth berharap kalau saja dia ikut terjun ke labuhan bersama Percy. Museum penuh hantu bahkan masih lebih baik. Bukan berarti Annabeth keberatan menghabiskan waktu bersama Hazel dan Piper. Pada mulanya, mereka lumayan menikmati acara jalan-jalan di Battery. Menurut plangnya, taman tepi pantai bernama White Point Gardens. Angin laut menyapu Iwa panas dan gerah siang itu. Di bawah keteduhan pohon palem, Lira sejuk terasa nyaman. Jalanan diapit oleh meriam tua Perang udara serta patung perunggu pelaku sejarah. Annabeth jadi bergidik karenanya. Dia teringat patung-patung di New York saat Perang Titan, yang jadi hidup berkat rangkaian perintah Daedalus no nomor dua-tiga. Annabeth bertanya-tanya berapa banyak patung lain di seluruh negeri yang ternyata adalah automaton, menunggu diaktifkan. Pelabuhan Charleston berkilau diterpa sinar matahari. di utara dan selatan, lahan yang menjorok terjulur bagaikan lengan, melingkupi teluk; sedangkan di mulut pelabuhan, kira-kira dua seperempat kilometer dari dermaga, terdapat sebuah pulan berbenteng batu. Annabeth samar-samar ingat bahwa benteng itu berperan penting pada Perang Saudara, tapi dia tidak mengha biska banyak waktu untuk memikirkannya. Annabeth menghirup udara Taut banyak-banyak dan memikirkan Percy. Semoga dia tidak akan pernah putus dengan Percy. Jika demikian, Annabeth takkan bisa lagi mengunjungi laut tanpa merasa patah hati. Annabeth bersyukur ketika merek berbelok menjauhi tanggul dan masuk ke taman. Taman itu tidak ramai. Annabeth memperkirakan sebagian besar penduduk lokal tengah berlibur musim panas, atau sedang tidur siang di rumah. Mereka berjalan-jalan santai di sep njang South Battery Street, yang dibatasi griya-griya kolonial berlantai empat. Tembok bata bangunan-bangunan tersebut dise imuti tanaman rambat. Pada tembok luarnya terdapat pilar putih tinggi menjulang, seperti di kuil Romawi. Halaman depannya ditumbuh mawar, kamperfuli, dan bugenvil nan melimpah. Kesannya seolah Demeter telah mengatur seluruh tumbuhan agar tumbuh beberapa dasawarsa lalu, kemudian lupa kembali lagi dan mengeceknya. "Mengingatkanku pada Roma Baru," kata Hazel, "griya besar dan taman-taman. Pilar dan lengkungan." Annabeth mengangguk. Dia teringat pernah membaca bahwa sebelum Perang Saudara, negara-negara bagian Selatan acap kali membandingkan diri dengan Roma. Pada masa itu, masyrakat
mereka amat peduli pada arsitektur megah, kehormatan, dan etika kcsatriaan. Sisi negatifnya, mereka juga menjunjung perbudakan. Roma punya budak, sebagian warga Selatan berujar, jadi, kenapa kami tidak boleh" Annabeth bergidik. Dia suka sekali arsitektur di sini. Rumah-rumah dan taman-tamannya sangat elok, sangat Romawi. Namun, dia bertanya-tanya apa sebabnya hal-hal indah harus berbalutkan scjarah kelam. Ataukah justru sebaliknya" Mungkin hal-hal indah justru dibangun demi menyamarkan aspek kelam tersebut. Annabeth menggelengkan kepala. Percy tidak suka Annabeth bersikap filosofis. Jika Annabeth berusaha bicara padanya tentang perkara semacam itu, mata Percy jadi kosong. Kedua anak perempuan yang lain tidak banyak bicara. Piper terus saja menoleh ke sana-kemari seperti takut disergap. Katanya dia telah melihat taman ini di bilah pisaunya, tapi dia tidak mau menjelaskan lebih lanjut. Annabeth menduga Piper takut bercerita. Bagaimanapun juga, terakhir kali Piper berusaha menginterpretasikan visi yang tampak di pisaunya, Percy dan Jason nyaris saling bunuh di Kansas. Hazel juga tampaknya sibuk sendiri. Mungkin dia sedang memerhatikan pemandangan, atau mungkin dia mengkhawatirkan adiknya. Dalam waktu kurang dari empat hari, jika mereka tidak menemukan dan membebaskannya, Nico bakal mati. Annabeth juga merasa dibebani oleh tenggat waktu itu. Perasaannya pada Nico di Angelo campur aduk sedari dulu. Annabeth curiga Nico naksir padanya sejak mereka menyelamatkan anak itu dan kakaknya Bianca dari akademi militer di Maine; tapi Annabeth tak pernah merasa tertarik pada Nico. Usianya terlalu muda dan sifatnya begitu angin-anginan. Dalam diri Nico ada kegela
pan yang membuat Annabeth waswas.
Walau begitu, Annabeth merasa bertanggung jawab terhadap Nico. Sewaktu mereka pertama kali bertemu, tak seorang pun tahu tentang saudari tiri Nico, Hazel. Pada saat itu, Bianca-lah satu-satunya keluarga Nico yang masih hidup. Ketika Bianca meninggal, Nico jadi sebatang kara, luntang-lantung sendirian di dunia. Annabeth bisa berempati padanya. Annabeth demikian larut dalam pemikirannya sendiri sehingga dia bisa saja berjalan keliling taman tanpa henti, tapi Piper memegangi tangannya. "Itu." Piper menunjuk ke pelabuhan. Kurang dari seratus meter, sosok putih berdenyar melayang-layang di atas air. Pada awalnya, Annabeth kira itu cuma pelampung atau perahu kecil yang memantulkan sinar matahari, tapi sosok tersebut jelas-jelas berpendar. Lagi Pula, gerakannya lebih mulus daripada perahu, lintasannya lurus ke arah mereka. Saat is semakin dekat, Annabeth bisa melihat bahwa sosok itu berwujud seorang perempuan. "Si hantu," kata Annabeth. "Itu bukan hantu," ujar Hazel, "tidak ada roh yang berpend seterang itu." Annabeth memutuskan untuk memercayai ucapan Hazel. Dia tak bisa membayangkan pengalaman Hazel, mad pada usia begitu muda dan kembali dari Dunia Bawah, lebih tahu tentang orang mati daripada orang hidup. Seperti sedang trans, Piper menyeberangi jalan, menuju ke tanggul, hampir saja tertabrak kereta kuda. "Piper!" seru Annabeth. "Sebaiknya kita ikuti dia," kata Hazel. Pada saat Annabeth dan Hazel berhasil menyusul Pipe penampakan perempuan tersebut tinggal beberapa meter lagi. Piper memelototinya seolah penampakan tersebut mem-buatnya tersinggung.
"Memang dia," gerutu Piper. Annabeth menatap si hantu sambil memicingkan mata, tapi pendarnya terlalu terang sehingga sulit melihatnya secara saksama. Kemudian, penampakan tersebut melayang ke atas tanggul dan berhenti di hadapan mereka. Pendarnya meredup. Annabeth terkesiap. Perempuan itu luar biasa cantik dan anehnya tampak tidak asing. Wajahnya susah digambarkan. Raut mukanya seolah berubah dari satu bintang film jelita ke bintang film lainnya. Matanya berbinar-binar jail kadang-kadang hijau atau biru atau cokelat madu. Rambutnya berubah-ubah dari panjang lurus pirang jadi cokelat tua ikal. Annabeth serta-merta merasa in. Dari dulu dia ingin punya rambut berwarna gelap. Dia merasa orang tidak menganggapnya serius karena dia berambut pirang. Dia harus bekerja keras dua kali lipat supaya diakui sebagai ahli strategi, arsitek, konselor senior seseorang yang memang pandai. Perempuan itu seperti primadona zaman dulu, persis seperti yang diutarakan Jason. Gaunnya berbahan sutra merah muda dengan atasan berpotongan rendah dan rok mengembang tumpuk tiga yang berenda-renda. Dia memakai sarung tangan sutra putih panjang dan memegangi kipas putih-merah muda berbulu yang dirapatkan ke dada. Keseluruhan dirinya seakan diperhitungkan sedemikian rupa demi membuat Annabeth rendah diri: pembawaannya yang anggun dalam balutan gaun semewah itu, rias wajah yang tidak berlebihan, tapi sempurna, daya pikat feminin yang tak mungkin ditolak pria mana pun. Annabeth sadar rasa irinya tidak rasional. Perempuan itu sengaja membuatnya merasa begini. Dia pernah punya pengalaman seperti ini sebelumnya. Dia mengenali perempuan ini, sekalipun wajahnya berubah-ubah terus tiap detik, kian lama kian rupawan.
"Aphrodite," ucap Annabeth. "Venus"" tanya Hazel tercengang. "Ibu," kata Piper tanpa antusiasme.
"Anak-anak!" Sang dewi merentangkan lengan seperti ingin dipeluk ramai-ramai. Ketiga demigod tidak menanggapi. Hazel justru mundur ke balik sebatang palem. "Aku senang sekali kalian di sini," kata Aphrodite, "perang sudah di ambang pinto. Pertumpahan darah tidak terelakkan. Jadi, hanya saw hal yang harus dilakukan." "Eh, ... apa"" Annabeth memberanikan diri bertanya. "Apa lagi kalau bukan minum teh dan mengobrol" Ikut aku!
Aphrodite tahu caranya menyeduh teh yang enak. Dia menuntun mereka ke paviliun sentral di taman tersebut gazebo berpilar putih, yang salah satu mejanya memuat tatanan perangkat makan perak, cangkir keramik, dan tentu saja sepoc teh panas. Aroma teh tersebut
berubah-ubah terus sama seperti penampilan Aphrodite terkadang wangi kayu manis, melati, atau mint. Ada pinggan berisi kue sus, kue kering, dan muffin; juga mangkuk berisi mentega dan selai segar semuanya makanan yang menggemukkan, menurut Annabeth, kecuali bagi Dewi Cinta yang hidupnya kekal. Aphrodite duduk atau memimpin arisan, lebih tepatnya di kursi rotan bersandaran lebar. Dia menuangkan teh dan menyajikan kue-kue tanpa kejatuhan remah-remah di baju posturnya senantiasa sempurna, senyumnya cemerlang. Semakin lama mereka duduk, semakin Annabeth bend padanya.
"Aduh, Nona-Nona Manis," kata sang dewi, "aku suka sekali Charleston! Pernikahan yang pernah kuhadiri di gazebo ini aku jadi berkaca-kaca dibuatnya. Belum lagi pesta dansa meriah sebelum Perang Saudara dulu. Alangkah indahnya! Banyak griya di sini yang masih memajang patungku di tamannya, tapi mereka memanggilku Venus." "Anda yang mana"" tanya Annabeth, "Venus atau Aphrodite"" Sang dewi menyesap tehnya. Matanya berkilat-kilat iseng. "Annabeth Chase, kau sudah tumbuh jadi wanita muda yang rupawan. Tetapi rambutmu perlu diurus. Dan Hazel Levesque, pakaianmu " "Pakaian saya"" Hazel menunduk untuk memandangi baju denimnya yang kusut, bingung alih-alih rikuh, seolah dia tidak mengerti apa yang salah dengan pakaiannya. "Bu!" kata Piper, "Ibu membuatku malu saja." "Lho, kenapa"" ujar sang dewi, "cuma karena kau tidak mengapresiasi tips berbusana dariku, Piper, bukan berarti yang lain juga tidak. Aku bisa merombak total penampilan Annabeth dan Hazel, barangkali pakai gaun pesta sutra seperti punyaku " "Thu!" "Ya, sudah," desah Aphrodite, "untuk menjawab pertanyaan-mu, Annabeth, aku ini Aphrodite sekaligus Venus. Tak seperti kebanyakan dewa Olympia, aku nyaris tak berubah dari zaman ke zaman. Malahan, kurasa aku tidak menua sama sekali!" Sang dewi menggerakkan jemari ke seputar wajahnya, demi menegaskan maksudnya. "Cinta .ya cinta, bagaimanapun juga, tak peduli kita orang Yunani atau Romawi. Perang Saudara ini takkan memengaruhiku sebagaimana is memengaruhi yang lain." Hebat, pikir Annabeth. Ibunya sendiri, dewi Olympia paling arif, terpuruk jadi tukang melantur yang linglung dan kejam di stasiun kereta api bawah tanah. Di antara semua dewa yang barangkali bisa menolong mereka, justru Aphrodite, Nemesis, da Dionysus yang tidak terpengaruh oleh keretakan Yunani-Romaw Cinta, dendam, anggur. Membantu sekali. Hazel menggigiti kue kering lapis gula. "Kami belum la berperang, Dewi." "Oh, Hazel sayang." Aphrodite melipat kipasnya. "Sungguh optimis. Walau begitu, hari-hari yang memilukan tengah menantimu. Tentu saja perang sudah di ambang pintu. Cinta dan perang selalu berjalan beriringan. Cinta dan perang merupakan puncak dari emosi manusia! Kejahatan dan kebaikan, keindahan dan keburukan." Aphrodite tersenyum kepada Annabeth seolah dia tahu apa yang Annabeth pikirkan tadi mengenai masa lalu negeri Selatan. Hazel meletakkan kue gulanya. Ada remah-remah di dagunya, dan Annabeth senang bahwa Hazel tidak tahu atau tidak peduli. "Apa maksud Anda," kata Hazel, "hari-hari yang memilukan"" Sang dewi tertawa, sekan Hazel adalah anak anjing imut. "Ya, Annabeth bisa memberimu gambaran. Aku pernah berjanji akan membuat kehidupan cintanya menarik. Aku sudah menepati janjiku, kan"" Annabeth hampir mematahkan pegangan cangkirnya. Selama bertahun-tahun, hati Annabeth tercabik-cabik. Pertama-tama ada Luke Castellan, cowok pertama yang ditaksirnya, yang hanya menganggap Annabeth sebagai adik; kemudian Luke berubah jadi jahat dan memutuskan bahwa dia memang menyukai Annabeth tepat sebelum meninggal. Berikutnya ada Percy, yang manis walau menyebalkan, tapi dia sepertinya naksir cewek lain yang bernama Rachel, dan Percy juga nyaris meninggal, beberapa kali. Akhirnya Annabeth berhasil mendapatkan Percy, tapi dia malah menghilang selama enam bulan dan kehilangan ingatan.
"Menarik." Annabeth berkata. "Kurang tepat untuk meng-gambarkannya." "Lho, kan, bukan aku seorang yang bertanggung jawab atas seluruh masalahmu," kata sang dewi, "tetapi aku memang menyukai onak dan duri dalam kisah cinta. Aduh, k
alian ini memang bahan cerita yang bagus. Kahan membuatku bangga, Anak-anak!" "Bu," kata Piper, "apa Ibu punya alasan sehingga datang ke sini"" "Hmm" Oh, maksudmu selain minum teh" Aku sering datang ke sini. Aku suka pemandangannya, makanannya, suasananya romansa dan kepedihan hati bisa tercium di udara, ya, kan" Sudah begitu selama berabad-abad." Dia menunjuk sebuah griya di dekat sana. "Kahan lihat balkon di atas atap itu" Kami mengadakan pesta di sana pada malam pecahnya Perang Saudara. Penyerangan Benteng Sumter." "Itu dia." Annabeth teringat. "Pulau di teluk. Pertempuran pertama pada Perang Saudara terjadi di sana. Pihak Selatan membombardir pasukan Utara dan merebut benteng." "Oh, sungguh pesta yang megah!" kata Aphrodite, "ada kuartet alat musik gesek, sedangkan semua pria mengenakan seragam baru tentara nan gagah. Gaun para wanita coba kalau kalian melihatnya! Aku berdansa dengan Ares ataukah Mars" Aku khawatir aku agak linglung saking girangnya. Belum lagi kilatan cahaya nan indah yang melintas di atas pelabuhan, juga gemuruh meriam yang memberi para pria dalih untuk merangkul kekasih mereka yang ketakutan." Teh Annabeth sudah dingin. Dia belum makan apa-apa, tapi rasanya dia mau muntah. "Anda membicarakan awal mula perang paling berdarah dalam sejarah Amerika Serikat. Lebih dari enam ratus ribu orang meninggal lebih banyak daripada gabungan jumlah orang Amerika yang meninggal dalam Perang Dun is Kesatu dan Kedua." "Dan hidangannya!" lanjut Aphrodite, "ah, rasanya sungguli lezat. Bahkan Jenderal Beauregard juga Nadir. Dasar mata keranjang. Saat itu dia sudah menikahi istri keduanya, tapi coba kalian lihat caranya memandangi Lisbeth Cooper " "Ibu!" Piper melemparkan kue sus kepada burung-burun merpati. "Ya, maaf," ujar sang dewi, "singkat cerita, aku ke sini untuk menolong kalian, Anak-anak. Aku ragu kalian bakal sering bertemu Hera. Misi kecil kalian membuatnya disambut dengan dingin di ruang singgasana. Dan dewa-dewi lain kebetulan sedang tidak prima, kalian tahu, terombang-ambing di antara sisi Romawi dan Yunani mereka. Sebagian lebih daripada yang lain." Aphrodite melekatkan pandang pada Annabeth. "Kurasa kau sudah memberi tahu teman-temanmu tentang perselisihanmu dengan ibumu"" Wajah Annabeth jadi panas. Hazel dan Piper meliriknya penasaran. "Perselisihan"" tanda Hazel. "Kami bertengkar," kata Annabeth, "bukan apa-apa, kok." "Bukan apa-apa!" kata sang dewi, "aku tidak yakin. Athena-lah yang bersifat paling Yunani di antara semua dewi. Bagaimanapun juga, dia adalah pelindung Athena. Ketika bangsa Romawi mengambil alih ... oh, memang, mereka memuja Athena juga. Dia jadi Minerva, Dewi Kerajinan dan Kepandaian. Tetapi bangsa Romawi memiliki Dewa Perang lain yang lebih sesuai dengan mereka, lebih Romawi misalnya Bellona " "Ibu Reyna," gumam Piper. "Ya, betul." Sang dewi mengiyakan. "Aku sempat bercakap-cakap dengan Reyna beberapa waktu berselang, tepat di taman ini. Bangsa Romawi juga punya Mars, tentu saja. Belakangan, ada juga Mithras sebenarnya dia bukan Yunani ataupun Romawi, para legiunari fanatik sekali terhadap ritual sektenya. Secara pi hadi, menurutku Mithras itu kampungan dan sangat tidak eradab. Yang jelas, bangsa Romawi mengesampingkan Athena malang. Mereka merampas arti penting Athena dalam bidang m iliter. Bangsa Yunani tak pernah memaafkan bangsa Romawi i is penghinaan itu. Begitu pula Athena." Telinga Annabeth berdenging. "Tanda Athena," katanya, "tanda itu mengarah pada sebuah patung, ya, kan" Patung yang itu." Aphrodite tersenyum. "Kau cerdas, sama seperti ibumu. tetapi pahamilah, saudara-saudarimu, anak-anak Athena, telah mencarinya selama berabad-abad. Tak seorang pun berhasil mengambil kembali patung tersebut. Sementara itu, mereka terus melestarikan permusuhan di antara bangsa Yunani dan Romawi. Semua Perang Saudara sedemikian banyak pertempuran darah dan kepedihan terutama didalangi oleh anak-anak Athena." "Itu ...." Annabeth ingin mengatakan mustahil, tapi dia teringat perkataan getir Athena di Stasiun Grand Central, kebencian yang berkobar-kobar di matanya. "Romantis"" tukas Aphrodite, "y
a, kurasa memang begitu." "Tetapi Annabeth berusaha menjernihkan pikirannya yang kusut. "Tanda Athena, apa sebenarnya itu" Apakah berupa scrangkaian petunjuk, atau jejak yang ditinggalkan oleh Athena " "Hmm." Aphrodite menutup-nutupi kebosanannya dengan bersikap sopan. "Entahlah. Menurutku Athena tidak secara sadar menciptakan Tanda itu. Jika dia tahu di mana patung itu berada, dia akan memberitahukan saja letaknya kepada kalian. Tidak kurasa Tanda itu lebih seperti jejak spiritual. Tanda Athena merupakan garis penghubung antara patung tersebut dengan anak-anak sang dewi. Patung itu ingin ditemukan, kau tabu, tapi is hanya dapat dibebaskan oleh orang yang paling layak." "Dan setelah beribu-ribu tahun," kata Annabeth, "belum ada yang berhasil." "Tunggu dulu," kata Piper, "patungapa yang kita bicarakar "" Sang dewi tertawa. "Oh, aku yakin Annabeth b sa memberitahumu. Pokoknya, petunjuk yang kalian perlukan ada di dekat sini: semacam peta, ditinggalkan oleh anak-anak Athena pada tahun 1861 pengingat yang akan memandu jalanmu, setibanya kalian di Roma. Tetapi sebagaimana yang kau katakan, Annabeth Chase, belum ada yang berhasil mengikuti Tanda Athena sampai ke akar-akarnya. Di sana kau akan menghadapi ketakutanmu yang terbesar rasa takut yang dimiliki semua anak Athena. Dan sekali pun kau selamat, bagaimana kau akan menggunakan imbalanmu" Untuk peperangan atau perdamaian"" Annabeth bersyukur ada taplak, sebab di bawah meja, tungkai-nya gemetaran. "Peta itu," kata Annabeth, "disimpannya di mam ",, "Teman-teman!" Hazel menunjuk langit. Di atas pohon-pohon palem, dua elang besar tengah berputar-putar. Lebih jauh lagi di atas, kereta perang terbang yang dihela pegasus sedang menukik dengan cepat. Rupanya Buford si meja utusan Leo gagal mengalihkan perhatian kalaupun berhasil, setidaknya masih kurang lama. Aphrodite mengoleskan mentega ke muffin dengan santai. "Oh, peta itu ada di Benteng Sumter, tentu saja." Dia menggunakan pisau mentega untuk menunjuk ke pulau di seberang pelabuhan. "Kelihatannya bangsa Romawi telah datang untuk mencegat kalian. Kalau aku jadi kalian, aku akan buru-buru kembali ke kapal. Apa kalian mau membawa kue untuk bekal""[]
BAB SEMBILAN BELAS ANNABETH MEREKA TIDAK BERHASIL MENCAPAI KAPAL. Baru setengah jalan menuju dermaga, tiga elang raksasa inenukik ke depan mereka. Masing-masing menurunkan pendekar Romawi berkaus ungu, bercelana denim, berbaju tempur emas kemilau, dan bersenjatakan pedang serta perisai. Elang-elang terbang menjauh, sedangkan orang Romawi di tengah-tengah, yang lebih ceking dibandingkan yang lain, menaikkan penutup helmnya. "Menyerahlah kepada Roma!" pekik Octavian. Hazel menghunus pedang kavalerinya dan menggerutu, " Mimpi saja, Octavian." Annabeth mengumpat. Jika seorang diri, si augur kerempeng takkan membuatnya khawatir, tapi dua orang lainnya tampak seperti pendekar berpengalaman jauh lebih besar dan lebih kuat daripada yang ingin Annabeth hadapi, terutama karena Piper dan dirinya hanya bersenjatakan belati. Piper angkat tangan untuk menenangkan mereka. "Octavian, kejadian di perkemahan ternyata jebakan. Bisa kami jelaskan."
"Tidak dengar!" teriak Octavian, "lilin di telinga kami prosedur standar ketika melawan perempuan jahat bersuara emas Nah, sekarang jatuhkan senjata kalian dan balikkan badan pelan pelan supaya aku bisa mengikat tangan kalian." "Biar kusate dia," gumam Hazel, "kumohon."
Kapal tinggal lima belas meter lagi, tapi Annabeth tak melihat tanda-tanda keberadaan Pak Pelatih Hedge di geladak Dia barangkali di bawah, sedang nonton program bela dir kesukaannya yang konyol. Kelompok Jason rencananya baru kembali saat matahari terbenam, sedangkan Percy kemungkinan besar di bawah air, tidak menyadari serangan tersebut. Apabila Annabeth bisa naik ke kapal, dia dapat menggunakan peluncur misil; tapi tidak ada cara untuk kabur dari ketiga orang Romawi ini.
Dia kehabisan waktu. Elang-elang berputar di atas, memekik nyaring seolah hendak memperingatkan saudara-saudara mereka: Hei, di sini ada demigod Yunani enak!Annabeth tidak bisa meliht kereta perang terbang itu lagi, t
api dia mengasumsikan kendaraan tersebut berada dekat di sana. Dia harus menggagas jalan kelua sebelum orang Romawi yang datang semakin banyak. Dia butuh bantuan semacam sinyal darurat untuk dikirimkan kepada Pak Pelatih Hedge atau lebih bagus lagi Percy. "Apa lagi yang kalian tunggu"" tuntut Octavian. Kedua temannya mengacungkan pedang mereka. bedua Pelan-pelan sekali, hanya menggunakan dua jari, Annabeth mencabut belatinya. Alih-alih menjatuhkan senjata tersebut, dia melemparkan belati sejauh mungkin ke dalam air. Octavian mengeluarkan suara mencicit. "Buat apa itu" Akti tidak bilang lemparkan! Senjata itu bisa dijadikan barang bukti. Atau pampasan perang!"
Annabeth menyunggingkan senyum cewek pirang bego, seolah menyalakan: Oh, bodohnya aku. Siapa pun yang mengenal Annabeth takkan tertipu. Namun, Octavian sepertinya terkelabui, Dia mendengus jengkel. "Kahan berdua ...." Octavian mengacungkan pedang ke arah Hazel dan Piper. "Letakkan senjata kalian di dok. Jangan macam-ma " Di sekeliling orang-orang Romawi, Dermaga Charleston tiba-tiba muncrat seperti air mancur Las Vegas. Ketika semburan air laut surut, ketiga orang Romawi telah berada di teluk, meludahkan air dan dengan panik berusaha tetap mengapung dalam balutan baju tempur mereka. Percy berdiri di dermaga sambil memegang belati Annabeth. "Kau menjatuhkan ini," kata Percy, ekspresinya datar. Annabeth memeluk Percy erat-erat. "Aku cinta padamu!" "Teman-teman," potong Hazel. Dia tersenyum kecil. "Kita harus bergegas." Di air, Octavian menjerit, "Keluarkan aku dari sini! Kubunuh kalian!" "Tawaran yang menggoda," seru Percy ke bawah. "Apar teriak Octavian. Dia memegangi salah sate pengawalnya, yang tampak kesulitan mengapungkan mereka berdua. "Bukan apa-apa!" Percy balas berteriak. "Ayo pergi, Teman-teman." Hazel mengerutkan kening. "Kita tidak boleh membiarkan mereka tenggelam, kan"" "Mereka takkan tenggelam," janji Percy, "sudah kuatur supaya air bersirkulasi di bawah kaki mereka. Begitu kita sudah jauh dark jangkauan mereka, akan kulemparkan mereka ke darat." Piper nyengir. "Bagus."
Mereka naik ke Argo 2 dan Annabeth pun lari ke kemudi. piper coba ke bawah. Gunakan bak cuci di dapur untuk mengirim Iii Peringatkan Jason agar kembali ke sini!" Piper mengangguk dan lari ke bawah. "Hazel, cari Pak Pelatih Hedge dan suruh dia naik ke geladak!" "Beres!" "Dan Percy kau dan aku harus membawa kapal ini ke iteng Sumter." Percy mengangguk dan lari ke tiang layar. Annabeth pedang Tangannya melesat di panel kendali. Dia berharap semoga wngetahuannya mencukupi untuk mengoperasikan panel tersebut. Annabeth sudah pernah melihat Percy mengontrol kapal Livar besar hanya dengan kekuatan tekadnya. Kali ini, Percy tidak t gecewakan. Tali-temali beterbangan sendiri melepaskan bang penambat, mengangkat jangkar. Layar terkembang rertiup angin. Sementara itu, Annabeth menyalakan mesin. dayung keluar disertai bunyi seperti letusan senapan mesin, dan aargo 2 berputar dari dok, menuju pulau di kejauhan. Ketiga elang masih berputar-putar di atas, tapi mereka tidak berupaya mendarat di kapal, barangkali karena Festus menyemburkan api tiap kali mereka mendekat. Semakin banyak sajs elang yang terbang berombongan ke Benteng Sumter paling tidak selusin. Jika masing--masing membawa seorang demigod romawi berarti banyak sekali jumlah .musuh mereka. Pak Pelatih Hedge tergopoh-gopoh menaiki tangga, diikuti hazel. "Di mana mereka"" tuntutnya, "siapa yang harus kubunuh"" "Tidak botch membunuh!" perintah Annabeth, "pertahankan na kapal ini!" "Tempi mereka menggangguku selagi nonton film Chuck Norris!"
Piper keluar dari bawah. "Dapat pesan dari Jason. Tak begitu jelas, tapi dia sudah dalam perjalanan. Dia semestinya oh! itu!" Di atas kota, sedang menuju ke arah mereka, membubunglah seekor elang botak raksasa, tak seperti burung Romawi yang keemasan. "Frank!" kata Hazel. Leo berpegangan ke kaki si elang. Dari kapal sekali pun, Annabeth bisa mendengar Leo menjerit dan menyumpah. Di belakang mereka, Jason terbang menunggangi angin. "Tak pernah melihat Jason terbang sebelumnya," gerutu Percy, "dia sepert
i Superman pirang." "Ini bukan waktunya!" Piper mengomeli Percy. "Lihat, sedang kesulitan!" Memang benar, kereta terbang Romawi telah turun dari awan dan tengah menukik tepat ke arah mereka. Jason dan Frank menghindar, terbang ke atas supaya tidak diinjak pegasus. Para sais membidikkan busur mereka. Anak-anak panah melesat di bawah kaki Leo, membuat jeritan dan sumpah serapahnya kian menjadi-jadi. Jason dan Frank terpaksa mendahului Argo 2 dan terbang ke Benteng Sumter. "Biar kuhajar mereka!" teriak Pak Pelatih Hedge. Dia memutar ketapel di kiri kapal. Sebelum Annabeth sempat meneriakkan, "Jangan bodoh!" Hedge menembak. Tombak api meluncur ke arah kereta perang. Tombak tersebut meledak di atas kepala para pegasus da membuat mereka panik. Sayangnya jilatan api juga menyambar sayap Frank dan menyebabkannya berputar-putar tak terkendali. Leo lepas dari cengkeramannya. Kereta perang melejit ke Benteng Sumter, menabrak Jason.
Annabeth menyaksikan dengan ngeri saat Jason kentara se ali sedang kesakitan dan mengalami disorientasi menukik ke arah Leo, menangkapnya, kemudian berjuang untuk mempertahankan ketinggian. Jason hanya berhasil memperlambat , jatuhan mereka. Keduanya menghilang di belakang tembok benteng. Frank terjungkal di belakang mereka. Lalu kereta perang jatuh di dalam juga, entah di mana, dan berdebum disertai bunyi krak nyaring. Satu roda patah berpusing ke udara. "Pak Pelatih!" jerit Piper. "Apa"" tukas Hedge, "tadi itu cuma tembakan peringatan!" .4 Annabeth menggerungkan mesin. Lambung kapal bergetar nakin kencang saat mereka menambah kecepatan. Kini li.rmaga di pulau tinggal beberapa meter lagi, tapi selusin elang membubung di atas, masing-masing membawa demigod Romawi dengan cakarnya. Kru Argo2 bakal kalah jumlah setidaknya satu berbanding "Percy," kata Annabeth, "kita akan merapat dengan laju kencang. Tolong kendalikan air supaya kita tidak menabrak dermaga. Sesampainya kita di sana, kau harus menahan para menyerang. Yang lain, Bantu Percy menjaga kapal." "Tetapi Jason!" kata Piper. "Frank dan Leo!" imbuh Hazel. "Akan kucari mereka," janji Annabeth, "aku harus menemukan lokasi peta itu. Dan aku cukup yakin hanya aku seorang yang bisa melakukannya." "Benteng itu dibanjiri orang Romawi." Percy memperingatkan. kau harus bertarung supaya bisa masuk, mencari teman-teman kita dengan asumsi mereka baik-baik saja mencari peta, dan membawa semua orang keluar hidup-hidup. Seluruhnya seorang diri"" "Cuma hari yang biasa." Annabeth mengecup Percy. "Apa pun yang kalian lakukan, jangan biarkan mereka mengambil alih kapal ini. []
BAB DUA PULUH ANNABETH PERANG SAUDARA BARU TELAH PECAH. Leo entah bagaimana selamat dari kejatuhannya, tidak terluka sama sekali. Annabeth melihatnya merunduk dari satu portiki(serambi bertiang peny. ) portik lain, menembakkan api ke elang raksasa yang hendak menerkamnya. Para demigod Romawi berusaha mengejar Leo, tersandung peluru meriam dan menghindari turis, yang menjerit dan lari berputar-putar. Pemandu wisata terus-menerus meneriakkan, "Ini hanya reka ulang!" kendati mereka kedengarannya tidak yakin. Kabut punya keterbatasan dalam mengubah persepsi manusia biasa. Di tengah-tengah pekarangan, seekor gajah dewasa---mung-kinkah itu Frank" mengamuk di antara tiang-tiang bendera, membuat para pendekar Romawi kocar-kacir. Jason berdiri tidak sampai lima puluh meter darinya, beradu pedang dengan seorang
centurion gempal yang bibirnya bernoda merah ceri, seperti darah Penggila vampir, atau barangkali pecandu sirup" Sementara Annabeth menonton, Jason berteriak, "maaf soal ini, Dakota!" Jason bersalto ke atas kepala sang centurion bagaikan pemain akrobat dan menghantamkan gagang gladius-nya ke belakang kepala si orang Romawi. Dakota langsung ambruk. "Jason!" panggil Annabeth. Pemuda itu menelaah medan tempur hingga dia melihat Annabeth. Annabeth menunjuk ke ternpat Argo 2 berlabuh. "bawa yang lain ke atas kapal! Mundur!" "Bagaimana denganmu"" seru Jason. "Jangan tunggu aku!" Annabeth lari sebelum Jason sempat memprotes. Dia kesulitan bermanuver di antara kawanan turis. banyak sekali yang ingin m
elihat Benteng Sumter di hari panas nan gerah ini" Tapi Annabeth segera saja menyadari bahwa khalayak telah menyelamatkan nyawanya. Tanpa orang-orang biasa yang panik, para demigod Romawi past mengepung awak kapal yang jumlahnya kalah jauh. Annabeth mengelak ke dalam ruangan kecil yang dulunya pasti merupakan bagian dari barak. Diusahakannya untuk mengatur pernapasan. Annabeth membayangkan bagaimana rasanya prajurit Utara di pulau ini pada tahun 1861. Dikepung rallt Makanan dan persediaan yang menipis, tak ada bala bantuali r aal datang. Sebagian prajurit Utara yang mempertahankan tern pm Hit adalah anak Athena. Mereka menyembunyikan peta yang di sini sesuatu yang tidak boleh sampai jatuh ke tangan
Andai Annabeth adalah salah seorang dari mereka, kira-kira dia bakal menyimpan peta itu di mana" Dinding tiba-tiba berdenyar. Udara jadi hangat. Annabeth bertanya-tanya apakah dia berhalusinasi. Dia hendak lari ke pintu keluar ketika pintu terbanting hingga tertutup. Mortar di sela-sela bebatuan menggelegak. Buih-buih meletus, dan keluarlah ribuan laba-laba mungil. Annabeth tidak kuasa bergerak. Jantungnya serasa berhenti, Laba-laba menyelimuti dinding, merayapi satu sama lain, menyebar ke lantai dan lambat laun mengepung Annabeth. Ini mustahil. ini tidak mungkin nyata. Kengerian menghunjam ke dalam memorinya. Annabeth berumur tujuh tahun lagi, sendirian dalam kamar tidurnya di Richmond, Virginia. Laba-laba datang di malam hari. Mereka keluar berbondong-bondong dari lemarinya dan menunggu di balik bayang-bayang. Annabeth menjerit-jerit memanggil ayahnya, tapi ayahnya sedang pergi bekerja. Sepertinya dia selalu pergi bekerja. Yang datang justru ibu tiri Annabeth. Aku tidak keberatan bersikap tegas, katanya su.atu kali kepada ayah Annabeth, ketika dia kira Annabeth tidak mendengar. Kau hanya berkhayal, ujar ibu tiri Annabeth mengenai laba-laba. Kau membuat adik-adikmu takut. Mereka bukan adikku, bantah Annabeth, menyebabkan ekspresi ibu tirinya jadi kaku. Sorot matanya hampir semenakutkan laba-laba. Tidurlah sekarang juga, ibu tiri Annabeth bersikeras. Tidak boleh teriak-teriak lagi. Laba-laba serta-merta datang kembali sesudah ibu tirinya meninggalkan kamar. Annabeth mencoba bersembunyi di balik selimut, tapi sia-sia saja. Akhirnya Annabeth jatuh tertidur karena kelelahan. Dia terbangun keesokan paginya, berbintil-bintil bekas di gigit, sarang laba-laba menutupi mata, mulut, serta hidungnya. Bekas gigitan sudah hilang bahkan sebelum Annabeth berpakaian. Jadi, tidak ada yang bisa dia tunjukkan kepada ibu tirinya kecuali jaring laba-laba, yang ibu tirinya kira cuma lelucon sok pintar. Jangan membicarakan laba-laba lagi, kata ibu tirinya dengan tegas. Kau sekarang sudah bestir. Pada malam kedua, laba-laba datang lagi. Ibu tirinya terus saja iersikap tegas. Annabeth tidak diizinkan menelepon ayahnya dan mengganggunya dengan omong kosong. Tidak, ayahnya takkan pulang lebih awal. Pada malam ketiga, Annabeth kabur dari rumah. Belakangan, di Perkemahan Blasteran, Annabeth baru tabu bahwa semua anak Athena takut pada laba-laba. Dahulu kala, Athena memberi Arachne sang penenun fana pelajaran pahit mengutuknya jadi laba-laba pertama karena kesombongannya. saat itu, laba-laba membenci semua anak Athena. Namun, bukan berarti rasa takut pada laba-laba jadi lebih inudah dihadapi. Suatu kali, Annabeth hampir membunuh Connor Moll di perkemahan karena meletakkan tarantula di kasurnya. bertahun-tahun kemudian, Annabeth panik berat di wahana wisata air di Denver, ketika Percy dan dirinya diserang robot laba-laba. dan beberapa pekan terakhir ini, Annabeth memimpikan laba-laba hampir tiap malam merayapinya, menyumbat napasnya, inembelitnya dalam jejalin jaring. Kini, berdiri di barak Benteng Sumter, Annabeth terkepung. Mirnpi buruknya telah jadi nyata. Suara mengantuk bergumam dalam kepalanya: Tidak lama lagi, Sayang. Kau akan menemui sang penenun tidak lama lagi.
"Gaea"" gumam Annabeth. Dia takut mendengar jawabannya, tapi Annabeth bertanya: "Siapa siapa itu sang penenun"" Laba-laba menggila, mengerubuti dinding, berputar-putar di sekeliling ka
ki Annabeth seperti kolam hitam kemilau. Annabeth belum jatuh pingsan ketakutan semata-mata karena dirinya berharap semua itu hanya ilusi. Kuharap kau selamat, Nak, kata suara wanita itu. Aku lebih senang jika kau jadi tumbal. Tetapi kita harus membiarkan sang penenun membalas dendarn Suara Gaea mengecil. Di dinding seberang sana, di tengah-tengah pusaran laba-laba, muncullah sebuah simbol merah menyala: sebentuk burung hantu seperti di drachma perak, menatap lurus ke arah Annabeth. Kemudian, persis seperti dalam mimpinya, Tanda Athena yang berkobar-kobar merambati dinding, menghanguskan laba-laba sampai ruangan itu kosong, menyisakan bau sangit abu. Pergilah, kata sebuah suara baru suara ibu Annabethbalaskan dendam ku . Simbol burung hantu yang berkobar-kobar mendadak pada Ledakan mengguncang bangunan. Annabeth teringat bahwa teman-temannya sedang dirundung bahaya. Dia terlalu lama berdiam di sini. Annabeth memaksa dirinya untuk bergerak. Masih gemetara dia keluar sambil terhuyung-huyung. Udara laut memban menjernihkan pikirannya. Dia menatap ke seberang pekarangan-.... ke belakang turis-turis yang panik dan Para demigod yang sedang bertarung hingga ke tepi tembok pertahanan, ke sebuah montir besar yang dibidikkan ke laut.
Pendekar Muka Buruk 10 Strangers Karya Barbara Elsborg Panji Tengkorak Darah 11