Pencarian

Interview With Nyamuk 2

Lupus Interview With The Nyamuk Bagian 2


Lupus jadi frustrasi. Ia melangkah gontai ke halaman depan. Di halaman, malah dicegat sama abangnya Boim yang lagi asyik ngelinting rokok kaung. Begitu liat Lupus, tu abang langsung ngomong, "Pus, kata Boim lu pinter tebak-tebakan. Sekarang Abang tebakin, apa yang luarnya mulus tapi dalemnya keriput""
Lupus sempet ragu. Gak biasanya Abang ngajak tebak-tebakan begitu. Tapi Lupus tetap menjawab, "Wah, kan itu gampang banget, Bang. Nenek-nenek naik taksi!"
"Kuno, Pus. Jawaban anak esde!" ejek Abang.
"Abis apaan, Bang""
"Kakek-kakek naik taksi, hihihi...," Abang tertawa penuh kemenangan. Lupus jadi sebel.
Dan kini ceritanya tinggal Lupus naik bus ke Senayan sendirian. Lupus gelantungan sampai tangan dan kakinya kesemutan. Penumpang terus berdesakan, hingga suatu ketika secara nggak sengaja Lupus nginjek kaki cowok yang berwajah syerem.
"Hei, ati-ati dong. Mata kamu ditaruh di mana sih" Tau nggak kaki gue abis kesandung Baby Benz!" bentak cowok itu.
"Maaf, Mas, nggak sengaja!" ujar Lupus melas. Tapi cowok itu terus melotot. Lupus jadi ngeper banget. Ya, inilah saatnya bisa ngerasain betapa pentingnya kawan itu. Coba kalo ada Gito Gilas, Aji, Boim, Gusur, pasti mereka bakal sukarela ngebantuin. Kayak dulu, waktu Lupus mau ribut-ribut sama anak kompleks tetangga, Gusur membela Lupus. "Tenang aja, Pus, pokoknya kalo ada apa-apa bilang aku. Andai kau dikeroyok oleh anak-anak jelek kompleks tetangga, daku tak bakal tinggal diam!"
"Lo mau ngebelain sampai titik darah penghabisan"" sela Lupus terharu.
"Andai kau dikeroyok, daku tak akan tinggal diam, tapi akan kutinggal lari," sambung Gusur kalem.
Lupus gondok. Dan kini dengan tiadanya teman-teman Lupus di sisinya, Lupus baru menyadari betapa berartinya seorang teman, Sementara seorang cowok dengan tatapan penuh ancaman tetap mengiringi bus kota yang merayap di tengah kemacetan. Soal kemacetan lalu lintas, Lupus sempet geli mendengar teori Boim. "Cara mengatasi kemacetan lalu lintas itu gampang. Buatlah jalan yang lebarnya melebihi panjang jalan itu. Hihihi..."
Tapi Lupus punya teori lain. "Sebetulnya apa sih yang menyebabkan kemacetan" Lampu merah, kan" Kalo gitu jangan ada lampu merah. Lampu ijo aja terus..."
Pas udah deket Senayan, apesnya Lupus, secara nggak sengaja nginjek kaki cowok itu lagi.
Cowok yang ternyata anak STM NASA itu makin melotot. Lupus udah berusaha minta maaf dan ngasih konfrensi pers secukupnya, tapi anak itu tetap nggak peduli. Sebelnya udah naik ke ubun-ubun.
"Lo anak mana sih" Turun kalo berani!" tantang anak itu. Lupus masih berusaha cuek. Ngapain ngeladenin orang yang kalo dilayani jelas bikin gue babak belur, kata Lupus dalam ati.
"Banci lo, pengecut lo! Ayo turun kalo berani!" bentaknya sambil narik kerah baju Lupus.
Lupus jadi tersinggung berat. Gue laki-laki, batinnya ketus.
"Boleh, turun!" Lupus udah panas.
Cowok itu meloncat duluan. Saking buru-burunya, dia nggak nyadar kalo bus udah melaju cukup kenceng. Anak itu terjatuh terguling-guling. Lupus baru turun beberapa meter di depannya, ketika bus menepi. Ternyata anak itu pingsan. Dia banyak ngeluarin darah. Lupus panik. Lupus buru-buru nyegat taksi. "Rumah Sakit, Pak!"
Dan membawa anak itu masuk ke dalam taksi.
*** ""Adik siapa"" tanya perawat cantik, pas Lupus sudah berada di rumah sakit.
"Lupus." "Maksudnya, apa hubungannya sama anak yang sakit ini"" kata perawat itu rada ketus.
Lupus sempet garuk-garuk.
"Oh! S-saya temennya...."
Anak itu pun dibawa masuk ke Ruang Gawat Darurat. Lupus disuruh nunggu di luar. Lupus harap-harap cemas. Aduh, mana dia nggak tau rumah anak itu lagi. Dia sih pake acara ngajak berantem segala! Pake narik kerah baju lagi. Kualat kan jadinya!
batin Lupus. Mau nggak mau Lupus terpaksa nungguin hingga anak itu siluman, eh, siuman. Setelah ditunggu beberapa lama, pintu Ruang Gawat Darurat terbuka. Perawat yang cantik keluar. Secara refleks Lupus bangkit dan langsung menghampiri perawat itu. "Gimana, Suster, laki-laki apa perempuan""
Perawat itu bengong, "Apanya""
Lupus segera sadar. "Eh, oh, kok gue jadi grogi sih. Ehm, itu... apa lukanya parah""
"Nggak apa-apa. Hanya luka ringan. Sekarang kamu boleh nemuin dia di dalam!" jelas perawat itu. .
Lupus nurut. Lalu mindik-mindik (tau mindik-mindik nggak" Kalo nggak tau, dikirim ke SLB, lho, hihihi!) memasuki ruangan anak itu.
Lupus sempet kaget ketika masuk, anak itu sudah bisa duduk.
"Hai!" ujar anak itu.
Lupus nyengir. "Gimana""
"Oke-oke aja. Thanks ya udah nolong...."
"Nggak apa-apa. Kalo lo nggak jatuh, mungkin gue yang udah masuk ruman sakit!"
Anak itu ketawa. "Ya, nanti gue kan yang bawa elo ke rumah sakit! Hihihi.... Eh, sini, deh!"
"Lupus mendekat. Tapi, bughgt! Sebuah pukulan bersarang di perut Lupus. Lupus kaget.
"Apa-apaan nih"" Lupus memegang perutnya.
Anak itu tertawa. "Itu ucapan terima kasih gaya anak STM NASA. Hahaha...."
5. SEBUAH RUMAH YANG BESAR
KAMU kan tau, ya. Salah satu hobi Lupus yang boleh dibilang positif adalah: baca. Ya, dia emang hobi banget baca kalo waktu senggang. Apaan aja dibaca. Bakat ngebaca Lupus udah kentara sejak kecil. Waktu baru bisa baca, saking demennya baca, semua tulisan ia baca. Ada spanduk di jalan, ada iklan di billboard, ada pengumuman, bahkan papan nama orang juga ikut dibaca. Yang belakangan ini ada kejadian kocak. Waktu lewat papan nama yang bertuliskan "Dokter Jafar-Spesialis Penyakit Dalam", Lupus yang waktu itu masih enam tahun, dengan lantang berteriak-teriak, "Dokter Jafar! Dokter Jafar!" Walhasil yang empunya nama keluar sambil marah-marah bawa jarum suntik. Si Lupus langsung lari tunggang-langgang.
Nah, hobi ngebaca ini yang keterusan sampai sekarang. Di kamar Lupus, deretan novel terjemahan karya John Grisham sampai Donal Bebek juga ada. Dan di antara deretan buku yang ia baca, Lupus paling suka baca buku detektif Sherlock Holmes. Semua serinya ia lalap abis. Dan adat jelek Lupus, begitu abis baca sesuatu, ia langsung ingin jadi tokoh seperti jagoan di buku itu.
Maka jangan heran kalo siang itu ia sibuk bikin papan nama di depan rumahnya.
"Buat apaan, Pus"" tanya Lulu, heran ngeliat kakaknya sibuk banget.
"Saya mau jadi detektif partikelir," jawab Lupus.
"Detektif tukang kelir""
"Partikelir!" bentak Lupus.
"Apaan tuh""
"Detektif swasta, seperti Sherlock Holmes!" ujar Lupus sambil menempelkan papan nama di pekarangan depan. Tulisannya: "Lupus-Detektif Partikelir. Memecahkan segala macam misteri sampai tuntas!"
Lulu geleng-geleng kepala.
"Apa laku bikin begituan""
"Liat aja nanti...."
Dan berita kalo Lupus jadi detektif, langsung nyebar di sekolah. Boim langsung daftar jadi pasien, dengan masalah: bagaimana memecahkan misteri hati si Nyit-Nyit, cewek pujaannya, Gusur nggak ketinggalan minta dipecahkan masalah nafsu makannya yang makin menggila, tak seiring dengan uang sakunya yang makin dari si Engkong. Tapi Lupus nggak begitu aja nerima pasien. Seperti juga Sherlock Holmes, Lupus hanya mau memecahkan misteri yang benar-benar rumit, dan menarik perhatiannya. Katanya, kalo soal ngerebut simpati cewek, atau mengatasi nafsu makan gila-gilaan sih masalah sepele. Pemecahannya hanya satu: kesadaran!
Dan setelah diseleksi, ternyata kasus Paul, salah seorang temennya yang pindahan dari Bandung, yang menarik minatnya. Maka Paul pun diundang datang ke rumah Lupus, dan mulai menceritakan masalahnya,
Lupus mendengarkan dengan tekun.
"Sore itu, Pus," ujar Paul memulai ceritanya, "ati gue rada kecut ketika membuka dompet gue yang mahatipis. Gila! Cuma ada sehelai sepuluh ribuan doang. Padahal akhir bulan masih panjang, Pus. Gimana bisa bertahan hidup" Gue kan perantauan di sini. Biasanya gue masih bisa menyambung hidup dengan ngajarin anak-anak ABG yang pada keranjingan main skateboard di Senayan. Kebetulan waktu di Bandung dulu, gue maniak ma
in papan luncur itu. Dan sampai sekarang, meski cuma latihan pake papan penggilesannya si bibik, gue masih jago. Dan waktu gue pamerin kebisaan gue di Senayan, banyak ABG yang terkagum-kagum. Dan langsung minta diajarin. Nah, mumpung butuh uang, gue langsung pasang tarif. 'Boleh diajarin asal pada bayar, Ditanggung sebulan lancar.'
"Ternyata banyak yang berminat. Buat anak-anak orang kaya yang ngeluarin duit segepok dari dompetnya itu segampang nyabut bulu ketek, tentu nggak problem membayar gue asal bisa nggak ketinggalan zaman. Maka teballah kantong gue.
"Kadang-kadang sih, pas ngajarin anak-anak, gue suka geli sendiri. Tu anak ABG dandanannya pada heboh banget. Mereka ikut-ikutan pake celana jins kedodoran, hingga belahan ketapel di ujung pantatnya pada keliatan. Katanya emang begitu mode celana skate-boarding. Gue pernah nyoba, malah jadi sibuk narik-narik celana yang kedodoran dan nggak bisa konsen main skate-board. Akibatnya gue nyusruk dan jadi bahan ketawaan. Sialan!"
Lupus ikutan ketawa, "Terusin, Ul!"
"Nah masalahnya, anak-anak ABG itu sekarang lagi sibuk. Ada yang ulangan umum, mau ujian, dan lain-lain. Hingga arena per-skate-board-an jadi rada sepi. Dan cekaklah kantong gue.
"Kalo cuma cekak sebetulnya no problem. Soalnya gue kan di Jakarta ini nebeng tinggal sama tante gue. Jadi makan-minum-tidur, gratis! Yang jadi masalah, Karin, cewek gue itu, lagi ngambek dan ngancem mau mutusin. Gara-gara malam taun baruan kemaren, gue diajakin temen-temennya naik gunung. Gue oke aja. Padahal Karin pasti nggak bakal ngizinin. Tapi gue udah dua taon nggak pernah hiking. Walhasil, gue kena ancam mau diputusin. Wah, bener-bener pusing.
""Padahal, lo tau sendiri, Pus, kan punya pacar itu hiburan yang paling irit. Paling cuma nongkrong, nyegat bakso lewat, ngobrol, dan itu udah bikin bahagia. Kalo nggak ada pacar" Bisa suntuk malem Minggu. Mau nonton duit cekak, apalagi mau nyari labaan di mall, bisa keluar modal banyak.
"Gue pusing tujuh keliling.
"Lagi pusing-pusing begitu, iseng aja gue ke Senayan. Sambil denger walkman hadiah dari temen gue waktu ke Jepang, gue jalan-jalan. Gue saat itu ngedengerin kaset Offspring punya si Karin. Walkman gue, saking canggihnya, malah suka bikin kesel sendiri. Soalnya tombolnya sensitif, dan kalo lagi keburu-buru suka kepencet record, hingga beberapa kaset gue ada yang suaranya tiba-tiba ngilang, berganti suara teriakan gue yang lagi manggil-manggil tukang bakso.
"Lagi asyik-asyiknya jalan, tiba-tiba ada seorang cowok menegur, sambil berdiri di atas skate-board, 'Hei, lo yang jago main skate-board itu, kan"'
"Gue kaget. Secara refleks gue matiin tombol walkman.
" Apa"' "'Lo yang jago main skate-board itu, kan"'
"Gue tersenyum sedikit. Ah, biasa-biasa aja.'
"'Nggak usah ngerendah. Gimana kalo kita tanding" Pake taruhan!'
"'Taruhan"' ""'Iya, berani, nggak"' cowok itu nantangin.
'Lima puluh ribu!' "'Lima puluh ribu"' Gue melotot. 'Gue nggak punya duit!'
" Alaaah, itu kan ada walkman. Bisa dilego dulu!'
"Gue mengangkat bahu. 'Wah, tapi gue nggak bawa skate-board!'
"'Gue ada satu lagi, di mobil. Yuk, ambil..,'
"Tanpa menunggu persetujuan gue, cowok itu langsung menarik tangan gue. 'Oya, nama gue Agam. Lo siapa"'
"'Paul.' "'Oke. Kita taruhan"'
"Gue berpikir sebentar. Sebetulnya asyik juga taruhan begini. Mumpung lagi nggak punya uang. Tanding skate-board, lagi! Selama ini setau gue, belum ada yang lebih jago main skate-board dari gue.
"Maka nggak lama kemudian, kita siap-siap tanding di medan yang lumayan gawat. Menuruni tangga kolam renang, lewat jalanan nggak rata dan adu cepat di jalan beraspal.
"Gue yakin bakal menang. Tapi belum sampai garis finish yang telah kita sepakati bersama, tiba-tiba hujan deras turun. pertandingan terhenti.
"Agam dan gue jadi tunggang-langgang melarikan diri ke mobil Agam. Kata Agam kemudian, , Ah, gue masih penasaran nih. Kita kudu ngelanjutin tanding di rumah....'
""Gue ketawa, 'Penasaran"'
"'Iya-lah!' "Gue jadi mo ketawa. Kalo ada yang harus penasaran, harusnya kan gue. Soalnya tadi gue udah hampir menang. Jadi nggak ada salahnya m
ain ke rumah Agam. Mumpung nggak ada kerjaan. Maka ketika Starlet Agam meluncur membawa gue, gue nggak keberatan sama sekali.
""Dan kamu tau, Pus, rumah Agam ternyata besar. Amat besar. Halamannya luas, dan terlindung pagar tembok yang tinggi. Gue sampai bengong sendiri ngeliatin rumah itu.
"'L-lo tinggal di sini, Gam"' tanya gue.
"Agam mengangguk, lalu siap-siap menurunkan skate-board-nya. Gue masih mengagumi sekeliling.
"'Rumah sebesar ini milik orangtua lo"'
""Agam ketawa, 'Enggak. Gue tinggal sama oom gue. Ini rumah kos-kosan...:
"'Kos-kosan"' Gue terbelalak. 'Mewah banget"
Kayak di Melrose Place. Berapa sebulannya"'
"Agam ketawa lagi. 'Itungannya bukan bulanan.'
"'Tahunan"' "'Bukan. Harian.' "'Harian"' Gue kaget. 'Jangan becanda kamu!'
'Nggak kok. Malah ada yang jam-jaman.'
"Gue makin melotot. Kos-kosan model apaan nih"
"Saat itu datang seorang cowok berbadan tegap. Jalannya gagah. Pake celana jins dan kaus oblong putih. Agam menegurnya, 'Thur, abis lembur nih"'
"Cowok itu mengangguk dan berkata sambil melirik ke arah gue, 'Siapa itu, Gam" Barang baru"'
"Gue bengong. Kok gue dianggap barang"
"Agam nggak menggubris cowok tegap tadi yang terus senyum-senyum. Ia berkata pada gue, 'Paul, kita nunggu ujan reda dulu. Masuk yuk ke dalam"'
"Dengan ragu gue mengikuti Agam masuk ke rumah mewah itu dari pintu samping. Dari jendela besar, gue melihat beberapa cowok mengobrol di ruang duduk, sambil bercanda-canda.
"'Ini kos khusus cowok, ya, Gam"' tanya gue lagi.
"Agam mengangguk sambil terus berjalan melewati taman samping, Lalu masuk ke ruang duduk dari pintu belakang. Gue dikelilingi para penghuni asrama khusus cowok itu. Pandangan mereka nampak aneh di mata gue. Seperti ada sesuatu yang kurang beres. Belum lagi otak gue sanggup menganalisa, tiba-tiba terjadi hiruk-pikuk yang amat heboh. Sejumlah polisi tiba-tiba saja menyergap rumah itu dengan serangan kilat. Suasana jadi kacau-balau. Beberapa cowok yang tadi duduk-duduk, berusaha menyelamatkan diri. Gue juga tak sempat berbuat apa-apa ketika tiba-tiba disuruh tiarap dan diseret ke mobil tahanan.
"Nalar gue belum sempat bekerja sempurna ketika gue ikut dibawa mobil tahanan menuju kantor polisi. Gue kaget setengah mati, Apa yang terjadi"
"Singkat cerita, gue akhirnya diinterogasi polisi.
"Polisi itu menatap gue dengan wajah setengah mengejek. 'Jadi Saudara benar-benar tidak tau kalau rumah itu rumah bordil kelas atas" Yang mensuplai pria-pria penghibur" Saudara juga tidak tau kalau tempat itu juga tempat klub gay"'
"Gue memandang polisi itu dengan wajah putus asa. 'Bener, Pak. Saya benar-benar nggak tau. Saya ke situ hanya mau main skate-board!'
"'Main skate-board" Kenapa harus ke rumah itu" Kenapa nggak di jalanan aja"'
"Gue menghela napas. 'Begini, Pak. Saya jelasin dari awal...' Gue kemudian bercerita tentang kejadian yang sebenarnya. Seperti yang udah gue ceritain ke elo, Pus,
"Data penghuni rumah itu, ditambah bukti-bukti yang memang tidak memberatkan, membuat gue akhirnya dibebaskan. Tapi itu bukan akhir dari kesialan gue. Begitu melangkah keluar dari kantor polisi, Karin udah menunggu dengan wajah amat garang.
"'Gue baru tau siapa lo sebenernya! Dasar! Plak! Plak! Tamparan pedes bolak-balik bak fotokopi mendarat di wajah gue. Gue bengong. Kok si Karin bisa tau the whole story" Astaga, jangan-jangan wajah gue dimuat di tabloid gosip yang menulis besar-besaran soal penggerebekan itu! Oh, my God!
"'Saya jijik sama kamu! Sekarang keputusan saya udah bulet. Kita putus. Tus!' Karin langsung membalikkan badannya dan pergi dengan gagah.
"Gue bengong. Menatap Karin. Waduh, apa-apaan ini pergi tanpa mendengar penjelasan gue dulu" Tapi gue yakin, itu hanya emosi sesaat, Karin pasti nyesel sama sikapnya nanti.
"Dan tiba-tiba Karin menghentikan langkahnya. Gue tersenyum tipis. Gue udah yakin, anak itu nggak akan tega ninggalin gue. .
"Dan Karin kembali berdiri tegak di hadapan gue.
"Gue udah siap-siap menerima permintaan maaf Karin. Tapi ternyata....
""'Mana kaset Offspring saya" Sini balikin!' ujar Karin ketus.
"Gue kaget. Lalu buru-buru membuka
buntelan barang yang tadi dititipin di polisi. Kaset Offspring Karin gue balikin. Lalu Karin pergi tanpa menoleh-noleh lagi.
"Gue lagi-lagi bengong.
"Sampai di rumah gue juga masih bengong. Gue merasa nggak diperlakukan dengan adil. Padahal gue paling benci sama yang namanya ketidakadilan. Yang sekarang udah biasa terjadi di mana-mana. Orang-orang tua kita sekarang kan banyak yang nggak adil. Ekonomi negara kita aja hanya dikuasai oleh beberapa orang yang punya hubungan dengan penguasa. Yang kaya, yang itu-itu aja. Ini kan nggak adil. Nanti di mana jatah kita, anak-anak muda yang penuh harapan ini" Kita paling cuma bisa jadi kroco. Segimana pun pintarnya kita, tetap nggak ada kesempatan. Nah, makanya mumpung kita lahir pada generasi berikutnya, kita kan harusnya bersikap adil. Biar rezeki bisa merata. Semua kebagian kesempatan. Aduh, kok gue jadi kuliah, ya, Pus"
"Abis gue kesel, Pus. Sekarang gue malah diperlakukan tidak adil. Gue perlu membersihkan diri. Masa Karin tega nuduh gue pelacur laki-laki" Masa Karin tega nuduh gue gay" Ini kan harus dilurusin....
"Nah, makanya gue minta advis sama lo, Pus. Katanya lo bisa nolong. Apa yang harus gue lakukan sekarang"".
"Paul lalu keausan abis cerita panjang-lebar. Ia minum. Sementara Lupus masih terkagum-kagum sama kisah seru si Paul ini.
Tiba-tiba aja Lupus dapet akal. "Kenapa lo nggak nyari si Agam aja""
"Agam"" Paul tersedak.
"Iya. Agam-lah satu-satunya yang bisa dijadiin habibi," ujar Lupus mantap.
"Habibi" Alibi kali""
"Eh, iya. Alibi. Atau bukti, atau saksi atau apalah namanya untuk ngebersihin nama lo. Lo harus ngebawa si Agam ke hadapan Karin, untuk menjelaskan bahwa lo memang hanya ingin bertanding skate-board di rumah itu!"
"Aduh, gue trauma banget ketemu Agam lagi. Dan lagi di mana mencari Agam" Masa harus ke rumah bordil itu lagi" Rasanya gue nggak bakal sudi menginjak rumah yang telah bikin gue sengsara, Nggak sudi."
"Tapi nggak ada jalan lain, Ul!"
"Tapi gimana kalo pas gue datang ke rumah itu, Karin ngeliat gue lagi" Dia bakal makin curiga!"
"Tenang deh. Gue temenin. Ayo, kita berangkat!"
Dengan ngilangin perasaan macem-macem, akhirnya di tengah malam buta, Paul dan Lupus menyatroni rumah itu,
Keadaan rumah besar itu kini amat lengang, setelah sang muncikari ditahan polisi. Paul dan Lupus melangkah ke dalam. Seorang cowok yang lagi ngerokok di teras samping, menatap mereka dari atas sampai bawah, Paul jadi salah tingkah sendiri.
"S-saya mau ketemu Agam......
Cowok itu tersenyum menjijikkan. Paul menahan geram atas reaksi yang diberikan cowok itu, Pasti cowok itu berpikir yang macem-macem. Paul tak peduli. Ia harus ketemu Agam.
"Ada perlu apa"" tanya cowok itu sambil menyipitkan matanya.
"Saya nggak bisa ngejelasin ke Anda. Tapi saya harus ketemu dia...."
Cowok itu mengisap rokoknya dalam-dalam, lalu mengembuskan dengan nikmat, "Kangen""
Paul melotot. "Sayang sekali, sejak kejadian kemaren itu Agam kapok. Ia baru saja pulang......
"Pulang ke mana"" Paul terkejut.
"Ke Semarang. Ke rumah orangtuanya...."
Paul langsung lemes. Lupus ikut-ikutan lemes.
"Tapi jangan putus asa. Semarang kan nggak jauh. Kirim surat juga bisa kalo kangen. Naik pesawat juga cuma satu jam."
Paul tak sudi mendengarkan satu kata pun dari cowok itu. Ia langsung menarik tangan Lupus untuk pergi dari situ. Terdengar cowok itu tertawa menyakitkan.
"Tuh, Pus. Mana gue tahan diperlakukan kayak gitu!"
"Tenang, Paul. Tenang...."
""Sekarang gimana lagi, Pus""
"Kita pergi dulu dari sini sambil mikir langkah selanjutnya."
Mereka berjalan ke jalan depan rumah besar itu. Tiba-tiba sebuah taksi berhenti. Paul dan Lupus menoleh ke arah taksi itu. Dari dalam taksi, nampak Agam turun. Paul terkejut, dan langsung berlari menghampiri Agam. "Agam!"
Agam terkejut melihat Paul datang menghampirinya. Lebih-lebih lagi melihat Paul membawa Lupus.
"Paul" Ngapain ke sini""
"Katanya lo pulang ke Semarang""-
"Iya, tadi ada barang gue yang ketinggalan!"
"Agam, lo harus ikut gue sekarang juga! Lo harus ngejelasin ke pacar gue kalo waktu itu lo ngajak gue ke sini untuk main skate-board!
" "Tapi gue buru-buru. Gue harus balik ke Semarang! Pesawatnya besok pagi. Malam ini gue nginep di rumah tante gue di Pejompongan!"
Paul menarik kerah baju Agam. Agam terkejut. "Harus! Lo harus ikut gue sekarang! Gara-gara lo gue ditangkep polisi!"
Agam mau membela diri, tapi pas Lupus ikut-ikutan mendekat, ia jadi mengurungkan niatnya.
Agam langsung diseret masuk ke dalam taksi oleh Paul dan Lupus. Paul segera menepuk pundak sopir taksi. "Ke Panglima Polim, Pak!"
Agam terkejut. "Mau ke mana kita""
"Ke rumah Karin. Cewek gue!"
Dan malam itu, pukul sebelas, Paul meng"gedor rumah. Karin. Karin keluar pakai daster dengan muka kusut plus rambut awut-awutan. Wajahnya kesal luar biasa.
"Gila apa kamu, namu malam-malam begini"" ujar Karin sengit.
"Sori, Rin, terpaksa. Soalnya Agam, temanku ini, akan balik ke Semarang besok pagi-pagi sekali!"
Karin menatap Agam tajam. "Apa hubungannya dengan saya" Siapa dia""
"Agam," "Yang satu ini siapa"" Karin menunjuk Lupus.
"Lupus. Detektif swasta yang menangani kasus saya ini...."
"Macem-macem aja! Yang beginian dijadiin detektip. Kalo tukang intip sih iya!"
Lupus melotot. Tapi Paul buru-buru membawa ke pokok persoalan sebenarnya. Paul menoleh ke Agam. "Agam, ayo jelasin apa yang terjadi malam itu pada Karin. Jelasin kalau saya emang bener-bener mau tanding skate-board di situ, Dan saya nggak tau-menau soal status rumah itu. Dan saya bukan... pokoknya jelasin...."
Agam bengong. Karin menatap Paul tajam. "Kenapa saya harus denger penjelasan dia" Dia kan temen kamu. Kalian bisa aja sekongkol. Apalagi ada si Lupus yang doyan jengko1!"
"Sekongkol bagaimana"" teriak Paul.
"Doyan jengkol bagaimana"" Lupus ikut-ikutan teriak.
"Paul menjelaskan. "Dia ini cowok yang kerja di situ. Dia salah satu anak buahnya. Mana mungkin saya sekongkol dengannya. Ayo, Agam, jelaskan!"
"Oke, oke, saya akan jelaskan," ujar Agam sambil mengedipkan sebelah matanya pada Paul. Paul jadi belingsatan. "Karin yang manis, cowok kamu itu emang datang ke rumah itu. Dia sering main ke sana, karena dia naksir saya waktu ketemu main skate-board di Senayan...."
"APA"" Paul terkejut.
Karin melotot. "Ooo, gitu, ya" Kalian memang cocok. Saya nggak mau mengganggu hubungan kalian!" Brak! Pintu rumah Karin dibanting.
Paul dengan geram hendak mencekik Agam. Agam berteriak-teriak minta tolong.
*** "Kasus pertama buat Lupus terbilang gagal. Paul jadi frustasi.
"Ah, gue nyerah, Pus...."
"Jangan dong. Gue lagi nyari akal selanjutnya nih. Kasus pertama buat gue ini nggak boleh gagal. Bisa ancur karier gue...."
"Abis mau gimana lagi" Karin kayaknya makin nggak percaya sama gue...."
"Tenang dulu, Ul. Gue lagi mikir nih...."
Dan tak terasa seminggu telah berlalu. Pintu hati Karin tetap tertutup untuk menerima penjelasan Paul. Paul sampai putus asa, karena tak ada lagi harapan buat dia. Agam sudah kembali ke Semarang, rumah besar itu sudah ditutup oleh yang berwajib, dan nama Paul masih tetap tercela. Ia tetap diperlakukan tak adil. Dan Lupus masih belum sukses meniru jejak Sherlock Holmes.
Paul beberapa kali datang ke rumah Karin, menjelaskan persoalan yang sebenarnya. Tapi Karin tak bergeming. Anak itu kayaknya udah keilangan kepercayaan sama Paul. Dan bagi Karin, kalo seorang cowok itu udah nggak bisa dipercaya lagi, berarti goodbye is forever and ever.
Karin emang keras kepala.
Soalnya ia anak tunggal, yang biasa dipenuhi segala kebutuhan sehari-harinya. Jadinya keras kepala banget.
*** "Siang itu, sepulang sekolah, Karin merebahkan diri di kasur kamarnya yang empuk. Sambil menerawang ke langit-langit kamarnya, tiba-tiba ia ingat mantan cowoknya. Si Paul itu.
Sebetulnya sayang juga anak keren yang jago skate-board begitu diputusin. Karin dulu paling suka ngeliatin Paul main skate-board di Senayan. Rasanya kayak ngeliat orang main surfing. Soalnya Paul bisa melompati gundukan-gundukan tanah, atau menuruni anak tangga. Menari-nari dengan lincah di atas papan luncurnya.
Karin memejamkan matanya. Ia kesal. Ia tak menyangka Paul ternyata brengsek. Hatinya pedih. Kecewa. Mana sebelumnya Paul telah membuatnya ke
sal ketika ia naik gunung di malam Tahun Baru tanpa bilang-bilang dulu.
Karin menghela napas. Tapi bayangan Paul tak kunjung sirna. Tiba-tiba aja ia ingat kaset Offspring-nya yang dipinjam Paul. Lagu Come Out and Play jadi favorit Paul. "Liriknya bagus," komentar Paul waktu itu. "Otokritik pada dunia remaja!"
Karin udah lama nggak denger lagu itu. Maka ia pun sibuk mencari-cari kaset Offspring di tumpukan. Pas ketemu, ia langsung menyetel Come Out and Play. Nada riang Offspring langsung mengumandang. Lagu itu biasa dipakai Paul kalo lagi main skate-board. Imajinasi Karin bermain-main mengejawantahkan sosok Paul di atas papan luncur.
Sedang asyik-asyik mendengar, tiba-tiba lagunya terputus. Terdengar dialog dua orang cowok. Karin kaget dan kesal. Itu pasti kebiasaan buruk Paul, suka nggak hati-hati menekan tombol. Kasetnya jadi kena rekam. Keapus. Tapi tiba-tiba dialog dua cowok itu menarik perhatiannya. Itu suara Paul. Tapi siapa cowok yang satunya lagi"
Karin mendengarkan. ""Lo yang jago main skate-board itu, kan""
"Ah, biasa-biasa aja."
"Nggak usah ngerendah. Gimana kalo kita tanding" Pake taruhan!"
"Taruhan" "
""Iya, beran; nggak" Lima puluh ribu!"
"Lima puluh ribu" Gue nggak punya duit!"
"Alaaah, itu kan ada walkman. Bisa dilego dulu."
"Wah, tapi gue nggak bawa skate-board!"
"Gue ada satu lagi, di mobil. Yuk, ambil...."
"Oya, nama gue Agam. Lo siapa""
"Agam" Karin terkejut. Itu kan cowok yang waktu malam-malam diajak Paul kemari untuk menjelaskan masalah" Karin melanjutkan mendengar kasetnya. Terdengar suara orang bermain skate-board, dan suara hujan yang tiba-tiba turun.
""Ah, gue masih penasaran nih. Kita kudu ngelanjutin tanding di rumah...."
"Penasaran" "
"Iya lah!" "Suara tape terputus. Pitanya habis, Karin tercenung. Kaset itu berisi rekaman kejadian yang sebenarnya, yang terekam secara nggak sengaja oleh Paul. Karena anak itu mungkin salah mencet tombol stop jadi record.
Kaset itu menjadi bukti kebenaran cerita Paul!
Karin langsung berdiri dengan wajah cerah,
*** "Paul sedang latihan skate-board di halaman depan rumah tantenya, ketika tiba-tiba ada seorang cewek menubruknya dari belakang. Langsung memeluknya.
Paul kaget, dan membalikkan badan. "Karin""
Paul melongo. "Iya, Sayang. Kenapa" Kaget""
"Karin"" Paul masih melongo seperti orang bego,
Karin langsung mencium pipi Paul. "Muh! Kamu emang cowok Karin yang bisa dipercaya...."
Karin lalu menarik tangan Paul untuk mengajaknya pergi. "Ayo kita makan pizza buat ngerayain hari come-back kita...."
Paul pasrah aja tangannya ditarik Karin. "T-tapi kenapa, Rin" Kok kamu tiba-tiba..."
Karin menutup mulut Paul dengan jari lentiknya, "Udah, ah, jangan banyak nanya. Mau, nggak""
Paul tentu mengangguk senang, meski hatinya tetap heran.
Saat itu Lupus dateng. Wajah Lupus nampak cerah,
"Paul! Gue udah nemu metode baru lagi!!!"
Dan Lupus langsung bengong ngeliat Paul udah menggandeng tangan Karin.
Paul tersenyum. "Pus, nggak usah repot-repot, Karin udah balik ke gue lagi kok!"
"Iya, kamu temen yang baik. Ayo, ikut makan pizza!" ajak Karin menggaet tangan Lupus.
"Tapi kok"" Lupus masih heran,
"Udah, nggak usah banyak nanya!" Paul tersenyum sambil melirik ke arah Karin.
"Paul dan Karin menarik tangan Lupus.
Lupus masih penasaran. "Tapi lo nggak mau denger metode baru gue dulu""
"Sssst!" Paul menyuruh Lupus diam. "Buat apa lagi" Kasusnya udah selesai kok!"


Lupus Interview With The Nyamuk di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lupus pun nggak berdaya ditarik sepasang anak muda itu.
*** "Siang itu nampak Lupus lagi mencabut papan nama di depan rumahnya, Sementara Lulu dari tadi cekikikan terus.
"Kenapa dicabut lagi, Pus" Usahanya gagal""
Lulu buru-buru kabur ketika melihat Lupus siap-siap melempar Lulu pake papan nama itu. Lulu berlari sambil cekikikan.
6. BORO-BORO BALIK MODAL "Lupus baru pulang dari sekolah. Ia melewati ruang duduk, tempat Lulu lagi asyik makan siomai. Lulu cekikikan waktu ngeliat Lupus lewat. Ia masih geli ngeliat Lupus gagal jadi Sherlock Holmes, Lupus sih udah cuek. Gagal itu biasa, kilahnya. Gagal itu kan sukses yang nggak kesampaian.
Lupus lagi membuka tudung saji untuk melih
at makanan apa yang bisa ia lahap siang itu, ketika Mami dateng sambil bawa adonan kue.
"Pus, tadi ada surat dari Tante Titu. Mami taruh di atas kulkas, tuh!"
"Tante Titu"" Lupus langsung inget sama kakaknya Mami yang hobi ngarang cerita anak-anak itu, Padahal Tante Titu itu nggak punya "anak. Ya, "ungkin karena terobsesi pengen punya anak, ia jadi bikin cerita. Ngapain Tante Titu ngirim surat buat dia" Tumben-tumbenan.
Lupus duduk di meja makan. Ia siap menyantap perkedel plus sop ayam. Mami mengambil surat dari atas kulkas, dan menyodorkannya ke Lupus.
"Nggak kamu baca dulu, Pus" Siapa tau penting," kata maminya.
"Nanti aja deh...."
"Eeee, Mami udah penasaran nih pengen tau isinya...."
"Kok Mami yang penasaran sih""
Tak urung Lupus membuka surat itu. Mami duduk di sisi Lupus, Menunggu dengan tak sabar.
"Apa isinya, Pus""
"Surat." "Iya, Mami tau. Isinya pasti surat. Tapi bunyi suratnya apa""
Lupus membaca sejenak. Lalu melonjak girang. "Gileee, Tante Titu sama Oom Surya diundang workshop ke Amerika selama tiga minggu! Mereka mau ngajak Lupus!"
"Apa"" Mami kaget.
"Dan katanya, Lupus boleh bawa temen, karena Tante Titu punya jatah yang cukup banyak!"
Lulu yang tadinya cuek, jadi tertarik. "Lulu ikut doooong!"
"Mami juga boleh ikut""
""Nggak bisa. Karena katanya yang boleh ikut workshop yang punya bakat nulis. Mami kan nggak bakat nulis. Lulu apalagi, bakatnya macul!"
"Yeee, Lulu bisa juga nulis!"
"Nulis surat putus cinta sih iya! Kamu kan nggak bakat ngarang cerita anak-anak. Soalnya ini workshop untuk penulis cerita anak-anak! Pokoknya, Lupus mau ngajak temen-temen Lupus aja. Si Gusur sama si Boim. Asyiiik!"
Lulu keki setengah mati. Ia tau, Lupus emang sengaja balas dendam, karena belakangan ini ia sering ngeledekin kegagalan Lupus jadi detektif.
Mami lalu menghibur Lulu, "Ya, udah, Lu. Kamu pergi sama Mami aja."
"Ke mana" Singapur"" ujar Lulu semangat.
"Ke PI Mall!" "Kok PI Mall"" Lulu langsung kecewa.
"Ah, di sana juga banyak bulenya."
Sementara Lupus setelah buru-buru menghabiskan makan siangnya, langsung aja ngabur hendak memberitakan kabar bagus ini ke Boim dan Gusur. Pasti mereka surprised, Lupus emang udah dari dulu pengen ke Amrik. Pengen ngeliat dari deket negara yang sering ada di film-film itu. Negara yang suka jail ngatur-ngatur negara orang.
Pas ditemui, kebetulan Gusur lagi bikin puisi di pinggir Kali Kepa yang aernya butek, dan Boim nemenin sambil mancing. Mereka berniat ngadain "Riverside Party". Jadi rencananya mancing langsung dimasak. Soalnya di deket Gusur ada penggorengan dan kompor yang sudah mengepul-ngepul. Belakangan ini dua sejoli itu kerjanya memang cuma mancing melulu, yang hasil pancingannya langsung dimakan. Walau hasil pancingan itu nggak selalu berupa ikan, Kadang-kadang sendal jepitlah, besek bututlah....
Untung bagi Lupus, ia jadi nggak susah-susah nyari buat ngabarin.
Mereka jelas jingkrak-jingkrak ketika Lupus memberitahukan bahwa ada kemungkinan Boim dan Gusur diajak. Mereka buru-buru pulang untuk bikin persiapan. Gusur buru-buru membuang puisinya ke dalam kali, dan Boim meninggalkan pancingannya begitu aja.
*** "Engkongnya Gusur lagi asyik ngasih makan ayam ketika cucu tunggalnya itu menomploknya dari belakang.
"Engkooong!" teriak Gusur. Dan si Engkong pun nyusruk di pojok kandang ayam. Berbaur dengan ayam-ayam yang masih piyik.
"Gusur, gila lo, ya!" maki si Engkong sembari membersihkan serpihan-serpihan bulu ayam yang nempel di sekujur badannya. Gusur tersenyum, lalu ikut membantu engkongnya membersihkan bulu ayam.
"Tidak, Kong. Daku tidak gila. Cuma daku lagi senang yang teramat sangat," jawab Gusur di sela-sela kesibukannya membersihkan bulu ayam dari tubuh si Engkong.
""Senang sih senang, tapi jangan gitu dong caranya. Ja"gan Engkong ditomplok macam begitu. Lo mau Engkong mati mendadak, ya"" si Engkong mendelik.
"Sama sekali tidak ada maksud demikian dalam hatiku, Kong. Betapapun jeleknya, dikau adalah engkongku satu-satunya. Mana mungkin daku tega membiarkan Engkong mati," kata Gusur setelah berhasil menghindari tendangan engkongnya.
"Sialan lo, pake menghina segala lagi," umpat si Engkong. Tapi karena cara Gusur ngomong tadi cukup meyakinkan, dengan mimik muka yang disetel memelas segala, engkongnya Gusur akhirnya mahfum.
"Oke, tadi kamu bilang lagi senang. Senang soal apa" Boleh dong Engkong tau"" tanya si Engkong penuh selidik, seraya memelintir jenggotnya yang sudah sewarna salju. Gusur menghela napas kira-kira setengah meter panjangnya.
"Anu, Kong, dalam waktu dekat ini, terpaksa daku harus meninggalkan Engkong...."
Si Engkong membelalak. "Apa" Meninggalkan Engkong" Memangnya lo mau mati, begitu"" jerit si Engkong penuh rasa khawatir.
"Ya, bukan begitu, Kong, Maksudnya meninggalkan Engkong di sini, bukan berarti daku akan mati. Tapi daku akan pergi ke Amerika."
Kata-kata Gusur betul-betul membuat si Engkong kaget. Bahkan kagetnya lebih dari yang tadi, Yang ini kagetnya seperti orang kesengat setrum sepuluh ribu watt.
"Apa" Lo mau ke Amerika"" tanya si Engkong sembari merapikan rambutnya yang mendadak lurus dan kaku.
"Iya, Kong, ke Amerika!" jawab Gusur mantap,
"Tadi lo bilang nggak gila, ternyata lo betul-betul orang gila yang lagi ngimpi di tengah hari bolong."
"Apa, Kong, hari bolong" Perasaan di tanggalan nggak ada hari bolong. Ada juga hari Senin... Selasa... Rabu..."
"Bodoh, bukan itu maksudnya!" belum sempat Gusur menyebut semua nama hari, si Engkong keburu memotong.
"Abis apa, Kong"" Gusur bertanya tolol.
"Artinya lo betul-betul amat sangat gila. Fantastis. Nggak masuk di akal. Masa lo mau ke Amerika" Mana mungkin bisa," si Engkong berkata sinis. Gusur baru akan menanggapi, tapi si Engkong sudah keburu berkotek dengan penuh nafsu. "Lagian lo mau ngapain di Amerika. Di sana nggak ada topeng monyet yang bisa lo gantiin. Nggak ada becak yang bisa lo genjot. Nggak ada puntung rokok yang bisa lo pungutin. Semua rokok di sana pake filter. Nggak ada jalur three in one, ojek payung, dagang asongan, atau apa pun yang bisa lo jalanin kalo lagi bokek...."
"Tenang, Kong, tenang.... Engkong nggak usah khawatir. Daku ke Amerika memang bukan un"tuk keperluan semacam itu...," susah payah Gusur berusaha menangkal tuduhan si Engkong.
"Habis buat apa lo ke Amerika, kalo bukan buat jadi topeng monyet" Memangnya-lo bisa apa di Amerika"" si Engkong tetap sewot.
Gusur menelan ludahnya, Lalu bicara dengan penuh keyakinan.
"Engkong tak usah khawatir daku akan mati kelaparan di Amerika. Sebab nanti di sana daku akan membacakan puisi-puisiku di setiap auditorium dan panggung Broadway, Bayarannya lumayan, Kong: Cukup buat beli beras satu truk."
"Huh, jangan ngawur kamu! Mana ada sih orang dibayar begitu banyak cuma untuk sebuah puisi"" si Engkong melecehkan.
Gusur mengajak engkongnya ke teras rumah, dan mendudukkannya di bale-bale. Gusur sendiri lalu tidur di samping engkongnya, sambil membiarkan. perutnya yang gendut diembus angin lalu.
"Wah, itu namanya Engkong ketinggalan zaman. Makanya, sering-sering baca buku, Kong, biar Engkong tau bahwa orang Amerika adalah orang-orang yang sudah begitu tinggi pendidikannya. Sehingga mereka sangat apresiatif terhadap kesenian. Engkong pasti tiada percaya, di Amerika orang bisa jadi kaya cuma dengan menulis puisi.... Contohnya Sylvester Stallone," tukas Gusur asbun, alias asal bunyi, sambil memberi contoh yang rada-rada ngawur. Tapi di telinga si Engkong keterangan Gusur rupanya cukup kredibel, sehingga si Engkong terpana dibuatnya.
"Masak sih, Sur""
"Aduh, Emen, eh Engkong, masa sih daku bohong" Daku ngomong yang sejujurnya, dan berdasarkan fakta yang absah. Amerika itu negara maju, Kong. Kesadaran hukumnya tinggi, Administrasinya beres. Tidak ada penggusuran tanah tanpa ganti rugi. Dan yang penting, orang-orang di sana sudah bisa menghargai profesi. Termasuk profesi penyair seperti daku ini," tukas Gusur entah mengutip dari buku karangan siapa, dan apa judulnya,
Si Engkong manggut-manggut. Sepertinya kalimat Gusur tepat menonjok ulu hatinya.
"Okelah, Sur, Engkong percaya kamu bisa hidup di Amerika tanpa harus jadi topeng monyet," si Engkong berkata pasrah yang membuat hati Gusur berbunga-bunga karena akhirny
a si Engkong berhasil diyakinkan. Hanya saja, saat itu, sebetulnya berkecamuk perasaan sedih dan bahagia di hati si Engkong. Bahagia karena nggak nyangka orang kampung macam Gusur, yang sehari-harinya tinggal di gang becek dan penuh dengan tukang kredit panci, bisa pergi ke Amerika. Sedih karena si Engkong takut Gusur nggak mau pulang ke negeri leluhur, gara-gara kecantol sama cewek-cewek Amerika yang seksi-seksi dan kece-kece kayak di film Baywatch itu.
"Lalu bagaimana nanti nasib Engkong kalau kamu tinggal ke Amerika, Sur"" akhimya terlontar juga kalimat sedih itu dari bibir si Engkong.
"Janganlah dikau khawatir, Kong, daku pasti kembali walau apa pun yang terjadi di sana. Ingat dong kata pepatah, hujan batu di negeri orang, hujan duit di negeri sendiri, masih lebih enak hujan Coca-Cola di negeri tetangga. Hehehe," kata Gusur berusaha menenangkan hati si Engkong dengan peribahasa yang seenak jidatnya itu. "Kecuali..." Tiba-tiba Gusur menghentikan kekehannya.
"Kecuali apa, Sur"" sambut si Engkong penuh semangat seperti abis minum jamu kuat majun.
"Kecuali kalau memang ada cewek Amerika yang mau sama daku!" Gusur menjawab yakin.
"Yeee...," umpat si Engkong kesel sambil mengepret muka Gusur pakai bakiak.
*** "Walau semula tak yakin, lalu sedih, akhirnya lambat laun si Engkong justru merasa bahagia dan bangga cucunya bisa ke Amerika. Bahkan sejak terbetik cerita Gusur mau ke Amerika, kehidupan di rumah si Engkong berubah total. Ada nilai-nilai yang bergeser di situ. Gusur sibuk mengumpulkan segala jenis brosur tentang Amerika. Dan hampir sepanjang hari dia bergulat dengan brosur-brosur. Mengamati dan merencanakan kota-kota yang akan dikunjunginya setibanya di Amerika, Selain itu rumah Gusur yang biasa sepi, kini ramai dikunjungi orang. Bahkan hampir setiap hari si Engkong mengadakan pesta sebagai tanda syukur. Beberapa ekor kerbau dan beberapa ekor kambing milik si Engkong sudah habis terjual untuk membiayai pesta tersebut. Padahal kepergian Gusur ke Amerika belum jelas kapan terlaksananya. Dan kemungkinan besar juga masih lama. Sekitar tiga atau empat bulan lagi. Pokoknya tergantung Lupus-lah. Kok Lupus dibawa-bawa" Ya, soalnya yang punya ide ngajak Gusur ke Amerika memang Lupus. Tapi si Engkong tak peduli. Bahkan si Engkong makin getol kampanye ngalor-ngidul ke semua tetangga dan saudara-saudaranya perihal kepergian Gusur ke Amerika.
"Ah, yang bener aja, cucu lu yang bulet kayak ikan buntel kekenyangan itu mau ke Amrik"" teriak Engkong Sanip, temen engkongnya Gusur, saat diberitau Gusur mau ke Amerika. Engkong Sanip yang saat itu lagi metik kelapa, jelas nggak percaya.
"Betul, Nip, masa gue boong!" engkongnya Gusur berusaha meyakinkan dengan berteriak, supaya Engkong Sanip yang lagi menclok di ujung pohon kelapa sambil mendengarkan walkman itu mendengarnya.
"Maksud lo Amerika yang negaranya Bill Clinton itu, kan""
"Yah, abis Amerika yang mana, lagi! Emangnya ada Amerika yang deket Tasikmalaya""
""Wah, hebat dong!" tukas Engkong Sanip sambil merosot dari pucuk pohon kelapa. "Kalo emang betul Gusur mau ke Amerika, gue boleh titip, kan"" kata Engkong Sanip setelah berhasil mendarat dengan mulus di tanah becek, sehingga tubuhnya berlepotan lumpur.
"Nitip" Boleh. Tapi lo mo nitip apaan"" tantang engkongnya Gusur dengan hati bangga, karena Engkong Sanip sudah percaya omongannya.
Engkong Sanip nampak merenung sejenak.
"Cepet dong, mo nitip apa"" kejar engkongnya Gusur lagi sambil mencabut earphone dari kuping Engkong Sanip.
"Anu deh, nitip Sharon Stone satu!" jawab Engkong Sanip ganjen.
"Yeee... kalo itu mah gue juga mau," balas engkongnya Gusur.
Lalu kedua engkong yang memang sudah lama menduda itu terbahak-bahak. Puas tertawa, Engkong Sanip menowel pundak engkongnya Gusur.
"Eh iya, ngomong-ngomong kapan Gusur ke Amerikanya""
Si Engkong termenung sejenak. Sepertinya ia agak terpojok dengan pertanyaan itu.
"Gusur bilang sih bulan depan, Nip," jawab engkongnya Gusur akhirnya. Tapi jawaban si Engkong sebetulnya asal saja, daripada kepepet. Soalnya si Engkong sebetulnya nggak tau kapan Gusur berangkat.
""Aji gile, jadi cucu lo yang dulu batal kawin itu mau ke Amirike"" kali ini yang ngomong adalah Wak Haji Muhari, salah seorang kerabat dekat engkongnya Gusur, ketika si Engkong bertandang ke sana. Gusur kalo manggil Wak Haji Muhari ini pakai sebutan "Encang".
"Begitulah, Ji," tukas si Engkong sembari menyeruput kopi bikinan Mpok Rosadah, istri Wak Haji Muhari.
Malam itu si Engkong sengaja bela-belain ke rumah Wak Haji Muhari. Padahal rumahnya cukup jauh, dan letaknya tersembunyi di antara rerimbunan pohon sengon.
"Wah, hebat dong," tukas Wak Haji Muhari lagi bernada takjub. "Kalo emang bener si Gusur mau ke Amirike, lo patut bersyukur. Rasanye sejak zaman Belande gigit besi, kerabat kite nggak ada yang pernah bisa. pergi ke luar negeri. Apalagi sampe ke Amerike...."
Si Engkong manggut-manggut. Bangga. Saat itu dari arah dapur muncul Mpok Rosadah membawa sepiring kue pancong, dan menyuguhkannya di meja. Wak Haji Muhari, demi melihat istrinya, tak bisa membendung kabar yang barusan didapatnya dari si Engkong.
"Eh, Ros, coba lu denger nih. Si Gusur mau ke Amirike."
Mpok Rosadah demi mendengar kabar dari suaminya, kontan menjerit histeris saking surprised-nya.
"Ya ampun, Gusur mau ke Amerika. Hebat "juga tu anak. Boleh dong gue nitip kebaya. Denger-denger kebaya buatan Amerika kuat-kuat," terus aja Mpok Rosadah yang memang dasarnya rada bawel itu, nyerocos. "
"0, boleh aje. Jangan kata cuma kebaya, apolo aja kalo Mpok mau pesen, bisa," sambut si Engkong.
"Terus kapan nih rencananya si Gusur berangkat"" Wak Haji Muhari nyeletuk.
Kembali si Engkong rada grogi saat ditanya keberangkatan Gusur, Tapi si Engkong tak kurang nekatnya.
"Yang pasti sih bulan depan, Ji."
"Bulan depan" Wah, berarti mulai sekarang udah harus siap-siap nih!" Kepada istrinya, Wak Haji Muhari bilang, "Persediaan baju kite yang bagus masih ada, kan, Ros""
"Maksudnya baju safari yang biasa buat kondangan""
"Betul, yang motifnya parang rusak, yang dulu kita jait sama Liz Tailor."
"0, yang itu sih jelas masih ada, Bang. Memangnya buat apa sih""
"Pake tanya buat apa, lagi. Ya buat nganter Gusur ke lapangan terbang nanti. Gue kan musti pake baju bagus. Setrikain yang licin deh, Ros. Terus jangan lupa pakein kamper."
"Duile, kan masih sebulan lagi, Bang, si Gusur ke Amirikanya."
"Biar aja. Siap-siap dari sekarang kan boleh."
"Aye ikut, ya, Bang!"
"Lu pikir gue mau pegi ame siape kalo bukan sama lu!"
Mpok Rosadah tersenyum senang. Sementara itu si Engkong terus berkhayal kepergian Gusur ke Amerika pasti bakal super mewah. Sebab dari semua tetangga maupun kerabat yang dibilangin, rata-rata pada mau ikut nganter. Kayak orang kampung pergi haji, yang pergi satu, yang nganter sekelurahan. Tapi di balik khayalan indah itu, si Engkong rada ngeri juga. Berapa nanti kendaraan yang dibutuhkan buat ngangkut orang-orang itu. Juga berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk pesta perpisahan nanti, Soalnya barang-barang si Engkong sudah habis terjual untuk membiayai pesta-pesta sebelumnya.
*** "Dalam kesendirian, di kesunyian rumahnya pada malam hari, si Engkong pusing, Dan kepusingan si Engkong nampaknya masih akan bertambah ketika Gusur pulang sambil membawa setumpuk brosur tentang Amerika.
"Dari mana aja kamu, Sur, seharian ini."
"Biasa, Kong, dari Kedutaan Besar Amerika. Daku masih perlu beberapa brosur dan ensiklopedi untuk lebih memahami Amerika. Oh iya, Kong, daku punya kabar bagus buat Engkong!" tukas Gusur.
"Kabar bagus apa lagi, Sur"" tanya si Engkong dengan semangat yang mulai kendor.
""Tadi daku ngobrol-ngobrol dengan Lupus."
"Lantas"'"
"Yah, untuk bekalku nanti di Amerika, Lupus bilang daku harus kursus bahasa Inggris. Engkong kan tau, bahasa Inggrisku rada payah."
"Sebaiknya memang begitu, Sur. Engkong juga nggak pengen nanti lo kayak orang gagu di Amerika. "
"Tapi tentu saja untuk kursus perlu biaya yang tidak sedikit, Kong. Inilah masalahnya, Kong. Engkong kan tau daku tidak punya uang sepeser pun. Jadi terpaksalah Engkong yang harus menanggung biaya kursusku itu."
"Ya, ampun, Gusur, itu mah bukan kabar baik namanya, tapi kabar buruk!"
"Yah apa boleh buatlah, Kong. Kabar buruk pun Engkong harus dengar juga. Soalnya kepada siapa lagi daku meminta, kalau tidak kepada Engkong. Engkong kan tidak ingin cucu semata wayangmu ini kapiran di Amerika. Lagi pula biayanya tidak mahal, Kong...."
Mendengar kata tidak mahal, si Engkong sedikit bernapas lega.
"Tidak mahal itu kira-kira berapa, Sur"" tanya si Engkong mulai menunjukkan minatnya.
Gusur menjawab kalem. "Yah paling cuma lima ratus ribu, Kong...."
Mata si Engkong langsung mendelik.
"Gila, lima ratus ribu lo bilang nggak mahal! Memangnya bapak moyang lo punya pu'un duit, apa""
""Memang tidak, Kong. Tapi kata direktur kursus biaya segitu tidak mahal. Soalnya daku mau mengambil kursus yang sistem lima puluh jam."
"Dasar bego, omongan direktur kursus lo dengerin, Ya jelas aja dia bilang nggak mahal."
"Habis bagaimana dong, Kong...."
"Nggak gimana-gimana. Pokoknya, mulai hari ini dan detik ini, Engkong udah nggak sanggup ngebiayain lo lagi. Engkong nyerah. Engkong udah terlalu banyak ngeluarin biaya. Sekarang duit Engkong udah habis. Boro-boro lima ratus ribu, buat beli rokok kawung aja Engkong udah nggak gablek...," cerocos engkongnya tanpa henti. .
"Yaaaa, Engkong,..," kata Gusur dengan tatapan mata memelas.
"Diam, Engkong udah bosen denger rayuan gombalmu!"
Demi mendengar bentakan engkongnya, Gusur langsung mencari tiang, lalu menari sambil menangis sesenggrukan di situ. Persis film India.
Dasar si Engkong sayang sama Gusur, pemandangan seperti itu kontan membuat hati si Engkong luluh lantak.
"Cup... cup... Sur!" si Engkong berusalta mendiamkan Gusur, Tapi tangis Gusur justru makin keras.
"Tidak mau, pokoknya daku tidak mau diam sebelum Engkong mengabulkan keinginanku untuk kursus."
"Aduh, Gusur, Engkong bukannya nggak ngabulin kemauan kamu, tapi Engkong udah nggak punya apa-apa lagi. Semua harta benda Engkong udah habis dilego," si Engkong beralasan. Tapi Gusur tak kalah akal.
"Bohong. Engkong kan masih punya ayam. Jual aja ayam-ayam itu untuk membiayai kursusku,"
"Ha"" si Engkong mendelik. "Tapi itu ayam bangkok kesayangan Engkong, Sur. Masa mesti dijual juga""
"Ya udah, kalau Engkong lebih sayang ayam bangkok itu daripada aku, aku akan menangis terus."
"Tapi, Sur..." "Masa bodoh, pokoknya aku akan menangis terus sampai persediaan air mataku habis!" Gusur lalu makin mengeraskan suaranya.
Si Engkong yang sudah tidak tahan dengan tingkah laku Gusur, akhirnya nyerah juga.
"Iyalah, Sur, ayam-ayam bangkok aduan itu akan Engkong jual demi kamu...."
"Na gitu dong, Kong!" Gusur kontan ceria, dan menomplok engkongnya.
*** "Hari-hari terus berlalu tanpa terasa. Matahari dengan warna keemasannya yang elok, bertengger di antara sekumpulan awan timur. Akhir bulan sudah tiba. Engkongnya Gusur masih asyik ngelungker di tapangnya, ketika datang serombongan tamu dengan pakaian yang bagus-bagus.
"Engkongnya Gusur terperanjat. Ia buru-buru bangun, dan ditariknya kolor yang hampir melorot. Engkongnya Gusur mengucek-ucek mata, seperti tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Lho, kok tuan rumahnya masih sarungan"" kata serombongan tamu itu hampir serentak.
"K-kalian pada mo ke mana"" tanya si Engkong terbata.
"Pada mo ke mana" Emangnya lupa ya" Ini kan udah akhir bulan. Kita kan pada mo nganter Gusur ke lapangan terbang!" jawab Engkong Sanip mewakili rekannya.
Engkongnya Gusur menepak jidatnya. Hampir saja dia pingsan karena kaget. Tapi para tamunya keburu membopong. Lalu engkongnya Gusur didudukkan di bale-bale. Salah seorang tamu mengambil segayung air, dan meminumkannya pada si Engkong. Setelah agak pulih, salah seorang tamu yang lain kontan nyeletuk.
"Gusur-nya mana, Kong""
"Iya, Kong, belum berangkat kan dia"" sambung tamu yang lain lagi.
"Belum. Tapi nggak tau, dari semalam Gusur pergi. Sampe sekarang dia belum balik-balik juga."
"Yah, mudah-mudahan aja tu anak nggak apa-apa. Soalnya ini kan hari keberangkatan dia ke Amerika," celetuk Wak Haji Muhari,
"Iya lah, kita doain aja," sambar tamu yang berdiri di sampingnya.
"Sambil berdoa, gimana kalo kita suruh Engkong ngadajn pesta syukura
n"" usul tamu yang memakai kacamata hitam.
"Setuju!" sambut yang lain.
Engkongnya Gusur kaget. "Tapi... apanya yang buat pesta. Saya udah nggak punya apa-apa lagi."
"Lha itu kan masih ada kambing!" si kacamata ngotot.
"Tapi itu kambing saya satu-satunya yang tersisa. Jangan diapa-apain....," si Engkong masih berkeras. Tapi ketika tamu yang lain ikut mendaulat si Engkong supaya memotong kambing itu untuk pesta syukuran, akhirnya si Engkong tak kuasa menolak lagi. Kambing dipotong. Sebagian dibuat sate. Jeroannya dibuat gule. Dan sebagian lagi dibuat kambing setengah guling. Para tamu itu pun berpesta dengan bahagianya.
Tapi ke mana Gusur" Kenapa ia nggak muncul-muncul juga"
Iya, ya" Di mana seniman sableng itu"
7. THE DREAM OF BOCAH IMPIAN
"SEJAK si Boim ditawarin Lupus pergi ke Amerika, tu anak jadi kayak bola bekel yang mental di atas kasur Alga. Membal banget! Emaknya ampe sebel ngeliatnya. Soalnya mata "mak Boim udah rabun, jadi kalo ngeliat Boim yang pegitu lincah ke sono lincah ke sini, pandangannya jadi rada-rada sepet! Abisan bentaran tu anak ada di ruang tamu, bentaran lagi ada di dapur, terus di sumur, di pager, di pu'un jambu, terus terakhir di rubrik NAH INI DIA-nya koran Pos Kota!
"Im, jadi orang jangan lincah-lincah amat dong! Mata Emak ampe pegel nih ngeliatin elo! Slowly dikit nape sih!"
"A yam sorry, Ayam sorry, Mom! Gout lagi busy sekalle!"
"Kesibuk"n Boim itu emang merupakan persiapannya dalam menghadapi rencana perginya ke Amerika nanti. Jadi emaknya meskipun sebal tapi ada rasa bangga juga.
Kemudian playboy cap duren rontok ini menyeret-nyeret tas koper warisan babenya ke ruang tamu. Dia mau memilih barang-barang yang bakal dibawanya. Barang-barang itu ia kemas ke dalam tas koper,
"Ape lagi ye yang kudu aye bawa"" pikirnya. "Selimut udah..., bantal, serbet, kaos kaki, slampe, jaket, jas ujan...""
Sambil beberes Boim ngebayangin suasana di Amerika, .
"Ah, cewek-cewek yang serba bule, jalan-jalan yang panjang dan lebar, pemandangan yang indah, orang-orang yang selalu ngomong Inggris! Ah, senang sekali hati ini. Aye akan berjalan-jalan dengan cewek-cewek bule itu di jalan yang panjang dan lebar. Lalu berfoto-foto dan bersenang-senang di pemandangan indah sambil cas cis cus Inggris bersama mereka. Ehem, sukur-sukur salah satu dari cewek itu ada yang nyantol di ati aye, ah, pasti langsung aye sunting di tempat! Oh, konon kabarnye kalo istri aye bule ntarnye turunannye bakalan bagus dan laku jadi bintang film! Kalo gitu buru-buru aye dafterin WNI dulu biar kagak diusir ama Imigrasi...."
"Im, Im...!" terdengar panggilan emaknya.
"Oh, cewek-cewek bule," Boim masih mengkhayal.
""Im, Im...!"
"Oh, bule!" "Boiiiiim! Mau makan nggak lo!"
"Oh, ya, ya, bule, buleee!"
"Ape lo kate" Mau makan pake gule" Pan tadi lo minta sayur asem pake keju" Katanye biar ntar di Amerika kagak kaget lagi makan makanan yang ada kejunya. Nih, udah Emak bikinin!"
"Oh, iye, iye!" Boim tersadar dari lamunannya.
Dan ia segera memakan masakan emaknya yang berupa sayur asem campur keju. Sudah pasti rasanya kagak keruan. Tapi dasar Boim niatnya mau ngebiasain diri ama makanan Amerika, jadinya ditelen aja.
"Hm, Amerika, Man!" kata Boim sambil nelen makanannya bulet-bulet.
Emak Boim dateng lagi. "Im, gimana rasanye"" tanyanya.
"Enak, Mak. Cuma kejunye kurang banyak!" kata Boim.
"Lah! Entu juga udah Emak tambahin sabun batangan!"
"Lain kali cari keju yang mahalan dikit, Mak. Beli di super-kampret kek!"
"Iye, iye," kata Emak Boim sambil pergi ke pekarangan samping.
"Im, Boiiiim...!" tiba-tiba emaknya menjerit lagi.
"Aduh, ada ape lagi sih" What happened, Mom" What's going on" What do you do"" kemudian Boim pergi ke belakang.
""Lo wat wat wat mulu! Emangnya lampu lima watt" 'Ni liat ayam jago lo kejang-kejang makan sayur asem bikinan Emak!"
"Hah! Yang bener""
"Yee, lo liat aja sendiri!"
"Tapi kok aye kagak ape-ape"" kata Boim sambil meraba-raba perutnya, "Oh, berarti eni ayam kagak bakat pergi ke Amerika, Mak!"
Boim lalu masuk ke dalam. Mau mandi. Emaknya udah nyiapin balok es yang ditaro di dalam bak. Dia mau
ngerasain mandi salju, Sambil berendem di bak mandi Boim ngebayangin kulitnya yang item legam itu nanti bakal berobah jadi putih, dan biji matanya yang item busik bakalan berobah jadi biru!
"Im, udah belon mandinye"" ketok emaknya dari luar.
Tak ada jawaban. Emak Boim ngetok lagi. Dan tak ada jawaban. Emak terpaksa masuk kamar mandi. Dan pas dibuka Boim udah kaku kayak es krim Walls!
*** "Besoknya Boim minta duit ama emaknya untuk bikin jas ujan panjang. Jas ini buat persiapan kalo tiba-tiba musim winter dateng. Waktu Boim minta duit pake bahasa Inggris, emaknya bingung,
"Can you give some money, Mom"" tanya Boim.
"Apa lo kate""
""Ah, masa Emak kagak ngerti juga sih" Pan Emak udah aye suruh belajar bahasa Inggris biar bisa nandingin omongan aye""
"Ye, cuman kalo banyak-banyak gitu Emak kagak ngerti!"
"Aye mau minta duit buat bikin jas ujan panjang!"
"Yaelah, dari kemaren duit mulu, Nih!" kata emak Boim sambil menyerahkan uangnya pada anak kesayangannya itu.
Boim rencananya mau bikin jas ujan di tukang jait yang suka bikin baju para pembaca berita di TV itu. Dia udah dapat alamatnya. Dan dia udah punya bahannya, yaitu plastik lebar pemberian tukang bubur kacang ijo depan rumahnya. Tu plastik tadinya buat nutupin dagangan.
Tapi untuk pergi ke tukang jait. dia harus pinjam motor. Soalnya agak jauh dari rumah. Boim lalu pergi ke bengkel motor milik abangnya.
"Eh, ngapain lo, Im, siang-siang kemari" Mau ganti oli l0!" kata abang Boim begitu ngeliat adiknya nongol di bengkel.
Boim mesam-mesem. "Lo ditanyain bukannya ngejawab malah cengar-cengir!"
"Eni, Bang, aye mau pinjam motor. Aye mau ngejaitin jas ujan panjang di Harmoni."
"Oo, jas ujan buat persiapan ke Amerika"" tanya abangnya.
"Iye, Bang," kata Boim sambil tersipu.
""Eh, kalo. nggak salah teman lo yang gendut juga mo ke Amerika, ye!"
"Iye," jawab Boim.
"Siape namanye""
"Gusur." "Gue liat juga dia juga sibuk, tuh. Emang kalo orang mo ke Amerika mesti sibuk, ye!"
"Ye, gitu deh, Bang. Ngomong-ngomong boleh nggak nih aye minjem motor""
"Yah, lo pake deh, tapi ati-ati!"
Sepeninggal Boim seorang langganan bengkel yang dari tadi menunggu motornya diperbaiki bertanya pada abangnya Boim.
"Itu adik Sodara""
"Iye, emang nape""
"Betul mau ke Amerika""
"Betul." Sang langganan bengkel itu diam sejenak dan kemudian menengadahkan tangannya, berdoa,
"Ya, Tuhan, mudah-mudahan aja Amerika mau nerima orang-orang kayak gitu. Amin."
Di tukang jait, Boim ngomong Inggris lagi. Tukang jait bingung.
"Long coat"" tanya si tukang jait.
"Yes, long coat for winter. Can you making, Man"" tanya Boim lagi.
"Ah, ambo tak tahu. Carilah tukang jait lain!" kata si tukang jait yang biasa dipanggil "Uda" itu sambil menyerahkan bahan plastik pada Boim.
"No, no, no! You must. Must!" kata Boim lagi sambil nyodorin bahan plastik itu.
""Ambo urang awak. Jangan panggil ambo 'mas'!"
"Ah, maksud saya bukan 'mas' itu tapi must! 'Harus'! Uda harus bikinin saya jas ujan panjang buat persiapan kalo musim winter!"
"Oh, jas ujan""
"Yes, yes! Tapi bukan ujan biasa tapi ujan salju!"


Lupus Interview With The Nyamuk di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ujan salju""
"Yes, salju! Understand" Understand deh."
Uda akhirnya ngangguk-angguk aja, biar nggak tambah pusing.
Sepulang dari tukang jait, Boim ngeliat dua orang turis sedang berjalan di trotoar. Boim menghampiri dan berusaha mengajaknya mengobrol. Tapi si turis malah ketakutan dan mereka langsung memberikan uang receh pada Boim. Lalu kabur.
"Hei, Sir, Sir!" Boim memanggil turis itu. Tapi mereka mempercepat langkahnya.
"Aneh, diajak ngobrol kok malah kabur""
Di rumah Boim berpikir. "Kenapa turis-turis itu kabur" Hm, berarti ada yang salah pada diri aye. Pasti telah terjadi misunderstood. Wah, wah, berabe nih! Soalnya komunikasi entu penting banget. Aye harus mendalami bahasa Inggris lebih serius nih. Kagak bisa belajar dari buku aje. Palingan mesti kursus! Kalo kagak bisa-bisa misunderstood melulu, bisa-bisa cewek-cewek bule Amerika pada kabur waktu mo aye ajak ngobrol."
Saat itu juga Boim langsung nelepon Lupus.
""Halo, bisa bicara ama Lupus""
"Yes, Lupus's speaking!"
"Eh, kacao nih, Pu s! Inggris gue masih kacao! Tadi pan gue ketemu ama turis, terus gue ajak ngobrol. Maksudnya sekalian ngelancarin Inggris gue, eh, mereka malah pada kabur."
"Emangnya lo ajak ngomong gimana mereka""
"Pertama-tama gue ngomong how do you do...."
"Terus"" "Terus gue ngomong, Hello, you must give some money!"
"Yee, jelas aja pada kabur! Mereka nyangka lo tukang todong! Itu kan artinya mereka harus memberikan uang pada lo!"
"Yah, abisan gue yang baru tau cuma kalimat gituan doang, sih."
"Udah mendingan lo kursus aje. Ambil yang kilat!"
"Niat gue juga gitu. Gue pengen nanya ama lo tempat kursus yang murah tapi bagus, Pus" Lo tau, nggak""
"Gue tau, Di deket perempatan Slipi. Lo tanya aja ama orang-orang, pasti pada tau tempat kursus yang bagus di situ, Oh, iya, si Gusur juga udah kursus."
"Kursus apaan""
"Kursus masak!"
*** "Di rumah, Boim langsung ngomong sama emaknya ,soal keinginannya untuk ikutan kursus. Emak setuju aja. Paling problemnya soal duit pendaftaran.
"Jangan kuatir," kata Boim. "Aye masih punya celengan. "
Boim langsung ngambil celengannya.
"Tapi, Im, katanye tu celengan buat ngelanjutin kuliah" Pan tu celengan lo dari kecil!" ujar emaknya mengingatkan.
"Ah, biarin, Mak, demi Amerika! Eni pan bisa jadi sekali dalam seumur idup aye. Jadi ape-ape kudu dikorbanin!"
Tapi waktu celengan dibuka, duitnya udah pada bulukan. Bahkan masih ada lima perakan yang sekarang ini udah kagak gitu laku lagi.
"Ya, pegimane nih" Jumlahnya kagak nyampe lima belas ribu" Padahal uang pendaftarannya sekitar lima puluh ribuan."
"Ya, udah, lo pake duit Emak dulu. Tapi inget, pulang dari Amerika lo kudu ganti!"
"Beres, Mak!" Boim langsung berangkat ke tempat kursus. Waktu di jalan ada dua cewek kampung yang amprokan ama Boim.
Tu cewek langsung ngomongin Boim,
"Eh, tu die cowok yang mo ke Amerika"" kata cewek yang atu.
"Lo sekarang naksir dong ame die"" kata satunya lagi.
"Sekarang sih belon, tapi ntar kalo die udah pulang...."
""Kok kalo udah pulang""
"Katanya kalo abis pulang dari Amerika gaya seseorang bisa berubah. Cara berpakaiannya, cara bergaulnya, pandangannya terhadap masa depan, yaa, sukur-sukur sih tampangnya juga ikut berobah!"
"Ya, kalo gitu, kita doain aja sama-sama."
Sementara Boim yang ngerasa diomongin buru-buru ngebasahin jambulnya,
Begitu sampe di temp at kursus Boim langsung dites.
"Ng, ada tes yang lain, nggak"" tanya Boim pada petugas pengetesan.
"Maksudnya""
"Maksud saya bukan tes soal, tapi, kalo bisa saya dites lari aja. Muterin gedung ini sepuluh kali kek!"
Petugas itu jadi gondok. Sebetulnya pihak kursus tidak bisa menerima Boim karena hasil tesnya payah banget. Tapi lantaran Boim mendesak terus, akhirnya diterima juga. Dengan catatan sebagai peserta kursus percobaan.
Dan waktu kursus, Boim sempat jadi pusat perhatian. Soalnya udah kesebar kalo dia ikutan kursus karena pengen pergi ke Amerika. Bahkan guru kursusnya, seorang cowok yang Inggrisnya udah cas cis eus tapi sampai sekarang belum pernah ke luar negeri, jadi penasaran sama Boim.
"Katanya Anda mau ke Amerika, ya""
""Hm, begitulah,"
"Saya bisa ikutan, nggak""
"Kalo sekarang enggak, mungkin nanti-nanti."
"Hm, ke Amerikanya itu dalam rangka apa""
"Dalam rangka misi khusus," jawab Boim sok.
"Oh, iya iya saya tahu, Pasti Anda dikirim atas permintaan NASA untuk dijadikan bahan penelitian, ya""
"Ya, begitulah," jawab Boim enggak ngeh.
"Kebetulan tadi saya baca majalah luar negeri, katanya NASA perlu sukarelawan yang mau diteliti untuk dikirim ke planet Mars. Kalo nggak salah NASA perlu 'orang yang nggak kece' untuk diteliti."
Boim bengong. Dan guru itu berlalu.
Ternyata kursus baru seminggu Boim udah keluar. Soalnya banyak teman sekelasnya yang protes sama kelambatan Boim nangkep pelajaran. Ya, gara-gara Boim, proses belajar-mengajar di tempat kursus itu jadi lambat sekali.
"Ah, udahlah, mending belajar sendiri aje," kata Boim kemudian. "Kalo emang kepaksa, pake aje bahasa tarzan!"
Sampe di rumah Boim dikasih tahu kalo ntar malam emaknya mau bikin selamatan,
"Selamatan apa, Mak"" tanya Boim.
"Ye, selamatan buat lo
." "Ah, Nyak kayak orang mau naik haji aje."
"Orang kalo pergi jauh kudu diselametin," kata Emak, "biar kagak ade ape-ape."
Ya, Boim nurut aja. "Orang-orang di sekitar Boim emang pada mendukung rencana kepergiannya. Termasuk abang Boim yang udah ngejual motornya untuk biaya selamatan dan uang jajan Boim di Amerika nanti.
*** "Beberapa hari kemudian di sekolah.
Boim berusaha ngecengin Nyit-Nyit. Dia sekarang udah punya nyali untuk ngecengin cewek incarannya itu, Soalnya dia kan mau ke Amerika.
"Halo, Honey," sapa Boim mesra.
Nyit-Nyit melengos. Tapi Boim nyantai aja. Tidak sakit hati seperti dulu lagi.
"Orang yang mo ke Amerika kudu jentel! Sekarang emang nyuekin tapi ntar kalo aye udah pulang, bisa jadi dia nyembah-nyembah! Hehehe!"
Dari ujung koridor Boim ngeliat Gusur. Dia menghampiri sohibnya itu.
"Eh, Sur, gimana persiapan lo"" tanya Boim.
"Oke," kata Gusur. "Eh, ngomong-ngomong si Lupus ke mana" Kok tiada nampak batang hidungnya ""
"Iya, katanya kemaren juga nggak masuk sekolah."
"Iya, ke mana pula dia itu""
Tak lama ada seorang anak yang memanggil Gusur dan Boim. Anak itu menyuruh Gusur dan Boim ke kantin belakang. Di sana taunya ada Lupus. Lupus kemudian dengan berat hati memberitah,u kalo ada perubahan rencana. Jatah yang bisa ikut hanya dua orang tua dan satu anak saja. Selebihnya kudu nanggung biaya sendiri. Dari mulai biaya perjalanan, ongkos penginapan, sampai buat makan sehari-hari di Amerika harus bayar sendiri.
"Waduh, jadinya daku tiada jadi ke Amerika dong"" jerit Gusur.
"Wah, mau ditaro ke mane muka gue, nih!" tukas Boim langsung pucat.
Alhasil, Boim ama Gusur kagak berani pulang ke rumah.
"Lo mau ke mana"" tanya Boim pada Gusur.
"Daku mau ke Parung, ke rumah sodaranya engkong daku. Dan daku baru kembali ke rumah setelah Lupus pulang dari Amerika. Bila Lupus tiada pulang daku pun tak akan pulang!" kata Gusur.
"Gue bingung mau ke mane" Gue kagak punya sodara di luar kota."
"Ya, udah. Dikau mending ikut daku aja."
"Tempatnya enak nggak""
"Enak. Dekat kali. Daerahnya juga masih banyak poon-poonnya, tapi..."
"Tapi kenapa""
"Sodara engkong daku itu kerjaannya bikin bangku ama tempat tidur dari rotan. Kalo kita mau nginep di sana barang beberapa hari, kita harus mau membantunya membuat bangku atau tempat tidur dari rotan itu."
"Ya, bolehlah!" kata Boim pasrah.
"Dengan menumpang kereta semen dari Tanah Abang mereka pergi ke Parung.
"Ah, jadinye peribahasa itu menjadi terbalik, Sur," kata Boim dari atas gerbong kereta. "Harusnya kan bunyinye 'Tak ada rotan akar pun jadi', eh, ini jadinya 'Tak ke Amerika bikin tempat tidur rotan pun jadi!'"
"Hahahaha! Bisa saja kau!"
8. PURA-PURA SAKIT, BOIM TIPU LUPUS
"PENGUMUMAN! Boim sakit!
Baru dua hari di Parung, ternyata Boim sakit! Gusur terpaksa mengirim Boim pulang pakai paket.
Sakitnya Boim cukup keras. Ih, kacian deh. Boim terkapar tanpa daya di ranjangnya yang dekil. Udah kayak mumi yang diawetin. Kulitnya sampe pada gosong. Tapi kulit Boim dari dulu pan emang udah gosong, ya" Lalu itu ranjangnya, dekilnya kelewatan. Abis Boim kalo tidur tuh suka pake sepatu bot yang berlepotan tanah. Udah kayak kuda nil. Eh, tapi jangan bilang ke dia, ya" Nanti tersinggung. Maksudnya; kuda nilnya yang tersinggung, hihihi.
Disinyalir sakitnya Boim ini nggak laen disebabkan oleh rasa kecewa si Boim nggak jadi ke Amrik. Jelas Lupus jadi nggak enak begitu dikabarin.
"Tambahan, belakangan ini Boim juga hobi banget ngigo. Kalo udah ngigo, semua diomongin tanpa rahasia-rahasia lagi. Biasanya soal cewek melulu,
"Nyit-Nyit..." Nah, tuh kan" Boim ngigo. Baru juga dirasanin, udah terbukti. Di antara cewek-cewek yang disebutin, Nyit-Nyit tercatat paling sering. Abangnya suka sampe stres berat ngedengerinnya. Pernah juga abang Boim" berniat nyariin pengganti Nyit-Nyit buat Boim". Tapi Boim menggeleng drastis. Abisnya Boim disuruh macarin truk Pertamina,
"Abang aja deh. Pan Engkong udah miripan sama truk tanah," tolak Boim. Dasar anak durhaka. Kini keadaan Boim sudah sangat memprihatinkan. Kalo udah gitu giliran emak Boim yang paling dibikin repot. Ya, ny"a
pin kalo Boim makan, nyuci popok Boim yang pesingnya ngudzubileh min dzalik, dan ngebikinin sate uler kalo Boim lagi ngidam.
Tapi untung sekarang ada Bobo, Gak kenal, ya" Bobo itu masih sodara jauh ama Boim. Jauuuuh, banget. Ada kali empat ratus kilo lebih. Abis Bobo emang tinggal di Yogya, ngikut orangtuanya. Bobo suka majalah Bobo, suka bobo siang, serta suka piknik ke candi Bo... bo,.. Borobudur. Tapi sekian aja promosi bersama sponsor tunggal Bobo. Nanti kalo kebanyakan, Boim bisa ngambek. "Bisa ngalahin popularitas gue," alasan Boim suatu ketika. Dih.
"Nyit, Nyit Nyit..." itu dia Boim, Dengarlah, dia benar-benar menderita. Terkulai tanpa daya dengan bertarzan ria. Porno banget. Bobo sampe tergopoh-gopoh dari dapur, Tadi Boim minta dibikinin air anget.
"Nyit-Nyit, Poppi, Pupsi...," igo Boim lagi. "Mendekatlah kemari, Sayang. Mendekatlah...."
Pendekar Satu Jurus 14 Dewa Linglung 19 Pendekar Tanpa Bayangan Suling Emas Dan Naga Siluman 12
^