Pencarian

Interview With Nyamuk 3

Lupus Interview With The Nyamuk Bagian 3


Begitu menyebut nama Pupsi, Bobo jadi teringat. Dulu waktu maen ke Yogya, Boim pernah jatuh ati sama anak Gunung Kidul. Namanya ya Pupsi itu. Nama Latinnya Ni Wayem Pupsi. "Tapi seperti selalu bisa kalian duga, cinta Boim tewas dengan sangat sukses. Lalu siapa Nyit-nyit, siapa Poppi" Gampang aja.
"Itu pasti cewek-cewek yang pernah menolak cintanya," simpul Bobo yakin.
"Nyit-Nyit.... "
"Im, tenang, Im, Kau pasti akan segera sembuh," nasihat Bobo.
"Kamu siapa"" tanya Boim. Bobo mendelik.
"Bobo, Im. Saya Bobo."
"Oh, Nyit-Nyit, ya" Nyit-Nyit ke sini, dong."
Boim makin gak keruan. Sakitnya udah sangat gaswat. Masa Bobo dikira Nyit-Nyit" Bobo merinding.
"Nyit-Nyit...," igo Boim lagi. Bobo panik. Untung pada saat itu Lupus dateng.
Lupus dateng-dateng langsung menyerbu ke kamar Boim. Dia emang nggak enak ati banget denger Boim syok nggak jadi ke Amrik.
"Boim mana" Eh, kamu siapa" Tuyul piaraan abangnya Boim, ya"" tuduh Lupus ketika ngeliat Bobo. Bobo nyengir. Lupus kan gak pernah kenal sodara Boim ini. Lagi, Boim juga gak pernah cerita sih. Jadinya Bobo kalah ngetop jauuuh dari Boim. Ih.
"Ini pasti Lupus, kan"" ujar Bobo.
"Yee, nuduh lagi. Kamu bisa tahu kalo gue Lupus berarti bener dong lo emang tuyul. Ngaku aja. Eh, gimana sih caranya ngusir tuyul""
Lupus jadi maen teka-teki. Bobo yang dasarnya juga seneng tebak-tebakan segera nyahut.
""Ya, bacain. ayat Kursi!"
"Kalo tuyulnya itu Boim, yang nyolong duit gua"" tanya Lupus.
"Timpukin pake kursi." Hi hi. Bobo sambil ngikik. Lupus juga.
"Bawahnya lembek atasnya kekar, hayo"" tanya Bobo lagi. Lupus mikir.
"Boim keinjek Arnold Schwarzenegger."
"Yah, betul deh," Bobo langsung kecewa.
Di atas ranjang di kamarnya, Boim terus ngigo, Lupus meratiin dengan saksama.
"Nyit-Nyit...," igo Boim lagi. Lupus mendelik.
Bobo menjelaskan ke Lupus, "Udah dari tadi begitu, Pus. Nyebutin Nyit-Nyit mulu. Nyit- siapa sih""
"Ssstt." Lupus mesem. Lupus jadi nafsu untuk ngerjain Boim. Sayang kan kalo moment kayak gini dilewatkan begitu saja. Tapi sadis juga sih, ngerjain temen sendiri yang lagi sekarat. Ah, tapi nggak juga. Boim anaknya juga suka seenaknya kalo ngerjain anak orang. Hiiiii, Dan siapa tahu justru karena dikerjain, Boim jadi sembuh penyakitnya, Tapi kalo malah kian mempercepat is dead-nya, ya nasib. Hihihihihi, Lupus jadi terus membatin.
Dan setelah pikir-pikir, akhirnya Lupus bertekad bulat.
"Kita kerjain, yuk"" ajak Lupus. Bobo manut.
Boim makin lunglai. Nggak bergerak-gerak.
"Im...," kata Lupus.
"Ini siapa" Aku di mana"" rengek Boim.
""Tenanglah, Im. Kau tengah berada di surga dengan padang ilalang yang luas. Di sebelah itu sungai anggur dan susu mengalir. Kau akan abadi di sana. Kau akan bahagia..,," khotbah Lupus. Bobo mendelik.
"Im, katakan, Katakan apa yang kau mau, mumpung kau belum dipanggil...."
"Kok gitu, Pus. Jangan, kacian," sela Bobo.
Bobo, Bobo. Kamu nggak tau sih. Boim itu tukang ngerjain orang. Dia itu Yahudi banget. Jadi ini adalah pembalasan setimpal, batin Lupus.
"Udah, kamu diem aja!" Lupus setengah ngebentak.
"Kalian siapa"" suara lemah Boim.
"Malaikat," kata Lupus, Bobo ngikik.
"Malaikat" Malaikat siapa""
"Malaikat Lars Ulrich. Penjaga neraka."
"Itu kan drummer Metalica," bantah Boim. Lu
pus hampir ngikik. Bobo juga.
"Im, bertobatlah. Berdoalah agar kamu diberi keringanan hukuman. Lakukanlah, Im,..," nasihat Lupus.
"Tukang Malaikat, saya ingin Nyit-Nyit. Saya sangat merindukannya sekali, Apa Pak Tukang Malaikat bisa bantu saya""
Bobo gak tahan dan langsung cekakakan. Lupus nahan-nahan,
"0, bisa... bisa," kata Lupus. Lupus lalu melototin Bobo. Sodara Boim ini jadi grogi, Mau apa lagi, Pus"
"Kamu nyamar jadi Nyit-Nyit," perintah Lupus.
""Nggak!" Bobo mo terus ngabur.
"Eh, tunggu!" cegah Lupus.
"Kamu aja, Pus, ini kan ide kamu. Lagian kamu kan orangnya kurus. Jadi pasti pas nyamar jadi Nyi, eh, siapa" Kunyit""
"Kamu aja!" desak Lupus.
"Kamu aja!" "Kamu!" "Kamu!" "Aku!" "Ah, eh iya, Pus. Kamu aja, pasti pas!" tuduh Bobo. Lupus keki berat. Tapi karena niat mo ngerjain Boim-nya gede, Lupus jadi bela-belain nyamar jadi Nyit-Nyit.
Lupus sempat dandan sebentar. Pake bedak, lipstik, eye shadow, dan ih, cantik. Bobo jadi ngikik. Kini Lupus udah selesai dandan. Dia mulai mendekati Boim.
"Im, bukalah matamu. Ini aku Nyit-Nyit," kata Nyit-Nyit palsu. Bobo hampir mo ketawa.
"Oh, benarkah itu"" Boim rada semangat. Matanya mulai berkaca-kaca. Bercermin-cermin.
"Mendekatlah kemari, Sayang," kata Boim mesra, Lupus setengah kaget.
"Awas Aids!" ledek Bobo. Lupus melotot.
"Eh, Bob. Nanti adegan panasnya lo aja," pinta Lupus.
"Nggak, lo aja!" Bobo jadi ikutan gue elo.
Lupus jadi nyengir. "Nyit... kau cinta aku, Sayang""
"Tentu aja. Aku sayang banget sama kamu. Kamu ganteng. Gagah, perkasa...." Nyit-Nyit jilid II terus ngoceh. Bobo bela-belain nahan tawa. Perutnya mulai mules.
"Oh, aku bahagia, Nyit. Tak kuduga ternyata kau sebenarnya mencintaiku. Nyit-Nyit...."
"Apa lagi, Sayang""
"Pijitin kaki dong," ujar Boim.
"Haa"" Lupus menatap ke arah Bobo.
"Udah pijitin aja. Biar penyamarannya sempurna!" ujar Bobo. Lupus sewot. Alhasil Lupus terpaksa mijitin juga. Lupus gondok banget,
"Mijitinnya yang mesra, dong!" protes Boim. Keruan aja Boim tereak-tereak. Lupus mijitinnya pake martil.
"Nyit-Nyit..." "Apa lagi, Sayang"" tanya Lupus sambil ngancem dengan martil. Boim sempet grogi.
"Bikinin saya kopi!" .
"Hiyaa...!" Lupus tereak histeris. Tapi akhirnya Lupus ngebikinin juga. Tadi sebenernya Lupus udah maksa Bobo, tapi tuyul itu menolak dengan tidak ramah. Boim-nya juga nggak mau.
"Pokoknya harus kamu, Nyit!" pesan Boim.
Lupus dongkolnya seabrek-abrek.
"Udah kita bunuh aja," geram Lupus.
"Jangan nanti jadi hantu!" ujar Bobo. Hihi.
"Nyit-Nyit, kopinya pake air mentah campur beling, ya"" tereak Boim sambi! ngamuk-ngamuk. Lupus ngikik.
"Nyit-Nyit..." "Hiii, apa lagi, Sayang""
""Izinkan, aku mengecup bib..."
"Hiyaaaaaaaa!" Kali ini Lupus betul-betul histeris resmi. Bobo ngakak setengah mati. Dan saat itu Lulu dateng. Lulu udah dari tadi nyari-nyari Lupus. Udah ngacak di mana-mana, tapi baru ditemukan di sini. Tapi begitu liat Lupus dandan kayak cewek, pake rok lagi, Lulu jadi histeris.
"Lupuuuuuus, lo mo nakut-nakutin gue, ya""
Digertak gitu Lupus langsung kasih kode agar Lulu diem.
"Kalian kenapa sih"" Lulu gak ngerti. Lulu juga melotot ke arah Bobo. "Ehm, kamu sodaranya Boim ya" Mirif," kata Lulu.
"Lulu, kamu ngapain ke sini"" tanya Lupus.
"Kamu disuruh pulang sama Mami. Disuruh bantu-bantu bikin adonan kue pesanan Tante Suki."
Lupus menatap tajam ke Lulu. Lulu jadi mau ngikik liat dandanan Lupus. Kayak banciew, batinnya. Lalu Lulu dikasih cerita. Cerita kenapa Lupus sampe tega dandan kayak gitu. Cerita bagaimana Boim betul-betul merindukan kehadiran Nyit-Nyit.
"Gue kan jadi nggak tega, Lu," alasan Lupus.
"Kalian bikin persekongkolan jahat," kata Lulu. Lupus dan Bobo mendelik.
"Terus sekarang Boim di mana""
"Di kamarnya. Emang kenapa"" Lupus setengah curiga.
"Biar gue aja yang nyamar jadi Nyit-Nyit."
"Hiyaaaa!" Lupus histeris lagi. Lulu, Lulu. Jangankan kamu. Gue aja tadi mau diperkosa sama dia. Apalagi Boim itu juga naruh ati sama Lulu, Wah, bakal kesenengan anak itu. "Kamu bakal jadi korban keganasannya. Percaya aja deh. Jadi batalin aja niat gilamu itu!" desak Lupus.
"Nggak!" Lulu tetep nekat. Dia langsung masuk ke kamar tempat Boim tergeletak menuju ajal tiba, Begitu masuk, Lulu langsung ngunci pintu dari dalem, Lupus sempet gedor-gedor dari luar. Tapi Lulu cuek bebek. Lalu inilah adegan di dalem.
"Boim...," suara lirih Lulu.
"Lulu!" Boim ngeliat Lulu, langsung duduk di ranjang. Wajahnya cerah.
"K-katanya sakit, Im""
"Hihihi...," Boim ketawa. Lulu gak abis ngerti.
"Saya ngerjain Lupus aja kok. Dia begitu sering ngerjain gue. Tapi gue gak pernah bisa balas dendam. Sebagai manusia gue juga perlu power, dong!" kata Boim panjang-lebar. "Terakhir, gue kecewa berat nggak jadi diajak ke Amrik. Padahal persiapan gue udah gila-gilaan. Sebel. Batal deh ketemu Sharon Stone!"
Lulu cukup terharu. "J-jadi""
"Iya, eh sekarang kita kerjain Lupus yuk. Dia kan juga sering ngerjain kamu!" ajak Boim. Mulanya Lulu menolak keras, tapi setelah dirayu Boim sampe bibirnya pecah-pecah, Lulu kacian juga. Mereka lalu nyusun strategi pembantaian.
Dan kini Boim siap nge-kick Lupus lagi. Satu... dua... tiga.
""Im, jangan, Im. Jangan...!" Lulu tereak-tereak kayak adegan mo diperkostion. Lupus dan Bobo yang ada di luar kamar jelas kaget. Serentak melabrak pintu. Sial, pintunya udah nggak dikunci lagi. Alhasil Lupus dan Bobo jatuh berguling-guling.
Bobo ngikik. *** "Hari-hari berikutnya Boim merasa di atas angin. Dia ngerasa puas banget bisa ngerjain Lupus. Waktu sama-sama masuk kelas tadi, Boim negur Lupus dengan penuh hormat, Tapi Lupus diem aja.
"Pus, kamu sakit, ya"" sapa Boim. Lupus diem aja. Boim dalam ati ngikik. Dia ngerasa begitu menang. Boim juga begitu riang ngikutin pelajaran demi pelajaran. Gak biasanya begitu.
"Negara mana yang ibu kotanya lima"" Boim mulai main tebak-tebakan kala jam istirahat.
"Peru, atuh!" sahut Fifi Alone mantep.
"Waduh, sori, Fi. Masih salah!"
Anak-anak nggak ada yang berani nebak.
"Lupus, hayo negara mana, Pus" Kamu kan pasti jenius!" ujar Boim, Lupus gak nyautin.
Lupus malah dengan santainya meninggalkan kerumunan dan memilih ke perpustakaan. Boim masih bisa bangga.
"Dia pasti trauma saya kerjain kemaren!" kata Boim.
""Jawabannya apa dong, Im"" desak Utari penasaran.
"Indonesia!" sahut Boim sambil berkacak pinggang.
"Kok Indonesia sih""
"Iya dong. Kan Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, dan Jakarta Utara," jawab Boim bangga setelah teka-tekinya tak terjawab.
"Kalo negara yang ibu kotanya seratus"" ujar Boim lagi. Anak-anak langsung nyerah. "Kalian bego sih. Ya, Indonesia, Jakarta-Magelang, Jakarta-Cirebon, Jakarta-Wonosari, dan seterusnya. Hihihi."
"Huu, dasar bokap lu pensiunan kenek," tuduh Fifi. Boim cuek.
"Sekarang gue, Im. Binatang apa yang suka heran"" Ruri, si biang gosip, turut serta.
Setelah mikir sesaat, Boim langsung kasih jawaban.
"Cicak. Kan bunyi cicak: cckkk, cckkk, cckkk," jawab Boim bangga.
"Salah too!" "Abis apaan coba"" Boim nyerah. Anak-anak lain juga nggak ada yang tau. Baru Ruri buka jawaban sendiri.
"Monyet dong!" "Lho, kok monyet"" kata anak-anak hampir serentak.
"Nah, itu kalian pada heran!" kata Ruri dengan senyum penuh kemenangan.
""Haa"" Anak-anak melongo dahsyat.
Boim langsung mencari di mana Lupus berada. Boim menemukan Lupus lagi asyik baca-baca buku. Iya, masa di perpustakaan maen golf" Hihihi.
"Boleh ikut duduk di sini, Pus"" sapa Boim ramah. Lupus nggak jawab apa-apa. Malah dengan nyantenya meninggalkan Boim sendirian di perpustakaan. Tapi Boim malah puasnya selangit.
"Dia pasti masih trauma. Makanya, Pus, sekarang elo tau siapa Boim!" batin Boim norak.
Sampe pelajaran usai Lupus masih pendiem,
Tadi anak-anak pada khawatir kenapa Lupus bisa begitu, tapi dengan gaya politikusnya, Boim berusaha ngasih penjelasan,
"Lupus nggak apa-apa kok. Paling-paling dia trauma abis saya kerjain kemaren. Nanti juga kembali seperti sediakala!" jelas Boim. Anak-anak masih gak percaya. Dan waktu jam anak-anak pulang, Lupus masih nampak ngemas-ngemasin bukunya. Di kelas tinggal ada Utari, Ruri, Aji, dan Boim,
"Pulang dulu, Im," kata Lupus lirih. Boim menatap tajam ke arah Lupus. Boim masih merayakan kemenangannya
dengan ketawa ngikik. "Iya, kok elu bisa ngerjain Lupus sih, Im"" tanya Aji. Boim diem tapi ge-ernya gak ketulungan.
Kemudian anak-anak pulang semua, tinggal Boim yang masih asyik nyariin bolpoin. Untung dapet, Boim segera beranjak ninggalin bangku kelasnya. Tapi di pintu Nyit-Nyit udah nunggu Boim dengan muka abang-biru.
""Heh, kodok. Apa-apaan sih elo" Ngapain elo bikin rekaman pake nyangkut-nyangkut nama gue. Pake adegan jorok lagi. Kamu mo ngejatuin gue di mata temen-temen, ya"" Nyit-Nyit nyap-nyap. Boim celingak-celinguk. "Pokoknya gue nggak terima. Kamu mau saya aduin ke Pak Kepala Sekolah. Huh, cuh!" omel Nyit-Nyit.
Lalu pada saat-saat gawat itu Lupus nampak balik ke kelas.
"Maaf ya, bentar. Buku gue ada yang ketinggalan!"
Boim bengong menatap Lupus.
Lupus berujar kalem, "Sori juga, adegan kemaren gue rekam pake tape kecil, dan sekarang kasetnya ada di tangan Nyit-Nyit buat bukti...."
9. AMRIK "AMERIKA, negeri impian. Gara-gara punya mimpi pengen pergi ke negerinya Guns N'Roses ini nggak kesampean, Boim dan Gusur sampai sakit-sakitan. Tanpa setau Lupus, Boim dan Gusur yang kecewa, bersekutu membalas dendam dengan pergi ke Yogya bersama Fifi dan Anto.
Amerika memang negeri impian.
Seumur hidup, Lupus pengen ngeliat langsung negeri yang begitu banyak diliatnya lewat film-film yang memonopoli seluruh bioskop di Indonesia. Sampai menggusur film dalam negeri. Yang jadi komoditi ekpor adalah negaranya Clinton, karena di samping mengimpor film ke Indonesia, Amrik juga otomatis mengimpor gaya hidup Amrik ke remaja-remaja di sini. Musik rap, metal, Levi's, Coca-Cola, Marlboro, belum lagi baju-baju dan aksesori lainnya yang khas Amrik. Yang jadi jiwa anak-anak remaja Indonesia.
Amerika jadi negara nomer satu dunia! Trend globalisasi bersumber dari sana. Hingga tanpa sadar kita suka mendukung Amerika, dalam konflik internasional. Atiek CB, yang artis itu, pernah ngomong, "Dulu idola saya para teroris Timur Tengah, sebangsanya Abu Nidal, tapi waktu perang Amerika-Irak, saya ngebelain Amerika. Soalnya saya udah kebanyakan dicekoki film dan musik yang serba Amerika!"
Nah, begitu sampai di JFK International Airport, New York, setelah lebih dari 26 jam terkurung dalam Singapore Airlines, Lupus pun nggak bisa mingkem saking salutnya ngeliat bandara yang gedenya amit-amit itu. Hingga dari satu terminal ke terminal lain, kudu naik bus segala. Seumur-umur, Lupus baru ngeliat bandara yang sebegitu gedenya. Ribuan pesawat dengan aneka bentuk, dari mulai Fokker, Concord, sampai Jumbo-jet, ada di sana, dengan logo yang melambangkan negara asal pesawat itu.
Sebelumnya Lupus juga sempet transit di Bandara Changi di Singapura dan Schiphol di Amsterdam. Tapi nggak segede JFK ini. Dan jelas, perjalanan panjang dari Jakarta ke New York yang memorak-porandakan waktu, bikin Lupus jet-lag. Kadang-kadang malam terasa kelewat panjang, sampai Lupus nggak bisa tidur, kadang siangnya juga amit-amit lamanya, hingga mata Lupus merah menahan kantuk, tapi tak kunjung bisa terlelap. Belum lagi tingkah pramugarinya yang meski cantik, tapi suka seenaknya mengatur jam makan penumpang. Giliran belum laper, udah disuruh makan lagi. Giliran perut keroncongan, malah nggak dikasih-kasih makan. Lewat pengalaman pait itu, terpaksa Lupus suka ngumpetin biskuit dan keju untuk bisa bertahan hidup.
Amerika, memang negeri impian.
Ketika mendaratkan kaki di landasan Bandara JFK, Lupus langsung merasa amat berdosa kepada dua sohib antiknya, Boim dan Gusur. Lupus inget, anak-anak itu tadinya begitu girang mau diajak ke sini. Sampai bikin pesta segala. Dan kini mereka tertinggal jauh di belahan dunia sana. Oh, alangkah malangnya.
Lupus pun berusaha menghilangkan perasaan berdosanya dengan menyibukkan diri melihat-lihat sekitar bandara. Seperti kamu tau, keberangkatan Lupus ini karena diajak Oom Surya dan Tante Titu. Selama perjalanan di pesawat dengan pasangan yang "odd couple" itu, banyak kejadian yang bikin heboh, Lupus sendiri nggak pernah bisa ngerti, bagaimana dua orang yang punya karakter amat berlainan itu bisa menjadi suami-istri, kayak Oom Surya da
n Tante Titu itu. Tante Titu hobi nulis cerita untuk anak-anak. Sebetulnya, mungkin lebih tepat kalo Tante ini sering menerjemahkan, bukan menulis. Abis buku karangannya jarang beredar, kecuali di antara murid-muridnya di kampus. Iya lah. Tante Titu ini ngajar Sastra Anak di sebuah universitas, dan dia sering menerjemahkan buku-buku bagus, untuk kemudian dijilid, dan dipaksa mahasiswanya untuk membeli. Lumayan. Tante Titu ini sudah cukup tua. Sekitar lima puluh tahunan lah. Dan cerewetnya setengah mati. Orangnya amat teliti, serba bersih, tapi gampang panik. Kakinya dirubung semut rangrang aja paniknya udah kayak semut rang merubung kakinya. Tapi sebetulnya Tante Titu ini baik hati. Lupus sering dikirimi buku-buku bagus untuk dibaca. Dan Lupus amat tertarik. Berkat tantenya itu, Lupus jadi kenal sama buku-bukunya Roald Dahl, Jules Feiffer, Katherine Paterson, Louise Fitzhugh, William Sleator, Gregory Maguire, dan lain-lain.
Sementara Oom Surya itu orangnya kebalikan dari Tante Titu. Pelupa, berantakan, suka linglung, d"n cerobohnya minta ampun. Hingga nggak jarang suami-istri yang nggak punya anak itu sering ribut gara-gara hal-hal sepele.
Kalo udah ribut, hihihi, kayak anak kecil. Main jutek-jutekan muka. Lupus suka mikir, mungkin ltu sebabnya sampai mereka nggak bisa punya anak.
Oom Surya ini suka mendongeng, dan main wayang. Di samping itu, dia suka bikin ilustrasi juga di bukunya Tante Titu. Oom Surya diundang dalam workshop ini, selain mau belajar ilustrasi, jupa untuk mempertunjukkan kebolehannya main wayang,
Itulah sekilas tentang Oom dan Tante yang pergi dengan Lupus. Sekarang balik lagi ke Lupus.
Ketika lewat pintu Imigrasi, Lupus rada tegang juga. Soalnya suka ditanyain macem-macem. Seperti, mau ngapain ke Amrik" Tinggal di mana" Punya banyak duit nggak" Ya, sebel juga. Abis kayaknya Amrik tu ketakutan kedatengan imigran yang nantinya bakal nyusahin pemerintah, dengan nggak punya kerjaan.
Lupus tegang, waktu petugas imigrasi itu meneliti wajah Lupus yang terpampang di paspor.
"Kok nggak mirip"" katanya spontan.
"Ha"" Lupus kaget.
Tapi petugas itu langsung tersenyum, dan mencatat sesuatu. "Just kidding!". ujarnya kocak.
"Welcome to America!" Petugas itu langsung berdiri dan memberi hormat pada Lupus. Lupus langsung tertawa, dan membalas hormat. "Welcome juga!"
"What"" petugas itu bengong.
"Just kidding!" Lupus membalas kocak, dan buru-buru pergi.
Setelah itu mereka menuju ke tempat bagasi. Tante Titu dengan cerewetnya lalu menyuruh Oom Surya dan Lupus buru-buru mengepak barang-barangnya, soalnya takut ketinggalan pesawat berikutnya. Ya, dari New York, mereka harus melanjutkan naik pesawat kecil model Fokker ke Bradley.
"Tentu saja lagi-lagi ada masalah dengan Oom Surya. Karena bawaannya yang seabrek-abrek, termasuk membawa kotak wayang, kardus buat pengganti gedebok pisang, tiang penyangga layar wayang, dan baju-bajunya, bikin dia kerepotan setengah mati. Tiap ada pemeriksaan dokumen, semacam tiket, paspor, atau apa aja, Oom Surya terpaksa kudu bongkar-bongkar muatan, karena ia nggak pernah inget di mana terakhir ia meletakkan dokumen-dokumennya.
Belum lagi tiang-tiang yang ia bawa, beberapa kali kena kepala penumpang lainnya. Hingga kalo nggak buru-buru dimintai maaf, bisa terjadi perang antarnegara.
"Bapak ini gimana sih" Naro tiket aja nggak tau, Gimana kalo ilang" Bapak nggak bisa pulang ke Jakarta!" omel Tante Titu sambil menarik-narik Oom Surya untuk bergegas.
"Tit, tunggu tho. Saya kan lagi usaha. Kalo ndak sabar, ya duluan aja..."
Tentu saja Tante Titu nggak berani sendirian ngeloyor duluan.
Kalo udah ribut begitu, Lupus buru-buru menjauh, takut kena damprat juga.
Beberapa saat kemudian Lupus naik Fokker jenis Shorts 360, yang akan membawanya ke Bradley. Pesawat dari maskapai penerbangan American Airlines (American Eagle) ini keliatan kayak bus aja saking mungilnya. Waktu kedua baling-baling diputar, berisiknya minta ampun.
Pramugarinya juga cuek aja nanyain para penumpangnya mau minum apa. Tapi Lupus suka, karena biasanya naik pesawat kecil begini lebih terasa terbangnya. Soalnya n
ggak bakal terbang terlalu tinggi, hingga bisa ngeliat pemandangan di bawah, Kalo ketiup angin, atau ada udara kosong, jadi oleng ke kanan dan ke kiri kayak dewa mabuk. Hihihi, seru. Lupus buru-buru duduk di dekat jendela, sementara Oom Surya dan Tante Titu lebih suka duduk di gang sambil komat-kamit baca doa. Ya, soalnya kayaknya ni pesawat rada-rada ringkih.
"Berdoa, Oom, Tante, biar selamet. Perasaan saya rada-rada nggak enak nih!" bisik Lupus pada oom dan tantenya.
Tante Titu langsung melotot. "Hei, jangan sembarangan ngomong kamu, Pus! Anak bandel!" Tante Titu menggigil ketakutan. Sampai giginya gemeletuk. Tambahan lagi, saat itu turun hujan, Udara musim panas di New York agak kurang cerah.
Lupus senyam-senyum aja. Pesawat mulai bergerak dengan ringkihnya, Bergoyang-goyang kayak bajaj ikutan racing. Lupus dengan antusias nunggu pesawat itu lepas landas. Tapi begitu siap-siap mau take-off, tiba-tiba pesawatnya bergerak kembali ke landasan semula, Sang pramugari memberi pengumuman, "Berhubung ada badai, dan suasana tak memungkinkan, pesawat dibatalkan berangkat. Penumpang harap kembali ke ruang tunggu sampai ada pemberitahuan berikutnya..."
"Lupus jelas kecewa.
Dan ternyata sampai menjelang malam, beberapa jadwal pesawat dibatalkan. Lupus kesal menunggu lama di bandara. "Kalo nggak memungkinkan, penumpang akan diberangkatkan dengan bus ke Bradley," ujar petugas bandara.
Lupus makin kesel. Kalo soal naik bus sih, di Jakarta ia udah bosan, Lupus pun dengan setia menunggu di bandara sampai badai reda. Ia menolak naik bus. Dan penantiannya tak sia-sia, karena beberapa saat kemudian, udara dinyatakan aman, dan pesawat Eagle itu diperbolehkan berangkat. Maka berangkatlah Lupus ke Bradley.
Pemandangan dari atas pesawat benar-benar indah. Kota-kota kecil di bawah kayak maket yang rapi. Satu hal yang menarik dari kota-kota atau desa-desa di Amerika, rumah: rumahnya tersusun rapi, dari kayu dan dicat dengan warna-warna yang hidup. Ada merah, hijau, kuning, biru... pokoknya asyik. Beda sama rumah di kompleks perumahan di Jakarta yang rata-rata semua berwarna putih. Nggak ada variasi.
Lupus benar-benar kagum. Matanya nggak lepas dari pemandangan di bawah sana.
Beberapa saat berselang, ketika pesawat mungil itu mendarat di Hartford's Bradley Airport, hari sudah malam. Sekitar pukul delapan, Tapi karena ini musim panas, udara belum begitu gelap. Dan berbeda dengan Bandara JFK, Bradley mempunyai bandara yang mungil. Dari petugas, didapatkan informasi bahwa ada bus dari perusahaan Peter Pan yang bisa membawa mereka ke South Hadley, Massachusetts, pukul sembilan malam nanti. Itu bus terakhir. Dan bus-bus di Amerika memang sangat tepat waktu. Pas pukul sembilan, muncul sopir Peter Pan mencari penumpang menuju South Hadley. Bus itu melewati jalan tol menuju South Hadley.
Saat itu kali pertama Lupus melihat rakyat Amerika dari dekat. Mobil-mobil di jalan tol kebanyakan open kap. Pengendaranya cuek-cuek, nyetir sambil minum dari botol. American style banget. Kulit-kulit mereka yang bule, nampak kemerahan terbakar matahari. Kebanyakan yang nyetir malah cewek, cowoknya duduk santai di sebelah sopir. Nyetirnya juga di kiri.
Sampai South Hadley, mereka disarankan naik limousine ke Mt. Holyoke College, kampus tempat workshop itu diadakan, yang terletak di lereng Gunung Holyoke. Daerah yang menjadi bagian Massachusetts itu memang daerah kampus. Banyak kampus lain terletak di sekitar Mt. Holyoke.
"Naik limo" Aduh gile. Bayarnya berapa"" Lupus kaget juga. Di Jakarta kan hanya konglomerat yang naik limo. Kok di sini jadi kendaraan umum"
Tapi Lupus jadi kecewa ketika limo yang dimaksud datang. Ternyata hanya mobil semacam mini-bus yang dinamakan limo.
"Ya, itu emang sebutan kami untuk kendara"an umum ini," ujar Negro yang menyopir mini-bus itu.
Maka berangkatlah mereka ke Mt. Holyoke.
*** "Mt. Holyoke College adalah kampus impian.
Kompleks universitas itu luar biasa luasnya. Puluhan gedung bergaya kuno dijadikan ruang untuk kelas, asrama, laboratorium, teater terbuka, teater tertutup, toko stasionari, dan kebutuhan akademis lainn
ya. Lupus menggeleng-geleng, pantesan aja anak Amrik pinter-pinter, fasilitas belajarnya luar biasa dan bikin betah.
Suasana sekitarnya pun indah, dengan pohon-pohon yang rindang, rumput yang hijau, jalan setapak yang bersih, hingga binatang-binatang kecil macam bajing, burung, akrab bermain-main.
Tapi yang bikin Lupus kecewa, ternyata saat itu lagi liburan musim panas, hingga kampus terasa amat sepi. Dan semua peserta workshop itu tua-tua, seumuran dengan Tante Titu. Tante Titu langsung betah ngerumpi sana-sini, sambil minum teh, sedang Lupus nggak punya temen.
Lupus dapet kamar sendiri di lantai tiga sebuah gedung asrama tua yang bernama Rockefeller. Aduh, jangan deh ngebayangin kamarnya kayak apartemen mewah kayak di film-film Amerika. Kamarnya justru sederhana, dengan tempat tidur kayak di rumah sakit. Jendelanya dari kayu dan besi yang nampak tak lekang dimakan zaman. Kuno banget. Tiap kamar dilengkapi tempat tidur besi, - ruang untuk ganti baju, meja kayu tua dan kursinya, serta lemari baju. Perabotan itu mengingatkan Lupus pada rumah neneknya di desa. Yang asyik, hanya kamar mandi yang dijadikan satu di ruang tersendiri, dengan shower, dan mesin minuman dan ruang cuci pakai koin yang ada di lantai bawah tanah.
Di seberang kampus itu, ada sebuah pertokoan indah yang bernama Village Commons, yang menjual baju, dan keperluan sehari-hari lainnya.
Toko Buku Odyssey juga terletak di situ, bersama restoran dan bioskop. Semula Lupus merasa betah juga, ada hiburan. Tapi begitu tau jadwal acaranya ketat, dari pukul sembilan, hingga pukul sembilan malem, Lupus langsung semaput. Berarti nggak ada waktu untuk hura-hura!
Buang sampah juga nggak bisa sembarangan, karena udah diatur jenisnya supaya bisa didaur ulang, Daur ulang memang kampanye yang lagi gencar di Amrik, selain antirokok.
Acara sehari-harinya, biasanya sehabis sarapan, lantas ada kuliah utama. Pakai bahasa Inggris yang susah dimengerti, hingga Lupus harus pasang kuping baik-baik untuk tau apa yang mau diomongin. Yang memberi kuliah, kebanyakan pengarang dan kritikus bacaan anak asal Amrik. Rata-rata memang berusaha melucu, tapi Lupus tetap nggak ngerti.
"Sehabis makan siang, ada diskusi kelompok.
Nah, ini yang paling disebelin Lupus. Di samping usianya paling muda (yang lainnya nenek-nenek!), Lupus juga suka gelagapan kalo dimintai pendapat. Ya gimana, untuk ngomong aja masih susah, malah disuruh diskusi. Tapi untungnya orang-orang Amerika itu sopan-sopan dan baik-baik. Hingga meski sulit ngomong, mereka terus memberi spirit Lupus untuk mencoba berbicara. Dan nggak ada yang suka ngetawain. Semua dihargai. Ciri-ciri orang berbudaya maju memang suka menghargai pendapat orang, objektif, dan suka mengeluarkan pendapat. Kebiasaan ini kan kurang Lupus liat di temen-temennya di sekolah. Mereka nggak terbiasa mengeluarkan pendapat. Dipendem terus. Mungkin takut diketawain, ya"
Empat hari berlalu, Lupus mulai jenuh juga. Meski ada selingan acara sebangsa cocktail party, atau minum-minum teh, tapi kalo yang kebanyakan dateng nggak bisa diajak ngocol, Lupus jadi males. Apalagi terhadap kuliah yang bikin ngantuk, karena kesulitan dengan bahasa. Tapi Lupus ngeliat, bukan cuma dia aja yang ngantuk. Oom Surya lebih gawat lagi. Sering kedapetan ngorok di ruang kuliah yang biasanya diadakan di auditorium, yang full AC itu. Walhasil, tetangga kanan-kirinya jadi suka terganggu, ngelirik ke arahnya. Kalo udah begitu tinggal Tante Titu yang panik, buru-buru ngebang"in Oom Surya dengan muka sebal.
""Bapak ini lho, malu-maluin aja. Bikin malu bangsa Indonesia!" omel Tante Titu.
Maka dibikin perjanjian. Tante Titu disuruh duduk dekat Oom Surya. Jadi kalo ada tanda-tanda Oom Surya tertidur, Tante Titu disuruh buru-buru ngebangunin pake ujung pensil. Dan ini bikin problem lagi. Karena Tante Titu dinilai kelewat aktif ngebangunin. Jadi Oom Surya belum terlelap, baru leyeh-leyeh, atau menyender di pegangan kursi, Tante Titu udah menusuk-nusuk pinggangnya pake pensil yang sengaja diraut tajem banget. Oom Surya jadi ngomel, "Lha wong saya belum tidur kok udah dibangunan... eh, diba
ngunin!" "Itu tadi Bapak tidur kok!" tukas Tante Titu.
"Belum! Saya cuma nyender aja. Capek. Emang nyender nggak boleh""
Jadi ribut deh. Belakangan Lupus yang dapet tugas ngebangunin. Dan ini makin runyam, karena akhirnya malah dua-duanya yang ngorok.
Jadilah Tante Titu makin panik.
Di hari kelima, pas sarapan kebetulan Lupus semeja dengan Bapak dan Ibu Green. Dua-duanya sangat menarik Lupus langsung betah ngobrol ngalor-ngidul. Bapak dan Ibu Green ini sudah cukup tua, umurnya sekitar enam puluhan lah. Tapi masih nampak kuat. Pak Green hari itu memakai topi dari anyaman bambu, serta membawa ransel.
"Mau pergi ke mana, Pak Green"" tanya Lupus.
"0, saya mau hiking. Mau ikut""
""Nggak ikut kuliah"" tanya Lupus.
"Ah, ini kan kegiatannya istri saya. Saya hanya menemani, sambil jalan-jalan keliling daerah Mt. Holyoke!" ujar Pak Green.
"Iya, kalo mau ikut, boleh, Pus. Kamu kuat, kan, naik gunung" Masih muda begini," rayu Bu Green.
Lupus jelas setuju untuk bolos kuliah. Lumayan buat ngusir rasa jenuh.
Akhirnya setelah naik mobil ke dekat puncak gunung, mereka hiking ke puncak gunung yang curam.
"Agak curam nih, tapi kamu kuat, kan, Pus"" tanya Pak Green,
"Kuat!" ujar Lupus mantap. Soalnya puncak gunungnya udah jelas keliatan.
Pak Green kemudian mengeluarkan tongkat dan ransel, dan mulai berjalan dengan langkah tegap. Lupus mengikuti dari belakang. Sepanjang jalan, Pak Green mengoceh macam-macam tentang nama-nama tanaman, binatang, buah-buahan.... Nampaknya Pak Green ini amat mencintai lingkungan.
Baru setengah perjalanan, napas Lupus udah ngak-ngik-ngok kayak orang asma. Pak Green cemas, dan menoleh ke belakang. "Kamu nggak apa-apa, Pus""
"Nggak!" Tapi beberapa detik kemudian, pandangan Lupus mulai berkunang-kunang, dan ia mulai nyesel setengah mati mau ikut naik gunung.
""Pak... b-bisa istirahat dulu""
Belum sempat Pak Green menjawab, Lupus jatuh pingsan!
Pas siuman, karena dikasih minum oleh Pak Green, Lupus jadi malu banget. Pak Green yang udah kakek-kakek masih kuat, tapi Lupus yang masih muda udah loyo.
"Maaf, Pak Green, jadi bikin repot!"
"Ah, nggak apa-apa.... Memang salah saya memilih jalur yang terlalu curam......
Setelah segar, mereka berjalan ke puncak Dan pemandangan dari puncak Gunung Holyoke ternyata memang indah luar biasa. Beberapa negara bagian Amerika terlihat dari atas gunung. Lupus tak puas-puasnya memandang,
Setelah itu, Pak Green mengajak Lupus ke hutan buatan, penampungan air minum, tempat pemeliharaan ikan tawar, dan tempat bekas tapak dinosaurus yang dijadikan daerah wisata.
Hari itu, Lupus belajar banyak hal dari lingkungan! Belum pulangnya ia ditraktir makan oleh Pak Green!
*** "Pegunungan Holyoke memang oke. Tapi terus terang, bukan pemandangan pedesaan seperti ini yang diimpikan Lupus jika sempat ke Amrik. Terus terang mentalnya nggak siap menerima suasana sunyi seperti ini. Lupus mau ngeliat Amrik seperti di film-film. Rame, seru, dan full action. Tapi ternyata di situ sepi.
"Makanya Lupus jadi kangen berat sama temen-temennya. Dia merasa sendirian di Amerika yang luas. Di tengah rasa sepinya, Lupus mulai nyari akal untuk menghubungi temen-temannya sebangsa Boim dan Gusur. Dasar konyol, ia ingin melakukan hal-hal yang nggak biasa. Masalahnya ia males nanya di mana ada kantor pos, dan gimana cara ngirimnya. Tau sendiri, orang-orang Amrik kalo ngomong cepet banget, dan semua orang yang dateng ke Amrik dianggap bisa bahasa Inggris. Lupus jadi males.
Maka malem itu, sepulang ngedengerin ceramah, Lupus jalan-jalan ke ujung kompleks kampus, Di sana terdapat danau dan sungai kecil.
Lupus segera nulis surat di dalam botol. Botol itu dihanyutkan di sungai. Besok paginya, pas suasana sekitar nampak terang, Lupus baru ngeh kalo sungai itu mengalir ke danau kecil di dataran rendah, dan botol Lupus muter-muter aja di situ.
Yang lebih konyol, waktu memutuskan nekat menulis surat aja, dia baru tau bahwa dia nggak tau alamat rumah Boim dan Gusur. Rumahnya sih tau, tapi apa alamat rumah mereka itu terdaftar atau nggak, Lupus nggak tau juga. Sebab setiap ditanya orang, Gusur selalu men
yebutkan ancer-ancer rumahnya, bukan alamat lengkapnya. Misalnya, di belakang pos hansip belok kiri, mentok sampai di kandang bebek, lalu ke kanan, sampai di dekat sarang burung, di situlah rumah Gusur. Bersatu dengan burung-burung, hehehe....
"Usaha terakhir, di teras kamar asramanya, Lupus meniru gaya Indian mengirim kabar pake asep. Cuek aja dia. Sampai ternyata baru sadar kalo orang-orang pada panik, berkumpul di bawah asrama sambil berteriak-teriak, "Fire! Fire!"
Dua blanwir didatangkan.

Lupus Interview With The Nyamuk di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tante Titu jelas panik setengah mati.
Besoknya Lupus dihukum nggak boleh keluar kamar sama Tante Titu. Lupus malah seneng, soalnya nggak usah ikut kuliah yang bikin ngantuk itu. Ia tiduran sepanjang hari.
Dan akhirnya datang hal yang paling mengasyikkan. Ketika Bill Sleator, sang pengarang, datang ngasih ceramah, Lupus tertarik sama gayanya yang kocak. Seusai ceramah, pas acara buffet, Lupus nyamperin Bill untuk kenalan.
Buntut-buntutnya Bill malah ngasih alamatnya di Boston. "Kalo sempet, maen ya ke Boston""
"Naik apa""
Bill menjelaskan kalo ada bus Peter Pan dari depan kampus yang menuju ke Boston. Lupus dikasih tau cara-caranya. Akhirnya pas Sabtu sore, karena ada break kuliah, Lupus ngabur ke Boston tanpa setau oom dan tantenya. Tante Titu bakal panik dan ngomel-ngomel, tapi buat Lupus gila rasanya kalo jauh-jauh ke Amrik hanya ngedon di suatu desa bernama Mt. Holyoke!
Perjalanan ke Boston sendirian memang agak menegangkan. Dengan modal jadwal keberang"katan bus di tangan, Lupus mengecek di setiap pemberhentian, karena Lupus harus mengganti bus di Springfield. Kira-kira tiga jam kemudian, Lupus tiba di stasiun bus Boston. Wah" di kota Boston ini banyak gedung raksasanya. Nah, dengan harapan moga-moga ketemu New Kids on the Block, Lupus jalan-jalan bermodalkan peta kota Boston yang ia beli di terminal. Untung orang-orang Boston sangat membantu, hingga ia bisa langsung menuju Pedestrian Mall, yaitu pasar turis teramai di Boston, Pasarnya kayak Blok M zaman dulu, karena banyak yang menggelar jualan dan mempertunjukkan keahliannya di taman-taman kota. Lupus segera berburu barang-barang khas Boston buat oleh-oleh.
Menjelang malam, setelah lelah berkeliling, Lupus mulai cemas juga. Gila, sendirian di kota asing yang begitu besar. Ia mau menelepon Bill, tapi rasanya nggak enak. Soalnya udah kemaleman, dan lagi biasanya orang bule kan amat menghargai privacy. Akhirnya dengan modal nekat, Lupus mulai mencari info tentang hotel murah di Boston. Dari info di koran, didapat Farrington Inn, yang sewanya nggak mahal. Lupus pun menyewa taksi yang sopirnya Negro serem banget untuk mengantar ke Farrington Inn.
"Can you take me to this hotel, Sir"" ujar Lupus nekat.
Negro itu membaca, lalu mengangguk tanpa banyak bicara. Lalu Lupus naik ke taksi. Ternyata Farrington Inn itu jauhnya amit-amit! Tapi penginapannya lumayan enak. Untung masih ada sisa satu kamar.
Setelah istirahat semalam, besoknya Lupus baru telepon Bill. Bill kaget juga tahu ada Lupus di Boston. Dengan janji bakal ngajak jalan-jalan. Lupus akhirnya ke rumah Bill di Jalan Worcester. Setelah ketemu Bill di apartemennya yang indah, mereka pun merencanakan jalan-jalan
"Pokoknya, Bill, saya mau ngerasain semua yang nggak ada di Jakarta," ujar Lupus.
Bill seorang yang sangat menarik. Ia ngajak Lupus naik kereta bawah tanah, jalan-jalan di sepanjang teluk, ngeliat film Imax di Science Museum, ngeliat akuarium gede ala Seaworld di Ancol, dan berburu oleh-oleh.
Bill katanya biasa bergaul dengan orang Asia, karena ia sering tinggal di Bangkok. Dari Bill, Lupus banyak dapat cerita tentang kehidupan pengarang di Amerika. "Hanya yang sukses besar aja yang kaya, kalo yang kayak saya, biasa-biasa aja. Mobil aja saya nggak punya," ujar Bili.
Sorenya Lupus pulang dengan bus terakhir ke Mt. Holyoke. Satu hari yang menyenangkan!
Pas pulang, Lupus diam-diam langsung masuk ke kamarnya. Semua sudah pada bobo. Termasuk Tante Titu. Ah, biar aja besok ia dimarahi abis-abisan, yang jelas hari itu ia udah puas keliling Boston dengan Bill.
Begitu membuka kamar, Lupus menemukan "sebuah surat
yang gendut banget karena tebalnya, dan ditujukan buat dia. Lupus buru-buru menyalakan lampu, dan membaca nama pengirimnya: Dari Gusur, Boim, Fifi Alone, dan Anto.
Hah" Lupus langsung melompat ke kasur, ada rasa rindu dan bahagia meledak di dada. Seolah kesepiannya terobati dengan datangnya surat yang amat ditunggu-tunggunya ini.
Tanpa bisa menahan air matanya yang menetes, Lupus membaca....
10. SURAT GENDUT BUAT LUPUS
"Gambir, First evening train.
Hari pertama liburan. Halo, Lupus, Ini giliran Anto yang nulis. Surat ini sengaja ditulis di atas rel... eh sori, di atas kereta yang baru saja berangkat, untuk meyakinkan kamu bahwa saya beserta Boim, Gusur, en Fifi telah cabut ke Yogya tanpa kamu yang jelek.
Biar kamu lebih percaya, bersama ini kami lampirkan karcis yang kami beli dengan perjuangan kakak-kakak, adik-adik, dan tetangga-tetangga kami yang telah berhasil mengalahkan rival-rival, calo-calo, dan para mudikawan-mudikawati (orang-orang yang mau mudik!) yang ingin berlibur di kampung halaman.
Asal betah aja, ini surat bakalan panjang banget kayak iring-iringan pawai tujuh belasan. Soalnya anak-anak yang lain juga pengen ikutan nulis, kalo saya capek.
"Nah, sep"rti kamu tau, setelah kamu pergi ke Amrik ninggalin kami yang kesepian di sini, kami ini jadi punya rencana untuk ngilangin kecewa dengan bikin acara sendiri. Karena, terus terang aja, Boim dan Gusur itu kecewa berat nggak jadi kamu ajak ngeliat Sharon Stone di Amrik. Fifi Alone yang emang dari pertama nggak pernah niat diajak, lebih kecewa lagi, karena nggak sempet nitip daftar pesanan oleh-oleh ke kamu. Pokoknya intinya, dari rasa kecewa itu, kita bikin acara tandingan. Kayaknya nggak kalah seru. Kami mau piknik ke Yogya!
Di Yogya juga banyak bule, dan nggak kalah seru sama Amrik, kan" Tadinya Boim nolak ikut. Gusur juga ogah-ogahan. Tapi pas tau Fifi mau ikut, Gusur jadi semangat. Ya, kamu kan tahu sendiri, Pus, sebetulnya dia itu kayak kutu beras aja. Di mana-mana ada. Ngikut terus. Apalagi kalo ada si artis kita Fifi Alone. Doi betah banget. Bela-belain ninggalin engkongnya.
Sedang Boim, begitu tau bakal ditinggal sendirian di Jakarta, jadi ikut-ikutan. Lagian dia itu kan orang Betawi tulen. Jadi nggak pernah ngerasain "enaknya" liburan di kampung. Makanya, dengan restu orangtua dan tetangga-tetangganya, Boim ikut liburan sama kita-kita.
Sekarang laporan pandangan mata! Artis kita si Fifi Alone, yang duduk di depan saya, lagi tersipu-sipu karena ketangkep basah melirik arloji penumpang di seberang kirinya. Tapi artis kita ini pura-pura cuek, sambil ngisi TTS. Padahal sih jempol kakinya tersipu-sipu malu. Sementara si Boim sama si Gusur lagi rebutan bantal buat bobo. Ih, ketauan ya, di rumahnya nggak punya guling! (Jawaban: B. Pertanyaan dan jawaban benar, tapi nggak berhubungan,)
Sementara kereta sudah melaju menuju Yogya yang jauh. So long, Jakarta!
*** "(Maaf, komando diambil alih. This is CNN, and Boim Lebon with the news. First, the headline:)
Seorang pria nggak kece yang bernama (siapa lagi kalo bukan) Gusur memperoleh sejumlah uang atas penemuannya yang terbaru: dapat membuka tutup botol tanpa menggunakan alat pembuka tutup botol.
Sebagai pelengkap, kami juga menampilkan berita menarik dari gerbong di sebelah depan kami.
Berita selengkapnya! Gak sombong ya, perasaan di gerbong ini, kita-kita memang paling kece (yang lain, nenek-nenek dan kakek-kakek). Buktinya waktu baru masuk gerbong, salah seorang dari kita udah langsung dapat fans. Yaitu: saya. Hebat nggak tuh" Saya langsung dicarikan tempat duduk yang enak, strategis, dan bebas banjir. Di samping itu, perlu diketahui kalau di gerbong ini tempat duduknya ternyata asyik juga. Lumayan lah, meski joknya biar dipaksa setengah mati, tetap nggak mau maju-maju (Eeh, sori ya, bukannya biasa ngebecak bertiga, tapi maklumlah, biasa naik BMW... he he he!). Maka dengan sangat menyesal, kita ucapin selamat berduka-cita buat yang nggak ikutan.
Berita selanjutnya akan diteruskan oleh rekan saya Anto, berhubung. saya pengen pipis dulu.
Silakan, To... Eng... terima kasih. Seorang seniman ya
ng terkenal sablengnya, yang bernama Gusur, telah mendapat sejumlah uang untuk hak patennya atas penemuan paling berharga abad ini. Dia telah menemukan metode paling praktis untuk membuka tutup botol tanpa menggunakan alat pembuka botol. Cara ini, katanya, sangat berguna untuk Anda-anda yang sedang dalam perjalanan, di mana alat pembuka tutup botol sangat sulit didapatkan.
Adapun tentang bagaimana metode yang akan dia terapkan, bisa dijelaskan sebagai berikut. Pertama, ambil sebuah botol minuman merek apa saja. Lalu, pegang erat-erat botol tersebut dengan kedua tangan. Konsentrasi sebentar, kemudian dekatkan mulutmu pada bagian ujung atas botol. Lalu gigit, dan bukalah tutup botol itu sekuat tenaga dengan gigi-gigimu. Selamat mencoba!
Perlu diingatkan bahwa metode membuka tutupbotol ala Gusur ini sangat dilarang bagi nenek-nenek dan kakek-kakek, karena takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan!
Berita menarik dari gerbong sebelah depan telah kami terima dari reporter kami, yang barusan secara khusus melanglang buana ke gerbong tersebut. Dilaporkan bahwa cendekiawan-cendikiawati di gerbong tersebut telah berkumpul untuk memecahkan masalah pelik yang mereka hadapi. Yaitu, cara agar gerbong tersebut bisa mendahului lokomotifnya, supaya bisa sampai lebih dahulu di Yogya.
Dari hasil keputusan seminar tersebut, akhirnya diputuskan bahwa mereka sepakat akan memindahkan sang lokomotif ke belakang gerbong, supaya mereka tak usah repot-repot mendahului lokomotif unhlk sampai lebih dulu ke Yogya.
Sementara itu, Fifi Alone yang tadi lagi teler, dengan semangat '45 sampai meloncat bangun ketika petugas restorasi yang ganteng muncul. Dasar artis kapiran. Lantas kita-kita pun memesan makanan buat ngisi perut. Sekian berita hari ini, Pus, selamat malam.
"Balasan dari Fifi. Enak aja! Ikke kebangun lantaran kepala ikke kesenggol sama tu orang. Jangan nuduh sembarangan dong! Lagian, mana ikke tau kalo dia itu ganteng" Lha wong yang keliatan cuma "side-B"-nya doang kok... (Eh, Anto, tapi apa iya dia itu ganteng, ntar kalo lewat lagi bangunin ikke, ya")
*** "Pukul sembilan malam.
Biar ngantuk-ngantuk, saya mau ikutan, ah! Oya, ini Boim yang lagi nulis, Pus. Abis gimana nggak mau ikutan, kalo topik pergosipan Fifi udah mulai ke cowok ganteng. Saya kan juga merasa ganteng, jadi tersinggung... he-he-he.
Sekarang laporan pandangan mata sayu (minta digaplok!).
Beberapa detik yang lalu, si Fifi Alone terbangun lagi ketika petugas restorasi yang katanya ganteng lewat. Wah, norak deh, doi langsung senyum-senyum sambil mendekikkan pipinya.
Yang kasihan ya si Gusur itu. Langsung frustasi.
Eh, iya, Saya sekarang lagi menguasai jatah dua tempat duduk, berhubung si Anto yang ceking itu lagi hijrah ke WC, gara-gara kebanyakan makan dodol. Asyik deh, jangan cepet-cepet balik ya, Nto...
*** "Puku121.15. Akhirnya saya (Anto, nih, Pus!), berhasil keluar dengan sukses dari kamar kecil sialan. Gimana nggak sialan" Saya hampir mati keabisan dodol gara-gara pintu WC-nya dipaksa-paksa "ggak mau ngebuka juga. Saya jadi curiga, jangan-jangan si Boim yang iseng ngunciin dari luar. Tapi tadi setelah diinterogasi, si Boim gembel (eh, si Boim itu biar julukannya gembel, orangnya sih belum tentu nggak gembel lho!) nggak nga"u. Dia bilang, dia lagi tertidur dengan lelapnya di bangku kereta. Saya jadi takut, jangan-jangan WC-nya ada setannya. Iiiiih... ini kan udah malem.
Tapi jangan kuatir, Pus, saya sampai saat ini masih sehat walafiat tanpa kurang suatu apa.
Sementara si Boim lagi tewas. Tidur dengan malu-malu (mukanya ditutupi saputangan!). Kasihan banget dia, Gusur yang gendut itu ngabisin hampir tiga perempat tempat duduk. Terpaksa Boim kedempet ke dekat jendela, Udah aja sekalian menclok di jendela, Im!
Di lain pihak, Fifi Alone yang maunya duduk terpisah (maklum, artis!) lagi ngamuk-ngamuk. Soalnya doi lagi asyik-asyik tidur dibangunan eh, dibangunin tukang karcis, Padahal dia lagi ngimpi diajak jalan-jalan sama tukang dodol yang ketemu di perjalanan tadi. Kasihan amat!
Udah ah, saya mau ikutan bobo. Sampe ketemu besok pagi ya, Pus,
*** "Pu kul 06.45, pagi hari. Anto lagi nih, Pus. Uh, sebel amat, dari tadi keretanya berhenti-berhenti terus. Bikin lama aja. Tapi,.. eh, slamat pagi buat Fifi, Boim, dan Gusur (yang terakhir ini teguh kukuh bertapis baja... tidurnya! Tahan guncangan dan teriakan para tukang wingko babat, dodol, keripik, etc).
Lalu setelah cuci muka, saya ama anak-anak mulai siap-siap mau sarapan. Makanan sudah diantar. Nah, si Gusur, demi mencium bau makanan, perlahan-lahan siuman. Menggeliat, dan langsung menyantap hidangan. Busyet, nggak cuci muka dulu, Sur"
"Enggak usah. Biar lebih natural," sahutnya,
Doi emang jagoan dalam soal makan. Sementara bibirnya yang nggak mau mingkem, makin mekar kayak bunga....
Dan setelah Gusur selesai menyantap hidangannya yang terakhir, langsung aja dia menyender dengan mesranya ke bahu Boim yang malang. Boim ngamuk-ngamuk, tapi Gusur cuek maning. "Kalo cewek yang nyender sih, mendingan. Yang ini, udah bukan cewek, nggak kece lagi!" maki Boim sewot.
Memang Fifi masih teler. Dan Boim lagi asyik menikmati pemandangan di luar jendela yang gelap. (Apanya yang asyik" Item melulu kok! Boim yang pindah duduk di samping saya langsung protes. Cuekin aja, ya")
Sementara Fifi dengan kebonya mulai mendengkur lagi. Ih, artis apaan tuh! Tidur kok sempet-sempetnya ngorok. Suara dengkurnya jadi sahut-sahutan sama dengkurnya si Gusur. Kompak banget, kayak vokal grup. Fifi ambil suara satu, Gusur suara dua.
Tapi meski berisik, biarin aja deh. Lumayan buat ngusir-ngusir nyamuk yang nekat pada kemping di ketiak Gusur.
"Sampai di Purwokerto.
Nah, itu si Fifi terbangun dengan sebelnya.
"Uh, kok jalannya nggak abis-abis"" katanya.
Sementara kereta lagi-lagi berhenti. Di luar, tukang-tukang jualan mengetuk-ngetuk jendela.
Fifi marah-marah. Merasa terganggu.
Di luar, anak-anak kecil banget yang botak pada berdiri di samping rei kereta yang berhenti. Nggak pake baju, sambil menadahkan tangannya. Kasihan deh. Menunggu seorang penumpang yang iseng melempar uang recehan pada mereka dari jendela kereta. Dan mereka pun saling berebut.
Kasihan ya, Pus" Saya suka mikir, Pus, apa mereka disuruh orangtua atau inisiatif sendiri" Kalau memang inisiatif sendiri, alangkah sayangnya, anak sekecil itu sudah punya naluri meminta-minta. Mengharap belas kasihan orang lain. Tapi kalau memang disuruh orangtuanya, ya sayang juga. Masa anak sekecil itu sudah dididik orangtuanya untuk ngemis" Kalau saya sih, yang namanya mengemis itu paling nggak mau. Anti deh. Mending minta daripada mengemis.... (he-3x, sama aja, ya")
*** "Kebumen, 08.30. (Bisa dipertanggungjawabkan! Berdasarkan jam stasiun.)
Inilah laporan lirikan mata Boim.
Anto sekarang gantian tewas. Mungkin diakecapekan abis ngegosip sendirian. Ah, si Anto sok prihatin sama anak kecil. Padahal nasib Anto sekarang juga cukup memprihatinkan. Anto itu biar gitu-gitu juga, dalam perjalanan cintanya yang sekarang ini lagi dilanda dilema. Dia harus memilih, satu di antara dua gadis yang ada. Yeah, istilah kerennya, torn between two lovers. Dia lagi bingung memilih, Svida atau Vinni yang harus dipilih untuk bisa menjadi pendampingnya. Soalnya dua-duanya sama-sama nggak mau. Hahaha....
Ng... oya, Pus, si Gusur itu nightmare sekali orangnya! Gara-gara dia, saya tadi sampai tiduran di lantai kereta. Sebel, abis disender-sender dan didekap erat-erat sama si Gusur yang tertidur. Emangnya gue guling"
Si Gusur kalo tidur paling suka ngeselin. Nggak bisa diem. Ke sana ke sini terus. Orang yang dideketnya pasti jadi korban. Dipeluk-peluk mesra, didekap, ditiduri... eit, sori, disenderi maksud saya. Yah, kayak hombreng, gitu. Nggak tau kali tu anak kalo sekarang lagi musim AIDS.
Nah... lihat tuh, Pus, sekarang Gusur lagi kegerahan. Bajunya dibuka. Busyet dah, di kereta begini, dia tega-teganya bertelanjang dada. Mana keteknya yang bau diekspos ke mana-mana. Busyet, baunya! Untung saya udah pindah. Kalo enggak, wah bisa pingsan.
*** "Laporan kerlingan mata Fifi Alone.
"Laporan ikke diawali oleh jeritan tertahan ketika melihat ke arah Gusur norak itu yang masih asyik berketek ria. Dengan menguas
ai dua tempat duduk (Boim ngungsi ke kolong!), Gusur asyik tidur terkapar serasa di pantai. Kayak duyungson. Ih, amit-amit deh tu anak.
Ikke emang baru bangun beberapa detik yang lalu. Berias-rias sebentar, lalu sempet tanya-tanya sama Boim, lagi ngapain kamu, Im"
"Bikin surat buat si Lupus," jawabnya.
"Emang bisa bikin surat cinta di atas kereta yang goyang-goyang terus""
"Justru karena keretanya goyang-goyang terus, tulisan saya bisa dimaklumi jeleknya. Soalnya dalam keadaan bagaimana juga, tulisan saya selalu jelek. Mungkin ada bakat jadi dokter gigi spesialis kandungan," cerocos si Boim.
Dan ketika Boim tertidur, ikke colong aja kertasnya. Ternyata dia lagi nulis surat panjang ini.
Tertarik juga ikke untuk ikutan nulis. Boleh ya, Pus"
Asal kamu tau aja, Pus, ikke memang sengaja memesan dua tempat duduk untuk ikke sendiri. Bukannya mau ngikutin si Gusur untuk berduyungson ria. Ih, amit-amit, Tapi supaya nggak desek-desekan aja duduknya. Di samping itu ada keuntungan lain, Pus. Kalo ada cowok kece, kan bisa diculik disuruh dud uk di samping ikke. Tapi so far so bad. Selama ini belum nemuin makhluk imut-imut kesasar ke gerbong ini, kecuali petugas restorasi yang tadi itu. Itu juga "nggak bisa diculik, karena sibuk mondar-mandir terus ke sana kemari.
Eh, untuk saat ini, ikke emang satu-satunya makhluk paling kece di gerbong ini. Kamu kan tahu, Pus, kalo ikke di sini emang cewek sendiri. Udah gitu kece lagi. Ibarat perawan di sarang penyamun. Jadi jangan heran kalo sejak tadi, ikke selalu menjadi focus of interest (atau terjemahan bebasnya: diliat boleh, dipegang apalagi) sama cowok-cowok, baik tua maupun muda, baik perjaka atau duda. Di kereta yang lumayan keren ini, fans ikke cukup merata. Dari tukang wingko sampe petugas restorasi.
Makanya ikke berias-rias terus, untuk menjaga penampilan. Supaya mereka kagak pada kecewa sama ikke punya penampilan. Ya, jadi orang top itu emang rada repot. Selalu dituntut untuk tampil secanggih mungkin di depan umum, dimintai tanda tangan, digosipin, dielu-elukan, dan sebagainya! Tapi itu emang rikiso eh, risiko. Ikke cukup maklum. Ikke cukup suka.
Si Boim yang suka sirik itu, emang pernah bilang kalo ikke hidup di alam utopi. Alam yang dibangun oleh angan-angan muluk ikke sendiri. Nggak realistis. Tapi kan whatever his jigong say, ikke sih nggak pernah peduli. Seperti pernah ikke bilang, wajar kan kalo orang top selalu disirikin. Dan lagi ikke pernah membaca pepatah yang bilang bahwa seorang pemimpi yang terus mematri mimpi-mimpi dalam kepalanya sambil terus berusaha keras mewujudkannya, adalah seratus kali lebih baik daripada si Boim eh, daripada seorang yang terus saja bekerja tanpa pernah tau apa yang ia tuju.
Yah, begitulah kejadiannya, Pus.
Wassalam. "Fifi Alone *** "Pagi hari sekitar pukul sembilanan.
Catatan nyempil buat Gusur dari Boim.
Kepada yang tersayang Gusur Gendut yang masih terlelap dengan merananya....
Salam kompak selalu, Sori ya,. Sur, kalo kamu ngamuk-ngamuk nanti, setelah tau apa yang terjadi dengan kaos kaki dan jempol kakimu tersayang. Soalnya tadi saya terbangun dengan kagetnya, gara-gara mencium bau terasi campur cuka plus cumi-cumi begitu mencium aroma yang berasal dari telapak kakimu yang berkaos dekil. Tadinya saya kira saya lagi mimpi buruk, nggak taunya setelah terbangun, telapak kakimu yang kayak jahe itu mendarat dengan manisnya di wajah saya. Lengkap dengan kaos kaki yang nampak belum pernah kenai sabun cuci seumur idup.
Gimana nggak keki" Makanya sori aja kalo jempolmu itu kini terpaksa diamankan dengan plastik plus diiket karet gelang. Juga kaos kakimu yang kini tergantung manis di dekat hidungmu dengan seutas tali rafia.
Semoga Tuhan memberkahimu.
Amien. "TENG! Tepat pukul lo.00 WJB (Waktu Jamnya si Boim).
Ketepatan waktunya memang boleh diragukan. Soalnya jam-nya si Boim termasuk jenis jam ser-nit. Alias digeser tiap menit. Abis telat melulu.
Nah, kita berempat: Anto, Fifi, Gusur, dan Boim, mengangkat "toast" buat peristiwa paling bersejarah di gerbong ini. Di tengah rasa kesel nungguin kereta yang lagi berhenti mendadak, un
tuk kesekian kalinya setelah gagalmenggaet cewek, Boim berhasil ditolak mentah-mentah cintanya oleh seorang petugas restorasi cewek yang berwajah mirip-mirip Ida Iasha kecebur got.
Pasalnya begini. Boim yang lagi asyik tiduran di lantai kereta jadi kaget mendadak ketika dicolek-colek seorang gadis manis berseragam petugas PJKA. Cewek itu ternyata petugas restorasi yang hendak menagih rekening pembayaran makanan yang dipesan kita. Boim yang lagi merem-melek, langsung aja meloncat bangun, bagai melihat bidadari turun dari genteng.
"Ada apa, Mbak""
""Anu, Mas, saya mau nagih bon makanan yang dipesan. Nasi soto empat, nasi goreng satu, Teh Botol tiga, Sprite dua..."
"Ya... ya... ya, jumlahkan saja semuanya berapa" Dua puluh ribu cukup"" ujar Boim sambil merogoh dompetnya dengan gaya ngeprof
"Kelebihan, Mas."
"Ah, ambil saja sisanya buat kamu," ujar Boim sambil mengedipkan matanya.
Cewek itu tersenyum manis sambil mengucapkan terima kasih.
Boim ge-er. Tapi beberapa detik kemudian, petugas restorasi yang ganteng, yang tadi ditaksir Fifi, dengan mesra menarik tangan cewek itu. Mengajaknya pindah ke gerbong selanjutnya. Cewek itu tanpa canggung menggamit lengan sang cowok, dan dengan mesra mereka berjalan beriringan, tanpa menoleh sedikit pun pada Boim.
Wah, Pus, nggak bisa dibayangkan deh, gimana kekinya si Boim.
Doi terus memaki-maki, mengutuki dan meratapi duit dua puluh ribuannya yang melayang. Duit yang didapat dengan perjuangan hidup dan mati dari sang enyak, abis ludes bles dalam sesaat.
Poor Boim. *** "Pukul ll.00 WKM (Waktu Kereta Mogok)
Laporan selayang pandang oleh Anto.
"Kereta sialan ini emang lagi kumat terus noraknya. Masa baru jalan sedikit udah berhenti lagi" Walhasil para peragawan dan peragawati (alias tukang jualan wingko, keripik, dodol, dan sejenisnya yang hobi banget mondar-mandir kayak peragawati!) mulai beraksi kembali. Dengan ributnya mereka hilir-mudik menjajakan es lilin (lho"). Seperti biasa, karena kita-kita kebagian gerbong paling buntut, peragawan dan peragawati itu pada mentok di ujung gerbong. Sambil ngoceh, 'Nopia! Nopia!', 'Wingko! Wingko!'. Lalu membuat gerakan berputar, dan balik lagi keluar.
"Ribut amat sih" Tukang jualan kok nggak abis-abis," keluh Fifi sambil kipas-kipas pake saputangan.
"Heh, rupanya dikau memakai saputangan daku, ya"" ucap Gusur yang masih a"yik berduyungson.
"Enak aja!" Fifi mencibirkan bibirnya.
"Betul, kan" Mirip sekali dengan kepunyaanku. Berwarna pink, ada insial 'G'. Naaa... ketauan, ya, nyolong saputangan selagi daku terlelap."
Fifi meneliti saputangan dan terkejut ketika mengenali bahwa benda tersebut bukan miliknya. Langsung aja dengan perasaan jijik dia melemparnya. "Busyet, kok bisa ada di bangku ogut""
"Naaa... ketauan ya, Fifi, tadi merogoh-rogoh saku Gusur waktu Gusur tidur. Kalo cinta terus terang aja!" seru Boim berhahahihi.
"Gusur cuek aja terus tertidur lagi.
Fifi ngamuk-ngamuk. "Enak aja. Sori, ya" Amit-amit jabang bayi."
Dan kamu tau, Pus, sebetulnya yang mindahin saputangan itu adalah saya. Hihihi.
*** "TENG! Tepat pukul 12.00.
Horeee... akhirnya tiba juga kami ke tempat tujuan. Bersama itu pula, Gusur telah mencatat satu peristiwa paling bersejarah lagi di gerbong kereta ini. Ketika terbangun dari tidurnya, dia berhasil membuat peta dunia di bangkunya, alias ngompol. Waaa... baunya minta ampun! Untung aja si Boim nggak lagi tidur di kolongnya. Dan untung juga kita udah sampe tujuan, sehingga tidak harus berlama-lama mencium bau ompol.
"Ndeso-nya kumat ya, Sur," komentar saya (Anto).
"Memalukan sekali!" komentar Fifi.
"Tidak edukatif! Terbelakang! Perlu pengawasan lebih ketat dari pihak berwajib!" komentar Boim.
Lantas, kita langsung berkemas-kemas. Gila juga, keretanya telat hampir tiga jam lebih!
Untuk selanjutnya, diterusin nanti ya, Pus. Soalnya kita mau sibuk nyari penginepan dulu.
Sampai jumpa. Anto. *** "Yogya, hari kedua. Halo, Pus. Wah, sori, Pus. Baru nulis surat lagi sekarang.
Hari kedua ini kita emang udah janjian mau jalan-jalan sehari penuh, setelah kemaren sibuk nyari losmen dan istirahat total.
Sekarang kita mau hura-hura sebentar ke Prambanan dan Paris (Parang Tritis).
Waktu di Prambanan, pas dateng udah dikagetin sama orang yang lagi jerit-jerit histeris di arca Ganesha (Ih, dia kali kepengen diterima UMPTN di ITB, ya"). Belakangan ketahuan bahwa orang itu salah seorang anggota perkumpulan pencinta wangi-wangian, termasuk kentutnya si Boim kali!
Setelah puas berfoto-foto, kami langsung ngerecokin tukang jualan suvenir. Hasilnya" Gusur mendapatkan sepuluh biji kerasikan (ngerti nggak nich" Pokoknya bukan termasuk amoeba deh! Masih famili gramineae, ponakannya solanaceae, dan tetangganya sandwich!), dan saya sendiri, setelah melalui perjuangan setengah mati, setengah hidup, bisa dapet gelang bayi untuk pacar saya. Oya, sebelumnya saya juga sempet nawar selop penganten... eh, selop cowok Jawa yang biasanya suka dipake penganten-penganten. Lumayan juga buat di rumah atau jalan-jalan ke rumah temen yang orangtuanya mau ngertiin keagakkurangajaran tamunya. Atau... untuk nimpukin anjing gila juga boleh!
Sedang Boim gokil itu bikin ulah lagi. Dengan gilanya dia nawar kucing beneran dan seorang manusia tak berdosa yang kebetulan ada di sekitar toko. Itu kucing yang sedang males-malesan bobo di antara barang-barang jualan, ditawarnya.
"Niki pinten, Bu"" ucapnya dalam bahasa Jawa yang baru saja didapat dari kursus kilat sama Aji. Terus orang yang rada botak pake kacamata item, yang lagi nyender di tiang, juga ditawar. "Meniko pinten""
Fifi sendiri sempet ngeborong semua aksesori yang ada. Katanya dia mau saingan sama Renny Jayusman.
Setelah itu kita jalan-jalan ke Paris. Jalan-jalan di sepanjang pantai yang indah. Lalu bermain-main dengan laut yang indah. Celana kita pada basah semua. Saya hampir aja ber-say goodbye sama sandal jepit Swallow biru tercinta, gara-gara terbawa ombak. Sedang Gusur, yang keturunan bebek itu (abis nggak bisa tenang kalo ngeliat air), langsung mencebur. Berenang-renang di tepian.
Paling akhir, kita naik ke bukit, dan berpose ala kalender porno (lho!). Hebat nggak tuh"
Hayo, jangan keki dong, Pus, salahnya sendiri kenapa nggak mau ikut" Nasibmu memang malang, he he he!
Akhir dari piknik hari ini, kita semua pada terkapar tewas di losmen sewaan. Tergeletak bertebaran di sekitar losmen (duile, kayak apaan aja!). Oya, perlu dicatat, di losmen ini,kita nyewa dua kamar. Satu khusus buat Fifi, satunya lagi rame-rame sama kita-kita yang cowok. Kebayang deh tiap malem bakal tumpuk-tumpukan kayak sarden.
*** "Starry starry night, Malioboro St.
Malamnya, kita jalan-jalan di sepanjang Jalan Malioboro. Fifi Alone langsung berburu batik.
Wah, kita-kita yang cowok keki banget nemenin Fifi yang lagi nyari daster idamannya. Abis, udah bawa belanjaan dengan jalan terseok-seok keluar-masuk toko batik, eh nggak dapet juga tu daster. Buntut-buntutnya malah balik lagi ke toko yang pertama dikunjungi. Sebuah daster yang amat sangat terlalu tipis berwarna "erah muda. Gusur langsung membayangkan, gimana nikmatnya memandang Fifi dengan gaun seperti itu nanti malam. Hus!
Dari Malioboro, kita ber-cross country lewat alun-alun ke tempat gudeg. Gusur memecahkan rekor, nambah tiga kali dalam porsi yang bertambah.
Pulang dari Malioboro, Gusur yang sebecak sama Fifi, bikin ulah lagi! Becak yang mereka naikin nyasar entah ke mana. Dan akhirnya mereka sampe juga beberapa menit kemudian.
Tanpa merasa berdosa, sambil terus cengengesan. Katanya, mereka sempet mampir untuk beli jajanan khas Yogya di pinggir jalan. Sial!
*** Stasiun Tugu, liburan terakhir (hari ke-6).
Pukul 18.00. Halo, Pus. Singkat cerita (abis tangan gue pegel nulisin pengalaman anak-anak gokil macam Boim, Gusur, dan Fifi, sedang mereka nggak mau gantian nulis. Apalagi si Gusur yang raja molor!), sore ini kami udah siap-siap ngejogrok di gerbong kereta, mau balik ke kota tercinta. Wah, rasanya nggak sabar lagi nunggu kereta ini jalan. Kami semua udah kangen sama orang rumah, setelah enam hari liburan.
Kita-kita cabut ke Jakarta dengan kereta yang rada kacauan dibanding waktu berangkatnya. Soalnya kita-kita kebagian tempat duduk dekat katup (
WC). Wahoo. baunya ngamit-ngamit rek!
Mana belum-belum pintu belakang udah kebuka terus. Serem deh! Bikin nggak nafsu makan. Padahal tadi sebelum pulang kita sempet beli oleh-oleh seabrek-abrek.
Dan berhubung saya udah capek banget, abis jalan-jalan tiap malem keliling Yogya, maka saya mau bobo dulu. Dag!
"*** "Pukul 05.30. Wah, Pus, kita-kita semua terbangun di pagi yang cerah ini dengan wajah cerah. Bahkan Gusur dan Boim yang biasanya berwajah suntuk, kini nampak berseri-seri. Cuma jangan senyum aja, Sur. Kamu kan sejak perjalanan ini jarang sikat gigi.
"Kita semua emang abis tertidur nyenyak semaleman, Abis capek sekali, Dan kita semua makin nggak sabar untuk ketemu keluarga kita masing-masing. Saya ketemu Papap dan Mamam, Boim ketemu abang dan nyaknya, Fifi ketemu mami dan papinya, dan Gusur ketemu engkongnya....
*** "Pukul 05.55. Horeeeeee... kita semua udah nyampe di Gambir. Kembali ke Ibukota tercinta (taela!). Liburan yang sangat menyenangkan d"m membawa kenangan seabrek-abrek. Meski kadang menyedihkan juga. Dan kalo dipikir-pikir, Pus, yang paling berkesan dalam tur kita justru pada saat kita berada di jalan. Di dalam kereta. Tempat kita bisa mengevaluasi semua kejadian yang kita alami. Tempat kita bisa ngomong lebih dalam lagi satu sama lain. Sesuatu yang jarang terjadi pada kita.
Apa kamu di Amrik juga begitu, Pus"
Eh, yang lain udah mulai berkemas-kemas.
Saya ikutan ah! Daaag! "TTD. Boim, Gusur, Anto, & Fifi Alone.
*** "Gambir, hari ke-7. Eh... seminggu kemarin, kita-kita bener-bener ke Yogya, nggak sih" Rasanya kok nggak percaya. Kayak mimpi aja. Tau-tau kita udah mudik ke Jakarta lagi. Kota sumpek yang "terpaksa" kita cintai. Yah, walau bagaimana juga, toh kita-kita bisa dengan tulus berkata, "Met pagi, Jakarta. Kami cinta kamu!"
Daaaag, Lupuuuus.... Kapan kamu pulang" "Selesai tamat Sukma Pedang 8 Wiro Sableng 057 Nyawa Yang Terhutang Pendekar Sakti 13
^