Lost Boy Salah Culik 2
Lupus The Lost Boy Salah Culik Bagian 2
"Ah, udah ah, noraknya jangan keterlaluan. Malu diliat orang," gubris Nyak Boim, lalu menyeret Engkong masuk.
Lupus yang melihat kedatangan mereka berdua langsung menyambut hangat. Semua pengunjung kafe menoleh heran melihat kedatangan pasangan ajaib itu. Inka yang lagi membantu Mila di bar mencolek pundak Mila.
"Mil, liat tuh siapa yang datang""
Mila menoleh. Ia pun ikut surprais setelah tau yang datang adalah Engkong, dan Nyak Boim.
"Sebentar, Ka. gue mo nyambut tamu istimewa dulu!" tukas Mila seraya bergegas mendatangi Engkong dan Nyak Boim.
Lupus menyilakan Engkong dan Nyak Boim duduk. Bule yang baru mengantar pesanan makanan, mendekap nampan lalu mendekati Inka.
"Sidak, sidak! Biar kapok deh si Boim"" ujar Bule.
"Emang ke mana tuh anak, bukannya sakit gigi"" komentar Inka.
"Apaan! Boim ngapelin Leli! Sosotan barunya," sambut Bule setengah ngotot.
Saat itu, Lupus dengan gaya profesionalnya menyerahkan menu ke Engkong dan Nyak Boim.
"Mo minum apa, Kong" Nyak"" Engkong dan Nyak Boim saling pandang, bingung. Nggak ada yang mau mulai bicara. Akhirnya, Nyak Boim yang merasa sudah berpengalaman datang ke kafe, bicara juga, "Aye cuman nganter engkongnya Gusur, Pus. Katenye si Gusur dah pulang sekole kagak balik ke rumah!"
Lupus menoleh ke Engkong dengan muka kaget. Yang bener. Kong""
"Bener, Pus, aye ude mondar-mandir sampe ni dengkul coplok. si Gusur kagak nongol-nongol. Padahal die ude janji mo nganter Engkong ke Tangerang. Mo jual kambing di Pasar Cimone! Aye kire sih die ke sini," jawab Engkong. Suaranya serak-serak sedih.
"Ye udeh, aye eh...!" Lupus buru-buru menepuk mulutnya sendiri. "Jadi latah deh! Lupus panggilin Mila, ya" Barangkali Mila tau Gusur ke mana."
Tiba-tiba Nyak Boim nyeletuk, "Bentaran, Pus, si Boim mane" Suruh ke sini deh, aye mo ngomong!"
Lupus jadi salah tingkah. Soalnya tau kalo Boim ngebo'ongin nyak-nya. Ngaku kerja, padahal ngapel. Ragu-ragu Lupus bicara.
"Ng... si Boim..." Tiba-tiba Lupus melihat Mila mendekat. "Tanya Mila aja. ya" Mila tau tuh!"
Lupus buru-buru kabur. Mila yang berpapasan dengan Lupus menatap heran. Tapi segera tersenyum ramah begitu sampai di meja Engkong dan Nyak Boim. Mila juga nggak lupa menyalami pasangan yang penampilannya mirip ikan asin itu. Kering dan lusuh
"Apa kabar, Kong" Nyak" Tumben pada ke sini. Mo makan apa nih""
Nyak Boim dan Engkong cuma cengar-cengir.
"Udah pada makan" Kalo gitu minum, ya" Mo minum apa""
"Kita ke sini bukan mo plesir, Mil," tukas Nyak Boim, lalu menunjuk Engkong. "Dia nyari Gusur tuh. Kali aja Non Mila tau!"
"Wah, sayang Mila nggak tau, Kong. Soalnya Gusur hari ini nggak kerja. Coba Engkong tanya sama si Boim." Tiba-tiba Mila teringat sesuatu, dan menoleh ke arah Nyak Boim. "Eh iya, Boim sakit perut, ya""
"Sakit perut" Lho, katanya Boim masuk kerja," Nyak Boim jelas heran Saat itu Mila baru ngeh kalau ditipu Boim.
"Ng, sebentar ya, Kong, Nyak. Mila tinggal dulu!" Mila lalu buru-buru pergi. Begitu menemukan Lupus, Mila langsung menyeretnya ke ruang baca yang ada di samping kafe.
"Ngapain sih, Mil" Ngapain lo seret gue ke ini, kayak mo disidang!" kata Lupus sambil berusaha melepaskan cekalan Mila pada tengkuknya. Persis kucing gigit anaknya. Mila mendelik.
"Emang lo gue sidang! Ayo cerita, ke mana perginya si Gusur sama Boim""
"Mana gue tau! Tanya aja sama Boim!" jawab Lupus cuek.
"Iya, tapi Boim-nya ke mana""
"Mana gue tau! Tanya aja sama Gusur."
Mila jelas tambah keki dengan jawaban Lupus yang muter-muter itu.
"Lo jangan becanda, Pus. Gue laporin Nyak Boim juga nih!" ancam Mila sambil siap-siap menemui Nyak Boim. Begitu Lupus tau Mila nggak main-main, Lupus buru-buru mencegah. Ditariknya tangan Mila. Mila menatap kesal.
"Mil, tadi Boim ke rumah Leli. Sosotan barunya!"
"Tapi kenapa bilang sakit perut"" nada bicara Mila masih galak.
Lupus nyengir "Yah. semua ini memang salah Boim juga. Dia lupa kalo hari ini giliran dia jaga kafe, tapi udah telanjur janji mo ke rumah Leli. Sebetulnya Boim udah ngebujukin Gusur buat tukar shift, tapi Gusur nolak. Terpaksa Boim ngebohong!"
"Tapi, kenapa mesti lo yang bilang Boim sakit perut" Disogok pake apa sih lo""
Lupus menjawab polos, "Ng... Boim cuma bilang, kalo dia udah bosen, Leli boleh buat gebetan gue. Asik, kan""
Mila jelas kesel, sekaligus cemburu berat. Lalu dengan gaya bintang film India, Mila meninggalkan Lupus sambil marah-marah. Lupus kontan bengong.
*** Nggak selamanya diculik itu nggak enak. Buktinya, Gusur masih diperlakukan cukup manusiawi. Sebungkus nasi rames yang masih panas, disodorkan ke moncong Gusur. Tapi Gusur cuma melirik sedikit. Bukannya Gusur udah nggak nafsu lagi makan nasi. Tapi karen
a tangan dan kaki Gusur diikat.
Gombel tersenyum sadis. "Lapar, Sur" Ma"kan deh! Apa" Nggak doyan" Biasa makan steak, ya""
Dengan mata menyipit, Gusur menatap kesal pada Gombel. Tapi yang ditatap malah tertawa keras-keras, lalu membuka ikatan di mulut Gusur.
"Maaf, Dik! Saya lupa kalau anak orang kaya makannya pakai mulut juga!"
Gusur mendengus geram. "Bapak jangan menghina daku ya! Biarpun tubuh daku demikian subur, bukan berarti daku berasal dan keluarga mampu."
"Kalau konglomerat macam Makmur Surawijaya bukan keluarga mampu, lalu yang mampu itu kayak gimana""
"Tak tahu daku. Lagi pula daku tak kenal siapa itu Makmur Surawijaya!"
Gombel dengan geram membuka ikatan tangan Gusur, lalu menempelkan moncong pistol tepat di pelipis Gusur. "Jangan banyak omong lagi! Cepat makan, sebentar lagi Bos datang!"
Gusur menuruti permintaan Gombel. Begitu Gusur menyelesaikan suapan terakhirnya, Bos Penculik muncul bersama Kepra. Dengan tergopoh-gopoh Gombel mengikat kembali tangan dan mulut Gusur Tapi Bos Penculik dengan isyarat kibasan tangan, melarangnya. Gusur pun urung untuk diikat.
"Bagaimana" Sudah kenyang"" tanya Bos Penculik.
"Sudah, Pak. Tapi jika diperkenankan, daku ingin meneguk air. Daku dahaga sekali, bak berada di tengah gurun sahara," pinta Gusur seraya mengelus-elus lehernya.
Bos Penculik tergelak "Nggak disangka, anak Makmur Surawijaya berjiwa sastrawan!"
Dipuji begitu, hati Gusur kontan berbunga-bunga.
"Terima kasih, Pak. Ternyata Bapak punya selera keindahan juga...."
Bos Penculik tersenyum, lalu menyuruh Kepra mengambil minum. Tak lama kemudian, Kepra muncul membawa dua gelas air.
Bos penculik lalu menyodorkan air itu. Gusur meminumnya dengan lahap.
Selesai minum, Bos Penculik memberikan HP-nya pada Gusur.
"Sekarang cepat telepon si Makmur!"
"Daku tak tahu nomor telepon Makmur. Kenal saja tidak," rengek Gusur Bos penculik mengancam dengan bengis.
"Jangan main-main, ya!"
"Daku tidak main-main, Pak. Daku betul-betul tidak tau:..."
"Ya sudah, kalau begitu telepon saja engkongmu!" usul Gombel.
Gusur tambah bingung. "Apa yang mau ditelepon" Engkong tiada punya telepon. Kalau Devon ada."
"Ya sudah, telepon aja si Devon!" pinta Bos penculik nggak sabaran.
"Tapi, Pak, daku lupa nomor teleponnya. Soalnya kan Devon itu pake handphone, jadi nomornya banyak sekali. Daku tiada bisa mengingat angka sebanyak itu. Bagaimana kalau telepon Lupus saja, Pak""
"Terseraaah! Yang penting telepooon!" pekik Bos Penculik tak mampu lagi meredam kemarahannya.
Gusur tersentak kaget. Lalu buru-buru memijit nomor telepon rumah Lupus. Para penculik menatap bengis ke arah Gusur. Gusur makin tegang. Keringat dinginnya keluar.
Telepon di rumah Lupus langsung berdering. Tapi tidak ada yang mengangkat. Lulu yang lagi asyik mengkrimbat rambutnya di kamar mandi, jadi panik mendengar suara telepon.
"Keliiiik! Tu angkat telepooooon!" jerit Lulu.
Tapi tak terdengar suara Kelik. Malah telepon terus berdering.
Akhirnya dengan rambut dan tangan penuh krim, sambil bodinya dililit pake anduk Lulu keluar dari kamar mandi, bergegas menghampiri pesawat telepon. Siapa tau aja itu telepon penting, atau dari Mami.
Lulu mengangkat telepon. "Halo""
"Halo" Ini Lulu, ya" Tolong, Lu, Mami ada nggak" Gusur diculik nih...," rengek Gusur dari seberang sana dengan nada yang sangat ekspresif.
Tapi respons Lulu malah menyebalkan. "Aduuuh, Gusur, jangan becanda dong! Lulu lagi krimbat di kamar mandi nih! Mami kan nggak ada, lagi ke Irian. Masa lo nggak tau sih" Lupus nggak di rumah. Coba aja lo telepon ke kafe..."
Tanpa memberi kesempatan sedikit pun pada Gusur untuk bicara, Lulu menutup telepon dengan kesal, lalu bergegas minggat ke mandi lagi.
"Gimana, Sur"" tanya Bos Penculik nggak sabaran begitu Gusur mematikan HP
Gusur bingung harus bilang apa.
4 SALAH CULIK LULU lagi asik mengeringkan rambut yang abis dikrimbat sendiri saat Lupus datang. Tanpa ditanya, Lupus langsung ngoceh dengan serunya, "Eh, Lu, tadi Nyak Boim sama engkongnya Gusur dateng ke kafe. Heboh deh, Lu!"
Lulu menoleh. "Ada acara apa sih" Kok Lulu nggak diundang""
"Mereka pada nyariin Gusur sama Boim!" ujar Lupus. "Boim ngakunya kerja di kafe, padahal ngapelin gebetannya. Sedang Gusur, katanya ilang. Nggak tau pergi ke mana...."
"Apa"!" Lulu spontan terkejut, sampe hair dryer-nya menyorot ke wajahnya. Jelas Lulu langsung belingsatan. Lupus cekikikan sambil menuju kulkas, nyari air es.
"Denger Gusur ilang aja panik. Kenapa" Jangan-jangan lo suka ya sama Gusur""
"Bukan begitu. Tadi Gusur baru nelepon ke sini. Katanya dia diculik!"
Kali ini Lupus yang kaget, sampe keselek, "APA"""!"
"Iya. Lulu kira kan becanda. Terus Lulu cuekin. Tapi suaranya kedengaran gemeter, ketakutan sekali..."
"Hah"" Lupus kaget lagi.
"Aduh, Lulu nggak tau kalo Gusur itu beneran ilang. Gimana dong..."" tukas Lulu ketakutan.
"Sekarang gini aja, daripada nanti lo yang disalahin, mending kita lapor polisi aja," usul Lupus. Lulu langsung setuju.
"Oke! Kita berangkat sekarang juga!" pekik Lulu.
Mereka pun pergi ke kantor polisi. Nggak berapa lama setelah mereka pergi, telepon rumah berdering. Tentu aja nggak ada yang ngangkat. Padahal yang menelepon Gusur.
"Tiada orang di rumah," tukas Gusur lesu sambil menatap takut ke arah para penculik.
Bos Penculik menggeram persis singa sakit perut. "Kucing tompel! Orang kaya macam apa" Masa nggak ada seorang pun di rumah" Satpam""
Gusur menggeleng. "Pembantu" Tukang kebun"" sambar Gombel.
Gusur lagi-lagi menggeleng.
"Sekretaris" Ajudan"" Kepra ikut-ikutan
Gusur kembali menggeleng.
Tiba-tiba Kepra tersenyum. "Bagus... Bos, gimana kalau kita colong saja semua barang di rumahnya"" usul Kepra.
Bos Penculik kontan mendelik. seraya menonjok idung Kepra, "Goblok! Itu kerjaan maling! Ingat, kerjaan kita lebih beradab. Kita bukan maling, kita penculik!" hardik Bos Penculik.
Gusur tersenyum kecil melihat kejadian lucu itu. Kepra tersinggung.
"Bos. boleh saya kasih pelajaran babi gendut ini"" pinta Kepra.
Bos Penculik mengangguk Perlahan Kepra mendekati Gusur yang mulai panik dan ketakutan. Napas Kepra mendengus-dengus. Bibirnya menyeringai persis macan lapar. Gusur kontan panik. Keringat dingin keluar dari lehernya. Kakinya gemetaran.
"Tunggu dulu, Pak Izinkanlah daku menelepon sekali lagi. Please'" pekik Gusur, berusaha meredakan kemarahan para penculik. Tapi rupanya para penculik udah telanjur keki ama Gusur, sehingga kemarahan mereka nggak bisa ditawar-tawar lagi.
"Nanti aja neleponnya setelah saya sundut perut kamu pakai belati ini," tukas Gombel dengan suara dingin. Ia pun mengeluarkan belati dari pinggangnya. Gusur terbelalak.
"J-jangan, Pak, jangan bunuh daku. Daku mohon. Daku tak tahan melihat darah daku sendiri. Daku bisa pingsan nanti," ratap Gusur. Kepra agak ragu melaksanakan niatnya demi melihat wajah Gusur yang memelas. Tapi Gombel berusaha memompa semangatnya
"Jangan terpengaruh, Pra!"
Kepra menyeringai. Begitu belati Kepra siap menggelitik perut Gusur, Bos Penculik berujar dingin, "Tahan! Beri dia kesempatan sekali lagi. Tapi kalau gagal, terserah kalian mau diapakan babi gemuk ini. Tapi ingat, jangan sampai luka parah. Apalagi sampai mati. Cukup bikin si Makmur yakin kita tidak main-main!"
Bos Penculik lalu ketawa ngakak. Gusur bergidik ngeri. Puas ketawa, Bos Penculik menyerahkan HP-nya. Gusur menerimanya dengan mulut komat-kamit membaca doa. Lalu kembali menekan nomor telepon Lupus.
Di koridor rumah Lupus, telepon berdering santer. Tapi nggak ada seorang pun yang mengangkatnya. Tapi untunglah dari arah dapur, Kelik muncul dengan tergopoh-gopoh, langsung mengangkat telepon itu. "Halo, di sini Kelik. Siapa di sana" Oh, Mas Gusur, Mas Lupusnya nggak ada tuh. Memangnya ada perlu apa" Sebentar, sebentar, saya catet dulu." Kelik mengambil notes di meja, dan mulai mencatat. "Besok siang jam dua belas, satu juta dolar, tunai. Dimasukkan ke tempat sampah, di taman bunga. Jangan lapor polisi. Begitu aja, Mas Gusur""
Selesai menulis, Kelik tanpa rasa curiga sedikit pun, meletakkan telepon dengan tenang. Lalu disobeknya notes itu, dan ditaruhnya di samping pesawat telepon. Kemudian Kelik berjalan melenggang ke luar. "Mumpung belum pada pulang, pacaran lagi
ah...." Di ujung telepon, di sebuah gudang tua, Gusur langsung mematikan HP begitu selesai bicara dengan Kelik. Gombel merebut HP dengan kasar, dan mengembalikannya pada Bos Penculik.
"Siapa tadi"" tanya Bos Penculik dengan wajah puas. Gusur salah tingkah.
"Kelik, Pak" "Maksud kamu kelik kuping""
"B-bukan, Pak, dia p-pembantu...."
"Pembantu" Maksud kamu asisten pribadi si Makmur" Bagus, bagus, berarti pesan tadi diterima, ya""
Bos Penculik lalu ketawa ngakak. Gusur jadi salah tingkah. Sulit untuk menjelaskan.
*** Dengan semangat atlet Lupus menggedor-gedor pintu rumah Engkong yang terbuat dari kayu pohon jengkol, sehingga pintu itu bergetar-getar hebat. Engkong yang lagi leyeh-leyeh di dipan sambil menyedot rokok kawung, terlonjak kaget. Tubuh Engkong yang kecil mungil kayak jerawat tiga hari itu melambung sampai eternit saking kagetnya, lalu jatuh terguling di tanah. "Gile lo, Sur, gue lagi enak-enak santai lo kagetin. Mane udah tengah malem begini. Lu kate ni kampung bapak moyang lo" Entar kalo orang sekampung pada bangun, gimane"" Engkong kontan misuh-misuh begitu bangkit dari jatuhnya.
Engkong lalu membuka pintu. Ia kaget ketika yang diliatnya datang Lupus, bukan Gusur. Lupus nampak terengah-engah.
"Ade ape, Pus, keliatannye kok penting banget."
"Gusur diculik, Kong," tukas Lupus dengan wajah sedih campur duka. Tapi Engkong menanggapinya biasa-biasa saja, karena menganggap Lupus lagi bergurau.
"Ah, yang bener, Pus, emangnye kagak ada orang laen lagi yang bisa diculik" Rugi amat nyulik Gusur. Anak itu kan makannya banyak."
"Suer, Kong. Tadinya juga kita nggak percaya, tapi setelah diteliti di laboratorium, ternyata Gusur memang diculik"
Engkong baru kaget. "Astaga, Pus, kalo gitu ayo deh cepet kita tulungin si Gusur!"
Lupus pun segera menarik Engkong meninggalkan rumahnya. Tapi di persimpangan jalan mendadak Engkong berhenti.
"Ngapain, Kong" Kebelet pipis, ya" Tuh buang aja di deket pohon!"
"Bukan itu, Pus. Kite ke rumah Boim dulu yuk"" ajak Engkong.
"Na, ketahuan ya, Engkong pasti kangen sama nyaknya Boim. Kan tadi udah ketemu, Kong," Lupus cekikikan.
Engkong jadi sewot. "Sialan lo, Pus. Ini kagak ada urusannya sama Nyak Boim. Engkong cuma pengen Boim tanggung jawab, soalnye tu anak yang bikin Gusur sengsara."
Lupus manggut-manggut, lalu berlari mengikuti langkah Engkong. Di tengah jalan, Engkong berbisik lagi ke Lupus, "Pus, tapi apa bener gue pantes sama nyaknya Boim""
Lupus bengong, langsung cekikikan.
Saat itu Lulu yang terpisah dari Lupus setelah dari kantor polisi, sudah nyampe lagi di rumahnya. Sekarang Lulu tinggal nunggu perkembangannya. Lulu nggak ngeliat pesan penculik yang ditulis Kelik di samping telepon, karena kertas itu sudah terbang melayang ke lantai ditiup angin.
Baru saja Lulu hendak merebahkan diri di sofa, Lupus muncul bersama Boim, Engkong, dan Nyak. Tanpa sengaja kaki Lupus menginjak kertas pesan itu. Lupus memungut pesan itu, dan langsung membaca. Wajah Lupus mendadak tegang. Semua menatap Lupus dengan penasaran
"Apa tulisannya, Pus"" sambar Lulu.
Lupus nggak menjawab, cuma menatap Engkong dengan panik.
"Ade ape, Pus""
"Ini pesan yang ditulis Kelik. Pesan dari Gusur. Isinya besok siang jam dua belas, satu juta dolar, tunai, ditempatkan di tong sampah di taman bunga! Jangan lapor polisi'"
Semua menatap Lupus terperanjat, Engkong tampak merana sekali. Seluruh tubuhnya kisut dan tak bertenaga.
"Sur, Sur, lu bikin masalah aje. Idup udah susah, sekarang lu bikin tambah susah lagi...," ratap Engkong.
"Tabah, Kong, tabah, ini semua cobaan." Lupus berusaha menghibur.
"Kudu tabah pigimane" Selame idup tu anak selalu bikin susah. Sekarang berape kambing lagi yang mesti gue jual buat nebus Gusur" Mane bayarnya pake dolar lagi. DoIar kan naek terus!"
"Nggak banyak, Kong. Kalo harga kambing sekitar dua ratus ribu, paling-paling cuma seribu kambing," jawab Lupus santai.
Engkong langsung mendelik seperti orang ketelen biji beton.
"Ape, Pus, seribu kambing"! Dari mane gue dapet kambing sebanyak itu. Kambing gue pan cuman dua biji!" pekik Engkong, dan langsung pingsan sete
lah memilih tempat yang rada empuk.
"Engkooong!" yang lain pun ikut terpekik.
*** Gusur tertidur dalam keadaan meringkuk dan tangan terikat. Bos Penculik dan anak buahnya datang. Gombel menepuk-nepuk pipi Gusur. Gusur nggak bereaksi. Tetap terlelap. Puk, puk, puk! Gombel lalu menepuk pipi Gusur lebih keras. Dasar bleguk, Gusur tetap tak bereaksi. Gombel mulai hilang kesabaran, dan langsung berteriak.
"Kebakaran! Kebakaran!"
Gusur tersentak kaget. Bangun dan dengan panik melihat keadaan sekitarnya. Bos Penculik dan anak buahnya tertawa terbahak-bahak. Gusur cemberut sadar kalo tangannya masih diikat.
"Selamat pagi, tidur nyenyak rupanya," sapa Bos Penculik dengan keramahan yang dibuat-buat.
"Bagaimana bisa nyenyak! Nyamuknya bejibun," tukas Gusur ketus.
Bos Penculik dan anak buahnya terbahak-bahak Gusur makin keki.
"Maaf soal nyamuk-nyamuk itu, tapi jangan khawatir siang ini kamu bakal bebas," ucap Bos Penculik.
Gusur terperangah. Gembira. "Ah, yang betul, Pak" Apa Bapak serius""
"Serius. Tapi dengan catatan, transaksi di taman nanti lancar...."
"Kalau gagal"" tanya Gusur bego.
"Yah, terpaksa kamu saya dor!" jawab Bos Penculik sembari memberi isyarat leher dipotong. Lalu tertawa sadis. Gusur ketakutan. Seluruh persendiannya gemetaran.
*** "Pada ngapain nih"" tanya Mila siangnya begitu masuk ke kafe. Soalnya dia heran melihat Inka, Bule, dan Kevin asyik ngerumpi di pojokan.
"Gusur diculik, Mil! Penculiknya minta tebusan satu juta dolar!" jawab Inka. Tapi Mila nggak kaget, malah mencibir.
"Udah, gue udah denger versi Lulu yang lebih lengkap."
"Apa kata Lulu, Mil"" kejar Bule semangat.
"Uangnya harus dianter ke taman bunga jam dua belas siang ini, dan nggak boleh lapor polisi! Padahal Lulu sama Lupus udah telanjur lapor polisi." jelas Mila.
"Kasian ya Gusur malang betul nasib tu anak," komentar Inka.
"Malang banget sih nggak. Malah dia beruntung. Soalnya namanya bakal melejit. Bakal dimuat koran, dan dibicarakan orang-orang," ujar Kevin tiba-tiba dengan nada kalem. Yang lain jelas menatap Kevin yang bak orang nggak berperikemanusiaan itu.
"Tapi dia bakal dibunuh kalo nggak ditebus!" ujar Bule galak.
"Why not" Mati dengan nama harum siapa nolak" Gusur malah bakal tambah tenar. Liat aja Marsinah, Udin. mereka ngetop setelah mati, kan"" Kevin terus nyerocos.
Semua langsung mencekik Kevin. Kevin menjerit-jerit kenceng banget!
*** Tepat pukul dua belas siang, Lupus dan Boim siap menjalankan perintah dari sang penculik. Lupus dan Boim berhasil mengumpulkan uang tebusan satu juta rupiah. Bukan dolar. Uang ini juga hasil ngejual tiga ekor kambing Engkong, ditambah minjem sama Devon dan Mila. Dan siang itu Lupus dan Boim sudah mengawasi sebuah tempat sampah di balik rimbunan semak. Sementara Gombel dan Kepra menunggu di bangku taman sambil pura-pura baca koran yang semua isinya berita pembunuhan dan pemerkosaan. Sesekali mereka memeriksa jam tangan Setiap ada orang yang mendekati tempat sampah, mereka melirik curiga. Tapi selalu kecewa karena orang-orang itu cuma membuang sampah.
Setelah hampir putus asa dan rada-rada ngantuk, akhirnya muncul seorang anak. Para penculik terkesiap. Apalagi anak itu membuang kantong plastik hitam berukuran besar yang kesannya padat. Para penculik saling pandang. Lalu mengangguk bareng. Sama-sama menurunkan korannya.
"Kamu punya dugaan yang sama"" tukas Gombel.
Kepra mengangguk. "Tak salah lagi! Itu pasti uang tebusan yang diminta Bos!"
"Cerdik juga mereka, mengutus anak kecil," tukas Gombel.
"Kita ambil sekarang""
"Oke." Dengan sigap Kepra mengambil kantong plastik itu. Sementara Gombel berjaga-jaga mengawasi keadaan. Begitu dirasanya aman, mereka lantas pergi sambil membawa kantong plastik.
Perbuatan para penculik ternyata tidak diketahui Boim dan Lupus. Masalahnya kedua anak itu lagi sibuk menepuk-nepuk badan yang diserbu semut-semut merah. Jadi Lupus dan Boim nggak tau kalo penculik itu sudah mengambil uang.
"Hampir satu jam kita sengsara di sini, tapi duit tebusannya belon diambil. Kita balik aja deh. Kayaknya penculik brengsek itu pada nggak datang," usul Lupus y
ang mulai putus asa. Boim yang juga sudah nggak tahan dengan siksaan para semut, langsung setuju. "Oke, Pus. Lagian duit tebusan kita kan cuma sejuta perak. Itu juga hasil ngutang sama orang dan ngelego kambing!"
"Betul juga, Im, kalau sampai para penculik itu kecewa ngeliat duit tebusannya, bisa-bisa kita yang dibunuh."
Lupus dan Boim dengan cuek keluar dari rimbunan semak. Kemudian mengambil koper butut dari tempat sampah yang lain, lantas bergegas pergi. Olala, rupanya koper butut yang sejak tadi diletakkan di dekat tempat sampah itu tidak diketahui oleh kedua penculik.
Ketika sampai di sebuah jalan kecil, Kepra yang berjalan tergesa-gesa seraya menenteng kantong plastik hampir bertubrukan dengan Lupus yang membawa koper butut. Keduanya saling pelotot. Kepra terbakar emosinya, dan siap menonjok idung Lupus. Lupus juga siap-siap menonjok jidat Kepra. Untung Gombel buru-buru menenangkannya. "Ingat, Boss bilang jangan cari keributan. Bisa-bisa memancing perhatian polisi."
Boim juga ikut-ikutan menenangkan Lupus "Jangan bikin perkara, Pus, gue lapar berat nih!"
Mereka pun saling bergegas pergi.
*** Sesampai di markas penculik, Gombel dan Kepra langsung menemui Bos Penculik yang lagi memelototi Gusur. Dengan bangga, Gombel dan Kepra menyerahkan kantong plastik itu pada Bos Penculik.
"Apa itu"" tanya Bos Penculik sambil menghentikan pelototannya pada Gusur. Gusur bernapas lega.
"Uang tebusan, Bos!" jawab Gombel semangat.
"Sudah kalian hitung jumlahnya""
"Mana berani Bos, ntar kami disangka nilep!" jawab Kepra ketakutan.
Bos Penculik menggeram. Lalu dengan cekatan ia menumpahkan isi kantong plastik itu ke lantai. Tapi apa yang diliat" Ternyata isinya asli sampah-sampah busuk yang baunya nggak ketulungan. Bos Penculik langsung terbelalak. Kepra dan Gombel pun kaget setengah mati, sambil berpelukan karena takut luar biasa. Bos Penculik menatap dengan mata merah menyala ke arah dua anak buahnya yang bloon itu.
"Guoblok!!! Makanya kalau dapat uang tebusan itu diteliti dulu, jangan asal main bawa!!!"
"Ampun. Bos, ampun.... Kami betul-betul nggak nyangka kalau si Makmur berani berbuat sekonyol itu...." Kedua anak buahnya itu ketakutan.
"Kurang ajar memang si Makmur Surawijaya itu! Apa dia nggak berpikir panjang, kalau dia main-main, anak kesayangannya bisa kita bunuh!" kutuk Bos Penculik sambil menatap Gusur. Gusur ketakutan setengah mati!
Bos Penculik menarik napas panjang. Lalu mondar-mandir membuang kesal.
Kedua anak buahnya menunggu dengan gelisah perintah selanjutnya.
"Ya sudah, sekarang kamu telepon si Makmur. Nomor handphone-nya baru saya dapatkan dari kenalan saya. Bilang kalau main-main lagi, anaknya akan kita jadikan daging giling, dan kulitnya kita jadikan tambur topeng monyet," putus Bos Penculik akhirnya, lalu menyerahkan HP dan secarik kertas berisi nomor pada Gombel.
"B-baik, Bos." Gombel menerima HP dengan gemetaran. Lalu mulai menelepon. Untung komunikasi via telepon dengan Makmur Surawijaya itu berjalan lancar.
"Halo, bisa bicara dengan Makmur Sura"wijaya"" tukas Gombel.
"Saya sendiri. Ada apa"" terdengar jawaban
dari seberang sana. "Anda ternyata punya nyali besar membohongi kami. Anak Anda telah kami culik dan sekarang masih ada pada kami. Cepat sediakan uang itu, atau si Gusur pulang sudah jadi risoles!" ancam Gombel.
Makmur Surawijaya bengong di ujung sana. "Apa maksud Anda" Anda menculik Gusur Surawijaya" Bagaimana mungkin" Saat ini anak saya lagi tidur dengan tenangnya di kamar!! Anda pasti salah culik!"
Gombel melongo mendengar keterangan Makmur Surawijaya itu. Bos Penculik juga ikut-ikutan melongo ketika hal itu diceritakan padanya.
"J-jadi... d-dia... b-bukan... a-anak... M-mak-mur... S-Surawijaya"" pekik Bos Penculik. Kali ini dia tak bisa berkata-kata lagi saking murkanya!
*** Di teras rumah Lupus, Engkong dan Nyak Boim duduk terdiam. Keduanya berwajah tegang. Lulu dan cowoknya, Devon, yang baru pulang sekolah, masuk teras.
"Gimana perkembangannya, Kong"" tanya Lulu.
Engkong menggeleng lesu. "Jangan pesimis, Kong, Nyak. Doain aja semuanya lancar," saran Devon sok bijak
"L o sih ngomong enak, tapi gue mana bisa tenang. Gitu-gitu Gusur kan cucu gue atu-atunya!" Engkong mendengus. Sebel sama nasihat Devon.
Melihat keadaan mulai runyam, Lulu buru-buru menarik Devon ke dalam. Sesampainya di dalam, mereka melihat seorang laki-laki sedang repot mengotak-atik pesawat telepon. Tanpa say hello lagi, Devon spontan meninju dagu orang itu, hingga ia tersungkur ke lantai.
"Lupuuus, ada maliiing," teriak Lulu panik
Orang itu bangkit, sementara Devon bersiap-siap meninju lagi. Tapi orang itu buru-buru mencegahnya.
"Jangan, Dik, saya polisi."
Lulu dan Devon saling tatap. Laki-laki yang ternyata polisi berpakaian preman itu bangkit sambil memegangi dagunya yang sakit.
"Bapak betul polisi" Mana tanda pengenal Bapak"" tukas Devon.
Polisi itu tersenyum ramah, lalu mengeluarkan tanda pengenal dan surat tugas. Devon dan Lulu segera memeriksanya.
"Lantas apa yang Bapak lakukan di sini" Kelik sama Lupus mana"" tanya Lulu beruntun.
"Saya sedang memasang alat penyadap dan pelacak pada pesawat telepon Saudara Lupus dan Kelik sedang keluar." jawab polisi itu.
"Memasang alat penyadap buat apa"" tanya Lulu
"Intinya, agar penculik Gusur bisa segera tertangkap," jawab polisi itu. "Masalahnya sekarang, ternyata penculik-penculik itu melakukan kesalahan. Seharusnya bukan Gusur teman kalian yang diculik, melainkan Gusur anak Makmur Surawijaya. Ini bisa berakibat buruk buat Gusur...."
"M-maksud Bapak Gusur bisa dibunuh"" tanya Devon bego.
Polisi itu mengangguk Lulu terpekik.
"Gusur bakal dibunuh!"
Tapi Devon buru-buru menutup mulut Lulu.
"Hus, Lu, pelan-pelan. Kalo Engkong sampe denger, bisa gawat."
Lulu menurut. Tak lama kemudian muncul Lupus, Boim, dan Kevin.
"Gimana kabarnya, Pus"" Lulu langsung memburu Lupus dengan pertanyaan.
"Gue udah berusaha menunggu penculik brengsek itu, tapi mereka nggak muncul. Ya udah, gue cabut aja!" jawab Lupus enteng.
Lulu terpekik. "Gila lo, Pus, jadi duit tebusan itu belon dikasih ke penculik" Nanti kalo Gusur dibunuh gimana"" tanya Lulu lagi tambah panik.
Tiba-tiba telepon yang sudah dipasangi penyadap berdering.
Polisi memberi isyarat pada Lupus untuk mengangkatnya. Dia sendiri mendengarkan pembicaraan lewat alat penyadap.
Semua menatap tegang. "Halo" Apa" Cianjur Kepala" Bukan, di sini bukan agen beras Maju Mundur. Coba aja telepon rumah sebelah. Bukan, dia juga bukan agen beras. Tapi siapa tau aja dia tau di mana agen beras Maju Mundur!" Lupus menutup telepon dengan kesal. Semua tersenyum geli.
Nggak lama telepon berdering lagi. Lupus kembali sigap mengangkatnya.
"Ya, halo" Betul. Lulunya tidur, Sit. Apa" Nanya PR" Jangan sekarang deh, Sit. Teleponnya mo dipake. Penting. Iya, iya, besok boleh. Subuh juga boleh. Bye!"
Telepon ditutup.
Lupus The Lost Boy Salah Culik di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sedetik kemudian berdering lagi Kali ini Boim yang mengangkat Begitu mendengar suara Gusur di seberang sana, Boim langsung tersenyum lebar,
"Sur, Gusur, lo masih idup"" teriak Boim
"Teganya dikau Im, dikau ingin daku mati, ya" Engkong mana, Im, daku harus bicara dengan Engkong," ujar suara di ujung sana.
Begitu tau yang menelepon Gusur, semua jadi tegang.
"Engkong lagi di depan, Sur. Sama nyak gue Keliatannya dia nggak mau diganggu, tuh. Naga-naganya sih engkong lo sama nyak gue lagi jatuh cin... aduh!"
Devon menyodok pinggang Boim. Lupus merebut gagang telepon
"Sur, gue Lupus. Sekarang lo ada di mana""
"Pertanyaan dikau bodoh sekali, Pus. Mana mungkin daku bisa jawab" Telepon ini saja merupakan permintaan terakhir daku sebelum daku dibunuh Katanya... katanya sih daku mau dijadikan daging giling..." Gusur lalu menangis sesenggrukan.
Lupus bengong, Telepon di ujung sana langsung dimatikan
Saat itu Pak Polisi berteriak girang, "Saya berhasil melacak nomor HP penculik itu. Sekarang mereka berada di Kampung Ambon!"
"Kalau begitu, ayo kita meluncur ke sana!" usul Lupus spontan
"Sabar dulu, Adik-adik. Sampai pada perkembangan ini, kalian tak usah ikut campur lagi Soalnya agak berbahaya. Ini tugas para polisi, Adik-adik semua tunggu di sini!"
*** Bos Penculik menempelkan ujung pistol tepat ke pelipis Gusur Gombel dan Kepra
memperhatikan sambil tersenyum sadis. Sementara Gusur ketakutan setengah mati. Matanya terpejam. Mulutnya komat-kamit Berdoa mohon keselamatan.
Tiba-tiba Bos Penculik menembak tumpukan peti kemas bekas, hingga peti-peti itu hancur lebur berantakan, Gusur terlonjak kaget lalu pelan-pelan membuka matanya. Gusur heran karena dirinya belum mati.
Bos Penculik ketawa cekakakan.
"Satu malam lagi bonus untuk kamu. Besok pagi, pat-pat-gulipat, engkong kamu makan ketupat Sempat tidak sempat kamu tetap ditembak di tempat!"
Gusur jadi senewen. Tapi dengan sisa keberanian yang dimiliki, Gusur memprotes pantun Bos Penculik.
"Salah, Pak Bos! Harusnya pat-pat-gulipat, makan singkong sama ketupat Sempat tidak sempat jumpa si Engkong, daku tetap maka ketupat!"
Bos Penculik cemberut sejenak, lalu tertawa lebar. Anak buahnya ikut tertawa. "Ya-ya, boleh juga usul kamu jadi kamu mau makan ketupat, ya" Karena ketupat Lebarannya belum dibikin, nih, makan dulu ketupat bangkahulu!"
Tiba-tiba Bos Penculik menonjok idung Gusur sekeras-kerasnya. Gusur langsung ngejoprak ke atas peti kemas bekas.
Belum sempat Gusur mengaduh, Gombel dengan sigap mengikat tangan Gusur erat-erat. Dan mulutnya disumpal pakai kaus kaki kemudian para penculik itu keluar gudang sambil bertolak pinggang. Gusur manyun. Nggak lama air mata Gusur mulai mengali dari sumbernya, dan jatuh membasahi pipinya. Dari pipi air mata itu mampir ke leher.
Satu hari lagi Gusur dikasih bonus sama Bos Penculik. Besok pagi, Gusur harus di-dor!
Karena kelelahan, Gusur pun jatuh tertidur. Lamaaa sekali.
Besoknya, pagi-pagi sekali, mendadak Gusur mendengar suara anak-anak kecil memasuki gudang. Di luar gudang juga terdengar suar teriakan anak kecil yang lain.
"Udah belon"" teriak anak kecil itu.
Rupanya anak-anak kecil itu lagi main peta umpet. Salah seorang anak bersembunyi dekat Gusur diikat. Karena nggak bisa bersuara, Gusur terpaksa kentut untuk mencari perhatian. Baunya pun menyebar. Si anak yang merasa terganggu menoleh ke arah Gusur. Si anak kaget.
"T-tolooong, ada s-setan genduuuut...!"
Si anak siap-siap lari Tapi Gusur menggeleng-geleng, untuk mengatakan kalau dia bukan setan. Si anak pun mengurungkan niatnya. Lalu dia memanggil teman-temannya yang ngumpet di sudut lain. Sebentar kemudian Gusur sudah dikerumuni anak-anak itu, yang menatapnya penuh keheranan.
Dengan isyarat, Gusur meminta anak-anak itu membuka ikatannya.
Walau masih diliputi rasa takut. anak-anak itu mau juga membuka ikatan Gusur. Sumpelan mulut Gusur juga dibuka.
"Wuah, terima kasih ya, kalau tiada kalian, mungkin daku sudah jadi perkedel...," tukas Gusur lega begitu ikatannya terbuka. "Sekarang, kita semua harus kabur jauh-jauh dari ini. Karena gudang tua ini markas penculik jahat! Ayoooo!!!!" Lalu Gusur menggendong dan mengajak anak-anak itu berlarian pergi.
*** Sore hari, dengan berjalan kaki dan berbau apek Gusur sampai di depan rumahnya. Saat itu dilihatnya Engkong lagi repot ngasih makan ayam.
"Kong, daku pulang, Kong'" teriak Gusur begitu sampai rumah.
Engkong mendongak kaget, dan langsung menghambur ke arah Gusur.
"Gusuuur ke mane aje lu" Jangan bikin susah Engkong dong!" teriak Engkong sedih campur gembira.
Gusur dan Engkong berpelukan penuh haru. Tapi mendadak Engkong melepaskan pelukannya, hidungnya mengernyit.
"Ada apa, Kong"" tanya Gusur heran.
"Badan lo bau apek banget, Sur. Kalah kandang ayam! Mandi dulu gih sono. Terus kita ke Cimone, jual kambing. Pan lu udah janji mo nganter Engkong," ujar Engkong panjang lebar.
"Baik, Kong, baik. Kebetulan perut daku juga mules," jawab Gusur, lalu buru-buru ngibrit ke kamar mandi.
Engkong menatap Gusur sambil tersenyum seolah tidak pernah terjadi apa-apa.
5 CEWEK PALING BOLOT SIANG itu di kafenya Mila lagi ada pertandingan adu panco Lupus melawan Bule. Karena dua-duanya sama-sama kurus, pertandingan jadi seru. Idih, tapi ngapain juga ya mereka adu panco di kafe" Ulah siapa lagi kalo bukan si keriting Boim. Ide anak itu emang kadang-kadang suka asal. Dan sekarang, Boim lagi semangat banget berkoar-koar di depan pengunjung, "Saudara-saudara
, inilah pertandingan panco antara orang-orang ceking terbesar abad ini. Kita lihat, sekarang tangan Bule cuma tinggal satu meter lagi dan meja. Apakah Lupus akan memenangkan pertandingan ini""
Komentar Boim langsung ditelan sorak-sorai para suporter Lupus, yang kegirangan karena menduga Lupus bakal menang. "Ayo, Pus, sikat terus, Pus! Sikaaat!"
Lupus jadi semangat sambil ngebayangin jadi Batman, ia sekuat tenaga menekan tangan Bule. Bule nyaris menyerah. Mukanya yang putih, udah berubah merah kayak tomat mateng. Tapi mendadak Lupus merasakan idungnya gatel. Ia mau bersin. Ini pasti akibat Lu"pus nyium bau ketek Boim yang hari itu diumbar ke mana-mana. Abis tu anak ngoceh sambil mengangkat-angkat kedua tangannya. Lupus sekuat tenaga menahan si bersin. Mukanya sampai meringis. Tapi rupanya gatel di idungnya nggak bisa ditahan lagi. Maka... "Hatsyi!" Lupus pun bersin. Jelas itu bikin tenaganya mengendor, dan tekanan tangannya melemah. Keadaan ini menguntungkan Bule. Tanpa membuang-buang waktu lagi, Bule pun menarik napas, mengumpulkan semua kekuatan yang tersisa. Lalu dengan sekali empos, tangan Bule berhasil menjatuhkan tangan Lupus. Kemenangan Bule langsung disambut gembira para suporternya.
"Hidup Buleee.... Bule menang! Bule menang!"
Teriakan itu terus membahana ke seluruh ruangan. Maklum, mereka itu pada taruhan segelas minuman sama suporter Lupus.
Sementara Lupus yang nggak menerima kekalahan itu, langsung protes, "Nggak aci. Ke"menangan Bule nggak sah! Gue barusan kena gangguan teknis. Ayo. diulang lagi!"
"Wah, nggak bisa, Pus. Keputusan wasit nggak bisa diganggu gugat. Elo kalah"" tepis Boim.
"Idih, gue kalah kan gara-gara lo!" ujar Lupus gondok.
"Kok gara-gara gue" Apa hubungannya tangkis Boim.
"Gara-gara lo mengobral ketiak ke mana-mana, idung gue jadi gatel!"
"Idih. udah kalah sih kalah aja deeeh'" Boim langsung jejingkrakan. Karena dia ternyata juga menang taruhan.
Saat itu, tanpa peduli lagi dengan protes Lupus, para suporter Bule sudah merayakan kemenangan dengan caranya sendiri. Yaitu mengarak Bule keliling kafe.
"Sabar, Sodara-sodara, jangan terlalu girang dulu. Acara belum selesai. Artinya, perjuangan Bule masih panjang!" teriak Boim mencegah arak-arakan Bule. Lupus yang masih penasaran ditinggal begitu aja.
"Memangnya masih ada acara apa lagi"" tanya salah seorang pendukung Bule.
Boim nggak menjawab, tapi langsung berdiri di panggung.
"Baiklah, para penonton sekalian. Sekarang tibalah saatnya Bule melawan si juara sejati, the one and only... Guuusuuurrr!" teriak Boim kemudian.
Berbarengan dengan usainya gema kalimat Boim, Gusur muncul dari belakang panggung. Wajahnya berbinar-binar disiram warna-warni cahaya lampu kafe. Para penonton berteriak histeris. Suasana makin panas. Gusur mengenangkan ikat kepalanya. Lalu membungkukkan badan. Memberi hormat pada penonton. Kemudian Gusur menarik napas dalam-dalam untuk memamerkan otot-ototnya. Otot" Tepatnya sih, memamerkan lemak-lemak di tubuhnya, hehehe...
"Hidup Gusur! Hidup Gusur!" teriak para penonton menyambut aksi Gusur.
Bule kontan lemes. Selain tenaganya udah habis. Bule juga grogi ngeliat Gusur yang badannya segede mobil tangki.
"Im, gue udah cape banget. Gue minta pertandingan diundur sampe besok malam," ujar Bule. Tapi Boim menolaknya mentah-mentah.
"Nggak bisa. Nggak ada aturannya. Kalo lo mundur, berarti lo kalah WO."
Takut dihitung kalah WO, terpaksalah Bule nekat melawan Gusur. Dan hasilnya" Bule memang bukan tandingan Gusur. Dengan sekali gibas saja, Gusur langsung bisa mengalahkan Bule. Waktunya nggak lebih dari lima detik.
Para penonton kembali bersorak. Menyambut kemenangan Gusur.
"Saudara-saudara sekafe, dengan demikian gelar juara bertahan masih dipegang oleh the real champion of the world... Guuusuuurrr!" jerit Boim mengesahkan kemenangan Gusur.
Gusur memberi hormat dan ciuman tangan pada semua penonton. Lupus yang udah nggak minat lagi dengan suasana pertandingan, berjalan mendekati Mila di meja kasir.
Mila mencibir. "Dasar cowok. Nggak pernah dewasa. Bisanya adu panco doang! Kasar!"
"Daripada kamu, cewek, bisanya c
uma ngomongin orang. Ngegosip. Lagian adu panco kan olahraga. Bisa bikin sehat badan!" sela Lupus
"Cih! Kalo memang mau olahraga, kenapa nggak ikut fitness aja sekalian!" tepis Mila.
Lupus mendengus, "Alaaah, kamu cewek, tau apa sih soal olahraga!"
Tapi kali ini Mila sudah nggak berminat lagi melayani Lupus, Ia meninggalkan Lupus untuk menemui salah seorang pengunjung yang kebetulan dikenalnya. Tapi di depan panggung ia berpapasan dengan Inka yang baru keluar dari perpustakaan kafe sambil membawa buku TTS.
"Tadi anak-anak pada adu panco, ya" Pantas berisik banget. Gue jadi nggak konsen!" tukas Inka pada Mila.
"Emangnya lo lagi ngapain, Ka"" tanya Mila heran.
"Ngisi TTS." Mila kaget. "Astaga, Ka" Jadi dari tadi di perpus kerja lo cuman ngisi TTS""
"Iya, MiI. Eh, tolongin dong. Salah satu jenis binatang ternak. Empat kotak. Apa, Mil""
"Itik!" "Betul, Mil. Sekarang apa pasangan suami, lima kotak""
"Istri!" "Astaga, Mil, hebat lo, yang ini betul juga. Padahal udah dua jam lebih gue pelototin ni TTS, satu juga nggak ada yang keisi. Oke Mil. satu lagi ya, Madura terkenal dengan apanya" Lima kotak!"
"Garam!" "Betul, Mil. Sekarang apa nama kantor berita Indonesia...""
"An..." Mila baru mau jawab, tiba-tiba i sadar. "Eh, udah, udah, kalo semua gue yang mesti jawab, mending gue aja yang ngisi itu TTS..."
Inka cemberut. "Jahat lo, Mil, dimintain tolong gitu aja nggak mau...."
"Lagian elo, masa ngisi TTS pake minta tolong! Mana pertanyaannya gampang-gampang banget!"
"Iya deh, iya deh, orang gue tadi sebetulnya cuman mau ngetes lo aja."
"Jadi sebetulnya lo tau nama kantor berita Indonesia"" tanya Mila serius.
Inka mengangguk pasti. "Apa"" kejar Mila lagi.
"Andalas!" jawab Inka semangat.
Mila mendelik. "Andalas" Ah, ngaco, lo. Emangnya ANTEVE""
Inka menunduk Lupus menghampiri mereka berdua, sambil senyum-senyum. "Ka, mendingan lo beli aja TTS yang udah ada isinya. Murah, kok. Jadi kan nggak usah repot-repot mikir lagi!"
Inka cemberut. Mila menarik tangan Inka, menjauhi Lupus. "Ka, ntar jadi daftar fitness nggak""
Inka tampak ragu-ragu. "Gue belon tau. Pengen sih."
"Udah, lo ikut aja!" putus Mila.
*** Pagi baru hadir. Di ufuk timur matahari berwarna kekuningan. Sinarnya masih lembut. Menampar wajah embun yang nempel di ujung rerumputan. Di kamarnya Lulu lagi menyanyikan lagunya Nia Paramitha sambil menyiapkan kostum buat aerobik.
"Datanglah kau, malam ini, kekasih"
Suaranya persis beduk pecah. Sember.
Lupus masuk, dan langsung memuji Lulu. "Selamat, Lu!"
"Buat apa"" tanya Lulu heran.
"Barusan Pak RT lapor, ada sepuluh bayi setep gara-gara denger lo nyanyi!"
"Yeee, bolehnya sirik!" cibir Lulu sebel. "Lagian ngapain sih lo pagi-pagi ke kamar gue!" tanya Lulu galak.
"Nah, lo mau ngapain"" Lupus malah balik nanya.
"Mau aerobik! Mila sama Inka yang ngajak gue!"
Lupus ketawa cekikikan. "Lo kesambet setan gundul, Lu" Bangun aja males, kok mendadak mau aerobik""
"Apa salahnya" Gue kan bisa ketemu Ade Rai di tempat aerobik."
"Hm, pantes. Jadi itu tujuan lo" Pantes Mila sama Inka mendadak mau fitness. Nggak taunya cuman mau ngecengin Ade Rai. Dasar kecentilan!"
"Biarin! Sekarang cowok berotot lagi nge-trend, lagi. Nggak kayak lo. kerempeng. Weee!"
"Wah, lo ketinggalan, Lu. Zaman sekarang cowok kurus dengan kaos ketat lagi disenengin Liat aja pemusik-penuisik Barat... Pearl Jam, OASIS, Suede..."
"EGPKL," sahut Lulu.
"Apaan, tuh""
"Emang Gue Pikirin, Kurus Lo!"
Lupus melotot. Lulu buru-buru langung
pergi. Sampai di Kafe Mila, Lulu lihat Mila uda siap-siap pakai celana pendek, dan sepatu kets. Ia lagi membujuk Inka supaya ikut. Tapi Inka-nya males-malesan.
"Gimana sih" Lo kan udah gue daftarin," sungut Mila.
"Gue nggak bisa aerobik, gue nggak bisa senam-senaman," Inka beralasan.
"Ya ampun. Masa nggak bisa" Liat nih, palingan begini," Mila berusaha meyakinkan Inka, sambil langsung loncat-loncatan kaya Vicky Burki keselomot api. Inka memandang dengan dingin.
"Nah, gampang, kan"" tukas Mila. Inka menggeleng.
"Ayo deh, Ka, ikut!" Lulu ikut membujuk.
"Gue nggak bisa aerobik, Lu. Nggak bisa ngikutin i
rama musik Ntar gue diketawain orang, lagi."
"Ah, gampang. Nih, liat caranya!"
Kemudian Lulu dan Mila secara serempak membuat gerakan-gerakan senam. "Satu... dua... Satu... dua... Ayo, coba, Ka!" teriak Lulu. Inka ragu-ragu mencoba. Tapi gerakannya kaku sekali, dan selalu tertinggal. Akhirnya Inka makin putus asa.
"Udah ah! Gue emang nggak bisa apa-apa. Gua nggak punya bakat sama sekali. Gua nggak jadi pergi! Gue nggak jadi pergiii!" teriak Inka dengan muka frustrasi.
Inka lari ke pintu. Persis film India kalo tokohnya lagi ngambek. Lulu buru-buru berteriak mencegah Langkah Inka.
"Inka, emangnya lo nggak mau ngeliat Ade Rai""
"Nggak mau! Daripada gue diketawain!" jawab Inka dengan nada tinggi, lalu pergi meninggalkan Lulu dan Mila.
Lulu memandang ke arah Mila, heran. "Kok tu anak jadi aneh""
Mila mengangkat bahu. "Udah deh jangan dipikirin, mending kita berangkat!"
Mereka akhirnya jadi juga berangkat fitness, tanpa Inka.
Setengah jam kemudian, mereka sampai di tempat fitness yang koridornya mirip tempat-tempat fitness di Club House. Tempatnya asri dan teduh. Lulu dan Mila jalan-jalan dengan baju sport mereka. Berpapasan dengan beberapa cowok dan cewek yang rata-rata ber-bodi oke.
"Mil, apa bener Ade Rai sering latihan di sini"" tanya Lulu penasaran.
"Dari informasi yang gue dapet sih begitu," jelas Mila.
Mereka terus berjalan, sampai akhirnya sampai di sebuah ruang fitness. Di sana tampak Ade Rai yang sedang berlatih dengan berbagai macam alat fitness. Tapi Ade Rai latihan dengan posisi membelakangi kaca dan pintu masuk jadi Mila dan Lulu nggak bisa melihat wajah Ade Rai dengan jelas.
Lulu dan Mila berusaha melongokkan ke pala mereka kian kemari.
"Ade Rai-nya mana, Mil"" tanya Lulu yang udah nggak sabar pengen ketemu Ade Rai.
"Mana ya"" jawab Mila ikut-ikutan bingung.
"Yang itu kali!" Lulu mencoba menerka, seraya menunjuk ke arah Ade Rai yang masih tetap membelakangi mereka.
"Iya, iya kali, Lu. Liat tuh, rambutnya diikat ke belakang," sambut Mila antusias. Walau nggak begitu yakin.
Lalu Mila dan Lulu berpandangan. "Kita panggil aja, yuk!" tawar Lulu kemudian.
Mila tersenyum lebar. Lulu dan Mila lalu berteriak-teriak di depan kaca sambil meloncat-loncat.
"Ade! Ade! Adeee!"
Mereka berteriak sampai urat leher mereka bertonjolan. Tapi rupanya kata ruang fitness tempat Ade latihan kedap suara. Akibatnya Ade nggak bisa mendengar panggilan Lulu dan Mila. Ade Rai tetap cuek latihan, tanpa menyadari bahwa di belakangnya Mila dan Lulu lagi meloncat-loncat sambil menjerit-jerit.
Apesnya, tingkah laku Lulu dan Mila rupanya mengundang perhatian seorang satpam yang kebetulan lagi patroli.
"Ehm... ehm," seru satpam yang kumisnya segede bonggol jagung itu memberi isyarat.
Lulu dan Mila kaget, lalu menoleh.
"Rupanya kalian yang bikin ribut. Ibu-ibu di ruang senam tadi komplain karena teriakan kalian mengacaukan hitungan aerobik," Pak Satpam berkata dingin.
Lulu dan MiIa tersenyum takut-takut.
"Maaf, Pak, kita cuman pengen ketemu sama Mas Ade Rai!" ujar Lulu memberanikan diri.
"Lagian kita ke sini juga mau aerobik kok, Pak," timpai Mila supaya Pak Satpam tambah yakin.
Pak Satpam tersenyum simpatik tapi ngeselin. "Ah, sudah banyak kok cewek yang ngasih alasan begitu, walau sebetulnya cuma mau lihat Ade Rai. Ayo, ikut saya ke kantor!"
Lulu dan Mila langsung cemberut. Diseret, satpam ke kantor polisi.
*** Siang sunyi senyap. Matahari gemerlap. Di perpustakaan Kafe Mila, tampak lnka sedang duduk telungkup. Mukanya tertutup meja. Lupus yang masuk sambil membawa ransel kesayangannya, terkejut ngeliat keadaan Inka yang seperti petani gagal panen.
"Ka, ngapain lo"" tanya Lupus hati-hati.
Inka tersentak. Ketika dia menengadahkan wajah, tampak buku TTS di bawah tangannya.
"Eh, Pus, ngagetin aja," tukas Inka seraya tersenyum getir.
"Ka, lo bukannya ikutan fitness bareng Mila sama Lulu""
"Tadinya sih mau, Pus. Tapi gue... gue nggak bisa olahraga," jawab Mila. Wajahnya tertunduk malu. Seperti rumput yang terkulai layu.
"Ah, masa gitu aja nggak bisa, Ka. Paling juga cuma lompat-lompat doang," tukas Lupus tanpa bis
a menyembunyikan rasa herannya.
Inka mendesah. Sikapnya mendadak jadi gelisah, "Gue bukan cuman nggak bisa olah"raga. Tapi gue juga nggak bisa bikin tulisan kayak lo. Nggak bisa nyanyi. Nggak bisa main musik. Catur. Masak. Nari. Ngelukis. Ngaji. Naik kuda. Nyuci. Nggak pinter kayak Mila. Pokoknya gue nggak bisa apa-apa deh. Gue itu gadis yang nggak ada daripada gunanya."
"Maksud kamu, gadis yang nggak ada guna"nya""
Inka mengangguk. "Tuh kan, bahkan mengatur kalimat yang baik dan benar aja gue nggak bisa!"
Lupus tersenyum, berusaha membujuk Inka, "Gue nggak percaya ada orang yang nggak bisa segalanya. Semua orang tuh pasti punya bakat. Cuma aja dia nggak nyadarin bakatnya. Seperti misalnya si Boim, dia tuh punya bakat jelek. Dan Gusur punya bakat jadi orang susah.... Tapi mereka suka nggak sadar...."
Lupus mengira Inka bakal ketawa ngedenger humornya. Tapi Inka malah makin sedih. Dia ternyata bahkan nggak bisa menangkap humor semudah itu.
"Gue udah bingung, Pus. Udah nyoba semuanya. Tapi tetap aja nggak bisa."
Lupus menatap wajah Inka lekat-lekat. Timbul rasa kasihannya. "Lo udah pernah nyoba ke psikolog belum""
"Psikolog" Emangnya gue sakit jiwa""
"Aduh, elo. Kalo sakit jiwa perginya ke psikiater, bukan ke psikolog. Masa lo nggak tau beda psikolog sama psikiater""
Inka diam lagi Dan udah mulai nangis. Lupus jadi makin bingung
*** Di tempat tidur Lulu yang lebar, tampak Mila, Inka, dan Lulu lagi berbaring dengan posisi tengkurep persis ikan asin lagi dijemur. Kalo diteliti betul-betul pakai mikroskop, mereka sebetulnya bukan lagi tidur. Tapi lagi ngerumpi sambil makan keripik. Yang dirumpiin soal pengalaman buruk mereka ditangkap satpam gara-gara mau ketemu Ade Rai. Untung mereka berhasil lolos, setelah membius satpam overacting itu pakai kaos kaki yang udah dua bulan nggak dicuci. Tapi dasar cewek bandel, pengalaman buruk itu nggak bikin mereka jera. Mereka masih tetap penasaran ingin ketemu Ade Rai bagaimanapun caranya.
"Pokoknya yang kali ini nggak boleh gagal lagi. Gue akan atur rencana yang lebih oke," desis Mila dengan mulut penuh keripik.
"Tapi jangan minggu-minggu ini, Mil. Tampang kita pasti masih dikenalin sama satpam tengik itu."
Inka yang sedari tadi cuma diam sejuta kata melirik ke arah Mila dan Lulu.
"Lo sih nggak ikut. Tadi siang kita ngeliat Ade Rai... yah, tapi baru dari belakang Tapi suatu saat kita pasti bakal kenal sama dia," tukas Mila demi ngeliat ekspresi Inka yang kayak orang nelen biji salak.
"Gue nggak tertarik sama Ade Rai," ungkap Inka.
"Lho"" Mila dan Lulu kaget.
"Emangnya kenapa, Ka"" tanya Lulu nggak abis pikir.
"Gue lagi ada masalah. Gue mau ke psiko"log," jawab Inka masih dengan nada dingin.
"Ngapain ke sana"" sambar Mila.
"Gue pengen ikut tes. Pengen tau bakat gua apa""
Mila mencibir. "Lho, bukannya lo berbakat ngisi TTS""
"Walaupun jarang keisi," sambar Lulu.
"Dan ada satu lagi bakat lo yang paling besar," lagi Mila berucap.
"Ngecengin cowok," lagi Lulu menyambar.
Lalu keduanya cekikikan. Tapi Inka cuma menggigit-gigit kuku jarinya. Ia nggak menanggapi godaan Mila dan Lulu. Malah semakin digoda, semakin mantap niatnya mau ke psikolog. Dia pikir saran Lupus banyak benarnya.
Dan esok siangnya, Inka bener-bener mengunjungi praktek seorang psikolog. Inka langsung disambut seorang lelaki berkacamata tebal nggak tipis nggak. Gayanya serius. Kumisnya sedikit. Dan mukanya agak-agak jerawatan.
Setelah berbasa yang sangat basi barang sejenak, tanpa problem sama sekali Inka menjelaskan problemnya. Tak lama kemudian si psikolog menyerahkan lembaran kertas berisi soal-soal tes pada Inka. Lalu Inka pun mengerjakan soal-soal itu dengan serius. Sementara Psikolog membuang pandangannya ke luar jendela, memandangi burung-burung gereja yang mencari makan.
Tapi nggak lama kemudian Psikolog melihat stop-watch di tangannya, dan berteriak, "Selesai!"
Inka kelimpungan "Aduuh... bentar dong. Lima menit lagi, aja. Masih banyak nih, Mas. Biasanya kalo ulangan juga dikasih waktu toleransi."
"Tapi ini bukan ulangan. Kalau saya kasih perpanjangan, hasil tesnya nggak valid dong""
Sele sai ngomong, Psikolog langsung menarik kertas tes Inka. Tapi Inka nggak tinggal diam. Dia berusaha mempertahankan kertas tesnya. Mendadak mata Psikolog yang sudah belo itu, melotot. Inka pun langsung ketakutan, dan melepaskan kertasnya.
"Sekarang. saya akan menyebutkan beberapa angka. Lalu kamu ulangi urutan angka itu. Mengerti"" tukas Psikolog sambil duduk di depan Inka.
Inka mengangguk ragu-ragu.
"Lima... tujuh... tiga...." Psikolog memulai simulasinya.
Gampang. Inka mengikuti apa yang disebut Psikolog dengan tepat.
"Bagus!" puji Psikolog. Inka bangga, dan Psikolog kembali menyebutkan beberapa angka. "Enam... sembilan... satu... tujuh... tiga...."
Kali ini pun gampang. Inka kembali mengulangi angka-angka yang sudah disebutkan Psikolog dengan tepat. Inka tersenyum bangga ketika Psikolog lagi-lagi memujinya. Setelah itu Psikolog kembali menyebutkan angka. Kali ini jumlahnya lebih banyak.
"Delapan... empat... tujuh... sembilan... tiga...
dua... enam... satu."
Sampai di sini Inka mulai pusing. Dia cuma bisa bengong.
"Eh, ulangi dong, Mas. Sekali lagi deh!" pinta Inka memelas,
Tapi Psikolog cuma tersenyum dingin, lalu menggeleng. Inka jelas frustrasi. Apalagi kemudian PsikoIog membuat simulasi yang lebih bikin bingung. Inka disuruh menyebut angka kebalikannya dari yang disebutkan
"Satu... dua... tiga...," tukas Psikolog.
"Tiga... dua... satu...," jawab Inka.
"Tujuh... dua... empat... lima... sembilan...," ucap PsikoIog.
"Sembilan... lima... empat...," Inka berusaha mengulang dengan membalik, tapi di tengah jalan ia macet "Satu, tujuh... aaah... gue nggak tau! Kok susah amat sih"" protes Inka.
Tapi Psikolog cuek. Dia cuma mencatat.
"Enam... lima... tiga... delapan...."
Inka bengong, dan memegang kepalanya "Gue pusing... gue pusing!" Inka menelungkupkan kepalanya ke meja. Ia putus asa.
*** Sejak Boim bikin acara pertandingan panco, Kafe Mila emang jadi rame terus. Begitu juga siang ini. Semuanya kumpul di Kafe Mila. Boim sibuk mencari penantang buat pertandingan panco dengan Gusur minggu depan. Beberapa orang mendaftar ke meja Boim. Sementara Gusur duduk di belakangnya sambil makan kue satu loyang.
"Jangan lupa, pertandingan Sabtu. Lo ajak deh semua temen-temen lo yang badannya gede. Kalo sampe nggak ada penantang. Gusur bakal ngedapetin lagi sabuk kejuaraan sama uang tunai," cetus Boim kepada para pendaftar.
Gusur mengangguk hormat, sambil memamerkan tangannya yang segede batang puun pisang. Para pendaftar juga ikut-ikutan mengangguk-angguk lalu pergi.
Mila muncul mendekati Boim.
"Im, gue sih nggak keberatan lo bikin pertandingan panco, asal jangan ada yang berantem beneran."
"Mil, ini olahraga. Bukan cuma adu kekuatan. Sebagai atlet, kami menjunjung tinggi sportivitas!" Boim menangkis pesan Mila dengan gaya panitia Sea Games lagi jualan stiker
Dan Boim masih mau terus nyerocos kalo Mila nggak buru-buru minggat dari hadapannya. Tapi saat bergegas ke meja kasir, Mila amprokan sama Inka yang langsung memeluknya
Memanah Burung Rajawali 3 Apartemen Yaqoubian Karya Alaa Al Aswani Sang Penebus 7
"Ah, udah ah, noraknya jangan keterlaluan. Malu diliat orang," gubris Nyak Boim, lalu menyeret Engkong masuk.
Lupus yang melihat kedatangan mereka berdua langsung menyambut hangat. Semua pengunjung kafe menoleh heran melihat kedatangan pasangan ajaib itu. Inka yang lagi membantu Mila di bar mencolek pundak Mila.
"Mil, liat tuh siapa yang datang""
Mila menoleh. Ia pun ikut surprais setelah tau yang datang adalah Engkong, dan Nyak Boim.
"Sebentar, Ka. gue mo nyambut tamu istimewa dulu!" tukas Mila seraya bergegas mendatangi Engkong dan Nyak Boim.
Lupus menyilakan Engkong dan Nyak Boim duduk. Bule yang baru mengantar pesanan makanan, mendekap nampan lalu mendekati Inka.
"Sidak, sidak! Biar kapok deh si Boim"" ujar Bule.
"Emang ke mana tuh anak, bukannya sakit gigi"" komentar Inka.
"Apaan! Boim ngapelin Leli! Sosotan barunya," sambut Bule setengah ngotot.
Saat itu, Lupus dengan gaya profesionalnya menyerahkan menu ke Engkong dan Nyak Boim.
"Mo minum apa, Kong" Nyak"" Engkong dan Nyak Boim saling pandang, bingung. Nggak ada yang mau mulai bicara. Akhirnya, Nyak Boim yang merasa sudah berpengalaman datang ke kafe, bicara juga, "Aye cuman nganter engkongnya Gusur, Pus. Katenye si Gusur dah pulang sekole kagak balik ke rumah!"
Lupus menoleh ke Engkong dengan muka kaget. Yang bener. Kong""
"Bener, Pus, aye ude mondar-mandir sampe ni dengkul coplok. si Gusur kagak nongol-nongol. Padahal die ude janji mo nganter Engkong ke Tangerang. Mo jual kambing di Pasar Cimone! Aye kire sih die ke sini," jawab Engkong. Suaranya serak-serak sedih.
"Ye udeh, aye eh...!" Lupus buru-buru menepuk mulutnya sendiri. "Jadi latah deh! Lupus panggilin Mila, ya" Barangkali Mila tau Gusur ke mana."
Tiba-tiba Nyak Boim nyeletuk, "Bentaran, Pus, si Boim mane" Suruh ke sini deh, aye mo ngomong!"
Lupus jadi salah tingkah. Soalnya tau kalo Boim ngebo'ongin nyak-nya. Ngaku kerja, padahal ngapel. Ragu-ragu Lupus bicara.
"Ng... si Boim..." Tiba-tiba Lupus melihat Mila mendekat. "Tanya Mila aja. ya" Mila tau tuh!"
Lupus buru-buru kabur. Mila yang berpapasan dengan Lupus menatap heran. Tapi segera tersenyum ramah begitu sampai di meja Engkong dan Nyak Boim. Mila juga nggak lupa menyalami pasangan yang penampilannya mirip ikan asin itu. Kering dan lusuh
"Apa kabar, Kong" Nyak" Tumben pada ke sini. Mo makan apa nih""
Nyak Boim dan Engkong cuma cengar-cengir.
"Udah pada makan" Kalo gitu minum, ya" Mo minum apa""
"Kita ke sini bukan mo plesir, Mil," tukas Nyak Boim, lalu menunjuk Engkong. "Dia nyari Gusur tuh. Kali aja Non Mila tau!"
"Wah, sayang Mila nggak tau, Kong. Soalnya Gusur hari ini nggak kerja. Coba Engkong tanya sama si Boim." Tiba-tiba Mila teringat sesuatu, dan menoleh ke arah Nyak Boim. "Eh iya, Boim sakit perut, ya""
"Sakit perut" Lho, katanya Boim masuk kerja," Nyak Boim jelas heran Saat itu Mila baru ngeh kalau ditipu Boim.
"Ng, sebentar ya, Kong, Nyak. Mila tinggal dulu!" Mila lalu buru-buru pergi. Begitu menemukan Lupus, Mila langsung menyeretnya ke ruang baca yang ada di samping kafe.
"Ngapain sih, Mil" Ngapain lo seret gue ke ini, kayak mo disidang!" kata Lupus sambil berusaha melepaskan cekalan Mila pada tengkuknya. Persis kucing gigit anaknya. Mila mendelik.
"Emang lo gue sidang! Ayo cerita, ke mana perginya si Gusur sama Boim""
"Mana gue tau! Tanya aja sama Boim!" jawab Lupus cuek.
"Iya, tapi Boim-nya ke mana""
"Mana gue tau! Tanya aja sama Gusur."
Mila jelas tambah keki dengan jawaban Lupus yang muter-muter itu.
"Lo jangan becanda, Pus. Gue laporin Nyak Boim juga nih!" ancam Mila sambil siap-siap menemui Nyak Boim. Begitu Lupus tau Mila nggak main-main, Lupus buru-buru mencegah. Ditariknya tangan Mila. Mila menatap kesal.
"Mil, tadi Boim ke rumah Leli. Sosotan barunya!"
"Tapi kenapa bilang sakit perut"" nada bicara Mila masih galak.
Lupus nyengir "Yah. semua ini memang salah Boim juga. Dia lupa kalo hari ini giliran dia jaga kafe, tapi udah telanjur janji mo ke rumah Leli. Sebetulnya Boim udah ngebujukin Gusur buat tukar shift, tapi Gusur nolak. Terpaksa Boim ngebohong!"
"Tapi, kenapa mesti lo yang bilang Boim sakit perut" Disogok pake apa sih lo""
Lupus menjawab polos, "Ng... Boim cuma bilang, kalo dia udah bosen, Leli boleh buat gebetan gue. Asik, kan""
Mila jelas kesel, sekaligus cemburu berat. Lalu dengan gaya bintang film India, Mila meninggalkan Lupus sambil marah-marah. Lupus kontan bengong.
*** Nggak selamanya diculik itu nggak enak. Buktinya, Gusur masih diperlakukan cukup manusiawi. Sebungkus nasi rames yang masih panas, disodorkan ke moncong Gusur. Tapi Gusur cuma melirik sedikit. Bukannya Gusur udah nggak nafsu lagi makan nasi. Tapi karen
a tangan dan kaki Gusur diikat.
Gombel tersenyum sadis. "Lapar, Sur" Ma"kan deh! Apa" Nggak doyan" Biasa makan steak, ya""
Dengan mata menyipit, Gusur menatap kesal pada Gombel. Tapi yang ditatap malah tertawa keras-keras, lalu membuka ikatan di mulut Gusur.
"Maaf, Dik! Saya lupa kalau anak orang kaya makannya pakai mulut juga!"
Gusur mendengus geram. "Bapak jangan menghina daku ya! Biarpun tubuh daku demikian subur, bukan berarti daku berasal dan keluarga mampu."
"Kalau konglomerat macam Makmur Surawijaya bukan keluarga mampu, lalu yang mampu itu kayak gimana""
"Tak tahu daku. Lagi pula daku tak kenal siapa itu Makmur Surawijaya!"
Gombel dengan geram membuka ikatan tangan Gusur, lalu menempelkan moncong pistol tepat di pelipis Gusur. "Jangan banyak omong lagi! Cepat makan, sebentar lagi Bos datang!"
Gusur menuruti permintaan Gombel. Begitu Gusur menyelesaikan suapan terakhirnya, Bos Penculik muncul bersama Kepra. Dengan tergopoh-gopoh Gombel mengikat kembali tangan dan mulut Gusur Tapi Bos Penculik dengan isyarat kibasan tangan, melarangnya. Gusur pun urung untuk diikat.
"Bagaimana" Sudah kenyang"" tanya Bos Penculik.
"Sudah, Pak. Tapi jika diperkenankan, daku ingin meneguk air. Daku dahaga sekali, bak berada di tengah gurun sahara," pinta Gusur seraya mengelus-elus lehernya.
Bos Penculik tergelak "Nggak disangka, anak Makmur Surawijaya berjiwa sastrawan!"
Dipuji begitu, hati Gusur kontan berbunga-bunga.
"Terima kasih, Pak. Ternyata Bapak punya selera keindahan juga...."
Bos Penculik tersenyum, lalu menyuruh Kepra mengambil minum. Tak lama kemudian, Kepra muncul membawa dua gelas air.
Bos penculik lalu menyodorkan air itu. Gusur meminumnya dengan lahap.
Selesai minum, Bos Penculik memberikan HP-nya pada Gusur.
"Sekarang cepat telepon si Makmur!"
"Daku tak tahu nomor telepon Makmur. Kenal saja tidak," rengek Gusur Bos penculik mengancam dengan bengis.
"Jangan main-main, ya!"
"Daku tidak main-main, Pak. Daku betul-betul tidak tau:..."
"Ya sudah, kalau begitu telepon saja engkongmu!" usul Gombel.
Gusur tambah bingung. "Apa yang mau ditelepon" Engkong tiada punya telepon. Kalau Devon ada."
"Ya sudah, telepon aja si Devon!" pinta Bos penculik nggak sabaran.
"Tapi, Pak, daku lupa nomor teleponnya. Soalnya kan Devon itu pake handphone, jadi nomornya banyak sekali. Daku tiada bisa mengingat angka sebanyak itu. Bagaimana kalau telepon Lupus saja, Pak""
"Terseraaah! Yang penting telepooon!" pekik Bos Penculik tak mampu lagi meredam kemarahannya.
Gusur tersentak kaget. Lalu buru-buru memijit nomor telepon rumah Lupus. Para penculik menatap bengis ke arah Gusur. Gusur makin tegang. Keringat dinginnya keluar.
Telepon di rumah Lupus langsung berdering. Tapi tidak ada yang mengangkat. Lulu yang lagi asyik mengkrimbat rambutnya di kamar mandi, jadi panik mendengar suara telepon.
"Keliiiik! Tu angkat telepooooon!" jerit Lulu.
Tapi tak terdengar suara Kelik. Malah telepon terus berdering.
Akhirnya dengan rambut dan tangan penuh krim, sambil bodinya dililit pake anduk Lulu keluar dari kamar mandi, bergegas menghampiri pesawat telepon. Siapa tau aja itu telepon penting, atau dari Mami.
Lulu mengangkat telepon. "Halo""
"Halo" Ini Lulu, ya" Tolong, Lu, Mami ada nggak" Gusur diculik nih...," rengek Gusur dari seberang sana dengan nada yang sangat ekspresif.
Tapi respons Lulu malah menyebalkan. "Aduuuh, Gusur, jangan becanda dong! Lulu lagi krimbat di kamar mandi nih! Mami kan nggak ada, lagi ke Irian. Masa lo nggak tau sih" Lupus nggak di rumah. Coba aja lo telepon ke kafe..."
Tanpa memberi kesempatan sedikit pun pada Gusur untuk bicara, Lulu menutup telepon dengan kesal, lalu bergegas minggat ke mandi lagi.
"Gimana, Sur"" tanya Bos Penculik nggak sabaran begitu Gusur mematikan HP
Gusur bingung harus bilang apa.
4 SALAH CULIK LULU lagi asik mengeringkan rambut yang abis dikrimbat sendiri saat Lupus datang. Tanpa ditanya, Lupus langsung ngoceh dengan serunya, "Eh, Lu, tadi Nyak Boim sama engkongnya Gusur dateng ke kafe. Heboh deh, Lu!"
Lulu menoleh. "Ada acara apa sih" Kok Lulu nggak diundang""
"Mereka pada nyariin Gusur sama Boim!" ujar Lupus. "Boim ngakunya kerja di kafe, padahal ngapelin gebetannya. Sedang Gusur, katanya ilang. Nggak tau pergi ke mana...."
"Apa"!" Lulu spontan terkejut, sampe hair dryer-nya menyorot ke wajahnya. Jelas Lulu langsung belingsatan. Lupus cekikikan sambil menuju kulkas, nyari air es.
"Denger Gusur ilang aja panik. Kenapa" Jangan-jangan lo suka ya sama Gusur""
"Bukan begitu. Tadi Gusur baru nelepon ke sini. Katanya dia diculik!"
Kali ini Lupus yang kaget, sampe keselek, "APA"""!"
"Iya. Lulu kira kan becanda. Terus Lulu cuekin. Tapi suaranya kedengaran gemeter, ketakutan sekali..."
"Hah"" Lupus kaget lagi.
"Aduh, Lulu nggak tau kalo Gusur itu beneran ilang. Gimana dong..."" tukas Lulu ketakutan.
"Sekarang gini aja, daripada nanti lo yang disalahin, mending kita lapor polisi aja," usul Lupus. Lulu langsung setuju.
"Oke! Kita berangkat sekarang juga!" pekik Lulu.
Mereka pun pergi ke kantor polisi. Nggak berapa lama setelah mereka pergi, telepon rumah berdering. Tentu aja nggak ada yang ngangkat. Padahal yang menelepon Gusur.
"Tiada orang di rumah," tukas Gusur lesu sambil menatap takut ke arah para penculik.
Bos Penculik menggeram persis singa sakit perut. "Kucing tompel! Orang kaya macam apa" Masa nggak ada seorang pun di rumah" Satpam""
Gusur menggeleng. "Pembantu" Tukang kebun"" sambar Gombel.
Gusur lagi-lagi menggeleng.
"Sekretaris" Ajudan"" Kepra ikut-ikutan
Gusur kembali menggeleng.
Tiba-tiba Kepra tersenyum. "Bagus... Bos, gimana kalau kita colong saja semua barang di rumahnya"" usul Kepra.
Bos Penculik kontan mendelik. seraya menonjok idung Kepra, "Goblok! Itu kerjaan maling! Ingat, kerjaan kita lebih beradab. Kita bukan maling, kita penculik!" hardik Bos Penculik.
Gusur tersenyum kecil melihat kejadian lucu itu. Kepra tersinggung.
"Bos. boleh saya kasih pelajaran babi gendut ini"" pinta Kepra.
Bos Penculik mengangguk Perlahan Kepra mendekati Gusur yang mulai panik dan ketakutan. Napas Kepra mendengus-dengus. Bibirnya menyeringai persis macan lapar. Gusur kontan panik. Keringat dingin keluar dari lehernya. Kakinya gemetaran.
"Tunggu dulu, Pak Izinkanlah daku menelepon sekali lagi. Please'" pekik Gusur, berusaha meredakan kemarahan para penculik. Tapi rupanya para penculik udah telanjur keki ama Gusur, sehingga kemarahan mereka nggak bisa ditawar-tawar lagi.
"Nanti aja neleponnya setelah saya sundut perut kamu pakai belati ini," tukas Gombel dengan suara dingin. Ia pun mengeluarkan belati dari pinggangnya. Gusur terbelalak.
"J-jangan, Pak, jangan bunuh daku. Daku mohon. Daku tak tahan melihat darah daku sendiri. Daku bisa pingsan nanti," ratap Gusur. Kepra agak ragu melaksanakan niatnya demi melihat wajah Gusur yang memelas. Tapi Gombel berusaha memompa semangatnya
"Jangan terpengaruh, Pra!"
Kepra menyeringai. Begitu belati Kepra siap menggelitik perut Gusur, Bos Penculik berujar dingin, "Tahan! Beri dia kesempatan sekali lagi. Tapi kalau gagal, terserah kalian mau diapakan babi gemuk ini. Tapi ingat, jangan sampai luka parah. Apalagi sampai mati. Cukup bikin si Makmur yakin kita tidak main-main!"
Bos Penculik lalu ketawa ngakak. Gusur bergidik ngeri. Puas ketawa, Bos Penculik menyerahkan HP-nya. Gusur menerimanya dengan mulut komat-kamit membaca doa. Lalu kembali menekan nomor telepon Lupus.
Di koridor rumah Lupus, telepon berdering santer. Tapi nggak ada seorang pun yang mengangkatnya. Tapi untunglah dari arah dapur, Kelik muncul dengan tergopoh-gopoh, langsung mengangkat telepon itu. "Halo, di sini Kelik. Siapa di sana" Oh, Mas Gusur, Mas Lupusnya nggak ada tuh. Memangnya ada perlu apa" Sebentar, sebentar, saya catet dulu." Kelik mengambil notes di meja, dan mulai mencatat. "Besok siang jam dua belas, satu juta dolar, tunai. Dimasukkan ke tempat sampah, di taman bunga. Jangan lapor polisi. Begitu aja, Mas Gusur""
Selesai menulis, Kelik tanpa rasa curiga sedikit pun, meletakkan telepon dengan tenang. Lalu disobeknya notes itu, dan ditaruhnya di samping pesawat telepon. Kemudian Kelik berjalan melenggang ke luar. "Mumpung belum pada pulang, pacaran lagi
ah...." Di ujung telepon, di sebuah gudang tua, Gusur langsung mematikan HP begitu selesai bicara dengan Kelik. Gombel merebut HP dengan kasar, dan mengembalikannya pada Bos Penculik.
"Siapa tadi"" tanya Bos Penculik dengan wajah puas. Gusur salah tingkah.
"Kelik, Pak" "Maksud kamu kelik kuping""
"B-bukan, Pak, dia p-pembantu...."
"Pembantu" Maksud kamu asisten pribadi si Makmur" Bagus, bagus, berarti pesan tadi diterima, ya""
Bos Penculik lalu ketawa ngakak. Gusur jadi salah tingkah. Sulit untuk menjelaskan.
*** Dengan semangat atlet Lupus menggedor-gedor pintu rumah Engkong yang terbuat dari kayu pohon jengkol, sehingga pintu itu bergetar-getar hebat. Engkong yang lagi leyeh-leyeh di dipan sambil menyedot rokok kawung, terlonjak kaget. Tubuh Engkong yang kecil mungil kayak jerawat tiga hari itu melambung sampai eternit saking kagetnya, lalu jatuh terguling di tanah. "Gile lo, Sur, gue lagi enak-enak santai lo kagetin. Mane udah tengah malem begini. Lu kate ni kampung bapak moyang lo" Entar kalo orang sekampung pada bangun, gimane"" Engkong kontan misuh-misuh begitu bangkit dari jatuhnya.
Engkong lalu membuka pintu. Ia kaget ketika yang diliatnya datang Lupus, bukan Gusur. Lupus nampak terengah-engah.
"Ade ape, Pus, keliatannye kok penting banget."
"Gusur diculik, Kong," tukas Lupus dengan wajah sedih campur duka. Tapi Engkong menanggapinya biasa-biasa saja, karena menganggap Lupus lagi bergurau.
"Ah, yang bener, Pus, emangnye kagak ada orang laen lagi yang bisa diculik" Rugi amat nyulik Gusur. Anak itu kan makannya banyak."
"Suer, Kong. Tadinya juga kita nggak percaya, tapi setelah diteliti di laboratorium, ternyata Gusur memang diculik"
Engkong baru kaget. "Astaga, Pus, kalo gitu ayo deh cepet kita tulungin si Gusur!"
Lupus pun segera menarik Engkong meninggalkan rumahnya. Tapi di persimpangan jalan mendadak Engkong berhenti.
"Ngapain, Kong" Kebelet pipis, ya" Tuh buang aja di deket pohon!"
"Bukan itu, Pus. Kite ke rumah Boim dulu yuk"" ajak Engkong.
"Na, ketahuan ya, Engkong pasti kangen sama nyaknya Boim. Kan tadi udah ketemu, Kong," Lupus cekikikan.
Engkong jadi sewot. "Sialan lo, Pus. Ini kagak ada urusannya sama Nyak Boim. Engkong cuma pengen Boim tanggung jawab, soalnye tu anak yang bikin Gusur sengsara."
Lupus manggut-manggut, lalu berlari mengikuti langkah Engkong. Di tengah jalan, Engkong berbisik lagi ke Lupus, "Pus, tapi apa bener gue pantes sama nyaknya Boim""
Lupus bengong, langsung cekikikan.
Saat itu Lulu yang terpisah dari Lupus setelah dari kantor polisi, sudah nyampe lagi di rumahnya. Sekarang Lulu tinggal nunggu perkembangannya. Lulu nggak ngeliat pesan penculik yang ditulis Kelik di samping telepon, karena kertas itu sudah terbang melayang ke lantai ditiup angin.
Baru saja Lulu hendak merebahkan diri di sofa, Lupus muncul bersama Boim, Engkong, dan Nyak. Tanpa sengaja kaki Lupus menginjak kertas pesan itu. Lupus memungut pesan itu, dan langsung membaca. Wajah Lupus mendadak tegang. Semua menatap Lupus dengan penasaran
"Apa tulisannya, Pus"" sambar Lulu.
Lupus nggak menjawab, cuma menatap Engkong dengan panik.
"Ade ape, Pus""
"Ini pesan yang ditulis Kelik. Pesan dari Gusur. Isinya besok siang jam dua belas, satu juta dolar, tunai, ditempatkan di tong sampah di taman bunga! Jangan lapor polisi'"
Semua menatap Lupus terperanjat, Engkong tampak merana sekali. Seluruh tubuhnya kisut dan tak bertenaga.
"Sur, Sur, lu bikin masalah aje. Idup udah susah, sekarang lu bikin tambah susah lagi...," ratap Engkong.
"Tabah, Kong, tabah, ini semua cobaan." Lupus berusaha menghibur.
"Kudu tabah pigimane" Selame idup tu anak selalu bikin susah. Sekarang berape kambing lagi yang mesti gue jual buat nebus Gusur" Mane bayarnya pake dolar lagi. DoIar kan naek terus!"
"Nggak banyak, Kong. Kalo harga kambing sekitar dua ratus ribu, paling-paling cuma seribu kambing," jawab Lupus santai.
Engkong langsung mendelik seperti orang ketelen biji beton.
"Ape, Pus, seribu kambing"! Dari mane gue dapet kambing sebanyak itu. Kambing gue pan cuman dua biji!" pekik Engkong, dan langsung pingsan sete
lah memilih tempat yang rada empuk.
"Engkooong!" yang lain pun ikut terpekik.
*** Gusur tertidur dalam keadaan meringkuk dan tangan terikat. Bos Penculik dan anak buahnya datang. Gombel menepuk-nepuk pipi Gusur. Gusur nggak bereaksi. Tetap terlelap. Puk, puk, puk! Gombel lalu menepuk pipi Gusur lebih keras. Dasar bleguk, Gusur tetap tak bereaksi. Gombel mulai hilang kesabaran, dan langsung berteriak.
"Kebakaran! Kebakaran!"
Gusur tersentak kaget. Bangun dan dengan panik melihat keadaan sekitarnya. Bos Penculik dan anak buahnya tertawa terbahak-bahak. Gusur cemberut sadar kalo tangannya masih diikat.
"Selamat pagi, tidur nyenyak rupanya," sapa Bos Penculik dengan keramahan yang dibuat-buat.
"Bagaimana bisa nyenyak! Nyamuknya bejibun," tukas Gusur ketus.
Bos Penculik dan anak buahnya terbahak-bahak Gusur makin keki.
"Maaf soal nyamuk-nyamuk itu, tapi jangan khawatir siang ini kamu bakal bebas," ucap Bos Penculik.
Gusur terperangah. Gembira. "Ah, yang betul, Pak" Apa Bapak serius""
"Serius. Tapi dengan catatan, transaksi di taman nanti lancar...."
"Kalau gagal"" tanya Gusur bego.
"Yah, terpaksa kamu saya dor!" jawab Bos Penculik sembari memberi isyarat leher dipotong. Lalu tertawa sadis. Gusur ketakutan. Seluruh persendiannya gemetaran.
*** "Pada ngapain nih"" tanya Mila siangnya begitu masuk ke kafe. Soalnya dia heran melihat Inka, Bule, dan Kevin asyik ngerumpi di pojokan.
"Gusur diculik, Mil! Penculiknya minta tebusan satu juta dolar!" jawab Inka. Tapi Mila nggak kaget, malah mencibir.
"Udah, gue udah denger versi Lulu yang lebih lengkap."
"Apa kata Lulu, Mil"" kejar Bule semangat.
"Uangnya harus dianter ke taman bunga jam dua belas siang ini, dan nggak boleh lapor polisi! Padahal Lulu sama Lupus udah telanjur lapor polisi." jelas Mila.
"Kasian ya Gusur malang betul nasib tu anak," komentar Inka.
"Malang banget sih nggak. Malah dia beruntung. Soalnya namanya bakal melejit. Bakal dimuat koran, dan dibicarakan orang-orang," ujar Kevin tiba-tiba dengan nada kalem. Yang lain jelas menatap Kevin yang bak orang nggak berperikemanusiaan itu.
"Tapi dia bakal dibunuh kalo nggak ditebus!" ujar Bule galak.
"Why not" Mati dengan nama harum siapa nolak" Gusur malah bakal tambah tenar. Liat aja Marsinah, Udin. mereka ngetop setelah mati, kan"" Kevin terus nyerocos.
Semua langsung mencekik Kevin. Kevin menjerit-jerit kenceng banget!
*** Tepat pukul dua belas siang, Lupus dan Boim siap menjalankan perintah dari sang penculik. Lupus dan Boim berhasil mengumpulkan uang tebusan satu juta rupiah. Bukan dolar. Uang ini juga hasil ngejual tiga ekor kambing Engkong, ditambah minjem sama Devon dan Mila. Dan siang itu Lupus dan Boim sudah mengawasi sebuah tempat sampah di balik rimbunan semak. Sementara Gombel dan Kepra menunggu di bangku taman sambil pura-pura baca koran yang semua isinya berita pembunuhan dan pemerkosaan. Sesekali mereka memeriksa jam tangan Setiap ada orang yang mendekati tempat sampah, mereka melirik curiga. Tapi selalu kecewa karena orang-orang itu cuma membuang sampah.
Setelah hampir putus asa dan rada-rada ngantuk, akhirnya muncul seorang anak. Para penculik terkesiap. Apalagi anak itu membuang kantong plastik hitam berukuran besar yang kesannya padat. Para penculik saling pandang. Lalu mengangguk bareng. Sama-sama menurunkan korannya.
"Kamu punya dugaan yang sama"" tukas Gombel.
Kepra mengangguk. "Tak salah lagi! Itu pasti uang tebusan yang diminta Bos!"
"Cerdik juga mereka, mengutus anak kecil," tukas Gombel.
"Kita ambil sekarang""
"Oke." Dengan sigap Kepra mengambil kantong plastik itu. Sementara Gombel berjaga-jaga mengawasi keadaan. Begitu dirasanya aman, mereka lantas pergi sambil membawa kantong plastik.
Perbuatan para penculik ternyata tidak diketahui Boim dan Lupus. Masalahnya kedua anak itu lagi sibuk menepuk-nepuk badan yang diserbu semut-semut merah. Jadi Lupus dan Boim nggak tau kalo penculik itu sudah mengambil uang.
"Hampir satu jam kita sengsara di sini, tapi duit tebusannya belon diambil. Kita balik aja deh. Kayaknya penculik brengsek itu pada nggak datang," usul Lupus y
ang mulai putus asa. Boim yang juga sudah nggak tahan dengan siksaan para semut, langsung setuju. "Oke, Pus. Lagian duit tebusan kita kan cuma sejuta perak. Itu juga hasil ngutang sama orang dan ngelego kambing!"
"Betul juga, Im, kalau sampai para penculik itu kecewa ngeliat duit tebusannya, bisa-bisa kita yang dibunuh."
Lupus dan Boim dengan cuek keluar dari rimbunan semak. Kemudian mengambil koper butut dari tempat sampah yang lain, lantas bergegas pergi. Olala, rupanya koper butut yang sejak tadi diletakkan di dekat tempat sampah itu tidak diketahui oleh kedua penculik.
Ketika sampai di sebuah jalan kecil, Kepra yang berjalan tergesa-gesa seraya menenteng kantong plastik hampir bertubrukan dengan Lupus yang membawa koper butut. Keduanya saling pelotot. Kepra terbakar emosinya, dan siap menonjok idung Lupus. Lupus juga siap-siap menonjok jidat Kepra. Untung Gombel buru-buru menenangkannya. "Ingat, Boss bilang jangan cari keributan. Bisa-bisa memancing perhatian polisi."
Boim juga ikut-ikutan menenangkan Lupus "Jangan bikin perkara, Pus, gue lapar berat nih!"
Mereka pun saling bergegas pergi.
*** Sesampai di markas penculik, Gombel dan Kepra langsung menemui Bos Penculik yang lagi memelototi Gusur. Dengan bangga, Gombel dan Kepra menyerahkan kantong plastik itu pada Bos Penculik.
"Apa itu"" tanya Bos Penculik sambil menghentikan pelototannya pada Gusur. Gusur bernapas lega.
"Uang tebusan, Bos!" jawab Gombel semangat.
"Sudah kalian hitung jumlahnya""
"Mana berani Bos, ntar kami disangka nilep!" jawab Kepra ketakutan.
Bos Penculik menggeram. Lalu dengan cekatan ia menumpahkan isi kantong plastik itu ke lantai. Tapi apa yang diliat" Ternyata isinya asli sampah-sampah busuk yang baunya nggak ketulungan. Bos Penculik langsung terbelalak. Kepra dan Gombel pun kaget setengah mati, sambil berpelukan karena takut luar biasa. Bos Penculik menatap dengan mata merah menyala ke arah dua anak buahnya yang bloon itu.
"Guoblok!!! Makanya kalau dapat uang tebusan itu diteliti dulu, jangan asal main bawa!!!"
"Ampun. Bos, ampun.... Kami betul-betul nggak nyangka kalau si Makmur berani berbuat sekonyol itu...." Kedua anak buahnya itu ketakutan.
"Kurang ajar memang si Makmur Surawijaya itu! Apa dia nggak berpikir panjang, kalau dia main-main, anak kesayangannya bisa kita bunuh!" kutuk Bos Penculik sambil menatap Gusur. Gusur ketakutan setengah mati!
Bos Penculik menarik napas panjang. Lalu mondar-mandir membuang kesal.
Kedua anak buahnya menunggu dengan gelisah perintah selanjutnya.
"Ya sudah, sekarang kamu telepon si Makmur. Nomor handphone-nya baru saya dapatkan dari kenalan saya. Bilang kalau main-main lagi, anaknya akan kita jadikan daging giling, dan kulitnya kita jadikan tambur topeng monyet," putus Bos Penculik akhirnya, lalu menyerahkan HP dan secarik kertas berisi nomor pada Gombel.
"B-baik, Bos." Gombel menerima HP dengan gemetaran. Lalu mulai menelepon. Untung komunikasi via telepon dengan Makmur Surawijaya itu berjalan lancar.
"Halo, bisa bicara dengan Makmur Sura"wijaya"" tukas Gombel.
"Saya sendiri. Ada apa"" terdengar jawaban
dari seberang sana. "Anda ternyata punya nyali besar membohongi kami. Anak Anda telah kami culik dan sekarang masih ada pada kami. Cepat sediakan uang itu, atau si Gusur pulang sudah jadi risoles!" ancam Gombel.
Makmur Surawijaya bengong di ujung sana. "Apa maksud Anda" Anda menculik Gusur Surawijaya" Bagaimana mungkin" Saat ini anak saya lagi tidur dengan tenangnya di kamar!! Anda pasti salah culik!"
Gombel melongo mendengar keterangan Makmur Surawijaya itu. Bos Penculik juga ikut-ikutan melongo ketika hal itu diceritakan padanya.
"J-jadi... d-dia... b-bukan... a-anak... M-mak-mur... S-Surawijaya"" pekik Bos Penculik. Kali ini dia tak bisa berkata-kata lagi saking murkanya!
*** Di teras rumah Lupus, Engkong dan Nyak Boim duduk terdiam. Keduanya berwajah tegang. Lulu dan cowoknya, Devon, yang baru pulang sekolah, masuk teras.
"Gimana perkembangannya, Kong"" tanya Lulu.
Engkong menggeleng lesu. "Jangan pesimis, Kong, Nyak. Doain aja semuanya lancar," saran Devon sok bijak
"L o sih ngomong enak, tapi gue mana bisa tenang. Gitu-gitu Gusur kan cucu gue atu-atunya!" Engkong mendengus. Sebel sama nasihat Devon.
Melihat keadaan mulai runyam, Lulu buru-buru menarik Devon ke dalam. Sesampainya di dalam, mereka melihat seorang laki-laki sedang repot mengotak-atik pesawat telepon. Tanpa say hello lagi, Devon spontan meninju dagu orang itu, hingga ia tersungkur ke lantai.
"Lupuuus, ada maliiing," teriak Lulu panik
Orang itu bangkit, sementara Devon bersiap-siap meninju lagi. Tapi orang itu buru-buru mencegahnya.
"Jangan, Dik, saya polisi."
Lulu dan Devon saling tatap. Laki-laki yang ternyata polisi berpakaian preman itu bangkit sambil memegangi dagunya yang sakit.
"Bapak betul polisi" Mana tanda pengenal Bapak"" tukas Devon.
Polisi itu tersenyum ramah, lalu mengeluarkan tanda pengenal dan surat tugas. Devon dan Lulu segera memeriksanya.
"Lantas apa yang Bapak lakukan di sini" Kelik sama Lupus mana"" tanya Lulu beruntun.
"Saya sedang memasang alat penyadap dan pelacak pada pesawat telepon Saudara Lupus dan Kelik sedang keluar." jawab polisi itu.
"Memasang alat penyadap buat apa"" tanya Lulu
"Intinya, agar penculik Gusur bisa segera tertangkap," jawab polisi itu. "Masalahnya sekarang, ternyata penculik-penculik itu melakukan kesalahan. Seharusnya bukan Gusur teman kalian yang diculik, melainkan Gusur anak Makmur Surawijaya. Ini bisa berakibat buruk buat Gusur...."
"M-maksud Bapak Gusur bisa dibunuh"" tanya Devon bego.
Polisi itu mengangguk Lulu terpekik.
"Gusur bakal dibunuh!"
Tapi Devon buru-buru menutup mulut Lulu.
"Hus, Lu, pelan-pelan. Kalo Engkong sampe denger, bisa gawat."
Lulu menurut. Tak lama kemudian muncul Lupus, Boim, dan Kevin.
"Gimana kabarnya, Pus"" Lulu langsung memburu Lupus dengan pertanyaan.
"Gue udah berusaha menunggu penculik brengsek itu, tapi mereka nggak muncul. Ya udah, gue cabut aja!" jawab Lupus enteng.
Lulu terpekik. "Gila lo, Pus, jadi duit tebusan itu belon dikasih ke penculik" Nanti kalo Gusur dibunuh gimana"" tanya Lulu lagi tambah panik.
Tiba-tiba telepon yang sudah dipasangi penyadap berdering.
Polisi memberi isyarat pada Lupus untuk mengangkatnya. Dia sendiri mendengarkan pembicaraan lewat alat penyadap.
Semua menatap tegang. "Halo" Apa" Cianjur Kepala" Bukan, di sini bukan agen beras Maju Mundur. Coba aja telepon rumah sebelah. Bukan, dia juga bukan agen beras. Tapi siapa tau aja dia tau di mana agen beras Maju Mundur!" Lupus menutup telepon dengan kesal. Semua tersenyum geli.
Nggak lama telepon berdering lagi. Lupus kembali sigap mengangkatnya.
"Ya, halo" Betul. Lulunya tidur, Sit. Apa" Nanya PR" Jangan sekarang deh, Sit. Teleponnya mo dipake. Penting. Iya, iya, besok boleh. Subuh juga boleh. Bye!"
Telepon ditutup.
Lupus The Lost Boy Salah Culik di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sedetik kemudian berdering lagi Kali ini Boim yang mengangkat Begitu mendengar suara Gusur di seberang sana, Boim langsung tersenyum lebar,
"Sur, Gusur, lo masih idup"" teriak Boim
"Teganya dikau Im, dikau ingin daku mati, ya" Engkong mana, Im, daku harus bicara dengan Engkong," ujar suara di ujung sana.
Begitu tau yang menelepon Gusur, semua jadi tegang.
"Engkong lagi di depan, Sur. Sama nyak gue Keliatannya dia nggak mau diganggu, tuh. Naga-naganya sih engkong lo sama nyak gue lagi jatuh cin... aduh!"
Devon menyodok pinggang Boim. Lupus merebut gagang telepon
"Sur, gue Lupus. Sekarang lo ada di mana""
"Pertanyaan dikau bodoh sekali, Pus. Mana mungkin daku bisa jawab" Telepon ini saja merupakan permintaan terakhir daku sebelum daku dibunuh Katanya... katanya sih daku mau dijadikan daging giling..." Gusur lalu menangis sesenggrukan.
Lupus bengong, Telepon di ujung sana langsung dimatikan
Saat itu Pak Polisi berteriak girang, "Saya berhasil melacak nomor HP penculik itu. Sekarang mereka berada di Kampung Ambon!"
"Kalau begitu, ayo kita meluncur ke sana!" usul Lupus spontan
"Sabar dulu, Adik-adik. Sampai pada perkembangan ini, kalian tak usah ikut campur lagi Soalnya agak berbahaya. Ini tugas para polisi, Adik-adik semua tunggu di sini!"
*** Bos Penculik menempelkan ujung pistol tepat ke pelipis Gusur Gombel dan Kepra
memperhatikan sambil tersenyum sadis. Sementara Gusur ketakutan setengah mati. Matanya terpejam. Mulutnya komat-kamit Berdoa mohon keselamatan.
Tiba-tiba Bos Penculik menembak tumpukan peti kemas bekas, hingga peti-peti itu hancur lebur berantakan, Gusur terlonjak kaget lalu pelan-pelan membuka matanya. Gusur heran karena dirinya belum mati.
Bos Penculik ketawa cekakakan.
"Satu malam lagi bonus untuk kamu. Besok pagi, pat-pat-gulipat, engkong kamu makan ketupat Sempat tidak sempat kamu tetap ditembak di tempat!"
Gusur jadi senewen. Tapi dengan sisa keberanian yang dimiliki, Gusur memprotes pantun Bos Penculik.
"Salah, Pak Bos! Harusnya pat-pat-gulipat, makan singkong sama ketupat Sempat tidak sempat jumpa si Engkong, daku tetap maka ketupat!"
Bos Penculik cemberut sejenak, lalu tertawa lebar. Anak buahnya ikut tertawa. "Ya-ya, boleh juga usul kamu jadi kamu mau makan ketupat, ya" Karena ketupat Lebarannya belum dibikin, nih, makan dulu ketupat bangkahulu!"
Tiba-tiba Bos Penculik menonjok idung Gusur sekeras-kerasnya. Gusur langsung ngejoprak ke atas peti kemas bekas.
Belum sempat Gusur mengaduh, Gombel dengan sigap mengikat tangan Gusur erat-erat. Dan mulutnya disumpal pakai kaus kaki kemudian para penculik itu keluar gudang sambil bertolak pinggang. Gusur manyun. Nggak lama air mata Gusur mulai mengali dari sumbernya, dan jatuh membasahi pipinya. Dari pipi air mata itu mampir ke leher.
Satu hari lagi Gusur dikasih bonus sama Bos Penculik. Besok pagi, Gusur harus di-dor!
Karena kelelahan, Gusur pun jatuh tertidur. Lamaaa sekali.
Besoknya, pagi-pagi sekali, mendadak Gusur mendengar suara anak-anak kecil memasuki gudang. Di luar gudang juga terdengar suar teriakan anak kecil yang lain.
"Udah belon"" teriak anak kecil itu.
Rupanya anak-anak kecil itu lagi main peta umpet. Salah seorang anak bersembunyi dekat Gusur diikat. Karena nggak bisa bersuara, Gusur terpaksa kentut untuk mencari perhatian. Baunya pun menyebar. Si anak yang merasa terganggu menoleh ke arah Gusur. Si anak kaget.
"T-tolooong, ada s-setan genduuuut...!"
Si anak siap-siap lari Tapi Gusur menggeleng-geleng, untuk mengatakan kalau dia bukan setan. Si anak pun mengurungkan niatnya. Lalu dia memanggil teman-temannya yang ngumpet di sudut lain. Sebentar kemudian Gusur sudah dikerumuni anak-anak itu, yang menatapnya penuh keheranan.
Dengan isyarat, Gusur meminta anak-anak itu membuka ikatannya.
Walau masih diliputi rasa takut. anak-anak itu mau juga membuka ikatan Gusur. Sumpelan mulut Gusur juga dibuka.
"Wuah, terima kasih ya, kalau tiada kalian, mungkin daku sudah jadi perkedel...," tukas Gusur lega begitu ikatannya terbuka. "Sekarang, kita semua harus kabur jauh-jauh dari ini. Karena gudang tua ini markas penculik jahat! Ayoooo!!!!" Lalu Gusur menggendong dan mengajak anak-anak itu berlarian pergi.
*** Sore hari, dengan berjalan kaki dan berbau apek Gusur sampai di depan rumahnya. Saat itu dilihatnya Engkong lagi repot ngasih makan ayam.
"Kong, daku pulang, Kong'" teriak Gusur begitu sampai rumah.
Engkong mendongak kaget, dan langsung menghambur ke arah Gusur.
"Gusuuur ke mane aje lu" Jangan bikin susah Engkong dong!" teriak Engkong sedih campur gembira.
Gusur dan Engkong berpelukan penuh haru. Tapi mendadak Engkong melepaskan pelukannya, hidungnya mengernyit.
"Ada apa, Kong"" tanya Gusur heran.
"Badan lo bau apek banget, Sur. Kalah kandang ayam! Mandi dulu gih sono. Terus kita ke Cimone, jual kambing. Pan lu udah janji mo nganter Engkong," ujar Engkong panjang lebar.
"Baik, Kong, baik. Kebetulan perut daku juga mules," jawab Gusur, lalu buru-buru ngibrit ke kamar mandi.
Engkong menatap Gusur sambil tersenyum seolah tidak pernah terjadi apa-apa.
5 CEWEK PALING BOLOT SIANG itu di kafenya Mila lagi ada pertandingan adu panco Lupus melawan Bule. Karena dua-duanya sama-sama kurus, pertandingan jadi seru. Idih, tapi ngapain juga ya mereka adu panco di kafe" Ulah siapa lagi kalo bukan si keriting Boim. Ide anak itu emang kadang-kadang suka asal. Dan sekarang, Boim lagi semangat banget berkoar-koar di depan pengunjung, "Saudara-saudara
, inilah pertandingan panco antara orang-orang ceking terbesar abad ini. Kita lihat, sekarang tangan Bule cuma tinggal satu meter lagi dan meja. Apakah Lupus akan memenangkan pertandingan ini""
Komentar Boim langsung ditelan sorak-sorai para suporter Lupus, yang kegirangan karena menduga Lupus bakal menang. "Ayo, Pus, sikat terus, Pus! Sikaaat!"
Lupus jadi semangat sambil ngebayangin jadi Batman, ia sekuat tenaga menekan tangan Bule. Bule nyaris menyerah. Mukanya yang putih, udah berubah merah kayak tomat mateng. Tapi mendadak Lupus merasakan idungnya gatel. Ia mau bersin. Ini pasti akibat Lu"pus nyium bau ketek Boim yang hari itu diumbar ke mana-mana. Abis tu anak ngoceh sambil mengangkat-angkat kedua tangannya. Lupus sekuat tenaga menahan si bersin. Mukanya sampai meringis. Tapi rupanya gatel di idungnya nggak bisa ditahan lagi. Maka... "Hatsyi!" Lupus pun bersin. Jelas itu bikin tenaganya mengendor, dan tekanan tangannya melemah. Keadaan ini menguntungkan Bule. Tanpa membuang-buang waktu lagi, Bule pun menarik napas, mengumpulkan semua kekuatan yang tersisa. Lalu dengan sekali empos, tangan Bule berhasil menjatuhkan tangan Lupus. Kemenangan Bule langsung disambut gembira para suporternya.
"Hidup Buleee.... Bule menang! Bule menang!"
Teriakan itu terus membahana ke seluruh ruangan. Maklum, mereka itu pada taruhan segelas minuman sama suporter Lupus.
Sementara Lupus yang nggak menerima kekalahan itu, langsung protes, "Nggak aci. Ke"menangan Bule nggak sah! Gue barusan kena gangguan teknis. Ayo. diulang lagi!"
"Wah, nggak bisa, Pus. Keputusan wasit nggak bisa diganggu gugat. Elo kalah"" tepis Boim.
"Idih, gue kalah kan gara-gara lo!" ujar Lupus gondok.
"Kok gara-gara gue" Apa hubungannya tangkis Boim.
"Gara-gara lo mengobral ketiak ke mana-mana, idung gue jadi gatel!"
"Idih. udah kalah sih kalah aja deeeh'" Boim langsung jejingkrakan. Karena dia ternyata juga menang taruhan.
Saat itu, tanpa peduli lagi dengan protes Lupus, para suporter Bule sudah merayakan kemenangan dengan caranya sendiri. Yaitu mengarak Bule keliling kafe.
"Sabar, Sodara-sodara, jangan terlalu girang dulu. Acara belum selesai. Artinya, perjuangan Bule masih panjang!" teriak Boim mencegah arak-arakan Bule. Lupus yang masih penasaran ditinggal begitu aja.
"Memangnya masih ada acara apa lagi"" tanya salah seorang pendukung Bule.
Boim nggak menjawab, tapi langsung berdiri di panggung.
"Baiklah, para penonton sekalian. Sekarang tibalah saatnya Bule melawan si juara sejati, the one and only... Guuusuuurrr!" teriak Boim kemudian.
Berbarengan dengan usainya gema kalimat Boim, Gusur muncul dari belakang panggung. Wajahnya berbinar-binar disiram warna-warni cahaya lampu kafe. Para penonton berteriak histeris. Suasana makin panas. Gusur mengenangkan ikat kepalanya. Lalu membungkukkan badan. Memberi hormat pada penonton. Kemudian Gusur menarik napas dalam-dalam untuk memamerkan otot-ototnya. Otot" Tepatnya sih, memamerkan lemak-lemak di tubuhnya, hehehe...
"Hidup Gusur! Hidup Gusur!" teriak para penonton menyambut aksi Gusur.
Bule kontan lemes. Selain tenaganya udah habis. Bule juga grogi ngeliat Gusur yang badannya segede mobil tangki.
"Im, gue udah cape banget. Gue minta pertandingan diundur sampe besok malam," ujar Bule. Tapi Boim menolaknya mentah-mentah.
"Nggak bisa. Nggak ada aturannya. Kalo lo mundur, berarti lo kalah WO."
Takut dihitung kalah WO, terpaksalah Bule nekat melawan Gusur. Dan hasilnya" Bule memang bukan tandingan Gusur. Dengan sekali gibas saja, Gusur langsung bisa mengalahkan Bule. Waktunya nggak lebih dari lima detik.
Para penonton kembali bersorak. Menyambut kemenangan Gusur.
"Saudara-saudara sekafe, dengan demikian gelar juara bertahan masih dipegang oleh the real champion of the world... Guuusuuurrr!" jerit Boim mengesahkan kemenangan Gusur.
Gusur memberi hormat dan ciuman tangan pada semua penonton. Lupus yang udah nggak minat lagi dengan suasana pertandingan, berjalan mendekati Mila di meja kasir.
Mila mencibir. "Dasar cowok. Nggak pernah dewasa. Bisanya adu panco doang! Kasar!"
"Daripada kamu, cewek, bisanya c
uma ngomongin orang. Ngegosip. Lagian adu panco kan olahraga. Bisa bikin sehat badan!" sela Lupus
"Cih! Kalo memang mau olahraga, kenapa nggak ikut fitness aja sekalian!" tepis Mila.
Lupus mendengus, "Alaaah, kamu cewek, tau apa sih soal olahraga!"
Tapi kali ini Mila sudah nggak berminat lagi melayani Lupus, Ia meninggalkan Lupus untuk menemui salah seorang pengunjung yang kebetulan dikenalnya. Tapi di depan panggung ia berpapasan dengan Inka yang baru keluar dari perpustakaan kafe sambil membawa buku TTS.
"Tadi anak-anak pada adu panco, ya" Pantas berisik banget. Gue jadi nggak konsen!" tukas Inka pada Mila.
"Emangnya lo lagi ngapain, Ka"" tanya Mila heran.
"Ngisi TTS." Mila kaget. "Astaga, Ka" Jadi dari tadi di perpus kerja lo cuman ngisi TTS""
"Iya, MiI. Eh, tolongin dong. Salah satu jenis binatang ternak. Empat kotak. Apa, Mil""
"Itik!" "Betul, Mil. Sekarang apa pasangan suami, lima kotak""
"Istri!" "Astaga, Mil, hebat lo, yang ini betul juga. Padahal udah dua jam lebih gue pelototin ni TTS, satu juga nggak ada yang keisi. Oke Mil. satu lagi ya, Madura terkenal dengan apanya" Lima kotak!"
"Garam!" "Betul, Mil. Sekarang apa nama kantor berita Indonesia...""
"An..." Mila baru mau jawab, tiba-tiba i sadar. "Eh, udah, udah, kalo semua gue yang mesti jawab, mending gue aja yang ngisi itu TTS..."
Inka cemberut. "Jahat lo, Mil, dimintain tolong gitu aja nggak mau...."
"Lagian elo, masa ngisi TTS pake minta tolong! Mana pertanyaannya gampang-gampang banget!"
"Iya deh, iya deh, orang gue tadi sebetulnya cuman mau ngetes lo aja."
"Jadi sebetulnya lo tau nama kantor berita Indonesia"" tanya Mila serius.
Inka mengangguk pasti. "Apa"" kejar Mila lagi.
"Andalas!" jawab Inka semangat.
Mila mendelik. "Andalas" Ah, ngaco, lo. Emangnya ANTEVE""
Inka menunduk Lupus menghampiri mereka berdua, sambil senyum-senyum. "Ka, mendingan lo beli aja TTS yang udah ada isinya. Murah, kok. Jadi kan nggak usah repot-repot mikir lagi!"
Inka cemberut. Mila menarik tangan Inka, menjauhi Lupus. "Ka, ntar jadi daftar fitness nggak""
Inka tampak ragu-ragu. "Gue belon tau. Pengen sih."
"Udah, lo ikut aja!" putus Mila.
*** Pagi baru hadir. Di ufuk timur matahari berwarna kekuningan. Sinarnya masih lembut. Menampar wajah embun yang nempel di ujung rerumputan. Di kamarnya Lulu lagi menyanyikan lagunya Nia Paramitha sambil menyiapkan kostum buat aerobik.
"Datanglah kau, malam ini, kekasih"
Suaranya persis beduk pecah. Sember.
Lupus masuk, dan langsung memuji Lulu. "Selamat, Lu!"
"Buat apa"" tanya Lulu heran.
"Barusan Pak RT lapor, ada sepuluh bayi setep gara-gara denger lo nyanyi!"
"Yeee, bolehnya sirik!" cibir Lulu sebel. "Lagian ngapain sih lo pagi-pagi ke kamar gue!" tanya Lulu galak.
"Nah, lo mau ngapain"" Lupus malah balik nanya.
"Mau aerobik! Mila sama Inka yang ngajak gue!"
Lupus ketawa cekikikan. "Lo kesambet setan gundul, Lu" Bangun aja males, kok mendadak mau aerobik""
"Apa salahnya" Gue kan bisa ketemu Ade Rai di tempat aerobik."
"Hm, pantes. Jadi itu tujuan lo" Pantes Mila sama Inka mendadak mau fitness. Nggak taunya cuman mau ngecengin Ade Rai. Dasar kecentilan!"
"Biarin! Sekarang cowok berotot lagi nge-trend, lagi. Nggak kayak lo. kerempeng. Weee!"
"Wah, lo ketinggalan, Lu. Zaman sekarang cowok kurus dengan kaos ketat lagi disenengin Liat aja pemusik-penuisik Barat... Pearl Jam, OASIS, Suede..."
"EGPKL," sahut Lulu.
"Apaan, tuh""
"Emang Gue Pikirin, Kurus Lo!"
Lupus melotot. Lulu buru-buru langung
pergi. Sampai di Kafe Mila, Lulu lihat Mila uda siap-siap pakai celana pendek, dan sepatu kets. Ia lagi membujuk Inka supaya ikut. Tapi Inka-nya males-malesan.
"Gimana sih" Lo kan udah gue daftarin," sungut Mila.
"Gue nggak bisa aerobik, gue nggak bisa senam-senaman," Inka beralasan.
"Ya ampun. Masa nggak bisa" Liat nih, palingan begini," Mila berusaha meyakinkan Inka, sambil langsung loncat-loncatan kaya Vicky Burki keselomot api. Inka memandang dengan dingin.
"Nah, gampang, kan"" tukas Mila. Inka menggeleng.
"Ayo deh, Ka, ikut!" Lulu ikut membujuk.
"Gue nggak bisa aerobik, Lu. Nggak bisa ngikutin i
rama musik Ntar gue diketawain orang, lagi."
"Ah, gampang. Nih, liat caranya!"
Kemudian Lulu dan Mila secara serempak membuat gerakan-gerakan senam. "Satu... dua... Satu... dua... Ayo, coba, Ka!" teriak Lulu. Inka ragu-ragu mencoba. Tapi gerakannya kaku sekali, dan selalu tertinggal. Akhirnya Inka makin putus asa.
"Udah ah! Gue emang nggak bisa apa-apa. Gua nggak punya bakat sama sekali. Gua nggak jadi pergi! Gue nggak jadi pergiii!" teriak Inka dengan muka frustrasi.
Inka lari ke pintu. Persis film India kalo tokohnya lagi ngambek. Lulu buru-buru berteriak mencegah Langkah Inka.
"Inka, emangnya lo nggak mau ngeliat Ade Rai""
"Nggak mau! Daripada gue diketawain!" jawab Inka dengan nada tinggi, lalu pergi meninggalkan Lulu dan Mila.
Lulu memandang ke arah Mila, heran. "Kok tu anak jadi aneh""
Mila mengangkat bahu. "Udah deh jangan dipikirin, mending kita berangkat!"
Mereka akhirnya jadi juga berangkat fitness, tanpa Inka.
Setengah jam kemudian, mereka sampai di tempat fitness yang koridornya mirip tempat-tempat fitness di Club House. Tempatnya asri dan teduh. Lulu dan Mila jalan-jalan dengan baju sport mereka. Berpapasan dengan beberapa cowok dan cewek yang rata-rata ber-bodi oke.
"Mil, apa bener Ade Rai sering latihan di sini"" tanya Lulu penasaran.
"Dari informasi yang gue dapet sih begitu," jelas Mila.
Mereka terus berjalan, sampai akhirnya sampai di sebuah ruang fitness. Di sana tampak Ade Rai yang sedang berlatih dengan berbagai macam alat fitness. Tapi Ade Rai latihan dengan posisi membelakangi kaca dan pintu masuk jadi Mila dan Lulu nggak bisa melihat wajah Ade Rai dengan jelas.
Lulu dan Mila berusaha melongokkan ke pala mereka kian kemari.
"Ade Rai-nya mana, Mil"" tanya Lulu yang udah nggak sabar pengen ketemu Ade Rai.
"Mana ya"" jawab Mila ikut-ikutan bingung.
"Yang itu kali!" Lulu mencoba menerka, seraya menunjuk ke arah Ade Rai yang masih tetap membelakangi mereka.
"Iya, iya kali, Lu. Liat tuh, rambutnya diikat ke belakang," sambut Mila antusias. Walau nggak begitu yakin.
Lalu Mila dan Lulu berpandangan. "Kita panggil aja, yuk!" tawar Lulu kemudian.
Mila tersenyum lebar. Lulu dan Mila lalu berteriak-teriak di depan kaca sambil meloncat-loncat.
"Ade! Ade! Adeee!"
Mereka berteriak sampai urat leher mereka bertonjolan. Tapi rupanya kata ruang fitness tempat Ade latihan kedap suara. Akibatnya Ade nggak bisa mendengar panggilan Lulu dan Mila. Ade Rai tetap cuek latihan, tanpa menyadari bahwa di belakangnya Mila dan Lulu lagi meloncat-loncat sambil menjerit-jerit.
Apesnya, tingkah laku Lulu dan Mila rupanya mengundang perhatian seorang satpam yang kebetulan lagi patroli.
"Ehm... ehm," seru satpam yang kumisnya segede bonggol jagung itu memberi isyarat.
Lulu dan Mila kaget, lalu menoleh.
"Rupanya kalian yang bikin ribut. Ibu-ibu di ruang senam tadi komplain karena teriakan kalian mengacaukan hitungan aerobik," Pak Satpam berkata dingin.
Lulu dan MiIa tersenyum takut-takut.
"Maaf, Pak, kita cuman pengen ketemu sama Mas Ade Rai!" ujar Lulu memberanikan diri.
"Lagian kita ke sini juga mau aerobik kok, Pak," timpai Mila supaya Pak Satpam tambah yakin.
Pak Satpam tersenyum simpatik tapi ngeselin. "Ah, sudah banyak kok cewek yang ngasih alasan begitu, walau sebetulnya cuma mau lihat Ade Rai. Ayo, ikut saya ke kantor!"
Lulu dan Mila langsung cemberut. Diseret, satpam ke kantor polisi.
*** Siang sunyi senyap. Matahari gemerlap. Di perpustakaan Kafe Mila, tampak lnka sedang duduk telungkup. Mukanya tertutup meja. Lupus yang masuk sambil membawa ransel kesayangannya, terkejut ngeliat keadaan Inka yang seperti petani gagal panen.
"Ka, ngapain lo"" tanya Lupus hati-hati.
Inka tersentak. Ketika dia menengadahkan wajah, tampak buku TTS di bawah tangannya.
"Eh, Pus, ngagetin aja," tukas Inka seraya tersenyum getir.
"Ka, lo bukannya ikutan fitness bareng Mila sama Lulu""
"Tadinya sih mau, Pus. Tapi gue... gue nggak bisa olahraga," jawab Mila. Wajahnya tertunduk malu. Seperti rumput yang terkulai layu.
"Ah, masa gitu aja nggak bisa, Ka. Paling juga cuma lompat-lompat doang," tukas Lupus tanpa bis
a menyembunyikan rasa herannya.
Inka mendesah. Sikapnya mendadak jadi gelisah, "Gue bukan cuman nggak bisa olah"raga. Tapi gue juga nggak bisa bikin tulisan kayak lo. Nggak bisa nyanyi. Nggak bisa main musik. Catur. Masak. Nari. Ngelukis. Ngaji. Naik kuda. Nyuci. Nggak pinter kayak Mila. Pokoknya gue nggak bisa apa-apa deh. Gue itu gadis yang nggak ada daripada gunanya."
"Maksud kamu, gadis yang nggak ada guna"nya""
Inka mengangguk. "Tuh kan, bahkan mengatur kalimat yang baik dan benar aja gue nggak bisa!"
Lupus tersenyum, berusaha membujuk Inka, "Gue nggak percaya ada orang yang nggak bisa segalanya. Semua orang tuh pasti punya bakat. Cuma aja dia nggak nyadarin bakatnya. Seperti misalnya si Boim, dia tuh punya bakat jelek. Dan Gusur punya bakat jadi orang susah.... Tapi mereka suka nggak sadar...."
Lupus mengira Inka bakal ketawa ngedenger humornya. Tapi Inka malah makin sedih. Dia ternyata bahkan nggak bisa menangkap humor semudah itu.
"Gue udah bingung, Pus. Udah nyoba semuanya. Tapi tetap aja nggak bisa."
Lupus menatap wajah Inka lekat-lekat. Timbul rasa kasihannya. "Lo udah pernah nyoba ke psikolog belum""
"Psikolog" Emangnya gue sakit jiwa""
"Aduh, elo. Kalo sakit jiwa perginya ke psikiater, bukan ke psikolog. Masa lo nggak tau beda psikolog sama psikiater""
Inka diam lagi Dan udah mulai nangis. Lupus jadi makin bingung
*** Di tempat tidur Lulu yang lebar, tampak Mila, Inka, dan Lulu lagi berbaring dengan posisi tengkurep persis ikan asin lagi dijemur. Kalo diteliti betul-betul pakai mikroskop, mereka sebetulnya bukan lagi tidur. Tapi lagi ngerumpi sambil makan keripik. Yang dirumpiin soal pengalaman buruk mereka ditangkap satpam gara-gara mau ketemu Ade Rai. Untung mereka berhasil lolos, setelah membius satpam overacting itu pakai kaos kaki yang udah dua bulan nggak dicuci. Tapi dasar cewek bandel, pengalaman buruk itu nggak bikin mereka jera. Mereka masih tetap penasaran ingin ketemu Ade Rai bagaimanapun caranya.
"Pokoknya yang kali ini nggak boleh gagal lagi. Gue akan atur rencana yang lebih oke," desis Mila dengan mulut penuh keripik.
"Tapi jangan minggu-minggu ini, Mil. Tampang kita pasti masih dikenalin sama satpam tengik itu."
Inka yang sedari tadi cuma diam sejuta kata melirik ke arah Mila dan Lulu.
"Lo sih nggak ikut. Tadi siang kita ngeliat Ade Rai... yah, tapi baru dari belakang Tapi suatu saat kita pasti bakal kenal sama dia," tukas Mila demi ngeliat ekspresi Inka yang kayak orang nelen biji salak.
"Gue nggak tertarik sama Ade Rai," ungkap Inka.
"Lho"" Mila dan Lulu kaget.
"Emangnya kenapa, Ka"" tanya Lulu nggak abis pikir.
"Gue lagi ada masalah. Gue mau ke psiko"log," jawab Inka masih dengan nada dingin.
"Ngapain ke sana"" sambar Mila.
"Gue pengen ikut tes. Pengen tau bakat gua apa""
Mila mencibir. "Lho, bukannya lo berbakat ngisi TTS""
"Walaupun jarang keisi," sambar Lulu.
"Dan ada satu lagi bakat lo yang paling besar," lagi Mila berucap.
"Ngecengin cowok," lagi Lulu menyambar.
Lalu keduanya cekikikan. Tapi Inka cuma menggigit-gigit kuku jarinya. Ia nggak menanggapi godaan Mila dan Lulu. Malah semakin digoda, semakin mantap niatnya mau ke psikolog. Dia pikir saran Lupus banyak benarnya.
Dan esok siangnya, Inka bener-bener mengunjungi praktek seorang psikolog. Inka langsung disambut seorang lelaki berkacamata tebal nggak tipis nggak. Gayanya serius. Kumisnya sedikit. Dan mukanya agak-agak jerawatan.
Setelah berbasa yang sangat basi barang sejenak, tanpa problem sama sekali Inka menjelaskan problemnya. Tak lama kemudian si psikolog menyerahkan lembaran kertas berisi soal-soal tes pada Inka. Lalu Inka pun mengerjakan soal-soal itu dengan serius. Sementara Psikolog membuang pandangannya ke luar jendela, memandangi burung-burung gereja yang mencari makan.
Tapi nggak lama kemudian Psikolog melihat stop-watch di tangannya, dan berteriak, "Selesai!"
Inka kelimpungan "Aduuh... bentar dong. Lima menit lagi, aja. Masih banyak nih, Mas. Biasanya kalo ulangan juga dikasih waktu toleransi."
"Tapi ini bukan ulangan. Kalau saya kasih perpanjangan, hasil tesnya nggak valid dong""
Sele sai ngomong, Psikolog langsung menarik kertas tes Inka. Tapi Inka nggak tinggal diam. Dia berusaha mempertahankan kertas tesnya. Mendadak mata Psikolog yang sudah belo itu, melotot. Inka pun langsung ketakutan, dan melepaskan kertasnya.
"Sekarang. saya akan menyebutkan beberapa angka. Lalu kamu ulangi urutan angka itu. Mengerti"" tukas Psikolog sambil duduk di depan Inka.
Inka mengangguk ragu-ragu.
"Lima... tujuh... tiga...." Psikolog memulai simulasinya.
Gampang. Inka mengikuti apa yang disebut Psikolog dengan tepat.
"Bagus!" puji Psikolog. Inka bangga, dan Psikolog kembali menyebutkan beberapa angka. "Enam... sembilan... satu... tujuh... tiga...."
Kali ini pun gampang. Inka kembali mengulangi angka-angka yang sudah disebutkan Psikolog dengan tepat. Inka tersenyum bangga ketika Psikolog lagi-lagi memujinya. Setelah itu Psikolog kembali menyebutkan angka. Kali ini jumlahnya lebih banyak.
"Delapan... empat... tujuh... sembilan... tiga...
dua... enam... satu."
Sampai di sini Inka mulai pusing. Dia cuma bisa bengong.
"Eh, ulangi dong, Mas. Sekali lagi deh!" pinta Inka memelas,
Tapi Psikolog cuma tersenyum dingin, lalu menggeleng. Inka jelas frustrasi. Apalagi kemudian PsikoIog membuat simulasi yang lebih bikin bingung. Inka disuruh menyebut angka kebalikannya dari yang disebutkan
"Satu... dua... tiga...," tukas Psikolog.
"Tiga... dua... satu...," jawab Inka.
"Tujuh... dua... empat... lima... sembilan...," ucap PsikoIog.
"Sembilan... lima... empat...," Inka berusaha mengulang dengan membalik, tapi di tengah jalan ia macet "Satu, tujuh... aaah... gue nggak tau! Kok susah amat sih"" protes Inka.
Tapi Psikolog cuek. Dia cuma mencatat.
"Enam... lima... tiga... delapan...."
Inka bengong, dan memegang kepalanya "Gue pusing... gue pusing!" Inka menelungkupkan kepalanya ke meja. Ia putus asa.
*** Sejak Boim bikin acara pertandingan panco, Kafe Mila emang jadi rame terus. Begitu juga siang ini. Semuanya kumpul di Kafe Mila. Boim sibuk mencari penantang buat pertandingan panco dengan Gusur minggu depan. Beberapa orang mendaftar ke meja Boim. Sementara Gusur duduk di belakangnya sambil makan kue satu loyang.
"Jangan lupa, pertandingan Sabtu. Lo ajak deh semua temen-temen lo yang badannya gede. Kalo sampe nggak ada penantang. Gusur bakal ngedapetin lagi sabuk kejuaraan sama uang tunai," cetus Boim kepada para pendaftar.
Gusur mengangguk hormat, sambil memamerkan tangannya yang segede batang puun pisang. Para pendaftar juga ikut-ikutan mengangguk-angguk lalu pergi.
Mila muncul mendekati Boim.
"Im, gue sih nggak keberatan lo bikin pertandingan panco, asal jangan ada yang berantem beneran."
"Mil, ini olahraga. Bukan cuma adu kekuatan. Sebagai atlet, kami menjunjung tinggi sportivitas!" Boim menangkis pesan Mila dengan gaya panitia Sea Games lagi jualan stiker
Dan Boim masih mau terus nyerocos kalo Mila nggak buru-buru minggat dari hadapannya. Tapi saat bergegas ke meja kasir, Mila amprokan sama Inka yang langsung memeluknya
Memanah Burung Rajawali 3 Apartemen Yaqoubian Karya Alaa Al Aswani Sang Penebus 7