Pencarian

Panasnya Bunga Mekar 24

Panasnya Bunga Mekar Karya S H Mintardja Bagian 24


dengan pertemuan dan bahkan kesiagaan para bebahu
lainnya dengan senjata masing-masing.
"Baiklah, terima kasih atas keteranganmu" berkata orang
yang mewakili Ki Buyut itu "kami akan membicarakannya
di sini" Demikian orang itu meninggalkan pertemuan antara
para pemimpin padukuhan itu dengan Mahisa Agni dan
Witantra, maka merekapun mulai lagi dengan pembicaraan
yang bersungguh-sungguh. "Memang mencurigakan" akhirnya orang-orang yang
berbincang itu mengambil kesimpulan.
Mahisa Agni dan Witantra tidak dapat menentukan
sikapnya tanpa persetujuan orang-orang itu. Bahkan
akhirnya ia tidak dapat menentang ketika orang yang
mewakili Ki Buyut itu memutuskan untuk mengundang
beberapa orang penting lainnya di Kabuyutan itu.
"Kita akan berbicara dengan sejumlah orang lain yang
aku anggap akan dapat memberikan petunjuk" berkata
orang yang mewakili Ki Buyut itu.
Demikianlah, maka bebarapa orang telah memencar
untuk mengundang orang-orang penting di Kabuyutan itu,
kecuali para bebahu yang menurut ingatan mereka diangkat
oleh Ki Buyut itu secara langsung.
Beberapa saat mereka menunggu. Akhirnya yang
diundang itupun seorang demi seorang telah datang.
Termasuk Ki Demung dan Ki Perapat.
Setelah mendapat penjelasan secukupnya, maka orang
yang mewakili Ki Buyut di padukuhan itu mohon pendapat
orang-orang yang dianggapnya memiliki pandangan yang
lebih luas dari dirinya. "Aku tetap mencurigainya" berkata Ki Demung "bukan
karena kedudukanku sebagai bebahu terdesak, tetapi Ki
Buyut telah mengambil tindakan yang kurang wajar
sebelumnya. Mungkin hal itu tidak segera terasa akibatnya.
Tetapi pada suatu saat, kita akan menyesal jika kita berdiam
diri saja" "Kita mendapat kesempatan sekarang untuk bertanya
kepadanya" sambung Ki Perapat.
"Tetapi siapakah yang akan datang kepadanya?"
bertanya orang yang mewakili Ki Buyut di padukuhan itu.
Ki Demung dan Ki Perapat saling berpandangan sejenak.
Namun kemudian Ki Demung berkata "Aku akan
menghadap Ki Buyut. Aku akan bertanya terus terang"
"Apakah hal itu tidak akan berbahaya bagi Ki Demung?"
bertanya salah seorang yang ikut dalam pembicaraan itu.
"Mungkin memang berbahaya. Tetapi kita tidak
mempunyai kesempatan seperti sekarang ini" jawab Ki
Demung. "Tetapi jika benar Ki Buyut sudah mempersiapkan
orang-orangnya, maka kitapun tidak boleh sekedar
menghadap untuk mohon kebaikan hatinya. Kitapun harus
bersiap. Meskipun mungkin sekali orang-orang yang
berpihak kepadanya cukup kuat, tetapi kita akan dapat
menghimpun jumlah yang lebih banyak" berkata Ki
Perapat. Semua orang yang berada di tempat itu setuju. Mereka
telah menunjuk beberapa orang terkuat di antara mereka.
Namun merekapun sadar, bahwa sepuluh orang berbahu,
termasuk Ki Jagabaya adalah orang yang memiliki
kelebihan di Kabuyutan itu.
"Kita tidak akan datang ke rumah Ki Buyut dengan
semua laki-laki yang sependapat dengan kita. Dengan
demikian akan memancing kemungkinan orang-orang lain
yang pernah merasa berhutang budi kepada Ki Buyut untuk
berpihak kepadanya" berkata Ki Demung "karena itu,
maka kita akan menunjuk beberapa orang yang bersedia
mempertaruhkan segala-galanya untuk memulihkan tata
pemerintahan di Kabuyutan ini Apalagi jika benar Ki Buyut
telah terlibat dalam kejahatan yang justru merupakan
permulaan dari kejahatan-kejahatan yang tertentu akan
berkembang" "Aku sependapat" berkata Ki Perapat "kita akan
mengumpulkan beberapa orang yang bertekad untuk meng
hadapi kelaliman ini"
"Kita akan memilih, siapakah di antara kita yang
bersedia" berkata Ki Demung "karena kita tidak memiliki
kelebihan yang dapat kita banggakan, maka kita akan
berdiri dalam pertanggungan jawab yang sama"
Ternyata di luar dugaan Ki Demung dan Ki Perapat,
Orang-orang yang hadir itu telah menyatakan kesediaan
mereka, meskipun mereka sadar, bahwa yang akan terjadi
adalah pertaruhan nyawa. Mungkin mereka akan bertempur
melawan Ki Buyut bersama orang-orangnya yang telah
berkumpul di Kabuyutan. Dengan demikian, maka ada
kemungkinan bahwa mereka tidak akan dapat kembali
kepada keluarga mereka. "Tetapi jika bukan kita, siapa lagi" berkata seorang yang
berkumis lebat "meskipun aku hanya memutar pedang,
namun aku bersedia untuk melakukan kewajiban ini. Aku
tidak berkeberatan jika aku harus berhadapan dengan Ki
jagabaya yang disegani itu, apabila ternyata Ki Jagabaya
berpihak kepada Ki Buyut"
Ki Demung dan Ki Perapat pun kemudian menyusun
orang-orangnya. Ada tiga belas orang yang bersedia untuk
pergi ke rumah Ki Buyut. Namun karena lima orang
diantara mereka dianggap mempunyai keadaan yang
khusus, Ki Demung menasehatkan, agar mereka tidak usah
ikut bersama mereka. Tiga orang diantara mereka, isterinya
sedang mengandung tua. Seorang yang lain, ibunya sedang
sakit keras, sedang seorang lagi adalah anak tunggal.
"Biarlah kita datang dengan delapan orang. Aku tidak
dapat menduga, berapa orang yang sudah bersiap-siap di
rumah Ki Buyut. Jika mereka ternyata memiliki kekuatan
yang tidak terlawan, maka pembicaraan kita akan
mengarah kepada masalah-masalah yang tidak akan
menyulit kan kita pada saat itu, meskipun kita tidak boleh
berhenti dan menyerah apabila menurut keyakinan kita,
kita memang ingin merubah keadaan" berkata Ki Demung.
"Tetapi jika Ki Buyut justru akan bertindak atas kita
dengan tuduhan yang bukan-bukan" bertanya salah
seorang. "Apaboleh buat" jawab Ki Demung "karena itu, aku
menasehatkan mereka yang memiliki keadaan khusus tidak
usah mengikuti kita pergi ke rumah Ki Buyut. Kita
mempunyai dugaan, bahwa ada diantara kita, bahkan
mungkin semuanya, tidak akan keluar lagi dari halaman
rumah itu. Namun kita sudah mulai menyalakan api
kesadaran kepada orang-orang kebuyutan ini, bahwa sikap
Ki Buyut harus mendapat pengamatan yang lebih cermat.
Bahkan mungkin, jika kita tidak mampu berbuat apaapa,
kita akan menyampaikannya kepada Akuwu"
Orang-orang yang ada di tempat itu menganggukangguk.
Sementara itu, Mahisa Agnipun telah berkata
"Akupun bersedia untuk ikut bersama kalian"
"Kalian berdua?"bertanya Ki Demung.
"Kami bertiga" jawab Mahisa Agni.
"Bagus" orang-orang yang hadir itupun menyambut
hampir berbareng "bersama kalian, usaha kita akan
berhasil" Ki Demung menarik nafas dalam-dalam. Ia sudah
mendengar bahwa ketiga orang yang berada di padukuhan
itu, telah membantu menangkap para perampok. Tetapi Ki
Demung dan Ki Perapat belum melihat sendiri, apa saja
yang mampu mereka lakukan.
"Baiklah" berkata Ki Demung "kami mengucapkan
terima kasih. Tetapi di mana kawan kalian yang seorang"
"Menunggui pemimpin perampok itu" jawab Mahisa
Agni. "Biarlah pemimpin perampok itu terikat kaki dan
tangannya dan dijaga sebaik-baiknya, sehingga tidak mung
kin lagi baginya untuk melarikan diri" berkata Ki Demung.
Sejenak kemudian, maka orang-orang itupun segera
mem persiapkan diri. Meskipun agak segan, tetapi
merekapun terpaksa membawa senjata, karena orang-orang
yang berada di rumah Ki Buyut menurut penglihatan
seseorang telah bersiap-siap dengan senjata pula.
Dalam pada itu, para pemimpin perampok itupun telah
diikat kaki dan tangannya, serta dijaga oleh beberapa orang
bersenjata agar tidak lepas lagi. Sekali lagi Mahisa Agni
menegaskan, bahwa apa yang dikatakan oleh pemimpin
perampok tentang Ki Buyut itu bukan sekedar fitnah.
"Apakah kau bersedia, aku hadapkan kepada Ki Buyut
dan memberikan keterangan seperti yang kau katakan"
bertanya Mahisa Agni. "Asal keselamatanku dijamin, aku tidak berkeberatan"
jawab pemimpin perampok itu.
Tetapi Mahisa Agni tidak ingin membawanya, la hanya
ingin mendengar orang itu berkata sebenarnya. Dan
agaknya Mahisa Agnipun percaya bahwa orang itu berkata
sebenarnya. Demikianlah, maka delapan orang telah pergi kerumah
Ki Buyut bersama Mahisa Agni, Witantra dan Bungalan.
Mereka bertekad untuk bertanya kepada Ki Buyut, apakah
ia benar-benar telah berhubungan dengan pemimpin
perampok itu, selebihnya bahwa apa yang sudah ia lakukan
selama ini, nampaknya telah menyalahi keten-tuan yang
berlaku turun temurun di Kebuyutan itu.
Seperti orang-orang yang berkumpul di rumah Ki Buyut,
jika ada orang yang bertanya dengan cemas disepanjang
jalan, bahwa mereka membawa senjata, maka jawab
mereka selalu dihubungkan dengan perampokan yang baru
saja terjadi. "Kita hanya sekedar berhati-hati" jawab Ki Demung.
Orang-orang yang bertanya disepanjang jalan itu, tidak
mempersoalkannya lagi. Mereka percaya bahwa beberapa
orang bebahu merasa wajib menjaga keamanan Kabuyutan
itu dalam keseluruhan. Meskipun demikian, semakin dekat mereka dengan
rumah Ki Buyut, merekapun menjadi semakin berdebardebar.
Rasa-rasanya telah tergetar di dalam jantung mereka,
bahwa sesuatu nampaknya memang akan terjadi.
Ketika mereka memasuki padukuhan induk, maka
beberapa orang menjadi cemas. Mereka sudah melihat
beberapa orang berkumpul di rumah Ki Buyut. Dan mereka
kemudian melihat beberapa orang lagi telah datang pula
menuju ke rumah Ki Buyut itu pula. Meskipun mereka
mendengar jawaban Ki Demung seperti yang selalu
diucapkan, namun beberapa orang di padukuhan induk itu
mengerti, bahwa hubungan Ki Demung dan Ki Perapat
agak kurang baik dengan Ki Buyut serta beberapa orang
bebahu yang telah diangkatnya menurut keinginan Ki
Buyut sendiri. Termasuk orang yang paling disegani
disamping Ki Buyut, adalah Ki Jagabaya.
Karena itu, maka kedatangan Ki Demung segera di
ketahui oleh orang-orang diseluruh padukuhan induk,
Mereka mulai mempercakapkan kemungkinankemungkinan
yang dapat terjadi. "Apakah Ki Demung marah, karena pemimpin pe
rampok itu telah terlepas?" bertanya seseorang.
"Entahlah" jawab yang lain "tetapi sungguh
mendebarkan. Ki Demung termasuk orang yang memiliki
pengaruh disamping Ki Perapat"
Orang-orang itu hanya dapat menebak-nebak. Namun
dalam pada itu, terutama laki-laki dan anak-anak muda
telah berkumpul di mulut lorong, di gardu-gardu dan di
tikungan jalan padukuhan Dalam pada itu, iring-iringan
yang dipimpin oleh Ki Demung dan Ki Perapat itu sudah
sampai di rumah Ki Buyut. Mereka tertegun melihat regol
halaman yang tertutup rapat. Karena itu, maka Ki
Demungpun segera mengetuknya.
"Siapa?" bertanya orang yang berada di dalam regol.
"Aku, Demung" jawab Ki Demung "kenapa regol itu
ditutup" Satu hal yang tidak biasa terjadi disini"
"Ki Buyut sedang berbincang dengan para bebahu
terpenting di Kabuyutan ini" jawab suara di dalam.
"Aku ingin bertemu dengan Ki Buyut" bertanya Ki
Demung. "Hanya bebahu Kabuyutan" terdengar jawaban pula.
"Aku bebahu Kabuyutan" jawab Ki Demung.
"Jika demikian, kau sendirilah yang boleh masuk ke
halaman dan seterusnya bertemu dengan Ki Buyut. Yang
lain tinggal diluar"
"Aku juga bebahu" sahut Ki Perapat "aku Ki Perapat"
"Berdua aku persilahkan masuk" jawab penjaga regol
itu. "Baik. Bukakah pintu" jawab Ki Demung sambil
memberikan isyarat kepada orang-orangnya.
Orang-orang yang mengikutinya, menjadi semakin
puriga. Tidak biasa regol rumah Ki Buyut itu ditutup dan
dijaga. Tentu telah terjadi sesuatu, yang justru memaksa Ki
Buyut untuk berjaga-jaga. Dan satu kemungkinan yang
paling dekat adalah, karena Ki Buyut itu merasa bersalah.
Dalam pada itu, terdengar selarak pintu dibuka.
Kemudian perlahan-lahan pintu itupun berderit. Namun
nampaknya Ki Demung sudah tidak sabar lagi. Bahkan ia
justru telah yakin, bahwa Ki Buyut terlibat dalam
perampokan yang telah terjadi, seperti yang dikatakan oleh
pemimpin perampok yang melarikan diri itu.
Karena itu, maka demikian pintu terbuka sedikit, Ki
Demung telah mendorongnya sekuat tenaga, sehingga dua
orang yang berada di dalam telah terlempar beberapa
langkah dan bahkan hampir jatuh terbanting.
Keduanya mengumpat. Tetapi Ki Demung, Ki Perapat
dan orang-orang yang mengikutinya telah masuk kedalam.
termasuk Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalan.
"Gila" geram kedua penjaga regol itu "kalian telah
memaksa membuka pintu dan masuk bersama orang-orang
yang tidak seharusnya"
"Aku ingin bertemu dengan Ki Buyut" geram Ki


Panasnya Bunga Mekar Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Demung. "Hanya para bebahu" bentak penjaga regol itu.
"Kami semuanya ingin bertemu dan berbicara dengan Ki
Buyut" Ki Demungpun mulai membentak.
"Tidak" penjaga regol yang marah itu hampir berteriak.
Namun dalam pada itu, terdengar suara Ki Buyut dipintu
pringgitan "Biarlah ia masuk bersama orang-orangnya"
Ki Demung berpaling. Dilihatnya Ki Buyut seorang diri
berdiri dipintu pringgitan. Justru karena itu, jantung Ki
Demung menjadi berdebar-debar. Seolah-olah Ki Buyut itu
sama sekali tidak mengerti, apa yang akan dilakukannya
bersama beberapa orang itu.
"Marilah Ki Demung" berkata Ki Buyut "nampaknya
ada masalah yang penting yang akan kau katakan. Silahkan
naik ke pendapa" Ki Demung termangu-mangu sejenak. Namun terasa
betapa wibawa Ki Buyut itu telah mendorongnya untuk
melangkah ke pendapa. "Naiklah, dan silahkan duduk" Ki Buyut
mempersilahkan. Ki Demung berpaling kearah Ki Perapat. Namun
agaknya Ki Perapatpun tidak mempunyai pilihan yang lain.
Seperti Ki Demung, nampaknya iapun telah terpengaruh
oleh wibawa Ki Buyut, sehingga karena itu, maka
keduanyapun kemudian melangkah ke pendapa. Dengan
demikian, maka orang-orang lain yang menyertainyapun
tidak dapat berbuat apa-apa. Merekapun kemudian berjalan
di belakang Ki Demung dan Ki Perapat, naik ke pendapa
dan duduk diatas tikar pandan yang telah terbentang.
"Silahkan duduk sebentar" berkata Ki Buyut "aku akan
membenahi pakaianku. Nampaknya tidak sopan untuk
dalam keadaan seperti ini menemui Ki Demung. Ki Perapat
dan beberapa orang tamti yang lain"
Ki Demung dan Ki Perapat tidak menjawab. Tetapi
mereka menganggukkan kepala mereka.
Demikian Ki Buyut masuk keruang dalam, maka
suasana di pendapa itu menjadi hening. Rasa-rasanya tidak
seorangpun yang berani mengucapkan sepatah katapun.
Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalan saling
berpandangan sejenak. Merekapun merasa, betapa
pengaruh Ki Buyut itu telah mencengkam orang-orang yang
datang menghadapnya. Namun dalam pada itu, Mahisa
Agni, Witantra dan Mahisa Bungalan masih membiarkan
mereka, karena ketiganya ingin mengetahui, apa saja yang
dapat dilakukan oleh orang-orang itu dihadapan Ki Buyut.
Sejenak kemudian Ki Buyut telah keluar dari ruang
dalam. Sambil tersenyum ia berkata "sangat mengagetkan.
Ki Demung dan Ki Perapat telah datang bersama orang.
Tetapi yang lebih mengagetkan adalah karena kalian
semuanya bersenjata"
Ki Demung termangu-mangu sejenak. Namun kemudian
iapun menjawab "Ya Ki Buyut Nampaknya suasana di
Kabuyutan ini agak merisaukan sehingga kami memandang
perlu untuk membawa senjata"
"Karena perampokan itu?" bertanya Ki Buyut.
"Ya, Ki Buyut" jawab Ki Demung.
Ki Buyut tertawa. Katanya "Tentu mereka tidak akan
datang disiang hari. Apakah Ki Demung merasa perlu
untuk bersenjata disiang hari" Perampok biasanya
melakukan pekerjaanya dimalam hari"
"Ya Ki Buyut" jawab Ki Demung. "Karena itu, kita
tidak perlu cemas bahwa sesuatu asan terjadi di siang hari"
berkata Ki Buyut "dengan demikian, maka bukankah lebih
baik bagi kita untuk berbicara tanpa diganggu oleh senjatasenjata
itu Aku kira, senjata senjata itu lebih baik diletakkan
saja disudut pendapa. Percayalah, perampok-perampok itu
tidak akan datang. Jika mereka datang disiang hari.
pengawal-pengawalku sudah siap. Dan bahkan apabila
perlu, kalian akan dapat mengambil senjata-senjata itu
dengan cepat" Ki Demung menjadi bingung. Sementara Ki Buyutpun
berkata selanjutnya "Silahkan. Letakkan senjata kalian
disudut pendapa itu. Kita akan dapat duduk enak dan
berbicara lebih laras. Dengan senjata dilambung, kita duduk
dengan punggung yang pegal dan seolah-olah kita adalah
sekelompok pengecut di kandang sendiri"
Ki Demung dan Ki Perapat menjadi semakin bingung.
Sementara itu ketika Mahisa Bungalan menggamit Mahisa
Agni, ternyata Mahisa Agni memberi isyarat, biarlah
segalanya itu berlangsung.
Sebenarnyalah bahwa Ki Demung dan Ki Perapat tidak
dapat melawan wibawa Ki Buyut itu, ketika Ki Buyut yang
masih tersenyum itu mempersilahkan sekali lagi, maka Ki
Demung tidak dapat menolaknya lagi
"Silahkan. Letakkan disudut pendapa. Jangan terlalu
jauh. Meskipun sekali lagi, tidak akan ada perampok
disiang hari. Dan seandainya mereka datang juga, para
pengawal akan menahan para perampok itu dan kalian
akan mendapat kesempatan untuk mengambil senjatasenjata
kalian" Ki Demung dan Ki Perapat saling berpandangan pula
untuk beberapa saat. Namun merekapun kemudian
beringsut dan kemudian bangkit diikuti oleh orangorangnya
untuk meletakkan senjata mereka disudut
pendapa, yang memang tidak terlalu jauh dari tempat
duduk mereka. "Gila" pikir Mahisa Bungalan "pangaruh apakah
sebenarnya yang telah mencengkam orang-orang itu.
Namun dalam pada itu, Mahisa Agni berbisik ditelinga
Mahisa Bungalan "Cobalah pandang mata Ki Buyut sebaikbaiknya.
Tetapi kau harus menjaga, agar pribadimu tidak
dikuasai oleh pengaruh tatapan mata Ki Buyut itu.
Meskipun demikian, biarlah kita berpura-pura untuk
mengikuti saja apa yang dikatakannya"
Mahisa Bungalan menarik nafas dalam-dalam. Ia
mengerti maksud Mahisa Agni, sementara ketika ia
memandang Witantra, maka Witantrapun telah tersenyum
pula kepadanya. Demikianlah maka orang-orang itupun telah berdiri dan
meletakkan senjata masing-masing. Mahisa Agni, Mahisa
Bungalan dan Witantra yang juga membawa pedang telah
meletakkan pedang mereka diantara senjata Ki Demung
dan kawan-kawannya. Ketika Mahisa Bungalan kemudian memperhatikan
tatapan mata Ki Buyut itu, sebenarnyalah, terasa di
jantungnya getaran-getaran yang aneh. Semula
kepribadiannya yang kuat telah membebaskannya dari
pengaruh wibawa Ki Buyut yang sangat besar yang
memancar dari matanya. Namun kemudian, ketika dengan
sengaja Mahisa Bungalan berusaha mengerti arti dari
peristiwa itu, maka iapun mulai merasa sentuhan-sentuhan
yang mempengaruhi perasaannya.
-oo0dw0oo- Jilid 20 Tetapi ia sudah mapan, Yang dilakukannya itu adalah
sepenuhnya dibawah pengaruh kesadarannya. Kesadaran
seseorang yang memiliki kepribadian yang kuat. Namun
dengan demikian Mahisa Bungalan dapat mengerti,
pengaruh apakah sebenarnya yang telah menguasai Ki
Demung dan kawan-kawannya, sehingga, seolah-olah
mereka tidak dapat berpikir sama sekali.
"Apakah kau sudah mengetahuinya?" bertanya Mahisa
Agni yang telah duduk kembali setelah meletakkan
senjatanya. Mahisa Bungalan mengangguk-angguk. Tetapi ia tidak
menjawab. Mahisa Bungalan mengangguk-angguk. Namun
dengan demikian ia menjadi semakin berhati-hati. Pada
suatu saat ia harus mengambil satu sikap tertentu bersama
Mahisa Agni dan Witantra. Nampaknya Ki Demung dan
Ki Perapat itu harus dibangunkannya untuk tetap berpegang
pada niat kedatangannya. Sejenak kemudian, orang-orang yang berada dipendapa
itu telah duduk kembali sambil menundukkan kepalanya.
Diantara mereka duduk Ki Buyut sambil termangumangu.
Bahkan kemudian terdengar suara tertawanya
diantara kata-katanya "Nah, Ki Demung. Sekarang kita
dapat berbicara dengan mapan. Katakan, kenapa kalian
datang kemari bersama Ki Perapat dan beberapa orang
lainnya" Apakah ada sesuatu yang penting yang ingin kau
katakan?" Namun kesadaran Ki Demung, Ki Perapat dan kawan
kawannya ternyata sudah terlambat. Mereka telah terjebak
dalam satu. ruangan yang kuat dan tertutup rapat. Gandok
itu terdiri dari sebuah ruangan yang agak luas. dan dibatasi
dengan dinding-dinding kayu yang tebal, sehingga sulit bagi
orang-orang yang berada di dalamnya untuk dapat
memaksa keluar. Apalagi diluar beberapa orang sedang
berjaga-jaga. Mahisa Agni. Witantra dan Mahisa Bungalan masih
membiarkan orang-orang itu menjadi sibuk. Beberapa orang
mencoba meraba-raba dinding untuk mencari
kelemahannya. Namun yang lain berkata "Seandainya kita
dapat keluar dari bilik ini, kita sudah tidak bersenjata lagi.
Apakah artinya" "Ya. Kita memang terlalu dungu, sementara Ki Buyut
terlalu licik" sahut yang lain.
"Lalu apa yang akan kita lakukan sekarang" Kita akan
menyerah untuk dibantai disini atau tindakan-tindakan lain
yang akan dilakukan oleh Ki Buyut?" berkata yang lain
"sehingga kedatangan kita kemari semata-mata untuk
menyerahkan leher kita"
Tiba-tiba saja diluar dugaan seseorang berkata "Ki
Demung. Kita datang dengan harapan bahwa Ki Demung
Ki Perapat akan dapat memberikan jalan bagi perubahan
yang kita harapan di Kabuyutan ini. Tetapi tiba-tiba kita
sudah dijebak, sementara Ki Demung dan Ki Perapat tidak
berbuat apa-apa" "Ya" sahut beberapa orang hampir bersamaan "ya. Apa
yang dapat kalian lakukan"
Ki Demung dan Ki Perapat saling berpandangan. Tetapi
apa yang dapat mereka lakukan, setelah mereka di dalam
sebuah bilik yang tertutup rapat.
"Sekarang" berkata salah seorang "berbuatlah sesuatu Ki
Demung atau Ki Perapat. Kita tidak akan terlepas dengan
sendirinya dari tempat ini dan dari kelicikan Ki Buyut"
"Ya, berbuatlah sesuatu" sahut yang lain.
"Marilah Ki Demung dan Ki Perapat" berkata Ki Buyut
"kami persilahkan kalian beristirahat di gandok"
Ternyata Ki Demung dan Ki Perapat tidak membantah.
Merekapun kemudian bangkit dan mengikuti Ki Buyut
menuju ke gandok sebelah kanan.
Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalanpun
mengikuti mereka pula. Dan merekapun kemudian
mengerti, apa yang sebenarnya dilakukan oleh Ki Buyut.
Karena demikian mereka masuk kedalam gandok, maka
pintu gandok itupun telah ditutup dan diselarak dari luar.
Yang terdengar kemudian adalah gelak tertawa diluar
pintu. Terdengar suara Ki Buyut dan. Ki Jagabaya
berbincang. Tetapi orang-orang yang berada di dalam
gandok itu tidak mendengar jelas. Namun beberapa kalimat
dapat ditangkap oleh telinga Mahisa Agni, Witantra dan
Mahisa Bungalan yang tajam, ketika Ki Buyut berkata
"Ternyata ketiga orang yang disebut memiliki kelebihan itu,
sama sekali tidak berdaya menghadapi aku dengan
langsung. Meskipun demikian mereka cukup berbahaya
karena mereka berhasil manangkap kembali pemimpin itu"
"Serahkan kepada orang-orang itu sendiri. Mereka dapat
membunuhnya" berkata Ki Jagabaya.
Yang terdengar kemudian adalah suara tertawa.
Selebihnya pembicaraan itu tidak dapat didengarnya lagi,
betapapun mereka berusaha.
Dalam pada itu, Ki Demung dan Ki Perapat beserta
orang-orang yang lain itupun bagaikan orang yang
kehilangan kesadarannya. Mereka duduk disebuah amben
bambu yang besar. Bahkan beberapa orang telah
membaringkan dirinya, seolah-olah mereka benar-benar
beristirahat sebelum melakukan tugas mereka berjaga-jaga
di rumah Ki Buyut itu. "Bukan main" berkata Mahisa Bungalan.
"Ya. Sampai kapan pengaruh itu akan mencengkam
mereka" desis Witantra.
"Tetapi pengaruh itu akan lenyap dengan sendirinya.
Kecuali jika sebentar lagi Ki Buyut itu datang memasuki
ruangan ini dan memberikan perintah-perintah khusus
kepada mereka seperti yang dikatakan oleh Ki Jagabaya"
jika benar terjadi demikian, kita akan mengalami kesulitan.
Apakah kita harus melawan orang-orang yang tidak
sadarkan diri itu, sementara mereka benar-benar ingin
membunuh kita?" "Sumber dari pengaruh itulah yang harus dipadamkan"
sahut Witantra. Mahisa Agni mengangguk-angguk. Kemudian katanya
"Kita akan menunggu. Perkembangan apakah yang akan
terjadi" Dalam pada itu, lambat laun tetapi nampak jelas, bahwa
Ki Demung, Ki Perapat dan kawan-kawannya mulai
menyadari apa yang terjadi. Karena itu, tiba-tiba saja Ki
Demung berlari kepintu dan mencoba membukanya.
"Gila. Pintu itu diselarak. Kita sudah tertipu" geramnya.
"Ki Perapatpun melakukan hal yang serupa. Demikian
pula kawan-kawannya "Pintu diselarak. Kita sudah
dijebak" "Gila. Licik" Ki Demung mengumpat. Lalu "sementara
senjata kita sudah kita letakkan. Kita tidak mengira bahwa
Ki Buyut akan selicik itu"
Orang-orang di dalam ruangan itu menjadi ribut.
Sementara itu terdengar suara tertawa diluar. Suara tertawa
yang sangat menyakitkan hati.
Ki Demung mengangkat wajahnya, Sekilas terpandang
olehnya mata Ki Buyut yang seolah-olah mencengkam


Panasnya Bunga Mekar Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jantungnya. Sambil menunduk ia menjawab "Kami datang
sekedar untuk menyatakan kesetiaan kami Ki Buyut. Kami
mendengar beberapa orang bebahu telah datang meronda di
rumah ini. Karena itulah, maka kamipun datang pula
bersama beberapa orang untuk ikut berjaga-jaga"
"O. begitu" berkata Ki Buyut" terima kasih.
Kami senang sekali menerima kedatangan kalian. Di
rumah ini beberapa bebahu memang sedang berjaga-jaga.
Lihatlah, itulah mereka"
Orang-orang yang berada di pendapa itupun berpaling.
Betapapun juga nampak orang-orang itu terkejut.
Disekeliling pendapa itu nampak beberapa orang bebahu
yang bersenjata berjalan keluar dari longkangan sebelah
menyebelah. Kemudian mereka seolah-olah telah
mengepung pendapa itu dari segala arah.
"Nah, itulah mereka" berkata Ki Buyut "namun
nampaknya penjagaan itu harus diatur bergilir. Marilah,
kalian akan mendapat giliran nanti. Karena itu, sebelum
giliran bagi kalian tiba, kami persilahkan kalian beristirahat
lebih dahulu di gandok"
Ki Demung dan Ki Perapat benar-benar telah
kehilangan, kepribadian mereka. Yang dilakukan sama
sekali tidak sesuai dengan tekad mereka sejak mereka
berangkat. Demikian orang-orang lainnyapun nampaknya tidak
dapat melawan sama sekali pengaruh Ki Buyut yang telah
mencengkeram perasaan mereka.
Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalan dengan
sengaja lelah menempatkan diri mereka bersama orangorang
itu. Mereka ingin tahu, betapa kemampuan Ki Buyut
menguasai orang-orang itu, dan apa sajakah yang akan
dilakukannya kemudian terhadap orang-orangnya yang
diketahuinya akan melawannya dan bahkan serba sedikit
telah mengetahui rahasianya melalui pemimpin perampok
yang telah tertangkap itu. Karena itu, maka merekapun
telah bersikap, sebagaimana orang-orang lain bersikap.
"Ya. Carilah jalan yang manapun juga. Kita lebih baik
mati dalam usaha daripada kita menunggu kematian itu
sambil merenung disini" berkata yang lain.
Orang-orang di dalam ruang itupun menjadi gelisah. Ki
Damung dan Ki Perapatpun menjadi bingung. Orang-orang
itu ternyata marah dan menyalahkan mereka berdua.
Dalam kegelisahan itu, maka tiba-tiba saja Ki Demung
berpaling kepada Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa
Bungalan. Kemudian dengan serta merta ia mendekatinya
sambil berkata "ki Sanak. Kenapa Ki Sanak hanya berdiam
diri saja?" "Kami meresa menyesal seperti orang-orang lain. Lalu
apa gunanya kami datang kemari" jawab Mahisa Agni.
"Ya. Untuk apa kami datang. Sekedar menyerahkan
leher?" sahut seseorang.
"Tetapi, katakan. Apa yang harus aku lakukan" Ki
Demung hampir berteriak. "Kenapa kita telah meletakkan senjata kita?" bertanya
Mahisa Agni. "Ya. kenapa?" Ki Demung justru mengulang.
"Kami hanya mengikuti saja apa yang telah Ki Demung
dan Ki Perapat lakukan" jawab Mahisa Agni "karena Ki
Demung dan Ki Perapat meletakkan senjata, kami kira
bahwa itu adalah perintah yang harus kami lakukan pula"
Ki Demung tiba-tiba saja telah terduduk dengan
lemahnya sementara Ki Perapat berjalan hilir mudik dengan
kepala tunduk. "Ki Demung dan Ki Perapat" berkata Mahisa Agni
"coba katakan, kenapa kia semuanya telah meletakkan
senjata?" Ki Demung termangu-mangu sejenak. Kemudian
jawabnya "Aku tidak tahu Ki Sanak. Tiba-tiba saja aku
telah melakukannya ketika Ki Buyut minta kita
melakukannya" "Tanpa disadari?" bertanya Mahisa Agni pula.
"Ya. Tanpa disadari" jawab Ki Perapat.
"Nah, sekarang sudah waktunya untuk menyadari
bahwa yang terjadi itu adalah satu kelemahan bagi kita"
Kita sudah kehilangan diri kita sendiri demikian kita
berhadapan dengan Ki Buyut. Ki Demung dan Ki Perapat,
diikuti oleh kita semuanya, melakukan apa yang kita sendiri
tidak menyadarinya" desis Mahisa Agni.
"Ya. Tepat seperti itu" jawab Ki Demung.
"Nah. Sebentar lagi, akan terjadi satu hal yang mungkin
merupakan ulangan dari peristiwa itu. Tetapi lebih
mangerikan lagi. Ki Buyut akan memasuki bilik ini bersama
Ki Jagabaya. Ki Buyut akan menatap mata kalian dan
dengan sorot matanya mempengaruhi kasadaran kalian
sehingga kalian akan kehilangan diri kalian sendiri" Mahisa
Agni terdiam sejenak lalu "Dengarlah. Kalian telah
dipengaruhi oleh sorot mata Ki Buyut. Sebentar lagi dengan
sorot matanya Ki Buyut akan memerintahkan kalian untuk
membunuh kami bertiga, jika kalian tidak mempersiapkan
diri melawan pengaruh itu dengan kekuatan pribadi kalian
masing-masing maka kalian tentu akan melakukannya"
"Apakah benar begitu?" bertanya Ki Demung.
"Ya. Seperti yang telah kalian lakukan. Meletakkan,
senjata tanpa berpikir sama sekali bahwa ia adalah satu
kebodohan yang sangat berbahaya" sahut Mahisa Agni.
Lalu "Karena itu, aku ingin berpesan. Jika Ki Buyut
berbuat demikian, maka cobalah melawan pengaruh itu
dengan kekuatan pribadi kalian. Kemudian cobalah
mengelabui mereka. Seolah-olah kalian ingin
melakukannya. Mintalah senjata kalian kembali dengan
kesanggupan untuk membunuh kami bertiga. Selebihnya,
dengan senjata itu kita dapat berbuat sesuatu seperti yang
kita rencanakan sejak kita berangkat dari padukuhan itu"
Orang-orang-yang mendengarkan keterangan Mahisa
Agni itu mengangguk, sementara Mahisa Agni berpesan
"Saratnya, kalian harus menyadari diri sendiri dan berpijak
pada sikap dan kepribadian kalian sendiri. Jika kalian gagal,
maka akan terjadi sesuatu yang tidak kita kehendaki, karena
kamipun tidak akan dengan suka rila menerima kematian"
Orang-orang yang berada di dalam bilik tertutup itupun
mengangguk-angguk. Mereka sadar, bahwa mereka telah
berhadapan dengan ilmu yang sangat berbahaya.
Karena itu, maka salah seorang dari mereka berkata "Ya.
Kita harus melakukannya. Jika tidak akan datang
gilirannya, kita akan saling membunuh seperti yang mereka
kehendaki tanpa dapat menentang sama sekali"
"Baiklah" berkata Ki Demung "marilah kita bersamasama
berusaha, agar kita tidak akan bertarung yang satu
dengan yang lain" Demikianlah orang-orang itu telah berusaha untuk
berpegang kepada pendirian masing-masing. Mereka
bertekad, jika Ki Buyut itu datang lagi mereka tidak akan
dengan mudah menyerahkan diri mereka dan tunduk atas
segala perintah Ki Buyut tanpa berbuat sesuatu"
Untuk beberapa saat lamanya mereka berada di dalam
bilik itu. Sementara itu, seorang dari para penjaga telah
melaporkan kepada Ki Buyut bahwa orang-orang yang
berada di dalam bilik itu telah memukul-mukul pintu
dengan sekeras-kerasnya. Ki Buyut tertawa, Katanya "Mereka mulai menyadari
keadaannya. Tetapi tidak apa. Sebentar lagi aku akan
mempengaruhi mereka lagi, sehingga mereka akan beramairamai
membunuh tiga orang dikatakan sebagai orang yang
luar biasa itu, yang ternyata tidak lebih dari orang-orang
padukuhan yang dungu itu.
"Kita akan memanggil kawan-kawan kita untuk
menyaksikan pembunuhan yang mengasyikkan itu Ki
Buyut, sekaligus sebagai saksi bahwa merekalah yang
melakukannya. Bukan kita" berkata Ki Jagabaya.
"Ya. Kemudian kitapun akan menyaksikan mereka
bertengkar dan saling berbunuhan. Ki Demung dan Ki
Perapat akan dibantai beramai-ramai oleh kawan-kawan
mereka sendiri. Kita. akan berpura-pura mencegah, tetapi
kita tidak sempat. Dengan demikian, maka kita akan
menyelesaikan pekerjaan ini dengan baik dan tidak
berbekas. Tidak seorangpun akan dapat menuduh kita
melakukan pembunuhan. Orang-orang itu tertawa. Dan sebenarnyalah merekapun
mulai mempersiapkan pertunjukkan yang akan sangat
mengasyikkan itu. Sejenak kemudian, maka Ki Buyut diiringi oleh beberapa
orang telah pergi ke bilik tempat Ki Demung dan kawankawannya
ditahan. Beberapa orang bersenjata lelah berada
disebelah menyebelah pintu, untuk menjaga agar tidak
terjadi sesuatu sebelum pengaruh Ki Buyut meresap
kedalam jantung mereka. Demikian pintu bilik digandok itu terbuka, maka Ki
Demunglah yang pertama-tama muncul diikuti olah Ki
Perapat. Kemudian beberapa orang lainnya bersama
Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalan.
Ki Buyut sambil tersenyum berkata "Marilah. Aku ingin
berbicara dengan kalian"
Keringat dingin mengalir di tubuh Ki Demung, Ki
Perapat dan kawan-kawannya. Mereka merasa seolah-olah
mereka sedang direnggut oleh satu pengaruh yang luar
biasa. Rasa-rasanya seperti mimpi yang mencengkam, tetapi
bukan mimpi. Dalam keadaan yang sulit itu terdengar Mahisa Agni,
Witantra dan Mahisa Bungalan yang memencar diantara
orang-orang itu berdesis "Pertahankan diri kalian masingmasing"
Kata-kata itu benar-benar sangat berarti. Ki Demung dan
Ki Perapat yang bagaikan mandi oleh keringat dinginnya,
telah menemukan kekuatannya kembali. Karena itulah,
maka merekapun sadar, bahwa pengaruh kekuatan aneh Ki
Buyut telah menyusup kedalam diri mereka. Namun
mereka harus berhasil merenggut diri mereka sendiri dari
pengaruh itu. Orang-orang yang lain benar-benar berada diantara sadar
dan tidak sadar. Ada juga kadang-kadang kemauan untuk
bertahan. Tetapi kekuatan pengaruh Ki Buyut terlalu kuat,
sehingga mereka bagaikan terombang ambing diantara dua
kekuatan. Kekuatan ilmu Ki Buyut dan kekuatan
kepribadian mereka sendiri.
Setiap kali Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalan
selalu berdesis, memberikan imbangan pengaruh kekuatan
Ki Buyut. Meskipun orang-orang itu selain Ki Demung dan
Ki Perapat tidak berhasil sepenuhnya melepaskan diri dari
pengaruh Ki Buyut, namun setidak-tidaknya pengaruh itu
dapat dibatasi. Demikianlah, maka orang-orang itu telah dibawa ke
halaman rumah Ki Buyut yang agak luas. Dalam pada itu,
maka Ki Buyutpun telah berkata "Baiklah. Barangkali Ki
Sanak semuanya perlu menyadari, bahwa keadaan
padukuhan kita sekarang ini sedang gawat. Agaknya ada
juga pengertian itu, ternyata bahwa kalian telah bersenjata
ketika kalian datang. Tetapi sebenarnyalah bahwa orangorang
yang mengacaukan padukuhan diantara padukuhanpadukuhan
di Kabuyutan ini tidak ada lain kecuali orangorang
yang sekarang ada diantara kalian. Orang-orang yang
tidak kita kenal dan mengaku telah berhasil manangkap
kembali pemimpin perampok yang melarikan diri itu.
Ketahuilah Ki Sanak. Hal itu dapat dilakukannya karena
sebenarnya, mereka telah bekerja bersama dengan
pemimpin perampok itu"
Ki Buyut terdiam sejenak. Ki Demung dan Ki Perapat
telah berjuang dengan segenap kamampuannya untuk
menguasai diri. Sebenarnyalah ia selalu mencoba
mengingat, bahwa Ki Buyut akan mempergunakan
tangannya untuk membunuh Mahisa Agni, Witantra dan
Mahisa Bungalan. "Karena itu Ki Sanak" berkata Ki Buyut "jika orangorang
itu tidak dilenyapkan, maka Kabuyutan ini tidak
akan tenteram" Tiba-tiba saja Ki Demung menyahut "Ya. Orang-orang
itu harus dibinasakan"
Ki Buyut tertawa, semantara Ki Demung terkejut
mendengar kata-katanya sandiri. Namun justru karena itu,
ia berjuang semakin gigih untuk bertahan. Ketika ia
menyahut, rasa-rasanya ia tidak melakukannya dengan satu
kesadaran seperti yang dimaksud oleh Mahisa Agni.
Namun kemudian ia telah melakukannya dengan
kesadarannya yang kadang kadang kabur untuk berbuat
seperti yang dikatakan itu-oleh Mahisa Agni. Karena itu,
sekali lagi ia berkata "Orang-orang itu memang harus
dibunuh" Ki Buyut tertawa semakin keras. Ia mengharap dapat
melihat satu pertunjukkan yang menarik sekali. Karena itu,
maka kemudian dipandanginya Mahisa Agni yang berdiri
termangu-mangu. Katanya "Ki Sanak yang memiliki
kemampuan diatas kemampuan orang kebanyakan, cobalah
mempertahankan diri. Orang-orang itu telah bersiap untuk
membunuh kalian. Tetapi kami bukan orang-orang licik
yang akan membunuh orang yang tidak mampu melawan
karena itu, jika kalian memang ingin selamat, lawanlah
Kalian bertiga akan berhadapan dengan orang-orang yang
datang bersamamu kemari"
Mahisa Agni tidak menjawab. Dipandanginya orang itu
sejenak, kemudian Ki Demung dan Ki Perapat.
"Nah, mulailah" berkata Ki Buyut itu pula.
Ki Demung dan Ki Perapat benar-benar telah menjadi
basah kuyup. Mereka berusaha bertahan atas kesadarannya
sendiri. Merekapun mendengar perintah Ki Buyut. Diantara
sadar dan tidak, maka ia mendengar pula Ki Buyut Berkata
"Ambillah senjata kalian"
Ki Demung dan Ki Perapat itupun kemudian berlari-lari
mengambil senjata mereka disudut pendapa. Senjata-senjata
itu masih berada ditempat mereka meletakkannya.
Ki Buyut dan beberapa orang bebahu menjadi gembira
melihat orang-orang itu menjadi bahan permainannya.
Namun demikian Ki Buyut tidak lengah. Beberapa orang


Panasnya Bunga Mekar Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bebahu dan pengawalpun masih tetap mengawasi mereka
dengan senjata di tangan.
Bersama mereka, Mahisa Agni, witantra dan Mahisa
Bungalanpun telah mengambil senjata mereka pula.
Mereka berusaha agar Ki Buyut yakin, bahwa mereka
semuanya telah berada di dalam pengaruh kuasanya.
Mahisa Agni. Witantra dan Mahisa Bungalan justru
dapat memainkan peranannya dengan sebaik-baiknya,
karena justru mereka menyadarinya sepenuhnya. Mereka
berjalan dengan tatapan mata kosong. Mengambil senjata
dan kembali ke tempatnya dengan senjata yang tunduk.
Sementara itu, Ki Demung dan Ki Perapatpun telah
menggenggam senjata masing-masing pula. Demikian pula
beberapa orang kawan-kawannya. Sementara itu, Ki
Demung dan Ki Perapat masih berada di dalam keadaan
yang kabur dari pengaruh yang bercampur baur, antara
pengaruh kuasa Ki Buyut dan pengaruh keadaan diri.
"Nah" berkata Ki Buyut "semuanya sudah siap. Kalian
adalah laki-laki yang terpilih. Mulailah. Gerakan
senjatamu. Hadapilah lawanmu. Lakukanlah apa yang aku
katakan. Angkat senjatamu dan penggal leher lawanmu"
Kata-kata itu benar-benar telah mencengkam jantung.
Kawan-kawan Ki Demung dan Ki Perapat tidak lagi dapat
melawan pengaruh itu. Sementara Ki Demung dan Ki
Perapat sendiri berusaha bertahan dengan sengit.
Dalam pada itu, ki Buyut berkata "Marilah. Lakukanlah.
Dengarlah kata-kataku. Kalian adalah orang-orang yang
perkasa. Tangan kalian adalah tangan-angan yang haus
akan darah Merahilah tangan-angan kalian agar menjadi
pertanda bahwa kalian adalah laki-laki jantan. Melangkah
maju dengan senjata teracu. Mulailah, mulailah"
Ki Demung dan Ki Perapatpun mulai melangkah maju
diikuti oleh kawan-kawannya. Sementara Mahisa Agni,.
Witantra dan Mahisa Bungalan masih tetap berdiri
ditempatnya. Dalam pada itu, Ki Buyutpun berkata
"Bertahanlah Ki Sanak. Kalian harus menyelamatkan diri
sebagaimana orang-orang menyebut kalian sebagai orangorang
yang memiliki kelabihan. Angkatlah senjata kalian
dan mulailah bertempur seperti seorang laki-laki"
Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalan masih
berdiri tegak. Mereka memandang Ki Demung, Ki Perapat
dan kawan-kawannya melangkah semakin dekat.
Namun Mahisa Agni kemudian menjadi berdebar-debar.
Ia tidak yakin bahwa Ki Demung dan Ki Perapat mampu
bertahan. Karena itu, maka iapun telah bersiap menghadapi
segala kemungkinan. "Bagus" berkata Ki Buyut "sebentar lagi senjata kalian
akan berbenturan. Kalian akan bertempur sebagai pahlawan
untuk mempertahankan hidup kalian masing-masing"
Ki Demung dan Ki Perapat diikuti oleh kawankawannya
maju semakin dekat. Senjata marekapun telah
teracu. Namun dalam pada itu, sebenarnyalah bahwa
kesadaran Ki Demung dan Ki Perapat telah mulai larut.
Bahwa saatnya sudah tepat, la tidak mau terlambat
sehingga Ki Demung dan Ki Perapat benar-benar tidak
mampu lagi mengendalikan diri.
Dalam ketegangan itu, tiba-tiba saja terdengar Mahisa
Agni tertawa. Katanya "Ki Buyut. Permainan apakah yang
sedang Ki Buyut lakukan" Aku sudah mencoba untuk
mengikuti segala kemauan Ki Buyut untuk memberikan
kepuasan. Aku sudah bermain api dengan meletakkan
senjata dan memasuki ruang itu. Tetapi aku yakin. bahwa
pada suatu saat senjata kami akan kembali ketangan kami.
Karena itu, permainan ini sudah cukup dan bagi kami
sudah sangat memuakkan"
Ki Buyut terkejut. Barulah ia sadar, bahwa Mahisa Agni,
Witantra dan Mahisa Bungalan itu sebenarnya lepas dari
pengaruhnya. Karena itu, maka tiba-tiba saja ia berteriak
"Ki Demung, Ki Perapat dan laki-laki padukuhan ini
yang berhati jantan. Lakukanlah. Bunuhlah orang-orang
ini" "Kau keliru Ki Buyut" sahut Mahisa Agni "merekapun
menyadari apa yang terjadi" Lalu katanya kepada Ki
Demung dan Ki Perapat "nah, sudah waktunya kalian
menyatakan diri seperti yang kami lakukan. Kalian adalah
laki-laki yang mempunyai pendirian yang teguh. Kalian
mempunyai sikap dan keyakinan. Karena itulah maka
kalian akan bertumpu kepada diri kalian sendiri. Tidak
kepada pengaruh kuasa Ki Buyut yang sesat"
"Kalian adalah orang Kebuyutan ini. Cepat, lakukan" Ki
Buyut berteriak semakin keras.
"Kalian harus bangun" berkata Mahisa Agni. "Kalian
datang tidak untuk membius diri. Tetapi kalian datang
dengan keyakinan" Ki Demung dan Ki Perapat memejamkan matanya
sejenak. Ternyata bahwa mereka masih berhasil menggapai
diri mereka yang hampir terlepas.
Namun aalam pada itu, Suara Ki Buyut dan suara
Mahisa Agni seolah-olah saling berebut tempat. Seolah-olah
mereka telah didesak kearah yang berlawanan bergantiganti.
Namun akhirnya Ki Demung dan Ki Perapat yang
menggapai-gapai itu mendapat pegangan yang teguh,
karena di telinga mereka terdengar pertanyaan Mahisa Agni
"Ki Demung dan Ki Perapat, apakah maksud kalian
sebenarnya datang kemari?"
Tidak saja dengan suara lantang Ki Demung yang
sedang mencapai pegangan itu ingin memperkuat
genggaman batinnya dengan berteriak "Kami akan
menuntut keadilan. Ki Buyut, kau sudah menodai
kedamaian di Kebuyutan ini, Kami sudah tahu semuanya"
"Omong kosong" sahut Ki Buyut. Lalu "Marilah Ki
Demung. Kau sudah melangkah kejalan yang sesat.
Dengarlah kata-kataku. Mulailah. Gerakan senjatamu. Kau
sudah berhadapan dengan lawan yang ingin
membinasakanmu" Tetapi terdengar suara Mahisa Agni "Dengarlah kata
nuranimu sendiri. Kau mempunyai sikap dan keyakinan.
Katakanlah. Katakanlah"
Ki Perapat yang juga ingin bertumpu lebih kuat lagi
itupun berteriak pula "Jangan mencoba mempengaruhi
kami lagi Ki Buyut. Kami tidak akan menundukkan kepala
kami dan membiarkan tangan dan kaki kami terikat"
"Jangan mencoba melepaskan diri dari pengaruh
kuasaku. Dengar Aku adalah pemimpinmu" desis Ki Buyut
"lihatlah. Lihatlah mataku. Aku berbicara dengan jujur"
"Sorot matamu mengandung racun Ki Buyut" sahut
Mahisa Agni "biarlah aku memandang sorot matamu.
Pandanglah aku. Cobalah menanamkan pengaruh dihatiku.
Kau tidak akan mampu melakukannya karena aku memiliki
pegangan yang kokoh. Dan sekarang Ki Demung dan Ki
Perapatpun memiliki pegangan yang kokoh pula seperti
kami bertiga. Nah, cobalah, pandang aku. Pandang aku Ki
Buyut" Ki Buyut menggeram. Dipandanginya wajah Mahisa
Agni. Kemudian dengan sorot matanya Ki Buyul mencoba
menembus dinding perasaan Mahisa Agni untuk
menaklukannya. Tetapi Mahisa Agni yang memiliki perbendaharaan
pengalaman yang hampir lengkap itu sama sekali tidak
dapat ditundukkannya, bahkan pada saat yang demikian
Witantra dan Mahisa Bungalan telah menyusup diantara
orang-orang padukuhan itu sambil berdesis membangunkan
mereka dari cengkaman ilmu Ki Buyut.
Di saat Ki Buyut memusatkan ilmunya untuk
menundukkan Mahisa Agni, maka Ki Demung dan Ki
Perapat telah benar-benar memiliki kesadarannya
sepenuhnya. Karena itu maka iapun telah berkata kepada
pengikutnya "jangan biarkan diri kita terbius oleh ilmunya.
Jangan tatap matanya, tetapi pandang senjatanya"
Para pengikut Ki Demung dan Ki Perapatpun mulai
menyadari diri mereka masing-masing. Mereka mulai
menyadari apa yang terjadi, sementara Witantra berdesis
"Bukankah kalian ingat, bahwa kita semuanya telah
dimasukkan kedalam bilik tertutup dan kemudian kita akan
diadu domba sekarang ini?"
Ternyata usaha Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa
Bungalan itu berhasil, Ki Buyut yang merasa gagal itu
menjadi gelisah Namun dalam pada itu, Ki Jagabayalah
yang mendekatinya sambil berkata "Jangan cemas Ki
Buyut. Jika cara yang Ki Buyut pergunakan itu gagal, maka
kita akan memakai cara terakhir. Apaboleh buat. Kita akan
membunuh mereka seorang demi seorang"
Ki Buyut mengerutkan, keningnya. Sementara terdengar
Ki Jagabaya berteriak "Jangan seorangpun keluar dari regol
ini. Tutup semua pintu regol. Regol depan, dan semua regol
butulan" Perintah itu telah mengerakkan orang-orang Ki Buyut
dan para pengawalnya mengepung orang-orang yang telah
mulai sadar akan diri mereka sendiri. Dua orang setelah
menyelarak regol telah maju pula mendekat.
"Nah" berkata Ki Jagabaya "sekarang akulah yang akan
berbicara. Caraku lain dengan cara yang ditempuh oleh Ki
Buyut yang nampaknya dapat digagalkan oleh orang asing
itu. Tetapi dengan caraku tidak ada seorangpun yang akan
dapat menggagalkannya meskipun kalian sudah bersenjata"
Ki Demunglah yang menyahut "Ki Jagabaya. Kenapa
kau langsung menganggap kami adalah musuh yang harus
dibinasakan. Kalian masih belum bertanya, kenapa kami
datang kemari dan apakah yang sebenarnya kami
kehendaki. Jika kalian tadi mendengar jawaban-jawaban
kami maka yang kami katakan itu adalah diluar kesadaran
kami" "Tidak perlu" berkata Ki Jagabaya "kalian datang
dengan senjata ditangan. Itu sudah merupakan satu bukti
bahwa kalian akan menentang kekuasaan yang sah di
Kabuyutan ini" "Kalian terlalu berprasangka" berkata Ki Perapat "kami
sebenarnya ingin berbicara dengan baik"
"Itu tidak perlu" berkata Ki Jagabaya "demi ketenangan
di kabuyutan ini, maka kalian harus tunduk kepada
perintah kami. Menyerah atau kami binasakan"
Ki Demung dan Ki Perapat menyadari, bahwa mereka
tidak akan dapat berbicara lebih banyak lagi. Karena itu,
maka mereka segera mempersiapkan diri untuk melakukan
perlawanan apabila benar Ki Jagabaya akan menangkap
dan membunuh mereka. Ki Buyut yang merasa bahwa usahanya untuk
mempengaruhi orang-orang itu tidak berhasil, maka ia telah
menyesuaikan diri dengan perkembangan berikutnya. Ia
sadar, bahwa orang-orang yang berada di halaman itu
mengerti, sumber pengaruhnya adalah pada tatapan
matanya,. Karena itu, maka orang-orang itu sudah
menghindar dan tidak lagi berusaha memandang matanya.
Karena itulah maka katanya kemudian "Baiklah. Aku
ulangi pertanyaan Ki Jagabaya. Menyerah atau binasa"
"Kami tidak akan menyerat" jawab Ki Demung "kami
sudah bertekad untuk menyatakan sikap kami. Tetapi
sebelum kami berbicara dengan baik, kalian sudah
memperlakukan kami sebagai perampok-perampok. Dan
bahkan sebaiknya, kalian memperlakukannya pemimpin
perampok itu seperti keluarga sendiri.
11_SHM_Panasnya_Bunga_Mekar
Wajah Ki Buyut menjadi merah. Ia sadar, bahwa
pemimpin perampok yang telah tertangkap kembali itu
tentu sudah berbicara banyak. Karena itu, maka ia tidak
mau menunda lebih lama lagi. Sekejap kemudian jatuhlah
perintah Ki Buyut "Jangan menunggu mereke berbicara
lagi. Tangkap mereka hidup atau mati. Kepada yang
menyerah, aku akan memberikan pengampunan. Tetapi
bagi yang melawan akan aku binasakan"
Ki Jagabaya menanggapi perintah itu dengan sikap yang
pasti. Dengan suara lantang ia bertanya "Yang manakah
yang disebut orang-orang berilmu tinggi" Jika mereka
adalah ketiga orang yang mampu membebaskan diri dari
pengaruh kuasa Ki Buyut, maka biarlah aku melawan
mereka bertiga" Ki Demung, Ki Perapat dan orang-orangnya yang sudah
bebas sama sekali dari pengaruh sorot mata Ki Buyut
itupun segera bersiap. Namun merekapun menyadari
bahwa diseputar mereka terdapat bahaya yang sama
gawatnya seperti mata Ki Buyut. Beberapa orang bersenjata
telah, mulai bergerak memperkecil lingkaran kepungan
mereka. "Kita menghadap kesegala arah" perintah Ki Demung
"mereka tidak dapat lagi diajak berbicara. Karena itu,
biarlah senjata kita yang berbicara. Seandainya kiia tidak
kembali, dan bahkan tidak keluar dari halaman ini, maka
orang-orang yang mengetahui bahwa kita memasuki
halaman rumah ini akan mengetahui bahwa kita sudah
mencoba berbuat sesuatu. Berbuat sesuatu atas keadaan
Kabuyutan kita yang tidak sewajarnya ini"
"Persetan" geram Ki Jagabaya "jangan banyak bicara.
Sebentar lagi kau akan mati"
"Justru karena itu" jawab Ki Demung "sebelum aku
mati. Selagi aku masih sempat, maka aku akan berbicara
apa saja yang ingin aku bicarakan"
Ki Jagabaya menggeram. Katanya "Bunuh orang itu
lebih dahulu" Seorang bebahu pengikut Ki Buyutpun lulah meloncat
menyerang Ki Demung. Namun Ki Demung sudah siap
menghadapinya, sehingga dengan sigapnya pula ia telah
menangkis serangan itu. Demikian, maka pertempuran itupun telah pecah.
Ternyata bahwa para pengikut Ki Buyut jumlahnya medang
lebih banyak, sehingga karena itu, maka Ki Demung dan
orang-orangnya memang menjadi agak cemas, Sementara
itu, Ki Jagabaya yang terlalu yakin akan kemampuannya
sekali lagi menantang "He, orang-orang asing yang telah
menyalakan api pertentangan dikalangan orang-orang
Kabuyutan ini. Lawanlah aku. Kalian bertiga tidak akan


Panasnya Bunga Mekar Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mampu berbuat apa-apa dihadapanku, meskipun orangorang
mengira bahwa kalian memiliki ilmu yang tinggi,
sehingga kalian dapat membantu menangkap para
perampok itu" Mahisa Agni. Witantra dan terutama Mahisa Bungalan
menjadi panas. Hampir saja Mahisa Bungalan kehilangan
pengendalian dirinya. Namun Mahisa Agni menggamitnya
sambil berkata "Marilah, mumpung pertempuran ini belum
membakar seisi halaman. Kita beri pelajaran sedikit Ki
Jagabaya yang sangat sombong itu"
Mahisa Bungalan tidak segera menangkap maksud
Mahisa Agni, namun ketika ia melihat Mahisa Agni dan
Witantra bersama-sama mendekati Ki Jagabaya, maka
mulailah Mahisa Bungalan mengetahui maksudnya. Karena
itu, maka iapun mengikutinya pula mendekati Ki Jagabaya
yang telah menantang mereka bertiga.
"Kami bertiga siap menghadapi Ki Jagabaya" berkata
Mahisa Agni. "Bagus" teriak Ki Jagabaya yang ternyata bersenjata
bindi, yang diberi gelang-gelang besi bergerigi "Marilah
siapa yang ingin mati lebih dahulu"
Ki Demung dan Ki Perapat menjadi berdebar-debar.
Ternyata ketiga orang yang diharapkan akan dapat
membantu mereka itu telah bertempur bersama hanya
menghadapi seorang saja. Ki Jagabaya. Jika kemudian Ki
Buyutpun turun kearena, maka keadaan mereka tentu akan
bertambah sulit pula. Tetapi semuanya itu memang sudah diperhitungkan.
Bahkan merekapun sudah sampai pada pertimbangan,
bahwa mereka tidak akan dapat keluar lagi dari halaman
rumah Ki Buyut, sehingga mereka telah menganjurkan
kepada orang-orang yang mempunyai kepentingan khusus
untuk tidak ikut serta bersama mereka.
Ki Jagabaya yang bersenjata bindi itupun kemudian telah
bersiap menghadapi segala kemungkinan. Sementara itu,
Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalan masingmasing
bersenjata pedang. Mahisa Agnilah yans mula-mula memancing serangan
Ki Jagabaya dengan menjulurkan pedangnya. Namun
dengan tangkasnya Ki Jagabaya telah bergeser menghindar.
Namun pada saat yang pendek, Witantralah yang
menggerakkan pedangnya menyerang Ki Jagabaya. Namun
serangan itupun mampu dihindarinya pula. Tetapi
demikian kakinya berjenjak di tanah, pedang Mahisa
Bungalan menyambar kakinya, sehingga iapun harus
meloncat lagi dengan tangkasnya.
Tetapi Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalan
telah dengan sengaja mempermainkan Ki Jagabaya,
sehingga serangan mereka telah datang beruntun tanpa
dapat dicegah lagi. Ki Buyut yang sudah hampir turun kearena melihat,
betapa Ki Jagabaya hampir kehabisan akal. Seranganserangan
itu tidak melukainya. Namun hampir tidak dapat
dihindari. Dalam kemarahan yang memuncak, maka Ki
Jagabayapun telah mengayunkan bindinya yang berat.
Tetapi ayunan-ayunan bindi itupun hanya menambah
keringatnya yang sudah membasahi seluruh tubuhnya.
Kemarahan Ki Jagabaya itupun memuncak ketika ujung
senjata ketiga orang itu mulai menyentuhnya. Sedikit sekali.
Hanya seujung duri dan bahkan hanya goresan-goresan
kecil. Namun sentuhan-sentuhan itu ternyata telah
memerah oleh darah yang mengembun.
"Gila" Ki Buyutlah yang menggeram di dalam hatinya,
ia melihat pertempuran telah berkobar, sementara ia
terpukau melihat Ki Jagabaya yang menjadi seperti orang
gila. Namun dalam pada itu, Ki Demung, Ki Perapat dan
kawan-kawannyapun mulai merasa tekanan yang berat dari
lawan-lawan mereka yang jumlahnya memang lebih
banyak. Namun Ki Demung dan Ki Perapat sudah bertekad
untuk bertempur dengan segenap tenaga dan kemampuan
yang ada. Karena itu, maka keduanya telah mengamuk
sejadi-jadinya. Sementara kawan-kawannyapun telah
berbuat serupa, meskipun lawan mereka lebih banyak.
Mereka masih merasa beruntung, bahwa tiga orang yang
telah berhasil menangkap pemimpin perampok itu bersama
mereka. Dengan demikian mereka telah berhasil menahan
Ki Jagabaya dan nampaknya Ki Buyut juga tertarik untuk
melawan mereka bertiga. Sehingga dua orang yang
mewakili kekuatan yang luar biasa itu tidak bergabung
dengan orang-orang yang telah bertempur melawan Ki
Demung dan kawan-kawannya.
Sebenarnyalah bahwa Ki Buyutpun menjadi sangat
marah melihat ketiga orang itu memperlakukan Ki
Jagabaya. Karena itu, maka Ki Buyutpun berteriak lantang
"Aku akan membantumu Ki Jagabaya"
Mahisa Agni mundur selangkah sambil berkata "Jika
demikian, maka aku akan bertempur wajar. Bukan sekedar
bermain-main melayani keinginan Ki Jagabaya"
"Apa maksudmu?" bertanya Ki Buyut.
"Seorang lawan seorang" jawab Mahisa Agni.
"Kau sombong sekali. Kau bertiga tidak mampu
mengalahkan Ki Jagabaya"
Mahisa Agni tertawa. Lalu katanya "Baiklah, marilah
kita mulai dengan satu permainan baru"
Ki Buyut tidak menjawab lagi. Iapun langsung meloncat
menyerang Mahisa Agni. Ia terlalu yakin, bahwa
kemampuannya akan dapat mengalahkan orang yang tidak
dikenal sebelumnya di padukuhan itu.
Tetapi serangannya sama sekali tidak menyentuh Mahisa
Agni. Dengan sigapnya Mahisa Agni meloncat
menghindar. Namun Ki Buyut itupun memburunya. Kemanapun
Mahisa Agni menghindar, Ki Buyut selalu memburunya.
Dengan demikian, akhirnya keduanya telah bertempur di
tempat yang terpisah. Mahisa Agni sengaja telah
memancingnya sehingga ia akan dapat berhadapan dengan
Ki Buyut yang memiliki pengaruh pada sorot matanya itu.
Sementara itu, Witanlrapun telah mengambil sikap
tersendiri menghadapi keadaan itu. Ia melihat bahwa Ki
Demung, Ki Perapat dan kawan-kawannya mengalami
kesulitan. Karena itu, maka katanya kepada Ki Jagabaya
"Permainan ini agaknya tidak menyenangkan bagi Ki
Jagabaya. Karena itu, cara inipun akan kita akhiri.
Hadapilah lawanmu yang paling muda ini. Aku akan
bergabung dengan Ki Demung yang mengalami kesulitan
karena jumlah lawannya yang banyak itu"
"Persetan" geram Ki Jagabaya. Bindinya terayun dengan
derasnya. Namun Witantra berhasil mengindarinya. Ia
sama sekali tidak menghiraukan lagi Ki Jagabaya, karena
orang itu sudah diserahkannya kepada Mahisa Bungalan.
Ketika Witantra bergeser meninggalkan Ki Jagabaya,
orang itu berusaha memburunya. Namun Mahisa Bungalan
telah menyerangnya, sehingga langkah Ki Jagabayapun
telah tertegun. Ia harus berusaha menghindari serangan
Mahisa Bungalan. Dengan demikian maka Witantra telah terlepas
daripadanya. Dengan seksama iapun memperhatikan
medan yang menjadi riuh oleh pertempuran yang terjadi
antara para pengikut Ki Buyut melawan para pengikut Ki
Demung. Sekilas Witantra tidak dapat mengenali mereka dengan
cepat. Namun akhirnya ia dapat melihat orang-orang yang
datang bersamanya di halaman itu. Dengan demikian,
maka iapun berhasil membedakan, yang manakah lawan
dan yang manakah kawan. Sejenak kemudian Witantra telah melibatkan diri ke
dalam pertempuran itu. Sebenarnya ia tidak perlu mencari
lawan, karena lawan itu telah datang sendiri. Sebelum ia
menyerang siapapun juga, maka seseorang telah
menyerangnya dengan canggah yang terjulur lurus
mengarah ke leher. "Senjata yang berbahaya" desis Witantra.
Untuk sesaat Witantra masih tetap berdiam diri,
sehingga orang yang menyerangnya itu merasa, bahwa
lawannya itu akan mampu menghindar. Lehernya akan
terjepit oleh dua mata cenggah yang tajam dan bahkan leher
itu akan tergores di kedua sisi.
Tetapi dugaan itu ternyata keliru. Witantra menghindar
tepat pada saatnya. Ia sengaja berbuat demikian sambil
menyilangkan sebelah kakinya. Karena itu, terdorong oleh
kekuatan sendiri, sementara kakinya terantuk kaki lawan,
maka orang itu telah jatuh terjerembab.
Tetapi yang tidak terduga oleh Witantra, bahwa dalam
keadaan yang demikian, seorang pengikut Ki Demung telah
nenginjak kepala orang itu. Tetapi ketika orang itu
mengangkat pedang dan siap untuk menusuk punggung,
Witantra mencegahnya "Jangan kau bunuh orang itu. Ia
masih kadang sendiri"
Orang itu termangu-mangu. Namun akhirnya ia
mengurungkan niatnya untuk membunuh, meskipun
kakinya yang menginjak kepala itu justru dihentakkannya,
sehingga wajah orang itu seakan-akan telah menghunjam ke
dalam tanah. Orang yang menginjakkan kakinya itu tidak dapat
bertahan terlalu lama, karena orang-orang lain yang saling
menyerang dan menghindar. Namun Witantra masih
sempat mengangkat orang itu meletakkannya di pinggir
halaman. Hidung orang itu ternyata telah berdarah,
sementara senjatanya tertinggal di arena.
Pertempuran selanjutnya sangat menggelisahkan para
pengikut Ki Buyut. Namun demikian ketika di kedua belah
pihak, senjata sudah mulai menyentuh kulit, maka
pertempuran itupun menjadi semakin sengit.
Dalam pada itu, Ki Buyut yang marah itupun telah
berusaha untuk segera menguasai lawannya. Ia sadar,
bahwa pengaruh matanya tidak dapat menundukkan orang
yang menempatkan dirinya sebagai lawannya itu. Karena
itu, maka senjatanyalah yang kemudian akan
menjinakkannya. Sejenak kemudian, Ki Buyutpun telah mengerahkan
kemampuannya. Ia ingin dengan cepat menundukkan
lawannya yang dianggapnya telah sombong itu.
Namun dalam pada itu, Mahisa Agnilah yang justru
berkata kepada Ki Buyut sambil menghindari seranganserangannya
"Ki Buyut. Sebaiknya kau hentikan tingkahmu
yang sesat itu. Jika kau menyerah dan datang sendiri ke
tempat Sang Akuwu dengan segala penyesalan. mungkin
kau tidak akan mendapat hukuman terlalu berat. Bahkan
mungkin dengan persetujuan orang-orang kabuyutan ini.
kau masih akan dapat diterima kembali. Namun jika kami
terpaksa memaksamu menyerah dan menghadap Akuwu,
maka kesannya akan berbeda"
"Persetan" geram Ki Buyut "sebentar lagi kau akan mati.
Mayatmu akan ditanam dihalaman ini tanpa pertanda
apapun juga. Demikian juga semua orang yang datang
bersamamu. Dengan demikian akan lenyaplah segala
keterangan tentang kalian"
"Jangan mempermudah persoalan" jawab Mahisa Agni
"banyak orang yang mengetahui bahwa kami datang
menghadap Ki Buyut. Jika kami tidak keluar dari halaman
ini, mereka tentu akan mempersoalkannya"
"Mudah sekali" berkata Ki Buyut "mereka akan segera
jatuh dibawah pengaruhku. Jika aku gagal, aku dapat
mengancam mereka agar mereka tidak mengatakan sesuatu
tentang kalian yang memasuki halaman ini dari tidak
pernah keluar lagi. Aku akan dapat menakut-nakuti mereka
dengan membunuh satu atau dua orang dan mengatakan
kepada mereka, bahwa orang-orang itu telah berusaha
berkhianat. Dengan demikian maka orang-orang lainpun
akan menjadi ketakutan"
"Kau korbankan dua orang yang tidak bersalah?"
bertanya Mahisa Agni. "Apaboleh buat" jawab Ki Buyut "memang kehohongan
yang pertama harus ditutup dengan kebohongankebohongan
berikutnya. Kebohongan yang setengah-tengah
dan ragu-ragu, akan segera dapat diketahui orang. Tetapi
kebohongan yang mantap dan tegas, justru tidak akan
menimbulkan kecurigaan orang lain"
Mahisa Agni menarik nafas dalam-dalam. Sambil
menangkis serangan Ki Buyut itu masih sempat berkata
"Kau mendorong aku untuk bertindak lebih jauh"
"Persetan" geram Ki Buyut sambil menyerang.
Tetapi serangan-serangannya sama sekali tidak mengenai
sasaran. Mahisa Agni selalu menghindar dan menangkis
serangan Ki Buyut. Namun sikap Ki Buyut yang kasar itu.
membuat Mahisa Agni berkeinginan untuk menangkapnya
saja dan menyerahkannya kepada Akuwu, karena
nampaknya tidak ada lagi jalan yang dapat ditempuh untuk
memberi peringatan sekedarnya kepada Ki Buyut.
Dalam pada itu, Ki Jagabaya yang marah telab berusaha
membinasakan Mahisa Bungalan. Dengan kekuatan yang
besar ia yakin akan dapat mengalahkan lawannya yang
muda itu. Namun ternyata ia harus kecewa. Mahisa Bungalan yang
masih muda dan kadang-kadang masih dibayangi oleh
perasaannya saja, kadang-kadang dengan sengaja tidak mau
menghindari serangan Ki Jagabaya. Ia justru berusaha
membentur serangan itu dengan menangkisnya.
Dalam benturan-benturan itulah Ki Jagabaya hampir
tidak percaya pada kenyataan yang dihadapinya. Anak
muda itu ternyata memiliki kekuatan raksasa. Bahkan
melampaui kekuatannya. Namun dalam pada itu, rasa-rasanya Ki Jagabaya tidak
dapat mengakuinya. Ia justru berpikir, bahwa mungkin
sekali ia sudah melakukan satu kesalahan sehingga
kekuatan lawannya yang muda itu rasa-rasanya tidak dapat
diimbanginya.

Panasnya Bunga Mekar Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tetapi setiap kali kenyataan itu telah terulang. Benturan
senjata antara keduanya telah membuat tangan Ki Jagabaya
itu merasa pedih. "Anak iblis" geramnya "aku harus berhasil
mengalahkannya" berkata Ki Jagabaya dalam hatinya.
Karena itu, maka ia tidak lagi bertumpu pada
kekuatannya. Tetapi ia mencoba dengan kecepatan
bergerak. Ia menyerang sambil berloncatan. Kadang-kadang
justru menjauh, Namun tiba-tiba kakinya telah terjulur
panjang dengan senjata teracu.
Tetapi ia sama sekali tidak berhasil. Lawannya justru
dapat bergerak lebih cepat lagi. Mahisa Bungalan selalu
dapat memotong serangan-serangannya yang dirasakannya
telah dilakukan dengan kecepatan yang sangat tinggi.
Dengan demikian, maka Ki Jagaya, orang yang paling
terpercaya disamping Ki Buyut sendiri, sama sekali tidak
berdaya menghadapi Mahisa Bungalan. Bahkan kadangkadang
rasa-rasanya ia ingin mengumpat sampai ke langit.
Anak muda itu seakan-akan hanya sekedar bermain-main
saja. Namun dalam pada itu, anak itu telah berhasil
melumpuhkannya. Dibagian lain dari pertempuran itu, Witantra berusaha
untuk menguasai arena, sehingga pertempuran itu tidak
akan menjadi perang yang mengerikan. Ia berusaha untuk
menengahi benturan-benturan yang sudah mendekati
pembunuhan. Dalam kesibukan itu, ia masih sempat
menyingkirkan beberapa orang yang terluka dan mendesak
para pengikut Ki Buyut untuk mundur mendekati pendapa
"Tidak ada gunanya kalian melawan" berkata Witantra.
Tetapi pertempuran itu berlangsung terus. Bagaimana
pun juga, Witantra tidak akan dapat mencegah sama sekali,
darah yang mengalir membasahi halaman.
Namun dalam pada itu, segera dapat diketahui, banwa
Ki Buyut dan pengikutnya sudah hampir kehilangan
kesempatan sama sekati. Dalam pada itu, agaknya Mahisa Agnilah yang harus
bertindak untuk menghentikan pertempuran itu. la sudah
melihat beberapa orang terluka. Tetapi ia memang
menghendaki, agar para pengikut Ki Buyut mengakui
kelebihan Ki Demung, Ki Perapat dan para pengikutnya.
Meskipun ada juga para pengikut Ki Demung yang
terluka, tetapi ternyata bahwa hadirnya Witantra di
pertempuran itu, ia dapat mengatur, sehingga kekuatan Ki
Demung dan pengikut-pengikutnya nampak jauh lebih
tinggi dari para pengikut Ki Buyut.
Dalam pada itu, setelah Mahisa Agni menganggap cukup
tekanan dan kegelisahan bagi para pengikut Ki Buyut,
mulailah ia dengan lebih bersungguh-sungguh menekan Ki
Buyut untuk menyerah. Tetapi ternyata bahwa Ki Buyut benar-benar memiliki
hati yang keras. Ia tidak menghiraukan peringatanperingatan
yang diberikan oleh Mahisa Agni. Bahkan setiap
kesempatan yang di berikan oleh Mahisa Agni, dirasanya
sebagai satu kelemahan. Karena itu, maka Ki Buyut justru
bertempur lebih keras lagi.
Namun, akhirnya Mahisa Agni menganggap perlu segera
mengakhiri pertempuran. Jika Ki Buyut sudah tidak
berdaya, maka para pengikutnya yang telah merasa betapa
beratnya tekanan lawannya, akan segera menyerah pula.
Demikianlah, maka Ki Buyut yang mengerahkan
segenap kemampuannya, tiba-tiba merasa, serangan Mahisa
Agni datang lebih seru. Sejenak ia masih dapat menilai
kemampuan lawannya. Namun akhirnya Ki Buyut benarbenar
menjadi bingung. Ia tidak mengerti, bagaimana
mungkin senjata telah terlepas dari tangannya. Ketika ia
berusaha untuk memungutnya, maka terasa sentuhan ujung
pedang Mahisa Agni di lambungnya.
"Jangan Ki Buyut. Biarlah senjata itu terletak di situ"
berkata Mahisa Agni. Sejenak Ki Buyut tertegun. Namun tiba-tiba saja ia
meloncat memungut senjatanya sambil berkata "jika kau
ingin membunuh, bunuhlah aku"
Namun justru karena itu, Mahisa Agni tidak menekan
ujung pedangnya sehingga menghunjam ke lambung Ki
Buyut yang agaknya justru ingin membunuh diri itu.
Dibiarkannya Ki Buyut bersiap untuk menghadapinya lagi.
"Kenapa kau tidak membunuhku ketika aku
memmungut senjataku?" bertanya Ki Buyut.
Tetapi Mahisa Agni justru tertawa. Katanya "Aku tidak
mau melihat kau membunuh diri dengan cara demikian"
"Persetan" geram Ki Buyut.
"Nah, setelah senjatamu berada di tanganmu lagi, kau
mau apa?" bertanya Mahisa Agni.
Ki Buyut memandang wajah Mahisa Agni sejenak.
Kemarahan yang tidak tertahankan telah membakar
jantungnya. Karena itu, maka iapun segera meloncat
menyerang dengan garangnya.
Mahisa Agni melangkah surut. Ketika senjata lawannya
menebas mendatar, ia menghindar. Namun Ki Buyut tidak
mau melepaskannya. Iapun telah memburu dengan
mengacukan senjatanya. Namun tiba-tiba saja terasa
senjatanya bagaikan terputar ditangannya, sehingga senjata
itu tiba-tiba saja telah terlempar.
"Gila" geram Ki Buyut.
Namun seperti yang terdahulu, Ki Buyut tidak
menghiraukan apapun lagi. Ia sama sekali tidak
menghiraukan ancaman senjata Mahisa Agni. Karena itu,
maka dengan serta merta, maka iapun meloncat memungut
senjatanya kembali. Mahisa Agnipun membiarkannya. Namun ketika dengan
senjata itu Ki Buyut menyerangnya sekali lagi, maka
senjatanya telah terlepas pula dari tangannya.
"Setan. Anak iblis" geram, Ki Buyut. Sementara Mahisa
Agni tersenyum sambil berkata "Apakah kau akan
mengambil senjatamu lagi" Silahkan Ki Buyut. Aku tidak
akan mengancammu lagi"
Ki Buyut benar-benar dibakar oleh kemarahan yang tidak
ada taranya. Sekali lagi ia memungut senjatanya. Dan
sakali lagi ia menyerang Mahisa Agni.
Karena itu, akhirnya Ki Buyut itu menjadi putus asa. Ia
sama sekali tidak dapat berbuat apapun juga. Mahisa Agni
itu ternyata benar-benar seorang yang memiliki ilmu yang
tiada taranya, sehingga akhirnya Ki Buyut itupun sadar,
bahwa Mahisa Agni memang bukan lawannya.
Dengan demikian ketika senjatanya sekali lagi terlepas,
maka iapun tidak berusaha untuk memungutnya lagi.
Sambil berdiri tegak dan menengadahkan dadanya ia
berkata "Bunuhlah aku ki sanak"
Tetapi Mahisa Agni menggeleng. Katanya "Aku bukan
seorang pembunuh. Aku hanya ingin menempatkan
persoalan ini pada keadaan yang sewajarnya"
"Apa yang kau maksud dengan keadaan yang
sewajarnya itu?" bertanya Ki Buyut.
"Aku tidak akan mengadilimu. Sebaiknya kau
menghadap Sang Akuwu. Aku tidak tahu, apa yang akan
dilakukan atasmu" berkata Mahisa Agni.
"Persetan. Aku tidak mau. Lebih baik kau bunuh saja
aku di sini" geram Ki Buyut.
"Bukan kewajibanku" jawab Mahisa Agni, lalu
"sekarang aku minta kau menghentikan pertempuran itu.
Kau dapat memerintahkan orang-orangmu berhenti
melawan" "Gila. Kenapa bukan.orang-orang Ki Demung yang
diperintahkan untuk berhenti bertempur" geram Ki Buyut.
"Mereka akan berhenti jika orang-orang berhenti
melawan" sahut Mahisa Agni.
"Tidak. Aku tidak mau memerintahkan mereka berhenti
bertempur. Biarlah orang-orang Ki Demung habis
terbunuh" jawab Ki Buyut.
Mahisa Agni menarik nafas dalam-dalam. Ia melihat
kekerasan hati memancar di wajah Ki Buyut. Agaknya ia
sama sekali tidak ingin berbuat sesuatu yang akan dapat
membantu mempercepat penyelesaian pertempuran itu.
Karena itu, maka Mahisa Agnipun menjawab "Ki Buyut.
Jika kau tidak mau memerintahkan orang-orangmu untuk
berhenti bertempur, maka yang akan habis bukannya para
pengikut Ki Demung dan Ki Perapat. Tetapi yang akan
habis adalah pengikut-pengikutmu.Bebahu-bebahu yang
kau angkat, yang sebenarnya bukan haknya"
"Persetan. Bunuhlah semuanya. Aku tidak peduli" jawab
Ki Buyut "kau dapat membunuh aku juga jika semuanya
sudah terbunuh" Mahisa Agni menjadi termangu-mangu. Nampaknya Ki
Buyut memang sulit untuk mengerti. Karena itu, maka
Mahisa Agni itupun berkata "Baiklah Ki Buyut. Jika
demikian, kita akan membiarkan pertempuran itu
berlangsung. Biarlah diantara mereka mati sebanyakbanyaknya.
Dan kematian itu nanti akan menjadi
pertimbangan Akuwu, betapa dahsyatnya pertempuran
yang terjadi. Dan segala tanggung jawab akan dibebankan
kepada Ki Buyut" "Persetan" jawab Ki Buyut "aku sudah mati jika Akuwu
itu mendapat laporan apa yang terjadi di Kabuyutan ini"
Mahisa Agni mengerutkan keningnya. Tetapi ia
menyadari, bahwa hal itu akan dapat terjadi. Ki Buyut itu
mungkin sekali akan membunuh dirinya tanpa
menghiraukan apapun yang dapat terjadi.
Karena itu, maka Mahisa Agni harus mengambil sikap.
Sebelum hal itu terjadi. Adalah di luar dugaan Ki Buyut,
bahwa tiba-tiba saja Mahisa Agni telah meloncat
menggapainya. Dengan tangan sebelah, Mahisa. Agni telah
menerkam tengkuk Ki Buyut Satu hentakkan telah
menekan urat dipangkal leher Ki Buyut.
Ki Buyut tidak tahu apa yang telah terjadi atas dirinya.
Tetapi tiba-tiba saja ia merasa tubuhnya bagaikan lumpuh.
Meskipun ia tidak tertidur, namun rasa-rasanya ia tidak
dapat berbuat sesuatu. Bahkan berdiripun ia tidak sanggup
lagi. Mahisa Agnilah yang kemudian menolong memapahnya
dan kemudian meletakkannya di pendapa, duduk sambil
bersandar tiang. "Ki Buyut" desis Mahisa Agni "aku dapat membuatmu
tidur dan tidak menyadari apa yang terjadi dengan satu
pijitan yang lain. Tetapi akupun dapat membuat uraturatmu
tidak bekerja sehingga kau seakan-akan menjadi
lumpuh. Duduklah, dan jagalah agar kau tidak terjatuh.
Jika kau tidak berusaha untuk banyak bergerak, maka kau
akan dapat bertahan duduk untuk beberapa lama"
"Persetan. Licik" geram Ki Buyut.
"Jangan mangumpat begitu. Lebih baik .kau
memerintahkan orang-orangmu berhenti bertempur
sebelum Korban akan jatuh lebih banyak lagi" sahut
Mahisa Agni. Lalu "Semakin banyak korban yang jatuh,
semakin berat tanggung jawabmu"
"Kau yang harus bertanggung jawab" geram Ki Buyut.
"Aku akan pergi sebelum Akuwu datang. Ki Demung
dan Ki Perapatlah yang akan menemui Akuwu, atau akan
membawa kalian menghadapinya, jika Akuwu
menghendaki. Ki Demunglah yang akan menjawab semua
pertanya an Akuwu tentang kalian dan tentang apa saja
yang telah kalian lakukan di sini. Terakhir adalah usahamu
melepaskan pemimpin perampok itu. Adalah tidak masuk
akal jika seorang Buyut melepaskan seorang pemimpin
perampok yang telah merampok di salah satu padukuhan
yang terletak di dalam lingkungan Kabuyutannya"
"Persetan. Aku tidak peduli" geram Ki Buyut.
"Baiklah. Dan perhatikan pertempuran itu. Kau lihat,
bagaimana anak muda itu bermain-main dengan Ki
Jagabaya?" bertanya Mahisa Agni.
Ki Buyut tidak menjawab. Tetapi iapun sempat
memperhatikan apa yang terjadi dengan Ki Jagabaya.
Agaknya Mahisa Bungalan dengan sengaja ingin
menunjukkan kepada Ki Jagabaya bahwa kesombongannya
sama sekali tidak seimbang dengan kemampuannya.
Karena itu, maka setiap kali ujung senjata Mahisa Bungalan
telah menyentuh kulitnya. Meskipun ujung senjata itu tidak
mengoyak kulitnya itu, namun sentuhan itu telah
meninggalkan luka betapa tipisnya, sehingga darahpun
telah mengembun di luka itu.
Mahisa Bungalan yang masih muda itu, ternyata mampu
menahan diri, justru setelah ia melihat keadaan lawannya.
Meskipun kesombongan masih nampak pada sikap dan
kata-katanya, tetapi Ki Jagabaya tidak dapat mengelakkan
kenyataan, bahwa tubuhnya telah berdarah di beberapa
tempat. Lengannya, pundaknya, dadanya dan bahkan
punggungnya. "Menyerahlah" geram Mahisa Bungalan "lihatlah, Ki
Buyut sudah duduk di pendapa. Justru beristirahat dengan
tenangnya melihat kau yang semakin banyak menitikkan
darah. Kenapa kau tidak berhenti bertempur, menyerah dan
beristirahat?" Ki Jagabaya menggeram. Ia menghentakkan
kemampuannya menyerang Mahisa Bungalan. Namun
justru senjata anak muda itulah yang menyentuh
lambungnya. Segores kecil. Tetapi menyakitkan. Bukan
sakit pada luka itu. Tetapi justru sakit di hati Ki Jagabaya
yang sombong. Sementara itu, Witantralah yang masih sibuk bersama
para pengikut Ki Demung. Setiap kali Witantra berusaha
untuk menahan agar tidak terjadi pembunuhanpembunuhan
yang tidak perlu. Sementara iapun sebenarnya
menunggu sikap Ki Buyut dan Ki Jagabaya.
"Cepatlah bersikap Ki Buyut" berkata Mahisa Agni.
"Aku tidak peduli" jawab Ki Buyut.
"Baiklah" berkata Mahisa Agni "aku akan turun ke
arena. Ki Jagabaya dan orang-orangmu akan mati di sini.
Sementara itu kau akan tetap hidup. Jika Akuwu tidak
dapat datang, maka kau dalam keadaanmu akan dibawa
menghadap untuk menerima hukuman, yang akan kau
jalani dalam keadaanmu sekarang. Tidak seorangpun yang


Panasnya Bunga Mekar Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

akan dapat mengobati lumpuhmu jika bukan aku sendiri"
Wajah Ki Buyut menjadi tegang. Tetapi ia masih tetap
tidak berdaya untuk berbuat sesuatu. Seakan-akan seluruh
tubuhnya memang sudah lumpuh.
"Pikirkanlah" berkata Mahisa Agni "selebihnya kau
harus mengetahui bahwa pada suatu saat kesabaranku akan
sampai ke batas. Dan aku akan berbuat sesuatu yang tidak
pernah kau duga sebelumnya. Terhadapmu dan juga
terhadap orang-orangmu"
Ki Buyut masih tetap berdiam diri. Sementara Mahisa
Agni berkata selanjutnya "Kau lihat orangmu yang paling
kau percaya. Ia tidak berdaya sama sekali menghadapi anak
muda itu. Lihatlah dengan seksama. Apakah kau kira anak
muda itu benar-benar bertempur. Bukankah ia sedang
bermain-main" Seperti juga saudaraku yang seorang itu. Ia
berada di antara mereka yang bertempur itu sekedar untuk
melerai kekerasan-kekerasan yang tidak perlu. Tetapi jika
sikapnyi berubah, dapat kau bayangkan, apa yang ajtan
terjadi" "Aku tidak peduli" Ki Buyut hampir berteriak.
"Baik" Mahisa Agnipun hampir berteriak. Lalu katanya
kepada Mahisa Bungalan "Mahisa Bungalan. Bawa
lawanmu kemari dalam keadaan yang tidak diinginkannya
sama sekali. Biarlah ia menjadi lumpuh dan tidak dapat
berbuat apa-apa. Kemudian kita bertiga akan rnengambil
sikap terhadap orang-orang padukuhan ini"
Perintah Mahisa Agni itu ternyata telah menggetarkan
hati Ki Buyut yang semula telah membatu itu. Ketika
Mahisa Bungalan kemudian mendesak Ki Jagabaya dan
dengan putaran senjatanya anak muda itu berhasil
melemparkan senjata Ki Jagabaya, maka tiba-tiba Ki
Buyutpun berdesis perlahan "Baiklah kami menyerah"
"Bagus" sahut Mahisa Agni "perintahkan kepada orangorangmu
sebelum mereka tertumpas habis dan semuanya
itu akan menjadi tanggung jawabmu"
Ki Buyut menarik nafas dalam-dalam. Tetapi ketika ia
melihat Mahisa Bungalan mengancam Ki Jagabaya dengan
senjatanya, maka iapun kemudian berkata "Kita menyerah"
Ki Jagabaya berpaling. Tetapi iapun tidak dapat berbuat
apa-apa lagi. Sakit hatinya bagaikan meretakkap tulangtulang
di dadu. Namun ia tidak dapat menerima kenyataan
yang dihadapinya. Bahwa orang-orang yang datang
bersama Ki Demung telah memenangkan pertempuran itu.
Kemampuan pengaruh sorot mata Ki Buyut tidak lagi dapat
menguasai kesadaran pribadi mereka, sementara
kepercayaan mereka terhadap senjata merekapun hampir
tidak berarti sama sekali. Meskipun jumlah mereka lebih
banyak, tetapi Ki Demung dan orang-orangnya benar-benar
telah berhasil menguasai mereka.
Dengan demikian, maka Ki Buyut dan orang-orangnya
itupun telah menyatakan menyerahkan diri. Mereka
kemudian berkumpul di pendapa, sementara senjata mereka
telah dikumpulkan pula. Mahisa Agni telah membebaskan
Ki Buyut dari kelumpuhannya, meskipun ia masih harus
mengawasinya, karena dalam keadaan tertentu, jika para
pengikut Ki Demung lengah, pengaruh sorot mata Ki Buyut
akan dapat menguasai mereka kembali.
Namun dalam pada itu, ternyata pertempuran itu telah
mengakibatkan beberapa orang terluka. Bahkan ada
beberapa diantara mereka yang menjadi parah.
Dengan obat-obatan yang ada, Witantra telah berusaha
menolong mereka, sehingga penderitaan mereka menjadi
agak ringan. Sementara Mahisa Agni berkata "Hari ini
kalian harus memanggil seorang tabib yang paling bandai di
daerah ini, sehingga ia akan dapat mengobati mereka yang
terluka sebaik-baiknya. Terlebih-lebih mereka yang terluka
parah dan tidak mampu lagi berbuat sesuatu"
Sementara itu Ki Buyut dan Ki Jagabaya duduk dengan
kepala tunduk. Mereka seolah-olah sedang mengenang
masa-masa lampau mereka. Saat-saat mereka mulai
memanjat ke jenjang kekuasaan di Kabuyutan itu. Namun
segalanya telah berakhir.
Ada semacam penyesalan menyelinap di hati Ki Buyut
Jika ia puas dengan keberuntungannya, bahwa ia telah
berhasil memikat hati anak Ki Buyut, tua dan kemudian
menggantikannya. Seandainya ia puas dengan kedudukan
itu dan kekuasaan yang diperoleh kedudukan itu.
Tetapi segalanya sudah terjadi. Dan ia tidak akan dapat
lari dari tanggung jawab, Apalagi tentang pemimpin
perampok yang telah dilepaskannya itu.
Ki Demunglah yang kemudian memberikan beberapa
keterangan tentang kehadirannya. Katanya "Aku tidak
sempat mengatakannya saat aku datang. Tetapi aku kira
kalian semuanya telah mengetahui, kenapa aku datang
bersama beberapa orang bersenjata, justru karena di rumah
ini ada beberapa orang bersenjata pula"
Ki Buyut sama sekali tidak menyahut. Bahkan kepalanya
menjadi semakin tunduk. Dalam pada itu Ki Demungpun berkata selanjutnya
"Sebenarnya hati kami telah terbakar oleh kemarahan. Jika
di sini tidak ada ketiga orang yang telah menolong kami
menyelamatkan Kabuyutan ini, maka keadaan kita tentu
sudah menjadi terlalu buruk. Tetapi kehadiran mereka telah
berhasil membatasi keadaan"
Ki Buyut hanya menarik nafas dalam-dalam. Dan Ki
Demungpun melanjutkan "Nah, segalanya terserah kepada
kebijaksanaan Akuwu. Kami akan menghadap dan
melaporkan apa yang telah terjadi di sini"
Memang tidak ada pilihan lain. Ki Buyutpun tidak dapat
mengelak lagi. Ketika ia bersama beberapa orang .
dipersilahkan masuk ke gandok dan diselarak dari luar,
maka Ki Buyut itupun kemudian duduk di sudut amben
sambil berdesah panjang. Tetapi yang terjadi sudah terjadi.
Ki Demung masih minta agar Mahisa Agni, Witantra
dan Mahisa Bungalan untuk tinggal beberapa saat lagi di
Kabuyutan itu sampai segalanya dapat diselesaikan dengan
Akuwu yang tentu akan mengambil sikap terhadap seorang
Buyut yang telah berbelok dari jalur jalan yang seharusnya
ditempuh. Ketika semuanya telah dikemasi, maka Ki Demung dan
Ki Perapatpun segera berangkat menghadap Akuwu untuk
melaporkan apa yang telah terjadi di Kabuyutan mereka,
sementara Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalah
masih tetap berada di Kabuyutan itu.
Namun dalam pada itu, sambil menunggu Akuwu maka
Mahisa Bungalan telah pergi mengambil pemimpin
perampok yang telah tertangkap kembali, sementara orang
lain telah berusaha memanggil tabib yang dapat menolong
orang-orang yang terluka. Bahkan ada diantara mereka
yang terluka berat. Pemimpin perampok yang telah dibawa ke rumah Ki
Buyut itu tidak dimasukkan kedalam ruang yang sama.
Tetapi ia dibawa keruang yang lain, sementara Mahisa
Agni. Witantra dan Mahisa Bungalan dapat bertanya
kepada mereka tentang orang yang disebut Rajawali
Penakluk. "Orang itu sudah lama meninggalkan kami" berkata
pemimpin perampok itu. Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalan memang
tidak dapat memaksa orang itu untuk dapat mengatakan
sesuatu tentang Rajawali penakluk. Mereka percaya bahwa
Ki Dukut memang sudah meninggalkan para perampok
yang pernah diharapkan akan dapat membantunya. Namun
ia selalu mengalami kegagalan. Bahkan bersama orangorang
yang memiliki kemampuan dengan ilmu
hitamnyapuii, Ki Dukut tidak pernah dapat berhasil.
Karena itu, maka Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa
Bungalanpun tidak memaksanya untuk berbicara lagi.
Dibiarkannya pemimpin perampok itu untuk menunggu,
apa yang diperintahkan oleh Akuwu.
Jarak antara padukuhan itu dangan Pakuwon tidak
terlalu jauh, meskipun ternyata bahwa Ki Demung dan Ki
Perapat tidak segera dapat menghadap dan harus bermalam
satu malam. Tetapi Ki Demung dan Ki Perapat tidak mencemaskan
keadaan Kabuyutan mereka, karena di Kabuyutan itu
masih ada orang-orang yang sebenarnya memang memiliki
kemampuan yang luar biasa. Balikan sulit untuk
digambarkan. Di Kabuyutan, Mahisa Agni telah mengambil sikap
tertentu beberapa orang bebahu yang memang tidak terlibat,
telah membantu Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa
Bungalan menguasai keadaan di Kabuyutan itu.
Peristiwa yang terjadi di rumah Ki Buyut itu memang
tidak dapat dibatasi di dalam dinding halaman saja. Karena
dalam waktu yang singkat berita itu telah menjalar sampai
keseluruh daerah Kabuyutan. Berita yang tidak jelas telah
menjalar dari mulut kemulut. Tetapi berita itu telah
berkembang dan berubah sesuai dengan orang-orang yang
menerus, kan berita itu. Ada yang berpihak kepada Ki
Buyut, dan menyiarkan berita, seolah-olah Ki Demung dan
Ki Perapat telah merebut kedudukan Ki Buyut dibantu oleh
beberapa orang tidak dikenal dan seorang pemimpin
perampok yang sakti. Tetapi orang lain mengatakan, bahwa
Ki Buyut telah bersekutu dengan sekelompok perampok
untuk merampok orang-orang di Kabuyutannya sendiri,
sehingga Ki Demung dan Ki Perapat terpaksa bertindak.
Sementara orang lain lagi mengatakan bahwa yang terjadi
sebenarnya adalah perebutan kedudukan berdasarkan
kepada kecurigaan yang tidak mendasar dan dendam yang
sebenarnya sudah berakar sejak nenek moyang Ki Demung
dengan keluarga Ki Buyut.
Karena itulah, maka para bebahu yang tidak terlibatpun
segera memanggil setiap pemimpin padukuhan ke rumah Ki
Buyut. Atas nama Ki Demung mereka memberikan
panjelasan, apa yang sebenarnya telah terjadi.
"Jangan membuat tanggapan menurut selera kalian
sendiri-sendiri" berkata seorang bebahu yang sudah lanjut
usia "kita harus mendudukkan peristiwa ini pada tempat
yang sebenarnya. Ki Buyut harus kalian lihat sesuai dengan
apa adanya" Orang-orang yang memang tidak menyukainya cepat
menyesuaikan diri dengan keterangan bebahu itu,
sementara yang lainpun kemudian melihat satu kenyataan,
bahwa Ki Buyut adalah seorang bekas perampok yang telah
memanfaatkan kedudukannya untuk mencari keuntungan.
Namun dengan sungguh-sungguh para bebahu berusaha
menenangkan keadaan, sehingga akhirnya kegelisahan
orang-orang diseluruh Kabuyutan itupun dapat diredakan.
Namun dalam pada itu, semalam suntuk hampir semua
laki-laki di Kabuyutan itu tidak ada yang sempat tidur.
Mereka siap untuk berjaga-jaga diseluruh Kabuyutan. Di
padukuhan-padukuhan besar dan kecil gardu-gardu
perondan menjadi penuh. Anak-anak muda berkeliaran di
mulut-mulut lorong, di gerbang-gerbang padukuhan dan
tikungan- tikungan. Bagaimanapun juga mereka
mencemaskan, bahwa ada juga beberapa pihak yang akan
memancing keuntungan dalam keadaan yang keruh.
Mungkin sekelompok perampok yang lain, mungkin orangorang
yang ingin melihat Ki Buyut bebas atau
kemungkinan-kemungkinan yang tidak diketahui lainnya.
Sementara itu, Mahisa Agni, Witantra dan. Mahisa
Bungalan masih tetap berada di rumah Ki Buyut. Mereka
menunggu Ki Demung dan Ki Perapat kembali dengan
membawa sikap sesuai dengan keputusan Akuwu.
Di pagi harinya, barulah Ki Demung dan Ki Perapat
sempat menghadap Akuwu. Mereka mengatakan apa yang
telah terjadi di Kabuyutan mereka dan memberikan
beberapa keterangan tentang Ki Buyut dan apa yang telah
dilakukannya di saat-saat terakhir.
"Apakah kau tidak berbohong?" bertanya Akuwu.
"Ampun Sang Akuwu. Hamba telah mengatakan apa
yang sebenarnya terjadi di Kabuyutan kami" berkata, Ki
Demung. Akuwu yang masih muda itu mengangguk-angguk.
Namun kemudian iapun memanggil seorang Senapatinya
sambil berkata "Bawalah dua orang pengawal. Lihatlah apa
apa yang terjadi di Kabuyutan itu. Laporanmu akan
menentukan keputusanku"
Ki Demung menarik nafas dalam-dalam. Ternyata
masalahnya tidak dapat selesai secepat dugaannya. Namun
bahwa Akuwu telah mengirimkan seorang Senapati, tentu
akan memberikan gambaran yang sebenarnya.
Demikianlah, maka yang datang ke Kabuyutan itu sama
sekali bukan Akuwu sendiri atau memerintahkan orangorang
Kabuyutan itu membawa Ki Buyut menghadap.
Tetapi ia masih memerlukan untuk melihat persoalannya
lewat seorang Senopatinya.
Namun ternyata Senopati itu telah melakukan tugasnya
dengan cermat. Ia telah bertemu dengan Ki Buyut dan para
pengikutnya. Berbicara dengan mereka dan berusaha
melihat persoalannya dengan sudut pertimbangan seorang
Senopati. Dalam pada itu, Senopati itu masih sempat juga
tersenyum sambil berkata kepada Ki Buyut di dalam ruang
tertutup, namun yang dapat didengar oleh Mahisa Agni den
beberapa orang lain di luar bilik itu "Jangan main-main Ki
Buyut. Aku tahu, bahwa kau mempunyai kekuatan yang
sangat berpengaruh pada tatapan matamu. Tetapi jangan
mencoba mempengaruhi aku untuk melepaskanmu, karena
dengan demikian akan berarti, bahwa aku akan kau adu
dan kau benturkan kepada orang-orang padukuhan ini"
Ki Buyut menarik nafas dalam-dalam. Kepalanyapun
kemudian tertunduk lesu. Ia tidak berhasil mempergunakan
sorot matanya untuk mempengaruhi Senopati yang
memiliki kepribadian yang kuat itu.
Karena itu, maka Senopati itupun justru menjadi lebih
berhati-hati menghadapinya.
Setelah semua pertanyaan dijawab oleh Ki Buyut yang
merasa tidak mampu mengelak lagi, maka Senopati itupun


Panasnya Bunga Mekar Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

telah diantar ke ruang yang lain untuk berbicara dengan
pemimpin perampok yang telah berada di rumah Ki Buyut
itu pula. Dari pemimpin perampok itu, Senopati itupun
mendapat beberapa penjelasan tentang Ki Buyut, dan apa
saja yang pernah dilakukannya sebelumnya.
Dengan demikian, maka bahan laporan Senopati itu
menjadi lengkap. Ia telah mengetahui apa yang pernah
dilakukan oleh Ki Buyut sebelum ia mendapatkan
kedudukan itu dan apa pula yang telah dilakukannya di
saat-saat terakhir. Karena itu, maka Senopati itu merasa, bahwa tidak ada
persoalan lagi yang harus dibicarakannya di Kabuyutan itu,
sehingga ia merasa perlu untuk segera minta diri.
Tetapi ternyata masih ada yang menarik perhatiannya.
Senopati itu melihat, ada tiga orang yang tentu bukan orang
dari Kabuyutan itu. "Kami memang bukan orang-orang Kabuyutan ini"
berkata Mahisa Agni. "Jadi, siapakah kalian dan apakah kepentingan kalian di
daerah ini?" bertanya Senopati itu kepada Mahisa Agni.
"Kami adalah pengembara. Kami mengembara dari satu
tempat ke tempat lain sekedar untuk melihat-lihat keadaan"
jawab Mahisa Agni. Tetapi kalian tentu mempunyai tujuan. Di Kabuyutan ini
kalian telah membantu membuka satu persoalan yang
sangat menarik. Namun apakah kalian berbuat seperti ini
pula di tempat yang lain" Atau kalian hanya sekedar ingin
melihat satu perubahan terjadi di satu tempat?" bertanya
Senopati itu. "Tidak Ki Sanak" jawab Mahisa Agni "kami tidak
pernah berbuat sesuatu jika kami tidak disentuh oleh satu
peristiwa yang menurut penilaian kami kurang sewajarnya.
Di Kabuyutan ini kami telah dicurigai. Namun justru
karena itu, kami dapat menduga, bahwa sesuatu telah
terjadi di daerah ini. Ternyata bahwa di daerah ini memang
menjadi sasaran perampokan, yang justru telah menyangkut
nama Ki Buyut itu sendiri"
Senopati itu mengangguk-angguk. Namun tiba-tiba saja
katanya "Kami tidak akan menolak keterangan itu. Meski
pun kami dapat mempunyai dugaan yang lain, bahwa
kalian adalah orang-orang yang mengembara, yang
bertualang dari satu tempat ke tempat yang lain untuk
mendapatkan kepuasan dalam benturan-benturan yang
terjadi di tempat-tempat yang kau datangi. Dengan
demikian maka kalian akan mendapat kan keuntungan
berupa apapun juga, misalnya upah dari mereka yang
pernah merasa kau tolong. Dalam hal yang terjadi di
Kabuyutan ini, misalnya, kau akan mendapat ucapan
terima kasih dari orang-orang di Kabuyutan ini, khususnya
dari Ki Demung dan pengikut-pengikutnya"
Witantra telah menggamit Mahisa Bungalan yang
bergeser setapak, sehingga anak muda itu telah
mengurungkan niatnya untuk menjawab.
Yang menjawab adalah Mahisa Agni "Ki Sanak.
Sudahlah. Jangan berprasangka begitu. Sebaiknya kalian
selesaikan tugas kalian di Kabuyutan ini. Setelah segalanya
selesai, maka kamipun akan meninggalkan tempat ini.
Sebenarnyalah bahwa kami tidak mengharapkan apapun
juga dari Ki Demung dan semua orang Kabuyutan ini.
Kami berbuat seperti yang kami lakukan, semata-mata
karena kami merasa bahwa menjadi kewajiban setiap orang
untuk saling membantu dalam keadaan yang pahit
terutama. Karena pada suatu saat. akupun tentu
memerlukan juga bantuan dari pihak yang sekarang masih
belum aku kenal" Senopati itu mengangguk-angguk. Namun katanya
"Baiklah. Tetapi aku minta kalian bersedia bersama kami
menghadap Akuwu. Mungkin Akuwu mempunyai
beberapa pertanyaan kepadamu dalam hubungan peristiwa
di Kabuyutan ini" Mahisa Agni mengerutkan keningnya. Katanya
"Sudahlah Ki Sanak. Jangan memperpanjang persoalan.
Kami merasa bahwa tugas kami sudah selesai. Biarlah kami
pergi meninggalkan Kabuyutan ini, dan mungkin kamipun
akan segera meninggalkan daerah Pakuwon ini. Seperti
yang kami katakan, bahwa kami mengembara tanpa tujuan,
semata-mata untuk melihat kehidupan mi dalam segala segi
dan ujudnya" Tetapi Senopati itu tersenyum. Katanya "Memang
menarik sekali. Tetapi sulit untuk dipercaya bahwa kalian
telah berbuat sesuatu sehingga kalian mempertaruhkan
nyawa kalian" "Sebaiknya Ki Sanak tidak usah menghiraukan kami"
jawab Mahisa Agni pula. Senapati itu mengangguk-angguk. Tetapi wajahnya sama
sekali tidak memberikan kesan keterbukaan hatinya.
Sehingga dengan demikian maka Mahisa Agni, Witantra
dan Mahisa Bungalan menjadi berdebar-debar.
Dalam pada itu, Ki Demung yang merasakan
pertolongan Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalan,
bukan saja karena mereka telah berhasil mengatasi
pengaruh Ki Buyut dan orang-orangnya, juga karena
mereka telah membantu menangkap pemimpin perampok
yang akan dapat menjadi saksi utama dari persoalan yang
sedang mereka hadapi di Kabuyutan itu, berusaha untuk
memberikan keterangan "Sebenarnyalah mereka adalah
orang-orang yang telah banyak berjasa dalam masalah ini,
sehingga segalanya dapat menjadi jelas"
Senapati itupun mengangguk-angguk pula. Tetapi ia
kemudian berkata "Baiklah. Aku percaya bahwa kalian
telah melakukan sesuatu yang menguntungkan di
Kabuyutan ini. Mungkin orang-orang Kabuyutan inipun
tidak akan mengatakan bahwa mereka telah memberi kalian
upah yang tinggi atas jasa-jasa kalian"
"Tidak" sahut Ki Perapat "kami tidak memberikan
ampun juga kepada mereka. Mereka datang tanpa kami
minta dan mereka melakukan segalanya atas kehendak
mereka sendiri" Senapati itu tertawa "Kalian adalah orang-orang
Kabuyutan yang masih diselebungi oleh sifat-sifat kalian
yang jujur dan tanpa prasangka apapun juga. Karena itu,
kalian justru mudah dikelabui orang yang kemudian kalian
anggap sebagai Buyut itu, ternyata telah menipu kalian
untuk waktu yang cukup lama. Hal ini dapat terjadi karena
kalian menanggapi perubahan keadaan dengan tanpa
prasangka apapun juga. Dan nampaknya orang lain telah
memanfaatkan sifat kalian itu sebaik-baiknya"
Ki Demung dan Ki Perapat mengerutkan keningnya.
Sementara Senapati itu berbicara selanjutnya " Ki
Demung. Kalian dan setiap orang di Kabuyutan ini tentu
merasa berhutang budi kepada ketiga orang ini. Dengan
demikian perasaan itu akan mengikuti kalian seumur hidup
kalian. Jika kalian mengupah seseorang, maka demikian
upah kalian serahkan, maka persoalannya sudah selesai.
Kalian sudah membeli apa yang kalian terima dari pihak
lain. Tetapi dengan berhutang budi, maka kalian akan
menjadi sumber pemerasan yang tidak ada keringkeringnya.
Pada suatu saat mereka bertiga akan datang dan
mengeluh karena sesuatu persoalan. Maka aku yakin
bahkan pasti, bahwa kalian akan memberikan pertolongan
yang berlebih-lebihan. Di saat lain, mereka akan datang
pula dengan cara yang sama, sehingga mereka akan
menerima pemberian kalian sebagai balas budi. Tetapi yang
akan mereka lakukan adalah berulang-ulang dan bahkan
berpuluh-puluh kali. Nah, apakah kira-kira yang akan
terjadi di Kabuyutan ini"
Ki Demung dan Ki Perapat tidak menjawab. Tetapi
mereka benar-benar memikirkan pendapat Senapati itu.
Apalagi, ketika Senapati itu berkata "Karena itu, sebaiknya
orang-orang Kabuyutan ini tidak usah memikirkannya.
Kami akan mem bawa ketiga orang ini menghadap Sang
Akuwu" "Tidak mungkin" tiba-tiba saja Mahisa Bungalan telah
menjawab. Tetapi Witantra menggamitnya sekali lagi sambil
berdesis "Biarlah diselesaikan oleh pamanmu Mahisa Agni"
Dalam pada itu, Senapati itupun berkata "Biarlah
Akuwu mengambil keputusan. Jika kalian memang tidak
bersalah, maka kalian tentu akan dilepaskan. Tetapi jika
penglihatan batin Akuwu yang tajam melihat, bahwa kalian
memang bersalah dan apa lagi terbiasa melakukan
pemerasan, maka kalian tentu akan menerima
hukumannya. Tidak seorangpun yang dapat lolos dari
tangannya. Meskipun Akuwu masih muda. tetapi ia
memiliki kelebihan dari kebanyakan orang"
Mahisa Bungalan menjadi tegang. Namun ia masih tetap
menahan hati. Seperti Witantra, maka iapun akan
menyerahkan semuanya kepada Mahisa Agni.
Dalam pada itu, Mahisa Agnipun berpikir sejenak. Dij
andanginya Ki Demung dan Ki Perapat berganti-ganti.
Nampaknya mereka telah terpengaruh oleh kata-kata
Senapati itu. Sehingga dengan demikian, mereka telah
menjadi berprasangka terhadap Mahisa Agni, Witantra dan
Mahisa Bungalan. "Ki Sanak" berkata Senapati itu "jangan membantah
lagi. Ikutilah kami menghadap Sang Akuwu"
Mahisa Bungalan terkejut ketika ia mendengar Mahisa
Agni menjawab "Baiklah. Kami tidak akan membantah
lagi" Senapati itu mengangguk-angguk. Katanya "Terima
kasih atas kesediaan Ki Sanak. Bersiaplah. Kita akan segera
berangkat" Ketika Mahisa Bungalan beringsut, maka Mahisa
Agnipun memberi isyarat kepadanya, agar ia tidak
menolak. Betapapun beratnya perasaan Mahisa Bungalan,
namun akhirnya iapun terpaksa mengikuti keputusan yang
sudah diambil oleh Mahisa Agni dan yang agaknya akan
dilakukan pula oleh Witantra mengikuti Senapati itu
menghadap Sang Akuwu"
Dengan demikian, maka Mahisa Agni, Witantra dan
Mahisa Bungalanpun segera bersiap pula. Mereka
membenahi kuda-kuda mereka dan diri mereka sendiri.
Sementara Ki Demung dan Ki Perapat hanya memandangi
mereka bertiga dengan hati yang gelisah dan penuh
kebimbangan. Dalam pada itu Mahisa Agnipun kemudian
mendekatinya sambil tersenyum. Katanya "Jangan
gelisahkan kami. Kami sudah berusaha berbuat sebaikbaiknya
bagi kalian. Tetapi ternyata yang kami lakukan itu
masih harus diusut oleh Akuwu"
Ki Demung menarik nafas dalam-dalam. Tetapi iapun
bergumam "Percayalah. Akuwu tentu tidak akan
menghukum orang yang tidak bersalah"
Mahisa Agni mengangguk. Jawabnya "Tentu. Kami
yakin, bahwa Akuwu akan bijaksana"
Namun -dalam pada itu. Mahisa Bungalan menjadi
Mahisa Agni menerima keputusan Senapati yang baginya
sama sekali tidak bijaksana.
Namun akhirnya, Mahisa Bungalanpun mengerti
maksud Mahisa Agni ketika pamannya itu sempat
membisikkan sesuatu ditelinganya. Meskipun demikian, ia
masih belum dapat menerima sepenuhnya keputusan
Mahisa Agni untuk mengikuti Senapati itu menghadap
Akuwu. "Jangan rendahkan wibawa Akuwu dihadapan orangorang
Kabuyutan yang sedang bergejolak itu" berkata
Mahisa Agni "karena itu, biarlah kita mengikutinya. Kita
akan dapat memisahkan diri kapan saja kita kehendaki
Senapati dan pengawalnya itu tidak akan dapat mencegah
kita lagi. Bahkan kita akan dapat kembali ke Kabuyutan
dan minta diri kepada mereka untuk meninggalkan daerah
ini" Witantra mengangguk-angguk, tetapi Mahisa Bungalan
hanya menundukkan kepalanya saja. la justru ingin
menunjukkan kepada orang Kabuyutan, bahwa yang
dilakukan oleh Senapati itu kurang adil.
Namun demikian, ia tidak mau membantah pamannya,
karena bagaimanapun juga Mahisa Agni mempunyai
pengaruh yang kuat sekali terhadap dirinya, sebagaimana
ayahnya sendiri. Demikianlah maka ketiga orang itupun mengikuti
Senapati yang ingin membawanya kepada Akuwu. Senapati
itu berkuda justru di belakang, sementara seorang
pengawalnya berkuda disampingnya, sedangkan
pengawalnya yang seorang lagi berkuda di paling depan,
diantara oleh Mehisa Agni, Mahisa Bungalan dan Witantra.
"Jangan berbuat sesuatu yang dapat menyulitkan kalian"
berkata Senapati itu setiap kali. Dan setiap kali pula
Witantra menggamit Mahisa Bungalan apabila ia berpaling
dengan wajah yang tegang.
"Kapan kita melepaskan diri dari keadaan yang
menjemukan ini paman" desis Mahisa Bungalan.
Witantra tersenyum. Katanya "Jangan tergesa-gesa.
Waktu masih panjang . Perjalanan ini baru saja kita mulai"
"Tentu kita tidak akan menunggu sampai kita memasuki
halaman istana Akuwu" gumam Mahisa Bungalan.
"Tentu tidak. Dihadapan kita itu adalah sebuah bulak
panjang" berkata Witantra "jika pamanmu Mahisa Agni
setuju, biarlah kita menyimpang di bulak itu"
Di luar sadarnya Mahisa Bungalan telah berpaling.
Justru karena itu, maka sikapnya telah menarik perhatian
Senapati itu, sehingga iapun mendekat sambil berkata
"Anak muda. sikapmu membuat aku curiga. Jangan kau
anggap bahwa aku adalah sedungu orang-orang Kabuyutan
itu, sehingga kau akan dapat berbuat apa saja yang kau
kehendaki" "Tetapi aku mengemban perintah Sang Akuwu untuk
bertindak terhadap siapapun yang menolak perintahku.
Termasuk kalian, karena tidak ada satu sebabpun yang
dapat menolong kalian dengan sikap khusus terhadap


Panasnya Bunga Mekar Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kalian" Yang menjawab adalah Witantra "Kami tidak akan
berbuat apa-apa yang barangkali tidak sesuai dengan
kehendakmu Ki Sanak. Kami sudah mengikut kalian sesuai
dengan perintah kalian"
Tetapi Senapati itu menjawab "Sikap kawanmu yang
muda itu menyinggung perasaan kami. Ia tidak menerima
hal ini dengan ikhlas dan penuh pengertian. Nampaknya ia
melakukannya dengan terpaksa karena kalian berdua, yang
tua-tua, bersedia melakukan perintahku"
"Apapun yang telah dilakukannya, tetapi kami
semuanya telah mematuhi perintah kalian" jawab Mahisa
Agni pula. "Ada dua kemungkinan" berkata Senapati itu
"melakukan perintahku dengan ikhlas dan mengerti artinya,
atau dibawah pengaruh kekuasaanku sehingga hal itu
dilakukan dengan terpaksa"
"Bagi Ki Sanak, tidak ada bedanya, apakah kami
mengikut Ki Sanak karena kami mengerti maksud Ki Sanak
atau karena kami menghormati kekuasaan yang ada pada
Ki Sanak" "Ada bedanya Ki Sanak" jawab Senapati itu "jika kalian
melakukan dengan pengertian, maka sebenarnya kami tidak
usah mengawasi kalian seperti mengawasi tawanan. Tetapi
jika kalian melakukan perintahku karena kekuasaanku,
maka kami harus mengawasi kalian yang setiap saat
mungkin sekali akan melarikan diri. Sikap itu nampak pada
anak muda itu. Nampaknya ia melakukan perintahku
karena ia takut melihat kuasaku dan kemampuanku
mempergunakan kekuasaanku. Karena itu, anak muda itu
perlu diawasi. Mungkin saja ia tiba-tiba memacu kudanya
dan melarikan diri, sehingga salah seorang dari kami harus
mengejarnya. Tetapi jika demikian, maka nasibnya akan
menjadi buruk. Ia akan diperlakukan dengan kasar, seperti
kami memperlakukan para perampok"
Mahisa Bungalan menggeram. Namun karena mereka
sudah memasuki bulak panjang, maka Mahisa Bungalan itu
ternyata tidak lagi dapat menahan hatinya, sehingga iapun
menjawab "Jangan terlalu meremehkan kami"
Jawaban itu benar-benar mengejutkan. Bahkan Mahisa
Agni dan Witantra pun telah terkejut. Tetapi kata-kata itu
sudah diucapkan oleh Mahisa Bungalan Bahkan katanya
kemudian "Kita sudah berada di bulak panjang"
"Anak muda" berkata Senapati itu dengan nada yang
agak keras "apakah kau mulai akan memberontak?"
"Kau sendirilah yang menggelitik aku untuk melakukan
sesuatu" jawab Mahisa Bungalan.
"Diamlah" berkata Senapati itu "pandanglah ke depan
atau tundukkan kepalamu. Jangan membuat aku marah"
"Kau juga jangan membuat aku marah" sahut Mahisa
Bungalan. Pengawal yang berkuda di depan tiba-tiba saja telah
berhenti dan memutar kudanya. Wajahnya yang gelap
nampak semakin buram. Dengan nada berat ia berkata
"Kau membuat jantungku berdegup semakin cepat. Tetapi
aku masih berusaha untuk menahan diri. Tetapi seandainya
sekarang juga Senapati memerintahkan, aku akan
membungkam mulutmu" Wajah Mahisa Bungalanpun menjadi marah. Namun
dalam pada itu ternyata Mahisa Agni dan Witantra tidak
lagi mencegahnya. Kedua orang tua itu telah membiarkan Mahisa Bungalan
menjadi marah karena tingkah laku Senapati itu. Sehingga
anak muda itupun berkata "Senapati. Sudah sampai saatnya
aku menentukan sikap. Aku tidak mau kau perlakukan
serjerti ini" "Gila" geram pengawal yang tangannya menjadi
gemetar. Senapati itupun menjadi marah pula. Dengan suara
bergetar ia berkata "Apakah kau benar-benar akan
memberontak" Mintalah pertimbangan kepada dua orang
tua-tau ini" Namun ternyata jawab Mahisa Agni telah mengejutkan
Senapati itu pula "Ki Sanak. Kaupun telah berbuat
melampaui batas kesabarannya. Anak itu sudah menahan
hati sejak ia mendengar niatmu untuk membawanya
menghadap Akuwu. Akulah yang memaksanya agar ia
menuruti perintahmu. Bukan karena kami merasa bahwa
kami tidak akan dapat melepaskan diri dari kuasamu, tetapi
kami masih menghormati kuasa Akuwu di hadapan orangorang
Kabuyutan yang sedang bergejolak itu. Jika kami
menolak perintahmu, maka wibawa Akuwupun akan
tercemar. Karena itu, maka kami telah berusaha
mebantumu mengangkat wibawa Akuwu lewat seorang
Senapatinya. Tetapi ternyata kau salah mengerti. Kau
anggap kami terlalu tidak berarti, sehingga seperti yang
dikatakan oleh anak muda itu, bahwa kau sudah
menggelitiknya untuk mengambil sikap"
Wajah Senapati itu telah membara. Dengan suara
lantang iapun kemudian berkata "Apakah dengan demikian
berarti bahwa kalian bertiga melawan kami setelah kami
tidak berada di Kabuyutan itu lagi"
Yang menjawab tegas adalah Mahisa Bungalan "Ya"
Senapati itu tidak menahan diri lagi. Dengan serta merta
ia memerintahkan kepada pengawal-pengawalnya
"Tangkap mereka bertiga dan perlakukan mereka sebagai
tawanan" Kedua orang pengawal itupun segera menempatkan
dirinya. Moreka masing-masing berada di tempat yang
berseberangan. Yang seorang mula-mula berjalan di depan
dan yang lain bersama Senapati berada di belakang.
Sejenak kemudian kedua orang itu telah berloncatan
turun dari kudanya. Agaknya mereka merasa lebih mudah bertindak atas ketiga
orang yang dianggapnya akan memberontak itu.
Sikap Senapati itu benar-benar telah menyakitkan hati
Mahisa Bungalan. Ia sama sekali tidak berbuat apa-apa. Ia
hanya memerintahkan kedua orang pengawalnya untuk
menangkap mereka bertiga.
Karena itu, maka Mahisa Bungalan yang muda itupun
kemudian berkata lantang "Paman. Silahkan keduanya
menunggu. Biarlah aku sendiri melayani kedua orang
pengawal yang sombong ini"
Kata-kata itu benar-benar menusuk jantung kedua orang
pengawal itu. Salah seorang dari keduanya berkata "Jika
kami membunuhmu, tidak akan ada seorangpun yang dapat
menyalahkan kami" "Tetapi juga sebaliknya" sahut Mahisa Bungalan tidak
kalah lantangnya "tidak seorangpun dapat menangkap kami
jika kami membunuh kalian bertiga"
Kemarahan kedua pengawal itu sudah sampai ke
puncaknya. Setelah mereka menambatkan kudanya, maka
merekapun segera bersiap untuk bertindak.
Sementara itu Mahisa Bungalanpun lelah turun pula dari
kudanya dan menambatkannya pada sebatang perdu di
pinggir jalan. Iapun segera pula mempersiapkan diri
menghadapi kedua orang pengawal yang datang dari
sebelah menyebelah. "Apakah kau benar-benar menantang kami berdua?"
bertanya pengawal itu. "Ya" jawab Mahisa Bungalan.
"Anak yang malang" desis pengawal yang lain "sikapmu
telah menjerumuskanmu ke dalam keadaan yang paling
parah. Kau sudah pantas dihukum mati"
Mahisa Bungalan sama sekali tidak menjawab. Namun
Musibah Baru 2 Pendekar Gagak Rimang 1 Lahirnya Sang Pendekar Istana Berdarah 2
^