Back To Libur 1
Olga 02 Back To Libur Bagian 1
BACK TO LIBUR 1. Back to Libur """"OLGAAA!"
Teriakan nyaring si Mami membuat Olga melompat kaget dari tidurnya. Saking kagetnya, Olga sampe nempel ke langit-langit.
"Olgaaa!" "Teriakan kedua lebih kenceng. Olga lebih kaget. Saking kagetnya, Olga sampe jatuh ke tempat tidur dan ngorok again!
"Olgaaa!" "Asamalakata, ada apa nih si Mami pake teriak-teriak" Kali ini Olga gak mental lagi. Dia duduk di tepi ranjang barang sebentar. Sesaat, seperti biasa, ia selalu bengong dulu saban terbangun di pagi hari. Kayak orang bego. Beberapa menit kemudian, baru deh ia sadar dan langsung ngelirik 'ke wekernya. Hampir jam tujuh! Ini kan hari pertama masuk sekolah. Pantesan si Mami udah berkoko senyaring itu.
""Olgaaaa! Kamu sekolah, nggak"" Gedoran di pintu makin kenceng.
Olga langsung mencari-cari sendalnya, lalu buru-buru bangun. Si Mami bisa senewen kalo dicuekin terlalu lama. "Iya, Miii, sebentar!" Olga berjalan terhuyung ke arah pintu. Mengintip sejenak dari lubang kunci. Wajah Mami keliatan ruwet banget kayak TIS.
"Kamu ini cewek cap apa, sih" Tiap pagi bangun siang!'" omel maminya ketika Olga ngeloyor ke luar kamar. Olga sejenak melirik Mami yang pagi-pagi gitu udah keringetan abis senam.
"Senam, Mi""
"Iya. Kenapa"" salak Mami galak. Si Mami emang paling sewot kalo urusan diet ketatnya itu diganggu gugat. Dan Olga paling demen ngegodain kalo maminya yang gendut itu sibuk ngurusin badan.
Olga pun buru-buru masuk ke kamar mandi sambil cekikikan. Ya, daripada disambit sendal sama Mami"
Di kamar mandi, Olga mulai jerat-jerit menyanyikan lagu ciptaan terbarunya dengan irama metal:
""Yeaah, gi tiap pagi kita senam "tung itung-itung biar langsing
gi tiap pagi bangun jam enam
ter muter-muter kayak gasing
oi, gak taunya bukan tambah ramping
lah malah bikin pusing."
"Mami yang lagi asyik-asyik senam, tentu sebel banget denger lagu Olga itu.
"*** "Pas nyampe kelas, kepala Olga masih pusing. Kayaknya shock banget dia harus ke sekolah sepagi itu, setelah libur panjang sebulan lebih. Ya, selama liburan itu emang Olga cuek banget. Gak pernah ngapa-ngapain. Bangun kadang jam sepuluh lebih. Itu juga karena gak enak sama Mami yang sengaja senam di depan pintu kamar Olga.
Kegiatan Olga selama libur paling cuma siaran aja. Selebihnya, ya di rumah. Sampe-sampe di rumah bosen banget ngeliat tampang si Mami. Mau ikutan Karang Taruna di lingkungan rumahnya, acaranya rapat melulu. Mau rencana bikin ini, rapat. Mau bikin itu, rapat. Tapi ya gak pernah jadi-jadi. Akhirnya Olga milih tiduran aja di rumah. Emang salah- juga tu sekolah ngasih liburan panjang banget. Pas masuk jadinya anak-anak udah kembali bego seperti sediakala.
Olga pun kembali tertidur di bangku.
"Ol, bangun, Ol!" Wina mengguncang-guncang pundak Olga.
Olga menggeliat malas. "Lo gimana, sih" Pagi-pagi udah ngorok". Abis jaga malem, ya"" Wina yang duduk di bangku sebelah nampak manis dengan pita pink di rambut. Tapi Olga gak nanggepin.
Wina segera menyeret Olga ke kantin.
"Aiii, Olga, kangeeen, deh!" Gaby centil berlari kecil ke arah Olga, dan langsung memeluk Olga ditambah sun pipi kanan-kiri.
"Ogut jugaaa...!" Kodri yang dandanannya ala desainer itu ikut-ikut berlari kecil menuju Olga dan... buk! Langsung kena bogem dari Olga.
"Aduh, jahat, ih, kamu!" Kodn meringis kesakitan sambil mengelus jidatnya yang benjo1.
"Siapa suruh ikut-ikutan centil!" bentak Olga galak.
Wina cekikikan. Dan di pagi itu yang cekikikan bukan cuma Wina. Anak-anak saling ribut jerit sana jerit sini, timpuk sana timpuk sini, sepak sana sepak sini, melampiaskan kangen. Olga ngeloyor aja ke kantin bareng Wina, ninggalin Kodri yang masih mengelus-elus jidatnya. Jam pelajaran pertama emang diisi kangen-kangenan. Gak di mana, gak ke mana orang-orang pada kangen.
"Heran, gue kok gak pernah ngerasa kangen ama siapa-siapa, ya"" ujar Olga sambil melangkah menelusuri koridor.
Wina melirik. Mengamati tampang Olga yang serius banget waktu ngomong tadi.
"Tapi kalo sama gue kangen, kan"" Wina mencoba mengusik. Olga mendesis, "Apalagi sama elo! Nggak, gue gak kangen!"
Wina jadi kuncup. Gak nya
ngka Olga bakal berkata seketus itu.
"Oii, Olga! Wina! Ke sini dooong!" teriakan Rudi nyaring dari ujung koridor.
Olga sama Wina menoleh. Dan di ujung koridor, dia ngeliat ada keramaian. Anak-anak ngumpul ngomongin sesuatu yang kayaknya penting banget. Kedua anak manis itu pun buru-buru menghampiri. Siapa tau ada pembagian jatah oleh-oleh.
"Ada apa, Rud" Pembagian jatah oleh-oleh, ya"" sembur Olga begitu nyampe.
Wina masih ngos-ngosan. "Yang lo pikir oleh-oleh melulu! Ayo, ikutan demonstrasi, Ol. Jangan sibuk di radio melulu, dong," ajak Rudi semangat.
""Demonstrasi" Demonstrasi apaan""
"Minta turun SPP, ya"" tanya Wina.
"Bukan. Gini, lho, anak-anak ceritanya mau pada protes karena liburan kemaren kelamaan"" jelas Rudi.
"Kelamaan" Kok protes"" Wina bertanya bego.
"Iya, dong. Bayangin aja, liburan satu bulan lebih! Apa gak kelamaan tuh namanya" Kalo mau ngasih libur, kira-kira, dong. Gue udah bosen kemping, ee sampe di rumah masih bengang-bengong aja. Gak ada kerjaan. Emangnya dikira kita seneng apa dibiarin cengok di rumah melulu" Mau berlibur ke luar negeri, gak punya duit. Apalagi si Ibrohim yang bawaannya gak punya duit melulu. Gimana cara dia ngisi liburan selama itu" Sebagian anak-anak malah ada yang sengaja bikin-bikin keributan di jalanan biar ada kerjaan. Kan bengong selama satu bulan lebih gak enak lho!"
Wina dan Olga mengangguk-angguk.
Wina ngangguk-ngangguk ngerti, sedang Olga ngangguk karena ngantuk.
"Udah gitu, pas masuk semua pelajaran yang udah kita terima dulu, jadi lupa semua. Gawat, kan" Makanya kalo ngasih libur tuh gak usah panjang-panjang. Pendek aja, tapi sering. Misalnya, tiap dua hari sekali, atau tiap Sabtu Minggu kita diliburin. Kan lebih enak, daripada dirapel selama satu bulan penuh!"
"Ya, ya, betul juga!" ujar Wina.
"Emang betul. Makanya kalian berdua ikutan gabung, dong! Kita ceritanya mau protes sama Kepsek, minta kebijaksanaan!" ujar Rudi makin semangat.
"Gimana, Ol"" Wina minta pendapat Olga.
Dan ternyata anak itu udah ketiduran di pojok koridor.
"*** ""Mau ngapain sih kita"" bisik Olga di tengah gerombolan anak-anak yang berduyun-duyun sambil mengacung-acungkan poster protes di lapangan sekolah.
Wina yang memaksa Olga ikutan demonstrasi itu jelas sebel banget. "Gimana sih lo, Ol" Kita mau demonstrasi nih!"
"Gue ngantuk, Win."
"Cuci muka, gih!"
"Cuciin, dong!"
Sementara anak-anak mulai teriak-teriak memanggil Kepsek.
"Wahai, Bapak Kepalanya Sekolah," teriak Rudi lantang. "Kami protes berat atas panjangnya liburan yang diberikan kepada kami."
"Ya, Bapak Kepala Sekolah! Gara-gara terlalu panjangnya liburan itu, sebagian dari kami tambah bego!" jerit Kodri yang congornya pas di kuping Olga. Olga jadi sebel.
"Iyaaaa, Bapak Kepala Sekolaaaah!!!" balas Olga menjerit pas di kuping Kodri.
"Ol, kamu teriaknya jangan di sini, dong!" Kodri kupingnya merasa pekak.
"Kamu juga jangan teriak-teriak di kuping saya! Mana belum sikat gigi, lagi!" hardik Olga lebih galak.
Wina yang mulai larut dalam aksi protes itu gak gitu merhatiin sobatnya yang tengah bersitegang.
"Bapak Kepala Sekolah...," Wina mulai ikut-ikut teriak, "liburnya jangan panjang-panjang, dong! Pendek-pendek aja! Eh, Ol, lo gak ikutan teriak""
Olga yang ditanya diem aja.
"Ol, lo gak ikutan teriak"" tanya Wina lagi.
"Saya bukannya gak mau ikutan. Percuma, Kepseknya belon keluar."
"Kita latihan dulu, Ol."
"Ogah. Saya kan udah sering teriak-teriak di kamar mandi."
Ya, walau anak-anak pada teriak mengumbar macam-macam keluhan, Kepsek belum juga muncul.
"Bapak Kepala Sekolaaaah, keluar, dong! Dengarkan keluhan kami!" teriak anak-anak serempak. "Kita kan capek teriak-teriak dari tadi!"
"Ah, ga seru kalo teriak-teriak Kepseknya gak ada," ujar Olga pelan.
"Iyaaa, gak seru Kepseknya gak adaaaa!" sambut anak-anak.
"Gak asyik kalo protesnya ga ditanggepi"," kata Olga lagi.
"Gak asyiiik kalo protesnya gak ditanggepiiin!" teriak anak-anak.
"Sama juga bo'ong," timpal Olga.
"Sama juga bo'ooooong!" lanjut anak-anak.
Tapi Bapak Kepsek masih belon keluar juga. Sementara anak-anak sudah keabisan kata-kata untuk dil
ontarkan dalam aksi protes liburan panjang ini. Olga juga.
"Ayo, dong, Ol. Ngomong lagi. Apaan aja, deh. Ntar anak-anak pasti ngikutin. Gak seru kalo protes gak sambil teriak-teriak," mohon Rudi yang sejak pertama teriak emang gak ganti-ganti. Kata-katanya itu melulu.
""Saya udah keabisan perbendaharaan kata buat protes," tukas Olga.
"Duh, gimana, dong!"
Wina sendiri asyik ngebuka Kamus Besar Bahasa Indonesia guna mencari-cari kata baru.
Setelah anak-anak hampir putus asa, Kepsek tiba-tiba keluar.
"Horeeee, hidup Kepsek!" sambut anak-anak.
"Ah, akhirnya keluar juga," tukas Rudi mulai semangat lagi. "Ayo, Anak-anak, kita teriak lagi!"
"Eh, Rud, gue gak ada kata-kata lagi, nih," kata Wina yang ternyata gak sukses nyari kosa kata di kamus.
"Gak apa-apa. Yang tadi-tadi aja!"
"Bapak Kepala Sekolah, kami mau protes, karena liburan kemaren terlalu panjang. Sehingga kami bingung mau ngapain. Mau jalan-jalan kalo sebulan kelamaan. Di rumah aja, suntuk. Mau baca-baca, kok, liburan baca-baca, sih" Nah, apalagi pas masuk, kami udah lupa sama pelajaran yang pernah diajarin. Belon lagi temen-temen yang hobi nongkrong di pinggir jalan, lebih gila lagi..."
"Wina..." Rudi memotong.
"Dan selama liburan itu kami lebih sering diomelin sama orangtua, karena mereka empet banget ngeliat kita yang kerjanya tidur atau makan melulu. Nah, kami mohon kebijaksinian, eh, kebijaksanaan Bapak untuk jangan ngasih libur kelamaan!"
"Wina..." "Andai liburan itu terus-terusan panjang, kami gak tau gimana nasib kami dalam mengisinya nanti..."
"Wina... " "Pokoknya kami ingin liburan itu diperpendek, tapi dipersering!"
"Wina... " "Apaan, sih"!"
"Teriaknya gantian, dong. Yang lain kan belon kebagian teriak!"
"0, sori, deh. Napsu, sih!"
"Oke, sekarang giliran gue yang teriak," kata Kodri selanjutnya. "Bapak Kepala Sek..."
"Tenang! Tenang! Apa sih maunya kalian"" Kepsek naik ke atas podium. Menenangkan massa dengan gayanya yang khas. Biasa, sok wibawa.
"Begini, Pak! Kami mau protes karena liburan kepanjangan! Kami jadi bego, lupa sama pelajaran-pelajaran yang pernah kami terima. Kami mohon kebijaksanaan ngasih liburan itu ditinjau kembali!" teriakan Rudi kedengeran paling kenceng.
""Aduh, aduh! Kayaknya masalah ini tidak bisa dibicarakan sekarang. Kalau itu yang kalian inginkan, nanti akan Bapak rapatkan dengan dewan guru. Tapi tidak bisa sekarang, karena Bapak lagi sibuk sama urusan lapangan olahraga yang mau dibongkar. Dan untuk kelancaran pelaksanaan pemugaran tersebut, maka untuk sementara seluruh kelas diliburkan lagi selama seminggu penuh, Anak-anak!"
"Hah" Liur lagi" Horeee, kita libur lagi!" Anak-anak spontan berteriak riuh kegirangan.
"Olgaaaa, kita libur lagi!" Wina mengguncang-guncangkan pundak Olga yang ketiduran di pinggir lapangan.
Olga kaget. Sesaat, seperti biasa, bengong dulu kayak orang bego. Beberapa menit kemudian, baru deh sadar dan menatap ke arah Wina. "Apa tadi lo bilang" Libur lagi""
"Iya, kita libur lagi!"
"Kebetulan, gue masih ngantuk."
Sementara anak-anak cowok asyik jejingkrakan.
"Horeeee...!" "Kita kemping lagi, yuk"" teriak anak cowok.
"Eh, jangan! Kita ke Puncak aja!"
"Horeee! Horeee!"
"Dan anak-anak pun dengan riang gembira buru-buru mengambil tasnya di kelas, berhamburan pulang. Tentunya dengan sejuta rencana yang ada di otaknya!
"2. Gak Balik Modal "DIROKUM dinukum waliadin, eh, di rokum Wina, ceritanya Olga lagi ngisi sisa-sisa liburannya dengan piknik ke rumah Wina. Rumah Wina emang enak buat piknik. Hawanya sejuk, sepi, dan gak banyak orang. Kadang Olga suka seharian nongkrong di rumah Wina. Gak peduli Wina dah bosen ngeliat tampangnya.
"Ol, udah sore, tuh," usir Wina.
"Cepet, ya" Eh, kalo sore-sore begini paling enak ngapain""
"Tau!" "Main yoyo." Olga emang udah sedari pagi tadi terus-terusan belajar main yoyo di kamar Wina. Walhasil, beberapa barang kesayangan Wina pada berantakan kesenggol yoyo yang melayang ke sana kemari. Tak urung, batok kepala Wina udah tiga kali kena sambar.
Makanya Wina udah empet banget ngeliat tampang Olga. Abis kerjaannya main yoyoooo melulu. Gak bosen-bo
sen. Adat si Olga emang gitu. Kalo lagi suka sesuatu, tekunnya minta ampun.
Gak berhasil ngusir Olga secara baik-baik, Wina ingin mencoba dengan cara yang rada gak baik.
"Ol, lo gak pulang" Kan udah sore. Apa gak bosen main yoyo terus""
"Enggak, tuh!" "Tapi saya bosen, Ol."
"Kalo bosen istirahat aja dulu. Atau tiduran, kek."
Huh, percuma aja ngusir Olga pake sindiran. Tapi kalo mau diseret ke luar, kesannya gak etis. Biarlah Olga terus main yoyo. Saya mau baca-baca dulu, batin Wina.
Wina menggelar koran sore yang udah dari tadi dikempitnya. Sebenarnya Wina pengen baca sendirian sambil tiduran di ranjang. Tapi Olga dari tadi belajar main yoyo terus sambil berdiri di atas ranjang.
Ya, udah. Terpaksa Wina menggelar koran yang hendak ia baca di karpet. Tampaknya emang ada sesuatu yang menarik dari isi koran sore itu. Apa tentang Irak yang jadi jagoan di Teluk" Apa tentang penjurusan di SMA yang mau dihapuskan" Apa tentang gagalnya PSSI yang tanding di Asean Games" Bukan. Uu semua tak menarik di mata Wina. Ya, mau ada perang kek, mau jurusan-jurusan SMA diilangin, mau PSSI nggak gablek main bola, semuanya sebodo amat. Karena yang dicari-cari Wina dalam koran sore itu adalah iklan lowongan kerja! Wina emang lagi napsu mo kerja. Karena Wina sebel banget ngeliat Olga yang tiap bulan udah dapat "uang tetap" dari kerjaannya di radio. Hingga kalo mo beli apa-apa, Olga gak perlu lagi merengek-rengek sama Papi-Mami. Meski Wina anak orang kaya, tapi jelas dia gak bisa sebebas Olga dalam memanfaatkan uang jajan. Kadang sebulan Olga bisa beli sepatu kulit dua biji. Asli kulit kakek-kakek!
Makanya Wina dendam banget pengen nyari kerjaan apa yang cocok. Pernah, sih, ditawarin siaran. Tapi Wina-nya ogah. Katanya kerja penyiar kayak orang gila. Ketawa sendirian, ngocol sendirian. Padahal, bukannya Wina ogah, tapi emang suara Wina aja yang kelewat cablak.
Bisa dapet duit dari hasil kerja sendiri emang enak. Meski bayarannya gak seberapa tapi bangga. Bisa nyari duit sendiri. Bisa berguna buat orang lain. ,
Olga yang kini tengah istirahat dari aktivitas main yoyo dan, alhamdulillah, nggak bisa-bisa, iseng-iseng ngintip apa yang dibaca Wina sambil tengkurep di karpet. Dia heran ngeliat Wina yang serius melototin koran sore itu.
"Lo masih penasaran mau cari kerja""
"Ya." ""Lo kenapa gak bilang-bilang dari dulu""
"Emang ada lowongan""
"Ada." "Di mana""
"Di goal!" Wina cemberut. Sial, makinya dalam hati. Udah tau orang lagi sebel. Sebel sama dia yang dari tadi gak mau pulang-pulang. Sebel sama dia yang udah bisa dapet duit sendiri. Sebel sama yoyonya yang udah bikin benjol kepala Wina tiga biji.
"Kerja di kantor pos saja, Win."
"Serius, Ol. Gue lagi serius, nih!"
"Gue juga serius. Di kantor pos ada lowongan. Kerjanya ringan bayarannya lumayan. Ini kalo lo mau."
"Kerja apa""
"Gampang. Lo cuma disuruh berdiri di pojokan, dan menjulurkan lidah. Buat nempelin prangko. Di kantor pos kebetulan keabisan lem."
"Olgaaaaa..." "Apaaaaa..." ""Lo kan tau kalau becanda ada tempatnya""
"Di mana tempatnya" Di kantor pos""
Wina memalingkan wajahnya. Dan mencampakkan koran sore itu ke wajah Olga.
Olga mengambil koran itu dan berniat membantu mencarikan iklan lowongan. Ternyata ada!
"Win, ada lowongan! Bener gua gak bo'ong," tukas Olga seraya menyerahkan koran sore itu.
Wina cuek. "Lo kira gua bo'ong, ya" Ini koran, Win. Mana ada koran bo'ong. Atau, gimana kalo saya bacain""
Wina diem aja. "Win, lo masih punya niat mau kerja, kan" Ini ada lowongan, kerja di pameran, Win. Beneran. Kamu mau denger, kan" Ta' bacain, ya""
Wina masih diem. Tapi Olga sudah berniat akan membacakan iklan lowongan itu.
"Denger, ya, Win. Dibutuhkan segera berapa gadis menarik untuk ditempatkan di bagian sales promotion. Syarat-syaratnya... kamu denger, gak, sih""
"Denger." "Mana tadi" Syarat-syaratnya, tamatan SMA, tapi SMP juga boleh. Berdomisili di Jakarta. Menguasai minimal dua bahasa. Setidak-tidaknya bahasa Inggris dan bahasa prokem. Punya kendaraan. Bersedia ditempatkan di mana saja..."
"Apa lagi"" Win mulai tertarik.
"Bersedia tidak dibayar!"
" Olgaaaaa!!!" Wina mengejar-ngejar Olga. Olga berlari menyelamatkan diri menuju pintu luar, terus balik lewat pintu samping, masuk ruang tengah, ngiter-ngiterin dapur, loncat ke taman belakang dan finish ke kamar Wina lagi.
Baru saja Wlna hendak memukul Olga dengan sapu lidi satu biji, terdengar klakson pos tercatat.
Mami Wina teriak dari depan, "Wiiiiin, ada surat dari Diahasut!"
"Ha" Diahasut"" Wina terlonjak, dan buru-buru meninggalkan Olga yang ngumpet di kolong meja. Dia menyambar surat itu dari tangan maminya. Ya, beberapa waktu yang lalu, ia bersama Olga emang sempet ngirim lamaran ke perusahaan mobil Diahasut, buat jadi penjaga stand kalo pas ada acara-acara pameran.
Dan ternyata, pas surat itu dibuka, Wina melonjak-lonjak kegirangan. "Hore! Hore! Gile, Ol, gua dapat panggilan. Eh, lo kan juga ikut ngelamar waktu itu. Dapat panggilan juga nggak""
Olga yang udah keluar dari persembunyiannya itu jadi inget. Ia pun buru-buru nelepon ke rumah. Nanyain ke Mami, apa ada surat yang datang.
"Ada, Ol. Surat kabar," jawab Mami di ujung telepon.
"Bukan itu, Mi."
"Oo, surat cintanya si Somad bin Indun" Ada nih. Sekaligus lima seri."
"Bukan. Surat panggilan dari Diahasut!"
Ternyata ada. Mereka berdua pun melonjak-lonjak kayak harga minyak. Kegirangan.
"*** "Yang dapet surat panggilan kayak gitu, ternyata bukan hanya Olga dan Wina. Buktinya hari itu, beberapa cewek kece datang ke perusahaan Diahasut untuk ikut tes saringan. Yang ikutan bejibun, padahal yang dibutuhkan cuma sepuluh orang. Apa gak susye, tuh"
Soalnya sekarang ini, siapa sih, yang gak butuh kerja" Jadi begitu kesempatan dibuka, ratusan mendaftar. Walhasil, Olga dan Wina yang udah dandan menor, sibuk menunggu panggilan masuk di ruang tunggu yang mewah. Dingin ber-AC. Ya, kenapa tu anak dua dandan centil begitu, karena biasanya tes-tes untuk kerja jaga pameran yang dinilai tak lepas dari penampilan. Makanya, saat berangkat tadi, Olga sama Wina malah sibuk beli baju, sepatu kulit, rok, kosmetika, parfum, dan aksesori lainnya. Alasannya, biar penampilan lebih meyakinkan. Untuk memenuhi itu semua, gak lain yang kena todong adalah Mami. Untung Olga masih punya simpanan. Yang bener-bener jebol adalah kantong maminya Wina.
"Yah, nanti juga kalo udah keterima dan dapat gaji, Wina ganti, Mi," rayu Wina waktu maminya ragu-ragu ngasih subsidi. Si Mami yang dasarnya emang sayang sama Wina, kena pengaruh. Uang pun berhamburan dari dompetnya.
Tapi mami Wina sebetulnya gak perlu kecewa kalo tau gimana seriusnya Wina sama proyek satu itu. Olga aja yang nekat mau pake sepatu roda ke tempat tes, kena damprat abis-abisan.
"Lo jangan gila, deh, Ol!" bentak Wina sengit.
"Pake sepatu roda masa gila, sih""
"Pokoknya kalo lo masih nekat pake sepatu roda, mending lo berangkat sendiri, gih!" ancam Wina.
"Olga yang punya niat numpang di Wonder kuning Wina akhirnya ngalah. Nggak pake sepatu roda. "Tapi pake sepatu bot," kata Olga. Wah.
Wina lagi-lagi cemberut. "Jangan becanda terus dong, Ol!" Wina akhirnya merajuk.
"Iya, deh, enggak," jawab Olga.
Lama juga mereka menunggu, sebelum akhirnya dapet giliran. Begitu nama mereka dipanggil, mereka dipersilakan masuk ruangan yang ditunggu seorang bapak yang dandan kelimis. Kemudian dua anak itu diukur tinggi dan ditimbang beratnya. Juga diminta membaca sederetan kalimat Inggris.
Tes selanjutnya mereka disuruh jalan mengelilingi setengah ruangan.
"Wah, kok kayak peragawati"" bisik Wina pada Olga.
"Mungkin dia pengen lihat cara jalan kita, Win. Dibagus-bagusin aja. Jangan dingkring."
Maka mereka berdua berjalan ala peragawati. Melangkah, berputar, sambil sesekali mengerling centil sama yang ngetes.
Sampe yang ngetes manggut-manggut kagum. Abis, pikirnya, tu anak dua jalannya kayak hansip baris.
Setelah itu, keduanya diminta ngocol pura-pura ,mempromosikan produk baru yang bakal dipamerkan. Dan bapak yang ngetes pura-puranya jadi pembeli.
Kebetulan, di ruangan itu ada contoh mobil yang bakal dipamerkan.
Olga. langsung mulai, dengan gaya kayak orang jual obat. "Ayo, siapa mau beli! Siapa mau beli! Ini mobil mobil bagus, lh
o, Pak. Rodanya aja empat. Kalo jalan muter semua. Kacanya bisa tembus pandang. Mesinnya yahud, semua terbuat dari besi. Nggak ada yang terbuat dari ongol-ongol. Anti karat. Larinya lebih cepat dari sepeda. Tahan panas dan hujan," sesumbar Olga yang dapet giliran pertama.
E, si bapak itu dengan enaknya tau-tau menyangkal kocolan Olga yang udah setengah mati ngepromosiin. "Ah, masa, sih" Itu kan mobil murahan."
"Lho, Bapak enggak percaya"" ujar Olga sebel.
"Enggak. " "Kalo gitu sama. Saya juga nggak yakin ni mobil bagus apa enggak," sahut Olga kalem.
Bapak itu bengong. "Wah, jangan gitu, dong. Nanti barangnya gak ada yang beli. Kamu harus menangkis semua serangan dengan argumentasi yang kuat."
""Abis Bapak ngeselin, sih." .
"Ya, namanya aja tes. Kalo gitu coba kamu yang menawarkan," kata bapak itu sambil menunjuk ke Wina.
Wina siap-siap. . . "Ini lho mobil paten. Bahan bakarnya irit. Maklum bikinan Yahudi. Pintunya juga gampang dibuka, kalo ditendang. Ada videonya, lagi, kalo situ mau pasang sendiri. Harganya juga murah meriah. Gak lebih dari seratus juta. Bisa diangsur, asal kontan," kocol Wina.
Si Bapak manggut-manggut.
"Bahan bakarnya apa"" tanya Si Bapak.
"Solar!" Wina menjawab mantap.
"Aduh salah, Nak. Sedan canggih begini masa bahan bakarnya solar" Bensin, dong. Mesinnya kan bukan disel," ralat bapak itu.
"Ah, solar." "Bensin!" "Solar!" kata Wina ngeyel.
"Bensin," si bapak nggak kalah ngeyel.
"Solar. Asal diisi solar, pasti jalan. Coba aja!" jawab Wina kesel.
Si bapak geleng-geleng kepala. Pusing juga dia ngetes dua cewek gokil ini. Kok, ya ada yang kayak gitu. Biasanya sih, orang yang dites nurut-nurut. Ini malah ngelawan terus. Tapi kelihatannya Si bapak suka. Biar keliatan bandel, kedua anak ini nampak cerdas dan nggak malu-malu. Sebab, beginilah yang dicari buat jaga pameran. Pasti mereka bisa menghasut orang supaya beli barang yang dipamerkan. Dan tambahan lagi dua-duanya kece. Kurang apa lagi"
Tanpa sadar, si bapak manggut-manggut.
"Kalian tunggu di luar. Hasilnya akan langsung kami umumkah hari ini."
Olga dan Wina keluar. Dan pas pembagian amplop yang isinya hasil tes, ternyata Wina dan Olga keterima. Yuhuuu, kedua anak itu langsung spontan berpelukan.
"*** "Sampe di rumah, Wina buru-buru mencium maminya.
"Selamet, Mi, keterima!" kata Wina semangat.
"Wah, asyik, dong. Duit Mami bakal diganti, kan""
"Pasti, Mi. Tapi Mami mau kan nyiapin duit lagi buat selametan" Ya, sekadar ngucapin syukuran sama Tuhan." .
"Wah, kok pake selametan segala""
"Iya, dong, Mi. Kita kan harus selalu bersyukur sama Tuhan," paksa ,Wina.
"Mami ngalah lagi. Selametan jadi dilangsungkan. Mami Wina bener-bener dibuat puyeng. Soalnya, kerja aja belum, tapi duit yang keluar udah seabrek-abrek. Sampe duit Mami jebol. Makanya walau Mami bangga dengan diterimanya Wina kerja, tapi sebenarnya rada sebel juga. Doi merasa dikerjain. Jangan-jangan itu cuma alasannya Wina untuk minta dibelikan macem-macem.
*** "Lebih seminggu menunggu sambil ditraining, akhirnya saat pameran itu tiba. Wina dan Olga langsung sibuk di depan cermin. Berusaha dandan sekec"e mungkin. Itung-itung buat modal mejeng, selain jaga pameran. Cowok yang dateng pasti bakal keren-keren. Siapa tau ada pengusaha muda yang kepincut.
"Ol, buruan, dong. Nanti kita telat, nih!" pinta Wina cemas. Padahal dia sendiri masih sibuk memoles-moles bibirnya dengan Revlon.
"Sebentar lagi juga rapi, Win. Tenang aja dulu," jawab Olga sambil merapikan roknya. Sementara dengan diam-diam dari lubang kunci, mami Wina mengintai dengan saksama. Hati mami Wina terharu. Nggak nyangka anak secentil Wina ternyata juga punya kemauan kerja. Punya kemauan nyari duit sendiri seperti Olga. Saking terharunya, mami Wina sampe gak sadar kalo ternyata anak-anak udah rapi dandan. Wina dan Olga pun buru-buru menghambur ke luar, lalu menerjang mami Wina yang masih membungkuk di lubang kunci. Akibatnya ketiganya jatuh berguling-guling.
"Aduh," Jerit Mami sambil mengusap jidatnya yang benjol kejeduk kaki bufet. Olga dan Wina juga punya nasib sama. Wina malah langsung nyap-nyap gak keru
an. Tapi karena jam pembukaan pameran udah mepet, terpaksa marahnya dibawa-bawa ke Wonder kuningnya.
Olga cuma bisa menutup kuping ngedenger Wina terus-terusan ngedumel. Untung gak lama kemudian, mereka sampe di tempat tujuan. Mereka buru-buru lapor ke pengawas. Lalu disuruh ganti baju dengan seragam pameran yang berwarna pink.
Menjelang siang, ternyata pengunjung pameran melimpah ruah. Hingga Balai Sidang yang ber-AC itu jadi terasa gerah. Wina dan Olga sibuk nerangin ke setiap pengunjung, sambil mengipas-ngipas dengan brosur yang harus dibagikan. Keringet mengumpul di ujung hidung.
"Lama-lama emang keki juga. Soalnya yang datang kebanyakan mau ngeceng yang jaga, bukan tertarik beli mobil. Buktinya ada seorang cowok nanya-nanya tentang keistimewaan Diahasut sama Olga, tapi buntut-buntutnya minta nomor telepon rumah. Bah.
Di sudut lain, Wina lagi kebingungan, karena salah ngebagiin brosur. Soalnya brosur yang di baliknya ada catatan coret-oretan tentang harga dan data spesifik mobil buat diapalin, ternyata ia berikan kepada seorang pengunjung. Walhasil, karena gak apal, ia sembarangan aja menjawab pertanyaan pengunjung dengan seenak perut.
Olga 02 Back To Libur di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ketika jam jaga usai, Olga membuka seragamnya di kamar ganti. Malam cukup larut.
Dan waktu berjalan cepat.
"Nggak terasa udah lebih seminggu kita jaga pameran, ya Win""
"He-eh. Asyik, dong, sebentar lagi kita gajian. Sehari lima puluh ribu. Jadi berapa ya, honor kita" Kamu niat beli apa, Ol""
"Gue sih pengen beli sepatu roda buat ngegantiin yang waktu itu patah. Yang mahal punya."
Di dalam Wonder kuningnya menuju pulang, Wina juga asyik membayangkan sesuatu yang bakal dibelinya. Ah, betapa senangnya bisa membeli barang dengan hasil jerih payah sendiri. Nggak minta Mami lagi.
Berbarengan dengan habisnya masa liburan sekolah, tugas mereka sebagai penjaga pameran usai. Ah, Olga dan Wina menarik napas lega seolah terlepas dari belenggu.
Ya, selama seminggu mondar-mandir di ruang pamer dengan suasana yang itu-itu juga, ternyata bikin mereka jenuh sumpek. Mereka juga merasa jenuh dengan watak para pengunjung yang kadang-kadang suka aneh-aneh.
Bersama rekan penjaga pameran lainnya, Olga dan Wina lalu berbondong-bondong ke bagian keuangan untuk pembagian honor selama kerja.
Ternyata sampai di bagian keuangan mereka masih diminta menunggu. Ibu kepala bagian keuangan lagi sibuk rapat, katanya. Untung nggak lama kemudian si ibu yang ditunggu muncul juga. Wina dan Olga mulai sibuk mengkalkulasikan uang yang bakal diterima. Lebih-lebih Wina, karena ini adalah uang pertamanya yang bakal ia terima dari hasil keringat sendiri.
"Dipotong utang Mami, sisanya beli apa, ya"" tanya Wina dalam hati.
""Wina!" Wina tersentak kaget waktu si Ibu memanggil. Tapi kemudian girang, karena tiba gilirannya menerima uang.
Olga ternyata udah lebih dulu dapat bayaran.
Dengan amplop putih berisi segepok uang, Wina menerima bayarannya. Kemudian buru-buru menarik Olga keluar.
"Ke mana kita, Win"" tanya Olga.
Wina bingung sejenak. "Kita pulang saja. Gue pengen bayar tang dulu sama Mami," Wina akhirnya kasih keputusan.
"Wah, apa enggak sebaiknya kita belanja dulu""
"Nggak, ah. Yuk!" jawab Wina. Lalu menyeret Olga memasuki Wonder kuningnya.
Sesampainya di rumah, ternyata mami Wina udah menunggu dengan wajah berseri.
"Mi, Wina udah terima bayaran," teriak Wina girang dari pintu halaman.
Mami udah tau, kok. Kan Mami juga ngitungin hari kerja kalian. Lantas, Mami mau nagih utang, nih. Wina mau bayar ka""
Ah, tumben, mami Wina ramah banget hari itu.
"O, so pasti dong, Mi. Berapa"" kata Wina mantap. Mami kemudian mengeluarkan setumpuk bon dari dompetnya.
"Kebetulan dulu Mami ngumpulin bon-bon belanja kamu. Nih, itung sendiri, kom"plet dengan biaya selametan," tukas Mami seraya menyerahkan bon-bon Itu pada Wina. Wina langsung nerima, dan mengkalkulasikan.
Selesai menghitung, Wina bengong lama sekali.
"Lho, kenapa"" tanya Olga yang heran ngeliat tingkah Wina.
"Kenapa kamu, Wina"" Mami juga gak kalah heran campur cemas ngeliat Wina yang kayak kesambet jin iprit.
Wina pelan-pelan membuka mulut. "Bon-bo
n ini jumlahnya tiga ratus lima puluh ribu, Mi," kata Wina lemas.
"Iya, lantas"" si Mami cemas.
"Honor Wina cuma tiga ratus ribu, Mi," kata Wina makin lemas.
"Jadi"" "Jadi nombok Mi. Masih kurang lima puluh ribu lagi. Dan Wina juga harus bayar kredit jaket kulit yang udah duluan Wina ambil di butiknya Tante Siska..."
"Ha"" Mami kaget.
Di dekat pintu, Olga cekikikan keras sekali. Kik, kik, kik....
"3. Weker Papi "PLAK, pluk, tak, kelonteng, gubrak, brek. "Au!" Tuk, gedubrak!
Suara-suara aneh belakangan sering terdengar di rumah Olga. Tepatnya di atas rumah Olga. Seperti sore itu, kembali suara-suara aneh itu membahana. Uh, untung Olga gak ada di rumah. Kalo ada" Wah, tu anak bakal ngebales dengan suara-suara yang lebih seru lagi. Misalnya, dengan melempar-lempar meja belajarnya atau membanting-banting tempat tidur tingkatnya. Kan kita tau, kalo Olga paling empet ama suara-suara bising.
"Ini sebenarnya ulah Papi yang beberapa hari ini lagi sibuk ngedandanin kamar kosong yang ada di loteng rumah. Beberapa hari pula Papi gak tidur sekamar bareng Mami lagi. Pisah ranjang" Bukan. Musuhan" Bukan. Tapi Papi ya itu tadi, lagi demen aja ngisi kamar kosong di loteng, yang semula cuma untuk gudang. Yang jelas, kasian para tikus, mereka kepaksa pada ngungsi. Karena bagi para tikus daripada tidur sama Papi mendingan nyari tempat baru! Hihihi.
Demi kamar kosong itu, Papi bela-belain nyediain waktunya buat ngeberesin, ngecat, dan ngehias. Seperti sore ini...
Plak, pluk, tak, kelonteng, brek. "Au!" Tak, gedubrak!
Suara-suara aneh bakal terus kedengar sampe Papi merasa puas dengan tempat barunya. Tapi kok suaranya rame banget, sih" Sebenarnya yang kini tengah dikerjain Papi bukan hanya memaku tempat tidur saja. Tapi biar terkesan seru, Papi sengaja melempar-lempar apa-apa yang ada di situ! Wah, pantes anaknya nurunin.
Eh, yang lebih kacau lagi, Papi juga sebenernya melengkapi kamarnya itu dengan segala perabotan yang kebanyakan nyolong dari kamarnya Olga. Olga jelas misuh-misuh. Karena gak jarang pas pulang siaran, tau-tau bantal Miki Mos-nya udah transmigran ke loteng. Juga kipas angin, kalender New Kids on the Block, dan lain-lainnya.
Eh, kenapa aneh begitu" Papi kok jadi kecentilan banget. Mau punya kamar sendiri. Mau dihias sendiri. Ini gejala yang aneh. Mungkin kalo kebanyakan pria lain pada usia tertentu mengalami puber kedua, kalo Papi, menurut Olga, malah menjalani balita kedua.
Kan sebel banget. Abis gimana gak sebel" Bayangin aja, selain menyabot perabotan untuk menghias kamarnya, Papi juga sering nitip beliin poster Guns 'n Roses, Skid Row, Iwan Fals ke Olga. Tujuan Papi jelas, biar kamarnya terkesan keren.
Sedang Mami cuek bebek. Doi malah girang tidur sendirian. Kalo tidur Papi emang suka ngorok. Dan suaranya kayak mesin disel. Berdengung menyebalkan. Sekarang, setelah kepindahan Papi, Mami bisa tidur tenang.
Tapi apakah dengan pindahnya Papi, hubungan kedua ortu itu jadi kurang intim" Kayaknya enggak juga. Soalnya, kemaren malem Mami seperti biasa nyediain kopi susu kesukaan Papi. Duduknya berduaan sambil menikmati tontonan RCTI. Dan main jitak-jitakan seiring dengan tebak-tebakan yang mereka lontarkan.
"Hayo, abis ini acaranya apa"" tanya Papi.
"Film komedi!" jawab Mami tangkas.
"Salah. Yang bener iklan shampoo," jawab Papi sambil menjitak pala Mami. Ya, begitu seterusnya. Sampe puas. Sampe pada benjol baru berhenti dan masuk ke kamar masing-masing. Aneh, kan"
Tadi sore juga begitu. Pas Olga lagi sibuk latihan main sepatu roda sambil dingkring (eh, belon tau dingkring" Itu lho, bahasa Inggris yang artinya: sedang minum! Hehe), Papi janjian mau lari pagi besoknya bareng Mami.
"Pi, pokoknya bangunin Mami jam lima, ya" Ketuk aja pintunya, pasti nanti ada yang ngetuk bales. Eh, maksud Mami, Papi terus ketuk pintu kamar, dan nanti pasti Mami bangun. Oke""
Papi manggut-manggut, sambil asyik terus baca koran sore.
Besok paginya, ternyata Papi lupa. Ya, emang dasar Papi pelupa. Tapi Papi bukan lupa lari pagi. Kira-kira jam lima lewat dikit ia sudah bangun. Pake sepatu. Gerak-gerak badan dikit di atas loteng
. Kebetulan Papi rada apal gerakan Body in Motion yang disiarin RCTI siang-siang. Setelah ngambil napas dalam-dalam, dan dasar pelupa, bukannya ngebangunin Mami yang udah wanti-wanti dari kemarin sore, lelaki yang kini keliatan lebih centil itu malah langsung keluar. Dan lari-lari kecil sendirian.
Selanjutnya Papi muter-muterin kompleks, dengan celana hawai milik Olga dan kaus oblong putih bertuliskan Megadeth! Asyik sekali ia menghirup udara pagi.
Tepat Jam enam Papi balik, ia udah ngos-ngosan dan keringetnya bercucuran. Saat itu suasana rumah masih sepi. Olga belon keliatan batang idungnya. Mami juga. Yang ada cuma Si Bibik yang lagi sibuk ngebuka-bukain jendela rumah.
"Selamat pagi, Tuan," sapa Bibik pada Papi.
"Pagi. Eh, yang lain belon pada bangun""
"Belon, Tuan." "Tolong bikinin teh manis, ya""
"Pake gula, Tuan""
"Tak usah!" Papi kemudian langsung menuju kamar Mami, dan mengetuk-ngetuk, "Mi... bangun!"
Papi ngebangunin Mami karena ia mau ngambil baju buat salin yang lemarinya ada di kamar Mami. Pagi ini Papi ada meeting di kantor.
"Ya, tunggu bentar," terdengar suara ngantuk Mami dari dalam. Lalu ada suara gedebak-gedebuk. Mami sibuk mengenakan training-nya yang udah kesempitan. Jadi ia terjatuh-jatuh.
"Cepet dong, Mi. Nanti telat, kan," kata Papi yang menunggu di sofa. Lemes banget, ia baru lari pagi keliling kompleks. Sebelum-sebelumnya Papi jarang lari. Pernah sekali, itu juga waktu ia diuber anjing tetangga karena disangka mau nyolong mangga. So pasti kali ini .Papi lemes be'eng. Padahal acara larinya pake dicampur jalan kaki setengahnya.
Beberapa menit kemudian, pintu kamar Mami terbuka. Mami muncul dengan training putih untuk olahraga. Tapi bawahnya diganti dengan rok buat olahraga ukuran mini skirt dan penuh renda.
"Abis celananya gak muat. Pake rok kan gak pa-pa ya, Pi""
Papi menoleh dan mengangguk pelan. Maklum capek.
"Ayo, Pi, kita langsung aja," ujar Mami sambil ambil posisi start.
Papi heran. "Lho,Mami mau ke mana""
"Berlagak pilon. Katanya mau lari pagi""
Hihihi. Papi ketawa. Dan ngeloyor cuek ke dalam kamar.
"Papi ngebangunin Mami cuma mo ngambil salin, doang. Papi udah lari pagi kok."
Mami kaget. Berkacak pinggang dan pasang muka sebel. "PAPI INI APA-APAAN SIH""
""Sari-sori..."
"Mami kirain tadi ngetuk pintu mau ngebangunin lari pagi. Mana Mami udah buru-buru salin. Pake training sampe terpelanting segala!" Mami histeris sambil menjatuhkan pantatnya di sofa. Protes berat ia.
"Sori, Papi lupa ngebangunin. Tapi kalo Mami mo lari, ya lari gih sana... mumpung masih semangat!"
"Udah terang. Malu! Ntar Mami dikira pom-pom girl nyasar, lagi," ujar Mami ketus.
"Bukan pom-pom girl, Mi."
"Apaan"" "Ondel-ondel! Hihihi."
Mami tambah empet. Udah lari gak dibangunin, dicela ondel-ondel lagi. Mami jelas keki, karena emang mirip! Hehe...
"Papi kan kemaren janji mau ngebangunin...," tukas Mami sebel sambil melirik ke sinar mentari yang mulai mengintip dari balik gorden.
Sedang si Bibik yang sudah siap dengan teh manis tanpa gulanya langsung balik ke dapur. Ia takut disemprot Mami. Dan daripada mubazir Bibik pun meminum teh pesanan Papi tadi.
Dan Olga yang masih interes dengan ngoroknya kepaksa terbangun dengar ribut-ribut.
"Olga melirik ke jam dindingnya. Wah, ampir setengah tujuh. Untung gak telat. Berarti Olga masih punya sedikit waktu buat ngulet-ngulet di atas tempat tidur.
"Nikmaaat...," desah Olga.
Tiba-tiba wajah Bibik nongoi. "Bagaimana rasanya, Non""
"Jelas lebih enaaak. Hihihi," ujar Olga menirukan iklan.
Andai suara ribut-ribut itu bisa ada tiap pagi, tentu Olga juga bisa ngulet-ngulet seperti ini tiap hari....
Olga pun buru-buru ke kamar mandi mau cibang-cibung. Mulanya Olga mau mandi koboi aja, tapi nggak tega juga mengingat kemaren udah sempet nggak mandi. Akhirnya Olga nekat mandi juga meski pagi ini dingin terasa menggigit. Menggosok-gosok sabun ke seluruh tubuhnya.
Selesai mandi dan berganti rapi, Olga langsung duduk di meja makan. Makan sandwich sambil ngapalin kimia. Ia ada ulangan pas jam pelajaran pertama. Dan dari semalem itu rumus-rumus kimia susah banget
masuk otak. "Pi, cepetan, dong!" tukas Olga akhirnya sambil memasukkan buku kimia ke dalam tas. Olga emang minta diantar ke sekolah. Soalnya biar di jalanan, di tengah kemacetan, ia masih sempat ngapalin rumus lagi. Siapa tau rumus-rumus rumit itu ada yang ketangkep barang sebiji.
Sementara Mami keliatan masih sebel.
Masih menunjukkan wajah sekusut arumanis, Mami emang lagi melancarkan protes. Ia nggak mau masangin dasi Papi seperti biasanya. Mami juga masih belum mencopot baju olahraganya. Dan sebagai pelampiasan, ia lari-lari kecil mengelilingi ruang tamu.
Olga saat itu udah mulai keriting. Nungguin Papi yang tak kunjung muncul dari kamar. Padahal udah nyaris jam tujuh. Padahal VW Combi Papi udah dipanasin dari subuh.
Huh! Akhirnya Olga gak tahan juga.
"Mi, Papi mana, sih"" tanya Olga gelisah.
"Nggak tau. Di kamar, 'kali!" jawab Mami tanpa menghentikan kegiatannya bersenam lantai.
"Liatin dong, Mi, udah selesai pakaian tau belum si Papi itu" Sebentar lagi kan jam masuk sekolah. Olga bisa telat, nih!"
Olga mulai ngomel-ngomel.
Mami nggak kalah sengit. Sambil melakukan gerakan goyang pinggul, Mami menangkis ketus suruhan Olga. "Enak aja! Liat aja sendiri, sana!"
""Aduh, Olga kan lagi belajar kimia"" Olga mengeluarkan lagi catatannya. "Mami tulungin dulu, kek. Katanya Olga harus memperbaiki nilai""
Mami menghentikan kegiatan senamnya. Lalu mengintip ke kamar. Mungkin Papi lagi kesulitan pake dasi" Rasain, makanya jangan main-main sama Mami.
Tapi Mami terperanjat waktu ngeliat Papi di kamar. Taunya Papi lagi tertidur pulas di ranjang. Lengkap dengan dasi melilit di lehernya, pake kemeja kantor dan berkas-berkas kerja bergeletakan di atas meja rias.
"Papi apa-apaan, sih" Kok malah molor" Tuh, Olga udah marah-marah!" jerit Mami kesal.
Papi kaget. Langsung bangun. Terduduk sebentar di tepi ranjang sambil mengucek-ucek mata.
"Ada apa, Mi"" tanya Papi bego.
"Ada apa" Papi kan harus ke kantor. Kok malah tidur" Itu juga si Olga udah minta dianterin ke sekolah. Makanya kalo gak biasa lari, jangan nekat-nekatan mo lari pagi segala. Nanti kalo di kantor ngantuk, gimana""
Lalu Mami keluar kamar sambil berkacak pinggang. Memanggil Olga yang lagi ngilik-ngilik kuping di sofa.
""Olga, coba liat papimu. Pantes aja nggak keluar-keluar, wong dia ketiduran lagi!" jerit Mami jengkel.
Olga cekikikan geli ngeliat tingkah laku Mami. Sedang Papi buru-buru menyambar kertas-kertas kantor buat meeting nanti. Lalu menggaet tas yang terbenam di bawah berkas itu.
"Ayo, Ol. Berangkat!" ajak Papi begitu keluar kamar.
Olga langsung beringsut sambil tersenyum geli.
Mami cuma bisa geleng-geleng kepala.
*** "Di perjalanan Olga membuang bulu ayamnya yang sejak tadi dipake buat ngilik kuping. Lalu kembali mencoba ngapalin ru"us-rum"s kimia yang ruwet. Tapi susah juga belajar di dalam mobil. Mana gak ada AC, mana jalan lagi macet. Jadinya gerah dan berisik. Kendaraan lain pada saling berlomba membunyikan klakson. Olga cuma bisa melongo aja di depan buku kimianya. Gak satu pun yang berhasil dihapalnya.
Bedanya sama Papi, Papi justru memanfaatkan kemacetan itu dengan tidur-tidur ayam. Matanya udah keliatan berat. Kepala Papi suka sesekali terangguk-angguk. Untung suara cablak Olga mampu bikin kantuk Papi lenyap.
"Pi, bagi duit jajan, dong. Olga lagi jatuh miskin, nih!" pinta Olga tiba-tiba.
Papi gelagapan. "Apa, Ol""
"Minta duit buat jajan!" jawab Olga keras pas di kuping Papi.
"Ambil aja di tas Papi di jok belakang. Tapi nggak usah keras-keras juga papi denger,Ol," sungut Papi.
Olga langsung mengubek-ubek jok belakang. Mencari tas Papi yang terbuat dari kulit buaya. Tapi nggak ketemu-ketemu.
"Tas yang mana, sih, Pi"" Olga akhirnya hilang kesabarannya.
"Ya, yang di situ. Tasnya Papi. Masa tas Mami""
"Tapi yang ada justru tas Mami, Pi."
"Ah, masa"" Papi agak kaget.
"Ini, kan"" Olga membalikkan badan, membawa tas yang ia pungut dari jok belakang. "Coba liat aja isinya alat kosmetik melulu!" kata Olga sembari menyorongkan tas itu ke idung Papi. Sampe Papi terjajar ke belakang.
Papi kaget. Ah, ini mah emang betulan tas Mami. Isi
nya lipstik, bedak, maskara, saputangan, body lotion, dan apa itu..." Tusuk gigi!'Lantas tas Papi mana"
"Wah, Papi pasti salah ambil," tukas Papi menyadari kekeliruannya.
"Kok bisa salah ambil begitu, Pi"" tanya Olga sambil melempar tas Mami ke jok belakang.
"Ini gara-gara Papi terburu-buru. Tadi pas Papi abis baca berkas-berkas kerja, Papi taruh berkas itu di atas tas Mami. Jadi waktu berangkat, tas Mami yang kebawa."
"Trus, gimana"" Olga mulai keliatan cemas.
"Ya, terpaksa Papi kudu pulang dulu ngambil tas itu."
Olga kontan kaget. "Ha" Pulang"" tanya Olga gelisah.
"Iya, emang kenapa""
"Olga bisa telat nih, Pi. Kan jam pertama ada ulangan kimia."
"Kalo gitu kamu naik taksi aja...."
"Lha, duitnya mana""
"Pake aja duit kamu dulu. Ntar Pap... eh, Mami ganti!"
"Dibilang Olga lagi jatuh miskin. Dari mana Olga ada duit"" tukas Olga cemberut.
"Tapi Papi juga nggak ada duit sekarang. Duit Papi kan semuanya ditaruh di tas. Makanya harus pulang dulu buat ngambil," Papi juga mulai Panik.
"Aduh, Papi, gak usah pake pulang segala, deh. Anter aja dulu Olga ke sekolah. Biar deh Olga gak usah jajan!"
"Wah, gak bisa, Ol. Soalnya di tas Papi itu ada berkas-berkas penting buat Papi meeting pagi ini."
"Aduh, Papi gimana, sih"" Olga mencak-mencak. Sebel juga ngeliat Papi tetap bersikeras. Padahal Papi juga sebenarnya lagi panik. Tanpa sadar Papi merogoh saku, eh, ternyata ada duit logam seratus perak.
"Na, kebetulan nih, ada duit seratusan nyelip, bekas kembalian beli korek kuping. Kalo gitu kamu naik bis aja, biar Papi pulang."
Papi menyodorkan seratusan logam itu ke idung Olga. Olga menerima uang itu, dan langsung melemparkannya ke jok belakang.
"Ha"" Papi melongo. "Kok dibuang, Ol""
"Kalo naik bis sih sama aja bo'ong. Belon nunggunya. belon macetnya. Sampe di sekolah pasti telat."
"Jadi mau Olga gimana""
"Kita pulang aja!" jawab Olga ketus.
"Lho" Kamu mau bolos""
"Terserah. Pokoknya Olga hari ini gak mau sekolah. Percuma gak bisa ikut ulangan," Olga merajuk. Papi jadi kelimpungan. Tapi Olga udah gak mau dibujuk lagi. Akhirnya terpaksa Papi ngajak Olga pulang. Celakanya pas sampe rumah, Mami langsung menyambutnya dengan omelan.
"Ada apa lagi, nih" Kok pada balik lagi"" hardik Mami galak.
"Olga ngambek gak mau sekolah," jawab Papi singkat.
"Apa" Nggak mau sekolah"" jerit Mami kaget.
"Abis Papi yang bikin gara-gara. Masa Olga mau diturunin di jalanan. Nggak mau anter Olga ke sekolah. Bayangin aja, Mi," beber Olga setengah bikin cerita fiktif.
Mami kontan aja kalap. "0, jadi gitu, ya"" kata Mami sinis. "Pantas Olga gak mau sekolah. Kalo Olga gak naik kelas, awas kamu, Pi!" ancam Mami.
Papi celingukan. Bingung harus bagaimana. Mau menyangkal juga gak bisa. Abis posisinya udah telanjur kejepit. Akhirnya Papi cuma bisa diem aja. Sedang Mami masih terus-terusan nyap-nyap.
"Makanya gak usah pake lari pagi segala. Akibatnya semua jadi kacau begini. Kecentilan amat sih, Papi!" ,
Papi menelan ludah yang tersekat di tenggorokkan. Papi bener-bener ngerasa gak enak.
Di perjalanan menuju kantor, Papi lantas bertekad mau menebus dosa. Papi mau beli weker yang deringnya bisa ngebangunin Papi besok paginya jam enam pagi. Dan Papi janji gak telat lagi mau ngant"rin Olga sekolah. Kan enggak enak. Sebagal Papi, ia harus tanggung jawab juga.
*** Di toko jam, Papi memilih-milih weker yang cocok. Setelah susah payah mencari, akhirnya Papi menemukan juga weker yang menarik minatnya. Sebuah weker berbentuk bulat yang ada gambar ayamnya. Ayam itu kepalanya bisa mematuk-matuk sesuai dengan jalannya jarum detik. Yang penting jam itu bisa berdering keras sekali untuk ngebangunin Papi tiap pagi.
Di rumah, Papi langsung meletakkan weker itu di kamar daruratnya. Papi gak cerita ke Mami soal barang barunya itu. Bukannya Papi mau bikin surprais, tapi sejak peristiwa kemaren, Mami selalu pasang wajah kusut kalo ketemu Papi. Papi nggak protes, cuma yang bikin Papi kesel, Mami jadi nggak ngurus keperluan Papi. Sampe terpaksa Papi masak ikan asin sendiri. Si Bibik pun udah diancam Mami untuk jangan memberi bantuan.
Tapi Papi termasuk oran g yang tabah. Papi pikir, biar aja mereka pada marah. Besok juga udah baikan lagi. Apalagi kalo Papi besok pagi-pagi udah siap dengan kemeja kantor, dan ngebangunin Olga buat pergi sekolah. Papi pun menyiapkan kemejanya di kamar loteng.
*** Keesokan paginya, begitu weker baru Papi berdering tepat pukul enam, Papi buru-buru lompat dari ranjangnya. Lalu mandi, pake baju kantor, dan siap mengetuk kamar Mami. Malam kemaren Olga lagi kebetulan tidur di kamar Mami juga.
"Mi, bangun, Mi. Olga, bangun, Ol. Mau sekolah, nggak"" kata Papi sambil mengetuk-ngetuk kamar keras-keras.
Mami dan Olga siuman. Ngulet-ngulet sebentar di tepi ranjang, lalu bergegas menuju pintu.
"Ada apa sih ngebangunin orang lagi tidur"" tanya Mami galak begitu ngeliat Papi ada di balik pintu, udah rapi pake dasi dan tas kantor.
"Papi nyengir. "Ng... anu, Mi. Pan mau ngebangunin O"lga sekolah. Juga Mami kalo-kalo mau lari-lari kecil lagi seperti kemaren...."
"Dasar pikun!" semprot Mami sambil ngegubrakin Pintu.
"Lho, ada apa. Mi" Kok tau-tau marah," Papi kaget setengah mati.
"Papi ini maunya apa, sih" Siapa suruh ngebangunin Mami" Siapa suruh gebangunin Olga sekolah" Ini kan hari Minggu. Sana pergi!"
Papi cuma melongo di pintu. Bingung mesti ngapain....
"4. Penyiar Misterius
"JARUM jam di kamar Olga baru nunjukin pukul sembilan lewat seratus dua puluh menit, tapi Olga udah dari tadi-tadi nyingkirin radio kesayangannya ke kamar Mami. Jangan heran, Olga emang lagi alergi sama radio. Bahkan gak cuma alergi, tapi ngeri. Liat radio perasaannya kayak Hat setan. Dengar suara radio, bagi Olga, bagai denger suara kuntilanak. Dan Olga jadi mendadak penakut banget. Yang jadi korban jelas si Papi. Ke mana-mana diseret buat nemenin. Ke kamar mandi, ke warung, belajar. Papi jelas risi banget. Buntut-buntutnya jadi sebel. Abis lagi enak-enak baca koran, tiba-tiba kakinya diseret-seret Olga suruh nemenin ngambil boneka di loteng. "Eee, kok main seret-seret aja" Emangnya Papi serbet""
Olga-nya cuek. Abis kalo gak gitu, Papi nggak bakal mau.
"Olga emang jadi penakut.
Kayak kemaren malem, Mami tanpa sengaja nyetel radio kenceng-kenceng, Olga langsung histeris. Padahal tu radio lagi nyiarin perkembangan harga bawang gondol. Cuma yang kedenger di kuping Olga bukan bawang gondol melainkan kuntilanak gondrong!
Dan malam ini gak beda sama malam kemaren atau malam kemarennya lagi. Olga selalu ketakutan. Padahal biasanya saban malam, sebelum tidur, Olga mesti ngupingin radio dulu. Atau sambil baca-baca buku pelajaran. Tapi semenjak di radio ada kabar tentang munculnya penyiar misterius yang membawakan acara Diary, Olga jadi gak bisa dengerin radio lagi. Kuatir kalo-kalo si penyiar misterius itu muncul.
Ya, sas-sus soal penyiar misterius emang udah rame di sekolah Olga. Terutama temen-temen Olga yang suka dengerin acara Diary-nya Olga pada bilang, ada penyiar misterius yang selalu muncul tiap Olga selesai siaran.
"Selamat malam, para pendengar di mana saja Anda berada. Seperti biasa, tiap malam makin malam, saya akan menemani..." terdengar sayup-sayup suara radio dari kamar Mami.
""Mi, Mami nyetel radio, ya"" teriak Olga.
Gak ada sautan. "Mami, nyetel radio, yaaa""
Masih gak ada sautan. Sementara penyiar di radio itu makin asyik mengumbar salam. "Mamiii! Nyetel radio, kok, malem-malem, siiih!" Olga teriak-teriak sambil menggedor pintu kamar Mami. Mami keluar.
"Ada apa sih ni anak" Malem-malem kok gedor-gedor pintu""
"Mami kenapa nyetel radio malem-malem. Kan udah Olga bilang sementara ini supaya jangan nyetel-nyetel radio dulu!"
"Hei, Mami emang nyetel tapi ngedengerinnya pake headphone, kok. Sengaja Mami denger sendiri."
"Lho, j-jadi suara penyiar tadi berarti suara penyiar misterius, dong""
Dan untuk kesekian kalinya Olga pingsan lagi.
"*** ""Ntar malem Papi antar Olga, ya!" kata Olga lembut sambil ngegeloso di kaki Papi yang lagi sibuk ngikat tali sepatunya. Papi cuek bebek. Dia emang baru aja sarapan, dan berkemas-kemas mo berangkat ke kantor.
Mobil VW Combi tua-nya udah dipanasin dari tadi. Suara mesinnya kedengeran kayak Mami yang lagi asyik ngor
ok di kamar. Olga terus merengek-rengek. Tapi Papi masih asyik dengan tali sepatunya yang ngelilit-lilit gak keruan. Jari telunjuknya aja ada yang ikut keiket!
"Gimana, Pi, mau kan temenin Olga siaran Diary kayak minggu kemaren"" kata Olga lagi masih dengan suara lembut. Papi masih gak bereaksi. Padahal jarang-jarang banget Olga ngomong sama Papinya pake suara lembut. Biasanya teriak-teriak cablak.
Papi memang masih penasaran sama tali sepatu yang susye diatur.
"Pi...!" sapa Olga dengan nada lebih merajuk. Tangan Olga ikut usil narik-narik tali sepatu. Papi cemberut dan menepak tangan Olga. Tali sepatu yang hampir kelar diiket itu jadi berantakan lagi.
Papi kembali membetulkan.
Olga makin kesel dan kembali menarik tali sepatu Papi.
Terbuka lagi! Papi kembali membetulkannya tanpa protes sedikit pun. Ia menjauhi Olga. Lalu dengan hati-hati mengikat tali sepatu: Dan... berhasil!
"Alhamdulillah...," desah Papi sambil nyeruput sisa kopi.
"Papi jahat!" jerit Olga tiba-tiba. "Dimintain tolong sama anaknya aja gak mau. Apalagi dimintai tolong sama bukan anaknya."
"Misalnya, siapa"" ledek Papi.
"Mami!" "Hus, kamu bisa aja."
"Abis Papi jahat!"
"Nanti malam Papi sibuk berat. Nggak mungkin ngantar kamu. Lagian kamu kan bisa ajak Wina buat nemenin. Dulu-dulu kamu nggak pernah ngajak Papi. Kenapa sekarang Papi kamu bikin repot""
"Sejak ada penyiar misterius, Wina nggak berani antar Olga lagi, Pi. Dia kan anaknya lebih penakut dari Mami," kata Olga lagi.
Papi manggut-manggut. "Tapi, yang jelas nanti malem Papi nggak bisa nganter kamu. Papi repot!"
"Papi kok tega banget, sih"" gerutu Olga sambil siap-siap menarik tali sepatu Papi.
Tapi, gagal. Papi udah keburu meninggalkan Olga yang terbengong-bengong.
*** "Olga emang jadi kayak anak kecil sejak tiga minggu belakangan ini. Tingkahnya jadi minus banget. Terutama bila menjelang siaran Diary yang diadakan tiap malam Jumat. Olga pasti merajuk dan merengek-rengek ke Papi agar Papi mau nemenin siaran. Soalnya acara yang dulu disiarin dari jam sepuluh sampe jam sebelas ini, diubah jadi jam sebelas sampe jam dua belas.
Olga sebenarnya bukan anak penakut. Biasanya juga dia siaran Diary sendiri. Atau kadang-kadang ditemenin Wina kalo ada duit lebih buat nraktir Wina nasgorkam. Tapi sejak ada desas-desus penyiar misterius yang selalu membacakan Diary se"abis. Olga siaran, Olga kontan nggak berani lagi malam-malam ngejogrok sendirian di studio. Wina juga kontan membuang niat baiknya nemenin Olga siaran seperti biasa walau diiming-imingi nasgorkam.
Munculnya desas-desus mengenai penyiar misterius emang gak sengaja. Yaitu waktu Riska, yang sekelas sama Olga, nanya ke Olga.
"Eh, Ol, lo sekarang siaran Diary-nya sampe jam satu, ya""
Olga yang nggak begitu sadar sama pertanyaan itu menjawab sekenanya. Malah sambil asyik ngejilat Toblerone yang mencair kepanasan. "Ah, nggak, Ris. Lo tau dari mana gue siaran ampe jam satu. Biasa aja kok, cuma ampe jam dua belas. Kan izin mengudaranya kalo bukan malam Minggu cuma sampe jam dua belas doang!"
"Gue kan ngikutin siaran lo. Tapi kok lo siaran sampe jam satu" Gue juga heran. Makanya gue tanya ke elo."
Olga agak tersentak kaget.
"Ah, masa"" tanyanya heran.
"Betul, masa gue bo'ong, sih"" Riska meyakinkan.
Tapi saat itu Olga nggak mau percaya.
"Mungkin lo lagi ngimpi kali, Ris!" sangkal Olga.
Walau Riska terus ngotot, Olga tetap aja nggak mau percaya. Sampe Olga dapat pertanyaan lagi dari Erwin, temen sekelasnya yang emang nge-fans dengar Olga siaran.
"Wah, siaran Diary lo yang malam Jumat kemaren serem banget ceritanya. Gue ampe merinding. Gak bisa bobo. Sialan. Terutama yang jam-jam terakhir, tuh. Eh, ngomong-ngomong siaran Diary lo nambah, ya""
"Nambah"" "Iya, biasanya kan cuma sampe jam dua belas. Tapi yang gue denger malam Jumat kemaren itu ampe jam satu. Gue sebenarnya ngantuk berat, tapi jadi gak bisa bobo, gara-gara serem denger lo siaran," kata Erwin.
Olga jadi bimbang. "Masa sih" Cerita serem apa""
"Itu, gadis manis yang bunuh diri gara-gara tertusuk duri...."
"Ah, masa""
"Lo gimana, sih" Lo yang siaran, tapi lo ga
k tau!" Erwin rada kesel juga, dikiranya Olga belaga pilon. Padahal Olga berkata jujur. Olga emang nggak merasa siaran sampe jam satu. Apalagi bacain cerita yang serem-serem kayak gitu. Hiiii....
Olga 02 Back To Libur di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Diary memang merupakan siaran penutup untuk malam Jumat. Olga sendiri biasanya langsung pulang begitu selesai siaran.
Kebetulan acara Diary disiarkan secara langsung, karena nunggu surat yang masuk dulu, di samping siangnya Olga sibuk, udah kebanyakan les. Jadi Olga tau pasti kalo ia nggak nambah-nambah jam siaran. Lagian mana boleh....
"Mungkin ada orang yang menyusup malem-malem dan nekat siaran sendirian"" tanya Wina bergidik.
"Ah, tapi mana mungkin, kan studio dijaga sama Mang Aka," Olga menyangkal.
"Penyiarnya cowok apa cewek, Er"" tanya Olga kemudian pada Erwin karena mengira, mungkin yang siaran Mas Darmo, bagian klining serpis yang emang sering tidur di studio. Kali aja malem-malem dia iseng, lalu coba-coba jajal jadi penyiar.
"Cewek..." ""Cewek"" Olga tambah kaget. "Siapa, ya, kalo gitu""
"Emangnya bukan lo, Ol"" tanya Erwin masih penasaran.
"Bukan, lagian ngapain gue siaran ampe jam satu!" jawab Olga.
"Nah lo!" Olga tentunya bingung setelah kejadian itu. Kadang dia percaya, kadang nggak.
"Masa iya sih"" tanya Olga dalam hatinya. Tapi waktu keyakinan Olga mulai menipis, pasti ada aja orang yang nanya ke Olga soal siaran Diary itu. Akhirnya Olga percaya lagi.
Pada malam Jumat berikutnya barulah Olga bisa membuktikan rasa penasarannya.
Di rumah, saat suasana rumah begitu sepi, Olga menggotong radionya ke kamar. Ceritanya Olga baru aja pulang dari studio. Sampe di rumah sekitar pukul setengah satu. Jadi masih ada waktu setengah jam untuk mengecek adanya penyiar misterius itu. Karena menurut teman-teman Olga yang sempet denger siarannya, biasanya si penyiar misterius itu mengudara sampe jam satu.
Suasana hening. Bulu roma Olga merinding. Dengan perasaan ngeri, Olga lalu menyetel radionya. Mencari gelombang- 101,6 FM.
Olga nyaris pingsan waktu didengarnya sayup-sayup suara seorang penyiar lagi mengudara di gelombang itu. Suaranya mirip suara Olga, tapi Olga yakin banget itu bukan suara dia. Lalu siapa yang di studio siaran sendirian malam-malam begini" Apa iya Mbak Vera sengaja menambah jam siaran Diary tanpa sepengetahuan Olga"
Ah, nggak mungkin. Tadi waktu Olga pulang rasanya nggak ada tanda-tanda seorang bakal menggantikan tugasnya.
Olga menyimak lagi suara penyiar di radionya. Walaupun sangat ngeri tapi Olga nekat terus.
Pedang Angin Berbisik 5 Raja Petir 06 Upacara Maut Memanah Burung Rajawali 21
BACK TO LIBUR 1. Back to Libur """"OLGAAA!"
Teriakan nyaring si Mami membuat Olga melompat kaget dari tidurnya. Saking kagetnya, Olga sampe nempel ke langit-langit.
"Olgaaa!" "Teriakan kedua lebih kenceng. Olga lebih kaget. Saking kagetnya, Olga sampe jatuh ke tempat tidur dan ngorok again!
"Olgaaa!" "Asamalakata, ada apa nih si Mami pake teriak-teriak" Kali ini Olga gak mental lagi. Dia duduk di tepi ranjang barang sebentar. Sesaat, seperti biasa, ia selalu bengong dulu saban terbangun di pagi hari. Kayak orang bego. Beberapa menit kemudian, baru deh ia sadar dan langsung ngelirik 'ke wekernya. Hampir jam tujuh! Ini kan hari pertama masuk sekolah. Pantesan si Mami udah berkoko senyaring itu.
""Olgaaaa! Kamu sekolah, nggak"" Gedoran di pintu makin kenceng.
Olga langsung mencari-cari sendalnya, lalu buru-buru bangun. Si Mami bisa senewen kalo dicuekin terlalu lama. "Iya, Miii, sebentar!" Olga berjalan terhuyung ke arah pintu. Mengintip sejenak dari lubang kunci. Wajah Mami keliatan ruwet banget kayak TIS.
"Kamu ini cewek cap apa, sih" Tiap pagi bangun siang!'" omel maminya ketika Olga ngeloyor ke luar kamar. Olga sejenak melirik Mami yang pagi-pagi gitu udah keringetan abis senam.
"Senam, Mi""
"Iya. Kenapa"" salak Mami galak. Si Mami emang paling sewot kalo urusan diet ketatnya itu diganggu gugat. Dan Olga paling demen ngegodain kalo maminya yang gendut itu sibuk ngurusin badan.
Olga pun buru-buru masuk ke kamar mandi sambil cekikikan. Ya, daripada disambit sendal sama Mami"
Di kamar mandi, Olga mulai jerat-jerit menyanyikan lagu ciptaan terbarunya dengan irama metal:
""Yeaah, gi tiap pagi kita senam "tung itung-itung biar langsing
gi tiap pagi bangun jam enam
ter muter-muter kayak gasing
oi, gak taunya bukan tambah ramping
lah malah bikin pusing."
"Mami yang lagi asyik-asyik senam, tentu sebel banget denger lagu Olga itu.
"*** "Pas nyampe kelas, kepala Olga masih pusing. Kayaknya shock banget dia harus ke sekolah sepagi itu, setelah libur panjang sebulan lebih. Ya, selama liburan itu emang Olga cuek banget. Gak pernah ngapa-ngapain. Bangun kadang jam sepuluh lebih. Itu juga karena gak enak sama Mami yang sengaja senam di depan pintu kamar Olga.
Kegiatan Olga selama libur paling cuma siaran aja. Selebihnya, ya di rumah. Sampe-sampe di rumah bosen banget ngeliat tampang si Mami. Mau ikutan Karang Taruna di lingkungan rumahnya, acaranya rapat melulu. Mau rencana bikin ini, rapat. Mau bikin itu, rapat. Tapi ya gak pernah jadi-jadi. Akhirnya Olga milih tiduran aja di rumah. Emang salah- juga tu sekolah ngasih liburan panjang banget. Pas masuk jadinya anak-anak udah kembali bego seperti sediakala.
Olga pun kembali tertidur di bangku.
"Ol, bangun, Ol!" Wina mengguncang-guncang pundak Olga.
Olga menggeliat malas. "Lo gimana, sih" Pagi-pagi udah ngorok". Abis jaga malem, ya"" Wina yang duduk di bangku sebelah nampak manis dengan pita pink di rambut. Tapi Olga gak nanggepin.
Wina segera menyeret Olga ke kantin.
"Aiii, Olga, kangeeen, deh!" Gaby centil berlari kecil ke arah Olga, dan langsung memeluk Olga ditambah sun pipi kanan-kiri.
"Ogut jugaaa...!" Kodri yang dandanannya ala desainer itu ikut-ikut berlari kecil menuju Olga dan... buk! Langsung kena bogem dari Olga.
"Aduh, jahat, ih, kamu!" Kodn meringis kesakitan sambil mengelus jidatnya yang benjo1.
"Siapa suruh ikut-ikutan centil!" bentak Olga galak.
Wina cekikikan. Dan di pagi itu yang cekikikan bukan cuma Wina. Anak-anak saling ribut jerit sana jerit sini, timpuk sana timpuk sini, sepak sana sepak sini, melampiaskan kangen. Olga ngeloyor aja ke kantin bareng Wina, ninggalin Kodri yang masih mengelus-elus jidatnya. Jam pelajaran pertama emang diisi kangen-kangenan. Gak di mana, gak ke mana orang-orang pada kangen.
"Heran, gue kok gak pernah ngerasa kangen ama siapa-siapa, ya"" ujar Olga sambil melangkah menelusuri koridor.
Wina melirik. Mengamati tampang Olga yang serius banget waktu ngomong tadi.
"Tapi kalo sama gue kangen, kan"" Wina mencoba mengusik. Olga mendesis, "Apalagi sama elo! Nggak, gue gak kangen!"
Wina jadi kuncup. Gak nya
ngka Olga bakal berkata seketus itu.
"Oii, Olga! Wina! Ke sini dooong!" teriakan Rudi nyaring dari ujung koridor.
Olga sama Wina menoleh. Dan di ujung koridor, dia ngeliat ada keramaian. Anak-anak ngumpul ngomongin sesuatu yang kayaknya penting banget. Kedua anak manis itu pun buru-buru menghampiri. Siapa tau ada pembagian jatah oleh-oleh.
"Ada apa, Rud" Pembagian jatah oleh-oleh, ya"" sembur Olga begitu nyampe.
Wina masih ngos-ngosan. "Yang lo pikir oleh-oleh melulu! Ayo, ikutan demonstrasi, Ol. Jangan sibuk di radio melulu, dong," ajak Rudi semangat.
""Demonstrasi" Demonstrasi apaan""
"Minta turun SPP, ya"" tanya Wina.
"Bukan. Gini, lho, anak-anak ceritanya mau pada protes karena liburan kemaren kelamaan"" jelas Rudi.
"Kelamaan" Kok protes"" Wina bertanya bego.
"Iya, dong. Bayangin aja, liburan satu bulan lebih! Apa gak kelamaan tuh namanya" Kalo mau ngasih libur, kira-kira, dong. Gue udah bosen kemping, ee sampe di rumah masih bengang-bengong aja. Gak ada kerjaan. Emangnya dikira kita seneng apa dibiarin cengok di rumah melulu" Mau berlibur ke luar negeri, gak punya duit. Apalagi si Ibrohim yang bawaannya gak punya duit melulu. Gimana cara dia ngisi liburan selama itu" Sebagian anak-anak malah ada yang sengaja bikin-bikin keributan di jalanan biar ada kerjaan. Kan bengong selama satu bulan lebih gak enak lho!"
Wina dan Olga mengangguk-angguk.
Wina ngangguk-ngangguk ngerti, sedang Olga ngangguk karena ngantuk.
"Udah gitu, pas masuk semua pelajaran yang udah kita terima dulu, jadi lupa semua. Gawat, kan" Makanya kalo ngasih libur tuh gak usah panjang-panjang. Pendek aja, tapi sering. Misalnya, tiap dua hari sekali, atau tiap Sabtu Minggu kita diliburin. Kan lebih enak, daripada dirapel selama satu bulan penuh!"
"Ya, ya, betul juga!" ujar Wina.
"Emang betul. Makanya kalian berdua ikutan gabung, dong! Kita ceritanya mau protes sama Kepsek, minta kebijaksanaan!" ujar Rudi makin semangat.
"Gimana, Ol"" Wina minta pendapat Olga.
Dan ternyata anak itu udah ketiduran di pojok koridor.
"*** ""Mau ngapain sih kita"" bisik Olga di tengah gerombolan anak-anak yang berduyun-duyun sambil mengacung-acungkan poster protes di lapangan sekolah.
Wina yang memaksa Olga ikutan demonstrasi itu jelas sebel banget. "Gimana sih lo, Ol" Kita mau demonstrasi nih!"
"Gue ngantuk, Win."
"Cuci muka, gih!"
"Cuciin, dong!"
Sementara anak-anak mulai teriak-teriak memanggil Kepsek.
"Wahai, Bapak Kepalanya Sekolah," teriak Rudi lantang. "Kami protes berat atas panjangnya liburan yang diberikan kepada kami."
"Ya, Bapak Kepala Sekolah! Gara-gara terlalu panjangnya liburan itu, sebagian dari kami tambah bego!" jerit Kodri yang congornya pas di kuping Olga. Olga jadi sebel.
"Iyaaaa, Bapak Kepala Sekolaaaah!!!" balas Olga menjerit pas di kuping Kodri.
"Ol, kamu teriaknya jangan di sini, dong!" Kodri kupingnya merasa pekak.
"Kamu juga jangan teriak-teriak di kuping saya! Mana belum sikat gigi, lagi!" hardik Olga lebih galak.
Wina yang mulai larut dalam aksi protes itu gak gitu merhatiin sobatnya yang tengah bersitegang.
"Bapak Kepala Sekolah...," Wina mulai ikut-ikut teriak, "liburnya jangan panjang-panjang, dong! Pendek-pendek aja! Eh, Ol, lo gak ikutan teriak""
Olga yang ditanya diem aja.
"Ol, lo gak ikutan teriak"" tanya Wina lagi.
"Saya bukannya gak mau ikutan. Percuma, Kepseknya belon keluar."
"Kita latihan dulu, Ol."
"Ogah. Saya kan udah sering teriak-teriak di kamar mandi."
Ya, walau anak-anak pada teriak mengumbar macam-macam keluhan, Kepsek belum juga muncul.
"Bapak Kepala Sekolaaaah, keluar, dong! Dengarkan keluhan kami!" teriak anak-anak serempak. "Kita kan capek teriak-teriak dari tadi!"
"Ah, ga seru kalo teriak-teriak Kepseknya gak ada," ujar Olga pelan.
"Iyaaa, gak seru Kepseknya gak adaaaa!" sambut anak-anak.
"Gak asyik kalo protesnya ga ditanggepi"," kata Olga lagi.
"Gak asyiiik kalo protesnya gak ditanggepiiin!" teriak anak-anak.
"Sama juga bo'ong," timpal Olga.
"Sama juga bo'ooooong!" lanjut anak-anak.
Tapi Bapak Kepsek masih belon keluar juga. Sementara anak-anak sudah keabisan kata-kata untuk dil
ontarkan dalam aksi protes liburan panjang ini. Olga juga.
"Ayo, dong, Ol. Ngomong lagi. Apaan aja, deh. Ntar anak-anak pasti ngikutin. Gak seru kalo protes gak sambil teriak-teriak," mohon Rudi yang sejak pertama teriak emang gak ganti-ganti. Kata-katanya itu melulu.
""Saya udah keabisan perbendaharaan kata buat protes," tukas Olga.
"Duh, gimana, dong!"
Wina sendiri asyik ngebuka Kamus Besar Bahasa Indonesia guna mencari-cari kata baru.
Setelah anak-anak hampir putus asa, Kepsek tiba-tiba keluar.
"Horeeee, hidup Kepsek!" sambut anak-anak.
"Ah, akhirnya keluar juga," tukas Rudi mulai semangat lagi. "Ayo, Anak-anak, kita teriak lagi!"
"Eh, Rud, gue gak ada kata-kata lagi, nih," kata Wina yang ternyata gak sukses nyari kosa kata di kamus.
"Gak apa-apa. Yang tadi-tadi aja!"
"Bapak Kepala Sekolah, kami mau protes, karena liburan kemaren terlalu panjang. Sehingga kami bingung mau ngapain. Mau jalan-jalan kalo sebulan kelamaan. Di rumah aja, suntuk. Mau baca-baca, kok, liburan baca-baca, sih" Nah, apalagi pas masuk, kami udah lupa sama pelajaran yang pernah diajarin. Belon lagi temen-temen yang hobi nongkrong di pinggir jalan, lebih gila lagi..."
"Wina..." Rudi memotong.
"Dan selama liburan itu kami lebih sering diomelin sama orangtua, karena mereka empet banget ngeliat kita yang kerjanya tidur atau makan melulu. Nah, kami mohon kebijaksinian, eh, kebijaksanaan Bapak untuk jangan ngasih libur kelamaan!"
"Wina..." "Andai liburan itu terus-terusan panjang, kami gak tau gimana nasib kami dalam mengisinya nanti..."
"Wina... " "Pokoknya kami ingin liburan itu diperpendek, tapi dipersering!"
"Wina... " "Apaan, sih"!"
"Teriaknya gantian, dong. Yang lain kan belon kebagian teriak!"
"0, sori, deh. Napsu, sih!"
"Oke, sekarang giliran gue yang teriak," kata Kodri selanjutnya. "Bapak Kepala Sek..."
"Tenang! Tenang! Apa sih maunya kalian"" Kepsek naik ke atas podium. Menenangkan massa dengan gayanya yang khas. Biasa, sok wibawa.
"Begini, Pak! Kami mau protes karena liburan kepanjangan! Kami jadi bego, lupa sama pelajaran-pelajaran yang pernah kami terima. Kami mohon kebijaksanaan ngasih liburan itu ditinjau kembali!" teriakan Rudi kedengeran paling kenceng.
""Aduh, aduh! Kayaknya masalah ini tidak bisa dibicarakan sekarang. Kalau itu yang kalian inginkan, nanti akan Bapak rapatkan dengan dewan guru. Tapi tidak bisa sekarang, karena Bapak lagi sibuk sama urusan lapangan olahraga yang mau dibongkar. Dan untuk kelancaran pelaksanaan pemugaran tersebut, maka untuk sementara seluruh kelas diliburkan lagi selama seminggu penuh, Anak-anak!"
"Hah" Liur lagi" Horeee, kita libur lagi!" Anak-anak spontan berteriak riuh kegirangan.
"Olgaaaa, kita libur lagi!" Wina mengguncang-guncangkan pundak Olga yang ketiduran di pinggir lapangan.
Olga kaget. Sesaat, seperti biasa, bengong dulu kayak orang bego. Beberapa menit kemudian, baru deh sadar dan menatap ke arah Wina. "Apa tadi lo bilang" Libur lagi""
"Iya, kita libur lagi!"
"Kebetulan, gue masih ngantuk."
Sementara anak-anak cowok asyik jejingkrakan.
"Horeeee...!" "Kita kemping lagi, yuk"" teriak anak cowok.
"Eh, jangan! Kita ke Puncak aja!"
"Horeee! Horeee!"
"Dan anak-anak pun dengan riang gembira buru-buru mengambil tasnya di kelas, berhamburan pulang. Tentunya dengan sejuta rencana yang ada di otaknya!
"2. Gak Balik Modal "DIROKUM dinukum waliadin, eh, di rokum Wina, ceritanya Olga lagi ngisi sisa-sisa liburannya dengan piknik ke rumah Wina. Rumah Wina emang enak buat piknik. Hawanya sejuk, sepi, dan gak banyak orang. Kadang Olga suka seharian nongkrong di rumah Wina. Gak peduli Wina dah bosen ngeliat tampangnya.
"Ol, udah sore, tuh," usir Wina.
"Cepet, ya" Eh, kalo sore-sore begini paling enak ngapain""
"Tau!" "Main yoyo." Olga emang udah sedari pagi tadi terus-terusan belajar main yoyo di kamar Wina. Walhasil, beberapa barang kesayangan Wina pada berantakan kesenggol yoyo yang melayang ke sana kemari. Tak urung, batok kepala Wina udah tiga kali kena sambar.
Makanya Wina udah empet banget ngeliat tampang Olga. Abis kerjaannya main yoyoooo melulu. Gak bosen-bo
sen. Adat si Olga emang gitu. Kalo lagi suka sesuatu, tekunnya minta ampun.
Gak berhasil ngusir Olga secara baik-baik, Wina ingin mencoba dengan cara yang rada gak baik.
"Ol, lo gak pulang" Kan udah sore. Apa gak bosen main yoyo terus""
"Enggak, tuh!" "Tapi saya bosen, Ol."
"Kalo bosen istirahat aja dulu. Atau tiduran, kek."
Huh, percuma aja ngusir Olga pake sindiran. Tapi kalo mau diseret ke luar, kesannya gak etis. Biarlah Olga terus main yoyo. Saya mau baca-baca dulu, batin Wina.
Wina menggelar koran sore yang udah dari tadi dikempitnya. Sebenarnya Wina pengen baca sendirian sambil tiduran di ranjang. Tapi Olga dari tadi belajar main yoyo terus sambil berdiri di atas ranjang.
Ya, udah. Terpaksa Wina menggelar koran yang hendak ia baca di karpet. Tampaknya emang ada sesuatu yang menarik dari isi koran sore itu. Apa tentang Irak yang jadi jagoan di Teluk" Apa tentang penjurusan di SMA yang mau dihapuskan" Apa tentang gagalnya PSSI yang tanding di Asean Games" Bukan. Uu semua tak menarik di mata Wina. Ya, mau ada perang kek, mau jurusan-jurusan SMA diilangin, mau PSSI nggak gablek main bola, semuanya sebodo amat. Karena yang dicari-cari Wina dalam koran sore itu adalah iklan lowongan kerja! Wina emang lagi napsu mo kerja. Karena Wina sebel banget ngeliat Olga yang tiap bulan udah dapat "uang tetap" dari kerjaannya di radio. Hingga kalo mo beli apa-apa, Olga gak perlu lagi merengek-rengek sama Papi-Mami. Meski Wina anak orang kaya, tapi jelas dia gak bisa sebebas Olga dalam memanfaatkan uang jajan. Kadang sebulan Olga bisa beli sepatu kulit dua biji. Asli kulit kakek-kakek!
Makanya Wina dendam banget pengen nyari kerjaan apa yang cocok. Pernah, sih, ditawarin siaran. Tapi Wina-nya ogah. Katanya kerja penyiar kayak orang gila. Ketawa sendirian, ngocol sendirian. Padahal, bukannya Wina ogah, tapi emang suara Wina aja yang kelewat cablak.
Bisa dapet duit dari hasil kerja sendiri emang enak. Meski bayarannya gak seberapa tapi bangga. Bisa nyari duit sendiri. Bisa berguna buat orang lain. ,
Olga yang kini tengah istirahat dari aktivitas main yoyo dan, alhamdulillah, nggak bisa-bisa, iseng-iseng ngintip apa yang dibaca Wina sambil tengkurep di karpet. Dia heran ngeliat Wina yang serius melototin koran sore itu.
"Lo masih penasaran mau cari kerja""
"Ya." ""Lo kenapa gak bilang-bilang dari dulu""
"Emang ada lowongan""
"Ada." "Di mana""
"Di goal!" Wina cemberut. Sial, makinya dalam hati. Udah tau orang lagi sebel. Sebel sama dia yang dari tadi gak mau pulang-pulang. Sebel sama dia yang udah bisa dapet duit sendiri. Sebel sama yoyonya yang udah bikin benjol kepala Wina tiga biji.
"Kerja di kantor pos saja, Win."
"Serius, Ol. Gue lagi serius, nih!"
"Gue juga serius. Di kantor pos ada lowongan. Kerjanya ringan bayarannya lumayan. Ini kalo lo mau."
"Kerja apa""
"Gampang. Lo cuma disuruh berdiri di pojokan, dan menjulurkan lidah. Buat nempelin prangko. Di kantor pos kebetulan keabisan lem."
"Olgaaaaa..." "Apaaaaa..." ""Lo kan tau kalau becanda ada tempatnya""
"Di mana tempatnya" Di kantor pos""
Wina memalingkan wajahnya. Dan mencampakkan koran sore itu ke wajah Olga.
Olga mengambil koran itu dan berniat membantu mencarikan iklan lowongan. Ternyata ada!
"Win, ada lowongan! Bener gua gak bo'ong," tukas Olga seraya menyerahkan koran sore itu.
Wina cuek. "Lo kira gua bo'ong, ya" Ini koran, Win. Mana ada koran bo'ong. Atau, gimana kalo saya bacain""
Wina diem aja. "Win, lo masih punya niat mau kerja, kan" Ini ada lowongan, kerja di pameran, Win. Beneran. Kamu mau denger, kan" Ta' bacain, ya""
Wina masih diem. Tapi Olga sudah berniat akan membacakan iklan lowongan itu.
"Denger, ya, Win. Dibutuhkan segera berapa gadis menarik untuk ditempatkan di bagian sales promotion. Syarat-syaratnya... kamu denger, gak, sih""
"Denger." "Mana tadi" Syarat-syaratnya, tamatan SMA, tapi SMP juga boleh. Berdomisili di Jakarta. Menguasai minimal dua bahasa. Setidak-tidaknya bahasa Inggris dan bahasa prokem. Punya kendaraan. Bersedia ditempatkan di mana saja..."
"Apa lagi"" Win mulai tertarik.
"Bersedia tidak dibayar!"
" Olgaaaaa!!!" Wina mengejar-ngejar Olga. Olga berlari menyelamatkan diri menuju pintu luar, terus balik lewat pintu samping, masuk ruang tengah, ngiter-ngiterin dapur, loncat ke taman belakang dan finish ke kamar Wina lagi.
Baru saja Wlna hendak memukul Olga dengan sapu lidi satu biji, terdengar klakson pos tercatat.
Mami Wina teriak dari depan, "Wiiiiin, ada surat dari Diahasut!"
"Ha" Diahasut"" Wina terlonjak, dan buru-buru meninggalkan Olga yang ngumpet di kolong meja. Dia menyambar surat itu dari tangan maminya. Ya, beberapa waktu yang lalu, ia bersama Olga emang sempet ngirim lamaran ke perusahaan mobil Diahasut, buat jadi penjaga stand kalo pas ada acara-acara pameran.
Dan ternyata, pas surat itu dibuka, Wina melonjak-lonjak kegirangan. "Hore! Hore! Gile, Ol, gua dapat panggilan. Eh, lo kan juga ikut ngelamar waktu itu. Dapat panggilan juga nggak""
Olga yang udah keluar dari persembunyiannya itu jadi inget. Ia pun buru-buru nelepon ke rumah. Nanyain ke Mami, apa ada surat yang datang.
"Ada, Ol. Surat kabar," jawab Mami di ujung telepon.
"Bukan itu, Mi."
"Oo, surat cintanya si Somad bin Indun" Ada nih. Sekaligus lima seri."
"Bukan. Surat panggilan dari Diahasut!"
Ternyata ada. Mereka berdua pun melonjak-lonjak kayak harga minyak. Kegirangan.
"*** "Yang dapet surat panggilan kayak gitu, ternyata bukan hanya Olga dan Wina. Buktinya hari itu, beberapa cewek kece datang ke perusahaan Diahasut untuk ikut tes saringan. Yang ikutan bejibun, padahal yang dibutuhkan cuma sepuluh orang. Apa gak susye, tuh"
Soalnya sekarang ini, siapa sih, yang gak butuh kerja" Jadi begitu kesempatan dibuka, ratusan mendaftar. Walhasil, Olga dan Wina yang udah dandan menor, sibuk menunggu panggilan masuk di ruang tunggu yang mewah. Dingin ber-AC. Ya, kenapa tu anak dua dandan centil begitu, karena biasanya tes-tes untuk kerja jaga pameran yang dinilai tak lepas dari penampilan. Makanya, saat berangkat tadi, Olga sama Wina malah sibuk beli baju, sepatu kulit, rok, kosmetika, parfum, dan aksesori lainnya. Alasannya, biar penampilan lebih meyakinkan. Untuk memenuhi itu semua, gak lain yang kena todong adalah Mami. Untung Olga masih punya simpanan. Yang bener-bener jebol adalah kantong maminya Wina.
"Yah, nanti juga kalo udah keterima dan dapat gaji, Wina ganti, Mi," rayu Wina waktu maminya ragu-ragu ngasih subsidi. Si Mami yang dasarnya emang sayang sama Wina, kena pengaruh. Uang pun berhamburan dari dompetnya.
Tapi mami Wina sebetulnya gak perlu kecewa kalo tau gimana seriusnya Wina sama proyek satu itu. Olga aja yang nekat mau pake sepatu roda ke tempat tes, kena damprat abis-abisan.
"Lo jangan gila, deh, Ol!" bentak Wina sengit.
"Pake sepatu roda masa gila, sih""
"Pokoknya kalo lo masih nekat pake sepatu roda, mending lo berangkat sendiri, gih!" ancam Wina.
"Olga yang punya niat numpang di Wonder kuning Wina akhirnya ngalah. Nggak pake sepatu roda. "Tapi pake sepatu bot," kata Olga. Wah.
Wina lagi-lagi cemberut. "Jangan becanda terus dong, Ol!" Wina akhirnya merajuk.
"Iya, deh, enggak," jawab Olga.
Lama juga mereka menunggu, sebelum akhirnya dapet giliran. Begitu nama mereka dipanggil, mereka dipersilakan masuk ruangan yang ditunggu seorang bapak yang dandan kelimis. Kemudian dua anak itu diukur tinggi dan ditimbang beratnya. Juga diminta membaca sederetan kalimat Inggris.
Tes selanjutnya mereka disuruh jalan mengelilingi setengah ruangan.
"Wah, kok kayak peragawati"" bisik Wina pada Olga.
"Mungkin dia pengen lihat cara jalan kita, Win. Dibagus-bagusin aja. Jangan dingkring."
Maka mereka berdua berjalan ala peragawati. Melangkah, berputar, sambil sesekali mengerling centil sama yang ngetes.
Sampe yang ngetes manggut-manggut kagum. Abis, pikirnya, tu anak dua jalannya kayak hansip baris.
Setelah itu, keduanya diminta ngocol pura-pura ,mempromosikan produk baru yang bakal dipamerkan. Dan bapak yang ngetes pura-puranya jadi pembeli.
Kebetulan, di ruangan itu ada contoh mobil yang bakal dipamerkan.
Olga. langsung mulai, dengan gaya kayak orang jual obat. "Ayo, siapa mau beli! Siapa mau beli! Ini mobil mobil bagus, lh
o, Pak. Rodanya aja empat. Kalo jalan muter semua. Kacanya bisa tembus pandang. Mesinnya yahud, semua terbuat dari besi. Nggak ada yang terbuat dari ongol-ongol. Anti karat. Larinya lebih cepat dari sepeda. Tahan panas dan hujan," sesumbar Olga yang dapet giliran pertama.
E, si bapak itu dengan enaknya tau-tau menyangkal kocolan Olga yang udah setengah mati ngepromosiin. "Ah, masa, sih" Itu kan mobil murahan."
"Lho, Bapak enggak percaya"" ujar Olga sebel.
"Enggak. " "Kalo gitu sama. Saya juga nggak yakin ni mobil bagus apa enggak," sahut Olga kalem.
Bapak itu bengong. "Wah, jangan gitu, dong. Nanti barangnya gak ada yang beli. Kamu harus menangkis semua serangan dengan argumentasi yang kuat."
""Abis Bapak ngeselin, sih." .
"Ya, namanya aja tes. Kalo gitu coba kamu yang menawarkan," kata bapak itu sambil menunjuk ke Wina.
Wina siap-siap. . . "Ini lho mobil paten. Bahan bakarnya irit. Maklum bikinan Yahudi. Pintunya juga gampang dibuka, kalo ditendang. Ada videonya, lagi, kalo situ mau pasang sendiri. Harganya juga murah meriah. Gak lebih dari seratus juta. Bisa diangsur, asal kontan," kocol Wina.
Si Bapak manggut-manggut.
"Bahan bakarnya apa"" tanya Si Bapak.
"Solar!" Wina menjawab mantap.
"Aduh salah, Nak. Sedan canggih begini masa bahan bakarnya solar" Bensin, dong. Mesinnya kan bukan disel," ralat bapak itu.
"Ah, solar." "Bensin!" "Solar!" kata Wina ngeyel.
"Bensin," si bapak nggak kalah ngeyel.
"Solar. Asal diisi solar, pasti jalan. Coba aja!" jawab Wina kesel.
Si bapak geleng-geleng kepala. Pusing juga dia ngetes dua cewek gokil ini. Kok, ya ada yang kayak gitu. Biasanya sih, orang yang dites nurut-nurut. Ini malah ngelawan terus. Tapi kelihatannya Si bapak suka. Biar keliatan bandel, kedua anak ini nampak cerdas dan nggak malu-malu. Sebab, beginilah yang dicari buat jaga pameran. Pasti mereka bisa menghasut orang supaya beli barang yang dipamerkan. Dan tambahan lagi dua-duanya kece. Kurang apa lagi"
Tanpa sadar, si bapak manggut-manggut.
"Kalian tunggu di luar. Hasilnya akan langsung kami umumkah hari ini."
Olga dan Wina keluar. Dan pas pembagian amplop yang isinya hasil tes, ternyata Wina dan Olga keterima. Yuhuuu, kedua anak itu langsung spontan berpelukan.
"*** "Sampe di rumah, Wina buru-buru mencium maminya.
"Selamet, Mi, keterima!" kata Wina semangat.
"Wah, asyik, dong. Duit Mami bakal diganti, kan""
"Pasti, Mi. Tapi Mami mau kan nyiapin duit lagi buat selametan" Ya, sekadar ngucapin syukuran sama Tuhan." .
"Wah, kok pake selametan segala""
"Iya, dong, Mi. Kita kan harus selalu bersyukur sama Tuhan," paksa ,Wina.
"Mami ngalah lagi. Selametan jadi dilangsungkan. Mami Wina bener-bener dibuat puyeng. Soalnya, kerja aja belum, tapi duit yang keluar udah seabrek-abrek. Sampe duit Mami jebol. Makanya walau Mami bangga dengan diterimanya Wina kerja, tapi sebenarnya rada sebel juga. Doi merasa dikerjain. Jangan-jangan itu cuma alasannya Wina untuk minta dibelikan macem-macem.
*** "Lebih seminggu menunggu sambil ditraining, akhirnya saat pameran itu tiba. Wina dan Olga langsung sibuk di depan cermin. Berusaha dandan sekec"e mungkin. Itung-itung buat modal mejeng, selain jaga pameran. Cowok yang dateng pasti bakal keren-keren. Siapa tau ada pengusaha muda yang kepincut.
"Ol, buruan, dong. Nanti kita telat, nih!" pinta Wina cemas. Padahal dia sendiri masih sibuk memoles-moles bibirnya dengan Revlon.
"Sebentar lagi juga rapi, Win. Tenang aja dulu," jawab Olga sambil merapikan roknya. Sementara dengan diam-diam dari lubang kunci, mami Wina mengintai dengan saksama. Hati mami Wina terharu. Nggak nyangka anak secentil Wina ternyata juga punya kemauan kerja. Punya kemauan nyari duit sendiri seperti Olga. Saking terharunya, mami Wina sampe gak sadar kalo ternyata anak-anak udah rapi dandan. Wina dan Olga pun buru-buru menghambur ke luar, lalu menerjang mami Wina yang masih membungkuk di lubang kunci. Akibatnya ketiganya jatuh berguling-guling.
"Aduh," Jerit Mami sambil mengusap jidatnya yang benjol kejeduk kaki bufet. Olga dan Wina juga punya nasib sama. Wina malah langsung nyap-nyap gak keru
an. Tapi karena jam pembukaan pameran udah mepet, terpaksa marahnya dibawa-bawa ke Wonder kuningnya.
Olga cuma bisa menutup kuping ngedenger Wina terus-terusan ngedumel. Untung gak lama kemudian, mereka sampe di tempat tujuan. Mereka buru-buru lapor ke pengawas. Lalu disuruh ganti baju dengan seragam pameran yang berwarna pink.
Menjelang siang, ternyata pengunjung pameran melimpah ruah. Hingga Balai Sidang yang ber-AC itu jadi terasa gerah. Wina dan Olga sibuk nerangin ke setiap pengunjung, sambil mengipas-ngipas dengan brosur yang harus dibagikan. Keringet mengumpul di ujung hidung.
"Lama-lama emang keki juga. Soalnya yang datang kebanyakan mau ngeceng yang jaga, bukan tertarik beli mobil. Buktinya ada seorang cowok nanya-nanya tentang keistimewaan Diahasut sama Olga, tapi buntut-buntutnya minta nomor telepon rumah. Bah.
Di sudut lain, Wina lagi kebingungan, karena salah ngebagiin brosur. Soalnya brosur yang di baliknya ada catatan coret-oretan tentang harga dan data spesifik mobil buat diapalin, ternyata ia berikan kepada seorang pengunjung. Walhasil, karena gak apal, ia sembarangan aja menjawab pertanyaan pengunjung dengan seenak perut.
Olga 02 Back To Libur di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ketika jam jaga usai, Olga membuka seragamnya di kamar ganti. Malam cukup larut.
Dan waktu berjalan cepat.
"Nggak terasa udah lebih seminggu kita jaga pameran, ya Win""
"He-eh. Asyik, dong, sebentar lagi kita gajian. Sehari lima puluh ribu. Jadi berapa ya, honor kita" Kamu niat beli apa, Ol""
"Gue sih pengen beli sepatu roda buat ngegantiin yang waktu itu patah. Yang mahal punya."
Di dalam Wonder kuningnya menuju pulang, Wina juga asyik membayangkan sesuatu yang bakal dibelinya. Ah, betapa senangnya bisa membeli barang dengan hasil jerih payah sendiri. Nggak minta Mami lagi.
Berbarengan dengan habisnya masa liburan sekolah, tugas mereka sebagai penjaga pameran usai. Ah, Olga dan Wina menarik napas lega seolah terlepas dari belenggu.
Ya, selama seminggu mondar-mandir di ruang pamer dengan suasana yang itu-itu juga, ternyata bikin mereka jenuh sumpek. Mereka juga merasa jenuh dengan watak para pengunjung yang kadang-kadang suka aneh-aneh.
Bersama rekan penjaga pameran lainnya, Olga dan Wina lalu berbondong-bondong ke bagian keuangan untuk pembagian honor selama kerja.
Ternyata sampai di bagian keuangan mereka masih diminta menunggu. Ibu kepala bagian keuangan lagi sibuk rapat, katanya. Untung nggak lama kemudian si ibu yang ditunggu muncul juga. Wina dan Olga mulai sibuk mengkalkulasikan uang yang bakal diterima. Lebih-lebih Wina, karena ini adalah uang pertamanya yang bakal ia terima dari hasil keringat sendiri.
"Dipotong utang Mami, sisanya beli apa, ya"" tanya Wina dalam hati.
""Wina!" Wina tersentak kaget waktu si Ibu memanggil. Tapi kemudian girang, karena tiba gilirannya menerima uang.
Olga ternyata udah lebih dulu dapat bayaran.
Dengan amplop putih berisi segepok uang, Wina menerima bayarannya. Kemudian buru-buru menarik Olga keluar.
"Ke mana kita, Win"" tanya Olga.
Wina bingung sejenak. "Kita pulang saja. Gue pengen bayar tang dulu sama Mami," Wina akhirnya kasih keputusan.
"Wah, apa enggak sebaiknya kita belanja dulu""
"Nggak, ah. Yuk!" jawab Wina. Lalu menyeret Olga memasuki Wonder kuningnya.
Sesampainya di rumah, ternyata mami Wina udah menunggu dengan wajah berseri.
"Mi, Wina udah terima bayaran," teriak Wina girang dari pintu halaman.
Mami udah tau, kok. Kan Mami juga ngitungin hari kerja kalian. Lantas, Mami mau nagih utang, nih. Wina mau bayar ka""
Ah, tumben, mami Wina ramah banget hari itu.
"O, so pasti dong, Mi. Berapa"" kata Wina mantap. Mami kemudian mengeluarkan setumpuk bon dari dompetnya.
"Kebetulan dulu Mami ngumpulin bon-bon belanja kamu. Nih, itung sendiri, kom"plet dengan biaya selametan," tukas Mami seraya menyerahkan bon-bon Itu pada Wina. Wina langsung nerima, dan mengkalkulasikan.
Selesai menghitung, Wina bengong lama sekali.
"Lho, kenapa"" tanya Olga yang heran ngeliat tingkah Wina.
"Kenapa kamu, Wina"" Mami juga gak kalah heran campur cemas ngeliat Wina yang kayak kesambet jin iprit.
Wina pelan-pelan membuka mulut. "Bon-bo
n ini jumlahnya tiga ratus lima puluh ribu, Mi," kata Wina lemas.
"Iya, lantas"" si Mami cemas.
"Honor Wina cuma tiga ratus ribu, Mi," kata Wina makin lemas.
"Jadi"" "Jadi nombok Mi. Masih kurang lima puluh ribu lagi. Dan Wina juga harus bayar kredit jaket kulit yang udah duluan Wina ambil di butiknya Tante Siska..."
"Ha"" Mami kaget.
Di dekat pintu, Olga cekikikan keras sekali. Kik, kik, kik....
"3. Weker Papi "PLAK, pluk, tak, kelonteng, gubrak, brek. "Au!" Tuk, gedubrak!
Suara-suara aneh belakangan sering terdengar di rumah Olga. Tepatnya di atas rumah Olga. Seperti sore itu, kembali suara-suara aneh itu membahana. Uh, untung Olga gak ada di rumah. Kalo ada" Wah, tu anak bakal ngebales dengan suara-suara yang lebih seru lagi. Misalnya, dengan melempar-lempar meja belajarnya atau membanting-banting tempat tidur tingkatnya. Kan kita tau, kalo Olga paling empet ama suara-suara bising.
"Ini sebenarnya ulah Papi yang beberapa hari ini lagi sibuk ngedandanin kamar kosong yang ada di loteng rumah. Beberapa hari pula Papi gak tidur sekamar bareng Mami lagi. Pisah ranjang" Bukan. Musuhan" Bukan. Tapi Papi ya itu tadi, lagi demen aja ngisi kamar kosong di loteng, yang semula cuma untuk gudang. Yang jelas, kasian para tikus, mereka kepaksa pada ngungsi. Karena bagi para tikus daripada tidur sama Papi mendingan nyari tempat baru! Hihihi.
Demi kamar kosong itu, Papi bela-belain nyediain waktunya buat ngeberesin, ngecat, dan ngehias. Seperti sore ini...
Plak, pluk, tak, kelonteng, brek. "Au!" Tak, gedubrak!
Suara-suara aneh bakal terus kedengar sampe Papi merasa puas dengan tempat barunya. Tapi kok suaranya rame banget, sih" Sebenarnya yang kini tengah dikerjain Papi bukan hanya memaku tempat tidur saja. Tapi biar terkesan seru, Papi sengaja melempar-lempar apa-apa yang ada di situ! Wah, pantes anaknya nurunin.
Eh, yang lebih kacau lagi, Papi juga sebenernya melengkapi kamarnya itu dengan segala perabotan yang kebanyakan nyolong dari kamarnya Olga. Olga jelas misuh-misuh. Karena gak jarang pas pulang siaran, tau-tau bantal Miki Mos-nya udah transmigran ke loteng. Juga kipas angin, kalender New Kids on the Block, dan lain-lainnya.
Eh, kenapa aneh begitu" Papi kok jadi kecentilan banget. Mau punya kamar sendiri. Mau dihias sendiri. Ini gejala yang aneh. Mungkin kalo kebanyakan pria lain pada usia tertentu mengalami puber kedua, kalo Papi, menurut Olga, malah menjalani balita kedua.
Kan sebel banget. Abis gimana gak sebel" Bayangin aja, selain menyabot perabotan untuk menghias kamarnya, Papi juga sering nitip beliin poster Guns 'n Roses, Skid Row, Iwan Fals ke Olga. Tujuan Papi jelas, biar kamarnya terkesan keren.
Sedang Mami cuek bebek. Doi malah girang tidur sendirian. Kalo tidur Papi emang suka ngorok. Dan suaranya kayak mesin disel. Berdengung menyebalkan. Sekarang, setelah kepindahan Papi, Mami bisa tidur tenang.
Tapi apakah dengan pindahnya Papi, hubungan kedua ortu itu jadi kurang intim" Kayaknya enggak juga. Soalnya, kemaren malem Mami seperti biasa nyediain kopi susu kesukaan Papi. Duduknya berduaan sambil menikmati tontonan RCTI. Dan main jitak-jitakan seiring dengan tebak-tebakan yang mereka lontarkan.
"Hayo, abis ini acaranya apa"" tanya Papi.
"Film komedi!" jawab Mami tangkas.
"Salah. Yang bener iklan shampoo," jawab Papi sambil menjitak pala Mami. Ya, begitu seterusnya. Sampe puas. Sampe pada benjol baru berhenti dan masuk ke kamar masing-masing. Aneh, kan"
Tadi sore juga begitu. Pas Olga lagi sibuk latihan main sepatu roda sambil dingkring (eh, belon tau dingkring" Itu lho, bahasa Inggris yang artinya: sedang minum! Hehe), Papi janjian mau lari pagi besoknya bareng Mami.
"Pi, pokoknya bangunin Mami jam lima, ya" Ketuk aja pintunya, pasti nanti ada yang ngetuk bales. Eh, maksud Mami, Papi terus ketuk pintu kamar, dan nanti pasti Mami bangun. Oke""
Papi manggut-manggut, sambil asyik terus baca koran sore.
Besok paginya, ternyata Papi lupa. Ya, emang dasar Papi pelupa. Tapi Papi bukan lupa lari pagi. Kira-kira jam lima lewat dikit ia sudah bangun. Pake sepatu. Gerak-gerak badan dikit di atas loteng
. Kebetulan Papi rada apal gerakan Body in Motion yang disiarin RCTI siang-siang. Setelah ngambil napas dalam-dalam, dan dasar pelupa, bukannya ngebangunin Mami yang udah wanti-wanti dari kemarin sore, lelaki yang kini keliatan lebih centil itu malah langsung keluar. Dan lari-lari kecil sendirian.
Selanjutnya Papi muter-muterin kompleks, dengan celana hawai milik Olga dan kaus oblong putih bertuliskan Megadeth! Asyik sekali ia menghirup udara pagi.
Tepat Jam enam Papi balik, ia udah ngos-ngosan dan keringetnya bercucuran. Saat itu suasana rumah masih sepi. Olga belon keliatan batang idungnya. Mami juga. Yang ada cuma Si Bibik yang lagi sibuk ngebuka-bukain jendela rumah.
"Selamat pagi, Tuan," sapa Bibik pada Papi.
"Pagi. Eh, yang lain belon pada bangun""
"Belon, Tuan." "Tolong bikinin teh manis, ya""
"Pake gula, Tuan""
"Tak usah!" Papi kemudian langsung menuju kamar Mami, dan mengetuk-ngetuk, "Mi... bangun!"
Papi ngebangunin Mami karena ia mau ngambil baju buat salin yang lemarinya ada di kamar Mami. Pagi ini Papi ada meeting di kantor.
"Ya, tunggu bentar," terdengar suara ngantuk Mami dari dalam. Lalu ada suara gedebak-gedebuk. Mami sibuk mengenakan training-nya yang udah kesempitan. Jadi ia terjatuh-jatuh.
"Cepet dong, Mi. Nanti telat, kan," kata Papi yang menunggu di sofa. Lemes banget, ia baru lari pagi keliling kompleks. Sebelum-sebelumnya Papi jarang lari. Pernah sekali, itu juga waktu ia diuber anjing tetangga karena disangka mau nyolong mangga. So pasti kali ini .Papi lemes be'eng. Padahal acara larinya pake dicampur jalan kaki setengahnya.
Beberapa menit kemudian, pintu kamar Mami terbuka. Mami muncul dengan training putih untuk olahraga. Tapi bawahnya diganti dengan rok buat olahraga ukuran mini skirt dan penuh renda.
"Abis celananya gak muat. Pake rok kan gak pa-pa ya, Pi""
Papi menoleh dan mengangguk pelan. Maklum capek.
"Ayo, Pi, kita langsung aja," ujar Mami sambil ambil posisi start.
Papi heran. "Lho,Mami mau ke mana""
"Berlagak pilon. Katanya mau lari pagi""
Hihihi. Papi ketawa. Dan ngeloyor cuek ke dalam kamar.
"Papi ngebangunin Mami cuma mo ngambil salin, doang. Papi udah lari pagi kok."
Mami kaget. Berkacak pinggang dan pasang muka sebel. "PAPI INI APA-APAAN SIH""
""Sari-sori..."
"Mami kirain tadi ngetuk pintu mau ngebangunin lari pagi. Mana Mami udah buru-buru salin. Pake training sampe terpelanting segala!" Mami histeris sambil menjatuhkan pantatnya di sofa. Protes berat ia.
"Sori, Papi lupa ngebangunin. Tapi kalo Mami mo lari, ya lari gih sana... mumpung masih semangat!"
"Udah terang. Malu! Ntar Mami dikira pom-pom girl nyasar, lagi," ujar Mami ketus.
"Bukan pom-pom girl, Mi."
"Apaan"" "Ondel-ondel! Hihihi."
Mami tambah empet. Udah lari gak dibangunin, dicela ondel-ondel lagi. Mami jelas keki, karena emang mirip! Hehe...
"Papi kan kemaren janji mau ngebangunin...," tukas Mami sebel sambil melirik ke sinar mentari yang mulai mengintip dari balik gorden.
Sedang si Bibik yang sudah siap dengan teh manis tanpa gulanya langsung balik ke dapur. Ia takut disemprot Mami. Dan daripada mubazir Bibik pun meminum teh pesanan Papi tadi.
Dan Olga yang masih interes dengan ngoroknya kepaksa terbangun dengar ribut-ribut.
"Olga melirik ke jam dindingnya. Wah, ampir setengah tujuh. Untung gak telat. Berarti Olga masih punya sedikit waktu buat ngulet-ngulet di atas tempat tidur.
"Nikmaaat...," desah Olga.
Tiba-tiba wajah Bibik nongoi. "Bagaimana rasanya, Non""
"Jelas lebih enaaak. Hihihi," ujar Olga menirukan iklan.
Andai suara ribut-ribut itu bisa ada tiap pagi, tentu Olga juga bisa ngulet-ngulet seperti ini tiap hari....
Olga pun buru-buru ke kamar mandi mau cibang-cibung. Mulanya Olga mau mandi koboi aja, tapi nggak tega juga mengingat kemaren udah sempet nggak mandi. Akhirnya Olga nekat mandi juga meski pagi ini dingin terasa menggigit. Menggosok-gosok sabun ke seluruh tubuhnya.
Selesai mandi dan berganti rapi, Olga langsung duduk di meja makan. Makan sandwich sambil ngapalin kimia. Ia ada ulangan pas jam pelajaran pertama. Dan dari semalem itu rumus-rumus kimia susah banget
masuk otak. "Pi, cepetan, dong!" tukas Olga akhirnya sambil memasukkan buku kimia ke dalam tas. Olga emang minta diantar ke sekolah. Soalnya biar di jalanan, di tengah kemacetan, ia masih sempat ngapalin rumus lagi. Siapa tau rumus-rumus rumit itu ada yang ketangkep barang sebiji.
Sementara Mami keliatan masih sebel.
Masih menunjukkan wajah sekusut arumanis, Mami emang lagi melancarkan protes. Ia nggak mau masangin dasi Papi seperti biasanya. Mami juga masih belum mencopot baju olahraganya. Dan sebagai pelampiasan, ia lari-lari kecil mengelilingi ruang tamu.
Olga saat itu udah mulai keriting. Nungguin Papi yang tak kunjung muncul dari kamar. Padahal udah nyaris jam tujuh. Padahal VW Combi Papi udah dipanasin dari subuh.
Huh! Akhirnya Olga gak tahan juga.
"Mi, Papi mana, sih"" tanya Olga gelisah.
"Nggak tau. Di kamar, 'kali!" jawab Mami tanpa menghentikan kegiatannya bersenam lantai.
"Liatin dong, Mi, udah selesai pakaian tau belum si Papi itu" Sebentar lagi kan jam masuk sekolah. Olga bisa telat, nih!"
Olga mulai ngomel-ngomel.
Mami nggak kalah sengit. Sambil melakukan gerakan goyang pinggul, Mami menangkis ketus suruhan Olga. "Enak aja! Liat aja sendiri, sana!"
""Aduh, Olga kan lagi belajar kimia"" Olga mengeluarkan lagi catatannya. "Mami tulungin dulu, kek. Katanya Olga harus memperbaiki nilai""
Mami menghentikan kegiatan senamnya. Lalu mengintip ke kamar. Mungkin Papi lagi kesulitan pake dasi" Rasain, makanya jangan main-main sama Mami.
Tapi Mami terperanjat waktu ngeliat Papi di kamar. Taunya Papi lagi tertidur pulas di ranjang. Lengkap dengan dasi melilit di lehernya, pake kemeja kantor dan berkas-berkas kerja bergeletakan di atas meja rias.
"Papi apa-apaan, sih" Kok malah molor" Tuh, Olga udah marah-marah!" jerit Mami kesal.
Papi kaget. Langsung bangun. Terduduk sebentar di tepi ranjang sambil mengucek-ucek mata.
"Ada apa, Mi"" tanya Papi bego.
"Ada apa" Papi kan harus ke kantor. Kok malah tidur" Itu juga si Olga udah minta dianterin ke sekolah. Makanya kalo gak biasa lari, jangan nekat-nekatan mo lari pagi segala. Nanti kalo di kantor ngantuk, gimana""
Lalu Mami keluar kamar sambil berkacak pinggang. Memanggil Olga yang lagi ngilik-ngilik kuping di sofa.
""Olga, coba liat papimu. Pantes aja nggak keluar-keluar, wong dia ketiduran lagi!" jerit Mami jengkel.
Olga cekikikan geli ngeliat tingkah laku Mami. Sedang Papi buru-buru menyambar kertas-kertas kantor buat meeting nanti. Lalu menggaet tas yang terbenam di bawah berkas itu.
"Ayo, Ol. Berangkat!" ajak Papi begitu keluar kamar.
Olga langsung beringsut sambil tersenyum geli.
Mami cuma bisa geleng-geleng kepala.
*** "Di perjalanan Olga membuang bulu ayamnya yang sejak tadi dipake buat ngilik kuping. Lalu kembali mencoba ngapalin ru"us-rum"s kimia yang ruwet. Tapi susah juga belajar di dalam mobil. Mana gak ada AC, mana jalan lagi macet. Jadinya gerah dan berisik. Kendaraan lain pada saling berlomba membunyikan klakson. Olga cuma bisa melongo aja di depan buku kimianya. Gak satu pun yang berhasil dihapalnya.
Bedanya sama Papi, Papi justru memanfaatkan kemacetan itu dengan tidur-tidur ayam. Matanya udah keliatan berat. Kepala Papi suka sesekali terangguk-angguk. Untung suara cablak Olga mampu bikin kantuk Papi lenyap.
"Pi, bagi duit jajan, dong. Olga lagi jatuh miskin, nih!" pinta Olga tiba-tiba.
Papi gelagapan. "Apa, Ol""
"Minta duit buat jajan!" jawab Olga keras pas di kuping Papi.
"Ambil aja di tas Papi di jok belakang. Tapi nggak usah keras-keras juga papi denger,Ol," sungut Papi.
Olga langsung mengubek-ubek jok belakang. Mencari tas Papi yang terbuat dari kulit buaya. Tapi nggak ketemu-ketemu.
"Tas yang mana, sih, Pi"" Olga akhirnya hilang kesabarannya.
"Ya, yang di situ. Tasnya Papi. Masa tas Mami""
"Tapi yang ada justru tas Mami, Pi."
"Ah, masa"" Papi agak kaget.
"Ini, kan"" Olga membalikkan badan, membawa tas yang ia pungut dari jok belakang. "Coba liat aja isinya alat kosmetik melulu!" kata Olga sembari menyorongkan tas itu ke idung Papi. Sampe Papi terjajar ke belakang.
Papi kaget. Ah, ini mah emang betulan tas Mami. Isi
nya lipstik, bedak, maskara, saputangan, body lotion, dan apa itu..." Tusuk gigi!'Lantas tas Papi mana"
"Wah, Papi pasti salah ambil," tukas Papi menyadari kekeliruannya.
"Kok bisa salah ambil begitu, Pi"" tanya Olga sambil melempar tas Mami ke jok belakang.
"Ini gara-gara Papi terburu-buru. Tadi pas Papi abis baca berkas-berkas kerja, Papi taruh berkas itu di atas tas Mami. Jadi waktu berangkat, tas Mami yang kebawa."
"Trus, gimana"" Olga mulai keliatan cemas.
"Ya, terpaksa Papi kudu pulang dulu ngambil tas itu."
Olga kontan kaget. "Ha" Pulang"" tanya Olga gelisah.
"Iya, emang kenapa""
"Olga bisa telat nih, Pi. Kan jam pertama ada ulangan kimia."
"Kalo gitu kamu naik taksi aja...."
"Lha, duitnya mana""
"Pake aja duit kamu dulu. Ntar Pap... eh, Mami ganti!"
"Dibilang Olga lagi jatuh miskin. Dari mana Olga ada duit"" tukas Olga cemberut.
"Tapi Papi juga nggak ada duit sekarang. Duit Papi kan semuanya ditaruh di tas. Makanya harus pulang dulu buat ngambil," Papi juga mulai Panik.
"Aduh, Papi, gak usah pake pulang segala, deh. Anter aja dulu Olga ke sekolah. Biar deh Olga gak usah jajan!"
"Wah, gak bisa, Ol. Soalnya di tas Papi itu ada berkas-berkas penting buat Papi meeting pagi ini."
"Aduh, Papi gimana, sih"" Olga mencak-mencak. Sebel juga ngeliat Papi tetap bersikeras. Padahal Papi juga sebenarnya lagi panik. Tanpa sadar Papi merogoh saku, eh, ternyata ada duit logam seratus perak.
"Na, kebetulan nih, ada duit seratusan nyelip, bekas kembalian beli korek kuping. Kalo gitu kamu naik bis aja, biar Papi pulang."
Papi menyodorkan seratusan logam itu ke idung Olga. Olga menerima uang itu, dan langsung melemparkannya ke jok belakang.
"Ha"" Papi melongo. "Kok dibuang, Ol""
"Kalo naik bis sih sama aja bo'ong. Belon nunggunya. belon macetnya. Sampe di sekolah pasti telat."
"Jadi mau Olga gimana""
"Kita pulang aja!" jawab Olga ketus.
"Lho" Kamu mau bolos""
"Terserah. Pokoknya Olga hari ini gak mau sekolah. Percuma gak bisa ikut ulangan," Olga merajuk. Papi jadi kelimpungan. Tapi Olga udah gak mau dibujuk lagi. Akhirnya terpaksa Papi ngajak Olga pulang. Celakanya pas sampe rumah, Mami langsung menyambutnya dengan omelan.
"Ada apa lagi, nih" Kok pada balik lagi"" hardik Mami galak.
"Olga ngambek gak mau sekolah," jawab Papi singkat.
"Apa" Nggak mau sekolah"" jerit Mami kaget.
"Abis Papi yang bikin gara-gara. Masa Olga mau diturunin di jalanan. Nggak mau anter Olga ke sekolah. Bayangin aja, Mi," beber Olga setengah bikin cerita fiktif.
Mami kontan aja kalap. "0, jadi gitu, ya"" kata Mami sinis. "Pantas Olga gak mau sekolah. Kalo Olga gak naik kelas, awas kamu, Pi!" ancam Mami.
Papi celingukan. Bingung harus bagaimana. Mau menyangkal juga gak bisa. Abis posisinya udah telanjur kejepit. Akhirnya Papi cuma bisa diem aja. Sedang Mami masih terus-terusan nyap-nyap.
"Makanya gak usah pake lari pagi segala. Akibatnya semua jadi kacau begini. Kecentilan amat sih, Papi!" ,
Papi menelan ludah yang tersekat di tenggorokkan. Papi bener-bener ngerasa gak enak.
Di perjalanan menuju kantor, Papi lantas bertekad mau menebus dosa. Papi mau beli weker yang deringnya bisa ngebangunin Papi besok paginya jam enam pagi. Dan Papi janji gak telat lagi mau ngant"rin Olga sekolah. Kan enggak enak. Sebagal Papi, ia harus tanggung jawab juga.
*** Di toko jam, Papi memilih-milih weker yang cocok. Setelah susah payah mencari, akhirnya Papi menemukan juga weker yang menarik minatnya. Sebuah weker berbentuk bulat yang ada gambar ayamnya. Ayam itu kepalanya bisa mematuk-matuk sesuai dengan jalannya jarum detik. Yang penting jam itu bisa berdering keras sekali untuk ngebangunin Papi tiap pagi.
Di rumah, Papi langsung meletakkan weker itu di kamar daruratnya. Papi gak cerita ke Mami soal barang barunya itu. Bukannya Papi mau bikin surprais, tapi sejak peristiwa kemaren, Mami selalu pasang wajah kusut kalo ketemu Papi. Papi nggak protes, cuma yang bikin Papi kesel, Mami jadi nggak ngurus keperluan Papi. Sampe terpaksa Papi masak ikan asin sendiri. Si Bibik pun udah diancam Mami untuk jangan memberi bantuan.
Tapi Papi termasuk oran g yang tabah. Papi pikir, biar aja mereka pada marah. Besok juga udah baikan lagi. Apalagi kalo Papi besok pagi-pagi udah siap dengan kemeja kantor, dan ngebangunin Olga buat pergi sekolah. Papi pun menyiapkan kemejanya di kamar loteng.
*** Keesokan paginya, begitu weker baru Papi berdering tepat pukul enam, Papi buru-buru lompat dari ranjangnya. Lalu mandi, pake baju kantor, dan siap mengetuk kamar Mami. Malam kemaren Olga lagi kebetulan tidur di kamar Mami juga.
"Mi, bangun, Mi. Olga, bangun, Ol. Mau sekolah, nggak"" kata Papi sambil mengetuk-ngetuk kamar keras-keras.
Mami dan Olga siuman. Ngulet-ngulet sebentar di tepi ranjang, lalu bergegas menuju pintu.
"Ada apa sih ngebangunin orang lagi tidur"" tanya Mami galak begitu ngeliat Papi ada di balik pintu, udah rapi pake dasi dan tas kantor.
"Papi nyengir. "Ng... anu, Mi. Pan mau ngebangunin O"lga sekolah. Juga Mami kalo-kalo mau lari-lari kecil lagi seperti kemaren...."
"Dasar pikun!" semprot Mami sambil ngegubrakin Pintu.
"Lho, ada apa. Mi" Kok tau-tau marah," Papi kaget setengah mati.
"Papi ini maunya apa, sih" Siapa suruh ngebangunin Mami" Siapa suruh gebangunin Olga sekolah" Ini kan hari Minggu. Sana pergi!"
Papi cuma melongo di pintu. Bingung mesti ngapain....
"4. Penyiar Misterius
"JARUM jam di kamar Olga baru nunjukin pukul sembilan lewat seratus dua puluh menit, tapi Olga udah dari tadi-tadi nyingkirin radio kesayangannya ke kamar Mami. Jangan heran, Olga emang lagi alergi sama radio. Bahkan gak cuma alergi, tapi ngeri. Liat radio perasaannya kayak Hat setan. Dengar suara radio, bagi Olga, bagai denger suara kuntilanak. Dan Olga jadi mendadak penakut banget. Yang jadi korban jelas si Papi. Ke mana-mana diseret buat nemenin. Ke kamar mandi, ke warung, belajar. Papi jelas risi banget. Buntut-buntutnya jadi sebel. Abis lagi enak-enak baca koran, tiba-tiba kakinya diseret-seret Olga suruh nemenin ngambil boneka di loteng. "Eee, kok main seret-seret aja" Emangnya Papi serbet""
Olga-nya cuek. Abis kalo gak gitu, Papi nggak bakal mau.
"Olga emang jadi penakut.
Kayak kemaren malem, Mami tanpa sengaja nyetel radio kenceng-kenceng, Olga langsung histeris. Padahal tu radio lagi nyiarin perkembangan harga bawang gondol. Cuma yang kedenger di kuping Olga bukan bawang gondol melainkan kuntilanak gondrong!
Dan malam ini gak beda sama malam kemaren atau malam kemarennya lagi. Olga selalu ketakutan. Padahal biasanya saban malam, sebelum tidur, Olga mesti ngupingin radio dulu. Atau sambil baca-baca buku pelajaran. Tapi semenjak di radio ada kabar tentang munculnya penyiar misterius yang membawakan acara Diary, Olga jadi gak bisa dengerin radio lagi. Kuatir kalo-kalo si penyiar misterius itu muncul.
Ya, sas-sus soal penyiar misterius emang udah rame di sekolah Olga. Terutama temen-temen Olga yang suka dengerin acara Diary-nya Olga pada bilang, ada penyiar misterius yang selalu muncul tiap Olga selesai siaran.
"Selamat malam, para pendengar di mana saja Anda berada. Seperti biasa, tiap malam makin malam, saya akan menemani..." terdengar sayup-sayup suara radio dari kamar Mami.
""Mi, Mami nyetel radio, ya"" teriak Olga.
Gak ada sautan. "Mami, nyetel radio, yaaa""
Masih gak ada sautan. Sementara penyiar di radio itu makin asyik mengumbar salam. "Mamiii! Nyetel radio, kok, malem-malem, siiih!" Olga teriak-teriak sambil menggedor pintu kamar Mami. Mami keluar.
"Ada apa sih ni anak" Malem-malem kok gedor-gedor pintu""
"Mami kenapa nyetel radio malem-malem. Kan udah Olga bilang sementara ini supaya jangan nyetel-nyetel radio dulu!"
"Hei, Mami emang nyetel tapi ngedengerinnya pake headphone, kok. Sengaja Mami denger sendiri."
"Lho, j-jadi suara penyiar tadi berarti suara penyiar misterius, dong""
Dan untuk kesekian kalinya Olga pingsan lagi.
"*** ""Ntar malem Papi antar Olga, ya!" kata Olga lembut sambil ngegeloso di kaki Papi yang lagi sibuk ngikat tali sepatunya. Papi cuek bebek. Dia emang baru aja sarapan, dan berkemas-kemas mo berangkat ke kantor.
Mobil VW Combi tua-nya udah dipanasin dari tadi. Suara mesinnya kedengeran kayak Mami yang lagi asyik ngor
ok di kamar. Olga terus merengek-rengek. Tapi Papi masih asyik dengan tali sepatunya yang ngelilit-lilit gak keruan. Jari telunjuknya aja ada yang ikut keiket!
"Gimana, Pi, mau kan temenin Olga siaran Diary kayak minggu kemaren"" kata Olga lagi masih dengan suara lembut. Papi masih gak bereaksi. Padahal jarang-jarang banget Olga ngomong sama Papinya pake suara lembut. Biasanya teriak-teriak cablak.
Papi memang masih penasaran sama tali sepatu yang susye diatur.
"Pi...!" sapa Olga dengan nada lebih merajuk. Tangan Olga ikut usil narik-narik tali sepatu. Papi cemberut dan menepak tangan Olga. Tali sepatu yang hampir kelar diiket itu jadi berantakan lagi.
Papi kembali membetulkan.
Olga makin kesel dan kembali menarik tali sepatu Papi.
Terbuka lagi! Papi kembali membetulkannya tanpa protes sedikit pun. Ia menjauhi Olga. Lalu dengan hati-hati mengikat tali sepatu: Dan... berhasil!
"Alhamdulillah...," desah Papi sambil nyeruput sisa kopi.
"Papi jahat!" jerit Olga tiba-tiba. "Dimintain tolong sama anaknya aja gak mau. Apalagi dimintai tolong sama bukan anaknya."
"Misalnya, siapa"" ledek Papi.
"Mami!" "Hus, kamu bisa aja."
"Abis Papi jahat!"
"Nanti malam Papi sibuk berat. Nggak mungkin ngantar kamu. Lagian kamu kan bisa ajak Wina buat nemenin. Dulu-dulu kamu nggak pernah ngajak Papi. Kenapa sekarang Papi kamu bikin repot""
"Sejak ada penyiar misterius, Wina nggak berani antar Olga lagi, Pi. Dia kan anaknya lebih penakut dari Mami," kata Olga lagi.
Papi manggut-manggut. "Tapi, yang jelas nanti malem Papi nggak bisa nganter kamu. Papi repot!"
"Papi kok tega banget, sih"" gerutu Olga sambil siap-siap menarik tali sepatu Papi.
Tapi, gagal. Papi udah keburu meninggalkan Olga yang terbengong-bengong.
*** "Olga emang jadi kayak anak kecil sejak tiga minggu belakangan ini. Tingkahnya jadi minus banget. Terutama bila menjelang siaran Diary yang diadakan tiap malam Jumat. Olga pasti merajuk dan merengek-rengek ke Papi agar Papi mau nemenin siaran. Soalnya acara yang dulu disiarin dari jam sepuluh sampe jam sebelas ini, diubah jadi jam sebelas sampe jam dua belas.
Olga sebenarnya bukan anak penakut. Biasanya juga dia siaran Diary sendiri. Atau kadang-kadang ditemenin Wina kalo ada duit lebih buat nraktir Wina nasgorkam. Tapi sejak ada desas-desus penyiar misterius yang selalu membacakan Diary se"abis. Olga siaran, Olga kontan nggak berani lagi malam-malam ngejogrok sendirian di studio. Wina juga kontan membuang niat baiknya nemenin Olga siaran seperti biasa walau diiming-imingi nasgorkam.
Munculnya desas-desus mengenai penyiar misterius emang gak sengaja. Yaitu waktu Riska, yang sekelas sama Olga, nanya ke Olga.
"Eh, Ol, lo sekarang siaran Diary-nya sampe jam satu, ya""
Olga yang nggak begitu sadar sama pertanyaan itu menjawab sekenanya. Malah sambil asyik ngejilat Toblerone yang mencair kepanasan. "Ah, nggak, Ris. Lo tau dari mana gue siaran ampe jam satu. Biasa aja kok, cuma ampe jam dua belas. Kan izin mengudaranya kalo bukan malam Minggu cuma sampe jam dua belas doang!"
"Gue kan ngikutin siaran lo. Tapi kok lo siaran sampe jam satu" Gue juga heran. Makanya gue tanya ke elo."
Olga agak tersentak kaget.
"Ah, masa"" tanyanya heran.
"Betul, masa gue bo'ong, sih"" Riska meyakinkan.
Tapi saat itu Olga nggak mau percaya.
"Mungkin lo lagi ngimpi kali, Ris!" sangkal Olga.
Walau Riska terus ngotot, Olga tetap aja nggak mau percaya. Sampe Olga dapat pertanyaan lagi dari Erwin, temen sekelasnya yang emang nge-fans dengar Olga siaran.
"Wah, siaran Diary lo yang malam Jumat kemaren serem banget ceritanya. Gue ampe merinding. Gak bisa bobo. Sialan. Terutama yang jam-jam terakhir, tuh. Eh, ngomong-ngomong siaran Diary lo nambah, ya""
"Nambah"" "Iya, biasanya kan cuma sampe jam dua belas. Tapi yang gue denger malam Jumat kemaren itu ampe jam satu. Gue sebenarnya ngantuk berat, tapi jadi gak bisa bobo, gara-gara serem denger lo siaran," kata Erwin.
Olga jadi bimbang. "Masa sih" Cerita serem apa""
"Itu, gadis manis yang bunuh diri gara-gara tertusuk duri...."
"Ah, masa""
"Lo gimana, sih" Lo yang siaran, tapi lo ga
k tau!" Erwin rada kesel juga, dikiranya Olga belaga pilon. Padahal Olga berkata jujur. Olga emang nggak merasa siaran sampe jam satu. Apalagi bacain cerita yang serem-serem kayak gitu. Hiiii....
Olga 02 Back To Libur di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Diary memang merupakan siaran penutup untuk malam Jumat. Olga sendiri biasanya langsung pulang begitu selesai siaran.
Kebetulan acara Diary disiarkan secara langsung, karena nunggu surat yang masuk dulu, di samping siangnya Olga sibuk, udah kebanyakan les. Jadi Olga tau pasti kalo ia nggak nambah-nambah jam siaran. Lagian mana boleh....
"Mungkin ada orang yang menyusup malem-malem dan nekat siaran sendirian"" tanya Wina bergidik.
"Ah, tapi mana mungkin, kan studio dijaga sama Mang Aka," Olga menyangkal.
"Penyiarnya cowok apa cewek, Er"" tanya Olga kemudian pada Erwin karena mengira, mungkin yang siaran Mas Darmo, bagian klining serpis yang emang sering tidur di studio. Kali aja malem-malem dia iseng, lalu coba-coba jajal jadi penyiar.
"Cewek..." ""Cewek"" Olga tambah kaget. "Siapa, ya, kalo gitu""
"Emangnya bukan lo, Ol"" tanya Erwin masih penasaran.
"Bukan, lagian ngapain gue siaran ampe jam satu!" jawab Olga.
"Nah lo!" Olga tentunya bingung setelah kejadian itu. Kadang dia percaya, kadang nggak.
"Masa iya sih"" tanya Olga dalam hatinya. Tapi waktu keyakinan Olga mulai menipis, pasti ada aja orang yang nanya ke Olga soal siaran Diary itu. Akhirnya Olga percaya lagi.
Pada malam Jumat berikutnya barulah Olga bisa membuktikan rasa penasarannya.
Di rumah, saat suasana rumah begitu sepi, Olga menggotong radionya ke kamar. Ceritanya Olga baru aja pulang dari studio. Sampe di rumah sekitar pukul setengah satu. Jadi masih ada waktu setengah jam untuk mengecek adanya penyiar misterius itu. Karena menurut teman-teman Olga yang sempet denger siarannya, biasanya si penyiar misterius itu mengudara sampe jam satu.
Suasana hening. Bulu roma Olga merinding. Dengan perasaan ngeri, Olga lalu menyetel radionya. Mencari gelombang- 101,6 FM.
Olga nyaris pingsan waktu didengarnya sayup-sayup suara seorang penyiar lagi mengudara di gelombang itu. Suaranya mirip suara Olga, tapi Olga yakin banget itu bukan suara dia. Lalu siapa yang di studio siaran sendirian malam-malam begini" Apa iya Mbak Vera sengaja menambah jam siaran Diary tanpa sepengetahuan Olga"
Ah, nggak mungkin. Tadi waktu Olga pulang rasanya nggak ada tanda-tanda seorang bakal menggantikan tugasnya.
Olga menyimak lagi suara penyiar di radionya. Walaupun sangat ngeri tapi Olga nekat terus.
Pedang Angin Berbisik 5 Raja Petir 06 Upacara Maut Memanah Burung Rajawali 21