Cover Boy 3
Olga 03 Cover Boy Bagian 3
"Enggak." "Wah, mikir dulu, kek," ujar Olga sebel.
""Tapi, apa masalahnya, sih" Kan enak diajak main terus."
"Masalahnya, gue gak suka main skrebel, Win. "
Wina lalu mengurut-urut jidatnya pertanda lagi berpikir keras.
"Gimana kalo mami lo kita beliin empeng sebagai pengganti""
"Saran lo gak mutu."
"Atau beliin congklak, bola bekel, atau apa gitu!"
"Mainan begituan sih udah gak zaman. Mami mana suka""
"Atau, gimana kalo kamu beliin Nintendo""
"Nintendo Atmowiloto""
"Hush, bukan! Hu, Nintendo yang permainan, tuh. Yang kayak game-watch tapi pake tipi. Kan moderen tuh," jelas Wina.
"Oo, iya. Asyik juga. Kalo itu mah gue mau aja seharian nemenin Mami main. Eh, tapi kan mahal, Win""
"Iya, emang mahal."
"Gue duit dari mana" Daripada beliin Mami Nintendo, mendingan gue ganti sepatu roda gue."
Lalu kedua anak itu mikir lagi.
"Eh, gue ada usul, Ol."
"Apa"" Olga semangat.
""Gini, kamu harus bikin si Mami itu kapok main skrebel."
"Caranya ""
"Misalnya aja, pas lo ama Mami lagi main skrebel, biji-biji hurup skrebel itu lo umpetin di ketiak lo satu per satu.
Kan bau banget tuh. Apalagi lo abis pulang sekolah. Nah, pas mami lo memasang-masang hurup, doi bakal merasa terganggu karena biji-biji hurupnya jadi mendadak bau. Atau pas lagi sendirian mengutak-atik skrebel, dia bakal merasa jijik karena kebauan. Trus mami lo jadi kapok. Gak mau megang biji skrebel lagi."
"Astaga, Win! Itu ide yang cemerlang! Gue gak nyangka lo secerdas itu!!!" jerit Olga takjub sambil mencubit kedua pipi Wina.
Mereka berdua pun melonjak-lonjak kegirangan.
"*** "Hari itu jam dua siang, Mami dan Olga udah ngejogrok di loteng main skrebel. Beberapa hurup yang belum terpakai, sudah disembunyikan Olga baik-baik di dalam ketiaknya. Mami yang masih belum ngeh sama bau asem yang ditimbulkan oleh hurup-hurup itu, masih nampak bersemangat.
Olga menunggu reaksi Mami penuh harap.
"Mami suka karena kamu belakangan ini sering nemenin Mami main skrebel tanpa mengeluh," ujar Mami sambil menyusun kata "smart" pada papan skrebel.
"Iya, Mi. Soalnya Olga pikir, skrebel bisa nambah kosakata bahasa Inggris Olga," jawab Olga tenang.
"Betul itu, Ol. Skrebel emang permainan yang mendidik. Mami emang selalu memberi sesuatu yang mendidik sama kamu, Ol. Biar kamu pinter," ujar maminya semangat sambil sesekali mulai menciumi dulu biji-biji hurup skrebel, karena ia merasa ada bau yang kurang enak.
Olga hanya melirik lewat bola matanya. Lalu pura-pura konsentrasi pada permainannya.
Mami makin lama nampak makin sibuk mengendus-endus biji-biji hurup yang ia pegang"
"Ada apa, Mi"" Olga berusaha menyembunyikan tawanya.
"Ah, enggak. Ini, biji-biji hurup skrebel Mami mulai bau apek. Mungkin harus dicuci, ya""
"Iya kali, Mi."
"Ya, udah. Kita stop aja dulu. Mami mau menjerang biji-biji ini di air mendidih biar bersih, biar baunya ilang," ujar Mami sambil mengumpulkan biji-biji skrebelnya ke dalam kantong. Olga pun bangkit sambil menahan tawa.
"Eh, Mi. Nanti abis dijerang, Olga pinjem lagi ya skrebelnya" Olga mau latihan di kamar nih biar bisa ngalahin Mami."
"Ya." Mami nampak semangat ngeliat Olga tertarik skrebel.
Dan sepanjang malam itu, Olga sibuk mengepit di ketiak semua biji skrebel yang abis dicuci Mami sore tadi. Hihihi, besok pagi Mami pasti bakal kebauan lagi.
Dan bener aja. Pas Olga pulang siang harinya, Mami nampak sama sekali tak mau menyentuh biji-biji skrebelnya. Kapok berat dia karena baunya. Dia ngomel-ngomel terus, "Mainan beli mahal-mahal kok gak awet. Baru dicuci, baunya udah kayak dhemit."
Olga ngikik di kamar. Puas banget dia.
*** "Seminggu kemudian tiba-tiba Olga muncul lagi di rumah Wina dengan wajah penuh derita. Ia menjatuhkan diri di sofa.
""Hei, kunyuk, ke mana aja lo baru nongol"" sambut Wina kurang ramah di pintu kamar. Tapi Olga diam saja.
"Sombong, ya, sekarang. Jarang main ke sini. Gue telepon juga gak mau nerima."
"Bukan gitu, Win. Gue lagi ada masalah, nih. "
"Masalah apa lagi" Apa mami lo belum sembuh juga dari penyakitnya""
Olga gak langsung ngejawab. Tapi menghela napas panjang dulu, sebelum akhirnya ngomong.
"Masalah Mami udah teratasi, Win. Doi udah kapok main skrebel lagi."
"Terus kenapa""
"Lo bisa tolong gue lagi, kan""
"Iya, apaan"" .
"Gimana sih cara ngilangin kecanduan mendekap-dekap sesuatu di ketiak""
Wina melongo. Lalu jatuh lemes di dipan.
" 8. Besok Kita Puasa... "OLGA dan Wina berdiri di lantai tiga sebuah plaza yang megah. Memandang ke arah orang-orang yang sibuk berjalan di bawah. Ada yang menuntun anak, ada yang membawa bungkusan besar, ada yang berjalan sambil menjilati es krim, dan ada juga yang sekadar ngeceng. Olga dan Wina terus mencari-cari pemandangan yang enak diliat berupa cowok cakep bin imut-imut. Sayangnya dari tadi yang diincer belon nongol sebatang pun. Ya, mereka kudu harus puas dengan apa yang diliat sekarang.
Tiba-tiba Olga menutup idung.
"Lo kentut ya, Win"" tuduh Olga mantap banget.
"Enak aja nuduh. Mana buktinya"" Wina menangkis taktis.
"Orang kentut mana bisa dibuktiin" Tapi pokoknya kamu kentut, kan""
"Enggak!" ""Ngaku aja, deh!"
"Ih, dibilangin."
"Abis siapa lagi dong kalo bukan elo. Kan yang deket sama gue cuma elo doa
ng!" "Enggak," Wina bersikeras. "Kalo gak percaya, cium aja pant..."
"Sialan! Ngapain gue nyium pantat elo...."
"Abis gak percaya, sih""
"Jadi siapa dong...."
"Kita tanya bapak yang berdiri di situ aja. Siapa tau dia tau. Atau malah dia yang kentut."
"Kalo bapak itu tersinggung""
"Berarti dia kentut."
Tapi baru Olga hendak beranjak menanyakan, tiba-tiba Wina mengeluarkan bau yang aneh lagi. Olga. menghentikan langkah, menatap Wina. sebel. "Tuu, kan, elo yang kentut!"
"Iya, Ol." "Kalo kepergok aja, baru deh ngaku."
"Ampun, Ol." "Kenapa sih elo kentut m'lulu" Pengen nge-bom""
Wina mengangguk. "Gue gak tahan, Ol. Kayaknya dari tadi kita udah kekenyangan makan."
"Yaaa, jangan udahan dulu, dong, Win. Kita kan belum nyobain es krim di Gaston, belum nyobain McDonald's, belum nyobain Soto Kudus di Radio Dalem, belum nyobain jajan di Pujasera, aduh, kan masih banyak lagi""
"Tapi perut gue udah mau meledak, Ol!"
"Kita cari toilet adza, Win. Lo nge-bom dulu."
Lalu Olga dan Wina pun berjalan bergegas nyari toilet terdekat. Pas ketemu, Wina langsung masuk. Olga nungguin di luar. Lama banget. Sampe Olga udah akrab sama penjaga toilet.
"Neng, temen kamu orangnya betahan, ya"" tukas penjaga toilet pada Olga.
"Dia emang gampang beradaptasi, sih," Olga menjawab sambil sesekali melongok ke dalam.
"Bagus deh, kalo emang dia betah. Saya selaku penjaganya jadi seneng. Apalagi taripnya sekarang tiga menit gocap!"
"Hah, kayak telepon umum aja."
"Kita emang saingan, Neng. Dia telepon umum kita we umum, kan."
Nggak lama Wina keluar. Dia membayar tarip yang sedemikian rupa tanpa masalah, karena merasa perutnya jadi entengan. Sebentar merapikan rambut, Olga dan Wina kembali meneruskan jajan-jajan seru hari itu. Dan perjalanan tahap kedua ini diawali dengan mencobai semua jajanan di lantai bawah Pasaraya. Segala jenis masakan mereka pesen. Yang girang, so pasti, para pelayan cowok di sana. Mereka berkali-kali bisa melayani dua makhluk manis ini.
"Pesen apa lagi, nih"" sapa seorang pelayan cowok yang kelimis dengan dasi kupu-kupu di leher.
"Apa lagi ya, kayaknya semua menu udah kita coba, deh," kata Olga sambil menyimak daftar menu itu.
"O, masih banyak yang belon, kok."
"Apa"" "Anu, kebetulan restoran kita baru aja bikin menu baru. Daftarnya lagi kita ketik. Mau liat"" .
"Tak usah, deh," potong Wina males. "Kita mau jalan-jalan dulu, nanti ke sini lagi."
"Biar, Win, kita liat aja dulu. Kali aja ada makanan yang belon pernah kita jajal."
"Nanti kalo gue kentut-kentut m'lulu lagi, gimana""
"Gimana, nih, mau liat gak"" sela si pelayan.
"Nanti aja deh, kita mau muter-muter dulu."
"Bener, ya"" harap si pelayan.
Sebenarnya Olga masih kuat melahap berapa porsi lagi. Tapi kalo mengingat kentut Wina tadi dia lebih baik b'renti dulu. Karena abis dari situ mereka pan kudu ke McDonald's segala. Walo begitu Olga sempet pesen es krim dulu, sebelum akhlrnya cabut ke McDonald's.
Ya, acara jajan-jajan seru itu memang berakhir di McDonald's. Soal gimana serunya mereka melahap burger di McDonald's gak perlu kita beberin, karena setengah jam kemudian, Olga dan Wina udah berada di Studio 21 nungguin filmnya Charlie Sheen diputar.
Wina tampak terkapar tak berdaya di sofa interior bioskop sambil memegang perutnya yang kekenyangan dan nahanin kentut. Sementara Olga masih keliatan semangat melihat-lihat gambar-gambar film. Udah puas Olga lalu duduk di samping Wina.
"Win, yuk kita terusin ngegosip. Tadi siapa aja yang belum kita gosipin""
"Si Vega, si Eva, si Gaby, si Jon..."
"O iya, si Vega yang betisnya kayak pemain kesebelasan itu""
"Iya, yang bibirnya kalo ngomong suka napsuin pengen digaplok."
"Iya, yang tiap malam nongkrong di jalanan pake busana minim."
""Iya, yang... yang apa lagi ya""
"Ah, kita cari yang lain aja, deh. Abis kejelekan Vega ya cuma itu-itu aja. Paling sifat materialistisnya. Kan nggak asyik kalo ngomongin sifat materialistis dia."
"Iya, soalnya lo materialistis juga, sih."
"Sial lo. O ya, mending kita ngegosipin si Eva, anak kelas satu yang sok akrab ama kita-kita itu."
"O, boleh, boleh. Sebab baru kemar
en gue ngedenger kalo Eva itu turunan raden. Gue jelas gak percaya, Ol."
"Apalagi gue. Gue kan tau banget masa kecil tu anak. Kecilnya suka nyari-nyari capung pake permen karet, nguber layangan putus, dan lo perhatiin aja betisnya yang sebelah kanan."
"Kenapa, Ol""
"Burik!" "Ah, gue kok gak pernah liat."
"Ya, kalo sekolah buriknya gak dia bawa, ditaro di rumah."
"Hahaha, bisa aja lo."
Film tinggal dikit lagi main. Tapi agaknya Olga dan Wina masih belon puas ngegosipin anak-anak.
"Win, lo tau Fahmi nggak""
"Fahmi" Fahmi mana""
"Fahmi ayam!" ""Hahaha, bakmi ayam 'kali."
Lagi asyik ketawa ada pengumuman kalo di Studio 3 pertunjukan film hampir diputar Para penon ton diharap masuk.
"Eh, Ol. Udah mo main tuh filmnya."
"Entar dulu, Gaby belon kita gosipin."
"Besok aja!" "Ah, lo gimana, sih" Besok kan udah mulai puasa. Kita gak punya waktu lagi buat ngegosipin anak-anak."
"Iya, ya..." Wina mikir. "Tapi filmnya, Ol"" ,
"Atau di diskotek aja kita sambung ngegosipnya""
"Sip!" Pulang nonton, mereka langsung ke Fire Diskotek. Ceritanya dua anak manis itu emang mo puas-puasin bertualang di hari terakhir sebelum puasa. Karena pas puasa nanti mereka gak bisa jajan siang-siang lagi. Gak bisa ke disko. Gak bisa ngegosip sambil JJS. Dan acara rutin lainnya. Sebetulnya Wina udah kepayahan, tapi Olga maksa terus.
"Ol, gue udah lemes. Kita batalin aja, ya, ke diskoteknya""
"Ayolah Win, besok kan udah puasa."
Dan di diskotek Olga dan Wina bener-bener puas bergoyang sampe pagi. Diselingi acara ngegosip di pojokan. Sampe sekitar jam satu malam Setelah itu mereka baru pulang. Kondisi mereka bener-bener kepayahan. Olga nginep di rumah Wina. Olga udah bilang ke Mami kalo malam ini mo nginep di rumah Wina. Wina udah bawa kunci.
"*** "Para mahkluk aneh bin ajaib itu pun akhirnya terjaga, ketika jam di dinding menunjukkan pukul sembilan pagi. Kepala mereka terasa berat. Antara sadar dan semaput, mereka mendapatkan diri mereka sedang diselimuti, persis seperti bayi kembar.
Olga yang siuman lebih dulu, langsung celingukan. Lalu buru-buru membangunkan Wina.
"Win, bangun, Win! Bangun! Udah siang, nih!" bentak Olga kasar sambil mengguncang-guncang tubuh Wina. Wina menggeliat seperti ulat, tapi matanya tak mau terbuka. Plak! Malah tangannya mendarat mulus di jidat Olga. Olga jadi keki.
"Win, bangun, Win! Bangun!" bentak Olga sekali lagi lebih keras. Kali ini bukan cuma mengguncang-guncang pundak Wina, tapi sambil memijit hidung Wina dengan jari-jemarinya. Wina yang jalan napasnya terganggu kontan gelagapan. Lalu bangun seperti orang bego, karena belon sepenuhnya sadar akan apa yang terjadi.
"Celaka, Win, kita kesiangan!" sambut Olga begitu Wina membuka matanya.
"Celaka apanya"" tanya Wina bingung.
"Ini kan bulan puasa," seru Olga.
"Iya, lalu"" Wina masih bego.
"Kita mestinya puasa, kan""
"Ya puasa aja!" kata Wina cuek sambil siap-siap mo tidur lagi. Olga tentu aja jadi sebel. Kemudian dengan sigapnya menarik kerah baju Wina yang ampir aja menyentuh bantal. .
"Olgaaa! Ngapain sih lo, kok ganggu orang terus" Gue kan mau tidur! Ngantuk, tau!" akhirnya kini Wina yang membentak.
"Abis lo bego amet, sih!" balas Olga.
"Bego apanya"" tanya Wina keki.
"Kita kan mustinya puasa hari ini!"
"Kan lo udah bilang tadi!"
"Coba pikir, kalo kita puasa, apanya yang kurang"!!" jerit Olga tepat di telinga Wina yang langsung bikin rambut Wina berdiri.
Akhirnya Wina nampak berpikir keras sambil memijit-mijit jidatnya. Sampe kemudian Wina sadar apa yang dimaksud Olga. Ya, Wina baru tau kalo hari itu harus puasa. "Tapi kok pagi tadi gak ada yang ngebangunin sahur"
Wina memandang Olga seperti orang bego, yang disambut Olga dengan tatapan yang gak kalah begonya. Keduanya sejenak saling bertatapan. Mereka keliatannya kesel banget gak dibangunin sahur, sebab mereka udah punya niat taun ini mo ikutan puasa.
Selagi mereka asyik terbengong-bengong, tiba-tiba pintu kamar terbuka. Secepat kilat mereka menoleh. Mama Wina masuk, dan tersenyum ramah kepada mereka.
"Gimana anak muda kita ini, udah mendingan"" kata mama Wina langsung.
Wina gak ngejawa b, tapi berusaha bangkit mo protes kenapa sampe gak dibangunin sahur. Belon lagi niatnya kesampean, Wina sekonyong-konyong merasa kepalanya amat berat. Akhirnya jatuh terkulai di bantal tak berdaya.
Mama Wina tersenyum penuh arti.
"Tuh, kan, bangun aja gak mampu, mau protes gak dibangunin segala. Dari mana aja sih kalian dari pagi sampe malam kemarin" Kok sampe kepayahan begitu"" tukas mama Wina.
Wina dan Olga terdiam, sebab malu sama kelakuan mereka kemaren
Ya, kemaren siang dua anak bandel itu "tingkahnya memang kayak orang baru keluar dari pengasingan. Semua jajanan disikat. Semua film yang belum sempat mereka lihat, ditonton abis. Termasuk juga ke diskotek dan ngegosipin temen-temen sampe bibir mereka pada item. Jadi kesimpulannya, kemaren itu hari terakhir mereka mengumbar jiwa hura-hura dan bersukacita.
Tapi akibatnya sekarang mereka malah jatuh sakit, sampe Mama gak tega ngebangunin Wina dan Olga buat makan sahur.
"Makanya, mentang-mentang mau puasa, jangan semua makanan disikat!" kata mama Wina sembari menyentuhkan punggung tangannya ke kening Wina dan Olga. Kedua anak itu pasrah, terkapar tak berdaya.
Sementara Mama terus menasihati bahwa bukan begitu caranya ngadepin bulan puasa. "Itu mah bales dendam namanya," ungkap Mama.
"Abis gimana, Tante"" tanya Olga memberanikan diri.
"Puasa itu kan bulan suci, jadi harus dihadapi dengan sesuatu yang sifatnya suci juga. Artinya, kalo kita mau puasa, kita harus suci lahir batin."
"Caranya gimana, Ma"" Wina ikut tertarik.
"Beberapa hari sebelum bulan puasa, atau tepatnya di pertengahan bulan Sya'ban, kita dianjurkan melakukan shalat Nisfu Sya ban, dengan membaca surat Yasin sebanyak tiga kali. Shalat ini bertujuan memohon ampunan dosa dari Allah. Setelah itu kita juga diminta saling bermaaf-maafan sesama sodara, tetangga, atau teman. Kemudian ziarah ke makam kerabat kita yang telah berpulang. Terakhir, mandi keramas biar jasmani kita bersih."
"Ooo, gitu to, Tante"" ucap Olga paham.
"Iya, jadi bukannya puas-puasin makan sampe perut kalian pada pecah."
Olga dan Wina tersenyum kecut.
"Nah, jadi taun depan hams lebih baik, ya""
Olga dan Wina mengangguk mantap.
Mama Wina bangkit, sambil membawa cucian kotor yang menumpuk di karpet, di bawah tempat tidur.
"Eh, Ma..." Wina berucap pelan.
"Ya"" "Kita-kita boleh puasa, nggak" Semalem kan gak ikutan sahur."
"Kalo kalian punya niat yang tulus, kenapa enggak""
Olga dan Wina manggut-manggut. Dan hari itu terpaksa mereka menjalankan puasa dengan sesedikit mungkin bicara. Ya, sebab mereka semalem gak sempet sikat gigi. Hihihi....
" 9. Parcel "DI luar hujan turun deras. Siraman air membasahi jendela kamar Olga. Suara angin pun menerpa-nerpa, membuat pohon jambu klutuk condong ke sana kemari. Sudah setengah jam yang lalu Olga terlelap. Lengkap dengan sepatu roda di kakinya.
Tik, tik, tik. Tiba-tiba ada tetesan air jatuh dari langit-Iangit yang bocor. Jatuh tepat di mulut Olga. Sambi! tetap memejamkan mata, Olga perlahan-lahan membuka mulutnya. Hingga tetes-tetes air itu jatuh tepat di mulut. Alhamdulillah, batin Olga, kalo emang rezeki gak ke mana....
"Olga!!!" bentakan si Mami bikin Olga terbelalak. "Kamu minum air ujan, ya""
Olga memandang maminya yang baru muncul di pintu. Heran, mahkluk yang satu ini selalu mengganggu ketenteraman di mana-mana.
"Bukan kemauan Olga kok. Salah ujannya sendiri, jatuh pas di mulut Olga. Kan duluan Olga yang tidur di sini," bela Olga.
"Ah, alasan. Tetep aja batal puasanya. Tuh, sana, temenmu nelepon."
"Bilang aja lagi tidur." Olga menarik selimutnya, dan pindah posisi jadi tengkurap.
"Enak aja. Bohong kan batal. Mami gak mau batal."
"Tapi tadi kan Olga emang lagi tidur"" ujar Olga kesal.
"Ya, tadi. Sekarang kan udah bangun. Sana jawab telepon temanmu," putus Mami sambil berlalu.
Dengan kesal Olga bangun. Diliriknya jam. Masih pukul dua. Wah, magrib masih lama banget. Sedang perut udah dang-dutan dari tadi. Dengan tidur tadinya ia berharap waktu bakal berlalu cepat. Tapi Mami malah dengan kejamnya bikin ia terjaga. Dasar sirik. Awas aja kalo Mami tidur. Tapi ketika Olga kel
uar kamar, dan meluncur perlahan di atas sepatu rodanya, sayup-sayup ia mendengar suara Mami bernyanyi. Olga langsung geleng-geleng kepala. Gara-gara pas ulang taun kemaren Papi ngasih . hadiah karaoke, tiap hari Mami nunggu bedug sambil cuwawakan di depan mike. Padahal suaranya yang kayak Donal Bebek itu sempat menimbulkan protes di suara pembaca Kompas dari tetangga kanan-kiri yang merasa terganggu. Tapi Mami cuek.
Dan kali ini Mami lagi menyanyikan lagu First Love. Intronya belum mulai, Mami sudah tancap gas.
"Halo, Olga, ya" Kok lama amat sih"" suara Wina langsung terdengar begitu Olga mengangkat telepon.
"Oh, elo, Win. Ada apa"" Olga merespon malas.
"Eh, itu dari tadi yang lagi nyanyi siapa, sih""
"Yang mana" Enggak ada orang nyanyi kok," Olga berusaha menutupi.
"Ah, tapi kedengeran seperti ada suara..."
"O, itu suara alat pengocok telur," ujar Olga seenaknya. "Mami lagi bikin kue keju buat Lebaran. "
"Oya, Ol. Gue mo nanya, jadi gak kita bikin parcel""
"Lo sendiri gimana" Kan katanya modal buat bahan-bahannya mo pinjem nyokap lo. Kan nyokap lo baru dapet credit card."
"Itu dia, Ol. Credit card Nyokap gak bisa dipake."
"Kenapa ""
"Gara-gara credit card-nya sama Mama dilaminating! Maksudnya sih biar gak cepet rusak. Hihihi..."
"Ha"" Olga langsung cekikikan. "Aduh, ada-ada aja ibu-ibu zaman sekarang. Norak banget, sih, Win""
"Jadi gimana, Ol" Jadi gak kita bisnis parcel" Lumayan lho keuntungannya, bisa buat beli baju Lebaran."
"Wah, gue gak ada duit, Win. Tabungan gue kan buat kursus bahasa Inggris."
"Kan kursus bisa minta papi lo."
"Papi yang pelit itu" Apa yang bisa diharapkan dari dia" Waktu gue bilang mo kursus, malah katanya disuruh nonton TPI aja. Kan ada pelajaran bahasa Inggrisnya. Jadi bisa ngirit. Wah, belajar dari TPI kapan bisanya ""
"...it's my first love, what I'm dreaming of...," tiba-tiba suara Mami terdengar melengking di antara percakapan dua eewek itu.
"Mamiiii!" jerit Olga. "Nyanyinya..., eh, mesin pengocok telurnya dimatiin dulu, doooong!"
"Jadi gimana, Ol"" kejar Wina.
Olga mikir sejenak. "Udah. Lo ke sini aja. Kita omongin di sini."
Pas Wina dateng, Olga udah nunggu di luar pake jas hujannya. Olga pun berlari-lari kecil ke Wonder kuning yang parkir pas dekat pohon jambu klutuk. Wina membuakan pintu.
"Langsung ke mana kita, Ol""
"Gue udah putusin, kita pake modal sendiri aja. Tabungan lo ditambah tabungan gue. Kan gue kursusnya masih lama. Siapa tau dan keuntungan, uang kita jadi nambah banyak. "
"Sip-lah. Kita ke bank, nih""
"Iya. ATM terdekat di mana ya""
"Ratu Plaza aja, Ol."
Mereka berdua pun meluncur ke arah jalan raya. Sementara hujan masih turun deras.
*** "Sambil bertopang dagu dan tengkurap di karpet, Olga mengetuk-ngetuk pensil di kepalanya yang terangguk-angguk pelan. Tanda sedang berpikir keras. Di hadapannya kertas-kertas penuh coretan berserakan kian kemari.
"Nah, yang ini desainnya bagus, Ol!" seru Wina yang ikut-ikutan tengkurap di karpet dan menyodorkan desain yang baru ia buat.
"Tapi Olga menolak tanpa menoleh sedikit pun, "Ah, masih kurang."
"Iya, tapi liat dulu, dong!" protes Wina sewot.
"Kalo gue bilang kurang, buat apa diliat lagi"" tolak Olga tetap ngotot.
Wina akhirnya diam aja. Sebel. Dan Olga masih sibuk oret-orat.
Sore ini Olga dan Wina emang lagi sibuk bikin desain buat selebaran pemesanan parcel. Rencananya selebaran itu bakal disebar di tetangga sekitar rumah Olga, dan di Radio Ga Ga. Khususnya buat anak muda. Siapa tau dari tetangga kanan-kiri, ada yang mo pesan parcel ke Olga. Kalo di tetangga Wina harapannya tipis, karena kebanyakan orang gedongan. Jadi bakal gak mau pesan parcel murah meriah seperti yang dibikin Olga. Dan modalnya juga bisa gede banget. Makanya Wina bela-belain nginep buat ngerjain parcel di rumah Olga. Biar lain dari yang lain, dan biar keliatan seger, Olga dan Wina sengaja bikin parcel buah. Jeruk, anggur, apel, dan ada juga yang pake durian. Semua kualitas ekspor. Lumayan, belum apa-apa Papi udah pesan satu.
"Papi pesan yang seharga berapa"" tanya Olga
"Paling murah berapa""
""Yang lima belas ribu ad"a."
"Kalo yang lima ribu""
"Ada. Tapi isinya buah-buahan yang tak menarik" untuk dimakan. Misalnya terong, lobi-lobi, kecapi, gohok, kesemek, buah buni, bawang, kemiri..."
"Wah, bos Papi mana suka buah gituan""
"Makanya. Pesanlah yang mahal. Yang isinya anggur Kanada, jeruk sunkist, apel merah. Dijamin memuaskan."
"Tapi buat Papi dapet korting, ya""
"Wah, keluarga sih keluarga. Tapi bisnis tetap bisnis. Gak bisa tuh, Pi. Modalnya aja gak cukup. Mau pesen nggak, Pi""
"Bayarnya dicicil bisa nggak, Ol""
"Enggak!" Olga menjawab tegas.
"Atau gimana kalo Papi ikut bantu-bantu ngebungkus parcel..""
"Tetap gak ada korting!"
Papi garuk-garuk kepala. Frustrasi "Ya, udah, deh."
Olga 03 Cover Boy di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tapi harga segitu belum termasuk ongkos kirim lho, Pi."
"Ha"" Olga kembali sibuk sama kerjaannya. Gak peduli Papi yang protes keras sama ketidakbijaksanaan Olga. Sedang Wina dari tadi berusaha keras menyumbang ide agar selebarannya selesai digarap.
""Gimana kalo kita pake foto Saddam Hussein di sudut kanan atas, biar menarik"" tawar Wina.
Olga cuek. "Atau di tiap selebaran kita sertakan satu lembar uang sepuluh ribu""
Tetap tak ada jawaban. "Atau ini, selebaran-selebaran ini kita..."
Pletok! Belum lagi abis kata-kata Wina, Olga udah keburu menghantamkan pensil ke jidatnya. Wina meringis kesakitan, sambil mengusap-usap jidatnya.
Dua jam kemudian, Olga pun rampung ngedesain, dengan bantuan komputer yang ada di ruang baca. Langsung aja selebaran itu di-print sebanyak-banyaknya, untuk disebar sore itu.
Isinya cukup singkat: Eh, kamu mau bikin bahagia pacarmu berikut calon mertua menjelang Lebaran ini" Pesanlah Parcel ke OL & WIN Productions. Harga damai (emangnya di Teluk"), boleh tanya toko sebelah. Berkisar antara Rp 15.000,- sampe Rp 50.000,-. Dibuat dari buah-buahan segar dengan kemasan apik dan menarik. Pagi pesan, sore kelar. Sore kelar, pagi pesan. Ayo, jangan sampe nyesel, paramuda. Lebaran tinggal seminggu lagi, persediaan terbatas. Jangan sampe pacar Anda putus gara-gara gak dikirimin parcel..
Lalu di sudut kanan-kiri, digambarin karikatur Olga dan Wina.
Lalu kedua anak itu mulai turun ke jalan, door to door nyebarin selebaran. Biar cepat, dua-duanya pake sepatu roda. Wina yang dari dulu gak pernah bisa main sepatu roda, berpegangan erat ke pinggul Olga.
Pas lewat rumah Andi, tetangga Olga yang kece berat dan jago main basket itu, Olga. dan Wina agak gelagapan. Soalnya Andi-nya pas lagi ada di depan garasi, sambil melempar-lempar bola basket ke ring basket. Bermandi peluh, dan telanjang dada. Bodinya yang keren keliatan mengkilap-kilap disiram mentari senja.
"Halo, Olga. Dari mana, nih"" tanya Andi sambil mendribel bola.
"Eh, ini, Di. Mo nyebarin flyer," Olga langsung menyerahkan secarik kertas. Andi membaca.
"Mo pesen, gak, Di"'"
Andi mengangguk-angguk. "Menarik juga. Gue pesen yang lima puluh ribu, deh."
Muka Olga langsung cerah. "Win, langsung catet, tuh!"
Lalu Andi mengajak duduk di teras. "Sori ya, saya pake baju dulu."
"Eh, gak usah. Enakan begitu..., ujar Wina spontan. .
Tulang kering Wina langsung ditendang Olga. "Aduh!" . "
"Ini, Di. Temen saya. Namanya Wina."
"O." Andi dan Wina berjabatan tangan.
Sambil Wina ngisi daftar pesanan, Olga basa-basi dikit, "Gak capek, Di, puasa-puasa latihan basket""
"Enggak. Lumayan sambil nunggu bedug. Emangnya mentang-mentang puasa terus semua kegiatan jadi mandeg""
Wina selesai mencatat. "Udah dulu, ya, Ndi. Makasih udah mo pesen. Pasti pacar kamu seneng deh nerima parcel dari kamu."
"Mudah-mudahan," Andi tersenyum.
"Oya, kirimannya besok sore, ya" Soalnya pagi baru mau belanja."
"Oke." Olga dan Wina pun menuju tujuan akhir, Radio Ga Ga.
"*** "Tapi paginya Olga dan Wina kaget setengah mati ketika dikasih tau Mami kalo di depan ada daftar pemesanan "yang menumpuk dari tetangga kanan-kiri. Ada yang minta dikirim besok, ada yang minta dikirim dua hari lagi. Belum yang telepon dari Radio Ga Ga. Pokoknya banyak banget. Sampe Olga dan Wina kelimpungan sendiri.
"Wah, gimana, nih, Ol"" tanya Wina bingung.
"Iya, ya" Modal ki ta kurang. Lo pinjem nyokap lo, gih. Siapa tau cr
edit card-nya udah gak dilaminating lagi. Gue juga mo cari pinjeman di Radio. Ntar siang gue kan siaran. "
"Akhirnya dengan nodong Mami, dengan ancaman kalo gak dikasih, karaokenya mau diam-diam dijual, disertai nodong anak-anak radio, modal pun terkumpul. Ditambah modal dari mamanya Wina. Sepanjang sore, mereka pun belanja ke pasar buah. Nyari yang termurah. Mereka juga memborong keranjang rotan, plastik kado, dan hiasan seperti ketupat mungil dari kertas emas dan gulungan-gulungan kertas warna-warni. Istirahat sebentar, lalu malamnya mereka bergadang untuk menyelesaikan parcel-parcel itu. Maklum, Lebaran tinggal seminggu lagi. Jadi gak heran kalo pesanan begitu banyak.
*** "Hari itu sebagian parcel udah harus dikirim. Olga dan Wina dengan mata ngantuk, hilir mudik dengan Wonder kuning-nya. Jam menunjukkan pukul dua belas siang. Perut terasa amat keroncongan.
Satu per satu parcel berhasil dikirim ke alamat pemesan. Satu-satunya yang bikin mereka semangat adalah keuntungan besar yang bakal diterima. Lumayan buat beli baju Leb"ran. Sampai parcel terakhir, adalah parcel pesanan Andi.
"Ayo, masuk, Ol," sapa Andi ramah.
"I-iya," Olga menjawab gugup. Lalu menarik Wina duduk di ruang tamu yang sejuk dan ber-AC.
"Sebentar, ya" Gue ngambil duit dulu."
Andi pun masuk ke dalam. Olga dan Wina saling berpandangan.
"Keren, ya, Ol""
Gak lama Andi keluar. Sambil menyerahkan duitnya. "Makasih ya, Ol, Win."
"Kita-kita juga makasih," Olga menerima dengan tangan gemeteran.
"Itung aja dulu. Siapa tau kurang," saran Andi.
"Ah, percaya, kok. Yuk balik dulu, Di. Mo bikin pesanan lain."
"Pada rajin, ih. Banyak, ya, yang mesen""
"Lumayan. Ada sekitar 30 biji."
""Wah, hebat. Taun depan gue ikutan, ya""
"Boleh. Permisi, ya ""
"Ati-ati di jalan. Jangan ngebut," Andi kasih perhatian.
Duh, sejuknya. Anak dua itu pun langsung menuju pasar lagi. Uang yang mereka terima hari itu, sebagian dibelanjakan buat bikin parcel berikutnya.
Sampe rumah, Papi udah nodong.
"Mana parcel pesanan Papi""
"Wah, sori, Pi. Tadi udah dikirimin buat anak radio."
"Lho, gimana, sih" Kan Papi..."
"Papi kan gampang. Bisa kapan-kapan" ujar Olga cuek.
"*** "Hari itu semua pesanan. parcel, kecuali yang dipesan Papi, udah dikirim. Olga terkapar tak berdaya di kamarnya. Wina pun sudah dari kemaren pulang ke rumah, karena kangen sama mamanya. Keuntungan yang mereka terima emang lumayan banyak. Cukup buat beli baju baru keren dan kue-kue buat Lebaran. Muka Olga nampak pucat karena nyaris gak bisa tidur.
Tok-tok-tok! Pintu kamar diketok.
"Siapa "" ""Ini Papi, Ol," suara Papi terdengar pelan di luar.
"Ada apa, Pi""
"Papi mau tanya, pesanan parcel Papi udah jadi belum""
"Aduh, Papi ini gimana, sih" Kan Olga lagi capek berat. Ntar deh, kalo Olga inget, pasti dibikinin."
"Tapi di luar sini ada kiriman parcel buat kamu, Ol. Kasihin ke Papi aja, ya""
Olga terlonjak. Kiriman parcel" Dari siapa, ya" Olga pun buru-buru menuju pintu.
"Mana, Pi""
Di tangan Papi ada parcel buah segar dengan kemasan yang rasanya akrab bagi Olga. Ya, parcel itu rasa-rasanya emang yang Olga bikin. Tapi siapa yang ngirim"
Wina" Ah, bukan. Olga kaget setengah mati waktu membaca secarik kertas yang menempel di situ:
Buat Olga yang manis. Met Lebaran, ya" From Andi with love. Hati Olga langsung terasa sejuk, bagai disiram aer ujan. Kepenatan yang ia rasakan seakan sima. Olga terpana.
Entah kenapa, hari ini suara Mami terdengar merdu, ketika menyanyikan lagu First Love....
" 10. Ketupat Lebaran "LEBARAN tinggal sehari lagi. Mami jadi keliatan sok sibuk banget. Bikin-bikin kue masukin beras ke selongsong ketupat, dan segala macam keperluan untuk menyambut Lebaran. Kebetulan Bik Inah udah lima hari lalu minta izin pulang ke Brebes, kampung halamannya. Mau nengok sodara-sodaranya. Jadi segala keperluan yang ada hubungannya buat memeriahkan Lebaran hari itu terpaksa Mami kerjain sendiri.
Sendiri" Ah, nggak juga. Mana rela Mami mengerjakan segala sesuatunya sendirian. Capek dong! Buktinya, subuh itu, ketika Olga baru menyelesaikan shalatnya dan buru-buru mau bobok lagi, Mami udah
menghadangnya di muka pintu kamar.
"Eit, mo ke mana"" pekik Mami yang bikin Olga terperanjat.
"Ya mo tidur dong, Mi, kan ngantuk. Masak mo main bola"" jawab Olga seenaknya.
""Nggak bisa, pokoknya hari ini kamu harus bantu-bantu Mami bikin kue. Jadi tahan dulu itu ngantuk!" tukas Mami sambil berusaha menyeret Olga ke dapur.
"Aduh, Mami, Olga kan masih ngantuk. Masak disuruh bikin kue segala. Beli aja kue yang udah jadi, emangnya kenapa, sih"" Olga berusaha protes, tapi Mami nggak peduli dan terus berusaha menyeret Olga ke dapur.
"Beli kue jadi rasanya kurang afdol. Lagian enak mana sih kue-kue yang dijual di pasar itu sama bikinan Mami, he" Jelas enakan bikinan Mami, dong!" kilah Mami sombong, sementara tangannya makin kuat membetot kerah baju Olga, dan menyeretnya ke dapur.
Akhirnya Olga pasrah. Dan mau menuruti kehendak Mami. Mami lalu menyuruh Olga mengaduk-aduk adonan kue simping sebanyak dua baskom.
"Sekarang tinggal ngebangunin papimu, enak aja dia tidur sementara yang lain lagi pada repot," kata Mami seraya bergegas ke kamar Papi.
Olga kaget. Waduh, bakal terjadi perang besar nih, batin Olga. Betul juga, nggak lama kemudian dari arah kamar terdengar suara gedumbrangan. Rupanya Mami udah ngejalanin aksinya ngebangunin Papi.
"Ayo bangun, bangun! Jangan tidur melulu," teriak Mami usil. Papi gelagapan, dan bangkit dari ubin. Papi barusan memang sempat jatuh dari tempat tidur, begitu Mami mengguncang-guncang bahunya dengan keras.
"Ada apa sih, Mi" Kok ngeganggu orang lagi tidur!" tanya Papi bego.
"Bantuin bikin kue buat Leba ran. Jangan tidur melulu, dong!" jawab Mami. Papi bengong, lalu mengusap-usap jidatnya yang benjol akibat jatuh tadi.
"Bikin kue apaan" Papi nggak bisa bikin kue, Mi!" Papi berusaha menolak secara halus.
"Alah, jangan berkilah," sangkal Mami paham maksud bulus Papi.
"Tapi Papi emang nggak bisa bikin kue. Paling-paling kue serabi doang!" jelas Papi.
"Papi emang nggak disuruh bikin kue. Papi cuma diminta ngebantuin doang. Biar menu kuenya Mami yang urus, Papi tinggal mengaduk adonannya. Ayo deh, cepet!"
Mami dengan sigapnya sudah menyeret Papi ke dapur. Papi terpaksa menurut walaupun hatinya sedikit dongkol.
Dan hari itu jelas jadi hari yang amat tidak menarik bagi Olga dan Papi. Disuruh mengaduk-aduk adonan kue seharian penuh, sementara mata mereka masih ngantuk berat. Tapi, pikir-pikir, demi suksesnya acara Lebaran, ya nggak apa-apa, deh. Apalagi hari itu Mami keliatan sibuk banget masukin beras ke selongsong ketupat-.
"*** "Olga menguap ngantuk. Papi juga. Malah Papi sempat tidur beberapa jenak. Dan bangun lagi begitu Mami menyentil idungnya. Papi gelagapan. Olga cekikikan ngeliat ekspresi Papi yang lucu. Sementara Olga udah berlepotan adonan kue simping dan kue keju. Banyak bubuk-bubuk terigu yang melekat di wajah Olga. Olga jadi keliatan kayak boneka salju. Seluruh tubuhnya dibalut wama putih. Papi lebih parah lagi. Karena Papi kebagian ngaduk-aduk adonan dodol di wajan besar, penampilan Papi udah nggak ubahnya dodol!. Keringat mengucur di sekujur badannya.
"Aduh, Mi, kalo tau gini sih mending nggak usah Lebaran," keluh Papi.
"Hus, jangan ngomong sembarangan!" bentak Mami.
Papi akhirnya ngiyem. Langsung sadar. Sedang Olga udah mulai berasa tangannya pada pegal-pegal. Untung tugas dari Mami dikit lagi kelar. Cuaca di luar udah terasa panas. Sinar matahari menerangi pekarangan, dan menerobos masuk melalui jendela dapur. Hari mulai siang. Olga mengusap keringat yang membasahi keningnya. Nggak nyangka kerjaan ngaduk-aduk adonan kue ini bakal makan waktu lama. Udah gitu kalo jadi rasa kuenya nggak enak-enak amat. Nggak sesuai sama tenaga yang dikeluarkan.
Dan Olga masih kegirangan karena tugasnya nyaris selesai, ketika tiba-tiba Mami menjerit dari arah belakang. Olga tersentak kaget, dan lamunannya bakal tidur dengan mimpi indah buyar seketika.
"Olgaaa!" jerit Mami keras.
"Ada apa, Mi"" Olga menyahut
"Nanti kalo ngaduk adonan kuenya udah kelar, bawa ayam-ayam ini ke Wak Haji Dullah!"
"Apa, Mi"" tanya Olga kurang jelas
"Bawa ayam-ayam ini ke Wak Haji Dullah. "
"Ayam"" tanya
Olga lagi. "Iya!" "Kasih aja ongkos, Mi. Suruh tu ayam-ayam itu pergi sendiri ke Wak Haji Dullah!" tukas Olga.
""Olgaaa!" suara Mami meninggi.
"Iya, Mi""
"Jangan bercanda, ya!"
Papi cekikikan. "Siapa itu yang cekikikan," suara Mami terdengar berang.
Papi kontan ngiyem. Olga yang sekarang ketawa cekikikan.
"Rasain!" Olga mengejek Papi
Sementara itu Mami terus bengak-bengok dari arah belakang.
"Olga, jangan lupa ya, nanti kalo ngaduk adonan kue udah kelar, cepet bawa ayam-ayam ini ke rumah Wak Haji Dullah."
"Emangnya mo diapain ayam-ayam itu, Mi ""
"Ya, mau dipotong. Emangnya kamu rela Lebaran-lebaran nggak makan opor ayam""
"Suruh Papi aja, Mi."
"Papimu mana tega motong ayam" Liat darah aja pingsan!"
"Kalo gitu nunggu kiriman opor ayam aja besok, Mi. Kan males, Mi, rumah Wak Haji Dullah jauh dari sini."
"Olgaaa!" "Iya deh, Mi. Iyaaa! Kok hari ini marah-marah terus sih."
Dan siang itu begitu kelar ngaduk adonan kue simping, dengan berat hati Olga menggotong tiga ekor ayam di pundaknya dan naik sepatu roda ke rumah Wak Haji Dullah yang jaraknya sekitar 500 meter dari rumah Olga. Uh, kesel banget Olga. Mana lagi puasa. Mata ngantuk karena nggak sempet tidur sehabis sahur. Udah gitu ayamnya bandel-bandel, lagi. Sepanjang jalan, dengan nakalnya ayam-ayam itu mematuki punggung Olga.
Olga jelas kesakitan. Dan membanting ayam-ayam itu begitu saja di aspal. Si ayam langsung keok-keok.
"Makanya jangan pada bandel!" bentak Olga.
Si ayam cuma bisa melongo ngeliat Olga yang marah-marah dengan semangatnya. Dikira Olga ayam-ayam itu udah pada takut denger omelannya. Tapi begitu ayam itu digendong di punggungnya, mereka kembali nakal dengan mematuk-matuk punggung Olga.
"Ayam keparaaat!" maki Olga, dan kembali membanting ayam-ayam itu.
Wah, Olga jadi frustrasi berat. Mana rumah Wak Haji Dullah masih kira-kira 300 meter lagi. Olga kan malu, coba pas lagi dalam kondisi begitu, tiba-tiba Andi lewat. Kan jadi tengsin berat. Kalo begini caranya Olga jadi mo marah deh. Marah sama Bik Inah kenapa pake pulang kampung segala. Emangnya kalo nggak pulang kampung, nggak bisa Lebaran.
Bik Inah lima hari yang lalu cabut ke Brebes. Banyak barang-barang Olga yang dipinjem Bik Inah buat nampang. Boneka gede, walkman, sweater, sampe dua potong baju Olga diboyong Bik Inah.
"Neng Ol kan di sini udah enak. Baju-baju Neng Ol masih cakep-cakep. Tapi kalo saya pake baju ini, pasti orangtua saya di kampung seneng banget.. Dia bakal ngira anaknya yang merantau telah berhasil. Dan barang-barang ini akan jadi pusat perhatian. Di sini kan dicuekin begitu aja, Neng Ol. Abis Lebaran nanti, saya bawa lagi, kalo inget...."
Olga waktu itu terpaksa ngasih. Karena pas tarawih di mesjid kemaren, khotibnya bilang, kalo di hari Lebaran kita bisa ngebahagiain orang dengan memberi sebagian harta atau uang, selain berzakat, kita bakal dapet pahala.
"Tapi jangan ampe rusak ya, Bik"" pesan Olga pada Bik Inah yang hendak nampang di kampungnya itu.
Olga di hari Lebaran kali ini emang gak gitu pusing soal yang lain. Di benaknya cuma kepikir alangkah bahagianya kalo bisa berlebaran bareng Andi, tetangga kece yang ngirim parcel itu.
"Eh, Neng, ngapain bengong di pinggir jalan"" Tiba-tiba m uncul cowok kelimis membuyarkan lamunan Olga.
"Nah kebetulan kamu dateng. Tolong bawain ayam-ayam ini ke Wak Haji Dullah, dong!" Olga langsung semangat begitu ngeliat cowok kelimis itu. Cowok tersebut malah jadi gelagapan.
"Mau, kan"" berondong Olga.
"Bawa ayam-ayam ini""
"Iya, mau, ya""
"Wah, sori deh, Neng!"
Cowok itu pun buru-buru ngibrit meninggalkan Olga. Tinggal Olga kembali bengong sendirian. Berpikir bagaimana ngebawa ayam-ayam itu ke rumah Wak Haji Dullah tanpa harus kerepotan.
Lama juga Olga berpikir. Tapi pikiran tetap buntu.
Sementara hari udah makin siang. Tentu Mami gelisah menunggu. Merasa nggak bisa mencari jalan keluar yang jitu, Olga akhirnya menggotong ayam-ayam itu lagi. Dan begitu tau udah digendong Olga, ayam-ayam itu kembali melancarkan aksinya. Malah kini lebih nekat lagi. Kesabaran Olga akhirnya abis juga. Maka ayam itu dibanting keras d
i aspal sampe tali pengikatnya copot. Ayam-ayam itu pun berhamburan kian kemari. Senang banget mereka bisa terlepas dari ikatannya. Walhasil sepanjang siang itu Olga terpaksa jadi main kucing-kucingan sama si ayam. Olga berusaha keras menangkap ayam-ayam itu" tapi nggak kena-kena karena mereka lebih gesit dari Olga. Malah Olga sempet nyusruk di semak-semak segala.
"*** "Olga baru sampe rumah pas menjelang sore, dengan kondisi yang udah payah betul. Kaki dan tangannya besot-besot. Nyaris seluruh tubuhnya berlepotan lumpur. Tapi nampaknya tiga ayam yang bandel-bandel itu udah berhasil ditangkap. Dan udah disembelih pula. Mami begitu ngeliat Olga ngejogrok di pintu, langsung membentak,
"Dan mana aja kamu, disuruh potong ayam kok lama banget, sih""
Olga nggak menjawab, tapi malah jatuh ngedubrak di kaki Mami. Pingsan.
"*** "Tak lama bedug magrib bertalu-talu. Olga buru-buru masup ke rumah dan meraup
sambel goreng ati, sayur ketupat, dan dua piring nasi. Ini buka puasa terakhir di bulan puasa kali ini. Jadinya mesti dipuas-puasin. Kebetulan Mami emang udah bikin ketupat sayur. Meski ketupatnya, kata Mami, berhubung gagal, nunggu kiriman dari tetangga aja besok. .
Selain ngegadoin sayur ketupat, Olga juga ngambil kue-kue Lebaran bikinan Mami yang sejak kali pertama bikin udah diamankan di lemari. Ternyata enak juga. Gak sia-sia sepanjang pagi Olga kerja keras ngebantuin bikin. Harum kue keju menyebar ke mana-mana.
Sementara Mami masih sibuk nyobain baju Lebaran di dalam kamar. Mami bingung milih yang cocok buat dipake besok, sebab baju Lebarannya cuma dibeliin satu biji sama Papi. Hihihi.
"Mi, gak buka dulu"" teriak Olga.
"Duluan deh. Mami udah kok tadi."
"Hei, Mami gak puasa, ya""
"Lagi enggak, Ol."
Di rumah Olga lagi gak ada siapa-siapa. Papi sore ini buka puasa di mesjid. Sebab sibuk diundang Pak RT untuk jadi panitia pembagian zakat. Dari tadi sore Papi nongkrong di mesjid untuk mengatur pembagian zakat yang segera harus dibagikan pada malam takbiran ini.
Sambil ngemilin kue keju bikinan Mami, Olga mengingat-ingat pengalaman selama bulan puasa. Olga pernah ngaku puasa sama Mami, padahal lagi enggak. Olga juga ingat kesibukan bikin parcel yang menghasilkan untung besar buat beli baju Lebaran. Olga jadi ingat Andi lagi yang ngirim parcel buat dia. Ah, di sela-sela suara takbir membahana, mengingat pujaan hati emang asyik.
Belon selesai Olga melamun, tiba-tiba klakson mobil Wina mengagetkannya. Kepala Wina menyembul dari balik kaca.
"Ol, muter-muter, yuk""
"Ngapain""
"Kita ikutan pawai takbiran keliling. Asyik lo, Ol, kali-kali aja nemu tukang bedug yang kece. Hehehe..."
Ajakan kayak gini terang pantang ditolak Olga. Makanya, dengan cueknya Olga melempar lamunannya ke lantai, sehingga wajah Andi terkapar tak berdaya di sana.
"Bentar, gue bilang Mami dulu," ujar Olga. "Lo tunggu situ. Eh, kalo mo nyobain sayur ketupat sama sambel goreng ati bikinan Mami, boleh, kok."
"Ketupatnya ada""
"Belon ada yang ngirim, jadi opornya aja dulu."
"Dasar. " Tapi tak urung Wina mencicipi juga sayur ketupatnya Mami. Sementara Olga di dalam kamar pamit sama maminya. Ternyata maminya masih berkutat dengan baju Lebarannya.
"Ya, ampun, dari tadi belon rapi juga, Mi""
"Tadinya sih hampir cocok waktu Mami padukan sama kulot ijo ini, tapi sekarang Mami pengen liat gimana kalo dibarengi dengan rok mini kamu, Ol."
Ternyata baju Lebaran yang cuma sebiji itu sengaja dipaduin sama Mami, biar besok keliatannya Mami punya banyak baju Lebaran. Akibatnya beberapa baju Olga kepake buat eksperimen. Berhubung mo Lebaran, Olga cuek aja.
"Mi, Olga mo jalan dulu, ya""
"Jalan ke mana""
"Takbiran keliling sama Wina."
"Wah, asyik juga, tuh. Mami boleh ikut gak""
"Mami jaga rumah aja, deh. Kan di sini gak ada siapa-siapa, Mi."
"Tapi ini kan setaon sekali, Ol. Mami ikut, ya""
""Enggak, ah. Kalo Mami mo takbiran keliling di rumah kan bisa. Mengelilingi meja makan. "
Sebenarnya Mami emang gak hasrat-hasrat amat ikutan takbiran keliling, karena sampe saat ini masih sibuk bereksperimen dengan baju Lebarannya.
"Yuk berangkat, Win. Mami lagi
sibuk ama baju-bajunya."
Di sepanjang jalan pada malam itu rame sekali. Kebetulan di depan komplek rumah Olga ada pasar kem bang yang malam itu khusus ngejual anggrek yang cantik-cantik.
Lagi-lagi Olga ngelamun. "Ah, andaikan Andi beli kembang itu untuk saya..."
Untung Wina langsung tancap gas menuju Jalan Sudirman. Wina pengen ngajak Olga ke Monas, karena katanya di sana ada pukul bedug masal yang dikoordinir sama Jelly Tobing.
"Sekali-sekali kita denger musik tradisional, Ol," alasan Wina.
Di Sudirman gak taunya banyak juga iring-iringan mobil. Wina dengan cueknya menggabungkan diri dengan iring-iringan itu. Ikut-ikut takbiran sambil teriak-teriak.
"Eh, Ol. Yang bawa pick-up tuh boleh juga."
""Mana""
"Itu yang mobilnya dinaikin banyak orang. "
"Wah, boleh tuh, Win."
"Rapetin, ya""
Wina kemudian mepetin mobilnya. Yang nyetir pick-up emang keren. Dan ketika tau di sampingnya ada Wonder kuning yang diisi makhluk-makhluk kece, ia tersenyum manis. Tapi Wina gak puas.
"Hei!" Wina memanggil.
Tu cowok kalem aja. Cuma mengangkat alis. Wina makin semangat. "Cowok," panggil Wina lagi, "godain kita, dong, udah sebulan nih kita gak digodain. Hihihi..."
Olga cuma senyum-senyum aja- ngeliat kecentilan temennya.
"Coba ada Andi, ya, Win"" celetuk Olga tiba-tiba.
"Eh, kamu masih inget dia""
"Begitulah." "Ya, tadi kenapa kita gak jemput aja"
"Jangan, Win. Mungkin dia ada acara."
"Alaaa, daripada mikirin terus."
"Jangan, gak usah dijemput, Win. Gue malu, tau! Tapi kalo mondar-mandir di depan rumahnya aja, bolehlah. Liat gentengnya aja gue udah puas."
"Akhirnya Wina memutar mobilnya menuju rumah Andi. Tapi pas nyampe di depan rumah Andi, mereka bener-bener mondar-mandir. Karena Olga ngelarang Wina nyetop mobilnya di situ.
"Kayaknya gak ada, deh."
"Makanya kita masup aja dulu. Kita tanya, Andi ada gak" Jangan pesimis gitu, dong. "
"Ah, dianya gak ada kok."
"Lo tau dari mana kalo dia gak ada""
"Sendal jepit swallow yang biasa dia pake gak ada di depan rumahnya."
*** "Lebaran pun datang. Semua orang gembira-ria. Termasuk Olga. Ya, Olga tampak manis banget dengan baju putih garis-garis merah yang ia beli seminggu lalu. Rambutnya sengaja gak dikuncir, hingga terurai.
Setelah Shalat led, Olga langsung sungkem sama Papi dan Mami. Saling memaafkan.
"Maapin Olga, ya, Mi. Olga banyak dosa sama Mami. Maapin dosa-dosa Olga yang telah lalu, dan yang sedang direncanakan. Juga doain Olga supaya gedenya nanti gak kayak Mami, ya""
"Iya, Olga. Semua dosa-dosa kamu Mami maapin. Mami juga minta maaf, meski sekarang masih sebel, karena rok kamu yang mo Mami pinjem itu ternyata sempit amat, sih!"
Acara sungkem-sungkem itu diiringi tangis-tangis kecil. Pada Papi, Olga gak lupa minta maaf.
"Pertama-tama Olga mo minta maaf sama Papi. Kedua Olga minta doa dan restu Papi. Ketiga, Olga minta duit Lebaran sama Papi. Simpel, kan""
"Papi juga minta maaf, Ol. Meski sekarang masih sebel, karena belum ada juga tetangga yang ngirim ketupat."
Hari itu betul-betul hari bahagia. Olga mengakui semua dosa-dosanya ke Mami dan Papi Mami juga mengaku dosa ke Olga dan Papi Papi juga ngaku dosa ke Mami dan Olga.
Tapi Lebaran kali itu bagi Olga terasa sangat luar biasa ketika tiba-tiba pintu diketuk
"Ada tamu pertama, tuh. Tanyain, Ol, bawa ketupat nggak""
Olga buru-buru membuka gerendel pintu. Dan pas dibuka, yang muncul adalah wajah...
"Andi!"!" pekik Olga tertahan.
"Ya, saya. Papi-Mami ada, Ol""
""Ada. K-kamu mo ngapain ke sini, An"" Olga gugup banget.
"Mo Lebaran. Maaf lahir batin, ya"" ujar Andi sambil ngesun pipi Olga Olga terpaku di tempat. Hatinya berbunga-bunga"
"Saya juga mo sungkem sama Papi-Mami, Ol."
"O-oh, ya. Masuk, An..."
Mami menyahut dari dalem, "Siapa tamunya, Ol" Bawa ketupat, nggak""
Tapi belum lagi Andi diperkenankan sungkem, tau-tau bel rumah Olga berbunyi lagi. Siapa lagi, sih" Olga seolah terganggu.
"An, kamu duduk dulu. Ada tamu lagi, tuh. "
Olga membuka pintu, dan terperanjat bukan buatan! Ternyata Somad bin Indun yang selama ini gak kedengaran kabar beritanya muncul di situ sambil bawa bungkusan. Somad deng
an jas item dan sepatu item langsung mengumbar tawa lebarnya pada Olga.
"Halo, Olga, masih inget aye" Pasti masih. Aye Somad bin Ind un, sukaan situ yang sedari dulu selalu setie. Situ pangling" Hohoho, pasti ni gare-gare jas nyang aye pake. Ni jas dulunye emang punya Bokap waktu minang enyak aye. Gimane, Ol, aye mo sungkem nih same calon mertue...," suaranya yang kenceng merepet nyaris mirip petasan rentet.
Olga gak bisa berbuat apa-apa. Mau ngusir gak enak gak diusir lebih gak enak.
"Miiii..., ada tamu, nih!" teriak Olga dengan maksud menghibahkan tanggung-jawab ke Mami.
Mami nongol. "Ooo, Tomat Gondol, ya" Eh, siapa namanya" Mami lupa."
Olga 03 Cover Boy di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Somad, Ibu." "Oh, iya Somad Samid, ya""
"Itu sih komat-kamit. Ini Somad bin Indun, Ibu."
"Mari masuk. Olga ini gimana, sih, ada tamu kok gak disuruh pulang, eh, gak disuruh masuk""
Begitu masuk, Somad langsung sungkem ke Mami, Papi, Olga, malahan sama Andi juga. Andi jelas bengong.
Dan Olga yang tadinya udah hepi banget karena Andi dateng, jadi sebel juga ngeliat tingkah Somad. Mana Somad dengan cuek-nya ngocol melulu dengan suaranya yang nyaring, "Selama ini aye gak sempet kemari lantaran aye ditawarin bisnis ngejual kambing, Ibu. Alhamdulillah, untungnya gede juga ternyate. Ampe-ampe aye bisa beli sarung sama peci baru untuk Lebaran sekarang ini. Ini aye juga bawa hadiah selendang ama sajadah buat Olga dan Ibu."
Olga bener-bener empet banget ama Somad. Dia gak ngira kalo hari yang semula bakal mendatangkan kebahagiaan jadi ruwet begini. Olga gak tahan, kemudian dia berdiri. "Mi, Olga mau lebaran ke rumah temen-temen ama ke rumah Tante Mima, ya""
"Lho, nanti aja. Lagi ada tamu kok pergi, sih""
"Ntar kesiangan. Ini mumpung ada Andi, bisa ikut mobilnya."
Somad yang sableng itu melihat Olga mau pergi, bukan ngerasa, eh malah mau ikutan segala.
"Jadi Olga mo lebaran ama sodare-sodare" Wah, bagus, tuh. Aye juga kudu ikut. Biar pada kenal. Kan gak enak kalo gak nemenin situ berlebaran. Ntar dikira calon mantu kurang ajar, gak mau kenal ama sodare...."
Olga memandang Somad kesal. Kalo gak inget Lebaran, Olga pasti akan menendang pantat Somad sampe mental.
"Kamu di sini aja," protes Olga. "Saya mo pergi sama Andi pake mobil!"
Olga pun buru-buru menggaet tangan Andi, menuju ke luar. Somad ikut keluar juga.
"Kamu ngapain sih ikut-ikutan" Mobilnya gak muat, tau!"
Kebetulan Andi emang bawa Kijang bak. "Cuma muat berdua. Kamu di sini aja ngobrol sama Mami."
"Wah, kagak bisa. Aye wajib ikut. Ntar aye bisa gak enak."
"Tapi mobilnya gak muat, tau!" Olga ngotot.
"Di belakang pan bisa. Aye sering kok naik mobil di bak belakang. Kalo mau ngejual kambing, aye selalu naik mobil di belakang. "
Olga bener-bener gak bisa berbuat apa-apa. Apalagi Mami sama Papi cuma senyum-senyum doang. Sementara Andi yang gak kenal Somad hanya terheran-heran.
Olga membuka pintu mobil, masuk, dan membanting pintu keras- keras.
"Olga, inget hari Lebaran, gak boleh marah-marah!" teriak Mami dari depan rumah.
Kijang itu merambat pelan. Olga cemberut terus. Andi yang dari tadi pengen nanya, akhirnya merasa baru ada kesempatan.
"Ol," ujar Andi, "siapa sih dia""-
"Tukang kambing!"
Sementara Somad yang berjas item itu m"emasang kacamata itemnya dan berdiri" di bak sambil melambaikan tangan ke setiap orang yang menegurnya.
"Minal aidin wal faidzin!" teriak Somad berulang-ulang.
TAMAT tamat Tawanan Azkaban 5 Pendekar Pulau Neraka 05 Pengantin Dewa Rimba Pendekar Panji Sakti 23
"Enggak." "Wah, mikir dulu, kek," ujar Olga sebel.
""Tapi, apa masalahnya, sih" Kan enak diajak main terus."
"Masalahnya, gue gak suka main skrebel, Win. "
Wina lalu mengurut-urut jidatnya pertanda lagi berpikir keras.
"Gimana kalo mami lo kita beliin empeng sebagai pengganti""
"Saran lo gak mutu."
"Atau beliin congklak, bola bekel, atau apa gitu!"
"Mainan begituan sih udah gak zaman. Mami mana suka""
"Atau, gimana kalo kamu beliin Nintendo""
"Nintendo Atmowiloto""
"Hush, bukan! Hu, Nintendo yang permainan, tuh. Yang kayak game-watch tapi pake tipi. Kan moderen tuh," jelas Wina.
"Oo, iya. Asyik juga. Kalo itu mah gue mau aja seharian nemenin Mami main. Eh, tapi kan mahal, Win""
"Iya, emang mahal."
"Gue duit dari mana" Daripada beliin Mami Nintendo, mendingan gue ganti sepatu roda gue."
Lalu kedua anak itu mikir lagi.
"Eh, gue ada usul, Ol."
"Apa"" Olga semangat.
""Gini, kamu harus bikin si Mami itu kapok main skrebel."
"Caranya ""
"Misalnya aja, pas lo ama Mami lagi main skrebel, biji-biji hurup skrebel itu lo umpetin di ketiak lo satu per satu.
Kan bau banget tuh. Apalagi lo abis pulang sekolah. Nah, pas mami lo memasang-masang hurup, doi bakal merasa terganggu karena biji-biji hurupnya jadi mendadak bau. Atau pas lagi sendirian mengutak-atik skrebel, dia bakal merasa jijik karena kebauan. Trus mami lo jadi kapok. Gak mau megang biji skrebel lagi."
"Astaga, Win! Itu ide yang cemerlang! Gue gak nyangka lo secerdas itu!!!" jerit Olga takjub sambil mencubit kedua pipi Wina.
Mereka berdua pun melonjak-lonjak kegirangan.
"*** "Hari itu jam dua siang, Mami dan Olga udah ngejogrok di loteng main skrebel. Beberapa hurup yang belum terpakai, sudah disembunyikan Olga baik-baik di dalam ketiaknya. Mami yang masih belum ngeh sama bau asem yang ditimbulkan oleh hurup-hurup itu, masih nampak bersemangat.
Olga menunggu reaksi Mami penuh harap.
"Mami suka karena kamu belakangan ini sering nemenin Mami main skrebel tanpa mengeluh," ujar Mami sambil menyusun kata "smart" pada papan skrebel.
"Iya, Mi. Soalnya Olga pikir, skrebel bisa nambah kosakata bahasa Inggris Olga," jawab Olga tenang.
"Betul itu, Ol. Skrebel emang permainan yang mendidik. Mami emang selalu memberi sesuatu yang mendidik sama kamu, Ol. Biar kamu pinter," ujar maminya semangat sambil sesekali mulai menciumi dulu biji-biji hurup skrebel, karena ia merasa ada bau yang kurang enak.
Olga hanya melirik lewat bola matanya. Lalu pura-pura konsentrasi pada permainannya.
Mami makin lama nampak makin sibuk mengendus-endus biji-biji hurup yang ia pegang"
"Ada apa, Mi"" Olga berusaha menyembunyikan tawanya.
"Ah, enggak. Ini, biji-biji hurup skrebel Mami mulai bau apek. Mungkin harus dicuci, ya""
"Iya kali, Mi."
"Ya, udah. Kita stop aja dulu. Mami mau menjerang biji-biji ini di air mendidih biar bersih, biar baunya ilang," ujar Mami sambil mengumpulkan biji-biji skrebelnya ke dalam kantong. Olga pun bangkit sambil menahan tawa.
"Eh, Mi. Nanti abis dijerang, Olga pinjem lagi ya skrebelnya" Olga mau latihan di kamar nih biar bisa ngalahin Mami."
"Ya." Mami nampak semangat ngeliat Olga tertarik skrebel.
Dan sepanjang malam itu, Olga sibuk mengepit di ketiak semua biji skrebel yang abis dicuci Mami sore tadi. Hihihi, besok pagi Mami pasti bakal kebauan lagi.
Dan bener aja. Pas Olga pulang siang harinya, Mami nampak sama sekali tak mau menyentuh biji-biji skrebelnya. Kapok berat dia karena baunya. Dia ngomel-ngomel terus, "Mainan beli mahal-mahal kok gak awet. Baru dicuci, baunya udah kayak dhemit."
Olga ngikik di kamar. Puas banget dia.
*** "Seminggu kemudian tiba-tiba Olga muncul lagi di rumah Wina dengan wajah penuh derita. Ia menjatuhkan diri di sofa.
""Hei, kunyuk, ke mana aja lo baru nongol"" sambut Wina kurang ramah di pintu kamar. Tapi Olga diam saja.
"Sombong, ya, sekarang. Jarang main ke sini. Gue telepon juga gak mau nerima."
"Bukan gitu, Win. Gue lagi ada masalah, nih. "
"Masalah apa lagi" Apa mami lo belum sembuh juga dari penyakitnya""
Olga gak langsung ngejawab. Tapi menghela napas panjang dulu, sebelum akhirnya ngomong.
"Masalah Mami udah teratasi, Win. Doi udah kapok main skrebel lagi."
"Terus kenapa""
"Lo bisa tolong gue lagi, kan""
"Iya, apaan"" .
"Gimana sih cara ngilangin kecanduan mendekap-dekap sesuatu di ketiak""
Wina melongo. Lalu jatuh lemes di dipan.
" 8. Besok Kita Puasa... "OLGA dan Wina berdiri di lantai tiga sebuah plaza yang megah. Memandang ke arah orang-orang yang sibuk berjalan di bawah. Ada yang menuntun anak, ada yang membawa bungkusan besar, ada yang berjalan sambil menjilati es krim, dan ada juga yang sekadar ngeceng. Olga dan Wina terus mencari-cari pemandangan yang enak diliat berupa cowok cakep bin imut-imut. Sayangnya dari tadi yang diincer belon nongol sebatang pun. Ya, mereka kudu harus puas dengan apa yang diliat sekarang.
Tiba-tiba Olga menutup idung.
"Lo kentut ya, Win"" tuduh Olga mantap banget.
"Enak aja nuduh. Mana buktinya"" Wina menangkis taktis.
"Orang kentut mana bisa dibuktiin" Tapi pokoknya kamu kentut, kan""
"Enggak!" ""Ngaku aja, deh!"
"Ih, dibilangin."
"Abis siapa lagi dong kalo bukan elo. Kan yang deket sama gue cuma elo doa
ng!" "Enggak," Wina bersikeras. "Kalo gak percaya, cium aja pant..."
"Sialan! Ngapain gue nyium pantat elo...."
"Abis gak percaya, sih""
"Jadi siapa dong...."
"Kita tanya bapak yang berdiri di situ aja. Siapa tau dia tau. Atau malah dia yang kentut."
"Kalo bapak itu tersinggung""
"Berarti dia kentut."
Tapi baru Olga hendak beranjak menanyakan, tiba-tiba Wina mengeluarkan bau yang aneh lagi. Olga. menghentikan langkah, menatap Wina. sebel. "Tuu, kan, elo yang kentut!"
"Iya, Ol." "Kalo kepergok aja, baru deh ngaku."
"Ampun, Ol." "Kenapa sih elo kentut m'lulu" Pengen nge-bom""
Wina mengangguk. "Gue gak tahan, Ol. Kayaknya dari tadi kita udah kekenyangan makan."
"Yaaa, jangan udahan dulu, dong, Win. Kita kan belum nyobain es krim di Gaston, belum nyobain McDonald's, belum nyobain Soto Kudus di Radio Dalem, belum nyobain jajan di Pujasera, aduh, kan masih banyak lagi""
"Tapi perut gue udah mau meledak, Ol!"
"Kita cari toilet adza, Win. Lo nge-bom dulu."
Lalu Olga dan Wina pun berjalan bergegas nyari toilet terdekat. Pas ketemu, Wina langsung masuk. Olga nungguin di luar. Lama banget. Sampe Olga udah akrab sama penjaga toilet.
"Neng, temen kamu orangnya betahan, ya"" tukas penjaga toilet pada Olga.
"Dia emang gampang beradaptasi, sih," Olga menjawab sambil sesekali melongok ke dalam.
"Bagus deh, kalo emang dia betah. Saya selaku penjaganya jadi seneng. Apalagi taripnya sekarang tiga menit gocap!"
"Hah, kayak telepon umum aja."
"Kita emang saingan, Neng. Dia telepon umum kita we umum, kan."
Nggak lama Wina keluar. Dia membayar tarip yang sedemikian rupa tanpa masalah, karena merasa perutnya jadi entengan. Sebentar merapikan rambut, Olga dan Wina kembali meneruskan jajan-jajan seru hari itu. Dan perjalanan tahap kedua ini diawali dengan mencobai semua jajanan di lantai bawah Pasaraya. Segala jenis masakan mereka pesen. Yang girang, so pasti, para pelayan cowok di sana. Mereka berkali-kali bisa melayani dua makhluk manis ini.
"Pesen apa lagi, nih"" sapa seorang pelayan cowok yang kelimis dengan dasi kupu-kupu di leher.
"Apa lagi ya, kayaknya semua menu udah kita coba, deh," kata Olga sambil menyimak daftar menu itu.
"O, masih banyak yang belon, kok."
"Apa"" "Anu, kebetulan restoran kita baru aja bikin menu baru. Daftarnya lagi kita ketik. Mau liat"" .
"Tak usah, deh," potong Wina males. "Kita mau jalan-jalan dulu, nanti ke sini lagi."
"Biar, Win, kita liat aja dulu. Kali aja ada makanan yang belon pernah kita jajal."
"Nanti kalo gue kentut-kentut m'lulu lagi, gimana""
"Gimana, nih, mau liat gak"" sela si pelayan.
"Nanti aja deh, kita mau muter-muter dulu."
"Bener, ya"" harap si pelayan.
Sebenarnya Olga masih kuat melahap berapa porsi lagi. Tapi kalo mengingat kentut Wina tadi dia lebih baik b'renti dulu. Karena abis dari situ mereka pan kudu ke McDonald's segala. Walo begitu Olga sempet pesen es krim dulu, sebelum akhlrnya cabut ke McDonald's.
Ya, acara jajan-jajan seru itu memang berakhir di McDonald's. Soal gimana serunya mereka melahap burger di McDonald's gak perlu kita beberin, karena setengah jam kemudian, Olga dan Wina udah berada di Studio 21 nungguin filmnya Charlie Sheen diputar.
Wina tampak terkapar tak berdaya di sofa interior bioskop sambil memegang perutnya yang kekenyangan dan nahanin kentut. Sementara Olga masih keliatan semangat melihat-lihat gambar-gambar film. Udah puas Olga lalu duduk di samping Wina.
"Win, yuk kita terusin ngegosip. Tadi siapa aja yang belum kita gosipin""
"Si Vega, si Eva, si Gaby, si Jon..."
"O iya, si Vega yang betisnya kayak pemain kesebelasan itu""
"Iya, yang bibirnya kalo ngomong suka napsuin pengen digaplok."
"Iya, yang tiap malam nongkrong di jalanan pake busana minim."
""Iya, yang... yang apa lagi ya""
"Ah, kita cari yang lain aja, deh. Abis kejelekan Vega ya cuma itu-itu aja. Paling sifat materialistisnya. Kan nggak asyik kalo ngomongin sifat materialistis dia."
"Iya, soalnya lo materialistis juga, sih."
"Sial lo. O ya, mending kita ngegosipin si Eva, anak kelas satu yang sok akrab ama kita-kita itu."
"O, boleh, boleh. Sebab baru kemar
en gue ngedenger kalo Eva itu turunan raden. Gue jelas gak percaya, Ol."
"Apalagi gue. Gue kan tau banget masa kecil tu anak. Kecilnya suka nyari-nyari capung pake permen karet, nguber layangan putus, dan lo perhatiin aja betisnya yang sebelah kanan."
"Kenapa, Ol""
"Burik!" "Ah, gue kok gak pernah liat."
"Ya, kalo sekolah buriknya gak dia bawa, ditaro di rumah."
"Hahaha, bisa aja lo."
Film tinggal dikit lagi main. Tapi agaknya Olga dan Wina masih belon puas ngegosipin anak-anak.
"Win, lo tau Fahmi nggak""
"Fahmi" Fahmi mana""
"Fahmi ayam!" ""Hahaha, bakmi ayam 'kali."
Lagi asyik ketawa ada pengumuman kalo di Studio 3 pertunjukan film hampir diputar Para penon ton diharap masuk.
"Eh, Ol. Udah mo main tuh filmnya."
"Entar dulu, Gaby belon kita gosipin."
"Besok aja!" "Ah, lo gimana, sih" Besok kan udah mulai puasa. Kita gak punya waktu lagi buat ngegosipin anak-anak."
"Iya, ya..." Wina mikir. "Tapi filmnya, Ol"" ,
"Atau di diskotek aja kita sambung ngegosipnya""
"Sip!" Pulang nonton, mereka langsung ke Fire Diskotek. Ceritanya dua anak manis itu emang mo puas-puasin bertualang di hari terakhir sebelum puasa. Karena pas puasa nanti mereka gak bisa jajan siang-siang lagi. Gak bisa ke disko. Gak bisa ngegosip sambil JJS. Dan acara rutin lainnya. Sebetulnya Wina udah kepayahan, tapi Olga maksa terus.
"Ol, gue udah lemes. Kita batalin aja, ya, ke diskoteknya""
"Ayolah Win, besok kan udah puasa."
Dan di diskotek Olga dan Wina bener-bener puas bergoyang sampe pagi. Diselingi acara ngegosip di pojokan. Sampe sekitar jam satu malam Setelah itu mereka baru pulang. Kondisi mereka bener-bener kepayahan. Olga nginep di rumah Wina. Olga udah bilang ke Mami kalo malam ini mo nginep di rumah Wina. Wina udah bawa kunci.
"*** "Para mahkluk aneh bin ajaib itu pun akhirnya terjaga, ketika jam di dinding menunjukkan pukul sembilan pagi. Kepala mereka terasa berat. Antara sadar dan semaput, mereka mendapatkan diri mereka sedang diselimuti, persis seperti bayi kembar.
Olga yang siuman lebih dulu, langsung celingukan. Lalu buru-buru membangunkan Wina.
"Win, bangun, Win! Bangun! Udah siang, nih!" bentak Olga kasar sambil mengguncang-guncang tubuh Wina. Wina menggeliat seperti ulat, tapi matanya tak mau terbuka. Plak! Malah tangannya mendarat mulus di jidat Olga. Olga jadi keki.
"Win, bangun, Win! Bangun!" bentak Olga sekali lagi lebih keras. Kali ini bukan cuma mengguncang-guncang pundak Wina, tapi sambil memijit hidung Wina dengan jari-jemarinya. Wina yang jalan napasnya terganggu kontan gelagapan. Lalu bangun seperti orang bego, karena belon sepenuhnya sadar akan apa yang terjadi.
"Celaka, Win, kita kesiangan!" sambut Olga begitu Wina membuka matanya.
"Celaka apanya"" tanya Wina bingung.
"Ini kan bulan puasa," seru Olga.
"Iya, lalu"" Wina masih bego.
"Kita mestinya puasa, kan""
"Ya puasa aja!" kata Wina cuek sambil siap-siap mo tidur lagi. Olga tentu aja jadi sebel. Kemudian dengan sigapnya menarik kerah baju Wina yang ampir aja menyentuh bantal. .
"Olgaaa! Ngapain sih lo, kok ganggu orang terus" Gue kan mau tidur! Ngantuk, tau!" akhirnya kini Wina yang membentak.
"Abis lo bego amet, sih!" balas Olga.
"Bego apanya"" tanya Wina keki.
"Kita kan mustinya puasa hari ini!"
"Kan lo udah bilang tadi!"
"Coba pikir, kalo kita puasa, apanya yang kurang"!!" jerit Olga tepat di telinga Wina yang langsung bikin rambut Wina berdiri.
Akhirnya Wina nampak berpikir keras sambil memijit-mijit jidatnya. Sampe kemudian Wina sadar apa yang dimaksud Olga. Ya, Wina baru tau kalo hari itu harus puasa. "Tapi kok pagi tadi gak ada yang ngebangunin sahur"
Wina memandang Olga seperti orang bego, yang disambut Olga dengan tatapan yang gak kalah begonya. Keduanya sejenak saling bertatapan. Mereka keliatannya kesel banget gak dibangunin sahur, sebab mereka udah punya niat taun ini mo ikutan puasa.
Selagi mereka asyik terbengong-bengong, tiba-tiba pintu kamar terbuka. Secepat kilat mereka menoleh. Mama Wina masuk, dan tersenyum ramah kepada mereka.
"Gimana anak muda kita ini, udah mendingan"" kata mama Wina langsung.
Wina gak ngejawa b, tapi berusaha bangkit mo protes kenapa sampe gak dibangunin sahur. Belon lagi niatnya kesampean, Wina sekonyong-konyong merasa kepalanya amat berat. Akhirnya jatuh terkulai di bantal tak berdaya.
Mama Wina tersenyum penuh arti.
"Tuh, kan, bangun aja gak mampu, mau protes gak dibangunin segala. Dari mana aja sih kalian dari pagi sampe malam kemarin" Kok sampe kepayahan begitu"" tukas mama Wina.
Wina dan Olga terdiam, sebab malu sama kelakuan mereka kemaren
Ya, kemaren siang dua anak bandel itu "tingkahnya memang kayak orang baru keluar dari pengasingan. Semua jajanan disikat. Semua film yang belum sempat mereka lihat, ditonton abis. Termasuk juga ke diskotek dan ngegosipin temen-temen sampe bibir mereka pada item. Jadi kesimpulannya, kemaren itu hari terakhir mereka mengumbar jiwa hura-hura dan bersukacita.
Tapi akibatnya sekarang mereka malah jatuh sakit, sampe Mama gak tega ngebangunin Wina dan Olga buat makan sahur.
"Makanya, mentang-mentang mau puasa, jangan semua makanan disikat!" kata mama Wina sembari menyentuhkan punggung tangannya ke kening Wina dan Olga. Kedua anak itu pasrah, terkapar tak berdaya.
Sementara Mama terus menasihati bahwa bukan begitu caranya ngadepin bulan puasa. "Itu mah bales dendam namanya," ungkap Mama.
"Abis gimana, Tante"" tanya Olga memberanikan diri.
"Puasa itu kan bulan suci, jadi harus dihadapi dengan sesuatu yang sifatnya suci juga. Artinya, kalo kita mau puasa, kita harus suci lahir batin."
"Caranya gimana, Ma"" Wina ikut tertarik.
"Beberapa hari sebelum bulan puasa, atau tepatnya di pertengahan bulan Sya'ban, kita dianjurkan melakukan shalat Nisfu Sya ban, dengan membaca surat Yasin sebanyak tiga kali. Shalat ini bertujuan memohon ampunan dosa dari Allah. Setelah itu kita juga diminta saling bermaaf-maafan sesama sodara, tetangga, atau teman. Kemudian ziarah ke makam kerabat kita yang telah berpulang. Terakhir, mandi keramas biar jasmani kita bersih."
"Ooo, gitu to, Tante"" ucap Olga paham.
"Iya, jadi bukannya puas-puasin makan sampe perut kalian pada pecah."
Olga dan Wina tersenyum kecut.
"Nah, jadi taun depan hams lebih baik, ya""
Olga dan Wina mengangguk mantap.
Mama Wina bangkit, sambil membawa cucian kotor yang menumpuk di karpet, di bawah tempat tidur.
"Eh, Ma..." Wina berucap pelan.
"Ya"" "Kita-kita boleh puasa, nggak" Semalem kan gak ikutan sahur."
"Kalo kalian punya niat yang tulus, kenapa enggak""
Olga dan Wina manggut-manggut. Dan hari itu terpaksa mereka menjalankan puasa dengan sesedikit mungkin bicara. Ya, sebab mereka semalem gak sempet sikat gigi. Hihihi....
" 9. Parcel "DI luar hujan turun deras. Siraman air membasahi jendela kamar Olga. Suara angin pun menerpa-nerpa, membuat pohon jambu klutuk condong ke sana kemari. Sudah setengah jam yang lalu Olga terlelap. Lengkap dengan sepatu roda di kakinya.
Tik, tik, tik. Tiba-tiba ada tetesan air jatuh dari langit-Iangit yang bocor. Jatuh tepat di mulut Olga. Sambi! tetap memejamkan mata, Olga perlahan-lahan membuka mulutnya. Hingga tetes-tetes air itu jatuh tepat di mulut. Alhamdulillah, batin Olga, kalo emang rezeki gak ke mana....
"Olga!!!" bentakan si Mami bikin Olga terbelalak. "Kamu minum air ujan, ya""
Olga memandang maminya yang baru muncul di pintu. Heran, mahkluk yang satu ini selalu mengganggu ketenteraman di mana-mana.
"Bukan kemauan Olga kok. Salah ujannya sendiri, jatuh pas di mulut Olga. Kan duluan Olga yang tidur di sini," bela Olga.
"Ah, alasan. Tetep aja batal puasanya. Tuh, sana, temenmu nelepon."
"Bilang aja lagi tidur." Olga menarik selimutnya, dan pindah posisi jadi tengkurap.
"Enak aja. Bohong kan batal. Mami gak mau batal."
"Tapi tadi kan Olga emang lagi tidur"" ujar Olga kesal.
"Ya, tadi. Sekarang kan udah bangun. Sana jawab telepon temanmu," putus Mami sambil berlalu.
Dengan kesal Olga bangun. Diliriknya jam. Masih pukul dua. Wah, magrib masih lama banget. Sedang perut udah dang-dutan dari tadi. Dengan tidur tadinya ia berharap waktu bakal berlalu cepat. Tapi Mami malah dengan kejamnya bikin ia terjaga. Dasar sirik. Awas aja kalo Mami tidur. Tapi ketika Olga kel
uar kamar, dan meluncur perlahan di atas sepatu rodanya, sayup-sayup ia mendengar suara Mami bernyanyi. Olga langsung geleng-geleng kepala. Gara-gara pas ulang taun kemaren Papi ngasih . hadiah karaoke, tiap hari Mami nunggu bedug sambil cuwawakan di depan mike. Padahal suaranya yang kayak Donal Bebek itu sempat menimbulkan protes di suara pembaca Kompas dari tetangga kanan-kiri yang merasa terganggu. Tapi Mami cuek.
Dan kali ini Mami lagi menyanyikan lagu First Love. Intronya belum mulai, Mami sudah tancap gas.
"Halo, Olga, ya" Kok lama amat sih"" suara Wina langsung terdengar begitu Olga mengangkat telepon.
"Oh, elo, Win. Ada apa"" Olga merespon malas.
"Eh, itu dari tadi yang lagi nyanyi siapa, sih""
"Yang mana" Enggak ada orang nyanyi kok," Olga berusaha menutupi.
"Ah, tapi kedengeran seperti ada suara..."
"O, itu suara alat pengocok telur," ujar Olga seenaknya. "Mami lagi bikin kue keju buat Lebaran. "
"Oya, Ol. Gue mo nanya, jadi gak kita bikin parcel""
"Lo sendiri gimana" Kan katanya modal buat bahan-bahannya mo pinjem nyokap lo. Kan nyokap lo baru dapet credit card."
"Itu dia, Ol. Credit card Nyokap gak bisa dipake."
"Kenapa ""
"Gara-gara credit card-nya sama Mama dilaminating! Maksudnya sih biar gak cepet rusak. Hihihi..."
"Ha"" Olga langsung cekikikan. "Aduh, ada-ada aja ibu-ibu zaman sekarang. Norak banget, sih, Win""
"Jadi gimana, Ol" Jadi gak kita bisnis parcel" Lumayan lho keuntungannya, bisa buat beli baju Lebaran."
"Wah, gue gak ada duit, Win. Tabungan gue kan buat kursus bahasa Inggris."
"Kan kursus bisa minta papi lo."
"Papi yang pelit itu" Apa yang bisa diharapkan dari dia" Waktu gue bilang mo kursus, malah katanya disuruh nonton TPI aja. Kan ada pelajaran bahasa Inggrisnya. Jadi bisa ngirit. Wah, belajar dari TPI kapan bisanya ""
"...it's my first love, what I'm dreaming of...," tiba-tiba suara Mami terdengar melengking di antara percakapan dua eewek itu.
"Mamiiii!" jerit Olga. "Nyanyinya..., eh, mesin pengocok telurnya dimatiin dulu, doooong!"
"Jadi gimana, Ol"" kejar Wina.
Olga mikir sejenak. "Udah. Lo ke sini aja. Kita omongin di sini."
Pas Wina dateng, Olga udah nunggu di luar pake jas hujannya. Olga pun berlari-lari kecil ke Wonder kuning yang parkir pas dekat pohon jambu klutuk. Wina membuakan pintu.
"Langsung ke mana kita, Ol""
"Gue udah putusin, kita pake modal sendiri aja. Tabungan lo ditambah tabungan gue. Kan gue kursusnya masih lama. Siapa tau dan keuntungan, uang kita jadi nambah banyak. "
"Sip-lah. Kita ke bank, nih""
"Iya. ATM terdekat di mana ya""
"Ratu Plaza aja, Ol."
Mereka berdua pun meluncur ke arah jalan raya. Sementara hujan masih turun deras.
*** "Sambil bertopang dagu dan tengkurap di karpet, Olga mengetuk-ngetuk pensil di kepalanya yang terangguk-angguk pelan. Tanda sedang berpikir keras. Di hadapannya kertas-kertas penuh coretan berserakan kian kemari.
"Nah, yang ini desainnya bagus, Ol!" seru Wina yang ikut-ikutan tengkurap di karpet dan menyodorkan desain yang baru ia buat.
"Tapi Olga menolak tanpa menoleh sedikit pun, "Ah, masih kurang."
"Iya, tapi liat dulu, dong!" protes Wina sewot.
"Kalo gue bilang kurang, buat apa diliat lagi"" tolak Olga tetap ngotot.
Wina akhirnya diam aja. Sebel. Dan Olga masih sibuk oret-orat.
Sore ini Olga dan Wina emang lagi sibuk bikin desain buat selebaran pemesanan parcel. Rencananya selebaran itu bakal disebar di tetangga sekitar rumah Olga, dan di Radio Ga Ga. Khususnya buat anak muda. Siapa tau dari tetangga kanan-kiri, ada yang mo pesan parcel ke Olga. Kalo di tetangga Wina harapannya tipis, karena kebanyakan orang gedongan. Jadi bakal gak mau pesan parcel murah meriah seperti yang dibikin Olga. Dan modalnya juga bisa gede banget. Makanya Wina bela-belain nginep buat ngerjain parcel di rumah Olga. Biar lain dari yang lain, dan biar keliatan seger, Olga dan Wina sengaja bikin parcel buah. Jeruk, anggur, apel, dan ada juga yang pake durian. Semua kualitas ekspor. Lumayan, belum apa-apa Papi udah pesan satu.
"Papi pesan yang seharga berapa"" tanya Olga
"Paling murah berapa""
""Yang lima belas ribu ad"a."
"Kalo yang lima ribu""
"Ada. Tapi isinya buah-buahan yang tak menarik" untuk dimakan. Misalnya terong, lobi-lobi, kecapi, gohok, kesemek, buah buni, bawang, kemiri..."
"Wah, bos Papi mana suka buah gituan""
"Makanya. Pesanlah yang mahal. Yang isinya anggur Kanada, jeruk sunkist, apel merah. Dijamin memuaskan."
"Tapi buat Papi dapet korting, ya""
"Wah, keluarga sih keluarga. Tapi bisnis tetap bisnis. Gak bisa tuh, Pi. Modalnya aja gak cukup. Mau pesen nggak, Pi""
"Bayarnya dicicil bisa nggak, Ol""
"Enggak!" Olga menjawab tegas.
"Atau gimana kalo Papi ikut bantu-bantu ngebungkus parcel..""
"Tetap gak ada korting!"
Papi garuk-garuk kepala. Frustrasi "Ya, udah, deh."
Olga 03 Cover Boy di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tapi harga segitu belum termasuk ongkos kirim lho, Pi."
"Ha"" Olga kembali sibuk sama kerjaannya. Gak peduli Papi yang protes keras sama ketidakbijaksanaan Olga. Sedang Wina dari tadi berusaha keras menyumbang ide agar selebarannya selesai digarap.
""Gimana kalo kita pake foto Saddam Hussein di sudut kanan atas, biar menarik"" tawar Wina.
Olga cuek. "Atau di tiap selebaran kita sertakan satu lembar uang sepuluh ribu""
Tetap tak ada jawaban. "Atau ini, selebaran-selebaran ini kita..."
Pletok! Belum lagi abis kata-kata Wina, Olga udah keburu menghantamkan pensil ke jidatnya. Wina meringis kesakitan, sambil mengusap-usap jidatnya.
Dua jam kemudian, Olga pun rampung ngedesain, dengan bantuan komputer yang ada di ruang baca. Langsung aja selebaran itu di-print sebanyak-banyaknya, untuk disebar sore itu.
Isinya cukup singkat: Eh, kamu mau bikin bahagia pacarmu berikut calon mertua menjelang Lebaran ini" Pesanlah Parcel ke OL & WIN Productions. Harga damai (emangnya di Teluk"), boleh tanya toko sebelah. Berkisar antara Rp 15.000,- sampe Rp 50.000,-. Dibuat dari buah-buahan segar dengan kemasan apik dan menarik. Pagi pesan, sore kelar. Sore kelar, pagi pesan. Ayo, jangan sampe nyesel, paramuda. Lebaran tinggal seminggu lagi, persediaan terbatas. Jangan sampe pacar Anda putus gara-gara gak dikirimin parcel..
Lalu di sudut kanan-kiri, digambarin karikatur Olga dan Wina.
Lalu kedua anak itu mulai turun ke jalan, door to door nyebarin selebaran. Biar cepat, dua-duanya pake sepatu roda. Wina yang dari dulu gak pernah bisa main sepatu roda, berpegangan erat ke pinggul Olga.
Pas lewat rumah Andi, tetangga Olga yang kece berat dan jago main basket itu, Olga. dan Wina agak gelagapan. Soalnya Andi-nya pas lagi ada di depan garasi, sambil melempar-lempar bola basket ke ring basket. Bermandi peluh, dan telanjang dada. Bodinya yang keren keliatan mengkilap-kilap disiram mentari senja.
"Halo, Olga. Dari mana, nih"" tanya Andi sambil mendribel bola.
"Eh, ini, Di. Mo nyebarin flyer," Olga langsung menyerahkan secarik kertas. Andi membaca.
"Mo pesen, gak, Di"'"
Andi mengangguk-angguk. "Menarik juga. Gue pesen yang lima puluh ribu, deh."
Muka Olga langsung cerah. "Win, langsung catet, tuh!"
Lalu Andi mengajak duduk di teras. "Sori ya, saya pake baju dulu."
"Eh, gak usah. Enakan begitu..., ujar Wina spontan. .
Tulang kering Wina langsung ditendang Olga. "Aduh!" . "
"Ini, Di. Temen saya. Namanya Wina."
"O." Andi dan Wina berjabatan tangan.
Sambil Wina ngisi daftar pesanan, Olga basa-basi dikit, "Gak capek, Di, puasa-puasa latihan basket""
"Enggak. Lumayan sambil nunggu bedug. Emangnya mentang-mentang puasa terus semua kegiatan jadi mandeg""
Wina selesai mencatat. "Udah dulu, ya, Ndi. Makasih udah mo pesen. Pasti pacar kamu seneng deh nerima parcel dari kamu."
"Mudah-mudahan," Andi tersenyum.
"Oya, kirimannya besok sore, ya" Soalnya pagi baru mau belanja."
"Oke." Olga dan Wina pun menuju tujuan akhir, Radio Ga Ga.
"*** "Tapi paginya Olga dan Wina kaget setengah mati ketika dikasih tau Mami kalo di depan ada daftar pemesanan "yang menumpuk dari tetangga kanan-kiri. Ada yang minta dikirim besok, ada yang minta dikirim dua hari lagi. Belum yang telepon dari Radio Ga Ga. Pokoknya banyak banget. Sampe Olga dan Wina kelimpungan sendiri.
"Wah, gimana, nih, Ol"" tanya Wina bingung.
"Iya, ya" Modal ki ta kurang. Lo pinjem nyokap lo, gih. Siapa tau cr
edit card-nya udah gak dilaminating lagi. Gue juga mo cari pinjeman di Radio. Ntar siang gue kan siaran. "
"Akhirnya dengan nodong Mami, dengan ancaman kalo gak dikasih, karaokenya mau diam-diam dijual, disertai nodong anak-anak radio, modal pun terkumpul. Ditambah modal dari mamanya Wina. Sepanjang sore, mereka pun belanja ke pasar buah. Nyari yang termurah. Mereka juga memborong keranjang rotan, plastik kado, dan hiasan seperti ketupat mungil dari kertas emas dan gulungan-gulungan kertas warna-warni. Istirahat sebentar, lalu malamnya mereka bergadang untuk menyelesaikan parcel-parcel itu. Maklum, Lebaran tinggal seminggu lagi. Jadi gak heran kalo pesanan begitu banyak.
*** "Hari itu sebagian parcel udah harus dikirim. Olga dan Wina dengan mata ngantuk, hilir mudik dengan Wonder kuning-nya. Jam menunjukkan pukul dua belas siang. Perut terasa amat keroncongan.
Satu per satu parcel berhasil dikirim ke alamat pemesan. Satu-satunya yang bikin mereka semangat adalah keuntungan besar yang bakal diterima. Lumayan buat beli baju Leb"ran. Sampai parcel terakhir, adalah parcel pesanan Andi.
"Ayo, masuk, Ol," sapa Andi ramah.
"I-iya," Olga menjawab gugup. Lalu menarik Wina duduk di ruang tamu yang sejuk dan ber-AC.
"Sebentar, ya" Gue ngambil duit dulu."
Andi pun masuk ke dalam. Olga dan Wina saling berpandangan.
"Keren, ya, Ol""
Gak lama Andi keluar. Sambil menyerahkan duitnya. "Makasih ya, Ol, Win."
"Kita-kita juga makasih," Olga menerima dengan tangan gemeteran.
"Itung aja dulu. Siapa tau kurang," saran Andi.
"Ah, percaya, kok. Yuk balik dulu, Di. Mo bikin pesanan lain."
"Pada rajin, ih. Banyak, ya, yang mesen""
"Lumayan. Ada sekitar 30 biji."
""Wah, hebat. Taun depan gue ikutan, ya""
"Boleh. Permisi, ya ""
"Ati-ati di jalan. Jangan ngebut," Andi kasih perhatian.
Duh, sejuknya. Anak dua itu pun langsung menuju pasar lagi. Uang yang mereka terima hari itu, sebagian dibelanjakan buat bikin parcel berikutnya.
Sampe rumah, Papi udah nodong.
"Mana parcel pesanan Papi""
"Wah, sori, Pi. Tadi udah dikirimin buat anak radio."
"Lho, gimana, sih" Kan Papi..."
"Papi kan gampang. Bisa kapan-kapan" ujar Olga cuek.
"*** "Hari itu semua pesanan. parcel, kecuali yang dipesan Papi, udah dikirim. Olga terkapar tak berdaya di kamarnya. Wina pun sudah dari kemaren pulang ke rumah, karena kangen sama mamanya. Keuntungan yang mereka terima emang lumayan banyak. Cukup buat beli baju baru keren dan kue-kue buat Lebaran. Muka Olga nampak pucat karena nyaris gak bisa tidur.
Tok-tok-tok! Pintu kamar diketok.
"Siapa "" ""Ini Papi, Ol," suara Papi terdengar pelan di luar.
"Ada apa, Pi""
"Papi mau tanya, pesanan parcel Papi udah jadi belum""
"Aduh, Papi ini gimana, sih" Kan Olga lagi capek berat. Ntar deh, kalo Olga inget, pasti dibikinin."
"Tapi di luar sini ada kiriman parcel buat kamu, Ol. Kasihin ke Papi aja, ya""
Olga terlonjak. Kiriman parcel" Dari siapa, ya" Olga pun buru-buru menuju pintu.
"Mana, Pi""
Di tangan Papi ada parcel buah segar dengan kemasan yang rasanya akrab bagi Olga. Ya, parcel itu rasa-rasanya emang yang Olga bikin. Tapi siapa yang ngirim"
Wina" Ah, bukan. Olga kaget setengah mati waktu membaca secarik kertas yang menempel di situ:
Buat Olga yang manis. Met Lebaran, ya" From Andi with love. Hati Olga langsung terasa sejuk, bagai disiram aer ujan. Kepenatan yang ia rasakan seakan sima. Olga terpana.
Entah kenapa, hari ini suara Mami terdengar merdu, ketika menyanyikan lagu First Love....
" 10. Ketupat Lebaran "LEBARAN tinggal sehari lagi. Mami jadi keliatan sok sibuk banget. Bikin-bikin kue masukin beras ke selongsong ketupat, dan segala macam keperluan untuk menyambut Lebaran. Kebetulan Bik Inah udah lima hari lalu minta izin pulang ke Brebes, kampung halamannya. Mau nengok sodara-sodaranya. Jadi segala keperluan yang ada hubungannya buat memeriahkan Lebaran hari itu terpaksa Mami kerjain sendiri.
Sendiri" Ah, nggak juga. Mana rela Mami mengerjakan segala sesuatunya sendirian. Capek dong! Buktinya, subuh itu, ketika Olga baru menyelesaikan shalatnya dan buru-buru mau bobok lagi, Mami udah
menghadangnya di muka pintu kamar.
"Eit, mo ke mana"" pekik Mami yang bikin Olga terperanjat.
"Ya mo tidur dong, Mi, kan ngantuk. Masak mo main bola"" jawab Olga seenaknya.
""Nggak bisa, pokoknya hari ini kamu harus bantu-bantu Mami bikin kue. Jadi tahan dulu itu ngantuk!" tukas Mami sambil berusaha menyeret Olga ke dapur.
"Aduh, Mami, Olga kan masih ngantuk. Masak disuruh bikin kue segala. Beli aja kue yang udah jadi, emangnya kenapa, sih"" Olga berusaha protes, tapi Mami nggak peduli dan terus berusaha menyeret Olga ke dapur.
"Beli kue jadi rasanya kurang afdol. Lagian enak mana sih kue-kue yang dijual di pasar itu sama bikinan Mami, he" Jelas enakan bikinan Mami, dong!" kilah Mami sombong, sementara tangannya makin kuat membetot kerah baju Olga, dan menyeretnya ke dapur.
Akhirnya Olga pasrah. Dan mau menuruti kehendak Mami. Mami lalu menyuruh Olga mengaduk-aduk adonan kue simping sebanyak dua baskom.
"Sekarang tinggal ngebangunin papimu, enak aja dia tidur sementara yang lain lagi pada repot," kata Mami seraya bergegas ke kamar Papi.
Olga kaget. Waduh, bakal terjadi perang besar nih, batin Olga. Betul juga, nggak lama kemudian dari arah kamar terdengar suara gedumbrangan. Rupanya Mami udah ngejalanin aksinya ngebangunin Papi.
"Ayo bangun, bangun! Jangan tidur melulu," teriak Mami usil. Papi gelagapan, dan bangkit dari ubin. Papi barusan memang sempat jatuh dari tempat tidur, begitu Mami mengguncang-guncang bahunya dengan keras.
"Ada apa sih, Mi" Kok ngeganggu orang lagi tidur!" tanya Papi bego.
"Bantuin bikin kue buat Leba ran. Jangan tidur melulu, dong!" jawab Mami. Papi bengong, lalu mengusap-usap jidatnya yang benjol akibat jatuh tadi.
"Bikin kue apaan" Papi nggak bisa bikin kue, Mi!" Papi berusaha menolak secara halus.
"Alah, jangan berkilah," sangkal Mami paham maksud bulus Papi.
"Tapi Papi emang nggak bisa bikin kue. Paling-paling kue serabi doang!" jelas Papi.
"Papi emang nggak disuruh bikin kue. Papi cuma diminta ngebantuin doang. Biar menu kuenya Mami yang urus, Papi tinggal mengaduk adonannya. Ayo deh, cepet!"
Mami dengan sigapnya sudah menyeret Papi ke dapur. Papi terpaksa menurut walaupun hatinya sedikit dongkol.
Dan hari itu jelas jadi hari yang amat tidak menarik bagi Olga dan Papi. Disuruh mengaduk-aduk adonan kue seharian penuh, sementara mata mereka masih ngantuk berat. Tapi, pikir-pikir, demi suksesnya acara Lebaran, ya nggak apa-apa, deh. Apalagi hari itu Mami keliatan sibuk banget masukin beras ke selongsong ketupat-.
"*** "Olga menguap ngantuk. Papi juga. Malah Papi sempat tidur beberapa jenak. Dan bangun lagi begitu Mami menyentil idungnya. Papi gelagapan. Olga cekikikan ngeliat ekspresi Papi yang lucu. Sementara Olga udah berlepotan adonan kue simping dan kue keju. Banyak bubuk-bubuk terigu yang melekat di wajah Olga. Olga jadi keliatan kayak boneka salju. Seluruh tubuhnya dibalut wama putih. Papi lebih parah lagi. Karena Papi kebagian ngaduk-aduk adonan dodol di wajan besar, penampilan Papi udah nggak ubahnya dodol!. Keringat mengucur di sekujur badannya.
"Aduh, Mi, kalo tau gini sih mending nggak usah Lebaran," keluh Papi.
"Hus, jangan ngomong sembarangan!" bentak Mami.
Papi akhirnya ngiyem. Langsung sadar. Sedang Olga udah mulai berasa tangannya pada pegal-pegal. Untung tugas dari Mami dikit lagi kelar. Cuaca di luar udah terasa panas. Sinar matahari menerangi pekarangan, dan menerobos masuk melalui jendela dapur. Hari mulai siang. Olga mengusap keringat yang membasahi keningnya. Nggak nyangka kerjaan ngaduk-aduk adonan kue ini bakal makan waktu lama. Udah gitu kalo jadi rasa kuenya nggak enak-enak amat. Nggak sesuai sama tenaga yang dikeluarkan.
Dan Olga masih kegirangan karena tugasnya nyaris selesai, ketika tiba-tiba Mami menjerit dari arah belakang. Olga tersentak kaget, dan lamunannya bakal tidur dengan mimpi indah buyar seketika.
"Olgaaa!" jerit Mami keras.
"Ada apa, Mi"" Olga menyahut
"Nanti kalo ngaduk adonan kuenya udah kelar, bawa ayam-ayam ini ke Wak Haji Dullah!"
"Apa, Mi"" tanya Olga kurang jelas
"Bawa ayam-ayam ini ke Wak Haji Dullah. "
"Ayam"" tanya
Olga lagi. "Iya!" "Kasih aja ongkos, Mi. Suruh tu ayam-ayam itu pergi sendiri ke Wak Haji Dullah!" tukas Olga.
""Olgaaa!" suara Mami meninggi.
"Iya, Mi""
"Jangan bercanda, ya!"
Papi cekikikan. "Siapa itu yang cekikikan," suara Mami terdengar berang.
Papi kontan ngiyem. Olga yang sekarang ketawa cekikikan.
"Rasain!" Olga mengejek Papi
Sementara itu Mami terus bengak-bengok dari arah belakang.
"Olga, jangan lupa ya, nanti kalo ngaduk adonan kue udah kelar, cepet bawa ayam-ayam ini ke rumah Wak Haji Dullah."
"Emangnya mo diapain ayam-ayam itu, Mi ""
"Ya, mau dipotong. Emangnya kamu rela Lebaran-lebaran nggak makan opor ayam""
"Suruh Papi aja, Mi."
"Papimu mana tega motong ayam" Liat darah aja pingsan!"
"Kalo gitu nunggu kiriman opor ayam aja besok, Mi. Kan males, Mi, rumah Wak Haji Dullah jauh dari sini."
"Olgaaa!" "Iya deh, Mi. Iyaaa! Kok hari ini marah-marah terus sih."
Dan siang itu begitu kelar ngaduk adonan kue simping, dengan berat hati Olga menggotong tiga ekor ayam di pundaknya dan naik sepatu roda ke rumah Wak Haji Dullah yang jaraknya sekitar 500 meter dari rumah Olga. Uh, kesel banget Olga. Mana lagi puasa. Mata ngantuk karena nggak sempet tidur sehabis sahur. Udah gitu ayamnya bandel-bandel, lagi. Sepanjang jalan, dengan nakalnya ayam-ayam itu mematuki punggung Olga.
Olga jelas kesakitan. Dan membanting ayam-ayam itu begitu saja di aspal. Si ayam langsung keok-keok.
"Makanya jangan pada bandel!" bentak Olga.
Si ayam cuma bisa melongo ngeliat Olga yang marah-marah dengan semangatnya. Dikira Olga ayam-ayam itu udah pada takut denger omelannya. Tapi begitu ayam itu digendong di punggungnya, mereka kembali nakal dengan mematuk-matuk punggung Olga.
"Ayam keparaaat!" maki Olga, dan kembali membanting ayam-ayam itu.
Wah, Olga jadi frustrasi berat. Mana rumah Wak Haji Dullah masih kira-kira 300 meter lagi. Olga kan malu, coba pas lagi dalam kondisi begitu, tiba-tiba Andi lewat. Kan jadi tengsin berat. Kalo begini caranya Olga jadi mo marah deh. Marah sama Bik Inah kenapa pake pulang kampung segala. Emangnya kalo nggak pulang kampung, nggak bisa Lebaran.
Bik Inah lima hari yang lalu cabut ke Brebes. Banyak barang-barang Olga yang dipinjem Bik Inah buat nampang. Boneka gede, walkman, sweater, sampe dua potong baju Olga diboyong Bik Inah.
"Neng Ol kan di sini udah enak. Baju-baju Neng Ol masih cakep-cakep. Tapi kalo saya pake baju ini, pasti orangtua saya di kampung seneng banget.. Dia bakal ngira anaknya yang merantau telah berhasil. Dan barang-barang ini akan jadi pusat perhatian. Di sini kan dicuekin begitu aja, Neng Ol. Abis Lebaran nanti, saya bawa lagi, kalo inget...."
Olga waktu itu terpaksa ngasih. Karena pas tarawih di mesjid kemaren, khotibnya bilang, kalo di hari Lebaran kita bisa ngebahagiain orang dengan memberi sebagian harta atau uang, selain berzakat, kita bakal dapet pahala.
"Tapi jangan ampe rusak ya, Bik"" pesan Olga pada Bik Inah yang hendak nampang di kampungnya itu.
Olga di hari Lebaran kali ini emang gak gitu pusing soal yang lain. Di benaknya cuma kepikir alangkah bahagianya kalo bisa berlebaran bareng Andi, tetangga kece yang ngirim parcel itu.
"Eh, Neng, ngapain bengong di pinggir jalan"" Tiba-tiba m uncul cowok kelimis membuyarkan lamunan Olga.
"Nah kebetulan kamu dateng. Tolong bawain ayam-ayam ini ke Wak Haji Dullah, dong!" Olga langsung semangat begitu ngeliat cowok kelimis itu. Cowok tersebut malah jadi gelagapan.
"Mau, kan"" berondong Olga.
"Bawa ayam-ayam ini""
"Iya, mau, ya""
"Wah, sori deh, Neng!"
Cowok itu pun buru-buru ngibrit meninggalkan Olga. Tinggal Olga kembali bengong sendirian. Berpikir bagaimana ngebawa ayam-ayam itu ke rumah Wak Haji Dullah tanpa harus kerepotan.
Lama juga Olga berpikir. Tapi pikiran tetap buntu.
Sementara hari udah makin siang. Tentu Mami gelisah menunggu. Merasa nggak bisa mencari jalan keluar yang jitu, Olga akhirnya menggotong ayam-ayam itu lagi. Dan begitu tau udah digendong Olga, ayam-ayam itu kembali melancarkan aksinya. Malah kini lebih nekat lagi. Kesabaran Olga akhirnya abis juga. Maka ayam itu dibanting keras d
i aspal sampe tali pengikatnya copot. Ayam-ayam itu pun berhamburan kian kemari. Senang banget mereka bisa terlepas dari ikatannya. Walhasil sepanjang siang itu Olga terpaksa jadi main kucing-kucingan sama si ayam. Olga berusaha keras menangkap ayam-ayam itu" tapi nggak kena-kena karena mereka lebih gesit dari Olga. Malah Olga sempet nyusruk di semak-semak segala.
"*** "Olga baru sampe rumah pas menjelang sore, dengan kondisi yang udah payah betul. Kaki dan tangannya besot-besot. Nyaris seluruh tubuhnya berlepotan lumpur. Tapi nampaknya tiga ayam yang bandel-bandel itu udah berhasil ditangkap. Dan udah disembelih pula. Mami begitu ngeliat Olga ngejogrok di pintu, langsung membentak,
"Dan mana aja kamu, disuruh potong ayam kok lama banget, sih""
Olga nggak menjawab, tapi malah jatuh ngedubrak di kaki Mami. Pingsan.
"*** "Tak lama bedug magrib bertalu-talu. Olga buru-buru masup ke rumah dan meraup
sambel goreng ati, sayur ketupat, dan dua piring nasi. Ini buka puasa terakhir di bulan puasa kali ini. Jadinya mesti dipuas-puasin. Kebetulan Mami emang udah bikin ketupat sayur. Meski ketupatnya, kata Mami, berhubung gagal, nunggu kiriman dari tetangga aja besok. .
Selain ngegadoin sayur ketupat, Olga juga ngambil kue-kue Lebaran bikinan Mami yang sejak kali pertama bikin udah diamankan di lemari. Ternyata enak juga. Gak sia-sia sepanjang pagi Olga kerja keras ngebantuin bikin. Harum kue keju menyebar ke mana-mana.
Sementara Mami masih sibuk nyobain baju Lebaran di dalam kamar. Mami bingung milih yang cocok buat dipake besok, sebab baju Lebarannya cuma dibeliin satu biji sama Papi. Hihihi.
"Mi, gak buka dulu"" teriak Olga.
"Duluan deh. Mami udah kok tadi."
"Hei, Mami gak puasa, ya""
"Lagi enggak, Ol."
Di rumah Olga lagi gak ada siapa-siapa. Papi sore ini buka puasa di mesjid. Sebab sibuk diundang Pak RT untuk jadi panitia pembagian zakat. Dari tadi sore Papi nongkrong di mesjid untuk mengatur pembagian zakat yang segera harus dibagikan pada malam takbiran ini.
Sambil ngemilin kue keju bikinan Mami, Olga mengingat-ingat pengalaman selama bulan puasa. Olga pernah ngaku puasa sama Mami, padahal lagi enggak. Olga juga ingat kesibukan bikin parcel yang menghasilkan untung besar buat beli baju Lebaran. Olga jadi ingat Andi lagi yang ngirim parcel buat dia. Ah, di sela-sela suara takbir membahana, mengingat pujaan hati emang asyik.
Belon selesai Olga melamun, tiba-tiba klakson mobil Wina mengagetkannya. Kepala Wina menyembul dari balik kaca.
"Ol, muter-muter, yuk""
"Ngapain""
"Kita ikutan pawai takbiran keliling. Asyik lo, Ol, kali-kali aja nemu tukang bedug yang kece. Hehehe..."
Ajakan kayak gini terang pantang ditolak Olga. Makanya, dengan cueknya Olga melempar lamunannya ke lantai, sehingga wajah Andi terkapar tak berdaya di sana.
"Bentar, gue bilang Mami dulu," ujar Olga. "Lo tunggu situ. Eh, kalo mo nyobain sayur ketupat sama sambel goreng ati bikinan Mami, boleh, kok."
"Ketupatnya ada""
"Belon ada yang ngirim, jadi opornya aja dulu."
"Dasar. " Tapi tak urung Wina mencicipi juga sayur ketupatnya Mami. Sementara Olga di dalam kamar pamit sama maminya. Ternyata maminya masih berkutat dengan baju Lebarannya.
"Ya, ampun, dari tadi belon rapi juga, Mi""
"Tadinya sih hampir cocok waktu Mami padukan sama kulot ijo ini, tapi sekarang Mami pengen liat gimana kalo dibarengi dengan rok mini kamu, Ol."
Ternyata baju Lebaran yang cuma sebiji itu sengaja dipaduin sama Mami, biar besok keliatannya Mami punya banyak baju Lebaran. Akibatnya beberapa baju Olga kepake buat eksperimen. Berhubung mo Lebaran, Olga cuek aja.
"Mi, Olga mo jalan dulu, ya""
"Jalan ke mana""
"Takbiran keliling sama Wina."
"Wah, asyik juga, tuh. Mami boleh ikut gak""
"Mami jaga rumah aja, deh. Kan di sini gak ada siapa-siapa, Mi."
"Tapi ini kan setaon sekali, Ol. Mami ikut, ya""
""Enggak, ah. Kalo Mami mo takbiran keliling di rumah kan bisa. Mengelilingi meja makan. "
Sebenarnya Mami emang gak hasrat-hasrat amat ikutan takbiran keliling, karena sampe saat ini masih sibuk bereksperimen dengan baju Lebarannya.
"Yuk berangkat, Win. Mami lagi
sibuk ama baju-bajunya."
Di sepanjang jalan pada malam itu rame sekali. Kebetulan di depan komplek rumah Olga ada pasar kem bang yang malam itu khusus ngejual anggrek yang cantik-cantik.
Lagi-lagi Olga ngelamun. "Ah, andaikan Andi beli kembang itu untuk saya..."
Untung Wina langsung tancap gas menuju Jalan Sudirman. Wina pengen ngajak Olga ke Monas, karena katanya di sana ada pukul bedug masal yang dikoordinir sama Jelly Tobing.
"Sekali-sekali kita denger musik tradisional, Ol," alasan Wina.
Di Sudirman gak taunya banyak juga iring-iringan mobil. Wina dengan cueknya menggabungkan diri dengan iring-iringan itu. Ikut-ikut takbiran sambil teriak-teriak.
"Eh, Ol. Yang bawa pick-up tuh boleh juga."
""Mana""
"Itu yang mobilnya dinaikin banyak orang. "
"Wah, boleh tuh, Win."
"Rapetin, ya""
Wina kemudian mepetin mobilnya. Yang nyetir pick-up emang keren. Dan ketika tau di sampingnya ada Wonder kuning yang diisi makhluk-makhluk kece, ia tersenyum manis. Tapi Wina gak puas.
"Hei!" Wina memanggil.
Tu cowok kalem aja. Cuma mengangkat alis. Wina makin semangat. "Cowok," panggil Wina lagi, "godain kita, dong, udah sebulan nih kita gak digodain. Hihihi..."
Olga cuma senyum-senyum aja- ngeliat kecentilan temennya.
"Coba ada Andi, ya, Win"" celetuk Olga tiba-tiba.
"Eh, kamu masih inget dia""
"Begitulah." "Ya, tadi kenapa kita gak jemput aja"
"Jangan, Win. Mungkin dia ada acara."
"Alaaa, daripada mikirin terus."
"Jangan, gak usah dijemput, Win. Gue malu, tau! Tapi kalo mondar-mandir di depan rumahnya aja, bolehlah. Liat gentengnya aja gue udah puas."
"Akhirnya Wina memutar mobilnya menuju rumah Andi. Tapi pas nyampe di depan rumah Andi, mereka bener-bener mondar-mandir. Karena Olga ngelarang Wina nyetop mobilnya di situ.
"Kayaknya gak ada, deh."
"Makanya kita masup aja dulu. Kita tanya, Andi ada gak" Jangan pesimis gitu, dong. "
"Ah, dianya gak ada kok."
"Lo tau dari mana kalo dia gak ada""
"Sendal jepit swallow yang biasa dia pake gak ada di depan rumahnya."
*** "Lebaran pun datang. Semua orang gembira-ria. Termasuk Olga. Ya, Olga tampak manis banget dengan baju putih garis-garis merah yang ia beli seminggu lalu. Rambutnya sengaja gak dikuncir, hingga terurai.
Setelah Shalat led, Olga langsung sungkem sama Papi dan Mami. Saling memaafkan.
"Maapin Olga, ya, Mi. Olga banyak dosa sama Mami. Maapin dosa-dosa Olga yang telah lalu, dan yang sedang direncanakan. Juga doain Olga supaya gedenya nanti gak kayak Mami, ya""
"Iya, Olga. Semua dosa-dosa kamu Mami maapin. Mami juga minta maaf, meski sekarang masih sebel, karena rok kamu yang mo Mami pinjem itu ternyata sempit amat, sih!"
Acara sungkem-sungkem itu diiringi tangis-tangis kecil. Pada Papi, Olga gak lupa minta maaf.
"Pertama-tama Olga mo minta maaf sama Papi. Kedua Olga minta doa dan restu Papi. Ketiga, Olga minta duit Lebaran sama Papi. Simpel, kan""
"Papi juga minta maaf, Ol. Meski sekarang masih sebel, karena belum ada juga tetangga yang ngirim ketupat."
Hari itu betul-betul hari bahagia. Olga mengakui semua dosa-dosanya ke Mami dan Papi Mami juga mengaku dosa ke Olga dan Papi Papi juga ngaku dosa ke Mami dan Olga.
Tapi Lebaran kali itu bagi Olga terasa sangat luar biasa ketika tiba-tiba pintu diketuk
"Ada tamu pertama, tuh. Tanyain, Ol, bawa ketupat nggak""
Olga buru-buru membuka gerendel pintu. Dan pas dibuka, yang muncul adalah wajah...
"Andi!"!" pekik Olga tertahan.
"Ya, saya. Papi-Mami ada, Ol""
""Ada. K-kamu mo ngapain ke sini, An"" Olga gugup banget.
"Mo Lebaran. Maaf lahir batin, ya"" ujar Andi sambil ngesun pipi Olga Olga terpaku di tempat. Hatinya berbunga-bunga"
"Saya juga mo sungkem sama Papi-Mami, Ol."
"O-oh, ya. Masuk, An..."
Mami menyahut dari dalem, "Siapa tamunya, Ol" Bawa ketupat, nggak""
Tapi belum lagi Andi diperkenankan sungkem, tau-tau bel rumah Olga berbunyi lagi. Siapa lagi, sih" Olga seolah terganggu.
"An, kamu duduk dulu. Ada tamu lagi, tuh. "
Olga membuka pintu, dan terperanjat bukan buatan! Ternyata Somad bin Indun yang selama ini gak kedengaran kabar beritanya muncul di situ sambil bawa bungkusan. Somad deng
an jas item dan sepatu item langsung mengumbar tawa lebarnya pada Olga.
"Halo, Olga, masih inget aye" Pasti masih. Aye Somad bin Ind un, sukaan situ yang sedari dulu selalu setie. Situ pangling" Hohoho, pasti ni gare-gare jas nyang aye pake. Ni jas dulunye emang punya Bokap waktu minang enyak aye. Gimane, Ol, aye mo sungkem nih same calon mertue...," suaranya yang kenceng merepet nyaris mirip petasan rentet.
Olga gak bisa berbuat apa-apa. Mau ngusir gak enak gak diusir lebih gak enak.
"Miiii..., ada tamu, nih!" teriak Olga dengan maksud menghibahkan tanggung-jawab ke Mami.
Mami nongol. "Ooo, Tomat Gondol, ya" Eh, siapa namanya" Mami lupa."
Olga 03 Cover Boy di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Somad, Ibu." "Oh, iya Somad Samid, ya""
"Itu sih komat-kamit. Ini Somad bin Indun, Ibu."
"Mari masuk. Olga ini gimana, sih, ada tamu kok gak disuruh pulang, eh, gak disuruh masuk""
Begitu masuk, Somad langsung sungkem ke Mami, Papi, Olga, malahan sama Andi juga. Andi jelas bengong.
Dan Olga yang tadinya udah hepi banget karena Andi dateng, jadi sebel juga ngeliat tingkah Somad. Mana Somad dengan cuek-nya ngocol melulu dengan suaranya yang nyaring, "Selama ini aye gak sempet kemari lantaran aye ditawarin bisnis ngejual kambing, Ibu. Alhamdulillah, untungnya gede juga ternyate. Ampe-ampe aye bisa beli sarung sama peci baru untuk Lebaran sekarang ini. Ini aye juga bawa hadiah selendang ama sajadah buat Olga dan Ibu."
Olga bener-bener empet banget ama Somad. Dia gak ngira kalo hari yang semula bakal mendatangkan kebahagiaan jadi ruwet begini. Olga gak tahan, kemudian dia berdiri. "Mi, Olga mau lebaran ke rumah temen-temen ama ke rumah Tante Mima, ya""
"Lho, nanti aja. Lagi ada tamu kok pergi, sih""
"Ntar kesiangan. Ini mumpung ada Andi, bisa ikut mobilnya."
Somad yang sableng itu melihat Olga mau pergi, bukan ngerasa, eh malah mau ikutan segala.
"Jadi Olga mo lebaran ama sodare-sodare" Wah, bagus, tuh. Aye juga kudu ikut. Biar pada kenal. Kan gak enak kalo gak nemenin situ berlebaran. Ntar dikira calon mantu kurang ajar, gak mau kenal ama sodare...."
Olga memandang Somad kesal. Kalo gak inget Lebaran, Olga pasti akan menendang pantat Somad sampe mental.
"Kamu di sini aja," protes Olga. "Saya mo pergi sama Andi pake mobil!"
Olga pun buru-buru menggaet tangan Andi, menuju ke luar. Somad ikut keluar juga.
"Kamu ngapain sih ikut-ikutan" Mobilnya gak muat, tau!"
Kebetulan Andi emang bawa Kijang bak. "Cuma muat berdua. Kamu di sini aja ngobrol sama Mami."
"Wah, kagak bisa. Aye wajib ikut. Ntar aye bisa gak enak."
"Tapi mobilnya gak muat, tau!" Olga ngotot.
"Di belakang pan bisa. Aye sering kok naik mobil di bak belakang. Kalo mau ngejual kambing, aye selalu naik mobil di belakang. "
Olga bener-bener gak bisa berbuat apa-apa. Apalagi Mami sama Papi cuma senyum-senyum doang. Sementara Andi yang gak kenal Somad hanya terheran-heran.
Olga membuka pintu mobil, masuk, dan membanting pintu keras- keras.
"Olga, inget hari Lebaran, gak boleh marah-marah!" teriak Mami dari depan rumah.
Kijang itu merambat pelan. Olga cemberut terus. Andi yang dari tadi pengen nanya, akhirnya merasa baru ada kesempatan.
"Ol," ujar Andi, "siapa sih dia""-
"Tukang kambing!"
Sementara Somad yang berjas item itu m"emasang kacamata itemnya dan berdiri" di bak sambil melambaikan tangan ke setiap orang yang menegurnya.
"Minal aidin wal faidzin!" teriak Somad berulang-ulang.
TAMAT tamat Tawanan Azkaban 5 Pendekar Pulau Neraka 05 Pengantin Dewa Rimba Pendekar Panji Sakti 23