Cover Boy 2
Olga 03 Cover Boy Bagian 2
"Hei, kok pasif gitu, sih" Pandangin kita lagi, dong. Ntar saya bikin atraksi lagi, deh!"
Kontan, karena dipancing begitu, orang-orang kembali pada nontonin Olga yang gila-gilaan bersepatu roda lagi.
Sore yang indah itu sebenarnya gak sengaja dilewati Olga. Kebetulan aja Olga mo ke minimarket untuk beli cemilan buat nemenin belajar ntar malem. Dan sepulang dari beli oleh-oleh, tanpa diduga tanpa dinyana, serombongan cowok cakep memapas jalan Olga. Kayaknya anak-anak keren abis pada latihan basket. Anak-anak klub Basket Boy. Bagi Olga, ini kesempatan yang gak boleh dilewatkan begitu saja.
Olga segera mencari jalan agar menarik perhatian. Sembari nge-zig-zag ia bersiul kuat-kuat. Sampe bibirnya monyong. Sayangnya tu cowok-cowok keren masih sebodo teing. Slonong boy aja. Olga tanpa kendali, akhirnya nekat negor duluan.
"Wah, para pemain basket kita, tampaknya alim-alim, ya" Gak nyesel nih gak godain saya""
Barangkali, karena gak enak disindir begitu, para cowok keren itu mulai kasih reaksi.
"Kamu lagi belajar main sepatu roda, ya"" goda salah satu.
"Kecilnya gak bahagia, ya"" tukas yang lainnya.
"Gak punya mainan yang lain, ya"" ujar yang satunya lagi.
Sial, taunya reaksi mereka cuma mau ngatain doang.
Olga pun mempercepat ayunan kakinya meninggalkan cowok-cowok keren yang kayaknya gak tau diuntung itu!
Pas sampe depan rumah, Olga langsung melempar beberapa bungkusan cemilannya ke dalam rumahnya lewat salah satu jendela yang terkuak lebar. la berharap, siapa tau Papi lagi asyik baca di balik jendela situ.
Lantas tak langsung masuk. Seperti biasa Olga menengok ke kotak pos yang bertengger di atas pagar besi rumahnya dulu. Kali-kali aja ada surat buat dia.
Eh, ternyata ada. Olga memungut, dan membalik nama pengirimnya. Ya, ampun. Ternyata sama seperti yang kemarennya juga. Ya, sudah tiga hari berturut-turut Olga dapat surat dari pengirim yang sama. Tapi nama pengirimnya gak jelas. Cuma ada tanda tangan yang gak kebaca dan inisial "Bb". Kali ini surat misterius itu dibungkus amplop pink bermotif kembang-kembang dan wangi baunya.
"Sedang isi suratnya hampir senada dengan surat-surat yang lalu. Isinya tentang pernyataan "I LOVE YOU".
"Manakala rembulan menebar sinarnya malu-malu..." Begitu pembuka isi surat kali ini. Pembukaan yang cukup manis.
"...Sinar. itu lantas saja menyejukkan sanubariku. Tapi manakala terbayang wajah seorang cewek bahenol, yang wira-wiri kala sore seraya bersepatu roda, sinar rembulan kontan sirna, wajah cewek bahenol-nerkom itu lebih bernuansa dan bercahaya. Wajahnya mampu lebih lama menyejukkan hatiku. Pancarannya tidak malu-malu seperti bulan...."
Olga terhenyak menyender di pintu pagar. Olga bingung. Ni surat sebenarnya dari siapa, sih" Kalo ditilik dari tulisannya yang amburadul itu agaknya si pengirim punya wajah agak lumejen. Kalimatnya pun cukup enak dibaca dan perlu. Menandakan bahwa si pengirimnya pasti enak diajak berantem.
Tapi siapa sih yang diam-diam nge-fans sama Olga"
Di dalam kamarnya Olga masih terus memandangi ketiga surat yang ia simpan di lacinya. Diteliti" Karakter tulisannya sama. Sama-sama jelek. Duh, siapa ya kira-kira yang punya tulisan begini"
Niat Olga untuk belajar kepaksa tertunda. "Abis Olga penasaran banget. Ia ingin segera tau siapa pengirim surat itu sebenarnya. Makanya, saat itu juga, ia langsung menelepon Wina.
"Win, lo harus ke sini."
Wina kaget. "Lho, kita kan masih musuhan. "
"Alaah, lupain aja. Udah kelamaan musuhannya. Bosen."
"Iya, deh." "Makanya, lo ke sini."
"Ada apa, sih""
"Tiga hari berturut-turut gue dapat surat kaleng."
"Kaleng" Kaleng kerupuk apa kaleng minyak""
"Bego! Surat kaleng itu surat yang ada di dalam kaleng! Duh, kenapa ikut-ikutan salah begini. Maksud gue, surat kaleng itu surat yang gak jelas siapa pengirimnya."
"Lho, kenapa gak lo tanya""
"Tanya ke siapa""
"Tanya ke yang ngirim surat itu."
"Hei, bego amat sih, lo! Gimana gue bisa nanya kalo di surat itu gak ada nama dan alamatnya.
"Trus gimana""
"Nah justru itu gue harap lo ke sini sekarang juga. Kali aja lo tau siapa pengirimnya. "
"Kira-kira siapa, ya""
*** "Gak lama karena terdorong rasa penasaran, Wina cepat muncul. Raut mukanya serius. Tapi mereka sempat berpelukan kangen karena lama gak ketemu. Setelah itu, mereka berdua pun segera meneliti tulisan acak-acakan di sehelai kertas. Susah juga nebak, siapa yang nulis.
"Menurut lo siapa, Win"" tanya Olga sambil mengerutkan pipinya. Olga memang selalu pengen laen daripada yang laen. Orang kan kalo mikir mengerutkan kening, tapi dia demen mengerutkan pipi!
"Menurut lo siapa, Ol"" Wina balik nanya.
"Menurut lo, dong!"
"Yeee, menurut lo dulu. Lo kan yang nerima surat-surat ini""
"Justru gue telepon lo karena gu
e butuh bantuan lo. Ya, menurut lo siapa""
"Iya, iya. Tak usah marah-marah begitu. Jadi menurut lo siapa""
"Brengsek! Gue bilang menurut lo dulu!"
Dasar dua-duanya sama aja. Sama-sama gak mau kalah. Akhirnya daripada musuhan lagi, mereka berdua pun sepakat mencari kemungkinan lain. Indikasi lain. Bukti-bukti yang mungkin dipakai melacak jejak.
Wina lagaknya udah kayak detektip Hunter. Dia pake kaca pembesar meneliti satu demi satu hurup-hurup yang ada di surat itu. Tapi sebentar-sebentar Wina mengucek-ucek biji matanya" Dia gak tahan ngeliat tulisan yang jelek itu jadi nampak lebih gede.
Sedang Olga juga gak kalah serius. Si centil ini meneliti surat kaleng itu pake mikroskop. Lagaknya bak profesor. Pipinya tambah mengerut. Tanda bahwa ia tengah serius berpikir.
"Mungkin dari Somad, fans lo yang fanatik itu"" Wina memecahkan keheningan.
"Gak mungkin. ltu kan masa lalu. Somad udah abis masa putarnya. Dia udah gak beredar lagi. Lagian dia kan gak bisa bikin tanda tangan. Kalo ngirim surat pake cap jempol."
"Abis dari siapa, ya" Tanda tangan siapa ini"" Wina mumet, meletakkan kaca pembesarnya sambil mencomot keripik di stoples apik. Dia udah gak sanggup.
"Inisialnya selalu 'Bb'. Itu mungkin kepanjangan dari..." Olga mulai menebak.
"Bau badan"" tukas Wina.
""Bukan." "Boim bodong""
"Bukan. Apa mungkin Sebastian""
"Siapa tuh Sebastian"" tanya Wina
"Penyiar baru yang pernah gue kasih hadiah. Ah, tapi pasti bukan. Dia bukan tipe cowok begitu. Siapa, ya" Yang jelas ini pasti nama orang atau nama perkumpulan tertentu... "
"Perkumpulan"" Wina seperti teringat. Lalu mengambil salah satu kertas surat itu. Dan ia berteriak, "Berhasil, OJ! Gue tau! Gue tau!"
"Tau apa""
"Ini, lo liat." Wina mendekatkan kertas itu ke muka Olga. "Salah satu surat ini ada logo bola basketnya. Pasti si pengirim surat ini maniak basket. Dan lo tau, ada klub basket terkenal di daerah sini yang anggotanya kebanyakan dari sekolah kita""
"Basket Boy! Iya, kamu betul! Pasti 'Bb' singkatan dari Basket BQY!" jerit Olga.
"Dan anak-anak Basket Boy terkenal keren-keren. Lo beruntung banget kalo bener-bener ditaksir anak Basket Boy!" Olga dan Wina melonjak-lonjak kegirangan. "Kita harus ngerayain penemuan ini, Ol. Kita toast!" ujar Wina sambil mengangkat gelasnya.
Tapi tiba-tiba Olga tercenung. "Win, anak Basket Boy kan banyak banget. Gimana kita bisa tau siapa salah seorang dari mereka yang mengirim surat ini""
Wina terdiam. "Iya, ya."
Dan mereka berdua berpikir keras lagi.
"Gini Ol. Gue dapet akal," ujar Wina tiba-tiba. "Lo kan pernah denger cerita, setiap anak yang ikut klub Basket Boy selalu membubuhkan tanda tangannya di papan lebar yang tergantung di kamar ganti mereka. Nah, kita nyusup aja ke sana, kita liat tanda tangan mana yang mirip dengan yang di surat ini!" .
"Ide lo boleh juga. Tumben lo pinter banget!" puji Olga girang. "T -tapi gimana cara masuk ke sana" Lo kan tau, tak sepotong cewek pun boleh masuk ke kamar ganti cowok...."
"Kita nyamar aja. Berlagak jadi cowok!"
"*** "Besok siangnya Olga dan Wina keliatan sibuk berat mempersiapkan segala perlengkapan penyamarannya. Nyomot sana nyomot sini, sampe segala yang dipersiapkan siap.
"Cukup. Yuk, kita buru-buru berbenah" ajak Olga.
Mereka lalu masuk ke kamar Wina untuk mengganti semua yang dikenakannya dengan atribut cowok. Tapi ternyata nyamar jadi cowok itu gak mudah. Mereka udah abis-abisan dandan, tapi tetap aja keliatan seperti cewek.
Wina hampir putus asa. "Wah, gimana nih, Ol""
"Ya, gimana" Cari akal lagi dong!" jawab Olga sambil mikir-mikir. "Gimana kalo dikumisin" Soalnya lo feminin banget. Jangan-jangan ntar ditaksir gay!"
Wina tercenung. "Pake kumis" Gimana caranya""
"Pake lem sama guntingan rambut atau ijuk. "
"Apa gak gatel, tuh"" tanya Wina kuatir.
"Justru itu makanya gue semangat banget ngasih usul supaya elo dikumisin," tukas Olga sambil cengingisan.
Wina memaki-maki. Tapi akhirnya Wina mau juga dikumisin. Berkali-kali Wina bersin saat Olga menaburkan potongan rambut di bawah idungnya yang udah diolesin lem.
Untung pekerjaan itu selesai gak lama Wina uda
h gak betah. "Gimana, Win" Sip"" tanya Olga saat Wina mematut-matut dirinya di cermin.
"Sip!" jawab Wina yang udah merasa dandanannya kayak satpam pasar.
"Kalo gitu kita cabut!" ajak Olga.
Olga yang pake topi item dan rambutnya disembunyiin di balik topi, keliatan kayak cowok tulen. Belum lagi kacamata item menyembunyikan bulu matanya yang lentik.
Sambil mengunyah permen karet, ia duduk di mobil Wina. Oi perjalanan Olga sibuk melatih suaranya biar kayak cowok.
Siang jam satu, Olga dan Wina udah berhasil menyusup ke dalam markas Basket Boy. Markas klub basket terkenal itu juga dilengkapi ruang fitness yang komplet. Saat itu suasana di dalam ruangan lumayan rame. Karena itu klub cowok, jadi tingkah laku mereka pada cuek. Ada yang ngegosip sambil menyikat ketiak, ada yang main lempar-lemparan ember, atau duduk di teras sambil mengelap keringat.
Bercandanya juga kuli banget. Ada yang dibanjur air seember, oper-operan barbel, dan ada yang plorot-plorotan celana pendek.
"Wah, Ol. Coba lo liat cowok itu dadanya berbulu!" bisik Wina pas melewati tempat anak-anak yang mandi sauna.
"Hus, diem, dong lo. Tahan dikit kek!"
Olga memaki Wina yang tingkahnya jadi kecentilan.
Olga lalu menyeret Wina untuk terus ma"suk. Wah, di sini ternyata suasananya lebih serem lagi. Soalnya mereka masuk pas ke bagian ruang bilas. Kebetulan waktu itu berapa cowok lagi pada horor mandi di bawah siraman shower cuma pake cawat doang. Olga dan Wina kontan melotot.
"Win!" "Ol!" Tapi mereka gak punya waktu banyak. Mereka mau terus nyari ruang tempat anak-anak membubuhkan tanda tangan di papan.
Dan pada saat itulah seorang cowok berbadan tegap datang menghampiri. "Hei, kalian anggota baru, ya""
Olga dan Wina kontan kaget. Lalu mengangguk tanpa berani jawab. Soalnya mereka takut suara mereka gak mirip cowok.
"Baru masuk kapan"" ujar cowok itu sambil menggesek-gesek handuk ke bodinya yang kayak Rambo. Heran juga dia ngeliat Olga. Kok di dalam ruangan begini ada anak yang pake kacamata item.
"Tadi pagi," Olga akhirnya menjawab dengan suara yang dibikin berat
Si tegap langsung nyengir begitu denger suara Olga.
"Aha, anak baru, ya" Oiii, teman-teman, ini ada anak baru lagi. Kita kerjain dulu, yuk"" teriakan si tegap kontan disusul kedatangan para anggota Basket Boy lainnya.
"Wah, celaka, Ol!" Wina mulai cemas begitu ngeliat beberapa cowok yang tadi pada asyik mandi di shower langsung dateng dengan busana sekenanya itu. Wina makin melotot. .
"Kita apain mereka""
"Suruh pus ap aja!"
"Jangan. Gimana kalo kita suruh loncat kodok keliling lapangan aja""
"Jangan. Itu tak mendidik. Ini aja, kita suruh mereka ngebersihin seluruh ruangan di sini. Kan asyik, tuh. Tugas piket kita jadi ringan. Setuju""
"Setuju! Setuju!"
Wina hampir pingsan denger usul sadis anak-anak, tapi Olga buru-buru berbisik, "Biarin, Win. Kita malah punya kesempatan banyak buat ngeliat tanda tangan itu!"
Wina semangat lagi. Dan mulailah dua anak itu bekerja. Diiringi gelak tawa anak-anak Basket Boy yang sibuk ngasih perintah, "Eee, itu sebelah situ masih kotor! Dibersiin, dong, jangan dipelototin aja!"
Olga memaki. Pinggangnya udah mau patah. Wina makin gak tahan sama kumis palsunya yang tambah bikin gatel. Saban kali bersin, satu helai kumisnya rontok.
Tapi perjuangan mereka kayaknya sia-sia. Pas sampe ke ruang ganti yang ada tanda tangan seluruh anak anggota Basket Boy ternyata gak ada yang mirip dengan yang di surat!
"*** ""Sialan, gue kapok," sungut Wina ketika mereka berdua sudah terlepas dari bencana, dan menikmati blizzard di DQ.
"Ah, ini kan ide lo juga. Lo gak bakat jadi Hunter," ujar Olga.
"Iya, tapi kena deh kita dikerjain. Mana misi kita gagal, lagi."
"Iya, ya" Siapa Bb itu, ya""
Sementara besok-besoknya tu surat-surat tetap berdatangan. Makin gawat aja isinya. Olga makin dibikin pusing.
Suatu siang, Olga mampir ke rumah Wina. Iseng aja" Tadinya dia mau mesenin kue buat Mami yang mo arisan keluarga di Tante Jean yang rumahnya deket Wina. Tapi berhubung Tante Jean-nya gak ada, Olga mampir ke rumah Wina. Ternyata Wina pun lagi gak ada.
"Ke mana, Tante""
"Katanya sih mau beli asinan di dekat pasar depan. Tapi cuma pake celana pendek kok. Sebentar juga balik. Tunggu aja di kamar, Ol," ujar mama Wina.
Olga pun masuk ke kamar. Tiduran di ranjang yang empuk. Tapi tiba-tiba perhatiannya tertuju ke meja belajar Wina. Kayaknya tu anak lagi bikin surat. Surat apa, ya" Tumben banget. Biasanya paling males doi surat-suratan. Olga pun mengintip dari jauh. Lho, kok surat buat Olga"
Buru-buru Olga mendekat. Dan alangkah terkejutnya dia, ternyata surat itu bentuk tulisannya sama persis sama surat kaleng yang biasa Olga terima. Olga jadi bingung. Ia penasaran membacanya. Isinya: "...akhirnya saya pikir, cuma sia-sia aja ngarepin kamu. Maka saya minta maap kalo selama ini saya mengganggu kamu. Saya akan mengakhiri mimpi ini. Saya tak akan mengganggu kamu lagi. Lupakan saja saya. Lupakan bahwa pernah ada orang yang ngirim sural kaleng ke kamu..."
"Olga"" Olga kaget. Wina ternyata sudah di ambang pintu.
"Win, . apa-apaan ini"" teriak Olga sambil melempar kertas surat itu. "Jadi selama ini lo ngerjain gue, ya""
Wina gak bisa jawab. Ia berusaha menjelaskan, "G-gue minta maaf, Ol. Gue gak maksud ngerjain elo. Gue niatnya baek. Gue pengen lo merasa ada orang yang naksir lo, merhatiin lo. Gue kasihan sama elo..."
Olga makin sewot. "Kok kayak di cerita-cerita aja. Seenaknya. Gue gak perlu begituan, Win. Lo kan sahabat gue, lo kan tau banget gue""
"Iya, iya. Susah, sih, ngejelasinnya. Lo tenang dulu, Ol..."
"Nggak mau!" Olga tetap keras.
"Olga!!" "Wina!!" Mereka berdua ngotot. "Oi, Mama boleh ikutan, nggak"" teriak mama Wina dari arah luar.
"Nggak!" jawab Wina keras. "Lo gak ngerti, Ol. Gue cuma mau nolong elo. Suer...."
"Tapi lo kan tau. Gue benci yang beginian...," dan tiba-tiba Olga menghentikan ucapannya. Ia menangkap gelagat lain di wajah Wina. Anak itu kalo ngebo'ong kentara dari idungnya. Olga curiga juga. Masak sih Wina punya waktu untuk berbuat semulia itu" Olga tau bener Wina. Kayaknya mustahil. Kalo surat-surat itu emang dia yang pikin, Olga pasti bisa ngebaca reaksinya ketika Olga cerita tentang "surat kaleng". Wina kan paling gak bisa ngebo'ong. Matanya gak bisa dibo ongin.
"Pasti ada yang lo sembunyiin, Win. Ngaku aja terus-terang, apa yang sebenarnya terjadi""
Wina terpojok. "Gue, tau, lo cerdas, Ol. Lo gak bisa dibo'ongin sama cerita-cerita yang kayak di cerpen itu. Tapi kali ini, please, trust me!"
"Enggak!" "Percaya, dong, Ol!" Wina makin terpojok.
"Enggak!" "Oke, gue ngaku. Gue gak mau musuhan lagi sama anak sebaik elo. Sepi. Begini, Ol. Waktu kita gak berhasil nemuin inisial nama di ruang ganti cowok itu, besoknya gue disuruh ngumpulin buku absen setiap kelas sama guru piket. Dan secara gak sengaja gue ngeliat tanda tangan dan nama ketua kelas IIA4 yang pendiem itu. Gue kaget, tanda tangannya persis di surat kaleng elo, Ol. Nama anak itu Bonny Boy. Anak-anak manggil dia Baba. Dia maniak basket juga, tapi gak ikut klub Basket Boy, karena dia orangnya minderan. Nah, akhirnya gue nemuin, siapa yang nulis surat kaleng buat elo, Ol. Inisialnya kan Bb. Bisa kepanjangan
dari Baba. Dan lo tau kan, Ol, Baba tu anaknya meski pendiam, tapi keren..."
"Terus emangnya kenapa"" sambar Olga.
"Iya, mana rela dong gue, anak sekeren itu jatuh ke tangan elo""
"Sialan!" Olga memaki. "Awas lo, ya""
Olga siap-siap menerkam Wina.
Wina ambil ancang-ancang untuk melarikan diri. "Soalnya gue yakin, kalo lo tau dia yang kirim surat, pasti lo mau. Trus lo asyik pacaran "ma dia. Trus lo ngelupain gue. Makanya tu anak gue datengin. Gue bilang kalo lo udah punya cowok..."
"Wina, lo kok jahat gitu sih"" Olga makin geram. "Makanya lo terus bikin surat, ya" Niru-niru tulisan dia, yang isinya supaya gue ngelupain pengagum gelap gue" Padahal lo juga naksir dia!"
"Hihihi, na lo tau, tuh!"
Pas lagi tegang-tegangnya, mama Wina masuk membawa sepucuk surat. "Win, ini ada surat. Dari Baba."
Olga memandang Wina. Wina memandang Olga.
Lalu kedua anak itu berebutan mengambil surat yang ada di tangan mama Wina sambil menjerit-jerit.
" 5. Tea Walk "OLGA melompat dari Wonder kuning yang atr
et di halaman belakang Radio Ga Ga. Hari hampir mitnait, dan seperti biasa Olga harus mengudara dengan acara Midnight Diary. Wina yang kembali setia jadi sopir anter-jemput, berlari kecil menyusul Olga yang nyaris menghilang di pintu studio.
"Ol, tungguin."
Olga langsung mengecek beberapa surat yang masuk. Semen tara Wina nyamperin Sebastian, mantan DJ yang kini ditugasi jadi redaktur musik. Sebastian ini kece, makanya Wina kembali giat nganterin Olga siaran. Biar bisa ngecengin doi.
"Halo, Bas!" sapa Wina sambil masuk ke ruang mungil yang penuh piringan hitam. Sebastian yang lagi mengecek beberapa piringan hitam, menoleh ke arah Wina.
"Hei, halo juga, Wina."
"Lagi sibuk gak, Bas""
"Ah, enggak. Cuma lagi ngecek beberapa lagu baru."
"Lagu baru" Wah, Wina rekamin dong Bas""
"Kamu suka lagu apa""
"Apa aja. Pokoknya yang keren." Wina duduk di meja kerja Sebastian, sambil nyomot gorengan yang ada di meja.
"Oke, tenang aja. Ini ada beberapa lagu disko baru kiriman dari luar. Mau""
"Wah, asyik, tuh. Mau, dong!"
Sementara Olga pun terus sibuk menyortir surat. Ucup yang abis siaran, ngelirik ke Olga yang duduk nyante di sofa empuk, sambil ngangkat kaki ke meja. Suasana studio kalo udah menjelang malam begini emang sepi. Cuma ada beberapa penyiar dan operator yang bertugas. Anak-anak yang nongkrong udah pulang sedari jam sembilan tadi. Tapi kadang Olga suka suasana sepi b"gini. Bisa konsentrasi dengan enak.
"Sepi, ya"" Ucup berucap sambil ngemil kecap.
Olga cuma melirik lewat sudut matanya. Sebel. Kalo makhluk satu ini udah muncul, selalu bikin sebel.
"Wina tuh, Ol. Bilangin, jangan kegenitan. Tiap ke sini nyamperin ruang Sebastian terus," Ucup mulai ngoceh.
"Yeee, apa urusan lo""
"Bukan gitu. Wina kan temen lo juga. Nyadar, dong. Sebastian kan udah punya tunangan. Keren lagi orangnya. Kalo Wina sampe jadi sama Bas, itu berarti malapetaka bagi Bas."
Olga mulai sebel. "Daripada kalo Wina jadi sama lo, itu ibarat kutukan buat Wina!"
Olga buru-buru bangun, dan ngeberesin kertas-kertas yang berserakan di sampingnya. Rese banget cowok satu ini. Bikin konsentrasi ilang aja.
Olga melongok ke ruang Sebastian. "Win, lo nemenin gue aja di ruang on air. Ada anak rese, ntar muncul gosip yang enggak-enggak, lagi!"
"Yaaa, gue lagi mo ngerekam, Ol!"
"Lo tulis aja lagu-lagunya. Trus tinggal."
Olga menutup pintu. Lalu langsung melangkah ke ruang siar. Wina menguntit dari belakang. Juga Bowo yang kali ini dapet giliran jadi operator. Rada ngantuk, Olga nyiapin alat-alat siar. Ia melirik ke jam dinding. Jam sebelas lewat dikit. Berarti hampir masuk jam dia siaran.
"Uaaah, ngantuk, ya" Selamat malam, temen-temen. "Belum pada bobok, kan" Nah, jangan bobok dulu. Soalnya malem ini Olga pengen bacain cerita kecil dari Sisil. Cerita yang pasti bisa ngusir nyamuk yang sedari tadi ngincer jempol kamu untuk diisep. Abis pada belajar, kan" Kalo besok ada ulangan, cuek aja. Namanya juga ulangan, pasti soal yang keluar ngulang yang dulu-dulu juga. Tapi sebelum cerita dimulai, Olga mo kasih hadiah dulu, sebuah lagu slow dari Taylor Dayne, Love Will Lead You Back...."
Sementara lagu mengalun, suasana di luar makin sepi. Makin mencekam. Wina menelungkupkan dada duduk di pojokan. Khusyuk mendengarkan cerita yang bakal dibacakan Olga....
*** "Cerita ini sebetulnya terjadi udah agak lama, Ol. Tapi serasa baru kemaren saya alami. Mungkin karena saya gak pernah bisa ngelupain kisah yang agak aneh ini. Hari dan tanggalnya pun masih saya ingat benar. Minggu malam, 2 September. Gini, suatu malam saya baru pulang dari Bandung sama temen-temen. Lewat Puncak. Kami berempat, cewek semua. Ceritanya abis ngeborong jins, dan cari-cari hiburan Karena terus-terang aja, Ol, saat itu saya lagi setres banget. Biasa, saya masih dalam suasana berkabung abis putus ama Dino, cowok saya. Dan nasib yang sama juga menimpa ketiga temen saya: Mia, Deta, sama Dina. Mereka juga baru pada putus sama cowoknya. Si Dina itu sebetulnya gak putus sama cowoknya, tapi karena pengen dibilang solider dan kompak, dia ikutan mutusin cowoknya. Yo'ib juga tu anak. Tapi sebetulnya
saya gak suka sama sikap solider dia yang bikin rugi orang. Tapi Dina tetap maksa. Katanya, "Gak enak dong, masak gue sendiri yang hepi""
Saya cuma geleng kepala. Saya gak tau, apa emang begini bentuk solider zaman sekarang" Ikut-ikutan putus, kalo punya sabat putus. lkut-ikutan berantem kalo ada temen yang cari gara-gara" Ah, Olga, saya gak ngerti.
Sama nggak ngertinya waktu cowok saya si Dino itu, bilang kalo dia udah jenuh sama saya, dan pengen putus. Katanya, saya terlalu mencintai temen-temen saya, hingga suka nyuekin dia. Padahal enggak, Ol. Saya selalu tau waktu, kapan harus sama temen-temen, dan kapan harus sama dia. Tapi, ya gitu, deh. Mungkin itu cuma alasan dia aja untuk putus sama saya.
Terus-terang, saya sedih. Saya sakit hati. Karena saya gak pernah ngebayangin bakal putus sama dia. Padahal Papa pernah ngasih nasihat, "Kalo kamu berani pacaran, kamu harus berani pula nanggung akibat putus."
Tapi rasanya tetap sakit.
Apalagi trus dari temen-temennya, saya dapet gosip kalo Dino itu lagi akrab sama Donna. Anak manis temen kuliahnya yang baru.
Saya makin sakit. Kembali ke cerita saya di Puncak. Saat itu kita lagi pada lapar, dan mampir Rindu Alam. Sambil milih meja yang letaknya di luar, supaya bisa geliat lampu-lampu yang indah di bawah, kita pesen sate. Suasana emang dingin mencekam. Dan kita sama-sama diem. Sama-sama hanyut dengan suasana hati kita masing-masing.
Hingga saya inget Dino lagi.
Dino udah jadi cowok saya sejak dua tahun yang lalu. la saya kenai di sekolah karena sesuai sama tipe yang saya suka. Kulitnya yang putih, wajahnya yang terkesan dingin, dan kalemnya yang kayak Tommy Page, bikin saya susah tidur. Dan pas dia lulus SMA, masuk ke Trisakti, dia mulai jarang saya liat. Malem Minggu aja gak setiap minggu dia hadir. Sampai akhirnya, ya itu tadi. Dia akrab sama Donna. Kita putus.
Ucapan Dina yang lembut, membuat saya beranjak dari lamunan. Katanya, "Kamu masih sedih, Sil""
"Saya mengangguk. "Gak gampang buat saya untuk melupakan sakit."
"Jangan dipendam, Silo Keluarin aja rasa kesalmu. Itu akan meringankan beban."
"Saya gak bisa. Saya pengen dia tau kalo saya ini keilangan banget."
"Ya, udah. Kirim aja ceritamu ke rubrik 'O, Mama, O, Papa.'"
Saya menolak usul konyol itu, "Dino gak pernah baca rubrik begituan."
Deta dan Mia masih asyik sama penderitaannya sendiri. Kasus Deta sebetulnya lebih sadis. Dia ngeliat langsung cowoknya jalan sama cewek lain. Sedang Mia, ditinggal pergi ke Aussie, dan gak janji bakal balik.
Sate yang dipesan datang.
Kami makan. Beberapa saat, saya ngerasa pengen pipis.
Dina menawarkan diri untuk mengantar. Tapi saya nolak.
"Kamar kecilnya kan jauh. Harus turun ke bawah. "
"Biar. Banyak orang ini."
Saya pun berjalan menuruni tangga. Masuk ke kamar kecil.
Ketika mo balik ke atas, saya sebetulnya gak begitu merhatiin cowok yang lagi ngeliatin kolam ikan mas di tangga, kalo cowok itu gak segera menegur.
""Sisil" "
Saya menghentikan langkah. Suara itu amat saya kenai. Saya berbalik. Dan, ya ampun, ternyata Dino berdiri pas di hadapan saya. Leher saya sampe tercekat. Gak bisa berkata-kata. Kamu kan tau, Ol. Udah dua bulan lebih saya amat kesepian tanpa dia. Udah dua bulan lebih saya rindu banget pengen geliat wajahnya.
Dan Dino nampak agak lusuh. Dengan muka yang tak bercukur, hingga titik-titik biru tumbuh di kumis dan dagunya. Tapi, terus-terang, dia makin keliatan jantan.
"Dino"" Dino tersenyum kaku. "Ngapain kamu di sini"" tanya saya.
"Saya ikutan tea walk di kebun teh sekitar sini. Sama anak-anak."
Tea walk" Tumben dia ikutan tea walk. Pasti abis jalan-jalan, ber-kros-kantri, melewati lembah, sungai, melintasi kebun-kebun teh ngawal si Donna-nya yang hobi jalan-jalan itu.
Saya gak sanggup menahan bibir saya yang bergetar.
Dino menatap saya lama. Kemudian berujar pelan, "Kamu mau nolong saya, Sil""
Saya mengernyitkan alis. Ada apa dengan cowok satu ini"
"Mau, kan, Sil"" desak Dino.
"Enak betul dia, Ol. Setelah dia bikin saya sakit, kini malah minta tolong. Gak malu apa"
"Sisil. Tolonglah saya. Saya ngerasa berdosa sekali sama mama say
a. Sebetulnya Mama gak ngizinin saya pergi. Gak pernah mau ngizinin saya ikut tea walk. Karena Mama tau kondisi tubuh saya yang agak rapuh. Tapi saya kabur. Dan saya sekarang nyesel, Sil."
Saya tau betul mamanya yang cantik itu, Ol.
Yang biasa saya panggil Tante Ella. Yang amat sayang sama anak satu-satunya ini. Yang di rumahnya buka usaha garmen. Ya, karena dia harus menanggung hidup setelah cerai sama bokapnya Dino.
"Kamu mau tolong saya, Sil" Bilang ke Mama, saya minta maaf."
"Kenapa kamu gak pulang dan bilang sendiri ke mama kamu"" Saya mulai sebel ngeliat dia merengek-rengek begitu.
"Saya gak bisa, Sil."
"Gak bisa kenapa""
"Saya gak bisa ngejelasin ke kamu. Pokoknya kamu harus nolong saya."
"Enak aja. Kenapa harus saya""
"Sebab hanya kamu di sini yang tau rumah saya. Kamu hanya perlu mampir ke rumah sebentar, dan bilang kalo saya amat menyesal udah bikin kecewa Mama."
Permintaan yang aneh. "Dan coba itu, Ol. Dia seenaknya nyuruh bilang nyesel udah ngecewain mamanya. Apa dia sama sekali gak nyesel waktu ngecewain saya"
"Saya gak bisa," ujar saya tegas.
Dino nampak kecewa. "Kenapa kamu gak minta tolong Donna aja"" tiba-tiba kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulut saya.
Dino nampak tertunduk. "Donna gak ikut."
"Kenapa gak ikut""
"Mana saya tau"" ujar Dino agak keras. Matanya menantang mata saya. Bikin jantung dag-dig-dug. Entah kenapa, saya ngeliat rasa putus asa di pancaran matanya yang letih. Saya jadi sedikit iba.
Olga 03 Cover Boy di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dia diam. Memandangi kolam ikan itu lagi. Ada apa antara dia dengan Donna"
"Jadi kamu gak mau nolong saya"" ujarnya putus asa.
"Entahlah." Saya berbalik meniti tangga. Saya ingin ngelupain aja semuanya.
"Sisil," Dino memanggil lirih.
Saya berhenti dan menengok.
"Saya akan berterima kasih sekali kalo kamu mau nolong."
Saya berlalu tanpa menjawab apa-apa.
Dan pas nyampe meja, dan cerita ke temen-temen tentang pengalaman saya barusan, Dina, Deta, dan Mia menatap saya iba, dan mengira saya berilusi.
Sementara saya sendiri masih memikirkan permintaannya yang aneh. Kenapa dia gak pulang aja minta maaf ke mamanya"
Rasa penasaran itu yang akhirnya membuat saya mau juga menolong dia, datang ke mamanya. Saat itu Selasa, 4 September. Saya mengira saat itu mungkin Dino malah sudah pulang.
Dan kedatangan saya disambut haru Tante Ella, yang kini nampak agak letih. "Terima kasih, Sil, kamu mau datang."
Saya hanya tersenyum kecil.
Kemudian sama-sama membisu.
Rumahnya nampak sepi. "Dino-nya belum pulang, Tante"" akhirnya itu kata-kata yang pertama kali terucap setelah sama-sama membisu.
Tante Ella agak tersentak kaget, dan menatap saya tak mengerti. Lama, sebelum akhirnya dia menggelengkan kepala.
"S-saya tau perasaan Tante. Mungkin Tante marah, mungkin benci. Tapi Dino sangat menyesal gak denger kata-kata Tante. Dia menyesal ikutan tea walk. Dan dia minta maaf."
"Ya, dia seharusnya dengar kata-kata Tante," ujar wanita setengah baya itu lemah.
""T-tapi, Tante mau kan memaafkan dia" Dan membiarkan dia pulang""
"Pulang"" Tante Ella nampak agak linglung. "Ya, Tante memang udah rela dia pergi. Tapi Sisil kan tau, Tante sangat kehilangan. M-mungkin, s-seperti juga perasaan Sisil waktu..., ah, sudahlah. Tante amat menyayangkan kejadian itu."
Saya menelan ludah yang terasa kering.
"Ng..., s-saya permisi aja, Tante. Sampaikan salam saya kalo Dino udah pulang."
Tante Ella menatap saya heran.
"Kamu ngomong apa, Sil" Kamu tak tau ceritanya" "
"Cerita apa"" Langkah saya terhenti di ambang pintu.
"Dino tak akan pernah kembali ke sini. Sabtu, tanggal l September yang lalu, waktu rombongan tea walk ber-kros-kantri menyeberang sungai, ia terbawa arus. Arus yang kuat. Tak ada yang berhasil menolong. Tante sudah bilang dia anak lemah... "
Saya terkejut bukan alang-kepalang.
"T-tapi s-saya ketemu Dino pas hari Minggu malamnya, Tante. Di Puncak!" ujar saya gemetar.
Tante Ella melongo. "D-dan D-dino m-menyampaikan pesan itu. D-dia minta maaf..."
""Sisil, jenazah Dino diketemukan Minggu pagi, keesokan harinya. Lalu dimakamkan...."
Tiba-tiba saya mengerti, dan memeluk Tante Ella sambil mena
ngis sesenggrukan. Tante Ella membelai lembut rambut saya. Sekian lama kami membisu. Berdekapan, memberi kesempatan pada hati kami masing-masing untuk bicara.
Olga, baru sekali saya mengalami kejadian aneh- seperti ini. Dan dan teman-teman kuliahnya, saya dapet info, kenekatan Dino ikut tea walk, karena pelampiasan rasa frustrasinya dikhianatin Donna.
Oh, Olga. Gimana caranya ngasih tau dia, kalau saya udah mau nolongin dia nyampein pesen ke mamanya"
Tolonglah saya, Ol. Bilangin ke dia...
"Sisil "Saat Olga melipat kertas surat item itu, ia melihat Bowo dan Wina udah gak ada di tempat.
Spontan, Olga pun terlonjak dari tempat duduknya dan berlari menjerit-jerit memanggil Wina....
6. I Love to Love "WINA bener-bener gak nyangka pas Minggu pagi itu membuka jendela, ada cowok keren banget lagi jogging di depan jalan bersama anjing pudel mungil yang lucu. Pertama si Wina tertarik sama anjing pudelnya. Tapi pas diteliti, ternyata tuannya gak kalah kece. Bodinya keren. Tegap, pake kaus buntung warna cerah. Pake celana pendek jins belel. Garis-garis tulang wajahnya sempurna. Wah, bener-bener pemandangan langka tapi nyata. Mana rambutnya dipotong pendek model crew cut. Oho, selama ini Wina memang ngidam banget punya cowok jantan begitu. Wina terkesima sebentar, lalu langsung lari ke telepon, menelepon Olga. Pake bahasa Rusia yang ada "ski-ski"-nya. Belakangan ini Wina emang lagi hobi ngomong ala Rusia. "Hai, Olski. Apa kabski" Gilski lo, barusan gue ngeliski coski kece sekalski!"
""Halo, ini Mami. Siapa nih, yang bicara""
"00, maaf, Tanski. Saya kira Olski. Olski-nya ke mana, Ski""
"Olski" Olski yang mana"" Mami bingung.
Wina tersadar, lalu mulai bicara normal,
"Maksud saya Olga, Tante. Olga ke mana""
"O, Olga. Dianya lagi ke Radio KIa KIa "
"Radio Ga Ga" Makasih, ya"" Telepon ditutup.
*** "Minggu siang itu di Radio Ga Ga, suasanya gak gitu rame. Cuma ada manusia beberapa biji. Itu juga para penyiar yang kudu lembur dan seorang satpam yang hidup dan matinya memang di situ. Olga sendiri yang iseng main ke sana lagi asyik ngeminyakin sepatu rodanya pake pembersih head milik Bowo di teras studio. Sibuk banget dia, sampai gak ngeliat ada seorang cowok kece udah duduk di dekat tiang penyangga bangunan.
"Lagi ngapain"" tanya cowok itu.
Olga menoleh, menatap cowok itu. Astaga, paten juga ni anak! Tapi kalo Olga lagi ngurusin sepatu rodanya, makhluk sekeren apa pun jadi terasa hambar aja. Enteng Olga bergumam, "Keliatannya lagi ngapain""
"Lagi jongkok, ya""
"Ih, tau aja deh kamu!"
Cowok kece itu tersenyum. Olga lalu berdiri, mencoba sepatu roda sebelah kanannya berkeliling teras. Ah, rasanya sekarang udah lumayan lancar. Tinggal yang sebelah lagi.
Si cowok rada kagum juga ngeliat ada cewek begitu demen dan sayang dengan sepatu roda. Soal sepatu roda, Olga emang paling-paling. Pernah suatu kali sepatu rodanya diumpetin waktu ia lagi siaran acara AMKM (Anda Meminta Kitanya Misuh-misuh). Olga dengan cueknya langsung memaki-maki yang ngumpetin tu sepatu lewat Radio Ga Ga. Dan sebelumnya, Olga sempat pula menelepon RRI dulu biar acara maki-makinya didenger orang se-Nusantara! Makanya jangan main-main dengan sepatu roda Olga.
Olga jongkok lagi. Menetesi roda-roda sepatu roda yang kiri.
"Kamu seneng main sepatu roda, ya"" tanya cowok itu.
Olga mengangguk sambil terus bekerja.
"Saya ke sini mau ketemu Mas Ray," ujar cowok itu.
""O ya" Kok nyarinya di sini" Apa udah ketemu"" Olga merespon sekenanya
"Belum. Mas Ray-nya gak ada."
"Emang orang yang satu itu sibuk terus, Mas. Susah ditemui. Maklum orang penting. Saya aja yang kerja di sini jarang-jarang banget bisa ketemu dia."
"Tapi kemaren saya kan udah janji mau datang. "
"Apalagi udah janji. Wong belon janji aja susah!"
Cowok itu bengong. "Situ kerja di sini""
"He-eh. " "Jadi apa""
"Maunya jadi apa""
"Kalo diliat dari potongannya sih, pasti kamu tukang terima tamu, ya""
"Kamu suka bercanda juga rupanya."
Roda kiri sudah diminyaki, Olga langsung memasang kedua sepatu di kaki dan melesat ke pekarangan.
Sementara di dalam studio Bowo lagi misuh-misuh gak jela
s kayak emak-emak, lantaran nyari-nyari pembersih head gak ketemu. Doi mau rekaman.
Pas sampe di teras, dia ngeliat ada cowok lagi jongkok megang pembersih head-nya.
"Hei, jangan bergerak!" bentak Bowo ala Hunter.
Cowok itu kaget. Langsung menjatuhkan pembersih head yang dia pegang.
"Apa yang lo perbuat dengan pembersih head gue" Dari tadi dicari-cari, gak taunya ada di sini. Ayo, balikin!"
"E-e, s-saya cuma mo ngeberesin aja. Tadi abis dipake tu cewek buat bersihin sepatu rodanya."
"Cewek mana""
"Gak tau. Katanya kerja di sini. Anaknya manis, rambutnya dikuncir."
"O, pasti si Olga!"
"Olga"" "Iya. Tu anak emang jail banget. Gue dari dulu dendam setengah mati," Bowo berkata dengan gemes. "Dulu, pas gue bawa mobil, dan parkir di deket pertokoan, kaca depan mobil gue sama Olga ditempelin kertas karton yang ada tulisannya: 'Mobil Ini Akan Dijual Murah, Hubungi Sdr. Bowo'. Gue kaget setengah mati pas sekelompok orang nyariin gue, tertarik mo beli tu mobil. Belum lagi kejailan lainnya. Kemaren sepatu gue ujung belakangnya dipakein dinamo. Trus ditaro di got. Olga manggilin semua penyiar di sini. 'Hei', kata dia, 'mau pada nonton balapan motor boat, nggak"' Gila, masa sepatu gue dijadiin motor boat. Gue juga ingetin ke elo supaya ati-ati. Karena Olga juga punya hobi ngejailin anak baru. Lo nggak diapa-apain sama dia""
Si cowok menggeleng. "Wah, kalo lo bisa sampe selamet dari keisengan tu anak, ini perlu diselidiki. Sebab waktu gue baru kali pertama ketemu dia, tu anak teriak-teriak begini, 'Hei, ada pembunuhan. Ada pembunuhan!' Gue kan kaget. Di mana, di mana, Ol" Dengan cuek-nya dia jawab, 'Di komik!'"
Cowok itu ketawa. "Jadi dia itu Olga yang sering siaran pas jam empat sore""
"Iya. Kenapa" Lo nge-fans sama dia""
"Nge-fans banget. Rumahnya di mana, sih" "
"Lebih baik lo jangan nge-fans deh sama anak jail begitu. Bisa-bisa lo jantungan terus dikerjain dia. Tapi kalo lo pengen tau juga, sini gue kasih tau alamatnya, sekalian gue mo nitip rudal Scud buat tu anak."
"*** "Olga dan Wina lagi bikin kartu-kartu Valentine dari kertas warna-warni pink di ruang keluarga, dan Papi lagi asyik ngikutin cerita Perang Teluk di balik korannya. Wina nanya ke Olga, apa Olga udah punya calon buat dikirimi kartu Valentine" Olga bilang ada cowok kece yang belakangan sering dateng ke sini. Namanya Randal. Ketemunya di studio Radio Ga Ga. Trus entah dapet alamat dari mana, dia jadi sering ke rumah Olga.
"Lo naksir doski""
"Kayaknya. Abis anaknya keren. Sekali-sekali gak apa-apa, dong, gue naksir cowok. "
Pas abis ngomong gitu, Mami dateng, ngasih tau kalo ada seorang cowok nyariin Olga di depan.
"Siapa, Mi""
"Yang biasa ke sini. Namanya Mami lupa. Sandal, kali."
"O, Randal." "Ya, Rudal. Cepet sana kamu temui...."
Olga bangkit. Wina mencekal tangannya.
"Siapska, Ol""
"Randal, yang tadi gue ceri tain. "
"Wah, gue pengen liat! Kenalin, ya""
"Ikut aja ke depan, yuk" Lumayan buat nemenin acara Valentine."
Wina ikut ngeliat ke depan. Dan kaget setengah mati sebab ternyata cowok yang dimaksud Olga adalah yang sering Wina liatin lagi jogging di dekat rumahnya.
"Eh, Wina..." "Halo, Eran..."
"Olga bengong. "Lho, udah kenal""
Wina cuma tersenyum. "Kita rumahnya cuma beda beberapa blok aja kok. Di rumah dia dipanggil Eran. Gue gak nyangka kalo si Eran yang lo ceritain tadi." Saking terkejutnya Wina gak ngomong bahasa Rusia lagi.
Randal gak lama. Cuma mau nganterin kaset Betty Boo pesanan Olga. Dia ada janji mau nganter mamanya.
Pas Randal pulang, Wina ngeliat Olga excited banget.
Wina nanya, "Lo nakskir berat ya sama dia" "
"Gak tau. Yang jelas dia baek banget. Perhatian banget sama gue. Dua kali sehari belakangan ini Randal selalu maen ke sini."
Wina diem gak banyak komentar.
"*** "Wina kaget pas sore itu Randal tiba-tiba berada di depan rumahnya, sambil tersenyum. Wina baru aja selesai keramas. Rambutnya yang ikal masih basah kuyup.
"Eh, Ranski, dari mana"" tanya Wina sambil menggosok-gosok rambutnya dengan handuk.
Randal masih tersenyum. Lalu duduk di teras. Wina ikut-ikutan duduk dekat Randal.
Randal nyante aja cerita, abis main bowling di KC. Trus kebetulan mampir sini, karena tadi diliatnya Wina lagi sibuk menggosok-gosok rambutnya yang abis dikeramas. Wina tentu aja gak ngeliat kedatangan Randal, sebab Wina menggosok-gosok rambutnya sambil nungging segala.
"Boleh, kan, saya mampir ke sini"" tanya Randal tiba-tiba, mengagetkan Wina yang lagi bengong ngedenger cerita Randal.
Wina agak gelagapan. "Ee-eh, ya boleh, dong. Namanya juga tetangga," jawab Wina.
Randal tersenyum lagi sambil menggeser duduknya makin dekat ke Wina.
Wina gak bereaksi. "Eh, Wina, kamu udah nonton Dances with Wolves, belon"" Randal kembali buka percakapan.
"Belon, tuh!" jawab Wina pendek.
"Wah, sayang. Bagus lo filmnya."
"Saya denger juga begitsku. Emangnya kamu udah nontskon""
"Belon"" ""Lho, belon nonton kok bisa bilang bagus""
"Tapi saya udah sering liat posternya...."
Wina menatap Randal sambil mengemyitkan alis. "Hebat juga kamu, baru ngeliat posternya aja udah bisa bikin ulasannya."
"Kamu nyindir, ya""
"Emangnya kamu merasa tersinskir""
"Iya." "Salahnya." "Eh, Win, soal film itu gimana kalo malam ini saya ajak kamu nonton""
"Malam ini" Gak salah denger, nih""
"Nggak. Kamu mau, kan""
Wina merenung sejenak. "Kamu gak ada acara, kan, Win"" Randal terus mendesak.
Wina menggeleng. "Jadi kamu mau kan diajak nonton""
Wina akhirnya mengangguk, walau tampangnya keliatan ragu.
"Eh, Randal, emangnya kamu gak ke Olska" lni kan malam Mingsku."
"Enggak. Emangnya Olga bilang saya mo ke sana""
"Enggak sih. Cuma namanya malam Mingsku, masak kamu malah nonton sama cewek laen."
"Ah, saya biasa-biasa aja kok sama Olga."
Wina tersentak kaget. Dia gak nyangka omongan Randal bakal segetir itu. Wina emang gak jelas apa betul Randal cowoknya Olga. Tapi dari cerita-cerita Olga, kayaknya dia udah "jadi" sama Randal. Wina sih percaya aja, soalnya Olga cerita udah sering jogging bareng di Senayan sama Randal. Malah sempet ke disko segela pas ultahnya temen Randal.
Terus-terang Wina jadi bingung denger omongan Randal barusan. Wina jadi gak konsentrasi lagi. Akhirnya dia coba mengakhiri pembicaraan.
"Eh, Ndal, sori deh, saya baru inget kalo ternyata saya ada acara."
Randal bengong. "Lho, katanya tadi..."
"Iya. Saya lupa, saya harus jemput Olga siaran. "
"Siaran" Emangnya Olga malam ini siaran""
"Gak tau, tuh. Mendadak kali."
Randal makin bengong. "*** "Nyatanya Wina emang ada janji sama Olga. Dengan Wonder kuningnya dan rambut setengah basah, Wina lantas cabut ke rumah Olga. Pas nyampe sana, Papi-Mami lagi mikir keras buat ngejawab kuis di radio yang berbunyi, "Siapa nama prajurit yang baris paling depan waktu Pasukan Multinasional melakukan serangan darat ke Irak""
Papi dan Mami tertarik. Sampai menempelkan kuping erat-erat ke speaker radio.
Makanya Wina dicuekin aja waktu nanya, "Apa Olski adska""
"Apa tadi pertanyaannya, Pi"" ulang Mami.
"Olski ada"!!!" pekik Wina.
"Eh, Papi, apa ada orang Amerika yang bernama Olski""
"Itu mungkin nama serdadu Rusia yang ikut memberi bala bantuan, Mi."
"Ah, Rusia kan gak ikutan!"
"Olski ada, Tante"!!" tanya Wina lebih keras.
Mami dan Papi baru sadar kalo ternyata di situ ada Wina. Lalu merenggangkan telinga mereka dari radio.
"Lho, kamu to, Nak, yang ngomong Olski-olski tadi""
"Iya, Oom. Apa Olski ada""
"Ada tuh di kamar," jawab Mami sepintas, lalu buru-buru menempelkan telinganya lagi ke radio
Wina langsung melesat ke kamar Olga. Tapi langkahnya jadi tertahan karena tiba-tiba Mami memekik memanggilnya.
"Hoi, Wina...!"
Wina berhenti, dan menoleh ke Mami. "Win kamu bisa bantu Tante ngejawab pertanyaan tadi""
"Nama prajurit yang berada di barisan paling depan" Itu sih gampang, Tante."
"Iya, siapa""
"Eddy Murphy, Tante!"
"Betul itu""
"Suer!" jawab Wina sambil jarinya membentuk "V" victory.
Mami kontan terlonjak girang, lalu dengan sigap mengusir Papi dari sampingnya.
"Pi, sana buruan telepon ke radio. Nanti keduluan orang lain. Jawaban anak ini pasti betul."
Papi segera bangkit, karena Mami menyuruhnya sambil diselingi cubitan di paha segala.
"Jadi Eddy Murphy ya, Nak, namanya""
"Beg itulah, Oom, setau saya."
Papi ragu. "Eddy Murphy apa bukan penemu mesin uap""
"Bukan. Itu sih James Dean."
"Oke." Papi pun langsung dengan sigapnya menyambar gagang telepon. Wina sambil cekikikan langsung melesat ke kamar Olga. Di kamar, ternyata Olga lagi goyang-pinggul diiringi lagu Valentine's Day dari Betty Boo. Wina terharu melongok dari balik pintu. Kaset itu pemberian Randal
"Halo, Olska." "Eh, Wina! Bikin kaget aja."
"Gak ke mana-mana, nih""
"Enggak." Olga duduk di tepi ranjang sambil melap keringetnya. "Tadinya Randal mo ngajak ke ulang tahun temennya, tapi gak jadi. Dianya harus ke airport nganter papanya. "
"Ke airport"" Wina bertanya heran
"Iya. Gak pa-pa, kok. Itu kan lebih penting. "
Wina diem-diem sedih ngedengernya.
"Kenapa, lo kok jadi aneh gitu""
"Ah, enggak. Nonton Dances with Wolves, yuk""
"Yuk!" Olga dengan lincah melompat ke kamar mandi. "Wait for five minutes!"
*** "Malem itu Wina berbaring di ranjangnya. Di luar hujan rintik-rintik membasahi pohon jambu cingcalo. Pikiran Wina ruwet dan bingung. Soalnya dia harus ngasih tau ke Olga kalo Randal itu cowok yang gak begitu baik. Wina gak mau Olga nantinya kecewa. Tapi Wina gak tau, harus ngomong gimana ke Olga. Nanti malah dikira Wina gak suka kalo Olga jadi sama seseorang.
Setau Wina, Olga jarang banget suka ama cowok. Tapi sekalinya suka, kok ya dapet yang tipe kayak Randal. Anak itu emang sopan, keliatan baik, penuh perhatian dan kece berate Tapi sayangnya dia sangat tau memanfaatkan kecakepannya untuk membuat banyak cewek terjebak.
Demi Olga, Wina harus ngomong. Wina tau Olga bakal kecewa. Tapi itu lebih baik daripada nantinya Olga cuma jadi cewek sosotan Randal. Besok udah hari Valentine. Wina pengen ngeliat Valentine kali ini Olga bisa ngerayain. Bisa berbagi rasa sama orang yang disayangi. Tapi Wina gak rela kalo cowok itu Randal.
Besok paginya, pas Kamis, 14 Februari, Wina dateng ke rumah Olga. Jemput Olga sekolah. Olga keliatan riang dengan pita wama pink di rambutnya dan polesan lipstik merah muda di bibirnya. Dari dalam tas, menyembul bungkusan wama pink. Wina tau itu kado. Dan Wina jadi sedih. Dia ngebayangin Olga bakal ngasih hadiah buat Randal.
Saat mereka melaju di jalan raya, Wina buka mulut. "Ol, gue mau ngomong soal Randskal. Lo gak keberatan, kan""
""Gue udah tau apa yang mau lo omongin," jawab Olga lembut.
"Udah tasku"" Wina melonjak kaget.
"Ya, gue udah tau, Randal tu cowok yang gimana. Di studio, dia udah sering ngajak jalan Sandra."
Wina menatap Olga sedih. "Lo gak kecewska, Ol""
"Kecewa, tapi juga bahagia."
"Bahagskia""
"Ya," suara Olga terdengar makin lembut.
"Gue ngerasa bahagia karena bisa mencintai seseorang. Bisa punya perasaan khusus buat seseorang. Punya sesuatu yang bisa dikasih perhatian. Sesuatu yang selama ini gak pernah gue miliki. Gue gak gitu peduli siapa orang yang gue cinta itu. Apa dia punya perasaan kayak gue atau enggak. Biarin aja. Tapi bahwa bisa ada cinta tumbuh di hati gue, itu yang bikin gue bahagia."
Wina menatap Olga terharu.
Wonder kuning Wina memasuki pekarangan sekolah.
Ya, memang ada sesuatu yang aneh tentang cinta. Apa kamu bisa ngebayangin hidup tanpa punya sesuatu yang bisa kamu sayangi" Karena rasa sayang terhadap sesuatu itulah yang membuat orang punya gairah untuk satu kehidupan yang lebih baik. Orang berlomba mengejar semua mimpinya karena merasa punya sesuatu yang harus diperjuangkan. Sesuatu itu bisa seperti Olga menyayangi sepatu roda dan Olzzya, bonekanya. Bisa kamu terhadap kucing peliharaan, bisa pacar, bisa apa aja. Yang jelas ia bisa memberi dorongan buat seseorang.
"Win," suara Olga memecah kesunyian.
"Ol." "Hadiah Valentine ini buat kamu."
"Buat sayska" Kenapa, Ol""
"Karena gue gak bisa nemuin orang yang lebih gue sayangi selain kamu."
Mata Wina langsung berkaca-kaca.
"Kamu gak bercanda kan, Ol""
"Gue gak pernah bercanda untuk satu hal yang gue anggap serius, Win. Lo temen yang baik, Win."
Olga mengangsurkan bungkusan pink-nya ke Wina.
Wonder kuning itu parkir di bawah pohon rindang.
Mulut Wina terasa getir. "T-tapski, Ol, gue belum nyiapin
hadiah buat lo..." Olga tersenyum. "Nanti siang masih ada waktu buat nyari hadiah."
Wina ketawa sambil memeluk Olga.
"Trims, Ol. Lo mau kado apa dari gue""
""Jam tangan wama pink."
Wina terhenyak. "Kado lo ini isinya apa"" tanya Wina. Olga membuka pintu, dan berdiri di atas rerumputan. Kepalanya dilongokkan ke jendela, dan ia menjawab, "Sendal jepit pink."
"Olga gila!" Wina dengan gemes mau ngejitak kepala Olga.
Tapi Olga sudah berjalan di atas rerumputan lembut. Bersenandung perlahan, "I love to love..."
" 7. Skrebel "PUKUL satu siang, Olga masih sibuk ngebuka kaus kakinya, ketika Mami menjerit-jerit memanggil dari arah loteng.
"Auowooo! Olgaaa, cepet dikit dong. Kok lama amat, sih"" teriak Mami untuk yang kesepuluh kalinya.
Olga sih kalem aja menarik kaus kaki pink yang sebelah kiri, dan memasukkan ke dalam sepatu. Lalu menarik kaus kaki yang sebelah kanan, yang ujungnya sedikit sobek, sehingga jempol Olga nampak menari-nari dengan riangnya. Olga bukannya gak punya kaus yang lebih bagus, tapi Olga emang seneng bermain-main dengan jempol kakinya sebelum atau sesudah memakai sepatu. Makanya Olga sengaja memilih kaus kaki yang ujungnya bolong dikit. Dan Olga suka rada gokil menggambari jempolnya dengan rupa-rupa wajah. Kadang mirip Papi, kadang mirip Mami kadang mirip Wina. Tergantung siapa yang lagi dibenci saat itu.
Dan saat ini Olga asyik memain-mainkan jempolnya yang digambar mirip Mami.
"Olgaaa..., cepetan dong! Jangan sampe Mami mo marah, deh!"
Puas bermain dengan jempol kakinya, dan memasukkan kaus kaki ke dalam sepatu Olga lalu bangkit menuju kulkas. Teriakan Mami yang masih terus memanggil seolah gak digubris Olga menarik botol minuman, dan langsung meneguknya dari botol sampe ludes. Udara emang panas siang itu.
Dan Olga masih sempat menyikat dua semangka dingin dari kulkas, sebelum akhirnya rada ngeh dengan panggilan Mami. Sebab kali ini Mami memanggilnya sambil membanting-banting panci segala. Jadi rame sekali suasananya.
"Olgaaa!" jerit Mami. Krompyang!
"Ya, Miiii"" jawab Olga. Krompyang!
"Cepetan, dong!" jerit Mami lagi. Krompyang! .
"Sabar dulu, kek, Mi!" jawab Olga lagi. Krompyang!
Tiba-tiba Mami terperanjat. Olga juga. Rupanya waktu ngejawab tadi, Olga ikutan ngebanting semua panci yang ada di rak piring. Takut Mami tambah marah, dan takut suasana jadi berubah kayak Perang Teluk, Olga buru-buru lari ke tangga atas, menghampiri Mami.
Olga 03 Cover Boy di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Beberapa hari ini tingkah Mami memang rada aneh. Dan Olga yang kena getahnya. Makanya Olga sebel banget. Ya, sejak Mami ikut kursus bahasa Inggris karena sodara-nya yang di Eropa bulan depan mo dateng, Mami jadi keranjingan main skrebel (dibaca: scrabble, ya"). Alasan Mami, biar memperlancar bahasa Inggrisnya. Dan Olga jadi kerepotan karena selalu diminta nemenin Mami main. Setiap pulang, Mami udah duduk manis di loteng sebelah kamar Papi, siap dengan skrebelnya. Lalu memaksa Olga nemenin main. Kalo Olga nolak, Mami pasti marah-marah. Coba, siapa yang gak kesel, lagi capek-capek abis belajar seharian di sekolah, pulangnya malah disuruh main skrebel. Padahal niat Olga pengen segera bobok, atau dengerin lagu slow sambil tiduran di kamar.
Sebetulnya bukan cuma Olga yang sengsara dengan hobi baru Mami. Papi juga ikut-ikutan kena getahnya. Sepulang kantor, atau malam hari selagi hobi Mami kumat, Papi diminta jadi lawan main. Papi terpaksa melayani, walau dengan mata ngantuk. Soalnya kalo nolak, Mami bakal mencak-mencak
Dan kalo udah ngambek, Mami suka mengaitkan dengan masalah Palestina, eh, dengan masalah masa pacaran dulu.
"Asal Papi tau aja, dulu yang naksir Mami tu banyak, lho. Tapi akhirnya kejebak milih Papi, lantaran Mami kasian ama Papi. Eee, sekarang disuruh nemenin main skrebel aja ogah. Lelaki macam apa Papi ini. Gak punya rasa terima kasih," sungut Mami mangkel.
Kalo udah gitu, Papi cuma nurut tanpa berani protes.
"Udahan, ya, Mi. Olga capek, nih!" Olga mulai keliatan suntuk berat, ketika permainan skrebelnya udah mencapai sebelas rit.
Tapi Mami masih keliatan semangat, dan tentu menolak mentah semua permohonan genjatan senjata.
"Tanggung, d ikit lagi!" elak Mami.
Olga yang rasa keselnya udah memuncak, mulai bermain ngaco. Nyusun kata-katanya mulai aneh-aneh, hingga membuat Mami heran.
"Nggak salah kamu, Ol" Setau Mami gak ada kata 'phytax' dalam bahasa Inggris" " duga Mami ragu, ketika Olga seenaknya menyusun kata di papan permainan skrebel.
"Ada, Mi. Mami aja yang gak tau," ujar Olga sok tau.
"Artinya apa, Ol""
"Artinya gini, kalo Mami ngejedukin kepala Mami, trus luka, nah, pas luka itu sembuh, maka di pala Mami akan ada sesuatu yang dalam bahasa Inggris disebut 'phytax' ."
"Ooo," Mami manggut-manggut bego.
Permainan berlanjut lagi. Makin lama, makin banyak kata-kata aneh yang diciptakan Olga. Seperti "ngibrith", "benzol", dan lain-lain.
Olga terus nyari alasan biar bisa udahan.
"Wah, iya, Mi. Olga baru inget mo nengokin Wina. Soalnya tu anak kena radang tenggorokan gara-gara kemaren ketelen sikat gigi. Sekarang mamanya lagi bingung, Mi," ujar Olga.
"Bingung gara-gara Wina nelen sikat""
"Bukan. Bingung gara-gara yang ketelen Wina itu sikat gigi kesayangan maminya. Sekarang maminya gak tau mau sikat gigi pake apa." Olga terus nyari alasan buat menghentikan permainan.
Mami yang merasa terganggu, karena Olga terus-terusan merengek, gak bisa berbuat apa-apa. "Ya, udah. Sana tengok si Wina. Tapi pulangnya main skrebel lagi, ya"" usir Mami
"Oke, Mi!" ucap Olga dengan wajah berseri, dan langsung ngibrit.
*** "Sampe di rumah Wina, Olga ternyata disambut hangat dengan sepasang sendal jepit pink yang melayang ke jidatnya.
"Lho, apa-apaan, nih"" jerit Olga sambil mengelus jidatnya yang benzol.
"Tuh, sendal jepit lo gue pulangin. Gue gak butuh lagi!" jawab Wina sambil ngikik.
Olga lalu ikut-ikutan ngikik, karena inget kalo sendal jepit itu hadiah Valentine-nya buat Wina yang sekarang bentuknya udah gak keruan lagi. .
"Untung lo dateng, Ol. Gue lagi kesepian, nih," ucap Wina sambil merebahkan tubuh sintalnya di atas bantal. Olga mencomot pizza yang ada di meja.
"Eh, Win, kemaren waktu gue nonton Bad Influence, gue sampe pindah tempat duduk tiga kali," ujar Olga sambil duduk di sofa.
Wina memandang Olga sambil bertanya, "Emangnya kenapa" Banyak cowok jail yang nyolek-nyolek kamu""
""Ya, pada akhirnya. Setelah pindah ke tempat duduk yang ketiga," ujar Olga kalem.
Wina mikir bentar, lalu tertawa. "Dasar genit lo!"
Olga ikut ketawa. "Tapi, Win, seb"nernya kedatangan gue ke sini mo minta bantuan lo. Gue lagi ada problem nih, sama mami gue."
"Ada apa lagi, Ol""
"Gini, Win, gara -gara ikut kursus Inggris Mami sekarang lagi maniak main skrebel. Gak siang, gak malem. Gue disuruh nemenin melulu. Nyebelin gak tuh. Mana gue kurang suka main skrebel."
"Skrebel" Ooo, seperti. yang suka ada di jalanan itu" 'Awas Ada Galian Skrebel'"" tanya Wina polos.
"Itu sih 'Galian Kabel', goblok! Ini skrebel yang permainan itu. Yang nyusun kata dalam bahasa Inggris."
"Ooo." ""Iya, gitu. Tiap hari gue disuruh nemenin terus. Sampe gue sebel. Lo punya ide gak buat ngilangin kebiasaan buruk mami gue, Win""
Pendekar Harpa Emas 2 Wiro Sableng 055 Misteri Dewi Bunga Mayat Rahasia Mo-kau Kaucu 6
"Hei, kok pasif gitu, sih" Pandangin kita lagi, dong. Ntar saya bikin atraksi lagi, deh!"
Kontan, karena dipancing begitu, orang-orang kembali pada nontonin Olga yang gila-gilaan bersepatu roda lagi.
Sore yang indah itu sebenarnya gak sengaja dilewati Olga. Kebetulan aja Olga mo ke minimarket untuk beli cemilan buat nemenin belajar ntar malem. Dan sepulang dari beli oleh-oleh, tanpa diduga tanpa dinyana, serombongan cowok cakep memapas jalan Olga. Kayaknya anak-anak keren abis pada latihan basket. Anak-anak klub Basket Boy. Bagi Olga, ini kesempatan yang gak boleh dilewatkan begitu saja.
Olga segera mencari jalan agar menarik perhatian. Sembari nge-zig-zag ia bersiul kuat-kuat. Sampe bibirnya monyong. Sayangnya tu cowok-cowok keren masih sebodo teing. Slonong boy aja. Olga tanpa kendali, akhirnya nekat negor duluan.
"Wah, para pemain basket kita, tampaknya alim-alim, ya" Gak nyesel nih gak godain saya""
Barangkali, karena gak enak disindir begitu, para cowok keren itu mulai kasih reaksi.
"Kamu lagi belajar main sepatu roda, ya"" goda salah satu.
"Kecilnya gak bahagia, ya"" tukas yang lainnya.
"Gak punya mainan yang lain, ya"" ujar yang satunya lagi.
Sial, taunya reaksi mereka cuma mau ngatain doang.
Olga pun mempercepat ayunan kakinya meninggalkan cowok-cowok keren yang kayaknya gak tau diuntung itu!
Pas sampe depan rumah, Olga langsung melempar beberapa bungkusan cemilannya ke dalam rumahnya lewat salah satu jendela yang terkuak lebar. la berharap, siapa tau Papi lagi asyik baca di balik jendela situ.
Lantas tak langsung masuk. Seperti biasa Olga menengok ke kotak pos yang bertengger di atas pagar besi rumahnya dulu. Kali-kali aja ada surat buat dia.
Eh, ternyata ada. Olga memungut, dan membalik nama pengirimnya. Ya, ampun. Ternyata sama seperti yang kemarennya juga. Ya, sudah tiga hari berturut-turut Olga dapat surat dari pengirim yang sama. Tapi nama pengirimnya gak jelas. Cuma ada tanda tangan yang gak kebaca dan inisial "Bb". Kali ini surat misterius itu dibungkus amplop pink bermotif kembang-kembang dan wangi baunya.
"Sedang isi suratnya hampir senada dengan surat-surat yang lalu. Isinya tentang pernyataan "I LOVE YOU".
"Manakala rembulan menebar sinarnya malu-malu..." Begitu pembuka isi surat kali ini. Pembukaan yang cukup manis.
"...Sinar. itu lantas saja menyejukkan sanubariku. Tapi manakala terbayang wajah seorang cewek bahenol, yang wira-wiri kala sore seraya bersepatu roda, sinar rembulan kontan sirna, wajah cewek bahenol-nerkom itu lebih bernuansa dan bercahaya. Wajahnya mampu lebih lama menyejukkan hatiku. Pancarannya tidak malu-malu seperti bulan...."
Olga terhenyak menyender di pintu pagar. Olga bingung. Ni surat sebenarnya dari siapa, sih" Kalo ditilik dari tulisannya yang amburadul itu agaknya si pengirim punya wajah agak lumejen. Kalimatnya pun cukup enak dibaca dan perlu. Menandakan bahwa si pengirimnya pasti enak diajak berantem.
Tapi siapa sih yang diam-diam nge-fans sama Olga"
Di dalam kamarnya Olga masih terus memandangi ketiga surat yang ia simpan di lacinya. Diteliti" Karakter tulisannya sama. Sama-sama jelek. Duh, siapa ya kira-kira yang punya tulisan begini"
Niat Olga untuk belajar kepaksa tertunda. "Abis Olga penasaran banget. Ia ingin segera tau siapa pengirim surat itu sebenarnya. Makanya, saat itu juga, ia langsung menelepon Wina.
"Win, lo harus ke sini."
Wina kaget. "Lho, kita kan masih musuhan. "
"Alaah, lupain aja. Udah kelamaan musuhannya. Bosen."
"Iya, deh." "Makanya, lo ke sini."
"Ada apa, sih""
"Tiga hari berturut-turut gue dapat surat kaleng."
"Kaleng" Kaleng kerupuk apa kaleng minyak""
"Bego! Surat kaleng itu surat yang ada di dalam kaleng! Duh, kenapa ikut-ikutan salah begini. Maksud gue, surat kaleng itu surat yang gak jelas siapa pengirimnya."
"Lho, kenapa gak lo tanya""
"Tanya ke siapa""
"Tanya ke yang ngirim surat itu."
"Hei, bego amat sih, lo! Gimana gue bisa nanya kalo di surat itu gak ada nama dan alamatnya.
"Trus gimana""
"Nah justru itu gue harap lo ke sini sekarang juga. Kali aja lo tau siapa pengirimnya. "
"Kira-kira siapa, ya""
*** "Gak lama karena terdorong rasa penasaran, Wina cepat muncul. Raut mukanya serius. Tapi mereka sempat berpelukan kangen karena lama gak ketemu. Setelah itu, mereka berdua pun segera meneliti tulisan acak-acakan di sehelai kertas. Susah juga nebak, siapa yang nulis.
"Menurut lo siapa, Win"" tanya Olga sambil mengerutkan pipinya. Olga memang selalu pengen laen daripada yang laen. Orang kan kalo mikir mengerutkan kening, tapi dia demen mengerutkan pipi!
"Menurut lo siapa, Ol"" Wina balik nanya.
"Menurut lo, dong!"
"Yeee, menurut lo dulu. Lo kan yang nerima surat-surat ini""
"Justru gue telepon lo karena gu
e butuh bantuan lo. Ya, menurut lo siapa""
"Iya, iya. Tak usah marah-marah begitu. Jadi menurut lo siapa""
"Brengsek! Gue bilang menurut lo dulu!"
Dasar dua-duanya sama aja. Sama-sama gak mau kalah. Akhirnya daripada musuhan lagi, mereka berdua pun sepakat mencari kemungkinan lain. Indikasi lain. Bukti-bukti yang mungkin dipakai melacak jejak.
Wina lagaknya udah kayak detektip Hunter. Dia pake kaca pembesar meneliti satu demi satu hurup-hurup yang ada di surat itu. Tapi sebentar-sebentar Wina mengucek-ucek biji matanya" Dia gak tahan ngeliat tulisan yang jelek itu jadi nampak lebih gede.
Sedang Olga juga gak kalah serius. Si centil ini meneliti surat kaleng itu pake mikroskop. Lagaknya bak profesor. Pipinya tambah mengerut. Tanda bahwa ia tengah serius berpikir.
"Mungkin dari Somad, fans lo yang fanatik itu"" Wina memecahkan keheningan.
"Gak mungkin. ltu kan masa lalu. Somad udah abis masa putarnya. Dia udah gak beredar lagi. Lagian dia kan gak bisa bikin tanda tangan. Kalo ngirim surat pake cap jempol."
"Abis dari siapa, ya" Tanda tangan siapa ini"" Wina mumet, meletakkan kaca pembesarnya sambil mencomot keripik di stoples apik. Dia udah gak sanggup.
"Inisialnya selalu 'Bb'. Itu mungkin kepanjangan dari..." Olga mulai menebak.
"Bau badan"" tukas Wina.
""Bukan." "Boim bodong""
"Bukan. Apa mungkin Sebastian""
"Siapa tuh Sebastian"" tanya Wina
"Penyiar baru yang pernah gue kasih hadiah. Ah, tapi pasti bukan. Dia bukan tipe cowok begitu. Siapa, ya" Yang jelas ini pasti nama orang atau nama perkumpulan tertentu... "
"Perkumpulan"" Wina seperti teringat. Lalu mengambil salah satu kertas surat itu. Dan ia berteriak, "Berhasil, OJ! Gue tau! Gue tau!"
"Tau apa""
"Ini, lo liat." Wina mendekatkan kertas itu ke muka Olga. "Salah satu surat ini ada logo bola basketnya. Pasti si pengirim surat ini maniak basket. Dan lo tau, ada klub basket terkenal di daerah sini yang anggotanya kebanyakan dari sekolah kita""
"Basket Boy! Iya, kamu betul! Pasti 'Bb' singkatan dari Basket BQY!" jerit Olga.
"Dan anak-anak Basket Boy terkenal keren-keren. Lo beruntung banget kalo bener-bener ditaksir anak Basket Boy!" Olga dan Wina melonjak-lonjak kegirangan. "Kita harus ngerayain penemuan ini, Ol. Kita toast!" ujar Wina sambil mengangkat gelasnya.
Tapi tiba-tiba Olga tercenung. "Win, anak Basket Boy kan banyak banget. Gimana kita bisa tau siapa salah seorang dari mereka yang mengirim surat ini""
Wina terdiam. "Iya, ya."
Dan mereka berdua berpikir keras lagi.
"Gini Ol. Gue dapet akal," ujar Wina tiba-tiba. "Lo kan pernah denger cerita, setiap anak yang ikut klub Basket Boy selalu membubuhkan tanda tangannya di papan lebar yang tergantung di kamar ganti mereka. Nah, kita nyusup aja ke sana, kita liat tanda tangan mana yang mirip dengan yang di surat ini!" .
"Ide lo boleh juga. Tumben lo pinter banget!" puji Olga girang. "T -tapi gimana cara masuk ke sana" Lo kan tau, tak sepotong cewek pun boleh masuk ke kamar ganti cowok...."
"Kita nyamar aja. Berlagak jadi cowok!"
"*** "Besok siangnya Olga dan Wina keliatan sibuk berat mempersiapkan segala perlengkapan penyamarannya. Nyomot sana nyomot sini, sampe segala yang dipersiapkan siap.
"Cukup. Yuk, kita buru-buru berbenah" ajak Olga.
Mereka lalu masuk ke kamar Wina untuk mengganti semua yang dikenakannya dengan atribut cowok. Tapi ternyata nyamar jadi cowok itu gak mudah. Mereka udah abis-abisan dandan, tapi tetap aja keliatan seperti cewek.
Wina hampir putus asa. "Wah, gimana nih, Ol""
"Ya, gimana" Cari akal lagi dong!" jawab Olga sambil mikir-mikir. "Gimana kalo dikumisin" Soalnya lo feminin banget. Jangan-jangan ntar ditaksir gay!"
Wina tercenung. "Pake kumis" Gimana caranya""
"Pake lem sama guntingan rambut atau ijuk. "
"Apa gak gatel, tuh"" tanya Wina kuatir.
"Justru itu makanya gue semangat banget ngasih usul supaya elo dikumisin," tukas Olga sambil cengingisan.
Wina memaki-maki. Tapi akhirnya Wina mau juga dikumisin. Berkali-kali Wina bersin saat Olga menaburkan potongan rambut di bawah idungnya yang udah diolesin lem.
Untung pekerjaan itu selesai gak lama Wina uda
h gak betah. "Gimana, Win" Sip"" tanya Olga saat Wina mematut-matut dirinya di cermin.
"Sip!" jawab Wina yang udah merasa dandanannya kayak satpam pasar.
"Kalo gitu kita cabut!" ajak Olga.
Olga yang pake topi item dan rambutnya disembunyiin di balik topi, keliatan kayak cowok tulen. Belum lagi kacamata item menyembunyikan bulu matanya yang lentik.
Sambil mengunyah permen karet, ia duduk di mobil Wina. Oi perjalanan Olga sibuk melatih suaranya biar kayak cowok.
Siang jam satu, Olga dan Wina udah berhasil menyusup ke dalam markas Basket Boy. Markas klub basket terkenal itu juga dilengkapi ruang fitness yang komplet. Saat itu suasana di dalam ruangan lumayan rame. Karena itu klub cowok, jadi tingkah laku mereka pada cuek. Ada yang ngegosip sambil menyikat ketiak, ada yang main lempar-lemparan ember, atau duduk di teras sambil mengelap keringat.
Bercandanya juga kuli banget. Ada yang dibanjur air seember, oper-operan barbel, dan ada yang plorot-plorotan celana pendek.
"Wah, Ol. Coba lo liat cowok itu dadanya berbulu!" bisik Wina pas melewati tempat anak-anak yang mandi sauna.
"Hus, diem, dong lo. Tahan dikit kek!"
Olga memaki Wina yang tingkahnya jadi kecentilan.
Olga lalu menyeret Wina untuk terus ma"suk. Wah, di sini ternyata suasananya lebih serem lagi. Soalnya mereka masuk pas ke bagian ruang bilas. Kebetulan waktu itu berapa cowok lagi pada horor mandi di bawah siraman shower cuma pake cawat doang. Olga dan Wina kontan melotot.
"Win!" "Ol!" Tapi mereka gak punya waktu banyak. Mereka mau terus nyari ruang tempat anak-anak membubuhkan tanda tangan di papan.
Dan pada saat itulah seorang cowok berbadan tegap datang menghampiri. "Hei, kalian anggota baru, ya""
Olga dan Wina kontan kaget. Lalu mengangguk tanpa berani jawab. Soalnya mereka takut suara mereka gak mirip cowok.
"Baru masuk kapan"" ujar cowok itu sambil menggesek-gesek handuk ke bodinya yang kayak Rambo. Heran juga dia ngeliat Olga. Kok di dalam ruangan begini ada anak yang pake kacamata item.
"Tadi pagi," Olga akhirnya menjawab dengan suara yang dibikin berat
Si tegap langsung nyengir begitu denger suara Olga.
"Aha, anak baru, ya" Oiii, teman-teman, ini ada anak baru lagi. Kita kerjain dulu, yuk"" teriakan si tegap kontan disusul kedatangan para anggota Basket Boy lainnya.
"Wah, celaka, Ol!" Wina mulai cemas begitu ngeliat beberapa cowok yang tadi pada asyik mandi di shower langsung dateng dengan busana sekenanya itu. Wina makin melotot. .
"Kita apain mereka""
"Suruh pus ap aja!"
"Jangan. Gimana kalo kita suruh loncat kodok keliling lapangan aja""
"Jangan. Itu tak mendidik. Ini aja, kita suruh mereka ngebersihin seluruh ruangan di sini. Kan asyik, tuh. Tugas piket kita jadi ringan. Setuju""
"Setuju! Setuju!"
Wina hampir pingsan denger usul sadis anak-anak, tapi Olga buru-buru berbisik, "Biarin, Win. Kita malah punya kesempatan banyak buat ngeliat tanda tangan itu!"
Wina semangat lagi. Dan mulailah dua anak itu bekerja. Diiringi gelak tawa anak-anak Basket Boy yang sibuk ngasih perintah, "Eee, itu sebelah situ masih kotor! Dibersiin, dong, jangan dipelototin aja!"
Olga memaki. Pinggangnya udah mau patah. Wina makin gak tahan sama kumis palsunya yang tambah bikin gatel. Saban kali bersin, satu helai kumisnya rontok.
Tapi perjuangan mereka kayaknya sia-sia. Pas sampe ke ruang ganti yang ada tanda tangan seluruh anak anggota Basket Boy ternyata gak ada yang mirip dengan yang di surat!
"*** ""Sialan, gue kapok," sungut Wina ketika mereka berdua sudah terlepas dari bencana, dan menikmati blizzard di DQ.
"Ah, ini kan ide lo juga. Lo gak bakat jadi Hunter," ujar Olga.
"Iya, tapi kena deh kita dikerjain. Mana misi kita gagal, lagi."
"Iya, ya" Siapa Bb itu, ya""
Sementara besok-besoknya tu surat-surat tetap berdatangan. Makin gawat aja isinya. Olga makin dibikin pusing.
Suatu siang, Olga mampir ke rumah Wina. Iseng aja" Tadinya dia mau mesenin kue buat Mami yang mo arisan keluarga di Tante Jean yang rumahnya deket Wina. Tapi berhubung Tante Jean-nya gak ada, Olga mampir ke rumah Wina. Ternyata Wina pun lagi gak ada.
"Ke mana, Tante""
"Katanya sih mau beli asinan di dekat pasar depan. Tapi cuma pake celana pendek kok. Sebentar juga balik. Tunggu aja di kamar, Ol," ujar mama Wina.
Olga pun masuk ke kamar. Tiduran di ranjang yang empuk. Tapi tiba-tiba perhatiannya tertuju ke meja belajar Wina. Kayaknya tu anak lagi bikin surat. Surat apa, ya" Tumben banget. Biasanya paling males doi surat-suratan. Olga pun mengintip dari jauh. Lho, kok surat buat Olga"
Buru-buru Olga mendekat. Dan alangkah terkejutnya dia, ternyata surat itu bentuk tulisannya sama persis sama surat kaleng yang biasa Olga terima. Olga jadi bingung. Ia penasaran membacanya. Isinya: "...akhirnya saya pikir, cuma sia-sia aja ngarepin kamu. Maka saya minta maap kalo selama ini saya mengganggu kamu. Saya akan mengakhiri mimpi ini. Saya tak akan mengganggu kamu lagi. Lupakan saja saya. Lupakan bahwa pernah ada orang yang ngirim sural kaleng ke kamu..."
"Olga"" Olga kaget. Wina ternyata sudah di ambang pintu.
"Win, . apa-apaan ini"" teriak Olga sambil melempar kertas surat itu. "Jadi selama ini lo ngerjain gue, ya""
Wina gak bisa jawab. Ia berusaha menjelaskan, "G-gue minta maaf, Ol. Gue gak maksud ngerjain elo. Gue niatnya baek. Gue pengen lo merasa ada orang yang naksir lo, merhatiin lo. Gue kasihan sama elo..."
Olga makin sewot. "Kok kayak di cerita-cerita aja. Seenaknya. Gue gak perlu begituan, Win. Lo kan sahabat gue, lo kan tau banget gue""
"Iya, iya. Susah, sih, ngejelasinnya. Lo tenang dulu, Ol..."
"Nggak mau!" Olga tetap keras.
"Olga!!" "Wina!!" Mereka berdua ngotot. "Oi, Mama boleh ikutan, nggak"" teriak mama Wina dari arah luar.
"Nggak!" jawab Wina keras. "Lo gak ngerti, Ol. Gue cuma mau nolong elo. Suer...."
"Tapi lo kan tau. Gue benci yang beginian...," dan tiba-tiba Olga menghentikan ucapannya. Ia menangkap gelagat lain di wajah Wina. Anak itu kalo ngebo'ong kentara dari idungnya. Olga curiga juga. Masak sih Wina punya waktu untuk berbuat semulia itu" Olga tau bener Wina. Kayaknya mustahil. Kalo surat-surat itu emang dia yang pikin, Olga pasti bisa ngebaca reaksinya ketika Olga cerita tentang "surat kaleng". Wina kan paling gak bisa ngebo'ong. Matanya gak bisa dibo ongin.
"Pasti ada yang lo sembunyiin, Win. Ngaku aja terus-terang, apa yang sebenarnya terjadi""
Wina terpojok. "Gue, tau, lo cerdas, Ol. Lo gak bisa dibo'ongin sama cerita-cerita yang kayak di cerpen itu. Tapi kali ini, please, trust me!"
"Enggak!" "Percaya, dong, Ol!" Wina makin terpojok.
"Enggak!" "Oke, gue ngaku. Gue gak mau musuhan lagi sama anak sebaik elo. Sepi. Begini, Ol. Waktu kita gak berhasil nemuin inisial nama di ruang ganti cowok itu, besoknya gue disuruh ngumpulin buku absen setiap kelas sama guru piket. Dan secara gak sengaja gue ngeliat tanda tangan dan nama ketua kelas IIA4 yang pendiem itu. Gue kaget, tanda tangannya persis di surat kaleng elo, Ol. Nama anak itu Bonny Boy. Anak-anak manggil dia Baba. Dia maniak basket juga, tapi gak ikut klub Basket Boy, karena dia orangnya minderan. Nah, akhirnya gue nemuin, siapa yang nulis surat kaleng buat elo, Ol. Inisialnya kan Bb. Bisa kepanjangan
dari Baba. Dan lo tau kan, Ol, Baba tu anaknya meski pendiam, tapi keren..."
"Terus emangnya kenapa"" sambar Olga.
"Iya, mana rela dong gue, anak sekeren itu jatuh ke tangan elo""
"Sialan!" Olga memaki. "Awas lo, ya""
Olga siap-siap menerkam Wina.
Wina ambil ancang-ancang untuk melarikan diri. "Soalnya gue yakin, kalo lo tau dia yang kirim surat, pasti lo mau. Trus lo asyik pacaran "ma dia. Trus lo ngelupain gue. Makanya tu anak gue datengin. Gue bilang kalo lo udah punya cowok..."
"Wina, lo kok jahat gitu sih"" Olga makin geram. "Makanya lo terus bikin surat, ya" Niru-niru tulisan dia, yang isinya supaya gue ngelupain pengagum gelap gue" Padahal lo juga naksir dia!"
"Hihihi, na lo tau, tuh!"
Pas lagi tegang-tegangnya, mama Wina masuk membawa sepucuk surat. "Win, ini ada surat. Dari Baba."
Olga memandang Wina. Wina memandang Olga.
Lalu kedua anak itu berebutan mengambil surat yang ada di tangan mama Wina sambil menjerit-jerit.
" 5. Tea Walk "OLGA melompat dari Wonder kuning yang atr
et di halaman belakang Radio Ga Ga. Hari hampir mitnait, dan seperti biasa Olga harus mengudara dengan acara Midnight Diary. Wina yang kembali setia jadi sopir anter-jemput, berlari kecil menyusul Olga yang nyaris menghilang di pintu studio.
"Ol, tungguin."
Olga langsung mengecek beberapa surat yang masuk. Semen tara Wina nyamperin Sebastian, mantan DJ yang kini ditugasi jadi redaktur musik. Sebastian ini kece, makanya Wina kembali giat nganterin Olga siaran. Biar bisa ngecengin doi.
"Halo, Bas!" sapa Wina sambil masuk ke ruang mungil yang penuh piringan hitam. Sebastian yang lagi mengecek beberapa piringan hitam, menoleh ke arah Wina.
"Hei, halo juga, Wina."
"Lagi sibuk gak, Bas""
"Ah, enggak. Cuma lagi ngecek beberapa lagu baru."
"Lagu baru" Wah, Wina rekamin dong Bas""
"Kamu suka lagu apa""
"Apa aja. Pokoknya yang keren." Wina duduk di meja kerja Sebastian, sambil nyomot gorengan yang ada di meja.
"Oke, tenang aja. Ini ada beberapa lagu disko baru kiriman dari luar. Mau""
"Wah, asyik, tuh. Mau, dong!"
Sementara Olga pun terus sibuk menyortir surat. Ucup yang abis siaran, ngelirik ke Olga yang duduk nyante di sofa empuk, sambil ngangkat kaki ke meja. Suasana studio kalo udah menjelang malam begini emang sepi. Cuma ada beberapa penyiar dan operator yang bertugas. Anak-anak yang nongkrong udah pulang sedari jam sembilan tadi. Tapi kadang Olga suka suasana sepi b"gini. Bisa konsentrasi dengan enak.
"Sepi, ya"" Ucup berucap sambil ngemil kecap.
Olga cuma melirik lewat sudut matanya. Sebel. Kalo makhluk satu ini udah muncul, selalu bikin sebel.
"Wina tuh, Ol. Bilangin, jangan kegenitan. Tiap ke sini nyamperin ruang Sebastian terus," Ucup mulai ngoceh.
"Yeee, apa urusan lo""
"Bukan gitu. Wina kan temen lo juga. Nyadar, dong. Sebastian kan udah punya tunangan. Keren lagi orangnya. Kalo Wina sampe jadi sama Bas, itu berarti malapetaka bagi Bas."
Olga mulai sebel. "Daripada kalo Wina jadi sama lo, itu ibarat kutukan buat Wina!"
Olga buru-buru bangun, dan ngeberesin kertas-kertas yang berserakan di sampingnya. Rese banget cowok satu ini. Bikin konsentrasi ilang aja.
Olga melongok ke ruang Sebastian. "Win, lo nemenin gue aja di ruang on air. Ada anak rese, ntar muncul gosip yang enggak-enggak, lagi!"
"Yaaa, gue lagi mo ngerekam, Ol!"
"Lo tulis aja lagu-lagunya. Trus tinggal."
Olga menutup pintu. Lalu langsung melangkah ke ruang siar. Wina menguntit dari belakang. Juga Bowo yang kali ini dapet giliran jadi operator. Rada ngantuk, Olga nyiapin alat-alat siar. Ia melirik ke jam dinding. Jam sebelas lewat dikit. Berarti hampir masuk jam dia siaran.
"Uaaah, ngantuk, ya" Selamat malam, temen-temen. "Belum pada bobok, kan" Nah, jangan bobok dulu. Soalnya malem ini Olga pengen bacain cerita kecil dari Sisil. Cerita yang pasti bisa ngusir nyamuk yang sedari tadi ngincer jempol kamu untuk diisep. Abis pada belajar, kan" Kalo besok ada ulangan, cuek aja. Namanya juga ulangan, pasti soal yang keluar ngulang yang dulu-dulu juga. Tapi sebelum cerita dimulai, Olga mo kasih hadiah dulu, sebuah lagu slow dari Taylor Dayne, Love Will Lead You Back...."
Sementara lagu mengalun, suasana di luar makin sepi. Makin mencekam. Wina menelungkupkan dada duduk di pojokan. Khusyuk mendengarkan cerita yang bakal dibacakan Olga....
*** "Cerita ini sebetulnya terjadi udah agak lama, Ol. Tapi serasa baru kemaren saya alami. Mungkin karena saya gak pernah bisa ngelupain kisah yang agak aneh ini. Hari dan tanggalnya pun masih saya ingat benar. Minggu malam, 2 September. Gini, suatu malam saya baru pulang dari Bandung sama temen-temen. Lewat Puncak. Kami berempat, cewek semua. Ceritanya abis ngeborong jins, dan cari-cari hiburan Karena terus-terang aja, Ol, saat itu saya lagi setres banget. Biasa, saya masih dalam suasana berkabung abis putus ama Dino, cowok saya. Dan nasib yang sama juga menimpa ketiga temen saya: Mia, Deta, sama Dina. Mereka juga baru pada putus sama cowoknya. Si Dina itu sebetulnya gak putus sama cowoknya, tapi karena pengen dibilang solider dan kompak, dia ikutan mutusin cowoknya. Yo'ib juga tu anak. Tapi sebetulnya
saya gak suka sama sikap solider dia yang bikin rugi orang. Tapi Dina tetap maksa. Katanya, "Gak enak dong, masak gue sendiri yang hepi""
Saya cuma geleng kepala. Saya gak tau, apa emang begini bentuk solider zaman sekarang" Ikut-ikutan putus, kalo punya sabat putus. lkut-ikutan berantem kalo ada temen yang cari gara-gara" Ah, Olga, saya gak ngerti.
Sama nggak ngertinya waktu cowok saya si Dino itu, bilang kalo dia udah jenuh sama saya, dan pengen putus. Katanya, saya terlalu mencintai temen-temen saya, hingga suka nyuekin dia. Padahal enggak, Ol. Saya selalu tau waktu, kapan harus sama temen-temen, dan kapan harus sama dia. Tapi, ya gitu, deh. Mungkin itu cuma alasan dia aja untuk putus sama saya.
Terus-terang, saya sedih. Saya sakit hati. Karena saya gak pernah ngebayangin bakal putus sama dia. Padahal Papa pernah ngasih nasihat, "Kalo kamu berani pacaran, kamu harus berani pula nanggung akibat putus."
Tapi rasanya tetap sakit.
Apalagi trus dari temen-temennya, saya dapet gosip kalo Dino itu lagi akrab sama Donna. Anak manis temen kuliahnya yang baru.
Saya makin sakit. Kembali ke cerita saya di Puncak. Saat itu kita lagi pada lapar, dan mampir Rindu Alam. Sambil milih meja yang letaknya di luar, supaya bisa geliat lampu-lampu yang indah di bawah, kita pesen sate. Suasana emang dingin mencekam. Dan kita sama-sama diem. Sama-sama hanyut dengan suasana hati kita masing-masing.
Hingga saya inget Dino lagi.
Dino udah jadi cowok saya sejak dua tahun yang lalu. la saya kenai di sekolah karena sesuai sama tipe yang saya suka. Kulitnya yang putih, wajahnya yang terkesan dingin, dan kalemnya yang kayak Tommy Page, bikin saya susah tidur. Dan pas dia lulus SMA, masuk ke Trisakti, dia mulai jarang saya liat. Malem Minggu aja gak setiap minggu dia hadir. Sampai akhirnya, ya itu tadi. Dia akrab sama Donna. Kita putus.
Ucapan Dina yang lembut, membuat saya beranjak dari lamunan. Katanya, "Kamu masih sedih, Sil""
"Saya mengangguk. "Gak gampang buat saya untuk melupakan sakit."
"Jangan dipendam, Silo Keluarin aja rasa kesalmu. Itu akan meringankan beban."
"Saya gak bisa. Saya pengen dia tau kalo saya ini keilangan banget."
"Ya, udah. Kirim aja ceritamu ke rubrik 'O, Mama, O, Papa.'"
Saya menolak usul konyol itu, "Dino gak pernah baca rubrik begituan."
Deta dan Mia masih asyik sama penderitaannya sendiri. Kasus Deta sebetulnya lebih sadis. Dia ngeliat langsung cowoknya jalan sama cewek lain. Sedang Mia, ditinggal pergi ke Aussie, dan gak janji bakal balik.
Sate yang dipesan datang.
Kami makan. Beberapa saat, saya ngerasa pengen pipis.
Dina menawarkan diri untuk mengantar. Tapi saya nolak.
"Kamar kecilnya kan jauh. Harus turun ke bawah. "
"Biar. Banyak orang ini."
Saya pun berjalan menuruni tangga. Masuk ke kamar kecil.
Ketika mo balik ke atas, saya sebetulnya gak begitu merhatiin cowok yang lagi ngeliatin kolam ikan mas di tangga, kalo cowok itu gak segera menegur.
""Sisil" "
Saya menghentikan langkah. Suara itu amat saya kenai. Saya berbalik. Dan, ya ampun, ternyata Dino berdiri pas di hadapan saya. Leher saya sampe tercekat. Gak bisa berkata-kata. Kamu kan tau, Ol. Udah dua bulan lebih saya amat kesepian tanpa dia. Udah dua bulan lebih saya rindu banget pengen geliat wajahnya.
Dan Dino nampak agak lusuh. Dengan muka yang tak bercukur, hingga titik-titik biru tumbuh di kumis dan dagunya. Tapi, terus-terang, dia makin keliatan jantan.
"Dino"" Dino tersenyum kaku. "Ngapain kamu di sini"" tanya saya.
"Saya ikutan tea walk di kebun teh sekitar sini. Sama anak-anak."
Tea walk" Tumben dia ikutan tea walk. Pasti abis jalan-jalan, ber-kros-kantri, melewati lembah, sungai, melintasi kebun-kebun teh ngawal si Donna-nya yang hobi jalan-jalan itu.
Saya gak sanggup menahan bibir saya yang bergetar.
Dino menatap saya lama. Kemudian berujar pelan, "Kamu mau nolong saya, Sil""
Saya mengernyitkan alis. Ada apa dengan cowok satu ini"
"Mau, kan, Sil"" desak Dino.
"Enak betul dia, Ol. Setelah dia bikin saya sakit, kini malah minta tolong. Gak malu apa"
"Sisil. Tolonglah saya. Saya ngerasa berdosa sekali sama mama say
a. Sebetulnya Mama gak ngizinin saya pergi. Gak pernah mau ngizinin saya ikut tea walk. Karena Mama tau kondisi tubuh saya yang agak rapuh. Tapi saya kabur. Dan saya sekarang nyesel, Sil."
Saya tau betul mamanya yang cantik itu, Ol.
Yang biasa saya panggil Tante Ella. Yang amat sayang sama anak satu-satunya ini. Yang di rumahnya buka usaha garmen. Ya, karena dia harus menanggung hidup setelah cerai sama bokapnya Dino.
"Kamu mau tolong saya, Sil" Bilang ke Mama, saya minta maaf."
"Kenapa kamu gak pulang dan bilang sendiri ke mama kamu"" Saya mulai sebel ngeliat dia merengek-rengek begitu.
"Saya gak bisa, Sil."
"Gak bisa kenapa""
"Saya gak bisa ngejelasin ke kamu. Pokoknya kamu harus nolong saya."
"Enak aja. Kenapa harus saya""
"Sebab hanya kamu di sini yang tau rumah saya. Kamu hanya perlu mampir ke rumah sebentar, dan bilang kalo saya amat menyesal udah bikin kecewa Mama."
Permintaan yang aneh. "Dan coba itu, Ol. Dia seenaknya nyuruh bilang nyesel udah ngecewain mamanya. Apa dia sama sekali gak nyesel waktu ngecewain saya"
"Saya gak bisa," ujar saya tegas.
Dino nampak kecewa. "Kenapa kamu gak minta tolong Donna aja"" tiba-tiba kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulut saya.
Dino nampak tertunduk. "Donna gak ikut."
"Kenapa gak ikut""
"Mana saya tau"" ujar Dino agak keras. Matanya menantang mata saya. Bikin jantung dag-dig-dug. Entah kenapa, saya ngeliat rasa putus asa di pancaran matanya yang letih. Saya jadi sedikit iba.
Olga 03 Cover Boy di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dia diam. Memandangi kolam ikan itu lagi. Ada apa antara dia dengan Donna"
"Jadi kamu gak mau nolong saya"" ujarnya putus asa.
"Entahlah." Saya berbalik meniti tangga. Saya ingin ngelupain aja semuanya.
"Sisil," Dino memanggil lirih.
Saya berhenti dan menengok.
"Saya akan berterima kasih sekali kalo kamu mau nolong."
Saya berlalu tanpa menjawab apa-apa.
Dan pas nyampe meja, dan cerita ke temen-temen tentang pengalaman saya barusan, Dina, Deta, dan Mia menatap saya iba, dan mengira saya berilusi.
Sementara saya sendiri masih memikirkan permintaannya yang aneh. Kenapa dia gak pulang aja minta maaf ke mamanya"
Rasa penasaran itu yang akhirnya membuat saya mau juga menolong dia, datang ke mamanya. Saat itu Selasa, 4 September. Saya mengira saat itu mungkin Dino malah sudah pulang.
Dan kedatangan saya disambut haru Tante Ella, yang kini nampak agak letih. "Terima kasih, Sil, kamu mau datang."
Saya hanya tersenyum kecil.
Kemudian sama-sama membisu.
Rumahnya nampak sepi. "Dino-nya belum pulang, Tante"" akhirnya itu kata-kata yang pertama kali terucap setelah sama-sama membisu.
Tante Ella agak tersentak kaget, dan menatap saya tak mengerti. Lama, sebelum akhirnya dia menggelengkan kepala.
"S-saya tau perasaan Tante. Mungkin Tante marah, mungkin benci. Tapi Dino sangat menyesal gak denger kata-kata Tante. Dia menyesal ikutan tea walk. Dan dia minta maaf."
"Ya, dia seharusnya dengar kata-kata Tante," ujar wanita setengah baya itu lemah.
""T-tapi, Tante mau kan memaafkan dia" Dan membiarkan dia pulang""
"Pulang"" Tante Ella nampak agak linglung. "Ya, Tante memang udah rela dia pergi. Tapi Sisil kan tau, Tante sangat kehilangan. M-mungkin, s-seperti juga perasaan Sisil waktu..., ah, sudahlah. Tante amat menyayangkan kejadian itu."
Saya menelan ludah yang terasa kering.
"Ng..., s-saya permisi aja, Tante. Sampaikan salam saya kalo Dino udah pulang."
Tante Ella menatap saya heran.
"Kamu ngomong apa, Sil" Kamu tak tau ceritanya" "
"Cerita apa"" Langkah saya terhenti di ambang pintu.
"Dino tak akan pernah kembali ke sini. Sabtu, tanggal l September yang lalu, waktu rombongan tea walk ber-kros-kantri menyeberang sungai, ia terbawa arus. Arus yang kuat. Tak ada yang berhasil menolong. Tante sudah bilang dia anak lemah... "
Saya terkejut bukan alang-kepalang.
"T-tapi s-saya ketemu Dino pas hari Minggu malamnya, Tante. Di Puncak!" ujar saya gemetar.
Tante Ella melongo. "D-dan D-dino m-menyampaikan pesan itu. D-dia minta maaf..."
""Sisil, jenazah Dino diketemukan Minggu pagi, keesokan harinya. Lalu dimakamkan...."
Tiba-tiba saya mengerti, dan memeluk Tante Ella sambil mena
ngis sesenggrukan. Tante Ella membelai lembut rambut saya. Sekian lama kami membisu. Berdekapan, memberi kesempatan pada hati kami masing-masing untuk bicara.
Olga, baru sekali saya mengalami kejadian aneh- seperti ini. Dan dan teman-teman kuliahnya, saya dapet info, kenekatan Dino ikut tea walk, karena pelampiasan rasa frustrasinya dikhianatin Donna.
Oh, Olga. Gimana caranya ngasih tau dia, kalau saya udah mau nolongin dia nyampein pesen ke mamanya"
Tolonglah saya, Ol. Bilangin ke dia...
"Sisil "Saat Olga melipat kertas surat item itu, ia melihat Bowo dan Wina udah gak ada di tempat.
Spontan, Olga pun terlonjak dari tempat duduknya dan berlari menjerit-jerit memanggil Wina....
6. I Love to Love "WINA bener-bener gak nyangka pas Minggu pagi itu membuka jendela, ada cowok keren banget lagi jogging di depan jalan bersama anjing pudel mungil yang lucu. Pertama si Wina tertarik sama anjing pudelnya. Tapi pas diteliti, ternyata tuannya gak kalah kece. Bodinya keren. Tegap, pake kaus buntung warna cerah. Pake celana pendek jins belel. Garis-garis tulang wajahnya sempurna. Wah, bener-bener pemandangan langka tapi nyata. Mana rambutnya dipotong pendek model crew cut. Oho, selama ini Wina memang ngidam banget punya cowok jantan begitu. Wina terkesima sebentar, lalu langsung lari ke telepon, menelepon Olga. Pake bahasa Rusia yang ada "ski-ski"-nya. Belakangan ini Wina emang lagi hobi ngomong ala Rusia. "Hai, Olski. Apa kabski" Gilski lo, barusan gue ngeliski coski kece sekalski!"
""Halo, ini Mami. Siapa nih, yang bicara""
"00, maaf, Tanski. Saya kira Olski. Olski-nya ke mana, Ski""
"Olski" Olski yang mana"" Mami bingung.
Wina tersadar, lalu mulai bicara normal,
"Maksud saya Olga, Tante. Olga ke mana""
"O, Olga. Dianya lagi ke Radio KIa KIa "
"Radio Ga Ga" Makasih, ya"" Telepon ditutup.
*** "Minggu siang itu di Radio Ga Ga, suasanya gak gitu rame. Cuma ada manusia beberapa biji. Itu juga para penyiar yang kudu lembur dan seorang satpam yang hidup dan matinya memang di situ. Olga sendiri yang iseng main ke sana lagi asyik ngeminyakin sepatu rodanya pake pembersih head milik Bowo di teras studio. Sibuk banget dia, sampai gak ngeliat ada seorang cowok kece udah duduk di dekat tiang penyangga bangunan.
"Lagi ngapain"" tanya cowok itu.
Olga menoleh, menatap cowok itu. Astaga, paten juga ni anak! Tapi kalo Olga lagi ngurusin sepatu rodanya, makhluk sekeren apa pun jadi terasa hambar aja. Enteng Olga bergumam, "Keliatannya lagi ngapain""
"Lagi jongkok, ya""
"Ih, tau aja deh kamu!"
Cowok kece itu tersenyum. Olga lalu berdiri, mencoba sepatu roda sebelah kanannya berkeliling teras. Ah, rasanya sekarang udah lumayan lancar. Tinggal yang sebelah lagi.
Si cowok rada kagum juga ngeliat ada cewek begitu demen dan sayang dengan sepatu roda. Soal sepatu roda, Olga emang paling-paling. Pernah suatu kali sepatu rodanya diumpetin waktu ia lagi siaran acara AMKM (Anda Meminta Kitanya Misuh-misuh). Olga dengan cueknya langsung memaki-maki yang ngumpetin tu sepatu lewat Radio Ga Ga. Dan sebelumnya, Olga sempat pula menelepon RRI dulu biar acara maki-makinya didenger orang se-Nusantara! Makanya jangan main-main dengan sepatu roda Olga.
Olga jongkok lagi. Menetesi roda-roda sepatu roda yang kiri.
"Kamu seneng main sepatu roda, ya"" tanya cowok itu.
Olga mengangguk sambil terus bekerja.
"Saya ke sini mau ketemu Mas Ray," ujar cowok itu.
""O ya" Kok nyarinya di sini" Apa udah ketemu"" Olga merespon sekenanya
"Belum. Mas Ray-nya gak ada."
"Emang orang yang satu itu sibuk terus, Mas. Susah ditemui. Maklum orang penting. Saya aja yang kerja di sini jarang-jarang banget bisa ketemu dia."
"Tapi kemaren saya kan udah janji mau datang. "
"Apalagi udah janji. Wong belon janji aja susah!"
Cowok itu bengong. "Situ kerja di sini""
"He-eh. " "Jadi apa""
"Maunya jadi apa""
"Kalo diliat dari potongannya sih, pasti kamu tukang terima tamu, ya""
"Kamu suka bercanda juga rupanya."
Roda kiri sudah diminyaki, Olga langsung memasang kedua sepatu di kaki dan melesat ke pekarangan.
Sementara di dalam studio Bowo lagi misuh-misuh gak jela
s kayak emak-emak, lantaran nyari-nyari pembersih head gak ketemu. Doi mau rekaman.
Pas sampe di teras, dia ngeliat ada cowok lagi jongkok megang pembersih head-nya.
"Hei, jangan bergerak!" bentak Bowo ala Hunter.
Cowok itu kaget. Langsung menjatuhkan pembersih head yang dia pegang.
"Apa yang lo perbuat dengan pembersih head gue" Dari tadi dicari-cari, gak taunya ada di sini. Ayo, balikin!"
"E-e, s-saya cuma mo ngeberesin aja. Tadi abis dipake tu cewek buat bersihin sepatu rodanya."
"Cewek mana""
"Gak tau. Katanya kerja di sini. Anaknya manis, rambutnya dikuncir."
"O, pasti si Olga!"
"Olga"" "Iya. Tu anak emang jail banget. Gue dari dulu dendam setengah mati," Bowo berkata dengan gemes. "Dulu, pas gue bawa mobil, dan parkir di deket pertokoan, kaca depan mobil gue sama Olga ditempelin kertas karton yang ada tulisannya: 'Mobil Ini Akan Dijual Murah, Hubungi Sdr. Bowo'. Gue kaget setengah mati pas sekelompok orang nyariin gue, tertarik mo beli tu mobil. Belum lagi kejailan lainnya. Kemaren sepatu gue ujung belakangnya dipakein dinamo. Trus ditaro di got. Olga manggilin semua penyiar di sini. 'Hei', kata dia, 'mau pada nonton balapan motor boat, nggak"' Gila, masa sepatu gue dijadiin motor boat. Gue juga ingetin ke elo supaya ati-ati. Karena Olga juga punya hobi ngejailin anak baru. Lo nggak diapa-apain sama dia""
Si cowok menggeleng. "Wah, kalo lo bisa sampe selamet dari keisengan tu anak, ini perlu diselidiki. Sebab waktu gue baru kali pertama ketemu dia, tu anak teriak-teriak begini, 'Hei, ada pembunuhan. Ada pembunuhan!' Gue kan kaget. Di mana, di mana, Ol" Dengan cuek-nya dia jawab, 'Di komik!'"
Cowok itu ketawa. "Jadi dia itu Olga yang sering siaran pas jam empat sore""
"Iya. Kenapa" Lo nge-fans sama dia""
"Nge-fans banget. Rumahnya di mana, sih" "
"Lebih baik lo jangan nge-fans deh sama anak jail begitu. Bisa-bisa lo jantungan terus dikerjain dia. Tapi kalo lo pengen tau juga, sini gue kasih tau alamatnya, sekalian gue mo nitip rudal Scud buat tu anak."
"*** "Olga dan Wina lagi bikin kartu-kartu Valentine dari kertas warna-warni pink di ruang keluarga, dan Papi lagi asyik ngikutin cerita Perang Teluk di balik korannya. Wina nanya ke Olga, apa Olga udah punya calon buat dikirimi kartu Valentine" Olga bilang ada cowok kece yang belakangan sering dateng ke sini. Namanya Randal. Ketemunya di studio Radio Ga Ga. Trus entah dapet alamat dari mana, dia jadi sering ke rumah Olga.
"Lo naksir doski""
"Kayaknya. Abis anaknya keren. Sekali-sekali gak apa-apa, dong, gue naksir cowok. "
Pas abis ngomong gitu, Mami dateng, ngasih tau kalo ada seorang cowok nyariin Olga di depan.
"Siapa, Mi""
"Yang biasa ke sini. Namanya Mami lupa. Sandal, kali."
"O, Randal." "Ya, Rudal. Cepet sana kamu temui...."
Olga bangkit. Wina mencekal tangannya.
"Siapska, Ol""
"Randal, yang tadi gue ceri tain. "
"Wah, gue pengen liat! Kenalin, ya""
"Ikut aja ke depan, yuk" Lumayan buat nemenin acara Valentine."
Wina ikut ngeliat ke depan. Dan kaget setengah mati sebab ternyata cowok yang dimaksud Olga adalah yang sering Wina liatin lagi jogging di dekat rumahnya.
"Eh, Wina..." "Halo, Eran..."
"Olga bengong. "Lho, udah kenal""
Wina cuma tersenyum. "Kita rumahnya cuma beda beberapa blok aja kok. Di rumah dia dipanggil Eran. Gue gak nyangka kalo si Eran yang lo ceritain tadi." Saking terkejutnya Wina gak ngomong bahasa Rusia lagi.
Randal gak lama. Cuma mau nganterin kaset Betty Boo pesanan Olga. Dia ada janji mau nganter mamanya.
Pas Randal pulang, Wina ngeliat Olga excited banget.
Wina nanya, "Lo nakskir berat ya sama dia" "
"Gak tau. Yang jelas dia baek banget. Perhatian banget sama gue. Dua kali sehari belakangan ini Randal selalu maen ke sini."
Wina diem gak banyak komentar.
"*** "Wina kaget pas sore itu Randal tiba-tiba berada di depan rumahnya, sambil tersenyum. Wina baru aja selesai keramas. Rambutnya yang ikal masih basah kuyup.
"Eh, Ranski, dari mana"" tanya Wina sambil menggosok-gosok rambutnya dengan handuk.
Randal masih tersenyum. Lalu duduk di teras. Wina ikut-ikutan duduk dekat Randal.
Randal nyante aja cerita, abis main bowling di KC. Trus kebetulan mampir sini, karena tadi diliatnya Wina lagi sibuk menggosok-gosok rambutnya yang abis dikeramas. Wina tentu aja gak ngeliat kedatangan Randal, sebab Wina menggosok-gosok rambutnya sambil nungging segala.
"Boleh, kan, saya mampir ke sini"" tanya Randal tiba-tiba, mengagetkan Wina yang lagi bengong ngedenger cerita Randal.
Wina agak gelagapan. "Ee-eh, ya boleh, dong. Namanya juga tetangga," jawab Wina.
Randal tersenyum lagi sambil menggeser duduknya makin dekat ke Wina.
Wina gak bereaksi. "Eh, Wina, kamu udah nonton Dances with Wolves, belon"" Randal kembali buka percakapan.
"Belon, tuh!" jawab Wina pendek.
"Wah, sayang. Bagus lo filmnya."
"Saya denger juga begitsku. Emangnya kamu udah nontskon""
"Belon"" ""Lho, belon nonton kok bisa bilang bagus""
"Tapi saya udah sering liat posternya...."
Wina menatap Randal sambil mengemyitkan alis. "Hebat juga kamu, baru ngeliat posternya aja udah bisa bikin ulasannya."
"Kamu nyindir, ya""
"Emangnya kamu merasa tersinskir""
"Iya." "Salahnya." "Eh, Win, soal film itu gimana kalo malam ini saya ajak kamu nonton""
"Malam ini" Gak salah denger, nih""
"Nggak. Kamu mau, kan""
Wina merenung sejenak. "Kamu gak ada acara, kan, Win"" Randal terus mendesak.
Wina menggeleng. "Jadi kamu mau kan diajak nonton""
Wina akhirnya mengangguk, walau tampangnya keliatan ragu.
"Eh, Randal, emangnya kamu gak ke Olska" lni kan malam Mingsku."
"Enggak. Emangnya Olga bilang saya mo ke sana""
"Enggak sih. Cuma namanya malam Mingsku, masak kamu malah nonton sama cewek laen."
"Ah, saya biasa-biasa aja kok sama Olga."
Wina tersentak kaget. Dia gak nyangka omongan Randal bakal segetir itu. Wina emang gak jelas apa betul Randal cowoknya Olga. Tapi dari cerita-cerita Olga, kayaknya dia udah "jadi" sama Randal. Wina sih percaya aja, soalnya Olga cerita udah sering jogging bareng di Senayan sama Randal. Malah sempet ke disko segela pas ultahnya temen Randal.
Terus-terang Wina jadi bingung denger omongan Randal barusan. Wina jadi gak konsentrasi lagi. Akhirnya dia coba mengakhiri pembicaraan.
"Eh, Ndal, sori deh, saya baru inget kalo ternyata saya ada acara."
Randal bengong. "Lho, katanya tadi..."
"Iya. Saya lupa, saya harus jemput Olga siaran. "
"Siaran" Emangnya Olga malam ini siaran""
"Gak tau, tuh. Mendadak kali."
Randal makin bengong. "*** "Nyatanya Wina emang ada janji sama Olga. Dengan Wonder kuningnya dan rambut setengah basah, Wina lantas cabut ke rumah Olga. Pas nyampe sana, Papi-Mami lagi mikir keras buat ngejawab kuis di radio yang berbunyi, "Siapa nama prajurit yang baris paling depan waktu Pasukan Multinasional melakukan serangan darat ke Irak""
Papi dan Mami tertarik. Sampai menempelkan kuping erat-erat ke speaker radio.
Makanya Wina dicuekin aja waktu nanya, "Apa Olski adska""
"Apa tadi pertanyaannya, Pi"" ulang Mami.
"Olski ada"!!!" pekik Wina.
"Eh, Papi, apa ada orang Amerika yang bernama Olski""
"Itu mungkin nama serdadu Rusia yang ikut memberi bala bantuan, Mi."
"Ah, Rusia kan gak ikutan!"
"Olski ada, Tante"!!" tanya Wina lebih keras.
Mami dan Papi baru sadar kalo ternyata di situ ada Wina. Lalu merenggangkan telinga mereka dari radio.
"Lho, kamu to, Nak, yang ngomong Olski-olski tadi""
"Iya, Oom. Apa Olski ada""
"Ada tuh di kamar," jawab Mami sepintas, lalu buru-buru menempelkan telinganya lagi ke radio
Wina langsung melesat ke kamar Olga. Tapi langkahnya jadi tertahan karena tiba-tiba Mami memekik memanggilnya.
"Hoi, Wina...!"
Wina berhenti, dan menoleh ke Mami. "Win kamu bisa bantu Tante ngejawab pertanyaan tadi""
"Nama prajurit yang berada di barisan paling depan" Itu sih gampang, Tante."
"Iya, siapa""
"Eddy Murphy, Tante!"
"Betul itu""
"Suer!" jawab Wina sambil jarinya membentuk "V" victory.
Mami kontan terlonjak girang, lalu dengan sigap mengusir Papi dari sampingnya.
"Pi, sana buruan telepon ke radio. Nanti keduluan orang lain. Jawaban anak ini pasti betul."
Papi segera bangkit, karena Mami menyuruhnya sambil diselingi cubitan di paha segala.
"Jadi Eddy Murphy ya, Nak, namanya""
"Beg itulah, Oom, setau saya."
Papi ragu. "Eddy Murphy apa bukan penemu mesin uap""
"Bukan. Itu sih James Dean."
"Oke." Papi pun langsung dengan sigapnya menyambar gagang telepon. Wina sambil cekikikan langsung melesat ke kamar Olga. Di kamar, ternyata Olga lagi goyang-pinggul diiringi lagu Valentine's Day dari Betty Boo. Wina terharu melongok dari balik pintu. Kaset itu pemberian Randal
"Halo, Olska." "Eh, Wina! Bikin kaget aja."
"Gak ke mana-mana, nih""
"Enggak." Olga duduk di tepi ranjang sambil melap keringetnya. "Tadinya Randal mo ngajak ke ulang tahun temennya, tapi gak jadi. Dianya harus ke airport nganter papanya. "
"Ke airport"" Wina bertanya heran
"Iya. Gak pa-pa, kok. Itu kan lebih penting. "
Wina diem-diem sedih ngedengernya.
"Kenapa, lo kok jadi aneh gitu""
"Ah, enggak. Nonton Dances with Wolves, yuk""
"Yuk!" Olga dengan lincah melompat ke kamar mandi. "Wait for five minutes!"
*** "Malem itu Wina berbaring di ranjangnya. Di luar hujan rintik-rintik membasahi pohon jambu cingcalo. Pikiran Wina ruwet dan bingung. Soalnya dia harus ngasih tau ke Olga kalo Randal itu cowok yang gak begitu baik. Wina gak mau Olga nantinya kecewa. Tapi Wina gak tau, harus ngomong gimana ke Olga. Nanti malah dikira Wina gak suka kalo Olga jadi sama seseorang.
Setau Wina, Olga jarang banget suka ama cowok. Tapi sekalinya suka, kok ya dapet yang tipe kayak Randal. Anak itu emang sopan, keliatan baik, penuh perhatian dan kece berate Tapi sayangnya dia sangat tau memanfaatkan kecakepannya untuk membuat banyak cewek terjebak.
Demi Olga, Wina harus ngomong. Wina tau Olga bakal kecewa. Tapi itu lebih baik daripada nantinya Olga cuma jadi cewek sosotan Randal. Besok udah hari Valentine. Wina pengen ngeliat Valentine kali ini Olga bisa ngerayain. Bisa berbagi rasa sama orang yang disayangi. Tapi Wina gak rela kalo cowok itu Randal.
Besok paginya, pas Kamis, 14 Februari, Wina dateng ke rumah Olga. Jemput Olga sekolah. Olga keliatan riang dengan pita wama pink di rambutnya dan polesan lipstik merah muda di bibirnya. Dari dalam tas, menyembul bungkusan wama pink. Wina tau itu kado. Dan Wina jadi sedih. Dia ngebayangin Olga bakal ngasih hadiah buat Randal.
Saat mereka melaju di jalan raya, Wina buka mulut. "Ol, gue mau ngomong soal Randskal. Lo gak keberatan, kan""
""Gue udah tau apa yang mau lo omongin," jawab Olga lembut.
"Udah tasku"" Wina melonjak kaget.
"Ya, gue udah tau, Randal tu cowok yang gimana. Di studio, dia udah sering ngajak jalan Sandra."
Wina menatap Olga sedih. "Lo gak kecewska, Ol""
"Kecewa, tapi juga bahagia."
"Bahagskia""
"Ya," suara Olga terdengar makin lembut.
"Gue ngerasa bahagia karena bisa mencintai seseorang. Bisa punya perasaan khusus buat seseorang. Punya sesuatu yang bisa dikasih perhatian. Sesuatu yang selama ini gak pernah gue miliki. Gue gak gitu peduli siapa orang yang gue cinta itu. Apa dia punya perasaan kayak gue atau enggak. Biarin aja. Tapi bahwa bisa ada cinta tumbuh di hati gue, itu yang bikin gue bahagia."
Wina menatap Olga terharu.
Wonder kuning Wina memasuki pekarangan sekolah.
Ya, memang ada sesuatu yang aneh tentang cinta. Apa kamu bisa ngebayangin hidup tanpa punya sesuatu yang bisa kamu sayangi" Karena rasa sayang terhadap sesuatu itulah yang membuat orang punya gairah untuk satu kehidupan yang lebih baik. Orang berlomba mengejar semua mimpinya karena merasa punya sesuatu yang harus diperjuangkan. Sesuatu itu bisa seperti Olga menyayangi sepatu roda dan Olzzya, bonekanya. Bisa kamu terhadap kucing peliharaan, bisa pacar, bisa apa aja. Yang jelas ia bisa memberi dorongan buat seseorang.
"Win," suara Olga memecah kesunyian.
"Ol." "Hadiah Valentine ini buat kamu."
"Buat sayska" Kenapa, Ol""
"Karena gue gak bisa nemuin orang yang lebih gue sayangi selain kamu."
Mata Wina langsung berkaca-kaca.
"Kamu gak bercanda kan, Ol""
"Gue gak pernah bercanda untuk satu hal yang gue anggap serius, Win. Lo temen yang baik, Win."
Olga mengangsurkan bungkusan pink-nya ke Wina.
Wonder kuning itu parkir di bawah pohon rindang.
Mulut Wina terasa getir. "T-tapski, Ol, gue belum nyiapin
hadiah buat lo..." Olga tersenyum. "Nanti siang masih ada waktu buat nyari hadiah."
Wina ketawa sambil memeluk Olga.
"Trims, Ol. Lo mau kado apa dari gue""
""Jam tangan wama pink."
Wina terhenyak. "Kado lo ini isinya apa"" tanya Wina. Olga membuka pintu, dan berdiri di atas rerumputan. Kepalanya dilongokkan ke jendela, dan ia menjawab, "Sendal jepit pink."
"Olga gila!" Wina dengan gemes mau ngejitak kepala Olga.
Tapi Olga sudah berjalan di atas rerumputan lembut. Bersenandung perlahan, "I love to love..."
" 7. Skrebel "PUKUL satu siang, Olga masih sibuk ngebuka kaus kakinya, ketika Mami menjerit-jerit memanggil dari arah loteng.
"Auowooo! Olgaaa, cepet dikit dong. Kok lama amat, sih"" teriak Mami untuk yang kesepuluh kalinya.
Olga sih kalem aja menarik kaus kaki pink yang sebelah kiri, dan memasukkan ke dalam sepatu. Lalu menarik kaus kaki yang sebelah kanan, yang ujungnya sedikit sobek, sehingga jempol Olga nampak menari-nari dengan riangnya. Olga bukannya gak punya kaus yang lebih bagus, tapi Olga emang seneng bermain-main dengan jempol kakinya sebelum atau sesudah memakai sepatu. Makanya Olga sengaja memilih kaus kaki yang ujungnya bolong dikit. Dan Olga suka rada gokil menggambari jempolnya dengan rupa-rupa wajah. Kadang mirip Papi, kadang mirip Mami kadang mirip Wina. Tergantung siapa yang lagi dibenci saat itu.
Dan saat ini Olga asyik memain-mainkan jempolnya yang digambar mirip Mami.
"Olgaaa..., cepetan dong! Jangan sampe Mami mo marah, deh!"
Puas bermain dengan jempol kakinya, dan memasukkan kaus kaki ke dalam sepatu Olga lalu bangkit menuju kulkas. Teriakan Mami yang masih terus memanggil seolah gak digubris Olga menarik botol minuman, dan langsung meneguknya dari botol sampe ludes. Udara emang panas siang itu.
Dan Olga masih sempat menyikat dua semangka dingin dari kulkas, sebelum akhirnya rada ngeh dengan panggilan Mami. Sebab kali ini Mami memanggilnya sambil membanting-banting panci segala. Jadi rame sekali suasananya.
"Olgaaa!" jerit Mami. Krompyang!
"Ya, Miiii"" jawab Olga. Krompyang!
"Cepetan, dong!" jerit Mami lagi. Krompyang! .
"Sabar dulu, kek, Mi!" jawab Olga lagi. Krompyang!
Tiba-tiba Mami terperanjat. Olga juga. Rupanya waktu ngejawab tadi, Olga ikutan ngebanting semua panci yang ada di rak piring. Takut Mami tambah marah, dan takut suasana jadi berubah kayak Perang Teluk, Olga buru-buru lari ke tangga atas, menghampiri Mami.
Olga 03 Cover Boy di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Beberapa hari ini tingkah Mami memang rada aneh. Dan Olga yang kena getahnya. Makanya Olga sebel banget. Ya, sejak Mami ikut kursus bahasa Inggris karena sodara-nya yang di Eropa bulan depan mo dateng, Mami jadi keranjingan main skrebel (dibaca: scrabble, ya"). Alasan Mami, biar memperlancar bahasa Inggrisnya. Dan Olga jadi kerepotan karena selalu diminta nemenin Mami main. Setiap pulang, Mami udah duduk manis di loteng sebelah kamar Papi, siap dengan skrebelnya. Lalu memaksa Olga nemenin main. Kalo Olga nolak, Mami pasti marah-marah. Coba, siapa yang gak kesel, lagi capek-capek abis belajar seharian di sekolah, pulangnya malah disuruh main skrebel. Padahal niat Olga pengen segera bobok, atau dengerin lagu slow sambil tiduran di kamar.
Sebetulnya bukan cuma Olga yang sengsara dengan hobi baru Mami. Papi juga ikut-ikutan kena getahnya. Sepulang kantor, atau malam hari selagi hobi Mami kumat, Papi diminta jadi lawan main. Papi terpaksa melayani, walau dengan mata ngantuk. Soalnya kalo nolak, Mami bakal mencak-mencak
Dan kalo udah ngambek, Mami suka mengaitkan dengan masalah Palestina, eh, dengan masalah masa pacaran dulu.
"Asal Papi tau aja, dulu yang naksir Mami tu banyak, lho. Tapi akhirnya kejebak milih Papi, lantaran Mami kasian ama Papi. Eee, sekarang disuruh nemenin main skrebel aja ogah. Lelaki macam apa Papi ini. Gak punya rasa terima kasih," sungut Mami mangkel.
Kalo udah gitu, Papi cuma nurut tanpa berani protes.
"Udahan, ya, Mi. Olga capek, nih!" Olga mulai keliatan suntuk berat, ketika permainan skrebelnya udah mencapai sebelas rit.
Tapi Mami masih keliatan semangat, dan tentu menolak mentah semua permohonan genjatan senjata.
"Tanggung, d ikit lagi!" elak Mami.
Olga yang rasa keselnya udah memuncak, mulai bermain ngaco. Nyusun kata-katanya mulai aneh-aneh, hingga membuat Mami heran.
"Nggak salah kamu, Ol" Setau Mami gak ada kata 'phytax' dalam bahasa Inggris" " duga Mami ragu, ketika Olga seenaknya menyusun kata di papan permainan skrebel.
"Ada, Mi. Mami aja yang gak tau," ujar Olga sok tau.
"Artinya apa, Ol""
"Artinya gini, kalo Mami ngejedukin kepala Mami, trus luka, nah, pas luka itu sembuh, maka di pala Mami akan ada sesuatu yang dalam bahasa Inggris disebut 'phytax' ."
"Ooo," Mami manggut-manggut bego.
Permainan berlanjut lagi. Makin lama, makin banyak kata-kata aneh yang diciptakan Olga. Seperti "ngibrith", "benzol", dan lain-lain.
Olga terus nyari alasan biar bisa udahan.
"Wah, iya, Mi. Olga baru inget mo nengokin Wina. Soalnya tu anak kena radang tenggorokan gara-gara kemaren ketelen sikat gigi. Sekarang mamanya lagi bingung, Mi," ujar Olga.
"Bingung gara-gara Wina nelen sikat""
"Bukan. Bingung gara-gara yang ketelen Wina itu sikat gigi kesayangan maminya. Sekarang maminya gak tau mau sikat gigi pake apa." Olga terus nyari alasan buat menghentikan permainan.
Mami yang merasa terganggu, karena Olga terus-terusan merengek, gak bisa berbuat apa-apa. "Ya, udah. Sana tengok si Wina. Tapi pulangnya main skrebel lagi, ya"" usir Mami
"Oke, Mi!" ucap Olga dengan wajah berseri, dan langsung ngibrit.
*** "Sampe di rumah Wina, Olga ternyata disambut hangat dengan sepasang sendal jepit pink yang melayang ke jidatnya.
"Lho, apa-apaan, nih"" jerit Olga sambil mengelus jidatnya yang benzol.
"Tuh, sendal jepit lo gue pulangin. Gue gak butuh lagi!" jawab Wina sambil ngikik.
Olga lalu ikut-ikutan ngikik, karena inget kalo sendal jepit itu hadiah Valentine-nya buat Wina yang sekarang bentuknya udah gak keruan lagi. .
"Untung lo dateng, Ol. Gue lagi kesepian, nih," ucap Wina sambil merebahkan tubuh sintalnya di atas bantal. Olga mencomot pizza yang ada di meja.
"Eh, Win, kemaren waktu gue nonton Bad Influence, gue sampe pindah tempat duduk tiga kali," ujar Olga sambil duduk di sofa.
Wina memandang Olga sambil bertanya, "Emangnya kenapa" Banyak cowok jail yang nyolek-nyolek kamu""
""Ya, pada akhirnya. Setelah pindah ke tempat duduk yang ketiga," ujar Olga kalem.
Wina mikir bentar, lalu tertawa. "Dasar genit lo!"
Olga ikut ketawa. "Tapi, Win, seb"nernya kedatangan gue ke sini mo minta bantuan lo. Gue lagi ada problem nih, sama mami gue."
"Ada apa lagi, Ol""
"Gini, Win, gara -gara ikut kursus Inggris Mami sekarang lagi maniak main skrebel. Gak siang, gak malem. Gue disuruh nemenin melulu. Nyebelin gak tuh. Mana gue kurang suka main skrebel."
"Skrebel" Ooo, seperti. yang suka ada di jalanan itu" 'Awas Ada Galian Skrebel'"" tanya Wina polos.
"Itu sih 'Galian Kabel', goblok! Ini skrebel yang permainan itu. Yang nyusun kata dalam bahasa Inggris."
"Ooo." ""Iya, gitu. Tiap hari gue disuruh nemenin terus. Sampe gue sebel. Lo punya ide gak buat ngilangin kebiasaan buruk mami gue, Win""
Pendekar Harpa Emas 2 Wiro Sableng 055 Misteri Dewi Bunga Mayat Rahasia Mo-kau Kaucu 6