Pencarian

Freelance 1

Olga 08 Freelance Bagian 1


FREELANCE Ebook by Lheeyaa - OCR by Raynold
1. FREELANCE "MALAM itu dinginnya nggak ketulungan, menusuk tulang. Anjing di ujung gang yang biasanya melolong, kini bungkam bukan lantaran giginya ompong. Anjing itu membenamkan dirinya dalam-dalam di teras rumah Olga, tepat di bawah sofa butut. Di situ emang agak-agak anget, soalnya suka didudukin sama Mami Olga lama-lama sambil merajut. Dan kamu tau sendiri kan, bekas tempat duduk Mami selalu anget, kayak penggorengan abis dipake. Dan keangetan itu kadang bertahan semalaman. Makanya anjing liar itu betah banget tiduran di bawah sofa itu. Udara yang dingin menggigit, menyebabkan tu anjing enggan melolong.
Saat itu si Olga pun lagi dengan centilnya melingker di kamar. Dingin yang masuk lewat kisi-kisi jendela bikin ngoroknya makin nyaring. Terdengar bersaut-sautan dengan ngoroknya Mami di- kamar sebelah. Mami tidur menguasai tiga perempat ranjang, sedang Papi Olga yang kurus terdesak ke pinggir ranjang. Nyaris jatuh. Saat itu Papi ngimpi lagi asyik "rock-climbing, bahaya jurang yang menganga di bawahnya amat mengancam.
Hujan yang tadinya rintik-rintik mulai menderas. Tiba-tiba aja dalam mimpi Olga mendengar namanya dipanggil di antara bunyi titik-titik hujan. "Olgaaa... Olgaaa!"
Olga yang sedang lari-larian dalam tirai hujan menoleh, melihat sosok gagah Leonardo DiCaprio, bak Romeo mengejarnya sambil tangannya menggapai, "Olgaaa..., my Juliet... wait for me...."
Olga hanya tertawa menggoda, dan terus berlari. Hilang di balik tebalnya tirai hujan.
"Olgaaa... Neng Olgaaa!"
Olga tersentak kaget. Tiba-tiba suara Romeo berubah cempreng. Frekwensi suara cempreng itu menusuk-nusuk kuping Olga. Olga merasa terganggu, dan akhirnya terbangun.
"Olgaaa... Neng Olgaaa... Ini aye, Somad bin Indun. Sukaanny-e Olga... Aye kedinginan ngarepin cinta Neng Olgaaa...," terdengar suara cempreng dari arah luar jendela. Olga terjaga. Wajahnya tegang seperti baru ngerasain mimpi buruk.
"Neng Olgaaa..." terdengar lagi suara cempreng itu.
Tadinya Olga nggak begitu yakin, dikira suara itu cuma dalam mimpi. Tapi makin terkumpul kesadarannya, makin jelas suara yang memanggil-manggil itu. Olga kaget, "Hah" Jadi Olga nggak ngimpi" Itu Romeo beneran""
"Terus terang Olga tadi sore emang abis nonton laser Romeo and Juliet. Jadi cerita yang mengharukan itu masih nempel jelas di otaknya, dan kebawa mimpi.
"Olga... my Juliettt!!!"
Olga kaget lagi. Ia bangkit dari ranjang, lalu dengan deg-degan mengintip ke luar rumah lewat gorden. Dari situ ia melihat seorang perjaka yang dagunya ditumbuhi jenggot, tapi sama sekali nggak keliatan nge-grunge. Perjaka yang berjudul Somad itu lagi menggigil kedinginan sambil megangin pagar rumah Olga.
Sekujur tubuhnya basah. Anjing yang tidur di bawah sofa aja males mau ngejenguk tu orang, apalagi orang-orang di dalam rumah Olga. Soalnya ini emang udah jam sebelas malam. Ujan-ujan lagi. Saat paling perfect buat ngorok.
Tapi Somad dengan suara cempreng dan nyaringnya tetap memanggil dalam ujan. Seolah ingin membuktikan cintanya, yang nggak kalah sejati dengan Romeo.
"Neng Olgaaa! aye Somad bin Indun. Aye kangen berat sama Eneng!" suar" cempreng Somad makin membuyarkan fantasi Olga.
"Hah" Somad" Hiii, ngapain tu orang teriak-teriak di situ"" Olga bergidik takut, dan serta-merta melompat ke tempat tidur.
Sementara di kamarnya, Mami pun terbangun mendengar ada suara yang memanggil Olga. Seperti biasa, Mami membangunkan Papi. Dan seperti biasa pilla, Papi cuek aja dibanguni Mami.
"Pi, kok seperti ada suara orang memanggil Olga""
Papi membalik badan, "Ah, paling cuma tetangga mengigau... atau kucing..."
Papi tidur lagi. "Kucing"" Papi mendengkur. Walhasil, semalaman itu tidur Mami dan Olga terus terganggu jeritan Somad di tengah derai hujan. Jadi, sampe detik ini, Somad masih terus mengejar-ngejar Olga. Dan Olga lama-lama mulai nyesel juga. Gara-gara jadi penyiar di Radio Ga Ga, idupnya yang semula adem tentrem tiba-tiba terganggu dengan hadirnya penggemar berat yang tergila-gila pada dia. Yaitu.. Somad. Kalo cakep sih nggak masalah, nah ini boro-boro tergolong c
akep. Untuk masuk kategori "cowok biasa-biasa" aja masih belum layak!
"Esoknya, di depan sekolah Olga, bel baru terdengar berdentang lantang dan lama. Suara bel itu langsung disambut teriakan riuh anak-anak SMU yang norak-norak bergembira.
Sementara di depan pekarangan sekolah, beberapa anak berseragam yang abis bolos pelajaran terakhir sedang asyik jongkok, ngejogrok di depan tukang lotre koprok, lagi mengadu untung keci1-keci1an dengan abang lotre. Mereka tampak khusyuk dan konsentrasi banget mengadu untung di atas kertas lotre yang digelar pake karton di jalanan. Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh benda yang melesat dengan kecepatan luar biasa di tengah-tengah mereka. Kontan semua yang nongkrong di situ kaget setengah mati. Lotre koprok-nya jadi berantakan! Ketika menoleh mereka langsung geram. Ternyata yang melintas tadi nggak lain adalah Olga dengan sepatu roda in-line skate-nya. Ya, Olga sekarang udah nggak pake sepatu roda yang rodanya empat kayak mobil truk lagi, dong! Sekarang kan lagi model sepatu roda yang rodanya sebaris," alias in-line skate. Olga jelas nggak mau ketinggalan. Dan berkat kecanggihan in-line skate itu, kecepatan lari Olga jadi makin gila-gilaan.
Sambil tetap dalam posisi meluncur di atas in-line skate, Olga menoleh sambil tersenyum bandel pada para penjual lotre dan anak-anak yang pada mencak-mencak itu.
Dan dari arah kerumunan anak-anak SMU yang baru keluar dari pintu gerbang, kemudian menyeruak Wina, berlari-lari mengejar Olga. "Olgaaa... mo ke mana lo" Tungguin dong!!! Gue ikut dooong!"
Olga tetap dalam posisi meluncur, menoleh di atas in-line skate-nya, "Jangan, Win. Gue mo siaran ke Radio Ga Ga. Ntar sore aja lo gue telepon. Oke""
"Lo siaran lagi di Radio Ga Ga""
"Olga mengangguk. "Besok aja lo ikut ya" Soalnya urusan gue agak banyak!"
Wina tampak kecewa. Tapi seketika wajahnya terkejut. Sebuah mobil dengan kecepatan tinggi meluncur ke arah Olga yang sedang menyeberang dengan in-line skate. Wuzzz!!!
Wina berteriak. "Olgaaa, awaaaas!!!"
Olga kaget, secara reflek ia menghindar. Tapi kemudian keseimbangan tubuhnya jadi nggak terjaga. Ia jadi tak bisa mengendalikan diri, dan berteriak-teriak sambil tubuhnya meluncur ke luar jalan. Penjual lotre dan anak-anak cowok bersorak menyukuri Olga. Sementara Olga makin setengah mati menjaga keseimbangan, dan nyasar masuk ke pekarangan rumah orang.
Di pekarangan itu seorang ibu tampak sedang menjemur pakaian di seutas tali rafia yang ia rentangkan melintang halaman. Tiba-tiba ia dikejutkan oleh Olga yang meluncur menerjang jemurannya. Tali rafianya putus dan baju-bajunya menyelimuti Olga. Si ibu dan Olga berteriak-teriak. Olga terus meluncur ke pekarangan belakang, dan mendarat dengan empuk di situ. Ibu itu berlari-lari ke arah Olga. Lalu dengan susah payah Olga keluar dari tumpukan baju cucian yang kotor kena tanah.
Wajahnya baret-baret dan rambutnya berantakan. Pokoknya ancur banget deh! Si ibu yang tadinya mo marah, jadi ketawa ngeliat tampang Olga.
Olga lalu mengangkat kedua kakinya dari tumpukan baju, untuk melihat sepatu rodanya. Seketika ia melotot. Roda in-line skate-nya lepas dan patah. Olga menjerit histeris, "Oh, sepatu rodakuuu!!!"
Di Radio Ga Ga siang itu, Jo, seorang penyiar bawel yang ngegantiin Olga selama Olga nggak ada, sedang asyik mengetik buat bahan siarannya di ruang karyawan sambil makan kacang kulit. Ucup, si penyiar senior yang prestasinya tetap junior, masuk sambil menenteng helm dan mengenakan jaket kulit Harley Davidson.
Ketauan betul ia baru datang naik motor barunya. Dan seperti biasa, baru begitu aja dia langsung nyombong. Sambil bergumam sendiri, dia berujar seraya menuju ke tempat duduk kerjanya, "Motor baru, semangat baru. Sejak punya motor baru, gue jadi nggak usah repot-repot jalan kaki kalo mau ke bank!"
Begitu melewati meja Jo, Ucup secara reflek mau mengambil kacang kulit dalam stoples di meja Jo. Tapi Jo buru-buru mengambil stoplesnya, hingga tangan Ucup mendarat di meja kosong. Dua orang ini emang musuh bebuyutan.
"Terang aja, lo nggak usah ke bank! Sejak beli motor cicilan, lo mana punya uang lag
i buat ditabung"" ejek Jo.
"Sirik aja lo!"
"Lagian, baru nyicil motor aja udah segitu sombongnya..."
"Eh, Nenek Sihir, kalo nggak mampu beli jangan ngiri dong!"
"Nggak mampu" Kalo gue sih, BMW juga dapet gue beli. Sayangnya gue nolak pas ada produser nawarin gue main di film Misteri Bebek Iblis."
"Oya, gue denger juga berita itu. Lo ditawari peran utama yang jadi bebek iblisnya, kan""
"Sial lo!" Nggak lama kemudian Mas Ray, bos Radio Ga Ga yang masih muda dan ganteng, muncul dengan berkacamata hitam model baru. Mas Ray memandang kedua anak buahnya yang udah siap-siap mau perang.
"Heh, Ucup! Jo! Kerja yang bener ya" Saya ngegaji kalian bukan untuk ngerumpi. Out put perusahaan kita selalu lebih gede dari input-nya. Dan Ucup, joke-joke di siaran kamu garing semua. Kalo rating-nya nggak naek-naek, mending kamu baca laporan harga tomat gondol aja...."
Ucup diem, menelan ludah. Tapi nggak bisa ngomong apa-apa. Mas Ray lalu melangkah mau masuk ke ruangannya. Tapi tiba-tiba langkahnya terhenti, memandang ke sekeliling.
"lo" Kenapa mati lampu""
Jo bengong, menoleh ke sekeliling. Kayaknva terang benderang deh. Kemudian Jo memandang Mas Ray, lalu ketawa, "Aduh, Mas Ray, itu kacamatanya belum dibuka..."
"Mas Ray langsung kikuk, malu, wajahnya merah padam. "Oh, ya... Saya lupa..." Mas Ray buru-buru melepas kacamatanya, dan masuk ke ruang kerjanya.
Saat itu Olga nongol dalam keadaan dekil. Ucup langsung menyambut mesra en anget.
"Halo, Ol! Aduuuh, Olga! Apa kabar" Kangen nih, udah lama nggak ketemu!"
"Halo juga, Cup! Gue juga kangen udah lama nggak diutangin lo!"
Ucup tersipu, "Ah, Olga suka nostalgia aja nih!"
"Nostalgia apa" Sampe sekarang Ucup masih hobi ngutang!" tukas Jo.
Jo lalu menatap Olga. Olga menatap Jo.
"Oh, elo yang namanya Olga" Mantan penyiar sini yang terkenal ngocol itu" Kok dekil amat sih" Trus, mau ngapain ke sini lagi""
"Mau ketemu Mbak Vera. Cup,,,Mbak Vera ada""
"Ada tuh di ruangannya...," ujar Ucup.
Tanpa menunggu lama, Olga langsung masuk ke ruangan Mbak Vera. Dalam keadaan dekil, plus rambutnya awut-awutan. Mbak Vera sih udah mafhum sekali akan keajaiban anak ini. Iya, kecelakaan kecil begitu sama sekali tak mengurungkan niat Olga untuk dateng ke Radio Ga Ga. Dia udah nggak sabar mo kangen-kangenan dengan Mbak Vera di ruang kerjanya.
Iya loo. Kamu kan tau, si Olga ini sejak menjamurnya TV swasta sempet kerja di TV sebagai pembawa acara. Tapi karena Olga udah telanjur cinta sama kerjaannya di radio, yang dianggepnya lebih rileks dan nggak usah mikirin penampilan di depan kamera, Olga cabut dari TV swasta, dan berniat balik lagi ke Radio Ga Ga.
Mereka langsung menjerit, kangen-kangenan.
"Olgaaa!" "Mbak Veraaa!" Dan Olga pun mengutarakan niatnya mo balik ke Radio Ga Ga. "Tapi Olga tetep freelance aja ya, Mbak" Mbak kan tau sendiri, Olga nih orangnya nggak bisa diiket dan bosenan. Tapi mudah-mudahan Olga nggak bakal ninggalin Radio Ga Ga lagi. Cuma mungki" Olga tetap bisa minta ijin, jaga-jaga kalo-kalo ada yang nawarin main sinetron... Hehehe...," ujar Olga panjang-lebar.
Mbak Vera tersenyum, "Mbak sih pada dasarnya nggak masalah. Mbak seneng kamu mau balik lagi, siaran di Radio Ga Ga. Selamat datang ya" Oya, selama kamu nggak ada, kita punya penyiar yang ngocol juga. Namanya Jo. Lengkapnya Jovanka Tambayong. Tapi masih kalah ngocol kok sama kamu. Dan Jo itu orangnya agak-agak rese juga. Tapi dia punya penggemar juga."
"Oya, tadi Olga udah ketemu kok di depan. Olga udah kenalan."
"Ya udah. Kapan kamu mulai mo kerja di sini lagi""
"Besok boleh, Mbak""
""Siapa takut" Tapi honornya nggak nambah, kan""
"Nggak. Asal kebeli in-line skate baru aja!"
Mbak Vera melotot. "Di rumah Mami lagi asyik nonton telenovela, ketika Papi, yang jadi dosen matematika di sebuah universitas swasta, dateng dari kampus sambil membawa tas kulit. Papi kalem aja berjalan masuk. Mami mengira yang bar,u dateng itu Olga. Mami melihat ke arah jam. Pukul 16.30.
Sambil matanya asyik di layar kaca, ia langsung ngoceh, "Dari mana aja kamu, Ol" Jam segini baru pulang""
"Ini Papi, bukan Olga. Makan siang masih anget
, kan"" Mami kaget, dan menoleh, "Papi! Kok jam segini udah pulang" Nggak ngasih kuliah tambahan""
Papi duduk di sofa di samping Mami. Sambil melepaskan kancing atas bajunya, ia berujar kalem, "Nggak"
"Papi ini susah deh. Idup makin susah begini bukannya usaha keras, malah santai-santai. Masa mau ngegerogotin deposito Mami terus" Niet lui atuh, Schatf," omel Mami dengan bahasa gado-gadonya. Sunda campur Belanda. Kalo jadi anak sih, pasti yang blasteran begitu bakalan enak diliat. Tampangnya kece dan laku main sinetron. Tapi kalo cuma gaya ngomong yang blasteran, mana enak didenger" Dasar Mami!
"Dan Papi, sama sekali cuek sama omelan istrinya. "Papi laper nih. Belum makan."
Mami langsung teriak, "Bik Inaaah, ini Tuan mo makaaan!!!"
Papi kaget, sampai tutup kuping mendengar jeritan Mami.
"Pi, si Olga tuh belum pulang! Olga tadi nog niet gekomen! Pasti kelayapan lagi tu anak!"
"Ah, paling main sama Wina. Nggak apa-apa kan Mam."
"Hoe dan, enteu naon-naon! Papi tau, ulangan Olga belakangan ini kan makin jeblok aja!"
"Mau gimana lagi" Buah kan jatuh nggak jauh dari pohonnya!"
Mami melotot sebal ke arah Papi. Papi langsung pura-pura baca koran, supaya nggak disemprot.
Tak lama kemudian Olga pulang. Saat itu udah menjelang magrib. Dengan baju seragam dekil, dandanan kacau-balau, dan menenteng sepatu rodanya yang rusak. Ransel kecil, seperti biasa ada di punggungnya. Mami jelas melotot kaget melihat Olga datang. Udah pulangnya telat, dekil pula! Mami langsung menyenggol Papi yang asyik baca koran, supaya suaminya itu juga merhatiin anaknya yang kayak abis kalah perang itu. Lantas langsung aja Mami teriak menegur Olga. Dalam hal nyablak-menyablak, Olga dan maminya ini emang saingan berat.
"Olga!!! Dari mana aja kamu jam segini baru pulang" Mana dekil banget lagi" Waarom ziet je er slordig uit, pisan"Kamu ini cewek model apaan sih""
Olga nggak mau kalah, ikutan menjerit, sambil mengacungkan in-line skate-nya. "Mami!!! Mami nggak liat nih" Olga abis kecelakaan! Nih, sepatu roda Olga sampe ancur lebur!"
"Makanya, kalo main sepatu roda tuh ati-ati dong! Kamu sih suka nekat aja! Orang lain nggak main sepatu roda juga bisa idup! Udah sana mandi, trus belajar! Nilai ulangan kamu kan jeblok melulu!"
"Ah, kemaren Olga ulangan fisika dapet nilai delapan kok..."
"Delapan dari mana" Orang dapet empat kok!"
"Iya, kan bagi dua sama Wina.... Kita kompak lho..""
Mami melotot. Dan ternyata kegokilan Olga emang belum sembuh-sembuh juga. Dan meskipun freelance, Olga sekarang udah kerja lagi jadi penyiar di Radio Ga Ga. Tentunya yang girang banget ya si Somad. Bagaimana usaha Somad selanjutnya dalam mengejar cinta Olga" Kita mulai aja yuk petualangannya!
" 2. KUTUKAN SEIKAT BUNGA "DI sebelah sumur di belakang rumah Somad, ada bak yang tampak kering kerontang. Nyak Somad yang siap-siap mau mandi sambil nyuci-nyuci, langsung jadi urung. Ia bertolak pinggang sambil geleng-geleng kepala dan menjerit, "Maaad! Somaaad! Elo emang kagak tau diuntung. Udeh jam segini, sumur masih belon ditimba. Somaaad!"
Tak ada jawaban dari Somad.
Nyak penasaran. Tapi belum sempat ia beranjak, tiba-tiba aja Somad keluar dari dalam rumah dengan berpakaian rapi, berdandan necis, dan memakai kacamata hitam. Yang lebih membuat enyaknya kaget, Somad membawa seikat mawar segar.
"Astage, mao ke mane lo" Belon nimba, belon ngisi bak, dandanan lo udeh kayak pegawe bank aje."
"Aye ade urusan di luar, Nyak," ujar Somad cuek sambil membetulkan jambulnya.
"Urusan ape lagi" Entu sumur timba dulu. Kalo elo kagak nimba, entar elo kagak boleh makan di rumah," ancam si Nyak.
"Orderin ke orang aje. Entar potong sama jatah makan aye."
Nyak Somad mendengus kesal. Ia memperhatikan ikatan kembang di tangan Somad.
"Kembang siape nih elo embat"" Nyak agak-agak curiga dan langsung menuduh, "Kagak salah lagi, elo pasti tadi bangun subuh, terus elo bukannye nimba aer tapi malah kelayapan ke rumah tetangga-tetangga kite, elo metikin kembangnye. Hayo, ngaku lo!"
"Duile, Enyak segitu kejamnye sama aye" Nuduh anak kagak kira-kira. Dosa, Nyak, dosa. Ini kembang aye beli pake
duit celengan aye." Nyak mendengus lagi. "Kembang elo beli, mending ade gunanye. Kangkung tuh lo beli, pan bisa ditumis. Eh ni mau ditumis pake ape" Rasenye juga kagak selegit kangkung."
Somad menghela napas dan langsung ngeloyor tanpa permisi. "Susah ngomong sama Enyak. Ribet. Udeh deh, aye pergi aje."
"Mao ke mane lo""
"Mao nemuin sukaan aye, calon mantu Enyak. Nyang biase, si Olge. Ia pan sekarang udah siaran lagi di Radio Ga Ga... Ini sekadar ucapan welkom aja di Radio Ga Ga!"
"Pagi-pagi begini" Ape kagak takut digigit herdernye""
"Kagak. Aye malah takut digigit Enyak. Lagian aye kan mau ke Radio Ga Ga, bukan ke rumahnye. Aye pamit ye, Nyak. Assalamualaikum."
"Waalaikumssalam."
Meski masih kesal, Nyak Somad memandang kepergian anaknya yang membawa sejuta harapan. Akhirnya, Nyak Somad terpaksa menimba air sendirian. Sambil nimba ia tidak hentinya berkeluh kesah, "Punya anak satu aje susahnye minta ampun... Untung bapaknye keburu direbut jande seberang, sebelon gue ngelahirin anak kedua."
Lagi asyik-asyiknya nimba, tiba-tiba ada yang menyapanya. Seorang tukang kembang.
"Selamat pagi, Mpok."
Nyak menoleh. Mikir-mikir, kiranya siapa yang datang negur dia. "Eh, maap, Pak, pulang aje. Kagak ade recehan."
"Yeee, Mpok! Emangnya saya tukang minta-minta, pake disuruh pulang. Saya datang mau ketemu Somad," protes si tukang kembang.
"O, situ bukan mao ngemis" Waduh, sayang banget, soalnye si Somad udah keburu pergi. Besok aje dateng lagi. Mudah-mudahan die masih mau pulang kemari."
Nyak langsung asyik nimba lagi, kagak peduli sama si tukang kembang yang kini garuk-garuk kepala. "Waduh, gawat kalau saya nggak ketemu Somad hari ini. Saya bisa dipecat sama majikan saya, Mpok."
Nyak heran, menoleh lagi. "Ape hubungannye situ dipecat bawa-bawa anak aye segala""
""Soalnya si Somad ngutang kembang sama saya, Mpok. Katanya saya suruh nagih ke rumah, soalnya dia nggak bawa dtiit. Kalau nggak dibayar, wah, bisa-bisa majikan saya marah-marah."
Nyak kaget. "Somad ngutang kembang" Astaga! Tadi bukannya die nebok celengan buat beli kembang""
"Nggak tau deh. Yang pasti sih kembangnya tadi belum dibayar. Saya disuruh nagih ke sini."
Nyak kaget. "Busyet deh! Kangkung ame bayem aje kagak kebeli, die malah ngutang kembang. Berape duit utangnye""
"Nggak banyak, Mpok, cuma dua puluh ribu perak," ujar tukang kembang kalem.
Nyak pingsan. Ampir aja nyemplung ke sumur, kalo nggak keburu dipegangin si tukang kembang.
"Pagi-pagi sekali Olga sudah asyik membersihkan in-line skate-nya. Mami yang baru bangun dan niat mau bikin nasi goreng, sebel banget ngeliat anaknya yang begitu perhatian sama sepatu roda tersebut. "Kunaon maneh, Schaat. Sepatu roda aja yang diurus. Sekali-sekali tidak usah mikirin benda itu, nggak bisa ya""
"Mana mungkin, Mi, buat ngedapetinnya aja Olga harus semedi lima hari lima malem... Itu belum campur nangis Bombay sampe ngeluarin aer mata lima ember," ujar Olga sambil masih asyik ngelap-ngelap sepatu roda.
"Mami geleng-geleng kepala. "Kamu memang gawat, Schaaf. Kayaknya kamu butuh psikiater... buat membantu meluruskan otakmu yang agak bengkok."
"liih, Mami sadiiisss."
"Abis kamu verveld pisano Tiap hari naik sepatu roda ke pasar, ke sekolah, ke lapangan bola. Ret is gevaarlijk, Olga. Itu sangat berbahaya atuh!"
Papi yang baru bangun langsung nyeletuk, "Siapa yang jatuh""
"Siapa yang jatuh, siapa yang jatuh. Eta si Olga keseringan naik sepatu roda. Naik bajaj aja berbahaya, apalagi naik sepatu roda... Liat tuh, Pi. Si Olga membersihkan sepatu rodanya, digosok terus sampe mengilat, pasti akan ada sesuatu yang vervaarlijk-yang menakutkan bakal terjadi."
"Olga cuma mau balap sepatu roda sama temen-temen yang laen," jawab Olga kalem.
Mami bergidik. "Jij dengar sendiri, kan, Schaaf""
"Ah, tidak masalah. Mana kopi Papi" Koran udah dateng""
Mami kaget mendengar tanggapan suaminya. "Kok nggak apa-apa" Papi gimana sih""
Terdengar suara klakson mobil Wina. Olga langsung bangkit dan berlari ke luar. Mami kaget. "Olga" Bade ka- mana maneh""
Olga tak menjawab.. Hanya terdengar teriak-teriakan Wina yang heboh menya
mbut Olga. Mami cuma bisa mengurut dada belaka.
Sambil duduk di jok mobil, Olga dan Wina ngobrol.
"Kok tampang lo kucel amat sih, Ol. Nggak mandi ya""
"Emang. Kok lo tau""
"Abis bau lo persis kayak gue."
Olga nyengir. "Tandanya elo nggak mandi juga dong."
Wina menginjak gas. "Eh, Ol, gimana kabar si Somad""
"Ih, dia sih makin gokil aja. Kemaren malem dia teriak-teriakan di depan rumah gue di tengah ujan deras. Manggil-manggil nama gue, kayak Romeo en Juliet aja...." -
"Wah, kayaknya dia nggak pernah putus asa ya, Ol""
"Iya ih. Gue jadi benci banget!"
"Eh, jangan suka gitu. Benci tuh bisa berbalik jadi naksir."
Olga cuma melengos seba1.
Pagi itu Somad udah sampe duluan di Radio Ga Ga, dengan membawa kembang. Seperti biasa dia langsung dihadang satpam di pintu gerbang. "Pasti mau ketemu seseorang. Hayo, ngaku!"
"Betul, Pak Secretary."
Satpam meralat, membentak, "Security!"
""Iya, Pak See, anu... ehm, saye mau nemuin Non Olga."
"Olga" Oh, sayang sekali, Olga tidak siaran hari ini."
"Jadi, kapan siarannya, Pak""
"Mana saya tau, emangnya saya pimpinannya."
"Aduuuh, aye pan udeh keburu bawa kembang buat die. Gimane caranye ye, biar aye bisa ketemu die."
"Sebodo ah!" Somad melangkah ke trotoar. Dia berniat mau nungguin Olga datang. Sebab dia yakin, Minggu pagi ini pasti Olga siaran. Tidak berapa lama kemudian Jo sampai di Radio Ga Ga. Dia melihat Somad yang mendekap bunga, dan tertarik untuk mendekatinya.
"Nungguin gue ya""
Somad kaget. "Situ siapa""
"Jangan tanya gue siapa. Tapi gue sudah bisa menebak, pasti kembang itu untuk gue."
"Bukan." "Bukan"" "Ini buat Non Olga."
"Olga" Uh, Olga melulu" Sejak masuk kerja di sini lagi, die mulu yang diomongin orang! Lagian ngapain juga nyari Olga pagi-pagi begini" Olga nggak dateng. .Udah deh, daripada kembangnya mubazir, kasih ke gue aja."
"Nggak. Ini buat Non Olga," Somad bersikeras.
""liih, dasar pelit!"
Jo langsung masuk ke Radio Ga Ga.
Di saat bersamaan mobil Wina meluncur masuk ke pelataran Radio Ga Ga. Jo menoleh dan memandang singit ke mobil Wina. "Tuh, pujaan hati lo, kasih deh kembangnya ke dia."
Somad berdiri, matanya langsung berbinar-binar. "Olga" Alhamdulillah, penantian aye kagak sia-sia""
Somad berlari menyambut Olga yang baru turun dari mobil. Olga agak kaget. "Neng, aye yakin Eneng pasti dateng. Aye dateng cuma mau ngasih kembang eni, Non Olga. Mudah-mudahan hubungan kite tambah akur, kayak Rojali ame Juleha."
Olga, yang baru turun dari mobil, langsung kaget. Sementara Wina cekikikan.
"Apa-apaan sih ini""
"Udah, ambil aja, anggap aja sebagai lamaran dari sang Arjuna," teriak Jo dari jauh.
Olga jadi malu dan marah. "Bawa pulang aja lagi!"
Somad bengong. "Lho, Non" Ini pan sengaja aye bawa buat Non Olga. Ini kembang halal kok, kagak dijampi-jampiin."
"Nggak mau. Bawa pulang lagi aja."
Somad tetap menyodorkan kembang itu.
Olga mengambilnya, lalu membuangnya. Ia masuk lagi ke dalam mobil Wina. "Ayo, Win, kita pergi aja dari sini. Gue jadi nggak mood siaran!"
"Wina bengong. Tapi pas Olga melotot, ia jadi nurut aja. Wina memutar arah dan tancap gas. Roda mobilnya menginjak seikat kembang pemberian Somad. Somad tampak sedih memandang kembangnya yang dibuang sia-sia itu. Dengan hati hancur Somad memungut kembangnya. Jo memandang Somad dengan tampang sok turut prihatin. "Kagak usah nangis, Bang. Dari tadi gue kan udah bilang, mendingan kasih ke gue aja."
Somad mengerang, "Nggaaak! Pokoknya, sekali buat Olga, tetap buat Olga."
Sementara di mobil yang melaju, Wina menegur Olga, "Kenapa sih elo setega itu, Ol. Kalo emang nggak suka dikasih kembang, elo kan bisa nolak baik-baik, nggak perlu ngebuang segala. Iiih, gaya lo tuh nyebelin!"
"Gue juga bingung, Win, kenapa bisa setega itu. Kayaknya, ibu tirinya Cinderella juga kalah sadis ya" Apa kita balik aja lagi ke sana, minta maap sama si Somad. Tapi... entar si Jo ngetawain lage."
"Ah, payah lo. Gara-gara jaga malu sama si Jo, elo sampai nyinggung perasaan orang. Hati-hati lho, Ol, jangan sampai kebencian lo ini berbalik 180 derajat, jadi perasaan cinta."
"Maksud lo, Win""
"Rejeki, jod oh, dan maut emang di tangan Tuhan... Nah, siapa tau yang elo benci itu ternyata jodoh lo. Nggak kebayang kan kalo elo kawin sama si Somad""
"Olga bergidik. "Boro-boro ngebayangin, kepikiran aja nggak pernah."
Habis bicara begitu, Olga menyandarkan kepalanya ke kursi, dan menoleh ke luar jendela. Pelan-pelan ia tertidur...
Olga masuk ke alam mimpinya.... Dan entah kenapa, dalam mimpinya semua hal yang paling ditakuti seumur idup jadi nyata. Ceritanya Olga bergeser ke masa depan. Dan di masa depan itu, ternyata jodoh Olga emang betulan si Somad. Mereka menikah dan punya anak satu. Masih bayi. Dalam mimpi itu Olga yang banting tulang nyari kerjaan, sedang Somad jaga bayi.
Sore itu, di depan sebuah rumah BTN, Somad tampak sedang menggendong bayi sambil memberinya susu botol. Olga baru datang dari kerja, memakai baju kantoran dan membawa tas presiden. Ia meluncur di atas in-line skate. Somad pas melihat Olga langsung menggerundel, seperti siap menyemprot.
"Ke mana aja sih" Jam segini baru pulang" Liat nih si Otong dari tadi nggak mau makan,"
Somad menyodorkan si Otong ke Olga. "Gendong nih, tangan aye pegel dari pagi ngegendong si Otong terus."
"Bang, saya kan baru pulang kerja. Belum istirahat, belum bersih-bersih, belum makan," protes Olga.
"Emangnya di kantor kagak istirahat. Pan di kantor banyak bangku, jadi bisa istirahat
dong. Jangan suka cari alasan ah!" bentak Somad.
Olga mau menggendong si Otong, tapi Somad menarik anaknya kembali. "Eit, jangan pernah punya niat mau nyelakain anak aye ye!"
"Siapa yang mau nyelakain" Tadi nyuruh gendong, sekarang nuduh. Ih!"
"Entu, buktinye masih pake sepatu roda, biar anak aye nyungsep ye""
"Otong kan anak saya juga, Bang. Iya deh, saya lepas sepatu roda saya. Terus saya mandi, terus makan, terus baru ngegendong si Otong."
Somad mencibir. "Makan" Huh, emangnye ade makanan""
Olga kaget. "Jadi... Abang nggak masak""
"Gimane mao masak" Situ kerja tapi ngasih jatah bulanan ke aye pake diirit. Liat noh di dapur, kagak ade gas, kagak ade beras, kagak ade aer."
"Jadi, nggak ada apa-apa""
"Kagak ade duit, mane bisa beli macem-macem. Mao ngutang" Eh, Ol, semue warung di sini udeh nge-blek-lis kite gara-gara keseringan ngutang. Aye nih yang malu."
Olga terduduk lesu, memegang jidatnya.
"Bang Somad... Bang Somad... Kenapa nggak bilang dari kemarin kalau uang belanjanya kurang. Saya nyari uang kan buat kita bertiga; buat Abang dan si Otong."
"Somad menyodorkan bayi. "Sekarang lupain dulu soal perut, gendong dulu nih si Otong, tangan aye udeh keram."
Dengan pasrah Olga menerima si Otong, dan menggendongnya dengan pandangan mata nelangsa.
Trus mimpi Olga pindah ke rumah Olga. Di situ Papi-Mami juga udah tua. Tua banget. Rambutnya sudah ubanan dan kacamatanya sudah tebal sekali. Papi juga sudah pakai tongkat dan jalannya terbungkuk-bungkuk. Saat itu mereka lagi kedatangan tamui Wina dengan gayanya yang anggun dan rambut disasak tinggi, model nyonya gedongan.
"Pokoknya Tante harus ketemu si Olga. Tante nggak tega mendengar nasibnya seperti itu," ujar Mami dengan suara bergetar karena sudah tua.
"Jangan, Tante. Olga menyuruh saya melarang Tante datang ke rumahnya. Dia juga wanti-wanti sama suami saya, sebelum Mas Gus pergi ke Belanda, katanya jangan cerita soal keadaan rumah tangganya," ujar Wina.
"Jangan cerita kumaha" Ini kan tidak adil namanya. . Masa si Olga yang kerja banting tulang, si Somse yang di rumah" Eh, Wm, sejak Tante menikah dengan Oom, Tante cuma tau senang dan tugas Oom yang cari uang. Pokoknya, Tante nggak terima Olga diperlakukan begitu," Mami mau nangis.
"Lalu, maunya Mami itu gimana"" sela Papi
""Dia sudah memilih jalan hidupnya sendiri, kok Mami protes."
"Harusnya Olga bisa kawin dengan pria yang lebih oke, yang tidak memeras tenaganya. Tapi kenapa ia lebih memilih Somad""
"Karena dia cinta sama Somad," ujar Papi.
Wina mendehem. "Sebetulnya, karena dulu Somad selalu mengiriminya kembang, trus selalu dibuang Olga... Jadinya Olga kualat. Mungkin kena kutuk leluhurnya si Somad. Atau kena pelet. Sudahlah, Tante, kita doakan saja semoga mereka tetap bah
agia." Mami terisak-isak. "Yang bahagia itu Somad, bukannya si Olga. Oh, Olga, mijn dochteer, malang nian nasib Jij..."
Papi langsung membelai Mami. "Sudahlah, Mami pikir nasib Papi nggak malang kawin dengan Mami" Buktinya Papi tetap bertahan."
Mami memandang Papi dengan manyun.
Wina cuma tersenyum maklum belaka.
Pagi harinya di teras rumah Olga dan Somad matahari sudah tinggi, dan Olga masih menggendong si Otong. Sebentar-sebentar ia melihat arlojinya, gelisah, karena seharusnya ia sudah berangkat ke kantor.
"Aduuh, Bang Somad ke mana, sih" Kok belum pulang juga. Bisa-bisa gue dipecat bos gue nih."
Ketika ia tengah gelisah begitu, terdengar suara sapa.
"Spadaaa...." "Olga surprais melihat Mbak Vera yang udah berumur dan Jo yang kayak Tante Girang.
"Eee, tumben pada datang. Ada angin apa nih pada ke sini""
Jo langsung nyeletuk, "Kangen aja. Udah lama soalnya kita nggak ngeliat penderitaan rakyat."
Olga mesem. "Kamu belum berangkat kerja, Ol" Gimana rasanya jadi salesgirl"" tanya Mbak Vera.
"Lumayan sih, Mbak, banyak komisi."


Olga 08 Freelance di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kamu masih mau terlibat di dunia Seni, nggak""
"Seni" Jadi penyiar radio lagi" Kayaknya Bang Somad ngelarang tuh, Mbak, soalnya dia takut saya diuber-uber sama penggemar kapiran," Olga menunduk.
"Bilang aja dia takut ada Somad kedua dalam hidup lo, Ol. Hmh, nasiiib," Jo terbahak.
"Ini bukan soal jadi penyiar radio, Ol. Ini tentang hmh... tawaran main film. Film sopan kok, nggak ada adegan buka-bukaannya. Paling-paling cuma buka pintu, buka tutup panci, atau buka buku," jelas Mbak Vera.
"Dijamin elo pasti suka. Ada honornya, lumayan, lebih gede daripada komisi lo jadi salesgirl," tambah Jo.
"Kalau kamu mau, akan Mbak daftarkan. Kamu Cuma jadi bintang tamu, Ol. Judul filmnya juga nggak porno, malah cenderung horor. Judulnya apa ya, Jo""
""Beranak dalam Karung..."
Olga tercenung sebentar. Lalu berbicara,
"Saya sih tertarik aja, Mbak. Kali aja honornya bisa buat beli susu si Otong, tapi... apa Bang Somad bakal ngijinin""
"Nggak usah minta ijin aja. Ik juga nggak pernah minta ijin sama misuwa ik kalau ik ada kegiatan di luar," ujar Jo.
Mbak Vera menyela, "Tapi sebaiknya kamu ngasih tau suamimu. Ini kartu nama Mbak. Kalau ada apa-apa, hubungi Mbak ya. Ol, Mbak sama Jo pamit dulu ya, masih ada urusan lain. Yuk, Jo."
"Yuk, Ol, salam ya sama Mas Somse. Makanya jangan suka buang kembang orang, begini deh jadinya."
Olga mengangguk lemah. Tidak lama setelah Mbak Vera dan Jo meninggalkan teras, Somad datang sambil membawa keranjang berisi sayur-mayur belanjaannya. Somad melihat kepergian Mbak Vera dan Jo.
"Ngapain entu orang pade ke sini"" tanya Somad judes.
"Mereka cuma kangen, dan nawarin: Olga buat hmh... main film."
Somad kaget, "Main film" Kagak bisa!"
"Yah, Bang, ini kan hasilnya lumayan. Bisa buat nambah-nambah beli susu si Otong, sama buat nambal sumur Abang."
Somad tercenung. Berpikir. Lalu tersenyum,
"Kalo emang entu alasannye, aye ijinin."
"Olga senang sekali. Ia memeluk Somad. Tak lama kemudian, Olga beneran ikut main sinetron. Tapi sebelum syuting, sutradaranya minta Olga memotong rambutnya dulu.
"Ai rasa rambut yu perlu diubah sedikit, biar tidak kampungan. Hmmm... bagaimana kalau dipotong pendek saja sebatas kuping""
Olga kaget. "Dipotong pendek""
"Ya, biar penampilan yu lebih segar."
Olga agak bimbang. Tapi akhirnya ia mengangguk.
Pas pulang syuting, malam sudah larut. Suasana lumayan gelap. Lampu rumah BTN tempat Olga tinggal sudah dimatikan. Olga berdiri di depan pintu sambil mengetuk.
"Siape sih tengah malam begini pake ngegedor pintu. Kayak kamtib aje," terdengar suara Somad dari dalam rumah.
Somad membuka pintu. Tapi begitu ngeliat Olga, dia langsung menjerit, "Setaaan!"
Olga panik, berusaha menenangkan, "Bang, saya Olga."
"Kagak mungkin. Olga rambutnye kagak sependek ini. Yang ini pasti setan."
"Saya Olga, istri Abang. Saya terpaksa potong rambut, karena kepentingan syuting... disuruh sutradaranya."
Somad kaget. Langsung ia naik darah. "Ooo, jadi begitu ye bini jaman sekarang, disuruh orang laen mau, tapi disuruh laki sendiri nolak. Situ pan mint
a ijinnye cuma buat syuting, "bukan buat motong rambut, kok mau-maunye disuruh botak begini."
Olga: tergagap, "Kan demi menghayati peran, Bang."
"Peran, peran, dasar cuma alasan. Pokoknye, situ kagak boleh masuk ke rumah eni, sebelon rambut situ panjang... Ayo pergi, aye kagak terima bini yang rambutnye cepak."
Olga memohon, "Bang, saya entar tidur di mana" Di luar kan banyak nyamuk."
"Terserah! Pokoknye, situ baru boleh pulang kalo udah gondrong lagi."
Somad membalik badan dan membanting pintu. Olga di luar menangis terisak-isak.
"Olga masih tertidur di mobil Wina. Sambil tidur dia terisak-isak. Wina yang nyetir jadi menoleh.
"Ol, bangun Ol. Lo mimpi ya" Kok tidur pake nangis. Mimpi kawin sama Somad ya""
Olga membuka mata. Dan kembali lagi ke realitas yang sebenarnya.
"Eh, gue mimpi ya" Kok elo tau gue mimpi Somad ""
Wina nyengir, "Ya tau, dong. Sahabat karib kan selalu hadir dalam mimpi sobatnya."
Olga menerawang jauh, "Win, balik ke Radio Ga Ga lagi yuk. Gue mau nemuin Somad, mau minta maap, mudah-mudahan dia masih ada. Gue takut kualat!"
Wina tersenyum dan segera berubah arah.
"Di Radio Ga Ga Olga ketemu Mbak Vera.
"Eh, Ol, untung kamu balik. Kamu kan harus siaran..."
"Iya, Mbak. " "Oh iya, tadi si Somad, penggemar fanatik kamu nitip surat. Nih, baca aja."
Olga langsung menerima surat tersebut. Dan membacanya.
Wina menunggu dengan penasaran.
"Apa isinya, Ol" Dia nyumpahin elo ya" Atau... janji bakal melet elo""
"Bukan. Dia minta maap karena udah bikin gue malu. Dia nggak mau mengulanginya lagi, karena dia emang nggak niat nyakitin hati gue..."
Wina tersenyum, "Nah, sekarang elo udah lega, kan" Harusnya elo yang minta maap, malah dia duluan yang membuka tangan."
Mbak Vera yang nggak nyambung langsung bertanya, "Ada masalah apa sih" Hmh, kamu udah mulai main surat-suratan ya sama si Somad" Nanti, kalau udah pasti tanggal mainnya, jangan lupa ngundang Mbak ya""
Olga cemberut. Sementara Wina ngakak. Keras banget.
" 3. TEROR! "PAK MINTORO masuk ke ruang tengah dengan wajah suntuk. Papinya Olga yang jarang ngomong en kerjanya jadi dosen matematika di sebuah universitas swasta itu kayaknya lagi dapet masalah. Dengan lemes ia melempar tas kerja ke meja, lalu duduk di depan televisi. Matanya menatap layar televisi, tapi air mukanya tetap suntuk. Bu Mien, Mami Olga yang sedang menonton telenovela, jelas jadi menoleh dan terganggu. Tapi pas mulutnya udah siap-siap mo ngomel, mendadak nggak jadi. Soalnya wajah suaminya keliatan suntuk banget.
"Aduh Papi" Kunaon wajah Papi suntuk begitu" Dipecat"" ujar Mami dengan gaya ngomong gado-gadonya.
Papi diam. Wajahnya masih dipasang suntuk.
"Gaji Papi disunat" Gimana sih, Pi" Papi nggak hati-hati sih! Kan Mami selalu bilang, voorzichtif, atuh. Nggak usah korupsi. Yang penting dapat objekan kanan-kiri. Pokoknya nggak sampe ditangkap polisi!"
Papi melepas sepatunya. "Mami ini ngomel apa nge-rap sih""
Belum sempet si Mami ngomong lagi, tiba-tiba terdengar suara gedubrakan dari arah teras. Papi dan Mami saling tatap, bingung.
Nggak lama, Olga pun muncul sambil marah-marah. "Aduh! Siapa sih yang ngunci pintu depan" Heran! Biasanya kan cuma pagar yang dikunci. Kok sekarang pintu depan pake dikunci segala" Untung Olga bisa masuk lewat jendela."
"Heh, Ol. Jangan asal ngamuk ya" Itu Mami yang kunci! Mami kan baru dapet guci antik dari temen Mami. Mami nggak mau gucinya diangkut maling. Guci mahal begitu."
"Guci ajaib ya, Mam""
"Sembarangan aja! Bukan. Guci mahal. Eh, kamu nggak liat di depan, Ol" Kan Mami pajang di ruang tamu, di dekat pintu."
"Ngapain sih Mami pajang guci di ruang tamu" Kenapa nggak di luar aja," celetuk Papi.
"Diluar" Papi mah ngaco ah! Emang buat tadah hujan"" Mami lalu dengan bersemangat mendekati suaminya. "Guci itu bisa jadi investasi, Pi. Kalo dijual harganya tinggi. Namanya juga guci antik!" -
Olga yang sejak tadi berusaha mengikuti pembicaraan maminya, langsung tersenyum geli. "Oh, maksud Mami gentong yang segede "bagong itu" Tadi sempet kejedot jendela. Tapi nggak papa kok, Mi. Cuman bocel sedikit..."
Mami kaget. Serta-merta ia ter
sentak bangkit dan menatap Olga panik. "Apa, Ol" Bocel""
Olga dengan polos mengangguk-angguk.
Mami langsung. melotot dan menyambar sepatu yang baru dilepas suaminya. Lalu diacung-acungkan ke arah Olga sambil bertetiak, "Guci antik Mami kamu bikin bocel, Ol" BOCEL""
Mami menimpuk Olga dengan sepatu. Olga berhasil menghindar, lalu sambil cekikikan buru-buru kabur ke kamarnya. Mami mengejar. Papi tertawa geli. Tapi begitu matanya menatap tas kerja, Papi suntuk lagi.
"Sampai acara makan malam, Papi masih aja keliatan suntuk. Mami jadi saling tatap dengan Olga. Lalu dengan bahasa isyarat, Olga nanya pada maminya, "Ada apa"" Maminya cuma mengangkat bahu.
Mau nggak mau Olga jadi langsung nanya ke papinya, "suntuk amat, Pi" Pulang ngajar tadi . Papi kesalib bajaj" Iya, Pi" Ciri-ciri tukang bajajnya gimana" Papi inget, nggak" Coba deh Papi inget-inget. Olga banyak lho punya kenalan bos-nya tukang bajaj. Nanti gampang deh Pi, Olga urus!"
Tapi papinya cuma menggeleng pelan.
Mami yang jadi penasaran. "Jadi apa dong, Pi" Nggak dipecat, gaji nggak disunat. Nggak kesalib bajaj..."
" Papi menjawab pelan, "Papi diancam, diperas..."
Olga langsung geli, "Iih, emangnya cucian, pake diperas segala""
Mami melotot sama Olga. Olga mingkem. Mami lalu menatap suaminya cemas, "Diancam gimana, Pi" Diperas apanya" Atau Papi..." Mami mikir sebentar, lalu tiba-tiba wajahnya berubah galak. "Naaah, pasti Papi selingkuh ya" Pasti Papi diperas gara-gara selingkuh ya" Tega-teganya, Papi! Mami ini kurang apa, Pi" Kijk rrzijn gezicht! Ik ben toch nog mooie vrouw!"
Melihat Maminya marah-marah nggak ada juntrungannya, Olga langsung nyeletuk,
"Aduh, Mami moo boro-boro kekurangan, ya, Pi" Justru kelebihan."
"Kurang ajar kamu, Ol!" bentak Mami.
"Lagian Mami main tuduh aja. Udah tau potongan Papi nggak pantes buat selingkuhan. Kalo mo selingkuh, udah sedari sepulun tahun yang lalu ya, Pi"" bela Olga.
Diributin begitu, Papi jadi kesal. "Papi nggak selingkuh! Papi diperas, diancam!"
"Alasannya apa" Apa Papi dikira orang kaya"" kejar Mami lagi.
Papi menghela napas panjang. "Tadi siang waktu jaga ujian tengah semester, ada mahasiswi yang ketauan nyontek dengan menyelipkan kebetan di balik rok."
"Apa, Pi" Di balik rok" Papi senang dong
liat paha mulus! Girang ya"" tuduh Mami lagi.
"Girang apaan" Gara-gara itu Papi diperas sama pacarnya. Begitu ketauan nyontek, Papi langsung usir dia. Eh, selesai ujian, pacarnya ngancam Papi. Katanya, ceweknya itu harus dapat nilai bagus. Kalo nggak, Papi bakal diisukan melakukan pelecehan seksual terhadap mahasiswi Papi sendiri."
Mami bengong. "Euleh-euleh... Amit-amit pisan! Tapi Papi kan tinggal membantah isu itu. Bilang kalo Papi cuma difitnah. Bilang kalo semua itu berita bohong."
Papi menggeleng. "Nggak semudah itu, Mi. Ingat, Mi, Papi ini kan dosen. Isu sekecil apa pun bisa mencemarkan nama baik Papi."
Semua terdiam. Wajah Olga yang biasanya nggak pernah serius, jadi serius. "Tapi Papi kan punya banyak saksi, mahasiswa lain yang juga ujian matematika."
"Ol, biar tadi Papi nggak menangkap basah dia, kalo pacarnya mau meras, bisa aja. Dan jangan lupa, yang sama-sama ujian tadi semuanya teman mereka. Susah buat dijadikan saksi."
Olga manggut-manggut. "Betul juga ya. Bisa aja mereka ngarang kalo pelecehan seksual ini terjadi di luar kampus."
"Minggu depan nilai ujian harus diserahkan," Papi mengembuskan napas. "Sebetulnya Papi bisa aja kasih mahasiswi itu nilai bagus. Dia senang, pacarnya senang, Papi juga aman. Tapi Papi nggak bisa begitu. Nggak sejalan dengan hati nurani Papi."
Semua bingung. Besok siangnya, pas dianterin Wina ke Radio Ga Ga, Olga sempet curhat ke Wina.
"Win, gue ada problem nih!"
Wina yang lagi konsen ngedengerin lagu favoritnya di radio mobil, langsung sebel.
"Aduh, kalo ada problem pikir sendiri deh, gue ogah mikir!"
Olga lalu mematikan radio. "Ini bukan problem gue, tapi problem bokap gue."
"Nah, apalagi problem bokap lo dibawa-bawa. Ntar lu cepet tua, Ol. Layu sebelum berkembang."
"Norak lo, Win!"
"Eh Ol, daripada capek-capek lo ceritain problem bokap lu ke gue, ketauan lo l
empar tuh problem lewat udara. Siapa tau ada pendengar lo yang psikolog, psikiater, atau psikopat yang mo nolongin."
Olga menoleh ke sobat kentalnya. Kagum sama idenya. "Bener juga, Win! Tumben otak lo bekerja!"
Wina sendiri juga kaget. Kagum sendiri sama kecerdasannya. Kan jarang-jarang tuh dia bisa punya ide. Biasanya bisa nangkep pembicaraan orang aja udah untung!
Di saat yang sama, di rumah Olga, telepon berdering nyaring. Mami yang lagi konsen "banget nonton teledrama India, tidak bereaksi.
Dari arah dapur Bik Inah tergopoh-gopoh menghampiri pesawat telepon. Bik Inah mencibir ke arah Mami yang masih khusyuk di depan televisi sambil ngomel dalam ati, Ada telepon nggak diangkat! Dasar males!
"Halo" Iya, betul di sini rumah Pak Mintoro. Apa" Situ mau bicara sama siapa" Saya Bik Inah, situ"" Dengan kesal Bik Inah menutup telepon, "Ditanya nama kok malah ditutup."
"Siapa, Bik"" tanya Mami sambil matanya nggak lepas dari layar televisi.
"Nggak tau, Nyah. Baru saya tanya namanya malah ditutup. Orangnya pemalu, Nyah."
Bik Inah pun kembali ke dapur.
Telepoh berdering lagi. Mami masih tidak beraksi.Telepon terus berdering. Mami menoleh sekilas ke arah pesawat telepon, lalu kembali asyik nonton sambil teriak nyaring banget, "Bik Inah! Cepat angkat teleponnya!"
Bik Inah kembali tergopoh-gopoh berlari.
Ketika berusaha mengangkat gagang telepon, kakinya terpeleset. Bik Inah jatuh terduduk sambil tangannya tetap memegang gagang telepon. Dengan menyeringai kesakitan, ia protes ke Mami, "Aduh Nyah, sakit banget nih! Nyonya sih pake teriak-teriak segala. Bukannya ngangkat sendiri. Udah tau saya lagi masak di dapur..." Lalu berbicara di telepon,
"Halo" Halo" Lho kok diputus""
"Siapa yang telepon, Bik""
"Kali orang yang tadi, Nyah. Ah, kalo dia nelepon lagi, Nyonya aja yang ngangkat. Ntar masakan saya nggak mateng-mateng," ujar Bik Inah bangkit dengan susah payah, pinggangnya kesakitan. Lalu sambil terus menggerutu, ia masuk ke dapur.
Sekali lagi telepon berdering.
Mami bangkit. Lalu dengan gerakan lambat dan mata yang nggak lepas-lepas dari layar televisi, ia menghampiri pesawat telepon dan mengangkatnya. "Ya, ya betul, betul di sini rumah keluarga Mintoro.. Siapa" 'Oh, tadi itu pembantu. Saya mah nonton teledrama India. Pasti Anda nggak pasang televisi deh. Ketauan! Soalnya dari tadi krang-kring terus. Mengganggu! Stoor mijn niet! Apa" Mo bicara sama suami saya" Enggak" Lalu mo apa"" Dengan kesal Mami membanting telepon. "Ditanya malah cekikikan sendiri. Sinting!"
"Wina sedang menunggu Olga siaran sambil membaca sebuah majalah remaja, Ucup masuk dengan gaya sok kayanya. Langsung menyapa resepsionis dengan mesra, sambil matanya melirik ke Wina. "Halo Sayang, ada pesen masuk nggak buat gue""
Resepsionis tersenyum ramah, "Nggak tuh, Cup. Tapi kalo tagihan kayaknya ada."
"Tagihan Visa" MasterCards" Apa Diners""
"Enggak. Tadi Mbak Vera pesen, kalo Ucup dateng, kreditan celananya tolong dilunasi."
"Wina dan Resepsionis terbahak. Ucup tersipu malu. Buru-buru masuk ke dalem.
Beberapa saat kemudian Olga selesai siaran.
"Langsung balik yuk, Win. Gue suntuk nih!"
Mereka pun berjalan ke mobil.
"Oya Ol, tadi siarannya sukses, nggak" Ada yang kasih masukan bagus nggak, buat problem bokap lo"" tanya Wina.
Olga cemberut. "Tadi gue udah girang aja pas tau banyak telepon sama faksimil yang masuk. Tapi sarannya aneh-aneh. Disuruh minta pengawalan polisi 24 jam lah. Ngajuin kasus ke pengadilan lah. Minta diekspos wartawan.... Pokoknya, heboh-heboh. Kayaknya nggak mungkin bokap gue jalanin."
"Emang problemnya apaan sih, Ol""
"Katanya lo nggak mau diceritain. Males mikir."
"Gue cuma mau dengerin aja kok, Ol. Kalo disuruh " nggak janji!"
Olga pun cerita. "Sore itu udah lumayan cerah. Tapi di teras depan rumah Olga, Mami tampak mondar-mandir dengan tampang kusut. Papi duduk di kursi, berpikir keras.
"Mi, duduk deh. Papi nggak bisa konsentrasi liat Mami mondar-mandir begitu."
Mami berhenti mondar-mandir. Menatap Papi, tersinggung.
""Papi kira Mami ngapain" Mami kan mikir juga! Mami nggak bisa mikir kalo nggak bergerak."
Pap i geleng-geleng kepala. Saat itu juga Olga muncul dari dalam rumah sambil mengunyah-ngunyah. "Pi, ada telepon dari mahasiswa Papi. Namanya Herry. Mo diterima apa enggak" Kalo enggak, Olga mo bilang Papi udah tidur."
Papi tersentak kaget. "Herry" Itu anak yang ngancam Papi. Pacarnya yang Papi usir waktu ketauan nyontek."
"Kalo gitu Olga tutup aja ya""
Papi langsung berdiri dan bergegas masuk ke dalam rumah. "Papi terima! Mo apa lagi tuh anak!"
Olga dan Mami saling pandang. Tidak lama Olga menggandeng tangan Mami, masuk ke rumah. "Ayo, Mi, dengerin Papi diancam!
Mami bergidik ngeri dan menepis tangan Olga. "Nggak mau ah Ol, Mami takut!"
"Cepet dong, Mi! Papi mo negosiasi!"
Olga buru-buru menyeret Mami memasuki rumah.
Papi mengangkat gagang telepon dengan wajah keruh. Olga dan Mami berusaha menempelkan telinga pada gagang telepon. Papi mengusir mereka dengan gerakan tangannya.
"Ya, halo" Saya Mintoro. Saya masih memeriksanya. Anda tunggu saja. Saya belum bisa memberi keputusan. Ya, ya, saya tau itu. Tapi tolong beri saya waktu. Apa""""
Mami dan Olga kembali menempelkan telinga pada gagang telepon, penasaran. Papi terganggu dan menghardik, "Sana, sana, pergi! Jangan ganggu aja!"
Olga dan Mami mundur selangkah.
"Halo" Halo" Bukan, bukan Anda yang saya usir. Tadi ada anjing tetangga yang masuk rumah."
Mami langsung sewot dan berbisik ke Olga,
"Kita dibilang anjing, Ol!"
"Ssst, Mami diam dong! Olga nggak denger nih."
Papi menutup telepon dengan kesal. Mami dan Olga menatap Papi dengan penasaran. Menunggu berita baru. Tapi Papi malah berjalan, lalu duduk di depan pesawat televisi yang tidak menyala. Olga menyambar remote di atas meja, menyodorkan pada Papi. Mami langsung merebutnya.
"Gimana sih kamu, Ol" Papi mo cerita malah dikasih remote." Mami lalu duduk di sebelah suaminya, " Apa katanya, Pi" Dia ngancam apa lagi""
Olga ikut duduk berselonjor di kaki Papi. Tangan Olga melingkari lutut Papi. Papi tersenyum sambil mengacak-acak rambut Olga.
Mami jadi tidak sabaran. "Cepet atuh, Pi" Cerita!"
"Anak itu mendesak Papi. Dia paksa Papi bikin keputusan. Katanya, bom waktunya bakal meledak lebih pagi...."
Mami langsung berdiri dengan wajah panik.
"Apa, Pi" Bom waktu" Cepet Ol, ambilin Mami bantal. Mami mo pingsan!"
Olga mendengus kesal. "Mami mo pingsan apa ngantuk" Ntar dulu dong, Mi. Cerita Papi kan belum jelas! Bom waktu apaan, Pi" Yang kayak di film-film itu""
Papi menggeleng lemah. "Bukan, Ol. Tapi isu pelecehan seksual itu yang dia samakan dengan bom waktu. Katanya, kalo Papi nggak segera kasih keputusan, dia dan pacarnya mo langsung kasak-kusuk. Tiap hari kita akan diteror."
Mami langsung sebal. "Akan diteror, Pi" Dia udah neror! Tadi waktu Papi kerja, waktu Olga sekolah, Mami berkali-kali diteror penelepon gelap yang cari Papi. Dia- terus telepon ke sini, padahal udah Mami bilang, Papi belum pulang. Waktu ditanya namanya, teleponnya langsung ditutup. Kalo nggak percaya, tanya aja Bik Inah!"
Dan ucapan Mami emang ada benernya. Buktinya pas malamnya, saat Mami dan Papi sedang terlelap, tiba-tiba aja terdengar dering telepon dari arah ruang tengah. Pada dering ketujuh, Mami terbangun. Ia kira itu bunyi weker. Tangannya berusaha mematikan weker di meja kecil, di samping tempat tidur. Tapi telepon tetap berdering.
"Mami berbalik, membangunkan Papi. Papi tidak bereaksi.
"Pi, telepon, Pi. Diangkat nggak, Pi""
Papi menjawab dengan mata terpejam, "Jam berapa sekarang""
Mami menoleh pada weker, terkejut sendiri. "Jam satu lewat. Telepon penting mungkin, Pi. Mungkin berita duka cita. Siapa ya yang meninggal" Kayaknya semua sodara kita teu aya nu sakit keras. Kenalan kita juga, sehat-sehat sadayana."
Papi mengeluh dan merasa terganggu.
"Yang meninggal kecelakaan pesawat jatuh juga banyak."
"Oh iya ya. Diangkat jangan, Pi""
Papi malah mengatur posisi tidur"ya. "Mami aja yang ngangkat, Papi mo tidur lagi."
Mami mendengus. Sejenak dering telepon berhenti. Mami tersenyum lega.
Tapi tak berapa lama telepon berdering kembali. Mami kesal, melempar selimut hingga jatuh ke lantai. Mami bergegas keluar kamar.
Papi terbangun, meraih selimut di lantai. Lalu naik kembali ke tempat tidur.
Di ruang tengah, dengan cemas Mami mengangkat gagang telepon.
"Halo" Siapa ya" Halooo""
Tak ada sahutan. Cuma suara dengus napas yang terdengar. Mami bergidik ngeri. Buru-buru menutup telepon dan berteriak nyaring, "PAPIII!!!"
Pesawat telepon kembali berdering. Mami menyeruak masuk kamar, dengan gerakan gugup menggoyang-goyangkan tubuh Papi. Papi menggeliat, menutupi tubuhnya dengan selimut. Selimut ditarik Mami. Papi diguncang keras-keras.
"Pi! Papi bangun dong! Kita diteror, Pi! Diteror! Yang nelepon nggak ngomong apa-apa. Cuman napas-napasin Mami aja. Ayo dong Pi, bangun!"
Papi membuka matanya, lalu duduk bersandar di tempat tidur. "Kalo Mami panik, dia malah senang."
"Jadi, Mami harus gimana" Pura-pura tenang" Nggak bisa atuh, Pi. Emang Mami James Bond" Diteror tetap tenang. Nggak bisa, Pi!"
Telepon terus berdering. Olga tiba-tiba masuk kamar, menyusup di tengah-tengah selimut, di antara Papi dan Mami. Papi dan Mami saling berpandangan bengong.
Sambil merem Olga ngomong, "Kok telepon nggak ada yang ngangkat" Berisik!"
Lalu Olga menarik bantal Mami, untuk menutupi telinganya.
"Kenapa nggak kamu angkat"" tanya Papi.
"Pasti bukan buat Olga. Pasti buat Papi. Angkat deh, Pi."
"Tadi waktu Mami angkat, Mami malah dikasih napas-napas. Iih, Mami takut Ol!"
""Ya udah, Olga gantung aja ya teleponnya""
"Jangan Ol, nanti Papi bayarnya mahal."
"Atau Olga cabut kabelnya""
"Nanti masangnya Papi harus keluar duit lagi."
"Papi sih! Dari dulu Mami suruh pasang answering machine, nggak mau nurut. Kalo udah kejadian begini, baru terasa."
"Mami ngaco! Apa pengaruhnya answering machine sama penelepon gelap. Ntar dia malah bisa bebas ngomong yang enggak-enggak di mesin," ujar Olga.
"Jadi, kita mesti gimana, Ol"" tanya Mami pasrah.
Olga lalu turun dari tempat tidurnya. "Olga coba angkat deh. Kalo emang dia mahasiswa yang ngancam Papi, Olga pengen tau, maunya dia apa."
Olga keluar kamar. Papi dan Mami saling pandang penuh tanda tanya. Mami menyodok lengan Papi bangga, "Anak Mami tuh, Pi!"
"Anak Papi juga!"
Olga melangkah gagah mendatangi pesawat telepon, lalu mengangkatnya dan menyahut dengan galak, "Halo" Halooo" Ehh, siapa aja di sana, kalo belajar nelepon jangan ke sini. Kan masih banyak nomor telepon yang bisa dipencet. Telepon kek ke informasi nanyain jam. Tapi kalo emang niatnya neror bokap gue, jantan sedikit dong. Coba, berani nggak ketemu gue" Besok sore temui gue di Radio Ga Ga. O ya, gue Olga. Gue penyiar di situ. Gue tunggu!"
Olga meletakkan gagang telepon dengan wajah puas. Menunggu beberapa saat, lalu kembali ke kamarnya.
Sepanjang malam itu tidak terdengar lagi dering telepon.
Mobil Wina berhenti tepat di depan kantor Radio Ga Ga. Olga keluar dari mobil, melongok di jendela mobil. "Lo nggak usah jemput, Win. Nggak usah nunggu juga. Besok di sekolah gue ceritain seluruh kejadiannya."
Wina tersenyum menggoda. "Alaa Ol, masa gue nggak boleh ketemu orangnya" Kenapa sih" Takut gue sabot" Iya""
Olga tertawa geli: "Wina sayang, ini bukan blind date, tau! Udah deh,-Win. Ntar gue telat siaran. Bye!."
"Bye juga!" Baru aja Wina mau meluncurkan mobilnya meninggalkan Olga, Olga menahan.
"Win, lo kan punya walkman yang bisa ngerekam ""
Wina mengangguk. "Pinjem sebentar boleh""
Wina membuka laci mobil dan mengangsurkan walkman-nya, "Jangan digadein buat ongkos pulang ya, Ol""
Olga tersenyum. "Thanks, Win! Kasetnya sekalian gue pinjem ya""
Olga bergegas masuk ke kantor Radio Ga Ga. Di ruang tunggu, Somad dan Herry-mahasiswa yang mengancam Papi-duduk berdampingan di kursi tamu. Herry berpakaian keren. Mukanya juga jauh lebih funky dibanding Ucup. Herry tampak gelisah mempermainkan kunci mobil. Sementara Somad menunggu Olga dengan mendekap tape uli buat Olga. Ucup dan Jo mengerubuti meja Resepsionis.
"Siapa tuh" Nungguin siapa" Olga"" tanya Ucup agak cemburu.
Resepsionis manggut-manggut.
Jo langsung sirik. "Tumben si Olga punya penggemar keren. Biasanya yang model kayak Somad tuh! Atau paling top ya, yang rese kayak elu, Cup!"
U cup langsung sewot. "Sialan lo, Jo. Gue sun baru tau!"
"Ogah deh, Cup. Ntar muka gue panuan! Sana, si Olga aja. Biar kapok dia!"
Olga muncul dan langsung mendatangi Resepsionis. Somad menatap Olga dengan gembira. Herry ikut memperhatikan Olga. Jo berjalan masuk ke dalam sambil mencolek punggung Olga.
"Tuh, Ol, penggemar lo pada nunggu!"
Somad mendekati Olga dengan gaya malu-malu kucing. Lalu menyodorkan tape uli ke Olga.
""Ini tape uli. Oleh-oleh dari nyak aye!"
Resepsionis yang semangat. "Bagi dong, Ol..."
Olga tersenyum sama Somad, "Makasih ya""
Lalu ia memberikan tape uli itu ke Resepsionis, "Doyan, Mbak" Ambil aja!"
Somad menatap tape ulinya, yang berpindah tangan dari Olga ke Resepsionis dengan melas. Si Resepsionis malah girang. "Thanks, Ol. Oh ya Ol, ada yang nyari tuh!"
Resepsionis menunjuk ke arah Herry. Olga menoleh, Herry tersenyum simpatik. Olga mendatangi Herry, lalu mengulurkan tangannya.
"Cari saya" Kamu pasti mahasiswanya Pak Mintoro..."
Cowok itu menatap Olga dengan tatapan terpesona. "Iya, saya Herry...."
"Kita bicara di luar aja ya""
Herry mengangguk-angguk, menurut digiring Olga menuju pintu keluar.
Di depan pintu Olga berbalik, melambai pada Resepsionis. "Mbak, pergi dulu ya"" Lalu pada Somad, "Makasih ya tape ulinya" Jangan kapok lho."
"Jam weker hampir menunjukkan pukul dua belas malam. Olga, Mami, dan Papi sedang berkumpul dengan kostum baju tidur di atas tempat tidur. Wajah ketiganya berseri-seri. Papi berkali-kali merangkul Olga, mesra. Mami menciumi pipi Olga, lega.
""Sekarang masalahnya udah beres. Teror sudah lewat. Mo pada denger rayuan gombalnya Herry""
Olga langsung mengeluarkan walkman milik Wina. Tidak lama terdengar suara Herry.
"...Ol, kalo tau anak Papi secantik kamu, nggak bakalan saya tega neror keluarga kamu. Biarin aja si Putri ujiannya jeblok. Toh dia yang ngaku-ngaku pacaran sama saya. Saya sendiri ogah sama dia. Bego sih! Nyontek aja pake acara ketauan. Bilang Papi, Ol, kalo Putri nyebarin isu pelecehan seksual, saya bersedia jadi saksi. Herry bakal mati-matian ngebelain Papi. Jangan marah ya, Ol" Saya emang baru sekali ini ketemu kamu. Tapi kayaknya saya langsung gimana gituuu. Kali ini ya yang namanya love at the first sight. Saya serius, Ol. Tadi begitu liat kamu di Radio Ga Ga, saya..."
Olga mematikan tape-nya. Tertawa bareng Mami dan Papi. Olga mengeluarkan kaset dari walkman, menyerahkan pada Papi.
"Simpan, Pi. Barang bukti. Kalo perlu Papi bisa pasang di depan Putri sama Herry. Biar perang dunia! Atau kalo tega, kasih aja ke Dekan, Pi. Pasti mereka berdua bakal di-DO."


Olga 08 Freelance di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Papi tersenyum geli. "Papi tau Ol, kamu selalu bisa diandalkan."
Mami menyahut dengan semangat, "Mulai sekarang, Papi bebas kasih nilai. Bebas isu pelecehan. Rumah kita juga bebas teror!"
Lagi seru-serunya ketawa-ketawa, tiba-tiba terdengar .bunyi telepon berdering nyaring. Mami, Papi, dan Olga saling pandang. Mereka sama-"sama melirik weker di meja kecil di samping tempat tidur. Pukul dua belas lewat sepuluh. Papi, Mami, dan Olga buru-buru bersembunyi di balik selimut.
Hiii.... " 4. PEMILIK SUARA EMPUK! "SOMAD tidur telentang sambil melamun di tempat tidurnya. Sesekali ia tersenyum. Dari radio terdengar suara penyanyi dangdut melantunkan lagu cinta berirama slow. Mulutnya yang monyong ikut bernyanyi, "Ol, sabar ya Ol. Tunggu Abang kaya dulu ya" Kalo duit Abang banyak, mo sepatu roda model apa juga Abang beliin. Mo yang bisa goyang-goyang sendiri" Yang pake batu batere, biar nggak usah capek ngegenjot. Hihihi..." Tiba-tiba ia tertawa geli sendiri, "Ehh, ngegenjot, emang becak pake digenjot" Pokoknya, Ol, hidup bareng Bang Somad bakal bahagia banget. Olga nggak perlu sekolah tinggi-tinggi. Nggak usah capek-capek siaran buat cari duit. Semua Abang sediain. Kumplit! Iya ya, Ol, sabar aja ya Olga-ku...."
Lagi asyik-asyiknya mengkhayal, tiba-tiba Ri'in, sodaranya Somad yang tinggal di kampung sebrang dan tampangnya nggak beda-beda jauh sama Somad, menongolkan kepala
nya. Ri'in ini penampilannya hitam, dekil, dan lecek. Tapi suaranya, alamak! Keren banget. Cewek-cewek yang ngobrol sa
ma Ri'in suka pada merem, ngebayangin ngobrol sama cowok cakep. Abis kalo melek yang keliatan wajah si Ri'in. Jelas dong bikin sebel.
Ri'in heran lihat Somad ngomong sendirian. Dengan gerakan cepat Ri'inmelempar tubuhnya, ikut tiduran di samping Somad. Somad jelas merasa terganggu.
"Eh, elo In, ngagetin aja! Assalamualaikum kenape""
"Udah tadi di depan, sampe tenggorokan gue kering kagak ada yang nyaut. Eee, taunya elo enak-enakan tiduran di sini. Lagi ngapain lo ngomong sendiri" Kesambet apaan""
Ditembak begitu, Somad jadi tersipu. Pipinya yang item memerah... gosong kayak pipa besi kena api. "Cewek, In. Gue demen banget sama si Olga. Gue mentok-tok-tok-tok ama tuh cewek."
"Lha, dia mentok kagak ama lo""
"Wah, bener juga lo, In! Gue kagak pernah mikirin. Tapi Olga baek banget dah. Mana cakep lagi."
"Cakep sih cakep, kalo kagak mentok ama lo ya percuma, Mad!"
Somad jadi garuk-garuk kepala mendengar ucapan Ri'in. Lalu berujar, "Lantas gue kudu gimana biar Olga mentok juga ama gue""
Ri'in bangkit sambil menepak kepala Somad.
""Nyesel gue punya sodara elo. Kok bego banget ya" Pantes lo kagak laku-laku. Ngegaet cewek aja lo kagak tau. Nah, kapan mo ngelamar" Jauuh dah!"
Dikatain begitu, jelas mulut Somad makin monyong. "Udah deh, Ri'in, kalo lo ke sini cuman mo ngehina gue, mending lo minggat dah!"
"Diih, gede di ambek lo, Mad. Lo mau kagak gue ajarin cara ngadepin cewek" Biar si Olga mentok ama lo""
Somad kontan mengangguk cepat dan bersemangat.
Ri'in menarik telinga Somad dan berbisik. Somad mendengarkan sambil kegelian. Lalu keduanya langsung ngakak bareng!
"Olga masuk ke Radio Ga Ga dengan tergopoh-gopoh, sementara Wina membuntuti dengan berlenggang santai. Ketika melewati ruang tamu, Resepsionis yang lagi nempel sama gagang telepon, langsung memberi isyarat pada Olga untuk menerima telepon. Olga menggeleng kuat-kuat sambil menunjuk jam tangannya, "Gue udah telat, Rev!"
"Bentar aja, Ol. Suaranya oke banget nih. Empuk!" ujar Resepsionis.
"Ntar deh, Mbak. Suruh ngebel lagi abis siaran. Atau suruh Wina aja terima!"
Wina bersemangat mendekati meja Resepsionis, lalu mengangkat telepon dengan gaya centil. "Halo" Ini Wina, sobatnya Olga. Gue ngomong sama siapa nih" Iya, Wina, bukan Olga. Olga-nya kan lagi siaran. Kalo nggak percaya pasang aja Radio Ga Ga. Betul, kan" Siapa" Ricky" Oh, Ricky yang pasangannya Rexy" Bukan" Abis, Ricky yang mana dong" Setau gue, Olga nggak punya temen yang namanya Ricky. Eh, ada juga Ricky endut. Tapi suaranya cempreng. Nggak keren kayak elo."
Resepsionis tertawa geli.
Tangan kiri Wina menutupi gagang telepon, ikut tertawa. Lalu berbisik ke Resepsionis,
"Mbak, gue merinding denger suaranya. Keren sekaleee. Bego Olga nggak mo terima. Pasti kalo gue cerita, dia nyesel berat...."
Resepsionis mengangguk-angguk.
Wina melepaskan tangannya dari gagang telepon. Kembali bicara, "Eh, sorry ya" Tadi sampe di mana" Oh iya, soal nama. Apa" Eh, ntar dulu dong, gue belum mau udahan. Oh, mo telepon lagi abis Olga siaran" Janji ya" Bener lho, gue tungguin."
Wina menutup pesawat telepon dengan cengengesan. Resepsionis terbahak.
"Eh, kenapa ketawa, Mbak"" tanya Wina polos.
"Kamu kocak amat sih, Win" Dia kan janjinya mo telepon Olga. Kok kamu yang nungguin""
Wina cengengesan, salah tingkah. "Ya boleh dong, Mbak. Abis suaranya itu...."
Sementara di ruang siaran Olga masih ngebaca pesanan lagu dari secarik kertas di tangannya, lalu cekikikan sendiri, "New Kids on the Block" Ya ampun! Eh, siapa nih yang pesen lagu" Ketahuan ya, masa abege-nya udah lewat sepuluh tahun yang lalu. Mas Johannes, sorry Olga nggak bisa puterin lagunya. Gimana kalo Mas mintanya di acara lagu-lagu nostalgia aja" Nah, ini baru pas. Minta Janet Jackson. Judulnya, terserah. Wah, Dina, lagunya Janet yang berjudul Terserah belum ada tuh di koleksinya Radio Ga Ga. Yee, ngambek! Nanti deh Olga cariin lagunya Janet yang keren. Tapi itu juga kalo ketemu ya, Din. Kalo enggak ketemu, gimana" Digantiin lagunya DOGSTAR aja ya" Soalnya Olga suka banget liat tampangnya KEANU. Eh, nggak nyambung ya" Biarin deh, yang penting...."
Lag i asyik-asyiknya ngebacain lagu buat para pendengar, tiba-tiba Mbak Vera muncul di ruang operator sambil mengacung-acungkan secarik kertas. Sang operator memberi kode untuk masuk iklan. Olga pun berusaha membaca kertas yang diacungkan Mbak Vera. "Eh, kayaknya Olga punya pengumuman. Pemilik mobil dengan nomor polisi B 1997 AB, harap segera keluar. Yee, emang nonton bioskop" Ngaco nih, Mbak Vera! Sorry ya" Buat Dina, lagunya Olga puterin setelah yang satu ini."
""Oke sih oke, Win. Gue pusing nih! Mbak Vera enak aja nyuruh Ricky dateng besok sore ke sini. Emang gue kenal sama yang namanya Ricky" Kalo Ricky Johannes, Ricky Subagja, apa Ricky Jacob, masih mending. Gue bisa dapet nomor teleponnya via wartawan. Nah ini..."
"Ol, tenang aja deh. Ntar Ricky nelepon."
"Apa"" "Beneran. Tadi dia bilang, mo nelepon lagi abis siaran."
Wina nggak boong. Saat itu juga telepon berdering. Resepsionis mengangkat.
"Radio Ga Ga, sore. Olga" Dari siapa ya" Ditunggu... Olga, telepon dari Ricky. Mo diterima apa enggak""
"Yess!" Olga dan Wina berlari menyerbu pesawat telepon.
"Halo" Iya, ini Olga."
Wina berbisik di telinga Olga, "Suruh ketemu di Kafe Regal, Ol!"
Olga tersenyum geli. "Ini, Rick, si Wina pengen ketemu lo sore ini di Kafe Regal. Bisa nggak""
Wina mendorong kepala Olga, gemas.
"Kenapa" Ada acara" Sayang ya, padahal Wina udah semangat banget mo nraktir Ricky. Besok" Oh iya, tadi Ricky dengerin Olga siaran ya" Betul, hadiahnya katanya sih oke. Pokoknya dateng lho besok sore, jangan sampe enggak. Ntar hadiahnya diambil orang. Sampe besok ya Ricky, bye!"
"Olga menutup telepon sambil senyam-senyum ganjen.
Wina dan Resepsionis penasaran.
"Hadiah apaan sih, Ol"" tanya Wina.
"Tadi pas siaran, gue iseng ngomong. Gue bilang, yang namanya Ricky, yang nelepon gue, bakal dapet hadiah dari bos-nya Radio Ga Ga."
"Lo tega, Ol! Kalo besok sore si Ricky minta hadiahnya, gimana""
"Yee, itu sih urusan,nya Mas Ray sama Mbak Vera!"
"Mami sedang menggeser-geser letak kursi teras ketika VW Combi butut milik Papi datang. Papi terheran-heran memperhatikan letak kursi yang berubah.
"Kenapa kursinya digeser-geser, Mi""
"Ini gara-gara anak Papi tuh, si Olga. Setiap mo masuk rumah, dia selalu nabrak kursi teras. Kayaknya dia sengaja begitu. Biar sepatu rodanya cepet rusak. Biar bisa beli model yang lebih baru. Heran! Anak itu mentang-mentang udah bisa cari duit sendiri, apa-apa maunya yang paling baru."
"Nggak papa, kan, Mi, toh dia nggak minta mami baru."
Mami langsung kaget dan sewot, "Coba aja kalo berani! Papi awas ya" Awaas kalo Papi macem-macem!"
Papi tertawa, lalu masuk ke rumah. Mami mengejar dari belakang, penasaran. "Papi terduduk lelah di sofa. Diam sebentar, lalu membuka sepatu dan kaus kaki. Mami menatap Papi dengan curiga. Papi menoleh, tersenyum geli. "Kenapa, Mi""
"Papi jangan pura-pura. Ayo, ngaku aja kalo Papi ada yang lain. Siapa, Pi" Mami mo tau kayak gimana saingan Mami."
Papi. jadi menggerutu. "Mami kok jadi serius" Cepet tua lho!"
"Biarin! Apa Papi pikir cuma Papi yang bisa macem-macem" Mami juga bisa! Liat aja!"
"Udah ah, Mi. Malu didengar tetangga. Oh ya, Mi, tolong bilang Bik Inah, Papi minta kopi susu."
Mami langsung teriak, "INAAAH!!, Tuan minta kopi susuuu!"
Papi nienggeleng. "Kalo begitu sih, Papi juga bisa."
"Papi ini, sudah dilayani malah komplain. Mami nggak tau lagi deh harus gimana!"
Mami keluar ke teras. Papi bengong.
Olga baru pulang ketika Papi dan Mami sedang makan malam.
"Malam, Papi Mami."
"Malam, malam! Dari mana kamu, Ol" Tuh Papi Hat sendiri, anakPapi kalo diberi sedikit kelonggaran, langsung ngelunjak. Yang katanya mo cari duit sendiri lah, mo mandiri lah. Nyatanya pulang malam terus. Udah Ol, mulai sekarang, Mami nggak kasih lagi kamu jadi penyiar!"
""Mami gimana sih" Jadi penyiar sama pulang malam kan nggak sama. Mami harus bisa membedakan dong!" ujar Papi.
"Kok Papi malah ngebelain Olga" Papi apa nggak tau" Teu sadar" Dit is eig verveld! Sejak Olga siaran, kerjanya pulang malam melulu. Apa Papi suka punya anak gadis kerjanya pulang malam" Apa Papi rela Olga diomongin yang enggak-
enggak sama tetangga" Papi sih enak, di kantor seharian. Mami ini yang tiap hari tekanan batin."
Olga berjalan menuju kamarnya.
"Eee, mo ke mana" Nanti dulu, Ol! Papi-Mami belum selesai bicara."
Olga menghentikan langkahnya, manyun.
"Pi, jangan cuma diam. Bilang, Olga jangan suka pulang malam! Kalo Mami yang bilang, cuma masuk kuping kiri keluar kuping kanan."
Papi tidak bereaksi. Mami tambah gemas. "Papi! Bilang dong! Ngomong! Olga, jangan pulang malam. Gitu!"
Papi menarik napas panjang. "Olga, jangan pulang malam.Begitu, kan, Mi""
Mami sewot. "Papi ni kayak robot!"
"Udah kan, Mi" Olga mo ke kamar nih. Mo bikin peer trus tidur."
"Tidur" Kamu diet apa mogok makan" Nggak bisa, kamu harus makan dulu!" hardik Mami lagi.
""Olga kan udah makan di luar sama Wina," jawab Olga cuek sambil ngeloyor.
Mami kesal. "Papi liat, kan" Begitu tuh jadinya kalo anak dimanja. Sukanya makan di luar. Jajan sembarangan. Junk food!" Mami lalu berteriak keras,"BIBIIIK! BIK INAAAH!!!"
Bik Inah datang tergopoh-gopoh ke meja makan.
"Ya, Nyonya" Ada yang kurang" Ada yang perlu ditambah""
"Cepet kamu ambil nasi dan lauk-pauk buat Olga. Lalu antar ke kamarnya. Kamu harus tetap ada di kamarnya. Tunggu sampe Olga selesai makan."
Bik Inah dengan sopannya menyendok sedikit nasi ke piring. Lalu menambahkan lauk-pauk. Papi cuma geleng-geleng kepala. "Mami kok maksa" Kan tadi Olga bilang, dia sudah makan di luar."
"Diluar, kan" Bukan di rumah. Ayo cepet Bik Inah, antar ke kamar Olga."
Bik Inah bergegas ke kamar Olga.
Papi terus geleng-geleng kepala.
Mami tersenyum puas. Di kamarnya, Olga tiduran menelungkup di atas tempat tidur, mengerjakan peer. Pintu kamar diketuk dari luar.
"Masuk aja, nggak Olga kunci!"
Bik Inah masuk sambil membawa nampan berisi satu piring nasi dengan lauk-pauk lengkap. Segelas besar air putih dan sepiring kecil semangka iris. Olga bengong.
Nurseta Satria Karang Tirta 2 Runtuhnya Gunung Es Karya Sherls Astrella Pedang Keadilan 34
^