Sepasang Ular Naga 44
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja Bagian 44
Sementara di lapisan yang terakhir. anak-anak muda Singasari
telah memegang senjata pula. Bukan saja anak-anak muda dari
dalam Kota Raja. Tetapi anak-anak muda dari sekitar Kota Raja
yang keluarganya mengungsi masuk ke dalam dinding, telah ikut
bersiaga menghadapi segala kemungkinan. Bahkan bukan saja
anak-anak muda. Tetapi di setiap halaman, setiap orang laki-laki
telah bersiap-siap pula untuk melakukan perlawanan dengan cara
masing-masing. Sementara itu, segerombolan anak-anak muda yang nakal
seakan-akan telah mendapat kesempatan untuk menyalurkan
2669 kenakalannya tanpa dihalau orang. Mereka telah mempersiapkan
perlawanan yang khusus, sesuai dengan kenakalan mereka.
Beberapa orang anak muda telah membuat semprotan dari
bumbung yang, berlubang-lubang pada ruasnya, sementara dari
lubang batangnya di susupkan galah yang dibalui dengan sobekansobekan
kain. Sementara itu anak-anak muda yang lain telah menumbuk
batang dan akar pohon rawe yang sangat gatal, sedang yang lain
lagi telah memetik buah cabe sebanyak-banyak di sawah dan
ditumbuk pula. Cairan batang rawe dan cabe itulah yang mereka persiapkan di
atas dinding Kota Raja, di atas pintu gerbang. Mereka tidak bersiap
dengan busur dan anak panah, tetapi mereka siap dengan
bumbung-bumbung semprotan di tangan.
Prajurit-prajurit Singasari tidak mencegah mereka. Bahkan
mereka telah siap melindungi anak-anak nakal itu dengan busur dan
anak panah. Jika orang-orang Mahibit berusaha memecah pintu
dengan cara yang dipergunakan oleh para pengikut Empu Baladatu,
dan mereka dilindungi dengan perisai, maka semprotan air rawe dan
cabe yang gatal dan panas itu akan dapat, membantu menghambat
usaha mereka, karena titik-titik air yang terlontar dari semprotan itu
akan didorong oleh angin, menyusup sela-sela perisai yang
betapapun rapatnya. Rasa-rasanya terlalu lama bagi anak-anak muda itu untuk
menunggu. Mereka sudah tidak sabar lagi ketika malam mulai turun.
Namun merekapun sadar, bahwa di malam hari, pasukan Mahibit
tentu tidak akan menyerang. Kecuali dalam keadaan yang khusus
seperti yang dilakukan oleh Empu Baladatu.
Namun di tengah malam, dua pengawas dengan tergesa-gesa
melaporkan, bahwa pasukan lawan yang sedang beristirahal agak
jauh di luar Kota Raja, telah mulai bergerak.
Anak-anak muda yang telah mempersiapkan senjata mereka
yang aneh itupun segera mengenakan kantong-kantong yang
2670 terbuat dari kulit yang tipis dan lemas untuk melindungi tangan
mereka dari cairan yang gatal dan panas itu Di atas dinding mereka
telah bersiap dengan semprotan-semprotan bumbung mereka.
Tetapi agaknya Linggapati hanya mendekat saja pada pintu
gerbang. Mereka ternyata berhenti dan beristirahat di padukuhan
terdekat. Ternyata pasukan Mahibit itu benar-benar menggetarkan
jantung. Selain jumlah mereka yang besar, nampaknya mereka
mempunyai ikatan dan kemampuan yang lebih besar dari pasukan
Empu Baladatu. "Mereka akan datang besok pagi-pagi benar-benar." desis
seorang anak muda. Prajurit Singasari menjadi berdebar-debar. Tetapi di antara
mereka masih ada yang sempat membenamkan diri di bawah
selimut sambil bersandar dinding gardu.
"Mereka tidak akan menyerang malam ini." desisnya sambil
menguap. Kawannya mengangguk. Ia pun mencoba untuk memejamkan
matanya pula. Tetapi kegelisahannya telah membuatnya sama sekali
tidak dapat tidur lagi. Para Senapati Singasari memang, masih memberi kesempatan
kepada para prajuritnya untuk beristirahat. Mereka akan terlibat
dalam perang yang dahsyat, yang mungkin akan memerlukan waktu
yang lama. Tetapi sebagian dari para prajurit itu memang tidak dapat
beristirahat dengan tenang. Sebagian dari mereka justru berjalan
mondar mandir dengan senjata dalam pelukan.
Dalam pada itu, masih ada satu dua kelompok pajurit Singasari
yang mendekati gerbang. Tetapi mereka tidak berani langsung,
menuju ke dinding kota. Dengan hati-hati mereka mengirimkan satu
dua orang penghubung melalui jalan-jalan sepi dan terpencil dari
2671 jalur jalan padukuhan. Bahkan kadang-kadang merayap di
pematang di sela-sela tanaman yang mulai rimbun.
Di muka pintu gerbang mereka mengacukan tangan mereka
sebagai isyarat, bahwa mereka adalah prajurit-prajurit Singasari.
"Dimana kelompok kalian?"
"Berhenti di seberang jalan silang."
"Bodoh. Orang-orang Mahibit berada di padukuhan di sebelah
simpang empat dan di padukuhan kecil antara simpang empat dan
bukit kecil itu." "Kami tidak tahu."
"Kau lewat jalan itu?"
"Tidak. Kami memang sudah berprasangka berdasarkan naluri
keprajuritan kami. Kami menyusur pematang yang menyilang bulak
panjang itu. Kemudian menyusuri parit."
"Bagus. Bawa kelompokmu mendekat. Tetapi hindari sejauh
mungkin orang-orang Mahibit itu. Kau sudah berada di dekat
padukuhan tempat mereka beristirahat menunggu fajar, cepatlah.
Tetapi melingkarlah, agar kau tidak dicincang di perempatan itu."
Petugas itu dengan tergesa-gesa kembali ke dalam kelompoknya.
Tetapi mereka benar-benar mengambil jalan melingkar. Dengan
cemas mereka melaporkan bahwa mereka justru berada di belakang
pasukan Mahibit. "Untunglah kita berhenti di sini dan mencari hubungan dengan
Kota Raja. Jika kita berjalan terus, maka kita akan masuk
kekandang harimau di padukuhan itu." berkata pemimpin kelompok
kecil itu. Dengan tergesa-gesa kelompok kecil itupun kemudian berjalan
melingkari menuju ke pintu gerbang.
2672 Ketika terdengar pintu itu berderak, maka merekapun seolah-olah
berloncatan masuk didorong oleh kecemasan bahwa lawan-lawan
mereka berada di punggung mereka.
Tetapi ternyata bahwa diantara kelompok-kelompok kecil itu ada
juga yang terjebak memasuki padukuhan tempat orang-orang
Mahibit beristirahat. Sehingga dengan demikian, maka nasib mereka
benar-benar merupakan nasib yang sangat buruk.
Satu dua orang yang berhasil melarikan diri, sempat mencapai
pintu gerbang dan melaporkan apa yang terjadi pada kelompok kecil
mereka itu. Tetapi prajurit-prajurit Singasari tidak dapat berbuat apa-apa.
Mereka tidak dapat merusak semua persiapan yang telah mereka
lakukan untuk melawan orang-orang Mahibit dari balik dinding Kota
Raja. "Mereka adalah korban-korban yang pertama." desis seorang
Senapati yang memandang ke dalam kegelapan malam dengan
kelopak mata yang panas, "Sementara kami tidak dapat berbuat
apa-apa." Beberapa orang yang berdiri di dinding Kota Raja
menggeretakkan giginya. Korban masih akan berjatuhan. Tetapi
bahwa sekelompok kecil telah terjebak di luar sadarnya, masuk ke
dalam lingkungan pasukan lawan, adalah peristiwa yang sannat
mendebarkan. "Besok kita akan membalas." geram seorang prajurit muda, "Jika
mereka memasuki pintu gerbang ini kita akan mencincang mereka."
Sementara yang lain mengatakan, "Kita perlu menebarkan
petugas-petugas sandi, agar peristiwa itu tidak terulang. Kita akan
menunggu agak jauh di belakang pasukan Mahibit, karena menurut
perhitungan, masih akan ada kelompok-kelompok kecil yang
datang." Pendapat itu akhirnya sampai ketelinga para Senapati, sehingga
merekapun kemudian benar-benar menunjuk beberapa orang untuk
2673 tugas yang berbahaya itu. T etapi ternyata bahwa setiap orang yang
menerima tugas itu, telah melakukannya dengan penuh tanggung
jawab, karena mereka merasa bahwa dengan demikian mereka
akan dapat menyelamatkan kawan-kawan mereka yang tidak
mengetahui, apa yang telah terjardi sebenarnya.
Dan ternyata bahwa beberapa orang petugas benar-benar telah
menjumpai kelompok-kelompok kecil yang ingin dengan tergesagesa
sampai ke kota raja, sehingga mereka tetap berjalan di malam
hari. "Kalian jangan memasuki tempat-tempat yang berbahaya itu."
setiap petugas yang, menjumpai kelompok-kelompok kacil itu
memperingatkan dan memberikan petunjuka yang diperlukan.
oooOdwOooo Bersambung ke jilid 37 Koleksi: Ki Ismoyo Scanning: Ki Arema Convert&Editing: Ki Mahesa
Recheck: Ki Arema 2674 Karya SH MINTARDJA Sepasang Ular Naga di Satu Sarang
Sumber djvu : Koleksi Ismoyo & Arema
http://kangzusi.com/ atau http://dewi-kz.info/
Jilid 37 Tamat PARA pemimpin dari kelompok-kelompok kecil itu
merasa sangat berterima kasih
kepada petugas-petugas yang
dengan sabar menunggu kedatangan kawan-kawannya
yang tidak menyadari bahwa
bahaya tengah mengancam di
sepanjang jalan. "Jadi, apakah yang harus
kami lakukan?" bertanya
pemimpin kelompok itu. "Melingkari bulak panjang
dan langsung pergi ke dinding
Kota Raja. Baru kalian merayap
sepanjang dinding samping
untuk mencapai pintu gerbang.
Itu pun harus kalian lakukan dengan sangat hati-hati. Jika kalian
terlalu dekat dengan padukuhan itu dan diketahui oleh pengawaspengawas
mereka, maka nasib kalian akan menjadi sangat buruk."
Para pemimpin kelompok itu pun kemudian membawa pasukan
mereka yang kecil itu melingkari agak jauh dari padukuhanpadukuhan
yang diketahui sebagai tempat peristirahatan pasukan
dari Mahibit yang siap menerkam Kota Raja.
2675 Ternyata kehadiran satu dua kelompok itu dapat diketahui oleh
para pengawas dari Mahibit. Ternyata mereka telah mengadakan
gerakan di malam hari. Mereka menebar semakin luas untuk
mencegah kehadiran kelompok-kelompok baru masuk ke pintu
gerbang Kota Raja. Petugas-petugas sandi Singasari segera melaporkan gerakan itu.
Namun dengan demikian petugas-petugas sandi yang harus
bertebaran justru menjadi semakin banyak.
"Keadaan sangat gawat" berkata seorang Senapati, "Karena itu,
biarlah kelompok-kelompok kecil itu berada di belakang pasukan
Mahibit. Pada suatu saat mereka tentu akam diperlukan. Jika orangorang
Mahibit berhasil memecahkan pintu gerbang, maka mereka
justru akan menyergap dari belakang s isa-sisa pasukan Mahibit yang
tentu akan berdesakan memasuki Kota Raja."
Dengan perintah itu, maka kelompok-kelompok kecil yang
berdatangan kemudian, tetap berada di belakang pasukan
Linggapati, sampai saatnya mereka mendapat perintah untuk
mendekat. "Pasukan ini teramat kecil." berkata seorang pemimpin kelompok,
"Apa yang dapat kami lakukan."
"Sekedar mengganggu ekor pasukan Linggapati yang memasuki
Kota. Namun yang sekedar itu tentu akan mempunyai arti, karena
yang berada di belakang pasukan Mahibit ini tentu tidak hanya satu
dua kelompok. Tetapi. mungkin ada sepuluh, bahkan lebih."
Para pemimpin kelompok itu mengangguk-angguk. Meskipun
jumlah mereka tidak seberapa, tetapi mereka memang akan dapat
membuat kejutan bagi ekor pasukan Mahibit.
Dalam pada itu, malam pun berjalan betapapun lambannya.
Seperti para prajurit Singasari, maka sebagian dari pasukan Mahibit
sempat juga beristirahat barang sejenak menjelang fajar
menyingsing. 2676 Agaknya Linggapati mempergunakan bintang-bintang sebagai
isyarat. Ketika bintang panjer wengi tenggelam di ujung Barat dan
bintang penjer rima mulai nampak di Timur dengan cahaya yang
putih kebiru-biruan, maka pasukannya pun mulai bersiap-siap tanpa
aba-aba. Setiap kelompok yang ada di padukuhan yang terpisah
telah mengetahui bahwa saat bintang panjerina mulai nampak,
mereka harus mempersiapkan diri dan kemudian berangkat menuju
ke medan. Karena itulah, maka tanpa ada bunyi isyarat apapun, ternyata
bahwa pasukan Mahibit itu sudah mulai bergerak. Dalam gelapnya
sisa malam menjelang fajar, mereka merayap di tengah-tengah
bulak mendekati dinding Kota Raja.
Agak berbeda dengan pasukan Empu Baladatu, ternyata orangorang
Mahibit tidak memusatkan kekuatan pasukannya pada pintu
gerbang, meskipun mereka telah mempersiapkan pula macammacam
alat untuk memecahkan pintu. Diantaranya seperti yang
pernah dilakukan oleh pasukan Empu Baladatu. Sepotong kayu yang
panjang dan cukup besar untuk menghentak pintu itu dari luar.
Ternyata bahwa untuk beberapa saat mereka berhasil mendekati
dinding tanpa diketahui oleh pasukan Singasari karena sama sekali
tidak ada tanda-tanda dan isyarat yang nampak atau terdengar.
Karena itulah, maka prajurit peronda yang berada di atas dinding
telah terkejut ketika melihat dalam gelapnya malam seakan-akan,
batang-batang jagung itulah yang bergerak bagaikan hanyut
mendekati dinding. "He, kau lihat dalam gelap itu?"
"Aku memang melihat sesuatu" He, apakah mataku sudah
rabun?" "Tidak. Kita memang melihat gerakan. Lihat, dari ujung bulak
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sampai ke ujung bulak."
Peronda itu memanggil beberapa orang kawannya. Anak-anak
muda yang jemu menunggu di pintu gerbang, nampaknya tertidur
2677 diluar sadar. Tetapi mereka terbangun juga oleh kegelisahan para
penjaga. "Apa yang kalian lihat?"
Tiba-tiba saja peronda yang tertua terpekik, "Pasukan. Lihat
dengan tajam. Yang datang itu bukannya betang-betang jagung
yang hanyut didorong angin. Tetapi pasukan Mahibit datang dalam
gelar yang panjang sekali hampir mengelilingi dinding Kota Raja."
Sejenak kemudian telah terdengar suara kentongan yang
memang disediakan di atas pintu gerbang, yang ternyata telah
mengejutkan penjaga di dalam gardu. Tanpa bertanya lagi mereka
menyadari, bahwa bahaya sudah mendekati. itulah sebabnya
mereka pun segera memukul kentongan yang besar di gardu itu
dengan irama titir. Sekejap kemudian maka suara kentongan itu pun telah
memenuhi seluruh Kota Raja. Di setiap gardu telah tersedia
kentongan, sehingga seluruh Kota Raja pun kemudian dipenuhi oleh
suara kentongan yang berbunyi di gardu-gardu.
Para prajurit yang sedang beristirahat terkejut mendengar suara
titir. Dengan serta merta mereka membenahi diri meskipun terasa
badan mereka masih belum segar setelah dengan terkejut bangun
dari tidur. Beberapa orang yang bertugas di atas dinding pun segera
memanjat. Betapapun tergesa-gesa. mereka tidak lupa busur dan
anak panah. Ternyata prajurit-prajurit Simgasari tidak mendapat banyak
kesempatan untuk mengatur diri Demikian suara kentongan
meledak, maka Linggapati telah berteriak memerintahkan agar
pasukannya menyerbu Kota Raja.
Sejenak kemudian, maka bayangan yang, bergerak-gerak di
dalam keremangan sisa-sisa malam itupun bagaikan bergetar.
Sejenak kemudian seperti banjir mereka pun berlarian menyerang.
2678 Dengan mata yang masih berat, pasukan Singasari telah
mempersiapkan diri pula. Mereka yang berada di atas dinding
adalah mereka yang bersenjata panah dan tombak panjang.
Ketika para prajurit mulai hadir di tempat masing-masing, orangorang
Mahibit telah menjadi semakin dekat. Mereka mulai berteriak
memekakkan telinga. Namun demikian mereka memasuki jarak jangkau anak-anak
panah yang di lontarkan dengan busur dari atas dinding, maka di
sekitar dinding Kota Raja itu pun seakan-akan telah turun hujan
anak panah yang bagaikan dicurahkan.
Pasukan yang maju itu terhenti. Bahkan mereka pun segera
bergerak mundur. Mereka mencoba melindungi diri mereka dengan
perisai-perisai baja dan kayu.
Di muka pintu gerbang, keadaannya juga serupa. Mereka yang
memakai perisai sajalah yang kemudian mendekat dengan
berlindung di bawah perisai masing-masing.
Namun ketika mereka menyadari bahwa pintu gerbang harus
dipecahkan, maka pemimpin kelompok yang bertugas memecah
pintu gerbang itu berteriak, "Lindungi kami. Kami akan membuka
pintu itu." Maka orang-orang Mahibit pun telah membalas serangan itu
dengan anak panah pula. Tetapi jumlah mereka yang bersenjata
panah terlalu sedikit untuk menyerang Kota Raja dari segala
jurusan. Itulah sebabnya mereka sebagian telah berkumpul di
semua pintu gerbang."
Beberapa puluh perisai segera melindungi para pengikut
Linggapati yang sedang berusaha memecah daun pintu. Mula-mula
mereka mengangkat balok, tidak di atas pundak, tetapi ditinting
dengan tangan. Kemudian mereka berlari sekencang-kencangnya
sambil membenturkan balok yang panjang itu pada pintu gerbang.
Anak panah yang dilontarkan oleh para prajurit yang berada di
atas pintu gerbang telah membentur perisai yang bagaikan payung
2679 di atas kepala para pengikut Linggapati itu, sehingga anak panah itu
tidak dapat menyentuh tubuh mereka.
Anak-anak muda yang berada di atas pintu gerbang itu
mengerutkan keningnya ketika mereka melihat, bagaimana orangorang
Mahibit melindungi diri dan kawan-kawannya dari serangan
anak panah. "Saatnya sudah tiba." berkata seorang anak muda.
"Ya. Kita menyerang sekarang."
Demikianlah maka anak-anak muda yang mengenakan kantongkantong
kulit di tangannya segera mempergunakan bumbung
penyemprot mereka. Dengan geram mereka pun kemudian
menghisap air yang sudah mereka sediakan. Air rawe dan air cabe
yang panas. Ketika para pengikut Linggapati ilu membenturkan balok panjang
itu pada pintu gerbang, maka anak-anak muda itu pun segera
melontarkan air di dalam bumbung-bumbung mereka.
Di depan pintu gerbang itu pun kemudian bagaikan hujan turun
dari atas dinding. Mula-mula mereka tidak mengerti, apakah artinya
air yang disemprotkan itu.
Namun sejenak kemudian, akibatnya mulai mereka rasakan. Para
pengikut Linggapati yang terkena air rawe pun bagaikan gila
menggaruk tubuhnya yang gatal, sementara yang dikenai air cabe,
menjadi bingung oleh panas dan pedih. Terutama di mata mereka.
Ternyata serangan-serangan anak-anak muda itu sangat
berpengaruh. Terutama mereka yang terkena air rawe, sama sekali
tidak dapat berbuat apa-apa lagi selain menggaruk tubuh mereka
sendiri yang menjadi panas dan gatal tanpa banding.
"Apa yang terjadi?" bertanya seorang pemimpin kelompok
mereka yang segera mendekati mereka.
"Air rawe. Tubuhku menjadi gatal-gatal seluruhnya."
2680 "Tubuhku menjadi panas seperti tersentuh api." sementara yang
lain lagi berteriak, "Aku tidak dapat melihat lagi."
Anak-anak muda itu pun kemudian dengan gigihnya telah
melakukan tugas mereka dari atas dinding. Satu dua di antara
mereka ternyata telah sampai pada batas hidup mereka. Anak
panah orang Mahibit yang tidak banyak jumlahnya itu pun telah
mematuk korban dari para prajurit dan mereka yang telah
menyiapkan diri untuk bertempur.
Dalam pada itu, ketika ternyata pintu gerbang tidak segera
terbuka, maka para pengikut Linggapati tidak lagi memberatkan
serangan mereka pada pintu gerbang yang dijaga oleh anak-anak
muda yang rusuh itu. Beberapa orang pengikut Linggapati telah memindahkan
perhatian mereka pada dinding Kota Raja. Mereka mulai
memikirkan, apakah mereka akan dapat memanjat dinding itu
dengan tangga. Sementara itu, maka orang-orang Mahibit pun tidak hentihentinya
menyerang para prajurit Singasari dengan anak panah dan
bahkan kadang-kadang mereka telah melontarkan tombak mereka.
Namun serangan dari atas dinding Kota Raja agaknya lebih banyak
memberikan hasil. Sedangkan jarak jangkaunya pun jauh lebih
panjang dari lontaran dari luar dinding Kota Raja itu.
Tetapi orang-orang Mahibit tidak berputus asa. Karena anak
muda yang berada di atas pintu gerbang itulah yang telah
menyebabkan para pengikut dari Mahibit itu mengalami hambatan
yang lebih besar dari serangan anak panah, maka mereka mulai
mengarahkan perhatian mereka kepada anak-anak muda itu.
"Arahkan serangan kalian kepada mereka." perintah Linggapati.
Para prajurit yang bersenjata panah pun kemudian berkumpul di
muka pintu gerbang. Mereka dengan serentak telah menghujani
para prajurit dan anak-anak muda yang berada di atas pintu
gerbang itu dengan anak panah.
2681 Tetapi dalam pada itu, serangan dari atas pintu gerbang pun
bagaikan hujan yang, tercurah dari langit.
"Apa yang dapat kita lakukan?" bertanya para pemimpin
kelompok kepada Linggapati.
"Kita pecahkan pintu butulan." desis Linggapati.
Para pemimpin kelompok pun mulai mempertimbangkannya.
Mereka mencoba untuk melakukannya. Dikirimkannya beberapa
orang unjuk menemukan gerbang butulan di bagian samping dari
Kota Raja. Ternyata bahwa pintu butulan itu pun dijaga rapat. Di atas pintu
butulan itu pun terdapat beberapa orang prajurit. Namun para
pengikut Linggapati tidak melihat anak-anak muda di atas gerbang
pintu butulan. "Kita tetap di sini" perintah Linggapati, "Biarlah dengan diamdiam
beberapa orang pergi ke pintu butulan itu dan berusaha
memecahkannya. Mereka harus memasuki pintu itu sementara kita
berusaha membuka pintu-pintu butulan yang berada di sisi yang
lain." Para pemimpin kelompok lelah melaksanakannya sebaik-baiknya.
Tidak ada kesan bahwa Linggapati akan memindahkan serangan
mereka pada gerbang butulan di s isi dinding Kota Raja itu.
Sekelompok-kelompok kecil dari para pengikutnya yang banyak
itu telah mempersiapkan diri dengan perintah khusus. Para pengikut
Linggapati yang bertebar panjang itu terhenti di luar jarak jangkau
anak panah para prajurit Singasari kecuali mereka yang berada di
muka pintu gerbang, yang melindungi diri dengan perisai. Tetapi
mereka pun telah berusaha untuk tidak dapat disentuh oleh air yang
disemprotkan oleh anak-anak muda yang berada di atas pintu
gerbang. Dalam pada itu, beberapa orang pengikut Linggapati telah
bergeser. Mereka mendapat tugas untuk memecahkan pintu
butulan, sementara bagian dari pasukan mereka yang paling dekat
2682 dengan butulan itu pun telah mendapat perintah untuk segera
memasuki pintu butulan itu jika pintu itu berhasil dipecahkan.
Gerakan itu tidak banyak menarik perhatian. Namun mereka
telah benar-benar mempersiapkan diri untuk melakukan tugas
mereka. Seperti yang diperintahkan oleh Linggapati, maka setelah
persiapan mereka selesai, maka tiba-tiba saja sekelompok pengikut
Linggapati itu pun telah berlari menuju ke pintu gerbang butulan.
Tetapi mereka tidak mempergunakan sebatang kayu yang panjang
dan besar, tetapi agar persiapan mereka tidak segera diketahui para
prajurit Singasari, maka mereka pun mempergunakan tanggatangga
kayu yang memang sudah mereka bawa untuk memanjat
dinding. Serangan itu memang mengejutkan. Para prajurit yang berada di
atas dinding di sekitar pintu gerbang butulan itu tidak menyangka
bahwa para pengikut Linggapati akan menyerang gerbang butulan.
Namun mereka pun telah bersiaga menghadapi segala
kemungkinan, sehingga mereka pun segera menghujani anak panah
pula kepada orang-orang yang berlari-lari menyerang.
Tetapi anak panah itu dapat di tahan dengan perisai-perisai.
Tidak ada anak-anak muda di atas pintu gerbang butulan itu yang
mempergunakan rawe dan cabe yang dicairkan untuk menyerang.
Dengan sekuat tenaga beberapa orang telah menghantam pintu
gerbang samping itu dengan tangga kayu. Tidak hanya sebuah
tangga, tetapi berganti-ganti mereka melakukannya sehingga
kemudian selarak pintu itu pun menjadi retak.
Laporan tentang serangan pada pintu gerbang samping itu pun
telah sampai ke pimpinan prajurit Singasari. Untuk melawan
kemungkinan itu, maka sepasukan prajurit telah di kirim untuk
memperkuat pertahanan di belakang pintu gerbang butulan itu.
Linggapati sendiri masih berada di muka pintu gerbang induk. Ia
menunggu laporan dari pengikutnya yang telah berusaha
2683 memecahkan pintu gerbang butulan. Jika mereka berhasil, maka
perhatian sebagian prajurit Singasari tentu akan berpaling ke pintu
butulan itu. Tetapi pasukan Singasari tetap menjaga keseimbangan dan
kekuatan yang ada. Selama pasukan Mahibit masih berkumpul di
muka pintu gerbang, maka prajurit Singasari pun sangat berhati-hati
membagi kekuatannya. Dalam pada itu, pasukan Linggapati yang menebar masih belum
mendekati dinding, selain pasukan khususnya yang, bertugas
memecah gerbang. Namun pasukan itu pun tidak terlepas ciari
pengamatan pasukan Singasari, sehingga pasukan Singasari yang
ada di dalam dinding pun menyesuaikan diri dengan kemungkinan
arus kekuatan pasukan Linggapati.
Sementara itu, selarak pintu gerbang butulan pun tidak lagi
mampu bertahan. Hentakan dari luar yang datang bagaikan ombak
yang memecah pantai, akhirnya berhasil mematahkan selarak pintu
itu. Seperti bendungan pecah, maka pasukan Linggapati pun
kemudian mengalir memasuki pintu gerbang. Tetapi karena pintu
gerbang butulan tidak selebar pintu gerbang induk, maka arus
pasukan itu pun telah tertahan karena justru mereka saling
berdesakan. Sementara pasukan itu berusaha berhimpitan memasuki pintu
gerbang, maka pada saat itu, berpuluh-puluh anak panah telah
meluncur mematuk lawan yang berdiri di depan pintu gerbang itu.
Seperti yang pernah terjadi saat-saat pasukan Empu Baladatu
memasuki pintu gerbang, maka selapis pasukan lawan pun telah
jatuh tertelungkup, sementara selapis di belakangnya berusaha
mendesak maju. Namun sekali lagi anak panah prajurit Singasari
lelah meluncur bagaikan ditaburkan dari busurnya. Dan sekali lagi
lapisan-lapisan itu bagaikan terkelupas.
Agaknya pasukan para pengikut Linggapati itu menyadari
keadaan mereka, sehingga karena itulah, maka kemudian mereka
2684 pun mulai mengatur diri. Mereka yang berperisai telah mengambil
tempat dipaling depan. Namun sementara itu, para prajurit yang berada di atas dinding
pun masih terus menghujani mereka dengan panah dan tombak.
Melihat pintu gerbang butulan yang pecah, maka pasukan yang
semula masih mengambil jarak sejauh jarak jangkau anak panah itu
pun segera mendesak maju. Mereka langsung menempatkan diri
pada jalur pasukan yang akan memasuki pintu butulan yang sudah
pecah itu. Ternyata pasukan Singasari tidak dapat menahan arus lawan
yang berdesakan memasuki pintu gerbang sambil berlindung di balik
perisai. Karena itu, maka pasukan Singasari pun segera melingkar
mengepung separo lingkaran gerbang yang sudah terbuka dengan
pasukan berlapis. Sejenak kemudian maka arus pasukan lawan itu pun mengalir
memenuhi setengah lingkaran yang dipagari oleh pasukan Singasari.
Pertempuran yang dahsyat pun tidak dapat dihindarkan lagi.
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pada benturan pertama, senjata mereka pun telah mulai dilumuri
oleh darah. Demikian pasukan Linggapati menghantam pertahanan pasukan
Singasari, maka pasukan Singasari pun segera membuat gelar
Jurang Grawah. Pasukan pada lapis pertama seolah-olah telah
tersibak oleh pasukan lawan. Namun ternyata bahwa di belakang
lapisan pertama telah menunggu pasukan dari lapis kedua yang
kuat, sehingga ketika lapis pertama itu menutup, maka pasukan
yang sudah terperosok ke dalam jebakan itu pun satu demi satu
dibinasakan. Tetapi semakin lama pasukan Linggapati pun menjadi semakin
banyak, sehingga prajurit Singasari mulai terdesak mundur,
sehingga dengan demikian maka kepungan itu pun menjadi semakin
luas. 2685 Desakan itu pun tidak dibiarkan saja oleh para prajurit Singasari.
Setiap peristiwa yang terjadi, para penghubung, selalu
menyampaikan laporan terperinci, sehingga karena itu, para
Senapati dapat mengambil sikap yang tepat untuk menanggapi
keadaan. Dalam pada itu, pasukan yang ada di pertahanan yang berlapis
pun selalu siap menghadapi segala kemungkinan. Di sudut tikungan,
di s impang empat dan di simpang tiga.
Sementara itu pasukan Empu Sanggadaru pun telah memencar
pula di antara pasukan Singasari. Bahkan bekas pengikut Empu
Baladatu pun telah berada di segala tempat, berbaur dengan para
prajurit dan para pengikut Empu Sanggadaru, sehingga jumlah
mereka pun akhirnya menjadi cukup banyak untuk mengimbangi
pasukan Linggapati. Apalagi di antara mereka, setiap laki-laki telah
keluar pula menggabungkan diri dengan para prajurit di sudut-sudut
tikungan. Mereka siap melawan orang-orang Mahibit yang berhasil
menerobos pertahanan pada lapis sebelumnya dan
membinasakannya. Tetapi orang-orang Mahibit tidak puas dengan pecahnya sebuah
pintu gerbang butulan. Mereka pun mulai berusaha memecahkan
butulan yang lain dengan cara yang, sama.
"Gila." geram seorang Senapati, "Akhirnya mereka tidak
memasuki Kota Raja lewat gerbang utama."
Namun di muka pintu gerbang utama masih berkumpul
sekelompok pasukan Lingapati. Bahkan di belakangnya masih
nampak seleret pasukan yang siap memasuki pintu gerbang itu jika
pintu itu pecah. Tetapi ternyata bahwa usaha memasuki Kota Raja itu memang
sudah berpindah dari gerbang utama ke pintu-pintu butulan.
Dalam pada itu, prajurit Singasari pun segera menyesuaikan diri
dengan menempatkan pasukan di muka pintu-pintu butulan yang
menjadi sasaran lawan. 2686 Dalam pada itu Linggapati masih berada di luar dinding halaman,
masih belum dapat menyaksikan pertempuran yang telah terjadi.
Ketika seorang pengawalnya menerima laporan bahwa pasukan
Singasari ternyata masih cukup kuat menahan arus pasukannya,
Linggapati hanya tersenyum saja. Ia yakin, bahwa pasukan
Singasari telah menjadi sangat lemah, apalagi ketika ia berpaling.
Sebagian pasukannya masih tetap menunggu perintahnya.
Ketika hari menjadi semakin cerah oleh sinar matahari, maka
peluh yang kemerah-merahan karena darah yang meleleh dari luka,
membuat kedua belah pihak menjadi semakin garang. Mereka tidak
lagi sempat berpikir mengenai diri mereka berhadapan dengan
sesama. Yang ada di dalam hati adalah kemarahan dendam dan
kebencian yang memuncak. Di halaman istana Singasari, Ranggawuni dan Mahisa Cempaka
berada di antara para Senapati dan para pemimpin pemerintahan
Mereka selalu mengikuti setiap perkembangan yang terjadi, lewat
laporan-laporan para penghubung yang berada di medan.
"Kita harus segera mengikuti perkembangan itu langsung."
berkata Lembu Ampal. Mahisa Agni mengangguk. Kemudian katanya kepada
Ranggawuni, "Tuanku. Apakah hamba dapat memerintahkan para
Senapati untuk membagi diri. Lawan kini berada di pintu-pintu
gerbang samping. Mereka sudah mulai memasuki Kota Raja dan
mengalir lewat jalan-jalan raya menuju ke halaman istana. Berbeda
dengan jalan yang ditempuh oleh Empu Baladatu, karena ia
mengambil satu jalan kemudian membelah diri dan akhirnya menuju
ke halaman istana ini. Sedangkan Linggapati memasuki Kota Raja
lewat beberapa pintu butulan, dan mengalir langsung menuju ke
halaman istana." Ranggawuni mengangguk sambil menjawab, "Terserahlah
kepada paman. Mana yang baik menurut perhitungan paman, dapat
paman perintahkan kepada para Senapati."
2687 Mahisa Agni pun kemudian membagi para Senapati untuk
menghadapi pasukan Linggapati yang memasuki Kota Raja lewat
beberapa pintu gerbang. Lembu Ampal akan memimpin sepasukan
prajurit dan akan hadir di pintu gerbang samping, sedang di pintu
gerbang samping yang lain akan bertugas Witantra bersama
seorang Senapati muda disertai sepasukan prajurit. Sementara
seorang Senapati yang berpengalaman akan berada di gerbang
butulan sebelah belakang, disertai Mahendra dan kedua anaknya,
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat.
Sementara itu Mahisa Agni berkata kepada Mahisa Bungalan,
"Kau akan tetap berada di depan gerbang, utama. Aku yakin, bahwa
Linggapati menunggu kesempatan untuk memasuki pintu gerbang
itu dengan pasukannya yang kuat."
"Baik paman." jawab Mahisa Bungalan, "Aku akan berada di
pintu gerbang utama."
Mahisa Agni mengangguk-angguk. Namun kemudian ia berpaling
kepada Empu Sanggadaru yang berdiri termangu-mangu. Katanya,
"Empu. Aku minta Empu berada di istana ini bersamaku." Bukankah
Empu tidak perlu berada di antara pasukan Empu yang tersebar
itu?" Empu Sanggadaru tersenyum. Katanya, "Aku akan melakukan
segala perintah. Aku sudah menempatkan diri di bawah perintah
pimpinan prajurit Singasari."
Mahisa Agni tersenyum. Jawabnya, "Terima kasih Empu. Biarlah
yang lain melakukan tugasnya di luar halaman istana. Tetapi
menurut perhitunganku, pasukan yang ada di halaman inipun harus
bersiap menghadapi segala kemungkinan."
Demikianlah, maka para Senapati itu pun segera mulai berpencar
dengan sekelompok prajurit kepercayaan. Mereka harus mengatasi
kesulitan yang timbul di medan. Karena keadaan yang tiba-tiba
masih mungkin sekali terjadi.
Dalam pada itu, pintu-pintu butulan sebelah menyebelah, dan
bahkan pintu butulan di arah belakang istana, memang sudah
2688 berhasil dipecahkan oleh pasukan Mahibit. Tetapi mereka harus
bertempur mati-matian untuk dapat menembus pasukan lawan yang
telah memagari jalan menuju ke halaman istana.
Tetapi pasukan Mahibit yang memecahkan pintu samping,
ternyata telah melakukan usaha yang semula agak membingungkan.
Sepasukan pengikut Linggapati yang berhasil menerobos kepungan,
tidak dengan tergesa-gesa menuju ke halaman. Tetapi mereka
berlari-lari menyusuri dinding.
"Hentikan mereka." teriak seorang Senapati.
Tetapi mereka berusaha untuk dengan segenap kemampuan
mereka, mendekati pintu gerbang utama.
"Mereka membuka pintu gerbang dari dalam." teriak seorang
pengawal. Seorang Senapati muda yang mendengar teriakan-teriakan itu
berkata, "Perbuatan gila. Mereka tidak akan berhasil mendekati
gerbang. Di dalam gerbang pasukan Singasari berdiri berjejal-jejal."
Tetapi ternyata mereka sekedar memancing perhatian. Selagi
para prajurit sibuk memperhatikan sekelompok pengikut yang
menuju ke pintu gerbang utama, maka serangan yang tiba-tiba pun
telah diulang oleh pasukan Linggapati. Agaknya salah seorang
pengikui yang mendekati pintu gerbang itu telah melontarkan
tengara bagi induk pasukannya.
Ternyata bahwa s ikap itu tidak hanya dilakukan oleh sekelompok
pengikut Linggapati itu. Beberapa kelompok yang lain pun telah
melakukan perbuatan serupa. Bahkan mereka yang berhasil
memasuki pintu gerbang butulan dari arah lain pun telah berusaha
menyerang para prajurit yang berada di pintu gerbang utama itu.
Dengan demikian maka para prajurit Singasari pun sadar bahwa
agaknya para pengikut Linggapati akan membuka gerbang utama
itu dengan segala macam cara.
Karena itulah, maka pertahanan utama masih tetap mengarah ke
pintu gerbang induk. Beberapa kelompok prajurit berusaha
2689 memotong para pengikut Linggapati yang menuju ke pintu gerbang
setelah mereka berada di Kota Raja.
Tetapi karena hal itu kurang diperhitungkan sejak semula, maka
usaha mereka tidak banyak memberikan hasil, sehingga kelompokkelompok
pasukan yang menyusup lewat pintu-pintu gerbang
butulan akhirnya dapat juga menganggu para prajurit yang berada
di pintu gerbang. Ternyata bahwa anak-anak muda yang bermain-main dengan air
batang rawe dan cabe itu terpengaruh juga oleh anak panah yang
datang, dari dua arah, sehingga sebagian dari mereka mulai
menjadi gelisah. Pada saat-saat yang demikian, maka Linggapati yang agaknya
tidak cepat menjadi putus asa itu, telah mempergunakan
kesempatan sebaik-baiknya. Sekali lagi mereka menghantam pintu
gerbang itu dengan batang kayu yang, besar. Sementara
pasukannya melindungi dengan anak panah. Bukan saja dari luar,
tetapi yang sudah berada di dalamnya melakukannya pula.
Sementara itu, prajurit Singasari dengan mudah dapat
menghalau kelompok-kelompok kecil yang menyerang mereka dari
dalam. Namun dengan demikian, maka perhatian mereka benarbenar
terpecah. Prajurit yang berada di atas dinding harus
memperhatikan lontaran senjata dari dalam pula. karena anak
panah dan bandil telah menimbulkan korban pula di antara mereka.
Ternyata bahwa selarak pintu yang sudah diperkuat itu pun
akhirnya retak juga. Anak-anak muda yang berada di atas pintu
gerbang itu, sebagian masih juga sempat bukan saja
menyemprotkan dengan bumbung-bumbung bambu tetapi tanpa
mengingat diri mereka sendiri, mereka telah menuangkan belanga
yang mereka bawa naik ke atas dinding.
Namun betapapun juga, akhirnya serangan dari dua arah itu
telah berhasil mematahkan selarak pintu gerbang induk itu,
sehingga pintu gerbang itu pun telah pecah.
2690 Ternyata bahwa para prajurit Singasari tidak melawan mereka di
muka pintu gerbang. Mereka masih sempat memberi kesempatan
anak-anak muda di atas dinding untuk menuangkan sisa-sisa air
mereka yang gatal yang panas, sementara para prajurit pun
kemudian melindungi mereka dengan senjata jarak jauh, untuk
memberi kesempatan mereka meninggalkan pintu gerbang itu dan
berlari sepanjang dinding.
Satu dua diantara mereka, tidak dapat meloloskan diri dari ujung
anak panah lawan. Namun sebagian dari mereka berhasil mencapai
batas yang tidak terlalu gawat lagi meskipun mereka masih harus
berhati-hati karena di luar lawan nampak semakin melekat dinding
dan memencar sambil menunggu kesempatan untuk memasuki
pintu gerbang. Prajurit Singasari tidak berusaha menahan lawan mereka di pintu
gerbang, karena arus mereka agaknya terlalu deras, sementara
lawan yang sudah berada di dalam dinding pun selalu mengganggu.
Karena itulah, maka Singasari telah menarik prajuritnya mundur
sehingga perlahan-lahan pasukan lawan pun mengalir memasuki
pintu gerbang induk. Mahisa Bungalan yang berada di hadapan pintu gerbang itu pun
menyesuaikan diri dengan perimbangan pertempuran. Ia pun
menarik diri di antara para prajurit. Namun kemudian Mahisa
Bungalan mencoba untuk bertahan pada sandaran lapisan ketiga,
menghadap jalan lurus menuju ke halaman istana.
Ternyata bahwa jalan-jalan yang memencar pun telah tertutup
rapat oleh pasukan Singasari yang bertahan dalam lapisan demi
lapisan. Tidak saja di jalan-jalan tetapi di halaman dan dindingdinding
baru yang menyekat halaman dengan halaman.
Pasukan Linggapati yang semula merasa mendapat jalan lapang
menuju ke halaman istana, ternyata telah membentur pertahanan
yang kuat di segala medan. Pasukan Singasari yang berlapis-lapis
ternyata tidak segera dapat tertembus semudah yang mereka duga.
2691 "Setan manakah yang masih membantu Singasari sehingga
mereka masih mampu menahan arus kekuatanku." geram
Linggapati di antara pasukannya yang tertahan.
Namun dalam pada itu, Linggapati masih mengharap hubungan
dengan pasukannya yang sudah memasuki Kota Raja lewat gerbang
butulan, dan yang tentu sudah berpencaran. Mereka merupakan
kekuatan yang harus diperhitungkan, baik oleh Linggapati sendiri
terlebih lagi oleh Singasari.
Dalam pada itu, prajurit Singasari yang ternyata masih dihinggapi
perasaan dendam dan kebencian karena pertempuran melawan
Empu Baladatu yang belum lama, sehingga seolah-olah peluh yang
meleleh di tubuh mereka masih belum kering, erang kesakitan
kawan-kawan mereka masih terngiang di telinga, kini mereka telah
menghadapi musuh baru. Dengan demikian, maka para prajurit Singasari rasa-rasanya
bertempur dengan garangnya tanpa menghiraukan kemungkinan
yang akan dapat menimpa diri mereka.
Sejenak kemudian maka pertempuran di Kota Raja itu pun telah
menyala dengan dahsyatnya. Singasari yang disangka telah terlalu
lemah, ternyata masih dapat bertahan dengan kuatnya. Karena
Linggapati tidak memperhitungkan sama sekali kehadiran kelompokkelompok
kecil yang tersebar, pasukan Empu Sanggadaru yang kuat
dan bekas pengikut Empu Baladatu.
Itulah sebabnya, maka pasukannya kemudian telah terbentur
pada pertahanan yang kuat. Bahkan induk pasukannya pun hanya
dapat maju bergeser setapak demi setapak.
Tetapi Linggapati tetap berpengharapan untuk dapat menguasai
Kota Raja. Betapapun lambatnya, tetapi ia berhasil mendesak terus.
Bahkan dengan perhitungan, bahwa pasukan-pasukannya yang
menembus gerbang-gerbang butulan akan segera menusuk ke
tengah-tengah kota dan memecah perhatian pasukan Singasari
yang berlapis-lapis. 2692 Namun ternyata bahwa pasukan yang memecah pintu butulan di
arah belakang, segera tertahan oleh pasukan Singasari. Mahisa
Murti dan Mahisa Pukat yang bertempur bersama ayahnya, ternyata
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
telah membingungkan lawannya. Orang-orang Mahibit yang
memasuki pintu gerbang butulan di arah belakang itu, benar-benar
kehilangan akal jika mereka herhadapan dengan kedua anak-anak
muda yang nakal itu. Sementara itu pasukan yang membelah pintu gerbang samping,
sebagian justru telah bergabung dengan pasukan induk mereka
karena mereka telah menyelusur jalan di seputar bagian dalam Kota
Raja saat-saat mereka berusaha membantu kawan-kawan mereka
yang ingin menerobos lewat gerbang induk.
Namun sementara itu, Witantra ternyata mempunyai perhitungan
lain. Pasukan Mahibit yang memasuki pintu butulan itu ternyata
tidak terlalu kuat setelah sebagian dari mereka bergabung dengan
induk pasukannya yang tersisa itu menurut perhitungan Witantra,
akan dapat ditahan oleh lapisan berikutnya, apabila ia
melepaskannya. Tetapi Witantra tidak bertindak berdasarkan atas perhitungannya
sendiri, ia telah mengirimkan penghubungnya untuk menyatakan
pertimbangannya kepada Senapati yang berada di lapisan
berikutnya bersama para pengikut Empu Sanggadaru dan bekas
pengikut Empu Baladatu. "Lepaskan mereka." berkata Senapati itu setelah ia mendapat
keterangan tentang jumlah lawan.
Witantra pun kemudian membiarkan mereka menerobos
pasukannya. Seolah-olah pasukannya memang menyibak dan
memberikan jalan kepada lawan.
Beberapa orang pemimpin kelompok melakukan perintah itu
dengan pertanyaan yang menyumbat dada. Sebagian dari mereka
sebenarnya tidak rela melepaskan mereka lewat. Dengan demikian
mereka akan dapat menumbuhkan korban di lapisan berikutnya dan
bahkan barangkali dapat memecahkan pertahanan itu.
2693 Tetapi mereka mengangguk-angguk ketika Witantra kemudian
memberi penjelasan, apa yang harus mereka lakukan menghadapi
lawan yang mempunyai banyak akal.
"Bagus." tiba-tiba seorang prajurit muda yang memimpin
sekelompok kawan-kawannya berteriak, "Menyenangkan sekali."
Witantra mengerutkan keningnya. Kemudian katanya, "Tetapi
jangan lengah. Setiap saat, keseimbangan pertempuran yang belum
mantap ini akan dapat berubah."
Para prajurit dan orang-orang yang berada di dalam pasukan itu
pun mengangguk-angguk. Mereka menyadari, bahwa lawan mereka
adalah lawan yang cerdik.
Sejenak kemudian, maka Witantra justru membawa pasukannya
keluar pintu butulan yang sudah ditinggalkan oleh para pengikut
Linggapati, yang kemudian telah membentur pertahanan di lapis
berikutnya. Dengan mengirimkan beberapa orang penghubung, untuk
menyampaikan pesan kepada kelompok yang lain yang terpencar
Witantra telah mengambil kebijaksanaan lain. Ia tidak melawan
pasukan yang memasuki pintu butulan itu, tetapi ia justru telah
keluar dari Kota Raja, melingkari dinding dan kemudian mendekati
pintu gerbang. "Mereka akan terkejut." desis seorang prajurit muda.
"Ya. Mereka tentu tidak akan mengira." sahut kawannya.
Sebenarnyalah bahwa yang dilakukan oleh Witantra itu benarbenar
telah mengejutkan lawan. Dengan serta merta ia telah
menyerang pasukan Mahibit justru dari arah belakang. Sambil
bersorak pasukan Witantra memasuki pintu gerbang induk, dan
menyerang pasukan Mahibit yang masih belum berhasil maju terlalu
jauh. Kejutan itu benar-benar telah membuat pasukan lawan agak
bingung. Sebagian dari mereka segera berpaling dan bertempur
2694 melawan pasukan Witantra yang telah melingkar keluar lewat pintu
butulan. Serangan itu berhasil menghambat kemajuan lawan yang
memang sudah sangat lambat Sebagian dari mereka harus berputar
dan melawan pasukan Witantra yang garang.
Witantra sendiri merupakan orang yang aneh di mata lawannya.
Meskipun Mahibit mengenal Linggapati, namun kehadiran Witantra
telah membuat mereka menjadi berdebar-debar.
"Jika saja ia dapat bertemu dengan Linggapati." desis salah
seorang pengikutnya. "Ada berapa orang sekarang orang itu?" bertanya orang yang
lain. Tidak ada yang dapat memberikan jawaban. Tetapi mereka mulai
menyadari, bahwa di dalam dinding Kota Raja terdapat kekuatan
jauh diluar perhitungan mereka. Mereka terlanjur menyangka bahwa
Singasari telah menjadi sangat lemah setelah Empu Baladatu
berhasil memasuki Kota Raja dan membuatnya menjadi karang
abang meskipun pasukannya kemudian berhasil dihancurkan oleh
para prajurit Singasari. Namun adalah suatu kenyataan yang dihadapi oleh Linggapati,
bahwa Singasari masih cukup kuat menahan arus pasukannya.
Sementara itu, pasukan yang dilepaskan oleh Witantra telah
tertahan oleh pertahanan berikutnya. Meskipun pertahanan itu tidak
terlampau kuat, namun prajurit Singasari yang bergabung dengan
para pengikut Empu Sanggadaru dengan bekas pengikut Empu
Baladatu berhasil menghambat arus lawan. Apalagi ketika beberapa
orang yang berada di belakang garis perang datang membantu
mereka. Bukan saja prajurit Singasari, tetapi anak-anak muda yang
baru sekedar mendapat pengetahuan tata kanuragan, telah maju
pula ke medan, meskipun mereka tidak berada dibagian yang terlalu
berat. 2695 Di bagian lain, para pengikut Linggapati telah dikejutkan oleh
seorang Senapati Singasari yang bernama Lembu Ampal. Meskipun
ia tidak banyak melakukan sesuatu di medan. namun geraknya yang
sedikit itu selalu mengguncangkan lawan. Karena itu, maka
pasukannyalah yang kemudian berhasil mendesak pasukan Mahibit,
sehingga pasukan Mahibit yang memasuki regol samping, tidak
sempat maju lagi. Apalagi sebagian dari mereka telah menerobos
pasukan Singasari untuk bergabung dengan pasukan induk di
gerbang utama. Yang sama sekali kehilangan kesempatan untuk bertahan adalah
pasukan Mahibit yang langsung berhadapan dengan Mahendra.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat tidak dapat mengekang dirinya lagi.
Bagaikan dua ekor burung srikatan berburu bilalang, keduanya
terbang menyambar-nyambar. Senjata mereka telah mematuk
lawannya dari segala arah, .seolah-olah telah berubah menjadi
berpuluh-puluh senjata di berpuluh-puluh tangan.
Hanya pasukan induk dari Mahibit sajalah yang telah berhasil
maju betapa lambatnya. Meskipun sebagian dari mereka harus
menghadapi pasukan Witantra Namun karena jumlah mereka cukup
besar, maka mereka pun masih tetap merupakan bahaya yang
mengancam jalan lurus menuju ke gerbang istana.
Tetapi di pasukan induk Singasari telah menunggu Mahisa
Bungalan, ia merasa bahwa Mahisa Agni sedang memperhatikannya.
Agaknya Mahisa Agni ingin mengetahui kemampuannya yang
sebenarnya menghadapi bahaya yang mengancam Singasari.
Teringang di telinga Mahisa Bungalan Mahisa Agni pernah
berbisik di telinganya, "Singasari memerlukan seorang Senapati
setelah kami yang tua-tua ini akan kehilangan kemampuan karena
batas umur kami." Dengan demikian maka di saat-saat terakhir agaknya Mahisa Agni
benar-benar sedang mengujinya, meskipun ia pun sadar, bahwa
kegagalan dalam ujian itu dapat berarti maut.
2696 Dengan demikian, Mahisa Bungalan benar-benar menempatkan
diri sesuai dengan keinginan Mahisa Agni. Ia telah mempersiapan
diri untuk menghadapi pemimpin tertinggi dari Mahibit, Linggapati.
Mahisa Bungalan ingat, bahwa ia telah berhasil mengalahkan
orang kedua dari Mahibit Adik Linggapati yang bernama Linggadadi.
Tetapi ia masih harus menjajagi lebih dahulu jika ia berhasil
bertemu dengan Linggapati, apakah Linggapati jauh lebih tinggi
ilmunya daripada adiknya yang telah terbunuh.
Tetapi Mahisa Bungalan tidak dapat memaksa pasukan induk itu
untuk tidak bergeser dari tempatnya. Kekuatan lawan yang memang
cukup besar masih saja mendesaknya. Pertempuran yang terjadi
tidak saja di jalan menuju ke gerbang istana, tetapi juga di
halaman-halaman rumah dan di kebun-kebun yang luas, masih saja
menunjukkan bahwa pasukan Mahibit adalah pasukan yang sangat
kuat. Namun sejalan dengan kemajuan pasukan Mahibit, Witantra pun
bergerak pula mengikutinya. Agaknya Mahibit tidak mengerahkan
bagian dari kekuatannya untuk melawan Witantra. Karena itulah,
maka Witantra masih tetap dapat, mengikuti gerak maju pasukan
Linggapati sambil bertempur di belakang garis perang.
Kegagalan pasukan, Mahibit di bagian-bagian lain dari Kota Raja
itu sama sekali tidak terasa akibatnya bagi induk pasukan, karena
betapapun juga, mereka masih tetap dapat mengikat sebagian dari
kekuatan Singasari di tempatnya.
Namun laporan-laporan yang terperinci telah banyak memberikan
keseimbangan perhitungan bagi para pemimpin yang masih berada
di istana. "Pasukan induk dari Linggapati menjadi semakin dekat dengan
halaman istana ini." seorang penghubung melaporkan.
Mahisa Agni yang menerima laporan itu termangu-mangu
sejenak. Agaknya Mahibit benar-benar meletakkan kekuatannya
pada induk pasukannya. 2697 Namun Mahisa Agni masih sempat membuat perhitungan bahwa
jika kekuatan itu tidak tertahankan, pasukan-pasukan yang berada
di bagian lain dari Kota Raja itu akan dapat ditarik.
Namun demikian Mahisa Agni masih belum membuat perubahanperubahan
yang berarti. Dalam pada itu, Empu Sanggadaru yang berada di halaman itu
pula berbisik di telinga Mahisa Agni, "Senapati, perintahkan aku
membawa pengawal-pengawalmu di halaman istana ini untuk
membantu Mahisa Bungalan. Mungkin kekuatan ini dapat merubah
keseimbangan yang hanya berselisih selapis tipis itu."
Tetapi Mahisa Agni menggeleng. Jawabnya, "Belum perlu Empu.
Tetapi bersiaplah, jika keadaan memaksa Empu akan aku
persilahkan tampil di medan."
Demikianlah maka untuk kedua kalinya Kota Raja dalam waktu
singkat telah ditimpa bencana. Dalam pertempuran yang terjadi,
maka kerusakan tidak dapat dihindarkan lagi. Rumah-rumah yang
masih tetap utuh pada saat Empu Baladatu menyerang Kota Raja,
kini mendapat giliran untuk dirusakkan oleh orang-orang Mahibit
yang tidak kalah garangnya.
Namun dalam pada itu, perlawanan prajurit Singasari pun
semakin lama menjadi semakin garang. Pada saat benturan pasukan
telah mapan di segala medan, maka lapisan-lapisan di belakang
garis pertempuran pun mulai mendekati medan dan terlibat dalam
pertempuran itu pula. Dengan demikian, maka pertahanan pasukan Singasari-pun rasarasanya
menjadi semakin tebal. Mereka menempatkan dari pada
celah-celah pertahanan yang telah ada, sehingga garis pertempuran
itu pun menjadi semakin rapat.
Linggapati yang berada di induk pasukannya mulai merasa
bahwa pasukannya benar-benar telah tertahan, jika sebelumnya ia
masih dapat maju betapapun lambatnya, ternyata kemudian bahwa
pasukannya telah terhenti sama sekali. Dengan ketajaman
2698 nalurinya, ia mengetahui bahwa pertahanan lawan menjadi semakin
rapat dan semakin kuat. "Gila." geram Linggapati, "Iblis manakah yang telah membantu
pasukan Singasari itu?"
Namun bagaimanapun juga ia berusaha, pasukannya benarbenar
telah berhenti. Jantung Linggapati yang marah itu bagaikan berdentangan.
Apalagi ketika ia melihat, bahwa pasukan lawannya tidak saja terdiri
dari para prajurit. Menilik pakaian dan kelengkapan perang mereka,
maka di antara lawannya telah berbaur kekuatan yang tidak
diperhitungkan sebelumnya, meskipun Linggapati tetap tidak dapat
digertak karenanya. Meskipun demikian Linggapati pun tidak dapat mengingkari
kenyataan yang dihadapinya, bahwa pasukan Singasari yang terdiri
dari bukan saja para prajurit itu, telah berhasil menghentikan gerak
maju pasukannya. Karena itulah, maka oleh kemarahan yang membakar dadanya,
maka Linggapati pun kemudian telah mengerahkan segenap
kemampuannya untuk menghancurkan lawan sebaNyak-baNyaknya.
Seperti seekor elang ia menyambar-nyambar dengan senjatanya.
Satu-satu lawan yang berani menahannya telah dibinasakan.
Senjatanya yang telah menjadi merah oleh darah, seolah-olah
mempunyai mata yang melihat korban-korbannya yang telah
menunggunya. Ternyata Linggapati yang mengamuk oleh kemarahan yang
memuncak itu telah mempengaruhi keadaan medan. Beberapa
orang segera menyibak jika melihat kehadirannya. Mereka hanya
berani melawan Linggapati dalam kelompok-kelompok kecil. Namun
para pengawal Linggapati pun segera menyerang dan memecahkan
kelompok itu bercerai berai.
Gejolak-gejolak kecil di medan itu telah menarik perhatian Mahisa
Bungalan. Sebagai seorang yang memiliki pengalaman yang luas,
2699 maka ia pun segera mengetahui, bahwa gejolak-gejolak kecil itu
tentu disebabkan oleh sebuah kekuatan yang melampaui kekuatan
di sekitarnya. Karena itulah, maka ia pun segera mempersiapkan dirinya untuk
mengetahui, siapakah yang telah berada di medan, di antara
pasukan lawannya. "Mungkin orang itulah yang bernama Linggapati." desisnya
kepada seorang pengawal, "Aku akan mencoba menahannya.
Mudah-mudahan aku berhasil."
Linggapati yang sedang mengamuk seperti seekor elang yang
lapar itu, tertegun ketika ia melihat kehadiran seorang anak muda
yang langsung menghampirinya.
"Anak muda yang perkasa." ia bergumam di dalam hati melihat
sikap dan tatapan mata Mahisa Bungalan.
Mahisa Bungalan langsung mendekati Linggapati yang kemudian
memusatkan perhatiannya kepadanya.
"Luar biasa." geram Mahisa Bungalan, "Agaknya kaulah yang
telah menimbulkan goncangan-goncangan di medan ini."
"Jangan banyak bicara." potong Linggapati. Agaknya ia memang
tidak ingin berbicara apapun. Dengan serta merta ia pun langsung
menyerang Mahisa Bungalan yang termangu-mangu.
Tetapi Mahisa Bungalan memang sudah bersiap menghadapinya.
Ia pun segera mengelak dan bahkan ia pun telah menyerang
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kembali lawannya yang menggelarkan itu.
Sejenak kemudian, keduanya telah terlibat dalam pertempuran
yang sengit. Linggapati benar-benar menunjukkan bahwa ia adalah
seorang yang memiliki ilmu yang luar biasa, sementara Mahisa
Bungalan pun harus langsung mempergunakan ilmunya yang paling
tinggi tatarannya untuk melawan orang Mahibit itu.
Sementara itu, seorang pengawal yang melihat bahwa Mahisa
Bungalan telah terlibat dalam pertempuran melawan pemimpin
2700 tertinggi dari Mahibit itu pun segera menyampaikan laporan kepada
Mahisa Agni seperti yang dimintanya.
"Terima kasih." berkata Mahisa Agni kepada penghubung itu. "Ia
telah mulai dengan ujiannya yang terberat."
Namun dengan demikian, Mahisa Agni telah dapat
membayangkan apa yang telah terjadi di seluruh medan di dalam
Kota Raja itu. Ia pun mengerti sikap yang, telah diambil oleh
Witantra bersama pasukannya.
Karena itulah, maka ia pun kemudian menghadap Ranggawuni
dan Mahisa Cempaka yang telah mengenakan pakaian Senapati
perang dan berkata, "Tuanku. Hamba mohon diri untuk turun ke
medan yang agaknya telah terhenti oleh lapisan-lapisan pertahanan
Singasari." Ranggawuni menatap Mahisa Agni dengan tajamnya. Ada
semacam kecemasan di dalam hatinya, bahwa keadaan meningkat
menjadi sangat gawat sehingga Mahisa Agni harus turun langsung
ke medan. Agaknya Mahisa Agni melihat kecemasan itu, sehingga sambil
tersenyum ia berkata selanjutnya, "Tuanku. Jika hamba kali ini turun
ke medan, bukan karena hamba meragukan pertahanan Singasari.
Tetapi semata-mata karena hamba ingin melihat, apakah yang akan
dilakukan oleh Mahisa Bungalan. Ia sudah terlibat dalam
pertempuran langsung melawan Linggapati."
Ranggawuni menarik nafas dalam-dalam. Sekilas dipandanginya
Mahisa Cempaka seakan-akan minta pertimbangan daripadanya.
Baru kemudian ia menjawab. "Baiklah paman. Tetapi paman
harus tetap melihat medan dalam keseluruhan. Laporan yang
datang akan tetap harus sampai kepada paman."
"Baiklah tuanku. Hamba akan tetap berusaha mengamati
pertempuran dalam keseluruhan."
Dengan beberapa orang pengawal Mahisa Agni pun kemudian
meninggalkan halaman istana setelah ia minta diri kepada para
2701 pemimpin yang tetap berada di samping Ranggawuni dan Mahisa
Cempaka beserta sejumlah pengawal lerpilih.
Dengan hati-hati Mahisa Agni pun kemudian mendekati medan.
Ia masih melewati beberapa kelompok prajurit yang bersiaga di
jalan-jalan. Di s impang empat, simpang tiga dan tikungan-tikungan.
Meskipun jumlah mereka tidak banyak, tetapi mereka merupakan
lapisan-lapisan yang harus ditembus jika orang-orang Mahibit ingin
memasuki halaman istana. "Agaknya Linggapati tidak akan dapat maju lagi." berkata Mahisa
Agni kepada diri sendiri. "Apalagi dengan melalui lapisan-lapisan
pertahanan yang berlapis."
Sebenarnyalah bahwa pasukan Linggapati tidak dapat bergeser
lagi. Pertahanan Singasari ternyata cukup kuat menahan
pasukannya, sementara pasukannya yang lain, yang terpencar,
sama sekali sudah tidak berdaya lagi.
Linggapati yang melihat keadaan yang lain dari perhitungan pun
menjadi sangat marah, ia pun sadar, bahwa Singasari memiliki
kemampuan untuk merahasiakan dirinya.
"Ternyata Empu Baladatu pun telah terjebak seperti yang aku
alami." berkata Linggapati di dalam hatinya.
Namun Linggapati masih belum berputus asa. Pasukannya masih
cukup besar dan kuat. Dan ia pun masih mempunyai banyak
harapan, karena pasukannya mempunyai ketahanan yang dapat
dibanggakan. "Tidak semua orang di dalam pasukan Singasari adalah prajurit."
berkata Linggapati kepada diri sendiri, "Jika matahari mulai turun,
maka mereka akan kelelahan."
Dengan perhitungan itulah maka Linggapati bertempur terus.
Para pengikutnya pun ternyata tidak juga menjadi cemas karena
pertahanan lawan yang rapat. Beberapa orang pemimpin kelompok
dengan sengaja menyebarkan keterangan, bahwa lawan mereka
2702 tidak semuanya terdiri dari prajurit-prajurit. yang akan mampu
bertempur sebagaimana seorang prajurit.
"Mereka akan segera lelah, jika keringat telah membasahi
telapak tangan mereka, maka senjata mereka akan segera
terlepas." berkata salah seorang dari mereka kepada orangorangnya.
Sebenarnyalah ada di antara mereka yang berada di dalam
pasukan Singasari, orang-orang yang tidak memiliki ketahanan
bertempur. Mereka adalah anak-anak muda yang hanya pada saat
terakhir mulai mempelajari olah kanuragan, sehingga mereka hanya
sekedar dapat mempergunakan senjata, tetapi daya tahan
jasmaniah mereka sama sekali belum terbiasa.
Merekalah yang pertama-tama mulai nampak letih. Satu dua
orang di antara mereka seolah-olah telah kehilangan kekuatan,
sehingga ayunan senjata mereka sama sekali tidak berarti apa-apa
lagi. Para prajurit yang ada disekitar merekalah yang kemudian
mendorong mereka mundur dari medan.
"Lalu, apakah pertahanan ini tidak akan goyah." bertanya
seorang anak muda gemuk. "Pergilah. Kau sangka, kaulah yang telah menahan orang-orang
Mahibit itu?" jawab seorang prajurit.
Anak muda itu termangu-mangu di belakang para prajurit yang
bertempur, la mengerutkan keningnya ketika seorang dengan
bergesa-gesa berbisik di telinganya, "Pergilah. Beristirahat di lapis
berikutnya. Diantara mereka akan datang menggantikan kau dan
kawanamu." Anak muda itu pun kemudian meninggalkan medan. Ternyata
ada beberapa orang lagi yang dengan tergesa-gesa ke pertahanan
di lapis berikutnya. 2703 Seperti yang dikatakan, maka beberapa orang prajurit dan
pengikut Empu Sanggadaru telah menggantikan mereka pergi ke
medan. "Tinggallah di sini." pesan prajurit-prajurit itu, "Setelan kau
beristirahat, akan dalang giliran kawan-kawanmu yang lain yang
harus kau gantikan kedudukannya di medan."
Namun ternyata bahwa anak-anak muda itu lebih senang
menunggu di lapis berikutnya daripada kembali ke medan. Baru
setelah mereka sempat merenungkan pertempuran itu. mereka
menjadi ngeri. Tetapi agaknya medan pertempuran itu tidak sangat memerlukan
mereka lagi. Prajurit yang ada di lapisan berikutnya sekelompok
demi sekelompok ditarik ke medan, setelah pimpinan mereka yakin,
lawan tidak akan dapat menembus dari arah manapun.
Dengan demikian maka pasukan Mahibit itu telah benar-benar
berada di dalam lingkarang pasukan Singasari. Mereka seolah-olah
telah terjebak dalam dinding Kota Raja yang kemudian
mengungkungnya. Namun demikian pasukan Linggapati yang kuat itu masih
bertempur dengan sengitnya. Bahkan dalam hentakan-hentakan
kekuatan kadang-kadang pasukan Mahibit itu dapat mendorong
lawannya surut. Namun karena kekuatan Singasari semakin lama menjadi
semakin mapan, maka Linggapati pun mulai merasakan, bahwa
tekanan menjadi semakin berat disegala s isi pasukannya.
Ia sudah mendapat laporan bahwa pasukan yang tidak begitu
kuat telah menyerang justru dari arah belakang, sehingga pasukan
itu seolah-olah telah menyumbat jalan keluar. Sementara
pasukannya yang berada di bagian lain dari Kota Raja telah
terbendung sama sekali. "Gila." geram Lingapati di dalam hati, sementara ia masih belum
berhasil menguasai lawannya yang masih muda itu.
2704 Dalam pada itu, Mahisa Agni yang telah berada di medan
bersama beberapa pengawalnya berusaha untuk dapat mengamati
Mahisa Bungalan meskipun dari jarak yang tidak terlalu dekat.
Mahisa Agni sendiri berusaha agar ia tidak terlibat dalam
pertempuran, agar ia dapat menyaksikan pertempuran antara
Mahisa Bungalan dengan Linggapati sebaik-baiknya.
Dibawah perlindungan para pengawalnya yang terpercaya Mahisa
Agni berdiri termangu-mangu. Ia melihat pertempuran yang
mendebarkan. Meskipun pertempuran itu terjadi di tengah-tengah
perang yang riuh, namun seolah-olah keduanya telah bertempur di
arena yang terpisah, karena tidak ada orang dari pihak manapun
yang berani melihatkan diri dalam benturan ilmu yang tinggi itu.
Karena itulah maka Mahisa Agni dapat menyaksikan pertempuran
itu agak jelas. Mahisa Agni lidak merasa cemas melepaskan Mahisa Bungalan
mengembara. Bahkan telah terjadi benturan ilmu antara Mahisa
Bungalan dengan Linggadadi, dengan Empu Baladatu dan dengan
yang lain-lain. Tetapi saat ia bertemu dengan Linggapati, maka hal
itu agak mendebarkan jantung Mahisa Agni.
Sebenarnyalah Linggapati adalah seorang yang pilih tanding. Ia
memiliki kemampuan ilmu yang tinggi. Kecepatannya bergerak
bagaikan kecepatan petir yang meloncat di udara, sedangkan
kekuatannya bagaikan dorongan gunung yang runtuh.
Namun Mahisa Bungalan pun memiliki ilmu yang hampir
sempurna, la mampu melawan benturan prahara dan angin
pusaran. Sentuhan tangannya bagaikan panasnya api, sementara
hentakkan kekuatannya seperti benturan alun yang dahsyat di
samodera. Karena itulah maka pertempuran antara keduanya benar-benar
merupakan pertempuran yang dahsyat. Lontaran-lontaran kekuatan
yang saling menghantam dari keduanya, bagaikan mengguncang
seluruh Kota Raja dan menimbulkan badai di medan perang.
2705 "Luar biasa." desis Mahisa Agni, "Mahisa Bungalan akan menjadi
seorang yang memiliki kemampuan yang jarang bandingnya."
Karena itulah maka Mahisa Agni justru merasa perlu mengamati
pertempuran itu. Pengalaman dan sikap Linggapati yang lebih tua
itu akan dapat mempengaruhi keseimbangan seandainya keduanya
memiliki tingkat ilmu yang sama.
Namun agaknya Mahisa Bungalan yang muda itu pun tidak saja
bertempur mempergunakan ilmunya, tetapi juga otaknya. Ia berpikir
dengan cermat menghadapi lawannya yang kuat. Dengan
perhitungan dan pertimbangan yang mapan ia berhasil
menempatkan diri sebagai lawan yang sulit untuk dikalahkan.
Setiap kali Linggapati menggeram oleh kemarahan yang,
menghentak dadanya. Lawannya yang muda itu benar-benar
membuatnya sangat marah. Ia merasa bahwa tidak banyak orang
yang memiliki ilmu setingkat dirinya. Namun anak muda itu ternyata
telah dapat mengimbanginya.
"Apakah kau anak iblis." geram Linggapati.
Mahisa Bungalan mendengar geram itu. Tetapi ia tidak
menjawab. Ia pun justru menyerang lebih dahsyat, sehingga
Linggapati harus melangkah surut.
Para pengikut Linggapati maupun prajurit Singasari telah
menyibak semakin jauh. Namun mereka pun sibuk dalam arena
pertempuran mereka masing-masing. Mereka saling mendesak dan
saling menekan. Dentang senjata beradu di sela-sela keluhan
tertahan, kadang-kadang membuat pertempuran itu menjadi
semakin mengerikan. Dibeberapa bagian beberapa, orang bersorak oleh kemenangan
kecil. Namun sorak itu telah memberikan pengaruh pada kawan dan
lawan. Tetapi sorak yang mengguruh itu kadang-kadang memang
dapat membakar kemarahan, namun juga memhuat hati menjadi
kecut. 2706 Demikianlah maka pertempuran itu pun semakin lama menjadi
semakin dahsyat. Masing-masing telah mengerahkan segenap
kemampuan yang ada untuk berusaha dengan secepatnya
mengalahkan lawannya. Bahkan jika mugkin membunuh sebanyakbanyaknya
di medan perang yang semakin mengerikan.
Seperti yang diperhitungkan oleh Linggapati, maka semakin
banyak di antara anak-anak muda yang mulai kelelahan di pihak
Singasari. Mereka satu-satu didesak oleh lawan-lawannya untuk
meninggalkan medan, karena keadaan mereka menjadi gawat.
Diantaranya telah terluka bahkan ada yang parah. Bahkan ada di
antara mereka yang tidak dapat lagi meninggalkan medan, karena
dada mereka telah berlubang oleh senjata.
Tetapi pada umumnya anak-anak muda yang hanya berlatih
untuk waktu yang singkat itu tidak mendapat tempat di benturan
pertama. Namun demikian, susupan-susupan lawan membuat
mereka kadang-kadang menjadi korban.
Karena itu, maka anak-anak muda itu semakin banyak yang
kemudian menarik diri di garis pertahanan berikutnya yang menjadi
semakin sepi, sementara para prajurit dan para pengikut Empu
Sanggadaru mengambil alih tempat mereka di medan, karena di
lapisan-lapisan berikutnya keadaannya menjadi semakin tenang.
Para pengikut Linggapati tidak berhasil menyusup lebih jauh lagi ke
belakang garis perang, dari arah manapun juga.
Namun kelelahan yang mulai mengganggu di teriknya matahari
yang, merayap di langit terasa mulai mengganggu. Beberapa orang
tidak lagi mampu mengatasi keringnya tenggorokan, sementara
yang lain merasa keringatnya bagaikan terperas kering.
Tetapi pasukan Singasari tidak menjadi susut. Jika mereka yang
kelelahan meninggalkan medan, maka yang tampil kemudian adalah
justru para prajurit dan para pengikut Empu Sanggadaru dan bekas
pengikut Empu Baladatu yang juga sudah terlatih menghadapi
medan yang bertapapun beratnya.
2707 Karena itu, pasukan Singasari rasa-rasanya justru menjadi
semakin kuat meskipun jumlahnya tidak bertambah. Dan hal itulah
yang ternyata telah menggelisahkan Linggapati.
Dalam pada itu, Mahisa Bungalan masih saja bertempur melawan
Linggapati. Keduanya memiliki kemungkinan yang sama untuk
menang dan untuk kalah. Meskipun Linggapati memiliki pengalaman
yang lebih luas, namun kemudian Mahisa Bungalan nampak pada
kemampuannya menguasai tenaga dan badannya. Bahkan semakin
lama kekuatan Mahisa Bungalan seakan-akan telah bertambahtambah.
Namun Linggapati tetap berkeyakinan bahwa ia akan dapat
menundukkan lawannya. Bahkan ia sudah mulai memperhitungkan,
bahwa kematian Mahisa Bungalan akan melumpuhkan gairah
perjuangan para prajurit di Singasari. Sementara itu, beberapa
orang kepercayaannya yang berpencar telah ditugaskannya untuk
bersama-sama dengan dua tiga otang lainnya, melawan para
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Senapati yang memiliki kemampuan yang hampir sempurna.
Salah seorang dari mereka, telah bergerak ke bagian belakang
dari pasukannya, karena menurut laporan yang diterimanya,
pasukan Singasari yang justru menyerang dari belakang itu dipimpin
oleh seorang Senapati yang luar biasa.
Namun perlawanan itu tidak banyak memberikan pengaruh.
Witantra tetap merupakan seorang yang menghantui medan,
meskipun kadang-kadang ia memang tertahan oleh sekelompok
kecil lawan yang mengepungnya. Namun pada saat-saat berikutnya
maka kepungan itu sudah tidak mampu lagi menahannya, karena
Witantra berhasil memecahkan kepungan kecil itu dan kembali
bertempur bersama para prajurit.
Di bagian lain dari arena pertempuran itu, Mahendra telah
berhasil mendesak lawannya mundur sampai ke pintu gerbang.
Bahkan semakin lama, lawan itu pun menjadi semakin kehilangan
kemampuan perlawanannya. 2708 Bahkan ternyata mereka telah mengambil kebijaksanaan
tersendiri. Pemimpin kelompok yang bertempur melawan pasukan
Singasari yang disertai oleh Mahendra dan kedua anaknya itu telah
memerintahkan kelompoknya untuk menarik diri dan melingkari
dinding Kota Raja, berusaha bergabung dengan induk pasukan.
Mahendra membiarkan sebagian dari pasukan Singasari untuk
mengejarnya. Mahisa Murti dan Mahisa Pukat telah ikut di dalam
pasukan itu dengan pesan, agar setiap perkembangan segera
dilaporkan, agar Senapati yang bertugas di kelompok itu dapat
mengambil keputusan unluk mengatasinya.
Dibagian lain, Lembu Ampal pun hampir menyelesaikan tugasnya
pula. Seorang yang dianggap paling mumpuni di antara lawannya
bersama dengan sekelompok kecil sama sekali tidak berhasil
menempatkan diri sebagai lawan yang mengikat Lembu Ampal,
karena kecepatan bergerak Lembu Ampal tidak dapat mereka
imbangi. Sehingga dengan demikian maka Lembu Ampal tetap
merupakan lawan yang bagaikan seekor burung elang yang terbang
di udara. Sekali-sekali ia menukik dan menyambar mangsanya.
Kehadiran sepasukan kecil pengikut Linggapati yang dengan
berlari-lari melingkari dinding Kota telah menimbulkan perubahan di
arena pasukan induk. Witantra harus memperhatikan kehadiran
mereka yang memasuki pintu gerbang utama.
Mula-mula pasukan itu terkejut karena mereka menjumpai
pasukan Singasari di belakang pasukan Linggapati. Namun mereka
pun segera melibatkan diri dan bertempur melawan pasukan
Witantra yang kecil. Namun perubahan berikutnya segera terjadi
ketika Mahisa Murti dan Mahisa Pukat telah hadir pula di arena
Pertempuran itu. "He, paman." Mahisa Murti berteriak ketika ia melihat Witantra,
disambung oleh Mahisa Pukat "Aku disini paman."
Witantra menarik nafas panjang. Ia melihat kedua anak muda
itu. T etapi ia tidak melihat Mahendra.
2709 "Kedua anak itu telah dilepaskannya." berkata Wintantra kepada
diri sendiri. Dalam pada itu, Mahisa Murti dan Mahisa Pukat telah bertempur
seperti sepasang burung lawet. Dengan lincahnya mereka
menyambar-nyambar. Senjata mereka mematuk dengan cepatnya,
seolah-olah telah berubah menjadi berpuluh-puluh senjata serupa.
Namun beberapa orang di antara lawan pun memiliki
kemampuan yang memadai. Mereka pun segera menempatkan diri
untuk melawan kedua anak muda itu, meskipun mereka harus
berjumlah lebih banyak. Sementara itu, pasukan Singasari lambat laun berhasil menguasai
medan dalam keseluruhan. Pasukan Linggapati yang kuat itu
seakan-akan telah terkepung. Gerak mereka dapat dibatasi pada
suatu daerah yang meskipun cukup luas, tetapi tidak lagi akan dapat
menebar. Beberapa bagian halaman kedua dan jalan-jalan Kota Raja
merupakan ajang dari pertempuran yang dahsyat itu. Namun
seakan-akan segala pintu sudah ditutup. Kepungan prajurit
Singasari cukup rapat. Linggapati menyadari keadaannya. Tetapi ia pun masih percaya
akan kekuatan pasukannya. Betapapun rapatnya kepungan prajurit
Singasari, namun pada suatu saat Linggapati yakin, bahwa ia akan
dapat memecahkan kepungan itu dan membawa pasukannya
menduduki istana dan seluruh Kota Raja, dan menghancurkan
kekuatan Singasari. Tetapi Linggapati benar-benar heran melihat kemampuan Mahisa
Bungalan. Ia merasa bahwa ilmu kanuragan yang dipelajarinya
seolah-olah telah tuntas, sehingga tidak banyak orang yang akan
dapat menyamainya. Bahkan Linggapati yakin, bahwa ia akan dapat
melawan orang yang paling banyak dikenal di Singasari sebagai
seorang Senapati Agung yang disegani oleh semua prajurit, Mahisa
Agni. 2710 Namun ternyata bahwa Mahisa Bungalan yang muda itu masih
mampu mengimbanginya. Bahkan semakin lama justru menjadi
semakin berat. Mahisa Agni yang mengawasi pertempuran itu dari kejauhan
masih harus menahan nafas. Ujian itu merupakan ujian yang sangat
berat bagi Mahisa Bungalan. Namun setelah beberapa kali Mahisa
Bungalan dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik, maka Mahisa
Agni pun mengharap bahwa kali ini Mahisa Bungalan akan dapat
berhasil pula. Tetapi agaknya Linggapati memang memiliki kelebihan dari Empu
Baladatu. Kekuatan yang terlontar dari serangan-serangannya yang
cepat, kadang-kadang sangat mendebarkan jantung.
Namun Mahisa Bungalan pun telah mengerahkan segenap
kemampuannya. Ia pun ternyata menyadari, bahwa lawannya yang
bernama Linggapati itu memiliki kemampuan yang luar biasa.
Kecepatannya bergerak hampir tidak dapai diikutinya. Hanya
dengan hentakan kekuatan dan kemampuannya sajalah maka ia
berhasil mengimbanginya. Sementara itu kekuatan tenaganya pun
merupakan kekuatan tenaga raksasa.
Dengan demikian, maka pertempuran di antara kedua orang itu
pun kian menjadi bertambah seru. Sementara para pengikut
Linggapati dan para prajurit Singasari telah menyibak semakin jauh,
seperti dahsyatnya dua ekor gajah yang sedang berlaga, sementara
binatang-binatang kecil pun telah menghambur menjauhinya.
Mahisa Agni masih tetap di tempatnya. Disaat-saat terakhir ia
benar-benar menjadi tegang. Linggapati agaknya telah
mempergunakan segenap ilmu yang dimilikinya. Ilmu yang dapat
mendorong kecepatan geraknya, dan ilmu yang dapat menjadikan
kekuatan badannya berlipat-lipat.
Mahisa Bungalan tidak mau menjadi lumat oleh dera ilmu
lawannya. Ia pun telah mempergunakan segala macam ilmu yang
ada padanya. Ilmu yang pernah dipelajarinya dari ayahnya dan
2711 pamannya Witantra yang bersumber dari guru yang sama, dan ilmu
yang diberikan oleh Mahisa Agni atas ijin ayahnya.
Ilmu yang tersalur dari dua cabang perguruan itu telah luluh di
dalam dirinya, sehingga Mahisa Bungalan benar-benar menjadi
seorang anak muda yang pilih tanding.
Meskipun demikian, kadang-kadang sambaran kecepatan ilmu
Linggapati telah terlambat dihindarinya. Linggapati mampu
menyerang beruntun dalam beberapa tingkatan, sehingga
senjatanya kadang-kadang bagaikan terbang mengitari lawannya,
sehingga sekali-sekali tubuh Mahisa Bungalan telah disengatnya.
Namun Mahisa Bungalan pun segera menyusul kekalahannya.
Dengan tangkasnya ia memburu lawannya yang sedang mencoba
menyusun serangan. Tetapi Linggapati selalu berhasil menghindar. Serangan senjata
Mahisa Bungalan kadang-kadang sekedar lewat saja di samping
telinganya. Bahkan kadang-kadang di sela-sela lambung dan
tangannya. Namun Mahisa Bungalan mampu berpikir di dalam kesibukan
pertempuran. Ia tidak mempergunakan unsur-unsur gerak yeng
murni lagi. Ilmunya yang telah luluh memungkinkannya untuk
mengatur susunan unsur-unsur geraknya dengan bentuk yang lebih
rumit dan bersusun. Meskipun titik darah lebih dahulu mengembun dari kulit Mahisa
Bungalan yang tersentuh senjata lawan, namun Mahisa Bungalan
yang muda itu sama sekali tidak terpengaruh olehnya. Hentakanhentakan
kekuatannya, masih mampu mengejutkan dan bahkan
sekali-sekali mendesak lawannya yang tangguh.
Semakin lama Mahisa Agni menjadi semakin tegang. Ia pun
kemudian melihat kemudaan Mahisa Bungalan yang masih dikuasai
oleh perasaannya, sehingga kadang-kadang kemarahannya nampak
menggelora di antara tata gerak ilmunya.
2712 Namun Mahisa Agni masih juga mempunyai harapan, bahwa
Mahisa Bungalan akan menemukan keseimbangan yang sebaikbaiknya
menghadapi lawannya yang tangguh.
Serangan Linggapati semakin lama menjadi semakin cepat.
Senjatanya berputar seperti baling-baling ditiup angin. Bahkan
kadang-kadang bagaikan melibat lawannya seperti segumpal awan.
Mahisa Bungalan harus menghindar dengan hati-hati. Tetapi
setiap kali ia berhasil mematahkan serangan lawannya dengan
kekuatannya. Kadang-kadang Mahisa Bungalan memaksa diri
dengan lambaran kekuatannya sepenuhnya, menghantam putaran
senjata lawannya yang bagaikan segulung asap.
Setiap terjadi benturan, maka keduanya selalu terkejut meskipun
hai itu sudah berulang kali. Masing-masing seakan-akan masih
belum meyakini kekuatan lawan sepenuhnya, sehingga kadangkadang
mereka masih ragu-ragu dan kejutan-kejutan masih saja
terjadi. Dentang senjata kedua raksasa yang bertempur itu bagaikan
teriakan aba-aba yang mengguncangkan setiap jantung dari setiap
orang di dalam kedua pasukan yang sedang bertempur itu.
Mahisa Agni yang, bagaikan terikat kepada pertempuran yang
dahsyat antara Mahisa Bungalan dan Linggapati itu, sekali-sekali
sempat juga menyaksikan seluruh arena pertempuran. Ternyata
bahwa keseimbangan pertempuran itu telah berubah perlahanlahan.
Prajurit-prajurit Singasari yang dilengkapi oleh para pengikut
Empu Sanggadaru dan bekas pengikut Empu Baladatu, ternyata
memiliki kekuatan yang cukup untuk menekan pasukan Mahibit
yang sudah dipersiapkan masak-masak oleh Linggapati.
Tetapi ada sesuatu yang ternyata berada diluar perhitungannya.
Ikut sertanya pengikut Empu Sanggadaru yang jumlahnya cukup
banyak, setelah orang-orang yang pernah menamakan dirinya
kelompok Serigala Putih dan Macan Kumbang bergabung
kepadanya. Apalagi karena para pengikut Empu Baladatu yang
2713 tertawan berusaha untuk menebus kebebasan mereka dengan
melibatkan diri di medan perang.
Memang ada yang terbunuh diantara mereka. Tetapi yang masih
hidup mulai berpengharapan, karena pasukan Mahibit semakin lama
menjadi semakin terhimpit oleh kekuatan yang cukup besar.
Apalagi akhirnya Mahendra telah hadir pula di dalam
pertempuran itu bersama sebagian pasukannya. Disusui oleh Lembu
Ampal yang telah menyelesaikan pertempuran karena lawannya
telah menyerah, sementara sebagian berusaha untuk bergabung
dengan induk pasukannya seperti yang terjadi atas lawan yang
bertempur melawan pasukan Mahendra.
Dengan demikian, maka pasukan Singasari menjadi semakin
besar. Senapatinya pun menjadi semakin lengkap di medan yang
sama, sementara dibagian lain telah diserahkan kepada beberapa
kelompok untuk sekedar mengawasi keadaan dan memberikan
laporan jika terjadi sesuatu yang gawat.
Akhirnya Linggapati tidak dapat mengingkari kenyataan. Ia
mempunyai beberapa orang Senapati pilihan yang diperhitungkan
akan dapat melawan beberapa orang terpenting di Singasari
bersama beberapa orang terpilih dalam kelompok-kelompok kecil.
Namun ternyata bahwa perhitungan itu tidak sepenuhnya dapat
dilakukan. Prajurit-prajurit Singasari yang mengetahui cara itu pun
selalu berusaha untuk memecah setiap kelompok yang tersusun.
Prajurit-prajurit Singasari selalu berhasil memancing mereka
seorang demi seorang untuk memberikan perlawanan, sehingga
kelompoka kecil itu tidak pernah dapat dengan bulat dihadapkan
kepada Lembu Ampal, Mahendra atau Witantra.
Itulah sebabnya, maka semakin lama, pasukan Mahibit menjadi
semakin terhimpit. Mahendra telah mengambil tempat di sayap
sebelah menyebelah dengan Lembu Ampal, sementara Witantra
bersama Mahisa Murti dan Mahisa Pukat justru berada diseberang
pasukan Linggapati. 2714 Akhirnya, pasukan Mahibit itu tidak mempunyai jalan lagi untuk
membebaskan diri. Mereka sudah berusaha mengerahkan segenap
kemampuan mereka untuk memecahkan kepungan. Tetapi rasarasanya
kepungan itu justru menjadi semakin rapat dan semakin
sempit. Apalagi pintu gerbang utama pun telah tersumbat oleh
pasukan Witantra dan pasukan Mahisa Murti serta Mabisa Pukat.
Linggapati menggeretakkan giginya ketika ia menyadari kesulitan
yang sedang dihadapi. Namun ia sudah bertekad untuk membunuh
lawannya itu lebih dahulu sebelum ia mengambil sikap yang lain.
Karena itu, maka ia pun bertempur semakin sengit. Serangannya
datang membadai dengan dahsyatnya. Namun Mahisa Bungalan pun
telah mengerahkan segenap ilmunya. Ia pun bertekad untuk
membinasakan Linggapati sebelum pasukan Mahibit lebih banyak
menimbulkan bencana. Dengan hentakan kekuatan, maka masing-masing telah berusaha
membunuh lawannya. Senjata Mahisa Bungalan yang meronta-ronta
di tangannya, masih belum berhasil menyentuh lawannya, sedang
kulitnya sendiri telah menitikkan darah. Namun darah itulah agaknya
yang telah membuatnya menjadi semakin garang. Seranganserangannya
datang bagaikan prahara menghantam wajah lautan
sehingga menumbuhkan gelombang yang semakin lama menjadi
semakin dahsyat. Dengan demikian, maka Mahisa Bungalan dan Linggapati yang
berdiri berhadapan itu seolah-olah sedang melakukan perang
tanding tanpa ada seoorang pun yang. mengganggunya. Bahkan
seakan-akan peperangan itu tergantung pada keduanya. Meskipun
tidak berjanji, tetapi seakan-akan keduanya telah mempertaruhkan
segenap medan. Siapakah yang menang, maka ialah yang akan
berkuasa di seluruh medan pertempuran itu.
Linggapati yang merasa dirinya terjebak seperti yang telah terjadi
pada Empu Baladatu. sekali-sekali juga disentuh oleh kegelisahan.
Namun ia pun berusaha untuk membebaskan dirinya dan
memusatkan segenap kemampuannya untuk melawan Mahisa
Bungalan. 2715 Namun ternyata ketahanan tubuh Mahisa Bungalan yang masih
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
muda itu benar-benar mengagumkan. Setelah memeras tenaga dan
segenap kemampuan serta ilmunya beberapa lamanya, namun
nampaknya Mahisa Bungalan masih tetap segar. Bahkan titik darah
dari tubuhnya, membuatnya semakin garang seperti banteng yang
terluka. Sementara Linggapati telah mulai merasakan licinnya keringat di
telapak tangannya. Bahkan kadang-kadang nafasnya mulai terasa
melonjak di dadanya. "Persetan." ia menggeram.
Namun ia tidak dapat mengingkari kenyataan bahwa lawannya
benar-benar seorang yang luar biasa.
Ketika Mahisa Bungalan semakin mendesaknya, maka Linggapati
benar-benar telah sampai kepuncak ilmunya. Perlahan-lahan namun
pasti, tenaganya justru semakin berkembang. Bukan tenaga
wadagnya, tetapi tenaga cadangannya telah tersalur pada
senjatanya. Mahisa Bungalan merasakan tekanan yang tidak sewajarnya itu.
Ia pun merasa, bahwa Linggapati memang sudah tidak mempunyai
pilihan lain. Senjata pamungkas itu memang disimpannya untuk
memberikan pukulan terakhir.
Tetapi Mahisa Bungalan pun masih sempat memberikan
imbangan. Ilmu yang tersalur dari cabang perguruan yang berbeda
yang telah luluh di dalam dirinya itu pun seakan-akan dengan
sendirinya telah tergugah dalam desakan ilmu lawannya.
Dengan demikian, maka pertempuran itu pun menjadi semakin
dahsyat. Keduanya mulai mempergunakan tenaga cadangan yang
ada di dalam diri masing-masing, sehingga benturan-benturan
senjata mereka pun menjadi semakin dahsyat.
Namun agaknya kemampuan tenaga yang tuntas tertuang dalam
benturan senjata masinga telah melampaui kekuatan senjata
mereka. Ketika Linggapati mengayunkan senjatanya menghantam
2716 kening Mahisa Bungalan, maka dengan lambaran ilmu puncaknya
Mahisa Bungalan yang tidak sempat mengelak itu pun telah
menangkis dengan senjatanya pula.
Benturan itu telah terjadi dengan dahsyatnya. Benturan kekuatan
yang tidak sewajarnya itu telah menumbuhkan ledakan yang
mengejutkan. Loncatan bunga api yang, kemerah-merahan
memercik dari sentuhan kedua senjata itu. Namun yang telah
mengejutkan setiap orang yang sempat melihat, ternyata kedua
senjata yang merupakan senjata pilihan itu tidak kuat mengalami
tekanan benturan kekuatan dari dua ilmu raksasa itu.
Mahisa Bungalan dan Linggapati sendiri terkejut ketika mereka
merasakan, bahwa senjata mereka masing-masing telah retak dan
bahkan kemudian patah. Hampir bersamaan kedua orang itu pun meloncal mundur. Jika
semula mereka mengira bahwa hanya senjatanya sajalah yang
patah, maka kemudian mereka pun menyadari, bahwa senjata
keduanya telah patah. "Gila." geram Linggapati.
Mahisa Bungalan tidak menjawab, ia sadar sepenuhnya bahwa
kekuatan ilmu puncaknya ternyata seimbang dengan kekuatan
Linggapati. Demikian dahsyatnya sehingga kedua senjata yang
beradu dengan lambaran ilmu itu telah patah bersama-sama.
Linggapati kemudian melemparkan senjatanya yang telah patah.
Mahisa Bungalan pun melakukannya pula, sehingga keduanya telah
berhadapan dengan tanpa senjata di tangan.
Dengan demikian keduanya sadar, bahwa pertempuran itu masih
akan berlangsung lama. Masing-masing masih harus menguji daya
tahannya, agar tidak jatuh ke dalam kesulitan karena
kelemahannya. Namun dalam pada itu. Linggapati mulai menjajagi kemampuan
dirinya. Ia setiap kali berusaha untuk menguasai pernafasannya
yang mulai mengganggu. Tetapi sampai pada saat mereka harus
2717 bertempur tanpa senjata, Mahisa Bungalan masih belum melihat
kelemahan pada lawannya itu.
Tetapi dengan demikian, maka Linggapati mengambil keputusan
untuk dengan cepat menyelesaikan pertempuran itu sebelum ia
terganggu oleh nafasnya. Dengan cermat ia mempelajari
kemungkinan-kemungkinan yang dapat dilaksakannya dalam
pertempuran tanpa senjata itu.
Namun ia tidak segera dapat menemukannya.
Karena itulah, maka kegelisahannya pun menjadi semakin
menjalar di dalam dirinya, sejalan dengan meningkatnya gangguan
pernafasannya. Meskipun untuk beberapa saat ia masih dapat
mengatasinya, tetapi Linggapati sadar, bahwa jika ia tidak segera
dapat menyelesaikan pertempuran itu, maka kesulitan itu pun akan
datang. Apalagi jika lawannya menyadari kesulitannya itu.
Untuk beberapa saat Linggapati masih berusaha untuk mengatur
diri. Jika semula ia merasa yakin akan dapat membinasakan anak
muda itu, maka kini ia harus berhadapan dengan kenyataan tentang
lawannya itu. Ternyata bahwa perhitungan Mahisa Bungalan pun cukup cermat.
Ia melihat beberapa kemungkinan dari pertempuran itu, termasuk
pertimbangan tentang ketahanan tubuh.
Keragu-raguan yang nampak disorot mata Linggapati telah
menumbuhkan kesan tersendiri pada Mahisa Bungalan. Juga sikap
ragu-ragu lawannya. Itulah agaknya yang telah menumbuhkan perhitungan pada
Mahisa Bungalan, bahwa lawannya mulai memikirkan daya tahan
dirinya menghadapi pertempuran yang panjang.
Dalam keadaan yang demikian itulah, maka Mahisa Bungalan
berusaha untuk meyakinkan dirinya. Dengan serta merta ia pun
segera menyerang lawannya tanpa senjata.
Mahisa Bungalan menyusun serangan-serangannya bagaikan
badai. Susul menyusul dengan dahsyatnya.
2718 Linggapati masih cukup tangkas untuk menglak, dan bahkan
menyerang kembali. Namun ia sudah mulai berusaha urtuk
menghemat tenaganya. Ia tidak mengimbangi sikap Mahisa
Bungalan yang garang. Namun Linggapati masih tetap berbahaya
dengan sikapnya, yang diam. Ia hanya kadang-kadang saja berputar
jika Mahisa Bungalan melingkar. Kemudian kembali tegak pada
kedua kakinya. Mahisa Bungalan mulai yakin akan keadaan lawannya. Namun ia
tidak boleh lengah. Dan ia pun tidak boleh terjebak, justru dirinya
sendirilah yang akan segera kehabisan tenaga.
Dengan perhitungan-perhitungan yang cermat itulah maka
Mahisa Bungalan telah banyak mengambil kesempatan. Kadangkadang
ia berhasil memancing Linggapati untuk bertempur dengan
kasar dan banyak mengerahkan tenaga. Namun kemudian, ia pun
sempat dengan sengaja membenturkan kekuatan ilmunya dengan
kekuatan ilmu Linggapati.
"Linggapati memiliki ilmu yang dapat menahan seranganserangan
lawan yang mengenai dirinya." gumam Mahisa Bungalan
di dalam dirinya. "Bukan saja benturan ilmu yang seimbang, tetapi
selapis perisai telah melindunginya."
Namun demikian, Mahisa Bungalan masih merasa mampu untuk
menembus selapis perisai itu. Serangannya yang dilambari ilmu
tertingginya, masih juga berhasil menyentuh lawannya sehingga
Linggapati harus menyeringai menahan sakit.
"Aku harus mengimbanginya dengan kecepatan bergerak."
berkala Mahisa Bungalan kepada diri sendiri.
Ternyata bahwa Mahisa Bungalan masih selalu berhasil
memancing lawannya. Karena itulah, maka ia pun menjadi semakin
cermat. Linggapati adalah seorang yang cerdik. Tetapi ia harus
menyesuaikan diri dengan sikap lawannya didalam pertempuran itu.
Karena itulah maka setiap kali terdengar Linggapati mengumpat,
"Anak iblis ini agaknya memiliki otak yang tajam. Ia berusaha
2719 memancing aku dalam sikap yang kasar dan banyak mengerahkan
tenaga dan kemampuan."
Namun jika serangan Mahisa Bungalan datang bagaikan prahara,
maka Linggapati terpaksa mengimbanginya, meskipun ia harus
memeras segenap tenaganya.
Benturan-benturan ilmu pun banyak menyerap kemampuannya.
Keringat semakin banyak mengalir di seluruh permukaan tubuhnya,
sementara nafasnya pun mulai terasa mengganggu.
"Aneh." desis Linggapati, "Anak muda ini benar-benar anak
iblis." Namun pertempuran pun masih berjalan terus. Meskipun
Linggapati mampu bertahan dalam batas-batas tertentu, namun
dengan memeras segenap kemampuan dan tenaganya, maka
seolah-olah waktu yang sudah ditelan oleh pertempuran itu menjadi
berlipat lima. Dalam pada itu, pasukan Mahibit benar-benar sudah dicengkam
oleh kesulitan yang tidak akan teratasi. Para prajurit perlahan-lahan
mendesak mereka semakin rapat, seoIah-oIah mereka telah
terhimpit oleh kekuatan yang tidak terlawan. Sementara itu, di
tengah-tengah arena pertempuran masih terdapat arena perang
tanding yang sangat dahsyat.
Matahari di langit rasa-rasanya berjalan terlampau cepat. Tidak
seorang pun yang sempat menghiraukannya. Namun matahari itu
pun telah menjadi semakin rendah di sebelah Barat.
Mahisa Bungalan dan Linggapati telah berada dalam saat-saat
yang menentukan dalam pertempuran tanpa senjata. Mereka tidak
dapat lagi saling mengelakkan. Sehingga akhirnya keduanya telah
banyak terlibat dalam benturan-benturan ilmu dan kekuatan.
Dengan lambaran ilmu pamungkasnya, Linggapati berhasil
menangkap pergelangan tangan Mahisa Bungalan. Dengan sekuat
tenaga ia menghentakkannya sementara kakinya telah terjulur
menghantam lambung. 2720 Mahisa Bungalan menyeringai menahan sakit. Sementara itu,
Linggapati masih belum melepaskan pergelangan tangan Mahisa
Bungalan. Namun Mahisa Bungalan tidak mau membiarkan lambungnya
sekali lagi dihantam oleh kaki Linggapati. Dengan serta merta ia
menjatuhkan dirinya dengan hentakkan yang kuat, sehingga justru
Linggapati lah yang terdorong ke depan karena ia tidak mau
melepaskan tangan lawannya. Namun pada saat itulah, kaki Mahisa
Bungalan telah mengangkat; tubuh Linggapati sehingga ia terlempar
ke udara. Hentakkan itu telah melepaskan pegangan tangan Linggapati,
karena ia harus berusaha agar tidak terbanting sehingga
punggangnya patah. Dengan tangkasnya Linggapati menggeliat,
sehingga ia justru jatuh pada kedua kakinya tegak di atas tanah.
Pada saat itu, Mahisa Bungalan pun telah meloncat bangkit,
sehingga keduanya kemudian telah berdiri berhadapan dalam
kesiagaan masing-masing. Adalah diluar perhitungan masing-masing, bahwa tiba-tiba saja
mereka dalam waktu bersamaan telah meloncat menyerang dengan
sepenuh tenaga, sehingga benturan kekuatan tidak dapat
dihindarkan lagi. Ternyata akibat dari benturan itu benar-benar mendebarkan
jantung. Mahisa Agni yang menyaksikannya harus menahan
nafasnya. Dengan tegang ia melihat Mahisa Bungalan terlempar beberapa
langkah surut dan kemudian jatuh terbanting di atas tanah. Dengan
susah payah ia berusaha bangkit dan berdiri untuk menghadapi
segala kemungkinan, meskipun dengan terhuyung-huyung dan mata
yang berkunang- kunang. Namun dalam paa itu, Linggapati pun mengalami keadaan yang
sama. Ia pun terlempar beberapa langkah dan jatuh berguling.
Seperti Mahisa Bungalan ia pun segera berusaha bangkit meskipun
keseimbangannya agak terganggu.
2721 Untuk beberapa saat kedua saling berdiam diri. Masing-masing
berusaha untuk memperbaiki keadaan. Mengatur pernafasan dan
keseimbangan. Agaknya Mahisa Bungalan yang muda itu dapat mengusai
pernafasannya lebih cepat. Beberapa saat kemudian, maka nafasnya
sudah nampak teratur. Meskipun perasaan nyeri masih
mengganggunya, namun ia merasa sudah siap menghadapi
kemungkinan yang bagaimanapun juga.
Sementara itu, Linggapati pun telah dapat menguasai diri. Tetapi
dadanya masih terasa sesak dan pernafasannya masih belum
mengalir teratur. Sekali-sekali ia menarik nafas dan memusatkan
segenap daya dan kemampuannya untuk mengatasi kesulitan di
dalam dirinya. Mahisa Bungalan melihat kelemahan yang terdapat pada
lawannya. Namun ia tidak tergesa-gesa mengambil sikap. Ia masih
membuat beberapa pertimbangan dan mencari kesempatan untuk
memulihkan dirinya sendiri.
Sejenak kemudian, ternyata bahwa Linggapati pun telah berhasil
menyesuaikan pernafasannya meskipun masih terasa timpang.
Namun ia sudah bersiap kembali memasuki pertempuran yang
dahsyat melawan anak muda yang luar biasa itu.
Mahisa Bungalan yang berhati-hati itu pun kemudian
mempersiapkan diri. Selangkah ia bergeser seperti juga Linggapati.
Mereka masing-masing telah memusatkan segenap perhatian
masing-masing yang satu terhadap yang lain, sehingga dengan
demikian mereka tidak lagi menghiraukan apa yang telah terjadi di
sekitar mereka. Mereka tidak melihat bahwa pertempuran antara
para pengikut Linggapati melawan para prajurit Singasari dan para
pengikut Empu Sanggadaru itu telah hampir mencapai akhirnya.
Para pengikut Linggapati hampir tidak berdaya lagi untuk
melawan tekanan yang semakin berat. Apalagi setelah Mahendra,
Lembu Ampal, Witantra dan dua anak muda putera Mahendra ikut
pula di dalam Pertempuran itu.
2722 Namun demikian, tidak seorang pun beruasaha mengganggu
perang tanding itu. Mahisa Agni masih berdiri bagaikan membeku
dicengkam oleh dahsyatnya pertempuran antara Mahisa Bungalan
dan Linggapati. Linggapati yang tidak sabar, meskipun nafasnya terasa masih
belum pulih kembali, telah menyerang dengan dahsyatnya.
Kecepatannya bergerak masih mendebarkan hati, sehingga Mahisa
Bungalan masih harus meloncat menghindar. Sambaran tangan
Linggapati bagaikan ayunan sebatang besi baja sebesar batang
kelapa menghantam kepala Mahisa Bungalan. Tetapi Mahisa
Bungalan masih sempat mengelak. Kekuatan ilmu puncak Linggapati
benar-benar mendebarkan jantung.
Namun sambil merendahkan diri, Mahisa Bungalan berkisar pada
sebelah kakinya, sementara kakinya yang lain telah terjulur
menyambar lambung. Tetapi Linggapati masih sempat melihat serangan itu. Ia sadar,
bahwa sentuhan kaki Mahisa Bungalan itu dapat mengguncang
bukit. Karena itu, maka ia pun segera menggeliat mengelakkan diri
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dari kaki lawannya meskipun ia harus terhuyung-huyung sejenak.
Namun ketika Mahisa Bungalan melancarkan serangan berikutnya
dengan satu putaran, maka Linggapati telah berhasil mengelak
dengan meloncat mundur sambil menyentuh kaki Mahisa Bungalan.
Sentuhan tangan itu telah mengguncang keseimbangan Mahisa
Bungalan. Ia terdorong selangkah kesamping. Namun kemudian
mengikuti arah lontaran kakinya, ia pun meloncat tegak di atas
kedua kakinya. Namun pada saat itu, ia melihat Linggapati telah
meloncat menghantam dadanya dengan tangannya.
Sekali lagi Linggapati telah menyerangnya dengan sepenuh
kekuatan yang dilambari ilmu puncaknya. Jika tangan ini
menghantam dada Mahisa Bungalan, maka iga-iganya tentu akan
retak. Bahkan bagi kebanyakan orang akan dapat meruntuhkan
segenap isi dadanya dan mematahkan semua tulang iganya.
2723 Mahisa Bungalan melihat serangan itu. Tetapi ia tidak sempat
mengelakkannya. Sekali lagi ia harus membentur kekuatan
lawannya dengan segenap kekuatannya pula. Melawan ilmu puncak
lawannya dengan ilmu puncaknya pula.
Medan itu pun telah dikejutkan lagi oleh benturan yang dahsyat
antara serangan dan pertahanan kedua orang yang sedang,
bertempur seperti guruh yang sedang berlaga.
Sekali lagi Mahisa Bungalan terdorong beberapa langkah dan
bahkan ia tidak berhasil untuk menjaga keseimbangannya.,
sehingga ia pun jatuh terguling, meskipun dengan susah payah ia
segera dapat bangkit lagi berdiri di atas kedua kakinya. Tetapi rasarasanya
kepalanya menjadi pening dan pandangan matanya
berkunang-kunang. Namun perlahan-lahan ia berhasil menguasai
dirinya dan mengatur pernafasannya. Keseimbangannya segera
pulih kembali dan ia pun telah siap menghadapi segala
kemungkinan. Sementara itu, Linggapati yang melontarkan kekuatannya namun
membentur kekuatan yang seimbang itu pun telah terlempar surut.
Rasa-rasanya hentakan kekuatannya telah mengguncangkan
dadanya sendiri. Beberapa langkah ia terdorong dan kemudian
terbanting jatuh. Seperti Mahisa Bungalan ja segera berusaha untuk bangkit.
Sambil mengerahkan segenap tenaganya, ia bersandar kedua
tangannya. Kemudian terhuyung-huyung ia berdiri di atas kedua
kakinya. Meskipun Linggapati berhasil tegak berdiri dengan kaki
merenggang, namun rasa-rasanya dadanya masih tetap tersumbat
oleh pernafasannya yang menyesak.
Usahanya untuk mengatasi kesulitan pernafasannya itu agaknya
dapat diketahui oleh Mahisa Bungalan. Dalam ketegangan
menghadapi kemampuan ilmu yang seimbang, maka Mahisa
Bungalan harus memperhitungkan setiap kemungkinan yang dapat
ditembusnya. 2724 Kesulitan yang dapat dilihatnya itu, merupakan suatu peluang
bagi Mahisa Bungalan. Meskipun keadaannya sendiri masih belum
jernih benar, namun ia tidak mau terlambat.
Sejenak Mahisa Bungalan mengerahkan ilmunya tertinggi. Ilmu
yang luluh di dalam dirinya, bersumber dari ilmu yang diajarkan
ayahnya dan pamannya, serta ilmu yang bersumber pada ilmu
Mahisa Agni. Bahkan Mahisa Bungalan telah memiliki kekuatan ilmu
Gundala Sasra yang lebih mantap, justru karena ilmu-ilmu yang
telah luluh di dalam dirinya.
Sebelum Linggapati berhasil menguasai pernafasannya yang
menyesak, tiba-tiba saja ia melihat Mahisa Bungalan telah siap
menyerangnya. Karena itu, maka Linggapati tidak dapat memilih. Ia
pun segera mempersiapkan diri meskipun nafasnya masih ter
sengal-sengal. Sejenak kemudian maka benturan yang, dahsyat itu pun telah
terulang sekali lagi. Hentakkan dua kekuatan raksasa yang
menggetarkan seluruh medan. Seolah-olah tanah pun menjadi
goncang dan medan telah bergetar.
Benturan kekuatan itu benar-benar telah mendebarkan jantung.
Mahisa Agni melihat benturan itu dengan dada yang tegang. Ia
melihat Mahisa Bungalan yang telah mendahului menyerang di saatsaat
keduanya baru saja berhasil menguasai diri. Tetapi Mahisa Agni
pun melihat, bahwa Mahisa Bungalan lebih cepat berhasil
menguasai pernafasannya daripada Linggapati.
"Ia cukup cerdik." gumam Mahisa Agni.
Namun itu belum berarti bahwa usaha Mahisa Bungalan itu
berhasil. Ia masih harus menunggu dengan dada yang berdebar.
Sejenak kemudian ia melihat Mahisa Bungalan terlempar sekali
lagi dan terbanting di tanah. Dengan menyeringai menahan sakit
yang menghentak di dadanya, terdengar Mahisa Bungalan berdesis
pendek. Dengan susah payah ia berusaha untuk bangkit. Tetapi ia
pun kemudian jatuh terduduk.
2725 Sementara itu, Mahisa Agni pun melihat, Linggapati terpelanting
beberapa langkah. Ia masih menggeliat. Bahkan ia masih berusaha
untuk mengangkat kepalanya. Namun matanya menjadi gelap, dan.
dadanya bagaikan tersumbat.
Linggapati tidak berhasil untuk bangkit. Dadanya bagaikan pecah
oleh pernafasannya yang menyesak.
Beberapa orang pengawalnya dengan tergesa-gesa
mendekatinya tanpa menghiraukan lawan. Mereka berjongkok
sambil mengangkat kepala Linggapati dan meletakkan di atas
pangkuan salah seorang pengawalnya.
Namun nafas Linggapati benar-benar telah tersendat-sendat.
Hentakkan kekuatan yang susul menyusul itu ternyata tidak dapat
diatasinya lagi. Dalam keadaan yang demikian, tiba-tiba pertempuran itu pun
bagaikan terhenti. Mahisa Bungalan terduduk lemah. Disilangkannya
tangannya, dan dipejamkannya matanya. Setitik darah melelah di
bibirnya. Ternyata ia telah mendapat luka di dalam dadanya.
Perlahan-lahan Mahisa Agni mendekatinya. Ia pun kemudian
berjongkok di sampingnya sambil berbisik, " Usahankan agar
pernafasanmulah yang pertama-tama menjadi baik."
Mahisa Bungalan tidak merubah sikapnya. Ia mendengar katakata
Mahisa Agni. Dan ia pun telah mencoba melakukannya.
Dengan cemas, Mahendra pun kemudian berjongkok pula di sisi
anaknya, diikuti oleh Witantra dan Lembu Ampal. Sementara Mahisa
Murti dan Mahisa Pukat dengan wajah tegang berdiri beberapa
langkah di samping mereka.
Dalam pada itu, agaknya Linggapati benar-benar mengalami
kesulitan, karena dadanya rasa-rasanya telah pecah. Pernafasannya
tidak lagi dapat diatasi. Bahkan setiap tarikan nafas rasanya
bagaikan tusukan-tusukan pedang di dalam rongga dadanya yang
menyesak. 2726 Ternyata bahwa keadaan Linggapati benar-benar menyulitkan.
Meskipun demikian masih tetap sadar. Karena itulah maka ia
mencoba untuk membaringkan dirinya sambil memperbaiki
pernafasannya. Tetapi agaknya ia tidak berhasil. Dadanya bagaikan semakin
panas. seolah-olah api yang membakar jantungnya kian menjadi
bertambah besar. Akhrinya, sebagai seorang yang berilmu tinggi, Linggapati benarbenar
telah melihat bayangan yang suram di depan matanya.
Semula ia masih ingin meronta. Tetapi kemudian ia harus mengakui
kenyataan yang dihadapinya.
Karena itulah, maka ia pun kemudian sadar, bahwa ia harus
menghadapinya dengan jantan, seperti saat-saat ia maju kemedan
perang. Sambil menggeretakkan giginya ia melihat beberapa macam
warna bermain di matanya. Warna-warna yang tajam bagaikan
menusuk mata hatinya. Kemudian warna yang lebih lemah.
Perlahan-lahan warna itu pun berubah menjadi warna yang suram.
Akhirnya sambil menarik nafas dalam-dalam Linggapati melihat
warna hitam bagaikan selimut yang luas, seluas langit telah
menyelubunginya perlahan-lahan.
Karena itu, dengan sisa kekuatan yang ada padanya ia
bergumam tanpa mengetahui siapakah yang mendengarnya "Aku
akan pergi untuk selamanya. Jalanku kelam. Tetapi mudahmudahan
akan terdapat cahaya meskipun hanya sepercik di
hadapanku sebagai penunjuk jalan untuk menuju ke dalam dunia
yeng abadi." Ternyata kata-kata itu masih ada yang mendengar. Seorang
pengawal kepercayaannya menahan nafasnya. Ia mencoba
mendekatkan mulutnya di telinga Linggapati untuk berbisiki. Tetapi
terlambat. Linggapati telah memejamkan matanya tepat saat
selimut hitam seluas langit itu turun menyelubungi dirinya.
2727 Pengawalnya menarik nafas dalam-dalam. Tetapi kata-kata
terakhir Linggapati itu bagaikan menggugah hatinya. Jalan hidupnya
yang hitam ternyata membawa pengaruh sampai saat terakhirnya.
Bahkan mempengaruhi jalannya menuju keabadian. Jalan yang
kelam. Meskipun Linggapati masih mengharap sepercik sinar yang
dapat menerangi jalan yang kelam itu.
Tetapi tidak seorang pun yang mengetahuinya, apakah yang
sepercik itu ternyata ada di hadapan kaki Linggapati yang telah
melukis warna baginya sendiri dimasa hidupnya.
"Jika Linggapati melukis warna putih cerah, maka jalan itu pun
akan berwarna putih dan cerah." berkata pengawalnya kepada diri
sendiri. Namun agaknya ia sendiri telah dihantui oleh perbuatannya
sepanjang hidupnya, sehingga tiba-tiba saja timbul pertanyaan di
dalam dirinya, "Warna apakah yang telah aku lukis menjelang saatsaat
terakhir dari hidupku?"
Tetapi pengawal Linggapati itu tidak sempat merenung lebih
lama lagi. Ketika ia mengangkat wajahnya, maka ia pun terkejut.
Beberapa ujung senjata telah mencuat di sekelilingnya.
Ternyata para prajurit Singasari telah mengepungnya dengan
senjata telanjang. Pengawal itu berdiri perlahan-lahan. Tetapi ia sudah meletakkan
senjatanya sambil berkata, "Aku tidak akan melawan lagi."
Para prajurit Singasari pun menarik nafas dalam-dalam. Dengan
demikian maka pertempuran itu benar-benar sudah selesai. Seluruh
pengikut Linggapati telah menyerah, apalagi ketika mereka melihat,
Linggapati sudah tidak bernafas lagi.
Sementara para Senapati menyelesaikan tugas masing-masing,
serta dua orang penghubung menyampaikan berita akhir dari
pertempuran itu atas perintah Mahisa Agni kepada Ranggawuni dan
Mahisa Cempaka, maka perlahan-perlahan Mahisa Bungalan mulai
berhasil menguasai pernafasannya.
2728 Betapa sulitnya, namun ia mulai dapat merasakan jalan nafasnya
mulai teratur dan merasuk sampai ke paru-paru.
Karena itu, maka wajahnya yang putih pun perlahan-lahan mulai
menjadi kemerah-merahan. Sejalan dengan arus nafasnya yeng
teratur, maka darahnya pun mulai mengalir dengan wajar.
Sesaat kemudian, maka semua kesulitan telah lampau, Mahisa
Bungalan dapat menarik nafas panjang, seakan-akan udara di
seluruh Singasari akan dihirupnya.
Ternyata bukan saja Mahisa Bungalan. Mahendra pun menarik
nafas dalam-dalam. Ia merasa bahwa anaknya sudah bebas dari
kesulitan yang, dapat menyeretnya ke dalam keadaan seperti yang
dialami oleh Linggapati. Diam-diam Mahendra merasa bersukur kepada Yang Maha
Agung, seperti juga Mahisa Bungalan sendiri dan orang-orang yang
berada di sekitarnya. Mereka telah dapat menyelesaikan tugas yang
berat dan mendebarkan jantung, karena pada mulanya mereka
masih belum yakin, bahwa semuanya akan berakhir dengan baik
bagi Singasari. Seperti pada saat mereka menghadapi pasukan
Empu Baladatu, maka hanya karena pertolongan Yang Maha Agung
sajalah pasukan Singasari mendapat cara yang sebaik-baiknya untuk
menghancurkan lawan. "Kita akan segera menghadap." berkata Mahisa Agni kepada
Mahisa Bungalan, "Yang telah kau lakukan, cukup meyakinkan."
Mahisa Bungalan tidak menjawab. Badannya masih terasa sangat
lemah, meskipun ada sepercik kebanggaan di dalam hatinya.
Yang dilakukan oleh Singasari kemudian adalah berbenah diri.
Kota Raja benar-benar telah hancur akibal peperangan yang
Pendekar Pemetik Harpa 13 The Wednesday Letters Karya Jason F.wright Pendekar Guntur 11
Sementara di lapisan yang terakhir. anak-anak muda Singasari
telah memegang senjata pula. Bukan saja anak-anak muda dari
dalam Kota Raja. Tetapi anak-anak muda dari sekitar Kota Raja
yang keluarganya mengungsi masuk ke dalam dinding, telah ikut
bersiaga menghadapi segala kemungkinan. Bahkan bukan saja
anak-anak muda. Tetapi di setiap halaman, setiap orang laki-laki
telah bersiap-siap pula untuk melakukan perlawanan dengan cara
masing-masing. Sementara itu, segerombolan anak-anak muda yang nakal
seakan-akan telah mendapat kesempatan untuk menyalurkan
2669 kenakalannya tanpa dihalau orang. Mereka telah mempersiapkan
perlawanan yang khusus, sesuai dengan kenakalan mereka.
Beberapa orang anak muda telah membuat semprotan dari
bumbung yang, berlubang-lubang pada ruasnya, sementara dari
lubang batangnya di susupkan galah yang dibalui dengan sobekansobekan
kain. Sementara itu anak-anak muda yang lain telah menumbuk
batang dan akar pohon rawe yang sangat gatal, sedang yang lain
lagi telah memetik buah cabe sebanyak-banyak di sawah dan
ditumbuk pula. Cairan batang rawe dan cabe itulah yang mereka persiapkan di
atas dinding Kota Raja, di atas pintu gerbang. Mereka tidak bersiap
dengan busur dan anak panah, tetapi mereka siap dengan
bumbung-bumbung semprotan di tangan.
Prajurit-prajurit Singasari tidak mencegah mereka. Bahkan
mereka telah siap melindungi anak-anak nakal itu dengan busur dan
anak panah. Jika orang-orang Mahibit berusaha memecah pintu
dengan cara yang dipergunakan oleh para pengikut Empu Baladatu,
dan mereka dilindungi dengan perisai, maka semprotan air rawe dan
cabe yang gatal dan panas itu akan dapat, membantu menghambat
usaha mereka, karena titik-titik air yang terlontar dari semprotan itu
akan didorong oleh angin, menyusup sela-sela perisai yang
betapapun rapatnya. Rasa-rasanya terlalu lama bagi anak-anak muda itu untuk
menunggu. Mereka sudah tidak sabar lagi ketika malam mulai turun.
Namun merekapun sadar, bahwa di malam hari, pasukan Mahibit
tentu tidak akan menyerang. Kecuali dalam keadaan yang khusus
seperti yang dilakukan oleh Empu Baladatu.
Namun di tengah malam, dua pengawas dengan tergesa-gesa
melaporkan, bahwa pasukan lawan yang sedang beristirahal agak
jauh di luar Kota Raja, telah mulai bergerak.
Anak-anak muda yang telah mempersiapkan senjata mereka
yang aneh itupun segera mengenakan kantong-kantong yang
2670 terbuat dari kulit yang tipis dan lemas untuk melindungi tangan
mereka dari cairan yang gatal dan panas itu Di atas dinding mereka
telah bersiap dengan semprotan-semprotan bumbung mereka.
Tetapi agaknya Linggapati hanya mendekat saja pada pintu
gerbang. Mereka ternyata berhenti dan beristirahat di padukuhan
terdekat. Ternyata pasukan Mahibit itu benar-benar menggetarkan
jantung. Selain jumlah mereka yang besar, nampaknya mereka
mempunyai ikatan dan kemampuan yang lebih besar dari pasukan
Empu Baladatu. "Mereka akan datang besok pagi-pagi benar-benar." desis
seorang anak muda. Prajurit Singasari menjadi berdebar-debar. Tetapi di antara
mereka masih ada yang sempat membenamkan diri di bawah
selimut sambil bersandar dinding gardu.
"Mereka tidak akan menyerang malam ini." desisnya sambil
menguap. Kawannya mengangguk. Ia pun mencoba untuk memejamkan
matanya pula. Tetapi kegelisahannya telah membuatnya sama sekali
tidak dapat tidur lagi. Para Senapati Singasari memang, masih memberi kesempatan
kepada para prajuritnya untuk beristirahat. Mereka akan terlibat
dalam perang yang dahsyat, yang mungkin akan memerlukan waktu
yang lama. Tetapi sebagian dari para prajurit itu memang tidak dapat
beristirahat dengan tenang. Sebagian dari mereka justru berjalan
mondar mandir dengan senjata dalam pelukan.
Dalam pada itu, masih ada satu dua kelompok pajurit Singasari
yang mendekati gerbang. Tetapi mereka tidak berani langsung,
menuju ke dinding kota. Dengan hati-hati mereka mengirimkan satu
dua orang penghubung melalui jalan-jalan sepi dan terpencil dari
2671 jalur jalan padukuhan. Bahkan kadang-kadang merayap di
pematang di sela-sela tanaman yang mulai rimbun.
Di muka pintu gerbang mereka mengacukan tangan mereka
sebagai isyarat, bahwa mereka adalah prajurit-prajurit Singasari.
"Dimana kelompok kalian?"
"Berhenti di seberang jalan silang."
"Bodoh. Orang-orang Mahibit berada di padukuhan di sebelah
simpang empat dan di padukuhan kecil antara simpang empat dan
bukit kecil itu." "Kami tidak tahu."
"Kau lewat jalan itu?"
"Tidak. Kami memang sudah berprasangka berdasarkan naluri
keprajuritan kami. Kami menyusur pematang yang menyilang bulak
panjang itu. Kemudian menyusuri parit."
"Bagus. Bawa kelompokmu mendekat. Tetapi hindari sejauh
mungkin orang-orang Mahibit itu. Kau sudah berada di dekat
padukuhan tempat mereka beristirahat menunggu fajar, cepatlah.
Tetapi melingkarlah, agar kau tidak dicincang di perempatan itu."
Petugas itu dengan tergesa-gesa kembali ke dalam kelompoknya.
Tetapi mereka benar-benar mengambil jalan melingkar. Dengan
cemas mereka melaporkan bahwa mereka justru berada di belakang
pasukan Mahibit. "Untunglah kita berhenti di sini dan mencari hubungan dengan
Kota Raja. Jika kita berjalan terus, maka kita akan masuk
kekandang harimau di padukuhan itu." berkata pemimpin kelompok
kecil itu. Dengan tergesa-gesa kelompok kecil itupun kemudian berjalan
melingkari menuju ke pintu gerbang.
2672 Ketika terdengar pintu itu berderak, maka merekapun seolah-olah
berloncatan masuk didorong oleh kecemasan bahwa lawan-lawan
mereka berada di punggung mereka.
Tetapi ternyata bahwa diantara kelompok-kelompok kecil itu ada
juga yang terjebak memasuki padukuhan tempat orang-orang
Mahibit beristirahat. Sehingga dengan demikian, maka nasib mereka
benar-benar merupakan nasib yang sangat buruk.
Satu dua orang yang berhasil melarikan diri, sempat mencapai
pintu gerbang dan melaporkan apa yang terjadi pada kelompok kecil
mereka itu. Tetapi prajurit-prajurit Singasari tidak dapat berbuat apa-apa.
Mereka tidak dapat merusak semua persiapan yang telah mereka
lakukan untuk melawan orang-orang Mahibit dari balik dinding Kota
Raja. "Mereka adalah korban-korban yang pertama." desis seorang
Senapati yang memandang ke dalam kegelapan malam dengan
kelopak mata yang panas, "Sementara kami tidak dapat berbuat
apa-apa." Beberapa orang yang berdiri di dinding Kota Raja
menggeretakkan giginya. Korban masih akan berjatuhan. Tetapi
bahwa sekelompok kecil telah terjebak di luar sadarnya, masuk ke
dalam lingkungan pasukan lawan, adalah peristiwa yang sannat
mendebarkan. "Besok kita akan membalas." geram seorang prajurit muda, "Jika
mereka memasuki pintu gerbang ini kita akan mencincang mereka."
Sementara yang lain mengatakan, "Kita perlu menebarkan
petugas-petugas sandi, agar peristiwa itu tidak terulang. Kita akan
menunggu agak jauh di belakang pasukan Mahibit, karena menurut
perhitungan, masih akan ada kelompok-kelompok kecil yang
datang." Pendapat itu akhirnya sampai ketelinga para Senapati, sehingga
merekapun kemudian benar-benar menunjuk beberapa orang untuk
2673 tugas yang berbahaya itu. T etapi ternyata bahwa setiap orang yang
menerima tugas itu, telah melakukannya dengan penuh tanggung
jawab, karena mereka merasa bahwa dengan demikian mereka
akan dapat menyelamatkan kawan-kawan mereka yang tidak
mengetahui, apa yang telah terjardi sebenarnya.
Dan ternyata bahwa beberapa orang petugas benar-benar telah
menjumpai kelompok-kelompok kecil yang ingin dengan tergesagesa
sampai ke kota raja, sehingga mereka tetap berjalan di malam
hari. "Kalian jangan memasuki tempat-tempat yang berbahaya itu."
setiap petugas yang, menjumpai kelompok-kelompok kacil itu
memperingatkan dan memberikan petunjuka yang diperlukan.
oooOdwOooo Bersambung ke jilid 37 Koleksi: Ki Ismoyo Scanning: Ki Arema Convert&Editing: Ki Mahesa
Recheck: Ki Arema 2674 Karya SH MINTARDJA Sepasang Ular Naga di Satu Sarang
Sumber djvu : Koleksi Ismoyo & Arema
http://kangzusi.com/ atau http://dewi-kz.info/
Jilid 37 Tamat PARA pemimpin dari kelompok-kelompok kecil itu
merasa sangat berterima kasih
kepada petugas-petugas yang
dengan sabar menunggu kedatangan kawan-kawannya
yang tidak menyadari bahwa
bahaya tengah mengancam di
sepanjang jalan. "Jadi, apakah yang harus
kami lakukan?" bertanya
pemimpin kelompok itu. "Melingkari bulak panjang
dan langsung pergi ke dinding
Kota Raja. Baru kalian merayap
sepanjang dinding samping
untuk mencapai pintu gerbang.
Itu pun harus kalian lakukan dengan sangat hati-hati. Jika kalian
terlalu dekat dengan padukuhan itu dan diketahui oleh pengawaspengawas
mereka, maka nasib kalian akan menjadi sangat buruk."
Para pemimpin kelompok itu pun kemudian membawa pasukan
mereka yang kecil itu melingkari agak jauh dari padukuhanpadukuhan
yang diketahui sebagai tempat peristirahatan pasukan
dari Mahibit yang siap menerkam Kota Raja.
2675 Ternyata kehadiran satu dua kelompok itu dapat diketahui oleh
para pengawas dari Mahibit. Ternyata mereka telah mengadakan
gerakan di malam hari. Mereka menebar semakin luas untuk
mencegah kehadiran kelompok-kelompok baru masuk ke pintu
gerbang Kota Raja. Petugas-petugas sandi Singasari segera melaporkan gerakan itu.
Namun dengan demikian petugas-petugas sandi yang harus
bertebaran justru menjadi semakin banyak.
"Keadaan sangat gawat" berkata seorang Senapati, "Karena itu,
biarlah kelompok-kelompok kecil itu berada di belakang pasukan
Mahibit. Pada suatu saat mereka tentu akam diperlukan. Jika orangorang
Mahibit berhasil memecahkan pintu gerbang, maka mereka
justru akan menyergap dari belakang s isa-sisa pasukan Mahibit yang
tentu akan berdesakan memasuki Kota Raja."
Dengan perintah itu, maka kelompok-kelompok kecil yang
berdatangan kemudian, tetap berada di belakang pasukan
Linggapati, sampai saatnya mereka mendapat perintah untuk
mendekat. "Pasukan ini teramat kecil." berkata seorang pemimpin kelompok,
"Apa yang dapat kami lakukan."
"Sekedar mengganggu ekor pasukan Linggapati yang memasuki
Kota. Namun yang sekedar itu tentu akan mempunyai arti, karena
yang berada di belakang pasukan Mahibit ini tentu tidak hanya satu
dua kelompok. Tetapi. mungkin ada sepuluh, bahkan lebih."
Para pemimpin kelompok itu mengangguk-angguk. Meskipun
jumlah mereka tidak seberapa, tetapi mereka memang akan dapat
membuat kejutan bagi ekor pasukan Mahibit.
Dalam pada itu, malam pun berjalan betapapun lambannya.
Seperti para prajurit Singasari, maka sebagian dari pasukan Mahibit
sempat juga beristirahat barang sejenak menjelang fajar
menyingsing. 2676 Agaknya Linggapati mempergunakan bintang-bintang sebagai
isyarat. Ketika bintang panjer wengi tenggelam di ujung Barat dan
bintang penjer rima mulai nampak di Timur dengan cahaya yang
putih kebiru-biruan, maka pasukannya pun mulai bersiap-siap tanpa
aba-aba. Setiap kelompok yang ada di padukuhan yang terpisah
telah mengetahui bahwa saat bintang panjerina mulai nampak,
mereka harus mempersiapkan diri dan kemudian berangkat menuju
ke medan. Karena itulah, maka tanpa ada bunyi isyarat apapun, ternyata
bahwa pasukan Mahibit itu sudah mulai bergerak. Dalam gelapnya
sisa malam menjelang fajar, mereka merayap di tengah-tengah
bulak mendekati dinding Kota Raja.
Agak berbeda dengan pasukan Empu Baladatu, ternyata orangorang
Mahibit tidak memusatkan kekuatan pasukannya pada pintu
gerbang, meskipun mereka telah mempersiapkan pula macammacam
alat untuk memecahkan pintu. Diantaranya seperti yang
pernah dilakukan oleh pasukan Empu Baladatu. Sepotong kayu yang
panjang dan cukup besar untuk menghentak pintu itu dari luar.
Ternyata bahwa untuk beberapa saat mereka berhasil mendekati
dinding tanpa diketahui oleh pasukan Singasari karena sama sekali
tidak ada tanda-tanda dan isyarat yang nampak atau terdengar.
Karena itulah, maka prajurit peronda yang berada di atas dinding
telah terkejut ketika melihat dalam gelapnya malam seakan-akan,
batang-batang jagung itulah yang bergerak bagaikan hanyut
mendekati dinding. "He, kau lihat dalam gelap itu?"
"Aku memang melihat sesuatu" He, apakah mataku sudah
rabun?" "Tidak. Kita memang melihat gerakan. Lihat, dari ujung bulak
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sampai ke ujung bulak."
Peronda itu memanggil beberapa orang kawannya. Anak-anak
muda yang jemu menunggu di pintu gerbang, nampaknya tertidur
2677 diluar sadar. Tetapi mereka terbangun juga oleh kegelisahan para
penjaga. "Apa yang kalian lihat?"
Tiba-tiba saja peronda yang tertua terpekik, "Pasukan. Lihat
dengan tajam. Yang datang itu bukannya betang-betang jagung
yang hanyut didorong angin. Tetapi pasukan Mahibit datang dalam
gelar yang panjang sekali hampir mengelilingi dinding Kota Raja."
Sejenak kemudian telah terdengar suara kentongan yang
memang disediakan di atas pintu gerbang, yang ternyata telah
mengejutkan penjaga di dalam gardu. Tanpa bertanya lagi mereka
menyadari, bahwa bahaya sudah mendekati. itulah sebabnya
mereka pun segera memukul kentongan yang besar di gardu itu
dengan irama titir. Sekejap kemudian maka suara kentongan itu pun telah
memenuhi seluruh Kota Raja. Di setiap gardu telah tersedia
kentongan, sehingga seluruh Kota Raja pun kemudian dipenuhi oleh
suara kentongan yang berbunyi di gardu-gardu.
Para prajurit yang sedang beristirahat terkejut mendengar suara
titir. Dengan serta merta mereka membenahi diri meskipun terasa
badan mereka masih belum segar setelah dengan terkejut bangun
dari tidur. Beberapa orang yang bertugas di atas dinding pun segera
memanjat. Betapapun tergesa-gesa. mereka tidak lupa busur dan
anak panah. Ternyata prajurit-prajurit Simgasari tidak mendapat banyak
kesempatan untuk mengatur diri Demikian suara kentongan
meledak, maka Linggapati telah berteriak memerintahkan agar
pasukannya menyerbu Kota Raja.
Sejenak kemudian, maka bayangan yang, bergerak-gerak di
dalam keremangan sisa-sisa malam itupun bagaikan bergetar.
Sejenak kemudian seperti banjir mereka pun berlarian menyerang.
2678 Dengan mata yang masih berat, pasukan Singasari telah
mempersiapkan diri pula. Mereka yang berada di atas dinding
adalah mereka yang bersenjata panah dan tombak panjang.
Ketika para prajurit mulai hadir di tempat masing-masing, orangorang
Mahibit telah menjadi semakin dekat. Mereka mulai berteriak
memekakkan telinga. Namun demikian mereka memasuki jarak jangkau anak-anak
panah yang di lontarkan dengan busur dari atas dinding, maka di
sekitar dinding Kota Raja itu pun seakan-akan telah turun hujan
anak panah yang bagaikan dicurahkan.
Pasukan yang maju itu terhenti. Bahkan mereka pun segera
bergerak mundur. Mereka mencoba melindungi diri mereka dengan
perisai-perisai baja dan kayu.
Di muka pintu gerbang, keadaannya juga serupa. Mereka yang
memakai perisai sajalah yang kemudian mendekat dengan
berlindung di bawah perisai masing-masing.
Namun ketika mereka menyadari bahwa pintu gerbang harus
dipecahkan, maka pemimpin kelompok yang bertugas memecah
pintu gerbang itu berteriak, "Lindungi kami. Kami akan membuka
pintu itu." Maka orang-orang Mahibit pun telah membalas serangan itu
dengan anak panah pula. Tetapi jumlah mereka yang bersenjata
panah terlalu sedikit untuk menyerang Kota Raja dari segala
jurusan. Itulah sebabnya mereka sebagian telah berkumpul di
semua pintu gerbang."
Beberapa puluh perisai segera melindungi para pengikut
Linggapati yang sedang berusaha memecah daun pintu. Mula-mula
mereka mengangkat balok, tidak di atas pundak, tetapi ditinting
dengan tangan. Kemudian mereka berlari sekencang-kencangnya
sambil membenturkan balok yang panjang itu pada pintu gerbang.
Anak panah yang dilontarkan oleh para prajurit yang berada di
atas pintu gerbang telah membentur perisai yang bagaikan payung
2679 di atas kepala para pengikut Linggapati itu, sehingga anak panah itu
tidak dapat menyentuh tubuh mereka.
Anak-anak muda yang berada di atas pintu gerbang itu
mengerutkan keningnya ketika mereka melihat, bagaimana orangorang
Mahibit melindungi diri dan kawan-kawannya dari serangan
anak panah. "Saatnya sudah tiba." berkata seorang anak muda.
"Ya. Kita menyerang sekarang."
Demikianlah maka anak-anak muda yang mengenakan kantongkantong
kulit di tangannya segera mempergunakan bumbung
penyemprot mereka. Dengan geram mereka pun kemudian
menghisap air yang sudah mereka sediakan. Air rawe dan air cabe
yang panas. Ketika para pengikut Linggapati ilu membenturkan balok panjang
itu pada pintu gerbang, maka anak-anak muda itu pun segera
melontarkan air di dalam bumbung-bumbung mereka.
Di depan pintu gerbang itu pun kemudian bagaikan hujan turun
dari atas dinding. Mula-mula mereka tidak mengerti, apakah artinya
air yang disemprotkan itu.
Namun sejenak kemudian, akibatnya mulai mereka rasakan. Para
pengikut Linggapati yang terkena air rawe pun bagaikan gila
menggaruk tubuhnya yang gatal, sementara yang dikenai air cabe,
menjadi bingung oleh panas dan pedih. Terutama di mata mereka.
Ternyata serangan-serangan anak-anak muda itu sangat
berpengaruh. Terutama mereka yang terkena air rawe, sama sekali
tidak dapat berbuat apa-apa lagi selain menggaruk tubuh mereka
sendiri yang menjadi panas dan gatal tanpa banding.
"Apa yang terjadi?" bertanya seorang pemimpin kelompok
mereka yang segera mendekati mereka.
"Air rawe. Tubuhku menjadi gatal-gatal seluruhnya."
2680 "Tubuhku menjadi panas seperti tersentuh api." sementara yang
lain lagi berteriak, "Aku tidak dapat melihat lagi."
Anak-anak muda itu pun kemudian dengan gigihnya telah
melakukan tugas mereka dari atas dinding. Satu dua di antara
mereka ternyata telah sampai pada batas hidup mereka. Anak
panah orang Mahibit yang tidak banyak jumlahnya itu pun telah
mematuk korban dari para prajurit dan mereka yang telah
menyiapkan diri untuk bertempur.
Dalam pada itu, ketika ternyata pintu gerbang tidak segera
terbuka, maka para pengikut Linggapati tidak lagi memberatkan
serangan mereka pada pintu gerbang yang dijaga oleh anak-anak
muda yang rusuh itu. Beberapa orang pengikut Linggapati telah memindahkan
perhatian mereka pada dinding Kota Raja. Mereka mulai
memikirkan, apakah mereka akan dapat memanjat dinding itu
dengan tangga. Sementara itu, maka orang-orang Mahibit pun tidak hentihentinya
menyerang para prajurit Singasari dengan anak panah dan
bahkan kadang-kadang mereka telah melontarkan tombak mereka.
Namun serangan dari atas dinding Kota Raja agaknya lebih banyak
memberikan hasil. Sedangkan jarak jangkaunya pun jauh lebih
panjang dari lontaran dari luar dinding Kota Raja itu.
Tetapi orang-orang Mahibit tidak berputus asa. Karena anak
muda yang berada di atas pintu gerbang itulah yang telah
menyebabkan para pengikut dari Mahibit itu mengalami hambatan
yang lebih besar dari serangan anak panah, maka mereka mulai
mengarahkan perhatian mereka kepada anak-anak muda itu.
"Arahkan serangan kalian kepada mereka." perintah Linggapati.
Para prajurit yang bersenjata panah pun kemudian berkumpul di
muka pintu gerbang. Mereka dengan serentak telah menghujani
para prajurit dan anak-anak muda yang berada di atas pintu
gerbang itu dengan anak panah.
2681 Tetapi dalam pada itu, serangan dari atas pintu gerbang pun
bagaikan hujan yang, tercurah dari langit.
"Apa yang dapat kita lakukan?" bertanya para pemimpin
kelompok kepada Linggapati.
"Kita pecahkan pintu butulan." desis Linggapati.
Para pemimpin kelompok pun mulai mempertimbangkannya.
Mereka mencoba untuk melakukannya. Dikirimkannya beberapa
orang unjuk menemukan gerbang butulan di bagian samping dari
Kota Raja. Ternyata bahwa pintu butulan itu pun dijaga rapat. Di atas pintu
butulan itu pun terdapat beberapa orang prajurit. Namun para
pengikut Linggapati tidak melihat anak-anak muda di atas gerbang
pintu butulan. "Kita tetap di sini" perintah Linggapati, "Biarlah dengan diamdiam
beberapa orang pergi ke pintu butulan itu dan berusaha
memecahkannya. Mereka harus memasuki pintu itu sementara kita
berusaha membuka pintu-pintu butulan yang berada di sisi yang
lain." Para pemimpin kelompok lelah melaksanakannya sebaik-baiknya.
Tidak ada kesan bahwa Linggapati akan memindahkan serangan
mereka pada gerbang butulan di s isi dinding Kota Raja itu.
Sekelompok-kelompok kecil dari para pengikutnya yang banyak
itu telah mempersiapkan diri dengan perintah khusus. Para pengikut
Linggapati yang bertebar panjang itu terhenti di luar jarak jangkau
anak panah para prajurit Singasari kecuali mereka yang berada di
muka pintu gerbang, yang melindungi diri dengan perisai. Tetapi
mereka pun telah berusaha untuk tidak dapat disentuh oleh air yang
disemprotkan oleh anak-anak muda yang berada di atas pintu
gerbang. Dalam pada itu, beberapa orang pengikut Linggapati telah
bergeser. Mereka mendapat tugas untuk memecahkan pintu
butulan, sementara bagian dari pasukan mereka yang paling dekat
2682 dengan butulan itu pun telah mendapat perintah untuk segera
memasuki pintu butulan itu jika pintu itu berhasil dipecahkan.
Gerakan itu tidak banyak menarik perhatian. Namun mereka
telah benar-benar mempersiapkan diri untuk melakukan tugas
mereka. Seperti yang diperintahkan oleh Linggapati, maka setelah
persiapan mereka selesai, maka tiba-tiba saja sekelompok pengikut
Linggapati itu pun telah berlari menuju ke pintu gerbang butulan.
Tetapi mereka tidak mempergunakan sebatang kayu yang panjang
dan besar, tetapi agar persiapan mereka tidak segera diketahui para
prajurit Singasari, maka mereka pun mempergunakan tanggatangga
kayu yang memang sudah mereka bawa untuk memanjat
dinding. Serangan itu memang mengejutkan. Para prajurit yang berada di
atas dinding di sekitar pintu gerbang butulan itu tidak menyangka
bahwa para pengikut Linggapati akan menyerang gerbang butulan.
Namun mereka pun telah bersiaga menghadapi segala
kemungkinan, sehingga mereka pun segera menghujani anak panah
pula kepada orang-orang yang berlari-lari menyerang.
Tetapi anak panah itu dapat di tahan dengan perisai-perisai.
Tidak ada anak-anak muda di atas pintu gerbang butulan itu yang
mempergunakan rawe dan cabe yang dicairkan untuk menyerang.
Dengan sekuat tenaga beberapa orang telah menghantam pintu
gerbang samping itu dengan tangga kayu. Tidak hanya sebuah
tangga, tetapi berganti-ganti mereka melakukannya sehingga
kemudian selarak pintu itu pun menjadi retak.
Laporan tentang serangan pada pintu gerbang samping itu pun
telah sampai ke pimpinan prajurit Singasari. Untuk melawan
kemungkinan itu, maka sepasukan prajurit telah di kirim untuk
memperkuat pertahanan di belakang pintu gerbang butulan itu.
Linggapati sendiri masih berada di muka pintu gerbang induk. Ia
menunggu laporan dari pengikutnya yang telah berusaha
2683 memecahkan pintu gerbang butulan. Jika mereka berhasil, maka
perhatian sebagian prajurit Singasari tentu akan berpaling ke pintu
butulan itu. Tetapi pasukan Singasari tetap menjaga keseimbangan dan
kekuatan yang ada. Selama pasukan Mahibit masih berkumpul di
muka pintu gerbang, maka prajurit Singasari pun sangat berhati-hati
membagi kekuatannya. Dalam pada itu, pasukan Linggapati yang menebar masih belum
mendekati dinding, selain pasukan khususnya yang, bertugas
memecah gerbang. Namun pasukan itu pun tidak terlepas ciari
pengamatan pasukan Singasari, sehingga pasukan Singasari yang
ada di dalam dinding pun menyesuaikan diri dengan kemungkinan
arus kekuatan pasukan Linggapati.
Sementara itu, selarak pintu gerbang butulan pun tidak lagi
mampu bertahan. Hentakan dari luar yang datang bagaikan ombak
yang memecah pantai, akhirnya berhasil mematahkan selarak pintu
itu. Seperti bendungan pecah, maka pasukan Linggapati pun
kemudian mengalir memasuki pintu gerbang. Tetapi karena pintu
gerbang butulan tidak selebar pintu gerbang induk, maka arus
pasukan itu pun telah tertahan karena justru mereka saling
berdesakan. Sementara pasukan itu berusaha berhimpitan memasuki pintu
gerbang, maka pada saat itu, berpuluh-puluh anak panah telah
meluncur mematuk lawan yang berdiri di depan pintu gerbang itu.
Seperti yang pernah terjadi saat-saat pasukan Empu Baladatu
memasuki pintu gerbang, maka selapis pasukan lawan pun telah
jatuh tertelungkup, sementara selapis di belakangnya berusaha
mendesak maju. Namun sekali lagi anak panah prajurit Singasari
lelah meluncur bagaikan ditaburkan dari busurnya. Dan sekali lagi
lapisan-lapisan itu bagaikan terkelupas.
Agaknya pasukan para pengikut Linggapati itu menyadari
keadaan mereka, sehingga karena itulah, maka kemudian mereka
2684 pun mulai mengatur diri. Mereka yang berperisai telah mengambil
tempat dipaling depan. Namun sementara itu, para prajurit yang berada di atas dinding
pun masih terus menghujani mereka dengan panah dan tombak.
Melihat pintu gerbang butulan yang pecah, maka pasukan yang
semula masih mengambil jarak sejauh jarak jangkau anak panah itu
pun segera mendesak maju. Mereka langsung menempatkan diri
pada jalur pasukan yang akan memasuki pintu butulan yang sudah
pecah itu. Ternyata pasukan Singasari tidak dapat menahan arus lawan
yang berdesakan memasuki pintu gerbang sambil berlindung di balik
perisai. Karena itu, maka pasukan Singasari pun segera melingkar
mengepung separo lingkaran gerbang yang sudah terbuka dengan
pasukan berlapis. Sejenak kemudian maka arus pasukan lawan itu pun mengalir
memenuhi setengah lingkaran yang dipagari oleh pasukan Singasari.
Pertempuran yang dahsyat pun tidak dapat dihindarkan lagi.
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pada benturan pertama, senjata mereka pun telah mulai dilumuri
oleh darah. Demikian pasukan Linggapati menghantam pertahanan pasukan
Singasari, maka pasukan Singasari pun segera membuat gelar
Jurang Grawah. Pasukan pada lapis pertama seolah-olah telah
tersibak oleh pasukan lawan. Namun ternyata bahwa di belakang
lapisan pertama telah menunggu pasukan dari lapis kedua yang
kuat, sehingga ketika lapis pertama itu menutup, maka pasukan
yang sudah terperosok ke dalam jebakan itu pun satu demi satu
dibinasakan. Tetapi semakin lama pasukan Linggapati pun menjadi semakin
banyak, sehingga prajurit Singasari mulai terdesak mundur,
sehingga dengan demikian maka kepungan itu pun menjadi semakin
luas. 2685 Desakan itu pun tidak dibiarkan saja oleh para prajurit Singasari.
Setiap peristiwa yang terjadi, para penghubung, selalu
menyampaikan laporan terperinci, sehingga karena itu, para
Senapati dapat mengambil sikap yang tepat untuk menanggapi
keadaan. Dalam pada itu, pasukan yang ada di pertahanan yang berlapis
pun selalu siap menghadapi segala kemungkinan. Di sudut tikungan,
di s impang empat dan di simpang tiga.
Sementara itu pasukan Empu Sanggadaru pun telah memencar
pula di antara pasukan Singasari. Bahkan bekas pengikut Empu
Baladatu pun telah berada di segala tempat, berbaur dengan para
prajurit dan para pengikut Empu Sanggadaru, sehingga jumlah
mereka pun akhirnya menjadi cukup banyak untuk mengimbangi
pasukan Linggapati. Apalagi di antara mereka, setiap laki-laki telah
keluar pula menggabungkan diri dengan para prajurit di sudut-sudut
tikungan. Mereka siap melawan orang-orang Mahibit yang berhasil
menerobos pertahanan pada lapis sebelumnya dan
membinasakannya. Tetapi orang-orang Mahibit tidak puas dengan pecahnya sebuah
pintu gerbang butulan. Mereka pun mulai berusaha memecahkan
butulan yang lain dengan cara yang, sama.
"Gila." geram seorang Senapati, "Akhirnya mereka tidak
memasuki Kota Raja lewat gerbang utama."
Namun di muka pintu gerbang utama masih berkumpul
sekelompok pasukan Lingapati. Bahkan di belakangnya masih
nampak seleret pasukan yang siap memasuki pintu gerbang itu jika
pintu itu pecah. Tetapi ternyata bahwa usaha memasuki Kota Raja itu memang
sudah berpindah dari gerbang utama ke pintu-pintu butulan.
Dalam pada itu, prajurit Singasari pun segera menyesuaikan diri
dengan menempatkan pasukan di muka pintu-pintu butulan yang
menjadi sasaran lawan. 2686 Dalam pada itu Linggapati masih berada di luar dinding halaman,
masih belum dapat menyaksikan pertempuran yang telah terjadi.
Ketika seorang pengawalnya menerima laporan bahwa pasukan
Singasari ternyata masih cukup kuat menahan arus pasukannya,
Linggapati hanya tersenyum saja. Ia yakin, bahwa pasukan
Singasari telah menjadi sangat lemah, apalagi ketika ia berpaling.
Sebagian pasukannya masih tetap menunggu perintahnya.
Ketika hari menjadi semakin cerah oleh sinar matahari, maka
peluh yang kemerah-merahan karena darah yang meleleh dari luka,
membuat kedua belah pihak menjadi semakin garang. Mereka tidak
lagi sempat berpikir mengenai diri mereka berhadapan dengan
sesama. Yang ada di dalam hati adalah kemarahan dendam dan
kebencian yang memuncak. Di halaman istana Singasari, Ranggawuni dan Mahisa Cempaka
berada di antara para Senapati dan para pemimpin pemerintahan
Mereka selalu mengikuti setiap perkembangan yang terjadi, lewat
laporan-laporan para penghubung yang berada di medan.
"Kita harus segera mengikuti perkembangan itu langsung."
berkata Lembu Ampal. Mahisa Agni mengangguk. Kemudian katanya kepada
Ranggawuni, "Tuanku. Apakah hamba dapat memerintahkan para
Senapati untuk membagi diri. Lawan kini berada di pintu-pintu
gerbang samping. Mereka sudah mulai memasuki Kota Raja dan
mengalir lewat jalan-jalan raya menuju ke halaman istana. Berbeda
dengan jalan yang ditempuh oleh Empu Baladatu, karena ia
mengambil satu jalan kemudian membelah diri dan akhirnya menuju
ke halaman istana ini. Sedangkan Linggapati memasuki Kota Raja
lewat beberapa pintu butulan, dan mengalir langsung menuju ke
halaman istana." Ranggawuni mengangguk sambil menjawab, "Terserahlah
kepada paman. Mana yang baik menurut perhitungan paman, dapat
paman perintahkan kepada para Senapati."
2687 Mahisa Agni pun kemudian membagi para Senapati untuk
menghadapi pasukan Linggapati yang memasuki Kota Raja lewat
beberapa pintu gerbang. Lembu Ampal akan memimpin sepasukan
prajurit dan akan hadir di pintu gerbang samping, sedang di pintu
gerbang samping yang lain akan bertugas Witantra bersama
seorang Senapati muda disertai sepasukan prajurit. Sementara
seorang Senapati yang berpengalaman akan berada di gerbang
butulan sebelah belakang, disertai Mahendra dan kedua anaknya,
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat.
Sementara itu Mahisa Agni berkata kepada Mahisa Bungalan,
"Kau akan tetap berada di depan gerbang, utama. Aku yakin, bahwa
Linggapati menunggu kesempatan untuk memasuki pintu gerbang
itu dengan pasukannya yang kuat."
"Baik paman." jawab Mahisa Bungalan, "Aku akan berada di
pintu gerbang utama."
Mahisa Agni mengangguk-angguk. Namun kemudian ia berpaling
kepada Empu Sanggadaru yang berdiri termangu-mangu. Katanya,
"Empu. Aku minta Empu berada di istana ini bersamaku." Bukankah
Empu tidak perlu berada di antara pasukan Empu yang tersebar
itu?" Empu Sanggadaru tersenyum. Katanya, "Aku akan melakukan
segala perintah. Aku sudah menempatkan diri di bawah perintah
pimpinan prajurit Singasari."
Mahisa Agni tersenyum. Jawabnya, "Terima kasih Empu. Biarlah
yang lain melakukan tugasnya di luar halaman istana. Tetapi
menurut perhitunganku, pasukan yang ada di halaman inipun harus
bersiap menghadapi segala kemungkinan."
Demikianlah, maka para Senapati itu pun segera mulai berpencar
dengan sekelompok prajurit kepercayaan. Mereka harus mengatasi
kesulitan yang timbul di medan. Karena keadaan yang tiba-tiba
masih mungkin sekali terjadi.
Dalam pada itu, pintu-pintu butulan sebelah menyebelah, dan
bahkan pintu butulan di arah belakang istana, memang sudah
2688 berhasil dipecahkan oleh pasukan Mahibit. Tetapi mereka harus
bertempur mati-matian untuk dapat menembus pasukan lawan yang
telah memagari jalan menuju ke halaman istana.
Tetapi pasukan Mahibit yang memecahkan pintu samping,
ternyata telah melakukan usaha yang semula agak membingungkan.
Sepasukan pengikut Linggapati yang berhasil menerobos kepungan,
tidak dengan tergesa-gesa menuju ke halaman. Tetapi mereka
berlari-lari menyusuri dinding.
"Hentikan mereka." teriak seorang Senapati.
Tetapi mereka berusaha untuk dengan segenap kemampuan
mereka, mendekati pintu gerbang utama.
"Mereka membuka pintu gerbang dari dalam." teriak seorang
pengawal. Seorang Senapati muda yang mendengar teriakan-teriakan itu
berkata, "Perbuatan gila. Mereka tidak akan berhasil mendekati
gerbang. Di dalam gerbang pasukan Singasari berdiri berjejal-jejal."
Tetapi ternyata mereka sekedar memancing perhatian. Selagi
para prajurit sibuk memperhatikan sekelompok pengikut yang
menuju ke pintu gerbang utama, maka serangan yang tiba-tiba pun
telah diulang oleh pasukan Linggapati. Agaknya salah seorang
pengikui yang mendekati pintu gerbang itu telah melontarkan
tengara bagi induk pasukannya.
Ternyata bahwa s ikap itu tidak hanya dilakukan oleh sekelompok
pengikut Linggapati itu. Beberapa kelompok yang lain pun telah
melakukan perbuatan serupa. Bahkan mereka yang berhasil
memasuki pintu gerbang butulan dari arah lain pun telah berusaha
menyerang para prajurit yang berada di pintu gerbang utama itu.
Dengan demikian maka para prajurit Singasari pun sadar bahwa
agaknya para pengikut Linggapati akan membuka gerbang utama
itu dengan segala macam cara.
Karena itulah, maka pertahanan utama masih tetap mengarah ke
pintu gerbang induk. Beberapa kelompok prajurit berusaha
2689 memotong para pengikut Linggapati yang menuju ke pintu gerbang
setelah mereka berada di Kota Raja.
Tetapi karena hal itu kurang diperhitungkan sejak semula, maka
usaha mereka tidak banyak memberikan hasil, sehingga kelompokkelompok
pasukan yang menyusup lewat pintu-pintu gerbang
butulan akhirnya dapat juga menganggu para prajurit yang berada
di pintu gerbang. Ternyata bahwa anak-anak muda yang bermain-main dengan air
batang rawe dan cabe itu terpengaruh juga oleh anak panah yang
datang, dari dua arah, sehingga sebagian dari mereka mulai
menjadi gelisah. Pada saat-saat yang demikian, maka Linggapati yang agaknya
tidak cepat menjadi putus asa itu, telah mempergunakan
kesempatan sebaik-baiknya. Sekali lagi mereka menghantam pintu
gerbang itu dengan batang kayu yang, besar. Sementara
pasukannya melindungi dengan anak panah. Bukan saja dari luar,
tetapi yang sudah berada di dalamnya melakukannya pula.
Sementara itu, prajurit Singasari dengan mudah dapat
menghalau kelompok-kelompok kecil yang menyerang mereka dari
dalam. Namun dengan demikian, maka perhatian mereka benarbenar
terpecah. Prajurit yang berada di atas dinding harus
memperhatikan lontaran senjata dari dalam pula. karena anak
panah dan bandil telah menimbulkan korban pula di antara mereka.
Ternyata bahwa selarak pintu yang sudah diperkuat itu pun
akhirnya retak juga. Anak-anak muda yang berada di atas pintu
gerbang itu, sebagian masih juga sempat bukan saja
menyemprotkan dengan bumbung-bumbung bambu tetapi tanpa
mengingat diri mereka sendiri, mereka telah menuangkan belanga
yang mereka bawa naik ke atas dinding.
Namun betapapun juga, akhirnya serangan dari dua arah itu
telah berhasil mematahkan selarak pintu gerbang induk itu,
sehingga pintu gerbang itu pun telah pecah.
2690 Ternyata bahwa para prajurit Singasari tidak melawan mereka di
muka pintu gerbang. Mereka masih sempat memberi kesempatan
anak-anak muda di atas dinding untuk menuangkan sisa-sisa air
mereka yang gatal yang panas, sementara para prajurit pun
kemudian melindungi mereka dengan senjata jarak jauh, untuk
memberi kesempatan mereka meninggalkan pintu gerbang itu dan
berlari sepanjang dinding.
Satu dua diantara mereka, tidak dapat meloloskan diri dari ujung
anak panah lawan. Namun sebagian dari mereka berhasil mencapai
batas yang tidak terlalu gawat lagi meskipun mereka masih harus
berhati-hati karena di luar lawan nampak semakin melekat dinding
dan memencar sambil menunggu kesempatan untuk memasuki
pintu gerbang. Prajurit Singasari tidak berusaha menahan lawan mereka di pintu
gerbang, karena arus mereka agaknya terlalu deras, sementara
lawan yang sudah berada di dalam dinding pun selalu mengganggu.
Karena itulah, maka Singasari telah menarik prajuritnya mundur
sehingga perlahan-lahan pasukan lawan pun mengalir memasuki
pintu gerbang induk. Mahisa Bungalan yang berada di hadapan pintu gerbang itu pun
menyesuaikan diri dengan perimbangan pertempuran. Ia pun
menarik diri di antara para prajurit. Namun kemudian Mahisa
Bungalan mencoba untuk bertahan pada sandaran lapisan ketiga,
menghadap jalan lurus menuju ke halaman istana.
Ternyata bahwa jalan-jalan yang memencar pun telah tertutup
rapat oleh pasukan Singasari yang bertahan dalam lapisan demi
lapisan. Tidak saja di jalan-jalan tetapi di halaman dan dindingdinding
baru yang menyekat halaman dengan halaman.
Pasukan Linggapati yang semula merasa mendapat jalan lapang
menuju ke halaman istana, ternyata telah membentur pertahanan
yang kuat di segala medan. Pasukan Singasari yang berlapis-lapis
ternyata tidak segera dapat tertembus semudah yang mereka duga.
2691 "Setan manakah yang masih membantu Singasari sehingga
mereka masih mampu menahan arus kekuatanku." geram
Linggapati di antara pasukannya yang tertahan.
Namun dalam pada itu, Linggapati masih mengharap hubungan
dengan pasukannya yang sudah memasuki Kota Raja lewat gerbang
butulan, dan yang tentu sudah berpencaran. Mereka merupakan
kekuatan yang harus diperhitungkan, baik oleh Linggapati sendiri
terlebih lagi oleh Singasari.
Dalam pada itu, prajurit Singasari yang ternyata masih dihinggapi
perasaan dendam dan kebencian karena pertempuran melawan
Empu Baladatu yang belum lama, sehingga seolah-olah peluh yang
meleleh di tubuh mereka masih belum kering, erang kesakitan
kawan-kawan mereka masih terngiang di telinga, kini mereka telah
menghadapi musuh baru. Dengan demikian, maka para prajurit Singasari rasa-rasanya
bertempur dengan garangnya tanpa menghiraukan kemungkinan
yang akan dapat menimpa diri mereka.
Sejenak kemudian maka pertempuran di Kota Raja itu pun telah
menyala dengan dahsyatnya. Singasari yang disangka telah terlalu
lemah, ternyata masih dapat bertahan dengan kuatnya. Karena
Linggapati tidak memperhitungkan sama sekali kehadiran kelompokkelompok
kecil yang tersebar, pasukan Empu Sanggadaru yang kuat
dan bekas pengikut Empu Baladatu.
Itulah sebabnya, maka pasukannya kemudian telah terbentur
pada pertahanan yang kuat. Bahkan induk pasukannya pun hanya
dapat maju bergeser setapak demi setapak.
Tetapi Linggapati tetap berpengharapan untuk dapat menguasai
Kota Raja. Betapapun lambatnya, tetapi ia berhasil mendesak terus.
Bahkan dengan perhitungan, bahwa pasukan-pasukannya yang
menembus gerbang-gerbang butulan akan segera menusuk ke
tengah-tengah kota dan memecah perhatian pasukan Singasari
yang berlapis-lapis. 2692 Namun ternyata bahwa pasukan yang memecah pintu butulan di
arah belakang, segera tertahan oleh pasukan Singasari. Mahisa
Murti dan Mahisa Pukat yang bertempur bersama ayahnya, ternyata
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
telah membingungkan lawannya. Orang-orang Mahibit yang
memasuki pintu gerbang butulan di arah belakang itu, benar-benar
kehilangan akal jika mereka herhadapan dengan kedua anak-anak
muda yang nakal itu. Sementara itu pasukan yang membelah pintu gerbang samping,
sebagian justru telah bergabung dengan pasukan induk mereka
karena mereka telah menyelusur jalan di seputar bagian dalam Kota
Raja saat-saat mereka berusaha membantu kawan-kawan mereka
yang ingin menerobos lewat gerbang induk.
Namun sementara itu, Witantra ternyata mempunyai perhitungan
lain. Pasukan Mahibit yang memasuki pintu butulan itu ternyata
tidak terlalu kuat setelah sebagian dari mereka bergabung dengan
induk pasukannya yang tersisa itu menurut perhitungan Witantra,
akan dapat ditahan oleh lapisan berikutnya, apabila ia
melepaskannya. Tetapi Witantra tidak bertindak berdasarkan atas perhitungannya
sendiri, ia telah mengirimkan penghubungnya untuk menyatakan
pertimbangannya kepada Senapati yang berada di lapisan
berikutnya bersama para pengikut Empu Sanggadaru dan bekas
pengikut Empu Baladatu. "Lepaskan mereka." berkata Senapati itu setelah ia mendapat
keterangan tentang jumlah lawan.
Witantra pun kemudian membiarkan mereka menerobos
pasukannya. Seolah-olah pasukannya memang menyibak dan
memberikan jalan kepada lawan.
Beberapa orang pemimpin kelompok melakukan perintah itu
dengan pertanyaan yang menyumbat dada. Sebagian dari mereka
sebenarnya tidak rela melepaskan mereka lewat. Dengan demikian
mereka akan dapat menumbuhkan korban di lapisan berikutnya dan
bahkan barangkali dapat memecahkan pertahanan itu.
2693 Tetapi mereka mengangguk-angguk ketika Witantra kemudian
memberi penjelasan, apa yang harus mereka lakukan menghadapi
lawan yang mempunyai banyak akal.
"Bagus." tiba-tiba seorang prajurit muda yang memimpin
sekelompok kawan-kawannya berteriak, "Menyenangkan sekali."
Witantra mengerutkan keningnya. Kemudian katanya, "Tetapi
jangan lengah. Setiap saat, keseimbangan pertempuran yang belum
mantap ini akan dapat berubah."
Para prajurit dan orang-orang yang berada di dalam pasukan itu
pun mengangguk-angguk. Mereka menyadari, bahwa lawan mereka
adalah lawan yang cerdik.
Sejenak kemudian, maka Witantra justru membawa pasukannya
keluar pintu butulan yang sudah ditinggalkan oleh para pengikut
Linggapati, yang kemudian telah membentur pertahanan di lapis
berikutnya. Dengan mengirimkan beberapa orang penghubung, untuk
menyampaikan pesan kepada kelompok yang lain yang terpencar
Witantra telah mengambil kebijaksanaan lain. Ia tidak melawan
pasukan yang memasuki pintu butulan itu, tetapi ia justru telah
keluar dari Kota Raja, melingkari dinding dan kemudian mendekati
pintu gerbang. "Mereka akan terkejut." desis seorang prajurit muda.
"Ya. Mereka tentu tidak akan mengira." sahut kawannya.
Sebenarnyalah bahwa yang dilakukan oleh Witantra itu benarbenar
telah mengejutkan lawan. Dengan serta merta ia telah
menyerang pasukan Mahibit justru dari arah belakang. Sambil
bersorak pasukan Witantra memasuki pintu gerbang induk, dan
menyerang pasukan Mahibit yang masih belum berhasil maju terlalu
jauh. Kejutan itu benar-benar telah membuat pasukan lawan agak
bingung. Sebagian dari mereka segera berpaling dan bertempur
2694 melawan pasukan Witantra yang telah melingkar keluar lewat pintu
butulan. Serangan itu berhasil menghambat kemajuan lawan yang
memang sudah sangat lambat Sebagian dari mereka harus berputar
dan melawan pasukan Witantra yang garang.
Witantra sendiri merupakan orang yang aneh di mata lawannya.
Meskipun Mahibit mengenal Linggapati, namun kehadiran Witantra
telah membuat mereka menjadi berdebar-debar.
"Jika saja ia dapat bertemu dengan Linggapati." desis salah
seorang pengikutnya. "Ada berapa orang sekarang orang itu?" bertanya orang yang
lain. Tidak ada yang dapat memberikan jawaban. Tetapi mereka mulai
menyadari, bahwa di dalam dinding Kota Raja terdapat kekuatan
jauh diluar perhitungan mereka. Mereka terlanjur menyangka bahwa
Singasari telah menjadi sangat lemah setelah Empu Baladatu
berhasil memasuki Kota Raja dan membuatnya menjadi karang
abang meskipun pasukannya kemudian berhasil dihancurkan oleh
para prajurit Singasari. Namun adalah suatu kenyataan yang dihadapi oleh Linggapati,
bahwa Singasari masih cukup kuat menahan arus pasukannya.
Sementara itu, pasukan yang dilepaskan oleh Witantra telah
tertahan oleh pertahanan berikutnya. Meskipun pertahanan itu tidak
terlampau kuat, namun prajurit Singasari yang bergabung dengan
para pengikut Empu Sanggadaru dengan bekas pengikut Empu
Baladatu berhasil menghambat arus lawan. Apalagi ketika beberapa
orang yang berada di belakang garis perang datang membantu
mereka. Bukan saja prajurit Singasari, tetapi anak-anak muda yang
baru sekedar mendapat pengetahuan tata kanuragan, telah maju
pula ke medan, meskipun mereka tidak berada dibagian yang terlalu
berat. 2695 Di bagian lain, para pengikut Linggapati telah dikejutkan oleh
seorang Senapati Singasari yang bernama Lembu Ampal. Meskipun
ia tidak banyak melakukan sesuatu di medan. namun geraknya yang
sedikit itu selalu mengguncangkan lawan. Karena itu, maka
pasukannyalah yang kemudian berhasil mendesak pasukan Mahibit,
sehingga pasukan Mahibit yang memasuki regol samping, tidak
sempat maju lagi. Apalagi sebagian dari mereka telah menerobos
pasukan Singasari untuk bergabung dengan pasukan induk di
gerbang utama. Yang sama sekali kehilangan kesempatan untuk bertahan adalah
pasukan Mahibit yang langsung berhadapan dengan Mahendra.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat tidak dapat mengekang dirinya lagi.
Bagaikan dua ekor burung srikatan berburu bilalang, keduanya
terbang menyambar-nyambar. Senjata mereka telah mematuk
lawannya dari segala arah, .seolah-olah telah berubah menjadi
berpuluh-puluh senjata di berpuluh-puluh tangan.
Hanya pasukan induk dari Mahibit sajalah yang telah berhasil
maju betapa lambatnya. Meskipun sebagian dari mereka harus
menghadapi pasukan Witantra Namun karena jumlah mereka cukup
besar, maka mereka pun masih tetap merupakan bahaya yang
mengancam jalan lurus menuju ke gerbang istana.
Tetapi di pasukan induk Singasari telah menunggu Mahisa
Bungalan, ia merasa bahwa Mahisa Agni sedang memperhatikannya.
Agaknya Mahisa Agni ingin mengetahui kemampuannya yang
sebenarnya menghadapi bahaya yang mengancam Singasari.
Teringang di telinga Mahisa Bungalan Mahisa Agni pernah
berbisik di telinganya, "Singasari memerlukan seorang Senapati
setelah kami yang tua-tua ini akan kehilangan kemampuan karena
batas umur kami." Dengan demikian maka di saat-saat terakhir agaknya Mahisa Agni
benar-benar sedang mengujinya, meskipun ia pun sadar, bahwa
kegagalan dalam ujian itu dapat berarti maut.
2696 Dengan demikian, Mahisa Bungalan benar-benar menempatkan
diri sesuai dengan keinginan Mahisa Agni. Ia telah mempersiapan
diri untuk menghadapi pemimpin tertinggi dari Mahibit, Linggapati.
Mahisa Bungalan ingat, bahwa ia telah berhasil mengalahkan
orang kedua dari Mahibit Adik Linggapati yang bernama Linggadadi.
Tetapi ia masih harus menjajagi lebih dahulu jika ia berhasil
bertemu dengan Linggapati, apakah Linggapati jauh lebih tinggi
ilmunya daripada adiknya yang telah terbunuh.
Tetapi Mahisa Bungalan tidak dapat memaksa pasukan induk itu
untuk tidak bergeser dari tempatnya. Kekuatan lawan yang memang
cukup besar masih saja mendesaknya. Pertempuran yang terjadi
tidak saja di jalan menuju ke gerbang istana, tetapi juga di
halaman-halaman rumah dan di kebun-kebun yang luas, masih saja
menunjukkan bahwa pasukan Mahibit adalah pasukan yang sangat
kuat. Namun sejalan dengan kemajuan pasukan Mahibit, Witantra pun
bergerak pula mengikutinya. Agaknya Mahibit tidak mengerahkan
bagian dari kekuatannya untuk melawan Witantra. Karena itulah,
maka Witantra masih tetap dapat, mengikuti gerak maju pasukan
Linggapati sambil bertempur di belakang garis perang.
Kegagalan pasukan, Mahibit di bagian-bagian lain dari Kota Raja
itu sama sekali tidak terasa akibatnya bagi induk pasukan, karena
betapapun juga, mereka masih tetap dapat mengikat sebagian dari
kekuatan Singasari di tempatnya.
Namun laporan-laporan yang terperinci telah banyak memberikan
keseimbangan perhitungan bagi para pemimpin yang masih berada
di istana. "Pasukan induk dari Linggapati menjadi semakin dekat dengan
halaman istana ini." seorang penghubung melaporkan.
Mahisa Agni yang menerima laporan itu termangu-mangu
sejenak. Agaknya Mahibit benar-benar meletakkan kekuatannya
pada induk pasukannya. 2697 Namun Mahisa Agni masih sempat membuat perhitungan bahwa
jika kekuatan itu tidak tertahankan, pasukan-pasukan yang berada
di bagian lain dari Kota Raja itu akan dapat ditarik.
Namun demikian Mahisa Agni masih belum membuat perubahanperubahan
yang berarti. Dalam pada itu, Empu Sanggadaru yang berada di halaman itu
pula berbisik di telinga Mahisa Agni, "Senapati, perintahkan aku
membawa pengawal-pengawalmu di halaman istana ini untuk
membantu Mahisa Bungalan. Mungkin kekuatan ini dapat merubah
keseimbangan yang hanya berselisih selapis tipis itu."
Tetapi Mahisa Agni menggeleng. Jawabnya, "Belum perlu Empu.
Tetapi bersiaplah, jika keadaan memaksa Empu akan aku
persilahkan tampil di medan."
Demikianlah maka untuk kedua kalinya Kota Raja dalam waktu
singkat telah ditimpa bencana. Dalam pertempuran yang terjadi,
maka kerusakan tidak dapat dihindarkan lagi. Rumah-rumah yang
masih tetap utuh pada saat Empu Baladatu menyerang Kota Raja,
kini mendapat giliran untuk dirusakkan oleh orang-orang Mahibit
yang tidak kalah garangnya.
Namun dalam pada itu, perlawanan prajurit Singasari pun
semakin lama menjadi semakin garang. Pada saat benturan pasukan
telah mapan di segala medan, maka lapisan-lapisan di belakang
garis pertempuran pun mulai mendekati medan dan terlibat dalam
pertempuran itu pula. Dengan demikian, maka pertahanan pasukan Singasari-pun rasarasanya
menjadi semakin tebal. Mereka menempatkan dari pada
celah-celah pertahanan yang telah ada, sehingga garis pertempuran
itu pun menjadi semakin rapat.
Linggapati yang berada di induk pasukannya mulai merasa
bahwa pasukannya benar-benar telah tertahan, jika sebelumnya ia
masih dapat maju betapapun lambatnya, ternyata kemudian bahwa
pasukannya telah terhenti sama sekali. Dengan ketajaman
2698 nalurinya, ia mengetahui bahwa pertahanan lawan menjadi semakin
rapat dan semakin kuat. "Gila." geram Linggapati, "Iblis manakah yang telah membantu
pasukan Singasari itu?"
Namun bagaimanapun juga ia berusaha, pasukannya benarbenar
telah berhenti. Jantung Linggapati yang marah itu bagaikan berdentangan.
Apalagi ketika ia melihat, bahwa pasukan lawannya tidak saja terdiri
dari para prajurit. Menilik pakaian dan kelengkapan perang mereka,
maka di antara lawannya telah berbaur kekuatan yang tidak
diperhitungkan sebelumnya, meskipun Linggapati tetap tidak dapat
digertak karenanya. Meskipun demikian Linggapati pun tidak dapat mengingkari
kenyataan yang dihadapinya, bahwa pasukan Singasari yang terdiri
dari bukan saja para prajurit itu, telah berhasil menghentikan gerak
maju pasukannya. Karena itulah, maka oleh kemarahan yang membakar dadanya,
maka Linggapati pun kemudian telah mengerahkan segenap
kemampuannya untuk menghancurkan lawan sebaNyak-baNyaknya.
Seperti seekor elang ia menyambar-nyambar dengan senjatanya.
Satu-satu lawan yang berani menahannya telah dibinasakan.
Senjatanya yang telah menjadi merah oleh darah, seolah-olah
mempunyai mata yang melihat korban-korbannya yang telah
menunggunya. Ternyata Linggapati yang mengamuk oleh kemarahan yang
memuncak itu telah mempengaruhi keadaan medan. Beberapa
orang segera menyibak jika melihat kehadirannya. Mereka hanya
berani melawan Linggapati dalam kelompok-kelompok kecil. Namun
para pengawal Linggapati pun segera menyerang dan memecahkan
kelompok itu bercerai berai.
Gejolak-gejolak kecil di medan itu telah menarik perhatian Mahisa
Bungalan. Sebagai seorang yang memiliki pengalaman yang luas,
2699 maka ia pun segera mengetahui, bahwa gejolak-gejolak kecil itu
tentu disebabkan oleh sebuah kekuatan yang melampaui kekuatan
di sekitarnya. Karena itulah, maka ia pun segera mempersiapkan dirinya untuk
mengetahui, siapakah yang telah berada di medan, di antara
pasukan lawannya. "Mungkin orang itulah yang bernama Linggapati." desisnya
kepada seorang pengawal, "Aku akan mencoba menahannya.
Mudah-mudahan aku berhasil."
Linggapati yang sedang mengamuk seperti seekor elang yang
lapar itu, tertegun ketika ia melihat kehadiran seorang anak muda
yang langsung menghampirinya.
"Anak muda yang perkasa." ia bergumam di dalam hati melihat
sikap dan tatapan mata Mahisa Bungalan.
Mahisa Bungalan langsung mendekati Linggapati yang kemudian
memusatkan perhatiannya kepadanya.
"Luar biasa." geram Mahisa Bungalan, "Agaknya kaulah yang
telah menimbulkan goncangan-goncangan di medan ini."
"Jangan banyak bicara." potong Linggapati. Agaknya ia memang
tidak ingin berbicara apapun. Dengan serta merta ia pun langsung
menyerang Mahisa Bungalan yang termangu-mangu.
Tetapi Mahisa Bungalan memang sudah bersiap menghadapinya.
Ia pun segera mengelak dan bahkan ia pun telah menyerang
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kembali lawannya yang menggelarkan itu.
Sejenak kemudian, keduanya telah terlibat dalam pertempuran
yang sengit. Linggapati benar-benar menunjukkan bahwa ia adalah
seorang yang memiliki ilmu yang luar biasa, sementara Mahisa
Bungalan pun harus langsung mempergunakan ilmunya yang paling
tinggi tatarannya untuk melawan orang Mahibit itu.
Sementara itu, seorang pengawal yang melihat bahwa Mahisa
Bungalan telah terlibat dalam pertempuran melawan pemimpin
2700 tertinggi dari Mahibit itu pun segera menyampaikan laporan kepada
Mahisa Agni seperti yang dimintanya.
"Terima kasih." berkata Mahisa Agni kepada penghubung itu. "Ia
telah mulai dengan ujiannya yang terberat."
Namun dengan demikian, Mahisa Agni telah dapat
membayangkan apa yang telah terjadi di seluruh medan di dalam
Kota Raja itu. Ia pun mengerti sikap yang, telah diambil oleh
Witantra bersama pasukannya.
Karena itulah, maka ia pun kemudian menghadap Ranggawuni
dan Mahisa Cempaka yang telah mengenakan pakaian Senapati
perang dan berkata, "Tuanku. Hamba mohon diri untuk turun ke
medan yang agaknya telah terhenti oleh lapisan-lapisan pertahanan
Singasari." Ranggawuni menatap Mahisa Agni dengan tajamnya. Ada
semacam kecemasan di dalam hatinya, bahwa keadaan meningkat
menjadi sangat gawat sehingga Mahisa Agni harus turun langsung
ke medan. Agaknya Mahisa Agni melihat kecemasan itu, sehingga sambil
tersenyum ia berkata selanjutnya, "Tuanku. Jika hamba kali ini turun
ke medan, bukan karena hamba meragukan pertahanan Singasari.
Tetapi semata-mata karena hamba ingin melihat, apakah yang akan
dilakukan oleh Mahisa Bungalan. Ia sudah terlibat dalam
pertempuran langsung melawan Linggapati."
Ranggawuni menarik nafas dalam-dalam. Sekilas dipandanginya
Mahisa Cempaka seakan-akan minta pertimbangan daripadanya.
Baru kemudian ia menjawab. "Baiklah paman. Tetapi paman
harus tetap melihat medan dalam keseluruhan. Laporan yang
datang akan tetap harus sampai kepada paman."
"Baiklah tuanku. Hamba akan tetap berusaha mengamati
pertempuran dalam keseluruhan."
Dengan beberapa orang pengawal Mahisa Agni pun kemudian
meninggalkan halaman istana setelah ia minta diri kepada para
2701 pemimpin yang tetap berada di samping Ranggawuni dan Mahisa
Cempaka beserta sejumlah pengawal lerpilih.
Dengan hati-hati Mahisa Agni pun kemudian mendekati medan.
Ia masih melewati beberapa kelompok prajurit yang bersiaga di
jalan-jalan. Di s impang empat, simpang tiga dan tikungan-tikungan.
Meskipun jumlah mereka tidak banyak, tetapi mereka merupakan
lapisan-lapisan yang harus ditembus jika orang-orang Mahibit ingin
memasuki halaman istana. "Agaknya Linggapati tidak akan dapat maju lagi." berkata Mahisa
Agni kepada diri sendiri. "Apalagi dengan melalui lapisan-lapisan
pertahanan yang berlapis."
Sebenarnyalah bahwa pasukan Linggapati tidak dapat bergeser
lagi. Pertahanan Singasari ternyata cukup kuat menahan
pasukannya, sementara pasukannya yang lain, yang terpencar,
sama sekali sudah tidak berdaya lagi.
Linggapati yang melihat keadaan yang lain dari perhitungan pun
menjadi sangat marah, ia pun sadar, bahwa Singasari memiliki
kemampuan untuk merahasiakan dirinya.
"Ternyata Empu Baladatu pun telah terjebak seperti yang aku
alami." berkata Linggapati di dalam hatinya.
Namun Linggapati masih belum berputus asa. Pasukannya masih
cukup besar dan kuat. Dan ia pun masih mempunyai banyak
harapan, karena pasukannya mempunyai ketahanan yang dapat
dibanggakan. "Tidak semua orang di dalam pasukan Singasari adalah prajurit."
berkata Linggapati kepada diri sendiri, "Jika matahari mulai turun,
maka mereka akan kelelahan."
Dengan perhitungan itulah maka Linggapati bertempur terus.
Para pengikutnya pun ternyata tidak juga menjadi cemas karena
pertahanan lawan yang rapat. Beberapa orang pemimpin kelompok
dengan sengaja menyebarkan keterangan, bahwa lawan mereka
2702 tidak semuanya terdiri dari prajurit-prajurit. yang akan mampu
bertempur sebagaimana seorang prajurit.
"Mereka akan segera lelah, jika keringat telah membasahi
telapak tangan mereka, maka senjata mereka akan segera
terlepas." berkata salah seorang dari mereka kepada orangorangnya.
Sebenarnyalah ada di antara mereka yang berada di dalam
pasukan Singasari, orang-orang yang tidak memiliki ketahanan
bertempur. Mereka adalah anak-anak muda yang hanya pada saat
terakhir mulai mempelajari olah kanuragan, sehingga mereka hanya
sekedar dapat mempergunakan senjata, tetapi daya tahan
jasmaniah mereka sama sekali belum terbiasa.
Merekalah yang pertama-tama mulai nampak letih. Satu dua
orang di antara mereka seolah-olah telah kehilangan kekuatan,
sehingga ayunan senjata mereka sama sekali tidak berarti apa-apa
lagi. Para prajurit yang ada disekitar merekalah yang kemudian
mendorong mereka mundur dari medan.
"Lalu, apakah pertahanan ini tidak akan goyah." bertanya
seorang anak muda gemuk. "Pergilah. Kau sangka, kaulah yang telah menahan orang-orang
Mahibit itu?" jawab seorang prajurit.
Anak muda itu termangu-mangu di belakang para prajurit yang
bertempur, la mengerutkan keningnya ketika seorang dengan
bergesa-gesa berbisik di telinganya, "Pergilah. Beristirahat di lapis
berikutnya. Diantara mereka akan datang menggantikan kau dan
kawanamu." Anak muda itu pun kemudian meninggalkan medan. Ternyata
ada beberapa orang lagi yang dengan tergesa-gesa ke pertahanan
di lapis berikutnya. 2703 Seperti yang dikatakan, maka beberapa orang prajurit dan
pengikut Empu Sanggadaru telah menggantikan mereka pergi ke
medan. "Tinggallah di sini." pesan prajurit-prajurit itu, "Setelan kau
beristirahat, akan dalang giliran kawan-kawanmu yang lain yang
harus kau gantikan kedudukannya di medan."
Namun ternyata bahwa anak-anak muda itu lebih senang
menunggu di lapis berikutnya daripada kembali ke medan. Baru
setelah mereka sempat merenungkan pertempuran itu. mereka
menjadi ngeri. Tetapi agaknya medan pertempuran itu tidak sangat memerlukan
mereka lagi. Prajurit yang ada di lapisan berikutnya sekelompok
demi sekelompok ditarik ke medan, setelah pimpinan mereka yakin,
lawan tidak akan dapat menembus dari arah manapun.
Dengan demikian maka pasukan Mahibit itu telah benar-benar
berada di dalam lingkarang pasukan Singasari. Mereka seolah-olah
telah terjebak dalam dinding Kota Raja yang kemudian
mengungkungnya. Namun demikian pasukan Linggapati yang kuat itu masih
bertempur dengan sengitnya. Bahkan dalam hentakan-hentakan
kekuatan kadang-kadang pasukan Mahibit itu dapat mendorong
lawannya surut. Namun karena kekuatan Singasari semakin lama menjadi
semakin mapan, maka Linggapati pun mulai merasakan, bahwa
tekanan menjadi semakin berat disegala s isi pasukannya.
Ia sudah mendapat laporan bahwa pasukan yang tidak begitu
kuat telah menyerang justru dari arah belakang, sehingga pasukan
itu seolah-olah telah menyumbat jalan keluar. Sementara
pasukannya yang berada di bagian lain dari Kota Raja telah
terbendung sama sekali. "Gila." geram Lingapati di dalam hati, sementara ia masih belum
berhasil menguasai lawannya yang masih muda itu.
2704 Dalam pada itu, Mahisa Agni yang telah berada di medan
bersama beberapa pengawalnya berusaha untuk dapat mengamati
Mahisa Bungalan meskipun dari jarak yang tidak terlalu dekat.
Mahisa Agni sendiri berusaha agar ia tidak terlibat dalam
pertempuran, agar ia dapat menyaksikan pertempuran antara
Mahisa Bungalan dengan Linggapati sebaik-baiknya.
Dibawah perlindungan para pengawalnya yang terpercaya Mahisa
Agni berdiri termangu-mangu. Ia melihat pertempuran yang
mendebarkan. Meskipun pertempuran itu terjadi di tengah-tengah
perang yang riuh, namun seolah-olah keduanya telah bertempur di
arena yang terpisah, karena tidak ada orang dari pihak manapun
yang berani melihatkan diri dalam benturan ilmu yang tinggi itu.
Karena itulah maka Mahisa Agni dapat menyaksikan pertempuran
itu agak jelas. Mahisa Agni lidak merasa cemas melepaskan Mahisa Bungalan
mengembara. Bahkan telah terjadi benturan ilmu antara Mahisa
Bungalan dengan Linggadadi, dengan Empu Baladatu dan dengan
yang lain-lain. Tetapi saat ia bertemu dengan Linggapati, maka hal
itu agak mendebarkan jantung Mahisa Agni.
Sebenarnyalah Linggapati adalah seorang yang pilih tanding. Ia
memiliki kemampuan ilmu yang tinggi. Kecepatannya bergerak
bagaikan kecepatan petir yang meloncat di udara, sedangkan
kekuatannya bagaikan dorongan gunung yang runtuh.
Namun Mahisa Bungalan pun memiliki ilmu yang hampir
sempurna, la mampu melawan benturan prahara dan angin
pusaran. Sentuhan tangannya bagaikan panasnya api, sementara
hentakkan kekuatannya seperti benturan alun yang dahsyat di
samodera. Karena itulah maka pertempuran antara keduanya benar-benar
merupakan pertempuran yang dahsyat. Lontaran-lontaran kekuatan
yang saling menghantam dari keduanya, bagaikan mengguncang
seluruh Kota Raja dan menimbulkan badai di medan perang.
2705 "Luar biasa." desis Mahisa Agni, "Mahisa Bungalan akan menjadi
seorang yang memiliki kemampuan yang jarang bandingnya."
Karena itulah maka Mahisa Agni justru merasa perlu mengamati
pertempuran itu. Pengalaman dan sikap Linggapati yang lebih tua
itu akan dapat mempengaruhi keseimbangan seandainya keduanya
memiliki tingkat ilmu yang sama.
Namun agaknya Mahisa Bungalan yang muda itu pun tidak saja
bertempur mempergunakan ilmunya, tetapi juga otaknya. Ia berpikir
dengan cermat menghadapi lawannya yang kuat. Dengan
perhitungan dan pertimbangan yang mapan ia berhasil
menempatkan diri sebagai lawan yang sulit untuk dikalahkan.
Setiap kali Linggapati menggeram oleh kemarahan yang,
menghentak dadanya. Lawannya yang muda itu benar-benar
membuatnya sangat marah. Ia merasa bahwa tidak banyak orang
yang memiliki ilmu setingkat dirinya. Namun anak muda itu ternyata
telah dapat mengimbanginya.
"Apakah kau anak iblis." geram Linggapati.
Mahisa Bungalan mendengar geram itu. Tetapi ia tidak
menjawab. Ia pun justru menyerang lebih dahsyat, sehingga
Linggapati harus melangkah surut.
Para pengikut Linggapati maupun prajurit Singasari telah
menyibak semakin jauh. Namun mereka pun sibuk dalam arena
pertempuran mereka masing-masing. Mereka saling mendesak dan
saling menekan. Dentang senjata beradu di sela-sela keluhan
tertahan, kadang-kadang membuat pertempuran itu menjadi
semakin mengerikan. Dibeberapa bagian beberapa, orang bersorak oleh kemenangan
kecil. Namun sorak itu telah memberikan pengaruh pada kawan dan
lawan. Tetapi sorak yang mengguruh itu kadang-kadang memang
dapat membakar kemarahan, namun juga memhuat hati menjadi
kecut. 2706 Demikianlah maka pertempuran itu pun semakin lama menjadi
semakin dahsyat. Masing-masing telah mengerahkan segenap
kemampuan yang ada untuk berusaha dengan secepatnya
mengalahkan lawannya. Bahkan jika mugkin membunuh sebanyakbanyaknya
di medan perang yang semakin mengerikan.
Seperti yang diperhitungkan oleh Linggapati, maka semakin
banyak di antara anak-anak muda yang mulai kelelahan di pihak
Singasari. Mereka satu-satu didesak oleh lawan-lawannya untuk
meninggalkan medan, karena keadaan mereka menjadi gawat.
Diantaranya telah terluka bahkan ada yang parah. Bahkan ada di
antara mereka yang tidak dapat lagi meninggalkan medan, karena
dada mereka telah berlubang oleh senjata.
Tetapi pada umumnya anak-anak muda yang hanya berlatih
untuk waktu yang singkat itu tidak mendapat tempat di benturan
pertama. Namun demikian, susupan-susupan lawan membuat
mereka kadang-kadang menjadi korban.
Karena itu, maka anak-anak muda itu semakin banyak yang
kemudian menarik diri di garis pertahanan berikutnya yang menjadi
semakin sepi, sementara para prajurit dan para pengikut Empu
Sanggadaru mengambil alih tempat mereka di medan, karena di
lapisan-lapisan berikutnya keadaannya menjadi semakin tenang.
Para pengikut Linggapati tidak berhasil menyusup lebih jauh lagi ke
belakang garis perang, dari arah manapun juga.
Namun kelelahan yang mulai mengganggu di teriknya matahari
yang, merayap di langit terasa mulai mengganggu. Beberapa orang
tidak lagi mampu mengatasi keringnya tenggorokan, sementara
yang lain merasa keringatnya bagaikan terperas kering.
Tetapi pasukan Singasari tidak menjadi susut. Jika mereka yang
kelelahan meninggalkan medan, maka yang tampil kemudian adalah
justru para prajurit dan para pengikut Empu Sanggadaru dan bekas
pengikut Empu Baladatu yang juga sudah terlatih menghadapi
medan yang bertapapun beratnya.
2707 Karena itu, pasukan Singasari rasa-rasanya justru menjadi
semakin kuat meskipun jumlahnya tidak bertambah. Dan hal itulah
yang ternyata telah menggelisahkan Linggapati.
Dalam pada itu, Mahisa Bungalan masih saja bertempur melawan
Linggapati. Keduanya memiliki kemungkinan yang sama untuk
menang dan untuk kalah. Meskipun Linggapati memiliki pengalaman
yang lebih luas, namun kemudian Mahisa Bungalan nampak pada
kemampuannya menguasai tenaga dan badannya. Bahkan semakin
lama kekuatan Mahisa Bungalan seakan-akan telah bertambahtambah.
Namun Linggapati tetap berkeyakinan bahwa ia akan dapat
menundukkan lawannya. Bahkan ia sudah mulai memperhitungkan,
bahwa kematian Mahisa Bungalan akan melumpuhkan gairah
perjuangan para prajurit di Singasari. Sementara itu, beberapa
orang kepercayaannya yang berpencar telah ditugaskannya untuk
bersama-sama dengan dua tiga otang lainnya, melawan para
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Senapati yang memiliki kemampuan yang hampir sempurna.
Salah seorang dari mereka, telah bergerak ke bagian belakang
dari pasukannya, karena menurut laporan yang diterimanya,
pasukan Singasari yang justru menyerang dari belakang itu dipimpin
oleh seorang Senapati yang luar biasa.
Namun perlawanan itu tidak banyak memberikan pengaruh.
Witantra tetap merupakan seorang yang menghantui medan,
meskipun kadang-kadang ia memang tertahan oleh sekelompok
kecil lawan yang mengepungnya. Namun pada saat-saat berikutnya
maka kepungan itu sudah tidak mampu lagi menahannya, karena
Witantra berhasil memecahkan kepungan kecil itu dan kembali
bertempur bersama para prajurit.
Di bagian lain dari arena pertempuran itu, Mahendra telah
berhasil mendesak lawannya mundur sampai ke pintu gerbang.
Bahkan semakin lama, lawan itu pun menjadi semakin kehilangan
kemampuan perlawanannya. 2708 Bahkan ternyata mereka telah mengambil kebijaksanaan
tersendiri. Pemimpin kelompok yang bertempur melawan pasukan
Singasari yang disertai oleh Mahendra dan kedua anaknya itu telah
memerintahkan kelompoknya untuk menarik diri dan melingkari
dinding Kota Raja, berusaha bergabung dengan induk pasukan.
Mahendra membiarkan sebagian dari pasukan Singasari untuk
mengejarnya. Mahisa Murti dan Mahisa Pukat telah ikut di dalam
pasukan itu dengan pesan, agar setiap perkembangan segera
dilaporkan, agar Senapati yang bertugas di kelompok itu dapat
mengambil keputusan unluk mengatasinya.
Dibagian lain, Lembu Ampal pun hampir menyelesaikan tugasnya
pula. Seorang yang dianggap paling mumpuni di antara lawannya
bersama dengan sekelompok kecil sama sekali tidak berhasil
menempatkan diri sebagai lawan yang mengikat Lembu Ampal,
karena kecepatan bergerak Lembu Ampal tidak dapat mereka
imbangi. Sehingga dengan demikian maka Lembu Ampal tetap
merupakan lawan yang bagaikan seekor burung elang yang terbang
di udara. Sekali-sekali ia menukik dan menyambar mangsanya.
Kehadiran sepasukan kecil pengikut Linggapati yang dengan
berlari-lari melingkari dinding Kota telah menimbulkan perubahan di
arena pasukan induk. Witantra harus memperhatikan kehadiran
mereka yang memasuki pintu gerbang utama.
Mula-mula pasukan itu terkejut karena mereka menjumpai
pasukan Singasari di belakang pasukan Linggapati. Namun mereka
pun segera melibatkan diri dan bertempur melawan pasukan
Witantra yang kecil. Namun perubahan berikutnya segera terjadi
ketika Mahisa Murti dan Mahisa Pukat telah hadir pula di arena
Pertempuran itu. "He, paman." Mahisa Murti berteriak ketika ia melihat Witantra,
disambung oleh Mahisa Pukat "Aku disini paman."
Witantra menarik nafas panjang. Ia melihat kedua anak muda
itu. T etapi ia tidak melihat Mahendra.
2709 "Kedua anak itu telah dilepaskannya." berkata Wintantra kepada
diri sendiri. Dalam pada itu, Mahisa Murti dan Mahisa Pukat telah bertempur
seperti sepasang burung lawet. Dengan lincahnya mereka
menyambar-nyambar. Senjata mereka mematuk dengan cepatnya,
seolah-olah telah berubah menjadi berpuluh-puluh senjata serupa.
Namun beberapa orang di antara lawan pun memiliki
kemampuan yang memadai. Mereka pun segera menempatkan diri
untuk melawan kedua anak muda itu, meskipun mereka harus
berjumlah lebih banyak. Sementara itu, pasukan Singasari lambat laun berhasil menguasai
medan dalam keseluruhan. Pasukan Linggapati yang kuat itu
seakan-akan telah terkepung. Gerak mereka dapat dibatasi pada
suatu daerah yang meskipun cukup luas, tetapi tidak lagi akan dapat
menebar. Beberapa bagian halaman kedua dan jalan-jalan Kota Raja
merupakan ajang dari pertempuran yang dahsyat itu. Namun
seakan-akan segala pintu sudah ditutup. Kepungan prajurit
Singasari cukup rapat. Linggapati menyadari keadaannya. Tetapi ia pun masih percaya
akan kekuatan pasukannya. Betapapun rapatnya kepungan prajurit
Singasari, namun pada suatu saat Linggapati yakin, bahwa ia akan
dapat memecahkan kepungan itu dan membawa pasukannya
menduduki istana dan seluruh Kota Raja, dan menghancurkan
kekuatan Singasari. Tetapi Linggapati benar-benar heran melihat kemampuan Mahisa
Bungalan. Ia merasa bahwa ilmu kanuragan yang dipelajarinya
seolah-olah telah tuntas, sehingga tidak banyak orang yang akan
dapat menyamainya. Bahkan Linggapati yakin, bahwa ia akan dapat
melawan orang yang paling banyak dikenal di Singasari sebagai
seorang Senapati Agung yang disegani oleh semua prajurit, Mahisa
Agni. 2710 Namun ternyata bahwa Mahisa Bungalan yang muda itu masih
mampu mengimbanginya. Bahkan semakin lama justru menjadi
semakin berat. Mahisa Agni yang mengawasi pertempuran itu dari kejauhan
masih harus menahan nafas. Ujian itu merupakan ujian yang sangat
berat bagi Mahisa Bungalan. Namun setelah beberapa kali Mahisa
Bungalan dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik, maka Mahisa
Agni pun mengharap bahwa kali ini Mahisa Bungalan akan dapat
berhasil pula. Tetapi agaknya Linggapati memang memiliki kelebihan dari Empu
Baladatu. Kekuatan yang terlontar dari serangan-serangannya yang
cepat, kadang-kadang sangat mendebarkan jantung.
Namun Mahisa Bungalan pun telah mengerahkan segenap
kemampuannya. Ia pun ternyata menyadari, bahwa lawannya yang
bernama Linggapati itu memiliki kemampuan yang luar biasa.
Kecepatannya bergerak hampir tidak dapai diikutinya. Hanya
dengan hentakan kekuatan dan kemampuannya sajalah maka ia
berhasil mengimbanginya. Sementara itu kekuatan tenaganya pun
merupakan kekuatan tenaga raksasa.
Dengan demikian, maka pertempuran di antara kedua orang itu
pun kian menjadi bertambah seru. Sementara para pengikut
Linggapati dan para prajurit Singasari telah menyibak semakin jauh,
seperti dahsyatnya dua ekor gajah yang sedang berlaga, sementara
binatang-binatang kecil pun telah menghambur menjauhinya.
Mahisa Agni masih tetap di tempatnya. Disaat-saat terakhir ia
benar-benar menjadi tegang. Linggapati agaknya telah
mempergunakan segenap ilmu yang dimilikinya. Ilmu yang dapat
mendorong kecepatan geraknya, dan ilmu yang dapat menjadikan
kekuatan badannya berlipat-lipat.
Mahisa Bungalan tidak mau menjadi lumat oleh dera ilmu
lawannya. Ia pun telah mempergunakan segala macam ilmu yang
ada padanya. Ilmu yang pernah dipelajarinya dari ayahnya dan
2711 pamannya Witantra yang bersumber dari guru yang sama, dan ilmu
yang diberikan oleh Mahisa Agni atas ijin ayahnya.
Ilmu yang tersalur dari dua cabang perguruan itu telah luluh di
dalam dirinya, sehingga Mahisa Bungalan benar-benar menjadi
seorang anak muda yang pilih tanding.
Meskipun demikian, kadang-kadang sambaran kecepatan ilmu
Linggapati telah terlambat dihindarinya. Linggapati mampu
menyerang beruntun dalam beberapa tingkatan, sehingga
senjatanya kadang-kadang bagaikan terbang mengitari lawannya,
sehingga sekali-sekali tubuh Mahisa Bungalan telah disengatnya.
Namun Mahisa Bungalan pun segera menyusul kekalahannya.
Dengan tangkasnya ia memburu lawannya yang sedang mencoba
menyusun serangan. Tetapi Linggapati selalu berhasil menghindar. Serangan senjata
Mahisa Bungalan kadang-kadang sekedar lewat saja di samping
telinganya. Bahkan kadang-kadang di sela-sela lambung dan
tangannya. Namun Mahisa Bungalan mampu berpikir di dalam kesibukan
pertempuran. Ia tidak mempergunakan unsur-unsur gerak yeng
murni lagi. Ilmunya yang telah luluh memungkinkannya untuk
mengatur susunan unsur-unsur geraknya dengan bentuk yang lebih
rumit dan bersusun. Meskipun titik darah lebih dahulu mengembun dari kulit Mahisa
Bungalan yang tersentuh senjata lawan, namun Mahisa Bungalan
yang muda itu sama sekali tidak terpengaruh olehnya. Hentakanhentakan
kekuatannya, masih mampu mengejutkan dan bahkan
sekali-sekali mendesak lawannya yang tangguh.
Semakin lama Mahisa Agni menjadi semakin tegang. Ia pun
kemudian melihat kemudaan Mahisa Bungalan yang masih dikuasai
oleh perasaannya, sehingga kadang-kadang kemarahannya nampak
menggelora di antara tata gerak ilmunya.
2712 Namun Mahisa Agni masih juga mempunyai harapan, bahwa
Mahisa Bungalan akan menemukan keseimbangan yang sebaikbaiknya
menghadapi lawannya yang tangguh.
Serangan Linggapati semakin lama menjadi semakin cepat.
Senjatanya berputar seperti baling-baling ditiup angin. Bahkan
kadang-kadang bagaikan melibat lawannya seperti segumpal awan.
Mahisa Bungalan harus menghindar dengan hati-hati. Tetapi
setiap kali ia berhasil mematahkan serangan lawannya dengan
kekuatannya. Kadang-kadang Mahisa Bungalan memaksa diri
dengan lambaran kekuatannya sepenuhnya, menghantam putaran
senjata lawannya yang bagaikan segulung asap.
Setiap terjadi benturan, maka keduanya selalu terkejut meskipun
hai itu sudah berulang kali. Masing-masing seakan-akan masih
belum meyakini kekuatan lawan sepenuhnya, sehingga kadangkadang
mereka masih ragu-ragu dan kejutan-kejutan masih saja
terjadi. Dentang senjata kedua raksasa yang bertempur itu bagaikan
teriakan aba-aba yang mengguncangkan setiap jantung dari setiap
orang di dalam kedua pasukan yang sedang bertempur itu.
Mahisa Agni yang, bagaikan terikat kepada pertempuran yang
dahsyat antara Mahisa Bungalan dan Linggapati itu, sekali-sekali
sempat juga menyaksikan seluruh arena pertempuran. Ternyata
bahwa keseimbangan pertempuran itu telah berubah perlahanlahan.
Prajurit-prajurit Singasari yang dilengkapi oleh para pengikut
Empu Sanggadaru dan bekas pengikut Empu Baladatu, ternyata
memiliki kekuatan yang cukup untuk menekan pasukan Mahibit
yang sudah dipersiapkan masak-masak oleh Linggapati.
Tetapi ada sesuatu yang ternyata berada diluar perhitungannya.
Ikut sertanya pengikut Empu Sanggadaru yang jumlahnya cukup
banyak, setelah orang-orang yang pernah menamakan dirinya
kelompok Serigala Putih dan Macan Kumbang bergabung
kepadanya. Apalagi karena para pengikut Empu Baladatu yang
2713 tertawan berusaha untuk menebus kebebasan mereka dengan
melibatkan diri di medan perang.
Memang ada yang terbunuh diantara mereka. Tetapi yang masih
hidup mulai berpengharapan, karena pasukan Mahibit semakin lama
menjadi semakin terhimpit oleh kekuatan yang cukup besar.
Apalagi akhirnya Mahendra telah hadir pula di dalam
pertempuran itu bersama sebagian pasukannya. Disusui oleh Lembu
Ampal yang telah menyelesaikan pertempuran karena lawannya
telah menyerah, sementara sebagian berusaha untuk bergabung
dengan induk pasukannya seperti yang terjadi atas lawan yang
bertempur melawan pasukan Mahendra.
Dengan demikian, maka pasukan Singasari menjadi semakin
besar. Senapatinya pun menjadi semakin lengkap di medan yang
sama, sementara dibagian lain telah diserahkan kepada beberapa
kelompok untuk sekedar mengawasi keadaan dan memberikan
laporan jika terjadi sesuatu yang gawat.
Akhirnya Linggapati tidak dapat mengingkari kenyataan. Ia
mempunyai beberapa orang Senapati pilihan yang diperhitungkan
akan dapat melawan beberapa orang terpenting di Singasari
bersama beberapa orang terpilih dalam kelompok-kelompok kecil.
Namun ternyata bahwa perhitungan itu tidak sepenuhnya dapat
dilakukan. Prajurit-prajurit Singasari yang mengetahui cara itu pun
selalu berusaha untuk memecah setiap kelompok yang tersusun.
Prajurit-prajurit Singasari selalu berhasil memancing mereka
seorang demi seorang untuk memberikan perlawanan, sehingga
kelompoka kecil itu tidak pernah dapat dengan bulat dihadapkan
kepada Lembu Ampal, Mahendra atau Witantra.
Itulah sebabnya, maka semakin lama, pasukan Mahibit menjadi
semakin terhimpit. Mahendra telah mengambil tempat di sayap
sebelah menyebelah dengan Lembu Ampal, sementara Witantra
bersama Mahisa Murti dan Mahisa Pukat justru berada diseberang
pasukan Linggapati. 2714 Akhirnya, pasukan Mahibit itu tidak mempunyai jalan lagi untuk
membebaskan diri. Mereka sudah berusaha mengerahkan segenap
kemampuan mereka untuk memecahkan kepungan. Tetapi rasarasanya
kepungan itu justru menjadi semakin rapat dan semakin
sempit. Apalagi pintu gerbang utama pun telah tersumbat oleh
pasukan Witantra dan pasukan Mahisa Murti serta Mabisa Pukat.
Linggapati menggeretakkan giginya ketika ia menyadari kesulitan
yang sedang dihadapi. Namun ia sudah bertekad untuk membunuh
lawannya itu lebih dahulu sebelum ia mengambil sikap yang lain.
Karena itu, maka ia pun bertempur semakin sengit. Serangannya
datang membadai dengan dahsyatnya. Namun Mahisa Bungalan pun
telah mengerahkan segenap ilmunya. Ia pun bertekad untuk
membinasakan Linggapati sebelum pasukan Mahibit lebih banyak
menimbulkan bencana. Dengan hentakan kekuatan, maka masing-masing telah berusaha
membunuh lawannya. Senjata Mahisa Bungalan yang meronta-ronta
di tangannya, masih belum berhasil menyentuh lawannya, sedang
kulitnya sendiri telah menitikkan darah. Namun darah itulah agaknya
yang telah membuatnya menjadi semakin garang. Seranganserangannya
datang bagaikan prahara menghantam wajah lautan
sehingga menumbuhkan gelombang yang semakin lama menjadi
semakin dahsyat. Dengan demikian, maka Mahisa Bungalan dan Linggapati yang
berdiri berhadapan itu seolah-olah sedang melakukan perang
tanding tanpa ada seoorang pun yang. mengganggunya. Bahkan
seakan-akan peperangan itu tergantung pada keduanya. Meskipun
tidak berjanji, tetapi seakan-akan keduanya telah mempertaruhkan
segenap medan. Siapakah yang menang, maka ialah yang akan
berkuasa di seluruh medan pertempuran itu.
Linggapati yang merasa dirinya terjebak seperti yang telah terjadi
pada Empu Baladatu. sekali-sekali juga disentuh oleh kegelisahan.
Namun ia pun berusaha untuk membebaskan dirinya dan
memusatkan segenap kemampuannya untuk melawan Mahisa
Bungalan. 2715 Namun ternyata ketahanan tubuh Mahisa Bungalan yang masih
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
muda itu benar-benar mengagumkan. Setelah memeras tenaga dan
segenap kemampuan serta ilmunya beberapa lamanya, namun
nampaknya Mahisa Bungalan masih tetap segar. Bahkan titik darah
dari tubuhnya, membuatnya semakin garang seperti banteng yang
terluka. Sementara Linggapati telah mulai merasakan licinnya keringat di
telapak tangannya. Bahkan kadang-kadang nafasnya mulai terasa
melonjak di dadanya. "Persetan." ia menggeram.
Namun ia tidak dapat mengingkari kenyataan bahwa lawannya
benar-benar seorang yang luar biasa.
Ketika Mahisa Bungalan semakin mendesaknya, maka Linggapati
benar-benar telah sampai kepuncak ilmunya. Perlahan-lahan namun
pasti, tenaganya justru semakin berkembang. Bukan tenaga
wadagnya, tetapi tenaga cadangannya telah tersalur pada
senjatanya. Mahisa Bungalan merasakan tekanan yang tidak sewajarnya itu.
Ia pun merasa, bahwa Linggapati memang sudah tidak mempunyai
pilihan lain. Senjata pamungkas itu memang disimpannya untuk
memberikan pukulan terakhir.
Tetapi Mahisa Bungalan pun masih sempat memberikan
imbangan. Ilmu yang tersalur dari cabang perguruan yang berbeda
yang telah luluh di dalam dirinya itu pun seakan-akan dengan
sendirinya telah tergugah dalam desakan ilmu lawannya.
Dengan demikian, maka pertempuran itu pun menjadi semakin
dahsyat. Keduanya mulai mempergunakan tenaga cadangan yang
ada di dalam diri masing-masing, sehingga benturan-benturan
senjata mereka pun menjadi semakin dahsyat.
Namun agaknya kemampuan tenaga yang tuntas tertuang dalam
benturan senjata masinga telah melampaui kekuatan senjata
mereka. Ketika Linggapati mengayunkan senjatanya menghantam
2716 kening Mahisa Bungalan, maka dengan lambaran ilmu puncaknya
Mahisa Bungalan yang tidak sempat mengelak itu pun telah
menangkis dengan senjatanya pula.
Benturan itu telah terjadi dengan dahsyatnya. Benturan kekuatan
yang tidak sewajarnya itu telah menumbuhkan ledakan yang
mengejutkan. Loncatan bunga api yang, kemerah-merahan
memercik dari sentuhan kedua senjata itu. Namun yang telah
mengejutkan setiap orang yang sempat melihat, ternyata kedua
senjata yang merupakan senjata pilihan itu tidak kuat mengalami
tekanan benturan kekuatan dari dua ilmu raksasa itu.
Mahisa Bungalan dan Linggapati sendiri terkejut ketika mereka
merasakan, bahwa senjata mereka masing-masing telah retak dan
bahkan kemudian patah. Hampir bersamaan kedua orang itu pun meloncal mundur. Jika
semula mereka mengira bahwa hanya senjatanya sajalah yang
patah, maka kemudian mereka pun menyadari, bahwa senjata
keduanya telah patah. "Gila." geram Linggapati.
Mahisa Bungalan tidak menjawab, ia sadar sepenuhnya bahwa
kekuatan ilmu puncaknya ternyata seimbang dengan kekuatan
Linggapati. Demikian dahsyatnya sehingga kedua senjata yang
beradu dengan lambaran ilmu itu telah patah bersama-sama.
Linggapati kemudian melemparkan senjatanya yang telah patah.
Mahisa Bungalan pun melakukannya pula, sehingga keduanya telah
berhadapan dengan tanpa senjata di tangan.
Dengan demikian keduanya sadar, bahwa pertempuran itu masih
akan berlangsung lama. Masing-masing masih harus menguji daya
tahannya, agar tidak jatuh ke dalam kesulitan karena
kelemahannya. Namun dalam pada itu. Linggapati mulai menjajagi kemampuan
dirinya. Ia setiap kali berusaha untuk menguasai pernafasannya
yang mulai mengganggu. Tetapi sampai pada saat mereka harus
2717 bertempur tanpa senjata, Mahisa Bungalan masih belum melihat
kelemahan pada lawannya itu.
Tetapi dengan demikian, maka Linggapati mengambil keputusan
untuk dengan cepat menyelesaikan pertempuran itu sebelum ia
terganggu oleh nafasnya. Dengan cermat ia mempelajari
kemungkinan-kemungkinan yang dapat dilaksakannya dalam
pertempuran tanpa senjata itu.
Namun ia tidak segera dapat menemukannya.
Karena itulah, maka kegelisahannya pun menjadi semakin
menjalar di dalam dirinya, sejalan dengan meningkatnya gangguan
pernafasannya. Meskipun untuk beberapa saat ia masih dapat
mengatasinya, tetapi Linggapati sadar, bahwa jika ia tidak segera
dapat menyelesaikan pertempuran itu, maka kesulitan itu pun akan
datang. Apalagi jika lawannya menyadari kesulitannya itu.
Untuk beberapa saat Linggapati masih berusaha untuk mengatur
diri. Jika semula ia merasa yakin akan dapat membinasakan anak
muda itu, maka kini ia harus berhadapan dengan kenyataan tentang
lawannya itu. Ternyata bahwa perhitungan Mahisa Bungalan pun cukup cermat.
Ia melihat beberapa kemungkinan dari pertempuran itu, termasuk
pertimbangan tentang ketahanan tubuh.
Keragu-raguan yang nampak disorot mata Linggapati telah
menumbuhkan kesan tersendiri pada Mahisa Bungalan. Juga sikap
ragu-ragu lawannya. Itulah agaknya yang telah menumbuhkan perhitungan pada
Mahisa Bungalan, bahwa lawannya mulai memikirkan daya tahan
dirinya menghadapi pertempuran yang panjang.
Dalam keadaan yang demikian itulah, maka Mahisa Bungalan
berusaha untuk meyakinkan dirinya. Dengan serta merta ia pun
segera menyerang lawannya tanpa senjata.
Mahisa Bungalan menyusun serangan-serangannya bagaikan
badai. Susul menyusul dengan dahsyatnya.
2718 Linggapati masih cukup tangkas untuk menglak, dan bahkan
menyerang kembali. Namun ia sudah mulai berusaha urtuk
menghemat tenaganya. Ia tidak mengimbangi sikap Mahisa
Bungalan yang garang. Namun Linggapati masih tetap berbahaya
dengan sikapnya, yang diam. Ia hanya kadang-kadang saja berputar
jika Mahisa Bungalan melingkar. Kemudian kembali tegak pada
kedua kakinya. Mahisa Bungalan mulai yakin akan keadaan lawannya. Namun ia
tidak boleh lengah. Dan ia pun tidak boleh terjebak, justru dirinya
sendirilah yang akan segera kehabisan tenaga.
Dengan perhitungan-perhitungan yang cermat itulah maka
Mahisa Bungalan telah banyak mengambil kesempatan. Kadangkadang
ia berhasil memancing Linggapati untuk bertempur dengan
kasar dan banyak mengerahkan tenaga. Namun kemudian, ia pun
sempat dengan sengaja membenturkan kekuatan ilmunya dengan
kekuatan ilmu Linggapati.
"Linggapati memiliki ilmu yang dapat menahan seranganserangan
lawan yang mengenai dirinya." gumam Mahisa Bungalan
di dalam dirinya. "Bukan saja benturan ilmu yang seimbang, tetapi
selapis perisai telah melindunginya."
Namun demikian, Mahisa Bungalan masih merasa mampu untuk
menembus selapis perisai itu. Serangannya yang dilambari ilmu
tertingginya, masih juga berhasil menyentuh lawannya sehingga
Linggapati harus menyeringai menahan sakit.
"Aku harus mengimbanginya dengan kecepatan bergerak."
berkala Mahisa Bungalan kepada diri sendiri.
Ternyata bahwa Mahisa Bungalan masih selalu berhasil
memancing lawannya. Karena itulah, maka ia pun menjadi semakin
cermat. Linggapati adalah seorang yang cerdik. Tetapi ia harus
menyesuaikan diri dengan sikap lawannya didalam pertempuran itu.
Karena itulah maka setiap kali terdengar Linggapati mengumpat,
"Anak iblis ini agaknya memiliki otak yang tajam. Ia berusaha
2719 memancing aku dalam sikap yang kasar dan banyak mengerahkan
tenaga dan kemampuan."
Namun jika serangan Mahisa Bungalan datang bagaikan prahara,
maka Linggapati terpaksa mengimbanginya, meskipun ia harus
memeras segenap tenaganya.
Benturan-benturan ilmu pun banyak menyerap kemampuannya.
Keringat semakin banyak mengalir di seluruh permukaan tubuhnya,
sementara nafasnya pun mulai terasa mengganggu.
"Aneh." desis Linggapati, "Anak muda ini benar-benar anak
iblis." Namun pertempuran pun masih berjalan terus. Meskipun
Linggapati mampu bertahan dalam batas-batas tertentu, namun
dengan memeras segenap kemampuan dan tenaganya, maka
seolah-olah waktu yang sudah ditelan oleh pertempuran itu menjadi
berlipat lima. Dalam pada itu, pasukan Mahibit benar-benar sudah dicengkam
oleh kesulitan yang tidak akan teratasi. Para prajurit perlahan-lahan
mendesak mereka semakin rapat, seoIah-oIah mereka telah
terhimpit oleh kekuatan yang tidak terlawan. Sementara itu, di
tengah-tengah arena pertempuran masih terdapat arena perang
tanding yang sangat dahsyat.
Matahari di langit rasa-rasanya berjalan terlampau cepat. Tidak
seorang pun yang sempat menghiraukannya. Namun matahari itu
pun telah menjadi semakin rendah di sebelah Barat.
Mahisa Bungalan dan Linggapati telah berada dalam saat-saat
yang menentukan dalam pertempuran tanpa senjata. Mereka tidak
dapat lagi saling mengelakkan. Sehingga akhirnya keduanya telah
banyak terlibat dalam benturan-benturan ilmu dan kekuatan.
Dengan lambaran ilmu pamungkasnya, Linggapati berhasil
menangkap pergelangan tangan Mahisa Bungalan. Dengan sekuat
tenaga ia menghentakkannya sementara kakinya telah terjulur
menghantam lambung. 2720 Mahisa Bungalan menyeringai menahan sakit. Sementara itu,
Linggapati masih belum melepaskan pergelangan tangan Mahisa
Bungalan. Namun Mahisa Bungalan tidak mau membiarkan lambungnya
sekali lagi dihantam oleh kaki Linggapati. Dengan serta merta ia
menjatuhkan dirinya dengan hentakkan yang kuat, sehingga justru
Linggapati lah yang terdorong ke depan karena ia tidak mau
melepaskan tangan lawannya. Namun pada saat itulah, kaki Mahisa
Bungalan telah mengangkat; tubuh Linggapati sehingga ia terlempar
ke udara. Hentakkan itu telah melepaskan pegangan tangan Linggapati,
karena ia harus berusaha agar tidak terbanting sehingga
punggangnya patah. Dengan tangkasnya Linggapati menggeliat,
sehingga ia justru jatuh pada kedua kakinya tegak di atas tanah.
Pada saat itu, Mahisa Bungalan pun telah meloncat bangkit,
sehingga keduanya kemudian telah berdiri berhadapan dalam
kesiagaan masing-masing. Adalah diluar perhitungan masing-masing, bahwa tiba-tiba saja
mereka dalam waktu bersamaan telah meloncat menyerang dengan
sepenuh tenaga, sehingga benturan kekuatan tidak dapat
dihindarkan lagi. Ternyata akibat dari benturan itu benar-benar mendebarkan
jantung. Mahisa Agni yang menyaksikannya harus menahan
nafasnya. Dengan tegang ia melihat Mahisa Bungalan terlempar beberapa
langkah surut dan kemudian jatuh terbanting di atas tanah. Dengan
susah payah ia berusaha bangkit dan berdiri untuk menghadapi
segala kemungkinan, meskipun dengan terhuyung-huyung dan mata
yang berkunang- kunang. Namun dalam paa itu, Linggapati pun mengalami keadaan yang
sama. Ia pun terlempar beberapa langkah dan jatuh berguling.
Seperti Mahisa Bungalan ia pun segera berusaha bangkit meskipun
keseimbangannya agak terganggu.
2721 Untuk beberapa saat kedua saling berdiam diri. Masing-masing
berusaha untuk memperbaiki keadaan. Mengatur pernafasan dan
keseimbangan. Agaknya Mahisa Bungalan yang muda itu dapat mengusai
pernafasannya lebih cepat. Beberapa saat kemudian, maka nafasnya
sudah nampak teratur. Meskipun perasaan nyeri masih
mengganggunya, namun ia merasa sudah siap menghadapi
kemungkinan yang bagaimanapun juga.
Sementara itu, Linggapati pun telah dapat menguasai diri. Tetapi
dadanya masih terasa sesak dan pernafasannya masih belum
mengalir teratur. Sekali-sekali ia menarik nafas dan memusatkan
segenap daya dan kemampuannya untuk mengatasi kesulitan di
dalam dirinya. Mahisa Bungalan melihat kelemahan yang terdapat pada
lawannya. Namun ia tidak tergesa-gesa mengambil sikap. Ia masih
membuat beberapa pertimbangan dan mencari kesempatan untuk
memulihkan dirinya sendiri.
Sejenak kemudian, ternyata bahwa Linggapati pun telah berhasil
menyesuaikan pernafasannya meskipun masih terasa timpang.
Namun ia sudah bersiap kembali memasuki pertempuran yang
dahsyat melawan anak muda yang luar biasa itu.
Mahisa Bungalan yang berhati-hati itu pun kemudian
mempersiapkan diri. Selangkah ia bergeser seperti juga Linggapati.
Mereka masing-masing telah memusatkan segenap perhatian
masing-masing yang satu terhadap yang lain, sehingga dengan
demikian mereka tidak lagi menghiraukan apa yang telah terjadi di
sekitar mereka. Mereka tidak melihat bahwa pertempuran antara
para pengikut Linggapati melawan para prajurit Singasari dan para
pengikut Empu Sanggadaru itu telah hampir mencapai akhirnya.
Para pengikut Linggapati hampir tidak berdaya lagi untuk
melawan tekanan yang semakin berat. Apalagi setelah Mahendra,
Lembu Ampal, Witantra dan dua anak muda putera Mahendra ikut
pula di dalam Pertempuran itu.
2722 Namun demikian, tidak seorang pun beruasaha mengganggu
perang tanding itu. Mahisa Agni masih berdiri bagaikan membeku
dicengkam oleh dahsyatnya pertempuran antara Mahisa Bungalan
dan Linggapati. Linggapati yang tidak sabar, meskipun nafasnya terasa masih
belum pulih kembali, telah menyerang dengan dahsyatnya.
Kecepatannya bergerak masih mendebarkan hati, sehingga Mahisa
Bungalan masih harus meloncat menghindar. Sambaran tangan
Linggapati bagaikan ayunan sebatang besi baja sebesar batang
kelapa menghantam kepala Mahisa Bungalan. Tetapi Mahisa
Bungalan masih sempat mengelak. Kekuatan ilmu puncak Linggapati
benar-benar mendebarkan jantung.
Namun sambil merendahkan diri, Mahisa Bungalan berkisar pada
sebelah kakinya, sementara kakinya yang lain telah terjulur
menyambar lambung. Tetapi Linggapati masih sempat melihat serangan itu. Ia sadar,
bahwa sentuhan kaki Mahisa Bungalan itu dapat mengguncang
bukit. Karena itu, maka ia pun segera menggeliat mengelakkan diri
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dari kaki lawannya meskipun ia harus terhuyung-huyung sejenak.
Namun ketika Mahisa Bungalan melancarkan serangan berikutnya
dengan satu putaran, maka Linggapati telah berhasil mengelak
dengan meloncat mundur sambil menyentuh kaki Mahisa Bungalan.
Sentuhan tangan itu telah mengguncang keseimbangan Mahisa
Bungalan. Ia terdorong selangkah kesamping. Namun kemudian
mengikuti arah lontaran kakinya, ia pun meloncat tegak di atas
kedua kakinya. Namun pada saat itu, ia melihat Linggapati telah
meloncat menghantam dadanya dengan tangannya.
Sekali lagi Linggapati telah menyerangnya dengan sepenuh
kekuatan yang dilambari ilmu puncaknya. Jika tangan ini
menghantam dada Mahisa Bungalan, maka iga-iganya tentu akan
retak. Bahkan bagi kebanyakan orang akan dapat meruntuhkan
segenap isi dadanya dan mematahkan semua tulang iganya.
2723 Mahisa Bungalan melihat serangan itu. Tetapi ia tidak sempat
mengelakkannya. Sekali lagi ia harus membentur kekuatan
lawannya dengan segenap kekuatannya pula. Melawan ilmu puncak
lawannya dengan ilmu puncaknya pula.
Medan itu pun telah dikejutkan lagi oleh benturan yang dahsyat
antara serangan dan pertahanan kedua orang yang sedang,
bertempur seperti guruh yang sedang berlaga.
Sekali lagi Mahisa Bungalan terdorong beberapa langkah dan
bahkan ia tidak berhasil untuk menjaga keseimbangannya.,
sehingga ia pun jatuh terguling, meskipun dengan susah payah ia
segera dapat bangkit lagi berdiri di atas kedua kakinya. Tetapi rasarasanya
kepalanya menjadi pening dan pandangan matanya
berkunang-kunang. Namun perlahan-lahan ia berhasil menguasai
dirinya dan mengatur pernafasannya. Keseimbangannya segera
pulih kembali dan ia pun telah siap menghadapi segala
kemungkinan. Sementara itu, Linggapati yang melontarkan kekuatannya namun
membentur kekuatan yang seimbang itu pun telah terlempar surut.
Rasa-rasanya hentakan kekuatannya telah mengguncangkan
dadanya sendiri. Beberapa langkah ia terdorong dan kemudian
terbanting jatuh. Seperti Mahisa Bungalan ja segera berusaha untuk bangkit.
Sambil mengerahkan segenap tenaganya, ia bersandar kedua
tangannya. Kemudian terhuyung-huyung ia berdiri di atas kedua
kakinya. Meskipun Linggapati berhasil tegak berdiri dengan kaki
merenggang, namun rasa-rasanya dadanya masih tetap tersumbat
oleh pernafasannya yang menyesak.
Usahanya untuk mengatasi kesulitan pernafasannya itu agaknya
dapat diketahui oleh Mahisa Bungalan. Dalam ketegangan
menghadapi kemampuan ilmu yang seimbang, maka Mahisa
Bungalan harus memperhitungkan setiap kemungkinan yang dapat
ditembusnya. 2724 Kesulitan yang dapat dilihatnya itu, merupakan suatu peluang
bagi Mahisa Bungalan. Meskipun keadaannya sendiri masih belum
jernih benar, namun ia tidak mau terlambat.
Sejenak Mahisa Bungalan mengerahkan ilmunya tertinggi. Ilmu
yang luluh di dalam dirinya, bersumber dari ilmu yang diajarkan
ayahnya dan pamannya, serta ilmu yang bersumber pada ilmu
Mahisa Agni. Bahkan Mahisa Bungalan telah memiliki kekuatan ilmu
Gundala Sasra yang lebih mantap, justru karena ilmu-ilmu yang
telah luluh di dalam dirinya.
Sebelum Linggapati berhasil menguasai pernafasannya yang
menyesak, tiba-tiba saja ia melihat Mahisa Bungalan telah siap
menyerangnya. Karena itu, maka Linggapati tidak dapat memilih. Ia
pun segera mempersiapkan diri meskipun nafasnya masih ter
sengal-sengal. Sejenak kemudian maka benturan yang, dahsyat itu pun telah
terulang sekali lagi. Hentakkan dua kekuatan raksasa yang
menggetarkan seluruh medan. Seolah-olah tanah pun menjadi
goncang dan medan telah bergetar.
Benturan kekuatan itu benar-benar telah mendebarkan jantung.
Mahisa Agni melihat benturan itu dengan dada yang tegang. Ia
melihat Mahisa Bungalan yang telah mendahului menyerang di saatsaat
keduanya baru saja berhasil menguasai diri. Tetapi Mahisa Agni
pun melihat, bahwa Mahisa Bungalan lebih cepat berhasil
menguasai pernafasannya daripada Linggapati.
"Ia cukup cerdik." gumam Mahisa Agni.
Namun itu belum berarti bahwa usaha Mahisa Bungalan itu
berhasil. Ia masih harus menunggu dengan dada yang berdebar.
Sejenak kemudian ia melihat Mahisa Bungalan terlempar sekali
lagi dan terbanting di tanah. Dengan menyeringai menahan sakit
yang menghentak di dadanya, terdengar Mahisa Bungalan berdesis
pendek. Dengan susah payah ia berusaha untuk bangkit. Tetapi ia
pun kemudian jatuh terduduk.
2725 Sementara itu, Mahisa Agni pun melihat, Linggapati terpelanting
beberapa langkah. Ia masih menggeliat. Bahkan ia masih berusaha
untuk mengangkat kepalanya. Namun matanya menjadi gelap, dan.
dadanya bagaikan tersumbat.
Linggapati tidak berhasil untuk bangkit. Dadanya bagaikan pecah
oleh pernafasannya yang menyesak.
Beberapa orang pengawalnya dengan tergesa-gesa
mendekatinya tanpa menghiraukan lawan. Mereka berjongkok
sambil mengangkat kepala Linggapati dan meletakkan di atas
pangkuan salah seorang pengawalnya.
Namun nafas Linggapati benar-benar telah tersendat-sendat.
Hentakkan kekuatan yang susul menyusul itu ternyata tidak dapat
diatasinya lagi. Dalam keadaan yang demikian, tiba-tiba pertempuran itu pun
bagaikan terhenti. Mahisa Bungalan terduduk lemah. Disilangkannya
tangannya, dan dipejamkannya matanya. Setitik darah melelah di
bibirnya. Ternyata ia telah mendapat luka di dalam dadanya.
Perlahan-lahan Mahisa Agni mendekatinya. Ia pun kemudian
berjongkok di sampingnya sambil berbisik, " Usahankan agar
pernafasanmulah yang pertama-tama menjadi baik."
Mahisa Bungalan tidak merubah sikapnya. Ia mendengar katakata
Mahisa Agni. Dan ia pun telah mencoba melakukannya.
Dengan cemas, Mahendra pun kemudian berjongkok pula di sisi
anaknya, diikuti oleh Witantra dan Lembu Ampal. Sementara Mahisa
Murti dan Mahisa Pukat dengan wajah tegang berdiri beberapa
langkah di samping mereka.
Dalam pada itu, agaknya Linggapati benar-benar mengalami
kesulitan, karena dadanya rasa-rasanya telah pecah. Pernafasannya
tidak lagi dapat diatasi. Bahkan setiap tarikan nafas rasanya
bagaikan tusukan-tusukan pedang di dalam rongga dadanya yang
menyesak. 2726 Ternyata bahwa keadaan Linggapati benar-benar menyulitkan.
Meskipun demikian masih tetap sadar. Karena itulah maka ia
mencoba untuk membaringkan dirinya sambil memperbaiki
pernafasannya. Tetapi agaknya ia tidak berhasil. Dadanya bagaikan semakin
panas. seolah-olah api yang membakar jantungnya kian menjadi
bertambah besar. Akhrinya, sebagai seorang yang berilmu tinggi, Linggapati benarbenar
telah melihat bayangan yang suram di depan matanya.
Semula ia masih ingin meronta. Tetapi kemudian ia harus mengakui
kenyataan yang dihadapinya.
Karena itulah, maka ia pun kemudian sadar, bahwa ia harus
menghadapinya dengan jantan, seperti saat-saat ia maju kemedan
perang. Sambil menggeretakkan giginya ia melihat beberapa macam
warna bermain di matanya. Warna-warna yang tajam bagaikan
menusuk mata hatinya. Kemudian warna yang lebih lemah.
Perlahan-lahan warna itu pun berubah menjadi warna yang suram.
Akhirnya sambil menarik nafas dalam-dalam Linggapati melihat
warna hitam bagaikan selimut yang luas, seluas langit telah
menyelubunginya perlahan-lahan.
Karena itu, dengan sisa kekuatan yang ada padanya ia
bergumam tanpa mengetahui siapakah yang mendengarnya "Aku
akan pergi untuk selamanya. Jalanku kelam. Tetapi mudahmudahan
akan terdapat cahaya meskipun hanya sepercik di
hadapanku sebagai penunjuk jalan untuk menuju ke dalam dunia
yeng abadi." Ternyata kata-kata itu masih ada yang mendengar. Seorang
pengawal kepercayaannya menahan nafasnya. Ia mencoba
mendekatkan mulutnya di telinga Linggapati untuk berbisiki. Tetapi
terlambat. Linggapati telah memejamkan matanya tepat saat
selimut hitam seluas langit itu turun menyelubungi dirinya.
2727 Pengawalnya menarik nafas dalam-dalam. Tetapi kata-kata
terakhir Linggapati itu bagaikan menggugah hatinya. Jalan hidupnya
yang hitam ternyata membawa pengaruh sampai saat terakhirnya.
Bahkan mempengaruhi jalannya menuju keabadian. Jalan yang
kelam. Meskipun Linggapati masih mengharap sepercik sinar yang
dapat menerangi jalan yang kelam itu.
Tetapi tidak seorang pun yang mengetahuinya, apakah yang
sepercik itu ternyata ada di hadapan kaki Linggapati yang telah
melukis warna baginya sendiri dimasa hidupnya.
"Jika Linggapati melukis warna putih cerah, maka jalan itu pun
akan berwarna putih dan cerah." berkata pengawalnya kepada diri
sendiri. Namun agaknya ia sendiri telah dihantui oleh perbuatannya
sepanjang hidupnya, sehingga tiba-tiba saja timbul pertanyaan di
dalam dirinya, "Warna apakah yang telah aku lukis menjelang saatsaat
terakhir dari hidupku?"
Tetapi pengawal Linggapati itu tidak sempat merenung lebih
lama lagi. Ketika ia mengangkat wajahnya, maka ia pun terkejut.
Beberapa ujung senjata telah mencuat di sekelilingnya.
Ternyata para prajurit Singasari telah mengepungnya dengan
senjata telanjang. Pengawal itu berdiri perlahan-lahan. Tetapi ia sudah meletakkan
senjatanya sambil berkata, "Aku tidak akan melawan lagi."
Para prajurit Singasari pun menarik nafas dalam-dalam. Dengan
demikian maka pertempuran itu benar-benar sudah selesai. Seluruh
pengikut Linggapati telah menyerah, apalagi ketika mereka melihat,
Linggapati sudah tidak bernafas lagi.
Sementara para Senapati menyelesaikan tugas masing-masing,
serta dua orang penghubung menyampaikan berita akhir dari
pertempuran itu atas perintah Mahisa Agni kepada Ranggawuni dan
Mahisa Cempaka, maka perlahan-perlahan Mahisa Bungalan mulai
berhasil menguasai pernafasannya.
2728 Betapa sulitnya, namun ia mulai dapat merasakan jalan nafasnya
mulai teratur dan merasuk sampai ke paru-paru.
Karena itu, maka wajahnya yang putih pun perlahan-lahan mulai
menjadi kemerah-merahan. Sejalan dengan arus nafasnya yeng
teratur, maka darahnya pun mulai mengalir dengan wajar.
Sesaat kemudian, maka semua kesulitan telah lampau, Mahisa
Bungalan dapat menarik nafas panjang, seakan-akan udara di
seluruh Singasari akan dihirupnya.
Ternyata bukan saja Mahisa Bungalan. Mahendra pun menarik
nafas dalam-dalam. Ia merasa bahwa anaknya sudah bebas dari
kesulitan yang, dapat menyeretnya ke dalam keadaan seperti yang
dialami oleh Linggapati. Diam-diam Mahendra merasa bersukur kepada Yang Maha
Agung, seperti juga Mahisa Bungalan sendiri dan orang-orang yang
berada di sekitarnya. Mereka telah dapat menyelesaikan tugas yang
berat dan mendebarkan jantung, karena pada mulanya mereka
masih belum yakin, bahwa semuanya akan berakhir dengan baik
bagi Singasari. Seperti pada saat mereka menghadapi pasukan
Empu Baladatu, maka hanya karena pertolongan Yang Maha Agung
sajalah pasukan Singasari mendapat cara yang sebaik-baiknya untuk
menghancurkan lawan. "Kita akan segera menghadap." berkata Mahisa Agni kepada
Mahisa Bungalan, "Yang telah kau lakukan, cukup meyakinkan."
Mahisa Bungalan tidak menjawab. Badannya masih terasa sangat
lemah, meskipun ada sepercik kebanggaan di dalam hatinya.
Yang dilakukan oleh Singasari kemudian adalah berbenah diri.
Kota Raja benar-benar telah hancur akibal peperangan yang
Pendekar Pemetik Harpa 13 The Wednesday Letters Karya Jason F.wright Pendekar Guntur 11