Sepasang Ular Naga 45
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja Bagian 45
seakan-akan bersusun dua kali.
Para prajurit Singasari ternyata masih belum dapat langsung
beristirahat saat-saat Mahisa Bungalan mengikut Mahisa Agni
menghadap Ranggawuni dan Mahisa Cempaka. Mereka masih harus
mengumpulkan para korban. Menyisihkan mayat yang berserakkan.
2729 Memilih, mana yang kawan dan mana yang lawan di antara mereka.
Sementara yang lain harus mengumpulkan mereka yang terluka.
Baik kawan maupun lawan dari mereka yang terluka,
memerlukan perawatan dan pengobatan, Empu Sanggadaru yang
kemudian dengan hati yang pedih menyaksikan banyaknya korban,
telah membantu memberikan, pertolongan kepada mereka yang
terluka. "Ketamakan orang-orang Mahibit memberikan akibat yang
sangat parah bagi Singasari." gumam Empu Sanggadaru.
Witantra yang membantunya pula menarik nafas dalam-dalam.
Katanya, "Empu Baladatu dan Linggapati mempunyai keinginan
yang sama. Tetapi nampaknya mereka tidak dapat menemukan
kesepakatan." "Itu adalah Karya Yang Maha Agung di dalam hati mereka. Jika
mereka dibiarkan menemukan persamaan pendapat maka aku kira
Singasari sudah benar-benar hancur. Kekuatan Baladatu dan
Linggapati yang bergabung akan merupakan kekuataan yang
barangkali tidak terlawan oleh pasukan Singasari yang tersedia.
Apalagi jika mereka dengan tiba-tiba datang ke Kota Raja. aku kira,
Singasari sudah tidak ada lagi sekarang." berkata Empu
Sanggadaru. Witantra menarik nafas dalam-dalam. Sambil menganggukangguk
ia berkata, "Mungkin sekali. Kota Raja ini sudah menjadi
debu. Semuanya akan hancur, karena jika Empu Baladatu dan
Linggapati berhasil menghancurkan Kota Raja dan mendudukinya,
mereka kemudian tentu akan terlibat kedalam perang di antara
mereka, sehingga Kota Raja ini tidak akan tersisa lagi."
"Yang menang di antara mereka akan membangun suatu
pemerintahan di Singasari baru." desis Empu Sanggadaru.
Tetapi Witantra menggelengkan kepalanya. Jawabnya, "Tidak.
Akan segera datang kekuatan dari Kediri atau dari arah lain yang
termasuk wilayah Singasari. Mereka akan menginjak bara api yang
memang tinggal abunya oleh perselisihan antara kedua kekuatan
2730 yang menang atas Singasari. Yang, akan timbul adalah suatu
kekuasaan baru di atas pulau ini. Bukan Empu Baladatu dan bukan
pula Linggapati." Empu Sanggadaru mengangguk-angguk. Ia menyadari, betapa
luasnya langit. Jika nampak kabut yang gelap, maka di seberang
kabut, langit terbuka sejauh mata dapat menggapainya.
Dalam pada itu, Empu Sanggadaru masih diminta untuk tetap
berada di Kota Raja. Pengikut-pengikutnya masih diperlukan untuk
membantu mengatasi kesulitan yang timbul karena peperangan.
Setelah para korban diselenggarakan seperti seharusnya, maka
mulailah Singasari dengan menatap wajahnya sendiri yang suram.
Pintu gerbang yang rusak di segala arah. Rumah-rumah yang
roboh dan terbakar. Dinding halaman yang hancur dan halaman
yang bagaikan dibajak. Singasari memerlukan tenaga untuk membangunkannya kembali.
Untuk itulah maka tenaga yang ada masih diperlukan, termasuk
para pengikut Empu Baladatu.
Sementara itu, Mahisa Bungalan mendapat perhatian khusus dari
Ranggawuni dan Mahisa Cempaka. Mereka masih sama-sama muda
dan memiliki jiwa yang menggelora. Mereka sama-sama mencintai
Singasari seperti mencintai diri mereka sendiri.
Karena itulah, maka Ranggawuni dan Mahisa Cempaka
mempunyai pertimbangan-pertimbangan khusus bagi Mahisa
Bungalan. Ketika Singasari sedang sibuk membangun kembali dirinya,
Ranggawuni, Mahisa Cempaka dan Mahisa Agni sedang sibuk pula
mempersiapkan tempat bagi Mahisa Bungalan. la telah memberikan
jasa kepada Singasari, sehingga Singasari tidak luluh menjadi debu.
Bukan hanya sekedar pada saat Empu Baladatu dan Linggapati
menyerang Singasari, tetapi sejak saat-saat sebelumnya Mahisa
Bungalan telah bannyak memberikan jasanya.
2731 "Singasari memerlukan anak-anak muda seperti Mahisa
Bungalan." berkata Lembu Ampal yang ikut berbincang tentang
anak muda itu. "Ia akan mendapat tempat yang baik di dalam pemerintahanku."
berkata Ranggawuni. "Terserahlah kepada tuanku." sahut Mahisa Agni, "Tetapi
kemudannya masih harus dipertimbangkan jika tuanku bermurah
hati untuk memberikan anugerah kedudukan kepadanya."
Ranggawuni tersenyum. Sambil mengangguk-angguk ia berkata,
"Aku pun masih muda. Mungkin apa yang akan aku putuskan masih
harus mendapat pertimbangan Itulah sebabnya aku memerlukan
orang-orang yang, memiliki pengetahuan dan pengalaman yang
jauh lebih baik daripadaku."
"Pandangan tuanku cukup luas untuk menilai setiap masalah
yang timbul di Singasari." sahut Mahisa Agni.
Ranggawuni masih mengangguk-angguk. Namun sudah pasti
baginya bahwa Mahisa Bungalan akan dapat diangkat menjadi
seorang Panglima yang mumpuni. Seorang Panglima muda yang
akan menjadi pendamping Lembu Ampal yang semakin tua.
"Ayahnya bukan seorang prajurit." berkala Mahisa Agni, "Tetapi
ia telah berbuat tidak kalah sebagaimana dilakukan oleh seorang
Senapati." "Aku mengerti." berkata Ranggawuni, "Dan aku pun mengerti
pula, bahwa paman Mahendra tidak akan bersedia diangkat menjadi
seorang prajurit. Apalagi kini ia sudah menjadi semakin tua. Pada
masa mudanya pun ia akan berkeberatan. Tetapi aku kira tidak bagi
Mahisa Bungalan. Bahkan mungkin juga Mahisa Murti dan Mahisa
Pukat." "Mahisa Murti dan Mahisa Pukat masih terlalu muda. Barlah
mereka menempa diri sendiri, sehingga memiliki ilmu kanuragan
yang cukup, sehingga pada saatnya, ia pun akan menjadi seorang
prajurit yang tidak mengecewakan." berkata Mahisa Agni.
2732 Ranggawuni dan Mahisa Cempaka mengangguk-angguk. Namun
kemudian Mahisa Cempaka berkata, "Paman Mahisa Agni. Sudah
barang tentu bahwa jika paman Mahendra tidak berkeberatan,
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat akan mendapatkan tempat yang
khusus. Baru kemudian selelah ia menyempurnakan ilmunya,
kedudukannya akan ditingkatkan setapak demi setapak."
Mahisa Agni menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Mungkin hal
itu dapat juga dilakukan tuanku. Tetapi untuk saat-saat tertentu
Mahendra memerlukan kawan dalam perjalanannya yang panjang.
Ia selalu mengelilingi tlatah Singasari untuk barang-barang yang,
diperdagangkannya." Mahisa Cempaka mengerutkan keningnya. Namun kemudian ja
pun mengangguk-angguk. Katanya, "Kedudukan paman Mahendra
justru akan menjadi sangat penting, juga Mahisa Murti dan Mahisa
Pukat. Mereka akan dapat memberikan gambaran keadaan di
seluruh Singasari. Selain petugas-petugas resmi, maka paman
Mahendra akan dapat melihat keadaan beberapa daerah dalam
keadaan sewajarnya."
"Hamba tuanku." sahut Mahisa Agni, "Ia akan dapat melihat
sebagai bahan banding dari laporan-laporan yang datang dari para
petugas di daerah-daerah. Mungkin para petugas memberikan
laporan yang tidak benar tentang daerahnya. Mungkin mereka
hanya memberikan gambaran tentang yang selalu baik. Tetapi
Mahendra akan dapat melihat yang sesungguhnya. Dan aku yakin
bahwa Mahendra akan mengatakan yang sesungguhnya itu. Bukan
sekedar yang baik untuk mendapatkan pujian."
Ranggawuni dan Mahisa Cempaka mengangguk-angguk. Di
hadapan mereka telah terbentang masa-masa yang cerah.
Kehancuran Empu Baladatu dan Linggapati, bagaikan berhembusnya
angin yang menyapu bersih kabut yang menyelebungi Singasari.
Hari yang sudah membayang.
"Yang bergejolak hanyakah permukaannya saja." berkata Mahisa
Agni, "Ternyata setelah Empu Baladatu dan Linggapati tidak ada
lagi, keadaan benar-benar menjadi tenang."
2733 "Tetapi yang permukaan itu benar hampir menenggelamkan
Singasari." desis Ranggawauni.
Demikianlah, maka Ranggawuni dan Mahisa Cempaka yang
memerintah Singasari sebagai sepasang. Ular dari satu Sarang,
telah menemukan orang-orang yang diperlukan.
Saat-saat Mahisa Agni, Witantra dan Mahendra menjadi semakin
tua. maka hadirnya Mahisa Bungalan merupakan jalur kelanjutan
bagi pengabdian mereka. Mahisa Bungalan akan dapat menjadi
pendamping Lembu Ampal, dalam tata keprajuritan Singasari.
Ketika Empu Sanggadaru kemudian mohon diri untuk kembali ke
padepokannya, maka Mahisa Agni pun berbisik di telinganya,
"Sebentar lagi, aku pun berhasrat untuk tinggal di padepokan,
menyepi dan menyerahkan sisa hidupku bagi kebesaran Yang Maha
Agung." Empu Sanggadaru mengerutkan keningnya. Katanya, "Tetapi
Senapati. Pada dasarnya Senapati Mahisa Agni adalah seorang
kesatria. Darmanya akan berbeda dengan darma seorang pertapa di
padepokan-padepokan yang sepi."
Mahisa Agni tersenyum. Katanya, "Di hadapan Yang Maha Agung,
kesempatan untuk mengagungkan namanya ada berbeda."
Empu Sanggadaru mengangguk-angguk. Katanya, "Semua darma
hanyalah untuk memuliakan namanya, cara yang manapun yang
kita jalani." Maka, kemudian datanglah saat-saat yang cerah itu. Singasari
menjadi semakin semarak di bumi yang gemah ripah.
Pada saat orang-orang tua mulai menepi dari jalan yang
memanjat ke ujung ke Agungannya. maka yang muda pun mulai
tampil untuk menggantikannya.
Dan Sepasang, Ular di satu Sarang itu pun kemudian menjadi
semakin semarak meskipun mereka tidak dapat melepaskan diri dari
pengamatan perkembangan wilayahnya yang khusus. Kediri. Karena
Kediri tetap masih saja di bayangi oleh kebesaran masa lampaunya.
2734 Namun dalam tataran pemerintahan seterusnya, Singasari
memancar di seluruh bumi Nusantara menjelang hari- hari yang
cerah. Tetapi persoalan-persoalan yang kemudian tumbuh adalah justru
karena kemudaan mereka. Seperti umumnya usia muda seorang
laki-laki akan selalu tersangkut masalah sisihan. Dan masalah wanita
kadang-kadang akan membawakan persoalan yang tersendiri.
oooOOOooo TAMAT Bersambung ke Seri Panasnya Bunga Mekar 2735 IKUTILAH CERITERA SELANJUTNYA YANG AKAN SEGERA
DIWEDAR. DALAM SERI : PANASNYA BUNGA MEKAR.
CERAHNYA matahari pagi telah mewarnai Singasari. Seolah-olah
tidak ada lagi kesulitan yang bakal mengabut di seluruh daerah
Singasari sepeninggal Linggapati dan Empu Baladatu.
Niat sepasang anak muda yang memerintah Singasari untuk
mengangkat Mahisa Bungalan menjadi seorang Senapati, telah
diterima dengan senang hati. Bukan saja oleh Mahisa Bungalan. dan
ayahnya Mahendra, tetapi juga oleh para prajurit dan Senapati yang
lain, yang telah melihat, apa yang pernah dilakukan oleh anak muda
itu. Namun dalam pada itu, Mahisa Bungalan masih mohon
kesempatan untuk memuaskan masa-masa mudanya dengan
bertualang, jika ia sudah menerima pengangkatannya, maka ia akan
terikat. Ia akan berada di suatu tempat bersama sepasukan prajurit
untuk melakukan tugas-tugas tertenu. Sulit baginya untuk
meninggalkan pasukannya, menjelajahi padesan, bagaikan
menghitung setiap pintu rumah.
"Kau memerlukan waktu berapa hari?" bertanya Ranggawuni.
"Mungkin sebulan, tetapi mungkin setahun, tuanku." jawab
Mabisa Bungalan. Ranggawuni dan Mahisa Cempaka menyadari bahwa ia tidak
akan dapat mengekang jiwa Mahisa Bungalan yang bagaikan burung
di udara itu. Ia masih ingin mengarungi luasnya angkasa dan
panjangnya lurah di pegunungan.
"Baiklah Mahisa Bungalan." berkala Ranggawuni, "Seandainya
aku memaksa mengikatmu dalam satu tugas tertentu, maka kau
akan merasa tersiksa. Kau akan merasa seperti seekor burung yang
bagaimanapun perkasa sayapnya, namun hidup di dalam sangkar
tertutup." 2736 Mahisa Bungalan hanya menundukkan kepalanya saja.
"Bagaimana pendapat ayahmu, pamanmu Witantra dan
pamanmu Mahisa Agni?" bertanya Mahisa Cempaka.
Mahisa Bungalan menarik nafas dalam-dalam. Jawabnya, "Ampun
tuanku. Paman-paman hamba menyerahkan semuanya kepada
hamba sendiri." Mahisa Cempaka mengangguk-angguk. Katanya, "Jika demikian,
benarlah kata kakanda Ranggawuni. Puaskanlah dengan
petualangan yang panjang untuk menambah pengalaman dan
mematangkan ilmu yang pernah kau miliki. Bahkan mungkin kau
akan dapat menambah kemampuanmu dengan pengalamanmu yang
mungkin tidak terduga sebelumnya. Namun demikian, jangan
meninggalkan kewaspadaan. Kau harus selalu berhati-hati di
perjalanan, karena bahaya akan dapat saja menyergapmu dari
segala arah." "Niat hamba bukannya mencari musuh tuanku." berkata Mahisa
Bungalan, "Mungkin ada satu dua orang tua yang memiliki kelebihan
pengetahuan lahir dan batin yang dapat hamba sadap ilmunya bila
dikehendakinya." Ranggawuni tersenyum. Katanya, "Aku percaya akan niatmu itu.
Tetapi kau yang tentu lebih banyak mempunyai pengalamanmu
petualangan akan dapat mengerti, betapa kemungkinan yang tidak
kita kehendaki dapat terjadi setiap saat. dan disegala tempat."
Mahisa Bungalan menundukkan kepalanya semakin dalam.
Katanya, "Hamba tuanku. Dan hamba memang melihat
kemungkinan-kemungkinan itu."
"Justru karena itu, maka petualangan memang sangat menarik
bagi anak muda." sahut Mahisa Cempaka, "Jika aku tidak terikat
pada kedudukanku, alangkah senangnya mengikutimu."
"Ah, tentu tidak bagi tuanku." jawab Mahisa Bungalan. "Tuanku
sudah dilahirkan untuk berada di dalam istana. Ilmu yang
2737
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bagaimanapun juga akan tuanku dapatkan. Tuanku dapat
memanggil s iapa saja yang tuanku kehendaki."
"Itulah sulitnya Mahisa Bungalan." berkata Ranggawuni, "Aku
dapat memanggil s iapa saja. Tetapi siapa saja itulah yang tidak aku
ketahui. Mungkin beberapa orang petugas sandi akan dapat
menyebut. Tetapi apakah ada hubungan batin yang timbal balik
antara aku dan orang-orang yang hanya disebut namanya itu,
agaknya menjadi persoalan pula di dalam pewarisan ilmu.
Seseorang yang karena terpaksa, bukan atas sentuhan batinnya,
tentu tidak akan dapat mewariskan ilmunya sampai tuntas. Tentu
masih ada yang tersisa di dalam dirinya yang sengaja atau tidak
sengaja, tetap dirahasiakannya."
Mahisa Bungalan mengangguk-angguk. Ia sadar sepenuhnya
bahwa yang, dikatakan oleh Ranggawuni itu memang benar. Karena
itu, maka ia tidak membantahnya.
"Mahisa Bungalan." berkata Ranggawuni selanjutnya, "Aku
hanya dapat memberimu bekal doa keselamatan. Tetapi kau tentu
tidak akan meninggalkan Kota Raja sampai satu atau dua tabun
tanpa menengoknya barang dua tiga kali."
"Tentu tuanku. Seperti yang pernah aku lakukan, aku akan
berada di rumah antara tiga atau empat bulan sekali. Beristirahat
sebentar, kemudian berangkat kembali. Mungkin aku akan pergi
bersama ayah dalam hubungan jual beli batu-batu dan permata
serta besi-besi aji. Namun biasanya ayah selalu mamisahkan diri."
"Siapakah sebenarnya yang memisahkan diri?" bertanya
Ranggawuni. Mahisa Bungalan termangu-mangu sejenak. Namun kemudian ia
pun tersenyum. Jawabnya, "Mungkin ayah, tetapi mungkin pula
hamba." "Baiklah Mahisa Bungalan." berkata. Ranggawuni kemudian,
"Sebaiknya kau juga minta diri kepada Lembu Ampal yang menjadi
semakin tua pula. Sebentar lagi ia akan menjadi pikun dan tidak lagi
2738 dapat mengendalikan prajurit-prajurit yang berada di bawah
perintahnya." "Hamba tuanku. Hamba akan menemuinya dan. minta diri
kepadanya. Paman Lembu Ampal tentu masih akan bertahan pada
keadaannya sampai beberapa tahun lagi."
Dengan demikian, maka Mahisa Bungalan ternyata masih mohon
waktu beberapa saat, sebelum ia mengikat diri dalam lingkungan
keprajuritan. Ia masih ingin mengikuti keinginannya untuk
menjelajahi gunung dan ngarai. Bertemu dengan orang-orang yang
jauh terpencil, tetapi juga berusaha menghadap para pertapa yang
dapat, memberikan banyak petunjuk kepadanya, lahir dan batin,
untuk melengkapi bekal di hari-hari yang panjang.
Ketika Mahisa Bungalan bertemu dengan Lembu Ampal, maka
orang tua itu berkata, "Ada-ada saja kau Mahisa Bungalan. Apakah
masih kurang ilmu yang kau miliki, atau kau masih selalu dikuasai
oleh keinginan untuk bertualang?"
"Aku akan menuruti keinginanku sampai tuntas agar aku tidak
menyesal dikemudian hari. Baru kemudian aku akan mengikatkan
diri pada kewajiban yang berat dan tidak dapat dilakukan sambil lalu
saja. Seorang prajurit harus bertanggung jawab pada kewajibannya.
Sementara aku masih ingin berbuat sesuatu atas keinginan pribadi
semata-mata." "Agaknya itu adalah keinginan wajar dari anak-anak muda.
Tetapi kau wajib dapat mengendalikan dirimu. Jangan kau turuti
saja kehendak hati, karena tidak terasa, umurmu akan semakin
meningkat. Pada saatnya kau akan sampai pada batas kebebasan
seorang anak muda. Kau akan berkeluarga, dan kau akan
bertanggung jawab atas keluargamu, karena itu, maka kau harus
mempertimbangkan banyak masalah. Juga masalah hidup
berkeluarga. Kau tidak akan dapat menjalaninya dengan
petualangan, meskipun ada juga yang melakukannya."
Mahisa Bungalan tersenyum. Katanya, "Aku akan selalu
mengingatnya, paman. Aku akan mempersiapkan diri menghadapi
2739 masa- masa yang lain dari masa-masa muda ini. Tetapi tidak
sekarang." Lembu Ampal menepuk bahu anak muda itu. Sekilas teringat
olehnya, seorang anak muda yang dengan petulangnya, justru telah
membawanya kejalan lurus kesinggasana Tumapel dan seterusnya
menguasai seluruh Singasari. Meskipun kemudian masih harus
timbul pertumpahan darah karena kutuk seorang Empu yang
terbunuh oleh keris yang dibuatnya sendiri.
Lembu Ampal menarik nafas dalam-dalam. Semuanya itu tinggal
merupakan ceritera yang sangat menarik.
"Aku akan selalu berdoa untukmu." berkata Lembu Ampal ketika
ia melepas Mahisa Bungalan pergi.
Di rumah Mahisa Bungalan masih harus mendengarkan nasehat
ayahnya, pamannya Witantra dan Mahisa Agni. Bahkan semuanya
menasehatkan agar ia tidak terlalu menuruti kata hatinya saja.
"Aku akan mengendalikan diri, ayah. Pada suatu saat aku akan
terikat oleh beberapa kewajiban. Mungkin aku akan menjadi
seorang prajurit seperti yang pernah aku sanggupkan kepada
tuanku berdua di istana Singasari. Tetapi disamping itu aku pun
akan terikat dalam suatu ikatan keluarga Pada saat itu, aku tidak
akan mempunyai kesempatan lagi untuk bertualang, melihat luasnya
bumi dan menyelusuri panjangnya sungai."
Tidak ada yang dapat mencegah Mahisa Bungalan. Karena itu,
maka orang-orang tua yang melepasnya pergi, hanya dapat
memberikan beberapa pesan dan petunjuk.
"Tidak lama lagi, ayah juga akan pergi." berkata Mahendra.
"Ayah beruntung dengan pekerjaan ayah." berkata Mahisa
Bungalan. "Ada dua pekerjaan yang dapat ayah lakukan dalam satu
perjalanan. Mencari nafkah, dan sekaligus bertualang ke tempattempat
yang jauh." "Ah." berkata Mahendra, "Yang penting bagiku, bagaimana aku
mendapat nafkah dengan perjalananku. Aku tidak pernah
2740 menganggap perjalanku sebagai suatu perulangan. Aku melakukan
perjalanan dengan sungguh-sungguh dan perhitungan yang
matang. Aku tidak sekedar mengikuti hasrat hati. Bahkan kadangkadang
aku harus pergi ke tempat yang, tidak aku sukai, karena aku
mendapat pesanan jenis batu-batu berharga atau semacam pusaka
dari jenis senjata atau sekedar berupa wesi aji yang tidak
berbentuk." oooOdwOooo Bersambung ke Seri Panasnya Bunga Mekar
Koleksi: Ki Ismoyo Scanning: Ki Arema Convert&Editing: Ki Mahesa
Recheck: Ki Arema Tukar Tubuh 3 Roro Centil 17 Pedang Asmara Gila Peristiwa Merah Salju 8
seakan-akan bersusun dua kali.
Para prajurit Singasari ternyata masih belum dapat langsung
beristirahat saat-saat Mahisa Bungalan mengikut Mahisa Agni
menghadap Ranggawuni dan Mahisa Cempaka. Mereka masih harus
mengumpulkan para korban. Menyisihkan mayat yang berserakkan.
2729 Memilih, mana yang kawan dan mana yang lawan di antara mereka.
Sementara yang lain harus mengumpulkan mereka yang terluka.
Baik kawan maupun lawan dari mereka yang terluka,
memerlukan perawatan dan pengobatan, Empu Sanggadaru yang
kemudian dengan hati yang pedih menyaksikan banyaknya korban,
telah membantu memberikan, pertolongan kepada mereka yang
terluka. "Ketamakan orang-orang Mahibit memberikan akibat yang
sangat parah bagi Singasari." gumam Empu Sanggadaru.
Witantra yang membantunya pula menarik nafas dalam-dalam.
Katanya, "Empu Baladatu dan Linggapati mempunyai keinginan
yang sama. Tetapi nampaknya mereka tidak dapat menemukan
kesepakatan." "Itu adalah Karya Yang Maha Agung di dalam hati mereka. Jika
mereka dibiarkan menemukan persamaan pendapat maka aku kira
Singasari sudah benar-benar hancur. Kekuatan Baladatu dan
Linggapati yang bergabung akan merupakan kekuataan yang
barangkali tidak terlawan oleh pasukan Singasari yang tersedia.
Apalagi jika mereka dengan tiba-tiba datang ke Kota Raja. aku kira,
Singasari sudah tidak ada lagi sekarang." berkata Empu
Sanggadaru. Witantra menarik nafas dalam-dalam. Sambil menganggukangguk
ia berkata, "Mungkin sekali. Kota Raja ini sudah menjadi
debu. Semuanya akan hancur, karena jika Empu Baladatu dan
Linggapati berhasil menghancurkan Kota Raja dan mendudukinya,
mereka kemudian tentu akan terlibat kedalam perang di antara
mereka, sehingga Kota Raja ini tidak akan tersisa lagi."
"Yang menang di antara mereka akan membangun suatu
pemerintahan di Singasari baru." desis Empu Sanggadaru.
Tetapi Witantra menggelengkan kepalanya. Jawabnya, "Tidak.
Akan segera datang kekuatan dari Kediri atau dari arah lain yang
termasuk wilayah Singasari. Mereka akan menginjak bara api yang
memang tinggal abunya oleh perselisihan antara kedua kekuatan
2730 yang menang atas Singasari. Yang, akan timbul adalah suatu
kekuasaan baru di atas pulau ini. Bukan Empu Baladatu dan bukan
pula Linggapati." Empu Sanggadaru mengangguk-angguk. Ia menyadari, betapa
luasnya langit. Jika nampak kabut yang gelap, maka di seberang
kabut, langit terbuka sejauh mata dapat menggapainya.
Dalam pada itu, Empu Sanggadaru masih diminta untuk tetap
berada di Kota Raja. Pengikut-pengikutnya masih diperlukan untuk
membantu mengatasi kesulitan yang timbul karena peperangan.
Setelah para korban diselenggarakan seperti seharusnya, maka
mulailah Singasari dengan menatap wajahnya sendiri yang suram.
Pintu gerbang yang rusak di segala arah. Rumah-rumah yang
roboh dan terbakar. Dinding halaman yang hancur dan halaman
yang bagaikan dibajak. Singasari memerlukan tenaga untuk membangunkannya kembali.
Untuk itulah maka tenaga yang ada masih diperlukan, termasuk
para pengikut Empu Baladatu.
Sementara itu, Mahisa Bungalan mendapat perhatian khusus dari
Ranggawuni dan Mahisa Cempaka. Mereka masih sama-sama muda
dan memiliki jiwa yang menggelora. Mereka sama-sama mencintai
Singasari seperti mencintai diri mereka sendiri.
Karena itulah, maka Ranggawuni dan Mahisa Cempaka
mempunyai pertimbangan-pertimbangan khusus bagi Mahisa
Bungalan. Ketika Singasari sedang sibuk membangun kembali dirinya,
Ranggawuni, Mahisa Cempaka dan Mahisa Agni sedang sibuk pula
mempersiapkan tempat bagi Mahisa Bungalan. la telah memberikan
jasa kepada Singasari, sehingga Singasari tidak luluh menjadi debu.
Bukan hanya sekedar pada saat Empu Baladatu dan Linggapati
menyerang Singasari, tetapi sejak saat-saat sebelumnya Mahisa
Bungalan telah bannyak memberikan jasanya.
2731 "Singasari memerlukan anak-anak muda seperti Mahisa
Bungalan." berkata Lembu Ampal yang ikut berbincang tentang
anak muda itu. "Ia akan mendapat tempat yang baik di dalam pemerintahanku."
berkata Ranggawuni. "Terserahlah kepada tuanku." sahut Mahisa Agni, "Tetapi
kemudannya masih harus dipertimbangkan jika tuanku bermurah
hati untuk memberikan anugerah kedudukan kepadanya."
Ranggawuni tersenyum. Sambil mengangguk-angguk ia berkata,
"Aku pun masih muda. Mungkin apa yang akan aku putuskan masih
harus mendapat pertimbangan Itulah sebabnya aku memerlukan
orang-orang yang, memiliki pengetahuan dan pengalaman yang
jauh lebih baik daripadaku."
"Pandangan tuanku cukup luas untuk menilai setiap masalah
yang timbul di Singasari." sahut Mahisa Agni.
Ranggawuni masih mengangguk-angguk. Namun sudah pasti
baginya bahwa Mahisa Bungalan akan dapat diangkat menjadi
seorang Panglima yang mumpuni. Seorang Panglima muda yang
akan menjadi pendamping Lembu Ampal yang semakin tua.
"Ayahnya bukan seorang prajurit." berkala Mahisa Agni, "Tetapi
ia telah berbuat tidak kalah sebagaimana dilakukan oleh seorang
Senapati." "Aku mengerti." berkata Ranggawuni, "Dan aku pun mengerti
pula, bahwa paman Mahendra tidak akan bersedia diangkat menjadi
seorang prajurit. Apalagi kini ia sudah menjadi semakin tua. Pada
masa mudanya pun ia akan berkeberatan. Tetapi aku kira tidak bagi
Mahisa Bungalan. Bahkan mungkin juga Mahisa Murti dan Mahisa
Pukat." "Mahisa Murti dan Mahisa Pukat masih terlalu muda. Barlah
mereka menempa diri sendiri, sehingga memiliki ilmu kanuragan
yang cukup, sehingga pada saatnya, ia pun akan menjadi seorang
prajurit yang tidak mengecewakan." berkata Mahisa Agni.
2732 Ranggawuni dan Mahisa Cempaka mengangguk-angguk. Namun
kemudian Mahisa Cempaka berkata, "Paman Mahisa Agni. Sudah
barang tentu bahwa jika paman Mahendra tidak berkeberatan,
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat akan mendapatkan tempat yang
khusus. Baru kemudian selelah ia menyempurnakan ilmunya,
kedudukannya akan ditingkatkan setapak demi setapak."
Mahisa Agni menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Mungkin hal
itu dapat juga dilakukan tuanku. Tetapi untuk saat-saat tertentu
Mahendra memerlukan kawan dalam perjalanannya yang panjang.
Ia selalu mengelilingi tlatah Singasari untuk barang-barang yang,
diperdagangkannya." Mahisa Cempaka mengerutkan keningnya. Namun kemudian ja
pun mengangguk-angguk. Katanya, "Kedudukan paman Mahendra
justru akan menjadi sangat penting, juga Mahisa Murti dan Mahisa
Pukat. Mereka akan dapat memberikan gambaran keadaan di
seluruh Singasari. Selain petugas-petugas resmi, maka paman
Mahendra akan dapat melihat keadaan beberapa daerah dalam
keadaan sewajarnya."
"Hamba tuanku." sahut Mahisa Agni, "Ia akan dapat melihat
sebagai bahan banding dari laporan-laporan yang datang dari para
petugas di daerah-daerah. Mungkin para petugas memberikan
laporan yang tidak benar tentang daerahnya. Mungkin mereka
hanya memberikan gambaran tentang yang selalu baik. Tetapi
Mahendra akan dapat melihat yang sesungguhnya. Dan aku yakin
bahwa Mahendra akan mengatakan yang sesungguhnya itu. Bukan
sekedar yang baik untuk mendapatkan pujian."
Ranggawuni dan Mahisa Cempaka mengangguk-angguk. Di
hadapan mereka telah terbentang masa-masa yang cerah.
Kehancuran Empu Baladatu dan Linggapati, bagaikan berhembusnya
angin yang menyapu bersih kabut yang menyelebungi Singasari.
Hari yang sudah membayang.
"Yang bergejolak hanyakah permukaannya saja." berkata Mahisa
Agni, "Ternyata setelah Empu Baladatu dan Linggapati tidak ada
lagi, keadaan benar-benar menjadi tenang."
2733 "Tetapi yang permukaan itu benar hampir menenggelamkan
Singasari." desis Ranggawauni.
Demikianlah, maka Ranggawuni dan Mahisa Cempaka yang
memerintah Singasari sebagai sepasang. Ular dari satu Sarang,
telah menemukan orang-orang yang diperlukan.
Saat-saat Mahisa Agni, Witantra dan Mahendra menjadi semakin
tua. maka hadirnya Mahisa Bungalan merupakan jalur kelanjutan
bagi pengabdian mereka. Mahisa Bungalan akan dapat menjadi
pendamping Lembu Ampal, dalam tata keprajuritan Singasari.
Ketika Empu Sanggadaru kemudian mohon diri untuk kembali ke
padepokannya, maka Mahisa Agni pun berbisik di telinganya,
"Sebentar lagi, aku pun berhasrat untuk tinggal di padepokan,
menyepi dan menyerahkan sisa hidupku bagi kebesaran Yang Maha
Agung." Empu Sanggadaru mengerutkan keningnya. Katanya, "Tetapi
Senapati. Pada dasarnya Senapati Mahisa Agni adalah seorang
kesatria. Darmanya akan berbeda dengan darma seorang pertapa di
padepokan-padepokan yang sepi."
Mahisa Agni tersenyum. Katanya, "Di hadapan Yang Maha Agung,
kesempatan untuk mengagungkan namanya ada berbeda."
Empu Sanggadaru mengangguk-angguk. Katanya, "Semua darma
hanyalah untuk memuliakan namanya, cara yang manapun yang
kita jalani." Maka, kemudian datanglah saat-saat yang cerah itu. Singasari
menjadi semakin semarak di bumi yang gemah ripah.
Pada saat orang-orang tua mulai menepi dari jalan yang
memanjat ke ujung ke Agungannya. maka yang muda pun mulai
tampil untuk menggantikannya.
Dan Sepasang, Ular di satu Sarang itu pun kemudian menjadi
semakin semarak meskipun mereka tidak dapat melepaskan diri dari
pengamatan perkembangan wilayahnya yang khusus. Kediri. Karena
Kediri tetap masih saja di bayangi oleh kebesaran masa lampaunya.
2734 Namun dalam tataran pemerintahan seterusnya, Singasari
memancar di seluruh bumi Nusantara menjelang hari- hari yang
cerah. Tetapi persoalan-persoalan yang kemudian tumbuh adalah justru
karena kemudaan mereka. Seperti umumnya usia muda seorang
laki-laki akan selalu tersangkut masalah sisihan. Dan masalah wanita
kadang-kadang akan membawakan persoalan yang tersendiri.
oooOOOooo TAMAT Bersambung ke Seri Panasnya Bunga Mekar 2735 IKUTILAH CERITERA SELANJUTNYA YANG AKAN SEGERA
DIWEDAR. DALAM SERI : PANASNYA BUNGA MEKAR.
CERAHNYA matahari pagi telah mewarnai Singasari. Seolah-olah
tidak ada lagi kesulitan yang bakal mengabut di seluruh daerah
Singasari sepeninggal Linggapati dan Empu Baladatu.
Niat sepasang anak muda yang memerintah Singasari untuk
mengangkat Mahisa Bungalan menjadi seorang Senapati, telah
diterima dengan senang hati. Bukan saja oleh Mahisa Bungalan. dan
ayahnya Mahendra, tetapi juga oleh para prajurit dan Senapati yang
lain, yang telah melihat, apa yang pernah dilakukan oleh anak muda
itu. Namun dalam pada itu, Mahisa Bungalan masih mohon
kesempatan untuk memuaskan masa-masa mudanya dengan
bertualang, jika ia sudah menerima pengangkatannya, maka ia akan
terikat. Ia akan berada di suatu tempat bersama sepasukan prajurit
untuk melakukan tugas-tugas tertenu. Sulit baginya untuk
meninggalkan pasukannya, menjelajahi padesan, bagaikan
menghitung setiap pintu rumah.
"Kau memerlukan waktu berapa hari?" bertanya Ranggawuni.
"Mungkin sebulan, tetapi mungkin setahun, tuanku." jawab
Mabisa Bungalan. Ranggawuni dan Mahisa Cempaka menyadari bahwa ia tidak
akan dapat mengekang jiwa Mahisa Bungalan yang bagaikan burung
di udara itu. Ia masih ingin mengarungi luasnya angkasa dan
panjangnya lurah di pegunungan.
"Baiklah Mahisa Bungalan." berkala Ranggawuni, "Seandainya
aku memaksa mengikatmu dalam satu tugas tertentu, maka kau
akan merasa tersiksa. Kau akan merasa seperti seekor burung yang
bagaimanapun perkasa sayapnya, namun hidup di dalam sangkar
tertutup." 2736 Mahisa Bungalan hanya menundukkan kepalanya saja.
"Bagaimana pendapat ayahmu, pamanmu Witantra dan
pamanmu Mahisa Agni?" bertanya Mahisa Cempaka.
Mahisa Bungalan menarik nafas dalam-dalam. Jawabnya, "Ampun
tuanku. Paman-paman hamba menyerahkan semuanya kepada
hamba sendiri." Mahisa Cempaka mengangguk-angguk. Katanya, "Jika demikian,
benarlah kata kakanda Ranggawuni. Puaskanlah dengan
petualangan yang panjang untuk menambah pengalaman dan
mematangkan ilmu yang pernah kau miliki. Bahkan mungkin kau
akan dapat menambah kemampuanmu dengan pengalamanmu yang
mungkin tidak terduga sebelumnya. Namun demikian, jangan
meninggalkan kewaspadaan. Kau harus selalu berhati-hati di
perjalanan, karena bahaya akan dapat saja menyergapmu dari
segala arah." "Niat hamba bukannya mencari musuh tuanku." berkata Mahisa
Bungalan, "Mungkin ada satu dua orang tua yang memiliki kelebihan
pengetahuan lahir dan batin yang dapat hamba sadap ilmunya bila
dikehendakinya." Ranggawuni tersenyum. Katanya, "Aku percaya akan niatmu itu.
Tetapi kau yang tentu lebih banyak mempunyai pengalamanmu
petualangan akan dapat mengerti, betapa kemungkinan yang tidak
kita kehendaki dapat terjadi setiap saat. dan disegala tempat."
Mahisa Bungalan menundukkan kepalanya semakin dalam.
Katanya, "Hamba tuanku. Dan hamba memang melihat
kemungkinan-kemungkinan itu."
"Justru karena itu, maka petualangan memang sangat menarik
bagi anak muda." sahut Mahisa Cempaka, "Jika aku tidak terikat
pada kedudukanku, alangkah senangnya mengikutimu."
"Ah, tentu tidak bagi tuanku." jawab Mahisa Bungalan. "Tuanku
sudah dilahirkan untuk berada di dalam istana. Ilmu yang
2737
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bagaimanapun juga akan tuanku dapatkan. Tuanku dapat
memanggil s iapa saja yang tuanku kehendaki."
"Itulah sulitnya Mahisa Bungalan." berkata Ranggawuni, "Aku
dapat memanggil s iapa saja. Tetapi siapa saja itulah yang tidak aku
ketahui. Mungkin beberapa orang petugas sandi akan dapat
menyebut. Tetapi apakah ada hubungan batin yang timbal balik
antara aku dan orang-orang yang hanya disebut namanya itu,
agaknya menjadi persoalan pula di dalam pewarisan ilmu.
Seseorang yang karena terpaksa, bukan atas sentuhan batinnya,
tentu tidak akan dapat mewariskan ilmunya sampai tuntas. Tentu
masih ada yang tersisa di dalam dirinya yang sengaja atau tidak
sengaja, tetap dirahasiakannya."
Mahisa Bungalan mengangguk-angguk. Ia sadar sepenuhnya
bahwa yang, dikatakan oleh Ranggawuni itu memang benar. Karena
itu, maka ia tidak membantahnya.
"Mahisa Bungalan." berkata Ranggawuni selanjutnya, "Aku
hanya dapat memberimu bekal doa keselamatan. Tetapi kau tentu
tidak akan meninggalkan Kota Raja sampai satu atau dua tabun
tanpa menengoknya barang dua tiga kali."
"Tentu tuanku. Seperti yang pernah aku lakukan, aku akan
berada di rumah antara tiga atau empat bulan sekali. Beristirahat
sebentar, kemudian berangkat kembali. Mungkin aku akan pergi
bersama ayah dalam hubungan jual beli batu-batu dan permata
serta besi-besi aji. Namun biasanya ayah selalu mamisahkan diri."
"Siapakah sebenarnya yang memisahkan diri?" bertanya
Ranggawuni. Mahisa Bungalan termangu-mangu sejenak. Namun kemudian ia
pun tersenyum. Jawabnya, "Mungkin ayah, tetapi mungkin pula
hamba." "Baiklah Mahisa Bungalan." berkata. Ranggawuni kemudian,
"Sebaiknya kau juga minta diri kepada Lembu Ampal yang menjadi
semakin tua pula. Sebentar lagi ia akan menjadi pikun dan tidak lagi
2738 dapat mengendalikan prajurit-prajurit yang berada di bawah
perintahnya." "Hamba tuanku. Hamba akan menemuinya dan. minta diri
kepadanya. Paman Lembu Ampal tentu masih akan bertahan pada
keadaannya sampai beberapa tahun lagi."
Dengan demikian, maka Mahisa Bungalan ternyata masih mohon
waktu beberapa saat, sebelum ia mengikat diri dalam lingkungan
keprajuritan. Ia masih ingin mengikuti keinginannya untuk
menjelajahi gunung dan ngarai. Bertemu dengan orang-orang yang
jauh terpencil, tetapi juga berusaha menghadap para pertapa yang
dapat, memberikan banyak petunjuk kepadanya, lahir dan batin,
untuk melengkapi bekal di hari-hari yang panjang.
Ketika Mahisa Bungalan bertemu dengan Lembu Ampal, maka
orang tua itu berkata, "Ada-ada saja kau Mahisa Bungalan. Apakah
masih kurang ilmu yang kau miliki, atau kau masih selalu dikuasai
oleh keinginan untuk bertualang?"
"Aku akan menuruti keinginanku sampai tuntas agar aku tidak
menyesal dikemudian hari. Baru kemudian aku akan mengikatkan
diri pada kewajiban yang berat dan tidak dapat dilakukan sambil lalu
saja. Seorang prajurit harus bertanggung jawab pada kewajibannya.
Sementara aku masih ingin berbuat sesuatu atas keinginan pribadi
semata-mata." "Agaknya itu adalah keinginan wajar dari anak-anak muda.
Tetapi kau wajib dapat mengendalikan dirimu. Jangan kau turuti
saja kehendak hati, karena tidak terasa, umurmu akan semakin
meningkat. Pada saatnya kau akan sampai pada batas kebebasan
seorang anak muda. Kau akan berkeluarga, dan kau akan
bertanggung jawab atas keluargamu, karena itu, maka kau harus
mempertimbangkan banyak masalah. Juga masalah hidup
berkeluarga. Kau tidak akan dapat menjalaninya dengan
petualangan, meskipun ada juga yang melakukannya."
Mahisa Bungalan tersenyum. Katanya, "Aku akan selalu
mengingatnya, paman. Aku akan mempersiapkan diri menghadapi
2739 masa- masa yang lain dari masa-masa muda ini. Tetapi tidak
sekarang." Lembu Ampal menepuk bahu anak muda itu. Sekilas teringat
olehnya, seorang anak muda yang dengan petulangnya, justru telah
membawanya kejalan lurus kesinggasana Tumapel dan seterusnya
menguasai seluruh Singasari. Meskipun kemudian masih harus
timbul pertumpahan darah karena kutuk seorang Empu yang
terbunuh oleh keris yang dibuatnya sendiri.
Lembu Ampal menarik nafas dalam-dalam. Semuanya itu tinggal
merupakan ceritera yang sangat menarik.
"Aku akan selalu berdoa untukmu." berkata Lembu Ampal ketika
ia melepas Mahisa Bungalan pergi.
Di rumah Mahisa Bungalan masih harus mendengarkan nasehat
ayahnya, pamannya Witantra dan Mahisa Agni. Bahkan semuanya
menasehatkan agar ia tidak terlalu menuruti kata hatinya saja.
"Aku akan mengendalikan diri, ayah. Pada suatu saat aku akan
terikat oleh beberapa kewajiban. Mungkin aku akan menjadi
seorang prajurit seperti yang pernah aku sanggupkan kepada
tuanku berdua di istana Singasari. Tetapi disamping itu aku pun
akan terikat dalam suatu ikatan keluarga Pada saat itu, aku tidak
akan mempunyai kesempatan lagi untuk bertualang, melihat luasnya
bumi dan menyelusuri panjangnya sungai."
Tidak ada yang dapat mencegah Mahisa Bungalan. Karena itu,
maka orang-orang tua yang melepasnya pergi, hanya dapat
memberikan beberapa pesan dan petunjuk.
"Tidak lama lagi, ayah juga akan pergi." berkata Mahendra.
"Ayah beruntung dengan pekerjaan ayah." berkata Mahisa
Bungalan. "Ada dua pekerjaan yang dapat ayah lakukan dalam satu
perjalanan. Mencari nafkah, dan sekaligus bertualang ke tempattempat
yang jauh." "Ah." berkata Mahendra, "Yang penting bagiku, bagaimana aku
mendapat nafkah dengan perjalananku. Aku tidak pernah
2740 menganggap perjalanku sebagai suatu perulangan. Aku melakukan
perjalanan dengan sungguh-sungguh dan perhitungan yang
matang. Aku tidak sekedar mengikuti hasrat hati. Bahkan kadangkadang
aku harus pergi ke tempat yang, tidak aku sukai, karena aku
mendapat pesanan jenis batu-batu berharga atau semacam pusaka
dari jenis senjata atau sekedar berupa wesi aji yang tidak
berbentuk." oooOdwOooo Bersambung ke Seri Panasnya Bunga Mekar
Koleksi: Ki Ismoyo Scanning: Ki Arema Convert&Editing: Ki Mahesa
Recheck: Ki Arema Tukar Tubuh 3 Roro Centil 17 Pedang Asmara Gila Peristiwa Merah Salju 8