Pencarian

Sembilan Bintang Biru 4

Goran Sembilan Bintang Biru Karya Imelda A. Sanjaya Bagian 4


Gadis itu tampaknya mendengar ucapannya tapi ia hanya menatap Orphann dengan dingin. Orphann menghentakkan tangannya dan berhasil menangkap tangan Xin Ai. Hanya Xin Ai.
Tubuh Bao Qui yang mungil terbawa pusaran ke cabang tersebut, terlepas dari Xin Ai. ia menjerit jerit panik. Aniki menoleh ke belakang dan melihat Panglima Sam sudah berada di belakangnya dan tampaknya berniat mencekiknya. Ia menundukkan kepala dan menjulurkan tangannya yang satu lagi menggapai tangan Xin Ai.
Xin Ai melepaskan pegangan Aniki dan malah menampar Orphann dan Aniki bergantian.
"Beraninya kalian menyentuhku!"
Orphann geram. Ia balas menampar Xin Ai sampai gadis itu pingsan. Aniki melihat beberapa cabang yang terus terbelah-belah. Konsentrasi, Aniki, pikirnya. Konsentrasi ke tempat yang paling kauinginkan.
Ia menarik Orphann-yang menarik tubuh Xin Ai-menuju lorong tersempit. Setelah itu, tenaganya habis dan ia pasrah membiarkan tubuh kurusnya terombang-ambing dalam pusaran, masih bergandengan dengan Orphann dan Xin Ai.
* * * TUBUH MEREKA terlempar ke sebuah tanah lapang berbentuk lingkaran. Aniki bangkit setelah Orphann. Orphann tertatih-tatih mendekati tubuh Xin Ai yang terlempar paling jauh dari mereka.
"Hei, bangun, gendut!" katanya menggoyang-goyangkan tubuh Xin Ai. Tidak ada reaksi. Aniki menghampiri mereka, lalu berlutut di sebelah Xin Ai.
"Dia pingsan." "Ya, aku tahu!" jawab Orphann kesal.
"Kurasa kita bisa memberinya napas buatan."
"Napas buatan" Bagaimana caranya""
"Kau tekan dada kirinya berulang-ulang sambil memberi napas lewat mulut."
"Aku" Mengapa bukan kau"" Orphann mendadak kesal terhadap ide cemerlang Aniki.
"Aku tidak mau menyentuhnya."
"KAUPIKIR AKU MAU"" Orphann meradang.
"Harus ada yang melakukannya sebelum ia mati."
"Biar saja. Lebih baik begitu."
"Dia bisa melihat tembus tembok. Kau memerlukannya dalam perang," Aniki memberi alasan yang membuat Orphann terpaksa mendekati Xin Ai.
"Kau bilang bagaimana tadi caranya""
"Tekan dada ..."
PLAK! Tahu-tahu pipi Orphann sudah ditampar Xin Ai. Gadis itu bangkit dengan wajah merah padam menahan marah.
"Tadi menyentuh tanganku! Sekarang mau menyentuh dadaku! Kulaporkan pada Ayahanda baru tahu rasa!"
"Ini bukan negerimu, gadis aneh!" Orphann jengkel habis-habisan. Ia masih mengomel panjang, "Dasar! Pakai berlagak pingsan lagi!"
"Lalu ini di mana"" tanya Xin Ai takut-takut. Serentak, mereka bertiga melihat sekeliling. Lingkaran tanah lapang tempat mereka berada dikelilingi pohon-pohon kurus berbatang dan berdaun kelabu. Pohon-pohon berduri itu
tingginya mencapai puluhan meter menjulang ke langit. Daun daunnya yang panjang dan lembut menutupi langit sehingga tempat itu gelap dan menyeramkan.
"Tempat apa ini"" Aniki melirik Orphann.
"Kurasa kita berada di Planet Vida. Kita berada di tengah Hutan Rotan Kelabu," jelas Orphann yakin.
"Di tengah Hutan Rotan Kelabu" Bukankah ular-ular yang waktu itu ..."
Aniki belum selesai bicar
a saat terdengar suara desisan bersahut-sahutan. Mereka menoleh ke sekeliling dan melihat ribuan ular berwarna kelabu muda sudah mengintai di balik pohon-pohon rotan yang rapat.
"Aku benci binatang itu," Xin Ai mengomel, mengangkat rok baju tradisional Ching-nya lalu berlari tanpa menunggu rekan-rekannya. Tanpa disuruh, Orphann dan Aniki mengikuti jejaknya: berlari kesetanan.
Xin Ai tidak bisa melupakan bagaimana kepala ular-ular itu yang naik dan menjulur-julur saat mengejar mereka. Warna kelabu muda yang menjijikkan ditambah desisan mereka yang tiada henti mengganggu konsentrasinya.
Kulitnya yang dirawatnya dengan telaten sejak bayi tergores duri rotan di sana-sini. Pakaiannya yang bagus robek dan sekarang compang-camping.
Dua bocah laki-laki yang tadi berlari bersamanya sudah jauh meninggalkannya di depan. Mereka sepertinya tidak mau menengok-nengok ke belakang untuk sekadar memastikan keadaannya. Tapi, yang paling menyiksanya adalah keberadaan Bao Qui. Di mana pelayan setianya itu berada"
Ini semua gara-gara Master Sam yang berengsek. Si durjana itu telah membawanya ke berbagai tempat dan waktu yang seharusnya tidak ada hubungannya dengan
dirinya. Bintang biru" Mengapa kelebihan itu begitu diributkan dan diperebutkan" Mengapa Kubilai Khan ingin membawa mereka bertiga ke kerajaannya" Saking kesalnya tidak sadar Xin Ai berlari sambil menangis.
Tubuh lelahnya terjatuh di tanah. Ular-ular itu kian mendekat, sementara ia masih berusaha bangkit.
Aniki menyadari bahwa Xin Ai sudah tidak berada tepat di belakangnya. Ia menghentikan larinya dan menoleh ke belakang. Pemandangan mengerikan terpentang di hadapannya. Ribuan ular kelabu yang memperlambat pengejaran mereka sedang melata mendekati Xin Ai yang masih bersimpuh.
Aniki berlari menghampiri Xin Ai, dan berusaha membantunya bangkit.
"Ayo, ular-ular itu semakin dekat."
Xin Ai menggeleng, "Aku tidak sanggup berdiri. Tungkaiku terasa lemah. Kalian pergilah."
Orphann yang sudah berada jauh di depan baru menyadari apa yang sedang terjadi. Ia mendekat kepada mereka dengan jantung berdebar. Ular-ular itu semakin dekat sekarang.
Aniki tidak mengganggu Xin Ai lagi. Ia mundur dan menjauh. Orphann kebingungan antara harus memarahi Aniki atas ketegaannya atau menolong Xin Ai. Dengan geram ia menarik tubuh Xin Ai, memindahkannya ke atas punggungnya. Kali ini tidak ada perlawanan dari putri yang sok itu. Ia terlalu lemah untuk memprotes.
Dengan tertatih, Orphann berlari sebisanya dengan tubuh gemuk Xin Ai di atas punggungnya. Jika mereka selamat, ia berjanji akan mencekik Aniki.
Ular-ular itu sepertinya sudah hampir menyentuhnya saat terdengar suara ledakan dahsyat di belakangnya.
Setelah itu, cairan lengket berlendir dan berbau amis berjatuhan dari langit seperti hujan yang membuat Orphann dan Xin Ai kuyup. Orphann bisa mendengar suara Xin Ai yang batuk karena tersedak jus ular kelabu.
Sisa ular yang kini kurang dari separuh dengan cepat berbalik merayap ke arah mereka datang semula.
Aniki menurunkan telapak tangannya dengan tenang, lalu berbalik dan berjalan dengan tenang mendahului Orphann dan Xin Ai. Orphann tidak tahu harus berkata apa. Ia membenci terima kasih atau permintaan maaf, jadi ia mengencangkan pegangan Xin Ai di lehernya dan berbisik kepada Xin Ai,
"Kita berutang nyawa padanya, Nona."
* * * MEREKA SUDAH melewati kaki Gunung Ka dan berhasil mencapai gua hitam sejam setelahnya. Orphann menaruh tubuh Xin Ai di lantai gua dan meminta seorang gadis cilik Theft Ryder mengambilkan air untuk membersihkannya. Sue masuk dengan tergopoh- gopoh dan langsung memarahi Orphann.
"Ke mana saja, kau" Sudah hampir tiga bulan kau menghilang!"
"Tiga bulan"" Orphann tidak mengerti. Pasti lorong waktu itu yang telah menyia-nyiakan waktu mereka. Orphann lalu melemparkan pandangan kesal pada Aniki yang masih diam memulihkan tenaga. Aniki membuang mukanya, tidak berminat bertanggung jawab.
"Seharusnya kami baru pergi beberapa hari," jelas Orphann pada Sue.
Sue tidak percaya. Ia melotot.
"Kau hanya mau kabur, kan""
Orphann tidak sedang ingin berdebat. Ia menepiskan Sue, lalu beranjak ke luar. Deng
an semua lender dan bau ini, ia ingin mandi di Danau Vaes selama mungkin. Sue yang kesal karena diacuhkan, lalu mendapati ada 'benda asing' di sana. 'Benda asing' itu sedang dibersihkan oleh gadis yang disuruh Orphann tadi.
"Siapa dia"" tanyanya pada Aniki.
"Dia" Oleh-oleh kami dari masa lalu."
* * * "LORONG WAKTU itu memang ada," jelas Aniki kepada Kaze kemudian.
"Mungkin kau benar. Tapi karena bermain-main dengannya, kalian sudah kehilangan waktu selama hampir tiga bulan."
"Kami berhasil membawa Xin Ai, pasti dia bisa membantu di dalam perang. Dia juga termasuk 'yang disinari'." "Apa mungkin"" Kaze tampak tidak yakin. "Mengapa tidak""
"Yang disinari mendapatkan keistimewaannya dari darah dan keturunan. Dia bahkan bukan orang Vida."
"Apa hebatnya menjadi orang Vida" Kau sendiri yang mengatakan bahwa sejak dulu sudah ada ribuan orang yang 'disinari' termasuk di Bumi."
"Di Vida keistimewaan itu berharga, Aniki. Hanya keturunan Goran yang memilikinya, itu pun tidak semuanya."
"Jadi bagaimana jika Orphann kebetulan tidak memiliki kekuatan itu" Apakah kalian akan mencari Putra Mahkota lain""
Kaze tidak menjawab. Tiba-tiba sebuah kesadaran menyentuh Aniki. Jika hanya keturunan Goran yang memiiikinya berarti ia adalah ... dan Kaze ada/ah ... Sungguh sebuah kesimpulan yang mendebarkan. Semoga saja ia salah.
Kaze mengibaskan jubahnya, lalu menghilang. Aniki terpaku beberapa saat sampai terdengar sebuah langkah diseret mendekatinya. Xin Ai. Ia tampak terguncang.
"Aniki, tahukah kau bagaimana caranya mencari Bao Qui""
Aniki menggeleng. Xin Ai tampak makin putus asa.
"Aku takut ia terlempar ke tempat yang tidak dikenalnya, di masa yang mengerikan dan sendirian. Aku bertanggung jawab atas hal yang menimpanya."
"Doakan saja ia berada di tempat yang lebih baik dari sebelumnya."
"Kurasa aku memang tidak bisa melakukan hal lain selain itu," jawab Xin Ai lesu.
* * * DI SUATU negeri kecil yang damai dan makmur di abad ke-12, di selatan Cina. Rakyat negeri itu sedang melakukan upacara doa pada patung Dewi di sebuah kuil besar. Patung Dewi sedang membuka telapak tangan itu dipenuhi berbagai hiasan dari bunga.
Pendeta memimpin doa sambil berkomat-kamit, lalu setelah tampak mendapat ilham ia bersabda,
"Dewi berkata padaku bahwa Ia akan mengirimkan kepada kita utusannya. Seorang wakil Dewi di Bumi untuk mengawasi kita. Kita harus menghormati dan melayani utusan itu sebaik mungkin."
Semua penduduk menyembah sambil berseru serempak,
"0000 DEWI, KIRIMKANLAH UTUSANMU!"
Tiba-tiba datang angin kencang ke area kuil. Patung Dewi setinggi tujuh meter itu sampai bergoyang-goyang karena kuatnya angin tersebut. Para penduduk terkesiap. Bertanya-tanya apakah ini pertanda dari Sang Dewi.
Sebuah lubang pusaran angin muncul dan BLUK! Jatuhlah seorang gadis bertubuh kecil tepat di atas telapak tangan Sang Dewi. Sejenak ia tampak linglung, lalu kemudian dengan lincah ia melompat turun dari telapak tangan Dewi dengan gerakan akrobatik. Penduduk langsung bersorak-sorai melihat kehadirannya. Pendeta menghormat kepadanya dengan takzim .
"Yang Mulia Utusan Sang Dewi, bagaimana kami memanggilmu""
"Eh, namaku Bao Qui," gadis itu masih kebingungan.
"Hormat kepada Bao Qui Sang Utusan Dewi!" Pendeta memimpin dan semua penduduk mengikutinya menghormati utusan Sang Dewi. Seumur hidupnya, belum pernah Bao Qui tersenyum begitu lebar seperti sekarang.
* * * PANGLIMA SAM dan pasukan terlempar ke tempat yang samar-samar dikenalnya. Danau Dalay! Berarti ia sudah pulang ke rumah. Ia melihat ke sekeliling dan tidak mendapati tiga bocah pemilik bintang biru itu bersama mereka. Kelelahannya belum terbayar, tapi setidaknya ia bisa melapor kepada Kubilai Khan tentang perjalanannya. Seorang penggembala lewat bersama kambing kambingnya. Tampaknya, Panglima Sam mengenalnya juga, tapi samar-samar. Ia memanggilnya.
"Pak! Apakah Anda tahu di mana aku bisa membeli kuda" Aku harus segera pergi ke Cambuluc."
Reaksi yang didapatnya mengecewakan. Penggembala itu tampak kebingungan.
"Cam ...apa" Aku baru mendengar tempat itu."
"Ibukota Mongol Raya. Aku dan pasukanku harus menemui Yang Mulia Khan.
" Aneh, rasanya percakapan ini juga pernah terjadi sebelumnya.
"Ini Cina, Tuan. Jika Anda ingin menemui Yang Mulia Kaisar Anda harus ke Beijing."
Penggembala itu berlalu dengan wajah jengkel. Sejenak Panglima Sam dan anggota pasukannya saling pandang kebingungan. Sesaat kemudian, Panglima Sam menyadari masa dan tempat di mana mereka berada. Tak terasa air matanya jatuh meleleh di pipinya.
demi hari eksekusi SEPULUH RIBU anggota pasukan Jas Hujan Putih sedang berlatih tombak illastic, senjata andalan mereka di belakang Gunung Ka. Sisanya secara terpisah dan terpencar melatih kemampuan lainnya di tempattempat berbeda. Mengumpulkan seratus ribu orang sekaligus di satu tempat bukan hal bijak mengingat pengawasan yang ketat dari pihak Goran. Keterpencilan kompleks Hutan Pinus Hitam, Gunung Ka, Gua Hitam, dan Hutan Bambu Merah tidak menjamin bebasnya latihan mereka dari intaian pemerintah.
Para Theft Ryder membenci latihan perang. Mendapat tetangga baru secara tiba-tiba saja sudah membuat mereka terganggu, apalagi jika harus melakukan latihan yang membosankan dan ikut berperang.
"Bagaimana mengajari anak buahmu berlatih senjata" Mereka uring-uringan terus-menerus dan tidak pernah serius!" Zabb memarahi Orphann.
"Mereka bukan anak buahku. Mereka teman-temanku. Lagi pula, mengapa mereka harus serius" Ini bukan perang mereka." Orphann menjawabnya acuh tak acuh.
"Bukan perang mereka" Katakan pada mereka, jika kita menang maka kehidupan di Vida akan lebih baik bagi mereka!" Zabb geram sekali atas ketidakpedulian Orphann.
"Apa iya" Apakah nanti kami boleh mencuri sepuasnya""
"Mengapa harus mencuri jika kalian bisa hidup dengan layak!"
"Karena ... bagi kami itulah kehidupan yang lebih baik. Bagaimana menurutmu"" Orphann menantangnya terang-terangan.
Zabb maju dan mencengkeram baju Orphann dengan marah. Tubuh kecilnya tidak membuatnya takut kepada Orphann.
"Dengar, bocah sombong. Kedudukanmu sebagai calon Putra Mahkota tidak membuatku takut sedikit pun. Setidaknya, ada tiga calon lain yang bisa menggantikan kedudukanmu sewaktu-waktu. Sekarang, kaubujuk teman-temanmu ikut berperang bersama kami atau kalian mungkin tidak akan pernah melihat orangtua kalian lagi, selamanya."
Zabb melepaskan cengkeramannya dan berlalu pergi. Orphann masih terpaku di tempatnya. Ia masih berusaha mencerna kata-kata Zabb barusan. Bukan perang itu yang mengganggunya, tapi siapakah tiga orang calon lain yang dimaksudkan Zabb"
Keesokannya, Orphann berhasil mengumpulkan teman temannya di depan Gua Hitam. Gemuruh air terjun yang memercikkan kabut air hitam makin deras akhir-akhir ini. Pertanda air dari sungai di Gunung Ka makin deras dan mungkin akan terjadi banjir. Para Theft Ryder mengira mereka dikumpulkan untuk segera mengungsi. Mereka kadang-kadang terpaksa harus melakukannya.
Orphann berdiri di atas batu besar berwarna hitam. Lumut hitam di atasnya membuat licin dan Orphann nyaris terpeleset karenanya. Sorakan riuh para Theft Ryder yang meledeknya membuatnya tersipu sejenak.
"Teman-teman, terima kasih telah hadir di sini. Aku tidak bisa menjanjikan hari depan yang lebih baik atau kemenangan dalam perang nanti. Tapi, aku di sini
memohon kepada kalian ...."
Suasana hening. Semua menunggu. Orphann mengepalkan tangannya ke atas dan berteriak, "PINJAMKAN TENAGA KALIAN!!!!"
Dalam sesaat, sorak-sorai riuh memenuhi udara. Ratusan kepalan tangan diacungkan ke udara pertanda setuju. Orphann menarik napas lega. Ia melirik kepada Soil yang berdiri di sudut tersembunyi di bawah sebuah pohon. Seumur hidupnya, baru kali ini Orphann melihat gadis itu tersenyum, tipis sekali.
* * * PARA THEFT Ryder diberikan pakaian baru dan dipaksa mandi. Varunk juga membuatkan mereka past identitas yang membuat mereka bisa berkeliaran di dalam kota-kota di dalam planet. Banyak tugas yang harus mereka lakukan, jadi mereka mesti berpenampilan seperti para borguic supaya tidak dicurigai apalagi ditangkap.
Sepuluh Theft Ryder pertama diminta menyusup ke terowongan-terowongan bawah tanah tempat saluran air, gas, dan listrik berada. Ada beberapa hal yang harus 'diubah' di situ. Para Theft Ryder
ini harus berani menghadapi ular-ular dan tikus-tikus got Vida yang berukuran raksasa. Belum lagi petugas inspeksi yang sekali-sekali memeriksa.
Sepuluh Theft Ryder kedua harus memeriksa semua sumber air dan bendungan di planet dan melakukan pembendungan di beberapa tempat tanpa diketahui. Sepuluh berikutnya melakukan beberapa hal di perkebunan-perkebunan Vida. Sisanya melakukan 'pekerjaan-pekerjaan' di gudang pusat makanan Vida,
rumah-rumah penduduk, komputer mainframe, dan pusat data Vida terutama yang menyangkut pelayanan publik. Yarunk telah memberi mereka kata kunci yang bisa memanipulasi data.
Orphann termasuk ke dalam kelompok yang merusak perkebunan-perkebunan. Aniki ikut bersamanya.
"Aku benci hal ini," katanya pada Aniki sambil menuangkan obat yang bisa mematikan seluruh perkebunan secara perlahan ke atas rumpun mawar. Mengapa mawar ini harus dibunuh juga" Ia suka wanginya.
Aniki tidak berkomentar. Tampaknya ia hamper ketiduran di atas hamparan mawar itu.
Terdengar suara-suara. Orphann dan Aniki segera tiarap di sela-sela batang mawar. Tiga orang keluar dari rumah keluarga Kann, rumah yang kebun mawarnya sedang mereka kunjungi sekarang.
"Ya, ampun. Mawarmu bahkan lebih indah dibandingkan tahun lalu!" terdengar suara perempuan memuji. Orphann merasa mengenali suara itu sehingga ia sedikit mengangkat kepalanya. Aniki mengikuti gerakannya.
Tenggorokan Orphann tercekat. Ia melihat Summa sedang berjalan bersama seorang laki-laki muda dari keluarga Kann sambil tertawa-tawa. Di sebelahnya seorang gadis lain berambut merah yang agak mirip dengannya tampak mengikuti dengan bosan. Melihat Summa membuat dada Orphann sakit.
"Kau pintar memuji Nona Yeero, apa ini ada hubungannya dengan proyek soarex itu." Tuh kan, benar"
"Aku kan belum selesai bicara, Guuz. Aku bilang mawarmu lebih indah dari tahun lalu, tapi tetap tak seindah mawar-mawarku."
"Sialan." Terdengar suara tawa renyah Summa. Aniki melirik Orphann dan bisa melihat bibir Orphann bergetar marah.
"Kita pergi dengan merayap," Aniki membuat kepu-tusan sendiri dan mulai merayap mundur. Tiba-tiba, dari balik baju Orphann pelacak mini bermata birunya melompat keluar dan melonjak-lonjak, berlari menuju Summa, dan menggonggong manja di sana.
Orphann dan Aniki panik dan langsung merayap mundur dengan kecepatan kilat. Kabur.
Summa, Guuz, dan gadis lain berambut merah itu terkejut mendapati sebuah pelacak mini sedang menggelayut manja di tangan Summa. Summa menarik benda itu ke dalam pelukannya dan memerhatikannya. Matanya biru. Langka.
Ia tersenyum. Benda ini kusam sekarang, tapi masih berfungsi. Orphann menjaganya dengan baik.
Guuz panik. "Ada penyusup di sini. Aku harus memanggil para Beck." Ia hampir mengeluarkan alat komunikasinya saat tangan Summa mencegahnya.
"Tidak ada penyusup. Ini hanya pelacak mini yang kehilangan tuannya. Sudah, kita kembali lagi ke dalam. Kebun mawarmu membuatku bosan." Summa menarik tangan Guuz yang sesekali masih menengok ke belakang dengan gelisah.
Orphann masih cemberut di atas ladakh carpnya beberapa mil dari rumah Kann. Aniki yang sekarang sudah lumayan bisa menaiki benda itu meliriknya hati-hati.
"Kau bisa menabrak kalau tidak konsentrasi."
"Peduli amat!" "Apa karena gadis berambut merah itu"" "Ya. Aku percaya padanya dan ia hanya menginginkan Soarex. Kaulihat tadi ia tertawa-tawa saat memuji kebun
mawar keluarga Kann itu!" "Siapa gadis itu""
"Dia! Gadis yang waktu itu kaulihat sedang mengambil Soarex di gua. Atau ...." Orphann menatap Aniki sengit. "... kau hanya mengada-ada""
"Bukan dia yang kulihat di sana, tapi gadis satunya yang berdiri agak ke belakang."
"APA!" Orphann, menghentikan laju ladakh carpnya, hanya mengapung di udara. Aniki yang belum bisa mengerem kebablasan, lalu kembali lagi menghampiri Orphann.
"Ada apa lagi""
"Kauhilang gadis satunya, yang berambut merah juga"" mendadak Orphann kelihatan agak senang. "Benar. Mungkin adiknya."
"Eh, Aniki. Menurutmu bagaimana jika ia tahu bahwa sebagai calon Goran aku juga mempunyai banyak soarex""
Aniki tidak berselera dengan masalah cinta. Lagi pula, sekarang mereka harus kembali bek
erja. "Orphann, kau harus memikirkan cara lain yang lebih romantis untuk menyatakan cinta."
"Misalkan""
"Mati untuknya. Bagus, kan"" Aniki lalu melaju duluan meninggalkan Orphann yang memaki-makinya di belakang.
Jauh di belakang, di kebun bunga keluarga Kann, Jenna-putri kedua Veero-masih menoleh ke belakang. Ia tahu kakaknya sengaja menutupi keberadaan Theft Ryder itu karena alasan pribadi.
Ia sudah mengawasi gerak-gerik Theft Ryder setahun belakangan ini dan pertemanan Summa dengan Theft Ryder itu akan mengganggu pekerjaan rahasianya.
Ia mengangkat pergelangan tangannya dan bicara
pada alat komunikasi yang melingkar di sana.
"Katakan pada Pangeran Patrizt bahwa mereka sudah sampai ke perkebunan penduduk."
"Apakah hal itu perlu dikhawatirkan"" sebuah suara di seberang sana terdengar dari alat itu.
"Hari eksekusi sudah dekat. Berhati-hatilah," balas Jenna.
Dari kejauhan Summa memerhatikan Jenna. Sesuatu yang rahasia sedang dilakukan Jenna sekarang dan tampaknya berhubungan dengannya dan Orphann. Jenna yang sadar diperhatikan menoleh dan sambil tersenyum mendatangi kakaknya.
"Kita pulang, Summa""
"Tentu," jawab Summa sambil berusaha tersenyum sewajar mungkin. Mereka berjalan bersama sambil menyimpan kebohongan masing-masing.
* * * RAPAT RAHASIA sedang berlangsung. Zabb yang memimpinnya. Aniki duduk menyimak di pojok ruangan, tempat ia berusaha menahan kantuk, sedangkan Orphann tampak luar biasa bosan. Bayangan rambut merah Summa yang berkilauan lebih menarik dibandingkan isi rapat ini. Satu-satunya orang muda yang tampak tertarik pada isi rapat hanyalah Soil. Itu pun tidak banyak berarti karena Soil tidak banyak mengerti isi rapat yang membahas strategi perang.
Rapat mendadak terhenti saat Xin Ai entah bagaimana masuk ke dalam ruangan rahasia di dalam Hutan Pinus Hitam. Zabb terang-terangan menunjukkan wajah tidak senangnya.
"Dia tidak perlu ada di sini."
"Dia tidak mengerti bahasa kita. Kurasa tidak apa-apa," jawab Soil.
Xin Ai tampaknya pura-pura tidak tahu bahwa kehadirannya tidak diinginkan di ruangan itu walaupun hampir semua orang melotot padanya. Dengan santai, ia melangkah menuju ruang senjata dan mengamati deretan senjata yang mengagumkan.
"Aku tidak akan meneruskan rapat jika dia ada di sini," Zabb ngambek.
"Aku membutuhkan bantuannya. Jika kau tidak bersedia menerimanya, rapat tidak akan pernah berlangsung karena dia akan terus berada di sini," Orphann membela Xin Ai dengan tenang walaupun alasan sebenarnya karena kehadiran Xin Ai bisa membuat rapat agak ramai. Zabb lalu melanjutkan rapat dengan gusar.
Xin Ai masih tetap menatap deretan senjata tapi pikirannya hanya kepada kata-kata Orphann tadi. Orphann tampak membelanya barusan. Apa mungkin Orphann melakukannya karena naksir padanya " Memang susah jadi orang cantik.
Pikiran Xin Ai yang semula dipenuhi dengan keinginan untuk kembali ke masanya mendadak tergantikan dengan rencana baru. Ia bisa tinggal dan membantu Orphann di sini. Kedudukan sebagai putrid mahkota pasti akan sangat menyenangkan walaupun sebenarnya planet ini sangat aneh.
Diam-diam, Xin Ai bersandar di suatu pojokan sambil berusaha menyimak. Setidaknya, ia mengerti apa yang diucapkan Aniki dan Orphann.
"Tindakan memusnahkan seluruh persediaan makanan lawan termasuk menghancurkan kebunkebun penduduk
sangat kejam," kata Orphann. Mengacaukan semua sistem kehidupan di Vida demi hari eksekusi memang keterlaluan.
Zabb lalu berdalih bahwa hanya itu satu-satunya cara untuk membuat rakyat Vida marah dan membenci pemerintahnya sehingga membantu pemberontakan.
"Kalian tidak lebih baik daripada penguasa sekarang," Aniki menilai.
"Kelak kami tidak akan membuang orang miskin ke planet-planet buangan," Zabb menjawabnya dengan galak. Sikap dingin Aniki selalu membuatnya gelisah. Siapa yang bisa menduga apa yang sedang direncanakannya"
"Tidak ada yang bisa menjamin itu, tapi target pertama kita adalah membebaskan para terpidana dulu. Seratus ribu pertama akan dieksekusi beberapa ticklee lagi. Fokuslah ke sana," Kaze berusaha menengahi.
"Lalu, bagaimana rakyat bisa bertahan hidup apalagi membantu tanpa makanan" In
i pembunuhan pelan-pelan. Aku tidak menyetujuinya," Orphann masih protes, padahal kemarin ia ikut meracuni kebun-kebun.
"Satu-satunya cara membuat penduduk yang makmur agar memberontak adalah membuat mereka kelaparan. Orang yang lapar akan melakukan apa saja untuk makan, termasuk memberontak."
Tiba-tiba Xin Ai bersuara. Semua menoleh kepadanya. Selain Orphann, Kaze, dan Aniki tidak ada yang mengerti ucapannya, tapi Zabb bisa merasakan bahwa gadis itu justru sedang mendukungnya. Mendadak ia tertarik.
"Kauyakin mereka akan membantu kita"" Tanya Orphann pesimis. Selama ini Borguic hanya meremehkannya, mana mungkin mendadak mereka mau membantunya"
"Setidaknya mereka tidak akan mengganggu upaya
pemberontakan ini dan kau tidak akan perlu berhadapan dengan rakyat," Xin Ai meneruskan. "Tapi mereka akan kelaparan ..."
"Kau dan rekan-rekanmu juga kelaparan, kan" Kalian bisa bertahan hidup jadi mereka juga pasti bisa."
"Bagaimana kalau tidak bisa"" Orphann menatap tajam Xin Ai.
"Ini perang, Orphann. Bukan rangkaian bunga. Selain kemenangan, tidak ada hal yang indah dalam perang. Sisanya adalah darah dan air mata ... seperti yang ditumpahkan Ayah dan Kakekmu dulu."
Sejenak suasana hening. Walaupun Xin Ai bicara dalam bahasanya, semua mengerti bahwa Xin Ai sedang membujuk Orphann untuk bertahan dan tampaknya itu berhasil.
Orphann berbalik dan kembali menghadap peserta rapat yang sedang menanti dengan tegang.
"Ummm ... kurasa kita harus mengecek persiapan kita lagi," katanya.
Semua bernapas lega. Dari balik topengnya, Kaze mengamati Xin Ai. Aniki benar. Gadis ini memang banyak membantu, tapi Kaze tahu gadis ini tidak tulus. Ada yang diinginkannya sebagai imbalan. Kaze sedikit gelisah karena tidak bisa membaca pikirannya. Seperti Onatsu, Xin Ai bukan orang yang kehendaknya bisa ditebak dan diatur.
Repotnya, tidak seperti Onatsu, gadis ini kelihatan sekali sangat ambisius. Tanpa diduga-seolah tahu sedang diamati-Xin Ai menoleh dan balas menatap Kaze lama. Suatu pikiran dengan sengaja dikirimkannya pada Kaze:
"Aku tahu siapa dirimu."
KASTIL KUNING sedang mengalami kesibukan luar biasa
Berbagai menteri, jenderal, dan panglima mondar-mandir ke sana akhir-akhir ini.
Hal itu bisa dirasakan oleh Gunn, Theft Ryder yang ditugasi memata-matai Kastil Kuning. Semua pejabat yang menghadap selalu keluar dengan wajah cemas dan kembali lagi dengan wajah lebih cemas lagi.
Musim gugur akan tiba di planet ini dan itu berarti panen. Semua menteri diminta memaksimalkan penjagaan pada semua gudang dan lumbung. Tapi itu terlambat.
Kelompok pemberontak sudah berhasil melakukan pengacauan data jumlah persediaan, merusak kebun, dan merusak isi gudang dengan akses tak terduga: Menteri Pertanian dan Pangan Vida sendiri!
Menteri Waynner mengaburkan masa lalunya. Dia mengaku lahir dan besar di keluarga petani. Tidak ada seorang pun di pemerintahan yang curiga bahwa Waynner adalah anggota pemberontak. Ia kakak Yarunk.
Waynner harus sangat hati-hati dalam mengirimkan berita apa pun dari istana. Ia tidak bisa memercayai siapa pun selain dirinya sendiri karena jika ketahuan bukan hanya nyawanya sebagai taruhannya. Hukum baru di Vida menyatakan bahwa pemberontak akan dimusnahkan sampai ke semua keluarga dan keturunannya.
Waynner baru selesai melaporkan perkiraan hasil panen yang akan segera tiba ke Kastil Kuning. Pangeran Patrizt-pengganti sementara Goran XXI-tampaknya cukup puas akan laporannya dan segera mengusirnya pergi karena ia akan bicara dengan menteri pertahanan.
Waynner mundur perlahan sembari berusaha menangkap apa yang bisa didengarnya dari pembicaraan antara Pangeran Patrizt dan menteri pertahanan.
Ia membuat lipatan dari kertas kecil di sepanjang lorong kastil dan membuang kertas tersebut di luar gerbang kastil lalu buru-buru menaiki jet carpnya diiringi beberapa jet carp pengawal menteri.
Gunn melangkah santai sambil bersiul-siul mendekati gerbang kastil. Ia menjatuhkan ladakh carpnya, lalu memungutnya bersamaan dengan lipatan kertas tadi. Tanpa membukanya ia mengantonginya dan membawanya terbang ke Gua Hitam.
* * * MENTERI PERTAHANAN sedang menunduk di h
adapan Pangeran Patrizt. Pangeran Patrizt mendadak meminta melakukan sesuatu yang tidak pernah dikiranya.
"Yang Mulia, eksekusi sudah disiapkan sejak belasan tahun yang lalu. Melakukan hal itu bisa mengacaukan segalanya."
"Sudah belasan tahun yang lalu, karena itu pasti banyak orang yang sudah mengetahui detail acara eksekusi, bukan""
"Persiapan kita mengeksekusi mati pemberontak di hadapan penduduk akan kacau jika kita mempercepat pemindahan para terpidana."
"Kacau" Aku justru ingin mengeksekusi mereka diam diam. Batalkan rencana mempertontonkan mereka pada rakyat. Bawa mereka sehari sebelum tanggal pemindahan pada rencana awal. Kita lakukan pemindahan saat kedua matahari sedang mati dan lakukan eksekusi secepatnya sebelum para pemberontak mendahului membebaskan mereka."
"Yang Mulia, ini di luar kewenangan Yang Mulia." Pangeran Patrizt menatap menterinya dengan marah.
"Di luar kewenanganku, katamu" Aku memang hanya menggantikan kedudukan Kakekku untuk sementara, tapi tanggung jawab yang kuemban sama beratnya sampai Kakek sembuh dan itu entah kapan akan terjadi. Bagaimanapun, ia tetap akan mewariskan takhta ini kelak padaku. Ingat itu."
Menteri mengangguk dan mundur perlahan. Dalam hati ia memuji Pangeran Patrizt yang luar biasa. Untuk ukuran bocah berusia dua puluh tahun ia sangat tangguh. Tapi, ia hanyalah putra dari anak perempuan Goran. Patrizt hanya seorang cucu. Sementara itu, ia tahu di luar sana putra kandung Goran XXI mungkin masih ada dan lebih berhak. Dalam hatinya menteri pertahanan merasa kurang senang. Semoga nantinya Patrizt tidak benar-benar menjadi Goran XXII.
Mereka menerima lipatan kertas berbentuk bunga bakung dari Gunn dan menafsirkannya dalam bingung.
"Ia pintar melipat kertas," kata Orphann yang lebih perhatian pada lipatannya.
"Kau tidak mengerti artinya"" tanya Zabb cemas.
Yarunk melotot kesal, "Aku tahu. Bunga bakung berarti perubahan, tapi perubahan apa yang dimaksud aku tidak mengerti."
"Perubahan yang dimaksud pasti berkaitan dengan rencana eksekusi," tegas Zabb.
"Apakah mereka akan melakukan eksekusi di satelit"" tanya Soil.
"Tidak mungkin. Perlengkapan di satelit tidak memadai untuk melakukan hal tersebut," jelas Yarunk.
"Apakah mereka akan mengubah jumlah terpidana yang akan dieksekusi"" Orphann tiba-tiba terpikir demikian. Zabb, Yarunk, dan para tetua saling pandang.
Ada kemungkinan pemerintah akan mengeksekusi sejuta terpidana sekaligus. Ini di luar rencana mereka!
"Atau mereka juga akan mengubah waktu eksekusi," Aniki tiba-tiba bersuara. Itu juga mungkin. Duaduanya mungkin. Zabb menggelengkan kepala.
"Kita harus bersiap."
Xin Ai sedang mengeringkan pakaiannya di atas api. Untuk sementara, ia hanya memakai lapisan dalam yang berupa piyama putih. Ia tidak menyukai pakaian-pakaian orang Vida yang disodorkan kepadanya oleh Sue. Terlalu aneh.
Ini negeri aneh. Ia tidak melihat kuda, kucing, atau anjing sungguhan di tempat itu. Selain ular, ikan, dan beberapa jenis burung, rasanya tidak ada jenis hewan lain yang hidup di sana. Baru kali ini juga ia menyaksikan pohon bambu ukuran raksasa dan berwarna merah, ular bertanduk, air berwarna hitam, orang-orang terbang di mana-mana di atas sebilah papan. Rasanya menjadi putri mahkota di tempat ini juga bukan pilihan yang baik. Lagi pula, ia sudah tidak tahan dengan makanannya.
Terdengar suara langkah diseret. Xin Ai menoleh dan melihat Aniki melangkah malas. Sedikit panik, Xin Ai buru-buru mengangkat pakaiannya yang masih lembap dari atas panggangan dan mengenakannya. Malu rasanya hanya memakai baju tidur di depan anak laki-laki, tapi Aniki kelihatan tidak peduli. Dia memang batu yang kebetulan bisa bernapas.
"Kelihatannya kau tidak ribut ingin kembali lagi," Si batu tiba-tiba bicara.
"Eh, ya anu ... ada perubahan rencana. Tapi bagaimanapun, ini bukan tempatku. Aku ingin kembali... suatu saat."
"Bagaimana jika tidak bisa"" Aniki sebenarnya sedang bertanya pada dirinya sendiri.
"Aku terpaksa menggunakan rencana selanjutnya."
"Ooh. Jadi, sekarang kau tidak terpikir untuk menikah dengan Pangeranmu itu, ya"" Aniki tersenyum kecil meledek.
Xin Ai menepiska n lengan bajunya yang dari tadi melilit kulitnya.
"Tempat ini aneh. Kurasa ini bukan sedang musim dingin, tapi pakaianku melekat terus pada kulit," ia ngomel-ngomel.
"Listrik statis," kata Aniki. Mungkin kandungan listrik statis di udara sekitar tempat ini tinggi. Apalagi ini dekat dengan jurang magnet.
"Aku tidak mengerti maksudmu," kata Xin Ai bingung. Ia lalu menyodorkan sebuah guci kecil dari dalam lipatan lengan bajunya kepada Aniki.
"Berjanjilah kau akan memulangkanku suatu saat nanti. Sebagai balasannya aku berikan obat untuk memperbaiki kesehatanmu."
"Aku tidak sakit," kata Aniki sambil menyodorkan guci kecil bersumbat kain merah itu kembali.
"Kau sekarat." Xin Ai mendorong botol kecil itu kepada Aniki lagi.
"Tidak," Aniki masih ngotot.
"Aku bisa melihatnya pucat dan membiru," kata Xin Ai. "Biru" Apa maksudmu""
"Limpamu membeku, Aniki," katanya sambil berlalu.
* * *

Goran Sembilan Bintang Biru Karya Imelda A. Sanjaya di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

MALAM ITU atas perintah Pangeran Patrizt ratusan
pesawat pengangkut angkasa Vida bolak-balik mengangkut terpidana dari empat puluh buah bulan yang merupakan penjara mereka.
Pengangkutan terjadi pada pukul empat Vida. Saat itu matahari kedua yang tampak di Gua Hitam sudah lama terbenam dan matahari pertama Vida yang tampak di Kootz belum lagi terbit. Saat itu, langit benar-benar gelap dan seluruh rakyat sedang terlelap. Itulah yang disebut saat kedua matahari mati.
Pangeran Patrizt melupakan sesuatu. Theft Ryder biasa beraksi pada waktu-waktu seperti ini. Dari atas puncak pohon pinus hitam, puluhan Theft Ryder-dengan ketajaman pupil mata maling mereka-mengawasi bolak-baliknya pesawat-pesawat itu dalam gelap sambil tersenyum. Lelucon Pangeran Patrizt sangat lucu dan menghibur.
* * * PESAWAT ITU bisa memuat sekitar lima ratus orang dan ada sekitar seratus lima puluh pesawat yang dikerahkan. Jika dihitung dengan jumlah pulang-pergi yang dilakukan maka ... ada delapan ratus lima puluh ribu orang yang diangkut malam itu!"
Yarunk terkejut sendiri mendapati hasil perhitungannya Delapan ratus lima puluh ribu! Berarti, eksekusi massal itu benar-benar akan terjadi. Orphann langsung gelisah.
"Bukankah kalian bilang seharusnya masih ada sekitar sejuta orang" Lalu ke mana sisanya""
Kaze berpaling pada Orphann, "Kemungkinan mereka sudah mati."
Orphann menjadi tidak tenang. Bagaimana jika ayahnya termasuk yang seratus lima puluh ribu orang itu" Orphann mati-matian berusaha tenang. Sikap gentarnya hanya akan mengacaukan semangat pasukan.
"Di mana eksekusi akan dilangsungkan"" katanya.
"Delapan ratus ribu orang sekaligus" Kurasa mereka akan melakukannya di dalam penjara Vida," jawab Zabb sedih.
"Tidak bisa. Penjara itu penuh dengan tahanan. Paling banyak yang bisa dimuat di sana sekarang hanya dua ratus ribu terpidana tambahan."
"Gurun Dunn," kata Orphann. "Itu tempat yang bisa menampung ratusan juta orang sekalipun. Gurun tempat peti Hijau Putih itu kulihat di dalam mimpi."
Zabb menoleh pada Kaze. Ingin tahu mengapa Orphann tahu tentang peti mati kakeknya. Kaze hanya diam membeku.
"Bagaimana menyelamatkan delapan ratus ribu lebih orang sekaligus" Apa kita punya waktu menyelamatkan sebagian, padahal eksekusi dilakukan pada sebagian yang lain"" Zabb akhirnya mencetus. Menyesal rasanya, ia tidak memikirkan perubahan rencana yang mungkin saja terjadi.
"Bagaimana jika mereka melakukannya sekaligus" Kau ingat tidak kendali leher" Alat yang dipasangkan pada leher ratusan terhukum pertama belasan tahun yang lalu" Alat itu memungkinkan ratusan terpidana mati sekaligus karena tersengat listrik hanya dengan cara menekan satu tombol. "
Suasana rapat jadi mencekam. Zabb menoleh berkeliling mencari seseorang.
"Di mana Aniki dan gadis cerewet itu""
"Untuk apa mencari mereka"" seorang jenderal mencetus
"Aku perlu mereka."
Xin Ai dan Aniki diseret ke dalam ruang rapat dan dipaksa mendengarkan isi rapat di mana semua pesertanya sedang mengalami kebuntuan rencana.
Xin Ai kesal setengah mati. Orang-orang berjubah hitam ini mengaku hidup di zaman yang lebih modern dan memiliki peralatan canggih, tapi strategi mereka tumpul. Tidak heran dulu mereka kalah begitu saja dalam pertempuran.
"Ber apa kekuatan pasukan pemerintah"" Tanya Xin Ai. "Sejuta orang lebih," jawab Orphann menerjemahkan ucapan Zabb.
"Sejuta"" Perlu waktu bagi Xin Ai untuk mencerna bilangan sejuta. "Tapi jumlah terpidana mati juga hampir sebesar itu, bukan" Pemerintah pasti mengambil risiko besar mengeksekusi terpidana dengan jumlah nyaris sama karena setiap prajurit harus menjaga satu orang."
Kaze dan Orphann saling pandang. Kaze tidak bisa menyembunyikan kekagumannya pada gadis muda itu. Xin Ai melanjutkan,
"Penjagaan seperti itu tidak mungkin dilakukan karena selain para terpidana, Vida juga harus tetap dijaga seperti biasa, bukan" Belum lagi kekacauan yang kita buat di seluruh planet yang harus ditangani oleh tentara. Kurasa menembus pertahanan saat eksekusi adalah hal mudah."
"Bagaimana jika mereka mengeksekusi sekaligus dengan alat sengat listrik itu sebelum kita beraksi "" tanya Orphann masih cemas.
"Bukankah kita memiliki kesempatan merusak komputer induk"" tanya Soil yang pasukannya kebagian merusak banyak sistem lalu lintas. Aniki berpikir sejenak, lalu
menatap Kaze. "Kau tidak bisa membuka lorong waktu, bukan""
Kaze mengangguk. "Aku tidak bisa."
"Kalau begitu, tolong pengaruhi pikiran seseorang di masa lalu agar ia datang kemari sekarang juga. Aku memerlukannya," kata Aniki lagi.
"Aku tidak yakin bisa ..... tapi akan kucoba. Siapa
orang itu"" tanya Kaze.
Aniki menoleh pada Xin Ai sambil tersenyum.
"Sahabat kami. Bukan begitu, Xin Ai""
* * * SOIL DAN Orphann terkejut saat melihat Summa berada di depan air terjun hitam. Rambutnya merah dan kulit putihnya tampak kontras sekali dengan latar belakang kabut hitam yang berbunyi menderuderu. Orphann terpesona.
"Apa yang ia lakukan di sini, Orph"" Soil berbisik ngeri. "Tak apa-apa. Bukan ia yang waktu itu kemari, tapi adiknya."
"Tapi adiknya" Itu sama saja! Kita sedang berperang dan ia borguic. Kaumau rencana kita gagal gara-gara kau terlalu baik padanya"" sungut Soil. Ia kesal bukan main pada Orphann. Cinta bisa menunggu, kan"
Orphann mengacuhkan Soil dan menghampiri Summa. Summa tersenyum gugup pada Orphann.
"Kelihatannya temanmu tidak menyukai kehadiranku," katanya.
"Biar saja. Soil memang uring-uringan seumur hidup," jawab Orphann sekenanya. Disebut begitu, Soil melenggang pergi sambil melempar sinar mata permusuhan
pada Summa. "Ngomong-ngomong. Aku membawa pelacak minimu. Kutinggalkan di seberang sana," kata Summa sambil menunjuk hutan bambu.
"Eh, saat itu kau tahu aku ada di sana, ya"" Orphann jadi malu sendiri.
"Sebenarnya apa yang kau lakukan di sana"" tanya Summa.
"Aku ... seperti biasa ..."
"Mencuri""
"Ya. Mencuri. Itu pekerjaanku, kan""
Sejenak Summa menatap Orphann lurus-lurus. "Maukah kau berhenti melakukan hal itu, Orphann" Berhenti mencuri""
Orphann balas menatap Soil dengan tajam.
"Buat apa, Yeero" Agar aku sepadan denganmu" Be-ngitu""
Summa terdiam. Ia tidak mengiyakannya karena hanya akan membuat Orphann besar kepala.
"Aku ... pergi dulu. Kita akan berjumpa lagi. Oh, ya ..." Summa seperti terlupa sesuatu.
"Kuminta kau dan teman-temanmu hati-hati. Sangat berhati-hati."
"Karena"" Orphann menantang.
"Karena rasanya akan sepi sekali kalau kau mati."
Summa melenggang dan melaju dengan ladakh carpnya menyeberangi jurang magnet. Orphann tersenyum memandangi kepergiannya. Ia sedang membayangkan Summa menjadi permaisurinya.
Gara-gara kedatangan Summa, seharian Soil ngambek. Ia tidak memberi bayi-bayi Theft Ryder makan dan menghilang entah ke mana. Saat kembali, ia memilih
menjauh dan memisahkan diri dari teman-temannya. Bujukan Sue tak diacuhkannya.
Permusuhan kentara itu membuat seisi gua jadi ikut salah tingkah. Biasanya mereka cepat berbaikan jika saling marah, tapi sekarang Orphann juga tampak tidak peduli pada sikap Soil.
"Kenapa sih mereka"" tanya Xin Ai pada Aniki.
"Entah. Kudengar Soil marah gara-gara Orphann bicara pada musuh."
"Musuh" Bunuh saja!"
"Mana Orphann mau" Ia naksir gadis itu."
Mendadak Xin Ai marah. Naksir gadis lain" Lalu bagaimana dengannya" Dasar buaya gombal!
"Kalau orang itu datang, Aniki. Aku akan ikut pulang dengannya ke Cina!"
"Lho" Rencanamu berubah l
agi"" tanya Aniki heran.
Xin Ai cemberut. Semua laki-laki di sini menyebalkan. Coba ada Pangeran Xiu ... Xin Ai meraba kalung di lehernya dan terkejut. Kalung itu tidak ada! Ia lantas panik sendiri.
"Kaulihat kalungku, tidak"" tanyanya pada Aniki. Aniki menggeleng acuh. Xin Ai menelusuri jalan kecil sambil menunduk dan bertabrakan dengan Orphann.
"Kau mencari apa, sih"" tanya Orphann.
"Kalungku!" Xin Ai menjawab ketus.
"Yang ada bandul bintang biru itu""
"Yang mana lagi!" Xin Ai masih ketus.
"Sejak kita sampai di Vida, aku tidak melihatnya lagi di lehermu. Mungkin terlepas di dalam lorong waktu."
Xin Ai jadi sedih. Tidak mungkin bisa dicari kalau benar ada di sana. Orphann berlalu tapi Xin Ai menjadi bersemangat lagi. Orphann memerhatikannya!
Orphann menghampiri Soil yang masih melamun menatap jurang magnet di bawah pohon favoritnya. Orphann melemparkan pisau pendek ke depan kaki Soil. Soil meliriknya.
"Ayo! Sudah lama kau tidak memotong rambutku!" tegur Orphann. Ia sedang mencoba berbaikan dengan Soil. "Aku sibuk!"
"Aku heran mengapa hari ini banyak sekali perempuan yang marah-marah padaku," Keluh Orphann. Soil tidak menanggapi.
"Atau ... mungkin hari ini giliranmu dicukur" Kulihat rambutmu sudah mulai tumbuh."
Refleks, Soil meraba kepalanya dengan panik. Belum tumbuh!
Orphann tertawa geli melihat reaksi spontan Soil. Soil kesal. Ia melemparkan pisau pendek itu kepada Orphann, tapi Orphann menghindar sehingga pisau itu menancap di sebatang pohon di samping Orphann.
"Aku heran. Semua perempuan ingin memanjangkan rambutnya, tapi kau justru panic jika rambutmu tumbuh sedikit saja."
"Rambutku keriting jika panjang. Jelek sekali."
"Yang jelek itu bukan rambutmu, tapi sifatmu." Soil terdiam sejenak, lalu memecah keheningan.
"Aku memang kasar tadi. Tapi, aku hanya tidak ingin semua kerja keras kita dan orang-orang di sekitar kita hancur hanya karena perasaanmu pada gadis itu. Seorang pangeran harus tahu mana yang harus didahulukan dan mana yang harus diabaikan."
"Ya. Aku salah. Sekarang mau memotong rambutku tidak"" tanya Orphann sambil mencabut pisau pendek dari batang pohon dan memutar-mutarkannya di depan Soil.
Soil menangkapnya dengan cepat, lalu pindah dan berjongkok di belakang Orphann, mulai memangkas rambut jabrik Orphann.
"Kau belum tahu, ya" Tanda bintang birumu itu sebenarnya ada di ubun-ubunmu. Selain Sholto, hanya aku yang mengetahuinya."
Orphann mengangkat tangannya meraba puncak kepalanya dengan perasaan takjub sendiri. Sekejap bintang biru kecil di kepalanya berpendar dalam sinar biru lembut, lalu memudar di balik rambut emasnya.
* * * TAHU-TAHU, PANGLIMA Sam dan pasukannya sudah sampai di suatu tempat di mana semua pohon berwarna kelabu. Rasanya seperti berada di dalam tumpukan abu dapur. Entah mengapa Kakek Guru mengirim mereka kemari.
Kamuchuk masih memegang mangkuk sedekahnya. Sebenarnya sudah beberapa bulan ini mereka terpaksa menjalani hidup sebagai bhiksu di sebuah kuil. Rambut digunduli, dilarang makan daging, dan harus berdoa pagi-sore. Kamuchuk sudah tidak tahan lagi. Ia rindu perang.
"Panglima, apakah ini yang disebut neraka"" "Aku kok tidak melihat apinya"" "Benar juga."
Terdengar suara desisan sahut-menyahut. Seluruh pasukan saling pandang, lalu melempar pandang ke sekeliling dengan waspada. Puluhan ribu ular kelabu muncul dari balik pohon-pohon rotan, melata dengan cepat ke arah mereka.
"Ular" Kelabu"" Panglima Sam merasa sedang bermimpi. "Berarti kita benar di neraka ..." Kamuchuk menciut. Panglima Sam tersenyum sinis,
"Kalau benar ini neraka, berarti kita tidak perlu takut mati lagi. SERAAANG!"
Serta-merta semangat pasukan berani mati bangkit. Tongkat bhiksu mereka jadikan senjata untuk melawan ular-ular tersebut. Tapi, tampaknya ular-ular tersebut tidak sedang berminat meladeni mereka. Rombongan ular melata dengan cepat melewati mereka begitu saja sehingga pasukan Panglima Sam berhenti menyerang dan malah terkurung dalam kebingungan. Apa yang sedang terjadi"
Belum sempat berpikir, tiba-tiba terasa guncangan kuat. Gempa. Panglima Sam menoleh ke arah ular-ular itu berasal. Tampak sebuah gunung ti
nggi menjulang di dekat hutan bambu yang sedang menyemburkan letusan letusan kecil berapi. Itu memang api, tapi tampaknya ini bukan neraka. Berarti masih ada kemungkinan mati baginya dan pasukannya di tempat mengerikan ini. Kerongkongannya mendadak kering dan lututnya lemas.
"Lari ..." katanya dengan suara tercekat.
Dengan segera, sarannya diikuti oleh pasukannya dan mereka lari mendahului ular-ular itu ke mana saja, asal jauh dari situ.
* * * "PERASAANKU TIDAK enak," kata Xin Ai. Ia sedang berjalan di belakang Orphann. Aniki berjalan paling depan sambil menunduk.
"Kau hanya takut," kata Orphann. Gadis ini makin
menjengkelkan saja. Takut apa sih dia" "Kemarin gempa." "Itu gempa vulkanik," jelas Aniki. "A ... apa"" Xin Ai tidak mengerti.
"Gempa yang terjadi karena pengaruh aktivitas gunung berapi."
"Tapi tetap saja gempa. "
"Di Vida itu biasa terjadi," kata Orphann sambil berusaha mengingat jalan yang baru mereka lewati. Mereka baru menembus hutan rotan kelabu dan sudah mencapai Padang Jamur Abadi. Tempat yang juga baru pertama dikunjungi Orphann.
Aniki berhenti berjalan dan membalikkan tubuhnya, menghadap kedua rekannya.
"Apa benar kita sudah sampai"" katanya.
Orphann menoleh pada Xin Ai. Xin Ai melotot pada Aniki
"Makanya, sudah aku bilang tadi biar aku yang jalan di depan."
"Kau sendiri barusan bilang takut," Orphann membela Aniki.
"Bukan pada hutan ini. Entahlah, aku merasa kita akan menghadapi sesuatu yang mengerikan dalam waktu dekat."
"Tapi hutan ini memang cukup mengerikan." Aniki melempar pandang ke segala penjuru. Orphann dan Xin Ai ikut mengedarkan pandangan.
Tampak ribuan jenis jamur berwarna merah, cokelat, kuning, emas, hitam, perak, putih dalam berbagai bentuk dan ukuran mengelilingi mereka. Jamur dan hanya jamur sejauh mata memandang. Orphann mendongak ke atas dan menelan ludah.
"Kita berada di bawah salah satunya." Xin Ai dan Aniki ikut mendongak dan baru menyadari bahwa mereka berada di bawah naungan payung jamur setinggi pohon kelapa. Bau jamur dan kelembapan udara membuat Xin Ai terbatuk.
"Apakah semua jamur di sini beracun"" katanya.
"Mengapa bertanya begitu"" Orphann heran.
"Aku terpikir untuk mengambil beberapa untuk dimakan Aku tidak suka masakan temanmu yang botak itu."
"Kalau melihat itu, kau tidak akan sanggup memakan jamur-jamur ini," kata Aniki sambil menunjuk bangkai seekor burung raksasa yang sekarang menjadi tempat tumbuh ribuan jamur besar. Xin Ai langsung mual melihat pemandangan itu. Tumbuhan yang menjijikkan!
Ia membuang mukanya ke arah lain selama beberapa detik, lalu ia menatap Aniki dan Orphann sambil tersenyum lebar.
"Kurasa kita sudah sampai tujuan. Tamu-tamu kita sedang berkumpul berpesta jamur tepat satu Li dari sini." "Satu Li"" Orphann bingung.
"Kira-kira sejauh jarak guamu dan Hutan Pinus Hitam," jelas Aniki.
Kemudian, Orphann dan Aniki masing-masing menyiapkan ladakh carp mereka. Aniki segera melesat duluan. Orphann mengulurkan tangan membantu Xin Ai berdiri di belakangnya.
"Ladakh carp ini sempit. Biar pijakanmu cukup, merapat padaku. Kalau perlu pegang aku erat-erat," kata Orphann. Xin Ai mengangguk. Saat ladakh carp melaju Xin Ai menyeringai lebar. Oh, tentu aku mau. Mau sekali.
Ternyata jarak satu Li itu singkat sekali jika ditempuh dengan ladakh carp. Xin Ai kesal karena perjalanan
romantisnya berakhir dengan segera. Sekarang mereka sudah tiba dan mengapung tidak jauh dari tempat Panglima Sam dan kawan-kawan melahap jamur. Aniki menatap objeknya di bawah dengan tidak yakin.
"Apakah itu benar mereka" Mengapa berpakaian bhiksu""
"Kurasa mereka sudah bertobat," kata Xin Ai tidak yakin.
"Bhiksu itu apa sih" Mereka berdandan seperti Soil, kok," Orphann mengambil kesimpulan.
Tepat saat itu, Kamuchuk menoleh dan melihat mereka Ia menunjuk mereka dengan histeris. "Panglima! Itu putri dan teman-temannya!"
Panglima Sam menoleh dan membanting jamurnya. Ia langsung menunjuk mereka sambil mengeluarkan energi petir dari ujung jarinya. Aniki dan Orphann berhasil menghindar dan seperti rencana mereka melesat pergi. Sialnya, pegangan Xin Ai pada pinggang Orphann terlepas karena gerakan m
endadak itu. Ia terjatuh dari ketinggian lima meter dan itu lumayan menyakitkan.
Pasukan Panglima Sam segera mengepungnya. Xin Ai gentar juga. Apalagi Panglima Sam sudah memiliki kekuatan ajaib yang mengerikan itu.
"Hei ... kalian harus ingat pada pesan Buddha. Jangan menyakiti orang lain," katanya mencoba membujuk. Pasukan itu tetap maju mengepungnya. Astaga, pikirnya dalam hati. Mereka memang botak dan memakai jubah bhiksu, tapi mereka sama sekali tidak bertobat.
"Hei, Xin Ai terjatuh di belakang sana," kata Orphann.
Aniki menghentikan ladakh carp nya, menoleh ke belakang lalu berpikir sejenak. "Kaupunya ide untuk merebutnya dari tangan mereka"", tanyanya pada
Orphann. "Eh ... tidak. Jatuh kan bukan bagian dari rencana." "Dia akan membimbing pasukan Mongol itu kepada kita. Kupikir kita tinggalkan saja dia di sana untuk sementara. 11 "Kau ini kejam sekali!" "Mereka tidak akan menyakitinya." "Tapi ..."
"Dengan begini, untuk sementara Xin Ai tidak akan mengganggumu dengan semua keluhannya. Bagaimana"" tanya Aniki. Benar juga. Pikir Orphann.
"Ayo kita kabur!" Orphann pun melesat duluan.
* * * JENNA SEDANG menghadap Pangeran Patrizt di Kastil Kuning. Setelah berjam-jam, akhirnya orang paling penting nomor dua di Vida itu tiba di ruangan luas tempatnya menunggu.
"Ah, Yeero. Semoga kau membawa kabar baik."
"Aku meletakkan penyadap pada pemancar yang bisa menangkap pembicaraan dengan radius tipe lima. Dari hal-hal yang kutangkap, tampaknya mereka bukan hanya merencanakan membebaskan para terpidana."
"Memberontak juga""
Jenna tidak menjawab, tapi diamnya membuat Pangeran Patrizt gelisah.
"Di mana kautempatkan alat penyadap itu""
"Aku setel pada pelacak mini yang sekarang berada di hutan bambu."
"Mereka tidak curiga""
"Tidak. Belum. Pelacak mini itu kesayangan seorang Theft Ryder dari gua itu."
"Laporanmu bukan berita bagus." Jenna masih menunduk. Bergeming. "Ada apa lagi""
"Dari pembicaraan yang aku tangkap-walaupun tidak jelas-ada seseorang yang tampaknya penting bagi mereka."
"Pemimpin mereka""
"Tampaknya lebih dari itu ... mereka terus memanggilnya... maaf... Yang Mulia."
"Yang Mulia"" Pangeran Patrizt terperanjat.
"... dan juga Putra Mahkota," Jenna melanjutkan.
"Putra Mahkota" Bukankah Warn berada di 'tempatnya semula'""
"Benar. Warn masih berada di tempat di mana Goran memerintahkannya ditempatkan. Jadi, kurasa ini Putra Mahkota yang lain."
Pangeran Patrizt mondar-mandir kebingungan. Hal ini di luar perkiraannya dan mencemaskannya.
"Eh, kau boleh pergi, Yeero," katanya dan Jenna undur
diri. Hal ini memang membuatnya gemetar, sedikit takut, tapi juga gembira. Akhirnya saat itu akan tiba. Ia bisa berhadapan langsung dengan saingannya dalam mewarisi kekuasaan. Ia tersenyum kecil dan bergumam.
"Halo, sepupu."
Pasukan Jas Hujan Putih sedang mempersiapkan latihan terakhir mereka. Zabb tampak puas dengan segala persiapan mereka. Ia mendekati Kaze yang mengamati latihan dalam diam.
"Kita akan menang, bukan"" katanya memohon anggukan. Kaze tetap diam dan beku. Zabb menghela napas.
"Andai kau bisa membaca pikiran Pangeran Patrizt."
"Tidak bisa. Ia selalu berada di dalam Kastil Kuning. Kau sendiri tahu kastil itu dilindungi oleh selubung pengacau penyadap yang diciptakan oleh Ayahku sendiri. Selain mengacaukan alat penyadap selubung itu juga mengacaukan kemampuanku untuk membaca pikiran siapa pun yang berada di dalam benteng kastil."
"Ya, sepertinya ayahmu tahu bahwa suatu saat orang-orang sepertimu akan mencoba menembus rahasia di dalam kastil."
Kaze tidak menjawab. Ia memalingkan wajah dan memerhatikan latihan para Theft Ryder di arah lain. Zabb meneruskan,
"Ironis sekali, ya. Tampaknya, saat itu ayahmu sudah tahu bahwa kau akan melakukan pemberontakan suatu saat kelak."
Kaze menghilang dan menyisakan jejak ungu di atas tanah. Zabb menatap tanah itu dengan pahit. Ironis sekali memang, mengingat seharusnya Kazelah yang memiliki kastil itu sekarang.
* * * SEMUA GUNUNG di Vida meletus. Letusan-letusan yang kecil memang, tapi menggelisahkan. Orphann ingat terakhir kali gunung-gunung itu meletus mereka terpaksa mengungsi jauh sampai ke
kota Klinner, kota terjauh dan tertinggi letaknya di Vida. Ia ingat Sholto menggendongnya di punggung dan berulang-ulang melindunginya dari terjangan batubatu vulkanis.
Sholto hanya punya satu punggung, jadi anakanak Theft Ryder lain yang seusianya seperti Gunn, Sue, dan Soil berjalan kaki di sebelahnya. Saat itu, ia tidak
bertanya mengapa hanya ia yang digendong Sholto. Teman-temannya juga tidak bertanya mengapa kepada Sholto. Kepatuhan mereka kepada Sholto bulat dan utuh.
Orphann tidak tahu apakah kesetiaan temantemannya juga ada padanya, tapi mereka membantunya sampai saat ini. Ia berutang segala-galanya pada mereka.
Lamunannya terganggu karena kehadiran Aniki. Tahu tahu orang itu sudah duduk di sebelahnya. Orphann melirik Aniki yang supertenang. Baju seragam sekolahnya terkancing sampai atas dan tidak kelihatan kusut walaupun sudah berminggu-minggu dipakainya. Sepatunya juga serapi sebelumnya. Orphann tidak tahan untuk tidak berkomentar.
"Hei, kaumau ke mana" Kemarin tidak serapi ini."
Aniki tidak menjawab. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Ia hanya merasa ia harus bersiap-siap untuk besok, jadi ia mengencangkan bajunya yang kemarin dicucinya (tidak ada setrika di gua hitam), menggosok sepatunya dan mandi sebersih mungkin. Itu semua untuk besok. Hari eksekusi.
"Apakah kau juga harus berangkat, Orphann"" tanyanya.
"Garis depan," jawab Orphann tegas.
"Di planetku, kebanyakan pangeran tidak langsung berangkat perang. Ada pasukan yang maju lebih dahulu."
"Oh, ya" Itu aneh sekali. Untuk siapa mereka berperang""
"Untuk negara, bukan untuk siapa-siapa."
"Kalau begitu, Pangeran pun memiliki kewajiban yang sama, bukan" Aku rasa bahkan lebih karena dilihat dari statusnya pangeranlah yang akan memerintah negeri itu, mengapa harus mengorbankan orang lain""
"Bagaimana kalau Pangeran atau Raja mati sebelum perang berakhir. Siapa yang nanti akan memimpin negara"" Aniki belum menyerah.
"Egois sekali jika seorang raja merasa bahwa hanya dirinyalah yang mampu memimpin negara. Apalagi jika raja itu adalah raja pengecut yang menghindari maju ke medan perang demi keselamatannya sendiri," Orphann membalas sambil menggeretakkan giginya.
Aniki meliriknya sambil tersenyum kecil. Orphann bodoh dan naif sekali, tapi ia memang pantas menjadi seorang pangeran, bahkan raja. Raja yang sangat pemberani.
"Aniki, persiapan sudah sembilan puluh lima persen. Aku tegang."
Tidak ada jawaban. Orphann menoleh dan melihat Aniki sudah tertidur sambil duduk. Sialan! Pikirnya. Padahal, aku baru ingin mendiskusikan mengenai rencana lima persennya dengannya. Mereka mengandalkan Xin Ai untuk itu.
* * * PASUKAN PANGLIMA Sam berputar-putar di padang jamur tanpa bisa menemui jalan keluar. Panglima Sam membentak Xin Ai.
"Kaumau menyesatkan kami, ya!"
PLAK! Kepalanya dipukul Xin Ai dengan keras.
"ENAK SAJA! Tidak ada gunanya bagiku berlama- lama dengan kalian di hutan bau ini! Aku juga ingin keluar dari sini!1
"Kau ini kurang ajar!" Panglima Sam sudah hamper menudingkan jarinya kepada Xin Ai, tapi lengannya
buru-buru dipegang oleh Kamuchuk yang langsung menyembah-nyembah.
"Aduh, Panglima. Kumohon jangan. Kalau ia mati, kita tidak bisa kembali ke Mongol."
Panglima Sam menahan amarahnya. Xin Ai mencibir walau sebenarnya dalam hati ia merasa gentar juga. Bagaimana jika Panglima Sam nekat dan menghabisinya di sini" Bisa-bisa ia malah jadi makanan jamur-jamur itu!
Panglima Sam menyuruh anggota pasukannya menandai setiap jalan yang telah mereka lewati agar tidak tersesat. Walaupun begitu tetap saja mereka berputar-putar sampai malam dan bermalam di hutan jamur yang gelap sangat mengerikan.
"Eh, ini jamur yang baunya enak. Seperti daging rusa. Kita petik saja." Seorang anggota pasukan memungut jamur berwarna cokelat di yang tumbuh di kakinya. Xin Ai melirik jamur itu sekilas. Diam-diam ia merasa lapar, tapi mengingat apa yang membuat jamur itu tumbuh ia tidak sanggup membayangkan untuk menelannya.
Pasukan beristirahat, membuat api dan membakar jamur cokelat itu. Mereka menikmatinya sambil menyanyikan lagu perang dalam bahasa Mongol. Mulanya Xin Ai muak sekali mendengarnya.
Liriknya kasar, kejam, dan tak berperasaan. Tapi, lama-kelamaan ia tertarik pada lirik lagu itu.
"Kita serbu mereka semua!" Panglima Sam pada lead vocal.
"SERBU!" pasukannya pada backing vocal.
"Kita bunuhi mereka semua!
"BUNUH!" "Kita kumpulkan mereka di padang Mongol tercinta!" "KUMPULKAN!"
"Kita kelilingi mereka dengan kuda!" "KUDA!"
"Kita bunuhi mereka semua!" "BUNUH!"
Xin Ai terkesiap. Mendadak ia gelisah. Di mana jalan pulang ke gua" Aku harus menemukan Aniki dan Orphann secepatnya. Ia harus membawa pasukan ini sekarang juga. Xin Ai menoleh dan mendapati pasukan yang barusan penuh nafsu membunuh sudah tertidur lelap di depan api unggun. Ya, ampun! Mengapa mereka tidur di saat segenting ini"
Perlahan, Xin Ai beringsut mendekati salah seorang anggota pasukan, mengambil jamur yang masih tergenggam di tangannya, mengendus baunya.
Boleh saja ini planet yang berbeda. Tapi, mereka ternyata punya jenis jamur yang sama. Xin Ai bangkit dan berkeliling. Memanen jamur.
Hari sudah pagi saat pasukan Panglima Sam terbangun. Panglima tertegun mendapati gadis itu sedang berdiri membelakanginya menatap ke suatu arah yang jauh. Mereka tertidur dan gadis itu tidak kabur! Ada sesuatu yang aneh sedang terjadi di sini, tapi Panglima Sam tidak tahu apa. Ia tidak yakin gadis itu tidak kabur karena takut. Xin Ai menoleh dan lega karena pasukan itu sudah bangun semuanya.
"Tadi malam aku memanjat jamur tertinggi di sekitar sini. Jadi aku bisa tahu bahwa arah keluar dari sini adalah arah timur."
"Timur" Dari mana kautahu itu timur atau bukan" Ada dua matahari di sini!"
"Eh, iya. Aku lupa. Pokoknya arahnya ke sana!" Xin Ai menunjuk suatu arah dengan yakin. Sebenarnya, naik ke
atas jamur saja tanpa memiliki kemampuan melihat jauh tidak akan membantu. Tapi, Xin Ai merahasiakannya. Tampaknya, Master Sam juga belum tahu kemampuannya itu.
Panglima Sam melihat ke sekeliling. Batang jamur tertinggi di dekatnya memang meninggalkan bekas dipanjat seseorang. Batangnya hampir patah dan payungnya robek-robek. Sepertinya, tubuh gadis itu terlalu berat untuk menaikinya. Jamur yang malang.
"Yah, mari kita berangkat!"
pesta penyambutan ANIKI TERBANGUN dengan keringat membasahi pakaiannya. Mengapa ada mimpi-mimpi lagi" Bukankah seharusnya setelah ia berada di Vida mimpi itu lenyap" Bukankah Kaze bisa menyampaikan pesannya langsung" Atau, mimpi tadi bukan berasal dari Kaze"
Ia bermimpi mereka bertiga: ia, Orphann, dan Xin Ai berada di suatu tempat gelap, berkawah, berlubang-lubang, dan dingin. Di belakang mereka terdengar suara suara lengkingan tajam. Mereka menoleh ke belakang dan melihat bangunan berbentuk kubah besar. Mereka baru akan melangkah ke sana saat mereka terperosok ke kawah yang dalam.
Ia melompat dari tempat tidur gantungnya dan menyaksikan Sue, Soil, dan gadis-gadis Theft Ryder lain sedang memindahkan bayi-bayi dan anak-anak ke suatu tempat.
"Mereka akan dibawa ke mana"" tanyanya kepada Sue.
"Maaf, ini benar-benar rahasia. Tapi, kami tidak mungkin membiarkan mereka berada di gua ini saat kita berangkat. Terlalu berbahaya."
Gunn menunjuk suatu arah. "Lihat itu!"
Tampak di langit di atas Danau Vaes pesawatpesawat pengangkut beterbangan menuju Gurun Dunn.
"Perkiraan Orphann mengenai tempat eksekusi ternyata benar, ya!" kata Gunn bangga.
Aniki menatap langit kuning itu dengan ragu. Mengapa sepertinya ada yang salah" Tidakkah ini terlalu mudah"
Mendadak ia merindukan Xin Ai. Gadis itu harus cepat datang, walaupun ia tidak tahu apakah rencana awal mereka akan berhasil atau tidak. Xin Ai harus datang, dengan Master Sam atau tidak.
Xin Ai nyaris terbang di atas tanah saking terburu burunya. Sepatu kets pemberian Aniki ini benar-benar nyaman dipakai dan memudahkan langkahnya untuk berlari. Kepalanya pusing karena menghirup bau jamur ditambah ia belum makan sejak kemarin, tapi ia memaksakan langkahnya. Ia harus ke sana sebelum mereka berangkat. Ya, Tuhan. Bisa tidak, ya, ia mengirim pikirannya pada Aniki"
Xin Ai memejamkan mata dan berkonsentrasi, tapi yang terbayang di matanya hanyalah wajah Pangeran Xiu. Wajah tampan itu tersenyum damai kepadanya. Menyena
ngkan sekali. Xin Ai membuka matanya dengan susah payah dan menghadapi kenyataan bahwa ia tidak sedang berada di Cina bersama Pangeran Xiu, tapi dengan sepasukan orang kekar berjenggot yang sedang menatapnya bengis.
"Jangan tidur sambil jalan!" bentak Panglima Sam.
Xin Ai tidak menjawab. Pandangannya lurus ke depan dan ia bisa melihat hutan pinus hitam di kejauhan. Tidak lama lagi! Mata supernya bisa melihat para Theft Ryder sedang mondar-mandir di antara hutan dan Gua Hitam, memindahkan bayi dan anakanak.
Tiba-tiba terdengar suara gemuruh di kejauhan. Puluhan pesawat yang terbang, tampak bagai sekawanan nyamuk di angkasa. Xin Ai berkonsentrasi pada pesawat pesawat tersebut dan terkejut. Perkiraannya benar!
Ia tidak bisa main-main lagi sekarang. Xin Ai melepas dasi putrinya di leher, menggunakannya untuk mengikat
lengannya dengan lengan Panglima Sam, mengangkat roknya, lalu menoleh kepada pasukan Mongol. "Kalau bisa susul kami, ya!"
Panglima Sam belum sempat melakukan apaapa saat Xin Ai mengerahkan tenaganya menyeretnya, berlari, dan memanjat pohon pinus terdekat. Panglima Sam terbentur-bentur, tapi tidak bisa berbuat apa-apa karena tergantung pada dasi sutra sang putri.
Dari pucuk pohon, Xin Ai melompat dengan lincah, bergayut dari pucuk satu ke pucuk lain, kadang-kadang melewati beberapa pucuk sekaligus. Meninggalkan pasukan Mongol yang bengong menyaksikan kehebatannya.
Gerakannya lentur dan mengagumkan. Ia mempelajarinya dari seorang perampok yang pernah ditolong ayahnya di Hong Zhou Fu. Tidak sia-sia, ia merengek minta diajari ilmu ini pada waktu itu. Gurunya dijuluki Bajing Terbang Perkasa dari Utara.


Goran Sembilan Bintang Biru Karya Imelda A. Sanjaya di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pasukan Jas Hujan Putih sudah berangkat lebih dahulu. Begitu juga dengan para Jenderal Jubah Hitam. Giliran Para Theft Ryder menyusul. Orphann sudah bersiap berangkat.
"Ayo, Aniki!" "Tidakkah kita harus menunggu Xin Ai""
"Bagaimana kalau ia tidak bisa datang" Meninggalkannya adalah idemu, kan""
"Menunggu sebentar lagi, boleh""
"Sudah dua ticklee kita menunggunya."
"Aku tidak mengerti arti ticklee. Berhentilah mengucapkannya!"
"Itu adalah saat matahari ketiga planet ini terbit, Aniki. Matahari yang ditutupi oleh Goran XXI."
"Bagaimana kalian bisa tahu jika mataharinya saja tidak kelihatan""
"Oh, gampang. Ada saat di mana kedua matahari tidak bersinar, kami menyebutnya saat matahari mati. Saat-saat terakhir 'matahari mati', Gurun Dunn akan memanas karena efek terbitnya matahari ketiga. Itu kami hitung satu ticklee sampai keesokan harinya."
Orphann menengok berkeliling. Tidak satu pun rekan rekannya yang tersisa di sana.
"Kita pergi." Aniki terpaksa menurut. Ia menaiki ladakh carpnya sambil sesekali menengok ke belakang.
* * * XIN AI dan Panglima Sam yang bengap dan sempoyongan karena terbentur-bentur tiba di depan Gua Hitam beberapa saat kemudian. Gua itu sudah sepi. Xin Ai panik. Di mana Gurun Dunn dan bagaimana mencapainya"
Xin Ai memejamkan mata, berkonsentrasi. Jika ia tidak bisa sampai di sana tepat waktu, setidaknya pesan dalam pikirannya bisa sampai tepat waktu. Ia berusaha keras dan hanya berkonsentrasi pada orang itu selama beberapa detik. Semoga berhasil.
Panglima Sam melepaskan ikatan dasi Xin Ai dengan marah. Posisi terbalik-sekarang ia yang diculik membuatnya berang.
"KAU INI MAUNYA APA, SIH"" bentaknya.
Xin Ai tidak peduli. Ia mengelilingi halaman gua dan menemukan sebuah ladakh carp tergeletak di sana. Ia memungutnya dan memencet semua tombol pada bagian bawah papan tersebut dengan maksud menghidupkannya.
Alat itu berdengung dan mengapung di udara.
Permukaan papan itu terlalu sempit untuk dinaiki mereka berdua yang sama-sama bertubuh besar, jadi Xin Ai menyeret Panglima Sam yang masih mengomel ke arah papan tersebut.
"Tanganmu masih kuat untuk bergantung, kan""
"APA"" Sepuluh detik kemudian, tampaklah sebuah ladakh carp yang terbang dengan digantungi dua orang yang berpegangan sambil menjerit-jerit histeris. Mereka akan terbang sejauh ratusan kilometer. Ke Gurun Dunn.
Kaze mendadak berhenti bergerak. Padahal, mereka sudah hampir mencapai pusat gurun. Zabb ikut berhenti.
"Ada apa""
"Aku mendapat pikiran dar
i Xin Ai. Komunikasikan seluruh pasukan untuk mundur, tanpa terkecuali."
"Pikiran dari gadis cerewet itu" Kaze, kita sudah merencanakan ini selama belasan tahun."
"Lakukan saja!"
Zabb menurut. Ia bicara pada alat komunikasinya, tapi tidak berhasil. Wajahnya memucat. "Kaze, alat komunikasi tiba-tiba tidak berfungsi."
"Tarik pasukan yang bisa ditarik semampu kita!"
Zabb berlari dengan panik ke arah pasukan terdekat. Kabar cepat menyebar dan dengan panic sebagian besar pasukan mundur menjauhi Gurun Dunn.
Ada sesuatu yang sedang terjadi di sini. Kaze berusaha menyampaikan pikirannya kepada Aniki dan Orphann, tapi tidak berhasil. Mungkin mereka sudah tiba di gurun sekarang. Ada kemungkinan gurun telah dilapisi selubung antisadap secara diam-diam. Kaze terpaksa mengalihkan pikirannya kepada yang masih bisa diselamatkannya.
Theft Ryder. Soil dan sembilan Theft Ryder lain sudah berada di pusat data Vida. Ruangan besar terdiri dari deretan komputer dengan kapasitas miliaran terra byte itu memuat data apa pun tentang Vida. Soil memasukkan kata kunci ke dalam komputer, tapi kata kunci itu bahkan tidak mampu membuka judul data. Tidak seperti saat pertama mereka mencobanya beberapa waktu lalu.
"Coba data untuk saluran air bawah tanah," kata Sue. Dan itu juga tidak berhasil. Tidak juga untuk data pertanian, listrik, dan jaringan frekuensi komunikasi. Bolak-balik, Soil memasukkan kata kunci lain, tapi komputer raksasa itu bergeming.
"Aku rasa aku tahu apa yang terjadi," kata Gunn Jantungnya tidak pernah berdegup sekencang ini.
"Kita pergi," kata Soil memberi perintah. Tapi sebelum mereka berbalik, sepasukan Beck sudah memasuki ruangan database dengan persenjataan lengkap.
"Teman-teman kita di terowongan bawah tanah ..."cetus Sue panik.
"Yang di gudang-gudang ..." Gunn menelan ludah.
"Orphann ..." kata Soil pahit.
Para Beck langsung menyergap mereka tanpa ampun dan mengikat kaki dan tangan mereka dengan borgol Vida, borgol yang tidak bisa dibuka dengan kunci selain kunci utama.
Hal yang sama terjadi di tempat-tempat di mana Theft Ryder lain sedang berencana melakukan pengacauan. Mereka dibekuk begitu saja dan digiring ke dalam pesawat yang akan membawa mereka ke suatu tempat yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Tempat para pengkhianat berada.
* * * ANIKI, ORPHANN, beberapa puluh Theft Ryder, dan sekitar seribu pasukan keseratus Jas Hujan Putih sudah berada di tepian gurun, menanti apa yang akan terjadi. Mereka bersembunyi di balik kaktus-kaktus besar yang berbaris membentuk pagar alami.
Gurun Dunn tampak suram. Suhu udara di gurun itu dingin dan cahaya yang menyinari gurun berasal dari matahari kedua Vida yang jauh sehingga gurun itu redup.
Sebuah pesawat besar berbentuk ikan pari mendarat di tengah gurun. Sekitar seribu orang digiring turun dari dalamnya dengan tangan terborgol dan kepala menunduk oleh sekelompok Beck. Mereka dibariskan dalam jajaran rapi oleh para Beck dengan posisi membelakangi pasukan Orphann. Pada leher mereka terdapat alat kendali yang disebut- sebut Yarunk mungkin akan digunakan untuk mengeksekusi mereka sekaligus.
"Hanya seribu orang"" Orphann mendesis kecewa. Aniki belum lagi menanggapi saat salah seorang komandan pasukan Jas Hujan Putih mendatanginya.
"Kami kehilangan kontak dengan yang lainnya."
"Coba alat komunikasimu," kata Orphann berusaha tenang, padahal ia luar biasa panik. Semua tidak berjalan sesuai rencana. Komandan itu mencoba lagi menghubungi Kaze lalu Zabb, tapi tetap tidak berhasil.
Orphann mencoba alat komunikasinya sendiri, tapi alat itu sama tidak berfungsinya. Orphann menatap Aniki dengan tegang.
"Pasukan lainnya berada di mana"" Aniki bertanya pada komandan tersebut.
"Tidak ada di sekitar sini, padahal seharusnya mereka
sudah sampai dari tadi."
"Jaga saja pasukanmu. Kita akan mundur jika mungkin," Aniki memberi perintah.
"Aniki! Kita tidak bisa ..." Orphann melihat tatapan kosong Aniki, lalu memutuskan untuk menyetujui pikiran Aniki. Tampaknya, tidak ada yang bisa mereka lakukan selain membatalkan rencana.
"Lakukan!" lanjut Orphann lemah. Ia lalu ganti memelototi Aniki, "Nah, bagaimana me
mbebaskan seribu orang itu" Mereka tetap harus dibebaskan, bukan""
Aniki menoleh ke belakang, seperti menanti seseorang.
"Tadinya, aku mengandalkan Xin Ai dan Master Sam. Sekarang entahlah ..."
Theft Ryder yang ikut bersembunyi bersama mereka juga saling pandang dengan bingung.
Tiba-tiba terdengar suara dengungan keras lalu terdengar suara benda terjatuh. Aniki dan Orphann menoleh. Mereka mendapati Xin Ai yang sedang berusaha bangkit. Untungnya ia jatuh di atas pasir yang lembut.
"Kau datang. Mana Master Sam"" tanya Aniki.
"MANA MASTER SAM" SEENAKNYA SAJA KAU BICARA!" Xin Ai langsung meninju wajah Aniki hingga bocah itu jatuh terjengkang.
"Kalian sudah meninggalkanku begitu saja di hutan menyebalkan itu!"
"Maaf," kata Aniki sambil berusaha bangkit, "tapi di mana Master Sam" Kita membutuhkan dia."
Xin Ai menoleh ke suatu arah. Pandangannya diikuti oleh Orphann dan Aniki. Tampak di kejauhan Master Sam sedang mencabuti duri-duri kaktus raksasa di sekujur tubuhnya. Sesekali ia menjerit kesakitan.
"Ya ampun, ia tidak tampak seperti seorang panglima,"
kata Xin Ai prihatin. "Kalau saja rajanya tahu penderitaannya, ia pasti akan mendapat hadiah besar," kata Orphann bersimpati.
"Kalian seharusnya sudah tidak ada di sini," kata Xin Ai.
"Mengapa""
"Aku sudah mengirimkan pikiran kepada Kaze untuk menarik semua pasukan. Ini penjebakan. Mereka akan membantai kita di sini."
"Bagaimana kautahu"" Orphann tidak percaya.
"Insting. Ada yang tidak beres. Ini terlalu mudah. Tidak ada orang waras yang mau mengeksekusi delapan ratus ribu orang sekaligus dengan hanya mengandalkan alat kendali di leher sehebat apa pun alat itu. 11
"Xin Ai benar. Kita sebaiknya mundur dan lupakan untuk menolong yang seribu orang itu," kata Aniki.
"Hei! Aku tidak setuju! Seribu juga nyawa! Bagaimana jika ada ayah-ibu kami di antara mereka""
Para Theft Ryder saling pandang. Mereka setuju dengan Orphann. Tanpa menunggu jawaban dari Aniki, Orphann bergerak maju diikuti para Theft Ryder. Ini tidak ter/aiu suiit, pikirnya. Hanya maju dan menembak pasukan Beck yang hanya seratus orang itu.
Xin Ai menyenggol lengan Aniki dengan cemas.
"Apa sebenarnya rencanamu dengan Master Sam" Aku sudah repot-repot membawanya ke sini dan masuk angin karena bergantungan di atas papan terbang itu demi idemu."
"Mematikan alat kendali leher dengan listrik statis. Dengan bahan bakar apa pun: minyak, batu bara, soarex yang digunakan untuk mengendalikan alat itu tetaplah listrik. Master Sam memiliki kemampuan itu." Aniki berjalan maju mengikuti Orphann.
"Tapi ... yang dia punya kan petir Xin Ai mengekor di belakang Aniki. "Bagus bukan""
Orphann memunculkan diri dengan konyolnya, lalu berteriak keras.
"Theft Ryder akan membebaskan para terpidana!" Para Beck berbalik. Tidak tampak ekspresi terkejut pada wajah mereka. Mereka bergerak maju dengan langkah berderap menodongkan senjata pada Orphann dan kawan-kawan.
"Dia itu bodoh sekali!" kata Aniki jengkel.
"Memang. Tapi dia pemberani." Xin Ai memandangi Orphann dengan mata berbinar-binar. Aniki tersenyum.
"Kau benar. Keberanian. Di planet ini hanya itulah yang tidak dimiliki oleh rakyatnya."
Aniki berlari mundur ke arah Orphann sambil mengarahkan senjata kepada Master Sam.
"Hei! Master Sam, kau akan mati di sini!"
Sambil bicara ia menembakkan senjatanya ke arah lelaki yang sedang sibuk dengan duri-duri kaktusnya. Lelaki itu panik dan melompat-lompat menghindari tembakan yang tidak karuan itu. Sementara Aniki sudah berada di samping Orphann.
Xin Ai terpana melihat tindakan Aniki. Kalau hanya ingin membunuhnya mengapa harus menembaki- nya di sini" Mana tidak ada yang kena lagi. Dasar orang bodoh!
Master Sam naik pitam. Kali ini ia tidak segan-segan lagi. Ia langsung mengarahkan ujung jarinya kepada Aniki. Wuuuz! Seberkas sinar terang lurus menyambar ke arah Aniki. Aniki berteriak,
"Orphann!" Orphann menahan petir itu dengan tangannya membuat petir itu berbelok ke atas, ke langit. Aniki langsung mengarahkan tangannya ke atas. Petir itu bergumpal menjadi bola listrik raksasa yang berputar di angkasa, lalu pecah dan menyebar menjadi partikel-partikel ke
cil di udara yang terbang cepat seperti kecebong.
Kali ini Beck ternganga. Semua senjata mati karena dikacaukan oleh kandungan listrik di udara. Terdengar suara benda jatuh berbarengan. Alat kendali leher itu lepas! Orphann nyaris berteriak gembira jika saja tidak terjadi hal lain yang mengejutkannya.
Para terpidana itu berbalik dan mengeluarkan pedang pendek dari dalam saku mereka, menyerbu Theft Ryder. Orphann dan para Theft Ryder panik. Mereka bukan terpidana! Ini benar penjebakan. Orphann berusaha menembakkan senjatanya, tapi percuma saja. Ide cemerlang Aniki ikut merusak system senjata mereka. Para Beck juga langsung mengeluarkan pedang panjang mereka. Orphann belum putus asa.
"Tanduk Ryder !" teriak Orphann.
"HOOOOI!", semua Theft Ryder mengeluarkan tanduk gemuk tajam dan melengkung-yang pernah dilihat Aniki dulu-dari balik baju mereka. Tanpa ragu mereka maju berkelahi, baik dengan bantuan ladakh carp atau di atas tanah. Pertempuran makin seru karena Pasukan Jas Hujan Putih yang tersisa tadi ikut masuk ke dalam medan pertempuran. Mereka bertempur dengan tombak illastic andalan mereka. Ujung tombak itu bisa meliuk, mengikuti bentuk tubuh objek, sehingga jika meleset mata tombak akan mengikat tubuh objek. Seribu seratus lawan tiga ratus orang yang sebagiannya bahkan masih amatir. Tidak ada cara lain selain bertempur habis-habisan sambil berusaha mundur.
Sebilah pedang Beck terlempar ke tanah tepat di depan kaki Aniki. Aniki memungutnya dengan ragu, tapi pedang itu direbut Xin Ai.
"Kau tidak bisa bermain pedang. Ledakkan saja apa yang bisa kauledakkan!" katanya tegas.
Tapi Aniki tidak punya nyali untuk meledakkan manusia lainnya. Itu kejam, pikirnya.
"Setiap orang bunuh empat orang!" Orphann menyemangati pasukannya.
Aniki beku di tempatnya. Nyaris tidak berkedip. Bunuh" Para Theft Ryder ini bahkan masih anak-anak. Mengapa ini harus terjadi" Di mana Kaze dan yang lainnya" Mengapa mereka tidak mengambil risiko dan tetap datang kemari" Tiba-tiba Aniki merasa
dikhianati dan dimanfaatkan. Mungkin Ibu benar. Tidak seharusnya ia ...
Tiba-tiba, ada tepukan halus di pundaknya. Xin Ai.
"Jangan berpikir yang aneh-aneh. Kita sedang bertempur!"
"Tapi kita ditinggalkan ..."
"Kau tidak ingin semuanya mati konyol di sini, bukan" Tetap harus ada yang hidup. Jika bukan kita maka orang lain. Menjadi sentimentil akan membuatmu tidak fokus!" Xin Ai lalu kembali menerjang. Gerakannya yang lincah sungguh tidak terbayangkan dapat dilakukan oleh tubuh gemuknya. Darah musuh bercipratan di wajahnya, tapi ia tampak tetap tenang.
Aniki tersenyum kecil. Ya, itu benar. Xin Ai juga punya keluarga, ia bahkan hampir menikah saat mereka membawanya ke pertempuran konyol ini, tapi ia bahkan tidak mengeluh sedikit pun ...
Sulit untuk meledakkan apa pun karena musuh dan
kawan campur baur sehingga Aniki menoleh berkeliling dan mendapati sebuah senjata. Ia mengeluarkan isinya yang ternyata tabung berisi cairan kuning. Ia melemparkan benda itu ke udara dan meledakkannya di atas.
Orphann melihat ke atas dan menjerit.
"Ja ... ngan!" Hasilnya memang menakutkan. Bola yang terbentuk di udara berwarna merah terang bercampur kuning. "Apa itu"" tanya Aniki takjub.
"Bahan peledak," jawab Orphann. Berarti Aniki baru saja menciptakan bom.
"Dorong bom itu itu ke mana saja!" perintah Aniki. "Enak saja bicara! Itu bom!"
Bom itu hampir mengembang saat Orphann berpikir bahwa memang tidak ada pilihan. Ia maju dan sambil memejamkan mata, ia melepaskan energy mendorong bom itu ke arah yang tidak akan mengenai musuh ataupun kawan.
BUM! Pesawat besar yang terparkir di tengah gurun meledak. Orphann tersenyum puas. "Mundur!" katanya.
Pasukan Theft Ryder dan Jas Hujan Putih yang masih hidup mundur sehingga kini mereka berhadap-hadapan dengan musuh.
"Kalian sudah lihat kemampuan kami! Dalam posisi terpisah begini, kalian mudah dijadikan objek. Apakah kalian masih berani""
Para Beck dan terpidana palsu tadi bergeming, sementara Orphann menghitung pasukannya yang tersisa. "Ayo! Kalian menyerah!" Orphann mengancam. Tiba-tiba terdengar suara gesekan halus di sekitar mereka. Dari dalam pa
sir muncullah ribuan Beck, tentara
Vida dan Garda Goran dari segala arah di setiap sudut. Sepuluh ribu, dua puluh ribu, seratus ribu, lima ratus ribu orang!
"Oh, sialan!" maki Orphann.
"Mereka bersembunyi di dalam pasir sejak tadi malam!" pekik seorang anggota Pasukan Jas Hujan Putih. Luar biasa. Dengan begini, kabur pun menjadi hal yang tidak mungkin.
Orphann menoleh pada Aniki, Aniki menoleh pada Xin Ai Xin Ai menjatuhkan pedang dan mengangkat tangannya.
"Jangan melakukan pertempuran yang tidak mungkin kaumenangkan. Menyerah saja!" Ia maju duluan menyerahkan diri. Tindakannya diikuti Aniki.
Orphann terbengong-bengong tidak percaya dengan tindakan kedua rekannya. Bukankah mereka bisa bertempur sampai mati di sini" Mengapa tidak kita lakukan saja"
"Orphann, kita harus bertahan hidup dulu. Sisanya kita pikirkan nanti!" Aniki kembali lagi menggamit lengan Orphann. Orphann terpaksa menurut, lalu berdiri sejajar dengan Aniki dan Xin Ai.
Xin Ai meliriknya. "Jangan kesal begitu. Bertempur untuk mati itu konyol. Kita harus bertempur untuk menang. Untuk sementara, ini dulu yang bisa kita lakukan."
Orphann mulai bisa menerimanya. Ia tersenyum kecil.
"Kurasa kalau aku benar-benar jadi Goran nanti. Kau akan kuangkat menjadi penasihat perangku, Xin Ai," katanya tulus. Xin Ai membuang muka dengan sebal. Mengorbankan nyawa hanya untuk menjadi penasihat perang" Aku mau jadi istrimu, bodoh!
Tindakan Orphann diikuti ratusan pasukannya tanpa kecuali. Mereka berlutut di tengah gurun di bawah
todongan senjata. Sebuah pesawat lebar mendarat kemudian dan seorang yang tampak seperti jenderal turun menghampiri mereka sambil menyeringai lebar.
"Kalian tidak berpikir kami akan melakukan eksekusi semudah itu, bukan"" katanya tersenyum puas. Ya, mereka memang bodoh karena tidak berpikir bahwa lawan juga pasti punya strategi. Pesawat bolak-balik dan segala sesuatunya hanya kamuflase untuk menjebak mereka.
"Benar. Lima ratus ribu orang melawan tiga ratus orang Pertempuran yang seimbang," kata Orphann sinis.
Jenderal tersebut tidak terganggu dengan sindiran Orphann.
"Kami berencana menangkap semuanya, tapi ternyata teman-teman kalian meninggalkan kalian, ya"" Dia berdecak sedikit lalu melanjutkan,
"Ini yang disebut menangkap semua ikan di laut dengan segenggam umpan," tambahnya.
"Jangan berpikir kalian sudah menangkap semua ikan di laut," kata Orphann geram.
"Tidak lama lagi. Tenang saja. Tapi, sementara kami menangkap ikan-ikan lain, kalian harus berpiknik ke tempat yang agak jauh dari Gua Hitam tercinta."
Percakapan ramah-tamah itu berakhir dengan digiringnya mereka ke dalam pesawat lain yang lebih besar yang tiba kemudian. Pesawat itu melesat setelah mengapung beberapa saat di atas tanah.
Panglima Sam menatap pesawat dari kejauhan. Tidak bisa, pikirnya. Jika mereka pergi, bagaimana aku membawa mereka ke Mongol" Ia harus menghentikan benda terbang itu. Panglima Sam mengarahkan telunjuknya ke arah pesawat, tapi mendadak pesawat
diselubungi selubung cahaya halus berwarna kuning. Petir yang dikeluarkannya malah terpantul dan berbalik kepadanya. Panglima Sam lari tunggang-langgang menyelamatkan diri. Senjata makan tuan, pikirnya jengkel.
Tepat setelah pesawat berangkat. Terdengar suara kelebatan yang kuat. Seluruh Beck, tentara, dan Garda Goran yang tersisa buru-buru pergi melarikan diri dari gurun.
Beberapa menit kemudian suhu udara di gurun meningkat tajam. Pasir berderak-derak karena kepanasan dan air-air yang tersimpan di dalam kaktus tampak menguap di udara yang kering.
Hanya beberapa menit. Setelah itu, suhu gurun kembali normal dan pasir-pasir yang panas mulai mendinginkan diri. Fenomena itu terjadi setiap hari di Vida. Orang Vida menyebutnya 'Saat Ticklee'.
persinggahan terakhir PESAWAT MELESAT meninggalkan Planet Vida. Aniki menempelkan wajahnya di jendela melihat pemandangan menakjubkan di luar sana. Planet Vida tampak kemerahan di kejauhan sana. Bersama belasan planet lain, mereka beredar dalam orbit berbentuk elips yang sangat panjang, mengelilingi tiga matahari yang berada di pusat tata surya. Satu matahari tampak terselubung kabut asap.
"P lanetmu tidak bulat," kata Aniki heran.
"Memang agak gepeng. Karenanya satu tickle tidak sama waktunya dari hari ke hari," jawab Orphann enteng.
Ketiga matahari itu tampak kecil. Bahkan lebih kecil dari Planet Vida. Seperti terikat mereka nyaris menempel satu-sama lain dan berputar dalam ritme yang sama.
"Mataharimu juga berputar!" kata Aniki lagi.
"Apa anehnya""
"Matahari di Bumi tidak berputar. Mataharimu juga tidak berputar pada porosnya, tapi seperti dalam ikatan mereka bergerak dalam segitiga itu. Hebat sekali!"
"Biasa saja." "Planet Vida kecil, ya" Tapi planet-planet itu bahkan lebih kecil lagi." Xin Ai menunjuk bulatan-bulatan kecil yang ikut beredar.
"Sebagian dijadikan penjara dan tempat buangan. Sebagian lagi dijadikan tempat tamasya para borguic," kata Orphann.
Vida dengan empat puluh bulan beredar mengelilinginya berputar pada porosnya masing-masing tampak bagai
saturnus dengan cincinnya.
"Kita sudah melewati bulan, bukan"" tanya Aniki agak gugup.
"Tentu. Kau sudah melihatnya."
"Jika bukan ke bulan, lalu ke mana kita akan dibawa""
Mendadak terjadi kepanikan di kabin tahanan. Semua tegang. Mereka terbang semakin jauh dari tata surya Vida dan itu berarti mereka akan dibuang jauh sekali.
"Apakah tata surya Huff, Orph"" tanya seorang Theft Ryder dengan lesu.
"Mungkin," Orphann menjawab dengan muram. Mereka mendarat di sebuah tempat suram, dingin, dengan udara tipis. Hanya Orphann, Aniki, dan Xin Ai yang diturunkan di tempat itu dan langsung ditinggalkan di sana begitu saja, tanpa diborgol. Bagaimanapun memang tidak mungkin bisa kabur.
Sebuah bangunan besar berbentuk kubah berdiri sekitar satu kilometer dari mereka.
"Kau bisa lihat ada apa di sana, Xin Ai" Tanya Aniki.
Xin Ai menggeleng." Entahlah. Aku tidak bisa berkonsentrasi. Kepalaku pusing. Aku tidak bisa bernapas di sini."
Aniki dan Orphann juga merasakan hal yang sama Paru-paru mereka harus bekerja ekstra hanya untuk bernapas.
"Kita ke sana. Mungkin ada orang di tempat itu," kata Orphann. Penglihatannya sendiri mulai gelap. Mereka melangkah terseok-seok. Banyak kawah dan lubang lubang air di tempat itu. Kaki mereka terperangkap lumpur, debu, dan kawah-kawah kecil berkali-kali. Tiba tiba terdengar suara suitan panjang, seperti siulan. Siulan itu melengking dan menyakitkan. Orphann menutupi
telinganya. "Bisa lebih cepat"" katanya.
Ia menoleh dan melihat Aniki sedang berusaha menarik Xin Ai yang sudah bersimpuh. Wajah Xin Ai tampak pucat membiru.
"Tinggalkan saja aku. Jemput kalau kalian sudah kuat nanti," katanya putus asa.
"Omong kosong!" kata Orphann. Lalu, ia membopong Xin Ai di punggungnya. Aniki menatap punggung Orphann yang bermuatan Xin Ai sejenak. Ia membantu mereka dengan sisa-sisa tenaganya sendiri.
"Napasku sesak," kata Orphann.
"Benar," kata Aniki sementara tak ada komentar dari Xin Ai.
Orphann menjejakkan kakinya ke sebuah kawah yang tampaknya tidak dalam, tapi kawah itu ternyata gembur dan pijakan Orphann membuka sebuah lubang besar yang menariknya ke dalam. Ia terperosok ke dalam lubang membawa Xin Ai di punggungnya dan Aniki yang sedang memegangi Xin Ai dari belakang.
* * * LUBANG ITU dalam. Rasanya, tidak mungkin terjangkau bahkan jika seandainya mereka saling topang untuk menggapainya. Udara bahkan lebih tipis di bawah sini. Mereka bertiga berada di dalam lubang dengan sisa napas yang ada, mencoba bertahan. Wajah Orphann semakin pucat, tapi ia masih berusaha tersenyum.
"Gara-gara aku semuanya jadi begini, ya""
"Oh." "Oh"" Aniki melirik Xin Ai yang tergolek di tengah-tengah mereka. Ia tidak tampak seperti putri bangsawan dari Dinasti Ching. Wajahnya kotor, rambut dan kepangnya berantakan. Bajunya terkena cipratan darah dan ia mengenakan sepatu kets butut milik Aniki waktu SMP. Sebelah sepatunya sedikit terlepas dari kaki. Aniki menjangkaunya dengan susah payah.
"Apa yang kaulakukan"" tanya Orphann heran.
"Dia itu putri. Setidaknya jika harus mati, ia harus tampak rapi," katanya.
Aniki memasangkan kembali sepatu itu ke kaki Xin Ai, tapi sepatu itu malah terlepas. Tampak kaus kaki Xin Ai agak tertarik keluar. Aniki menariknya sama sekali lalu t
erkejut. "Orphann ..." bisiknya.
Orphann melongok dan mereka melihat sebuah bintang biru berada di telapak kaki kanan sang putri. Besar, biru, dan berpendar.
"Inikah yang dimaksudnya bagian tubuh yang tidak boleh dilihat laki-laki"" kata Orphann geli.
"Di masanya itu mungkin saja. Apalagi, ia seorang putri Ia pasti dijaga keluarganya sebaik mungkin." Aniki memasangkan kembali kaus kaki dan sepatu Xin Ai.
"Mmm ... ini hanya khayalanku. Seandainya kita menang, akan kubuatkan dia sepatu ... apa itu""
"Sepatu alas pot bunga," jawab Aniki.
"Ya, itu. Aku juga ingin membelikan Soil dan Sue baju baru. "
"Kau selalu menggendongnya," kata Aniki. "Apa""
"Kuperhatikan kau selalu menggendong Xin Ai setiap kali ia jatuh."
"Dia datang, Aniki." "Apa maksudmu""
"Dia sudah tahu ada penjebakan di gurun, tapi ia tetap datang ke sana membantu kita. Kadang, dia sangat menjengkelkan, tapi entahlah aku merasa menyayanginya," kata Orphann tersenyum tipis.
"Ya. Dia seperti adik yang menyebalkan."
"Ngomong-ngomong kita bertiga sama-sama tidak punya adik, ya""
"Tidak." "Satu kesamaan lagi."
"Satu kesamaan lagi selain apa""
"Kita bertiga sama-sama akan mati di sini. Kedinginan dan kehabisan napas," kata Orphann suram. Aniki tersenyum pahit.
"Menyenangkan. Kukira aku akan mati sendirian di rumahku saat tua dan keriput. Mati bersama kalian rasanya lebih baik."
"Benarkah itu, Aniki"" Suara Orphann mulai melemah. Penglihatannya makin kabur.
"Ya." Suara Aniki juga semakin samar. Ia melirik Xin Ai yang tertelungkup dalam diam. Dengan tenaga terakhir, ia merapikan sedikit pita rambut gadis itu. Lalu, ia kembali bersandar di dinding lubang, pasrah menghadapi kematian. Semuanya sama persis. Kawahnya, lubangnya, tempat ini. Ia juga bersama Orphann dan Xin Ai. Hanya saja ini bukan mimpi.
Xin Ai masih tertelungkup. Matanya terpejam, tapi air matanya mengalir keluar perlahan. Ia tidak rela. Benarkah mereka harus berakhir di sini"
* * * BAO QUI sedang meladeni para tamu yang dating ke kuil. Semua minta didoakan. Ini adalah kegiatan hariannya. Bao Qui melirik patung Dewi dengan agak kesal. Rasanya aneh menjadi utusan gadungan seperti ini. Ia merasa berdosa, apalagi semua pelayan kuil melayani kebutuhannya dengan baik sekali.
Ia mengira tamunya sudah habis saat seorang kakek tua datang menghadap.
"Utusan Dewi, aku datang jauh-jauh kemari untuk berdagang. Sebentar lagi aku akan kembali ke tempat asalku karena putriku akan melahirkan. Ia sakit-sakitan, jadi aku sedikit khawatir. Tolong didoakan agar semuanya lancar."
Bao Qui tersenyum. Ia mengeluarkan kalung bandul biru dari dalam lipatan lengan bajunya. Satusatunya kenangannya dengan Putri Xin Ai. Benda itu terlempar ke arahnya di dalam lorong waktu. Entah di mana sang putri kini berada. Benda ini sudah tidak ada gunanya lagi. Ia menyodorkan kalung tersebut kepada kakek itu.
"Ini, Kek. Berikan ini pada cucumu jika lahir, ya""
Kakek menerimanya dengan terharu.
"Terima kasih, Utusan Dewi. Jika lahir cucuku akan kuserahkan pada Buddha. Dia akan mengabdi sebagai bhiksu untuk Buddha."
"Terserah Kakek saja." Kakek itu sudah hampir beranjak saat Bao Qui bertanya,
"Katanya Kakek datang dari jauh. Sebenarnya dari mana Kakek datang""
Sang Kakek menjawab dengan takzim
"Aku datang dari Tibet."
Dari Penulis Saya bersyukur memiliki keluarga besar dan sahabat-sahabat yang bukan saja mendukung, tapi juga menginspirasi saya. Dulu, sekarang, dan saya harap nanti.
Eva telah meluangkan begitu banyak waktu dan tenaganya dalam mengikuti perkembangan cerita ini. Kata demi kata, lembar demi lembar. Aji yang menyempurnakan detail-detail yang nyaris terlewatkan pada semua kuda-kuda dan Kungfu Pa Gua. Sungguh, terima kasih.
Sidik Nugraha yang menjaga cerita ini agar tetap 'berada di jalan yang lurus1. Ia, Anton Kurnia, dan seluruh tim Serambi membantu mewujudkan Goran. Kalian sungguh luar biasa.
Tuhanlah Yang Menjaga saya dan Memberi saya semua mimpi. Termanis dan terliar. Dia adalah segalanya
tamat Kisah Si Bangau Putih 1 Topeng Terkutuk Sweet Valley Twins Super Chiller Karya Francine Pascal Istana Kumala Putih 1
^