Pencarian

3200 Miles Away From Home 9

3200 Miles Away From Home Karya Valerossi86 Bagian 9


"We met last month in a club in Itaewon." "I see..."
Sembari menunggu klub Cocoon dibuka pukul 2300, kami menghabiskan waktu di sebuah cafe yang terletak tidak jauh dari klub tersebut. Di situ kami mengobrol cukup banyak hal serta sedikit mencuri start rencana kami untuk 'get wasted' malam ini dengan beberapa botol bir.
Mendekati pukul 2300 kami ikut antrean masuk klub tersebut. Beruntung ketika kami berhasil masuk, kami secara ajaib mendapat meja untuk kami berlima. Tentu saja kami berlima langsung memesan beberapa botol minuman untuk kelancaran rencana kami malam ini.
Sementara itu di lantai dansa orang-orang cukup banyak berkumpul dan mulai menikmati musik yang berdentam-dentam memeriahkan suasana.
Botol-botol datang, dan kami semua menuangkan isinya ke dalam gelas kami. Kemudian kami melakukan cheers sebelum memindahkan isi gelas tadi ke dalam kerongkongan kami. Dua gelas berlalu, Jen dan Inga mulai turun ke lantai dansa dan mulai bergerak dengan panasnya seirama dengan musik yang dimainkan. Rory dan Jade terlihat sibuk dengan saling menempelkan bibir mereka serta saling raba di kursi mereka. Aku" Masih menikmati akumulasi efek gelas pertama sampai ketiga di dalam otakku.
Semakin lama aku sudah tidak terlalu menghitung berapa gelas alkohol yang sudah masuk ke dalam tubuh ini. Sementara di sana Rory dan Jade terlihat semakin panas. Jen dan Inga" Mereka bergerak semakin panas di lantai dansa. Terlihat beberapa lelaki mencoba mendekati mereka untuk berdansa sembari mencuri-curi kesempatan.
Dan aku tidak ingat sejak kapan gerakan dansa mereka jadi semakin menggairahkan di mataku. Tanpa aku sadari, aku bergerak mendekati mereka di lantai dansa dan mulai bergerak seirama dengan mereka. Sambil tetap membawa gelas minuman yang masih terisi setengahnya.
Aku" Dansa" Bukannya aku adalah a terrible dancer"
I am a terrible dancer! But screw that! The alcohol and the fact that my heart is broken simply made me ignore the fact that I am a terrible dancer.
Dan yang paling penting adalah lagu yang saat itu dimainkan sangat mempengaruhiku untuk turun berdansa bersama dua gadis sexy itu.
Yup! You're right Sophie! Heartbreak has successfully made me a bloody dancer!
Aku hanya bergerak mengikuti instingku seirama dengan musik yang berdentam. Dua gadis itu terlihat sangat menikmati berdansa denganku saat itu. Tanpa sadar, tubuh kami bertiga berkali-kali menempel. Dan kami menikmati hal tersebut. Kepala ini terasa sangat ringan. Dan rasanya klub ini semakin panas saja.
Tanpa aku terlalu sadari, aku hanya ikut saja ketika mereka berdua menarik tanganku keluar dari klub. Kepala yang terasa sangat ringan ini membuatku tidak bertanya banyak mengenai apa yang mereka hendak lakukan. Aku hanya percaya semua ini akan berujung pada hal yang nikmat.
Yang aku cukup ingat adalah aku dibawa kedua gadis ini ke sebuah apartemen cukup mewah yang tidak terlalu jauh dari Cocoon. Selama di lift menuju ke atas, kedua gadis itu bergantian menciumku sampai kami tiba di lantai tujuan. Dan begitu tiba di unit apartemen tujuan kami, aku cukup ingat kedua gadis itu semakin meliar dengan melanjutkan apa yang kami lakukan di lift sembari membuka seluruh pakaian kami. Dan terus bergerak semakin panas dan bergairah. Dan semakin bergairah. Hingga akhirnya kami secara bergantian menyatukan tubuh kami untuk mencari kenikmatan dan kehangatan di malam yang cukup dingin ini. -----------------------------
Malam sudah sangat larut dan aku terbangun. Di kiri dan kananku tergeletak dua gadis yang sangat menarik dan tanpa ada kain yang melapisi tubuh indah mereka. Kucoba lihat waktu di jam dinding yang ada di apartemen dan kulihat waktu menunjukkan pukul 0145.
Kemudian terdengar suara dering ponsel yang kuyakini adalah suara ponselku. Aku beranjak dari ranjang dan mengikuti dari mana suara ponsel itu berasal.
Kutemukan ponsel tersebut dan di layar tertulis "Azra".
Asfala Safilin "Hallo Az""
"Where are you, Jo""
"Still at a friend's place... Not sleeping yet"" "No... I'm waiting for you..."
Dan rasa bersalah itu menyeruak begitu saja. Terasa sakit juga mengetahui dirinya percaya dengan kebohonganku.
"OK Az... I've just finished my business here... I'll get home soon..." "Hurry... I feel so lonely here..."
Panggilan itu terputus dan aku segera membereskan diriku dan keluar dari apartemen itu. Aku tidak terlalu ambil pusing milik siapa apartemen itu. Yang terpenting sekarang adalah segera pulang dan menemui si Rambut Merah itu.
Sekitar satu jam kemudian taksi yang membawaku dari daerah Hongdae tiba di depan asramaku. Aku langsung saja meluncur ke dalam dan menemukan Azra sedang duduk di lobby sembari membaca sebuah buku.
"Az..." Ia melihat ke arahku dan tersenyum kepadaku. "So sorry to make waiting in here..."
"It's alright, Jo... Have you got your meal, yet"", tanyanya masih sambil tersenyum.
Azra... Aku tidak tau kamu terbuat dari apa. Tapi menungguku entah sejak dari kapan dan begitu akhirnya aku datang dia justru menanyakan apakah aku sudah makan atau belum itu rasanya... Tambah merasa bersalah diri ini rasanya. Sungguh aku merasa diri ini adalah seburuk-buruk makhluk.
Kutekuk lututku dan kurengkuh tubuhnya yang masih duduk di kursi itu. Ia sepertinya cukup kaget tiba-tiba kuperlakukan seperti itu. Namun sejurus kemudian ia seperti mengerti dan membelai rambutku. Aku sendiri kemudian menumpahkan air mataku di atas bahunya yang kusandari.
"Sorry Az... I'm so sorry..."
Ia tidak menjawab dan terus membelai rambutku. "EHEM!"
Suara itu memecah fokus kami. Rupanya seorang security melihat kami yang sedang berpelukan di lobby itu. Spontan saja kami melepas pelukan kami dan kami berdua tertawa kecil.
"Downstair at the usual place"", tanyaku.
"You go first. I've cooked beef rice for you actually. Lemme take it from the upstair."
Begitulah. Beberapa jurus kemudian aku menikmati nasi dengan daging buatan Azra. Ia sendiri terlihat senang hanya dengan melihatku makan. Tentu saja aku beberapa kali menawari dirinya sebagian dari makanan tersebut dan dia terus menolaknya. Hingga suatu saat ia bertanya.
"Jo... What is your most favourite food""
"Why" Do you wanna try to make it"" "Just curious..."
"They're both Indonesian food. Sate Padang and Batagor." "Sa-tay Pa-dang and Ba-ta-gor""
"Yup." "Can I taste them in Korea""
"I've found a restaurant that provides batagor in Ansan city. But never find one that sells sate padang." "Take me to Ansan someday, Jo!"
"Sure! Just let me know when you want to." -------------------------------
Beberapa hari telah berlalu. Saat itu waktu makan siang di mana aku baru saja selesai makan dan melangkah keluar dari sebuah restoran yang menyajikan nasi dengan ikan panggang di dekat pintu kecil di Selatan Kampus. Aku sedang asyik mencungkil gigiku dari sisa-sisa daging ikan ketika panggilan itu masuk ke ponselku. Kujawab saja tanpa melihat siapa yang meneleponku.
"Hallo, assalamualaikum Jo..."
Suara ini... Suara ini"!
"Ngapain lu nyet nelpon gua"! Mau pamer abis ngerebut mantan gua lu"!" "Jo... Sabar dulu... Biar gua ngomong dulu..."
"Mau ngemeng ape lu"! Mau pamer udah ngapain aja sama tu cewek brengsek"!" "Bisa gak lu gak usah bawa-bawa dia ke omongan ini"! Ini masalah gua sama lu Jo!" "Masih mau ngelindungin dia loe"! Gua udah curiga lu naksir sama doi sejak kita soft swing dulu!"
"Heh bang*at! Udah ga usah singgung masalah itu! Lu ga nyadar ya gua tuh awalnya kasian sama dia garagara kelakuan lu juga, monyet!"
"Jangan nyalahin gua dong! Udah jelas lu yang nikung doi! Gua juga curiga lu manas-manasin doi buat minta putus sama gua!"
"Lu bang*at ya emang! Lu gak pernah tau kan Riani semenjak pindah ke Surabaya udah berapa kali bolakbalik ke rumah sakit gara-gara beban kerjaannya"! Lu gak pernah tau kan kalo dia berusaha bertahan cuma karena alasan buat nambah-nambah biaya nikahan kalian"! Trus juga lu gak pernah tau sekuat apa dia coba bertahan buat gak cerita sama lu biar lu gak khawatir sama kondisi dia di sini terus lu bisa fokus sama studi lu di sana"!"
"..." Terasa ada palu godam menghantam dada ini dengan sangat keras sehingga aku tidak bisa bicara apa-apa.
"Gua yang tau semua itu Jo! Riani juga ga pernah mau cerita banyak soal itu tapi gua bisa tau sendiri. Riani cuma sekali-sekali aja curhat sama gua!", jelas Ian dengan suara bergetar.
"Dan gua gak bisa terima gitu aja Riani kayak begitu setelah tau lu ngapain aja di sana sama banyak cewek kayak yang suka lu ceritain di grup, nyet! Gak pantes Riani buat lu! Lu terlalu brengsek buat dia!" Aku masih belum bisa berkata apa-apa.
"Ini aja gua udah ga enak banget cerita yang barusan ke lu, Jo... Dia minta gua gak cerita apa-apa soal dia ke lu... Gua juga dulu ga pernah cerita soal kelakuan lu ke dia walau gua tau itu berat banget, Jo... Gua kayak begitu cuma gara-gara gua tau lu itu sahabat gua!"
"Yan... Gua..."
"Terserah lu masih anggap gua sahabat atau nggak... Yang jelas waktu itu Riani bener-bener gak kuat waktu liat lu deket banget sama cewek Turki itu... Tapi dia keliatan banget ikhlasnya ngerelain kalian berdua... Dan gua yang nemenin dia ngetik e-mail itu malah sedih sendiri tau walaupun bukan gua yang ngalamin...", tutur Ian kali ini dengan berkali-kali terpotong suara isakan.
"Dan satu lagi yang perlu lu tau, Jo... Gua nembak dia akhirnya niatnya cuma satu... Jangan sampe ada cowok brengsek lagi yang manfaatin dia... Cukup lu aja cowok brengsek yang deket sama dia... Gua juga berusaha biar ga brengsek-brengsek amat buat dia..."
Kemudian ada beberapa saat hening di antara kami. Dan semakin berkecamuk pula perasaan bersalah di dalam batin ini. Aku memang seburuk-buruk makhluk!
"Ian..." "..." "Tolong jaga Riani... Jangan biarin dia sedih...", ucapku mengakhiri pembicaraan di telepon.
Kuputuskan sambungan dan kumasukkan ponselku ke dalam kantong celana. Terus berbicara sembari berjalan tanpa sadar membawaku ke pinggir lapangan utama kampus Anam-dae. Setelah berjalan sejenak, kuputuskan untuk duduk di pinggiran lapangan tersebut dan menikmati pemandangan daun beraneka warna yang menjadi pemandangan khas musim gugur di sini.
Angin dingin yang berhembus rasanya tidak terlalu dingin dibandingkan dengan dinginnya kalbu ini setelah menerima 'siraman air es' dari Ian barusan. Ada rasa sakit yang ditimbulkan namun semua terasa lebih segar.
Ada sedikit rasa sakit yang terangkat.
Dan sepertinya aku mulai bisa mengikhlaskan Riani.
Side Story: Singin in The Rain 23 Januari 2016
Sosok mungil itu berlari ke arahku ketika ia turun dari mobil di depan halaman rumahku. Papa Joooo! , serunya.
Aku pun menekuk lututku sedikit untuk menyongsong sosok mungil itu. Ia terlihat begitu gembira melihatku dan terlihat langkahnya semakin cepat. Dan akhirnya ia menghambur begitu saja memelukku sementara aku sendiri secara otomatis menaikkan lagi lututku dan menggendongnya.
Astro kangen ya sama Papa Jo" Udah lama ya gak main-main ke sini" , tanyaku sembari sesekali menciumi kening dan pipi bocah kecil itu.
Papa Jo sibuk terus sih...
Tapi sekarang Astro ketemu kan"" "Iyaaa.... Gendong pundak dong Papa Jo!" Siaaaaappp!
Astrooo! Kamu itu kebiasaan deh kalo sama Papa Jo minta gendong pundak terus! Kamu itu udah berat! Kasian Papa Jo! , seru Tora yang kini sudah berada di depanku.
Ah& Teu nanaonan lah Kang& Lagian saya juga udah lumayan lama juga gak ketemu dia..." Aing nu teu enakeun ka maneh, Jo... Tos menta nitipkeun ieu budak, budakna rada badeur kieu..." "Teu masalah lah Kang... Imah aing ge lagi rame... Loba nu bantu ngajaga ieu budak lah..." "Rame" Aya Azra"", tanya Tora dengan genit.
Heh! Heh! Heh! Anak udah mau dua masih aja genit sama yang bening! , omel Wulan yang muncul dari arah belakang Tora sembari memberikan cubitan di pinggang.
Aw! Ampun! Ampun Ma! Ampun!"
"Kalo gak diginiin suka kebiasaan! Jo, aku nitip anakku ya... Seharian ini aku mau kontrol kandungan sekalian ke undangan di Bogor... Takutnya Astro rewel kalo ngikut... Aku juga minta maaf kalo jadi ngerepotin nih... Abis semalem Astro mintanya dititip di rumah Papa Jo aja gitu... Gak mau di tempat Eyangnya... Gak papa kok Lan... Aku juga udah lama banget kan gak main-main sama dia sejak tahun baruan kemarin... Trus ini kalo dia minta jajan... , ucap Wulan sembari merogoh tasnya.
Eh udah ga usah! Rumahku lagi rame! Isinya orang berpenghasilan semua! Kalo Astro mau beli apa-apa gampang! Paling kita ujungnya patungan... Kecuali Astro minta Aston Martin DB 10 aja... Bener nih"
Iya beneran kok... Yuk masuk dulu... Kita ngopi-ngopi bentar..."
"Wah ga usah deh Jo... Kita janjian sama dokternya sebentar lagi soalnya... Takut ga keburu... , tolak Wulan halus.
Ya udah... Kita jalan dulu ya Jo! Astro jangan nakal ya sama Papa Jo! , seru Tora. Iyaaaaa
Kemudian mobil mereka bergerak dari depan halaman rumahku. Aku sendiri yang masih menggendong Astro di pundak bergerak ke dalam rumah.
Assalamualaikum! Wa alaikum Salam! Hai Astro! , sambut Riani yang terlihat baru saja selesai mengepel. Halo Tante empuk! , balas Astro.
Sini sini Tante gendong... Kasian Papa Jo keberatan gendong kamu kayak gitu.
Dan Astro kemudian bergerak agak menunduk ke arah Riani meminta agar gendongannya berpindah ke Riani. Aku ikuti saja maunya.
Doyan banget kamu Tro digendong dia... Padahal masih rada bau keringet gitu abis ngepel... , gerutuku. "Abis enak Pa... Empuk... Beda sama Mama atau Papa Jo& , jawabnya polos.
Empuk ya" Masak sih" Sini Papa Jo cobain...
Eh! Jangan genit gini ah di depan Astro! Lagi lumayan rame pula rumah! , omel Riani. Aku hanya nyengir.
Hi Astro! , seru suara dari belakang. Halo Tante cantik!
Astro udah ngerti ya sama yang empuk dan yang cantik... , celetukku.
Riani kemudian mendelik ke arahku. Aku sendiri kembali nyengir. Sementara itu Azra bercanda-canda bersama Astro yang masih berada di gendongan Riani.
Kamu sudah makan, Astro" , tanya Azra dengan aksen yang patah. Astro menggeleng.
Ayo kita makan nasi goreng! , ucap Gadis Turki itu masih dalam aksen yang patah.
Yah, aku jadi ingat bagaimana Azra semalam memintaku, Riani dan Ian untuk mengajarkan beberapa kalimat dalam bahasa Indonesia untuk bisa bermain-main dengan Astro. Ya, kamu tidak salah jika kamu menebak mereka menginap di rumahku semalam. Dan memang ada salah satu dari mereka yang sehari-hari tinggal bersamaku di sini.
Pagi itu akhirnya kami makan nasi goreng buatan Chef Azra bersama. Ian yang sempat keluar membeli teh di warung pun ikut bersama kami menikmati nasi goreng tadi. Setelah itu kami seharian bermain-main bersama Astro di rumahku. Cukup banyak permainan yang kuajarkan kepadanya seperti bermain Uno, othello, sampai beberapa konsol game yang ada di rumah.
Pada siang harinya setelah makan siang, Riani memintaku membeli jus buah yang terletak tidak jauh dari rumahku. Aku sanggupi saja permintaan itu tanpa terlalu banyak tanya.
Di tengah jalan kembali dari tukang jus, rupanya hujan turun dengan deras. Jika kamu menebak bahwa aku akan berteduh, kamu salah. Aku malah menikmati berjalan di bawah guyuran hujan ini.
Begitu tiba di rumah, hujan masih cukup deras. Dan Astro terlihat menungguku di teras rumah. Papa Jo ujan-ujanan ya"
Iya Tro! Aku juga mau dong, Pa!"
"Ya udah buka aja baju kamu biar ga basah...
Aku sendiri mengambil bola plastik yang ada di sudut teras rumahku sembari meletakkan jus yang baru saja kubeli. Di bawah hujan itu kami berdua kemudian bermain bola bersama. Di bawah hujan itu kami berdua menikmati hubungan bapak dan anak. Yang jelas di bawah hujan yang deras itu kami bersuka ria. Sampai...
Jojoooo! Itu anak orang kok diajak ujan-ujanan sih"! Kalo sakit gimana"! , seru Riani dari teras rumahku. Aku hanya nyengir saja mendengarnya.
Beberapa saat kemudian aku mandikan Astro setelah puas bermain hujan. Sembari mandi aku iseng mengajak ngobrol bocah kecil yang rencananya akan mulai masuk taman kanak-kana tahun ini.
Gimana Tro main hujan" Enak gak"
Enak Pa& Kayak yang di Ancol&
Eh iya Tro& Menurut kamu antara Tante Cantik sama Tante Empuk yang lebih cocok jadi Mama kamu yang mana"
Dan terlihat raut wajah kebingungan yang tak pernah terlihat di wajah Astro sebelumnya.
tambah bingung kan nebak endingnya" Last edited by: valerossi86 2016-01-24T16:41:57+07:00
Triple Date(") "Jo, ntar malem ada acara"", tanya Rara siang itu di telepon. "Gak tuh. Bebas aja... Kenapa gitu""
"Ke Banpo yuk..."
"Lu ngajak gua malem mingguan Ra" Tumben..."
"Udah bisa genit lu sekarang... Kayaknya beberapa hari lalu lu masih galau total di kampus, Jo..." "Udah defaultnya genit Ra gua..."
"Tapi mbok ya ga genit ke temennya mantan juga kan"" "Anjiiiiirrrrrr! Paraaaaahhh!", tanggapku ringan.
Well, begitulah aku sekarang. Semenjak telepon dari Ian beberapa hari lalu aku sudah benar-benar bisa move on dari Riani. Bahkan sangat ikhlas jika Ian yang memang harus ditakdirkan bersama Riani. Bagaimanapun aku merasa mereka bisa sangat cocok satu sama lain.
Akan tetapi salah satu indikator berhasilnya aku move on pada saat itu adalah aku yang sudah tidak tersinggung lagi jika nama Riani disebut-sebut. Bahkan jika disinggung oleh Rara yang notabene adalah teman lama Riani. Seperti yang terjadi barusan. Jika hal yang barusan terjadi sebelum Ian meneleponku, mungkin aku sudah mengakhiri pembicaraan saat itu juga. Tetapi pada saat itu kondisinya berbeda. Sangat berbeda. Atau setidaknya pada saat itu terasa berbeda.
"Oh iya Jo..." "Kenapa"" "Kalo lu mau ajak Azra juga boleh kok... Lumayan kan lu malem mingguan sama dia..." "Hyahahahaha! Emangnya dia siapanya gua""
"Lu gak jadian sama dia""
"Gak tuh..." "Belom aja kali""
"Well, mungkin gitu ya" Let's see later aja kali ya""
"Lu tuh ya... Udah bubaran sama temen gua, ada cewek yang sempurna kayak dia di depan mata bukannya diiket..."
"Diiket" Kambing kali diiket..."
"Gua kasih tau malah dibecandain... Giliran diembat mewek dah! Tipe cewek kayak gitu banyak kali yang ngincer..." "Masak sih""
"Dia gak pernah cerita aja kali sama lu, Jo... Secara dia sayang banget sama lu... Tapi ya namanya cewek butuh kepastian, Jo!"
Sepertinya benar juga yang Rara sebutkan barusan. Tidak mungkin aku saja yang tertarik dengan Azra. Pasti banyak pria lain yang tertarik juga dengannya. Tetapi pikiranku pada saat itu cenderung memaksaku untuk percaya diri jika Azra tidak akan berpaling dariku begitu saja.
Atau mungkin lebih tepatnya pasrah saja mengenai bagaimana aku dan Azra ke depannya. "Oh iya, Ra..."
"Apa"" "Arda ikut ya"", godaku.
"Tau aja lu...", jawabnya dengan nada malu-malu. "Double date dong""
"Gak juga sih..." "Ada lagi gitu"" "Iya..."
"Siapa"" "Soni sama Mei..." "Triple date dong..."
"Iya ya" Ya liat aja ntar deh..." "Okelah... Jam 7 di Anam-yok"" "Sip!"
Kemudian kuakhiri panggilan tersebut dan menyorot nama lain di daftar kontak. "Hi Az!"
"Hallo Jo! What's up"" "Any agenda for tonight""
"Actually I planned to go dining out with friends tonight..." "..."
"But if you ask me to go out somewhere, I think I'll just go with you instead..." "Seriously""
"For sure, Jo..."
"OK... Let's meet up on 1815hrs at the lobby... Don't forget to bring your camera!" "Camera" What's your plan, Jo""
"A good spot to chill out for tonight" --------------------------------------
Pada pukul 1945, aku, Rara dan Azra tiba di stasiun Express Bus Terminal. Di sana kami bertemu dengan tiga sekawan dari Gwanak-dae: Arda, Soni dan Mei. Dari sana, kami berenam bergerak menuju tempat terbaik untuk melihat pemandangan Jembatan Banpo yang terkenal itu. Sepanjang perjalanan itu terlihat Soni sedikit cari-cari perhatian dengan Azra yang mana hal tersebut malah membuat Azra agak sedikit takut. Azra malah terlihat merapat kepadaku dengan berjalan di sampingku dan menggenggam tanganku erat. Well, nice try Son!
Setelah beberapa menit berjalan, akhirnya kami tiba juga di tempat tujuan kami. Dan waktunya cukup tepat juga karena tidak begitu lama setelah kami tiba, atraksi air mancur di jembatan tersebut dimulai.
Terlihat air mancur berwarna-warni mulai bergerak di sepanjang jembatan yang membelah Sungai Han tersebut. Kemudian terdengar juga suara musik yang mengiringi gerakan dari air mancur tersebut.
Kami berenam duduk dan menikmati keindahan pertunjukan air mancur tersebut. Sesekali kami juga mengabadikan atraksi tersebut dengan kamera yang kami punya.
Kemudian aku tersadar. Ada yang lain dengan Rara. "Ra..."
"Kenapa"" "Kamera baru nih ceritanya""
"Hehehe... Tau aja... Emang niat gua ke sini buat ngetes ini kamera, Jo..." "Kenalan dong..."
"Kenalan gimana""
Aku tidak menjawabnya. Aku hanya sedikit menaikkan salah satu kakiku yang masih memakai sepatu ke arah kameranya. Yup, aku memang bermaksud untuk 'berkenalan' dengan kameranya dengan mengikuti kebiasaan berkenalan dengan sepatu baru dengan cara menginjaknya. Terang saja Rara langsung menjauhkan kameranya dariku sembari mengomel.
"Jojo! Jijay lu ah pake kenalan-kenalan kayak gitu!" -------------------------
Atraksi tersebut berlangsung cukup lama. Setidaknya cukup lama bagi kami untuk berfoto-foto dengan latar belakang air terjun beraneka warna tersebut. Awalnya kami semua berfoto ramai-ramai dengan dibantu tripod yang memang dibawa oleh Rara. Kemudian foto sendiri-sendiri. Dan juga ada foto berdua. Sampai Soni juga memohon foto berdua dengan Azra di situ. Azra tentu saja terlihat sedikit tidak nyaman. "It's alright. Just a picture should be just fine.", kataku menenangkannya.
Ia hanya melihatku. Aku pun hanya mengangguk saja ke arahnya untuk meyakinkannya bahwa semua akan baik-baik saja.
Kemudian Soni terlihat mendekat dengan Azra ketika foto diambil. Dan begitu selesai Azra langsung bergerak mendekati Rara yang tadi mengambil gambar dan melihat foto tersebut. Sepertinya memang Azra tidak mau terlalu lama dekat dengan Soni. Tidak begitu lama melihat, ia kemudian mendekat ke arahku dan berbisik sesuatu.
"Let's use my phone to take our picture together."
Aku hanya mengangguk. Dan ia segera mengambil ponselnya serta mengarahkannya sedikit ke atas. Ia kemudian melingkarkan lengannya ke tubuhku hingga merapat dengan tubuhnya sebelum foto 'selfie' tersebut diambil. Dan setelah foto itu selesai diambil, kulihat ada raut wajah iri di muka Soni.
Raut wajah yang jauh berbeda jika dibandingkan dengan raut wajahnya yang terlihat begitu gembira ketika ia berfoto berdua dengan Azra barusan. So sorry Son, but she chose me instead of you.
Tiga orang lainnya" Tentu saja mereka bersorak ke arah kami dengan dominasi kata 'cie' dalam sorakansorakan mereka. Gadis Turki ini sepertinya mengerti jika kedekatan kami menjadi alasan utama sorakan mereka. Tentu saja wajah jelita itu bersemu merah mendengar sorakan teman-temanku. Aku pun merangkulnya untuk sedikit mengurangi rasa malunya itu.
Yang ternyata tindakan itu salah. Rangkulanku malah membuat mereka semakin kencang menyoraki kami berdua.
"Wuiiiihhh! Dirangkul Men! Cium aja sekalian, Jo!" "Kiss him, Az! Kiss him!"
"Guys, please!", responku dengan suara sedikit keras Dan ekspresi iri serta mupeng semakin terlihat di wajah Soni.
Well, malam itu berjalan dengan cukup indah. Kami berlanjut dengan menikmati oden di penjaja makanan pinggir jalan serta mengopi di sebuah kafe. Dan sepanjang malam itu juga aku semakin merasa kekhawatiran yang tadi siang kubicarakan dengan Rara di telepon sepertinya merupakan kekhawatiran yang tidak perlu.
ou Called Yourself a Man"!
Hari itu masih di awal bulan November 2011. Suhu sudah mulai dingin untukku dan beberapa rekan peserta beasiswa BKIK yang berasal dari daerah tropis. Namun karena kami memang sudah cukup lama tinggal di negeri ginseng ini, kami masih bisa menoleransi cuaca yang cukup dingin ini dengan cukup mengenakan jaket yang relatif tipis untuk beraktivitas di suhu 18 derajat celcius ini. Angin dingin yang sesekali berembus juga masih dapat kami tolerir walaupun kadang angin tersebut cukup membuat suhu udara jadi terasa lebih dingin 4-5 derajat celcius.
Sebagaimana di bulan-bulan sebelumnya, hari itu kami para peserta beasiswa BKIK berkumpul untuk merayakan ulang tahun salah seorang dari kami sekaligus merayakan kembalinya Saddam dari ibadah hajinya. Dan kali ini giliran Dao yang dirayakan ulang tahunnya.
Yup, Dao. Ada yang kangen dengannya mengingat aku cukup jarang menulis tentangnya belakangan ini"
Sore itu kami bergerak menuju sebuah restoran India di dekat Anam Junction untuk merayakan ulang tahun Dao tadi. Tentu saja yang ikut bukan hanya kami berdua puluh karena ada beberapa orang yang notabene di luar kelompok kami yang juga ikut dalam acara ini. Bisa ditebak siapa saja"
J"Jong-min selaku asisten program beasiswa, Duc si dokter kekasih Dao, Erden si pria Mongol bertubuh tegap yang merupakan pasangan Khali, serta tentu saja, Azra.
Ada enak dan tidak enaknya mengajak kekasih, atau apapun itu disebutnya karena aku pada saat itu masih belum resmi berhubungan dengan Azra, datang ke acara berkumpul dengan teman-teman seperti ini. Sisi enaknya adalah kamu bisa pamer kepada teman-teman jika kamu memiliki seseorang yang berharga dan bisa juga menunjukkan, atau mungkin lebih cocok disebut memamerkan, sejauh mana kamu sudah memilikinya kepada teman-temanmu. Bingung dengan bahasanya" Oke. Bahasa singkatnya: Bisa pamer punya pacar cantik. Paling tidak saat itu aku jadi merasakan nikmatnya pamer seakan aku memamerkan Konigsegg Agera kepada teman-temanku.
Sisi tidak enaknya" Well, mudah ditebak. Jika kamu membawa Konigsegg Agera ke acara kumpul-kumpul dengan teman, pasti setidaknya mereka lebih berfokus pada Agera yang kamu bawa ketimbang pada dirimu. Belum lagi ada di antara mereka yang mendadak jadi rewel meminta untuk mencoba Agera tadi. Begitu pun aku yang saat itu datang bersama Azra. Beberapa teman-temanku yang belum mengenal dekat Azra mendadak jadi mendekatiku untuk bisa mengenal Azra lebih dekat. Membuat jadi cemburu" Pasti! Paling tidak aku aku jadi harus selalu di sebelah Azra untuk memastikan semuanya under control.
Sesampainya di restoran, kami duduk di sebuah meja panjang. Aku sendiri duduk agak di tengah di antara Duc dan Azra sementara di seberangku ada Veng dan Farid di posisi seberang Azra.
Tentu saja Veng dan Farid, serta terkadang Duc, masih berusaha coba-coba mengajak ngobrol Azra ketika kami membolak-balik menu di restoran tersebut. Mereka seolah mencoba menjelaskan menu apa saja yang ada di buku menu tersebut. Bahkan aku melihat Farid sampai berbicara dalam Bahasa Turki dengan Azra untuk menjelaskan menu apa saja di situ.
Farid, I had no idea that you can speak Turkish that fluent. , pujiku. Jo, haven t I told you that I got my bachelor degree form a university in Ankara" What"! You did not leave me any clue about that!
Well, actually Turkish and Azeri languages are basically the same language. Just like your mother language and Malay, Jo. It is not so surprising for an Azeri like him to speak Turkish. , terang Azra. I see.
Well, sepertinya Farid bisa jadi the real threat kali ini.
Sisi tidak enak kedua membawa pasangan dalam acara seperti ini adalah berkurangnya kebebasan termasuk kebebasan dalam memesan makanan dan minuman. Hal ini terlihat jelas ketika kami memesan makanan dan minuman. Sebagian dari pria-pria yang hadir di sini memesan segelas besar bir sebagai minuman.
OK, I ll have a b.... , sahutku terpotong tatapan mata yang tajam dari Azra ketika aku juga hendak memesan segelas bir.
Yap, Azra beberapa hari lalu berhasil membuatku berjanji untuk mengurangi konsumsi alkoholku serendah mungkin. Ia hanya membolehkanku mengkonsumsi alkohol jika sudah larut malam saja dengan kandungan alkohol maksimal 15-20% saja. Dan berhubung pada saat itu waktu masih menunjukkan pukul 1700, well... ...a bottle of coke, please. , lanjutku yang diikuti oleh senyum dari Azra.
Sementara Farid, Veng dan Duc malah memberikan ekspresi yang cenderung meremehkanku yang hanya berani memesan soda sebagai minuman.
Coke" Dude, you called yourself a man" , ucap Duc pelan.
Brengsek betul si Duc ini. Namun mengingat ada Azra di sebelahku, kucoba tahan saja dengan ejekan dan seringai mengejek dari Veng dan Farid.
Beberapa saat kemudian, makanan datang. Diikuti juga dengan minuman. Tentu saja sebelum kami mulai makan, ada sambutan singkat dari Dao yang berulang tahun serta Saddam yang baru saja kembali dari ibadah haji. Setelah itu, kami melakukan cheers dengan botol dan gelas minuman kami masing-masing sebelum masuk ke menu utama. Dan lagi-lagi aku mendapat ekspresi wajah meremehkan dari Duc, Veng dan Farid ketika melakukan cheers. Brengsek betul.
Kemudian kami mulai makan. Aku masih ingat saat itu memesan kare sea food untuk menu makananku. Rasanya sebenarnya cukup lumayan. Namun sebagai orang Indonesia yang sehari-hari mengonsumsi salah satu cabe terpedas sedunia (cabe rawit) seolah cabe itu tidak begitu pedas, aku merasa cita rasa pedas yang kuinginkan masih belum ada. Tentu saja aku langsung memesan bubuk cabe kering untuk ditaburkan di kare ini.
"Chilli Peppers, anyone"", tawarku kepada teman-temanku ketika bubuk cabe kering itu datang.
Terlihat Dao, Duc, dan Saddam yang duduk di seberang Dao mengambil sedikit dari bubuk cabe tersebut. Dari sepiring kecil seukuran piring alas kopi tersebut, cabe tersebut masih tersisa separuhnya. Sedikit demi sedikit cabe tersebut kutambahkan ke dalam kareku sampai kutemukan cita rasa pedas yang kuinginkan. Sampai kemudian akhirnya piring itu bersih dari bubuk cabe, akhirnya cita rasa pedas yang kuinginkan dapat ditemukan juga.
"Damn! This is great!", seruku ketika akhirnya kucicipi kare yang sudah ditaburi bubuk cabe kering dalam jumlah banyak itu. Kemudian kunikmati saja kare pedas itu sembari sesekali menawarkannya kepada orangorang di sekitarku.
Reaksi mereka" Tentu saja mereka bergidik ngeri ketika kutawarkan kare yang sudah ditaburi bubuk cabe sampai setengah piring kecil itu. Terutama tiga pria yang tadi seperti mengejekku. Aku hanya menyeringai saja ke arah mereka sembari terus menikmati kare pedas itu.
Pelajaran hari ini: Jangan pernah meremehkan orang Indonesia jika itu mengenai makanan pedas. We are damned good at that shit!
Satu sama. Ketika makanan sudah habis, Duc, Veng dan Farid kemudian memesan masing-masing sebotol air mineral. Mereka merasa makanan yang tadi mereka pesan rasanya cukup tajam untuk mereka. Sejurus kemudian, air tersebut datang. Namun entah kenapa mereka seperti kesulitan membuka botol plastik air mineral yang masih tersegel tersebut.
Mate, lemme give you a hand. , tawarku.
Well, memang segel ini cukup keras. Namun dengan sedikit tenaga ekstra, segel berhasil kubuka. Kemudian aku serahkan kembali botol tadi kepada Duc. Kali ini dengan bonus senyum simpul.
Need extra power, guys" , tawarku kepada Farid dan Veng yang masih terlihat kesulitan membuka botol tersegel itu.
Mereka pun menyerahkan dua botol air mineral itu kepadaku. Dan hanya dalam hitungan detik, dua botol plastik itu sudah kembali ke tangan mereka dengan segel terbuka.
Yes, guys. I called myself a man. , sindirku sembari meneguk sisa coke dalam botol. And you re welcome. , lanjutku.
I Quit! Saat itu minggu kedua bulan November 2011. Tepatnya pada hari kamis sore. Pada saat itu aku sedang enakenaknya menikmati break sejenak dari kuliah Prof. Kim bersama dengan Khali, Daniel, dan Rory. Bisa menebak apa yang kami lakukan untuk menghabiskan waktu break" Betul. Merokok.
Di samping rokok, terdapat juga beberapa gelas kecil kopi di sekitar kami untuk menemani nikmatnya ritual pembakaran paru-paru tersebut. Belum lagi suhu udara di sekitar kami yang mencapai sekitar 15 17 derajat celcius menambah nikmatnya merokok. Terus terang pada saat itu sangat merasakan begitu nikmatnya membakar lintingan tembakau tersebut. Lebih nikmat ketimbang melakukan hal yang sama di negeri asalku yang panas tersebut. Sejenak aku berpikir begitu wajarnya zaman dahulu di mana bangsa-bangsa Barat berusaha mencari rempah-rempah serta tembakau jauh-jauh ke negeriku demi mendapatkan kenikmatan membakar paru-paru di cuaca sejuk seperti ini.
Sepertinya memang kombinasi cuaca sejuk + rokok + kopi panas merupakan salah satu kombinasi yang dapat digunakan untuk membuka pintu menuju surga dari negeri ini. Namun aku merasa ada kombinasi yang hilang. Dan sepertinya Rory juga menyadari kekurangan ini.
"Hei Jo, got any clove cigarettes" It would be perfect for this kind of weather."
"Negative, mate. I just running out of my stock. Gotta ask for more boxes form my Indonesian comrades this weekend."
"Don't forget about that mate. Winter's about to come. Clove cigarette is one of the most perfect mates for winter."
"So you Indonesians love to add cloves to your cigarettes, Jo"", tanya Khali.
"You can say that as an Indonesian signature. We do love clove cigarettes very much. It gives a unique taste that you won't find in any other kind of cigarettes throughout the world."
"I see..." Well, semenjak putus dari Riani, aku memang kembali menjadi perokok aktif. Bahkan lebih aktif dari sebelumnya. Biasanya aku hanya sebatas social smoker, kali ini aku beberapa kali membeli sendiri beberapa bungkus rokok. Dan beruntunglah aku yang masih mengurusi program pelatihan yang diikuti TKI. Dari mereka aku berhasil mendapatkan rokok kretek yang biasanya hanya kudapatkan di tanah air saja. Mungkin bagiku pada saat itu kembalinya aku merokok merupakan bentuk kekecewaan dari Riani yang memutuskanku di samping adanya tuntutan cuaca yang semakin mendingin serta tugas kuliah yang semakin menggila setelah ujian tengah semester terlewati.
Reaksi Azra" Well, dia tidak melarangku. Dia hanya meminta agar aku tidak terlalu banyak merokok. Paling banyak dua bungkus dalam seminggu. Dia juga pernah bercerita bahwa kakak dan ayahnya juga perokok yang cukup berat. Mungkin karena itulah dia tidak terlalu mempermasalahkan diriku yang kembali merokok.
Sedang asyik-asyiknya kami berempat mengobrol sembari merokok dan mengopi, terdengar suara berat dari arah dalam gedung.
"Can I join you, guys""
Kami semua langsung menoleh ke arah sumber suara tadi.
"Sure Prof! Here, take mine if you would like to...", sambut Daniel yang bereaksi paling cepat di antara kami. Ia juga terlihat menawarkan rokoknya kepada Prof. Kim.
"Nah... I already got mine... Well, if you want to try mine do not hesitate to take some!", jawab Prof. Kim sembari mengeluarkan sebungkus rokok dari kantong jasnya.
Terlihat Prof. Kim mengambil sebatang rokok dari rokok yang bungkusnya cukup familiar untukku itu. Kemudian setelah dinyalakan, korek gas dan bungkus rokok itu diletakkan di meja yang berada di tengahtengah kami. Dan benar saja, rokok itu merupakan rokok yang sangat familiar untukku.
"Gee, Prof! I never know you love this kind of cigarette! Can I take some"", seru Rory riang setelah melihat bungkus rokok merah hitam asal Kudus itu.
Prof. Kim hanya mengangguk dan tersenyum sembari menghembuskan asap dari hidungnya.
"How did you get this clove cigarette, Prof"", tanyaku yang masih terkaget karena Prof. Kim bisa memiliki rokok dengan merek ini di sini.
"I have a good Indonesian friend. Several years ago I met him when I conducted a research on Indonesian tobacco industry particularly in Central Java. Well, we keep our good friendship until the time being. He keep sending me clove cigarettes every month while I sending him a bottle of soju in exchange.", terang Prof. Kim. "I see..."
Kemudian Daniel dan Khali yang melihat aku dan Rory menikmati rokok kretek itu dengan ekspresi gembira jadi ikut-ikutan mencomot sebatang rokok dari bungkus merah hitam itu. Pada hisapan pertama, terlihat mereka sedikit terkejut dengan sensasi pedas yang muncul. Namun setelah beberapa hisapan, terlihat mereka mulai menikmati nikmatnya rokok kretek ini.
Satu batang telah habis. Orang-orang di sekitarku terlihat akan menyalakan batang kretek kedua. Aku pun sebenarnya juga akan ikut menlakukan hal yang sama. Namun tiba-tiba ponselku berbunyi. Kujepit saja batang kretek itu di antara bibirku dan tanpa melihat kujawab panggilan masuk tanpa melihat siapa yang menghubungi.
"Yeah hallo... Jojo's speaking..."
"Halo Jo...", sapa suara lembut di ujung sana. Suara ini.
Setelah sekian lama. Akhirnya dia menghubungiku lagi.
Aku tidak tahu apakah aku harus senang karena akhirnya bisa mendengar suara ini lagi, atau harus kecewa karena ia memutuskan hubungan yang sudah berlangsung lama denganku dan lebih memilih sahabatku. Yang jelas, batang rokok yang kujepit dengan bibirku terjatuh ketika mendengar suaranya.
Ada dead air yang cukup lama di antara kami. Selama dead air itu hati dan otakku seakan bertarung untuk memformulasikan respon apa yang harus kuberikan kepadanya. Logikaku cenderung bersahabat dengan emosiku di mana mereka seakan berkonspirasi untuk memberikan respon yang emosional kepadanya akibat tindakannya yang memutuskan hubungan kami yang sudah berjalan selama hampir enam tahun. Di sisi lain hatiku berusaha menahan agar aku tetap bersikap hangat kepadanya karena sudah terlalu banyak kenangan indah yang kami alami selama enam tahun terakhir. Lagipula aku tidak bisa berbohong jika di sudut yang dalam sana masih ada serpihan kasih dan sayang untuknya.
"Ri"", balasku dengan masih ada pertarungan antara hati dan logika. "Iya, Jo... Apa kabar""
Kuhela napas panjang dan...
"Baik Ri... Kamu gimana" Sehat" Kamu jangan terlalu maksain sama kesibukan kerjaan Ri..." Yup. Aku memutuskan untuk memenangkan hatiku.
"Alhamdulillah sehat Jo. Kamu gimana" Lagi sibuk ya sama tugas-tugas kuliah" Jangan lupa makan lho..." "Soal yang itu mah ga bakal lupa kok Ri..."
"O iya..." "Kenapa"" "Azra apa kabar""
"Oh... Baik kok... lagi sama-sama sibuk paper dan quiz aja kayak aku..." "Bantuin lah kalo dia lagi sibuk gitu..."
"Pasti lah kalo itu Ri... Kalo Ian apa kabar""
"Lagi lumayan sibuk dia Jo. Perlu ngejar target tahunan soalnya. Tapi dia bilang sebentar lagi selesai sih. Aku lagi nunggu dia ngejemput nih."
"Oh..." Jujur ada rasa sakit yang terasa mendengar hal barusan. Masih terasa bahwa seharusnya aku yang ada di posisi Ian yang menjemputnya pulang kerja.
"Hey Jo! Don't forget to return to the class once you finish with your call! We're about to start!", seru Prof. Kim kepadaku.
"Aye-aye Prof!", jawabku.
"Barusan Professormu Jo" Lagi di kelas ya"" "Nggak... Kita lagi break aja... Bentar lagi masuk kok..." "Lagi break" Kamu gak ngerokok kan tadi"" "..."
Terdengar suara dengusan nafas panjang di ujung sana.
"Aku emang udah bukan pacarmu lagi Jo... Tapi please, Jo... Please banget stop ngerokok... Ini buat kamu dan masa depan kamu juga kok Jo..."
"Iya Ri... Aku berhenti sekarang juga..." "Emang Azra ga ngelarang kamu""
"Dia cuma ngebatasin aja dua bungkus maksimal seminggu..." "Ya udah... Nanti aku bilang ke dia buat ngelarang total kamu ngerokok..." "..."


3200 Miles Away From Home Karya Valerossi86 di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jo"" "Jadi lucu gini, Ri... Setelah kita udahan kamu jadi care begini sama aku"" "..."
"Ri"" "Gimanapun kamu itu berkesan banget buat aku Jo... Aku ga bisa ngehapus kamu gitu aja dari dalem sini..." "..."
"Aku sejak waktu itu coba nahan-nahan buat gak ngehubungin kamu karena aku ngerasa bersalah banget sama kamu... Tapi aku gak tahan juga buat ga ngedengerin kabar dari kamu langsung... Yah... beginilah akhirnya..."
"Ian tau kamu ngehubungin aku"" "Nggak sih..."
"Lain kali baiknya kamu minta izin dia deh kalo mau hubungin aku... Bukannya aku ga suka dengerin kamu, tapi ya hargain lah Ian..."
"Iya, Jo..." "Ya udah... Aku balik ke kelas dulu ya... Kayaknya udah mulai lagi tuh..." "Iya, Jo... Sukses ya... Salam buat Azra lho..."
"OK!" Mungkin yang terjadi padaku saat ini sebagaimana yang digambarkan sebuah peribahasa modern: karena halo setitik, rusak move on sebelanga. Yup. Karena panggilan tadi progress move on-ku yang tadinya sudah nyaris 90% sepertinya harus kembali ke level 5% saja.
Dan yang jelas untuk saat ini, ada satu hal yang perlu kulakukan.
Aku masuk kembali ke kelas tepat ketika Prof. Kim akan melanjutkan lagi presentasinya. Kududuki kembali kursi tempatku duduk di kursi sebelah Khali. Kukeluarkan saja bungkus Bohem Cigar Mojito yang masih tersisa lebih dari separuhnya dan kuletakkan begitu saja di depan Khali.
"What do you mean with this, Jo"", tanya Khali sambil berbisik. "It's all yours. I'm quitting."
She's a Rebel Sebelum masuk pada cerita, mungkin aku perlu bertanya kepada pembaca semua: kira-kira apa karakter Azra yang sebenarnya beberapa kali kuceritakan di cerita ini namun (mungkin) tidak terlalu banyak di antara kamu yang menyadari karakter tersebut" Yup. Karakter pemberontak. Beberapa kali pernah kuceritakan bagaimana dia berani datang ke kamarku bahkan menghabiskan beberapa malam di sana ketika Saddam sedang berangkat ke tanah suci. Mungkin cukup banyak di antara kamu yang tidak terlalu sadar dengan karakter ini mungkin karena tertutup dengan pesonanya.
Well, Azra pernah bercerita karakter pemberontaknya itu muncul dari kondisi keluarganya. Dirinya merupakan anak kedua dari tiga bersaudara di mana kakak dan adiknya laki-laki. Sejak kecil ia memiliki lebih banyak teman main laki-laki ketimbang perempuan. Dan di tengah pergaulannya yang didominasi laki-laki, ia justru tumbuh sebagai perempuan yang cenderung bengal bahkan untuk kelompok bermainnya yang didominasi lelaki tersebut. Ia pernah bercerita setidaknya seminggu sekali sewaktu ia kecil orang tuanya sering mendapat komplain dari orang tua temannya karena temannya pulang dalam keadaan menangis akibat dipukul gadis kecil yang kemudian tumbuh menjadi gadis cantik ini. Selain itu karakter pemberontak juga seperti diturunkan dari ayahnya yang merupakan dosen di sebuah Universitas di Ankara. Mungkin lebih tepat disebut kritis, ketimbang pemberontak. Yang jelas didikan dari ayahnya plus sikapnya yang agak bengal membuat dirinya sangat percaya diri dan sering juga nakal dengan melanggar beberapa peraturan.
Misalnya: naik ke atas patung yang ada di tengah air mancur untuk difoto bersama. Atau jika salah satu dari kamu pernah berkesempatan mengunjungi Seoul khususnya di dekat KBRI Seoul, mungkin kamu pernah melihat ada taman bernama Ankara Park yang terkenal dengan adanya rumah tradisional Turki di tengahnya. Well, jika kamu menebak apakah Azra pernah nekat masuk ke dalam rumah tradisional yang biasanya terkunci itu, kamu benar. Kebetulan memang waktu kami ke sana entah kenapa pintunya tidak terkunci sehingga kami bisa masuk ke dalam. Padahal rumah itu pada dasarnya hanya bisa dinikmati dari luar saja. Oh iya, kamu menebak apakah aku juga ikut masuk ke dalam rumah tersebut" Ya. aku diseret untuk ikut masuk juga ke dalam situ.
Dan beberapa menit setelah kami keluar dari rumah tersebut, kami langsung ambil langkah seribu menuju stasiun saetgang mengingat kami keluar dari rumah tersebut ketika seorang petugas polisi sedang berjalan di Ankara Park tidak terlalu jauh dari rumah tradisional Turki tersebut.
"Az! That was insane!"
"It was indeed! Let's do that again someday!"
"Not in a century!"
------------------------------------
Beberapa hari kemudian kami berjalan berdua untuk menikmati akhir pekan di Ansan sebagaimana pernah kujanjikan kepadanya. Pagi itu sekitar pukul 0700 kami sudah berada di dalam kereta menuju Ansan. Terlihat Azra masih sangat mengantuk pagi itu. Sepanjang perjalanan ia tertidur dan menyandarkan kepalanya ke bahuku. Sesekali kubelai lembut rambut merah yang diikat ekor kuda hari itu. Entah dia sadar atau tidak dengan belaianku barusan, yang jelas beberapa kali ia memeluk erat lengan kananku sembari memperbaiki posisi kepalanya yang menyandar di bahuku tersebut.
"Az, wake up... We're about to arrive soon...", bisikku.
Perlahan mata dengan iris coklat muda itu terbuka. Kemudian dikedip-kedipkannya sepasang mata itu untuk mengumpulkan kesadaran. Setelah itu dara Turki itu tersenyum kepadaku dan mengecup lembut pipi kananku. Tentu saja beberapa pasang mata terlihat kaget melihat apa yang ia lakukan barusan. Terutama dua pasang mata dari sepasang remaja Korea yang duduk di seberang kami. Sepertinya tidak lazim bagi mereka melihat seorang gadis kulit putih bermanja-manja dengan seorang pria berkulit sawo matang khas Asia Tenggara sepertiku.
"Thank you, Jo."
"Thanks for what, Az""
"Thanks for taking me this far... And also...", tuturnya terputus dengan pipi memerah. "..."
"Thanks for letting me sleep next to you... It's been a while for me ..." "Ahahahaha... I see..."
"Sometimes I wonder when I could always wake up in the morning with you beside me, Jo...", ucapnya dengan tone suara menurun.
"Excuse me""
"Naaaahhh... Nevermind"
"It's alright, Az... I heard that...", sahutku dengan nada malu-malu.
Sepertinya orang-orang di sekitar kami saat itu dapat dengan mudahnya melihat sepasang wajah kami memerah.
---------------------------------------------
Beberapa menit kemudian kami tiba di stasiun Ansan. Segera saja aku bergerak sembari menggandeng tangan Azra untuk mengarah ke luar stasiun. Namun sebelum aku keluar, tiba-tiba ada dorongan alami untuk mengosongkan kandung kemihku sehingga memaksaku untuk mampir di toilet dekat pintu keluar stasiun. "Wait her, ok""
Azra hanya mengangguk. Sepeminuman teh kemudian aku kembali ke tempat tadi dan melihat Azra sedang bergoyang dengan irama yang sayup-sayup sepertinya berasal dari pasar yang ada di seberang jalan sana. Irama lagu yang sangat familiar buatku.
"Is it a song from your country, Jo""
"Guilty as charge, Az... I'm still wondering why do they choose this music to be played here..." "Let's go across the street then!", serunya sembari meluncur menyeberangi jalan yang cukup lebar dan sepi itu.
Aku baru sadar dirinya sudah bergerak cepat menyeberangi jalan itu beberapa detik kemudian. Tentu saja aku panik melihatnya menyeberang jalan begitu saja mengingat cukup lebarnya jalan itu serta bagaimana Azra menyeberangi jalan itu bukan di tempat yang seharusnya yaitu di sebuah terowongan yang tidak jauh dari tempatku waktu itu. Begitu pada akhirnya ia berhasil menyeberangi jalan itu dengan selamat, segera saja aku berlari memasuki terowongan untuk menuju seberang jalan. Dan begitu aku tiba di dekatnya, langsung saja kuomeli gadis itu.
"Are you out of your mind Az" You're not supposed to cross the road that way. It was too bloody dangerous!" "Sorry, Jo... But that was fun! You should try it someday! Now let's go to the place where they play this music!" ----------------------------------------------
"Eh Mas Jojo... Apa kabar" Wah, ngajak cewek lagi nih... Beda sama yang kemarin...", goda Ibu Sari ketika melihatku masuk ke restorannya.
"Ah si Ibu ini bisa aja... Ini temenku orang Turki... Mau tau soal makanan Indonesia...", jawabku tersipu "Oooo... Pesen yang biasa Mas""
"Iya Bu... Dua ya... Buatku yang pedes, buat dia jangan pedes... Kasian..." "Siippp..."
"Well, Az... Anything else to order...", tanyaku kepada Az yang masih membaca-baca menu. "Soto ayam, please... Don't make it spicy..."
"Sotonya satu Bu... Jangan pedes...", seruku kepada Bu Sari.
Ibu Sari hanya memberikan satu isyarat ibu jari untuk menjawab pemrmintaanku.
Kemudian Azra bertanya-tanya tentang beberapa pernak-pernik khas Indonesia yang menjadi hiasan di restoran itu. Aku pun dengan sabar menjelaskan kepadanya.
"Jo, how do you play this instrument"", tanyanya ketika ia menggenggam sebuah angklung.
"Oh, you've got to handle it in a particular way like this... And shake it like this...", sahutku sembari menunjukkan bagaimana cara menggenggam dan memainkan angklung.
Terlihat matanya berbinar melihat angklung itu berbunyi. "So interesting! How do you play musics with that""
"Well, actually it should be played in a group, Az... Need at least a set of angklung to play a music... At least around 21 angklung to play a music since an angklung only play a tone..."
"I see..." Kemudian Ibu Sari tiba dan menghidangkan pesanan kami. "Chalmokoseumnida!"*, kata Bu Sari
Spoiler for *: selamat makan! "Neeeee... Gamsa Hamnida!", jawab kami berdua.
Kemudian kami menikmati makanan yang sudah dihidangkan tersbut. Tentu saja sebelumnya aku sedikit menjelaskan bagaimana menikmati batagor dan soto ayam yang terhidang. "Jo, this is great! How do you call it" Betakor""
"It's batagor... Ba-ta-gor!"
"Batagor! Now I understand why do you love it so much!"
"You know, the taste of batagor is so much better in the city where I was born... I believe because it is the original place where this food come from..."
"Really"" "Yup! But somehow I believe it would be too spicy for Turkish like you..." "OK... I'l learn how to handle spicy food if you promise me to take me there someday!" "I will, Az..."
"By the way, we haven't ordered something to drink, right"" "Ah! Yeah, you're right!"
"How do you order drink in your language, Jo" I wanna try to speak it..." "Well, what do you want to drink""
"Ice tea would be fine. How about you""
"I'll have the same I think... Well, listen and repeat after me: Bu, es teh manis dua!" "Bu, es teh manis dua... That simple""
Aku hanya mengangguk. "Bu, es teh manis dua!", seru gadis itu dengan suara agak keras ke arah Bu ari.
Tentu saja Bu Sari terlihat kaget mendengar Azra mengucapkan pesananannya dalam Bahasa Indonesia. Raut wajahnya yang berbentuk bulat dan mata belo itu tidak dapat ditutupi ketika mendengar hal tadi. Namun ia segera masuk ke dapur dan menyiapkan pesanan kami. Tidak begitu lama kemudian ia berada di dekat meja kami dan mengantar dua gelas es teh manis.
"Mas, temennya bisa bahasa kita ya"", bisiknya ketika berada di dekat meja kami. "Ah, nggak kok... Tadi saya ajarin aja buat mesen es teh manis..."
"Kirain udah bisa... Cantik banget ya Mas... Cocok deh buat Mas Jo... Beresin buruan kuliahnya trus ajak dia ke Indonesia buat dikenalin sama keluarga Mas Jo..."
"Busyet deh Bu... Pacaran aja belom sama dia..." "Ya udah lah ditembak aja dulu... Gitu aja kok repot"" -------------------------------------
Sekitar dua puluh menit kemudian kami berdua sudah berjalan berdua bergandengan tangan menyusuri Ansan terutama di wilayah pasar tradisionalnya. Tentu saja beberapa orang setempat terlihat penasaran terhadap kami sebagaimana di kereta pagi tadi. Beberapa ajumma* bahkan sempat bertanya kepada kami: Gachi"
Spoiler for *: ajumma: Ibu-ibu/tante-tante/wanita paruh baya
Aku terus terang kurang mengerti apa maksudnya. Namun Azra hanya menjawabnya dengan: Neeee. "What did she mean with 'gachi' Az""
"Well she was asking whether we are together or not." "What" And you said 'neee' as the answer""
Azra tidak menjawabnya. Ia hanya memberikan pelukan di lenganku sembari tersenyum hangat ke arahku. Yap senyuman yang hangat dan manis yang sangat khas darinya. Senyuman yang dikombinasikan dengan tatapan lembut yang selalu berhasil membuatku tidak bisa berkata apa-apa. Bahkan terus terang aku juga beberapa kali tanpa sadar dipaksa untuk menahan napas ketika disuguhi kombinasi senyuman plus tatapan itu.
Well, ada yang perlu sedikit aku ceritakan juga di sini. Pergi ke Ansan dengan posisi sebagai salah satu pengurus program pelatihan bagi TKI sebenarnya ide yang tidak terlalu baik. Khususnya jika kamu termasuk tipe orang yang tidak terlalu suka berada di bawah sorotan spot light. Misalnya aku.
Sehabis makan dan sedikit berjalan-jalan barusan Azra merengek untuk diantarkan ke toko yang menjual makanan Indonesia. Well, menurutmu aku bisa menolak rengekannya" Tidak sama sekali.
Masalahnya adalah untuk menuju toko terbaik untuk mendapatkan makanan Indonesia, kami harus melewati blok di mana banyak TKI tinggal. Jadi bisa dibayangkan formula TKI + Ansan + Pengurus Program Pelatihan + Jam makan siang. Hasilnya" Well, begitu kami melewati blok dimaksud cukup jamak kalimat-kalimat ini terdengar:
"Eh, Mas Jo..." "Mampir Mas..." "Wuih, siapa tuh Mas Jo" Kenalin dong..."
"Mas, pantesan smsku kemarin gak dibales... Emang susah kalo di sebelahnya ada bidadari..." "Mas Jo... Ditunggu lho undangannya..."
"Jo... I never know that you're quite famous here..."
Dancing in The Moonlight Sosok berambut merah itu bergerak lincah menyusuri lorong-lorong di sebuah toko yang menjual makanan impor sembari sesekali melihat layar ponsel di genggamannya. Aku dan pria di sebelahku mencoba sebisa kami mengikuti ke mana gadis itu bergerak sembari mendorong keranjang belanja yang sudah mulai terisi banyak barang belanjaan.
Gesit banget Mas Jo, pacarnya&
Yah begitulah Mas Didi. Dia emang hobi masak. Sebanyak ini dia belanja ga bakal kebuang. Jadi ga rugi juga belanja banyak kayak gini.
Mas Didi ini merupakan seorang Tenaga Kerja Indonesia asal Sumbawa yang sudah cukup lama tinggal di Ansan. Saking lamanya tinggal di sini, dia menjadi salah satu TKI yang paling dituakan dan dihormati. Well, secara tidak resmi dia juga merupakan lurah dari para TKI di Ansan. Menjadi lurah di Ansan berarti juga menjadi peta berjalan mengenai wilayah Ansan termasuk di antaranya menjadi direktori tempat berbelanja dan makan di kota ini. Bahkan cukup banyak juga mahasiswa Indonesia yang mencari informasi mengenai kerja part time dan tiket penerbangan murah di kota ini melalui Mas Didi.
Dan suatu kebetulan yang luar biasa di tengah jalan menuju toko ini kami bertemu dengan Mas Didi. Kebetulan juga Mas Didi mau menanyakan beberapa hal mengenai program pelatihan TKI yang sedang dia ikuti sementara aku meminta saran mengenai toko mana yang sebaiknya kami kunjungi untuk berbelanja makanan di sini. Yah, sejenis simbiosis mutualisme.
Masak" Bisa masak di asramanya Mas Jo" Bisa lah... Ada dapur bersama di tiap lantai kok...
Kalo punya dapur sendiri bakal lebih enak tuh Mas Jo... Apalagi dimasakin sama pacarnya yang cantik kayak gitu...
Mas... Maksudnya bukan tinggal bareng kayak kumpul kebo gitu kan" Hehehehe... Iya, itu maksudnya...
Yang bener aja, Mas... Mana mau dia saya ajak kayak gitu"
Ya kali aja Mas... Jangan salah juga lho... Lumayan banyak orang Indonesia baik itu TKI atau mahasiswa yang kayak gitu"
Ah, masak sih" Beneran Mas! Banyak yang nyewa one room atau apartemen trus ditinggalin bareng gitu& Ya saya ga tau ya mereka ngapain aja selama tinggal bareng... Tapi ya intinya tinggal bareng gitu deh di satu apartemen... ...
Dan kayaknya ada deh temennya Mas Jo yang kayak gitu juga... Saya lupa namanya siapa, yang jelas dia kenal sama Mas Jo... Dia lumayan sering main ke Ansan bawa pacarnya itu...
Temen saya" Kenal sama saya"
Iya! Temennya Mas Jo... Orangnya tampangnya rada ndeso gitu, kalo ngomong juga lumayan medhok... Tapi ceweknya itu... Luar biasa! Mirip-mirip pacar Mas Jo yang ini lah...
Bule" Iya... Saya kurang hafal tapi orang mana... Namanya susah disebutnya& Ooo&
Pokoknya kalo ketemu sama orangnya nanti pasti tau deh& Kemudian Azra berjalan mendekati kami dengan wajah berseri-seri. So, how is it Az"
I think I already get it all& Let s head back home& Yoh Mas Di& Udah beres nih&
Mas Di kemudian bergerak meninggalkan kami terlebih dulu untuk menuju kasir dan berbicara dengan pria paruh baya yang sedang menjaga kasir. Terlihat mereka membicarakan sesuatu dalam bahasa Korea ketika kami bergerak menuju ke sana. Dan ketika kami berdua akhirnya tiba di kasir tersebut Mas Didi tersenyum lebar kepadaku dan berbisik.
"Oke Mas... Diskon 20%..." ----------------------------------------------
Hari sudah beranjak sore. Kami sudah bergerak mendekati stasiun Ansan setelah kami selesai berbelanja dan beribadah. Kami juga tidak lupa berpisah dengan Mas Didi di musholla. Sepanjang perjalanan ke stasiun, beberapa kali kami harus berhenti karena Azra selalu meminta diambil fotonya setiap kali melihat beberapa objek yang jarang ia temui.
Jo, what fruit is that"
Oh, it s called durian& We South East Asians recognise it as the King of the fruit& You guys eat it" It s kinda stink, Jo&
I don t like that fruit actually Az& But people say it tastes sweet& I see& Please take my picture with this fruit Jo!
CEKREK! ------------------------------------------------ What a statue!
Belum sempat aku berkomentar apa-apa, si rambut merah itu sudah bergerak menaiki tempat kedudukan patung yang berbentuk aneh itu. Tentu saja aku was-was melihatnya menaiki tempat kedudukan yang lumayan tinggi itu.
Hurry Jo! Take my picture before cop see me here! , serunya kepadaku sebelum aku sempat berkomentar apa-apa.
CEKREK! -------------------------------------------------
Dan ketika kami tiba di stasiun, secara kebetulan kami berpapasan dengan seseorang yang kukenal. Orang itu lebih pendek dariku namun sedikit lebih atletis dan berkulit sawo matang. Rambutnya lurus belah tengah dengan wajah yang terkesan ndeso. Ia tidak sendirian. Di sebelahnya ada sesosok gadis berkulit putih dengan rambut warna tembaga tengah bergandengan tangan dengan orang yang kukenal itu. Secara postur gadis itu tingginya tidak terlalu jauh berbeda dengan orang itu. Namun secara tampang terlihat sedikit terbanting jika harus dilihat bagaimana gadis sejelita itu bias bersanding dengan orang yang berwajah ndeso. Well, orang ini pasti yang tadi dimaksud oleh Mas Didi.
Wuidih& Ada Jojo di sini& Sama siapa nih Jo" Cakep nih&
Bisa aja ente Ya... Yang di sebelah ente juga ga kalah cakep kok... Kita baru aja beres belanja nih... Ente ngapain sore begini baru dateng"
Pria yang barusan kuajak ngobrol itu bernama Uya, atau sebut saja begitu untuk menyederhanakan nama aslinya yang relatif membuat lidah melintir ketika menyebut namanya. Ia mahasiswa asal Magetan yang tengah mengikuti program master di jurusan teknik informatika di Pildong-dae. Kami saling mengenal karena kami cukup sering bermain sepak bola bersama mahasiswa Indonesia setiap sabtu. Gadis di sebelahnya bernama Nadezhna. Asli Rusia. Gadis jelita yang sama-sama belajar di Pildong-dae itu sudah dipacari Uya hampir sejak setahun yang lalu. Aku tidak terlalu ambil pusing bagaimana caranya Uya bisa mendapatkan hati gadis itu. Yang jelas aku hanya tahu dua hal: Mereka sudah tinggal bersama dan Uya amat sangat beruntung. Hi Jo... How is it going" , tanya Nadezhna.
Very well& How about you Nad"
Very fine since Uya is always beside me& And this gorgeous lady is& Hi, I m Azra& Jojo s girlfriend& So nice to see you guys! Nice to see you too, Az&
Eh, ngapain ente baru sampe sore begini Ya"
Rencananya sih makan malem di sini& Trus malem mingguan sama doi di sini& Kita udah book hotel buat malem ini& Lumayanlah sekali-sekali di luar apartemen biar ga bosen& Trus besok pagi balik sekalian belanja&
Balik bareng" Jadi beneran ente udah tinggal bareng doi" "Hehehe... Iya... Udah beberapa bulan ini... Enak juga Jo... Entar tau-tau kebobolan nyaho lu!
Ya kalo bobol kita nikah... Gitu aja kok repot"
Yo wis... Kita cabut dulu ya... Udah lumayan deket kereta baliknya nih... Oke...
Eh iya... Play safe lho! Ga perlu, Jo& Doi baru kelar tamu bulanannya! -----------------------------------------
Kami berdua sudah cukup kelelahan setelah bertualang di Ansan seharian ini. Kami lebih banyak tertidur sepanjang perjalanan menuju Anam. Hanya sesekali kami terbangun dan saling memandang wajah kami.
Tidak. Kami tidak berbicara pada saat itu. Tatapan mata kami pada saat itu mampu berbicara lebih banyak ketimbang apa yang biasanya kami bicarakan. Genggaman tangan, tautan jemari, serta sensasi hangat yang terbentuk menambah lebih banyak lagi perbendaharaan kata tak terucap lisan. Senyuman tulus yang tercipta secara bersamaan di sepasang bibir kami seolah menegaskan bahwa kami membicarakan hal yang sama dalam diam kami.
------------------------------------------
Matahari sudah tidak terlihat ketika kami tiba di Anam. Kami bergerak meninggalkan stasiun Anam sembari masing-masing menjinjing satu plastik belanja berukuran sedang. Sementara sepasang tangan kami yang tidak membawa plastik belanja sengaja kami tautkan. Tentu saja kami kembali tersenyum geli ketika kami menautkan tangan kami untuk pertama kalinya setelah keluar dari stasiun.
Azra sedikit menghentikan langkahnya ketika tiba dekat pintu gerbang selatan Anam-dae.
Let s take the other way around to return to the dorm, Jo... , ajak Azra.
Kupandangi sejenak langit yang tengah diterangi bulan penuh itu. Dan aku segera mengerti keinginan Azra. "Sure!"
---------------------------------------------
Di tepi lapangan utama Anam-dae tersebut terlihat sekelompok mahasiswa tengah asyik memainkan alat musik yang tengah dipegang. Beberapa orang terlihat menikmati pertunjukan sederhana itu kendati suhu menunjukkan lima belas derajat celcius. Suara musik itu tentunya menarik perhatianku dan Azra yang tengah melintas.
Aku dan Azra hanya perlu saling menatap mata kami masing-masing untuk sampai pada sebuah keputusan untuk menikmati pertunjukan musik sederhana itu. Dan beberapa detik kemudian kami sudah berada di bagian dari kelompok orang yang menikmati pertunjukan tersebut.
Kelompok yang bermain musik itu terdiri dari tiga orang pemain gitar akustik, satu pemain bas, serta satu orang yang bermain cajon. Dengan alat musik tersebut mereka memainkan lagu-lagu instrumental klasik dan sesekali bermain irama latin. Kami semua tidak peduli lagu apa yang dimainkan dan terus menikmati lagu yang dimainkan tersebut sembari sesekali bergoyang.
Kemudian salah satu pemain gitar yang sepertinya merupakan pentolan dari grup itu berkata sesuatu dalam bahasa Korea setelah mereka memainkan salah satu lagu. Sepertinya ia sadar ada beberapa dari kami yang merupakan orang asing sehingga setelah selesai berbicara dalam bahasa Korea ia ganti berkata dalam bahasa Inggris.
"Well guys, it s getting late eventhough we know it s a kind of beautiful evening. But we have to realise that it s kinda cold now so we have to finish our performance. Well, for the final song, as well as a tribute to the moon that shines perfectly, please enjoy this song: Dancing in the Moonlight. Don t hesitate to sing along as well as dancing while you re enjoying this song.
----------------------------------------------
Aku dan Azra sudah kembali ke perjalanan kami menuju asrama kami. Kembali kami berjalan bergandengan sembari menjinjing plastik belanjaan kami.
Jo... "Yeah..." "Thanks so much for today... I really enjoy what we have today& . Thanks to you too Az&
You know, I really think to be with you every day would be so much fun& Wait& Wait& Are you thinking about&
Yes, Jo& I m seriously thinking about it& Let s live together! Aku hanya bisa mendelik mendengar Azra mengucapkan hal tersebut. I m serious Jo& Just me and you& Living together in a rented room& Booty Call
Hari itu merupakan suatu hari di akhir bulan November 2011. Suhu mulai menunjukkan ketidaknormalannya seolah musim dingin tahun itu ingin memberikan salam perkenalan. Well, mungkin tidak semuanya benar juga. Karena menurut petunjuk cuaca di ponselku suhu masih menunjukkan angka 13 derajat celcius. Hanya saja angin di awal musim dingin yang berhembus dengan pongah ini yang membuat suhu terasa lebih rendah sampai dengan 8 derajat celcius.
Siang itu aku baru saja selesai kuliah dan tengah menunggu Azra yang seharusnya baru saja menyelesaikan kuliahnya. Dan posisiku saat ini tengah berada di halaman samping gedung GSIS bersama Rory dan Daniel yang tengah menikmati rokok kretek asal Kudus. Kalian hendak bertanya apakah aku ikut membakar paru-paru bersama dynamic duo itu" Tidak, tidak. Aku cukup mengusir dingin ini dengan segelas plastik coklat hangat yang kubeli dari vending machine di dekat serambi utama GSIS. Well, awalnya aku berniat menghabiskan waktu menunggu Azra di dalam hall samping GSIS. Namun keberadaan dynamic duo ini di halaman samping yang terlihat dari hall berhasil menggodaku untuk berpindah kedudukan.
So how was it, mate" Kinda shocked, eh" , godaku kepada Rory.
Jesus! You know they were the finalist in the last Champions League and now they couldn t make it to the second round" That s unbelievable! , jawab Rory.
Eat that, bollock! Now you can consider to change the team you support& , goda Daniel.
Not now& I mean not in this lifetime, mate& Or wait& Please wait until I converted to Anglicanism& , balas Rory.
Go screw yourself you bloody Irish Catholic!
Ada yang bisa menebak apa yang sebenarnya kami bahas" Jika jawabanmu adalah Manchester United yang gagal melangkah lebih jauh pada Liga Champions 2011-2012, jawabanmu benar. Rory adalah pendukung setia Setan Merah. Daniel" Well, dia sangat setia dengan klub dari kota kelahirannya, Watford, kendati klub tersebut baru beberapa kali saja mencicipi kerasnya persaingan di kasta tertinggi persepakbolaan Inggris. Kendati ada gap yang sangat jauh antara kedua klub yang didukung oleh dua sahabat itu, saling banter antara keduanya tetap saja terjadi. Apalagi keduanya pada dasarnya berasal dari dua etnis dan agama yang berbeda namun berbicara dalam bahasa yang sama. Perbedaan yang ada antara keduanya itulah yang sering membuat mereka sering bercanda antara sesamanya dan bahkan tidak ragu lagi untuk saling menyerang identitas yang sensitif alias SARA. Tentunya masih dalam kerangka becandaan antar sahabat. Tidak ada yang sakit hati.
Jujur saja aku sangat menikmati momen di mana mereka bercanda seperti ini. Bukan karena aku menikmati adanya konflik SARA skala mikro yang terjadi, namun karena aku sangat menikmati bagaimana mereka berdebat di mana mereka berdua akan menguatkan aksen asli Bahasa Inggris mereka. Jujur saja, mendengar orang Irlandia berdebat dengan orang Inggris asli dalam aksen asli mereka terdengar seperti puisi di telingaku. Jangan tanya apa substansi yang diperdebatkan, karena terlalu banyak kata-kata puitis yang keluar dari mulut mereka berdua.
Sedang asyik-asyiknya menikmati perdebatan Inggris vs. Irlandia ini, tiba-tiba terasa ada sepasang tangan yang memelukku dari belakang.
Hi, guys! , sapa seseorang yang memelukku ini. Hi, Az! , jawab Rory dan Daniel kompak.
"Gotta move now, Az""
Si rambut merah itu hanya menganggukkan kepalanya sembari tersenyum. "Where to go, mate"", tanya Daniel.
Checking out an apartment around here& , jawabku. For whom" Her" , tanya Rory.
For us of course& jawab Azra.
Wait& You guys plan to move in together" , tanya Rory dengan ekspresi kaget. Aku dan Azra berpandangan sejenak sembari tersenyum.
Yeah... Guilty as charged... , jawabku.
Bloody hell! , seru Daniel.
One small step for an Indonesian, one giant leap for Indonesians , balas Rory sembari mengutip Neil Armstrong dengan sedikit modifikasi.
Screw that, mate! Dude, it s kinda unbelievable! Indonesian living together with a Turkish"! What makes it different with you, mate" An Irish living together with a Yankee"! Because you re an Indonesian, Jo& I ve never found this during my time in your country&
Nope& I believe it was because you used to live in Bekasi& You can find some in big cities like Jakarta, actually& Not in Bekasi&
Screw that! You know guys, this conversation makes me ho*ny as f*ck& I think I gotta make a booty call to my girl& See ya! , sahut Daniel sembari berlalu dari kami.
Just screw yourself, Dan! , seru Rory.
Well, it looks like we gotta leave now, mate& Please don t hesitate to make your own booty call! , ucapku sembari menggandeng tangan Azra dan balik badan.
Don t forget to play safe, Jo! , seru Rory yang mendapatkan balasan berupa lambaian jari tengah dariku.
Dan tidak seberapa lama sejak kami mulai meninggalkan Rory, terdengar suara sayup-sayup yang kuyakin ini suara Rory.
Hello, Jadey Honey& Yup& . That bloody Irish finally made his own booty call! -------------------------------------
Setelah sekitar dua puluh menit kami menikmati kebersamaan, alias berjalan kaki, kami akhirnya tiba di sebuah apartemen yang terlihat masih cukup baik gedungnya. Terlihat ada sekitar lima lantai di apartemen itu. Dan ketika kami masuk ke dalamnya, terlihat ada empat kamar di masing-masing lantai. Sedikit banyak seperti apartemen tempat tinggal Rara.
Well, seperti yang bisa kalian lihat, aku menyetujui keinginan Azra untuk tinggal bersama dengannya di sebuah apartemen. Alasannya" Well, maybe simply because I love her too much therefore I couldn t say no to her. Tentu saja aku tidak mengucap yes begitu saja kepadanya. Aku memberinya beberapa syarat kepadanya untuk bisa tinggal bersama denganku.
Terlihat Azra tengah berbicara dengan landlord apartemen ini ketika aku tengah bersusah payah melepas boots ini. Baru saja selesai boots ini terlepas, Azra mendatangiku dan menggenggam tanganku erat kemudian ditariknya aku untuk mengikutinya ke lantai 2.
Kemudian landlord apartemen itu membuka pintu salah satu unit dan kami melangkah masuk ke dalam. Well, suasana apartemen ini sangat mirip dengan apartemen Rara. Tipe studio Luas sekitar 16 meter persegi dengan kamar mandi di dalam. Terlihat sudah tersedia tempat piring, kulkas, kompor di dapur serta mesin cuci mungil di dalam kamar mandi. Tidak lupa lemari ukuran sedang di sudut ruangan untuk baju. "So, how is it"", tanya sang landlord Korea yang terlihat berusia empat puluhan itu. This is nice! I love it! , jawab Azra.
Excuse me, what is the rate of this place"
It s 600000 won per month with 1500000 won or 1500 dollars deposit Well, still on our budget, I think& .
Kemudian aku dan Azra saling berpandangan, tersenyum dan&
We ll take it! , seru kami bersamaan. --------------------------------
Hari itu hari pertama di bulan Desember 2011. Pagi-pagi sekali aku dan Azra berjalan dari asrama membawa dua koper yang cukup besar yang berisi pakaian dan buku-buku kuliah kami menuju apartemen yang akan kami tinggali mulai saat ini.
Setibanya di apartemen, dapat kulihat beberapa barang seperti tempat tidur lipat dan beberapa alat makan dan masak sudah tertata rapi akibat aktivitas kami kemarin yang mulai berbelanja dan mulai merapikan apartemen ini. Kami segera merapikan buku-buku dan baju-baju kami setibanya kami di sana.
Az& Yes, Jo" Don t forget our commitments& Of course, Jo& What are they"
Stay at the room in the dorm every Monday until this semester ends, clean up at least once a week, take prayers together when both of us are in here&
And& Azra tidak menjawab. Ia hanya mendekatiku dan mulai menempelkan dahinya dengan dahiku sehingga aku bisa mendengar dengus nafasnya yang terasa cepat. Kemudian ditempelkannya bibir kami. Terasa ada gairah yang hangat di antara kami pada pagi yang sangat dingin ini. Aku sempat terbawa oleh gairah itu sampai pada satu titik rasioku aktif kembali. Kutarik saja kepalaku hingga kecupan kami terlepas.
And" , tanyaku lagi kepada Azra.
Terlihat wajahnya sedikit cemberut namun ia segera tersenyum. Okay, okay... And no funny things
Good girl& , sahutku sembari mendaratkan kecupan di keningnya. Tentu saja ia tersenyum dan terlihat pipinya bersemu senang.
"Now, we should get ready... We ll have classes this morning, won t we" , tanyaku. Dan Azra terlihat cemberut mendengar pertanyaanku.
Side Story: He is Indeed My Son Bandar Seri Begawan, 17 Februari 2016
"Your proposal is kinda out of the context of this project! How on earth this highly sophisticated project could be practiced in a third world country like the countries on this region"", ucapku dengan nada meninggi sembari menatap tajam wanita kulit putih itu.
"Don't be pessimistic like that, Jo... We have made the calculation and based on that calculation we have estimated our proposal could be applied after 3-5 years of preparation..."
"Hayley... Hayley... Hayley... My dear Kiwi Comrade... I've seen every single bloody character in your proposal even I've noticed that you've made around 20 typos on the first chapter... Your calculation is basically brilliant... I have to admit it! Bravo!"
"..." "But the problem is, too many variables, which are basically intangible but yet significant for your idea, excluded from your calculation... I still see chances for your proposal to be practiced but it will need like a century..."
"So what's your..."
Belum sempat wanita kulit putih itu menyelesaikan kata-katanya, terlihat ada permintaan video call di ponselku yang kuletakkan di meja. Ada nama Wulan tertulis di layar.
"One minute"", tanyaku.
"At this moment""
"Please..." Ia hanya mengangkat bahu dan terlihat ekspresi wajahnya yang merasa terganggu. Aku sendiri tidak menjawab panggilan itu dan memilih untuk me-rejectnya. Kemudian kubuka aplikasi pesan instan di ponsel sembari melirik sedikit petunjuk waktu di sudut kanan atas layar ponselku.
Quote: J: Sori tadi aku reject... Lagi meeting soalnya... Sebentar lagi aku lunch break kok... Nanti aku telpon kamu ya... kira-kira 10-15 menit lagi lah...
W: Oke... Ini Astro yang mau ngomong sama kamu...
"So... Where were we, Hay"" ---------------------------------------------
Pada istirahat makan siang itu aku sengaja memilih meja yang agak terasing di pojok ruangan ini agar bisa sedikit berkonsentrasi kala menelepon Wulan dan Astro.
"Just join us here, Jo...", Tawar Maiko yang duduk di meja di sebelah mejaku.
Terlihat di sebelah Maiko ada gadis Korea yang cantik bernama Mina ikut tersenyum seolah mengundangku bergabung bersama mereka.
"Nah, I'm good... I've got to make a phonecall, however..."
Agak berat juga sebenarnya menolak tawaran makan bersama dua gadis cantik itu.
Selanjutnya mudah ditebak. Kuambil ponsel dan segera kubuka aplikasi skype. Segera saja kuhubungi Wulan dari aplikasi tersebut.
"Assalamualaikum, Lan..."
"Waalaikum Salam Jo... Bentar ya..."
Terdengar sayup-sayup suara Wulan memanggil Astro di latar belakang. Dan tidak lama kemudian terlihat seraut wajah polos dengan kulit terang dan alis tebal di layar ponselku.
"Halo Papa Joooo!"
"Halo Astro! Kamu sehat" Gimana sekolah"" "Sehat dong... Sekolahku besok libur... gurunya rapat..." "Wah... Asyik dong... Trus kamu mau ke mana Tro"" "Nginep di rumah Papa Jo malem ini boleh gak"" "Lho... Mau ngapain" Papa Jo kan lagi ga di rumah..." "Mau main PS... Ga papa kok Papa Jo... Lagian kan..." "Lagian apa""
"Ada Tante Cantik sama Tante Empuk di rumah Papa Jo..."
Fix! Anak yang baru beberapa bulan lalu menginjak usia 4 tahun ini adalah anakku. Dari usia sedini ini sudah ada bakat cassanova!
"Ya ampun Tro... Kamu ini genit banget sih! Hayo siapa yang ngajarin"!"
Bocah itu hanya nyengir saja tanpa menjawab. Kemudian terlihat raut wajahnya sedikit berubah jadi seperti melihat sesuatu yang indah.
"Kamu kenapa Tro""
"Itu Tante Cantik yang lagi sama Papa Jo siapa aja"" "Tante Cantik" Sama aku""
Segera kutolehkan leherku ke kiri dan kanan. Ternyata ada Maiko dan Mina yang entah sejak kapan kepo melihatku berbicara melalui video call. Dan posisi mereka rupanya cukup dekat denganku sehingga dapat terlihat oleh Astro di ujung sana. Well, salahku juga mungkin yang melakukan video call dengan suara cukup keras. Yang jelas, kedua gadis asal Jepang dan Korea itu jadi nyengir-nyengir tidak enak begitu aku menolehkan wajahku ke arah mereka.
"Papa Jo... Kenalin Astro dong sama Tante Cantik yang di sana!" Haven's Here
Korea ketika memasuki bulan Desember bisa dibilang merupakan Korea dengan kondisi cuaca yang paling tidak mengenakkan. Betapa tidak, suhu di bawah nol ditambah lagi dengan hembusan angin yang membuat suhu udara terasa menjadi sepuluh derajat lebih rendah. Belum lagi apa yang diharapkan dari musim dingin bagi seorang manusia dari negeri tropis ini belum dapat terlihat: salju.
Apa benar bulan desember di Korea seburuk itu" Tidak juga. Ada beberapa hal menarik yang bisa dinikmati dari Korea, khususnya Seoul ketika musim dingin kendati belum ada salju yang turun ini. Pertama tentu saja bagaimana istiqamahnya wanita-wanita Seoul dalam berfashion yang memamerkan keindahan tungkai jenjang mereka. Yup. Banyak dari gadis-gadis Seoul yang berpakaian luar biasa tebal di atas namun di bawah dengan luar biasanya hanya dilapisi rok mini dan stocking. Apakah mereka merasa kedinginan" Well, mari kita melihat satu fragmen di bawah ini.
Quote:Saat itu malam minggu di awal Desember 2011 dan aku memutuskan untuk mengikuti ajakan Pandu untuk menikmati malam minggu di daerah Gangnam. Azra" Dia sedang ada acara bersama komunitas mahasiswa Turki sehingga aku terpaksa melewati malam minggu ini tanpanya. Singkat kata aku dan Pandu begitu keluar dari stasiun Gangnam memutuskan untuk masuk ke salah satu kafe terdekat dengan stasiun. Malam itu di luar cuacanya tergolong luar biasa dingin bagi kami yang merupakan manusia-manusia tropis. Kulirik petunjuk suhu di ponselku dan di situ tertulis angka minus enam derajat celcius dengan ada tulisan 'feels like minus fourteen degrees' di bawah angka minus enam.
Sekitar tiga puluh menit aku dan Pandu menikmati dua gelas kopi sembari becanda ringan di kafe tersebut, tiba-tiba ada panggilan masuk ke ponsel Pandu. Terdengar Pandu berbicara dalam campuran bahasa Korea dan Inggris dengan lawan bicaranya tersebut.
"Siapa Ndu""
"Junior gua di lab... Doi mau tanya-tanya sama gua buat eksperimen besok senen... Kebetulan rumahnya ga terlalu jauh dari sini makanya gua suruh aja ke sini..."
"Cewek apa cowok""
"Cewek... Cakep lagi... Tapi ya itu..." "Kenapa""
"Orang Korea asli..." "Oooo... Gak ori ya""
Pandu hanya nyengir tanpa menjawab pertanyaanku.
Sekitar dua puluh menit kemudian, orang yang tadi menghubungi Pandu tiba. Penjelasan Pandu mungkin tidak berlebihan. Gadis itu cantik, namun terlihat ada jejak-jejak modifikasi pada hidung dan kelopak mata. Gaya pakaian" Well, jika kamu membaca beberapa paragraf di atas, terlihat gaya berpakaiannya sangat khas gadis metropolitan Seoul: Mantel tebal sebatas pinggul namun di bawahnya hanya ada rok mini, stocking dan boots dengan high heels. Terlihat raut wajah ada kedinginan di wajahnya.
"Hi Jessie! Welcome! Please sit over here!"
Gadis Korea itu kemudian menempati kursi di sebelah Pandu. Terlihat ada gelagat Pandu ingin mengenalkan gadis itu kepadaku. Namun belum lagi tindakannya itu terlaksana, Jessie tanpa ragu-ragu berkata kepada Pandu.
"Oppa, jacket juseyo.."*, ucap Jessie sembari menunjuk ke arah pahanya yang tidak mampu tertutup rok mini dan hanya dilapisi selembar stocking.
Spoiler for *:

3200 Miles Away From Home Karya Valerossi86 di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Abang, boleh pinjam jaketnya"
Well, kesimpulannya: demi terlihat fashionable, gadis metropolitan Seoul rela bertahan dengan rok mini di suhu kurang dari nol derajat celcius.
Hal kedua yang lazim ditemui di Seoul ketika musim dingin adalah orang-orang bermasker di tempat umum. Sebagian besar dari orang-orang bermasker di tempat umum ini adalah orang-orang yang terbilang masih muda. Apakah mereka flu" Bukan. Mereka yang mengenakan masker di kala musim dingin kemungkinan besar baru saja melakukan operasi plastik. Cuaca dingin yang memaksa warga untuk tidak terlalu banyak keluar rumah plus adanya liburan akhir tahun yang cukup panjang membuat musim dingin menjadi masa panen raya bagi pelaku industri bedah kecantikan di seantero Korea Selatan. Diharapkan mereka yang menderita sepanjang musim dingin ini bisa memamerkan hasil penderitaannya di musim panas di mana para warga negeri ginseng ini akan banyak menghabiskan waktunya di luar rumah.
Bagiku sendiri bulan desember terlepas dari seperti apa cuacanya selalu spesial untukku. Yap, bulan ini adalah bulan ulang tahunku. Dan ini pertama kalinya aku berulang tahun di perantauan. Terus terang aku sangat berharap ada sesuatu yang spesial dari ulang tahunku kali ini, khususnya dari si rambut merah.
Well, singkat cerita hari ulang tahunku tiba. Pagi itu terasa sangat dingin ketimbang hari-hari sebelumnya. Ketika ku terbangun, Azra sudah tidak ada di apartemen. Aku teringat bahwa Azra ada kelas pagi itu. Di dapur mini dekat kompor terlihat ada setangkup roti bakar. Sepertinya memang aku harus bersyukur tinggal bersama dengan Azra.
Mengingat hari itu merupakan hari jumat, aku sebagaimana biasanya siang itu menyempatkan diri pergi ke Itaewon. Begitu selesai ibadah jumat, aku secara tidak sengaja bertemu dengan Rio yang sudah beberapa minggu belakangan tidak kudengar kabarnya.
"Wah, dari mana aja lu Yo""
"Eh, Jojo! Selamat ulang tahun ya! Gua baru balik semalem dari Indonesia nih... Ngabisin jatah cuti tahunan..." "Hehehe... makasih... makasih... Ada oleh-oleh ga nih dari tanah air""
"Nah! Pas banget nih ada oleh-oleh spesial buat lu..."
"Hah" Spesial buat gua""
Kemudian Rio mengambil sesuatu dari dalam tasnya dan sejurus kemudian tangan itu memegang sebentuk kotak pipih yang berasal dari dalam tas tersebut.
"Nah, ini dia...", ucap Rio sembari memberikan kotak pipih itu kepadaku.
"Apaan nih Yo""
"Ada lah... Spesial buat lu..."
"Spesial buat gua" Jadi selama ini lu perhatian banget nih sama gua Yo" Sori yah Yo... Gua masih straight... Gua masih suka cewek..."
"Najis lu Jo! Gua juga doyan cewek kali!"
"Lha terus ini yang katanya spesial buat gua maksudnya apaan"" "Ya itu bukan dari gua kali... Itu mah dari senior gua waktu SMA buat lu..." "Senior lu waktu SMA" Buat gua" Siapa senior lu emangnya"" "Riani..."
DEG! "Heh"! Riani yang mana Yo"!"
"Jadi gitu ya... Lupa sama mantan yang dulu jadian lama banget... Mentang-mentang sekarang udah dapet yang jauh lebih bening... Masak gua kudu bilang Riani mantan lu yang bazonganya fenomenal sih Jo"!" "Yo! Mbok ya mulut lu dijaga dikit napa"!", sentakku.
"Ciyeeee.. masih peduli mantan nih... masih dibelain nih ceritanya..."
"Bukan itu Rio! Ini tuh masih di area masjid! Masak lu ngomong bazonga kenceng-kenceng begitu di daerah sini sih"!"
"Astagfirullah!"
------------------------------------------------------------
Tidak perlu orang pintar untuk menebak isi kotak yang diberikan Riani melalui Rio untukku. Dari dimensi dan beratnya sangat mudah diterka jika isinya adalah CD atau DVD. Benar saja ketika kubongkar kotak itu terlihat sebuah kotak CD dengan ada satu carik kertas berisikan pesan menempel di bagian dalam kotak CD. Isi pesan" Jika kamu berharap ada pesan yang romantis tertulis di situ mohon maaf jawabanmu masih belum tepat. Well, semenjak panggilan telepon dari Ian waktu itu aku sudah cenderung untuk mengikhlaskan Riani untuk menjalin hubungan dengan Ian. Lagipula isi pesannya hanya ucapan selamat ulang tahun dan beberapa doa dan harapan standar bagi seseorang yang sedang berulang tahun.
Isi CD-nya" Well... Perlu kuceritakan" Di sini" Bagaimana jika aku menolak"
Baiklah jika kamu memang memaksaku untuk bercerita. Isinya hanya sebatas lagu. Yap, beberapa lagu di mana di cover belakang dari CD tersebut tertulis lagu-lagu apa aja yang ada di dalamnya. Tentu saja lagu ulang tahun menempati urutan pertama dari deretan lagu tersebut. Sepintas tidak ada masalah bukkan"
Masalahnya ada pada lagu-lagu berikutnya yang ada pada CD tersebut. Aku hafal betul jika lagu-lagu berikutnya adalah lagu-lagu yang dulu sering kita dengar dan senandungkan bersama jika kita sedang berduaan. Well, memang tidak semua lagu itu adalah lagu romantis. Tetapi kenangan yang ada dari setiap lagu itu entah kenapa membuat setiap ujung saraf di sekujur tubuh ini seperti menerima sensasi aneh bahkan hanya dengan melihat judul lagunya saja. Aku ingat betul satu persatu peristiwa monumental antara aku dan Riani yang menjadi latar belakang tiap lagu tersebut.
And speak of the devil, ponselku bergetar dan menunjukkan ada satu pesan YM masuk. Tentu saja dari Riani.
Quote:R: Selamat ulang tahun ya Jo. Semoga kamu bahagia selalu
J: makasih banyak Ri... Aku tadi udah ketemu sama Rio trus dia kasih aku CD dari kamu. Aku ga nyangka kaalo ternyata Rio adik kelas kamu lho... BTW, kenapa sih kamu kasih CD dengan lagu-lagu itu"
R: Dan kemudian terlihat notifikasi bahwa Riani sudah offline. Tentu saja hal ini menyisakan ribuan pertanyaan di benakku.
"Ilbeon yog-eun, Anam."*, sahut suara dari speaker di dalam subway yang kunaiki.
Spoiler for *: Stasiun berikutnya, Anam Well, sepertinya perlu kutunda rasa penasaranku mengenai maksud Riani memberikan CD dan lagu-lagu di dalamnya. Sekarang ini aku perlu ke kampus mengingat aku sudah memiliki janji dengan Rory dan Taleasha untuk membahas final paper untuk kelas Prof. Kim. Sembari melangkah keluar dari kereta, kulihat sejenak cover belakang CD itu sejenak sebelum kumasukkan CD dimaksud ke dalam tasku.
Sepertinya aku melihat ada satu lagu di antara deretan lagu tersebut yang agak asing buatku. Judulnya jika aku tidak salah 'one more time, one more chance'.
--------------------------------------------------------------
Rory terlihat sudah menungguku di hall samping gedung GSIS. Terlihat ada Jade, kekasihnya di sampingnya. Dan Jade terlihat tengah menjinjing sebuah tas kertas berukuran sedang di tangan kirinya. Jika boleh kutebak, sepertinya isi tas itu adalah alat-alat make up yang tengah didiskon oleh sebuah toko make up di dekat Anam Junction.
"Finally, mate..."
"So sorry buddy. I missed a train from Itaewon."
"No prob, matey... I can understand your late coming since you're an Indonesian... Jam karet..." "Fuck. Where is our New Yorker Lady Taleasha""
"No idea yet... But, wait... Here she's coming...", jawab Rory sembari melihat ke arah belakangku. "Hi guys! So sorry I'm late..."
"Hi Tal! I never know a New Yorker could be late.", sindirku.
"Ahahahaha... It's quite common in the Big Apple actually since the traffic in there is horrible..." "Rory honey, it looks like the band's complete...", ucap Jade.
"That's right...", jawab Rory sembari mengambil kantong kertas dari jinjingan Jade. Tentu saja aku dan Taleasha bertanya-tanya apa yang ada di dalam kantong itu.
"Well, before we start our discussion today, I think there is something important need to be taken care first." Kemudian dikeluarkannya beberapa potong blueberry cheesecake dari kantong tersebut.
"Happy birthday guys! I know today's your birthday. Please accept this humble gift from us." "What" Today's your birthday as well Tal"!"
"What" Today's your birthday as well Jo"!"
Tentu saja kami menyerukan dua kalimat itu bersamaan. ----------------------------------------------------------------
Sore itu waktu menunjukkan pukul 1545. Karena musim dingin, langit terlihat sudah mulai gelap. Seiring dengan cheesecake yang habis, diskusi kami pun selesai. Kami sudah mengerti apa yang harus kami kerjakan untuk paper kelompok ini. Ketika aku hendak membereskan alat tulisku, tiba-tiba aku teringat mengenai lagu aneh yang ada di daftar CD yang diberikan Riani.
"Rory, can I borrow your laptop just for a while... Just a moment please..." "Sure... Just use it...", jawabnya sembari menyodorkan laptop tersebut kepadaku.
Sejurus kemudian laptop itu mulai memproses CD yang kumasukkan. Segera saja langsung kumainkan lagu terakhir dalam CD itu.
"Very nice song Jo... I can feel some kind of deep regret and yearning from the song...", celetuk Jade.
Aku hanya bisa mengangguk untuk menjawabnya. Berkata-kata sepertinya bukan pilihan terbaik untukku saat itu. Bahkan sekadar menegakkan muka untuk menjawab Jade pun rasanya kurang bijaksana untuk saat itu. Semua itu karena air mata sialan yang tiba-tiba saja turun membasahi pipi ini.
---------------------------------------------------------------
Well, ulang tahun kali ini sepertinya cukup berkesan. Kiriman hadiah dari mantan terindah plus persembahan kecil yang tidak terduga dari seorang sahabat cukup membuat ulang tahunku kali ini berwarna. Entah apa lagi yang bisa kuharapkan untuk ulang tahunku kali ini.
Sepertinya masih ada yang bisa diharapkan. Si Gadis Turki itu belum memberiku apa-apa kecuali setangkup roti bakar pagi ini. Apalagi seharian ini Azra tidak bisa kuhubungi. Entah dia memang sibuk hari ini atau ada hal lain yang membuatnya tidak bisaa dihubungi hari ini. Aku hanya berharap dia ada di apartemen ketika aku tiba nanti.
Sembari berjalan, kucoba nikmati cuaca yang begitu terlihat kelam ini. Terlihat di atas sana awan begitu kelabu seolah beban yang dikandungnya begitu berat. Kupandangi awan kelabu tersebut sejenak sembari tersenyum sebelum kulanjutkan kembali langkahku menuju apartemen.
Baru sekitar tiga langkah kuberjalan, ada sesuatu dari atas turun menjatuhi wajahku. Dingin. Lembut. Putih.
Kembali kupandangi langit dan terlihat kawan-kawan dari sesuatu yang tadi menjatuhi wajahku itu mulai berdatangan. Ramai namun tetap lembut.
Sepertinya semesta memberikan salju pertama di musim dingin ini sebagai hadiah ulang tahunku. ----------------------------------------------------------------------
Langit sudah gelap ketika aku tiba di apartemen. Pintu sudah tidak terkunci ketika kucoba membukanya. "Az, are you home already""
Tidak ada jawaban. Kulepas saja sepatu dan kuletakkan di rak. Kemudian aku segera melangkah ke dalam dan ada pemandangan yang tidak kusangka-sangka saat itu.
Si rambut merah itu duduk bersimpuh ke arahku dengan rambut tergerai dan senyum indahnya yang membuat wajah itu semakin sempurna. Tubuh molek itu terlihat semakin sempurna dengan gaun tidur tipis berwarna merah menyala.
"Welcome home honey. And Happy Birthday!"
Dan yang paling membuatku takjub adalah sesuatu yang tengah dipegang dengan kedua tangannya. Sesuatu yang tidak pernah kusangka dapat kutemui di negeri ini. Sesuatu yang ia sorongkan kepadaku ketika aku berjalan mendekatinya. Sesuatu yang cukup membuatku merasakan bahwa surgaku ada di sini dan Azra adalah bidadari surgaku.
Dan itu adalah......... La Vie et Le Raison d etre
Beberapa hari sudah berlalu sejak hari ulang tahunku yang berkesan itu. Tidak perlu kuceritakan apa yang terjadi pada malam itu setelah kami makan malam. Yang jelas malam itu berjalan dengan penuh gairah untuk merayakan cinta kita berdua. Tapi jangan khawatir, menu utama tidak tersaji pada malam itu karena aku masih merasa belum tepat waktunya. Well, sedikit pengantar ke menu utama seperti sedikit olah raga jari dan lidah pada saat itu mungkin sudah cukup memuaskan kami berdua. Mungkin.
Sepertinya aku tidak perlu menceritakan secara lebih detail apa yang terjadi pada malam itu karena jika kuceritakan secara lebih detail pasti cerita ini akan lebih cocok kuceritakan di forum sebelah ketimbang di sini. I totally believe you already know what I mean. Intinya malam itu berakhir dengan tubuh kami yang berkeringat kendati udara sangat dingin dan kedua tubuh berkeringat dan polos kami berada dalam satu tempat tidur lipat yang sama.
Baiklah, sepertinya aku lanjut saja ke cerita berikutnya yang terjadi beberapa hari kemudian. Waktu itu hari rabu siang di mana aku menghabiskan waktuku di perpustakaan untuk mencicil sebagian tesisku. Tiba-tiba ponselku bergetar dan layar menunjukkan ada satu pesan masuk. Terlihat ada satu nomor Indonesia yang tidak kukenal tertulis sebagai pengirimnya.
Quote: Mohon doanya. Wulan sudah masuk ruang persalinan dan sebentar lagi akan berjuang untuk melahirkan anak kami.
Tora. Ini pasti Tora. Dan secara instan di bayanganku muncul gambaran Wulan tengah berjuang antara hidup dan mati untuk menghadirkan satu bentuk kehidupan baru ke dunia ini. Aku memang tidak berada di sana. Namun entah kenapa bayangan Wulan yang mengangkang sembari mengejan, mengatur nafas bahkan berteriak untuk melahirkan anaknya tercitrakan begitu jelas dalam benakku. Lebih jauh lagi dalam bayanganku itu aku bisa melihat bagaimana Tora terus berada di sebelah Wulan dan membisikinya untuk terus bertahan kendati beberapa kali ia harus berjibaku menahan rasa sakit yang ditimbulkan oleh cakaran dan jambakan Wulan. Sementara itu di ujung sana ada seorang dokter kandungan dan seorang suster terus memberi arahan kepada Wulan kapan ia harus mengejan dan kapan ia harus bernapas. Semua bayangan itu muncul begitu jelasnya seolah aku berada dalam satu ruangan dengan Wulan dan Tora!
Dan pada bayangan tersebut pada akhirnya terlihat sang dokter menggendong jabang bayi yang berteriak dengan kerasnya. Masih terlihat jelas tali pusat si jabang bayi itu menempel dengan kondisi cukup panjang. Tidak lama setelah sang dokter menggendong sang bayi, diserahkannya orok merah itu ke Wulan yang terlihat gembira menyambutnya. Tora yang berada di sebelahnya juga nampak gembira melihat anaknya yang berada dalam gendongan Wulan.
Oke. Koreksi. Itu anakku.
Yang jelas ketika aku tersadar dari lamunanku, aku melihat jam di ponselku dan tidak terasa dua jam sudah terlalui dengan sendirinya. Yap, dua jam terakhir hanya kulakukan dengan menikmati bayanganku tentang bagaimana Wulan melahirkan. Dan tesisku yang berada di laptop yang masih menyala ini masih tidak menunjukkan progress apapun. Sedikitpun.
Namun entah dorongan dari mana, aku segera mengambil calling card dan ponselku dan segera saja kutelepon nomor yang tadi mengirimiku pesan.
Halo, assalamualaikum Jo! , jawab suara wanita di ujung sana. Wa alaikumsalam. Ini Wulan"
Iya. Baru aja aku lahiran ini. Alhamdulillah sehat bayinya. Alhamdulillah. Laki ya"
Kok kamu tau Jo" Asal tebak aja sih Lan... Oh iya, Tora mana" Lagi adzanin bayinya tuh.
Tora sedang mengadzani bayinya. Bayinya! Itu anakku Lan! Terasa panas juga dada ini ketika mendengar pria lain yang mengadzani bayi yang seharusnya kuadzani. Ya! Seharusnya aku yang berada di sana dan mengadzani bayi itu! Sepertinya sebelum terasa semakin panas, dan merusak atmosfir kebahagiaan ini, panggilan ini harus kuakhiri segera.
Oh... Ya udah deh. Salam aja buat Tora sama anakmu yang baru lahir itu. Semoga kamu sama bayi kamu sehat terus ya. , sahutku dengan nada bergetar.
Eh, Jo... Jo... Dan tanpa bisa kukendalikan, pipi ini jadi basah akibat air mata yang turun begitu saja. Kalbu ini begitu penuh dengan aneka rasa seperti kegembiraan, kecemburuan, serta kesedihan yang berkumpul jadi satu.
Well. C est la vie. ------------------------------------------
Sebelum masuk bagian cerita berikutnya, aku mau coba bertanya dulu kepada kamu semua yang aktif secara seksual: berapa lama kamu bisa bertahan untuk tidak berhubungan seks yang sebenarnya (intercourse) setelah terakhir kali mendapatkannya" Jika kamu bisa bertahan cukup lama, kamu luar biasa. Terus terang, aku merasakan sexual intercourse bersifat sangat adiktif.
Semenjak aku tinggal bersama Azra di apartemen ini memang aku tidak pernah mendapatkan porsi yang satu itu. Berkali-kali Azra memang sudah mengizinkanku untuk melakukan hal itu kepadanya namun ketika aku hendak melakukannya selalu ada perasaan tidak tega kepadanya. Aku selalu merasa saat itu belum menjadi saat yang tepat untuk mengambil mahkotanya. Akhirnya memang aku harus puas dengan kerajinan tangan atau bagian tubuh lain dari Azra untuk memenuhi gairahku.
Atau mungkin puas bukan merupakan kata yang tepat.
Masih pada hari yang sama ketika Wulan melahirkan anaknya, setelah galau tidak jelas di perpustakaan, aku memutuskan untuk pulang saja ke apartemen. Di perjalanan menuju apartemen turun salju yang membuat cuaca jadi sedikit lebih dingin. Dan bisa ditebak apa yang terjadi padaku" Well, sewaktu aku masih SMA terus terang yang terjadi padaku adalah apa yang kusebut sebagai Udin Petot . Silakan google sendiri apa maksud term tadi.
Entah kenapa si dia yang di bawah sana jadi sangat merindukan jepitan dan pijatan dari pasangannya. Dan saat itu juga aku jadi merasa sepertinya ini saatnya untuk melakukan itu dengan Azra. Segera saja kuambil ponselku dan kukirim pesan kepada Azra untuk memintanya segera pulang. Namun apesnya begitu aku sudah berada di dekat apartemen dan mampir di sebuah convenience store untuk membeli kondom, masuklah pesan dari Azra jika ia pulang telat malam ini karena ada paper kelompok. Mungkin inilah cara Tuhan untuk menjaga Azra dari kebuasan nafsuku.
Dengan agak gontai kumasuki gedung apartemenku dan melangkah menuju lantai di mana kamarku berada. Ketika sedang menaiki tangga , pada satu lantai di bawahku terlihat pintu unit sedang terbuka lebar dan terlihat ada seorang wanita berambut pirang tengah kepayahan menjinjing dua buah tas besar ke dalam kamar tersebut. Secara naluri segera saja kudekati si pirang itu dan mengambil salah satu tas besar yang dijinjingnya itu. Tentu saja si pirang itu kemudian menoleh kepadaku, dan....
Holy Mother of God! Dafuq"! Mungkin ini momen yang bisa digambarkan sebagai: Pucuk dicinta ulam pun tiba. What the hell are you doing here, Inga"!
Hey, that s my line! What on earth are you doing here"!
Dan beberapa menit berikutnya kami mengobrol sejenak sembari membantu Inga membereskan barangbarang bawaannya mengenai kepindahan teman dari Achi tersebut ke apartemen ini. Inga mengaku daerah ini relatif murah sewanya serta lebih tenang. Hal ini yang diharapkan dari Inga yang ingin fokus dengan tesisnya di semester depan. Aku juga menceritakan ceritaku yang pindah ke apartemen ini bersama Azra.
What"! You live with your girl right above here" Jesus Christ! I think it s a wrong decision to move here since I can predict what kind of noise that you guys may produce from the upstair! , keluhnya sembari memasukkan tumpukan baju ke lemarinya.
Well& I m not really sure about that, Inga. I know it s kinda unbelievable, but& , jawabku sembari membereskan alat-alat dapur.
uh huh& Go on& She s still virgin until now& And I think she ll stay so until the right day come&
Inga kemudian menghentikan pekerjaannya dan mendekat kepadaku. Dipegangnya kedua pipiku dan diarahkannya wajahku agar menghadap tepat ke arah wajahnya.
Now I know how suffering you are&
Kemudian kedua pasang bibir kami bertemu. Tanpa ada rasa kaget karena aku memang sudah menduga cepat atau lambat hal ini akan terjadi jika bertemu dengan si Swedia ini. Well, kira-kira mungkin rumusnya pada saat itu bisa dijabarkan seeperti ini:
Quote: Udin petot + pacar pulang telat + hot Swedish and horny chick = profit!
Sepertinya tidak perlu kujelaskan dengan detail apa yang terjadi dengan kami selama dua jam terakhir. Yang jelas kami berdua saat itu tengah terbaring lemas dan telanjang di kamar yang masih belum selesai dibereskan ini. Beberapa kali Inga memuji permainanku barusan sembari membelai si doi yang di bawah sana.
Sampai akhirnya ponselku berbunyi. Ternyata ada panggilan masuk dari Azra. Hallo... Jo...
Yes Az" It looks like I have to stay at the dorm tonight. We haven t done our paper yet since our research is still not enough.
& Please& Well, is Hanifa in the same group with you" Your roommate at the dorm" Yeah& She s actually next to me&
Please pass your phone to her& Pass this phone"
Yeah& Just wanna talk something to her& just a little while& Kemudian terdengar suara wanita lain di ujung sana. Halo Jo... Hanifa s speaking...
Ah, Hanifa... Boleh asking for your help lah ya" Just a little lah& What kind of help do you want, Cik Jo"
Just please take care of her lah& Don t forget to eat with her when the dinner time s coming& And please remind her about the prayer time as well&
That easy" Of course lah& Tak boleh lah minta yang berat-berat kepada awak& "Hihihihi... Aye-aye Cik Jo!"
Now please pass this phone back to her lah... Yes Jo"
Well, now I can let you to stay at the dorm tonight& Good luck& Thank you, Jo! Love you so much!
Well, once again: Good luck, my other half& Wassalamualaikum. Wa alaikum salam.
Segera kuakhiri panggilan dan kembali berbaring di sebelah Inga. "So, looks like your girl won t be here tonight..."
Indeed Kemudian dengan tubuh polosnya itu Inga bangkit dan mengambil ponselnya di tas miliknya.
Hallo Jen... Guess what" The apartment that I just moved into is actually the same apartment where Jojo lives!
Jen"! That Canadian Jen"!
And you know what Jen" His girl won t be here tonight. Why don t we just make a housewarming party tonight" , ucap Inga sembari menatapku dengan penuh gairah.
So you re about to come" Good! Please bring some pizzas for us tonight, then. God damn it, Inga! , seruku.
Terlihat Inga sedikit menjauhkan ponselnya dari sisi wajahnya. You asked her to join us here and bring some pizzas" Yes& Any problem"
One spicy tuna pizza for me, please& You know I can t eat any kind of pork& --------------------------------
Dan malam itu aku habiskan bertiga dengan Inga dan Jen. Yup, malam yang dingin itu kami bertiga. Telanjang. Dan Berkeringat. It looks like the so called housewarming party was a total success. The house was indeed got warm. Well, I think the house was getting hot instead of warm. The term hot was more appropriate for that time.
Dan mulai saat itu setiap kali aku sedang ingin, aku hanya perlu sedikit mengendap-endap dari Azra dan mengetuk kamar satu lantai di bawahku itu. Biasanya Inga atau terkadang ada Jen di sana akan membuka pintunya untuk menyambutku. Bugil.
Terdengar sangat brengsek" Memang. ----------------------------------
Untuk bagian terakhir dari update ini, mungkin aku perlu bertanya dulu kepada kalian: selain kebutuhan pokok yang bersifat material seperti sandang, pangan dan papan, apalagi yang kira-kira dibutuhkan untuk dapat hidup dengan tenang" Rekreasi" Saluran pemuasan birahi" Tantangan" Well, semua yang disebutkan tadi sejauh ini bisa dipenuhi selama aku hidup di negeri ginseng itu.
Sampai ketika hari itu datang dan membuatku sadar jika yang satu itu sulit dipenuhi jika aku harus tinggal di sini terus.
Aku masih ingat pagi itu tanggal 18 Desember 2011. Aku dan Azra tengah asyik cuddling pagi itu sembari menikmati roti bakar dengan keju sembari membaca-baca beberapa artikel di internet. Sampai kemudian aku membuka salah satu portal berita Korea berbahasa Inggris. Dan di headline portal itu tertulis dengan huruf besar: Kim Jong-il Deceased.
Seolah tidak puas dengan judul demikian, berita-berita di bawahnya kemudian menuliskan beberapa spekulasi kondisi Korea Utara selama beberapa hari ke depan ini. Dan tentu saja ada beberapa skenario pesimis jika apa yang terjadi barusan di Utara dapat menimbulkan ketegangan antara kedua negara dan bukan tidak mungkin perang dapat pecah.
Well, semenjak aku menjejakkan kaki di negeri ini terus terang aku sudah aware jika negara ini secara teknis masih berperang dengan negara tetangganya mengingat tidak pernah ada perjanjian damai yang ditandatangani kedua pihak. Aku juga aware jika ketegangan antara kedua negara ini pasti akan selalu timbul tenggelam sebagaimana dinamika hubungan antara dua negara.
Tapi terus terang saja aku tidak pernah menyangka aku akan terpengaruh sampai sejauh ini hanya karena meninggalnya satu orang di Utara sana. Aku jadi terus kepikiran mengenai kemungkinan gagalnya suksesi di sana dan kemungkinan terburuk tidak stabilnya kondisi yang akan berujung perang. Atau mungkin saja suksesi berjalan lancar namun ternyata penggantinya tipe psikopat yang doyan perang" Atau mungkin untuk saat ini keadaan masih stabil tetapi entah apa yang bisa terjadi di masa depan" Bulan depan" Tahun depan"
Tidak pernah terbayangkan olehku jika aku dan keluargaku nanti harus mengungsi dari negeri ini jika perang pecah pada suatu saat.
Dan aku mendapat jawaban mengenai apa yang tidak dapat Negeri Ginseng ini berikan kepadaku: rasa aman.
Tiga Naga Sakti 16 Pendekar Gila 31 Peti Mati Untuk Pendekar Gila Hijaunya Lembah Hijaunya 21
^