Pencarian

3200 Miles Away From Home 10

3200 Miles Away From Home Karya Valerossi86 Bagian 10


Terus terang aku dan Azra sangat kaget melihat berita itu terutama mengenai kemungkinan pecahnya perang. Namun aku merasakan Azra masih dapat lebih tenang ketimbang aku. Aku pada saat itu hanya bisa memeluk Azra dengan erat dan menangis di bahunya.
I wanna go home, Az& I wanna go home& Welcoming 2012
Waktu tanpa terasa sudah bergerak menuju akhir tahun 2011. Dan tentunya cuaca juga semakin dingin seiring dengan semakin tebalnya salju yang turun nyaris setiap hari. Meskipun dingin, diriku ini justru semakin bersemangat untuk menyelesaikan sisa beban pendidikanku di Negeri Ginseng ini. Seperti pernah kuceritakan di chapter Summer Class, kami peserta beasiswa BKIK memang memiliki libur yang jauh lebih sedikit ketimbang mahasiswa program reguler. Untuk musim dingin ini misalnya, kami hanya memiliki jeda seminggu setelah hari terakhir ujian akhir semester sebelum lanjut ke winter class. Dan sebagaimana biasanya, winter class kali ini memiliki durasi sepanjang empat minggu.
Ada satu moment di masa musim dingin ini yang sangat berkesan untukku. Ketika itu hari senin di akhir bulan Desember. Dan sebagaimana perjanjianku dengan Azra, setiap Senin malam kami harus tinggal di kamar kami di asrama. Tentunya perjanjian ini memberikan satu efek buat kami yang celakanya sangat penting bagi kehidupan kami khususnya di musim dingin ini: ketersediaan makanan di asrama kami.
Kala itu, senin tengah malam atau mungkin sudah masuk Selasa dini hari, aku terbangun dengan perut sangat keroncongan karena aku memang tertidur sebelum sempat makan malam. Ketika aku hendak mencari makanan dari kulkas, aku teringat jika stok makananku kosong. Tanpa pikir panjang segera kuambil dompet dan meluncur segera ke convenience yang ada. Tidak sampai tiga menit aku meluncur, aku sidah tiba di convenience store tersebut. Terlihat ada raut wajah kaget dari penjaga convenience store ketika melihatku tiba di situ. Saking kagetnya, ia sempat terbengong selama beberapa detik sebelum akhirnya tersadar dan mengucapkan selamat datang sesuai prosedur kerjanya. Aku yang sudah terlalu lapar pada saat itu tidak terlalu ambil pusing dengan ekspresi wajahnya itu. Segera kuambil satu nasi kotak, dua buah samgak kimbab, sekotak susu, sebotol jus dan sekaleng kopi hangat. Kemudian kuhampiri kasir untuk membayar semua belanjaanku saat itu. Aku masih sangat ingat wajah kasir itu ketika melayaniku. Mata yang sedikit terbelalak dan seolah tidak bisa melepas pandangannya dariku, plus bibir yang agak menganga itu tidak berubah kendati tengah melayaniku.
Segera saja kubuka salah satu samgak kimbab yang sudah kubayar tadi sembari bergerak ke arah pintu keluar convenience store. Kali ini dengan agak santai karena aku memang berjalan sembari menikmati samgak kimbab dengan isi ikan salmon. Begitu keluar dari convenience store, terasa sekali udara dingin sangat menusuk kulit, bahkan sampai tembus ke sumsum tulang. Aku jelas saja heran bagaimana bisa udara jadi dingin luar biasa seperti ini dalam sekejap" Sungguh aku heran karena selama beberapa menit belakangan cuaca tidak berubah, dalam artian tidak ada badai yang terjadi. Sampai ketika kuulurkan tangan, aku langsung menyadari sesuatu yang sangat bodoh telah terjadi.
Lenganku ternyata hanya terlapisi lengan pendek, bahkan yang menutupi tubuh bagian atasku ini hanyalah sehelai kaos tipis yang biasa kupakai tidur. Tubuh bagian bawah" Celana pendek yang biasa kugunakan untuk bermain sepak bola setiap sabtu. Masih kurang" Sepasang kakiku hanya dialasi sendal jepit yang biasa kugunakan di dalam kamar di asrama. Yes it was indeed a fashion disaster of the century. Selain itu, misteri ekspresi wajah kasir convenience store tadi pun telah terpecahkan!
So, what's next" Hell. Bayangkan saja aku dengan kostumku yang sangat salah itu dengan perut lapar dan cuaca minus dua belas derajat celcius masih harus berjuang mendaki bukit Anam untuk menuju Asrama. Well, mungkin tidak perlu dibayangkan juga jika kamu tidak ingin merasakan secuil dari penderitaanku pada saat itu. Intinya secara ajaib sekitar sepuluh menit kemudian aku berhasil tiba di kamar dengan selamat tanpa harus kehilangan kesadaran.
Tidak lama setelah itu, aku yang tengah menikmati makanan hasil belanjaku barusan mengambil ponsel dan mengirim pesan kakaotalk kepada Azra.
Quote:Az, what if we forget about our promise to stay in our dorm room every Monday night" --------------------------------------------
Selama winter class dimulai, Azra lebih banyak tinggal di apartemen kami dan menikmati musim dingin dengan mencoba masakan baru sembari membereskan apartemen kami. Terus terang aku merasa memiliki seorang istri dalam kondisi seperti ini. Bayangkan saja, aku pergi ke kampus setiap pagi, dan ketika sore hari aku kembali ke apartemen ada seorang wanita cantik yang menyambutku dengan senyuman dan pelukan hangat.
Belum lagi ada makanan lezat yang siap disantap untuk makan malam. Iri" Silakan. Aku tidak melarangnya.
Well, sebenarnya Azra bukannya tanpa kegiatan juga dalam musim dingin ini. Ia sempat dipanggil untuk syuting sebuah drama Korea untuk menjadi figuran di salah satu episodenya. Selain itu ia juga beberapa kali diminta tolong oleh Rara yang tengah berjibaku menyelesaikan tesisnya untuk menjadi semacam asisten penganalisis data. Namun di sinilah hebatnya Azra. Sesibuk apapun dirinya, ia selalu bisa berada di apartemen ketika aku pulang dan menyambutku dengan hangat.
Rasanya aku sangat ingin memilikinya seutuhnya. Secara resmi. Dan menghabiskan sisa hidupku bersamanya.
Dan tepat pada titik ini aku langsung teringat pada Riani. Ya, Riani. Aku memang pernah merasakan hal ini ketika masih bersamanya.
Hei, kenapa aku jadi harus kepikiran Riani lagi"! Move on, Jo! Move on! -------------------------------------------------------
"Assalamualaikum!"
"Waalaikum Salam. Welcome home, Jo.", sambut Azra sembari mengambil tas yang kupikul sementara aku melepas sepatuku di pintu apartemen.
"How is it today, Az" Going out somewhere"" "Helping Rara as usual."
"I see." "Jo, have you got any plan for new year's eve" "I don't think so. Any idea""
"Actually, Rara just told me that Jani invited her friends to celebrate the new years eve in her apartment. We can just join 'em if we'd like to"
"Well, I've got no objection on that. How about you""
Azra kemudian merangkulku yang baru saja selesai melepas sepatu dan berjalan masuk bersamaku ke dalam apartemen.
"I'll just go with you anywhere, Jo."
Kuhentikan langkahku dan kukecup keningnya. Ia hanya tersenyum hangat. "So, what's cooking, Az""
"Your favourite menu for winter, Haemul Sundubu."
"You're simply the best, Az."
--------------------------------------------------------------
Malam itu tanggal 31 Desember 2011 dan suasana di apartemen Jani terasa begitu meriah. Sekitar lima belas orang berada di apartemen yang cukup luas itu. Yup apartemen luas yang ditinggali Jani bersama dua orang teman kuliahnya. Kami semua sudah berkenalan ketika acara ini mulai, kemudian dilanjut dengan makan malam bersama dengan menu makanan yang berasal dari berbagai negara dunia sebagaimana asal negara para peserta pesta tahun baru ini. Bisa dibilang kami saat itu sudah kenyang dan memilih melanjutkan acara dengan mengobrol-ngobrol santai ataupun memainkan games sembari menunggu waktu tengah malam tiba.
Kemudian Pandu yang ikut juga dalam acara tersebut terlihat menyambungkan laptop milik Jani dengan televisi layar datar yang berada di ruang tengah apartemen tersebut.
"Mau ngapain Du"", tanyaku.
"Karaokean lah..."
"Bisa gitu""
"Percaya aja sama gua Jo..."
Dan voila! Sepeminuman teh kemudian kami semua satu persatu sudah bisa menikmati karaoke bersama di apartemen Jani. Aku yang sedang enggan bernyanyi lebih memilih untuk menikmati saja mereka yang tengah bernyanyi. Sampai kemudian.
"Jo, now's your turn! Sing something, Jo!", seru teman Jani yang bernama Nailia. "Me" Can I pass"", elakku.
"Come on, Jo!" Kemudian kuarahkan pandanganku ke arah Azra. Ia memandangku dengan tersenyum hangat. "Let's have a duet, then.", ucap Azra.
Tentu saja aku tidak dapat berkata tidak terhadap permintaannya. Dan orang-orang pun bersorak.
"Any idea about the song, Az"", tanyaku ketika gadis Turki itu terlihat sibuk di depan laptop Jani. "Wait a second.... And, here we go..."
-----------------------------------------------------------
Aku dan Azra saat itu sudah berada di dalam taksi menuju apartemen kami. Kami memang meninggalkan Apartemen Jani beberapa saat setelah tahun resmi berganti. Di dalam taksi kami duduk dengan sedikit jarak namun kedua tangan kami masih terkait. Sementara itu senyum tidak lepas-lepas dari kedua pasang bibir kami. Sesekali kami pun saling adu pandang.
Sampai kemudian ketika kami tiba dan turun dari taksi. "Az... I have one proposal, please listen to me..." "I'm listening..."
"Would you move with me to Jakarta once you or me finish with the programme""
Quote: Original Posted By hyute "%
setelah baca di sebelah gw bisa menyimpulkan 2 hal.
1. FIX lo udah ga bener masalah cewek mulai TK, seriusan euy... jaman kita dulu TK udah cinta-cintaan"
2. FIX Astro emang nurun dari lo bang
komen ente memaksa ane buat nulis side story ini... Quote: Side Story: Who is She"
Jakarta, 9 Maret 2016 Siang itu aku bersama Azra dan Riani tiba di apartemen tempat tinggal Wulan dan keluarganya. Tora terlihat sudah menunggu kami di lobby apartemen tersebut dan wajahnya terlihat ceria melihat kedatangan kami. Namun masih terlihat jelas adanya raut wajah lelah dan kurang tidur dari Tora.
"Kang, selamat ya... Akhirnya sepasang juga anaknya...", ucapku sembari menjabat tangan Tora.
Tora sendiri kemudian memelukku erat dan hangat.
"Makasih ya, Jo... Makasih banget atas bantuan kamu belakangan ini..."
"Selamat ya Kang Tor...", ucap Riani yang kali ini memberikan selamat.
"Congrats Tora! I'm so happy for you!"
"Thank you guys! So, shall we move upstairs""
"For sure!" Sepeminuman teh kemudian kami berempat sudah berada di depan pintu unit apartemen Tora di lantai 7 gedung ini. Terlihat Tora langsung membuka pintu apartemen tersebut sembari beruluk salam.
"Assalamualaikum!"
"Wa alaikum salam! Eh, Jojo... Ke mana aja" Aku udah lama gak ketemu kamu deh Jo... Manglingi tenan kamu Jo... Gemukan gitu...", seru seorang wanita paruh baya ke arahku.
"Eh Tante... Udah lama gak ketemu... awet muda nih kayaknya ya"", balasku kepada wanita yang ternyata Ibu dari Wulan itu.
"Kamu ini emang paling bisa nggombal dari dulu Jo. Ngajak siapa nih Jo""
Kemudian aku memperkenalkan salah satu dari wanita itu kepada Ibunya Wulan dan mengobrol cukup singkat dengannya. Tentu saja wanita lain yang sudah mengenal Ibunya Wulan juga ikut mengobrol dengan kami.
"Eh iya, Tante, Wulan mana""
"Dia tadi lagi nyusuin anaknya... Nah itu orangnya keluar kamar..."
"Halo Jo... Udah lama ya"", sapa Wulan.
Terlihat ada bayi masih merah berada di gendongannya. Bayi itu terlihat sedang tidur dengan damainya kendati ruang keluarga itu sedang cukup riuh.
"Oh, gak kok... Baru aja sampe... Kamu gimana" Udah sehat lagi nih kayaknya ya""
"Alhamdulillah... Namanya juga lahiran normal... Recoverynya ya cepet lah..."
Kemudian aku beserta Riani dan Azra mengerubungi Wulan yang tengah menggendong anak keduanya yang berkelamin wanita itu. Tentu saja kami mengobrol dan sesekali mangambil foto Wulan bersama anaknya itu.
"Oh iya Lan... Astro mana"", tanya Riani.
"Astro lagi main sambil ditemenin Eyang Kakungnya."
"Main di bawah" Kok tadi gak keliatan ya di lobby" Trus Bapakmu lagi di sini juga"", tanyaku.
"Iya... Papa lagi di sini... Ke mana ya itu anak mainnya""
Kemudian terdengar suara pintu terbuka.
"Assalamualaikum!"
"Nah... Panjang umur tuh baru aja diomongin...", sahut Wulan.
Terlihat Bapak Wulan masuk ruangan diikuti oleh Astro dan seseorang lagi.
"Halo Om... Apa kabar"", sambutku sembari bersalaman dan cium tangan kepada Bapaknya Wulan.
"Jojoooo... Apa kabar" Sombong nih sekarrang udah ga pernah main ke rumah lagi..."
"Om sih rumahnya pake pindah ke Cibubur... Udah macet, jauh pula... Coba masih sekitar Kali Malang, aku sering mampir deh buat main scrabble..."
"Wah, nantangin nih ceritanya" Hayuk kapan kita tentuin waktunya... Wulan, kasih tau Tora buat jadi wasitnya ya!"
"Papa nih apa sih" Baru ketemu lagi kok udah main nantang-nantangin"!", sela Ibu Wulan.
"Hahahahaha... Aku masih penasaran sama si Jojo ini... Dulu aku susah banget menang main scrabble sama dia... Mumpung ketemu dia lagi, makanya aku tantangin..."
"Hyahahahha... Si Om bisa aja... Eh, Astro... Itu siapa" Kok kamu gak kenalin sama Papa Jo" Biasanya juga kamu minta gendong kalo ketemu aku... Sok jaim kamu Tro..."
"Ini temen Astro, Papa Jo... Dia tinggal di lantai 5... Tadi Astro main ke sana... Trus Astro inget Papa Jo mau ke sini nengokin adek makanya Astro ajak dia ke sini..."
Kemudian teman Astro itu mendekat ke arahku dengan malu-malu dan menjulurkan tangannya ke arahku. Kuladeni juluran tangannya dan ia pun mencium tanganku. Dan begitu terlihat ciri fisiknya secara seksama, aku seperti melihat Deja Vu. Kulit putih, postur tubuh ramping, mata sipit, dan rambut ikal sepanjang bahu. Aku cukup tercekat melihatnya..
"Namanya siapa"", tanyaku kepada anak itu.
"Nadia, Om. Bisa dipanggil Nadi atau Di aja.", jawabnya polos.
Dan saat itu aku merasakan bahwa sejarah memang sangat mungkin untuk terulang.
Quote: Original Posted By boel19c "% Nat & Dee ya bang"
yup The Moment of Truth Pardon" , ucap Gadis Berambut Merah itu setelah mendengar permintaanku barusan.
Yes, Az. I m so serious about it! Let s move together to Jakarta! I will ask for permission to your parents if you think it is necessary. I even do not mind if it means that I have to propose for a marriage.
Azra hanya terdiam dan tersenyum beberapa saat kemudian. Kemudian terlihat tubuhnya bergetar dan kedua tangannya bergerak menutupi mulut dan hidungnya. Nampak juga dari pandanganku di mana mata coklat itu mulai berkaca-kaca seiring dengan menghebatnya getaran tubuh gadis itu. Secara naluriah aku mendekati dirinya dan memberinya pelukan. Gadis Turki itu menyandarkan wajahnya di bahuku dan mulai menangis tersedu sembari membalas pelukanku dengan tidak kalah erat.
It s alright Az... It s alright... It looks like I asked for it not at the right moment , bisikku menenangkannya sembari membelai punggungnya dan sesekali mencium lembut rambut merah itu.
No, Jo& In fact I ve been waiting for that moment to come& I m so glad& , balasnya sembari sesekali menahan sedu.
& But honestly I need more time to respond to your proposal& I have many things to consider before giving a yes answer to your proposal&
Take your time, Az& You have all the time in this world&
Thank you Jo& , jawabnya lembut sembari diikuti sebuah ciuman lembutnya ke bibirku.
Now shall we move inside" It s getting late and ridiculously freezing here& ---------------------------------------
Bulan Januari 2012 ini terasa berjalan sangat cepat bagiku. Winter semester tanpa terasa selesai begitu cepat. Tesisku dengan segala dinamika proses penulisannya juga semakin dekat dengan akhir. Selain itu aku juga beberapa kali ikut membantu proses pembuatan tesis Rara sampai dengan proses persidangannya. Proses penulisan dua tesis ini dengan sendirinya membuat Azra harus seringkali berperan menjadi asisten -ku dan juga asisten Rara. Namun si Gadis Turki ini tidak pernah mengeluh sama sekali.
Lebih jauh lagi, aku merasa semakin hari Azra semakin hangat terhadapku. Ia seperti sangat mengerti ritme hidupku dan cara menanganinya. Secangkir teh hangat selalu tersedia bersama dengan sarapanku apapun menunya. Selalu ada buah-buahan ataupun jus buah bersama dengan menu makan siangku, Selalu ada pelukan hangat dan bahu yang kusandari setiap kali aku menghadapi masalah atau buntu ide dalam proses penulisan tesisku. Senyum dan pelukan hangat yang selalu menyambutku setiap kali aku kembali dari luar. Dan tentu saja kecupan lembut itu yang selalu mengantarku tidur.
Apakah aku bahagia" Bodoh sekali jika kujawab tidak.
Tetapi terus terang saja ada yang mengganjal: bagaimana dia bisa mengerti hal itu semua" Aku tidak ingat pernah memberitahunya mengenai kebiasaan-kebiasaan itu.
-------------------------------------
Februari akhirnya tiba. Di minggu pertama Februari ini aku, Azra, Topa dan tentu saja Arda tengah sibuk membantu Rara mempersiapkan wisudanya. Terus terang kami sampai membagi dua tim untuk menghadapi ini semua. Aku bersama Topa bertugas menjemput keluarga Rara di bandara serta mencari bunga pada hari H wisuda nanti. Adapun sisanya bertugas mengurus administrasi dan penjilidan tesis Rara.
Bagaimana dengan tesisku" Well, mengingat programku ini pada dasarnya merupakan program spesial, maka deadline tesisku sebenarnya ada pada bulan Juni 2012, di mana pada saat itu sebenarnya aku sudah akan kembali di Tanah Air. Dan dengan status sebagai program spesial itu juga lah kami para peserta beasiswa BKIK terbebas dari kewajiban Sidang Tesis.
Namun aku mencoba untuk realistis. Kemungkinan besar perhatianku akan terdistraksi setelah aku menginjakkan kaki kembali di tanah air. Maka dari itu aku memang memforsir diriku untuk menyelesaikan tesis sebelum aku kembali ke tanah air pada awal bulan Maret. Dan sampai saat itu hasilnya memang cukup impresif di mana ketika memasuki bulan Februari aku sudah diperbolehkan lanjut ke Bab Kesimpulan.
Dan pada saat hari wisuda tiba, kami semua berkumpul di depan GSIS sembari menunggu para wisudawan GSIS semester itu. Tidak begitu lama kami menunggu, terlihat serombongan orang berrtoga merah hitam keluar dengan gembira dari gedung GSIS tersebut. Terlihat beberapa wajah yang kukenal dengan baik ikut menjadi bagian dari para wisudawan itu. Rara dengan berlari kecil menghambur ke arah orang tuanya yang menyambut Rara dengan pelukan hangat. Kami semua kemudian ikut menghambur ke arah Rara untuk menyelamatinya dan juga memberikan buket bunga yang sudah dipersiapkan olehku dan Topa pagi ini. Sedang asyik-asyiknya menyelamati Rara dan bercanda, tiba-tiba ada suara memanggil kami. Ra, Jo... Sini!
Rupanya itu adalah Mas Ari yang juga diwisuda hari ini. Di sebelahnya terlihat ada seorang wanita seumurannya tengah menggendong bayi yang terbungkus selimut bulu tebal.
Mas Ari! Selamat ya... Selamat juga atas kelahiran bayinya lho! Trus selamat juga bakal jadi bagian dari Chaebol raksasa biru! , godaku.
Hyahahaha! Bisa aja lu, Jo... Nih kenalan dulu sama anak bini gua...
"So, you re Mrs. Ari... You look prettier than what I ve seen in the photos& And that s such a cute baby you have&
Heh& heh& heh& . Ada lakinya di sini masih sempet aja lu gombalin... Bahaya lu Jo! , omel Mas Ari. Yo wis ndak popo Mas... Koncomu iki ngguyon thok... , sahut Nyonya Ari.
Sebentar... Nyonya Ari" Yang asli orang Korea itu" Berbahasa Jawa"! Sik sik sik... Mbak... Iso Boso Jowo tah"!"
Jo, sebelum aku sekolah nang kene Mbakyumu iki wis tinggal ning Semarang karo aku 3 tahun... Do not underestimate her!
Dan aku terbengong saja mendengar fakta itu. ---------------------------------------
Malam itu kami beserta keluarga Rara tengah menikmati makan malam di sebuah restoran Timur Tengah di Itaewon. Tentu saja kami semua sangat menikmati hidangan gratis itu sembari membicarakan banyak hal. Tentu saja saling ledek menjadi bagian dari bahasan kami waktu itu. Topa diledek soal berapa lama lagi studi doktoralnya akan selesai. Rara dan Arda diledek mengenai status mereka yang belum jelas ditambah lagi Topa yang dengan brutalnya menyinggung-nyinggung Muneef. Aku" Tentu saja diledek mengenai kapan Azra akan mengikutiku pindah ke Indonesia.
Dalam perjalanan kembaliku ke apartemen, aku mencoba menanyakan Azra hal yang cukup mengganjalku saat itu. Aku masih ingat saat itu kami berdua tengah berjalan sambil bergandengan tangan melintasi taman depan Gedung Rektorat Anam-dae yang terkenal itu. Suhu yang menunjukkan minus 5 derajat celcius itu membuat mulut kami jadi berasap setiap kami bernafas atau berbicara.
Az, do you already have the answer to my proposal"
Azra menghentikan langkahnya dan memegang kedua tanganku dengan erat sembari menghadapkan tubuhnya hingga wajahnya tepat berpapasan dengan wajahku.
Do you want an honest answer, Jo"
Yes, please& Azra menghela nafas dalam-dalam sebelum memberikan jawaban. Honestly I m not ready yet to move with you&
& You know, I m still 21 now& I m not even finished my college& My family will likely reluctant to permit me to move with you, or even to let your marriage proposal pass&
Giliranku menghela nafas panjang setelah mendengar jawabannya. Sakit juga rasanya di dalam sini. It s alright Az& It s alright& It s kinda hurt inside but I can understand your reason& You know& I will be glad if I can hear the same proposal by the time I finish with my study&
Aku mencoba untuk tersenyum mendengar tawarannya barusan. Namun masih terasa ada rasa sakit di dalam sini.
Jo& You know, to meet you in this land is a miracle for me& Living with you feels like living on paradise& That s why I tried my best to treasure every second of our togetherness here& Seeing your smile everytime is my ultimate goal in every second I spend with you& I will gladly do everything simply to see your smile Sungguh aku tercekat mendengarnya.
I was very terrified on that second when you proposed& But I have to be realistic as well& I have a family back in my homeland& And I believe you, as a Muslim, understand that I need my Dad s permission to agree on your proposal. I believe it needs a process to gain a yes from him
I see Honestly it was very hard for me to suspend my yes on your proposal, Jo& I don t want to give my yes now but cannot execute it by the time you leave here& Therefore I opted to suspend it&
Kupeluk erat gadis itu dan kembali terasa tubuhnya mulai bergetar seiring terdengarnya suara sedu sedan dari dirinya. Ia pun membalas pelukanku lebih erat lagi.
I tried to spoil you more after I heard your proposal& I simply believe you deserve that& And I know to whom I should consult on this& , bisiknya dalam pelukku.
Wait a minute& You re kidding, right" , tanyaku yang mulai mengerti maksud Azra tadi. Degup jantungku terasa jauh lebih cepat ketika mengira-ngira apa yang dimaksud Azra barusan.
I m not, Jo. I contacted Riani more after you proposed me. And she told me a lot about you. I often called her to get lots of knowledge about you and she was very enthusiastic to respond my questions&
Denyut jantungku terasa bertambah cepat ketika nama Riani disebut sesuai dugaanku tadi. Seharusnya aku sudah curiga sejak awal.
From her voice when she told me about you, I can hear that she still has feelings for you& Correction, not just feeling& It s more like hopes on you&
Aku sudah kehilangan kata-kata mendengar hal itu.
And I can tell that you are just the same with her from your current heartbeat.
Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutku, namun dari dalam hatiku terasa ada tiga kata yang menyeruak dan mendesak mulutku untuk diartikulasikan: Guilty as Charged. Dengan sekuat tenaga kutahan agar tiga kata itu tidak terartikulasi oleh mulut ini. Dan sukses.
------------------------------------
Keesokan siangnya aku yang mulai mencoba menulis Bab Kesimpulan dari tesisku terusik oleh sebuah panggilan telepon masuk. Dan sebagaimana biasanya aku ketika agak sibuk, kuangkat saja telepon itu tanpa mellihat identitas si penelepon.
Halo Assalamualaikum& , terdengar suara baritone yang khas dengan logat sedikit medok di ujung sana. Wa alaikum salam& Masih idup lu Cuk" , jawabku yang sadar jika ini adalah panggilan masuk dari Ian.
Masih, Jo& Antrian masih panjang soalnya& Sabar aja... Lagian keliatannya nomer antrean ente lebih kecil daripada nomer ane, Jo...
Njanc*ki koen! Wis... ono opo toh"
Eh, ente masih lama di sana" Kapan pulang rencananya"
Mas Ian kangen sama akyu yaaaaaa" Sabar ya Mas Ianku... Awal Maret ini aku pulang kok... Kita bisa indehoy lagi deh...
A*u! Jijay tenan! Lagian tumben-tumbenan nanya kapan gua mau pulang... Lemme guess... Mau nitip ye" "..."
"Yan "" "Nggak kok... Cuma mau ngasih tau aja..." "Ngasih tau apaan ""
"Riani udah mau kelar di sini... Besok doi balik ke Jakarta..."
"Ooooohhhh.... Kirain apaan... Dianter atuh... Cuti sehari terus anter doi ke Bandara lah minimal..." "Ada lagi Jo..."
"Apaan lagi" Hamil ya doi" Ente sih kagak mau play safe..." Ngaco! Doi mah ane colek aja kagak...
Lah... Rugi amat... Even Bazonganya kagak dicolek" T*i banget sumpah lu Jo... Kagak lah... Ga tega... Jadi ada apaan sama doi"
Gua udahan sama dia kemaren... HEH"!
Metasequoia Tanpa terasa bulan Februari sudah sampai pada minggu kedua. Draft awal tesisku sudah dapat kuselesaikan beberapa hari lalu dan tinggal menunggu feedback saja dari Prof. Park. Dan saat ini, aku berada dalam bus menuju salah satu tempat wisata paling terkenal di Negeri Ginseng ini: Nami Island.
Azra tidak henti-hentinya memainkan kamera sembari melihat arah luar jendela bus ini. Sesekali ia berseru kepadaku ketika ada pemandangan atau sesuatu hal yang menarik di luar sana.
Jo, look! Some people are fishing on the frozen water!
Look at this beautiful scenery, Jo!
Tentu saja aku selalu menanggapinya dengan tidak kalah antusias. Aku ingin menjaga agar moodnya baik sepanjang hari ini.
Tidak, tidak hanya hari ini. Aku ingin ia berbahagia terus. Selamanya.
Jo, look! Look at what" , tanyaku balik sembari menjulurkan kepalaku mendekati jendela karena tidak mengerti apa yang Azra tunjuk.
CUP! Tanpa aku duga, si Rambut Merah itu mengecup pipiku dari samping. Refleksku tentu saja memaksa leher ini untuk menolehkan wajahku ke arahnya. Terlihat ia tengah tersenyum hangat dengan kedua pipinya yang bersemu merah. Kusandarkan kembali tubuhku ke kursiku setelah melihat gelagat bahwa ia ingin mengucapkan sesuatu kepadaku.
Ia segera memeluk lengan kananku sebelum dirinya membisikkan sesuatu kepadaku. Jo, thank you so much for arranging this trip for us. I ve never been this happy before. Please don t mention it, Az. You simply deserve it. I should be the one thanking you for everything.
Aku tidak berlebihan. Azra pantas mendapatkan kesenangan ini. Atau bahkan lebih. Semenjak kami tinggal bersama di apartemen pada Desember lalu, hidupku terasa ringan. Sangat ringan. Azra bisa bertindak sebagai teman, kekasih, partner, asisten, koki, bahkan dia sudah terasa seperti istri saja bagiku. Dan sebagai seorang istri, mendapatkan kebahagiaan seperti ini tentunya merupakan kewajiban bagi pasangan untuk memenuhinya.
Dan untuk saat ini, aku sangat berharap perjalanan menuju Nami Island yang dipenuhi panorama gunung, hutan, salju dan sungai yang membeku ini bisa menjamin kebahagiaan Azra untuk hari ini. "I love you, Jo.", ucapnya memecah lamunanku.
Aku kemudian menolehkan wajahku ke arahnya. Belum sempat kumembalas kata-katanya, satu tangannya memegangi pipiku dan didekatkannya bibir indah miliknya hingga menempel dengan milikku.
CUP! Tentu saja aku cukup kaget menerima ciuman itu. Tetapi hanya beberapa detik kemudian aku memutuskan untuk menikmati dan membalas perlakuan lembut dari si Rambut Merah ini.
Aku tidak ingat sama sekali berapa lama kedua pasang bibir kami berinteraksi dengan intens seperti itu. Yang aku ingat hanya sensasi lembut, hangat dan agak basah dari interaksi tersebut. Dan satu lagi yang kuingat adalah kami sama sekali tidak terlalu peduli dengan orang lain di bus tersebut. Yang jelas, setelah kami selesai tempat tujuan kami sudah terlihat jelas dari bus ini.
------------------------------------------
You guys look so happy today , ucap Khali yang mengantri di belakang kami untuk membeli tiket masuk ke Nami Island.
Yup, Khali di belakang kami. Bersama kekasihnya. Sejatinya perjalanan ke Nami Island ini memang merupakan double date.
"You bet", jawabku.
"You guys are so happy even did not really care that some people were looking at you when you kissed on the bus.
Aku dan Azra hanya terdiam malu mendengar hal tersebut.
Sekitar 30 menit kemudian, kami berempat sudah berada di atas ferry yang membawa kami menyeberangi sungai Han ke Nami Island. Pemandangan salju serta air mancur yang membeku di dekat dermaga ferry seolah menyambut kami untuk segera berwisata di situ. Begitu ferry merapat sempurna, tentu saja tanganku dengan tangan Azra langsung berkait dan segera melangkahkan kaki-kaki kami untuk menjelajah Nami Island. Begitu juga yang terjadi dengan Khali dan Erden.
Beberapa jam kami habiskan di pulau tersebut dengan berjalan-jalan di pulau tersebut. Tak kurang makam Jenderal Nami, deretan pohon besar yang jadi terkenal setelah diekspos di drama winter sonata, museum, galeri, patung-patung unik di pulau tersebut telah kami jelajahi. Ketika kami lapar, kami juga menyempatkan untuk makan barbeque di restoran yang tersedia di pulau ini.
Setelah kami makan, kami menyempatkan untuk mengelilingi sekali lagi pulau ini sembari mencari Khali dan Erden. Dan ketika kami berada di deretan pohon besar yang fenomenal itu, atau yang dikenal dengan nama metasequoia, kami melihat sesuatu yang luar biasa.
Erden terlihat menekuk lututnya di depan Khali sembari memperlihatkan kotak berisi cincin kepadanya. Khali sendiri terlihat menutupi sebagian mukanya dengan sepasang tangannya. Terlihat tubuhnya bergetar.
Aku dan Azra saling pandang dan tersenyum. Lalu kami berjalan pelan-pelan mendekat ke arah mereka sambil bergandengan. Terlihat oleh kami Khali menganggukkan kepalanya dan ditindaklanjuti oleh Erden yang meraih tangan Khali, membuka sarung tangan yang dikenakannya dan memasangkan cincin ke jari manisnya.
Khali terlihat terpesona melihat cincin di jari manisnya itu. Kemudian dipeluknya Erden dan sesekali dikecupnya. Sementara itu Azra semakin mengeratkan genggaman tangannya di tanganku. "Congratulation guys!", seruku.
"Oh... Thank You Jo!", jawab Erden.
Sementara itu Khali masih terlihat sesenggukan.
Geez, Khal& I never know that your man could be so romantic like this! I am basically romantic and sensitive Jo& You just never see that part of me.
You" Sensitive" , tanyaku tak percaya karena memang tampilan Erden yang cukup sangar untuk orang Mongol.
But once more, congrats! I hope you could live happily ever after! Thank you, Jo. By the way, what about your plan" Any plan to propose to her" Aku hanya menyeringai ke arah Azra yang sejak tadi hanya membisu.
Mimpi Pintu itu besar dan berwarna putih. Aku mengikuti instingku untuk membuka pintu itu dan masuk ke dalam ruangan di baliknya. Ternyata di balik pintu itu terdapat sebuah kamar cukup besar dengan peralatan cukup lengkap. Sejenak kuhentikan langkahku ketika cermin besar itu berada tepat di sebelah kiriku dan memandangi bayangan yang ada dalamnya.
Itu diriku. Atau setidaknya wajah dirikulah yang terrefleksikan oleh cermin itu dengan sempurna. Aku tidak ingat bagaimana ceritanya aku bisa mengenakan setelan rapi berwarna putih ini serta potongan rambut yang sangat rapi itu. Sungguh potongan ini sangat berbeda jauh dengan penampilanku sehari-hari yang cenderung cuek dan sedikit tidak rapi.
Dengan mengabaikan kebingunganku, aku meneruskan langkahku ke salah satu bagian dari kamar itu: ranjang. Di atas ranjang itu berserak beberapa bungkus kado beraneka ukuran. Tentunya aku bingung dari mana seluruh kado ini berasal. Kuambil salah satu bungkusan itu dan melihat ada kertas kecil terkait dengan pita pembungkus kado. Di kertas kecil itu tertulis pesan sederhana yang cukup menjawab dari mana asal kadokado ini.
Quote: Selamat ya Nat atas pernikahanmu. Maaf aku gak bisa mematuhi janji kita dulu. Tapi aku yakin kamu akan berbahagia dengan hidupmu yang sekarang.
-Dee- Dee" Pernikahanku" My God!
Kapan aku menikah" Dan dengan siapa aku menikah"
Secara tiba-tiba aku merasakan tubuhku dipeluk seseorang dari belakang. Dari fitur fisikal tubuh itu aku bisa memastikan bahwa wanita itulah yang memelukku saat ini.
"Abang..." "Ri"" "Terima kasih ya sudah memilih aku. Aku sekarang merasa jadi wanita paling beruntung di dunia Bang.
Kubalikkan tubuhku dan kini terlihat olehku Riani yang terlihat sangat cantik dalam busana pengantin putih yang kusadari merupakan pasangan dari setelan yang tengah kupakai.
"Sekarang kita resmi suami-istri Bang.", ucapnya sembari memegangi sepasang tanganku.
"Eh" Kita" Sudah menikah"", tanyaku tak percaya dengan nada sedikit keras. --------------------------
Jo... wake up, Jo... , ucap suara lembut itu.
Kucoba membuka mataku dan terlihat olehku wajah cantik itu tengah memandangiku dengan tersenyum.
Morning Az& , balasku. The same dream again" Well, should I answer that"
I know it. That makes it the fifth time this week. I totally have no idea about what s going on actually.
Si rambut merah itu mengecupku hangat di kening sembari mengusap rambutku lembut. Get up now, Jo. You still able to take a prayer now.
Tanpa menjawab, kuikuti saja apa yang barusan dikatakan Azra.
Sekitar sepenanakan nasi kemudian, aku sudah selesai menjalankan kewajibanku pada pagi itu. Terlihat di atas meja kecil dekat tempat tidur lipatku sudah terdapat setangkup piring kecil roti bakar dengan teh hangat di sampingnya.
Gadis itu memang sangat mengerti diriku.
Terdengar pintu kamar mandi terbuka dan terlihat Azra yang sudah sangat cantik dengan sweater merah muda itu tersenyum ke arahku. Melihatku tengah menikmati sarapan, ia menghampiriku dan duduk di belakangku. Kemudian tanpa berbicara apapun ia membuatku hangat dengan memeluk tubuh ini dari belakang sebagaimana biasanya di pagi hari.
Got a class this morning"
Should I answer that" Ahahahahaha&
Jo& Yes" About your dream& Can you keep it out of your mind, Az" Please. No, Jo& I have to say this.
Say what" , tanyaku sembari menyesap teh hangat. Can you go back to Riani once you get back to Indonesia"
Dan secara refleks teh hangat yang tadi kusesap tersembur ke arah meja kecil. --------------------------------
Azra sudah berangkat ke kampus beberapa saat lalu. Yah, setelah kejadian awkward tadi Azra kemudian berangkat ke kampus. Tentu saja aku kembali menyatakan keinginanku untuk memperistrinya dan lagi-lagi Azra memberikan alasan untuk tidak menerima dahulu permintaanku tadi.
Terus terang saja perasaanku jadi semakin tidak menentu. Betapa tidak, hanya sepuluh hari menjelang kepulanganku ke Jakarta dan Azra masih belum mau menerima lamaranku. Bahkan ia meminta sesuatu hal yang aneh seperti yang ia sebutkan pagi ini. Di sisi lain, mimpi yang datang selama lima malam berturut-turut itu cukup menggoyahkan keyakinanku akan masa depanku dengan Azra. Apalagi status Riani yang saat ini single setelah hubungan singkatnya dengan Ian berakhir beberapa minggu lalu.
And speak of the devil&
Quote: I just had sex, and it felt so good!
Ringtone cabul itu terdengar memenuhi ruangan apartemen kecil ini. Dan terlihat caller ID di ponsel menunjukkan nama Riani.
Halo, Assalamualaikum Jo& Wa alaikum salam Ri. Apa kabar" "Baik Jo, alhamdulillah... Kamu gimana""
"Baik juga alhamdulillah... Kamu katanya udah balik ke kantor pusat ya"" "Tau aja kamu Jo... Dari Ian ya""
"Hehehehe..." "Jo..." "Iya Ri"" "Kapan kamu pulang""
"Sepuluh hari lagi lah Ri. Kenapa"" "Akhirnya nanti bisa ketemu lagi ya kita Jo... Kuhela nafas sedikit panjang sebelum kujawab. Iya Ri... Kita akan ketemu lagi...
Salah ga sih Jo kalo aku masih berharap sama kamu" Dan perasaan ini semakin tidak menentu.
Sepasang Kotak Abu-abu Anything else for this box, Jo" , tanya Azra sembari bersiap untuk menutup kotak kardus untuk cargo dengan selotip.
I think that s all Az. It looks like the rest of my stuff could be fit in my luggage. Are you sure"
Uh huh& How about my love for you" Want it to be packed in your luggage" , godanya.
Aku hanya tersenyum dan menghampirinya. Kemudian kupeluk tubuh indah berkemeja putih itu dari belakang dan kubisikkan.
It surely is too big for my luggage, Az. But I believe it could fit perfectly into my heart. Ia tersipu mendengarnya. Kemudian ia menolehkan wajahnya ke arahku dan mengecup hangat bibirku. That was so sweet, Jo. I wish I could hear that from you everyday.


3200 Miles Away From Home Karya Valerossi86 di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

You could, Az. You could as long as you want to move with me. Hahahahahaha.
Kemudian Azra lanjut dengan aktivitasnya menutup kotak kardus tadi dengan selotip.
Yah, tepat minggu depan aku akan kembali ke tanah air. Back for good. Kemarin aku sudah menerima tiket untuk penerbanganku. Kemarin pula, Bos di kantor lamaku sudah mengirimkan tawaran untuk kembali bekerja di sana tentunya dengan iming-iming yang tidak bisa ditolak. Dan PR untuk hari ini adalah mengirimkan sebagian besar barang-barangku selama di Negeri Ginseng ini melalui pos.
Mengirimkan barang-barang sebanyak tiga kardus besar melalui pos sebenarnya merupakan PR tersendiri. Hal pertama yang dipikirkan adalah bagaimana membawa barang-barang ini ke kantor pos, dan hal lainnya adalah biaya. Untungnya landlord apartemen ini sangat kooperatif dengan meminjamkan mobil tuanya untuk membawa tiga kardus besar ini ke kantor pos. Untuk biaya" Well, BKIK ternyata menyediakan pos anggaran khusus untuk kami mengirimkan barang-barang kami ke tanah air.
--------------------------------
Siang ini, tepat setelah aku selesai dengan tiga kotak kardus besar itu, aku bertemu dengan rekan-rekan peserta beasiswa BKIK di sebuah restoran besar di dekat Anam Junction. Agenda utama kami pada dasarnya adalah perpisahan.
Yup, perpisahan. Dengan formasi lengkap. Terhitung mulai besok sebagian dari kami satu persatu akan kembali ke tanah air kami masing-masing. Dan bisa tebak siapa yang ada di nomor antrean pertama" Betul. Constantine. Rasanya tidak perlu kutulis di sini mengapa ia ada di antrean pertama.
Suasana perpisahan di restoran itu cukup ramai dengan keriuhan yang kami perbuat. Namun tentu saja ada nuansa haru yang tercipta mengingat tema utama acara kami adalah perpisahan. Beberapa dari kami membicarakan pengalaman dan kesan-kesan kami selama mengikuti beasiswa ini. Beberapa ada yang tertawa. Namun beberapa juga, seperti misalnya Dao dan Amina, terlihat tidak dapat menahan rasa harunya ketika harus mengucapkan kata-kata perpisahan. Yah, cukup campur aduk juga perasaan kami pada acara kali itu.
Please promise me, my brothers and sisters, to keep ourselves as a family eventhough we re separated thousand miles away, eventhough we will have some changes in our lives, or eventhough our circumstances would not allow us to contact each other. , pungkasku ketika mendapatkan giliran untuk memberikan pesan dan kesan di acara itu.
Dan seluruh hadirin terlihat bertepuk tangan dengan ucapanku barusan. Nice speech, Jo. , ucap Khali yang duduk tepat di sebelahku. Thanks Khal. When are you going to depart back to Ulan Bator" In three days. Yours"
In a week. Gonna depart with your fianc"e"
Nah, he had left yesterday. His workplace forced him to leave earlier.
But it s alright, right" I mean he has proposed to you and you ll see him again very very soon. Uh huh& But&
Go on& I won t be able see you again Jo. It would be a big loss for me Come on Khal.
It is true, Jo. My life in here would be totally different without you. But you have Erden now.
I know. But please keep in contact with me, okay" Cross my heart.
And can we have more intimate farewell" Can I refuse"
I think there is no space for refusal. Meet me tomorrow at Inga s apartment. What" You know her"
Jen told me everything, Jo. Every single thing. What the&
And I know your lovely redhead will have classes from morning until evening. So, I think we should spend tomorrow wisely. &
and warmly. , pungkas Khali sembari memakan sosis dengan gestur dan pandangan mata yang sudah lama tidak kulihat itu.
---------------------------------
Acara perpisahan itu selesai agak sore. Namun masih kurang sore mengingat kelas Azra belum selesai. Sembari menghabiskan waktu, kucoba telusuri daerah Anam di sekitar kampus Anam-dae. Begitu tiba di dekat Anam Junction, terlihat ada sebuah toko perhiasan baru buka, dan tertulis di depan pintunya: 60% off.
Entah kenapa aku jadi tertarik untuk masuk ke dalam toko itu. Dan begitu masuk, aku melihat ada sepasang cincin dari emas putih yang sangat menarik bagiku. Selain itu di sampingnya ada kalung dengan liontin dari emas putih yang tidak kalah menarik dari cincin tadi.
Sejenak kuberpikir untuk memberikan cincin dan kalung itu untuk kedua wanita yang saat ini ada dalam pikiranku: Riani dan Azra.
Ya, kamu tidak salah baca: Riani dan Azra. Untuk Azra tentunya kamu tidak perlu diberi tahu lagi. Riani" Terus terang saja semenjak ia putus dari Ian dan sampai ia bisa masuk ke alam mimpiku selama seminggu berturutturut, gadis itu sukses meracuni kembali pikiranku dengan keberadaannya.
Dan yang sekarang ada di pikiranku adalah aku akan memberikan cincin ini kepada salah satu gadis itu yang akan kutunggu untuk menghabiskan sisa umurnya bersamaku, sementara kalung itu akan menjadi kado perpisahanku dengan gadis lainnya.
Beberapa saat kemudian aku sudah berhasil menyelesaikan pembayaran atas kedua barang itu. Dan aku masih ingat jelas bentuk dua kotak abu-abu yang penampakan luarnya sangat identik untuk kedua barang itu diserahkan oleh penjaga toko kepadaku.
Sepasang kotak abu-abu yang akan sangat menentukan. ------------------------
"I m leaving Jo. Wassalamualaikum!", seru Azra dari depan pintu.
Wa Alaikum Salam. , jawabku yang masih menikmati sarapan roti bakar sembari membaca-baca berita di laptop.
Tidak lama setelah sarapan selesai, kubersihkan peralatan makan yang barusan kugunakan dan dilanjutkan dengan membereskan kamar. Baru saja selesai kamar kubereskan dan hendak beristirahat sejenak, terdengar ada suara pintu diketuk. Dengan sedikit enggan kulangkahkan sepasang kaki ini ke arah pintu.
Ketika pintu itu kubuka, terlihat Khali dan Jen ada di depan pintu itu. Senyum nakal terlihat di bibr keduanya ketika melihatku. Namun yang paling perlu diperhatikan adalah pakaian mereka yang... Ah sudahlah. Mungkin itu bukan pakaian, namun lebih tepat disebut sebagai lingerie. Berwarna merah dan hitam. Dengan garter belt.
Tanpa berkata-kata lagi kedua gadis itu menarikku ke unit apartemen yang berada tepat di bawah unitku dan Azra. Dan di unit itu sudah menunggu si pirang Nona Rumah dengan pakaian yang tidak kalah menggoda dengan dua gadis oriental yang tadi menarikku ke sini. Kedua gadis yang tadi menyeretku itu kemudian memeluk erat kedua lenganku hingga tidak dapat digerakkan, sementara Inga mengalungkan kedua lengannya di leherku sembari menarik wajahku hingga bibirku bertemu dengan bibirnya.
Ciuman itu sangat panas dan bergairah. Suhu di luar yang masih berada di bawah nol seakan tidak berarti apa-apa bagi kami.
"So, let s start our farewell party, Jo.", ucap Inga ketika menghentikan ciuman kami.
Dan akhirnya begitulah. Aktivitas kami berempat berlangsung semakin panas dan bergairah. Hujan salju yang turun tiba-tiba pada hari itu tidak membuat aktivitas kami mengendur. Yang ada justru semakin panas aktivitas kami hari itu. Sungguh kontradiktif sekali di mana hujan salju turun di luar sementara tubuh kami berempat yang sudah tidak terbungkus apapun lagi malah berkeringat. Dan aktivitas kami hari itu berlangsung nyaris tanpa jeda. Yang aku ingat aktivitas hari itu selesai ketika langit sudah mulai gelap yang menandakan hari hampir malam. Dan kami berempat sudah nyaris tidak bisa bergerak lagi karena kehabisan tenaga. ---------------------------------
Akhirnya hari ini tiba juga. Incheon International Airport. Yah, di sinilah sekitar 13 bulan lalu aku menjejakkan sepasang kakiku di Negeri Ginseng ini. Negeri yang memberikan banyak kenangan luar biasa untukku. Tidak terasa masa tinggalku di sini sudah selesai dan ke Tanah Airlah aku harus kembali. Berat juga sebenarnya meninggalkan negeri sejuta kenangan ini untukku.
Terutama meninggalkan gadis berambut merah yang kini tengah menangis tersedu-sedu di pelukanku ini. Kucoba menenangkan dirinya dengan membelai lembut rambut dan punggungnya itu. I can stay here if you want me to, Az. Just say it and I will cancel my flight.
Ia kemudian mengangkat wajahnya dari pelukanku. Sembari terisak ia membisikkan sesuatu kepadaku. No, Jo& It s alright& This is just how I treasure my last moment with you&
Ah, hold a second Az& , ucapku sembari mengambil satu kotak abu-abu dari dalam tas kecilku.
Kubuka kotak abu-abu kecil itu dan kutunjukkan isi kotak itu kepadanya. Ia terlihat terkejut dan berusaha menutup mulutnya dengan tangannya. Dipakainya isi kotak yang barusan kuberikan dan sumpah, terlihat indah sekali pada dirinya.
Thank you Jo, Thank you. Love you so much. , bisiknya sembari kembali memeluk diriku erat.
Dan kali ini ia beberapa kali mencium bibirku dengan hangat. -----------------------------
"Sir, your ticket is a oneway ticket. Do you plan to return here" , tanya petugas imigrasi itu. Nah, I m back for good to my hometown.
So I can keep this alien card then. Oh sure. Please.
Safe flight, Sir. , ucap petugas imigrasi itu dengan senyum sembari mengecap pasporku.
Gomawoyo . -----------------------------Pramugari cantik itu membangunkanku ketika pesawat Boeing 777-900 itu akan mendarat di CGK. Dari jendela bisa kulihat dari kejauhan lampu-lampu kota Jakarta dan sekitarnya menyala-nyala seolah berlomba-lomba menyambutku kembali ke negeri ini. Dan sebagaimana biasanya, kupasang lagi sabuk pengaman dan kutegakkan sandaran kursi sembari menunggu burung besi raksasa ini menjejakkan roda-rodanya di Cengkareng.
Aku tidak terlalu memedulikan pengumuman yang diucapkan pramugari ketika akhirnya burung besi ini mendarat. Pandanganku jauh menerawang keluar jendela di mana di luar terlihat pemandangan pesawat, hangar, terminal, dan pemandangan lain khas Bandar Udara. Namun pikiranku sudah jauh dari itu. Yang ada di pikiranku adalah masa hidupku di Negeri Ginseng yang sudah berlalu dan masa depanku di tanah air. Serta tentu saja keputusanku terhadap kedua gadis itu.
& . The temperature outside is 29 degrees of celcius&
Wah, suhu ini sebenarnya cukup rendah bagi kota Jakarta dan sekitarnya. Namun aku masih ingat ketika menjelang terbang, suhu di daerah Incheon hanya sekitar 5 derajat celcius.
Dan benar saja, ketika akhirnya aku berhasil keluar terminal, tanpa terasa keingatku deras mengucur. Mungkin ini efek terlalu lama tinggal di negeri dingin.
Tetapi yang paling menarik adalah yang kutemui di luar terminal. Aku memang tidak memberitahu siapapun di tanah air mengenai jadwal kepulanganku hari ini; kecuali Riani. Jujur saja aku sama sekali tidak berharap ia akan ke bandara untuk menjemputku. Kenyataannya adalah ia ada di sini.
Yup, Riani menjemputku kembali di bandara. Tanpa ragu lagi ia berlari mendekatiku dan memberikan pelukannya tanpa memedulikan orang-orang yang ramai di sekitar kami.
Selamat datang Jo. Maafin aku selama ini ya. Plis jangan tinggalin aku lagi. , bisiknya. Udah gak apa-apa kok Ri. Gak apa-apa. , jawabku.
Riani malah mengeratkan pelukannya kepadaku. Eh Ri... Aku ada sesuatu buat kamu nih. Sebentar deh.
Riani kemudian melepaskan pelukannya. Sementara aku berinisiatif bergerak ke salah satu restoran sembari merogoh backpack-ku untuk mengambil sesuatu yang sudah kusiapkan khusus untuknya. Riani sendiri bergerak mengikutiku sembari membantu menyeret koper yang kubawa.
"Nah, ini dia.", jawabku ketika akhirnya kami duduk di bangku restoran.
Kubuka kotak kecil yang identik dengan kotak kecil yang tadi kuberikan kepada Azra di Incheon. Riani terlihat terkejut ketika melihat isi kotak itu. Tanpa mengambil kotak itu, Riani langsung memelukku dengan sangat erat. Dan kali ini pundakku terasa basah oleh air matanya.
"Terima kasih banget Jo. Makasih. Aku sayang banget sama kamu." Concluding Part: The Day
Suatu hari di bulan September 2012
Ayahku memberhentikan mobil di tempat parkir di depan gedung ini yang memang disediakan untuk mobil kami. Sebelum ia mematikian mesinnya ia melihat ke arahku yang duduk di bangku tengah mobil keluarga ini bersama kedua adikku. Tidak begitu lama setelah itu ibuku pun ikut menoleh ke arahku seperti halnya ayah.
"Jo... Akhirnya hari ini tiba juga ya" Masih agak berat juga kami ngelepas kamu. Kayaknya kamu baru lahir kemarin sore, eh sekarang udah mau...", sahut ayahku tertahan entah oleh apa.
Namun dari nada suaranya aku bisa merasakan ada getaran haru yang muncul dari tiap kata-katanya. "Jo, mumpung masih di sini, Mama mau tanya lagi: Kamu udah yakin dengan semua ini""
Sejenak pikiranku menerawang cukup jauh. Jauh. Sejauh sekitar 3200 mil dari tempat ini. Dan pikiranku pun ikut menembus waktu hingga beberapa bulan silam.
---------------------------------------
Suatu hari di awal bulan Maret 2012, Seoul
"Makasih ya semua udah ngebantu gua selama di sini. Gua ga ngerti harus jungkir balik kayak apa kalo lu semua ga ada di sini. Sekali lagi makasih banyak!", ucapku agak keras di apartemen Jani. "Makasih juga Jo udah ngebiayain makanan kita. Puas deh gua sama acara perpisahan lu!", seru Pandu.
"Ah lu mah emang dasar gembul, makan mulu! Gua nih yang masak rada pegel!", sungut Rara yang hanya ditanggapi seringai oleh Pandu.
Hari itu merupakan sehari keberangkatanku kembali pulang. Aku memang mengajak teman-teman Indonesiaku untuk makan siang perpisahan di apartemen Jani yang ukurannya cukup luas. Makanan" Tenang, ada chef Rara dan Azra yang kualitasnya sama sekali tidak bisa diragukan lagi. Aku pun bisa cukup tenang dengan menyandang status sebagai donatur utama.
Hari sudah menjelang malam ketika kami pulang kembali ke apartemen. Sebagaimana biasanya Azra menggandeng salah satu lenganku dalam perjalanan pulang. Dan untuk kali ini kami memilih untuk berjalan kaki ke apartemen kami yang jaraknya sebenarnya cukup jauh.
Tanpa ada omongan kami seolah sudah bisa mengerti keinginan kami berdua untuk kembali ke apartemen dengan berjalan kaki. Dan cuaca yang semakin mendingin ini membuatku tambah sadar betapa hangatnya genggaman tangan Azra di tanganku.
Genggaman tangan yang beberapa hari belakangan ini kurasakan semakin erat ketika menggenggam tangan ataupun bagian lain dari tubuhku. Dan eratnya genggaman itu seolah menyiratkan betapa dia tidak ingin melepasku agar bisa jauh dari dirinya.
"Jo...", tanyanya sembari berjalan tanpa menolehkan wajahnya ke arahku. "Yeah""
"Am I holding your hand too tight"" "It is getting tighter lately, isn't it" But it's alright... I guess I know what's currently inside your mind." "I'm so sorry Jo for not giving a good response to your proposal."
Kuhela nafas panjang sebelum membalasnya.
"It is alright, Az. I can understand that. I believe you still have time until a second before I depart tomorrow."
Tanpa terasa, kami sudah cukup lama berjalan dan tiba tepat ketika petunjuk waktu ibadah di ponselku menandakan waktu magrib tiba. Sebagaimana biasanya, kami melakukan aktivitas yang biasa malam itu seperti ibadah, makan malam, membaca paper dan berita sembari mengobrol.
Namun ada yang sedikit aneh malam itu.
Aku seperti biasanya menyikat gigiku sebelum tidur di kamar mandi. Tepat ketika aku keluar dari kamar mandi, Azra menyergapku dan memberi pelukan erat sembari sesekali menciumiku dengan penuh gairah. Gairah itu sangat panas membara. Terasa dari temperatur tubuhnya yang panas terasa di tubuhku serta deru nafasnya yang begitu cepat seolah berpacu dengan denyut jantungnya.
"Easy Az, easy! What's going on""
"I'll be alone after you depart tomorrow. Why don't we just enjoy this night together Jo""
Tentu saja kemudian aku menyambut gairahnya itu dengan tidak kalah panas. Kami saling baku kecup dan juga baku raba selama beberapa
saat ke depan. Kemudian satu persatu kain pembungkus tubuh kami pun berjatuhan. Dan gairah pun semakin panas. Dan panas.
Namun sebagaimana biasanya, begitu gairah kami memuncak dan tinggal sedikit lagi memasuki 'menu utama' tiba-tiba kesadaranku timbul dengan sendirinya. Ya, aku menarik nafas panjang dan menghentikan begitu saja apa yang seharusnya bisa kulakukan saat itu. Sementara di depanku saat itu terlihat Azra sudah terbaring begitu pasrah dengan kedua tungkai mengangkang dan mata terpejam.
Azra mungkin sadar ketika sudah beberapa saat berlalu namun tidak ada apapun yang terjadi dengan dirinya sehingga terlihat dirinya membuka matanya dan memandang ke arahku. Terlihat ada senyum getir di wajahya saat itu.
"As usual, Jo""
Kubalas saja pertanyaan itu dengan senyum yang tak kalah getir dari yang barusan diberikannya. Terlihat Azra juga ikut bernafas panjang melihat reaksiku barusan.
"You know Jo, your recent reaction just made me feel sure for not accepting your proposal" "What do you mean Az""
"I know you're a good guy Jo. I just feel that you do not want to leave me in an imperfect condition. Or I can say that you have planned to leave me someday."
"That's not true, Az! I would kill someone if you want to as long as we could stay together forever!"
"You might be consciously have never planned it Jo. But I can see that. You have done it with Riani because from the beginning you have no plan on leaving her."
Kata-kata Azra barusan seperti memberikan pukulan telak di benakku. Tebakannya banyak yang benar. Dengan Riani aku memang waktu itu sudah membayangkan menghabiskan sisa umurku dengannya sejak kami jadian. Semakin dalam hubungan kami waktu itu, semakin jelas pula terlihat bahwa Riani adalah masa depanku. Dan terus terang saja pada detik-detik ketika aku bersama Azra pun aku masih memiliki harapan untuk kembali kepadanya dan mencoba merajut kembali masa depan kami bersama.
Dan ucapan Azra mengenai dirinya sendiri memang benar. Aku tidak mau merusaknya sampai saat ini memang aku tidak ingin Azra berada dalam kondisi 'rusak' ketika kami sudah tidak lagi bersama. Yup, perlu diakui terlintas dalam pikiranku waktu itu jika hari perpisahan antara kami berdua dapat datang sewaktu-waktu.
Memikirkan untuk berpisah sewaktu-waktu dengan gadis yang notabene menang segalanya dari Riani. Mungkin aku memang gila pada saat itu.
"And you know Jo, may be you never realise this..." "Realise what, Az""
"You verbally have never told me that you love me."
DEG! Lagi-lagi tebakan jitu. Aku memang tipe orang yang lebih menyukai menunjukkan langkah konkrit ketimbang mengumbar kata-kata untuk menunjukkan rasa cintaku.
"What" Come on Az, do you really need it" I can say it now if you want me to!"
"No, Jo. I don't want to force you to do that eventhough it is so simple. I just want it coming from your heart. But somehow I feel that you only have done it to Riani."
"..." Lagi-lagi si rambut merah ini benar. Aku hanya pernah mengungkapkan perasaanku kepada Riani. Tidak juga kepada Khali, Wulan, atau gadis-gadis lain yang pernah singgah di hatiku.
"I can tell that my guess is damn right from your reaction."
Kemudian terlihat tubuh si rambut merah itu mulai bergetar. Air mata mulai mengalir di kedua bidang pipinya yang putih itu. Kupeluk saja tubuh polosnya itu dengan erat. Terus terang saja aku juga tidak dapat menahan emosiku waktu itu. Dan kami berdua kemudian menangis sembari berpelukan di tengah malam yang cukup dingin itu.
"You might consciously choose to live with me, Jo. But please be honest with your heart. I know your heart have chosen her over me from the beginning. Please come back to her"
"How about you, Az""
"I hope I can find another Ashitaka for me. But you have to know that I think you will always be my true Ashitaka."
"Are you sure Az""
"I'm lying if I say that I was very sure. I know it will be hard. But... C'est la vie."
Kemudian kukecup hangat bibir itu. Dan sepanjang malam itu pun kami habiskan dengan pelukan hangat dan tak terpisahkan.
------------------------------------------------- Kembali ke September 2012
Aku sudah mengganti bajuku saat itu. Banyak yang mengatakan aku jadi terlihat lebih gagah dengan pakaian ini. Sembari menunggu keluargaku yang lain didandani, aku pergi saja ke sofa panjang yang berada di lobby gedung ini. Dan sungguh suatu kejutan, kulihat ada Ian di sana.
"Cuuuk! Dateng juga ente!"
"Lho iya dong. Demi ente nih ane jauh-jauh dari Surabaya!" "Kirain demi..."
"Haish! Udah ga usah disinggung... Itu dulu ane niatnya buat ngejagain doi aja... Ga ada niat serius..." "Tapi makasih banget lho udah mau jagain dia, Yan... Ga ngerti gua gimana balesnya..."
"Udah... udah... Trus gimana" Lu kenapa ga poligami aja sih Jo" Gua sih yakin dua orang itu ga keberatan dibarengin sama lu..."
"Lu tau kan syarat utama poligami Yan" Adil. Gua terus terang aja ga yakin sama syarat utama itu. Gua juga gak mau salah satu dari mereka sakit hati setelah gua nikahin gara-gara gua gak adil. Lagian secara keuangan kayaknya ane blom mampu buat ngidupin dua istri."
"Gak mampu secara keuangan tapi yang ane denger baru abis nebus rumah nih. Di Jakarta pula." "Heh! Udah ah! Itu mah lagi rejeki aja, Yan."
"Tapi ente udah yakin sama pilihan ente kan, Jo""
Pertanyaan Ian barusan kembali membawaku ke peristiwa beberapa minggu yang lalu. -------------------------------------------------
Changi Airport, Singapura, Minggu ketiga Agustus 2012
Jadwal penerbanganku kembali ke Jakarta masih ada sekitar 6 jam lagi. Namun demi dia kupaksakan saja sepagi ini berada di bandara Changi.
"Jojo!", serunya ketika ia melihatku di dekat taman kupu-kupu. Kemudian ia berlari menghampiriku dan menghadiahiku dengan pelukan erat. "Az, it's been a while...", jawabku dengan membalas erat pelukannya.
"Missing you so much, Jo." "I'm dying to see you again, Az..."
Sejenak kami merenggangkan pelukan kami dan saling berpandangan sebelum akhirnya kembali berpelukan erat. Beberapa saat kemudian kami sudah berada di salah satu cafe tidak jauh dari tempat kami bertemu tadi.
Yah, beberapa minggu menjelang hari yang ditunggu ini aku memang ditugaskan kantorku untuk menemui counterpartku di Singapura. Dan entah kebetulan atau bagaimana, jadwal pulangku dari Singapura bersamaan dengan jadwal Azra kembali ke Turki. Beberapa minggu sebelum hari ini tiba Azrra yang kuberitahu mengenai rencanaku ke Singapura langsung mengubah rencana kepulanngannya dari yang tadinya langsung, menjadi transit di Singapura. Dan di sinilah kami sekarang.
"So, how is it going Az""
"I'm doing fine. Especially after see you here.", jawabnya dengan senyum yang sangat indah. "I know it Az... You look prettier..."
"I always try my best to look pretty especially for you Jo." "So, how is it" Already find your new Ashitaka"" "Negative. Not even close. You're still the Ashitaka for me." "So, how about my old proposal" Consider to accept it" "Jo, please... You're engaged already!"
"But..." "No, Jo. It would hurt Riani."
"I'm serious, Az! Just say yes and I'll go outside to purchase the same flight as yours and I'll go talk to your Dad."
Terlihat Azra tertegun mendengar kata-kataku barusan. "It's unwise Jo..."
"I have never been wise from the beginning, Az...", sahutku sembari menyeringai.
"Hey, I know that smile! You have never been wise because I know that you're kidding with your recent words!" "Ahahahahaha!"
"You're so mean Jo!", ucapnya sembari memukul-mukul lengan atasku. "Sorry... ahahaha!"
"So, how's the preparation""
"Everything's fine, Az. Right now I'm trying my best to make a very special guest coming." "Special guest" Who" How special is he or she""
"It's you, Az."
"Stop kidding, will ya""
"I'm not kidding Az. You'll always be special for me. Please come if you have chance."
"I'll try Jo. I'll try. And you have to know that you have been special for me and will always be.", jawabnya sembari memegang kalung dari emas putih yang dikenakannya.
"But please, I know that I'm nothing compared to Riani. Please make her happy.", lanjutnya sembari salah satu tangannya memegangi tanganku yang kuletakkan di atas meja.
Kupejamkan mataku dan kuhela nafas panjang.
"I promise, Az...She'll be happy for the rest of her life." ---------------------------------------------------
"Jadi gimana Jo, udah yakin""
"Insya Allah yakin, Yan.", jawabku mantap.
"Cakep. Nah, sekarang kayaknya ente udah dipanggil keluarga ente tuh. Yuk siap-siap."
"Oke!" --------------------------------------------------
Ayah Riani yang duduk tepat di hadapanku baru saja mengucapkan beberapa kata sembari tangannya menggenggam erat tanganku. Kemudian terlihat orang yang berada di sebelah ayah Riani memberikanku sinyal untuk juga mengatakan sesuatu.
"Saya terima nikah dan kimpoinya Riani binti xxxxxx dengan mas kimpoinya tersebut dibayar tunai", ucapku mantap.
Terlihat ada dua baris air mata mengalir di pipi ayah Riani. Kulihat ke sebelahku, dan ternyata Riani ikut terharu juga sebagaimana ayahnya. Sementara itu Penghulu dengan suara agak keras seolah tidak peduli dengan keharuan ayah dan anak permepuannya bertanya kepada orang-orang di sekitarnya. "Saksi, sah""
"SAH!", jawab tidak hanya oleh saksi, namun nyaris seluruh orang yang hadir saat itu.
"Alhamdulillah..."
--------------------------------------------------
Malam itu sudah cukup larut. Aku masih mengenakan setelan putih ini dan akhirnya tiba di rumah yang sukses kubeli sekitar dua bulan lalu. Aku masuki rumah itu dan kulihat ada pintu putih besar yang pernah kulihat sebelumnya. Aku mengikuti instingku untuk membuka pintu itu dan masuk ke dalam ruangan di baliknya. Ternyata di balik pintu itu terdapat sebuah kamar cukup besar dengan peralatan cukup lengkap. Sejenak kuhentikan langkahku ketika cermin besar itu berada tepat di sebelah kiriku dan memandangi bayangan yang ada dalamnya.
Itu diriku. Atau setidaknya wajah dirikulah yang terrefleksikan oleh cermin itu dengan sempurna.
Kemudian aku meneruskan langkahku ke salah satu bagian dari kamar itu: ranjang. Di atas ranjang itu berserak beberapa bungkus kado beraneka ukuran. Kuambil salah satu bungkusan itu dan melihat ada kertas kecil terkait dengan pita pembungkus kado. Di kertas kecil itu tertulis pesan sederhana yang cukup menjawab dari mana asal kado-kado ini.
Quote: Selamat ya Nat atas pernikahanmu. Maaf aku gak bisa mematuhi janji kita dulu. Tapi aku yakin kamu akan berbahagia dengan hidupmu yang sekarang.
-Dee- Secara tiba-tiba aku merasakan tubuhku dipeluk seseorang dari belakang. Dari fitur fisikal tubuh itu aku bisa memastikan bahwa Riani-lah yang memelukku saat ini.
"Abang..." Deja Vu! Epilog: Catatan-catatan Riani (1) Suatu hari di akhir bulan Februari 2012
"Salah gak sih Jo kalo aku masih berharap sama kamu"", tanya Riani di telepon.
Di ujung sana tidak ada jawaban. Terdengar beberapa kali suara nafas panjang yang terdengar. Seiring dengan suara nafas itu pula jantung Riani berdegup semakin kencang menunggu jawaban dari Jojo. Sungguh Riani sebelum menanyakan hal tadi kepada Jojo terlebih dahulu ia mengumpulkan segala keberaniannya.
Dilema. Itulah yang terjadi dalam benak terdalam Riani. Ia tidak dapat membohongi hatinya jika ia masih menginginkan Jojo. Di sisi lain ia masih merasa sangat bersalah ketika memutuskan untuk meninggalkan Jojo karena rasa cemburunya yang sangat besar kepada Azra. Dan begitu melihat kemesraan Azra dengan Jojo setelah mereka berpisah, ia semakin merasa bersalah dan penyesalan semakin memenuhi hatinya.
Dengan Ian yang ia dapatkan tidak lebih dari sekadar perlindungan dan obat pengusir sepi belaka. Ian memang baik, namun sosoknya tidak pernah bisa masuk ke dalam hatinya. Dan begitu mereka memutuskan untuk mengakhiri hubungan singkat mereka beberapa hari lalu pun akhirnya Riani mendengar pengakuan Ian yang memang tidak serius untuk menjadi kekasihnya. Dan memang benar niat Ian pada waktu itu sebatas untuk menemani dan melindungi Riani selama di Surabaya saja.
"Ri... Aku..." "Jo..." "Aku udah minta Azra buat ikut aku ke Jakarta..."
Dan jantung Riani terasa mau lepas mendengar jawaban Jojo barusan. Kepalanya mulai berdenyut lebih keras untuk mencerna kata-kata dari Jojo. Tangannya yang tidak sedang menggenggam ponselnya pun memegangi kepalanya yang mulai pening itu.
"Tapi dia belum mau nerima aku Ri... Masih banyak pertimbangan katanya..." "Eh"", sahut Riani spontan seiring dengan rasa pening yang tiba-tiba hilang. "Terus satu lagi Ri..."
"..." "Belakangan ini aku mimpi kita nikah...", ucap Jojo.
"Trus kita ada di kamar dengan pintu besar berwarna putih yang di atas ranjangnya ada banyak kado...", lanjut Jojo.
"Terus aku peluk kamu dari belakang kan Jo"", potong Riani. "Ri, kok kamu tau"! Azra ngasih tau kamu ya"" "Aku juga mimpiin hal yang sama Jo..."
"Lima malam belakangan ini...", ucap Riani dan Jojo secara bersamaan.
Lalu pembicaraan itu terhenti sejenak. Kendati terhenti, tidak ada atmosfir dingin yang tercipta. Yang ada hanya perasaan hangat. Terutama di dalam hati Riani.
--------------------------------------------------------------- Suatu hari di akhir Agustus 2012
Riani terlihat sumringah melihat Jojo keluar dari terminal kedatangan di Bandara Soekarno-Hatta. Seperti biasa, Riani selalu berlari menghampiri Jojo setiap kali Jojo pulang dari perjalanan dinas. Dan sebagaimana biasanya pelukan hangat adalah hal pertama yang diberikan oleh Riani kepada Jojo. "Abang!", seru Riani sembari memeluk Jojo.
Kemudian Riani membantu Jojo menyeret koper dan menggandeng Jojo berjalan ke arah parkir mobil. "Gimana urusan di Singapur Bang""
"Ah ribet Ri... Itu counterpart maunya macem-macem aja... Banyak yang ajaib pula... Untung masih bisa aku skak mat beberapa kali..."
"Oooo... Terus...", sahut Riani terpotong karena Riani hendak memasukkan koper Jojo ke bangku belakang mobil.
"Terus apa"", tanya Jojo sembari mengambil kunci mobil dari Riani dan duduk di kursi pengemudi. Riani masuk kabin, kemudian duduk di sebelah Jojo dan memasang sabuk pengaman. "Terus gimana Azra" Jadikan kamu ketemuan sama dia""
Pertanyaan Riani barusan membuat Jojo yang tadinya hendak menyalakan mesin jadi sedikit terganggu. Terlihat Jojo jadi sedikit menerawang ke arah depan kaca mobil.
"Aku salah nanya ya Bang""
"Nggak Ri... Nggak kok..."
"Pasti dia masih belum bisa ngelupain kamu..." "Persis Ri."
"Terus kamu gimana Bang""
Jojo hanya tersenyum pahit tanpa menjawab. Riani kemudian menarik nafas panjang melihat reaksi Jojo yang demikian.
"Aku tau kok bakal susah banget buat ngelupain Azra, Bang." "Maaf ya Ri kalo kamu sampe cemburu gitu."
"Itu sih normal kok Bang. Terus terang aku cemburu. Tapi mau gimana lagi" Entah kenapa aku ngerasa yakin sampe kapan pun dia bakal ada terus di dalem sini.", ucap Riani sembari menunjuk dada Jojo.
"..." "Paling nggak aku bisa cukup bangga Bang dengan ini.", lanjut Riani sembari menunjukkan cincin dari emas putih di jari manisnya.
"Iya Ri... Meskipun dia bakal susah pergi dari sini, tapi aku yakin sama pilihanku buat tetap sama kamu kok." "Makasih Abang..."
"Terus tau gak" Tadi Azra maksa aku buat janji sama dia." "Janji apa emangnya"", tanya Riani dengan nada sedikit ketus. "Janji buat bahagiain kamu selamanya,Ri."
Terlihat wajah Riani bersemu mendengar kata-kata Jojo barusan.
"Abang, aku ga masalah kalo Azra bakal ada terus di hati kamu. Tapi kamu perlu tau kalo aku ngerasa beruntung banget kamu tetep pilih aku dan mau berjanji buat terus bahagiain aku.", kata Riani sembari memeluk lengan kiri Jojo.
Catatan-catatan Riani (2) Singapura, September 2015
"Sayang, hari ini kamu mau ke mana"", tanya Jojo sembari merapikan pakaiannya.
"Rencanaku sih mau belanja-belanja dikit lah di deket sini. Kamu tau sendiri kan adikku kemarin nge-watsapp aku minta dicariin action figure."
"Hahahaha... Ga berubah dia dari dulu..." "Terus satu lagi, Bang..."
"Azra juga kan nitip dibeliin sesuatu buat kamu bawain ke sana nanti."
Jojo menghentikan kegiatannya sejenak dan menghela nafas sebelum lanjut berbicara kepada Riani. "Minta apa dia emang""
"Biasa lah... Aksesoris cewek... Jangan lupa beliin minuman bandung kesukaannya dia juga lho Bang... Jadi aku yang cariin aksesoris, Abang yang cariin bandung."
"Kok aku jadi curiga sih" Semalem kalian telpon-telponan ya""
"Video Call malah, Bang... Salah sendiri semalem sampe kamar langsung terkapar..." "Hadeeehhh... Kalian ini... Ngomong apa aja kalian""
"Hih... mau tau aja urusan cewek! Yang jelas..." "Ya""
"Semalem aku kasih liat kamu yang lagi tidur... Keliatan dia seneng banget ngeliat kamu..." "Ri..."
"Keliatan dia makin cantik Bang... Apalagi rambutnya sekarang item... Dia juga keliatan banget masih sayang sama kamu Bang..."
"Ri... udah ah... makin ngawur deh kamu... Inget, aku ini punya kamu sekarang..."
Terdengar suara Jojo cukup tegas ketika mengatakan hal itu. Namun sebenarnya di lubuk hati Jojo terdapat riak-riak perasaan masa lalu yang berasal dari gadis di Turki sana.
Jojo dan Riani telah menjalani tiga tahun kehidupan bersama sebagai suami dan istri. Selama itu juga mereka sudah mengalami dinamika hubungan pernikahan pada umumnya. Pada awalnya mereka sedikit terganggu dengan Azra yang sesekali suka menghubungi Jojo. Namun seiring waktu Riani bisa menerima hal tersebut. Bahkan belakangan mereka seolah sudah menjadi sahabat di mana intensitas hubungan Riani dengan Azra justru melebihi intensitas hubungan Azra-Jojo.
Masalah lain yang juga menghiasi rumah tangga Riani-Jojo adalah belum adanya anak di antara mereka.
Tidak kurang orang tua Jojo beberapa kali mengingatkan mereka untuk segera memiliki momongan setiap kali berjumpa. Belum hadirnya momongan mungkin akibat dari karir mereka berdua yang memang sangat sibuk. Jojo dengan kesibukannya dapat meninggalkan Riani setidaknya sebulan sekali untuk meeting di luar kota atau bahkan di luar negeri. Riani pun setali tiga uang. Ia yang sudah pindah dari kantor lamanya ke sebuah perwakilan pemerintahan salah satu negara Eropa cukup sering juga diajak Bosnya untuk berkeliling Indonesia.
Namun kali ini cukup spesial. Mengingat Jojo dalam waktu dekat terpaksa harus meninggalkan Riani untuk kunjungan ke Turki dan Swiss selama beberapa minggu, Jojo mengajak Riani untuk cuti sejenak dan ikut serta dalam perjalanan dinasnya ke Singapura. Mereka berdua memanfaatkan waktu mereka bersama di negeri Singa itu dengan sebaik-baiknya. Riani sama sekali keberatan ditinggal Jojo sejak pagi hingga sore hari untuk bertemu counterpartsnya. Riani sendiri cukup menikmati berjalan-jalan sendirian mengitari negeri Singa itu. --------------------------------------------
"Akhirnya sampe juga...", seru Riani ketika mereka mencapai kembali kamar hotel mereka di malam itu. "Keringetan banget aku Ri..."
"Eh, aku duluan yang mandi ya Bang"" "Ya udah, ga papa... Aku mau minum dulu kok..."
Kemudian Jojo membuka kulkas di kamar hotel itu dan mengambil sebotol air mineral. Dan ketika Jojo meneguk isi botol itu, terdengar sayup-sayup suara dari kamar sebelah.
"Aaahhh.... Aaaahhh... Plok... Plok... Plok... Aaaaaaahhh!" "Beneran nih"", batin Jojo.
Kemudian Jojo menempelkan telinganya ke dinding yang membatasi kamarnya dengan kamar sebelahnya. Dan suara itu terdengar semakin jelas saja. Tentu saja tubuh Jojo secara alamiah bereaksi mendengar suara tersebut. Matanya dengan tajam mengarah ke pintu kamar mandi, dan kemudian didekatinya pintu tersebut. "Sayang, buka dong pintunya... Aku mau mandi bareng kamu aja..."
Kemudian pintu terbuka dan Jojo melangkah masuk.
Dan beberapa saat kemudian suara yang serupa dari kamar sebelah terdengar dari dalam kamar mandi tempat Jojo dan Riani berada.
------------------------------------- Beberapa minggu kemudian, Swiss
Jojo baru saja selesai video call dengan Astro, anak biologisnya. Dimasukannyalah ponselnya itu ke dalam kantong jasnya. Namun tidak beberapa lama kemudian, ponsel itu kembali bergetar. Dirogohnya saku itu dan dibukanya aplikasi whatsapp di mana terdapat satu pesan masuk dari Riani.
Dan langkah Jojo terhenti. Ia terlihat begitu terkejut bercampur senang membaca pesan yang masuk itu.
Quote: Abang, aku belum dapet tamu bulanan nih, mual-mual pula. Kayaknya aku hamil deh. Pasti gara-gara di Singapur kemarin kamu ngegedor pintu kamar mandi.
Meet the ... September 2015 "Abang hati-hati ya nanti. Salam buat Azra lho. Jangan lupa titipannya dikasih."
"Iya sayangku. Apa lagi"", tanyaku sembari mengecek barang-barang bawaanku di dalam tas selempang kecil yang biasa menemaniku bepergian.00
Tidak ada jawaban dari Riani. Terlihat ia hanya berdiri diam dan memejamkan matanya sembari sedikit memonyongkan bibirnya. Aku hanya tersenyum tipis saja melihatnya.
"Iiihhh... Aku kan mau cium dulu sebelum kamu berangkat... Kok malah didiemin aja"", protes Riani yang tidak mendapatkan apa yang sebenarnya ia harapkan.
Aku pun tertawa saja sembari mendekatinya. Terlihatnya bibirnya agak manyun, namun bukan Jojo namanya jika membiarkan manyun itu terus berada di bibir Riani. Kudekap erat tubuh sintal itu dan kukecup sepasang bibir yang secara alami berwarna merah itu. Sesekali juga kubelai mulai dari rambut sampai ke punggungnya. Hangat. Dengan sedikit sentuhan rasa haru.
"Buset deh! Ditungguin di depan, ini malah cipokan!", seru Johan, adikku yang memergokiku tengah berciuman dengan Riani.
"Ngiri aja lu... Namanya juga mau ninggalin bini lumayan lama, Han... Ntar juga lu ngerti kalo udah punya bini...", balasku.
"Tenang... Ga sampe dua bulan lagi gua lepas status bujangan... Tapi mbok ya sekarang cepetan gitu... Ntar ditinggal pesawat baru deh ngamuk-ngamuk..."
"Iya... iya..."
Aku dan Johan kemudian masuk ke mobilku yang sudah terparkir manis di halaman. Namun sebelum kututup pintu, Riani sedikit menahanku dan membisikkan sesuatu.
"Abang... Nanti siap-siap kalo ada kejutan dari Azra ya..." "Kejutan""
"Udah... Liat aja nanti... Hati-hati ya...", pungkas Riani yang diikuti ciuman di pipiku. -------------------------------
Beberapa Jam Kemudian Quote: Morning Az, I'm already on the train to Ankara. Have you waken up"
Demikian pesan yang kukirimkan kepada Azra melalui kakao talk. Beberapa saat kemudian bukannya balasan yang kudapat, melainkan panggilan masuk darinya.
"Hallo Jo, Assalamualaikum! Welcome to Turkey! I can't believe I'm gonna see you again in flesh soon. I'm so excited!"
"Wa alaikum salam... Easy Az, easy..." "Ahahahaha... It was just me being myself, Jo..."


3200 Miles Away From Home Karya Valerossi86 di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"I know it... But honestly, I can't wait to see you again as well, Az... It's been a long time since the last time in Singapore..."
"Jo..." "Yes..." "About your proposal..." "Proposal""
Ada jeda yang agak lama di antara pembicaraan kami.
"Nevermind... I think I gotta prepare myself to pick you at the Ankara station." "OK. See you soon. Please make yourself look perfect."
"You don't need to say it, Jo. It is my default mode for you. See you in several hours."
Panggilan terputus. Dan aku kembali menikmati pemandangan indah yang tersaji di jendela kereta cepat Istanbul-Ankara ini.
---------------------------
Kereta akhirnya tiba di stasiun Ankara. Aku mengikuti saja gerakan para penumpang yang satu persatu bergerak turun dari kereta ini sembari membawa barang bawaan mereka. Aku sendiri dengan membawa backpack dan koperku sedikit celingukan mencari ke mana aku harus pergi dari sini.
Kucoba ambil ponselku dari tas selempang kecil dan mencoba menghubungi Azra sembari berjalan ke arah luar stasiun.
Satu kali. Gagal. Dua kali. Gagal.
Tiga kali. Masih gagal. Ke mana si cantik yang seharusnya menjemputku di stasiun ini"
Tidak seberapa lama aku kebingungan, terasa ada tubuh yang mendekapku dari belakang. Cukup hangat untuk hari yang mendung dan sejuk ini.
"Az"" "Miss you so much, Jo."
Kubalikkan tubuhku dan terlihat wajah cantik itu tepat di depan mataku.
Dan memang wajah itu masih secantik dahulu, kendati rambut merah yang dahulu menghiasi wajahnya telah berganti warna hitam dengan ekor kuda. Namun tatapan mata dan senyum itu masih... Entah apa kata yang pantas untuk menggambarkan keindahannya. Dan keindahan itu terlihat semakin sempurna dengan paduan cardigan marun, kaus putih dan celana jins.
"Come on Az... I belong to my wife, now." "Really" What if she allowed it"" "She what"!"
Terlihat seringai lebar di bibirnya. "No Az... You can't be serious about this..."
"But she was so serious, Jo.", balasnya sembari mengambil koperku dan menyeretnya. Tidak lupa juga salah satu tangannya yang tidak menyeret koper memeluk salah satu tanganku dan menggiringku pergi dari situ. "My God... By the way, Az... Where are we heading for""
"My house of course. They are waiting for you." "They" Who are they""
"My parents", jawabnya sembari menolehkan wajahnya ke arahku. "Your what"!"
Meet The ... (Cont.) Dengan masih diseret Azra, akhirnya aku tiba di sebuah apartemen untuk kelas menengah ke atas di daerah Yenimahalle, Ankara. Dengan tangkas, Azra membawaku ke lantai 5 di mana unit apartemen yang ditinggali dirinya dan keluarganya berada.
"Welcome to my home, Jo! You can put all your luggages in that room. It is actually my big brother's room. But he's abandoned it since his marriage several months ago.", tunjuk Azra ke salah satu ruangan.
Aku hanya mengikuti petunjuknya dan membawa seluruh barang bawaanku ke dalam ruangan itu. Namun belum lagi kakiku melangkah terlalu jauh ke dalam kamar...
"I'm waiting here, Jo. No need to change your clothes. Just wash your face and come back here again!"
Sepeminuman teh kemudian, aku kembali digiring oleh Azra ke salah satu ruangan besar yang ada di apartemennya. Di sana terlihat sepasang manusia paruh baya dengan postur yang cukup besar untuk ukuranku, atau mungkin normal untuk ukuran orang Turki. Raut wajah mereka cukup teduh dan ramah. Dan mereka cukup senang ketika melihatku akhirnya tiba.
"Assalamualaikum, Sir and Madamme.", sapaku.
"Wa alaikum salam. Finally.", sambut Ayah Azra sembari menyalamiku. Aku pun membalas jabatannya dan dilanjutkan dengan menyalami Ibunya.
"Mom, Dad, this is Jojo. My closest person during my time in Korea.", sahut Azra memperkenalkanku yang tengah menyalami mereka.
"I see... You look better in real world, Jo." "Thank you for the compliment, Sir""
"Ah, just call me Mehmet. And she's Shafiya, my lovely wife, as well as Azra's mother. Unfortunately she doesn't speak English. I guess I'll be her personal interpreter today."
"Ahahahaha... I see..."
"Please have your seat and take some meals. It's lunch time already. We've prepared special menu for our lunch today."
"What an honour, Sir!"
"Well we can have our conversations along with our lunch, can't we"" "Of course, Sir."
"Well... Can we start first about who you are, Jo"", tanyanya sembari menawarkan salad dan potongan daging seperti kebab kepadaku.
Dan siang itu kami menikmati makan sembari membicarakan banyak hal tentang diriku serta hubunganku dengan Azra. Terlihat mereka ingin mengetahui diriku lebih banyak. Dan terus terang saja, diwawancara seperti ini bisa dibilang keempat kalinya untukku. Pertama, oleh orang tua Dian, lalu oleh orang tua Wulan, dan terakhir kali oleh orang tua Riani. Yah, mudah-mudahan yang kali ini tidak seperti yang kupikirkan.
Oh iya, tentu saja aku tidak menutupi statusku yang sudah beristri. Dan di luar dugaan, orang tua Azra sudah mengetahui statusku itu dan tidak ada perubahan sikap kepadaku ketika aku mengakui jika aku sudah menikah.
"Well, Jo... It looks like we can just let Azra move with you to Jakarta... You have proposed to her earlier, right"", ucap Ayah Azra ketika menyendok es krim terakhirnya.
"Azra" Moving to Jakarta" What on earth is going on"" -------------------------------------------
"Az, that was totally crazy!"
"It was not, Jo! You were the that proposed to me to move to Jakarta!"
"But at that time I actually proposed to marry you! That's why I was shocked when your Dad mentioned about my proposal!"
"Ahahahahaha! But you were happy when you know about it, right"" Aku hanya tersenyum saja mendengarnya.
"Well, guys... Have you finished arguing each other"", tanya Kakak Lelaki Azra yang terlihat seperti Freddy Mercury.
Yap, malam itu Aku dan Azra diajak makan malam oleh Kakak lelakinya yang kamarnya kutempati itu. Sebuah restoran Uzbekistan yang berada di pinggiran Ankara menjadi pilihan kami. Tidak lupa juga kakak ipar Azra, yang ternyata lebih cantik dari Azra, diajak juga dalam makan malam kali itu. Well, malam itu terasa sempurna dengan adanya dua wanita cantik, makanan lezat, plus pemandangan malam kota Ankara dari bukit di pinggiran Ankara.
Jadi sebenarnya apa yang terjadi" Well, sebenarnya mudah saja. Azra baru saja diterima kerja di sebuah lembaga riset dan akibat dari pekerjaannya itu, Azra harus melakukan magang + penelitian di lembaga afiliasi tempat kerjanya yang berkedudukan di Jakarta. Tentu saja rencana kepindahan Azra sempat sedikit ditentang oleh orang tuanya sehingga keberadaanku barusan adalah agar orang tuanya merasa nyaman melepas anak gadis satu-satunya ke Jakarta.
Yang paling menyebalkan adalah, ternyata Azra sudah memberitahu Riani mengenai rencana kepindahan tersebut. Pantas saja Riani mengatakan sesuatu tentang kejutan dari Azra ketika aku akan pergi ke sini. -----------------------------------------
Attaturk International Airport, Beberapa hari kemudian
Akhirnya aku harus pergi meninggalkan Turki setelah beberapa hari menikmati waktu luangku di sini. Terus terang saja aku sangat menikmati waktuku bersama Azra layaknya ketika kami masih bersama di Korea dahulu. Ada sedikit perasaan bersalah ketika aku beberapa kali menggandeng tangannya, merangkulnya, atau bahkan memeluknya. Namun Azra selalu mengatakan tidak apa-apa karena Riani sudah mengizinkannya. Bahkan beberapa kali pula ditunjukannya komunikasi mereka berdua.
Meskipun demikian, aku masih tahu diri. Pelukan adalah batas terjauh. Bukan karena aku takut Riani sakit hati, tetapi aku tidak mau Azra jadi tidak bisa menemukan Ashitaka-nya. Ashitaka yang jauh lebih pantas untuknya. "Jo... Please wait for me in Jakarta. Promise me you will pick me up once I landed there!"
"Of course Az. I promise. I even will let you live in my house during your term in Jakarta. There's plenty space for three of us."
"You know, Jo. That's why it's so hard for me to find another Ashitaka." "You will, Az."
Gadis itu tidak menjawab. Ia hanya memberiku pelukan terakhir. Pelukan yang hangat sebelum kami berpisah lagi.
Namun kali ini perpisahan sementara.
Catatan-catatan Riani (3) September 2013
Hari itu hanya beberapa hari menjelang ulang tahun pernikahan Jojo dan Riani yang pertama. Riani sangat menikmati tahun pertamanya dengan status sebagai Nyonya Jojo karena memang itulah yang sudah cukup lama ia nantikan, terutama setelah mereka berdua berhasil melewati 'badai' dalam hubungan mereka berupa LDR dan mungkin satu 'badai' lagi yang bernama Azra. Selain itu, kondisi rumah tangga mereka cukup baikbaik saja kendati belum ada buah hati yang seharusnya menjadi orang ketiga di rumah tangga mereka.
Soal pekerjaan, Riani merasa sangat nyaman dengan pekerjaan barunya. Lingkungan kerja yang enak, sesuai dengan latar belakang pendidikan, penghasilan yang cukup, beban kerja yang rasional, apa lagi yang bisa dituntutnya" Yang jelas pekerjaannya kali ini cukup membuat Riani menikmati hidupnya kendati harus sering kali ditinggal Jojo keluar kota atau bahkan keluar negeri demi karirnya.
Cukup sempurna rasanya hidup Riani pada saat itu.
Namun Riani beberapa bulan ini merasa ada sedikit keanehan terhadap Jojo, khususnya beberapa bulan setelah Jojo mengaku bertemu dengan Wulan dan keluarganya di sebuah acara pernikahan temannya. Riani melihat Jojo cukup sering menerima telepon dari Wulan maupun Tora, suami Wulan. Dan dari beberapa kali ia curi dengar, Jojo ternyata lebih banyak berbicara dengan Astro, anak dari Wulan, ketimbang dengan Wulan ataupun Tora.
Wulan. Nama itu memang pernah menghiasi hubungan Riani dan Jojo khususnya sebelum Jojo melanjutkan sekolahnya di Negeri Ginseng. Jojo mengakui dirinya pernah memiliki hubungan yang spesial dengan Wulan sebelum dirinya kenal dengan Riani. Ketika akhirnya Jojo berpacaran dengan Riani pun Wulan sesekali masih suka menghubungi Jojo, atau sebaliknya. Riani sendiri cukup mengenal Wulan karena memang Jojo pernah mengenalkannya. Wulan pula yang membuat Riani cemburu untuk pertama kalinya karena ada suatu masa di mana Wulan jadi sangat sering menghubungi Jojo karena hubungannya dengan Tora sedang bermasalah. Dan pada saat yang sama pula sebenarnya hubungan Riani dengan Jojo sebenarnya sedang renggangrenggangnya.
Namun pada akhirnya Riani merasa sangat lega ketika Jojo memberi tahu dirinya sebelum pergi ke Korea jika Wulan akan segera dinikahi Tora. Riani sendiri sampai datang ke resepsi pernikahan Wulan sebagai simbol kelegaan perasaannya, walaupun tanpa memberi tahu Jojo. Wulan dan keluarga kecilnya sendiri tidak dapat hadir di acara pernikahan Riani dan Jojo karena pada saat itu Tora dan keluarganya harus pindah untuk beberapa saat ke sebuah kota di Jawa Timur. Bisa dibilang Riani merasa sangat lega di masa-masa awal pernikahannya karena kemungkinan ada 'gangguan' dari Wulan nyaris nihil.
Dan kali ini, perasaan lega Riani itu semakin diuji ketika Jojo mengajaknya untuk bertemu Wulan dan keluarganya di sebuah restoran. Ia masih ingat anak kecil yang berlari menyongsong suaminya ketika mereka berdua tiba di restoran itu. Anak itu raut mukanya sangat mirip dengan Wulan. Kulitnya cukup terang sebagaimana Tora, dan juga... Jojo. Namun ekspresi wajah senang itu, sangat-sangat mirip... Jojo! Ekspresi wajah yang mungkin hanya bisa dikenali jika sudah mengenal Jojo cukup dalam.
Respon pertama dari Riani tentu saja denial. Ia mencoba menolak intuisinya yang mengatakan bahwa ada 'kontribusi' Jojo di dalam Astro. Beribu pemikiran dan dugaan lain ia coba bangun untuk menolak intuisinya yang mengatakan bahwa Jojo adalah darah daging Jojo. Bukan Tora.
Hari-hari kemudian berlalu. Entah sudah berapa juta dugaan dan pemikiran yang sudah dbangun Riani untuk menjelaskan kemiripan dan kedekatan antara Astro dengan Jojo secara emosional. Dan sangat banyak dugaan dan pemikiran yang terbangun tersebut luluh lantak setiap kali Riani melihat interaksi langsung antara Jojo dengan Astro. Intuisi Riani seperti masih mencoba meyakinkan Riani jika 'Astro adalah darah daging Jojo' merupakan penjelasan paling masuk akal dari semua ini.
--------------------------------
September 2015 Riani menyambut suaminya yang baru pulang malam itu dari acara dengan alumni serta menjaga Astro. Yup, menjaga Astro. Riani pada saat itu sudah cukup bisa melatih perasaannya ketika melihat kedekatan suaminya dengan Astro. Intuisinya" Tentu saja masih tetap aktif dengan dugaan awalnya.
"Assalamualaikum Ri."
"Wa alaikum salam Bang. Malem banget. Udah makan belum" Mau dibikinin air anget buat lap badan"" "Ga usah Ri. Aku udah makan kok. Lagian ga keringetan. Mau ganti baju aja trus istirahat."
Riani melihat ada sisa ekspresi bahagia di wajah Jojo. Namun entah kenapa terlihat juga ada sedikit jejak air mata di ujung dalam kedua mata Jojo.
"Bang, kayaknya seneng banget. Ada apa sih""
Jojo tidak menjawab. Ia menarik nafas sembari tersenyum hangat ke arah Riani. "Iiiihhh Abang... Cerita dong..."
"Kamu jangan ngerasa tersinggung atau cemburu ya... Tadi entah kenapa Astro manggil aku Papa Jo... Bukan Om Jo kayak biasanya... Rasanya jadi gimana gitu, Ri..."
DEG! Perasaan Riani terasa campur aduk. Intuisinya seakan-akan berdiri jumawa di antara jutaan puing-puing dugaan dan pemikiran yang terlah ia bangun selama ini. Namun bukan Riani namanya jika tidak terlatih untuk membangun dugaan dan pemikiran baru. Riani malah memeluk Jojo erat dan meletakkan kepalanya di pundak Jojo. Dan ia pun mulai menangis di pelukan Jojo.
"Abang... Maafin aku abang... Maaf kalo aku belum bisa kasih anak ke Abang..." ----------------------------------------
1 Januari 2016 Riani terbangun ketika ia mendengar ada suara air terpercik di kamar mandi. Dibukanya matanya dan dilihatnya suaminya keluar dari pintu kamar mandi yang diikuti dengan melakukan kewajibannya di waktu subuh. Beberapa jurus kemudian Riani ikut bangun dan juga melakukan kewajibannya. Ketika selesai dilihatnya suaminya sudah tidak ada di ruangan ibadah. Terdengar pintu menuju balkon terbuka. Riani tersenyum. Sepertinya Jojo yang masih suka melamun sembari memandang matahari terbit masih belum berubah. Ia segera tahu ke mana ia seharusnya pergi untuk menemui suaminya.
Belum lagi ia berjalan menuju balkon, ia terkaget melihat sosok mungil berjalan mendahuluinya ke arah pintu balkon.
"Papa Jooo...", lirih suara sosok mungil itu.
Sosok mungil itu seolah berjalan mengikuti intuisinya menuju orang yang dicarinya. Tentu saja perasaan Riani jadi semakin tidak karuan. Sepertinya sudah cukup ia pendam intuisinya selama beberapa tahun ini. Kemudian terlihatnya ufuk Timur yang mulai memerah di kejauhan itu malah meyakinkan Riani untuk mengonfirmasi dugaannya kepada Jojo. Riani sangat berharap Jojo mau membuka semuanya kali ini.
Terlihat Astro sudah tertidur di atas pangkuan Jojo. Riani pun tersenyum ke arah mereka berdua yang tengah menikmati mentari perdana di tahun baru tersebut.
"As usual", ucap Riani.
Jojo hanya membalasnya sembari tersenyum. Riani sendiri menarik satu kursi lagi dan ditempatkannya kursi itu tepat di sebelah suaminya. Ia duduk dan merebahkan kepalanya di atas pundak Jojo. "Happy New Year, Jo"
"Happy New Year too, Ri. Luv you", balas Jojo sembari mengusap rambut Riani. Cukup lama tidak ada komunikasi antara Jojo dan istrinya.
"Abang..." "Ya"" "Aku mau tanya. Jawab yang jujur ya. Aku ga bakal marah kok, apapun jawaban Abang. Dan pertanyaan ini udah aku tahan dari beberapa tahun yang lalu..."
Jojo hanya menatap Riani dengan lembut.
"Bang... Bayi yang sekarang ada di perutku ini bakal jadi anak Abang yang kedua ya"" "..."
"Bayi yang kukandung ini adik tirinya Astro ya""
Jojo menarik nafas panjang. Dirinya menerawang ke ufuk Timur yang semakin terang sembari terus mengusap rambut Riani.
"Maafin Abang ya Ri. Maaf banget. Yup. Dugaan kamu benar. Bagaimana Astro bisa ada emang kesalahanku sama Wulan. Bahkan kalo kamu bisa tau, nama Astro itu nama yang aku mau kasih ke anakku. Aku pernah cerita ini sama Wulan waktu kita masih SMP dulu.", terang Jojo dengan air mata berlinang.
"Gak papa Bang. Aku udah janji untuk ga marah apapun jawaban kamu. Gak sia-sia aku udah berlatih nahan diri selama beberapa tahun ini buat nerima kemungkinan terpahit yang bisa jadi kenyataan. Yah... Gak papa lah... Toh sekarang di perutku udah ada darah dagingmu juga."
"Maaf banget ya Ri udah ga terbuka selama ini."
"Iya... Tapi janji ya kalo ini yang terakhir..." "Janji Ri... Toh ga ada lagi yang perlu aku tutupin ke kamu..." "Ya udah... Tora udah tau soal ini belum""
Jojo hanya menggeleng. "Aku bisa tebak kamu belum mau terbuka sama dia karena kamu ngerasa waktunya belum tepat"" "Kamu ngerti aku banget"
"Ga sia-sia kan aku pacaran lama sama kamu sampe akhirnya jadi istri kamu"" "Hehehehehe"
"Pantesan dari dulu aku ngerasa kok kamu sama Astro bisa sedeket itu. Yah, akhirnya semua terjawab juga." "Please kamu jangan jadi benci dia, Ri."
"Ga mungkin lah Bang... Gimanapun dia anakmu, Bang... Anakmu itu ya anakku juga... Lagian belakangan ini dia seneng banget aku gendong atau peluk gitu..."
"Siapa sih yang ga seneng digituin sama Tante Empuk"" "Iiiiihhhh.... Mesuuummm!"
Menage a Trois Gadis cantik itu terlihat gembira ketika melihat kami yang menjemputnya di bandara. Terlihat ada raut wajah lelah namun terkesan tidak berarti jika dibandingkan dengan keceriaan yang mendominasi ekspresinya. Terlihat gadis itu mempercepat langkahnya untuk segera mendekati kami. Aku yang hafal dengan kebiasaan si cantik dari Ankara ini pun segera mempersiapkan diri untuk menerima pelukan dari gadis ini.
Terlihat jarak di antara kami semakin terpangkas. Sepuluh meter. Sembilan meter. Delapan meter. Dan semakin mendekat, semakin terlihat gestur gadis itu untuk memberikan pelukan. Beberapa pasang mata di bandara juga terlihat terfokus kepada si cantik ini. Aku pun dengan percaya diri mulai membuka kedua tanganku untuk menyongsong pelukannya.
Dua meter. Satu meter. Dan... Ternyata gadis itu tidak memelukku. Pelukannya ia berikan kepada wanita cantik lain yang berada di sebelahku saat itu. Terlihat mereka sekarang saling berpelukan dan saling cium pipi selayaknya dua orang sahabat yang sudah lama tidak bertemu.
Sedikit aneh bagiku mengingat sebenarnya Riani dan Azra baru kali ini lah bertemu secara langsung. Namun komunikasi yang intens antara mereka berdua selama beberapa tahun belakangan ini berhasil membuat seolah mereka sudah kenal sejak bertahun-tahun lalu.
"My God, I ve never thought that you are prettier in flesh!", puji Riani.
You are the one that deserves to be called hot lady. Your pregnant condition even makes you look hotter than usual. , balas Azra.
Ladies& , tegurku yang merasa dicuekin mereka berdua. Ooops... Sorry for abandoning you, Jo... So how is it going" , tanya Azra. Well, as you can see. Just usual. How about your flight" And your impression about Jakarta" Quite a long flight it was. And honestly I feel this city is so hot! I m sweating as crazy just like in summer.
Welcome to Jakarta, Az! , seru Riani. -----------------------------------
Sekitar dua jam kemudian, kami bertiga tiba di rumah kecilku. Dan sebagaimana biasanya, aku membawakan barang-barang Azra dan juga Riani dari mobil ke dalam rumah. Yah, beginilah nasib kepala keluarga merangkap supir + porter.
Tadi aku menyebutkan tentang barang-barang Riani" Well, sebenarnya hari ini pun Riani baru saja kembali dari perjalanan dinasnya di Medan. Dan jadwal kedatangannya pun hanya selisih dua jam saja dari jadwal kedatangan Azra.
So this is our small house. Not really beautiful but I hope good enough for us. That s not true, Riani. I feel this house is cozy. I can feel the warmth of the heart of the people living here. , sanggah Azra sembari melihatku.
Aku hanya tersenyum saja mendengarnya.
Well, Az& You can use this room during your time here. It is originally designed for our child. But since he s still on his way to this world, I can allow you to use this room. , terangku ketika menunjukkan salah satu kamar di rumahku.
I love this room Jo! So many animal dolls here! I love it! I wouldn t mind if I have to share this room with your child! , serunya dengan penuh antusias sembari mengeksplorasi kamar yang kumaksud. Ahahahaha& So, do you wanna take rest" Or have a quick shower before rest" Azra hanya memandangku sembari tersenyum.
Anything wrong with me, Az"
You ve never changed, Jo. Always warm like usual. That s why I feel so lucky to have him, Az. , sela Riani. I see.
You know Az, I wouldn t mind if you want me to share him. Hold it Ladies!
Terlihat mereka berdua langsung melihatku.
The first thing is I am not a property that could be shared. And then I am the one who should decide on the form of my household since I am the chief of my household. And the last thing is& Ri, are you sure you want me to be shared" You re insane!
I wouldn t mind to have you to be shared with her, Jo.
The problem is polygamous household is never being in my plan. I can t accept that. If Azra want to be in our family or household, that would be okay. But not as my spouse. At least, for the time being. It s a deal, then! Yaaaaayyyy! I ve got a new family here! , seru Azra.
So, it s a menage a trois, then. , ucap Riani.
Menage a trois" Please! , sanggahku.
"Okay guys. Let s take our first wefie together as a whole new family! , seru Azra.
Sejurus kemudian, terlihat di ponsel Azra ada foto kami bertiga. Foto kami bertiga sebagai sebuah keluarga.
Terus terang, foto itu membawa rasa hangat karena memang kami bertiga terlihat begitu akrab layaknya keluarga sesungguhnya.
Dan senyum Azra di foto itu& Jadi mengingatkanku dengan senyumnya di foto ketika ia menyeka keringatku di pertandingan sepakbola empat tahun lalu. Namun terus terang saja foto kali ini lebih indah. Karena ada dua senyum yang terlihat begitu indah bagiku.
----------------------------
Tengah malam itu aku terbangun. Suara pesan BBM masuk berhasil membuatku terbangun. Kuambil ponselku dan terlihat ada pesan BBM dari seseorang di masa lalu.
Quote: Dee: Apa kabar Nath" Kayaknya aku udah lama ga ngehubungin kamu ya" Tau-tau aku ngerasa lagi ada sesuatu yang spesial nih sama kamu.
Kubalas saja pesan itu. Quote: Jo: Alhamdulillah baik Dee. Intuisi kamu dari dulu emang paling jago ya. Benar tebakan kamu. Lagi ada yang spesial dengan hidupku saat ini. Aku jadi inget sama yang kamu bilang waktu dulu aku pindah: Hidupku akan jadi sangat menarik setelah pergi dari Bandung. Jangan-jangan kamu punya bakat ngeramal ya"
Well, Dee. Dia memang selalu bisa tau apa saja yang terjadi denganku. Apa kabar dia sekarang " Apa kamu bahagia dengan hidupnya "
FIN Penghianat Budiman 1 Dating With The Dark Karya Shanty Agatha Sepasang Garuda Putih 7
^