Pencarian

Satu Tiket Kesurga 2

Satu Tiket Ke Surga Karya Zabrina A. Bakar Bagian 2


Sementara itu, putra Pak Petani mengamati sewaktu ayahnya memberikan benih-benih jeruk mereka yang berharga. Tetapi, anak itu tidak bisa memahami mengapa ayahnya berbuat begitu. Maka, pada suatu hari, dia bertanya kepada ayahnya.
"Ayah, apa Ayah tidak takut, kalau Ayah memberikan benih-benih itu, tidak lama lagi semua orang akan menghasilkan jeruk yang kualitasnya persis sama dengan jeruk kita"" katanya dengan penuh kekhawatiran. "Jeruk kita nanti tidak unik lagi."
"Nak," ujar petani itu, "Pahamilah sesuatu yang sangat penting dalam hidup ini. Semua yang kita lakukan mempengaruhi orang lain. Begitu pula, apa yang dilakukan orang-orang lain juga mempengaruhi kita."
"Saya tidak paham, Ayah," tanggap anaknya yang bingung.
"Begini, kita harus mempertahankan jeruk bermutu tinggi, bukan" Dan kau tahu betul bahwa angin akan meniup serbuk sari dari bunga-bunga jeruk dan memba-
wanya ke mana-mana. Angin tidak pilih-pilih, Anakku. Sewaktu dia berembus, dibawanya serbuk sari kita, juga setiap serbuk sari lain sepanjang perjalanannya. Dan serbuk-serbuk sari itu akan..."
Sebelum Pak Petani bisa menyelesaikan kalimatnya, anaknya menyela,
"Saya paham, Ayah! Serbuk-serbuk sari itu akan melakukan penyerbukan silang, dan, cepat atau lambat, jeruk-jeruk kita juga akan terpengaruh!" ujarnya penuh semangat.
Sambil tersenyum petani itu berkata, "Ya, jadi, supaya kita bisa mempertahankan jeruk bermutu tinggi, jeruk tetangga-tetangga kita juga harus bermutu baik."
Subhanallah, Betul sekali, bukan" Aku jadi mulai berpikir.
Pernahkah seseorang meminta sedikit benih yang kumiliki dan aku menolak" Apa dampak hal itu pada kebunku dan kebun orang
itu" Benih apa yang kupunya yang mungkin diinginkan orang lain" Benih mana yang pantas kubagikan" Mengapa sebelumnya aku tidak membagi benih-benih itu" Dan, pertanyaan terakhir, pernahkah benihku melakukan penyerbukan silang dengan benih-benih lain, yang ragu karena aku menolak berbagi" Astaghfirullah, Aku menyesal sedalam-dalamnya...
Bagaimana dengan kalian, teman-teman" Apakah kalian punya benih-benih yang pernah diminta orang lain" Apakah dulu kalian menolak berbagi" Yang mana dari benih-benih kalian yang menurut kalian sudah saling menyerbuki dengan benih-benih lain" Apa yang akan kalian lakukan dengan benih-benih kalian sekarang"
Kuberi tahu, ya" Aku punya sedikit benih yang aku yakin bagus. Dan aku yakin kalian juga punya banyak.
Aku akan menebar benihku agar terbawa angin ke kebun kalian. Nah, bisakah kalian juga menebar benih kalian ke arahku"
Jeruk-jeruk kita akan sangat enak dan tidak akan dikalahkan siapa pun! Bagaimana" Aku bisa merasakan angin berembus. Sekaranglah saat yang tepat untuk menebar benih-benihku. Aku tidak akan menunggu lagi. Aku akan menebar benihku dan kuharap kalian juga menebar benih kalian. Ini dia.
Tangkap! Rahasia Tujuh Berteguhhatilah Kisah tentang Seorang Pria dan Lomba Bergantung
~ Sebatang pohon tidak akan rubuh dengan sekali ayunan kampak. ~ Peribahasa Perancis
Pada suatu hari, aku sedang chatting dengan salah seorang teman perempuanku yang tinggal di belahan lain dunia ini. Sudah cukup lama aku tidak melihatnya hadir di Internet-oleh sebab itu, lega sekali rasanya mengetahui dia baik-baik saja. Dia bercerita bahwa penyebab ketidakhadirannya adalah karena dia ikut kelas menghafal al-Qur'an dan sekarang sudah menjadi seorang hafizah (orang yang sudah hafal seluruh al-Qur'an), Masyaallah,
Aku nyaris menangis sewaktu membaca ceritanya. Betapa beruntungnya dia. Aku benar-benar bahagia dengan keberhasilannya. Keberhasilan ini jelas sesuatu yang harus diupayakan semua Muslim, insyaallah. Semoga Allah memberi kita semua kekuatan dan keberhasilan dalam upaya-upaya kita untuk mempelajari, memahami, dan menjunjung Kitab-Nya. Amin.
Ketika kutanya bagaimana caranya sampai dia berhasil, temanku itu berkata bahwa setiap hari dia memastikan bahwa dia menghafal sejumlah tertentu ayat, dan dia
tetap melaksanakan niatnya itu, hujan atau panas. Tak peduli ada kejadian apa, dia berpegang teguh pada rencananya. Selain menghafal, begitu katanya, mengulang materi yang sudah dipelajari juga sangat penting.
Agar tetap ingat, dia mengikuti yang dinamakan kuis "dadakan" tiga hari setiap minggunya. Dalam kuis itu, gurunya akan memilih beberapa ayat secara acak dari al-Qur'an dan meminta temanku melafalkan, dari hafalan. Mengagumkan, bukan" Subhanallah,
Setelah berbicara dengan temanku itu, aku mulai memikirkan ikhtiar yang dia kerahkan untuk menjadi seorang hafizah. Jumlah kekuatan dan kesabaran yang dibutuhkan untuk menghafal lebih dari enam ribu ayat pastilah amat sangat besar, belum lagi pengulangan materi yang terus-menerus dan latihan keras dalam bentuk tes intensif setiap selang satu hari. Aku benar-benar takjub mengetahui betapa kuatnya temanku itu hingga bisa kukuh dan mencapai sasarannya.
Ibn Ar-Rumi, seorang filsuf Muslim, pernah berkata...
Sedikit demi sedikit, sapihlah dirimu. Inilah inti dari apa yang harus kusampaikan.
Dari embrio yang makanannya datang dalam darah, menjadi bayi yang meneguk susu, menjadi bocah yang menyantap makanan padat, menjadi seorang pencari kebijaksanaan, menjadi seorang pemburu dalam permainan yang tak kasat mata.
Pengamatan Ar-Rumi tepat sekali. Kita semua memulai sebagai embrio yang tumbuh perlahan-lahan dengan berlalunya waktu dan kesabaran, sebelum kita menjadi manusia dengan bentuk yang utuh, yang menjalani kehidupan sebagai individu dengan keunikan karakteristik kita sendiri, Masyaallah, Semua ini terjadi bukan dalam satu detik, melainkan perlahan-lahan, sedikit demi sedikit. Kekuatan keteguhan dan konsistensi jelas terlihat di sini. Aku teringat pada Rasulullah tercinta, yang menekankan pentingnya k
eteguhan hati dalam hadis ini:
Aisyah menuturkan bahwa Rasulullah berkata, "Berbuatlah amal kebaikan sebagaimana mestinya, dengan ikhlas dan tidak berlebihan, dan ketahuilah bahwa perbuatanmu tidak akan membuatmu masuk Surga, dan bahwa amal yang paling dicintai Allah adalah yang paling teratur dan terus-menerus meski sedikit"
[Al-Bukhari] Dan persis inilah yang telah dilakukan temanku-mengambil langkah-langkah kecil saja untuk mencapai sasarannya, tetapi dilakukan secara terus-menerus (konstan) dan teratur.
Lebih jauh lagi aku merenungkan hadis ini, tiba-tiba aku menyadari sesuatu yang indah. Dalam hadis itu terkandung sebuah teknik yang bisa kupakai bila aku mulai bekerja menuju suatu sasaran atau kebiasaan baru-atau bila aku ingin mengubah sesuatu yang lama atau mencapai sesuatu yang baru. Bingung" Kita lihat lagi hadis itu.
Kata-kata kunci untuk mendapatkan cinta Allah:
Sebagaimana mestinya. Ikhlas. Tidak berlebihan. Teratur. Terus-menerus.
Mau tak mau aku jadi bertanya mengapa Allah dan Rasul- Nya begitu menekankan pentingnya terus-menerus atau konstan dalam melakukan amal perbuatan. Sebenarnya, aku teringat hadis berikut ini:
Sufyan Ats-Tsaqafi memaparkan, "Aku berkata, 'Ya Rasulullah, terangkan padaku tentang Islam dalam satu kata hingga aku tidak perlu bertanya-tanya kepada siapa pun selain kepadamu (menurut Abu Muawiyah dia berkata, "siapa pun setelanmu").' Nabi (saw) berkata, 'Katakanlah aku beriman kepada Allah, lalu berteguhhatilah'"
[Ahmad] Sewaktu pertama kali membaca hadis ini, aku takjub mengetahui bahwa Islam, singkat kata, hanyalah beriman kepada Allah dan berteguh hati. Bagaimana dengan iman kepada Rasul, bagaimana dengan pilar-pilar lainnya, bagaimana dengan memiliki nilai-nilai moral yang baik seperti jujur dan amanah" Jadi, dengan sendirinya, aku mulai berpikir.
Beriman kepada-Nya, dan berteguh hati.
Tentu saja, ketika aku mengucapkan aku beriman kepada Allah, artinya hanya satu-aku adalah hamba-Nya, dan aku akan mematuhi semua perintah-Nya. Dengan mengucapkan itu, berarti aku harus menaati semua aturan yang Ia gariskan di dalam Kitab-Nya yang mulia, yang disampaikan kepada kita oleh Nabi Muhammad (saw). Ini berarti bahwa, secara otomatis, aku harus berpegang pada dua hal-al-Qur'an yang Mulia dan hadis serta sunah Rasul-Nya. Tidak ruwet, bukan"
Tiba-tiba saja seolah sebuah lampu menyala di depanku. Subhanallah, Aku paham sekarang. Begini ceritanya. Begitu aku mengucapkan bahwa aku beriman kepada Allah, segala hal lainnya menempati tempat yang semestinya-imanku kepada Nabiku, semua Rasul lainnya, Kitab-kitab-Nya, dan pilar-pilar Islam lainnya, juga iman kepada takdir atau qadar.
Jadi, apa pun yang menimpaku, aku seharusnya tahu bahwa, asalkan aku bekerja keras, aku bisa mengandalkan Allah bahwa upayaku pasti membuahkan hasil. Karena mengetahui hal ini, aku seharusnya sabar dan tidak pernah berputus asa karena, sebagai seorang Muslim, aku sudah diperintahkan untuk berteguh hati, insyaallah.
Masyaallah, jadi iman kepada Allah melingkupi segalanya. Pantas saja hadis tadi berbunyi berimanlah kepada Allah dan berteguhhatilah! Dengan melaksanakan hal itu, kita akan berpegang pada keseluruhan Islam.
Tetapi, sekarang aku punya pertanyaan. Bagaimana kalau aku kendur dalam upayaku dan tidak stabil" Katakanlah aku bekerja keras, tetapi entah bagaimana, aku lengah. Aku kumpul-kumpul dengan teman-teman yang tidak terlalu memedulikan pelajaran mereka. Atau, aku bergaul dengan teman yang tidak baik yang tidak pernah salat, sehingga aku ikut-ikutan lupa shalat. Bagaimana jika aku jadi kasar kepada orang tuaku, naudzubillah (kami berlindung kepada Allah), karena mereka menolak memberikan sesuatu yang kuinginkan" Bagaimana kalau aku jadi tidak jujur dalam salah satu urusanku"
Dan sungguh, Aku pun Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman (pada Keesaanku, dan tidak menyekutukan Aku) dan berbuat amal kebaikan, kemudian tetap menempuh jalan yang benar (hingga ajalnya)
[Thaha 20: 82] Taubat! Itulah jawabannya. Dan sekali lagi, tetap konstan dalam melakukan am
al kebaikanku. Allah... Sungguh, Dia Maha Pengampun.
Sekarang segalanya lebih jelas bagiku. Aku benar-benar harus tetap konstan dalam melakukan apa pun. Tetapi, masih ada satu pertanyaan lagi yang mendesak-desak dalam kepalaku. Aku tahu Allah memintaku untuk tidak berlebihan, tetapi bagaimana definisi tidak berlebihan itu" Dalam hadis ini, Nabi Muhammad yang selalu lembut hati berkata:
Aisyah meriwayatkan: Nabi ditanya, "Amal apakah yang paling disukai Allah"" Beliau berkata, "Amal yang paling teratur dan terus-menerus, sekalipun mungkin sedikit." Beliau menambahkan, "Jangan bebani dirimu, kerjakanlah amal ibadah menurut kemampuanmu" [Al-Bukhari]
Ahh... Alhamdulillah! Lega rasanya! Melakukan sedikit pun oke, dan melakukan menurut kemampuanku juga masih oke.
Ada arti ganda dalam "menurut kemampuanku." Arti yang satu adalah bahwa aku tidak boleh curang dengan menetapkan standar yang terlalu rendah, dan arti satunya lagi adalah bahwa aku juga tidak boleh melakukan sesuatu melampaui batas!
Yang penting adalah, apa pun yang kuputuskan untuk kulakukan, hal itu haruslah di dalam batas-batas kemampuanku... seperti, misalnya, kalau aku ingin menurunkan berat badan, atau aku ingin dapat promosi (dan mungkin lebih banyak order untuk perusahaanku), mendapat nilai bagus, atau menghadapi tantangan puasa-semua ini harus dilakukan sesuai dengan batas kemampuanku dan bukan secara berlebihan. Dengan kata lain, bukan sampai titik di mana aku jadi sakit, atau menyakiti orang lain, atau mengabaikan tanggung jawabku.
Hatiku tenang sekali karena menyadari betapa Allah memberiku pedoman yang demikian mudah untuk menjalani hidupku ini-pedoman yang akan menjadikanku orang yang lebih baik dan membantuku mendapat rida-Nya, Masyaallah,
Instruksi yang mudah sekali bagi mereka yang memilih untuk mengikutinya, bukan begitu"
Aku ingin berbagi cerita tentang seorang pria dan lomba bergantung yang diikutinya.
Alkisah, ada lomba ketahanan yang diselenggarakan di salah satu kota. Siapa saja boleh ikut serta, tanpa pembatasan jumlah lomba yang dapat diikuti setiap peserta.
Lomba "Jago Gantung" adalah yang paling populer setiap tahunnya. Di sini para kontestan diharuskan bergantung pada seutas tali selama mungkin. Mereka diperbolehkan berganti tangan sesering mereka mau, tetapi akan didiskualifikasi jika jatuh ke tanah. Orang yang paling lama bergantung pada tali akan memenangkan lomba.
Lomba ini akhirnya menjadi lomba yang paling ditunggu-tunggu warga kota. Malahan, lima puluh orang sudah mendaftar untuk lomba "Jago Gantung" tahun ini. Semua orang pun menanti-nanti.
Akhirnya, hari besar itu tiba. Nomor-nomor dibagikan kepada para peserta dan warga kota mulai bersorak ketika wasit meniup peluitnya tepat pukul 9 pagi. Para peserta rombongan pertama melompat dan menangkap ujung tali begitu jam mulai berdetik bagi mereka semua.
Setelah lima menit, satu per satu, para peserta mulai jatuh. Tempat mereka diisi oleh peserta-peserta lain, dan waktu mereka masing-masing pun dicatat. Ketika lomba sudah separuh jalan, orang-orang mulai menyadari bahwa
seorang pemuda sudah bergantung di sana lebih dari lima belas menit. Dia mulai menarik perhatian. Kamera-kamera berbunyi dan penonton mulai bersorak untuknya.
Tiga puluh menit berlalu dan pemuda itu masih di sana. Kedua tangannya seperti melekat pada tali meski semua orang tahu itu mustahil. Sorakan terus terdengar untuknya. Semua tali lain sudah berganti peserta, tetapi pemuda itu masih terus berpegang pada talinya.
Satu jam kemudian, sudah jelas siapa yang akan jadi pemenang. Seorang wartawan mewawancarai si pemuda dan menanyakan rahasianya memenangkan lomba. Si pemuda tersenyum dan berkata, "Saya hanya membuat simpul di ujung tali dan menyangkutkan tangan pada simpul itu."
Subhanallah, Membuat simpul di ujung tali jelas memberi pemuda itu keunggulan ekstra dan membuat genggamannya lebih kuat, bukan begitu"
Maksudku, dia bisa saja memilih menggenggam tali seperti para peserta lain, tetapi dia tahu bahwa dia tidak akan bisa mempertahankan genggamannya lama-lama. Dia haru
s mencatat waktu terlama untuk bisa menang, maka dia memikirkan cara dan menyimpul ujung tali tempatnya berpegang. Tak ada orang lain yang melakukan hal itu.
Aku jadi berpikir. Pernahkah aku membuat simpul di ujung tali-taliku" Apakah aku hanya sekadar berpegang pada tali dengan genggamanku, sambil berharap bahwa aku tidak akan hilang kekuatan dan melepaskan tali" Sekuat apa simpul yang kubuat" Berapa banyak tali yang sudah kujadikan tempat bergantung" Tali mana yang bersimpul, dan mana yang tidak" Teknik simpul mana yang telah kupilih" Apakah teknik itu sudah cukup baik" Perlukah aku mempelajari teknik-teknik baru yang mungkin lebih baik daripada yang selama ini kupakai" Ya Allah, begitu banyak pertanyaan yang harus direnungkan untuk mendapat jawaban.
Nah, sekarang, aku akan duduk dan menganalisis semua tali yang kupunya. Lalu aku akan memutuskan jenis simpul yang cocok untuk setiap tali.
Bagaimana dengan kalian, teman-teman" Bisa kalian mengidentifikasi tali-tali kalian" Jika bisa, sudahkah kalian membuat simpul yang benar dan kuat untuk memastikan bahwa kalian tidak terlepas"
Mengapa kalian tidak bergabung saja denganku di lapangan kosong ini sementara aku duduk di sini sendirian, mencoba mengurai semua taliku dan memeriksa simpul-simpulnya" Di depanku ada sebuah buku berjudul 'Bagaimana Membuat Simpul'. Kita bisa membaca buku itu bersama, kalau kalian mau. Ayo, duduklah di sampingku, dan, bersama-sama, kita akan membaca dan belajar seni membuat simpul!
Ini, aku punya tali lebih, khusus untuk kalian...
Rahasia Delapan Asah Kemahiran Komunikasimu
Kisah tentang Seorang Operator Telepon dan Penelepon
~ Berbicaralah dengan jelas, kalau kau memang harus bicara; ukir setiap kata sebelum kau biarkan terlepas. ~
Oliver Wendell Holmes Pada suatu hari aku sedang menonton salah satu acara komedi situasi kesukaanku dan aku sangat geli mendengar dialognya yang cerdas Jenaka. Bagaimana para aktor itu sanggup membuatku tertawa, dengan menggunakan kata-kata bahasa Inggris yang dipilih secara cerdas sampai mengocok perutku, benar-benar tidak bisa kubayangkan. Sejujurnya, aku tidak bisa melucu, tapi aku suka sekali komedi, khususnya yang menyuguhkan percakapan yang sarat dengan permainan kata. Yang seperti itulah yang paling cocok untukku. Dan, tentu saja, aku tahu bahwa semua pujian selayaknya ditujukan kepada para penulis skenario yang brilian itu, yang bekerja beratus-ratus jam untuk menghadirkan dialog-dialog yang begitu menghibur.
Pernah ada kalimat ini dalam salah satu acara yang kutonton. Seorang aktor berkata, "Sophie itu seperti matahari, hanya saja tidak hangat." Itu lucu, bukan"
Kadang, kata-kata yang digunakan dalam sebuah lelucon awalnya mungkin mengindikasikan pengertian harfiah, tetapi ternyata bermakna lain, seperti sebuah dialog yang masih kuingat sampai hari ini karena parahnya kesalahpahaman yang lalu mempengaruhi seleraku terhadap jenis makanan tertentu. Kuharap selera kalian tidak ikut-ikut terpengaruh! Oke, begini ceritanya... Seorang anak laki-laki memperkenalkan kucingnya kepada temannya dan berkata, "Ini Fatty. Kuberi dia nama Fatty Spaghetti." Temannya jadi bertanya, "Mengapa" Dia suka pasta"" Dan anak laki-laki itu menjawab, "Bukan, dia cacingan!"
Ih, jijik! Aku tahu. Maaf, ya...
Sebuah contoh lain yang bisa kukutip adalah adegan ketika sekelompok anak gadis sedang membahas bagaimana mereka ditipu oleh anak-anak nakal. Nah, Gadis A berkata, "Mengapa kita jadi berurusan dengan anak-anak nakal ini" Kita, kan, orang baik-baik." Gadis B setuju dan berkata, "Mungkin kita ini seperti magnet." Kemudian, tanpa ragu sedikit pun, Gadis C berkata, "Aku sih memang magnet. Itulah sebabnya aku tidak bisa pakai jam tangan digital!"
Bisa kalian bayangkan betapa terperangahnya Gadis A dan Gadis B sewaktu Gadis C berbicara begitu" Ekspresi wajah mereka membeberkan semuanya. Lucu sekali.
Ya Allah, bagaimana mereka sampai bisa dapat ide-ide yang cerdas Jenaka ini" Masyaallah, Segala puji bagi Allah, sang Khalik yang menciptakan manusia dengan kemampuan untuk begitu kre
atif. Acara-acara komedi situasi itu membuatku berpikir. Sering sekali kita benar-benar salah memahami apa yang dikatakan orang lain kepada kita. Kalian paham maksudku, bukan" Sudah berapa kali kita salah memahami perkataan orang lain" Atau orang salah memahami yang kita katakan kepada mereka" Salah menafsirkan makna ucapan kita atau ucapan orang kepada kita" Itu sudah berkali-kali kualami, dan aku yakin pernah juga kalian alami.
Bahasa memang rumit karena ada masalah-masalah seperti pengucapan, kosakata yang terbatas, arti ganda, slang, dan banyak lagi lainnya yang mengganggu kemampuan kita untuk saling memahami. Tetapi, haruskah rintangan-rintangan itu menghentikan usaha kita untuk mengatasi masalah ini"
Allah telah dengan jelas berfirman:
Dan di antara tanda-tanda kebesaran-Nya ialah penciptaan langit dan bumi, serta perbedaan bahasa dan warna kulitmu. Sungguh, dalam yang demikian itu ada tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui
[Ar-Rum 30: 22] Subhanallah, Allah sebenarnya memberi tahu kita bahwa Dia sudah merencanakan sedemikian rupa bahwa akan ada perbedaan dalam bahasa-bahasa kita. Fakta bahwa bahasa disebutkan dalam al-Qur'an yang Mulia sebagai salah satu perbedaan di antara manusia mengisyaratkan bahwa bahasa memiliki arti penting tertentu, begitu bukan"
Sedikitnya ada dua hal yang kupikirkan di sini. Yang pertama adalah jumlah bahasa di dunia ini, dan yang kedua adalah istilah-istilah slang yang ada dalam bahasa-bahasa itu.
Tahukah kalian bahwa ada 6.800 bahasa yang sekarang digunakan di dunia" Subhanallah, Aku sendiri tidak percaya ketika pertama kali mengetahui fakta ini. Dan dari jumlah itu, berapa bahasa yang benar-benar kukuasai dengan fasih" Hmm... ini layak dipikirkan.
Nah, coba kita analisis masalah ini lebih dalam. Kita ambil contoh bahasa Inggris. Boleh aku bertanya kepada kalian" Dengan berapa cara kita bisa mengatakan "Halo" dalam bahasa Inggris"
Ayo... tebak. Oke, sebenarnya aku sendiri tidak tahu, tapi kalau kalian tahu, tolong beri tahu aku. Berikut ini sekadar beberapa contoh tentang bagaimana kita bisa mengganti kata "halo" dengan frasa-frasa yang bermakna sama.
Sebagian memang tidak berbelit-belit, seperti hi (hai), good evening (selamat malam), pleasure to meet you (senang bertemu dengan Anda), dan sebagainya. Di lain pihak, ada frasa-frasa yang mungkin menimbulkan kebingungan bagi orang yang bukan penutur asli, seperti: What's up" (up [ke atas], ke mana"), What's cooking" ([masak apa"], hidangan laut"), How's it going" (going [pergi], ke rumah"), Hey, man! What it is" (apanya yang apa"), Howdy! (ini nama"), What's shaking" (shaking [gemetar], tanganku yang gemetar"), dan banyak lagi. Paham maksudku"
Karena itulah, ayat berikut ini sangat masuk akal...
Wahai manusia! Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu bagi Allah adalah yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha-sempurna pengetahuan-Nya [Al-Hujurat 49: 13]
Allah sudah memberi kita petunjuk. Seperti inilah kita diciptakan, berbeda satu sama lain, supaya kita bisa saling mengenal. Saling belajar dari yang lain. Selalu ada alasan di balik setiap aspek penciptaan-Nya. Subhanallah, Nah, sekarang setelah kita tahu bahwa memang banyak perbedaan di antara kita, bagaimana kita mengatasi setiap masalah komunikasi yang mungkin kita hadapi Bagaimana meminimalkan potensi salah paham di antara kita"
Yang menarik, aku tahu bahwa Nabi Musa a.s. pernah memanjatkan doa kepada Allah yang Mahakuasa sewaktu beliau menjalankan misi menemui Firaun.
Ya, Tuhanku! Lapangkanlah dadaku. Mudahkanlah tugasku bagiku. Dan hilangkanlah buhul dari lidahku, supaya mereka paham perkataanku [Thaha 20: 25-28]
Subhanallah. Ini doa yang hebat sekali! Akan kuhafal doa ini di luar kepala. Tiba-tiba saja terpikir olehku bahwa rupanya sedari dulu komunikasi selalu menjadi ujian bagi umat manusia, bukan"
Aku masih ingat masa-masa di sekolah dulu. Kom
petisi debat terbuka yang pertama kali kuikuti merupakan
pengalaman yang mengerikan untukku. Aku masih ingat bagaimana perasaanku begitu aku berdiri untuk menyampaikan "pidato" enam menit itu. Nyaris seketika itu juga aku pucat lesi dan, selama beberapa detik berikutnya, wajahku memerah dan terasa panas dan aku menjadi versi manusianya Pink Panther!
Yah, begitulah yang diceritakan teman-temanku yang ikut menonton.
Jadi, wajar saja, karena pernah menjadi korban demam panggung sewaktu berbicara di depan umum, aku sangat ingin tahu apakah ada teknik-teknik untuk mengatasi masalah ini.
Keingintahuanku terjawab ketika aku menemukan hadis indah ini, yang dengan jelas menunjukkan kepadaku teknik komunikasi yang digunakan Nabi Muhammad (saw) tercinta.
Anas bin Malik memaparkan bahwa apabila Nabi Muhammad (saw) harus menyampaikan sesuatu, beliau selalu mengulangi perkataannya tiga kali sehingga benar-benar dipahami. Bila berjumpa orang-orang, beliau menyapa mereka tiga kali
[Al-Bukhari] Subhanallah, Jadi itulah teknik komunikasinya. Mengulang perkataan kita tiga kali agar kita lebih dipahami. Tiga kali tentu cukup untuk menyampaikan pesan kita. Aku suka cara ini. Sangat sederhana.
Lalu, aku menemukan satu hadis lain yang diwariskan Rasulullah tercinta untuk kuikuti:
Aisyah berkata, "Kata-kata Rasulullah adalah kata-kata yang jelas, yang dapat dipahami oleh semua orang yang mendengarkan."
Bukan hanya mengulang perkataan tiga kali, beliau juga memastikan bahwa kata-kata yang beliau pakai jelas bagi semua orang, dengan memilih kata-kata yang dapat dengan mudah dimengerti oleh orang-orang yang mendengarkan beliau. Ini berarti bahwa beliau memakai kata-kata yang gamblang, yang dapat dimengerti ha-dirinnya. Jadi, jika kita berbicara dengan
mahasiswa, kita harus menggunakan bahasa yang berbeda dengan bahasa yang kita pakai bila berbicara dengan para profesor. Demikian pula, anak kecil memerlukan bahasa yang lebih sederhana jika dibandingkan dengan remaja.
Benar-benar nasihat yang lugas dengan hasil yang maksimum! Subhanallah...
Jadi, beginilah tekniknya. Pertama, aku harus mengulang perkataanku tiga kali jika aku merasa bahwa lawan bicaraku mungkin kesulitan mengartikan apa yang kukatakan. Kedua, aku harus berbicara dengan jelas, kata demi kata. Dan ketiga, aku harus memakai kata-kata yang dipahami oleh pendengarku.
Tiga langkah dan, insyaallah, dengan rida Allah, kemahiran komunikasi kita akan jauh lebih baik. Sangat lugas, mudah, dan jelas, bukan begitu" Hampir seperti hadisnya sendiri. Masyaallah...
Izinkan aku menyampaikan sebuah kisah yang pernah kubaca tentang apa yang terjadi jika dan bila kita gagal melaksanakan nasihat di atas.
Penelepon: Halo, bisa saya bicara dengan Annie Wan" (Annie Wan diucapkan eniwan)
Operator: Ya, Anda bisa bicara dengan saya.
Penelepon: Bukan begitu, saya ingin bicara dengan Annie Wan!
Operator: Ya, saya mengerti Anda ingin bicara dengan anyone (juga diucapkan eniwan tetapi berarti 'siapa saja'). Anda bisa bicara dengan saya. Nama Anda siapa"
Penelepon: Saya Sam Wan (diucapkan samwan). Dan saya harus bicara dengan Annie Wan! Ini penting sekali.
Operator: Saya tahu Anda adalah someone (juga diucapkan samwan tetapi berarti 'seseorang'), dan Anda ingin bicara dengan anyone! Tapi masalah penting apakah itu"
Penelepon: Well.. katakan saja kepada adik saya Annie Wan bahwa kakak laki-laki kami Noe Wan mengalami kecelakaan (Noe Wan diucapkan nowan), Noe Wan terluka dan sekarang dibawa ke rumah sakit. Sekarang ini Avery Wan (diucapkan everiwan) sedang dalam perjalanan ke rumah sakit.
Operator: Dengar ya, kalau no one (juga diucapkan nowan tetapi berarti 'tidak seorang pun') yang terluka dan no one dibawa ke rumah sakit, maka kecelakaan itu bukan masalah penting! Anda mungkin menganggap ini lucu, tapi saya tidak punya waktu untuk melayani urusan ini!
Penelepon: Kau ini kasar sekali" Siapa namamu"
Operator: Saya Saw Ree (diucapkan I'm Saw Ree, seperti I'm sorry yang berarti saya menyesal).
Penelepon: Ya! Sudah seharusnya kamu menyesal. Sekaran
g sebutkan namamu! Operator: Tadi sudah saya katakan. I'm Saw Ree,
Penelepon: Ya ampuuun!!! Nah... lucu sekali, bukan" Itu bisa saja terjadi padaku. Atau, lebih parah lagi, akukah itu" Oke, mungkin bukan kalau aku sedang berbicara dalam bahasa Inggris, tetapi bagaimana kalau aku berbicara dalam bahasa Arabku yang patah-patah" Hmm...
Jadi, meski aku terkikik-kikik sewaktu membaca lelucon ini, aku berjanji kepada diri sendiri bahwa aku akan mengupayakan kejelasan dalam komunikasi sembari juga mengharap pahala Allah karena mengikuti sunah Nabi Muhammad, insyaallah.
Aku juga akan berdoa kepada Allah supaya aku tidak berselisih jalan dengan Annie Wan dan Saw Ree! Tapi, kalian tahu" Kalaupun bertemu mereka, insyaallah, percakapan kami akan sangat menarik.
Bagaimana dengan kalian, teman-teman" Tanyalah diri kalian sendiri-apakah kalian Annie Wan" Kalau kalian merasa kalian adalah Annie Wan, apa yang akan kalian perbuat" Satu petunjuk untuk kalian: tiga langkah, dan kalian akan baik-baik saja, insyaallah.
Selamat tinggal, demam panggung, dan halo, hadirin sekalian!
Rahasia Sembilan Ucapkan dan Laksanakan Kisah tentang Sang Pemanah dan Ceramahnya
~ Janji seperti awan; pemenuhannya adalah hujan. ~
Peribahasa Arab Pernah aku diberi tahu oleh seorang sahabat karibku betapa sakit hatinya ketika orang tuanya lebih menunjukkan rasa cinta kepada adiknya daripada kepada dia. "Kelihatan jelas sekali!" keluhnya. "Semua yang kulakukan tidak layak dipuji, tetapi, kalau adikku, seandainya dia membakar dapur pun tidak apa-apa. Mengapa" Karena dia sedang belajar memasak! Hebat... hebat!" dia berkata sarkastis sambil mengacungkan jempolnya.
"Orang tuamu pasti mencintaimu, Emma," aku mencoba membujuknya.
"Oh, ya" Tahu tidak" Perbuatan lebih jelas berbicara daripada kata-kata. Aku tidak bakal percaya sekalipun mereka mengatakan sejuta kali," katanya dengan perasaan frustrasi dan sedih merundungi wajahnya.
Hari itu aku tidak bisa berhenti memikirkan Emma. Perbuatan lebih jelas Kalimat itu terus berputar-putar dalam kepalaku. Apa benar begitu" Apakah perbuatan dan perkataan harus dinilai sendiri-sendiri" Apakah yang satu lebih tinggi daripada yang lainnya" Haruskah perbuatan seseorang dianggap sebagai bukti yang lebih kuat bila dibandingkan dengan perkataannya" Apakah ada contoh perbuatan yang tidak lebih jelas daripada kata-kata" Bisakah kata-kata seseorang lebih tinggi daripada perbuatannya" Jika ya, apa alasannya" Jika seseorang mengatakan sesuatu tetapi lalu melakukan hal lain, yang mana yang harus dipandang sebagai kebe-naran sejati-perbuatannya atau perkataannya"
Kemudian, pada suatu hari, tak sengaja aku membaca kutipan yang mempertanyakan masalah yang persis sama:
Jika pena lebih perkasa daripada pedang, bagaimana bisa perbuatan berbicara lebih jelas daripada perkataan"
Benar-benar kutipan yang bikin penasaran! Kalian sependapat" Aku jadi merenungkan pertanyaan itu.
Apa mungkin ini seperti skenario ayam dan telur" Apakah ayam yang ada lebih dulu, sebelum telur" Atau, apakah telur yang ada lebih dulu, dan ayam menetas sesudahnya" Jika telur yang ada lebih dulu, apa kalian tidak berpikiran bahwa seharusnya ada seekor ayam yang benar-benar mengeluarkan telur itu" Tetapi, lagi-lagi, kalau memang ada ayam yang mengeluarkan telur itu, dari mana asal ayam yang bertelur itu" Lucu, ya"
Teka-teki yang bagus, bukan" Oke, jangan katakan bahwa baik ayam maupun telur berasal dari ayam jago, karena aku tidak percaya!
Nah, kembali ke teka-teki pena, pedang, perbuatan, dan perkataan. Yang mana yang hadir lebih dulu" Coba kupikir dulu.
Agar seseorang bertindak, pasti ada kata-kata tertentu yang digunakan, betul tidak" Kata-kata yang terus tinggal dalam pikiran orang itu dan akhirnya memicu tindakan. Maksudku, kata-kata sangatlah menentukan lihat saja ayat pertama yang diturunkan Allah kepada kita:
Bacalah! Dengan nama Tuhanmu yang menciptakan (segala yang ada)
[Al-Alaq 96: 1] Dalam ayat ini, kita semua diperintahkan untuk membaca. Tetapi, untuk membaca sesuatu, pasti ada
seseorang yang lebih dulu menuliskan sesuatu-dan "sesuatu" itu adalah kata-kata!
Jadi, kalau begitu, pena lebih perkasa daripada pedang" Ya ampun, aku masih belum bisa melihat cahaya apa pun di ujung terowongan. Ini bukan perkara mudah. Mengapa aku sampai menulis topik ini benar-benar tidak bisa kumengerti.
Pokoknya, seluruh masalah ini membuatku berpikir tentang tindakan dan perkataanku sendiri. Apakah keduanya saling mendukung" Apakah keduanya konsisten" Atau, apakah perkataanku kadang bertentangan dengan tindakanku" Apakah aku melaksanakan yang kukatakan" Atau, apakah aku mengatakan hal yang satu, lalu melakukan yang lain"
Kemudian, aku teringat pada ayat ini, di mana Allah, yang Mahaadil, berfirman:
Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan" Itu sangat dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan
[As-Saff 61: 2-3] Penggunaan kata "dibenci" membuatku takut setengah mati. Bukan hanya itu, frasanya sebenarnya berbunyi "sangat dibenci." Ini berarti bahwa, jika seseorang mengatakan sesuatu tetapi mengerjakan yang lain yang bertentangan dengan perkataannya, dia akan masuk ke dalam kategori orang-orang yang paling dibenci di sisi Allah.
Tiba-tiba saja aku merasa ulu hatiku sakit... Itu peringatan yang sangat keras, bukan" Astagh-firullah. Semoga Allah melindungi kita semua dari Kebencian-Nya. Sebuah hadis lagi dari Nabi Muhammad (saw) yang tercinta berbunyi:
Diriwayatkan bahwa Nabi (saw) bersabda, "Seseorang akan diadili pada Hari Kiamat, dan dia akan dilempar ke dalam Api Neraka sehingga isi perutnya terburai dan dia akan berputar-putar seperti keledai mengitari kilangan. Penghuni Neraka akan mengerumuninya dan berkata, 'Wahai Fulan! Ada apa denganmu" Bukankah kau biasa menyuruh kami berbuat kebaikan dan melarang kami berbuat kemungkaran"' Dia akan berkata, 'Aku biasa menyuruh kalian berbuat kebaikan tetapi aku sendiri tidak melakukannya; dan aku biasa melarang kalian berbuat kemungkaran tetapi aku sendiri melangggarnya'" [Al-Bukhari dan Muslim]
Astaghfirullah, beratnya hukuman yang digambarkan dalam hadis di atas sudah cukup untuk menunjukkan betapa berat dosanya mengatakan hal-hal yang tidak kita sendiri laksanakan.
Aku jadi berpikir dua kali untuk membuka mulut kepada siapa pun. Jadi, kalau begitu, apakah lebih baik tidak mengatakan apa-apa sama sekali" Dengan begitu aku terselamatkan dari mengatakan hal-hal yang tidak aku lakukan, bukan"
Salah! Allah telah berfirman dengan jelas dalam ayat-Nya berikut ini:
Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh berbuat yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar [Ali-Imran 3: 104]
Menyeru orang lain kepada kebajikan, dan mencegah dari yang mungkar. Itu tanggung jawab yang besar sekali. Aku punya pertanyaan. Jika aku, diriku ini, tidak selalu bajik, bagaimana aku menyuruh orang lain untuk melakukan kebajikan, khususnya mengingat fakta bahwa, jika aku mengatakan sesuatu yang tidak aku sendiri kerjakan, konsekuensinya besar sekali. Bagiku ini seperti jalan buntu. Aku betul-betul bingung. Aku tahu pasti ada sesuatu yang belum kuperhatikan. Aku tahu Allah Maha Kasih. Aku harus berpikir lebih dalam lagi.
Tiba-tiba, aku melihat kebijaksanaan sejati di balik semua perintah ini. Alhamdulillah.
Begini, jika aku ingin menyeru orang-orang pada kebajikan, aku, diriku sendiri, haruslah mempraktikkan apa yang kukatakan, karena konsekuensi mengatakan yang tidak kulaksanakan sangat besar. Karenanya, aku harus memperbaiki diri dulu sampai kelakuanku sendiri lebih baik. Baru pada saat itulah aku pantas menasihati orang lain. Sampai di sini kalian sependapat denganku"
Nah, sebagai akibatnya, Allah sebenarnya, melalui pe-rintah-perintah-Nya, sudah memberi tahu bahwa aku hanya boleh mengatakan hal-hal yang memang kulakukan, dan menyeru untuk berbuat makruf dan mencegah yang mungkar. Dengan kata lain, aku harus menjaga perkataan dan tindakanku sendiri-dan memastikan keduanya tidak saling bertentangan.
Dia, yang Mahakuasa, suda
h menetapkan sistem yang bagus sekali untuk kuikuti sehingga aku bisa menjadi orang yang lebih baik. "Reparasi" dulu perilakuku, kemudian melaksanakan yang kukatakan. Setelah itu, aku bisa memenuhi kewajibanku untuk menyeru melakukan yang makruf dan mencegah yang mungkar.
Subhanallah. Bisa kalian pahami" Bisa" Singkat kata, aku sadar bahwa semestinya aku berbuat dulu sebelum berbicara. Alhamdulillah, satu masalah terpecahkan.
Tetapi, masih ada satu lagi. Anggaplah aku ingin menasihati seseorang untuk berbuat baik. Bagaimana aku melakukannya" Sampai sejauh mana aku harus melakukannya" Bagaimana jika aku tidak punya keahlian berkomunikasi untuk berbicara dengan orang-orang" Bagaimana jika aku tidak punya akses terhadap orang itu" Bagaimana jika aku tidak punya daya" Bagaimana jika orang itu menolak yang kukatakan"
Hmmm, aku tahu beberapa orang akan berkata: Pokoknya lakukan sajalah! Betul" Menurut kalian akan berhasil" Mungkin bisa berhasil kalau aku bekerja untuk Nike yang semboyannya memang Just do it itu, tetapi, dalam konteks ini, aku ragu...
Tetapi, kalian tahu" Pada saat inilah aku menemukan hadis Nabi Muhammad (saw) yang tercinta, yang berkata:
"Barang siapa, di antara kalian, melihat suatu kemungkaran, hendaklah ia membetulkan dengan tangannya; dan jika dia tidak punya cukup kekuatan, hendaklah dia membetulkan dengan lidahnya; dan jika dia tidak mampu juga, hendaklah (menentang kemungkaran itu) dengan hatinya, dan itulah selemah-lemahnya Iman"
[Muslim] Alhamdulillah, inilah teknik yang bisa kuikuti. Benar-benar agama yang lengkap! Subhanallah, Hadis ini mengatakan bahwa cara yang paling di-anjurkan untuk mengatasi suatu persoalan adalah dengan tangan kita. Artinya, dengan benar-benar melakukan sesuatu-ini tindakan.
Tetapi, bagaimana kalau aku terlalu penakut untuk bertindak" Kalau begitu, aku punya pilihan untuk paling tidak mengatakan sesuatu dengan lantang, betul tidak" Masih terlalu takut" Baik. Masih ada pilihan. Sekurang-kurangnya, aku selalu bisa menyatakan ketidaksetujuanku dalam hati, bahkan sekalipun aku tahu hal itu mencerminkan bagaimana kondisi imanku.
Ampuni aku, Tuhanku, karena aku hanyalah hambamu yang lemah...
Tetapi, hal ideal apa yang seharusnya dilakukan" Hadis yang indah di bawah ini menceritakan apa yang dilakukan Nabi kita:
"Akhlaknya adalah al-Qur'an"
[At-Tarmidzi dan dikuatkan oleh Al-Albani dalam Sahih Al-Jami']
Tak diragukan lagi, Nabi Muhammad (saw) melaksanakan apa yang beliau ajarkan. Perbuatan beliau sesuai dengan perkataan beliau. Beliau menunjukkan jalan. Akhlak beliau adalah al-Qur'an. Kepemimpinan melalui tau-ladan. Ya, itulah beliau-pria yang berorientasi pada tindakan. Masyaallah,
Aku akan berbagi cerita tentang seorang pria yang diundang untuk menyampaikan ceramah kepada sekelompok siswa.
Alkisah, ada seorang pemuda yang sangat pandai memanah. Bahkan, dialah yang terbaik di seluruh negeri. Dia bisa mengenai sasaran dengan akurasi hampir 99% dari jarak yang sangat jauh. Bakatnya luar biasa, dan banyak orang mengundangnya untuk berceramah tentang kisah suksesnya, teknik-tekniknya yang sempurna, dan bagaimana kiat agar orang-orang bisa seperti dia.
Selama bertahun-tahun pemuda itu menolak semua undangan. Sewaktu ditanya mengapa dia tidak ingin memberikan ceramah, dia hanya berkata, "Saya tidak tahu harus bilang apa."
Lalu, suatu hari, alumni universitasnya mengundangnya untuk meresmikan pembukaan klub panahan mereka yang baru. Karena merasa berutang budi sebagai anggota alumni, dia tidak punya pilihan kecuali mene-rima undangan itu.
Hari besar itu pun tiba, dan aula besar itu terisi sampai kapasitas maksimum. Banyak yang tidak kebagian tempat. Karena inilah pertama kalinya sang pemanah hebat berbicara di depan umum, banyak pengunjung dari seluruh negeri yang datang untuk menyaksikan peristiwa itu.
Sampailah saat penting bagi sang pemanah untuk menyampaikan ceramahnya. Aula hening dan hadirin menanti-nanti. Dia bangkit, berjalan menuju mikrofon, dan tersenyum.
"Siapa di sini yang ingin jadi pemanah"" dia bertanya sambil men
atap hadirin. Hampir semua orang tunjuk tangan.
"Bagus sekali," katanya. "Dengarkan nasihat saya, karena saya hanya akan mengatakannya satu kali."
Nyaris seketika semua orang di dalam aula itu mencondongkan badan penuh perhatian.
"Nasihat saya kepada kalian adalah kembalilah ke lapangan sekarang, ambil busur dan anak panah kalian, dan mulailah memanah."
Selesai mengucapkan kalimat itu dia berbalik dan berjalan kembali ke kursinya.
Aula benar-benar senyap. Kalian pasti bisa mendengar kalau ada jarum yang jatuh! Kesenyapan dalam aula itu serasa menulikan telinga.
Ya, ampun, apa yang barusan terjadi" Sang pemanah hebat mengatakan begitu banyak dengan kata-kata yang begitu sedikit. Tetapi, dia benar, bukan" Pokoknya mulailah memanah. Jangan hanya bicara-lakukan!
Selagi memikirkan kisah ini, aku bertanya kepada diriku sendiri berapa kali sudah aku berada dalam posisi hadirin
yang berharap-harap" Berapa banyak ceramah yang sudah kuhadiri dan kusimak supaya aku bisa seperti pemuda di panggung itu" Sudahkah aku benar-benar mengambil busur dan anak panahku dan mulai mem-bidik" Atau aku masih harus menghadiri lebih banyak ceramah lagi" Di mana busur dan anak panahku" Apakah hanya jadi pajangan di dinding kamarku" Apa aku barusan berbicara tentang busur dan anak panahku padahal kedua benda itu tidak pernah benar-benar kugunakan" Kalau kupikir-pikir, sesungguhnya apa busur dan anak panahku" Aduuh...
Jadi, teman-temanku tersayang, tanyakan kepada diri kalian sendiri: apakah kalian ini sang pemanah atau hadirin" Berapa kali kalian pernah berada dalam kedua posisi itu" Juga, tahukah kalian di mana busur dan anak panah kalian" Apakah kedua benda itu tersimpan rapi di lemari, terlindung dari kotor"
Akhirnya, kurasa sekarang aku paham. Perkataan dan perbuatan saling melengkapi. Jika salah satu absen, yang lain tidak akan lengkap. Keduanya harus bersama. Namun, tak peduli sepenting apa kata-kata, perbuatan selalu unggul.
Menurutku, pena dan kata-kata adalah pengetahuanku, sedangkan pedang dan perbuatan adalah perwujudan pengetahuanku-dan perwujudan sangat penting, karena pengetahuan tanpa perbuatan tak ada gunanya.
Seperti yang dengan tepat dikatakan Ralph Waldo Emerson,
Pikiran adalah bunga; ujaran adalah kuncup; dan tindakan adalah buah di dalamnya.
Dan sudah pastilah aku mau buahnya. Sudah jelas aku tidak akan kenyang hanya dengan kuncup bunga, betul tidak"
Baiklah, sekarang aku membawa busur dan anak panahku, dan aku akan memanah. Dan aku akan tetap di lapangan tak peduli berapa lama waktu yang kuper-lukan untuk mencapai presisi sempurna itu. Tak ada lagi pembicaraan tentang mimpi-mimpiku. Sekarang adalah waktunya bertindak! Aku akan mulai menarik tali busur dan membidik titik tengah sasaran.
Kali pertama mungkin aku tidak berhasil. Memangnya ada orang yang langsung berhasil, betul tidak" Tetapi aku sangat yakin bahwa, dengan latihan, Allah akan memberiku apa yang kuinginkan. Pada akhirnya nanti, aku pasti berhasil mengenai titik tengah sasaran. Suatu hari kelak, anak panahku akan mengenai lingkaran kecil di tengah papan sasaran itu. Aku yakin.
Bagaimana dengan kalian, teman-teman" Berminat ikut memanah denganku" Pasti asyik memanah bersama-sama.
Anak panahmu, sasaranmu... anak panahku, sasaran-ku. Bagaimana"
Ayolah. Aku tunggu... Rahasia Sepuluh Cermatlah Memilih Kisah tentang Guru Taman Kanak-kanak dan Eksperimennya
~ Dengan mulut manis lagi ramah, kau bisa menyeret seekor gajah dengan menarik sehelai rambutnya. ~
Peribahasa Iran Aku sedang memperbincangkan dengan seorang teman ketika dia menyampaikan kabar tentang adik perempuannya yang merasa tertekan gara-gara komentar orang tentang keadaan pernikahannya. Setelah mendengar apa yang harus dihadapi adik temanku itu, aku menggeleng tak percaya mengetahui betapa orang bisa begitu tidak sensitif terhadap perasaan orang lain.
Mengapa orang harus mengeluarkan komentar jahat tentang cobaan hidup yang sedang dihadapi saudara kita" Apa mereka tidak takut bahwa kelak hidup mereka sendiri yang akan diuji
dengan cara yang sama" Apa mereka pikir mereka punya perisai "Itu-Tidak-Akan-Terjadi-Padaku" sampai-sampai mereka berani membicarakan orang' lain dengan nada sinis" Bagaimana perasaan
dengan nada yang sama" Tidakkah mereka juga akan sakit hati dan tertekan" Atau, bagai-mana jika hal yang sama menimpa salah seorang yang mereka kasihi" Seperti apa perasaan mereka"
Ahmad Zarruq (wafat 1492) pernah berkata,
Jika kau ingin hidup dengan cara yang membuat agamamu terjaga dan bagianmu terpenuhi dan martabatmu terpelihara, jagalah lidahmu, dan jangan pernah menyebut-nyebut kesalahan orang lain karena ingat bahwa kau, kau sendiri, punya kesalahan dan orang lain punya lidah.
Subhanallah, Realitas yang demikian sederhana, disuguhkan kepada kita dengan cara yang paling jujur. Aku punya lidah, begitu pula kalian, betul tidak" Jadi, mengapa pula aku membicarakan kesalahan kalian" Astaghfi-rullah.
Mau tak mau aku jadi berharap hadis di bawah ini diketahui oleh orang-orang yang sudah menyakiti hati adik temanku:
Abu Ad-Darda' meriwayatkan bahwa Rasulullah (saw) berkata, 'Tidak ada yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin di Hari Kebangkitan daripada budi pekerti yang baik. Allah tidak menyukai perkataan keji"
[At-Tarmidzi] Subhanallah! Kuharap mereka yang senang mengejek orang lain sekarang gentar melanjutkan kelakuan mereka
bila membaca hadis ini. Selagi kurenungkan hadis ini, aku sadar bahwa Nabi kita tercinta berkata bahwa tidak ada yang lebih bernilai atau lebih dihargai di Hari Perhitungan daripada budi pekerti yang baik.
Aku takjub dengan kata "tidak ada." Tidak ada seperti nol, nihil, zero-yang lebih berat di Hari Perhitungan daripada budi pekerti yang baik. Jadi, jika seseorang memiliki budi pekerti yang baik, itu berarti bahwa budi pekertinya bisa membantu memperberat timbangannya dengan cara yang tidak bisa dilakukan amal-amalnya yang lain" Subhanallah...
Bagus sekali hadis ini! Dari hadis ini aku sekarang tahu bahwa bukan melakukan rakaat ekstra sewaktu salat, atau menyumbang sekian juta, yang akan memberatkan timbangan kita; sebaliknya, hubungan kita dengan orang lainlah yang akan membantu kita di Hari Kebangkitan. Benar, saudara-saudaraku, hubungan kita dengan orang lain.
Ini hebat, bukan" Hebat, karena bisa dipraktikkan, betul tidak"
Hanya dengan mengucapkan kata-kata baik dan mempraktikkan nilai-nilai yang baik, seperti bersikap sabar, ramah, lembut, jujur, amanah, dan takzim-serta menghindari praktik-praktik buruk, seperti bergunjing, atau bersikap kasar dan beringas, kita akan mendapat keuntungan besar di Hari Perhitungan, insyaallah.
Bukan hanya itu, kita nanti benar-benar akan menerima balasan atas budi pekerti kita yang baik selagi kita masih hidup di dunia ini. Budi pekerti yang baik juga akan membuat hubungan kita dengan keluarga, teman, dan sejawat lebih kuat, serta menyatukan hati kita masing-masing. Cobalah pikirkan. Subhanallah...
Lagi pula, ini adalah sesuatu yang bisa dimiliki semua orang, dan benar-benar semua orang, tidak tergantung usia, kekayaan, gender, kebangsaan, ras, tinggi badan, berat badan, dan warna kulit, betul tidak" Apakah kita harus kaya untuk punya budi pekerti yang baik" Tidak. Apa kita harus dewasa dulu" Lagi-lagi tidak.
Betapa universalnya agama kita ini! Persamaan dan keadilan untuk semua orang.
Juga dinyatakan dengan jelas dalam hadis itu bahwa Allah tidak menyukai perkataan yang keji. Sebenarnya cukup jelas mengapa perkataan yang keji tidak disukai Allah. Perkataan semacam inilah yang akan sangat menyakiti hati seseorang, yang akan menghancurkan hati dan mencetuskan kebencian dan kemarahan di antara orang-orang.
Apakah kalian bisa melihat hubungan antara kalimat pertama dan kedua" Menurutku keduanya merupakan bagian dari teknik "lakukan sendiri"-satu untuk menyatukan hati, dan satu untuk memecah belah hati. Kalian sependapat" Lihatlah lagi hadis itu dengan teliti.
Hati akan menyatu bila yang dipraktikkan adalah budi pekerti yang baik, dan hati akan terpecah belah jika yang digunakan adalah perkataan yang keji. Begitulah suatu


Satu Tiket Ke Surga Karya Zabrina A. Bakar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hubungan menurut hematku.
Aku yakin bahwa pilihannya ada di tanganku sendiri. Aku bisa memilih untuk menyatukan hati dan beroleh imbalan yang mungkin bisa membantu memberatkan tim-banganku di Akhirat, atau aku bisa berbuat sebaliknya..., dan merugi, baik di dunia ini maupun di Akhirat nanti. Naudzubillah.
Nabi Muhammad (saw) mewariskan satu hadis lagi untuk lebih memotivasi kita agar lebih cermat dalam bertutur kata.
Sahl bin Sa'd menuturkan bahwa Rasulullah berkata, "Barang siapa sanggup menjamin (kesucian) yang ada di antara kedua tulang rahangnya dan yang ada di antara ke dua pahanya (yaitu lidahnya dan bagian pribadinya), niscaya aku menjamin Surga baginya" [Al-Bukhari]
Subhanallah, inilah jaminan Surga oleh Nabiku terkasih jika aku bisa memberi beliau jaminan kedua hal yang disebut dalam hadis ini-dan salah satunya adalah ber-cermat dalam tutur kataku.
Air susu dibalas air susu; adil, kan" Ayolah, kita tidak mungkin berharap mendapat sesuatu tanpa berbuat apa-apa, bukan"
Nabi Muhammad menasihati kita bahwa kita sebaik- nya hanya mengucapkan yang baik-baik saja. Kalau tidak bisa, inilah yang seharusnya kita lakukan: Diam sajalah. Bisa kita coba cara itu sekali-sekali" Bisakah aku begitu sebagai selingan" Sederhana sekali. Cukup mengatakan... ssst, kepada diri kita sendiri, dan kita akan selamat.
Diam saja pun terbukti bisa sulit. Tetapi, seperti yang kita semua ketahui, Tuhan kita Maha Penyayang dan Dia suka sekali memberi pahala. Itulah yang bisa kita harapkan, seandainya kita berusaha keras untuk cermat bertutur kata.
Aku ingin berbagi sebuah kisah yang kutulis tentang seorang guru taman kanak-kanak dan eksperimen telurnya.
Alkisah ada seorang guru taman kanak-kanak yang bertanggung jawab mengajar kelas yang penuh anak-anak yang hiperaktif-brilian, kreatif, ceria, dan cerewet sehingga kelasnya jadi kelas paling ribut di sekolah itu.
Pada suatu hari, selagi Ibu Jane mengawasi anak-anak bermain waktu istirahat pagi, dia melihat dua muridnya berkelahi sementara yang lainnya bersorak-sorai.
Lekas dia berlari untuk melerai perkelahian dan membawa kedua murid itu ke kantor kepala sekolah.
"Coba ceritakan ada apa," ujar sang kepala sekolah.
"Dia menonjok saya," jawab si bocah laki-laki yang berambut pirang.
"Mengapa kau tonjok dia"" Tanya sang kepala sekolah.
"Dia bilang saya gendut dan lamban dan katanya saya ini kuda nil," kata si anak laki-laki yang berambut hitam
dengan mata berlinang. Keesokan harinya, kelas lebih tenang. Anak-anak jelas masih terpengaruh oleh perkelahian itu, maka Bu Jane membuat rencana.
Bu Jane memanggil salah seorang anak perempuan ke depan kelas. "Anak-anak, hari ini kita akan melakukan eksperimen. Ibu punya sebutir telur. Jojo akan membantu Ibu memecahkan telur itu. Nanti, setelah Jojo memecahkan telur, Ibu ingin kalian semua mengamati apa yang terjadi pada telur itu."
"Oke, Jojo, telur itu boleh kau pecahkan sekarang." Sewaktu Jojo memecahkan telur, Ibu Jane bertanya, "Ada yang bisa memberi tahu Ibu apa yang kalian lihat"" Tangan-tangan kecil teracung penuh semangat.
"Ya, James," Bu Jane me-nunjuk seorang anak laki- laki.
"Telurnya terbelah jadi dua, dan aku bisa melihat putih dan kuning telurnya semua tumpah ke dalam mangkuk," kata James.
"Bagus sekali! Nah, kalian siap" Kalau kalian tahu jawabannya, tunjuk tangan. Untuk satu minggu tanpa pekerjaan rumah, siapa yang bisa mengatakan kepada Ibu bagaimana Ibu bisa mengembalikan isi telur ke dalam cangkangnya""
Seluruh kelas jadi hening. Tidak ada tangan yang terangkat, hanya wajah-wajah bingung di segenap penjuru.
Sang guru tersenyum dan menggoda anak-anak itu. "Ayo, Ibu menunggu jawaban kalian..."
"Bu Jane, kita tidak bisa mengembalikan isi telur itu, kan"" Tanya seorang anak yang penasaran.
"Menurutmu bagaimana"" Ibu Jane balik bertanya.
"Tidak bisa, Bu Jane, kurasa tidak bisa," jawab anak itu hati-hati.
"Bagus, kau benar! Kita tidak bisa membuat telur itu utuh lagi. Dan kalian tahu sebabnya" Sekali sebutir telur pecah, dia akan tetap pecah," tutur Ibu Jane sambil menoleh pada du
a anak laki-laki yang berkelahi. "Begitu pula dengan kata-kata. Setiap kali sepatah kata keluar dari mulut, kata itu tidak akan pernah bisa kembali. Itulah sebabnya kita harus berhati-hati dengan apa yang kita katakan kepada orang lain. Kata-kata bisa menyakitkan, persis seperti memecahkan sebutir telur."
Si bocah berambut pirang berdiri, berjalan menghampiri temannya, dan berkata, "Aku minta maaf sudah menyebutmu gendut."
"Aku minta maaf sudah menonjokmu," jawab temannya yang berambut gelap.
Bu Jane tersenyum. Tak lama kemudian kelasnya sudah gaduh lagi.
Subhanallah, benar sekali, bukan" Setiap kata keji yang keluar dari mulut kita ibarat telur yang pecah. Tak peduli sekeras apa kita berusaha, kita tidak akan bisa mengembalikan isi telur yang pecah ke dalam cangkangnya lagi, apalagi menyatukan cangkang itu hingga utuh lagi. Ibu Jane benar sekali. Begitu sepatah kata meninggalkan mulut kita, kata itu tidak akan pernah bisa kembali. Tidak akan pernah. Dan, begitu sampai di tujuannya, kata itu akan masuk melalui telinga si penerima, menuju ke hatinya, menghancurkan hati yang rapuh itu, dan melukai perasaan orang itu. Aku bisa melihat dalam mata temanku sewaktu dia menceritakan penderitaan yang dialami adiknya.
Kisah tentang telur ini membuatku berpikir. Pernahkah aku menyakiti hati seseorang dengan perkataanku, kusadari ataupun tidak" Pernahkah aku menjadi si bocah rambut pirang yang memecahkan sebutir telur" Atau, lebih buruk lagi, jangan-jangan beberapa telur dan bukan hanya satu" Seandainya pernah, telur siapa yang kupe-cahkan" Sadarkah aku sewaktu memecahkan telur-telur itu" Sakitkah telur-telur itu saat kupecahkan" Bicara apa aku ini" Kalau kupecahkan, tentu saja telur-telur itu kesakitan. Astaghfirullah.
Kalian tahu" Hari ini aku berjanji kepada diriku sendiri. Aku akan berusaha keras menjaga telur-telurku. Aku tidak ingin memecahkan telur-telur lagi. Sampai kapan pun! Itu sudah pasti sulit, tetapi jaminan Nabiku membuat segalanya tampak mudah.
Bagaimana dengan kalian, teman-teman" Apakah kalian pernah memecahkan telur" Cobalah pikirkan. Jika pernah, mungkin sekarang saatnya kita, kalian dan aku, mengatakan ssst kepada diri kita sendiri setiap kali tidak tidak punya kata-kata baik untuk diucapkan, bukan begitu"
Seperti yang pernah dikatakan Earl Wilson...
Kata-kata yang tidak ingin kau tulis dan tanda tangani, jangan kau ucapkan.
Rahasia Sebelas Kelola Waktumu Kisah tentang 1001 Kepingan Gambar
~ Waktu laksana kikir yang terkikis tanpa suara. ~
Peribahasa Inggris "Anakku manis, bisa kita mampir di toko buku" Buku untuk bahan bacaan Ayah tinggal beberapa buah dan Ayah perlu menambah persediaan. Ayah hampir kehabisan buku," kata ayahku selagi kami bermobil pulang.
"Tentu bisa, Yah. Nanti kita mampir di toko buku di pusat perbelanjaan," jawabku patuh.
Begitulah ayahku tersayang. Baginya, penting sekali merencanakan bagaimana mengisi waktu. Membaca adalah salah satunya. Bagi Ayahku, waktu lebih menye-rupai harta yang amat bernilai dan harus dihargai.
Sebenarnya, Ayah sudah menjadi teladan yang sangat baik untukku semasa aku masih kecil dan remaja. Dia benci orang yang suka membuang-buang waktu, dan darinya, aku belajar mengenai betapa berharganya waktu.
Ayahku punya konsep waktu yang menarik. Baginya, tidak ada yang namanya waktu bebas ini sungguhan. Waktu harus selalu diisi dengan kegiatan yang baik. Kalau aku sampai punya waktu bebas, itu hanya berarti bahwa aku tidak
melakukan apa yang seharusnya saat itu kulakukan. Semudah itulah.
Kalau, misalnya, aku memutuskan untuk memandangi langit selama waktu yang kusebut "bebas" itu, sebaiknya aku memikirkan kehebatan ciptaan Allah dan ilmu di baliknya, merenungkan warna-warna berikut aspek-aspek mengapa, apa, dan bagaimana-nya langit.
Maka, begitulah, "waktu bebas"-ku jadi "tidak bebas" sebuah konsep yang benar-benar menarik, menurutku!
Kalau kalian kebetulan melihat ayahku, kalian akan tahu bahwa selalu ada buku di tangannya. Dia selalu menyerap ilmu baru. Misalnya, di usianya sekarang, aku sangat bangg
a mengatakan bahwa dia adalah seorang kakek yang melek teknologi informasi! Dia punya laptop yang benar-benar sering dia pakai dan dia bawa ke mana pun pergi. Dia mirip sekali dengan ahli teknik dari generasi yang lebih muda-hanya saja ahli teknik satu ini rambutnya putih semua seperti penyanyi Kenny Rogers!
Bila sedang tidak ada buku, orang tuaku mengajari kami agar menghibur diri dengan keadaan sekeliling kami. Seperti ketika kami bepergian menjelajah negeri, mereka berhenti di jalan untuk memperlihatkan kepada kami berbagai hal di alam, menjelaskan sesuatu yang berhubungan dengan sejarah, atau membuat kami memikirkan mengapa gunung dan pohon berbeda-beda bentuk, ukuran, dan warnanya.
Nah, kalian paham sekarang. "Meniadakan kebebasan" "waktu bebas" kita!
Ayahku pernah mengutip ucapan Baltasar Gracian tentang waktu:
Yang benar-benar kita punyai hanyalah waktu;
bahkan orang yang tidak punya apa-apa pun memiliki waktu.
Dan dia benar. Waktu selalu ada untuk kita. Masalahnya adalah-apakah kita tahu harus kita apakan waktu kita itu" Seperti kata pepatah, waktu tidak menunggu siapa pun. Waktu akan terus berdetak setiap detik, tak peduli apakah kita manfaatkan atau sia-siakan. Waktu akan terus melaju seperti kereta api, dan tanggung jawab kitalah untuk mengikutinya.
Tunggu, Tn. Waktu! Kalian kira dia akan berhenti" Coba pikirkan lagi...
Oleh karena itu, wajar saja kalau ayahku tidak bisa memahami orang-orang yang tidak punya apa-apa untuk dikerjakan. Tahu sendirilah, orang-orang yang menjalani hidup hanya dengan sekedar melewatkan hari demi hari.
Ayahku sepenuhnya setuju dengan pendapat Imam al-Hasan al-Basri (wafat 101 H) yang mengatakan...
Di awal setiap hari, berkumandanglah seruan: "Wahai, anak Adam! Aku ini ciptaan baru dan saksi perbuatanmu.
Maka, manfaatkanlah aku karena bila aku melintas, Aku tidak akan kembali hingga Hari Kebangkitan."
Subhanallah, Setiap hari adalah ciptaan baru, kesempatan baru, kereta api baru. Kita semua akan menaiki
kereta itu, suka atau tidak. Apa yang kita lakukan di atas kereta api itu sepenuhnya terserah kita.
Meski sudah digodok mengenai konsep waktu sewaktu kecil, kadang-kadang aku masih merasa tidak mampu mengelola waktuku dengan efisien.
Apa kalian kadang-kadang pernah merasa bahwa orang-orang tertentu punya begitu banyak waktu bebas sementara kalian berjuang memenuhi tuntutan-tuntutan hidup sambil, pada saat yang sama, berusaha supaya tidak hilang akal"
Kok bisa ya sebagian orang tampak sangat necis sewaktu mereka pergi kerja di pagi hari, dengan pakaian yang indah dan wajah didandani tebal-tebal, sementara kita bahkan nyaris tidak punya waktu untuk berkaca" Bagaimana bisa sebagian ibu sempat menyiapkan sarapan setiap pagi padahal mereka bekerja, sementara yang lain harus membeli sarapan dari kedai"
Mengapa sebagian teman kita selalu bisa menyerahkan tugas beberapa hari sebelum waktunya, sedangkan kita harus berkemah di perpustakaan siang dan malam berhari-hari sebelum tenggat" Mengapa orang-orang tertentu bisa membaca paling tidak satu buku setiap minggu, sedangkan kita sepertinya hanya sanggup satu buku setiap tahun"
Mengapa beberapa rekan kerja kita selalu mampu menangani beberapa tugas sekaligus dan tetap tidak melampaui batas waktu yang diberikan, sementara batas waktu kita sepertinya bukan "batas"" Malah sebenarnya, kadang-kadang kita merasa bahwa istilah itu tidak cocok untuk kita! Mengapa" Karena yang disebut "batas waktu" itu cenderung selalu berpindah ke suatu tanggal baru, yang artinya, ini ironis, sebenarnya dia itu bukan batas!
Pernah heran bagaimana orang-orang tertentu mampu mengelola sejumlah usaha, sementara lainnya kesulitan mengelola satu rumah tangga saja"
Baiklah... baiklah... aku tahu. Di tempat kerja, tidak ada makhluk-makhluk mungil yang menggemaskan dan hiperaktif yang disebut anak-anak, yang berlari dan bermain ke sana ke sini dan membuat kantor ini kelihatan seperti habis diterjang tornado!
Tapi, kalian mengerti maksudku, bukan"
Jadi, sekali lagi, mengapa kita selalu saja amat sibuk di saat sebagian or
ang di sekitar kita sepertinya memiliki seluruh waktu yang ada di dunia ini" Mary O'Connor pernah memberi petunjuk:
Sebenarnya masalahnya bukan sesibuk apa kalian, melainkan untuk apa kalian sibuk. Si lebah dipuji. Si nyamuk ditepuk.
Subhanallah. Aku suka sekali kutipan ini. Sangat menarik, betul tidak"
Coba kita renungkan. Kedua hewan ini lebah dan nyamuk-memang selalu sibuk. Kalau tidak, orang Inggris tidak akan punya ungkapan "as busy as a bee" (sibuk bagaikan lebah), bukan"
Kita tahu bahwa baik Tn. Lebah maupun Tn. Nyamuk sama-sama banyak pekerjaan. Dua-duanya punya alasan sendiri mengapa mereka diciptakan. Mereka juga selalu sibuk. Tetapi, pada akhirnya, apa yang keduanya hasilkan"
Kadang, aku bertanya-tanya, apakah aku ini Tn. Lebah atau Tn. Nyamuk"
Mari kita renungkan surat yang terkenal mengenai waktu. Allah yang Mahakuasa ber-firman:
Demi masa. Sungguh, manusia dalam kerugian. Kecuali mereka yang beriman dan melakukan amal kebaikan, saling menasihati supaya mengikuti kebenaran, dan saling menasihati supaya mengamalkan kesabaran
[Al-Ashr 103: 1-3] Sungguh, manusia dalam kerugian. Astaghfirullah. Sebagai sang Khalik, Allah tahu kecenderungan kita untuk menyia-nyiakan waktu kita yang berharga ini. Dan Dia berfirman, sungguh. Kata itu berarti pasti, betul tidak" Pasti, sebagian besar dari kita dalam kerugian. Aduh, mengerikan, ya"
Nah, apa yang akan kita lakukan sekarang"
Tentu saja Allah, karena dia Maha Penyayang, juga sudah menunjukkan kepada kita apa persisnya yang harus dilakukan dalam surat yang sama. Alhamdulillah, Semuanya sudah disediakan untuk kita. Tidak perlu kita main teban-tebakan.
Dia berkata bahwa, jika kita melakukan amal kebaikan, saling menasihati supaya berbuat kebaikan, dan saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran, kita tidak akan merugi. Cara yang demikian sederhana dan mudah untuk menebus diri kita agar tidak menjadi orang-orang yang sudah pasti merugi, bukan begitu"
Surat ini memperlihatkan kepadaku bahwa Allah ingin aku melakukan sesuatu. Kalau dilihat lagi-beriman dan berbuat kebaikan-saling menasihati dalam mengikuti kebenaran dan kesabaran. Semuanya tentang kegiatan dan tindakan yang berhubungan dengan kebaikan. Jadi, artinya, aku harus terus-menerus melakukan amal kebaikan, betul tidak" Hanya dengan begitulah aku bisa menyelamatkan diriku sendiri sehingga tidak menjadi orang yang merugi. Subhanallah.
Bukan hanya Tuhan kita yang sudah mengingatkan dalam Kitab-Nya yang Mulia. Nabi kita pun menegaskan nilai waktu dalam hadis ini:
'Abdullah bin 'Abbas meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad (saw) berkata, "Ada dua karunia yang dilewatkan banyak orang, yaitu kesehatan dan waktu bebas untuk berbuat kebaikan"
[Al-Bukhari] Subhanallah, Aku ini mungkin bukan hanya sudah membuang-buang waktu yang pernah kupunya, melainkan, lebih buruk lagi, kalau tidak berhati-hati, aku juga akan kehilangan dan menyia-nyiakan karunia waktu untuk berbuat kebaikan! Sekarang aku jadi benar-benar cemas...
Aku punya seorang teman yang selalu membuatku kagum dengan kemampuannya yang fantastis dalam mengerjakan tugas-tugas hariannya. Dia menangani lebih dari tiga puluh e-groups. Dia mengatur konferensi online internasional tahunan gratis yang diikuti oleh lebih dari seribu peserta. Dia menulis beberapa buku setiap tahun, sudah menerbitkan artikel dan cerita di seluruh dunia-dan bahkan mengelola beberapa nawala, web site, dan blog! Bagaimana dia bisa menangani itu semua dan tetap berkepribadian ceria, siap menolong, dan menyenangkan benar-benar di luar daya pikirku.
Dan, bayangkan-temanku itu juga seorang istri, ibu, dan putri-semuanya dalam waktu yang sama, Masyallah! Superwoman" Bisa jadi.
Sebagai orang yang ingin jadi superwoman (kita semua begitu, kan"), aku pernah bertanya kepadanya bagaimana dia melakukan semua itu. Dan jawabannya sederhana. Dia menetapkan prioritas kegiatannya, membagi waktu untuk kegiatan-kegiatan itu, dan pintar-pintar melakukan kedua hal tersebut.
Oke, bukan formula langkah-demi-langkah yang tadinya kuharapkan.
Tetapi, memang ca ranya itulah yang benar. Dia betul sekali. Sebenarnya ini tidak pelik. Pemecahannya sederhana. Dia hanya memutuskan untuk pintar-pintar melakukan segala sesuatunya. Aku tahu dia punya dua puluh empat jam sehari, tetapi begitu pula aku! Begitu pula semua orang di bumi ini. Apa kalian tahu ada orang yang mendapat lebih dari itu" Mungkin dua puluh empat jam dan ekstra satu menit"
Rasanya tidak ada! Baiklah, sebelum kalian mencurangiku, praktik memajukan waktu satu jam di musim semi dan memundurkan waktu satu jam di musim gugur TIDAK dihitung!
Nah, pertanyaanku tetap sama-bagaimana aku menjejalkan semua kegiatanku ke dalam kerangka waktu dua puluh empat jam yang kupunya itu" Rasanya aku tidak pernah membuang-buang waktu, tetapi aku juga tidak bisa berbuat banyak dalam kerangka waktu itu! Merasa kenal masalah ini"
Aku ingin menyampaikan sebuah analogi tentang permainan menyusun kepingan gambar. Kalian mungkin bertanya apa hubungannya menyusun kepingan gambar dengan manajemen waktu. Sabar, ya, insyallah.
Bayangkanlah sebuah kotak berisi 1001 kepingan gambar di depan kalian. Seandainya aku meminta kalian untuk
menyatukan kepingan-kepingan itu tanpa memberi tahu kalian akan seperti apa gambar akhirnya nanti, apakah kalian bisa mengerjakannya"
Baiklah, aku yakin kalian bisa, tetapi berapa lama waktu yang kalian perlukan" Bayangkan waktu yang dihabiskan untuk mencoba-coba, menebak posisi kepingan-kepingan itu, beratus-ratus asumsi, dan berlimpah ruah kesalahan yang tak bisa dihindari. Semua ini pasti menyita waktu kalian yang berharga, bukan" Belum lagi kebingungan, sakit kepala, dan rasa frustrasi yang ditimbulkan tugas seperti ini.
Sekarang bayangkan bahwa kalian diberi tahu gambar akhirnya. Katakanlah gambar akhir itu adalah gambar sebuah rumah. Gambar ini akan memandu kalian dalam menyatukan kepingan-kepingan itu. Apakah kalian akan bisa mengerjakannya dengan lebih mudah dan lebih cepat" Sudah pasti, betul tidak"
Kalian tetap harus menebak-nebak..., mencoba-coba juga masih, tetapi bedanya adalah kalian dipandu oleh gambar yang diberikan. Kalian tahu bahwa, pada akhirnya nanti, kepingan-kepingan itu akan menjadi gambar rumah, bukan mobil!
Perbedaannya besar sekali, bukan"
Mungkin itulah sebabnya temanku bisa menyelesaikan begitu banyak hal dalam jumlah waktu yang sama. Dia menyusun kepingan-kepingannya dengan dipandu dan dimotivasi oleh gambar akhir yang jelas-gambar rumah yang sangat mendetail sampai ke setiap lapisan bata.
Aku bertanya kepada diriku sendiri. Apakah aku punya gambar akhir" Apakah gambarku itu jelas atau coreng-moreng" Apakah aku tidak begitu yakin seperti apa gambar akhir kepingan-kepingan yang harus kususun" Itukah sebabnya aku begitu lambat menyatukan kepingan-kepingan itu jika dibandingkan dengan temanku"
Mungkinkah begitu" Mungkinkah itu sebabnya sebagian orang punya lebih banyak waktu sedang yang lainnya tidak"
Subhanallah. Ya, Tuhanku, SEKARANG aku paham. Ini bukan masalah waktunya. Sungguh, bukan waktu.
Ini tentang mempunyai gambar akhir yang jelas. Mengetahui apa yang harus dicapai dalam waktu yang diberikan! Seperti apa rumah itu" Seperti apa terasnya"
Ini tentang merencanakan di mana harus meletakkan kepingan-kepingan gambar berdasarkan gambar akhirnya! Itulah yang ditunjukkan oleh ayahku. Itulah yang dilakukan temanku. Itulah yang dikerjakan Tn. Lebah setiap hari.
Mereka semua tahu persis apa yang harus mereka lakukan setiap harinya. Mereka punya rencana. Mereka punya gambar akhir yang jelas. Itulah kuncinya! Aku benar-benar bersemangat dengan pemahaman yang baru kudapat ini. Subhanallah,
Selama ini aku selalu mengira bahwa Tn. Waktu-lah yang cemburu padaku. Ternyata, aku tidak punya sebuah gambar untuk memanduku dengan baik selagi aku menyusun kepingan-kepingan gambarku. Aku meng-habiskan waktu terlalu banyak untuk menebak dan berasumsi di mana kepingan satu itu bisa pas diletak-kan. Lalu, aku tersadar bahwa aku salah dan harus membetulkan. Padahal aku masih punya ribuan kepingan lain yang tercampur aduk. Bagaimana ini"
Untuk hal seperti itulah waktuku terpakai. Terbuang dan habis dalam ketidakpastian. Astaghftrultah!
Aku ingin bertanya kepada kalian, teman-teman. Suka atau tidak, kita semua punya 1001 kepingan gambar yang harus disatukan. Apakah kalian punya gambar pemandu yang menunjukkan hasil yang diinginkan" Jika tidak, menurut kalian berapa lama waktu yang sudah terbuang setiap kali kalian tidak bisa menemukan kepingan yang tepat" Menurut kalian berapa lama waktu yang sebenarnya bisa kalian hemat jika saja kalian sudah melihat gambar akhir yang lebih jelas"
Subhanallah, aku baru saja meletakkan satu kepingan gambar ke dalam bingkainya. Coba kulihat gambar pemanduku. Bukan main, sekarang jadi mudah sekali. Aku tahu harus ditaruh di mana kepingan yang ini. Menurut gambar, letaknya di pojok kanan atas. Alhamdulillah. Ini mudah dan cepat sekali.
Bagaimana dengan kalian, teman-teman" Temukan gambar yang akan memandu kalian, dan satukanlah kepingan-kepingan gambar itu. Pasti sepadan dengan usaha kalian. Tak ada lagi waktu terbuang. Kalian harus percaya padaku.
Dan, tahu tidak" Aku tidak lagi mengejar-ngejar Tn. Waktu. Kami sekarang berlari bersama dengan serasi.
Dan, ahh... nyaman sekali rasanya...
Rahasia Dua Belas Siagalah Menyambut Kesempatan dalam Hidup
Kisah tentang Seorang Pandai Besi dan Muridnya
~ Ketika matahari terbit, ia terbit untuk semua orang. ~
Peribahasa Kuba Hari itu aku sedang berjalan sendirian di salah satu jalan paling sibuk di kota ketika aku dihentikan oleh seorang penjual yang langsung mencecarku dengan ocehan promosinya.
"Kak, saya ingin memperlihatkan sesuatu yang menarik," katanya. "Ini kesempatan yang hanya datang satu kali seumur hidup!"
Yang diucapkannya itu mem-buatku terperanjat. Kesempatan yang hanya datang satu kali seumur hidup" Ini harus dipikir baik-baik, bukan begitu"
Aku tidak tahu banyak tentang kesempatan yang hanya datang sekali seumur hidup, tapi aku tahu tentang kesempatan yang banyak datang sepanjang hidup.
Barangkali saja sebagian kesempatan lebih peka terhadap waktu daripada yang lain, sementara sebagian
kelihatannya lebih baik, lebih menguntungkan, atau lebih tidak lazim dibandingkan yang lain.
Sebagian kesempatan bahkan mungkin mendatangkan imbalan yang lebih baik daripada yang lain-persis seperti satu malam dalam bukan Ramadhan yang dikenal sebagai Lailatul Qadar (Malam Kemuliaan), yang dijelaskan oleh Allah dalam al-Quran sebagai malam yang lebih baik daripada seribu bulan (Al-Qadr 97: 3), betul tidak"
Faktanya adalah akan selalu ada Ramadhan tahun berikutnya, insyaallah, tetapi, masalahnya, apakah kita nanti masih hidup untuk memanfaatkan kesempatan tahun depan itu" Nah, inilah kesempatan yang tidak boleh kita lewatkan (selama kita masih bernafas).
Kembali ke masalah kesempatan, aku yakin akan selalu ada kesempatan-kesempatan lain yang "mampir" meskipun mungkin tidak persis sama seperti yang sudah datang lebih dulu.
Sally Koch benar ketika dia berkata:
Kesempatan besar untuk menolong sesama jarang sekali datang, tetapi kesempatan-kesempatan kecil mengelilingi kita setiap hari.
Benar sekali, bukan" Aku yakin begitu.
Ambillah, sebagai contoh, seseorang yang baru saja lulus perguruan tinggi. Setelah mengirim puluhan surat lamaran kerja, dia akhirnya dipanggil untuk wawancara. Sayangnya, dia masih gagal mendapat pekerjaan. Jadi, apa yang harus dia lakukan" Duduk saja di rumah dan menganggur sampai dia mendapatkan pekerjaan yang dia inginkan" Apakah bisa dia berargumentasi bahwa tidak ada pekerjaan untuknya di luar sana" Bisakah dia berkata bahwa tidak ada kesempatan untuknya"
Atau, apakah menurut kalian orang ini seharusnya memanfaatkan kesempatan kerja apa saja yang datang padanya, tak peduli betapa "tidak cocok" tampaknya kesempatan itu" Tidakkah menurut kalian akan lebih baik bagi orang ini jika dia memperoleh pengalaman yang "tidak cocok" supaya daftar riwayat pekerjaannya lebih baik daripada hanya duduk-duduk tanpa melakukan apa pun"
Mungkin ini justru kesempatan yang dia butuhkan untuk mandiri dan memulai suatu usaha kecil, b
etul tidak" Ada kutipan yang relevan yang selalu kuingat, buah cipta seseorang yang tak dikenal:
Bongkahan batu granit yang merintangi jalan seorang yang lemah akan menjadi batu loncatan di jalan orang yang kuat.
Pengamatan yang tajam, bukan begitu" Maksud kutipan ini sebenarnya adalah bahwa segala sesuatu bisa diubah menjadi kesempatan, tergantung pada bagaimana aku memandang rintangan itu. Apakah batu itu sesuatu yang menghalangi jalanku, atau apakah batu itu sesuatu yang memungkinkanku memanjat dan memanfaatkan posisiku yang jadi lebih tinggi daripada sekarang"
Kalian pernah mendengar lelucon tentang dua orang tenaga penjualan yang dikirim ke sebuah negeri untuk menjual sepatu" Yang seorang kembali ke kantor pusat dan melapor kepada atasannya bahwa tidak ada peluang bisnis di sana karena tak seorang pun memakai sepatu... sementara yang seorang lagi memberi tahu sang atasan bahwa perusahaan akan untung besar karena boleh dibilang mereka bisa menjual kepada setiap orang di negeri itu karena tak seorang pun memakai sepatu! Luar biasa, bukan"
Intinya adalah bagaimana kita melihat segala sesuatunya, bukan begitu" Ibaratnya racun bagi orang yang satu adalah obat bagi yang lain.
Dalam hal ini, Hellen Keller punya nasihat yang bijak:
Tetapi saya sadari, di saat satu pintu menutup, pintu yang lain membuka. Hanya saja seringkali kita menatap dengan penuh sesal pintu yang tertutup itu sehingga tidak melihat pintu yang sudah terbuka untuk kita.
Betapa benarnya kata-katanya ini! Sebagai manusia, perasaan sesal itu memang tak terhindarkan, terutama bila yang betul-betul kita inginkan ada tepat di depan mata kita-tetapi, entah bagaimana, karena beragam alasan, kita harus merelakannya. Mungkin kita tidak punya uang, waktu, dukungan, atau keberanian, atau bisa saja keadaan kita tidak memungkinkan kita memanfaatkan peluang itu. Pokoknya kita harus melepas peluang itu.
Nah, pada saat seperti ini frasa "seandainya saja aku..." bisa dengan mudah terucap, bukan"
Tetapi, kalian tahu tidak" Inilah yang dinasihatkan Nabi (saw) tercinta:
Abu Hurairah (ra) meriwayatkan: "Rasulullah (saw) berkata, 'Orang yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada yang lemah, dan kedua keadaan itu baik. Berpeganglah pada apa yang mendatangkan kebaikan bagimu. Teruslah memohon pertolongan Allah dan jangan berhenti. (Jika kau mengalami kesulitan apa saja), jangan berkata: 'Seandainya saja aku mengambil langkah ini atau langkah itu, tentu hasilnya akan begini dan begitu,' sebaliknya katakanlah: 'demikianlah Allah menetapkan dan Dia berbuat menurut kehendak-Nya.' Kata 'seandainya' itu membuka gerbang menuju (pikiran-pikiran) setan'"
[Muslim] Subhanallah, Aku merasa seolah hadis ini berbicara langsung ke dalam hatiku! Kalian pernah merasa menyesal atas keputusan yang kalian ambil" Menyesali peluang yang terlepas dari genggaman kalian" Kalau pernah, tidakkah kalian merasa hadis ini memberi kalian kunci untuk menghapus rasa sesal itu"
Aku jadi merasa amat terbebaskan. Hatiku terasa sangat ringan sekarang. Perasaan sesal yang selama ini kupanggul di pundak telah terangkat hanya dengan satu hadis ini-kata-kata Nabiku tercinta. Subhanallah!
Yang harus kulakukan hanyalah terus memohon pertolongan kepada Allah dan berserah diri kepada-Nya. Tak perlu penyesalan! Alhamdulillah!
Kemudian, aku juga mengetahui bahwa jika aku sabar dalam cobaan-Nya dan menerima kesedihan yang kura-
sakan karena tidak bisa meraih kesempatan yang diberikan kepadaku, Allah akan mengampuni sebagian dosaku! Mengapa aku berkata begitu" Baca saja hadis di bawah ini:
Abu Said dan Abu Hurairah (ra) meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad (saw) berkata, "Tak ada kelelahan, penyakit, ataupun kegalauan; tak juga kesedihan, kesakitan, ataupun kesusahan menimpa seorang Muslim, bahkan tusukan duri sekalipun, kecuali dengan itu Allah menghapus sebagian dosanya"
[Al-Bukhari dan Muslim] Subhanallah! Coba bayangkan aku sedang memegang sekuntum mawar yang indah dan mengagumi kecantikan bunga itu. Lalu, tanpa sengaja, jariku tertusuk duri. Di sini aku pun
ya dua pilihan-yang satu adalah berpikir, "Seandainya saja aku tidak memegang tangkai mawar itu seperti tadi... jariku tidak akan tertusuk"-atau, aku cepat bersyukur kepada Allah karena diberi kesempatan untuk menghapus sebagian dosaku! Pilihannya sudah jelas, betul tidak"
Allah... sungguh, Dialah yang Maha Pengasih...
Nabi (saw) pernah mengingatkan kita tentang kesempatan dengan nasihat yang indah ini:
Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Nabi (saw) berkata, Renggutlah lima perkara sebelum lima lainnya: mudamu sebelum rentamu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskinmu, senggangmu sebelum
sibukmu, dan hidupmu sebelum matimu"
[Al-Hakim] Subhanallah! Hadis ini penuh makna dan nasihat dari Nabi (saw). Aku benar-benar harus menyempatkan waktu untuk merenungkan hadis ini. Kita lakukan bersama-sama" Hal pertama yang menarik perhatianku adalah penggunaan kata "renggut." Subhanallah! "Renggut" menyiratkan gerak refleks yang cepat, bukan" Mengambil sesuatu, tetapi bukan dengan gerakan yang lambat, melainkan dengan gerakan yang gesit dan cepat. Ini mungkin karena apa pun yang mesti diambil itu akan hilang dengan sangat cepat. Kegagalan merespons secara jitu dan tepat waktu bisa berarti kesempatan itu akan hilang karena kesempatan datang dalam kerangka waktu tertentu.
Menarik, ya" Nasihat Nabi Muhammad di sini adalah: manfaatkanlah masa muda, kesehatan, kekayaan, waktu senggang, dan masa hidup. Wah, bukankah hal-hal ini yang bisa benar-benar terlepas dari tanganku jika aku tidak hati-hati dan waspada"
Aku terkikik mengakui betapa benarnya fakta ini kalau kuingat suatu insiden pada salah satu hari ulang tahunku ketika aku ditanya berapa umurku. Sebagai orang yang tidak pernah benar-benar peduli soal umur, aku jadi harus menghitung tahun-tahun yang bisa menunjukkan keberadaanku di planet ini! Dan, setelah menyadari kebenaran yang menyakitkan dan mengerikan itu, reaksiku adalah, Hah" Yang benar" Tidak mungkin! Aku tidak percaya! Dan aku hitung lagi hasilnya, dua kali!
Hari itu aku duduk sambil bertanya kepada diriku sendiri apakah aku sudah benar-benar "merenggut" masa mudaku. Kabar baiknya adalah, Alhamdulillah, aku masih tergolong muda. Jadi, aku tahu bahwa aku harus mulai merenggut, atau kalau tidak, sebentar lagi reaksi Hah" Yang benar" Tidak mungkin! Aku tidak percaya! itu akan terulang lagi.
Aku pun mulai memikirkan perkara-perkara lain yang diingatkan oleh Nabiku-kesehatanku, kekayaanku, waktu senggangku, dan hidupku.
Sudahkah aku memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang indah tetapi cepat hilang ini" Sekarang aku sehat, Alhamdulillah, Aku bisa bergerak bebas, tak ada artritis, tak ada gangguan kesehatan, tak ada penyakit, Alhamdulillah untuk itu. Aku ingat ibuku pernah bercerita tentang kesulitan-kesulitan yang dihadapinya dalam menghadapi artritis, dan bagaimana penyakit itu membatasi gerak-geriknya.
Dengan semua karunia ini, apa yang sudah kulakukan" Sudahkah aku menggunakan semua itu untuk menjadi anak yang lebih baik, teman yang lebih baik, kakak yang lebih baik" Atau, apakah aku sudah me-nyia-nyiakan kesehatanku dengan bersikap lesu dan malas hampir se-
panjang waktu" Pernahkah aku membantu meringankan beban orang lain" Apakah aku menggunakan waktu senggangku dan kesehatanku untuk belajar dengan baik"
Atau, apakah aku menggunakan karunia itu untuk bermain play station" Apakah aku memanfaatkan karunia yang kuterima untuk membaca dan menimba ilmu seperti yang diajarkan agamaku, atau apakah aku memutuskan untuk duduk diam dan menonton TV sepanjang hari"
Apakah aku pergi menengok kerabat yang sakit, membantu-bantu di dapur, dan melakukan kerja amal, atau apakah aku lebih suka duduk di rumah dan menjauhkan diri dari masyarakat"
Astaghfirullah! Banyak sekali yang harus kurenungkan.
Tiba-tiba saja aku jadi khawatir. Khawatir bahwa waktuku tak lama lagi akan habis, dan aku harus mempertanggungjawabkan kepada Tuhanku apa yang sudah kulakukan dengan semua kesempatan yang kusia-siakan.
Mujahid memaparkan bahwa Abdullah Ibn Umar berkata, "Rasulullah memegang pundakku dan berkata, 'Hid
uplah di dunia ini seolah kau seorang pendatang| atau pengelana.' Subnarator menam-bahkan: Ibn Umar biasa berkata, 'Jika kau berhasil bertahan hidup hingga malam, jangan berharap kau masih hidup di pagi hari, dan jika kau berhasil bertahan hidup hingga pagi, jangan berharap kau masih hidup di malam hari, dan ambillah dari sehatmu untuk sakitmu, dan (ambillah) dari hidupmu untuk matimu'"
[Al-Bukhari] Ya Allah! Kata-kata ini sungguh membuatku menggigil sampai ke tulang.
Jika aku masih hidup di pagi hari, jangan berharap hidup sampai malam hari" Bukankah ini hal yang paling mengerikan yang pernah kalian dengar" Coba pikirkan. Sekarang ini, aku bernafas dengan gembira, cekikikan, dan jemariku mengetuk-ngetuk papan ketik ini. Beberapa jam lagi, jari-jariku kaku, tidak ada lagi cekikikan, dan aku berhenti bernafas. Tubuhku berubah biru dan dingin. Astaghfirullah. Seram sekali, bukan"
Karena itulah aku sangat paham apa yang dikatakan Nabi kita:
Nabi (saw) berkata, "Jika seseorang khawatir, dia akan bergegas, dan jika dia bergegas, dia lebih cepat mencapai tujuannya" [At-Tarmidzi]
Ini betul sekali. Aku ingat saat-saat ketika aku cemas karena tugasku belum selesai dan presentasiku belum kusiapkan padahal batas waktunya beberapa hari lagi. Aku benar-benar membanting tulang dalam beberapa hari itu, tidur lewat tengah malam, dan bersedia mengambil risiko munculnya kantung hitam di bawah mataku. Jangan tertawa! Ini betul terjadi. Jangan katakan kau tidak pernah mengalami situasi yang sama! Dan aku berhasil menyelesaikan tugas-tugas dan presentasiku. Mengapa" Karena aku khawatir bahwa aku mungkin menyia-nyiakan kesempatan berupa "waktu" itu, dan, karenanya, aku bergegas!
Aku tahu bahwa bila aku membuat keputusan bahwa aku harus menyelesaikan pekerjaanku, itu adalah keputusan yang kuambil secara sadar. Aku juga tahu sekali konsekuensinya jika aku tidak memanfaatkan kesempatan berupa waktu bebas yang kupunya.
Inilah masalah lain yang berkaitan dengan kesempa-tan-mengambil keputusan dan menjalani keputusan itu apa pun yang terjadi. Energi yang kukerahkan selama beberapa hari itu adalah hasil dari antusiasmeku untuk memenuhi tenggat. Semangatku untuk melihat hasil kerjaku mengantarku melalui sebuah proses yang terbukti
sangat menantang bagiku. Khalil Gibran, seorang penyair Lebanon (wafat 1931), pernah berkata:
Kutipan itu benar sekali, bukan" Jika aku bimbang, tidak benar-benar tahu apakah aku ingin melakukan pilihan A atau pilihan B, bagaimana aku bisa punya tekad untuk memulai" Untuk bisa memanfaatkan suatu kesempatan, aku harus bisa memutuskan apa yang ingin kulakukan. Baru pada saat itulah aku akan bisa melak-sanakan tugas itu sampai selesai, insyaallah.
Izinkan aku berbagi cerita tentang seorang pandai besi di sebuah kota.
Alkisah, ada seorang pemuda yang memutuskan untuk menjadi pandai besi. Maka, ayahnya pergi men-datangi seorang pandai besi yang sudah tua, yang terbaik dan paling bijak di kota, untuk meminta agar putranya bisa mendapat bimbingan. Si pandai besi setuju dengan pengaturan itu dan meminta mereka kembali minggu berikutnya.
Pada hari pertama, si pemuda mengamati apa yang dikerjakan pandai besi itu. Dia belajar tentang peralatan yang dibutuhkan, seperti jenis-jenis api tempa, paron, dudukan paron, tang, palu, pahat kotak, pahat, alat pelubang, catok, peralatan membakar, dan alat-alat ukur. Lalu, hari demi hari, dia mulai belajar lebih banyak tentang proses menempa besi.
Pemuda itu bekerja dengan sangat baik dan belajar dengan sangat cepat sehingga si pandai besi senang padanya. Pada suatu hari, si pandai besi berkata kepadanya, "Nak, sekarang waktunya kau mencoba keseluruhan proses menempa besi sendiri. Ingatlah, pengaturan waktu dan akurasi itu penting."
Maka, dengan penuh semangat pemuda itu, untuk pertama kalinya, memulai proses menempa besi sendirian saja. Dia memulai dengan mengidentifikasi peralatan, menyiapkan api, dan memahami bentuk akhir yang diinginkan. Si pandai besi yang arif terus-menerus mengamati pemuda itu untuk memastikan bahwa segala sesuatunya dikerjakan d
engan tepat. Semuanya berjalan baik sampai si pemuda mencapai tahap terakhir, yaitu benar-benar membentuk besi. Ketika besi sudah merah membara, dia cepat menarik ke luar besi itu dan meletakkan di atas paron. Secepat dia bisa, dia gunakan palu dan paron, dan mulai membentuk kembali besi itu menjadi rancangan yang diinginkan.
Sayangnya, dia masih terlalu lambat, dan tangannya tidak cukup kuat untuk menempa besi itu menjadi bentuk yang dia inginkan, maka dia harus memasukkan lagi besi itu ke dalam tungku untuk dipanaskan. Lalu dia ulangi lagi prosesnya begitu dia melihat bahwa besi itu sudah merah membara. Dia memukul dan memukul. Sekali lagi, dia belum berhasil membentuk besi itu dan harus memanaskan lagi.
Hal ini membuat pemuda itu frustrasi. Biasanya dia melihat gurunya melakukan semuanya hanya dalam sepersekian waktu yang dia habiskan. Si pandai besi melihat wajah kesal pemuda itu.
Malamnya, mereka bersantap bersama. Tepat sesudahnya, pandai besi yang arif itu duduk bersama si pemuda dan menanyakan pengalaman si pemuda sore itu. Tentu saja si pemuda menceritakan rasa frustrasinya. Pandai besi itu tersenyum dan berkata, "Nak, kau tahu apa yang kurang dalam keseluruhan proses tadi""
"Tidak. Rasanya saya sudah melakukan semuanya dengan benar," jawab pemuda itu bingung.
"Ya, kau memang bekerja dengan baik sampai kau tiba di bagian yang menentukan. Kau belum siap ketika besi itu berubah merah. Kau harus menerkam besi itu seperti seekor harimau lapar melihat mangsanya. Siagalah. Pintu kesempatan yang kau punya hanya terbuka sebentar sekali. Kalau kau belajar menguasai hal itu, waktu yang kaubutuhkan akan lebih singkat," nasihat si pandai besi.
Ketika pemuda itu mengucapkan terima kasih dan menyalaminya, si pandai besi yang bijak berkata kepada muridnya yang masih muda, "Ingatlah, Nak, kau harus menempa selagi besi itu panas."
Subhanallah, itu benar sekali, bukan" Yang paling membuatku terkesan adalah frasa menempa selagi besi itu panas. Semua ini tentang kesempatan yang diberikan kepada kita. Kesempatan tidak berlangsung selamanya. Persis seperti waktu senggang kita, kesehatan kita, kekayaan kita, dan begitu banyak hal lain dalam hidup ini.
Kisah ini memaksaku berpikir. Apakah aku lambat seperti pemuda itu" Apakah aku selalu siap menempa dengan paluku selagi besi panas membara" Adakah saat-saat ketika aku bahkan tidak sadar bahwa besi itu panas dan siap untuk dibentuk" Berapa banyak besi panas yang berubah dingin dan tersia-sia selama bertahun-tahun ini" Berapa kali sudah aku harus memanaskan kembali besiku karena aku tidak punya semangat untuk meraih kesempatan tertentu" Apakah tangan-tanganku cukup kuat untuk menempa besi" Jika tidak, apa yang harus kulakukan" Apakah besi yang kutempa benar-benar terbentuk seperti yang seharusnya" Sanggupkah aku menahan panasnya api tungku untuk memastikan bahwa besiku cukup dipanasi agar bisa dibentuk"
Bagaimana dengan besi kalian, teman-teman" Apakah ada besi panas yang menunggu tempaan kalian" Apakah sekarang kalian sedang menempa" Apakah besi itu mulai terbentuk seperti yang kalian maksudkan"
Aku sadar akan sesuatu. Aku harus selalu memastikan bahwa, apa pun yang terjadi, aku selalu menjadi si pemuda yang memegang palu. Suka atau tidak, akan selalu ada sebatang besi panas yang menunggu tempa-anku. Pertanyaan yang utama bagiku sekarang adalah apakah aku memukul besi itu pada saat yang tepat dengan kekuatan yang tepat" Tahukah aku kapan saat yang tepat untuk memukul besi panasku" Itu perlu latihan, dan, ya, latihan membuahkan kesempurnaan, bukan"
Aku benar-benar bertekad untuk tidak menyia-nyia-kan lebih banyak lagi besi dalam hidupku, seperti apa pun bentuknya sewaktu datang padaku.
Sekarang aku punya dua tangan-yang satu memegang palu dan yang lain memegang besi. Yang satu terangkat ke atas, dan kedua mataku waspada, menantikan saatnya merah besi itu tepat. Aku masih harus belajar menempa besiku dengan baik. Mungkin sebelumnya aku
sudah menyia-nyiakan beberapa batang, tetapi, dengan latihan, aku yakin jumlah yang terbuang dapat berkurang.
Ada y ang ingin bergabung denganku di sini hari ini" Kalau kita kerjakan bersama, kita akan dua kali lebih awas dan, pada saat yang sama, kita bisa saling mengingatkan. Kau akan memberitahuku bila besiku sudah siap, dan aku bisa mengatakan yang sama tentang besimu. Bagaimana" Ini, ambil palu ini, dan ini besimu. Kau siap"
Ayo, kita masukkan besi kita ke dalam api, perlahan-lahan. Ya, begitu. Dan sekarang kita harus fokus. Ingat, kita harus seperti si harimau, siap menerkam... ssst... Hap!
Rahasia Tiga Belas Alang Berjawab, Tepuk Berbalas
Kisah tentang Bumerang ~ Janganlah jadi pencuri, maka kau tidak akan takut pada sang raja. ~
Peribahasa Afganistan "Masyaallah. Wah, berat sekali," aku tersenyum kepada keponakan perempuanku yang berumur dua tahun sambil menimbang-nimbang celengannya di tanganku, "Mau kau apakan""
"Mau kusimpan. Kata Ibu kalau aku jadi dokter nanti, aku bisa memakai uang ini untuk membeli jas putih dokter!" katanya bangga.
Wajahnya berseri penuh kebanggaan ketika dia memamerkan celengan kecilnya yang terbaru, yang berben-tuk seperti sebuah gedung. Dan celengan itu benar-benar sangat berat!
Menurut kakak perempuanku, niatnya semula adalah mengajari putrinya itu menabung, khususnya menyangkut uang yang diterima saat Idul Fitri dan Idul Adha. Begitulah yang terjadi, sampai tiba hari ketika kakakku mengajak putrinya ke bank untuk memperlihatkan uang yang sudah ditabung itu. Petugas bank memecah celengan di depan sang gadis kecil, dan berserakanlah semua keping uang logamnya. Mata keponakanku membelalak takjub. Saat itulah dia tahu bahwa dia punya "banyak" uang.
Sesudah itu keponakanku jadi inovatif dan mulai menggeledah tas ibunya untuk mencari uang receh, masih ditambah saku celana ayahnya juga. Laci koin di mobil pun jadi sasarannya. Setiap kali dia pergi ke toko dan melihat pemilik toko memberi kembalian dengan uang logam, dia mengingatkan kakakku agar memasukkan koin-koin itu ke celengan. Tidak perlulah dikatakan bahwa kalian benar-benar tidak mungkin menemukan satu koin pun di rumah kakak perempuanku!
Aku teringat ayat dalam al-Quran yang Mulia, yang dapat menggambarkan semangat keponakan perempuanku dalam karirnya yang "sedang menanjak" sebagai pengincar koin:
Kamu telah memperoleh kesenangan dalam kehidupan duniamu, dan kamu telah menikmatinya...
[Al-Ahqaf 46: 20] Oh, keponakanku betul-betul menikmati!
Dan, beruntunglah kakakku karena putrinya masih belum memahami konsep uang dan nilai uang yang sebenarnya. Putrinya hanya mengejar uang yang "lebih berat."
Kalau kalian minta dia memilih antara sekeping koin seribu rupiah dan selembar uang seratus ribu rupiah, dia pasti akan mengambil koin seribu rupiah itu, dan orang tuanya sangat lega! "Uang yang lebih berat jauh lebih tinggi nilainya daripada yang lebih ringan," begitu katanya kepadaku. Betapa manis dan lugunya! Aku bertanya-tanya dalam hati sampai berapa lama dia akan terus berpikiran seperti itu!
Antusiasme keponakanku dalam mengumpulkan uang logam membuatku merenung. Pada usia yang demikian muda dia mengerti bahwa dia harus "mencari" koin-koin itu jika dia ingin celengannya berat. Menunggu hari Lebaran dua kali setahun sudah tidak mempan lagi baginya. Dia perlu lebih banyak "uang berat" untuk mengisi celengannya yang berharga itu.
Maka, dia mengerahkan upaya ekstra. Dia berburu ke mana-mana. Dia membuka mata dan melihat kesempatan. Dia meminta, dia dapat izin, dan dia menuai hasil usahanya. Sungguh pendekatan yang hebat yang dia peroleh secara "alami" di usia yang sangat muda. Rumi pernah berkata,
Bila kau datang mencari gula, tasmu akan diperiksa untuk melihat sebanyak apa daya tampungnya; dan tasmu akan diisi bersesuaian.
Si Bungkuk 1 Pendekar Rajawali Sakti 79 Penyamaran Raden Sanjaya Tetangga Hantu 2
^