Pencarian

Cahaya Bertasbih 1

Cahaya Bertasbih Karya Suffynurcahyati Bagian 1


Cahaya bertasbih Oleh Suffynurcahyati wanita mana yang ingin menikah melalui proses perjodohan" kurasa tidak ada. ya, tidak ada!
namun prediksi ku meleset sampai akhirnya aku menemukan wanita yang kurasa ia didatangkan dari zaman Siti Nurbaya.
disaat wanita lain memimpikan menikah dengan pria pilihan mereka, tapi Sina justru menginginkan adanya sistem perjodohan di kehidupan asmaranya.
apa yang menarik perhatian sina sehingga bersih keras ingin dijodohkan"
-Cahaya bertasbih- 01. Bad day ever ! Seorang gadis berjalan gontai menyusuri trotoar jalan raya Bogor. Setiap langkah yang dilaluinya tidak pasti. Suara gemuruh ramai yang mengiringi langkah gadis itu tak urung mengubah raut masamnya. Ia malah kembali menundukan wajah setelah menatap jalanan kota yang sangat ramai. Ini hari Senin. Pada hari itu jalanan tak diubahnya seperti pasar. Ramai berantakan. Bunyi klakson menggema di seluruh simpang jalan. Meskipun kendaraan itu berhenti karena lampu merah. Seharusnya mereka tahu apa itu tata tertip lalu lintas. Bunyi klakson itu semakin banyak jumlahnya. Cukup untuk jadi pemancing emosi pengendara lainya. Terkadang manusia mendadak egois ketika berhadapan dengan kerasnya aturan perLalu lintasan. Padahal itu untuk keselamatan mereka sendiri.
Sabriana Cahaya--nama gadis itu mendesis sinis seraya memalingkan wajahnya dan kembali berjalan. Ia berusaha untuk tidak perduli dengan keriuhan jalanan kota yang sebentar lagi akan menjadi pemandangan baru untuknya--dan untuk selamanya.
"Ayah kebangetan banget, seneng kali liat anaknya tersiksa gini" Sina---biasa dipanggil begitu, menghentak-hentakan kakinya gemas menimbulkan bunyi dari sepatu pantofelnya.
"ini kan hari pertama gue kerja. Ya kali gue harus jalan kaki" sungut Sina menenteng tas kulit hitamnnya melewati bahu. Wajahnya di tekuk hamper 90 derajad. Sejenak ia mengingat deretan kalimat singkat ayahnya tadi pagi buta.
"hari ini dan seterusnya kamu kerja nggak usah pake motor ya ndhuk"setelah kalimat itu terucap, Sina tak mampu membalas ataupun membantahnya. Karena sejak semalam ayah , ibu juga dirinya sudah membicarakan hal ini. dan sepakat itu keputusan bersama. Hari ini dan seterusnya Sina tidak membawa kendaraan untuk hari pertamanya kerja.
"harusnya ayah peka. Ga biasanya ayahkaya gini. Biasanya kalo gue nurut sama perintahnya pake wajah melas, ayah langsung berubah pikiran" Sina terus ngoceh sepanjang jalan. Beberapa pejalan kaki yang berpapasan denganya sempat memperhatikan tingkah gadis itu. "ayah ga asik, ah!" sina bersungut lagi. Kali ini bibirnya dikerucutkan sambil menendang nendang apapun dihadapanya. Perlahan sentuhan make up diwajahnya sedikit memudar karena terik matahari yang sudah memunculkan diri seperempat bagian.
Waktu menunjukkan pukul 08:15. Dan ini sudah sangat telat. Sina memasukkan jam tangannya ke dalam saku secara buru buru lalu melangkahkan kakinya dengan cepat. Langkah itu semakin cepat hingga dia memutuskan berlari kecil. Nafas Sina terdengar tak beraturan. Sesekali ia melihat jam tangan di sakunya guna untuk mengulur waktu. Katanya jika jam selalu diperhatikan, akan terasa lama. Nyatanya itu tidak berlaku. Karena kini waktu telah menunjukkan pukul 08:45.
Sina terhenti sejenak. Ia menundukan tubuhnya bertopang pada lutut. Ia mengatur kembali nafasnya seraya mengusap peluh yang mulai membasahi pashmina hitamnya. Peluh ini akan jadi saksi kekejaman ayah sama aku, dendamnya dalam hati.
Ketika Sina memutuskan untuk kembali berlari, bersamaan dengan melajunya mobil xenia hhitam melintas tepat disampingnya disertai percikan air yang berasal dari kubangan jalan.
"Astaghfirullah..." Sina berjinget terkejut mendapati percikan air berwarna kecoklatan itu mengotori blezer abu-abunya.
"Heii ~ !!!!!" masa bodoh dengan pandangan orang sekitar yang mengamatinya aneh. Sina berteriak memanggil sang pengendara xenia itu. Meskipun ia tahu sang pengendara itu pasti tidak mendengar triakanya barusan.
Sina mengamati kondisinya yang sudah tidak karuan. Ia bisa mentolelir jika noda itu mengenai pashminanya. Tapi justru noda itu mendominasi blezzer abu-abunya.. Sina mendengus sebal. Sungguh ini adalah hari terburuknya. Monday is monster day.
"agh"!! pekik Sina mengerang frustasi. Sekarang apa yang harus ia lakukan" Tetap beraktifitas dalam kondisi memalukan seperti ini atau mundur teratur dan membiarkan peluang bekerja itu pergi"
Bukan Sabriana Cahaya namanya jika hanya dengan percikan noda meruntuhkan semangatnya.
Ia menarik nafas dalam-dalam seraya beristighfar berusaha mengumpulkan beberapa energy dalam dirinya lalu menatap sekir. Tidak ada lagi tatapan-tatapan aneh yang mengintimidasinya. Sina melanjutkan perjalananya.
"mbak, maaf banget ya"
Terdengar permintaan maaf seseorang. Ia berjalan tergesa mendekati Sina. Seorang pria berpakaian rapi dengan setelan jas rapi. Hitam. Wajahnya unik, garis matanya seperti sebuah cekungan telaga. Dari kejauhan terlihat seperti pria keturunan thionghoa, tapi kulitnya sawo matang. Sina baru menyadari bahwa mata itu bukan sipit, tapi sayu.
"mbak baik-baik saja?" kini pria itu sudah dihadapan Sina. Semakin memperlihatkan ketegasan yang terpancar dari pria itu. Sina terkesiap dalam beberapa detik lalu memperlihatkan wajah kesal.
"bagaimana bisa baik-baik aja, mas bisa lihat sendiri" Sina menunjukan kondisinya dengan mimic aneh, pria itu sudah bisa menebak. Ia mengamati kondisi Sina dalam beberapa detik. Sina memalingkan wajah seraya mendengus kasar. Rupanya si pemilik mobil xenia bernomor plat B 6423 TYH itu berhenti tak jauh dari posisi Sina berada. Si pria itu mendengar triakan Sina dari kejauhan. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk menghampiri Sina--si korban percikan air.
"saya minta maaf, mba. Tadi saya buru-buru" pria itu mengulang permintaan maafnya. Sayu matanya terlihat seperti memelas. Sina masih mempertahankan wajah kesalnya.
"saya juga, mas. Apalagi ini hari pertama saya kerja. Saya udah telat banget" Sina berusaha membela diri.
"mas mah enak naik mobil. Saya jalan kaki loh mas dari rumah. Emang sih jarak dari rumah saya ke kantor ga jauh. tapi nyatanya saya telat ke kantor" pembelaan itu justru berujung curhat. Sina mendesah pasrah setelah itu. Si pria menautkan alisnya sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia hendak mengatakan sesuatu tapi Sina melanjutkan ucapanya
"yaudalah. mas lupain aja. Saya maafin kok" Sina menunduk lesu. Melihat raut Sina, pria itu mendapat pencerahan baik.
"kamu tunggu disini sebentar ya, jangan kemana-mana" pesan pria itu seraya meninggalkan Sina. Apa yang akan dilakukan pria itu" Langkahnya nampak buru-buru sekali. Pria itu mengambil sesuatu di jog mobil belakangnya kemudian segera menghampiri Sina.
"terimakasih sudah maafin kesalahan saya" pria itu memberikan blezzer hitam yang sudah dilipat rapi kepada Sina. "tapi sebaiknya kamu ganti baju kamu. Di hari pertama bekerja, saya rasa kurang etis dengan kondisi seperti itu" pria itu menyarankan sementara tanganya masih menyodorkan bblezzer hitam yang belum diterima Sina sama sekali. Gadis itu malah sibuk memperhatikan pria bermata sayu dihadapanya.
"kesan pertama itu sangat penting dalam membina sebuah hubungan kerja. Dan juga menunjukkan kepribadian seseorang"
Sina mengangguk paham seraya menerima pemberian pria itu. Jujur, ia merasa canggung saat ini. sebelumnya ia piker si pengendara ini akan lebih memarahinya seperti adegan yang biasa ia lihat di sinetron.
"assalamualaikum, pa" Sina melihat pria itu menerima panggilan dari handfonenya.
"ia 5 menit lagi sampe kok"
Sina memperhatikan pria itu sampai akhirnya pria itu pamit padanya dan bergegas menuju mobil. Sina tersadar sesuatu
"mas, terimakasih bajunya" Sina meneriaki pria yang sudah berada di pintu mobil. Pria itu sempat menoleh padanya lalu melambaikan tangan seolah berkata. "ia sama-sama".
***. "loh mba, saya kan Cuma telat satu jam. Kenapa saya dimasukin waiting list?"
"maaf mba, itu sudah bagian dari bagian dari peraturan. Bahkan ada beberapa calon karyawan yang telat 5 menit, a dimasukin ke waiting list"
Sina menarik nafas panjang lalu mendengus kasar. Ia kembali dihadapkan pada situasi sulit. Karena keterlambatanya, kesempatan Sina untuk bekerja hari ini pun pupus begitu saja. Andai ia diizinkan membawa motor pasti tidak akan seperti ini. sina beristighfar dalam hati sambil memejamkan kedua matanya. Dari lubuk hatinya yang terdalam ia tersadar bahwa kejadian hari ini hanya bagian dari rencana-Nya. Allah selalu berpihak pada hamba-Nya yang sabar. Sisi lain gadis itu memberikan suplemen kesabaran.
"tapi mba tenang saja. Waiting list itu tidak selamanya buruk kok. Mba masih bisa menunggu beberapa hari sampai pihak HRD menghubungi" petugas reseptyonis itu memberikan keterangan keterangan yang melegakan hati Sina. Pesimis Sina pun berkurang perlahan.
"tapi sudah pasti dipanggil, kan mbak?" Sina memastikan dengan nada agak memaksa.
"sudah pasti, mba"
Sina bisa bernafas lega kali ini. setidaknya masih ada secuil harapan untuk bisa bekerja diperusahaan ini"
Di tengah hal buruk yang menimpanya hari ini, Sina masih mampu menarik bibirnya hingga membentuk cekungan manis. Menurutnya senyum adalah obat termurah ketika sedih. Bisa dilakukan siapa saja dan dimana saja.
"Semangat!!" Sina bersorak pelan menyemangati dirinya. Kalimat sederhana setelah senyum yang mampu menjadi obat dikala sedih. Ia berjalan mantap menuju pintu keluar gedung.
Tanpa Sina sadari, seseorang yang baru saja berpapasan denganya memperhatikan Sina dengan seksama setelah Sina menjauh dari pandanganya.
"siapa dia?" pria itu bertanya pada petugas resepsionis.
*** 02. kenyataan Pahit. "Apa" Putus?" "aku minta maaf"
"kamu bercanda kan, Bas" ucap Sina lirih tidak percaya. Matanya menyimpan keingintahuan yang besar. Sampai detik ini pun Sina masih belum percaya kalau Abbas---kekasihnya tiba-tiba saja memutuskan hubungan dengan dirinya. Sina memutar tubuhnya 90 derajat hingga menghadap penuh pada Abbas. Sorot matanya menuntut kejelasan yang pasti dari pria itu.
"aku serius" Abbas member jeda seraya memejamkan matanya lalu membuka lagi tepat menghadap Sina. Seolah mendapat asupan keberanian. "kurasa hubungan kita sudah tidak sehat. Aku mau berubah, sayang" bahkan di saat seperti ini Abbas belum mau melepas sapaan "sayang" pada gadis yang dicintainya. "berubah dalam hal apa, Bas" Dan tidak sehat bagaimana?" Sina masih menahan kesabaranya. Bisa saja ia menangis sekarang juga. Tapi suasana disini begitu ramai pengunjung. Abbas meminta Sina bertemu di salah satu taman kota tak jauh dari rumahnya.
"sejak awal kita memutuskan untuk berpacaran itu sudah salah. Hubungan yang kita jalani tidak benar. Dan aku baru menyadarinya sekarang"
Sina menyipitkan matanya heran. Sungguh ia masih belum mengerti jalan pikiran Abbas saat ini. apa maksut perkataannya" Dan mengapa ia bicara seperti itu"
"apa yang membuatmu sadar?" Sina berpura-pura paham. Membiarkan Abbas melanjutkan penjelasanya. Abbas belum menjawab. Ia malah mengeluarkan sesuatu dari tas kecil. Dan benda itu adalah Al qur"an mini miliknya.
"seseorang memberiku ini" Abbas mengarahkan pandanganya pada qur"an tersebut. Menarik perhatian Sina dari tadi.
"dan janganlah engkau mendekati zina. Zina itu sungguh suatu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk" Abbas membaca arti dari surat Al isra ayat 32 diakhiri bersama tatapan tajam miliknya. Sina menangkap sesuatu dari sana. Mata memang selalu jujur. Tidak mampu berkhianat seperti mulut. Tatapan Abbas padanya cukup mewakili alas an mengapa ia meminta putus dari Sina. Gadis itu menundukan wajah sebelum akhirnya satu aliran bening menyusuri wajahnya.
"apa kamu menangis?" Abbas mendengar samar isak tangis dari gadis yang kini mantan kekasihnya. Mendengar pertanyaan sederhana itu malah membuat Sina tak mampu membendung lagi. Secara tidak langsung ia memutuskan untuk menangis begitu saja. Tangisnya menjadi-jadi. Tak peduli dengan tatapan heran dari pengunjung yang mengarah pada mereka.
"sayang, aku minta maaf sudah membuatmu menangis. Aku, ----"
"cukup, Bas" Sina mendongak seraya mengusap sisa air mata di wajahnya. Menangis sedikit saja sudah membuat wajahnya memerah, terutama bagian pipi dan hidungnya.
"sapaan "sayang" kamu itu juga bagian dari zina, kan?" keadaan berbalik. Abbas menunduk malu. Ia menggigit bibir bawahnya lalu kembali menatap Sina dengan wajah sedih. Sedih diantara dua kenyataan. Karena membuat Sina menangis atau karena meratapi perbuatanya bersama gadis itu" Abbas tak kuasa melihat Sina dalam keadaan seperti itu. Hamper 1 tahun ia berpacaran dengan Sina. Ini pertama kalinya ia melihat gadis itu menangis.
"zina hati, misalnya" Sina menambahkan.
"ya, kamu benar" jawaban Abbas merendah seiring bersama rasa tidak percaya diri pada ilmu yang baru-baru ini ia peroleh dari seseorang, seseorang yang sudah menggugah hatinya.
"aku minta maaf, Sina" lidah Abbas terasa kaku karena sudah terbiasa menyapa Sina dengan panggilan "sayang". Lagi-lagi sisi lainya berontak untuk tidak mengulang. Ia bertekat untuk menjadi manusia yang lebih baik. Langkah awal yang bisa ia lakukan hanya itu.
"jika memang kamu melakukan itu semua karena Allah, mohon ampunlah pada-nya. Minta maaf Lalu minta ridlo-Nya. Agar kelak kamu mendapat syafa"at dari-Nya" Abas terdiam.
"tapi aku sudah menyakitimu"
"sakit ini belum seberapa ketimbang siksa kubur di neraka, Bas" Sina menguatkan dirinya. Jujur, yang dikatakan Abbas benar. Sina sakit.
Sakit sekali. Sina begitu mencintai Abbas. Sina ingin berteriak sekencang mungkin. Namun jauh dari dasar hatinya menahan semua nafsu itu. Mengekang emosi itu. Sina berusaha lapang dada. Diluar egoisme yang ada pada dirinya--keputusan Abbas ada benarnya--bahkan sangat benar, sina tidak mau menutup mata akan ayat sudah mengetuk ruang gelap di hatinya. Buktinya keajaiban ayat itu merubah dengan cepat tindakan yang dari awal ingin Sina lakukan pada Abbas. Sina ingin menampar pria itu. Dan rencana itu buyar.
"jaga dirimu baik-baik" Abbas mengusap puncak kepala Sina lembut. Sina menarik diri sambil melepas usapan lembut Abbas padanya.
"aku bahkan merasa lebih baik setelah ini" Sina tersenyum. Matanya sedikit membengkak. Namun tak memudarkan kecantikan gadis itu. Abbas menarik bibirnya tersenyum tipis. Di hari esok dan seterusnya ia pasti merindukan setiap inci keindahan Sabriana Cahaya. Gadis yang pernah singgah di singgasana hatinya. Gadis jahat yang sudah merampok hati dan perhatianya. Abbas memerhatikan hidung Sina. Salah satu bagian favourit dari wajahnya yang unik. Yang menurutnya seperti padi. Semakin memanjang semakin menunduk. Hidungnya mancung namun agak mengarah ke bawah. Sedikit mirip paruh burung Elang. Abas terkekeh geli beberapa detik.
"hei, ngetawain apa?" Sina mendelik curiga.
"ini" Abbas menunjuk hidung Sina tanpa menyentuhnya. Mata Sina menjurus pada apa yang diarahkan pada Abbas. Terlihat lucu bila kedua mata Sina berada tengah seperti itu.
"aku akan merindukan paruh burung Elang ini suatu hari nanti"
"bahkan ketika hubungan kita berakhir pun kamu masih kekeh menyebutnya paruh Elang" Kamu yakin tidak mau menggantinya sebelum kamu menyesal" Heum?"
Abbas tertawa lepas. Disusul tawa Sina. Tawa mereka memecah kekakuan yang terjadi sebelumnya.
Tak ada lagi beban-beban yang menggelayuti mereka. Semua karena Allah memudahkan jalan mereka menuju kebenaran.
"semoga kamu selalu istiqomah di jalanya" Sina bertirakat.
"semoga Allah menyangga hidupmu agar kamu tak lupa tersenyum dan bersyukur" Abbas membalas.
*** Matahari berdiri tegak menantang bersama kilauannya yang menusuk. Setiap pancaranya menyilau segala penjuru isi bumi beserta penghuninya. Mereka menyipitkan pupilnya tatkala sang raja suria itu menguasai wajahnya agar membara. Tak urung umpatan kasar terlontar dari beberapa diantaranya. Yang dirasakan bahwa panas ini akan selamanya, mereka lupa bahwa tak selamanya siang akan berkuasa. Mereka tak ingin tahu bahwa malam akan tiba setelahnya.
Seorang pria duduk tenang di kursi kebesaranya. Matanya enggan berpaling dari tumpukan kertas dihadapanya saat ini. tidak ada anggota tubuhnya yang menganggur. Tangan kanannya sibuk memberi goresan-goresan abstrak namun sangat berarti pada tiap lembarnya. Sedangkan tangan kirinya mengoprasikan ponsel berwarna gold. Sesekali ia mengetik beberapa kalimat ketika benda canggih itu bordering.
"Allah.. " Lirihnya lembut seraya merentangkan kedua tangan dan bersandar di kursi.
Ia menggeliat kecil sekedar melepas lelah. Belum lagi cuaca siang ini terasa ekstrim. Pria itu melepas jas hitam lalu menyampirkanya di kursi besar. Kini ia hanya menggunakan kemeja putih. Bagian lenganya digulung hingga siku.
"masuk" jawab pria itu mendengar ketukan di arah pintu.
"permisi" wanita berjilbab merah marun memasuki ruangan besar itu tanpa disuruh.
"ini beberapa laporan hasil interview hari ini, pak" wanita cantik dan modis bernama Maudy itu menyerahkan tumpukan mab beraneka warna.
"saya belum member kamu instruksi untuk duduk" jawab pria itu datar berdiri sambil memasukan tangannya ke dalam saku celana.
"maaf, Pak Dana" Maudy mengangkat tubuhnya seraya menunduk malu. Aura dingin pria bernama lengkap Azka Siyandana Prama itu menguasai atmosfer yang tercipta.
"silakan duduk"
Dana menyeleksi berkas-berkas dihadaoannya. Sesekali ia menghembus nafas pendek. Tumpukan itu seperti meneriaki namanya untuk segera di bubuhi tandatangan.
Tak sampai 5 menit, Dana memberi goresan tandatangan pada lembaran terakhir.
"ini" "terimakasih, Pak" Maudy menerima berkas itu.
"oh iya, tolong kamu hubungi calon karyawan waiting list yang sudah saya confirm. Laporanya saya berikan ke HRD"
"baik, Pak" Maudy mengeluarkan buku saku berwarna ungu lalu menulis aba-aba yang dipesan Dana. "kapan mereka bisa diwawancara?" Tanya Maudy lagi. Tangan dan matanya sibuk pada catatan kecil itu.
"secepatnya. Cari jadwal kosong. Kalau tidak ada, cancel salah satu meting" Dana menginstruksi dengan perawakan tenang namun dingin sedingin salju.
"baik, pak" Maudy menyelesaikan catatan kecilnya.
"dan satu lagi" Dana mengambil berkas yang letaknya berada paling atas.
"apa ada informasi tentang orang ini?" Dana menunjuk laporan berisi CV calon karyawan pada Maudy.
Maudy memerhatikan dengan seksama. "dari info yang saya dapat, orang ini sudah masuk daftar interview untuk hari ini. tapi ia datang terlambat. Otomatis namanya masuk daftar waiting list"
Dana mengangguk paham. Maudy pun pamit keluar dari ruangan sambil membawa tumpukan beberapa laporan.
Suara dentuman pintu berkaca riben itu menjadi pertanda ketidakberadaan Maudy di ruang kerjanya. Danna mengamati lagi lembaran CV dengan cermat. Pandanganya terpaku pada selembar pas foto berukuran 3/4 . disana menampakkan wajah seorang gadis.***
"mbak, gimana hari pertama kerjanya" Sukses?"
"iya sukses. Sukses membuat Sina berdecak malas karena pertanyaan tersebut. Ia berdoa agar tidak ada satu pun yang bertanya perihal pekerjaanya tadi pagi. Rupanya orang pertama yang kepo, tentang hal ini adalah Mufidah Aufa--biasa dipanggil Aufa. Sepupu Sina dari Yogya.
Setelah menyelesaikan SMA di sana, ia meneruskan kuliah di Jakarta. Kini ia tinggal bersama keluarga besar Sina. Dikarenakan ayahnya dan ibunya memilih jalan yang sangat dibenci Allah. perceraian. Kehidupan keluarganya berantakan. Dan masih banyak factor lain yang membuatnya harus tinggal disini bersama Sina, termasuk membiayai kuliah S1 nya hingga selesai.
"tuh kan, lupa ya sama pesanku semalam, tentang panggilan jati diri kita" Sina mendelik Aufa yang duduk ditepi ranjang.
"eh iya mbak, maaf,Eh! Sina maksudnya" Aufa meringis tanpa dosa. Jadi giman"a kamu belum jawab pertanyaan aku ih" Aufa mengguncang lengan kanan Sina.
Sina memutar bola matanya. Padahal ia berusaha memalingkan pembicaraan. Rencana Sina gagal.
"kalau aku tidak terlambat, mungkin aku ga bakal masuk waiting list" jawab Sina santai menyangga kepalanya dengan tangan dalam posisi miring.
Waiting list itu daftar tunggu ya" Jadi kamu masuk daftar tunggu, na" itu artinya kamu belum resmi bekerja disana?"
Sina menghembus nafas berat lalu menaruh lemas kepalanya diatas ranjang. Kenapa harus diperjelas sih" kadang Sina tidak habis piker dengan sepupunya satu ini.
"semakin kamu perjelas, semakin sakit hati aku mendengarnya, Fa"
"oh gitu, yauda iya iya maaf" Aufa menepuk-nepuk punggung Sina memberinya semangat dan kesabaran.
"semangat!" "coba aja ayah ngebolehin aku bawa motor, gak akan gini jadinya" Sina mengubah posisinya menjadi duduk bersila menghadap Aufa.
"kamu bawa motor sekalipun, kalau sehabis sholat subuh lalu tidur juga sama saja" itu bukan Aufa yang berbicara. Suaranya terdengar berat dan menyeramkan. Seperti suara Ayah.
Tapi seengganya aku bangun pagi dan berangkat lebih awal, yah" dan benar. Pemilik suara berat menyeramkan itu sudah berdiri di ambang pintu kamar Sina. Sialnya Sina lupa menutup pintu kamar, hingga Ayah mendengar semua pembicaraan mereka.
"Buktinya, kamu tetap terlambat kan?" Ayah sudah berdiri dihadapan Sina dan Aufa. Tubuhnya masih Nampak gagah dan tegap berisi. Sina dan Aufa seperti liliput junior dihadapan Ayah.
Tapi kalau aku bawa motor, aku ga akan kena cipratan mobil lalu baju aku ga bakal kotor dan aku sudah mendapatkan pekerjaan itu" kali ini Sina menjawab dengan nada mantap.
"Aufa.." pandangan Ayah beralih ke Aufa
"ya, pakde" Aufa menyahut dengan lembut. Jenis suara Aufa itu persis seperti kue brownis. Empuk. Itu salah satu keistimewaan yang dimiliki Aufa. Penampilanya yang syar"I pun sudah menjadi nilai plus untuknya. Tapi Sina belum menganggap itu suatu keistimewaan. Menurutnya berpakaian syar"I itu prinsip hidup masing-masing wanita. Prinsip dibarengi ilmu pastinya. Karena jika manusia sudah memiliki prinsip, maka kebaikan akan menyertainya.
"sehabis isya, temui pakde di ruang tengah, ya?" Ayah melirik Sina yang melongo tak mengerti.
"ajak sepupumu juga" lirikan Ayah memberi isyarat dan berjalan keluar kamar.
"ish! Malah bengong!" Aufa menyadarkan Sina dari lamunan bodohnya lewat tepukan di bahu.
"kamu mengerti ucapan ayah barusan?"
"engga" Aufa meringis geli disusul tawanya yang terdengar dipaksakan.
"dih, dasar" "eh, ngomong-ngomong itu mata kenapa," Direndem minyak tanah ya, sampek bengkak gitu?"
Sina terkesiap lalu mengatupkan bibirnya. Ia lupa bahwa tadi siang seseorang sudah membuat mata ini menguras persediaan air matanya. Untungnya Ayah tidak menyadari perubahan mata Sina. Dan satu-satunya manusia yang menerapkan "kepo is care adalah, siapa lagi kalau bukan Aufa. Beruntung Aufa bukan type gadis ember seperti kebanyakan perempuan.
"aku putus dengan Abbas"
03. teman Baru. "demi Allah dan Rasul-Nya, bukan Dana yang melakukanya, pa"
eksekutif muda itu hamper mencapai puncak kemarahan. Namun sebisa mungkin ia mengendalikan emosinya pada papanya. Beberapa kali ia menghembus nafas pendek mengambil pasokan air oksigen karena situasi ini membuat nafasnya tercekat. Entah sumpah apa lagi yang harus ia lontarkan jika dengan menyebut nama Tuhan saja Papa masih belum percaya padanya.
"jangan bawa nama Tuhan atas perbuatan tak bermoral kamu pada Sarah!" nada suara Papa meninggi.
"Dana membawa nama Tuhan atas nama kebenaran. Bukan kebohongan" kalimatnya terdengar mantap namun berusaha tetap hormat pada pria bertubuh besar dan berkulit hitam dihadapanya.
"bukan Dana yang menghamili Sarah" Dana bersikeras membela dirinya atas tuduhan orangtuanya sendiri.
"lalu apa kamu bisa mencari jawaban atas ini" Papa menaruh benda pipih berwarna putih berukuran sekitar 10 senti di meja tepat di hadapan Dana. Pandangan Dana mengarah kepada benda tersebut. Awalnya ia tak tahu bend aapa itu. Tapi ia seperti pernah melihatnya di televisi atau bahkan di internet. Setelah Dana ia tahu benda itu, ini pertama kalinya Dana melihat benda itu secara langsung. Hasil tes bak memperlihatkan dua garis di permukaannya. Apakah itu artinya Sarah benar-benar positif hamil" Mustahil. Dana tidak merasa melakukan perbuatan bejat itu pada wanita--yang sudah dua minggu ini menjadi mantan kekasihny aSarah
"baik. Dana bisa buktikan bahwa janin dalam rahim Sarah itu bukan darah daging Dana" janji Dana semakin mantap tiap kata yang ia lontarkan.
"Papa tunggu kabar baik itu. Secepatnya" nada bicara Papa menyeramkan melebihi seekor ular yang bersiap melilit mangsanya untuk dimakan. Sorot matanya membunuh, tapi Dana yakin tersirat keperdulian disana. "Lagipula, Dana sudah putus dengan Sarah dua minggu lalu. Kami putus secara baik-baik. Apa Papa tidak menaruh curiga" Setelah putus, Sarah mengaku hamil karena perbuatan Dana?"
Wajah sosok arogan itu berubah. Rautnya Nampak menimang sesuatu. Kerutan di dahinya menandakan bahwa pembelaan anaknya itu dapat diterima dengan logis.
"Dana tidak melakukan perbuatan tak bermoral itu, Pa" Wallahi." Dana menatap lembut Papa dan Mamanya. Berusaha menenangkan mereka.
"akal sehat Dana masih berfungsi dengan sangat baik. Dana takut melakukan perbuatan yang bimurkai Allah. Dana takut akan azab Allah"
Papa menarik nafas dalam-dalam lalu menepuk pundak anak sulungnya itu. "maafkan Papa. Papa hanya ingin kamu membuktikan benda ini" mata Papa mengarah pada testpack murni "bukan perbuatanmu, nak" panggilan "nak" dari Papa layaknya air sejuk di tengah padang pasir. Menyejukkan dan menyegarkan. Rangkaian tiga huruf syarat akan makna bahwa kasih saying Papa pada Dana begitu besar.
"Hidup bukan hanya sekedar dalam ruang lingkup hubungan antara manusia terhadap Tuhannya atau kamu biasa menyebut habluminallah tapi juga terhadap manusia lainnya yakni habluminannas. Setelah kamu meyakini bahwa kamu tidak melakukan perbuatan itu, selanjutnya yang kamu harus lakukan adalah membuktikan kepada Mama dan Papa" Dana mengangguk paham. Mendengar baik-baik segala titah Papa. "Ini membawa nama baik keluarga kita dan hubungan baik dengan saudara juga orang lain. Itu yang dinamakan Habluminannas" Dana terdiam. Namun hatinya berbicara. Menyebut-nyebut nama Allah berulang kali. Berharap setiap nafas yang terhembus pun atas izin dan kehendak-Nya. Mengharap pamrih pada-Nya agar Allah senantiasa mengisi relung di hati-Nya.
"itulah mengapa sejak awal Mama melarangmu berpacaran, nak" akhirnya Mama buka suara.
Setelah suasana kembali hangat. Tidak ada lontaran pembelaan bernada tinggi lagi. Mama menatap hangat Dana. "Wanita itu rentan terhadap fitnah. Itulah mengapa Allah memerintahkan wanita mengenakan hijab. Untuk melindunginya dari pandangan pandangan buruk yang membahayakan dirinya. Wanita itu istimewa. Maka kamu juga harus perlakukan mereka dengan istimewa" Mama menggeser posisi duduknya agar lebih dekat dengan Dana lalu ia mengusap puncak kepala pria bermata sayu itu.
"berpacaran bukan perlakuan istimewa. Justru menjerumuskan mereka dalam lembah zina" Mama menambahkan.
"tapi Dana kenal sarah. Dia anak baik-baik, Ma" disaat seperti ini pun Dana masih saja membela gadis yang sudah mencoreng nama baiknya juga keluarganya.
"lantas mengapa kalian memilih berpacaran" Padahal kalau kamu mau. Papa dan Mama siap untuk mewakili kamu melamar Sarah waktu itu. Sayangnya, kamu tetap kekiuh pada pendirian kamu untuk menikmati kesenangan sesaat lewat hubungan yang tidak diridhoi Allah" "dengarkan itu, nak" Papa menyela sebentar seraya menatap Dana dengan matang.
"maafkan Dana , Pa.. Ma.."
"ini bukti bahwa Allah masih sayang padamu, Nak. Disaat wanita yang kamu piker adalah wanita baik-baik, ternyata terjebak dalam jerat setan lewat pria lain--dan bukan kamu--bersyukurlah kamu terhadap itu"
Dana terenyuh. Perkataan Mama ibarat sihir yang mendobrak relung gelap hatinya. Ia sadar, pengetahuan agamanya tidak berarti apa-apa jika tidak dibarengi dengan perbuatan. Ia tahu berpacaran dalam Islam itu tidak ada. Tapi justru ia melanggarnya, dengan mengatasnamakan cinta. Padahal sebaik-baiknya cinta hanyalah pada Si Penguasa hati, Allah Azza Wajallah.
Kini Dana harus berjuang membersihkan namanya dari fitnah tersebut. Rahang pria itu mengeras seraya mengepalkan tangannya. Otaknya memutar cepat kira-kira manusia seperti apa yang sudah berbuat seperti itu. Belum lagi Sarah, apa alasan dia menuduh Dana bahwa anak yang dikandungnya adalah anak Dana"
Malam semakin berkuasa. Mendobrak siang lalu membuang cahaya teriknya berganti menjadi cahaya rembulan. Ditemani sayap-sayap angin malam. Pergerakannya membuat dedaunan dan pohon-pohon menari-nari kecil seolah mengikuti alunan suara merdu yang terdengar indah dari arah timur mereka.
Lantunan ayat suci yang berasal dari rumah minimalis namun mewah bercat magenta itu member energy positif dan pahala bagi siapa yang mendengarnya.
Aufa telah selesai membaca surat Ali Imran ayat 112. Kini giliran Sina menyelesaikan arti dari surat tersebut.
"mereka diliputi kehinaan dimana saja mereka berada, kecuali jika mereka (berpegang) pada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia. Mereka mendapat murka dari Allah dan (selalu) diliputi kesengsaraan. Yang demikian itu karena mereka mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa hak (alasan yang benar). Yang demikian itu karena mereka durhaka dan melampaui batas"
Setelah menyelesaikan aktivitas membaca Al-qur"an. Tidak ada yang meninggalkan tempat, baik Aufa Sina Ibu maupun Ayah. Mereka saling menunduk lalu bertasbih menyerukan kalimat-kalimat Allah dalam hati yang paling lubuk.
Hening. Hingga tak lama setelah keheningan itu beratmosfer, Ayah mulai bersuara.
" Sina," "
"ya, Ayah" jawab Sina lembut. "ayat terakhir yang Aufa lantunkan mengartikan bahwasanya manusia tak ubahnya seorang yang hina jika mereka tidak berpegang teguh pada agama Allah. Satu-satunya tali pelindung kokoh yang akan membawanya pada sebaik-baiknya kebenaran dan kebahagiaan abadi di alam akhirat"
"jika tali itu putus, musnahlah sudah. Kesengsaraan yang akan menemani mereka kelak"
pandangan Ayah mengarah kepada Sina. "Kesimpulanya, ketika kamu mengalami hal-hal yang tidak kamu duga dan itu berakibat buruk, maka kembalilah pada-Nya. Dengan beristighfar. Mohon pada-Nya karena apa-apa yang terjadi semua atas kehendak-Nya"
Sina paham sekarang mengapa Ayah memintanya membaca ayat tersebut. Itu berhubungan dengan peristiwa tadi pagi yang membuatnya masuk ke dalam waiting list. Baginya hari itu sebuah kesialan. Tapi tidak ada hari sial yang seperti orang-orang katakan. Allah menciptakan sesuatu yang baik. Termasuk hari baik. Jika mengalami kesialan atau kesengsaraan, tanyalah pada hati kecil. Sudahkah kita mengingat Allah hari ini" esok dan selamanya"
"Sina paham, Yah. Maafkan Sina udah ngotot membela diri. Sina Cuma kesel aja sama diri Sina sendiri" perlahan Sina menampakkan wajah sedihnya. Meruntuki dirinya sendiri.
"Sabar, Ndhuk, " Mama mengelus punggung Sina lembut.
Di sela obrolan serius namun santai, terdengar bunyi nyaring memecah keheningan.
"Kamu kebiasaan, deh. Pasti lupa silent handphone" celetuk Aufa melepas mukenanya.
"Iya tadi aku lupa"
"Sms dari siapa, Ndhuk?" Sina mengoperasikan hanphonenya membuka pesan masuk dari nomer tidak dikenal.
"gak tau ni, Yah dari nomer tak diken, ---"
"alhamdulillah....." lirih Sina terharu hingga Ayah Ibu dan Aufa penasaran dengan isi pesan masuk tersebut.
"Ada apa, sayang?" Ibu mulai penasaran"
"Besok aku disuruh ke kantor buat interview"
"Alhamdulillah" ucap Aufa Ayah Ibu bersamaan memanjat rasa syukur. Sina tersenyum sumringah bahagia seraya melepas mukena pink nya. Akhirnya keberuntungan kembali berpihak padanya. Tiba-tiba ia teringat sesuatu. Senyum itu berubah jail
"Aku boleh bawa motor Yah besok?" Tanya Sina dengan wajah polos
"Tidak!" Ayah Ibu kompak bersamaan. Sepasang kekasih memang selalu kompak untuk urusan yang sudah disepakati. Sina menekuk wajahnya berlipat-lipat.
"Ayah ga asik!" Sina mulai kumat. Bersungut dengan wajah menyedihkan yang dibuat-buat.
"Besok Aufa yang mengantar kamu ke kantor" setelah itu ayah pun pergi meninggalkan tempat tanpa ada obrolan lain. Singkat. Jelas. Padat. Namun menyebalkan.
*** "Nanti mau dijemput ga" Aku pulang siang " tawar Aufa memberhentikan motor matic tepat didepan gedung dimana Sina bekerja. Sina turun dengan tergesa-gesa.
"Boleh-boleh, nanti aku WA aja ya. Udah ya assalamualaikum!" Sina tergopoh-gopoh berlari kecil menuju ruang interview seraya merapikan penampilanya. Setelan blezzer putih dipadu pashmina hitam bermotif bunga daisy membuatnya percaya diri.
"waalaikum salam Warahmatullah"
Sina tiba di sebuah aula yang tidak terlalu besar. Menurut petugas resepsionis, calon peserta interview dilaksanakan disini. Sina melihat ada beberapa orang sedang duduk di kursi lipat dibuat berbaris. Ada sekitar 5 orang disana. Sepertinya mereka juga calon yang akan di interview hari ini.
"Permisi" Sina menyapa tersenyum kemudian memilih duduk di salah satu kursi."Silakan. mau interview juga ya?" sapa pria duduk di kursi sebelah Sina.
"Iya. Kamu juga?"
"Iya nih. Gue udah setengah jam disini. Interviewernya belum dating juga" jawabnya santai lalu melirik jam tangan. Wajahnya menunjukkan tanda-tanda kegelisahan.
"berarti gue belum telat dong ya" Sima menyesuaikan obrolan dengan pria itu. Syukurlah pria itu tidak seformal perkiraanya. Ia bisa bebas ber"elo-gue dengannya.
"Kayaknya sih gitu,--ohya ngomong-ngomong nama lo siapa?"
"Gue Sabriana. Panggil aja Sina"
"Gue Abidzar Ahda, cukup panggil gue Idzar"
Nama yang bagus. Pikir Sina. sesuai dengan perawakannya. Cool, santai asyk dan friendly. Wajahnya juga tidak terlalu buruk. Alisnya yang pendek namun tebal bak semut beriring menjadi bagian unik sejak pertama kali ia menyapa Idzar.
"Saudari Sabriana Cahaya"
Maudy--selaku asisten pribadi meneger yang turut andil dalam interview tersebut--berdiri memanggil peserta pertama.
"Kok lo duluan sih yang dipanggil?" Idzar bergumam sebal sebelum Sina beranjak dari kursi.
"Mungkin lo belum mengingat Allah hari ini" Sina tersenyum mengingat pesan ayahnya semalam. Yang tadinya Idzar menatap sebal kini berubah seketika. Sebuah lengkungan kecil membentuk senyum tipis namun manis. Tanpa sadar, Idzar menatap kepergian Sina menuju ruang interview.
?"04. Kejadian Memalukan
bismillahirahmannirahim. "selamat siang" Sina menyapa tersenyum kecil.
"masuk" jawab pria yang akan menginterview Sina. menurut peraturan di perusahaan, setiap calon calon karyawan, akan diinterview langsung oleh manager perusahaan.
Dana fokus pada lembaran lembaran dipangkuannya. masih dalam posisi yang sama. ia menaikan satu alis lalu melihat Sina dengan sudut mata. rupanya Sina masih berdiri kaku menunggu instruksi duduk, persis didepan meja. Dana nyaris menahan tawa.
"silakan duduk"
Sina bernafas lega. namun itu tak berlangsung lama. Sina merasakan atmosfer dingin mulai melumpuhkan sendi sendi tubuhnya. mungkin ini hanya bagian dari kegugupannya.
"Sabriana Cahaya, betul""
Dana memastikan. Dana memberi goresan goresan pada lembaran dipangkuannya. lembaran itu CV milik Sina.
"benar, pak" "sudah pernah bekerja sebelumnya""
"belum,pak" hening. sampai saat ini Dana belum mau menampakan wajahnya. pandangannya tertunduk pada berkas dipangkuannya. dalam hal mewawancarai, Dana memiliki kemampuan lebih. tanpa melihat wajah lawan bicaranya, ia bisa menebak bagaimana karakter lawan bicaranya tersebut. itu sudah berlangsung lama sejak dirinya di angkat menjadi manager perusahaan atas perintah ayahnya. walaupun terkadang jika mood nya sedang buruk, kemampuannya itu ia gunakan tidak secara maksimal. tapi hasilnya juga tidak mengecewakan. Dana mampu menciptakan sumber daya manusia yang berkompeten.
"apa kelebihan yang kamu punya untuk perusahaan ini"" dana memainkan bolpoint nya ke udara.
Sina terdiam sejenak. ia memutar otaknya, berfikir keras. kebingungan mulai menyerang daya pikirnya. harusnya ia mampu menjawab pertanyaan sederhana itu dengan lugas. entah apa yang mengganggu pikiran tiba tiba. padahal tadi tenang tenang aja, kenapa jadi down gini ya, "kamu mendengar saya"" aktifitas dana terhenti beberapa detik untuk memastikan. merasa tidak ada jawaban dari Sina.
"dengar pak, " Sina terkesiap. "saya... saya.. mampu berinteraksi dengan baik dan mampu beradaptasi dengan lingkungan kerja" sina mulai kikuk.
"hanya itu"" rupanya Dana menuntut lebih. otak Sina buntu. sungguh ini diluar teknis. ia merasa otaknya sedang berkhianat. ia sudah berlatih semalaman dengan Aufa bagaimana berkomunikasi dengan pengInterview. mengapa tiba tiba lidah nya kelu.
"saya memiliki kepribadian yang menarik" jawab Sina sekenannya. tamat riwayat gue. gejolak sina dalam hati."contohnya""ah! sudah kepalang tanggung, pikirnya. bukankah tadi Dana menanyakan kelebihan yang ia miliki untuk perusahaan ini" tentu saja.
"ceria 3 Titik pandai memasak.. ramah terhadap semua orang.. bertanggung jawab.. tidak sombong.. "
selagi gadis itu mendeskripsikan dirinya panjang lebar, saat itu pula pertahanan Dana runtuh. ia mendongakan wajah lalu menatap Sina dengan aneh. terlihat kerutan di dahinya. ada apa dengan gadis itu"
......patuh pada orangtua... disiplin.. rajin berusaha... pantang menyerah dan,---"
"cukup" Dana mengulurkan telapak tangan sebagai isyarat. jika ia tidak melakukan itu, Sina akan terus berbicara panjang lebar tentang kepribadiannya. gadis itu mengunci bibirnya dengan cepat. otaknya menerka nerka, apa ada yang salah dengan jawabannya" jelas salah, karena Sina yakin Dana tidak membutuhkan jawaban itu.
"tanpa saya hentikan, apa masih banyak lagi kelebihan lainnya""
Sina sumringah. "tentu saja. saya juga humoris.. pintar,.. pemberan---"
"stop!" Dana mulai frustasi. wajahnya sangat datar sedatarnya, hanya untuk meredam emosi. berulang kali ia mengucap istighfar.
"maaf, pak" "ini" Dana memberi sina beberapa lembar kertas. " berikan berkas ini kepada wanita di luar sana" maudy maksudnya.
mata sina mengarah pada berkas tersebut. pada mapnya tertulis nama dirinya. matanya bergerak gerak, mulutnya terbuka sedikit. ekspresi bodoh ketika ia sedang berpikir. mengapa CV itu diberikan wanita disana" apa itu artinya dia tidak lolos test wawancara" apa jawaban interviewnya begitu sangat fatal"
"apa ada yang salah dengan jawaban saya,pak"" tanya Sina takut takut. sejenak ia memerhatikan wajah Dana. seperti pernah bertemu sebelumnya. wajah cekung itu. juga mata sayu yang sempat mencuri perhatiannya. hatinya menebak nebak tidak karuan.
"jawabanmu tidak salah" Sina tersenyum kecil. "hanya mengecewakan" senyum itu berubah kecut. sudahlah, tidak ada harapan lagi. dari awal memutuskan menjawab dengan sekenanya, ia sudah mengira akan seperti ini. Sina menghela nafas pasrah. Dana tersenyum miring seraya mencuri pandang gadis itu lewat sudut mata.
"baik, pak. saya permisi" Sina beranjak lalu berjalan meninggalkan ruangan dengan langkah gontai.
baru beberapa langkah, tiba tiba sina berbalik.
"ada apa lagi""
"apa bapak pernah melihat saya sebelumnya"" matanya bergerak gerak menetralkan fungsi jantungnya yang mulai tidak bersahabat. gadis itu menyunggingkan senyum aneh selagi Dana menyipitkan matanya dengan wajah mengingat ngingat.
"tidak" merasa harga dirinya sudah habis dihadapan Dana, Sina segera berbalik lagi dan menuju pintu keluar, bersama segenap rasa malu yang luar biasa.
"saya disuruh memberikan ini kepada mba cantik" Sina menyerahkan berkas lamarannya lalu mengulum senyum. Sina akui Maudy memang cantik. garis wajahnya mendekati sempurna. gaya berpakaiannya fashionable, seperti model model hijab di instagram.
Maudy tersenyum geli seraya menerima berkas itu. ia amati berkas itu dengan cermat. wajahnya serius. dan tak lama setelah itu, ia menyunggikan sebuah senyum.
"selamat bergabung di Prams Coorporation" Maudy tersenyum hangat.
*** suasana cafe terlihat tidak begitu ramai. hanya ada beberapa pengunjung yang hanya duduk santai memainkan laptop. ada yang hanya memesan kopi lalu menikmati serempat pagi. ada juga yang memesan sweet fruit pancake untuk sarapan pagi mereka.
"bagaimana kabarmu" sehat"" kalimat pertama yang terucap dari wanita paruh baya baru saja tiba kemudian duduk di salah satu kursi yang letaknya dekat jendela arah utara cafe. nadanya santai namun angkuh.
"alhamdulillah selalu dalam lindungan Allah" Aufa menjawab tenang. matanya enggan berpaling dari wanita dihadapannya. kian hari penampilannya semakin membuatnya miris. hari ini ia temukan wanita--yang ia sebut Ibu--mengenakan dress panjang merah berbahan tipis. bahkan Aufa bisa melihat warna Bra yang ia pakai. dres itu tanpa lengan, hingga memperlihatkan bagian bahu dan leher putihnya yang menggoda. rambutnya coklat legam diikat asal asalan. pria hidung belang mana lagi yang akan ia temui" dalam beberapa detik Aufa memalingkan wajahnya untuk beristighfar lalu kembali menghadap ibunya. secuil harapannya pun gugur.
"syukurlah mereka memperlakukanmu dengan baik" wanita bernama Diana itu mengambil sebatang rokok dari kotak persegi hitam kemudian ia nyalakan korek gas untuk membuat benda bertembakau itu berasap. Aufa melotot tajam kemudian mengambil kasar rokok yang hendak dihisap Diana dengan sigap.
"hei!" Diana memekik protes.


Cahaya Bertasbih Karya Suffynurcahyati di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"berhenti berurusan dengan benda pembunuh itu, bu" Aufa menaruh rokok itu di asbak lalu menekan kuat kuat hingga membuatnya hancur.
"mulutku terasa asam!" ungkap Diana mencoba untuk marah, namun ia urungkan niat itu. bagaimanapun gadis dihadapannya ini adalah anak kandungnya. masih ada setitik kasih sayang dalam dirinya.
"setidaknya jangan dihadapanku, bu. aku tidak sanggup melihat benda itu mencoba membunuhmu perlahan"
Diana mengalah. tanpa basa basi lagi, ia mengeluarkan sesuatu dari tas bermereknya. amplop coklat dengan isi hampir penuh.
"dari ayahmu" Aufa menatap amplop coklat berisi sejumlah uang dihadapannya. "pergunakan dengan baik. jangan boros boros" pesan Diana.
Aufa menatap benda itu dengan sangsi. tangannya belum berpindah dari posisi meremas ujung jilbab.
"uang itu halal. ayahmu menjadi sopir pribadi sebagai kerja sampingan. dan gajinya ia berikan untukkmu secara utuh" ada kelegaan dalam diri Aufa. ia tersenyum kecil seraya menerima amplop tersebut lalu dimasukan ke dalam tas.
"terimakasih banyak"
"lalu apa jawabanmu untuk tawaran yang kuberikan""
Aufa mengingat ngingat. memorinya kembali merekam peristiwa dimana Diana menawarkan Aufa untuk menjadi istri seorang pengusaha kaya dengan alasan agar kehidupannya lebih baik dan ia tak perlu repot repot tinggal di jakarta merepotkan keluarga Sina. saat itu Aufa menolak keras tawaran itu. apa Diana lupa"
"jawabanku tetap sama. aku menolak tawaran itu kesekian kalinya" jawab Aufa mantap. sorot matanya begitu tegas membuktikan bahwa keputusan itu sudah bulat.
"kamu masih saja keras kepala"
"keras kepala untuk sesuatu yang menurutku baik itu dibenarkan, bu"
Diana memandang Aufa dengan remeh. "kamu bahkan tidak lebih baik dari sarah. setidaknya ia bisa diandalkan. kamu tahu" kekasihnya seorang pengusaha terkenal dan kaya" Aufa memalingkan wajah. lagi lagi anak--dari suami barunya itu--selalu dibanggakan.
"wow, aku terkejut" Aufa menatap sarkatis. "rupanya yang seperti itu yang ibu banggakan"
"hidup itu keras. kamu harus pandai mencari pundi pundi rupiah. harga diri itu nomer satu. dan semakin kamu memiliki banyak uang, semakin tinggi harga dirimu. aku tidak ingin kamu mengalami hal yang aku rasakan. terinjak injak, terhina, terbuang. dan semua itu karena uang, fida! uang! " Diana mengguncang tubuh Aufa menatapnya nanar. tersimpan sebuah luka dalam diri Diana. namun ia terlalu kuat menutupi luka itu. Aufa hanya diam membiarkan tubuhnya terguncang. menahan tangis dalam hati. bukan karena perkataan Diana, tapi karena ia mendengar Diana sempat menyebutkan nama dirinya di akhir kalimat. fida adalah panggilan ia semasa kecil. Aufa tidak mau membalas apalagi berdebat. bagaimanapun juga, wanita kasar dihadapannya sekarang tetaplah malaikat penjaga yang darah dagingnya mengalir ditubuhnya. bersama detak jantung serta nafas yang menghembuskan sebait doa untuknya.
*** selesai pelatihan bersama calon karyawan lain. Sina berlari lari kecil di area koridor. wajahnya meringis asam. sedari tadi selama pelatihan ia menahan buang air kecil. kondisi tempat yang sebagian besar berAC membuatnya harus menahan panggilan alam hingga pelatihan itu berakhir.
setelah mencari cari lokasi toilet, akhirnya ia mendapat tempat yang menjadi tujuannya daritadi. pantas saja Sina kesulitan mendapat toilet, rupanya khusus di lantai 2, toilet hanya disediakan di area gudang. dan jarak dari ruang latihan menuju gudang lumayan jauh.
saat itu juga seorang pria berjalan menuju toilet setelah sebelumnya ia mencuci tangan di wastafel.
"yaahhhhh, gimana nih""" Dana terhenti ketika akan membuka pintu toilet di bagian ujung. Dana mendengar umpatan seseorang. ia pertegas pendengarannya.
"aduh, mana ga bawa cadangan! ish! kenapa datengnya tiba tiba gini sih"
suara itu terdengar lagi. Dana pastikan kalau suara yang ia dengar bukan suara pria.
"permisi, apa ada orang didalam"" Dana menempelkan telinga pada daun pintu. Sina terkesiap mendengar suara orang menyapanya. Sina yakin itu suara orang yang tadi pagi menginterview dirinya. pak Dana.
"pak Dana ngapain disini"" jawab sina dari balik kamar mandi. suaranya menggema. Dana pun tak kalah terkejut. itu suara gadis yang menjadi calon karyawannya. Sina.
"harusnya saya yang bertanya seperti itu. ini toilet pria"
lutut Sina lemas. sendi sendi ototnya seakan lumer seperti terkena pukulan palu. sejenak ia kesulitan bernafas. apa yang dikatakannya barusan" semoga ini mimpi. hanya mimpi. rupanya ini nyata. Sina hampir kehilangan akal. apa yang harus ia lakukan sekarang" ia tidak mungkin keluar dalam keadaan seperti ini. mengapa ia bisa tidak memperhatikan lambang toilet pria disana.
"pak, tolongin saya. saya tembus"
musnah sudah harga diri Sina.
Dana mengernyit bingung mendengar kosa kata yang menurutnya asing ditelinganya.
"tembus" tembus apa maksud kamu"" sahut Dana agak berteriak dari balik pintu. ia benar benar tidak paham.
"saya tembus pak, ada tamu"
"tamu"" apalagi ini" tadi tembus, sekarang tamu. Dana merasa sina sedang bermain teka teki dengannya.
"saya tidak mengerti ucapan kamu" Dana mulai panik. apalagi mendengar Sina mulai meraung raung tidak jelas. nadanya seperti menangis. berulang kali sina mengumpat kalimat kalimat aneh. dari saus tartar. pasta ikan. hingga rajungan. sebenarnya apa yanh terjadi dengan gadis itu" pikir dana. jangan sampai ada orang yang masuk lalu berpikir yang tidak tidak tentang kejadian ini.
"oke. kamu tenang" Dana menarik nafas dalam dalam. "apa yang bisa saya lakukan untuk menolong kamu""
' Sina berpikir keras. saat ini yang ia butuhkan adalah bantuan dari sesama wanita. tapi hanya Pak dana ada disini. mustahil menemukan wanita di Toilet pria. Sina bodoh! ia mengumpat. ia mengeluarkan handphone dari sakunya. semoga dengan cara ini berhasil.
"tolong berikan ini ke mba Maudy" Dana menerima sebuah :ponsel yang dilempar Sina dari atap toilet yang bolong. dengan sigap Dana menerima handphone tersebut.
"sampaikan pesan yang saya tulis di handphone itu ke mba Maudy, pak" dana mencoba membaca tulisan yang tertera disana.
"jangan dibaca, pak! cepat berikan ke mba Maudy. sekarang" Dana berjengit salah tingkah.
"baik. saya segera kembali"
bukan hanya Sina. harga diri Dana sebagai manager pun terkelupas habis. bagaimana mungkin seorang yang memiliki jabatan tertinggi diperintah oleh karyawannya sendiri. ini benar benar memalukan. tapi nalurinya sebagai pria tidak tahan mendengar wanita menangis. walau tangisan Sina terdengar sangat jelek ditelinganya.
*** ?"05. Ancaman Berbahaya
Dana mengoperasikan laptop miliknya dengan mimik serius. gerak tangannya begitu lincah menari di atas papan keyboard. rupanya ia sedang melacak data seseorang yang sudah lama ia curigai. berbekal pengetahun yang ia miliki dibantu salah satu temannya yang ahli dalam memecahkan kasus. ya bisa dibilang seorang detektif amatir.
Dana melacak salah satu profil seseorang. sebagian informasi yang sekiranya berguna ia pindahkan ke ponsel canggih miliknya. tak lama ponsel canggih itu berdering. terpampang sebuah nama disana.
"hallo, assalamualaikum, yo" panggilan itu berasal dari Tyo. teman kuliah--sekaligus detektif amatir sewaannya.
" oke, kirim semua datanya ke email gue. apa disertai foto juga"" Dana penasaran.
"baiklah. kirim data beserta foto itu sekarang. kalau perlu secepatnya gue temuin si bajingan itu" tanpa sadar tangannya mengepal keras.
pembicaraan itu berakhir disusul sebuah email masuk dari ponsel juga laptopnya. ia mengaktifkan email dari dua benda tersebut.
terpampang jelas foto seorang pria beserta biodatanya secara lengkap. mata dana memicing tajam seraya memegang dagu. menerka nerka siapa sebenarnya pria itu. dan apa benar dia adalah ayah dari bayi yang dikandung sarah"
sedang fokus berpikir, Dana dikejutkan dengan suara ketukan pintu. dan pikiran pikiran itu buyar seketika.
"masuk" "permisi, pak. saya ingin menyerahkan laporan keuangan bulan ini" Maudy berjalan menghampiri Dana lalu memberikan laporan tersebut di atas meja.
"terimakasih" jawab Dana singkat. merasa tidak dibutuhkan lagi, Maudy berbalik hendak meninggalkan tempat.
"Maudy, tunggu sebentar" langkah gadis itu terhenti. jujur ia senang jika Dana terus meminta bantuan padanya. karena itu akan membuat dirinya semakin dekat dengan Dana. bayangkan saja, semenjak Dana menjabat sebagai manager, Maudy menaruh perasaan kepada Dana. jika orang orang pernah mengatakan bahwa cinta butuh pengorbanan, maka pengorbanan Maudy kepada Dana hanya dengan mencintainya diam diam. dan menurutnya itu pengorbanan yang luar biasa. terkadang Maudy merasakan cemburu ketika Dana tengah bersama kekasihnya terdahulu. sakit itu cukup ia kubur di relung hatinya paling dalam.
karena mencintai dalam diam tak semudah itu. mencintai dalam diam merupakan cara mencintai yang luar biasa.
"ada apa, pak""
"bagaimana keadaan, perempuan itu"--siapa namanya"" Dana menebak nebak.
"sabriana Cahaya, pak"
"ya apalah itu"
Maudy mengulum senyum. "setiap wanita selalu mengalami itu dalam satu bulan sekali, pak. dan itu hal yang wajar. keadaanya baik baik saja sampai sekarang. saya rasa ia hanya shock saja" tiba tiba saja, penjelasan Maudy menenangkan hati Dana. wajar saja jika Sina shock. jangankan Sina, Dana sendiripun sampai saat ini masih mengingat insiden memalukan itu. ia bergidik geli agar jangan sampai kejadian itu terulang kembali. bukan masalah pertolongan yang ia lakukan. hanya saja...ah bahkan sulit diungkapkan.
"wanita memang selalu merepotkan" gumam dana menunjukan wajah jutek yang menggemaskan. senyum Maudy enggan berpindah dari pemiliknya.
"apa ada yang ingin bapak tanyakan lagi""
"tidak. terimakasih. kamu boleh kembali"
*** cairan bening dari langit turun serempak sejak pukul empat sore. diawali gerimis hingga menjadi hujan deras. belum menunjukan tanda tanda akan reda. rupanya mereka ingin terus berlama lama membasahi bumi setelah sebelumnya dilanda musim kemarau panjang.
setiap rintikannya seperti memiliki irama. seolah mereka menari nari bahagia bisa kembali turun menyapa bumi yang kering. dedaunan kering mulai basah. tanah tanah pucat kembali menebal warnanya. telaga maupun sungai sungai perlahan menampakan aktifitasnya. tak ubahnya lantunan do'a seorang wanita manis disana.
Allahumma sayyiban nafi'an,
wanita itu tak pernah berhenti tersenyum menatap gemericik hujan. sesekali ia tengadahkan telapak tangannya menampung hujan seraya memainkannya dengan asik.
"tumben belum pulang" Sina menoleh menuju si pemilik suara. suara itu berasal dari Idzar. ia menduduki kursi di sebelahnya.
"eh" elo. kirain siapa" Sina kembali fokus memainkan rintikan hujan. "engga, gue lagi nunggu jemputan"
"siapa" pacar lo"" Idzar ikut menengadahkan hujan seperti yang Sina lakukan. aktifitas yang menarik, pikirnya.
"bukan. sepupu"
Idzar meng-oh jawaban itu.
"lo sendiri kenapa belum pulang"
"nunggu hujan reda. gue ga siapin mantel di motor" Idzar mulai meretsleting jaket parasutnya lalu memakai topi bertuliskan dua huruf. CS.
"gimana tadi pelatihannya" seru ga""
wajah Sina memerah. kejadian memalukan itu tiba tiba saja muncul dalam otaknya seperti mereplay siaran langsung sepak bola. peristiwa yang tidak akan ia lupa seumur hidup. bahkan ia masih hafal betul bagaimana ekspresi pak Dana ketika membawa Maudy menuju toilet atas perintahnya, datar. datar. datar dan dingin layaknya es. belum lagi seorang Dana berlagak seperti seorang satpam saat dirinya menjaga pintu toilet pria takut takut ada seseorang yang masuk ketika maudy menemani sina berganti celana yang terkena noda darah.
"seru kok. seruu.. banget" Sina memberi intonasi berbeda pada kata 'Seru'nya. mengartikan bagaimana seru nya menahan malu.
"gue juga. gue ditempatin di gudang finish good dilantai dua" ungkap idzar. "kalo lo""
"gue dibagian HRD"
perusahaan Prams Coorporation bergerak dibidang industri elektronik. disana memproduksi barang elektronik yang akan di ekspor ke luar negeri salah satunya adalah jepang. perusahaan tersebut juga memproduksi barang elektronik untuk dalam negeri.
"wuih.. hebat" ungkap idzar agak berlebihan.
"alhamdulillah deh" Sina meringis menampakan deretan giginya yang rapi.
disela obrolan mereka, pengendara motor matic melintas dihadapan Sina dan Idzar lalu berhenti tak jauh dari keberadaannya mereka. Idzar menyadari pengendara motor itu memerhatikan dirinya juga Sina. berharap ia membuka kaca helm agar tahu siapa gerangan.
"sina, ayo naik" itu suara Aufa. Sina menoleh lalu melambaikan tangan tanda ia mendengar panggilannya.
"gue duluan ya, assalamualaikum" Sina pamit pada idzar lalu berlari kecil menghampiri Aufa. Idzar menjawab salam namun matanya masih terus memandang kepergian Sina. memerhatikan gadis itu menerima sebuah mantel dari Aufa lalu memakainya. tapi, ada seseorang yang menarik perhatian idzar. yakni gadis yang menjemput Sina. sayang sekali gadis itu mengenakan masker hingga sulit memastikan bahwa Idzar mengenalinya.
"mari mas, duluan" eh" Aufa menyapa Idzar. pria itu tersadar dari lamunannya kemudian membalas pamit Aufa. idzar mengingat ngingat sesuatu.
*** "sekarang katakan yang sebenarnya. siapa ayah dari janin yang kamu kandung saat ini"" pertanyaan itu merajam bersama sorot mata dingin. seolah enggan untuk berpindah dari objek dihadapannya sekarang. tak ada kehangatan bahkan senyum basa basi disana.
"yang aku tahu, hanya kamu satu satunya pria yang sudah melakukannya" jawaban itu terdengar biasa saja. tidak ada nada penyesalan sedikitpun. bahkan serangan tatapan membunuh dari Dana pun tidak mempengaruhi kejiwaannya.
"jangan berbohong" Dana masih mampu menahan sebuah luapan yang jika sudah pada puncaknya, luapan itu akan keluar secara berbahaya.
"aku bersungguh sungguh, mas" kalimat meyakinkan terlontar dari gadis manis dihadapannya. gadis bernama Sarah yang sempat mengisi labirin hatinya yang rumit. Dana sempat menyadari perubahan fisik yang dialami gadis itu semenjak dua minggu lalu--tepatnya semenjak mereka memutuskan hubungan. Sarah memangkas rambut panjang nan hitamnya hingga sebatas bahu lalu diwarnai coklat keemasan. entah karena rambutnya yang bergelombang atau Dana yang melihatnya terkesan berantakan. dari cara berpakaiannya pun mengalami metamorfosis. dulu Sarah adalah gadis yang gemar memakai rok A line dipadu kemeja klasik berenda dibagian kerah. bahkan ia mengkoleksi pakaian tersebut dalam berbagai warna namun satu model. jauh berbeda dengan penampilan saat ini dihadapannya. entah dikemanakan semua koleksi pakaiannya itu hingga yang ia pakai saat ini hanya hot pants coklat dipadukan dengan kaos longgar warna hitam kemudian Sarah memberinya sentuhan Long cardi hingga sebatas lutut. seleranya berubah kekinian.
"aku tidak pernah sekalipun menyentuhmu, sarah" Dana memberi jeda seraya mendengus pendek "selama kita berpacaran, bahkan kita tidak pernah berada dalam satu ruangan--yang isinya hanya ada aku dan kamu. kau ingat" hubungan kita hanya berjalan 2 bulan" ungkap Dana lirih pada akhir kalimat. ia membuang wajah sebentar lalu kembali memberi Sarah tatapan membunuh. Sarah membisu. matanya hampir berkaca. bayangan Dana dihadapannya mulai samar.
"lantas kamu menuduhku melakukannya pada pria lain" sepicik itukah jalan pikiranmu, mas" sarah mengintimidasi mantan kekasihnya itu dengan nanar.
"ya. aku memang picik. aku egois. aku bahkan bisa sangat egois jika menyangkut perbuatan yang Sama sekali tidak aku lakukan" bak busur panah yang melesat tepat sasaran. kata kata Dana terucap dengan penekanan pada kalimat 'sama sekali'
"aku akan bertanggung jawab, jika itu adalah murni perbuatanku" Dana menarik bibirnya secara simetris "tapi jika terbukti bahwa aku bukan--calon ayah dari janinmu-- aku tidak akan segan segan menyeretmu ke penjara dengan tuduhan pencemaran nama baik" terdengar seperti sebuah ancaman. ancaman yang menakutkan. tentu saja Dana tidak sejahat itu. setidaknya rentetan ancamannya itu mampu membuat Sarah tersudut lalu mengakui siapa yang telah menghamilinya.
"aku mempersilahkan dengan senang hati. lakukan sesukamu" Sarah mendekatkan jarak tubuhnya dengan Dana lalu menatap Dana secara intens. tiba tiba saja, ia merasa mendapat stock keberanian untuk melawan pria itu
"aku menunggu. dan aku akan sangat berterimakasih" Sarah sama sekali tidak takut dengan gertak sambal yang diciptakan Dana. pria itu lupa bahwa Sarah bukan type wanita penakut. ia tergolong gadis yang bisa dibilang memiliki kenekatan kuadrat. Dana mulai siaga dari perkataan Sarah barusan.
"baik" Dana memalingkan wajah. tak ingin berlama lama terjebak dalam tatapan mematikan Sarah. karena mata adalah pusat kejujuran dan juga awal adanya zina. maka dari itu seorang pria beriman ialah pria yang mampu menjaga pandangannya. dan wanita sholehah ialah sebaik baiknya perhiasan dunia yakni wanita yang bisa menjaga diri dari pandangan yang membahayakan dirinya.
"jaga baik baik bayi itu. katakan padanya, bahwa ia akan segera bertemu ayahnya" Dana beranjak hendak pergi "secepatnya" lanjutnya lagi lalu pergi meninggalkan Sarah dalam kubangan luka yang menyayat. semakin perih, bahkan rasanya seperti perasan lemon yang diteteskan di atas sebuah luka basah.
*** ?"06. Senyuman Malaikat
Sabriana Cahaya menaruh kasar bolpoint di atas meja. disusul gerakan mengulat kecil. merenggakan sendi sendi ototnya. menekuk lalu menekan kuat kuat jemarinya hingga menimbulkan bunyi gemeretak. rupanya merekap daftar karyawan secara manual membuatnya kelelahan. belum lagi daerah tengkuk bagian bawah terasa ngilu. berkali kali Sina memutar mutar kepala seraya memutar tubuhnya ke kanan ke kiri.
sudah satu minggu berjalan, Sina mulai terbiasa dengan suasana kantornya. memang pada awalnya, ia sedikit kaku berhadapan dengan rekan rekan satu bagiannya. menjumpai berbagai macam karakter manusia. ada yang ramah seperti Maudy. ada yang pendiam. ada yang sensitif semenjak kehadirannya bergabung bersama mereka. namanya mba Nina. tapi Sina tidak mau berpikir macam macam. semua manusia terlahir baik. ketiadaan Allah dalam hatinyalah yang membuat mereka jahat. beruntung pak Dana menaruhnya di bagian HRD. letak kantor HRD tidak jauh dari meja kerja assisten manager--dimana Maudy bertugas. jujur, orang pertama yang welcome dengan kehadirannya adalah Maudy.
waktu menunjukan pukul empat sore. dimana para karyawan bersiap untuk pulang.
"neng, ayo pulang" mas furqan--rekan Sina yang duduknya bersebelahan dengan dirinya. orangnya asyik. dan Sina menyebut dia dengan sebutan 'papa gaul' karena memang di umurnya yang hampir kepala empat, masih terlihat muda
A"iya mas, duluan aja. aku mau melepas lelah dulu" Sina merentangkan kedua tangannya kedepan.
"gayamu melepas lelah, kerja seharian duduk kok bisa lelah" cibir mas furqan menopang dagu pada pembatas meja antar karyawan.
"eh mas furqan ga tau ya" terlalu lama duduk itu justru berbahaya loh, maximal duduk dalam sehari itu delapan jam, mas" Sina mulai sok tahu. lagaknya sudah seperti Dokter Raisa Brotoasmoro yang sering ia lihat di televisi.
" Dampak dari duduk terlalu lama berhubungan dengan sistem metabolisme. Bahkan dalam jangka panjang bisa meningkatkan resiko penyakit berat tertentu--seperti penyakit jantung--dan masalah kesehatan jangka panjang" Sina menuang sedikit pengetahuannya kepada mas Furqan.
"oh begitu ya" tapi masa mas bekerja dengan posisi berdiri terus. bisa kena marah pak Dana dong" jawaban yang sangat tidak pintar. pikir Sina. antusiasnya memberi penyuluhan pun menurun. wajahnya malas seolah berkata 'please deh mas, ga gitu juga'
"ya sekali kali aja mas, setiap dua jam sekali berdiri beberapa menit. setidaknya mengurangi resiko penyakit" Sina merapikan mejanya bersiap untuk pulang. tak lama maudy datang untuk turut serta dalam obrolan antara ayah dan anak ini. sejauh ini mereka terlihat seperti itu, dalam pikiran Maudy.
"masa sih"" celetuk Maudy.
"iya mba, beneran" Sina nampak bersemangat.
"bodoooo" jawab Maudy dan mas Furqan kompak. sontak mereka mendapat pukulan ringan dari Sina. wajahnya memerah, perpaduan malu dan kesal.
"ihh.. kok pada nyebelin sihh! aku marah pokoknya marah" Sina bersungut sambil bersendekap. bibirnya mencuat hampir 5centi.
"ciee, ngambek" ledek Maudy.
"eh, dy. Sina kalau marah makin cantik ya"" salah satu bagian dari strategi mas Furqan. matanya melirik Sina yang masih bertahan dengan wajah cemberut. mereka pikir Sina akan luluh. tentu tidak. tapi bisa jadi Sina terpengaruh.
"ga ngeffek, mas" jawab Sina acuh. tak lama ia mendapat usapan lembut di puncak kepalanya.
"udah udah.. dilanjut besok aja marahannya" Rupanya Maudy menengahi.
"pokoknya aku masih marah sama mas furqan" Sina berjalan beriringan menuju pintu keluar diiringi tawa puas mas Furqan yang berhasil mengerjai Sina.
"kamu ga dijemput kan hari ini" bareng aku aja ya"" tawar Maudy disela perjalanan mereka di sepanjang koridor.
"engga kok, mba. oke deh aku mau"
"tapi aku mau sholat ashar dulu. kamu tunggu sini aja" berhubung Sina sedang berhalangan sholat, ia memutuskan menunggu Maudy di loby.
setelah 5 menit waktu berjalan. Sina masih duduk manis disana. dari kejauhan ia mendapati pak Dana sedang berjalan tergesa gesa. langkahnya mantap. jam segini ia belum pulang" pikir Sina. beberapa detik setelah pikiran itu muncul. kedua matanya dikejutkan dengan kehadiran sosok yang berjalan beriringan dengan Dana. seorang pria berpostur tinggi, hampir sama tingginya dengan Dana. Dana terlihat mencengkeram lengan seorang disampingnya itu dengan kuat. Sina memicingkan kedua matanya untuk mempertegas. semakin jelas. pria disamping Dana itu memakai baju koko berwarna biru navy dan memakai Kopiah hitam. penampilan itu persis seperti..
"Abbas"" gumam Sina. punggungnya. tubuh tegap itu. persis seperti Abbas. tapi untuk apa Abbas kesini" dan hubungan apa antara Abbas dengan Dana"
sina yakin penglihatannya masih berfungsi dengan baik. maka dari itu Sina berniat untuk memastikan bahwa pria itu benar benar Abbas.
Sina pergi meninggalkan tempat kemudian berjalan mengikuti Dana dan pria misterius itu. jarak Sina dengan mereka sekitar 5 meter, agar mereka tidak curiga. setiap kali entah Dana atau si Pria itu menoleh ke belakang, Sina bersembunyi pada objek yang ia temui. rencananya pun berhasil. Sina sudah berada di depan pintu ruangan Dana. beruntung pintu ruangan Dana menggunakan kaca riben. sehingga memudahkan ia mengamati aktifitas mereka walau harus menempelkan sebagian wajahnya agar lebih jelas.
"sekarang, siapa yang ingin mengaku terlebih dahulu"" Dana menatap kedua orang dihadapannya dengan tatapan intimidasi. dengan gaya seorang bos mafia yang angkuh, ia melipat tangannya. "kamu atau kamu!" Dana menunjuk hidung Sarah tanpa menyentuhnya.
Sarah menunduk malu. sedari tadi hanya itu yang ia lakukan. tak lama ia mengeluarkan tissue dari tasnya. Dana sudah menebak gadis itu akan menangis dihadapannya. Sarah memutuskan untuk berkata sesuatu. tapi niat itu urung karena seorang pria menahannya lewat isyarat mata.
"saya yang sudah menghamili Sarah" Suara berat pria itu terdengar lantang dan meyakinkan. Sina semakin yakin suara berat itu khas milik Abbas.
pandangan Dana beralih pada Sarah. ia tak mengucapkan apa apa, namun matanya sudah mewakili apa yang seharusnya ia katakan. Sarah menangkap mata itu seperti ribuan belati yang hendak menguliti tubuhnya.
"dan saya akan menikahi Sarah setelah anak itu lahir" keputusan itu terlontar begitu saja. Sina yang sedari tadi mendengar percakapan mereka hanya bisa menebak nebak dalam hati. dua sisi dalam dirinya saling berdebat. antara menyuruhnya untuk tidak peduli lalu pergi atau nekat masuk kedalam, memutuskan urat malu agar keyakinannya terbukti. ia tidak suka memilih.
"ku mohon mas, jangan bawa aku ke penjara" Sarah memohon dengan lirih.
permohonan sarah berakhir dengan dentuman pintu yang terbuka. sontak semua penghuni di dalamnya menoleh pada satu titik.
"jadi benar, kamu Abbas"" Sina berdiri di ambang pintu. tubuhnya kaku.
"Sina"" gumam pria--yang dicurigai adalah Abbas--itu mengernyit kebingungan. Dana mendengar gumaman itu. hatinya menyimpan tanda tanya besar. juga titik perih yang aneh.
"aku mendengar semuanya, bas" Sina bertahan pada posisinya. kedua matanya menuntut penjelasan.
"aku tidak tahu harus mengatakan apa. tapi semua yang kamu dengar....." Abbas tertahan "adalah benar"
Sina memejamkan kedua matanya. menghirup energi positif untuk berhadapan dengan badai ini. badai yang menurutnya badai terdashyat dalam hidupnya. ia berjalan tertatih menghampiri Abbas. merasakan sebuah kesakitan yang luar biasa. raaa sakit layaknya bongkahan es besar meniban seonggok daging--yang ia sebut 'Hati' . berulang kali ia menatap Abbas dan Sarah secara bergantian. mencoba menjadi seorang peramal ulung. menebak nebak jalan pikiran mereka, terutama Abbas.
"maafkan aku Sina. ini bukan kemauanku" Abbas melihat bendungan kecil dalam mata Sina.
"memang bukan kemauanmu. tapi kemauan Nafsumu!" sahut Sina dengan nada meninggi. mata itu masih kuat menahan buliran bening yang sudah membendung. tiba tiba saja ia mengingat peristiwa saat dimana Abbas memutuskan hubungan padanya dengan satu alasan yang menurutnya baik. bahkan lebih baik.
"aku tidak pernah menyesal atas apa yang menjadi alasanmu memutuskan hubungan denganku" Sina mendengus pendek "aku hanya menyesal, mengapa bukan aku yang lebih dulu memutuskanmu!" bendungan itu runtuh. aliran kecil bersumber dari mata mengalir indah menyusuri pipi Sina.
"maaf" Abbas kehabisan kosa kata. ia melepas kopiah hitam yang dikenakan lalu mengusap kasar wajahnya.
"dan sekarang penyesalan itu berubah menjadi takut" Sina memandang sinis sarah dalam hitungan detik lalu kembali mengitimidasi Abbas "aku takut kamu tidak bisa mempertanggung jawabkan perbuatanmu atas semua Hijrahmu itu"
Abbas terdiam. keadaan menghening sesaat. merasa sedikit terkendali, Dana berdehem mencoba membuka suara.
"izinkan saya berbicara"
"maaf pak," Sina mengusap sisa air matanya "saya permisi. maaf sudah mengganggu waktu bapak" sebelum pergi, Sina mengambil satu langkah mendekati Sarah "jaga buah hatimu. jika besar nanti ajarkan ia bagaimana caranya menjadi manusia yang istiqamah" Sina melirik Abbas "sebab, bukan hanya Ikhlas dan sabar sikap yang tersulit namun berbuah manis. tapi buah dari Istiqamah pun lebih manis dari segalanya" Sina melangkah pergi berjalan meninggalkan Abbas, Sarah dan juga Dana. Dana menatap kepergian Sina. tersimpan gumpalan aneh di dalam dadanya yang menyebabkan jantungnya memompa lebih cepat. entah mengapa ia melihat sisi lain gadis itu.
*** Tuhan kita...Allahu Ar Rohim
Nabi kita...Muhammad Al Amin
Kitab kita...Al Qur'anul Karim
Teman kita...sesama muslimin
lantunan kalimat indah itu melantun merdu dengan irama lagu Bintang kecil. merdu bukan karena mendayu dayu, tapi karena nyanyian itu berasal dari suara malaikat malaikat kecil yang tengah bernyanyi riang disana. mereka membentuk barisan dua shaf. mengikuti gerakan dua orang wanita berjilbab dihadapan mereka. mereka nampak sangat menggemaskan. ada yang begitu antusias menari nari sesuai instruksi. ada yang pasif berdiam memperhatikan teman sebelahnya. ada yang menangis karena malu. dan semua menyatu menjadi sebuah keindahan. ini yang disebut surga dunia.
Sina berjalan menyusuri tempat berumput atau bisa dibilang kebun buatan. nampak seperti kebun sungguhan. sepanjang Sina berjalan mengikuti pria dihadapaannya yang memimpin perjalanan mereka, dalam hatinya bertanya tanya. akan kemana kita"
"sebenarnya lo mau bawa kita kemana sih, dzar"" Sina melompati ranting besar yang mengganggu.
"tau nih, bikin penasaran aja" Maudy menyambung dari belakang.
"udah. ikutin aja, tenang aja. gue ga bakal macem macem kok" Sina dan Maudy terhenti bersamaan. keduanya berjengit saling menatap. sepertinya mereka dalam satu pikiran.
"dih, siapa yang berpikir bakal macem macem"" sina mewakili keduanya "gue bingung aja, lo bawa gue sama mba maudy kesini"
"nanti kalo udah sampe juga lo ga bakal bingung lagi kok. yang ada lo malah terpesona" penjelasan Idzar sungguh membuat Sina juga Maudy penasaran.
sesampainya disana. Idzar tidak menjelaskan apa apa. cukup memberi jalan untuk Sina dan Maudy menatap luas tempat yang ia bilang Surga Dunia. Sina menatap luas area luas disana. mulutnya agak menganga takjub. tempat ini memang sudah sering ia temui dimana pun. tapi yang membuatnya berbeda ialah para penghuni tempat itu. mereka para anak kecil yang tengah bermain. manusia manusia suci sedang menikmati dunia mereka. tertawa bahagia.
"bagaimana nona nona"" idzar membuyarkan ketakjuban Sina dan Maudy. kedua masih asyik tenggelam dalam pesona tersebut.
Tuhanku hanya satu... Tiada bersekutu.. Dia tidak berputra..=0ATidak pula berbapa..
Siapa bilang tiga, door !
Itu musyrik namanya.. Orang seperti dia.. Nerakalah tempatnya.. Sina mendengar riuh suara yang mendominasi tempat tersebut. nyanyian kreasi dengan irama lagu balonku ada lima itu mencuri perhatian Sina. ia berjalan mendekat. nampak asyik anak anak yang dipimpin dua orang wanita.
"sekali lagi, ya. tapi harus pake gerakan. yang semangat geraknya." salah satu wanita menginstruksi anak anak tersebut "siap 4 Tanda tanya" wanita yang satunya memberi aba aba. lalu mereka menyanyikan lagi lagu yang sama dengan tempo yang lebih cepat. gerak tubuh mereka lebih energetic dari sebelumnya.
Sina tersenyum tulus. memandangi mereka tersenyum dan tertawa riang, seperti melihat senyuman malaikat.
"Sina, ayo sini gabung!" panggil salah satu wanita pengajar. bagaimana wanita itu bisa tahu namanya. Sina kikuk lalu menghampiri si pemanggil
"loh, Aufa" jadi yang manggil aku itu kamu"
sontak Sina setelah tahu salah satu dari pengajar itu adalah Aufa
"iya, daritadi aku panggil panggil ga jawab. bengong mulu sih" tangan Aufa terus bergerak gerak seraya mengikuti lagu yang mengiringi.
"kamu ngapain disini""
"""kerja dong. emang kamu doang yang bisa kerja" Aufa meringis Tanpa dosa.
"kenapa engga cerita sama aku" pasti udah lama deh, ya kan"" tebak Sina
"engga kok baru. belum ada seminggu aku kerja disini" Aufa melambaikan tangan pada gadis kecil yang meneriaki namanya. "yuk ikutin aku sekarang, kamu udah dihadapan mereka. otomatis mereka mengikuti apa yang dilakukan pemimpinnya" Aufa memberi instruksi agar turut serta menjadi pembimbing. semula Sina ragu dan kaku dengan gerakan gerakan sederhana tersebut. namun, keceriaan mereka menutupi segala hal yang Sina pikir buruk. hingga semakin lama, sina mulai terbiasa dengan suasana yang ia ciptakan sendiri.
"fa, aku kesana ya" merasa puas. Sina beralih menuju taman dimana anak anak disana duduk membentuk lingkaran. salah satu diantara mereka ada wanita pembimbing yang begitu sabar memberi instruksi. selang setelah itu mereka saling menyandarkan bahu mereka berurutan. rupanya--ka Lifa--nama pengajar itu tengah mengajarkan teknik imaginasi. perlu diketahui, Aufa dan kawan kawan nya bekerja di Sebuah sekolah alam.
Sekolah alam pada dasarnya adalah bentuk pendidikan alternatif yang menggunakan alam semesta sebagai tempat belajar, bahan mengajar dan juga sebagai objek pembelajaran. Dengan konsep pendidikan ini para siswa diharapkan bisa belajar dari alam lingkungan sekitar dan mengaitkan pelajaran serta menerapkan ilmu yang didapat dengan kehidupan nyata sehari-hari. aktifitas yang dilakukan pun beraneka ragam. ada kegiatan membuat kerajinan tangan. bermain pasir. outbond dan masih banyak lagi.
mata Sina terhenti pada dua gadis kecil yang asyik bermain pasir. ia mengulum senyum lalu menghampiri dua malaikat tersebut
"assalamualaikum"
salam itu hanya berbalas sebuah senyum menggemaskan. Sina pikir mungkin mereka malu.
"kamu sedang membuat apa""
salah satu gadis kecil yang memakai kerudung agak berantakan menunjukan istana pasir buatannya.
"mereka tunawicara" Aufa menghampiri seraya tersenyum lalu mengajak mereka berbicara dengan bahasa isyarat yang Sina tidak mengerti. entah apa yang dibicarakan, kedua gadis kecil tersebut tiba tiba mencium pipi sina masing masing kanan dan kiri seraya memeluk sina. sina pun membalasnya dengan perasaan haru. jika ada yang bertanya rasanya dipeluk malaikat, maka sina menjawab rasanya hangat dan menyenangkan. tidak ada titik kenyamanan lain selain sebuah pelukan. bahkan ketika perasaannya sedang terpuruk sekalipun.
"aku yakin, banyak sekali hal yang ingin mereka sampaikan lewat keterbatasan yang mereka miliki. maka dari itu aku belajar dari mereka bahwa, manusia merupakan tempat sebaik baiknya lupa dan khilaf. sehingga lupa bahwa mereka terlahir istimewa. dan mereka tak menyadari kelebihan yang mereka miliki akan terasa lebih berharga setelah semua itu pergi" Aufa menatap jauh dua gadis kecil yang kini tengah bergabung bersama teman lainnya.
07. jodohkan Aku Sina menghela nafas panjang menatap layar laptop sekali lagi. namun untuk kesekian kalinya pikirannya tidak fokus pada apa yang dimunculkan layar datar tersebut.
banyak kejutan kejutan yang ia hadapi seharian ini. ketidak percayaannya bahwa Abbas tega menghamili seorang gadis. entahlah apa yang terjadi dengan mereka. Sina masih mengingat bagaimana seriusnya Abbas memperbaiki diri dan akhlaknya. bahkan Sina hampir tidak mengenali pria itu. namun nyatanya, Abbas malah berbuat yang tidak pantas. hati kecilnya sedikit membela. mungkin itu salah satu cobaan dia dalam berhijrah. ketika seorang hamba tengah berusaha menuju kebaikan, maka Allah mengujinya. Sina mencoba untuk ikhlas dan sabar. keduanya sangat sulit. tapi bukan berarti tidak bisa. ia menghela nafas panjang. tak hanya itu, Sina pun baru mengetahui kedekatan Idzar dengan Aufa. rupanya mereka teman satu kampus. dengan fakultas yang sama. fakultas ilmu tarbiyah dan keagamaan. keduanya sama sama kuliah sambil bekerja. kejadian itu baru diketahuinya ketika Sina asyik berbincang dengan Aufa, Idzar menghampiri mereka. dan saat itu pula Sina mengetahui kebenaran yang sempat tertunda.
Sina kembali memandang layar laptopnya. matanya menerawang jauh. bagaimana tidak, tampilan display laptopnya masih terpajang foto dirinya dengan abbas sewaktu berkunjung ke kota tua. dengan gaya sederhana. Sina memegang balon gas dalam jumlah banyak. dari jarak dua meter disampingnya Abbas berpose tengah memandang kagum Sina. bak foto prewedding yang indah. Sina menggelengkan kepalanya cepat lalu mengubah tampilan layar laptop tersebut dengan foto dirinya bersama Aufa. ia tidak ingin mengingat luka itu. luka terlalu dalam itu akan ia kubur bersama masa lalu.
seusai makan malam. Sina, Aufa, ayah juga ibu tidak langsung meninggalkan tempat. mereka masih betah di meja makan. hingga akhirnya sina membuka pembicaraan.
"ayah.. ibu..." panggil Sina lembut. mereka pun menoleh. ayah mengerutkan dahinya. ia menebak ada sesuatu yang ganjil pada putri satu satunya itu.
"Sina ingin menyampaikan sesuatu. Sina sudah pikirkan ini matang matang" kini bertambah. Ibu pun turut membuat kerutan di dahinya.
"sesuatu apa, nak?" tanya ibu.
Sina menarik nafas panjang seraya memejamkan matanya lalu membuka mata itu perlahan
"Sina ingin ayah dan ibu menjodohkan Sina"
satu kalimat terlontar bak sihir. bak mesin pemberhenti waktu. karena seketika setelah kalimat itu terucap. ayah ibu bahkan aufa pun terpaku melongo tak berdaya. mereka harap putrinya itu hanya sedang kelaparan atau kekenyangan atau sedang tidak enak badan.
"dijodohkan" kamu minta dijodohkan?" ayah mengulang tak percaya. dibalas anggukan kecil namun mantap oleh Sina "dengan siapa, ndhuk, ?" sina terdiam sejenak. sedang ayah menunggu jawaban selanjutnya dari sina.
"tidak tahu, yah" jawab Sina melemah seraya menggeleng kecil.
"Sina, kamu salah minum obat ya" obat apa yang kamu minum" obat cacing " apa buat nyamuk?" Aufa mulai konslet. pertanyaan bodoh itu menimbulkan ibu melotot pada Aufa agar tidak berkata aneh aneh disaat seperti ini.
"aku serius, fa. aku ga salah minum obat. aku ingin menyempurnakan agamaku. aku ingin menikah"
"ya tapi sama siapa, na?" Aufa agak ngotot.
"apa ini semua karena Abbas?" Sina dan Aufa menoleh bersamaan. bagaimana ayah bisa tahu tentang Abbas" Sina memberi tatapan sinis pada aufa. Aufa tahu sekali maksud tatapan itu tapi sungguh. ia tidak pernah sedikitpun membahas perihal abbas dihadapan orang tua Sina. lalu dari mana mereka bisa mengetahui semuanya"
"kok diem" bener, kan ucapan Ayah barusan?" tatapan ayah mulai dingin sedingin es. Sina tertunduk.
"maafin Sina yah, Sina menyesal sudah membohongi ayah dan ibu bahwa Sina sempat berpacaran dengan Abbas" pengakuan itu diterima dengan gelengan kepala ibu dan ayah. "tapi Sina sudah putus dengan Abbas. Abbas bukan laki laki baik, yah.. bu" kali ini Sina agak merengek. berharap ayah dan ibu memberinya rasa iba.
"mau laki laki itu baik atau tidak, kalau hanya menginginkan sebuah hubungan yang dilarang Allah, tetap saja mereka bukan lelaki yang baik. lelaki beriman itu tidak pacaran" ibu menambahkan.
"memangnya ayah dan ibu tahu darimana kalau Sina pacaran dengan abbas?" Sina mulai penasaran. dalam hatinya terus terusan menuduh Aufa. karena dikeluarganya. hanya Aufa yang mengetahui hubungannya dengan Abbas.
"dari sumber yang terpercaya" jawab Ayah singkat lalu menatap Aufa yang sedari tadi stress atas pikiran buruk sina tentangnya "yang jelas bukan dari Aufa"
alhamdulillah.. Aufa bisa bernafas lega. kebenaran memang selalu benar. Sina semakin kebingungan. lantas siapa mata mata keluarganya yang sudah membocorkan hubungannya dengan Abbas. satu pelajaran hari ini yang ia dapat. kebohongan akan selalu kalah dengan kebenaran. mau serapat apapun menyimpan seonggok bangkai, baunya akan tercium.
"maafin Sina,yah" Sina tertunduk lagi. tangannya sibuk meremas ujung gamis yang dikenakannya. "maafin Aufa juga pakde" Aufa tak kalah malu karena telah bersekongkol pada Sina untuk berbohong. keduanya tertunduk persis seperti anak kecil yang siap menerima hukuman.
Ayah bersandar pada kursi makan. tangannya bersendekap menatap dua gadis kesayangannya. tatapan dingin itu berubah hangat. untuk saat ini, ia sedang tidak ingin berceramah panjang lebar dihadapan mereka. ayah yakin mereka sudah paham tentang agama. mereka sudah bisa membedakan mana dosa mana tidak. mana sunnah mana fardhu.
"Aufa.." "ya, pakde" "ini yang terakhir ya" Ayah menatap dalam wajah ponakannya. Aufa mengangguk paham. pandangannya beralih pada Sina.
"Sina,.." kali ini panggilannya terdengar berat dan misterius.
"ya, ayah" "sebagai tanda maaf kamu. ayah akan menjodohkan kamu"
"beneran, yah?" Sina mendongak sumringah. matanya berbinar bak bulan purnama. "ayah belum selesai bicara" sina kembali menunduk lemah. cekungan dari bibirnya seketika memendek.
"ayah akan menjodohkan kamu dengan pria yang tidak boleh kamu ketahui nama maupun wajahnya. bahkan semua tentangnya" Sina pun mendongak lagi. kali ini disertai mulut menganga sebesar goa. demi negara api. bagaimana bisa ia dijodohkan dengan pria yang tidak ia ketahui" sepertinya ada yang salah dengan Ayah. apa tadi ayah salah makan" sepertinya tidak. mereka memakan makanan yang sama. kalau begitu apa ayah belum meminum obat sakit kepalanya. ah! ini mulai konyol.
"kok gitu yah" bagaimana Sina bisa tahu dia cocok dengan Sina atau engga" bagaimana sina bisa tahu karakter sifatnya kayak apa" terus bagaimana kalau wajahnya engga sesuai dengan type Sina" kalau dia jelek bagaimana, yah?" ungkap Sina panjang lebar tanpa kedip
"emang kamu cakep apa?" celetuk Aufa lalu mendapat pukulan ringan di lengannya. Aufa meringis geli.
"Kalau kamu menginginkan seseorang yang sesuai type kamu, bagaimana kamu bisa belajar untuk menerima kekurangan" kalau kamu membutuhkan seseorang yang cocok dengan kamu, bagaimana kamu tahu rasanya membangun cinta dalam ikatan halal?" kali ini ibu yang berbicara. ibu memang bukan sosok yang aktif dalam hal ini. tapi nalurinya sebagai seorang wanita yang pernah muda, ia tak mau diam saja. kelak Sina akan menjadi seorang istri juga ibu. menjadi sosok yang begitu diistimewakan Allah. menjadi sosok yang namanya disebut tiga kali sebelum ayah.
"kamu bilang, kamu ingin menikah untuk menyempurnakan agamamu. maka lakukanlah karenaNya. luruskan niatmu karena Allah, ndhuk, . karena pernikahan maupun rumah tangga yang kerap hancur karena mereka durhaka kepada Allah. naudzubillah"
"sina pikir, perjodohan ini seperti perjodohan yang sering sina lihat di sinetron,yah" sina memainkan jarinya di atas meja. bergerak abstrak sesukannya. "kedua orangtua saling dipertemukan begitu juga anak mereka. lalu kedua anak mereka dibiarkan berdua melakukan pendekatan. jika cocok maka mereka akan menikah"
"kayaknya sinetron addict, kamu itu harus dimusnahin deh, na. bisa bisa kamu jadi srigala atau harimau jadi jadian" Aufa mengerang sebal seraya merapikan sisa sisa piring bekas makan lalu menumpuknya jadi satu.
"ih apa hubungannya sinetron addict sama harimau atau serigala?" Sina berjengit.
"pikir aja sendiri" Aufa berjalan menuju dapur.
"kalau kamu mau dijodohkan, ya seperti itulah sistem perjodohan yang ayah terapkan" Sina terlihat menimang nimang. bibirnya di manyunkan ke kanan dan ke kiri. matanya memutar mutar menghadap langit langit.
"tapi ayah yakin bisa kasih Sina jodoh yang baik kan, yah?" Sina menggenggam erat tangan ayah untuk meyakinkan hatinya.
"Insya Allah, ndhuk" ayah menatap hangat putri satu satunya tersebut. begitu juga ibu, ia mengelus puncak kepala Sina.
*** seharian ini Dana hanya bisa melamun dan melamun. walaupun tubuhnya berada di kamar, tapi hati dan pikirannya berada ditempat lain. ada sesuatu yang memaksanya untuk memikirkan seorang gadis yang sejak beberapa jam yang lalu menghantui otaknya. beberapa kali ia berusaha mengalihkan pikiran itu dengan menyibukan diri. alih alih agar pikiran itu hilang, malah semakin parah.
Dana menyandarkan kepalanya dengan posisi setengah tidur. otaknya tiba tiba saja membawanya kembali pada kejadian sore tadi. bagaimana keadaan Sina setelah ini" apa dia baik baik saja" apakah Abbas adalah kekasihnya" bagaimana bisa Abbas mengenal Sina" pertanyaan itu menari nari dalam sel sel otaknya. tapi, tidak tidak! tidak ada keistimewaan pada gadis itu. untuk apa ia susah susah memikirkannya" sisi lain Dana berontak.
hingga seseorang mengetuk pintu kamarnya. Dana beristighfar menetralkan pikirannya. tak lama, seorang wanita paruh baya namun masih terlihat muda memasuki kamarnya.
"terimakasih ya, sayang" mama mengecup singkat kening putranya tersebut.
"Dana yang seharusnya mengucapkan itu, ma" Dana tersenyum lembut. " tanpa mama, Dana bukanlah Dana yang sekarang. semua kebaikan yang Dana dapatkan itu berkat do'a mama. ketika Allah berada disetiap detak jantung Dana, maka mama adalah bagian dari tubuh Dana. mama ada di hati Dana. mama mengalir lewat aliran darah Dana. mama mengiringi setiap langkah Dana melalui Do'a. mama adalah perantara terindah yang dikirimkan Allah untuk Dana" Dana mencium lembut kedua tangan yang berada dipangkuannya.
"sama sama sayang" mama hampir saja menangis haru. ia menatap bangga putra sulungnya tersebut. kendati nama baik keluarganya telah bersih. Dana berhasil membuktikan bahwa dirinya bukan ayah dari janin yang dikandung Sarah. setelah membawa Abbas dan Sarah ke rumah untuk mengakui perbuatan mereka dihadapan mama dan papanya. itu saja sudah cukup. Dana hanya ingin menjaga nama baik keluarganya. diluar itu semua ia bahkan berusaha ikhlas menerima kenyataan. untuk perasaan, ah! itu tidak penting. meskipun terdengar naif. Dana membuang dendam itu jauh jauh karena berpotensi menimbulkan penyakit hati lainnya. ia cukup mencoba untuk membuka hati lagi, mungkin"
"lalu bagaimana dengan tawaran mama dan papa?" Dana terkesiap. mengingat obrolannya dengan papa dan mama sehabis maghrib. mengenai perjodohan. semua ini karena kesalahannya. andai saja ia tidak berpacaran dengan sarah. tidak akan ada niat perjodohan yang terlintas di kedua orangtuanya. lagipula, di zaman serba canggih ini, sulit menemukan gadis yang mau menerima sistem perjodohan.
"jadi, mama dan papa serius dengan tawaran itu?" Dana menatap bingung.
"tentu saja. terutama mama. mama tidak mau kamu kecolongan lagi karena berpacaran itu"
"tapi apa harus dengan perjodohan" atau begini saja, Dana akan mencari jodoh pilihan Dana lalu Dana akan mengenalkannya pada mama dan papa. lalu setelah kami co,--"
tidak tidak.."Mama menggerakan telunjuknya
"kamu percaya sama Mama, kan?" Dana mengangguk lemah.
"Mama dan Papa menginginkan cucu yang berkualitas. jadi Mama juga tidak sembarangan memilih calon buat kamu, Sayang" Dana terdiam. baru saja satu beban berhasil di hadapi, kini beban yang lain datang lebih berat. rupanya Allah begitu menyayangi dirinya.


Cahaya Bertasbih Karya Suffynurcahyati di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

manusia yang hebat ialah manusia yang
menghadapi ujian dengan senyuman. tak menganggap buruk tentang ujian yang diberikan. selalu bersyukur atas yang menimpa dirinya.
kekecewaan sekali pun. tak ada yang lebih nikmat ketika Allah mengajaknya bermain.
"Baiklah. Dana menerima tawaran Papa dan Mama" Dana pun luluh. masih dengan senyum unik miliknya.
"alhamdulillah.. besok mama akan kirim foto gadis itu. mama pastikan handphone kamu selalu aktif ya" mama mencolek hidung bangir Dana.
"iya mamaku sayang..." Dana merangkul malaikat nyatanya itu.
*** 08. satu Menuju Sempurna fa, berkas yang disana udah lo rekap belum?" Idzar menunjuk nakas yang letaknya tak jauh dari posisi ia duduk. Aufa menoleh. menghentikan aktifitas menulisnya.
"belum. emang ini apa?"=0A=0A"yasalam.. " Idzar mendongak lalu bersandar pasrah pada kursi empuk di ruang kantor pengajar sekolah alam Al anwar. "itu list achievement siswa. jadi belum lo rekap sama sekali?" Idzar mulai panik panik lebay. sebagai ketua pengajar, ia memang diberi tanggung jawab penuh atas semua perkembangan siswa baik secara praktik maupun akademis. wajar saja jika Idzar shock seperti itu. menjalani 3 aktifitas membuatnya harus pandai pandai mengatur waktu. dari pekerjaannya di Prams Coorporation. kegiatan mengajar di sekolah alam Al anwar dan statusnya sebagai mahasiswa fakultas ilmu tarbiyah dan keagamaan.
"emang mau diinput kapan" bukannya itu buat minggu depan ya" " Aufa menampakan wajah cemas. dan rasa bersalah tentunya. ia pikir berkas itu akan diinput jauh jauh hari.
"rekapan minggu depan ada sama gue. gue ngehandle bagian itu karena kemungkinan gue ga bisa ikut hadir di kegiatan berikutnya. dan berkas itu mau di input hari ini" jelas Idzarmasih dengan kesabaran yang luar biasa.
"oke oke" Aufa mengangkat kedua tangan ke udara lalu beranjak menuju nakas dimana berkas itu diletakan "bakal aku rekap sekarang" gerakannya sedikit grasa grusu. matanya bergerak gerak sibuk menumpuk beberapa berkas menjadi satu tumpukan yang rapi. jujur, perasaannya kali ini antara merasa bersalah, takut, dan cemas berkumpul jadi satu lalu menyerang daya pikirnya. Aufa tipikal gadis yang gampang panik jika menyangkut tanggung jawabnya. baginya Amanah adalah kepercayaan. dan kepercayaan membutuhkan kejujuran sebagai modal awal.
"sebaiknya lo minta bantuan Sadam. mumpung dia lagi nganggur" saran Idzar
"kayaknya ada yang nyebut nyebut nama gue nih. ada apa?" sosok pria bertubuh tinggi cungkring memasuki ruangan. pria itu Sadam. jangan berpikir wajahnya seperti pemeran Sadam di film petualangan Sherina. karena Sadam Subangkit ini memiliki wajah yang--kalau anak muda bilang itu--baby face. baby face berjanggut mungkin. karena Sadam mempunyai ciri khas janggut yang jarang jarang.
"eh, dam,dam bantuin Aufa ngerekap list achievement hari ini, dam" perintah Idzar seperti bos bos besar. tangannya menunjuk nunjuk ke arah Aufa yang sedari tadi sudah ambil start mengerjakan rekapannya.
"kenapa bukan lo aja sih?"=0A=0A"gue sibuk. waktu gue ga banyak. udah buruan, si jenggot" cibir Idzar melotot pada Sadam. "aah, ulet bulu!"
"muka pucet!" "mata ilang!" "bodo, yang penting ganteng" Idzar tak mau kalah. Sadam pun bukan manusia yang gampang menyerah. ia hendak membalas Idzar dengan memukulkan sarung yang sedari tadi ditangannya kemudian ia mengulurkan sarung tersebut agar memantul dan memecut kaki Idzar.
"yasalam.. Sadam.. !! jangan sampe ini stempel melayang ke jenggot lo nih" idzar melotot menyeramkan. sedang si manusia berjenggot Sadam terkekeh geli. tawanya terbahak bahak tidak karuan.
Aufa yang melihatnya tersenyum senyum sendiri. mereka seperti kakak beradik yang usil. selagi mengerjakan rekapan, Aufa memerhatikan Idzar diam diam melalui sudut matanya. Idzar tidak sekaku yang ia pikir. ia humble. tegas. berjiwa pemimpin dan mampu bersosialisasi dengan baik pada lingkungan. Aufa mendikte satu persatu keistimewaan Abidzar Ahda dalam hatinya.
dalam waktu satu jam, Aufa berhasil menyelesaikan rekapannya. dibantu Sadam juga pastinya. walau Sadam hanya mengerjakan dua lembar saja.
"thanks ya, fa. setelah ini tinggal gue input semaleman di rumah" ungkap Idzar memasukan lembaran lembaran pada tas punggung berwarna hitam.
"iya, sama sama" Aufa dan Idzar berjalan beriringan melintasi koridor sekolah menuju pintu gerbang keluar. hari ini tidak ada kelas mengajar. Idzar pun harus segera menuju kantor. untung saja pihak perusahaan memberi kebijakan pada status Idzar yang masih mahasiswa.
"setelah ini kamu langsung ke kantor?"=0A=0A"yoi" Idzar tersenyum "pulang ngantor ke kampus dan berpusing pusing lagi" Idzar menertawakan dirinya. Tidak ada yang salah memang. ia hanya berusaha tetap tersenyum bahkan tertawa, mengontrol diri akan kesibukannya yang padat yang cenderung membawanya pada tingkat stress.
"kamu ga capek, melakukan 3 profesi dan aktifitas sekaligus dalam satu waktu" aku perhatiin kamu itu ga ada capeknya ya" Aufa mengernyit heran. tidak habis pikir dengan jiwa muda pria disebelahnya.
"definisi capek versi gue itu beda,fa" Idzar tersenyum PD "capek menurut orang lain itu capek fisik maupun pikiran, kan" nah kalau gue. jujur terkadang gue capek dengan semua aktifitas gue, tapi diantara aktifitas melelahkan itu, gue punya obat manjur yang bisa bikin capek gue langsung ilang. dan itu ada di salah satu pekerjaan gue" butuh loading yang sedikit agak lama untuk Aufa bisa mencerna penjelasan Idzar. belum selesai Aufa mencerna, Idzar mengeluarkan ponsel miliknya lalu membuka beberapa foto.
"ini obat gue" Idzar menyodorkan ponselnya kepada Aufa. gadis itu menerima dengan sisa sisa kebingungan di otaknya
"senyum mereka. tangis mereka. tawa mereka dan semua yang dilakukan mereka seperti candu yang membuat gue ga bisa jauh jauh dari mereka" Aufa memperhatikan satu persatu foto foto kegiatan sekolah alam. Idzar mengambilnya ketika kegiatan tengah berlangsung. ketika siswa siswi tengah asyik bermain sambil belajar disana. Aufa bergumam kagum pada setiap sudut yang diambilnya.
"itulah mengapa mereka dibilang seperti kertas putih yang bersih. karena setiap emosi yang mereka tumpahkan itu suci. jauh dari nafsu, amarah, dendam, dengki dan lainnya. hati mereka bersih. saking terlalu bersih, gue pun menjadi jahat dan egois karena menjadikan kesucian dan kepolosan mereka sebagai obat penghilang capek gue. walau dengan menatap senyum mereka melalui handphone, setidaknya gue bisa merasakan ekspresi ekspresi mereka disana"
sekali lagi Aufa memuji kagum pada Idzar dalam hati. Idzar seperti manusia hampir mendekati sempurna. ya, Aufa tahu kesempurnaan hanya milik Allah. tapi pria di dekatnya ini semakin meyakinkan dirinya bahwa Tuhan tidak pernah sembarangan dalam menciptakan manusia. itulah mengapa Manusia adalah makhluk yang istimewa. mereka diberi akal pikiran juga nafsu. apabila mereka mampu mempergunakan akal itu dengan baik, mereka akan lebih baik dari malaikat. namun jika tidak mampu mengendalikan nafsunya, mereka akan jauh lebih buruk dari hewan. dalam penilaiannya, Idzar mampu berpikir dan memberi setiap ruang di otaknya bekerja sesuai kemampuannya. ia tidak memaksakan pekerjaannya harus bagus, harus sempurna. ia sangat mengerti bagaimana caranya mengolah kualitas berpikir. kuncinya hanya dua.
sebelum meluruskan mindset atau pola pikir, yaitu niat yang kuat.
"sepertinya aku ga salah bekerja disini" Aufa mengembalikan ponsel milik Idzar seraya tersenyum kecil. "terimakasih kamu sudah memberi aku kesempatan untuk belajar sekaligus bersedekah disini. walau lebih banyak belajarnya daripada sedekahnya. tapi bukankah berbagi tawa dan kebahagiaan juga bagian dari sedekah?" Aufa tersenyum dibalas senyum kecil Idzar tanda setuju.
tidak ada yang lebih indah selain bersama dengan seseorang yang menjadikannya satu dalam segala hal. satu pikiran dan juga satu hati.
*** Menikah adalah penyempurna agama. coba lihatlah sejenak jemari tanganmu. di satu lengan kau punya lima jari . itu pertanda rukun islam yang harus kau pegang teguh. namun tahukah kau kenapa lima jemari itu dicipta dengan bersela"
ya, agar tiap selanya kelak akan digenapi oleh sela jemari yang lain. yakni jemari kekasih yang sudah dipersiapkan oleh Tuhan. jemari itu lantas bergandeng erat . lekat. lalu berjalan melintasi usia yang tersisa dengan bersama. hingga meraih JannahNya.(*)
Tengkorak Hitam 2 Kasus Terakhir Miss Marple Miss Marples Final Cases Karya Agatha Christie Badik Buntung 11
^