Cewek Cetar Dua 1
Cewek Cetar Dua Karya Zaeemaazzahra Bagian 1
Cewek Cetar Season 2 Oleh: Zaeemaazzahra Mencintai dua orang dalam satu waktu" Sepertinya beberapa orang pasti pernah mengalami hal itu termasuk Raya. Sejak saat itu, hubungan Raya dengan Arsyaf
mulai merenggang. Di tambah lagi mereka harus LDR. Bagaimana mereka menyikapi hal itu"
Chapter 1 [Raya pov] Renan duduk bersandar di tembok. Matanya tampak mengatup ngantuk. Sedangkan El sedang nge-game seperti biasa. Mereka berdua mah emang anti sama yang namanya
belajar. Dan Arsyaf, pacar gue tercinta sedang belajar bersama gue. Dia ingin masuk ITS bareng gue katanya. Tapi..... dia ibarat pungguk merindukan bulan.
Dengan IQ nya yang cuma 0,5...... rasanya mustahil banget dia bisa masuk ITS, salah satu institut keren di Indonesia. Bushet dah pacar gua dodol amat yak"
"Kebangetan pe'ak ya lo, Syaf! Ini cuma rumus sederhana, dan lo masih nggak paham juga?" Gue melotot marah masih tak berhenti mengomel. "Sudah tiga kali
gue jelasin cara mencari hambatan pararel dan lo masih nggak nyambung juga! Huh!" Gue mendengus sebal.
"Ya maap kalau otak gue nggak seencer otak lo!" Dia mengerucutkan bibir.
"Iya! Emang otak lo nggak encer! Bahkan amuba pun lebih cerdas dari pada lo!"
"Jahat banget lo, Mak!" Renan mendorong kepala gue. "Muka lo tuh yang kayak amuba! Kasian si Arsyaf, lo marah-marahin terus kayak babu aja!"
El tak bicara dan masih asyik dengan game yang baru ia download tadi. Gue jadi kicep setelah ditegur Renan. Kalau dipikir-pikir lagi, emang gue jahat banget
sama si Arsyaf. Suka ngomel nggak jelas, nggak mau ngalah, suka ngambek, dan suka nabok kepala juga. Kalau Arsyaf berpaling dari gue gimana" Aaarrrghhh
tidak! Tidak boleh! Pokoknya tidak boleh!
"Ya udah! Sampek mana tadi?" Gue menurunkan nada suara dan kembali fokus ke modul fisika yang ada di hadapan kami.
"Sampek ini." Arsyaf menunjuk rumus mencari hambatan pararel. Lalu melirik gue sebentar. Dan kami pun kembali belajar lagi.
Pacar gue memang dodolnya minta ampun! Tapi gue tau kalau dia cinta benget sama gue. Dia rela belajar mati-matian agar bisa satu kampus sama gue. Makasih
ya, Patkay! *** Gue menghela napas, melamun memikirkan kado apa yang akan gue berikan ke Sobirin besok. Apa ya" kenapa dia harus ngundang gue sih" Haaaassshhh! Gue bingung!
"Ngelamun apa lo, Mak?" Renan tiba-tiba duduk di samping gue. Sedangkan Arsyaf dan El duduk di depan gue.
"Nggak ngelamun apa-apa!" Gue menggeleng. "Oh iya gengs! Gue diundang Sobirin ke pesta ulang tahunnya kamis besok!" kata gue sambil memberikan HP gue ke
Renan, memperlihatkan SMS yang dikirim Sobirin.
"Kapan ya gue bisa ngundang kalian kek begini?" Renan membolak-balikkan HP gue.
"Cepetan undang gue di acara sunatan lo!" Celetuk gue asal.
Renan langsung naik darah. "Kurang ajar lo! Gue sudah sunat tauk!" Bentaknya sampek muncrat.
"Kalau Renan disunat lagi, entar itunya habis gimana?" Tambah Arsyaf sambil tertawa terbahak-bahak.
"Emang nggak bisa tumbuh lagi yak?" tanya gue dengan lugunya.
"Dasar balita mesum!" Renan menjambak poni gue geram.
"Gue udah gede tauk!" Gue cemberut dengan mulut manyun.
"Maksud Renan, Balita itu singkatan dari Bayi di atas Lima puluh Tahun!" Ledek El sambil mengulum tawa.
Riuh tawa kami berempat bahkan memenuhi kantin sekolah saat itu. Hehehe..... inilah cara kami mempererat persahabatan di antara kami berempat. Salah satunya
dengan bergurau. Walaupun gurauan mereka kadang sering nyebelin juga. Tapi gue selalu suka.
*** Sejak gue pacaran sama Arsyaf, cewek-cewek di sekolah jadi semakin sensitif sama gue. Mereka semakin lama semakin mengganggu. Lebih dari 12 kali sehari,
mereka nggak pernah absen menggosipkan gue. Minimal 3 kali sehari mereka menfitnah gue. Dan lebih dari 3 kali sehari juga gue kena bully anak-anak paling
eksis di sekolah. Cukup melelahkan memang! Tapi mau bagaimana lagi" Gue udah terlanjur cinta sama Arsyaf. Gue nggak mungkin memutuskannya hanya gara-gara
cewek-cewek di sekolah nggak suka dengan hubungan kami.
Di depan kaca toilet, gue senyum-senyum sendiri sambil menata poni gue. Nggak begitu cantik sih! Tapi senyum gue manis juga! Hehehe
"Wajah udik kayak gitu aja pamer!" Kata Natasya, siswi paling beken di kelas XII IPS 1.
Gue melirik cuek lalu kembali menata poni gue dengan sisir jemari, menepuk-nepuk lembut pipi gue, kemudian membuka mulut untuk melihat gigi gue. Hanya
sekedar mengecek apakah ada sisa cabe.
"Lo pakek pelet apa sih" Gue penasaran banget tau!" Ucap Berliana, teman Natasya.
Perlu dicatet, mereka duo racun di sekolah. Hobi mereka adalah clubbing, dan mengkoleksi pacar. Dan perlu dicatet juga, koleksi pacar-pacar mereka nggak
ada yang lebih cakep dari pacar gue.
Gue mencoba mengabaikan mereka. Berpura-pura tidak mendengar ocehan mereka. Gue sudah terbiasa dengan hal ini semenjak hubungan gue sama Arsyaf terbongkar.
"Lo budek ya?" Natasya mendorong kepala gue geram.
Gue berbalik ke arah Natasya dan menatapnya datar. "Iya. Emang gue budek. Puas?" Gue berjalan lancang dan sengaja menenggor pundak kanan cewek cantik dengan
dua tindik di salah satu telinga itu.
Mulut mereka menganga dan mata mereka membulat nggak percaya. Muka mereka tampak bete banget sama gue. I don't care! Kalian mau membully gue" In your dream!!
"Hei setan! Lancang banget lo jadi orang!" Teriak Natasya.
"Cari mati lo"!" Tambah Berliana. "Dasar tukang pelet!"
Teriakan dan cacian mereka seolah hanya numpang lewat di telinga gue. Masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri. Ya! Seperti itulah! Telinga gue rasanya
sudah kebal dengan hal-hal semacam itu.
*** Chapter 2 [Raya pov] Belum sampai 1 menit gue keluar dari toilet, gue sudah terjerembab di atas lantai. Kali ini adik kelas yang membully gue. Saat dia duduk-duduk santai di
depan kelasnya, dia sengaja menjulurkan kakinya ketika gue lewat. Bushet dah!
"Maaf, Kak!" Adik kelas itu berpura-pura menolong gue. "Maaf, aku nggak sengaja!"
Gue tersenyum sinis padanya. "Nggak usah munafik deh! Najis lo!" Kata gue judes sembari membersihkan rok gue dari debu.
Gue pun berjalan lagi menuju kelas. Meninggalkan cabe-cabean itu dengan kemarahan yang tertinggal. Dan belum sampai satu menit lagi, gue kena bully untuk
yang kesekian kalinya! Ouch! Kepala gue tiba-tiba pening ketika sebuah bola basket melaju kencang ke arah gue dan mengenai kepala gue.
"Maaf, Kak!" Kata dua cewek yang berlari ke arah gue untuk mengambil bola yang masih menggelinding di dekat gue. "Maaf, kami nggak sengaja!" Kata salah
satu di antara keduanya. Kepala gue pening banget! Sumpah! Gue bahkan tak bisa menanggapi apa yang mereka katakan. Mata gue berkunang-kunang. Perlahan-lahan pandangan gue terlihat
semakin samar. Beberapa kali gue menggeleng-gelengkan kepala sembari menggepraknya pelan mencoba mengembalikan pengelihatan. Tapi nggak bisa! Pandangan
gue semakin kabur dan tak bisa terlihat jelas.
Braaaaakkkk Gue pun terjatuh di atas lantai. Samar-samar, gue bisa melihat 2 adik kelas yang membully gue tadi. Mereka sepertinya ketakutan melihat gue terkapar di
atas lantai. "Gimana ini?" Kata adik kelas yang berkuncir kuda.
"Nggak tau!" Sahut adik kelas yang satunya sambil mengangkat bahu.
Setidaknya itulah percakapan terakhir yang gue dengar sebelum gue benar-benar menutup mata.
*** Ketika gue membuka mata, Arsyaf sudah ada di samping gue sambil memegang tangan gue lembut. Ia terlihat sangat cemas.
"Sayang, lo nggak apa-apa 'kan?" Tanyanya sambil memapah gue untuk duduk dari ranjang UKS.
"Nggak apa-apa," jawab gue bohong sambil memegang bagian kepala gue yang masih pening.
"Lo itu jadi orang cepet tanggep dikit napa!" Omel Arsyaf. "Ada bola langsung sikat! Ini nih akibatnya kalau elo suka bolos pelajaran olahraga Pak Yono.
Kualat lo!" "Nasib.... nasib..." kata gue manyun. "Emang nasib gue punya pacar yang banyak bacot kayak lu!"
"Gue banyak bacot karena gue sayang tauk!"
Gue tersenyum simpul lalu memeluk Arsyaf hangat. Arsyaf kaget bukan main ketika gue memeluknya duluan. Biasanya dia yang memeluk gue duluan. Tapi kali
ini gue nggak bisa menunggu! Gue butuh dia! Gue pengen peluk dia!
"Raya?" Dia masih keheranan mendapati tingkah gue. Lalu tanpa bertanya apa-apa lagi, dia membalas pelukan gue.
Ya! Tidak apa-apa seperti ini saja. Untuk bersamanya, memang butuh pengorbanan. Gue nggak mungkin ngasih tau Arsyaf kalau gue pingsan karena dibully gara-gara
pacaran sama dia. Kalau gue bilang, dia pasti marah besar. Dan gue nggak tau apa yang akan dia lakukan.
*** [Elbara pov] Walaupun Raya telah dimiliki Arsyaf, tapi tetap saja gue masih mencintainya. Seberapa pun keras gue melupakan Raya, tetap saja gue nggak bisa. Terkadang,
gue suka mengikutinya dari belakang secara diam-diam. Dari kebiasaan buruk gue itu, gue dapat mengetahui apa yang tidak diketahui Arsyaf.
Sudah seminggu ini Raya dibully cewek-cewek yang nge-fans sama Arsyaf. Tapi Raya hanya diam saja. Dia bahkan tidak mengadu pada gue, Renan, atau pun Arsyaf.
Raya memang cewek yang tegar dan pemberani. Tapi meskipun demikian, tetap saja gue nggak tega melihat dia dibully seperti itu. Dan yang lebih konyolnya,
gue nggak bisa berbuat apa-apa agar fansnya Arsyaf berhenti membully Raya. Sial!!
Seperti biasa, hari ini gue mengukuti Raya diam-diam. Ketika dia masuk ke toilet, Natasya dan Berliana juga ikut masuk di dalamnya. Entah apa yang terjadi
di dalam gue nggak tau. Natasya dan Berliana pastinya akan mengganggu Raya lagi seperti hari-hari sebelumnya.
Belum sampai satu menit keluar dari toilet, Raya sudah terjatuh gara-gara tersandung kaki adik kelas. Dan lebih parahnya, tak lama setelah itu, dia jatuh
pingsan ketika sebuah bola basket mengarah ke kepalanya dengan cepat.
"RAYA!!" Teriak gue dari kejauhan sambil berlari menghampirinya.
Sial!! Ketika gue sampai di tempat Raya terkapar, dia sudah tak sadarkan diri. Dua adik kelas yang tadi sengaja melempar bola ke arah Raya tidak melakukan
apa-apa dan hanya tersenyum senang. Tapi raut wajah mereka berubah kaget ketika gue datang.
Chapter 3 [Elbara pov] "Raya" Raya" Bangun Raya!" Gue menepuk-nepuk pipinya pelan.
Raya masih tak kunjung bangun. Dua adik kelas terlihat sangat ketakutan. Mereka bahkan menelan ludah beberapa kali.
"Kak, maaf, kami nggak sengaja," papar adik kelas dengan rambut berkuncir kuda.
Gue nggak menghiraukan apa yang cewek itu katakan. Gue pun segera menggendong Raya menuju UKS. Tapi baru beberapa langkah gue beranjak, gue terhenti dan
menoleh ke arah 2 adik kelas itu.
"Kalian!" Kata gue.
"I...iya, Kak...." kata mereka gugup.
"Kalau kalian atau teman-teman kalian melakukan hal seperti ini lagi, gue nggak akan tinggal diam!"
"I....iya...Kak" Mereka menelan ludah kembali.
Gue pun melanjutkan langkah tapi gue kembali berbalik menatap mereka sinis.
"Oh iya satu lagi!" Ucap gue tegas. "Tolong kasih tau Arsyaf kalau pacarnya ada di UKS. ngerti"!"
"Ba...baik, Kak!"
Setelah membawa Raya ke UKS, gue pun membaringkannya di atas ranjang lalu menatapnya iba. Gue menunggu beberapa saat di sampingnya sampai perawat sekolah
datang. Gue sadar kalau gue bukan siapa-siapa. Gue nggak berhak ada di sampingnya. Itulah sebabnya gue menyuruh dua cewek tadi memanggil Arsyaf ke UKS.
Tak lama setelah itu, perawat sekolah pun datang dan gue pun langsung pergi dari UKS.
Dari lantai 2, gue bisa melihat Arsyaf berlari menuju UKS. Dia terlihat sangat cemas. Jangan tanya gue cemas atau enggak! Tentu saja gue sama cemasnya
dengan Arsyaf. Setelah melihat Arsyaf masuk, gue kembali menuju UKS untuk melihat keadaan Raya.
Kali ini gue tidak masuk. Gue hanya berdiri di ambang pintu sambil melihat Arsyaf duduk di samping Raya sambil menggenggam lembut tangan cewek yang gue
cinta itu. Tangan gue mengepal marah tapi gue nggak bisa berbuat apa-apa.
Mereka terlihat bercakap-cakap sebentar lalu mereka berpelukan mesra. Dan yang lebih membuat gue sakit, Raya memeluk Arsyaf duluan lalu Arsyaf membalas
pelukannya. Sial!! *** [Raya pov] Kejadian tadi di sekolah terasa sedikit aneh. Kenapa Arsyaf yang berada di samping gue" Padahal saat pingsan, gue samar-samar melihat El yang menggendong
gue menuju UKS. Walaupun pengelihatan gue saat itu agak nggak jelas, tapi gue yakin kalau itu El bukan Arsyaf. Aaaaarrrghh!!
Apa itu hanya imajinasi gue saja" Apa karena kulit mereka sama-sama putih, jadi gue mengira Arsyaf adalah El" Ya! Benar! Mungkin gue yang salah lihat karena
saat itu pengelihatan gue yang nggak berfungsi dengan baik.
Tidak dapat dipungkiri kalau gue juga sayang sama El. Walaupun dia tidak banyak bicara, tapi dia sangat peduli sama gue. Dia seperti kakak laki-laki bagi
gue. Dia selalu melindungi gue ketika gue berada dalam masalah. Di antara ketiganya, dia lah yang paling dewasa. Mungkin karena dia terbiasa hidup sendiri
tanpa orang tua. Ah, kenapa gue jadi memikirkan El" Ada apa dengan gue" Kenapa gue sering memikirkan El"
Arsyaf yang menggendong gue ke UKS dan berada di samping gue sampai gue bangun. Sadar, Ray! Sadar! Hati lo kenapa suka nikung sih" Hati gue ngebacot sendiri.
Arsyaf adalah pacar terbaik di dunia. Walaupun secara tindakan gue nggak selingkuh, tapi hati gue nggak bisa bohong. Jujur, gue lama-kelamaan juga mempunyai
rasa sama El. Chapter 4 [Raya pov] Mata gue lagi-lagi ingin terpejam. Rasa kantuk terasa lekat menempel. Seperti ada lem di kedua pelupuk mata gue. Sumpah! Pengen tidur gua!
"Siapa itu" Siapa itu?" Bisik Lea sambil menepuk-nepuk ringan punggung gue. "Ray, kayaknya ada guru baru deh!"
Sambil menguap, gue mengucek mata. Menfokuskan pandangan pada seorang lelaki tampan dengan kemeja bergaris yang tengah memasuki ruangan kelas. Gue garuk-garuk
rambut keheranan. "Selamat pagi, anak-anak!" Kata lelaki tampan itu setelah menaruh bukunya di atas meja guru.
"Selamat pagi..." jawab semua siswa di kelas kecuali El. Dia memang selalu irit suara.
"Perkenalkan! Nama saya Septian, mulai sekarang saya akan mengajar SBK untuk menggantikan Pak Ramli karena beliau akan melaksanakan ibadah umroh," papar
guru ganteng yang bernama Septian itu.
Beberapa cewek-cewek di kelas terlihat menggeliat senang. Ada yang senyum-senyum sendiri, ada yang bisik-bisik senang bersama teman sebangku, ada juga
yang melongo menatap Pak Septian. Hadehhh....
"Oke. Kita langsung saja. Saya rasa nggak perlu basa-basi. Tolong keluarkan buku gambar kalian. Dan buatlah gambar apa pun yang kalian bisa," tambah Pak
Septian. "Baik, Pak!" Jawab sebagian siswa yang ada di kelas. Dan sebagian yang lain cuma diam saja sambil mengeluarkan buku gambar masing-masing.
Huh! Gue mau gambar apa ya" Bukannya sombong, tapi salah satu pelajaran yang paling gue suka adalah SBK. Bukan karena gurunya ganteng! Tapi karena gue
memang suka menggambar. Itulah sebabnya gue memilih ITS. Karena cita-cita gue adalah menjadi seorang arsitek.
Kali ini gue mau gambar anime. Pokoknya rambutnya panjang dan ada topi jaring-jaring di atas kepala. Mudah! Tak sampai sepuluh menit gambar yang gue buat
sudah jadi. Hahaha dalam hati gue tertawa bangga punya bakat seperti ini.
*** Sejak gue dan Arsyaf beda kelas, setiap jam istirahat dia mampir ke kelas gue. Kadang dia suka rempong. Emang lidahnya setajam silet. Nyebelin! Huh!
Arsyaf menatap horor gambar yang gue buat. Lalu dia tertawa keras sambil menunjuk topi jaring-jaring yang gue gambar. Gue hanya mendengus kesal sembari
mengerucutkan bibir. "Kenapa, Syaf" Gambarnya bagus kok!" Kata Renan membela.
"Lo bilang gambar kek gini bagus?" Arsyaf mengerutkan dahi lalu kembali tertawa.
Renan tak berkata apa-apa. El hanya diam. Dia nge-game seperti biasa. Tapi gue tau dia menyimak percakapan kami.
"Ray, apa ini, Ray?" Arsyaf menghentak-hentakkan telunjuknya di atas buku gambar gue. Lebih tepatnya, pada bagian topi jaring-jaring yang gue buat.
"Topi. Topi elegan buat dipesta-pesta gitu," papar gue.
"Topi" Lo bilang ini topi" Ini popok bayi tau nggak" Hahaha..." Tawa Arsyaf seketika pecah.
Gue langsung menutup buku gambar gue. "Bilang aja iri lo! Soalnya lo nggak bisa gambar kek begini!"
"Lain kali, kalau gambar popok jangan di atas kepala!" Arsyaf menepuk-nepuk pelan kepala gue. "Mending superman! Popoknya masih di bawah meskipun taroh
luar! Ini popok taroh kepala! Sontoloyo!"
Gue berdecak sinis. "Tangan lo najis!"
Arsyaf mencium telapak tangannya."Rambut lo bau! Kutuan lagi!"
"Enak aja kutuan! Yang bener korengan!"
"Nggak pernah keramas lu ya?"
"Keramas kok! Fitnah lebih kejam daripada pembunuhan lho!"
Renan hanya geleng-geleng. "Kalian itu lucu ya! Nggak ada satu hari pun tanpa bertengkar. Gue nggak bisa bayangin kalau kalian nikah nanti! Bisa-bisa belom
seminggu udah kelar! CERAI!"
"ENGGAK MUNGKIN!!" Jawab gue sama Arsyaf bebarengan.
"Cerai" Itu mungkin saja bagi pasangan labil!" Tambah El menghentikan game-nya. "Dan mungkin saja, belum sampai ke pelaminan kalian sudah kelar," kata
El sembari menatap Arsyaf tajam.
"Itu hanya mimpi lo, El!" Arsyaf menatap El balik dengan tatapan yang tak kalah tajam.
El berdiri dari tempat duduknya, memasukkan HP nya ke dalam saku baju. Lalu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana dan pergi. Jujur, hati gue
bergetar senang, takut, dan bingung. Semuanya bercampur menjadi satu. Gue jadi sok kecantikan semenjak dua cowok paling populer memperebutkan cinta gue
hehehehe Gue merasa seperti Geum Jan Di di drama korea Boys Before Flowers diperebutkan Goo Jun Pyo dan Yoon Ji Hoo. Eaaah Eaah Eaaah! Ah, lagi-lagi gue berpikir
yang tidak-tidak. Auk ah! Sekarang gue jadi sering keGRan.
Chapter 5 [Elbara pov] Walaupun gue sudah mengancam adik kelas agar tidak membully Raya, tapi tetap saja cewek-cewek dari kelas XI dan XII masih mengusili Raya. Bagaimana pun
juga, gue harus menghentikan pembullyan itu. Gue nggak mau Raya terluka lagi. Sudah cukup dia pingsan terkena bola. Tapi bagaimana cara untuk menghentikan
mereka" "Elbara?" Seorang cewek cantik, seksi, dengan seragam press body menghampiri gue. Namanya Pamela.
Gue hanya menoleh sebentar lalu kembali menyesap sepuntung rokok. Dia mendekat kemudian duduk di samping gue. Gue pun bergeser. Jijik rasanya jika berada
di dekat cewek kayak dia. Di mata gue, dia itu seperti cacing, tubuhnya suka menggeliat nggak jelas.
"El, disapa cewek lo tuh!" Ejek Zen setelah mengeluarkan asap rokok yang telah dihisapnya.
Gue hanya diam dan kembali merokok. Renan, Arsyaf, dan Dodot hanya tertawa cekikikan.
"Galak banget sih ayang El ini! Jadi tambah gemes!" Pamela mulai merangkul tangan kanan gue.
Sumpah demi Tuhan, gue jijik banget! Gue pun menghempaskan tangannya dengan kasar tanpa berkata sepatah kata pun.
"El, kenapa sih lo nggak suka gue" Emangnya gue kurang apa?" Tanya Pamela manja.
"Iya, El! Pamela itu cewek paling cantik di sekolah ini. Kenapa lo nggak suka sih?" Ujar Berliana yang menggeliat di bahu Zen.
"Jangan bilang kalau lo suka sama Raya!" Celetuk Tantri yang saat itu duduk di samping Renan.
"Jangan asal ngomong lo, Tan!" Tukas Arsyaf ngotot.
Gue biarkan mereka lelah bertengkar dan beropini sesuka mereka. Yang penting, gue suka sama Raya. Gue sayang banget sama dia. Dan tidak ada yang bisa merubah
itu. "Lalu, kenapa sampai sekarang El belum punya pacar?" Tambah Natasya setelah menyesap rokoknya. Dia duduk di samping Teo, salah satu anak buah gue.
"Ya mungkin dia homo kali!" Kata Arsyaf mengangkat bahu.
Gue melempar sepatu ke arahnya. Tapi dengan sigap dia menampiknya dengan cepat. Gue melotot. Dia melotot juga. Dodot segera mengambilkan sepatu gue lalu
meletakkannya di depan kaki kiri gue. Kemudian gue pun memakainya.
Di dalam base camp ini, hanya gue, Arsyaf, dan Dodot yang nggak membawa pasangan. Zen bersama Berliana, Renan tentu bersama Tantri, dan Teo bersama Natasya.
Dan yang lainnya gue nggak terlalu hafal nama pacarnya.
Arsyaf nggak mungkin membawa Raya ke tempat kayak begini. Penuh asap rokok dan aksi-aksi anak brandal. Tak jarang Zen dan Teo melakukan hal yang tidak
senonoh di base camp ini. Raya itu cewek lugu. Dia bahkan selalu mempercepat adegan yang tidak senonoh kalau menonton drama korea. Kalau tidak sempat mempercepat,
dia pasti menutup mata. Dia memang lucu! Itulah yang gue suka.
"Kalau dipikir-pikir lagi, lo itu emang cocok sama gue, El!" Tangan Pamela mulai merambat menuju lengan gue. "Lo itu leader semua cowok di sekolah ini.
Sedangkan gue leader semua cewek yang ada di sekolah ini. Kalau lo sama gue pacaran, kita bakalan jadi pasangan paling beken sepanjang sejarah SMA 5 Cendrawasih!"
Gue berdiri, menghempaskan tangan pamela lalu membuang puntung rokok yang tersisa ke atas tanah kemudian menginjaknya dengan kaki sampai bara rokok tersebut
padam. Gue selalu menganggap dia nggak ada. Karena memang gue sangat jijik sama dia.
"Gue cari kopi dulu, guys!" Ucap gue sambil memasukkan kedua tangan gue ke dalam saku celana. Lalu pergi.
Pamela masih belum puas juga. Dia mengikuti gue dari belakang menuju kedai kopi yang tak jauh dari base camp kami. Huh! Menyebalkan!
02. Chapter 6-10 Chapter 6 [Raya pov] Arsyaf kali ini kena hukuman karena dia tertangkap basah membawa majalah porno. Dia dihukum membersihkan toilet sekolah bersama Renan, Teo, dan Dodot.
Rasanya capek juga kalau harus nungguin cowok bego dihukum tiap hari. Mendingan gue pulang, bobok cantik, terus nonton drama korea. Ueeenaaakk!! Jadi mau
tidak mau, gue harus naik bis lagi. Jangan tanya motor! Perlu diingat kalau motor gue disita sama papa. Sial!!
"Guru Tong"!" Sapa seseorang.
Gue yang tadinya menunduk lalu mengembalikan posisi kepala untuk melihat siapakah orang yang menyapa gue tadi. Mata gue melebar sejenak ketika melihat
El berada di hadapan gue kemudian dia duduk di samping gue dan menemani gue menunggu bis datang.
"El" Lo nggak dihukum?" Tanya gue keheranan.
"Gue nggak suka baca majalah kayak begitu!"
"Jangan sok alim lo, El!" Tukas gue judes. "Pasti lo sama bejatnya kayak Arsyaf dan Renan 'kan?"
"Enggak. Gue malah lebih bejat dari mereka."
Mata gue melebar kaget. "Ha?" Mulut gue menganga.
"Daripada hanya gambar, gue suka nonton yang asli tau!"
"Sumpeh lo?" Gue masih tak percaya. Orang sependiam El suka nonton kayak begituan.
El mengacak rambut gue lembut. "Ya enggaklah!" Dia tersenyum.
Gue membiarkan El mengelus rambut gue. Astaga! Astaga! Hati gue mulai berbelok. Sadar, Ray! Sadar! El emang manis banget kayak G-dragon personilnya BingBang.
Kalau dia senyum, hati gue jadi melumer panas. Tapi gue udah punya pacar! Ingat! Ingat!
"Eh! Bisnya sudah datang, El!" Gue mencoba mengalihkan pembicaraan sembari menunjuk bis yang melaju ke arah kami.
Kami pun naik ke dalam bis. Sialnya, kami tidak mendapatkan tempat duduk. Akhirnya, kami pun mau tidak mau harus berdiri bersebelahan. Ah, gue jadi berpikir
yang aneh-aneh lagi! Karena El sangat mirip dengan artis korea, gue jadi berkhayal beberapa adegan yang sering muncul dalam drama hehehe.
Dalam khayalan gue yang pertama, tiba-tiba Pak Sopir mengerem bis secara mendadak terus gue jadi terhempas ke pelukan El. Kemudian kami saling berpandangan
lalu kembali ke posisi semula dengan perasaan salting dan tak saling bicara karena malu.
Tak lama setelah itu, gue berkhayal lagi. Dalam khayalan gue yang kedua, seorang penumpang turun dari bis meninggalkan kursi kosong untuk penumpang yang
lain. Dengan senang hati, El mempersilahkan gue buat duduk di kursi kosong itu. Ya elah! Gue jadi senyum-senyum sendiri. Bushet dah! Khayalan gue lama-kelamaan
mulai membabi buta dah. Dan yang lebih lucunya, dalam khayalan gue yang ketiga, tiba-tiba penumpang bis semakin banyak hingga berdesak-desakkan dan El pun berusaha melindungi
gue agar tidak terdesak penumpang yang lain. Hehehe gue mengetok-ngetok kepala gue sendiri sambil tertawa kecil. Kira-kira, dari ketiga khayalan gue, yang
Cewek Cetar Dua Karya Zaeemaazzahra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
akan terjadi yang mana ya"
Ternyata, dari ketiga khayalan itu tidak ada yang terjadi! Sopir tak kunjung mengerem mendadak, penumpang yang lain juga tak kunjung turun, dan pada beberapa
halte hanya beberapa orang yang masuk bis, tak sampai membuat semua penumpang bis berdesak-desakan. Hallah..... gue menghela napas penuh sesal.
"Eh, kenapa lo nggak naik motor?" Tanya gue keheranan.
"Motor gue lagi diservice," jawab El singkat.
"Ya elah! Motor lo kan ada tiga! Masa' diservice semua?"
"Terserah gue dong!"
Ya elah. Ketahuan banget kalau El lagi modus. Ah, jadi baper. Gue cekikikan sendiri dalam hati. El akhirnya mengantar gue sampai ke rumah.
"Makasih ya, El!" Kata gue sambil tersenyum.
"Seharusnya gue yang ngomong terima kasih." El mengelus poni gue lembut.
"Kenapa?" "Karena lo, gue jadi tau rasanya naik bis."
Gue cekikikan senang. "Jadi, ini pertama kalinya lo naik bis?"
Dia hanya mengangguk. Biasa! Dia suka hemat suara.
"Lo nggak mau mampir dulu?" Tanya gue sambil membengkokkan jempol ke belakang, mencoba menunjuk rumah gue.
"Enggak," jawabnya singkat.
"Ya udah! Gue masuk dulu ya!"
Lagi-lagi dia tidak menyahuti ucapan gue. Dan hanya mengangguk sambil tersenyum manis. Plis El! Jangan tersenyum! Jujur, setiap kali El tersenyum, hati
gue jadi berkecamuk manja. Asheeek....
Gue pun masuk rumah setelah melambaikan tangan ke El. Dan yang lebih lucunya, setelah gue masuk rumah, gue melihat dari jendela kamar, salah satu anak
buah El menjemput El dengan motor. Dan gue kenal banget motor siapa itu! Itu motornya El. Bushet dah tuh anak! Modusnya nggak ketulungan! Tapi bukannya
marah karena dibohongi, gue malah senyum-senyum sendiri dari balik jendela. El, apa lo lupa kalau gue ini pacar sepupu lo sendiri"
Chapter 7 [Renan pov] "Ren, gue dengar lo nyelingkuhin Tantri ya?" Tanya Raya yang sedang asyik nge-game sembari menunggu pesanan baksonya datang.
"Iya. Kenapa emang?" Gue mengambil tusuk gigi lalu memasukkannya ke dalam mulut gue untuk mencari sisa makanan yang terselip di antara cela-cela gigi.
"Setan lo, Ren! Bisa sontoloyo juga ya lu" Gue denger lo selingkuh dengan Monica, sahabatnya Tantri sendiri."
"Gue itu tak bisa hidup hanya dengan satu cinta, Ray!"
"Dasar playboy!" Hujatnya.
"Gue nggak playboy! Gue playstore!" Elak gue lalu meringis.
Raya menghentikan game-nya lalu menjitak kepala gue keras. Ouch! Gue teriak kesakitan lalu gue membalas jitakannya. Setelah meringis kesakitan, mulutnya
jadi manyun, matanya jadi melotot tajam. Gue mendorong pipinya pelan, gemas.
Gue hanya bisa hidup dengan satu cinta jika itu elo, Ray! Jika bersama cewek lain, meskipun dua, tiga, atau bahkan sepuluh sekali pun tetap saja terasa
kurang karena memang hanya lo yang gue cinta selama ini.
Tiba-tiba suasana menghening sejenak. Tidak ada percakapan di antara kami. Raya hanya cekikikan sambil bermain HP. Sebenarnya apa yang dia tertawakan"
Tiba-tiba HP gue bergetar.Ternyata Raya meng-upload foto gue di grup WA anak-anak koplak. Sumpah! Nih anak minta digibeng! Dia meng-upload foto gue pas
lagi tiduran dengan tangan terangkat.
Raya" " : Pagi geng! Coba prhatikn fto adek ini. Tangannya dg tgak ngeliatin keteknya. Dia pikir iklan reksona"
Arsyaf" : koplak lo!
Renan?" : upload fto apa lu, Mak" HP gw agk rusak. Gk bsa liat fto.
Raya" " " : HP lo galau minta d pecat!
Renan" " : Tlong critkan dr awal hingga akhir!
Raya" " ?" : OGAH! Mulut gw bsa berbusa klau cerita dr awal - akhir!
Arsyaf" " : Yank, km kok upload fto Renan aja"
Raya" " ?" : Plis! Jgn perebutkn gw.
Renan?" : GR lo! Dasar luwak berpanu!
Raya" " " : Lalat gincuan!
Jujur, gue penasaran banget dengan foto yang diupload Raya di grup. Nih anak kayaknya minta digibeng biar kapok.
"Ray, lo upload apa sih?" Gue merebut HP dari tangan Raya.
"Woi!" Dia marah lalu mencoba merebut HP nya kembali. Meloncat-loncat mencoba menggapai HP yang gue angkat ke udara. "Balikin, Ren!"
Sambil menghentikan mukanya dengan tangan kiri, gue menggeser layar HPnya dengan tangan kanan gue. Mata gue terbelalak lebar ketika melihat foto yang ia
upload. Dia meng-upload foto gue pas jaman SMP gak pakek baju dengan tangan terangkat. Waktu itu bulu ketek gue udah tumbuh lagi! Dasar! Raya kurang ajar!
Gue mencubit pipinya gemas. "Minta maaf, nggak?"
"Iya, Pak! Maap, Pak!" Ucapnya sambil meringis kesakitan sembari memegangi tangan gue yang mencubit pipi kanannya.
"Makanya korang janganlah nakal!" Kata gue dengan logat melayu.
"Apeulah Athok ni?" Dia cemberut manyun. "Main cubit jje!"
Dia tidak terlalu cantik. Kepribadiannya urakan, bawel, tomboy, dan suka seenaknya sendiri. Tapi gue selalu merasa nyaman bila berada di dekatnya. Andaikan
saja waktu bisa gue ulang kembali, gue ingin kembali ke masa-masa gue saat masih perjaka. Andaikan saja saat itu papa nggak selingkuh di belakang mama,
mungkin gue nggak akan frustasi dan melepaskan keperjakaan gue untuk cewek-cewek di club. Dan mungkin saja saat ini gue merasa pantas untuk Raya.
Tapi...... Semua itu hanya menggantung pada sebuah kata "Mungkin". Gue sudah nggak perjaka lagi. Gue nggak pantas buat Raya. Dia layak mendapatkan cowok yang jauh
lebih baik daripada gue. Chapter 8 [Raya pov] Pagi itu, Lea mengoyak tubuh gue sambil teriak-teriak ke telinga gue. Sumpah! Gue masih ngantuk setelah semalaman penuh gue belajar buat UN bulan depan
coy! "Apaan sih, Lea?" Tanya gue masih dalam keadaan setengah sadar.
"Ada berita gempar, Ray!" Ujar Lea ngotot.
Gue pun terbangun sambil mengucek mata meninggalkan sedikit liur di bangku gue. "Berita apa sih, Lea?" Gue kemudian mengusap sedikit liur yang membasahi
sudut bibir gue. "El pacaran sama Pamela!" Lea semakin ngotot, tangannya kembali mengoyak badan gue.
Mata gue terbelalak lebar. Mulut gue menganga tak percaya "APA"!"
"Kok lo kaget sih, Ray" Emangnya lo nggak tau?"
Gue menggeleng cepat. "Enggak!"
El jarang bicara. Apa yang ia pikirkan tidak ada orang selain dirinya sendiri yang tau. Entah gue harus bersyukur atau berkabung atas pelepasan masa-masa
jomblo sahabat gue itu. Pamela bukanlah cewek baik-baik. Dia seperti penjual aksesoris berjalan. Berbagai macam model anting ada di telinganya, satu ada
di hidung, satu ada di lidah, dan konon katanya ada satu lagi di udelnya.
Gue cuma berpikir, bagaimana rasanya lidah ditindik ya" Apa nggak menyebabkan sariawan" Bagaimana rasanya udel dikasih tindik ya" Apa nggak gatel" Terus
bagaimana kalau tuh perut masuk angin" Auk ah! Balik ke laptop!
"Dari mana lo tau kabar menggemparkan itu, Lea?" Tanya gue penasaran.
"Ya elah, Ray! Lo sih ngorok mulu! Makanya nggak tau kabar terhots abad ini." Lea menimpali.
"Banyak bacot lu! Lama-lama lu ngeselin juga kayak Arsyaf ya!"
"Ya elo kebangetan! Nemplok molor bin ngiler. The King and The Queen pacaran, lo malah nggak tau!"
"Ya ya ya maap! Udah! Cerita gih!"
Lea kemudian meringis malu. "Sebenernya gue sendiri nggak tau kronologinya kayak gimana. Tapi yang gue denger, El yang nembak Pamela!" Papar Lea ngotot
banget. "APA"!" Mata gue melotot kaget sambil menggebrak meja. "Bagaimana bisa?"
"Gue juga nggak tau apa alasan El nembak Pamela, Ray." Lea mengangkat bahu.
Aduh! Hati gue kok jadi cenat-cenut nyesek sih" Apa gue cemburu" Ah, sadar, Ray! Sadar, Ray! Lo harus sadar! Pacar lo itu Arsyaf, bukan El! Buat apa lo"
cemburu kalau El punya pacar! Dia emang nembak lo. Tapi bukan berarti lo suka sama dia 'kan"
Nggak tau kenapa hati gue terus berseteru. Berbicara sendiri untuk meyakinkan diri kalau gue nggak perlu merasa sakit karena El pacaran sama orang lain.
*** Seperti biasa, di tempat parkir gue berdiri di samping motornya Arsyaf menunggu pemiliknya datang untuk mengantar gue pulang. Tapi saat gue tengah menunggu,
gue melihat El bersama Pamela dari kejauhan, di tempat parkir sebelah timur. Pamela terlihat menggelayut manja di lengan El. Sial! Hati gue bertambah cenat-cenut
nyesek ketika melihat kemesraan mereka secara langsung.
Setelah El naik motor dan memakai helm, Pemela juga ikut naik motor sambil memakai helm. Yang lebih menyesakkan lagi, dia melingkarkan tanggannya di sekeliling
pinggang El dan terlebih lagi, dadanya...... Aaarrrggghh!! Gue nggak bisa cerita! Gue jijik melihatnya. Mereka pun berlalu pergi. Tapi nggak tau kenapa
rasa sesak di dalam dada gue masih menggunung.
"Rayap" Kenapa lo bengong?" Arsyaf melambaikan tangan di depan mata gue.
"Ha?" Gue terperanjat kaget. "Sori. A...ayo kita pergi!" Kata gue mencoba mengabaikan pertanyaan Arsyaf.
Gue dan Arsyaf pun naik ke atas motor, memakai helm lalu melaju pergi. Di tengah perjalanan, dada gue terasa begitu sesak. Beberapa kali gue sempat memukul-mukul
ringan dada gue sendiri. "Kenapa, Yang?" tanya Arsyaf yang masih fokus mengendarai motornya.
"Enggak, enggak kenapa-napa," jawab gue bohong yang masih memukul-mukul ringan dada gue sendiri.
Arsyaf pun menghentikan motornya. Kami pun beristirahat sejenak di tepi jalan kemudian dia melepaskan helm dari kepala gue. Gue bisa tau kalau Arsyaf khawatir
banget sama gue. "Kamu sakit?" Tanya Arsyaf cemas sambil memegang tangan gue.
Gue menggeleng. "Enggak, Kay, Patkay, Gue nggak kenapa-napa!"
"Perlu ke rumah sakit?"
Gue tercekat, menatap Arsyaf lekat. Bagaimana mungkin hati gue bisa bercabang" Ini hati! Bukan rambut! Apa ada shampoo khusus untuk mencegah hati yang
bercabang" Arsyaf adalah pacar yang sempurna. Selain tampan, dia juga mempunyai tubuh yang atletis. Perlu dicatet, dulu gue pernah nggak sengaja lihat dia tanpa busana
saat gue nggak sengaja membuka pintu kamarnya pas lagi ganti baju. Jadi gue tau dia itu cowok six pack. Oh iya! Dia juga baik meskipun amuba pun lebih
pintar daripada dia. Tapi...... Kenapa...... Hati gue....... Chapter 9 [Raya pov] Di taman dekat kompleks, gue malamun, merenungkan apa yang selama ini gue bimbangkan. Gue menatap danau dan pepohonan sembari menghela napas beberapa kali,
memaki diri sendiri yang tak setia. Padahal saat Geum Jan Di selingkuh sama Yoon Ji Hoo, gue hujat tuh anak sampek tenggorokan gue kering minta aer. Tapi
saat gue sekarang berada di posisi yang hampir sama dengannya, rasanya ada perasaan membenarkan apa yang dia lakukan.
"Neng Raya?" Seseorang yang suaranya terdengar tidak asing tiba-tiba menyapa gue.
Gue menoleh malas ke arahnya. Melihat dia tersenyum dengan gigi kuningnya, membuat gue bergidik ngeri. Gue takut mata gue buta karena silau. Tuh gigi kayaknya
lebih kejam daripada pancaran sinar ultraviolet deh!
Sobirin kemudian duduk di samping gue. Dengan cepat gue bergeser menjauh, takut bau jigong mulutnya memperkosa lobang hidung gue.
"Neng Raya, kenapa Neng Raya nggak dateng di ulang tahun Abang Birin?" Tanya jenglot berkulit hitam sehitam pantat wajan yang kini menatap gue dari samping.
"Gue nggak ada duit buat beli kado!" Jawab gue malas.
Boro-boro mau ngasih kado ke Sobirin! Ngasih kado ke pangeran Arsyaf yang super ganteng aja gue nggak pernah. Apalagi ngasih kado ke seekor Jenglot! Yang
ada bukan gue kasih kado tapi gue kasih sesajen.
"Nggak bawa kado nggak apa-apa, Neng. Yang penting Eneng bawa hati Eneng buat Abang Biri," katanya malu lalu menggeliat senang.
Sebelah pipi gue langsung berkedut ngeri. Gue nggak menyahuti perkataannya. Sumpah dah! Nih anak buat mood gua makin ancur.
"Eh, daripada bengong, gimana kalau kita main bola aja?" Sobirin menunjuk ke arah beberapa anak kecil yang tengah asyik bermain bola.
"Enggak mau ah!" Sahut gue spontan.
"Kenapa?" "Entar gigi lo offset!"
Sobirin bukannya marah tapi malah tertawa kecil. "Ya nggak sampai segitunya kali, Neng! Apa perlu Abang Birin pakek cadar?"
"Sebaiknya nggak usah deh!"
"Kenapa?" "Kasihan cadarnya."
Sobirin menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal. "Emang kenapa kalau Sobirin pakek cadar"
"Cadar elo nanti basah kuyup! Kena iler!"
Sobirin lagi-lagi tertawa senang. Gue makin keheranan dan semakin illfeel sama nih anak satu. Perlu digaris bawahi, sedari tadi gue kipas-kipas pakek tangan
di area sekitar hidung gue. Soalnya sayup-sayup gue bisa mencium aroma tidak sedap yang keluar dari mulut Sobirin. Gue nggak menghindari dia hari ini soalnya
gue merasa bersalah karena nggak datang di pesta ulang tahunnya tempo hari.
*** [Elbara pov] (Flashback sebelum El dan Pamela pacaran)
Sumpah, gue nggak tega melihat Raya setiap hari dibully. Dia tampak menderita banget. Hampir semua cewek satu sekolah membully dia gara-gara dia pacaran
sama Arsyaf, the most wanted boy di SMA 5 Cendrawasih ini. Dan yang lebih parahnya, Arsyaf nggak tau! Pacar macam apa dia"
"Pamela!" Gue berdiri di ambang pintu kelas Pamela sambil bersandar di sisi pintu.
Pamela yang saat itu sedang asyik mengobrol dengan Natasya dan Berliana pun terlonjak kaget bukan main.
"El?" Mata Pamela membulat. Sedangkan Natasya dan Berliana juga demikian.
"Bisa kita bicara sebentar?"
"Bisa! Bisa banget!" Jawab gadis berambut pirang itu dengan semangat. Dia kemudian menghampiri gue. "Lo mau ngomong apa, El?"
Mata gue menyisir ke sekeliling, semua orang tampak memperhatikan kami. "Gue mau ngomong sama lo. Tapi nggak di sini."
"Di mana?" Jujur, gue males banget ngomong sama Pamela. Dia benar-benar menjijikkan. Tapi gue butuh dia.
*** "Sebenernya, lo mau ngomong apa sih, El?" Pamela tampak sumringah ketika kami tiba di halaman belakang sekolah.
"Gue langsung to the point aja. Jujur, gue butuh bantuan lo!"
"Bantuan gue?" Dia tampak keheranan. Dahinya mengerut. "Emangnya lo mau gue bantu apa?"
Gue menghela napas sejenak. "Apa lo bisa menghentikan cewek-cewek satu sekolah membully Raya?"
Mata Pamela langsung melebar. "Apa?"
"Nggak bisa?" "Kenapa" Kenapa lo minta bantuan seperti itu ke gue?"
"Kalau nggak bisa, ya udah! Gue akan cari bantuan ke orang lain." Gue mengabaikan pertanyaan Pamela dan mencoba beranjak pergi.
Sebelum gue sempat melangkah, Pamela memegang lengan gue cepat. "Bisa. Gue bisa!" Ujarnya ngotot.
Gue terhenti, tanpa berkata apa-apa, gue mencoba mendengarkan apa yang akan dia katakan.
"Tapi....." Dia tercekat sejenak. "Tapi ada satu syarat!"
Sudah gue duga! Minta bantuan padanya nggak bakal gratis. Pasti dia meminta imbalan.
"Gue akan memastikan Raya aman, asalkan lo jadi pacar gue!" Lanjut cewek dengan kalung hitam press leher itu.
"Oke. Nggak masalah. Tapi gue nggak mau ciuman sama lo. Apalagi melakukan hal yang lebih dari itu," jawab gue tanpa berpikir panjang.
Asalkan Raya baik-baik saja, jangankan pacaran sama Pamela! Pacaran sama Murti, cewek paling jelek di sekolah ini pun gue mau!
Setelah gue berkata seperti itu, tangan Pamela langsung melingkar di sekeliling pinggang gue. Dia memeluk gue erat banget. Sumpah! Gue pengen muntah!
"El, gue cinta sama lo. Gue pengen hubungan kita langgeng sampai kita nikah nanti," papar cewek itu manja.
Gue nggak menjawab apa-apa. Nikah" Sama lo" Mendingan gue nggak nikah seumur hidup dari pada menikahi kimcil kayak lo.
Ya! Mungkin inilah yang terbaik. Daripada harus melihat Raya menderita, lebih baik gue yang menderita. Gue punya alasan tersendiri mengapa gue nggak bilang
ke Arsyaf kalau Raya selama ini dibully. Gue hanya ingin melihat seberapa besar cinta Arsyaf ke Raya bila dibandingkan cinta gue.
*** Chapter 10 [Raya pov] Sejak El pacaran sama Pamela, hati gue sering terasa sesak. Tapi, walau bagaimana pun juga, gue nggak boleh mempunyai perasaan ini. GAK BOLEH! Jika gue
jatuh cinta sama dua orang sekaligus dalam satu waktu, itu sama saja gue mau menghancurkan persahabatan antara kita berempat. Tidak hanya merusak persahabatan
saja! Gue juga akan merusak hubungan persaudaraan antara Arsyaf dan El karena mereka adalah saudara sepupu. Iya, benar! Sebagai seorang sahabat, gue harus
profesional. Walau bagaimana pun juga, gue harus menekan perasaan ini.
Gue pun menghela napas, mencoba melupakan perasaan ambigu yang saat ini ada di dalam dada gue. Dalam semua kekesalan itu, gue pun mengambil pensil dan
membuka buku gambar. Kemudian gue mencoba membuat sketsa foto kami berempat pas jalan-jalan di dufan dulu. Lama sekali gue menggambar. Sambil senyum-senyum
nggak jelas, gue menggambar wajah Arsyaf, El, lalu Renan. Setelah selesai, gue upload tuh gambar di grup WA anak-anak koplak.
Arsyaf" " : apaan sih, Yap!
Raya" " " " : melmpiaskn kgalauan dg brkrya
Renan" ?" : oooooh....
Raya" " " " : trlmbat! Prckapn udah kelar!
Renan" " " : nah ini blom klar!
Arsyaf" ?" : kicep lo, Yap!
Raya" " " ?" : auk ah!
Arsyaf" " " : hahahahaha
Raya" " " " " : El dmn" Kok gk nongol2 nih ank! Helllooow..
Biri2 Jujur, sulit banget rasanya manggil nama El. Tapi gue harus sportif jadi sahabat. Gue harus memperlakukan El seperti gue memperlakukan Renan sebagai sahabat.
Ya! Benar! Arsyaf" " " : El sdah bobok, Ray. Bsok mau senam. Biasalah! Ank PAUD klau hri jumat d balaidesa senam brsama.
Renan" " " : koplak lo, Syaf!
Elbara" ?" : ?"?"?"
Raya" " " ?" : Kay, Patkay! Ank PAUD kok udh gede" Gk lulus2 emang.x"
Elbara" ?" : kyak.x lo hrs priksa d klinik KLONTANG deh, Tong.
Arsyaf" ?" : Iya, Yap, Rayap! El suka naik2 minta endong bu guyu teyus. El ngompolan soal.x.
Renan" ?" : hahahaha ?"?"?"
Raya" " " " : ?"?"?"?"?"
Elbara" " : AWAS KALIAN! GW MAU BWT PERHITUNGAN! ?"
Raya" " ?" : emang.x El msih ngompol ya, Syaf"
Elbara?" : iya, gw masih ngompol. Lo lupa" Yg nyebokin kan elo, Tong!
Arsyaf?" : Huuus! Smbrangan lo, El klau ngomong!
Renan?" : udh yuk! Mri kita bobok. Gw mau senam sma bu guyu biar di endong.
Raya" " : Sotoloyo smua kalian!
Selama ini ada pertanyaan yang masih membuat gue linglung. Mengapa Tuhan menciptakan hati manusia" Mengapa rasa yang ada dalam hati selalu dinamis" Kenapa
tidak statis saja" Ah, kenapa pikiran gue bercampur aduk dengan pelajaran fisika yang barusan gue pelajari" Dinamis" Statis" Auk ah!
*** 03. Chapter 11-15 Chapter 11 [Raya pov] Hari minggu sudah datang. Pasti si Arsyaf merengek minta cabut kencan. Tapi gue sering sekali menolak ajakannya. Alasannya pun bervariasi. Kadang gue malas
karena ada drama korea yang seru banget, susah ditinggal. Kadang gue sudah ada janji sama mama mau jalan-jalan ke mall. Kadang juga gue malas dandan buat
kencan. Ya! Sejak kencan pertama kami, Arsyaf selalu meminta gue buat dandan setiap kami pergi kencan. Dia merengek terus sampai gue capek ngomel. Dan akhirnya
gue selalu kalah. Wajah gue pun selalu berakhir dengan bedak, maskara, eyeliner, dan lainnya.
"Halo, sayang. Ayo kita kencan." Kata Arsyaf manja.
"Kencan ke mana, sayang?" Jawab gue sambil memasukkan kacang goreng ke mulut lalu mengunyahnya.
"Bagaimana kalau ke dufan" Kali ini cuma kita berdua aja. Nggak usah ngajak Renan dan El."
Gue menatap malas drama korea yang gue tonton di laptop. "Oke. Jam berapa?" Kata gue sambil menaruh kaki di atas meja belajar, hingga kaki gue berdampingan
dengan laptop. "Satu jam lagi aku ke sana, Sayang. Jangan lupa dandan ya. Aku suka banget kalau kamu dandan. Kamu cantik deh!"
Uhuuk uhuuk, gue tersedak kacang yang gue makan. "Iya. Aku tau kalau aku cantik kok. Kalau nggak cantik, nggak mungkin dua cowok paling eksis di sekolah
nembak gue. Iya kan?" Goda gue sambil cengar-cengir.
"Huuus! Udah nggak usah dibahas. Lagian El sudah punya pacar. Pacarnya bahkan jauh lebih cakep daripada kamu. Ngaca dong!" Arsyaf selalu marah jika gue
membahas El yang pernah nembak gue.
Gue tercekat mendengar apa yang dikatakan Arsyaf. Dia benar! Dulu El memang cinta banget sama gue. Tapi sekarang, dia pacaran sama Pamela, cewek pentolan
sekolah. Selain cantik, dia juga sangat sexy. Tubuhnya sebelas dua belas sama Hyolyn Sistar. Aduhai! Gue nggak boleh mengharapkan El. Nggak boleh! Nggak
boleh! Selalu begitu. Hati gue selalu berkecamuk setiap kali gue mengingat El dan Pamela. Fakta bahwa mereka pacaran membuat dada gue terus menerus terasa sesak.
Rasa sesak yang pernah gue alami ketika Arsyaf dan Bianca pacaran dulu.
"Ya udah! Hari ini jadi ke dufan nggak?" Tanya gue ketus.
"Enggak! Kita nggak jadi kencan!" Jawab Arsyaf nggak kalah ketus. Lalu dia menutup telepon. Tut.... sambungan pun terputus.
Kadang, gue merasa iba pada Arsyaf. Hati gue sering kali berbelok menatap El. Padahal, gue tau betul kalau Arsyaf nggak pernah mencintai cewek lain selain
gue. Gue menghela napas panjang. Lalu menaruh HP gue ke sembarang tempat. Kemudian gue merebahkan tubuh gue ke atas kasur. Beberapa kali mata gue sempat mengerjap
menatap langit-langit kamar. Lama sekali gue melamun, meratapi rasa ambigu yang menyesakkan.
Ting tung ting tung Lamunan gue seketika buyar ketika mendengar bunyi bel yang terus melantun. Itu pasti tandanya Kak Icha lagi nonton drama korea yang seru banget dan nggak
mau diganggu. So, itu juga berarti dia nyuruh gue buat bukain pintu. Huh! Kalau melawan tuh nenek-nenek, udah kalah dah gua!
Cewek Cetar Dua Karya Zaeemaazzahra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Gue pun berjalan malas menuju pintu lalu membukanya. Betapa terkejutnya gue ketika mendapati Arsyaf sudah berdiri di sana dengan muka garang. Mata gue
membulat lalu menelan ludah
"Arsyaf?" Tanya gue yang masih tak percaya dia ada di depan rumah gue.
"Boleh masuk?" Tanya cowok itu judes.
"Boleh!" Jawab gue tak kalah judes.
Arsyaf langsung masuk ke dalam rumah lalu duduk di sofa. Sedangkan gue masih berdiri di ambang pintu.
"Gue tunggu lima belas menit. Lo harus sudah selesai dandan. Titik!" Papar Arsyaf ketus.
"Katanya nggak jadi kencan!"
"Terserah gue dong mau berubah pikiran atau enggak. Pokoknya lo harus siap-siap sekarang juga. Titik!"
"IYA! BENTAR!!" teriak gue masih ketus.
Tak lama berdandan ala kak Icha, gue pun siap. Seperti biasa, Arsyaf selalu terperangah ketika gue memakai rok pendek dengan make-up tipis dan tanpa kacamata.
"Kita mau ke mana nih?" Ucap gue sambil berkacak pinggang.
"Kita jalan-jalan ke mall. Dufannya lain kali aja." Arsyaf berdiri lalu menghampiri gue, kemudian menggenggam tangan gue erat.
"SYAF! TITIP RAYA YA!" teriak kak Icha dari dalam kamarnya. Biasalah! Tuh nenek punggungnya lagi encok kali yak" Malas banget buat jalan dikit doang.
"IYA, KAK!" jawab Arsyaf.
Chapter 12 [Raya pov] Sepanjang jalan menuju restoran, Arsyaf terus menggandeng tangan gue erat seolah tak mau lepas. Bahkan saat ia menyetir mobil tadi, tangan kirinya menggenggam
tangan gue. Sementara tangan kanannya berayun-ayun di kemudi bundar. Gue bisa merasakan cintanya yang begitu besar. Mengingat hal itu gue jadi suka senyum-senyum
sendiri. "Kamu mau pesen apa, Sayang?" Tanya Arsyaf dengan nada kalem ketika seorang pelayan cantik memberi kami daftar menu. Rupanya dia tak lagi marah sama gue.
Dahi gue mengernyit heran. Ternyata lelaki egois yang ada di hadapan gue bisa lembut juga. "Em..... aku mau makan kentang goreng!" Gue menunjuk gambar
sekardus kecil kentang goreng yang tampak lezat dengan saos sambal dan mayones.
"Mbak, dua kentang goreng ya!" kata Arsyaf pada pelayan cantik itu sembari mengembalikan buku menu.
Pelayan cantik itu senyum-senyum nggak jelas pada Arsyaf. Apa dia idiot"
"Iya, Mas." Ucap pelayan cantik itu sambil menerima buku menu dari Arsyaf.
Dengan jelas, gue bisa melihat pelayan itu mencoba merayu Arsyaf. Ia dengan sengaja mendekatkan jemarinya ketika Arsyaf memberikan buku menu.
"Ehem!" Gue berdehem sinis lalu menjauhkan tangan pelayan itu dari tangan Arsyaf. "Kentang goreng dua ya, Mbak. NGGAK PAKEK LAMA!" kata gue judes sambil
melotot marah. Inilah resiko mempunyai pacar yang super ganteng. Untung Arsyaf orangnya setia banget. Kalau tidak, mungkin sekarang kita sudah putus dari dulu. Betapa
tidak" Setiap kali gue jalan bareng sama dia, pasti ada aja cewek gatel suka caper. Sebel! Sebel! Sebel!
Pelayan cantik itu hanya cemberut setelah tersenyum kecut pada gue. "Baik, Mbak!" Ujarnya ketus kemudian pergi mengambil pesanan kami.
Arsyaf tersenyum kecil sambil memandang gue lekat. "Kamu cemburu?" Godanya.
Gue memanglingkan muka, salah tingkah. "Enggak," elak gue bohong.
Arsyaf mengacak rambut gue lembut. "Kamu imut banget kalau lagi cemburu tau nggak?"
Gue langsung menepis tangan Arsyaf dari rambut gue. "Apaan sih! Lebay!" Ucap gue sambil menahan senyum.
"Arsyaf" Raya?" Sapa seorang gadis dari belakang.
Gue pun menoleh. Betapa terkejutnya gue ketika mengetahui siapa gadis yang memanggil gue tadi. Pamela. Dia berdiri di samping El. Dan tentunya kedua tangannya
melingkar erat di lengan El.
Gue tercekat. Mematung di tempat gue duduk. Dada gue kembali terasa sesak. Plis Tuhan! Tolong hilangkan rasa ini. Rasa yang seharusnya tak pernah ada dan
mengusik kehidupan bahagia gue bersama Arsyaf.
"Kalian lagi nge-date?" Dahi Pamela mengernyit.
"Iya, Mel." Jawab Arsyaf singkat.
Pamela menarik lengan El untuk mendekat di meja kami. "Boleh kami duduk di sini?" Tanya cabe gila itu dengan semangat.
"Bo...boleh," jawab gue enggan.
El dan Pamela pun ikut makan satu meja bersama kami. El dan Arsyaf duduk bersebelahan. Sedangkan gue duduk di samping Pamela.
"BTW, gimana ceritanya kalian bisa jadian?" Pamela melihat ke arah gue lalu ke arah Arsyaf, yang saat itu duduk tepat di hadapan gue.
"Ceritanya panjang, Mel! Bisa-bisa mulut gue berbusa kalau cerita satu-satu," celetuk Arsyaf asal.
El hanya diam sambil memandangi gue dari tempatnya. Ya! Ini pertama kalinya El melihat penampilan gue dengan rok pendek dan make-up cantik ala kak Icha.
"Terus, gimana kalian bisa jadian?" Tanya Arsyaf balik.
Pamela mengangkat bahu. "Entahlah. Gue juga kaget ketika El tiba-tiba datang ke kelas lalu nembak." Cewek dengan rambut pirang terurai itu senyum-senyum
nggak jelas juga kayak pelayan tadi. Apa dia idiot"
Gue hanya diam. Dada gue sakit banget. Ada apa ini, Tuhan" Kenapa sesakit ini" Mengapa hamba harus mencintai dua cowok dalam satu waktu"
Chapter 13 [Elbara pov] Raya cantik banget. Hati gue langsung melumer ketika mata kami bertemu. Jangankan dengan make-up, walau tanpa make-up pun naluri gue sebagai lelaki terus
meraung ingin selalu berada di dekatnya. Sial! Kenapa kita bisa bertemu di restoran secara kebetulan kayak gini sih"
Kami pun duduk dalam satu meja dan menikmati makanan. Seberapa sering gue mengalihkan pandangan, tetap saja sesekali gue mencuri pandang ke arah Raya.
Sumpah! Bibirnya terlihat begitu sexy dengan lipstik tipis merah jambu. Rasanya bibir ini ingin sekali mendarat ke bibirnya yang begitu mungil dan menggairahkan.
Ah, sadar, El! Sadar! Dia pacar sepupu lo sendiri!
Setelah selesai makan, kami memutuskan untuk kencan sendiri-sendiri saja walau Pamela ngotot buat double date. Apa dia gila" double date sama mereka" Mungkin
gue harus nunggu pala botak Avatar Ang tumbuh rambut supaya hati gue nggak nyesek lihat kemesraan mereka berdua.
Langit di luar sana tampak gelap. Hujan sepertinya akan segera datang. Setetes demi setetes air dari langit turun ketika kami berempat keluar dari restoran.
"Sayang, ayo kita lari aja ke parkiran!" Arsyaf menggenggam tangan Raya erat.
Arsyaf dan Raya pun berlari-lari kecil menuju parkiran. Gue dan Pamela mengikuti mereka dari belakang. Sial! Mobil Arsyaf dan motor gue nggak bisa keluar
dari tempat parkir gara-gara ada sebuah mobil hitam mogok, tepat di belakang mobil Arsyaf dan motor gue. Hujan tiba-tiba turun semakin deras. Gue dan yang
lainnya pun berdiri di tengah hujan, tidak bisa memasuki mobil.
"Kamu sama Pamela berteduh aja di pohon itu!" Arsyaf menunjuk sebuah pohon rindang yang ada di tempat parkir. "Aku dan El akan membantu pemilik mobil itu
mendorong mobilnya." Kata Arsyaf pada Raya.
Raya dan Pamela menurut saja dan berteduh di bawah pohon rindang dengan tubuh setengah basah. Sementara gue dan Arsyaf" mendorong mobil yang mogok tersebut
di tengah hujan. Setelah selesai, gue dan Arsyaf beranjak menuju pohon rindang tempat Raya dan Pamela berteduh. Arsyaf langsung mengusap rambut Raya yang basah. Sial! Gue
cemburu. Dada gue terasa begitu sesak melihat kemesraan mereka. Ada perasaan yang begitu mengganjal.
Samar-samar gue bisa melihat tali bra Raya karena bajunya basah. Naluri lelaki gue kembali meronta. Gue pun langsung melepaskan jaket gue lalu memakaikannya
ke punggung Raya agar Arsyaf tidak bisa melihat tali branya. Raya terperanjat lalu melihat gue dengan tatapan penuh tanya.
"El?" Kata cewek manis itu.
"Tali bra lo keliatan!" Papar gue singkat.
"Makasih." Ucapnya malu.
Raut muka Arsyaf lalu berubah bete. Dia langsung menyingkirkan jaket gue dari punggung Raya dan melemparnya ke arah gue. Gue dengan sigap menangkap jaket
tersebut. Kemudian dia melepaskan jaketnya untuk menutupi punggung Raya.
Pamela langsung memegang lengan gue manja. "Sayang, tali bra aku juga kelihatan nih!" Dia menghadapkan punggungnya ke arah gue.
Gue memanglingkan muka dengan malas lalu meletakkan jaket gue asal ke punggungnya. Hellow! Bukannya setiap hari lo memakai baju sexy" Bahkan jika gue lihat
semuanya sekali pun, gue nggak bakal nafsu. Yekkkks....
Ray, asal lo tau kalau gue pacaran sama Pamela buat melindungi elo dari pembullyan di sekolah. Setelah kita lulus, gue akan kembali memperebutkan cinta
lo. *** Chapter 14 [Raya pov] Beberapa hari ini gue merasa ada yang aneh. Cewek-cewek cabe-cabean di sekolah tiba-tiba berhenti membully gue. Sekarang, gue nggak lagi terjatuh di atas
lantai gara-gara di sleding tekel, gue juga nggak lagi kena lemparan bola. Tidak hanya itu! Gue juga nggak lagi mendapatkan surat ancaman dari fansnya
Arsyaf. Sebenarnya ada apa ini"
"Lea, akhir-akhir ini gue merasa ada yang aneh deh?" Kata gue lalu menyeruput es jeruk melalui sedotan.
Lea berhenti menyeruput es jeruknya. Dahinya terlihat mengerut heran. "Aneh kenapa?" Tangannya memaju mundurkan sedotan di dalam gelasnya.
"Akhir-akhir ini cewek-cewek yang ngefans Arsyaf tiba-tiba berhenti membully gue. Kira-kira kenapa ya?"
Lea mengangkat bahu. "Enggak tau. Ya Alhamdulillah dong kalau mereka berhenti. Iya kan?"
"Iya juga sih!"
"Eh, ngomong-ngomong, lo udah nonton goblin nggak?"
Gue manggut-manggut semangat. "So pasti itu! Tuh drama serunya minta ampun cuy!"
"Yang dibahas selalu sama. Drama korea!" Arsyaf tiba-tiba duduk di samping gue. Ia menyandarkan kepalanya di telapak tangan dengan siku yang bertumpu di
meja kantin. Cowok gila itu memandangi gue dari samping.
"Lo kok sewot?" Tanya gue ketus.
"Sekali-kali bahas pacarmu yang tampan ini kek!"
Gue langsung mendorong kepalanya. "Kepedean lo!"
"Eh, aku beliin ice cream dong!"
"Ice cream rasa apa?" Gue berdiri, bersiap menuju kulkas ice cream.
"Rasa ingin memilikimu selamanya!" Kata Arsyaf menggombal.
"NAJIS!" "Ciyeee......" Lea meringis senang.
Jujur, gue senang kalau digombalin Arsyaf walaupun mulut gue selalu bilang najis, lebay, dan lain sebagainya ketika dia menggombal seperti sekarang ini.
Bahkan terkadang, gue suka senyum-senyum sendiri di kamar saat ingat gombalannya. Pandai banget dia membuat ladang bunga di hati gue. Dasar cowok bego!
*** Setelah makan begitu banyak di kantin tadi, perut gue jadi males. Eh, maksud gue mules. Lama banget gue nabung di closet hingga akhirnya gue mendengar
percakapan aneh ketika gue hendak keluar. Entah siapa dengan siapa gue nggak tau. Gue hanya bisa mendengarkan percakapan mereka dari dalam bilik closet.
"Buat apa sih si Pemela ngebelain cewek cetar itu?" Tanya seorang cewek yang bersuara agak purau.
"Ya jelas karena El! Terus karena siapa lagi?" Sahut seseorang yang bersuara agak serak. "Lo tau sendiri kan" El itu sahabatan sama Raya. Dia pasti nggak
tega ngelihat Raya setiap hari di bully."
"Lo benar! Jangan-jangan El mau pacaran sama Pamela hanya untuk melindungi Raya!"
"Ya itu pasti! Itulah sebabnya Pamela menggunakan kekuasaannya untuk menghentikan pembullyan kita semua!"
Percakapan apa ini" Apa maksud mereka" El pacaran sama Pamela untuk melindungi gue" Hati gue tiba-tiba terasa sesak. Beberapa kali gue memukul-mukul dada
gue ringan agar rasa sesak yang ada di dalam dada gue segera menghilang. Air mata gue tiba-tiba merembes.
Kenapa gue nangis" Tangan gue mengusap air mata yang terjatuh di kedua pipi gue. Ada apa sebenarnya" Kenapa El tidak mengatakan kalau dia tau pembullyan
itu" Kenapa dia rela pacaran sama Pamela demi gue" Kenapa" Kenapa"!
Setelah dua cewek yang bercakap-cakap tadi keluar dari toilet, gue pun keluar dari tempat persembunyian gue lalu berlari-lari kecil mencari di mana El
berada. Gue butuh penjelasan! Kenapa El melakukan semua ini demi gue.
Chapter 15 [Raya pov] "El, gue mau ngomong sama lo," kata gue ketika sampai di gudang belakang sekolah, base camp anak-anak paling brandal di sekolah, termasuk El.
Ya Tuhan! Di sana penuh asap rokok. Hampir semuanya menghisap sepuntung rokok baik itu cewek atau cowok dengan berteman sebotol teh dingin. Ada juga beberapa
jenis camilan di atas meja usang. Sungguh nggak gue sangka di tempat itu banyak orang juga! Ada Zen, Teo, Dodot, Natasya, Berliana, bahkan ada Renan.
El menoleh, menatap gue sejenak lalu berdiri kemudian melangkah keluar dengan kedua tangan yang tersimpan di saku celana. Gue mengikutinya dari belakang.
Sesampainya di luar gudang, mata gue kembali berkaca-kaca.
"El, gue mau tanya, kenapa lo pacaran sama Pamela?" Tanya gue menahan tangis, kemudian gue menelan ludah.
Mata El melebar sesaat. "Karena....." dia terhenti tampak berpikir.
"Jangan bilang karena lo beneran cinta sama dia!"
"Ray, kenapa lo tiba-tiba....."
"JAWAB PERTANYAAN GUE! KENAPA LO PACARAN SAMA PAMELA!!"
"Iya! Gue pacaran dengan Pamela karena gue cinta sama dia. Puas"!" Kata El kasar sambil mendelik.
Hati gue teriris. Perih bukan main. Tangis gue seketika itu pecah. Beberapa butir air mata dengan lancang terjun begitu saja.
Gue menggeleng tak percaya sambil melangkah mundur menjauhi El yang berpaling muka. "Itu nggak benar! Itu nggak benar!" Ucap gue lalu berlari pergi meninggalkan
El. Sejak perdebatan kami pagi itu, gue dan El tidak pernah berkomunikasi lagi. Dia tidak membalas chat atau SMS dari gue. Bahkan saat bertemu, kami seperti
orang asing. Dia selalu saja mengabaikan keberadaan gue. Dia terkesan menghindar. Jujur, gue capek kayak gini terus. Gue capek!
*** Dada gue terasa sesak memikirkan El. Gue pun terbaring di atas kasur sambil beberapa kali mata gue mengerjap menatap langit-langit kamar. Tanpa berbuat
apa-apa, rasa sesak itu terus menghardik sukma gue. Lagi-lagi air mata dengan lancangnya mengalir begitu saja. Sempat ada beberapa pertanyaan yang lalulalang
di pikiran gue. Mengapa El berbohong" Mengapa El tidak mengatakan yang sebenarnya kalau dia pacaran sama Pamela demi melindungi gue"
Gue pun terbangun setelah berputar-putar memikirkan hal itu lama sekali, mengusap air mata, lalu beranjak pergi menuju gudang. Kemudian mengeluarkan motor
kak Icha dan mengendarainya sampai ke rumah El.
Ting tung ting tung Gue pencet tuh tombol berulang kali seperti layaknya gue memencet sebuah jerawat yang tumbuh di dahi tempo hari. Tak lama kemudian, El membuka pintu. Matanya
melebar ketika ia melihat gue. Dia langsung buru-buru menutup pintu kembali tapi gue dengan sigap menghentikan pintu itu sekitar 10 cm sebelum pintu yang
dibuka El benar-benar menutup.
"Gue mau ngomong sama lo!" Kata gue tegas.
El menghela napas berat. "Baiklah. Kita bicara di taman aja," sahut El kemudian keluar dari dalam rumah.
Kami pun berjalan menuju taman di dekat rumah El. Gue mengikutinya dari belakang. Astaga! Gue mulai napsu ketika melihat punggung El yang begitu lebar
dengan lengan yang tampak kokoh. Sering kali gue seperti ini. Terhipnotis oleh fisik El yang memperdaya naluri wanita yang ada dalam diri gue.
"Lo mau ngomong apa?" Tanya El ketika kami sampai di taman lalu dia berbalik menatap gue datar seolah acuh.
"Gue mau penjelasan dari lo!"
"Tidak ada yang perlu untuk dijelaskan."
"Gue sudah tau semuanya, El! Gue tau kalau lo pacaran sama Pamela buat melindungi gue dari pembullyan di sekolah. Iya kan?" Gue memegang sebelah tangan
El dengan dua tangan. El membuang muka seakan tak berani menatap mata gue yang berkaca-kaca.
"Jangan seperti ini, El. Jangan pernah berkorban demi gue. Jangan pernah! Gue mohon!" Tambah gue.
El masih tak menyahuti ucapan gue. Mata kami belum bertemu di satu titik. Ia masih berpaling muka. Sakit banget rasanya jika diacuhkan oleh orang yang
kita sayangi. "Jangan pernah berkorban demi gue." Kalimat yang sama terus gue tegaskan. "Jika lo terus berkorban, maka gue akan benar-benar......" Gue terhenti, enggan
untuk merampungkan kalimat yang selanjutnya.
Mata El melebar memandangi wajah gue yang tampak tertekan dengan sikapnya yang acuh akhir-akhir ini. Dia tampak ingin mendengar kalimat gue yang belum
selesai. Mulutnya masih bungkam. Tak berkata sepatah kata pun. Nampaknya El yang pendiam kembali hadir.
"Jangan seperti ini, El! Kalau lo seperti ini, gue benar-benar akan...." Lagi-lagi kalimat yang hampir sama gue ucapkan.
"Benar-benar apa, Ray?" Kali ini El angkat bicara.
"Gue benar-benar akan....." kata gue masih enggan. "Jatuh cinta sama lo!"
04. Chapter 16-20 Chapter 16 [Raya pov] Mata El melebar. Ia terlihat kaget bukan main. Sudah cukup gue memendam rasa ini. Menekan perasaan itu begitu menyesakkan dada. Rasanya lega sekali mengungkapkan
apa yang selama ini sudah gue simpan rapat-rapat.
"Apa?" El masih tak percaya. Matanya masih membulat, belum mengerjap.
Gue melepaskan tangan El lalu menunduk malu sambil menangis. "Maaf, gue egois. Tapi itulah yang sebenarnya. Gue nggak bisa melihat lo sama Pamela. Gue
nggak bisa, El!" El langsung mendekap gue lembut. Membelai rambut gue dari atas ke bawah beberapa kali. Gue menangis dalam pelukannya sambil memukul-mukul ringan dadanya
yang lebar. Langit mendung tiba-tiba meronta lalu hujan pun turun setetes demi setetes membasahi kami yang masih berdiri di tengah taman sambil berpelukan. Tak lama
setelah itu, El melepaskan pelukannya lalu menatap gue lekat.
"Ayo kita kembali ke rumah. Nanti lo masuk angin," kata El lembut sambil menggenggam tangan gue.
Kami pun berlari-lari kecil menuju rumah El. Setelah sampai, El langsung membuka pintu dan masuk. Gue mengikutinya dari belakang. Tangan kami masih bergandengan.
Sumpah! Jantung gue rasanya mau meledak karena senang.
Kami berjalan menuju sebuah kamar. Ha" Kamar" Apa jangan-jangan......
Ah! Tidak! Kenapa gue jadi berpikiran aneh"
El mengambil sebuah celana, kaos hitan gambar topeng dementor, dan handuk kering dari dalam lemari. "Pakailah! Nanti lo masuk angin," kata El sambil menyodorkan
pakaian itu. Gue bernapas lega. Gue pikir El mau..... Plaaak..... gue menjitak kening gue sendiri. Malu dengan pikiran gue yang melayang-layang kotor.
"Terima kasih," kata gue menunduk malu sambil menyambar pakaian dari tangan El.
"Lo mandi duluan saja! Gue takut lo masuk angin." El menunjuk sebuah pintu yang ada di sudut ruangan.
Gue hanya mengangguk cepat, berlari kecil menuju kamar mandi, lalu menutup pintu. Gue terhenti dengan punggung yang bersandar di dada pintu kamar mandi.
Mata gue beberapa kali mengerjap memikirkan semua yang terjadi hari ini.
Gue tadi pas di taman bilang apa yak" Nggak tau kenapa gue jadi lupa-lupa ingat. Semoga gue amnesia saja! Terus gue jadi lupa kejadian hari ini. Ditambah
lagi gue juga lupa nama gue kayak di tipi-tipi gitu. Duduk di rumah sakit sambil bertanya-tanya gue siapa" Siapa gue" Arrrrghhh! Gue mengacak rambut kesal.
Bagaimana mungkin gue bisa bilang cinta ke El" Gue masih tak percaya apa yang telah gue lakukan hari ini. Bushet dah mulut gua!
*** Gue menatap rintikkan hujan dari balik kaca jendela. Sudah tigapuluh menit berlalu tapi hujan masih saja belum berhenti juga. Malah semakin lama semakin
deras. "Kenapa?" Tanya El yang tiba-tiba berdiri di samping gue.
"Hujannya kok nggak berhenti-berhenti yak?" Gue menoleh ke samping, melirik El. "Gue mau pulang soalnya."
"Maaf ya, nggak bisa ngenter lo pakek mobil. Soalnya mobilnya dipakek papa. Yang satunya lagi ada di bengkel. Kalau gue anter lo pakek motor, nanti lo
masuk angin." Gue mengerucutkan bibir lalu kembali menatap hujan yang turun begitu lebat. Krucuk krucuk krucuk... waduh! Perut gue tiba-tiba meronta. Hellow rut, perut!
Laper, laper aja! Nggak usah pakek demo juga keles!
"Suara apa itu?" Tanya El mengulum tawa.
Gue meringis malu. "Laper," papar gue lalu tertawa paksa.
"Ya udah. Lo mau makan apa?"
"Apa aja. Yang penting enak."
El melangkah menuju dapur, mengambil pisau, bawang merah, bawang putih, cabe rawit, cabe merah lalu mencincangnya dengan halus. Gue hanya melongo tak percaya.
Mata gue mendelik kaget. Boleh dicolok kalau mau.
"El, lo belajar masak dari mana?" Gue masih tak berkedip, melihat tangan El yang berayun-ayun dengan pisau.
"Belajar sendiri."
"Ha?" Mulut gue menganga. "Belajar sendiri" Bagaimana bisa?"
"Mama gue sudah lama meninggal. Papa sering pulang malem. Dan Bik Sum sudah tua. Jadi, gue sering menyuruhnya pulang sebelum dzuhur."
"Oooooh....." gue mengangguk mengerti.
Tak lama menunggu, dua piring nasi goreng dengan telur mata sapi tersaji di meja makan. Mata gue langsung berbinar.
"Waaah! Enak banget!" Puji gue setelah mengunyah sesendok nasi goreng buatan El.
El tersenyum lalu duduk di samping gue. Dia ikut menyendok nasi goreng buatannya.
"Kapan-kapan ajari gue ya, El!" Tambah gue penuh semangat.
El terkekeh. "Emangnya lo nggak bisa masak?"
"Iya." Gue manggut-manggut. "Selama ini gue cuman bisa masak mie instan doang. Itu pun syukur-syukur kalau jadi. Kadang-kadang, kurang mateng. Kadang-kadang
terlalu lembek. Malah pernah dua kali mienya gosong gara-gara gue tinggal nonton drama korea."
Lagi-lagi El terkekeh. "Parah lo!"
"Jangan ngetawain gue kayak gitu dong!" Gue menepuk ringan bahu El.
Tiba-tiba El berhenti tertawa. Sorot matanya berubah serius. "Ray?"
"Hm?" Gue mulai menyendok lagi nasi goreng buatan El dan memakannya.
"Ayo kita selingkuh!"
"Uhuk uhuk!" Gue langsung tersedak karena kaget.
El buru-buru mengambilkan segelas air putih buat gue. Kemudian dengan cepat gue meneguk air putih itu sampai tenggorokan gue kembali normal.
"Gue tau, lo nggak bisa ninggalin Arsyaf. Dan gue juga nggak bisa ninggalin Pamela," papar El.
Gue hanya menyimak, menatap El yang dengan tulus mengungkapkan apa yang dipikirkannya.
"Kalau gue ninggalin Pamela sebelum kita lulus, bisa-bisa lo dibully lagi," lanjut El.
"El, asal lo tau." Gue memegang satu tangan El dengan kedua tangan. "Lebih baik gue dibully daripada harus melihat lo menderita pacaran sama orang yang
nggak elo cinta." "Dan asal lo tau juga, gue lebih baik sengsara pacaran sama Pamela. Daripada harus melihat lo menderita karena dibully."
"Tapi El....." "Gue pacaran sama Pamela hanya sampai kita lulus SMA. Oleh karena itu, ayo kita selingkuh!" Potong El.
Alis gue terangkat, mulut gue tertutup rapat, lidah gue terasa kering dan tidak bisa untuk digerakkan. Gue bingung harus menjawab apa. Selingkuh"
*** Chapter 17 [Raya pov] Gue menelan ludah setelah mendengar apa yang dikatakan El. Mata gue membulat ketika dia menawarkan hal itu. Perselingkuhan" Apa maksudnya!
"Lo cinta sama gue kan, Ray?" Tangan El mulai merambat menjamah tangan gue.
Gue mengangguk, membenarkan apa yang ia katakan. "Iya. Tapi gue nggak bisa selingkuh, El. Bagaimana dengan Arsyaf" Gue nggak bisa tinggalin dia. Gue juga
sayang banget sama dia."
"Terus bagaimana dengan gue?" El semakin erat memegang tangan gue. Gue bahkan bisa melihat sebuah cinta yang teramat besar dari kedua bola matanya.
Cewek Cetar Dua Karya Zaeemaazzahra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Gue nggak tau! Gue cinta sama lo. Tapi gue nggak bisa ninggalin Arsyaf."
"Ya karena itu! Ayo kita selingkuh!"
Lagi-lagi gue menelan ludah. Tiba-tiba tenggorokan gue terasa kering. Gue tercekat. Dua pacar dalam satu waktu" Ini gila! Ini sudah keluar dari norma-norma
mencinta! "Gue rela menjadi orang ketiga di kehidupan lo dan Arsyaf. Asalkan lo memperlakukan gue seperti lo memperlakukan Arsyaf," kata El lembut.
Selingkuh" Kata itu tak pernah sebelumnya terlintas dalam pikiran gue. Tapi memandang betapa besar cinta El ke gue membuat gue menimbang-nimbang kembali
kata selingkuh itu. Gila! Gue bingung! Gue nggak mau kehilangan El. Tapi gue juga nggak mau melepaskan Arsyaf. Apa gue terlalu egois"
Gue menggeleng, tak membenarkan usul El. "Nggak bisa! Kalau kita selingkuh, bisa-bisa hubungan persaudaraan lo dengan Arsyaf hancur!"
"Persaudaraan gue dan Arsyaf nggak akan hancur selama hubungan kita nggak terungkap." El kembali mencoba meyakinkan gue untuk menerima usulan gilanya.
Gue melepaskan tangan El lalu berdiri. Otak gue terus berproses, enggan menjawab antara iya dan tidak. Jika gue menjawab iya, maka gue termasuk golongan
jin iprit dan setan dan diklasifikasikan ke dalam cewek egois yang haus cinta. Jika gue menjawab tidak, maka hati gue akan terus tersakiti oleh cinta jika
El dimiliki orang lain. Arsyaf memang pacar yang baik. Tapi El juga tak kalah baik.
"Raya?" Kata El kembali memegang tangan gue lembut.
"Gue perlu waktu untuk memikirkannya, El. Gue butuh waktu!"
El mengangguk. "Baiklah."
"Beri gue waktu tiga hari untuk memikirkannya."
El mengangguk lagi. "Baiklah. Tapi untuk sekarang, apa gue boleh meluk lo?"
Mata gue melotot kaget. Lagi-lagi otak gue berputar-putar tak karuan. Kalau gue mau, itu sama saja gue nggak bisa nahan napsu. Kalau gue nggak mau, satu
kesempatan emas gue berlalu percuma. Dipeluk artis korea coy!
El menarik pinggang gue cepat menuju pelukannya. "Lama banget jawabnya!"
Gue tersentak. Hellow Soraya Aldric! Ini sudah yang keberapa kali lo berada di pelukan ini" Empat atau lima kali" Atau mungkin enam kali" Auk ah! Rasanya
sering sekali muka gue nempel di dada lebar ini. Hangat!
"Gue akan tunggu jawaban lo tiga hari lagi," tambah El.
Naluri setan gue berkecamuk saat udara dingin di luar masuk ke dalam ruangan. Hangatnya pelukan El membuat gue membalas pelukannya. Apa yang akan gue jawab
nanti, gue nggak tau. Gue akan memikirkannya nanti. Untuk saat ini, gue hanya ingin terus berada di dalam pelukannya.
Chapter 18 [Raya pov] Gue terbaring di atas kasur. Malam ini gue nggak bisa tidur. Mata gue terus berkedip secara berkala sembari memandangi langit-langit kamar. Pelukan El
masih terasa getarannya sampai sekarang. Jantung gue berirama tak karuan.
Drrrrtt...... HP gue tiba-tiba bergetar. Pasti dari Arsyaf! Tumben tuh anak SMS. Akhir-akhir ini dia jarang WA atau SMS. Katanya ia tidak sempat karena
kecapekan gara-gara les setelah sekolah di salah satu LBB ternama di Jakarta. Setelah itu, dia juga harus les privat di rumah buat persiapan ujian nasional
dan seleksi masuk perguruan tinggi negeri.
Dengan malas, tangan gue mencoba meraih HP yang berada di atas meja belajar. Kemudian gue usap layarnya dan membuka SMS yang masuk. Mata gue melebar sejenak
ketika mendapati siapa yang mengirim SMS kali ini. Elbara"
Elbara?" : selamat tidur ?"
Gila! SMS macam apa ini" Dia SMS seolah-olah gue sudah mengiyakan ajakannya untuk selingkuh di belakang Arsyaf. Dia gila! Dia benar-benar gila! Dan yang
lebih gilanya lagi, gue merasa seneng banget dapat SMS seperti itu dari El.
Raya" " ?" : apaan sih! Emmotnya nyebelin!
Elbara" " : mimpiin aq ya...
Raya" " ?" : dr pd mimpikan km, mending aq mimpikn sobirin! ?"
Elbara?" : kngen km Raya" " ?" : gk bleh! Pcr org dikngenin!!
Elbara?" : biarin! Pcar org kok suka org lain"
Raya" " " : org lainnya ngode trus sih.
Elbara?" : lgi apa"
Ah, gue jawab apa ya" Kan nggak mungkin banget kalau gue bilang ke El kalau dari tadi gue mikirin dia! Bisa-bisa dia tambah lengket sama gue. Bisa-bisa
juga gue keluar dari kode etik percintaan kalau rayuannya makin..... beuuuh! Yahuuut....
Selingkuh" Pengen sih! Tapi.....
Berulang kali gue berkata tidak pada diri gue sendiri. Gue nggak bisa melanggar prinsip gue selama ini. No kiss no secret affair! Ya! Itulah prinsip gue.
Tapi... godaan setan terus datang dari sosok El yang begitu menggoda dengan wajah tampannya, tubuh atletisnya, dan gayanya yang super duper cool dengan
kedua tangan yang sering masuk ke dalam saku celana atau saku jaket. Arrrrghh! Gue mengacak rambut. Kesal dengan perasaan gue sendiri.
Raya" ?" : km bego" Aq kan lagi SMS.an sma km!
Elbara" : love you ?"
Beeeuh!! Elbara kalau di SMS gombalannya maknyus gengs! Memang benar dia agak ngirit suara kalau bertemu. Tapi kalau SMS.an gini, gue merasa ada Arsyaf
dalam nyawa kalimat El. Selingkuh tidak ya" Selingkuh tidak ya" Tangan gue maju mundur berulang kali sambil memegang HP yang layarnya masih menyala. Gue menggigit bibir bagian
bawah gue, enggan untuk membalas kata "Love you too" padanya. Saat ini gue masih setengah sadar kalau gue nggak boleh ngucapin kata love atau pun saudara
kata love ke El, misalnya saja kata sayang, cinta, aishiteru, trisno, saranghae, dan lain sebagainya. Gue pacar Arsyaf! Gue pacar Arsyaf! Berulang kali
gue mencoba menegaskan fakta itu.
Raya" " " : Lebay! Udah ah! Aq mau tidur!
Elbara" : mimpi indah...
Raya" ?" : km jg ya, El
Elbara" : so pasti Eiiits! Perasaan ada yang aneh dari percakapan ini. Kira-kira apa ya" Gue berpikir sejenak. Bola mata gue naik ke atas seolah ingin mencari berkas-berkas
penting yang sempat hilang dalam otak ini.
Aha! Gue tau apa yang berbeda dari percakapan gue dan El kali ini. Kita berdua sama-sama tidak memakai kata gue dan elo. Tapi" aku dan kamu. Plaaak! Gue
menggeplak jidat gue sendiri lalu meringis kesakitan.
"Gila lo, Ray! Gila! Gila! Gila!" Gue berdiri dari tempat tidur lalu berjalan mondar mandir. "Ini namanya teman tapi mesra! Gila! Gue sudah gila!" Gue
bicara sendiri. Jujur, gue pengen curhat! Tapi ke siapa" Ke kak Icha" Bushet dah! Bisa-bisa kurang dari 0,5 detik tuh rahasia bisa bocor ke seluruh Jakarta! Curhat ke
Lea" Apa gue idiot" Dia pendukung setia hubungan gue sama Arsyaf! Bisa-bisa dia ngambek dan nggak mau temenan sama gue. Sumpah! Jantung gue mau meledak!
Drrrrtt.... HP gue kembali bergetar. Senyum gue kembali mengembang. Ternyata El suka gombal juga. Gue nggak nyangka deh! Gue pun mengambil HP gue dan mengusap layarnya,
lalu membaca SMS yang masuk. Gue sedikit terkesiap ketika tau kalau yang SMS kali ini bukan El tapi Arsyaf.
Arsyaf" " : cinta km sayang ?"
Raya" " ?" : Apaan sih Jalal!
Arsyaf" " : cinta km Jodha.....?"
Raya" " " " : Iiihhh.... Dude Harlino nyebelin!!
Arsyaf" " : hbisnya Alisa subanDONO mkin cntik sih.
Raya" " ?" : gk usah dikapital juga keleees bagian DONOnya. Bikin mood gw rusk aja!
Arsyaf?" : Maafin aq ya gopi ?"
Raya" " " : baiklah kalau itu maumu, Ahem.
Gue senyum-senyum nggak jelas tiap kali SMS.an sama Arsyaf. Orangnya lucu-lucu resek. Buat gue selalu tertawa. Tapi kenapa hati gue tega berbelok" Kenapa"
Hati gue selalu tersesat pada sepenggal kata tanya "kenapa"
**** Chapter 19 [Raya pov] El terlihat fokus dengan game barunya. Dia selalu begitu kalau lagi nimbrung bareng kami bertiga. Apa dia juga seperti itu kalau bersama Zen dan anak buahnya
yang lain" "Hai, El! Boleh aku duduk?" Kata Pamela manja lalu duduk di samping El bahkan tanpa El harus berkata apa-apa. "Lagi nge-game apa sih?" Pamela memajukan
dahunya untuk melihat game yang dimainkan El.
El tak menjawab, ia masih fokus nge-game. Astaga! Gue cemburu! Sesak! Rasa sesak tiba-tiba datang ketika Pamela duduk di dekat El. Bau parfumnya bahkan
dapat gue cium. Harum banget! Pasti El suka sama bau parfumnya. Pikiran gue melayang-layang, menduga-duga apa yang El pikirkan tentang cewek super cantik
yang kini duduk di sampingnya.
"Eh, sayang! Ada sesuatu di rambutmu!" Arsyaf mengambil daun kecil kering yang terselip di cela-cela rambut gue.
"Benarkah?" "Ini," Arsyaf memperlihatkan daun tersebut pada gue.
Gue nyengir. "Makasyeh!"
"Syama-syama!" Arsyaf mencubit gemas pipi gue.
Tangan El terhenti bermain game. Dia melirik gue marah. Gue menelan ludah. Apa gue sudah keterlaluan pada El" Bermesraan dengan Arsyaf di hadapannya. Ah,
tidak! Lagi pula Pamela juga dari tadi nempel-nempel ke El. Itu juga membuat gue cemburu tauk!
*** "Ini sudah seminggu sejak lo datang ke rumah gue dan menyatakan cinta, Ray. Lo bilang tiga hari. Tapi....."
"Nggak bisa, El. Gue nggak bisa menghianati Arsyaf. Dia terlalu baik buat gue," ucap gue memotong.
El menghela napas berat. "Berarti lo nggak setuju dengan ide gue buat selingkuh?" Dia mengangguk pelan.
Gue tercekat. Sejenak membutuhkan waktu buat berpikir.
"Jika terus bersahabat kayak gini, gue akan semakin sayang sama lo, Ray! Tapi.... lo tau sendiri bagaimana rasanya orang yang lo cintai dimiliki orang
lain." El memegang pundak gue.
Gue masih terdiam. "Rasanya sakit banget jika tidak bisa memiliki orang yang kita cinta," tambah El.
"Gue tau! Gue tau! Tapi gue nggak bisa menghianati Arsyaf!"
El mengangguk, ia tampak mengerti perasaan gue. "Baiklah. Gue mengerti." Dia melepaskan tangannya dari pundak gue lalu tersenyum lesu.
Gue menatapnya iba. Kondisi ini membuat gue frustasi sehingga gue tidak bisa fokus dalam belajar untuk persiapan UN dan SBMPTN.
"Jika lo nggak mau nerima gue menjadi pacar lo, lebih baik gue pergi. Gue akan pergi ke Singapura untuk kuliah. Mungkin dengan begitu, gue bisa ngelupain
lo." El membelai pipi gue lembut dan gue membiarkan itu.
"Singapura?" El mengangguk. "Bokap gue punya beberapa kolega di sana. Itulah sebabnya dia ingin mengirim gue kuliah ke sana sekalian belajar bisnis."
"Tapi....." "Maaf." El memotong kalimat gue. "Maaf karena gue memiliki perasaan ini sama lo yang pastinya nanti akan merusak persahabatan kita berempat."
"El......" Gue menggeleng. "Gue nggak mau lo pergi, El. Jangan pergi!"
"Gue nggak bisa terus di Indonesia. Jika gue terus di sini, gue akan semakin cinta sama lo."
Astaga! Gue harus bagaimana" Kalau El pergi, mungkin setengah dari hati yang gue miliki akan hancur. Dan kalau gue selingkuh sama El, bisa-bisa Arsyaf
yang pergi. El pun berbalik dengan tampang lesu lalu mencoba beranjak pergi. Pikiran gue seketika kacau terjebak di antara dua pilihan. Gue mencintai Arsyaf, tapi
gue tidak bisa mengabaikan El.
"Jangan pergi, El!" Gue memeluk punggung bidang El dari belakang. El terhenti tanpa berkata apa pun.
"Jangan pergi. Gue nggak mau kehilangan lo!" Gue masih memeluk punggung El, tangan gue masih melingkar kuat di sekeliling pinggangnya. "Baiklah kalau itu
mau lo. Ayo kita selingkuh!"
El melepaskan tangan gue yang melingkar di pinggangnya lalu berbalik dengan mata melebar. Ia tampak terkejut mendengar pernyataan gue barusan. Beberapa
saat dia memandang gue dengan tatapan penuh cinta. Lalu kami pun berpelukan lama sekali. Dia membelai rambut gue beberapa kali dengan lembut. Pipi gue
masih mendarat di dada El. Samar-samar, gue bisa mencium aroma harum dari seragam yang dikenakan El. Pelukannya begitu hangat. Sampai-sampai gue merasa
enggan untuk beralih. Hmmm... Jadi, begini rasanya selingkuh" Nyaman.
*** [Elbara pov] Praaaakkk.... Zen membanting beberapa surat tantangan tawuran di hadapan gue. Surat-surat itu dari musuh bebuyutan gue sejak kelas 1 SMA, namanya Ozora Samitra. Dia
biasa dipanggil Sam. "Sam sudah beberapa kali nantang kita buat tawuran! Tapi lo sama sekali nggak ada tindakan. Kenapa sama lo, El" Kalau dia ngajak tawuran, it's okay! Kita
ladeni aja!" Omel Zen yang saat itu berdiri di hadapan gue.
Gue mendongak melihat ekspresinya sejenak lalu memandangi surat tantangan dari Sam. "Kita nggak bisa menerima tantangan Sam!" Kata gue santai.
Semua orang melotot kaget. Biasanya, kalau ada surat tantangan tawuran seperti ini, tanpa berpikir panjang, gue langsung menyetujuinya dan pada akhirnya
gue berada di garis paling depan untuk menghadapi leader dari musuh.
"Kenapa lo jadi cemen?" Nada suara Zen semakin meninggi.
Gue menghela napas berat lalu berdiri menatap Zen tajam. Berani-beraninya dia mengatakan kalau gue cemen. Gue bisa melihat ekspresinya agak sedikit takut.
Jakunnya bergoyang ke atas lalu ke bawah, menandakan kalau dia sedang menelan ludah.
"Cemen?" Tanya gue dengan salah satu alis terangkat.
"Bukan gitu maksud gue, El," jelas Zen memanglingkan muka.
Gue mengangguk pelan. "Bukannya gue cemen. Tapi sebentar lagi kita semua akan lulus dari sekolah ini. Jadi, kalau ada salah satu di antara kita dikeluarkan
gara-gara tawuran atau harus mengulang di kelas 3, bukankah sangat disayangkan?" Papar gue tegas.
Beberapa orang tampak mengangguk setuju. Sementara Zen tampak berpikir.
"Terus gimana dong, El?" Celetuk Andro, salah satu anak buah gue.
"Kita tunggu timing yang bagus gengs!" Papar gue singkat.
Zen ikutan mengangguk mengiyakan ide gue. Lalu gue pun memegang salah satu pundak Zen dari samping kemudian menepuk pelan pundaknya beberapa kali.
"Lo harus lebih banyak nge-gym, Zen!" Kata gue sebelum meninggalkan ruangan.
Tawuran" Sungguh tak terbesit lagi kata itu di pikiran gue. Sejak Raya menerima gue sebagai kekasihnya, gue lebih berhati-hati dalam memimpin para ketua
geng dari 6 sekolah. Kalau gue bertindak gegabah, mungkin Raya akan merasa jijik sama gue. Dia akan menjauhi gue jika dia tau kalau gue masih suka tawuran.
Sudah hampir setahun gue nggak tawuran. Sejak gue mengenal Raya, gue lebih sering nongkrong bareng cewek lebay itu dan kedua sahabat cowoknya yang begitu
mencintainya. Ya! Siapa lagi kalau bukan Arsyaf dan Renan"
Sejak saat itu, untuk tawuran kecil antar sekolah, gue selalu mewakilkan posisi gue di garis depan pada Zen atau ketua geng dari 5 sekolah yang lainnya.
Tapi tawuran kali ini sepertinya akan jadi tawuran terbesar sepanjang sejarah hidup gue. Tantangan datang dari Ozora Samitra, bocah jenius yang menaruh
dendam teramat besar sama gue.
Chapter 20 [Author pov] Dua tahun yang lalu, sebelum El pindah ke SMA 5 Cendrawasih, pernah terjadi sebuah tawuran hebat antara persekutuan 3 sekolah yang dipimpin El melawan
persekutuan 5 sekolah yang dipimpin Sam. Dari segi jumlah, kelompok yang dipimpin El tentu tak sebanding dengan kelompok yang dipimpin Sam.
Tapi...... Siang itu, langit temaram, hanya ada warna abu-abu yang menggumpal. Sekelompok anak muda berseragam kemeja putih dengan rompi merah kotak-kotak sudah berdiri
di tengah lapangan. Di garis paling depan ada Sam dengan membawa sebuah balok kayu dengan panjang sekitar 1,4 meter yang disandarkan di pundak kanannya.
Wajahnya tampak songong, dahunya agak mendongak ke atas dengan tatapan tajam ke depan.
Tak lama kemudian, sekelompok anak muda dengan seragam putih abu-abu datang di lapangan itu. Di garis paling depan ada El dengan membawa sebatang besi.
Wajahnya tak kalah songong. Matanya tak terlihat takut sama sekali walaupun pasukannya hanya setengah dari pasukan yang dibawa Sam.
"Ngapain lo ngajak kita tawuran?" Tanya El serius, menatap lurus ke arah Sam.
"Karena gue mau jadi ketua di antara semua ketua. Dan lo sangat mengganggu cita-cita gue itu," papar Sam. "Tidak mungkin ada dua kepala dalam satu perahu
kan?" El tersenyum miring. "Lo mau jadi ketua?" Tanyanya sinis dengan nada menghina. Cuiiih! El meludah ke samping. "Baiklah kalau itu mau lo."
Mata Sam menyipit, bibirnya tertarik ke tepi kanan. "Kita lihat saja siapa yang akan menang!"
"Oke. Siapa yang menang akan menjadi raja 8 sekolah. Dan yang kalah....." El terhenti. "Em.... akan gue pikirkan nanti ketika gue menang."
Sam tersenyum sinis. "Sombong sekali lo!" Tangan Sam langsung mencengkram kerah baju El dengan lancang. Matanya mendelik marah.
Zen mengambil langkah ketika melihat Sam mengangkat kerah baju El. Tapi El merentangkan tangan kanannya untuk menghentikan langkah Zen. Kemudian dia menepis
tangan Sam dari kerah bajunya dengan kasar.
"Nggak usah banyak bacot. Ayo kita berkelahi!" Ujar El.
"SERBUUUU....!" Perintah Sam marah.
Semua anak SMA yang berdiri di belakang Sam melaju. El juga memberi kode untuk para anak buahnya agar segera melakukan perlawanan.
Braaak braaak braaak Besi yang dipegang El terus bersahutan dengan balok kayu yang berada di tangan Sam. Sementara itu, semua orang terus asyik berkelahi dengan lawannya masing-masing.
"Nggak gue sangka lo jago berkelahi juga!" Kata Sam dengan balok kayu yang menahan sebatang besi yang di arahkan padanya.
Braaak El menendang dada Sam hingga tubuh Sam terpental ke atas rerumputan. Sam mencoba berdiri dari tempatnya terjatuh tapi sebelum ia sempat, El sudah menginjak
dada Sam dengan kuat. Sam mengerang kesakitan tapi El sama sekali tak mempunyai belas kasihan. Saat itu El tidak mempunyai hati. Hatinya telah mati sejak
mamanya meninggal. Itulah sebabnya ia sama sekali tak memiliki rasa iba pada Sam.
Arrrgghh.... Sam masih mengerang kesakitan. Mulutnya mengeluarkan darah segar merah merona tapi El masih menginjak dada Sam berulang kali. Setelah melihat
Sam terkapar tak berdaya, El pun beralih melawan yang lainnya. Dengan cepat ia menghajar satu per satu anak buah Sam dengan begitu mudahnya.
Tik tik tik Satu per satu air hujan terus turun dari langit, membasahi lapangan yang tadinya kering dengan air.
"Sam, lo nggak apa-apa kan?" Tanya Mario, sahabat Sam sejak SD.
"Gue nggak papa," sahut Sam mencoba untuk berdiri.
Mario memapahnya. "Beneran?"
"Gue nggak bisa kalah semudah ini!" Sam mengambil balok kayu yang ada di dekatnya lalu berjalan menuju El yang tengah asyik menghabisi anak buahnya. Dari
belakang, ia memukulkan balok kayu itu ke kepala El dengan keras hingga kepala El berdarah.
El menoleh. Ia merasakan sesuatu keluar dari kepalanya. Ia mengusap sedikit bagian keningnya. Bukan air hujan yang ia jumpai! Tapi darah. El semakin marah.
Ia langsung menendang dada Sam hingga Sam mundur beberapa langkah ke belakang. Kemudian merebut balok kayu dari tangan Sam dan memukulkan balok kayu itu
ke arah Sam berulang-ulang.
Napas El ngos-ngosan setelah puas memukuli Sam. Beberapa anak buah Sam sempat mencoba menyerang El dari belakang. Tapi dengan sigap El langsung berbalik
dan menghajar satu per satu di antara mereka. Bahkan ada juga yang langsung lari terbirit-birit sebelum El mengeluarkan tinjunya.
Dua jam telah berlalu. Semua pasukan tawuran tampak terkapar di atas rerumputan dan menerima air hujan yang menerpa mereka dari langit. Hanya tinggal beberapa
anak muda berseragam putih abu-abu yang masih berdiri kokoh, termasuk El.
"Hidup, El! Hidup!" Teriak Teo sambil mengangkat balok kayu yang dibawanya ke udara beberapa kali.
Semua anak buah El ikut bersorak mengikuti seruan Teo. "Hidup, El! Hidup!"
*** Di dalam gudang, El duduk di hadapan Sam yang sudah diikat di sebuah tiang kayu lapuk di sebuah gudang kosong bekas pabrik rokok yang tak terpakai.
"Sekali lagi gue tanya. Lo mau tunduk sama gue atau gue akan mempermalukan lo di hadapan semua orang?" Tanya El tegas sambil menyatukan sepuluh jemarinya.
Sam masih tak mau menyerah. Dia tersenyum miring. "Daripada gue tunduk sama lo, lebih baik gue mati!"
El mengangguk pelan. "Baiklah. Jadi, lo milih dipermalukan?"
Sam memanglingkan muka. Dalam hati, ia tidak ingin menjadi bahan bullyan dan dipermalukan. Tapi di sisi lain, ia juga tidak ingin tunduk dan menjadi anak
buah El. "Sudahlah, El! Langsung aja! Enaknya diapain nih anak?" Tanya Zen pada El.
Satu alis El terangkat. Ia tampak berpikir sejenak. Lalu dia tersenyum miring. "Kencingi saja dia!"
Mata semua anak buah El terbelalak lebar termasuk Zen ketika mendengar perintah El yang terdengar begitu kejam. Mereka menatap El penuh tanya, masih tak
percaya dengan perintah El barusan.
Ya! Semenjak mama El meninggal, El menjadi pribadi yang sangat kejam dan tidak berperi kemanusiaan. Saat dia berhasil memenangkan tawuran, dia pasti akan
menghabisi ketua tawuran dari tim lawan yang tidak mau tunduk padanya.
El menatap tajam anak-anak buahnya yang masih melongo. "Apa yang kalian lakukan?"
Semua anak buah El terkesiap. Mereka agak bergidik takut.
"Cepat kencingi dia!" Perintah El marah.
Beberapa di antara mereka mulai membuka kancing celana dan menurunkan resleting untuk bersiap mengeluarkan air seni mereka. Dan bau pesing pun berhamburan
di seluruh ruangan, terutama di sekujur tubuh Sam yang tadi sudah basah karena air hujan.
Sejak saat itu, 3 di antara 5 sekolah yang dipimpin Sam terpecah. Mereka meninggalkan Sam begitu saja dan menjadi anak buah El.
Dua tahun kemudian, Sam kembali menantang El ketika mereka mendekati Ujian Nasional. Tapi El yang sekarang bukan El yang dulu. Ia sangat memikirkan perasaan
Raya. Dia tau benar kalau Raya sangat membenci hal-hal seperti miras, balapan liar maupun tawuran. El tidak meladeni tantangan Sam bukan karena UN. Tapi
karena dia begitu mencintai Raya. Ia takut Raya akan menjauhinya jika ia masih terlibat di kehidupan gelap seperti itu.
El sangat mencintai Raya. Dengan susah payah ia berhasil meluluhkan setengah dari hati yang dimiliki Raya. Dia tidak mau membiarkan hati Raya kembali utuh
untuk Arsyaf. Itulah sebabnya ia berusaha semampu mungkin tak membuat Raya kecewa.
*** 05. Chapter 21-25 Chapter 21 [Raya pov] Dag dig dug dag dig dug Ya seperti itulah detak jantung gue. Saat itu, gue berdiri di depan cermin sambil menyisir poni. Senyum-senyum kecil tak henti-hentinya mengembang di bibir
gue. Hari ini adalah hari pengumuman hasil Ujian Nasional.
"Raya, nilai kimia lo pasti dapat 100 hahaha....." gue bicara sendiri pada diri gue yang terpantul di cermin.
Setelah menenteng tas, gue pun berangkat dengan mengendarai motor. Bokap udah ngizinin gue pakek motor setelah gue mohon-mohon seharian kemarin hahaha.
Pagi terasa sangat sejuk. Tak sabar rasanya untuk melihat hasil pengumuman nilai UN. Gue kendarai tuh motor bebek dengan hati-hati. Soalnya udah lama banget
gue nggak mengendarainya semenjak nilai gue anjlok semester lalu.
Tit...tit....tit..... Suara klarkson sebuah motor keren berwarna hijau terus menganggu gue dari belakang. Seorang cowok dengan helm putih gambar tengkorak bisa gue lihat melalui
kaca spion. Mungkin kurang minggir kali yak"
Gue pun memepetkan laju motor gue agak menepi agar cowok itu bisa capcuz duluan dan nggak mengganggu gue dengan suara klarksonnya yang begitu annoying.
Cowok itu pun melaju untuk menyamai laju motor gue. "Hei pacarnya si bangsat!"
Gue tersentak lalu menoleh ke kanan ketika mendengar apa yang dikatakan si pengendara itu.
"Woi! Maksud lo apa?" Teriak gue marah.
Cewek Cetar Dua Karya Zaeemaazzahra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pengendara itu menggeleng pelan. "Nggak apa-apa!"
"Pergi sana!" Usir gue bertambah marah.
"Baiklah. Sampai jumpa di neraka!" Pengendara motor itu tiba-tiba menendangkan kaki kirinya ke motor gue.
Aaaarrrrggghh..... Gue berteriak kencang ketika motor gue oleng dan keluar dari jalan aspal. Ban motor gue semakin oleng saat menggeser pasir di samping jalan. Motor gue
pun tumbang ke kanan dengan cepat setelah susah payah gue menghentikannya agar motor gue berhenti sebelum masuk jurang.
Braaak braaak braaak.... Sekitar tiga kali rahang gue membentur ke aspal. Napas gue tersengal berat. Gue menoleh ke arah pengendara motor itu melaju. Di saat genting seperti ini,
gue harus bertindak sigap. Gue pun langsung menghafal plat motor pengendara kurang ajar itu.
Napas gue makin terasa sesak. Gue bisa merasakan sesuatu yang keras berada di dalam mulut gue. Cuiih.... mata gue membulat ketika melihat sekeping gigi
bercampur darah merah segar.
Mulut gue terus berdarah. Kaki gue terasa berat untuk digerakkan. Samar-samar gue bisa melihat beberapa bapak-bapak mengerumuni gue dengan wajah panik
saat gue sudah terkapar di atas aspal.
"Cepat panggil ambulan!" Ujar salah seorang bapak-bapak.
Seorang bapak-bapak yang lain mengiyakan lalu memencet beberapa tombol pada ponselnya dan segera memanggil ambulan.
Tak lama kemudian, beberapa orang menggotong tubuh untuk masuk ke dalam ambulan. Napas gue masih tersengal berat. Sekujur tubuh gue gemetaran sulit untuk
digerakkan. "Dik" di mana ponsel adik" Biar bapak telepon orang tua adik," kata seorang bapak-bapak yang menolong gue.
Dia ikut masuk ke dalam ambulan dan duduk di samping gue. Gue melirik bapak-bapak itu sejenak dengan keadaan setengah sadar. Mulut gue sangat sulit untuk
digerakkan. gigi, mulut, serta rahang gue menolak untuk bekerja.
"Tas!" Dengan susah payah gue mengatakan satu kata itu.
Bapak-bapak tadi langsung mengambil ponsel gue dari dalam tas dan menelpon papa.
"Halo?" Sapa bapak itu.
"Halo?" Kata papa di telepon. Bapak-bapak tadi men-load speaker HP gue.
"Pak, anak bapak kecelakaan. Sekarang kami mau menuju ke puskesmas terdekat."
"Halo" Halo" Halo?"
"Halo bapak?" Sepertinya sinyal HP gue atau HP papa lagi eror. Aha! Gue lupa! Papa dan mama lagi di Kalimantan untuk menyelesaikan urusan kerja. Setengah dari ladang
kelapa sawit milik papa kebakaran. Sinyal di sana memang tak begitu bagus. Mungkin itulah sebabnya papa nggak bisa mendengar dengan jelas apa yang dikatakan
bapak-bapak yang nolingin gue.
Tit..... Telepon pun berakhir. Bapak-bapak tadi terlihat semakin cemas. Gue bisa melihat itu dari ekspresinya.
"Gimana ini, dik" Papa adik mematikan teleponnya," papar bapak-bapak yang tak gue ketahui namanya itu.
"Kak Icha," kata gue menahan sakit.
Bapak-bapak tadi langsung mengusap layar HP gue lalu mencari kontak Kak Icha. Dan Alhamdulillah kak Icha mengangkat teleponnya. Dia pun segera berangkat
menuju puskesmas. *** "Raya" Raya" Lo bisa denger gue?" Tanya kak Icha panik.
Mata gue masih terasa lengket. Samar-samar gue bisa melihat Kak Icha berdiri di hadapan gue.
"Raya, coba lo gerakkan tangan kanan lo!" Perintah nyonya Icha panik.
Ya! Kak Icha adalah mahasiswa semester 6 kedokteran UI. Mungkin dia hanya ingin mengecek apakah gue mengalami gagar otak atau enggak. Biasanya, orang yang
mengalami gagar otak sulit untuk diajak berkomunikasi.
Gue menurut mendengar perintah kak Icha lalu menggerakkan tangan kanan gue walaupun sakit.
"Sekarang, lo gerakin kaki kiri lo!" Perintah kak Icha lagi.
Gue lagi-lagi menurut dan menggerakkan kaki kiri gue pelan agar tidak sakit. Kak Icha tampak bernapas lega setelah semua instruksinya gue lakukan dengan
baik. "Ini berapa?" Kak Icha menunjukkan dua jarinya, tepat di depan mata gue.
"Dua," jawab gue lemas.
Lagi, Kak Icha bernapas lega. Ia pun menitikkan air matanya, sambil menatap gue iba.
Tak lama kemudian, dua orang perawat cantik menghampiri kami dengan membawa jarum dan benang serta beberapa peralatan medis yang lainnya.
Mata kak Icha mendelik kaget. "Mbak mau apa?" Tanyanya judes pada kedua perawat itu.
"Mau menjahit dagu adik embak," jawab salah seorang perawat cantik yang beralis tebal.
"Dengan benang itu?" nada Kak Icha semakin sinis.
Dua perawat itu hanya menatap satu sama lain. Tak tahu apa yang harus menjawab apa. Mereka terlihat masih amatir.
"Mbak tau itu benang apa" Itu bukan benang kecantikan! Bagaimana kalau muka adik saya mempunyai bekas jahitan?" Omel Kak Icha naik darah.
Dua perawat itu terlihat gugup lalu menelan ludah. Sepertinya mereka menyadari kalau Kak Icha bukan orang biasa. Kak Icha juga berasal dari kalangan orang
yang mengerti kesehatan. "Mana dokternya?" Tanya kak Icha berkacak pinggang.
"Maaf, mbak. Dokternya nggak ada. Ini kan hari sabtu," papar salah seorang perawat terlihat gugup.
"Ya sudah! Saya nggak mau adik saya di rawat di puskesmas ini. Tolong beri saya surat rujukan di rumah sakit besar. Sekarang!" Ucap kak Icha ketus.
Gue hanya menggeleng melihat perilaku kak Icha. Dia cepat tanggap dalam menghadapi masalah. Coba kalau dia lelet! Bushet! Tuh jarum ama benang bisa buat
muka gue tambah cemong dah!
"Ray, sabar ya! Sebentar lagi kita akan ke rumah sakit. Lo tenang aja! Ada gue!" Kata kak Icha sambil memegang kedua tangan gue lembut.
"Iya, kak!" Jawab gue dengan sekuat tenaga.
Chapter 22 [Arsyaf pov] Gue celingukan mencari Raya. Tapi dia tidak ada di mana pun. Bahkan Renan dan El nggak tau keberadaan Raya. Apa dia masih tidur di rumah" Nemplok molor
bin ngiler" Gue menerobos kerumunan siswa-siswa yang berjubel di depan papan mading. Mata gue pun menyisir nama Soraya Aldric dan Arsyaf Sinaga di papan pengumuman.
Betapa terkejutnya gue ketika melihat nama Raya berada di urutan paling atas. Hampir semua nilainya sempurna kecuali Bahasa Indonesia. Gue kembali terkejut
ketika mendapati nama gue berada di urutan 8. Rasanya tak sia-sia gue belajar sangat keras demi kuliah bersama Raya di ITS kelak. Gue pun tersenyum lega.
Gue usap layar HP gue untuk menelpon Raya dan memberitahunya tentang kabar baik ini. Dengan kemampuan gue saat ini, gue yakin banget bisa masuk ITS bersama
Raya. Tit......tit.....tit.....
Berulang kali gue mencoba menghubunginya tapi dia tidak mengangkat teleponnya. Ada apa dengan nih anak" Ah, perasaan gue jadi nggak enak.
*** [Raya pov] Setelah mendapat perawatan dari dokter yang profesional di UGD, gue memejamkan mata sejenak dengan napas tersengal. Rasanya penat banget hari ini. Kaki
gue lecet-lecet, beberapa bagian ada kulit yang terkelupas dalam sampai kelihatan dagingnya. Perih banget! Apa ini karma dari Tuhan karena gue mempermainkan
cinta tulus Arsyaf" Gue bertanya-tanya, menyalahkan diri gue sendiri.
"Ray, mama papa katanya akan tiba ke sini sekitar 3 jam lagi. Lo mau gue panggilin Arsyaf?" Tanya Kak Icha.
Gue menggeleng pelan. "Nggak usah, Kak! Raya takut Arsyaf khawatir."
"Lo ini gimana sih" Arsyaf itu pacar lo! Jadi, dia berhak tau kalau lo itu kecelakaan!"
"Nggak usah!" Bentak gue. "Oucch!" Rahang gue terasa begitu sakit saat gue membuka mulut agak lebar untuk membentak kak Icha tadi.
"Pokoknya gue mau telpon Arsyaf. Titik!" Kak Icha langsung mengambil HP gue dari dalam tas.
Matanya agak mendelik ketika melihat ada panggilan dari penelpon yang gue beri nama "My Love"
"Lha ini Arsyaf telepon," pikir Kak Icha dengan lugunya.
Plis jangan diangkat! Itu bukan Arsyaf, tapi El. Ya! Semenjak gue pacaran sama El, gue mengubah nama kontaknya dari Elbara menjadi My Love. Kalau Arsyaf
sih gue beri nama My honey bunny. Sial! Kenapa El harus telepon sekarang sih"
Tut. Kak Icha memencet gambar telepon hijau untuk menerima panggilan. "Halo, Syaf! Pasti lo khawatir kan sama pacar jelek lo yang namanya Raya. Iya kan?"
Cerocos kak Icha tanpa malu. Dia kayak ngomong sama babunya aja.
Jantung gue rasanya mau copot cuy. Duar duar duar. Seolah-olah ada ledakan bertubi-tubi menerpa jantung gue. Keringat dingin mulai membasahi jidat gue.
Gue benar-benar takut kak Icha tau kalau gue selingkuh di belakang Arsyaf. Gue nggak bisa menghentikan mulut kak Icha yang terus menyambung kalimat.
"Raya tadi pagi kecelakaan, Syaf. Dia sekarang ada di rumah sakit deket sekolah lo. Cepet ke sini gih! Dia pasti butuh perhatian elo! Udah ya.... bye!"
Kak Icha menambah bacotnya tanpa henti tanpa memberi space si penelepon untuk bicara. Kemudian dia mematikan teleponnya.
Gue bernapas lega saat El tak bicara dalam telepon. Bisa-bisa gue ketahuan kalau dia sampai angkat bicara.
Tak lama kemudian, El datang dengan wajah panik. Dia terhenti di salah satu ranjang UGD tempat gue terbaring lemas. Ia tercekat sejenak, mematung dengan
mata membulat ketika melihat banyak bercak darah di seragam putih abu-abu yang gue kenakan.
Mata kak Icha membulat ketika mendapati El yang berdiri mematung. Pasti ia berpikir-pikir kenapa yang datang pangeran korea dan bukan Arsyaf"
"El" Kenapa lo di sini" Mana Arsyaf?" Kak Icha membuka kelambu kamar UGD lebih lebar lagi lalu menengok ke kanan dan ke kiri mencoba mencari sosok Arsyaf.
Mata gue tertuju pada El seolah memberi dia kode untuk segera mengarang kebohongan pada kak Icha. Sekali lagi, gue nggak mau rahasia antara gue dan El
diketahui oleh siapa pun juga.
"Arsyaf masih dalam perjalanan," jawab El bohong.
"Ooohh....." kak Icha mengangguk paham.
Mendengar kebohongan El, gue langsung mengambil HP yang kak Icha taruh di atas meja lalu merancang misscall ke nomor Arsyaf. Kemudian dengan susah payah
gue SMS Arsyaf dan memberi tahunya kalau gue habis kecelakaan. Setelah selesai, gue gelagapan manaruh kembali HP gue di atas meja selagi kak Icha berbincang
sama El. "Eh, tapi.... kenapa El bisa datang duluan ya?" Kak Icha mulai curiga. Bushet dah! Tuh emak-emak banyak bacot banget yak"
"Dulu aku sering balapan liar, kak. Jadi wajar dong kalau aku lebih cepet nyampeknya?" Jelas El kembali bohong.
Kak Icha mengangguk seakan percaya apa yang dikatakan El. Lagi-lagi gue bernapas lega. Jantung gue nggak jadi copot dah!
"Ray, lo nggak apa-apa kan?" Tanya El cemas lalu berjalan ke arah gue.
"Nggak apa-apa kok!" Gue menjawab lemas.
"Hati-hati kalau naik motor. Sekarang banyak truk ugal-ugalan." El mengelus rambut gue lembut.
Hati gue terasa tenang berada di dekat El. Kata-kata lembutnya mampu menyentuh hati kecil gue. Coba kalau Arsyaf! Tuh orang kalau dateng pasti marah-marah
nggak jelas meskipun dia tau kalau muka gue lagi bonyok kek begini.
"Gue diserempet motor kok!" Papar gue sambil memegang rahang gue yang masih terasa sangat sakit.
"Maaf karena terlalu banyak ngajak lo ngomong. Pasti sulit banget buat lo ngomong. Ya kan?"
Gue mengangguk pelan. Astaga! Sumpah gue harus menganggap El berkah atau bencana cuy! Dia perhatian banget. Mungkin itulah sebabnya gue jatuh cinta sama
dia. "Sayang?" Arsyaf membuka korden hijau kamar UGD yang gue tempati.
"Ya elah Arsyaf! Kenapa baru dateng" Dasar pacar nggak peka!" Omel kak Icha sambil merentangkan tangannya mencoba menghentikan Arsyaf yang ingin masuk
ke dalam. Lagi-lagi tubuh gue menegang. Takut Arsyaf menjawab omelan kak Icha dengan jujur sehingga tidak sesuai dengan logika calon dokter cantik satu itu.
"Maap, Kak! Motorku tadi bannya bocor. Padahal aku udah ngebut di jalan," papar Arsyaf.
Lagi-lagi gue menghela napas lega. Jawaban Arsyaf sesuai dengan logika kak Icha dan kebohongan yang sudah gue rancang bersama El.
"Baiklah. Lo boleh masuk!" Kak Icha menurunkan tangannya dan membiarkan Arsyaf menghampiri gue.
Arsyaf langsung memegang kedua pundak gue cemas. "Kenapa lo bisa kecelakaan sih, Ray?"
Tuh kan! Apa kata gue! Nih satu cowok kalau nggak cemas ngomel, kalau cemas ngomel, kalau SMS.an ngomel, kalau ketemu pokoknya suka ngomel dah! Apa-apa
Blind Date 3 Pendekar Slebor 69 Kalung Setan Insan Tanpa Wajah 2
Cewek Cetar Season 2 Oleh: Zaeemaazzahra Mencintai dua orang dalam satu waktu" Sepertinya beberapa orang pasti pernah mengalami hal itu termasuk Raya. Sejak saat itu, hubungan Raya dengan Arsyaf
mulai merenggang. Di tambah lagi mereka harus LDR. Bagaimana mereka menyikapi hal itu"
Chapter 1 [Raya pov] Renan duduk bersandar di tembok. Matanya tampak mengatup ngantuk. Sedangkan El sedang nge-game seperti biasa. Mereka berdua mah emang anti sama yang namanya
belajar. Dan Arsyaf, pacar gue tercinta sedang belajar bersama gue. Dia ingin masuk ITS bareng gue katanya. Tapi..... dia ibarat pungguk merindukan bulan.
Dengan IQ nya yang cuma 0,5...... rasanya mustahil banget dia bisa masuk ITS, salah satu institut keren di Indonesia. Bushet dah pacar gua dodol amat yak"
"Kebangetan pe'ak ya lo, Syaf! Ini cuma rumus sederhana, dan lo masih nggak paham juga?" Gue melotot marah masih tak berhenti mengomel. "Sudah tiga kali
gue jelasin cara mencari hambatan pararel dan lo masih nggak nyambung juga! Huh!" Gue mendengus sebal.
"Ya maap kalau otak gue nggak seencer otak lo!" Dia mengerucutkan bibir.
"Iya! Emang otak lo nggak encer! Bahkan amuba pun lebih cerdas dari pada lo!"
"Jahat banget lo, Mak!" Renan mendorong kepala gue. "Muka lo tuh yang kayak amuba! Kasian si Arsyaf, lo marah-marahin terus kayak babu aja!"
El tak bicara dan masih asyik dengan game yang baru ia download tadi. Gue jadi kicep setelah ditegur Renan. Kalau dipikir-pikir lagi, emang gue jahat banget
sama si Arsyaf. Suka ngomel nggak jelas, nggak mau ngalah, suka ngambek, dan suka nabok kepala juga. Kalau Arsyaf berpaling dari gue gimana" Aaarrrghhh
tidak! Tidak boleh! Pokoknya tidak boleh!
"Ya udah! Sampek mana tadi?" Gue menurunkan nada suara dan kembali fokus ke modul fisika yang ada di hadapan kami.
"Sampek ini." Arsyaf menunjuk rumus mencari hambatan pararel. Lalu melirik gue sebentar. Dan kami pun kembali belajar lagi.
Pacar gue memang dodolnya minta ampun! Tapi gue tau kalau dia cinta benget sama gue. Dia rela belajar mati-matian agar bisa satu kampus sama gue. Makasih
ya, Patkay! *** Gue menghela napas, melamun memikirkan kado apa yang akan gue berikan ke Sobirin besok. Apa ya" kenapa dia harus ngundang gue sih" Haaaassshhh! Gue bingung!
"Ngelamun apa lo, Mak?" Renan tiba-tiba duduk di samping gue. Sedangkan Arsyaf dan El duduk di depan gue.
"Nggak ngelamun apa-apa!" Gue menggeleng. "Oh iya gengs! Gue diundang Sobirin ke pesta ulang tahunnya kamis besok!" kata gue sambil memberikan HP gue ke
Renan, memperlihatkan SMS yang dikirim Sobirin.
"Kapan ya gue bisa ngundang kalian kek begini?" Renan membolak-balikkan HP gue.
"Cepetan undang gue di acara sunatan lo!" Celetuk gue asal.
Renan langsung naik darah. "Kurang ajar lo! Gue sudah sunat tauk!" Bentaknya sampek muncrat.
"Kalau Renan disunat lagi, entar itunya habis gimana?" Tambah Arsyaf sambil tertawa terbahak-bahak.
"Emang nggak bisa tumbuh lagi yak?" tanya gue dengan lugunya.
"Dasar balita mesum!" Renan menjambak poni gue geram.
"Gue udah gede tauk!" Gue cemberut dengan mulut manyun.
"Maksud Renan, Balita itu singkatan dari Bayi di atas Lima puluh Tahun!" Ledek El sambil mengulum tawa.
Riuh tawa kami berempat bahkan memenuhi kantin sekolah saat itu. Hehehe..... inilah cara kami mempererat persahabatan di antara kami berempat. Salah satunya
dengan bergurau. Walaupun gurauan mereka kadang sering nyebelin juga. Tapi gue selalu suka.
*** Sejak gue pacaran sama Arsyaf, cewek-cewek di sekolah jadi semakin sensitif sama gue. Mereka semakin lama semakin mengganggu. Lebih dari 12 kali sehari,
mereka nggak pernah absen menggosipkan gue. Minimal 3 kali sehari mereka menfitnah gue. Dan lebih dari 3 kali sehari juga gue kena bully anak-anak paling
eksis di sekolah. Cukup melelahkan memang! Tapi mau bagaimana lagi" Gue udah terlanjur cinta sama Arsyaf. Gue nggak mungkin memutuskannya hanya gara-gara
cewek-cewek di sekolah nggak suka dengan hubungan kami.
Di depan kaca toilet, gue senyum-senyum sendiri sambil menata poni gue. Nggak begitu cantik sih! Tapi senyum gue manis juga! Hehehe
"Wajah udik kayak gitu aja pamer!" Kata Natasya, siswi paling beken di kelas XII IPS 1.
Gue melirik cuek lalu kembali menata poni gue dengan sisir jemari, menepuk-nepuk lembut pipi gue, kemudian membuka mulut untuk melihat gigi gue. Hanya
sekedar mengecek apakah ada sisa cabe.
"Lo pakek pelet apa sih" Gue penasaran banget tau!" Ucap Berliana, teman Natasya.
Perlu dicatet, mereka duo racun di sekolah. Hobi mereka adalah clubbing, dan mengkoleksi pacar. Dan perlu dicatet juga, koleksi pacar-pacar mereka nggak
ada yang lebih cakep dari pacar gue.
Gue mencoba mengabaikan mereka. Berpura-pura tidak mendengar ocehan mereka. Gue sudah terbiasa dengan hal ini semenjak hubungan gue sama Arsyaf terbongkar.
"Lo budek ya?" Natasya mendorong kepala gue geram.
Gue berbalik ke arah Natasya dan menatapnya datar. "Iya. Emang gue budek. Puas?" Gue berjalan lancang dan sengaja menenggor pundak kanan cewek cantik dengan
dua tindik di salah satu telinga itu.
Mulut mereka menganga dan mata mereka membulat nggak percaya. Muka mereka tampak bete banget sama gue. I don't care! Kalian mau membully gue" In your dream!!
"Hei setan! Lancang banget lo jadi orang!" Teriak Natasya.
"Cari mati lo"!" Tambah Berliana. "Dasar tukang pelet!"
Teriakan dan cacian mereka seolah hanya numpang lewat di telinga gue. Masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri. Ya! Seperti itulah! Telinga gue rasanya
sudah kebal dengan hal-hal semacam itu.
*** Chapter 2 [Raya pov] Belum sampai 1 menit gue keluar dari toilet, gue sudah terjerembab di atas lantai. Kali ini adik kelas yang membully gue. Saat dia duduk-duduk santai di
depan kelasnya, dia sengaja menjulurkan kakinya ketika gue lewat. Bushet dah!
"Maaf, Kak!" Adik kelas itu berpura-pura menolong gue. "Maaf, aku nggak sengaja!"
Gue tersenyum sinis padanya. "Nggak usah munafik deh! Najis lo!" Kata gue judes sembari membersihkan rok gue dari debu.
Gue pun berjalan lagi menuju kelas. Meninggalkan cabe-cabean itu dengan kemarahan yang tertinggal. Dan belum sampai satu menit lagi, gue kena bully untuk
yang kesekian kalinya! Ouch! Kepala gue tiba-tiba pening ketika sebuah bola basket melaju kencang ke arah gue dan mengenai kepala gue.
"Maaf, Kak!" Kata dua cewek yang berlari ke arah gue untuk mengambil bola yang masih menggelinding di dekat gue. "Maaf, kami nggak sengaja!" Kata salah
satu di antara keduanya. Kepala gue pening banget! Sumpah! Gue bahkan tak bisa menanggapi apa yang mereka katakan. Mata gue berkunang-kunang. Perlahan-lahan pandangan gue terlihat
semakin samar. Beberapa kali gue menggeleng-gelengkan kepala sembari menggepraknya pelan mencoba mengembalikan pengelihatan. Tapi nggak bisa! Pandangan
gue semakin kabur dan tak bisa terlihat jelas.
Braaaaakkkk Gue pun terjatuh di atas lantai. Samar-samar, gue bisa melihat 2 adik kelas yang membully gue tadi. Mereka sepertinya ketakutan melihat gue terkapar di
atas lantai. "Gimana ini?" Kata adik kelas yang berkuncir kuda.
"Nggak tau!" Sahut adik kelas yang satunya sambil mengangkat bahu.
Setidaknya itulah percakapan terakhir yang gue dengar sebelum gue benar-benar menutup mata.
*** Ketika gue membuka mata, Arsyaf sudah ada di samping gue sambil memegang tangan gue lembut. Ia terlihat sangat cemas.
"Sayang, lo nggak apa-apa 'kan?" Tanyanya sambil memapah gue untuk duduk dari ranjang UKS.
"Nggak apa-apa," jawab gue bohong sambil memegang bagian kepala gue yang masih pening.
"Lo itu jadi orang cepet tanggep dikit napa!" Omel Arsyaf. "Ada bola langsung sikat! Ini nih akibatnya kalau elo suka bolos pelajaran olahraga Pak Yono.
Kualat lo!" "Nasib.... nasib..." kata gue manyun. "Emang nasib gue punya pacar yang banyak bacot kayak lu!"
"Gue banyak bacot karena gue sayang tauk!"
Gue tersenyum simpul lalu memeluk Arsyaf hangat. Arsyaf kaget bukan main ketika gue memeluknya duluan. Biasanya dia yang memeluk gue duluan. Tapi kali
ini gue nggak bisa menunggu! Gue butuh dia! Gue pengen peluk dia!
"Raya?" Dia masih keheranan mendapati tingkah gue. Lalu tanpa bertanya apa-apa lagi, dia membalas pelukan gue.
Ya! Tidak apa-apa seperti ini saja. Untuk bersamanya, memang butuh pengorbanan. Gue nggak mungkin ngasih tau Arsyaf kalau gue pingsan karena dibully gara-gara
pacaran sama dia. Kalau gue bilang, dia pasti marah besar. Dan gue nggak tau apa yang akan dia lakukan.
*** [Elbara pov] Walaupun Raya telah dimiliki Arsyaf, tapi tetap saja gue masih mencintainya. Seberapa pun keras gue melupakan Raya, tetap saja gue nggak bisa. Terkadang,
gue suka mengikutinya dari belakang secara diam-diam. Dari kebiasaan buruk gue itu, gue dapat mengetahui apa yang tidak diketahui Arsyaf.
Sudah seminggu ini Raya dibully cewek-cewek yang nge-fans sama Arsyaf. Tapi Raya hanya diam saja. Dia bahkan tidak mengadu pada gue, Renan, atau pun Arsyaf.
Raya memang cewek yang tegar dan pemberani. Tapi meskipun demikian, tetap saja gue nggak tega melihat dia dibully seperti itu. Dan yang lebih konyolnya,
gue nggak bisa berbuat apa-apa agar fansnya Arsyaf berhenti membully Raya. Sial!!
Seperti biasa, hari ini gue mengukuti Raya diam-diam. Ketika dia masuk ke toilet, Natasya dan Berliana juga ikut masuk di dalamnya. Entah apa yang terjadi
di dalam gue nggak tau. Natasya dan Berliana pastinya akan mengganggu Raya lagi seperti hari-hari sebelumnya.
Belum sampai satu menit keluar dari toilet, Raya sudah terjatuh gara-gara tersandung kaki adik kelas. Dan lebih parahnya, tak lama setelah itu, dia jatuh
pingsan ketika sebuah bola basket mengarah ke kepalanya dengan cepat.
"RAYA!!" Teriak gue dari kejauhan sambil berlari menghampirinya.
Sial!! Ketika gue sampai di tempat Raya terkapar, dia sudah tak sadarkan diri. Dua adik kelas yang tadi sengaja melempar bola ke arah Raya tidak melakukan
apa-apa dan hanya tersenyum senang. Tapi raut wajah mereka berubah kaget ketika gue datang.
Chapter 3 [Elbara pov] "Raya" Raya" Bangun Raya!" Gue menepuk-nepuk pipinya pelan.
Raya masih tak kunjung bangun. Dua adik kelas terlihat sangat ketakutan. Mereka bahkan menelan ludah beberapa kali.
"Kak, maaf, kami nggak sengaja," papar adik kelas dengan rambut berkuncir kuda.
Gue nggak menghiraukan apa yang cewek itu katakan. Gue pun segera menggendong Raya menuju UKS. Tapi baru beberapa langkah gue beranjak, gue terhenti dan
menoleh ke arah 2 adik kelas itu.
"Kalian!" Kata gue.
"I...iya, Kak...." kata mereka gugup.
"Kalau kalian atau teman-teman kalian melakukan hal seperti ini lagi, gue nggak akan tinggal diam!"
"I....iya...Kak" Mereka menelan ludah kembali.
Gue pun melanjutkan langkah tapi gue kembali berbalik menatap mereka sinis.
"Oh iya satu lagi!" Ucap gue tegas. "Tolong kasih tau Arsyaf kalau pacarnya ada di UKS. ngerti"!"
"Ba...baik, Kak!"
Setelah membawa Raya ke UKS, gue pun membaringkannya di atas ranjang lalu menatapnya iba. Gue menunggu beberapa saat di sampingnya sampai perawat sekolah
datang. Gue sadar kalau gue bukan siapa-siapa. Gue nggak berhak ada di sampingnya. Itulah sebabnya gue menyuruh dua cewek tadi memanggil Arsyaf ke UKS.
Tak lama setelah itu, perawat sekolah pun datang dan gue pun langsung pergi dari UKS.
Dari lantai 2, gue bisa melihat Arsyaf berlari menuju UKS. Dia terlihat sangat cemas. Jangan tanya gue cemas atau enggak! Tentu saja gue sama cemasnya
dengan Arsyaf. Setelah melihat Arsyaf masuk, gue kembali menuju UKS untuk melihat keadaan Raya.
Kali ini gue tidak masuk. Gue hanya berdiri di ambang pintu sambil melihat Arsyaf duduk di samping Raya sambil menggenggam lembut tangan cewek yang gue
cinta itu. Tangan gue mengepal marah tapi gue nggak bisa berbuat apa-apa.
Mereka terlihat bercakap-cakap sebentar lalu mereka berpelukan mesra. Dan yang lebih membuat gue sakit, Raya memeluk Arsyaf duluan lalu Arsyaf membalas
pelukannya. Sial!! *** [Raya pov] Kejadian tadi di sekolah terasa sedikit aneh. Kenapa Arsyaf yang berada di samping gue" Padahal saat pingsan, gue samar-samar melihat El yang menggendong
gue menuju UKS. Walaupun pengelihatan gue saat itu agak nggak jelas, tapi gue yakin kalau itu El bukan Arsyaf. Aaaaarrrghh!!
Apa itu hanya imajinasi gue saja" Apa karena kulit mereka sama-sama putih, jadi gue mengira Arsyaf adalah El" Ya! Benar! Mungkin gue yang salah lihat karena
saat itu pengelihatan gue yang nggak berfungsi dengan baik.
Tidak dapat dipungkiri kalau gue juga sayang sama El. Walaupun dia tidak banyak bicara, tapi dia sangat peduli sama gue. Dia seperti kakak laki-laki bagi
gue. Dia selalu melindungi gue ketika gue berada dalam masalah. Di antara ketiganya, dia lah yang paling dewasa. Mungkin karena dia terbiasa hidup sendiri
tanpa orang tua. Ah, kenapa gue jadi memikirkan El" Ada apa dengan gue" Kenapa gue sering memikirkan El"
Arsyaf yang menggendong gue ke UKS dan berada di samping gue sampai gue bangun. Sadar, Ray! Sadar! Hati lo kenapa suka nikung sih" Hati gue ngebacot sendiri.
Arsyaf adalah pacar terbaik di dunia. Walaupun secara tindakan gue nggak selingkuh, tapi hati gue nggak bisa bohong. Jujur, gue lama-kelamaan juga mempunyai
rasa sama El. Chapter 4 [Raya pov] Mata gue lagi-lagi ingin terpejam. Rasa kantuk terasa lekat menempel. Seperti ada lem di kedua pelupuk mata gue. Sumpah! Pengen tidur gua!
"Siapa itu" Siapa itu?" Bisik Lea sambil menepuk-nepuk ringan punggung gue. "Ray, kayaknya ada guru baru deh!"
Sambil menguap, gue mengucek mata. Menfokuskan pandangan pada seorang lelaki tampan dengan kemeja bergaris yang tengah memasuki ruangan kelas. Gue garuk-garuk
rambut keheranan. "Selamat pagi, anak-anak!" Kata lelaki tampan itu setelah menaruh bukunya di atas meja guru.
"Selamat pagi..." jawab semua siswa di kelas kecuali El. Dia memang selalu irit suara.
"Perkenalkan! Nama saya Septian, mulai sekarang saya akan mengajar SBK untuk menggantikan Pak Ramli karena beliau akan melaksanakan ibadah umroh," papar
guru ganteng yang bernama Septian itu.
Beberapa cewek-cewek di kelas terlihat menggeliat senang. Ada yang senyum-senyum sendiri, ada yang bisik-bisik senang bersama teman sebangku, ada juga
yang melongo menatap Pak Septian. Hadehhh....
"Oke. Kita langsung saja. Saya rasa nggak perlu basa-basi. Tolong keluarkan buku gambar kalian. Dan buatlah gambar apa pun yang kalian bisa," tambah Pak
Septian. "Baik, Pak!" Jawab sebagian siswa yang ada di kelas. Dan sebagian yang lain cuma diam saja sambil mengeluarkan buku gambar masing-masing.
Huh! Gue mau gambar apa ya" Bukannya sombong, tapi salah satu pelajaran yang paling gue suka adalah SBK. Bukan karena gurunya ganteng! Tapi karena gue
memang suka menggambar. Itulah sebabnya gue memilih ITS. Karena cita-cita gue adalah menjadi seorang arsitek.
Kali ini gue mau gambar anime. Pokoknya rambutnya panjang dan ada topi jaring-jaring di atas kepala. Mudah! Tak sampai sepuluh menit gambar yang gue buat
sudah jadi. Hahaha dalam hati gue tertawa bangga punya bakat seperti ini.
*** Sejak gue dan Arsyaf beda kelas, setiap jam istirahat dia mampir ke kelas gue. Kadang dia suka rempong. Emang lidahnya setajam silet. Nyebelin! Huh!
Arsyaf menatap horor gambar yang gue buat. Lalu dia tertawa keras sambil menunjuk topi jaring-jaring yang gue gambar. Gue hanya mendengus kesal sembari
mengerucutkan bibir. "Kenapa, Syaf" Gambarnya bagus kok!" Kata Renan membela.
"Lo bilang gambar kek gini bagus?" Arsyaf mengerutkan dahi lalu kembali tertawa.
Renan tak berkata apa-apa. El hanya diam. Dia nge-game seperti biasa. Tapi gue tau dia menyimak percakapan kami.
"Ray, apa ini, Ray?" Arsyaf menghentak-hentakkan telunjuknya di atas buku gambar gue. Lebih tepatnya, pada bagian topi jaring-jaring yang gue buat.
"Topi. Topi elegan buat dipesta-pesta gitu," papar gue.
"Topi" Lo bilang ini topi" Ini popok bayi tau nggak" Hahaha..." Tawa Arsyaf seketika pecah.
Gue langsung menutup buku gambar gue. "Bilang aja iri lo! Soalnya lo nggak bisa gambar kek begini!"
"Lain kali, kalau gambar popok jangan di atas kepala!" Arsyaf menepuk-nepuk pelan kepala gue. "Mending superman! Popoknya masih di bawah meskipun taroh
luar! Ini popok taroh kepala! Sontoloyo!"
Gue berdecak sinis. "Tangan lo najis!"
Arsyaf mencium telapak tangannya."Rambut lo bau! Kutuan lagi!"
"Enak aja kutuan! Yang bener korengan!"
"Nggak pernah keramas lu ya?"
"Keramas kok! Fitnah lebih kejam daripada pembunuhan lho!"
Renan hanya geleng-geleng. "Kalian itu lucu ya! Nggak ada satu hari pun tanpa bertengkar. Gue nggak bisa bayangin kalau kalian nikah nanti! Bisa-bisa belom
seminggu udah kelar! CERAI!"
"ENGGAK MUNGKIN!!" Jawab gue sama Arsyaf bebarengan.
"Cerai" Itu mungkin saja bagi pasangan labil!" Tambah El menghentikan game-nya. "Dan mungkin saja, belum sampai ke pelaminan kalian sudah kelar," kata
El sembari menatap Arsyaf tajam.
"Itu hanya mimpi lo, El!" Arsyaf menatap El balik dengan tatapan yang tak kalah tajam.
El berdiri dari tempat duduknya, memasukkan HP nya ke dalam saku baju. Lalu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana dan pergi. Jujur, hati gue
bergetar senang, takut, dan bingung. Semuanya bercampur menjadi satu. Gue jadi sok kecantikan semenjak dua cowok paling populer memperebutkan cinta gue
hehehehe Gue merasa seperti Geum Jan Di di drama korea Boys Before Flowers diperebutkan Goo Jun Pyo dan Yoon Ji Hoo. Eaaah Eaah Eaaah! Ah, lagi-lagi gue berpikir
yang tidak-tidak. Auk ah! Sekarang gue jadi sering keGRan.
Chapter 5 [Elbara pov] Walaupun gue sudah mengancam adik kelas agar tidak membully Raya, tapi tetap saja cewek-cewek dari kelas XI dan XII masih mengusili Raya. Bagaimana pun
juga, gue harus menghentikan pembullyan itu. Gue nggak mau Raya terluka lagi. Sudah cukup dia pingsan terkena bola. Tapi bagaimana cara untuk menghentikan
mereka" "Elbara?" Seorang cewek cantik, seksi, dengan seragam press body menghampiri gue. Namanya Pamela.
Gue hanya menoleh sebentar lalu kembali menyesap sepuntung rokok. Dia mendekat kemudian duduk di samping gue. Gue pun bergeser. Jijik rasanya jika berada
di dekat cewek kayak dia. Di mata gue, dia itu seperti cacing, tubuhnya suka menggeliat nggak jelas.
"El, disapa cewek lo tuh!" Ejek Zen setelah mengeluarkan asap rokok yang telah dihisapnya.
Gue hanya diam dan kembali merokok. Renan, Arsyaf, dan Dodot hanya tertawa cekikikan.
"Galak banget sih ayang El ini! Jadi tambah gemes!" Pamela mulai merangkul tangan kanan gue.
Sumpah demi Tuhan, gue jijik banget! Gue pun menghempaskan tangannya dengan kasar tanpa berkata sepatah kata pun.
"El, kenapa sih lo nggak suka gue" Emangnya gue kurang apa?" Tanya Pamela manja.
"Iya, El! Pamela itu cewek paling cantik di sekolah ini. Kenapa lo nggak suka sih?" Ujar Berliana yang menggeliat di bahu Zen.
"Jangan bilang kalau lo suka sama Raya!" Celetuk Tantri yang saat itu duduk di samping Renan.
"Jangan asal ngomong lo, Tan!" Tukas Arsyaf ngotot.
Gue biarkan mereka lelah bertengkar dan beropini sesuka mereka. Yang penting, gue suka sama Raya. Gue sayang banget sama dia. Dan tidak ada yang bisa merubah
itu. "Lalu, kenapa sampai sekarang El belum punya pacar?" Tambah Natasya setelah menyesap rokoknya. Dia duduk di samping Teo, salah satu anak buah gue.
"Ya mungkin dia homo kali!" Kata Arsyaf mengangkat bahu.
Gue melempar sepatu ke arahnya. Tapi dengan sigap dia menampiknya dengan cepat. Gue melotot. Dia melotot juga. Dodot segera mengambilkan sepatu gue lalu
meletakkannya di depan kaki kiri gue. Kemudian gue pun memakainya.
Di dalam base camp ini, hanya gue, Arsyaf, dan Dodot yang nggak membawa pasangan. Zen bersama Berliana, Renan tentu bersama Tantri, dan Teo bersama Natasya.
Dan yang lainnya gue nggak terlalu hafal nama pacarnya.
Arsyaf nggak mungkin membawa Raya ke tempat kayak begini. Penuh asap rokok dan aksi-aksi anak brandal. Tak jarang Zen dan Teo melakukan hal yang tidak
senonoh di base camp ini. Raya itu cewek lugu. Dia bahkan selalu mempercepat adegan yang tidak senonoh kalau menonton drama korea. Kalau tidak sempat mempercepat,
dia pasti menutup mata. Dia memang lucu! Itulah yang gue suka.
"Kalau dipikir-pikir lagi, lo itu emang cocok sama gue, El!" Tangan Pamela mulai merambat menuju lengan gue. "Lo itu leader semua cowok di sekolah ini.
Sedangkan gue leader semua cewek yang ada di sekolah ini. Kalau lo sama gue pacaran, kita bakalan jadi pasangan paling beken sepanjang sejarah SMA 5 Cendrawasih!"
Gue berdiri, menghempaskan tangan pamela lalu membuang puntung rokok yang tersisa ke atas tanah kemudian menginjaknya dengan kaki sampai bara rokok tersebut
padam. Gue selalu menganggap dia nggak ada. Karena memang gue sangat jijik sama dia.
"Gue cari kopi dulu, guys!" Ucap gue sambil memasukkan kedua tangan gue ke dalam saku celana. Lalu pergi.
Pamela masih belum puas juga. Dia mengikuti gue dari belakang menuju kedai kopi yang tak jauh dari base camp kami. Huh! Menyebalkan!
02. Chapter 6-10 Chapter 6 [Raya pov] Arsyaf kali ini kena hukuman karena dia tertangkap basah membawa majalah porno. Dia dihukum membersihkan toilet sekolah bersama Renan, Teo, dan Dodot.
Rasanya capek juga kalau harus nungguin cowok bego dihukum tiap hari. Mendingan gue pulang, bobok cantik, terus nonton drama korea. Ueeenaaakk!! Jadi mau
tidak mau, gue harus naik bis lagi. Jangan tanya motor! Perlu diingat kalau motor gue disita sama papa. Sial!!
"Guru Tong"!" Sapa seseorang.
Gue yang tadinya menunduk lalu mengembalikan posisi kepala untuk melihat siapakah orang yang menyapa gue tadi. Mata gue melebar sejenak ketika melihat
El berada di hadapan gue kemudian dia duduk di samping gue dan menemani gue menunggu bis datang.
"El" Lo nggak dihukum?" Tanya gue keheranan.
"Gue nggak suka baca majalah kayak begitu!"
"Jangan sok alim lo, El!" Tukas gue judes. "Pasti lo sama bejatnya kayak Arsyaf dan Renan 'kan?"
"Enggak. Gue malah lebih bejat dari mereka."
Mata gue melebar kaget. "Ha?" Mulut gue menganga.
"Daripada hanya gambar, gue suka nonton yang asli tau!"
"Sumpeh lo?" Gue masih tak percaya. Orang sependiam El suka nonton kayak begituan.
El mengacak rambut gue lembut. "Ya enggaklah!" Dia tersenyum.
Gue membiarkan El mengelus rambut gue. Astaga! Astaga! Hati gue mulai berbelok. Sadar, Ray! Sadar! El emang manis banget kayak G-dragon personilnya BingBang.
Kalau dia senyum, hati gue jadi melumer panas. Tapi gue udah punya pacar! Ingat! Ingat!
"Eh! Bisnya sudah datang, El!" Gue mencoba mengalihkan pembicaraan sembari menunjuk bis yang melaju ke arah kami.
Kami pun naik ke dalam bis. Sialnya, kami tidak mendapatkan tempat duduk. Akhirnya, kami pun mau tidak mau harus berdiri bersebelahan. Ah, gue jadi berpikir
yang aneh-aneh lagi! Karena El sangat mirip dengan artis korea, gue jadi berkhayal beberapa adegan yang sering muncul dalam drama hehehe.
Dalam khayalan gue yang pertama, tiba-tiba Pak Sopir mengerem bis secara mendadak terus gue jadi terhempas ke pelukan El. Kemudian kami saling berpandangan
lalu kembali ke posisi semula dengan perasaan salting dan tak saling bicara karena malu.
Tak lama setelah itu, gue berkhayal lagi. Dalam khayalan gue yang kedua, seorang penumpang turun dari bis meninggalkan kursi kosong untuk penumpang yang
lain. Dengan senang hati, El mempersilahkan gue buat duduk di kursi kosong itu. Ya elah! Gue jadi senyum-senyum sendiri. Bushet dah! Khayalan gue lama-kelamaan
mulai membabi buta dah. Dan yang lebih lucunya, dalam khayalan gue yang ketiga, tiba-tiba penumpang bis semakin banyak hingga berdesak-desakkan dan El pun berusaha melindungi
gue agar tidak terdesak penumpang yang lain. Hehehe gue mengetok-ngetok kepala gue sendiri sambil tertawa kecil. Kira-kira, dari ketiga khayalan gue, yang
Cewek Cetar Dua Karya Zaeemaazzahra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
akan terjadi yang mana ya"
Ternyata, dari ketiga khayalan itu tidak ada yang terjadi! Sopir tak kunjung mengerem mendadak, penumpang yang lain juga tak kunjung turun, dan pada beberapa
halte hanya beberapa orang yang masuk bis, tak sampai membuat semua penumpang bis berdesak-desakan. Hallah..... gue menghela napas penuh sesal.
"Eh, kenapa lo nggak naik motor?" Tanya gue keheranan.
"Motor gue lagi diservice," jawab El singkat.
"Ya elah! Motor lo kan ada tiga! Masa' diservice semua?"
"Terserah gue dong!"
Ya elah. Ketahuan banget kalau El lagi modus. Ah, jadi baper. Gue cekikikan sendiri dalam hati. El akhirnya mengantar gue sampai ke rumah.
"Makasih ya, El!" Kata gue sambil tersenyum.
"Seharusnya gue yang ngomong terima kasih." El mengelus poni gue lembut.
"Kenapa?" "Karena lo, gue jadi tau rasanya naik bis."
Gue cekikikan senang. "Jadi, ini pertama kalinya lo naik bis?"
Dia hanya mengangguk. Biasa! Dia suka hemat suara.
"Lo nggak mau mampir dulu?" Tanya gue sambil membengkokkan jempol ke belakang, mencoba menunjuk rumah gue.
"Enggak," jawabnya singkat.
"Ya udah! Gue masuk dulu ya!"
Lagi-lagi dia tidak menyahuti ucapan gue. Dan hanya mengangguk sambil tersenyum manis. Plis El! Jangan tersenyum! Jujur, setiap kali El tersenyum, hati
gue jadi berkecamuk manja. Asheeek....
Gue pun masuk rumah setelah melambaikan tangan ke El. Dan yang lebih lucunya, setelah gue masuk rumah, gue melihat dari jendela kamar, salah satu anak
buah El menjemput El dengan motor. Dan gue kenal banget motor siapa itu! Itu motornya El. Bushet dah tuh anak! Modusnya nggak ketulungan! Tapi bukannya
marah karena dibohongi, gue malah senyum-senyum sendiri dari balik jendela. El, apa lo lupa kalau gue ini pacar sepupu lo sendiri"
Chapter 7 [Renan pov] "Ren, gue dengar lo nyelingkuhin Tantri ya?" Tanya Raya yang sedang asyik nge-game sembari menunggu pesanan baksonya datang.
"Iya. Kenapa emang?" Gue mengambil tusuk gigi lalu memasukkannya ke dalam mulut gue untuk mencari sisa makanan yang terselip di antara cela-cela gigi.
"Setan lo, Ren! Bisa sontoloyo juga ya lu" Gue denger lo selingkuh dengan Monica, sahabatnya Tantri sendiri."
"Gue itu tak bisa hidup hanya dengan satu cinta, Ray!"
"Dasar playboy!" Hujatnya.
"Gue nggak playboy! Gue playstore!" Elak gue lalu meringis.
Raya menghentikan game-nya lalu menjitak kepala gue keras. Ouch! Gue teriak kesakitan lalu gue membalas jitakannya. Setelah meringis kesakitan, mulutnya
jadi manyun, matanya jadi melotot tajam. Gue mendorong pipinya pelan, gemas.
Gue hanya bisa hidup dengan satu cinta jika itu elo, Ray! Jika bersama cewek lain, meskipun dua, tiga, atau bahkan sepuluh sekali pun tetap saja terasa
kurang karena memang hanya lo yang gue cinta selama ini.
Tiba-tiba suasana menghening sejenak. Tidak ada percakapan di antara kami. Raya hanya cekikikan sambil bermain HP. Sebenarnya apa yang dia tertawakan"
Tiba-tiba HP gue bergetar.Ternyata Raya meng-upload foto gue di grup WA anak-anak koplak. Sumpah! Nih anak minta digibeng! Dia meng-upload foto gue pas
lagi tiduran dengan tangan terangkat.
Raya" " : Pagi geng! Coba prhatikn fto adek ini. Tangannya dg tgak ngeliatin keteknya. Dia pikir iklan reksona"
Arsyaf" : koplak lo!
Renan?" : upload fto apa lu, Mak" HP gw agk rusak. Gk bsa liat fto.
Raya" " " : HP lo galau minta d pecat!
Renan" " : Tlong critkan dr awal hingga akhir!
Raya" " ?" : OGAH! Mulut gw bsa berbusa klau cerita dr awal - akhir!
Arsyaf" " : Yank, km kok upload fto Renan aja"
Raya" " ?" : Plis! Jgn perebutkn gw.
Renan?" : GR lo! Dasar luwak berpanu!
Raya" " " : Lalat gincuan!
Jujur, gue penasaran banget dengan foto yang diupload Raya di grup. Nih anak kayaknya minta digibeng biar kapok.
"Ray, lo upload apa sih?" Gue merebut HP dari tangan Raya.
"Woi!" Dia marah lalu mencoba merebut HP nya kembali. Meloncat-loncat mencoba menggapai HP yang gue angkat ke udara. "Balikin, Ren!"
Sambil menghentikan mukanya dengan tangan kiri, gue menggeser layar HPnya dengan tangan kanan gue. Mata gue terbelalak lebar ketika melihat foto yang ia
upload. Dia meng-upload foto gue pas jaman SMP gak pakek baju dengan tangan terangkat. Waktu itu bulu ketek gue udah tumbuh lagi! Dasar! Raya kurang ajar!
Gue mencubit pipinya gemas. "Minta maaf, nggak?"
"Iya, Pak! Maap, Pak!" Ucapnya sambil meringis kesakitan sembari memegangi tangan gue yang mencubit pipi kanannya.
"Makanya korang janganlah nakal!" Kata gue dengan logat melayu.
"Apeulah Athok ni?" Dia cemberut manyun. "Main cubit jje!"
Dia tidak terlalu cantik. Kepribadiannya urakan, bawel, tomboy, dan suka seenaknya sendiri. Tapi gue selalu merasa nyaman bila berada di dekatnya. Andaikan
saja waktu bisa gue ulang kembali, gue ingin kembali ke masa-masa gue saat masih perjaka. Andaikan saja saat itu papa nggak selingkuh di belakang mama,
mungkin gue nggak akan frustasi dan melepaskan keperjakaan gue untuk cewek-cewek di club. Dan mungkin saja saat ini gue merasa pantas untuk Raya.
Tapi...... Semua itu hanya menggantung pada sebuah kata "Mungkin". Gue sudah nggak perjaka lagi. Gue nggak pantas buat Raya. Dia layak mendapatkan cowok yang jauh
lebih baik daripada gue. Chapter 8 [Raya pov] Pagi itu, Lea mengoyak tubuh gue sambil teriak-teriak ke telinga gue. Sumpah! Gue masih ngantuk setelah semalaman penuh gue belajar buat UN bulan depan
coy! "Apaan sih, Lea?" Tanya gue masih dalam keadaan setengah sadar.
"Ada berita gempar, Ray!" Ujar Lea ngotot.
Gue pun terbangun sambil mengucek mata meninggalkan sedikit liur di bangku gue. "Berita apa sih, Lea?" Gue kemudian mengusap sedikit liur yang membasahi
sudut bibir gue. "El pacaran sama Pamela!" Lea semakin ngotot, tangannya kembali mengoyak badan gue.
Mata gue terbelalak lebar. Mulut gue menganga tak percaya "APA"!"
"Kok lo kaget sih, Ray" Emangnya lo nggak tau?"
Gue menggeleng cepat. "Enggak!"
El jarang bicara. Apa yang ia pikirkan tidak ada orang selain dirinya sendiri yang tau. Entah gue harus bersyukur atau berkabung atas pelepasan masa-masa
jomblo sahabat gue itu. Pamela bukanlah cewek baik-baik. Dia seperti penjual aksesoris berjalan. Berbagai macam model anting ada di telinganya, satu ada
di hidung, satu ada di lidah, dan konon katanya ada satu lagi di udelnya.
Gue cuma berpikir, bagaimana rasanya lidah ditindik ya" Apa nggak menyebabkan sariawan" Bagaimana rasanya udel dikasih tindik ya" Apa nggak gatel" Terus
bagaimana kalau tuh perut masuk angin" Auk ah! Balik ke laptop!
"Dari mana lo tau kabar menggemparkan itu, Lea?" Tanya gue penasaran.
"Ya elah, Ray! Lo sih ngorok mulu! Makanya nggak tau kabar terhots abad ini." Lea menimpali.
"Banyak bacot lu! Lama-lama lu ngeselin juga kayak Arsyaf ya!"
"Ya elo kebangetan! Nemplok molor bin ngiler. The King and The Queen pacaran, lo malah nggak tau!"
"Ya ya ya maap! Udah! Cerita gih!"
Lea kemudian meringis malu. "Sebenernya gue sendiri nggak tau kronologinya kayak gimana. Tapi yang gue denger, El yang nembak Pamela!" Papar Lea ngotot
banget. "APA"!" Mata gue melotot kaget sambil menggebrak meja. "Bagaimana bisa?"
"Gue juga nggak tau apa alasan El nembak Pamela, Ray." Lea mengangkat bahu.
Aduh! Hati gue kok jadi cenat-cenut nyesek sih" Apa gue cemburu" Ah, sadar, Ray! Sadar, Ray! Lo harus sadar! Pacar lo itu Arsyaf, bukan El! Buat apa lo"
cemburu kalau El punya pacar! Dia emang nembak lo. Tapi bukan berarti lo suka sama dia 'kan"
Nggak tau kenapa hati gue terus berseteru. Berbicara sendiri untuk meyakinkan diri kalau gue nggak perlu merasa sakit karena El pacaran sama orang lain.
*** Seperti biasa, di tempat parkir gue berdiri di samping motornya Arsyaf menunggu pemiliknya datang untuk mengantar gue pulang. Tapi saat gue tengah menunggu,
gue melihat El bersama Pamela dari kejauhan, di tempat parkir sebelah timur. Pamela terlihat menggelayut manja di lengan El. Sial! Hati gue bertambah cenat-cenut
nyesek ketika melihat kemesraan mereka secara langsung.
Setelah El naik motor dan memakai helm, Pemela juga ikut naik motor sambil memakai helm. Yang lebih menyesakkan lagi, dia melingkarkan tanggannya di sekeliling
pinggang El dan terlebih lagi, dadanya...... Aaarrrggghh!! Gue nggak bisa cerita! Gue jijik melihatnya. Mereka pun berlalu pergi. Tapi nggak tau kenapa
rasa sesak di dalam dada gue masih menggunung.
"Rayap" Kenapa lo bengong?" Arsyaf melambaikan tangan di depan mata gue.
"Ha?" Gue terperanjat kaget. "Sori. A...ayo kita pergi!" Kata gue mencoba mengabaikan pertanyaan Arsyaf.
Gue dan Arsyaf pun naik ke atas motor, memakai helm lalu melaju pergi. Di tengah perjalanan, dada gue terasa begitu sesak. Beberapa kali gue sempat memukul-mukul
ringan dada gue sendiri. "Kenapa, Yang?" tanya Arsyaf yang masih fokus mengendarai motornya.
"Enggak, enggak kenapa-napa," jawab gue bohong yang masih memukul-mukul ringan dada gue sendiri.
Arsyaf pun menghentikan motornya. Kami pun beristirahat sejenak di tepi jalan kemudian dia melepaskan helm dari kepala gue. Gue bisa tau kalau Arsyaf khawatir
banget sama gue. "Kamu sakit?" Tanya Arsyaf cemas sambil memegang tangan gue.
Gue menggeleng. "Enggak, Kay, Patkay, Gue nggak kenapa-napa!"
"Perlu ke rumah sakit?"
Gue tercekat, menatap Arsyaf lekat. Bagaimana mungkin hati gue bisa bercabang" Ini hati! Bukan rambut! Apa ada shampoo khusus untuk mencegah hati yang
bercabang" Arsyaf adalah pacar yang sempurna. Selain tampan, dia juga mempunyai tubuh yang atletis. Perlu dicatet, dulu gue pernah nggak sengaja lihat dia tanpa busana
saat gue nggak sengaja membuka pintu kamarnya pas lagi ganti baju. Jadi gue tau dia itu cowok six pack. Oh iya! Dia juga baik meskipun amuba pun lebih
pintar daripada dia. Tapi...... Kenapa...... Hati gue....... Chapter 9 [Raya pov] Di taman dekat kompleks, gue malamun, merenungkan apa yang selama ini gue bimbangkan. Gue menatap danau dan pepohonan sembari menghela napas beberapa kali,
memaki diri sendiri yang tak setia. Padahal saat Geum Jan Di selingkuh sama Yoon Ji Hoo, gue hujat tuh anak sampek tenggorokan gue kering minta aer. Tapi
saat gue sekarang berada di posisi yang hampir sama dengannya, rasanya ada perasaan membenarkan apa yang dia lakukan.
"Neng Raya?" Seseorang yang suaranya terdengar tidak asing tiba-tiba menyapa gue.
Gue menoleh malas ke arahnya. Melihat dia tersenyum dengan gigi kuningnya, membuat gue bergidik ngeri. Gue takut mata gue buta karena silau. Tuh gigi kayaknya
lebih kejam daripada pancaran sinar ultraviolet deh!
Sobirin kemudian duduk di samping gue. Dengan cepat gue bergeser menjauh, takut bau jigong mulutnya memperkosa lobang hidung gue.
"Neng Raya, kenapa Neng Raya nggak dateng di ulang tahun Abang Birin?" Tanya jenglot berkulit hitam sehitam pantat wajan yang kini menatap gue dari samping.
"Gue nggak ada duit buat beli kado!" Jawab gue malas.
Boro-boro mau ngasih kado ke Sobirin! Ngasih kado ke pangeran Arsyaf yang super ganteng aja gue nggak pernah. Apalagi ngasih kado ke seekor Jenglot! Yang
ada bukan gue kasih kado tapi gue kasih sesajen.
"Nggak bawa kado nggak apa-apa, Neng. Yang penting Eneng bawa hati Eneng buat Abang Biri," katanya malu lalu menggeliat senang.
Sebelah pipi gue langsung berkedut ngeri. Gue nggak menyahuti perkataannya. Sumpah dah! Nih anak buat mood gua makin ancur.
"Eh, daripada bengong, gimana kalau kita main bola aja?" Sobirin menunjuk ke arah beberapa anak kecil yang tengah asyik bermain bola.
"Enggak mau ah!" Sahut gue spontan.
"Kenapa?" "Entar gigi lo offset!"
Sobirin bukannya marah tapi malah tertawa kecil. "Ya nggak sampai segitunya kali, Neng! Apa perlu Abang Birin pakek cadar?"
"Sebaiknya nggak usah deh!"
"Kenapa?" "Kasihan cadarnya."
Sobirin menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal. "Emang kenapa kalau Sobirin pakek cadar"
"Cadar elo nanti basah kuyup! Kena iler!"
Sobirin lagi-lagi tertawa senang. Gue makin keheranan dan semakin illfeel sama nih anak satu. Perlu digaris bawahi, sedari tadi gue kipas-kipas pakek tangan
di area sekitar hidung gue. Soalnya sayup-sayup gue bisa mencium aroma tidak sedap yang keluar dari mulut Sobirin. Gue nggak menghindari dia hari ini soalnya
gue merasa bersalah karena nggak datang di pesta ulang tahunnya tempo hari.
*** [Elbara pov] (Flashback sebelum El dan Pamela pacaran)
Sumpah, gue nggak tega melihat Raya setiap hari dibully. Dia tampak menderita banget. Hampir semua cewek satu sekolah membully dia gara-gara dia pacaran
sama Arsyaf, the most wanted boy di SMA 5 Cendrawasih ini. Dan yang lebih parahnya, Arsyaf nggak tau! Pacar macam apa dia"
"Pamela!" Gue berdiri di ambang pintu kelas Pamela sambil bersandar di sisi pintu.
Pamela yang saat itu sedang asyik mengobrol dengan Natasya dan Berliana pun terlonjak kaget bukan main.
"El?" Mata Pamela membulat. Sedangkan Natasya dan Berliana juga demikian.
"Bisa kita bicara sebentar?"
"Bisa! Bisa banget!" Jawab gadis berambut pirang itu dengan semangat. Dia kemudian menghampiri gue. "Lo mau ngomong apa, El?"
Mata gue menyisir ke sekeliling, semua orang tampak memperhatikan kami. "Gue mau ngomong sama lo. Tapi nggak di sini."
"Di mana?" Jujur, gue males banget ngomong sama Pamela. Dia benar-benar menjijikkan. Tapi gue butuh dia.
*** "Sebenernya, lo mau ngomong apa sih, El?" Pamela tampak sumringah ketika kami tiba di halaman belakang sekolah.
"Gue langsung to the point aja. Jujur, gue butuh bantuan lo!"
"Bantuan gue?" Dia tampak keheranan. Dahinya mengerut. "Emangnya lo mau gue bantu apa?"
Gue menghela napas sejenak. "Apa lo bisa menghentikan cewek-cewek satu sekolah membully Raya?"
Mata Pamela langsung melebar. "Apa?"
"Nggak bisa?" "Kenapa" Kenapa lo minta bantuan seperti itu ke gue?"
"Kalau nggak bisa, ya udah! Gue akan cari bantuan ke orang lain." Gue mengabaikan pertanyaan Pamela dan mencoba beranjak pergi.
Sebelum gue sempat melangkah, Pamela memegang lengan gue cepat. "Bisa. Gue bisa!" Ujarnya ngotot.
Gue terhenti, tanpa berkata apa-apa, gue mencoba mendengarkan apa yang akan dia katakan.
"Tapi....." Dia tercekat sejenak. "Tapi ada satu syarat!"
Sudah gue duga! Minta bantuan padanya nggak bakal gratis. Pasti dia meminta imbalan.
"Gue akan memastikan Raya aman, asalkan lo jadi pacar gue!" Lanjut cewek dengan kalung hitam press leher itu.
"Oke. Nggak masalah. Tapi gue nggak mau ciuman sama lo. Apalagi melakukan hal yang lebih dari itu," jawab gue tanpa berpikir panjang.
Asalkan Raya baik-baik saja, jangankan pacaran sama Pamela! Pacaran sama Murti, cewek paling jelek di sekolah ini pun gue mau!
Setelah gue berkata seperti itu, tangan Pamela langsung melingkar di sekeliling pinggang gue. Dia memeluk gue erat banget. Sumpah! Gue pengen muntah!
"El, gue cinta sama lo. Gue pengen hubungan kita langgeng sampai kita nikah nanti," papar cewek itu manja.
Gue nggak menjawab apa-apa. Nikah" Sama lo" Mendingan gue nggak nikah seumur hidup dari pada menikahi kimcil kayak lo.
Ya! Mungkin inilah yang terbaik. Daripada harus melihat Raya menderita, lebih baik gue yang menderita. Gue punya alasan tersendiri mengapa gue nggak bilang
ke Arsyaf kalau Raya selama ini dibully. Gue hanya ingin melihat seberapa besar cinta Arsyaf ke Raya bila dibandingkan cinta gue.
*** Chapter 10 [Raya pov] Sejak El pacaran sama Pamela, hati gue sering terasa sesak. Tapi, walau bagaimana pun juga, gue nggak boleh mempunyai perasaan ini. GAK BOLEH! Jika gue
jatuh cinta sama dua orang sekaligus dalam satu waktu, itu sama saja gue mau menghancurkan persahabatan antara kita berempat. Tidak hanya merusak persahabatan
saja! Gue juga akan merusak hubungan persaudaraan antara Arsyaf dan El karena mereka adalah saudara sepupu. Iya, benar! Sebagai seorang sahabat, gue harus
profesional. Walau bagaimana pun juga, gue harus menekan perasaan ini.
Gue pun menghela napas, mencoba melupakan perasaan ambigu yang saat ini ada di dalam dada gue. Dalam semua kekesalan itu, gue pun mengambil pensil dan
membuka buku gambar. Kemudian gue mencoba membuat sketsa foto kami berempat pas jalan-jalan di dufan dulu. Lama sekali gue menggambar. Sambil senyum-senyum
nggak jelas, gue menggambar wajah Arsyaf, El, lalu Renan. Setelah selesai, gue upload tuh gambar di grup WA anak-anak koplak.
Arsyaf" " : apaan sih, Yap!
Raya" " " " : melmpiaskn kgalauan dg brkrya
Renan" ?" : oooooh....
Raya" " " " : trlmbat! Prckapn udah kelar!
Renan" " " : nah ini blom klar!
Arsyaf" ?" : kicep lo, Yap!
Raya" " " ?" : auk ah!
Arsyaf" " " : hahahahaha
Raya" " " " " : El dmn" Kok gk nongol2 nih ank! Helllooow..
Biri2 Jujur, sulit banget rasanya manggil nama El. Tapi gue harus sportif jadi sahabat. Gue harus memperlakukan El seperti gue memperlakukan Renan sebagai sahabat.
Ya! Benar! Arsyaf" " " : El sdah bobok, Ray. Bsok mau senam. Biasalah! Ank PAUD klau hri jumat d balaidesa senam brsama.
Renan" " " : koplak lo, Syaf!
Elbara" ?" : ?"?"?"
Raya" " " ?" : Kay, Patkay! Ank PAUD kok udh gede" Gk lulus2 emang.x"
Elbara" ?" : kyak.x lo hrs priksa d klinik KLONTANG deh, Tong.
Arsyaf" ?" : Iya, Yap, Rayap! El suka naik2 minta endong bu guyu teyus. El ngompolan soal.x.
Renan" ?" : hahahaha ?"?"?"
Raya" " " " : ?"?"?"?"?"
Elbara" " : AWAS KALIAN! GW MAU BWT PERHITUNGAN! ?"
Raya" " ?" : emang.x El msih ngompol ya, Syaf"
Elbara?" : iya, gw masih ngompol. Lo lupa" Yg nyebokin kan elo, Tong!
Arsyaf?" : Huuus! Smbrangan lo, El klau ngomong!
Renan?" : udh yuk! Mri kita bobok. Gw mau senam sma bu guyu biar di endong.
Raya" " : Sotoloyo smua kalian!
Selama ini ada pertanyaan yang masih membuat gue linglung. Mengapa Tuhan menciptakan hati manusia" Mengapa rasa yang ada dalam hati selalu dinamis" Kenapa
tidak statis saja" Ah, kenapa pikiran gue bercampur aduk dengan pelajaran fisika yang barusan gue pelajari" Dinamis" Statis" Auk ah!
*** 03. Chapter 11-15 Chapter 11 [Raya pov] Hari minggu sudah datang. Pasti si Arsyaf merengek minta cabut kencan. Tapi gue sering sekali menolak ajakannya. Alasannya pun bervariasi. Kadang gue malas
karena ada drama korea yang seru banget, susah ditinggal. Kadang gue sudah ada janji sama mama mau jalan-jalan ke mall. Kadang juga gue malas dandan buat
kencan. Ya! Sejak kencan pertama kami, Arsyaf selalu meminta gue buat dandan setiap kami pergi kencan. Dia merengek terus sampai gue capek ngomel. Dan akhirnya
gue selalu kalah. Wajah gue pun selalu berakhir dengan bedak, maskara, eyeliner, dan lainnya.
"Halo, sayang. Ayo kita kencan." Kata Arsyaf manja.
"Kencan ke mana, sayang?" Jawab gue sambil memasukkan kacang goreng ke mulut lalu mengunyahnya.
"Bagaimana kalau ke dufan" Kali ini cuma kita berdua aja. Nggak usah ngajak Renan dan El."
Gue menatap malas drama korea yang gue tonton di laptop. "Oke. Jam berapa?" Kata gue sambil menaruh kaki di atas meja belajar, hingga kaki gue berdampingan
dengan laptop. "Satu jam lagi aku ke sana, Sayang. Jangan lupa dandan ya. Aku suka banget kalau kamu dandan. Kamu cantik deh!"
Uhuuk uhuuk, gue tersedak kacang yang gue makan. "Iya. Aku tau kalau aku cantik kok. Kalau nggak cantik, nggak mungkin dua cowok paling eksis di sekolah
nembak gue. Iya kan?" Goda gue sambil cengar-cengir.
"Huuus! Udah nggak usah dibahas. Lagian El sudah punya pacar. Pacarnya bahkan jauh lebih cakep daripada kamu. Ngaca dong!" Arsyaf selalu marah jika gue
membahas El yang pernah nembak gue.
Gue tercekat mendengar apa yang dikatakan Arsyaf. Dia benar! Dulu El memang cinta banget sama gue. Tapi sekarang, dia pacaran sama Pamela, cewek pentolan
sekolah. Selain cantik, dia juga sangat sexy. Tubuhnya sebelas dua belas sama Hyolyn Sistar. Aduhai! Gue nggak boleh mengharapkan El. Nggak boleh! Nggak
boleh! Selalu begitu. Hati gue selalu berkecamuk setiap kali gue mengingat El dan Pamela. Fakta bahwa mereka pacaran membuat dada gue terus menerus terasa sesak.
Rasa sesak yang pernah gue alami ketika Arsyaf dan Bianca pacaran dulu.
"Ya udah! Hari ini jadi ke dufan nggak?" Tanya gue ketus.
"Enggak! Kita nggak jadi kencan!" Jawab Arsyaf nggak kalah ketus. Lalu dia menutup telepon. Tut.... sambungan pun terputus.
Kadang, gue merasa iba pada Arsyaf. Hati gue sering kali berbelok menatap El. Padahal, gue tau betul kalau Arsyaf nggak pernah mencintai cewek lain selain
gue. Gue menghela napas panjang. Lalu menaruh HP gue ke sembarang tempat. Kemudian gue merebahkan tubuh gue ke atas kasur. Beberapa kali mata gue sempat mengerjap
menatap langit-langit kamar. Lama sekali gue melamun, meratapi rasa ambigu yang menyesakkan.
Ting tung ting tung Lamunan gue seketika buyar ketika mendengar bunyi bel yang terus melantun. Itu pasti tandanya Kak Icha lagi nonton drama korea yang seru banget dan nggak
mau diganggu. So, itu juga berarti dia nyuruh gue buat bukain pintu. Huh! Kalau melawan tuh nenek-nenek, udah kalah dah gua!
Cewek Cetar Dua Karya Zaeemaazzahra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Gue pun berjalan malas menuju pintu lalu membukanya. Betapa terkejutnya gue ketika mendapati Arsyaf sudah berdiri di sana dengan muka garang. Mata gue
membulat lalu menelan ludah
"Arsyaf?" Tanya gue yang masih tak percaya dia ada di depan rumah gue.
"Boleh masuk?" Tanya cowok itu judes.
"Boleh!" Jawab gue tak kalah judes.
Arsyaf langsung masuk ke dalam rumah lalu duduk di sofa. Sedangkan gue masih berdiri di ambang pintu.
"Gue tunggu lima belas menit. Lo harus sudah selesai dandan. Titik!" Papar Arsyaf ketus.
"Katanya nggak jadi kencan!"
"Terserah gue dong mau berubah pikiran atau enggak. Pokoknya lo harus siap-siap sekarang juga. Titik!"
"IYA! BENTAR!!" teriak gue masih ketus.
Tak lama berdandan ala kak Icha, gue pun siap. Seperti biasa, Arsyaf selalu terperangah ketika gue memakai rok pendek dengan make-up tipis dan tanpa kacamata.
"Kita mau ke mana nih?" Ucap gue sambil berkacak pinggang.
"Kita jalan-jalan ke mall. Dufannya lain kali aja." Arsyaf berdiri lalu menghampiri gue, kemudian menggenggam tangan gue erat.
"SYAF! TITIP RAYA YA!" teriak kak Icha dari dalam kamarnya. Biasalah! Tuh nenek punggungnya lagi encok kali yak" Malas banget buat jalan dikit doang.
"IYA, KAK!" jawab Arsyaf.
Chapter 12 [Raya pov] Sepanjang jalan menuju restoran, Arsyaf terus menggandeng tangan gue erat seolah tak mau lepas. Bahkan saat ia menyetir mobil tadi, tangan kirinya menggenggam
tangan gue. Sementara tangan kanannya berayun-ayun di kemudi bundar. Gue bisa merasakan cintanya yang begitu besar. Mengingat hal itu gue jadi suka senyum-senyum
sendiri. "Kamu mau pesen apa, Sayang?" Tanya Arsyaf dengan nada kalem ketika seorang pelayan cantik memberi kami daftar menu. Rupanya dia tak lagi marah sama gue.
Dahi gue mengernyit heran. Ternyata lelaki egois yang ada di hadapan gue bisa lembut juga. "Em..... aku mau makan kentang goreng!" Gue menunjuk gambar
sekardus kecil kentang goreng yang tampak lezat dengan saos sambal dan mayones.
"Mbak, dua kentang goreng ya!" kata Arsyaf pada pelayan cantik itu sembari mengembalikan buku menu.
Pelayan cantik itu senyum-senyum nggak jelas pada Arsyaf. Apa dia idiot"
"Iya, Mas." Ucap pelayan cantik itu sambil menerima buku menu dari Arsyaf.
Dengan jelas, gue bisa melihat pelayan itu mencoba merayu Arsyaf. Ia dengan sengaja mendekatkan jemarinya ketika Arsyaf memberikan buku menu.
"Ehem!" Gue berdehem sinis lalu menjauhkan tangan pelayan itu dari tangan Arsyaf. "Kentang goreng dua ya, Mbak. NGGAK PAKEK LAMA!" kata gue judes sambil
melotot marah. Inilah resiko mempunyai pacar yang super ganteng. Untung Arsyaf orangnya setia banget. Kalau tidak, mungkin sekarang kita sudah putus dari dulu. Betapa
tidak" Setiap kali gue jalan bareng sama dia, pasti ada aja cewek gatel suka caper. Sebel! Sebel! Sebel!
Pelayan cantik itu hanya cemberut setelah tersenyum kecut pada gue. "Baik, Mbak!" Ujarnya ketus kemudian pergi mengambil pesanan kami.
Arsyaf tersenyum kecil sambil memandang gue lekat. "Kamu cemburu?" Godanya.
Gue memanglingkan muka, salah tingkah. "Enggak," elak gue bohong.
Arsyaf mengacak rambut gue lembut. "Kamu imut banget kalau lagi cemburu tau nggak?"
Gue langsung menepis tangan Arsyaf dari rambut gue. "Apaan sih! Lebay!" Ucap gue sambil menahan senyum.
"Arsyaf" Raya?" Sapa seorang gadis dari belakang.
Gue pun menoleh. Betapa terkejutnya gue ketika mengetahui siapa gadis yang memanggil gue tadi. Pamela. Dia berdiri di samping El. Dan tentunya kedua tangannya
melingkar erat di lengan El.
Gue tercekat. Mematung di tempat gue duduk. Dada gue kembali terasa sesak. Plis Tuhan! Tolong hilangkan rasa ini. Rasa yang seharusnya tak pernah ada dan
mengusik kehidupan bahagia gue bersama Arsyaf.
"Kalian lagi nge-date?" Dahi Pamela mengernyit.
"Iya, Mel." Jawab Arsyaf singkat.
Pamela menarik lengan El untuk mendekat di meja kami. "Boleh kami duduk di sini?" Tanya cabe gila itu dengan semangat.
"Bo...boleh," jawab gue enggan.
El dan Pamela pun ikut makan satu meja bersama kami. El dan Arsyaf duduk bersebelahan. Sedangkan gue duduk di samping Pamela.
"BTW, gimana ceritanya kalian bisa jadian?" Pamela melihat ke arah gue lalu ke arah Arsyaf, yang saat itu duduk tepat di hadapan gue.
"Ceritanya panjang, Mel! Bisa-bisa mulut gue berbusa kalau cerita satu-satu," celetuk Arsyaf asal.
El hanya diam sambil memandangi gue dari tempatnya. Ya! Ini pertama kalinya El melihat penampilan gue dengan rok pendek dan make-up cantik ala kak Icha.
"Terus, gimana kalian bisa jadian?" Tanya Arsyaf balik.
Pamela mengangkat bahu. "Entahlah. Gue juga kaget ketika El tiba-tiba datang ke kelas lalu nembak." Cewek dengan rambut pirang terurai itu senyum-senyum
nggak jelas juga kayak pelayan tadi. Apa dia idiot"
Gue hanya diam. Dada gue sakit banget. Ada apa ini, Tuhan" Kenapa sesakit ini" Mengapa hamba harus mencintai dua cowok dalam satu waktu"
Chapter 13 [Elbara pov] Raya cantik banget. Hati gue langsung melumer ketika mata kami bertemu. Jangankan dengan make-up, walau tanpa make-up pun naluri gue sebagai lelaki terus
meraung ingin selalu berada di dekatnya. Sial! Kenapa kita bisa bertemu di restoran secara kebetulan kayak gini sih"
Kami pun duduk dalam satu meja dan menikmati makanan. Seberapa sering gue mengalihkan pandangan, tetap saja sesekali gue mencuri pandang ke arah Raya.
Sumpah! Bibirnya terlihat begitu sexy dengan lipstik tipis merah jambu. Rasanya bibir ini ingin sekali mendarat ke bibirnya yang begitu mungil dan menggairahkan.
Ah, sadar, El! Sadar! Dia pacar sepupu lo sendiri!
Setelah selesai makan, kami memutuskan untuk kencan sendiri-sendiri saja walau Pamela ngotot buat double date. Apa dia gila" double date sama mereka" Mungkin
gue harus nunggu pala botak Avatar Ang tumbuh rambut supaya hati gue nggak nyesek lihat kemesraan mereka berdua.
Langit di luar sana tampak gelap. Hujan sepertinya akan segera datang. Setetes demi setetes air dari langit turun ketika kami berempat keluar dari restoran.
"Sayang, ayo kita lari aja ke parkiran!" Arsyaf menggenggam tangan Raya erat.
Arsyaf dan Raya pun berlari-lari kecil menuju parkiran. Gue dan Pamela mengikuti mereka dari belakang. Sial! Mobil Arsyaf dan motor gue nggak bisa keluar
dari tempat parkir gara-gara ada sebuah mobil hitam mogok, tepat di belakang mobil Arsyaf dan motor gue. Hujan tiba-tiba turun semakin deras. Gue dan yang
lainnya pun berdiri di tengah hujan, tidak bisa memasuki mobil.
"Kamu sama Pamela berteduh aja di pohon itu!" Arsyaf menunjuk sebuah pohon rindang yang ada di tempat parkir. "Aku dan El akan membantu pemilik mobil itu
mendorong mobilnya." Kata Arsyaf pada Raya.
Raya dan Pamela menurut saja dan berteduh di bawah pohon rindang dengan tubuh setengah basah. Sementara gue dan Arsyaf" mendorong mobil yang mogok tersebut
di tengah hujan. Setelah selesai, gue dan Arsyaf beranjak menuju pohon rindang tempat Raya dan Pamela berteduh. Arsyaf langsung mengusap rambut Raya yang basah. Sial! Gue
cemburu. Dada gue terasa begitu sesak melihat kemesraan mereka. Ada perasaan yang begitu mengganjal.
Samar-samar gue bisa melihat tali bra Raya karena bajunya basah. Naluri lelaki gue kembali meronta. Gue pun langsung melepaskan jaket gue lalu memakaikannya
ke punggung Raya agar Arsyaf tidak bisa melihat tali branya. Raya terperanjat lalu melihat gue dengan tatapan penuh tanya.
"El?" Kata cewek manis itu.
"Tali bra lo keliatan!" Papar gue singkat.
"Makasih." Ucapnya malu.
Raut muka Arsyaf lalu berubah bete. Dia langsung menyingkirkan jaket gue dari punggung Raya dan melemparnya ke arah gue. Gue dengan sigap menangkap jaket
tersebut. Kemudian dia melepaskan jaketnya untuk menutupi punggung Raya.
Pamela langsung memegang lengan gue manja. "Sayang, tali bra aku juga kelihatan nih!" Dia menghadapkan punggungnya ke arah gue.
Gue memanglingkan muka dengan malas lalu meletakkan jaket gue asal ke punggungnya. Hellow! Bukannya setiap hari lo memakai baju sexy" Bahkan jika gue lihat
semuanya sekali pun, gue nggak bakal nafsu. Yekkkks....
Ray, asal lo tau kalau gue pacaran sama Pamela buat melindungi elo dari pembullyan di sekolah. Setelah kita lulus, gue akan kembali memperebutkan cinta
lo. *** Chapter 14 [Raya pov] Beberapa hari ini gue merasa ada yang aneh. Cewek-cewek cabe-cabean di sekolah tiba-tiba berhenti membully gue. Sekarang, gue nggak lagi terjatuh di atas
lantai gara-gara di sleding tekel, gue juga nggak lagi kena lemparan bola. Tidak hanya itu! Gue juga nggak lagi mendapatkan surat ancaman dari fansnya
Arsyaf. Sebenarnya ada apa ini"
"Lea, akhir-akhir ini gue merasa ada yang aneh deh?" Kata gue lalu menyeruput es jeruk melalui sedotan.
Lea berhenti menyeruput es jeruknya. Dahinya terlihat mengerut heran. "Aneh kenapa?" Tangannya memaju mundurkan sedotan di dalam gelasnya.
"Akhir-akhir ini cewek-cewek yang ngefans Arsyaf tiba-tiba berhenti membully gue. Kira-kira kenapa ya?"
Lea mengangkat bahu. "Enggak tau. Ya Alhamdulillah dong kalau mereka berhenti. Iya kan?"
"Iya juga sih!"
"Eh, ngomong-ngomong, lo udah nonton goblin nggak?"
Gue manggut-manggut semangat. "So pasti itu! Tuh drama serunya minta ampun cuy!"
"Yang dibahas selalu sama. Drama korea!" Arsyaf tiba-tiba duduk di samping gue. Ia menyandarkan kepalanya di telapak tangan dengan siku yang bertumpu di
meja kantin. Cowok gila itu memandangi gue dari samping.
"Lo kok sewot?" Tanya gue ketus.
"Sekali-kali bahas pacarmu yang tampan ini kek!"
Gue langsung mendorong kepalanya. "Kepedean lo!"
"Eh, aku beliin ice cream dong!"
"Ice cream rasa apa?" Gue berdiri, bersiap menuju kulkas ice cream.
"Rasa ingin memilikimu selamanya!" Kata Arsyaf menggombal.
"NAJIS!" "Ciyeee......" Lea meringis senang.
Jujur, gue senang kalau digombalin Arsyaf walaupun mulut gue selalu bilang najis, lebay, dan lain sebagainya ketika dia menggombal seperti sekarang ini.
Bahkan terkadang, gue suka senyum-senyum sendiri di kamar saat ingat gombalannya. Pandai banget dia membuat ladang bunga di hati gue. Dasar cowok bego!
*** Setelah makan begitu banyak di kantin tadi, perut gue jadi males. Eh, maksud gue mules. Lama banget gue nabung di closet hingga akhirnya gue mendengar
percakapan aneh ketika gue hendak keluar. Entah siapa dengan siapa gue nggak tau. Gue hanya bisa mendengarkan percakapan mereka dari dalam bilik closet.
"Buat apa sih si Pemela ngebelain cewek cetar itu?" Tanya seorang cewek yang bersuara agak purau.
"Ya jelas karena El! Terus karena siapa lagi?" Sahut seseorang yang bersuara agak serak. "Lo tau sendiri kan" El itu sahabatan sama Raya. Dia pasti nggak
tega ngelihat Raya setiap hari di bully."
"Lo benar! Jangan-jangan El mau pacaran sama Pamela hanya untuk melindungi Raya!"
"Ya itu pasti! Itulah sebabnya Pamela menggunakan kekuasaannya untuk menghentikan pembullyan kita semua!"
Percakapan apa ini" Apa maksud mereka" El pacaran sama Pamela untuk melindungi gue" Hati gue tiba-tiba terasa sesak. Beberapa kali gue memukul-mukul dada
gue ringan agar rasa sesak yang ada di dalam dada gue segera menghilang. Air mata gue tiba-tiba merembes.
Kenapa gue nangis" Tangan gue mengusap air mata yang terjatuh di kedua pipi gue. Ada apa sebenarnya" Kenapa El tidak mengatakan kalau dia tau pembullyan
itu" Kenapa dia rela pacaran sama Pamela demi gue" Kenapa" Kenapa"!
Setelah dua cewek yang bercakap-cakap tadi keluar dari toilet, gue pun keluar dari tempat persembunyian gue lalu berlari-lari kecil mencari di mana El
berada. Gue butuh penjelasan! Kenapa El melakukan semua ini demi gue.
Chapter 15 [Raya pov] "El, gue mau ngomong sama lo," kata gue ketika sampai di gudang belakang sekolah, base camp anak-anak paling brandal di sekolah, termasuk El.
Ya Tuhan! Di sana penuh asap rokok. Hampir semuanya menghisap sepuntung rokok baik itu cewek atau cowok dengan berteman sebotol teh dingin. Ada juga beberapa
jenis camilan di atas meja usang. Sungguh nggak gue sangka di tempat itu banyak orang juga! Ada Zen, Teo, Dodot, Natasya, Berliana, bahkan ada Renan.
El menoleh, menatap gue sejenak lalu berdiri kemudian melangkah keluar dengan kedua tangan yang tersimpan di saku celana. Gue mengikutinya dari belakang.
Sesampainya di luar gudang, mata gue kembali berkaca-kaca.
"El, gue mau tanya, kenapa lo pacaran sama Pamela?" Tanya gue menahan tangis, kemudian gue menelan ludah.
Mata El melebar sesaat. "Karena....." dia terhenti tampak berpikir.
"Jangan bilang karena lo beneran cinta sama dia!"
"Ray, kenapa lo tiba-tiba....."
"JAWAB PERTANYAAN GUE! KENAPA LO PACARAN SAMA PAMELA!!"
"Iya! Gue pacaran dengan Pamela karena gue cinta sama dia. Puas"!" Kata El kasar sambil mendelik.
Hati gue teriris. Perih bukan main. Tangis gue seketika itu pecah. Beberapa butir air mata dengan lancang terjun begitu saja.
Gue menggeleng tak percaya sambil melangkah mundur menjauhi El yang berpaling muka. "Itu nggak benar! Itu nggak benar!" Ucap gue lalu berlari pergi meninggalkan
El. Sejak perdebatan kami pagi itu, gue dan El tidak pernah berkomunikasi lagi. Dia tidak membalas chat atau SMS dari gue. Bahkan saat bertemu, kami seperti
orang asing. Dia selalu saja mengabaikan keberadaan gue. Dia terkesan menghindar. Jujur, gue capek kayak gini terus. Gue capek!
*** Dada gue terasa sesak memikirkan El. Gue pun terbaring di atas kasur sambil beberapa kali mata gue mengerjap menatap langit-langit kamar. Tanpa berbuat
apa-apa, rasa sesak itu terus menghardik sukma gue. Lagi-lagi air mata dengan lancangnya mengalir begitu saja. Sempat ada beberapa pertanyaan yang lalulalang
di pikiran gue. Mengapa El berbohong" Mengapa El tidak mengatakan yang sebenarnya kalau dia pacaran sama Pamela demi melindungi gue"
Gue pun terbangun setelah berputar-putar memikirkan hal itu lama sekali, mengusap air mata, lalu beranjak pergi menuju gudang. Kemudian mengeluarkan motor
kak Icha dan mengendarainya sampai ke rumah El.
Ting tung ting tung Gue pencet tuh tombol berulang kali seperti layaknya gue memencet sebuah jerawat yang tumbuh di dahi tempo hari. Tak lama kemudian, El membuka pintu. Matanya
melebar ketika ia melihat gue. Dia langsung buru-buru menutup pintu kembali tapi gue dengan sigap menghentikan pintu itu sekitar 10 cm sebelum pintu yang
dibuka El benar-benar menutup.
"Gue mau ngomong sama lo!" Kata gue tegas.
El menghela napas berat. "Baiklah. Kita bicara di taman aja," sahut El kemudian keluar dari dalam rumah.
Kami pun berjalan menuju taman di dekat rumah El. Gue mengikutinya dari belakang. Astaga! Gue mulai napsu ketika melihat punggung El yang begitu lebar
dengan lengan yang tampak kokoh. Sering kali gue seperti ini. Terhipnotis oleh fisik El yang memperdaya naluri wanita yang ada dalam diri gue.
"Lo mau ngomong apa?" Tanya El ketika kami sampai di taman lalu dia berbalik menatap gue datar seolah acuh.
"Gue mau penjelasan dari lo!"
"Tidak ada yang perlu untuk dijelaskan."
"Gue sudah tau semuanya, El! Gue tau kalau lo pacaran sama Pamela buat melindungi gue dari pembullyan di sekolah. Iya kan?" Gue memegang sebelah tangan
El dengan dua tangan. El membuang muka seakan tak berani menatap mata gue yang berkaca-kaca.
"Jangan seperti ini, El. Jangan pernah berkorban demi gue. Jangan pernah! Gue mohon!" Tambah gue.
El masih tak menyahuti ucapan gue. Mata kami belum bertemu di satu titik. Ia masih berpaling muka. Sakit banget rasanya jika diacuhkan oleh orang yang
kita sayangi. "Jangan pernah berkorban demi gue." Kalimat yang sama terus gue tegaskan. "Jika lo terus berkorban, maka gue akan benar-benar......" Gue terhenti, enggan
untuk merampungkan kalimat yang selanjutnya.
Mata El melebar memandangi wajah gue yang tampak tertekan dengan sikapnya yang acuh akhir-akhir ini. Dia tampak ingin mendengar kalimat gue yang belum
selesai. Mulutnya masih bungkam. Tak berkata sepatah kata pun. Nampaknya El yang pendiam kembali hadir.
"Jangan seperti ini, El! Kalau lo seperti ini, gue benar-benar akan...." Lagi-lagi kalimat yang hampir sama gue ucapkan.
"Benar-benar apa, Ray?" Kali ini El angkat bicara.
"Gue benar-benar akan....." kata gue masih enggan. "Jatuh cinta sama lo!"
04. Chapter 16-20 Chapter 16 [Raya pov] Mata El melebar. Ia terlihat kaget bukan main. Sudah cukup gue memendam rasa ini. Menekan perasaan itu begitu menyesakkan dada. Rasanya lega sekali mengungkapkan
apa yang selama ini sudah gue simpan rapat-rapat.
"Apa?" El masih tak percaya. Matanya masih membulat, belum mengerjap.
Gue melepaskan tangan El lalu menunduk malu sambil menangis. "Maaf, gue egois. Tapi itulah yang sebenarnya. Gue nggak bisa melihat lo sama Pamela. Gue
nggak bisa, El!" El langsung mendekap gue lembut. Membelai rambut gue dari atas ke bawah beberapa kali. Gue menangis dalam pelukannya sambil memukul-mukul ringan dadanya
yang lebar. Langit mendung tiba-tiba meronta lalu hujan pun turun setetes demi setetes membasahi kami yang masih berdiri di tengah taman sambil berpelukan. Tak lama
setelah itu, El melepaskan pelukannya lalu menatap gue lekat.
"Ayo kita kembali ke rumah. Nanti lo masuk angin," kata El lembut sambil menggenggam tangan gue.
Kami pun berlari-lari kecil menuju rumah El. Setelah sampai, El langsung membuka pintu dan masuk. Gue mengikutinya dari belakang. Tangan kami masih bergandengan.
Sumpah! Jantung gue rasanya mau meledak karena senang.
Kami berjalan menuju sebuah kamar. Ha" Kamar" Apa jangan-jangan......
Ah! Tidak! Kenapa gue jadi berpikiran aneh"
El mengambil sebuah celana, kaos hitan gambar topeng dementor, dan handuk kering dari dalam lemari. "Pakailah! Nanti lo masuk angin," kata El sambil menyodorkan
pakaian itu. Gue bernapas lega. Gue pikir El mau..... Plaaak..... gue menjitak kening gue sendiri. Malu dengan pikiran gue yang melayang-layang kotor.
"Terima kasih," kata gue menunduk malu sambil menyambar pakaian dari tangan El.
"Lo mandi duluan saja! Gue takut lo masuk angin." El menunjuk sebuah pintu yang ada di sudut ruangan.
Gue hanya mengangguk cepat, berlari kecil menuju kamar mandi, lalu menutup pintu. Gue terhenti dengan punggung yang bersandar di dada pintu kamar mandi.
Mata gue beberapa kali mengerjap memikirkan semua yang terjadi hari ini.
Gue tadi pas di taman bilang apa yak" Nggak tau kenapa gue jadi lupa-lupa ingat. Semoga gue amnesia saja! Terus gue jadi lupa kejadian hari ini. Ditambah
lagi gue juga lupa nama gue kayak di tipi-tipi gitu. Duduk di rumah sakit sambil bertanya-tanya gue siapa" Siapa gue" Arrrrghhh! Gue mengacak rambut kesal.
Bagaimana mungkin gue bisa bilang cinta ke El" Gue masih tak percaya apa yang telah gue lakukan hari ini. Bushet dah mulut gua!
*** Gue menatap rintikkan hujan dari balik kaca jendela. Sudah tigapuluh menit berlalu tapi hujan masih saja belum berhenti juga. Malah semakin lama semakin
deras. "Kenapa?" Tanya El yang tiba-tiba berdiri di samping gue.
"Hujannya kok nggak berhenti-berhenti yak?" Gue menoleh ke samping, melirik El. "Gue mau pulang soalnya."
"Maaf ya, nggak bisa ngenter lo pakek mobil. Soalnya mobilnya dipakek papa. Yang satunya lagi ada di bengkel. Kalau gue anter lo pakek motor, nanti lo
masuk angin." Gue mengerucutkan bibir lalu kembali menatap hujan yang turun begitu lebat. Krucuk krucuk krucuk... waduh! Perut gue tiba-tiba meronta. Hellow rut, perut!
Laper, laper aja! Nggak usah pakek demo juga keles!
"Suara apa itu?" Tanya El mengulum tawa.
Gue meringis malu. "Laper," papar gue lalu tertawa paksa.
"Ya udah. Lo mau makan apa?"
"Apa aja. Yang penting enak."
El melangkah menuju dapur, mengambil pisau, bawang merah, bawang putih, cabe rawit, cabe merah lalu mencincangnya dengan halus. Gue hanya melongo tak percaya.
Mata gue mendelik kaget. Boleh dicolok kalau mau.
"El, lo belajar masak dari mana?" Gue masih tak berkedip, melihat tangan El yang berayun-ayun dengan pisau.
"Belajar sendiri."
"Ha?" Mulut gue menganga. "Belajar sendiri" Bagaimana bisa?"
"Mama gue sudah lama meninggal. Papa sering pulang malem. Dan Bik Sum sudah tua. Jadi, gue sering menyuruhnya pulang sebelum dzuhur."
"Oooooh....." gue mengangguk mengerti.
Tak lama menunggu, dua piring nasi goreng dengan telur mata sapi tersaji di meja makan. Mata gue langsung berbinar.
"Waaah! Enak banget!" Puji gue setelah mengunyah sesendok nasi goreng buatan El.
El tersenyum lalu duduk di samping gue. Dia ikut menyendok nasi goreng buatannya.
"Kapan-kapan ajari gue ya, El!" Tambah gue penuh semangat.
El terkekeh. "Emangnya lo nggak bisa masak?"
"Iya." Gue manggut-manggut. "Selama ini gue cuman bisa masak mie instan doang. Itu pun syukur-syukur kalau jadi. Kadang-kadang, kurang mateng. Kadang-kadang
terlalu lembek. Malah pernah dua kali mienya gosong gara-gara gue tinggal nonton drama korea."
Lagi-lagi El terkekeh. "Parah lo!"
"Jangan ngetawain gue kayak gitu dong!" Gue menepuk ringan bahu El.
Tiba-tiba El berhenti tertawa. Sorot matanya berubah serius. "Ray?"
"Hm?" Gue mulai menyendok lagi nasi goreng buatan El dan memakannya.
"Ayo kita selingkuh!"
"Uhuk uhuk!" Gue langsung tersedak karena kaget.
El buru-buru mengambilkan segelas air putih buat gue. Kemudian dengan cepat gue meneguk air putih itu sampai tenggorokan gue kembali normal.
"Gue tau, lo nggak bisa ninggalin Arsyaf. Dan gue juga nggak bisa ninggalin Pamela," papar El.
Gue hanya menyimak, menatap El yang dengan tulus mengungkapkan apa yang dipikirkannya.
"Kalau gue ninggalin Pamela sebelum kita lulus, bisa-bisa lo dibully lagi," lanjut El.
"El, asal lo tau." Gue memegang satu tangan El dengan kedua tangan. "Lebih baik gue dibully daripada harus melihat lo menderita pacaran sama orang yang
nggak elo cinta." "Dan asal lo tau juga, gue lebih baik sengsara pacaran sama Pamela. Daripada harus melihat lo menderita karena dibully."
"Tapi El....." "Gue pacaran sama Pamela hanya sampai kita lulus SMA. Oleh karena itu, ayo kita selingkuh!" Potong El.
Alis gue terangkat, mulut gue tertutup rapat, lidah gue terasa kering dan tidak bisa untuk digerakkan. Gue bingung harus menjawab apa. Selingkuh"
*** Chapter 17 [Raya pov] Gue menelan ludah setelah mendengar apa yang dikatakan El. Mata gue membulat ketika dia menawarkan hal itu. Perselingkuhan" Apa maksudnya!
"Lo cinta sama gue kan, Ray?" Tangan El mulai merambat menjamah tangan gue.
Gue mengangguk, membenarkan apa yang ia katakan. "Iya. Tapi gue nggak bisa selingkuh, El. Bagaimana dengan Arsyaf" Gue nggak bisa tinggalin dia. Gue juga
sayang banget sama dia."
"Terus bagaimana dengan gue?" El semakin erat memegang tangan gue. Gue bahkan bisa melihat sebuah cinta yang teramat besar dari kedua bola matanya.
Cewek Cetar Dua Karya Zaeemaazzahra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Gue nggak tau! Gue cinta sama lo. Tapi gue nggak bisa ninggalin Arsyaf."
"Ya karena itu! Ayo kita selingkuh!"
Lagi-lagi gue menelan ludah. Tiba-tiba tenggorokan gue terasa kering. Gue tercekat. Dua pacar dalam satu waktu" Ini gila! Ini sudah keluar dari norma-norma
mencinta! "Gue rela menjadi orang ketiga di kehidupan lo dan Arsyaf. Asalkan lo memperlakukan gue seperti lo memperlakukan Arsyaf," kata El lembut.
Selingkuh" Kata itu tak pernah sebelumnya terlintas dalam pikiran gue. Tapi memandang betapa besar cinta El ke gue membuat gue menimbang-nimbang kembali
kata selingkuh itu. Gila! Gue bingung! Gue nggak mau kehilangan El. Tapi gue juga nggak mau melepaskan Arsyaf. Apa gue terlalu egois"
Gue menggeleng, tak membenarkan usul El. "Nggak bisa! Kalau kita selingkuh, bisa-bisa hubungan persaudaraan lo dengan Arsyaf hancur!"
"Persaudaraan gue dan Arsyaf nggak akan hancur selama hubungan kita nggak terungkap." El kembali mencoba meyakinkan gue untuk menerima usulan gilanya.
Gue melepaskan tangan El lalu berdiri. Otak gue terus berproses, enggan menjawab antara iya dan tidak. Jika gue menjawab iya, maka gue termasuk golongan
jin iprit dan setan dan diklasifikasikan ke dalam cewek egois yang haus cinta. Jika gue menjawab tidak, maka hati gue akan terus tersakiti oleh cinta jika
El dimiliki orang lain. Arsyaf memang pacar yang baik. Tapi El juga tak kalah baik.
"Raya?" Kata El kembali memegang tangan gue lembut.
"Gue perlu waktu untuk memikirkannya, El. Gue butuh waktu!"
El mengangguk. "Baiklah."
"Beri gue waktu tiga hari untuk memikirkannya."
El mengangguk lagi. "Baiklah. Tapi untuk sekarang, apa gue boleh meluk lo?"
Mata gue melotot kaget. Lagi-lagi otak gue berputar-putar tak karuan. Kalau gue mau, itu sama saja gue nggak bisa nahan napsu. Kalau gue nggak mau, satu
kesempatan emas gue berlalu percuma. Dipeluk artis korea coy!
El menarik pinggang gue cepat menuju pelukannya. "Lama banget jawabnya!"
Gue tersentak. Hellow Soraya Aldric! Ini sudah yang keberapa kali lo berada di pelukan ini" Empat atau lima kali" Atau mungkin enam kali" Auk ah! Rasanya
sering sekali muka gue nempel di dada lebar ini. Hangat!
"Gue akan tunggu jawaban lo tiga hari lagi," tambah El.
Naluri setan gue berkecamuk saat udara dingin di luar masuk ke dalam ruangan. Hangatnya pelukan El membuat gue membalas pelukannya. Apa yang akan gue jawab
nanti, gue nggak tau. Gue akan memikirkannya nanti. Untuk saat ini, gue hanya ingin terus berada di dalam pelukannya.
Chapter 18 [Raya pov] Gue terbaring di atas kasur. Malam ini gue nggak bisa tidur. Mata gue terus berkedip secara berkala sembari memandangi langit-langit kamar. Pelukan El
masih terasa getarannya sampai sekarang. Jantung gue berirama tak karuan.
Drrrrtt...... HP gue tiba-tiba bergetar. Pasti dari Arsyaf! Tumben tuh anak SMS. Akhir-akhir ini dia jarang WA atau SMS. Katanya ia tidak sempat karena
kecapekan gara-gara les setelah sekolah di salah satu LBB ternama di Jakarta. Setelah itu, dia juga harus les privat di rumah buat persiapan ujian nasional
dan seleksi masuk perguruan tinggi negeri.
Dengan malas, tangan gue mencoba meraih HP yang berada di atas meja belajar. Kemudian gue usap layarnya dan membuka SMS yang masuk. Mata gue melebar sejenak
ketika mendapati siapa yang mengirim SMS kali ini. Elbara"
Elbara?" : selamat tidur ?"
Gila! SMS macam apa ini" Dia SMS seolah-olah gue sudah mengiyakan ajakannya untuk selingkuh di belakang Arsyaf. Dia gila! Dia benar-benar gila! Dan yang
lebih gilanya lagi, gue merasa seneng banget dapat SMS seperti itu dari El.
Raya" " ?" : apaan sih! Emmotnya nyebelin!
Elbara" " : mimpiin aq ya...
Raya" " ?" : dr pd mimpikan km, mending aq mimpikn sobirin! ?"
Elbara?" : kngen km Raya" " ?" : gk bleh! Pcr org dikngenin!!
Elbara?" : biarin! Pcar org kok suka org lain"
Raya" " " : org lainnya ngode trus sih.
Elbara?" : lgi apa"
Ah, gue jawab apa ya" Kan nggak mungkin banget kalau gue bilang ke El kalau dari tadi gue mikirin dia! Bisa-bisa dia tambah lengket sama gue. Bisa-bisa
juga gue keluar dari kode etik percintaan kalau rayuannya makin..... beuuuh! Yahuuut....
Selingkuh" Pengen sih! Tapi.....
Berulang kali gue berkata tidak pada diri gue sendiri. Gue nggak bisa melanggar prinsip gue selama ini. No kiss no secret affair! Ya! Itulah prinsip gue.
Tapi... godaan setan terus datang dari sosok El yang begitu menggoda dengan wajah tampannya, tubuh atletisnya, dan gayanya yang super duper cool dengan
kedua tangan yang sering masuk ke dalam saku celana atau saku jaket. Arrrrghh! Gue mengacak rambut. Kesal dengan perasaan gue sendiri.
Raya" ?" : km bego" Aq kan lagi SMS.an sma km!
Elbara" : love you ?"
Beeeuh!! Elbara kalau di SMS gombalannya maknyus gengs! Memang benar dia agak ngirit suara kalau bertemu. Tapi kalau SMS.an gini, gue merasa ada Arsyaf
dalam nyawa kalimat El. Selingkuh tidak ya" Selingkuh tidak ya" Tangan gue maju mundur berulang kali sambil memegang HP yang layarnya masih menyala. Gue menggigit bibir bagian
bawah gue, enggan untuk membalas kata "Love you too" padanya. Saat ini gue masih setengah sadar kalau gue nggak boleh ngucapin kata love atau pun saudara
kata love ke El, misalnya saja kata sayang, cinta, aishiteru, trisno, saranghae, dan lain sebagainya. Gue pacar Arsyaf! Gue pacar Arsyaf! Berulang kali
gue mencoba menegaskan fakta itu.
Raya" " " : Lebay! Udah ah! Aq mau tidur!
Elbara" : mimpi indah...
Raya" ?" : km jg ya, El
Elbara" : so pasti Eiiits! Perasaan ada yang aneh dari percakapan ini. Kira-kira apa ya" Gue berpikir sejenak. Bola mata gue naik ke atas seolah ingin mencari berkas-berkas
penting yang sempat hilang dalam otak ini.
Aha! Gue tau apa yang berbeda dari percakapan gue dan El kali ini. Kita berdua sama-sama tidak memakai kata gue dan elo. Tapi" aku dan kamu. Plaaak! Gue
menggeplak jidat gue sendiri lalu meringis kesakitan.
"Gila lo, Ray! Gila! Gila! Gila!" Gue berdiri dari tempat tidur lalu berjalan mondar mandir. "Ini namanya teman tapi mesra! Gila! Gue sudah gila!" Gue
bicara sendiri. Jujur, gue pengen curhat! Tapi ke siapa" Ke kak Icha" Bushet dah! Bisa-bisa kurang dari 0,5 detik tuh rahasia bisa bocor ke seluruh Jakarta! Curhat ke
Lea" Apa gue idiot" Dia pendukung setia hubungan gue sama Arsyaf! Bisa-bisa dia ngambek dan nggak mau temenan sama gue. Sumpah! Jantung gue mau meledak!
Drrrrtt.... HP gue kembali bergetar. Senyum gue kembali mengembang. Ternyata El suka gombal juga. Gue nggak nyangka deh! Gue pun mengambil HP gue dan mengusap layarnya,
lalu membaca SMS yang masuk. Gue sedikit terkesiap ketika tau kalau yang SMS kali ini bukan El tapi Arsyaf.
Arsyaf" " : cinta km sayang ?"
Raya" " ?" : Apaan sih Jalal!
Arsyaf" " : cinta km Jodha.....?"
Raya" " " " : Iiihhh.... Dude Harlino nyebelin!!
Arsyaf" " : hbisnya Alisa subanDONO mkin cntik sih.
Raya" " ?" : gk usah dikapital juga keleees bagian DONOnya. Bikin mood gw rusk aja!
Arsyaf?" : Maafin aq ya gopi ?"
Raya" " " : baiklah kalau itu maumu, Ahem.
Gue senyum-senyum nggak jelas tiap kali SMS.an sama Arsyaf. Orangnya lucu-lucu resek. Buat gue selalu tertawa. Tapi kenapa hati gue tega berbelok" Kenapa"
Hati gue selalu tersesat pada sepenggal kata tanya "kenapa"
**** Chapter 19 [Raya pov] El terlihat fokus dengan game barunya. Dia selalu begitu kalau lagi nimbrung bareng kami bertiga. Apa dia juga seperti itu kalau bersama Zen dan anak buahnya
yang lain" "Hai, El! Boleh aku duduk?" Kata Pamela manja lalu duduk di samping El bahkan tanpa El harus berkata apa-apa. "Lagi nge-game apa sih?" Pamela memajukan
dahunya untuk melihat game yang dimainkan El.
El tak menjawab, ia masih fokus nge-game. Astaga! Gue cemburu! Sesak! Rasa sesak tiba-tiba datang ketika Pamela duduk di dekat El. Bau parfumnya bahkan
dapat gue cium. Harum banget! Pasti El suka sama bau parfumnya. Pikiran gue melayang-layang, menduga-duga apa yang El pikirkan tentang cewek super cantik
yang kini duduk di sampingnya.
"Eh, sayang! Ada sesuatu di rambutmu!" Arsyaf mengambil daun kecil kering yang terselip di cela-cela rambut gue.
"Benarkah?" "Ini," Arsyaf memperlihatkan daun tersebut pada gue.
Gue nyengir. "Makasyeh!"
"Syama-syama!" Arsyaf mencubit gemas pipi gue.
Tangan El terhenti bermain game. Dia melirik gue marah. Gue menelan ludah. Apa gue sudah keterlaluan pada El" Bermesraan dengan Arsyaf di hadapannya. Ah,
tidak! Lagi pula Pamela juga dari tadi nempel-nempel ke El. Itu juga membuat gue cemburu tauk!
*** "Ini sudah seminggu sejak lo datang ke rumah gue dan menyatakan cinta, Ray. Lo bilang tiga hari. Tapi....."
"Nggak bisa, El. Gue nggak bisa menghianati Arsyaf. Dia terlalu baik buat gue," ucap gue memotong.
El menghela napas berat. "Berarti lo nggak setuju dengan ide gue buat selingkuh?" Dia mengangguk pelan.
Gue tercekat. Sejenak membutuhkan waktu buat berpikir.
"Jika terus bersahabat kayak gini, gue akan semakin sayang sama lo, Ray! Tapi.... lo tau sendiri bagaimana rasanya orang yang lo cintai dimiliki orang
lain." El memegang pundak gue.
Gue masih terdiam. "Rasanya sakit banget jika tidak bisa memiliki orang yang kita cinta," tambah El.
"Gue tau! Gue tau! Tapi gue nggak bisa menghianati Arsyaf!"
El mengangguk, ia tampak mengerti perasaan gue. "Baiklah. Gue mengerti." Dia melepaskan tangannya dari pundak gue lalu tersenyum lesu.
Gue menatapnya iba. Kondisi ini membuat gue frustasi sehingga gue tidak bisa fokus dalam belajar untuk persiapan UN dan SBMPTN.
"Jika lo nggak mau nerima gue menjadi pacar lo, lebih baik gue pergi. Gue akan pergi ke Singapura untuk kuliah. Mungkin dengan begitu, gue bisa ngelupain
lo." El membelai pipi gue lembut dan gue membiarkan itu.
"Singapura?" El mengangguk. "Bokap gue punya beberapa kolega di sana. Itulah sebabnya dia ingin mengirim gue kuliah ke sana sekalian belajar bisnis."
"Tapi....." "Maaf." El memotong kalimat gue. "Maaf karena gue memiliki perasaan ini sama lo yang pastinya nanti akan merusak persahabatan kita berempat."
"El......" Gue menggeleng. "Gue nggak mau lo pergi, El. Jangan pergi!"
"Gue nggak bisa terus di Indonesia. Jika gue terus di sini, gue akan semakin cinta sama lo."
Astaga! Gue harus bagaimana" Kalau El pergi, mungkin setengah dari hati yang gue miliki akan hancur. Dan kalau gue selingkuh sama El, bisa-bisa Arsyaf
yang pergi. El pun berbalik dengan tampang lesu lalu mencoba beranjak pergi. Pikiran gue seketika kacau terjebak di antara dua pilihan. Gue mencintai Arsyaf, tapi
gue tidak bisa mengabaikan El.
"Jangan pergi, El!" Gue memeluk punggung bidang El dari belakang. El terhenti tanpa berkata apa pun.
"Jangan pergi. Gue nggak mau kehilangan lo!" Gue masih memeluk punggung El, tangan gue masih melingkar kuat di sekeliling pinggangnya. "Baiklah kalau itu
mau lo. Ayo kita selingkuh!"
El melepaskan tangan gue yang melingkar di pinggangnya lalu berbalik dengan mata melebar. Ia tampak terkejut mendengar pernyataan gue barusan. Beberapa
saat dia memandang gue dengan tatapan penuh cinta. Lalu kami pun berpelukan lama sekali. Dia membelai rambut gue beberapa kali dengan lembut. Pipi gue
masih mendarat di dada El. Samar-samar, gue bisa mencium aroma harum dari seragam yang dikenakan El. Pelukannya begitu hangat. Sampai-sampai gue merasa
enggan untuk beralih. Hmmm... Jadi, begini rasanya selingkuh" Nyaman.
*** [Elbara pov] Praaaakkk.... Zen membanting beberapa surat tantangan tawuran di hadapan gue. Surat-surat itu dari musuh bebuyutan gue sejak kelas 1 SMA, namanya Ozora Samitra. Dia
biasa dipanggil Sam. "Sam sudah beberapa kali nantang kita buat tawuran! Tapi lo sama sekali nggak ada tindakan. Kenapa sama lo, El" Kalau dia ngajak tawuran, it's okay! Kita
ladeni aja!" Omel Zen yang saat itu berdiri di hadapan gue.
Gue mendongak melihat ekspresinya sejenak lalu memandangi surat tantangan dari Sam. "Kita nggak bisa menerima tantangan Sam!" Kata gue santai.
Semua orang melotot kaget. Biasanya, kalau ada surat tantangan tawuran seperti ini, tanpa berpikir panjang, gue langsung menyetujuinya dan pada akhirnya
gue berada di garis paling depan untuk menghadapi leader dari musuh.
"Kenapa lo jadi cemen?" Nada suara Zen semakin meninggi.
Gue menghela napas berat lalu berdiri menatap Zen tajam. Berani-beraninya dia mengatakan kalau gue cemen. Gue bisa melihat ekspresinya agak sedikit takut.
Jakunnya bergoyang ke atas lalu ke bawah, menandakan kalau dia sedang menelan ludah.
"Cemen?" Tanya gue dengan salah satu alis terangkat.
"Bukan gitu maksud gue, El," jelas Zen memanglingkan muka.
Gue mengangguk pelan. "Bukannya gue cemen. Tapi sebentar lagi kita semua akan lulus dari sekolah ini. Jadi, kalau ada salah satu di antara kita dikeluarkan
gara-gara tawuran atau harus mengulang di kelas 3, bukankah sangat disayangkan?" Papar gue tegas.
Beberapa orang tampak mengangguk setuju. Sementara Zen tampak berpikir.
"Terus gimana dong, El?" Celetuk Andro, salah satu anak buah gue.
"Kita tunggu timing yang bagus gengs!" Papar gue singkat.
Zen ikutan mengangguk mengiyakan ide gue. Lalu gue pun memegang salah satu pundak Zen dari samping kemudian menepuk pelan pundaknya beberapa kali.
"Lo harus lebih banyak nge-gym, Zen!" Kata gue sebelum meninggalkan ruangan.
Tawuran" Sungguh tak terbesit lagi kata itu di pikiran gue. Sejak Raya menerima gue sebagai kekasihnya, gue lebih berhati-hati dalam memimpin para ketua
geng dari 6 sekolah. Kalau gue bertindak gegabah, mungkin Raya akan merasa jijik sama gue. Dia akan menjauhi gue jika dia tau kalau gue masih suka tawuran.
Sudah hampir setahun gue nggak tawuran. Sejak gue mengenal Raya, gue lebih sering nongkrong bareng cewek lebay itu dan kedua sahabat cowoknya yang begitu
mencintainya. Ya! Siapa lagi kalau bukan Arsyaf dan Renan"
Sejak saat itu, untuk tawuran kecil antar sekolah, gue selalu mewakilkan posisi gue di garis depan pada Zen atau ketua geng dari 5 sekolah yang lainnya.
Tapi tawuran kali ini sepertinya akan jadi tawuran terbesar sepanjang sejarah hidup gue. Tantangan datang dari Ozora Samitra, bocah jenius yang menaruh
dendam teramat besar sama gue.
Chapter 20 [Author pov] Dua tahun yang lalu, sebelum El pindah ke SMA 5 Cendrawasih, pernah terjadi sebuah tawuran hebat antara persekutuan 3 sekolah yang dipimpin El melawan
persekutuan 5 sekolah yang dipimpin Sam. Dari segi jumlah, kelompok yang dipimpin El tentu tak sebanding dengan kelompok yang dipimpin Sam.
Tapi...... Siang itu, langit temaram, hanya ada warna abu-abu yang menggumpal. Sekelompok anak muda berseragam kemeja putih dengan rompi merah kotak-kotak sudah berdiri
di tengah lapangan. Di garis paling depan ada Sam dengan membawa sebuah balok kayu dengan panjang sekitar 1,4 meter yang disandarkan di pundak kanannya.
Wajahnya tampak songong, dahunya agak mendongak ke atas dengan tatapan tajam ke depan.
Tak lama kemudian, sekelompok anak muda dengan seragam putih abu-abu datang di lapangan itu. Di garis paling depan ada El dengan membawa sebatang besi.
Wajahnya tak kalah songong. Matanya tak terlihat takut sama sekali walaupun pasukannya hanya setengah dari pasukan yang dibawa Sam.
"Ngapain lo ngajak kita tawuran?" Tanya El serius, menatap lurus ke arah Sam.
"Karena gue mau jadi ketua di antara semua ketua. Dan lo sangat mengganggu cita-cita gue itu," papar Sam. "Tidak mungkin ada dua kepala dalam satu perahu
kan?" El tersenyum miring. "Lo mau jadi ketua?" Tanyanya sinis dengan nada menghina. Cuiiih! El meludah ke samping. "Baiklah kalau itu mau lo."
Mata Sam menyipit, bibirnya tertarik ke tepi kanan. "Kita lihat saja siapa yang akan menang!"
"Oke. Siapa yang menang akan menjadi raja 8 sekolah. Dan yang kalah....." El terhenti. "Em.... akan gue pikirkan nanti ketika gue menang."
Sam tersenyum sinis. "Sombong sekali lo!" Tangan Sam langsung mencengkram kerah baju El dengan lancang. Matanya mendelik marah.
Zen mengambil langkah ketika melihat Sam mengangkat kerah baju El. Tapi El merentangkan tangan kanannya untuk menghentikan langkah Zen. Kemudian dia menepis
tangan Sam dari kerah bajunya dengan kasar.
"Nggak usah banyak bacot. Ayo kita berkelahi!" Ujar El.
"SERBUUUU....!" Perintah Sam marah.
Semua anak SMA yang berdiri di belakang Sam melaju. El juga memberi kode untuk para anak buahnya agar segera melakukan perlawanan.
Braaak braaak braaak Besi yang dipegang El terus bersahutan dengan balok kayu yang berada di tangan Sam. Sementara itu, semua orang terus asyik berkelahi dengan lawannya masing-masing.
"Nggak gue sangka lo jago berkelahi juga!" Kata Sam dengan balok kayu yang menahan sebatang besi yang di arahkan padanya.
Braaak El menendang dada Sam hingga tubuh Sam terpental ke atas rerumputan. Sam mencoba berdiri dari tempatnya terjatuh tapi sebelum ia sempat, El sudah menginjak
dada Sam dengan kuat. Sam mengerang kesakitan tapi El sama sekali tak mempunyai belas kasihan. Saat itu El tidak mempunyai hati. Hatinya telah mati sejak
mamanya meninggal. Itulah sebabnya ia sama sekali tak memiliki rasa iba pada Sam.
Arrrgghh.... Sam masih mengerang kesakitan. Mulutnya mengeluarkan darah segar merah merona tapi El masih menginjak dada Sam berulang kali. Setelah melihat
Sam terkapar tak berdaya, El pun beralih melawan yang lainnya. Dengan cepat ia menghajar satu per satu anak buah Sam dengan begitu mudahnya.
Tik tik tik Satu per satu air hujan terus turun dari langit, membasahi lapangan yang tadinya kering dengan air.
"Sam, lo nggak apa-apa kan?" Tanya Mario, sahabat Sam sejak SD.
"Gue nggak papa," sahut Sam mencoba untuk berdiri.
Mario memapahnya. "Beneran?"
"Gue nggak bisa kalah semudah ini!" Sam mengambil balok kayu yang ada di dekatnya lalu berjalan menuju El yang tengah asyik menghabisi anak buahnya. Dari
belakang, ia memukulkan balok kayu itu ke kepala El dengan keras hingga kepala El berdarah.
El menoleh. Ia merasakan sesuatu keluar dari kepalanya. Ia mengusap sedikit bagian keningnya. Bukan air hujan yang ia jumpai! Tapi darah. El semakin marah.
Ia langsung menendang dada Sam hingga Sam mundur beberapa langkah ke belakang. Kemudian merebut balok kayu dari tangan Sam dan memukulkan balok kayu itu
ke arah Sam berulang-ulang.
Napas El ngos-ngosan setelah puas memukuli Sam. Beberapa anak buah Sam sempat mencoba menyerang El dari belakang. Tapi dengan sigap El langsung berbalik
dan menghajar satu per satu di antara mereka. Bahkan ada juga yang langsung lari terbirit-birit sebelum El mengeluarkan tinjunya.
Dua jam telah berlalu. Semua pasukan tawuran tampak terkapar di atas rerumputan dan menerima air hujan yang menerpa mereka dari langit. Hanya tinggal beberapa
anak muda berseragam putih abu-abu yang masih berdiri kokoh, termasuk El.
"Hidup, El! Hidup!" Teriak Teo sambil mengangkat balok kayu yang dibawanya ke udara beberapa kali.
Semua anak buah El ikut bersorak mengikuti seruan Teo. "Hidup, El! Hidup!"
*** Di dalam gudang, El duduk di hadapan Sam yang sudah diikat di sebuah tiang kayu lapuk di sebuah gudang kosong bekas pabrik rokok yang tak terpakai.
"Sekali lagi gue tanya. Lo mau tunduk sama gue atau gue akan mempermalukan lo di hadapan semua orang?" Tanya El tegas sambil menyatukan sepuluh jemarinya.
Sam masih tak mau menyerah. Dia tersenyum miring. "Daripada gue tunduk sama lo, lebih baik gue mati!"
El mengangguk pelan. "Baiklah. Jadi, lo milih dipermalukan?"
Sam memanglingkan muka. Dalam hati, ia tidak ingin menjadi bahan bullyan dan dipermalukan. Tapi di sisi lain, ia juga tidak ingin tunduk dan menjadi anak
buah El. "Sudahlah, El! Langsung aja! Enaknya diapain nih anak?" Tanya Zen pada El.
Satu alis El terangkat. Ia tampak berpikir sejenak. Lalu dia tersenyum miring. "Kencingi saja dia!"
Mata semua anak buah El terbelalak lebar termasuk Zen ketika mendengar perintah El yang terdengar begitu kejam. Mereka menatap El penuh tanya, masih tak
percaya dengan perintah El barusan.
Ya! Semenjak mama El meninggal, El menjadi pribadi yang sangat kejam dan tidak berperi kemanusiaan. Saat dia berhasil memenangkan tawuran, dia pasti akan
menghabisi ketua tawuran dari tim lawan yang tidak mau tunduk padanya.
El menatap tajam anak-anak buahnya yang masih melongo. "Apa yang kalian lakukan?"
Semua anak buah El terkesiap. Mereka agak bergidik takut.
"Cepat kencingi dia!" Perintah El marah.
Beberapa di antara mereka mulai membuka kancing celana dan menurunkan resleting untuk bersiap mengeluarkan air seni mereka. Dan bau pesing pun berhamburan
di seluruh ruangan, terutama di sekujur tubuh Sam yang tadi sudah basah karena air hujan.
Sejak saat itu, 3 di antara 5 sekolah yang dipimpin Sam terpecah. Mereka meninggalkan Sam begitu saja dan menjadi anak buah El.
Dua tahun kemudian, Sam kembali menantang El ketika mereka mendekati Ujian Nasional. Tapi El yang sekarang bukan El yang dulu. Ia sangat memikirkan perasaan
Raya. Dia tau benar kalau Raya sangat membenci hal-hal seperti miras, balapan liar maupun tawuran. El tidak meladeni tantangan Sam bukan karena UN. Tapi
karena dia begitu mencintai Raya. Ia takut Raya akan menjauhinya jika ia masih terlibat di kehidupan gelap seperti itu.
El sangat mencintai Raya. Dengan susah payah ia berhasil meluluhkan setengah dari hati yang dimiliki Raya. Dia tidak mau membiarkan hati Raya kembali utuh
untuk Arsyaf. Itulah sebabnya ia berusaha semampu mungkin tak membuat Raya kecewa.
*** 05. Chapter 21-25 Chapter 21 [Raya pov] Dag dig dug dag dig dug Ya seperti itulah detak jantung gue. Saat itu, gue berdiri di depan cermin sambil menyisir poni. Senyum-senyum kecil tak henti-hentinya mengembang di bibir
gue. Hari ini adalah hari pengumuman hasil Ujian Nasional.
"Raya, nilai kimia lo pasti dapat 100 hahaha....." gue bicara sendiri pada diri gue yang terpantul di cermin.
Setelah menenteng tas, gue pun berangkat dengan mengendarai motor. Bokap udah ngizinin gue pakek motor setelah gue mohon-mohon seharian kemarin hahaha.
Pagi terasa sangat sejuk. Tak sabar rasanya untuk melihat hasil pengumuman nilai UN. Gue kendarai tuh motor bebek dengan hati-hati. Soalnya udah lama banget
gue nggak mengendarainya semenjak nilai gue anjlok semester lalu.
Tit...tit....tit..... Suara klarkson sebuah motor keren berwarna hijau terus menganggu gue dari belakang. Seorang cowok dengan helm putih gambar tengkorak bisa gue lihat melalui
kaca spion. Mungkin kurang minggir kali yak"
Gue pun memepetkan laju motor gue agak menepi agar cowok itu bisa capcuz duluan dan nggak mengganggu gue dengan suara klarksonnya yang begitu annoying.
Cowok itu pun melaju untuk menyamai laju motor gue. "Hei pacarnya si bangsat!"
Gue tersentak lalu menoleh ke kanan ketika mendengar apa yang dikatakan si pengendara itu.
"Woi! Maksud lo apa?" Teriak gue marah.
Cewek Cetar Dua Karya Zaeemaazzahra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pengendara itu menggeleng pelan. "Nggak apa-apa!"
"Pergi sana!" Usir gue bertambah marah.
"Baiklah. Sampai jumpa di neraka!" Pengendara motor itu tiba-tiba menendangkan kaki kirinya ke motor gue.
Aaaarrrrggghh..... Gue berteriak kencang ketika motor gue oleng dan keluar dari jalan aspal. Ban motor gue semakin oleng saat menggeser pasir di samping jalan. Motor gue
pun tumbang ke kanan dengan cepat setelah susah payah gue menghentikannya agar motor gue berhenti sebelum masuk jurang.
Braaak braaak braaak.... Sekitar tiga kali rahang gue membentur ke aspal. Napas gue tersengal berat. Gue menoleh ke arah pengendara motor itu melaju. Di saat genting seperti ini,
gue harus bertindak sigap. Gue pun langsung menghafal plat motor pengendara kurang ajar itu.
Napas gue makin terasa sesak. Gue bisa merasakan sesuatu yang keras berada di dalam mulut gue. Cuiih.... mata gue membulat ketika melihat sekeping gigi
bercampur darah merah segar.
Mulut gue terus berdarah. Kaki gue terasa berat untuk digerakkan. Samar-samar gue bisa melihat beberapa bapak-bapak mengerumuni gue dengan wajah panik
saat gue sudah terkapar di atas aspal.
"Cepat panggil ambulan!" Ujar salah seorang bapak-bapak.
Seorang bapak-bapak yang lain mengiyakan lalu memencet beberapa tombol pada ponselnya dan segera memanggil ambulan.
Tak lama kemudian, beberapa orang menggotong tubuh untuk masuk ke dalam ambulan. Napas gue masih tersengal berat. Sekujur tubuh gue gemetaran sulit untuk
digerakkan. "Dik" di mana ponsel adik" Biar bapak telepon orang tua adik," kata seorang bapak-bapak yang menolong gue.
Dia ikut masuk ke dalam ambulan dan duduk di samping gue. Gue melirik bapak-bapak itu sejenak dengan keadaan setengah sadar. Mulut gue sangat sulit untuk
digerakkan. gigi, mulut, serta rahang gue menolak untuk bekerja.
"Tas!" Dengan susah payah gue mengatakan satu kata itu.
Bapak-bapak tadi langsung mengambil ponsel gue dari dalam tas dan menelpon papa.
"Halo?" Sapa bapak itu.
"Halo?" Kata papa di telepon. Bapak-bapak tadi men-load speaker HP gue.
"Pak, anak bapak kecelakaan. Sekarang kami mau menuju ke puskesmas terdekat."
"Halo" Halo" Halo?"
"Halo bapak?" Sepertinya sinyal HP gue atau HP papa lagi eror. Aha! Gue lupa! Papa dan mama lagi di Kalimantan untuk menyelesaikan urusan kerja. Setengah dari ladang
kelapa sawit milik papa kebakaran. Sinyal di sana memang tak begitu bagus. Mungkin itulah sebabnya papa nggak bisa mendengar dengan jelas apa yang dikatakan
bapak-bapak yang nolingin gue.
Tit..... Telepon pun berakhir. Bapak-bapak tadi terlihat semakin cemas. Gue bisa melihat itu dari ekspresinya.
"Gimana ini, dik" Papa adik mematikan teleponnya," papar bapak-bapak yang tak gue ketahui namanya itu.
"Kak Icha," kata gue menahan sakit.
Bapak-bapak tadi langsung mengusap layar HP gue lalu mencari kontak Kak Icha. Dan Alhamdulillah kak Icha mengangkat teleponnya. Dia pun segera berangkat
menuju puskesmas. *** "Raya" Raya" Lo bisa denger gue?" Tanya kak Icha panik.
Mata gue masih terasa lengket. Samar-samar gue bisa melihat Kak Icha berdiri di hadapan gue.
"Raya, coba lo gerakkan tangan kanan lo!" Perintah nyonya Icha panik.
Ya! Kak Icha adalah mahasiswa semester 6 kedokteran UI. Mungkin dia hanya ingin mengecek apakah gue mengalami gagar otak atau enggak. Biasanya, orang yang
mengalami gagar otak sulit untuk diajak berkomunikasi.
Gue menurut mendengar perintah kak Icha lalu menggerakkan tangan kanan gue walaupun sakit.
"Sekarang, lo gerakin kaki kiri lo!" Perintah kak Icha lagi.
Gue lagi-lagi menurut dan menggerakkan kaki kiri gue pelan agar tidak sakit. Kak Icha tampak bernapas lega setelah semua instruksinya gue lakukan dengan
baik. "Ini berapa?" Kak Icha menunjukkan dua jarinya, tepat di depan mata gue.
"Dua," jawab gue lemas.
Lagi, Kak Icha bernapas lega. Ia pun menitikkan air matanya, sambil menatap gue iba.
Tak lama kemudian, dua orang perawat cantik menghampiri kami dengan membawa jarum dan benang serta beberapa peralatan medis yang lainnya.
Mata kak Icha mendelik kaget. "Mbak mau apa?" Tanyanya judes pada kedua perawat itu.
"Mau menjahit dagu adik embak," jawab salah seorang perawat cantik yang beralis tebal.
"Dengan benang itu?" nada Kak Icha semakin sinis.
Dua perawat itu hanya menatap satu sama lain. Tak tahu apa yang harus menjawab apa. Mereka terlihat masih amatir.
"Mbak tau itu benang apa" Itu bukan benang kecantikan! Bagaimana kalau muka adik saya mempunyai bekas jahitan?" Omel Kak Icha naik darah.
Dua perawat itu terlihat gugup lalu menelan ludah. Sepertinya mereka menyadari kalau Kak Icha bukan orang biasa. Kak Icha juga berasal dari kalangan orang
yang mengerti kesehatan. "Mana dokternya?" Tanya kak Icha berkacak pinggang.
"Maaf, mbak. Dokternya nggak ada. Ini kan hari sabtu," papar salah seorang perawat terlihat gugup.
"Ya sudah! Saya nggak mau adik saya di rawat di puskesmas ini. Tolong beri saya surat rujukan di rumah sakit besar. Sekarang!" Ucap kak Icha ketus.
Gue hanya menggeleng melihat perilaku kak Icha. Dia cepat tanggap dalam menghadapi masalah. Coba kalau dia lelet! Bushet! Tuh jarum ama benang bisa buat
muka gue tambah cemong dah!
"Ray, sabar ya! Sebentar lagi kita akan ke rumah sakit. Lo tenang aja! Ada gue!" Kata kak Icha sambil memegang kedua tangan gue lembut.
"Iya, kak!" Jawab gue dengan sekuat tenaga.
Chapter 22 [Arsyaf pov] Gue celingukan mencari Raya. Tapi dia tidak ada di mana pun. Bahkan Renan dan El nggak tau keberadaan Raya. Apa dia masih tidur di rumah" Nemplok molor
bin ngiler" Gue menerobos kerumunan siswa-siswa yang berjubel di depan papan mading. Mata gue pun menyisir nama Soraya Aldric dan Arsyaf Sinaga di papan pengumuman.
Betapa terkejutnya gue ketika melihat nama Raya berada di urutan paling atas. Hampir semua nilainya sempurna kecuali Bahasa Indonesia. Gue kembali terkejut
ketika mendapati nama gue berada di urutan 8. Rasanya tak sia-sia gue belajar sangat keras demi kuliah bersama Raya di ITS kelak. Gue pun tersenyum lega.
Gue usap layar HP gue untuk menelpon Raya dan memberitahunya tentang kabar baik ini. Dengan kemampuan gue saat ini, gue yakin banget bisa masuk ITS bersama
Raya. Tit......tit.....tit.....
Berulang kali gue mencoba menghubunginya tapi dia tidak mengangkat teleponnya. Ada apa dengan nih anak" Ah, perasaan gue jadi nggak enak.
*** [Raya pov] Setelah mendapat perawatan dari dokter yang profesional di UGD, gue memejamkan mata sejenak dengan napas tersengal. Rasanya penat banget hari ini. Kaki
gue lecet-lecet, beberapa bagian ada kulit yang terkelupas dalam sampai kelihatan dagingnya. Perih banget! Apa ini karma dari Tuhan karena gue mempermainkan
cinta tulus Arsyaf" Gue bertanya-tanya, menyalahkan diri gue sendiri.
"Ray, mama papa katanya akan tiba ke sini sekitar 3 jam lagi. Lo mau gue panggilin Arsyaf?" Tanya Kak Icha.
Gue menggeleng pelan. "Nggak usah, Kak! Raya takut Arsyaf khawatir."
"Lo ini gimana sih" Arsyaf itu pacar lo! Jadi, dia berhak tau kalau lo itu kecelakaan!"
"Nggak usah!" Bentak gue. "Oucch!" Rahang gue terasa begitu sakit saat gue membuka mulut agak lebar untuk membentak kak Icha tadi.
"Pokoknya gue mau telpon Arsyaf. Titik!" Kak Icha langsung mengambil HP gue dari dalam tas.
Matanya agak mendelik ketika melihat ada panggilan dari penelpon yang gue beri nama "My Love"
"Lha ini Arsyaf telepon," pikir Kak Icha dengan lugunya.
Plis jangan diangkat! Itu bukan Arsyaf, tapi El. Ya! Semenjak gue pacaran sama El, gue mengubah nama kontaknya dari Elbara menjadi My Love. Kalau Arsyaf
sih gue beri nama My honey bunny. Sial! Kenapa El harus telepon sekarang sih"
Tut. Kak Icha memencet gambar telepon hijau untuk menerima panggilan. "Halo, Syaf! Pasti lo khawatir kan sama pacar jelek lo yang namanya Raya. Iya kan?"
Cerocos kak Icha tanpa malu. Dia kayak ngomong sama babunya aja.
Jantung gue rasanya mau copot cuy. Duar duar duar. Seolah-olah ada ledakan bertubi-tubi menerpa jantung gue. Keringat dingin mulai membasahi jidat gue.
Gue benar-benar takut kak Icha tau kalau gue selingkuh di belakang Arsyaf. Gue nggak bisa menghentikan mulut kak Icha yang terus menyambung kalimat.
"Raya tadi pagi kecelakaan, Syaf. Dia sekarang ada di rumah sakit deket sekolah lo. Cepet ke sini gih! Dia pasti butuh perhatian elo! Udah ya.... bye!"
Kak Icha menambah bacotnya tanpa henti tanpa memberi space si penelepon untuk bicara. Kemudian dia mematikan teleponnya.
Gue bernapas lega saat El tak bicara dalam telepon. Bisa-bisa gue ketahuan kalau dia sampai angkat bicara.
Tak lama kemudian, El datang dengan wajah panik. Dia terhenti di salah satu ranjang UGD tempat gue terbaring lemas. Ia tercekat sejenak, mematung dengan
mata membulat ketika melihat banyak bercak darah di seragam putih abu-abu yang gue kenakan.
Mata kak Icha membulat ketika mendapati El yang berdiri mematung. Pasti ia berpikir-pikir kenapa yang datang pangeran korea dan bukan Arsyaf"
"El" Kenapa lo di sini" Mana Arsyaf?" Kak Icha membuka kelambu kamar UGD lebih lebar lagi lalu menengok ke kanan dan ke kiri mencoba mencari sosok Arsyaf.
Mata gue tertuju pada El seolah memberi dia kode untuk segera mengarang kebohongan pada kak Icha. Sekali lagi, gue nggak mau rahasia antara gue dan El
diketahui oleh siapa pun juga.
"Arsyaf masih dalam perjalanan," jawab El bohong.
"Ooohh....." kak Icha mengangguk paham.
Mendengar kebohongan El, gue langsung mengambil HP yang kak Icha taruh di atas meja lalu merancang misscall ke nomor Arsyaf. Kemudian dengan susah payah
gue SMS Arsyaf dan memberi tahunya kalau gue habis kecelakaan. Setelah selesai, gue gelagapan manaruh kembali HP gue di atas meja selagi kak Icha berbincang
sama El. "Eh, tapi.... kenapa El bisa datang duluan ya?" Kak Icha mulai curiga. Bushet dah! Tuh emak-emak banyak bacot banget yak"
"Dulu aku sering balapan liar, kak. Jadi wajar dong kalau aku lebih cepet nyampeknya?" Jelas El kembali bohong.
Kak Icha mengangguk seakan percaya apa yang dikatakan El. Lagi-lagi gue bernapas lega. Jantung gue nggak jadi copot dah!
"Ray, lo nggak apa-apa kan?" Tanya El cemas lalu berjalan ke arah gue.
"Nggak apa-apa kok!" Gue menjawab lemas.
"Hati-hati kalau naik motor. Sekarang banyak truk ugal-ugalan." El mengelus rambut gue lembut.
Hati gue terasa tenang berada di dekat El. Kata-kata lembutnya mampu menyentuh hati kecil gue. Coba kalau Arsyaf! Tuh orang kalau dateng pasti marah-marah
nggak jelas meskipun dia tau kalau muka gue lagi bonyok kek begini.
"Gue diserempet motor kok!" Papar gue sambil memegang rahang gue yang masih terasa sangat sakit.
"Maaf karena terlalu banyak ngajak lo ngomong. Pasti sulit banget buat lo ngomong. Ya kan?"
Gue mengangguk pelan. Astaga! Sumpah gue harus menganggap El berkah atau bencana cuy! Dia perhatian banget. Mungkin itulah sebabnya gue jatuh cinta sama
dia. "Sayang?" Arsyaf membuka korden hijau kamar UGD yang gue tempati.
"Ya elah Arsyaf! Kenapa baru dateng" Dasar pacar nggak peka!" Omel kak Icha sambil merentangkan tangannya mencoba menghentikan Arsyaf yang ingin masuk
ke dalam. Lagi-lagi tubuh gue menegang. Takut Arsyaf menjawab omelan kak Icha dengan jujur sehingga tidak sesuai dengan logika calon dokter cantik satu itu.
"Maap, Kak! Motorku tadi bannya bocor. Padahal aku udah ngebut di jalan," papar Arsyaf.
Lagi-lagi gue menghela napas lega. Jawaban Arsyaf sesuai dengan logika kak Icha dan kebohongan yang sudah gue rancang bersama El.
"Baiklah. Lo boleh masuk!" Kak Icha menurunkan tangannya dan membiarkan Arsyaf menghampiri gue.
Arsyaf langsung memegang kedua pundak gue cemas. "Kenapa lo bisa kecelakaan sih, Ray?"
Tuh kan! Apa kata gue! Nih satu cowok kalau nggak cemas ngomel, kalau cemas ngomel, kalau SMS.an ngomel, kalau ketemu pokoknya suka ngomel dah! Apa-apa
Blind Date 3 Pendekar Slebor 69 Kalung Setan Insan Tanpa Wajah 2