Pencarian

Jodoh Tak Mungkin 4

Jodoh Tak Mungkin Tertukar Karya Unknown Bagian 4


suci (tidak pernah mengalami menstruasi) dan ia pun sangat cantik, coba sebutkan apa kurangnya" Apa pantas kita disamakan dengan putri Rasul, hingga dengan
gamblangnya kita menjadikan riwayat ini sebagai senjata andalan kita menjatuhkan bahkan mengharamkan apa yang sesungguhnya Allah halalkan" Apalagi ada
beberapa blog yang saya baca, dengan gamblangnya mereka bilang kalau Rasulullah.. nabi paling mulia kekasih Allah, bahkan beliau akan di tempatkan di surga
di tingkat paling tinggi, amalannya tak terhitung banyaknya saking banyaknya malaikat malu kepada Rasul kita, dan beliau sangat menyayangi umatnya saking
sayangnya ia pada umatnya meskipun di tengah sakaratul mautnya di sampingnya ada Aisyah istrinya, ada Fatimah putrinya dan ada Ali menantunya tapi yang
keluar dari bibirnya bukan menyebut istrinya, bukan menyebut putrinya namun beliau menyebut kita berulang kali "Umatku.. umatku.. umatku" tapi saya aneh
kenapa ada yang mengaku cinta pada Rasul, cinta pada putri Rasul dan keluarganya namun karena sebuah riwayat yang sedang kita bahas ada beberapa orang
yang tega menyebutkan kalau Rasulullah tidak adil karena melarang putrinya di poligami tapi malah membiarkan umatnya di poligami. Mana keadilannya sebagai
Rasul" Masya Allah.. saya benar-benar tak mampu menahan tangis saya saat membaca blog tersebut... kenapa masih ada yang menanyakan tentang keadilan Rasulullah..
Rasulullah menyayangi kita bahkan di saat kita masih belum tercipta di muka bumi ini Rasulullah telah merindukan kita dan telah menganggap kita saudaranya..
namun kita malah membenci apa yang di sunahkannya.. siapa kita" Hingga berani mengharamkan apa yang telah Allah halalkan.
Citra tertegun, seketika air mata membasahi matanya.
Tak ada sedikitpun niatan dari saya untuk meminta ukhti sekalian mengijinkan suami ukhti untuk berpoligami. Namun saya mohon jangan benci apa yang sudah
jelas hukumnya. Saya ingin menceritakan sebuah kisah pada ukhti. Kisah yang saya alami sendiri.
Lima tahun pernikahan saya, Allah sudah menganugerahi saya dan pasangan saya dua putra putri yang insya Allah sholeh sholehah, tidak ada yang kurang lagi
dari rumah tangga saya, namun beberapa tahun kemudian suami saya memberitahu saya kalau ia hendak menikah lagi. Awalnya saya langsung marah bahkan saya
memberi ancaman pada suami saya kalau sampai pernikahan kembali terjadi saya lebih memilih untuk berpisah, saya sangat mencintai suami saya, mana sanggup
saya membagi seseorang yang saya cintai dengan orang lain dan saya sangat bersyukur karena saat itu suami saya mengurungkan niatnya, namun walaupun dia
telah mengurungkan niatnya keluarga saya yang dulu begitu terasa harmonis perlahan berubah.. hanya kecurigaanlah yang saya rasakan... namun saat itu suami
saya selalu melimpahi saya dengan cinta... saya selalu marah padanya namun dia selalu membalas marah saya dengan senyuman, tak pernah sekalipun dia marah
pada saya. Perlahan hati saya mulai luluh.. keluarga saya kembali harmonis.. dan tak tahu kenapa malam itu saat ia membawakan bunga mawar untuk saya, saya
mengajukan sebuah pertanyaan padanya.
Apa yang membuatmu pernah ingin menikah lagi" Apa aku kurang untukmu"
Dia langsung memeluk saya sambil menangis dan berkata, "tak ada kekurangan yang kau miliki..," namun akhirnya ia mengemukakan alasannya ingin berpoligami,
ternyata tanpa sadar ketika ia membutuhkan saya ternyata saya sering menolaknya dengan alasan lelah oleh pekerjaan rumah, lelah kerena mengurus anak seharian
dan lain-lain. Dari situ saya mulai memperbaiki diri saya, selalu mengutamakan dirinya dibanding apapun, namun sebagai wanita pasti ada saatnya kita tidak bisa melayaninya,
oleh karena itulah akhirnya saya berdoa pada Allah.. "Ya Allah, jangan jadikan hamba membenci apa yang Engkau halalkan (poligami) bersihkan hati hamba
dari rasa itu, Engkau maha tahu apa yang tersimpan dalam hati hamba.. hamba tak mampu membagi apa yang Engkau titipkan (suami) kepada hamba-Mu yang lain,
tapi bila memang menurut-Mu itulah yang terbaik untuk keluarga hamba maka ikhlaskanlah hati hamba untuk menerima ketentuanmu," berulang kali saya meminta
keikhlasan untuk perkara itu, hingga akhirnya Allah benar-benar memberikan keikhlasan itu pada saya, dan Alhamdulillah Allah memberikan madu yang begitu
baik pada saya karena dia pulalah yang telah mendorong diri saya untuk menjadi sosok istri dan ibu yang lebih baik lagi bagi suami dan putra putri saya.
Apa yang manis belum tentu berakhir pahit, sebaliknya apa yang pahit bisa jadi itu yang berakhir manis.
Citra kira ceramah akan berakhir namun ternyata masih ada satu jamaah yang bertanya.
Maaf, apakah poligami hanya di karenakan agar pihak lelaki merasa tercukupi kebutuhan biologisnya"
Citra tidak menyangka kalau ada jamaah yang berani mengajukan pertanyaan tersebut. Namun dengan tenang sang ustadzah tetap memberikan jawaban.
Dulu nabi Ibrahim berpoligami karena untuk mendapatkan seorang keturunan agar kelak ketika ia sudah tak mampu lagi berdakwah di jalan Allah, maka akan
ada dari keturunannya yang melanjutkan dakwahnya, dan Rasulullah pun berpoligami karena perintah Allah dan untuk agama Allah, sedangkan untuk para sahabat
hukum poligami diturunkan sebagai pembatas jumlah istri mereka, karena dulu pada jaman jahiliyah para sahabat memiliki jumlah istri lebih banyak dari jumlah
istri Rasul. Sedangkan untuk jaman sekarang.. meskipun kita kaum hawa menutup mata rapat-rapat tapi tetap kita bisa tahu kalau alasan kebanyakan para pasangan kita
memilih menikah lagi untuk memenuhi syahwat mereka. Apakah itu salah" Tidak.. karena memang Allah menciptakan kaum adam lebih dari kaum hawa, walaupun
kita berusaha untuk memenuhinya kita tidak akan mampu karena itu semua telah di atur oleh Allah dengan sedemikian rupa.
Bila kita beranggapan kalau poligami merendahkan martabat kaum hawa, itu salah besar karena turunnya surat An-Nisa ayat tiga adalah untuk mengangkat martabat
wanita.. sebelum ayat ini turun banyak wanita yang di nikahi namun tak terjamin kesejateraannya, hingga akhirnya ayat ini turun dan membatasi kaum adam
hanya boleh memiliki istri empat itupun kalau dia mampu untuk berlaku adil kalau tidak satu saja, dan Allah pun mengancam dengan siksaan yang menghinakan
bagi para suami yang memiliki istri lebih dari satu namun ia tidak mampu berlaku adil.. karena ayat ini para sahabat yang benar-benar takut pada balasan
yang Allah janjikan, mereka sangat berhati-hati memperlakukan para istri mereka, hingga ada riwayat yang mengkisahkan saking adilnya para sahabat pada
istrinya sampai-sampai ciuman yang mereka berikan kepada istri mereka sama jumlahnya.
Saking seriusnya Citra mendengarkan ceramah tersebut, ia sampai tak sadar kalau kini Danang telah berdiri tepat di belakangnya dan Danang ikut mendengarkan
ceramah yang sedang Citra dengarkan.
"Sudah jadi kuenya," bisik Danang tepat di samping telinga Citra.
Citra yang sedang merenung memikirkan perkara poligami bukan main kagetnya saat Danang berbisik padanya.
"Astagfirullah mas, bikin kaget" aja," Citra mengelus permukaan Dadanya yang berpacu dengan kecang, ia pun langsung mematikan ponselnya.
"Kenapa dimatiin dek, ceramahnyakan belum selesai?" tanya Danang, tangannya melingkar di bahu Citra.
"Mas mau dengerin?"
Danang menganggukan kepalanya, mau tidak mau Citra pun kembali menyalakan ponselnya. Dalam hati Citra berdoa agar ceramah yang membahas poligami itu telah
selesai dan ia sangat bersyukur karena ternyata doanya di kabul, acara ceramah yang baru ia dengarkan ternyata telah selesai.
"Udah selesai mas ceramahnya," ucap Citra seraya tersenyum lebar.
"Terus kalau udah selesai memangnya kenapa?" Danang menyandarkan dagunya di bahu Citra. Tidak tahu kenapa ia sangat suka akan posisi itu.
"Nggak apa-apa, ngasih tahu aja. Emang nggak boleh?" tanya Citra, tangannya kembali fokus kepada adonan kue yang sedari tadi ia abaikan.
"Gitu aja marah," ledek Danang dengan gemas ia mencium pipi Citra dan dengan sengaja Danang mengambil sedikit tepung yang ada di dalam baskom berukuran
kecil setelahnya ia langsung mengusapkan tepung yang ada di tangannya ke wajah Citra.
"Ih mas Danang nggak boleh ngacak-ngacak dapur aku," Citra mencubit puggung tangan Danang yang masih menangkup pipinya.
"Siapa yang mau ngacak-ngacak dapur kamu, yang mau mas acak-acak itu muka kamu," dan tanpa mempedulikan gerutuan Citra, Danang kembali melumuri wajah Citra
dengan tepung dan akhirnya perang tepungpun tak terelakkan lagi.
"Ya ampun dek, kamu cantik banget saking cantiknya hingga membuat aku tak mampu memalingkan mataku dari wajahmu," ucap Danang sambil terkekeh geli melihat
wajah Citra yang sudah cemang-cemong oleh tepung.
"Ngeledek, Ih nyebelin!"
Danang langsung menangkup wajah Citra, perlahan hidung mereka saling bersentuhan, "Aku nggak bohong, meskipun wajah kamu kini penuh dengan tepung namun
di mataku kamu tetap terlihat cantik."
"Gombal," Citra sudah hendak menyingkirkan tangan Danang dari wajahnya, namun Danang malah semakin mendekatkan wajah mereka, hingga Citra bisa mencium
dengan jelas harum mint yang berasal dari mulut Danang.
Perlahan jarak yang tercipta mulai terhapus dan akhirnya kemanisanlah yang mereka kecap.
"Mas." "Hmm?" "Aku mencintaimu.."
Bersambung... Dua Puluh Tiga : Hanya Kau Jodohku
Allah SWT berfirman: ?"?"?" ?"?"?"?" ?" ?"?" ?"?"?"?"?"" ?"" ?"?"?"?"?" ?"?"?"?"?"?" ?"" ?"?"" ?"?"?"" ?"?"" ?"?"?"?"?"" ?"?"?"" ?"?"?"?" ?"?"?"?" " ?"?"?" ?"?"?"?" ?" ?"?"
?"?"?"?"?"" ?"?"?"?"?"" ?"?" ?"" ?"?"?"?"" ?"?"?"?"?"?"" " ?" ?"?" ?"?"?"?" ?"?"?" ?"?"?"?"?""
"Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang
kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja atau hamba sahaya perempuan
yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim."
(QS. An-Nisa' 4: Ayat 3) Danang yang tengah membaca buku Ensiklopedi Akhir Zaman, menghentikan bacaannya saat ia mendengar istrinya berulang kali membaca Surah An-Nisa ayat tiga.
Ada apa dengan istrinya"
Danang akhirnya beranjak dari atas tempat tidur, ia duduk tepat di samping Citra, "Apa ada masalah dengan hafalanmu, sayang?" tanya Danang lembut seraya
membelai pucuk kepala Citra.
Citra menggelengkan kepalanya.
"Lantas kenapa kamu mengulangi ayat ini lebih dari tiga kali?" tanya Danang pada Citra.
Cukup lama Citra terdiam, matanya memperhatikan wajah Danang dengan lekat.
Danang mengambil Al Quran yang Citra baca, setelahnya ia simpan Al Quran itu di atas naskas samping tempat tidurnya, "Katakanlah, apa yang kini memenuhi
pikiranmu?" tanya Danang, tangannya menangkup pipi Citra yang terasa begitu dingin.
"Apa benar saat wanita mengikhlaskan suaminya untuk menikah lagi, maka ia akan masuk surga?"
Danang mengkerutkan keningnya bingung, "Tidak ada dalil yang menyatakan itu, yang ada surga akan di tempati oleh wanita-wanita yang sholehah.. yang mencintai
Allah dan Rasul-Nya dan berbakti pada suaminya."
"Apakah surah An-Nisa ayat tiga yang barusan aku baca adalah perintah Allah untuk para istri membiarkan suami mereka untuk menikahi lebih dari satu prempuan?"
Lagi-lagi pertanyaan yang Citra ajukan membuat dahi Danang mengkerut, namun ia tetap menjawab setiap pertanyaan yang istrinya ajukan, "Di hadis Al Bukhari,
Urwah ibn Zubair pernah bertanya kepada Aisyah mengenai firman-Nya: Dan jika kalian takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang
yatim (bilamana kalian mengawininya).(An-Nisa: 3) Aisyah mengatakan, "Hai anak saudara perempuanku, anak yatim perempuan yang dimaksud berada dalam asuhan
walinya dan berserikat dengannya dalam harta bendanya. Lalu si wali menyukai harta dan kecantikannya, maka timbullah niat untuk mengawininya tanpa berlaku
adil dalam maskawinnya; selanjutnya ia memberinya maskawin dengan jumlah yang sama seperti yang diberikan oleh orang lain kepadanya (yakni tidak sepantasnya).
Maka mereka dilarang menikahi anak-anak yatim seperti itu kecuali jika berlaku adil dalam mas kawinnya, dan hendaklah maskawinnya mencapai batas maksimal
dari kebiasaan maskawin untuk perempuan sepertinya. Jika para wali tidak mampu berbuat demikian, mereka diperintahkan untuk kawin dengan wanita lain selain
anak-anak perempuan yatim yang berada dalam perwaliannya. Dan ayat ini juga Allah turunkan untuk menjadi batasan untuk para muslim yang memiliki istri
lebih dari empat, karena saat itu banyak penduduk Arab yang memiliki istri yang sangat banyak, maka turunlah ayat tiga di surah An-Nisa ini untuk menjadi
batasan dan dalam surah ini juga Allah memerintahkan untuk berlaku adil kepada setiap istri yang dinikahi, jadi kalau tidak bisa adil maka nikahilah seorang
saja. Jadi surah ini Allah turunkan bukan memerintahkan para suami untuk menikah lagi, tapi memberi batasan untuk para suami dan memberi peringatan untuk
para suami untuk berlaku adil kepada setiap istrinya terutama anak yatim yang berada dalam perwaliannya."
"Maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi, dua tiga atau empat. Bukannya dalam penggalan ayat ini Allah memerintahkan untuk menikahi lebih dari
satu wanita?" Danang membawa tubuh Citra ke dalam pelukkannya, ia kira jawaban yang barusan ia berikan untuk Citra sudah cukup, namun ternyata istrinya masih mengajukan
sebuah pertanyaan padanya. Danang menyandarkan dagunya di bahu Citra, "Bukan memerintahkan dek tapi menganjurkan... contohnya seperti shalat wajib dan
sunah, Zakat dan sedekah, puasa wajib dan sunah, haji dan umroh. Bila di rasa ibadah wajib kita belum cukup untuk mendekati diri kita pada Allah maka Allah
anjurkan untuk mengerjakan ibadah sunah. Tujuan utama kita menikah adalah untuk mendekatkan diri kita pada Allah, bila di rasa satu istri tidak bisa membuat
kita lebih dekat pada Allah, maka mungkin dengan cara menikah lagilah di harapkan seorang suami dapat lebih dekat pada Allah."
"Apa mas sekarang sudah merasa dekat dengan Allah?" tanya Citra. Matanya menatap lekat wajah Danang.
Perlahan Danang mengecup bibir Citra, "Dengan bersamamu aku merasa dekat dengan Allah," jawab Danang, ia mengeratkan pelukkannya di tubuh Citra.
"Mas?" "Hmm?" "Ada satu lagi yang ingin aku tanyakan?"
"Apa lagi" Please jangan bahas tentang poligami sayang," pinta Danang, "dalam bab sebuah pernikahan poligami ada di urutan paling atas.. maka orang-orang
pilihan sajalah yang dapat menjalaninya dengan baik."
Citra mengerucutkan bibirnya, "Tapi masih ada yang mau aku tanyakan mas, please satu lagi yah?"
Tidak tega melihat wajah istrinya yang memelas, akhirnya Danang memberi ijin Citra untuk bertanya.
"Apa di perbolehkan untuk seorang wanita menyuruh suaminya untuk menikah lagi dengan alasan untuk memberi perlindungan kepada seorang wanita yang membutuhkan
perlindungan dan sekaligus untuk mendapatkan seorang keturunan?" tanya Citra.
"Boleh, karena hal demikian pernah terjadi pada nabi Ibrahim. Saat itu pernikahan nabi Ibrahim dan Siti Sarah tak kunjung mendapatkan keturunan, karena
nabi Ibrabim adalah seorang nabi dan membutuhkan keturunan untuk meneruskan perjuangan dakwahnya maka Siti Sarah meminta nabi Ibrahim untuk menikahi Hajar,
maka menikahlah Nabi Ibrahim dan Siti Hajar, hingga lahirlah nabi Ismail dan keikhlasan Siti Sarah berbuah manis, dia yang awalnya di vonis tidak dapat
mendapatkan keturunan atas kebaikkan Allah akhirnya ia pun dapat memberi keturunan untuk nabi Ibrahim dan dari keturunan nabi Ibrahimlah terlahir anak-anak
sholeh yang menjadi nabi hingga sampai kepada nabi Muhammad," terang Danang.
Jawaban yang Danang berikan sama persis dengan jawaban ustadzah yang kemarin ia dengarkan ceramahnya. Apa jangan-jangan Danang juga kemarin mendengar ceramah
yang dia dengarkan" "Tapi kalau suaminya nggak mau, bolehkah istri memaksa?"
"Tidak boleh!" jawab Danang tegas, "kalau istri melakukan itu sama saja sang istri hendak mencelakan suaminya."
"Mencelakakan suaminya" Istrinya hanya hendak memberikan sebuah ladang pahala untuk suaminya mas. Jadi istrinya itu hendak menjodohkan suaminya dengan
seorang janda yang memiliki anak kecil. Niat istrinya baik mas."
"Istriku sayang," Danang menekankan kalimatnya, "Mas tahu niatnya baik, tapi tahukah kamu di saat suami memutuskan hanya memiliki seorang istri saja itu
berarti sang suami tak mampu menjadi imam untuk dua makmum sekaligus dan bila hal itu terjadi maka ia akan datang kepada Allah dengan keadaan yang sungguh
menyedihkan, bahunya miring.. apakah kamu mau melihat orang yang mencintaimu dan kamu cintai menghadap Allah dalam keadaan yang sungguh menyedihkan karena
tidak bisa berlaku adil kepada istrinya?"
Mendengar itu seketika tangis Citra pecah, ia menangis tergugu di dalam pelukkan Danang, berulang kali ia mengucapkan kata maaf kepada Danang. Jujur semua
pertanyaan yang barusan ia tanyakan pada Danang yaitu bertujuan untuk memantapkan hatinya untuk menjodohkan Danang dengan sahabatnya Nurul.
Danang mengecup pucuk kepala Citra, "aku memaafkanmu sayang, berhentilah menangis karena setiap tetesan air mata yang membasahi pipimu membuatku merasa
sakit." Meski Danang sudah menyuruhnya berhenti menangis namun Citra tak bisa menghentikan tangisnya.
Danang semakin mengeratkan pelukkannya di tubuh Citra, "udah dong nangisnya," Danang menyeka air mata yang membasahi pipinya, perlahan ia membukakan mukena
yang di kenakan Citra, " tidur yah. Sudah malam. Besok kamu ada kelaskan?"
Citra menganggukkan kepalanya. Perlahan ia merebahkan tubuhnya di samping putri kecilnya yang sudah terlelap tidur.
"Mau dibawa kemana Delisha mas?" tanya Citra saat Danang menggendong Delisha.
"Sudah saatnya Delisha belajar tidur sendiri," jawab Danang.
"Jangan mas, kasihan kalau Delisha tidur sendirian. Sudah tidurkan lagi disini," pinta Citra.
"Sayang, aku akan menidurkan Delisha tepat di samping kamar kita," Danang menunjuk pintu penghubung yang satu bulan lalu telah di buat untuk menghubungkan
kamar mereka dengan kamar Delisha, "kita buka pintunya jadi kalau Delisha nangis atau apa kita bisa langsung melihatnya."
Akhirnya setelah mendengar penjelasan dari Danang, Citra pun mengijinkan Danang untuk menidurkan Delisha di kamarnya sendiri.
Setelah menidurkan Delisha di kamarnya sendiri Danang langsung merebahkan tubuhnya tepat di samping Citra, tangannya merangkul bahu Citra hingga kini kepala
Citra bersandar di dadanya. Berulang kali ia mengecup pucuk kepala Citra.
"Hanya kau jodohku, sayang. Aku mohon jangan pernah memintaku untuk membagi cintaku karena aku tidak akan pernah bisa membagi cinta ini kepada yang lain."
Air mata kembali membasahi pipinya. Ia pun tidak akan pernah mampu membagi cintanya pada yang lain, namun tidak tahu kenapa rasa kasihan yang ia rasakan
pada Nurul membuat ia berkeinginan untuk berusaha dapat membagi cintanya dengan sahabatnya sendiri... ia ingin sahabatnya juga mengecap manisnya sebuah
kebahagian yang kini ia rasakan.
Masih terekam jelas dalam ingatan Citra saat ia mengunjungi Nurul beberapa minggu yang lalu. Seperti biasa setiap dua minggu sekali ia akan mengunjungi
Nurul untuk memberikan keperluan yang di butuhkan Rayhan, seperti popok, makanan pendamping ASI, dan sebagainya. Saat itu ia menyaksikan sendiri Nurul
tengah menangis seraya menimang Rayhan.
"Apa yang terjadi" Kenapa kamu menangis?"
Awalnya Nurul tidak mau menceritakannya, namun setelah Citra desak akhirnya Nurul menceritakan apa yang membuatnya menangis, "Dari tiga hari yang lalu
Rayhan demam. Aku sudah membawanya ke rumah sakit namun keadaannya tidak kunjung membaik."
"Apa sudah di bawa ke rumah sakit lagi, mungkin yang kemarin obatnya kurang cocok?"
Nurul menggeleng lemah. "Kenapa tidak dibawa ke rumah sakit lagi?"
Nurul tak kunjung menjawab.
"Maaf sebelumnya kalau pertanyaanku menyinggungmu. Apa kamu tidak membawa Rayhan ke rumah sakit karena tidak ada"," Citra tidak berani melanjutkan kata-katanya,
namun Nurul mengerti apa maksud dari pertanyaan yang Citra ajukan,
Dengan canggung Nurul menganggukkan kepalanya.
"Kenapa kamu tidak memberitahuku?"
"Aku malu, kamu sudah terlalu baik padaku, Cit. Setiap bulan kamu memberikan uang padaku dan setiap dua minggu sekali kamu selalu membelikan semua kebutuhan
Rayhan." "Kenapa mesti malu. Ayo kita kerumah sakit!"
Awalnya Citra pikir sudah cukup membantu Nurul dengan materi, namun ternyata tidak, Nurul dan Rayhan membutuhkan sosok laki-laki yang bisa melindungi mereka
berdua dan dapat di jadikan sandaran oleh mereka. Hati Citra sangat miris saat melihat Nurul duduk sendiri di depan ruangan dimana Rayhan tengah di periksa,
harusnya saat ini ada sosok suami yang merangkul bahu Nurul dan mengatakan kalau semuanya pasti akan baik-baik saja.
Salahkah bila ia berpikiran kalau ia ingin berusaha mengikhlaskan hatinya untuk membagi dia yang dicinta kepada yang lain"
Dua Puluh Empat : Maafkan Aku
Jodoh tak mungkin tertukar karena Allah tak mungkin keliru dalam menentukan jodoh untuk hambanya, namun tak menutup kemungkinan kalau dia yang berjodoh
denganmu berjodoh pula dengan yang lain.
Seperti Nabi Muhammad saw yang berjodoh dengan Khadijah, dan Allah pun menjodohkannya dengan Aisyah.
Seperti Nabi Ibrahim as yang berjodoh dengan Sarah, namun Allah pun menjodohkannya dengan Hajar.
Dan seperti Papa yang berjodoh dengan mama, namun Allah pun menjodohkan papa dengan mama Rio.
Semuanya telah di atur oleh Allah dengan sedemikian rupa. Maka berbaik sangkalah pada Allah karena bisa jadi apa yang kini terlihat begitu menyakitkan
namun pada kenyataan itulah yang terbaik untuk kita.
Disaat kita tidak bisa ikhlas.. maka mohonkanlah kepadanya untuk mendatangkan ikhlas itu hanya dari-Nya dan hanya dari-Nya lah balasan yang sesungguhnya
akan datang. ?"" Citra memperhatikan wajah Danang yang kini tengah terlelap dalam tidurnya. Perlahan jari-jemarinya menyentuh alis Danang yang tebal, setelahnya berpindah
menyentuh hidung Danang yang mancung.
"Kok belum tidur dek?" tanya Danang parau, ia menangkap tangan Citra yang masih menyentuh hidungnya setelahnya ia langsung mencium tangan Citra. Sungguh
ia sangat mencintai istrinya. Saking cintanya ia kepada Citra walaupun Citra telah mengganggu tidurnya yang baru sekejap itu tidak masalah baginya.
"Belum ngantuk. Maaf yah aku ganggu tidur mas."
"Apa ada yang mengganggu pikiranmu" Atau pembicaraan kita tentang poligami masih belum cukup untuk menenangkan hatimu?" Danang membelai pucuk kepala Citra.
Perlahan Citra menganggukkan kepalanya.
Danang mencium kening Citra, "Tidurlah! Tidak usah kamu pikirkan, anggap saja pembicaraan itu telah selesai."
"Tapi mas." "Hal itu tidak baik untuk kita bicarankan, dek."
"Aaku..aku kasihan sama Nurul, Mas."
"Kamu kasihan sama Nurul" Apa kamu tidak kasihan padaku?" tanya Danang sarkatis.
"Aku mencintaimu," jawab Citra, "dan mas pun pasti tahu ketika aku mencintaimu.. maka rasa sayang, kasih, dan peduli menyertainya."
Danang diam tak mengucapkan sepatah kata pun.
"Aku dan Zahra sudah berusaha untuk mencarikan lelaki yang baik untuk Nurul, namun tak ada yang sebaik dirimu yang aku yakini pasti dapat melindungi dan
mencintai Nurul dan Rayhan dengan tulus."
Hati Citra mencelos saat Danang melepaskan pelukkannya dari tubuhnya. Bahkan kini Danang berbaring membelakanginya.
"Aku tidak akan memaksamu mas karena aku mencintaimu, hanya kebaikkanlah yang aku harapkan untukmu," ucap Citra, perlahan ia memeluk Danang, "aku sungguh
mencintaimu.." tangispun pecah, tak mampu ia bendung.
Danang perlahan membalikkan tubuhnya dan ia pun membawa tubuh bergetar Citra kedalam pelukkannya, "aku menolak apa yang kamu pinta karena aku yakin kamu
tidak akan bisa melewatinya.. apa yang kamu pinta akan menyakitimu."
"Aku akan berlindung dari rasa sakit itu kepada Allah mas," jawab Citra lirih.
"Aku sudah berjanji atas nama Allah kalau aku tidak mungkin menduakanmu. Lupakah kamu tentang itu?"
"Aku tidak mungkin melupakannya karena janji itu membuatku begitu bahagia, namun bukannya janji itu bisa di batalkan, menurut hadis riwayat Muslim, Barang
siapa yang bersumpah atas sesuatu, lalu dia melihat sesuatu yang lebih baik dari objek sumpahnya itu, hendaklah ia melakukan yang terbaik dan membayar
kafarat sumpahnya." Danang tak mampu menahan senyum saat mendengar Citra membacakan sebuah hadis. Sejak kapan istri cantiknya belajar tentang hadis" Dengan penuh rasa cinta
Danang mengecup kening Citra, "Apa kamu yakin hal itu lebih baik untuk kita?" Danang sangat berharap kalau Citra akan berubah pikiran dengan apa yang kini
dia inginkan. "Insya Allah," jawab Citra ragu.
Lagi-lagi Danang tersenyum saat mendengar nada ragu dari jawaban yang Citra berikan, "kamu masih ragu, dek. Itu membuktikan kalau ada kemungkinan apa yang
akan kita lakukan tidak baik untuk kita, bahkan bisa jadi apa yang hendak kita lakukan berdampak buruk untuk orang di sekitar kita. Apa sebelum permintaan
itu kamu pintakan kepadaku kamu memikirkan dampak yang akan timbul kepada orang-orang di sekitar kita seperti Delisha, putri kesayangan kita, bagaimana
perasaannya saat ia mengetahui kalau ayahnya memiliki dua istri,"sekarang mungkin akan baik-baik saja karena Delisha belum mengerti apa-apa, tapi beberapa
tahun ke depan dia akan bertanya padamu tentang Nurul, apa kamu sanggup menjelaskannya pada Delisha?"
Tak ada jawaban yang terucap dari bibir Citra.
"Apa yang harus aku katakan pada mamamu yang telah mempercayai aku untuk menjagamu dan membahagiakanmu, apa kamu memikirkan perasaan mama saat tahu kalau
aku telah menduakanmu?"
Lagi-lagi Citra tak memberi jawaban. Lidahnya kelu. Ternyata selama ini ia sama sekali tak memikirkan orang sekitarnya, ia hanya berfokus kepada Nurul
dan Rayhan, namun ternyata ia mengabaikan Delisha dan mamanya yang pasti akan merasakan sakit saat Danang" menikahi Nurul.
"Kamu adalah amanah yang Allah titipkan padaku, nanti ketika Allah menegakkan keadilan seadil-adilnya Allah akan memanggilku dan bertanya. Sudahkah aku
membahagiakanmu" Sudahkah aku membimbingmu dengan baik" Halalkah apa yang selama ini aku berikan kepadamu" Semuanya akan di tanyakan. Tidak akan ada yang
terlewatkan. Sekarang aku memang dapat membahagiakanmu, dapat membimbingmu dan dapat mencukupi segala kebutuhanmu dengan sesuatu yang halal. Namun aku
tidak yakin kalau aku dapat membahagiakan wanita selain kamu."
Perlahan suara isak tangis kembali terdengar dan tentu tangisan itu berasal dari bibir Citra.
"Jangan terbawa hawa nafsu. Sayang, karena bisa jadi apa yang kamu lihat baik sekarang belum tentu baik kedepannya. Aku sangat berterimakasih atas niat
baikmu ingin memberiku kesempatan untuk menjalankan sunnah berpoligami jarang sekali ada istri sepertimu di dunia ini," ucap Danang seraya tersenyum lembut
pada Citra, "namun maafkan aku. Aku tidak bisa menyambut kebaikkanmu itu," Danang menyeka pipi Citra yang sudah basah oleh air mata, "aku benar-benar tak
sanggup membagi cintaku pada yang lain," dengan lembut Danang mengecup bibir Citra yang bergetar, "semoga Allah meridoi keputusanku ini. Aku mencintaimu
karena Allah dan aku pun tidak akan membagi cintaku karena Allah."
Tangis Citra semakin pecah ruah.
Sungguh apa yang Danang katakan barusan membuat ia begitu merasa beruntung karena telah di jodohkan oleh Allah dengan Danang. Berulang kali ia bertanya


Jodoh Tak Mungkin Tertukar Karya Unknown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dalam hati. Kebaikan apakah yang telah ia lakukan" Hingga Allah begitu baik menjodohkan dirinya dengan Danang.
Dosanya tak terhitung banyaknya, namun Allah masih berbaik hati menjodohkan dirinya dengan hambanya yang begitu shaleh.
"Aku..aa.aku mencintaimu," hanya kata cintalah yang mampu terucap di sela isak tangisnya.
"Aku pun sangat mencintaimu," balas Danang.
Dua Puluh Lima : Takdir Allah [END]
Pilihlah jodoh yang terbaik dari yang terbaik, karena dialah yang akan menjadi penggenap imanmu.
Dengan bersamanya kau akan merasa Allah dekat denganmu dan dengan bersamanya kau akan merasa surga telah menunggumu.
?"" Danang menyerahkan tiga buah map berisi cv para calon yang akan di jodohkan dengan Nurul.
"Berikan ini pada Nurul, insya Allah mereka ikhwan yang baik dan semoga ada salah satu dari mereka yang berjodoh dengan Nurul," ucap Danang. Kalau tidak
ada yang di pilih Nurul bisa-bisa istrinya yang cantik akan kembali meminta dirinyalah yang harus menikahi Nurul. Jangan sampai itu terjadi.
Tidak mudah untuk membuat Citra menyerah dari keinginannya untuk menjodohkan dirinya dengan sahabatnya sendiri. Satu minggu lebih Danang terus meyakinkan
dan memberi pengertian pada Citra tentang poligami itu sendiri, hingga akhirnya Citra mundur teratur dari keinginannya tersebut. Niatnya memang baik ingin
memberi sosok pelindung dan penopang untuk sahabatnya namun dia tidak memikirkan dengan masak apa dampak kedepannya bagi orang di sekitarnya, terutama
putri kecil mereka. Poligami memang tak di larang malah dianjurkan namun sebelum melangkah pada tahapan itu akan lebih baik pikirkan dulu, jangan sampai
poligami yang bertujuan memuliakan wanita malah sebaliknya. Hanya orang-orang pilihanlah yang dapat menjalaninya sesuai dengan sunnah Rasul.
"Cuma tiga aja mas?" Citra bertanya sambil mengintip isi dari map tersebut.
"Memangnya kamu mau berapa?"
Citra menunjukkan kelima jari tangannya.
Danang terkekeh, dengan gemas dia mencubit hidung Citra yang mancung, "Yang mencalonkan ada lebih dari sepuluh orang, cuman takutnya nanti Nurul bingung
milihnya jadi aku pilih yang paling terbaik aja," terang Danang.
"Benarkah" Padahal tadi aku bercanda nanyanya."
"Bener dek aku nggak bohong, kalau kamu tidak percaya kamu bisa tanya Ali, sebab Ali juga membantuku untuk mencari calon untuk Nurul."
Citra bukan main senangnya, bukan hanya dia dan Zahra yang mempedulikan sahabatnya nurul, namun ternyata suami merekapun mempedulikan Nurul, "makasih banyak
yah mas," Citra mengecup sekilas pipi Danang.
"Masa di pipi aja" Nggak sekalian disini?" Danang menunjuk bibirnya.
"Ih di kasih hati minta ampela."
"Namanya juga manusia dek," jawab Danang sambil tertawa, namun tawanya seketika berhenti saat Citra mengecup bibirnya.
Setelah mengecup bibir Danang, wajah Citra bukan main merahnya. Ada apa dengan dirinya" Kenapa dia sampai berani mengecup bibir Danang" Sudah hampir lima
tahun usia pernikahannya dan ini kali pertama dia yang terelebih dulu mengecup bibir Danang. Ia benar-benar merasa malu.
"Mau kemana?" Danang menahan tangan Citra saat Citra hendak beranjak dari duduknya.
"Aa..akku," lidah Citra tiba-tiba kelu hingga sulit untuk berkata.
"Aku apa dek?" Danang semakin menarik tangan Citra hingga membuat Citra kini berada dalam dekapannya, "Aku...cinta kamu?"
Citra menggeleng, "Bu...bbukan."
"Terus aku apa" Aku.. aku sayang kamu?" Danang tersenyum dengan sangat lebar. Senang rasanya dapat menggoda istrinya.
Lagi-lagi Citra menggeleng.
Danang semakin mengeratkan pelukkannya di tubuh Citra, "pasti kamu mau ngomong. Aku nggak bisa hidup tanpa kamu?"
Citra mencubit pinggang Danang, "bukan..aaku malu mas," dan setelah mengatakan kata itu Citra langsung menenggelamkan wajahnya di dada Danang.
Tawa Danang pecah, "Ya ampun, kenapa malu" Apa yang buat kamu malu?"
"Udah nggak usah dibahas," jawab Citra tanpa mau menatap Danang.
Danang membelai pucuk kepala Citra, "kitakan sudah mau lima tahun bersama. Kenapa masih malu" Ada saatnya aku yang memulai duluan dan ada saatnya kamu
juga yang harus memulai?"
Citra langsung menutup mulut Danang dengan telapak tangan kanannya, "Ih mas ngomong apa sih" Nggak usah di bahas lagi!" kesal Citra dan Danang pun menganggukkan
kepalanya. Saat Citra sudah menyingkirkan tangannya dari mulut Danang sontak Danang tertawa.
Citra melotot, "Ada yang lucu?"
"Ada," jawab Danang singkat di sela tawanya.
"Apa?" "Kamu." Citranya mengerucutkan bibirnya sebal, "mas Danang nyebelin, awas aku mau masak!" Citra berusaha melepaskan tangan Danang yang memeluk pinggangnya.
"Mau masak apa?" bukannya melepaskan pelukkannya, Danang malah mempereratnya.
"Masnya mau dimasakin apa?" Citra balik bertanya, tangannya masih berusaha melepaskan tangan Danang dari pinggangnya.
"Apa aja yang penting kamu yang masak," jawab Danang sambil tersenyum.
"Terus ngapain nanya?"
"Pengen nanya aja," lagi-lagi Danang terkekeh geli. Setelah melewati satu minggu yang melelahkan dan membingungkan, akhirnya dia dan Citra bisa kembali
merasakan manisnya bercanda dengan kekasih halal, tanpa harus merasa gelisah memikirkan calon kekasih halal yang lain, yang tentunya tidak dia inginkan.
?"" Keesokkan harinya Citra diantar oleh Danang ke rumah Nurul untuk memberikan data yang berkeinginan untuk mengkhitbah Nurul.
"Assalamualaikum," Citra mengetuk pintu rumah Nurul, namun tidak ada yang menjawab, "apa Nurul masih ngajar yah mas?"
"Memangnya tadi kamu nggak telepon dulu buat mastiin dia ada di rumah apa nggak?"
"Maaf mas saking semangatnya mau nyerahin ini ke Nurul, aku lupa nggak nelepon dulu."
"Kamu tuh kebiasaan. Coba sekarang kamu telepon! Tanya dia ada dimana."
Citra pun menelepon Nurul. Panggilan pertama tidak ada jawaban, panggilan yang kedua pun sama.
"Nggak di jawab mas teleponnya."
"Coba sekali lagi, baca bismillah dulu pas neleponnya," pinta Danang. Mengingatkan Citra akan pentingnya kalimat bismillah.
Citra pun menuruti perintah Danang, ia mengucapkan bismillah terlebih dahulu dan teleponpun diangkat. Citra mengkerutkan keningnya bingung saat yang mengangkat
teleponnya bukan Nurul. Seketika tubuh Citra membeku, kakinya terasa lemas hingga sulit baginya untuk menopang tubuhnya.
"Ada apa dek?" Danang bertanya khawatir, tangannya menopang tubuh Citra.
"Nurul mas..Nurul," Citra berkata tak jelas di sela isak tangisnya yang tak terbendung. Danang mengambil alih ponsel yang masih ada di tangan Citra.
Muka Danang pun berubah pucat pasi saat mendengar apa yang kini tengah di katakan oleh seseorang yang menjawab panggilan telepon Citra.
Perlahan Danang membelai pucuk kepala Citra yang kini menangis dalam dekapannya, "sabarlah dek, ini sudah menjadi takdir Allah," Danang berucap lembut
berharap kata-katanya bisa meringankan rasa sakit yang kini istrinya rasakan.
"Tiga hari yang lalu aku masih mengantarnya ke rumah sakit untuk memeriksa keadaan Rayhan mas.. hiks..hiks..," Citra belum mampu mengkontrol tangisnya.
Bayangan kebersamaannya dengan Nurul kembali memenuhi kepalanya.
"Tidak ada yang dapat menebak kapan maut akan datang karena maut adalah sesuatu yang Allah rahasiakan kedatangannya, kita yang ditinggalkan harus mengikhlaskannya..
apa yang bernyawa pasti akan mati karena itu takdir Allah yang tidak bisa di pungkiri."
Untuk ketiga kalinya Citra mengalami kehilangan yang menyakitkan.
Pertama kepergian ayahnya yang begitu menyakitkan untuknya.
Kedua kepergian putra tercintanya.
Dan kini sahabat baiknyalah yang harus pergi meninggalkannya.
Kematian benar-benar tidak bisa di tebak kedatangannya, bisa jadi esok dialah yang akan pergi meninggalkan semuanya, bila memang itu terjadi, ia berharap
maut akan datang menjemputnya disaat ia tengah bersujud kepada Allah, mengagungkan kebesaran-Nya, memohon ampun kepada-Nya dan berharap kelak akan berjumpa
dengan-Nya tanpa ada sekat yang menghalangi dirinya dengan Tuhannya.
?"" Citra menciumi pucuk kepala Rayhan berulang kali, setetes air mata membasahi pipinya.
"Terimakasih banyak tante telah mempercayai Rayhan kepada kami. Kami janji akan menyayangi dan mendidik Rayhan seperti kami menyayangi dan mendidik anak
kami sendiri," Danang berucap sopan kepada Umi Nurul yang kini ada di hadapannya.
"Terimakasih juga sudah mau menerima amanah ini, nak. Sebenarnya ini wasiat Nurul, sebelum kepergiannya ia menelepon tante, ia bertanya pada tante tentang
keadaan tante, ia pun berulang kali mengatakan kata maaf karena semenjak kepergian Aris dia tak bisa lagi mengirimi uang untuk biaya berobat Abinya yang
sudah dua tahun ini terserang penyakit gula, dan ia pun berkata pada tante kalau semisalnya Allah memanggilnya ia ingin menitipkan Rayhan pada kalian,
dia berkata kalau kalian pasti dapat mendidik Rayhan dengan baik," umi Nurul menceritakan semuanya sambil menangis, "tante benar-benar tidak menyangka
kalau hari itu Nurul akan kembali mengalami kecelakaan dan Allah mengambilnya dalam kecelakaan itu..," Umi Nurul membelai pucuk kepala Rayhan, "semoga
dia bisa menjadi anak yang sholeh yang kelak dapat membuat Nurul dan Aris bangga padanya."
Citra dan Danang mengamini doa yang di panjatkan umi Nurul.
"Ini surat Nurul untukmu dan ini surat untuk Zahra, tante titip padamu. Kalian berdua sahabat terbaik Nurul... meski Nurul tak sepadan dengan kalian berdua
namun kalian tetap mau bersahabat dengan Nurul, setiap pulang ke Bandung saat liburan kuliah ia pasti akan menceritakan tentang kamu dan Zahra, tante benar-benar
berterimakasih banyak padamu dan Zahra."
Citra hanya mampu menganggukkan kepalanya, lidahnya benar-benar kelu hingga tak mampu untuk mengatakan sepatah katapun.
Untuk Sahabat terbaikku Citra.
Assalamualaikum sahabatku...
Ketika kamu membaca surat ini mungkin saat itu aku sudah tak dapat lagi berjumpa denganmu karena Allah telah memutuskan hubunganku dengan segala sesuatu
yang ada di dunia ini. Citra... kau dan Zahra adalah sahabat terbaikku yang sangat aku sayangi. Begitu banyak kenangan yang telah kita lewati bersama.. setiap perubahan yang
terjadi pada kalian berdua sungguh aku syukuri.. kalian sungguh beruntung telah menemukan imam yang dapat menuntun kalian mendekat kepada Allah.
Jujur aku sangat terkejut saat kamu dan Zahra menawarkan suami kalian padaku... aku tersenyum saat itu namun hatiku menangis. Kenapa kalian melakukan itu"
Apa kalian berdua kasihan padaku" Jangan pernah lakukan itu lagi pada siapapun" Karena itu sungguh menyakitkan.
Berpoligami memang suatu hal yang mulia, namun sungguh tak pernah terbesit sedikit pun di hatiku untuk melakukan itu. Bukan karena aku membencinya namun
karena aku tahu hal itu pasti akan menyakiti hati kalian.. aku sangat mengenal kalian.. kalian akan berkata baik-baik saja namun hati kalian menjerit sakit.
Aku tidak mau itu terjadi pada kalian.
Maafkan aku yang tak bisa menerima kebaikkan kalian.
Citra, aku titipkan Rayhan kepadamu dan Mas Danang, semoga kalian dapat mendidiknya menjadi hamba yang kelak akan mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi
apapun. Mungkin kamu dan mas Danang akan bingung kenapa aku memilih kalian bukan Zahra.. ingatkah ketika hari kelahiran Rayhan" Saat Mas Danang menggendong Rayhan
dan mendekatkannya padamu dan Delisha, aku merasa kalau kalian adalah satu keluarga bahagia dan Rayhan menjadi perlengkanp kebahagian kalian.
Sampaikan ribuan maafku pada Zahra karena tak dapat menitipkan putraku padanya, bukan berarti aku tidak mempercayainya, dia sosok wanita yang sangat mengagumkan"
dan aku yakin kalau dia pasti dapat menjadi sosok ibu yang baik untuk putraku, namun aku sudah terlebih dulu berjanji pada Allah kalau aku akan menitipkan
putraku padamu. Ingatkah kamu ketika Delisha meminta Rayhan padaku, pada saat itu juga aku telah berjanji dalam hatiku, kalau aku akan menitipkan putraku padamu dan mas
Danang bila maut datang menghampiriku. Aku tidak tahu itu akan terjadi apa tidak, namun beberapa hari ini aku terus bermimpi dan semoga mimpi ini datang
dari sisi Allah, aku memimpikan Mas Aris dan Anna yang mengajakku untuk ikut bersama mereka, dan mas Aris berkata padaku 'titipkan dia pada dia yang telah
kehilangan putranya' mas Aris tidak menyuruhku menitipkan putra kami pada keluarganya namun dia memintaku untuk menitipkannya padamu.
Aku titip putraku... Sampaikan padanya kalau Aku begitu menyayanginya dan hanya kebaikkanlah yang aku harapkan didapatkannya.
Wassalamualaikum.. Jakarta, 7 April 2017 Nurul Aulia Naimah Tangis Citra pecah tak terbendung setelah membaca surat yang Nurul berikan kepadanya. Surat itu di tulis seminggu sebelum kecelakaan itu menimpa Nurul.
Nurul seakan tahu kalau maut akan menjemputnya kala itu.
Danang membelai bahu Citra, "sudah dek, jangan terus di tangisi. Allah dan Rasul-Nya tidak menyukainya."
"Aku telah menyakitinya mas.. secara tak sadar aku telah menyakiti hatinya.. sungguh aku menyesalinya," Citra berucap lirih di sela isak tangisnya.
Sungguh ia tidak tahu kalau apa yang pernah ia tawarkan pada Nurul ternyata menyakiti hati Nurul.
"Tidak usah kamu sesali apa yang telah terjadi karena rasa sesal itu tidak akan membuat Nurul kembali pada kita."
Citra menganggukkan kepalanya, tangannya mengelus pucuk kepala Rayhan, "semoga aku bisa menjadi sosok umi yang baik untukmu. Terimakasih Nurul, kamu telah
mempercayai putra kesayanganmu padaku," Citra mencium kening Rayhan.
"Kita akan mendidiknya menjadi putra yang kelak dapat Nurul dan Aris banggakan di hadapan Allah," janji Danang.
Suatu amanah dari sahabat terbaiknya yang akan ia dan Danang jaga dengan sebaik mungkin.
?"" Delisha yang baru bangun dari tidurnya, berulang kali mengerjapkan matanya saat melihat Rayhan di sampingnya tengah memasukkan tangannya yang mungil kedalam
mulutnya. "Umi," si kecil Delisha langsung turun dari tempat tidurnya, menghampiri Citra yang tengah menangis dalam sujud panjangnya. Tahu si umi sedang tidak bisa
di ganggu karena tengah menumpahkan segala yang menyesakkan hatinya kepada Allah, si kecil Delisha kembali naik ke atas tempat tidur. Ia duduk tepat di
samping Rayhan. "Dedek Rayhan kok ada disini?" Delisha bertanya polos, tangannya menyentuh pipi Rayhan.
Rayhan tersenyum senang saat Delisha mengajaknya bicara.
"Ih dedek Rayhan nya ketawa!" seru Delisha tak kalah senang, dan akhirnya Delisha berceloteh panjang lebar. Apapun yang dia ingat dia ucapkan di depan
Rayhan. Citra mengakhiri shalatnya dengan linangan air mata, bermunajat pada Allah agar kelak ia bisa di pertemukan dengan sahabatnya di surga.
Citra menolehkan kepalanya menatap kearah Delisha yang kini tengah membacakan surah Ad-Duha tepat disamping Rayhan.
Allah SWT berfirman: ?"?"?"?"?"
"Demi waktu duha (ketika matahari naik sepenggalah),"
(QS. Ad-Duha 93: Ayat 1) ?"?"?"?"?" ?"?"" ?"?""
"dan demi malam apabila telah sunyi,"
(QS. Ad-Duha 93: Ayat 2) ?"" ?"?"?"?"" ?"?"?"" ?"?"" ?"?""
"Tuhanmu tidak meninggalkan engkau (Muhammad) dan tidak (pula) membencimu,"
(QS. Ad-Duha 93: Ayat 3) ?"?"?"?"?"?"?"" ?"?"?" ?"?"" ?"?" ?"?"?"?"?"
"dan sungguh, yang kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang permulaan."
(QS. Ad-Duha 93: Ayat 4) ?"?"?"?"?" ?"?"?"?"?" ?"?"?"" ?"?"?"?""
"Dan sungguh, kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga engkau menjadi puas."
(QS. Ad-Duha 93: Ayat 5) ?"?"?" ?"?"?"?" ?"?"?"?"" ?"?"?""
"Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungi(mu)."
(QS. Ad-Duha 93: Ayat 6) ?"?"?"?"?" ?"?" ?"?" ?"?"?""
"Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk."
(QS. Ad-Duha 93: Ayat 7) ?"?"?"?"?" ?"?"?"?"" ?"?"?"?""
"Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan."
(QS. Ad-Duha 93: Ayat 8) ?"?"?"?" ?"?"?"?"?"" ?"?"" ?"?"?"?"
"Maka terhadap anak yatim janganlah engkau berlaku sewenang-wenang."
(QS. Ad-Duha 93: Ayat 9) ?"?"?"?" ?"?"?"?"?"" ?"?"" ?"?"?"?"
"Dan terhadap orang yang meminta-minta, janganlah engkau menghardik(nya)."
(QS. Ad-Duha 93: Ayat 10)
?"?"?"?" ?"?"?"?"?" ?"?"?"" ?"?"?"?""
"Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur)."
(QS. Ad-Duha 93: Ayat 11)
Setelah selesai membaca surah Ad-Duha tangan mungil Delisha membelai pucuk kepala Rayhan dengan sayang.
Citra menghampiri keduanya, secara bergantian ia mengecup pucuk kepala Delisha dan Rayhan.
"Umi kok dedek Rayhan ada disini?"
"Mulai sekarang dedek Rayhan akan tinggal disini sama kita."
Mata bulat Delisha yang sangat mirip dengan bentuk mata Citra langsung berbinar bahagia, "beneran Mi" Dedek Rayhan bakal disini terus?" ia bertanya tak
percaya, "tapi Mi kalau dedek Rayhan tinggal disini kasihan dong tante Nurul nggak ada temennya?"
Ketika Delisha mengucapkan nama Nurul seketika hati Citra mencelos, "Tante Nurul sudah pergi, sayang," Citra menjawab lirih.
"Pergi kemana Mi?"
"Pergi berjumpa dengan Allah."
Mata berbinar Delisha seketika redup, "kaya sama Ibrahim yah Mi, berarti kalau pergi berjumpa dengan Allah tidak akan pulang lagi?" pertanyaan polos dari
Delisha membuat Citra tak mampu menahan tangisnya, "umi pasti sedih yah?" Saat itu Delisha pun ikut menangis. Ia memang tidak mengerti apa makna kata berjumpa
dengan Allah, namun yang ia tahu itu sangat menyedihkan karena ia pernah merasakannya saat Ibrahim pun pergi berjumpa dengan Allah.
Citra membawa tubuh putri kecilnya kedalam dekapannya, "mulai sekarang Rayhan adalah adikmu sayang, jagalah dan sayangi dia seperti umi dan abi yang selalu
menjaga dan menyayangimu," pinta Citra disela isak tangisnya. Citra memandang kepada Rayhan yang kini tengah memperhatikannya seraya tersenyum seakan-akan
ia berkata padanya 'Jangan menangis' perlahan Citra membawa Rayhan kedalam dekapannya dan setelahnya dibalik mukena yang masih ia kenakan ia menyusui Rayhan,
"Dia memang tak terlahir dari rahimku, namun kini di dalam tubuhnya telah mengalir darahku."
Danang yang baru memasuki kamar mendengar apa yang istrinya katakan, ia setuju dengan keputusan yang Citra ambil yaitu memberikan Rayhan asinya, hingga
membuat Rayhan kini menjadi saudara sepersusuannya Delisha, dengan penuh rasa cinta Danang mengecup pucuk kepala Citra, "aku sungguh mencintaimu dan mencintai
putra putri kita," Danang mendekap ketiganya, ia berjanji hanya kebahagiaanlah yang akan ia berikan untuk ketiganya.
Jodoh tak mungkin tertukar, namun jodoh terkadang tak hanya milik dua orang.
Bila memang jodohmu hanya milikmu dan pasanganmu maka syukuri itu dengan rasa syukur yang tiada tara, namun dikala Allah menjodohkan pasanganmu dengan
yang lain janganlah bersedih atau marah pada apa yang terjadi padamu karena bisa jadi saat itu Allah telah mengujimu untuk memberikan sesuatu yang sangat
berharga untukmu. Allah Maha Baik, hanya kebaikkanlah yang datang darinya. Maka jangan pernah meragukan kebaikkan-Nya.
END Special Moment : Semangkuk Mie Pengobat Rindu
SPECIAL MOMENT Semangkuk Mie Pengobat Rindu ?"" Malam kedua setelah keributan yang cukup hebat terjadi di dalam rumah tangganya, karena hal itu tidak ada lagi canda tawa yang selalu terangkai indah sebelum
keduanya terlelap dalam dekapan malam, tidak ada lagi gerutuan manja yang selalu terucap dari bibir manja istri cantiknya dan tidak ada lagi yang memintanya
untuk menceritakan kisah cinta yang terjaga kesucian kisahnya oleh Allah SWT.
Maafkan aku. Apa kamu tidak merindukanku" Aku sangat merindukanmu sayang.
Besok aku akan menjemputmu.
Aku mencintaimu... dan akan selalu mencintaimu.
Pesan itu ia kirimkan disaat panggilannya tak kunjung di jawab oleh sang istri.
Ia benar-benar menyesali apa yang telah terjadi. Kenapa ia sampai mengabaikan perasaan istrinya sendiri"
Beberapa hari yang lalu disaat pekerjaannya mengambil alih pikirannya dan tenaganya, ia mengabaikan istri cantiknya dan putra putrinya yang menggemaskan.
Janji-janji yang telah ia buat bersama keluarganya ia ingkari, hingga membuat istri cantiknya pergi meninggalkannya.
"Mas udah janji, bukannya kata mas minggu ini mas off dan akan mengajak kami ke taman Safari," Citra berucap lembut mengingatkan Danang akan janjinya.
"Aku nggak bisa dek, kamu tahu sendirikan masalah di travel Haji dan umroh yang aku dan Ali kelola belum selesai, semuanya harus aku selesaikan secepatnya."
"Tapi mas"."
"Dek aku cape, kamu bisa nggak sih ngertiin aku?" Danang langsung membaringkan tubuhnya, mengabaikan Citra yang kini membeku dalam diam.
Citra ikut membaringkan tubuhnya di samping Danang, sejenak ia berusaha untuk menghapus rasa sakit yang kini menyelimuti hatinya.
Ini cobaan berumah tangga, di saat ia marah jadilah sosok istri yang manis untuk meredam kemarahannya. Jangan kamu lawan kemarahan dengan kemarahan pula.
Kemarahan layaknya api yang tengah berkobar, jadi jangan biarkan api itu makin berkobar, redamlah kobaran api itu dengan dinginnya kemanisan cinta.
Perlahan Citra mulai melingkarkan tangannya di pinggang Danang, dengan lembut ia berbisik, "maafkan aku. Aku sungguh mencintaimu."
Mendengar kata manis yang terdengar lembut menyapa indra pendengarannya, Danang langsung membalikkan tubuhnya, "maafkan aku juga telah berkata kasar padamu,"
Danang membalas pelukkan Citra, "aku pun sungguh mencintaimu, insya Allah kalau minggu depan masalah di travel selesai aku akan mengajak kalian ke Safari."
"Beneran yah, jangan bohong! kasihan anak-anak kalau sampai tidak jadi lagi. Rayhan ingin melihat gajah dan Jerapah dan Delisha ingin berfoto dengan lumba-lumba.
Mereka selalu berkata itu kepadaku mas."
"Iya sayang aku janji," dengan penuh cinta dan kasih sayang Danang mengecup bibir Citra, mengecap indahnya ikatan suci yang di ridoi oleh Allah.
?"" Seminggu kemudian waktu yang dinantikan oleh anak-anak pun tiba. Citra sudah mendadani Delisha dengan baju muslim berwarna biru laut dan Rayhan pun ia
kenakan celana jins dan kaos lengan pendek berwarna biru. Setelahnya keduanya langsung berlari menuju kamar kedua orang tuanya hendak membangunkan abi
mereka yang masih bergelung di balik selimut.
Rayhan yang baru berumur tiga tahun langsung naik ke punggung Danang, "Abati bangun.. abati bangun!" serunya semangat.
Sedangkan Delisha sibuk menggoyang-goyang tangan Danang, "Ayo Abi bangun... Abi!"
Danang membuka matanya, "jangan ganggu abi yah, abi cape. Sana ke umi!" ucap Danang lembut kepada kedua buah hatinya.
"Ih Abi bangun.. umi bilang abi harus cepet bangun. Kitakan mau ke Safari," si mungil Delisha terus menggerutu seraya mengoyang-goyang tangan Danang.
"Delisha abi ngantuk. Jangan ganggu abi, " mata Danang kembali terpejam.
Melihat abinya yang kembali tidur Delisha sontak menangis kencang. Citra yang sedang mempersiapkan bekal yang akan dibawa ke taman Safari langsung menghentikan
kegiatannya dan menghampiri Delisha yang tengah menangis.
"Kok nangis sayang" Kenapa?" Citra langsung membawa Delisha kedalam pelukkannya.
"Kak Delisha nangis sama abati umi," adu Rayhan yang sudah turun dari punggung Danang.
Citra tersenyum pada Rayhan, "Yuk ikut umi, biar nanti umi yang bangunin abi."
Citra membawa anak-anaknya ke ruang keluarga,"tunggu disini yah. Umi bangunin abi dulu," Citra membelai pucuk kepala Delisha yang masih terisak "sudah


Jodoh Tak Mungkin Tertukar Karya Unknown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dong sayang nangisnya, kalau kakak nangis terus nanti kita nggak jadi ke taman Safarinya," mendengar ucapan uminya Delisha langsung berhenti menangis,
"anak pintar." Citra kembali memasuki kamar, dalam hati ia berharap kalau Danang sudah bangun namun ternyata Danang masih meringkuk di balik selimut, ia memandang wajah
Danang yang terlihat begitu lelah, sebenarnya ia tidak tega membangunkan Danang, namun ia pun tidak akan tega membiar putra putrinya menunggu lama, "mas
bangun," dengan lembut Citra membelai pipi Danang, "mas."
"Apa sih, dek" Aku ngantuk!" bentak Danang.
Citra bukan main kagetnya saat Danang membentaknya, padahal ia membangunkan Danang dengan lembut, Citra menarik nafas berusaha mengkontrol emosinya. Setelah
ia rasa ia sudah dapat mengkontrol emosinya tangannya kembali membelai pipi Danang, "anak-anak sudah menunggumu mas, kamu kan sudah janji mau mengajak
kami jalan-jalan ke taman Safari."
Tidak ada jawaban, Danang kembali tidur sama sekali tidak mempedulikan Citra.
"Mas aku mohon bangunlah, kasihan anak-anak sudah menunggu," Citra tidak menyerah, ia tetap berusaha membangunkan Danang dengan lembut. Senyuman menghiasi
wajah cantik Citra saat Danang beranjak dari balik selimut, "Ayo mas mandi," Citra kira Danang akan segera membersihkan diri namun yang Danang lakukan
malah mengambil kunci mobil dari dalam tas kerjanya.
"Aku sangat lelah, dek. Jadi pergilah dengan anak-anak. Kamu sudah bisa nyetirkan?"
Citra menatap Danang tidak percaya. Kenapa Danang setega itu padanya" Ia memang sudah bisa membawa mobil sendiri, namun kalau untuk perjalanan jauh ia
masih belum berani dan ia yakin Danang mengetahui itu.
"Mulai belajarlah mandiri jangan semuanya tergantung sama aku," ucap Danang tegas.
Citra mengangguk kelu, dengan tangan gemetar ia meraih tangan kanan Danang dan menciumnya, "aku pergi dulu yah mas," pamit Citra dengan suara lirih. Dalam
hati ia berharap Danang akan menghentikannya dan berkata, "aku bercanda sayang, mana tega aku membiarkanmu menyetir sejauh itu sendirian," namun itu hanya
harapan semua belaka, Danang membiarkannya pergi hanya dengan putra putrinya yang masih kecil.
Sepanjang perjalanan menuju Safari Citra tak mampu menahan tangisnya. Suaminya yang manis dan perhatian perlahan berubah karena kesibukkan pekerjaan yang
seakan tak pernah ada habisnya.
Meski hari itu begitu menyakitkan untuknya, namun Citra kembali berusaha menata hatinya agar luka itu segera tertutup. Meski kata maaf tidak pernah terucap.
Hari demi hari perubahan yang terjadi semakin jelas, waktu Danang benar-benar tidak tersisa untuk keluarga, bahkan tak jarang Danang membawa masalah yang
ia dapat di tempat kerja ke rumah.
"Ada apa mas?" sebagai istri Citra ingin selalu meredamkan rasa gelisah yang menyelimuti hati sang suami. Disaat masalah menghadapi suaminya, ia akan berusaha
memberi ketenangan pada sang suami, "tidak apa-apa mas, bersabarlah. Namanya juga baru mulai usahanya. Insya Allah pasti ke depannya akan lebih baik,"
kata itu Citra katakan disaat usaha travel Danang terus mengalami penurunan.
Semuanya dapat Citra lewati dengan sabar karena ia yakin kalau yang kini tengah ia alami adalah lika-liku berumah tangga. Namun setegar apapun ia ketika
badai rumah tangga menyapu biduk rumah tangganya, ia tidak mampu berdiri sendiri untuk mempertahankannya.
Sore itu ia sangat senang karena Danang pulang lebih cepat, setelah makan malam dan anak-anak telah tidur, ia bermanja ria dengan suami tercinta.
"Aku cinta kamu," Danang berkata dengan begitu manis, lengannya mendekap tubuh Citra.
"Sudah lama sekali aku tidak mendengar kata itu terucap dari bibirmu," Citra membalas pelukkan Danang.
"Benarkah?" Citra menganggukkan kepalanya.
"Maafkan aku sayang. Semenjak aku membuka jasa travel aku sering mengabaikanmu dan anak-anak. Aku sungguh menyesal."
Citra mengecup pipi Danang, "jangan pernah abaikan kami lagi yah."
Danang mengangguk, malam itu keindahan di kecap oleh keduanya, keindahan yang membuat hati Citra merasakan rasa bahagia yang membuncah tak terbendung dan
ia berharap malam-malam selanjutnya akan sama seperti malam yang kini tengah ia lewati bersama Danang.
Namun terkadang harapan tidak sesuai dengan kenyataan. Lagi-lagi Danang mengingkari janjinya. Hari itu Delisha ada pentas seni dan semua wali murid di
undang termasuk Danang dan Citra.
"Delisha ikut serta dalam drama sekolah, insya Allah besok dramanya akan di pentaskan. Kamu bisa datangkan?"
"Aku ada operasi jam sembilan," terang Danang, matanya fokus menatap beberapa kertas yang ada di tangannya.
"Nanti kalau operasinya sudah selesai mas bisa nyusulkan, kebetulan acara pentasnya setelah dzuhur," Citra sangat berharap kalau Danang bisa datang. Delisha
pasti akan senang bila abinya ikut melihat pementasan pertamanya.
"Akan aku usahakan dek," setelah mengatakan itu Danang langsung meletakkan berkasnya di nakas, dan setelahnya ia langsung membawa tubuh Citra dalam pelukkannya.
Ia tidak bisa tidur tanpa Citra dalam pelukkannya.
?"" Citra menatap derai hujan yang berjatuhan membasahi bumi, Rayhan berada dalam gendongannya sedang Delisha berdiri tepat di sampingnya, memeluk erat pinggangnya
sambil terisak menangis. "Sudah yah sayang jangan nangis, malu tuh di lihatin teman-temannya," Citra terus membujuk Delisha agar berhenti menangis, namun untuk kali ini Delisha
tidak bisa di bujuk, tangisnya tidak mau berhenti, "abi tidak datang karena ada pasien yang harus abi tolong, abi Delisha kan dokter," sebisa mungkin Citra
berusaha untuk menghentikan tangis putrinya.
Setelah Delisha berhenti menangis, Citra berusaha untuk menghubungi Danang, hujan tak kunjung henti oleh karena itu ia meminta Danang untuk menjemputnya,
ia sangat berharap kalau Danang telah keluar dari ruang operasi hingga bisa mengangkat teleponnya.
Panggilan pertama tak ada jawaban, yang keduapun demikian.
"Apa mungkin mas Danang masih di ruang operasi," gumam Citra seraya menatap layar ponselnya.
Akhirnya ia memilih untuk mengirikan pesan pada Danang.
Mas pentas Delisha sudah selesai, mas bisa tidak jemput aku dan anak-anak di sekolahan.
Setengah jam lebih Citra menunggu namun pesannya tak kunjung di balas oleh Danang, Rayhan masih terlelap di pangkunnya sedangkan Delisha tidur sambil bersandar
di lengannya. Tiba-tiba linangan air mata membasahi pipinya, tidak tahu kenapa rasa sesak memenuhi hatinya, ia ingin Danang segera datang menjemputnya.
Namun sampai hujan reda Danang tak kunjung datang atau membalas pesannya.
"Sayang bangun," dengan lembut ia membangunkan Delisha yang masih terlelap di sampingnya, "kita pulang yuk! Hujannya sudah reda."
Delisha membuka matanya, "Abinya mana Mi?" tanya Delisha saat tidak menemukan sosok Abinya.
"Abinya masih nangani pasien di rumah sakit, kita pulangnya naik angkot saja yah" Soalnya tidak ada taksi yang lewat sedari tadi."
Delisha mengangguk patuh, untuk pertama kalinya Citra mengajak Delisha dan Rayhan naik angkot.
"Kok lewat jalan ini?" tanya salah satu penumang saat angkot berbelok melewati jalan yang tak semestinya.
"Jalan disebelah sana ke jatohan pohon gede Bu, jadi harus putar arah lewat ini," timpal si sopir angkot.
Saat melewati jalan tersebut Delisha berseru senang saat melihat sosok abinya tengah duduk di cafe yang letaknya tepat di pinggir jalan, "Umi itu ada abi!"
Citra memperhatikan sosok Danang yang duduk santai di cafe dengan dua orang pria dan seorang prempuan berkhimar biru.
"Ayo umi kita turun, kita ke abi!" seru Delisha.
"Abi lagi kerja, nggak boleh di ganggu," sebisa mungkin Citra berusha untuk membuang pikiran negatif yang memenuhi pikirannya, itu pasti klien Danang di
travel haji dan umroh dan Danang tidak mengangkat teleponnya dan tidak membalas pesannya karena ia lupa mengecek ponselnya.
"Kok Abi kerjanya disana bukan di rumah sakit?"
"Kan abi punya dua kerjaan, sayang."
"Oh iya, Delisha lupa."
Sesampainya di rumah, Citra langsung memandikan Delisha dan Rayhan, setelahnya ia menyuapi keduanya, sesekali ia melirik ke jam dinding. Menanti kepulang
orang yang dicinta. ?"" Danang baru tiba di rumah saat jam telah menunjukkan pukul 11 malam, lagi-lagi ia pulang larut.
Senyuman menghiasi wajah tampannya saat ia melihat sosok istrinya yang tertidur di sofa ruang tamu, ia yakin pasti istrinya tertidur di saat menunggunya
pulang. Dengan lembut ia membelai pipi Citra, "sayang bangun."
Perlahan Citra mengerjapkan matanya, cukup lama dia terdiam tidak mengatakan apa-apa pada Danang, padahal biasanya ia selalu akan menyambutnya dengan kata-kata
manis hingga rasa lelah akan langsung tak berbekas. Namun tidak untuk malam ini. Istrinya menatapnya dengan pandangan sendu, "kenapa mas tidak datang ke
acara pentas Delisha?"
Danang terlihat begitu terkejut, ia telah kembali melupakan janjinya, "maafkan aku dek, aku lupa," jawab Danang menyesal. Ia meraih jari jemari Citra,
namun dengan cepat Citra menepisnya.
"Kamu kembali melupakan kami mas," tangis Citra pecah tak terbendung, "kamu.. mengabaikan keberadaan kami."
"Demi Allah, aku tidak bermaksud seperti itu. Aku benar-benar lupa."
Citra menggelengkan kepalannya, "kamu selalu lupa tentang kami, tapi kamu tidak pernah melupakan pekerjaanmu. Kamu lebih mementingkan pekerjaanmu di banding
aku dan anak." "Citra jangan kekanak-kanakkan!" tidak terima dituduh seperti itu, bentakkanpun terlontar dari bibir Danang, "aku bekerja banting tulang demi kamu dan
anak-anak. Kamu bilang kamu akan mendukung pekerjaanku membuka jasa travel bersama Ali, tapi kenapa kamu sekarang malah banyak menuntut?"
Citra menatap Danang sendu, "Menuntut apa" Aku hanya meminta waktumu untuk anak-anak tidak lebih."
"Sudah dek, kita akhiri pembicaraan tidak penting ini. Aku cape," Danang meninggalkan Citra begitu saja.
Tubuh Citra luruh jatuh, hatinya benar-benar terasa sesak. Ia tidak sanggup lagi. Biarlah semuanya berakhir sebelum lukanya semakin dalam.
Setelah melaksanakan shalat subuh Citra langsung mendandani Delisha dan memakaikan jaket tebal di tubuh Rayhan.
"Kita mau kemana Umi?" tanya Delisha, tumben uminya sudah menyuruhnya mandi subuh-subuh.
"Kita akan ke Bandung liburan di rumah nenek, seminggu ke depankan Delisha libur."
Delisha langsung berseru senang, "Abi ikutkan Mi?"
Citra menggeleng lemah, "Abi banyak kerjaan jadi tidak bisa ikut," jelas Citra berdusta, "Ayo sayang kita pergi."
Untuk pertama kalinya setelah menempuh biduk rumah tangga selama delapan tahun Citra pergi meninggalkan rumah tanpa pamit dan tanpa ijin dari Danang, hati
kecilnya mengatakan kalau ia tidak boleh melakukan hal ini, tapi kini egolah yang tengah menguasai dirinya.
Bukannya kamu berjanji akan membalas marahku dengan senyuman, dan akupun akan membalas marahmu dengan senyuman.
Jangan sampai marah di lawan marah. Itu katamu. Namun kenyataannya kamu tidak menepati janjimu. Disaat aku marah kamu malah membalas marahku, tak ada senyuman
dan pelukkan sayang seperti dulu.. kamu telah berubah dan sungguh aku tidak suka perubahanmu.
Sebisa mungkin aku berusaha bertahan, namun disaat kamu tak lagi mempedulikan anak-anak, pertahan itu runtuh.. aku tidak bisa berdiri sendiri mempertahankan
ini semua, maafkan aku... Tangan Danang gemetar saat membaca surat itu, seketika rasa sesal memenuhi hatinya. Pekerjaan membuat ia melupakan hak keluarganya akan dirinya. Dunia
telah memperdayakannya hingga ia melupan kewajibannya sebagai seorang suami dan ayah.
?"" Setelah menyelesaikan tugasnya di rumah sakit, Danang langsung pergi ke Bandung untuk menjemput keluarga kecilnya. Ia sungguh merindukan mereka.
Lima jam lebih perjalanan yang harus ia tempuh untuk sampai di kediaman rumah mama Citra di Bandung, meski Citra tidak mengatakan pergi kemana, namun ia
yakin kalau di rumah mamanya lah kini Citra dan putra putrinya berada.
"Assalamualaikum," Danang mengetuk pintu rumah mama Citra, tak lama pintu itu terbuka.
Mama Citra tersenyum ramah menyambut kedatangan danang, "Waalaikumsalam."
Dengan penuh rasa hormat Danang mencium punggung tangan Mama Citra, "Citra ada Ma?"
Mama Citra mengkerutkan keningnya bingung, "Tadi pagi Citra dan anak-anak sudah pulang ke Jakarta bareng Rio, kebetulan Rio ada kerjaan di Jakarta. Apa
Citra tidak memberitahumu?"
Danang menggeleng, setelahnya ia langsung berlutut di kaki mama Citra, "maafkan Danang Ma, Danang telah menyakiti Citra," Danang menangis bersimpuh di
kaki mama Citra. Ia sungguh merasa bersalah karena tidak bisa menjaga amanah yang telah mama Citra titipkan kepadanya.
"Sudah Nang, namanya juga berumah tangga. Pasti ada cobaannya," Mama Citra membelai pucuk kepala Danang.
"Makasih Ma, semoga Danang bisa memperbaiki semuanya."
"Aamiin, kamu istirahat dulu yah jangan langsung pulang ke Jakarta."
Danang menggeleng, "maaf Ma, Danang mau langsung pulang saja. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam, hati-hati yah. Jangan ngebut."
"Iya Ma." ?"" Tepat pukul 10 malam Danang baru sampai di Jakarta, kepalanya benar-benar terasa pusing. Pulang pergi Jakarta-Bandung tanpa istirahat membuat badanya terasa
remuk. Namun rasa pusing dan lelah sirna tak berbekas saat ia melihat sosok istri cantiknya tengah tertidur di sofa ruang tamu.
"Terimakasih banyak sudah kembali pulang," Danang mencium kening Citra, tangannya membelai pucuk kepala Citra.
Perlahan Citra membuka matanya, "Mas sudah pulang?" Ia beranjak dari posisi berbaringnya dan setelahnya tangisnya pecah tak terbendung, "Maafkan aku mas...
aku sungguh minta maaf karena telah pergi tanpa ijin darimu," Citra hendak bersimpuh di kaki Danang. Namun Danang menahan tubuh Citra dan membawa tubuh
Citra kedalam dekapannya.
"Aku yang seharusnya minta maaf. Aku telah mengabaikanmu dan anak-anak. Maafkan aku sayang. Aku sungguh menyesalinya," berulang kali Danang mencium pucuk
kepala Citra seraya mengucapkan kata maaf.
"Jangan pernah abaikan aku dan anak-anak lagi mas," pinta Citra, "sungguh aku tidak ingin kau abaikan."
"Aku tidak akan pernah mengabaikan kalian lagi," janji Danang.
"Makasih Mas, aku sungguh mencintaimu."
"Aku pun sangat mencintaimu," perlahan jarak diantara keduanya mulai terhapus, di saat jarak benar-benar akan terhapus perut Danang berbunyi dengan sangat
kencang hingga membuat jarak kembali tercipta.
Citra menatap Danang dengan khawatir, "Mas belum makan yah?"
Danang menggelengkan kepalanya.
"Dari kapan?" "Semenjak kamu pergi," jawab Danang jujur, selama dua hari ini ia memang tidak pernah makan, hanya air putihlah yang mengisi perutnya.
Citra langsung melepaskan pelukkan Danang, "aku buatkan makanan dulu yah."
Danang menahan tangan Citra, "Aku tidak lapar, dek."
"Tidak lapar tapi kok perutnya bunyi?" tanya Citra, "udah lepasin tangannya biar aku masakkin makanan buat mas."
Akhirnya Danang pun melepaskan tangan Citra, dan Citra langsung berlari ke arah dapur.
"Mas cuma ada mie aja, nggak apa-apa?" tanya Citra dari arah dapur.
Danang beranjak dari duduknya, menghampiri Citra yang tengah berdiri di depan kompor yang sudah di nyalakan, "tidak apa-apa sayang. Apapun yang kamu masak
akan aku makan," lengan Danang melingkar di pinggang Citra.
"Benarkah?" Citra menoleh kearah belakang untuk melihat wajah Danang dan saat itu pula Danang langsung mengecup bibirnya.
Manis, itulah yang Danang rasakan. Sedangkan Citra menunduk malu. Saking malunya ia sampai lupa memasukkan mie kedalam air yang telah mendidih.
"Dek kok mienya nggak di masukkin?" tanya Danang.
"Astagfirullah, mas sih ganggu mulu. Sudah sana tunggu di meja makan!"
"Nggak mau, " Danang mengeratkan pelukkannya, ia sandarkan dagunya di bahu Citra.
Meskipun dalam keadaan kesulitan namun Citra tetap berhasil membuat semangkuk mie instan yang di campur dengan sosis.
Di malam itu setelah melewati hari-hari yang sulit, akhirnya mereka dapat kembali merangkai janji, dan di malam itu untuk pertama kalinya setelah keributan
yang datang menghadang tanpa jera Danang dan Citra berbagi semangkok mie berdua. Sederhana namun manis. Semangkok mie itu seakan menjadi pengobat rindu
bagi keduanya, rindu akan kemanisan memadu kasih dengan kekasih hati.
Special Moment : Berlayar Menjelajahi Samudera [Bag. 1]
Special Moment Berlayar Menjelajahi Samudera
Ulang Tahun Pernikahan Yang Ke 10 [Bag.1]
?"?"?" Danang menyandarkan kepalanya di bahu sempit Citra, matanya fokus menatap ke arah layar laptop yang tengah di pangku istrinya.
"Kenapa judulnya berubah lagi, Dek?"
Jari jemari Citra yang asik menari di atas keyboard langsung berhenti, ia menoleh ke samping kanan. Memberikan senyuman terbaik pada suaminya tercinta.
Tinggal beberapa hari lagi genap sepuluh tahun Danang merajut kisah manis, asam dan pahit bersama istrinya tercinta. Ia sudah sangat mengerti apa arti
dari senyuman yang terbit di wajah cantik istrinya.
"Kenapa tidak diselesaikan dulu yang kemarin" Bukannya kata kamu udah di tagih terus sama pihak editor?" Danang mengangkat kepalanya dari bahu Citra. Ia
mengambil alih laptop yang ada di pangkuan Citra. Laptop kini berada dalam kekuasaannya.
"Idenya tiba-tiba mecet, mas."
"Kok bisa?" Citra hanya mengangkat bahunya. Setelahnya, gantian dia yang menyandarkan kepalanya di bahu Danang. Ia memperhatikan jari jemari Danang yang tengah merapikan
hasil tulisannya. Setelah dirasa rapi Danang menyimpan hasil tulisannya di dalam Folder Karya Cinta Kekasih Halalku, dan di save dengan judul Cintaku Hanya
akan Berlabuh pada-Mu. "Mas." "Hmm," Danang menolehkan kepalanya ke arah Citra yang tersenyum manis.
"Mas kita liburan yuk! Aku mau ambil cuti minggu depan. Mas juga ambil cuti yah," Citra memasang wajah memohon.
"Aku nggak bisa dek. Minggu depan aku ada tugas penting."
"Sepenting apa" Lebih penting aku apa lebih penting tugas itu?"
Danang terkekeh, "tentu jauh lebih penting kamu, sayang."
Citra kembali tersenyum. Meski sudah hampir sepuluh tahun Danang selalu memanggilnya sayang panggilan itu tetap selalu membuat hatinya berbunga-bunga.
"Tapi maaf aku tetap tidak bisa meninggalkan tugas penting itu."
Citra kembali memberengut kesal. Rasanya kesal sekali. Sudah terbang tinggi hingga mencapai langit namun tidak lama kembali jatuh hingga ke dasar bumi.
Citra beringsut menjauh. Namun, tidak bisa terlalu jauh karena dengan cepat Danang merangkul bahunya.
"Jangan marah, dek."
"Mas lupa minggu depan itu tanggal berapa?" Citra bertanya ketus. Matanya mendelik marah.
Danang diam sejenak, memperhatikan wajah cantik istrinya yang tengah merajuk. Tidak lama setelahnya ia mengecup pipi istrinya, "Tentu aku tidak lupa. Minggu
depan tanggal 23 Febuari, di tanggal itu akad pernikahan kita berlangsung, di tanggal itu aku berjanji pada Allah kalau aku akan menjadi imam yang baik
untukmu, di tanggal itu aku berjanji kepada kedua orang tuamu kalau aku akan membahagiakanmu dan melindungimu, dan di tanggal itu juga pertemuan pertama
kita, kamu duduk di atas ranjang pengantin seraya menundukkan kepala hingga aku sulit untuk melihat wajah cantikmu."
Wajah Citra bersemu merah. Manatap suaminya malu-malu. Ia sungguh tidak menyangka kalau suaminya tercinta masih mengingatnya secara detail.
"Aku merekam semuanya, dek. Setiap detiknya yang terjadi di hari itu aku mengingatnya dengan baik. Bahkan aku masih ingat pada hari itu aku berulang kali
bertanya pada Allah. Kenapa Dia menjodohkan aku denganmu" Apa jodohku telah tertukar" Pertanyaan itu memang tidak langsung Allah jawab di hari itu, membuat
hatiku gundah gulana. Namun, perlahan di saat hari demi hari berlalu menjadi minggu, minggu terangkai menjadi bulan dan bulan berlalu menjadi tahun akhirnya
Allah menjawab pertanyaanku. Jodohku tidak" tertukar karena jodoh tak mungkin tertukar. Apa yang aku inginkan ada di diri pasanganku sekarang ada semuanya
padamu. Aku sungguh mencintaimu, sayang."
Mata Citra berkaca-kaca. Setiap kalimat yang di ucapkan Danang sungguh membuat hatinya tersentuh. Selama ini Danang jarang mengukir kalimat indah tentang
cinta untuknya, namun sekalinya rangkaian kalimat cinta itu terucap, rangakain kalimatnya berhasil membuat dirinya ingin menangis.
Rasa kesal dan marah yang menyelimuti hati Citra seketika menguap hingga tidak tersisa sedikitpun. Citra berhambur memeluk Danang seraya terisak pelan.
Kata cinta berulang kali Citra ucapkan disela isak tangisnya.
*** "Menulis adalah salah satu cara terbaik menyebarkan pemahaman. Kita bicara, hanya puluhan atau ratusan orang saja yang bisa mendengar. Kemudian hilang
di telan waktu. Tapi tulisan, buku-buku, bisa dibaca oleh lebih banyak lagi. Satu buku bisa di pinjam dan di baca berkali-kali oleh orang yang berbeda,
apalagi ribuan buku. Dan jangan lupakan, buku bisa abadi. Terus diwariskan, di cetak kembali. Itu sangat efektif untuk membagikan pemahaman baik," kalimat
dalam novel Rindu karya Tere Liye, itulah kalimat yang Danang ucapkan pada Citra tiga tahun lalu saat membujuk Citra agar mau menerbitkan karyanya yang
tidak sengaja Danang baca.
Hari itu laptop Danang rusak tersiram air oleh Rayhan. Ia meminjam laptop istrinya dan di dalam laptop istrinya ia menemukan folder dengan nama Coretan
Sang Pemimpi, tanpa sepengetahuan istrinya ia membuka folder itu. Isi folder itu membuat Danang banyak tersenyum, ada sepuluh novel dengan banyak halaman
yang rata-rata 100 sampai 200 halaman, dan puluhan cerita pendek. Awalnya ia kira itu mungkin ebook yang istrinya download namun saat ia membaca nama penulis
di pojok kiri yang di tulis di setiap akhir cerita akhirnya ia tahu kalau itu karya istrinya. Selama satu bulan ia membaca semua novel karya istrinya.
"Sayang," sudah saatnya ia memberitahu kalau selama satu bulan ini ia membaca novel karya istrinya.
Citra yang kala itu sedang sibuk menyuapi Rayhan yang sangat susah kalau di suruh makan, menengok sekilas ke arah Danang yang tengah duduk di atas sofa
seraya memangku laptop miliknya.
"Kemarilah! Ada yang ingin aku bicarakan."
"Dikunyah yah sayang," pinta Citra kepada Rayhan sebelum menghampiri Danang.
Ia duduk tepat di samping Danang.
"Ada apa mas?" Mata Citra masih memperhatikan Rayhan yang duduk di samping Delisha yang tengah mewarnai gambar gunung dan pohon-pohon, "Di kunyah, sayang,"
Citra kembali mengingatkan putra bungsunya yang sangat sekali sulit kalau di suruh makan.
"Dek." "Iya. Ada apa mas?" Citra mengerutkan keningnya saat melihat apa yang kini terpampang di layar laptopnya, "mas baca itu?"
Danang mengangguk, "sejak kapan kamu suka menulis?"
"Sejak bisa membaca."
"Aku tanya serius. Jawab yang serius."
"Jawabanku malah duarius," Citra terkekeh geli, "kenapa" Jelek yah ceritanya?"
"Bagus." "Masa" Sebagus apa" Apa lebih bagus dari pada karya Tere Liye, Asma Nadia, Habiburrahman El Shirazy atau lebih bagus di bandingkan dengan karya Sibel Eraslan?"
Danang langsung tertawa. Ia yakin kalau pertanyaan istrinya tidak serius. Tentulah karya" istrinya tidak bisa di bandingkan dengan karya para penulis hebat
itu yang sudah memakan manis, pahit, getirnya dunia kepenulisan.
"Rayhan sayang, di kunyah nasinya!" Untuk ketiga kalinya Citra mengingatkan Rayhan yang masih juga belum menelan makanan yang ada di dalam mulutnya. Satu
suapan bisa memakan waktu sampai tiga menit kalau Citra tidak terus mengingatkan Rayhan untuk mengunyah makanannya. Kesabaran Citra di uji setiap kali
datang waktunya Rayhan untuk makan. Namun Citra menikmatinya, tidak sekalipun ia marah.
"Mau kemana?" "Bentar mas. Nyuapin Rayhan dulu," Citra langsung kembali menghampiri Rayhan yang sudah dapat menelan makannya, "dikunya yah."
Rayhan yang saat itu masih berumur empat tahun mengangguk patuh, tapi tetap saja meski ia mengangguk mulutnya tetap malas untuk mengunyah.
Citra kembali duduk di samping Danang. Matanya membaca beberapa kalimat yang terpampang jelas di layar laptopnya.
"Kamu tidak ada niatan untuk mengirim ini ke penerbit?"
"Dulu saat SMA aku sudah coba mengirimnya ke pihak penerbit. Tapi tidak ada tanggapan. Hampir sepuluh penerbit yang aku coba tidak ada satupun yang menerimanya."
Danang merangkul bahu Citra, "Kita coba lagi yah kirim."
Citra menggeleng, "tidak usah mas. Cukup aku yang menulis dan mas yang membaca. Romantiskan?"
Lagi-lagi Danang tertawa, "Itu memang romantis, malah sangat romantis. Namun sayang kalau hanya aku yang membacanya. Ilmu yang ada di dalamnya hanya akan
sampai pada diriku saja. Ingatkah kamu akan novel Rindu karya Tere Liye yang beberapa bulan lalu kamu baca."
Citra mengangguk, tentu ia ingat. Novel itu sangat bagus. Apa yang dulu neneknya ceritakan tentang menunaikan ibadah haji dengan kapal laut terangakai
indah dalam bentuk tulisan milik karya Tere Liye. Saat membacanya ia seakan dibawa kembali kepada jaman penjajahan, dimana belum ada pesawat terbang hingga
para pecinta Allah yang ingin menunaikan rukun islam yang kelima harus menyeberangi lautan luas untuk sampai di kota Jedah.
"Kita coba kirim yang ini yah," Danang memperlihatkan file yang berjudul Bahagia Itu Mudah, "niatkan semuanya karena Allah, Dek. Semoga ada salah satu


Jodoh Tak Mungkin Tertukar Karya Unknown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

penerbit yang tertarik."
Citra terdiam, dulu saat menulis dan berharap tulisannya naik cetak alasannya bukan karena Allah tapi karena ia berharap pujian dari orang sekitarnya.
Mungkin karena itu juga semua karyanya yang di kirimkan ke penerbit tidak pernah lolos seleksi. Semuanya jauh dari Allah. Terlalu erat berhubungan dengan
kebahagian dunia semata. "Bagaimana dek" Apa boleh aku kirimkan karyamu ini ke pihak penerbit?"
"Bila memang menurut mas tulisan itu baik untukku dan baik bagi orang yang kelak membacanya kirimkan saja."
Citra takut kalau tulisannya akan memberatkannya kelak di saat perjumpaannya dengan Allah. Oleh karena itu selama ini ia hanya berani menulis tanpa berani
membaginya pada orang lain.
"Insya Allah tulisanmu baik untukmu dan untuk orang lain yang membacanya."
Esoknya Danang langsung mengirinkan naskah itu ke lima" penerbit sekaligus.
Tiga bulan kemudian satu persatu para penerbit memberikan kabar dan semua kabarnya tidak menyenangkan.
"Tidak apa-apa, Mas. Dari dulu aku sudah terbiasa di tolak penerbit. Kitakan mengirimkannya karena Allah, kalau belum di terima itu berarti yang terbaik
untuk karyaku." "Kita coba kirim lagi yah, dek."
Danang belum menyerah. Sudah lebih dari sepuluh penerbit menolak tulisan Citra, namun Danang tidak putus asa. Akhirnya ia memutuskan mengirimkan naskah istrinya ketiga peberbit
lain yang belum ia coba. "Mas yakin mau kirim naskah aku kesana. Penerbit biasa aja nolak. Apa lagi tiga penerbit itu?"
"Yakin," jawab Danang mantap, "Kalau tiga penerbit ini pun menolak. Kita Self publishing."
Sebenarnya pemilihan Self Publishing memang sudah Danang pikirkan saat penolakkan silih berganti datang. Namun ia simpan pilihan itu di pilihan terakhir.
Allah Maha Melihat. Setiap usaha yang dilakukan hambanya dalam melakukan sesuatu tidak akan ada yang luput dari perhatian-Nya. Enam bulan lamanya menunggu,
malah Citra dan Danang sudah mempersiapkan untuk self publishing kabar penerimaan datang dari salah satu" penerbit yang menjadi harapan terakhir Citra
dan Danang. "Beneran naskahku di terima, mas?" Citra bertanya. Tidak percaya saat membaca email masuk yang isinya tentang pemberitahuan kalau naskahnya di terima.
Perjuangan dan kesabaran berujung manis.
Dan setelah itu, resmi sudah Citra memiliki dua profesi. Sebagai Dokter dan penulis. Tiga tahun berlalu sudah empat karyanya yang telah di bukukan. Walaupun
tidak best seller namun itu sudah cukup baginya untuk membagikan sebuah pemahaman yang baik untuk para pembacanya yang setia menunggu setiap karyanya.
Insan Tanpa Wajah 1 Sang Penandai Karya Tere Liye Golok Halilintar 11
^