Pencarian

A Little White Lie 3

A Little White Lie Karya Titish Ak Bagian 3


dan menggeleng-geleng kecewa. Beginilah nggak enaknya telepon paralel. Aku langsung menjauhi void dan
kembali duduk di sofa. "Siapa sih, Cha" Dan apa maksudnya cuma Andra?"
Andra langsung protes begitu mendengar kata-kataku
barusan. "Sori, Ndra! Masku yang rese nguping pembicaraan
kita! Ng... gini aja deh, kerjaan udah beres kok, rinciannya ntar ku-SMS aja ya?"
"Terserah deh! Sebenernya aku bela-belain telepon
karena ada hal penting lain yang mau aku omongin.
Tapi" ya udah. Besok ajalah!" jawab Andra. Hal
penting" Kok kayaknya aku juga punya hal penting
yang harus diomongin ke Andra"
"Eh, Ndra?" "Ya?" 001/I/13 185 Aku memang ingat ada hal penting, tapi hal penting
itu apa, aku bener-bener lupa.
"Ng... nggak jadi. Aku lupa mau ngomong apa.
Ntar kalo aku inget, aku pasti SMS juga kok!" Aku
masih memijat-mijat keningku, mencoba mengingatingat tapi tetep aja nggak bisa ingat.
"Oke! Aku tunggu SMS-nya ya, Cha! Good work, girl!
Seneng bisa punya anak buah kayak kamu. Besok
kalo ini udah kelar, kita makan-makan bareng ya?"
"Kamu yang traktir, kan?" tanyaku.
"Beres! Ya udah. Bye Cha! Nite!"
"Nite!" Tuuut" Aku meletakkan telepon itu ke tempatnya. Andra
mau ngomong hal penting apa ya" Tumben itu anak
rada serius. Aku sibuk melamun dan nggak menyadari tiba-tiba
Mas Ardhi sudah ada di sebelahku. Melihat Mas Ardhi,
rasa kesalku karena kelakuannya tadi mulai timbul.
"Mas Ardhi udah keterlaluan! Nggak etis namanya,
Mas, nguping pembicaraan kayak tadi!" kataku ketus.
"Itu cowok kacang yang dulu itu ya, Cha?"
Mas Ardhi diomelin kok malah nanya aneh-aneh
gini sih! Pengin mengalihkan pembicaraan atau apa"
Lagian kok cowok kacang"
"Cowok kacang apaan?" tanyaku heran.
"Cowok yang bisa bikin kamu stres nyampe kamu
ngitung-ngitung kacang nggak keruan kapan itu lho?"
Oh, dia" "Oh, bukan kok!" jawabku pelan.
"Cowok lain?" tanya Mas Ardhi lagi. Aku cuma mengangguk lemah.
001/I/13 186 * * * Setelah lapor ke Andra soal rincian kerjaanku siang
tadi lewat SMS, aku berbaring di tempat tidur dan
menatap langit-langit kamar, melamun.
Cowok kacang" Jelek banget sih istilahnya" Kalau
nggak inget resenya Mas Ardhi, mungkin sekarang aku
udah cerita ke Mas Ardhi soal cowok kacang itu. Cowok
itu bukan Andra, Mas! Baru semalem aku nggak SMSan sama cowok itu, tapi aku udah kangeeeen banget.
Sedihnya lagi, cowok itu kayaknya baru marah sama
aku, Mas! Tapi bukan salah dia, dia jadi marah kayak
gini. Ini semua jelas salahku, selama ini udah bohongin
dia. Mungkin dia begini gara-gara udah mencium gelagat
kebohonganku kali ya" Aku sendiri sampe sekarang
nggak tahu kenapa aku mesti bohongin dia kayak gini.
Firasatku sih, kali ini dia nggak akan mau kenal aku
lagi. Drrrt" drrrt" drrrt" A lot of fun" A lot of fun to be
had" Drrrt" drrrt" drrrt" But over do it" And end
up in the rehab" Drrrt" drrrt" drrrt"
-aDiT jUeLeX!!Mlm, Yu! Gi ap" Sorrry bgt kmrn g bls. Plsa
abs. Brusan bli neh. G bs bwt qrim mms" Kq
bs" Yasud, qrim ftomu ke imelku aj gt,
datditdut_dhuer@yahoo.com. Imel bru neh, bis
bkin acc FS br gt, yg lma full. Ak tnggu km ngadd ato qrim fto, key"
Firasat seorang Ocha ternyata bisa keliru juga. Adit
001/I/13 187 nggak marah kok! Harusnya dia tahu aku bohong
nggak mau kirim foto segala, kenapa dia masih baik"
Sori, kali ini aku yang nggak bales SMS-mu, Dit! Aku
nggak sanggup ngebohongin kamu lagi.
001/I/13 188 TIGA BELAS S IAL!! Semaleman mikir hal penting apa yang harus
aku omongin ke Andra, kenapa baru inget sekarang, di
saat pelajaran sejarah yang kayaknya nggak bakal selesaiselesai ini" Pokoknya bel istirahat kedua, aku harus
langsung lari ke kelas Andra. Segera! Sebelum terlambat!
Treeet" Treeet" Treeet"
Yippie!! Meskipun Bu Hani belum mengizinkan kami keluar,
aku nggak peduli dan segera keluar dari kelas dan menuju kelas Andra di dekat ruang guru.
Pintu kelasnya masih tertutup. Rupanya kelas Andra
juga belum beristirahat. Siip, berarti Andra masih di
dalam kelasnya. Begitu pintu dibuka, murid pertama
yang keluar, meskipun aku sama sekali nggak kenal,
langsung kutanyai. "Andra ada nggak" Tolong panggilin dong!" pintaku
tergesa-gesa. 001/I/13 189 "Oh, Andra-nya izin dari jam kelima tadi tuh! Nggak
tahu ke mana, tapi mau ngurus publikasi katanya."
Waduh, dia pasti udah ke percetakan.
"Ya udah, makasih ya!" kataku sambil segera berlari
ke arah kelas X1-2. Sesampainya di depan kelas Riska, kelas juga masih
tertutup. Begitu pintu dibuka, murid pertama yang keluar
juga langsung aku tanyai. Sayangnya, saking terburuburunya aku nggak menyadari murid pertama yang
keluar dari kelas itu Adit.
"Riska ada nggak" Dit" Tolong" tolong panggilin
ya?" tanyaku gugup. Adit yang kaget, begitu keluar langsung ditanyai begitu
olehku, cuma memandangku heran. Tapi dia segera masuk dan berteriak"
"Ris, dicariin nih! Masuk aja tuh!" kata Adit mempersilakanku masuk kelasnya. Aku mengangguk-angguk dengan gugup sementara Adit pergi entah ke mana. Gimana
nggak gugup" Itu tadi kontak langsungku dengan Adit,
setelah sekian lama nggak. Terakhir kali aku bisa sedekat
itu dengan dia, mmm" kapan ya" Tuh kan... sampe
nggak inget saking udah lamanya.
"OCHA!! TUMBEN MAEN KE KELASKU?" KENAPA
NYARIIN?"" Riska yang masih duduk di bangkunya
langsung berteriak-teriak seperti biasa begitu melihatku.
Aku segera menghampirinya dan duduk di sebelahnya.
"Ris, ngomong pelan aja ya?"
"Oh, sori, Cha! Lupa! Kenapa" Kok kayaknya penting
banget?" Beberapa murid di kelas itu kulihat sedang
sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Saat itu
juga aku melihat Adit masuk dan duduk di bangkunya
001/I/13 190 yang ternyata berada di belakang bangku Riska. Aduh"
Padahal aku mau nanyain masalah Andra! Kalau dia
nanti salah sangka" Halah, kayak dia peduli aja!
"Kamu tahu Andra ke mana, nggak?" bisikku.
"Oh, dia kan ke percetakan!"
"Waduh! Mmm, tahu percetakannya di mana?"
"Tahu sih! Di deket rumahku soalnya, daerah Timoho.
Kenapa?" "Tolong gambarin denahnya dong, Ris! Aku perlu
banget ngomong sama Andra!"
"Kalau cuma mau ngomong kenapa nggak telepon
dia aja?" Oh, iya ya. Bego! Saking paniknya aku malah mikir
kejauhan. Aku sibuk merogoh-rogoh sakuku, mencari
handphone, tapi baru ingat kalau aku meninggalkannya
di kelas. "Eh, kamu kan nggak punya HP ya, Cha" Ya udah,
aku pinjemin HP-ku sini! Kok kayaknya keperluanmu
penting banget!" Sekarang gantian Riska yang merogohrogoh sakunya. Sementara aku tertegun, baru ingat dulu
aku ngaku ke Riska bahwa aku nggak punya handphone.
"Eh, baru inget ding, Cha! Pulsaku limit banget!
Buat missed call aja udah diomelin sama mbakmbaknya itu lho" Gimana dong" Sori, ya?"
"Nggak apa-apa, Ris! Aku?" Aku baru mau bilang
mau pamit dari kelas itu dan mencoba menelepon
Andra di telepon koin dekat Laboratorium Fisika tapi
Riska sudah memotongku lagi.
"Oh ya, pinjem Adit aja! Ya, Dit" Boleh kan pinjem
HP-mu" Kasihan tuh, kayaknya Ocha perlu banget ngomong sama Andra!" kata Riska sambil menoleh ke belakang, ke arah Adit yang sedang sibuk menulis sesuatu.
001/I/13 191 "Eh, nggak usah! Aku?"
"Nggak, apa-apa. Pulsaku masih banyak kok!" potong
Adit cepat. Aku cuma melongo. Heran, kenapa Adit bisa
sebaik itu! Mungkin dia memang terlihat cuek dan dingin
kalau sama anak-anak luar kelas yang nggak begitu dia
kenal. Tapi orang-orang yang sekelas dengannya, kayaknya nggak segan minta tolong ke dia. Buktinya ya Riska
tadi. "Nih?" Adit mengulurkan handphone-nya ke arahku.
Aku agak gemetaran menerimanya. Handphone itu handphone yang dia gunakan tiap malam buat SMS aku.
Dan begitu melihat wallpaper-nya, aku tertegun lagi.
Dia memakai wallpaper fotonya sendiri yang sama dengan fotonya yang dia kirim ke aku. Dan sekarang aku
memakai handphone-nya untuk menelepon cowok lain
tapi sebenernya demi kepentingan yang ada hubungannya
sama Adit juga sih. "Mmm" Aku pinjem agak jauhan" Boleh?" tanyaku
takut-takut. Bukannya mau ngomongin macem-macem
sama Andra, tapi yang mau aku omongin ini kan ada
hubungannya sama Adit dan kebohonganku ke Riska.
Jadi mau nggak mau aku mesti jauh-jauh dari mereka
berdua. "Nggak apa-apa. Sana gih, ngomongnya ngumpetngumpet! Jauh-jauh juga boleh! Yang namanya privasi
kan hak asasi manusia!"
Aku tertegun lagi dengan nada suara Adit barusan.
Kok sekarang jadi agak ketus dan kesannya" mmm,
cemburu" Ha ha ha, Ocha, Ocha! Pengharapan semu!
Aku segera menjauh dan berdiri di dekat jendela
sambil memencet-mencet nomor Andra yang untung
001/I/13 192 sudah aku hafal sehingga nggak perlu mencari lagi
dari phone book handphone.
"Halo." "Heh, Andra" Ocha nih!" bisikku di handphone itu.
"Oh, Ocha! Kirain siapa! HP siapa nih" Kok bukan
nomor yang biasa?" Good news nih! Nomor Adit nggak
ada di phone book Andra. Anggap aja ini berarti Adit
nggak kenal deket sama Andra.
"Pake punya Adit. Sekarang aku lagi di kelasnya."
"Lho, kok bisa pake HP-nya Adit" Lagian kamu ngapain sih bisik-bisik" Ngomong biasa aja kenapa?"
"Ah, udah deh nggak usah bahas itu, nggak penting!
Ndra, selebaran udah kamu masukin ke percetakan belum?"
"Bentar lagi, baru mau ketemu orang percetakannya.
Kenapa?" "Siip! Ndra, waktu kamu telepon tadi malem itu kan
aku bilang ada hal penting yang mau aku omongin.
Nah, sekarang aku udah inget!"
"Apa?" "Waktu aku ke radio-radio, nomor contact personnya kuganti jadi nomornya Riska, tapi satunya lagi
pake nomormu. Bukan nomorku! Sori, aku baru bilang
sekarang, Ndra! Terus yang buat selebaran juga diganti
pake nomornya Riska sama nomormu aja ya" Please,
Ndra!" "Emang kenapa sih, Cha" Kamu males berhubungan
sama orang-orang yang pada ngedaftar atau gimana?"
"Nggak gitu, Ndra! Aduh, pokoknya jangan pake nomor HP-ku! Ya, Ndra" Kamu boleh minta apa aja deh
asal kamu ngabulin permintaanku yang satu ini. Please!!"
001/I/13 193 "Oke! Biar yang ngedaftar ngehubungi aku sama
Riska aja. Kamu nggak usah ngapa-ngapain. Puas?"
"Duh, kok ngomongnya gitu sih, Ndra! Dijamin alasanku kuat kok! Tapi aku nggak bisa bilang."
"Kamu itu kenapa sih, Cha" Malah jadi penasaran?"
"Kan tadi aku udah bilang kalo nggak bisa bilang.
Halah, jadi ribet kan ngomongnya. Pokoknya gitu deh!
Nggak apa-apa ya, Ndra?"
"Tapi kamu udah janji aku boleh minta apa aja dari
kamu. Kamu harus penuhin itu, oke?"
Hah" Kan aku tadi bilang gitu cuma buat bujuk-bujuk aja. Kenapa dia nanggepinnya serius"
"Emang kamu mau minta apa, Ndra?"
"Aku ntar habis dari percetakan langsung ke sekolah
lagi kok! Pulang sekolah kamu jangan ke mana-mana,
ya" Kamu nungguin aku di kelasmu aja! Ntar aku
omongin langsung ke kamu kok! Tadi malem aku telepon
kamu juga mau ngomongin ini, tapi setelah aku pikirpikir, nggak enak ah masalah serius gini diomongin lewat telepon! Aku malu!"
Idih, emang Andra mau minta apa kok mesti malumalu segala"
"Mmm" oke! Apa pun yang kamu minta itu ntar aku
usahain deh! Tapi bener kan kamu nggak jadi pake nomor HP-ku" Bener lho, ya?"
"Iya, iya!" "Thanks banget ya, Ndra! Kamu cowok paling baik di
dunia deh, Ndra! Mmuach mmuach deh pokoknya!
Bye, Ndra!" "Bye, Cha!" Tiit" Sambungan telepon aku putuskan dan nomor
001/I/13 194 Andra langsung aku hapus dari handphone Adit. Begitu
aku berbalik, kulihat Adit sedang memandangku dengan
aneh tapi langsung mengalihkan pandangannya begitu
aku tahu dia sedang memerhatikanku. Jangan-jangan
dia mendengar percakapanku barusan" Apalagi bagian


A Little White Lie Karya Titish Ak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terakhirnya. "Kamu cowok paling baik di dunia deh,
Ndra! Mmuach mmuach deh pokoknya!" Ini sih sama
aja gali lubang tutup lubang. Masalah nomor handphoneku nggak ketahuan Adit beres, tapi masalah dugaan
aku jadian sama Andra bisa makin parah! Ah, bodo!
"Ng... Dit! Makasih ya! Sori tadi makenya agak
lama. Nggak usah diganti kan pulsanya?"
"Ah, nggak usah! Nggak apa-apa! Biasa kan cewekcowok kalo telepon-teleponan suka lama!" kata Adit ketus.
Lagi" Maksud Adit apaan sih dari tadi kok main ketus
gini" Sebenernya kalau cuma ketus-ketusan sih aku juga
bisa! Tapi berhubung habis pinjem HP dan nggak mau
dibilang sebagai orang yang nggak tahu terima kasih,
otomatis aku nggak bisa bales keketusannya itu.
"Makasih ya, Dit! Balik dulu ya, Ris! Dadah"," kataku
kemudian sambil berjalan ke luar kelas itu dengan langkah lunglai.
*** "Dari mana, Cha" Kok lesu gitu" Mau istirahat tadi kamu juga langsung lari-lari. Habis dari mana sih?" tanya
Pia begitu melihatku memasuki kelas.
"Dari nyariin Andra!" kataku sambil duduk di sebelahnya dan merebahkan kepalaku di meja.
001/I/13 195 "O"," katanya dengan nada aneh.
"O apanya?" tanyaku heran.
"Ah, nggak apa-apa!" jawab Pia dengan nada yang
masih aneh. "Cha, ntar pulsek temenin ke KK yuk! Aku mau pinjem
banyak komik nih! Mumpung besok hari Minggu!"
ajak Pia kemudian. "Mmm" Kalo ntar pulsek, aku nggak bisa. Udah ada
janji." "Janjian sama siapa?"
"Sama Andra." "O?" "Kamu apaan sih, Pi" Dari tadi O-a-o terus!" tanyaku
jengkel. "Nggak apa-apa! Seneng aja temenku baru ada yang
lagi di-pedekate-in."
"Siapa" Jangan bilang aku sama Andra ya!"
"Ya, iya! Siapa lagi" Kamu kok nggak suka cerita soal
Andra sih, Cha! Kalau kamu lagi deket, sebagai sahabatmu kan aku harusnya tau!"
"Aku nggak ada apa-apa sama Andra, Pi!" bantahku.
"Tapi kayaknya Andra suka sama kamu deh, Cha!"
"Sok tahu! Ya nggak lah!" Tiba-tiba aku teringat
permintaan Andra tadi waktu aku minta dia batalin
pake nomor handphone-ku di selebaran. Jangan-jangan
masalah serius yang Andra maksud ada hubungannya
dengan yang barusan Pia bilang. Dia bilang malu kalo
ngomong lewat telepon! Mungkinkah permintaan yang
dia maksud itu, misalnya" mmm, minta aku jadi ceweknya"
001/I/13 196 "Kalaupun Andra suka aku, aku kan nggak suka dia,
Pi! Itu udah cukup," tambahku lagi.
"Cha, kalo aku lihat ya, kalian itu baru kenal, tapi
dalam sekejap langsung bisa dekeeet banget. Menurutku
itu karena kalian cocok, Cha! Meskipun kamu belum
suka dia, kenapa nggak dicoba aja" Toh habis Mas
Bintang kamu nggak pernah suka siapa-siapa lagi,
kan?" "Kamu nggak usah sok tahu, Pi! Siapa bilang habis
Mas Bintang aku nggak suka siapa-siapa lagi?" jawabku
dengan suara bergetar. "Emang siapa" Kamu nggak pernah cerita ke aku
kok!" Aku menoleh ke arah Pia yang juga menoleh ke arahku. Pia kaget begitu melihat ada setitik air mata di sudut mataku.
"Sori, Pi! Aku nggak bisa cerita ke kamu sekarang.
Bukannya aku nggak anggap kamu sahabatku, tapi"
Aku sendiri juga belum yakin sama perasaanku. Kamu
sabar ya, Pi! Suatu saat aku pasti cerita kok!"
Pia mengangguk-angguk dan menepuk-nepuk tanganku
dengan lembut. "Udah ah, Pi! Kita kok jadi mellow gini sih" Males
banget deh! Telenovela abis!"
*** Surprise!!! Ternyata Andra minta dicomblangin sama
Riska! Huu" kirain apaan! Kata Andra, cewek feminin
itu tipenya banget tapi dia anti banget sama cewek
jaim. Jadi begitu tahu ada cewek macem Riska, Andra
001/I/13 197 langsung merasa "She"s the one". Cewek kayak Riska
memang nggak ada duanya Dan begitu denger permintaannya itu, perasaanku bener-bener campur aduk.
1. Sebel Gimana nggak nyebelin" Udah nungguin lumayan
lama plus waswas gara-gara mikirin kata-kata yang
sopan buat nolak dia, begitu dateng, dia masih sok malumalu dan sebentar-sebentar, "Nganu, Cha! Nganu!"
Kalau aku nggak pura-pura ngambek dan sok mau
ninggalin dia tadi siang, gara-gara udah lumutan
nungguin Andra berhenti ngomong "Nganu-nganu"
kayak kaset rusak, mungkin sampai saat ini Andra
belum mau bilang juga apa permintaannya itu.
2. Geli Beneran deh, begitu tahu apa permintaan Andra,
rasanya aku pengin ketawa sekeras-kerasnya. Mau ngomong gitu aja susahnya a"udzubilah. Ternyata Andra
itu orangnya pemalu juga ya" Pokoknya lucu banget
deh lihat mukanya merah banget sambil ngomong
"nganu-nganu" terus gitu.
3. Nyesel Nyesel banget udah nangis-nangis segala sama Pia
tadi siang. Eh, ternyata Andra malah minta bantuan
dicomblangin! Tapi kenapa Andra minta tolong ke aku
ya" Aku bisa apa supaya mereka jadi deket" Sekelas
sama Riska aja nggak! 4. Plong Lega rasanya nggak usah nolak-nolak orang. Akunya
yang ke-GR-an aja, kali! Gara-gara Pia juga sih, aku
jadi kepikiran Andra bakal nembak aku.
001/I/13 198 5. Kecewa Tapi cuma suedikit buanget kok. Soalnya dalam lubuk
hatiku terdalam, aku sempat mikir, "Boleh juga Andra
jadi cadangan kalau aku nggak jadi sama Adit." He he
he" Oh ya, apa tadi aku dengan terang-terangan nyinggung soal Adit" Yup, gara-gara kejadian ini juga perasaanku yang nomor enam muncul, malahan ini yang paling
penting! Yaitu" 6. BERSYUKUR!!! Gara-gara Andra, mata dan hatiku bener-bener terbuka
dan sadar bahwa aku memang suka Adit. Kurang keras,
ha" AKU SUKA ADIT!! Nah, puas kan sekarang" He
he" Mulai sekarang aku nggak akan mengingkari perasaan ini lagi. Yah, meskipun untuk bilang ke Adit kalau aku ini Ayu ataupun sekadar cerita ke Pia aku
masih belum berani sih. Tapi namanya orang hidup
kan penuh dengan tahapan-tahapan. Untuk tahap pertama, yang penting saat ini aku cukup nggak bohongin
diri sendiri dulu. Masalah Ayu dan bohong ke Adit itu,
pikirin besok-besok aja deh!
Waktu ngeliat Adit untuk pertama kali di lapangan
basket itu, aku tahu sebenernya aku tertarik. Tapi aku
mengingkarinya karena kalau aku juga suka sama Adit,
berarti aku nggak beda sama cewek-cewek di sekolahku.
Aku nggak mau disamain kayak mereka (meski sebenernya aku memang sama dengan mereka) dan karenanya aku berusaha menentang kata hatiku sendiri. Tapi
sejauh apa pun berusaha biar nggak suka sama Adit,
aku tetep nggak bisa lari. Sepertinya udah jadi takdir
aku harus suka sama dia. I was born to love him.
Duile, bahasanya kok jadi males banget gini...
001/I/13 199 Aku suka dia yang sering nyebelin tapi kadangkadang juga baik banget. Dia yang cool dan sok cuek
tapi di sisi lain juga bawel dan galak. Aku suka ngeliat
dia melet-melet ke arahku. Aku kangen bisa meletmeletan lagi sama dia"
Drrrt" drrrt" drrrt" A lot of fun" A lot of fun to
be had" Drrrt" drrrt" drrrt" But over do it" And
end up in the rehab" Drrrt" drrrt" drrrt"
Aku juga suka perasaanku waktu dengerin ringtone
ini karena ada harapan ini SMS dari Adit.
-aDiT jUeLeX!!Aku paling suka perasaanku waktu baca namanya di
layar handphone-ku. Mlm, Yu! Kq g bls SMS-ku kmrn s" But it"s ok,
I have a good news 4u ato bad news 4u, ak
blm tau! Bsk ak tngguin km d dpn Mtram sblm
jm3. Qta nnton, key" Ak g mksa km dtng n g
prlu jwbn SMS ini, tp ak pngn km tau, ak g bkal
plng sblm km dtng =) Tapi aku nggak suka" paliiiiing nggak suka kalau dia
ngirim SMS kayak gini! Soalnya aku bener-bener nggak
tahu mesti gimana! Aku mesti gimana, Dit"
001/I/13 200 EMPAT BELAS D I perempatan Gramedia, aku melirik arloji biru yang
melilit erat pergelangan tangan kiriku. Jam tiga lewat
sepuluh menit. Memang terlambat dari waktu yang dijanjikan tapi Adit udah janji nggak akan pulang sampai
aku datang, dan itu berarti aku belum terlambat untuk ngaku semuanya soal SMS selama ini, bahwa Ayu
itu Ocha dan Ocha itu ya Ayu. Dan kalau dia tanya
kenapa aku mesti bohong-bohong segala, aku akan
jawab, "Karena aku suka kamu, Dit! Aku pengin kenal
kamu lebih deket lagi. Dan itu cuma bisa aku lakukan
lewat SMS." Begitu lampu hijau menyala, aku membelokkan motorku ke kanan, memasuki kawasan Kotabaru dan melewati
sepanjang Jalan Suroto yang cukup rimbun. Di ujung
selatan Jalan Suroto, aku menoleh ke kanan, itu sekolahku. Di dekat pintu gerbangnya, kulihat seorang ibu dan
anaknya sedang berdiri menunggu bus.
Aku berbelok ke kiri dan menyusuri Jalan Yos
001/I/13 201 Sudarso yang mengelilingi Stadion Kridosono. Baru
sampai seperempat lingkar jalan, aku berbelok ke kiri
lagi dan memasuki kawasan jembatan layang.
Aku tertegun karena kawasan itu benar-benar macet
total. Mobil-mobil berhenti, sama sekali nggak bisa bergerak maju. Kulihat beberapa polisi lengkap dengan
mobilnya, juga ikut meramaikan suasana. Ada apa ya"
Apa ada kecelakaan kereta api" Di bawah jembatan layang memang terdapat lintasan kereta api.
"Jalan ditutup. Jalan ditutup. Tolong berbalik arah,"
kata seorang polisi yang berdiri di tengah pertigaan
sambil melambai-lambaikan tangannya.
"Ini ada apa tho, Pak?" tanya seorang ibu gemuk
yang membawa beberapa ekor ayam yang diikat di boncengan motornya, nggak jauh dari tempatku.
"Maaf, Bu! Jalan ditutup karena ada kebakaran." Kebakaran"
"Kebakarannya besar, Pak" Di mana?" tanya ibu itu
lagi. "Bioskop Mataram yang terbakar, Bu! Ya, lumayan
besar." Bioskop Mataram" Adit"
"Pak polisi, saya lihat nggak ada asap sama sekali
kok! Bapak jangan ngawur!" sambungku cepat kepada
polisi itu. "Eh, Adik jangan ngomong begitu! Saya ini polisi!
Kalau saya bilang kebakaran, ya memang ada kebakaran!
Adik yang warga sipil jangan macem-macem sama polisi.
Adik bisa saya masukin penjara! Wong bener-bener ada
kebakaran besar kok! Saya dengar semua orang yang
ada di bioskop itu bisa dipastikan tewas."
Apa" Nggak boleh! Adit gimana" Adiiit!!
001/I/13 202 ADIIIIT!!!! Yang kemudian kurasakan adalah lantai dingin kamar
tidurku dan kepalaku yang sedikit pusing.
Astagfirullah, siang-siang begini kenapa bisa mimpi
jelek banget! Sampe jatuh segala, lagi!
Aku segera bangun dari lantai kamar dan melirik jam
dinding yang ada di dekat meja belajar. Jam setengah
dua siang. Satu setengah jam dari janjian ketemu sama
Adit. Kalaupun aku nggak dateng, apa bener dia mau
nungguin aku terus sampe dateng" Tapi aku nggak berani dateng, Dit! Keberanianku muncul cuma di dalam
mimpi. Aduh! Mimpiku tadi apa maksudnya ya" Jangan-jangan ada sesuatu yang bakal menimpa Adit. Dan aku
nggak akan pernah punya kesempatan untuk bilang
bahwa aku ini Ayu. Apa aku harus datang ke sana sebelum semuanya terlambat"
Oh ya, baru inget kalau belum salat. Mungkin mimpi
burukku tadi teguran halus dari Allah bahwa aku belum menghadap-Nya. Oke, itu tadi teguran gara-gara
aku belum salat, nggak ada hubungannya dengan
hidup-matinya Adit atau apa. Kamu nggak perlu dateng
ke Mataram, Cha! Aku baru mau mengambil air wudu ketika terdengar
suara Mama berteriak memanggilku.
"OCHA!!!" Sebentar ya, Allah! Mamaku ada perlu sama aku dulu.
Aku segera keluar dari kamar.
"OCHA!!! ADA TELEPON!!!"
"DARI SIAPA, MA?" tanyaku dari lantai atas.
"NGGAK TAHU!!! COWOK!!!"
001/I/13 203 Pasti Andra! "YA UDAH!!! OCHA TERIMA DI ATAS!!" Oh ya,
gawat kalau ada Mas Ardhi. "MA, MAS ARDHI KE
MANA?" "TIDUR SIANG TUH DI KAMARNYA."
Bagus! Aman dari bahaya pengupingan. Aku meraih
gagang telepon cordless itu dan tiduran di sofa.
"Halo. Kenapa, Ndra?" tanyaku kepada si penelepon
yang aku yakini pasti Andra.
"Heh, kok tahu kalo aku yang telepon" Aku tadi
nggak bilang namaku kok ke mamamu. Eh, tadi mamamu, kan?"
"Iya, mamaku. Feeling aja sih. Cowok yang nelepon
aku ke rumah kan cuma kamu."
"Cuma aku" Jadi nggak pernah ditelepon cowok, ya"
Kasihan banget sih kamu, Cha! Eh, kalo aku sama
Riska berhasil, gantian aku bantuin kamu gimana" Sama
siapa cowoknya, kamu tinggal nyebut deh! Tapi kalo
aku kenal ya?" Sialan nih Andra!


A Little White Lie Karya Titish Ak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bawel!" "Eh, aku SMS kok pending mulu sih, Cha" Dimatiin,
ya?" "Oh, iya!" Dari tadi malem, handphone memang
sengaja aku matiin. Takut kalo Adit SMS atau missed
call, aku jadi nggak tega dan nekat ke Mataram sore ini.
"Heh, cepetan gih, kenapa nelepon?" tambahku lagi.
"Cha, kamu udah janji mau nolongin aku pedekate ke
Riska, kan?" "Terus?" "Sekaranglah saatnya, Cha! Mau, kan?"
"Aku mesti gimana?"
001/I/13 204 "Kamu cuma tinggal makan. Gampang, kan?"
Ini anak ngomong apa sih" "Maksudnya?"
"Aku kan udah pernah bilang, kalo kerjaan kita beres, aku mau ngajak makan. Nah, rencanaku sore ini.
Kita bertiga, aku, kamu, Riska. Aku udah bilang ke
Riska kok." "Kalo kerjaan kita beres gimana" Selebaran aja masih
nginep di percetakan, belum disebar, kok udah mau
makan-makan?" "Ya ceritanya udah beres, gitu. Pokoknya makanmakannya sore ini aja!"
"Udah ngebet sama Riska, ya?" godaku.
Dari gagang telepon, kudengar Andra cuma ber-"he
he he" nggak jelas. "Mau makan ya makan aja, sana gih berdua! Ngapain
ngajak aku" Ntar jadi obat nyamuk! Males bangeeet!"
"Aku udah bilang Riska kalo mau bertiga. Kan ceritanya makan-makan khusus Seksi Publikasi! Lagian kalo
ngajakin dia berdua aja kan malu, Cha! Terus kalo
nggak mau jadi obat nyamuk, kamu kan di tengahtengah acara bisa minggat ke mana kek, terserah!" Mau
ditolongin apa nggak sih ini anak"
"Lagian aku yang bayar kok! Tinggal makan aja bawel
banget sih!" tambah Andra lagi. Iya ya. Makan gratis
kenapa mesti nolak" "Iya deh. Di mana?"
"Di WS. Yang di Jalan Colombo. Tau, kan" Tapi
ngumpulnya di sekolah dulu aja, pintu timur, jam setengah empat, habis asar. Oke?"
"Ya, ya. Tapi rumahku sama Colombo lumayan jauh
lho, Ndra!" 001/I/13 205 "Terus?" "Ngomong-ngomong, kamu tahu bensin sekarang satu
liter harganya berapa?"
"Ya ampun, minta duit transpor nih" Kok segitunya
sih!" "He he, nggak, nggak. Bercanda kok!"
"Ya udah, thanks ya, Cha! On time lho! Bye!"
"Bye!" *** Meskipun hari Minggu, sekolahku nggak pernah sepi
dari murid-murid yang sekadar suntuk di rumah dan
menganggap ruang ekskul masing-masing sebagai second
home mereka. Tetapi mereka ngumpul di pintu barat
sekolah, kebanyakan ruang ekskul memang ada di
kawasan itu. Sedangkan janjian kami bertiga di pintu
timur sekolah. Walhasil, aku menunggu sendirian di
sini. Sendirian" Yup, betul! Udah jam empat tapi dua
cecunguk itu belum ada yang menongolkan diri. Belum
juga jadian, mereka udah kompak telat begini. Harusnya waktu Andra bilang kumpul jam setengah empat,
aku ingat bahwa aku ini tinggal di Indonesia. Tahu
kan Indonesia itu identik dengan kata apa" N-G-A-RE-T. Yup, betul! Ngaret!
Oh iya, jam empat. Adit gimana ya" Apa dia masih
nungguin aku" Sebenernya bisa aja sih aku batalin
makan-makan bareng mereka berdua dan dengan
semua risiko dateng ke Mataram. Toh Mataram nggak
ada satu kilometer dari tempatku nangkring di atas
motor seka-rang. Daripada jadi obat nyamuk, jelas
001/I/13 206 mending nonton berdua sama Adit. Dengan catatan,
aku datang sebagai Ocha, bukan Ayu. Hiks"
Aku mulai merogoh-rogoh tas, mencari handphoneku yang masih aku matikan. Begitu ketemu, aku segera
mengaktifkannya. Cuma ada satu SMS dari Andra yang
dikirim tadi pagi. Nggak ada tanda-tanda Adit mencoba
menghubungiku. Padahal kalau Adit masih menungguku
sekarang, harusnya sejak jam tiga tadi ada missed call
atau SMS dari dia. Baguslah kalau dia nggak menungguku. Aku jadi nggak harus merasa bersalah.
"OCHA!!! SORI TELAT, CHA!!"
Riska" Gawat! Setahu dia kan aku nggak punya
handphone. Aku segera mengantongi handphone-ku di
saku celana, tepat di saat Riska datang dan menepuk
bahuku. Sebelum dia teriak-teriak nggak jelas, aku
meletakkan telunjukku di depan mulutku. Dia mengerti.
"Cha, sori ya telat. Motorku tadi macet gitu. Jadinya
mesti bujuk-bujuk masku buat nganterin. Lha, Andra
mana?" tanyanya. "Tau tuh! Padahal dia yang ngajak, malah datengnya
paling terakhir gini."
"Ya kalo dateng."
Aku kemudian menatap Riska dan tersenyum. "Pasti
dateng kok, Ris!" "Kok makan-makannya sekarang ya, Cha" Kan
kerjaan kita belum kelar tuh!"
Ha ha ha, Riska aja curiga!
"Nggak tahu tuh! Mumpung Andra lagi banyak
duit, kali!" jawabku sekenanya.
"Eh, Cha, aku mau nanya sesuatu sama kamu.
Tapi kamu jangan marah, ya?" tanya Riska setengah
001/I/13 207 berbisik. Hebat, kan" Orang macam Riska ternyata
bisa bisik-bisik juga. "Nanya apa?" tanyaku penasaran.
"Mmm" Kamu sama Andra" jadian, ya?" Riska menatapku, menunggu jawaban dengan sedikit waswas.
Aha, sepertinya ini bakalan seru. Rupanya gayung
bersambut, sodara-sodara!
"Nggak, lagi. Tenang aja, Ris!" kataku sambil menepuk bahunya.
"Iya, iya. HEH" APA MAKSUDNYA TENANG AJA"
KAMU JANGAN NGIRA AKU?"
"Halo, semua! Sori telat!" suara Andra terdengar
dari belakangku. Aku cuma bisa cekikikan begitu melihat
Riska langsung bungkam dengan pipi bersemu merah.
"Pada ngomongin apa nih" Kok kayaknya seru banget!"
tanya Andra kemudian. "Nggak ada apa-apa kok, Ndra! EH, BAU APA SIH
INI" MENYENGAT BANGET! KAMU YA, NDRA" IHHH,
JAUH-JAUH GIH SANA!" kata Riska sambil mendorong
Andra menjauh. Aku cekikikan lagi. Gayanya Riska aja
tuh yang grogi kalau deket-deket sama Andra. Tapi
Andra-nya salah juga sih. Gara-gara mau first date kok
jadi pake parfum berlebihan gini. Orang pilek pasti
juga enek mencium baunya.
"Heh, udah-udah! Ndra, laporan pertanggungjawaban!
Katanya suruh on time, kok malah situ paling ngaret
gini?" kataku kemudian.
"Oh, iya, iya. Sori, aku bawa mobil, jadi tadi mesti
bujuk-bujuk papaku lama," jawab Andra lagi. Alaaah,
bilang aja kalau kelamaan mandi kembang. Pasti tadi
dia nervous mau nge-date gini. Kalau aku jadi Riska,
cowok nggak on time begini udah aku kasih nilai minus.
001/I/13 208 "MAKANYA NGGAK USAH BAWA MOBIL SEGALA,
DODOL!" sahut Riska lagi. Andra mengangguk-angguk
pasrah diteriaki Riska barusan. Aku cuma tersenyum.
Penginnya sih kelihatan keren di depan Riska, eh malah
dimarah-marahin gitu. Hi hi hi, syukurin!
"Ya udah, berangkat sekarang aja yuk. Udah laper
nih!" ajak Andra kemudian.
"Yuk!" kataku sambil mulai membalikkan motor.
"Aku bonceng kamu ya, Cha!" pinta Riska kemudian.
Andra yang berada di belakang Riska langsung menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cemas. Aku tersenyum lagi.
"Jangan! Andra bawa mobil tuh! Kamu sama Andra
aja!" kataku kemudian.
"Kalo gitu kamu ikut mobilnya Andra juga!" pinta
Riska lagi. "Terus nanti motornya Ocha ditaruh di mana, hayo!"
sahut Andra cepat. "Tuh! Motorku ditaruh di mana?" tanyaku pada Riska.
"Taruh di dalem sekolah aja kan bisa?" bujuk Riska
lagi. "Jangan! Sekarang sekolah nggak aman! Waktu itu
ada yang kecurian lho!" sahut Andra lagi.
"MAKANYA AKU BONCENG OCHA AJA!" teriak
Riska lagi. "Emang kenapa kamu nggak mau ikut mobil Andra,
Ris?" tanyaku mencoba menenangkan. Riska cuma terdiam, seperti sedang mencari jawaban, tapi akhirnya
menyahut juga. "NGGAK MAU DEKET-DEKET ANDRA! BAUNYA
KAYAK OOM-OOM!" Riska menoleh ke arah Andra.
Kulihat Andra merengut sambil menatapku dengan
001/I/13 209 tampang memelas. Bibirku bergerak tanpa suara membentuk kata-kata "Syukurin!"
"Gini aja deh, Ris! Berangkatnya nggak apa-apa bareng
aku. Tapi pulangnya kayaknya nggak bisa. Aku mau
langsung pergi, ada perlu," kataku mencoba menawarkan
solusi. Padahal mau pergi ke mana coba" Yah, bohong
dikit demi bantuin Andra kan nggak apa-apa. Mungkin
aja kan waktu mengunyah steik, entah dari mana tibatiba keberanianku muncul buat ketemuan sama Adit
di Mataram. Who knows"
"Emang kamu mau ke mana, Cha?" tanya Riska lagi.
Nah, kalau jawab yang ini aku harus mikir lama dulu.
Untungnya Andra segera membantu.
"Udah deh, Ris! Jangan ikut campur urusannya Ocha!
Kali aja dia lagi kepingin sendirian, merenungi nasibnya
yang sial terus itu."
Dasar cowok nggak tahu terima kasih! Udah dibantuin
malah ngomong kayak gitu! Awas aja ntar, aku mau
pesen makanan yang banyak!
"Ya deh!" jawab Riska lagi. Andra nyengir dan mengacungkan jempolnya ke arahku.
*** "Eh, aku ke belakang dulu ya!" pamit Riska kepadaku
dan Andra. Kami berdua sama-sama mengangguk.
Saat itu kami bertiga duduk melingkari salah satu
meja di Warung Steak n Shake di Jalan Colombo.
Setelah Riska menghilang di balik pintu, Andra mendekat ke arahku.
"Heh, kamu minggatnya kapan, Non?" tanyanya kepadaku.
001/I/13 210 Tuh! Jahat banget kan Andra itu" Kok jadinya habis
manis sepah dibuang gini! Tapi aku juga tahu diri kok.
"Iya, iya! Bentar lagi! Makanannya kan mubazir kalo
nggak abis," jawabku sambil melahap shrimp steak
yang tadi kupesan. "Makanya cepetan dikit makannya!" kata Andra lagi.
"Emang habis ini mau rencana ngapain sama Riska,
Ndra?" tanyaku. "Nggak tahu. Mungkin" nonton," jawab Andra.
Nonton" "Di mana?" "Di 21 dong!" Hmm, coba mereka ke Mataram. Kan bisa nitip salam
buat Adit, he he... Adit masih di sana nggak ya" Kulirik
jamku, jam lima. Udah dua jam lewat dari jadwal janjian.
Nggak mungkin Adit masih menungguku.
Drrrt" drrrt" drrrt" Are you really gonna make it
happen" Drrrt" drrrt" drrrt" Seems a whisper sometimes louder than a scream"
Saat itu Riska kembali dan duduk di kursinya.
"Ndra, HP-mu tuh!" kata Riska kepada Andra.
"Bukan. Punyanya Ocha, kali!" sahut Andra.
Drrrt" drrrt" drrrt" Are you really gonna make it
happen" Drrrt" drrrt" drrrt" Life is free"
"OCHA ITU NGGAK PUNYA HP, DODOL!"
Dasar Riska! Di tempat umum begini masih aja teriakteriak. Tapi itu memang ringtone handphone-ku. Ah,
terserah kalau Riska sekarang tahu aku bohong. Atau
bilang aja handphone-ku baru. Beres!
Aku segera mengambil handphone-ku yang ada di
saku. 001/I/13 211 aDiT jUeLeX!! Calling Aku cuma memandangi handphone-ku sampai panggilan itu terhenti. Kenapa ya Adit missed call" Apa dia
masih menungguku" Tapi ini kan udah jam lima" Rasa
bersalah mulai melandaku lagi.
"Tuh kan, HP-nya Ocha!" kata Andra lagi.
"TAPI DULU BILANGNYA NGGAK PUNYA HP!"
teriak Riska lagi. "HP baru ya, Cha?" tanya Riska kepadaku.
Aku cuma tersenyum tipis. Aku segera menyedotnyedot milkshake vanilaku yang masih separo dan berdiri.
"HP baru gimana" Ngawur!" sahut Andra.
Aduh, belum jadian mereka kok udah berdebat masalah nggak penting kayak gini sih. Maaf-maaf aja kalau
aku terpaksa ninggalin mereka di saat seperti ini.
"Aku pulang duluan ya!" pamitku pada mereka berdua.
"Katanya minggatnya mau abis makan" Belum selesai
tuh!" tanya Andra heran. Shrimp steak-ku memang
masih tersisa cukup banyak. Andra memang aneh!
Tadi nyuruh aku cepet-cepet pergi. Giliran aku pamit,
dia malah heran. "MINGGAT APAAN" KAMU JAHAT BANGET SIH,
NDRA, NGOMONG GITU KE OCHA!"
Aduh, mereka mulai ribut lagi.
"Duluan ya, Ndra! Ris! Dadah"," kataku sambil keluar
dari restoran itu. Sori, Ndra! Aku harus pergi. Giliranmu
untuk beraksi. Terserah mau ngedeketin Riska atau nenangin dia dulu supaya nggak teriak-teriak lagi. Ini
udah risikomu suka sama cewek kayak Tarzan begitu...
001/I/13 212 ***

A Little White Lie Karya Titish Ak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Saat ini aku sedang menyusuri Jalan Suroto yang cukup
rimbun. Suasananya mirip mimpiku tadi siang. Sesampainya di dekat sekolah, aku iseng menoleh. Ada seorang
ibu dan anaknya berdiri menunggu bus di dekat pintu
gerbangnya. Ya ampun, itu ibu dan anak yang sama
persis dengan mimpiku. Firasatku jadi nggak enak. Aku
segera mempercepat laju motorku. Kalau di pertigaan
nanti macet, pasti mimpi tadi siang bener-bener kejadian.
Aku hampir pingsan begitu di depanku mulai terlihat
macet. Tapi nggak jadi karena mendengar omelan seorang bapak yang mengendarai motornya di sebelahku
tentang konvoi kampanye Pilkada yang sedang lewat.
Hufh, untung bukan kebakaran.
Begitu kemacetan mulai bergerak maju, aku membawa
motorku melaju di atas jembatan layang dan membelokkannya ke arah tempat parkir bioskop Mataram. Aku
mencari tanda-tanda kebakaran di sana. Nggak ada.
Aku juga mencari sosok Adit di depan bangunan itu.
Nggak ada juga. Setelah memarkir motorku, aku mulai mencari Adit.
Seharusnya nggak sulit karena keadaan di situ cukup
sepi. Sejak ada 21, Mataram memang nggak seramai
dulu. Aku sibuk mencari sosok cakep Adit di antara orangorang itu. Nggak ada. Aku capek mencarinya dan duduk
di kursi kain berwarna merah yang sudah butut di dekat loket karcis.
Mungkin Adit memang nggak menungguku. Mungkin
Adit missed call aku sesampainya di rumah, bukan ber-
001/I/13 213 arti dia masih menungguku dan berharap aku datang.
Aku sedikit kecewa dia mengingkari janjinya. Padahal
kalaupun sekarang ketemu dia, aku nggak tahu bakal
ngomong apa, mengaku pun aku belum berani. Aku
ke sini tadi kenapa ya" Hufh, dorongan hati sesaat!
Aku berdiri dari tempatku duduk dan berniat pulang.
Kemudian bahuku ditepuk oleh seseorang dari belakang. Begitu aku menoleh"
Adit! Aku kepingin pingsan. Tapi untungnya cuma
kepingin kok. "Cengeng! Ngapain di sini?" sapanya sambil tersenyum.
Udah lama aku nggak melihat senyumnya itu. Dan
cengeng" Aku nggak akan marah kayak dulu lagi kalau
dia panggil aku dengan kata itu. Aku malah kangen dia
panggil aku begitu. Oh ya. Dia tadi nanya apa" Aku
ngapain di sini" Aduh, aku mesti jawab apa" Apa ini
kesempatan yang udah dikasih Tuhan ke aku untuk
ngaku semuanya" Oke"
"Ng, aku mau nonton. Tapi" tapi nggak jadi." Hanya
alasan itu yang akhirnya terpikir di otakku. Aku belum
berani mengaku. "Kenapa nggak jadi?"
"Aku" aku nggak bawa duit. Dompetku ketinggalan,"
Jawaban nggak bermutu! Tapi kalau nasibku baru mujur,
Adit pasti malah ngajakin aku nonton. Ngajakin aku
nonton sebagai Ocha, bukan Ayu. Yes!
"Kok bisa sih, mau nonton nggak bawa duit?" tanyanya
sambil tersenyum. Tuhan, tolong hentikan waktu saat ini juga. Aku
kepingin lihat senyumnya terus seperti saat ini.
"Sendirian aja?" tanyanya lagi.
001/I/13 214 "Iya. Lagi kepingin nyobain nonton sendirian tuh kayak apa rasanya." Ngawur! Orang yang nonton sendirian
di bioskop itu jelas-jelas orang memelas! Nggak usah
dicoba, semua orang juga udah tahu.
"O?" Kok cuma "O?" Hiks"
"Lha kamu ngapain di sini, Dit" Mau nonton juga,
ya?" Ini pertanyaan basa-basi, supaya dia nggak curiga.
Jelas-jelas aku tahu dia ke sini buat apa.
"Iya, tapi nggak jadi juga," jawabnya lesu.
Jangan lesu gitu dong, Dit! Aku jadi merasa bersalah.
"Kok nggak jadi" Dompetnya ketinggalan juga?" tanyaku mencoba bercanda.
"Nggak apa-apa. Yang diajak nggak dateng," jawabnya.
"Cewek, ya?" tanyaku lagi. Ini juga masih pertanyaan
basa-basi. Dia cuma mengangguk. Oke, sepertinya dia
nggak kepingin ngomongin ini. Lagian kalau dia ngomongin ini terus, aku bisa tambah merasa bersalah.
Mungkin ini udah waktuku untuk pergi. Toh dia nggak
kenapa-napa. Atau dia masih keukeuh kepingin nunggu
Ayu-nya itu dateng" "Ya udah, aku pulang dulu ya, Dit!" pamitku kepadanya.
"Kamu naik motor, kan" Bawa jas ujan?" Jas ujan"
Buat apa" Aku melihat ke luar. Ya ampun, sejak kapan
hujan" Kayaknya tadi nggak mendung!
"Aduh, nggak bawa. He he, nggak jadi pulang. Kayaknya bentar lagi juga reda kok!" Dan kalau kamu
bener-bener cowok gentle, harusnya kamu juga
nemenin aku, Dit! "Ya udah deh! Aku temenin."
001/I/13 215 Yippie! Ocha memang nggak pernah salah milih cowok!
"Makasih," kataku sambil duduk lagi. Adit duduk di
sebelahku. Siiing" Sepi! Ya, nggak apa-apalah. Dia duduk di
sebelahku aja aku udah seneng. Ya Tuhan, tolong
curahkan hujan di atas bioskop ini selamanya. Amin.
"Cha, daripada bengong gini. Mending makan aja yuk!
Aku traktir!" Hah" Ini sih bener-bener mukjizat. Terima kasih, Tuhan! Eh, tapi aku kan masih kenyang. Barusan juga
makan steik! Lagian pura-pura jual mahal itu perlu.
Masa diajak makan langsung bilang iya!
"Eh, nggak usah! Makasih. Aku masih kenyang kok!
Tadi habis makan." Hiks, meskipun lisanku mengucapkan
kata-kata ini, aku tahu hatiku berontak.
"Aah, nggak apa-apa. Dasar orang Jogja! Bilang masih
kenyang tapi pasti belum makan seharian, kan?"
Aku cuma tersenyum. "Lagian ada hal penting yang kepingin aku omongin.
Mau ya?" katanya. Aduh! Jual mahalku bisa kalah sama rasa penasaran
nih! Hal penting apa ya" Masa dia mau nembak aku"
Ha ha ha" Ngimpi! Atau dia udah tahu aku ini Ayu"
Wah, kalau yang ini gawat!
"Ya deh!" "Kamu ikut mobilku aja, ya" Kan ujan!" pintanya setelah berdiri.
Aku mengangguk. *** 001/I/13 216 Aku bener-bener bersyukur Adit markir mobilnya jauuuh
banget dari gedung bioskop. Sehingga yang selanjutnya
terjadi adalah dia melepaskan jaketnya dan melindungi
kepalaku dengan jaketnya itu, memegang bahuku dan
mengajakku berlari kecil di tengah hujan yang sebenarnya juga nggak deras-deras banget. Dan Adit masih
menunjukkan sikap gentle-nya dengan membukakan
pintu depan mobil Jazz silver-nya itu. Could someone
pinch me, please! Pasti sekarang ini aku sedang bermimpi.
Meskipun aku nggak begitu suka naik mobil, tapi
kayaknya nggak bakal pusing kalau yang nyetirin Adit.
Hmm" mobil yang nyaman. Baunya Adit banget.
"Aku pinjem mobil Bokap nih!" katanya begitu mulai
menyetir di sebelahku, seperti bisa membaca pikiranku.
Oh, oke, aku ralat, baunya bokapnya Adit banget.
"Bawa mobil soalnya mau ngajakin cewek nonton tadi
itu, ya?" tanyaku lagi.
Adit cuma mengangguk sambil tersenyum. Ya Adit,
ya Andra! Mau ketemuan sama cewek bawaannya sok
keren. Ke sekolah aja pada pake motor butut, kok tibatiba jadi bawa mobil gini" Dasar cowok!
"Aku udah bela-belain bawa mobil, eh dianya nggak
dateng! Rese!" kata Adit kemudian.
"Ya nggaklah, Dit! Kali aja dia emang bener-bener
nggak bisa dateng! Jangan nge-judge dia negatif dulu
dong!" "Kok kamu jadi belain dia gitu sih, Cha" Kenal aja
nggak!" tanya Adit keheranan.
Aduh, tanpa sadar aku mulai membela diri.
"Ya aku bela dia" sebagai sesama cewek aja. Soli-
001/I/13 217 daritas antarcewek," jawabku sambil mengangguk-angguk
sok yakin. Adit cuma diam. "Emang cewekmu ya, Dit?" tanyaku iseng. Lagi-lagi
pertanyaan basa-basi. "Bukan kok!" jawab Adit singkat.
Ya iyalah! Wong cewek yang dia ajak nonton itu aku!
"Calon," tambahnya lagi.
Aku kaget mendengar kata-kata Adit itu. Aku nggak
berani menoleh. Apa maksud kata-kata Adit barusan"
Apa berarti dia suka Ayu" Ayu kan cuma temen SMS-an
yang nggak pernah dia temui wujudnya!
Kalo Adit malah suka Ayu begini, aku harus bersikap
gimana hayo" Harusnya seneng apa sedih" Kalo sedih
kok rasanya aneh. Ayu itu kan aku juga! Tapi kalo mau
seneng juga rasanya lebih aneh lagi. Kenapa Adit malah
suka tokoh bikinanku" Kenapa nggak suka aku yang
nyata aja" Pantesan dia tadi keukeuh nungguin Ayu
sampe jam segitu! Hiks, kenapa jadi begini"
"Cha?" Panggilan dari Adit langsung menyadarkanku
dari lamunan. "Tadi aku bilang nggak, kita makannya
di Jalan Colombo?" tanya Adit lagi.
Colombo" Jangan bilang kalau di WS! Makan lagi sih
nggak apa-apa. Tapi kalau harus steik lagi, kayaknya
aku nggak sanggup deh! Lagian nanti kalau Andra
sama Riska masih di sana, aku harus bilang apa sama
mereka" "Nggak apa-apa kan di sana?" tanya Adit melihatku
terdiam. "Ah, nggak apa-apa kok."
Siing" Sepi. 001/I/13 218 "Hidupin kaset ya, Cha?" kata Adit meminta izin,
rupanya dia juga merasa nggak enak karena tiba-tiba
suasana berubah jadi sepi. Aku mengangguk. Intro lagu
yang sangat aku kenal mulai mengalun di mobil itu.
"WAH" ARKARNA, YA?" seruku dengan noraknya.
Aduh, goblok! Kenapa aku mesti teriak-teriak segala"
Keseringan bareng Riska nih!
"Iya. Suka?" Aku cuma mengangguk. Cowok yang aku suka
ternyata juga suka band yang aku suka. Yah, meskipun kalau Adit suka musik yang paling norak sekalipun
aku juga tetep suka sama dia. Tapi ini pasti petunjuk
dari Tuhan bahwa aku dan Adit bakal jadi pasangan
yang cocok. He he he" Tapi kan Adit suka sama
Ayu" Ah, bodo! Toh Ayu itu aku! Berarti Adit suka
sama aku juga, kan" Tanpa terasa mobil Adit sudah berbelok ke kanan
memasuki kawasan Jalan Colombo.
Hiks, kenapa udah nyampe sini"
Di depan WS, Adit masih membawa mobilnya melaju
tanpa berhenti. Lho" Bukan di WS ya" Bagus deh! Tapi
terus ke mana dong" Sekilas kulihat mobil Andra sudah nggak terparkir di
depan restoran itu. Mungkin Andra jadi ngajakin Riska
nonton. "Udah nyampe, Cha!" kata Adit membuyarkan lamunanku.
Begitu aku keluar" Ini kan warung bakso Pak Narto"
"Ujan-ujan kan enaknya makan bakso!" kata Adit sambil berjalan ke dalam warung itu. Hmm" cowok cerdas!
Setelah memesan dua mangkuk bakso dan dua gelas
001/I/13 219 teh hangat, Adit membawaku ke meja di pojok. Begitu
duduk berhadapan dan menunggu pesanan, kepala Adit
mendekat maju ke arahku. "Sekarang aku mau ngomong hal penting sama kamu,
Cha!" Jantungku langsung berdegup keras.
*** Huu" Kirain hal penting itu dia mau nembak aku
(nggak mungkin! Ingat, dia suka Ayu!) atau dia udah
tahu aku bohong atau apa. Ternyata" Dia mau minta
maaf udah ngelempar mukaku pake bola basket waktu
kelas X duluuu banget itu. Dia masih ingat rupanya.
Padahal itu kan udah kejadian jadul banget. Aku udah
maafin dia kok. Dan akhirnya aku balik minta maaf karena udah ngelempar bola basket ke mukanya juga.
Dia juga mau maafin. Walhasil, meski Lebaran masih
lama, di warung bakso itu kami malah maaf-maafan.
Sebelum mengantarku ke Mataram lagi, saat itu hujan
sudah reda, Adit mengajakku mampir ke Masjid Kampus UGM untuk salat Magrib. Satu lagi nilai positif
Adit yang aku temukan hari ini.
Tapi Adit kan suka Ayu" Atau aku tadi salah denger"
Nggak mungkin kan Adit bisa suka sama cewek yang
belum pernah ditemuinya" Ya, pasti itu. Aku salah denger. Anggap saja begitu.
001/I/13 220 LIMA BELAS "W HEN I fall in love it will be forever or I"ll
never fall in love..."
"Diem, Cha! Suaramu itu fals!" kata Pia kepadaku.
Saat itu istirahat kedua, kami berdua sedang duduk di
bangku di bawah pohon karetan. Pia sedang makan
tahu Kentucky yang dibeli di kantin Pak Pri. Kalau
tahuku sih udah habis dari tadi.
"In a restless world like this is, love is ended before
it"s HMPHMH!#$%^&*." Pia membungkam mulutku
dengan tangannya. Belajar dari pengalamanku dengan
Riska, aku mulai menjilati tangannya.
"IHH" JIJIK!!!" teriak Pia sambil melepaskan tangannya. Aku cuma nyengir. Sayangnya Pia agak
nggak tahu diri. Bukannya mencari keran air terdekat
untuk mencuci tangannya, dia malah mengusapkannya
ke rokku. Sial! "Kamu kenapa sih nyanyi lagu itu terus" Ganti lagu


A Little White Lie Karya Titish Ak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kek! Bosen!" 001/I/13 221 "Biarin! Nggak bisa lihat orang seneng aja sih!"
"Emang kamu baru seneng kenapa" Baru jatuh
cinta" Jatuh cinta sama" eh, Adit, Cha! Adit!"
Hah" Kok Pia bisa tahu kalau aku baru suka sama
Adit" (Aku belum berani memakai kata cinta.)
"Itu, Cha! Di depan ada Adit!" O" Kirain Pia udah
tahu! Kulihat Adit sedang berjalan sambil mendribel bola
basket dari arah lapangan basket. Ketika dia lewat di
depanku dan Pia, aku memberanikan diri tersenyum
ke arahnya. Toh kami kemarin udah ngobrol banyak
dan dia nraktir segala. Masa dia masih nggak mau
nyapa atau sekadar balas senyumku" Nggak mungkin,
kan" Begitu aku memberikan senyumku yang terbaik"
bukan senyum genit tapi senyum sapaan yang bersahabat"untuk sekian detik aku malah jadi membatu.
Adit melihatku sekilas, tapi boro-boro balas tersenyum,
sepertinya dia malah sengaja memalingkan muka dan
asyik memainkan bola. Nothing is impossible, Cha! Kemarin kalian bisa
ngobrol begitu, bukan jaminan dia bakal mau sok menyapa dan berhangat-hangat ria di sekolah.
Tapi aku belum mengerti. Apa yang kualami semalam itu benar-benar cuma mimpi" What a beautiful
dream! Tapi kenapa akhirnya malah nyakitin kayak
gini" Apa yang salah, Dit" Aku sama sekali nggak
ngerti! * * * 001/I/13 222 "Cha?" Sepertinya ada yang memanggilku.
"Cha!" Oh, bukan sepertinya. Tapi memang ada.
Dan orang itu Pia. Aku cuma menoleh. Sementara Bu
Nani, guru kimia-ku tengah berkicau tentang hidrokarbon di depan kelas. Biasanya aku lumayan tertarik
dengan pelajaran yang satu ini. Tapi siang ini entah
kenapa otakku malas diajak berpikir.
"Kamu kenapa sih, Cha" Kok bengong terus" Nggak
nyanyi lagi?" Pia memandangiku sambil berbisik-bisik
cemas. "Nyanyi gimana" Kan lagi pelajaran" Lagian katamu
suaraku fals. Ya udah, aku diem. Kok sekarang malah
heran?" Aku juga balas berbisik.
"Iya sih, tapi" kamu nggak kayak biasanya aja,
Cha! Kamu suka kimia, kan" Kok tumben sekarang
malah ditinggal bengong?"
"Nggak apa-apa. Lagi pengin. Suntuk. Jam terakhir,"
jawabku sekenanya. Pia cuma terdiam.
Treeet" Treeet" Treeet"
Akhirnya... Aku segera membereskan buku-bukuku dan berjalan
meninggalkan kelas. Pia yang biasanya keluar kelas
bersamaku, aku tinggal. Terserah! Aku kepingin cepetcepet sampe rumah. Sesampainya di tempat parkir,
aku mengecek handphone-ku. Ini memang kebiasaanku
setiap pulang sekolah. Sudah ada satu SMS yang masuk. Dari Adit.
-aDiT jUeLeX!!Ayu!!!!! Kq ga dtng s" Aq nungguin mpe
lamaaaaaa bgt loh! Tiada maaf bagimu, he2... Lg
pel apa neh" 001/I/13 223 Entah kenapa aku nggak segirang biasanya mendapat SMS darinya. Mengingat "pengacangannya" yang
menyakitkan ke aku tadi pagi ditambah pengakuan
tersirat Adit kemaren soal Ayu (yang lagi-lagi aku
ragu, aku salah denger atau nggak), aku mulai merasa
bosan SMS-an sama Adit. Aku capek berurusan sama
dia. Well, mungkin ini saat yang tepat untuk membunuh Ayu. Selamanya.
Aku menekan-nekan tombol handphone untuk membalas SMS itu.
Sent: Slah sndri! Aq kan ga janji maw dtng. Dit, plsaku
limit. Mybe aq bakal ga ngsi plsa dlm jngka
wktu lma. Jd qta ga bs SMS-an lg. Sory n thx
bwt smua. Bubbye. Goodbye, Dit! * * * "Kok nangis, Cha?" tanya Mas Ardhi begitu melihatku
berkaca-kaca di depan TV sambil memeluk bantal. Kemudian Mas Ardhi duduk di sebelahku.
"Ya ampun, kamu kan udah nonton film ini berkalikali! Kok ya nangis terus sih" Dasar cengeng!" tambah
Mas Ardhi begitu melihat di TV ada sosok Adam
Sandler dan Drew Barrymore di atas kapal. Film 50
First Dates ini emang romantis banget! Dan seribu
kali pun aku nonton film ini, pasti tetep kepingin nangis.
001/I/13 224 Drrrt" drrrt" drrrt" A lot of fun" A lot of fun to
be had" Drrrt" drrrt" drrrt" But over do it" And
end up in the rehab" Drrrt" drrrt" drrrt"
Aku segera mengangkat handphone yang dari tadi
memang aku letakkan di sebelahku.
-M-KiosVoucher Anda telah ditambahkan dengan 150000
rupiah. No Seri Voucher 0000632307650694.
Hah" Masak sih" Pasti salah lihat! Ini angka nolnya
berapa sih" Satu, dua, tiga, empat. Bener kan seratus
lima puluh ribu! Bukan lima belas ribu! Siapa ya"
Baik banget sih" Hi hi, asyiiiik!
Tak lama kemudian. Drrrt" drrrt" drrrt" A lot of fun" A lot of fun to
be had" Drrrt" drrrt" drrrt" But over do it" And
end up in the rehab" Drrrt" drrrt" drrrt"
-aDiT jUeLeX!!Duh3, kq kyak mo prgi jauh aj s, Yu" Plsany mo
abis" Neh aq bliin =) Gakda alsan g SMS-an lg
lho... Harusnya aku udah bisa menduga kalau ini kerjaan
Adit. Tapi... seratus lima puluh ribu kan banyak" Bisa
buat ngenet di perpus UGM 75 jam kalau hari Minggu
atau 50 jam kalau bukan hari Minggu. Atau bisa juga
buat beli kaset artis mancanegara sekitar enam biji.
Bisa juga buat beli tempura di UGM tiga ratus biji
001/I/13 225 (tumben hitunganku kali ini lumayan cepet). Intinya
150.000 itu banyak dan Adit mau ngeluarin duit sebanyak itu hanya untuk seorang temen SMS-an" Apa
lagi alasannya kalau memang bukan karena cinta"
Jadi waktu itu aku memang nggak salah denger. Adit
memang suka sama Ayu. Titik.
Air mataku mengalir lagi. Pernah dengar ada orang
dikasih pulsa 150.000 malah nangis" Mungkin menangis bahagia ada, tapi kalau menangis sedih, sepertinya aku satu-satunya di dunia ini.
"Cha, kan credit title-nya juga udah abis" Masak
masih mau nangis terus sih" Udah dong nangisnya!"
bujuk Mas Ardhi sambil terus menepuk-nepuk bahuku
dengan lembut. * * * Gara-gara Adit ngirim pulsa ke handphone-ku, keesokan harinya aku terpaksa mengambil uang tabunganku
dan langsung pergi ke sebuah kios voucher terdekat
dan mengirimkan pulsa dengan nilai serupa ke nomornya. Jadi aku nggak usah merasa bersalah kalau
nggak SMS-an lagi sama dia. Setelah itu, kalau dia
SMS lagi aku nggak pernah mau bales. Sempat kepikiran untuk membuang simcard dan membeli simcard baru seperti waktu kejadian Mas Bintang dulu,
tapi aku malas ganti nomor. Toh sekarang, dua minggu
setelah kejadian pulsa itu, dia nggak pernah SMS aku
lagi. Mungkin bosen juga aku kacangin terus. Bagus!
Aku nggak perlu keluar uang lagi untuk beli nomor
baru. Tapi kalau Adit memang suka sama Ayu, masak
001/I/13 226 baru dikacangin begitu udah nyerah sih" Cowok payah!
* * * Malam Minggu ini adalah puncak pekan peringatan
hari ulang tahun sekolahku. Sebuah pensi siap digelar
di lapangan sepak bola sekolahku. Di sebelah selatan
sana, ada panggung besar yang sudah disiapkan. Sebuah band indie yang nggak aku kenal sedang manggung menyanyikan lagu yang nggak aku kenal juga.
Aku sendiri berdiri di bawah tiang gawang di utara,
jauh di seberang panggung berada.
Ke mana si Pia dkk ya" Masak mau nonton sendirian begini" Aku melirik jam tanganku entah untuk
yang keberapa kalinya. Mereka udah telat seperempat
jam. Katanya mau janjian ketemu di deket gawang"
Bener kan gawang tuh ini" Atau... jangan-jangan
gawang satunya" Yang namanya lapangan sepak bola
kan pasti punya dua gawang" Tapi nggak mungkin
banget kalau gawang yang sebelah selatan! Itu kan
daerah belakang panggung" Masak janjian di sana"
Aku baru saja mau mengirim SMS untuk konfirmasi lokasi janjian ketika sebuah suara memanggilku.
"OCHA!!" Itu suara Pia. Tapi kok gaya ngomongnya
jadi kayak Riska" Jangan-jangan sekarang teriak-teriak
memang lagi ngetren, ya" Kok aku nggak tahu"
Di belakang Pia ada banyak temanku yang lain.
Tari, Dyah, Tiara, Wulan, Linda, Dewi, dan lain-lain
pokoknya komplet! Rupanya dari tadi mereka udah
001/I/13 227 barengan sementara aku sendirian di bawah gawang
kayak orang bego. Curang...
"Heh, dari mana aja sih" Kok bisa bareng gitu"
Katanya janjian di bawah gawang?" tanyaku bertubitubi kepada mereka.
"Sori, Cha! Kita tadi jajan jagung bakar dulu di
sana. Enak lho!" jawab Tari sambil nyengir-nyengir
menyebalkan. "Huu, udah pada makan, ya" Kok aku ditinggal?"
Nggak ada satu pun dari mereka yang terlihat ingin
menjawab. "Deket-deket panggung aja yuk!" ajak Dyah kemudian.
Aku cuma mengangguk dan berjalan mengikuti
mereka ke arah panggung. Di sebelah barat lapangan
kulihat ada Andra dan Riska baru ngobrol. Oh, iya,
ya... Gimana kabar mereka sejak di WS Colombo itu"
Aku nggak pernah nanya-nanya lagi. Sejak kerjaan
Seksi Publikasi beres, aku jarang bisa ketemu mereka.
Sambil terus berjalan aku memerhatikan keadaan
sekelilingku. Dari arah timur lapangan kulihat Adit
baru datang. Aduh, males banget kalau ketemu dia.
Tapi nggak lama kemudian aku melihat seorang cewek
di belakangnya. Memang agak pendek, tapi cantik,
aku belum pernah lihat, sepertinya bukan dari sekolah
ini. Mereka ngobrol asyik. Bayangkan seorang cewek
bisa ngobrol asyik begitu sama Adit" Pasti cewek itu
cewek yang istimewa. Tapi... bukannya Adit suka sama
Ayu" Apa karena Ayu nyuekin Adit, dia jadi nyerah
dan berpindah hati ke cewek lain secepat itu" Hufh,
ngapain sih aku mesti capek-capek mikirin itu! Toh
001/I/13 228 pilihan Adit adalah Ayu atau cewek cantik itu. Aku
sama sekali nggak terlibat.
Cewek-cewek yang sekarang berjalan bersamaku ini
belum melihat mereka berdua, karena masih asyik dengan obrolan mereka tentang cowok yang mereka
temui di stand jagung bakar tadi. Tunggu aja sampai
mereka melihatnya, pasti mereka bakal sirik nggak
ketulungan. Tapi mungkin hanya aku ya yang bakal
ngerasa jealous campur pedih ngelihat mereka kayak
gitu. Setahuku mereka cuma ngecengin nggak serius.
Lha aku" Hiks... "Pi, aku pulang aja deh," bisikku kepada Pia yang
berjalan di sampingku. "Lho, kok udah mau pulang sih" Belum ngapa-ngapain, kan" Marah ya, Cha, kita tinggal jajan tadi?"
"Nggak kok! Aku rada nggak enak badan aja,"
jawabku asal. "Mau sakit?" Iya, mau sakit hati, kali! Jadi aku cuma mengangguk. "Lagian aku belum Isya." Kalau alasan yang
ini aku nggak bohong. "Berarti nggak jadi nginep di rumah Tiara?" tanya
Pia lagi. Aku mengangguk. "Tapi ke lembahnya ikut ya, Cha?"
Aku berpikir-pikir dulu tapi akhirnya mengangguk
juga. "Jam setengah enam di Maskam. Jangan lupa,"
kata Pia lagi. "Pamitin yang lain ya?" Tanpa memedulikan Pia lagi
aku segera berbalik dan berlari menuju tempat parkir.
001/I/13 229 ENAM BELAS A KU berkaca di depan cermin. Saat itu aku memakai
celana tanggung putih, T-Shirt pink, sepatu Keds putih,
dan tas punggung pink berisi bola basket, air mineral,
roti sobek, dan beberapa barang lain yang biasa aku
bawa ke mana-mana seperti walkman dan komik. Aku
kemudian mendekat ke arah cermin dan mulai meneliti
mataku. Untung tadi malem cuma nangis sebentar,
jadinya nggak bengkak. Siiip!
"Ma" Berangkat ya?" kataku kepada Mama yang baru
lewat di dekat tangga. "Nggak sarapan dulu, Cha?"
"Udah bawa roti kok! Assalamu"alaikum."
"Wa"alaikumsalam."
*** Gimana sih mereka" Katanya janjian jam setengah enam
pagi" Ini kan udah jam enam" Aku berjalan mondar-
001/I/13 230 mandir di sekitar Masjid Kampus UGM. Sesekali aku
melirik handphone-ku. Masih belum ada balasan SMS
dari Pia. Drrrt" drrrt" drrrt" A lot of fun" A lot of fun to
be had" Nah, finally! -bAkPiACha, pd ga jd k lmbah. Mlz ktnya. Km ksni aj.
Kn rmhny Tiara dket tuh. Sori yh" Qta tngguin
lho. Btw td mlm qta liet Adit breng ce. Hu hu,
sdih... =(

A Little White Lie Karya Titish Ak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sedih ya, Pi" Sama! Tapi pasti kalian nggak sampe
nangis, kan" Sent: G ah, aq dsni aj. Mo olga ma jlan2. Syukur2
ktemu co ckep, klian g kbagian. Yes! Sykurin!
=P Btw jg, Adit maw breng ce/co/banci/waria...
Bodo! Setelah mengantongi handphone-ku, aku segera berjalan melewati kerumunan pedagang, yang pasti ramai
di sepanjang jalan ini kalau hari Minggu, sambil terus
menghindar dari desakan para pejalan kaki dan calon
pembeli. Begitu sampai di lembah dan turun ke lapangan
basket yang ada di bawah, aku segera mengeluarkan
bola basket dari tasku. Tasku sendiri aku letakkan di
pinggir lapangan, di atas gundukan kecil tanah berumput. Kebetulan masih ada satu ring yang tersisa. Jadi
001/I/13 231 aku cuma iseng mendribel dan memasukkannya ke
ring beberapa kali. Pengin main sih, tapi kulihat di sekitarku cuma ada cowok-cowok kuliahan yang kayaknya
udah pro. Masa aku mau tanding sama mereka" Kok
kesannya nggak tahu diri banget!
Beberapa kali aku mencoba melakukan tembakan three
point. Tapi namanya juga Ocha... nggak pernah berhasil.
Tiba-tiba ada sebuah bola melayang di atas kepalaku
dari belakang dan masuk ring dengan mulus. Ini mah
bukan three point lagi! Harusnya four point karena ngelemparnya dari jauh banget begitu. Kereeen...
Aku segera menoleh untuk melihat siapa orang yang
jago banget barusan, tapi sedetik kemudian aku cuma
bisa mendengus pasrah. Orang ini lagi! Aku segera mengambil bolaku yang menggelinding ke pinggir lapangan
dan berjalan menuju tempat aku menaruh tasku tadi.
Aku mengambil sebotol air mineral dan meneguknya sedikit.
Sono gih, main sendirian! Bisanya cuma gangguin
aja! Dikirain menghindar juga sebodo amat! Toh emang
bener. Tapi orang itu malah mendekat ke arahku dan dengan
santai duduk di sebelahku. Tuh kan... Tiap di sekolah
bawaannya cuek, tapi kalo udah ketemu di luar pasti
lagaknya sok akrab kayak gini. Dasar cowok aneh!
"Sendirian, Cha?"
Yee, kayak situ nggak sendirian aja. Mana cewek
cantikmu tadi malem, Dit"
"Kok kamu bisa di sini sih?" Aku malah balik bertanya.
Heran juga, kenapa aku lumayan sering ketemu dia di
luar sekolah. Kesannya dia itu bertebaran di mana-mana.
001/I/13 232 "Lho, aku kan emang rutin latihan di sini tiap Minggu.
Aku malah baru kali ini liat kamu!"
Aku cuma mengangguk-angguk malas.
"Kok udahan maen basketnya?" tanya Adit lagi.
"Capek. Haus," jawabku sambil meneguk air mineralku
sampai tinggal separo untuk meyakinkan Adit bahwa
aku benar-benar haus. "Kamu juga! Kok udahan" Maen
lagi sana!" ujarku basa-basi sekaligus "mengusir" secara
halus. "Capek juga sih," jawab Adit kemudian.
Capek-juga-sih" Jawaban yang aneh.
"Cha, minta minumnya boleh" Aku haus juga nih."
Oalah, dia ke sini cuma mau minta minum toh" Huu,
sia-sia aku tadi udah ke-GR-an!
Aku segera mengulurkan air mineralku kepadanya.
"Tapi jangan dihabisin ya," pesanku begitu melihat Adit
meneguk air mineralku dengan cepat. Tapi entah dia sengaja atau pura-pura nggak dengar, air mineralku habis
juga diminumnya. Adit kemudian mengulurkan botol air
mineral yang sudah kosong itu kepadaku.
"Makasih ya." "Gimana sih" Aku bilang kan jangan dihabisin."
"Sori," jawabnya sambil tersenyum.
"Sori, sori! Bilang sori pun airnya kan tetep abis!"
jawabku ketus. Adit meringis heran. "Cha, kamu kenapa sih" Galak
banget! Nggak kayak biasanya!"
Duh, aku tadi kesannya galak banget, ya" Iya sih.
Kayaknya aku udah over tadi. Cuma air putih aja kok
jadi begini! Mungkin itu pelampiasanku atas segala
macam sikap Adit yang nyebelin selama ini. Jadi
001/I/13 233 barusan aku marah-marah di depan cowok yang aku
suka, ya" Hiks, bener-bener nggak cool.
"Udah deh, Dit. Kamu pergi aja ya" Aku lagi kepingin
sendirian," kataku kemudian.
"Kenapa sih, Cha" Lagi ada masalah" Kalo butuh
temen curhat, cerita ke aku aja deh!" kata Adit lembut.
Curhat ke kamu" Aku begini kan gara-gara kamu,
masa ceritanya mau ke kamu juga" Ya nggak lah!
"Patah hati" Jealous?" tanya Adit lagi.
Hah" "Kok tahu?" Aku langsung menyesal mengatakannya. Kok-tahu" Itu mah jawaban bunuh diri. Tapi
kok dia bisa tahu kalau aku jealous lihat dia tadi malem ya"
"Oh, jadi bener jealous ya" Udahlah, Cha, ngapain
cowok kayak dia dipikirin?"
Lho" "Aku kan sering main basket sama dia. Tahu nggak,
dribelnya tuh payah. Kalo nge-shoot suka meleset. Bentarbentar double, kalo nggak ya walking. Parah banget
deh. Cowok nggak bisa basket kayak dia sih, lupain
aja!" Maksudnya" Dia ngoceh apa sih"
"Dia milih Riska tuh bukan berarti Riska lebih baik
daripada kamu. Dianya aja yang buta, kenapa lebih
milih cewek kayak Tarzan gitu. Tenang aja, pasti banyak
deh cowok yang mau sama kamu."
Aku cuma tertawa kecil. Sepertinya aku mulai bisa
menangkap maksud Adit. "Maksud kamu siapa?" tanyaku sambil masih terus
tertawa. 001/I/13 234 "Hah" Cowok yang mau sama kamu" Mmm... Ya pasti ada deh pokoknya!"
"Bukan! Cowok yang basketnya payah itu tuh siapa"
Yang buta karena milih Riska itu! Siapa?"
"Lho" Gimana sih" Ya Andra!"
Tuh kan... Dia salah sangka! Berarti dia memang
merhatiin waktu aku sama Andra di depan kelasnya itu
ya" Tapi malah bagus lah, dia nggak ngira aku jealous
gara-gara dia. "Kok kamu malah ketawa sih, Cha" Harusnya kan
sedih lihat mereka sepedaan berdua kayak gitu. Aneh!"
kata Adit sambil mengedikkan pundaknya.
Sepedaan" Kok" Aku melihat ke arah yang dimaksud
Adit. Di kejauhan ada Andra dan Riska sedang tertawatawa di atas sepeda masing-masing. Sialan! Sejak kapan mereka jadian" Kenapa nggak tahu balas budi,
lupa sama makcomblangnya begini. Awas mereka!
"Kayaknya mereka mau ke sini deh, Cha! Dasar Andra
tuh emang cowok nggak peka! Masa malah berduaan
di depanmu gini! Kamu nggak apa-apa ketemu mereka
berdua begitu" Jangan nangis di depan mereka lho ya"
Atau mau ngumpet?" Ngumpet" Ide bagus! Males kalau mereka mesti lihat
aku lagi sama Adit. Aku bener-bener belum siap jadi
bahan gosip dadakan di sekolah.
"Ngumpet di mana?"
"Di deket pohon-pohon sana tuh! Kan mereka nggak
mungkin sepedaan nyampe sana." Aku mengangguk
dan segera mengambil tasku.
"Mau ditemenin nggak ngumpetnya?" tanya Adit sambil tersenyum.
Aku cuma balas tersenyum. Masa mau jawab
001/I/13 235 "Mau!!!?" Jadi aku diam saja dan segera pergi meninggalkannya.
Mau noleh nggak ya" Kalau aku noleh, dia pasti ngira
aku kepingin ditemenin. Jangan noleh ding! Tapi kok
dia nggak ngejar" Katanya tadi mau nemenin"
Aku refleks menoleh. Terserah dia mau mengira
apa! Begitu menoleh aku langsung kecewa. Boro-boro mau
nemenin, Adit bahkan sudah menghilang dari pandangan! Gimana sih" Mataku terus mencari sosoknya, tapi
Adit memang sudah menghilang. Yang ada malah
dua sepeda yang semakin mendekat milik Andra dan
Riska. Rupanya mereka nggak melihatku dan masih
terus asyik ketawa-ketiwi.
Aku kembali melanjutkan langkahku ke arah rerimbunan pohon yang letaknya lumayan jauh dari lapangan basket. Aku segera melempar tas punggungku di
rumput dan duduk bersandar di salah satu pohon.
Sekarang mau ngapain ya" Tadi niatnya mau olahraga
kok malah jadi bengong begini" Gara-gara Adit nih!
Aku ngapain sih di sini" Kalau Adit udah nggak ada,
ngapain ngumpet dari mereka" Apa aku harus keluar
dan nyamperin mereka" Tapi nanti mereka keganggu
nggak ya" Aku berdiri dan mengintip ke arah lapangan basket.
Andra dan Riska sudah asyik di sana. Benar kata Adit,
Andra memang payah. Beberapa kali melempar bola ke
arah ring, cuma satu yang berhasil. Kok ya Andra
bisa PD unjuk "kebolehan" di depan Riska kayak gitu
ya" Aku duduk dan mengambil beberapa isi tasku.
001/I/13 236 Niatnya sih mau baca komik sambil dengerin walkman
dan makan roti. Siiip! Baru membaca sekitar setengah komik, mendengarkan dua lagu, dan menghabiskan satu potong roti,
aku sudah bosan. Aku berdiri dan mengintip ke arah
lapangan basket lagi. Mereka berdua masih di sana.
Tiba-tiba pipiku terasa dingin. Begitu aku menoleh,
sesuatu yang berwarna hitam menempel di depan wajahku.
"Aaargh..." Aku berusaha menepiskan benda hitam
itu dari wajahku. Benda itu melayang dan mendarat di
rerumputan. Aku mengamati benda itu baik-baik. Tas
kresek" Ngapain tas kresek nemplok di pipiku dan"
kok dingin" "Gimana sih, Cha" Itu kan makanan, jangan dilemparlempar!"
Lho" Adit" Kulihat dia berjalan ke arah tas kresek
yang terikat itu dan mengambilnya.
"Nih," katanya sambil menyerahkannya ke arahku.
"Ini apa sih" Makanan katamu" Kok dingin" Makanan
apa" Kamu dari mana sih, Dit" Kok datengnya tiba-tiba
gitu" Jangan ngagetin dong!"
"Heh, nanya tuh satu-satu. Bingung kan jawabnya!
Duduk gih!" jawab Adit sambil duduk bersandar di
bawah pohon. Aku duduk di sebelahnya sambil terus
memegangi tas kresek yang basah itu dengan curiga.
Kok bentuknya persegi panjang begini" Makanan apa
coba, yang berair dan bentuknya persegi panjang begini"
"Ini apa sih?" tanyaku lagi.
"Kenapa nggak dibuka aja?"
"Habisnya berair gini. Mencurigakan."
001/I/13 237 "Ya iyalah berair! Es krim, gitu."
Es krim" "Ngapain beli es krim" Ini buat aku?"
"He"eh, anggap aja itu pengganti air mineral tadi."
Masa air mineral diganti es krim" Aneh!
"Makasih ya, Dit."
"Nah, kan udah dibeliin es krim tuh! Jangan sedih
lagi! Jangan marah-marah terus!"
Oh, ceritanya es krim ini buat menghibur toh" Kok
Full House banget gini" Masa Adit suka nonton drama
Korea juga" Kayak Mbak Sri aja!
"Suka nonton Full House ya, Dit?"
"Hah" Apaan sih" Full House" Yang ada anak kecil
cewek kembar itu" Itu kan serial TV udah jadul banget?"
Aku cuma tertawa kecil. "Nggak, lupain," ujarku sambil memasukkan tas kresek
yang masih terikat itu ke tasku.
"Lho" Kok malah dimasukin tas sih" Udah dibeliin,
juga!" protes Adit. "Iya, iya. Ntar dimakan kok. Aneh kan makan es krim
pagi-pagi begini. Ntar aja, kalo udah siang. Udara
panas makan es krim kan enak."
"Kalo meleleh gimana?"
"Belum pernah denger yang namanya freezer, ya?"
"Iya sih, tapi kan nanti bentuknya jadi berubah."
"Alaaah, dimakan udah leleh juga masih enak kok!
Bentuk kan nggak penting! Yang penting rasanya nggak
berubah! Iya, nggak?"
"Terserah deh! Jangan nyesel lho!" jawab Adit pasrah.
"Nggak bakal!" jawabku.
001/I/13 238 "Eh, Andra sama Riska masih di lapangan, ya?"
tanya Adit lagi. "Iya. Aku ngintip tadi. Bener, Dit, Andra emang payah
mainnya. Lucu banget deh tadi. Nge-shoot aja nggak
masuk-masuk!" jawabku sambil tertawa kecil.
"Lucu" Udah deh, Cha! Nggak usah pura-pura nggak
sedih! Aku tahu kok kamu itu orangnya cengeng banget.
Mau nangis juga nggak apa-apa kok! Aku pinjemin
bahuku deh kalo perlu!"
Aku tertawa lagi. "Ya ampun! Kok kesannya aku cinta
mati banget sama Andra gitu sih! Yang bener aja aku
suka sama dia?" "Oh, udah nggak suka" Bagus deh kalo bisa ngelupain dia secepet itu!"
"Adit! Aku tuh nggak PERNAH suka sama Andra.
Udah dong, Dit! Jangan bikin aku ketawa terus," jawabku
sambil tersenyum geli. "Masa sih" Bukannya kalian akhir-akhir ini deket?"
"Ya iyalah! Aku, Andra, Riska kan sama-sama satu
kepanitiaan acara tadi malem. Dan aku itu malah bantuin
mereka berdua supaya deket. See?"
"Oh, gitu ya" Makcomblang?"
Aku mengangguk cepat.

A Little White Lie Karya Titish Ak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Terus kamu tadi ngapain pake ngumpet-ngumpet segala?"
Waduh, masa aku harus jawab gara-gara nggak mau
kelihatan bareng dia dan digosipin" Kok kesannya GR
banget! "Mmm... Nggak enak aja sih gangguin mereka."
Adit cuma mengangguk-angguk.
"Mereka jadian kapan sih?" tanya Adit lagi.
001/I/13 239 "Tahu tuh, udah jadian atau belum aja aku nggak
tahu! Awas aja kalo mereka jadian nggak ngajak makanmakan!"
"Tadi malem mereka jalan bareng, ya?"
"Iya. Kamu lihat juga?"
Adit mengangguk-angguk lagi. Aku jadi teringat kejadian tadi malam.
"Kamu juga, kan?"
"Apanya?" "Tadi malem nggak sendirian," tanyaku hati-hati.
"Oh, iya." "Siapa tuh" Cantik!"
"Cantik" Coba tu anak denger pujianmu barusan, pasti
girangnya nggak ketulungan."
"Hush! Cewek sendiri kok diomongin kayak gitu
sih?" Adit cuma tertawa kecil. Semoga tertawa kecilnya itu
berarti berita baik. "Cewek apaan" Dia itu kan adikku, masih SMP, lagi!"
O, adik! Tapi adik kan maksudnya bisa banyak! Adik
kandung, adik tiri, adik sepupu (nikah sama sepupu kan
masih boleh), temen cewek yang dianggap kayak adik
(tapi masih ada peluang jadi ceweknya), atau apa"
"Adik apaan?" tanyaku lagi.
"Adik apaan gimana sih maksudnya" Adik ya... anaknya Mama sama Papa yang umurnya lebih muda dari
aku. Iya, kan" Coba deh kamu nanti buka kamus.
Masa kayak gitu aja ditanyain sih, Cha?" tanya Adit
heran sambil menggaruk-garuk pipinya.
Aku cuma tertawa kecil. Semoga Adit nggak bisa menangkap atmosfer kelegaan dari tawaku barusan. Bener-
001/I/13 240 bener sia-sia aku nangis tadi malam. Nggak lihat
pensi sampe selesai, lagi! Nyebelin!
"Oh ya, Cha. Kalo bukan patah hati gara-gara Andra,
terus patah hati gara-gara siapa dong?"
Ini anak... kok nyinggung masalah itu lagi sih"
"Yee... Siapa bilang aku patah hati" Nggak ada yang
bilang, kan?" "Tadi kayaknya patah hati..."
Aku tersenyum lagi. "Kayaknya" Makanya jangan sok
tahu! Nggak kok! Nggak jadi!" Nggak jadi" Jawaban apa
lagi ini" Adit cuma diam sambil terus memandangiku. Entah
maksud dia apa. Jangan pandangi aku kayak gini terus, please! Aku
bisa GR! Apalagi sepagian ini Adit udah baik banget
sama aku. Ngajakin ngobrol, beliin es krim, dan kalau
nggak salah denger tadi juga mau minjemin bahu. Saat
ini aku seperti terbang ke awan.
"Cha, menurutmu kita bisa suka sama orang yang
nggak kita kenal langsung nggak sih?" tanyanya tibatiba.
Hah" Kenapa dia ngomongin hal yang nggak nyambung kayak begini"
"Maksudnya gimana?" tanyaku heran.
"Mungkin nggak, kita suka sama orang yang belum
pernah kita lihat mukanya" Temen SMS misalnya?"
Aku seperti jatuh dari awan dan terjerembap mencium
tanah. Rasanya bener-bener sakit.
"Oh, mungkin," jawabku lirih.
"Mungkin gimana?"
"Mungkin aja itu bener-bener kejadian. Tapi aku
001/I/13 241 belum pernah denger ada kasus kayak gitu sih," jawabku
berbohong. Jelas-jelas salah satu pelaku kasus kayak
gini ada di depanku. Pasti Adit baru ngomongin Ayu,
kan" "Masa sih" Aneh nggak ya suka sama temen SMS?"
"Aneh sih. Tapi memang ada kok," jawabku lirih.
"Ya iyalah. Kamu masih inget cewek yang aku
omongin waktu di Mataram itu, nggak?"
Aku mengangguk lemah. Aku udah menarik diri dari
Adit lewat dunia maya, tapi kenapa hasilnya tetep begini" Please, Dit, jangan malah curhat masalah itu ke
aku. Aku nggak tahu mesti gimana sekarang. Apa aku
sebagai Ocha di dunia nyata juga harus menjauh dari
kamu" "Nah, cewek itu tuh temen SMS-ku. Namanya Ayu.
Dia..." Somebody, help! Selamatkan aku dari topik ini sekarang juga!
"OCHA!!!" "LHO... SAMA ADIT" KALIAN NGAPAIN DI SEMAKSEMAK BEGINI?"
Di belakang Riska kulihat ada Andra yang malah
sibuk nyengir. Meskipun mereka berdua berisik dan sedikit nyebelin, aku bener-bener kepingin meluk mereka
saat ini. Oh, my hero and my heroine!
*** Kedatangan mereka berdua bener-bener menyelamatkanku dari topik menyedihkan itu. Adit jelas nggak bisa
menyinggung-nyinggung masalah itu lagi. Dengan alasan
001/I/13 242 belum sarapan, aku segera pamit dari mereka bertiga.
Dan sepertinya aku salah memilih alasan karena Andra
malah mengajak kami semua makan bubur ayam di sekitar lembah. Sekalian syukuran jadian katanya (masih
fresh, baru tadi malam). Hmm... bubur ayam" Not
bad lah. Makan makanan hangat katanya lumayan bisa
mengurangi sedih. Hiks...
*** Aku duduk di sebelah Mas Ardhi yang sedang asyik menonton ikan-ikan di kolam di depan rumah berenang
kian kemari. "Dari lembah ya, Cha?"
Aku mengangguk. "Habis olahraga, kan" Kok malah lesu" Harusnya fresh
dong!" Fresh gundulmu! Orang main basketnya cuma beberapa detik gitu kok! Gara-gara Adit!
"Kamu sejak tadi malem juga lesu deh! Kenapa sih?"
Iya, ya. Tadi malem patah hati, di lembah tadi sempat
nggak jadi patah hati, pulang-pulang kok patah hati
lagi! Hiks, tahu gini tadi nggak usah ke lembah segala!
Bikin emosi naik-turun. Capeeek!! Gara-gara Adit (lagi)!
"Huu, ya udah. Diajak ngomong diem terus! Kok
ikan-ikannya nggak kedinginan ya, tiap hari berendam
di air terus kayak gitu?" tanya Mas Ardhi lagi.
Gimana aku nggak diem" Masa pertanyaan konyol
begitu mau dijawab juga"
"Eh, tasmu kok basah gitu sih, Cha" Kena air kolam
ya" Makanya, lesu sih lesu, tapi duduk jangan sembarangan dong."
001/I/13 243 Aku meraba tas punggung yang masih aku gendong
itu. Aku teringat es krim dari Adit tadi dan segera
membuka tasku untuk mengeluarkannya.
"Apaan sih itu, Cha?"
"Es krim," jawabku singkat.
"Hore, adikku ini akhirnya bisa ngomong juga!" teriak
Mas Ardhi sambil bertepuk tangan dengan noraknya.
Aku cuma merengut. "Kok es krimnya digituin sih, Cha" Itu pasti udah
meleleh, ya" Apa enaknya es krim udah meleleh?"
Halah, Mas Ardhi bilang gitu pasti nanti minta juga.
"Minta dong, Cha!"
Tuh kan... "Boleh, tapi ambilin gelas, ya?"
"Enak aja nyuruh-nyuruh!"
"Mau es krim, nggak?"
Mas Ardhi cuma meringis pasrah.
"Bentar ya..." Mas Ardhi segera beranjak ke dapur sementara aku terus sibuk membuka ikatan tas kresek
itu. "Nih," kata Mas Ardhi sambil menyerahkan sebuah
gelas dengan sendok di dalamnya ke arahku.
Aku segera menaruh gelas itu di atas tanah, membuka
plastik es krim, dan menuangkan isinya yang sudah
meleleh ke dalam gelas. Sebatang stik es krim ikut
meluncur dari dalam plastik dengan mulusnya.
Aku memasukkan bungkusnya ke dalam tas kresek
tadi, lalu menyendok es dalam gelas sedikit.
"Es krim apa sih itu" Kok warnanya ancur gitu?"
tanya Mas Ardhi sambil mengernyit sok jijik.
"Nggak tahu. Nggak lihat bungkusnya tadi," kataku
001/I/13 244 sambil menyeruputnya lagi sementara Mas Ardhi membuka tas kresek yang berisi plastik es krim tadi.
"Minum es krim kok diseruput gitu sih" Sini, aku
contohin cara minum es krim yang bener!"
Aku mengulurkan gelas itu ke arah Mas Ardhi.
"Apanya yang bentuk hati kalo ancur begini" Tapi
rasanya enak sih!" "Bentuk hati gimana?" tanyaku heran.
"Ini es krim Heart, kan" Di plastik juga ada tulisannya.
Gimana sih" Emang kamu tadi beli es krimnya sambil
merem?" Aku segera mengambil plastik es krim tadi. Es krim
Heart rasa stroberi, cokelat, dan vanila, begitu yang kubaca.
Apa sih maksud Adit beliin aku es krim bentuk hati
kayak gini" Dia itu sengaja bikin aku GR atau apa" Kalo
suka sama Ayu, ya sana gih, kejar! Tapi jangan nyengsarain orang lain kayak gini dong! Jahat! Aku nggak
mau suka lagi sama cowok kalau sakitnya nggak ketulungan kayak gini. Keadaan hatiku sekarang ini pasti
persis dengan keadaan es krim di depanku ini. Bentuknya
udah bukan berbentuk hati lagi, tapi bener-bener me"
leleh, parah berat. Mungkin udah tiba saatnya ini semua harus diakhiri. Finish. Game over. Hiks...
"Lho" Kok malah nangis, Cha" Aduh, cengeng banget
sih! Iya deh, beli es krim sambil merem kayaknya lucu
juga kok. Jangan nangis dong, Cha..."
001/I/13 245 TUJUH BELAS "H EI, Cha! Kok belum ke kelas" Udah bel masuk,
kan?" "Oh, habis ini tuh pelajarannya Bu Lila. Jam kosong
katanya." "Pelajaran Bu Lila kok bisa kosong" Wah, asyik banget
tuh!" Aku cuma mengangguk-angguk.
"Ya udah, deh! Aku duluan ke kelas ya...," pamit cowok itu sambil melambaikan tangan. Aku balas melambaikan tangan dengan malas.
"OCHA!!!" Sebuah suara mengagetkanku begitu sosok
yang baru saja berbicara denganku tadi sudah menghilang di balik tembok kantin.
"Apaan sih, Pi" Jangan teriak-teriak gitu dong!"
"Aku tuh udah mengamati kamu akhir-akhir ini, Cha!
Nggak cuma sekali kamu disenyumin sama Adit. Dan
tadi itu apa?" Sejak ngobrol banyak (bahkan hampir curhat segala) di
001/I/13 246 lembah pagi itu, Adit memang nggak cuek lagi sama
aku di sekolah. Bahkan dia rajin menyapaku. Tapi itu
toh nggak berarti apa-apa sama sekali. Inget kan, dia
suka Ayu. Meskipun sampai sekarang aku masih heran
sih, kalau Adit benar-benar suka sama Ayu kenapa dia
nggak pernah SMS Ayu lagi" Tapi itu udah nggak penting
lagi sekarang. Pokoknya Adit memang suka Ayu. Titik.
"Kamu bisa kenal dia dari mana sih, Cha" Kok nggak
ajak-ajak kalo mau kenalan" Bagi-bagi dong! Yang kita
omongin ini Adit! Aset berharga! Dan kamu kok mau
main embat sendiri gitu sih" Jahat!" ujar Pia lagi.
"Sono gih, ambil! Nggak berminat."
"Masa sih" Tapi aku lihat kamu emang biasa aja
sih ngomong sama Adit kayak gitu. Bener-bener nggak
minat, ya" Kok bisa, ya" Aneh!"
"Kan nggak harus semua orang nge-fans sama dia
kayak kalian!" "Tahu nggak, Cha! Dari dulu aku memang suka kepikiran kamu emang nggak nge-fans sama Adit."
"Nah, itu udah tahu."
"Bentar, belum selesai ngomongnya," sahut Pia lagi.
Aku cuma mengernyitkan dahi. "Kamu emang nggak
nge-fans, Cha! Tapi firasat seorang Pia mengatakan kamu
itu bener-bener naksir, suka beneran! Masa feeling-ku
bisa salah, ya" Tapi kalo lihat sikapmu tadi, kamu
emang kayak nggak suka, ya" Aduh, aku mesti baca
buku lebih banyak soal feeling nih. Baru kali ini lho salah kayak gini!"
Aku cuma diam. Nggak tahu mesti nanggepin apa.
*** 001/I/13 247 Treeet" Treeet" Treeet"
"Cha, ikut makan di UGM, nggak?" ajak Pia begitu
kami berdua keluar dari kelas.
"Emang siapa aja?" tanyaku.
"Aku, Tari, Wulan, Dyah, Tiara, Dewi, Linda. Tambah
sama kamu kalo kamu mau. Kebetulan yang bawa motor cuma Tari, Dewi, sama Linda."
"Huu, bilang aja emang niat awalnya cuma nyari tebengan motor, kan?"
Pia cuma nyengir. "Ya deh. Tapi aku pipis dulu ya" Mau nungguin,
kan?" tawarku kemudian.
"Oke! Kami nunggu di tempat parkir ya" Aku juga
mau nyari pinjeman helm dulu kok."
Aku mengangguk sementara Pia pergi menyusul
teman-temanku lain yang sudah pergi ke tempat parkir.
Aku berjalan pelan ke arah kamar kecil yang ada di
ujung lorong sambil merapatkan jaketku. Sejak tadi pagi
sampai siang bolong begini, hawanya memang lumayan
adem. Atau aku mau sakit ya"
Aku menunggu giliran kamar kecil sambil bersenandung pelan. Sepulang sekolah begini, kamar kecil memang lumayan ramai, terutama kamar kecil cewek. Tapi
nggak seramai kalau istirahat sih. Sebenarnya deretan
kamar kecil cowok kosong sama sekali. Sempat kepikiran
untuk pipis di sana saja, tapi sepersekian detik kemudian


A Little White Lie Karya Titish Ak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

aku langsung mengurungkan niat tersebut.
Akhirnya, ada juga satu pintu kamar kecil yang terbuka. Aku tersenyum basa-basi kepada seorang cewek
yang nggak aku kenal yang keluar dari pintu itu.
Aku melangkahkan kaki ke dalam kamar kecil itu.
001/I/13 248 Begitu pintunya kututup, aku baru ingat aku membawa
tas bersamaku. Dan keadaan kamar kecil ini masih sama dengan keadaannya berbulan-bulan yang lalu, sama
sekali nggak ada tempat untuk menaruh tas punggung
sebesar kepunyaanku ini. Aku segera membuka pintunya lagi dan berniat meletakkan tasku di sekitar pintu kamar kecil. Ketika kemudian aku mendengar suara seseorang dari arah samping.
"Mau aku bawain?" tanya suara itu.
Yeah, siapa lagi kalau bukan Adit. Aku cuma tersenyum tipis.
"Nggak usah. Taruh sini aja," jawabku sambil meletakkan tasku itu di lantai depan kamar kecil tanpa mengacuhkan tawaran Adit barusan. Adit segera mengambil
tasku dari lantai, juga tanpa mengacuhkan penolakanku.
"Kan entar bisa kotor. Udah deh, pipis gih. Lagian
mau pipis kok mesti bawa tas sih" Dulu juga! Nggak
belajar dari pengalaman, ya?" tanya Adit kemudian.
Aku cuma tersenyum tipis lagi. Untung handphone
sudah kukantongi dari tadi. Aman. Aku segera masuk
kamar kecil lagi. Entah kenapa sekarang aku enggan ngomong dari
kamar kecil lagi sama Adit seperti yang kulakukan berbulan-bulan lalu. Dan keadaan di luar juga sepi. Adit
sepertinya juga enggan ngobrol denganku. Well, anggap
saja ini seri. Aku nggak berlama-lama di dalam kamar kecil. Begitu
hajatku tersampaikan, aku segera keluar dari sana. Begitu
pintu kubuka, kulihat Adit sedang jongkok bersandar
ke tembok sambil mendekap tas punggungku.
001/I/13 249 Adit segera bangkit dan menyerahkan tasku itu.
"Lagi sakit, ya?" tanyanya singkat sambil menunjuk
jaket tebal yang sedang kupakai.
"Nggak kok," jawabku tak kalah singkat.
Adit cuma mengangguk-angguk mendengar jawabanku
kemudian beranjak pergi. Aku sendiri keheranan melihat
punggungnya bergerak menjauh. Tumben dia nggak
minta balasan bawain bola atau apa. Begitu dia menghilang dari pandanganku, aku baru ingat aku belum
berterima kasih padanya. Sedetik kemudian aku juga
baru menyadari Adit tadi kayaknya juga nggak pipis.
Terus ngapain ya dia ke sini tadi" Aneh.
Hmm, Adit bawain tasku tadi bener-bener kayak
d?j? vu. Bedanya, kami nggak ngobrol banyak seperti
dulu. Benar-benar menyedihkan.
*** "Tempura-nya nambah lagi ya, Pi" Nggak apa-apa, kan?"
"Heh, traktir sih traktir! Tapi kamu udah nambah
yang keberapa kali nih?"
"Dianterin balik ke sekolah atau ditinggal di sini"
Tinggal pilih," ancamku kemudian.
"Ya deh! Sono gih borong tempura-nya," jawab Pia
pura-pura kesal. Aku nyengir sambil beranjak ke tempat penjual tempura. Setelah mengambil dua potong tempura, aku
segera kembali ke tempat teman-temanku berkumpul.
"Kok nggak beli es, Cha?" tanya Linda kepadaku begitu
menyadari aku satu-satunya yang nggak beli es di tempat
itu. "Nggak. Dingin begini masa minum es?"
001/I/13 250 "Dingin" Ngawur! Gerah begini kok! Lagi sakit ya,
Cha" Aku lihat dari tadi kamu juga nyaman-nyaman
aja pake jaket setebel itu. Kalo aku sih udah nggak
tahan," tanya Tari kemudian.
"Kamu tuh orang kedua yang nanyain kayak gitu
ke aku." "Emang orang pertamanya siapa?" Aku baru mau
bilang "Adit" tapi nggak jadi ketika menyadari mereka
pasti heboh kalau aku bener-bener bilang. Jadi aku
cuma diam. Tujuh pasang mata memandang ke arahku,
menunggu jawaban ketika seorang pengamen mendekat
untuk menyelamatkanku. Tempat makan di mana pun di kawasan UGM memang nggak luput dari sasaran pengamen mencari nafkah. Nggak jarang total uang yang kita keluarkan untuk
para pengamen itu lebih besar dari uang yang kita keluarkan untuk makan di tempat tersebut.
Melihat dewa penolongku mulai bernyanyi asal-asalan,
aku segera membuka kantong depan tasku dan mencari-cari uang receh di sana. Aku segera mengulurkan
sekeping uang logam lima ratus dan pengamen itu
pun pergi. Ketika hendak menutup ritsleting tasku itu, aku mendapati secarik kertas warna pink yang asing dalam kantong tersebut. Dengan hati-hati aku membuka lipatan
kertas itu dan mulai membacanya.
Kamu masih inget waktu aku bikin kamu nangis"
Aku tunggu di tempat kamu nangis waktu itu
jam 3. Be on time! 001/I/13 251 Kertas itu memang nggak ada nama pengirimnya,
tapi aku yakin 100% pengirimnya Adit. Tulisan yang
khas cowok (tapi kok kertasnya pink"!) ditambah lagi
dia satu-satunya orang yang mungkin menaruh kertas
ini karena dekat-dekat dengan tasku hari ini. Dan
yang paling meyakinkanku adalah isi surat itu. Yang
pernah bikin aku nangis kan cuma Adit" Ya, pasti dia.
Tapi dia mau ketemu aku, mau ngapain ya" Hiyy,
takut! Begitu aku menengadah, kulihat teman-temanku sudah
asyik lagi dengan obrolan masing-masing. Aku melirik
jamku. Waa" udah jam empat! Semoga Adit masih
menungguku seperti dia masih menunggu Ayu di
Mataram dulu itu. Tapi dulu yang dia tunggu kan
Ayu, cewek yang dia suka. Kalau seorang Ocha, entah
dia mau menunggu atau nggak.
"Pi, aku mau pulang sekarang nih. Kamu mau ikut
atau gimana?" "Yah, kok udah mau pulang" Ntar aja! Kan tempura
sama esku masih banyak banget!" Pia mulai merengekrengek.
"Mungkin Ocha sakit tuh, Pi! Udah deh, kasihan,
kan!" bujuk Tiara kemudian. Aku mengangguk-angguk
senang karena ada orang yang mau membantuku mencari alasan.
"Ya deh! Aku minta jemput sopirku di sini kok, Cha.
Kamu pulang sendirian aja. Ntar nggak kuat, lagi, kalo
nebengin aku segala. Tapi kamu kuat kan kalo bawa
motor sendiri?" Aku mengangguk-angguk. Siapa juga yang sakit" Cuma
kedinginan aja kok! 001/I/13 252 "Ya udah. Aku pulang duluan ya! Oh ya, Pi, aku tadi
ambil tempura delapan. Jadi bayarin, kan?"
Pia cuma nyengir tapi akhirnya mengangguk juga.
* * * Begitu memasuki lapangan basket dengan deg-degan,
aku kecewa karena nggak ada seorang pun di sana. Aku
melirik jamku lagi, jam empat lebih seperempat. Ada
banyak kemungkinan kenapa aku nggak menemukan
siapa pun di sini. Pertama, aku salah menyimpulkan tempat. Mungkin
bukan lapangan basket. Tapi kan aku nangis waktu itu
di sini" Jadi bener di sini, kan"
Kedua, aku salah menyimpulkan waktu. Mungkin bukan hari ini" Tapi nggak mungkin ding, aku yakin waktu
tadi malam nyiapin buku, kertas itu belum ada di tasku.
Atau mungkin bukan jam tiga sore tapi jam tiga pagi"
Itu lebih nggak mungkin! Emangnya aku mau janjian
sama pocong" Hiyy, jangan sebut hantu itu lagi.
Ketiga, ini lumayan fatal, yang menulis surat itu bukan
Adit. Tapi aku yakin nggak ada seorang pun di sekolah
ini yang pernah bikin aku nangis selain Adit. Sebenarnya
ada dua orang lagi sih, tapi itu jelas nggak mungkin.
Orang yang pertama yaitu Mas Bintang. Tapi nggak
mungkin, kan" Wong dia nggak tahu aku pernah nangis gara-gara dia. Ditambah lagi Mas Bintang sekarang di Bandung. Jadi Mas Bintang tercoret dari daftar secara otomatis. Orang kedua selanjutnya adalah
Pak Rus. Pak Rus pernah bikin aku nangis, kan" Pak
Rus jelas tahu, gara-gara dia ngeluarin aku dari kelas
001/I/13 253 zaman jebot itu aku jadi nangis. Tapi itu juga nggak
mungkin banget. Masa Pak Rus surat-suratan ngajak
ketemuan begitu sama muridnya" Mikirinnya aja udah
bikin serem! Pasti Adit kok! Aku yakin! Selain dia punya kesempatan naruh kertas ini di tasku waktu aku
pipis tadi, aku juga punya feeling kuat bahwa surat
ini memang dari Adit. Kalau dipikir-pikir, kemungkinan yang paling kuat
cuma kemungkinan terakhir, yaitu Adit udah bosan menungguku. Jadi dia tadi ke sini tapi sekarang udah
pergi. Ya maap! Surat itu kan baru aku temukan barusan.
Itu juga udah bagus, coba kalau aku nemunya besok"
Salah sendiri pake surat-suratan segala! Suratnya nggak
jelas pula! Kenapa dia nggak nulis "Aku tunggu di
lapangan basket jam tiga sore ini. Adit." Nah, begitu
kan baru jelas. Atau kalau mau lebih jelas lagi, kenapa
dia nggak ngomong langsung kalau mau ketemu. Atau
di kamar kecil tadi langsung ngomong aja apa keperluannya, nggak usah nunggu sampe sore di lapangan
basket segala. Memangnya dia mau ngomong apaan
sih" Pentingkah" Awas aja kalau mau curhat masalah
Ayu lagi! "Hatshiiiii!!!" Aduh, beneran mau sakit nih. Hiy, dingin
banget, udah tambah sore sih! Apa aku pulang aja, ya"
Toh besok masih ketemu Adit juga di sekolah. Kalau
dia masih kepingin ngomong, pasti besok diomongin
juga. Aku segera berbalik menuju tempat parkir dan berniat
untuk pulang. Di musala, masih ada beberapa temanku
yang berkumpul. Setelah sekadar menyapa mereka sebentar, aku kembali berjalan menuju tempat parkir. Be-
001/I/13 254 gitu melewati perpustakaan, aku tergoda untuk naik sebentar. Lama juga aku nggak pernah merenung di sana
lagi. Bentar ajalah, mumpung sepi dan suasana mendukung.
Aku segera menapaki anak tangga menuju lantai atas.
Sesampainya di lantai atas, aku segera menuju pojok
balkon favoritku. Aku heran ketika mendapati ada
seseorang yang tertidur sambil bersandar di situ. Aku
cuma bisa melongo begitu mengamati lebih lanjut bahwa
orang itu Adit. Adit yang menyadari ada seseorang yang datang segera
terbangun dari tidurnya. Dia menguap sebentar dan kaget begitu melihatku. Setelah itu ia melirik jam tangannya.
"Telat satu setengah jam! Aku kan bilang on time!"
bentaknya kemudian. Aku cuma heran mendengarnya.
"Kan janjiannya di lapangan basket?" tanyaku kemudian.
"Siapa bilang" Aku nulisnya mau nunggu di tempat
kamu nangis. Kamu di lapangan basket itu kan cuma
mewek-mewek jelek gitu. Tapi nangisnya di sini! Gimana
sih" Situ yang nangis malah bingung sendiri," Adit masih
membentakku dengan suara kesal, mungkin karena terlalu lama menungguku.
Aku segera teringat kata-kata Pia berbulan-bulan lalu
tentang Adit yang mengejarku setelah kejadian aku kena
bola itu. Berarti kata-kata Pia memang benar. Bahkan
dia lihat aku waktu ngumpet dan nangis di sini. Tanpa
sadar air mataku mulai mengalir.
"Aduh, malah nangis segala! Jangan nangis dong,
Cha!" Adit mulai panik melihatku menangis. Dia meng-
001/I/13 255 isyaratkanku untuk duduk di sebelahnya. Aku cuma
menurut sambil terus sesenggukan dan menunduk.
"Aku kan nggak marah beneran. Tadi bukan maksudku buat bentak kok! Gitu aja nangis sih?" katanya
masih panik. "Cha, diem dong! Udahan ya nangisnya" Aku nggak
bisa maafin diriku sendiri kalau" kalau bikin cewek
yang aku sayang sampe nangis dua kali."
Apa"! Aku segera menengadah begitu mendengar kata-kata
Adit barusan. Apa Adit barusan bilang secara tersirat
bahwa dia sayang sama aku" Ulangi lagi, Dit! Biar
aku yakin bahwa pendengaranku nggak rusak.
"Apa, Dit?" tanyaku lagi sambil menatapnya. Adit
yang aku tatap begitu cuma berlagak kikuk.
"Apanya yang apa?" jawabnya kemudian.
Ugh, aku memang salah denger, ya"
"Ya udah. Cepetan gih mau ngomong apa!" desakku
kesal. "Tadi kan udah ngomong. Masa suruh ngulang
lagi" Malu, tau!"
"Yang mana" Aku nggak denger. Ulangin!"
"Nggak ada siaran ulang. Salah sendiri tadi nggak
dengerin!" Ini anak" nyebelinnya masih. Ya udah! Yang butuh
ketemu juga siapa! Aku bersiap-siap berdiri buat ninggalin Adit.
"Aku sayang kamu, Cha! Udah denger kan sekarang?"
kata Adit sambil menarik tanganku sampai aku terduduk
lagi. God, sekarang sih aku yakin nggak salah denger.
001/I/13 256 Harusnya ini yang aku tunggu-tunggu. Tapi" masa
dia sayang aku sih" Bukannya dia suka sama Ayu"
Semudah itukah seorang cowok berpaling" Mentangmentang sama Ayu udah sebulanan nggak SMS-an
lagi! "Kok diem, Cha" Jadi gimana?"
Gimana apanya" "Kamu" Kamu kenapa bisa sayang sama aku?"
"Aduh, kayak gitu kok ditanyain sih" Kan susah ngejawabnya?"
"Kalo beneran sayang, masa kayak gitu susah?" tantangku kemudian.
"Oke, oke. Mmm... kalo orang-orang bilang sayang
sama seseorang itu nggak perlu alasan, aku memang
nggak sepenuhnya setuju. Jadi aku sayang sama kamu
pasti ada alasannya," jawab Adit yang kemudian menghela napas panjang.
"Apa?" tanyaku singkat.
"Apa ya" Entar aku muji kamu, kamunya ke-GRan, lagi!" Adit malah terus menggaruk-garuk kepalanya.
Aku cuma merengut. "Iya, iya" Mmm, kamu itu" kamu itu beda, Cha!


A Little White Lie Karya Titish Ak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kamu nggak norak kayak cewek lain kalo ketemu sama
cowok cakep kayak aku, he he," kata Adit sambil menepuk-nepuk dadanya. Aku cuma mencibir.
"Aku suka kamu yang cuek begitu sama aku?"
Siapa bilang aku cuek sama kamu, Dit" Andai saja
kamu tahu aku ngejar-ngejar kamu lewat SMS kayak
gitu, apa kamu masih suka sama aku"
"Aku suka kamu yang cengeng, muka mewekmu itu?"
Kalau ini bener sih. Bahkan tangisanku yang kamu
001/I/13 257 tahu baru sekian persen dari tangisanku yang kamu
nggak tahu, Dit! "Aku suka kapal-kapalan yang kamu buat itu. Kamu
itu lucu. Aku juga suka mukamu yang melet-melet.
Tapi sekarang kok kamu jarang melet-melet lagi sih?"
Aku cuma tersenyum kecil, heran kenapa dia masih
inget kapal-kapalan dan melet-melet segala"
"Aku suka lesung pipimu yang cuma sebelah kalo
kamu senyum kayak tadi. The girl with one dimple
on the left cheek," kata Adit sambil mengusap pipi
kiriku. Baru sekali ini ada orang yang mengomentari
lesung pipiku. Aku bahkan nggak tahu aku punya lesung
pipi. Dan baru sekali ini pula ada orang yang mengusap
pipiku seperti ini. Mau nggak mau aku jadi sedikit gemetar.
"Aku ngerasa udah lama banget kenal sama kamu,
Cha! Aku yang biasa nggak banyak ngomong, bisa enak
ngobrol sama kamu. Aku bisa sharing banyak ke kamu
karena aku tahu kamu cewek yang bisa aku percaya."
Dia percaya sama aku" Aku udah bohongin dia besarbesaran dan dia percaya sama aku" Coba sampe kamu
tahu aku ini Ayu, Dit! Entah kamu masih bisa percaya
sama aku atau nggak. Setelah mendengar kata "percaya"
yang menyakitkan itu, aku menepis tangan Adit yang
masih ada di wajahku. "Sori, Dit! Aku nggak bisa," jawabku pelan.
"Nggak bisa nolak ya?" ujarnya sambil tersenyum.
Di suasana serius kayak begini kok dia bisa-bisanya
bercanda sih" "Bukan! Aku bener-bener nggak bisa nerima kamu."
"Kenapa?" tanyanya dengan mimik muka protes.
001/I/13 258 Kenapa" Masa aku mau bilang bahwa aku udah
bohongin dia selama ini" Nggak apa-apa kalau aku
nggak jadi ceweknya Adit. Tapi kalau sampe aku dibenci Adit seumur hidup, aku nggak sanggup.
"Aku bisa ngasih alasan kenapa aku sayang sama
kamu. Sekarang kamu juga harus bisa ngasih alasan kenapa kamu nolak aku, Cha!"
Aku cuma terdiam. "Aku kan jago basket. Banyak yang bilang aku cakep,
cool." Kalau lagi nggak dalam suasana serius begini mungkin aku bakal ngakak mendengar narsisnya Adit barusan.
"Aku cowok baik-baik. Dan yang paling penting aku
sayang sama kamu, Cha! Jadi kenapa kamu nggak
bisa?" Ya Allah, aku mesti jawab apa" Well, kayaknya cuma
ini jawaban yang bisa aku berikan supaya dia bisa berhenti memojokkanku. Sekali-kali bohong nggak apa-apa
kok, demi kebaikan. "Karena aku nggak sayang sama kamu, Dit! Puas?"
jawabku sambil menunduk. Aku nggak berani memandangnya karena dia pasti tahu aku berbohong.
"Bohong!" bentak Adit kemudian. Emang! Tapi ini
anak PD banget sih bisa nge-judge aku bohong!
"Lagian bisa-bisanya sih kamu bilang gitu ke aku setelah kamu cerita macem-macem ke aku tentang cewek
lain yang kamu suka," tambahku lagi.
"Siapa" Ayu" Kamu yakin mau bahas masalah Ayu,
Cha?" tanya Adit dengan volume suara tinggi lagi. "Cha,
mau sampai kapan kamu mau bohongin aku terus"
001/I/13 259 Dan kapan kamu mau berhenti juga bohongin diri
kamu sendiri?" Apa maksudnya" Jangan-jangan Adit udah tahu"
"Maksudmu apa sih?" tanyaku pura-pura bego.
Adit cuma diam. Begitu menengadah, kulihat Adit sudah mengambil handphone-nya dari saku. Mati aku!
Dia bener-bener udah tahu. Padahal sekarang handphone-ku ada di saku dan lupa aku silent.
Drrrt" drrrt" drrrt" Are you really gonna make it
happen" Drrrt" drrrt" drrrt" Seems a whisper sometimes louder than a scream"
Ha ha ha, sekarang aku benar-benar nggak bisa berkutik. Dia jelas-jelas udah tahu. Tapi dari mana dia
tahu" Aku yakin Pia sama Andra nggak ngasih nomorku
ke Adit. Aku juga udah berusaha supaya dia nggak tahu
bahwa aku adalah Ayu sampe kewalahan kayak gitu
kok! Jadi dari mana dia tahu"
"Nggak usah diangkat. Aku minta kamu dengerin ini
aja. Kayaknya kamu ceroboh sama yang satu ini," katanya sambil mengulurkan handphone-nya ke arahku. Di
layarnya aku melihat tulisan "Calling" JlexQu". JlexQu"
Itu caller identity-ku di handphone Adit" Gimana sih"
Katanya sayang" Kok malah bilangin aku jelek! Tapi ada
"Qu"-nya sih" Ya udahlah, aku maafin. Toh di handphone-ku caller identity-nya lebih parah: aDiT jUeLeX!!
Pake "ue" dan "x" plus dua tanda pentung!!
Sementara itu handphone-ku di saku masih terus bernyanyi dan bergetar-getar.
"Dengerin terus aja."
Aku cuma menurut. Oke, aku nggak bisa mengelak
lagi dan sepertinya memang sudah waktuku untuk
001/I/13 260 mengaku, tapi emangnya dia suruh aku terus dengerin
buat apa" Aku disuruh dengerin nada sambung pribadiku
yang lagu Insomnia-nya Arkarna ini" Oh, I see"
jangan-jangan gara-gara waktu di mobil itu aku bilang
aku suka Arkarna, sementara Ayu juga pake nada sambung lagunya Arkarna. Adit terus nyimpulin bahwa
Ayu itu Ocha. Tapi masa cuma dari fakta sedangkal
ini" Yang suka Arkarna kan berjibun banyaknya" Masa
Adit pikirannya cetek banget"
Sedetik kemudian aku langsung tertegun mendengar
apa yang dimaksud Adit untuk kudengarkan. Dari handphone Adit aku mendengar suara cemprengku sendiri
yang norak banget itu... "Halo. Nyariin Ocha, ya" Ini emang Ocha, tapi lagi
nggak bisa dihubungi tuh. Biasalah orang sibuk! He he
he" Tinggalin pesen aja ya" Daaah?"
Aku langsung menekan reject dan memandang ke
arah Adit dengan malu-malu. Aku ini kok orangnya
goblok banget, ya" Padahal aku udah luamaaaaa banget
nggak pernah mengutak-atik voice mailbox-ku. Seingatku
aku merekam voice mailbox itu di hari yang sama dengan waktu aku mulai ngisengin Adit. Jadi udah
luamaaaaa banget juga dong Adit tahu ini semua.
Hiks, malu... Kenapa dia nggak pernah bilang"
Aku menyerahkan handphone itu ke Adit. Kulihat sekarang dia malah cekikikan. Sial!
"Ya ampun, Cha! Kalau kamu bisa lihat mukamu sekarang... Hua ha ha ha..."
Aduh, masa dia malah ngetawain aku kayak gitu
sih. "Mukamu sekarang merah banget, Cha... Lucu... Hua
001/I/13 261 ha ha ha... Kamu itu emang ceroboh banget, ya" Hua
ha ha ha...." Ceroboh" Goblok, kali! Aku emang goblok tapi nggak
usah seheboh itulah reaksinya. Heran, kenapa dia malah
suka aku yang gobloknya nggak ketulungan kayak gini"
"Kamu tuh emang ceroboh banget ya, Cha" Tapi aku
suka banget kamu yang ceroboh kayak gini."
Tuh kan, aneh! "Kamu tahu sejak kapan, Dit?" tanyaku pelan.
"Pokoknya, aku missed call kamu pertama kali, langsung masuk mail box dan aku jadi tahu."
Aku berusaha mengingat-ingat kapan Adit missed call
aku untuk pertama kalinya. Hmm, kayaknya waktu tragedi ulangannya Pak Rus itu deh. Ya ampun, itu kan
udah lama banget. Bahkan kayaknya sebelum aku mulai
SMS-an sama Adit. "Kayaknya aku missed call kamu sebelum aku ketemu kamu di kamar kecil dulu banget itu lho... Terus
kamu ngelempar bola ke hidungku. Nah, iya tuh, waktu
itu." Tuh kan, bener. "Eh, bahkan waktu itu kita belum SMS-an ya, Cha?"
Aku cuma mengangguk pasrah.
"Kalo udah tahu dari dulu, kenapa nggak bilang dari
dulu juga, Dit?" "Ngapain mesti bilang" Nggak ada lucunya dong kalo
aku bilang dari dulu. Inget nggak waktu aku ngajak
ketemuan, terus minta fotomu itu. Pasti kamu gelagapan
deh! Ya, kan?" Aku cuma meringis. Dan kulihat Adit ketawa cekikikan
lagi! Nyebelin! Tapi aku ini emang goblok banget sih!
001/I/13 262 "Eh, tapi dari dulu aku heran banget, Cha! Kok kamu
bisa tahu nomor HP-ku ya" Padahal aku yakin nggak
ngasih tahu kamu atau siapa pun lho. Masa Ghana
yang ngasih tahu" Nggak, kan?"
Sekarang aku ikut tersenyum.
"Oh, aku tahu waktu kita di rental VCD itu. Kamu
kan nyebutin nomor HP-mu tuh," jawabku lagi. Adit
masih sibuk mengingat-ingat.
"Iya, ya. Aku nyebutin nomor HP-ku, ya?"
Aku cuma mengangguk. "Jadi kamu nguping sama nyatet nomorku, ya?" goda
Adit lagi. Aku cuma tersenyum tipis. Anggap saja itu sebagai
jawaban "Ya". "Tapi kok kamu terakhirnya nggak mau bales SMS-ku
sih, Cha" Aku sampe stres, Cha! Nggak tahu mesti
ngapain. Dikasih pulsa malah dibalikin, lagi! Waktu di
lembah itu, sebenernya aku udah mau nanyain itu. Tapi
keburu Andra sama Riska dateng! Kalo mereka habis
itu nggak nraktir aku bubur ayam, mungkin aku nggak
bakal maafin mereka lagi seumur hidup."
Aku tersenyum lagi. "Kenapa sih waktu itu" Marah, ya?"
Masa aku mesti bilang bahwa aku jealous sama
Ayu sih" Itu kan sama aja ngaku!
"Aku... sebel aja waktu di sekolah kamu kacangin."
"Lho, aku nggak pernah ngacangin kamu kok!
Malahan aku rajin nyapa!"
"Baru akhir-akhir ini, kan" Nggak waktu habis ketemu di Mataram itu. Emang enak dikacangin?"
"Tuh, kan..." 001/I/13 263 "Tuh kan apanya?" tanyaku heran.
"Masa kamu masih mau bohong juga bilang nggak
sayang sama aku sih" Baru dicuekin dikit gitu aja udah
ngambek! Terus kamu juga ngapain SMS-in aku kalo
nggak tertarik sama aku, hayo" Pake bawa nama-nama
Ayu segala, lagi! Kenapa waktu itu nggak pake nama
asli" Pasti malu, kan" Jadi nggak salah dong kalo aku
menyimpulkan kamu itu sebenernya suka sama aku.
Ya, kan?" Wah, kena deh! "Aku... Waktu itu kan aku cuma mau ngisengin kamu. Abisnya aku sebel kamu nggak minta maaf waktu
ngelempar bola ke mukaku. Terus kamu ketawa ngeledek aku waktu di rental VCD. Pokoknya kamu itu
nyebelin banget. Masa aku suka sama orang nyebelin
kayak gitu" Malah pertamanya aku mau jualan nomormu lho, tapi nggak tega sih. Intinya, aku cuma
iseng!" Entah kenapa aku masih malu untuk mengaku.
"Masa sih" Cuma iseng, ya" Jadi selama ini aku keGR-an, ya?" tanya Adit dengan mimik muka lucu dan
suara memelas. Aku kepingin ketawa tapi terpaksa kutahan.
"Iya, kamunya aja yang ke-GR-an tuh," kataku sambil
masih berusaha menahan tawa.
Tapi keinginanku untuk ketawa hilang ketika tangan
Adit meraih kedua tanganku dan menggenggamnya.
"Cha, lihat aku. Dengerin aku juga ya... Aku tuh
sayang banget sama kamu. Aku udah lama banget suka
sama kamu, mungkin sejak ngelihat muka mewekmu
yang habis kena bolaku dulu itu. Dan itu udah hampir
001/I/13 264 setahun, Cha! Waktu terus berjalan. Kita bisa satu sekolah tinggal sebentar lagi, cuma setahun lebih dikit.
Kalau kamu terus bohongin aku dan diri kamu sendiri,
waktu kita buat bareng di sekolah ini juga semakin
dikit. Kita kan kuliah nanti belum tentu bisa bareng.
Jadi sekarang jawab yang jujur aja." Adit berhenti ngomong tapi aku cuma tersenyum.
"Jawab apa?" tanyaku singkat. Iya, kan" Dari tadi
Adit cuma ngoceh dia itu sayang sama aku. Dia sama
sekali nggak tanya apa aku sayang dia, mau nggak aku
jadi ceweknya, atau pertanyaan apalah. Jadi aku memang bingung mau jawab apa.
Adit cuma berkedip-kedip menatapku, membuatku
kepingin ketawa lagi. "Iya, ya. Aku nggak nanya apa-apa. Aduh, kan ceritanya aku mau nembak, gitu. Tapi aku belum pernah
nembak, cewek nih. Kalo di film-film itu kayak apa
ya" Cara nembak itu gimana, Cha" Aduh, kamu
ngerti maksudku, kan" Masa aku mesti bilang juga"
Kan malu..." Adit terus saja mengoceh sementara aku
nggak bisa lagi menahan geli. Aku malah baru tahu
bahwa Adit belum pernah pacaran. Yes, aku nggak
dapet bekas! He he" "Mmm" Cha, aku sayang banget sama kamu. Mau
nggak kamu jadi... Eh, nggak ding! Kalau nonton Katakan Cinta dan ada orang yang nembak dengan cara itu
sebenernya aku nggak begitu suka."
Aku cuma mengerutkan kening, nggak ngerti apa yang
diocehin Adit. "Ehem... ehem... Cha, mmm... boleh nggak aku jadi
cowokmu" Ini lebih bagus, setuju kan, Cha" Kesannya
001/I/13 265 nggak posesif, ya" Kamu kan bukan benda, masa
mau aku "jadiin" cewekku. Tapi kalo aku diumpamain
benda dan "dijadiin" cowokmu, aku rela kok! Jadi gimana, Cha" Boleh nggak aku jadi cowokmu?"
Aku cuma diam. Menurutku itu kalimat penembakan
yang paling romantis yang pernah aku dengar (kayak
aku pernah ditembak aja sebelum ini!).
"Cha, kok diem sih" Kan tadi aku udah nanya! Kamu
tinggal jawab! Boleh nggak aku jadi cowokmu" Kamu
itu sayang aku juga nggak sih?"
Aku cuma tinggal bilang ya dan semuanya bakal
beres. Toh memang ini yang aku inginkan dari dulu.


A Little White Lie Karya Titish Ak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tapi Adit belum bilang apa dia udah maafin aku soal
bohong-bohong itu. Emangnya dia nggak sebel
setengah mati sama aku" Kalau dia malah nembak
aku apa berarti dia udah maafin kelakuanku itu"
"Kalau yang kamu khawatirin masih soal Ayu itu.
Aku udah maafin kamu kok. Tenang aja. Aku malah
seneng kamu udah bohongin aku."
Untuk kesekian kalinya, aku tertegun lagi. Bukan
cuma sekali ini Adit seperti bisa membaca perasaanku.
Mung-kin bener apa kata Adit tadi, dia bisa ngertiin
aku. Di mana lagi aku bisa nemuin cowok yang
bener-bener bisa ngertiin aku kayak dia"
"Kamu sayang aku nggak, Cha?"
Kali ini aku cuma menunduk. Kemudian mengangguk pelan.
"Jadi aku boleh jadi cowokmu?"
Lagi-lagi aku mengangguk.
Adit mengangkat daguku dan tersenyum. Di novelnovel, kalau cowok mau nyium cewek, biasanya dia
001/I/13 266 ngangkat dagu ceweknya itu dulu. Apa Adit mau nyium
aku sekarang" "Gitu dong!" katanya sambil menepuk-nepuk lembut
pipiku dan masih tersenyum. Pasti mukaku sekarang
merah banget. Adit melepaskan tangannya dari pipiku dan beralih
ke tas di sampingnya. Huu, akunya yang ke-GR-an
aja, kali! "Aku punya hadiah buat kamu," katanya sambil terus
merogoh-rogoh tasnya. "Nih...," katanya sambil menyerahkan secarik kertas ke dalam genggamanku. Aku
mengamati benda itu lagi. Itu bukan kertas, tapi kapalkapalan dari uang dua puluh ribuan. Aku cuma diam.
"Kamu bikinin buat aku?" tanyaku kemudian.
"Bukan kok! Itu kan kamu yang bikin. Masa lupa
sama hasil karya sendiri?" Ini kapal-kapalan yang
waktu itu" "Waktu di ruang fotokopi itu aku sengaja minta tuker
uang sama Pak Pur. Kapal-kapalanmu itu jadi punyaku
deh!" tambahnya lagi.
"Masa ini kapal-kapalan yang waktu itu sih?"
"Yee... Kalo nggak percaya, periksa aja nomor serinya!" katanya sambil tersenyum.
Aku bener-bener beruntung punya cowok seromantis
ini. Jadi terharu nih"
"Aku juga punya hadiah lagi," kata Adit yang sepertinya nggak menyadari aku mulai menangis. Adit
kemudian mengeluarkan tas kresek hitam yang agak
basah. Tas kresek itu memang basah atau gara-gara
mataku basah karena air mata" Isinya apa ya" Kok
kayak d?j? vu begini"
001/I/13 267 Aku membuka tas kresek itu. Isinya membuat air
mataku jadi mengalir deras. Dua es krim Heart rasa
stroberi, cokelat, dan vanila.
"Tapi yang itu aku minta satu ya?"
Aku mengeluarkan es krim itu dan menyerahkan
satu kepada Adit. Nggak ada satu pun dari dua es krim
itu yang masih utuh. Sekarang bener-bener nggak
berbentuk hati lagi. Keadaannya sama persis waktu
aku makan es krim Heart dari Adit seminggu yang
lalu. Semuanya sudah meleleh.
"Udah meleleh nggak apa-apa ya" Kamu sih, datengnya lama banget! Keburu mencair, kan?"
Benar, es krim ini mencair gara-gara aku. Es krim
yang dulu itu juga mencair gara-gara aku. Kenapa dari
dulu aku nggak pernah bisa makan es krim yang masih
berbentuk hati" Sekarang pun kayaknya aku nggak
mungkin makan es ini. Hawanya dingin banget begini.
Apalagi angin di lantai atas begini lumayan banyak. Aku
bisa tambah sakit nanti. "Dimakan tuh es krimnya!" kata Adit lagi.
Aku menangis lagi. Dan sekarang Adit baru sadar aku
menangis. "Lho, Cha, kamu ngapain nangis" Aduh, cengeng.
Cup dong! Nggak suka es krimnya?" tanya Adit sambil
menatapku cemas. Aku menangis semakin kencang.
"Aduh, udahan dong nangisnya," kata Adit lagi sambil
mengusap air mata di pipiku.
"Kok pipimu agak panas, Cha" Aduh, pantes nangis!
Baru sakit malah aku kasih es krim sih! Dari tadi pagi
aku emang udah curiga kamu sakit. Tapi waktu aku
001/I/13 268 tanya tadi, bilangnya kan nggak sakit" Ya udah, nggak
usah dimakan juga nggak apa-apa kok."
Adit sekarang memegang dahiku dengan telapak
tangannya. Kemudian tangannya bergerak dari dahiku
turun ke pipi lagi, mengusap air mataku yang masih
tersisa. Dari pipi, tangannya turun lagi ke bawah untuk
menyentuh daguku dan mengangkatnya. Wajah Adit
mulai mendekat. Ya ampun! Akunya yang ke-GR-an lagi atau memang
Adit mau nyium aku" Aku mesti gimana" Apa aku mesti
merem" Atau aku mesti miringin kepalaku sedikit" Ke
kanan atau ke kiri" Atau nggak usah dimiringin sama
sekali" Ya ampun, aku bener-bener nggak ngerti masalah
kayak gini! Aku mesti gimana" Astaga, kenapa aku gemeteran" Ini karena aku nervous atau kedinginan sih"
Wajah Adit tinggal sekian sentimeter dari wajahku
ketika kurasakan bulu kudukku berdiri dan hidungku
mulai terasa gatal. Ya Allah, jangan sekarang! Pleaseeeee! Tapi aku benerbener nggak bisa menahannya lagi.
"Ha... Hatshiiiii!!!"
Aku menutup mataku karena nggak berani melihat
apa yang bakal aku lihat.
Sepi... Aku memberanikan diri membuka mataku. Di depanku kulihat Adit yang masih terbengong-bengong
dengan titik-titik air di wajahnya. Itu ingusku.
Ya ampun, apa kali ini Adit bakal maafin aku" Apa
aku bakal diputusin setelah beberapa menit jadian"
Adit masih berkedip-kedip di depanku. Kemudian
dia menarik tubuhnya ke belakang.
001/I/13 269 "Punya tisu?" tanyanya kemudian.
Aku mengangguk dan mengambil tisu dari tasku dengan cepat. Aku menyerahkan tisu itu saat kulihat Adit
tersenyum. Aku cuma balas tersenyum. Apa senyumnya itu berarti dia nggak akan mutusin aku karena
kejadian barusan" "Sori..." Aku dan Adit mengatakannya bersamaan.
Kali ini dia cekikikan. Untunglah. 001/I/13 270 Tentang Pengarang TITI SARI ANGGRI KISWARI lahir di Jogja pada tanggal 27
April 1987, bertepatan dengan
Hari Lembaga Pemasyarakatan
Nasional. Besar di Jogja dan saat
ini tinggal di" Jogja. Di lingkungan keluarga biasa dipanggil Anggri, paling sering dipanggil Titish, tapi kadang nengok juga kalau dipanggil
Wooiii! Terakhir tercatat sebagai mahasiswi Fakultas
Farmasi Universitas Gadjah Mada.
Selain menulis, dia juga suka membaca dan bermimpi
memiliki perpustakaan dengan rak-rak tinggi penuh buku
di dalamnya. Bacaan favoritnya" Komik Hai, Miiko! dan
apa saja yang ditulis oleh Sophie Kinsella. Karya pertamanya adalah puisi yang dimuat di Koran Kecil"
Republika saat dia kelas 2 SD.
Cewek penggemar Arkarna ini menganggap blog sebagai salah satu hasil kebudayaan super. Sebuah karunia
001/I/13 271 untuk orang-orang seperti dirinya, yang doyan curhat
hal-hal nggak penting dan sok mau tahu kehidupan
orang lain. Dia juga menganggap The Beach Boys dan
The Beatles itu jadul dan norak, sekaligus menyukainya.
Sebagai mantan pehobi korespondensi, dia sudah lupa
bagaimana tepatnya perasaan gembira ketika mendapat
surat, kemewahan di zaman serbacepat seperti sekarang.
Tiba-tiba menjadi pembenci teknologi jika sedang amat
sangat kangen akan perasaan itu.
Just feel free to add her at Friendster:
fleeph_flooph@yahoo.com. Saran dan kritik juga sangat dinanti.
001/I/13 272 A LITTLE WHITE LIE.pdf 1 4/8/13 10:52 AM Ocha benci Adit! Meskipun cowok itu idola cewek satu
sekolah, bagi Ocha, Adit nggak lebih dari sekadar
perusak image dan pembawa sial. Sejak kenal Adit,
Ocha berevolusi jadi cewek cengeng, malu-maluin,
suka bohong, dan doyan melet. Pokoknya Ocha benci
Adit. Titik. Tuhan seperti memberikan jalan untuk membalas
dendam ketika tanpa sengaja Ocha menemukan apa
yang bakal dianggap harta karun oleh cewek-cewek di
sekolahnya: nomor handphone Adit, yang katanya
susaaaah banget dicari tahu itu.
Awalnya Ocha berencana menjual informasi
nomor handphone Adit ke teman-temannya. Karena
nggak tega, akhirnya Ocha cuma ngisengin Adit lewat
SMS dengan nama samaran Ayu.
Tapi bukannya sukses balas dendam, Ocha malah
jadi tambah pusing. Soalnya kebohongan kecil yang dia
ciptakan itu menimbulkan masalah-masalah baru.
Misalnya saat Adit ternyata naksir Ayu!
Son Of Neptune 2 Pedang Bayangan Dan Panji Sakti Huan Jian Ling Qi Seri Thiansan Karya Liang Ie Shen Senopati Pamungkas I 12
^