Pencarian

Abu Nawas 1

Abu Nawas Karya Nur Sutan Iskandar Bagian 1


* f ** Nur Sutan Iskandar ABU NAWAS pustaka-indo.blogspot.com
Dipetik dari beberapa naskah milik
Koninklijk Bataviaasch Genootschap van
Kunsten en Wetenschappen Kini bernama Yayasan Lembaga Kebudayaan Indonesia
N. St. Iskandar PERPUSTAKAAN NASIONAL Rl Balai Pustaka
ABU NAWAS Penulis: N. St. Iskandar Penyunting: Tini Penyunting Balai Pustaka
Penata Letak: Farid Fal'dillah Noor
Desain Sampul: Alif-la Dian Utami
Cetak Per tama, 1969 Ce takan Ke tiga Lima , 201 1
Hak cipta dilindungi oleh undang"undang
dicetak oleh 1wa 'l'emprina Media Grafika
Diterbitkan oleh Penerbitan dan Percetakan
PT Balai Pustaka (Persero)
Jalan Pulokambing Kav. J. 15
Kawasan Industri Pulogadung
Jakarta Timur Tel. 021"4613519, 4613520
Faks. 021"4613520 F lsk Iskandar, N. St. a Abu Nawas / N. St. iskandar. - cet. 35 - Jakarta:
Balai Pustaka. 2011. 127 hlm. ; ilus.: 21 cm. - (Seri BP no. 833)
1. Flksi l. Judul 11. Seri.
ISBN 979-407-096-3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta (1) Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 59 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara masing-masing paling singkat ! (satu) bulan dan/ atau denda paling
sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau
menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak Cipta atau
Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) 9% 51) gW penyusun" NASIONAL |- Balai Pustaka
pustaka-indo.blogspot.com
KATA PENGANTAR Kisah"kisah Seribu Satu Malam digemari orang dan hidup
sepanjang zaman. Berulang-ulang kisah-kisah itu diceritakan
kembali, dan tetap menarik perhatian pembaca.
Cerita Abunawas, yang telah mengalami cetak ulang puluhan
kali ini, adalah hasil petikan Nur Sutan Iskandar dari kisah Seri"
bu Satu Malam tersebut. Cerita ini mengisahkan kecerdikan seorang Parsi bernama Abu-
nawas, yang mengalami aneka persoalan dan kejadian. Karena
kecerdikan akal serta kefasihan bicara ia mampu memecahkan
berbagai persoalan yang dihadapi.
Di Indonesia kita mengenal cerita Si Kabayan dari daerah Pa"
sundan, yang mengandung tema dan suasana yang sejenis.
Akan menarik bagi pengetahuan sastra memperbandingkan
kisah-kisah yang sejenis itu.
Balai Pustaka %; dp iii penyusun" mnurut m Balai Pustaka
PENDAHULUAN Cerita Abu Nawas ini mulai saya susun dalam tahun 1922,
sengaja untuk pengisi ruang "cerita" dalam majalah Seri Putaka,
yang diterbitkan Balai Pustaka. Ketika memilih karang-karangan
dari kitab-kitab Abu Nawas, yang tertulis dengan huruf Arab,
milik Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en
Wetenschappen, kini bernama "Yayasan Lembaga Kebudayaan
Indonesia", di Jakarta, saya mendapat kesukaran jua sedikit,
sebab kebanyakan cerita Abu Nawas itu "terlalu" melampaui
batas perasaan kesusilaan bangsa Indonesia, yaitu tentang
kejenakaannya. Mungkin hal itu, kalau ditilik dari sudut "kesusastraan" saja,
tiada menjadi keberatan apa"apa cerita tinggal cerita bahkan
mungkin setengah sastrawan akan berkata, itulah yang sebaik"
baiknya, karena asli dan dari situlah dapat diketahui selukbeluk
kesusastraan atau kebudayaan asing yang sejati. Akan tetapi dalam
hal ini tiada boleh kita lupakan, bahwa cerita ini juga disengaja
untuk penambah bacaan anak-anak muda kita.
Pilihan itu saya usahakan supaya merupakan sebuah cerita,
sehingga boleh dipandang sebagai cerita "Abu Nawas dengan
Sultan Harunurrasyid" semata"mata sejak dari permulaan sampai
kesudahannya. Dalam tahun 1928 karangan itu baru dijadikan buku, dicetak
dan diterbitkan oleh Balai Pustaka, empat ribu buah banyaknya.
Rupanya cerita Abu Nawas sangat menarik hati orang,
sehingga cetakan pertama itu segera disusul oleh cetakan kedua,
ketiga, keempat dan sampai tahun 1949 sudah sampai pada
cetakan kedelapan, sehingga buku Abu Nawas ini sudah berpuluh"
puluh ribu tersebar di seluruh Tanah Air.
penusumn nuwun n Balai Pustaka
Sekarang, sesudah diubah serba sedikit di sana-sini, sudah
sampai pula kepada pembaca cetakan keenam belas, beribu"
ribu pula banyaknya, karena Balai Pustaka percaya bahwa nama
Abu Nawas tiada asing lagi bagi bangsa kita. Jenakanya telah
dapat menghibur hati rusuh, dan risau sindirannya sudah dapat
dipahami. Siapa Abu Nawas itu"
Abu Nawas yaitu anak Parsi, lahir kira-kira dalam tahun 750
Masehi di Ahwaz. Setelah ia dewasa, ia pun mengembara ke Basra
dan Kufa. Di sana ia belajar bahasa Arab dan bergaul rapat sekali
dengan orang"orang Badui di padang pasir. Dengan demikian ia
pun mahir akan bahasa Arab itu. Bahkan bukan bahasa itu saja, tapi
adat-istiadat dan kegemaran orang Arab pun sudah dimilikinya.
Abu Nawas amat pandai bersyair, berpantun dan bernyanyi sebagai
gembala unta bangsa Badui di padang pasir itu.
Ketika ia telah pulang ke negerinya, beberapa lama
kemudian ia pun pergi pula ke Bagdad beserta ayahnya. Di situ
ia menghambakan diri kepada Sultan Harunurrasyid dan al"Amin.
Selama ia tinggal di istana, kepandaiannya bersyair itu pun semakin
ber-tambah-tambah. Syairnya berirama lucu . . . Ya, amat lucu,
sehingga kadang-kadang teramat kasar bunyinya. Tiada dapat lagi
didengar oleh telinga orang yang beripar besan.
Lain daripada itu dikarangnya juga syair"syair pujian, sindiran
dan kiasan, nyanyian berkasih sayang, bercinta"cintaan, bersedih
hati dan sebagainya. Banyak karangan Abu Nawas yang sudah disalin orang ke
dalam bahasa asing, seperti bahasa Jerman dan lain-lain.
Oleh karena hidup Abu Nawas tidak berketentuan, bebas
tak keruan, kata setengah pujangga ia bukan ahli syair, melainkan
badut ia pun dijadikan orang lakon"utama dalam segala macam
olok"olok, kelakar, lelucon dan pelbagai cerita pendek yang banyak
penyusun" mun" m Balai Pustaka
tersimpan sampai kini dalam buku cerita Seribu Satu Malam
(dikumpulkan dan dicetak di Kairo dalam tahun 1865).
Sebagai dikatakan di atas Abu Nawas banyak mengarangkan
kiasan dan sindiran yang tajam dan kasar. Ia tidak memandang
orang . . . Siapa saja dikeritiknya, disindirnya. Kepandaian itu
rupanya menjadi ancaman kepada jiwanya. Kerap kali ia disiksa
dan dianiaya orang, yang berasa tersinggung oleh syairnya
atau leluconnya. Dan akhirnya, dalam tahun 810, ia pun mati
dibunuh orang di Bagdad, lain tidak akibat ketajaman pisau . . .
keseniannya. Jakarta, Februari 1951 N. St. Iskandar pustaka-indo.blogspot.com
, __ "7 ) vi & % 5P penusumn nuwun n Balai Pustaka
DAFTAR ISI PENDAHULUAN .................................................................... iv
1 ABU NAWAS DENGAN BAPAKNYA .................................. 1
2 ABU NAWAS DENGAN ANAK MESIR ............................... 8
3 ENAM EKOR LEMBU YANG PANDAI BERKATA"KATA ..... 15
4 ABU NAWAS MENJUAL SULTAN HARUNURRASYID ........ 19
5 ABU NAWAS SAKIT HEN DAK BERSALIN .......................... 30
6 PUKUL MENJADI DINAR ................................................. 33
7 MENTERI SULTAN HARUNURRASYID BERTELUR ............ 39
8 TIPU DIBALAS DENGAN TIPU .......................................... 41
9 ABU NAWAS AKAN DISEMBELIH .................................... 44
10 ABU NAWAS DENGAN LUMPANG BATU ........................ 52
11 ABU NAWAS MENJADI RAJA SESAAT SAJA ..................... 55
12 SEORANG SAUDAGAR DENGAN NAZARNYA .................. 59
13 ORANG MISKIN DENGAN KOLAM YANG DINGIN
AIRNYA ........................................................................... 67
14 ABU NAWAS MENGAJAR LEMBU SULTAN
HARUNURRASYID MENGAJI QURAN .............................. 75
15 SEORANG MENTERI YANG LALIM ...................... 79
16 ABU NAWAS DENGAN ORANG YAHUDI ............... 94
17 SULTAN HARUNURRASYID DITAMPAR OLEH ORANG
YAHUDI ........................................................................... 104
18 SEEKOR HARIMAU YANG BERJANGGUT ......................... 108
19 ABU NAWAS DENGAN KADI ........................................... 112
20 ABU NAWAS MENGANGKAT MESJID ............................. 118
.gg, vii penyusun" mun" m Balai Pustaka
viii &" 6P penusumn mlunn n Balai Pustaka
ABU NAWAS DENGAN BAPAKNYA
Ini suatu cerita tatkala zaman raja Harunurrasyid di dalam
negeri Bagdad. Baginda itu amat adil perintahnya. Adalah seorang
penghulunya, bernama Maulana. la beranak seorang laki-laki,
yaitu Abu Nawas yang bekerja di istana raja itu. Setelah beberapa
la"manya Abu Nawas mengabdikan diri kepada raja yang adil itu,
terkenallah namanya seperti bapaknya. Akan tetapi sifat terkenal
keduanya itu tiadalah sama....
Syahdan penghulu (kadi) itu pun hampirlah akan kembali
ke rahmatullah taala. Maka disuruhnya panggil anaknya yang
bernama Abu Nawas itu. Anak itu pun datanglah dengan segera
mendapatkan bapaknya itu.
Kata bapaknya kepada Abu Nawas, "Hai, Anakku! Adapun aku
ini hampirlah akan meninggalkan dunia. Ciumlah olehmu telingaku
kanan dan kiri." Setelah itu Abu Nawas pun segera mencium telinga bapaknya.
Adapun bau telinga bapaknya yang sebelah kanan itu terlalu harum
dan yang sebelah kiri sangat busuk baunya. Setelah sudah, maka
kata bapaknya itu kepadanya, "Hai, Anakku, Abu Nawas, dapatkah
engkau mencium baunya itu?"
Jawab Abu Nawas, "Dapatjuga hamba mencium baunya. Yang
kanan itu hamba cium sangat harum baunya dan yang sebelah kiri
sangatlah busuknya."
Maka kata bapaknya, "Hai, Anakku, pada suatu hari datang
dua orang kepadaku minta bicarakan dia akan daku. Yang seorang
perkataannya aku dengarkan dan yang seorang lagi tiada, dan
inilah halnya orang yang menjadi kadi. Jika engkau kelak suka
penyusunum NASIONAL n: Balai Pustaka
menjadi kadi pula, demikianlah halmu, dan jika engkau tiada suka,
maka buatlah helah akan dirimu kepada Sultan Harunurrasyid.
Akan tetapi tak dapat tiada tentu amirulmukminin hendak
juga menjadikan engkau kadi."
Kalakian maka Abu Nawas pun diamlah. Beberapa hari ke"
mudian bapak Abu Nawas sungguhlah kembali ke rahmatullah
taala. Kapan dan nisan sudah dibeli oleh Abu Nawas. Maka ia pun
pergilah masuk ke dalam istana menghadap Sultan Harunurrasyid
akan memberitahukan kalau bapaknya sudah mati. Demi didengar
afnirulmuk'minin Sultan Harunurrasyid hal Abu Nawas datang itu,
maka sabda Baginda, "Hai, Abu Nawas, pergilah engkau kuburkan
bapakmu itu seperti adat Maulana Kadi juga."
Abu Nawas pun pergilah menguburkan bapaknya, seperti
kadi perbuatannya. Setelah sudah, kembalilah Abu Nawas ke
rumahnya. Hatinya amat masygul, pertama oleh karena kematian
bapaknya itu, kedua sebab ia akan dijadikan baginda kadi pengganti
bapaknya. Apa dayanya, supaya ia jangan menjabat pangkat itu"
Maka ia pun pura-pura membuat kelakuan seperti orang gila.
Diambilnya sepotong batang pisang, diperbuatnya seperti kuda,
lalu ditungganginya berlari"lari dari kubur ayahnya pulang ke
rumahnya. Pada hari lain dipanggilnyalah kanak-kanak terlalu
banyak, dibawanya ke kubur ayahnya serta dengan rebana. Maka
dipukulnya rebana itu di atas kubur ayahnya. Sekalian orang di
dalam negeri itu pun heranlah melihat kelakuan Abu Nawas yang
demikian itu. "Sayang sekali Abu Nawas ini menjadi gila," kata
mereka itu sama sendirinya. Maka terdengarlah hal itu kepada
raja Harunurrasyid, lalu disuruhnya seorang hamba memanggil
Abu Nawas. Hamba Baginda itu pun menyembah, lalu pergi ke
rumah Abu Nawas itu. Kata hamba raja itu kepada Abu Nawas,
"Ada pun kami ini menjunjung titah syah alam kemari ini, Tuan
Hamba dipersilakan oleh syah alam menghadap ke bawah duli
Baginda." penyusunun nuwun II Balai Pustaka
Pada suatu haripatik bertemu dengan dia sedang menunggang
sekerat batang pisang 6 aire P penyusunum NASIONAL n: Balai Pustaka
Maka Abu Nawas pun berjalanlah bersama-sama dengan
hamba raja itu, melalui satu dua lapisan kota. Setelah sampai
ke hadapan raja, tunduklah Abu Nawas, lalu menyembah. Maka
sabda raja Harunurrasyid kepadanya, "Hai, Abu Nawas, telah lama
engkau tak datang-datang kemari. Apa sebabnya" Sekarang ini


Abu Nawas Karya Nur Sutan Iskandar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

engkau hendak kujadikan kadi pengganti ayahmu."
Abu Nawas lalu berbuat gila atas dirinya, tiada keruan per-
kataannya. Ujarnya, sambil berangkat, "Ya, Tuanku Raja, terasi
asalnya udang." Tatkala didengar oleh Raja Harunurrasyid akan perkataan
Abu Nawas itu, maka pikirnya, "Heranlah aku melihat kelakuan
Abu Nawas berkata tiada keruan ini." Baginda pun marahlah
kepada Abu Nawas itu, lalu disuruhnya tangkap dan dititahkannya
sahayanya memukul Abu Nawas dua puluh lima kali.
Setelah sudah, keluarlah Abu Nawas dari dalam kota itu. Ketika
ia sampai ke pintu kota yang selapis, Abu Nawas pun ditahan oleh
penunggu pintu kota itu serta dimintanya apa"apa perolehannya
daripada anugerah Baginda tadi itu. Kata penunggu pintu itu
kepada Abu Nawas, "Tempo hari tatkala engkau hendak masuk
di sini kita telah berjanji. Sudah lupakah engkau akan perjanjian
kita itu" Kalau engkau ada dikurniai apa"apa oleh Baginda, engkau
berkata: Aku bagi dua; engkau satu bagian, aku satu bagian.
Sekarang mana janjimu itu?"
Maka Abu Nawas ingatlah akan perjanjian tadi itu. Dengan
segera diambilnya sepotong kayu yang agak besar, dipukulkannya
kepada penunggu pintu kota itu dua puluh lima kali. Bukan kepalang
sakitnya. Abu Nawas lalu dilepaskan oleh penunggu pintu ke luar
kota, terus pulang ke rumahnya.
Akan orang yang menunggu pintu kota, yang dipukul
oleh Abu Nawas itu, segeralah ia menghadap kepada Baginda
Raja Harunurrasyid, serta sembahnya. "Ya, Tuanku Syah Alam,
penyusunun nuwun II Balai Pustaka
ampun beribu ampun, ya, Syah Alam, hamba datang ini hendak
mempersembahkan hal"ihwal Abu Nawas memukul akan patik
dua puluh lima kali. Sekarang ini bagaimanakah hukumannya?"
Maka Sultan Harunurrasyid pun menyuruh sahayanya me-
manggil Abu Nawas. Maka berjalanlah ia ke rumah Abu Nawas
itu. Sesampainya ke sana, maka katanya, "Adapun Tuan hamba ini
dipersilakan baginda, karena baginda menantikan Tuan hamba."
Dengan segera Abu Nawas pergi menghadap baginda. Setelah
sampai, lalu ia tunduk serta menyembah kaki baginda. Sabda
Baginda kepadanya, "Hai, Abu Nawas, betulkah engkau yang
memukul penunggu pintu kota ini, atau tidak?"
Sahut Abu Nawas, "Ampun Tuanku beribu"ribu ampun, hal
itu betul sekali, tiada salah. Hambalah yang memukul dia, sebab
hamba sudah berjanji kepadanya, jikalau ada kurnia Tuanku akan
hamba, akan kami bagi dua. Hamba satu bagian dan dia satu
bagian. Sekarang ini dia minta bagiannya kepada hamba. Maka
itulah hamba pukul dia, sebab hamba ingat akan peijanjian hamba
kepadanya itu, karena hamba mendapat kurnia Tuanku dua puluh
lima jua." Sabda Baginda Raja kepada penunggu pintu kota itu, "Hai,
penunggu pintu kota, betulkah engkau ada berjanji kepadanya
demikian itu?" Sahut orang yang menunggu pintu kota itu, "Ya, Tuanku Syah
Alam, betullah hamba ada beijanji kepadanya akan yang demikian
itu." Sabda Raja Harunurrasyid, "Jika demikian, Abu Nawas tiada
salah sama sekali." Maka Abu Nawas pun pulanglah ke rumahnya.
Syahdan maka sabda Raja Harunurrasyid kepada wazirnya, "Hai,
Laksamana, apa bicaramu dari hal dia akan menjadi penghulu?"
penyusunum NASIONAL n: Balai Pustaka
Sembah Laksamana, "Demikian, Tuanku, baiklah duli Syah
Alam jadikan saja orang-orang lain penghulu itu."
Dan sembah menteri"menteri yang hadir di hadapan Baginda
pada ketika itu pula, "Ya, Tuanku Syah Alam, jikalau sekiranya
patik sekalian boleh mengeluarkan bicara, beranilah patik Tuanku
sekalian ini membenarkan perkataan Laksamana itu, karena pada
pikir patik sesungguhnya Abu Nawas itu gila, Tuanku. Pada suatu
hari patik bertemu dengan dia sedang menunggang sekerat batang
pisang; maka katanya kepada patik, "Hai, Menteri, ambillah kudaku
ini dan pergilah mandikan serta beri makan rumput dia."
Demi mendengar perkataannya itu, patik sekalian pun
heranlah, karena perkataan yang demikian ialah perkataan orang
gila. Jadi tiadalah layak ia itu Tuanku Syah Alam jadikan kadi."
Sabda Amirulmukminin, "Benarlah seperti perkataanmu itu.
Akan tetapi nantilah dahulu kita lihat sampai sepuluh hari, dua pu-
luh hari, karena bapaknya itu baru saja mati. Jika tiada sembuh,
bolehlah kita mencari kadi yang lain."
Adapun Abu Nawas makin hari makin membuat gila dirinya
juga. Setelah sampailah sebulan lamanya, maka Sultan Harunur"
rasyid pun hendak menjadikan kadi orang lain. Pada hari itu
sekalian orang berhimpunlah di dalam majelis baginda itu, dan
Abu Nawas berkatalah seperti ringkik kuda kepada orang yang di
dekatnya, "Hai, gembala kuda, pergilah, beri makan rumput kuda
itu." Tiba"tiba berdatang sembahlah seorang yang bernama Polan
kepada Amirulmukminin, seraya katanya, "Ya Tuanku Syah Alam,
jika Tuanku berkenan jadikanlah hamba kadi dalam negeri Bagdad
ini." Perkataan si Polan itu disokong oleh orang banyak. Maka hari
itu tetaplah sudah ia menjadi kadi di dalam negeri Bagdad. Setelah
itu sekalian orang besar dan orang kecil pun kembalilah masing"
penyusunun nuwun II Balai Pustaka
masing ke rumahnya. Akan Abu Nawas itu teramat suka hatinya,
lalu ia mengucap sukur alhamdulillah rabilalamin.
"Lepaslah aku dari bala ini," katanya.
Maka tersiarlah kabar, bahwa Abu Nawas itu pekeijaannya
sehari-hari mengajarkan ilmu kitab kepada orang yang mengaji
kitab itu; terlalu banyak muridnya.
% & 7 penyusunum NASIONAL n: Balai Pustaka
ABU NAWAS DENGAN ANAK MESIR
Kata yang empunya cerita: Pada suatu hari datanglah seorang
saudagar dari negeri Mesir ke dalam negeri Bagdad membawa
dagangan terlalu banyak, lalu ia menyewa sebuah rumah yang
patut akan tempatnya tinggal berniaga. Setelah itu maka duduklah
ia berjual beli. Tiada berapa lamanya ia pun bersahabat dengan orang
kampungitu.Telahhabislahdagangannyaitu,iapunhendakkembali
ke negerinya; maka sebab belum dapat perahu tumpangannya,
tinggallah ia pada tahun itu duduk bersuka"sukaan dengan segala
orang kampung itu. Pada suatu malam ia pun bermimpi menikah dengan anak
perempuan kadi yang baru itu, dengan mahar sekian banyak.
Setelah hari siang, maka pikirnya didalam hatinya, "Adapun
mimpiku ini baiklah aku kabarkan kepada sahabat-sahabatku itu."
Pada hari itu duduklah ia bercakap"cakap dengan sahabatnya itu,
lalu diceritakannya mimpinya, "Aku bermimpi pada malam tadi,
bahwasanya aku kawin dengan anak Tuan Kadi itu."
Kemudian kabar itu pun masyhurlah. Maka terdengar
oleh Tuan Kadi itu, lalu ia datang ke rumah anak Mesir itu serta
bertanya, "Sungguhkah engkau bermimpi kawin dengan anakku
dengan mahar sekian banyak?"
Maka kata anak Mesir itu, "Sungguh seperti kata Tuan hamba
itu." Maka kadi itu berkata kepadanya, "Jika begitu, hendaklah
engkau memberi mahar anakku itu!"
penyusunun nuwun II Balai Pustaka
memecahkan rumah kadi itu.
XB? Balai Pustaka Sete/ah sudah Abu Nawas berkata demikian, sekaliannya pun pergi/ah
penyusunum NASIONAL n: Jawab anak Mesiritu, "Tiadalah hamba mau membayar mahar
itu, karena hamba hanya bermimpi. Tidak hamba kawin dengan
sebenar-benarnya." Maka kadi itu pun merampas segala harta anak Mesir itu.
Setelah sudah dirampasnya, maka katanya, "Belum lagi cukup
hartamu ini akan pembayar mahar anakku itu!"
Oleh kadi itu dihalaulah anak Mesir itu, hanya kain di
badannya sajalah yang lepas. Setelah itu anak Mesir itu pun
pergilah membawa dirinya ke mana"mana mengadukan halnya.
Tapi seorang pun tiada memberi jawab kepadanya. Maka ia pun
menjadilah seperti orang gila; hanya minta sedekah, maka ia dapat
makan. Pada suatu hari berjalan"jalanlah ia minta sedekah ke rumah
seorang perempuan tua. Maka perempuan tua itu bertanya
kepadanya, "Hai, Polan! Engkau ini datang dari mana?"
Jawab anak Mesir itu, "Hamba ini datang dari Mesir
membawa dagangan masuk ke dalam negeri Bagdad ini. Tiba-tiba
hamba mendapat fitnah yang besar. Segala harta hamba habislah
dirampas oleh Tuan Kadi didalam negeri ini."
Kata perempuan tua itu, "Baiklah engkau pergi kepada Abu
Nawas, minta bicarakan halmu. Akan tetapi baiklah nanti aku
tolong, dan aku antarkan engkau pergi kepadanya." Anak Mesir
itu pun berkata kepada orang tua itu, "Pergilah engkau dahulu ke
hadapan Abu Nawas itu, boleh engkau katakan kepadanya segala
hal ihwalku ini. Setelah itu pergilah orang tua itu mendapatkan Abu Nawas.
Adapun Abu Nawas tengah duduk mengajar muridnya membaca
kitab. Oleh perempuan tua itu dikhabarkanlah kepada Abu Nawas
segala hal ihwal anak Mesir itu. Setelah itu pergilah ia kepada anak
Mesir itu, lalu dibawanya dia ke hadapan Abu Nawas. Serta datang,
maka anak Mesir itu pun mengabarkan segala peri halnya kepada
!, _. ?" px" 6 10 Me."jg P penyusunun nuwun II Balai Pustaka
Abu Nawas, katanya, "Adapun hamba ini datang dari negeri Mesir
membawa dagangan masuk ke dalam negeri Bagdad ini. Maka
alih-alih akan beruntung, hamba mendapat fitnah; Tuan Kadi itu
mengambil harta hamba semuanya," lalu diceritakannya halnya
dari permulaan sampai kepada kesudahannya.
Kata Abu Nawas, "Hai, orang muda! Sebagaimana kaukatakan
kepada hamba ini, dapatkah kaukatakan demikianjuga di hadapan
Raja Harunurrasyid?"
Jawab anak Mesir itu, "Bolehlah, akan hamba katakan dengan
sebenar-benarnya." Maka berkata pula Abu Nawas, "Di mana engkau tinggal" Dan
apabila aku hendak menyuruh memanggil engkau, di mana aku
suruh mencari?" Kata anak Mesiritu, "Pada tempat perempuantua yang berjual
kahwa itu, di sanalah hamba diam, dan ialah yang memberi makan
hamba." Setelah itu kembalilah ia ke tempat perempuan tua itu.
Kalakian maka Abu Nawas pun berkata kepada muridnya,
"Baiklah engkau simpan kitab-kitab engkau ini dan pulanglah
engkau sekalian ke rumahmu masing"masing; sediakanlah cangkul
dan penggali, kapak, bakul dan batu. Dan datanglah engkau pada
malam ini kepadaku serta membawa perkakas itu sekalian!"
Setelah itu sekalian muridnya itu pun pergilah masing-masing
pulang ke rumahnya serta berkata sama sendirinya, "Ajaib sekali
yang hendak diperbuat oleh guru kita Abu Nawas, pada malam
itu!" Segala muridnya itu pun datanglah mendapatkan Abu Nawas
pada malam itu, seraya membawa perkakas-perkakas itu.
Kata Abu Nawas, "Hai, kamu sekalian! Pergilah pada malam ini
memecahkan rumah kadi yang barujadi itu! Barang siapa bertanya
kepadamu, jangan kamu pedulikan, melainkan pecahkan juga
rumahnya itu; katakan akulah yang menyuruh memecahkan. Dan
penyusunum NASIONAL n: Balai Pustaka
barang siapa hendak melempar, maka engkau pukul dan engkau
lempar dia dengan batu!"
Setelah sudah Abu Nawas berkata demikian, sekaliannya pun
pergilah memecahkan rumah kadi itu.
Maka kadi itu pun terkejutlah dari tidurnya. Katanya kepada
murid itu sekalian, "Siapakah yang menyuruh pecahkan rumahku
ini?" Jawab murid Abu Nawas. "Guru kami, Abu Nawas, yang
menyuruh kami memecahkan rumahmu ini!"
Pada ketika itu juga datanglah orang kampung itu hendak
melawan; akan tetapi mereka itu tiadalah boleh dekat pada tempat
itu, karena murid Abu Nawas itu terlalu banyak.
Setelah hari siang masuklah Tuan Kadi itu ke dalam
istana menghadap amirulmukminin Harunurrasyid akan
mempersembahkan perihal rumahnya itu dipecahkan oleh murid
Abu Nawas. Pada hari itu terlalu banyak orang berhimpun pada
majelis raja itu. Maka Sultan Harunurrasyid menyuruh memanggil
Abu Nawas Maka pergilah orang itu melakukan titah baginda itu dan
Abu Nawas pun menyuruh memanggil anak Mesir, lalu ia berjalan
bersama"sama dengan dia masuk menghadap Sultan Harunurrasyid
dan menyembah. Titah amirulmukminin kepada Abu Nawas,
"Apakah sebabnya maka engkau suruh pecahkan rumah kadi itu?"
Jawab Abu Nawas, "Ya, Tuanku Syah Alam! Sebabnya patik
suruh pecahkan rumah kadi itu, pada suatu malam patik bermimpi,
bahwasanya kadi datang kepada patik menyuruh patik memecahkan
rumahnya; itulah sebabnya rumah itu patik pecahkan, ya, Tuanku
Syah Alam." Sabda Amirulmukminin, "Hai, Abu Nawas! Bolehkah mimpi
itu dilakukan" Hukum mana yang engkau pakai itu?"
Jawab Abu Nawas, "Bahwasanya hukum kadi juga yang patik
bawa, Tuanku Syah Alam."
!, _. ?" px" 6 12 Me."jg P penyusunun nuwun II Balai Pustaka
Demi didengar oleh kadi jawab demikian, maka kadi itu
pun menundukkan kepalanya, seraya berdiam diri; sepatah kata
pun tiada dijawabnya. Setelah itu maka titah amirulmukminin
Harunurrasyid kepada Abu Nawas, "Hai, Abu Nawas, katakanlah
olehmu, apakah sebabnya maka demikian perkataan itu?"
Sahut Abu Nawas, "Ya, Tuanku Syah Alam, bahwasanya adalah
seorang anak Mesir datang ke dalam negeri ini berniaga, sambil
membawa harta banyak sekali. Pada suatu malam ia bermimpi
kawin dengan anak kadi ini dengan mahar sekian banyak. Kabar itu
terdengarlah kepada kadi, lalu ia pergi mendapatkan anak Mesir
itu, meminta mahar anaknya itu. Maka tiadalah mau anak Mesir
memberi mahar anaknya itu; lalu dirampas oleh kadi segala harta
bendanya, hanya kain di badannya saja yang lepas."
Demi didengar oleh kadi akan perkataan Abu Nawas itu, tia"
dalah ia berkata"kata lagi. Titah raja Harunurrasyid, "Di mana anak
Mesir itu." "Ada di sini, Tuanku."
"Suruh dia datang kemari!"
Maka anak Mesir itu pun datanglah ke hadapan Sultan Ha-
runurrasyid, serta menyembah.


Abu Nawas Karya Nur Sutan Iskandar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Maka titah Amirulmukminin, "Hai, anak Mesir, ceritakan hal
ihwal engkau sejak datang ke dalam negeri ini?"
Anak Mesir itu pun menyembah, serta menceritakan segala
hal ihwalnya sampai kepada akhirnya.
Setelah Sultan Harunurrasyid mendengar perkataan anak
Mesir yang demikian itu, maka Sultan pun marah dengan murka
yang amat sangat kepada kadi itu, lalu dia dipecat baginda dan
segala hartanya disuruh baginda rampas dan berikan kepada anak
Mesir itu. Maka kadi itu pun dihukum oleh Sultan Harunurrasyid.
%" $ 13 penyusunum NASIONAL n: Balai Pustaka
' > Setelah selesai perkara itu, kembalillah anak Mesir itu dengan
Abu Nawas pulang ke rumahnya. Anak Mesir itu hendak membalas
budi kepadanya. Kata Abu Nawas, "Janganlah engkau beri barang suatu ke-
padaku. Tidak aku mau menerima sedikit jua pun."
Kemudian anak Mesir itu diamlah di dalam negeri Bagdad
pula. Setelah sampai musimnya, ia pun kembalilah ke negerinya
dengan selamat sejahtera.
:$ fr; >. 5 14 % P penyusunun nuwun II Balai Pustaka
ENAM EKOR LEMBU YANG PANDAI
BERKATA-KATA Tiada berapa lamanya kemudian dari hal ihwal yang tersebut
di atas itu, pada suatu hari Sultan Harunurrasyid menyuruh panggil
Abu Nawas pula datang menghadap baginda. Sebab pikir baginda,
Abu Nawas sangat cerdik; jadi hendak diujinya. Maka Abu Nawas
pun datanglah, lalu menyembah. Titah Sultan Harunurrasyid
kepadanya, "Hai, Abu Nawas, aku menginginkan enam ekor lembu
yang pandai berkata"kata dan yang berjanggut. Dalam tujuh hari
ini hendaklah sudah ada keenam binatang itu di sini! Jika tiada
dapat olehmu, niscaya engkau kusuruh bunuh."
Sembah Abu Nawas, "Baiklah, Tuanku Syah Alam, patik
junjung titah Tuanku itu."
Maka segala orang yang duduk pada majelis raja itu pun
berkata sama sendirinya, "Sekali ini matilah Abu Nawas dibunuh
oleh Sultan Harunurrasyid."
Setelah itu maka Abu Nawas pun lalulah bermohon ke luar,
pulang ke rumahnya. Serta sampai, lalu ia duduk berdiam diri
memikirkan kehendak amirulmukminin yang demikian itu. Sehari
pun tiada ia keluar dari dalam rumahnya. Sekalian orang yang
melihat hal Abu Nawas itu, heranlah.
Setelah sampai akan hari yang dijanjikan oleh Sultan Haru"
nurrasyid itu, barulah Abu Nawas keluar dari dalam rumahnya, lalu
ia berjalan menuju ke pangkalan orang nelayan. Di tengahjalan ia
bertemu dengan orang"orang yang berjalan ke pangkalan itu jua,
lalu dipanggilnya, "Hai orang muda! Hari ini apa harinya?"
penyusunum NASIONAL n: Balai Pustaka
Dengan demikian datang/ah Abu Nawas serta membawa enam orang
yang berjanggut .sg "ii; > 5 16 are xl; penyusunun nuwun II Balai Pustaka
Yang mana mengatakan yang betul hari itu, dilepaskan oleh
Abu Nawas dan yang salah jawabnya, ditahannya orang itu.
Maka berlain-lainlah jawab mereka itu, seorang mengatakan
hari ini, seorang mengatakan hari itu; seorang pun tak ada yang
betul jawabnya. Kata Abu Nawas kepada orang itu, "Kata engkau, hari ini dan
hari anu; di sini tak ada ini, tak ada itu, tak ada anu, melainkan
esok hari barulah yang betul; kita pergi menghadap Sultan
Harunurrasyid, disanalah baru dapat yang betul itu."
Keesokan harinya, pada majelis Raja Harunurrasyid telah
banyak orang berhimpun, hendak melihat hal Abu Nawas juga,
apakahjawabnya kepada baginda.Kemudian datanglah Abu Nawas
serta membawa enam orang yang berjanggut. Telah sampailah
Abu Nawas ke hadapan baginda, lalu ia berdatang sembah serta
duduk pada majelis itu. Maka Raja Harunurrasyid pun bertitah kepadanya, "Hai,
Abu Nawas! Manatah lembu yang pandai berkata"kata dan yang
berjanggut itu?" Sembah Abu Nawas sambil menunjuk kepada orang yang
berenam itu, "Inilah, ya, Tuanku Syah Alam."
Sabda amirulmukminin, "Hai, Abu Nawas, apa yang engkau
tunjukkan kepadaku ini?"
Sembah Abu Nawas, "Ya, Tuanku Syah Alam, tanyakanlah
kepada mereka itu hari apakah sekarang ini."
Maka ditanyailah oleh Sultan Harunurrasyid orang-orang itu.
Berlain"lainan nama hari yang mereka sebut itu.
Kata Abu Nawas pula, "Jikalau mereka manusia, tahulah
mereka akan nama hari itu. Apabila, jika Tuanku tanyakan hari
yang lain-lain, tentu bertambah-tambah tiada diketahuinya.
Manusiakah atau binatangkah yang demikian itu" Inilah lembu
yang pandai berkata"kata, serta berjanggut, ya, Tuanku."
%" $ 17 penyusunum NASIONAL n: Balai Pustaka
' > Maka Sultan Harunurrasyid heran melihat hal Abu Nawas
pandai sekali melepaskan dirinya itu. Setelah itu amirulmukminin
pun menyuruh memberi persalin dan uang lima ribu dinar kepada
Abu Nawas. Sekalian orang heranlah. Setelah sudah, bermohonlah segala
mereka itu pulang ke rumahnya masing-masing dengan sukacita.
Abu Nawas pun pulangjuga.
.sg fr; >. 5 18 % P penyusunun nuwun II Balai Pustaka
ABU NAWAS MENJUAL SULTAN HARUNURRASYID Alkisah maka tersebutlah Abu Nawas kehabisan belanja.
Hendak pergi memohonkan belanja itu ke bawah duli yang
dipertuan, malu juga ia rasanya, karena adat Sultan Harunurrasyid
pada tiap- tiap hari baginda menganugerahkan uang kepadanya.
Pada hari itu kiranya tiadalah ia diberi oleh baginda.
Maka pikir Abu Nawas dalam hatinya, "Apakah dayaku
sekarang ini?" di dalam berpikir"pikir itu terbitlah suatu niat
dalam hatinya. "Baiklah Sultan Harunurrasyid kujualkan!" katanya.
Setelah itu Abu Nawas pergilah menghadap Sultan Harunurrasyid,
seraya menyembah. Maka titah baginda, "Ke mana engkau ini?"
Jawab Abu Nawas, "Adapun patik ini tiga kali berjalan-jalan
di darat negeri Bagdad hendak melihat orang Badui menanam
gandum dan sebagainya. Sekali patik penat, lalu berhenti di bawah
pohon kayu yang amat besar; maka patik pun mendengarkan
bunyi"bunyian, terlalu baik sekali bunyinya itu. Dengan segera patik
bangun, lalu mengikuti bunyi-bunyian itu. Baik sekali bunyinya
pada pendengaran patik, seperti bunyi"bunyian di dalam surga.
Patik pun heranlah dan tercengang-cengang mendengarnya: patik
berjalan juga. Setelah sampai ke rumah orang yang memalu bunyi-
bunyian itu, lalulah patik hendak melihat orang itu.
Itulah sebabnya maka patik tiada datang menghadap ke
bawah duli Syah Alam."
Setelah Sultan Harunurrasyid mendengar kata Abu Nawas
itu, baginda pun berahilah di dalam hatinya, serta berkata dengan
penyusunum NASIONAL n: Balai Pustaka
sendirinya, "Aku mau pergi, hendak bermain-main ke sana dan
mendengar bunyi"bunyian itu."
Kemudian baginda bertitah kepada Abu Nawas, "Hai, Abu
Nawas, bawalah olehmu aku pergi bermain"main ke tempat itu,
supaya aku mendengar bunyi"bunyian itu!"
Sembah Abu Nawas, "Baiklah, Tuanku! Esok harilah Tuanku
patik bawa ke tempat itu."
Titah baginda, "Hai, Abu Nawas, berapa jauhnya tempat
bunyi-bunyian itu?" Sembah Abu Nawas, "Ya, Tuanku Syah Alam! Adapun kira-kira
dua jam perjalanan jauhnya, maka sampailah ke tempat itu."
Titah baginda pula, "Ya, Abu Nawas! Jika demikian, baiklah
kita bawa menteri dan rakyat sedikit, karena perjalanan itu terlalu
jauh, dan lagi didalam hutan rimba."
Sembah Abu Nawas, "Ya, Tuanku Syah Alam! Adapun
sebabnya patik datang mempersembahkan hal ini, karena patik
sudah mendengar bunyi"bunyian itu; akan tetapi Tuanku belum.
Kehendak hati patik Tuanku dengan patik saja pergi ke sana, dan
jangan ada orang lain yang mendengar bunyi-bunyian itu. Sebab
itulah maka patik persembahkan ke bawah duli Syah Alam."
Demi didengar Sultan Harunurrasyid akan perkataan Abu
Nawas itu, maka amirulmukminin berpikir di dalam hatinya,
"Baiklah aku pergi dengan Abu Nawas ini!"
Keesokan harinya berjalanlah Sultan Harunurrasyid dengan
Abu Nawas ke darat negeri Bagdad. Adapun waktu baginda
berjalan itu isi istana seorang pun tiada tahu, karena hari baru
waktu subuh. Abu Nawas membawa sultan pada jalan ke tempat
orang Badui yang bertanam gandum, jagung, pisang, dan keladi.
Dalam pada itu maka titah Sultan Harunurrasyid, "Hai, Abu
Nawas! Jauh lagi tempat itu?"
!, .. ?" &." 6
20 are xP/ penyusunun nuwun II Balai Pustaka
Sembah Abu Nawas, "Tiada jauh lagi, tampaklah sudah pohon
kayu itu." Maka Abu Nawas berjalan dengan Raja Harunurrasyid menuju
ke tempat itu. Telah sampai kepada pohon kayu itu, maka sembah Abu
Nawas kepada sultan, "Ya, Tuanku Syah Alam, duduklah Syah
Alam di bawah pohon kayu ini dahulu, biarlah patik pergi
dahulu melihat bunyi"bunyian itu, dekat atau tidak."
"Baiklah." Abu Nawas pergilah kepada orang Badui yang bertanam
gandumitu.MakakatanyakepadaorangBaduiitu,"Maukahengkau
membeli temanku, laki-laki yang baik lagi gemuk badannya?"
Kata Badui itu, "Di manakah tempat teman Tuan hamba itu"
Antarkanlah hamba ke tempatnya!"
Jawab Abu Nawas, "Hai, Badui! Adapun temanku itu terlalu
sangat aku sayangi dan apabila aku bawa engkau bersama dengan
daku, dan mataku memandang mukanya, niscaya tiada jadi terjual
olehku dia itu." Kata Badui itu, "Sekarang di manakah kawan Tuan hamba
itu?" Sahut Abu Nawas, "Marilah engkau bersama"sama dengan
daku, supaya kutunjukkan dia!"
Maka berjalanlah orang Badui itu dengan Abu Nawas, sehingga
dekat-dekat pada tempat Sultan Harunurrasyid duduk itu.
Setelah sampai maka ditunjuknya raja, yang duduk di bawah
pohon kayu itu. Serta dilihat oleh Badui, maka katanya, "Berapakah
harganya!" Sahut Abu Nawas, "Aku beli dahulu seratus dinar emas, se"
karang pun demikian itu juga harganya."
penyusunum NASIONAL n: Balai Pustaka
Kata Badui itu pula, "Baiklah! Inilah, aku bayar dia seratus
dinar kepada Tuan hamba."
Maka Abu Nawas pun menerima seratus uang clinar itu.
Kemudian kata Badui itu, "Hai, menteri raja di dalam negeri
Bagdad ini! Adapun Tuan hamba menjual seorang teman kepada
hamba ini, berilah sepucuk surat kepada hamba ini!"
Setelah itu Abu Nawas menulis sepucuk surat, langsung di-
berikannya kepada Badui itu. Adapun bunyi surat itu demikian:
"Bahwasanya Abu Nawas telah menjual Sultan Harunurrasyid
kepada Badui dengan harga seratus clinar emas."
Setelah itu Abu Nawas pun kembalilah berjalan melaluijalan
yang lain pulang ke rumahnya.
Baru saja Abu Nawas itu berjalan, pergilah Badui itu ke tempat
Sultan Harunurrasyid; maka katanya, "Marilah engkau pulang ke
rumahku itu!" Maka Baginda pun terkejut mendengar perkataan demikian
itu, tapi Baginda beijalanjua ke rumah Badui itu. Adapun Badui itu
tiada kenal akan Sultan Harunurrasyid.
Setelah sampai di rumahnya itu, lalu disuruhnya Sultan itu
naik; maka duduklah Baginda di dalam rumah itu. Apabila hari
sudah malam, Sultan diberi makan oleh Badui itu; di bubuhnya
pada suatu dulang kayu nasi sedikit dengan minyak sapi sedikit
dan ikan kering sedikit. Melihat hal yang demikian itu, maka Baginda insaf akan di-
rinya; di dalam hatinya, "Aku ini seorang sultan, yang empunya
kerajaan di dalam negeri Bagdad; aku pun beroleh makanan
sekian ini?" maka bersyukurlah Baginda kepada Allah taala; lalu
dijamahnya nasi itu sedikit, dimasukkannya ke dalam mulutnya,
karena itulah rezekinya, yang dianugerahkan Allah taala
kepadanya. Setelah makan, Baginda pun berpikir didalam hatinya,
"Abu Nawas itu ke mana gerangan perginya dan di hutan mana ia
!, .. ?" &." 6
22 eke xP/ penyusunun nuwun II Balai Pustaka
Badui itu pun memberikan sebilah parang ke tangan Sultan
Harunurrasyid, disuruhnya membelah kayu
23 sekarang ini?" maka Baginda pun heranlah akan dirinya. Mengapa
Baginda dibuat orang demikian!
Alkisah maka tersebutlah orang di dalam istana amirulmuk-
minin. Karena Baginda tiada di dalam istana itu, huru"haralah
mereka itu. Keadaan itu belum diketahui orang lagi di dalam
negeri. Setelah hari siang, Badui itu pun memberikan sebilah parang
kepada Sultan Harunurrasyid; disuruhnya Baginda membelah
kayu. Maka Baginda pun mengambil parang itu. Amat kaku
perbuatannya, dan caranya mempergunakan parang itu pun lain
sekali. Serta dilihat Badui akan hal itu, berpikirlah ia dalam hatinya,
"Orang mana gerangan ini?" lalu ia bertanya, "Mengapakah maka
engkau membelah kayu dengan punggung parang?"
Sahut Baginda, "Adapun hamba ini tiada tahu akan pekerjaan
yang demikian itu, karena hamba tiada biasa."
Kemudian raja itu bertanya kepada Badui itu, "Abu Nawas itu
ke mana perginya?" Sahut Badui itu, "Adapun Abu Nawas itu telah pulang ke
rumahnya, karena engkau ini telah dijualnya kepadaku dengan
harga seratus dinar emas; ada surat keterangannya, yang
diberikannya kepadaku." Oleh Badui itu diperlihatkannya surat
keterangan itu kepada Sultan Harunurrasyid.
Maka Baginda pun tiada berkata"kata lagi. Termenung


Abu Nawas Karya Nur Sutan Iskandar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seketika karenanya. Kemudian berkatalah Baginda kepada Badui
itu, "Aku ini Sultan Harunurrasyid, raja yang memerintah dalam
negeri Bagdad!" Demi didengar oleh Badui itu akan perkataan Baginda yang
demikian itu, maka Badui itu pun sujud menyembah kaki ami-
rulmukminin, sembahnya, "Ya, Tuanku Syah Alam! Tiadalah patik
sekali"kali mengetahui akan Syah Alam; ampunilah dosa patik
|n|." !, .. SE;". 6 24 eke xP/ penyusunun nuwun II Balai Pustaka
Setelah sudah Badui itu minta ampun, maka Baginda pun
berkata, "Hai, Badui, antarkan aku ini ke dalam istanaku!"
Sembah Badui itu, "Ya, Tuanku Syah Alam, patik junjung
segala titah duli yang dipertuan!" Setelah itu lalu Badui itu
mengambil kain, diperbuatnya seperti buaian. Setelah sudah,
Sultan Harunurrasyid masuklah ke dalam buaian itu, lalu diusung
oleh Badui itu dengan beberapa orang kawannya dan dibawanya
ke dalam istana Baginda. Setelah Baginda sudah sampai ke dalam istananya, maka
dikurniakan Baginda seratus dinar kepada Badui itu, serta katanya,
"Akan rahasia ini sekali-kali jangan engkau khabarkan kepada
wazir"wazirku. Jika ia bertanya sekalipun jangan engkau khabar"
kan!" Adapun Baginda tiadalah mengeluarkan sepatah kata dari
perjalanannya ke darat negeri Bagdad itu, melainkan diam saja.
Tiada berapa lama antaranya Sultan Harunurrasyid memberi
titah kepada orang akan mencari Abu Nawas, "Carilah oleh kamu
sekalian Abu Nawas, dan di mana ia ada, tangkap olehmu sekalian.
Jika dapat bawa kepadaku!"
Setelah itu dicarilah Abu Nawas oleh orang"orang itu, tiadalah
bertemu; bertanyalah mereka itu kepada istrinya, "Ke mana Abu
Nawas pergi" "Kata istrinya itu, "Sudah tiga hari tiga malam ia tiada datang
ke rumah." Setelah itu orang itu pun mencarinya lagi pada segenap kam-
pung dan segenap lorong dan segenap dusun di dalam negeri
Bagdad itu dan sampailah kepada tujuh hari lamanya tiada juga
menjumpainya. Maka sekalian orang itu pun masuklah ke dalam
istana, mempersembahkan hal itu ke bawah duli Syah Alam, serta
berkata, 'Tiadalah patik sekalian bertemu dengan Abu Nawas!"
Sultan Harunurrasyid berdiam diri saja.
; ke & 25 penyusunum NASIONAL n: Balai Pustaka
' > Adapun Abu Nawas, pada hari itu juga pulang ke rumahnya.
Setelah datang, pikirnya didalam hatinya, "Dari hal aku ini dengan
amirulmukminin apakah dayaku" Apa akal, supaya aku dapat
melepaskan diriku ini?" Setelah itu ia pun mupakat dengan istrinya,
katanya, "Aku ini sudah berbuat salah yang besar kepada Sultan!"
Kata istrinya, "Apakah dosa yang Tuan hamba perbuat atas
Baginda?" Sahut Abu Nawas, "Pada suatu hari aku kekurangan belanja
kita ini. Aku hendak pergi menghadap memohonkan uang ke
bawah duli Syah Alam, malulah aku mengeluarkan kata itu. Sebab
itu kubawa Sultan ke darat negeri Bagdad ini pada kampung orang
Badui, lalu kujual raja itu kepada orang Badui. Oleh sebab itulah
maka Syah Alam menyuruh menangkap aku, dan lagi hendak
dibunuhnya aku ini. Demikianlah halnya."
Setelah sudah berkata"kata dengan istrinya, Abu Nawas pun
berpikir didalam hatinya, "Terlebih baik kuperdayakan juga Syah
Alam itu!" Pada ketika itu juga Abu Nawas membuat mati dirinya,
seraya katanya kepada istrinya, "Apabila didengar oleh Sultan
Harunurrasyid aku telah mati, niscaya datanglah Baginda ke rumah
kita, dan sekalian orang pun tentu datang juga bersama-sama
mengiringkan Baginda. Apabila Baginda sampai ke rumah kita ini,
maka pura-pura menangislah engkau dengan tangis yang amat
sedih, lalu engkau sujud pada kaki Baginda. Jikalau Baginda ber"
tanya kepada engkau, "Apakah penyakit Abu Nawas itu?" maka
engkau jawab, "Tiada apa penyakitnya. Pada tengah malam tadi ia
datang, lalu masuk ke dalam rumah; sudah itu ia tidur, dan ketika
hampir siang, patik bangunkan dia akan sembah yang subuh. Dua
tiga kali patik raba badannya, keras kaku dan nafasnya tiada lagi,
sebab itulah patik menangis." Demikianlah kata engkau kepada
amirulmukminin, dan apabila diangkat orang jenazahku ini,
hendaklah engkau peluk kaki Baginda itu, serta engkau berkata,
!, .. ?" &." 6
26 eke xP/ penyusunun nuwun II Balai Pustaka
"Ya, Tuanku Syah Alam! Jika ada kurnia duli Tuanku kiranya,
hendaklah Tuanku ampuni segala dosa Abu Nawas di hadapan
khalayak yang banyak ini, dari dunia datang ke akhirat!" Nah,
sukalah engkau berbuat demikian" Jika suka, pada esok harinya
dapatlah kuperbuat suatu hikmat."
"Baiklah, ya, Kakanda!"
Tiada berapa selang lamanya maka masyhurlah khabar
orang mengatakan Abu Nawas sudah mati. Orang puri" datanglah
menghadap Sultan Harunurrasyid, mempersembahkan Abu Nawas
tidak ada lagi. Serta didengar Baginda khabar kematian yang tak disangka"
sangka itu, datanglah Baginda dengan segera ke rumah Abu Nawas,
lalu bertanya kepada bininya, "Apakah sakitnya Abu Nawas itu,
karena aku tiada mendengar ia sakit?"
Maka menjawablah bini Abu Nawas sebagai yang diajarkan
suaminya itu. Demi amirulmukminin mendengar kata yang demikian itu,
disuruhnyalah beberapa orang biduandanya memanggil tabib
yang pandai-pandai akan melihat penyakit di dalam badan Abu
Nawas itu. Kemudian datanglah tabib itu menghadap baginda, lalu
memberi salam dengan takzimnya.
Sabda sultan itu, "Ya, Tabib, apakah penyakit Abu Nawas itu?"
Sembah tabib itu, "Ya, Syah Alam! Adapun Abu Nawas ini
matilah, sudah." Demi didengar Sultan Harunurrasyid perkataan itu, baginda
pun menangis dan segala tabib itu pun menangis pula, terlalu
keras tangisnya itu. Kata Baginda, "Ya, Abu Nawas, apakah dosamu maka engkau
membunuh dirimu" Apajua dosa yang engkau perbuat akan daku,
penyusunum NASIONAL n: Balai Pustaka
kumaafkanlah!" dan lagi kata raja itu, "Ya, Abu Nawas, siapa lagi
yang akan membuatjenaka dan kelakar akan menyuka- nyukakan
hatiku ini?" Berbagai-bagai kata baginda dan bunyi ratap sekalian orang
itu, dan amat banyak sahabat kenalan yang berhimpun di rumah
Abu Nawas itu. Ketika dua tiga orang hendak mengangkat mayat
Abu Nawas dari tempat berbujur untuk dimandikan, dikapani,
disembahyangkan, dan kemudian dimasukkan ke dalam lung atau
keranda, berkatalah istrinya kepada mereka itu disertai tangisnya,
"Nantilah dahulu, karena ada suatu pesan suamihamba,disuruhnya
hamba menyampaikan ke bawah duli Syah Alam!"
Maka dipersembahkan oranglah perkataan istri Abu Nawas itu
kepada raja. Demi didengar Sultan Harunurrasyid perkataan itu,
Baginda pun datanglah kepada istri Abu Nawas serta berkata, "Apa
pesan Abu Nawas kepada engkau" Sampaikanlah kepadaku!"
Setelah itu dipersembahkanlah oleh istri Abu Nawas pesan
suaminya itu, seraya menangisjua dan menyembah kaki baginda.
Maka titah Baginda, "Barang siapa yang telah berbuat dosa
akan daku, dan minta ampun kepadaku, kuampunilah segala
dosanya dari dunia sampai ke akhirat."
Setelah itu maka Sultan Harunurrasyid pun menyuruh
himpunkan sekalian orang itu. Setelah sudah terhimpun
sekaliannya itu, Baginda pun bertitah sambil memegang tepi kain
tutup mayat. Abu Nawas, "Engkau sekalian menjadi saksi pada
hari kiamat, bahwasanya aku mengampuni segala dosa Abu Nawas
kepadaku,tiadalah tinggal lagi dosanya." Demikianlah titah Sultan
Harunurrasyid. Adapun akan Abu Nawas, serta mendengar segala perkataan
baginda itu, berserulah ia dari balik kain itu dengan suara yang
amat nyaring, "Syhukur "
!, .. ?" &." 6
28 eke xP/ penyusunun nuwun II Balai Pustaka
Maka terkejutlah baginda itu, lalu lari tunggang-langgang ke
istananya. Sekalian khatib dan imam dan bila! pun larilah jatuh
bangun, tiada berketentuan perginya. Orang banyak masing"
masing lari juga, tiada tentu tempat larinya itu oleh ketakutannya.
Pada pikiran segala orang itu: hantu "kubur" akan menangkap
mereka itu! Maka Abu Nawas pun bangun dan keluar dari dalam selimut
tebal yang menutupi tempat dia membujur itu, langsung berdiri
ke tengah rumah yang telah sunyi. Setelah itu ia minta nasi
kepada istrinya, lalu makan. Kemudian pergilah ia ke istana Sultan
Harunurrasyid. Setelah sampai, langsunglah ia masuk ke dalam
menghadap Baginda. Pada masa itu Baginda ada bersemayan di istana. Setelah
datang, Abu Nawas pun memberi salam kepada sultan. Baginda
tiada menyahut salam Abu Nawas itu, hanya bertitah, "Ya, Abu
Nawas! Keija apakah yang kau lakukan tadi, mendatangkan
ketakutan kepada semua orang dan pegawai sekaliannya"
Semuanya lari jatuh bangun, ada yang luka mukanya, kakinya,
tangannya, dan ada yang luka kepalanya, masing-masing sebab
perbuatanmu itu juga."
Abu Nawas berdiam diri. Maka titah Baginda pula, "Ajarkanlah ilmu itu kepadaku!"
Sembah Abu Nawas, "Ya, Syah Alam! Adapun ilmu itu tiada
boleh patik ajarkan kepada seorang jua pun. Kalau patik ajarkan
niscaya betul"betul matilah patik; demikian kata guru patik
waliullah yang besar lagi keramat itu."
Setelah didengar oleh Sultan Harunurrasyid perkataan
Abu Nawas yang demikian itu, maka bertitahlah Baginda
kepadanya,"Hai, Abu Nawas, mulai hari ini janganlah engkau
sekali"kali datang ke istanaku ini lagi, melintas pun jangan!"
Demi didengar Abu Nawas titah Baginda itu, ia pun bermohon
diri pulang ke rumahnya. penyusunum NASIONAL n: Balai Pustaka
ABU NAWAS SAKIT HENDAK BERSALIN
Maka tersebutlah Abu Nawas selama sultan melarangnya
masuk ke dalam istana. Kira"kira telah tujuh bulan lamanya ia
tiada masuk menghadap sultan dan sunyilah balairung baginda
itu. Maka baginda pun masygullah didalam istananya.
"Siapa tahu, entah apalah diperbuat oleh Abu Nawas atas aku
ini," katanya di dalam hatinya.
Pada suatu hari baginda pun menyuruh memanggilAbu Nawas.
Maka pergilah orang itu ke rumah Abu Nawas itu. Didapatinya Abu
Nawas sedang duduk. Kata orang itu kepadanya, "Ya, Tuan hamba!
Adapun Tuan hamba ini dipanggil oleh Sultan Harunurrasyid."
Setelah didengar oleh Abu Nawas kata pesuruh raja itu, maka
katanya, "Pergilah engkau persembahkan ke bawah duli Yang
Dipertuan, bahwa aku ini sakit hendak bersalin. Anakku belum
lahir, karena masih menantikan bidan."
Setelah itu orang itu pun kembalilah ke istana menghadap
baginda, lalu dipersembahkannya segala perkataan Abu Nawas itu,
katanya, "Ya, Tuanku, ia sakit hendak bersalin, tinggal menantikan
bidannya saja. Bidannya itu belum datang."
Demi Sultan Harunurrasyid mendengar perkataan yang de-
mikian, maka baginda pun heran. "Ajaib," pikir baginda di dalam
hatinya, "barulah pada hari ini aku mendengar laki"laki konon
hendak bersalin. Pada zaman dahulu kala, pada masa nenek mo-
yangku belumlah aku pernah mendengar laki"laki beranak. Baru
pada zaman ini Abu Nawas mengatakan dirinya hendak beranak!"
Oleh sebab itu sangatlah ingin hati baginda hendak menyak-
sikan hal itu. !, .. ?" &." 6
30 eke xP/ penyusunun nuwun II Balai Pustaka
Syahdan sultan pun berangkat diiringkan orang-orang besar
ke *umah Abu Nawas. Demi dilihat oleh Abu Nawas kedatangan baginda itu, berlari-
larilah ia mendapatkan baginda, lalu ia menyembah pada kaki
baginda, seraya katanya, "Ya, Tuanku Syah Alam, sudi juga rupanya
Tuanku datang ke rumah patik yang miskin lagi daif ini."
Baginda masuk ke dalam rumahnya itu. Oleh Abu Nawas
didudukkanlah baginda pada tempat yang mulia, dan ia sendiri
duduk di bawah menghadap sultan, seraya bertanya, "Ya, Tuanku
Syah Alam! Apakah kehendak duli Syah Alam datang ke rumah
patik ini, karena sekian lamanya Tuanku duduk di atas takhta
kerajaan Syah Alam, belum pernah duliYang Dipertuan berkunjung
ke rumah patik ini?"
Maka titah Sultan Harunurrasyid kepadanya, "Adapun aku
datang ini, karena tadi aku menyuruh biduanda memanggil
engkau dengan segera. Ia pun pergilah kemari. Kemudian ia
kembali, sambil membawa pesan dari engkau kepadaku, yaitu
engkau konon mempersembahkan ke bawah duli Yang Dipertuan,
bahwasanya engkau ini adalah sakit hendak bersalin, tinggal
menantikanbidan saja lagi. Apabila habis bersalin, barulah engkau
hendak datang menghadap daku. Pada zaman dahulu kala belum
pernah aku mendengar dari nenek moyangku laki-laki hamil dan
beranak. Sebab itulah maka aku datang ini kepadamu dan hendak
tahu akan arti perkataanmu itu."
Hatta Abu Nawas pun tersenyum.
Maka titah baginda, "Terangkan padaku apa arti perkataanmu
itu! Siapakah yang hendak beranak dan siapakah bidannya itu?"
Demi didengar oleh Abu Nawas titah Sultan Harunurrasyid
demikian itu, maka sembahnya, "Ya, Tuanku Syah Alam! Adapun
arti yang bunting itu, adalah seorang raja yang sangat besar
kerajaannya. Pada suatu hari raja itu mengeluarkan seorang"
penyusunum NASIONAL n: Balai Pustaka
orang besarnya dari hadapan majelis istananya. Sudah lamalah,
ada kira-kira empat lima bulan. Kemudian daripada itu entah
apa sebabnya baginda itu menyuruh panggil orang besarnya itu
kembali. Maka orang besar itu pun datang ke dalam istananya. Ya
Tuanku, pe"rempuan dengan laki"laki itu sama"sama melakukan
suatu pekerjaan keduanya! Dengan demikian perempuan itu pun
menjadi hamil, sehingga menjadikan orang ketakutan semuanya.
Demikianlah adat kita ini. Dan lagi, apabila seorang raja sudah
mengeluarkan perintah, tiadalah boleh diambilnya kembali
perintah itu. Jikalau sekiranya diambilnya juga perintah itu, adalah
ia seperti menjilat air liurnya, yang sudah diludahkannya. ltulah
tanda orang yang penakut. Barang siapa hendak melakukan


Abu Nawas Karya Nur Sutan Iskandar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sesuatu kehendaknya, terlebih utama baiklah berpikir habis"habis
dahulu. Jika pada pertimbangan tak ada suatu sangkut"paut lagi,
barulah dilakukan kehendak itu. Oleh sebab itu dikatakanlah laki-
laki hendak bersalin. Adapun yang dikatakan bidannya itu ialah
kedatangan Tuanku. Apabila Syah Alam datang ke rumah patik
berarti patik sudah bersalin namanya. Artinya sudahlah hilang
sakit, yaitu sudahlah hilang takut patik kepada Syah Alam ini."
Maka titah Sultan Harunurrasyid kepada Abu Nawas, "Hai,
Abu Nawas. Tatkala aku berkata kepadamu jangan lagi engkau
datang ke dalam istana itu, bukannya dengan suka hatiku ini,
melainkan dengan gurau jenaka juga. Pada esok hari, hai, Abu
Nawas, datanglah engkau ke dalam istanaku, karena aku hendak
bermain-main dan membukakan hatiku ini. Betul banyak menteri
yang lain, tetapi tiadalah seperti engkau ini. Lagi pun berapa
lamanya engkau tiada datang ke istanaku, maka selama itu pula
hilanglah cahaya seri balairungku."
"Segala titah patik junjung, Tuanku," sembah Abu Nawas
dengan takzimnya. Sejurus kemudian berangkatlah baginda ke istana kembali
dengan perasaan heran bercampur geli akan perbuatan Abu
Nawas itu. !, .. ?" &." 6
32 eke xP/ penyusunun nuwun II Balai Pustaka
PUKUL MENJADI DINAR Kata orang yang empunya cerita: Pada keesokan harinya
pergilah Abu Nawas ke dalam istana Sultan Harunurrasyid, lalu
berkata"kata dengan amirulmukminin dengan sukacitanya. Di
dalam pada itu baginda pun berpikir dalam hatinya, "Adapun Abu
Nawas ini bundanya sudah mati. Sekarang aku hendak mencoba
kepandaiannya sekali lagi, aku hendak menyuruh dia membawa
ibunya itu ke dalam istanaku ini. Jika datang ibunya itu, aku
anugerahi dia seratus dinar." Setelah itu Sultan Harunurrasyid
bersabda kepada Abu Nawas, "Hai, Abu Nawas! Bawalah ibumu
pada esok hari ke dalam istanaku ini dan nanti aku beri engkau
seratus dinar!" Abu Nawas berpikir di dalam hatinya seketika, katanya,
"Adapun sultan ini telah mengetahui ibuku itu sudah mati.
Sekarang ini disuruhnya pula aku membawa dia ke dalam istana!"
kemudian maka sembahnya, "Baiklah, Tuanku! Esok harilah pagi-
pagi patik bawa ibu patik itu ke dalam istana Tuanku."
Setelah itu Abu Nawas bermohon pulang ke rumahnya.
Serta sampai, lalu ia makan dan minum. Kemudian keluarlah
pula ia dari dalam rumahnya, berjalan ke segenap kampung,
simpang dan lorong di dalam negeri itu. Adapun ia itu mencari
seorang perempuan tua, hendak dibuat ibu angkat. Seketika juga
Abu Nawas pun bertemulah dengan perempuan tua; ia tengah
memasak makanan jualan. Dengan segera Abu Nawas pergi ke
sebelah kiri perempuan tua itu, seraya katanya, "Hai, Ibu, pada
hari ini bahwasanya aku mengaku ibulah pada engkau."
penyusunum NASIONAL n: Balai Pustaka
Kata perempuan tua itu, "Apakah sebabnya engkau berkata
demikian akan daku! Katakanlah olehmu hal itu kepadaku!"
Kata Abu Nawas pula kepadanya, "Hai, Ibuku! Adapun aku ini
sudahlah mengaku ke bawah duli Syah Alam hendak membawa
ibuku esok hari kepada baginda. Maka titah baginda itu kepadaku,
"Jikalau benar engkau bawa ibumu itu ke dalam istanaku, aku akan
beri ia seratus dinar." Dari sebab itulah maka aku datang kepada
ibuku ini, karena aku lihat ibu sangat susah mencari makan,
dan terlalu susah. Sehari-hari membuat penganan akan dijual,
berapalah dapat darinya harga apam ini! Jikalau ibuku mengaku
anak padaku ini dan aku pun mengaku ibu kepadamu dan jika aku
mendapat barang apa saja, akan aku bagi dua dengan dikau. Yang
dijanjikan raja itu pun kita bagi juga, seorang lima puluh dinar.
Uang itu bolehlah ibuku simpan dan akan bekal mati, bila datang
ajal ibuku." Demi didengar oleh perempuan tua itu kata Abu Nawas
demikian, maka katanya, "Baiklah. Aku pun menerimalah akan
perkataan Anakku itu."
Setelah itu Abu Nawas pun memberi suatu tasbih kepada
perempuan tua itu, serta berpesan kepadanya, "Apabila datang
keistana sultan itu danjika ia bertanya kepada ibuku, jangan sekali"
kali ibuku jawab katanya itu, melainkan ibuku tetap memegang
tasbih dan menghitung-hitung; jangan sekali-kali berhenti!"
"Baiklah, ya, Anakku."
Tatkala Abu Nawas akan pulang ke rumahnya, ia pun berkata
sekali lagi kepada perempuan tua itu, "Hai, Ibuku, pada esok hari
jangan tiada ibuku datang kepadaku, supaya boleh aku dukung ke
istana Sultan Harunurrasyid!"
"Baiklah, ya, Anakku. Mudah-mudahan Tuhan memberi berkat
kepada Anakku." "Dan terutama kepada Ibuku..."
!, .. SE;". 6 34 eke xP/ penyusunun nuwun II Balai Pustaka
Bukan buatan taajub baginda melihat Abu Nawas mendukung seorang
perempuan tua. & as Balai Pustaka Syahdan pada esok harinya pagi-pagi sekali berjalanlah Abu
Nawas masuk ke dalam istana menghadap sultan itu, lalu memberi
salam kepada amirulmukminin. Maka salamnya itu pun disahuti
oleh baginda, "Waalaikum salam, ya, Abu Nawas."
Setelah itu baginda pun memandang kepada Abu Nawas.
Bukan buatan taajub baginda melihat Abu Nawas mendukung
seorang perempuan tua; maka titahnya, "Hai, Abu Nawas, siapakah
yang engkau dukung ini" Inikah ibumu itu dan mengapa tinggi hari
baru datang?" Sembah Abu Nawas, "Adapun rumah ibu patik adalah jauh
sedikit dari kampung orang. Ya, benar, Tuanku, inilah ibu patik,
sangattuanya dan lemah kakinya, sehingga ia tiada dapat berjalan;
itulah sebabnya maka patik dukung dia ini." Sambil berkata
demikian, orang tua itu pun didukungnya dihadapan baginda.
Setelah duduk, maka ia pun mulai memegang tasbih serta
menghitung, tiada berhenti tangannya menghitung itu. Maka
baginda pun bertanya kepadanya. Tetapi perempuan tua itu tiada
menjawab titah raja itu. Dengan segera baginda bertitah kepada Abu Nawas, "Adapun
ibumu ini sangat biadab, lagi pula apakah yang dibilang"bilangnya
itu dengan tiada berhenti-henti?"
Sembah Abu Nawas, "Ya, Tuanku Syah Alam, adapun ibu patik
itu suaminya sembilan puluh sembilan banyaknya, dan lagi ia pun
hendak mencukupkan genap seratus bilangannya itu, Tuanku.
Sebab itulah maka ia menghitung-hitung membilang-bilang, ya,
Tuanku. Apabila ia berhenti, niscaya menjadi hilang pikirnya dan
tiada dapat dicarinya yang kurang itu."
Setelah berkata demikian ia pun undur dari penghadapan.
Demi didengar oleh perempuan tua itu perkataan Abu Nawas
tadi, lalu dibuangnya tasbih itu dari tangannya. Ia pun berdatang
!, .. ?" &." 6
36 eke xP/ penyusunun nuwun II Balai Pustaka
sembah di kaki amirulmukminin, katanya, "Ya, Tuanku Syah Alam!
Adapun patik ini, dari muda sampai tua begini hanya seorang suami
patik, Tuanku. Sekarang ini menteri Tuanku itu membuat onar atas
patik. Lagi pun dari hal patik datang dan katanya, tatkala patik
hendak menghadap duli Tuanku. "Jika Tuanku bertanya kepada
ibuku,]angan sekali-kali ibukujawab pertanyaan itu. Tuanku boleh
memberi dinar akan dikau. Dalam pada itu bolehlah kita bagi dua
pemberian baginda itu, sebagian untukku dan sebagian lagi untuk
ibuku. ltulah janji Abu Nawas dengan patik ini."
Kalakian Sultan Harunurrasyid tertawa, seraya berkata kepada
orang tua itu dan menyuruh memukul Abu Nawas 140 kali. Maka
datanglah orang kepadanya. Kata Abu Nawas kepada orang itu,
"Bawalah aku ke hadapan baginda dahulu."
Maka dibawa oranglah ia ke penghadapan amirulmukminin.
Sembah Abu Nawas, "Ya, Tuanku, hukum apakah yang Tuanku
jatuhkan atas diri patik ini!"
Titah Sultan Harunurrasyid, "Karena engkau berjanji dengan
daku hendak membawa ibumu kepadaku, aku pun berjanji pula
akan memberi engkau seratus dinar. Sekarang ini tiada dapat
engkau membawa ibumu itu kepadaku, sebab itu dapatlah engkau
seratus kali pukul daripadaku."
Sembah Abu Nawas, "Ya, Tuanku Syah Alam! Adapun patik
berjanji dengan perempuan ini; jikalau dapat kiranya kita seratus
dinar dari duli Syah Alam, boleh kita bagi dua, lima puluh dinar
seorang. Sekarang seorang dapat dera; karena dua orang yang
salah, dua orangjua dipukul. Patik terimalah hukuman Tuanku ini,
akan tetapi lima puluh seorang dengan perempuan tua ini."
Demi didengar Sultan Harunurrasyid perkataan Abu Nawas
itu, maka raja pun berpikir dalam hatinya, "Perempuan tua ini,
jangankan lima puluh kali, barangkali sekali juga kena pukul tu-
buhnya itu niscaya tiadalah dapat berkata-kata lagi." Setelah itu
penyusunum NASIONAL n: Balai Pustaka
baginda pun memberi lima puluh dinar kepada perempuan tua
itu, seraya bertitah katanya, "Lain hari, jikalau Abu Nawas datang
kepada engkau berkata"kata, jangan sekali"kali engkau dengar
perkataannya itu!" Orang tua itu pun memandang kepada Abu Nawas dengan
suka hatinya. Sembah Abu Nawas, "Ya Tuanku Syah Alam! Ampun beribu-
ribu ampun, jika ibuku itu telah mendapat anugerah dari Tuanku,
tiadalah adil kiranya, apakah anaknya ini dilupakan saja."
"Hum, ya terimalah pula bagianmu," ujar baginda dengan
senyumnya, "ini"
Sekalian orang tertawa di dalam hatinya.
Setelah sudah, maka Abu Nawas pun bermohonlah pulang ke
rumahnya. Demikian juga perempuan tua dan orang sekalian yang
hadir di penghadapan pada ketika itu pulang dengan perasaannya
masing"masing. .sk "z; >. 5 38 eke xP/ penyusunun nuwun II Balai Pustaka
MENTERI SULTAN HARUNURRASYID BERTELUR
Suatu hari Sultan Harunurrasyid menyuruh memanggil
sepuluh orang menterinya. Setelah datang maka kata baginda
kepada mereka itu, "Ada sebuah kolam di hadapan istanaku ini.
Aku hendak mengetahui kepandaian Abu Nawas, karena ia sangat
pandai melepaskan dirinya dari jerat. Sekarang engkau yang
sepuluh orang ini kuberi seorang sebiji telur. Turunlah kelak ke
dalam kolam itu, menyelam. Apabila engkau bangkit dari dalam
kolam itu dan naik ke darat hendaklah engkau bawa telur ayam
itu, sebiji seorang kepadaku ini!"
Setelah sudah berkata"kata demikian itu, baginda pun me"
nyuruh memanggil Abu Nawas. Maka Abu Nawas datanglah meng"
hadap raja, lalu baginda bertitah kepadanya, serta dengan orang
yangsepuluhitu, "Adapun kamu sekalianinibaiklah turun kedalam
kolam itu, menyelam; dan apabila bangkit keluar dari menyelam
itu, hendaklah engkau bawa telur ayam sebutir seorang. Barang
siapa tidak membawa telur itu, niscaya mendapat hukuman atas
dirinya." Abu Nawas memandang kepada tiap"tiap menteri itu. Seorang
pun tiada berubah air mukanya. Maka ia pun diam saja sambil
berpikir-pikir, "Mencari telur di dalam air! Adakah ayam betina di
dalam kolam itu?" Syahdan hari pun malamlah. Keesokan harinya pagi-pagi
benar, masing"masing turunlah ke dalam kolam itu, menyelam.
Setelah mereka bangkit dari dalam kolam itu, masing"masing
memegang sebutir telur di tangannya; telur itu pun lalu dipersem"
penyusunum NASIONAL n: Balai Pustaka
bahkan kepada Sultan Harunurrasyid dengan hormatnya. Hanya
Abu Nawas yang belum bangkit juga. Ia mencari telur di dalam
kolam itu, tetapi tiada didapatnya. Maka dikorek"koreknya dinding
kolam itu, telur itu pun tiada juga diperolehnya. Tengah ia bekerja
demikian dan berpikir, terdengarlah olehnya seorang berkata,
"Inilah, Tuanku!" maka ia pun berkata di dalam hatinya seperti
mencari akal, "Aku ini rupanya hendak dihukum oleh Sultan!"
seketika itujuga ia pun minta doa kepada Allah subhanahu wataala,
supaya boleh lepas nyawanya dari hal ini. Maka bangkitlah ia
dari dalam kolam itu dan naik ke darat, lalu bertinggung, seraya
berkokok"kokok dihadapan Sultan Harunurrasyid dengan nyaring.
Titah baginda kepadanya, "Hai, Abu Nawas, manatah per-
janjian kita, engkau dengan aku dan orang-orang ini, yaitu apabila
keluar dari dalam kolam itu, hendaklah membawa sebutir telur
ayam" Sekalian orang ini ada membawa telur, hanya engkau
seorang yang tiada! Sebab itu harus dihukum engkau ini."
Sembah Abu Nawas, "Ya, Tuanku Syah Alam! Adapun yang
membawa telur itu ayam betina, itulah persembahannya.
Patik ini ayam jantan; dan berkokok. Yang membangkitkan zat
anaknya, ayam jantan itulah. Lagi pula telur itu, sebagaimana
adat ayam, tiada lain ayam jantan dengan ayam betinalah yang
menjadikannya. Jikalau ayam betina tiada beijantan, di manatah
ia dapat bertelur?" Demi didengar baginda jawab Abu Nawas yang tepat itu,
baginda pun tiada berkata"kata lagi.
Dan segala menteri itu pun menggaruk"garuk kepalanya
kemalu-maluan. !, .. SE;". 6 4" eke xP/ penyusunun nuwun II Balai Pustaka
TIPU DIBALAS DENGAN TIPU Makin lama terasa dan nyata kepada Sultan Harunurrasyid,
bahwa Abu Nawas sungguh"sungguh jenaka dan bijaksana juga,
sehingga tiada dapat dipermain"mainkannya. Hal itu sangat
membesarkan hati baginda, meskipun kadang"kadang tingkah laku
Abu Nawas amat berlebih-lebihan, tiada mengingat dirinya dan
derajat baginda. Oleh sebab itu baginda pun senantiasa mencari
akal akan membalas... kejenakaannya itu.
Suatu hari, pada permulaan bulan Rabiulawal baginda
terse" nyum"senyum simpul, seraya pikirnya, "Awas engkau Abu
Nawas...!" Sebagaimana biasa tiap"tiap tahun, pada dua belas hari bulan
Rabiulawal sultan itu mengadakan maulud di dalam istana. Maka
baginda pun menyuruh memanggil segala wasir dan menteri dan
orang besar-besar dan anak raja-raja.
Setelah berhimpunlah mereka itu semuanya sultan itu pun
menyuruh orang memanggil Abu Nawas pula. Setelah datang, lalu
Abu Nawas duduk pada suatu tempat. Baginda pun mengadakan
maulud beramai"ramai.
Beberapa lamanya kemudian maka berdirilah sekalian orang


Abu Nawas Karya Nur Sutan Iskandar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu. Tengah berdiri itu datanglah orang membawa bunga rampai
dan air mawar. Masing-masing kena siram harum-haruman itu,
hanya Abu Nawasjuga seorang, kena siram air kencing.
Maka ia pun tahulah akan permainan Sultan Harunurrasyid
kepadanya, diperdayakan oleh baginda dan segala wasir
menterinya. Akan tetapi suatu pun tiada ada katanya, bahwa di
penyusun" mun" m Balai Pustaka
dalam batinnyajuga ia berkata, "Baiklah, Sultan! Sekarang engkau
beri aku kuahnya, kelak kuberi pula engkau isinya!"
Setelah sudah perayaan maulud Nabi salallahu alaihi wasa'
lam itu, maka sekalian wasir menteri serta orang besar itu, masing"
masing bermohon pulang ke rumahnya. Abu Nawas pun pulang
juga. Adapun selama Abu Nawas kena siram air kencing itu tiadalah
ia masuk ke dalam lagi menghadap. Baginda menanti-nanti juga
akan kedatangan Abu Nawas menghadap kepadanya, tetapi ia tiada
kelihatan; padahal jika ada Abu Nawas di penghadapan, banyaklah
kesukaan baginda. Ada"ada saja yang akan menyukakan hati
Sultan Harunurrasyid itu diperolehnya, karena banyak kepandaian
Abu Nawas di hadapan majelis itu. Maka baginda pun sangatlah
rindunya akan Abu Nawas. Pada suatu hari sultan pun menyuruh
orang memanggil Abu Nawas, tetapi ia tiada datang. Ia pura-pura
sakit, mangkin sehari mangkin bertambah sakitnya itu. Dalam
pada itu selalu juga suruhan baginda datang kepadanya.
Demi sultan mendengar sakit Abu Nawas itu tiada makan
dan tiada minum lagi, bangun pun tiada dapat, berangkatlah
baginda ke rumah Abu Nawas diiringkan oleh segala pegawai,
karena baginda hendak melihat Abu Nawas sakit itu. Tatkala
dilihat oleh Abu Nawas baginda sampai ke rumahnya, ia pun pura-
pura memejamkan matanya seperti orang yang tiada ingat akan
dirinya. Akan tetapi sebelum sultan datang itu, Abu Nawas telah
menyuruh istrinya membuat obat makjun; dua biji dari makjun itu
dibubuhnya tahi di dalamnya. Setelah baginda duduk di mukanya
Abu Nawas pun makan makjun itu.
Maka titah baginda kepadanya, "Hai, Abu Nawas, apa yang
engkau makan itu?" Sembah Abu Nawas, "Inilah obat makjun, patik peroleh di
dalam mimpi patik pada malam tadi. Bahwasanya datang seorang
!, __ SE;", 6 42 eke xP/ penusumn NASIONAL |- Balai Pustaka
orang tua kepada patik ini, katanya, "Hai, Abu Nawas, ini obat
makjun engkau telan. Apabila sampai dua engkau telan, niscaya
hilanglah penyakitmu itu."
Kalakian maka di dalam berkata"kata itu Abu Nawas pun
sembuh dan hilanglah penyakitnya itu.
Makatitah Sultan Harunurrasyid kepadanya, "Jikalau demikian
aku pun mau juga makan obat makjun engkau itu."
Sembah Abu Nawas, "Baiklah, Tuanku! Akan tetapi obat
makjun ini, jika hendak memakannya, harus sambil berbaring,
Tuanku, tiada boleh dimakan tengah duduk saja."
Titah baginda pula, "Baiklah."
Hatta baginda pun berbaringlah. Maka kata Abu Nawas,
"Pejamkanlah mata Tuanku !"
Maka sultan pun memejamkan matanya. Dalam pada itu
disuapilah baginda oleh Abu Nawas dengan makjun itu. Baru
sekali disuapinya, terciumlah raja akan bau busuk, lalu baginda
lekas"lekas bangun, seraya katanya, "Hai, Abu Nawas! Engkau beri
makan apa aku ini?" Sembah Abu Nawas, "Dahulu, Tuanku, patik diberi airnya.
Sekarang ini patik beri pula Tuanku makan isinya. Jika tiada Tuan-
ku beri patik dinar seratus, sekarang juga patik khabarkan Tuanku
makan tahi." Demi didengar oleh Sultan Harunurrasyid kata Abu Nawas
demikian itu, maka titah baginda kepadanya, "Diamlah engkau,
jangan menceritakan kepada orang lain! Nanti aku beri engkau
seratus dinar!" Setelah itu baginda pun kembalillah dengan segala wasir
menterinya itu, masing-masing pulang ke rumahnya.
; ke & 43 penyusun" mun" m Balai Pustaka
' > ABU NAWAS AKAN DISEMBELIH
Suatu hari Abu Nawas berjalan dari suatu kampung ke kampung
lain. Tatkala hari hampir waktu magrib, ia pun hendak pulang ke
rumahnya melalui sebuah kampung orang Badui. Di situ ia bertemu
dengan beberapa orang yang tengah memasak bubur harisl.
Maka datanglah orang itu menangkap Abu Nawas, lalu diba-
wanya ke dalam rumahnya hendak disembelihnya.
Maka kata Abu Nawas kepada orang Badui itu, "Hendak
engkau apakan aku ini?"
Kata orang Badui itu, "Hai, orang muda, adapun adat pada
tempat ini, apabila orang melintas di sini, niscaya kena tangkaplah
ia dan disembelih lehernya akan ganti kambing; dagingnya dimasak,
dijadikan bubur bersama-sama dengan tepung gandum. Inilah
pekerjaan kami di sini dan inilah selama-lamanya makanan kami."
Demi didengar oleh Abu Nawas demikian ujar orang Badui itu,
maka katanya, "Adapun aku ini sangatlah kurus badanku dan tiada
berapa dagingku. Nantilah, esok malam boleh aku bawa seorang
laki"laki yang sangat gemuk, yang berlapis"lapis dagingnya. Cukup
dimakan lima hari. Lepaskanlah aku ini, supaya aku jemput orang
itu!" Setelah didengar oleh orang Badui kata Abu Nawas itu, maka
katanya, "Baiklah, bawalah orang itu kemari!"
"Esok hari waktu magrib bolehlah kubawa orang itu
kepadamu," jawab Abu Nawas.
1 bubur makanan orang tani
!, __ SE;", 6 44 eke xP/ penusumn NASIONAL |- Balai Pustaka
45 rumahnya, hendak disembelihnya.
P." fav" Maka datang/ah orang menangkap Abu Nawas, lalu dibawanya ke
Setelah berteguh-teguhan janji, lalu Abu Nawas dilepaskan
oleh tukang bubur itu. Abu Nawas pulanglah ke rumahnya. Pikirnya
di dalam hatinya, "Sultan Harunurrasyid itu duduk saja di dalam
istananya, lengah, tiada tahu akan perbuatan rakyatnya di dalam
negeri ini dan tiada pernah menyuruh periksa hal ihwal mereka
itu. Banyaklah orang jahat berbuat pekerjaan yang tiada patut,
menyembelih orang: diperbuatnya seperti kambing! Hal itu tiada
diketahui oleh raja! Heran! Baiklah aku bawa Sultan Harunurrasyid
ke kam pungorang Badui yang berjualan bubur haris itu, supaya
dilihatnya, dan aku serahkan baginda kepada tukang bubur itu!"
Syahdan maka Abu Nawas pun pergilah masuk ke dalam istana
menghadap baginda, lalu berdatang sembah, "Ya, Tuanku Syah
Alam, jikalau Tuanku hendak melihat orang yang bermain- main
terlalu ramainya, bolehlah patik tunjukkan tempatnya. Semua
orang melihat permainan itu, Tuanku."
"Bilakah orang bermain itu, katakanlah, hai, Abu Nawas!"
"Lepas waktu asar, Tuanku."
"Baiklah." "Tetapi jangan Syah Alam memakai pakaian kerajaan. me-
lainkan berpakaian cara dermisZ saja dan jangan membawa rakyat,
hanya patik saja boleh mengiringkan Syah Alam ke tempat itu."
"Hem, mana yang lebih ramai dengan permainan bunyi"
bunyianmu dahulu itu?" tanya sultan dengan sindiran tajam.
Abu Nawas terkejut dan kemalu"maluan, "Ampun Tuanku,"
sahutnya, "akan tetapi permainan rakyat Tuanku ini luar biasa
sekali, patut Tuanku lihat dan perhatikan."
"Oh, kalau begitu, baiklah aku pergi."
Abu Nawas pun pulanglah ke rumahnya. Setelah datang
waktu bermain itu, masuklah pula ia ke penghadapan. Kemudian
2 pakaian orang meminta-minta
!, __ SE;", 6 46 eke xP/ penusumn NASIONAL |- Balai Pustaka
baginda berjalan dengan Abu Nawas berkeliling negeri Bagdad.
Tiada berapa lama antaranya sampailah keduanya ke rumah orang
yang berjualan bubur itu. Maka baginda pun bertanya kepada Abu
Nawas, "Bunyi apakah yang riuh rendah di dalam rumah orang
itu?" Sembah Abu Nawas, "Ya, Syah Alam, tiadalah patik ketahui.
Izinkanlah patik pergi melihat apa sebabnya orang riuh rendah itu!
Baiklah Syah Alam berhenti sebentar di sini dahulu."
Abu Nawas pun pergilah ke tempat orang menyembelih
ma"nusia itu. Setelah sampai, maka kata Abu Nawas kepadanya,
"Adapun perjanjianku dengan engkau hendak membawa orang
yang gemuk kepadamu, sekarang telah aku bawa orang itu. Ada di
luar, marilah engkau terima dia itu!"
Setelah itu ia pun keluar dari dalam rumah orang Badui serta
diiringkan oleh tukang bubur itu. Maka Abu Nawas teruslah pergi
kepada Sultan Harunurrasyid.
Titah baginda kepadanya, "Nah, rumah apa itu dan bunyi apa
yang riuh rendah itu?"
Sembah Abu Nawas, "Rumah itu tempat orang berjualan
bubur haris. Oleh sebab banyak orang yang datang membeli bubur
menjadi ramailah di situ, riuh rendah suaranya."
Di dalam berkata"kata itu datanglah orang berjualan bubur
haris ke tempat itu, lalu ditangkapnya Sultan Harunurrasyid.
Maka Abu Nawas pun larilah; dalam hatinya, "Jika baginda itu
orang berakal, niscaya terlepaslah ia dan jikalau bodoh, matilah ia
disembelih orang jahat itu."
Kalakian baginda itu pun dibawa oleh orang Badui itu ke
tempat memotong daging, hendak dikeratnya batang lehernya.
Dengan terkejut dan heran berkatalah baginda. "Adapun daging
aku ini tiada berapa banyaknya akan engkau perbuat bubur haris
penyusun" NASIONAL ni Balai Pustaka
itu, hasilnya pun sedikit. Yang baiknya engkau suruhlah aku ini
membuat kopiah; pada satu hari dua biji selesai aku buat. Jika
engkau jual, harganya dapat lebih daripada harga bubur itu."
"Masa..." "Berapa engkau dapat dari hasil beijualan bubur itu?"
"Seringgit," jawab orang itu.
"Seringgit?" tanya baginda. "Hanya seringgit; jadi jikalau aku
engkau sembelih, niscaya seringgit saja engkau dapat. Akan tetapi
bila aku disuruh membuat kopiah itu, pada tiap"tiap hari dua
ringgit engkau peroleh. Cukup untuk makanmu serta anak binimu
selama"lamanya."
Setelah ia mendengar perkataan sultan demikian itu, tiadalah
jadi baginda disembelihnya.
Maka tersebutlah di dalam istana baginda. Sekalian orang
huru"hara mencari sultan itu di negeri Bagdad, tetapi seorang
pun tiada bertemu dengan baginda itu. Beberapa hari lamanya
maka terdengar khabar, bahwa Sultan Harunurrasyid ada di dalam
rumah orang Badui yang berjual bubur haris itu. Akan pekerjaan
baginda ialah membuat kopiah itu: banyak dapat untungnya.
Mula-mula khabar itu diterima orang beginilah ceritanya: Telah
beberapa lamanya baginda terpenjara di dalam fumah orang
Badui itu, baginda membuat sebuah kopiah yang baik sekali.
Untuk hiasannya kopiah itu diaturnya huruf menyatakan surat
daripadanya, Sultan Harunurrasyid, kepada menterinya. Bunyi
surat itu, "Hai, IVIenteriku, berapa juga harganya kopiah ini
hendaklahengkau beli.Akantetapisekarang,malamini,hendaklah
engkau datang ke kampung tukang bubur, serta bawalah olehmu
bala tentera empat lima ratus orang, karena aku terpenjara dalam
rumah tukang bubur itu." Setelah sudah, lalu diberikan baginda
kopiah itu kepada tukang bubur itu, seraya katanya, "Hai, tukang
bubur, kopiah ini engkau jualkan kepada menteri laksamana,
!, __ SE;", 6 48 eke xP/ penyusunun mionn II Balai Pustaka
karena kopiah ini ialah pakaian menteri. Harganya sepuluh ringgit:
niscaya dibeli oleh menteri itu."
Tukang bubur itu terlalu suka hatinya, lalu pergi ke rumah
menteri laksamana itu. Ketika melihat kopiah itu, berkenanlah hati
menteri itu, lalu ditanyakannya harganya.
"Sepuluh ringgit tiada boleh kurang," jawab tukang bubur
itu. Oleh karena mendengar harga semahal itu, maka diamat-
amatilah kopiah itu oleh menteri. Memang bagus buatannya! Tiba"
tiba terpandang olehnya hurufyang teratur di dalam bunga hiasan
kopiah itu, langsung dibacanya dalam hati ia pun mengertilah
akan maksud surat itu. Dengan segera dibelinya kopiah itu dan
dibayarnya harganya. Tukang bubur itu pulanglah ke rumahnya
dengan sukacitanya. Dan tatkala malamlah hari, maka menteri itu pun
menghimpunkan rakyat sekalian serta dengan alat senjatanya, lalu
berjalan menuju kampung tukang bubur itu. Setelah sampai ke
situ, mereka itu pun menyerbukan dirinya ke rumah Badui tukang
bubur haris itu. Maka didapatinya sultan di dalam rumah itu, lalu
dikeluarkan oleh mereka itu, dibawanya pulang ke dalam negeri
dan langsung ke istana baginda. Akan orang-orang seisi kampung
tukang bubur haris itu disuruh bunuh oleh baginda sekaliannya,
sebab kelakuannya terlalu jahat.
Keesokan harinya baginda pun bertitah kepada menteri
menangkap Abu Nawas dan membawa dia ke penghadapan;
baginda hendak menjatuhkan hukuman atas dirinya karena ia
memberi malu baginda itu. Menteri sekalian pun pergilah ke
rumah Abu Nawas. Ketika itu Abu Nawas tengah sembahyang
lohor, lalu memberi salam setelah sudah, ditangkaplah ia oleh
segala menteri itu, lalu dibawanya menghadap baginda.
penyusun" NASIONAL ni Balai Pustaka
Baru sultan itu melihat Abu Nawas datang itu, bukan kepalang
marahnya. Matanya merah sebagai saga, lalu baginda bersabda
seraya menggertakkan gerahamnya, "Hai, Abu Nawas, tiada patut
sekali-kali perbuatan engkau kepadaku ini; sebab itu haruslah
engkau dibunuh!" Maka sembah Abu Nawas itu, "Ya, Tuanku Syah Alam, sebelum
Syah Alam menjatuhkan hukuman mati atas patik ini, lebih dahulu
patik bermohon ke bawah duli Syah Alam hendak berkata"kata!"
"Baiklah. Akan tetapi jikalau salah perkataanmu itu, niscaya
engkau kusuruh bunuh hari ini juga."
Abu Nawas berdatang sembah, "Ya, Tuanku Syah Alam!
Patik ini telah tertangkap dahulu oleh orang Badui itu, hendak
disembelihnya. Kata patik, "Adapun aku ini sangat kurus, kurang
daging. Nantilah aku carikan orang yang gemuk, supaya engkau
sembelih dibuat bubur haris itu. Tuanku pun patik bawa ke sana,
sebab di dalam hati patik ini, jikalau patik datang menghadap


Abu Nawas Karya Nur Sutan Iskandar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ke bawah duli Syah Alam mempersembahkan kejahatan rakyat
Tuanku yang demikian, barangkali Tuanku tiada percaya. Akan
tetapi jika sudah melihat sendiri dengan kenyataannya, tentu
Tuanku dapat menghukum dia, karena sekalian perbuatan itu
terpikul di atas bahu Tuanku juga pada kemudian hari. Jika patik
bawa Tuanku ke situ, biar Tuanku pandang peristiwa buruk itu
dengan mata sendiri, supaya terlepas Tuanku dari kesalahan itu.
Bukantah raja yang adil itu harus mengetahui segala perbuatan
rakyatnya dan antara empat lima hari harus sekali pergi berjalan"
jalan melihat sekalian hal ihwal mereka itu" Demikianlah, ya,
Tuanku Syah Alam! Jika salah perkataan patik ini, hukumlah patik.
Akan tetapijikalau Tuanku hukum, tidaklah patik terima hukuman
itu, melainkan tertanggunglah dosanya atas diri Tuanku pada hari
kiamat di dalam neraka."
!, __ ?" px" 6 50 eke xP/ penyusunun mionn II Balai Pustaka
Demi baginda mendengar perkataan Abu Nawas demikian,
hilanglah segala murka baginda itu, lalu ia berpikir di dalam
hatinya, "Betul juga kata Abu Nawas itu!" kemudian maka sabda
ba"ginda, "Baiklah kuampuni engkau ini atas sekalian kesalahan
itu, akan tetapi jangan engkau perbuat lagi atasku seperti yang
demikian itu!" Maka Abu Nawas pun menyembah bermohon diri akan pulang
ke rumahnya. penyusun" NASIONAL ni Balai Pustaka
10 ABU NAWAS DENGAN LUMPANG BATU
Diceritakan pula: Sultan Harunurrasyid masih mencari tipu
daya akan mengalahkan Abu Nawas dan hendak menghukumnya,
sebab rupanya belum lagi hilang malu baginda itu oleh segala
perbuatan Abu Nawas kepadanya.
Baginda mempunyai lumpang batu belah dua. Maka pikir
baginda di dalam hatinya. "Baiklah aku suruh panggil Abu Nawas
itu." SetelahdatangAbuNawaskepenghadapanserta menyembah,
maka sabda baginda kepadanya, "Hai, Abu Nawas, engkau aku
panggil ini, sebab lumpang batuku belah dua. Sekarang ini tak
boleh tiadaengkautolongjaitkanlumpangitu.Jikalauengkautiada
dapat menjahit lumpang batu ini, niscaya aku bunuh engkau."
Sembah Abu Nawas, "Mana titah Tuanku patikjunjung di atas
batu kepala patik; seboleh-bolehnya patik kerjakan juga. Akan
tetapi patik mohonkan tempo esok pagi."
Sabda raja, "Baiklah."
Abu Nawas lalu menyembah, bermohon diri kembali ke ru"
mahnya. Setelah sampai, pergilah pula ia mencari batu kecil-kecil,
yang serupa dengan batu lumpang itu, kira-kira dapat satu bakul.
Keesokan harinya pagi-pagi pergilah ia menghadap baginda. Maka
kata baginda kepadanya, "Hai, Abu Nawas! Apa yang engkau bawa
kemari ini?" Sembah Abu Nawas, "Patik mohonkan ampun ke bawah
duli Syah Alam. Patik minta tolong kepada yang Dipertuan akan
memintalkan patik benang daripada batu ini, akan menjahit batu
!, __ ?" px" 6 52 eke xP/ penyusunun mionn II Balai Pustaka
3 5 "Patik minta tolong kepada Yang Dipertuan
lumpang Tuanku yang pecah itu. Patik sendiri tiada tahu membuat
benang itu. Insya Allah jika sudah jadi benang itu, boleh patikjahit
lumpang Tuanku. Akan tetapi kalau tiada jadi, mana titah Tuanku
patikjunjung." Sabda baginda, "Siapa pula yang dapat membuat batu kecil-
kecil ini menjadi benang?"
Jawab Abu Nawas, "Jikalau lumpang batu dijahit dengan be-
nang saja, mana bisa, melainkan batu itu harus dijahit dengan
benang batu pula, baru dapat."
Demi didengar baginda perkataan Abu Nawas itu, baginda
pun terlalu heran serta diam tiada terkata"kata lagi. Pikir Sultan
Harunurrasyid di dalam hatinya, "Abu Nawas ini memang bukan
sembarang orang saja rupanya; cerdik dan panjang akalnya."
& "z; > 5 54 eke xP/ penyusunun mionn II Balai Pustaka
11 ABU NAWAS MENJADI RAJA SESAAT SAJA
Sekali peristiwa, tatkala dilihat oleh Sultan Harunurrasyid
hanya Abu Nawas seorang yang tiada hadir menghadap baginda,
maka sabda baginda kepada hambanya, "Hai, hambaku, panggil
olehmu Abu Nawas sekarang ini juga!"
Setelah sujud ke hadirat baginda, berjalanlah hamba itu
ke rumah Abu Nawas. Kebetulan Abu Nawas ada di rumahnya,
sedang duduk mengaji Quran. Kata hamba raja itu kepadanya,
"Hai, Abu Nawas, Tuan hamba dipanggil oleh duli Yang Dipertuan
ke istana." Jawab Abu Nawas, "Apa maksud baginda maka baginda me"
nyuruh engkau memanggil'aku ini?"
Kata namba raja itu pula, "Wallahu alam, hamba tiada tahu,
melainkan hamba disuruh memanggil Tuan hamba ini sekarang
juga, karena duli Syah Alam lama sudah menantikan Tuan
hamba." Kata Abu Nawas, "Baiklah," dan ia pun berjalan dengan
segera diiringkan oleh hamba raja itu ke istana. Setelah datang,
lalu ia duduk menyembah. Maka sabda baginda, "Hai, Abu Nawas,
mengapa engkau tiada datang menghadap kepadaku?"
Sembah Abu Nawas, "Ampun beribu-ribu ampun, karena patik
lagi banyak pekerjaan, ya, Syah Alam."
Kata raja pula, "Aku hendak mengetahui; hari ini Allah taala
apakah kerjanya, bintang di langit berapa banyaknya dan lagi di
mana pertengahan bumi ini?"
penyusun" NASIONAL ni Balai Pustaka
56 Pada suatu hari patik bertemu dengan dia sedang menunggang
sekerat batang pisang penyusunun mionn II Balai Pustaka
Sembah Abu Nawas, "Mohon ampun ke bawah duli Syah
Alam! Insya Allah, sedapat"dapatnya patik beri jawabnya. Akan
tetapi lebih dahulu patik mempunyai permintaan ke bawah duli
Syah Alam. Jikalau Tuanku bertanyakan hal itu, padahal tiada
boleh patik jawab pada sebarang tempat, maka jika duli Syah
Alam berkenan, mohon baginda turun dari atas takhta kerajaan
itu barang sesaat saja dan nanti patik duduk pada tempat Tuanku
itu. Syahdan baginda pun turunlah dari atas singgasananya, lalu
digantikan oleh Abu Nawas. Kemudian sabda baginda kepada Abu
Nawas itu, "Hai, Abu Nawas, sekarang jawablah pertanyaanku
tadi!" Sembah Abu Nawas, "Adapun pada hari ini, pada waktu ini
dan sekarang ini, inilah pekerjaan Allah taala, yaitu menurunkan
baginda dari kerajaannya dan menaikkan patik yang hina papa ini
ke tempat Syah Alam. DanjikalauTuanku hendaktahu banyaknya bintang
di langit, baiklah patik terangkan." Sambil berkata, lalu diambilnya
sehelai kulit kambing. 'Tuanku, hitunglah bulu kulit kambing ini!"
katanya. "Kalau berbeda banyaknya dengan bintang di langit itu,
boleh Syah Alam bunuh patik."
Sabda baginda, "Siapakah yang mampu menghitung bulu
kambing itu?" Jawab Abu Nawas, "Bintang di langit itu pun demikian juga,
Tuanku. Siapakah yang dapat menghitungnya, melainkan Allah jua
yang tahu akan banyaknya itu."
Sabda raja pula, "Aku ingin tahu di mana letak pertengahan
dunia ini" Jawablah lekas!"
Sembah Abu Nawas pula, "Baiklah, Tuanku Syah Alam."
Maka diambilnya sebatang tombak dari tangan pengawal, lalu
penyusun" NASIONAL ni Balai Pustaka
dicocokkannya di hadapan raja, seraya sembahnya, "Inilah Tuanku,
pertengahan dunia itu, tiada salah barang sedikit pun. Jikalau Syah
Alam tiada percaya, boleh Tuanku suruh rakyat mengukur pan"
jangnya ke barat dan ke timur."
Sabda Sultan Harunurrasyid, "Siapa pula yang bisa mengu-
kurnya?" "Sebab itulah maka patik tunjukkan kepada Syah Alam
pertengahan dunia itu; inilah dia."
Demi sultan mendengar perkataan Abu Nawas itu, bertambah
heranlah baginda memikirkan kebijaksanaannya.
Setelah itu maka sekalian orang yang menghadap itu pun ma"
sing-masing pulang ke rumahnya.
.sk "& >. 5 58 % P penyusunun mionn II Balai Pustaka
12 SEORANG SAUDAGAR DENGAN NAZARNYA
Di dalam negeri Kopah adalah diam seorang saudagar laki"
laki. Ia sudah beberapa lamanya rindu akan seorang anak, tetapi
belum juga diperolehnya. Suatu hari ia berkata kepada istrinya,
"Ya, Adinda, baiklah kita bernazar kepada Allah subhanahu
wataala. Jikalau kita diberi Allah seorang anak laki"laki, aku akan
memotong seekor kambing yang besar dan lebar tanduknya
sejengkal; aku sedekahkan dagingnya kepada fakir dan miskin di
dalam negeri ini." Dengan takdir Allah taala istri saudagar itu pun hamil. Bukan
buatan besar hati saudagar itu melihat hal istrinya demikian itu.
Setelah sampai bulannya, perempuan itu pun melahirkan seorang
anak laki"laki yang terlalu baik parasnya. Saudagar itu menaburkan
uang perak kira-kira seribu ringgit serta bersedekah kepada fakir
dan miskin dan menjamu mereka itu makan minum.
Kemudian teringat pula olehnya akan nazarnya yang sebuah
lagi belum dijalankannya, yaitu hendak memotong seekor kambing
besar dan lebar tanduknya yang sejengkal itu. Dengan segera
saudagar itu menyuruh orang mencari kambing itu di dalam negeri
serta bertanyakan kepada sekalian orang, "Jika dapat, berapa
harganya jangan ditawar lagi, melainkan beli saja!" demikian
katanya kepada suruhan itu.
Sekalian suruhan itu pun pergilah mencari kambing ke
segenap kampung dan desa di dalam negeri Kopah itu. Semuanya
habis dijalaninya, tetapi kambing yang dikehendaki tuannya itu
tiada juga dapat. Hanya ada dilihatnya kambing yang besar dan
lebar tanduknya tiga empat jari jua.
penyusun" NASIONAL ni Balai Pustaka
Demi didengar oleh saudagar akan khabar itu, bukan
buatan susah hatinya; maka pikirnya, "Jika demikian baiklah aku
mendapatkan sekalian penghulu di dalam negeri Kopah ini, akan
bertanyakan, kalau-kalau nazarku itu boleh diganti dengan yang
lain saja atau dengan kambing jua barang sepuluh dua puluh
ekor?" Setelah itu ia pun berjalan hendak melaksanakan maksudnya
itu. Beberapa lamanya di jalan, sampailah ia ke rumah seorang
penghulu, lalu memberi salam. Segala penghulu di negeri itu
sedang rapat di situ, bermusyawarat. Kata penghulu yang tertua
kepadanya, "Hai, Saudagar Muda, apa maksud Tuan hamba datang
kepada kami ini?" Jawab saudagar itu, "Ya,Tuan Kadi, besarjuga hajat saya ini...."
Lalu diceritakannya segala nazarnya serta dengan hal ihwalnya.
Serta didengar oleh sekalian penghulu perkataan saudagar
itu, mereka itu pun bermusyawarat. Kemudian kata yang tertua,
"Hai, Saudagar, hendaklah Tuan hamba cari juga kambing yang
besar dan lebar tanduknya sejengkal seperti nazar Tuan hamba itu
barang dimana, karena tiadalah kamisekalianiniberani menyuruh
menggantinya dengan yang lain"lain."
Syahdan saudagar itu pun bermohon pulang ke rumahnya
dengan amat dukacitanya, karena ia tak dapat terlepas daripada
nazarnya yang pelik itu. Beberapa lamanya dengan hal yang demikian, maka pada
suatu hari terdengar khabar olehnya, bahwasanya di negeri Bagdad
ada seorang raja, Sultan Harunurrasyid namanya, yang terlalu adil
serta dengan bijaksananya.
"Baiklah aku pergi menghadap raja itu akan bertanyakan
halku ini!" katanya dalam hatinya.
Setelah itu berangkatlah ia ke negeri Bagdad, langsung masuk
ke dalam istana menghadap sultan itu. Kebetulan baginda pada
!, __ ?" px" 6 60 eke xP/ penyusunun mionn II Balai Pustaka
ketika itu hadir di penghadapan. Demi dilihat baginda saudagar itu
datang menyembah kepadanya, maka katanya, "Hai, orang muda,
engkau orang mana ini?"
Jawab saudagar itu, "Ya, Tuanku Syah Alam! Ampun beribu"
ribu ampun, adapun patik ini orang negeri Kopah.
Kata raja pula, "Sekarang ini apa maksud engkau datang
kemari ini" Hendak berdagangkah engkau di sini?"
Sembah saudagar itu, "Ya, Tuanku, patik datang ini ialah
hendak mengadukan hal patik ke bawah duli Yang Dipertuan.
"Ceritakanlah apa halmu itu, supaya boleh kudengar!" sabda
baginda. "Pada suatu hari patik berkata kepada istri patik; sudah sekian
lamanya aku beristrikan engkau,tetapi sampaisekarang belumjuga
kita beroleh seorang anak. Baik kita bernazar kepada Tuhan. Jika
aku beroleh seorang anak laki"laki, aku akan memotong kambing
yang besartanduknya sejengkal . . . Demikian,Tuanku, nazar patik!"
dan setelah itu lalu diceritakannya perihal ia sudah mendapat
anak itu dan bahwa nazarnya itu tiada dapat dipenuhinya, sebab
kambing itu tiada diperolehnya, bahwa ia sudah pergi berhukum
kepada sekalian penghulu di dalam negerinya dan ke negeri lain-
lain juga, sampai kepada kesudahannya. "Sekarang ini," katanya
pula, "sudi apakah kiranya duli Syah Alam menghukum perihal
nazar patik itu." Sabda Sultan Harunurrasyid, "Baiklah! Insya Allah taala
dapaflah kita hukumkan. Datanglah engkau esok hari kemari!"
Setelah itu saudagar itu bermohon pulang ke tempat penum-
pangnya dengan suka hatinya.
Maka tersebutlah Sultan Harunurrasyid sehari-harian dan
semalam"malaman itu terlalu susah hatinya memikirkan nazar
saudagar itu. Dengan apa hendak dipenuhinya, jika kambing itu
penyusun" NASIONAL ni Balai Pustaka
tiada didapatinya! Akan diganti dengan yang lain, tiada boleh!
Pada malam itu juga baginda menyuruh panggil segala kadi dan
ulama dan orang alim"alim berhimpun ke istananya. Setelah
hadir sekalian mereka itu, dikhabarkanlah oleh baginda segala


Abu Nawas Karya Nur Sutan Iskandar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pengaduan saudagaritu kepadanya, serta titahnya, "Hai, Hambaku
Pendekar Dari Hoa San 1 Pendekar Hina Kelana 2 Misteri Neraka Lembah Halilintar Mawar Merah Menuntut Balas 3
^