Pencarian

Cowok Manja Merantau 1

Cowok Manja Merantau Karya Karnaufal Bagian 1


?"Cowok Manja Merantau
Post By Karnaufal Prolog Hari ini, gue resmi menjadi seorang siswa SMA di sebuah kota yang terletak di provinsi Jawa Barat. Oh ya, perkenalkan gue Naufal. Gue sebenarnya berasal dari timur pulau jawa, karena sebuah keinginan dan keadaan yang mendesak, gue memutuskan untuk menjadi anak rantau.
Gue merupakan anak tunggal. Apa yang identik dengan anak tunggal" Ya, gue selalu dimanja. Apaapa yang gue inginkan pasti dituruti. Masa kecil gue bisa dibilang cukup bahagia, bahagia karena dibahagiakan oleh materi. Pada masa SD, gue terkenal sebagai anak kecil yang suka mengadu kepada guru karena hal-hal sepele. Misalkan jika gue dijahili oleh teman sekelas gue, gue pasti lapor kepada guru dan guru tersebut memarahi anak yang menjahili gue. Karena itu juga, hampir ga ada anak yang mau berteman dengan gue karena mereka semua takut gue melapor kepada guru jika mereka melakukan sebuah kesalahan kepada gue. Dan karena ini juga, gue menjadi anak rumahan yang hampir jauh dengan sosialisasi bersama dunia luar dan ditambah lagi karena semua kebutuhan gue sudah tercukupi di dalam rumah. Laper" Tinggal teriak minta diambilin ke bibi. Mainan" Tinggal minta dibeliin ke supir keluarga dan kemudian sore harinya mainan tersebut sudah ada di kamar gue.
Hingga gue lulus dari SMP, gue hampir ga pernah yang namanya main keluar rumah. Namun sekarang gue punya 2 orang teman yang mampu bertahan dengan kelakuan manja gue sewaktu di SMP. Sebut saja Suryo dan Dimas. Gue kenal dengan mereka berdua di bangku kelas 1 SMP karena dulu gue pernah satu kelompok dengan mereka berdua. Oh dan sampai detik ini pula, gue belom pernah ngerasain namanya pacaran. Boro-boro pacaran, deket sama cewek aja enggak!
Sebelum gue masuk ke SMA, gue bertekad untuk berubah. Ga lagi manja, harus bisa mandiri dan bebas dari fasilitas orang tua. Kemudian terbersit pikiran gue untuk menjadi seorang perantauan.
Gue mengutarakan keinginan gue kepada orang tua gue. Dan bisa ditebak kalo mereka menolak mentah-mentah keinginan gue. Terutama bokap gue, alasannya karena gue bakal jauh dari rumah. Setelah gue beradu argumen dengan kedua orang tua, akhirnya gue diperbolehkan untuk menjadi seorang anak rantau bersyarat.
Singkat cerita, gue sedang mengepak barang bawaan yang akan gue bawa pergi sebentar lagi. Memang pilihan gue ekstrim, ga punya saudara disana, ga tau lika-liku kota yang akan gue tinggali, dan gue juga ga kenal siapa-siapa disana. Semoga gue bisa bertahan menjalani lembaran baru hidup di kota orang lain.
Semoga... Part 1 Di Atas Kereta Malam ini gue diantarkan oleh kedua orang tua menuju stasiun menggunakan mobil. Dari balik kaca mobil, gue hanya bisa terdiam sambil melihat hiruk pikuk kota ini yang sebentar lagi akan gue tinggalkan. Gue menghela nafas, uap air yang keluar dari mulut menempel dan sedikit membuat kaca menjadi buram. Gue mengelap kaca dengan menggunakan ujung jaket.
Apa gue bakal kangen sama kota ini" Atau lebih tepatnya,
Siapa yang bakal gue kangenin di kota ini"
Mungkin, cuma kedua orang tua gue doang yang bakal gue kangenin. I don't have someone special here except my parents.
Lamunan gue terpecah saat bokap gue berbicara.
Bokap : Kamu yakin buat pergi dari sini" Gue : Iya pap, kaka mau belajar mandiri disana.
Bokap : Beneran" Ga mau berubah pikiran" Tiket kereta kamu masih bisa dibatalin lho. Nyokap : Iya kak kamu masih bisa berubah pikiran. Nanti, siapa yang bakal nemenin mamah di rumah selain kamu"
Gue : Engga pap, mam. Kaka mau nyoba hidup mandiri disana. Lagian kan di rumah ada bibi sama mas dayat mam.
Bokap : Yasudah kalo begitu, nanti pas turun dari kereta langsung keluar aja. Papah sudah pesankan taksi untukmu, jadi langsung dianterin ke rumah kamu.
Nyokap : Itu nanti rumah dijaga lho ya kak. Dibersihin terus, jangan jadi ga ke urus. Dan masih banyak lagi wejangan lainnya dari nyokap gue.
Jalanan hari ini tampaknya sangat mendukung gue untuk segera meninggalkan kota ini. Jalanan yang biasanya macet, kini entah kenapa sangat sepi sehingga gue datang terlalu awal di stasiun.
Petugas mengumumkan bahwa kereta yang akan gue tumpangi sudah tersedia di jalurnya. Gue berpamitan kepada bokap, nyokap dan meminta doa restu untuk kelancaran di luar sana.
Nyokap: Jangan lupa kabarin mamah ya kak. Kalo butuh apa-apa, langsung telfon mamah disini.
Mata nyokap gue berkaca-kaca, sedetik kemudian nyokap memeluk gue sangat erat. Bokap hanya mengusap-usap punggung nyokap sambil tersenyum ke arah gue. Nyokap melepaskan pelukannya dan digantikan dengan sebuah senyuman yang diiringi dengan bulir air mata. Lalu gue beralih dan berpamitan kepada bokap.
Gue : Pap, kaka pergi dulu. Doakan lancar disana.
Bokap : Hati-hati disana, harus bisa bertanggung jawab sama diri sendiri. Jangan lupa
beribadah kepada Yang Maha Kuasa, selalu minta petunjuk jalan kepada-Nya. Gue : Oke pap. Kaka pergi dulu.
Gue tersenyum kepada mereka berdua. Orang yang telah berjasa untuk hidup gue. Gue mengambil koper yang tergeletak di samping dan bersiap masuk ke stasiun.
Bokap : Oh hampir lupa ini. Bokap merogoh saku belakangnya lalu memberikan sebuah kartu ATM kepada gue.
Bokap : Ini kamu pake baik-baik, jangan dipake buat hal yang lain-lain. Kamu sudah dewasalah kak, ngerti mana yang baik sama yang buruk.
Gue : Iya pap, makasih ya.
Sambil tersenyum, gue mengambil kartu ATM tersebut. Sebenernya gue enggan menerimanya karena gue udah punya tabungan sendiri yang mungkin cukup untuk satu semester pertama.
Koper sudah di tangan, kini gue berjalan meninggalkan mereka berdua yang melihat kepergian anak semata wayangnya.
Terima kasih pap, mam... *** Gue duduk diatas kereta yang sedang melaju dengan cepat. Getaran-getaran yang ditimbulkan oleh gesekan antara roda dan rel membuat gue mengantuk. Gue mencoba memejamkan mata namun gue tak kunjung terlelap.
Gue memutuskan untuk bangun dari kursi dan berjalan menuju toilet. Di dalam toilet, gue membasuh muka gue lalu menatap ke kaca.
Apa gue bisa tinggal sendiri tanpa fasilitas lengkap dari orang tua"
Apa gue sanggup buat menuhin kebutuhan gue sehari-hari"
Apa gue bisa mandiri"
Apa gue........ Ck, argh! Gue kembali menuju kursi yang sebelumnya gue tempati. Merubah-rubah posisi agar bisa mendapatkan posisi yang nyaman.
Kini, goyangan kereta sukses menina bobokan gue. Ga lama kemudian, gue sudah terlelap di atas kereta dengan berjuta pikiran...
Apa gue bisa mandiri"
Semoga... Part 2 Kota Rantauku Suhu udara di dalam kereta mulai menjadi dingin sehingga membuat gue terbangun. Dengan mata segaris, gue melihat jam yang berada di tangan kanan. Ternyata sekarang sudah pukul 04.30. Kirakira 2 jam lagi, kereta ini akan sampai di tujuannya.
Dengan badan sempoyongan, gue berjalan menuju toilet untuk sekedar cuci muka dan menghilangkan kantuk yang menggelayut di pelupuk mata. Gue buka kran air dan mengambil airnya. Brrr, air yang sebelumnya ga terlalu dingin kini menjadi sedingin air es. Gue membasuh muka dengan air yang sedingin es tersebut dan seketika kantuk yang menerpa menjadi hilang dan wajah gue kembali segar. Gue berjalan kembali menuju kursi. Baru beberapa saat gue duduk, cacing-cacing peliharaan di dalam perut sudah berdemo, peliharaan perut gue sudah meminta jatahnya di pagi hari. Gue belum beranjak dan masih duduk di kursi, menunggu ada seorang prami yang lewat untuk menjajakan makanan. Namun setelah sekian lama gue menunggu, orang yang ditunggu tak kunjung datang.
Mana sih prami-prami nya" Harusnya kan keliling bawa makanan atau apa kek.
Gue menggerutu dalam hati. Akhirnya gue memutuskan untuk pergi menuju kereta makan. Sebelum pergi, gue mengecek isi dompet. Terlihat beberapa lembar uang seratus ribuan dan lima puluh ribuan. Seingat gue, sehari sebelum berangkat gue hanya membawa uang tunai sebesar 200 ribu. Tapi kok ini nambah sendiri"
Gue merogoh hp yang berada di saku celana untuk menelpon orang rumah. Jam segini, bokap pasti udah bangun.
Tut...tut...tut... & & & : Hallo asalamualaikum.
Gue : Hallo, waalaikum salam. Ini Mas Dayat ya" & & & : Iya saya Dayat, sampeyan siapa toh" Gue : Ini saya Mas, Naufal.
Mas Dayat : Oh den Naufal toh" Ada apa den" Udah kangen rumah ya" Hehehe.
Sedikit tentang Mas Dayat, dia seorang supir pribadi di rumah gue. Beliau sudah bekerja bersama keluarga gue semenjak gue kelas 2 SD. Dan beliau pula yang sehari-harinya mengantar jemput gue antara rumah dan sekolah. Gue bisa dibilang cukup dekat dengan Mas Dayat.
Gue : Ah belom sehari masa udah kangen sih, papah/mamah udah bangun toh mas" Mas Dayat : Bapak semalam pergi ke Kalimantan pas abis nganterin aden, nah kalo ibu kayaknya masih tidur den.
Gue : Oh kalo gitu makasih ya Mas, Assalamualaikum. Mas Dayat : Waalaikum salam, Hati-hati disana den.
Telfon gue matikan, untuk sekarang gue gak mempermasalahkan uang yang bertambah dengan sendirinya. Gue langsung menuju kereta makan untuk sarapan.
Sesampainya di kereta makan, ada dua orang prami yang sedang beristirahat. Lalu masih ada 2 orang prami, 3 orang PKD, dan seorang kondektur yang masih terjaga. Kemudian salah seorang prami menghampiri gue.
Prami : Ada yang bisa dibantu dek"
Gue : Ngg& anu, restorasi disini ada menu apa aja" Prami : Oh tunggu sebentar ya dek saya ambilkan dulu menunya.
Prami tersebut memberikan menu yang terdapat di kereta makan. Setelah memilih, gue memesan seporsi nasi goreng biasa dan teh manis hangat. Setelah gue menyampaikan pesanan, gue duduk di kursi sebelah kiri kereta. Dan ga lama kemudian, prami tersebut memberikan pesanan yang gue pesan.
Prami: Ini dek pesanannya, selamat menikmati hidangan diatas kereta. Prami tersebut tersenyum lalu sambil memberikan pesanan gue.
Nasi goreng yang gue pesan masih terbungkus oleh plastik bening dan teh manisnya masih panas. Gue seruput sedikit teh manis dan kemudian memakan nasi goreng tersebut.
Ga butuh waktu lama untuk menghabiskan seporsi nasi goreng dengan teh manisnya. Lalu gue membayar dua menut tersebut dan kembali menuju kursi gue sendiri.
*** Matahari sudah mulai meninggi, alam yang asri nan sejuk yang dimiliki oleh bumi parahyangan menyambut kedatangan gue disini. Jam sudah menunjukkan pukul 06:40. Mungkin sekitar 10 menit lagi, gue sampai di stasiun tujuan. Gue mempersiapkan diri dan mengambil koper yang disimpan di bagasi atas.
Ga lama kemudian, kereta yang gue tumpangi tiba di stasiun tujuan. Sambil menenteng koper, gue berdiri dan ikut mengantri untuk turun bersama penumpang lainnya. Dari balik jendela kereta yang berbentuk kotak kecil, terlihat orang-orang berpakaian oranye dan bercelana hitam lusuh berlari mengejar kereta. Setelah kereta berhenti, mereka langsung melompat dan menaiki kereta sambil menjajakan jasanya.
Gue berbalik menuju pintu belakang karena pintu yang sebelumnya akan gue jadikan pintu keluar sudah penuh oleh penumpang dan porter yang saling berdesakan.
Gue duduk di sebuah bangku deret yang gak jauh dari tempat dimana gue turun. Disini, gue kayak orang linglung, celinguk sana, celinguk sini, gue gak tau harus ngapain. Gue memperhatikan suasana sekitar, banyak orang-orang yang sedang menenteng koper bersama dengan sanak saudara mereka dan ada juga turis-turis asing dengan ciri khas mereka sendiri: sepatu olah raga, celana pendek, kaos, dan tidak lupa tas gunung yang selalu mereka bawa. Pagi ini stasiun ini cukup penuh. Maklum, masa liburan kenaikan kelas baru saja dimulai.
Sedang asyik melihat suasana sekitar, ada seorang bapak-bapak yang menggunakan baju berwarna oranye menghampiri gue.
Porter : Mau dibantu bawa kopernya dek"
Bapak itu bertanya kepada gue, terlihat bulir-bulir peluh yang mulai menuruni keningnya yang sudah mengkerut. Bulir perjuangan di pagi hari untuk mencari rezeki.
Gue : Ngga pak, makasih.
Jawab gue dingin. Kemudian bapak tersebut tersenyum berlari menuju arah yang berlawanan untuk mencari rezeki yang tak dia dapatkan dari gue.
Gue menggeret koper menuju pintu keluar bagian utara, gue celingukan kanan-kiri untuk mencari supir taksi yang dijanjikan bokap gue. Lalu dari kejauhan, gue melihat ada seorang bapak-bapak yang mengenakan baju biru khas dari seragam taksi tersebut sambil membawa kertas yang bertuliskan nama dan kota asal gue.
Gue mendekati supir taksi tersebut dan berkenalan sedikit. Supir taksi menawarkan dirinya untuk membawa koper yang gue bawa, lalu gue mengiyakan permintaannya.
Di dalam taksi, gue mengambil handphone dan mengabari orang rumah bahwa gue sudah sampai dengan selamat dan sedang dalam perjalanan menuju rumah, rumah yang akan gue huni selama 3 tahun kedepan. Di dalam perjalanan, gue hanya terdiam sambil melihat kota ini, menghapalkan jalan agar gue ga nyasar kalo pergi sendiri.
Lalu, sebuah pikiran kembali mendatangi gue.
Apa gue bisa hidup mandiri disini"
Gue kembali menghela nafas.
Hhhh... Semoga... Part 3 Rumah Baru Pagi ini sangatlah macet, padahal sudah memasuki masa-masa liburan anak sekolah. Harusnya, kalo liburan pasti kan ga ada orang yang pergi ke sekolah jadi ga macet. Tapi gue sebagai anak baru di kota ini sama sekali belom mengetahui seluk beluk, hiruk pikuk, dan rutinitas di kota ini. Biarlah...
Di dalam taksi, si supir mengajak gue mengobrol namun gue hanya membalasnya dengan ogahogahan. Sebenernya, gue ingin mencoba mengobrol lebih jauh dengan supir taksi tersebut. Namun, untuk mencari sebuah topik pembicaraan ternyata sangatlah susah. Sesulit inikah untuk bersosialisasi"
Mungkin sekitar satu jam perjalanan, gue sudah sampai di rumah. Sebelum taksi itu pergi, gue hendak membayar taksi tersebut namun si supir menolak dengan alasan sudah dibayar oleh bokap gue. Akhirnya gue memberi selembar uang berwarna biru kepadanya sebagai uang rokok. Wajahnya sumringah ketika gue beri uang tersebut. Nampaknya, ia sangat bersyukur dengan uang yang gue beri yang menurut gue sendiri uang tersebut ga ada apa-apanya dibanding dengan yang gue punya sekarang. Dari sini gue belajar sesuatu, gue harus bisa bersyukur terhadap sesuatu sekecil apapun. Dari sini juga, gue tersadar bahwa gue kurang bersyukur dengan kelebihan yang gue miliki.
*** Taksi tersebut sudah pergi meninggalkan gue di depan sebuah rumah kecil sederhana namun terkesan modern. Rumah ini bercat cokelat dan berpagar hitam. Gue ga bisa ngeliat ke dalem karena pagar tersebut dilapisi oleh semacam, fiber glass" Entahlah, gue ga tau apa namanya.
Tangan gue mencoba memencet bel yang berada di atas kanan pagar rumah tersebut. Setelah menunggu cukup lama, muncullah seorang ibu-ibu yang sudah berumur dengan mengenakan daster.
Ibu-ibu : Punten bade milarian saha"
Gue : ini, rumah dengan atas nama Bapak Bagus bukan bu" Saya Naufal. Ibu-ibu : Oh cep Naufal, bentar-bentar cep, bibi bukakan pagarnya dulu.
Bibi" Orang tua gue terlalu baik, memberi sebuah rumah lengkap dengan asistennya. Sepertinya memang gue ga bisa 100% terlepas dari kuasa orang tua gue.
Bibi berjalan tergopoh-gopoh menuju pagar dan membukakannya. Gue melihat ke dalam rumah baru ini. Gue langsung disambut oleh sebuah lahan yang cukup besar untuk parkir sebuah mobil yang beratapkan kanopi berwarna biru. Melihat ke kiri, ada sebuah taman kecil yang berukuran sekitar 3x2 meter dan dipenuhi oleh rumput jarum, di tengah-tengahnya juga terdapat sebuah air mancur kecil. Di sekeliling taman tersebut, ada juga tanaman yang tertanam di sisi taman. Gue kemudian masuk ke dalam lewat pintu tengah sambil membawa koper.
Bibi : Sini cep biar bibi yang bawain kopernya. Gue : Ga usah bi, makasih.
Gue menolak permintaan bibi. Tapi gue bingung, kenapa gue dipanggil dengan sebutan 'cep'" Tapi ya sudahlah, gue ga terlalu menghiraukan hal tersebut.
Masuk ke dalam rumah, gue langsung disuguhi dengan pemandangan ruang tamu yang bercat putih, memiliki sebuah sofa panjang berwarna hitam yang terbuat dari kulit, sebuah meja kaca dengan kaki-kaki yang berwarna abu-abu, serta di sudut ruang tamu ini terdapat 2 buah tanaman penghias ruangan.
Masuk lebih jauh ke dalam rumah, gue melihat sebuah ruang tengah lengkap dengan perabotannya. Ada sebuah sofa panjang empuk yang dilapisi beludru berwarna cokelat terang di sebelah kiri ruangan, lalu di sudut belakang ruangan tersebut terdapat sebuah meja makan lengkap dengan 4 buah kursi yang mengitari bentuk kotak dari meja makan tersebut, dan di sebelah kanan ruangan ada 2 buah sofa single seat yang memiliki warna senada dengan sofa panjang tersebut. Di tengahtengah sofa single seat terdapat sebuah meja kecil dari kaca yang diatasnya ada sebuah tanaman yang masih berfungsi sebagai penghias. Di sudut yang berseberangan dengan meja makan, terdapat sebuah tv yang menempel di dinding, lengkap dengan DVD Player dan sound system-nya. Lalu di tengah ruangan terdapat sebuah meja kayu berornamen yang juga dihiasi oleh tanaman palsu.
For God's sake, ngapain gue pergi dari rumah kalo fasilitas disini tetep sama dengan di rumah"
Di belakang meja makan terdapat sebuah dinding yang membatasi antara ruang keluarga dengan dapur. Gue membuka pintu geser dan melihat isi dapur ini. Setelah melihat-lihat di dapur, gue kembali ke ruang tengah. Di samping kursisingle seat terdapat pintu menuju halaman belakang yang bisa digunakan untuk menjemur pakaian. Di halaman belakang tersesbut terdapat sebuah toilet yang mungkin berfungsi untuk mencuci pakaian.
Di samping kanan dan kiri sofa panjang, terdapat dua buah pintu yang gue tebak-tebak salah satunya adalah kamar yang akan gue tempati.
Gue : Bi, kalo pintu yang sebelah kiri sofa itu kamar siapa"
Bibi : Oh itu kamar masih kosong. Pintu yang disebelah kanan juga kamar kosong. Acep
nanti bisa milih kamar yang mana aja buat tidur. Gue : Terus kalo bibi tidur dimana"
Bibi : Bibi tinggal dibelakang cep, jadi tiap pagi sama sore bibi kesini buat masak sama
bebersih rumah. Gue : Oooh&
Gue menangguk dan kemudian membawa koper menuju pintu yang berada di sebelah kiri sofa. Begitu masuk, gue langsung menyimpan koper di samping kasur dan gue merebahkan badan. Gue lebih memilih kamar ini karena letaknya yang dekat dengan halaman rumah. ***
Bibi : Cep, bibi pulang dulu ya nanti sore bibi kesini lagi. Kalo mau makan udah ada nasi didapur sama lauknya udah diatas meja.
Gue : Iya bi, makasih ya.
Terdengar pintu ruang tamu tertutup diiringi dengan suara pagar yang terbuka dan kemudian tertutup.
Sendiri lagi deh gue... Tapi, gue lebih menikmati kesendirian gue disini. Mungkin karena dulu di rumah lebih sering menyendiri di kamar daripada keluar rumah.
Mulai sekarang, ini merupakan zona nyaman yang baru untuk gue...
Part 4 Cewek Tetangga Sebelah Sore harinya gue terbangun. Sinar oranye keemasan menyeruak masuk melalui jendela kamar yang sangat menyilaukan mata. Gue kemudian bangun dan membuka koper untuk mencari-cari handuk serta sempak untuk bekal mandi. Setelah mandi, gue pergi menuju meja makan karena perut sudah meronta-ronta meminta untuk diisi ulang, pendeknya, lapar. Mungkin sudah sekitar 10 jam lebih gue belum menyentuh nasi semenjak sarapan terakhir di kereta tadi pagi. Coba ada bibi disini, gue pasti tinggal minta diambilin makan.
Saat gue sedang makan sambil menonton acara tv, terdengar bunyi bel yang menggema ke seisi ruangan. Awalnya gue bingung siapa yang dateng sesore ini karena gue sendiri baru dateng hari ini. Oh! Gue baru inget kalo si bibi mau dateng lagi. Gue meninggalkan makanan di atas meja dan membukakan gerbang.
Bibi : Assalamualaikum cep.
Gue : Waalaikum salam bi. Yuk masuk bi. Bibi : Iya cep.
Setelah gue dan bibi masuk, gue kembali melanjutkan makan.
Bibi : Eh punten cep bibi ga tau acep lagi makan, jadi keganggu makannya. Gue : Gapapa kok bi&
Bibi : Bibi nyapu halaman depan dulu ya cep. Gue : Ya&
Gue mulai agak kesel disini, lagi asik-asik makan tapi gue terus diajak ngobrol dan untungnya si bibi langsung keluar. Kalo masih ngajak ngobrol lagi mungkin gue udah marah-marah.
*** Gue : Bi, saya keluar sebentar yam au keliling-keliling dulu.
Bibi yang sedang menyapu halaman langsung menyimpan sapunya dan bergegas menghampiri gue.
Bibi : Mau ditemenin cep" Sekalian bibi kenalin sama warga sini. Gue : Ah ga usah bi, bibi disini aja. Nitip rumah bentar ya. Bibi : Hati-hati cep&
Sebenernya, gue sendiri ga punya tujuan mau kemana. Namun karena gue bosen dan ga ada hiburan di rumah, akhirnya gue memutuskan untuk berjalan kaki diluar sambil membuat peta komplek rumah di dalam otak. Gue berjalan menyusuri komplek, muter sana muter sini sampai gue ditegur oleh salah seorang bapak-bapak yang sedang sedang duduk di beranda rumahnya.
Bapak : Nembe tinggal didie nya jang"
Gue bingung, gue ga ngerti bahasa Sunda. Boro-boro bahasa sunda, di rumah aja gue seringnya pake bahasa Indonesia. Jarang banget ngomong pake bahasa Jawa, dan gue juga ga terlalu ngerti dengan bahasa Jawa.
Gue : Maaf pak" Bapak : Adek baru tinggal disini ya" Soalnya saya belum pernah ngeliat muka adek disini. Gue : Oh iya pak, maaf saya ga ngerti bahasa sunda. Bukan orang sini soalnya. Bapak : Adek emang dari mana"
Gue : Jawa timur pak&
Bapak : Oooh orang jawa ya, tapi kok ngomongnya ga medok sih hahaha&
Bapak tersebut tertawa" Aneh, apanya yang lucu" Untuk menanggapinya, gue hanya tersenyum kecil.
Bapak : Kamu sekarang kelas berapa" Gue : Saya baru lulus SMP pak.
Bapak : Oh, sekarang mau nerusin ke SMA atau SMK" Kalo misalkan mau masuk SMA, masuk ke SMA XX aja biar barengan sama anak saya. Yaaa, walaupun nanti kamu jadi adik kelas dia soalnya dia udah kelas 12 sekarang hahaha&
Aneh, orang sini emang sering menertawakan hal-hal yang ga lucu sama sekali ya" Gue kembali memberi senyum kecil kepadanya.
Bapak : Oh iya sebentar saya panggil dulu anak saya. Meeel" Sini kedepan sebentar. & .. : Iya sebentar paaah&
Bapak ini sedikit berteriak ke arah rumah dan dijawab juga dengan teriakan dari dalam rumah. Sempat berfikir bahwa bapak ini adalah orang batak karena setahu gue, orang batak sering teriak sana teriak sini (Maaf, ga bermaksud untuk SARA). Lalu kemudian dari balik pintu muncul seorang gadis yang berumur dua tahun di atas gue.
Bapak : Nih Mel kenalin tetangga baru kita, namanya & & Emmm, maaf dek siapa namanya" Lupa bapak ga nanya nama adek, tadi langsung nyerocos aja nanya-nanya hahaha&
& .. : Papa gimana sih bukannya nanya dulu, malu-maluin deeeh& Gue tersenyum dan memperkenalkan diri gue.
Gue : Naufal pak. Bapak : Oh Naufal ya. Nih kenalin anak pertama bapak, Amel. Gue kemudian beralih menuju anak gadis sang bapak seraya mengulurkan tangan kanan.
Gue : Hallo, Naufal. Amel : Hallo juga, Amel. Salam kenal ya Fal.
Part 5 Homesick Bapak : Ayo, dek Naufal sini masuk. Amel ajak dia masuk kita makan malem dulu. Amel : Yuk Fal masuk.
Amel melemparkan senyumnya kepada gue.
Sedikit tentang Amel, pada saat itu dia menggunakan sebuah kaos merah bermotif dengan celana hot pants yang menunjukkan pahanya yang putih mulus tanpa ada lecet sedikitpun. Oke kesampingkan hal itu.
Walaupun umurnya lebih tua 2 tahun dari gue, dia memiliki tinggi badan yang sedikit di bawah gue. Mungkin sepantar dengan dagu gue. Tubuhnya ramping tetapi bukan kurus. Rambutnya digerai dan panjang sepunggung, ditata dengan gaya segi dibelah pinggir sebelah kanan, dan memakai kacamata berframe tebal berwarna hitam. Untuk sesaat, gue terpesona dengan senyumnya.
Bapak : Ayo, ayo, masuk sini.
Gue : Eh& ngg& . Gausah pak makasih. Saya mau lanjut keliling-keliling dulu soalnya baru
datang disini tadi pagi. Bapak : Oh yasudah kalau begitu, bapak ga memaksa. Ingat tawaran bapak tadi tentang
sekolah ya" Bapak tersebut mengedipkan sebelah matanya sambil tersenyum kepada gue.
Apa maksudnya" Apa gue yang ga tau dari arti kedipan tersebut atau orang sini emang bener-bener aneh"
Gue : Saya pamit dulu. Mari pak, Mel, assalamualaikum. Bapak + Amel : Waalaikum salam.
*** Sesampainya di rumah, adzan maghrib sudah berkumandang. Gue lihat bibi sedang mencuci piring di dapur.
Bibi : Eh udah pulang cep"
Gue : Iya bi, baru pulang. Bibi belum pulang"
Bibi : Tadi bibi udah selesai nyapu cuma acep belum pulang, jadi bibi masih disini terus
nyuci piring deh. Gue : Eh& emmm.. Maaf bi, gara-gara saya bibi jadi telat pulangnya. Entah kenapa, sulit rasanya mengucapkan kata 'maaf' kepada orang lain. Mengucapkan kata maaf ternyata lebih mudah dalam teori daripada prakteknya.
Bibi : Gak apa-apa cep, yaudah bibi pulang dulu ya. Nanti besok pagi bibi kesini lagi. Gue : Oh yaudah bi&
Ga lama kemudian, bibi sudah pulang dan meninggalkan gue sendirian di rumah baru ini. ***
Ga tau harus ngapain, gue hanya berdiam diri di dalam kamar. Iseng-iseng gue cek hp gue karena belom cek hp lagi sedari tadi pagi.
Ternyata, ada banyak sekali missed call dan sms dari nyokap. Ga pake lama, gue langsung menelponnya.
Gue : Hallo assalamualaikum
Nyokap : Waalaikum salam. Ya ampun kakak kamu kemana aja dari tadi pagi mamah telfon
ga diangkat, sms ga dibales. Mamah takut kamu kenapa-napa kak& Gue : Tadi pas nyampe rumah hp Cuma disimpen di atas meja sambil mode silent jadi ga
kedengeran kalo ada telfon atau sms. Tenang aja mam kaka ga kenapa-napa kok. Nyokap : Kan mamah khawatir sama kamu kak, mamah takut kenapa-napa. Kamu sendirian
disana, ga punya siapa-siapa. Mamah takut kaaak& Gue mendengar dari ujung telepon bahwa nyokap gue sedang menahan tangisnya.
Gue : Maam, denger. Kaka ga kenapa-napa disini, Kaka udah besar, kaka udah bisa jaga
diri. Jadi, jangan terlalu khawatir sama kaka ya mam" Gue hanya mendengar isak tangis dari seberang sana.
Gue : Mam" Mamah ga kenapa-napa kan"
Nyokap : Iya kak, mamah ga kenapa-napa. Mamah sekarang udah sadar kalo kaka udah besar. Yaudah, sekarang kaka jaga diri ya. Nanti lusa abis papah pulang mamah sama papah langsung kesana sekalian ngurusin sekolah baru kamu. Gue : Yaudah kalo gitu kakak mau tidur dulu ya mam, cape. Nyokap : Oke, tidur yang nyenyak ya sayang.
Gue : Iya mam. Assalamualaikum. Nyokap : Waalaikum salam.
*** Keesokan paginya gue terbangun karena alarm yang sudah gue set semalem. Gue dan gue reflek berteriak memanggil bibi.
Gue : Biiii, tolong& & ..
Ah, Gue lupa. Gue sendiri sekarang. Ga ada lagi bibi untuk membuatkan roti bakar kesukaan gue. Gue harus mandiri!
Mandiri... Mandiri... Mandiri... Satu kata itu menjadi pedoman hidup gue sekarang. Prinsip gue, gue harus bisa mandiri dan seminimal mungkin hidup tanpa campur tangan orang lain. Semoga prinsip gue ini bakal merubah gue di masa depan. Amiiin...
Gue bangun dan menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Biasanya kalo shalat harus diingetin, sekarang gue harus bisa sadar sendiri. Lagian, ini juga merupakan kewajiban gue untuk menyembah Yang Maha Kuasa.
Setelah shalat subuh, gue berjalan menuju ruang tamu dan membuka pintunya. Wuushh... Udara pagi langsung masuk ke dalam ruang tamu dan membuat bulu kuduk gue berdiri. Gue hirup udara pagi yang sejuk ini dalam-dalam, sudah lama gue ga merasakan udara pagi sesejuk ini karena di kota asal gue udaranya sangat panas.
Biasanya kalo di rumah, gue pasti dibangunin oleh nyokap atau bibi. Lalu di meja sebelah kasur sudah tersedia seporsi roti bakar cokelat yang dibakar kering kesukaan gue, lengkap dengan teh manis panas. Setelah menghabiskan roti bakar, gue pergi ke beranda depan untuk mengobrol pagi dengan bokap. Belom lama mengobrol, gue pasti disuruh untuk mandi agar ga telat pergi ke sekolah. Setelah mandi dan sarapan, gue langsung pergi ke sekolah dianter oleh Mas Dayat menggunakan mobil. Di dalam mobil, gue dan Mas Dayat mengobrol banyak hal, mulai dari pertandingan bola hingga masalah kemacetan di kota gue.
Sekarang gue merasakan apa yang namanya homesick, rindu akan rumah. Tapi gue harus konsisten dengan pilihan gue. Ini yang udah gue pilih, gue harus terima konsekuensinya.
But still, i miss my home... My own home...
Part 6 Kangen Seharian ini gue diem di rumah. Kerjaan gue kalo di dalem rumah dari pagi sampe sore ya cuma nonton tv terus, ke kamer buat cek hp terus balik nonton tv lagi. Bener-bener ga ada kerjaan banget! Tadinya, gue ingin keluar jalan-jalan keliling komplek lagi. Cuman karena kemaren ada insiden bapak-bapak yang 'sok kenal sok deket' sama gue sampe diajakin makan malem segala, gue jadi males buat keluar lagi. Baru pertama kalinya gue ketemu sama tetangga yang kayak gitu, gue langsung menggeneralisasikan bahwa seluruh tetangga di komplek ini semuanya sama.
Gue agak takut dengan ajakan bapak-bapak itu soalnya beliau belom kenal deket dengan gue. Gue sendiri berpikir kalo misalkan entar diapa-apain pas di dalem rumah, lebih parahnya sekarang gue masih sendirian disini dan ga punya orang yang dikenal buat nolongin gue.
Malam harinya, gue berniat untuk begadang karena tadi sore bibi berpesan bahwa besok beliau ga bisa dateng soalnya harus ngurusin sesuatu, jadi gue ga harus repot-repot bangun pagi buat bukain gerbang. Lalu sekitar pukul 9 malam hp gue berderding dari dalam kamar. Gue langsung berlari untuk mengangkat telfon tersebut.
Gue : Hallo assalamualaikum, ada apa mam"
Nyokap: Waalaikum salam. Ka, mamah sama papah sekarang udah di dalem kereta mau kesana. Nanti jam 7 pagi nyampe stasiun terus langsung ke rumah. Mau dibawain sarapan apa"
Batal sudah rencana begadang malam ini...
Gue : Apa ya" Terserah apa aja deh mam.
Nyokap : Yaudah nanti mamah bawain bubur aja ya" Nih bentar papah mau ngomong. Bokap : Hallo assalamualaikum ka.
Gue : Waalaikumsalam pap.
Bokap : Gimana kabarmu disana" Baik-baik saja toh" Gue : Alhamdulillah baik. Kemaren ke Kalimantan pap" Ada apa" Bokap : Ya syukur kalo gitu. Iya kemaren papah ke Kalimantan, itu di pabrik ada masalah sama relasi jadi papah harus turun tangan kesana. Kalo relasi itu hilang, bahaya entar.
Gue : Oh tapi sekarang udah selesai"
Bokap : Iya alhamdulillah udah selesai. Disana udah dapet temen ngobrol belom" Gue : Temen ngobrol sih kayaknya belom, cuma baru kenal sama tetangga sebelah
doang. Tapi belom kenal lama, kaka udah disuru masuk buat makan malem lho pap Bokap : Terus kamu terima ajakan itu"
Nada bokap gue terdengar khawatir.
Gue : Engga, lagian masa baru kenal udah diajak kayak gitu.
Bokap : Bagus-bagus, kamu harus bisa jaga diri disana. Yasudah, nanti pagi papah kabarin
lagi kalo udah sampe. Assalamualaikum. Gue : Waalaikumsalam.
Telfon dimatikan dan gue juga mematikan tv untuk pergi tidur. Rencana begadang malam ini gagal total.
*** Esok paginya gue bangun jam 8, handphone gue ternyata mati dan alhasil alarm ga nyala. Gue mengambil charger untuk mengisi daya hp tersebut dan kemudian masuk ke kamar mandi untuk menyegarkan muka. Setelah muka segar, gue langsung pergi ke ruang tamu untuk membuka pintunya agar udara pagi masuk. Ya, ini salah satu bentuk kebiasaan baru gue disini.
Mungkin sekitar jam 9 kurang, ada sebuah mobil berhenti di depan rumah. Gue bergegas ke teras untuk membukakan pagar karena gue yakin itu adalah orang tua gue.
... : Assalamualaikum Benar, itu orang tua gue. Suara nyokap yang sangat familiar jika sedang mengucapkan salam terdengar dari balik pagar. Dengan senyum yang mengembang di pipi, gue langsung berlari untuk membukakan pagar. Pintu pagar sudah terbuka, nyokap langsung memeluk gue dan tentunya gue membalas pelukan nyokap gue. Rasa rindu ini sangatlah besar walaupun baru ditinggal satu hari.
Nyokap : Apa kabar kamu ka" Sehari ditinggal kamu kayak ditinggal setahun, mamah udah
kangen... Ucap nyokap gue sedikit terisak.
Gue : Kaka baik-baik aja ko mam. Yaudah yuk masuk dulu mam kaka mau bantu papah
ambil barang di taksi. Nyokap : Oh iya itu ada sarapan di jok belakang, tolong sekalian ambilin ka. Gue : Ya...
Nyokap gue masuk ke dalam rumah dan gue menghampiri bokap.
Gue : Hallo pap. Bokap : Wah jagoan papah satu-satunya ini.
Kemudian bokap juga memeluk gue namun tanpa acara isak-terisak. Bokap : Yuk bantuin papah turunin tas.
*** Sekarang, gue sedang berada di atas meja makan bersama kedua orang tua gue. Salah satu hal yang gue rindukan di rumah sana, makan bareng bertiga di atas meja yang sama.
Bokap : Nanti kamu mau masuk ke mana" Kita harus daftar sekolah buru-buru kalo kalo
engga nanti kamu ga bisa sekolah. Nyokap : Kamu masuk ke SMA XY aja kak, mamah kemaren liat di internet itu sekolahnya bagus terus lulusannya juga banyak yang masuk ke universitas idaman se-Indonesia loh kak.
Nyokap gue menyebut salah satu SMA swasta terkenal di kota ini dan gue yakin biaya perbulannya bakalan sangat mahal.
Gue : Jangan, jangan disitu. Pasti mahal SPPnya.
Nyokap : Ga apa-apa, mamah sama papah bisa ngebiayainnya kok kak... Gue : Ga, gausah. Mahal mam.
Kemudian gue teringat akan perkataan bapak-bapak tetangga sebelah.
Gue : Mam, pap, sebenernya kaka udah pilih mau masuk ke mana. Nanti besok papah ikut sama kaka. Ada orang yang mau kaka kenalin sekalian orang itu juga punya info tentang sekolah baru kaka.
Part 7 Daftar Sekolah Keesokan harinya di sore hari, gue keluar untuk jalan-jalan sambil menuju rumah Amel dengan harapan bahwa gue bakal ketemu dengan bokapnya. Masih beberapa puluh meter dari rumah Amel, ada sebuah mobil berwarna hitam yang melewati gue dan ga lama kemudian mobil itu berhenti di depan rumah Amel.
Gue menghentikan langkah gue sejenak, memperhatikan mobil tersebut dari kejauhan dan ga lama kemudian kemudian seorang laki-laki keluar dari dalam mobil dan memencet bel di pintu pagar.
Saat pintu pagar terbuka, seorang pria berbadan tegap keluar untuk menyambut kedatangan lakilaki tersebut. Mata gue memincing untuk memperjelas siapa sosok pria tegap tersebut dan gue terka-terka adalah bokapnya Amel. Mereka berdua sekarang masuk ke dalam rumah dan meninggalkan pagar dengan posisi sedikit terbuka.
15 menit berlalu, terlihat Amel keluar dan memasuki mobil hitam tersebut kemudian disusul oleh laki-laki yang membawa mobil. Sebelum masuk ke mobil, laki-laki tersebut berbincang dengan bokapnya Amel. Laki-laki itu manggut-manggut kemudian menyalami tangan bokap Amel lalu mobil hitam itu berjalan meninggalkan sang pria yang masih melihat mobil tersebut bergerak menjauh.
Gue langsung berlari menuju rumah Amel. Sesaat sebelum pagar tersebut ditutup gue agak sedikit berteriak.
Gue : Pak! Tunggu sebentar pagarnya jangan ditutup dulu! Bapak tersebut kembali membukakan pagar dan mencoba mengingat-ngingat gue.
Bapak : Lho kamu ini.... Naufal kan" Tumben main kesini, ada apa dek" Nyari Amel" Amel
baru aja pergi sama pacarnya. Sini, ayo masuk dulu dek Naufal. Gue : Bukan pak. Ini lho pak, nggg.....nganu, saya kayaknya jadi masuk ke SMA XX yang
bapak tawarkan sebelumnya. Bapak : Oh bagus kalo begitu, bagus.
Gue : Nanti malam ba'da maghrib bapak ada di rumah nggak" Ayah saya mau mencari


Cowok Manja Merantau Karya Karnaufal di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

informasi tentang SMA XX ini. Bapak : Boleh, boleh. Silahkan, nanti bapak tunggu sehabis maghrib ya dek. Mau masuk dulu"
Lagi, bapak tersebut menawarkan gue untuk masuk. Kayaknya bapak ini ngebet banget ngajak gue masuk ke rumahnya.
Gue : Ngg.....nggak deh usah pak makasih. Saya permisi dulu, assalamualaikum. Bapak : Waalaikumsalam.
Gue : Oh iya lupa, nama bapak siapa" Si bapak tersebut terkekeh.
Bapak : Wah sampai lupa bapak ga memperkenalkan diri hahaha. Nama saya pak Rendra. Gue : Oh, makasih ya pak Rendra. Saya permisi dulu.
Dan setelah shalat maghrib, gue dan bokap sudah berada di rumah pak Rendra
*** 2 hari setelah pertemuan bokap gue dengan bokapnya Amel.
Bokap dan nyokap gue sudah pulang kembali ke kota asalnya kemarin malam dan kembali menggunakan kereta. Dari percakapan antara bokap gue dan bokapnya Amel tempo hari, dapat diketahui bahwa bokapnya Amel adalah seorang komite sekolah yang mengenal dekat dengan kepala sekolahnya sehingga prosesi pendaftaran sekolah baru gue bisa dibilang cukup cepat dan dapat dipastikan bahwa gue bakal sekolah disitu karena NEM yang gue miliki sudah di atas batas minimal agar bisa masuk. Sekarang, gue hanya tinggal melengkapi berkas-berkas yang harus diserahkan kepada sekolah dan batas waktu penyerahannya adalah 5 hari sebelum jadwal kegiatan belajar mengajar dimulai.
Jujur, disini gue agak kecewa karena setiap kali gue mendaftar sekolah, mulai dari SD sampai SMA gue ga pernah ditolak sekalipun dan pasti masuk ke sekolah tersebut dalam sekali coba. Gue ingin merasakan gimana rasanya kecewa ketika ditolak oleh sekolah yang kita idam-idamkan, merasakan capeknya berkeliling dari satu sekolah ke sekolah lain untuk mendaftar, memantau perkembangan nama siswa yang masuk berdasarkan urutan nilai, dan masih banyak lagi yang ingin gue rasakan dibalik kemudahan yang gue terima.
Dan satu hal yang ga gue pahami tentang pola pikir bokapnya Amel adalah kenapa beliau bisa sebaik itu ke orang lain yang baru dikenalnya selama beberapa hari kebelakang. Tapi yang gue tangkap disini, bokapnya Amel selalu berpikiran positif terhadap orang lain. Ga seperti gue yang individualistis dan kadang meng-underestimate orang lain.
*** 6 hari sebelum masa liburan berakhir, gue diantarkan oleh bokapnya Amel menuju sekolah untuk melaksanakan prosesi daftar ulang dengan menggunakan angkot. Awalnya, bokap Amel menolak dengan alasan menghemat dan bisa dianter pake mobil. Namun karena gue disini ga punya kendaraan dan harus menggunakan angkot, jadi beliau akhirnya setuju sambil mengajarkan ruterute angkot yang melewati sekolah gue.
Prosesi daftar mendaftar telah selesai. Kemudian gue diberi selembar kertas yang berisi tentang susunan acara kegiatan Masa Orientasi Siswa atau MOS, barang-barang yang harus dibawa ketika MOS berlangsung, dll. Sepulangnya dari sekolah, pak Rendra memberi pesan jika kalo gue butuh apa-apa bisa langsung datang ke rumahnya.
*** Malam harinya, gue mengabarkan kepada orang rumah bahwa gue sudah diterima di sekolah yang bersangkutan. Sebelum tidur, gue tidur telentang sambil memandangi langit-langit kamar dan melipat lengan di atas kening.
Masa SMA ya, katanya ini masa yang paling indah. Tapi masa SMA gue bakal kayak gimana"
Masih penuh dengan kemudahan lagi" Masih ga punya teman akrab lagi" Masih jadi individualistis lagi"
Gue benci situasi kayak gini. Selalu memikirkan hal-hal yang belum tentu terjadi.
Karena badan dan pikiran gue yang sudah mulai lelah oleh aktivitas hari ini, perlahan mata gue mulai menutup. Dan ga butuh waktu lama, gue sudah terbang ke alam mimpi...
Masa SMA adalah Masa-masa yang paling indah -Anonim
Part 8 Tatib Tak Terduga Sehari sebelum MOS dimulai, gue mempersiapkan segala keperluan yang harus dibawa. Mulai dari yang normal seperti alat tulis dan topi bekas SMP, hingga ke yang aneh-aneh kayak disuru buat celemek dari bungkus kopi dan topi yang dibuat dari bola plastik dipotong setengah. Dan selama seharian itu pula gue diajarkan menjahit celemek dadakan oleh bibi, karena gue ga bisa-bisa dan ga mau ambil ribet akhirnya gue beli lem besi ke warung dan gue lem semua bungkus kopi dan jadilah celemek yang kaku hampir ga bisa dilipet bonus tangan gue belepotan dengan lem besi yang mengeras. Dimarahin ya dimarahin aja lah, ribet gue disuru buat yang ginian ***
Pagi harinya, gue dibangunkan oleh bibi yang dari semalem nginep di rumah gue. Pada saat itu jam menunjukkan pukul 04.30 dan tanpa basa-basi gue langsung mandi jebar jebur pake air dingin. Air disini dinginnya bener-bener sedingin es, beda dengan kota asal gue yang dinginnya normal. Jam 5 kurang, gue udah selesai mandi dan lengkap menggunakan seragam SMP. Gue sarapan nasi goreng sementara bibi mengecek barang-barang bawaan gue apakah ada yang tertinggal atau engga. Sekitar jam 5 lebih, gue langsung pergi ke sekolah. Walaupun di kertas selebaran diwajibkan datang tepat waktu pada pukul enam, namun gue yakin kalo dateng mepet jam 6 (apalagi pas banget jam 6) pasti bakal dimarahin sama pemain drama antagonis di sekolah itu.
Pada pukul 6 tepat, pintu gerbang sekolah sudah ditutup. Gue lihat ada beberapa anak baru yang datang terlambat dan mereka semua ditahan oleh senior-senior (mungkin anak OSIS) yang menggunakan blazer hitam bergaris putih di bagian punggungnya. Gue kembali menebak-nebak bahwa mereka adalah sang pemain drama antagonis alias tata tertib karena dari jauh dapat gue dengar teriakan-teriakan mereka yang memarahi anak-anak yang datang terlambat. Kurang lebih ada 3 orang yang menjaga perbatasan antara surga (luar sekolah) dan neraka (dalem sekolah).
Tatib 1 (Cowok) : KALIAN MAU JADI APA HAH UDAH BERANI-BERANI TELAT DI HARI PERTAMA.
Tatib 2 (Cewek) : HEY KAMU COWOK, JAWAB KALO DITANYA BUKAN NUNDUK KE BAWAH.
Cowok yang kena semprot kayak gitu langsung jiper karena gue lihat badannya sedikit bergeming dan semakin menundukkan pandangannya.
Gue masih memperhatikan mereka, teman seangkatan gue, yang sedang dimarahi karena telat. Kebetulan gue dan anak-anak yang selamat dari amukan pemeran drama kini sedang duduk bersila di sebuah lapangan yang sengaja diposisikan mengarah kepada gerbang untuk menonton tontonan drama gratis di pagi hari. Kami semua ga ada yang berani berbicara karena banyak sekali tatib yang mondar-mandir di sekeliling barisan. Jika gue total-total, ada 10 tatib yang bertugas hari ini termasuk yang sedang stand by di depan gerbang.
... : Tatib cewek yang dikuncir itu cantik juga ya bro.
Gue menoleh ke sebelah kanan gue, ada seorang cowok berkacamata menyenggol lengan gue sambil memandang ke arah tatib yang sedang marah-marah di gerbang.
... : Oh iya kenalin, gue Fauzan. Panggil aja gue Ojan.
Ojan melihat ke arah gue sambil mengulurkan tangan kanannya. Gue menyambut uluran tangannya sambil tersenyum kecil.
Gue: Naufal. Panggil aja Naufal. Perkenalan yang absurd di tengah film drama yang disiarkan secara live. ***
Kami semua sekarang sedang bersiap untuk upacara pembukaan MOS. Gue berdiri dan menyimpan semua barang bawaan yang gue bawa di belakang kaki gue dan kemudian mengenakan topi SMP. Upacara ini bukan kayak upacara bendera resmi yang harus berurutan, cuma pengibaran bendera terus sambutan kepala sekolah sekaligus pemukulan gong sebagai tanda dimulainya acara MOS yang akan berlangsung selama 3 hari kedepan.
Saat pembina upacara turun dari podium lalu diiringi dengan guru-guru pendamping yang meninggalkan lapangan, dimulailah saat-saat menegangkan bersama para tatib.
Sebuah teriakan yang melengking terdengar dari podium upacara, menyuruh kami semua untuk melepaskan topi SMP yang sedang dikenakan dan digantikan oleh topi bola plastik berwarna merah serta menggunakan celemek bungkus kopi. Kami semua diberi waktu 10 hitungan untuk melaksanakan itu semua sekaligus merapikan seluruh atribut. 10 hitungan yang sedari tadi membahana kini digantikan oleh keheningan, ga ada suara yang terdengar selain kicauan burung pagi.
Para tatib kini mulai berkeliaran untuk memeriksa atribut kami. Sepatu warrior yang bersih, kaos kaki putih polos, sabuk, baju harus dimasukkan, rambut harus rapih, celemek, dan topi bola. Lalu terdengar sebuah teriakkan yang Cumiikkan telinga dari barisan ujung paling kanan disusul 2 orang laki-laki yang disuruh kedepan karena tidak menggunakan celemek.
Entah nasib sial apa yang menimpa gue hari ini, ada angin yang cukup besar menerpa gue yang mengakibatkan topi bola terlepas dari kepala gue dan jatuh agak jauh di samping kiri. Gue mencoba mengambil topi tersebut dengan menggunakan kaki sambil tetap menatap lurus kedepan. Karena kaki gue ga kena terus buat ngambil topi itu, mata gue sedikit melirik-lirik ke arah topi yang terjatuh. Sedikit lagi topi itu nyantol di kaki gue, namun topi tersebut direbut secara paksa oleh seorang cewek yang menggunakan blazer hitam dan berteriak di samping gue.
Tatib : INI TOPI PUNYA SIAPA" PUNYA KAMU DEK" NGAPAIN KAMU BUANG-BUANG"
UDAH GA BUTUH LAGI ATRIBUTNYA" ATAU KAMU MAU DISURUH KEDEPAN" Gue sedikit menengokkan kepala gue untuk melihat wajah sang tatib.
Loh.... Amel" Part 9 Amel Atau Aya" Gue yang asalnya ngeliatin tatib ini hanya dengan menengok sedikit, kini telah berubah dengan menatapnya heran. Masih ga percaya dengan apa yang gue liat. Padahal tempo hari saat gue bertemu dengan Amel di rumahnya dia gak segalak ini dan dia memakai kacamata. Tapi sekarang dia ga pake kacamata. Itu yang buat gue bingung.
Tatib (Amel) : NGAPAIN KAMU NGELIATIN SAYA DENGAN EKSPRESI KAYAK GITU"! NANTANGIN SAYA HAH"! MAJU KAMU KE DEPAN!
Tangan kiri gue ditarik secara paksa dan dibawa ke depan. Gue yang merasa ga punya salah mencoba melepaskan tangan gue yang ditarik ke depan dan diam di tempat.
Gue : Saya salah apa kak" Topi saya tadi jatuh gara-gara angin besar. Tatib (Amel) : OH KAMU MAU NGELES YA" JELAS-JELAS SAYA LIAT DARI BELAKANG KALO
TOPI ITU DILEMPAR! Gue : Bener kak, ga mungkin saya ngelempar topi saya sendiri. Tatib (Amel) : GA PAKE ALASAN, MAJU SEKARANG!
Tangan gue kembali ditarik, kali ini genggaman tangan Amel semakin keras. Semakin gue mencoba melepaskannya, semakin keras juga Amel mengencangkan genggamannya pada lengan kiri gue. Gila cewek ini! Gue udah ngomong jujur tapi dia masih ga percaya!
Tatib : BERDIRI KAMU DISITU!
Amel menunjuk ke sebelah siswa yang melanggar lainnya yang sudah berada di atas podium lalu kemudian Amel kembali berkeliling diantara siswa baru sambil membawa topi bola gue. Setelah gue berdiri di atas podium, pandangan gue alihkan kepada Ojan dan gue lihat dia sedikit menahan tawanya.Sialan juga tuh anak malah ngetawain gue!
*** Sekarang para siswa sudah dibubarkan dari lapangan dan diarahkan menuju kelas dengan kakak pembimbing mereka masing-masing sedangkan gue dan 'tersangka' lainnya masih berdiri di atas podium, menunggu sebuah hukuman. Gue udah ga peduli lagi dengan hukumannya, yang gue pikirin sekarang: kenapa gue gak salah tapi disuru ke depan"
Lalu dari sebelah ujung kiri ada seorang cewek yang menggunakan seragam SMA menaiki podium sambil membawa sebuah kertas selembar, entah untuk apa. Siswa demi siswa dilewati olehnya dan kemudian dia sekarang berdiri di depan gue.
Cewek : Nama" Gue : Naufal. Cewek : Nomor Peserta" Gue : Sekian.
Kemudian si cewek tersebut berhenti menulis dan memeriksa atribut gue dimulai dari atas sampe ke bawah.
Cewek : Hmmm ga pake topi ya dek" Gue hanya manggut mengiyakan pertanyaan kakak tersebut.
Tatib (Amel) : JAWAB DEK BUKAN MANGGUT DOANG! Gue : Iya kak.
Tatib (Amel) : JAWAB YANG KERAS! COWOK KOK KEMAYU GITU! Gue : IYA KAK SAYA GAK PAKE TOPI!
Nafas gue memburu untuk menahan amarah. Pengen rasanya gue teriak maki-maki orang itu dan berargumen kalo gue memang ga punya salah. Gue punya atribut lengkap! Cuman gara-gara angin sialan itu gue jadi disuru kedepan! Gila lo Mel!
Quote:Cewek: Udah dek jangan diambil ke hati. Nanti besok kamu pake topinya terus buat surat cinta untuk tatib itu. Kalo besok ga bawa surat cintanya, adek boleh mengulang MOS ini tahun depan.
Cewek ini menunjuk ke arah Amel sambil tersenyum dan kemudian turun dari podium. Lalu kami semua disuruh untuk masuk ke dalam kelas sesuai dengan nomor peserta yang dimiliki. Gue berjalan melewati Amel dan dia hanya menatap gue dengan menampakkan ekspresi sangarnya.
Surat cinta" Fuck that.
*** Tepat pada pukul 3 sore kami semua diperbolehkan untuk pulang. Gue berjalan ke arah gerbang sekolah, dari kejauhan dapat terlihat ada 4 orang tatib laki-laki yang menjaga sambil melipat tangannya di depan dada mereka. Setelah gue melangkahkan kaki di luar gerbang sekolah, gue langsung melepas celemek bungkus kopi gue. Selama MOS berlangsung, kami semua diwajibkan untuk memakai celemek tersebut sepanjang hari sampai waktu pulang dan baru boleh dilepas setelah keluar dari lingkungan sekolah.
... : Woi bro! Gue melihat ke arah suara, Ojan melambaikan tangannya ga jauh dari tempat gue berdiri dan kemudian menghampiri gue.
Ojan : Lah kok bisa ke depan sih" Perasaan tadi atribut lo lengkap semua. Gue : Tau lah, kesel gue. Yaudah gue balik duluan ya, cape. Ojan : Ya tiati sob.
Sebelum sampai di rumah, gue memutuskan pergi ke minimarket di seberang komplek untuk membeli sekaleng susu cokelat dan roti isi keju. Melalui makanan dan minuman ini gue berharap dapat sedikit menahan gejolak di dalam perut. Setelah membayarnya gue langsung meminum susu dan melahap roti tersebut tanpa sisa. Perut sudah mulai terisi, gue melanjutkan perjalanan ke rumah.
Baru sampe gerbang komplek ada seseorang yang memanggil nama gue dari belakang. ... : Fal!!!
Gue ga menoleh, gue tau orang yang memanggil gue itu siapa. Tidak lain dan tidak bukan adalah Amel. Namun karena gue ga menghiraukan panggilannya dan tetap berjalan, kini Amel kembali meneriakkan nama gue dan kali ini lebih keras. Gue menghentikan langkah gue dan menengok ke belakang. Amel kemudian berlari-lari kecil ke arah gue.
Amel : Gimana tadi sekolah hari pertamanya" Gue : Yah, gitulah kak.
Elo udah ngebuat mood gue down hari ini! Gila! Masih tanya aja hari ini kayak gimana!
Amel : Jangan panggil kakak, panggil aja Amel. Gue : Eh...... mmmm. Yaudah kak, eh... Mel... Amel : Hahaha gausah grogi gitu kali Fal. Santai aja.
Gue : Ya gimana mau santai soalnya kan tadi di sekolah kakak yang marah-marahin
saya. Amel : Hah" Marah-marahin kamu"
Orang ini punya penyakit short-term memory atau berlagak bego atau emang bego beneran"
Gue : Iya, kakak tadi pagi marah-marahin saya sampe nyuruh ke depan. Masa lupa kak" Saya yakin orang yang mara-marahin saya itu kakak.
Amel menghentikan langkahnya beberapa langkah di belakang gue dan melihat ke arah gue dengan tatapan heran. Beberapa saat kemudian dia kembali tersenyum dan kembali berjalan di samping gue.
Amel : Oooh berarti kamu udah ketemu ya sama Aya" Gue : Hah" Aya" Siapa tuh kak"
Amel : IH! Kamu dibilangin tuh susah ya! Jangan panggil aku kakak! Panggil aja aku Amel!
Amel kemudian mempercepat langkahnya, meninggalkan gue yang sedang berpikir keras tentang seseorang yang bernama 'Aya'. Setelah beberapa langkah di depan gue, Amel membalikan badannya dan tersenyum.
Amel : Oh iya lupa, Aya itu kembaran aku Fal!
Setelah Amel berkata seperti itu kemudian dia berjalan lebih cepat dan menghilang di belokan jalan yang menuju ke rumahnya, meninggalkan gue dengan nama 'Aya' yang sedang berputar di dalam otak gue.
Gue ga peduli entah itu Amel atau Aya.
Tapi satu yang jelas, Gue ga bakal lupa sama orang itu...
Part 10 Tragedi Surat Cinta Malam harinya gue masih terjaga di depan meja belajar. Ga lain dan ga bukan karena mikirin tentang apa yang harus ditulis di dalam 'surat cinta' persetan yang wajib gue buat untuk Aya. Jam di dinding sudah menunjukkan angka 11 dan seharusnya gue tidur lebih awal karena besok gue harus kembali berada di sekolah pada pukul 05.30.
10 menit, 20 menit, bahkan hingga satu jam gue masih belom menulis satu patah katapun untuk 'surat cinta' ini. Gue ga ngerti dan ga tau apa yang harus gue tulis ke dalam surat ini. Gue ga ngerti tentang cinta-cintaan, gue ga ngerti jalan pikiran cewek, dan gue ga ngerti cara meluluhkan hati cewek. Kalo disuru nulis cara bersikap dingin ke cewek mungkin gue udah tulis delapan ratus kata dalam satu jam kurang yang terangkum dalam sebuah esay.
Gue menjambak rambut dengan kedua tangan, memaksa otak gue untuk bekerja ekstra keras sambil sesekali bergumam 'Errggghh', atau 'Arghhh', atau kata-kata yang mendefinisikan keadaan gue pada saat itu. Gue mengusap wajah dan kemudian mengambil hp yang terbaring di sebelah kertas kosong, kembali mencari referensi isi surat cinta di internet yang sudah gue coba beberapa saat lalu. Gue kembali membaca contoh-contoh surat cinta secara ringkas yang selalu sukses membuat perut gue geli. Sepasang bola mata gue ga kuat untuk ngebaca 'surat cinta' versi beneran yang beredar di internet.
Ini yang namanya surat cinta" Cih.
Gue kemudian tersenyum sambil menjentikkan jari dan sejurus kemudian gue sudah mulai menulis surat cinta versi gue sendiri.
Pulpen di tangan kanan kini sedang menari dengan indahnya di atas panggung yang bernama kertas putih sambil menampakan keanggunan yang dimilikinya. Kurang dari sepuluh menit pulpen itu menari dan kini ia sudah tergeletak lemas di lantai, capek karena abis menari langsung diajak check in bareng om-om yang ngeliat tarian eksotisnya.
Beberapa saat kemudian, gue kembali membaca 'surat cinta' bikinan gue sendiri. Gue bergumam dalam hati:
Oke surat cinta udah jadi. Dan gue ingin liat ekspresi lo setelah membaca surat 'cinta' gue. ***
Pagi harinya gue dibangunkan oleh alarm yang bergema menyelimuti seisi kamar gue, suara yang semakin lama semakin gue benci. Dan gue yakin suatu saat nanti ketika gue kembali mendengar bunyi yang sama, gue akan semakin membenci suara ini walaupun gue lagi gak tidur. Dengan mata terpejam, tangan kanan gue muncul dari balik selimut mencoba meraih hp untuk mematikan alarm. Setelah mematikan alarm gue langsung mandi bebek sambil menahan dinginnya guyuran air es.
Mandi selesai, pake sempak selesai, dan gue sekarang udah lengkap dengan seragam putih biru lalu bergegas menuju meja makan.
Mampus... Gue lupa kalo bibi hari ini ga ke rumah karena kemarin sore mengeluh gak enak badan jadi gue menyuruh untuk istirahat di rumah. Dan imbasnya pagi ini ga ada makanan yang tersaji di atas meja sedangkan jam sudah menunjukkan angka 5 lebih sepuluh. Gue mengurungkan niat untuk sarapan lalu mengecek kelengkapan isi tas mulai dari celemek bungkus kopi sampe ke surat cinta. Astaga, gue hampir lupa kalo topi bola gue kemaren disita sama si brengsek Aya.
Kemudian gue lari ke tempat sampah untuk mencari potongan bola sebelahnya. Untung, potongan tersebut masih berada di dalam tong sampah. Gue bersihkan sedikit dengan menggunakan air keran lalu memasukkannya ke dalam tas dan pergi ke sekolah dengan perut yang terisi oleh angin. ***
Tatib (Cowok) : YANG KEMAREN MELANGGAR PERATURAN, MAJU KEDEPAN SEKARANG DENGAN MEMBAWA TUGAS KALIAN!
Gue kemudian meninggalkan Ojan yang sedang merapikan atributnya dan di jemari tangan kanan gue sekarang terselip sebuah amplop yang berisikan 'surat cinta' untuk Aya, atau lebih pantas disebut dengan 'surat pembalasanku untukmu'. Sekilas Ojan berbisik: sukses nembak tatibnya! Beneran bangke anak ini.
Gue sekarang sedang berdiri bersama barisan para tersangka di depan 10 orang yang mengenakan blazer hitam di ujung sebelah kiri lapangan. Para tatib ini selalu memasang muka yang dingin tanpa ekspresi. Satu persatu para tersangka ini memberikan surat cintanya kepada tatib yang sudah diperintahkan kemarin, dari tersangka cewek untuk tatib cowok dan dari tersangka cowok untuk tatib cewek.
Pada saat proses penyerahan, ada seorang tersangka cewek yang memberikan sebuah surat cintanya sambil menunduk dengan wajah memerah dan hal ini disadari oleh tatib yang lain. Bisa ditebak kelanjutannya dari tersangka cewek ini kayak gimana. Ga perlu gue jelaskan kemalangan dari wanita malang ini.
Lalu tiba saatnya gue memberikan surat cinta gue untuk Aya. Gue berjalan perlahan sambil sedikit meremas bagian ujung amplop.
Gue : Ini kak surat cinta saya untuk kakak.
Gue memberi amplop tersebut sambil menaikan bibir kanan gue, mencoba untuk tersenyum paksa. Gue menatap matanya dengan tatapan yang memiliki pesan tersirat: mamam tuh surat cinta!
Aya mengambil surat cinta tersebut dengan cepat dan langsung memasukkannya ke dalam saku blazernya.
Aya : Balik ke barisan. Walaupun dia ga teriak-teriak, tapi dia berkata dengan cepat dan nada dalam suaranya datar namun matanya menatap sinis ke arah mata gue, tanpa berkedip. Setelah 'sidang' dibubarkan, gue kembali ke barisan dan sekarang sudah berdiri berada di samping Ojan.
Ojan : Gimana sob" Lancar"
Gue : Yah, paling besok gue dipanggil lagi. ***
Keesokan harinya ketika gue datang ke sekolah, gue langsung disambut oleh si penerima surat cinta gue. Tanpa basa-basi, dia langsung berteriak dan dia sama sekali ga peduli bahwa siswa-siswi baru langsung menaruh perhatian kepadanya.
Aya : KAMU IKUT SAYA SEKARANG! MASIH SISWA BARU TAPI KELAKUAN KAYAK GINI!
Dia berkata seperti itu sambil mengeluarkan surat cinta pemberian gue yang sudah berbentuk menjadi bola dari saku blazer hitamnya. Sedetik kemudian surat itu dilempar ke arah tong sampah dan tangannya mulai menarik lengan kiri gue secara paksa, meninggalkan lapangan dan masuk ke sebuah kelas. Dari ujung mata gue sebelah kanan, gue dapat melihat Ojan sedang menggelengkan kepalanya, peduli lah!
Sesampainya di kelas, mata gue membelalak kaget melihat isi kelas tersebut. Ternyata di dalam kelas sudah terisi oleh sembilan orang yang mengenakan blazer hitam bergaris putih di bagian punggungnya, menanti kedatangan gue bersama Aya.
Hari ini, gue mati. Maafkan kesalahan anak kesayanganmu, mam, pap...
Part 11 Topi Yang Dilempar Di dalam angkot yang mengetem ini gue selalu memandangi layar handphone dengan cemas. Jam digital yang tertera pada layar menunjukkan angka 04:40, gue udah telat 10 menit. Gue menggigit bibir bawah gue sambil memandang ke arah supir, seakan-akan memberi isyarat gue udah telat, tolong jangan ngetem! Sementara si supir masih asyik menghisap asap racun dari tangan kanannya dengan santai.
Gue : Pak, bisa langsung berangkat" Saya udah telat nih. Supir : Bade kamana atuh, ieu subuh keneh.
Gue mendengus kesal sambil merogoh uang receh yang berada di saku baju sebelah kiri lalu buruburu turun dari angkot laknat ini.
Gue : Ini pak. Supir : Lho....lho....lho, bade kamana" Buru naek deui mamang indit ayeuna!
Supir angkot tersebut berteriak memanggil gue yang sudah berjalan menjauhinya. Gue berbalik ke arahnya sambil memasang wajah kesal dan berjalan kembali masuk ke dalam angkot. Setelah gue duduk, si supir angkot memasukkan perseneling dan angkot tersebut melesat membelah dinginnya udara pagi ini.
*** Gue berlari ke arah gerbang sambil tergopoh-gopoh. Dari kejauhan sudah terlihat gerbang bercat hitam diterpa lampu berwarna putih yang berasal dari pos satpam. Gue melewati gerbang tersebut sambil menyapa satpam yang sedang asik mengopi. Gue berlari dan belok ke arah kiri, dengan kecepatan lari yang konstan gue menyusuri lorong dan kemudian berhenti di depan ruang osis. Gue mengatur nafas sebentar lalu mengetuk membuka pintu tersebut.
Gue : Sori sori gue telat, angkotnya ngetem terus ga mau maju.
Manda : Yeee suruh siapa ga bawa motor. Udah tau kalo pagi mah angkot ngetem terus. Nih pake langsung.
Manda memberikan sebuah blazer hitam bergaris putih di belakangnya. Gue membuka lipatannya dan mengukur-ukur dengan badan gue yang ramping ini.
Gue : Yah, kegedean Mand. Ada lagi ga"
Manda : Ga ada Ay, adanya tinggal yang itu. Yang kecil udah dipake sama Rima sama Astri.
Elo sih telat, salah sendiri kalo ga dapet yang ukuran kecil. Gue : Blazer gue tukeran sama elo aja dong, pas tuh di badan gue kayaknya. Manda : Gak mau weeek, udah pake aja yang itu.
Gue mendengus kesal dan menggunakan blazer hitam ini kemudian memutar-mutar tubuh di depan kaca. Duh gede banget. Dasar angkot sialan!
Manda : Udaaah cantik kok, cepet sana bantuin yang lain buat ngeberesin kelas. Jam
setengah enam nanti murid baru udah pada dateng soalnya. Hus-hus! Gue : Iya iya. Gue keluar dulu.
Manda menggerakkan tangannya seperti sedang mengusir ayam dan gue kemudian keluar dari ruang osis, meninggalkan Manda yang sedang memberi arahan kepada anggota osis lainnya tentang susunan kegiatan acara ini.
*** Gue sekarang berdiri di pinggir lapangan di bawah pohon sambil memegang perut yang mulai bergejolak. Seisi lapangan kini sudah dipadati dengan anak-anak berbau kencur yang menggunakan seragam SMP. Gue tersenyum dan kembali mengenang masa-masa dimana gue masuk ke sekolah ini bareng kembaran gue dua tahun lalu, Amel. Lamunan gue terbuyar ketika Manda, ketua tatib tahun ini, memanggil gue.
Manda : Ay, lo stand by di depan gerbang gih bareng Daniel sama Bewok buat nungguin
anak yang telat. Udah jam 6 kurang loh. Manda berbicara ke arah gue sambil melihat ke arah jam tangannya.
Gue : Suru si Astri aja Mand, gue mau ke toilet bentar. Manda : Yee elo, nurut sama ketua kek.
Gue : Masa entar gue mau kentut-kentut di depan siswa baru" Malu kaleee wajah tatib gue mau disimpen dimana entar" Gue ke toilet bentar ya, daaaah!
Gue melambaikan tangan ke arah Manda sambil berjalan cepat menuju toilet, perut ini sudah tak mau lagi berkompromi.
*** Sekembalinya dari toilet, gue lihat cewek yang rambutnya dikuncir sedang berteriak memarahi siswa yang datang terlambat dari balik gerbang yang tertutup. Astri kalo lagi teriak cempreng banget ya suaranya, lucu! Gue masih berdiri di tempat khusus para tatib didampingi dengan anggota tatib lainnya yang masih menunggu giliran untuk beraksi. Ga lama kemudian, seluruh siswa baru diarahkan untuk berdiri dan berbalik ke ke arah podium. Sebentar lagi akan diadakan upacara pembukaan MOS. Gue dengan rekan tatib lainnya diinstruksikan untuk mengelilingi barisan para siswa dari samping dan belakang. Gue sendiri kebagian tugas menjaga di belakang barisan.
Sekitar 20 menit kemudian, sebuah suara gong sudah terdengar dan kepala sekolah pergi meninggalkan podium diiringi guru-guru yang lainnya. Manda kini telah mengambil alih kuasa terhadap seluruh lapangan dan mulai berteriak sangat keras dari atas podium upacara, menyuruh para siswa-siswi untuk mengenakan celemek dan topi bola. Gue menengok ke sebelah kanan dan mengangguk kecil memberikode kepada rekan sesama tatib agar mulai memeriksa atribut siswasiswi baru.
Barisan siswa-siswi yang tadinya sangat rapat kini telah diatur menjadi lebih renggang agar memudahkan kami (para tatib) untuk memeriksa kelengkapan atribut mereka. Gue mulai memeriksa barisan paling belakang, mengecek seluruh kostum khusus mereka. Lalu terdengar suara teriakkan Rudi dari sebelah kanan lapangan sambil menggiring 2 orang cowok untuk maju ke atas podium.
Sesaat setelah memeriksa barisan belakang, ujung mata gue melihat ada siswa yang melempar topi bolanya dan kemudian kaki sebelah kiri siswa tersebut berusaha menggapai topi tersebut. Buruburu gue merangsek maju ke depan dan langsung menyambar topi bola tersebut.
Gue : INI TOPI PUNYA SIAPA" PUNYA KAMU DEK" NGAPAIN KAMU BUANG-BUANG" UDAH GA BUTUH LAGI ATRIBUTNYA" ATAU KAMU MAU DISURUH KEDEPAN"
Gue berteriak kepada siswa tersebut, dia sedikit menengokkan kepalanya dan bola mata miliknya sudah mentok di ujung sebelah kiri rongga matanya. Bukan ekspresi takut yang gue dapatkan darinya, malahan dia menunjukkan sebuah ekspresi heran ketika melihat gue.
Ini anak kenapa ngeliatin gue kayak gitu"
Part 12 Sebuah Surat Gue risih diliatin kayak gitu sama adek kelas. Gue sebagai tatib harusnya bisa ngebuat mental siswasiswi baru disini menjadi lebih kuat. Tapi anak ini kayaknya enggak takut sama sekali atas kedatangan gue dan mentalnya juga enggak down seperti kebanyakan siswa-siswi lainnya, dipelototin sedikit langsung buru-buru nunduk dan ga berani natap wajah para tatib.
Gue : NGAPAIN KAMU NGELIATIN SAYA DENGAN EKSPRESI KAYAK GITU"! NANTANGIN SAYA HAH"! MAJU KAMU KE DEPAN!
Gue memegang lengan kiri anak cowok dan menyeretnya ke depan. Baru selangkah maju, genggaman gue dilepas olehnya dan dia berbicara kepada gue.
Cowok : Saya salah apa kak" Topi saya tadi jatuh gara-gara angin besar. Gue : OH KAMU MAU NGELES YA" JELAS-JELAS SAYA LIAT DARI BELAKANG KALO TOPI ITU DILEMPAR!
Cowok : Bener kak, ga mungkin saya ngelempar topi saya sendiri. Gue : GA PAKE ALASAN, MAJU SEKARANG!
Ngapain anak ini mencoba ngeles dari gue" Udah gue liat sendiri kalo topinya emang bener-bener dilempar. Gue kembali memegang lengan kirinya dengan tenaga ekstra. Selama prosesi seretmenyeret ini pula si cowok mencoba melepaskan genggaman gue, dan semakin sering dia mencoba melepaskan genggaman gue, semakin kuat juga genggaman gue pada lengannya. Hih! Lama-lama gue kesel beneran sama anak ini.
Gue : BERDIRI KAMU DISITU!
Gue menyuruh siswa baru tersebut untuk berdiri di sebelah pelanggar aturan lainnya sementara gue kembali masuk ke kerumunan siswa untuk menjalankan tugas gue: memeriksa atribut. ***
Pemeriksaan atribut selesai, kini siswa-siswa yang lolos dari pemeriksaan sudah meninggalkan lapangan bersama kakak pembimbing mereka dan menyisakan para pelanggar aturan yang berdiri di atas podium. Gue hitung ada satu... dua... tiga... delapan... dua belas... delapan belas pelanggar aturan yang sedang menundukkan kepalanya kecuali satu. Ya, dia orang yang gue bawa ke depan. Gue masih memperhatikan orang tersebut ketika Rasya naik ke podium untuk mencatat data diri mereka.
Ketika Rasya sampai pada cowok tersebut, gue sedikit mendekat agar dapat mendengar data dari siswa cowok saklek ini.
Rasya : Nama" Cowok : Naufal.
Rasya : Nomor Peserta" Cowok : Sekian.
Rasya berhenti menulis lalu memeriksa atribut dari cowok tersebut sambil memainkan pulpen di tangannya.
Rasya : Hmmm ga pake topi ya dek"
Kemudian si cowok tersebut menjawab dengan anggukan kecil. Sombong benar anak yang bernama Naufal ini!
Gue : JAWAB DEK BUKAN MANGGUT DOANG! Naufal : Iya kak.
Gue : JAWAB YANG KERAS! COWOK KOK KEMAYU GITU! Naufal : IYA KAK SAYA GAK PAKE TOPI!
Gue bisa melihat dadanya naik turun, gue hanya tersenyum sinis melihatnya. Lalu Rasya berkata sesuatu kepadanya sambil berbisik dan menunjuk ke arah gue dengan ujung pulpennya lalu turun dari podium. Rasya memberikan kode kepada gue untuk mendekat.
Rasya : Gue udah suruh anak itu buat nulis surat cinta ke elo. Besok dia bakal kasih suratnya.
Gue hanya manggut-manggut. Lalu Manda menyuruh mereka untuk kembali ke kakak pembimbing mereka masing-masing. Cowok itu berjalan melewati gue dan gue hanya memberikan tatapan sinis kepadanya.
*** Keesokan harinya, gue bersama para tatib sedang berkumpul di tempat khusus yang disediakan. Bewok menginstruksikan kepada pelanggar aturan agar membawa hukuman mereka ke depan podium. Setelah mereka berkumpul, Bewok menyuruh mereka ke tempat para tatib diiringi dengan Bewok di belakangnya.
Sekarang mereka semua sudah berkumpul di depan gue dan para tatib. Rasya memanggil nama mereka satu persatu untuk memberi surat cinta kepada tatib yang telah ditentukan. Tiba saatnya ketika Naufal memberi surat cintanya kepada gue.
Naufal : Ini kak surat cinta saya untuk kakak.
Terlihat sedikit lecek di bagian ujung amplopnya, tanpa pikir panjang gue langsung memasukannya ke saku blazer gue kemudian menyuruhnya untuk kembali ke barisan.
*** Malam harinya gue membaca surat yang diberikan kepada gue. Hari itu gue mendapatkan dua buah surat, satu dari siswa bernama Hendra dan satu lagi dari Naufal. Gue membaca sekilas isi surat dari Hendra, isinya standar surat cinta pada umumnya. Berisi sanjungan untuk cewek-cewek, standar cowok ngerayu yang isinya penuh bullshit.
Surat dari Hendra gue lipat kembali dan gue masukkan ke dalam amplopnya dan mulai membuka amplop berisi surat dari Naufal. Gue membaca surat tersebut secara teliti. Semakin ke bawah, semakin panas hati ini dibuat olenya.
Hallo kak Tatib. Perkenalkan nama saya Naufal, Naufal Eko Widjojanto. Saya sendiri tidak tahu kenapa kemarin kakak menyuruh saya ke depan.
Atribut saya lengkap, saya juga diam di tempat dan tidak mengganggu kelancaran acara MOS hari kemarin, dan kemarin saya tidak melanggar satu buah aturan pun yang dibuat oleh kakak-kakak tatib sekalian.
Yang saya tahu pasti, kemarin ada angin besar yang membuat topi saya terjatuh dan ketika hendak
mengambilnya malah diambil oleh kakak terlebih dahulu. Saya kira kakak akan memberi topi tersebut lalu memeriksa atribut saya yang lain.
Tapi tebakan saya salah. Kakak menuduh saya melempar topi tersebut.
Kakak beralibi bahwa kakak melihat peristiwa pelemparan topi tersebut dari belakang.
Menurut logika saya, saya berdiri di 3 baris dari depan dan di belakang saya masih ada sekitar 7 baris lagi dan itu pasti susah untuk melihat apa yang terjadi di barisan-barisan depan. Jika kakak naik ke podium mungkin kakak tidak akan sulit melihat barisan paling depan. Namun sayangnya di
belakang tidak ada podium, podium hanya berada di bagian depan lapangan. Lalu saya berpikir, apa kakak memiliki mata elang yang dapat melihat dengan tajam"
Jika kakak benar memiliki mata elang , kenapa kakak masih ga percaya kalo topi itu jatuh tertiup angin"
Mungkin saya harus mengantar kakak ke dokter mata terdekat, dokter mata spesialis mata elang . Memeriksakan ketajaman mata kakak yang mulai menurun termakan usia.
Setelah selesai MOS, saya berjanji jika kakak meminta saya untuk pergi ke dokter mata saya akan menyanggupinya walaupun saya harus membolos di hari-hari pertama saya sekolah. Sekian surat cinta dari saya.
Salam Hangat Naufal GILA! GILA BENER ANAK INI BERANI-BERANINYA NYINDIR GUE!
Amarah gue naik, gue langsung meremas surat tersebut dan melemparnya ke sudut ruangan. Gue mengambil handphone gue dan bercerita tentang isi surat tersebut kepada Manda. Manda hanya berkata 'Gila', 'Songong bener anak itu', dan di akhir pembicaraan dia menyarankan sebuah hukuman yang terbilang cukup berat untuknya. Dan gue langsung menyetujui hukuman tersebut tanpa pikir panjang.
Besok, lo bakal 'mati'! Part 13 A Big Plan Gue hanya tidur sekitar 3 jam gara-gara masih ga habis pikir ada siswa baru yang bener-bener saklek kayak dia. Sampe-sampe di dalam surat juga sakleknya masih kebawa. Gila! Anak ini sukses ngebuat emosi gue naik di malam hari!
Adzan subuh sudah berkumdang, setelah gue melaksanakan kewajiban di pagi hari gue langsung pergi ke sekolah untuk membicarakan rencana hukuman untuk Naufal si Cowok Saklek dan ga lupa membawa buntelan surat cinta sialan itu. Kali ini gue membawa motor agar bisa datang lebih cepat dan gak telat kayak hari pertama.
Parkiran sekolah subuh ini sangat sepi, hanya ada beberapa sepeda motor yang terparkir milik panitia pengurus MOS dan anggota osis lainnya. Setelah gue membuka helm dan menyimpannya di bagasi, gue langsung bergegas untuk pergi ke ruang osis. Gue mengetuk ruang osis dan kemudian membukanya. Terlihat Manda dan 6 orang tatib lainnya sedang bersiap-siap, ditambah gue yang baru dateng jadi total tatib sekarang ada 8 orang.
Gue : Mand, 2 orang lagi mana"
Manda : Eeeeet tunggu...tunggu...tunggu, mana surat cinta dari Naufal" Gue mau baca dulu.
Cepet siniin! Gue : Sabar dikit sih, ada di dalem tas ini. Bentar gue ambil dulu.
Gue kemudian berjongkok sambil mengubek-ubek isi di dalam tas, mengambil surat cinta yang tenggelam di dasar tas. Setelah surat cinta tersebut berada di tangan, gue merapikannya agar bisa dibaca karena kertas tersebut sudah menjadi lecek akibat gue remes-remes semalem. Gue : Nih, baca tuh surat sampe akhir!
Manda langsung menyabetnya dari tangan gue dan langsung membacanya. Lama-kelamaan tatib yang lain mulai mengerumuni Manda untuk ikut serta membaca. Terlihat Bewok dan Rudi sangat antusias sekali dalam membacanya, matanya bergeser dari kiri ke kanan dan seterusnya hingga surat tersebut selesai dibaca. Ada beberapa tatib yang hanya menggelengkan kepala sambil berkata 'ck...ck...ck...' dan ada juga yang langsung tersulut amarahnya. Setelah selesai membacanya, sekarang giliran Manda yang meremas-remas surat itu dan melemparnya ke lantai.
Manda : GILA TUH ANAK, KALO DISINI BOLEH MAIN FISIK GUE BAKAL JAMBAK TERUS
RAMBUT ANAK ITU SAMPE BOTAK! Manda berkata sambil memperagakan tangannya sedang menjambak-jambak udara.
Gue : Cepet Mand kumpulin tatib masuk ke kelas sebelah, kita omongin disana. Manda : Tunggu bentaran, si Aryo sama Nanat belom dateng.
Gue : Udaaah buru cepetan, nanti keburu pagi susah lagi ngomongin rencananya.
Gue kemudian mendorong punggung Manda untuk meinggalkan ruang osis. Ketika keluar dari ruang osis, Manda mengisyaratkan para tatib untuk mengikutinya masuk ke kelas sebelah.
Manda: Jadi gini, tadi lo semua udah baca surat cinta spesialnya kan" Nah semalem gue sama Aya ngebuat sebuah rencana. Dan yang pasti rencana ini ga main fisik. Sama sekali ga boleh main fisik, hanya boleh bermain kata-kata dan itu juga tanpa katakata kasar di dalamnya. Sekarang rencananya adalah setiap satu tatib memberi Naufal sebuah tugas untuk meminta foto dan tanda tangan dari orang yang ditentukan oleh tatib itu sendiri. Dan ketika Naufal sedang 'memburu' orang yang disuruh, gue ingin dia terus diikuti sama tatib yang menyuruhnya. Jangan sampe lepas dari pandangan. Pada saat Naufal mendapatkan foto dan tanda tangan dari orang yang bersangkutan, gue ingin setiap tatib menyuruh Naufal berbicara 'Saya tidak akan melanggar aturan lagi' di depan orang yang dimintai fotonya. Setelah itu, kalian memberi tanda tangan bahwa Naufal sudah melaksanakan tugas dari kalian. Mengerti"
Terlihat para tatib kini sedang berpikir, mungkin sedang menentukan siapa orang yang harus dijadikan target oleh Naufal. Setelah ada jeda sebentar, Bewok mengangkat tangannya.
Manda : Iya Wok" Bewok : Gue mau ngasih usulan. Coba semua tatib diurutin siapa dulu yang harus ngasih hukuman, dan gue ingin Aya jadi orang terakhir yang ngasih hukuman sekalian nanti tatib yang 'nganggur' masih bisa ngawasin siswa lainnya. Terus orang yang yang dijadikan target lebih baik staff dan guru sekolah. Gimana"
Manda : Hmmm, saran ditampung. Ada lagi"
Rudi : Mand, entar anak itu dimasukin dulu ke kelas ini. Abisin dulu mentalnya disini baru
dikasih hukuman itu. Manda : Boleh, ada lagi" Dari cewek mungkin" Ada saran"
Para tatib cewek saling melihat satu sama lain dan kemudian menggeleng. Manda mungkin sekarang sedang berpikir bagaimana baiknya 'mengeksekusi' anak tersebut.
Manda : Oke, gue udah buat rencana dari semua saran yang masuk. Gue setuju sama Bewok dan Rudi. Nanti kita semua diem di kelas ini kecuali Aya. Aya harus stand by di depan gerbang sekolah buat ngebawa anak itu ke sini. Pas Aya sama Naufal udah masuk ke dalam kelas kita semua langsung ngerubungin anak itu. Sebisa mungkin dengan tatapan yang ngebuat mental anak itu turun sama teriak-teriakin dia. Tapi inget satu hal, jangan pake kata-kata kasar dan gantian satu persatu. Sekiranya udah cukup, nanti gue langsung kasih tugas buat nyari foto sama tanda tangan. Urutan pertama yang ngasih hukuman dimulai dari gue dulu dan diakhiri oleh Aya. Susunan urutan berikutnya menyusul. Ada pertanyaan" Kami semua menggeleng.
Manda : Oke semua sudah clear, gue mau balik ke ruang osis sebentar buat ngasih wewenang ke wakil ketua pelaksana.
Manda kemudian keluar dari kelas dan langsung menuju ruang osis. Gue yang daritadi diem sekarang udah mulai ga sabar buat ngasih anak itu hukuman. Gue mondar-mandir di dalem kelas sambil memasukkan kedua tangan ke saku blazer, dan tangan kanan gue sedang meremas surat cinta tersebut dari dalam blazer. Ga lama kemudian, Manda kembali masuk ke dalam kelas bareng dengan 2 orang tatib yang lainnya.
Manda : Gue udah bilang ke Aryo sama Nanat tentang rencana ini dan mereka berdua setuju. Sekarang udah jam 5 lebih, lo langsung pergi ke depan gerbang Ay.
Gue manggut tanpa berkata satu patah katapun kepada Manda dan langsung ngeloyor keluar kelas menuju gerbang sambil mengeraskan remasan gue terhadap surat cinta ini.
*** Sudah 10 menit gue menunggu di depan gerbang dan kemudian dari jauh gue dapat melihat orang tersebut sedang berjalan santai menuju gerbang. Bener-bener gila anak ini, santai banget bawaannya! Ga bisa cepet apa" Cowok lelet dasar!
Ketika dia sudah sampai ke beberapa langkah di depan gerbang, sepertinya dia melihat gue karena langkahnya semakin diperlambat. Karena gue yang udah ga sabar buat marahin anak itu, gue berjalan cepat ke arahnya dan langsung berteriak di depan mukanya. Gue ga peduli kalo suara gue sekarang jadi pusat perhatian para siswa-siswi baru.
Gue : KAMU IKUT SAYA SEKARANG! MASIH SISWA BARU TAPI KELAKUAN KAYAK GINI!
Gue mengeluarkan surat cinta yang berbentuk bola tersebut dari saku blazer gue dan melemparkannya ke arah tong sampah yang ga jauh dari gerbang. Lalu gue menggenggam erat lengan kiri cowok tersebut dan menariknya untuk mengikuti gue ke dalam kelas.
Sesampainya di depan kelas, gue langsung membuka kelas tersebut. Manda dan kawan-kawan yang menyadari kedatagan kami berdua langsung mengerubungi gue dan anak gila ini sambil menutup pintu di belakangnya.
Eksekusi sudah dimulai. Part 14 Hukuman Dari Tatib Salah seorang tatib pria berjambang buru-buru menutup pintu di belakang dengan kasar sehingga menimbulkan bunyi BRAKKK yang sangat keras ketika gue dan Aya masuk. Lalu dengan sigap dan cepat para tatib yang lain langsung mengerumuni gue dan sejurus kemudian ada seorang cewek langsung berteriak di depan muka gue sambil melotot. Terlihat urat di lehernya sangat menegang ketika berteriak.Satu lagi cewek gila selain Aya, batin gue dalam hati.
Tatib (Cewek): APA MAKSUD KAMU NGASIH SURAT CINTA KAYAK GITU DEK" KAMU MAU NANTANGIN KAMI DISINI HAH" NGERTI DIKIT DONG KAMU MASIH JUNIOR YANG GATAU APA-APA DISINI! BARU MASUK AJA KELAKUAN UDAH KAYAK GINI, KEDEPANNYA MAU JADI CALON LANGGANAN GURU BK"!
Gue masih diam sambil menatap mata cewek gila ini lekat-lekat dengan tatapan dingin, sebuah pandangan tanpa ekspresi.
Tatib (Cowok): KAMU PUNYA MULUT TIDAK"! APA SAYA PERLU BAWA KAMU KE DOKTER SPESIALIS MULUT UNTUK MEMERIKSAKAN MULUT KAMU YANG TERTUTUP RAPAT"
Sekarang giliran tatib cowok yang berjambang mulai berteriak dari belakang gue. Sedangkan gue sekarang memalingkan pandangan dari mata si tatib cewek ke arah lain, lurus memandang kaca yang diterpa mentari pagi dan kemudian melamun. Mengabaikan para pemain drama yang ga punya kerjaan selain berteriak-teriak di sekeliling gue.
Tatib (Cowok): JAWAB DEK!!!
BRAKKK, terdengar meja di samping gue dipukul dengan keras. Lamunan gue seketika terbuyar saat mendengar meja tersebut dipukul, mata gue yang menatap kosong ke arah jendela kini berkedip dan mulai memfokuskan kembali pandangan.
Gue : Saya membuat surat cinta itu karena saya tidak pandai membuat sebuah surat cinta dan saya hanya memberitahukan yang sebenarnya. Topi saya tertiup angin sampai terjatuh tetapi kakak tatib ini menuduh saya melempar topi tersebut.
Telunjuk kanan gue menunjuk kepada Aya. Merasa tidak terima dituduh seperti itu, Aya langsung mengeluarkan pembelaan.
Aya : KAMU MENCOBA BERBOHONG DISINI" JELAS-JELAS KEMARIN SAYA LIHAT DENGAN 'MATA ELANG' SAYA BAHWA KAMU MELEMPAR TOPI TERSEBUT! JANGAN PERNAH MERAGUKAN KETAJAMAN 'MATA ELANG' SAYA DAN SAYA TIDAK PERLU DATANG KE DOKTER SPESIALIS 'MATA ELANG'!!!
Cewek gila ini menunjuk ke matanya sendiri dengan jari dua jarinya. Dan satu hal lagi, cewek ini memakai kata-kata yang berada di dalam surat gue. Cewek yang bener-bener gila! Baru pertama kalinya ada cewek sejenis ini berdiri di depan gue.


Cowok Manja Merantau Karya Karnaufal di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kemudian tatib-tatib yang lain secara bergiliran meneriaki gue, lama kelamaan gue jadi naik darah. Nafas gue mulai memburu karena emosi, namun gue mencoba menahan-nahan emosi gue dan kemudian kembali mengatur nafas. Menyadari hal ini, tatib cewek yang meneriaki gue pertama kali di dalem kelas ini langsung menarik gue keluar dari kerumunan para tatib.
Tatib (Cewek): Saya sekarang memberi kamu hukuman karena berlaku kurang ajar kepada tatib sekaligus kakak kelas kamu. Sekarang ambil topi bola, celemek, kertas selembar sama ambil hp kamu. Sekarang kamu ikut saya. JANGAN PROTES.
Gue kemudian melaksanakan perintah cewek ini dan mengikutinya keluar kelas. Ketika gue sudah berada di luar kelas, si cewek itu kembali ke dalam kelas sebentar lalu menarik tangan gue dan kemudian digiring ke arah ruang guru. Haduh mampus deh masalah ginian doang sampe dibawa ke ruang guru. Buah dari kelakuan gue pas SD baru dibales sekarang.
Tatib (Cewek): Hari ini, kamu ga usah ikut MOS. Sekarang, cari seorang guru yang namanya 'Pak Imron' dan ajak beliau kesini. Saya ga mau tau gimana caranya dalam 10 hitungan kamu sudah harus kembali di depan saya. SATU.....DUA.....
Gue hanya menghela nafas berat dan kemudian lari memasuki ruang guru. Di dalam ruang guru ini masih belum terlalu ramai karena masih pagi. Hanya ada beberapa orang guru yang baru datang sambil merapikan berkas-berkas yang menumpuk di atas meja mereka masing-masing. Gue melangkah mendekati seorang guru yang duduk ga jauh dari tempat gue berdiri. Gue : Permisi pak...
Bapak tersebut menyadari kedatangan gue dan menatap sambil menaikkan alisnya seakan bertanya: ada apa"
Gue : Nggg....ini pak, anu, boleh tanya siapa guru yang namanya 'Pak Imron'"
Bapak tersebut menjawab dengan sebuah senyuman dan menunjuk ke seorang guru yang ga jauh berada di belakangnya dan beliau langsung meminum kopi yang berada mejanya. Gue sedikit membungkukkan badan sambil mengucapkan terima kasih kepadanya.
Gue : Makasih pak, permisi...
Gue berjalan ke arah yang ditunjuk oleh bapak tersebut. Ketika sudah dekat dengan bapak ini, gue langsung melakukan hal yang sama terhadap orang yang gue temui sebelumya. Gue : Permisi pak, dengan bapak Imron"
Bapak ini melihat gue dari atas kacamatanya.
Bapak : Oh mau ke Pak Imron" Itu tuh orangnya yang di barisan depan. Pak Imron! Ada yang nyari disini!
Bapak ini sedikit berteriak ke arah Pak Imron, bapak yang gue tanya sebelumnya. Sial! Ga tatib ga guru sama aja gila nya!
Bapak : Sedikit nasihat, pak Imron rajin ngejailin siswanya.
Bapak ini tersenyum dan kemudian menyeruput kopinya sambil mengalihkan pandangannya ke arah koran. Gue menggerutu dalam hati dan kembali ke orang yang gue temui sebelumnya.
Gue : Pak Imron" Pak Imron hanya tersenyum, seperti biasanya.
Pak Imron : Iya ada apa nak" Ga ikut MOS kamu"
Gue : Ngg... nggak pak, saya dikasih tugas sama kakak kelas. Ada yang mau
ketemu sama bapak di depan ruang guru. Pak Imron : Siapa orangnya"
Pak Imron memajukan kepalanya mencoba melihat ke arah pintu.
Gue: Siapa ya namanya" Ga tau pak, yang pasti dia pake blazer hitam. Cewek. Pak Imron: Ooooh pasti kamu lagi dihukum mereka ya. Mari-mari, saya ikut ke depan.
Pak Imron langsung mengajak gue untuk ke depan ruang guru dan gue mengikutinya dari belakang. Sesampainya di depan, cewek itu langsung mencium tangan Pak Imron. Buset, gue lupa ga salaman sama pak Imron! Kelakuan gue minus satu di depan pak Imron.
Pak Imron: Oh kamu Manda, ada apa"
Manda : Ini pak, saya lagi ngasih hukuman sama siswa ini karena melanggar peraturan. Jadi saya ingin anak ini meminta tanda tangan bapak sambil berfoto bareng bapak. Bapak bisa"
Pak Imron: Boleh, mana sini saya harus tanda tangan dimana.
Gue kemudian menyerahkan kertas kosong yang gue bawa dengan pulpennya, setelah menandatanganinya kemudian beliau mengembalikannya kepada gue. Pak Imron: Nih, ayo sekarang foto mumpung masih pagi! Belum keringetan.
Pak Imron sangat antusias menjelang sesi foto. Gue kemudian mengambil hp di saku celana dan memberikan ke cewek yang sekarang gue ketahui bernama Manda.
Gue : Kak, boleh minta tolong fotoin"
Gue berkata sambil tersenyum manis ke arah Manda namun dibalas dengan tatapan sinis seakan berkata: gue bukan babu lo!
Dengan setengah hati Manda menerima handphone gue dan menyuruh untuk mendekat ke pak Imron.
Manda : Pak cepet pak berdiri lebih deket lagi, tunggu..tunggu... ga masuk ke kameranya, eeeet mundur-mundur dikit lagi, ya cukup! Tiga...dua...satu...
CKREK! Kamera VGA hp gue sukses merekam salah satu momen di sekolah ini untuk pertama kalinya. Setelah berfoto, Manda tertawa sendiri melihat hasil jepretannya.
Manda : Ih lucu pak, difoto bareng badut sekolah ini hahahaha. Elo yang nyuru gue pake celemek sama topi ga jelas ginian, ya iya gue jadi badut!
Manda : Oh iya pak satu lagi. Saya ingin anak ini berbicara 'saya tidak akan melanggar
aturan lagi' di depan bapak. Manda kemudian menatap ke arah gue. Gue hanya mendengus kesal.
Gue : Pak Imron, saya tidak akan melanggar aturan lagi.
Pak Imron: Hahahaha mau-maunya kamu dijailin sama orang kayak dia. Yaudah, saya mau
masuk lagi ke dalem. Gue : Makasih pak.
Sekarang gue ga lupa mencium tangan pak Imron. Manda pun melakukan hal yang sama seperti gue.
Manda : Mana sini kertas kamu, saya tanda tangan dulu. Gue memberi kertas dengan pulpennya.
Manda : Ini, sekarang kamu cari tatib yang namanya Rudi. Dia ngasih tugas berikutnya. Manda memberikan kertas bersama pulpennya dan langsung pergi meninggalkan gue. Ffffuhhh...
Gue menghela nafas dan kemudian berjalan meninggalkan ruang guru, mencari tatib yang bernama Rudi..
Part 15 Hukumar Terakhir (1) Terhitung sudah 9 tatib yang sukses mengerjai gue hari ini. Dan dari sembilan tatib tersebut sukses juga membuat gue menahan malu yang amat sangat. Yang ga akan pernah gue lupain itu satu: ketika gue disuruh oleh tatib cowok berjambang untuk meminta tanda tangan sekaligus foto dari seorang guru olah raga yang merangkap sebagai wakasek kesiswaan. Bukan main, susah sekali yang namanya meminta izin untuk berfoto dengan guru tersebut dan sering pula gue ditolak dengan alasan yang sama: 'Anda belum memakai seragam SMA. Anda belum resmi menjadi seorang siswa SMA dan berarti Anda belum boleh berfoto dengan saya.'
Berulang kali gue ditolak dan berulang kali juga gue mengejar guru tersebut mulai dari ruang guru hingga ke dalam kelas. Ketika gue sedang mengejar guru tersebut banyak sekali siswa kelas XI dan XII yang menatap gue sambil menahan tawanya. Melihat seorang bocah yang memakai celemek dari bungkus kopi dan memakai topi bola berwarna merah sekaligus masih berseragam SMP. Kostum yang gue kenakan sekarang sangatlah kontras sekali dengan seragam SMA pada umumnya sehingga mudah untuk melihat gue karena perbedaan ini.
Kadang terdengar beberapa selentingan seperti: Hahaha itu ngapain ada badut anak SMP keliling SMA"
Gue merasakan muka dan telinga gue yang sudah panas menahan rasa malu karena dilihat oleh ribuan pasang mata. Puncaknya rasa malu ini adalah ketika permintaan gue diterima oleh guru tapi tersebut dengan syarat: gue harus berpose dengan meletakkan satu telunjuk gue di atas bibir.
Siapapun, bunuh gue sekarang...
*** Siang ini terasa sangat menyengat, sudah terhitung lebih dari 5 jam gue mondar-mandir sana-sini untuk menuruti apa yang menjadi kemauan dari tatib-tatib ini. Atau lebih tepatnya, memenuhi keinginan si cewek brengsek ini. Ya, dia adalah Aya. Gue yakin diantara permainan tatib-tatib ini pasti didalangi olehnya. Dan sekarang gue harus menghadapi 'dalang' dari semua permainan ini karena dia adalah satu-satunya tatib yang belum gue datangi.
Tatib (Cowok): Kamu udah dapet tanda tangan sama foto dari guru olah raga dan tanda tangan dari saya. Sekarang, kamu cari tatib yang bernama Amalia. Dia merupakan tugas terakhir kamu hari ini. Jika kamu menolaknya, saya pastikan tahun depan nama kamu berada dalam daftar peserta MOS tahun berikutnya.
Oh, jadi cewek gila itu bernama Amalia. Nama yang indah untuk seseorang yang brengsek.
Gue berjalan menuju lapangan depan untuk mencarinya namun rasa lelah ini sudah menggerogoti badan gue. Sejenak gue pergi ke toilet untuk membasuh muka dan menyegarkan pikiran. Sesampainya di toilet, ada 2 orang senior yang mungkin duduk di kelas XII melihat gue dengan tatapan yang merendahkan sambil menahan tawanya. Tatapan yang sering gue lihat ketika gue masih duduk di bangku SMP ketika mereka mengetahui sifat asli gue yang sangat manja yang mengakibatkan gue menjadi anti sosial dan individualistis. Gue ga memperdulikan hal itu dan langsung berdiam diri di dalam toilet. 10 menit gue jongkok sambil menutupi wajah dengan kedua tangan dan sesekali mengambil air dari ember untuk membasuh wajah dan telinga, mencoba meredam 'api' yang berkobar di dalam kepala ini. Gue yakin kalo sekarang wajah dan telinga gue sangatlah merah.
Gue ga bisa lama-lama disini, makin lama gue berdiam diri maka semakin lama juga gue menanggung malu ini. Gue bangun dari posisi jongkok dan keluar dari toilet, menghiraukan tatapantatapan aneh yang menatap gue sambil berjalan mencari seorang cewek yang mengenakan blazer hitam bergaris putih. Seorang cewek yang sudah sukses membuat malu gue di hari-hari pertama gue sekolah.
*** Manda : HAAAH" Lo yakin Ay mau nyuruh dia kayak gitu" Lo ga liat apa sekarang si Bewok lagi ngerjain dia buat ngambil foto bareng Bu Aneu yang terkenal ga suka difoto" Ga kasian lo sama dia" Manda terlihat ga percaya setelah gue menceritakan rencana yang akan gue lakukan kepada Naufal.
Gue : Iya gue yakin mau nyuruh dia kayak gitu. Terserah gue mau dong ngapain dia... Manda : Ya lo pikir juga kali dia malunya kayak gimana kalo lo suruh kayak gitu Ay, gue juga
pasti malu laaah kalo disuruh kayak gitu mah. Gue : Udah terserah gue mau gimana. Sekarang jam istirahat mau selesai, gue mau balik lagi ngawas siswa baru. Gue tinggal dulu ya.
Gue kemudian pergi meninggalkan Manda yang memanggil-manggil nama gue. Gue masih tetap berjalan meninggalkan ruang osis dengan mood yang hancur gara-gara kelakuan cowok itu. Setelah gue meninggalkan ruang osis gue langsung duduk di dekat kolam ikan. Suara gemericik air disini sedikit membuat gue tenang. Mungkin sekitar 10 sampai 15 menit gue berdiam diri disini, lalu ada seorang cowok yang mengenakan topi bola berwarna merah dan celemek bungkus kopi berjalan ke arah gue dari ujung lorong. Ya, dialah penyebab mood gue yang down hari ini. ***
Tempat pertama yang gue tuju untuk mencari Aya adalah lapangan. Untuk melewati lapangan ada dua jalan, yang pertama berjalan melewati samping ruang guru yang dekat dengan kantin dan yang kedua adalah melewati lorong yang langsung mengarah ke lapangan. Gue memilih pilihan kedua karena gue rasa hanya akan ada sedikit siswa-siswi yang nongkrong disitu, setidaknya gue ga akan malu lebih banyak dari ini.
Dari kejauhan gue dapat melihat seorang tatib yang mengenakan blazer hitam sedang duduk sambil memainkan kakinya. Dan dari situ seketika amarah gue memuncak, gue merasakan muka dan telinga gue yang kembali memanas. Gue berdiam diri sebentar untuk menenangkan pikiran sambil mengatur nafas lalu berjalan menuju tatib tersebut, berjalan menghampiri Aya.
Gue : Kak Amalia" Aya bangun dari duduknya dan menatap gue secara nanar.
Aya : Mana tanda tangan dari tatib sebelumnya" Gue menyerahkan selembar kertas yang berisi 9 tanda tangan dari tatib sebelumnya. Gue : Ini kak.
Aya mengambil kertas tersebut dan memeriksanya satu per satu seakan-akan gue memanipulasi tanda tangannya.
Aya : Kamu mau hukuman selesai kan" Sekarang ikut saya.
Masih memegang kertas yang berisi tanda tangan dari tatib sebelumnya, Aya kemudian berjalan menuju lapangan bagian dalam dan gue mengikutinya dari belakang dengan perasaan ingin mencaci maki dirinya dari belakang. Kami berdua melewati seorang tatib yang gue ingat-ingat bernama Manda lalu menaiki tangga.
Setelah menaiki tangga, kami berdua belok kiri dan berjalan menuju ujung lorong lalu kemudian diam di depan kelas yang bertuliskan 'XII IPA 6'.
Aya : Sekarang, kamu minta tanda tangan sama foto dari guru yang sedang mengajar di
dalam. Saya tidak akan beranjak dari sini sebelum kamu mendapatkan keduanya. Gue : Baik kak...
Gue berjalan menuju pintu dan mengetuknya.
Tok..tok..tok.. Terdengar ada sebuah suara yang berasal dari dalam mempersilahkan gue masuk. Tanpa menunggu lama gue mendorong pintu tersebut ke dalam.
Gue : Permisi... Seluruh mata kini melihat ke arah gue dan mata gue menyapu seisi ruangan untuk melihat keberadaan guru tersebut. Namun disini gue kaget, gue kaget bukan karena melihat tampang dari guru yang bersangkutan. Gue kaget ketika melihat seseorang yang gue kenal. Seseorang yang merupakan kembaran dari orang brengsek yang menunggu di luar kelas.
Seseorang itu adalah Amel...
Part 16 Hukuman Terakhir (2) Gue melihat Amel mengkerutkan keningnya ketika dia melihat gue, dan sama halnya ketika gue melihat Amel. Gue agak sedikit gak fokus dan lupa dengan perintah yang diberikan oleh Aya sebelumnya. Pikiran gue mulai bercabang memikirkan nasib gue selanjutnya setelah gue 'dikerjai' oleh Aya melalui guru ini, memikirkan tentang apa reaksi Amel di dalam dan di luar sekolah saat bertemu dengan gue. Gue kembali tersadar ketika guru tersebut menegur gue.
Guru: Ada apa dek" Gue: Eh, pak... Saya dikasih tugas oleh tatib untuk foto bareng sama tanda tangan dari bapak, boleh pak"
Seklias tentang guru ini, seorang guru pria yang berumur sekitar 45-50 tahun, berpenampilan nyentrik dan tidak seperti guru pada umumnya. Memiliki kumis tipis yang lebat, berambut klimis, memakai kemeja kotak-kotak berwarna kuning berlengan pendek serta celana jeans biru dongker. Dari kostum yang dipakai olehnya serta melihat apa yang tergambar di papan tulis membuat gue mengasumsikan beliau adalah seorang guru seni rupa.
Guru: Oh boleh-boleh. Dengan satu syarat bahwa saya boleh mengatur gaya foto Anda saat Anda berfoto bersama saya. Gimana" Ngomong-ngomong kenapa Anda tidak mengikuti acara MOS hari ini"
Gue hanya bisa pasrah saat beliau mengajukan syarat tersebut.
Gue: Yasudah pak, boleh. Saya kena hukuman sama tatib gara-gara melanggar aturan, jadi saya ga ikut MOS hari ini pak.
Guru: Ternyata dari tahun ke tahun sama aja banyak yang kena hukuman, cuman bedanya hukuman tahun ini sepertinya lebih berat dari tahun-tahun sebelumnya. Sini, kamu bawa kamera kan"
Gue: Ada pak, pake kamera hp saya.
Guru: Di kelas ini ada yang mau jadi relawan tukang foto siswa ini bersama saya" ... : Saya pak!
Gue menoleh ke arah sumber suara. Amel berdiri dan mengangkat tangan kanannya dengan mantap sambil menatap guru tersebut.
Guru: Baik, Amelia sini ke depan. Kamu nak, siapa namanya" Gue: Oh, saya Naufal pak...
Guru: Baik, nak Naufal sekarang buka topi bola kamu. Gue membuka topi bola tersebut dan memegangnya dengan tangan gue. Lalu guru tersebut mendekat ke arah gue dan memainkan model rambut gue.
Guru: Hmmm, rambut kamu pendek ya. Kalo rambut kamu panjang dan berponi saya ingin poni kamu digerai di depan kening kamu seperti vokalis grup band yang sedang tenar saat ini, apa ya nama bandnya" Ada yang tahu model rambut seperti ini milik grup band siapa"
Guru tersebut mengacak-acak sendiri rambutnya, menggeraikan poninya hingga menutup matanya yang sebelah kiri sambil bergaya seperti seorang vokalis.
& : Vokalis Kangen Band pak! Seisi kelas berkata 'woooooo' yang panjang dan kemudian tertawa terbahak-bahak.
Gue rasa muka gue mulai kembali memerah, walaupun siswa-siswi di kelas ini menertawakan kelakuan guru tersebut namun gue merasa gue yang semakin terpojok di kelas ini.
Guru: Karena rambut dari siswa ini ga panjang, ada saran untuk model rambut siswa ini" Ya! Kamu yang di tengah!
Guru tersebut menunjuk ke salah seorang siswa yang mengacungkan tangannya dan siswa tersebut memberitahu gaya rambut yang menurutnya pas untuk gue.
... : Model spike pak! Yang model rambutnya dinaikin ke atas kayak gini pak!
Siswa tersebut memainkan tangannya, merubah model rambutnya yang awut-awutan menjadi spike.
& : Teu pantes maneh bu'ukna dikitukeun, ngerakeun umat wae maneh mah ah.
Seisi kelas kembali tertawa terbahak-bahak, gue ga ngerti apa yang diomongin salah satu siswa disini karena menggunakan bahasa Sunda.
Guru kini memain-mainkan rambut gue bak hairdresser profesional sambil membelakangi anak muridnya, mencoba gaya spike pada rambut gue seperti apa yang sudah diperlihatkan oleh salah seorang siswa tersebut. Gue hanya bisa pasrah rambut gue di ubek-ubek oleh guru ini.
Guru: Gimana, bagus kayak gini" Seisi kelas: HAHAHAHAHA.
Mereka semua tertawa terbahak-bahak bahkan sampai ada yang memukul meja berulang kali. Tapi hanya ada satu orang siswi yang hampir ga tertawa sama sekali, Amel hanya berdiam diri di depan papan tulis sambil memperhatikan gue.
... : Iya pak gitu aja bagus pak! Hahahaha.
Guru: Yasudah, mari kita foto sekarang. Keburu habis jam pelajaran saya untuk dipake acara dadakan seperti ini. Amel, cepet ambil fotonya!
Amel memposisikan diri untuk mengambil gambar yang bagus tanpa berbicara. Dia menampakkan wajah dinginnya kepada gue, dan untuk pertama kalinya gue melihat ekspresi wajahnya yang seperti itu.
Amel: Siap ya, tiga...dua...satu... CKREK! Amel melihat hasil fotonya, menyerahkan kembali hp gue dan berjalan ke arah bangkunya.
Gue: Pak, satu lagi. Guru: Oh masih mau foto lagi"
Gue: Bukan pak, saya cuma mau ngomong kalo saya berjanji tidak akan melanggar peraturan lagi.
Seisi kelas: HAHAHAHA. Mereka semua kembali menertawakan gue. Gue ingin cepat-cepat keluar dari kelas ini, gue ga sanggup menahan malu yang melebihi kapasitas pertahanan gue.
Guru: Dikirain ada apa, sudah selesai kan" Gue: Ini pak tolong ditanda tangani disini. Gue menyerahkan kertas dan beliau menandatanganinya.
Guru: Ini, jangan melakukan kesalahan lagi. Anda sudah berjanji kepada saya. Gue: Baik pak... Terima kasih.
Guru tersebut memegang kedua pundak gue dan mempersilahkan gue keluar diiringi oleh suara tawa yang masih terdengar.
Setelah gue keluar dari kelas dan menutup pintu, tangan gue merogoh saku mengambil hp untuk melihat hasil jepretan Amel. Pantes pada ketawa, model rambut orang kayak orang kesetrum gini.
Tangan gue hampir membanting hp ini, kesal melihat rambut spike yang malah seperti rambut orang kesetrum.
Aya : Mana sini saya lihat hasilnya.
Gue menyerahkan hp gue beserta kertas yang berisi tanda tangan dari guru tersebut. Gue melihat perubahan ekspresi Aya ketika melihat foto gue bersama guru tersebut. Dia sedikit menahan tawa nya dan kemudian memberi tanda-tangan khusus para tatib pada kertas yang sudah dia pegang sebelumnya.
Aya : Tugas kamu hari ini selesai, saya minta kamu jangan pernah sekali-kali melanggar peraturan yang sama lagi. Mengerti"
Aya berkata dengan tegas sambil memainkan jari telunjuknya di depan gue.
Gue : Iya kak. Saya mengerti.
Aya : Sekarang, terserah kamu mau nunggu dimana. Jangan pulang sebelum bel pulang berbunyi.
Aya kemudian berjalan ke arah yang berlawanan, meninggalkan gue di depan kelas XII IPA 6.
Mata gue panas, sebuah danau kini telah terbentuk di pelupuk kedua mata dan sudah siap untuk menumpahkannya. Namun gue tahan-tahan dengan menempelkan ibu jari dan telunjuk di ujung kedua mata yang panas ini.
Gue beranjak dari depan kelas, menyusuri lorong yang kosong lalu kemudian menuruni tangga dan berbelok ke arah toilet. Di dalam toilet gue kembali berjongkok dan membasuh muka berkali-kali, air dingin yang menempel di wajah gue kini digantikan oleh air yang terasa hangat yang mengucur di atas pipi gue. Berkali-kali juga gue mengusap air mata dan kemudian membasuh kembali muka dengan air. Gue melakukan hal tersebut berulang-ulang sampai bel pulang terdengar. ***
Bel pulang memang sudah terdengar lebih dari setengah jam yang lalu namun gue masih berdiam diri di dalam toilet ini. Cahaya oranye kini memenuhi seisi toilet, gue sadar bahwa hari ini sudah sore. Gue memutuskan untuk keluar dan mengambil tas yang gue tinggalkan di dalam kelas tadi pagi.
Gue berjalan menyusuri lorong yang sudah mulai sepi ke arah lapangan. Dan ketika gue belok ke arah gerbang, gue melihat seorang cewek yang sedang duduk di samping pos satpam. Saat gue mulai mendekati gerbang, cewek tersebut menyadari kedatangan gue dan berdiri menghampiri gue.
Gue ga peduli dengan kehadirannya, gue berjalan melewatinya tanpa satu patah katapun yang terlontar dari mulut gue.
Amel : Fal... Amel memegang pergelangan tangan gue dari belakang dan gue menoleh melihatnya.
Amel : Kamu abis nangis Fal"
Gue : Lepasin tangan gue, gue mau balik! Amel : Gue mau tanya dulu, sebentar kok... Gue : GUE BILANG LEPASIN YA LEPASIN! Gue melepaskan tangan Amel dengan paksa dan berjalan keluar gerbang, berjalan menjauhinnya. Suara isakan mulai terdengar dan gue ga peduli kalo dia mau nangis gara-gara perlakuan gue kepadanya. Sama sekali ga peduli!
Si Dungu 6 Pendekar Rajawali Sakti 178 Satria Pondok Ungu Harpa Iblis Jari Sakti 10
^