Pencarian

Dunia Yang Sempurna 2

Dunia Yang Sempurna Karya Carienne Bagian 2


iya iyaa, aduh sakit nih& . gue mengusap-usap tempat yang dicubit Ara tadi.
Ara mencibir. lo tadi seharian ngapain aja" tanyanya ke gue. ga ngapa-ngapain, tidur aja sih
nungguin gue ya pasti& . godanya lagi. Dia pasti bisa melihat muka gue yang memerah. lo udah makan" tanyanya.
udah tadi gue beli nasi didepan gue berbohong. Memang sih gue beli nasi, tapi kan belum gue makan.
gue mandi dulu yah" gerah banget nih gue& ujarnya. Gue mengangguk, dan dia menjulurkan lidah ke gue, kemudian masuk ke kamarnya. Gue juga kembali ke kamar gue, dan merebahkan diri di kasur. Beberapa lama kemudian, Ara sudah selesai mandi, dengan rambut yang masih dibebat handuk, dia melongokkan kepala di pintu gue.
besok kita kuliah jam 7 ya" tanyanya. gue mengangguk.
kalo gitu gue tidur dulu yaah, sampe ketemu besok& katanya riang, dan kembali ke kamarnya. Gue melambaikan tangan sedikit, dan setelah dia menutup pintu kamarnya, gue mendesah panjang.
Gue kemudian bangun dan duduk di depan meja tempat kedua bungkusan makan malam tadi tergeletak. Gue membuka salah satu bungkusan, dan mulai memakannya. Entah kenapa malam itu rasa makanannya dingin dan hambar. Gue menatap satu bungkusan yang masih tertutup rapat, dan menghela napas panjang. Tampaknya malam ini bungkusan nasi itu kehilangan pemiliknya, seperti gue yang mulai kehilangan harapan tentang cewek yang tinggal di samping kamar gue ini.
PART 18 Setelah lebih dari setengah tahun naik angkutan umum kesana kemari, akhirnya gue diberi sebuah sepeda motor oleh orang tua. Sebenarnya ini motor lama kesayangan bapak, tapi karena bapak beli motor baru, akhirnya yang lama diserahkan ke gue. Di sebuah kesempatan, gue berlama-lama di halaman parkir, dan mengelap motor baru tapi bekas yang gue punya sekarang ini. Sambil membersihkan debu di sela-sela terkecil motor itu, gue menatap sesaat ke langit. Waduh, kayanya mau hujan nih, mending gue parkirin di deket kamar biar ga kehujanan, pikir gue.
Ketika gue menuntun motor itu ke tempat yang gue maksud, di saat yang sama Ara melangkah masuk ke halaman, sambil membawa plastik bungkusan belanjaan dari minimarket. Dia tersenyum lebar, dan menghampiri gue.
ciyee elaaah, motor baru, Bang" ojekin dong godanya sambil mengamati motor yang gue tuntun. Gue cuma tertawa sambil mendorong. mau dianterin kemana neng"
ke Dufan ye bang set, sampe sana motor gue tinggal bannya doang nih
Kami berdua tertawa lepas. Setelah gue memarkirkan motor dan membereskan lap kain yang gue gunakan tadi, kami berdua naik ke lantai dua.
beli apaan lo" perasaan lo doyan amat belanja& selidik gue. cemilan nih, sama pembalut. Ehehehe& .
pembalutnya mau dicemilin juga"
Ara mencubit pinggang gue dengan gemas, diiringi dengan erangan melengking dari mulut gue. Ara kemudian membuka pintu kamarnya, sementara gue mengambil rokok dari kamar, dan menyalakannya sambil
bersandar di balkon. lo ga pergi, Gil" Ara bertanya dari dalam kamar sambil melipat selimutnya.
lah, gue diusir" Ara memicingkan mata, memandangi gue dengan tatapan serah lo dah . Gue menangkap tatapan mata itu dan membalasnya dengan cengiran lebar. Gue menggeleng.
engga, ga ada acara apa-apa gue, gue menghisap rokok, kenapa emang" gapapa, nanya ajah. jawabnya.
ooh& Ara terdiam, dan memandangi gue.
kok lo ga nanyain gue mau kemana" dia cemberut. lah emang lo mau kemana"
mau pergi sama Rino doooong& . sahutnya dengan senyum lebar.
Untuk beberapa saat gue terpaku. Rasanya ucapan itu betul-betul menohok ulu hati gue, dan percaya atau tidak, rasa sakit itu benar-benar terasa secara fisik. Gue langsung berusaha keras memasang ekspresi datar, mengontrol perasaan gue sendiri yang ibaratnya baru saja terkena tsunami. Ara sedang membersihkan mejanya, dan dengan pernak-pernik diatasnya. Untung, dia ga lihat muka gue, batin gue waktu itu.
mau pergi kemana" gue berusaha mempertahankan intonasi sebiasa mungkin. Meskipun gue menyadari kalau suara gue sedikit bergetar.
Rino ngajakin dinner katanya, dia juga ga mau ngasi tau kemana, dia menoleh ke gue dengan senyum simpul, apa dia mau nembak gue yah"
tanyanya sambil meletakkan telunjuk di ujung bibirnya. emang lo belum jadian" gue kira udah&
Ara menggeleng. kemarin malem dia telepon gue, katanya mau ngajak dinner hari ini. Gue nya si mau-mau aja, yang penting makan soalnya hihihi
Gue tertawa pahit, tapi dalam hati gue mencelos. kalo makan gratis si gue juga mau, Ra& sahut gue.
kalo lo ikut ntar kita malah jadi ngerampokin Rino dong" balasnya sambil menjulurkan lidah. Rasanya gue ingin mengatakan jangan pergi tapi gue masih cukup sadar untuk berpikir panjang.
jam berapa perginya" gue bertanya sambil menghembuskan asap rokok ke luar balkon.
abis maghrib paling, Ara menoleh ke gue, ga usah nungguin gue kaya yang lalu ya.... dia tersenyum manis. Sangat manis.
nungguin" nungguin apaan" gue benar-benar ga paham.
Ara beranjak dari duduk, dan berdiri di samping gue, sambil bersandar ke balkon. Dia memandangi deretan kamar di seberang kami, yang terpisah oleh halaman parkir. Sesaat kemudian dia menoleh, memandangi gue dan masih dengan senyumnya yang sangat manis.
terakhir kali gue pergi sama Rino, lo nungguin gue kan" tanyanya lembut.
enggak gue mengelak. Kali ini gue ga berani menatap matanya langsung. Gue yakin Ara mendeteksi setiap perubahan terkecil di ekspresi wajah gue.
kalo gitu kenapa waktu itu ada dua bungkus nasi yang belum kebuka diatas
meja lo" Ara tersenyum. Entah itu senyum iba, atau senyum lembut. nggg& itu& . gue tercekat, ga bisa memikirkan alasan yang masuk akal.
Ara yang masih tersenyum, mengulurkan tangan, dan mengelus-elus pipi gue pelan. Sangat pelan.
gue tahu kok& katanya lembut. & & .
jangan nungguin gue ya&
Gue menatap matanya, cukup lama. maksud lo" tanya gue.
Ara kembali mengelus-elus pipi gue pelan, dan tersenyum. Dia berkedipkedip beberapa saat, dalam kebisuan.
ya jangan nungguin gue, pokoknya& . dia membasahi bibir, nanti gue bakal kembali lagi kok&
kembali lagi" maksudnya" pikiran gue kacau, ga bisa mencerna apapun.
Ara hanya tersenyum dan ga menjawab apapun. Dia kemudian melangkah masuk ke kamar, dan melambaikan tangan sedikit ke arah gue, sebelum pintu kamarnya tertutup rapat dan meninggalkan gue sendirian di balkon.
PART 19 Menjelang sore, gue lihat Ara sedang bersiap-siap di kamarnya, merapikan rambut dan berdandan yang sebenarnya belum pernah gue lihat dia melakukannya. Gue memandangi dengan berat, tapi tentu saja gue ga memperlihatkan perasaan gue yang sebenarnya ke Ara. Ketika dia sudah selesai berdandan, dia berdiri di depan pintu dan memamerkan baju yang dia kenakan.
cantik ga" Ara tersenyum sambil berkacak pinggang. Gue memandanginya sesaat, kemudian menghembuskan asap rokok ke udara.
norak& . kok norak si" Ah lo jahat! gerutunya sambil menonjok bahu gue pelan. Gue tertawa-tawa dan mengangguk.
iya iya deh, lo cantik, Ra&
ga ikhlas banget ngomongnya. Dia masih tetap cemberut.
Emang. Gue ga ikhlas lo pergi, Ra, batin gue miris.
ikhlas kok.. gue mengulurkan tangan ke Ara.
apaan" dia memandangi tangan yang gue ulurkan dan menatap gue dengan heran. ngapain"
lo juga harus ngasi sumbangan seikhlasnya ke gue& jawab gue cengengesan. Dengan kesal Ara menepuk telapak tangan gue yang terbuka.
ogah& buat makan malem& gue pasang tampang memelas, sekaligus mengenaskan.
beli sendiri bungkusin gamau! Ara berkacak pinggang dan menjulurkan lidah ke gue.
Gue tertawa, dan merasakan obrolan kami barusan seperti orang bego. Mungkin di kemudian hari gue akan merasa malu kalau mengingat-ingat topik ga penting yang jadi obrolan sore hari itu. Ara kembali masuk ke kamarnya, dan merapikan rambutnya, untuk yang kesekian ratus kalinya hari itu. Biasalah, cewek.
jangan malem-malem pulangnya gue mengingatkan.
Ara memandangi gue, dan tertawa. iya iya, posesif amat lo ah& dia membetulkan celananya, lo jangan lupa makan malem juga&
iya boss& gue menjawab datar, tapi sebenarnya di dalam hati gue mencelos. Dia masih tetap perhatian ke gue. Perhatian yang membuat gue jatuh cinta kepadanya.
Beberapa saat kemudian, ponsel Ara berdering, dan dari pembicaraannya yang bisa gue dengar, Rino sudah dalam perjalanan menuju ke kosan. Ara kemudian merapikan kasurnya sedikit, dan menutup pintu kamar, kemudian menguncinya.
udah" Mau berangkat"
Ara mengangguk. Iya, Rino udah hampir sampe sini katanya&
naik apa dia" mobil& oh ya udah kalo gitu&
Ga lama kemudian, Ara turun ke lantai dasar, sementara gue memandanginya dari atas. Dia melambaikan tangan ke gue, dan gue balas dari balkon sambil mencibir. Gue memandanginya sampai dia hilang di balik gerbang kosan yang tinggi.
Setelah Ara pergi, gue menghela napas berat, dan menghabiskan rokok gue sebelum gue kembali masuk ke kamar dan merebahkan diri di kasur. Pikiran gue melayang-layang kemana-mana, berpikir masih adakah kesempatan bagi gue untuk mengungkapkan perasaan, atau sebaiknya gue pupus saja. Karena gue takut ke depannya akan menimbulkan masalah bagi gue dan Ara.
Gue kemudian melangkah turun ke halaman parkir, dan memeriksa motor gue yang terparkir di sudut. Gue tersenyum memandangi motor kecil antik yang sekarang menjadi teman baik gue mengarungi kehidupan di ibukota ini. Gue ambil lap kain, dan mulai membersihkan debu-debu yang melekat diatasnya.
motor baru nih" sebuah suara wanita menarik perhatian gue dari balik punggung. Gue menoleh.
Gue melihat Jihan, penghuni kamar bawah, menatap gue dari depan pintu kamarnya sambil berkalung handuk dan mengusap-usap rambutnya yang masih basah. Agaknya dia baru selesai mandi.
eh, Jihan& gue tertawa, baru tapi bekas, dikasih bapak&
Jihan mengangguk-angguk kecil sambil mengerucutkan bibirnya. Dia menggosok-gosok rambutnya yang masih basah, dan berjalan ke arah gue.
masih bagus kok& katanya sambil mengamati motor gue. Dia kemudian duduk di sebuah kursi dari bambu yang terletak ga jauh dari tempat parkir motor gue, dan ga jauh dari kamarnya juga. mau buat malem mingguan yaaa& simpulnya sambil tertawa.
Gue menggeleng. engga, cuma gue bersihin aja& .
lo ga malem mingguan" tanyanya sambil bersandar ke belakang.
mau malem mingguan sama siapa& sahut gue miris, dengan senyum kecut menghiasi bibir gue. Jackpot nih, pikir gue. Udah ditinggal Ara, eh ditanyain juga sama Jihan. Mengorek luka deh.
sama Ara tuh& dia menunjuk lantai dua dengan dagunya, anaknya cantik loh, menurut gue& dia menyilangkan kakinya dan membersihkan kuku jemari tangannya.
untung bukan ganteng yak& . jawab gue asal. Jihan tertawa mendengar celetukan gue itu.
lo lucu juga yah& . katanya sambil tersenyum menatap gue yang masih membersihkan motor. Entah kenapa tatapannya itu membuat gue risih, dan memutuskan untuk mengakhiri kegiatan pembersihan motor itu sebelum gue semakin salah tingkah.
duduk sini lah ajaknya sambil menepuk bambu disampingnya. Tanpa sadar gue menuruti permintaannya itu, dan duduk disampingnya.
lo kuliah dimana sih" tanyanya sambil menatap gue.
di U* jawab gue datar. kalo lo"
oh gue di U* sahutnya sambil menggosok rambutnya lagi. Gue mengamati cewek bernama Jihan ini. Beberapa bulan gue berada disini, gue cuma mengenalnya sebagai mba-mba yang suka jemurin baju di atas dan ga berinisiatif mencari tahu lebih dari itu.
wah hebat dong& celetuk gue spontan.
angkatan berapa lo" tanyanya lagi.
2006 gue menoleh, lo"
2004 wah gue harus panggil mba dong, kan lebih tua daripada gue&
Dia tertawa pelan. apa aja lah, terserah lo. Jangan formal-formal amat& .
dulu asalnya dari mana, Mba" tanya gue sopan setelah mengetahui dia lebih tua dua tahun dari gue. Jihan tersenyum.
panggil Jihan aja lah, gatel kuping gue dipanggil mba . Emang kapan gue nikah sama kakak lo& sahutnya asal. Gue cuma bisa tertawa pelan menanggapinya.
gue dari Padang jawabnya.
wah jauh dong kalo naik metromini ya jauh& dia terkikih.
Buset, gue di skakmat terus sama mba-mba satu ini.
lo darimana" dari kamar, mba& gue menunjuk ke langit-langit dengan tampang bloon.
berantem yuk" Gue tertawa jahil, sementara Jihan masih menunggu jawaban gue.
gue dari Ci***** mana tuh" dia penasaran.
jauh pokoknya, susah jelasinnya&
bilang aja lo males jelasin& kami tertawa bersama.
Sore itu gue mengobrol cukup lama dengan penghuni lantai dasar bernama Jihan itu. Gue sudah mengetahuinya sejak lama si, cuma baru ini gue mengenalnya lebih dalam. Jihan orangnya menyenangkan, dan pintar mencari bahan pembicaraan. Dari tutur bahasanya, gue bisa menangkap bahwa dia ini orangnya cerdas. Obrolan sore itu membuat gue sejenak melupakan Ara yang sedang pergi berdua dengan orang lain.
PART 20 lo kenapa" Gue duduk di atas kasur di kamar Ara, memandangi si empunya kamar yang tengkurap di atas kasur, dengan wajah tertutup bantal. Dari sini pun gue mendengar sedu sedan tangisnya. Gue memandanginya dengan iba, di dalam benak gue bertanya-tanya apa yang terjadi dengannya.
Barusan Ara tergopoh-gopoh menaiki tangga lantai dua, dan dengan kasar membuka pintu kamarnya, kemudian menjatuhkan diri di kasur tanpa menutup pintu terlebih dahulu. Gue yang sedang bermain gitar di kamar, mendengar suara gaduh di sebelah, langsung keluar dan mendapati Ara sedang tertelungkup di kasurnya, dengan masih mengenakan baju perginya yang tadi. Gue pun berinisiatif menenangkannya, meskipun gue rasa sekarang Ara butuh waktu untuk sendirian.
Gue beranjak ke dispenser milik Ara di sudut kamar, menyalakan air panasnya, dan menyiapkan gelas sambil menunggu air panas itu siap. Sesekali gue menoleh ke Ara, dan dia masih dengan keadaan yang sama sewaktu gue masuk ke kamarnya tadi. Gue khawatir ada sesuatu yang buruk terjadi padanya. Ketika air sudah siap, gue menyeduh teh untuknya, dan berharap hatinya akan menjadi sedikit lebih baik setelah meminum teh.
Ara, lo kenapa" gue mengguncangkan bahunya pelan. Dia masih menangis tertahan, seakan gue ga ada disitu. minum teh dulu gih&
& .. udah gue buatin& . Ara membuka bantal yang sedari tadi menutupi wajahnya, dan gue melihat matanya yang sembab karena menangis, dan pipi yang agak bengkak
kemerahan. Dia menatap gue dengan cemberut, dan mengusap pipi kanan kirinya yang masih basah oleh air mata.
nih, diminum dulu& ucap gue seraya menyodorkan segelas teh. Ara berusaha duduk dan menerima gelas teh dari gue itu. ati-ati minumnya, masih panas& . gue mengingatkan.
Ara meniup-niup tehnya, sambil sesekali mengelap hidungnya yang berair dengan punggung tangan. Kemudian dia menyeruput tehnya pelan, dan ternyata masih terlalu panas untuknya. Dia pun terhentak karena bibirnya sedikit terbakar.
panas ya" sini gue tiupin dulu& ujar gue sambil mengambil gelas teh dari tangan Ara, sementara Ara masih cemberut dan berwajah sembab.
lo kenapa si, Ra& gue bertanya dengan hati hati sambil meniup-niup teh Ara tadi. Ara tampak menggeleng pelan. Mungkin dia masih belum mau menceritakan hal yang mengecewakannya barusan.
nih& gue menyerahkan teh yang sudah agak mendingin. Ara meminumnya pelan-pelan, sementara gue memperhatikannya lekat-lekat. lo udah makan" tanya gue.
udah& . Ara menjawab dengan suara agak parau. Gue celingukan mencaricari tissue, yang akhirnya gue temukan di atas mejanya.
nih, lap dulu pipi lo yang basah itutuh& gue menyodorkan beberapa lembar tissue, dan dia menurutinya tanpa berkata apapun.
Gue tertawa pelan, karena mendadak gue teringat dulu sewaktu Ara putus dari cowoknya, gue juga melakukan hal yang sama. Membuatkannya minum, memberinya tissue, dan menunggunya untuk bisa bercerita. Barangkali hanya itulah keahlian gue yang bermanfaat untuknya.
Ara melihat gue tertawa, dan wajahnya semakin cemberut.
kenapa ketawa-tawa"" hardiknya manja.
Gue yang masih tertawa menggeleng pelan. Engga, gue cuma inget aja dulu lo waktu putus sama cowok lo, juga kaya gini persis&
kaya gini gimana maksud lo"
ya gini ini, gue bikinin lo minum, ambilin tissue, dan nunggu lo sampe bisa cerita& sepertinya gue udah berpengalaman ya ngurusin lo waktu nangis gini& jelas gue sambil cengar-cengir.
jadi lo mau gue nangis terus"
ya bukan gitu siiih& au ah susah ngomong sama lo& gue menghela napas, sekarang lo udah bisa cerita lo kenapa" gue melipat kaki.
Ara terdiam sebentar, dan meminum tehnya sekali lagi. Kemudian dia mulai bercerita.
Pada awalnya acara jalan Ara dan Rino berlangsung lancar, dan menyenangkan. Menurut Ara, Rino orangnya kocak, selalu bisa mencari joke-joke di segala suasana. Ketika itu, Ara terbawa suasana. Rino menggandeng tangannya, dan Ara menurutinya. Hal itu berlangsung beberapa lama.
terus" terus kan kita makan& abis makan gue minta dianter pulang, udah malem soalnya&
gue mengangguk-angguk, terus"
lo tau ga, di depan kosan sini, sebelum gue turun, tau-tau dia nahan tangan gue, dan dia nyium bibir gue! Langsung gue tampar tuh cowok brengsek& wajah Ara mendadak berubah dari sedih menjadi kesal, gue kata-katain dia, trus gue langsung keluar mobil&
lo& dicium bibirnya sama dia" ucap gue mengulangi. Ara cemberut sambil mengangguk.
Gue kesal bukan main, dan sepertinya Ara menangkap ekspresi kekesalan di wajah gue. Dia menatap gue sayu.
gue juga ogah kali dicium dia& . katanya pelan. Gue menghela napas berat.
iya, gue tahu kok, Ra&
lo pasti mau ngetawain gue, ya kan" kenapa" tanya gue heran.
ya kan dari dulu lo udah ga setuju gue deket sama Rino& Coba gue dengerin omongan lo dari dulu& . sesalnya. Kali ini giliran gue menatapnya dengan iba. Sepertinya ekspresi kekesalan gue tadi telah membuatnya menyesal.
Gue menarik kepalanya mendekat ke gue, menyandarkannya di bahu gue, dan membelai lembut rambutnya. Entah apa yang mendorong gue melakukan hal itu, dan ga ada penolakan dari Ara. Barangkali ini bisa sedikit menghilangkan penyesalannya.
udah, udah& semua udah kejadian. gue ga ngetawain lo, atau marah sama lo. Itu pilihan lo kok. Yang jelas gue ada disini buat lo& kata gue lembut menenangkannya.
besok-besok lagi, kalo mau deket sama cowok, harus ati-ati yaa. Pinterpinterlah milih cowok& sambung gue.
Ara menganggukkan kepalanya di atas bahu gue. iyaaah&
Ara kemudian menarik kepalanya dari bahu gue, dan memandangi gue dengan tersenyum lemah.
makasi yaah& . gue cuma bisa mengangguk dan menyimpan kembali semua rasa kesal gue ketika melihat senyumnya.
lo tidur gih& gue beranjak berdiri. lo mau kemana"
ke warung bentar, beli rokok&
ish, masih aja ngerokok terus gerutunya. gue tertawa.
ya cuma ini kesenangan gue
ga baik buat paru-paru lo tau, ntar kalo lo kena kanker gimana" cerocosnya.
gue udah kena kanker, Ra& . sahut gue pelan sambil menoleh ke belakang.
LO KENA KANKER" KOK GA PERNAH BILANG KE GUE" LO JAHAT! jeritnya tiba-tiba.
& & KENAPA LO GA BILANG KE GUE DARI DULU KALO LO SAKIT KANKER"" LO JAHAT SAMA GUE! LO JAHAT!
kanker maksud gue itu, Ara sayaaang, Kan-tong Ker-ing& . gue ga bisa menahan tawa, dan tertawa lebar yang kemudian disambut dengan lemparan bantal ke perut gue.
au ah, gih sono pergi gausah balik-balik lagi! usirnya dengan cemberut. gue tertawa, dan ngeloyor turun ke bawah.
PART 21 3 Maret 2007. Gue berdiri bersandar di balkon depan kamar, seperti yang selalu gue lakukan sejak tinggal disini. Gue memandangi deretan kamar di seberang, dan mengamati kegiatan penghuninya yang bermacam-macam. Ada yang keluar masuk kamar dengan membawa cucian, ada yang bermain gitar, ada yang tertutup. Hampir setahun gue berada disini, banyak hal yang berkesan di hati gue.
Gue menoleh ke kamar yang masih tertutup di belakang gue, kamar Ara. Sang pemilik kamar masih pergi bersama teman-teman ceweknya, ngemall, katanya. Yang namanya cewek, kalau sudah ketemu dan ngerumpi, mungkin ga ada yang bisa mengganggu. Gue membayangkan sekarang dia berada di sebuah restoran cepat saji di mall, dan tertawa cekikikan dengan khasnya, bersama teman-temannya yang lain.
Gue mulai mengantuk, tapi ada hal lain yang menahan gue agar tidak tertidur. Gue masuk ke kamar, membuat segelas kopi, dan menaruhnya di balkon, sambil merokok, memandangi langit malam. Sesekali gue melirik ke kamar, dan tersenyum antusias ketika melihat sesuatu di dalam kamar. Sambil memegang rokok di tangan kiri, gue mengambil selembar Post It, dan menuliskan sesuatu, kemudian gue selipkan di bawah pintu kamar Ara. Ketika selesai, gue masuk ke kamar dan mematikan lampu, menunggu.
Selama di dalam kamar yang gelap itu gue memasang telinga, di sela-sela keheningan malam. Sekitar jam sepuluh malam gue mendengar Ara datang, dan membuka kamar. Dia menyalakan lampu, kemudian beres-beres, seperti yang selalu dia lakukan selama ini. Kegiatannya bahkan sudah gue hapalkan, sehingga dengan mata terpejam pun gue bisa membayangkan apa yang dia lakukan di sebelah.
Menjelang jam dua belas, gue perlahan membuka kamar, dan melihat keadaan di kanan kiri kamar gue. Sepi, cuma ada beberapa penghuni kamar seberang yang masih terjaga, karena pintu kamarnya masih terbuka. Setelah keadaan gue yakin aman, barang yang gue siapkan dari tadi siang
gue keluarkan, dan melakukan persiapan terakhir, kemudian menunggu.
Beberapa saat gue menunggu, dan melirik jam dinding di kamar gue dari balkon. Akhirnya pintu kamar yang ada di hadapan gue terbuka, dan sosok yang ada di depan gue tampak terkejut melihat gue dan barang yang gue bawa. Dia menutup mulutnya dengan telapak tangan, dan tak bisa berkatakata. Gue cuma bisa tersenyum lebar.
happy birthday, Soraya& ucap gue pelan.
Di tangan gue ada sekotak kue tart berukuran sedang, dengan hiasan warna-warni, dan dua buah lilin angka yang menunjukkan angka sembilan belas.
aih, lo& . lo yang nyiapin" katanya tak percaya, dan memandang gue dengan kue tart itu takjub.
gue tertawa pelan. iya lah, siapa lagi& gue menunjuk kue dengan gesture alis, tiup gih lilinnya& .
make a wish dulu dong" iyaa, make a wish dulu& .
Ara memejamkan mata, sambil menangkupkan tangan di dada, dan tersenyum. Dia sedang memanjatkan permohonannya. Sesaat kemudian, dia membuka mata, dan kemudian meniup lilin itu lembut.
happy birthday yaah, semoga doa-doa dan cita-cita lo dikabulkan, dan lo bakal menjalani hidup yang hebat setahun kedepan&
Ara tersenyum sambil menggembungkan pipinya. kok cuma setahun" ya kan tahun depan make a wish lagi hehehe& .
ini mau ditaro dimana nih, pegel tangan gue sambung gue.
oh iyaiya, sini masuk aja, Ara membuka pintunya lebar dan menyalakan lampu, boleh dipotong ga"
Gue tertawa pelan. ya boleh lah, ini kan kue ulang tahun lo& gue meletakkan kue itu di meja, ada pisau ga" tanya gue.
Ara celingukan sebentar, kemudian menggeleng. engga ada, adanya sendok& hehehe& .
ya udah makan kuenya pake sendok kalo gitu& sahut gue sambil nyengir.
Ara kemudian mengambil dua buah sendok dari wadah di sudut, dan melapnya dengan tissue, sebelum memberikan salah satunya ke gue. Gue kemudian menunggu dia memotong kuenya.
ayo dipotong& Ara terdiam sambil memegang sendoknya dengan kedua tangan di dada. Dia tersenyum lucu, dan menggeleng pelan.
hah" gue bingung dengan isyaratnya itu.
lo aja yang potongin pintanya masih dengan posisi yang sama. lah ini kan kue lo, masa gue yang pertama potong& sahut gue heran. lo aja dia cemberut.
oke oke gue mengalah, dan memotong kecil kuenya.
sekarang suapin ke gue& . dia membuka mulut dan memejamkan mata. Barulah gue paham apa maunya. Sambil tertawa tanpa suara, gue
menggeleng dan menyuapkan kue itu kepadanya. Ini anak manjanya ampunampunan, batin gue gemas.
sekarang gantian gue yang suapin lo dia kemudian memotong kecil kuenya, dan menyuapkannya ke gue, aaaa& .
Sambil memakan kuenya sedikit-sedikit, Ara duduk di samping gue, dan menyilangkan kakinya. Dia menoleh ke gue, memiringkan kepalanya sedikit. pantes ada memo dibawah pintu gue tadi& . ucapnya sambil tersenyum.
Gue tertawa. Tadi memang gue menyelipkan memo kecil dibawah pintunya yang bertuliskan keluar kamar jam 12 ya . Untungnya dia baca memo itu, dan menuruti apa yang gue minta.
lo beli kuenya kapan"
tadi siang abis kuliah" gue mengangguk.
ooh pantes tadi abis kuliah gue ajak makan lo nya bilang mau fotokopi, ternyata kabur beli kue& simpulnya dengan senyum pemahaman.
hehe iyaa& gue meraba-raba kantong celana gue, oh ya, gue punya sesuatu buat lo& sahut gue sambil merogoh kantong. apaan" kado ya" matanya berbinar-binar.
gue menggenggam erat kado itu, sebelum menyerahkan ke Ara.
maaf ya cuma ini, semoga lo suka& gue membuka genggaman tangan, dan tampak sebuah gelang terbuat dari kulit berwarna cokelat dan merah dengan hiasan perak di salah satu bagiannya. Ara menerima itu dengan antusias, senyumnya tak pernah hilang. Dia memakainya di tangan kirinya.
bagus bangeet, gue suka banget kok& . jawabnya sambil memandangi gelang yang sekarang menghiasi pergelangan tangannya, terima kasih yaaah&
sama-sama gue mengangguk dan tersenyum memandanginya.
Ara masih memandangi gelang barunya itu, dan kemudian dia menoleh ke gue. kok lo masih inget aja si tanggal ulang tahun gue"
emang ada berapa orang yang harus gue inget tanggal ulang tahunnya sampe gue lupa tanggal ulang tahun lo" gue tertawa.
biasanya si cowo-cowo kan engga peka soal ginian& gue kan luar biasa sahut gue sambil menaikkan alis dengan pongah.
luar biasa sayangnya ke gue" godanya sambil menyikut lengan gue pelan. Kemudian dia tertawa.
engga ah, takut gue kalo pacaran sama lo& kok takut" emang gue nenek sihir apah& .
ntar gue ga bisa ngeliatin mba Dea lagi& jawab gue asal sambil nyengir. Mba Dea adalah penghuni kamar seberang yang terkenal paling bahenol sekosan. Barangkali dia adalah pemandangan wajib seluruh cowok di kosan ini.
oh sekarang udah ngerti nakal ya lo" Ara menjewer kuping gue, dan secara refleks gue mengaduh.
Ara tertawa-tawa sementara gue menggosok-gosok kuping gue yang agak memerah. Paling bisa nih anak galakin orang, terus ketawa-ketawa sendiri tanpa dosa.
gue tidur dulu yah" lo juga tidur, besok kan kita kuliah pagi& sahut gue
sambil beranjak berdiri dan keluar kamarnya.
Gil& panggil Ara di balik punggung gue ketika gue sudah di sedikit diluar pintu kamarnya.
hm" gue berbalik. Ara telah di belakang gue, kemudian tanpa terduga, dia memegang kepala gue, dan mencium pipi gue pelan.
WHAT" terima kasih buat semuanya yah, selamat tidur& bisiknya sambil tersenyum, kemudian dia menutup pintu kamarnya, dan meninggalkan gue yang masih mematung di depan kamarnya.
PART 22 Gara-gara sebuah kecupan di pipi gue itu, gue jadi ga bisa tidur semalaman. Perasaan gue antara deg-degan, bahagia, sekaligus takut. Gue benar-benar ga bisa menebak apa perasaan Ara ke gue, meskipun gue tahu persis kalau gue mencintainya. Barangkali gue cukup melihatnya dari dekat, seperti selama ini. Buat gue, Ara terlalu indah untuk dimiliki. Mungkin gue bisa dibilang minder, tapi gue belum berpengalaman menghadapi hal-hal seperti ini.
Gue turun ke lantai satu, dan duduk di kursi bambu di dekat parkiran motor, sambil menyulut sebatang rokok. Ada keinginan untuk jalan-jalan keluar, tapi jam segini mana ada warung atau tempat nongkrong yang masih buka" Lagi nanti gue kuliah pagi, bisa-bisa ga kebangun. Karena itu gue memutuskan untuk dudukduduk disini, sambil merasakan dinginnya hembusan angin malam, berharap mata gue mulai sedikit mengantuk.
Perut gue berbunyi pelan, sepertinya gue lapar. Gawat, dimana nih gue bisa nemuin warung jam segini. Kemudian gue beranjak keluar gerbang kosan, menuju minimarket. Sebungkus roti bakal cukup menenangkan perut gue yang sedikit rewel ini, pikir gue sambil berjalan. Pikiran gue melayang ke kejadian beberapa saat yang lalu, yang bagaikan mimpi untuk gue.
Setelah gue membeli roti dan sekotak teh kemasan di minimarket, gue berjalan kembali ke kosan. Beberapa saat sebelum gue sampai di gerbang kos, gue melihat sebuah taksi berwarna putih berhenti di depan gerbang, dan pintu taksi terbuka. Tampak seorang wanita turun dari taksi, dan dia mengenakan baju ketat, agak terbuka, walaupun di bahunya
tersampir semacam jaket atau entah apa. Gue mengenali wanita itu. Dia adalah Jihan.
eh, halo& sapa gue ketika pandangan kami bertemu.
Jihan tampak terkejut gue ada diluar jam segitu, dengan canggung dia membalas sapaan gue.
eh, halo juga& jawabnya kikuk.
baru pulang ya" pertanyaan bodoh. Jelas-jelas dia baru turun dari taksi. Jihan cuma tersenyum dan tak menjawab pertanyaan gue.
Kami berdua melangkah masuk ke dalam halaman kos. Langkah gue terhenti di kursi bambu tempat gue duduk tadi. gue duduk disitu dulu ya& gue menunjuk ke kursi bambu. Jihan mengangguk.
gue juga mau masuk kamar.... balasnya.
Gue mengangguk mengiyakan, kemudian kami berpisah. Gue duduk di kursi bambu, dan membuka bungkus roti tadi. Sambil mengunyah gue berpikir, habis dari mana Jihan kok jam segini baru pulang. Ketika roti gue sudah habis dan meminum teh kemasan sedikit-sedikit, gue melihat Jihan keluar kamar. Kali ini dia mengenakan kaos gombrong berbahan tipis, dan celana pendek selutut. Rambutnya dibiarkan tergerai. Wuih, cantik banget....
Dia tersenyum dan duduk di sebelah gue, menyilangkan kakinya, dan mengikat rambutnya keatas.
kok lo belom tidur" Jihan menoleh ke gue sambil tersenyum manis.
ga bisa tidur gue... Lo sendiri tadi barusan pulang"


Dunia Yang Sempurna Karya Carienne di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

iya, tadi habis dari rumah temen& dia tertawa, kenapa" Lo pikir gue habis ngapain" dia memandangi gue dengan tersenyum misterius.
eh, engga sih& ga mikir apa-apa gue& gue ga enak memandangi Jihan, karena memang tadi gue sempat berpikir yang enggakenggak soal Jihan. Secara dia pulang selarut ini dengan baju yang terbuka seperti tadi.
Ara kemana" Udah tidur dia" Gue mengangguk.
iya dia mah tidurnya cepet& gue menoleh ke Jihan, ngomongngomong, dia hari ini ulang tahun& gue tersenyum.
oohh, lucunyaaa.... jadi lo tadi habis ngasi surprise ke dia yah" Ara menangkupkan tangannya, menunjukkan rasa senangnya. Gue mengangguk sambil tertawa kecil.
iya begitulah& makanya gue ga bisa tidur&
nanti gue ucapin selamat deh kalo ketemu, ulang tahun yang
keberapa dia" sembilan belas
lo juga sembilan belas"
tahun ini sih sembilan belas, cuma gue masih lama ulang tahunnya. Duluan Ara daripada gue& gue cengar-cengir sambil menggaruk-garuk kepala yang ga gatal. Entah kenapa gue merasa menjadi anak kecil diantara penghuni kos-kosan yang lain. berarti masih delapan belas&
iya& gue meringis, masih muda gue.. kalo lo, umur berapa" tanya gue.
kalo gue dua tahun lebih tua daripada lo, trus sekarang lo umurnya delapan belas, berarti umur gue berapa" Jihan memandangi gue dengan gemas. Gue cuma bisa menggaruk-garuk kepala lagi, karena sekali lagi pertanyaan bodoh gue menunjukkan ketidakpengalaman gue berbicara dengan wanita.
Ara pacar lo yah" tanyanya sambil menopang kepala diatas lututnya yang disilangkan.
Gue terdiam sejenak, kemudian menggeleng. bukan, hehehe&
tapi gue tahu kok kalo lo naksir Ara&
..... nah kan, bengong. Keliatan banget itu mah dia tertawa pelan, tapi gue paham kok rasanya jadi lo, susah kayanya buat ga jatuh cinta sama cewek yang tinggal disebelah lo persis.... maksud lo"
ya kan ada ungkapan cinta datang karena terbiasa tuh dia mengangkat bahu.
kayanya kalo buat Ara jadinya cinta datang karena terpaksa deh, hahaha...
ish kok gitu si... Gue cuma bisa tersenyum sambil menerawang. Agaknya susah buat gue membuat Ara juga tertarik sama gue, karena gue merasa ga ada yang bisa dibanggakan dari diri gue.
ya abisnya, kayanya gue bukan tipenya Ara si... gue menyimpulkan.
Jihan menepuk-nepuk lutut gue.
yang namanya jodoh itu, Gilang, ga kenal tipe-tipe an. Ketika lo bisa mencintai seseorang tanpa alasan, itu yang disebut cinta sejati...
..... lagian buat gue, alangkah jauh lebih baik kalo kita bisa
mencintai tanpa alasan, karena dengan begitu kita juga ga punya alasan untuk berhenti mencintainya....
..... hal yang lo butuhkan kalo mencintai seseorang itu adalah, siap untuk patah hati....
kenapa" Jihan mengangkat bahu, bukan karena ketidaktahuan, tapi lebih kepada meyakinkan dirinya sendiri.
karena suatu saat, semua kebersamaan itu bakal berakhir.... terus apa yang harus gue lakukan"
Jihan menggeleng. ga ada. Terima aja semuanya...
PART 23 PAAAAAGIIII.....!! Sebuah suara sember Cumiakkan telinga gue. Dengan kesal gue menutupi kepala dengan bantal, dan menempel ke tembok. Rupanya si pemilik suara tadi ga puas dengan reaksi gue, dan dia menggoncang-goncangkan bahu gue keras.
Banguuuun.... Gue menggeliat malas. Bawel ah...
eh dibangunin malah nyolot, dia mencubit paha gue, bangun ga!! Udah jam segini nih, ntar lo telat! dia memperingatkan. emang sekarang jam berapa" gue bertanya dari balik bantal. jam enam
lima menit lagi deh... gue membalikkan badan menghadap ke arahnya. Dan sedetik kemudian baru gue sadar itu merupakan kesalahan besar.
Ara menarik hidung gue, dan menggoyang-goyangkan seakan itu bukan bagian tubuh manusia. Gue yang kesakitan, mengaduh dan langsung duduk. Dengan dongkol gue memandangi cewek yang duduk berlutut di depan gue ini. Dia cengengesan tanpa dosa. Gue memperhatikan dengan seksama dandanannya. Dia mengenakan kemeja yang digulung lengannya sedikit, dan bercelana jeans berwarna biru gelap. Rambutnya yang pendek sebahu itu sudah rapi. Buat gue, dia sangat cantik pagi itu.
bangun katanya sambil tersenyum jahil. gue udah duduk gerutu gue dengan mata terpejam. mandi gih
bawel yee mandiii, abis itu sarapan kita
bentar lah, Ra, melek dulu gue... pinta gue memelas. lo tidur jam berapa semalem"
Gue mengangkat bahu. ga tau, ga liat jam iya lah liatnya mba Jihan dibawah... Mata gue terbuka lebar. kok lo tau" Dia tertawa.
lo kira ga keliatan apa lo berduaan sama mba Jihan dibawah malem-malem gitu...
bukannya lo tidur" gue ga bisa tidur, terus ke kamar lo tapi kamar lo kosong. Dia mencibir, begitu gue intip dari balkon eh ternyata ada yang
pacaran dibawah... Dia menjewer kuping gue pelan.
ga tidur malah nyepik cewe ya, baguuusss.... omelnya. Gue menepis tangannya.
apaan si, gue abis dari minimarket itu. Laper ga bisa tidur, pas gue balik ketemu dia di gerbang....
ngapain dia di gerbang"
ngecat gerbang malem-malem" tanyanya bego.
ya dia baru balik lah! Menurut lo ngapain dia di gerbang malemmalem, lo kira dia tukang ojek... sungut gue.
abis dari mana dia kok malem-malem gitu baru pulang" Gue menggeleng sambil mengantuk.
katanya sih dari rumah temen... temennya siapa""
Ra.... hm" penting ya nanya gituan"
engga... Ara tertawa dan menggigit bibir bawahnya. Mukanya ngegemesin banget.
emang lo sama dia ngobrolin apa tadi malem" wajahnya penasaran. Gue yang memandangi wajahnya itu mau ga mau jadi tertawa geli.
rahasia... ish, rahasia-rahasiaan gitu ya sekarang ama gue Ara melotot, awas lo ntar ga boleh masuk kamar gue lagi ancamnya.
ya udah gue masuk kamarnya mba Jihan ajah.... sahut gue asal sambil menjatuhkan badan di kasur lagi.
Ara langsung mengambil bantal di pelukan gue, dan memukulmukulkannya ke badan dan wajah gue. Refleks gue melindungi wajah dengan kedua tangan.
et et et paan nih gue digebukin! gue memprotes. keganjenan sih lo! dengusnya dan menghentikan gebukannya. becanda doang gue...
jelek apa" Gue" iya lo emang jelek, wleee! dia menjulurkan lidah ke gue.
Gue tertawa-tawa. jelek-jelek gini lo juga mau nyium gue, Ra.... rupanya ucapan gue itu menyulut emosinya lagi, dan langsung bantal yang tadinya berhenti, kembali menghantam tubuh gue lagi. Ampun dah ini anak....
mandi gih perintahnya sambil cemberut.
Gue bangkit dari tidur, dan menggaruk-garuk rambut. Baiknya ini anak diturutin aja, daripada hari ini dia bakal rewel seharian. kalo boker gausah sambil ngeroko !
lah ngapa" tangan gue yang memegang sebungkus rokok langsung terhenti.
kelamaan Ya Tuhan, soal boker aja gue diatur sama nih cewe....
bawel amat lo gue ngeloyor ke kamar mandi tanpa mengambil rokok tadi. Entah kenapa gue ga keberatan untuk menuruti apa maunya.
gapake lama ya! serunya dari kamar gue. Bodo amat.
Setelah mandi, gue cuma mengenakan handuk yang menutupi pinggang gue, karena tadi gue lupa bawa baju ganti ke kamar mandi. Bawa rokok aja ga jadi, apalagi bawa baju ganti. Mending telanjang daripada ga ngerokok. Heheheh...
Gue masuk kamar, dan ternyata Ara masih ada di kamar gue, tiduran di kasur, sambil memainkan handphonenya. Gue dan dia saling memandang dengan aneh.
ngapain lo" tanyanya.
lah, harusnya gue yang nanya, lo ngapain masih disini" mainan hape jawabnya singkat.
keluar gih, gue mau ganti baju ganti aja disini gapapa... Anjir....
Raa, keluar gih bentar, gue mau ganti baju. Dingin nih... gue memohon. Sebenarnya aneh, ini kamar gue, dan kenapa gue harus memohon sama nih cewek buat keluar karena gue mau ganti baju. ogah, gue udah pewe... jawabnya sambil mencibir jahil. Gue mendengus.
Gue berjalan ke lemari, mengambil baju dan celana yang gue butuhkan kemudian berjalan keluar lagi.
kemana lo" ke kamar lo, ganti baju....
gaboleee au ah, bodo amat Setelah selesai ganti baju dan bersiap-siap, gue mengambil tas ransel buluk kesayangan gue, dan merapikan rambut sekali lagi. Ara sudah menunggu gue di luar kamar, sambil membetulkan letak sepatunya.
yuk, berangkat... ajak gue sambil mengunci pintu kamar.
Gue menoleh ke Ara, dan dia menjulurkan kedua tangannya, sambil tersenyum layaknya anak kecil yang minta dimanja. ngapain lo" gue mengernyit.
gendong.... hah" Engga engga ah! Berat tau Dia langsung cemberut.
ini kan hari ulang tahun gue... lo istimewain gue sedikit kek rajuknya. Gue menghembuskan napas berat, dan memutarkan bola mata ke atas. Duh yak, ini cewek emang nomor satu soal aneh-aneh...
gendoooong.... dia masih menjulurkan tangannya ke arah gue. Gue menarik napas, dan berjongkok di depannya, membelakangi Ara.
ya udah cepetan naik Dengan gembira dia naik di punggung gue, dan gue mulai berjalan turun sambil menggendongnya hati-hati.
ke kampus ya pak supir! serunya riang.
Gue cuma bisa menggelengkan kepala sambil tersenyum sendiri. Whatever, Ra, apapun bakal gue lakukan untuk lo....
PART 24 Perkuliahan hari itu baru saja selesai, ketika gue keluar kelas dan tanpa ba-bi-bu tangan gue langsung ditarik oleh Ara menjauh. Yang mengejutkan, Ara menarik gue entah kemana tujuannya, dan gue ga sendirian. Ada dua teman ceweknya yang ikut bersama kami. Jadilah gue satu-satunya cowok diantara orang empat ini.
eeett, mau kemana nih main tarik-tarik aja! gue memprotes. Rupanya protes gue itu masuk telinga kiri keluar telinga kanan bagi Ara. Dia ga mempedulikan gue.
woi mau kemanaaaa& . gue memanggilnya, sambil memandangi kedua cewek di samping gue, yaitu Rima dan Maya, teman segeng Ara ketika di kampus.
udah ikut ajaaa, ga usah bawel Maya berkata ke gue sambil tersenyum misterius. Gue semakin bingung.
lah ini mau kemana, May" tanya gue bingung, gue jangan diperkosa dong ah, bilang aja satu-satu& .
Maya menoyor kepala gue pelan.
otak lo isinya mesum mulu ih! lah abisnya ini mau ngapain"
Ara yang sedari tadi diam saja ga mempedulikan gue, mendadak menoleh ke belakang, dan memandangi gue dengan kesel.
diem Sepatah kata dari Ara itu langsung membungkam segala pertanyaan yang bahkan belum sempat keluar dari mulut gue. Mau ga mau gue menuruti apa rencana ketiga cewek ini.
Agak jauh dari situ, ternyata gue cuma dibawa ke kantin. Ah elah& .
May, lo bilang kek kalo mau ke kantin. Dari tadi pada nyulik gue kaya gue mau digantung dipojokan aja& . gerutu gue sambil duduk.
Maya tertawa. Abisnya kalo lo kagak diginiin, mana mau lo nongkrong sama kita-kita.
Gue menggaruk-garuk rambut sambil mengingat-ingat kembali. Memang benar apa yang dibilang Maya, gue selalu menghindar kalo diajak mereka bertiga makan di kantin. Bukan apa-apa, gue mau kok makan sama mereka di kantin, tapi biasanya ada temen cowok yang lain. Buat gue, susah untuk berlaku normal tanpa merasa canggung diantara cewek-cewek. Maklum, gue bukan tipe cowok yang pintar berbicara di depan cewek.
lo mau pesen apa" Ara bertanya ke gue. mi ayam aja kaya biasa
kebanyakan makan mi ayam muka lo kaya ayam Ara cemberut. doyannya itu sih
makan nasi aja napa si Ara menoleh ke papan menu besar yang terpajang di atas kemudian menoleh kembali ke gue, nasi ayam goreng aja yah"
iya iya udah ayam goreng juga gapapa& . jawab gue pasrah. Padahal itu juga ayam , tapi kenapa ga dikatain kaya ayam juga& .
Rima yang mendengarkan pembicaraan penuh paksaan antara gue dan Ara itu tergelak.
so sweet banget sih kalian berdua, cewenya galak banget ngelebihin kucing hamil, yang cowo nurut-nurut aja& .
kalo ga diginiin, dia ga bakal perhatian ama badannya sendiri, Rim sahut Ara sambil duduk di samping gue dan melirik ke gue. Sementara gue cuma bisa menghela napas panjang. bagus dong, perhatian kan tanda sayang& ciyeee goda Rima. apa" sayang" ogah banget gue& . timpal Ara.
kalo sekarang sih ngakunya ga sayang, cuma waktu Gilang balik kerumah, ada yang curhat panjang lebar katanya kangen gitu deeeeh& . beber Maya sambil sok-sokan mengamati langit-langit kantin.
Gue terperanjat mendengar pengakuan Maya yang ember itu, dan menoleh memandangi Ara. Mukanya merah, dan tubuh bagian bawahnya bergerak-gerak. Kali ini gue ganti memandangi Maya di depan gue, dan dia cengengesan.
aduh! lo ngapain si, Ra, nendang-nendang kaki gue, kan sakit& . Maya sok-sokan mengadu sambil menjulurkan lidahnya dan purapura memandang ke arah lain seperti tadi.
lagian kalian cocok kok& . Rima menengahi sambil menopang dagu dengan kedua tangan, mengamati gue dan Ara.
TTS kalee dicocok-cocokin sahut Ara. Mukanya memerah, agaknya dia malu. Berarti apa yang dibilang Maya sama Rima itu benar dong, hehehe& .
Gue cuma bisa tertawa salah tingkah menghadapi itu semua. Gue anggap itu sebagai penyemangat gue untuk tetap punya harapan. Yah, setidaknya masih ada yang menganggap gue berkesempatan untuk memiliki Ara.
Malamnya, ketika gue sedang membaca buku sambil duduk bersandar di kamar, Ara mengintip gue dari celah pintu yang memang sengaja gue biarkan terbuka. Melihat gue mengetahui kedatangannya, dia langsung masuk ke kamar gue, dan menjatuhkan diri di kasur, di sebelah gue. lagi ngapain" tanyanya sambil memeluk bantal gue.
main bola jawab gue cuek. Kecuali Ara lagi mabok, dia pasti tahu gue lagi baca buku. Kambing peot pun tahu itu. keluar yuk
kemane" makan. Kan gue ulang tahun, gue traktir deh. Yuk" ucapnya
sambil tersenyum lucu, dan memeluk bantal gue yang bau iler itu. mau traktir apa dulu nih gue tertawa dan menutup buku. lo pinginnya apa"
apa ya& gue berpikir sejenak, pizza enak nih kayanya& . jawab gue sambil mengacungkan tangan.
pizzanya tutup& . yaudah kentaki kentakinya bangkrut steak
sapinya kena penyakit gila
mending lo bunuh gue aja deh, bunuh& Ara tergelak.
abisnya lo ngajak yang mahal-mahal sahutnya sambil nyengir, nasi goreng mau ga" tawarnya.
gue mengangguk-angguk antusias. boleh, nasi goreng juga boleh deh&
lo kan emang segala mau ya sama kaya lo kaleee gue mencibir.
kan emang kita sehati, barangkali itu takdir gue sama lo& sahutnya sambil tertawa.
Gue langsung berbunga-bunga mendengar itu, meskipun gue tahu dia cuma asal ngomong dan ga serius dengan itu. Mendadak kepala gue ditoyornya.
woi, senyum-senyum sendiri kaya orang gila, kenapa si lo" tanyanya heran.
gue tersadar sendiri, dan merasa malu. gapapa kok, hehehe. Jadi pergi ga nih"
yuk, gue ganti baju dulu jawabnya sambil beranjak berdiri dan menuju ke kamarnya.
Lima menit kemudian kami sudah berada di atas motor gue, menuju ke daerah dimana banyak warung kaki lima. Ara membonceng gue, tentu saja. Dari belakang dia tetap menentukan kemana kami harus berjalan. Tangannya yang putih mulus itu menjulur di sebelah kepala gue, menunjuk kesana kemari.
Akhirnya kami sudah berada di sebuah warung nasi goreng dan mie goreng yang ramai. Sempat berdesak-desakan untuk masuk, namun untungnya kita dapat tempat duduk meskipun berhimpitan.
sempit yak keluhnya. iya nih, apa gue berdiri aja nunggu ada yang keluar lagi" gue
menawarkan. Ara menggeleng.
ga usah, duduk aja, paling bentar lagi juga ada yang udah selesai, dia membaca-baca lembaran menu yang di-laminating, lo mau pesen apa"
gue ikutan membaca daftar menu di tangan Ara. nasi goreng ayam aja kata gue.
Ara tersenyum geli. ayam lagiii& . ya udah, nasi goreng kalkun ada gak" sahut gue kesel. engga adaaaa
ya udah gausah bawel kalo gitu. Segala diprotesin kok betah amat si
engga boleh marah-marah mulu, cepet mati ntar Ara menjewer telinga gue pelan, kemudian dia tertawa.
Ketika akhirnya pesanan kami datang, setelah mengaduk-aduk nasi goreng yang mengepul di hadapan kami, gue bergumam sebelum melahap sesendok nasi,
happy birthday yah& PART 25 Hampir setahun gue hidup bersama seorang cewek super bawel dan manja di samping kamar gue, mau ga mau membuat gue sangat memahami karakternya. Dia adalah tipe cewek yang kolokan, mau menang sendiri, ngotot, tapi di sisi lain dia adalah seorang yang cerdas, ramah dan sangat perhatian.
Suatu pagi di hari Sabtu, gue baru saja kembali dari kos-kosan teman gue, cowok, tentu saja. Semalam gue ditantang main PS, dengan taruhan bermacam-macam, mulai dari jongkok sampai menang, hingga ke minimarket cuma mengenakan sarung tanpa yang lain. Sepertinya semalam bersama mereka cukup membuat gue gila, tapi senang punya sahabat-sahabat seperti mereka. Untung saja kos-kosan teman itu ga begitu jauh dari kosan gue, jadi ga perlu waktu lama untuk pulang. Bukan apa-apa, mata gue sudah terasa sangat berat karena semalaman ga tidur.
Setelah memarkirkan motor di tempat biasa, gue berjalan dengan gontai naik ke lantai dua, menuju ke kamar gue. Di depan kamar gue dapati kamar gue terbuka sedikit. Agak aneh, karena malam sebelumnya gue menutup rapat pintu kamar, dan menguncinya. Gue membuka pintu perlahan, dan benar saja dugaan gue. Sesosok cewek tampak tidur dengan nyenyaknya diatas kasur gue.
Gue meletakkan dompet dan handphone diatas meja, kemudian berkacak pinggang memandangi cewek yang tidur dengan wajah polos di hadapan gue, memeluk bantal dan meringkuk menghadap ke arah gue. Buat gue sih ga mengherankan Ara bisa masuk ke kamar, karena memang cuma dia yang tahu bahwa kunci kamar gue selalu gue taruh di ventilasi diatas pintu. Yang mengherankan
gue adalah, ngapain dia pindah tidur di kamar gue"
Gue menghela napas, kemudian perlahan-lahan membuka lemari baju gue, dan mengambil baju ganti. Gue berniat mandi dulu, karena badan gue terasa lelah dan lengket. Tanpa suara, gue mengambil alat-alat mandi, dan kemudian keluar kamar. Ketika gue selesai mandi dan menjemur handuk gue yang basah di luar kamar, terdengar suara dari dalam kamar. Gue menoleh. eh, udah bangun, Tuan Putri& sapa gue sambil tertawa.
Ara duduk bersila di kasur gue, dengan rambut acak-acakan yang menutupi sebagian wajahnya. Meskipun begitu, gue bisa melihat ekspresi wajahnya yang cemberut. Entah karena masih ngantuk, atau memang lagi bete.
dari mana aja lo semaleman ga pulang"" semburnya sambil cemberut. Gue lagi-lagi tertawa geli melihatnya. Ini anak, masih ngantuk aja masih bisa ngomel-ngomel.
Gue melangkah masuk ke kamar, dan menyalakan dispenser.
dari kosan Irfan sama Agung jawab gue sambil menyiapkan gelas.
kok ga balik kosan, ngapain aja semaleman" main PS
dia mendengus. betah banget main PS semaleman dia menyingkirkan rambut
yang menutupi wajahnya dengan jengkel. Gue cuma bisa tersenyum geli melihat ulahnya.
yah namanya juga cowo-cowo kalo udah ngumpul ya gitu itu& trus gue dilupain"
ya lo kan ga kemana-mana, lagi gue udah SMS lo kan tadi malem gue di tempat Irfan&
ya kan gue kira lo pulang! dia ngomel sambil mengatur rambutnya lagi, sampe ngantuk gue nungguin lo tau ga si& gerutunya pelan.
gue tertawa. iya iya, sorry& gue menuangkan air panas ke gelas, dan menoleh ke Ara, lo mau teh" tawar gue.
Sambil cemberut dia menggeleng.
ya udah gue aja kalo gitu yang minum& gue memegang cangkir teh panas itu, dan beringsut duduk disampingnya sambil meniupniup teh.
lo kok tidur di kamar gue" gue menoleh. Ara menguap, dan menggaruk-garuk rambutnya.
gue kira lo balik tadi malem. makanya gue nungguin lo, baca-baca buku lo, malah guenya ketiduran dia kemudian menonjok lengan gue pelan, lo si ga balik malah nginep diluar, kesel gue& . gue tertawa.
iya sorry Araa, ya ampun& gue menyeruput teh pelan-pelan. Belum banyak gue meminum teh, tahu-tahu tangan Ara sudah berusaha merebut gelas itu dari tangan gue. Mau ga mau gue menyerahkannya ke dia daripada tumpah kemana-mana. katanya ga mau teh"
tadi ga mau, sekarang jadi mau. udah si gausah bawel dia meminum teh gue.
& .. gue menguap. lo ngantuk ya" dia memandangi gue dengan penuh minat seakan gue kucing anggora yang minta dimanja.
engga, gue mules. jawab gue asal, kemudian merebahkan badan di kasur. minggir dikit, Ra, kepala gue lo pantatin nih& apa lo cium-cium pantat gue"" gue sirem pake teh juga lo ntar ya makanya geser dikit, buset dah& .
Ara menggeser duduknya, dan memandangi gue yang terbaring disampingnya. Wajahnya terlihat sangat natural, dengan rambut acak-acakan, tapi tetap cantik.
lo udah sarapan" tanyanya. gue menggeleng.
gue mau beli sarapan tapi masi males, ntaran aja yak" iya ntar aja, lagi gue belom laper&
pede amat si lo, emang ada yang mau beliin buat lo" tadi kan gue bilang masi males beli sarapan, ga ada yang bilang mau beliin sarapan buat lo. Wleee& sahutnya tengil.
lo mending cekik gue aja deh, Ra&
Ara terkikih, dan pura-pura mencekik leher gue dengan kedua tangan. Gue cuma bisa menerima semua perlakuannya sambil tertawa-tawa ga jelas.
Ara meletakkan gelas teh tadi di meja, dan kemudian ikut-ikutan merebahkan diri di samping gue. Pada awalnya gue terkejut, tapi kemudian gue berusaha bersikap biasa saja. Ara pun terlihat cuek. Mata gue mulai terasa berat. Tiba-tiba gue merasakan gerakan di sebelah gue, dan membuat gue membuka mata. Ternyata Ara sedang tidur menghadap ke gue langsung. Barangkali jarak antara wajah kami cuma sepuluh sentimeter. Shit&
apaan si, Ra, ngeliatin gitu& kata gue salting. Gue pun sedikit menjauhkan wajah gue.
apa si, gue juga ngeliatin biasa aja. Ga usah panik gitu deh napas lo kerasa tau ga
bagus dong, kalo napas gue ga kerasa itu namanya gue mati. Lo
mau gue mati" gerutunya, lagian napas gue ga bau jigong&
ya udah ya udah& gue mengalah. Kemudian gue membalikkan badan, menghadap ke atas. Gue kemudian memejamkan mata karena saking ngantuknya.
nanti siang pergi yuk ajaknya.
kemanaaaa& . gue menjawab dengan setengah sadar. jalan-jalan aja, bosen di kos mulu
mmmm& . mau ga" mau yaaah" mmmm& .
Pipi gue dicubit. am em am em doang kaya sapi aja lo gue mengelus-elus pipi, gue ngantuk, Araaa& .
nanti pergi yaah" dia sepertinya ga mempedulikan omongan gue barusan.
mau kemana& main&
main gundu aja dibawah kali ini hidung gue yang disentilnya pelan. Karena cuma pelan itu gue cuek saja, dan mengelus-elus hidung.
mau main kemana emangnya& tanya gue dengan mata terpejam. cari buku bekas yuk"
mmmm mau ga" iya, tapi gue tidur dulu boleh yaah" pinta gue sambil memandanginya dengan tatapan sayu. Karena ngantuk, tentu saja. iyaa, jangan lama-lama tapi&
sampe makan siang deh ya udah bobo gih&
Gue pun merasa lega bisa tidur dengan tenang sekarang. Tapi mendadak gue merasa ada yang menempel di tubuh gue. Pelanpelan, gue membuka mata sedikit. Disamping gue, Ara juga memejamkan mata, namun dengan posisi meringkuk, bersandar pada lengan gue. Tubuhnya naik turun dengan lembut, seiring dengan hembusan nafasnya. Wajahnya penuh kedamaian. Sebuah wajah yang menghiasi hati dan hari-hari gue disini. Gue memejamkan mata kembali, dan berdoa di dalam hati gue.
Ya Tuhan, dengan kuasa-Mu, hentikanlah waktu. Gue ingin terus seperti ini. Selamanya.
PART 26 Di siang hari yang panas itu, gue dan Ara berjalan-jalan menyusuri deretan kios-kios buku bekas di bilangan Senen. Banyaknya jenis buku bekas yang dijual, seakan merupakan surga bagi Ara yang seorang kutu buku. Buat gue, berburu buku bekas lama kelamaan merupakan hal yang menarik. Karena disamping gue menyukai buku, gue juga suka dengan segala hal berbau sejarah. Buku bekas selalu memiliki jalan kisahnya sendiri.
Ara berjalan di samping gue, mengenakan kemeja, dan sweater miliknya tersampir di kedua bahunya. Rambutnya yang agak pendek itu dikuncir sedikit, sehingga memperlihatkan tengkuknya. Barangkali dia sedikit kepanasan. Dia mengenakan tas kecil yang diselempangkan, berisi dompet dan handphonenya, serta beberapa barang pribadinya. Di tangan kirinya terpasang gelang pemberian gue sebagai kado ulang tahunnya tempo hari, beserta jam tangan mungil.
Dia berhenti di salah satu kios yang agak besar, dan matanya mulai menjelajahi tumpukan buku yang ada. Dia sangat bersemangat, seolah-olah sedang mencari harta karun. Dia kemudian mengambil sebuah buku, bersampul warna kuning kehijauan yang agak lusuh karena pemakaian, dan membolak-balik halamannya sambil tersenyum. Gue membaca sekilas cover depan buku itu, judulnya Mangan Ora Mangan Kumpul .
apa tuh" tanya gue penasaran.
ini judulnya Mangan Ora Mangan Kumpul, semacam kumpulan kolom tulisan Umar Kayam di koran Kedaulatan Rakyat di Yogya. jelasnya sambil membolak-balik halaman buku, kemudian menoleh
ke gue, tahu siapa itu Umar Kayam" gue menggeleng.
beliau salah satu sastrawan Indonesia, yah kalo ga salah sih seangkatan sama Pramoedya, kalo ga salah loh ya& gue membaca lagi judul buku itu.
itu artinya apa" maklum judul itu berbahasa Jawa, meskipun gue tahu beberapa artinya, tapi tetap saja gue ga pede. makan ga makan asal ngumpul
bagus ga" kalo gue baca-baca sih bagus, kan Umar Kayam bukan cuma sekedar sastrawan tapi juga sosiolog. Jadi sedikit banyak isinya semacam kritik-kritik sosial gitu deh& jelasnya sambil tersenyum.
perasaan gue pernah denger deh tentang Umar Kayam ini& gue berpikir sambil menggosok-gosok dagu, mencoba menggali kembali ingatan gue.
Ara menutup buku itu dan mengembalikannya ke tumpukan asalnya.
mungkin yang lo denger itu Bapak Umar Kayam yang ini, tapi mungkin juga Umar Khayyam, penyair sekaligus matematikawan dari Persia jaman dulu&
gue lupa yang mana. Lagian dua-duanya juga gue enggak kenal. Gue malah baru tahu siapa mereka ya dari lo ini& sahut gue sambil tertawa.
Ara tersenyum ke gue sambil mengambil salah satu buku lain.
tahu siapa yang bisa mengkalkulasi ulang dengan tepat jumlah hari dalam setahun"
gue menggeleng. ya Umar Khayyam yang dari Persia itu. simpulnya.
Gue takjub dengan luasnya pengetahuan yang dimiliki Ara. Gue kira dia ga menaruh perhatian dengan hal-hal semacam ini. Tapi ternyata dibalik kehidupan sehari-harinya dia yang selalu gue lihat selama ini, dia merupakan seorang cewek dengan pengetahuan yang luas dan minat yang jarang gue temui.
Beberapa waktu kemudian, dia mengajak gue jalan lagi, berpindah ke kios-kios lain yang belum kami lihat. Gue memandangi deretan kios, dan orang-orang yang berlalu lalang dengan segala kegiatannya masing-masing. Kemudian tiba-tiba gue merasakan tangan gue digandeng oleh Ara, yang gue balas dengan genggaman erat. Gue cuma berani melirik sedikit ke tangan kami berdua yang terjalin diantara kami, dan melihat wajahnya sekilas. Dia sedang berkonsentrasi memandangi kioskios disampingnya.
lo haus ga, Ra" tanya gue. ada minuman apa"
Gue menunjuk ke depan dengan dagu. tuh ada warung di depan, siapa tahu lo mau beli teh botol&
lo aus ga" tanyanya sambil memandangi gue dengan lucu.
Gue mengangkat bahu. ga aus si, tapi kalo dikasih minum ya ga nolak, hehehe& gue menoleh ke Ara, lah lo aus ga"


Dunia Yang Sempurna Karya Carienne di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

engga si, tapi kalo dikasih ya ga nolak juga& jawabnya sambil menjulurkan lidah. Entah kenapa dada gue berdegup kencang ketika dia melakukan itu ke gue.
yuk beli minum yuk ajaknya sambil menarik tangan gue.
Beberapa saat kemudian kami berdua sudah duduk di sebuah bangku panjang dari kayu, sambil meminum teh kemasan botol. Sesekali Ara mengelap lehernya yang berkeringat. Gue juga kepanasan, sebenarnya, tapi gue ga begitu ambil pusing. lo mau cari buku apa si, Ra" tanya gue sambil menyedot teh. apa ajah, yang kira-kira bagus.
novel" Ara menggoyang-goyangkan kepalanya ke kanan dan kiri. novel boleh, autobiografi boleh, asal jangan buku kuliah sahutnya sambil tertawa.
lo suka novel luar apa lokal"
apa aja si, cuma kalo genrenya roman gitu gue pilih yang lokal. kenapa"
Ara mengangkat bahu. entahlah, mungkin kesamaan bahasa yang bikin gue lebih ngerasain ceritanya. Kalo novel luar dan terjemahan, kadang-kadang kurang ngena, apa ya namanya" feelnya gitu lah&
gue mengangguk-angguk, dan memahami alasan Ara barusan. awal mula lo kaya gini gimana, Ra"
kaya gini gimana maksud lo" yang jelas ah kalo nanya& gerutunya. Gue cuma bisa meringis malu.
ya lo jadi suka buku kaya gini, punya pengetahuan yang luas, dan tertarik mendalami hal-hal ginian&
kan gue udah pernah cerita, gue tumbuh diantara buku&
tapi itu ga cukup membuat lo punya minat yang sama seperti lingkungan lo dulu kan"
Ara terlihat berpikir sejenak sambil melepas kunciran rambutnya, dan merapikan rambutnya kembali seperti sediakala. mungkin itu pengaruh dari kakek gue kali ya&
oh ya" gimana ceritanya"
Ara memandangi gue sambil tertawa gemas. bawel amat si lo,
mau tau ajah& dia menghela napas. jadi, kakek gue itu profesor. Dulu waktu beliau masih ada, di jaman kecil gue, sering didongengin macam-macam. Jangan lo bayangin dongenginnya seperti dongeng-dongeng fantasi gitu ya, tapi gue diceritain tentang sejarah perjuangan Indonesia, kekayaan budaya Indonesia dan hal-hal kecil yang menurut gue menarik&
Ara terlihat menerawang, barangkali ingatannya sedang berkelana ke masa lalunya. Gue menunggunya bercerita lebih lanjut.
dulu, waktu kecil, kadang-kadang gue merasa aneh waktu bermain bersama anak-anak seumuran gue& dia kemudian tertawa pelan.
kenapa gitu" di waktu anak-anak seumuran gue pada nonton Si Komo Weleh- Weleh, atau si Unyil, atau baca dongeng fabel gitu, gue malah nonton video tentang Borobudur yang dulu dibawain kakek. Ara tersenyum, yang lain baca majalah anak-anak, gue setiap hari dicekokin ensiklopedi
wuih, hebat dong kalo gitu" pantesan aja lo sekarang pengetahuannya luas gini& puji gue. koleksi buku lo sebanyak apa si" gue penasaran.
kapan-kapan gue ajak lo lihat sendiri deh. jawabnya sambil tersenyum manis.
PART 27 lo naik duluan aja, Ra, gue mau ngecek ban motor dulu kata gue sambil menurunkan standart motor. Ara yang sudah turun dari motor, berdiri di belakang gue sambil memegang bungkusan.
ini gue taro di kamar gue yah" Ara mengacungkan bungkusan tadi.
Gue mengangguk. Ara kemudian naik ke kamar, sementara gue berjongkok di samping ban belakang motor gue, sambil menekan-nekan permukaannya. Tadi gue rasa agak kempes nih ban belakang. Barangkali sudah waktunya gue cek tekanan bannya. Gue memukul-mukul ban itu pelan, sekedar merasakan udara di dalamnya.
motor lo kenapa" sebuah suara wanita menyapa gue dari belakang punggung. Gue menoleh. Ternyata ada Jihan berdiri di dekat pintu gerbang. Entah sejak kapan dia ada disana, tapi seingat gue waktu kami datang tadi dia belum ada. Mungkin Jihan juga barusan balik ke kosan.
eh, engga papa, cuma agak kempes aja bannya& jawab gue sambil tertawa kikuk. Jihan kemudian mendekat dan berjongkok di samping gue.
bawa aja ke tukang tambal ban di sebelah toko bangunan di pojokan situ& sahutnya sambil memandangi ban belakang gue, besok aja si tapi, kalo jam segini udah balik mamangnya& dia tertawa pelan.
Gue dan Jihan sama-sama bangkit dari jongkok. Gue lihat dia membawa ransel kecil berwarna hitam, dan mengenakan jaket berwarna abu-abu gelap.
dari mana nih" gue berbasa-basi.
oh dari kampus, ada acara himpunan gitu. Jihan menyibakkan rambutnya, lo sendiri dari mana"
tadi dari pasar buku bekas di Senen sendirian"
Gue menggeleng. engga, sama Ara. Dia yang ngajakin tadi siang&
Jihan tersenyum penuh arti, seperti senyumannya di waktu pagipagi buta tempo hari. Sepertinya dia mau meledek gue tentang Ara.
imut banget si, ngedate di pasar buku bekas& nah kan gue pikir juga apa, dia mau meledek gue&
ah engga ngedate kok, siapa yang bilang ngedate" cuma tadi siang Ara minta dianterin kesana. Daripada gue dibawelin terus, ya mending gue anter aja& beber gue.
Jihan tertawa, kemudian dia duduk di bangku bambu di dekat parkiran itu. Gue mengikutinya duduk disampingnya, seperti dulu waktu gue ditinggal Ara ngedate sama Rino.
lo ada acara apa di kampus" tanya gue.
oh, persiapan seminar gitu. Kebetulan gue panitianya& seminar tentang apa"
tentang entrepreneur gitu lah, lo berminat dateng" kalo berminat bisa beli tiketnya di gue&
Gue tertawa dan menggaruk-garuk kepala.
kayanya gue belum sampe ilmunya kesana deh, besok kapankapan lagi aja kalo ada seminar gitu gue datang& jelas gue. Mengingat gue baru semester dua, gue merasa ilmu dan pengalaman gue belum mencukupi kalau ikut seminar semacam itu. Jangan-jangan gue cuma bisa melongo gara-gara ga paham, batin gue.
justru ikut seminar biar paham. lagian seminar ga ada ujiannya kali, jadi ga usah takut kalo ga paham& Jihan meletakkan tasnya, dan menyilangkan kakinya. Pandangannya menerawang jauh. lumayan buat nambah-nambahin portofolio lo& dia tersenyum.
iya deh mungkin lain kali gue bakal ikut ya& sahut gue sambil tertawa. Jihan mengangguk-angguk sambil merapikan rambutnya.
Gue mengamati sosok Jihan ini. Garis wajahnya keras, dengan tulang pipi yang agak menonjol, dan hidung yang menurut gue lumayan mancung. Benar-benar menggambarkan daerah asalnya, kalau menurut gue. Senyumnya lebar dan menarik hati, dengan
suara yang sedikit berat. Dan diatas semua itu, dia itu cantik! Semangat banget gue kalau ngomong ini, hehehe....
lo tadi naik apa balik kesininya" tanya gue untuk memecahkan kebisuan.
oh tadi gue dianter temen... lo ga ada motor"
Jihan menggeleng. engga, males ngurusinnya. Enakan nebeng, atau kalau pergi agak jauhan ya naik taksi...
lebih hemat naik motor si kalo menurut gue...
kalo jangka pendek si iya, tapi gue orangnya ga pernah awet kalo punya barang. Jadi daripada motor mahal-mahal ujungnya cuma gue rusakin doang, mending agak boros dikit naik taksi kan" Hahaha... jelasnya sambil tertawa lepas.
lagian gue ga bisa naik motor... sambungnya sambil mengerdipkan mata dan tersenyum jahil ke gue. ooh, itu si lain perkara...
Jihan melihat jamnya sekilas, kemudian menoleh ke gue.
gue balik ke kamar dulu yah" mau mandi. Abis ini gue harus balik ke kampus lagi soalnya...
gue mengangguk-angguk. berarti sampe malem dong di kampus" tanya gue.
kayanya si nginep... Jihan mengambil tasnya, dan menaruhnya di pangkuan, gue mandi dulu yah...
oh iya silakan... lagian kalo kita ngobrol-ngobrol lebih lama lagi disini, kayanya gue bakal digigit sama cewe yang dari tadi ngeliatin kita dari lantai dua... dia tersenyum lebar.
hah" siapa" tuh... Jihan menggerakkan kepalanya ke arah balkon lantai dua yang dari tadi memang gue ga bisa melihat karena tertutup atap, tapi Jihan bisa melihat karena posisinya lebih di pinggir. Sementara dari balkon lantai dua itu memang bisa lihat kebawah dengan leluasa.
Dan kemudian gue melihatnya.
Ada sesosok cewek yang memandangi gue dan Jihan dari atas, dengan tatapan horror. Begitu dia tahu kalau gue sudah menyadari kehadirannya, dia memicingkan mata, kemudian mengangguk-angguk dengan sinis. Dari tatapannya gue bisa menterjemahkan terus-terusin ajaaaa, teruuuusss..... Dan cewek itu adalah Ara.
PART 28 Raaa.... Gue memanggil dari luar kamarnya yang hanya terbuka sedikit. Gue kemudian mengetuk pintu kamarnya pelan, dan gue buka perlahan. Di dalam gue lihat Ara sedang makan martabak manis, makanan yang tadi gue beli berdua bareng Ara.
lah udah makan aja... celetuk gue sambil mendekatinya. Ara cuma melirik gue dengan tajam, mukanya ditekuk. sapa yang suru masuk" hardiknya.
..... ya udah gue keluar deh...
gue berbalik dan melangkah keluar. Baru satu langkah. sapa yang suru keluar"
barusan gue dapet wangsit dari Mbah Joyo jawab gue asal sambil menunjuk keatas tanpa menoleh. Kesel gue. Gue menoleh.
bagian gue mana" gue berkacak pinggang. bagian apaan"
itu yang lo makan, kan tadi gue yang beli timpal gue sewot. engga ada bagian buat lo, itu hukuman lo gara-gara keganjenan.
dengan santainya Ara menggigit sepotong besar martabak manis. Cokelatnya belepotan di sudut-sudut bibirnya.
Gue menelan ludah. makan lo serem... celetuk gue sambil mengamatinya. bodo
tuh cokelatnya belepotan kemana mana... bodo
kejunya kececeran.... bodo
bodo bodo mulu ntar jadi bodo beneran lo gerutu gue. mana bagi si martabaknya. masa segitu mau lo makan semua, maruk amat si...
Ara mencuil cokelat seujung jari, kemudian menjulurkannya ke gue. Barangkali antara cokelat itu dan upil gue gedenya hampir sama.
nih bagian lo... sahutnya tengil. jauh jauh kirain upil tuh, Ra...
lumayan upil lo manis Ara menjilat ujung jarinya sendiri yang ada cokelatnya. tadi ngobrolin apa lo sama mba Jihan" tanyanya sambil mengambil secuil keju, dan menjilatnya dengan
nikmat. engga, cuma tadi dia liat gue lagi ngecek ban. trus gue tanya darimana, katanya dari kampus...
nah kan bener lo yang keganjenan. cibir Ara.
keganjenan apaan orang gue cuma nanya dia dari mana. Lagian wajar si gue nanya, orang dia duluan yang nyapa gue... kalo gue ga nanya balik dikiranya gue orang yang ga tahu sopan santun... cerocos gue.
ooh jadi dia yang nyapa lo duluan" iya...
Ara terlihat berpikir sejenak sambil membersihkan jemarinya yang penuh dengan cokelat dengan cara menjilatinya satu-satu. Cantik si, tapi jorok.
dia suka sama lo tuh... katanya kalem sambil mengambil tissue. sok tau amat si lo
dih keliatan kali... dia mengelap mulutnya yang belepotan cokelat itu dengan tissue, cewe ga bakal gitu kalo dia ga tertarik. gue kan cewe, jadi gue juga tahu...
Ra... kata gue sambil memberikan isyarat menyentuh ujung bibirnya, tissuenya nempel...
oh... dia buru-buru menyapukan tangan ke seluruh bibirnya.
jadi, back to topic, kalian jadian aja lah, cocok kok. Emang biasanya cowo-cowo polos kaya lo harus dibimbing sama yang lebih tua... sambungnya sambil tertawa.
gue ga naksir dia kali, Ra....
ah masa si, dari muka lo keliatan... engga, sumpah...
Ara memandangi wajah gue lekat-lekat, kemudian menggembungkan pipinya, karena dia menahan tawa yang akhirnya meledak.
gue lihat dari sini kali, Gil, lo senyam senyum sendiri waktu di sebelah mba Jihan. Apaan lo ga naksir, orang diajak ngobrol elonya malah cengengesan kaya orang stres...
lo ngelihatnya pake teropong apa gimana si kok bisa sampe detail gitu" tanya gue gedeg. Gue melirik ke kotak kecil berisi martabak manis. Ra, gue laper. Bagi dikit kek...
.... yaah" lo kasian banget si... Ara tergelak. ya udah ambil aja, lagi itu juga lo yang beli...
Gue mendengus. Coba dari tadi dia bilang gitu, kan gue ga perlu memelas gini. Gue kemudian duduk bersila di depan meja, dan
mulai mencomot satu potong martabak manis. Entah berapa potong yang sudah gue habiskan, gue lupa, setelah kenyang gue duduk bersandar di dinding kamar Ara.
Gil, lo tau ngga" engga, ga tau apa-apa gue... potong gue. Sebuah bantal melayang ke pangkuan gue.
dengerin dulu napa si, gatel amat tu mulut maen potong omongan orang aja... gerutunya.
hehe iya iya, kenapa-kenapa" tanya gue cengengesan.
beberapa hari ini gue suka kepikiran kalo di kampus, Ara mulai bercerita, gue liat anak-anak lain pada jalan bareng gebetannya, sayang-sayangan ama pacarnya, lah gue, sendirian aja di kampus...
terus apa yang jadi pikiran lo"
gue cuma mikir, kapan yah gue siap punya pacar lagi... mmm, bingung gue sama pertanyaan lo...
Ara tertawa. ya wajar si lo bingung, lo kan belum pernah pacaran. Hahaha...
emang ga ada cowo yang lo suka sekarang" gue bertanya dengan perasaan campur aduk, antara takut dan senang. emm, gimana ya... dibilang suka si mungkin iya, tapi gue
ngerasain aja hal yang berbeda dari dia. Unik gitu... lo deket sama dia" gue penasaran.
deket si, banget malah. Dia selalu ada buat gue, hahaha.... Ara menoleh memandangi gue dengan agak melotot, tapi sayangnya dia bego.
siapa si" temen kampus kita" bukaaan...
anak kosan sini" bukaaan...
masa iya si bang Bolot" gue bergidik.
dih amit-amit! gerutunya sambil mencubit betis gue.
PART 29 eh, Ra... panggil gue. apaaa... Ara sedang mengambil air minum di dispenser. soal cowo yang lo suka itu....
ya" kenapa" gue kenal nggak" Ara terdiam, dan menghabiskan air di gelas yang dia pegang. engga, kayanya lo ga kenal deh... sahutnya datar. ooh...
udah lama kenalnya" sambung gue.
udah lama kok... napa si kok bawel amat nanya-nanya gituan" cibirnya.
ya kan gue cuma pingin tau aja... sahut gue sambil menggarukgaruk rambut. Ara beringsut ke kasur, dan memeluk bantal sambil bersandar di tembok. Dia memandangi gue, kemudian tertawa sendiri.
kenapa lo" tanya gue heran melihat dia tertawa sendiri. Jangan-jangan mabok martabak manis nih, batin gue. Ara menggeleng sambil tertawa.
gakpapa.... ada ya, cowok kaya elo.
weits, kaya gue gimana maksudnya nih" ganteng gitu yah" gausah kepedean gitu deh...
Gue tertawa mendengar gerutuannya itu.
denger-denger, bang Bolot udah punya pacar yaaa... celetuk Ara. akhirnya punya pacar juga doi.
oh ya" kok gue baru denger" siapa pacarnya" gue terkejut mendengar berita ini. Berita bahagia si menurut gue, akhirnya abang gue ga sendirian lagi di umur yang sudah ga bisa dibilang muda.
kemarin sore gue ngobrol-ngobrol sama bang Bolot sambil nungguin lo pulang. Ra, gue punya pacar loh sekarang gitu katanya. Katanya si klien kantornya gitu...
dari klien jadi demen kalo gitu yah" sahut gue sambil tertawa.
iya, awalnya gara-gara sering ke kantornya bang Bolot. Katanya dulu awalnya bang Bolot kesel gara-gara tuh cewe banyak maunya. Ganti desain seenak udel gitu deh. Lama-lama jadi sering janjian diluar kantor. Trus jadian deh... jelasnya.
kaya di tv gitu ya ceritanya hahaha... cakep ga" mana gue tau lah, gue belum pernah liat fotonya...
di hape" lah lo tau sendiri kan hape bang Bolot aja monokrom gitu. Yang ada gambar ondel-ondel malah...
oh iya lupa gue... gue menepuk jidat.
Ara merebahkan badannya di kasur sambil memeluk bantal. Sepertinya punggungnya pegal. Gue juga ikut-ikutan berbaring di sampingnya. Buat kami berdua, hal seperti ini biasa kami lakukan selama ini. Jadi sudah bukan hal yang aneh lagi. Gue bisa mencium bau harum tubuhnya, dan merasakan hangatnya disamping gue. Rambutnya yang lucu itu sekarang sudah agak panjang. Gue dan dia sama-sama berbaring menatap langit-langit. Barangkali kalau ada kamera diatas kepala, ekspresi kami akan terlihat aneh.
lo kapan nyusul bang Bolot" nyusul apaan" tuanya"
Ara menendang kaki gue pelan. nyusul punya pacar! Errr... gue tertawa.
ya kalo ada yang mau sama gue... gue menoleh ke Ara, lagian gue juga ga pasif-pasif amat kok, di kampus kadang-kadang gue juga usaha nyari... tapi ya itu...
itu apaan" gue sering ga berani mulai pdkt...
itu mah bisa diakalin. Lo latihan dulu aja sama gue. latihan sama lo" maksudnya"
ya lo pdkt in gue sini, latihan biar pede! ujarnya sambil menoel pipi gue.
gue harus mulai darimana dong"
Ara memandangi gue dengan hopeless. Kemudian geleng-geleng kepala sendiri sambil menutupi mata dengan kedua tangan. astagaaa Ya Tuhaaan.... erangnya. ada ya cowo seajaib elo... ajarin dong...
ya udah, tapi lo harus nurut apa kata gue ya" janji" gue menelan ludah.
iya iya janjiiii... kata gue. Ara mengulurkan kelingkingnya, dan kemudian gue kaitkan dengan kelingking gue.
mulai sekarang lo harus perhatian sama gue. perintahnya. lah, bukannya udah dari dulu yak gue perhatian sama lo"
ya BEDA dong! ucapnya keras-keras di telinga gue hingga telinga gue berdenging. kalo kemaren kan lo ngasi perhatian seenak perut lo sendiri tuh, sekarang pake perasaan...
dulu gue juga pake perasaan kok sama lo.... oiya" masa"" dia terperanjat.
iya, perasaan kesel. gue mengangkat alis dan tertawa lebar. Dengan gemas Ara mencubiti perut dan lengan gue, ga peduli gue mengaduh seperti apapun.
dah ah, pokoknya sekarang pake perasaan! gamau tau gue! gerutunya sebal.
iya-iya... lo udah makan"
Ara memandangi gue dengan aneh selama beberapa detik. itu lo pdkt" lo pdkt sama gue pake cara itu" Gue mengangguk sambil cengengesan. iya, udah mulai nih.
lo pdkt apa pamer kebegoan lo si" kan barusan aja lo sama gue makan martabak manis! gerutunya sambil membalikkan tubuhnya ke arah tembok, membelakangi gue.
oh iya lupa gue... ya udah, ulang lagi deh... sahut gue lemas. Ara kembali membalikkan badan menghadap ke gue.
besok gue anter ke kampus yah" gue mencoba semanis mungkin. besok kan hari Minggu...
..... coba lagi. nanti malem jalan yuk"
NAH GITU! DARI TADI KEK NGOMONGNYA! serunya disambut dengan derai tawanya.
Suka-suka lo deh, Ra. Aku padamu pokoknya.
PART 30 mau kemana kita" Ara bertanya ke gue sambil menuruni tangga kos-kosan. Gue yang ada didepannya cuma bisa menoleh sambil berpikir, agak lama. Gue ga punya ide mau pergi kemana malam itu. Yang terlintas di pikiran gue hanya makan malam, selebihnya gue ga ada ide yang jauh lebih menarik daripada itu.
makan" gue menawarkan. makan apa"
lo maunya makan apa"
lah, kan elo yang ngajak, harusnya lo yang punya inisiatif dong omelnya, cowok harus punya ide buat nyenengin ceweknya... emangnya lo cewek gue" gue tertawa sambil mengambil helm.
kan ceritanya kita latihan pdkt buat elo, gimana si! gerutunya seraya menerima helm dari gue, lagian gue juga ogah jadi cewek lo. Huh.
kenapa emang" gue geli melihat mukanya yang cemberut itu. lo mah ga ada romantis-romantisnya! cibirnya.
Gue menyetarter motor sambil menghela napas panjang. Ara kemudian naik ke belakang gue, sambil berpegangan pada bahu gue.
romantis itu kaya apa si" tanya gue tanpa menoleh. Helm gue diketoknya pelan.
makanya jadi cowok yang peka dong....
Gue tertawa pelan, dan kemudian menjalankan motor perlahan keluar dari halaman kos-kosan, dan menembus ramainya kehidupan malam di ibukota. Sepertinya malam ini bakal banyak yang gue kenang, batin gue waktu itu.
Kami memutuskan pergi ke sebuah festival musik jazz yang kebetulan diadakan malam itu, yang spanduk iklannya secara ga sengaja kami lihat di jalan. Buat gue, ini kali pertama gue ke acara semacam ini. Boro-boro datang ke festival jazz, musik jazz aja gue ga pernah dengar. Ngerti si, cuma belum bisa menikmati. Ara meyakinkan gue kalau musik jazz itu sebenarnya indah, meskipun gue cuma bisa dengar telolet-telolet dari saksofon dan bingung bagian mananya yang indah.
Di acara jazz yang diadakan di tempat terbuka itu cukup ramai. Gue terkejut karena banyak anak-anak muda seperti kami yang ternyata juga menyukai acara seperti ini. Sebelumnya gue kira musik jazz semacam ini cuma untuk kalangan yang sudah berumur. Setelah membeli tiket di depan, gue dan Ara masuk ke dalam area acara, yang cukup penuh dengan orang. Gue celingukan mencari jalan yang nyaman untuk dilalui, sementara gue merasakan punggung gue ditepuk dengan cukup keras. ninggalin aja lo! gerutu Ara sewot.
lah yak, maap maap deh, gue cari yang ga penuh orang soalnya... gue memperlambat laju gerak gue, menunggunya di samping gue. kalo gue ilang disini gimana"
telepon... emang bakal denger disini" gue aja ga begitu denger lo ngomong apa sekarang... sahutnya sambil cemberut.
ya udah sini gue gandeng, mau" awas kalo lo ngambek! gue mengulurkan tangan.
nah, gitu kek dari tadi. Lama amat si... dia masih menggerutu tapi menyambut uluran tangan gue itu dan menggenggam tangan gue erat.
Sambil bergandengan tangan, gue memandunya melewati kerumunan orang-orang. Mungkin lebih tepat kalau dikatakan gue menyeretnya melewati kerumunan. Ketika akhirnya kami sampai di satu titik yang agak lapang dan bisa melihat panggung acara dari agak jauh, gue dan Ara sama-sama menarik napas lega. gila, lama-lama dibawah sana bisa mati gue... paling pingsan doang si... sahut gue asal. Ara melotot ke gue.
lo mau gue pingsan" pingsan gih, biar ntar lo gue kasi napas buatan. Hehehe.... gue
cengengesan. Maaunyaaaaa! Ara menjewer telinga gue. Ga sakit si, cuma geligeli sedikit. Wajahnya yang kesel itu sudah cukup membuat gue tertawa.
Kemudian kami mulai menikmati beberapa artis yang perform malam itu. Pada awalnya gue ga paham keindahannya, tapi karena gue lihat Ara sangat menikmatinya, perlahan-lahan gue mulai berusaha menyukai apa yang dia sukai. Dan memang, pada akhirnya gue mulai bisa menggoyang-goyangkan kepala ke kanan dan kiri sesuai dengan beat lagunya.
Kemudian gue merasakan tangan gue yang masih menggenggam tangan Ara itu ditarik-tarik olehnya.
apa" gue bertanya dengan suara agak keras karena takut suara gue hilang oleh kerasnya sound panggung di depan. gue laper Ara juga berkata dengan agak keras. kiper" apaan si kok kiper"
LAAA-PER! teriaknya di telinga gue.
ooh, lo laper" gue memandangi Ara, dan dia mengangguk-angguk dengan tampang memelas.
sama, gue juga.... sambung gue sambil tertawa berderai. Dengan gemas Ara mencubiti lengan gue yang dipegangnya. Mau ga mau gue ga bisa melarikan diri.
iya iya yuk makan yuk. Cari makan kitah... ajak gue sambil menariknya menjauh dari situ, mencari jalan keluar. Daripada Ara kelaparan, kan kasihan. Gue juga lapar sih sebenarnya.
Agak jauh dari situ, kami sudah bisa berbicara dengan volume normal lagi. Gue menoleh ke Ara.
mau makan apa" terserah... ngunyah tembakau gih kok tembakau""
katanya terserah... Dengan gemas Ara berusaha menerkam gue, tapi gue bisa menghindarinya dengan berlari agak kedepan, sambil tertawatawa. Sambil menggerutu Ara berdiri mematung. Bibirnya monyong-monyong, karena menggerutu sendiri. Ah, ini anak memang unik, batin gue sambil menggandengnya kembali di samping gue.
makan di warung apa di restoran" tawar gue.
restoran boleh" pintanya sambil menjulurkan lidah. Duh, lemas kaki gue melihat senyumnya itu.
boleh, tapi beli nasi telor di warteg ya. Trus ntar dimakan di depan restorannya... sahut gue bercanda.
ya udah, di warung aja... dia tampak kecewa. Gue ga sampai hati lama-lama melihat wajahnya yang kecewa itu, dan cepat-cepat mengiyakan permintaannya tadi.
hahaha, iya iya boleh kok. Becanda doang gue. Mau makan apa lo"
apa aja... loh, kok apa aja" yang jelas si, mau makan apa. Biar gue juga gampang nentuin tempatnya...
apa aja, asal sama lo. dia berkedip-kedip menggoda gue, kemudian tertawa terbahak-bahak.
Njir, emang paling bisa nih anak satu bikin gue salting.
kalo gue makan batu, lo juga makan batu" tanya gue bloon. Ini pertanyaan paling ga penting, sumpah.
gue si makan nasi, kalo lo mau makan batu terserah... lagi-lagi tawanya membahana.
tadi katanya apa aja asal sama gue" protes gue.
ya bener kan, sama lo" tapi bukan berarti gue harus makan makanan yang sama kaya lo kan. Wleee...
emang batu makanan" emang penting ya kita ngomongin ini sekarang"
ya engga si.... lagi-lagi gue yang mengalah, demi mempertahankan image kami berdua. Gue yakin, sedikit lebih lama lagi kami berdebat, kami bakal dicap orang sinting oleh orang-orang yang berada di sekitar kami.
makanya gausah cerewet. Protes aja lo kaya anggota DPR... sahutnya lucu sambil menarik-narik hidung gue. makan yu ah, laper banget gue nih!
lo mau makan apa dulu nih, kasi tau gue napa
ntar gue kasi tau dijalan, sekarang kita keluar dulu dari sini. Dan lo diem deh, gausah bawel. Lama-lama gue makan juga lo. pelototnya.
...... PART 31 ambilin garpunya dong... Gue mengambil garpu yang terbungkus tissue, dan menyerahkan ke Ara. Dengan garpu itu dia langsung memakan makanan pesanannya, sementara pesanan gue belum juga datang. Alhasil gue cuma bisa memandanginya makan dengan nikmat.
napa liat-liat" belum pernah liat orang laper yak" katanya dengan mulut penuh makanan.
diabisin dulu makanan yang di mulut baru ngomong... sahut gue kalem. lo si kebiasaan makan sambil ngoceh...
Ara mengunyah makanannya dengan cepat, kemudian menelannya dengan mencolok. Dia tertawa-tawa ga jelas.
kenapa" tanya gue heran.
lo ga bete liat gue yang kaya gini" kaya gini gimana emang"
yaa gini... jorok... dia tertawa pelan. Gue tersenyum.
ah, gue juga ga kalah jorok kali dari lo... lagi gue udah setahun kenal lo, udah biasa jadinya hahaha... jawab gue sambil mengaduk-aduk minuman gue.
lo juga jorok si soalnya.... kekehnya.
gue mah wajar kalo jorok, cowo sih. lah elo cewe, juga jorok. Segala tissue dibuang dimana-mana. Wleee... ejek gue. Keki gue, dikatain jorok sama Ara.
makanya lo nempel sama gue yak" sama-sama jorok" hahahaha....
ah elo bisa banget gombalin gue... sahut gue tertawa lebar.
ah engga, gue ga gombalin elo. Biasa aja si gue. Elo kerasa kegombal ya" Ciyeee....
Nah kan apa juga dugaan gue, kena lagi gue kalo ngobrol sama Ara. Dia memang selalu selangkah didepan gue. Dengan malu gue mengalihkan topik pembicaraan.
ada tugas apa buat besok Senin" tanya gue.
Ara memandangi gue dengan aneh, kemudian melotot. Ketika dia tahu gue ga bereaksi apa-apa, dia menghembuskan napas berat, dan meletakkan garpunya. Dia menggeleng-gelengkan kepala memandangi gue, seakan putus asa dengan gue. Gilaaaang....
yaaa.... lo pedekate kok ngomongin soal tugas siii.... gue menggaruk-garuk kepala yang ga gatal.
emang salah yak" tanya gue bego.
ya nanya yang lain gitu napasiii.... sahutnya lemas. cari topik yang kira-kira cocok buat pedekate laaah....
emmm.... ayo, gue kasi waktu lima detik buat cari topik baru, kalo engga gue siram jus! ultimatum Ara.


Dunia Yang Sempurna Karya Carienne di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

eh gila aja... satu... Ra... bentar-bentar.... dua....
..... tigaaa.... Raa, bentar gue lagi mikir ya ampun bener-bener deh tobat gue...
empaaat.... mati gue...
empat setengah.... dia ancang-ancang mengambil gelas jusnya.
Raaa.... gue sudah pasrah, mau belepotan jus juga biarin deh. empat tiga perempat....
BESOK JOGGING YUK! kata gue setengah berteriak. Akhirnya di detik-detik terakhir gue bisa menemukan ide topik baru.
Mendadak Ara meminum jusnya dengan nikmat, sementara gue memandanginya dengan deg-degan dan bengong.
lima. katanya sambil meletakkan jusnya lagi dan tertawa lebar. nah, gitu kek. Susah amat si cari bahan pembicaraan yang asik...
gue panik tau ga... Ara mencibir ke gue.
jogging" ayo lah. Gue si udah biasa bangun pagi. Lah elo gimana" Awas kalo besok lo ga bangun, gue cabutin bulu kaki lo! iya iya...
---- Keesokan paginya, gue merasakan ada seseorang yang bolak-balik keluar masuk kamar gue dengan berisik. Dengan setengah sadar gue berusaha mengenalinya. Sesosok cewe nyebelin yang tinggal di sebelah kamar gue lah pelakunya.
lo cari apa si Raaa, pagi-pagi gini berisik aja.... gerutu gue sambil memeluk bantal dan memejamkan mata lagi.
gue pinjem jaket lo yak... jaket yang mana...
yang biru tua... Gue seketika membuka mata, dan melihat Ara sudah berdiri di depan gue, mengenakan jaket kesayangan gue. Kedua tangannya dimasukkan ke kantong jaket, dan rambutnya dikuncir. Dia tersenyum lucu.
se-la-mat paaaa-giii.... sapanya sambil berjinjit.
lo kok pake yang itu si.... protes gue sambil menggaruk rambut.
kenapa" ga boleh yak" ya udah gue kembaliin nih.... dia cemberut dan memegangi retsleting jaket.
iya iya boleh kok... hehehe.... gapake ngambek tapi ya...
siap boss! dia melakukan gesture penghormatan, kemudian berkacak pinggang dan melenggak-lenggokkan tubuhnya. gue cantik ga, Gil"
Gue memandanginya beberapa saat, dan tertawa pelan. lebih dari cantik.
Ara tersenyum senang, dan menggigit bibir bagian bawahnya kemudian menggeleng-gelengkan kepala sendiri. Entah apa maksudnya, tapi gue menyukai ekspresinya itu. Dia kemudian keluar kamar. Sebelum menghilang ke kamar sebelah, dia melongokkan kepala.
lo cuci muka gih! sikat gigi! abis ini berangkat kita iya emaaak, astaga... gerutu gue.
PART 32 Gue berjongkok di salah satu sisi trotoar taman, membetulkan tali sepatu sneakers gue yang lepas ikatannya entah untuk keberapa kalinya pagi itu. Kesempatan itu gue pergunakan juga untuk menarik napas sejenak. Setelah cukup lama ga berolahraga, pagi itu napas gue terasa pendek sekali. Kalah jauh gue sama Ara, yang meskipun sudah menempuh jarak yang sama seperti gue tapi napasnya tetap teratur. Soal stamina gue akui nih cewek satu emang jagoan. Ara meloncat-loncat kecil di samping gue, persis seperti seorang hiperaktif. Gue memandanginya dengan aneh.
diem napa si, loncat loncat mulu kaya pocongan sahut gue asal sambil merapikan ujung celana gue.
kelamaan nungguin lo, keburu kaku lagi kaki gue nih balasnya, lagi lo larinya lambat amat si kaya cewe...
lah elo cewe larinya cepet gitu"
gue mah beda... dia merapikan kerahnya, menyombongkan diri. iya iya percaya gue percayaaa...
yuk lari lagi yuk... ajaknya sambil meninggalkan gue.
eh buset dah ini anak maen ninggal-ninggal ajah... sahut gue kesal sambil menyusulnya berlari. Pagi itu matahari bersinar cukup terik, dan lalu lintas mulai ramai. Asap kendaraan bermotor mulai terasa.
Setelah agak jauh, beberapa kali putaran melewati titik yang sama, akhirnya Ara memutuskan untuk berhenti. Barangkali dia berhenti gara-gara melihat wajah gue yang sudah ga karuan bentuknya, dan napas gue yang terengah-engah. Sambil tertawa Ara melap keringat di wajah gue dengan handuk kecil yang sedari tadi melilit pergelangan tangannya.
capek yah" istirahat dulu yuk... ajaknya sambil mengelap keringat gue.
akhirnya.... sahut gue lemas. Dia tertawa.
baru segini juga... gue lama ga olahraga tau, Ra. Jauhan dikit bisa-bisa pingsan gue nih... gue masih terengah-engah dan berusaha mengatur napas.
lo mau makan bubur" dia menunjuk gerobak penjual bubur ayam agak di kejauhan.
apa ajalah.... yang penting makan... jawab gue seadanya. Gue masih mengumpulkan lagi kekuatan gue, jadi belum bisa diajak ngobrol serius.
biasa aja sii ngos-ngosannya...
ini gue ngos-ngosan beneran tau! zzzztt....
Ara mencibir kemudian tertawa-tawa dengan gayanya yang tengil. Kemudian dia menggandeng gue ke penjual bubur yang tadi
dimaksudnya. Mungkin lebih tepatnya dia menyeret gue, karena kaki gue belum bisa diajak kompromi.
napa lo ga iket gue di motor aja si... protes gue karena dia menarik gue hingga gue nyaris terjatuh. Dia menoleh ke gue dan memandangi gue dengan kesal.
diem. bawel amat lo, gue selepetin cabe juga tu mulut lo lamalama...
...... Di penjual bubur itu, gue makan dengan lahap. Ara mengamati gue makan sambil tertawa-tawa sendiri. Barangkali cara gue makan seperti orang yang seminggu belum dikasih makan. Peduli amat, batin gue.
kalo dibiasain olahraga setiap weekend, lo ga bakal kaya gini deh...
males, enakan tidur... Ara melotot.
tiap hari hobi lo tidur mulu! Itu kalo ga ada gue di sebelah lo, mungkin dua semester ini lo kelewat jadwal kuliah terus.... gerutunya sambil mengaduk-aduk bubur. Benar juga kata Ara. Setahun ini gue seperti punya alarm pribadi yang bawelnya minta ampun.
itulah gunanya lo ada disini.... gue meringis. Gue tahu Ara pasti dongkol, dan gue sudah mempersiapkan diri menerima cubitannya
di lengan gue. jadi gue cuma lo anggap jadi alarm" huh. engga si. gue anggap lo lebih dari itu... apaaa" matanya berbinar-binar. tempat gue ngobrol...
....ya iya si.... dia tampak kecewa.
Dia kemudian mengaduk-aduk buburnya lagi. Gue melanjutkan menghabiskan bubur gue, bahkan gue meminta tambah satu porsi lagi.
lo nambah lagi" tanyanya heran.
gue mengangguk. laper gue, Ra. Bubur ginian paling lewat doang itu mah...
itu perut dari karet apa gimana si... gue menjulurkan lidah, ga menjawab.
Ketika gue sedang menghabiskan porsi kedua gue itu, gue mendengar suara seorang cewe yang familiar di telinga gue sedang berbicara ke penjual bubur.
mang, bubur satu yah... kata cewe itu.
gue menoleh ke arah penjual di samping gue, dan kebetulan cewe
tadi juga menoleh ke gue. eh, Jihan...
loh" Gilang... eh, ada Ara juga...
Ara mengangguk sopan, menyapanya. halo, Mba...
Jihan mendekat ke arah kami. boleh duduk bareng kalian" tanyanya kepada kami berdua sambil tersenyum. Gue memandangi Ara sekilas, dan dia juga menatap gue sekilas dengan arti tatapan yang ga gue ketahui.
oh boleh boleh.... gue mempersilakan dan menarik satu kursi plastik untuknya. abis darimana" tanya gue.
dari kosan, barusan bangun tidur gue, terus tiba-tiba kepingin bubur hahaha...
jam segini baru bangun" celetuk Ara. Waduh, dari nada suaranya, Ara kedengaran ketus begitu. Dia memang kalau sudah kesel sama seseorang, ga bisa disembunyiin.
iya, tadi malem gue pulangnya kemaleman... jawab Jihan pelan. Sepertinya dia juga menyadari nada bicara Ara.
dari mana tuh... sahut Ara pelan, nyaris tak terdengar. Tapi gue mendengarnya, dan gue senggol kakinya pelan. Ara memandangi gue dengan tatapan apaan si" ke gue.
kok sering pulang malem" gue berusaha mengalihkan topik pembicaraan yang mulai menjurus ke arah yang ga enak.
biasa lah, acara kampus... lo kan tahu sendiri gue sering ikut acara-acara gitu... Jihan menjawab gue sambil melirik sekilas ke Ara dengan tatapan tajam.
oh, iya lo dulu pernah cerita... gue tertawa sambil mengingatingat dulu gue pernah ngobrol dengannya di lantai dasar kosan. Gue melirik ke Ara, dia mengangguk-angguk sendiri sambil sedikit monyong-monyong. Aduh, ini anak, pikir gue cemas.
lo abis ngapain" tanya Jihan ke gue. Sepertinya dia sengaja ga mempedulikan Ara di dekat situ.
eh anu... ini abis lari pagi... sama gue. celetuk Ara tiba-tiba. eh, iya... gue abis lari pagi sama Ara...
ooh... Jihan mengangguk-angguk sambil memandangi gue dan Ara dengan senyum misterius.
pulang yuk, perut gue mules, kebelet boker! ajak Ara sambil menarik tangan gue untuk berdiri.
Ya ampun..... PART 33 Semenjak pertemuan antara gw, Ara dan Jihan di tukang bubur itu, hidup gw jadi agak ga tenang. Bagaimana enggak, sejak itu Ara seperti mengurangi intensitas pertemuan dengan gw, padahal jarak antara gw dengan dia hanya dibatasi oleh tembok. Beberapa kali gw lihat Ara asyik sendiri dengan kegiatan di kamarnya, walaupun dia tahu kalau gw berdiri di balkon depan kamarnya. Di waktu-waktu sebelumnya, kalau gw berdiri di balkon seperti itu, dia pasti keluar menemani gw.
Sementara di lantai bawah, gw lihat Jihan juga semakin jarang kelihatan. Hanya sekali dua kali gw berpapasan waktu parkir motor, selebihnya gw sama sekali ga pernah lihat dia di sekitar kosan. Gw pikir kesibukannya itu agak ga wajar. Sesibuk apapun dia dengan kegiatan kampus, seharusnya dia masih sering ada di kosan. Wajar gw bisa mengabsen kapan dia ada di kosan kapan enggak, karena kamarnya sangat mudah gw amati dari lantai dua.
Di suatu sore, gw sedang merokok di balkon depan kamar, sambil mengamati langit senja. Gw mendengar kamar di belakang gw terbuka. Gw menoleh, dan mendapati Ara keluar kamar sambil cemberut.
kenapa lo" bangun bangun kok manyun... sapa gw. bawel ah
yee gw nanya baik-baik... bukan urusan lo sahutnya ketus.
ya emang si, tapi seenggaknya gw mencoba sedikit manusiawi. maksud lo"
lo pikir gw betah apa lo jutek terus gini ama gw" kalo gw ada salah sama lo, gw minta maaf. Semoga lo tahu lah. jawab gw sambil membuang rokok kebawah, kemudian ngeloyor masuk ke kamar.
gw mengambil gitar dan memainkan nada-nada yang berantakan. Suasana hati gw sedang ga bagus, pastilah nada yang gw hasilkan juga ga bagus. Dengan kesal gw letakkan kembali gitar itu, dan merebahkan diri. Sementara itu gw lihat Ara berdiri di depan pintu kamar gw, mematung, memandangi gw.
gw minta maaf... katanya pelan.
gw memandanginya, kemudian bangkit dari tidur, duduk di kasur. kenapa lo minta maaf" tanya gw.
gw minta maaf kalo udah bikin lo kesel... gw menarik napas dalam-dalam.
kayanya gw yang harus bilang gitu... emang lo bikin gw kesel gimana"
....... gw tahu harus berkata apa, tapi sepertinya lidah gw kaku. Antara otak dan mulut gw ga sinkron.
sini, duduk sini... ucap gw akhirnya. Ara kemudian masuk ke kamar gw dan duduk di samping gw.
udah makan lo" tanya gw sambil memandanginya. Ara sedang memainkan kuku jemarinya.
dia menggeleng. mau makan apa" tanya gw lagi.
lagi males makan gw. Lo mau makan apa" gw juga lagi ga ada ide...
mi instan mau" cabenya empat... dia tersenyum simpul, kemudian menoyor kepala gw. dari dulu yak, soal cabe lo bawel amat... gw tertawa.
mi instan ga pake cabe sama aja kaya hidup gw tanpa lo... emang kenapa"
kurang pedes Ara mencibir, sambil menyikut perut gw pelan.
gih sono... perintahnya. gih apaan"
bikin mi instan katanya"
kok jadi gue si" bukannya tadi lo yang nawarin gw mi instan yak" mulai ngaco nih anak.
gw kan cuma nanya lo mau mi instan apa enggak, emang gw bilang mau bikinin lo mi instan" dia tertawa penuh kemenangan, lagi gw juga masi males makan...
au ah, kalah terus gw diakalin sama lo... gw merebahkan badan lagi ke kasur.
sekali-sekali masak sendiri lah, belajar mandiri seandainya ga ada gw...
gw memandanginya aneh. lo mau kemana"
pulang.... ke Surabaya" Ara mengangguk. kapan"
abis semesteran gw pulang... Ara melirik ke kalender yang
terpasang di tembok kamar gw. tiga minggu lagi berarti... kok pulang si... sahut gw spontan. Ara cuma tersenyum. lo ga pulang" tanyanya.
yaa mungkin gw pulang, tapi ga lama-lama... tapi kalo lo juga balik ke Surabaya mah berarti gw lamaan di kampungnya... kenapaaa, ga tahan ya kalo ga ada gw" godanya.
ya gila aja gw sendirian di kosan, lama-lama jadi dukun gw disini.
Ara cuma tertawa pelan. Dia kemudian merebahkan diri di samping gw, seperti biasanya. Kami berdua memandangi langit-langit kamar kosan gw yang semakin lama semakin kusam karena dimakan usia. Suasana begitu sunyi. Bahkan gw bisa mendengar dengan jelas hembusan napasnya disamping gw. Entah akan sesunyi apa nantinya ketika Ara ga ada disini.
Ra... ya" lo berapa lama baliknya" sebulan dua bulan paling... yaah...
kalo lo kangen gw waktu gw ga ada disini, lo keluar deh dari kamar, terus liat langit di waktu senja...
Pertemuan Di Kotaraja 11 Pendekar Slebor 65 Dewa Lautan Timur Cowok Rasa Apel 1
^