Pencarian

Fazahra Akmila 1

Fazahra Akmila Karya Naima Adida Bagian 1


01. Prolog Mengapa aku harus bertemu lagi denganmu" Mungkinkah ini takdir" Aku tak tau. Semua ini seperti mimpi bagiku. Mengapa aku harus terikat dalam pernikahan
suci ini denganmu disaat rasaku telah mati. Bisakah aku jatuh cinta lagi" Sungguh, bil ikatan ini telah diridhoi olehNya, aku ikhlas. Bagiku menikah itu
sekali seumur hidup"
- Annisa Zahra Kamilah "Kau tau" Bisa bertemu denganmu lagi adalah anugrah dalm hidupku. Ini bukan mimpi. Namun, kenyataan yang harus kita nikmati bersama. Aku bersyukur bisa
mengikatmu dalam ikatn suci ini. Aku yakin bisa membuatmu jatuh cinta lagi padaku, dear"
- Muhammad Faiz Akmal -+ 02. part 1 Meet Again "Allahuakbar... Allahuakbar"
Suara adzan yang merdu nan indah tengah menggema di seluruh sudut bagunan ini. Tempat yang didominasi warna hijau dengan bertuliskan 'pondok pesantren
al islam' terlihat ramai oleh lalu lalang para santrinya. +
Seorang gadis berjilbab biru tengah memandang takjub pemandangan yang ada di depan nya. Matanya seolah sedang dimanjakan oleh kerindangan pepohonan yang
mengelilingi tempat ini. Belum lagi, masjid bercat putih dengan gaya arabik berdiri kokoh di tengah-tengah area ini dengan dikelilingi oleh kolam ikan
yang sangat bagus. Di kanan kirinya berdiri gedung bertingkat yang mana digunakan oleh santri untuk beraktifitas sehari-hari. Pondok pesantren salafiyah
yang modern menurut gadis itu.
'Sungguh, pondok pesantren salafiyah yang modern' pikir gadis itu. Annisa zahra kamilah itulah namanya. Sebuah nama yang cantik sesuai dengan parasnya.
Untuk kesekian kalinya, gadis itu berucap syukur ia bisa sampai disini.
Mungkin, sebagian remaja seusianya merasa terpaksa untuk tinggal disini. Tapi, tidak dengan gadis modern yang satu ini. Ia justru penasaran bagaimana rasanya
tinggal di pondok pesantren.
Sepupunya, Nur Kholifa Azizah selalu meng-elu- elukan, bahwa kehidupan di pesantren begitu sangat menyenangkan. Atas bujukan maut darinya, kedua orang
tua nisa mengizinkan putrinya tinggal disini.
Dua bulan kedepan, nisa akan menghabiskan liburannya disini. Bukan liburan, lebih tepatnya waktu senggangnya setelah Ujian Nasional dan tentunya sebelum
masuk perguruan tinggi. Setelah membereskan barang-barangnya. Mereka dan santriwati lainnya melakukan sholat ashar berjamaah. Selepas sholat, lifa mengajak sepupunya itu ke ndalemnya
(rumah) kyai. "Bantuin kakak piket ndalem ya nis" pinta lifa dengan wajah sedikit memelas.
"Ok. Anggep aja ini ucapan terimakasih gue buat loe yang udah mau menyakinkan ortu gue buat tinggal disini" jawab nisa sambil tersenyum lebar.
" sepupu yang baik. tapi, perbaiki bahasa kamu. jangan gunakan loe gue disin." ucap lifa penuh penekanan sambil menepuk-nepuk bahunya
"iya deh... iya" ucap nisa hanya bisa pasrah.
**** Kedua sepupu dengan wajah hampir sama itu, kini telah berada di depan ndalemnya bu nyai. Terlihat kerumunan santriwati disana. entah apa yang sedang mereka
lihat, nisa tidak tau. "ada apa sih kak" kok rame gitu?" tanya nisa dengan rasa penasaran.
"eh... mungkin itu, gus faiz pulang. kemarin, kakak denger-denger dia mau ngabisin libur kuliahnya disini." jawab lifa seadanya.
"emang, orangnya kayak gimana sih" kok santriwati segitunya pengen liat?" tanya nisa semakin penasaran dengan sosok gus itu.
"dih... kepo. makanya, nanti bantuin kakak. siapa tau bisa lihat gus faiz" ucap lifa seraya menarik lengannya.
**** Di kediaman sang kyai, nisa membantu lifa memasak. Tepat setelah masakan itu siap, adzan maghrib pun berkumandang. Mereka ingin segera kembali ke asrama.
tapi, ada seseorang yang memangilnya.
"hey... kamu" panggil seseorang itu. nisapun menoleh kesumber suara. Terlihat seorang gadis berpipi tembem dengan jilbab putih di belakang mereka.
"dipanggil ning zahra tuh, nis" ujar lifa menyenggol tangan nisa.
"saya ning?" tanya nisa sambil menujuk dirinya sendiri.
" iya... emangnya siapa lagi" tolong, anterin makanan ke kamarnya kak faiz ya. hari ini dia lagi puasa" pinta ning zahra yang diangguki oleh nisa.
" eh... iya. kamarnya dimana, ning?" tanya nisa yang sudah memegang satu nampan yang berisi makanan dan minuman.
"dari ruang ini lalu kekanan. itu kamarnya" jawab ning zahra sambil menunjuk salah satu kamar. nisa hanya mengangguk lalu menuju tempat yang dimaksud oleh
ning zahra. Tok.. tok... tok. " assalamualaikum, ini makanannya, gus" ujar nisa dari luar pintu berwarna coklat itu.
CEKLEK. suara pintu terbuka.
Terlihat sosok pria dengan baju koko tengah berdiri disana. Nisa menundukkan pandanganya seraya menyodorkan nampan yang terisi penuh dengan makanan. tapi,
tidak ada respon apapun dari orang itu.
"afwan gus... ini makanannya" ucap nisa sekali lagi. Namun, tetap saja orang itu tak bergerak sama sekali. Nisa menyerngitkan dahinya. 'Ada apa dengan
orang ini" atau dia salah kamar" tapi, sepertinya tidak' bathin nisa.
Dengan rasa penasaran yang tinggi, Nisa memberanikan diri melihat ke arah orang yang berdiri didepannya ini. Deg. nisa merasakan detak jantung berhenti
sejenak lalu berubah menjadi debaran yang sangat cepat. nisa menundukan kepalanya lagi. ia tak percaya dengan yang ia lihat tadi. nisa sungguh terkejut
melihatnya. orang itu menatapnya dingin tanpa ekspresi. namun, tak sedikitpun mengurangi tingkat ketampanannya.
Suasana canggung menyelimuti mereka. Nisa merasa tak bisa berlama-lama dalam keadaan seperti ini, bisa bahaya.
"afwan gus... ini makanannya. kalo tidak di terima. aku bawa lagi" ucap nisa lalu berbalik, ingin segera pergi dari hadapan orang itu sekarang juga. tapi,
ia merasa ada yang menarik lengan bajunya.
" tunggu.. " ucap orang itu.
"lepaskan gus faiz. kita bukan muhrim" pinta nisa terdengar gugup.
"tidak bukan. tapi, belum" balasnya melepaskan tangannya.
Nisa tersenyum miris lalu menatap orang itu tajam.
"apa loe bilang" belum?" ujar nisa terkekeh pela . Namun, terdengar sangat tidak mengenakkan.
"apaan sih loe" gak usah beri gue harapan lagi" lanjut nisa dengan penuh penekanan dengan mata yang sudah memancarkan api amarah. sorot mata nisa tajam
membuat manik matanya terlihat sangat indah.
Orang yang didepannya ini tersenyum tipis.' setiap kata yang terlontar dari mulut gadis ini terdengar pedas di telinganya. Apa dia baru salah makan cabai"'
pikir orang itu. " kamu sudah banyak berubah ya sekarang" ujar pria ini dengan wajah datar. Raut mukanya tenang tapi ia cukup terkejut melihat sosok gadis yang ada di depannya
ini. Lama tidak bertemu dengannya, membuat ia merasakan rindu yang sangat mendalam padanya. Tapi, mengapa mereka harus dipertemukan dengan cara seperti
ini". Miris dan tidak terduga.
"emang loe kira gue patung" semua manusia pasti berubah. Gue gak tau kenapa kita harus dipertemukan lagi. bahkan, dalam mimpi sekalipun gue gak pernah
berharap bisa ketemu sama loe" sinis nisa. Wajahnya datar. Namun, sebenarnya hatinya sangat rapuh.
"jaga bahasamu, mila" balas pria ini datar, dingin dan tanpa ekspresi. Mata elangnya menatap tajam namun meneduhkan.
Harusnya, nisa sudah bisa menebak. Pria dingin itu akan berkata seperti itu. Tanpa membalas ucapannya, nisa justru masuk dalam kamarnya. Meletakkan nampan
berisi makanan itu dimeja.
"afwan, gus... disunnahkan untuk menyegarakan buka puasa" ucap nisa meninggalkan pria yang di panggil gus itu. Pria itu tersenyum simpul melihat kepergiaannya.
Entah apa yang sedang ia pikirkan" mungkin hanya yang maha kuasa yang tau.
Nisa keluar dari ndalemnya bu nyai dengan wajah yang tidak dapat di ekspresikan. Bayangan orang itu terus muncul di kepalanya.
" Ya Allah, kenapa Engkau pertemukan aku lagi dengannya" ucap nisa diiringi satu tetes air mata yang keluar dari mata indahnya. Ia tak tau harus bersikap
bagaimana jika harus bertemu dengan orang itu lagi.
part 2 kolam ikan Suasana didalam masjid sangatlah hening. Hanya terdengar suara merdu dari imam. Pertanda sholat maghrib telah dimulai. Nisa mendapat shaf paling belakang
karena dia datang terlambat. Setelah mengambil wudlu, nisa mengikuti sholat maghrib berjamaah bersama santri yang lain.
Seusai sholat, semua santri bertadarus Al Qur'an bersama. Kemudian sholat isya' berjamaah. Setelah itu, mengaji kitab kuning yang disampaikan oleh kyai
pemilik pondok ini. Nisa meletakan kitab kuning diatas pangkuannya. Gadis berwajah tirus itu menyematkan pena diantara ibu jari dan jari manisnya. Pandangannya tertuju pada
kyai yang menjelaskan di depan. Usianya mungkin telah memasuki kepala 5. Namun, terlihat sangat berkharisma.
Semua santri mendengarkan penjelasan dari 'Abah' mereka dengan seksama. Tidak ada yang berbicara sendiri maupun terlihat mengantuk. Kajian hari ini memang
penting, mengenai kitab fathul qorib bab sholat. Tapi, tidak dengan nisa. Gadis itu memang memperharikan. Namun, fikirannya melayang kemana-mana.
Nisa memikirkan kejadian tadi. Bayangan orang itu masih segar dikepalanya. Kenapa dia harus bertemu lagi dengannya". Seseorang yang telah dengan usaha
keras ingin ia lupakan. Kini, justru akan dilihatnya setiap hari. Seolah Tuhan begitu tidak adil padanya.
Dia menoleh buku pribadinya yang tak sengaja terbuka didepannya. Nisa menghembuskan nafas kasar. Dalam buku tertera tulisannya sendiri. Disitu tertulis
'Allah itu Maha Adil. La tahzan, innallaha ma'ana'.
"astaghfirullahaladzim" ucap nisa pelan. Mungkin hanya dirinya yang dapat mendengarnya. Nisa sadar, tak sepantasnya ia berfikir seperti itu. Mungkin inilah
takdirnya, dan Allah telah menghendaki ini terjadi.
Tak terasa waktu cepat berlalu, kegiatan mengaji juga telah selesai. nisa mengedarkan pandangannya mencari sepupunya. yang dicari tak kunjung terlihat.
Tiba- tiba ada yang menepuk bahunya. nisa mendongak karena ia masih dalam posisi duduk. ia melihat siapa yang menepuk bahunya. ternyata itu sepupunya.
"nis, kak lifa mau setoran hapalan dulu di ndalemnya bu nyai. kamu, balik keasrama sendiri bisa kan?" tanya lifa padanya yang hanya diangguki oleh nya.
"kakak duluan ya, nis. cepet balik ke kamar" ujarnya lagi. lalu, meninggalkan nisa disini. Diam-diam ada yang mengamatinya di balik dinding pembatas antara
santri putra dan santri putri.
Nisa tetap diam saja. pikirannya kosong. Disini, sudah mulai sepi. hanya terdengar beberapa diskusi antar santriwati yang mutholaah kitab. setidaknya,
ada sekitar 5 santriwati yang berdiskusi. nisa tak berniat untuk nimbrung dengan mereka.
Gadis itu beranjak untuk berdiri. namun, kakinya mati rasa karena terlalu lama duduk bersila. ia menselonjorkan kakinya, berharap kakinya cepat membaik.
setelah, di rasa sedikit baikan. ia berjalan dengan sempoyongan ke serambi samping masjid.
Nisa memilih untuk duduk disana. Membiarkan kakinya pulih dengan sempurna. Senyum menghiasi wajah kita ketika melihag kolam itu.
" ikan koi" gumamnya sambil melihat setiap gerak gerik ikan di kolam ini. Kakinya ia turunkan, tapi tak sampai menyentuh air kolam.
Nisa merasakan dinginya angin malam menerpanya. Lama kelamaan disini, membuat tangan dan kakinya terasa dingin. ia menggosok-gosokan tangannya.
Tiba-tiba ada yang menjatuhkan sesuatu ke arahnya. 'jaket"' gumamnya melihat siapa yang memberinya benda itu. deg. jantungnya seakan lari marathon melihat
siapa yang tengah berdiri di sampingnya dan menatapnya datar. air mukanya tak bisa di tebak.
Kedua orang ini saling bertatapan. udara dingin menerpa mereka. Gadis berjilbab biru tersadar sedetik kemudian. Lalu, memalingkan mukanya menghadap air
kolam yang jernih, memantulkan sinar rembulan. Ikan-ikan koi itu saksi bisu pertemuan mereka.
Nisa menyingkirkan jaket hitam dari pangkuannya.
"buat apa ini, gus" Aku gak butuh" ucapnya tanpa memandang ke arah lawan bicara.
gus faiz yang tak lain adalah orang yang memberikan jaketnya dengan tak bersalah itu tersenyum tipis. paling tidak, gadis di depannya ini mau berbicara
padanya. "kamu emang gak butuh. tapi, anginnya butuh. kasihan anginnya, dikirain psykopat karena bikin kamu sakit" ujarnya datar membuat lawan bicaranya terkekeh
pelan. 'selera humornya sama. garing' kata nisa dalam hatinya. entahlah, ucapan gus faiz tadi terdengar lucu ditelinganya.
Melihat lawan bicaranya terkekeh pelan, membuat senyum di wajah gus faiz semakin berkembang.
'aku tau kamu masih nisa yang sama' bathin gus faiz.
"kamu gak marah?" tanyanya hati-hati.
"buat apa gue marah. tak ada alasan. kita tak ada hubungan apa-apa. lagi pula lo udah tunangankan?" balasnya santai.
SKAKMAT. gus faiz tidak dapat berkata apapun. ini lah yang di takuti gus faiz sejak ia bertemu kembali dengannya.
'ternyata dia sudah tau semuanya' ucapnya dalam hati.
" sebaiknya, lo jangan deketin gue lagi. nanti bisa timbul fitnah. silahkan pergi. ini area santriwati" kata nisa datar. gus faiz tak membalas ucapannya.
justru ia menyampirkan jaketnya kepunggung nisa.
"perasaan gue masih sama, maaf" ujar gus faiz sangat pelan bahkan terkesan berbisik. lalu, meninggalkannya disini sendiri. nisa dapat mendengar ucapan
gus faiz tadi. Tes. tanpa di minta air matanya turun begitu saja. perkataan gus faiz mampu menggetarkan hatinya. tapi, tidak. gus faiz sudah menjadi milik orang lain.
ia tidak ingin menjadi perusak hubungan orang lain. tangannya mengusap air matanya kasar. bangkit dari tempat duduknya. lantas, berjalan menuju kamarnya.
Di dalam kamar. terdapat sosok gadis dengan tinggi proporsional berwajah tirus itu kini tengah memandang ke luar jendela. nisa menghela nafasnya. kali
ini ia akan diintrogasi karena baru kembali dari masjid.
"darimana kamu nis?" tanya lifa sambil membalikan badannya agar bisa melihat sepupunya itu.
"dari masjid" balas nisa singkat lalu duduk diatas kasurnya melepaskan jaket yang tersampir di pundaknya.
"ngapain kamu sama gus faiz tadi?" tanyanya menyelidiki. "kakak tau dari mana?" tanya nisa hati-hati.
"semua yang ada disitu lihat kali nis. kalian berdua aja di serambi masjid. di samping kolam. tempat para santri memanjakan matanya. menenangkan pikirannya,
setelah mengaji seharian mengaji dan menghapal hafalannya. jadi, ada hubungan apa sama gus faiz yang gantengnya gak ketulungan itu" apa kamu udah kenal
sama dia?" tanya lifa lagi sambil mendekat kearahnya. lalu, duduk disampingnya.
Nisa menghela nafas sebentar.
"kenal sih udah. tadi, disuruh ning zahra nganterin makanan ke kamarnya. kita gak ada hubungan apapun" ucapnya tanpa melihat ke arah lawan bicaranya.
"yakin" gus faiz itu cueknya sama cewek kebangetan. sama tunangannya aja di cuekin. padahal, ning syifa itu cantik, hafal Al Qur'an lagi pinter. nah, kamu"
gak mungkin baru kenal. langsung di pinjemi jaketnya. di pakein lagi" tutur lifa panjang lebar.
'kita gak sedeket itu' bathin nisa.
"aku ngantuk. bahas ini besok aja ya kak" pinta nisa.
lifa melihat mata nisa sudah sangat lelah.
"ok. kita tidur sekarang. tapi, lo tetep utang penjelasan sama gue" ujar lifa. mereka pun membaringkan diri di atas tempat tidur. sebenarnya, nisa tidak
mengantuk. hanya saja, ia ingin menghindari pertanyaan dari kakak sepupunya itu
part 3 trending topic Hosh.. Hosh... Hosh Gadis berwajah tirus mengatur nafasnya setelah berlari. Ia terlambat masuk di kelas pertamanya. Ini semua karena sepupunya yang kelewat jahil. Mengajaknya
ke kelas aliyah yang ada di lantai 3. Yang mana adalah kelas sepupunya. Sedangkan, kelasnya ada di lantai dasar. Itu pun baru ia ketahui saat ia bertanya
ke salah satu santriwati yang ada di kelas itu karena kitab yang ia bawa tidak sama dengan kitab mereka.
"Awas loe... Lifa" gumamnya saat akan memasuki kelas itu.
Terlihat seorang ustadzah sudah duduk manis disana. Wajahnya cantik dan terlihat masih muda.
"Assalamu'alaikum, ustadzah... Afwan, aku terlambat" ucap nisa dengan nafas yang masih sedikit ngos-ngosan.
"Tidak papa, silahkan duduk" jawabnya lembut sambil tersenyum.
Nisa berjalan menuju salah satu bangku yang kosong. Semua santriwati menatapnya dengan pandangan yang berbeda. Namun, sama sekali tak ia hiraukan. Sekedar
membalas tatapan mereka dan tersenyumpun tidak.
Satu jam pelajaran tarih berlangsung. Nisa mengikutinya dengan diam mendengarkan tanpa mengatakan komentar apapun.
"Fahimtum?" tanya ustadzah muda itu sebelum mengakhiri pelajarannya.1
"Fahimna" jawab para santriwati.
"Baik, bila tidak ada yang ingin ditanyakan. Saya akhiri. Illalliqo' ma'assalamah. Wassalamualaikum" ujarnya menghakhiri kelas hari ini.
"Waalaikum salam" jawab mereka kompak.
Tepat setelah ustadzah itu melewati pintu. 3 gadis menghampiri meja nisa. Raut muka mereka sangat tidak enak untuk dilihat. Nisa menatap mereka dengan
biasa. Wajahnya tenang. Dalam hati ia menebak-nebak apa yang akan dilakukan 3 gadis itu pada dirinya.
BRAK.... Satu gebrakan dari gadis berjilbab merah sukses membuat mereka jadi pusat perhatian.
"Hai, anak baru. Loe kan yang ada didekat kolam ikan semalam sama gus faiz?" tanyanya dengan nada tinggi.
Nisa menyerngitkan dahinya. Dari mana gadis ini tau kejadian semalam. Apa semalam yang liat banyak". Tanya nisa dalam hati.
"Heh... Jawab. Loe tuli apa bisu" tanya gadis berjilbab merah tak kalah sengitnya.
Nisa berusaha tenang. Tak habis pikir dengan kelakuan mereka. Apa mereka tak sadar mereka itu seorang santri".
"Bersikaplah selayaknya santriwati" jawab nisa dengan wajah datar tanpa ada rasa takut.
"Heh, jangan naif deh loe. Loe sendiri penganggu tunangan orang. Loe tau" Gus faiz udah tunangan sama ustadzah tadi. Ustadzah nurul, sudah cantik, baik,
kalem lagi. Loe jangan coba-coba jadi perusak hubungan mereka" ucap gadis itu dengan kasar.
Nisa melengos saja. Ucapan gadia itu sangat menusuk hati sampai ke tulang sumsumnya. Apa katanya" Penganggu" Perusak. Bathin nisa.
"Aku gak serendah itu" jawab nisa penuh penekanan dan tatapan tajam.
Suara derapan langkah seseorang memenuhi ruang kelas ini. Pria yang memasuki kelas ini menyerngitkan dahinya melihat 3 gadis yang sedang mengintrogasi
1 gadis berjilbab biru . 'Ada apa ini" Ya Allah, gadis itu. Apa dia terkena masalah karena kejadian semalam"' bathin pria itu
"Kembali ke tempat duduk masing-masing" suara berat khas pria mengalihkan perhatian mereka.
Mereka terkejut melihat siapa yang akan mengajar kelas mereka hari ini. Siapa lagi kalau bukan gus faiz. Para santriwati senyum-senyum tak jelas melihat
orang itu. Tak ada angin tak ada hujan. Orang ini mau mengajar di kelas tsanawiyah. Sebuah momen yang langka.
"Loe selamat hari ini" ucap gadis berjilbab merah itu pelan lalu kembali ke tempat duduknya.
Nisa tak bereaksi apapun. Dia hanya menatap orang yang ada didepan dengan tatapan dingin. Mengapa takdir selalu mempertemukan mereka.
"Hari ini saya yang akan mengajar kalian. Menggantikan gus rafli yang sedang sakit" ucapnya lantas memulai pelajaran. Nisa sama sekali tak melihat ke arah
depan. Ia menatap kosong kearah kitab yang ada dimejanya.
Gadis berwajah tirus ini sama sekali tak berminat untuk mendengarkan. Ia mendecak sinis santriwati yang menatap penuh kagum pada pria yang ada didepan.
'Cish... Harusnya mereka dapat menundukan pandangan mereka. Walau itu dengan pengajarnya sendiri' gumam nisa mencorat-coret bukunya asal.
Gus faiz menatap nisa dengan ekspresi datar. Gadis itu sama sekali tak mendengarkan penjelasannya. Lama-lama ia geram juga. Tiba-tiba senyum pria ini mengembang.
Entah apa yang ia pikirkan. Hanya ia dan yang maha kuasa yang tau.
"Annisa Zahra Kamilah. Bisa kamu ulangi penjelasan dari saya" ujar gus faiz dengan wajah datar dan dingin.
Para santriwati bertatapan satu sama lain. Nama itu terdengar asing ditelinga mereka.
Mendengar namanya dipanggil. Nisa mengankat tangan kanannya malas.
"Setiap isim ma'rifat yang ada di awal kalimat disebut mubtada'. Khobar adalah kata yang menyempurkan faedahnya mubatada'. Kata yang terdiri dari mubtada'
dan khobar di sebut dengan jumlah ismiyah. Bila ditambah keterangan disebut jumlah mufidah" jawab nisa menyimpulkan apa yang telah gys faiz sampaikan.
Para santri dibauat melongo olehnya. Padahal, jelas-jelas dari tadi gadia itu tak mendengarkan penjelasan darinya. Tapi, dengan mudahnya ia menjabarkan
kesimpulannya. Gus faiz tersenyum tipis. Gadis ini memang tak pernah berubah. Kecersasannya memang diatas rata-rata.
"Bisa kamu jelaskan tentang jumlah mufidah?" ujar gus faiz lagi.
Nisa memutar bola matanya malas. Apa orang yang didepan ini mau mengerjai dirinya. 'Tak cocok jadi guru' bathin nisa.
"Lalu, apa gunanya anda ada didepan?" jawab nisa dengan penuh penekanan.
Gus faiz terdiam. ' kenapa dia jadi seperti itu. Apa karena aku"' tanya gus faiz dalam hati.
Para santriwati lainnya hanya diam dan berbisik. Gadis berjilab merah yang mengertak nisa tadi berdiri.
"Heh... Anak baru! Yang sopan dong sama gus faiz" protesnya dengan sinis.
"Sudah tidak papa. Kita lanjutkan pelajarannya" ucap gus faiz dingin. Lalu, kembali menjelaskan pelajaran nahwu sorof hari ini.
Nisa terdiam di tempat duduknya. Dia berfikir tak seharusnya ia seperti itu. Harusnya ia bisa tenang. Tapi, kejadian hari ini membuat moodnya hancur. Entahlah,
ia bingung bagaimana harus meluruskan semua ini.
**** Jam dinding telah menunjukan pukul 14. 30. Tapi, gadis ini masih setia berbaring ditempat tidurnya. Jilbabnya ia sengaja lepaskan. Membiarkan rambut panjang
nya tergerai. Mulutnya berkomat-kamit tanpa mengeluarkan suara. Kitab alfiyah masih setia di tangannya sejak 2 jam lalu.
Gadis berwajah tirus dengan muka hampir sama dengannya menghampirinya. Duduk di sebelahnya. Menatapnya dingin.
"Sudah hapal berapa, nis?" tanyanya.
"Kurang dua lembar, 10 nadzom lagi. Nanti malam gue setoran" jawabnya tanpa memandang kearah lawan bicaranya.
"Wow... Ternyata berita loe dikelas baru loe. Bener ya" ujarnya lagi memikirkan perbincangan temannya dikelas tadi.
Nisa mendudukan tubuhnya. Mencerna setiap kata yang dilontarkan dari mulut manis sepupunya itu. Sedetik kemudian ia paham.
"Oh..." jawab nisa singkat. Lalu, melanjutkan hapalannya.
Lifa hanya geleng-geleng melihat kelakuan sepupunya itu. Ia tak tau kalau nisa mempunyai sifat asli seperti ini.
Lifa hanya tau, nisa gadis yang periang, cantik dan cerdas tentunya. Mulai dari TK sampai SMA peringkat 1 selalu diraih olehnya. Dalam pertemuan keluarga
dialah yang selalu paling heboh juga paling ramah. Lifa tak tau jika nisa bisa sedingin ini.
"Berita loe sama gus faiz tadi malam juga sudah nyebar. Bahkan, jadi trending topik sekarang." ujar lifa.
"Sebenarnya, apa sih hubungan loe sama gus faiz?" tanya lifa penasaran.
Tapi, nisa sama sekali tak mengindahkan pertanyaannya. Ia terus saja berkomat kamit tak jelas. Seolah tak ada yang mengajaknya bicara.
Lelah di abaiakan oleh nisa. Lifa melemparkan bantal ke arah nisa.
BUKKkkkk.... "Ya... Gue gak lagi ngomong sama patung. Jawab gue bodoh" geram lifa.
Nisa tersenyum remeh "Loe ngatain gue bodoh setelah denger kabar itu. Loe lebih bodoh karena sepupuan sama orang bodoh" jawabnya meremehkan.
"Gadis sableng. Jangan ngalihin topik pembicaraan. Jawab pertanyaan gue" ucap lifa penuh penekanan.
"Harus gitu gue jawab" ujar nisa kesal dengan pertanyaan kakak sepupunya.
"Harus..." jawab lifa singkat.
"Belum saatnya" jawab nisa pelan lalu meninggalkan kamarnya. Meninggalkan lifa yang sudah mencak-mencak tak jelas disana.
part 4 pernyataan Kakinya terus berjalan. Tak tentu arah tujuannya. Terlihat ada bangku dibawah pohon dekat ndalemnya bu nyai. Ia duduk disini. Melihat sekelilingnya. Sepi,
tak ada orang. Mungkin para santriwati sedang istirahat. Mengingat jam segini adalah waktunya istirahat.
Dari kejauhan seorang gadis berpipi chubby yang baru keluar dari ndalemnya bu nyai melihatnya. Ia tersenyum tipis. Lalu, melangkahkan kakinya menghampiri
nisa. Nisa diam saja. Ia tau siapa orang ini. Ya, dia itu ustadzah nurul. Tunangannya gus faiz.
"Boleh duduk?" tanyanya seraya duduk.
Nisa menatap orang itu heran. Bukankah dia sudah duduk. Kenapa masih bertanya" Bathin nisa.
"Tanpa ku jawab kamu sudah duduk kan?" balas nisa dibuat selembut mungkin.
Lawan bicaranya terkekeh pelan. "Eh... Iya, ya" ucapnya.
"Kamu, tadikan yang telat masuk di kelasku. Namanya siapa?" tanyanya lembut sambil tersenyum.
Nisa membalas senyumnya dengan canggung.
"Annisa Zahra Kamilah, ustadzah sendiri?" tanya nisa balik.
"Nurul Syifa... Gak perlu panggil ustadzah. Berasa tua aja aku." jawabnya.
Nisa hanya mengangguk. Mereka berdua terdiam cukup lama. Memikirkan kata yang tepat untuk mengawali pembicaraan


Fazahra Akmila Karya Naima Adida di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kalo dia tanya tentang kejadian semalam. Apa yang harus ku katakan" Bathin nisa
Apa aku harus bertanya" Aku sangat penasaran apa hubungannya dengan gus faiz bathin nurul.
"Em... Yang semalam sama gus faiz kamukan?" tanya nurul sedikit gugup. Suaranya terdengar bergetar.
"Iya" jawab nisa jujur. Buat apa dia berbohong. Pembohong bukanlah sifatnya
Nurul sedikit terkejut. Jujur sekali orang yang didepannya ini. Tak ada guratan ketakutan dan semacamnya.
"Aku tunangannya gus faiz" ujar nurul tersenyum tipis.
"Aku tau" jawab nisa singkat tanpa memandang lawan bicarnya.
Ia melongo. Kedua kalinya ia dibuat terkejut olehnya. Jika ia sudah tau tapi kenapa ia masih menggoda gus faiz" Bathin nurul.
"Aku tidak pernah menggodanya. Dia sendiri yang datang padaku" jawab nisa dengan ekspresi datar.
Nurul menyerngitkan dahinya. Seakan tak percaya dengan ucapan orang yang didepannya ini. Gus faiz bukan tipe pria yang seperti itu. Bahkan dengan dirinya
yang notaben nya adalah tunangannya ia sangat cuek.
"Gak mungkin banget. Udah berapa lama kamu kenal dengan ya?" tanya nurul dengan raut muka yang tak biasa.
"Mungkin lebih lama darimu" jawab nisa enteng.
"Apa hubunganmu dengannya?" tanya nya lagi.
"Mantan kekasih. Ah... Bukan. Karena ia tak pernah memutuskan hubungan kita" jawab nisa seadanya.
Entah ada angin apa yang membuat nisa berkata jujur padanya. Ia hanya mengikuti kata hatinya saja.
Nurul membulatkan matanya. Tak percaya dengan jawaban gadis ini. Sebuah fakta yang menyakitkan menurutnya.
"Ku mohon. Jauhi dia. 1 bulan lagi, kami akan menikah" ucap nurul dengan mata berkaca-kaca.
Nisa menatap ke arahnya. Ekspresinya datar. Ucapan gadis ini seperti pisau yang menyayat hatinya. Nisa berusaha menyembunyikan perasaannya.
"Tenang aja. Aku tidak akan mengganggunya. Jaga dia. Suruh dia menjauhi ku" ucap nisa dingin. Lalu bangkit dari tempat duduknya.
**** Tok... Tok.. Tok "Boleh aku masuk, gus" Aku mau bicara sesuatu" ucap gadis chubby didepan pintu berwarna coklat itu.
"Masuk aja. Pintunya tidak dikunci" jawab si empunya kamar.
Ceklek... Pintu terbuka. Pria itu menatap layar laptopnya. Membiarkan gadis itu masuk ke kamarnya dan duduk di sampingnya.2
Suara isakan seseorang mengganggu kosentrasinya. Ia mengarahkan pandangannya ke arah gadis itu.
Kenapa dia menangis" Apa ada yang menyakitinya" Bathin gus faiz.
"Hei.. Jangan nangis. Ada apa?" tanya nya dengan nada selembut mungkin.
Gadis itu mengusap kasar air matanya. Menatap orang yang ada didepannya.
"Gus, pernikahan kita satu bulan lagi. Ku mohon belajarlah mencintaiku" ucapnya membuat gus faiz semakin heran.
"Ada apa syifa?" tanyanya dengan wajah biasa seolah tak terjadi apapun.
"Tidak ada" jawabnya singkat.
Gus faiz tidak ambil pusing akan hal itu. Mungkin, dia sedang tidak mood. Lagipula, pekerjaannya juga menumpuk karena ia harus pulang ke pesantren sesuai
permintaan uminya. Membiarkan nurul menenangkan dirinya.
Nurul menatap gus faiz yang sedang serius memandang laptopnya. Ia tersenyum tipis. Air matanya keluar lagi. Pria ini sama sekali tidak peduli denganya.
Sebulan lagi kita nikah, gus. Tapi, sedikitpun kamu gak peduli padaku. Bathin nurul
Gus faiz menutup laptopnya. Pikirannya tidak konsen sejak tunangannya datang ke kamarnya dengan keadaan menagis.
Ia mengambil minum yang ada diatas mejanya. Menyodorkannya pada gadis didepannya.
"Minum dulu" ujarnya dingin.
Nurul menerima minuman itu. Meneguknya sampai habis.
"Kak, aku tadi bicara sama nisa. Mantan kekasihmu" ucap nurul memberanikan diri mengungkapkan isi hatinya.
Gus faiz menyerngitkan dahinya.
Apa karena itu kamu nangis" Bathinnya.
"Terus?" ujar gus faiz.
Nurul mendengus kesal. Pria ini sangat tidak peka.
"Ku mohon. Jauhi dia kak. Kita akan menikah. Belajarlah mencintaiku" ucap nurul dengan mata berkaca-kaca.
Gus faiz menghembuskan nafasnya kasar. Tak sepantasnya ia masih mengharapkan nisa dalam hidupnya. Sedangkan, calon istrinya sedang memohon didepannya saat
ini. "Akan ku coba" jawab gus faiz tersenyum tulus. Mungkin ini adalah senyum terindah yang pernah nurul liat selama ini.
**** Awan mendung memenuhi langit. Tetes demi tetes air hujan membasahi bumi. Nisa mengulurkan tangannya. Merasakan dinginnya air hujan. Ia menutup matanya.
Ia tak tau bagaimana ia mengeskpresikan perasaannya saat ini. Hanya buliran hujan yang dapat menggambarkan isi hatinya. Ia tidak lagi mencintainya. Perasaannya
sudah mati sejak dulu. Ustadzah nurul lebih baik darinya dan sangat mencintai gus faiz.
Nisa membuka matanya. Melihat hujan semakin deras. Bahkan, mengguyur tubuhnya hingga ia sendiri sudah basah kuyup.
"Apa hobimu sekarang berganti jadi berdiam diri diguyur hujan" suara bariton khas pria menyadarkan dirinya.
"Gus faiz" gumamnya.
Ia tersenyum miris. "Jauhi aku. Tunanganmu tadi memohon padaku" ucap nisa dengan wajah sedatar mungkin.
"Akan ku lakukan jika itu mau mu. Tapi, sebelum itu. Katakan padaku bahwa kau tidak mencintaiku" ucap gus faiz dengan wajah dinginnya.
"Aku tidak mencintaimu" ucap nisa enteng. Padahal, dalam hati ia berkata sebaliknya.
Gus faiz terdiam sebentar. Mencoba untuk biasa saja setelah mendengar pernyataan nisa. Begitu mudah gadis itu mengucapkan hal itu.
Gus faiz berusaha menemukan kebohongan dimatanya. Namun, sama sekali ia tak menemukan hal itu.
"Love is not false Not love but dear Nothing reason i dear you
It is happen because Allah command it
Never regret with what's been happen
We are not always together
Let me to hugs our memories
Let me tell you our story
When we meet again Follow your heart to guide you for go home" ucap gus faiz
Nisa sangat bahkan sangat paham dengan kalimat itu. Sebuah kalimat yang selalu mereka berdua ucapkan dulu.
Tes. Air mata nisa menetes begitu saja. Namun, tak ada yang bisa melihatnya karena hujan masih mengguyurnya.
"Satu yang ku minta. Jaga dirimu baik-baik" lanjut gus faiz.
Dari kejauhan seorang gadis melihat mereka berdua. Ia tersenyum tipis berusaha untuk tegar. Namun, sebagaimana pun ia tegar. Ia tetaplah wanita. Dan akhirnya
menangis juga. part 5 rasa sakit Air mata nya dari tadi terus saja menetes. Seakan tak ada habisnya. Kenapa sih dia" Menangis saja dari tadi' bathin seorang gadis berjilbab putih yang
tengah menatap calon kakak iparnya itu.
"Loe kenapa sih" Cengeng banget jadi cewek" geram zahra padanya.
Gadis itu masih terisak. Ia mengusap kasar air matanya. Berusaha menghentikan air matanya. Namun, tidak bisa.
"Gue gak bisa ra. Rasanya tuh sakit. Disini... Ra. Sakit banget" balasnya dengan nafas tersenggal-senggal sambil menunjuk hatinya. Menunjuk bagian dari
tubuhnya yang seakan hancur remuk hari ini. Rasa sakitnya menjalar keseluruh bagian tubuhnya.
"Kenapa lagi syifa" Apa karena kak faiz. Awas tuh orang. Bakal gue kasih pelajaran" ujar zahra merutuki kakaknya sendiri.
Apa kakaknya itu sudah gila. Mengabaikan cewek sholihah seperti syifa. Ia tau kakaknya itu gantengnya diatas rata-rata. Tapi, syifa adalah calon istrinya.
Benar-benar tuh orang kelewat cueknya.
"Gak usah, ra. Nanti dia semakin tidak suka padaku. Dia tidak mencintaiku" ucap syifa kembali menangis.
Zahra menatap syifa kasihan. Dia benar-benar berantakan saat ini. Kedua matanya sembab. Jilbabnya berantakan. Tapi, apa yang harus ia lakukan agar syifa
bisa tenang".4 "Udah gue bilang jangan nangis" balas zahra dengan nada sedikit tinggi.
"Gak bisa, ra.... Gue gak bisa. Gimana kalau yang ada diposisi gue sekarang itu loe. 1 bulan lagi loe akan nikah. Dan calon suami loe masih mencintai orang
lain. Mencintai mantan kekasihnya. Dan loe harus liat itu dengan mata kepala loe sendiri" balasnya dengan nada kalah tinggi.
Zahra sedikit terkejut dengan ucapan syifa. Ia menangis lebih kencang dari tadi. Zahra menariknya dalam pelukannya. Zahra membenarkan ucpannya. Ia benar,
jika ia yang ada di posisinya. Ia juga akan melakukan hal yang sama. Mungkin, lebih parah.
"Dia gak pernah peduli sama gue, ra. Dan loe tau" Mantan kekasihnya itu salah satu santriwati disini" ucap syifa sangat pelan.
Zahra kaget untuk kedua kalinya. Apa santri baru yang kemarin itu" Bathin zahra.
**** Satu kepulan asap rokok keluar dari mulutnya. Pria jangkung dengan kemeja putih yang digulung sesiku ini sedang merokok di belakang rumahnya.
Pria lain yang sedang mengamatinya menyerngitkan dahinya. Yang dilihat tak sadar akan kehadirannya disini.
Satu tepukam dibahu menyadarkannya.
"Loe ngerokok?" tanyanya.
"Cuma lagi pengen. Pikiran gue penuh" jawabnya santai lalu membuang rokok itu dan menginjaknya.
"Ngapain loe balik ke sini?" tanyanya menatap saudaranya itu.
"Mau menghadiri pernikahan loe lah, bro" ucapnya menggoda.
Yang di goda justru memejamkan matanya. Memijat pangkal hidungnya sendiri.
Melihat respon saudara seperti itu mengundang pertanyaan dalam benaknya.
"Ada masalah apa gus?" tanyanya penasaran.
Ia membuka matanya. Menyipitkan dan menajamkan penglihatannya.
"Apaan sih, kak. Panggil gue gus. Loe itu yang gus disini. Bukan gue?" balasnya tak terima dipanggil seperti itu.
Lawan bicaranya hanya terkekeh pelan.
"Loe juga kali. Ada masalah apa" Sampai-sampai seorang faiz akmal ngerokok" Padahal dia anti sama rokok" sindirnya .
Satu tonjokan mengenai bahunya.
"Apaan sih gus Muhammad Rifatirillah yang terhormat" ucapnya dingin.
Mereka berdua terdiam menikmati indahnya malam. Sampai salah satu dari mereka membuka suara.
"Loe ingat mila?" tanya faiz tanpa memandang ke arah saudaranya itu.
"Pacar loe itu?" jawab rifat yang membuatnya mendapat tatapan tajam dari faiz .
"Gue gak pernah pacaran sama dia. Dia kekasih gue" balas faiz tak terima.
"Sama aja, dodol" balasnya tak kalah sengit.
"Ada apa sama dia?" tanya rifat mengambil tempat duduk. Malah ikutan menyulut rokok yang ada dimeja.
Faiz menatapnya dingin. Melepas salah satu sandalnya. Melempar tepat ke arah kepalanya.
Bukkk... "Aw..." jeritnya sambil mengusap kepalanya.
"Otak loe kebalik. Loe nyindir gue. Malah loe sendiri ngerokok" ujarnya.
"Kan adek yang ngajarin" ucapnya di buat sok imut.
"Jijik gue liat loe" balasnya bergidik ngeri. Mungkin tadi dia kesambet saat perjalanan ke sini.
Rifat mengangkat bahunya acuh. Sibuk mengepulkan asap rokoknya.
"Dia santriwati disini" ucap faiz datar. Lalu, mencari tempat duduk di sebelah rifat.
"Dia siapa?" tanya rifat tanpa dosa.
"Mila..." jawabnya singkat padat dan jelas.
Rifat tersedak mendengar jawaban faiz.
"Uhuk... Apa?" tanyanya tak percaya.
"Wah... Gawat tuh"
"Emang udah gawat"
"Syifa udah tau?"
"Udah" "Terus... Apa keputusan loe?"
"Belum tau" Rifat menepuk-nepuk bahu faiz.
"Ikatan loe sama syifa lebih dari kekasih. Tapi, sudah tunangan. Sebulan lagi loe nikah" ucapnya bijak.
"Gue tau..." jawabnya singkat.
"Syifa gadis yang baik. Cewek idaman semua pria. Jangan sia-sia in dia" ujarnya kembali.
"Ya udah, loe aja yang nikah sama dia" balas faiz enteng.
Rifat membulatkan matanya sempurna. Mungkin saudaranya ini sudah gila pikirnya.
"Gue sih mau... Sayangnya, gue udah punya pujaan hati sendiri. Dia cantik, pinter, baik" balasnya.
"Iya deh... Sonoh lamar dia. Keburu diambil orang tau rasa loe" ujarnya.
"Do'a loe jelek amat" ucap rifat kesal.
Faiz tak mengambil pusing hal itu. Yang ada di otaknya saat ini hanya nisa. 'Aku tidak mencintaimu'. Ucapannya terus berputar bagai kaset otomatis di otaknya.
Di satu sisi ia sangat mencintai nisa. Disisi lain, ada syifa yang mencintainya. Ia tak tau harus berbuat apa". Begitu sakit ia rasakan meski ia tak mengungkapkannya.
**** Tengah malam, seorang gadis tengah menghadap pada sang khaliq. Mengungkapkan segala keluh kesahnya. Siapa lagi kalau bukan nisa.
'Ya Robbi, sang pembolak balik hati.
Aku tak tau apa yang akan terjadi padaku di hari esok.
Aku hanya tau semua ini tak kan terjadi tanpa kehendak darimu.
Ikhlaskanlah hatiku, Ya Robb.
Tidak ada cinta selain cintaku hanya untukMu.
Dekatkahlah aku padaMu' Ujar gadis itu dalam do'anya.9
Ia mengambil tasbih. Beedzikir sebanyak yang ia bisa. Namun, ia sama sekali tidak konsen. Pikirannya melayang entah kemana. Ia merasa hatinya telah beku
dan mati. Ia ingin menangis tapi tidak bisa. Dadanya terasa nyeri.
'Ya Allah... Kenapa rasanya begitu sakit" Aku ikhlas... Aku ikhlas... Aku ikhlas... '
Doa nya menyemangati diri sendiri.
Ia melipat mukena dan sajadahnya. Keluar dari tempat suci ini dan duduk di serambi masjid. Menatap kolam ikan di bawahnya. Menghembuskan nafasnya sekali
lagi. Entahlah, ia ingin berlama-lama disini. Membiarkan hatinya tenang sejenak.
Ia berpikir dengan logika. Bukan hanya dia yang merasa sakit. Bahkan, orang lain merasakan hal yang lebih sakit darinya.
Nisa menatap langit. Banyak bintang disana. Ia memejamkan matanya.
"Cinta tidaklah salah
Ini bukanlah cinta namun rasa sayang
Tidak ada alasan karena Allah menghendaki ini terjadi
Tidak perlu menyesal atas apa yang terjadi
Kita tak selamanya bersama
Biarkan ku peluk kenangan tentang kita
Akan ku ceritakan kisah kita
Saat kita bertemu kembali
Ikuti hatimu untuk menuntunmu pulang"
Ia membuka matanya kembali. Menatap sekeliling. Menghembuskan nafasnya kasar. Kenapa ini harus terjadi padanya" Apa yang harus ia lakukan" Semuanya seakan
semu dimatanya. part 6 photo Pagi-pagi buta, seorang gadis telah di kagetkan oleh kedatangan tamu tak di undangan. Ia menggedor pintu tanpa ada temponya.
"Ada apa nai" Pagi gini udah gedor-gedor pintu. Apa ada kebakaran hutan?" ucap lifa lembut namun begitu menusuk. Saat melihat siapa tamu yang tak di undang
pagi ini. Sang tamu meringis tak jelas. Menyadari bahwa tindakannya terlalu berlebihan.
"Nih, ada kiriman gak tau dari siapa" Buat sepupu loe, nisa" ucapnya sambil menyodorkan bingkisan amplop coklat.
Lifa menerimanya dengan tatapan heran.
" Thanks... Lain kali pakai speaker aja sekalian ke kamar gue. Oke" sindir lifa.
"Ya... Ya... Sorry deh. Gue balik dulu" balasnya.
Lifa menutup pintu kamarnya.
Membolak balik amplop itu. Penasaran dengan isi yang ada di dalamnya.
Gue buka aja kali ya" Dari pada gue mati penasaran" Kan gak lucu juga" Bathin lifa membuka amplop itu.
'Foto"' gumamnya pelan. Lalu, melihat foto siapa itu. Ia menatap kertas foto di tangannya dengan tak percaya. Ia mengamatinya sekali lagi. Apakah foto
ini editan atau tidak. Tapi, sepertinya tidak. Bahkan, foto ini terlihat rapi dan jernih. Tapi, gambar yang di pose ini membuatnya sangat tidak percaya
bahwa foto ini bukan editan.
"Ada apa kak?" tanya nisa yang baru keluar dari kamar mandi.
Ia menghampiri lifa yang terlihat sibuk dengan foto ditangannya. Menarik foto itu asal dan melihatnya.
Kaget" Tentunya. Tubuhnya menegang seketika setelah melihat foto itu, hampir saja jantungnya berhenti berdetak karenanya. Keringat dingin keluar dari pelipisnya.
"Loe bisa jelasin foto itu sekarang" perintah lifa.
"Em... Itu... Itu... " jawabnya seperti orang gagu. Lidahnya seakan kelu untuk menjelaskan semua ini. Masalah satu belum selesai lalu ditambah masalah
foto ini. 'Ya Allah... Hanya kau yang mampu membantuku sekarang ini' ucapnya dalam hati.
**** Disaat yang sama. Seorang gadis tengah mengomeli kakaknya. Sang kakak hanya cuek saja. Membiarkan adiknya mengomel tak jelas. Lagipula, siapa juga yang
mau dapat ceramah pagi buta seperti ini.
"Ya Allah... Kak faiz. Kamu kira aku radio apa?" bentak adiknya tak jelas.
Sang kakak menatapnya tajam. Berani sekali adiknya ini. Apa selama dia pergi tak ada yang mengawasinya".
"Sejak kapan kamu berani sama kakak?" tanyanya dengan penuh penekanan.
Seketika adiknya terdiam. Merutuki ucapannya sendiri. Jika sudah seperti ini, ia tak berani lagi menatap sang kakak.
"Maaf..." ucapnya pelan.
"Oke kali ini kakak maafin kamu. Tapi, inget zahra aku ini kakakmu. Bukan temanmu. Aku denger semua ucapanmu. Tapi, beri waktu kakak buat memikirkan hal
itu" balas kakaknya dengan tatapan tajam.
"Belajar aja yang bener. Itu urusan kakak. Tenang aja, kakak akan tetap menikah dengan syifa. Karena dia gadis pilihan umi sama abi. Kecuali... Dia sendiri
yang nolak kakak" jawab gus faiz dengan nada datar.
Zahra akhirnya dapat bernafas lega mendengar jawaban kakaknya. Ia yakin, otak kakaknya masih waras. Tidak mungkin ia berbuat yang diluar batasnya.
Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu.
"Buka pintunya" suruh gus faiz pada zahra.
Tanpa menjawab ia langsung membuka pintu.
"Maaf ning... Mengganggu. Ini ada kiriman buat gus faiz" ucap seorang santri yang mengetuk pintu sambil menyodorkan sebuah amplop coklat.
"Iya... Makasih" balas zahra menerima benda itu.
Dengan penasaran tingkat tinggi, zahra membuka amplop itu tanpa seizin kakaknya.
Setelah membuka amplop itu, ia tersentak. Sampai-sampai isi amplop itu jatuh dari tangannya.
Ia melongo setelah melihat isinya. Seketika itu juga seorang gadis manis berjilbab hijau memasuki kamarnya dengan membawa nampan yang berisi makanan.
Ia menatap heran ke arah zahra. Lalu, mengalihkan pandangan pada benda yang terjatuh itu. Betapa kagetnya ia saat melihatnya. Hingga tak sadar, nampannya
telah terjatuh dengan indahnya.
PRANGggggg.... Suara benda jatuh menyadarkan zahra juga membuat faiz menoleh ke arahnya. Gadis yang membawa nampan itu membeku ditempat.
"Kak syifa" gumam zahra melihat gadis yang sekarang ada di ambang pintu.
Gadis itu tak berekspresi apapun. Tatapannya kosong. Tak tau harus berbuat apa.
"Aku... Aku... Permisi " ucapnya terbata-bata. Lalu, berlalu pergi meninggalkan ruang itu.
"Ada apa ra?" tanya faiz menghanpiri adiknya itu.
Zahra sudah menatapnya sangat tajam. Entah apa yang dia liat hingga membuatnya menjadi semengerikan itu.
Faiz mengahmpirinya dengan wajah tenang. Zahra mengambil foto itu lalu melemparnya tepat di wajahnya.
"Berengsek loe, kak" teriaknya lalu pergi meninggalkan faiz yang akan marah.3
Faiz menggertakkan giginya. Apa-apaan adiknya itu" Mengatainya brengsek". Ia mengambil foto yang di lempar ke wajahnya.
Di balik foto itu bertuliskan Foto 1. Dan tertulis 'faza... Happy annive 3th' by. Reyhan' seperti itulah tulisan di balik foto itu.
Firasat faiz semakin tak enak di buatnya. Reyhan". Ia mencoba mengingat-ingat nama itu.
Seditik kemudian ia ingat. Reyhan adalah temannya dulu ketika SMA. Seorang ketua jurnalistik yang hobby mempotret.
Ia membalik foto yang terbalik itu. Menatapnya dengan tak percaya. Shok juga kaget setengah hidup. Kapan foto ini diambil". Pantes saja zahra marah. Ucap
faiz dalam hati. Derapan langkah kaki seseorang masuki kamarnya tanpa permisi. Ia menoleh saja ke orang itu. Orang itu sedikit heran karena dibawah kakinya makanan berserakan.
"Ada apa ini faiz?" tanyanya. Namun, yang ditanya sama swkali tak menjawab.
Tak mau ambil pusing. Ia melihat seseorang santriwati yang kebetulan lewat di depan kamar ini.
"Maaf, mbak... Bisa bersihkan makanan ini" pintanya baik-baik.
Santriwati itu menundukan pandangannya.
"Baik, gus.. " jawabnya. Lalu, membersihkan makanan itu.
Mereka terdiam tak ada yang berbicara satu pun. Hanya terdengar suara sapu dari orang yang membersihkan lantai itu.
Rifat sebenarnya sangat ingin bertanya pada saudaranya itu. Namun, masih ada orang lain disini. Tak mungkin, bila ia membuka suara. Baginya masalah keluarga,
orang lain tak boleh tau, sekalipun itu hanya seorang santri disini.
Setelah dikira aman. Ia menutup pintunya. Faiz sudah berkutat kembali pada laptopnya melanjutkan pekerjaannya yang tertuda karena insiden foto itu. Ia
bertingkah seolah tak terjadi apapun.
Rifat menghampirinya. Duduk diatas ranjang, menatap saudaranya dengan penuh pertanyaan. Namun, amplop coklat yang diatasnya ada foto yang terbalik menyita


Fazahra Akmila Karya Naima Adida di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perhatiannya. Tanpa ragu ia menarik foto itu lalu melihatnya. Ekspresinya sama seperti zahra ketika tadi melihatnya.
Pria itu menggertakkan giginya. Darahnya naik setelah melihat foto itu. Ia lantas berdiri lalu menarik kerah kemeja saudaranya itu, membuat faiz ikut berdiri
juga. "Apaan sih, kak" ucapnya menatap tajam rifat.
"Loe yang apaan" Apa maksud foto itu" Brengsek loe ya" Pantesan gue liat syifa keluar dari kamar loe nangis" teriaknya pada faiz. Emosinya berada dipuncak
saat ini. "Itu gak sepenuhnya bener seperti yang loe liat di foto itu" ucap faiz membela diri.
"Berengsek loe" ujarnya lalu meninju muka saudaranya sendiri. Faiz meringis, darah segar keluar dari sudut bibirnya.
"Apa itu yang diajarin abi sama kita" Ingat batasan loe akmal" bentaknya lagi. Ia benar-benar emosi saat ini. Tapi, akalnya masih sehat. Ia tak mungkin
menghajar saudaranya sendiri.
Rifat melepaskan tangannya. Faiz mengusap darah yang keluar dibibirnya.
"Dengerin penjelasan gue dulu. Setelah itu loe boleh hajar gue semau loe" balas faiz dengan nada dingin. Ia mengalah saja dari pada harus adu otot dengan
saudaranya sendiri itu bukanlah hal yang baik.
part 7 flashback A Di depan ruang osis SMA Yasida. Semua murid sudah pulang kecuali para pengurus osis. Banyak pengurus osis yang sibuk membereskan serta menata barang dan
perlengkapan pensi yang akan diadakan besok.
Seorang gadis berjilbab putih dengan seragam putih abu-abunya membawa setumpukan berkas. Bisa dipastikan itu adalah berkas arsip adminitrasi osis. Ia berjalan
menuju ruang osis untuk menyimpan berkas-berkas itu.
Gadis itu berjalan dengan susah payah karena tumpukan berkas itu menghalangi penglihatannya. Tanpa sengaja kakinya terpeleset hingga membuatnya limbung
kesamping. Berkas ditangannya berhamburan kemana-mana.
Ia memejamkan matanya berharap tubuhnya tidak jatuh. Benar saja, ia tak merasakan sakit. Melainkan, benda empuk yang ia tindih.
Ia membuka matanya. Blush... Pipinya merah seketika. Ia memang tidak jatuh, namun terduduk di pangkuan seseorang.
Ternyata ketika ia jatuh tepat disampingnya terdapat bangku panjang. Seorang pria dengan setelan jas almamater tengah istirahat disana. Tepat saat gadis
itu jatuh, ia terduduk di pangkuannya.
"Sampai kapan loe duduk dipangkuan gue?" tanyanya begitu menusuk.
Gadis didepannya menekuk mukanya kesal. Belum sampai ia berdiri.
CEKREK... Suara kamera menyita perhatian mereka. Satu bidikan berhasil ia ambil.
Gadis itu lantas berdiri dan menatap tajam ke arah orang yang mengambil gambarnya.
"Kak reyhan... Hapus gak fotonya" teriaknya dengan kesal.
"Cie... Faiz ... Cie ... Nisa" goda teman-temannya pada mereka berdua.
Sedari tadi ternyata banyak pengurus yang melihat insiden tadi.
Malu, itulah yang dirasakan gadis ini. Mau ditaruh mana mukanya saat ia bertemu lagi dengannya.
"Ehem... Cie... Kalian cocok kok ketua osis sama sekretarisnya. Great!" ujar seseorang yang tak lain adalah reyhan.
"Otak loe emang udah geser ya, kak. Asal jepret seenak jidat loe aja. Kayak loe aja yang punya kamera" ujar nisa kesal pada reyhan.
Yang diomeli malah senyum-senyum tak jelas melihat jepretannya.
"Ketua jurnalistik harus cekatan kalo ada berita hangat... Haha" ucapnya penuh bangga.
"Hapus... Atau tamat riwayat loe hari ini reyhan" geram faiz melihat tingkah temannya yang kelewat batas itu.
"Yaelah... Buat kenang-kenangan iz. Siapa tau loe bberdua jodoh" celetuk reyhan tanpa dosa.
Faiz dan nisa menatapnya tajam. Siap menerkam makhluk ajaib yang satu ini.
"Kabur....." ucap reyhan menjauh dari mereka. Ia masih ingin menghirup udara segar. Ia tak mau menjadi sasaran empuk 2 orang ini.
**** Dua orang sepupu ini saling bertatapan. Seorang gadis berwajah tirus memijat keningnya sendiri setelah mengakhiri penjelasannya.
"Jadi, gus faiz itu kakak kelas kamu di SMA?" tanya lifa menyimpulkan penjelasannya.
Nisa hanya mengangguk. Ia benar-benar pusing sekarang. Amplop coklat itu masih di tangannya saat ini.
"Parahnya, gue gak tau kalo dia itu seorang gus di pondok ini. Tau gitu gue gak usah deh ikut loe kesini" ucapnya pelan lalu mengambil minum. Tenggorokannya
terasa kering saat ini. "Jadi, loe nyesel?" tanyanya penuh keheranan.
"Gak ada yang perlu disesali. Toh, ini sudah terjadi" ujarnya menatap foto itu.
"Foto terkutuk" gumamnya sendiri menatap foto itu tanpa ekspresi.
Ia benar-benar tak tau. Ia bisa berekspresi semenjijikan itu. Terduduk dipangkuan seseorang dengan wajah miring membelakangi kamera. Kedua tangannya memegang
pundak pria didepannya. Bahkan orang yang melihat itu, mengira mereka sedang melakukan kissing. Entah apa yang akan terjadi padanya esok. Firasatnya mengatakan
akan terjadi hal yang sangat buruk padanya.
Ya Allah... Hanya engkau yang mampu membantuku saat ini.
Doa nisa dalam hati. **** Ditempat lain. Tepatnya di kamar sederhana ini terdapat 2 orang gus yang saling terdiam.
Seorang gus berkaca mata dan mempunyai sedikit kumis menunggu penjelasan dari saudaranya. Gus lainnya dengan wajah oriental dan hidung mancung menghembuskan
nafas kasar. Tak tau harus menjelaskan mulai dari mana.
Gus faiz mengamati foto itu dengan detail. Ingatannya kembali ke masa 3 tahun yang lalu. Masa SMA nya yang penuh warna dan cerita.
Ia ingat insiden itu. Ia menggertakkan giginya sendiri. Menahan emosi yang menguak di hatinya.
Gus faiz menghembuskan nafasnya sekali lagi. Menatap saudaranya yang masih keselimuti amarah.
"Loe pinterkan" Loe pengalamankan" Loe liat foto ini baik-baik. Orang itu emang gue sama nisa. Tapi, apa yang loe liat di foto ini tak sepenuhnya benar.
Dia terduduk dipangkuanku saat beres-beres perlengkapan pensi. Loe liat, kertas yang berserakan di bawah gue. Itu berkas administrasi osis. Tepat disamping
gue itu ruang osis. Dan loe liat. Gue masih pakai almamater lengkap dengan seragam putih abu-abu. Di sekitar kita juga banyak pengurus osis." jelas faiz
panjang lebar. Lalu, ia mengambil nafas sekali lagi dan menghembuskannya. .
"Ya kali gue kissing di depan umum" Gue masih waras buat ngelakuin hal itu. Lagian dia juga belum halal buat gue" ucapnya dengan dingin. Sebenernya ia
tak ingin mengatakan hal terakhir ini tapi ya sudahlah biar semuanya jelas.
Saudaranya itu terdiam. Ia sangat percaya dengan faiz. Ia sudah bersamanya sejak kecil. Ia tau seluk-beluk saudaranya itu.
"Gue percaya. Tapi, gimana sama syifa" Dia gadis polos. Kasihan banget pasti dia terluka. Itu gara-gara loe brengsek" balas saudaranya itu.
Faiz meliriknya tajam. "Cukup rifat. Jangan bilang gue brengsek lagi. Ini diluar kehendak gue. Hanya Allah yang lebih mengetahui dari siapapun" balas faiz tak kalah tajam.
Ini semua tak pernah terbayang dipikrannya. Semua jadi rumit menurutnya. Lebih baik ia mengambil wudlu dan sholat untuk menenangkan pikirannya.
Ya Allah, hanya engkaulah yang mampu membantuku saat ini. Doanya dalam hati.
**** Nisa dan lifa masih betah didalam kamarnya. Untung saja, hari ini tidak ada kelas pagi. Mereka bisa berbicara sepuas mereka.
Kedua sepupu itu saling berhadapan dalam diam. Lifa mengambil foto itu dan mengamatinya sekali lagi. Ia melihat ada tulisan di belakangnya.
"Foto 2. Faza... Happy annive 3 th. By, reyhan" ucap lifa membaca tulisan yang tertera disana.
Mata nisa membulat sempurna. Dugaannya benar. Ini semua ulah si reyhan sableng itu. Tapi, tunggu... Happy annive 3 th, faza" Tanggal berapa hari ini".
"Apa maksudnya ini, nis?" tanya lifa penuh selidik. Seakan nisa adalah terdakwa yang melakukan kesalahan yang sangat berat.
Nisa diam saja. Melirik kearah kalender yang ada dimeja. Ingatannya kembali pada masa itu. Masa 3 tahun yang lau. Tepat tanggal ini. Dimana kisah ini bermula.
**** part 8 flashback B ~ 7 juni 2014 ~ Ruang ini dipenuhi lautan manusia. Senyum merekah tergambar jelas di wajah mereka. Para pria berpenampilan bak seorang pangeran. Sedangkan, wanitanya berpenampilan
bak putri yang ada didalam dogeng.
Mereka semua berkumpul untuk merayakan kelulusan mereka. Yups, malam ini malam promnight bagi mereka. Malam ini semua diharuskan berpasangan. Entah teori
mana yang mengharuskan ada acara seperti ini.
Pukul sepuluh malam tepatnya. Tiba-tiba lampu padam. Hanya ada satu lampu yang menyoroti seseorang di atas panggung.
Ia terlihat gagah dengan setelah jas hitam dan kemeja putih yang di gulung sesiku. Satu gitar klasik di pangkuannya. Ia terlihat tampan dan cool abis.
Jreng... Jreng... Petikan gitar mengawali lagunnya.
" Lagu ini ku persembahkan untuk seseorang yang sudah berani mencuri hatiku saat ini, Mila". Katanya.
Suara riuh tepuk tangan menyambut dirinya.
Mendengar namanya disebut. Nisa mengarahkan pendangannya ke atas panggung. Setaunya tak ada yang bernama mila di sekolah ini kecuali dirinya.
Dan orang yang di depan panggung yang sedang memangku gitar dengan PD nya itu jugalah yang sering memanggilnya dengan sebutan mila.
"Aku bersyukur kau disini kasih
Dari kalbu ku mengiringi dan padamu inginku sampaikan
Kau cahaya hati Dulu ku palingkan diri dari cinta
Namun, kini kau hadir rubah segalanya...
Hooo...owwww... Inilah janjiku kepadamu Sepanjang hidup bersamamu
Kesetiaanku tulus untukmu
Hingga akhir waktu... Kau lah cintaku... Cintaku
Sepanjang hidup seiring waktu
Aku bersyukur atas hadirmu
Kini dan selamanya... Aku milikmu... Yakin di hatiku...."
Begitulah sepenggal lirik yang ia nyanyikan.
'Tunggu... Kenapa hanya setengah saja. Gantung banget" Tapi, suaranya bagus juga ' ucap nisa dalam hati.
"Gantung ya... Lagunya. Setengahnya akan ku nyanyikan setelah kita nikah nanti dengan versi english pastinya.
Lagu ini khusus buat dia. Kenapa hanya nyanyi versi indonesia. Karena ya gak mau ambil resiko salah lirik. Aku tau dia suka bahasa inggris. Untung, gak
suka juga sama orang inggris" ujarnya membuat yang lain tertawa.
"Siapa dia?"" Yang udah buat si pangeran es mencair dan seorang ketua osis bisa romantis kayak gini nih" Apa dia ada disini" Atau salah satu dari kita?"
teriak salah satu temannya menggoda dirinya.
Semua orang mulai berbisik. Dia terdiam berpikir sebentar. Mengarahkan pandangannya ke semua hadirin. Tiba-tiba ia tersenyum.
"Dia ada disini. Dia bukan tamu undangan. Dia datang kesini karena dia panitia acara ini. Kepanitiaan yang membuat kita sering bersama. Pertama kali
bertemu dengannya ku kira dia murid pindahan karena dengan logat inggrisnya yang fasih dia menyapaku. Ternyata dia siswi baru kelas XA" ucapnya dengan
terus mengembangkan senyumnya.
Orang-orang sudah berbisik. Menebak-nebak siapakah orang yang dimaksud oleh orang yang terpopuler di sekolah ini.
"Siapa cewek beruntung itu" Gue juga mau jadi ceweknya"
"Ish.... Gue jadi iri nih"
"Kak akmal keren banget. Beruntung banget ceweknya. Gue penasaran siapa ceweknya?"
"Tuhan nggak adil. Dari dulu gue naksir berat sama kak akmal. Tapi, sedikitpun dia gak pernah ngelirik gue malah dia naksir sama cewek lain. Patah hati
deh gue" Itulah beberapa tanggapan dari para cewek-cewek yang ada disini.
Nisa hanya diam saja. Memasang wajah setenang mungkin.Ia tidak mau ke-GR-an sendiri. Walau dalam hati ia merasa gugup luar biasa. Mungkin, yang di maksud
adalah orang lain. Bisa jugakan hal itu terjadi".
"Kita nggak pernah di pertemukan di taman mewah seperti yang ada di film romance. Bahkan, kita hanya bertemu di ruang terkutuk menurutku. Dengan tanpa
doasa nya dia masuk ruang osis tanpa izin dan duduk manis disana sambil melempar senyum ke arahku. Ku pikir dia siswi gila yang nyasar ke ruang osis....
Dia siswi yang tak suka pelajaran fisika dan rela bolos ke ruang osis di kelas pertamanya. Katanya, fisika itu kurang kerjaan kelapa jatuh aja dihitung
kecepatannya" katanya lalu terkekeh pelan. Mengingat kejadian saat pertama kali mereka bertemu. Dia turun dari panggung dan berjalan kearah seseorang.
Nisa masih tak bergeming dari tempatnya. Ia semakin dibuat deg-degan olehnya.5
"Dia cewek paling cuek yang pernah ada. Tapi, dia cewek yang paling perhatian dengan sifat cuek nya itu. Dia cantik dengan kesederhanaannya. Aku adalah
orang yang tak percaya dengan cinta. Aku juga tidak tau apa itu cinta. Tapi, bersamanya membuatku mengerti apa arti cinta yang sesungguhnya. Dia yang mengajarkanku
cara mencintai Allah. Keyakinannya dan kecintaannya pada sang khaliq membuatku jatuh hati padanya. Tak ada alasan untuk mencintai karena cinta ada, sebab
Allah menghendaki itu. Dia cewek modern dengan mutiara keimanan dalam hatinya. Aku bukan pria yang baik untuk semua wanita. Tapi, aku ingin menjadi pria
terbaik untukmu. Annisa Zahra Kamilah, maukah kamu jadi kekasihku untuk hari ini, esok dan selamanya" ujarnya saat berada tepat di depan nisa. Banyak tepuk
tangan riuh saar ia mengakhiri kalimatnya.
Nisa mematung di tempat. Tak tau harus bereaksi seperti apa. Ini semua seperti mimpi baginya. Ia menatap tajam orang di depannya ini. Mengangkat tangannya
dan menempelkannya di dahinya.
"Tidak panas. Apa kakak sehat?" ucap nisa tanpa ada beban.
Orang-orang malah tertawa. Faiz tersenyum lalu terkekeh pelan. Ia memperhatikan nisa baik-baik. Malam ini mereka terlihat sangat serasi. Nisa memakai jas
hitam khusus panitia dengan kemeja putih didalamnya dengan jilbab dan rok hitam tentunya.
"Benarkan" Dia itu cewek paling cuek yang pernah ada" balasnya faiz dengan nada datar khas miliknya.
"Sekian pertunjukan dari kita. Bisa melanjutkan acara selanjutnya" ujarnya menatap semua hadirin dengan senyuman kikuk. Malu tentunya karena gadis didepannya
ini terlalu cuek dan sangat tidak peka.
Semua orang bertepuk tangan riuh. Faiz menarik tangan nisa untuk keluar dari gedung itu.
Nisa diam saja tanpa berontak. Mengikuti pria yang ada didepannya ini. Seribu pertanyaan masih memenuhi otaknya.
Tiba-tiba pria itu berhenti. Membuat seseorang di belakangnya menubruk punggungnya.
"Kakak apaan sih" omel gadis itu yang tak lain adalah nisa.
Pria itu berbalik. Mata elangnya seakan bercahaya. Membuatnya semakin terlihat tampan.
Sedetik kemudian ia tersenyum.
Nisa bergidik ngeri melihat kelakuan orang didepannya ini. Sangat aneh dan tidak biasa menurutnya. Apa dia kesambet saat perjalanan kesini" Pikir nisa.
"Tutup mata loe" perintahnya dengan otoriter.
"Kita nggak lagi main petak umpet, kak" balasnya yang sudah keki dengan tingkah seniornya ini.
"Gak mau tutup mata ya udah" jawabnya dingin dan datar.
Ia mendekatkan dirinya ke arah nisa. Keringat dingin mulai membasahi pelipisnya.
"Kakak mau ngapain" Jangan macam-macm loe ya" ucpnya pelan. Namun, sama sekali tak ada jawaban.
Ia terus saja mendekatkan tubuhnya ke arah nisa. Ia mengambil sesuatu dari dalam sakunya. Dengan cepat memakaikannya.
Nisa hanya diam saja. Setelah selesai. Ia menjauhkan diri dari tubuh nisa.
"Gue serius sama ucapan gue tadi. Aku sayang kamu entah sejak kapan aku juga tidak tau. Simpan kalung itu baik-baik. Aku nggak minta kamu menjadi pacarku.
Aku memintamu untuk menjadi kekasihku hari ini, esok, lusa dan selamanya. Kamu yang mengajarkanku arti cinta.
Love is not false Not love but dear Nothing reason i dear you
It is happen because Allah command it
Never regret with what's been happen
We are not always together
Let me to hugs our memories
Let me tell you our story
When we meet again Follow your heart to guide you for go home" ucapnya setelah memakainkan kalung itu. 1
Nisa menatap orang didepannya ini dengan tatapan sendu. Jujur saja, ia terharu dan merasa senang. Banyak pria yang sudahpernah menyatakan perasaannya padanya.
Tapi, tak sedikitpun ia hiraukan. Namun, hari ini ia sadar bahwa ia telah jatuh cinta dengan si mata elang ini.
Nisa meraba kalung yang ada dilehernya. Memang, tidak terlalu mewah. Tapi, sangat elegan. Bandulnya membentuk sebuah tulisan 'Faza76'.
"Faza76?" tanyanya pada seseorang yang hari ini menjadi kekasihnya.
"Faiz-Zahra/7-juni" jawabnya singkat.
"Jadi, kamu nerima aku jadi kekasihmu?" tanyanya menggoda membuat nisa tertunduk malu. Dengan tanpa ragu ia mengangguk.
"Aku tau ini salah, ya Robbi. Maka ampunilah kami. Tuntunlah kami agar selalu berada dijalan yang benar dan tidak mendahului kodrat mu. Jangan biarkan
kami terbuai oleh perasaam ini." doa mereka berdua dalam hati.
Malam ini malam yang sangat indah bagi mereka. Gemerlap bintang di langit seakan ikut menghiasi kebahagiaan mereka malam ini. Tak ada pelukan atau apa.
Karena mereka tau batasan. Mereka hanya duduk berdampingan memandang hamparan langit luas malam ini.
part 9 keputusan "Nis.. Jawab pertanyaan ku" ucap lifa menyadarkan sepupunya dari lamunannya.
"Eh.. Iya. Tadi, kakak tanya apa?" jawabnya sedikit bingung karena habis ngelamun.
"Jadi, apa maksud tulisan ini" Happy annive" Loe ... Loe pacaran sama gus faiz?"
Nisa menggeleng keras. Ia tak berbohong. Memang, kenyataannya mereka berdua tidak pacaran.
"Lalu, apa maksudnya faza. Bukannya faza itu faiz-zahra" Zahra itu nama tengahmukan?"
"Iya... Tapi, aku tidak pacaran dengannya, kak. Percayalah".
"Lalu, foto 2" Berarti ada foto 1 dong"
"Apa?" ucap nisa kaget. Ia menebak pasti foto satunya dikirim ke gus faiz.
"Semoga... Setelah ini loe gak dapat masalah... Berdo'alah yang banyak nis" ujar lifa pada nisa.
Sepupunya mengiyakan dalam hati. Benar kata lifa, ia harus banyak berdoa setelah ini.
"Aku mau sholat dulu" ucap nisa lantas meninggalkan kamar mereka.
**** Pukul 9 malam. Dikamar yang didominasi warna hijau ini hanya ada 2 orang gadis.
"Gue tau loe terluka. Tapi, please... Berhenti nangis. Loe nangis darahpun tak kan merubah keadaan. Liat diri loe hari ini. Hancur banget. Udah jangan
nangis. Kakak gue pasti akan berikan penjelasan tentang foto itu" ujarnya mencoba berbicara pada gadis didepannya ini.
Ia menatap iba padanya. Hati gadia itu benar-benar terluka saat ini. Seakan belum cukup calon suaminya tidak mencintainya. Sekarang, foto itu. Menjijikan,
ia bahkan tak sanggup bila harus melihat foto itu. Apa ia harus melepasnya". Apa ia bisa". Ia sudah sangat mencintainya. Tapi, foto itu. Foto itu terus
membayanginya. Bagaimana jika yang ada di foto itu benar adanya. Bagaimana jika mereka pernah melakukan hal yang lebih dari itu. Bagaimana" Membayangkannya
saja membuatnya ingin pingsan saat ini juga. Tes. Sekali lagi airmatanya menetes.
"Loe dengerin gue gak sih, syifa" teriaknya pada gadis itu.
"Berhenti nangis. Makan sekarang. Dari pagi loe belum makan kan?" bentaknya lagi.
"Gue tau loe terluka saat ini. Tapi, inget kesehatan loe. Maag loe bisa kumat kalo loe gak makan. Loe dari tadi nangis mulu. Istirahat hanya untuk sholat
saja" ujarnya dengan nada yang mulai merendah.
Gadis itu menatapnya sendu. Mereka berdua berpelukan dan menangis bersama.
Tiba-tiba pintu terbuka. Memperlihatkan seorang pria berbaju koko putih bersarung biru dengan membawa amplop coklat yang dikirim padanya tadi pagi.
Pria itu kentara sekali baru datang dari masjid. Kedua gadis itu melepaskan pelukannya saat melihat pria itu.
"Bisa tinggalkan kami, zahra. Aku ingin bicara empat mata sama syifa" ujarnya dingin ketika memasuki kamar ini.2
Tanpa berkata maupun berkomentar apapun zahra, adiknya meninggalkan mereka berdua.
"Jangan buat dia nangis, kak" ucapnya pelan saat berpapasan dengan kakaknya. Ia hanya mengangguk.
"Aku gak janji" balasnya sama pelannya.
Suasana disini mulai hening.
Pria itu menatap calon istrinya dengan kasihan. Penampilannya benar-benar berantakan. Wajah ceria gadis ini sama sekali tak tampak lagi. Ia merasa semakin
bersalah saja. "Maaf.... " ucapnya pelan sambil mendekat kearah syifa. Ia berdiri tepat didepannya. Meletakkan foto itu diatas meja.
"Gak ada yang perlu dimaafkan gus faiz. Kamu gak salah kok. Mungkin, aku yang terlalu bodoh membiarkan calon suamiku sendiri mencintai orang lain. Atau
aku yang gak tau malu. Jelas-jelas calon suamiku sendiri tidak mencintaiku" balasnya pelan dengan sisa tenaganya.
Mendengar ucapan gadis ini membuat hatinya tersayat. Membuat dia merasa sangat bersalah. Lebih baik gadis didepannya ini memarahi atau memakinya daripada
dia mengucapkan hal seperti ini.
"Maaf, syifa... Aku tau aku salah. Aku kesini mau menjelaskan sesuatu. Foto itu memang aku sama nisa. Tapi, yang kamu liat difoto itu tak sepenuhnya benar.
Nisa tak sengaja terduduk di pangkuanku waktu itu. Kami tidak melakukan kissing seperti dugaanmu. Kamu mau percaya atau tidak itu hakmu. Sekarang, terserah
padamu. Kamu boleh membatalkan pernikahan ini. Tapi, putuskanlah baik-baik. Jangan sampai kau menyesal nantinya. Sekali lagi aku minta maaf" ujar gus faiz
dengan suara lembut. Ini mungkin pertama kalinya gus faiz berbicara lembut pada syifa. Syifa tertawa pelan. Tawanya terdengar sangat miris ditelinga faiz.
"Intinya.. Kakak ngakuinkan yang ada difoto itu emang kakak kan" " tanyanya pelan dengan mata yang berkaca-kaca. Pandangnannya sudah buram karena air mata
sudah memenuhi pelupuk matanya.
"Lebih baik, kamu makan. Lalu, sholat... Maafkan aku... Aku sama sekali tak bermaksud menyakiti gadis sebaik kamu" lanjut gus faiz lagi. Kemudian, tanpa
mengucap salam, ia berlalu meninggalkan kamar itu.
Syifa memejamkan matanya. Mencoba mencerna setiap perkataannya. Menikmati setiap rasa sakit di hatinya. Mungkin, ada baiknya ia sholat istikharah, meminta
petunjuk dari yang maha kuasa.
**** Tengah malam seorang gadis berpipi chubby dengan mata yang sembab karena terlalu banyak menangis tadi. Ia masih setia mengenakan mukenananya. Tasbih berwarna
putih dengan ukiran berwarna gold masih setia di tangannya. Bibirnya masih melantunkan berbagai dzikir yang ia bisa. Ia berusaha menenangkan dirinya dengan
mendekatkan diri pada sang kholiq.
Ia menghela nafas sebentar. Matanya terasa panas lagi. Air matanya keluar lagi. Ia belum bisa tenang.
Gadis itu menghembuskan nafasnya sekali lagi. Airmatanya masih menetes. Ia mengangkat kedua tangannya.
"Ya Robbi... Yang Maha Rohman lagi Rohim. Aku tidak tau harus bagaimana lagi. Ampunilah aku karena cintaku padaMu telah terbagi. Apa ini hukuman dari Mu
Ya Robb. Ampuni aku yang telah terbuai dengan perasaanku. Harusnya aku tidak mencintainya secara berlebihan. Apa ini petunjuk dariMu agar aku mengambil
pelajaran" Berikanlah petunjukmu, Ya Allah. Perasaan ini ada itu karena kehendak dariMu. Tapi, mengapa rasanya sangat menyakitkan. Ya Allah... Aku mencintainya.
Aku tidak ingin menyakitinya. Tapi, apa aku sanggup melepasnya. Ya Allah... Bila memang bukanlah dirinya yang menjadi jodohku, hapuskanlah rasa ini dari
hatiku. Jika bersama dengannya bukanlah takdirku. Aku ikhlas... Aku ikhlas jika itu kehendakMu. Semoga ini keputusan yang terbaik." do'anya dengan lirih.


Fazahra Akmila Karya Naima Adida di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Airmatanya saksi bisu atas permohonannya malam ini. Ia mengusap cincin dijari manisnya lalu melepasnya. Cincin yang disematkan saat malam pertungangannya.
Kini, ia harus berlapang dada melepasnya.
'Ini keputusanku. Aku melepasmu karena aku mencintaimu. Maaf sudah dengan lancang mencintaimu'. Katanya dalam hati.
**** Di dalam masjid. Seorang gadis berwajah tirus menengadahkan tangannya setelah melakukan sholat malam. Ia mengadu pada Sang Pencipta atas apa yang telah
terjadi padanya hari ini.
"Ya Allah... Yang Maha Rohman dan Rohim. Malam ini aku memohon padaMu. Tak ada satu hal pun yang ku inginkan darimu... Kecuali, Ridlo dan Rahmatmu yang
selalu ku cari. Ya Allah... Tak ada yang tau apa yang akan terjadi padaku hari esok dan kemudian. Aku tak pernah berharap pada siapaun kecuali padaMu.
Peluklah hatiku ya Allah... Agar iman ini tetap dalam hati. Agar keyakinanku padaMu selalu bertambah. Aku yakin, semua yang telah terjadi inilah yang terbaik.
Engkaulah yang lebih mengetahui dari siapapun" ujarnya ketika berdo'a lalu mengusapkan kedua tangannya ke mukanya, mengakhiri do'anya malam ini.
Ia melepas sesuatu dari lehernya. Sebuah kalung yang pernah di berikan oleh orang yang sangat ia sayangi bahkan cintai. Tapi, itu dulu. Sekarang, perasaanya
telah mati untuknya. Ia menggenggam kalung itu erat lantas beranjak dari duduknya.
Gadis itu berjalan ke luar masjid. Berdiri didekat kolam ikan. Kalung itu ia genggam erat. Lalu, mengarahkan tangannya ke kolam itu.
Plung... Suara benda tercemplung. Kalung. Iya... Kalungnya ia tenggelamkan di kolam ikan itu. Ia merasa tak perlu lagi menyimpan kalung itu. Melihat kalung itu tenggelam, ia berlalu pergi
darisana. Tanpa sadar, seseorang sudah mengamatinya sejak tadi. Bayangan seorang pria mendekat ke arah kolam itu. Berjongkok disana. Mengamati ikan koi di kolam
itu. Satu benda mengkilau tersangkut di batuan yang ada dikolam itu. Tidak dalam memang, hingga orang itu dalam mengambilnya dengan mudah.
Pria itu tersenyum kecut melihat benda di tangannya. Sebuah kalung yang tak asing untuknya.
"Segitunya kamu membenciku, mila" ujarnya pelan.
part 10 sidang Pagi yang cerah. Udara terasa begitu segar. Gadis berjilbab biru menghirup udara segar dalam-dalam. Seakan esok ia tak bisa lagi menghirupnya.
'Semoga hari ini menjadi lebih baik'. Do'anya dalam hati.
Ia ingin mengawali hari ini dengan senyuman. Memasuki kelasnya dengan tenang. Seolah tak terjadi apapun kemarin padanya.
Namun, baru saja ia duduk. Salah seorang santriwati memanggilnya.
"Nis, kamu disuruh ke ndalemnya kyai sekarang" ucap santri itu.
Nisa menyerngitkan dahinya heran. Kenapa dia dipanggil le ndalem" Apa dia melakukan kesalahan" Dari pada penasaran. Nisa langsung berdiri dan menuju ke
ndalem. "Semoga Allah selalu melindungimu. Semoga kamu gak kena masalah" ucap santriwati itu pelan. Namun, bukan nisa jika indra pendengarannya tidak tajam.
Nisa tersenyum ramah. "Aamiin..." ujar nisa
"Em... Makasih ..." ujarnya berbalik sebelum meneruskan langkahnya.
"Fifi... "Jawabnya yang mengerti maksud nisa.
"Aku ke ndalem dulu" balas nisa. Lalu mempercepat langkahnya. Perasaannya tak enak kali ini.
**** Di ndalemnya kyai. Sudah banyak orang disana. Nisa masuk dengan hati-hati. Ia melihat siapa saja yang ada disana.
Ada Abah pemilik pondok ini. Ada umi, istri abah yang duduk diampingnya. Juga ada sepasang suami istri yang belum pernah nisa lihat sebelumnya. Mungkin,
itu orang tuanya ustadzah nurul karena wajah mereka terlihat familiar. Ada pula ustadzah nurul dan gus faiz. Serta kedua orang tua nisa.
Nisa sedikit terkejut melihat ada orang tuanya disini. Apakah ada masalah" Semoga tidak. Mungkin, mereka datang untuk berkunjung. Bathin nisa. Ia hanya
berusaha berfikir positif.
"Semua sudah berkumpul. Jadi, apa yang ingin kamu sampaikan ning nurul?" tanya abah pada ustadzah nurul.
Suasana menjadi tenang seketika. Semua yang ada disini penasaran juga bingung. Apa yang sebenernya yang ingin disampaikan oleh ustadzah muda itu.
"Sebelumnya saya mau minta maaf abah. Saya... Saya tidak bisa menikah dengan gus faiz"
Ujarnya dengan tegas. Semua orang yang ada disini terkejut. Bahkan, nisa dan gus faiz menatap nurul dengan tidak percaya.
'Ada apa dengannya" Kenapa tiba-tiba membatalkan pernikahan ini" Bukankah dia mencintaiku" Bathin gus faiz.
" Aku ingin gus faiz menikah dengan annisa" ujar nurul kembali dengan tersenyum seperti tidak ada beban untuknya.
'Ustadzah ini ingin membunuhku. Bisa-bisanya dia berkata seperti itu. Apa dia kira menikah itu hal yang main-main' ucap nisa dalam hati. Ingin sekali ia
angkat bicara. Namun, banyak orang tua disini. Ia takut tak bisa mengendalikan emosinya sendiri.
"Ngomong apa kamu ini, ning" Kenapa tiba-tiba kamu mau membatalkan pernikahan ini?" ucap umi yang terlihat sangat khawatir.
"Apa kamu tau apa akibat dari ucapanmu itu syifa" pria paruh baya itu angkat bicara. Menatap putrinya dengan sedikit kekecewaan.
"Iya abi... Sebelum syifa minta maaf karena tidak bicara dulu sama abi. Tapi, ini keputusan akhir syifa" jawabnya dengan tegas.
"Atas dasar apa kamu ingin membatalkan pernikahan ini?" tanya abah dengan raut muka yang tidak terbaca. Tersirat kekecewaan dimukanya yang berkharisma.
"Karena foto ini.... Aku nggak tau apa mereka pernah melakukan hal yang lebih. Dan sebelum itu terjadi lebih baik mereka menikah saja, aku ikhlas " tutur
syifa pelan dan meletakkan selembaran foto diatas meja.
Refleks tanpa diminta nisa dan gus faiz membelalakkan matanya. Mereka terkejut bukan main. Foto terkutuk itu kini telah dilihat oleh semua orang yang ada
di situ. Tamat riwayatku. Ucap gus faiz dan nisa dalam hati.
Abah mengambil foto itu dan melihatnya. Matanya terbelalak melihat gambar yang ada di foto itu.
"Astaghfirullahal adzim" pekik abah dan umi. Lantas abah berdiri dan menghampiri gus faiz. Terlihat kemarahan di matanya.
"Ada apa ini pak kyai?" tanya ayah nisa.
"Njenengan bisa lihat sendiri, pak. Saya nggak sanggup untuk mengatakannya." jawab umi lalu memberikan foto itu pada ayah nisa.
"Astaghfirullahaladzim.." pekik wanita disamping ayah nisa. Sedangkan, ayahnya hanya menatap putrinya dengan kecewa.
Nisa hanya menunduk, menggigit bibir bawahnya. Takut akan amarah kedua orangtuanya.
PLAKkkkk... Satu tamparan keras mengenai pipi gus faiz. Ia menunduk, tidak berani menatap abahnya. Semua yang ada disitu kaget.
"Apa ini yang abah ajarkan selama ini sama kamu" Kamu sudah dididik agama dari kecil. Tapi, apa ini" Kamu bahkan melakukan hal yang mendekati zina. Abah
kecewa karena tidak bisa menjaga amanat dari orangtuamu" bentak abahnya.
Apa" Orang tua" Jadi, abah itu bukan orang tuanya" Pikir nisa. Namun, ia tak terlalu memikirkan hal itu. Ia memikirkan apa yang akan dilakukan kedua orangtuanya
padanya setelah ini. "Abah, itu tidak benar. Itu hanya kecelakaan. Nisa terpeleset dan terduduk disitu" ucap gus faiz menjelaskan.
"Tetap saja kamu salah" sahut abah masih dengan kemarahannya.
"Maafkan... Faiz, syifa. Abah tidak tau jika faiz sudah melakukan hal seperti itu. Dan kamu faiz segera nikahi nisa" perintah abahnya dengan tegas.
"Tapi, abah... " ujar gus faiz namun, segera di potong oleh abah.
"Tidak ada tapi-tapian" potong abah dengan cepat.
"Bagaimana pak zain, apa anda mengizinkan mereka untuk menikah?" ujar abah kembali pada ayah nisa.
"Kami setuju bila ini untuk kebaikan mereka" jawab ayah nisa.
"Ayah... Nisa gak mau nikah sekarang. Nisa kesini buat cari ilmu bukan cari jodoh" bantah nisa pada ayahnya.
"Jaga bicaramu, nis. Lebih baik kamu menikah sekarang karena apa yang kamu lakukan sudah mendekati zina" bentak ayahnya.
"Ayah..." ucap nisa memohon. Bahkan, pelupuk matanya sudah penuh dengan air yang siap jatuh kapan saja.
Gus faiz menatap nisa dengan ekspresi datar.
'Ya Allah... Dia bahkan menolak menikah denganku. Apa dia memang sudah membenciku' ucap gus faiz dalam hati.
"Bawa nisa menemui orang tuamu besok. Nanti abah akan bicara sama mereka" ujar abahnya dengan datar.
Gus faiz hanya diam saja. Air mata nisa sudah jatuh dari tadi. Ia menangis dalam diam. Ia tidak peduli orang akan melihatnya. Ia terlalu syok dengan kejadian
ini. Semuanya terasa seperti mimpi baginya.
'Kenapa harus dia" Kenapa baru sekarang" Kenapa aku harus menikah dengannya dengan cara seperti ini" Kenapa aku harus menikah saat rasaku telah mati untuknya'
ucap nisa dalam hati. Ia masih tidak percaya ini terjadi. Bahkan, ia berdo'a ini hanya mimpi dan ia akan bangun sebentar lagi. Namun, ini bukan mimpi. Karena nyatanya kedua
orang tuanya masih ada di sini. Membicarakan pernikahannya dengan gus faiz. Tanpa memperdulikan air matanya yang masih mengalir.
Gus faiz hanya menatap nisa datar. Tak tau harus melakukan apa". Gadis yang berhasil mengambil hatinya sejak 3 tahun lalu kini sedang menangis. Itupun
karena dirinya. Ia tak tau harus bagaimana. Jika menolak, berarti dia bodoh karena inilah keinginannya. Menikah dengan gadis yang ia cintai. Tapi, melihat
orang yang dicintainya menangis. Ia mulai ragu pada dirinya sendiri untuk bisa membahagiakan orang yang ia cintai.
#suara_author Bingungnya sama alur dan nama tokohnya. Biar aku jelasin...
Gus faiz itu suka manggil nisa dengan sebutan zahra atau mila. Kan namanya Annisa Zahra Kamilah. Zahra itu juga nama adiknya gus rifat.
Terus ustadzah muda itu namanya Nurul Syifa. Anggota keluarga biasa memanggilnya syifa.
Jadi gitu... part 11 penasaran Setelah sidang kemarin yang mengakibatkan nisa harus menikah dengan gus faiz. Nisa lebih banyak diam. Hari ini ia piket ndalem bersama lifa. Namun, lifa
meninggalkannya sendiri karena ning zahra memintanya mengajarkan kitab taqrib padanya.
"Kak lifa, itu ya yang namanya nisa?" tanya ning zahra saat nisa melewati ruang tengah yang digunakan lifa dan ning zahra.
"Iya.. Emangnya, kenapa?" tanya lifa dengan pelan.
"Gak papa sih.. Diakan calon kakak ipar. Harus dong aku tau tentangnya. Cantik juga sih orangnya. Kelihatannya juga kalem." balas ning zahra yang memperhatikan
nisa. "Hayo... Lagi ghibah ya" Inget dosa ning" tegur seseorang yang sukses membuat mereka kaget. Ternyata itu gus rifat. Dia terlihat lebih dewasa dengan kacamata
dan kumis tipisnya. "Kak rifat apaan sih. Ngagetin tau gak?" protes ning zahra pada kakaknya itu. Namun, diacuhkan olehnya.
"Eh,,, azizah. Gimana kabarnya?" tanya gus rifat setelah melihat siapa orang yang bersama adiknya itu. Memang, gus rifat sering memanggilnya dengan azizah.
Lifa memanh dekat dengan keluarga ndalem. Tak heran jika gus rifat menanyakan kabarnya. Apalagi setelah sekian lama tidak ketemu.
Lifa tersenyum. Lalu, menundukan pandangannya.
"Alhamdulillah, gus. Baik. Kamu sendiri?" tanya balik lifa.
"Kurang baik karena punya adik kayak zahra yang selalu bawel. Dikit-dikit gak bisa. Ujung-ujungnya ganggu orang" jawab gus faiz dan membuatnya mendapat
tatapan tajam dari adiknya itu.
Lifa hanya tersenyum melihat kelakuan kakak beradik itu. Gus rifat memandang lifa dalam tanpa berkedip.
'Calon istri sholihah. Jadi makin cintakan'
"Ya ampun, kak rifat. Dosa tuh mata. Ngelihat kak lifa sampai segitunya" ujar ning zahra membuat gus rifat salah tingkah sendiri.
Adiknya menangkap basah kakaknya yang sudah memandang perempuan bukan mahramnya. Sedangkan, lifa hanya tertunduk malu.
"Apaan sih, ning. Lanjut gak nih mutholaah kitab taqribnya" Kalo nggak. Aku balik aja ya" ujar lifa menghindari godaan dari ning zahra.
"Udahan aja deh... Aku mau kepoin abangku" sahut ning zahra. Lifa pun berdiri dari duduknya.
"Eh.. Sebentar. Tolong, sampaikan ke nisa. Ba'da ashar nanti gus faiz mau mengajaknya keluar Ditunggu di ndalem jam setengah 4 sore. Penting katanya" tutur
gus rifat membuat lifa menghentikan langkahnya.
"Insya Allah... Nanti aku sampaikan" ucap lifa lalu berlalu dari pandangan mereka.
**** Gadis cantik berwajah tirus kini sedang muthola'ah kitab dibawah pohon belakang masjid. Entah sejak kapan ia disana. Lifa juga tidak tau. Setidaknya, ia
bersyukur sudah hampir sejam ia memutari pondok ini. Akihrnya, ketemu juga sama nisa.
Kalo bukan karena amanat tadi. Aku gak akan muter-muter kayal baling-baling bambunya si doraemon di pondok ini. Awas aja kalo dia gak mau. Ucap lifa dalam
hati. "Nis... Ba'da ashar ditunggu gus faiz di ndalem. Mau diajak keluar. Penting katanya" tutur lifa yang sudah duduk manis di sampingnya.
Nisa tidak bergeming, ia masih fokus pada kitab di depannya.
Merasa kesal karena di cuekin juga setengah penasaran dengan kitab yang ada ditangan nisa. Lifa menarik paksa kitab dipangkuannya.
Lifa tersenyum lalu tertawa sampai gulung-gulung. Entah apa yang ia tertawakan, nisa juga tidak tau.
"Ke RSJ sono. Loe udah gila" ujar nisa sangat menusuk. Tapi, lifa masih tertawa.
"Gue pikir. Loe yang udah gila deh. Sok-sok an nolak nikah sama gus faiz. Nah sekarang, mutholaah kitab Qurrotul Uyun, bab nikah lagi... Haha" goda lifa
padanya. "Ish... Nanti aku ada tes lisan kitab itu. Dan di suruh menerangkan salah satu bab nya" bantah nisa dengan wajah yang sedikit kesal.
"Terserah deh... Sana siap-siap. Ini sudah ba'da ashar. Dandan yang cantik karena mau jalan sama calon suami" ujar lifa menggoda nisa.
Nisa mengkerutkan dahinya kesal. Ia beranjak dari sana. Meninggalkan sepupunya yang tertawa tidak jelas karena berhasil menggodanya.
Nisa melangkahkan kakinya menyusuri koridor pondok ini. Namun, bukan ndalem tujuannya. Melainkan kelasnya yang ada diujung koridor ini. Memang, ada kelas
tambahan sore ini. Ia sama sekali tidak peduli tentang ajakan gus faiz padanya.
'Jika dia butuh, dia sendiri yang bakal nyamperin.'
Ia memasuki kelasnya dengan tenang dan wajah datar tentunya. Semua santriwati sibuk dengan kitab masing-masing karena kelas tambahan ini sebenarnya adalah
tes lisan untuk mereka. Baru lima belas menit kelas dimulai. Suara ketukan pintu membuat aktifitas mereka terhenti. Mereka menoleh ke sumber suara. Terlihat seorang pria berbadan
tegap dengan baju koko biru dan sarung putih sedang memasang wajah datarnya didepan pintu. Lalu melangkahkan kaki menghampiri ustadzah luluk.
'Benarkan dia datang kesini. Ya Allah, kenapa harus dia sih"'
Orang itu terlihat begitu tampan ketika memakai baju koko. Ya, orang itu adalah gus faiz. Ia mulai berbicara dengan ustadzah paruh baya itu. Entah apa
yang mereka bicarakan. Mungkin hanya mereka berdua yang mendengarnya.
"Annisa Zahra Kamilah, kamu bisa meninggalkan dari kelas ini. Soal tes, bisa minggu depan lagi" begitulah hal yang diucapkan oleh ustadzah luluk setelah
obrolan mereka selesai. Nisa memutar bola matanya malas. Ia sudah bisa menebak hal ini. Sedang gus faiz sudah senyum tak jelas. Lalu, meninggalkan kelas ini. Dengan malas nisa
melangkahkan kaki keluar kelas.
"Bilang dong, mil. Kalau mau aku apelin di kelas" ujar gus faiz pada nisa.
'Apa dia sedang menggodaku" Aneh'
Gadis itu menyerngitkan dahinya heran. Sejak kapan gus faiz jadi kayak gini.
"Loe gak lagi kesambetkan?" tanya nisa sepontan.
"Anggep aja tadi aku khilaf" ucap gus faiz kembali ke nada dinginnya. Lalu, melangkah mendahului nisa.
Nisa sudah menebak. Orang disampingnya tidak akan berubah. Es tetep es. Dingin.
"Kita mau kemana sih" Apa aku gak perlu ganti baju dulu" tanya nisa pada orang disampingnya.
Gus faiz diam tak menjawab ia terus saja melangkahkan kaki menuju ke mobilnya yang ada di garasi.
Mendapat respon seperti itu. Nisa jadi kesal sendiri dan memilih diam. Mengikuti saja orang yang didepannya.
"Masuk..." perintah gus faiz dengan tak ada halus-halusnya.
Nisa masuk saja, membuka pintu belakang mobil. Ia tak mau duduk didepan. Rasanya aneh saja harus satu mobil dengannya dan hanya berdua. Walau mereka dulu
adalah kekasih namun mereka tak pernah pergi hanya berdua.
Sudah setengah jam perjalanan ditempuh dengan keheningan. Pria disamping nisa ini sangat menyebalkan menurutnya. Diajak bicara nggak nyahut sama sekali.
"Lagi puasa suara gus?" tanya nisa sangat kesal pada orang di depannya. Tapi, gus faiz tetap diam membuat nisa keki setengah hidup padanya.
'Ya Tuhan.. Kenapa ada manusia dingin kayak dia" Dan kenapa juga dia harus jadi calon suamiku'
"Ish... Niat ngajak jalan nggak sih, kak" teriak nisa padanya. Dia menghembuskan nafasnya kasar.
'Ya Allah... Cerewet sekali dia. Bukankah dia dulu kalem" Kenapa jadi cerewet kayak gini"'
"Bawel... Sekarang. Turun" balas gus faiz dengan nada dingin pada nisa.
Nisa melihat keluar jendela ternyata mobil yang mereka naiki sudah berhenti disebuah butik muslim.
Nisa mendecak kesal. Ia turun lalu masuk ke butik itu mendahului gus faiz.
Pria berbaju koko itu memasuki butik dengan langkah santai. Seorang pegawai menyambutnya.
"Selamat sore Mr. Zidan. Ada yang bisa kami bantu?" sapa pegawai itu padanya dengan tersenyum ramah.
Nisa menatapnya heran. Kenapa pegawai itu memanggil gus faiz dengan sebutan Mr.Zidan.
Gus faiz mengangguk. Menatap pegawai itu dingin.
"Tolong, ambilkan. Satu baju untuk saya. Juga baju serta jilbab untuk gadis itu" ucap gus faiz menunjuk nisa.
Dia semakin heran dibuatnya. Kenapa mereka harus beli baju" Padahal yang mereka pakai saat ini juga sudah baik. Syar'i malah.
" oh ya.. Jangan lupa dandani dia" tambahnya lagi.
Pegawai itu mengangguk lantas menghampiri nisa yang terlihat masih bingung.
"Mari nona... Ikut saya" ucap pegawai itu dengan tersenyum ramah ke arahnya. Nisa mengikut saja. Menyimpan seribu bertanyaan di pikirannya.
Sebenarnya siapa gus faiz itu" Kenapa ia dipanggil dengan sebutan Mr.Zidan" Sebenarnya mau kemana mereka" Apakah mereka mau menemui seseorang yang sangat
penting" Begitulah pertanyaan yang ada dipikirannya saat ini. Ia jadi penasaran sendiri tentang siapa sebenarnya calon suaminya itu.
part 12 Zidan's Family Seorang pria dengan kemeja hitam yang digulung sesiku. Kemejanya sengaja tidak ia kancingkan, memperlihatkan kaos putih didalamnya. Ia sibuk dengan ponselnya
hingga tak menyadari seorang gadis cantik sudah berdiri disampingnya.
"Ehem..." suara deheman seseorang menyadarkannya. Pria itu melepas kacamatnya. Melihat gadis yang disampingnya dari atas sampai bawah.
Gadis itu memakai baju panjang hitam dengan kombinasi warna putih juga celana hitam serta jilbab putih yang melengkapi penampilannya. Terlihat sederhana
namun elegan. Sangat serasi dengan pakaian yang ia pakai.
"Perfect... " gumamnya.
"Apa?" tanya gadis itu yang tak lain adalah nisa.
"Tidak.. " balas pria itu dengan singkat padat dan jelas. Lalu, berdiri dan memakai kacamata hitamnya kembali.
Nisa mengamati pria didepannya ini. Penampilannya berbeda hari ini. Dan tetep sama selalu ganteng. Tidak terkejut memang, karena dulu ketika masih sekolah.
Nisa selalu melihat penampilan gus faiz seperti ini. Tidak seperti saat dipondok. Ia hanya melihatnya dengan baju koko dan sarung.
Gadis berwajah tirus itu ingin sekali bertanya. Namun, ia urungkan melihat sikap gus faiz yang sangat cuek padanya. Ia tak suka bila ada yang mencuekkannya.
Lebih baik dia diam saja. Toh nanti, rasa penasarannya akan terjawab.
Mereka menuju mobil BMW hitam. Nisa baru sadar jika mobil yang ia naiki adalah mobil mewah. Sebenarnya bukan hal baru karena dirumahnya pun ia memiliki
mobil seperti itu. Nisa membuka pintu belakang mobil. Namun, dihentikan oleh gus faiz.
"Aku bukan supir. Tapi, calon suamimu" ucapnya datar.
Nisa mengerti apa upacan pria ini. Ia menyuruhnya duduk didepan.
Tanpa berkomentar apa bertanya ia langsung membuka pintu mobil lalu masuk didalamnya.
Didalam suasana hening. Sampai salah satu dari mereka membuka suara.
"Nanti jangan panggil aku gus. Cukup kak saja"
"Emang kenapa" Sebenarnya kita mau ketemu siapa sih?"
"Nanti juga kamu akan tau... Bersikaplah anggun dan gunakan bahasa formal" ujar gus faiz mengakhiri percakapan mereka.
Sebenarnya nisa masih ingin bertanya. Namun, sudahlah. Palingan juga tidak akan dijawab olehnya. Atau kalau tidak. Pasti dijawab nanti juga kamu akan tau
sendiri. Menyebalkan bukan".
Mobil BMW hitam ini memasuki rumah mewah dengan pagar yang bertuliskan huruf Z yang sangat besar. Halaman rumahnya luas dengan taman yang indah.
Rasa penasaran nisa sudah tingkat tinggi. Rumah siapa sebenarnya ini". Kenapa gus faiz membawanya kesini". Apa ini rumah gus faiz". Nisa sangat penasaran
saat ini. Walau dulu mereka itu sepasang kekasih. Tapi, ia tak pernah berkunjung ke rumahnya.
Gus faiz membukakan pintu mobil umtuknya. Lalu, memasuki rumah ini dengan santai.Nisa hanya mengikutinya dari belakang.
Terlihat 2 orang paruh baya sedang berada di meja makan. Mereka tersenyum kearahnya. Pria paruh baya itu memakai setelan jas yang sangat rapi. Ia terlihat
sangat berkharisma. Sedang, wanita disampingnya memakai pakaian yang tertutup. Namun, terlihat sangat modis. Terlihat begitu cantik diusianya.
"Assalamu'alaikum... " ucap gus faiz lalu menyalimi keduanya. Mau tidak mau nisa ikut salim pada keduanya.
"Waalaikum salam... Silahkan duduk" jawab wanita paruh baya itu dengan tersenyum ramah.
Nisa dan gus faiz pun ikut duduk.
"Jadi, ini calon istri kamu akmal" Cantik... Lebih cantik dari syifa" ucap wanita paruh baya itu.
"Iya.. Ma. Kenalin ini Annisa Zahra Kamilah". Balas gus faiz. Nisa hanya tersenyum canggung dan sedikit bingung. Kenapa gus faiz memanggilnya mama" Bukannya
ibunya itu umi". "Hai.. Nisa. Saya mamanya akmal. mama Karin dan ini papanya akmal. Papa Zidan " ucap wanita paruh baya itu sambil memegang bahu pria disampingnya.
Nisa hanya tersenyum. Keadaan ini sangat canggung untuknya.
"Kamu bingung ya" Sebenarnya akmal itu anak kami. Tapi, dari kecil sudah tinggal bersama pamanya yang tak lain adalah abah pemilik pondok pesantren al-islam.
Orang-orang mengenalnya sebagai anak dari kakak suami saya itu. Bukan tanpa alasan kami menitipkannya di pondok pesantren. Kami melakukan itu untuk menjaganya
dari pergaulan yang tidak benar. Kamu pasti tau sendirikan pergaulan anak zaman sekarang seperti apa". Namun, nyatanya sudah dipondokan saja ia sudah hampir
melanggar batasnya" jelas mama karin panjang lebar. Nisa tersenyum kecut, mengerti apa maksud kalimat terakhir yang diucapkan mama karin.
Kini semua pertanyaan nisa terjawab sudah. Jadi, memang benar. Gus faiz bukanlah gus di pondok itu. Tapi, orang - orang mengenalnya sebagai gus.
Nisa hanya mengangguk-angguk mengerti. Jadi, gus faiz itu anak semata wayangnya keluarga Zidan yang kekayaannya sudah belimpah ruah. Ya, pantas saja...
Kita harus tampil perfect dihadapan mereka.
"Kamu sudah berapa lama kenal sama akmal" Dari informasi yang saya dapat. Kamu itu kekasihnya dulu ketika SMA kan?" tanya papa zidan dengan nada dingin.
Mungkin, sifat dingin dari gus faiz adalah keturunan dari ayahnya.
"Iya.. Om. Sekitar 3 tahunan" jawab nisa dibuat selembut mungkin dan berusaha tersenyum.
Papa zidan mengangguk-angguk mengerti.
"Lalu, perihal foto itu?" tanya tuan zidan menatap anak semata wayang itu. Meminta penjelasan.
"Ayolah, daddy... Aku nggak mungkin ngelakuin lebih. Aku masih waras untuk menghamili anak orang" jawab gus faiz membuat nisa tersedak. Tak habis pikir
dengan ucapan calon suaminya itu. Ia lantas mengambil minum.
"Foto itu tidak sepenuhnya benar. Waktu itu hanya kecelakaan" ujar nisa menjelaskan.
"Saya harap juga begitu... Menurut kamu kenapa semua ini bisa terjadi" Akmal meninggalkanmu sehari setelah menyatakan perasaanya. Lalu, kamu datang ke
pesantren dan bertemu lagi dengannnya. Dan tiba-tiba disuruh menikah dengannya hanya karena foto itu" ujar papa zidan kembali.
Nisa tertegun sebentar. Memikirkan jawaban yang tepat untuk menjawab pertanyaannya.
"Karena Allah menghendaki ini terjadi" jawab nisa tegas tanpa ragu.
Kedua orangtua faiz tersenyum puas mendengar jawaban calon menantunya itu.
"Kamu... Istri yang baik untuk akmal" ucap pak zidan dengan nada datar membuat faiz tersenyum lega.
"Ku kira papa akan marah. Ternyata aku salah" ucap faiz menatap papanya.
"Buat apa papa marah" Nyatanya, papa kira nisa lebih baik dari syifa. Cantik sudah. cerdas sudah tidak diragukan karena selalu dapat peringkat pertama
dikelasnya. Multi talen lagi. Sholihah juga... Kurang apanya lagi papa dapat menantu seperti dia" balas pak zidan membuat akmal tertawa lepas.
Nisa sedikit terkejut bahwa keluarga gus faiz sudah tau banyak tentangnya. Dia merasa sedikit aneh saja. Harusnya pihak laki-laki lah yang kerumah pihak
perempuan. Ini malah terbalik.
"Kami hanya disini satu bulan saja. Lalu, akan kembali ke luar negri. Kami putuskan kalian akan menikah 2 minggu lagi. Nanti, saya akan bicara dengan orang


Fazahra Akmila Karya Naima Adida di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tuamu, nisa. Jadi, persiapkanlah dari sekarang." ucap papa zidan kembali yang sukses membuat nisa dan gus faiz tersedak.
'Apa itu tidak terlalu cepat" Aku belum siap' ucap nisa dalam hati.
"Apa itu tidak terlalu cepat?" tanya gus faiz pada papanya.
"Tidak.. Bukankah kalian sudah kenal lama. Sepasang kekasih pula. Lalu, apa masalahnya?" tanya mama karin padanya.
Gua faiz menghembuskan nafasnya kasar lalu melirik nisa. Sesang dia bersikap acuh padanya.
"Yaudah terserah mama sama papa... Kita ikut saja" jawab gus faiz seadanya.
part 13 H-1 Taman belakang pondok pesantren seorang pria dengan kemeja biru yang digulung sesiku terlihat sedang memejamkan matanya. Menikmati udara segar disini.
Ia baru datang tadi siang setelah menyelesaikan rapatnya dengan para klien. Pekerjaan menuntutnya untuk bekerja ekstra minggu ini sampai ia tak sempat
untuk mengurusi pernikahannya. Ia benar-benar lelah dengan semua ini. Satu tepukan dibahunya menyadarkannya.
"What's up, men" sapanya.
"Hm" jawab faiz singkat.
"Kenapa loe" Bangkrut?" tanya rifat asal. Faiz menatapnya tajam.
"Lebih dari sekedar bangkrut" jawab faiz dengan asal pula. Rifat mengengkat satu alisnya heran. Tak biasanya faiz seperti ini. Ada dia beneran bangkrut".
"Gimana kabar, nisa?" ujarnya kembali. Rifat mengerti sekarang. Sumber dari keanehan faiz adalah karena wanita, yaitu nisa.
"Yaelah bro... Segitu gak perhatiannya loe berdua sampai gak tau gimana kabar masing-masing. Semua urusan pernikahan kalian juga masa bodoh. Niat gak sih
mau nikah" Hari H-1 pernikahan loe... H-1" ucap rifat dengan sok bijak. Faiz hanya menghela nafasnya sebentar.
"Dia gak mau nikah sama gue. Dia benci sama gue karena gue pernah ninggalin dia dan tunangan sama orang lain" balas faiz dengan nada datar khasnya.
"Sabar ... Innallaha ma'ashobirin" ujar rifat sambil menepuk-nepuk bahunya.
"Tapi, cinta bisa dibina bro... Besok loe nikah bro... Nikah. Bukan hal yang sepele. Tiap hari loe bakal liat dia. Lebih baik loe ngelurusin niat loe buat
nikah untuk ngikutin sunnah Rasulullah." lanjutnya dengan bijak.
Faiz mencerna setiap perkataannya. Iya membenarkan dalam hati ucapan rifat. Ia menikah dengan tak biasa. Calon istrinya juga terkesan terpaksa menerima
pernikahan ini. Lebih baik, mereka meluruskan niat mereka. Semoga Allah meridhoi pernikahan mereka. Tapi, terbesit kekahawatiran dalam pikirannya.
"Aku takut menyakitinya karena pernikahan ini. Aku ragu pada diriku sendiri untuk bisa membahagiakannya" balas faiz dengan datar.
"Usaha lah bro... Ingat! Allah tidak akan merubah suatu kaum sebelum kaum itu berusaha merubahnya" ujar rifat kembali.
"Loe habis mutholaah berapa kitab" Ucapan loe kayak mau ngisi pengajian"
"Emang gue mau ngisi pengajian gantiin abah nanti malam" jawabnya santai.
"Pantesan... Fine, loe mau tolong gue gak?"
"Tolong apa dulu?"
"Gue mau kasih surat ke nisa. Loe kasih ke dia"
"Ngapain sih pakai surat" Kayak zaman 90-an loe."
"Gue belum bisa ketemu dia."
"Kenapa?" "Dipingit. Kata umi"
"Alah.. Alesan. Cepet mama suratnya sebelum gue berubah pikiran"
"Loe ada amplop, kertas sama bolploin?"
"Loe kira gue toko?"
"Mirip sih" "Asem... Loe" Salah satu santri melewati mereka.
"Eh... Kang. Bisa ambilkan amplop, kertas sama pulpen?"
"Oh... Bisa, gus. Tunggu sebentar"
Tak beberapa lama kemudian santri itu kembali dengan membawa apa yang diminta.
Dengan hitungan menit, kertas kosong itu sudah penuh. Rifat tak melihat apa yang ditulis faiz. Ia tak mau mencampuri urusan pribadi saudaranya itu. Setelah
dirasa cukup dan dibaca ulang. Faiz memasukan surat itu kedalam amplop itu.
"Loe nulis surat cinta atau surat izin anak sekolah?" decak rifat melihat amplop yang disodorkan oleh faiz.
Dia hanya menaikan satu alisnya. Seakan bertanya 'apa ada yang salah"'.
"Ck... Loe itu cerdas. Tapi, zero untuk masalah ini. Gue jadi heran, gimana dia bisa jadi kekasih loe." decak rifat sekali lagi. Menurutnya, saudaranya
ini sangat tidak ada romantis-romantisnya sama perempuan. Padahal, ini calon istrinya.
"Kayak loe gak aja. Gue nyatain perasaan saat malam promnight lalu gue ninggalin dia." balas faiz santai.
Rifat hanya geleng-geleng kepala melihat faiz yang memang sangat bahkan sangat cuek terhadap perempuan melebihi dirinya.
"Yah... Mungkin malam itu. Hal yang paling romantis yang bisa loe kasih ke dia" ujar rifat mengingat kejadian malam itu.
"Udah sana... Kasihin ke dia. Sampaikan salamku untuknya. Assalamualaikum, jangan lupa suaratnya harus dibaca" ujar gus faiz lalu mengibaskan tangannya
mengusir rifat agar segera pergi mengantarkan suratnya.
"Udah baik. Gue tolongin. Eh.. Ngusir" sindir rifat padanya. Membuat faiz terkekeh.
"Makasih, abang" ucap faiz yang dibuat sok lembut. Membuat rifat bergidik ngeri sendiri lalu sudah kabur masuk ke ndalem. Membuat tawa faiz pecah seketika.
Mengerjai saudaranya adalah hiburan tersendiri untuknya.
**** Seorang gadis berwajah tirus dengan jilbab biru sedang melamun di serambi masjid dekat kolam. Dipangkuannya ada kitab taqrib. Sebenarnya, ia tadi ingin
muthola'ah kitab. Namun, entahlah... Malah jadi ngelamun disini.
Hari-harinya terasa datar. Tujuan utamanya datang ke pesantren pun sudah ia abaikan. Kehidupan tentram disini yang ia dambakan telah sirna. Hari-harinya
ia lalui dengan biasa tanpa kesan apapun.
Istighosah pagi, masuk kelas, sholat jamaah, mutholaah kitab, murajaah hafalan, sorogan, tidur, sholat malam, dan bangun lagi. Ya, seperti itulah setiap
hari. Tak ada kesan apapun selama hampir 3 minggu tinggal disini. Padahal, dulu ia sangat menginginkan dapat menikmati kehidupan dunia pesantren seperti ini.
Namun... Entahlah, ia merasakan ini seperti hal biasa.
Lalu, apa kabar dengan calon suaminya" Setelah kunjungan ke rumah keluarga zidan, ia sama sekali tak pernah bertemu apalagi bicara dengannya. Semua persiapan
pernikahan mereka serahkan pada orang tuanya. Ia sama sekali tak berniat ikut campur. Yah... Mungkin ini takdirnya dan harus ia syukuri.
"Yaelah... Calon mempelai wanita malah ngelamun dikolam ikan. Kesambet tau rasa loh" ucap lifa melihat keberadaan nisa.
Mendenger suara lifa, menyadarkannya dari lamunannya.
"Ah... Kak lifa. Ada apa?"
"Ayo ikut aku. Kita buat henna di tangan kamu"
"Gak mau. Aku lagi mutholaah kitab"
"Heh... Calon istrinya gus faiz. Mutholaah apaan" Kitabnya aja loe anggurin"
"Gak juga" "Ayo ah... Ikut aku..."
Belum selesai lifa berkata. Seorang pria dengan baju koko hitam mengahampiri mereka. Entah kenapa lidah lifa seolah kaku setelah melihatnya. Ada perasaan
aneh, jantung juga mendadak seperti lari marathon.
"Assalamualaikum.. Nisa, Azizah" sapanya dengan nada datar khas miliknya.
"Waalaikum salam... Gus rifat. Ada apa?" tanya nisa dengan nada yang sama datar. Lifa hanya menunduk tak berani melihat pria itu. Takut-takut ada yang
bisa mendengat detak jantungnya.
"Ini, ada surat dari faiz buat kamu. Kamu juga dapat salam darinya Assalamualaikum, jangan lupa suratnya harus dibaca" ujarnya dengan santai.
"Alaika waalaikumussalam. Iya... Terimakasih" jawab nisa singkat lalu menerima surat itu.
"Sama-sama. Wassalamualaikum" ucapnya lalu meninggalkan mereka.
"Waalaikum salam" jawab mereka bersama.
"Cie... Yang dapat surat dari calon suami. Ternyata gus faiz so sweet juga ya main surat-suratan" goda lifa pada sepupunya
"So sweet dari hongkong. Udah ah... Katanya mau pakein aku henna. Ayo... " ucap nisa lantas berdiri dari duduknya.
"Ayo-ayo... Aku juga mau pakai" balas lifa dengan semangat 45. Entah apa yang membuatnya semangat. Nisa tak tau. Mungkin hanya Allah dan dia yang tau.
part 14 pewarna rambut Nisa melangkahkan kakinya menuju kamarnya. Tapi, lifa menghentikan langkahnya.
"Eh... Ke ndalemnya kyai pakai hennanya" ujarnya memperingatkan.
"I know... Just a minute" balas nisa singkat. Dia langsung memasuki kamarnya dan meletakkan benda putih itu diatas meja disamping tempat tidur.
'Semoga, aku nggak lupa baca surat itu' . ucap nisa dalam hati lalu meninggalkan kamarnya.
"Udah?" tanya lifa yang menunggu didepan pintu kamarnya.
Mereka berdua menuju ndalemnya bu nyai. Nisa menyerngitkan dahinya bingung. Banyak mobil ke tempat parkir pondok. Dan ya, nisa kenal mobil itu. Mobil keluarganya.
"Ish... Kenapa berhenti?" tanya lifa saat melihat nisa tak lagi berjalan. Justru melihat ke area parkir.
"Keluarga kita kesini. Loe lupa ya kalo acara pernikahan loe diadakan disini" Ck... Segitu gak pedulinya loe sama pernikahan sendiri" cedak lifa menjelaskan.
Nisa hanya mengangguk mengerti lalu meneruskan jalannya.
"Kak nisa... Kak lifa" teriakan khas anak kecil menyita perhatian mereka saat mereka memasuki ndalem.
Terlihat banyak keluarga dan sanak saudaranya disini juga beberapa santriwati yang membantu menyiapkan acara besok.
"Hey... Sayang. Gimana kabar aisyah?" tanya nisa lalu menggendong anak kecil berusia 4 tahunan yang memanggil namanya tadi. Anak itu terlihat menggemaskan
sekali menurutnya. "Aisyah baik. Gimana kabar kak nisa?"
"Kakak juga baik. Aisyah mau pakai henna?"
"Mau.. Mau... Biar cantik kayak kakak"
Jawaban yang meluncur dari mulut manis gadis kecil ini membuat orang disekitarnya tertawa.
Seorang gadis dengan hijab syar'i menghampiri mereka.
"Ayo... Nis. Ke kamarku... Aku pakein henna ditangan kamu. Nanti biar adek manis ini yang ngolesin minyak dirambut kamu" ujar wanita itu dengan tersenyum
tulus ke arahnya dan menyentil hidung gadis kecil yang nisa gendong.
"Iya... Iya... Nanti aku yang sisir rambut kak nisa" balas aisyah dengan sumringah. Hal itu membuat nisa tersenyum.
"Bukannya kak lifa yang akan pakein henna ku. Kenapa jadi ustadzah nurul yang repot-repot" ucap nisa dengan datar. Apakah dia kesal, cuek, marah" Tidak.
Nada bicara nisa memang seperti itu kepada siapapun. Bawaan sejak lahir katanya.
Ustadzah nurul tersenyum tipis. Mungkin, dia menganggap nisa marah dengannya. Ya, karena dia. Nisa harus menikah dengan gus faiz.
"Gak... Aku mau bantu tante manda aja" sahut lifa dengan cepat lalu pergi.
"Ayo... " ajak nurul padanya. Nisa hanya mengikutinya dari belakang. Ia mengamati gadis didepannya ini. Tak habis pikir dengan keputusannya.
Mereka sudah ada didalam kamar nurul. Tidak begitu luas memang, namun terasa nyaman. Ya, nurul adalah keponakan dari abah pemilik pondok ini. Tak heran
ia mendapat perlakuan sedikit khusus. Seperti dapat tinggal di ndalem misalnya.
"Kenapa kamu ingin aku yang menikah dengan gus faiz?" pertanyaan itulah yang keluar dari mulut nisa saat duduk diatas ranjang. Entah mengapa pertanyaan
itu keluar begitu saja. Nisa menurunkan aisyah dari gendongannya lalu melepas jilbabnya.
"Karena dia mencintaimu" jawabnya singkat lalu menarik tanganku. Dengan telaten ia menggambar henna ditanganku.
"Tapi, kamu lebih mencintainya" balas nisa datar.
"Cinta tak harus memiliki bukan" Aku harap kamu bisa menjaganya dengan baik. Gus faiz orang yang baik" balas nurul tanpa melihatnya. Ia fokus pada tangan
nisa. "Aku..." Ucap nisa terhenti saat lifa masuk kekamar ini dengan membawa 2 mangkuk minyak rambut dan sisir.
"Ini... Rambutnya dikasih minyak. Biar halus kayak semut" ucap lifa asal.
"Mana" Mana" Sini... Aisyah yang akan pakein ke rambut kak nisa" ucap aisyah dengan penuh semangat.
"Ini... Sayang. Kasihyang banyak ya. Biar rambut kak nisa halus" sahut lifa lalu meninggalkan kamar ini.
Gadis kecil itu mengangguk cepat. Lalu, memposisikan dirinya di belakang nisa. Dengan telaten ia memberi minyak dan menyisirnya.
"Soal yang tadi. Aku tidak bisa berjanji." ucap nisa. Namun, nurul memilih diam saja. Fokus pada bentuk yang ia buat ditangan nisa.
"Aku mau tanya. Apa kamu memang ikhlas jika aku menikah dengan gus faiz?" tanya nisa dengan nada yang sama. Datar dan dingin.
"Mengapa tidak" Semoga Allah mengikhlaskan hatiku" jawab nurul yang masih sibuk dengan tangannya.
"Oh ya... Nama gadis kecil itu aisyahkan" Nama yang bagus, semoga sebagus akhlaknya kelak" ucap nurul mengalihkan topik pembicaraan agar tidak canggung.
"Iya... Aamin. Dia anak kakakku. Dia suka rambutku. Aku senang rambutku disisir anak kecil " ucap nisa datar tanpa intonasi. Padahal, ia sedang bercerita.
"Apa nada bicaramu selalu seperti itu?" tanya nurul dengan hati-hati. Namun, nisa justru tertawa mendengar pertanyaan nisa.
"Apa ada yang salah?" tanya nurul sambil melihat nisa.
"Tidak" jawab nisa kembali dingin.
"Hanya saja. Itu sudah bawaan dari lahir" jawab nisa dengan sedikit senyum yang dipaksakan.
Lalu, mereka berdua tertawa.
Tiba-tiba, lifa masuk kembali kesini dengan wajah yang sangat tak enak untuk dilihat.
"Kenapa?" tanya nisa saat melihat sepupunya itu. Lifa meneguk ludahnya dalam. Wajahnya terlihat sesikit resah memandang ke arah rambut nisa yang sudah
rata oleh minyak. Nisa melihat arah tatapan lifa ke rambutnya. Ia jadi sedikit was-was sendiri.
"Jangan bilang loe salah kasih minyak" ucap nisa dengan dingin.
Lifa nyengir tak jelas. "Maaf" katanya sambil mengangkat tangannya. Karinya membentuk huruf V.
Seketika itu juga nurul sudah selesai membuat henna ditangannya. Nurul mengambil wadah minyak itu lalu menghirup aromanya. Ia membelalakkan matanya.
"Pewarna rambut" ucap nurul lalu menatap kearah lifa yang masih nyengir dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Nisa sudah menatapnya dengan sangat tajam. Ia sangat murka saat ini.
"Kenapa kak" Aisyah salah ya" Atau rambut kakak dirusak sama aisyah" ujar gadis kecil yang masih setia menyisir rambutnya.
Nisa mengurungkan niatnya untuk mengomeli sepupunya itu. Mengingat ada anak kecil disini. Tak baik jika ia marah-marah didepan anak kecil.
"Hari ini loe selamat." ucap nisa pelan kearah lifa. Sepupunya itu hanya mampu terdiam.
"Gak kok sayang. Kak nisa suka kok. Katanya kamu mau pakai henna juga. Sini... Gantian kamu yang pakai henna" ujar nisa lalu berbalik. Aisyah tersenyum
lebar lalu duduk dipangkuannya menghadap nurul.
"Aisyah... Mau pakai henna juga?" tanya nurul.
"Iya... Biar cantik kayak kak nisa. Oh... Ya kakak namanya siapa?"
"Nurul syifa... Panggil kak syifa aja. Sini tangannya" ujar nurul lalu meraih tangan mungil gadis itu.
Lifa mendekat ke arahnya. Mengambil mangkuk itu.
"Sorry... Nis. Aku lupa. Harusnya tadi itu aku kasih ke kak manda. Tapi, aku tinggal disini sama minyak rambutnya. Tapi, gak papa... Itu gak permanen kok.
Paling lama 1 bulan baru ilang" ucap lifa tanpa berdosa lalu kabur dari kamar ini. Nisa hanya diam saja. Ia tidak mau menyesali apa yang sudah terjadi.
Toh, kalau dia marah juga rambutnya tidak akan kembali seperti semula.
"Tapi, kak faiz gak suka cewek yang pakai semir" sahut nurul dengan masih fokus pada tangan aisyah.
"Kata siapa?" tanya nisa datar. Ia tersenyum meremehkan. Mantan tunangan calon suaminya ini sok tau menurutnya.
"Kataku, barusan" balas nurul santai. Padahal, ia sedikit resah melihat ekspresi wajah nisa saat ini.
Nisa diam saja. Fikirannya kembali pada masa beberapa tahun silam.
**** Di depan ruang osis. Terlihat 2 anak manusia sedang diam. Raut muka mereka terlihat berantakan.
Seorang cowok yang duduk dibangku panjang depan ruangan itu mengacak rambutnya frustasi.
Sedangkan, seorang cewek didepannya bejongkok sambil menopang wajahnya dengan kedua tangan. Mereka berdua terlihat sama-sama muak.
"Kemana sih anggota osis yang lain" Heran gue... Ketua nya udah datang. Anggotanya mana" Niat rapat gak sih" Gue bubarin juga nih osis" ucapnya dengan
kesal. Gadis didepannya meghela nafasnya melihat ketua osisnya seperti ini.
"Innalllaha ma'ashobirin... Sabar aja kali, kak. Nanti juga yang lain datang" balas cewek itu dengan jengah. Cowok didepannya ini selalu saja begitu. Tak
bisa mentolerir keterlambatan.
"Kalo gue gak sabar. Udah dari dulu gue ngundurin diri jadi ketua, mila" ucapnya dengan kesal.
Gadis itu melihat cowok didepannya lekat-lekat. Ada rasa penat diwajahnya. Tapi, tak mengurangi kadar ketampanannya. Sinar matahati mengenai rambutnya.
Warna merah muncul disana. Gadis itu menyerngitkan dahinya.
"Kakak... Semir rambut ya?" tanya nya sinis. Membuat orang didepannya sedikit terkejut.
"Enggak.. Ah." balasnya singkat dengan sedikit gelagapan.
"Bohong itu dosa loh kak."
"Iya.. Iya... Gue semiran. Terus loe mau apa?"
"Wah... Parah loe, kak. Ketua osis nyontohin yang gak bener"
"Semir rambut itu halal, mila. Kecuali warna hitam. Gak ada juga di UUD'45 larangan menyemir rambut bagi anak SMA." balasnya tak kalah sengit. Apa yang
salah dengan dia menyemir rambut" Lagipula itu hanya kelihatan saat terkena sinar matanya sajakan" Tidak melanggar UUD jugakan" Halal pula. Lalu, masalahnya
itu dimana". "I know... But, You are leader. Many student following you. Remember it"
"Yes.. I know" "Up to you... Look it. They are coming. Don't angry ... Okay"
Cowok itu hanya mengangguk pelan menatap anggota osis yang baru datang.
part 15 surat Nisa diam saja membiarkan nasib rambut yang nanti entah akan berwarna apa ketika kering. Ia pasrah saat ini.
Gadis kecil itu sudah tidur tepat saat henna itu selesai di buat. Lifa sudah keluar dari kamar ini. Entahlah apa lagi keonaran yang akan ia buat karena
kecerobohannya. Nurul membereskan barangnya.
"Apa aku boleh cuci tangan sekarang?" tanya nisa pada nurul.
Dia menggeleng dengan khidmat.
"Minimal satu jam, biar hasilnya bagus"
"Apa" Ceritanya mau bunuh gue nih"
"Yah, Mungkin seperti itu....Kamu boleh tidur disini. Daripada kamu bosan."
"Good idea" Nurul beranjak untuk pergi meninggalkan mereka.
"Thanks ya... Kamu gadis yang baik. Semoga Allah memberikan jodoh yang baik untukmu" ucap nisa dengan nada datarnya.
Nurul yang mendengar ucapan nisa berbalik dan tersenyum.
"Aamiin..." **** Satu jam kemudian.... Adzan ashar berkumandang. Sayup-sayup nisa mendengar suara muadzin itu. Suaranya indah nan merdu. Tanpa diminta, bibirnya tertarik ke atas mendengar suara
itu. Nisa lantas mendudukkan tubuhnya. Mendengarkan adzan itu dengan seksama lalu menjawabnya. Ia kenal sekali dengan suara itu.
**** "Baik... Kita akhiri rapat hari ini. Semoga acara besok bisa lancar. Kalian boleh pulang. Terimakasih. Wassalamualaikum" ucapnya mengakhiri rapat siang
hari ini. Semua pengurus sudah berangsur pulang. Hanya beberapa yang masih stay disini.
Seorang gadis berwajah tirus masih fokus pada laptop didepannya. Ia sedang membuat tugas untuk mapel tik nya. Masalah organisasi sudah ia selesaikan.
Cowok yang memimpin rapat tadi menghampirinya. Duduk disebelahnya. Ikut mengamati apa yang sedang gadis itu kerjakan. Lama ia mengamati, namun gadis itu
sama sekali tak melihatnya.
Ia melirik jam di tangannya. Pukul 14.50. Sudah hampir masuk waktu ashar pikirnya.
"Kerajinan amat loe, mil" decak cowok itu.
"Well, gue emang rajin kok. Asal kakak tau ya. Acara pensi besok banyak menyita waktuku. Tugas gue numpuk-numpuk tau gak. Ini aja besok harus selesai.
Sekali-kali loe bantuin gue gitu kek. Gue mulu yang bantuin loe." balas nisa dengan sedikit kesal. Karena cowok ini menganggunya.
"Itu udah tanggung jawab loe sebagai sekretaria gue" balasnya dengan nada dinginnya.
Cowok itu beranjak dari duduknya. Berdiri dibelakang nisa lalu menekan tombol ctrl+s di keyboard laptopnya lalu menutupnya dengan sadis.
"Kak akmal... " teriak nisa tak terima. Namun, akmal melihat kearah lain seolah ia tak melakukan apa-apa.
"Sekarang waktunya sholat. Ayo... Sholat gue yang jadi imam" ujarnya kemudian saat melihat nisa yang sudah menatapnya dengan sangat tajam. Bahkan, lebih
tajam dari silet. "Loe bisa gak sih.. Ngajak baik-baik"
"Gue udah save filenya"
"Hm..." balas nisa hanya dengan deheman lalu menghidupkan kembali laptopnya, memeriksa tugasnya. Lalu, mematikannya kembali dengan normal.
Harimau Harimau 1 Perang Ilmu Gaib Karya Mpu Wesi Geni Pecut Sakti Bajrakirana 4
^