Pencarian

Hai Fani 1

Hai Fani Karya Robby Bagian 1


Perkenalkan nama gw Robby, cowok kelahiran yogyakarta yang mempunyai kriteria wajah yang sama seperti cowok lainnya. Seseorang yang selalu berkaca di depan cermin dan berbisik pelan dalam hati "'I'm so handsome", seperti kebanyakan cowok. Secara keseluruhan gw orangnya apa adanya, suka bergaul dengan siapapun mau cewek atau cowok, suka nongkrong, suka main game dan ga suka hal yang berbaur kebencian.
'Kalau lu baik sama gw, gw juga pasti akan double baik sama lu' Robby
Secara garis besar gw orangnya lebih suka ngumpul bareng dengan orang yang udah gw kenal, ga perduli kenal lama atau barusan, yang penting udah gw kenal. Gw suka berbaur dan pemalas, dan pada akhirnya kemalasan gw yang menyebabkan gw tetap terjebak di suatu siklus dimana gw ga bisa dapet pekerjaan. Q n' A :
Q: Rob, ni cerita real story" A: Ya bang, ini real story.
Q: Rob, kok akun lu namanya cewek" A: Iya bang, ini sebenarnya akun kakak, tapi gw pinjem karena dia juga ga makek. Pernah sih buat akun, tapi lupa password.
Q: Rob, sekarang lu masih pacaran atau udah nikah"
A: Iya bang, udah nikah. Q: Emang umur lu berapa sih"
A: Kalau sekarang umur gw masih 24 bang, tahun depan 25 insyaallah.
Q: Masih mudah kok udah nikah aja" A: Iya bang, takut dosa kalau kelamaan
Q: Udah punya anak berapa"
A: Wah kalau masalah itu saya belum punya bang, sekarang masih sibuk berkarir, Mungkin tahun depan.
Q: Ini cerita tahun berapaan" A: 2012/2013 bang.
GOODBYE MY DEAR ANGGUN - PAGE 1
Jariku terus sibuk mengetuk meja, sudah sekitar 10 menit lamanya aku duduk sini dan makanan masih belum hadir. Ini bukan sepenuhnya ideku, jika bukan karena ajakan Anggun aku tidak akan mau pergi ke tempat ini. Aku bukan tipe orang yang suka makan di restoran mahal, itu bukan tipeku. Walaupun ekonomi keluargaku terbilang mampu dan mencukupi tapi aku lebih suka makan di pinggiran jalan bersama teman-temanku dan tertawa sepuasnya seperti orang idiot.
Anggun, seorang gadis bandung yang sudah aku pacari selama hampir 2 tahun ini memang tipe 'exslusive', dia seorang yang pemilih, modis dan terkadang agak sombong. Jika diikutkan, aku memang bukan bukan salah satu kategorinya. Aku hanya cowok yang berpenampilan seperti apa yang aku suka dan tidak ingin terlihat glamor di depan banyak orang, beda jauh dengan Anggun. Dia selalu ingin menampilkan yang terbaik dari dirinya di depan semua orang, dia ingin semua orang tahu bahwa dia adalah orang yang 'glamor'.
Karena cara hidupnya yang bertentangan denganku, sehari yang lalu aku meminta untuk putus darinya. Responnya tidak begitu baik, hari itu adalah hari terlama aku mendengarkan cewek menangis via telfon. Sehari kemudian aku mengajaknya untuk keluar sebentar untuk membahas hubungan ini dan restoran mahal ini adalah idenya. Karena ini kemungkinan adalah hari terakhir kami menjadi sepasang kekasih aku mengiyakan.
"Anggun, aku mau bahas masalah yang kemarin" Pelan ujarku
Dia mengerutkan dahi "kenapa sih kita harus pikiran hal itu" udah deh, kita jalanin aja"
"Bukan itu masalahnya, nggun" Nada suaraku naik beberapa oktaf "Aku udah gak bisa lagi lanjutin hubungan ini"
Dia terdiam, matanya terbuka lebar "Anggun, please jangan nangis disini" "Aku mau pulang" pelan ujarnya
Belum sempat aku menyicipi makanan itu, aku sudah harus mengantarkan Anggun pulang dan membayar semua tagihannya.
Dia berjalan didepanku dengan tangan yang sibuk menyapu air matanya, dia tidak ingin memperlihatkan tangisnya kepadaku. Sesudah dia masuk ke dalam mobil dia masih menagis, aku tidak tahu harus berbuat apa, semakin aku berusaha menenangkannya semakin tangisnya menjadi "kamu tu ga tau perasaan aku" hal yang terus menerus di ucapkannya. Bukannya itu terbalik ya, seharusnyakan aku yang bertanya kepadanya "Anggun, kamu tu tau ga perasaan aku disaat kamu nolak aku ajakin main sama temen aku, tapi kalau aku nolak dengan ajakan yang sama, kamu marah". Tangisannya mulai reda disaat kami hampir sampai di rumahnya.
"Udah hapus air mata kamu, ntar ketauan abis nangis" Ujarku sambil membantunya menghapus air mata
"Biarin aja, biarin aja mama aku tau kalau akau abis nangis, biar kamu di marahin" Teriaknya
Mobilku sudah terparkir di depan rumahnya disin sudah hampir 5 menit dan Anggun masih belum mau turun, dia masih menangis. Tak lama akhirnya dia mau turun dan pulang ke rumahnya, hal terakir yang dikatakannya adalah "Jangan pernah ganggu aku lagi"
Oke, akan aku coba lakuin...
PAGE 2 "Robby, cepetan bangun kakak udah telat" Teriak kak monica sambil menggoyangkan bahuku "Kak, minta antar mama aja, gw ngantuk bgt"
"Kakak maunya kamu kok malah nyuru mama"
Tanpa pikir panjang aku bangkit dari tidurku bersiap-siap untuk mengantar kakak tersayangku ke bandara. Kakak tersayangku ini bernama kak monica, seorang yang berpindidikan tinggi dan berpenampilan menarik. Setelah dia taman dan lulus dari salah satu universitas di singapura, dia langsung mendapatkan pekerjaan disana. Memang pekerjaan itu bukan sesuatu yang mudah bagi kak monic untuk mendapatkannya. Dia berusaha mati-matian untuk bisa bekerja di perusahaan itu, membutuhkan setidaknya setahun lamanya hanya untuk sekedar intership di perusahaan itu. Walaupun badanku terasa sangat berat untuk bangkit tapi aku mencoba untuk melawan, tidak akan ku sia-siakan usaha keras kakakku dengan kemalasanku.
*** Ketika kami sampai dibandara aku tidak mengantar kakak masuk sampai ke dalam, dia menyuruku agar cepat pulang kerumah dan mengantar ibuku ke toko pakaian barunya. Tidak ada rasa sedih lagi dengan kepergian kakakku, semenjak dia sudah seperti ini selama 2 tahun dan hampir dua bulan sekali pulang selama paling lama satu minggu. Rasa banggaku memang besar terhadap kak monic, aku berharap kelak aku akan bisa mengikuti langkah suksesnya. Walaupun tergolong sukses, kak monic masih belum mempunyai pendamping hidup. Cowok terakhir yang bersama kak monic yang aku tahu adalah Radit, seorang cowok yang agak lugu dan baik dan kak monic juga cinta sama radit. Karena masalah kerjaan kak monic yang ga bisa di tinggal hubungan keduanya pun akhirnya usai dengan tidak indah. Radit mengajukan permintaan kalau dia akan menafkahi kak monic dan meminta kak monic agar menikah dengannya tapi dengan satu syarat, kak monic harus berhenti dari kerjanya dan tinggal dengan radit di indonesia. Aku yakin cewek sejatuh cinta manapun pasti tidak akan mau menerima tawaran itu mengingat apa yang telah di korbankannya untuk pekerjaan itu. Karena kepercayaan kami sekeluarga terhadap radit, kami menjatuhkan semua keputusan di tangan kak monic. Tak perlu pikir panjang akhirnya kak monic menolak lamaran itu...
Cinta memang kadang rumit, tidak ada kata yang pas untuk mendeskripsikan arti cinta yang sebenarnya..
Saat aku sudah sampai dirumah aku melihat sebuah mobil jazz biru yang terpakir di depan rumah, aku tahu itu pasti dika. Mobilku dan dika tidak jauh beda, hanya saja punyaku berwarna merah. Memang mobil ini bukan sepenuhnya hak milikku, ini mobil kak monic yang memang sengaja dipinjamkannya kepadaku selagi dia bekerja disana.
Kulihat dika sedang mengobrol dengan ayahku di teras depan rumah sambil menghisap rokok. "Eh ada lu dik?" Sapaku
"iya nih lagi bosen aja dikost"
Sudah kebiasaan umum dika main kerumahku jika bosan, hampir setiap hari jika bisa aku katakan. Bahkan bisa dibilang dika lebih sering menghabiskan waktunya di rumahku dari pada di kostnya dan dia juga lebih sering tidur di rumahku dari pada di kostnya dengan alasan dekat dengan kampus. Aku tidak bisa marah ke dika karena dia selalu ada di dekatku, aku malah senang punya teman yang mau berbagi seperti dia. Dika hanya menggunakan kostnya untuk bercinta dengan pacarnya, salsa. Hampir setengah dari barang pribadinya berada di kamarku dan hampir keseluruhan pakaiannya ada di lemariku, begitupun dengan pakaian dalam.
PAGE 3 "Yaudah om masuk dulu ya dik" Sahut ayah sambil berdiri "iya om"
Mata dika terus memperhatikan ayah yang perlahan masuk ke dalam rumah sampai akhirnya ayah menghilang dari pandangannya.
"Rob, lu masih inget ga sama raya?" "Raya" raya mana?"
"Pake tanya lagi, Raya yang kemarin gw kenalin ke lu, anak kampus sebelah" "Oh itu, iya-iya inget, kenapa?"
Dika kembali melihat ke dalam pintu lalu kembali berbicara "gw tadi malam ngehe sama dia di kost" "terus cewek lu salsa gimana" ga lu pikirin?" Tanyaku
"udah putus gw sama dia tadi malam" Dengan enteng dika menjawab
'ngehe' sebuah bahasa tanpa kamus yang selalu kami gunakan untuk kata ganti dari 'bercinta'. Bukan hal yang baru bagiku mendengar dika yang langsung ngehe dengan cewek yang baru ditemuinya. Jika aku ingat, memang wajah raya tampak masih segar dan cantik. Aku heran bagaimana bisa dika memberikan kepercayaan kepada cewek-cewek tersebut, setiap kali dia mengenalkan cewek kepadaku ujungnya pasti ngehe. Mungkin aku kalah dibidang itu, tapi disisi lain aku masih juaranya. Contohnya saja, dia masih menganggap kuliah itu hanyalah permainan waktu dimana kita bisa menyelesaikan permainan jika kita 'ingin', nyatanya sekarang aku lebih dulu menyelesaikan permainan. Tidak heran dika menganggap kuliah hanya permainan, dia selalu menganggap enteng semuanya mengingat sisi ekonominya yang begitu baik. Bagiku, orangtua dika terlalu memanjakannya, hampir setiap minggu dika dikirimi uang yang jumlahnya hampir setara dengan sebuah hp berlogo apple versi keempat. "gw juga udah putus sama anggun, dik" ujarku pelan
"Sabar dik, lu tau kan kalau gw pasti support lu apapun keputusan lu" "hmmm..."
Jauh hari sebelum aku memutuskan hubungan dengan anggun, aku memang terlebih dulu sudah berkonsultasi ringan dengan dika. "jika memang lu ga nyaman dengan hubungan lu, lepaskan" kata dika. Entah bagaimana bisa aku percaya saja dengan perkataan orang seperti dika, orang yang pekerjaan sampingannya mempermainkan hati wanita. Tapi pada saat itu memang saranlah yang sangat aku butuhkan, tidak perduli dari siapa saran itu datang. Dan ternyata di hari yang sama dia juga memutuskan pacarnya, salsa.
"Eh makan uduk yuk" Ajak dika sambil membuang puntung rokoknya "Gabisa, gw harus nganter nyokap ke toko"
"ngapain ke toko?"
"toko baru, nyokap mau check barang" "oh yaudah gw ikut, abis itu kita makan uduk ye"
Tidak jauh beda dariku, dengan ekonomi kami yang seperti ini, sarapan pagi terbaik kami masih nasi uduk. Pertama kali aku bertemu dengan dika juga di warung nasi uduk dan aku tidak menyangka kalau kami bisa berteman selama ini. Masih bisa aku ingat jelas waktu itu, waktu itu masih pagi dan aku ingin pergi ke kampus, aku sudah selesai makan dan ingin membayar tagihan makananku, tak jauh dariku dika juga baru selesai makan dan juga ingin membayar. Disaat dika ingin mengeluarkan dompet di saku celananya dia tiba-tiba kaget dan tersentak karena lupa membawa dompet, masih tetap tidak percaya, dia mengecek ulang setiap saku di celananya. Dari belakang dika aku mengulurkan uang 20ribu kepada pemilik warung "nih buk, sama dia sekalian". Sentak dia terkejut dan langsung menatapku "iya buk, nih sekalian dibayarin temen saya". Sejak saat itulah kami mulai mengenal satu sama lain dan sampai sekarang menjadi teman akrab.
PAGE 4 Sekitar 30 menit perjalanan akhirnya kami sampai di toko pakaian baru ibuku yang telah direncanakannya selama satu tahun ini dan tidak sedikit pula biaya yang harus dikeluarkan. Aku lihat toko ini sudah siap rapi dari semua sisi, mulai dari barang dagangan dan karyawan maupun karyawati. Ibuku bukan tipe yang mudah percaya, ibu selalu mengecek latar belakang dari masing-masing pekerja disini. Ibuku bukan seorang yang suka ditipu ataupun dicurangi, dia seorang yang sangat kompeten dan adil dari banyak sisi. Sama sepertiku, 'Kalau lu baik sama gw, gw juga pasti akan double baik sama lu' prinsip yang ibu pegang yang diam-diam aku curi.
"Gede ya, dik" Ujar dika disaat kami tengah berjalan-jalan di dalam toko
"Gw belum pernanh kesini sih, ini baru pertama kali, biasanya cuman bokap ama nyokap doang yang kesini"
"Bisa dong gw setengah harga disini" "mana gw tau, urusan sama nyokap gw noh"
Perlahan perhatian dika terfokus kepada hpnya yang selalu dipeganginya dari pertama kami masuk kesini. Kulihat timbul lubang kecil dipipi bagian sebelah kirinya, dia tersenyum kecil memandangi layar hp itu.
"Kenapa lu dik?"
"Raya ngajak ketemuan rob, dia bawa temennya juga" "Kapan?"
"Ntar siang, lu ikut ya! kali-kali bisa nemu disana" "Aduh males bgt dik kalau siang, gw ngantuk"
"Lu baru bangun bego, udah ngantuk aja. Udah ikut aja, bisa gw pastiin kalau lu ga bakalan nyesel"
*** Setelah selesai dengan survei ibu di toko pakaian barunya akhirnya kami pulang, kami mengantar ibu sampai rumah dan kami melanjuti perjalanan di warung nasi uduk langganan kepunyaan buk rasti. Kadang kami harus menunggu untuk bisa mendapatkan meja untuk makan, tidak jarang kami makan di belakang mobil karena meja didalam warung sudah penuh, sudah seperti restoran mahal saja.
"Nah kan udah gw bilang, pasti begini terus dah" Gumamku saat melihat warung itu sudah dipenuhi dengan motor-motor anak-anak dari berbagai penjuru kampus yang sedang butuh makan. "Bodo bgt, gw laper"
Karena kami sudah makan disini selama bertahun-tahun, buk rasti sampai memberi kami layanan parkir khusus di samping rumahnya, hanya kami satu-satunya pelanggan yang mempunyai hak khusus ini. Sebelumnya kami selalu memarkirkan mobil di tepi jalan, meskipun agak beresiko dengan banyaknya kendaraan yang melintasi jalan ini. Kami berjalan masuk ke dalam warung dan menyapa buk rasti yang sedang sibuk dengan kedua tangannya.
"Buk, biasa ya"
Tanpa perlu pandang buk rasti langsung merespon tanggapan kami, dia bahkan mengenak suara kami "iya, maaf ya mejanya penuh, kalian tunggu di teras rumah aja, ada bapak noh disono"
Mendengar perintah dari buk rasti kami langsung menuju teras rumah, bapak yang dimaksud dengan ibu rasti adalah suaminya, pak khaman. Kami juga kenal cukup akrab dengan pak khaman sejak lama. Pak khaman adalah seorang anak dari keturunan india, sejak kecil dia sudah dibesarkan di indonesia sampai dia sudah menikah dan mempunyai tiga orang anak.
"Jangan ngurusin burung terus pak" Goda dika kepada pak khaman yang sedang asik membersihkan kandang burung
"Eh kalian, apa kabar" udah lama ga kemari" Balas pak khaman sambil meletakkan kandang burung ke lantai
"maklum pak, bisnis" ujar dika
"iya pak, bisnis, bisnis ngehancurin hati cewek" susulku
"haha.. bisa aja dah kalian, ayo mari duduk. Eh udah pesen minum belum?" "udah pak didepan, tuh lagi di bikinin sama sari"
Anak terakhir dari ibu rasti dan pak khaman ini memang selalu membantu-bantu ibunya di hari-hari libur. Walaupun cuma sekedar membuat kopi atau teh, itu juga di bantu oleh ibunya. Anak kedua mereka sedang melanjutkan kuliat semester pertama, sedangkan anak pertama mereka sedang kuliah di luar negri karena mendapatkan beasiswa, fika. Aku kenal baik dengan anak pertama mereka, seorang gadis yang dulunya pernah menjadi 'gadis desa' disekitar sini karena kecantikannya. Meski ibunya hanya berjualan nasi uduk dan ayahnya adalah pemilik bengkel motor dengan dua karyawan, dia bisa melanjutkan langkah sejauh itu. Sedangkan aku anak dari dua orang yang lebih dari bekecukupan hanya tersangkut disini berpikir apakah aku harus melanjutkan mencari pekerjaan atau hanya kan bermalasmalasan bersama dika yang hingga entah kapan kuliahnya selesai.
Fika adalah alasan pertamaku makan disini, tak lain dan tak bukan adalah untuk melihatnya. Kadang sebelum berangkat kuliah aku menyempatkan diri untuk singgah disini dengan alasan sarapan pagi padahal sebelum kesini aku juga sudah sarapan dirumah, setelah itu aku memberi tumpangan kepada fika mengantarnya ke kampusnya, sebenarnya menjadi mucikari pengantar fika adalah alasan pertama aku kesini. Dia memang tidak pernah meminta untuk diantar, aku yang memaksa. Biasanya dia selalu menunggu di depan jalan untuk menunggu ojek ataupun angkot, tentu aku sebagai orang yang berkecukupan untuk menampung dan mengantarnya tidak tega melihat dia seperti itu setiap hari dan kebetulan rumahnya adalah jalan yang selalu aku lewati setiap hari sebelum berangkat ke kampus. Pernah sekali aku menyatakan cinta kepada fika, dia menolak dan beralasan "aku mau belajar dulu, mau bantu ekonomi keluarga, mau bantu sekolah sari sama rudi"
PAGE 5 Bukan hanya luaran fika yang menarik, di dalam dia lebih dari sekedar menarik. Terbukti akan apa yang
diperjuangkannya tidak berakhir buruk, bahkan hal yang sama juga terjadi dengan kakak kandungku, monica. Setelah dia memperjuangkan semuanya, akhirnya dia bisa mendapatkan lebih dari yang diperjuangkannya. Fika pasti sangat senang karena bisa mendapatkan beasiswa keluar negri dan belajar lebih luas, aku bangga kepadanya. Aku bahkan berpikir untuk mengutuk diriku jika sampai dulunya dia menerima cintaku, mungkin dia tidak akan sampai mendapatkan beasiswa itu.
Dengan contohan kak monic dan fika, aku masih belum mau bergerak dari kemalasanku untuk mencari kerja, entah apa gunanya gelar sarjanaku ini.
Setelah selesai makan kami berpamitan pulang kepada buk rasti dan pak khaman.
*** Dikamar aku dan dika saling bermalas-malasan sambil menonton acara tv yang lumayan membosankan sambil menunggu pertemuan siang nanti. Hampir semua kenalan cewek, aku dapati via dika, dia sudah seperti penghubungku kepada bidadari. kadang aku bingung dari mana dia bisa selalu mendapatkan kenalan gadis-gadis cantik nan hot ini, aku rasa ada semacam tombol refresh di bagian otaknya untuk selalu memperbarui list kenalan wanitanya.
"Ajak noh si han" Gumamku dengan remot tv yang masih aku pegang, mencoba mencari chanel yang cocok
"oh iya-ya, ga kepikiran"
"ajak aja, dia kan juga lagi jomblo, kali-kali keserempet entar"
Burhan atau han, seorang yang tinggal di kostan yang sama dengan dika dan berselisih satu kamar dari kamar dika. Kami berteman dengan han juga sudah lama, hanya saja dia lebih sering menghadapi layar komputernya bermain game online sepanjang hari sampai harus membolos dari absen kuliah. Visi han itu jelas, my time just for game, not college but game. Bisa dibilang han adalah gamefreak yang bisa bertahan dengan satu game online selama bertahun-tahun dengan diselingi dengan beberapa game offline. Aku pribadi juga penggemar salah satu game yang kebetulan juga dimainkan oleh han, seringkali kami bermain bersama walaupun jarak kami jauh.
Ketika tiga sekawan ini berkumpul, gamefreak playboy pemalas bertemu pasti akan terjadi sesuatu yang tidak bisa dijelaskan oleh hukum fisika manapun. Selalu ada hal gila yang terjadi ketika kami berkumpul bersama, contohnya beberapa hari yang lalu, kami mencampurkan coca-cola dengan mie rebus dan memakannya, siapa yang menyerah dia kalah. Dan begonya lagi, kami selalu tertarik untuk melakukan hal-hal itu. Dari segi percintaan, han tidak jauh berbeda denganku, dia juga baru putus dengan pasangannya beberapa hari yang lalu sebelum kami mencampurkan coca-cola dan mie rebus saat itu. Salah satu alasan mereka putus adalah game, han terlalu bersikeras atas sikapnya yang nonstop terhadap game onlinenya, sedangkan tina pasangannya juga sudah pasti butuh perhatian.
Kudengar suara motor han berkecambuk diluar, suara motor ninja tersebut sangat khas ditelingaku jika han yang menggunakannya. Dia pernah bercerita kepada aku dan dika betapa bangganya dia bisa membantu sedikit orang tuanya membeli motor ninja yang sudah di impikannya ini... "emang lu bantu orangtua lu berapa banyak buat ni motor?" Tanyaku dengan penasaran "Ya ga banyak sih, namanya juga bantu"
"Iya gw tau ga banyak, tapi berapa duit lu bantu?" "Ya seharga akun game gw lah"
"emang harga akun game lo berapa?" "700ribu" Dengan polos han menjawab
Enough say, aku terdiam mencoba untuk menahan tertawa, dika yang berada di sebelahku sudah tertawa terbahak-bahak.
PAGE 6 "Mau ketemuan sama siapa sih?" Tanya han sembari dia membuka pintu kamarku "engga tau ni si dika" balasku
"udah lu tenang aja" ujar dika
Bukan hanya han saja yang bingung dengan siapa kami akan bertemu, aku juga. Aku harap semua rencana dika ini tidak berujung dengan keanehan dan keganjalan. Dika terus memberi kami sugesti kalau cewek yang akan kami temui nantinya sangat cantik dan semuanya adalah teman baik raya. Tentu saja mendengar sugesti dari dika membuat aku dan han semakin semangat.
*** Hp layar sentuk milik dika yang diletakkan di meja depan tv itu pun bergetar, sebuah panggilan masuk. Dika segera melepaskan controller game dan segera mengangkat telfon tersebut. "Raya?" , "Dimana?" , "Oke-oke bentar ya!" Lekas dika mematikan panggilan itu. "Kenapa dik?" Tanyaku
"Ayo buruan siap-siap lu pada, dia udah ngajakin nih"
Tak butuh waktu lama bagiku untuk bersiap. Mau itu bertemu dengan gadis cantik, ibu-ibu, dosen ataupun temen, gaya berpakaianku tidak akan pernah dan bisa berubah, Sebuah kaos yang dilapisi dengan jaket hoodie dan celana jin panjang yang sudah berbulan belum dicuci. Berkali-kali ibuku masuk ke dalam kamar dan berteriak seperti orang yang sudah melihat hantu karena situasi kamarku yang cukup berantakan, ibuku bilang bahwa kecoa pun tidak mau hidup dikamar ini, entah apa maksudnya itu.
*** Setelah dua-puluh-menit berkendara ke alamat yang diberikan dika padaku, akhirnya kami sampai didepan hotel ini. Hotel yang cukup besar untuk sebuah pertemuan yang bahkan bukan pertemuan bisnis. Belum sempat keluar dari mobil seorang cewek datang mendekat, dia terlihat sangat percaya diri mendatangi mobil dimana kami parkir ini "ngapain ni cewek!" dalam hatiku berbisik. Ternyata itu raya yang memang sudah menunggu kami dari tadi, entah kenapa aku bisa lupa akan wajahnya. "hai sayang?" Sahut raya ke dika, lalu mereka melakukan ciuman kecil di pipi "udah ayuk ikutin gw" Ajak raya dengan isyarat tangannya
Kami mulai berjalan mengikuti raya dari belakang, kami mulai masuk ke dalam hotel. Perasaanku mulai aneh ketika raya melewati restoran di hotel itu, dia terus berjalan menuju belakang hotel menuju kolam renang. Ketika kami sampai di dekat kolam renang aku sempat berhenti sejanak, perlahan aku tertinggal dari mereka sementara mereka terus berjalan. Aku terdiam tak berkata melihat wanita yang sedang berada di dalam kolam itu, aku tahu pasti dia juga berbalas melihatku dengan pandangan eksotisnya "please, mudah-mudahan dia yang akan kami temui" Kataku dalam hati. Aku belum pernah mendapati perasaan seperti ini sebelumnya, tidak dengan wanita manapun yang pernah dekat denganku, wanita yang berada di kolam ini seperti magnet yang membuatku tertarik padanya pada pandangan pertama. Sempat aku menertawai orang yang pernah berkata padaku "Gw cinta sama dia sejak pandangan pertama" Aku tertawa mendengar hal itu, aku tidak pernah percaya akan hal itu, bullshit.
Tapi sekarang aku berdiri disini bagai orang idiot terbelakangi yang sedang memperhatikan wanita yang sedang memakai bikini dan dia membalas pandanganku "Robby" ngapain lu?" Han berteriak dari depan sana, mereka sudah memutari separuh dari kolam itu. Jantungku berdegup sangat kencang, aku belum pernah seragu ini sebelumnya, aku tidak tahu harus berkata apa. Aku kembali mengejar mengikuti mereka dair belakang, aku cukup tertinggal lumayan jauh.
Raya berjalan mendekati wanita ini, wanita yang sedang tiduran di pinggir kolam dengan manis dengan bikini yang pastinya belum basah.
PAGE 7 "Guys, kenalin ini cowo gw dika dan ..." Raya memandang ke arah dika, dia ingin menanyakan namaku dan han
"Oh, ini temen gw robby sama han" Potong dika "Gw Gita" Singkat ujar wanita yang sedang tiduran manis itu
Tak lama, wanita yang sedang berada di dalam kolam tadi naik ke atas dengan air yang menetes dari setiap helai rambutnya. Pandanganku tidak bisa berpaling dari wajah dan bagian dadanya "sungguh inspirasi hidup" Gumamku pelan, ternyata han yang berada disampingku mendengarkan apa yang baru saja aku bicarakan "inspirasi banget, bro.." Sambungnya.
"Hai.." Wanita itu menjulurkan tangannya secara spontan "Hai" balasku gugup
"Fanny.." Ujarnya
"Fanny?" Dia mengangguk "oh, gw robby"
Memegang sebagian kecil dari tubuhnya saja sudah membuat aku hampir hilang kendali, bagaimana jika sampai nantinya aku bisa memeluknya. Entah apa yang sebenarnya ada di dalam diri Fanny sehingga membuat aku begitu tertarik dengan dirinya, aku merasakan ada sesuatu yang sangat teramat berbeda di dirinya.
"Jadi mau kemana?" Gita bertanya
"Bodo amat kita mau kemana, yang penting gw mau ganti baju dulu" Balas fanny
Kemudian fanny mengajak kami semua untuk naik keatas menuju kamar hotelnya. Bukan hanya aku yang semangat, Dika dan Han juga mendapati respon yang sama. Mereka para wanita jalan didepan kami sambil bercerita dan tertawa, tapi kami dibelakang dengan asiknya memperhatikan bawahan mereka yang perlahan bergoyang itu sambil menahan tawa. Aku sungguh geli melihat han dan dika menahan tawa mereka, aku tidak tau apakah dika ini idiot atau bagaimana. Kami jelas-jelas juga ikut memperhatikan bawahan milik pacarnya Raya, tapi dia bahkan tidak memarahi kami ketika kami tertawa akan bokong itu.
Ketika kami sampai dan masuk ke dalam kamar hotel fanny, kami para lelaki hanya bisa duduk diam manis dipinggiran tempat tidur sampai menahan pikiran "Ayo dong ganti baju".
"Aku duluan make kamar mandi ya" Ujar gita kepada dua temannya
Shit, mereka tidak akan mengganti pakaiannya di hadapan kami "Teman-teman, mission failed" Pelan gumam dika.
Ternyata fanny mendengar apa yang dika barusan katakan, fanny memandang sinis dan tersenyum melihat dika lalu memalingkan pandangannya ke arah raya, ternyata raya tidak mendengar apa yang barusan dika katakan. Dika mencoba menahan tawanya, tapi tawa itu sungguh tawa yang tidak bisa ditawa, tawanya terlepas. Fanny yang tadinya tersenyum juga ikut tertawa begitupula dengan aku dan han, kami semua tertawa keculi raya yang sedang kebingungan mengapa kami semua tertawa. "Ray... lo bawa baju ganti ga?" Teriak gita dari dalam kamar mandi
"Hah" engga lah, emang lo bawa?"
"Bawa dong, kan udah gw sms tadi suru bawa baju ganti"
Raya terdiam, dia kebingungan karena dia tidak membawa baju ganti "Fan, lu bawa baju banyak gak?" "Engga, pas tu baju buat tiga-hari" Balas fanny sambil menoleh ke arah kopernya didekat lemari PAGE 8
"Rob, pinjem mobil bentar yah, gw mau beli rokok" "Nih" Sambil memberi kunci mobilku
Selang han keluar beberapa detik, kemudian raya dengan serangan paniknya "Dik, temenin aku beli baju di mall bentar yuk"
"Tapi aku ga bawa mobil, aku make mobil robby" Sambil jari telunjuk dika mengarah ke aku "Rob, pinjem mobil lo ya?" Tanya raya
"Tapi mobil gw barusan dipake sama han" "Bentar-bentar..." potong dika
Dika lalu berlari secepat mungkin keluar dari kamar mencoba untuk mengejar han yang mungkin belum masuk ke dalam lift. Dengan pintu lift yang hampir tertutup dika menahan pintu itu "Lah, kenapa lu?" Tanya han dengan kunci mobil yang sedang diputar-putar di jarinya
"Udah sini dulu, gw sama raya mau ikut sekalian" balas dika dengan nafas yang terbata-bata Dika kemudian datang kembali ke kamar ini, dia membuka pintu itu "Udah ayo cepet" "Fan, pinjem baju lo ya, gw mau beli baju di mall deket sini bentaran doang" Fanny hanya mengangguk, dia tengah asik mengasah kukunya
"Gita, cepetan... gw mau ganti baju" Raya berteriak dengan baju milik fanny yang dipegangnya Gita keluar dengan pakaian lengkap, dia bingung melihat raya "Tadi katanya ga bawa baju" "Ini baju fanny gw pinjem, gw mau beli baju di mall deket sini"
"Gw ikut deh, gw mau beli pembalut sekalian"
Aku sebagai satu-satunya lelaki didalam sini merasa sedikit aneh dengan pembicaraan para gadis ini, sementara diluar sama han dan dika tengah asik mengobrol sambil menuggu gita. Jadi jika mereka semua ikut pergi, hanya akan ada aku dan fanny yang bakalan tersisa disini. Tadi disaat aku pertama melihatnya, rasanya ingin aku bedua dan mengenal lebih jauh tentang dirinya, tapi sekarang malah perasaan malu dan ragu-ragu yang aku dapati.
"Kita pergi dulu ya fan!" Gumam raya saat dia hendak menutup pintu
Aku kebingungan, aku memutuskan untuk ikut, tapi sepertinya kursi di dalam mobilku tidak akan wajar untuk 5 orang "Lah gw gimana" gw ikut sekalian deh" Teriakku sambil berdiri dari dudukku "Iya ikut, duduk di ban lo" ledek han lalu menutup pintu kamar
Aku bisa melihat mereka berdua mengejekku dan memberikanku dua jempol sebelum mereka benarbenar menutup pintu dan aku tidak tahu pasti jika itu adalah jempol untuk dukungan atau siksaan. Memang, aku belum mengenal fanny dan saat ini aku sangat takut untuk berkenalan lebih jauh dengannya, dia terlihat cukup eksotis dengan matanya yang berwarna coklat itu "Gw gak makan orang kok, rob" Kata fanny dengan senyuman sinis pembunuh lalu dia tertawa pelan dan melanjuti pekerjaan dengan kukunya. Oke paling tidak dia punya selera humur yang cukup aneh, mungkin aku bisa menyamainya nanti.
Fanny membalikkan kursinya kehadapan meja dimaja sebuah laptop siap terbuka. Kulihat dia mulai membuka browser dan mengetikkan 'omegle.com' di pencarian
"Rob, sini duduk... ngapain disitu, kan tadi gw udah bilang kalau gw gak makan orang" Ajak fanny sambil menarik kursi yang ada di sebelahnya makin mendekat dengan kursinya
Dengan polosnya dan tanpa banyak tanya aku bangkit dari dudukku dan kembali duduk dikursi yang terlah di siapkannya. Ada perasaan untuk bertanya tapi lidah ini terasa berat untuk berkata "Situs apaan ni, fan?" Suaraku agak sedikit serak
"Omegle, kalau gw lagi sendirian biasanya sering buka ini buat kenal orang asing" PAGE 9
"Orang asing?" Tanyaku
"Iya orang asing" singkat balasnya "Alien?"
Fanny tertawa pelan "bukan lah, ada-ada aja lo" "Becanda kali" Ucapku
Fanny tersenyum, senyumannya sangat menggoda. Bibir indah manis itu mengingatkanku akan Megan Fox, Bibir yang kecil dan imut tapi lebar saat tersenyum. Berkali-kali aku menelan air ludah dan menjulurkan lidahku hanya untuk membasahi bibirku, aku sungguh gelisah. Tapi tidak dengan fanny, dia lebih terlihat santai dan relax di dekatku, dia lebih sering melakukan kontak mata dari pada aku yang hanya tersipu malu.
Fanny mulai berbicara dengan beberapa orang yang barusan di temuinya di omegle, mulai dari pria dan wanita, bahkan dari anak-anak sampai orang dewasa yang memasang alat kelaminnya di webcam juga ada, sungguh gila web ini. Dengan cepatnya fanny selalu men'skip'kan para pria yang memasang alat kelamin di webcam, dia tersenyum dan tertawa "Aduh... kecil juga pake di pamerin" dia berbicara kesal. Aku hanya bisa tersenyum mendengar fanny mengatakan hal itu, cara dia berbicara tadi entah bagaimana bisa membuat aku makin merasakan 'barang'ku yang sedang terjepit rapat di celana dalamku, ku rasakan ketidak nyamanan di bawah sana.
"Ini web sebenarnya guna banget lho, rob!" Ucapnya "Maksud lo?"
"Iya guna, maksudnya gini, misalnya gini..." Dia memperbaiki posisi duduknya "Misalnya lo mau hubungin dika, nah... lo tinggal masukin keyword, misalnya; dika. Sebelumnya, lo juga harus nyuru dika masukin keyword yang sama, ntar web ini bakalan nemuin kalian karena gak mungkin 'kan ada banyak orang yang make keyword dika"
"Berarti ntar gw bisa tatap muka dong sama dika?"
"Ya bisa dong, kan kalian masukin keyword yang sama" Ujar fanny "dan lagi, misalnya lo mau tatap muka sama orang indonesia, ya masukin keywordnya; indonesia, simpel 'kan?"
Aku menganggukkan kepalaku "Lo suka ya sama beginian" maksud gw kenal sama banyak orang?" Tanyaku
"Ya... singkatnya gitu"
Fanny kembali bersuka-ria di omegle dan aku hanya melihatnya berkomunikasi dengan orang-orang tersebut. Dia terlihat sangat enjoy, bunyi-bunyi kecil dari keyboardnya pun terasa sangat enak untuk ku dengar. Sebenarnya fanny lebih suka untuk langsung berbicara tanpa mengetik dari keyboard, hanya saja dia terlupa untuk membawa headsetnya, jadi dia harus melakukan komunikasi dengan mengetik. ***
Ditengah asiknya kami dengan web unik ini, tiba-tiba hp fanny yang diletakkan tepat di sebelah laptopnya berdering, sebuah panggilan masuk. Dia langsung panggulan itu... "Iya kenapa, ray?" , "Udah dibawah?" , "Oke bentar ya"
"Kenapa, fan?" Tanyaku
"Mereka udah dibawah, bentar ya aku siap-siap"
Fanny berdiri dan langsung masuk ke dalam kamar mandi. Aku yang masih duduk disini hanya terpandang kaku ke layar laptopnya, dia sudah mengeluarkan web tadi, aku terfokus pada sebuah folder yang berlabel 'My Journey" pada dekstopnya. Folder itu tepat berada di tengah layar, membuatku berpikir kalau isinya pasti penting dan menarik. Kuperhatikan sekeliling lalu aku membuka folder tersebut. Folder itu hanya penuh dengan puluhan sub-folder lainnya. Folder-folder lainnya inipun di beri label dengan berbagai nama-nama negara. Saat aku membuka sub-folder yang berlabel "Australia" kulihat berbagai foto fanny yang tengah asik bersama para-para kanguru, dia tengah bermain di pantai, di sekitar perkotaan, dll. Karena aku masih penasaran, aku kembali membuka sub-folder lainnya yang berlaber "Japan", kembali kulihat berbagai foto fanny yang terngah tersenyum dengan gunung fuji dibelakangnya. Sub-folder terakhir yang aku buka adalah sub-folder yang berlabel "France", foto-foto yang berada di dalam folder ini cukup berbeda, tidak terlalu banyak bagian berpetualangnya dan lebih banyak pada foto-foto fanny bersama keluarganya...
Tapi ada sesuatu yang menganjal ketika aku melihat foto-foto itu. Kulihat ada seorang lelaki yang terusterusan muncul dari pertama kali aku melihat foto-foto di laptop ini, kadang lelaki itu merangku fanny atau paling tidak dia berada didekat fanny. Anehnya, lelaki tersebut tidak tampak pada foto yang berada di list paling bawah dan kulihat tidak ada senyuman di wajah Fanny.
PAGE 10 Tak lama setelah fanny selesai dengan pakaiannya kami segera bergegas ke lantai bawah. Aku masih tidak menyangka kalau aku bisa berjalan berdekatan dengan cewek secantik fanny. Di dalam lift kami tidak berbicara, aku selalu mencuri-curi pandang ke fanny, aku sadar kalau dia pasti mengetahui hal itu, dia juga pasti bisa melihatku dari pantulan kaca di dinding lift. Setelah pintu lift terbuka, kulihat mereka sudah menunggu di dekat sofa empuk disudut sana.
"Lama bgt dandannya, fan?" Tanya raya dengan wajah separuh kesal "Dandan apaan" gw cuma ganti baju kok!" Balas fanny
"Yaudah ribet amat, mau jalan ga nih?" Potong dika yang masih terduduk manis
Kulihat han yang sedang duduk diseblah gita menaik-naikkan alisnya berulang-ulang kali. Aku heran melihat han, kusipitkan mataku dan dengan pelan aku berkata "haa...?" Han membalas dengan isyarat tanggannya, aku bahkan tidak tahu isyarat untuk apa itu.
Seketika kami sampai di area parkiran, kulihat motor han terparkir disebelah mobilku, aku tidak tahu jika tadi mereka sempat pulang kerumahku untuk mengambil motor milik han. Han yang sedang berdiri di dekat motornya memanggilku dengan isyarat tangannya, menyuruku untuk mendekati dimana dia berdiri.
"Apaan" lo kayak orang bisu tau gak?" Bentakku kesal
Han hanya tersenyum "Gimana" ngehe?" Kembali dia memainkan alisnya "Ngehe pala lo, udah ah. Eh ngapain bawa motor lo?" Tanyaku
"Jadi kalau gw ga bawa motor gw sama gita mau di taro dimana" di atap?" Omel han lalu dia memasang helm full-facenya
Tak lama berdebat dengan han, dika datang dari belakang sambil menepuk pelan pundakku "Rob, bawa mobil ya.. gw mau mesraan dikit ama raya di belakang" Tanpa panjang lebar dia langsung masuk ke dalam mobil, dia bahkan belum mendengar aku menerima tawarannya.
"Tai lo, dik" Ujarku pelan ***
Hanya suara tawaan dika dan raya yang terdengar di dalam mobil, aku dan fanny hanya terdiam satu sama lain, tidak banyak bincang diantara kami. Jujur, aku masih agak sedikit kaku untuk membuka topik pembicaraan dengan fanny, aku takut dia tidak tertarik dengan pembawaanku dan bisa-bisa nantinya dia akan muak mendengarkanku.
"Dik, kita mau kemana?" Tanyaku "Caffe biasa kali ya?" balasnya "Gila lo, engga ah"
Caffe itu adalah caffe langgananku sekaligus caffe langgan mantanku, anggun. Karena dia sering mengajakku ke sana, aku mulai terbiasa untuk sekedar nongkrong disana, muali saat itu aku membawa dika dan han. Aku tahu pasti jika anggun paling sering menghabiskan waktunya disana megingat caffe itu adalah caffe milik teman seperjuangannya yang penuh lagak dan sombong, tidak jauh seperti anggun.
"Kenapa" lo takut sama anggun?" gumam dika dengan enteng, seolah dia adalah pria yang paling pemberani di dunia ini
"Lo ga bakalan ngerti deh.. yang lain aja deh" balasku "kenapa emang di sana, rob?" lanjut fanny "engga, cuman masalah kecil aja"
"bohong, dia malu tu sama mantannya yang sering nangkring disana, fan" potong dika Fanny tertawa pelan "beneran rob" ah gimana sih lo, sama cewek kok takut"
Shithead dika, dia membuat namaku jadi tercoreng di mata fanny, bisa jadi apa aku nanti dipikirannya, pengecut". Mendengar fanny berbicara seperti itu, dika tertawa terbahak-bahak di belakang, seolah itu hal yang paling lucu yang pernah di dengarnya. Aku berbahap aku bisa mengubah topik tentang dika yang sempat dipermainkan oleh cewek yang mengaku cinta tapi di belakang itu secara perlahan dia mulai memeras dika, apakah itu akan membuat dika berhenti tertawa. Memang hal itu seudah terjadi sekitar sebulan lamanya, tapi jika diceritakan untuk sekarang, aku yakin pasti akan menarik. Tapi tidak, aku tidak ingin menjelekkan dika di depan pasangan barunya.
"Lo gausah takut, kita kesana aja" Ujar fanny "Aduuhh... "
Jika anggun memang nantinya ada disana, dia pasti akan berpikir jika fanny adalah pacar baruku. Dika dengan raya dan han dengan gita, lalu hanya tinggal fanny dan aku, jadi... ya, dia pasti akan berpikir fanny adalah penggantinya. Aku tidak ingin seolah aku 'memamerkan' pasangan baruku dihadapannya, seolah aku memberi pesan 'ini cewek baru gw'.
*** Dan ternyata dugaanku benar apa adanya, bisa aku lihat anggun beserta teman-teman seperjuangannya sedang asik duduk disana, dia menatapku dengan tajam, seolah tatapan itu berbicara "what the fuck...." PAGE 11
Aku memohon kepada dika untuk memilih tempat yang jaraknya lumayan jauh dari anggun, aku tidak ingin sesuatu yang aneh terjadi. Dika menolak, dia tetap memilih meja yang posisinya sangat teramat dekat dengan meja anggun, bisa aku pastikan kalau anggun dan teman-temannya sedang melirik sinis ke arahku. "Lihat tu robby, baru juga mutusin lo, eh sekarang udah sama cewek lain aja, dasar brengsek" Kudengar kata itu terucap dari salah satu mulut temannya dan itu pedih, bagaikan sayatan halus yang perlahan makin menusuk jantungku. Dika dan han menahan tawanya mendengar han itu, sesekali mereka mengelus-elus pundakku seperti aku anak kecil saja.
Tak lama waiter pun datang, seorang pria yang sudah lumayan aku kenal semenjak aku sering nongkrong disini.
"Rob, lo kok jauhan sama anggun?" Waiter itu benama beno, dia heran melihat aku bersama para perempuan ini ketimbang bersama anggun di meja sana
"Udah putus gw sama dia, nok. Eh, gw latte biasa ya" Ujarku cepat untuk tidak membahas topik itu berkepanjangan
"Gw juga kayak biasa, nok" Tambah dika
"Lo gimana han" biasa juga?" Tanya beno ke han yang sedang asik tertawa kecil bersama gita "Engga, gw pesen sama kayak ni cewek ya... ga tau dia mau pesen apa" balas han
Baru juga beberapa jam han dan gita bersama tapi mereka sudah bisa sedekat dan sekompak itu, membuatku iri. Dari sudut sana. kadang masih ada pandangan aneh yang terlempar ke meja dimana aku duduk, pandangan teman-teman anggun membuat aku sangat tidak nyaman. Fanny menarik kepalaku perlahan mendekatinya, dia berbisik halus ditelingaku "yang pake baju hitam itu ya?" Tanya fanny. Aku mengangguk tidak berbicara.
Seorang cowok datang entah dari mana dan langsung mengarah ke meja dimana anggun berada, sepertinya aku pernah melihat cowok itu, tapi entah dimana. Dia datang dengan sombongnya dan langsung 'cipika-cipiki' dengan anggun. Shit, goresan lainnya mulai terbentuk, goresan itu sekarang terbelah menjadi dua dia jantungku. Ada rasa cemburu melihat anggun melakukan ciuman itu, walaupun hanya sekedar ciuman biasa di pipinya. Anggun langsung melihat ke arahku seolah berkata "aku juga bisa". Aku sadar kalau sekarang aku sudah kalah, aku tidak ingin melanjutkan semua permainan konyol ini, moodku malah bertambah buruk.
Aku menyandarkan diriku ke kursi dan menarik nafas dalam dan mengeluarkannya dengan penuh emosional, fanny bisa mendengar itu dengan jelas. Dia ikut menyandarkan dirinya di kursi, dia bertanya "kenapa?" aku tidak mau membalasnya, moodku sudah hilang, aku kalah. Lalu fanny melihat ke arah dimana anggun sedang duduk manis dengan 'pacar barunya'. Penuh canda tawa disana, anggun tertawa terbahak-bahak seolah dia merekayasa tawa itu. Fanny kemudian menyuru dika dan raya yang duduk di depan kami untuk bertukar posisi. Fanny menarikku untuk pindah, dengan malasnya aku mengikuti kemauan fanny. Entah kenapa fanny membawaku ke posisi sini, dari sini aku tambah bisa melihat jelas anggun dan cowok itu bermesraan.
"Apaan sih fan" bikin gw tambah gak mood" Bentakku kecil ke fanny
Keningnya mengkerut "Lo mau dibantuin jugak. Udah lo nurut aja, jangan banyak omel" balas fanny membentakku
Aku terdiam, terkejut dengan bentakan fanny, ternyata fanny cewek yang garang.
Kembali moodku menjadi tambah buruk saat melihat anggun menyuapi cowok itu dengan segenap rasa cinta yang dulu suapan itu hanya milikku. Tiga sayatan kecil sudah terbentuk dan entah berapa sayatan lagi aku bisa menahan luka ini. Fanny yang duduk disebalahku tentu saja bisa melihat jelas apa yang dilakukan anggun diseberang sana. Sekarang aku yakin bahwa tujuan fanny membawa aku kesini adalah tak lain dan tak bukan dia ingin membuatku menjadi tambah sakit hati. Aku tersentak terkejut ketika fanny melakukan sesuatu terhadapku.
Sampai lingkaran tangannya memeluk pinggangku dari belakang dan dia menyandarkan kepalanya dibahuku, tercium sedap aroma rambutnya...
PAGE 12 Bisa kurasakan sandaran kepala fanny di bahuku dan lilitan tangannya dibelakang pinggangku. Anggun
memandangku sinis, dia tidak lagi bermain dengan cowok itu. Aku ingin memberitahu fanny jika sebaiknya dia menyudahi akting ini, tapi sesungguhnya pelukan fanny membuatku ketagihan dan enggan untuk menyurunya melepaskan pelukan ini.
Anggun berdiri dan mengambil tas super mahalnya diikuti oleh para teman-teman seperjuangannya. Timbul sedikit senyuman dibibirku yang mengatakan "aku menang". Tapi ini belum usai, tidak seperti yang aku duga, anggun berjalan ke arah meja dimana aku dan fanny sedang duduk berdua. Anggun lalu berhenti tepat di samping meja dengan tas jinjing yang terjantung di lengannya "Kalau jadi cowok jangan kegatelan" Teriaknya penuh kesal ke padaku, lalu dia melihat ke arah fanny. Fanny berhenti dari aktingnya dan duduk tegap sambil menatap dalam mata anggun.
"Asal lo tau ya, ni cowok ga setia, mau aja lo sama dia" Bentak anggun, dia berbicara kepada fanny tapi matanya mengarah kepadaku "gw jamin lo bakalan nyesel pacaran sama ni cowok" tambah anggun
Fanny menarik nafas dan memutar bola matanya seolah apa yang baru dikatakan anggun tadi adalah hal yang paling membosankan yang pernah dia dengar "Bagus deh kalau gitu, cuma cewek begok yang bilang ni cowok ga setia. By the way, makasih buat malaikat ini ya, makasih udah mau pinjamin dia ke gw, gw bersyukur bgt punya dia dan yang terakhir... hmmm. gw gak akan pernah nyesel punya cowok kayak dia"
Pokerface, anggun terdiam dan kedua alisnya naik, teman-teman seperjuangan anggun juga terkejut mendengar hal itu. Tanpa berbicara lebih panjang anggun langsung keluar dari caffe. Jujur aku sangat berterima kasih atas apa yang sudah fanny lakukan tadi, tapi menurutku itu semua terlalu berlebihan mengingat akulah orang yang memutuskan anggun, jadi kurasa semua itu terlalu berlebihan. "Cewek aneh" Gumam fanny
"Fan, lo tau gak kalau gw yang mutusin dia?" tanyaku "Engga" Balasnya singkat
"Seharusnya lo ga harus berlebihan kayak tadi, gw jadi merasa kayak cowok brengsek" Ujarku "Bodo amat, cewek sok cantik juga" balas fanny
Aku terdiam mendengar apa yang fanny bilang barusan. Ada perasaan marah dan ada perasaan lucu aku melihat fanny, aku marah karena dia seharusnya tidak berlebihan dengan apa yang dilakukannya kepada anggun dan aku lucu melihatnya marah kepada anggun karena suatu alasan yang tidak jelas. Dibalik semua parasnya yang cantik nan indah ini, ternyata tersimpan sedikit rasa keberanian di dalam jiwa fanny.
*** Langit yang tadinya berwarna biru cerah sekarang sudah menjadi hitam pekat tanda mau hujan. Ahhhhh.... teriakku kecil sambil merenggangkan tubuhku yang sudah berjam-jam duduk di dalam caffe. Tak lama lalu hujan perlahan turun...
"Yah hujan, lo sama robby aja ya pulangnya" Bujuk han kepada gita "Terus lo gimana?" Gita bertanya
"gw nunggu disinilah sampai hujan berhenti" Balas han "Yaudah gw nunggu disini juga deh"
Betapa romantisnya kedua pasangan yang baru bertemu ini, meski mereka belum resmi berpacaran, tapi dari gerak-gerik dan cara mereka memberi perhatian kepada satu sama lain bisa membuktikan kalau mereka pasti akan bersama suatu saat nanti, dan tentu saja han dan gita membuat aku iri.
Han dan gita kembali masuk ke dalam caffe untuk menunggu hujan, tidak mungkin mereka akan melewati hujan yang cukup lebat ini dengan motor. Kami lalu berlari ke dalam mobil, berusaha mengelak dari setiap tetes hujan yang jatuh, meskipun sudah berlari secepat yang aku bisa, tetap saja setengah dari pakaianku kebasahan. Di dalam mobil dika mengatakan untuk mengantarkannya ke kostan bersama raya dan aku sudah tahu pasti apa yang akan mereka lakukan di kostan, ngehe.
Sesudah mengantar dika, aku langsung kembali ke hotel dimana fanny menginap "ke atas dulu yuk, rob" ajak fanny
"gimana yaa?" balasku, sebenarnya tidak ada alasan yang tepat untuk menolak ajakan fanny, hanya saja aku takut jika nantinya aku tidak bisa mencairkan suasana bersama fanny. "udah ayok aja, masih hujan jugak" Rayu fanny
Tidak ada alasanku untuk menghindar dari ajakan fanny. Setelah sampai dikamar hotel fanny, aku hanya duduk di atas tempat tidur sambil menonton, sedangkan fanny sedang mengganti pakaiannya di kamar mandi. Beruntung tadi hanya jaketku yang basah tetapi tidak dengan kaos yang ada didalam. Aneh rasanya berada di kamar hotel berduaan dengan seorang gadis yang masih muda, kami tentunya bisa melakukan apapun yang kami mau disini, tidak akan ada yang melihat. Dan pikiran kotorku timbul, video-video yang pernah aku tonton di laptop dika itu akhirnya bermain-main di kepalaku, aku tidak bisa berhenti memikirkannya. Sampai akhirnya fanny keluar dari kamar mandi dengan tank top, hot pants dan handuk yang masih terlilit di kepalanya. Aku menelan air ludahku saat melihat ke arah dada fanny ... PAGE 13
Sebagai cowok normal, tentunya aku merasakan sesak saat melihat fanny berpakaian seperti itu. "Sorry ya agak seksian dikit" Ujar fanny, lalu dia memasang jaket yang barusan diambilnya dari dalam koper. Jaket itu berhasil menutupi bagian-bagian 'terlarang' fanny. Aneh juga kalau memikirkan mengapa fanny tidak malu untuk berpakaian seperti itu di depanku, bagaimana jika aku adalah orang jahat, dia bahkan belum terlalu mengenalku.
Fanny mengambil laptop yang tertutup rapat itu diatas meja lalu membantingkan pantatnya di tempat tidur "ahhhh.... akhirnya gw bisa omegle-an" Ujar fanny, lalu dia bersandar di atas tempat tidur, tepat disebelahku. Canggung, mungkin itu kata yang tepat untuk mendeskripsikan perasaanku. Tapi tidak dengan fanny, dia seolah sudah biasa dengan semua ini, seolah aku ini sudah kenal lama dengannya. Fanny menyelimuti kakinya yang mulai membeku, celana pendek yang dipakainya tidak sanggup untuk menghangatkan dingin yang perlahan meresapi kakinya. Meskipun begitu, fanny tidak ingin menurunkan atau mematikan AC yang sudah disetelnya sejak pertama kami masuk.
"Chattingan lagi fan?" tanyaku sambil mengganti saluran tv "Yoi, kali-kali dapet jodoh" Ceplos jawab fanny
Mendengar jawaban fanny, aku teringat dengan foto yang sengaja aku lihat tadi siang, aku ingin menanyakan tentang siapa cowok itu, tetapi aku sadar kalau ini bukan saat yang tepat.
Kali ini fanny tidak melakukan chat dengan webcam yang ada di laptopnya, dia hanya melakukan chat normal dengan cara penulisan, disaat aku tanya kenapa "Muka gw kusut bgt" jawabnya. Fanny mulai ber-chat ria dengan berbagai orang yang baru ditemuinya. Mendengar suara ketikan keyboard fanny saja membuat aku mengantuk, ritmenya sepeti alunan petikan gitar yang dimainkan dengan chord yang tidak beraturan. Dengan posisi badan yang menyandar di atas tempat tidur, mataku mulai memberat, tidak sanggup untuk aku sangkal, ditambah alunan akustik dari saluran MTV yang volumenya aku setel pelan.
Aku sadar kalau aku tidak boleh sampai tertidur disini, tidak mungkin keinginanku untuk berkunjung ini malah membuat fanny 'ilfil' nantinya, barangkali ada yang mau dilakukannya secara pribadi dan enggan untuk menyuruku beranjak karena segan. Tapi sungguh mataku semakin susah untuk dibuka, ditambah fanny memadamkan lampu dan merubah mode pencahayaan menjadi mode tidur, belum lagi AC yang terus menerjang dinginnya udara yang keluar dari celah-celah kecil itu, sungguh membuat aku merasa nyaman. Tidak, aku belum ingin pulang. Tidak tahu apa yang akan aku lakukan jika aku pulang, mungkin dirumah aku juga akan sendiri dan ujung-ujungnya tertidur, mengingat dika sedang melakukan hal nya bersama raya.
Perlahan aku semakin turun dari sandaranku, kini kepalaku sudah menempel dengan posisi bantal "ngantuk lo, rob?" tanya fanny saat aku membalikkan badanku, aku membelakanginya "Enggak" balasku, tapi mataku sudah terpejam. Dengan posisiku yang membelakanginya, dia tidak bisa melihat mataku terpejam.
"Enggak tapi kok udah tiduran aja" Balas fanny
Aku tidak memperdulikan perkataan fanny, kini sudah terlambat baginya untuk berbicara kepadaku, aku sudah masuk ke alam mimpi dengan sejuta kesejukan yang sedang bersekujur di tubuhku. PAGE 14
Kurasakan sedikit gesekan halus di bagian lutut kananku, bisa aku rasakan kalau itu adalah sentuhan kaki fanny, dia menendang pelan lutut kananku. Keadaanku belum sepenuhnya sadar, tapi aku sudah bisa merasakan jelas sentuhan itu. Aku membalikkan posisi badanku ke arah fanny dengan mata yang masih enggan untuk dibuka. Baru setengah jalan, aku mendapati kalau setengah dari bagian tubuhku tertutup dengan selimut, yang jelas aku tadi tidak berselimut. Kulihat fanny sedang duduk sambil memakan sebungkus chips potato, suara renyah itu membuat aku menelan air ludah.
"Dari tadi gw bangunin, telfon lo bunyi" Sapa fanny ketika aku berbalik dan mendapatinya sedang memakan chips
"Haa?" Balasku, aku tidak terlalu mendengar apa yang tadi bicarakan, fokusku masih samar-samar entah kemana
"TELFON LO BUNYI!" Balas fanny dengan menyebutkan kata satu persatu dengan jelas Aku panik ketika mendapati HPku tidak berada di saku celana "Itu di meja" Ujar fanny Perasaan dari tadi aku disini, belum ada aku mengeluarkan hp dari saku celana, apa jangan-jangan....
Pikiranku kembali aneh. Sebuah penggilan yang tidak terjawab tadi masih terpampang jelas di depan mataku, tapi pikiranku sedang berada di tempat lain.Tapi bagaimana hp ini bisa keluar dari saku celana" apakah fanny tadi merabaku". Fanny yang duduk disebelahku juga menyelimuti kakinya dengan selimut yang sama dengan yang aku pakai. Fanny mendapatiku terdiam membisu dengan pandangan mati entah kemana
"Rob" kenapa" baik-baik aja 'kan?" Fanny menundukkan sedikit kepalanya sambil melihatku "Haa" eh, iya.. cuman dari nyokap, ga tau kenapa?" Aku tersadar dan sedikit agak gugup "Kenapa emang" disuru pulang?" Goda fanny seolah aku ini anak berumur 11 tahun yang dicari ibunya "Engga kok.. ini juga enggak tau kenapa tiba-tiba nelfon"
"yaudah telfon gih sana, kali-kali penting, dari tadi lho" "Kok ga dibangunin aja?"
"Kan tadi udah gw bangunin, lo aja yang ngorok kayak kebo" Ejek fanny
"Seriusan" sorry yah" Aku tertawa pelan dengan hp yang sudah menempel di telingaku, menunggu ibuku disana untuk menjawab panggilan.
Tidak biasanya ibuku tidak mengangkat panggilan dariku. Biasanya ibu selalu mengangkat panggilan dariku, atau bahkan pesan yang aku kirim tanpa aku harus menunggu lama. Aku sedikit khawatir, kulihat jam di dinding menunjukkan pukul 21.30 dan aku sadar kalau aku sudah tertidur cukup lama disini dengan fanny disebelahku. Mungkin bukan perasaan nyaman karena AC yang terlalu dingin atau suara ketikan keyboard fanny yang membuat aku betah disini, aku sadar kalau ini semua karena fanny, aku betah karena ada fanny disini.
Ibu diseberang sana masih belum mengangkat panggilanku, aku menjadi semakin khawatir dengan keadaan ibu. Fanny melihat gerak-gerik ku yang semakin menjadi-jadi, kulihat dia juga merasakan cemas yang aku rasakan "Rob, semuanya baik-baik aja 'kan?" Mata fanny membesar dan kedua alisnya naik
"engga tau, ini mana telfonnya ga diangkat-angkat" Aku masih mencoba untuk menghubungi yang ketiga-kalinya, tapi tetap gagal "Fan, gw pulang dulu ya, ga enak perasaan gw"
Fanny terdiam, dia tampak memikirkan sesuatu "Gw boleh ikut gak?" PAGE 15
Aku terdiam kaku, bingung harus menjawab apa. Tidak mungkin aku menolak, tidak dengan apa yang sudah di lakukannya untuk ku. Tapi wanita ini masih menatapku dengan penuh harapan. "Hmmm. yaudah deh" Balasku
Fanny langsung loncat dair tempat tidur, dia langsung mengambil beberapa helai pakaian dan sebuah celana jeans, dia langsung masuk ke dalam kamar mandi. Aku tidak terlalu memikirkan alasan mengapa fanny ingin ikut, aku lebih memikirkan keadaan ibu disana, aku sangat khawatir. Suara detikan jam di ruangan ini sungguh membuatku tambah panik, seolah waktu berjalan sangat cepat.
"Yuk rob, gw udah siap" Ucap fanny
Cara dia berpakaian memang sederhana, hanya celana jeans yang pas dengan kakinya dan sebuah kaos dengan wajah snoop dogg. Tapi pesona itu selalu muncul. Pesona fanny seolah tidak datang dari cara dia berpakaian, pesona itu seolah datang dari dirinya, dirinya yang punya harga, bukan caranya berpakaian, sangat berbeda dengan anggun.
Sesampai di bawah, tiba-tiba hujan turun dengan derasnya, seolah tidak mengijinkan kami keluar. Pernah aku dengar mitos tentang "kalau hujan turun deras, pasti ada yang meniggal" Perasaanku menjadi tambah cemas, ibu masih belum menghubungiku. Mobilku terparkir di area terbuka depan hotel, mengharuskan kami berlari secepat mungkin agar tidak kebasahan. Melihat kaos fanny yang bahannya sangat tipis, ku lepaskan jaketku dan kupakaikan kepadanya, dia sempat terkejut "Eh gak usah" aku tidak memperdulikannya, masih tetap ku bantu dia memasangkan jaket itu dan kupasangkan tudung jaket ke kepalanya.
"udah ayok" Kuambil dan kupegang tangannya agar dia tidak tertinggal saat berlari.
Saat ini aku tidak lagi memikirkan rasa gengsi atau apapun itu, aku ingin semuanya berjalan cepat tanpa hambatan.
*** Mobil dika masih terparkir di depan rumah, begitupula dengan mobil ayah. Aku langsung keluar dari dalam mobil dengan fanny, masih ku pegang erat tangannya.
"Rob, dari mana hujan-hujan?" Tanya ayah saat aku masuk
Aku terkejut ketika melihat rumahku sedang kedatangan tamu. Pria yang sedang duduk di depan ayah itu melihat kearahku, disebelahnya duduk seorang anak gadis yang hampir sebaya denganku. Aku seperti pernah melihat pria ini, tapi aku lupa.
"Eh pa, maaf ga tau kalau ada tamu" Balasku, sempat aku lempar senyum untuk pria dan gadis itu "Yaudah, cepetan ganti baju sana" ucap ayah
Seraya aku berjalan ke kamar, kulihat ibu sedang memasak kue dibelakang, aku lega setelah melihat ibu baik-baik saja.
"Ma" tadi kenapa nelfon?" Aku bertanya sambil melihat-lihat kue yang sedang ibu buat "Kenapa ga angkat?"
"Aku lagi dijalan" Jawabku bohong
"Mama mau nitip telur, sekalian beliin gitu maksud mama pas kamu pulang. Eh ini siapa?" Tanya ibuku dengan kedua ujung bibirnya terangkat, ibu tersenyum ramah


Hai Fani Karya Robby di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Fanny tante" Lalu fanny berjabat tangan dengan ibu, masih malu-malu fanny untuk berkomunikasi
"Ihh, cantik ya" Puji ibu kepada fanny. Fanny tersipu malu dan tersenyum "Yaudah kamu beliin mama telur sana, cepetan ya, ntar kue nya bantet lagi"
Aku langsung berjalan ke arah kamar, fanny dibelakang masih mengikutiku. Ibu berteriak kecil kepada fanny "Fanny mau kemana" disini aja sama tante" Fanny menoleh ke arah ibu dan kembali menatapku "Iya sana aja, gw bentar kok, mama juga ga makan orang" Ejekku. Fanny masih terkesan kaku dan malu "Jaketnya buka dulu, kasiin ke roby" Tegas ibu
PAGE 16 Setelah mendapati telur yang ibu pesan, aku langsung kembali ke rumah dengan motor matic ini. Dulunya, motor ini adalah satu-satunya kendaraanku, masih tersimpan kenangan indah waktu SMA di motor ini. Sengaja aku hanya menggunakan motor karena jarak warung dan perumahan tidak terlalu jauh.
Sesampai dirumah, aku masuk melalui pintu yang ada di dekat garasi. Kulihat mobil ayah sudah hilang entah kemana. Kuletakkan telur-telur ini diatas meja.
"Ma, papa kemana?" Tanyaku
"Pergi sebenar ngantar om danu"
Mendengar nama itu seperti tak asing bagiku "Om danu" om danu itu siapa ma?"
"Yang dulu pernah dibantuin papa, dia dulu juga sering nginep dirumah, kadang ikut papa kerja. Alhamdullilah sekarang udah sukses, sekarang dia pindah ke jakarta sama keluarganya" "oh yang itu, ya-ya-ya... tau-tau"
Sementara ibu dan fanny sedang asik disana, aku hanya duduk di dekat meja makan sambil melihat mereka membuat kue. Entah kanapa mama seolah senang dengan kehadiran fanny, tidak seperti kehadiran anggun seperti sedia kala. Ketika kubawa anggun ke rumah, ekspresi ibu seolah berubah menjadi un-welcome, sangat berbeda ketika aku membawa fanny, ibu bahkan langsung menyambutnya dengan hangat.
Tak lama kemudia aku mendengar suara mobil ayah, dia sudah pulang. Ayah masuk dari pintu belakag "Rob, dika mana?"
"Di kost, pa" balasku
"Dia tidur disini?" Tanya ayah sambil duduk di kursi sebelahku "Engg tau, pa"
"Yaudah, ntar masukin mobil ayah ke garasi yah, tadi mau masukin tapi kehalang sama mobil dika" Ujar ayah
"Tadi om daun kenapa ke sini pa?" aku bertanya kepada ayah yang sedang fokus ke arah hpnya "Main-main aja, 'kan dia juga baru pindah ke jakarta. Tadi juga katanya si tiwi mau ketemu sama kamu"
Nama lainnya yang membuat aku teringat masa lalu, Tiwi. Tak kusangka kalau gadis tadi adalah tiwi teman kecilku, tak kusangka dia sudah berubah "Itu tiwi" kok beda ya" terus kanapa pulang?" Tanyaku penasaran
"Ga tau, tiwi bilang udah ngantuk"
Lalu aku teringat dengan pandangan tiwi ke arahku dan fanny ketika kami masih berpegangan tangan tadi, mungkin itu alasan kenapa dia pulang, mungkin.
"Eh, temen baru ya rob" siapa namanya?" Nada ayah naik beberapa oktaf, fanny tersenyum "Fanny, om" Balas fanny
"Temen apa pacar?" Goda ayah "Ayah denger kalau kamu udah putus sama anggun ya?" Ayah tertawa mengejekku
"Temen lah, ya 'kan fan?"
Fanny tersenyum malu "Cuman temen kok, om"
Ayah langsung bangkit dari duduknya dan masuk ke kamarnya. Ibu disana sepertinya sangat senang dengan keberadaan fanny disini, aku senang melihat itu. Fanny juga kelihatan nyaman disini, tidak terlihat sedikitpun diwajahnya rasa kesal, senyum itu selalu timbul di bibirnya.
Jam menunjukkan pukul 23:35, pekerjaan ibu dan fanny akhirnya selesai. Mereka berdua sangat bangga dengan hasil kue itu. Tiba saatnya fanny mengajakku untuk mengantarkannya ke hotel, ibu menolak. Ibu menyuru agar fanny tidur disini malam ini, dia bisa tidur di kamar kak monic. Fanny awalnya masih ragu dan segan untuk menerima, tapi ibu terus memaksa dan fanny juga tidak bisa menolak ajakan ibu. "Ni fan, kamar kak monic" Kataku sambil menghidupkan lampu kamar
"Ramah ya keluarga lo, rob" Fanny masuk ke dalam kamar, matanya menyapu se-isi kamar "Aneh lho, biasanya mama gak pernah se-ramah ini sama anggun, tapi sama lo kok kayak gini ya?"
"Masak" Duh, tersanjung gw" Ekspresi fanny lebay "Ini kak monic, rob?" Tanya fanny sambil melihat foto kak monic yang tersandar di meja belajar
"Iya, itu kak monic" balasku
"Cantik ya kakak lo, emang dia dimana sih?" Tanya fanny kemudia meletakkan foto itu dan melihatku "Kerja di singapur. Yaudah, kalau ada apa-apa kamar gw ada disebelah, ketokin aja" Fanny mengangguk.
PAGE 17 Pagi ini aku terbangun, mendengar suara kesibukan yang sedang berlangsung di bawah. Kudengar suara mobil ayah yang bersiap untuk berangkat kerja, sedikit ku intip ke jendela, ayah sudah mengeluarkan mobil dika dan mobil ku. Biasanya memang aku yang selalu mengeluarkan mobil dari garasi, tetapi entah kenapa mata ini susah untuk diajak kompromi.
Kulihat dika sedang tertidur pulas di atas tempat tidur, masih dengan pakaian lengkap seperti sore kemarin Ni anak dateng jam berapa gumamku dalam hati. Aku masih tidak tahu apa yang membuat dika datang ke rumahku dan tidur disini tengah malam. Ini bukan kali pertamanya dia melakukan hal seperti ini, dia sudah sering seperti ini. Dia pasti mengetuk kamar bibik dan minta dibukain pintu.
Masih menggunakan boxer dan kaos, aku turun kebawah untuk sarapan. Di pertengahan anak tangga, kulihat fanny sudah duduk di meja makan sambil memakan nasi goreng buatan bibik dan ibu, tak lupa dengan hp yang sedang di pegangnya.
Hai Sapaku sambil menarik kursi di sebelah fanny Fanny tidak menjawab, dia bingung melihat aku yang malah tiduran di dekat meja makan. Bik, tadi malam dika pulang jam berapa" Tanyaku kepada bibik yang sedang sibuk memasak Jam 2 kalau gak salah Balas bibik tanpa melihatku, dia terlalu sibuk memasak
Aku memalingkan pandanganku ke arah fanny, lengan tanganku kujadikan bantal. Kuambil timun yang berada di dekat nasi goreng fanny dan memakannya, fanny melototkan matanya Lo ambil sendiri noh Kesalnya
Aku tidak tahu kenapa, sekarang aku tidak merasa canggung berada di dekat fanny. Lo mau ke hotel jam berapa" Tanyaku sambil mengunyah timun
Siang kali ya" Sekalian, gw mau beli barang-barang kost yang udah abis, males mau beli di bandung Eh, lo orang bandung"
Engga Terus orang mana" Kuliah di bandung gitu"
Iya, udah selesai sih kuliahnya. Gw lahir di bali terus merantau ke bandung Terus kok ga pulang ke bali"
Ngapain pulang ke bali, bokap gw sekarang udah pindah ke paris kok Ujar fanny dengan santai
Paris" Like, paris" Paris yang di eropa sana" Tanyaku dengan kebingungan meski aku tahu paris itu hanya satu
Iya noh, paris yang di prancis, yang ada menaranya Balas fanny dengan mengekspresikan tangannya seperti menara
Widih, lu kenapa ga ikut kesana" Sayang bgt
Ngapain kesana" Gw suka disini, disini gw bebas mau ngapain ga ada yang ngatur jugak Aneh lo Ledekku
Lo yang aneh Kembali ejeknya Dari sini aku akhirnya mendapat clue kecil dari pertanyaanku kemarin, disaat aku melihat foto fanny yang sedang berada di paris, ternyata ayahnya tinggal disana, hmmm.. masuk akal. Tapi aku masih penasaran dengan cowok itu, cowok yang sempat menggandeng fanny, cowok yang wajahnya selalu ada hampir disetiap foto tapi kemudian hilang di lembar terakhir, siapa dia sebenarnya". Well, aku masih belum berani menanyakannya, itu terlalu privasi.
Tak lama kemudian suara langkah kaki dika mulai terdengar, dia sedang turun kebawah. Dia terkejut melihat fanny yang sedang duduk di meja makan dengan pakaian ala orang baru bangun tidur, fanny hanya mengenakan kaos dan celana pendek.
Dika masih tidak percaya melihat fanny yang duduk disebelahku, dia membuka kaca mata dan menyapu matanya Loh, kak monic" Ujarnya
Makannya kalau bangun tu bangun, jangan mimpi monica terus Balas ibu yang ternyata mendengar perkataan dika
Dika melangkah maju ke dekat meja makan, berdiri dihadapan fanny dan membungkuk Fanny" Ngapain lo" Tanya dika lalu kembali memakai kaca matanya Dari belakang mirip kak monic, tan Lanjutnya kepada ibu
Lo tu yang ngapain, se-enak udel lo aja masuk kamar gw Omelku Eits, sabar... ntar gw ceritain Balas dika
Dika lalu duduk di depanku, membalikkan piring lalu mengambil nasi goreng yang berada di atas meja Lo belom makan dari kemarin, dik" Tanya fanny saat melihat ukuran porsi makan dika Yaelah, pake ditanya lagi, dik Sambungku
Dika hanya tertawa pelan sambil kembali menyiduk nasi goreng yang porsinya tinggal setengah itu. Dika mempuyai porsi makan yang bisa di bilang super. Anehnya, sebanyak apapun dia makan, badannya tidak bisa bertambah gemuk, masih tetap kurus seperti itu. Melihat dika makan membuat aku kelaparan, akhirnya aku ikut makan bersama mereka, tidak tahan dengan godaan ini.
Lo photographer, Rob" Tanya fanny saat melihat berbagai macam kameraku yang terpajang di rak atas TV
Jadi kalau gw punya kamera, terus gw photographer gitu" Lo punya pensil, lo penulisa gak" Balasku, fanny yang sedang melihat-melihat kamera pun terdiam kebingungan
Iya, dia photographer, susah amat dah... Potong dika dengan kesal karena melihat ekspresi fanny yang kebingungan
Awalnya hobi fotoku berasal dari teman seperjuangan SMA randi. Kakaknya mempunyai sebuah studio di jakarta. Aku mulai menekuni pembelajaran seputar photographer semakin serius, sampai-sampai aku bisa di kontrak oleh suatu perusahaan hanya untuk memotret keindahan alam di indonesia dan akan mendapat bayaran untuk setiap foto yang dipilih. Tapi pekerjaan itu tidak bisa aku lakukan, aku harus mengejar UN dan memperbaiki nilaiku yang buruk, karena itu aku berhenti dari bidang foto dan mulai fokus ke pelajaran.
Diawal masa perkuliahan, aku kembali masuk ke bidang photographer, aku lebih suka mengambil jepretan alam atau manusia. Aku suka mengambil foto yang kadang bisa aku hayati untuk berjam-jam. Fotoku kadang masih suka di beli oleh beberapa perusahaan, lumayan untuk menambah uang saku. Bahkan aku pernah dikirim ke raja ampat hanya untuk memotret disana, segala pembiayaan ditanggung dan tugasku hanya memotret,aku sungguh bangga. Bangga bisa menunjukkan kepada orang tuaku bahwa kamera mahal yang mereka beli tidak berujung kesia-siaan, dengan itu aku tunjukkan kalau aku bisa, kalau aku mampu, kalau aku tidak mengecewakan. Semenjak itu, orang tuaku semakin memberiku kepercayaan lebih.
Awalnya aku hanya mengajak dika ke kamar untuk bermain Playstation, tapi entah kenapa fanny yang menerima ajakan. Sementara aku dan dika mulai bermain, fanny hanya tiduran diatas tempat tidur dengan matanya yang sibuk menyapu se-isi ruangan, bertanya ini-itu seolah paham akan hobi anak lakilaki.
*** Ketika jam menunjukkan pukul 13:30, aku mengakhiri pemainanku dengan dika, aku tidak tahan lagi menahan rengekan fanny layaknya seorang anak kecil yang ingin minta dibelikan mainan Rob, ayo dong, udah siang ni Rob, gw bete Rob, cepetan dong Rob, gw bisa mati kebosanan kalau gini terus Dan ya, keluhan itu aku dengar sepanjang permainanku.
Fanny tampak kesal ketika aku tadinya meminta dika untuk menyelesaikan game sepak bola ini dan dika berkata Satu lagi deh Meskipun dika hanya bercanda, fanny melempar bantal guling ke arah kepala dika dan kami semua tertawa terbahak-bahak. Lucu mendapati seorang fanny yang bertingkah seperti itu. Aku menyuru fanny untuk mengganti baju kak monic yang dipakainya tadi dengan bajunya tadi malam, dia langsung berlari ke kamar karena semangatnya.
Dik, lo mau ikut gak" Tanyaku kepada dika yang masih melanjutkan permainan sendiri Males ah, panas
Btw, lo tadi malam kesini pake apa" Tanyaku sambil memasang kaos yang baru kuambil dari lemari Gw gedor-gedor kamar han, minta anterin kesini Ujarnya sambil tertawa, dia teringat bagaimana ekspresi han yang mengomel sepanjang perjalan saat mengantarnya ke rumahku cerewet bener dah, kayak cewek. Padahal cuman minta dianterin doang, kampret tu anak Gerutunya
Lo yang salah bego, bangunin orang tengah malem. Terus raya pulang sama siapa" Kali ini aku berusaha memaki celana jeans yang sudah berbulan-bulan tidak ku cuci
Gw lah, minjem motor han. Lo tau sendirikan gimana ntar ibuk kost marah-marah kalau tau gw bawa cewek ke kost Fokus dika masih mengarah ke layar TV DIKAAA.... ngapain lo bawa anak cewek dimari, lo mau gw usir dari sini Dika menirukan ekspresi ibu kost yang sedang marah, aku tertawa Yaudah deh, gw berangkat dulu ya Tak lupa kuambil jaketku satu lagi untuk fanny Yoi.. care-care
Aku keluar dari kamar sambil membawa satu lagi jaket yang aku gantungkan di bahuku, sengaja aku bawa untuk fanny, mungkin dia membutuhkannya. Lalu kuketok kamar kak monic dimana fanny sedang berada bentar rob Teriaknya dari dalam kamar
Yaudah, gw tunggu di mobil Aku ikut berteriak PAGE 18
Fanny yang baru masuk ke dalam mobil tampak terkejut ketika aku memberinya jaket yang sudah aku siapkan untuknya dari tadi.
Apaan nih" Tanya fanny dengan jaket yang sudah dipegangnya Buat lo pake lah Aku melepaskan jaket itu dan mulai menyalakan mesin
Aku tahu dia sedang tesenyum, tapi aku tidak menatapnya. Cukup aneh rasanya, padahal aku baru saja mengenal fanny, tapi entah kanapa sudah ada rasa peduli yang timbul di dalam diriku. Fanny langsung mengenakan jaket yang aku beri.
*** Tiwi" Eh, tiwi kan" Aku bertanya dengan ragu, wajah gadis ini mirip sekali dengan wajah tiwi yang kemarin sempat singgah di rumahku.
Eh, robby" Jawab tiwi kaku, mata tiwi mengarah ke arah fanny Kemarin kenapa langsung pulang" Sorry ya, kemarin gw ga tau kalau itu lo Eh iya, kemarin gw ngantuk, jadinya minta pulang deh Tiwi mengeluarkan senyumnya, senyum itu rada kaku dan dipaksa
Oh iya, ini temen gw, fanny. Fan, ini tiwi Ujarku sambil memperkenalkan mereka berdua di salah satu lorong di supermarket
Te... temen" tanya tiwi saat bersalaman dengan fanny Iya.. eh, btw lo ngapain ada d sini" Tanyaku nyari apaan emang"
Gw nyari kebutuhan kamar mandi, biasalah, toilet paper, sabun, shampoo. Lo ngapain disini" Tiwi sudah mulai memberanikan diri untuk berbicara lantang
Gw nemenin fanny buat beli kebutuhannya
Akhirnya aku dapat bertemu dengan tiwi secara langsung, aku senang. Tapi tiwi terlihat agak kaku dan dingin, dia tidak seperti tiwi yang aku kenal dulu, tiwi yang bicara ceplas-ceplos dan selalu ceria, mungkin ini adalah efek dari lama tidak bertemu.
Kami bertiga mulai berbicara satu sama lain sambil membeli barang-barang dan memasukkannya di keranjang belanja. Kulihat banyak sekali barang-barang yang tiwi beli. Tiwi tidak terlalu banyak bicara kepada fanny, namun fanny selalu melontarkan pertanyaan kepada tiwi agar suasana tidak membeku diantara mereka.
Setelah siap berbelanja, aku mengajak mereka untuk sekedar minum di caffe yang berada di dekat supermarket. Awalnya tiwi agak ragu untuk merespon ajakanku aduh, gimana ya" tiwi seolah tidak mau lagi menghabiskan waktunya bersama kami Ayo lah, udah lama kita ga ketemu Bujukku kepada tiwi. Akhirnya tiwi pun bersepakat denganku. Tiwi yang sekarang kelihatan lebih modis dan lebih tinggi, tidak sama seperti dulu. Kacamata nya sudah tidak lagi tergantung dan kawat giginya juga sudah dilepaskan, aku salut dengan gaya berpakaian tiwi, dia jauh lebih dewasa.
Orangtua lo sehat kan" Tanyaku sambil meletakkan barang belanjaan fanny di kursi sebelahku yang kosong
Sehat Lo udah tamat kuliah kan" Aku berharap dia akan membalas dengan sedikit panjang kali ini Udah, lo juga udah kan"
Iya, wah udah lama ga ketemu sama lo, udah dewasa banget ya Pujiku sambil tersenyum melihat tiwi
Lo jugak udah dewasa Keadaan menjadi hening untuk beberapa detik. Fanny yang sedang sibuk dengan hpnya terkejut saat aku menyenggol kakinya dengan kakiku, kugerakkan alisku ke arah tiwi, fanny mengerti apa yang aku maksud. Fanny mulai berbiacara dengan tiwi, menanyakan seputar kuliah dulu atau hobi, atau apasaja yang biasanya sesema perempuan bicarakan. Aku cukup kesal ketika tiwi ditanya A dia juga membalas dengan A, ditanya B dijawab B, dia seolah di intimidasi oleh fanny, seolah tidak pernah mengenalku.
Tak lama kemudian masuk sebuah panggilan di hp tiwi, yang ternyata itu ayahnya. Aku tidak tahu apakah ayahnya memang menyurunya untuk pulang atau itu hanya sekedar alasannya menghindar dariku.
Eh, sorry ya, gw harus pulang duluan, bokap udah nelfon Terlihat jelas kebohongan di wajah tiwi
Oh yaudah deh, kita juga mau pulang. Btw kapan-kapan gw main kerumah lo ya" Tiwi hanya menganggukkan kepalanya dan segera bergegas keluar dari caffe ini. Aneh ya dia, dingin banget Ledek fanny sambil berdiri
Gw juga ga ngerti, dulunya ga gitu
*** Fanny yang sedang asik denga omegle nya kini tidak lagi menghiraukan aku yang sedang terbaring kebosanan di atas tempat tidur, mungkin dia sedang balas dendam dengan apa yang aku lakukan tadi kepadanya. Berkali-kali aku mengajaknya untuk keluar tapi dia selalu menolak. Ingin rasanya kuhabiskan hari ini hanya untuk fanny karena besok pagi dia sudah harus pulang ke bandung. Sangat disayangkan perasaan nyaman ini timbul ketika dia akan kembali ke bandung, kenapa perasaan ini tidak datang ketika pertama aku bertemu dengannya. Fan"
Fanny tidak menjawab, tapi suara ketikan keyboardnya masih terdengar FANNY! Teriakku
Astaga, apaan" Gumam fanny
Lo besok pulang sama siapa" Aku yang sedang tiduran mengubah posisiku melihat fanny yang tengah duduk di meja sana
Sama temen, kebetulan dia juga mau ke bandung Fanny masih asik dengat obrolannya di web Temen" Siapa" Aku tahu kalau pertanyaanku sudah masuk kategori kepo Temen kuliah Balas fanny dengan enteng
Cewek cowok" Another kepo quetion yang keluar dari mulutku
Fanny membalikkan posisi kursinya, dia tersenyum sinis dengan kedua ujung alis yang menuruk kebawah Kenapa nanya-nanya" Goda fanny
Iya enggak ada, mau tau aja Ku alihkan pandanganku ke arah hp, tak ingin aku menatap matanya dan terjebak dalam pertanyaan itu
Cowok, edo namanya Dan... entah kenapa, tiba-tiba nafasku menjadi semakin berat, kurasakan sesak yang membuatku harus menarik nafas dalam-dalam. Kenapa ini" Apa yang terjadi. Aku tidak membalas perkataan fanny, dia akhirnya kembali sibuk dengan obrolannya di omegle. Aku yang memang bukan siapa-siapa fanny hanya bisa menerima apa yang sudah fanny rencanakan sejak awal. Aku tidak bisa melarangnya karena dia akan pergi kebandung dengan teman kuliahnya, itu hanya teman, tidak ada yang harus aku khawatirkan.
Kembali, aku terbangun dari tidurku di kamar hotel ini, kulihat jam menunjukkan pukul 18:45. Fanny sedang asik melahap ice creamnya sambil menonton di sebelahku. Berpuluh-puluh pesan masuk ke dalam hp yang baru sempat aku baca satu persatu
Quote: Dika: Lo dimana" ayo futsal [15.30]
Dika: Woi, lo dimana sih" [15:35] Dika: Cepetan dateng [15:50]
Dika: Woi asshole, kami lagi di warung bakso biasa, sini dah lo [18:30]
Aku berdiri dari tidurku, mencoba untuk merenggangkan badan yang sudah tertidur pulas. Fanny melihatku dengan senyuman anehnya
Dasar kebo aku tidak terlalu memperdulikan fanny
Gw pulang dulu ya, fan Aku berjalan ke kamar mandi untuk membasuh mukaku yang setengah kusut
Yah.. gw sendiri dong Rengek fanny
Gw sebenarnya gak pulang sih, mau nongkrong aja di warung bakso sama temen-temen. Kenapa" Mau ikut lo" Aku berteriak kecil dari dalam kamar mandi
Ada ceweknya gak" Ya enggak ada, cowok semua Yaudah deh, ga jadi ikut
Btw, lo besok pulang jam berapa" Aku mengelap mukaku dengan handuk yang ada di kamar mandi
Pagi deh kayaknya, sekalian check-out hotel Balas fanny yang masih asik melahap ice cream
Aku berjalan keluar dari kamar mandi lalu duduk di pinggiran tempat tidur di dekat fanny. Fanny terkejut melihat aku berani duduk begitu dekat dengannya. Tapi aku tidak perduli, ini adalah hari terakhir aku berada di dekatnya dan aku ingin terkesan kalau aku serius dan tidak main-main. Aku ingin meminta kontaknya, aku tidak ingin pertemanan ini hilang di terpa angin begitu saja. Fan, minta nomer lo dong, kali-kali gw kangen Rayuku dengan agak sedikit ragu Kalau lo pinter lo bakalan ngerti
Maksudnya" Iya, kalau lo pinter, lo bakalan ngerti cara kontakin gw, udah sana pergi, huss... huss... Fanny mengusirku dengan tangannya
Ah sok teka-tekian lo, besok gw minta sama raya Aku menjulurkan lidahku ke arah fanny sambil berjalan mendekati pintu
Iya, coba aja minta Fanny membalas menjulurkan lidahnya, dia terlihat sangat lucu "dadah robby" Fanny melambaikan tangannya sesaat aku ingin menutup pintu dan melihatnya untuk yang terakhir kali
Aku menutup pintu kamar fanny dengan ketidak yakinan, kenapa fanny tidak mau memberi nomor hpnya, kenapa fanny membuat ini semua sangat sulit. Tetapi aku tidak mengambil pusing, besok ketika fanny sudah pulang ke bandung, aku akan langsung menghubungi raya dan meminta langsung nomor fanny darinya.
< TO THE PREVIOUS PAGE < TO THE PREVIOUS PAGE
Quote: Taylor Swift dan Paramore adalah artis favorit lo. Hampir semua lagu mereka ada di playlist lo. Gw masih ingat saat lo marahin gw saat gw cabut earphone dari kuping lo disaat lo sedang asik tiduran dengan masker yang lo bilang bisa bikin muka lo putih. Inget gak saat kita berdebat dengan siapa penyanyi paling cantik, lo selalu nyolot dengan Taylor Swift dan Hayley Williams. Disaat lo nanya balik ke gw, lu inget ga gw bilang kalau penyanyi cantik versi gw adalah Maria Ozawa, lo terkekeh keras dan lo bilang "Lo ga bisa bedain penyanyi dengan artis porn ya, rob" kasian gw sama kejiawaan lo
TEKA TEKI KONYOL - PAGE 19
Ahhhhhh.... Aku berteriak keras di depan laptop. Sudah dua hari aku tidak mendapatkan kabar dari fanny. Di tengah malam ini aku baru sadar akan sebuah teka-teki yang fanny berikan. Omgele, nama dan kesibukan. Fanny pernah bilang kalau dia sering menghabiskan wantunya saat sedang tidak ada kegiatan di omegle dan dia juga pernah memberi tahukan bagaimana mudahnya berkomunikasi via omegle dengan cara memasukkan keyword dengan nama. Logikanya, siapa yang mempunyai kesibukan di tengah malam, tidak ada. Tapi kenapa web ini terus berusaha mencari keyword yang sama, aku yakin aku sudah memasukkan keyword dengan namanya.
Pada hari keberangkatan fanny pulang ke bandung, aku menyempatkan diri bermain ke rumah tiwi. Dia sempat terheran ketika tidak ada fanny disampingku. Ekspresinya kepadaku tidak sama ketika aku membawa fanny, kini tiwi lebih merasa nyaman untuk berbicara kepadaku.
Semenjak hari itu, aku dan tiwi mulai sering keluar untuk sekedar makan atau jalan-jalan.
Memang aku sempat kehilangan moodku ketika aku tidak bisa berhubungan dengan fanny, dia membuat semua ini jadi sulit. Tapi kehadiran tiwi bisa menyembuhkanku dari fanny, meski dia bukan fanny, tetap saja dia temanku, teman yang sudah ku kenal sejak kecil.
Aku sempat berpikiran kalau fanny memang ingin pertemanan ini sebatas teman saja, aku berpikir jika dia menganggapku teman sekilas yang bisa dipergunakannya. Berkali-kali aku berusaha menolak pemikiranku, tidak mungkin fanny sekejam itu. Tapi pemikiran ini semakin menguat setiap harinya setiap aku berusaha mencarinya via omegle dan tidak mendapatkan hasil sedikitpun. Tak jarang aku tinggalkan omegle ini ku tinggal sambil tertidur sementara mesin terus mencari keyword, masih saja nihil.
Raya tidak memberiku jawaban tentang bagaimana seharusnya aku menghubungi fanny, aku tahu itu pasti kerjaan fanny untuk merahasiakannya dariku. Gita" Sama saja, tidak membuahkan hasil. Facebook research" Nihil aku tidak menemukan fanny dari sisi manapun, dari hasil pertemanan facebook raya juga tidak tertempel akun bernama fanny, begitupula dengan sosial media lainnya.
*** Fixed, hari ini adalah hari ke-tujuhku mencoba memecahkan teka-teki ini, still i cant find her and im gonna stop trying to. Jika memang ini yang fanny inginkan, baiklah akan ku coba turuti.
Di hari sabtu ini aku mengajak tiwi untuk nonton. Responnya sangat baik, dia bahkan terus mengingatkan ku agar tidak lupa dengan date nanti malam. Disaat fanny sudah enggan singgah, ada tiwi yang menghargai setiap keputusanku. Perlahan aku mencoba untuk melupakan fanny berserta kenangan singkatku bersamanya. Kenangan dimana senyumannya yang indah, tawanya yang lucu, bahkan cara dia berbicara, itu semua terasa.... tidak bisa dilupakan.
Lu ni malem mau kema, rob" Tanya pria berkaca mata ini dengan rokok yang sedang di nikmatinya Nonton kayaknya, bosen juga di rumah Aku hanya memandang kosong ke arah halaman rumah Sama cewek baru lo, tiwi" Dika memalingkan pandangannya ke arahku
Iya Balasku masih dengan pandangan yang sama. Aku berbohong kepada dika dengan tiwi sebagai pasanganku, tapi dengan kebohongan ini membuatku merasa lebih baik
Double-date yok, gw juga ga tau mau kemana soalnya Dika menekan puntung rokok itu sampai baranya mati di asbak
Boleh, biar seruan dikit ***
Fanny s POV Raya mengejutkan aku yang sedang asik menelfon dengan Edo. Raya terus menunjuk-nunjuk ke arah hpnya, aku kebingungan, mencoba mengerti apa yang raya sedang coba katakan. Raya tidak berkata, takut suaranya terdengar di telfon.
Do, gw ada urusan mendadak, ntar gw telfon lagi ya.. Ucapku terburu-buru ke pada cowok yang di seberang sana
Aku mengambil hp dari tangan raya, mencoba melihat apa sebenarnya yang ingin dia tunjukkan. Aku melihat sebuah pesan dengan nama Dika diatasnya
Kenapa dika" Tanyaku kepada raya
Baca pesannya, fan tangan raya menyentuh layar menuju bagian paling bawah
Quote: Dika: Raya, ntar malem kita nonton aja ya sama robby, dia bawa pacarnya tiwi
Aku menelan ludahku, merasakan sesak hebat di dada, seolah udara yang sudah aku hirup tidak bisa keluar. Tanganku bergetar, aku masih tidak percaya dengan isi pesan itu.
Aku tidak tahu pasti apakah robby mencoba untuk memecahkan teka-teki yang aku beri atau dia bahkan tidak mencobanya. Saat aku baca pesan ini, aku yakin jika robby pasti tidak pernah mencoba untuk mencoba mencariku, tiwi sekarang sudah berada di sisinya. Aku memang sempat kecewa dengan robby, membuat aku menerima siapapun yang ingin masuk ke dalam hidupku. Edo, pria yang sudah mencoba mendekatiku ini akhirnya ku persilahkan masuk, ku beri dia kesempatan untuk memberiku kesan sehingga dia pantas mendapatkan cintaku. Meski edo sekarang sudah sering menanyai kabarku bagaikan seorang pacar, tapi aku masih menanti robby, aku tidak tahu kenapa.
Sengaja aku ingin pindah ke jakarta agar aku bisa lebih dekat dengan robby. Beberapa hari terakhir setelah aku mengangkat kaki dari bandung, aku mencoba untuk mencari kostan di jakarta. Sayang, sampai saat ini belum ada yang cocok hingga aku harus menetap di kostan raya untuk sementara.
Rob, gw ngarep lo itu pinter. Tapi kenyataannya lo bahkan ga pikirin gw lagi setelah gw ilang dari pandangan lo....
Jika memang robby terlalu bodoh untuk memecahkan teka-teki konyolku itu, baiklah aku masih tetap akan menemuinya sesegera mungkin, mungkin hari ini. Tapi pesan ini, pesan ini sudah menghilangkan rasaku kepadanya. Aku merasa semua ini sia-sia.
Ayahku di paris sudah menghubungiku untuk yang ke-ratusan kalinya untuk mengajakku bekerja disana. Aku tidak bisa terus mengelak, aku berjanji akan pergi kesana dalam beberapa bulan. Kurasa aku tidak butuh bulan-bulan itu, aku ingin pulang sekarang, aku ingin terbang ke paris sekarang. Harapanku sudah musnah disini, tuhan tolong aku...
Raya melihatku mataku yang berkaca dengan penuh rasa iba dan kasihan Fan, lo gak apa-apa" Tangan raya menyentuh pipiku
Engga kok ray, kalo memang gak jodoh mau di apain, yakan" Aku mencoba menutupi rasa kesal ini dengan senyuman palsu
Fan, please jangan nangis, masih banyak cowok di luar sana Wanita ini bergegas duduk di sebelahku, merangkulku. Aku berharap rangkulan ini adalah rangkulan robby, tapi bukan..
Cowok banyak, tapi dia... dia beda, ray. Cara dia natap gw, cara dia bikin gw kesel, cara dia ngomong, bahkan cara keluarganya nyambut gw. Ada yang beda dari dia, gw bisa rasaain, ray Setitik air mata konyol jatuh ke pangkuanku
Tidak ku sangkat pria yang baru ku kenal beberapa hari ini bisa membuat aku seperti ini.
Gw tau kalau gw baru kenal dia, tapi rasanya bener-bener beda. Dia mau ngabisin waktu bareng gw, dan lu tau jaket yang gw bawa kemarin punya siapa" Punya dia, konyol" Biarin Meski air mata ini mulai penuh, aku masih berusaha untuk tetap tersenyum Ini mungkin kenapa alasan banyak cewek ga narok harapan besar ke cowok yang baru dikenal. Mungkin bagi dia mudah ray, dia bisa kesana-kesini bareng cewek lain. Tapi bagi gw, nelfon cowok lain aja rasanya udah kayak selingkuh perasaan, ray Sambungku
Kalau gw bisa bantu, bilang fan, biar gw bantuin
Gak, gak ada, ray. Kayaknya gw bakal percepat rencana gw buat pulang deh, ray Alasan aku disini untuk robby sudah tercoreng, sekarang pulang, aku ingin pulang.
Gw dukung kalau lo mau pulang, lo ga usah mikirin dia lagi Raya memelukku dari sampai, berusaha untuk membuatku lebih tenang
Maaf ya kalau gw curhat Aku tertawa geli setelah sadar betapa panjangnya aku mencurahkan isi hati kepada raya
PAGE 20 Ada yang aneh dengan raya, pandangannya kapadaku seakan kaku dan dingin.
Kami mulai masuk ke dalam threater setelah pintu terbuka. Raya yang bersama dika sering kali mencuri pandangannya ke arahku, dia terlihat ingin berbicara , tapi itu semua tampak ditahan. Perasaanku mulai sedikit canggung dengan raya, aku mencoba untuk memusatkan fokusku ke layar.
Kurang lebih seratus menit sudah kami habiskan waktu di dalam. Badan ini terasa sangat pegal walau hanya duduk. Aku berencana untuk melanjutkan date ini dengan makan malam di warung bakso yang sering aku datangi bersama teman-teman. Tapi raya merasa tidak enak badan dan dia ingin pulang, aku tahu ada yang aneh dengannya, ada yang coba di simpannya. Dika dengan segala kepanikannya hanya bisa pasrah jika kekasihnya itu tidak bisa melanjutkan malam minggu dengannya.
Yaudah lo langsung aja kesana, gw nganter raya bentar Dika beranjak dari pandanganku menuju raya yang tampak gelisah di dekat mobil.
Tiwi yang dari sudah tidak tahan karena kelaparan langsung mengajakku untuk segera beranjak dari parkiran.
Sudah sekitar 20 menit kami disini, mencoba untuk bersabar dalam keramaian warung. Pesanan tidak kunjung tiba hingga dika datang.
Kenapa raya, dik" Terus kuputar sedotan yang dari tadi masih belum aku minum
Ga tau, dapet kali ya" Dia juga minta anterin sampe depan kostan Balas dika sambil menarik hpnya yang terselip diantara saku celanannya
Iya kali dapet Sambung tiwi
Jika memang raya sedang period, maka semua hal aneh tadi masuk akal. Mungkin aku terlalu berusaha untuk menghilangkan jejak fanny dari hidupku, sehingga melihat raya bertingkah anehpun memberi kesan yang negatif.
*** Fanny s POV Kudengar suara langkah kaki mendekati kamar, aku waspada dengan siapa yang akan datang. Sosok bayangan terlihat dari jendela. Sengaja lampu kamar aku matikan saat menonton TV, membuat aku berasa sedang di bioskop. Bayangan itu berhenti tepat di depan pintu kamar, ganggang pintu mulai bergerak. Aku tidak menyangka raya akan pulang secepat ini, dia melihatku sedang menikmati ice creamnya yang sengaja dia beli untuk persediaan malamnya jika dia lapar.
Sorry ya, gw makan es cream lo Ujarku sambil cengengesan
kayak sama orang lain aja lo Raya berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya yang habis diterpa angin malam
Aku terlalu takut untuk menanyakan kabar robby kepada raya, aku tahu dia pasti sudah bertemu robby, bukan takut, gengsi. Melupakan seseorang tidak gampang, tidak seperti membalikkan telapak tangan, terlebih orang itu adalah orang yang kita kagumi.
Lo mau teh, fan" Teriak raya dari dapur Boleh
Raya datang menuju tempat dimana aku sedang tiduran, aku sudah seperti orang sakit. Raya memberiku segelas teh hangat dengan kantong teh yang masih mengeluarkan warna pekat di dalam. Ku tiup berulang-ulang untuk menghilangkan kesan panas. Raya yang ikut tiduran disebelahku masih tidak berkata, aku sungguh menantinya berbicara.
Raya yang sudah mengganti pakaiannya terlihat sangat letih, wajahnya tampak murung. Meski matanya fokus ke arah TV, aku yakin jika pikirannya pasti sedang melayang entah kemana. Aku masih berharap raya akan berbicara seputar malamnya tadi, tentang keseruan dan segalanya, terutama tentang robby. Walaupun ada rasa benci dan sakit yang kurasakan terhadap robby, tapi aku masih ingin mendengar sedikit kabarnya, walaupun itu keluar dari mulut raya.
I hate you, but i love you, Rob
Lo yakin mau pulang ke paris" Wanita ini membenarkan posisinya menjadi duduk sambil bersandar di atas tempat tidur, kedua kakinya menekuk di depan dada
Emang gw punya apa lagi" Ga ada!
Please raya, bawa berita seputar robby. Kejutkan aku...
Salah, lo punya gw, lo punya gita Nada raya naik beberapa oktaf, tidak terima dengan apa yang aku katakan tadi
Aku tak berani membalas perkataan raya, tidak ingin membuatnya makin kesal dengan salah ucapku. Raya menarik nafas, meluruskan kakinya.
Robby. Tadi gw sempat ketauan saat ngelirik dia Kedua ujung bibir raya terangkat Ngapain lo ngelirik dia" Aku bertanya dengan semangat, topik yang aku tunggu akhirnya tiba
Gw gak tahan, gw mau kasih tau yang sebenarnya ke dia, gw mau kasih tau tentang keberangkatan lo Wanita ini melihat lurus ke arahku, dia berbicara jujur dari hati
Ya ray, kasi tau dia tentang keberangkatan gw, kasi tadi dia tentang semuanya...
Jangan, aku gak mau ngerusak hubungan orang Pedih saat aku menyiratkan kebohongan ini lewat mulut
Malam itu adalah malam dimana para pemuda-pemudi merayakan kebebasannya dengan membawa pasangannya dengan berbahagia, tertawa dan tersenyum bersama, melihat kebodohan mereka satu sama lain. Aku" Miris, aku terlalu mengharapkan cinta tak pasti, aku terlalu bodoh, terlalu bodoh untuk memahami bahwa cinta ini sebenarnya abstrak.
Btw kok lo pulang cepet bgt ya" Kuletakkan gelas teh yang sudah kusedu habis di meja sebelah tempat tidur, hanya meninggalkan beberapa butir dedak di dasar gelas
Gw inget lo, lo sendirian Mata raya terfokus kepada film yang sedang ditonton, hanya mulutnya yang bergerak tanpa ekspresi
Sebagai wanita lemah luluh lanta, aku merasakan setiap kata yang keluar dari raya, perkataan yang membuat gw tersentuh.
Ku pandang jaket robby yang ku gantung di belakang pintu kamar kostan raya, jaket berwarna hitam yang hampir mustahil untuk aku deskripsikan tanpa setitik cahaya di ruangan ini. Aku tidak ingin mengembalikan jaket itu, hanya itu sesuatu yang aku punya darinya.
Quote: Cinta itu seperti labirin, labirin dimana sepasang kekasih sudah di satukan dan diletakkan di labirin yang sama, cowok diletakkan di ujung labirin A dan cewek di letakkan di ujung labirin B. Cowok berusaha mencari, tetapi cewek hanya menunggu di ujung B, nihil, begitupula sebaliknya. Labirin penuh dengan jalan buntu atau dalam kehidupan bisa di sebut dengan rintangan, rintangan yang bisa membuat kita keluar dari labirin dan masuk ke labirin milik pasangan lain.
Sementara cewek yang hanya menunggu tadi akan tetap menunggu sampai seseorang datang dari labirin lainnya karena jalan buntu yang diambilnya. Memang kita tidak pernah tahu siapa jodoh kita yang sebenarnya. Seringkali saat kita sudah mendapatkan pasangan, kita berasumsi kalau dia adalah pasangan atau jodoh.
Waktu dan kehidapan masih panjang untuk diratapi, berdoa dan berusaha adalah kuncinya dan tetap berpikir optimis jika kalian masih berada di labirin yang sama.
-Fanny PAGE 21 Fanny's POV Urusan keberangkatan ke paris sudah aku pikirkan dan baik-baik. Hampir dua-minggu lebih aku harus mengurus surat-surat yang begitu kompleks dan rumit. Trip ini lebih ke kunjungan dari pada berkerja. Aku tidak ingin bekerja dulu, aku ingin membersihkan semua pikiran-pikiran aneh ini, mungkin saat di paris aku bisa melupakan semuanya. Ayah terus berusaha mendorongku untuk bekerja disana, tapi aku selalu menolak tawaran itu, aku bahkan sampai ingin membatalkan keberangkatanku jika yah tetap membawa topik yang sama. Ayah yang sudah rindu terhadapku akhirnya mengalah dan menyuruku agar sampai di sana dengan selamat.
Berminggu-minggu sudah aku habiskan di kostan raya, membuat aku lebih mengerti apa artinya sebuah sahabat, membuat aku lebih mengerti apa arti sebuah kehidupan. Raya rela berbagi tempat tidurnya bersamaku, berbagi persedian makanannya bersamaku, dan berbagi apa yang dia punya kepadaku. Wanita itu senang saat aku bisa tinggal bersamanya untuk beberapa minggu ini.
Malam ini adalah malam keberangkatanku. Aku tidak ingin raya mengantarkanku ke bandara, cukup aku sendiri saja yang harus pergi. Raya yang juga cengeng itupun tidak bisa berhenti menangis sejak tadi malam, begitupun aku. Sudah aku kemas segala barang-barangku di dalam koper, sementaranya sisanya aku titipkan kepada raya jika aku akan kembali ke indonesia. Aku memang sudah pasti akan kembali ke indonesia, tapi tidak tahu kapan, aku bukan warga negara prancis seperti ayahku, aku masih warga indonesia.
Tak lupa aku memberitahukan edo dengan keberangkatanku. Dia yang sedang berada di jakarta menawarkan sebuah tumpangan ke bandara. Tidak semua orang kuberi tahu tentang keberangkatanku, hanya sahabatku dan edo. Tawaran edo tidak bisa aku tolak, aku memang membutuhkan sebuah tumpangan kebandara. Dosa rasanya aku mencoba untuk melupakan robby tentang hal ini, pria yang aku cintai sejak pandangan pertama, tapi inilah kenyataan pahit yang harus aku teguk. Perlahan aku mencoba untuk melupakannya, aku yakin kepergianku dari sini bisa membuat aku terlupa akannya. Aku senang ada edo yang perduli kepadaku, walaupun dia sadar aku masih belum bisa menerima cintanya.
Suara ketokan di pintu terdengar jelas di telingaku disaat aku sedang berada di kamar bersama raya, aku sudah tahu itu edo.
Ray, jemputan gw, gw pamit ya ucapku kepada raya yang matanya berkaca
Sebuah pelukan hangat mendarat, tangisan tak lagi bisa terbendung, semua cairan di mataku mulai jatuh di bahu raya. Perlahanku lepaskan pelukan raya, menatapnya untuk yang terakhir kali Jagain robby buat gw ray Kata terjujur yang keluar dari hati kecil ini
*** Rob, raya mau ngomong ama lo Aku terkejut, dika memberiku hpnya kepadaku yang sedang asik membaca komik
Lah kenapa" aku masih enggan untuk mengambil hp dari tangan dika Tau dah, pegangin nih, gw mau mandi
Aku bingung kenapa raya ingin bicara kepadku. Terus kuperhatikan nama yang tertera di layar berulangulang untuk memastikan itu memang raya.
Hallo, ray" Suaraku pelan seolah berbisik
Rob, fanny.. Suaranya seolah tidak yakin untuk melanjuti Kejar fanny rob sambungnya Ha" Kejar apaan" Aku semakin bingung Ray, kenapa fanny" Kupastikan raya masih disana Kejar dia dibandara, malam ini dia berangkat ke paris raya langsung menutup telfon
Jantungku berdetak sangat kuat, sekujur tubuhku merasa risih entah karena apa. Nama itu sudah hilang dari kepalaku, tapi tiba-tiba nama itu kembali masuk, membuat aku sesak. Mataku sibuk melihat ke arah jam, berharap fanny belum berangkat.
Kenapa" Kenapa aku harus mengejar dia" Kenapa tidak kubiarkan saja dia pergi" Bukankah itu maunya" Kenyataannya, cinta bertolak belaka dengan realita, penggambaran logikapun tidak masuk akal di buatnya.
Pikiranku sungguh kacau, tak perduli dengan laju mobil ini, terus ku paksa semaksimal mungkin.
Aku langsung berlari tak tentu arah mencoba untuk mencari fanny di dalam bandara. Lampu-lampu terang ini seringkali membutakan mataku yang dari tadi berkendara dalam keadaan gelap. Aku tidak menyerah, berdoa semoga fanny masih disini. Aku seperti sedang mencari jarum dalam tumpukan jerami, seperti orang gila yang melihat kesana-kemari. Aku tidak perduli dengan orang-orang ini, tujuanku hanya satu, dapatkan fanny.
Kuraba saku celan jeans ini untuk mengambil hp dan menghubungi raya, aku baru sadar kalau aku lupa membawa hp. Aku ingin berteriak di tengah keributan ini, berteriak keras karena penyesalan. Wajah orang-orang ini tampak bahagia, membuat aku ingin menampar mereka tanpa alasan yang jelas.
Disaat kantung mata ini mulai ber-air, disaat kaki ini berat untuk melangkah, disaat nafas ini susah untuk di hidup dan kepala ini ingin pecah, kulihat jelas fanny disana. Seorang yang dulunya aku cari-cari, sorang yang dulunya aku yakini sedang berpeluk hangat dengan pria yang lengannya di penuhi tato. Nafasku tertahan dengan pandangan yang fokus kesana, kutelan ludah untuk membasahi kerongkonganku yang dari tadi sudah terpekik diam didalam, tangan ini mulai bergetar tak menentu.
Otakku memaksa untuk mundur dan menyerah, tapi hati ini memaksa untuk maju dan berusaha. Dua prinsip yang berbeda sedang beradu di dalam diriku, aku tidak tahu yang mana harus aku ikuti. Seperti ayah bilang, pemenang tidak menyerah di ronde pertama. Kutarik nafas dalam dan kuhembuskan pelan lewat mulut, kucoba rasakan semua yang ada di sekitarku menjadi melambat. Perlahanku atur nafasku agar tidak kacau, kuanggap semua yang ada di sekelilingku dalam mode slow-motion.
Jerit Di Pucuk Rembulan 1 Pendekar Rajawali Sakti 146 Bunuh Pendekar Rajawali Sakti Memanah Burung Rajawali 21
^