Pencarian

Dari Mulut Macan 10

Dari Mulut Macan Ke Mulut Harimau Karya Stevanus Sp Bagian 10


berdempetan dengan bengkel besinya. Ketika ia
708 baru saja memasuki halaman rumahnya, ia hampir
bertabrakan dengan isterinya yang sedang
membawa dua ember kayu. Isteri Pang Se-hiong
adalah seorang wanita bertubuh kokoh dengan
kulit kehitam-hitaman. Tidak canggung melakukan
pekerjaan-pekerjaan lelaki, termasuk pekerjaan
yang memerlukan otot. "Ke mana?" tanya suaminya.
"Memanggil pulang anak-anak, sekarang kan
hampir sore?" Isterinya pergi, Pang Se-hiong pun menimba
sumur untuk mengisi bak air. Sambil bekerja, Pang
Se-hiong terus memikir-mikirkan peristiwaperistiwa hari itu. Mulai saat kekecewaan melanda
ia dan teman-temannya ketika gagal menginjak api
seperti biasanya, ditambah dengan omongan
Nyonya Liong yang membeberkan bahwa sesembahan Pang Se-hiong dan teman-temannya
ternyata bukanlah dewa-dewa kebajikan seperti
yang selama ini disangka pemuja-pemujanya,
melainkan penguasa-penguasa gaib jahat yang
menurut Nyonya Liong bertujuan menghancurkan
umat manusia. Pang Se-hiong memang tidak langsung menelan
mentah-mentah apa yang dikatakan Nyonya Liong.
Tetapi kalau direnungkan-renungkan, kenapa
"panglima langit" yang biasanya membantu dengan
kekebalan waktu menginjak api itu kini tidak
muncul waktu dipanggil-panggil dalam doa dengan
gelar-gelar mulianya" Jangan-jangan benar kata
Nyonya Liong bahwa penguasa-penguasa gaib itu
sudah bosan dipanggil dengan samaran dan ingin
709 menunjukkan identitasnya identitas yang jahat"
terang-terangan, Pikiran yang terombang-ambing membuat Pang
Se-hiong kehilangan semangat kerja. Baru
menimba beberapa kali, ia sudah berhenti lalu
masuk ke rumahnya dan tidur-tiduran di sebuah
dipan di ruang tengah, meski matahari masih
tinggi. Ia tidur miring, menghadap ke seberang
ruangan, menghadap gambar "dewa api Persia"
yang ditempel di dinding dan dipujanya tiap
malam. Gambar yang diberi oleh Wong Lu-siok dan
sudah "diberkati", gambar yang sekian lama
menjadi saluran kekuatan dari alam gaib ke dalam
tubuh Pang Se-hiong sehingga Pang Se-hiong tidak
takut api. Sambil berbaring miring Pang Se hiong bertanya
ke arah gambar itu, "Siapakah Paduka sebenarnya" Dewa api sang penerang jagad, atau
dewa jahat pemusnah manusia?"
Di alam lain yang tak terjangkau indera-indera
jasmaniah manusia biasa, meskipun berada juga
dalam ruangan itu, si "dewa api" nampaknya ingin
melakukan sesuatu menanggapi kata-kata Pang
Se-hiong itu, tetapi langkahnya ragu karena
tertahan seorang prajurit berpakaian gilanggemilang yang menatapnya tajam-tajam sambil
memegangi pedang yang seolah membara di
tangannya. "Pang Se-hiong berhak mendapat jawaban
dariku!" si "dewa api Persia" berkata sambil
menunjuk ke arah Pang Se-hiong yang sedang
berbaring di dipan. 710 Si prajurit menyala berpedang api menjawab,
"Tentu. Kau boleh menjawabnya, tetapi aku akan
ikut mendengarkan jawabanmu. Sesuai tugasku,
aku harus mengawasi agar semua orang di Sengtin ini tidak disesatkan, tidak ditipu oleh kau dan
teman-temanmu. Kau dan teman-temanmu harus
membeberkan siapa diri kalian sebenarnya, sifat
jahat kalian, dan kalian tidak boleh mengaku-aku
sebagai penolong, pemberi keberuntungan dan
sebagainya. Kalau kau dan teman-temanmu sudah
membeberkan diri apa adanya dan masih ada
manusia yang rela memuja kalian, aku takkan,
merintangi. Artinya manusia itu memilih dengan
sadar setelah tahu siapa kalian sebenarnya, tidak
karena ditipu oleh janji-janji menyesatkan. Kami
menghormati pilihan yang dibuat manusia...."
Si Mahluk Api menggeram gusar dan sekujur
tubuhnya seakan menyala, ia amat tidak suka
bahwa dirinya hanya bisa tampil terang-terangan
kepada orang-orang Seng-tin, dengan demikian tak
dapat menipu, "He, kau ini mahluk yang mulia,
kenapa rela menjalankan perintah dari mahluk
rendahan yang terbuat dari tanah liat yang
namanya manusia" Tidakkah kau merasa terinjak?" "Aku bangga mematuhi ketentuan Penciptaku,
kepada-Nya aku mengabdi. Penciptaku memberi
ketentuan agar kami menjaga mahluk yang
bernama manusia, ya kami jalani itu. Kau akan
gagal kalau mencoba membujuk aku untuk
memberontak kepada Sang Pencipta, seperti yang
kau lakukan bersama teman-temanmu dulu."
711 "Dengan cegahanmu, kau membuat celaka
beberapa teman Pang Se-hiong. Kaki mereka
melepuh kena api karena tidak kami lindungi."
"Itu yang harus kami laksanakan berdasar
kemauan Siau Hiang-bwe. Orang-orang itu
melepuh kakinya, tetapi jiwanya barangkali bisa
ditarik dari kesesatan."
"Kau juga tidak dapat mengusirku dari sini,
Pang Se-hiong memberi tempat untukku di
hatinya. Buktinya dia memasang gambarku...."
bantah Si Mahluk Api pula sambil menunjuk
gambar yang ditempel di dinding dan dipuja Pang
Se-hiong. Si Prajurit Berpedang Api menjawab, "Ya, kau
mendapat tempat karena membohongi Pang Sehiong. Kau mengaku sebagai pelindung dan
penerang kehidupan serta memberi kekuatan dan
kesaktian. Coba kau ungkapkan diri terangterangan betapa jahatnya kau, betapa kau hendak
menarik manusia sebanyak-banyaknya ke kekelaman abadi, tentu Pang Se-hiong takkan
memujamu...." "Tetapi kau lihat sendiri, perempuan gemuk itu
tetap memuja dan bersekutu dengan kami, bahkan
mengikat janji abadi dengan banyak dari kami,
padahal Nyonya Liong sudah tahu siapa kami. Nah,
apa katamu?" "Perempuan itu terdorong oleh nafsunya untuk
menjadi amat berkuasa dengan memiliki banyak
kelebihan dari dunia kita, dan ia mempertaruhkan
apa saja untuk mendapatkannya, termasuk
kekekalan jiwanya. Ia sudah memilih, bahkan
712 memilih dengan bebas di bawah pengawasan kami,
bisa apa lagi kami?"
"Sekarang biarkan Pang Se-hiong memilih."
"Silakan. Tetapi tanpa tipuan, tanpa paksaan."
"Kau benar-benar sudah diperbudak manusia."
"Kami dan manusia tempatnya masing-masing."
sudah ditentukan Sementara Pang Se-hiong dengan rasa kecewa
terus menatap gambar pujaannya, sampai ia
mengantuk dan tertidur. Dalam mimpinya, Pang Se-hiong kembali berada
di tempat ia dan teman-temannya hendak berlatih
tadi. Adegan demi adegan diulangi kembali oleh
Pang Se-hiong. Mulai saat itu ia dan temantemannya bersimpuh di depan gambar "dewa api
dari Persia" memohon perlindungan dari api dan
tajamnya senjata. Cuma kali ini tempatnya terasa
agak lain bagi Pang Se-hiong. Sekan-akan ada dua
alam yang berbeda dirangkap jadi satu. Selain
sebuah halaman tertutup yang sepuluh hari sekali
dijadikan tempat latihan kekebalan, juga nampak
dikelilingi gunung-gunung gersang dengan geronggang-geronggang gua yang menganga,
dalamnya gelap menyeramkan.
Lalu di halaman tertutup itu, sehabis Pang Sehiong dan teman-teman memuja, mereka mulai
menumpuk bara api yang akan diinjak-injak. Ikat
kepala kuning pemberian Wong Lu-siok mulai
dipakai, mantera-mantera mulai dibaca, lalu
beberapa orang dengan berani mulai menginjak
api, namun kemudian menjerit kesakitan dan
713 mengaduh-aduh karena kakinya melepuh. Yang
lain-lainnya yang belum terlanjur menginjak api,
termasuk Pang Se-hiong, kaget. Mereka bingung
kenapa tiba-tiba mereka tidak kebal api lagi"
Ketika itulah Pang Se-hiong melihat Nyonya
Liong melangkah memasuki halaman tertutup itu.
Bersamaan dengan datangnya Nyonya Liong, Pang
Se-hiong melihat dari gua-gua di bukit-bukit
gersang itu bermunculan macam-macam mahluk
aneh dan mengerikan yang langsung membentuk
suatu barisan besar di belakang Nyonya Liong.
Bukan hanya dari gua-gua di bukit, bahkan bumi
pun merekah dan mengeluarkan berjenis-jenis
mahluk dahsyat bersama asap beraroma belerang.
Dari langit beterbangan turun mahluk-mahluk elok
dengan tampang dan dandanan seperti lukisan
alam gaib di tempat-tempat pemujaan. Mahlukmahluk yang oleh para pemuja-pemujanya dikenal
sebagai "mahluk-mahluk suci" yang menguasai
berbagai kekuatan alam maupun nasib dan garis
hidup manusia. Dengan terheran-heran Pang Sehiong melihat mahluk-mahluk elok yang biasa
dipuja itu ternyata bergabung dalam satu barisan
dengan mahluk-mahluk menjijikkan yang keluar
dari guha-guha dan rekahan bumi.
Pang Se-hiong bingung melihat ini, jalan
pikirannya yang sudah lama diyakininya dan
bahkan diyakini leluhurnya, kini terjungkir-balik
tak keruan. Menurut pemahaman lama Pang Sehiong, mahluk-mahluk gaib yang jahat yang
disebut "siluman" dan biasanya bertampang
mengerikan, bermusuhan dengan mahluk "suci"
yang umumnya bertampang anggun dan biasa
714 dipuja di tempat-tempat pemujaan, dibuat patungpatungnya dan gambar-gambarnya. Dipercayai
turun-temurun bahwa "siluman" bermusuhan
dengan "para dewa" untuk melambangkan
kejahatan bermusuhan abadi dengan yang
dipercaya sebagai kebaikan. Maka kalau orang
diganggu kekuatan jahat, mereka pun memuja dan
meminta tolong kepada "kekuatan yang baik"
untuk mengusir yang jahat itu. Tetapi sekarang
Pang Se-hiong melihat yang jahat itu bercampur
aduk dengan yang "baik", yang keluar dari perut
bumi dan bertampang menjijikkan itu bersatu
barisan dengan yang turun dari angkasa dengan
tampang-tampang elok mereka. Mereka satu
golongan! Para pengganggu dan para "penolong"
ternyata satu golongan! Pang Se-hiong melihat, di antara silumansiluman yang keluar dari gua dan dari perut bumi
itu beberapa di antaranya pernah dilihat
tampangnya di jagad kasar. Pang Se-hiong ingat,
apabila anak buah gerombolan Beng Hek-hou
sedang berkelahi dan makin kesurupan, maka
ujud mereka pun berubah pelan-pelan, ada yang
keluar sisiknya, ada yang keluar cakarnya,
bulunya, taringnya, tanduknya dan sebagainya.
Bahkan Beng Hek-hounya sendiri dapat berubah
total menjadi seekor harimau besar berbulu hitam.
Mahluk-mahluk yang pernah memunculkan diri
lewat anak buah Beng Hek-hou itulah yang kini
dilihat Pang Se-hiong di alam mimpinya. Yang
membuat Pang Se-hiong penasaran, ialah melihat
mahluk-mahluk itu berada dalam satu barisan
dengan mahluk-mahluk "suci" yang terlukis dalam


Dari Mulut Macan Ke Mulut Harimau Karya Stevanus Sp di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

715 gambar-gambar atau lukisan-lukisan yang dipuja
pengikut-pengikut Wong Lu-siok. Terlihat dalam
barisan itu ada "A-hwe", "teman" A-kun yang
tampangnya mirip boneka yang dibawa-bawa Akun, namun kini nampak dewasa, berdandan serba
merah, dan matanya garang kenakutkan. Juga
nampak berbagai tokoh gaib yang gambar dan
patungnya beterbangan di Seng-tin, dianggap
sebagai "penolong" atau penangkal pengaruh jahat,
ternyata bergabung dengan siluman-siluman jelek
itu. Diiringi oleh pasukannya itulah Nyonya Liong
memasuki halaman tertutup itu, dan terlibat
percakapan dengan Pang Se-hiong dan temantemannya. Percakapannya persis percakapan siang
tadi, yang intinya ialah, Nyonya Liong menjanjikan
kekuatan hebat bila Pang Se-hiong dan temantemannya mau menjadi sekutu mahluk-mahluk
yang berbaris di belakang Nyonya Liong itu.
Percakapannya persis tepat seperti siang tadi.
Pang Se-hiong dan teman-temannya menolak,
apalagi kemudian Ho Tong datang mendukung
penolakan Pang Se-hiong dan teman-teman.
Nampak mahluk gaib yang mengikuti Nyonya Liong
itu amat gusar, paras muka mereka jadi
menakutkan menatap Pang Se-hiong dan temanteman, namun herannya, mereka tidak juga
menerkam Pang Se-hiong sekalian. Marah tetapi
tidak berani, entah apa yang mereka takuti.
Pang Se-hiong menoleh ke sekelilingnya untuk
melihat apa atau siapa yang menyebabkan
mahluk-mahluk gaib itu takut. Kemudian Pang Se716
hiong samar-samar dapat melihat bahwa di sekitar
tubuh Ho Tong ada cahaya lembut mengerudungi
Ho Tong, begitu lembutnya sehingga kalau tidak
diperhatikan benar-benar takkan tampak. Apakah
pasukan gaib di belakang Nyonya Liong itu gentar
kepada cahaya lembut itu" Ho Tongnya sendiri
kelihatan ketakutan kepada Nyonya Liong.
Mimpi Pang Se-hiong berantakan ketika
isterinya pulang, mengguncang-guncang tubuhnya
sehingga bangun. "He, sore-sore begini kok tidur.
Sudah selesai menimba atau belum?"
Pang Se-hiong terbangun geragapan dengan
keringat membasahi tubuhnya, katanya kepada
717 isterinya, "Maaf, akir
Untung hanya mimpi."
tertidur dan bermimpi. "Kakak kelihatan lesu, ada apa?"
Pang Se-hiong belum putus harapan bahwa
suatu kali nanti dewanya akan menjawab
permohonannya, ia belum mau menerima mentahmentah begitu saja omongan Nyonya Liong dan
juga mimpinya. Ia bertekad nanti malam akan
lebih khusyuk memuja. Sambil duduk dengan masih mengantuk, ia
menatap gambar, yang ditempelkan di dinding,
sambil melontarkan pertanyaan dalam hati,
"Benarkah kau sejahat yang dikatakan Nyonya
Liong, dan sekarang sudah memihak Nyonya Liong
dan meninggalkan aku?"
Tidak tahan oleh pertanyaan menggelisahkan
yang menggedor-gedor jiwanya, sore itu juga Pang
Se-hiong meninggalkan rumahnya dan menuju ke
bekas kediaman guru silat Ciu Koan. Ia akan
bertanya kepada siapa saja yang bisa ditemuinya di
tempat itu. Ketika ia melangkah masuk bekas kediaman Ciu
Koan itu, ia merasakan suasana yang berbeda dari
biasanya. Biasanya di ruangan depan nampak
orang-orang Seng-tin yang khusuk memohon di
depan berbagai arca, suasananya terasa di alam
lain. Tetapi kali ini hanya kelihatan satu dua orang
yang sedang bersujud. Halaman depan dan
samping nampak kotor dengan dedaunan kering
yang rontok dari pepohonan perindang.
718 Langkah Pang Se-hiong menyusur halaman
samping, dan langkahnya tertegun ketika melihat
di pojok halaman ada patung porselen "A-hwe"
yang dulu suka dibawa-bawa A-kun itu sekarang
terhunjam kepalanya ke dalam debu, bercampur
daun-daun kering. Patung porselen kecil yang dulu
menjadi alat komunikasi A-kun dengan dunia gaib,
dan apa yang A-kun beritahukan ternyata benarbenar menjadi kenyataan.
Pang Se-hiong mematung beberapa saat. Sedang
runtuhkah kerajaan gaib yang selama beberapa
bulan ini begitu mencekam jiwa orang-orang Sengtin, sekarang sedang runtuh, mengecewakan
pemuja-pemujanya" Pang Se-hiong melangkah ke ruang tengah yang
biasanya dianggap suci, tidak sembarangan orang
boleh ke situ. Namun kali ini Pang Se-hiong
melangkah ke situ tanpa ada yang mencegahnya.
Gelap. Saat itu sudah rembang petang tetapi lampu
belum dipasang. Entah ke mana perginya Bibi Ciu
dan Ciu Bian-li yang biasa merawat tempat itu.
Pang Se-hiong terus melangkah ke belakang,
dan ketika ia memasuki ruang tempat dulu berlatih
silat, barulah ia menjumpai orang. Tiga orang,
yaitu Ek Yam-lam, Ciu Bian-li dan Bibi Ciu.
Sedangkan Lui Kong-sim dan Yao Kang-beng tidak
kelihatan lagi batang hidungnya.
Suara langkah kaki Pang Se-hiong membuat
ketiga orang itu serempak menoleh.
Takut dimarahi karena telah melanggar tempat
terlarang, Pang Se-hiong coba menjelaskan dengan
takut-takut, "Maafkan kalau aku menyelonong
719 tidak sopan. Aku sampai ke ruang tengah, tidak
ada yang kutemui. Jadi aku...."
Ternyata Ek Yam-lam menjawab ramah, "Tidak
apa-apa, Saudara Pang. Ke-sinilah."
Pang Se-hiong melangkah takut-takut memasuki ruangan yang temaram tanpa lampu di
senja hari itu. Langkahnya menyimpangi "miniatur
Seng-tin" di lantai, dan ketika melihat arca besar
"ratu langit" di ujung ruangan maka terdorong oleh
kebiasaan, Pang Se-hiong pun bersujud sampai
mukanya mengenai lantai, sedang Ek Yam-lam
bertiga membiarkannya saja. Sikap mereka bertiga
yang acuh tak acuh selagi ada orang bersujud itu
pun bukanlah sikap yang biasa.
Habis bersujud, Pang Se-hiong bertanya, "Guru
Muda Ek, aku datang dalam kebingungan untuk
memperoleh jawaban pasti dari Guru Lui. Sebagai
penghubung antara langit dan bumi, kuharap
Guru Lui punya jawaban."
Ek Yam-lam menjawab, "Lui Kong-sim sendiri
baru saja kebingungan, lalu ia memperoleh
jawaban pasti dari Nyonya Liong. Dan sekarang ia
ikut Nyonya Liong. Juga Yao Kang-beng."
Pang Se-hiong melongo, berdebar-debar bahwa
apa yang ditakutkannya benar. Bahwa yang
dipujanya selama ini adalah mahluk gaib yang
jahat, bukan penolong. Melihat kebingungan Pang Se-hiong, Ek Yamlam bertanya, "Kenapa bingung, Saudara Pang"
Merasa kehilangan pegangan?"
720 Lalu oleh Ciu Bian-li disambung, "Kecewa sih
kecewa, kau punya banyak teman dalam
kekecewaan, Kakak Hiong. Ada ratusan pemuja di
Seng-tin yang sedang kecewa, antara lain ya kami
bertiga ini...." "Jadi kalian bertiga ini juga sedang kecewa?"
"Benar. Mulanya kami ragu apa yang dikatakan
oleh Nyonya Liong. Kami anggap itu sebagai
hujatan kepada penguasa-penguasa angkasa, masa
penguasa-penguasa kerajaan gaib itu dikatakan
sebagai penjahat-penjahat yang bertujuan menghancurkan manusia" Kami gusar, kami
memohon kepada penguasa-penguasa gaib itu agar
menghukum Nyonya Liong buat kelancangannya.
Tetapi doa kami tak terjawab, malah kesannya
makin kuat bahwa seluruh kekuatan gaib yang ada
di Seng-tin memihak Nyonya Liong semuanya,
dibuktikan dengan demonstrasi dahsyat kekuatankekuatan gaib oleh Nyonya Liong. Bukan hanya
kekuatan-kekuatan gaib 'putih' yang diperkenalkan
Guru Wong dari Bukit Buaya Putih, bahkan
kekuatan-kekuatan hitam pendukung Beng Hekhou dulu seolah-olah kembali bermunculan semua
memperkuat Nyonya Liong. Ini aneh. Jadi sulit
membedakan mana kekuatan putih dan mana yang
hitam...." "Lho, kok cocok dengan mimpiku sore ini?" pikir
Pang Se-hiong. Tetapi tidak dikatakannya.
Sementara Bibi Ciu yang biasanya berwajah
dingin dan angker itu menggerutu, "Ternyata yang
namanya siluman dan dewa-dewa dari Bukit Buaya
721 Putih itu setali tiga uang, ingin mencelakakan
manusia." "Sudah, Bibi, jangan kecewa. Anggap saja orang
berpacaran. Tadinya kita kira pacar kita itu orang
baik-baik, tak tahunya pencoleng. Ya hubungan
putus, tetapi tidak seperti dunia kiamat."
Ek Yam-lam tertawa mendengar penggambaran
Ciu Bian-li itu. Pang Se-hiong kemudian bertanya, "Kenapa
kalian bertiga tidak ikut Lui Kong-sim dan Yao
Kang-beng sekalian?"
Bahwa Pang Se-hiong sudah tidak lagi
mencantumkan sebutan "guru" dan "guru-muda"
kepada kedua orang itu, menandakan bahwa dia
pun sudah kehilangan hormat kepada kedua orang
itu. Jawab Ek Yam-lam, "Kami belum gila. Kalau
sudah tahu yang dipuja itu ternyata mahluk jahat
alias setan, mana sudi kami mengikutinya" Apalagi
diajak mengikat janji abadi, bahkan setelah mati"
Biarpun ditawari kebal api, kebal senjata, bisa
terbang, bisa masuk ke tanah dan berjalan dalam
tanah, bisa menunggang mega dan entah apa lagi?"
"Tetapi Nyonya Liong, Lui Kong-sim dan Yao
Kang-beng kok mau?" "Itu urusan mereka...." sahut Ek Yam-lam. "Aku
sendiri, dulu pertama kali bertemu dengan Wong
Lu-siok dan melihat ilmu gaibnya, aku kagum, juga
didorong rasa butuh untuk menandingi ilmu Beng
Hek-hou. Setelah Beng Hek-hou enyah dan aku
menjalani ajaran Wong Lu-siok, terus terang saja
722 aku merasa tidak bahagia, sering merasa bahwa
aku hanya ditunggangi oleh kekuatan tertentu
yang entah dari mana, aku merasa bukan lagi
diriku sendiri." Pendengar-pendengarnya tidak menjawab, namun serempak dalam hati mereka terdengar,
suara hati mereka masing-masing, "Lho, kok
sama?" Tiba-tiba saja Ciu Bian-li, "E, omong-omong soal
Wong Lu-siok, bagaimana dia sekarang?"
Mereka jadi ingat akan Wong Lu-siok yang
dijebloskan ke kamar sempit oleh perintah Lui
Kong-sim dulu. Dan mereka juga ingat si "penyihir
wanita jahat" Siau Hiang-bwe yang sudah
dijebloskan ke sel yang sama, lebih dua bulan yang
lalu. Tiba-tiba saja suatu rasa bersalah mengusik
hati mereka, tetapi tak ada yang berani
mengatakannya terang-terangan.
"Bagaimana ya, mereka?" paling-paling itu yang
dilontarkan Ciu Bian-li. Dan bibinya menyahut, "Orang sudah sekian
lama tidak diberi makan dan minum kok
bagaimana. Ya terang mati...."
"Perlukah... kita tengok... mayat mereka"
Mungkin kita bisa... menguburnya secara layak?"
Serasa semuanya memperoleh sebuah jalan
untuk mengurangi rasa berdosa mereka. Jalan
keluar yang tidak memadai, tetapi bisa sedikit
mengurangi tekanan di hati mereka.
723 Mereka berempat bangun lalu menuju ke ruang
sempit tempat memenjarakan orang itu. Bibi Ciu
menyalakan sebuah lampion bertangkai untuk
menerangi jalan. Ketika Pang Se-hiong tiba di depan pintu sel
yang terbuat dari kayu tebal itu dan mulai
membukanya, yang lain-lain sudah menutup
hidung, berjaga-jaga terhadap bau busuk dua
mayat manusia yang mereka kita akan mereka
lihat. Mayat Wong Lu-siok dan Siau Hiang-bwe.
Ketika pintu kayu tebal sudah terbuka, memang
terhembus bau busuk, tetapi bau busuk yang tidak


Dari Mulut Macan Ke Mulut Harimau Karya Stevanus Sp di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seberapa. Bau busuk udara pengab yang lama
tidak mengalir, namun bukan bau busuk mayat.
Keempat orang di depan pintu itu sama-sama
tidak berani menatap ke dalam sel, namun setelah
beberapa saat berkatalah Ek Yam-lam, "Bibi Ciu,
angkat lampionnya...."
Dengan terpaksa Bibi Ciu mengangkat lampionnya... dan keempat orang itu ter-heranheran melihat di dalam sel ada dua orang yang
mengangkat telapak tangan untuk menutupi mata,
silau oleh cahaya lampion karena sudah lama mata
mereka tidak kena cahaya sedikit pun. Dua orang
hidup! Wong Lu-siok dan Siau Hiang-bwe. Mereka
memang nampak agak kurus dan kotor, tetapi
hidup. Rambut Siau Hiang-bwe yang dulu
digunting gundul di lapangan, kini sudah tumbuh
pendek. "Kalian... masih... hidup?" Ek Yam-lam bertanya
terbata-bata karena tak mempercayai pandangannya sendiri. 724 Tertatih-tatih Siau Hiang-bwe berusaha berdiri
dengan berpegangan tembok, sambil matanya
belum berani langsung menatap ke lampion. Wong
Lu-siok ingin membantunya, namun Wong Lu-siok
sendiri nampak begitu lemah.
Ek Yam-lam melangkah masuk untuk menolong
Wong Lu-siok, sementara Ciu Bian-li menolong
Siau Hiang-bwe. Sambil menuntun, Ciu Bian-li berkata, "Maafkan aku, Cici Siau. Maafkan juga seluruh
orang Seng-tin...." Sambil melangkah tertatih keluar sel sempit itu,
Siau Hiang-bwe menjawab, "Kau dan seluruh Sengtin tidak bersalah. Kalian cuma tertipu dan
dikendalikan oleh suatu pengaruh jahat...."
Sementara itu, begitu Wong Lu-siok tiba di luar
sel, Bibi Ciu dan Pang Se-hiong bersujud sampai
mukanya mengunjam tanah, kepada Wong Lu-siok
dan Siau Hiang-bwe. Kata Bibi Ciu dengan gemetar
ketakutan, "Kami mahluk hina dina ini telah
melakukan dosa besar, menghina dan memenjarakan manusia-manusia penjelmaan dewa
seperti Guru Agung Wong dan Siau. Aku mohon
ampun dan jangan dikutuk...."
Wong Lu-siok kaget dan sedih melihat sesama
manusia bersujud kepadanya, ia hendak membangunkan mereka, tetapi malah ia hampir
roboh karena lemahnya. Ek Yam-lam buru-buru
menangkap tubuh yang sudah kurus dan berbau
itu. 725 Dengan sedih Wong Lu-siok geleng-geleng
kepala, "Bangun, jangan berlutut kepadaku.
Jangan mengulangi kesalahan fatal untuk kedua
kali. Dulu kalian memuja aku sebagai 'utusan
kerajaan angkasa' dan itu kesalahan besar,
sekarang apakah kalian akan mengulanginya"
Bangkitlah. Jangan berlutut kepadaku, aku
manusia seperti kalian."
Bibi Ciu dan Pang Se-hiong saling toleh dengan
kebingungan, mereka sedang kehilangan pegangan
gara-gara pertemuan dan percakapan dengan
Nyonya Liong, dan ketika mereka melihat Wong Lusiok dan Siau Hiang-bwe masih hidup setelah lama
tidak makan minum, mereka anggap itu keajaiban
yang menandingi keajaibannya Nyonya Liong dan
mereka berharap akan mendapat pegangan
kembali. Ternyata sikap Wong Lu-siok malah
menyalahkan mereka. Tanya Pang Se-hiong bingung, "Tetapi.... kalau
bukan manusia istimewa yang dipilih langit, mana
bisa tidak makan dan minum sekian lama dan
tetap hidup?" Wong Lu-siok menarik napas. "Aku harus
mohon maaf kepada seluruh orang Seng-tin, aku
harus berlutut di depan mereka semua, karena
ajaran yang kubawa kepada mereka. Sekarang aku
tahu bahwa semua manusia itu istimewa di mata
dan di hati Seng-tin. Satu demi satu, pribadi demi
pribadi, punya tempat di hati-Nya, asal manusia
menyambut anugerah besar-Nya. Kalian pun sama
istimewanya dengan Liu Yok, dengan Siau Hiangbwe...."
726 "Maksudku... kami pun bisa meningkat-menjadi
dewa?" "Kalau manusia menjadi dewa, itu bukan
meningkat tetapi merosot. Dari mahluk ciptaan
tertinggi ke derajat mahluk yang lebih rendah.
Kaum persilatan amat bangga kalau mendapat
sebutan 'setengah dewa' padahal itu artinya turun
derajat." "Guru Wong... kami bingung...."
Ek Yam-lam menukas, "Saudara Pang, kami
maklumi kebingunganmu, sebab aku sendiri juga
bingung. Kita semua sedang bingung. Tetapi
tidakkah kauingat bahwa Guru Wong dan Nona
Siau sedang lapar dan haus?"
Bibi Ciu cepat-cepat bangun, lalu berlari ke
dapur untuk menyiapkan bubur. Sementara Wong
Lu-siok yang dipapah Ek Yam-lam dan Siau Hiangbwe yang dipapah Ciu Bian-li menuju ke ruang
tengah. Pang Se-hiong menyalakan lampu-lampu di
ruang tengah. Tak lama kemudian Bibi Ciu membawa
hidangannya, wajah dingin dan angkernya dulu
sekarang sudah "cair" dan "menguap" entah ke
mana. Orang-orang itu makan bersama. Wong Lu-siok
serta Siau Hiang-bwe harus ber-susah payah lebih
dulu meyakinkan orang-orang lainnya agar tidak
merasa minder karena bersantap bersama
"manusia istimewa", meyakinkan orang-orang
lainnya bahwa mereka semua sama dan sederajat
dan layak bersantap bersama.
727 Habis bersantap, terjadi percakapan lama yang
dipandu Siau Hiang-bwe, sementara Wong Lu-siok
kadang-kadang ikut mengomentari. Orang-orang
yang kehilangan pegangan itu pelan-pelan merasa
mendapatkan pegangan kembali.
Larut malam, Pang Se-hiong melangkah kembali
ke rumahnya. Tadi ia pergi dengan bingung,
sekarang dengan rasa tenteram di hati. Ketika
masuk ke dalam rumah, tiba-tiba hatinya guncang
lagi melihat gambar pujaannya yang ditempel di
dinding itu $eolah melotot marah kepadanya.
Namun dalam jiwa Pang Se hiong ada semacam
rasa teguh yang membuatnya tidak menggubris
gambar itu dan langsung ke kamar tidurnya.
Malam itu adalah malam yang bakal tak mudah
dilupakan oleh warga Seng-tin. Malam ketika
ratusan serigala di padang ilalang belantara
digerakkan oleh suatu pengaruh dan mereka
melolong panjang di pinggiran kota, begitu dekat
dengan pemukiman penduduk. Dan sejuta
kelelawar beterbangan mencicit-cicit di atas kota,
dan hewan-hewan di Seng-tin menjadi gelisah
semuanya. Mendekati tengah malam, lolong serigala
semakin menakutkan, bahkan hewan-hewan itu
berkelompok-kelompok berada di jalan-jalan dan
lorong-lorong Seng-tin. Pintu-pintu rumah di seluruh Seng-tin terkunci
rapat semuanya, mengurung penghunipenghuninya dalam pengabnya kengerian dan
ketakutan. 728 "Inilah bukti dari ancaman Nyonya Liong tadi
siang...." kata seseorang yang menggigil di belakang
pintunya. "Mungkin sebaiknya kita turuti saja kemauan
Nyonya Liong. Dialah yang paling berkuasa di
Seng-tin ini. Pengikut-pengikut Wong Lu-siok pun
tidak berdaya mengatasi tindak-tanduk Nyonya
Liong, malah sekarang Lui Kong-sim dan Yao Kangbeng menjadi pengikutnya."
"Kabarnya Ban Ke-liong juga, dan beberapa
orang lagi." "Juga Ciok Yan-lim si tukang peti mati."
"Apakah orang-orang itu semua akan
sesakti dan setabiat dengan Nyonya Liong?"
jadi "Mungkin saja, kalau kekuatan yang mengisi
tubuh mereka berasal dari sumber yang sama."
"O, mengerikan sekali, mau jadi apa kota Sengtin ini nantinya" Satu orang semacam Nyonya
Liong sudah begitu menakutkan, mendatangi
rumah demi rumah sambil mengajak orang-orang
mengikuti jejaknya, apalagi kalau orang semacam
itu bertambah-tambah jumlahnya. Oh, para dewa,
para panglima angkasa, ke mana saja mereka"
Kenapa mereka tidak lagi menolong kita seperti
dulu mereka menolong kita dari Beng Hek-hou?"
Percakapan mereka terhenti ketika ada lolong
serigala terdengar begitu dekat, di luar halaman
rumah mereka. Untung pintu halaman tertutup
dan terpalang kuat. Namun demikian suara kuku
serigala-serigala yang menggaruk-garuk daun
pintu dengan garang, berusaha masuk, membuat
729 jantung para penghuni rumah berdentang-dentang.
Belum lagi suara tubuh-tubuh kelelawar yang
bertubi-tubi menghempas atap dan jendela.
"Ini pasti ulah Nyonya Liong, dia mengerahkan
kekuatan gaibnya untuk menggerakkan hewanhewan itu menteror seluruh kota. Oh, dewa, turuntanganlah, selamatkan manusia-manusia lemah
ini..." "Aku ingin kencing, tetapi tidak berani keluar
pintu...." "Kencing di dalam saja...."
"Nanti bau...."
"Tampung kencingmu di buli itu...."
Tiba-tiba pintu halaman diketuk, dan orangorang di rumah itu serempak terdiam seperti
jengkerik diinjak sarangnya.
Beberapa saat kemudian ketukan itu terdengar
lagi. Bersambung jilid XVIII. *** Jilid 18 >o< ORANG-ORANG dalam rumah saling pandang
dengan ketakutan. Seorang berdesis, "Tidak
salahkah kupingku" Ketukan pintu itu oleh
manusia atau oleh serigala-serigala tadi?"
730 "Serigala mana bisa mengetuk pintu?"
"Dalam keadaan normal memang tidak bisa,
tetapi apakah saat ini keadaannya normal" Bukan
hal aneh kalau serigala yang sedang ditunggangi
kekuatan jahat itu bisa meniru suara ketukan
untuk memancing dan memangsa kita!"
"Mengerikan, kalau sampai...." suara orang
dalam rumah itu terhenti karena ketukan di pintu
depan terdengar lagi, dan kali ini ditambah suara,
"A-seng, A-hun, kalian di dalam?"
Kakak beradik yang sedang dalam rumah itu
menggigil, bisik Si Kakak, "Astaga, serigala-serigala
itu bisa berbicara."
"Dan suaranya seperti suara Kakak Ho Tong.".
Suara di luar pintu terdengar lagi, "He, kalian
dengar aku tidak" Aku dititipi barang belanjaan
oleh Paman Kiong, pemilik warung beras itu. Tadi
menjelang sore ibu kalian berbelanja di warung itu,
sudah membayar tetapi lupa membawa belanjaannya karena terlalu asyik mengobrol.
Ketika aku mampir warung Paman Kiong, aku
dititipi beras belanjaan ibu kalian. Paman Kiong
kuatir malam ini tidak ada yang ditanak di dapur
kalian." A-seng dan A-hun saling pandang. Kata-kata
orang di luar pintu itu membuat rasa lapar mereka


Dari Mulut Macan Ke Mulut Harimau Karya Stevanus Sp di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kembali diaduk-aduk. Tadi sore memang ibu
mereka pergi membeli beras, tapi lupa ketinggalan
di warung, dan ketika hari sudah gelap dan hendak
mengambilnya ke warung, tahu-tahu bermunculanlah serigala-serigala memasuki kota
731 yang membuat seluruh orang Seng-tin mengunci
diri dalam rumah. Malam itu, ibu dan kedua anak
laki-lakinya itu hanya makan sisa-sisa nasi siang
tadi yang tak memadai untuk menghilangkan rasa
lapar mereka. Tetapi mereka terlalu takut untuk membuka
pintu, sebab pikiran mereka yang dicekam
ketakutan itu beranggapan mana ada orang
mempertaruhkan nyawa berkeliaran di luar yang
penuh serigala, kalau bukan orang itu "serigala
yang menyamar?" Sekian lama suara Ho Tong terdengar di luar
halaman dan mengetuk-ngetukkan tanpa digubris.
Sampai suara itu berhenti sendiri. A-seng dan Ahun lega, namun sekaligus juga diingat kembali
akan rasa lapar mereka. Tiba-tiba di luar halaman luar terdengar
gedebuk, seperti ada suara benda berat dijatuhkan
dari tembok halaman. "Kak, apa itu?" desis A-hun tertahan. "Apakah
serigalanya melompati tembok halaman?"
"Ssst...." Wajah kedua kakak beradik itu memucat ketika
mendengar langkah-langkah kaki yang sudah tidak
di luar halaman lagi melainkan sudah di dalam
halaman. Suara langkah itu mendekati pintu, dan
suara ketukan di pintu membuat jantung kakakberadik itu hampir copot.
"A-seng, A-hun, ini aku, Ho Tong. Aku terpaksa
memanjat dinding karena kalian tidak membukakan pintu halaman."
732 "Kak.... bagaimana" Kita bangunkan Ibu?"
"Jangan... coba diintip dari celah-celah pintu...."
Si Adik mengintai dari celah-celah di antara
papan pintu, dan melihat di luar memang Ho Tong
yang membawa bungkusan besar.
"Dia memang Ho Tong, Kak."
"Bagaimana kalau.... itu siluman yang sedang
mengubah rupa?" "Kalau siluman pasti bisa menembus dinding
begitu saja, tidak perlu ketuk-ketuk pintu.
Lagipula... aku lapar sekali, Kak. Tak mungkin bisa
tidur dengan perut selapar ini."
"Baik. Kita ambil resiko membuka pintu. Aku
yang buka, kau berjaga di belakangku. Kalau
ternyata yang datang ini... Siluman, cepat tutup
pintunya!" Demikian mereka membuka pintu dengan hatihati, dan lega ketika yakin bahwa yang di depan
pintu benar-benar Ho Tong. Apalagi membawa
beras. "Ini belanjaan ibu kalian yang ketinggalan di
warung Paman Kiong," kata Ho Tong sambil
menyodorkan bungkusan itu.
A-seng menerimanya. "Terima kasih, Kakak Ho.
Maafkan sikap kami, kami benar-benar takut....."
"Tidak ap4-apa, dalam suasana aneh begini,
siapa tidak takut" Aku pun amat takut, tetapi
mengingat beras ini penting bagi kalian,
kupaksakan diri." 733 "Tetapi... apakah Kakak
dengan serigala-serigala itu?"
"Untungnya bukan?" tidak. Ho Kalian tidak lihat, bertemu aku utuh "Tetapi Kakak Ho benar-benar mempertaruhkan
nyawa. Urusan bebas ini kan bisa ditunda besok?"
"Ya... aku kira kan A-hun sudah tidak tahan
lapar. Dia kan tidak boleh telat makannya?"
A-seng tertawa, sementara adiknya yang gemuk
dan gembul itu merengut. Kata Ho Tong pula, "Nah, sekarang aku tidak
berani pulang. Aku kuatir perjalanan pulangku
takkan beruntung saat aku berangkat kemari."
"Tidur di sini saja, Kakak Ho."
"Ya." A-hun kemudian merengek, "Kak, berasnya
segera ditanak...." *** Menjelang fajar, serigala-serigala itu meninggalkan Seng-tin kembali ke tengah padang
belantara, begitu juga jutaan kelelawar itu. Namun
warga Seng-tin masih juga mengurung diri di
rumah masing-masing, atau di rumah orang lain
karena tak sempat pulang. Ketakutan yang
mencekam semalam-malaman tak gampang dihilangkan dalam waktu singkat.
Ada sebuah keluarga yang terdiri dari hampir
seluruhnya wanita, kecuali si kepala rumah
tangga. Semalam-malaman keluarga itu disiksa
734 kecemasan karena si kepala rumah tangga yang
lelaki itu pergi sejak sore dan kemudian tidak
pulang. Entah ke mana. Seisi rumah cuma berani
berharap-harap agar sang suami atau ayah
menumpang berlindung di rumah siapa saja yang
disinggahinya. Tapi kadang-kadang terlintas juga
kecemasan kalau membayangkan sang ayah atau
suami itu nekad hendak pulang ke rumah lalu
ketemu serigala-serigala.
Begitu fajar tiba dan suara serigala tak
terdengar lagi, si isteri sekaligus ibu yang cemas
itu pun berkata kepada anak-anaknya. yang
perempuan semua, "Kalian jangan ke mana-mana.
Ibu akan mencari ayah kalian, tutup dan palang
pintunya selama Ibu pergi."
"Ibu akan mencari ke mana?"
"Pertama-tama mungkin ke warung bakmi itu,
kemarin malam ayahmu bilang mau ke sana."
Ternyata baru saja pintu dibuka, Si Suami
sudah di depan pintu. Keluarga itu jadi kegirangan.
Satu-persatu orang-orang mulai keluar rumah,
membuat suara-suara di jalanan untuk menimbulkan situasi normal kembali dan mengusir ketegangan. Orang-orang yang semalam
terkurung ketegangan dalam rumah pun satu demi
satu keluar rumah. "Yang semalam itu benar-benar gila, belum
pernah terjadi seperti itu."
"Ancaman Nyonya Liong benar-benar terbukti."
735 "Yang aku herankan, ke mana perginya mahlukmahluk suci yang selama ini kita puja, yang
katanya akan selalu melindungi dan memberkahi
kita?" "Kata Nyonya Liong, semua mahluk gaib sudah
memihak kepadanya, termasuk yang selama ini
kita puja." "Kalau memihak Nyonya Liong, berarti semalam
ikut... menteror kita melalui serigala-serigala dan
kelelawar-kelelawar itu?"
Yang ditanya tidak menjawab dengan kata-kata,
cuma dengan pandangan putus asa. Pandangan
dari orang yang ditinggalkan oleh pelindung
andalannya. "Eh, semalam ada korban jiwa apa tidak ya?"
"Entahlah. Kalau di pasar mungkin kita bisa
mendengar banyak." "Ingin rasanya aku ke pasar, tetapi apakah jalan
ke sana aman?" "Aku kira sudah aman sekarang."
Matahari mulai bersinar cerah di atas padang
ilalang seperti hari-hari sebelumnya. Di pasar
Seng-tin satu demi satu penjual mulai menggelar
dagangan, pembeli-pembeli juga mulai berdatangan. Tetapi kali ini suasananya lebih
ramai karena banyak orang datang ke pasar bukan
untuk berjual beli melainkan hanya ingin bertukar
berita tentang peristiwa semalam.
Cerita-cerita jadi semakin bervariasi, bumbubumbu untuk menambah serunya kisah pun tidak
736 lupa ditambahkan. Dan ketika pertanyaan sampai
ke "apakah semalam ada orang yang jadi korban"
maka tak terdengar ada yang jadi korban.
Selain tentang tak adanya korban jiwa, dalam
cerita-cerita itu muncul pula kesaksian-kesaksian
sulit dipercaya tentang "orang-orang nekad" yang
dalam keadaan sebahaya itu masih sempat
memikirkan dan memperhatikan orang lain.
Misalnya Ho Tong yang sempat-sempatnya
mengantarkan beras. Dan ada juga selain Ho Tong
yang melakukan hal serupa, misalnya memberi
tahu suatu keluarga bahwa anggota keluarga yang
dicemaskan ternyata dalam keadaan selamat di
suatu tempat. "Orang-orang nekad" yang membuat
sebagian besar warga Seng-tin seolah diingatkan
kembali bahwa Seng-tin pernah hidup sebagai
sebuah keluarga besar yang anggota-anggotanya
saling memperhatikan. Sesuatu yang hampir
mereka lupakan. Tanpa seorang pun mengucapkannya, namun
dalam hati sebagian besar warga Seng-tin ada
pengakuan, bahwa dalam peristiwa semalam
bukan hanya kekuatan jahat yang dilepaskan
Nyonya Liong yang beroperasi dengan dahsyat
menakutkan, melainkan ada kekuatan lain yang
juga bekerja, kekuatan yang sifatnya bertentangan
dengan kekuatan Nyonya Liong.
Kekuatan yang membuat beberapa warga Sengtin, misalnya Ho Tong, menyempatkan diri untuk
memperhatikan kepentingan orang lain. Menyempatkan diri di saat tekanan ketakutan
dahsyat mencekam. 737 Pembicaraan orang-orang di pasar itu tiba-tiba
terhenti ketika melihat sekelompok orang memasuki pasar. Yang berjalan paling depan
adalah Nyonya Liong sendiri, diikuti empat orang
yaitu Lui Kong-sim, Yao Kang-beng, Ban Ke-liong si
tukang keramik dan Ciok Yan-lim, si tukang peti
mati. Ada ratusan orang di pasar itu, namun tak
seorang pun berani bersuara, bahkan bernapas
pun tak berani terlalu keras. Suasana jadi sunyi
sekali. Dalam suasana sesunyi itu, suara Nyonya Liong
tidak perlu keras-keras untuk bisa didengar setiap
orang, "Semalam kalian sudah mengalami sendiri
dahsyatnya kekuatan kami. Apakah kalian belum
juga mau mengakui junjungan kclmi dan
menyembahnya?" Tak ada yang menjawab, suasana tetap sunyi.
Nyonya Liong melanjutkan, "Kalian ini aneh, apa
keberatannya memuja junjungan-junjungan kami"
Padahal selama ini kalian sudah memujanya,
sudah memasang gambarnya atau patungnya di
rumah kalian. Nah, pribadi yang sama itulah yang
kupuja sekarang.

Dari Mulut Macan Ke Mulut Harimau Karya Stevanus Sp di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kenapa kalian malah meninggalkannya?" Orang-orang itu tetap membungkam.
"Apakah karena kalian baru tahu sekarang
kalau tokoh-tokoh gaib yang dulu kalian puja itu
ternyata penguasa-penguasa jahat, bukan penguasa-penguasa yang baik seperti sangkaan
kalian waktu kalian puja dulu?"
738 Orang-orang di pasar tidak menjawab, namun
kesunyian itu terkoyak suara derit engsel pintu
dari warung rempah-rempah kepunyaan Pang Sebun. Warung itu memang saling membelakangi
dengan rumah kediaman Pang Se-bun. Warungnya
menghadap pasar, rumah kediaman menghadap ke
jalan besar. Serempak orang-orang menoleh ke arah suara
itu, dan melihat Pang Se-bun melangkah keluar
dengan wajah ramahnya yang sudah dikenal oleh
orang-orang Seng-tin. Pang Se-bun lalu membuka
papan-papan penutup warungnya, dibantu oleh
Liu Yok yang belum dikenal banyak oleh orangorang Seng-tin.
Sikap Pang Se-bun yang begitu santai, tak
terpengaruh ketegangan akibat hadirnya Nyonya
Liong dan pengikut-pengikut-nya, justeru menampilkan wajah tegang di pihak Nyonya Liong
dan pengikut-pengikutnya.
"Dia meremehkan kita...." desis Lui Kong-sim
gusar. "Menganggap kita tidak ada sama sekali....."
"Tunjukkan kekuatan sihirmu, Nyonya Liong...."
hasut Ciok Yan-lim. "Beri contoh kekuatan hebat
dari Kejahatan Tertinggi agar dilihat orang-orang
Seng-tin." Semula orang-orang Seng-tin ketakutan sekali
kepada Nyonya Liong dan kelompok kecilnya, yang
semalam berhasil mendatangkan ribuan serigala
dan kelelawar ke Seng-tin. Namun justru ketika
Lui Kong-sim dan Ciok Yan-lim mencoba
mendorong Nyonya Liong untuk mencelakakan
Pang Se-bun dan Liu Yok, tiba-tiba di antara
739 orang-orang Seng-tin ada yang berani bicara
meskipun suaranya rada gemetar, "Apa salahnya
orang membuka pintu warungnya?"
Ketika Nyonya Liong dan kawan-kawannya
menoleh ke arah Si Pembicara, Si Pembicara pun
tiba-tiba berkerut gentar dengan wajah tegang dan
pucat. Sementara dalam hati ia menyalahkan diri
sendiri, "Nah, mampuslah kau sekarang. Dasar
mulut lancang. Apa sangkut-pautmu dengan mati
hidupnya Pang Se-bun yang bukan sanak-kadang
sehingga kau membahayakan diri dengan berkata
seperti tadi kepada Nyonya Liong?"
"Kau ingin dikutuk sekalian?" geram Lui Kongsim kepada Si Pembicara tadi, membuat Si
Pembicara tambah pucat membeku.
Tetapi tiba-tiba terdengar suara pembicara
kedua yang membela pembicara pertama, "Paman
Lao Im benar, Nyonya Liong. Apa salahnya Juragan
Pang membuka pintu warungnya, hingga hendak
dikutuk?" Beberapa kepala mengangguk-angguk mendukung, meski dalam suasana ketakutan di
bawah tatapan mata yang menakutkan dari
Nyonya Liong dan pengikut-pengikutnya.
Sikap saling membela meskipun takut-takut itu
memang membuat gusar Nyonya Liong, atau lebih
tepat, membuat gusar kekuatan yang bersarang di
dalam Nyonya Liong. Kekuatan-kekuatan yang
semula menikmati puja dan sembah rakyat Sengtin yang dibohongi bahwa yang mereka sembah itu
"baik dan sangat menolong", kemudian datang
kekuatan yang lebih besar yang memaksa
740 kekuatan yang disembah rakyat Seng-tin itu agar
keluar dari benteng-benteng kebohongannya,
menampilkan wajah aseli sebagai pembohong,
pembunuh dan pencuri, sehingga putuslah
hubungan mereka dengan pemuja-pemuja mereka.
Kekuatan-kekuatan gaib itu kemudian "pindah
rumah" ke Nyonya Liong karena Nyonya Liong tetap
bersedia menghamba mereka meski tahu siapa
mereka sebenarnya. Nyonya Liong tidak tertipu,
melainkan dalam kehendaknya yang bebas memilih
untuk bersekutu dengan kekuatan-kekuatan jahat
itu. Kini, kekuatan-kekuatan jahat itu seolah
ditantang ketika melihat orang-orang Seng-tin
saling membela, saling memperhatikan, menjadi
rantai kemanusiaan yang kokoh.
Kata Nyonya Liong lantang, "Orang-orang Sengtin, peristiwa semalam adalah bukti kekuatan
kami! Apakah kalian tidak takut kalau kami
menunjukkan kekuatan yang lebih besar lagi?"
Orang-orang Seng-tin lebih ketakutan dari tadi.
Saat itulah Pang Se-bun yang sudah selesai
membuka warungnya, melangkah didampingi Liu
Yok mendekati Nyonya Liong, katanya ramah dan
hormat, "Syukurlah semalam tidak ada seorang
pun warga Seng-tin yang celaka. Apakah kekuatan
gaib yang kau lepaskan itu berbaik hati kepada
warga Seng-tin, ataukah ada kekuatan yang lebih
besar yang menahannya agar tidak mencelakai
orang, dan kekuatan yang dilepaskan Nyonya Liong
itu tidak mampu?" Setitik harapan timbul di hati orang-orang Sengtin ketika mendengar kata-kata Pang Se-bun yang
741 bernada menentang Nyonya Liong. Semenjak
Nyonya Liong tampil di Seng-tin dengan ajakanajakan dan ancaman-ancaman serta demonstrasi
kekuatan hebatnya, warga Seng-tin jadi bingung
dan kehilangan pegangan kenapa dewa-dewa dan
dewi-dewi yang diperkenalkan oleh kaum Bukit
Buaya Putih itu diam dan tidak menolong" Mereka
sudah tanya-tanya ke beberapa tokoh yang
dianggap "dekat dengan kerajaan langit" seperti
Pang Se-bun atau Ek Yam-lam, tapi yang ditanya
juga bingung. Orang bingung bertanya kepada
orang bingung. Orang Seng-tin sekarang lega
melihat Pang Se-bun menunjukkan sikap tegas
terhadap Nyonya Liong. "Mudah-mudahan kekuatan suci para dewa
membuat mundur Nyonya Liong dengan segala
ulahnya yang menakutkan...." beberapa orang
diam-diam berdoa dalam hati.
Belum sempat Nyonya Liong menjawab, Liu Yok
sudah ikut mendukung Pang Se-bun, "Jawab dan
jangan berbohong." Dalam dada Nyonya Liong menggemuruh
kegusaran hebat dari berjuta-juta balatentara
dunia gaib, tetapi kata-kata Liu Yok terlalu kuat
untuk mereka bangkang. Kata-kata dari seorang
manusia penerima anugerah untuk melarang dan
mengijinkan di dunia kasar dan di dunia gaib.
Limpahan kekuasaan kepada manusia-manusia
penyambut anugerah itulah yang dalam beberapa
hari belakangan memaksa balatentara langit
membuka kedoknya terhadap warga Seng-tin.
742 Karena tidak berani melanggar larangan
berbohong yang diucapkan Liu Yok, tetapi juga
tidak ingin berkesan lemah di depan mata warga
Seng-tin, penguasa gaib di dalam diri Nyonya Liong
menjawab secara tidak langsung, "Kekuatan kami
hebat. Kami pernah membuat burung-burung di
udara menjadi buas lalu menyerbu sebuah desa,
mematuk mata orang-orang di desa itu sehingga
desa itu menjadi desa orang-orang buta. He-he-he.
Hai, warga Seng-tin, itu belum sampai kulakukan
atas kalian, pasti kalian pun takkan suka kalau itu
sampai terjadi." Pang Se-bun sudah marah dan hendak
menantang Nyonya Liong, tetapi ia menahan diri
dan berkata kepada Liu Yok, "Saudara Liu,
hentikan dia!" "Kenapa harus aku, Kakak Pang" Semua
penerima anugerah dianugerahi limpahan kuasa
yang sama, tergantung masing-masing berani
menggunakannya atau tidak. Kakak Pang harus
belajar berani menggunakannya, hasilnya akan
sama denganku, tak ada bedanya...."
"Aku percaya. Tetapi kalau aku melakukannya
di depan mata warga Seng-tin, sebagian warga
masih menganggapku tokoh kepercayaan dari
Bukit Buaya Putih, dan mereka akan kembali ke
ajaran lama. Aku tidak mau itu terjadi. Kau saja,
Saudara Liu." Liu Yok menggeleng, "Itu pun bisa menimbulkan
salah paham warga kota ini, Kakak Pang. Beberapa
hari yang lalu, aku pernah disangka penjelmaan
dewa dan orang-orang hendak bersembah sujud
743 kepadaku, bahkan konon Ban Ke-liong si tukang
keramik sudah membuat beberapa patungku. Ini
jelas tak boleh terjadi."
"Kesalah-pahaman bisa dijelaskan belakangan,
tetapi sebaiknya kau yang menghadapinya,
Saudara Lui. Aku melihat dulu sambil belajar."
Akhirnya Liu Yok maju ke depan, matanya
menatap mata Nyonya Liong dan berkata, "Kalian
tak bisa melakukan itu di Seng-tin, karena aku
keberatan. Penguasa langit macam apa pun dan
dewa macam apa pun tidak boleh melanggar katakataku!"
"Karena kau dewa tertinggi ya?" ejek Ciok Yanlim.
"Karena aku manusia," sahut Liu Yok. "Mahluk
ciptaan termulia." Nyonya Liong tiba-tiba menggeliat, tubuhnya
yang gemuk itu berubah pelan-pelan, juga
wajahnya, juga pakaiannya, semuanya terjadi di
bawah cahaya siang bolong dan di depan ratusan
mata orang-orang Seng-tin. Berubahlah Nyonya
Liong menjadi seorang perempuan muda yang
cantik, bertampang perempuan dari kawasan
padang pasir dengan hidungnya yang mancung,
bermahkota, berpakaian indah seperti ratu,
seluruh pakaiannya dikuasai warna merah tua dan
ungu. Pada mantel terluarnya yang berwarna
merah darah itu bersulamkan ratusan lambang
dari kepercayaan-kepercayaan yang adar di dunia,
dari kepercayaan-kepercayaan besar dan luas
sampai kepercayaan-kepercayaan suku-suku 744 terpencil yang terbatas pemeluknya. Sosok ratu
berjubah merah itu berdiri mengambang di udara.
Pang Se-bun dan juga orang-orang yang pernah
masuk ke tempat aula latihan tempat patung "ratu
langit" alias "ibu tak berasal-usul" alias "ibu
banyak kepercayaan di bumi" alias "pemberi
berkah semua tempat siarah dan semua benda
keagamaan" dapat segera mengenal bahwa tokoh
gaib yang muncul terang-terangan di depan mata
telanjang orang orang Seng-tin itu tampangnya
persis dengan patung yang ditaruh di bekas aula
iatihan silat di rumah almarhum Ciu Koan.
Kemunculannya yang terang-terangan itu sekaligus
menyangkal anggapan orang bahwa mahluk gaib
jahat selalu muncul hanya malam hari dan
tampangnya selalu jelek menyeramkan. Yang
muncul melalui Nyonya Liong kali ini muncul di
bawah sorot matahari yang terang-benderang,
tampangnya juga sangat memikat.
Orang-orang Seng-tin gemetar menyaksikan itu.
Dari tengah-tengah udara, mahluk dari alam
lain itu memperdengarkan suaranya yang merdu,
"Orang-orang Seng-tin, jadilah pengikutku. Akulah
yang akan mempersatukan seluruh agama di bumi
pada akhir jaman kelak."
Liu Yok berkata, "Jangan menjerat orang. Kalau
mau mengajak orang menjadi pengikutmu,
jelaskan juga resikonya, supaya orang jangan
tertipu!" Mahluk dari alam lain itu dengan gusar
menjawab, "Liu Yok, kau berani memerintahku?"
745 Jawab Liu Yok tenang, "Ya, aku memerintahmu.
Dan berat bagimu kalau tidak mematuhi
perintahku, sebab akulah pelaksana hukumanNya."
"Liu Yok, mahluk hina yang terbuat dari debu,
jangan lupa siapa dirimu! Kau ini cuma anak
seorang bajingan busuk bernama Liu Jing-yang,
cucu luar seorang bandit yang dibenci banyak
orang yang bernama Sebun Him!"
Dicaci sehebat itu, Liu Yok tertawa saja, sadar
bahwa dirinya sedang dipancing untuk marah agar


Dari Mulut Macan Ke Mulut Harimau Karya Stevanus Sp di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"turun ke kawasan alamiah" yang ada di bawah
kendali musuhnya ini. Jawabnya, "Liu Yok yang itu
sudah tidak ada lagi, kau salah alamat. Sekarang
lihatlah siapa yang bersama aku di dalam sini...."
Ketika mengucapkan "di dalam sini" Liu Yok
menunjuk dadanya sendiri. Saat itu sang ratu
dunia gaib tiba-tiba menutup matanya seolah-olah
silau, sambil memalingkan mukanya.
Orang-orang Seng-tin ikut memandang Liu YOK
dan mereka heran karena dada Liu Yok tak ada
apa-apanya, tak ubahnya dada orang lain. Kenapa
mahluk gaib itu nampaknya silau dan tak tahan"
Sebenarnya Liu Yok cemas juga. Yang
dicemaskan bukan si "ratu langit" melainkan
cemas kalau sehabis peristiwa itu lalu orang-orang
Seng-tin memuja dan mendewa-dewakan Liu Yok.
Untuk itu, Liu Yok juga berkata kepada mahluk
gaib itu, "Dan lihat pula yang ada di dalam Kakak
Pang Se-bun, di dalam Paman Tabib Kian, di dalam
Siau Hiang-bwe, di dalam Saudara Ho Tong, di
746 dalam Kakak Cu Tong-liang! Pandang itu, kau lihat
siapa?" Dengan perkataan itu, Liu Yok sengaja
memperdengarkan kepada warga Seng-tin bahwa
kekuasaannya atas mahluk-mahluk gaib bukan
karena kehebatan Liu Yok pribadi melainkan
karena anugerah yang ia terima, juga yang diterima
oleh Pang Se-bun, Ho Tong dan sebagainya tadi.
Liu Yok ingin menunjukkan bahwa kuasanya itu
bukan karena usahanya sendiri seperti menjalani
bertapa atau menyiksa diri atau bersemedi dan
sebagainya. Sementara si ratu dunia gaib itu menggeliatgeliat seperti cacing kepanasan di tengah-tengah
udara. Posisi Liu Yok, Pang Se-bun, Ho Tong dan
orang-orang yang disebut tadi kebetulan berpencaran, seperti mengepung Si Ratu Gaib,
sehingga ke mana pun Si Ratu Gaib memandang
maka ia akan memandang yang berada dalam
orang-orang tadi, yang membuatnya silau dan
gelisah. Kata-kata Liu Yok sekaligus juga menyadarkan
bahwa dalam diri mereka pun ada yang sama
ditakutinya oleh mahluk-mahluk jahat, tak
berbeda antara yang di dalam Liu Yok dengan yang
di dalam mereka, Pribadi Yang Maha hadir itu.
Liu Yok pun melancarkan "jurus" berikutnya,
"Oleh anugerah, kami ditinggikan melebihi semua
pemerintahan dan kerajaan gaib di langit. Karena
itu, jangan berani-berani lebih tinggi dari kami!
Turun!" 747 Si ratu alam gaib itu pun terhempas ke tanah,
dan meneruskan menggeliat-geliat seperti cacing di
abu panas. Pengikut-pengikutnya seperti Lui Kongsim, Yao Kang-beng, Ban Ke-liong dan Ciok Yanlim mundur dengan menampilkan ketakutan hebat
di wajah mereka. Sementara dari antara
kerumunan orang-orang Seng-tin, Liu Yok
melangkah maju mendekati Nyonya Liong yang
sedang "dipinjam raganya" oleh ratu gaib itu.
Mula-mula Liu Yok tampil sendirian, tetapi
kemudian ia menoleh ke orang banyak dan berkata
kepada mereka, "Saudara-saudara warga Seng-tin
yang sudah sekeyakinan denganku, mendekatlah
748 bersamaku. Kerja sama kita akan melipatgandakan tekanan kita terhadap penguasapenguasa jahat yang berkumpul di dalam tubuh
Nyonya Liong. Penguasa-penguasa jahat yang
selama ini sudah menyiksa warga Seng-tin."
Beberapa orang nampak ragu menanggapi
ajakan Liu Yok itu, mereka masih terbelenggu
pikiran "tidakkah berbahaya kalau manusia
sebagai mahluk yang lemah tanpa daya ini
menentang penguasa penguasa gaib yang menentukan nasib manusia?" Meski sebagian kecil
orang Seng-tin sudah menerima ajaran yang
disampaikan Liu Yok, masih saja pikiran lama itu
belum terkikis. Tetapi ada beberapa orang yang
ikut melangkah maju meski dengan langkah ragu.
Ada Pang Se-bun, lalu Ho Tong, Tabib Kian, Cu
Tong-liang, Siau Hiang-bwe, si pemilik warung
bubur kacang dan beberapa orang lagi. Bahkan
kemudian juga penganut-penganut baru seperti
Pang Se-hiong yang baru dua hari menjadi
penganut ajaran itu. Lebih mencengangkan orangorang ialah ketika munculnya tokoh-tokoh
pembawa dan penyebar sekte dari Bukit Buaya
Putih seperti Ek Yam-lam, Ciu Bian-li, Bibi Ciu dan
bahkan si kecil A-kun, dan orang-orang tercengang
ketika melihat Wong Lu-siok sendiri muncul
bergabung menuruti anjuran Liu Yok.
Orang-orang itu membentuk lingkaran mengelilingi Nyonya Liong yang sedang gulungkoming dalam wujud "ratu langit" itu. Lalu orangorang itu mulai saling bergandengan tangan
melingkar. 749 Tindakan sepele seperti bergandengan tangan
itu ternyata berakibat hebat kepada si "ratu langit",
ia jadi seperti binatang buas, menggunakan raga
Nyonya Liong untuk mencoba menerjang keluar
lingkaran, mencoba memutuskan lingkaran. Gigigiginya menyeringai buas dengan ai liur kental
berleleran, mata terbelalak lebar. Tampang ayu si
"ratu langit" sudah tak tersisa. Selain sikapnya
yang beringas menakutkan, dari mulut Nyonya
Liong juga keluar bermacam-macam suara
binatang, suara caci-maki dari bahasa yang aneh,
bahkan aneh juga bahwa dari mulut yang gigigiginya terkatup rapat itu bisa keluar suara tambur
pasukan yang berangkat berperang.
Orang-orang yang bersama-sama Liu Yok
berada dalam lingkaran itu banyak yang menjadi
ketakutan melihat keberingasan dan kekalapan
mahluk di tengah lingkaran itu, mahluk yang
sudah sulit dikenali lagi apakah masih Nyonya
Liong atau "ratu langit" atau jenis-jenis mahluk
yang banyak bercampur jadi satu.
Dalam keadaan macam itu, beberapa orang
sudah hendak kabur terbirit-birit saja. Namun Liu
Yok membesarkan hati, "Jangan gentar, amuknya
adalah amuk menjelang kekalahan! Hunus pedang
dan panah Yang Maha Kuasa dan hujankan
kepada musuh!" Orang-orang masih bingung mendengar seruan
Liu Yok itu, dan Liu Yok sendiri sadar bahwa katakatanya tidak dimengerti oleh teman-temannya,
maka Liu Yok menggantinya dengan kata-kata
yang dapat dimengerti teman-temannya meskipun
750 artinya sama dengan sebelumnya, "Hujani dengan
kata-kata dari hukuman yang tertulis dalam buku,
itu akan menyakiti kekuatan-kekuatan jahat itu!"
Lalu Liu Yok memulainya, "Hai penguasapenguasa gaib, nasib kalian seperti sekam ditiup
angin! Kalian dikejutkan dan diburu api merah
Yang Maha Kuasa!" Siau Hiang-bwe mengerti, dia pun sudah sering
meminjam dan membaca buku Liu Yok, maka dia
pun mengikuti jejak Liu Yok dengan "menembak"
penguasa-penguasa gaib itu dengan kata kata dari
buku, "Kelaliman dan kekerasan kalian menimpa
kepala kalian sendiri!"
Tadi waktu Liu Yok mengucapkan, maka si
mahluk gaib dalam lingkaran itu terhempashempas dan terombang-ambing, benar-benar
seperti sekam dibawa angin. Lalu ketika Siau
Hiang-bwe mengucapkannya, si mahluk gaib
memegangi kepalanya sambil melolong kesakitan
seolah-olah kepalanya ditimpa sesuatu, padahal
baik Liu Yok maupun Siau Hiang-bwe tak nampak
sedikit pun menyentuh tubuh Nyonya Liong.
Cu Tong-liang yang serba sedikit juga sudah
pernah membaca buku Liu Yok, ikut mengucapkannya, meski sekedar meniru Liu Yok
dan Siau Hiang-bwe. Wong Lu-siok yang sudah disadarkan Siau
Hiang-bwe, tidak ikut bicara, meski tetap dalam
lingkaran orang-orang yang bergandengan tangan
itu. Namun sambil melihat peristiwa di depan
matanya, Wong Lu-siok melihat bagaimana "ratu
langit" yang dulu ia puja-puja, sekarang tak
751 berdaya dihajar Liu Yok dan lain-lainnya dengan
ayat-ayat dari kitab suci, yang oleh Liu Yok
diistilahkan sebagai "pedang dan panah yang Maha
Kuasa". Setelah sekian lama menghajar mahluk gaib itu,
sehingga nampak sosok si mahluk gaib yang
meminjam tubuh Nyonya Liong itu terkapar lemas
di atas debu. Liu Yok pun menghentikan rentetan
kata-katanya. Si "ratu langit" itu mendesis dan berkata, "He,
Wong Lu-siok, kau pernah kuberi kekuatan hebat
sehingga memperoleh nama besar sebagai penyihir
aliran putih, juga sebagai guru kerohanian yang
dihormati orang, kenapa kau berbalik melawanku
sekarang" Kembalilah bersekutu denganku, akan
kulipat sepuluhkan pemberianku. Kau akan
memiliki kesaktian-kesaktian seperti dewa-dewa
jaman purba." Wong Lu-siok menggeleng, "Aku takkan menjual
jiwaku lagi. Dulu, orang-orang mengagumiku dan
bahkan memujaku, tetapi jiwaku amat tertekan
oleh siksaanmu. Sekarang jiwaku terasa bebas,
bahagia. Ditawari apa pun aku takkan mau lagi
seperti dulu." Liu Yok menambahkan, "Lagipula kesaktian
yang kau tawarkan itu toh tidak dapat
membuatmu mampu menahan hukumanhukuman Yang Maha Kuasa yang kami ucapkan
tadi." Si "ratu langit" kini beralih kepada A-kun, "Anak
manis, A-hwe kangen kepadamu lho. Kenapa kau
752 tinggalkan dia" Dia akan mengajakmu ke tempattempat yang indah."
Pang Se-bun sebagai ayah A-kun sudah berdesir
dadanya, kuatir puterinya salah jawab dan masuk
perangkap mahluk jahat itu. Ingat akan yang
pernah dikatakan Liu Yok tentang wewenang
seorang ayah atas anaknya yang belum dewasa
dan belum sempurna kehendaknya, maka Pang Sebun yang menjawab, "He, mahluk jahat, tidak akan
kuserahkan anakku kepadamu."
Mahluk itu kemudian menawarkan kekayaan
berlimpah kepada pemilik warung bubur kacang.
Si Pemilik Warung Bubur itu sebenarnya sudah
lama tidak puas akan tingkat perekonomiannya
yang "begitu-begitu saja" dari tahun ke tahun,
tawaran si mahluk jahat tentu menggoyahkan
jiwanya. Namun mendengar suara dalam hati
kecilnya, diperkuat dengan mendengar kesaksian
Wong Lu-siok yang mantan "utusan ratu langit"
itu, Si Pemilik warung itu pun akhirnya menolak
dengan tegas. Liu Yok bersyukur melihat keteguhan hati
orang-orang itu. Lingkaran orang-orang itu jadinya
tetap tak terputus. Kata Liu Yok kemudian, "Nah, mahluk jahat,
kau sudah mendengar sendiri jawaban mereka.
Mereka menjawab dalam keadaan bebas dari
tekanan. Dan kau harus menghormati keputusan
mereka, jangan sampai kulaksanakan lagi hukuman Yang Maha Kuasa kepada kalian. Aku
tahu juga, kau di situ tidak sendiri tetapi dikelilingi
753 hulubalang-hulubalangmu. Aku perintahkan, tunjukkan semua hulubalang bawahanmu!"
Si mahluk jahat meludah-ludah sengit dan
menjawab dengan suara parau, "Liu Yok keparat,
aku tidak di bawah perintahmu!"
"Kau dibawah perintahku, dan aku mampu
memaksamu. Atau kulaksanakan lagi hukuman
tadi?" Mahluk itu meringkuk di tanah, membungkam.
Liu Yok habis sabarnya, lalu dia mulai
"menembak" lagi dengan kalimat-kalimat hukuman


Dari Mulut Macan Ke Mulut Harimau Karya Stevanus Sp di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dari bukunya. Siau Hiang-bwe mengikutinya, juga
Cu Tong-liang. Si mahluk mulai menggeliat-geliat
dan hendak mengamuk seperti tadi, suara
bermacam-macam binatang dan bahasa-bahasa
aneh kembali berhamburan dari mulutnya yang
berliur dan berdebu. Amuknya makin dahsyat, dan berusaha
menerjang keluar dari lingkaran orang-orang yang
bergandengan tangan itu. Susah dipahami bahwa
lingkaran yang seperti anak-anak bermain itu
menimbulkan siksaan hebat kepada mahluk itu,
tetapi begitulah kenyataannya. Dan seperti tadi,
amukannya tak pernah berhasil memutuskan
lingkaran itu. Liu Yok pun tidak membuang waktu lagi,
bentaknya, "Kuperintahkan, tunjuk-kan seluruh
panglima-panglima jahatmu!"
Kejadian selanjutnya membuat orang orang
seolah bermimpi. Bahwa Nyonya Liong tadi tibatiba mengalami "pengambil-alihan" lalu berubah
754 ujud, begitu pula kini Nyonya Liong berubah-ubah
ujud, bukan hanya satu kali melainkan puluhan
kali. Sambil terbanting-banting di tengah-tengah
lingkaran, ujud "ratu langit" berangsur menghilang,
namun tidak berarti menjadi Nyonya Liong
kembali, melainkan ujud-ujud lain. Sebentar jadi
seorang berdandan panglima perang jaman kuno,
sebentar jadi seperti seorang berpakaian bangsawan negeri asing, sebentar berujud bidadari
jelita yang dilukis di bangunan-bangunan kuno,
sebentar berujud raksasa jelek menakutkan,
sebentar berubah jadi hewan seperti ular besar,
macan hitam, buaya putih, kura-kura, kelabang
besar, atau binatang-binatang aneh seperti singa
bersayap, manusia setengah ikan dan sebagainya.
Mengherankan pula bahwa di antara ujud-ujud
yang berubah-ubah itu kadang-kadang nampak
ujud-ujud "orang suci" yang dimuliakan di berbagai
keyakinan. Rupanya itulah hulubalang-hulubalang
si "ratu langit" yang dipaksa muncul oleh Liu Yok,
dipaksa menampakkan diri melalui perubahan fisik
Nyonya Liong. Melihat ujud-ujud itu, orang-orang Seng-tin
dengan rasa ngeri melihat ujud-ujud yang selama
ini mereka puja, karena mereka sangka sebagai
penolong dan pemberi keberuntungan. Itulah ujudujud yang pernah mengilhami Ban Ke-liong untuk
membuatkan patung-patung dari porselen. Sementara orang-orang melihat dengan rasa ngeri,
Nyonya Liong terus saja bertukar ujud. Di antara
ujud-ujud yang ditampilkan, muncul pula ujud
tokoh-tokoh dalam sejarah, raja-raja atau 755 bangsawan-bangsawan berbagai bangsa yang
diyakini "keturunan dewa" atau "penjelmaan dewa"
yang "turun ke dunia untuk membasmi kejahatan
di jamannya". Kadang Nyonya Liong juga berujud
menjadi seperti api yang menyala, gumpalan asap
hitam, bahkan lumpur, dan pernah juga
menghilang selama beberapa detik.
Rupanya itulah semua hulubalang sang ratu
langit yang dipaksa ber "parade" menampilkan diri
oleh Liu Yok. Selain ketakutan melihat bermunculannya
tokoh-tokoh dari negeri gaib itu, warga Seng-tin
sekaligus juga terbuka mata hatinya bahwa tokohtokoh gaib itu ternyata bisa dipaksa mematuhi
seorang manusia seperti Liu Yok. Manusia yang
menyadari anugerah Penciptanya dan menerima
anugerah itu dengan yakin.
Setelah penguasa-penguasa gaib itu selesai
bergiliran memamerkan ujudnya, akhirnya yang
nampak kembali adalah ujud Nyonya Liong.
Nyonya gemuk itu nampak berantakan terpuruk di
tanah berdebu di tengah-tengah pasar Seng-tin itu,
terengah-engah, berkeringat, ingus dan air liurnya
tak berhenti mengalir keluar dari hidung dan
mulutnya, bercampur darah, rambutnya awutawutan dan pakaiannya kusut. Ia nampak begitu
kelelahan dan kesakitan. Liu Yok berkata, "Sudah habis" Sudah
menampakkan ujud semua yang bersarang dalam
tubuh anak manusia ini?"
Nyonya Liong kelihatan mengangguk lemah.
756 Namun Liu Yok masih mengeluarkan kata-kata
untuk mengamankan keputusan-nya, "Kalau
masih ada yang bersembunyi dan tadi belum
menampakkan diri, maka akan kulepaskan
pasukanku untuk mendatangi mereka di tempat
persembunyian mereka dan menyeret keluar
mereka." Dari mulut Nyonya Liong terdengar desis lemah,
"Sudah semuanya.... sudah semuanya... Liu Yok
mahluk keparat, kau menyakiti aku...."
Sahut Liu Yok tenang, "Menjalankan amanat
Bapakku memang terdiri dari dua sisi yang
nampaknya seolah berlawanan, tetapi ibaratnya
dua sisi dari sekeping mata uang. Sisi pertama,
kepada mahluk yang sejenis denganku, yaitu
manusia, aku adalah pelayan yang harus
selembut-lembutnya dan sesabar-sabarnya, sisi ke
dua, terhadap mahluk-mahluk jahat seperti kalian
yang ribuan tahun menunggangi dan membohongi
manusia, seenak-nya menentukan nasib manusia,
membuat manusia kehilangan keakraban dengan
penciptanya. Terhadap mahluk-mahluk seperti
kalian, kami harus keras sekeras kerasnya, kejam
sekejam-kejamnya, seperti tertulis di bukuku
bahwa kamilah pelaksana hukuman Yang Maha
Kuasa, kamilah pemegang pedangnya. Kalian
harus dipaksa melepaskan cengkeraman kalian
atas manusia dengan tindakan-tindakan amat
keras dari kami." "Tetapi... banyak manusia mengabdi kepada
kami." 757 "Dan itu memberiku alasan untuk menghajar
kalian lebih berat lagi. Sekarang dengarkan,
kubelenggu kalian dan kuberi kesempatan Nyonya
Liong untuk kembali memilih tanpa jiwanya
dipengaruhi, "Mari kita usung Nyonya Liong ke
rumahnya. Paman Kian, tolong bawa kotak
obatnya, Nyonya Liong memerlukannya."
Dengan menggunakan papan-papan seadanya
yang dibuat jadi usungan, Nyonya Liong pun
dibawa ke rumahnya. Liu Yok dan lain-lain
mengikutinya. Di rumah Nyonya Liong yang hidup sendirian,
setelah Nyonya Liong dibaringkan di kamarnya, Liu
Yok sekali lagi menanyai Nyonya Liong tentang
keputusannya untuk mengabdi kepada kekuatankekuatan jahat. Liu Yok mengatakan, kalau
Nyonya Liong mau, perjanjian itu bisa dibatalkan
dan kekuatan-kekuatan jahat yang gaib takkan
bisa menuntut kalau manusianya teguh dengan
keputusannya. Mendengar tawaran Liu Yok itu, Nyonya Liong
dengan sorot mata penuh kebencian menatap Liu
Yok dan berdesis, "Penguasa-penguasa gaib itu
membuat hidupku ada artinya. Orang-orang jadi
gentar kepadaku, aku menentukan nasib mereka.
Apa yang membuat orang lebih bangga dari itu?"
"Ada yang membuat manusia jauh lebih bangga
dari itu, yaitu kalau manusia berada pada posisi
yang tepat di hadapan Sang Maha Pencipta.
Manusia menjadi mitra dialog-Nya, bertukar isi
hati tanpa tirai, mengasihi dan dikasihi. Dan
kekuatan-kekuatan yang dijanjikan oleh penguasa758
penguasa itu, mana mampu menahan kekuatan
Sang Pencipta melalui orang-orang yang menerima
anugerahnya" Di pasar tadi buktinya...."
"Aku membencimu, Liu Yok, kau mempermalukan junjungan-junjunganku, kau mempermalukan kerajaan di angkasa. Dengan
kehendakku yang bebas saat ini, kunyatakan
bahwa aku akan tetap bersekutu dengan
penguasa-penguasa gaib itu dan menerima
kesaktian-kesaktian dari mereka! Aku tolak
usulmu. Dan enyahlah dari sini!"
Liu Yok, Pang Se-bun dan lain-lain pun keluar
dari rumah itu dengan hati yang sedih.
Tiba di jalanan, Pang Se-bun bertanya kepada
Liu Yok, "Saudara Liu, kenapa tidak kaugunakan
kuasamu untuk memaksa Nyonya Liong tunduk
kepada sesembahan yang benar?"
Liu Yok menggeleng, "Berhadapan dengan setansetan, bagaimanapun kuatnya mereka, kita
dilimpahi kuasa tak terbatas oleh Sang Pencipta
untuk memaksa mahluk-mahluk gaib itu tunduk.
Tetapi kita tidak diberi sedikit pun atas kehendak
manusia. Tidak boleh ada pelanggaran sedikit pun
terhadap kehendak manusia, bahkan meski untuk
tujuan baik. Sang Maha Pencipta yang menciptakan kehendak manusia pun menghormatinya. Tidak ada manusia menjadi
penyembah yang terpaksa kepada Sang Pencipta."
"Jadi Nyonya Liong...."
"Mudah-mudahan mau merenung mengubah keputusan. Kalau demikian,
lalu bisa 759 tertolong. Kalau tidak mau tertolong, Yang Maha
Kuasa sendiri pun takkan bisa menolongnya."
Peristiwa di pasar itu menjadi bahan obrolan
warga Seng-tin sampai beberapa hari. Bahkan Liu
Yok harus buru-buru meninggalkan Seng-tin
untuk menghindarkan Seng-tin dari kesesatan
baru, yaitu menyembah Liu Yok. Liu Yok pergi
bersama Siau Hiang-bwe dan Cu Tong-liang, dan
rombongannya bertambah satu orang, Wong Lusiok.
Sebelum Liu Yok pergi, Pang Se-bun sempat
menyalin seluruh isi buku milik Liu Yok, dan
salinan itu menjadi tuntunan bagi Pang Se-bun, Ho
Tong dan sebagainya untuk menapaki jalan yang
sudah diawali. Hampir setiap sore di rumah Pang Se-bun
berkumpullah orang-orang seperti Ho Tong, Ek
Yam-lam dan sebagainya untuk membahas salinan
buku Liu Yok itu. Jumlah orang yang berkumpul
bertambah-tambah terus. Sampai tibalah saatnya Pang Se-bun dan
kelompoknya mendapat "pekerjaan rumah" untuk
mempraktekkan salinan buku Liu Yok itu.
Suatu pagi, ketika Pang Se-bun sedang
membuka papan-papan warungnya, seorang berlari-lari dan berkata, "Kakak Pang, Nyonya
Liong..., Nyonya Liong...."
"Kenapa Nyonya Liong" Bikin ulah lagi?" tanya
Pang Se-bun. Diam-diam ia merasa agak gentar
juga. Liu Yok dan Siau Hiang-bwe sudah pergi dari
Seng-tin, kalau sekarang Nyonya Liong kambuh
760 memamerkan ilmu gaibnya yang dahsyat, siapa
bisa menanggulanginya"
Namun ketika ia berpikir begitu, ia merasa
bersalah dalam hati. Bersalah karena ia telah
membuat Liu Yok jadi andalan, padahal itu salah
menurut Liu Yok sendiri. "Nyonya Liong..., meninggal dunia...."
Nyonya Liong memang tidak berkeluarga lagi,
jadi kalau terjadi apa-apa, warga Seng-tin yang
mengurusnya bersama-sama.


Dari Mulut Macan Ke Mulut Harimau Karya Stevanus Sp di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pang Se-bun sedih juga mendengar Nyonya
Liong meninggal dunia selagi masih dalam
ikatannya dengan kekuatan-kekuatan hitam di
alam gaib. Ia termenung sesaat, lalu berkata,
"Kalau meninggal, ya tetangga-tetangga mengurusnya. Biayanya ditanggung seluruh warga
kota besama...." "Tak ada yang berani menyentuh mayatnya,
Kakak Pang, sebab kata tetangga-tetangganya
semalam ada kejadian aneh...."
Pang Se-bun berdebar, "Kejadian apa lagi?"
"Mari kita dengarkan saja."
Pang Se-bun terpaksa menuju ke rumah Nyonya
Liong, ketika ketemu Ho Tong sedang membeli
sesuatu di warung, Ho Tong diajaknya sekalian.
Di rumah Nyonya Liong sudah banyak tetangga
berkerumun, tetapi semuanya di luar pintu, tak
ada yang berani masuk ke dalam.
761 "Di mana jenazah Nyonya Liong?" tanya Pang
Se-bun ketika datang. "Di dalam."
"Kenapa tidak segera diurus?"
"Kami takut kena apa-apa."
"Lho, kena apa-apa bagaimana?"
"Soalnya semalam ada kejadian seram."
"Kejadian seram bagaimana?"
Seorang tetangga yang rumahnya berseberangan
dengan rumah Nyonya Liong lalu bercerita,
"Semalam anjing-anjing di gang ini melolong
semalam-malaman. Aku bangun dan hendak
memeriksa di luar kalau-kalau ada orang jahat.
Begitu kujenguk keluar, kulihat dari dalam kabut
muncul sebuah kereta yang berhenti di depan
rumah Nyonya Liong...."
"Kereta?" Pang Se-bun heran, sebab tak seorang
pun penduduk Seng-tin yang punya kereta. Palingpaling joli.
"Ya, kereta beroda empat dan berwarna hitam
seluruhnya. Dua ekor kuda yang menariknya juga
berbulu hitam, saisnya juga berjubah hitam dan
sepasang matanya seperti mata kucing di malam
hari. Lalu kulihat Nyonya Liong juga dalam
pakaian hitam keluar dari rumah itu, naik ke
dalam kereta itu, lalu pergilah keretanya. Aku
heran, kutanya Nyonya Liong, hendak ke mana
malam-malam, tetapi ia tidak menjawab."
Beberapa tetangga lain memperkuat cerita orang
itu. 762 Pang Se-bun menarik napas, "Nyonya Liong
sudah memilih pilihannya sendiri dengan segala
akibatnya. Sekarang kita urus jenazahnya
selayaknya manusia."
"Tetapi...." Pang Se-bun tahu apa yang hendak diucapkan
orang itu, dan ia menukasnya, "Kita mengandalkan
perlindungan Tuhan Yang Maha Kuasa dan takkan
terjadi apa-apa. Ayo."
Selain meninggalkan Nyonya Liong, warga Sengtin juga mendengar kalau Lui Kong-sim, Ban Keliong serta Ciok Yan-lim pergi dari Seng-tin dan tak
ada yang tahu ke mana mereka bertiga.
Sedangkan Yao Kang-beng tetap di Seng-tin.
Tetapi ia punya kebiasaan aneh. Ia jadi suka
berdandan seperti perempuan, memakai gincu dan
pupur segala, dan entah bagaimana datangnya
keahlian, tahu-tahu ia bisa menirukan "tarian
langit" padahal tidak pernah berlatih sebelumnya.
Menghadapi hal-hal seperti itu, Pang Se-bun
selalu membesarkan hati orang-orang yang sering
beribadah bersama di rumahnya, "Ini tugas kita,
saudara-saudara. Yang bersama kita sama dengan
yang bersama Saudara Liu Yok. Dengan berdoa
dan menelaah salinan buku Saudara Liu, suatu
kali kita pun akan dapat memulihkan Saudara
Yao. Jangan putus harapan."
763 TAMAT 764 Jabang Bayi Dalam Guci 2 Kisah Wali Songo Karya Unknown Pedang Keadilan 26
^