Pencarian

Jabang Bayi Dalam Guci 2

Wiro Sableng 185 Jabang Bayi Dalam Guci Bagian 2


Kalau tugasku sudah selesai aku pasti akan mencari
kalian..."
"Tunggu, jangan pergi dulu. Kau kami perlukan di sini."
Berkata Kunt1 Ambiri.
"Sudah banyak orang gagah dan hebat di tempat ini Lagi pula aku telah menerima
permintaan orang untuk
menolong. Mana mungkin mau mengingkari. Lebih baik
para sahabat cepat membantu Raja dan orang-orang di
pintu gerbang. Masakan kalian tega membiarkan
Kesatria Panggilan bekerja sendiri "
Jaka Pesolek kedipkan mata lalu segera tinggalkan orang-orang itu.
"Kalau tidak ada urusan besar di Kotaraja, rasanya aku mau mengikuti gadis aneh
itu. Mau tahu apa yang bakal kejadian." Kata Kunti Amblrl.
"Yang jadi pertanyaan, gadis itu dijanjikan apa oleh Penguasa Atap Langit
sampai-sampai mau berkeliaran kesana-sini membawa jantung manusia. Pasti ada
satu imbalan yang menarik..." Ucap Ratu Randang.
"Mungkin janji boleh mengusap...." Menyahuti Kunti Ambiri dengan wajah agak
cemberut. Lalu Kunti Ambiri mendahului lari ke arah pintu gerbang diikuti Sakuntaladewi
dan Ratu Randang
dimana Wiro berada bersama Raja dan keluarga serta
para pengikut Karena Raja Mataram tetap memaksa masuk ke
dalam Istana, Wiro akhirnya berkata.
"Yang Mulia, saya minta diberi waktu. Saya akan melakukan sesuatu. Lalu
memeriksa keadaan Istana.
Jika segala sesuatunya memang aman, saya akan
kembali memberi tahu. Tapi apakah Yang Mulia tidak mau mengizinkan lebih dulu
agar saya mengobati
tangan Yang Mulia yang patah?"
Mendengar ucapan Wiro Ratu Randang cepat
185 Jabang Bayi Dalam Guci
34 Tiraikasih mendekati dan berbisik. "Kau mau berbuat konyol apa"
Kau bukan tabib bukan dukun! Bagaimana mau
mengobati tangan Raja" Untuk menyambung tulang
lengan yang patah itu perlu waktu paling sedikit
sepuluh hari! Kalau kau memang mampu melakukan,
kau benar-benar orang hebat!"
"Seorang nenek di Negeri Matahari Terbit bernama Nenek Neko pernah memberikan
ilmu padaku. Ilmu
mematah dan menyembuhkan tulang. Mudah-mudahan
dengan kehendak Gusti Allah aku bisa menolong Raja.
Kalaupun tidak aku tetap puas karena sudah berikhtiar."
Menerangkan Wiro.
"Hemm....Rupanya kau banyak punya sahabat nenek sepertiku. Pasti si Nenek Neko
itu orangnya cantik!"
Wiro tertawa. Lalu dia berkata. "Nek, baiknya kau bantu membujuk Raja agar dia
mau kutolong."
"Tak usah kawatir. Aku akan mencoba. Tapi mengapa kau tidak mempergunakan
kesaktian delapan bunga
Matahari saja?" Ujar si nenek pula.
"Kalau itu maumu akan kucoba."
Ratu Randang mendatangi Raja yang saat itu duduk di tanah, bersandar ke tembok
halaman. Tangan kanan
yang patah diletakkan di atas pangkuan paha kanan, dibalut dengan sehelai kain.
Setelah bicara dan dibujuk oleh Ratu Randang ternyata Raja Mataram kini bersedia
ditolong oleh Wiro.
Dari balik pakaiannya Wiro segera keluarkan
delapan bunga Matahari kecil. "Maafkan saya Yang Mulia. Akan saya coba menolong
dengan bunga sakti
ini lebih dulu."
Mendadak terdengar suara alunan gamelan di
kejauhan disusul suara mengiang ke telinga Wiro yang juga didengar oleh Raja
Mataram, Kunti Ambiri, Ratu
Randang dan Sakuntaladewi.
"Kami minta maaf beribu maaf. Kemampuan kami menolong hanya tinggal satu kali
yaitu untuk mem-bebaskan guru Kesatria Panggilan. Kalau kali ini kami menolong
walau tidak muncul memperlihatkan diri,
maka kami tidak mungkin melakukan pertolongan lagi."
185 Jabang Bayi Dalam Guci
35 Tiraikasih SEMUA orang, termasuk
Raja Mataram terkesiap
mendengar suara
mengiang itu. Wiro sendiri
jadi tertegun dan menggaruk kepala. Delapan bunga
Matahari dipandangi beberapa lama. Lalu terdengar
sang pendekar berkata.
"Delapan bunga Matahari, sahabatku Delapan Pocong Menari, saat Ini Yang Mulia
Raja Mataram sangat membutuhkan pertolongan. Tendangan mahluk
api tadi agaknya bukan tendangan sembarangan. Aku
melihat ada bagian daging lengan yang menggembung
biru pertanda tendangan mengandung racun jahat. Jika tangan yang patah tidak
segera diobati, racun jahat bisa saja menyebar lebih cepat. Kalau racun sampai
ke jantung nyawa Yang Mulia Raja Mataram mungkin tidak
bisa tertolong lagi."
Semua orang terkejut mendengar ucapan Wiro itu.
Ternyata Wiro lebih mementingkan Raja Mataram
dari menyelamatkan gurunya. Raja Mataram sendiri
letakkan tangan kiri di atas dada, wajah tampak haru.
Sepasang mata menatap Wiro tak berkesip.
Kemudian terdengar lagi suara mengiang.
"Kesatria Panggilan, jika itu keinginanmu mana kami berani menolak. Kami akan
segera menolong. Kau
tinggal mengusapkan diri kami di atas cidera di tangan kanan Raja Mataram. Maka
setelah tugas dan
pertolongan kami selesai kami akan bermohon diri.
Kami tidak akan muncul lagi untuk selama-lamanya.
Lalu siapa kelak yang akan menyelamatkan gurumu?"
"Gusti Allah pasti akan menolong beliau." Jawab Wiro tanpa keraguan.
Ratu Randang melangkah mendekati Wiro lalu
berbisik. "Jika kau memang punya ilmu lain, sebaiknya Ilmu itu dulu yang
dicobakan. Tadi aku menyuruh kau
mempergunakan bunga itu karena sudah tahu pasti
kesaktiannya. Bukan maksudku merendahkan ilmu
kesaktianmu yang lain. Cepat kau pergunakan Ilmu
yang kau dapat dari si nenek Neko Neko itu!"
185 Jabang Bayi Dalam Guci
36 Tiraikasih "Nekonya cuma satu kali saja Nek," kata Wiro.
"Sudah, itu saja jadi persoalan. Lekas tolong Yang Mulia Raja Mataram." Kata
Ratu Randang sambil
tersenyum dan kedipkan matanya yang juling.
Setelah meminta izin terlebih dulu Wiro membuka kain yang membalut lengan kanan
Rakai Kayuwangi Dyah
Lokapala. Lalu tangan kanan diletakkan di atas lengan yang patah. Lima jari
dikembang lalu meremas tiga kali berturut-turut
"Kreekk....kreekkk...kreekkk!"
Raja Mataram menjerit setinggi langit Rasa sakit luar biasa membuat kaki
kanannya tak sengaja menendang
ke depan. "Dukkkl"
Tendangan mendarat telak di dada Pendekar 212
Membuat Wiro terpental, jatuh duduk di tanah, cepat
ditolong Kunti Ambiri dan Sakuntaladewi. Untungnya
tendangan Raja Mataram dilakukan hanya dengan
kekuatan luar tanpa tenaga dalam. Walau Wiro merasa
sakit namun tidak ada bagian tubuh yang cidera. Hanya wajahnya tampak sedikit
pucat karena terkejut tidak
menyangka bakal mendapat hadiah tendangan!
Sehabis menjerit keras tiba-tiba Raja Mataram berseru.
"Hyang Jagatnatha Bathara Agung! Lihat! Tanganku yang patah sembuh!" Raja
berseru sambil angkat tangan kanannya ke atas, gembira tapi juga seperti tidak
percaya. Tangan yang telah bersambung kembali diusap lalu dipijat-pijat. Tiba-
tiba dari tangan yang tulangnya sudah bersambung kembali itu mengucur keluar
cairan hitam kebiruan. Raja tersentak kaget.
"Tidak apa-apa Yang Mulia. Tak usah kawatir. Racun jahat dalam tubuh Yang Mulia
sudah keluar," kata Wiro memberi tahu.
"Kesatria Panggilan aku sangat berterima kasih padamu!" Raja merangkul Wiro yang
saat itu telah berdiri sambil usap-usap dadanya yang tadi kena
tendangan. Sambil memeluk Wiro, Rakai Kayuwangi
Dyah Lokapala berkata. "Maafkan tendangan tadi. Aku tidak sengaja. Rasa sakit
yang menyembuhkan itu
185 Jabang Bayi Dalam Guci
37 Tiraikasih seperti tombak api yang ditancapkan dibatok kepala..."
"Kalau cidera Yang Mulia tidak mengindap racun, sebenarnya hal itu tidak akan
terjadi..."
"Aku tetap berterima kasjh atas pertolonganmu. Kau benar-benar luar biasa!"
"Yang Mulia, Yang Maha Penyembuh telah
menunjukkan kekuasaanNya. Bukan saya." Ucap Wiro pula.
"Gusti Aliahmu?" Tanya Raja Mataram.
Wiro tersenyum lalu anggukkan kepala.
Semua orang yang menyaksikan kejadian itu
sejak tadi terkejut kagum sekaligus gembira. Ratu
Randang saking girangnya saat itu sebenarnya ingin
sekali memeluk dan mencium sang pendekar tapi
terpaksa menahan diri sambil senyum-senyum. Kunti
Ambiri dan Sakuntaladewi saling berpegangan tangan
pertanda mereka juga merasa gembira melihat
kesembuhan Raja Mataram.
"Yang Mulia, seperti kata saya tadi ada sesuatu yang harus saya lakukan. Harap
Yang Mulia dan keluarga sudi menunggu sebentar di tempat ini."
Dengan cepat Wiro masuk ke dalam halaman Istana.
semua orang termasuk Raja Mataram tidak dapat
menahan rasa ingin tahu apa Sebenarnya yang hendak
dilakukan Wiro. Mereka semua segera mengikuti tapi
.menjaga jarak agak jauh di sebelah belakang sang
Pendekar. 185 Jabang Bayi Dalam Guci
38 Tiraikasih WlRO melangkah cepat menghampiri
mahluk api yang masih
hidup dan saat itu
terkapar di halaman Istana dalam ujud seorang pemuda belasan tahun yang
keadaannya sangat mengenaskan.
Sekujur tubuh mengelupas hangus. Mulut mengerang
tiada henti dan sesekali tangan serta kaki melejang-
lejang. Agaknya umurnya tak bakal lama.
Wiro letakkan tangan kiri di atas dada si pemuda lalu kerahkan tenaga dalam
disertai aliran hawa sakti. Suara erangan lenyap.
"Pemuda malang, katakan siapa dirimu!"
Sepasang mata orang yang ditanya bergerak sedikit, menatap sayu ke arah Wiro,
mulut tidak memberi
jawaban. Wiro lipat gandakan aliran tenaga dalam dan hawa sakti. Mata itu tampak
membuka membesar.
"Ada orang yang memasukkan ilmu jahat ke dalam tubuhmu! Lalu menguasai dan
mengendalikan dirimu.
Kau diperintah untuk membuat keonaran di Istana
Kerajaan Mataram. Kau pasti diperintah membunuh Yang Mulia Raja Mataram!
Betul"!"
Mulut tak menjawab tapi sepasang mata si pemuda mengedip perlahan.
"Katakan siapa orang yang melakukan semua itu"!"
Wiro kembali bertanya.
Mulut si pemuda membuka, bukan untuk menge-
luarkan suara tapi batuk-batuk beberapa kali lalu
semburkan darah hitam! Mata membelalak beberapa
saat Tubuh menggeliat dan tangan kiri kanan melejang-lejang. Wiro menunggu
sampai pemuda itu tenang.
Kalau tadi dia alirkan hawa sakti hangat maka kini
diganti dengan aliran hawa sejuk. Muka yang melepuh
dari si pemuda tampak agak bercahaya
"Lekas katakan siapa orang yang telah mencelakai dirimu!" Wiro bertanya sekali
lagi. Si pemuda menatap kosong ke langit kelam di
atasnya. Kepala digeleng perlahan. Mulut tak kunjung mengeluarkan suara. Wiro
lantas keluarkan bintang
185 Jabang Bayi Dalam Guci
39 Tiraikasih perunggu bersudut lima berwarna merah pekat yang
diberikan oleh mahluk samar hijau di dalam Istana
yang diduganya adalah Penguasa Atap Langit.
"Jangan bunuh mahluk api ke lima. Jika Raja sudah diselamatkan tancapkan bintang
merah ke dalam batok kepala mahluk api ke llma"
Wiro ingat betul ucapan mahluk hijau di dalam Istana. Tidak tunggu lebih lama
dia segera ulurkan
tangan kanan yang memegang bintang perunggu
merah. Sepasang mata si pemuda kelihatan membeliak
besar ketika sekilas sempat melihat benda tersebut.
Mulut tiba-tiba keluarkan suara meracau, tak jelas apa yang dikatakan. Wiro
letakkan bintang perunggu merah tepat di atas ubun-ubun si pemuda. Dengan
mengerahkan sedikit tenaga dalam bintang perunggu
merah ditekan hingga desss! Bintang merah melesak
masuk ke dalam batok kepala si pemuda. Asap merah mengepul. Dari mulutnya keluar
suara meraung aneh.
Bukan menyerupai suara anjing atau srigala tapi
merupakan suara ngeongan kucingl
Wiro, Raja Mataram dan semua orang yang ada
di tempat itu tercekat kaget ketika tiba-tiba seekor anak kucing merah melesat
keluar dari batok kepala yang
barusan ditembus bintang merah. Anak kucing ini
mengeong keras tiga kali, melompat ke udara setinggi tiga tombak.
Hebatnya dari empat jurusan lain tiba-tiba
melesat pula empat anak kucing merah. Kelima anak
kucing saling bergabung di udara, membentuk
lingkaran dan melayang berputar sampai lima kali lalu wuttt! Kelima binatang itu
melesat ke atas, lenyap di langit gelapi


Wiro Sableng 185 Jabang Bayi Dalam Guci di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Lima dari delapan Sukma Merah! Pasti!" Ucap Ratu Randang.
Keanehan tidak cuma sampai di sana. Begitu lima anak kucing merah lenyap di
langit sosok pemuda yang terkapar di tanah tiba-tiba menjerit keras lalu
bergerak duduk. Dada turun naik seolah ada yang hendak
meledak di dalam tubuhnya. Kulit yang gosong hitam
185 Jabang Bayi Dalam Guci
40 Tiraikasih mengelupas berubah ke bentuk asli tanpa cidera
sedikitpun. Wajahnya kini terlihat jelas. Ternyata dia seorang pemuda lugu
berusia sekitar delapan belas
tahun. Wiro cepat ulurkan tangan kanan memegang
bahu si pemuda sambil alirkan tenaga dalam dan hawa
sakti sejuk. "Tenang, tenang. Sekarang kau pasti bisa bicara.
Katakan apa yang terjadi dengan dirimu. Siapa orang
yang memasukkan ilmu jahat ke dalam dirimu! Siapa
yang mengendali dan memerintahkanmu menyerang
Istana dan berniat membunuh Raja Mataram."
"Hek!" Si pemuda keluarkan suara tercekik.
Wiro cepat menotok urat besar di leher si pemuda.
Sementara Raja Mataram, Ratu Randang, Kunti Ambiri.
Sakuntaladewi dan Kumara Gandamayana serta
beberapa Abdi Dalem sudah berada di situ,
mengelilingi Wiro dan si pemuda.
"Bicara! Ayo cepat bicaral" Wiro kerahkan lebih banyak tenaga dalam.
Mulut si pemuda akhirnya terbuka sedikit. Dari
mulut itu meluncur suara bergetar dan agak terputus-
putus. "Jen....Jenazah Sim...Jenazah Simpanan...."
"Jenazah Simpanan"! Mahluk apa itu" Siapa dia"!"
Tanya Wiro. Si pemuda menggeleng.
"Dimana kami bisa menemukan mahluk bernama Jenazah Simpanan itu!"
"An...antara tuj...tujuh lapis langit dan tujuh lap...lapis bumi..."
"Antara tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi Edan!"
Maki Ratu Randang.
"Kalau dia tidak mau menerangkan dengan jelas biar aku bunuh saja!" Mengancam
Kunti Ambiri lalu menjambak rambut si pemuda. "Ayo lekas bicara! Atau aku betot
sampai copot kepalamu!"
Tiba-tiba terasa ada sambaran angin. Dari
185 Jabang Bayi Dalam Guci
41 Tiraikasih tenggorokan si pemuda saat itu juga keluar suara
mengorok. Disusul cairan membusah. Lalu sepasang
mata mendelik dan nafas menyengai. Lidah mulai
terjulur. Dua tangan bergerak ke leher, membuat
gerakan seolah-olah menyingkirkan sesuatu yang
mencekiknya! "Ada mahluk tak terlihat mencekik pemuda ini!"
Bisik Ratu Randang.
Wiro cepat berdiri sambil memberi isyarat pada si nenek, Kunti Ambiri dan
Sakuntaladewi sementara
Kumara Gandamayana cepat membawa Raja Mataram
menjauhi tempat itu.
"Hekk....kreekkkl"
Sebelum semua orang bisa bertindak
menyelamatkan tiba-tiba batang leher si pemuda
berderak patah dan kepalanya terkulai ke kiri.Mata
mencelet, lidah terjulurl
"Kreekkkl Kreekkk!"
Sekujur tubuh si pemuda kelihatan remuk
mengerikan. Dalam keadaan hancur tubuh ini kemudian
roboh ke tanah!
"Kurang ajar!" Wiro yang tadinya hendak mengerahkan Ilmu Menembus Pandang untuk
melihat mahluk apa yang mencelakai si pemuda tidak mau
membuang waktu lagi. Serta meria dia merapal aji
pukulan Harimau Dewa. Kunti Ambiri dan Ratu
Randang tidak tinggal diam. Keduanya juga meng-
hantam ke arah sasaran tak terlihat yang dipukul Wiro.
"Braakkk!"
Tiga pukulan sakti seolah menghantam tembok
tebal. Terdengar suara bergemuruh lalu buukkkl Dua
belas langkah dari hadapan orang-orang Itu tersungkur menggeletak satu sosok
tubuh mengenakan jubah hitam.
Ketika semua mendatangi, termasuk Raja Mataram, ternyata orang itu adalah
seorang kakek berambut,
berkumis dan berjanggut ungu. Di keningnya ada satu benjolan sebesar telur
burung dara juga berwarna ungu.
Meski jelas-jelas tadi tiga pukulan sakti menghantam tubuhnya yang semula tidak
kelihatan, namun si kakek 185 Jabang Bayi Dalam Guci
42 Tiraikasih sedikitpun tidak mengalami
cidera. Hanya sepasang matanya saja yang kelihatan
tertutup. "Resi Jingga Anthasana...." Berucap Ratu Randang.
"Ratu, kau kenal orang ini?" Tanya Raja Mataram.
"Dia Resi sesat bermukim di lereng timur Gunung Sumbing. Sejak beberapa waktu
silam saya ketahui dia telah diusir oleh para Resi Sesepuh dari pemukiman...."
"Kalau dia Resi sesat berarti pasti dia telah berkomplot dengan mahluk jahat
lain yang telah
menguasai dirinya. Aku curiga ini lagi-lagi perbuatan dua Sinuhun keparat itu,
dibantu oleh Dirga Purana si bocah sialan!" Wiro berkata setengah memaki.
"Memang tidak ada tanda-tanda cahaya merah atau kuning atau hitam pada Resi ini.
Juga sewaktu dia membunuh pemuda itu. Sama sekali tidak tampak
terlibatnya ilmu kesaktian dua Sinuhun dan Dirga
Purana. Namun lima anak kucing merah tadi cukup
meyakinkan bahwa kelompok dua Sinuhun masih
gentayangan di Bhumi Mataram." Berkata Kumara
Gandamayana. Tiba-tiba sepasang mata Resi Jingga Anthasana
terbuka nyalang.
Astagal Ternyata kedua mata orang tua ini hanya merupakan rongga kosong dalam
berwarna ungu. Dari
dalam dua rongga mata mengepul keluar dua larik asap ungu.
Disaat yang sama terdengar suara mendesis halus disertai menebarnya bau amis.
Kunti Ambiri yang
sudah berpengalaman mendengar suara serta
mencium bau amis serta merta berteriak.
"Lekas menyingkir!"
Meski tidak tahu apa yang akan terjadi namun
semua orang termasuk Raja yang terus didampingi oleh Kumara Gandamayana segera
menjauhi tempat itu.
Mereka berusaha mencapai pohon beringin besar di
tengah halaman untuk dipakai berlindung.
Tiba-tiba sosok Resi Jingga Anthasana menggeliat, tangan menempel ke sisi tubuh,
dua kaki merapat Di lain 185 Jabang Bayi Dalam Guci
43 Tiraikasih kejap sosok sang Resi telah berubah menjadi seekor ular besar berwarna ungu yang
memiliki sepasang mata
hanya berupa bolongan rongga! Di atas kepala ada
sebuah tanduk lancip. Perlahan-lahan binatang ini
membuat gerakan berdiri. Bagian tubuh sebelah bawah membentuk ilma lingkaran.
Tubuh sebelah atas berdiri lurus. Sisi kiri kanan kepala mengembang seperti ular
sendok. Semua orang yang menyaksikan jadi bergidik.
"Wusssl"
Laksana kilat ular ungu melesat ke arah Raja Mataram!
Kumara Gandamayana melompat ke depan
menyongsong serangan. Selain melindungi Raja Rakai
Kayuwangi Oyah Lokapala, orang tua ini pentang dua
tangan ke atas. Dua tangan berubah menjadi merah
seperti bara menyala. Sambil melangkah maju
menghadang datangnya serangan ular ungu kakek ini
membuat gerakan aneh. Dua tangan menjulur panjang,
siap untuk menangkap dan melumat kepala ular ungu.
Inilah jurus serangan yang disebut Sepasang Tangan
Membuka Pintu Neraka. Ilmu ini jarang dikeluarkan
Kumara Gandamayana karena sangat ganas.
Benda apa saja yang kena diringkus dua tangan
pasti akan hancur dan leleh mengerikan!
Dari samping kiri Pendekar 212 Wiro Sableng
melepas pukulan Kilat Menyambar Puncak Gunung
yang didapat dari Tua Gila. Seperti serangan Kumara
Gandamayana yang di arah adalah kepala ular ungu.
Ratu Randang tidak tinggal diam. Nenek ini gulingkan diri di tanah, lalu dari
bawah dia menghantam ke atas ke arah tubuh ular sebelah bawah dengan pukulan
bernama Di Dalam Gelap Tangan Penghukum
Membelah Jagat Selarik sinar biru membeset ke udaral Sakuntaladewi membalkan
tubuh ke udara lalu
dari atas dia membuat gerakan menghunjam dengan
kaki tunggalnya. Saat itu juga selarik sinar birukehijauan menderu menyambar ke arah tubuh ular ungu
sebelah atas. Melihat datangnya empat serangan dari
orang-orang berkepandaian tinggi sudah dapat
185 Jabang Bayi Dalam Guci
44 Tiraikasih dipastikan ular besar yang melesat ke arah Raja
Mataram akan menemui kematian dengan tubun
hancur berkeping-keping tak karuan rupa kalau tidak
mau dikatakan menjadi bubukl
Satu-satunya orang yang tidak ikut menyerang
adalah Kunti Ambiri Gadis ini menggantikan
kedudukan Kumara Gandamayana, melindungi Raja
yang kini berada di belakangnya.
"Desssl"
"Blaarrl"
"Craasssl"
"Bukkkl"
Empat serangan menghantam sosok ular ungu
dengan telak mulai dari kepala sampai kepertengahan
tubuh atas bawah. Binatang itu mendesis keras. Sekujur tubuh mulai dari kepala
sampai ke ekor pancarkan
cahaya ungu Inilah cahaya pelindung yang hebat luar biasa! Empat serangan sakti
hanya membuat tubuhnya
bergoncang melejang-lejang beberapa kali Kumara
Gandamayana tidak mampu menangkap dan
menghancurkan kepala ular dengan dua tangannya
yang merah membara. Tiga serangan Wiro, Ratu
Randang dan Sakuntaladewi juga tidak sanggup
menciderai ular ungu. Dalam keadaan tubuh masih
utuh ular ungu kembali melesat ke arah Raja Kali ini dengan kepala tegak dan
mulut menyembur uap ungu
mengandung racun!
Melihat hal ini Wiro segera menghadang dengan
Pukulan Sinar Matahari. Namun saat itu Kunti Ambiri
sudah menerjang ke depan.
"Ini bagianku! Semua lekas menjauh! Tutup jalan nafas!"
Sambil melompat mundur Ratu Randang keluarkan
ilmu Tangan Langit Kaki Bumi. Selapis hawa aneh
serta merta menyungkup udara, memagari semua
orang yang ada di tempat itu.
185 Jabang Bayi Dalam Guci
45 Tiraikasih RAHANG Kunti Ambiri
menggembung. Bersamaan dengan itu perut
mencekung. Didahului satu pekikan dahsyat gadis sakti alam roh ini menyembur.
Bersamaan dengan itu perut
yang tadi mengempis melenting ke depanl
"Sett! Setttr
"Wuutttt!"
Dari dalam mulut Kunti Ambiri yang menyembur
berhamburan puluhan ular biru bermata merah panjang
satu tombak. Sementara dari pusar si gadis melesat
keluar seekor ular besar dengan panjang hampir tiga
tombak berwarna hitam berkepala putih! Tidak percuma Kunti Ambiri pernah
menyandang julukan sebagal Dewi
Ular! Puluhan ular biru bermata merah dengan cepat
melibat tubuh ular ungu jejadian sosok Resi Jingga
Anthasana sehingga ular ungu seolah terbungkus tak
terlihat lagi. Sambil melibat binatang-binatang ini
mematuk buas. Suara patukan menggemuruh
menggidikanl Sekujur tubuh ular ungu tampak
dipenuhi puluhan lobang!
Tiba-tiba dari tubuh ular yang dikeroyok
memancar cahaya ungu. Saat itu juga puluhan ular biru terpental ke berbagai
penjuru dalam keadaan tubuh
hangus mengkeret lalu meledak!
Kunti Ambiri menjerit marah!
"Bunuh!" Teriak si gadis.
Ular besar hitam kepala putih yang keluar dari dalam perut melalui pusar Kunti
Ambiri melesat laksana topan, menyerbu ke arah ular ungu bercula yang berada
dalam keadaan tubuh penuh luka. Libat melibat
berlangsung ganas. Kepala saling dibentur. Patuk dan gigitan terjadi berulang
kali membuat luka-luka berdarah di tubuh masing-masing. Kibasan ekor menderu
tiada henti. Tampaknya ular ungu bercula terdesak
menghadapi keganasan ular hitam kepala putih. Namun tidak disangka, didahului
pijaran cahaya ungu tiba-tiba 185 Jabang Bayi Dalam Guci
46 Tiraikasih kepala dan sosok ular ungu berubah besar dan panjang menjadi dua kali ujud
semula. Sekali membuat gerakan menggeliat libatan ular hitam kepala putih
terlepas. Lalu terjadilah hal yang membuat semua orang terkejut dan Kunti Ambiri
berteriak kaget.
Ular ungu pentang kepala, mulut membuka lebar.
Sekali kepala melesat ke depan tak ampun lagi kepala dan tubuh ular hitam kepala
putih milik Kunti Ambiri amblas masuk.
"Greeekkk! Kreekk...kreekk...kreekk!"
"Kurang ajar! Edan!" Kunti Ambiri berteriak marah.
Tidak percaya ketika melihat bagaimana ular
hitam kepala putih menggelepar-gelepar ditelan ular
ungu. Darah kental mengucur. Suara derak tulang-


Wiro Sableng 185 Jabang Bayi Dalam Guci di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tulang yang hancur dari ular hitam kepala putih
miliknya membuat tubuhnya sendiri ikut serasa remuk
dan nafas menyesak. Semua orang terkesiap ngeri dan
untuk beberapa ketika hanya bisa tertegun bergidik
melihat apa yang terjadi.
Wiro sadar lebih dulu. Tangan kanan dlpentang
dan serta meria berubah menjadi seputih perak
berkilau. Pukulan Sinar Matahari siap untuk
dihantamkan ke arah ular ungu yang saat itu nyaris
melahap habis sosok ular hitam kepala putih. Namun
sebelum Wiro sempat melepas pukulan sakti itu tiba-
tiba dengan kecepatan luar biasa ekor ular ungu
mengibas melesat ke arahnya.
"Wuutt!"
Wiro melihat seolah batang pohon kelapa siap
menggebuk dirinya. Walau mungkin dia masih bisa
menghajar ular ungu dengan pukulan Sinar Matahari
namun dirinya belum tentu selamat dari gebukan ekor
ular! Mau tidak mau, sambil memaki geram murid Sinto Gendeng terpaksa jatuhkan
diri ke tanah. "Braakkkl"
Tembok halaman istana di dekat pintu gerbang
yang sebelumnya sudah roboh kini tambah hancur tak
karuan dihantam ekor ular ungu.
Tidak berhasil menggebuk Wiro dengan
185 Jabang Bayi Dalam Guci
47 Tiraikasih ekornya, ular ungu mengejar sambil muntahkan
hancuran tubuh ular hitam kepala putih yang barusan diremuk dan ditelan. Hanya
sesaat lagi Wiro akan
kejatuhan hancuran tubuh ular itu dari samping Ratu Randang dan Sakuntaladewi
sama-sama melepas
pukulan sakti. Kunti Ambiri ikut menghantam pula
dengan pukulan jarak jauh memancar cahaya hijau.
Yang di arah adalah hidung ular ungu yang
dianggapnya merupakan bagian terlemah dari setiap
ular. Walau pukulan Ratu Randang dan Sakuntafadewi
hanya bisa mendorong ular ungu sampai dua tombak,
namun itu sudah cukup menyelamatkan Wiro dari
muntahan tubuh dan tulang belulang ular hitam kepala putih.
"Bruukkk!"
Muntahan tubuh dan tulang ular ungu jatuh di
tanah, membentuk satu gundukan setinggi betis dan
hanya beberapa langkah di kiri Wiro yang saat itu
tengah berusaha berdiri din siap melepas pukulan
pamungkas, Pukulan Sinar Matahari. Bau amis menebar.
Sosok ular ungu bergerak ke atas, mengambang
setengah tombak d udara. Hidung tampak
mengucurkan darah akibat pukulan Kunti Ambiri.
Bagian tubuh sebelah tengah sampai kepala
mengapung datar. Ekor mencuat ke atas tanda siap
melancarkan serangan lagi. Betul saja, didahului
dengan melesatnya dua cahaya ungu dari dalam rongga
mata yang bolong, ekor menyusul mengibas dalam
gerak serangan berbentuk lingkaran.
Ratu Randang, Kunti Ambili dan Sakuntaladewi
berpencar selamatkan diri. Terpaan angin yang keluar dari serangan ekor ular
ungu membuat ketiganya
terkapar di tanah. Walau tidak cidera tapi untuk
beberapa lama mereka tidak mampu bergerak bangkit.
Sementara itu Wiro tetap nekad untuk menghantam
dengan Pukulan Sinar Matahari. Namun kepala ular
ungu dengan mulut terbuka lebar melesat lebih cepat.
Cahaya ungu yang membersit dari sepasang mata sang
185 Jabang Bayi Dalam Guci
48 Tiraikasih ular membuat Wiro kesilauan dan tidak dapat melihat
jeias datangnya serangan. Beberapa orang yang
menyaksikan dan sudah menduga apa yang bakal
terjadi dengan Wiro menjerit. Delapan pekikan
perempuan yang berasal dari delapan bunga Matahari
kecil ikut memenuhi udara malam.
Kumara Gandamayana jejakkan kaki kanan ke
tanah sambil merapal aji kesaktian Kekuatan Bhumi
Milik Para Dewa. Begitu kaki kanan berhasil menyedot kekuatan dari dalam tanah,
kakek ini langsung
melompat dan menendang ke arah kepala ular ungu.
"Bukkkl"
Tendangan Kumara Gandamayana memang
berhasil mendarat telak di kepala sebelah kanan ular ungu. Tapi si kakek sendiri
terpental dan menjerit
kesakitan lalu jatuh di tanah, tak mampu bergerak untuk beberapa ketika. Kasut
di kaki kanan robek dan kaki
kanan si kakek tampak menggembung bengkak.
Ular ungu tanpa bergeming sedikitpun terus
melesat ke arah Wiro dengan mulut terpentang lebar.
Lidah panjang bercabang menjulur merah. Cairan
ludah dan racun bercampur darah berlelehan. Taring
mencuat panjang dan runcing.
Hanya sekejapan mata lagi kepala dan sekujur
tubuh Pendekar 212 akan amblas masuk ke dalam mulut
ular raksasa mendadak suasana malam di atas kawasan
istana menjadi lebih kelam. Di udara terdengar suara kepakan sayap aneh
menimbulkan angin kencang,
membuat tanah bergetar dan daun pohon beringin
luruh berhamburan. Satu bayang-bayang hitam
menutupi bangunan dan halaman Istana. Bau busuk
menyambar jalan pernafasan. Semua orang menatap
ke atas dan langsung terkesiap kaget. Mereka tidak tahu apakah yang mereka lihat
benar-benar seekor binatang raksasa atau hantu jejadian.
"Kelelawar hantu...." Ucap Sakuntaladewi dengan suara bergetar.
185 Jabang Bayi Dalam Guci
49 Tiraikasih WlRO usap kedua
mata hingga pemandangannya lebih jelas. Ketika
menatap ke atas
sang pendekar jadi kaget. Dia melihat satu mahluk
raksasa melayang rendah.
"Astaga! Apa benar" Bagamana mahluk ini bisa muncul di sini"!"
Tiba-tiba di udara kelam melesat dua benda aneh dlkobari api.
"Panah Api!" Berseru Ratu Randang. "Jelas ini semua pekerjaan dua Sinuhun
keparatl" Nenek ini, dalam keadaan masih terduduk di tanah siap melepas
pukulan sakti. "Nek, tunggu! Tahan serangan!" Teriak Wiro sambil dua tangan ditekapkan di atas
kepala. "Edan! Memangnya ada apa"i" Si nenek berteriak bertanya.
"Craass! Craass!"
Dua panah api menancap di mata kiri kanan ular ungu yang hanya berupa rongga
dalam. Binatang ini
menggeliat sambil keluarkan suara mendesis keras.
Gerakannya hendak menelan kepala dan tubuh Wiro
jadi tertahan. Kepala dipating ke arah datangnya
serangan dua panah api. Mulut mendesis keras.
Binatang ini siap melancarkan serangan. Namun saat
itu mahluk rakasasa yang melayang di udara tiba-tiba menyambar ke bawah dan
laksana kilat kepala dan
sebagian badan ular ungu telah berada dalam mulutnya yang dipenuhi gigi besar
dan taring runcing.
"Grreekkk.....]"
Ular ungu berusaha menyerang mahluk yang
menelannya dengan ekor namun serangan itu dibalas
dengan hantaman kepakan sayap. Ular ungu coba
melibat untuk meremuk tubuh lawan tapi cepat sekali
seluruh sosoknya telah amblas ditelan mahluk raksasa.
Walau semua orang merasa lega karena Wiro
selamat namun mereka tak habis kejut melihat
185 Jabang Bayi Dalam Guci
50 Tiraikasih kemunculan mahluk berupa seekor kelelawar besar
berbulu tebal hitam kecokiatan yang saking besarnya, bentangan dua sayapnya bisa
menutup seluruh atap
bangunan Istana.
Dengan kepala ditunduk, sayap dlkuncup. kelelawar raksasa melayang turun ke
halaman Istana lalu
melangkah ke arah Pendekar 212 Wiro Sableng. Semua
orang lagi-lagi dibuat kaget ketika mendengar binatang ini mengeluarkan ucapan.
"Mahluk edan Gila Dia bisa bicara seperti manusia" Ucap Ratu Randang.
Di hadapan Wiro Kelelawar Raksasa berkata.
"Yang Mulia, harap maafkan karena saya terlambat datang menolong Yang Muliai"
Sekarang kejut semua orang bukan olah-olah. Raja saling pandang dengan Kumara
Gandamayana yang
saat itu masih kesakitan karena cidera di kaki tapi sudah bisa berdiri. Ratu
Randang, Kunti Ambiri dan
Sakuntaladewi juga tak habis heran.
"Yang Muliai Dia dipanggil Yang Mulia. Weehhh!
Sejak kapan si gondrong itu Jadi Raja Diraja mahluk
aneh Kelelawar Raksasal Jangan-jangan binatang itu
Kelelawar betina yang ujud sebenarnya seorang gadis
cantik!" Ucap Ratu Randang pula.
Tersipu-sipu Wiro bangkit berdiri. Kepala digaruk. Dia sendiri yang sudah
ditolong Kelelawar Raksasa seolah tidak percaya mengalami kejadian itu.
"Sahabat Kelelawar Raksasa dari Negeri Atap Langit, aku berterima kasih padamu.
Kau telah menyelamatkan nyawakul" Kata Wiro pula.
"Itu menjadi tugas saya. Tapi mohon maaf atas kelancangan saya.
Sebenarnya tadi akan ada dua pertolongan atas
diri Yang Mulia. Pertama dari satu mahluk berujud
seekor harimau berbulu putih bermata hijau...."
"Datuk Rao Bamato Hijau!" Tercengang-cengang Wiro menyebut nama harimau sakti
peliharaan Datuk
Rao Basaluang Amen dari pulau Andalas. Dia merasa
heran bagaimana Kelelawar Rasksasa mengetahui hal
itu. 185 Jabang Bayi Dalam Guci
51 Tiraikasih "Betul," jawab Kelelawar Raksasa. ."Lalu pertolongan kedua dari keris sakti yang
terselip di pinggang Yang Mulia."
"Astaga, mahluk ini tahu semual" Pikir Wiro. Sang pendekar kembali menggaruk
kepala. "Sahabatku, aku sekali lagi berterima kasih padamu."
"Yang Mulia," kata Kelelawar Raksasa. "Izinkan saya kembali ke Negeri Atap
Langit Negeri hanya dijaga oleh para sahabat Arwah Hitam Putih. Keadaan disana
masih kacau. Saya kawatir akan terjadi apa-apa. Kecuali jika Yang Mulia ingin
saya melakukan sesuatu atau
minta saya tetap di sini, saya akan menurut perintah Yang Mulia.
"Sang Penguasa, apa dia tidak ada di Negeri Atap Langit?" Bertanya Wiro?"
"Seperti kata saya dulu. Beliau lenyap entah kemana.
Sebelum pergi beliau memberi tahu bahwa Yang
Mulialah junjungan saya yang baru dan harus saya
lindungi...."
Wiro ingat cerita Jaka Pesolek akan keberadaan Penguasa Atap Langit di Bhumi
Mataram yang meminta
gadis itu untuk menyerahkan jantung Ken Parantili pada sang selir.
"Kalau begitu kau lekaslah kembali ke Negeri Atap Langit"
"Baik Yang Mulia, saya mohon diri," kata Kelelawar Raksasa. Lalu binatang ini
tundukkan kepala ke arah Wiro dan Raja Mataram seolah memberi
penghormatan. Sesaat kemudian wuttl Kelelawar
Raksasa melesat ke udara. Kepakan sayap membuat
tubuh semua orang bergoyang-goyang. Tanah bergetar.
Debu beterbangan ke udara. Daun-daun pohon
Beringin kembali luruh.
"Mahluk hebatl" Ucap Kunti Amblrl sambil geleng-geleng kepala.
"Sahabat Wirol Tidak disangka kau rupanya sudah menjadi Yang Mulia Raja di
Negeri Atap Langit!"
Berkata Sakuntaladewl.
"Wahh...waahhl Berarti sekarang dia juga bakal 185 Jabang Bayi Dalam Guci
52 Tiraikasih punya belasan selir!" Kata Ratu Randang pula.
Mendengar ucapan si nenek Wiro hanya bisa tertawa.
Raja Mataram mendekati Wiro. "Kesatria Panggilan, siapa adanya mahluk tadi?"
Raja bertanya. Wiro lalu menuturkan riwayat pengalamannya di
Negeri Atap Langit.
"Sebelumnya mahluk Kelelawar Raksasa itu ada tiga. Yang dua menemui ajal akibat
serangan Sinuhun
Muda Ghama Karadipa. Mereka adalah para pengawal
Penguasa Atap Langit."
"Apa benar kau telah menjadi Yang Mulia atau Raja Penguasa Negeri Atap Langit?"
Tanya Raja lagi sementara semua orang memasang telinga ingin
mendengar jawab keterangan sang pendekar.
Wiro tertawa. "Yang Mulia, mana mungkin orang seperti saya ini ada tampang bisa jadi Raja
sekalipun Raja Negeri Antah Berantah. Mahluk kelelawar itu selalu menyebut saya
dengan panggilan Yang Mulia. Mungkin itu hanya sebagai ucapan terima kasih
karena saya pernah
menyelamatkan nyawanya dari tangan jahat Sinuhun
Muda Ghama Karadipa. Selain itu saya tidak pernah
bisa menduga apa sebenarnya yang ada di dalam
benak Penguasa Atap Langit yang sekarang tidak
diketahui dimana keberadaannya. Tapi turut keterangan Jaka Pesolek Penguasa Atap
Langit ada di Bhumi
Mataram tengah mencari selir pertamanya yang
bernama Ken Parantili." (Riwayat Kelelawar Hantu bisa dibaca dalam serial
sebelumnya berjudul "Delapan Pocong menari")
Sambil bicara tadi Wiro terapkan ilmu Menembus Pandang, memperhatikan keadaan di
luar dan di dalam
bangunan istana. Melihat tidak ada hal yang
mencurigakan Wiro berkata pada Raja Mataram.
"Yang Mulia, saya rasa keadaan sekarang sudah aman. Yang Mulia dan keluarga bisa
segera masuk ke
dalam istana. Saya dan para sahabat akan tetap berada di sini sampai sang surya
terbit. Selain itu, sudah saatnya saya harus menyerahkan Keris Kanjeng Sepuh


Wiro Sableng 185 Jabang Bayi Dalam Guci di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pelangi 185 Jabang Bayi Dalam Guci
53 Tiraikasih pada Yang Mulia."
Mendengar ucapan Wiro, Ratu Randang segera
mendekati Kumara Gandamayana dan berbisik.
"Setelah Raja menerima keris sakti, senjata itu harus dipinjam dan dipergunakan
untuk menolong Sakuntaladewi. Hanya senjata itu dan hanya Kesatria Panggilan yang bisa
mengembalikan dua kaki si gadis..."
Si kakek mengusap wajah lalu menjawab. "Aku sudah mendengar riwayat gadis itu.
Bagaimana dengan kaulan yang menjadi pegangan Sakuntaladewi"
Kesatria Panggilan tidak akan mampu menyembuhkan
Sakuntaladewi kalau tidak menerima kaulan bahwa dia bersedia menjadi suami gadis
itu." Dada Ratu Randang berdebar. Wajahnya berubah.
Wiro akan menjadi suami Sakuntaladewi Setelah
menundukkan kepala beberapa lama dengan suara
perlahan si nenek berkata.
'Kalau memang sudah demikian kehendak Yang
Maha Kuasa, kita mana bisa menolak. Kasihan kalau
Sakuntaladewi sengsara begitu rupa seumur-umur."
Kunti Ambiri mendekati Ratu Randang dan
mengusap bahunya. Dia tahu bagaimana perasaan si
nenek terhadap Wiro. Walau selalu disembunyikan
dalam berbagai kelucuan namun sebenarnya nenek
berwajah cantik dan bertubuh masih molek ini sangat
menyukai Wiro. "Nek, jangan pikirkan hal lain. Niat Wiro untuk menolong semata...." Bisik Kunti
Ambiri yang tahu perasaan si nenek dan coba menghibur.
Ratu Randang berpaling, menatap wajah Kunti
Ambiri dengan sepasang matanya yang Juling. Dua
alis yang bagus bergerak ke atas.
"Ah, kulihat matamu berkaca-kaca...." bisik Ratu Randang yang membuat Kunti
Ambiri cepat-cepat
dongakkan kepala pura-pura menatap bulan biru.
Sambil memegang dan meremas jari-jari tangan Kunti
Ambiri, Ratu Randang berkata. "Kita sebenarnya hanyalah insan-insan lemah yang
tidak bisa menyembunyikan perasaan...."
185 Jabang Bayi Dalam Guci
54 Tiraikasih Sepasang mata Kunti Ambiri dan Ratu Randang
saling tatap beberapa lama lalu keduanya saling
berpelukan. 185 Jabang Bayi Dalam Guci
55 Tiraikasih KlTA Ikuti dulu
perjalanan Jaka
Pesolek yang ketitipan amanat dari
Penguasa Atap Langit
untuk menyerahkan jantung milik Ken Parantili pada sang selir.
Tepat ketika fajar menyingsing si gadis sampai di satu telaga kecil di kaki
selatan Gunung Merapi, sekitar
kawasan Kaliurang.
"Heran, musim hujan sudah tiba. Mengapa telaga ini airnya hanya dangkal
sebetis?" Pikir Jaka Pesolek sambil duduk uncang-uncang kaki di atas sebuah batu
di tepi telaga. Saat itu dia ingin turun ke air untuk membersihkan diri sebelum
melanjutkan perjalanan
mencari Ken Parantili. Namun pemandangan indah di
sekitar telaga membuat dia untuk beberapa lama masih terus duduk di atas batu.
Tak sengaja matanya melihat sebuah batu besar di tepi telaga sebelah timur. Batu
ini seperti menggantung dan dibanding dengan batu-batu
lainnya di dalam dan sekitar telaga yang banyak ditutup lumut, batu satu itu
tampak bersih licin. Berarti batu ini sebelumnya berasal dari tempat lain,
menggelinding dan terhenti lalu menyumbat di tebing batu. Dari sela-sela batu kiri kanan dan
sebelah bawah mengucur
perlahan air jernih yang kemudian masuk ke dalam
telaga. "Di balik batu itu...." ucap Jaka Pesolek dalam hati, "sepertinya ada sumber
aliran air. Tapi aliran terhalang oleh batu. Hemmm....Mungkin ini
penyebabnya air telaga menjadi dangkal."
Dengan gerakan kilat dalam sekejapan saja Jaka Pesolek sudah berada di tepi
telaga sebelah timur.
Dia perhatikan keadaan batu, terutama celah-celah dari mana keluarnya rembesan
air. Setelah yakin batu besar yang menggantung itu menjadi penghalang aliran air
si gadis melompat ke atas tebing. Dari sini dia
pergunakan dua tangan untuk mendorong batu. Seperti diketahui gadis ini walau
punya gerakan secepat kilat 185 Jabang Bayi Dalam Guci
56 Tiraikasih dan mampu menangkap petir namun dia tidak punya
kesaktian lain ataupun tenaga dalam. Dengan
mengandalkan tenaga luar mana mungkin dia
mendorong batu besar. Tidak putus asa Jaka Pesolek
sandarkan punggung ke dinding batu di belakangnya
lalu kaki kanan dipergunakan untuk mendorong.
Sampai mukanya merah dan tubuh keringatan tetap saja batu tidak bergeming.
"Edan, ya sudahi Agaknya aku harus mandi
setengah badan di air telaga yang dangkal Itu!"
Jaka Pesolek turun melompat turun ke tepi
telaga. Buntalan kain hitam berisi jantung Ken Parantili diletakkan di atas
sebuah batu. Karena air telaga cuma setinggi betis Jaka Pesolek terpaksa hanya
mencuci muka saja. Selagi dia membasahi rambut tiba-tiba
dilihatnya buntalan kain hitam bergerak-gerak. Buhul di sebelah atas
terbuka.Lalu settt! Segulung benda panjang hitam melesat ke arah pohon tak jauh
di tepi telaga, menancap di batang pohon!
"Astaga! Rambut selir itu! Apa yang terjadi"!"
Ken Parantili berseru kaget lalu dengan cepat
melompat keluar dari dalam telaga. Berdiri di depan
pohon sambil memperhatikan rambut yang menancap
si gadis ingat ucapan Penguasa Atap Langit. "Jika Ken Parantili berada dalam
jarak dua ratus langkah rambut akan memberi tanda. Rambut akan meringkal
bergerak ke atas lalu melesat ke arah dimana beradanya selir itu."
Jaka Pesolek memandang berkeliling, melihat
ke atas pohon. Dia menyelidik ke beberapa jurusan
namun sama sekali tidak melihat Ken Parantili.
"Pertanda yang salah atau ada yang tidak beres ?"
Baru saja Jaka Pesolek berpikir seperti itu tiba-tiba brukk!
Sesosok tubuh jatuh tersungkur di tanah. Ternyata seorang perempuan berkebaya
putih. Ketika melihat wajah
perempuan itu kejut Jaka Pesolek bukan alang kepalang.
Selain terkejut dia juga merasa gembira.
"Ken Parantili! Syukur aku menemuimu di sini!
Apa yang terjadi denganmu?" Jaka Pesolek jatuhkan 185 Jabang Bayi Dalam Guci
57 Tiraikasih diri di samping selir pertama Penguasa Atap Langit
yang saat itu dalam keadaan megap-megap. Wajahnya
yang cantik tampak pucat. Bibir nyaris putih tak
berdarah. Sepasang mata setengah tertutup. Keadaan
dirinya tampak lemah sekali. Jaka Pesolek segera
memangku kepala sang selir.
"Kau...kau siapa...?" Ken Parantili masih bisa keluarkan ucapan, bertanya walau
sangat perlahan.
"Kau lupa" Aku Jaka Pesolek! Sahabat Kesatria Panggilan Wiro Sableng dari negeri
delapan ratus tahun mendatang! Berarti sahabatmu Juga!"
"Jaka Pesolek. Kita memang pernah bertemu.
Dengar, kita harus cepat pergi dari sini. Ada dua orang mengejar. Dia hendak
memperkosa diriku..."
Baru saja Ken Parantili keluarkan ucapan tiba-tiba dari balik semak belukar di
depan deretan beberapa pohon melompat keluar dua orang lelaki berpakaian dan
berdestar hitam. Di pinggang masing-masing terselip
sebilah golok besar. Dari tampang serta pakaian mereka Jelas bukan orang baik-
baik. Kemungkinan bangsa
begal atau rampok.
"Ha hal Rejeki kita memang besari Sekarang malah ada dua perempuan cantikl
Satunya sangat segar bugar!
Kita bisa berbagi satu orang untuk satu orang!
Ha...ha...ha!"
Yang keluarkan ucapan adalah lelaki berbadan
tinggi besar memelihara kumis dan berewok tebal.
Temannya yang bertubuh gemuk tertawa mengekeh,
lidah diulur berulang kali. Pakaian dan tubuh kedua orang ini menebar bau tidak
enak. "Tunggu apa lagi. Langsung saja kita kerjai"
Berkata si gendut.
"Jaka Pesolek, cepat Kau punya ilmu...."
Dua lelaki garang tiba-tiba melompat ke hadapan dua perempuan Itu. Jaka Pesolek
cepat berdiri. "Tunggu! Kalian berdua jangan ganggu sahabatku ini. Kalau mau bersenang-senang
aku bisa melayani
kalian berdua sekaligus! Aku bisa jantan bisa betinal"
Si gendut dan si tinggi besar saling pandang
185 Jabang Bayi Dalam Guci
58 Tiraikasih lalu tertawa gelak-gelak.
"Hebat juga gadis satu ini!" Kata si tinggi besar.
"Aku memang hebat! Nanti kalian berdua akan lebih tahu kehebatankul
Hlk...hik..hik. Aku akan
membuka pakaian. Kalian berdua ayo cepat tanggalkan
baju dan celana! Hik...hikl Kalau kalian suka boleh masuk mencebur ke dalam
telaga. Nanti kita bersenang-senang di dalam airi Hik...hik...hikl"
Habis berkata begitu Jaka Pesolek lalu buka dan singkapkan dada pakaiannya. Dua
lelaki di hadapannya mendelik melihat dada yang putih bagus.
"Hai, tunggu apa lagi! Lekas mencebur ke dalam telagal Lihat, aku akan buka
seluruh pakaiankul" Jaka Pesolek singkapkan bajunya lebih lebar.
"Gadis cantik, kau tidak menipu, tidak bergurau"!"
Si gendut bertanya agak curiga.
"Siapa yang berguraul Siapa yang menipul Aku memang suka laki-laki seperti
kalian. Kalian berdua pasti hebat! Hik...hik! Lihat, sebentar lagi akan aku
tanggalkan pakaianku sebelah bawahi" Si gadis
singsingkan ke atas bagian bawah pakaian merahnya
hingga kakinya tersingkap sampai di atas lutut Hal Ini membuat si gendut dan si
tinggi besar jadi bllngsatan.
Sambil terus bicara merayu Jaka Pesolek dekat kedua orang itu lalu menarik
tangan mereka ke dekat
telaga. Si gendut dan si tinggi besar masih tak percaya.
Tapi keduanya Jadi tersentak ketika tangan Jaka Pesolek enak saja mengusap
bagian bawah perut mereka.
"Kalau kalian tidak mau aku tak Jadi
menanggalkan pakaian. Ayol Lekas masuk ke dalam
telaga." Jaka Pesolek berpura-pura condongkan badan seperti hendak mencebur ke
daiam telaga. Melihat hal ini dua lelaki tadi tidak tunggu lebih lama segera
saja mendahului masuk mencebur ke dalam telaga berair
dangkal. "Bagus! Kalian berdua tunggu saja di dalam telaga sampai tubuh kalian gembung!
Hik...hik...hik!"
Begitu kedua orang itu sudah berada dalam
telaga Jaka Pesolek cepat menyambar buntalan hitam
185 Jabang Bayi Dalam Guci
59 Tiraikasih di atas batu lalu dia menggendong tubuh Ken Parantili.
Sekali berkelebat dengan ilmu gerakan kilat yang
dimilikinya gadis ini sudah melesat jauh meninggalkan telaga.
"Jahanaml Kita kena ditipu!" Teriak si gendut sambil acungkan tinju.
"Kurang ajar! Ayo kita kejar gadis sialan itu!"
"Mau dikejar kemana" Gerakannya secepat setan melenyapkan diri!" Ucap si gendut
lalu melosoh terduduk lemas di dasar telaga. Kepala dipukui-pukul.
185 Jabang Bayi Dalam Guci
60 Tiraikasih Di SATU kawasan
pesawahan yang sunyi
yang ikut dilanda
banjir air merah pada
malapetaka Malam Jahanam Jaka Pesolek hentikan lari.
Ken Parantili dibaringkan di atas lantai sebuah teratak.
Tubuh sang selir terasa panas. Tak jauh dari tempat itu ada aliran air jernih.
Jaka Pesolek petik sehelai daun kecil, menggulung daun ini begitu rupa hingga
bisa dipakai untuk menampung air. Air sejuk itu kemudian
diminumkan dan sebagian dipergunakan membasahi
kepala, wajah serta bibir Ken Parantili yang kering.
"Jaka, terima kasih kau telah menolongku. Ketika dua manusia jahat itu
menghadangku, keadaanku
sangat lemah. Ilmu kesaktianku tak bisa aku keluarkan.
Seharusnya aku bisa bertahan sampai tiga hari.
Sekarang aku merasa ada keanehen.Aku merasa
kekuatanku mulai pulih. Bukan karena air yang
barusan kau berikan. Ada sesuatu. Aku merasa ada
suara detakan yang menggetarkan dadaku sebelah
kiri..." "Sahabat, aku merasa bersyukur bisa menemuimu lebih cepat. Penguasa Atap Langit
pastl gembira jika mengetahui hal ini."
Saking terkejutnya mendengar ucapan Jaka Pesolek, Ken Parantili sampai terbangun
dan duduk bersandar di tiang teratak. Wajahnya yang pucat tampak berubah.
"Apa katamu" Kau menyebut Penguasa Atap Langit.
Memangnya...?"
"Penguasa Atap Langit menemuiku di satu tempat. Dia menyerahkan jantung milikmu
padaku dengan pesan
agar aku mencarimu lalu memberikan jantung itu...."
"Aku seperti tak percaya. Penguasa Atap Langit memintamu mencariku?" Ken
Parantili berkata sambil mata melirik pada buntalan kain hitam.
"Betul. Dia memberikan gulungan rambutmu agar aku bisa lebih mudah menemuimu.
Dia suamimu, mengapa kau bertanya seperti heran?"
Ken Parantili terdiam, tidak menjawab malah
185 Jabang Bayi Dalam Guci
61

Wiro Sableng 185 Jabang Bayi Dalam Guci di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiraikasih kemudian bertanya. "Apa isi buntalan itu?"
"Jantungmu! Memangnya kau kira timbel apa"l"
Ken Parantili menatap Jaka Pesolek sampai lama.
Tangannya memegangi lengan si gadis dan mulut
berucap. "Pantas, kekuatan tubuhku tiba-tiba saja terasa pulih. Rupanya
jantungku berada dekat diriku..."
"Aku hanya diberi tugas menyerahkan jantung. Kalau perihal bagaimana
memasangkannya ke dalam
tubuhmu aku tidak tahu. Ihh...tengkukku jadi merinding..."
. "Aku...sebenarnya saat ini aku tengah berpikir." Kata Ken Parantili pula.
"Berpikir apa?" Tanya Jaka Pesolek.
"Apa aku memang bagusnya memasukkan jantung itu ke dalam tubuhku dan meneruskan
kehidupan ini atau lebih baik mati saja."
"Sahabat, kau ini bicara aneh. Orang mati saja kalau bisa hidup, maunya ingin
hidup lagi. Kau yang masih
hidup malah pingin mati..."
"Tapi sebenarnya selama ini aku sudah mati dalam hidupku..."
"Siapa bilang. Ayo, kau tak mau mengambil jantungmu itu?"
Ken Parantili diam tak bergerak. Sepertinya selir ini memang tidak ingin hidup
lebih lama lagi.
Jaka Pesolek mengambil buntalan hitam, membuka pembuhulnya lalu dengan hati-hati
mengeluarkan benda yang ada di dalam keranjang daun pisang berisi air.
"Ken Parantili sahabatku....lni terlalu mengerikan bagiku. Lekas kau ambil
jantungmu. Aku ingin segera
bebas dari amanat yang membuat ganjalan besar dalam
diriku." Jaka Pesolak berucap. Suara dan tangannya yang memegang jantung
bergetar. "Ambil cepat. Semoga Yang Maha Kuasa memberi berkah padamu..."
Ucapan terakhir Jaka Pesolek seolah membuat Ken Parantili menjadi sadar dan
punya semangat hidup.
Untuk beberapa lama dia pandangi jantung merah
berdenyut di tangan Jaka Pesolek. Perlahan-lahan dia buka bajunya hingga dadanya
tersingkap lebar. Dengan dua jari tangan kanan yang diluruskan selir cantik ini
185 Jabang Bayi Dalam Guci
62 Tiraikasih membuat guratan di atas dada sebelah kiri.
"Settt!"
Dada terbelah dan terkuak besar. Tak ada darah yang mengucur.
Jaka Pesolek tak berani memandang. Tapi ketika dia merasa Ken Parantili
menggerakkan tangan mengambil
jantung yang dipegangnya, gadis bisa jantan bisa betina ini kuatkan hati,
beranikan diri dan membuka matanya kembali untuk menyaksikan apa yang terjadi.
Saat itu dilihatnya Ken Parantili dengan segala ketegaran yang ada memasukkan
jantungnya ke dalam dada sebelah
kiri yang menganga terkuak. Begitu jantung masuk di
dalam dada, dada lalu di usap. Dada yang terbelah
menutup kembali tanpa ada bekas sedikitpunl
"Dewa Agung Hyang Jagatnatha!" Ucap Jaka Pesolek. Bulu tengkuknya kembali
merinding. Saat itu dilihatnya wajah pucat Ken Parantili tampak bercahaya
kembali. Bibir yang putih kering berubah merah segar.
Ken Parantili dekati Jaka Pesolek lalu memeluk gadis itu.
"Jaka, aku berterima kasih padamu. Kau telah melakukan tugas sangat berat Budi
baikmu tidak bisa
kubalas..."
"Aku merasa bahagia bisa menolongmu. Tapi aku juga merasa sedih. Karena sebentar
lagi pasti kau akan pergi meninggalkan aku. Apakah kau akan kembali ke
Negeri Atap Langit?"
Ken Parantili lepaskan rangkulan. Kepala digeleng.
Aku tak akan pernah kembali ke sana."
"Tapi suamimu ada di sana."
"Aku cuma seorang selir. Bukan istri."
"Penguasa Atap Langit berlaku baik terhadapmu.
Paling tidak dia tidak benci padamu Buktinya dia mau menyerahkan jantungmu."
Ken Parantili menatap ke arah pesawahan. Perlahan-lahan air mata meluncur dari-
kedua matanya yang
bagus. "Kau menangis. Karena bahagia atau apa...?"
Ken Parantili tidak menjawab. Dia mulai
185 Jabang Bayi Dalam Guci
63 Tiraikasih sesenggukan. Tiba-tiba selir Penguasa Atap Langit
ini melompat berdiri di atas lantai teratak dan berteriak keras.
"Tidak! Tidaakkkl"
Jaka Pesolek cepat berdiri.
"Ken Parantili! Ada apa" Mengapa kau berteriak begitu"l"
"Aku memang sekarang bisa hidup wajar karena jantungku telah berada dalam
tubuhku. Tapi aku tidak mau hidup dengan membekal jabang bayi dalam
rahimku!" Jaka Pesolek melengak kaget
"Memangnya kau tengah mengandung?" Jaka Pesolek ulurkan tangan mengusap air mata
yang membasahi kedua pipi Ken Parantili.
Yang ditanya mengangguk perlahan.
"Tiga bulan...."
Jaka Pesolek menggigit bibir. Dia tak ingin
bertanya tapi mulutnya kepalang terlanjur berucap
walaupun agak gagap
"Si..siapa ayah jabang bayimu?" Dada Jaka Pesolek berdebar. Kawatir akan
mendapat jawaban :
Kesatria Panggilan ailas Pendekar 212 Wiro Sableng.
"Penguasa Atap Langit memberi tahu kalau aku tengah mengandung jabang bayi laki-
laki berusia tiga bulan dari benih hasil hubungannya dengan diriku."
Jaka Pesolek merasa lega. Ternyata bukan Wiro!
"Jelas bukan Wiro Mereka hanya bertemu
beberapa hari. Sekalipun mereka melakukan hubungan
badan mana mungkin bisa membuat selir itu
mengandung tiga bulan. Tololnya aku ini!" Jaka
Pesolek berucap dalam hati, memaki diri sendiri.
"Penguasa Atap Langit juga berpesan, kalau anak itu lahir aku harus memberinya
nama Bintang Langit Dia
sudah tahu kalau bayi yang aku kandung seorang bayi laki-laki."
"Nama bagus. Pasti anakmu kelak akan menjadi seorang pemuda gagah, berilmu
tinggi." "Aku tidak menginginkan anak itul" Kata Ken Parantili.
185 Jabang Bayi Dalam Guci
64 Tiraikasih Wajahnya tampak kelam.
Kening Jaka Pesolek mnengerenyit. "Hanya
karena ayah si anak adalah Penguasa Atap Langit yang kau benci?"
"Itu salah satu alasan yang paling berat." Jawab Ken Parantili. "Aku harus
melakukan sesuatu agar tidak melahirkan bayi Itu."
"Memangnya kau mau melakukan apa?" Tanya Jaka Pesolek "Kau mau menggugurkan
kandunganmu"
Usia kandunganmu sudah tiga bulan. Berbahaya kalau
kau melakukan itu. "
Ken Parantili palingkan kepala. Untuk beberapa lama dia menatap wajah Jaka
Pesolek. Lalu mulutnya berucap.
"Ada cara paling cepat untuk melenyapkan
jabang bayi itu!"
Tiba-tiba Ken Parantili luruskan dua tangan kanannya.
Jaka Pesolek terkejut, maklum apa yang hendak
dilakukan selir Penguasa Atap Langit Ku. Dia berteriak.
"Jangan! Jangan lakukan itu!"
Ken Parantili susupkan tangan kanan ke balik
kebaya. Tangan kiri menarik ke bawah celana hitamnya.
Tangan kanan mencapai bagian bawah pusar. Lalu
terdengar suara setttl
Ketika tangan itu kemudian keluar Jaka Pesolek berteriak ngeri, jatuh terduduk
di atas lantai teratak, nyaris pingsan! Di tangan kanan Ken Parantili tergenggam
sosok jabang bayi merah hampir sebesar anak kucing!
"Dewa Bathara Agung Dewa Bathara Agung...." Jaka Pesolek mengucap berulang kali.
Mukanya pucat seolah tidak berdarah, mata membelalak Mulut ditekap
menahan muntah!
Seperti tadi ketika membelah dada memasukkan
jantung, tak ada darah yang mengucur. Dengan tangan
kiri Ken Parantili mengusap perut yang barusan dijebol untuk mengeluarkan jabang
bayi berusia tiga bulan.
Saat itu juga perut itu kembali tertutup rapat!
"Ken Parantili, sahabatku....Kau sadar apa yang telah kau lakukan ?" Ujar Jaka
Pesolek dengan suara bergetar.
185 Jabang Bayi Dalam Guci
65 Tiraikasih Yang ditanya mengangguk. Wajah tegang dan air
mata bercucuran di pipi.
"Lalu hendak kau apakan jabang bayi itu?" Tanya Jaka Pesolek pula.
Pendekar Sakti Suling Pualam 20 Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt Rajawali Sakti Dari Langit Selatan 10
^