Maling Yang Jujur 1

Maling Yang Jujur Karya Fyodor Dostoyevsky Bagian 1


MALING YANG JUJUR Apakah sedikit pengertian merupakan karunia terbesar bagi semua orang" Tokoh dalam kisah ini seperti tanpa harapan. Hanya temannya Astafi yang tetap mencoba membantunya. Apakah ia mengetahui sesuatu dalam diri Emelian yang tak bisa dilihat oleh orang lain"
MALING YANG JUJUR Suatu pagi saat aku hendak pergi bekerja, Agrafena masuk ke kamarku. Dia telah menjadi juru masak dan pembantuku selama enam tahun. Selama waktu itu, dia tak pernah berkata padaku lebih dari dua atau tiga patah kata setiap hari. Dan kata-kata itu selalu tentang makan malamku. Makanya aku terkejut Saat dia memulai sebuah percakapan.
"Saya harus bicara pada Anda, Tuan" ujarnya, "tentang kamar mungil itu. Saya kira Anda sebaiknya menyewakannya."
"Kamar yang mana?" tanyaku .
"Yang di dekat dapur, tentu saja."
"Mengapa?" "Memangnya untuk apa orang-orang menyewakan kamar"'' ujarnya. "Untuk mendapat uang tambahan, tentu saja."
"Tetapi siapa yang akan menyewanya?"
"Seorang pemondok. Memangnya siapa?"
"Tapi tak ada cukup ruang di situ untuk Mungkinkah orang hidup di tempat yang sesempit itu?" tanyaku.
"Ia tak akan hidup di situ! la hanya membutuhkan sekadar tempat untuk tidur. la akan tinggal di kursi dekat jendela."
"Memangnya kenapa" Kursi di ruang tengah itu, tentu saja. la akan duduk dekat jendela dan menjahit"atau melakukan
hal-hal lainnya. Mungkin ia akan duduk di kursi miliknya sendiri. la bahkan memiliki sebuah meja milik sendiri.
"Tapi, siapakah ia?"
"Seorang lelaki baik yang hanya tahu satu atau dua hal saja tentang dunia. Saya akan memasak untuknya dan ia akan membayar 10 rubel uang perak setiap bulan untuk tinggal di sini."
Akhirnya, setelah sekian banyak pertanyaan, aku tahu apa yang telah terjadi. Agrafena telah bertemu dengan seorang lelaki tua. Entah bagaimana lelaki tua itu berbicara padanya agar menerimanya sebagai seorang pemondok. Kini aku tahu bahwa aku tak akan merasakan kedamaian. Sekali agrafena memiliki gagasan, hal itu harus dilaksanakan. Kalau tidak, aku tahu hidupku akan menjadi tidak menyenangkan.
Aku ingat apa yang selalu terjadi di masa lalu. Apabila segala sesuatu tidak berjalan sebagaimana yang dia inginkan, Agrafena akan merajuk. Dia akan bertingkah seperti itu hingga du atau tiga minggu. Selama itu, makanan yang disajikannya akan terasa tidak enak, cucian tak dikerjakan dengan baik dan lantai dibiarkan tetap kotor. ltulah alasan aku setuju pada rencana barunya"demi kedamaianku sendiri.
Keesokan harinya pemondok baru itu datang. Aku tidak merasa gusar atas kehadiran orang lain di rumahku yang mungil. Aku malah merasa senang memiliki teman. Di atas segalanya, aku memiliki kehidupan yang amat sepi. Aku nyaris tidak punya kawan dan jarang pergi keluar rumah. Setelah .sepuluh tahun hidupi seperti ini, sayangnya aku malah menjadi terbiasa.
Namun, 10 atau 15 tahun lagi menjalani hidup seperti ini terdengar tak menyenangkan. Kehadiran seorang lelaki pendiam lagi di rumah ini tampaknya adalah sebuah berkah.
Agrafena berkata apa adanya. Lelaki itu hanya tahu satu atau dua hal saja tentang dunia ini. Aku bisa mengatakan hal itu segera setelah aku mengetahui bahwa ia adalah seorang pensiunan tentara.
Astafi Ivanich, lelaki itu, adalah salah Satu contoh serdadu yang agak baik. Kami saling menyukai sejak mula. Yang terbaik darinya adalah bahwa ia pandai bercerita. la menceritakan segala hal yang terjadi dalam hidupnya. Dalam kebosananku, seorang juru cerita semacam itu adalah sebuah harta karun. Suatu kali, ia menceritakan padaku sebuah kisah yang tak akan pernah kulupakaan. Namun, sebelumnya, biarlah aku bercerita tentang sebuah peristiwa yang membuatnya bercerita padaku tentang kisah itu.
* * * Pada suatu hari, aku tinggal sendirian di rumahku, astafi dan Agrafena pergi untuk sejumlah keperluan. Lalu tiba-tiba aku mendengar seseorang masuk. Kukira itu adalah orang asing. Saat aku keluar kamar
menuju ruang tengah, aku melihat seorang lelaki bertubuh pendek berdiri di sana. Walaupun di Iuar amat dingin, aku memperhatikan ia tak memakai mantel.
"Apa keperluanmu?" tanyaku.
"Pegawai pemerintah bernama Alexandrov tinggal di sini?"
"Tak ada yang bernama Alexandrov di sini."
"Kata penjaga rumah ia tinggal di sini," ujar tamu itu.
"Ia salah. Pergilah, kawan. Pergilah!"
Tak lama setelah makan malam esok harinya, aku mendengar langkah aneh lagi di ruang tengah. Ketika aku membuka pintu dan melihat tamu yang kemarin datang, Dengan tenangnya, di depan mataku, ia mengambil mantel pendekku dari rak dekat pintu. LaIu ia mengepitnya dan berlari keluar pintu membawa mantel itu!
Agrafena melihat semua ini dengan mulut ternganga. Dia begitu kaget sehingga tak sempat berbuat apapun untuk menyelamatkan mantel itu. Namun, Astafi segera mengejar maling itu. Sepuluh menit kemudian, dengan terengah-engah ia kembali tanpa manteI itu. la bilang maling itu lenyap seakan-akan ditelan bumi.
"Sayang sekali, Astafi," ujarku. "Aku berharap mantelku bisa kembali. Kalau tidak, maling itu akan membuatku mengalami kesulitan.
Astafi tampak sangat gusar dengan apa yang telah terjadi. Aku sendiri segera melupakan maling itu. Tapi tampaknya Astafi tak bisa berhenti memikirkan soal itu. Setiap saat, ia menghentikan apa yang tengah dikerjakannya. Sekali lagi ia akan bercerita tentang bagaimana semua itu terjadi.
Berkali-kali iamencoba menjelaskan di mana ia berdiri saat mantel itu dicuri dan bagaimana ia mencoba untuk menangkap si maling. Lalu sekali lagi ia akan kembali pada pekerjaannya hanya untuk melamun kembali sejenak kemudian.
Lalu aku meihat Astaifi berbicara pada penjaga rumah. la memarahinya karena tidak menjaga rumah dengan lebih baik. la juga memarahi Agrafena. Kemudian ia mulai bekerja lagi. Aku mendengarnya berbicara sendiri beberapa lama. la terus bergumam tentang bagaimana ia berdiri di sebelah sini dan aku berdiri di sana. Lalu ia terus berkata tentang bagaimana mantel itu dicuri tepat di depan mata kami. Maling itu hanya berjarak dua langkah Dan mantel itu digondol langsung dri gantungannya! Dan seterusnya.
"Kita telah tertipu, Astafi," kataku padanya pada suatu malam. Saat aku berbicara, aku memberinya segelas teh. Aku berharap, karena aku sedang jenuh, agar ia bercerita lagi tentang mantel yang hilang itu. Kini, semua itu mulai terdengar lucu bagiku.
"Ya kita ditipu, Pak! Hal itu masih membuatku marah, biarpun barang yang hilang itu bukan milikku. Kupikir di dunia ini tak ada yang lebih rendah daripada maling. Seorang maling mencuri apa yang didapat orang lain dengn kerja keras bermandi keringat. la benar-benar mencuri kerja keras dan waktu Anda! Maling kotor! membicarakanya membuatku merasa muak! Memikirkan hal itu membuatku marah! Bagaimana Andai bisa tampak seperti tidak terlalu menyesali soal itu?"
"Qh, maafkan aku, Astafi. Aku lebiih suka barangku terbakar daripada dicuri oleh maling. Itu menggangguku."
'"Ya, terasa mengganggu jika barang kita dicuri. Tapi tentu saja ada bermacam-macam maling. Aku misalnya, suatu kali pernah bertemu dengan seorang maling yang jujur"
"Bagaimana itu?" tanyaku. "Maling yang jujur" Bagaimana mungkin seorang maling bersikap jujur, Astafi?"
"Anda benar, Pak. Seorang maling tidak bisa sungguh-sungguh menjadi seseorang
yang jujur. Tidak mungkin ada hal seperti itu. Aku hanya bermaksud mengatakan bahwa ia sepertinya orang yang jujur di mataku" meskipun ia sudh mencuri. Aku sangat menyesalkannya."
"Dan bagaimana itu bisa terjadi, Astafi?"
"Ini terjadi dua tahun yang lalu di sebuah kedai minum. Disana aku bertemu dengan seorang miskin, seorang lelaki murung bernama Emelian. la menceritakan padaku bahwa suatu hari ia mendapatkan pekerjaan. Tetap ia kemudian kehilangan pekerjaannya itu karena kebiasaannya minum-minum. la tampak amat menyedihkan! la mengenakan pakaian yang sudah tidak layak dipakai lagi sejak lama. Saat itu aku bahkan meragukan apakah ia mengenakan kaus di balik mantelnya yang dekil atau tidak. Seluruh barang miliknya sudah dijual untuk minuman.
''Tetapi ia tidak kasar. Oh, tidak! Ia adalah seorang lelaki yang baik dan santun, sopan dan lembut kepada semua orang. la tidak
pernah sekalipun meminta-minta. Yah,aku bisa melihat tanpa bertanya padanya bahwa lelaki malang itu sedang sangat membutuhkan minuman. Dan tentu saja aku mentraktirnya satu kali minum. Lalu, jam demi jam berlalu, kami pun semakin akrab.
"Aku sangat bahagia mengizinkannya menginap denganku di malam itu. Lelaki itu tampaknya baik dan aku tahu ia membutuhkan tempat menginapi. Ia masih menginap di malam kedua. Di hari ketiga, ia tidak juga meninggalkan ramah. Ia duduk di tepi jendela di teras rumah sepanjang hari. Tentu saja, ia menginap lagi. Yah, kupikir aku tidak akan bisa mengusirnya sejak saat itu. Tidak ada yang bisa kulakukan selain memberinya makan dan tempat berteduh.
''Aku tak tahu harus melakukan apa lagi padanya. Nuraniku tak membiarkanku mengusirnya. Aku merasa amat kasihan padanya, la layaknya makhluk yang perlu dikasihani. Dan ia tidak meminta apa pun. la hanya duduk tenang dan menatap mataku, seperti seekor anjing kecil yang patuhi. Begitulah akibat minuman pada seseorang.
"Beberapa kali terpikir olehku untuk menyuruhnya pergi. Lalu aku mencoba membayangkan apa yang akan dilakukannya setelah aku memaksanya pergi. Aku bisa bayangkan betapa ia akan menatapku dengan pilu, mengangkat bungkusan kecilnya dan melangkah ke jalan raya. Pada awalnya, tentu saja, ia akan membenahi mantel lusuhnya, la mungkin ingin menyembunyikan bolong-bolong dan sobekannya. Lalu ia akan membuka pintu dan pergi dengan air mata mengalir.
"Maka aku tidak jadi menyuruhnya pergi. Tapi tak. lama kemudian, aku kehilangan pekerjaan. Lalu aku harus menemukan pondokan yang lebih murah. Aku pindah ke sebuah kamar sewa di rumah seorang perempuan tua. Sudah tiba waktunya bagi Emelian untuk pergi ke tempat lain. Di satu sisi aku merasa senang terbebas darinya.
"Hari pertama setelah aku pindah, aku mengunjungi seorang teman. Ketika aku kembali malam itu, siapakah menurut Anda yang kulihat ada di depan rumah" Itulah Emelianf duduk di sana dengan bungkusan merahnya tergeletak di sampingnya. la mengenakan mantel mungilnya yang tipis, tengah menantiku. Temanku yang tua dan malang itu telah menguntitku!
"Lenganku menggantung tanpa daya. Oh, pikirku, tiada yang bisa kulakukan. Aku memikirkan soal itu dalam benakku. Hanya membutuhkan waktu sebentar bagiku untuk memutuskan bahwa ia tak akan mendatangkan banyak masalah bagiku. Kamarku memang kecil, tapi kami bisa mengaturnya. "Tentu saja, ia harus diberi makan, tapi itu tak akan memakan banyak biaya. Aku memberinya sedikit roti di pagi hari dan mungkin dengan sedikit bawang agar rasanya lebih enak. Untuk makan siang, aku memberinya makanan serupa. Di malam hari, kami berdua makan roti dan bawang-dan jlka kami beruntung, ditambah sup kubis, Aku sendiri tidak banyak makam. Emelian, yang peminum itu, nyaris tak makan apapun. Yang diinginkannya hanyalah vodka.
"Tetapi ketika aku berpikir untuk menyuruhnya tinggal, aku merasakan sebuah perasaan yang ganjil. Seakan-akan kehidupan akan menjadi lebih sulit bagiku kini jika Emelian pergi. Maka aku memutuskan untuk bersikap seperti seorang ayah padanya. Entah bagaimana caranya, aku akan membuatnya mandiri. Lalu, perlahan-lahan, aku akan memintanya berhenti minum-minum.
"Kupikir aku akan memulai dengan mengajarinya bekerja-tapi tidak saat itu juga. Biarlah ia bersenang-senang dahulu. Pada saat itu, aku akan mencoba mencari tahu pekerjaan apakah yang akan ia senangi. Anda harus tahu, Pak, seseorang harus memiliki sebuah keterpanggilan atas pekerjaan tertentu agar ia bisa mengerjakannya dengan baik.
Maka aku mulai memperhatikannya, untuk mencari tahu apa yang bisa ia lakukan.
"Tak lama aku mencoba bercakap-cakap dengannya sedit dan memberinya nasihat yang akrab. Aku berkata, 'Emelian, seharusnya kau menjaga dirimu lebih baik. Kau seharusnya mencoba memperbaiki diri. Berhentilah minum-minum. lihatlah dirimu! Kau tampak kumuh. Bajumu mirip gombal. Belum cukup parahkah itu buatmu"'
"la mendengarkanku dengan kepala tertunduk, la sudah sampai pada tahap di mana minuman memengaruhi lidahnya. Ia tak bisa mengucapkan kata-kata tertentu. jika aku berkata padanya tentang mentimun, ia akan balik berkata padaku tentang kacang. Selama beberapa waktu ia tampak menyimak. Lalu ia menghela napas dalam-dalam.
"'Apakah yang membuatmu menghela napas seperti itu, Emelian"' tanyaku.
"'Oh, tidak ada apa-apa,' sahut Emelian. 'Hanya saja hari ini aku melihat dua orang
perempuan bertengkar di jalanan. Salah seorang dari mereka membalikkan keranjang berisi buah beri milik perempuan yang lainnya dengan sengaja. Lalu perempuan yang kedua menginjak-injak buah beri itu.'
"'Hm, lalu. memangnya ada apa dengari Itu, Emelian"'
"'Oh, tidak ada apa-apa, Astafi. Aku hanya ingin menceritakannya padamu, itu saja."
"'Ah, Emelian!' batinku. 'Minuman telah benar-benar membuatmu kehilangan akal.'
"'Dan ada hal lain yang terjadi hari ini,' lanjut Emelian. 'Seorang lelaki menjatuhkan uang dijalan Gorokhova-atau Jalan Sadova, ya" Lalu, seorang petani (melihatnya menjatuhkan uang itu dan berkata, 'Ah, ini hari keberuntunganku!" Tapi seorang petani lin juga melihatnya. Lelaki kedua berkata, "Tidak, Pak, ini hari keberuntunganku! Akulah yang pertama melihatnya!'"
"'Hm, Emelian"'
"'Lalu kedua petani itu berkelahi. Polisi segera datang. la mengambil uang itu dan mengembalikannya pada pemiliknya. Lalu ia kembali menghampiri kedua petani itu. la mengancam akan membawa mereka ke kantor polisi karena mengganggu ketentraman!'
"'Ya"lalu ada pa dengan soal itu, Emelian" Maksudku, apa pentingnya cerita itu"'
"'Yah, tak ada -tapi orang-orang di jalanan tertawa terbahak-bahak karenanya.'
"'Oh, Emelian, Emelian! Mengapa kau memedulikan apa yang dilakukan oleh orang-orang di jalanan" Pikirkanlah dirimu sendiri, Emelian. Kau telah menjual jiwamu untuk minuman. Tapi, apakah kau tahu sesuatu, Emelian"'.
'"Apa, Astafi"'
"'Kau seharusnya mencari pekerjaan. Itu benar, kau tahu. Sudah ratusan kali kubilang bahwa kau perlu mengasihani dirimu sendiri!'
"'Tetapi pekerjaan macam apakah yang menurutmu bisa aku dapatkan, Astafi" Aku benar-benar tidak tahu pekerjaan apa yang bisa kulakukan. Di samping itu, kurasa tidak akan ada orang yang mau memberiku pekerjaan.'
"'Tidak sekarang, tentu saja. Saat ini tidak ada seorang pun yang akan memberimu pekerjaan, Emelian! Kau ini seorang pemabuk! Menurutmu mengapa kau sampai kehilangan pekerjaan terakhirmu"'
"Pembicaraan kami tak membawa hasil. Begitu juga upayaku untuk mengubahnya. Emelian akan mencoba menyimak perkataanku dengan sopan. Tetapi tak lama kemudian ia akan merasa bosan. Begitu ia melihatku marah marah, ia akan beranjak meninggalkanku dan pergi sepanjang hari. Ketika ia pulang pada malam hari, ia akan benar-benar mabuk. Aku tak tahu dari mana ia mendapat uang untuk membeli vodka.
Mungkin ia ditraktir orang. Yang kutahu aku tak ada sangkut paut dengan itu.
"Akhirnya aku merasa harus angkat bicara. 'Kini, dengarlah, Emelian,' kataku, 'kau harus berhenti minum. Lain kali jika kau pulang dalam keadaan mabuk lagi, kau harus tidur di tangga. Aku tidak akan membukakan pintu untukmu!'
"Dua hari berikutnya, ia tinggal di rumah. Ia paham bahwa aku bersungguh-sungguh dengan perkataanku. Tetapi pada hari ketiga ia pergi lagi. Aku duduk menunggunya, tapi ia tak juga puIang . Sejujurny, aku juga merasa cemas. Aku kasihan padanya. 'Apa yang teJah kulakukan padanya"' pikirku. 'Aku telah, membuatnya takut. Ke manakah ia pergi"' Saat malam tiba, ia belum juga pulang. Pagi harinya aku pergi ke beranda. Di sana ia tidur di atas tangga. Kepalanya terbaring di anak tangga bagian atas dan ia tertidur lelap di sana. la pasti amat kedinginan.
"'Apa yang terjadi denganmu, Emelian" Tempat yng aneh untuk tidur!'
'Aku tahu kau marah sekali padaku waktu itu, Astafi. Kau berjanji akan membiarkanku tidur di atas tangga. Maka aku tak berani masuk. Aku tidur saja di sini.'
"Tentu saja aku sangat marah padanya saat itu. Tetapi pada saat yang sama aku juga merasa kasihan padanya. 'Kau harus mencari pekerjaan baru yang lebih baik daripada mengawasi mengawasi kapal terbang dari atas tangga!' kataku padanya.
"'Tetapi pekerjaan macam apakah yang bisa kudapatkan, Astafi"' tanyanya dengan suara bergetar.
"'Kau setidak-tidaknya bisa belajar untuk menjadi seorang penjahit. Lihatlah mantelmu! Kau tidak bahagia, sepertinya kau sengaja membuatnya berlubang-lubang. Kau juga ingin menyapu lantai menggunakan mantelmu! Tidak bisakah kau setidaknya mengambil sebuah jarum dan benang dan
menjahitnya, hingga mantel itu tampak pantas dipakai" Tetapi kau tidak memedulikannya. Kau hanyalah seorang pemalas tak berguna dan seorang pemabuk!'
"Yah, dapatkah Anda mempercayainya, Pak" la lalu mengambiI jarum dan benang. Aku sebetulnya tidak terlalu serius soal itu" tapi ia jadi ketakutan. la langsung melepaskan mantelnya dan duduk untuk menjahitnya. Tetapi tentu saja ia bahkan tidak mampu memasukkan benang ke dalam jarum. Matanya amat merah dan dipenuhi air mata. Tangannya bergetar hebat! la terus mencoba, tetapi benang itu tidak juga bisa masuk ke dalam ujung jarum, la membasahi ujung benang itu, menggulungnya di antara jari-jemarinya dan menghaluskannya. Tetapi sama sekali tidak berguna. Akhirnya ia menyerah dan menatapku.
"'Nah, Emelian,' kataku, 'kau jelas menyodorkannya padaku! Jika ada seseorang yang melihatmu seperti ini, kau akan mati
karena malu. Aku hanya mengatakan hal itu karena kesal padamu. Aku tidak bermaksud membuatmu berusaha melakukan sesuatu yang tidak bisa kau lakukan. Sekarang, biarkan saja itu. Lupakanlah soal jahit-menjahit. Hanya saja, cobalah untuk menghindari masalah! Dan demi kebaikanmu sendiri, jangan tidur
di lantai lagi. Jika kau melakukannya, kau mempermalukan aku di depan tetangga-tetanggaku!'
"'Tapi apa yang harus kulakukan, Astafi" Aku, tahu diriku ini seorang pemabuk dan tak cocok untuk pekerjaan apapun. Yang bisa kuIakukan hanyalah membuatmu, satu-satunya temanku marah. Aku hanyalah pembuat masalah.'
"Lalu tiba-tiba bibirny yang membiru gemetar. Air mata mengalir di pipinya yang pucat dan ia menangis tersedu-seduh. Emelian yang malang! Aku merasa seolah-olah seseorang menusuk jantungku dengan sebilah pisau.
"Emelian,' kataku pada diriku sendiri, 'aku tak pernah mengiramu seperti itu. Siapa sangka kau memiliki perasaan yang amat halus"' Lalu aku berpikir, 'Tetapi tiada gunanya mencoba membantumu. Aku sebaiknya berhenti melakukan sesuatu padamu. Pergilah. lakukanlah apa yang kau sukai.'
"Tapi mengapa aku harus berpanjang-panjang soal- itu" Semua itu, hanyalah menghabiskan kata-kata belaka. Maksudku, aku akan memberikan segala yang kupunya jika tidak satu pun di antaranya sungguh-sungguh pernah terjadi!
"Saat itu, Pak, aku memiliki celana untuk menunggang kuda berwarna biru. Bahannya dari kualitas terbaik. Celana itu dipesan oleh seorang lelaki desa yang datang ke kota kami. Saat aku selesai membuatnya, ia akan mengambilnya. Tetapi ia bilang celana itu terlalu ketat. Maka aku menyimpannya.
"Kurasa celana itu masih layak dipakai. Kainnya bagus. Aku bisa menjualnya seharga 15 rubeI atau lebih-"h anya untuk bahannya. Jika tidak, aku pun masih bisa membuatnya menjadi celana yang lain. Aku masih punya sisa kain untuk dibuat rompi untukku sendiri. Untuk seorang lelaki miskin sepertiku, Pak, setiap sen harus dihitung.
"Pada saat itu aku memperhatikan bahwa Emelian telah tiga hari tidak minum. Aku berpikit mungkin ia tak punya uang atau ia sudah berhenti minum. Aku tak tahan untuk tak merasa kasihan padanya. Ia tampak begitu menyedihkan dan menderita dalam segala hal.
"Kini aku akan menyingkat cerita ini. Pada suatu malam aku menemukan Emelian duduk didepan jendela. Aku tak terkejut melihat ia sedang mabuk. Aha, pikirku, kini kau melakukannya lagi!
"Lalu aku pergi untuk mengambil sesuatu dari kopor tempatku menyimpan pakaian. Ketika aku membukanya, ternyata celana biruku itu telah hilang. Aku mencari-carinya, tapi tak juga ketemu. Saat itu, seakan-akan ada sesuatu yang menusuk jantungku! Aku bergegas menemui perempuan tua pemilik rumah untuk m enanyakan padanya apakah dia mengambiI celana itu.
'''Oh, untuk apa celana biru seperti itu bagiku" Aku tak mungkin memakainya.Aku sendiri kehilangan rok kemarin. Aku tak tahu ada di mana barang itu.'
"'Apakah ada orang lain di sini"' tanyaku.
"'Tidak ada,' katanya. 'Aku ada di sini sepanjang waktu. Temanmu: pergi sebentar tadi lalu kembali lagi. Itu dia. Mengapa tak kau tanyakan saja padanya"'
"Lalu aku menanyai Emelian. "'Katakan padaku, EmeIian,' kataku, 'apakah kau mengambil celana biruku dari dalam kopor" Kau ingat celana itu, bukan" Celana yang kubuat untuk lelaki dari desa.'
"'Tidak, Astafi,' katanya, 'aku tak mengambilnya.'
"'Apa yang terjadi pada celana itu"' pikirku. Aku mencarinya lagi, tapi tak katemu
juga. Sepanjang waktu, Emelian hanya duduk-duduk saja di kursi depan jendela. Tiba-tiba aku meliriknya. "Ah, baiklah,' pikirku. Wajahku memerah dan aku mulai murka. Tiba-tiba pandangan mataku bersitatap dengan matanya.
"Tidak, Astafi, katanya. 'Aku tak mengambil celana itu. Aku tahu kau mengira bahwa akulah yang mengambilnya. Tapi aku tak pernah menyentuhnya.'
"'Lalu, di manakah celana itu"'
"'Aku tak tahu. Aku tak melihatnya'
"'Kalau begitu apa yang menurutmu telah terjadi" Apakah menurutmu celana itu bisa berjalan sendiri"'
'"Mungkin saja, Astafi. Yang kutahu, aku tak menyentuhnya.'
"Aku tak bisa lagi berkata apapun. Aku mengunci koporku dan pergi ke jendela. Lalu aku menyalakan lampu dan mulai bekerja. Aku sedang membuat sebuah rompi . Seorang pegawai pemerintah yang tinggal di lantai bawah telah memesannya. Tapi aku terbakar oleh amarah. Lebih mudah bagiku jika celana yang hilang itu terbakar menjadi abu.
"Emelian pasti bisa menerka betapa marahnya aku. Selalu begitu,Pak-bila seseorang merasa bersalah. Orang seperti itu bisa mencium adanya masalah, seperti burung bisa menerka akan datangnya badai. Sekonyong-konyong ia bangkit dan pergi ke tempat tidur. la mulai mencari-cari sesuatu di lantai. la terus berkata, "Tak ada di sini, tak ada di sini. Di mana celana itu berada"' Lalu, percaya atau tidak, ia merangkak di bawah ranjang dengan bertumpu pada tangan dan lututnya!
"'Mengapa kau merayap di bawah ranjang, Emelian,' tanyaku padanya.
"'Aku sedang mencari celana itu, Astafi,' terdengar suara Emelian dari bawah ranjang. "Mungkin ada di bawah sini.'
"Mengapa kau bersusah payah untuk orang sepertiku" Kau mengotori lututmu dengan sia-sia.'
"'Mengapa, Astafi"' katanya. 'Aku tak keberatan. Aku hanya berpikir kalau kita mencarinya lebih lama, siapa tahu celana itu akan ketemu.'
"'Oh, begitu, ya"' ujarku. 'Dengarkan aku sebentar, Emelian.'
'"Ada apa, Astafi"'
"'Apakah kau yakin kau tidak mencurinya-seperti yang dilakukan oleh maling" Inikah ucapan terima kasihmu atas semua yang telah kulakukan untukmu"' Aku sangat marah melihatnya merangkak di kolong ranjang untuk mencari sesuatu yang ia tahu persis tak akan ada di sana.
"'Tidak, Astafi.' Cukup lama ia merangkak di kolong ranjang. Lalu ia merayap keluar, wajahnya jadi seputih kain kafan. Ia berdiri di depanku"sekarang pun aku merasa tengah melihatnya-tampak mengerikan.
"Lalu, dengan terbata-bata, ia berkata, 'Tidak, Astafi. Aku tidak mengambil celanamu.'
"Seluruh tubuhnya gemetar, jarinya menunjuk dadanya. Suaranya bergetar sehingga membuatku merasa tidak nyaman.
Aku hanya duduk di sana seolah-olah aku terpaku dikursi itu.
'"Baiklah,' sahutku pada akhirnya. 'Emelian, maafkan aku. Tampaknya aku salah menuduhmu. Soal celana itu"aku tak peduli celana itu hilang. Kita bisa hidup tanpanya. Syukurlah, kita masih punya tangan. Kita tak perlu mencuri atau mengemis. Kita bisa mencari nafkah.'
"Emelian mendengarkanku. Dalam diam ia terus berdiri di depanku beberapa waktu. Lalu ia duduk dan terus berdiam diri hingga sepanjang malam. la masih duduk saat aku beranjak tidur. Saat aku bangun di pagi hari kulihat ia tidur di lantai. la berselimut mantelnya yang Compang-camping. Malam itu ia merasa terlalu terhina untuk tidur bersamaku di atas tempat tidur.
"Begitulah, Pak, sejak hari itu aku tak menyukai orang itu. Sejujurnya aku bahkan jadi membencinya selama beberapa hari setelahnya. Aku merasa seakan-akan putraku sendiri telah merampokku atau melakukan sesuatu yang amat buruk padaku.
"Hingga dua minggu kemudian" Emelian selalu pergi untuk minum-minum setiap hari. la mabuk dari pagi hingga malam. Selama dua minggu itu ia tak mengucapkan sepatah kata pun padaku.
"'Kurasa ia merasa amat tidak enak"atau ia sedang mencoba menghibur diri. Tapi pada akhirnya ia berhenti minum-minum. Kurasa ia sudah kehabisan uang. la lalu duduk-duduk di muka jendela. Aku ingat ia duduk!di sana selama tiga hari tanpa berkata apa pun.
"Lalu pada, suatu hari ku Iihat ia menangis. Betapa hebat ia menangis! Banjir air mata mengalir dari matanya. Begitulah, sangat tak menyenangkan melihat seorang lelaki menangis. Lebih parah lagi bila lelaki itu setua
Emolian. Kesedihan dan keputusasaannya terlihat menyakitkan.
"'Ada apa, Emelian"' tanyaku.
"la mulai gemetar. Itu adalah kali pertama aku berbicara lagi padanya setelah berminggu-minggu.
'"Tak apa-apa, Astafii.'
" "Dengar, Emelian, kau harus tabah. Lupakan soal celana itu. Aku kembali merasa menyesal untuknya.
"'Oh, bukan soal itu, Astafii. Aku sedih bukan karena soal celana itu. Aku hanya berpikir seharusnya aku mencari pekerjaan.'
'"Tapi kerja macam apa, Emelian"'
"'Oh, apa saja. Mungkin aku bisa menemukan pekerjaan seperti yang dulu kulakukan. Aku tak ingin membebanimu,Astaifi. Mungkin bila aku mendapat pekerjaan, aku bisa membayar segala pemberianmu.'
'"Jangan berkata bodoh, Emelian. Anggaplah kau telah melakukan sesuatu yang tak seharusnya kau lakukan. Lalu, apa masa-lahnya" Itu sudah usai. Lupakanlah! Mari kita jalani segalanya seperti biasa"seolah-olah tak ada yang pernah terjadi.'
"Tidak,Astafi. Aku tahu kau masih gusar soal itu. Tapi aku tak pernah menyentuh celanamu.'
"'Yah, terserah kaulah, Emelian!'
"'Tidak, Astafi. Aku tahu aku tak bisa lagi tinggal di sini. Kini aku harus pergi.' Lalu ia bangkit dan menyampirkan mantelnya di bahunya.
'"Kau mau pergi ke mana"' tanyaku. 'Pikirkan soal itu. Apa yang kau lakukan" Kau bahkan tak punya pekerjaap.'
'"Selamat tinggal, Astafi. Jangan cegah aku,' Sekali lagi ia mulai menangis. 'Kini saatnya aku pergi darimu. Kau tak lagi sama.'
"'Apa maksudmu" Aku masih sama. Kau akan mati seperti bocah tak berdaya jika kau hidup sendirian.'
"'Tidak, Astafi, kau telah berubah. Setiap kali kau pergi, kau rriengunci kopormu, Aku melihatnya dan itu membuatku menangis. Tidak, lebih baik aku pergi. Maafkan aku bila aku telah melakukan sesuatu yang membuatmu tidak senang selama kita hidup bersama.'
"Begitulah, ia pergi pada hari itu juga. Aku menunggunya sepanjang malam. Tapi ia tak kembali juga tak ada tanda-tanda kehadirannya pada keesokan harinya dan hari berikutnya.Aku begitu Cemas sehingga tak bisa makan, minum atau tidur. Kesedihan yang tak terkira telah mencengkram hatiku.
"Pada hari keempat aku mulai mencarinya. Aku pergi ke bar di sekitar tempat itu. Tapi takseorang pun melihatnya. Aku mulai berpikir jangan-jangari ia mati di tepi pagar rumah orang saat ia mabuk. Akhirnya, aku pulang. Saat: itu aku merasa setengah mati,
"Pagi-pagi buta pada hari kelima, ku dengar pintu terkuak. Aku melihat Emelian beranjak masuk. Wajahnya bernoda kebiruan dan rambutnya penuh lumpur. Tampaknya ia telah tidur ditepi jalan. la menjadi makin kurus. la melepaskan mantel bututnya dan duduk di sampingku.
"Aku amat senang berjumpa dengannya, tapi sekaligus sedih. la tampak lebih buruk dari pada sebelumnya. Aku berpikir jik aku telah melakukan kesalahan-lebih baik aku mati dari pada harus kembali. Tapi Emelian telah kembali. Tentu saja, hatiku nyaris serasa remuk melihatnya dalam keadaan seperti itu. Aku mulai mengajaknya bicara dengan ramah dan mencoba menghiburnya.
?"Emelian, aku senang kau pulang, jika kau baru datang beberapa saat lagi, mungkin aku sudah pergi. Aku akan pergi mencarimu. Apakah kau sudah makan"'
"'Ya, terima kasih, Astafi,' katanya. 'Aku sudah makan.'
'"AyoIah-benarkah" Ini, kawan, sup kubis sisa kemarin. Rasanya enak dan ada daging di dalamnya. Ini ada juga roti dan bawang. Ayo, makanlah,' kataku, 'Ini. bagus buatmu.'
"Aku memberikannya padanya dan ia memakannya dengan lahap. Aku tahu ia belum makan sejak tiga hari lalu. Rupanya rasa. lapar yang mendorongnya kembali padaku! Aku merasa kasihan pada kawanku ini. Hatiku diliputi rasa iba saat aku menatapnya.
"Aku pada diri sendiri,'Aku akan membawakannya vodka agarb ia senang. Kuakhiri saja urusan yang dulu itu. Aku, tak punya masalah lagi dengan kawanku yang malang ini.' Aku bergegas pergi ke bar dan kembali dengan membawa vodka.
'"Ini, Emelian,' ujarku, 'ayo kita minum untuk kesehatan kita. Hari ini adalah hari raya! Ayolah. Ini baik bagimu.'
"la mengulurkan tangannya dan aku memberinya segelas minuman. la mengambilnya dan mencoba mendekatkannya pada bibirnya. Tapi ia menumpahkan vodka itu ke lengan bajunya. Akhirnya, ia berhasil mendekatkan gelas itu ke bibirnya. Tapi tiba-tiba ia meletakkannya di atas meja.
"'Mengapa kau tak minum Emelian"'
"'Astafi, kurasa aku tak akan minum lagi.'
"'Kau akan berhenti minum untuk selamanya, Emelian" Atau hanya hari ini"'
"la tak menjawab. Sejenak kemudian aku melihat ia menyandarkan kepala di lengannya. Aku bertanya padanya, 'Ada apa, Emelian" Apakab kau sakit"'
"'Ya, Astafi. Kurasa aku sakit.'
"Aku memapahnya ketempat tidur dan segera kutahu bahwa ia memang sakit. Kepalanya panas dan ia gemetar karena demam. Aku duduk di dekatnya sepanjang hari. Menjelang malam ia makin parah. Aku membuatkannya makanan dari daging sapi, mentega dan bawang. Aku menambahinya dengan sedikit roti. Lalu aku berkata" padanya, "MakanIah.Ini akan membuatmu agak baikan!'
"Tapi ia hanya menggelengkan kepalanya. 'Tidak, Astafi,' ujarnya. 'Jika kau tak keberatan, aku tak akan makan malam.'
"Lalu aku membuatkannya teh, tapi ia juga tak mau meminumnya. Pada pagi ketiga, aku menemui seorang dokter yang kukenal. Dr. Kostopravov pernah merawatku sebelumnya. la datang ke kamarku untuk memeriksa, Emelian. Sesudahnya, ia hanya berkata singkat.
'"Tak ada gunanya memanggilku,' ujar dokter itu. 'la sudah terlalu parah. Tapi Anda bisa memberinya obat yang akan kutuliskan resepnya.' Aku tak pernah memberinya obat itu. Aku tahu dokter itu pun merasa bahwa sudah tak ada gunanya memberinya obat. Lalu tibalah hari kelima.
"Emelian terbaring sekarat di hadapanku. Aku duduk dekat jendela menggenggam pekerjaanku. Pemilik rumah sedang menyalakan kompor. Tiada seorang pun di antara kami yang berbicara. Hatiku hancur melihat lelaki yang telah dirusak oleh minuman keras ini. Aku merasa seakan-akan putraku sendiri yang akan mati. Aku tahu Emelian terus menerus menatapku sepanjang hari. la diam saja tetapi aku merasa bahwa ia ingin mengatakan sesuatu padaku. la tampak sedang mengumpuIkan keberanian untuk melakukannya.
"Akhirnya aku mendekat padanya. Tampak kepedihan dalam matanya! Saat ia melihatku menatapnya, ia menundukkan pandangan matanya.
'"Aku ingin bertanya, Astafi,' ia memulai.
"'Ada apa, Emelian"' tanyaku.
'"Jika kau membawa mantelku ke tukang loak, berapa kira-kira akan laku"'
"Aku tak tahu. Tapi mungkin tak banyak. Barangkali tiga rubel.' Aku mengatakan itu hanya untuk menghiburnya. Aku tahu aku hanya akan ditertawakan bila hendak menjual mantel butut itu.
"'Astafi, menurutku kau bisa mendapat lebih banyak. Mantel ini terbuat dari kain yang bagus. Tentu saja mereka akan memberimu lebih dari tiga rubel untuk bahan sebagus ini, bukan"'
"'Emelian, jika kau ingin menjualnya, tentu kau boleh mengajukan harga terlebih dulu.'
"Emelian terdiam sejenak lalu ia memanggilku lagi.
"Astafi!' "'Ada apa, Emelian"
"'juallah manteIku kalau aku mati. Jangan kuburkan aku dengan pakaian itu. Aku akan baik-baik saja tanpanya. Mantel itu terbuat dari bahan yang bagus. Cukup layak dijual. Kau bisa mendapat beberapa rubel.'
"Aku tak bisa mengatakan betapa sedih aku mendengarnya. Aku tahu ajalnya sudah dekat. Kami terdiam kembali. Sekitar sejam berlalu. Ketika aku menatapnya, kulihat ia masih memandangku. Tetapi begitu kami bertemu pandang, ia menundukkan matanya.
"'Apakah kau mau minum, Emelian"' tanyaku.
"'Ya, terima kasih, Astafi.'
"Aku memberinya minum dan ia meminumnya.
"'Ada lagi yang kau mau, Emelian"'
"Tidak,Astafi. Aku tak mau apapun. Hanya saja?"
'"Apa"' '"Kau tahu.' '"Apa yang kau mau, Emelian"'
"'Celana itu, Astafi. Akulah yang mengambilnya.'
"'Aku yakin Tuhan akan mengampunimu, Emelian. Kau akan pergi dengan damai,' ujarku.
"Aku merasa tenggorokanku tersekat. Aku bisa merasakan mataku berkaca-kaca. Aku memalingkan pandangan sejenak. '"Astafi"'
"Aku menoleh dan melihat ia hendak berkata lagi. la mencoba duduk tegak dan bibirnya bergerak-gerak. Lalu tiba-tiba ia menatapku dengan mata berbelalak. Aku melihat wajahnya makin memucat. la seakan-akan hendak mengerut. .Sejenak kemudian kepalanya terkulai dan ia menghembuskan napas terakhir. Lalu ia pun menyerahkan jiwanya ke haribaan Tuhan.
*** Fyodor adalah anak kedua dari tujuh bersaudara yang dilahirkan dari Mikhail dan Maria Dostoyevsky. Tak lama setelah ibunya meninggal karena tuberkulosis pada 1837, ia dan saudaranya Mikhail dikirim ke Akademi Teknik Militer di St. Petersburg. Ayah mereka, seorang ahli bedah militer yang sudah pensiun, yang bekerja sebagai dokter di Rumah Sakit Mariinsky untuk orang-orang miskin di Moskwa, meinggal pada 1839. Meskipun tidak diketahui sebabnya, orang yakin bahwa Mikhail Dostoyevsky dibunuh oleh petani-petaninya sendiri, yang konon menjadi marah ketika Mikhail mabuk dan kemudian melakukan kekerasan. Mereka berusaha menahannya, lalu menuangkan vodka ke mulutnya hingga ia tenggelam. Sebuah cerita lain mengatakan bahwa Mikhail meninggal karena sebab-sebab alamiah, dan seorang tuan tanah tetangganya menciptakan cerita tentang pemberontakan petani ini agar ia dapat membeli hartanya dengan harga murah.
Dostoyevsky dikirim ke Akademi Teknik Militer St. Petersburg dan karena ia tidak begitu pandai dalam matematika, mata pelajaran yang dibencinya, ia pun tidak berhasil baik di sekolah itu. Sebaliknya, ia lebih memusatkan perhatian pada sastra. Tokoh pujaannya adalah Honore de Balzac dan pada 1843 ia bahkan menerjemahkan salah satu karya terbesar Balzac, Eugenie Grandet ke dalam bahasa Rusia. Sekitar waktu ini Dostoyevsky mulai menulis fiksinya sendiri dan pada 1846, karyanya yang pertama, sebuah novel pendek dalam bentuk surat, Orang-orang Miskin, mendapatkan sambutan hangat, khususnya oleh kritikus liberal, Vissarion Belinsky, dengan pujiannya yang termasyhur, "Seorang Gogol yang baru telah muncul!"
Dostoyevsky ditangkap dan ditahan pada 23 April 1849 karena terlibat dalam kegiatan revolusioner melawan Tsar Nikolai I. Pada 16 November tahun itu ia dijatuhi hukuman mati karena kegiatan anti pemerintahan yang terkait dengan sebuah kelompok intelektual liberal, Lingkaran Petrashevsky. Setelah sebuah pura-pura dihukum mati"matanya ditutup dan ia diperintahkan berdiri di luar di udara dingin sambil menunggu untuk ditembak mati oleh sebuah regu tembak, hukuman Dostoyevsky diubah menjadi beberapa tahun dikirim ke pembuangan untuk bekerja paksa di sebuah kamp penjara katorga di Omsk, Siberia. Epilepsinya yang telah lama diidapnya, kian meningkat selama masa ini. Ia dibebaskan dari penjara pada 1854, dan diwajibkan melayani di Resimen Siberia. Dostoyevsky menghabisi lima tahun berikutnya sebagai seorang kopral (dan belakangan letnan) di dalam Barisan Batalyon Resimen ke-7 yang ditempatkan di benteng Semipalatinsk di Kazakhstan.
Ini adalah titik balik dalam kehidupan pengarang ini. Dostoyevsky meninggalkan gagasan-gagasan idealnya semula dan menjadi seorang Kristen dan penentang keras nihilisme dan sosialisme ateis. Ia belakangan menjalin persahabatan yang aneh dengan pengarang konservatif, Konstantin Pobedonostsev. Ia mulai menjalin hubungan, dan belakangan menikah dengan Maria Dmitrievna Isaeva, janda seornag kenalannya di Siberia.
Pada 1860, ia kembali ke St. Petersburg, dan di sana ia menulis sejumlah jurnal sastra yang gagal dengan kakaknya, Mikhail. Dostoyevsky sangat terpukul oleh kematian istrinya pada 1864, diikuti tak lama kemudian oleh kematian saudaranya. Dari segi keuangan ia menjadi lumpuh karena utang bisnisnya dan keharusan membiayai janda kakaknya serta anak-anaknya. Dostoyevsky tenggelam dalam suatu depresi yang mendalam, seringkali mengunjungi tempat judi dan terus-menerus kalah.
Dostoyevsky menderita kecanduan judi yang parah dan akibat-akibatnya. Menurut sebuah cerita Kejahatan dan Hukuman, kemungkinan novelnya yang paling terkenal, diselesaikannya dengan sangat tergesa-gesa karena Dostoyevsky sangat membutuhkan uang muka dari penerbitnya. Ia praktis tidak punya uang sepeserpun setelah habis-habisan berjudi. Dostoyevsky menulis Si Penjudi dalam waktku berbarengan untuk memenuhi suatu perjanjian dengan penerbitnya Stellovsky yang, bila ia tidak menerima karangan baru, akan mengklaim semua hak cipta atas semua tulisan Dostoyevsky.
Terdorong oleh keinginan untuk melepaskan diri dari para krediturnya di dalam negeri dan mengunjungi kasino-kasino di luar negeri, Dostoyevsky melakukan kunjungan ke Eropa Barat. Di sana, ia berusaha menjalin kembali hubungan cintanya yang lama dengan Apollinaria (Polina) Suslova, seorang mahasiswi muda, setelah beberapa tahun sebelumnya ia pernah berhubungan. Namun Suslova menolak lamarannya. Dostoyevsky patah hati, namun tak lama kemudian ia bertemu dengan Anna Grigorevna, seorang penulis steno berusia 20 tahun, yang dinikahinya pada 1867. Periode ini merupakan masa penulisan buku-bukunya yang terbesar. Dari 1873 hingga 1881 ia membalas kegagalan-kegagalan jurnalistiknya sebelumnya dengan menerbitkan sebuah jurnal bulanan penuh dengan cerita pendek, sketsa, dan artikel tentang peristiwa hangat " Buku Harian Pengarang. Jurnal itu merupakan sukses besar. Dostoyevsky juga diketahui telah memengaruhi serta dipengaruhi oleh filsuf Rusia terkenal, Vladimir Sergeyevich Solovyov, sebagian malah menyatakan bahwa Solovyov merupakan prototipe dari tokoh Alyosha Karamazov.
Pada 1877 Dostoyevsky menyampaikan eulogi utama pada pemakaman sahabatnya, penyair Nekrasov, sehingga menimbulkan banyak kontroversi. Pada 1880, tak lama sebelum ia meninggal, ia memberikan pidato Pushkinnya yang terkenal pada upacara peresmian monumen Pushkin di Moskwa.
Dalam tahun-tahun terakhirnya, Fyodor Dostoyevsky tinggal lama di resor Staraya Russa yang lebih dekat ke St Petersburg dan lebih murah daripada resor-resor Jerman. Ia meninggal pada 28 Januari (O.S.), 1881 karena pendarahan paru-paru yang disebabkan oleh serangan epilepsi. Jenazahnya dikebumikan di Pemakaman Tikhvin di Biara Alexander Nevsky, St. Petersburg, Russia. Empat puluh ribu orang Rusia meratapi dan menghadiri penguburannya.
Pengaruh Dostoyevsky sangat luas"dari Herman Hesse hingga Marcel Proust, William Faulkner, Albert Camus, Franz Kafka, Friedrich Nietzsche, Henry Miller, Yukio Mishima, Gabriel Garc"a M"rquez dan Joseph Heller"praktis tak seorang pun penulis besar abad ke-20 yang lolos dari bayang-bayangnya yang panjang (beberapa tokoh yang tidak terpengaruhi sangat jarang, termasuk Vladimir Nabokov, Henry James, Joseph Conrad dan, dalam cara yang lebih tersamar, D.H. Lawrence). Novelis Amerika Ernest Hemingway juga mengutip Dostoyevsky dalam buku-buku otobiografinya, sebagai pengaruh besar dalam karyanya. Pada dasarnya Dostoyevsky adalah seorang pengarang mitos (dan dalam hal ini kadang-kadang ia dibandignkan dengan Herman Melville), dan ia telah menciptakan sebuah karya yang sangat penting dan boleh dikatakan mengandung daya hipnotis yang dicirikan oleh hal-hal berikut: suasana yang sangat didramatisir (konklaf), dengan tokoh-tokohnya, yang seringkali dalam suasana skandal dan meledak, dengan penuh semangat terlibat dalam dialog-dialog seperti Sokrates " la Russe (gaya Rusia); pencarian akan Tuhan, masalah Kkuasa Jahat dan penderitaan orang-orang yang tidak bersalah mengisi sebagian besar novel-novelnya.
Tentang lingkaran Petrashevsky bisa dibaca di wikipedia
Sumber tulisan : www.wikipedia.org
Furinkazan 1 Lupus Tragedi Sinemata Circa 3
^