Pencarian

Assasins Credd 2

Assasins Credd Karya Oliver Bowden Bagian 2


bersembunyi dan kediaman keluarga kami digeledah. Ayah
memerintahkanku untuk mengantarkan surat dan kertas-kertas
ini kepadamu?" Ezio menarik dokumen-dokumen tersebut
dari kantongnya. "Terima kasih." Alberti memasang sebuah kacamata dan
membaca surat Giovanni dengan cahaya lilin yang membara
di atas meja belajarnya. Tidak ada suara di ruangan tersebut,
selain denting jam dan sesekali bunyi pelan ketika bara api
rubuh. Kalau ada orang lain hadir di ruangan tersebut,
Ezio tidak ingat. Sekarang Alberti mengalihkan perhatiannya kepada
dokumen-dokumen tersebut. Dia melihat-lihatnya beberapa
saat, lalu akhirnya meletakkan salah satunya dengan hati-hati
di dalam bajunya yang ketat. Dokumen-dokumen lainnya
dia letakkan dengan hati-hati di satu sisi, terpisah dari
kertas-kertas yang ada di atas mejanya.
"Ada kesalahpahaman yang parah, Ezio," kata Alberti
sambil melepaskan kacamatanya. "Benar bahwa mereka
ditimpa tuduhan tanpa bukti" Tuduhan yang serius.
Sebuah pengadilan telah dijadwalkan untuk besok pagi. Dan
sepertinya seseorang telah bertindak terlalu terburu-buru
untuk alasan mereka sendiri. Tapi jangan khawatir, aku
akan membereskan semuanya."
78 Ezio hampir tidak berani memercayainya. "Bagaimana
caranya?" "Dokumen-dokumen yang tadi kau berikan kepadaku
berisi bukti konspirasi melawan ayahmu dan melawan kota
ini. Aku akan menghadirkan kertas-kertas ini pada kesaksian
besok pagi, sehingga Giovanni dan saudara-saudaramu akan
dibebaskan. Aku jamin."
Rasa lega membanjiri pria muda itu. Dia menggenggam
tangan sang Gonfaloniere. "Bagaimana aku bisa berterima
kasih kepadamu?" "Proses keadilan adalah pekerjaanku, Ezio. Aku mela"kukannya dengan sangat serius, dan..." selama sepersekian
detik, Alberti ragu-ragu, ?"ayahmu adalah salah satu
sahabat terdekatku." Alberti tersenyum. "Tapi di mana
sopan-santunku" Aku bahkan belum menawarimu segelas
anggur." Dia berhenti. "Dan di mana kau akan bermalam"
Aku masih harus menghadiri sebuah urusan penting, tapi
para pembantuku akan memastikan kau makan, minum,
dan tidur di kasur yang hangat."
Pada waktu itu, Ezio tidak tahu mengapa dia menolak
tawaran yang sangat baik hati seperti itu.
Sudah jauh lewat dari tengah malam ketika dia
meninggalkan mansion Gonfaloniere. Setelah menarik
tudungnya lagi, Ezio berkeliaran menembus jalanan berusaha
untuk membenahi benaknya. Sekarang, dia tahu ke mana
kakinya pergi. 79 Begitu sampai di sana, pemuda itu mendaki balkon
dengan perasaan yang jauh lebih enteng daripada yang bisa
dia bayangkan. Mungkin keresahan meminjamkan kekuatan
kepada otot-ototnya. Kemudian Ezio mengetuk daun jendela
Cristina dengan lembut, dan memanggil pelan-pelan, "Cristina!
Amore! Bangunlah! Ini aku." Ezio menunggu, tak bersuara
seperti seekor kucing, dan mendengarkan. Dia bisa mendengar
gadis itu menggeliat bangun. Kemudian terdengar suaranya
yang takut di sisi lain daun jendela tersebut.
"Siapa itu?" "Ezio." Cristina membuka daun jendela dengan cepat. "Ada
apa" Ada masalah apa?"
"Biarkan aku masuk. Aku mohon."
Sambil duduk di atas tempat tidur Cristina, Ezio
menceritakan semuanya. "Aku tahu, pasti ada yang salah," kata gadis itu.
"Ayahku tampak cemas tadi saat makan malam. Tapi ia
bilang semuanya akan baik-baik saja."
"Tolong biarkan aku bermalam di sini. Jangan khawatir,
aku akan pergi jauh sebelum fajar. Aku juga harus memintamu
untuk menjaga sesuatu untukku." Ezio melepaskan kantongnya
dan menempatkan benda itu di antara mereka. "Aku hanya
memercayaimu." "Oh, Ezio. Tentu saja kau bisa memercayaiku."
Pemuda itu pun jatuh ke dalam tidur yang tidak nyenyak,
di dalam pelukannya. 80 Pagi itu mendung dan berawan. Udara di kota itu pun
terasa panas dan lembap karena terjebak oleh awan yang
menggantung. Ezio sangat terkejut melihat kerumunan yang
padat saat tiba di Piazza della Signoria. Sebuah mimbar telah
ditempatkan dan di atasnya diletakkan sebuah meja yang
ditutupi oleh kain brokat berat yang memperlihatkan senjata
kota tersebut. Uberto Alberti telah berdiri di atas mimbar,
dan seorang pria tinggi berbadan kekar dengan hidung
bengkok dan mata yang hati-hati dan penuh perhitungan.
Pria tinggi itu berpakaian merah tua pekat. Setidaknya,
dia orang asing bagi Ezio. Tapi perhatiannya terhenti saat
melihat penghuni-penghuni lainnya di atas mimbar tersebut.
Ayah dan saudara-saudaranya, mereka semuanya dirantai.
81 Tepat di belakang mereka terdapat sebuah konstruksi dengan
balok berat yang digantungi oleh tiga simpul.
Tadi Ezio tiba di piazza dengan suasana hati yang optimis,
tapi sekarang dia cemas. Bukankah sang Gonfaloniere telah
memberitahunya bahwa semua akan dibereskan hari ini"
Namun sekarang perasaannya berubah, ada yang salah.
Sangat salah. Ezio berusaha mendorong maju, tapi tidak bisa
menekan menembus massa. Dia merasa keramaian massa
akan menenggelamkannya. Ezio pun mati-matian berusaha
menenangkan diri, dan membuat tindakan-tindakannya masuk
akal. Maka pemuda itu berhenti, menarik tudungnya supaya
menutup kepalanya, lalu memperbaiki posisi pedang pada
ikat pinggangnya. Tentunya Alberti tidak akan membiarkan
Ezio begitu saja" Pemuda itu pun selalu menyadari bahwa
pria itu, orang Spanyol kalau dilihat dari bajunya, wajahnya
dan warna kulitnya, sedang menjelajahi massa orang-orang
dengan matanya yang menusuk. Siapa dia" Kenapa dia
menggerakkan sesuatu di dalam ingatan Ezio" Pernah
pemuda itu melihatnya sebelum ini"
Sang Gonfaloniere mengangkat tangan untuk membuat
orang-orang diam, ia mengenakan jubah kantornya. Lalu
kerumunan itu langsung hening.
"Giovanni Auditore," kata Alberti dengan nada suara
memerintah yang gagal, bagi telinga Ezio yang sensitif, untuk
menyembunyikan rasa takut. "Kau dan kaki-kaki tanganmu
dituduh melakukan tindak kejahatan berupa pengkhianatan.
Apakah ada bukti untuk melawan tuduhan ini?"
82 Giovanni langsung menatap Alberti dengan terkejut dan
gelisah. "Ya, semua bukti itu ada di dalam dokumen yang
diantarkan kepadamu malam tadi."
Tapi Alberti berkata, "Aku tidak tahu dokumen seperti
itu, Auditore." Ezio langsung tahu bahwa ini hanyalah pengadilan
pura-pura, tapi dia tidak bisa memahami pengkhianatan
Alberti. Pemuda itu berteriak, "Itu bohong!" Tapi suaranya
terbenam oleh raungan massa. Ezio berjuang untuk mendekat,
mendorong-dorong warga kota yang marah, tapi mereka
terlalu banyak, dan dia terjebak di tengah-tengah mereka.
Alberti berbicara lagi, "Bukti melawanmu telah
dikumpulkan dan diuji. Ini tidak dapat disangkal lagi.
Karena tidak ada bukti yang sebaliknya, aku terikat oleh
jabatanku untuk mengumumkan, bahwa kau dan kaki"kaki tanganmu, Federico, Petruccio, dan putramu yang
bernama Eziolembab"in absentia"bersalah atas tindak
kejahatan yang dituduhkan." Alberti berhenti ketika massa
kembali terdiam. "Di sini aku menjatuhkan hukuman mati
kepada kalian semua, dan hukuman tersebut akan langsung
dilaksanakan!" Kerumunan orang itu meraung lagi. Dengan sebuah
tanda dari Alberti, seorang algojo mempersiapkan simpul,
sementara dua asistennya mengambil Petruccio kecil"yang
melawan sambil menangis"ke tiang gantungan. Tali itu
ditempatkan di sekeliling lehernya saat anak itu berdoa
dengan cepat dan pastor yang bertugas pun menumpahkan
Air Suci ke atas kepalanya. Kemudian, sang penjagal menarik
83 sebuah pengungkit yang dipasang ke panggung. Anak itu
pun terayun-ayun, menendangi udara sampai dia kaku.
"Tidak!" Ezio berteriak tanpa suara, hampir tidak bisa
memercayai apa yang sedang dia saksikan. "Tidak, Tuhan,
tolong jangan!" Tapi kata-katanya tersendat di tenggorokan,
kehilangan telah mengalahkan segalanya.
Berikutnya adalah Federico yang meneriakkan tidak
berdosanya dirinya dan keluarganya. Dia berjuang dengan
sia-sia untuk melepaskan diri dari penjaga yang bergulat
melawannya menuju tiang gantungan. Kini Ezio berusaha
keras maju lagi, melihat setetes air mata mengalir di pipi
ayahnya yang pucat. Dengan terkejut, Ezio menyaksikan
kakak dan sahabat terhebatnya terguncang-guncang di
ujung tali. Butuh waktu lebih lama bagi Federico untuk
meninggalkan dunia daripada Petruccio, tapi pada akhirnya
dia juga kaku, terayun-ayun dari tiang gantungan. Ia bisa
mendengar balok kayu itu berderak di dalam keheningan.
Ezio bertarung dengan penyangkalan di dalam dirinya.
Apakah ini benar-benar sedang terjadi"
Kerumunan orang mulai berbisik-bisik, tapi kemudian
sebuah suara tegas membuat mereka terdiam. Giovanni
Auditore sedang berbicara. "Kaulah si pengkhianat, Uberto.
Kau, salah satu kenalan dan teman terdekatku, kepada siapa
aku memercayakan hidupku! Betapa bodohnya diriku karena
tidak melihat bahwa kau adalah salah satu dari mereka!"
Di sini Giovanni menaikkan suaranya menjadi teriakan keras
berisi rasa sakit dan amarah. "Kau bisa mengambil nyawa
84 kami hari ini, tapi ingatlah hal ini. Kami akan mencabut
nyawamu sebagai gantinya!"
Dia menundukkan kepalanya, lalu terdiam. Ada
keheningan yang mendalam, hanya terganggu oleh doa-doa
yang digumamkan oleh sang pastor, mengikuti Giovanni
saat berjalan dengan penuh wibawa ke tiang gantungan
dan memercayakan jiwanya ke petualangan hebat terakhir
yang akan berlangsung. Ezio terlalu syok untuk merasa sedih pada mulanya.
Rasanya seperti ada tinju dari besi kuat yang menghantamnya.
Tapi ketika jebakan itu membuka di bawah Giovanni, Ezio
tidak bisa menahan diri. "Ayah!" dia menjerit, suaranya
pecah. Langsung saja mata orang Spanyol itu mengarah
kepadanya. Apakah ada yang supernatural pada penglihatan
pria itu, karena bisa langsung menemukannya di antara
khalayak ramai" Seakan-akan berada di dalam gerak lambat,
Ezio melihat orang Spanyol itu condong ke depan Alberti,
membisikkan sesuatu, dan menunjuk.
"Penjaga!" Alberti berteriak, juga menunjuk. "Di sana!
Itu salah satu di antara mereka! Tangkap dia!"
Sebelum kerumunan itu bisa bereaksi dan menahannya,
Ezio mendesak menembus ke pinggirannya, meninju-ninjukan
kepalan tangannya kepada siapa pun yang berdiri menghalangi
jalannya. Seorang penjaga sudah menunggunya. Dia bergerak
cepat ke Ezio, menarik tudungnya. Dengan naluri dari dalam
dirinya, Ezio melepaskan diri dan menarik pedangnya dengan
sebelah tangan, lalu mencengkeram tenggorokan penjaga itu
85 dengan tangan lainnya. Reaksi Ezio lebih cepat daripada
reflek penjaga itu. Sebelum penjaga itu bisa menggunakan
tangan untuk melindungi diri sendiri, Ezio melindungi dirinya
sendiri dengan cara mempererat cengkeramannya. Dalam satu
gerakan pukulan cepat, Ezio berlari menembus sang penjaga,
mengiriskan pedangnya ke tubuh itu, dan saat dia menarik
pedangnya keluar, usus pria itu berceceran ke atas batu
kerikil. Ezio melempar tubuh itu ke samping, lalu berbalik
ke arah panggung, mengunci Alberti dengan matanya. "Aku
akan membunuhmu untuk ini!" teriak pemuda itu. Suaranya
tegang berisi kebencian dan amarah.
Namun para penjaga lainnya mendekat. Karena naluri
untuk menyelamatkan dirinya mengambil alih, Ezio meng"hindari mereka dengan cepat, lalu menuju ke jalan sempit
yang tidak ada penjagaan di balik lapangan itu. Sialnya,
dia melihat dua penjaga lagi, berlari cepat, bergegas untuk
menebas dirinya. Mereka saling berhadapan di pinggiran lapangan. Kedua
penjaga itu melawannya, menghalangi jalan mundurnya,
sementara penjaga-penjaga lainnya mendekat. Ezio melawan
mereka berdua dengan kalut. Kemudian salah satu di
antara mereka tidak beruntung ketika menangkis, sehingga
pedangnya terlepas. Takut bahwa inilah titik akhir, Ezio
berbalik untuk kabur dari para penyerangnya. Tapi sebelum
dia bisa menyeimbangkan diri, sesuatu yang mengejutkan
terjadi. Dari jalan sempit yang sedang dia lalui, dan sejauh
beberapa meter, seorang pria bergaun kasar muncul. Dengan
kecepatan cahaya pria itu muncul dari belakang kedua
86 penjaga itu, lalu menebas dalam-dalam di bawah ketiak
tangan pedang mereka, menyobek otot-otot mereka sehingga
tidak berguna lagi. Pria itu bergerak dengan sangat cepat
sehingga Ezio hampir tidak bisa mengikuti gerakannya
saat dia mengambil pedang pemuda itu yang telah jatuh
dan melemparkannya kepada pemiliknya. Ezio mendadak
mengenalinya, dan sekali lagi mencium bau bawang yang
kuat. Pada saat itu, bahkan bunga mawar damask tidak
bisa tercium lebih manis.
"Pergi dari sini," kata pria itu, kemudian dia juga
menghilang. Ezio terjun ke jalanan, dan mengelak ke
lorong-lorong dan jalan-jalan kecil yang sangat akrab baginya
sejak petualangan malam itu bersama Federico. Sorakan dan
teriakan di belakangnya memudar. Dia berhasil mencapai
sungai, dan menemukan tempat perlindungan di dalam
sebuah gubuk pengawas yang tidak terpakai lagi di belakang


Assasins Credd Karya Oliver Bowden di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

salah satu gudang milik ayah Cristina.
Pada saat itu, Ezio berhenti menjadi anak-anak dan
berubah menjadi seorang pria. Beratnya tanggung jawab yang
sekarang dia rasakan"akan ia gunakan untuk membalas
dendam dan memperbaiki kesalahan yang mengerikan
ini"jatuh ke pundaknya seperti mantel yang berat.
Pemuda itu merosot di atas setumpuk karung goni
yang tidak terpakai lagi, dia merasa sekujur tubuhnya
mulai berguncang. Dunianya telah tercabik-cabik. Ayahnya"
Federico" dan, Tuhan, tidak, Petruccio kecil" semuanya
telah pergi, semuanya telah mati, semuanya telah dibunuh.
Sambil memegangi kepalanya dengan kedua tangan, Ezio
87 menangis. Dia tidak bisa mengendalikan emosi yang ia
rasakan penderitaan, ketakutan, dan kebencian. Baru beberapa
jam kemudian, dia bisa membuka wajahnya lagi. Matanya
merah dan penuh dengan keinginan kuat untuk membalas
dendam. Pada saat itu, Ezio tahu bahwa kehidupannya yang
lama telah berakhir. Ezio yang main-main sudah hilang
selamanya. Sejak sekarang, kehidupannya diarahkannya
hanya untuk satu tujuan, yaitu pembalasan.
Lama kemudian pada hari itu, sangat menyadari bahwa
orang-orang masih mencarinya tanpa belas kasihan, Ezio
kembali ke lorong-lorong ke mansion keluarga Cristina.
Dia tidak ingin membahayakan gadis itu, tapi dia perlu
mengambil kantongnya bersama isinya yang berharga. Dia
menunggu di tempat tersembunyi yang gelap yang berbau
pesing, tidak bergerak bahkan ketika tikus berlari cepat
melintasi kakinya, sampai sebuah cahaya di jendela gadis
itu memberi tahu Ezio bahwa Cristina telah masuk untuk
beristirahat malam. "Ezio!" gadis itu berseru ketika melihatnya di balkonnya.
"Puji Tuhan kau masih hidup." Wajah Cristina dibanjiri
kelegaan, tapi itu sebentar saja sebelum duka cita mengambil
alih. "Ayahmu, dan saudara-saudaramu?" Ia tidak bisa
menyelesaikan kalimat itu, lalu kepalanya menunduk.
Ezio memeluk gadis itu. Untuk beberapa menit, mereka
hanya berdiri saling berpelukan.
88 Akhirnya, Cristina memecahkan keheningan. "Kau gila!
Kau sedang apa masih di Florence?"
"Aku masih ada urusan," kata Ezio dengan serius.
"Tapi aku tidak bisa berlama-lama di sini. Risikonya
terlalu besar bagi keluargamu. Kalau mereka berpikir kau
melindungiku?" Cristina terdiam. "Berikan tasku, lalu aku pergi."
Gadis itu mengambilkannya, tapi sebelum ia mem"berikan tas itu, Cristina berkata, "Bagaimana dengan
keluargamu?" "Itulah tugas pertamaku. Menguburkan mereka. Aku
tidak bisa melihat mereka dilemparkan ke dalam lubang
kapur seperti penjahat biasa."
"Aku tahu di mana mereka telah membawa
keluargamu." "Bagaimana bisa?"
"Orang-orang kota membicarakannya sepanjang hari. Tapi
tidak akan ada orang di sana sekarang. Jasad keluargamu
ada di dekat Porta San Niccol", bersama jasad-jasad para
gelandangan. Ada lubang yang sudah disiapkan, dan mereka
menunggu kereta kapur untuk datang pada pagi hari. Oh,
Ezio"!" Ezio berbicara dengan tenang tapi serius. "Aku harus
memastikan bahwa ayah dan saudara-saudaraku mendapatkan
keberangkatan yang sesuai dari bumi ini. Aku tidak bisa
menawarkan mereka Misa Duka, tapi aku bisa mengurangi
hinaan atas jasad mereka."
89 "Aku akan ikut bersamamu!"
"Tidak! Sadarkah kau apa artinya kalau kau tertangkap
bersamaku?" Cristina menatap ke bawah.
"Aku harus memastikan bahwa ibu dan adik perempuanku
aman sekarang, dan aku berutang kepada keluargaku satu
kematian lagi." Ezio ragu-ragu. "Kemudian aku pergi.
Mungkin untuk selamanya. Pertanyaannya adalah" maukah
kau ikut bersamaku?"
Cristina mundur, dan Ezio bisa melihat emosi yang
sedang berseteru di dalam mata gadis itu. Ada cinta di
sana"dalam dan kekal"tapi pemuda itu telah tumbuh
jauh lebih tua daripada Cristina sejak pertama kali mereka
berpelukan. Cristina masih seorang gadis. Bagaimana mungkin
Ezio mengharapkannya untuk membuat pengorbanan seperti
itu" Akhirnya Cristina menjawab, "Aku ingin, Ezio, kau tidak
tahu seberapa aku ingin ikut denganmu" tapi keluargaku"
orangtuaku pasti sedih?"
Ezio menatap gadis itu dengan lembut. Meskipun usia
mereka sama, pengalaman pemuda itu baru-baru ini telah
membuatnya mendadak jauh lebih dewasa daripada Cristina.
Dia tidak punya keluarga tempat bergantung lagi, hanya
tanggung jawab dan tugas, dan itu berat. "Aku salah telah
memintamu. Siapa tahu, mungkin, suatu hari nanti, ketika
semua ini sudah berlalu?" Ezio meraih lehernya sendiri,
lalu dari lipatan kerahnya, pemuda itu menarik sebuah
liontin perak berat dengan rantai emas yang mewah. Dia
90 melepaskannya. Liontin itu memperlihatkan sebuah desain
sederhana, hanya huruf inisial "A" dari nama keluarganya.
"Aku ingin kau menyimpan ini. Ambillah, aku mohon."
Dengan tangan gemetaran, Cristina mengambilnya, lalu
menangis pelan. Ia menunduk memandangi liontin itu, lalu
mendongak untuk menatap Ezio, untuk berterima kasih
kepadanya, untuk meminta maaf lagi.
Tapi Ezio telah pergi. Di tepi selatan Sungai Arno, dekat Porta San Niccol", Ezio
menemukan tempat dingin di mana tubuh-tubuh dijejerkan,
di sebelah sebuah lubang yang menganga. Dua penjaga
yang bertampang sedih"masih calon penjaga kalau dari
wajah mereka"berpatroli di dekat situ, menyeret tombak
kapak mereka sekaligus membawanya. Amarah Ezio bangkit
ketika melihat seragam mereka, dan naluri pertamanya
adalah untuk membunuh mereka, tapi dia telah melihat
cukup banyak kematian pada hari itu, dan mereka hanyalah
pemuda-pemuda desa yang terpaksa mengenakan seragam
untuk membuat keadaannya lebih baik.
Jantung Ezio melompat ketika melihat jasad ayah dan
saudara-saudaranya terbaring dekat pinggiran lubang, masih
dengan simpul di sekeliling leher mereka yang kemerahan.
Tapi Ezio bisa melihat bahwa, begitu para penjaga tertidur,
sebagaimana pasti mereka akan melakukannya, dia bisa
membawa jasad-jasad itu ke pinggir sungai, di mana dia
91 telah menyiapkan sebuah perahu terbuka yang telah dia isi
dengan semak-semak. Itu sekitar pukul tiga, dan cahaya samar pertama dari
fajar sudah memutih di langit timur pada saat dia telah
menyelesaikan tugasnya. Ezio berdiri sendirian di tepi sungai,
memperhatikan perahu yang membawa jasad keluarganya
terbakar, terombang-ambing pelan bersama arus menuju
laut. Dia menyaksikannya sampai cahaya api berkelap-kelip
menjauh" Ezio kembali ke kota. Sebuah keputusan bulat yang ia
ambil, keputusan yang mengalahkan kesedihannya. Masih
banyak yang harus dilakukan, tapi pertama-tama, dia harus
beristirahat. Dia kembali ke gubuk pengawas, dan berusaha
senyaman mungkin untuk tidur. Bahkan ketika tertidur
Cristina selalu dalam pikiran dan mimpinya.
Ezio tahu kira-kira di mana rumah saudarinya Annetta,
meskipun belum pernah ke sana, atau bertemu Paola. Tapi
Annetta telah merawatnya sejak masih bayi, dan dia tahu
bahwa meskipun dia tidak bisa memercayai siapa pun, dia
bisa memercayai wanita itu. Dia bertanya-tanya apakah
Annetta tahu"sebagaimana seharusnya wanita itu sudah
tahu"nasib yang telah menimpa ayah dan saudara-saudaranya.
Dan jikalau demikian, apakah ia sudah memberi tahu ibu
dan adik perempuannya. Ezio mendekati rumah itu dengan sangat hati-hati"
menggunakan rute yang tidak langsung"dan menutupi
92 jarak di mana dia bisa kabur dengan memanjat atap untuk
menghindari jalanan sepi di mana"dia yakin"Uberto Alberti
pasti telah menyuruh orang-orangnya untuk mencari pemuda
itu. Ezio tidak bisa berhenti memikirkan pengkhianatan
Alberti. Siapakah mereka yang dimaksud oleh ayahnya
di tiang gantungan" Apa yang telah memengaruhi Alberti
untuk mengantarkan salah satu teman terdekatnya pada
kematian" Rumah Paola terletak di sebuah jalan tepat di utara
katedral, Ezio tahu. Tapi ketika dia sampai di sana, dia tidak
tahu rumah yang mana. Ada beberapa tanda bergantungan
dari bagian-bagian depan bangunan di sini untuk membedakan
mereka, dan dia tidak bisa mondar-mondir karena takut
akan dikenali. Dia hampir pergi ketika melihat Annetta
berjalan sendirian dari arah Piazza San Lorenzo.
Setelah menarik tudungnya ke bawah sehingga wajahnya
terbayang, Ezio melangkah menghampirinya, berjalan normal,
berusaha sebisa mungkin untuk berbaur dengan penduduk
biasa ketika mereka pergi untuk urusan mereka. Ezio
berpapasan dengan Annetta sendiri, dan merasa senang
ketika wanita itu tidak memberikan tanda bahwa ia telah
menyadarinya. Beberapa meter kemudian, Ezio berbalik dan
melangkah tepat di belakang wanita itu.
"Annetta?" Wanita itu cukup cerdas untuk tidak berbalik. "Ezio.
Kau baik-baik saja."
"Aku tidak akan berkata demikian. Apakah ibu dan
adikku?"" 93 "Mereka aman. Oh, Ezio, ayahmu yang malang.
Dan Federico. Dan?" Annetta menahan sedu-sedan,
"Petruccio kecil. Aku baru saja datang dari San Lorenzo.
Aku menyalakan sebatang lilin kepada Santo Antonio untuk
mereka. Mereka berkata bahwa Duke akan segera datang
ke sini. Mungkin?" "Apakah ibuku dan Maria tahu apa yang telah
terjadi?" "Kami pikir sebaiknya mereka tidak diberi tahu."
Ezio memikirkannya selama beberapa saat. "Sebaiknya
memang begitu. Aku akan memberi tahu mereka kalau
waktunya sudah tepat." Dia berhenti. "Dapatkah kau
membawaku kepada mereka" Aku tidak bisa mengenali
rumah saudarimu." "Aku sedang menuju ke sana. Jangan jauh-jauh dan
ikutilah aku." Ezio sengaja tertinggal sedikit, tapi tetap bisa melihat
Annetta. Bangunan yang dimasuki oleh Annetta mempunyai
bangunan depan yang suram seperti kebanyakan bangunan
megah bergaya khas Florence. Tapi begitu berada di dalamnya,
Ezio terkejut. Ini tidak seperti yang dia kira.
Ezio berada di ruang tamu yang mewah dan berukuran
besar, juga berlangit-langit tinggi. Ruangan itu gelap dan
udaranya pengap. Kain beludru berwarna merah gelap dan
cokelat tua tergantung menutupi dinding, berselingan dengan
permadani oriental yang jelas menggambarkan pemandangan
kemewahan dan kesenangan seksual. Ruangan itu diterangi
94 dengan cahaya lilin, dan bau dupa tergantung di udara.
Perabotannya terutama terdiri dari kursi panjang malas
yang tertanam dengan kuat, ditutupi oleh bantal-bantal dari
brokat mahal. Ada juga meja-meja rendah di mana ada
nampan-nampan memperlihatkan anggur di dalam cerek perak,
gelas-gelas Venesia, dan mangkuk-mangkuk berisi manisan.
Tapi yang paling mengejutkan adalah orang-orang di dalam
ruangan. Ada selusin gadis cantik, mengenakan gaun sutra
dan satin berwarna hijau dan kuning, berpotongan fesyen
khas Florence, tapi dengan rok terbuka sampai ke puncak
paha, dan garis leher yang rendah sehingga menimbulkan
imajinasi yang menjanjikan di mana seharusnya tidak
berpetualang. Di sekeliling dinding ruangan itu, di bawah
gantungan dan permadani, terlihat sejumlah pintu.
Ezio memandang sekelilingnya, merasa tidak tahu
ke mana harus melihat. "Kau yakin ini tempatnya?" dia
bertanya kepada Annetta. "Ma certo! Dan inilah saudariku."
Seorang wanita anggun yang pasti sudah berusia akhir
tiga puluhan tapi tampak sepuluh tahun lebih muda, secantik
principessa mana pun dan berpakaian lebih baik daripada
kebanyakan mereka, menghampiri mereka dari tengah
ruangan. Ada kesedihan yang terselubung di dalam matanya
yang entah bagaimana meningkatkan getaran seksual yang
ia kirimkan. Di samping semua hal lain yang ada di dalam
benaknya, Ezio pun tergerak.
Wanita itu memiliki tangan yang berjari panjang serta
memakai perhiasan, dan ia mengulurkannya kepada Ezio.
95 "Senang berkenalan denganmau, Messer Auditore." Ia
menatap pemuda itu dengan penuh penilaian. "Annetta
sering membanggakanmu. Dan sekarang aku bisa melihat
alasannya." Ezio tersipu-sipu, lalu menjawab, "Aku menghargai
kata-kata baik itu, Madonnna?"
"Tolong, panggil aku Paola."
Ezio membungkuk. "Aku tidak bisa cukup mengungkap"kan rasa terima kasihku kepadamu karena telah mengulurkan
perlindungan kepada ibu dan adik aku, Mado" Maksudku,
Paola." "Hanya itu yang bisa aku lakukan."
"Mereka ada di sini" Bolehkah aku melihat mereka?"
"Mereka tidak ada di sini. Tempat ini tidak cocok bagi
mereka, dan beberapa klienku ditempatkan di posisi tinggi


Assasins Credd Karya Oliver Bowden di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

di pemerintahan kota."
"Kalau begitu, apakah ini memang tempatnya, maafkan
aku, tapi apakah tempat ini memang seperti apa yang aku
pikirkan?" Paola tertawa. "Tentu saja! Tapi aku harap ini agak
berbeda dari ayam-ayam di dermaga! Ini benar-benar terlalu
pagi untuk bisnis, tapi kami suka bersiap-siap" Selalu ada
kesempatan sesekali di mana pelanggan sedang menuju
kantor. Pemilihan waktumu tepat."
"Di mana ibuku" Di mana Claudia?"
"Mereka aman, Ezio. Tapi terlalu berisiko kalau kau
di bawa ke sana untuk melihat mereka sekarang, dan kita
tidak boleh membahayakan keamanan mereka." Paola
96 menarik Ezio ke sofa dan duduk bersamanya. Sementara
itu, Annetta menghilang ke bagian bawah rumah untuk
urusannya sendiri. "Aku rasa ini yang terbaik," Paola melanjutkan, "bagimu
untuk meninggalkan Florence bersama mereka secepat
mungkin. Tapi kau harus beristirahat dulu. Kau harus
mengumpulkan tenaga, karena jalan yang panjang dan sulit
ada di depanmu. Mungkin kalau kau mau?"
"Kau baik hati, Paola," Ezio menyelanya dengan lembut,
"dan saranmu tepat. Tapi sekarang, aku tidak bisa tetap
di sini." "Kenapa" Kau mau ke mana?"
Selama percakapan itu, Ezio telah menjadi lebih tenang,
ketika semua pikirannya berlomba-lomba, bertubrukan secara
bersamaan. Akhirnya dia sanggup melepaskan rasa syok
dan takutnya, karena dia telah membuat keputusan dan
menemukan tujuan. Dia pun tahu bahwa keduanya tidak
bisa dibatalkan. "Aku akan membunuh Uberto Alberti,"
katanya. Paola tampak khawatir. "Aku mengerti hasratmu untuk
membalas dendam, tapi sang Gonfaloniere adalah pria yang
kuat, dan kau bukanlah pembunuh alami, Ezio?"
Takdir telah menjadikanku pembunuh"pikir Ezio"tapi
dia berkata sesopan yang dia bisa, "Tolong ajari aku,"
karena dia sudah menetapkan misinya.
Paola tidak menghiraukan Ezio dan menyelesaikan
kalimatnya, ?" tapi aku bisa membuatmu menjadi seorang
pembunuh." 97 Ezio berusaha meredakan kecurigaannya. "Kenapa kau
mau mengajariku cara membunuh?"
Paola menggelengkan kepalanya, "Untuk mengajarimu
cara bertahan hidup."
"Aku tidak yakin aku butuh latihan apa pun
darimu." Wanita itu tersenyum. "Aku tahu bagaimana perasaanmu,
tapi tolong biarkan aku mengasah kemampuan-kemampuan
yang aku yakin kau miliki secara alami. Anggap saja ajaranku
sebagai senjata tambahan di dalam persenjataanmu."
Paola memulai latihannya pada hari itu juga, merekrut
gadis-gadis yang sedang tidak bertugas, dan memercayakan
para pembantu rumah untuk membantunya. Di kebun
berdinding tinggi di belakang rumah itu, Paola mengatur
dua puluh orangnya ke dalam lima kelompok berisi empat
orang. Kemudian mereka mulai berdesak-desakan di kebun,
silang-menyilang, berbicara dan tertawa, beberapa di antara
para gadis melemparkan pandangan berani kepada Ezio, lalu
tersenyum. Ezio, yang masih membawa kantong berharganya,
kebal terhadap pesona mereka.
"Nah," Paola memberi tahu Ezio, "arah adalah yang
paling utama di dalam profesiku. Kita harus bisa berjalan
di jalanan dengan bebas" tampak, tapi tidak terlihat. Kau
juga harus belajar dengan tepat bagaimana berbaur seperti
kami, dan menjadi satu dengan kerumunan orang-orang
kota." 98 Ezio hendak protes, tapi Paola mengangkat
tangannya. "Aku tahu! Annetta memberitahuku bahwa kau tidak
bergerak dengan buruk, tapi masih banyak yang harus kau
pelajari daripada yang kau tahu. Aku ingin kau memilih
sebuah kelompok dan mencoba untuk berbaur dengan
mereka. Aku tidak ingin bisa menemukanmu. Ingatlah apa
yang hampir terjadi kepadamu di eksekusi itu."
Kata-kata tajam itu menyengat Ezio, tapi tugas itu tidak
tampak sulit baginya, kalau dia menggunakan kebijakannya.
Tetap saja, di bawah mata Paola yang tidak memaafkan,
Ezio merasa hal itu lebih sulit daripada yang dia kira. Ezio
terdorong dengan canggung oleh seseorang, atau tersandung,
kadang-kadang menyebabkan para gadis atau pembantu pria
di dalam kelompok yang telah dipilihnya terpencar darinya,
membuatnya terbuka. Kebun itu tempat yang menyenangkan, tersiram matahari
dan rimbun, dan burung-burung bercicitan di pepohonan
hias, tapi di dalam benak Ezio tempat itu menjadi labirin
jalan-jalan kota yang tidak ramah, setiap orang yang lewat
merupakan calon musuh. Dia pun selalu jengkel akibat kritik Paola yang tiada
henti. "Hati-hati!" kata wanita itu.
"Kau tidak bisa berjalan seperti itu!"
"Hormati gadis-gadisku! Melangkahlah dengan hati-hati
ketika kau berada di dekat mereka!"
99 "Bagaimana kau bisa berbaur dengan orang-orang ketika
kau sibuk mendorong-dorong mereka?"
"Oh, Ezio! Aku harap kau bisa lebih baik dari ini!"
Tapi akhirnya, pada hari ketiga, komentar-komentar
tajam itu menjadi lebih sedikit, dan pada pagi keempat dia
bisa lewat tepat di bawah hidung Paola tanpa membuat
wanita itu berkedip. Kenyataannya, setelah lima belas menit
tanpa berkata apa-apa, Paola memanggil, "Baiklah, Ezio,
aku menyerah! Kau di mana?"
Bangga dengan dirinya sendiri, Ezio muncul dari sebuah
kelompok berisi gadis-gadis, dia sendiri menyerupai salah satu
pembantu rumah laki-laki. Paola tersenyum dan bertepuk
tangan, kemudian orang-orang lainnya bergabung untuk
bertepuk tangan. Tapi tugas itu tidak berakhir di situ.
"Sekarang setelah kau belajar untuk berbaur dengan
kerumunan," Paola memberitahunya pada pagi hari berikutnya,
"aku akan menunjukkan kepadamu bagaimana menggunakan
kemampuan barumu" untuk mencuri."
Ezio menentang hal ini, tapi Paola menjelaskan, "Ini
kemampuan bertahan yang sangat mendasar, dan kemungkinan
kau akan membutuhkannya di dalam perjalananmu. Orang
tidak ada apa-apanya tanpa uang, dan kau mungkin tidak
selalu berada di posisi yang bisa mendapatkannya dengan
jujur. Aku tahu kau tidak akan mengambil apa pun dari
siapa pun yang tidak sanggup kehilangannya, atau dari
seorang teman. Anggap saja ini sebagai mata pisau di sebuah
100 pisau lipat, yang jarang kau gunakan, meskipun bagus untuk
mengetahui bahwa pisau itu ada."
Belajar mencuri jauh lebih sulit. Dia bisa mendekati
seorang gadis dengan cukup berhasil, tapi begitu tangannya
menyentuh dompet di korset gadis itu, ia menjerit, "Al
ladro!" lalu kabur. Ketika Ezio pertama kali berhasil menarik
beberapa koin, dia berdiri diam sejenak, penuh kemenangan,
lalu merasa ada tangan berat di bahunya. "Ti arresto!" kata
pembantu laki-laki yang berperan sebagai pengawas kota
sambil menyeringai, tapi Paola tidak tersenyum. "Begitu
kau telah mencuri dari seseorang, Ezio," kata wanita itu,
"kau tidak boleh berlama-lama."
Bagaimanapun juga, Ezio belajar dengan lebih cepat
sekarang, dan mulai menghormati perlunya kemampuan"kemampuan yang sedang diajarkan kepadanya sebagai
kebutuhan untuk menyelesaikan misinya dengan berhasil.
Begitu Ezio berhasil menipu sepuluh gadis, lima terakhir
tanpa disadari bahkan oleh Paola, wanita itu mengumumkan
bahwa latihan sudah usai.
"Kembali bekerja, gadis-gadis," kata Paola. "Waktu
bermain sudah selesai."
"Haruskah?" para gadis bergumam dengan enggan
ketika mereka meninggalkan Ezio. "Dia sangat imut, dan
sangat polos?" Tapi Paola bersikeras.
Wanita itu berjalan bersama Ezio sendirian di kebun.
Seperti biasanya, Ezio selalu meletakkan sebelah tangannya
di atas kantongnya. "Sekarang kau sudah mempelajari cara
mendekati musuh," kata Paola, "kita harus mencarikanmu
101 senjata yang sesuai" sesuatu yang lebih tidak kentara
daripada pedang." "Yah, tapi apa yang akan suruh aku gunakan?"
"Kenapa, kau sudah punya jawabannya!" Wanita itu
pun mengeluarkan pedang pendek dan pengikat yang telah
diambil oleh Ezio dari peti ayahnya, dan yang bahkan
sekarang Ezio percaya tersimpan dengan aman di dalam
kantongnya. Dengan syok, Ezio membuka kantongnya dan
membongkarnya. Kedua benda itu memang telah lenyap.
"Paola! Bagaimana bisa?""
Paola tertawa. "Aku mendapatkannya" Dengan menggu"nakan kemampuan yang sama dengan yang baru saja aku
ajarkan kepadamu. Tapi ada sedikit pelajaran untukmu.
Sekarang kau sudah tahu bagaimana mencopet dengan
berhasil, kau juga harus belajar berjaga-jaga dari orang
dengan kemampuan yang sama!"
Ezio menatap pedang rusak itu dengan murung, yang
telah dikembalikan oleh Paola bersama pengikatnya. "Ada
semacam mekanisme. Tidak ada di antaranya yang bisa
berfungsi," kata pemuda itu.
"Ah," kata Paola. "Benar. Tapi aku rasa kau sudah
kenal Messer Leonardo?"
"Da Vinci" Ya, aku bertemu dengannya tepat sebelum?"
Dia berhenti, memaksakan dirinya untuk tidak tenggelam
di dalam kenangan yang menyedihkan. "Tapi bagaimana
seorang pelukis bisa menolongku dengan ini?"
"Dia jauh lebih dari sekadar seorang pelukis. Bawalah
benda-benda ini kepadanya. Kau akan tahu."
102 Ezio, melihat kebijaksanaan di dalam apa yang dikatakan
kepadanya, mengangguk setuju, lalu berkata, "Sebelum aku
pergi, bolehkah aku menanyakan satu hal?"
"Tentu saja." "Kenapa kau mau menolongku tanpa ragu-ragu, padahal
aku orang asing?" Paola tersenyum sedih. Sebagai jawaban, ia menarik kain
gaun yang menutupi lengannya, menunjukkan lengan atas
yang pucat dan cantik" tapi kecantikannya dinodai oleh
luka jelek panjang dan gelap yang silang-menyilang. Ezio
melihatnya dan mulai menyadari kalau"pada suatu masa
di dalam hidupnya"wanita ini pernah disiksa.
"Aku juga pernah mengalami pengkhianatan," kata
Paola. Ezio tanpa ragu langsung tahu, bahwa dia telah bertemu
dengan jiwa yang sama penderitaannya.
103 Tidak jauh dari Rumah Hiburan mewah milik Paola, kembali
ke jalanan sibuk di mana bengkel Leonardo berada, Ezio
harus melintasi Piazza del Duomo yang luas dan sibuk.
Ezio mendapatkan bahwa kemampuannya yang baru dia
dapatkan tentang bergabung ke dalam kerumunan sangat
berguna. Ini adalah sepuluh hari yang baik setelah kejadian
eksekusi, dan sepertinya Alberti membayangkan bahwa
Ezio telah meninggalkan Florence lama sejak saat itu, tapi
Ezio tidak mengambil kesempatan, begitu pula Alberti, dari
jumlah penjaga yang ditempatkan di dalam dan di sekeliling
lapangan. Pasti ada agen-agen rahasia berbaju biasa juga.
Ezio tetap menunduk, terutama ketika melewati katedral
dan Baptistry di mana terletak lapangan paling sibuk. Dia
104 melewati menara lonceng Giotto yang telah mendominasi
kota tersebut selama hampir 150 tahun, dan kubah katedral
Brunelleschi yang berwarna merah dan besar, baru diselesaikan
lima belas tahun sebelumnya. Ezio lewat tanpa melihatnya,
meskipun dia menyadari adanya sekelompok turis Prancis dan
Spanyol sedang memandangi katedral dengan rasa kagum
dan terpesona yang tidak dibuat-buat. Sedikit luapan rasa
bangga terhadap kotanya membuat jantung Ezio tersentak.
Tapi apakah ini benar-benar masih kotanya"
Dengan menekan pikiran murung apa pun, dia segera
berjalan dari sisi piazza sebelah selatan ke bengkel Leonardo.
Ezio diberi tahu bahwa sang Master berada di halaman
belakang rumah. Kondisi studio terlihat sangat kacau daripada
hari sebelumnya, meskipun kelihatannya memang ada metode
kasar di dalam kekacauan tersebut. Artefak-artefak yang Ezio
perhatikan pada kunjungan sebelumnya telah bertambah,
dan dari langit-langit tergantung sebuah perkakas aneh dari
kayu, meskipun kelihatannya seperti tulang kelelawar yang
dinaikkan. Pada salah satu kayu penyangga kanvas, sebuah
perkamen besar disematkan ke sebuah papan yang membawa
sebuah desain rumit dan besar, dan di salah satu sudutnya
ada coretan tangan Leonardo yang tidak dapat dibaca.
Seorang asisten lainnya telah bergabung dengan Agniolo,
namanya Innocento. Mereka berdua berusaha membuat
studio itu lebih rapi, membuat katalog barang-barang supaya
jejaknya diketahui. "Dia ada di halaman belakang," Agniolo memberi tahu
Ezio. "Masuk saja. Dia tidak akan keberatan."
105 Ezio menemukan Leonardo sedang asyik di dalam
sebuah kegiatan yang sulit dimengerti. Di mana pun di
Florence, kau bisa membeli burung bernyanyi di dalam
sangkar. Orang-orang menggantung mereka di jendela
untuk kesenangan, dan ketika burung itu mati, mereka
sekadar mencari gantinya. Leonardo dikelilingi oleh selusin
kandang seperti itu. Saat Ezio memperhatikannya, Leonardo
memilih salah satu kandang, membuka pintu ranting kecil


Assasins Credd Karya Oliver Bowden di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu, mengangkat kandangnya, dan memperhatikan ketika
seekor linnet (burung kecil penyanyi berwarna cokelat)
menemukan jalan keluar, mendorong maju, lalu terbang
bebas. Leonardo menyaksikan keberangkatannya dengan
senang, dan dia hendak mengambil kandang lainnya ketika
menyadari bahwa Ezio sedang berdiri di sana.
Leonardo tersenyum hangat dan menawan ketika melihat
Ezio, lalu merangkulnya. Kemudian wajahnya menjadi muram.
"Ezio! Temanku. Aku tidak mengira akan melihatmu di sini,
setelah apa yang kau alami. Tapi silakan, silakan. Hanya
tunggu satu menit lagi. Ini tidak akan lama."
Ezio memperhatikan pelukis itu melepaskan satu demi
satu bermacam-macam burung, yaitu burung murai, bullfinch
(burung kecil yang suka menyanyi, terdapat di Eropa dan
Asia), lark (burung kecil yang suka menyanyi), dan burung
bulbul yang jauh lebih mahal. Leonardo melepaskan mereka
semua ke udara, memperhatikan setiap ekor burung itu
dengan hati-hati. "Kau sedang apa?" tanya Ezio dengan heran.
106 "Semua kehidupan itu berharga," Leonardo menjawab
dengan sederhana. "Aku tidak tahan melihat teman-temanku
dipenjara seperti ini, hanya karena mereka punya suara
yang indah." "Itukah satu-satunya alasanmu melepaskan mereka?"
Ezio mencurigai adanya maksud lebih lanjut.
Leonardo menyeringai, tapi tidak memberikan jawaban
langsung. "Aku juga tidak makan daging lagi. Kenapa harus
ada binatang malang yang mati hanya karena rasanya enak
bagi kita?" "Petani tidak bisa bekerja lagi, kalau begitu."
"Mereka semua bisa menanam jagung."
"Bayangkan betapa membosankannya itu. Lagi pula,
akan ada terlalu banyak persediaan."
"Ah, aku lupa bahwa kau seorang finanziatore. Dan
aku lupa sopan-santunku. Kenapa kau ke sini?"
"Aku butuh bantuan, Leonardo."
"Apa yang bisa aku bantu?"
"Ada sesuatu yang aku" warisi dari ayahku yang aku
ingin kau perbaiki, kalau kau bisa."
Mata Leonardo berbinar-binar. "Tentu saja. Ayo kemari.
Kita akan menggunakan ruangan dalamku. Anak-anak itu
sedang memberantakkan semuanya di dalam studio seperti
biasa. Kadang-kadang aku heran kenapa aku repot-repot
mempekerjakan mereka sama sekali!"
Ezio tersenyum. Dia mulai paham mengapa"tapi pada
waktu yang bersamaan merasakan bahwa cinta pertama
Leonardo adalah pekerjaannya"dan akan terus begitu.
107 "Lewat sini." Bahkan ruangan dalam Leonardo yang lebih kecil itu,
lebih berantakan daripada studio. Tapi di antara banyaknya
buku dan contoh, dan kertas-kertas yang ditutupi dengan
coretan yang tak bisa dibaca. Namun sang seniman, seperti
yang selalu dilakukannya (dengan sangat terbalik) berpakaian
dan berwangi tanpa cela. Leonardo menumpuk beberapa
barang dan barang lain sampai sebuah daerah menjadi
kosong di atas sebuah meja kerja.
"Maaf atas kebingungan ini," kata Leonardo. "Tapi
akhirnya kita punya sebuah oasis! Mari kita lihat apa
yang kau punya untukku. Kecuali kau ingin segelas anggur
dulu?" "Tidak, tidak."
"Bagus," kata Leonardo dengan penuh semangat. "Mari
kita lihat, kalau begitu!"
Dengan hati-hati Ezio mengeluarkan pedang, pengikat,
dan mekanismenya. Sebelum ke sini, Ezio telah membung"kusnya dengan kertas kulit misterius yang telah menemani
pedang tersebut. Leonardo mencoba dengan sia-sia untuk
menggabungkan benda-benda tersebut, tapi gagal, dan sejenak
tampak putus asa. "Aku tidak tahu, Ezio," kata seniman itu. "Mekanisme ini
sudah tua" sangat tua" Tapi juga canggih, dan konstruksinya
bisa dikatakan melebihi masa kita. Mengagumkan." Leonardo
mendongak. "Jelas aku belum pernah melihat apa pun yang
seperti ini. Tapi aku takut hanya sedikit yang bisa aku
lakukan tanpa rancangan aslinya."
108 Kemudian dia mengalihkan perhatiannya kepada kertas
kulit tersebut, yang telah dia ambil untuk membungkus
benda-benda Ezio lagi. "Tunggu sebentar!" Leonardo
berteriak, lalu mempelajarinya dengan saksama. Kemudian
dia menempatkan pedang patah dan pengikat tersebut ke
satu sisi, membentangkan kertas tersebut. Dengan mengacu
kepada kertas itu, Leonardo mulai membongkar sebarisan
buku dan naskah kuno di rak terdekat. Setelah menemukan
dua buku yang dia inginkan, Leonardo menempatkan
buku-buku itu di atas meja, lalu mulai dengan hati-hati
membalik-balik halamannya.
"Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Ezio dengan
agak tidak sabar. "Ini sangat menarik," kata Leonardo. "Kelihatannya ini
halaman dari sebuah Codex."
"Dari apa?" "Ini adalah halaman dari sebuah buku kuno. Buku ini
tidak dicetak, ini masih naskah. Benar-benar kuno. Kau
punya lagi?" "Tidak." "Sayang sekali. Seseorang pasti telah merobek halaman
dari buku seperti ini." Leonardo berhenti. "Kecuali, mungkin,
semuanya bersama-sama?"
"Apa?" "Tidak ada apa-apa. Dengar, isi halaman ini diubah
dengan kode. Tapi kalau teoriku benar" berdasarkan
sketsa-sketsa ini, bisa jadi ini adalah?"
109 Ezio menunggu, tapi Leonardo tenggelam dalam dunianya
sendiri. Pemuda itu duduk dan menunggu dengan sabar
ketika Leonardo membongkar dan mempelajari sejumlah
buku dan gulungan, membuat acuan silang dan catatan,
semuanya di dalam tulisan cermin bertangan kiri yang
aneh yang dia gunakan. Ezio bukanlah satu-satunya"dia
kira"yang hidup dengan sebelah mata melihat ke belakang.
Dari sedikit yang telah Ezio lihat di dalam studio, kalau
Gereja mencium bau tentang beberapa hal yang dilakukan
oleh Leonardo, pemuda itu tidak ragu bahwa temannya ini
rawan terkena hukuman. Akhirnya Leonardo mendongak. Tapi pada saat itu,
Ezio sudah mulai mendengkur. "Luar biasa," Leonardo
menggumam kepada dirinya sendiri, lalu berkata dengan
suara yang lebih keras, "Luar biasa! Kalau kita menukar
huruf-hurufnya lalu memilih setiap huruf ketiga?"
Leonardo mulai bekerja, menarik pedang, pengikat, dan
mekanismenya ke arahnya. Dia mengambil sebuah kotak
perkakas dari bawah meja, menyiapkan sebuah penjepit,
dan dengan diam tersedot di dalam pekerjaannya. Satu jam
berlalu, dua jam" Sekarang Ezio tertidur dengan damai,
dinina-bobokan oleh kepengapan yang hangat dari ruangan
itu dan suara lembut ketukan dan goresan ketika Leonardo
bekerja. Akhirnya" "Ezio! Bangun!"
"Eh?" "Lihat!" Leonardo pun menunjuk ke permukaan meja.
Pedang belati itu sudah diperbaiki seutuhnya, telah dicocokkan
110 ke dalam mekanismenya yang aneh, dan sekarang telah
terpasang ke pengikatnya. Semuanya sudah dipelitur dan
kelihatan seperti baru saja dibuat, tapi tidak ada yang
bersinar. "Penyelesaian yang buram, aku memutuskan," kata
Leonardo. "Seperti baju perang Romawi. Apa pun yang
bercahaya di bawah matahari, itu hadiah kematian."
Ezio mengambil senjata itu, lalu menimbangnya dengan
tangan. Benda itu ringan, tapi bilah pedangnya yang kuat
menyeimbangkannya dengan sempurna. Ezio belum pernah
melihat apa pun seperti itu. Sebuah belati berpegas yang
bisa dia sembunyikan di atas pergelangan tangannya. Dia
hanya perlu mengencangkan tangannya, lalu pedang itu
akan melompat keluar, siap untuk menyayat atau menikam
sebagaimana yang diinginkan oleh penggunanya.
"Aku kira kau orang yang damai," kata Ezio sambil
mengingat burung-burung tadi.
"Buah pikiran mendapatkan tempat utama," kata
Leonardo memutuskan. "Apa pun itu. Sekarang," dia
menambahkan sambil mengeluarkan sebuah palu dan
pemahat dari kotak perkakasnya. "Kau pengguna tangan
kanan, kan" Bagus. Mari letakkan jari cincinmu di papan
potong ini." "Kau mau apa?" "Maaf, tapi memang harus begini. Pedang itu didesain
untuk memastikan komitmen keseluruhan dari siapa pun
yang menggunakannya," Leonardo menjelaskan.
"Apa maksudmu?"
111 "Benda ini hanya akan bisa digunakan kalau jari itu
tidak ada." Ezio mengerjapkan matanya. Beberapa gambar berke"lebatan di dalam benaknya. Dia ingat keramahan Alberti
yang dia kira, bagaimana Alberti menenangkan Ezio setelah
penangkapan ayahnya, eksekusi itu, pengejaran terhadap
dirinya sendiri. Pemuda itu mengencangkan rahangnya, dan
berkata, "Lakukanlah."
"Mungkin aku harus mengambil sebuah parang.
Potongannya lebih bersih dengan itu." Leonardo mengeluarkan
sebuah parang dari laci di meja itu. "Sekarang" letakkan
jarimu" cos"."
Ezio mengeraskan dirinya sendiri ketika Leonardo
mengangkat parang tersebut. Pemuda itu menutup mata saat
mendengarnya diturunkan" klang! Parang itu menghantam
kayu balok tadi. Tapi Ezio tidak merasakan sakit apa pun.
Dia membuka matanya. Parang itu tersangkut di balok,
beberapa inci dari tangannya, yang masih utuh.
"Kurang ajar!" Ezio syok, dan marah kepada lelucon
praktis yang tidak berselera ini.
Leonardo mengangkat kedua tangannya. "Tenangkan
dirimu! Ini hanya sedikit gurauan! Aku akui, memang
kejam, tapi aku tidak tahan. Aku ingin melihat seberapa
bersungguh-sungguhnya dirimu. Kau lihat, fungsi asli
mesin ini memang mensyaratkan pengorbanan seperti itu.
Ada hubungannya dengan upacara pengakuan, menurutku.
Tapi aku telah membuat satu atau dua penyesuaian. Jadi
jarimu tidak perlu dipotong. Lihat! Pedangnya keluar dengan
112 lancar, dan aku telah menambahkan sebuah pegangan yang
bergerak cepat ketika pedang ini dikeluarkan. Kau hanya
perlu menjaganya tetap condong ke luar selama pedangnya
sedang ke luar! Maka jarimu bisa tetap utuh. Tapi mungkin
kau ingin mengenakan sarung tangan ketika menggunakan
alat ini" pedangnya tajam."
Ezio terlalu terkagum-kagum" dan bersyukur" untuk
marah dalam waktu lama. "Ini luar biasa," katanya sambil
membuka dan menutup belati itu beberapa kali sampai
dia bisa mengeluarkannya pada waktu yang sempurna.
"Mengagumkan." "Benar kan?" Leonardo setuju. "Kau yakin, tidak punya
halaman seperti ini lagi?"
"Maaf." "Yah, dengar, kalau kau menemukannya lagi, tolong
bawakan kepadaku." "Kau pegang janjiku. Dan berapa banyak aku berutang
kepadamu untuk?" "Dengan senang hati. Ini sangat mengandung pelajaran.
Tidak perlu ada?" Mereka terganggu oleh suara pintu luar yang digedor"gedor. Leonardo terburu-buru menghampiri bagian depan
bangunan saat Agniolo dan Innocento mendongak dengan
ketakutan. Orang yang berada di sisi lain pintu itu mulai
mengaum, "Buka! Atas perintah Penjaga Florence!"
"Sebentar!" Leonardo berteriak balik, tapi dengan suara
yang lebih pelan dia berkata, "Tetaplah di sini."
113 Kemudian seniman itu membuka pintu, dan berdiri di
sana, menghalangi jalan penjaga tersebut.
"Kau Leonardo da Vinci?" penjaga itu bertanya dengan
suara resmi yang keras dan menindas.
"Ada yang bisa aku bantu?" kata Leonardo sambil
bergerak ke jalanan, sehingga penjaga itu harus mundur.
"Aku diberi kuasa untuk menanyaimu beberapa perta"nyaan." Leonardo kini telah menggerakkan tubuhnya dengan
taktis sehingga penjaga itu mengarahkan punggungnya ke
ambang pintu studio. "Apa yang menjadi masalah?"
"Kami menerima laporan bahwa kau baru saja terlihat
bergaul dengan orang yang dianggap musuh di kota ini."
"Siapa, aku" Bergaul" Mustahil!"
"Kapan terakhir kali kau melihat atau berbicara dengan
Ezio Auditore?" "Siapa?" "Jangan berpura-pura bodoh denganku. Kami tahu kau
dekat dengan keluarga itu. Kau telah menjual dua coret"coretan itu kepada ibunya. Mungkin aku perlu menyegarkan
ingatanmu sedikit?" Penjaga itu pun memukul perut Leonardo
dengan pantat tombak kapaknya. Sambil berteriak kesakitan,
Leonardo membungkuk dan jatuh ke tanah, lalu penjaga
itu menendangnya. "Siap untuk mengobrol sekarang, kan"
Aku tidak suka seniman. Dasar gulungan rambut."
Tapi ini telah memberikan Ezio cukup waktu untuk
melangkah dengan tenang ke ambang pintu dan memosisikan
dirinya di belakang penjaga itu. Jalanan sepi. Tengkuk
114 leher pria itu yang berkeringat terbuka. Ini adalah waktu
yang bagus untuk mencoba mainan baru Ezio. Pemuda itu
mengangkat tangannya, menarik mekanisme, lalu pedang
itu keluar. Dengan gerakan tangkas dari tangan kanannya
yang sekarang terbuka, Ezio menikam sisi leher penjaga itu
satu kali. Pinggiran pedang yang baru saja diasah memang


Assasins Credd Karya Oliver Bowden di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sangat tajam, dan dengan mudah menembus tenggorokan
pria itu tanpa tertahan sedikit pun. Penjaga itu terjatuh,
tewas sebelum mencapai tanah.
Ezio menolong Leonardo untuk berdiri.
"Terima kasih," kata seniman yang terguncang itu.
"Maaf" aku tidak bermaksud membunuhnya" tidak
ada waktu?" "Kadang-kadang kita tidak punya pilihan. Tapi seharusnya
aku terbiasa dengan ini sekarang."
"Apa maksudmu?"
"Aku terlibat di dalam kasus Saltarelli."
Ezio pun teringat. Seorang model seniman muda,
Jacopo Saltarelli, telah dituduh beberapa minggu yang lalu
atas praktik pelacuran, dan Leonardo, bersama tiga orang
lainnya, dituduh telah mendukungnya. Kasus itu sudah
dibubarkan karena kurangnya bukti, tapi sebenarnya kasus
ini masih dipermasalahkan. "Tapi kami tidak menuntut pria
homoseksual di sini," kata Leonardo. "Kenapa, sepertinya aku
ingat orang-orang Jerman punya julukan untuk mereka",
Florenzer." 115 "Tetap saja itu melanggar hukum," kata Leonardo
dengan kering. "Kau masih bisa didenda. Dan dengan orang
seperti Alberti sedang bertugas?"
"Bagaimana dengan jasad ini?"
"Oh," kata Leonardo. "Ini keuntungan yang tidak
disangka-sangka. Bantu aku menyeretnya ke dalam, sebelum
siapa pun melihat kita. Aku akan menyimpannya bersama
yang lain." "Keuntungan" Yang lain?"
"Ruang bawah tanahnya sangat dingin. Mereka bisa
disimpan di sana selama seminggu. Aku punya satu atau
dua mayat yang tidak diinginkan oleh siapa pun dari rumah
sakit kadang-kadang. Semuanya tidak resmi, tentu saja.
Tapi aku membelah mereka, lalu membedahnya sedikit"
Ini membantu penelitianku."
Ezio menatap temannya dengan lebih heran lagi.
"Apa?" "Aku rasa aku sudah pernah bilang" Aku suka mencari
tahu bagaimana sesuatu bekerja."
Mereka menyeret jasad itu keluar dari pandangan, dan
kedua asisten Leonardo menanganinya dengan kasar, melalui
pintu ke bawah beberapa anak tangga dari batu, keluar
dari pandangan. "Tapi kalau mereka mengirim seseorang untuk
mencarinya" untuk mencari tahu apa yang telah terjadi
kepadanya?" 116 Leonardo mengangkat bahu. "Aku akan menyangkal
semuanya." Dia mengedipkan sebelah mata. "Aku bukannya
tidak punya teman-teman yang kuat di sini, Ezio."
Ezio bingung. Dia berkata, "Yah, sepertinya kau cukup
percaya diri?" "Hanya jangan menyebutkan kejadian ini kepada orang
lain." "Tidak akan" dan terima kasih, Leonardo, untuk
segalanya." "Dengan senang hati. Dan jangan lupa?" tatapan lapar
merayap ke dalam mata Leonardo, ?" kalau kau menemukan
halaman lainnya dari Codex ini, bawakan kepadaku. Siapa
tahu desain baru apa lagi yang ada di dalamya."
"Aku janji!" Ezio kembali ke rumah Paola dengan suasana hati penuh
kemenangan, meskipun dia tidak lupa untuk tetap tidak
tampak di antara kerumunan saat lewat ke utara menembus
kota. Paola menyambut pemuda itu dengan lega. "Kau pergi
lebih lama daripada yang aku kira."
"Leonardo suka mengobrol."
"Tapi tidak hanya itu yang dia lakukan, aku harap?"
"Oh, tidak. Lihat!" Lalu Ezio menunjukkan belati
pergelangan tangannya, memanjangkan benda itu dari balik
lengan bajunya dengan tindakan pamer yang berlebihan,
dan seringai khas bocah laki-laki.
117 "Mengesankan." "Ya." Ezio menatapnya dengan penuh kekaguman.
"Aku perlu sedikit latihan dengan senjata ini. Aku ingin
mempertahankan semua jariku."
Paola tampak serius. "Yah, Ezio, kelihatannya kau sudah
siap. Aku telah memberimu kemampuan-kemampuan yang
kau perlukan, Leonardo telah memperbaiki senjatamu."
Wanita itu menarik napas. "Semua yang diperlukan sekarang
adalah kau bertindak."
"Ya," kata Ezio pelan. Raut wajahnya menggelap lagi.
"Pertanyaannya adalah, bagaimana cara terbaik untuk
mendekati Messer Alberti."
Paola tampak merenung. "Duke Lorenzo sudah kem"bali bersama kita. Dia tidak senang dengan eksekusi yang
dilaksanakan oleh Alberti ketika dia sedang absen, tapi dia
tidak punya kekuatan untuk menantang sang Gonfaloniere.
Bagaimanapun juga, pasti ada vernissage (pameran khusus
sebelum pembukaan) bagi karya terakhir Maestro Verrocchio
di biara Santa Croce besok malam. Semua masyarakat
Florence akan ada di sana, termasuk Alberti." Paola menatap
Ezio. "Menurutku, kau juga harus ke sana."
Ezio menemukan bahwa potongan arca yang tersingkap
selubungnya adalah patung perunggu Nabi Daud, yaitu
pahlawan alkitab dengan siapa Florence menghubungkan
dirinya, mengendalikan kota itu di antara Goliath (raksasa
ksatria) kembar dari Roma ke selatan dan raja-raja haus
tanah dari Prancis di utara. Patung itu dibayar oleh keluarga
Medici dan dimaksudkan untuk dipasang di Palazzo Vecchio.
118 Sang Maestro telah mengerjakannya selama tiga atau empat
tahun, dan ada kabar burung yang beredar bahwa kepalanya
memakai model salah satu murid muda Verrocchio pada
saat itu" Leonardo da Vinci sudah pasti. Bagaimanapun
juga, ada kegemparan besar, dan orang-orang sudah bingung
akan memakai apa untuk acara tersebut.
Ezio punya perkara lain untuk dipikirkan.
"Jagalah ibu dan adikku sementara aku pergi," Ezio
meminta kepada Paola. "Aku akan menjaga mereka seperti ibu dan adikku
sendiri." "Dan kalau sesuatu terjadi kepadaku?"
"Yakinlah, maka hal itu tidak terjadi kepadamu."
Ezio mencapai Santa Croce pada waktu yang bagus
pada senja berikutnya. Dia telah menghabiskan jam-jam
yang berharga untuk mempersiapkan diri, dan mengasah
kemampuannya dengan senjata barunya, sampai dia puas
dan merasa sudah mahir dalam menggunakannya. Pikirannya
melayang pada kematian ayah dan saudara-saudaranya,
dan nada suara Alberti yang kejam saat dia menjatuhkan
hukuman berdentang sangat jelas dalam benak Ezio.
Saat mendekat Ezio melihat dua sosok yang dikenalnya
berjalan ke arahnya, sedikit terpisah dari sekelompok
kecil penjaga seragam yang sedang memamerkan sebuah
lencana berupa lima bola pada latar kuning. Tampaknya
mereka sedang berdebat, lalu Ezio bergegas maju supaya
bisa mendengarkan kata-kata mereka. Mereka berhenti di
depan tiang penyangga gereja, lalu Ezio berdiam di dekat
119 situ, tidak bisa terlihat, untuk mendengarkan. Kedua pria
itu saling berbicara dengan nada suara yang bungkam.
Salah satunya adalah Uberto Alberti. Orang yang satu lagi
adalah pria muda ramping berusia akhir dua puluhan,
dengan hidung mencuat dan wajah yang sungguh-sungguh,
berpakaian mewah dengan topi dan jubah merah, di atas
tunik abu-abu keperakan. Duke Lorenzo" Il Magnifico,
sebagaimana para bawahannya memanggilnya, membuat
jijik Pazzi dan kawanannya.
"Kau tidak bisa mengkritikku atas hal ini," Alberti
berkata. "Aku bertindak berdasarkan informasi yang aku
terima dan bukti yang tidak dapat dibantah. Aku bertindak
di dalam hukum dan di dalam batas-batas jabatanku!"
"Tidak! Kau telah melangkahi batasan-batasanmu,
Gonfaloniere, dan kau mengambil keuntungan atas keti"dakhadiranku di Florence untuk melakukannya. Aku lebih
dari tidak senang." "Siapa kau berani bicara tentang batasan" Kau telah
menguasai kota itu, membuat dirimu sendiri menjadi duke,
tanpa persetujuan resmi dari Signoria atau siapa pun!"
"Aku tidak melakukan hal seperti itu!"
Alberti mengeluarkan tawa menyindir. "Tentu saja kau
akan berkata demikian! Selalu tidak berdosa! Enaknya dirimu.
Kau mengepung diri sendiri di Careggi, sementara sebagian
besar orang lainnya dianggap pemikir yang berbahaya"
Ficino, Mirandola, dan Poliziano si penjilat itu! Tapi
setidaknya sekarang kita punya kesempatan untuk melihat
seberapa jauh jangkauanmu sebenarnya" yang mana bisa
120 dikatakan, tidak ke mana-mana sama sekali, dalam istilah
praktis. Itu telah membuktikan sebuah pelajaran berharga
bagi sekutuku dan aku."
"Ya. Para sekutumu keluarga Pazzi. Itulah masalah yang
sebenarnya, kan?" Alberti memperhatikan kuku-kukunya dengan saksama
sebelum menjawab. "Aku akan berhati-hati kalau berbicara,
Duke. Mungkin kau menarik macam perhatian yang salah."
Tapi pria itu sendiri tidak terdengar benar-benar yakin.
"Kaulah yang seharusnya menjaga mulutnya, Gonfaloniere.
Dan aku menyarankan kepadamu untuk menyampaikan
nasihat itu kepada kenalan-kenalanmu" Anggap saja itu
peringatan yang ramah." Dengan itu, Lorenzo pergi bersama
pengawalnya ke arah biara. Setelah sejenak, menggumamkan
sumpah serapah tanpa terdengar, Alberti mengikuti. Hampir
terdengar bagi Ezio pria itu sedang mengutuk dirinya
sendiri. Biara-biara telah ditutup dengan kain keemasan untuk
acara itu, sangat menyilaukan bagaikan pantulan cahaya
dari ratusan lilin. Di atas panggung di dekat air mancur
di tengah-tengah, sekelompok pemusik bermain, dan di
panggung lainnya berdirilah patung perunggu tersebut,
berukuran setengah badan dan sangat indah. Ketika Ezio
masuk"menggunakan pilar dan bayang-bayang untuk
menyembunyikan dirinya"dia bisa melihat Lorenzo sedang
memuji sang seniman. Ezio juga mengenali sosok misterius
bermantel yang dulu berada pada mimbar eksekusi bersama
Alberti. 121 Agak jauh dari situ, Alberti berdiri dikelilingi oleh para
anggota kaum ningrat lokal yang mengaguminya. Dari apa
yang bisa dia dengar, Ezio mengerti bahwa mereka sedang
mengucapkan selamat kepada sang Gonfaloniere karena
telah menyingkirkan keluarga Auditore si penyakit kota ini.
Ezio tidak pernah berpikir bahwa ayahnya punya begitu
banyak musuh yang sekaligus teman, di kota ini. Tapi Ezio
menyadari bahwa mereka hanya berani bergerak melawan
ayahnya ketika sekutu terpentingya, Lorenzo, sedang tidak
ada. Ezio tersenyum saat seorang wanita ningrat memberi
tahu Alberti bahwa ia harap Duke menghormati kejujurannya.
Sudah jelas bahwa Alberti sama sekali tidak menyukai saran
tersebut. Kemudian Ezio mendengarkan lebih banyak.
"Bagaimana dengan putra yang satunya lagi?" seorang
pria ningrat bertanya, "Ezio, benar kan" Apakah dia sudah
kabur untuk selamanya?"
Alberti berusaha tersenyum. "Anak itu tidak berbahaya
sama sekali. Tangannya lambat, apalagi kepalanya. Dia akan
ditangkap dan dieksekusi sebelum minggu ini berakhir."
Kelompok orang di sekeliling Alberti tertawa.
"Jadi" apa yang akan kau lakukan selanjutnya, Uberto?"
tanya seorang pria. "Kursi Signoria, mungkin?"
Alberti membentangkan tangannya. "Menurut kehendak
Tuhan saja. Aku hanya tertarik untuk terus melayani Florence,
dengan jujur dan tekun."
"Yah, apa pun yang kau pilih, ketahuilah bahwa kami
mendukungmu." 122 "Itu sangat menyenangkan. Kita akan melihat apa yang
terjadi di masa depan nanti." Wajah Alberti bersinar-sinar,
tapi dengan tidak berlebihan. "Dan sekarang, teman-temanku,
aku rasa kita kesampingkan saja politik, dan menikmati karya
seni agung ini, yang dengan sangat dermawan disumbangkan
oleh Medici yang mulia."
Ezio menunggu sampai teman-teman Alberti berkeluyuran
ke arah patung David. Sementara itu, Alberti mengambil
anggur dengan gelas berbentuk piala, dan memperhatikan
adegan itu. Matanya mengandung campuran kepuasan dan
waspada. Ezio tahu bahwa inilah kesempatannya. Semua mata
lain tertuju kepada patung tersebut, dekat Verocchio yang
sedang membawakan pidato singkat dengan tersendat-sendat.
Ezio diam-diam pergi ke sebelah Alberti.
"Pasti tembolokmu tertahan untuk menanggung pujian
terakhir tadi," Ezio mendesis. "Tapi memang tepat bahwa
kau harus menjadi tidak jujur sampai akhir."
Begitu mengenali Ezio, mata Alberti membesar ketakutan.
"Kau!" "Ya, Gonfaloniere. Ini Ezio. Aku di sini untuk membalas
pembunuhan kepada ayahku" temanmu" dan saudara"saudaraku yang tidak bersalah."
Alberti mendengar suara klik pelan, suara logam
yang melompat, dan melihat pedang sejajar dengan
tenggorokannya. "Selamat tinggal, Gonfaloniere," kata Ezio dengan
dingin. 123 "Berhenti," Alberti terengah-engah. "Kalau kau berada
di posisiku, kau akan melakukan hal yang sama" untuk
melindungi orang-orang yang aku sayangi. Maafkan aku,
Ezio" Aku tidak punya pilihan."
Ezio semakin miring ke depan, tidak menghiraukan
permohonan pria itu. Dia tahu dulu Alberti punya kesem"patan" kesempatan yang terhormat" dan terlalu enggan


Assasins Credd Karya Oliver Bowden di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk melakukannya. "Tidakkah kau berpikir bahwa aku
tidak sedang melindungi orang-orang yang aku sayangi"
Belas kasihan apa yang kau berikan kepada ibu atau
adik perempuanku, kalau kau bisa mendapatkan mereka"
Sekarang, di mana dokumen-dokumen yang telah aku
berikan kepadamu dari ayahku" Kau pasti menyimpannya
di suatu tempat yang aman."
"Kau tidak akan pernah mendapatkannya. Aku selalu
membawanya sendiri!" Alberti mencoba mendorong Ezio
supaya menyingkir, dan menarik napas untuk memanggil
para penjaga, tapi Ezio mencelupkan belati ke dalam
tenggorokannya dan menarik bilah pisaunya menembus
pembuluh nadi di tenggorokannya. Kini Alberti bahkan
tidak bisa berdeguk. Pria itu merosot berlutut. Tangannya
secara naluri mencengkeram lehernya dengan sia-sia, berusaha
menghentikan darah yang mengucur ke rumput. Ketika dia
terjatuh di sisinya, Ezio membungkuk dengan cepat dan
memotong dompet pria itu dari ikat pinggangnya. Pemuda
itu mengintip ke dalamnya. Dalam kesombongannya yang
terakhir, Alberti telah mengatakan hal yang sebenarnya.
Dokumen-dokumen tersebut memang benar ada di sana.
124 Tapi sekarang hening. Pidato Verrocchio telah terhenti
ketika para tamu mulai menoleh dan terbelalak, belum
mengerti apa yang telah terjadi. Ezio berdiri dan menghadapi
mereka. "Ya! Apa yang kalian lihat ini nyata! Apa yang kalian
lihat ini adalah pembalasan! Keluarga Auditore masih hidup.
Aku masih di sini! Ezio Auditore!"
Ezio menarik napas pada saat bersamaan dengan suara
wanita yang berseru, "Assassino!"
Kini keributan pecah. Pengawal Lorenzo segera bersiap
di dekatnya, pedang terhunus. Para tamu berlari ke mana"mana, beberapa berusaha melarikan diri, orang-orang yang
lebih berani bergerak untuk setidaknya berusaha menangkap
Ezio, meskipun tidak ada yang benar-benar berani membuat
serangan nyata. Ezio memperhatikan sosok bermantel itu
menyelinap ke dalam kegelapan. Verrocchio berdiri dengan
protektif di dekat patungnya. Para wanita menjerit, para
pria berteriak, dan para penjaga kota membanjiri biara
tersebut, tidak yakin harus mengejar siapa. Ezio mengambil
keuntungan dari kondisi ini, memanjat atap deretan tiang
penyangga biara dan melompat melewatinya ke halaman di
baliknya, yang pintunya terbuka menuju lapangan di depan
gereja, di mana kerumunan orang-orang yang curiga sudah
berkumpul karena tertarik oleh suara keributan di dalam.
"Apa yang terjadi?" seseorang bertanya kepada Ezio.
"Keadilan telah ditegakkan," Ezio menjawab sebelum
berlari ke arah barat laut melintasi kota ke mansion Paola
yang aman. 125 Pemuda itu berhenti di tengah jalan untuk memastikan
isi dompet Alberti. Setidaknya kata-kata terakhir pria itu
jujur. Semuanya ada di sana. Ada pula sesuatu yang lain.
Sebuah surat yang tidak terkirim dalam tulisan tangan Alberti.
Mungkin ini pengetahuan baru bagi Ezio, yang membuka
segelnya dan menyobek perkamen itu hingga terbuka.
Ternyata itu adalah catatan pribadi dari Alberti untuk
istrinya. Saat membacanya, setidaknya Ezio bisa mengerti
tekanan apa yang mungkin telah memaksa kejujuran seorang
pria. Cintaku Aku menulis ini dengan harapan suatu hari aku
berani membaginya denganmu. Pada waktunya,
tidak diragukan lagi kau akan tahu bahwa aku
telah mengkhianati Giovanni Auditore, mengecapnya
sebagai pengkhianat dan menjatuhkan hukuman
mati kepadanya. Sejarah akan menilai tindakan ini
sebagai masalah politik dan keserakahan. Tapi kau
harus mengerti bahwa bukan takdir yang memaksa
tanganku, melainkan rasa takut.
Ketika Medici merampok keluarga kita atas
segala yang kita miliki, aku ketakutan. Untukmu.
Untuk putra kita. Untuk masa depan kita. Harapan
apa yang ada di dunia ini bagi seorang pria tanpa
kekayaan yang pantas" Sebagaimana yang lainnya,
mereka menawariku uang, tanah, dan gelar sebagai
imbalan atas kerjasamaku.
126 Dan inilah bagaimana aku mengkhianati teman
terdekatku. Betapa pun tidak menyenangkannya,
tindakan ini harus dilakukan pada saat itu.
Dan bahkan sekarang, aku menatap ke belakang,
aku tidak melihat ada cara lain"
Ezio melipat surat itu dengan hati-hati, lalu memin"dahkannya ke dalam dompetnya. Dia akan menyegelnya
kembali, dan memastikan surat itu diantarkan. Dia tidak
ingin tunduk kepada moral buruk, tidak akan pernah.
127 "Sudah dilakukan," Ezio memberi tahu Paola dengan
singkat. Wanita itu memeluk Ezio sebentar, lalu mundur. "Aku
tahu. Aku senang melihatmu baik-baik saja."
"Aku rasa sudah waktunya aku meninggalkan
Florence." "Ke mana kau akan pergi?"
"Adik ayahku yang bernama Mario punya sebidang
tanah di dekat Monteriggioni. Kami akan pergi ke sana."
"Sudah ada pencarian besar-besaran untukmu, Ezio.
Mereka memasang poster penjahat yang dicari di mana"mana dengan gambarmu. Para orator publik pun mulai
berbicara melawanmu." Wanita itu berhenti, merenung.
128 "Aku akan menyuruh beberapa orangku untuk menyobek
poster itu sebanyak mungkin, dan para orator bisa disogok
supaya membicarakan hal-hal lainnya." Sebuah pikiran lain
menyambarnya. "Dan sebaiknya aku membuat surat-surat
perjalanan untuk kalian bertiga."
Ezio menggelengkan kepalanya, memikirkan Alberti.
"Kita hidup di dunia apa, di mana kepercayaan bisa begitu
mudah dimanipulasi?"
"Alberti ditempatkan di posisi yang dia percayai sebagai
tidak mungkin, tapi seharusnya dia telah teguh melawannya."
Paola mendesah. "Kejujuran diperdagangkan setiap hari. Kau
harus membiasakan diri, Ezio."
Ezio menggenggam tangan Paola. "Terima kasih."
"Florence akan menjadi tempat yang lebih baik sekarang,
terutama jika Duke Lorenzo bisa membuat salah satu
orangnya terpilih menjadi Gonfaloniere. Tapi sekarang tidak
ada waktu lagi. Ibu dan adikmu ada di sini." Wanita itu
berbalik dan menepukkan tangannya. "Annetta!"
Annetta muncul dari bagian belakang rumah, membawa
Maria dan Claudia bersamanya. Ini adalah pertemuan yang
emosional. Ezio melihat bahwa ibunya belum sepenuhnya
sembuh, dan masih memeluk kotak bulu kecil dari Petruccio.
Ibunya mengembalikan pelukannya, meskipun tanpa sadar,
sementara Paola memperhatikan mereka dengan tersenyum
sedih. Di sisi lain, Claudia memeluk Ezio. "Ezio! Ke mana saja
kau! Paola dan Annetta sangat baik, tapi mereka tidak mau
membiarkan kami pulang. Ibu pun tidak pernah berkata
129 apa-apa sejak?" Gadis itu berhenti, menahan air matanya
sendiri. Kemudian ia memulihkan diri, "Yah, mungkin
sekarang Ayah bisa membereskan semuanya untuk kita.
Pasti ini kesalahpahaman yang sangat parah, kan?"
Paola menatap Ezio. "Mungkin inilah saatnya," wanita
itu berkata dengan lembut. "Mereka harus mengetahui
kebenarannya dengan segera."
Pandangan Claudia bergeser dari Ezio ke Paola, lalu
kembali lagi. Maria telah duduk di samping Annetta yang
merangkulnya. Maria memandang ke ruang kosong, tersenyum
pudar, mengusap-usap kotak kayu pirnya.
"Ada apa, Ezio?" Claudia bertanya dengan rasa takut
di dalam suaranya. "Sesuatu telah terjadi."
"Apa maksudmu?"
Ezio terdiam, kehilangan kata-kata, tapi raut mukanya
memberi tahu Claudia segalanya.
"Oh, Tuhan, tidak!"
"Claudia?" "Beri tahu aku itu tidak benar!"
Ezio menundukkan kepalanya.
"Tidak, tidak, tidak, tidak, tidak!" Claudia menjerit.
"Shhh." Ezio mencoba menenangkannya. "Aku sudah
melakukan apa yang aku bisa, piccina."
Claudia membenamkan kepalanya di dada Ezio dan
menangis. Sedu sedannya panjang dan menyedihkan, sementara
Ezio melakukan yang terbaik untuk menenangkannya. Pemuda
itu mendongak kepada ibunya, tapi dia tidak tampak telah
130 mendengarnya. Mungkin, dengan caranya sendiri, ibunya
sudah tahu. Setelah semua kekacauan yang telah menyerang
kehidupan Ezio secara mendadak, harus menyaksikan adik
dan ibunya terlempar ke dalam jurang keputusasaan hampir
cukup untuk meruntuhkan pemuda itu. Dia berdiri, memeluk
adiknya, seperti untuk selamanya" merasakan tanggung
jawab atas dunia di bahunya. Sekarang dialah yang harus
melindungi keluarganya" kehormatan nama Auditore harus
dia tegakkan kembali. Tidak ada lagi Ezio si anak remaja"
Pemuda itu mengumpulkan pikirannya.
"Dengar," Ezio berkata kepada Claudia begitu ia telah
bisa sedikit tenang. "Apa yang penting sekarang adalah kita
pergi dari sini. Ke tempat yang aman, di mana kau dan
Mamma bisa tetap aman. Tapi kalau kita mau melakukan
itu, kau harus berani. Kau harus kuat demi aku, dan
menjaga ibumu. Kau mengerti?"
Gadis itu mendengarkan, berdeham, lalu mundur sedikit
dari kakaknya, dan menatapnya. "Ya."
"Kalau begitu, kita harus bersiap-siap sekarang. Pergilah
dan kemasi apa yang kau butuhkan, tapi bawa sedikit saja"
kita harus berjalan kaki. Naik kereta terlalu berbahaya.
Pakailah bajumu yang paling sederhana" kita tidak boleh
menarik perhatian. Dan cepatlah!"
Claudia pergi bersama ibunya dan Annetta.
"Kau harus mandi dan berganti pakaian," kata Paola
kepada Ezio. "Kau akan merasa lebih baik."
Dua jam kemudian, surat-surat perjalanan mereka sudah
siap dan mereka bisa pergi. Ezio memeriksa isi kantongnya
131 dengan hati-hati untuk terakhir kalinya. Mungkin pamannya
bisa menjelaskan isi dokumen-dokumen yang telah dia
ambil dari Alberti, yang jelas telah menjadi sangat penting
baginya. Belati barunya kini terikat di lengan kanannya, tidak
kelihatan. Dia mempererat ikatannya. Claudia membimbing
Maria bersama Annetta ke kebun dan berdiri dekat pintu
gerbang di mana mereka akan pergi dan mereka berusaha
untuk tidak menangis. Ezio berbalik kepada Paola. "Selamat tinggal. Dan terima
kasih lagi, untuk segalanya."
Paola memeluk Ezio dan mencium dekat ke mulutnya.
"Tetaplah aman, Ezio, dan tetaplah waspada. Aku rasa
jalan di depanmu masih panjang."
Ezio membungkuk dengan muram, lalu menarik tudungnya
dan bergabung dengan ibu dan adiknya, mengambil tas yang
telah mereka kemasi. Mereka mencium Annetta sebagai ucapan
selamat tinggal, dan beberapa saat kemudian mereka berada
di jalan, ke arah utara. Claudia menggandeng lengan ibunya.
Untuk sementara mereka terdiam, dan Ezio memikirkan
tanggung jawab besar yang kini terpaksa dipikulnya. Dia
berdoa supaya nanti dia bisa bangkit pada saat yang tepat
walau sangat sulit. Dia harus tetap kuat, dan dia akan
melakukannya demi Claudia dan ibunya yang malang"yang
sepertinya telah sepenuhnya menarik diri dari dunia.
Mereka telah mencapai pusat kota ketika Claudia mulai
berbicara" dan ia penuh pertanyaan. Bagaimanapun juga,
Ezio memperhatikan dengan penuh syukur bahwa suara
adiknya tegas. 132 "Bagaimana ini bisa terjadi kepada kita?" kata gadis
itu. "Aku tidak tahu."
"Apakah menurutmu kita akan bisa kembali."
"Aku tidak tahu, Claudia."
"Apa yang akan terjadi dengan rumah kita?"
Ezio menggelengkan kepalanya. Tidak ada waktu untuk
membuat perjanjian tentang rumah itu, tapi kalaupun
ada waktu, dengan siapa" Mungkin Duke Lorenzo akan
menutupnya, menjaganya, tapi itu harapan samar.
"Apakah mereka" apakah mereka memberikan
penguburan yang layak?"
"Ya. Aku" mengaturnya sendiri."
Mereka sedang melintasi Sungai Arno, dan Ezio melirik
ke arah bawah sungai tersebut.
Akhirnya mereka mendekat gerbang selatan kota tersebut,
dan Ezio bersyukur bahwa mereka bisa sampai sejauh
ini tanpa ditemukan, tapi inilah momen yang berbahaya,
karena gerbang itu dijaga dengan ketat. Berkat dokumen
bernama palsu yang disediakan oleh Paola supaya mereka
bisa melewati kumpulan pemeriksa, dan para penjaga yang
sedang mencari seorang pemuda sebatang kara, bukan
keluarga kecil berpakaian sederhana.
Mereka berkelana ke arah selatan dengan mantap pada
hari ini, hanya berhenti ketika sudah jauh dari kota untuk
membeli roti, keju, dan anggur di sebuah rumah pertanian
dan untuk beristirahat selama satu jam di bawah bayangan
sebuah pohon oak di pinggiran sebuah ladang jagung. Ezio
133 harus mengendalikan ketidaksabarannya, karena hampir lima
puluh kilometer ke Monteriggioni dan mereka harus berjalan
dengan kecepatan langkah ibunya. Sebenarnya ia adalah
wanita kuat yang berusia awal empat puluhan, tapi syok
besar yang telah dideritanya membuatnya bertambah tua.


Assasins Credd Karya Oliver Bowden di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ezio berdoa bahwa begitu mereka mencapai rumah Paman
Mario, ibunya akan pulih, meskipun dia dapat melihat bahwa
pemulihan itu pun pasti lambat. Dia berharap bahwa mereka
akan mencapai tanah Mario pada sore hari berikutnya tanpa
ada rintangan yang menghadang mereka.
Malam itu mereka lewati di dalam sebuah kandang
yang terbengkalai, di mana setidaknya ada jerami kering dan
hangat. Mereka memakan sisa makan siang sebagai makan
malam, dan membuat Maria senyaman mungkin. Ia tidak
protes, bahkan tampaknya benar-benar tidak menyadari
keadaan sekelilingnya. Namun saat Claudia berusaha untuk
mengambil kotak Petruccio darinya ketika menyiapkannya
untuk tidur, ia memprotes dengan kasar dan mendorong
putrinya menjauh, memaki-maki gadis itu seperti seorang
istri yang galak. Kakak-adik itu syok melihatnya.
Tapi Maria tidur dengan damai, dan kelihatan segar
kembali pada pagi berikutnya. Mereka membasuh diri di
sebuah sungai kecil, meminum sedikit airnya yang jernih
sebagai ganti sarapan, dan melanjutkan perjalanan. Itu
adalah hari yang cerah, matahari hangat menyenangkan,
tapi angin dingin berembus. Mereka berjalan terus, hanya
berpapasan dengan beberapa gerobak di jalanan dan tidak
melihat siapa pun kecuali kelompok buruh di ladang dan
134 kebun buah-buahan yang mereka lewati. Ezio bisa membeli
beberapa buah-buahan, cukup untuk Claudia dan ibunya,
karena pemuda itu memang tidak lapar" dia terlalu gugup
untuk makan. Akhirnya menjelang sore hari, Ezio gembira saat melihat
Monteriggioni, kota kecil berdinding yang disinari cahaya
mentari, di atas bukit di kejauhan. Kurang lebih Mario
menguasai wilayah tersebut. Dalam dua atau tiga kilometer
lagi, mereka akan berada di dalam daerah kekuasaannya.
Dengan bersemangat, kelompok kecil itu mempercepat
langkah mereka. "Hampir sampai," Ezio memberi tahu Claudia dengan
tersenyum. "Grazie a Dio," gadis itu menjawab.
Mereka baru saja mulai melepaskan ketegangan ketika,
di belokan jalan, sebuah sosok yang akrab, ditemani oleh
selusin pria berseragam biru dan emas, menghalangi jalan
mereka. Salah satu penjaga membawa sebuah bendera
yang memperlihatkan lambang akrab yang ia benci, yaitu
lumba-lumba keemasan dan salib pada latar biru.
"Ezio!" sosok itu menyambutnya. "Buon" giorno! Dan
keluargamu" atau setidaknya, sisa keluargamu! Kejutan yang
menyenangkan!" Dia mengangguk kepada orang-orangnya,
yang menyebar melintasi jalanan, tombak kapak mereka
sudah siap. "Vieri!" "Tentu saja. Begitu mereka melepaskan ayahku dari
penjara, dia akan lebih dari senang untuk membiayai kelompok
135 pemburu ini untukku. Aku terluka. Lagi pula, bagaimana
bisa kau meninggalkan Florence tanpa mengucapkan selamat
tinggal yang pantas?"
Ezio maju selangkah, mengatur Claudia dan ibunya
supaya di belakangnya. "Kau mau apa, Vieri" Seharusnya aku sudah menyangka
kau akan puas dengan apa yang telah berhasil dicapai oleh
Pazzi." Vieri membentangkan kedua tangannya. "Aku mau
apa" Yah, sulit memilih untuk memulainya dari mana.
Begitu banyak hal! Mari kita lihat" Aku mau palazzo
yang lebih besar, istri yang lebih cantik, uang yang lebih
banyak lagi" apa lagi" Oh, ya! Kepalamu!" Dia menarik
pedangnya, memberi isyarat kepada para penjaganya untuk
bersiap-siap, dan mendekati Ezio sendiri.
"Aku terkejut, Vieri... Kau benar-benar akan mengha"dapiku sendirian" Tapi tentu saja anak-anak penindasmu
berada tepat di belakangmu!"
"Aku pikir kau tidak pantas menghadapi pedangku,"
Vieri menjawab dengan pedas, lalu menyarungkannya lagi.
"Aku rasa aku akan membereskanmu dengan tanganku
saja. Maaf kalau hal ini membuatmu tertekan, tesora,"
dia menambahkan kepada Claudia, "tapi jangan cemas"
ini tidak akan lama, lalu aku akan melihat apa yang bisa
aku lakukan untuk membuatmu nyaman" dan siapa tahu,
mungkin mamma kecilmu juga!"
Ezio melangkah maju dengan cepat dan menghantam
rahang Vieri dengan kepalan tinjunya sehingga musuhnya
136 terhuyung-huyung, menjadi goyah. Setelah memantapkan
dirinya lagi, Vieri mengayunkan tangan supaya orang-orangnya
tetap di belakang, lalu melemparkan dirinya kepada Ezio dengan
raungan dahsyat, menghujani pukulan demi pukulan. Begitulah
kekejaman serangan Vieri sementara Ezio menghindar dengan
terampil sehingga Vieri tidak bisa mendaratkan pukulan yang
berarti. Kedua pria itu terkunci bersama, saling bergulat untuk
menguasai, sesekali terhuyung-huyung mundur hanya untuk
saling melemparkan diri dengan penuh semangat. Akhirnya
Ezio berhasil menggunakan amarah Vieri untuk menjadi
senjata makan tuan" tidak ada orang yang berkelahi dengan
efektif ketika sedang marah. Vieri berusaha mengakhiri
dengan sebuah pukulan tangan kanannya. Ezio melangkah
maju sehingga pukulan itu memantul sia-sia pada bahunya.
Momentum Vieri membawa berat badannya ke depan dengan
tidak terkendali. Ezio menyandung tumit musuhnya, dan
mengirimnya berguling di atas debu. Berdarah-darah dan
berantakan, Vieri bersembunyi di balik orang-orangnya,
menyeka debu dengan tangannya yang tergores.
"Aku sudah lelah," kata Vieri, lalu berteriak kepada
para penjaga. "Habisi dia, dan para wanitanya juga. Aku
bisa mendapatkan yang lebih baik daripada kecebong kecil
itu dan ibunya yang carcassa!"
"Coniglio!" Ezio berteriak, terengah-engah, menarik
pedangnya, tapi para penjaga telah membentuk sebuah ling"karan di sekeliling mereka dan memperpanjang tombak kapak
mereka. Ezio tahu saat-saat sulit sedang mendekatinya.
137 Lingkaran itu merapat. Ezio tetap berayun-ayun, berusaha
menjaga para wanita di belakangnya, tapi kondisinya tampak
gelap, dan tawa Vieri yang tidak menyenangkan merupakan
tanda kemenangan. Mendadak ada siulan tajam yang sangat lembut, lalu
dua penjaga di sisi kiri Ezio rubuh berlutut, lalu ambruk
ke depan sekaligus menjatuhkan senjata mereka. Dari setiap
punggung mereka tertancap sebuah pisau lempar, tertanam
sampai ke pangkalnya dan jelas telah diarahkan pada sasaran
yang mematikan. Darah menggelembung dari kaus mereka,
seperti bunga-bunga merah tua.
Para penjaga lainnya mundur dengan gelisah, tapi tidak
sebelum satu lagi di antara mereka terjatuh ke tanah, sebuah
pisau di punggungnya. "Sihir apa ini?" Vieri mendengking, teror terdengar
dalam suaranya. Dia menarik pedangnya dan menatap
sekeliling dengan liar. Dia dijawab oleh tawa meledak yang bersuara rendah.
"Tidak ada hubungannya dengan sihir, Nak" semuanya
tentang kemampuan!" Suara itu datang dari semak-semak
terdekat. "Tunjukkan dirimu!"
Seorang pria besar berjanggut, mengenakan sepatu bot
tinggi dan rompi kuningan muncul dari pepohonan kecil
tersebut. Di belakangnya ada beberapa orang lagi yang
muncul, mengenakan pakaian yang sama. "Seperti yang
kau mau," katanya menyindir.
138 "Serdadu!" Vieri menggeram, lalu berbalik kepada para
penjaganya sendiri. "Tunggu apa lagi" Bunuh mereka! Bunuh
mereka semua!" Tapi pria besar itu melangkah maju, merampas pedang
Vieri dengan keluwesan yang tidak dapat dipercaya, dan
mematahkan pedang itu di lututnya semudah ranting.
"Aku rasa itu bukan ide yang bagus, Pazzi kecil, meskipun
aku harus berkata bahwa kau tetap hidup berkat nama
keluargamu." Vieri tidak menjawab, dan malah mendesak orang"orangnya lagi. Dengan enggan, mereka mendekati orang-orang
asing itu, sementara Vieri mengambil tombak kapak salah satu
penjaganya yang tewas, mengelilingi Ezio, dan menjatuhkan
pedang pemuda itu dari tangannya dan dari jangkauannya
tepat ketika dia menariknya.
"Ini, Ezio, pakailah ini!" kata pria besar itu, melemparkan
sebilah pedang lainnya yang terbang menembus udara
untuk mendarat pada ujungnya, gemetaran di tanah dekat
kakinya. Dalam sekelebat, Ezio mengambilnya. Itu senjata
yang berat dan dia harus memakai kedua tangan untuk
menggunakannya, tapi dia bisa menebas tombak kapak
Vieri. Vieri sendiri, melihat bahwa orang-orangnya telah
dikalahkan dengan mudah oleh condottieri, dan dua lagi
yang sudah jatuh. Vieri hanya bisa menarik serangan dan
kabur, melemparkan kutukan saat dia pergi. Pria besar itu
mendekati Ezio dan para wanita, menyeringai lebar.
"Untung aku keluar untuk menemuimu," katanya.
"Kelihatannya aku tiba tepat pada waktunya."
139 "Aku berterima kasih kepadamu, siapa pun kau."
Pria itu tertawa lagi, dan ada yang akrab di dalam
suaranya. "Apakah aku mengenalmu?" tanya Ezio.
"Sudah lama. Tapi tetap saja aku terkejut kau tidak
mengenali pamanmu sendiri!"
"Paman Mario?" "Tentu saja!" Dia memberikan pelukan beruang kepada Ezio, lalu
mendekati Maria dan Claudia. Kesedihan membayangi
wajahnya ketika dia melihat kondisi Maria. "Dengarkan
aku, Nak?" katanya kepada Claudia. "Aku akan membawa
Ezio kembali ke castello sekarang, tapi aku meninggalkan
orang-orangku untuk menjaga kalian, dan mereka akan
memberi kalian sesuatu untuk dimakan dan diminum. Aku
akan mengirim seorang penunggang terlebih dulu dan dia
akan kembali dengan sebuah kereta untuk membawa kalian
di sepanjang sisa perjalanan. Kalian telah cukup banyak
berjalan untuk satu hari dan aku bisa melihat bahwa
saudari iparku yang malang sedang?" dia berhenti sebelum
menambahkan dengan halus, "kelelahan."
"Terima kasih, Paman Mario."
"Sudah diatur, kalau begitu. Kami akan segera menemui
kalian." Dia berbalik dan mengucapkan perintah kepada
orang-orangnya, lalu merangkul Ezio dan membimbingnya
ke arah kastilnya yang mendominasi kota kecil tersebut.
"Bagaimana Paman bisa tahu aku sedang ke sini?"
Ezio bertanya. 140 Mario kelihatan sedikit mengelak. "Oh" ada teman di
Florence yang mengirim seorang pembawa pesan berkuda
mendahuluimu. Tapi aku sudah tahu apa yang sudah
terjadi. Aku tidak punya kekuatan untuk bergerak ke
Florence, tapi karena sekarang Lorenzo sudah kembali,
mari berdoa supaya dia membuat Pazzi tetap diperiksa.
Sebaiknya kau memberitahuku nasib saudaraku" dan
keponakan-keponakanku."
Ezio berhenti. Kenangan kematian keluarganya masih
menghantui bagian-bagian terkelam di dalam ingatannya.
"Mereka" Mereka semua dieksekusi atas tuduhan
pengkhianatan?" Ezio berhenti. "Aku lolos semata-mata
karena mukjizat." "Ya Tuhan," Mario berbisik, wajahnya menyeringai
kesakitan. "Kau tahu kenapa ini terjadi?"
"Tidak" tapi aku harap Paman bisa membantuku
mencari jawabannya."
Maka Ezio menceritakan kepada pamannya, tentang
peti tersembunyi di dalam palazzo keluarga dan isinya,
pembalasannya kepada Alberti, dan dokumen-dokumen yang
telah diambilnya dari pria itu.
"Hal yang paling penting adalah daftar nama," Ezio
menambahkan, lalu terhenti dengan sedih. "Aku tidak
percaya hal ini menimpa kami!"
Mario menepuk lengan keponakannya. "Aku tahu sesuatu
tentang urusan ayahmu," katanya. Ezio pun menyadari bahwa
Mario tidak terlalu terkejut ketika diberi tahu tentang peti
tersembunyi di dalam ruang rahasia. "Kita akan mencari
141 tahu alasan di balik semua kejadian ini. Tapi kita juga harus
memastikan ibu dan adikmu mendapatkan kehidupan yang
layak. Kastilku bukan tempat yang cocok bagi perempuan
mana pun, dan prajurit sepertiku tidak pernah benar-benar
mapan, tapi ada rumah biarawati sekitar satu setengah
kilometer dari sini. Di sana mereka akan benar-benar aman
dan dirawat dengan baik. Kalau kau setuju, kita akan
mengirim mereka ke sana. Karena kau dan aku punya
banyak hal untuk dilakukan."
Ezio mengangguk. Dia akan memohon agar mereka
menetap di sana dan membujuk Claudia bahwa inilah
penyelesaian terbaik untuk sementara, karena pemuda itu
tidak bisa melihat adiknya lama-lama tinggal di tempat
pengasingan seperti itu. Mereka sedang mendekati kota kecil tersebut.
"Aku kira Monteriggioni adalah musuh Florence," kata
Ezio. "Tidak sebanyak Florence kepada Pazzi," pamannya
memberitahunya. "Tapi kau sudah cukup dewasa untuk tahu
tentang persekutuan di antara negara kota, entah yang besar
maupun yang kecil. Satu tahun berteman, tahun berikutnya
menjadi musuh, lalu tahun berikutnya lagi berteman lagi.
Begitulah sepertinya berlangsung selamanya, seperti permainan
catur yang gila. Tapi kau akan suka tinggal di sini. Orang"orangnya jujur dan pekerja keras, dan barang-barang yang
kami hasilkan kuat dan tahan lama. Pastornya orang yang
baik, tidak banyak minum, dan memperhatikan urusannya
sendiri. Aku pun begitu, di sekitarnya" tapi aku sendiri
142

Assasins Credd Karya Oliver Bowden di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak pernah menjadi putra yang berbakti bagi Gereja. Yang
terbaik adalah anggur" Chianti terbaik yang akan pernah
kau cicipi berasal dari kebun anggurku sendiri. Ayo, sedikit
lagi, maka kita sampai di sana."
Kastil Mario adalah kediaman kuno keluarga Auditori
dan telah dibangun pada tahun 1250-an, meskipun lokasi
itu aslinya telah ditempati oleh konstruksi yang jauh lebih
kuno lagi. Mario telah memperbaiki dan menambahkan
bangunan itu, yang sekarang lebih tampak seperti sebuah
rumah peristirahatan yang makmur, meskipun dinding"dindingnya tinggi, tebal, dan mempunyai pertahanan yang
kuat. Di depannya dan sebagai ganti kebun, ada lahan tempat
berlatih yang luas, di mana Ezio bisa melihat dua lusin pria
muda bersenjata sedang terlibat di dalam bermacam-macam
latihan untuk meningkatkan teknik bertarung mereka.
"Casa, dolce casa," kata Mario. "Kau belum pernah
ke sini sejak masih kecil. Sudah ada beberapa perubahan
sejak saat itu. Bagaimana menurutmu?"
"Sangat mengesankan, Paman."
Sisa hari itu dipenuhi dengan kegiatan. Mario mengantar
Ezio untuk melihat-lihat sekeliling kastil, mengatur akomodasi,
dan memastikan bahwa Claudia dan Maria telah dengan aman
ditempatkan di rumah biarawati terdekat, di mana kepala
biarawatinya merupakan teman lama tersayang"dan menurut
kabar burung, dulu sekali pernah menjadi istri"Mario. Tapi
pagi berikutnya, Ezio dipanggil ke ruang kerja pamannya.
Tempatnya luas, berlangit-langit tinggi, dan dinding-dindingnya
dihiasi dengan peta, baju pelindung, dan senjata. Ruangan
143 itu juga berperabotan meja dan kursi yang terbuat dari
kayu oak yang berat. "Sebaiknya kau segera berangkat ke kota," kata Mario
dengan nada suara bisnis. "Perlengkapi dirimu dengan
baik. Aku akan mengirim salah satu orangku bersamamu.
Kembalilah ke sini ketika kau sudah selesai, lalu kita akan
mulai." "Mulai apa, Paman?"
Mario tampak terkejut. "Aku kira kau datang ke sini
untuk berlatih." "Tidak, Paman" itu bukan niatku. Ini adalah tempat
aman pertama yang bisa aku pikirkan begitu kami harus
pergi dari Florence. Tapi niatku adalah membawa ibu dan
adikku lebih jauh." Mario tampak muram. "Tapi bagaimana dengan
ayahmu" Tidakkah kau berpikir dia ingin kau menyelesaikan
pekerjaannya?" "Apa" sebagai bankir" Bisnis keluarga sudah berakhir"
Rumah Auditore sudah tidak ada lagi, kecuali Duke Lorenzo
berhasil menjaganya dari tangan-tangan Pazzi."
"Aku tidak sedang berpikir tentang hal itu," Mario mulai
berkata, tapi lalu menyela kata-katanya sendiri. "Apakah
maksudmu Giovanni tidak pernah memberitahumu?"
"Maaf, Paman, tapi aku tidak mengerti apa yang sedang
Paman bicarakan." Mario menggelengkan kepalanya. "Aku tidak tahu apa
yang telah dipikirkan oleh ayahmu. Mungkin dia menilai
waktunya tidak tepat. Tapi kejadian-kejadian telah mengambil
144 alih segala pertimbangan." Dia menatap Ezio dengan keras.
"Kita harus berbicara, panjang dan keras. Berikan kepadaku
dokumen-dokumen yang kau punya di dalam kantongmu.
Aku harus mempelajarinya sementara kau pergi ke kota
dan mencari perlengkapan. Ini daftar apa saja yang akan
kau butuhkan, dan uang untuk membayarnya."
Dengan bingung, Ezio pergi ke kota ditemani oleh salah
satu sersan Mario, seorang veteran beruban yang dipanggil
Orazio. Di bawah bimbingannya, Ezio mendapatkan dari
seorang penjual perlengkapan senjata di sana sebuah belati
tarung, baju pelindung yang ringan, dan dari dokter lokal
Ezio mendapatkan pembalut luka dan perlengkapan medis
dasar. Dia kembali ke kastil, dan menemukan Mario sedang
menunggunya dengan tidak sabar.
"Salute," kata Ezio. "Aku sudah melakukan seperti
yang Paman minta." "Dengan cepat pula. Ben fatto! Sekarang, kita harus
mengajarimu dengan benar bagaimana bertarung."
"Paman, maafkan aku, tapi seperti yang sudah aku
bilang, aku tidak punya niat untuk tinggal di sini."
Mario menggigit bibirnya. "Dengar, ezio, kau hampir
tidak bisa bertarung sendirian melawan Vieri. Kalau aku
tidak tiba pada waktunya?" Dia berhenti. "Yah, kau bisa
pergi kalau memang harus, tapi setidaknya pelajari dulu
kemampuan-kemampuan dan pengetahuan yang akan kau
butuhkan untuk melindungi dirimu. Kalau tidak, kau tidak
akan bertahan seminggu saja di jalanan."
Ezio terdiam. 145 "Kalau bukan demi aku, lakukanlah demi kebaikan
ibu dan adikmu," Mario menekannya.
Ezio mempertimbangkan pilihan-pilihan itu, tapi dia
harus mengakui bahwa pamannya benar. Ezio berkata,
"Baiklah, kalau begitu. Karena Paman sudah berbaik hati
untuk memperlengkapi aku."
Mario berseri-seri dan menepuk bahu Ezio. "Pria baik!
Kau akan hidup untuk berterima kasih kepadaku!"
Pada minggu-minggu berikutnya, instruksi di dalam
penggunaan senjata yang paling intensif harus diikuti oleh
Ezio. Tapi sementara dia sedang mempelajari kemampuan
bertarung yang baru, Ezio juga menemukan lebih banyak
tentang latar belakang keluarganya, dan rahasia-rahasia
yang tidak sempat dibuka kepadanya oleh ayahnya. Mario
pun membiarkan Ezio membaca-baca di perpustakaannya,
sehingga secara bertahap Ezio merasa cemas dengan fakta
bahwa mungkin dia berada di perbatasan dari nasib yang jauh
lebih penting daripada yang dia percayai sebelumnya.
"Paman bilang ayahku lebih dari sekadar seorang
bankir?" Ezio bertanya kepada pamannya.
"Jauh lebih dari itu," Mario menjawab dengan serius.
"Ayahmu adalah pembunuh yang sangat terlatih."
"Itu mustahil" ayahku selalu menjadi ahli keuangan,
seorang pengusaha" bagaimana mungkin Ayah menjadi
pembunuh?" 146 "Tidak, Ezio, dia lebih dari itu. Dia dilahirkan dan
dibesarkan untuk membunuh. Dia adalah anggota senior
di Ordo Assassin." Mario ragu-ragu. "Aku tahu kau pasti
telah menemukan sesuatu yang lebih lagi tentang semua ini
di dalam perpustakaan. Kita harus membahas dokumen"dokumen yang telah dipercayakan kepadamu, dan yang telah
kau" syukurlah!... ambil dari Alberti. Daftar nama itu"
itu bukanlah katalog pengutang, kau tahu. Itu nama-nama
semua yang bertanggung jawab atas pembunuhan ayahmu"
dan mereka adalah orang-orang yang menjadi bagian dari
persekongkolan yang lebih besar lagi."
Ezio berjuang untuk mencerna semua ini" Ternyata semua
hal yang dia kira dia tahu tentang ayahnya, keluarganya,
sekarang tampak hanya setengah benar. Bagaimana mungkin
ayahnya telah menyembunyikan semua hal ini darinya"
Semuanya diluar bayangannya, sangat asing. Ezio memilih
kata-katanya dengan hati-hati" ayahnya pasti punya alasan
untuk merahasiakan hal ini. "Aku menerima bahwa ayahku
memang lebih daripada yang aku tahu, dan maafkan aku
karena telah meragukan kata-kata Paman, tapi kenapa Ayah
sangat merahasiakannya?"
Mario berhenti sebelum menjawab. "Apakah kau familiar
dengan Ordo Ksatria Templar?"
"Aku pernah mendengar tentang mereka."
"Mereka didirikan berabad-abad yang lalu, segera
setelah Perang Salib yang pertama, dan menjadi kekuatan
elit para pejuang bagi Tuhan. Kurang lebih mereka adalah
rahib bersenjata. Mereka bersumpah untuk hidup dalam
147 pantangan dan kemiskinan. Tapi tahun-tahun berlalu, dan
status mereka berubah. Pada waktunya, mereka terlibat di
dalam keuangan internasional, dan sangat berhasil juga di
dalamnya. Ordo-ordo Ksatria lainnya, yaitu HospItalialers
dan Teuton, mencurigai mereka dan kekuatan mereka
mulai mengkhawatirkan, bahkan bagi para raja. Mereka
mendirikan markas di selatan Prancis, dan berencana untuk
membentuk negara sendiri. Mereka tidak membayar pajak,
menyokong pasukan pribadinya sendiri, dan mulai memerintah
semua orang dengan pasukan tersebut. Akhirnya, hampir
dua ratus tahun lalu, Raja Philip Yang Adil dari Prancis
bergerak melawan mereka. Ada pembersihan secara kejam,
para Ksatria Templar ditangkap dan diusir, dibantai, dan
akhirnya dikucilkan oleh Paus. Tapi tidak semua di antara
mereka bisa dicabut hingga ke akar-akarnya" Mereka
punya lima belas ribu cabang di seluruh penjuru Eropa.
Meskipun demikian, sekaligus tanah dan harta mereka,
para Templar tampaknya menghilang, kekuatan mereka
kelihatannya sudah patah."
"Apa yang terjadi dengan mereka?"
Mario menggelengkan kepalanya. "Tentu saja, itu adalah
taktik untuk memastikan keselamatan mereka sendiri. Mereka
pergi ke bawah tanah, menyimpan kekayaan yang telah
mereka selamatkan, mempertahankan organisasi mereka, dan
membungkuk lebih dalam lagi demi tujuan mereka."
"Tujuan apa?" "Tujuan apa, maksudmu!" Mata Mario menyala-nyala.
"Tujuan mereka adalah menguasai dunia. Dan hanya satu
148 organisasi yang mengabdi untuk menggagalkan mereka.
Ordo Assassin, yang mana ayahmu dan aku mendapatkan
kehormatan untuk bergabung."
Ezio butuh sejenak untuk mencerna hal ini. "Apakah
Alberti salah satu Templar?"
Mario mengangguk dengan sungguh-sungguh. "Ya.
Sebagaimana semua orang di dalam daftar ayahmu."
"Dan" Vieri?"
"Dia juga termasuk, dan ayahnya yang bernama Fransesco,
dan semua klan Pazzi."
Ezio memikirkan hal ini dalam-dalam. "Itu menjelaskan
banyak hal..." dia berkata. "Ada sesuatu yang belum aku
tunjukkan kepadamu."
Pemuda itu menggulung lengan bajunya untuk menun"jukkan belati rahasianya.
"Ah," kata Mario. "Kau bijaksana karena tidak mem"perlihatkannya sebelum yakin bisa memercayaiku sepenuhnya.
Aku sedang bertanya-tanya apa yang terjadi dengan senjata
itu. Aku lihat benda ini juga sudah diperbaiki. Itu milik
ayahmu, diberikan kepadanya oleh ayah kami, dan kepadanya
oleh ayahnya. Senjata itu rusak pada" sebuah perkelahian
yang melibatkan ayahmu bertahun-tahun lalu, tapi dia tidak
pernah menemukan tukang yang cukup mampu atau bisa
dipercaya untuk memperbaikinya. Kau telah melakukannya
dengan baik, Anakku."
"Jadi begitu," kata Ezio. "Semua pembicaraan tentang
Assassin dan Templar kedengarannya seperti kisah kuno"
sangat sulit dipercaya."
149 Mario tersenyum. "Seperti sesuatu dari perkamen tua
yang ditulisi dengan huruf yang misterius, mungkin?"
"Paman tahu tentang halaman Codex itu?"
Mario mengangkat bahu. "Kau sudah lupa" Itu ada
bersama kertas-kertas yang kau berikan kepadaku."
"Bisakah Paman memberitahuku itu apa?" Entah
bagaimana, Ezio enggan melibatkan Leonardo temannya di
dalam hal ini kecuali sudah benar-benar terpaksa.
"Yah, siapa pun yang memperbaiki pedangmu pasti
bisa membaca setidaknya sebagian dari halaman itu," kata
Mario, tapi dia mengangkat tangannya ketika Ezio hendak
membuka mulutnya. "Tapi aku tidak akan menanyaimu.
Aku bisa melihat bahwa kau ingin melindungi seseorang,
dan aku akan menghargai hal itu. Tapi ada yang lebih di
dalam halaman ini daripada instruksi cara kerja senjatamu.
Halaman-halaman Codex ini sekarang tersebar di seluruh
penjuru Italia. Ini adalah petunjuk ke dalam cara kerja
bagian dalam Ordo Assassin, asal-mulanya, tujuan, dan
teknik. Ini adalah, kalau kau berkehendak, ajaran kita.
Ayahmu percaya bahwa Codex itu mengandung rahasia
yang kuat. Sesuatu yang akan mengubah dunia." Mario
berhenti untuk berpikir. "Mungkin itulah kenapa mereka
mendatangi ayahmu." Ezio kewalahan dengan informasi-informasi ini, terlalu
banyak untuk dicerna sekaligus. "Assassin, Templar, Codex
aneh ini?" "Aku akan menjadi pemandumu, Ezio. Tapi pertama"tama kau harus belajar untuk membuka pikiranmu, dan
150 selalu mengingat hal ini. Tidak ada yang benar. Semuanya
diizinkan." Mario tidak memberitahunya apa-apa lagi, meskipun
Ezio mendesak pamannya itu. Pamannya malah melanjutkan
dengan menempatkannya ke dalam proses latihan militer
yang paling keras. Sejak fajar hingga petang, Ezio berlatih
dengan condottieri muda di lahan latihan, lalu ambruk di
tempat tidurnya setiap malam dalam kondisi terlalu lelah
untuk memikirkan apa pun selain tidur. Kemudian, pada
suatu hari" "Kerja bagus, Keponakan!" pamannya memberitahunya.
"Aku rasa kau sudah siap."
Ezio senang. "Terima kasih, Paman, untuk segala yang
Paman berikan kepadaku."
Jawaban Mario adalah memberikannya pelukan beruang.
"Kau keluarga! Ini memang kewajiban dan keinginanku!"
"Aku senang dulu Paman membujukku untuk tinggal
di sini." Mario menatap Ezio dengan bersemangat. "Jadi"
apakah kau sudah mempertimbangkan kembali keputusanmu
untuk pergi?" Ezio membalas pandangannya. "Maaf, Paman, tapi
pikiranku sudah mantap. Demi keselamatan Mamma dan
Dua Musuh Turunan 11 Bukan Di Negeri Dongeng Karya Helvy Tiana Rosa Lima Laknat Malam Kliwon 2
^