Assasins Credd 4

Assasins Credd Karya Oliver Bowden Bagian 4


berlarian di jalanan. Tepat pada waktunya, salah satu pintu
berat itu mengayun terbuka untuk menerima Ezio dan
Lorenzo, lalu dengan sama cepatnya dibanting menutup
224 di belakang mereka. Selot-selotnya didorong kembali ke
tempatnya oleh para penjaga yang bertugas. Ada suara
ribut perkelahian di luar sana. Ezio menatap sepasang mata
hijau yang menenangkan milik seorang pria sopan berusia
mungkin dua puluh empat tahun.
"Angelo Poliziano," pria itu memperkenalkan diri. "Aku
sudah mengirim beberapa orang kami lewat jalan belakang
untuk menghentikan tikus-tikus Pazzi itu. Mereka tidak
akan bisa membuat masalah dengan kita lagi."
"Ezio Auditore."
"Ah" Lorenzo telah berbicara tentang kau." Dia menyela
dirinya sendiri. "Tapi kita bisa mengobrol nanti. Biarkan
aku menolongmu membawanya ke sebuah bangku. Kita
bisa melihat lukanya di sana."
"Dia aman sekarang," kata Ezio sambil menyerahkan
Lorenzo kepada dua pelayan yang dengan lembut mem"bimbingnya ke sebuah bangku yang diletakkan bersandar
kepada dinding utara gereja itu.
"Kami akan mengobatinya, menghentikan darahnya, dan
begitu dia cukup pulih, kami akan membawanya kembali ke
palazzonya. Jangan khawatir, Ezio, dia benar-benar aman
di sini, dan kami tidak akan melupakan apa yang telah
kau lakukan." Tapi Ezio sudah sedang memikirkan Fransesco de" Pazzi.
Pria itu telah mendapatkan waktu yang lebih dari cukup
untuk kabur dengan baik. "Aku harus pergi," katanya.
225 "Tunggu!" Lorenzo memanggil. Mengangguk kepada
Poliziano, Ezio menghampiri Lorenzo, lalu berlutut di
sisinya. "Aku berutang kepadamu, signore," kata Lorenzo. "Dan
aku tidak tahu kenapa kau menolongku, atau bagaimana kau
bisa tahu bahwa aku sedang diincar, bahkan ketika mata"mataku sendiri tidak tahu." Dia berhenti, matanya mengerut
kesakitan ketika salah seorang pelayan membersihkan luka
di bahunya. "Siapa kau?" dia melanjutkan ketika sudah
sedikit pulih. "Dia Ezio Auditore," kata Poliziano, datang dan
meletakkan sebelah tangannya di bahu Ezio.
"Ezio!" Lorenzo memandanginya, sangat tersentuh.
"Ayahmu adalah pria yang hebat dan teman yang baik.
Dia adalah salah satu sekutu terkuatku. Dia memahami
kehormatan, kesetiaan, dan tidak pernah mengedepankan
kepentingannya sendiri daripada Florence. Tapi?" dia berhenti
lagi dan tersenyum samar. "Aku ada di sana ketika Alberti
tewas. Apakah itu kau?"
"Ya." "Kau telah melaksanakan pembalasan yang sesuai dan
cepat. Seperti yang kau lihat, aku tidak terlalu berhasil.
Tapi sekarang, melalui ambisi mereka yang berlebihan, Pazzi
akhirnya telah memotong tenggorokan mereka sendiri. Aku
berdoa bahwa?" Salah satu orang dari patroli Medici yang telah dikirim
untuk mengurus orang-orang Pazzi yang tadi mengejar
226 Ezio datang terburu-buru. Wajahnya belepotan darah dan
keringat. "Ada apa?" tanya Poliziano.
"Kabar buruk, Pak. Pazzi telah berkumpul dan mereka
memaksa masuk ke Palazzo Vecchio. Kami tidak bisa
menahan mereka lebih lama lagi."
Poliziano menjadi pucat. "Ini benar-benar kabar buruk.
Kalau mereka menguasainya, mereka akan membunuh semua
pendukung kita yang bisa mereka temui, dan kalau mereka
merebut kekuasaan?" "Kalau mereka merebut kekuasaan," kata Lorenzo,
"keselamatanku tidak ada artinya. Kita semua akan mati."
Dia berusaha untuk berdiri, tapi jatuh kembali, mengerang
kesakitan. "Angelo! Kau harus membawa pasukan yang kita
punya di sini dan?" "Tidak! Tempatku adalah bersamamu. Kita harus
membawamu ke Palazzo Medici secepat mungkin. Dari
sana mungkin kita bisa mengatur kembali dan menyerang
balik." "Aku akan pergi," kata Ezio. "Aku memang punya
urusan yang belum selesai dengan Messer Fransesco."
Lorenzo menatapnya. "Kau sudah melakukan cukup
banyak." "Tidak sampai tugas ini selesai, Altezza. Dan Angelo
benar" dia punya tugas yang lebih penting untuk dilakukan"
membawamu ke palazzo supaya aman."
"Signori," pembawa pesan Medici itu menyela. "Aku
punya kabar lagi. Aku melihat Fransesco memimpin sebuah
227 pasukan ke bagian belakang Palazzo Vecchio. Dia mencari
jalan masuk pada titik buta Signoria tersebut."
Poliziano menatap Ezio. "Pergilah. Persenjatai dirimu
dan ambil sebuah resimen dari sini, dan cepatlah. Pria ini
akan pergi bersamamu dan menjadi pemandumu. Dia akan
menunjukkan kepadamu jalan mana yang paling aman untuk
meninggalkan gereja ini. Dari situ, kau hanya butuh sepuluh
menit untuk mencapai Palazzo Vecchio."
Ezio membungkuk, lalu berbalik untuk pergi.
"Florence tidak akan pernah melupakan apa yang
sedang kau lakukan untuknya," kata Lorenzo. "Pergilah
bersama Tuhan." Di luar, lonceng sebagian besar gereja sedang berdentang,
ditambah suara kacau yang terdiri dari besi yang berbenturan,
dan teriakan serta erangan manusia. Kota itu sedang kacau,
pedati-pedati terbakar menyala di jalanan, kantong-kantong
tentara dari kedua sisi berlari ke sana kemari, atau saling
berhadapan dengan pertempuran sengit. Orang-orang yang
mati bergeletakan di mana-mana, di lapangan dan di
sepanjang jalan, tapi ada terlalu banyak kerusuhan sehingga
burung-burung gagak pun tidak berani terbang ke sana
demi santapan yang mereka perhatikan dengan mata hitam
dari atap-atap. Pintu-pintu barat Palazzo Vecchio terbuka, dan suara
ribut perkelahian datang dari halaman dalamnya. Ezio
menyuruh pasukan kecilnya berhenti dan menegur seorang
petugas Medici yang sedang berlari ke arah palazzo dalam
tugas resimen lainnya. 228 "Kau tahu apa yang sedang terjadi?"
Pazzi masuk dari belakang dan membuka pintu dari dalam.
Tapi orang-orang kami di dalam palazzo menahan mereka.
Mereka belum melewati halaman. Dengan keberuntungan,
kami akan bisa mengeluarkan mereka!"
"Apakah ada berita tentang Fransesco de" Pazzi?"
"Dia dan orang-orangnya memegang jalan masuk
belakang Palazzo. Kalau kita bisa menguasai bagian itu,
kita pasti bisa memerangkap mereka."
Ezio berbalik kepada orang-orangnya. "Ayo pergi!" dia
berteriak. Mereka bergegas melintasi lapangan dan menyusuri
jalanan yang sempit di sepanjang dinding utara palazzo
tersebut, di mana Ezio yang sangat berbeda telah memanjat
ke jendela bilik ayahnya dulu sekali, dan mengambil belokan
ke kanan dari situ, segera menghadapi pasukan Pazzi di
bawah pengawasan Fransesco di jalan masuk belakang.
Mereka langsung waspada, dan ketika Fransesco mengenali
Ezio, dia berteriak, "Kau lagi" Kenapa kau belum mati"
Kau telah membunuh putraku!"
"Dia mencoba membunuhku!"
"Bunuh dia! Bunuh dia sekarang!"
Kedua sisi itu saling menyerang dengan sengit, saling
memotong dan mencincang dengan amarah yang nyaris putus
asa, karena pihak Pazzi tahu betul betapa pentingnya untuk
melindungi garis mundur mereka. Dengan amarah yang
dingin di dalam hatinya, Ezio mendesak maju mendekati
Fransesco, yang berdiri dengan punggungnya bersandar pada
229 pintu palazzo. Pedang yang telah diambil oleh Ezio dari
persenjataan Medici sangat seimbang dan bilah pedangnya
terbuat dari baja Toledo, tapi senjata itu tidak akrab baginya
dan, sebagai akibatnya, serangan-serangannya sedikit kurang
efektif daripada yang biasanya dia sebabkan. Dia telah
melukai dan bukannya membunuh pria yang berdiri di
hadapannya. Hal ini disadari oleh Fransesco.
"Kau kira kau ini ahli pedang sekarang, ya kan, Nak"
Bahkan kau tidak bisa membunuh dengan lancar. Biarkan
aku memberikan contoh."
Mereka saling serang, percikan melayang dari pedang"pedang mereka saat bertubrukan. Tapi Fransesco punya lebih
sedikit ruang untuk bergerak daripada Ezio. Orang yang lebih
tua dua puluh tahun itu pun mulai lelah, meskipun hari ini
dia menghadapi lebih sedikit aksi daripada musuhnya.
"Penjaga!" dia berteriak akhirnya. "Ke sini!"
Tapi orang-orangnya telah mundur akibat serangan hebat
dari Medici. Kini Fransesco dan Ezio saling berhadapan
sendirian. Fransesco melihat ke sekeliling dengan putus asa,
mencari cara untuk mundur sendiri, tapi tidak ada jalan
kecuali melalui palazzo itu sendiri. Dia membuka pintu di
belakangnya dan naik ke tangga batu yang menuju bagian
dalam dinding. Ezio menyadari bahwa karena sebagian besar
pelindung Medici terpusat pada bagian depan bangunan, di
mana sebagian besar pertarungan berada, mungkin mereka
tidak punya cukup orang untuk melindungi bagian belakangnya
juga. Ezio berlari mengejar pria itu ke lantai kedua.
230 Ruangan di sini kosong karena semua penghuni palazzo,
kecuali setengah lusin juru tulis yang ketakutan langsung kabur
begitu melihat serbuan itu. Dan yang lain berada di bawah,
bertarung untuk mengatasi Pazzi di halaman. Fransesco dan
Ezio bertarung menembus ruang resmi berlangit-langit tinggi
yang disepuh, lalu mereka mencapai balkon tinggi di atas
Piazza della Signoria. Suara ribut pertarungan kedengaran
oleh mereka dari bawah, dan Fransesco memanggil bantuan
dengan putus asa, tapi tidak ada orang yang mendengarnya.
Dan tak ada jalan untuknya kabur.
"Berdirilah, dan bertarung," kata Ezio. "Sekarang hanya
ada kita." "Maledetto!" Ezio menebasnya, mengucurkan darah dari lengan kiri
pria itu. "Ayolah, Fransesco. Di mana semua keberanian
yang kau perlihatkan ketika membuat ayahku terbunuh"
Ketika kau menikam Giuliano pagi ini?"
"Pergilah dariku, dasar bibit setan!" Fransesco maju
dengan cepat, tapi dia lelah, sehingga bidikannya terlalu lebar.
Dia terhuyung-huyung ke depan dan tidak dapat menjaga
keseimbangannya, Ezio menghindar dengan tangkas ke
samping, mengangkat kakinya dan menurunkannya dengan
tegas di atas pedang Fransesco, menarik pria itu ke bawah
bersama pedangnya. Sebelum Fransesco bisa mengembalikan posisi dirinya,
Ezio menginjak tangannya, membuatnya melepaskan pegangan
pedang, mencengkeram bahunya dan mengangkatnya pada
punggungnya. Saat Fransesco berjuang untuk berdiri, Ezio
231 menendangnya dengan kejam pada wajahnya. Mata Fransesco
berputar saat dia mulai tidak sadarkan diri. Ezio berlutut dan
melanjutkan menggeledah pria tua itu ketika masih setengah
sadar, merobek baju pelindung dan atasannya, menampilkan
tubuh yang pucat dan kurus, tapi kuat di baliknya. Tapi
tidak ada dokumen, tidak ada yang penting pada dirinya.
Hanya ada setangkup florin di dompetnya.
Ezio melempar pedangnya ke samping dan melepaskan
belati pedang lompatnya. Dia berlutut, meletakkan sebelah
lengannya pada leher Fransesco, dan menariknya sehingga
wajah mereka hampir bersentuhan.
Kelopak mata Franseso mengerjap terbuka. Matanya
mengungkapkan rasa ngeri dan takut. "Ampuni aku!" dia
berusaha berteriak dengan parau.
Pada saat itu, suara teriakan ramai kemenangan timbul
dari halaman di bawah mereka. Ezio mendengarkan suara
itu, dan cukup menangkap untuk mengerti bahwa Pazzi
telah dihabisi. "Mengampunimu?" kata Ezio. "Itu sama
saja dengan mengampuni seekor serigala gila."
"Tidak!" Fransesco memekik. "Aku mohon!"
"Ini untuk ayahku," kata Ezio sambil menikam dada
pria itu. "Dan ini untuk Federico," menikamnya lagi. "Dan
ini untuk Petruccio, dan ini untuk Giuliano!"
Darah memancar dan mengalir dari luka-luka Fransesco,
dan Ezio diselubungi oleh darah itu. Hampir saja Ezio
menikam pria sekarat itu kalau kata-kata Mario tidak kembali
kepadanya, "Jangan menjadi pria seperti dia." Ezio mundur
berjongkok. Mata Fransesco masih berkejapan, meskipun
232 cahayanya memudar. Dia menggumamkan sesuatu. Ezio
membungkuk rendah untuk mendengarkan.
"Pastor" pastor" kasihanilah aku, bawakan aku
seorang pastor." Ezio benar-benar terkejut, sekarang amarah di dalam
dirinya mereda, pada kebiadaban yang telah dia ikut
sertakan ketika membunuh. Ini tidak ada hubungannya
dengan Ajaran. "Tidak ada waktu," katanya. "Aku akan
membacakan Misa untuk jiwamu."
Tenggorokan Fransesco berbunyi sekarang. Kemudian
anggota tubuhnya mengeras dan berguncang ketika dia
mencapai sakaratul maut, kepalanya melengkung ke belakang,
mulutnya membuka lebar"saat dia berkelahi dengan
pertarungan terakhir yang mustahil melawan musuh tak
terlihat yang kita semua harus hadapi pada suatu hari"lalu
merosot seperti tas kosong, menjadi benda yang ramping,
menyusut, dan pucat. "Requiescat in pace," Ezio bergumam.
Ada raungan baru timbul dari lapangan. Di seberang
dari sudut barat daya, datanglah lima puluh atau enam puluh


Assasins Credd Karya Oliver Bowden di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang berlarian, dipimpin oleh seorang pria yang dikenal
oleh Ezio" paman Fransesco, Jacopo! Mereka membawa
panji Pazzi tinggi-tinggi.
"Libert"! Libert"! Popolo e libert"!" mereka berteriak
sambil datang. Pada waktu bersamaan, pasukan Medici
mengalir keluar dari palazzo untuk menghadapi mereka,
tapi mereka sudah lelah dan, sebagaimana yang bisa Ezio
lihat, kalah jumlah. 233 Ezio kembali menatap tubuh tadi. "Yah, Fransesco,"
katanya. "Aku rasa aku telah menemukan cara supaya kau
bisa menebus utangmu, bahkan sekarang." Dengan cepat, Ezio
meraih bahu jasad itu, mengangkatnya" ternyata ringannya
mengejutkan" lalu membawanya ke balkon. Di sini, Ezio
menemukan tali pendek untuk menggantungkan bendera.
Ezio menggunakan tali panjang itu untuk dikencangkan
ke sekeliling leher pria tua yang sudah tidak bernyawa itu.
Dengan cepat Ezio menempelkan ujung lainnya ke sebuah pilar
batu yang kokoh, lalu, mengumpulkan seluruh kekuatannya,
mengangkatnya tinggi-tinggi, lalu melontarkannya melampaui
tembok pertahanan. Tali itu sulit, tapi mendadak tersentak
menegang dengan bunyi keras. Tubuh lunglai Fransesco
tergantung, kakinya menunjuk dengan lesu ke tanah jauh
di bawahnya. Ezio menyembunyikan dirinya di belakang pilar. "Jacopo
de" Pazzi! Lihat! Pemimpinmu sudah mati! Tujuanmu sudah
berakhir!" Di bawah, Ezio bisa melihat Jacopo mendongak, lalu
bimbang. Di belakangnya, orang-orangnya juga ragu-ragu.
Pasukan Medici telah mengikuti padangannya, dan sekarang,
dengan bersemangat, mereka mendekat. Tapi Pazzi sudah
membubarkan lapisannya" dan kabur.
234 Dalam hitungan hari, semuanya berakhir. Kekuatan Pazzi
di Florence sudah hancur. Harta benda dan tanah mereka
disita, lambang mereka dibongkar dan diinjak-injak. Meskipun
Lorenzo meminta belas kasihan, massa Florence memburu
dan membunuh setiap simpatisan Pazzi yang bisa mereka
temukan, meskipun beberapa yang utama telah kabur.
Hanya satu yang tertangkap diberikan pengampunan"
Raffaele Riario, keponakan Paus, yang Lorenzo anggap
terlalu polos dan naif untuk mempunyai keterlibatan serius,
meskipun banyak penasihat Duke itu berpikir bahwa Lorenzo
menunjukkan lebih banyak kemanusiaan daripada kecerdikan
politik di dalam keputusannya.
Bagaimanapun juga, Sixtus IV berang dan berusaha
mencegat Florence, tapi dia juga tidak punya kekuatan,
maka Florence tidak menghiraukannya.
Sementara Ezio, dia adalah salah satu orang yang
pertama kali dipanggil ke hadapan Duke. Dia menemukan
Lorenzo berdiri di sebuah balkon mengawasi Sungai Arno,
memperhatikan airnya. Luka-lukanya masih dibalut, tapi
membaik, dan wajahnya tidak pucat lagi. Dia berdiri
dengan bangga dan tegak, dan sepenuhnya pria yang telah
mendapatkan gelar yang telah dianugerahkan oleh Florence
kepadanya" Il Magnifico.
Setelah mereka saling menyapa, Lorenzo menggerakkan
kepala ke arah sungai. "Kau tahu, Ezio, ketika aku berusia
enam tahun, aku jatuh ke dalam Arno. Aku segera hanyut
dan masuk ke dalam kegelapan, yakin bahwa hidupku akan
berakhir. Tapi aku malah terbangun mendengar suara ibuku
235 menangis. Di sisinya berdiri seorang asing, basah kuyup
dan tersenyum. Ibuku menjelaskan kepadaku bahwa orang
itu telah menyelamatkanku. Nama orang asing itu adalah
Auditore. Maka dimulailah hubungan yang panjang dan
makmur di antara kedua keluarga tersebut." Dia berbalik
untuk menatap Ezio dengan khidmat. "Aku minta maaf
karena tidak bisa menyelamatkan keluargamu."
Ezio kesulitan menemukan kata-kata. Dunia politik yang
dingin, di mana perbedaan antara benar dan salah menjadi
sering tidak jelas, hal ini dimengerti oleh Ezio, tapi dia
menolaknya. "Aku tahu kau pasti menyelamatkan mereka
kalau bisa," kata Ezio.
"Rumah keluargamu, setidaknya, aman dan di bawah
perlindungan kota ini. Aku telah menempatkan pembantu
rumah lamamu, Annetta, bertugas merawatnya. Rumah
itu pun dijaga atas biayaku. Apa pun yang terjadi, rumah
itu akan menunggumu kapan pun kau ingin kembali ke
sana." "Kau baik sekali, Altezza." Ezio berhenti. Dia sedang
memikirkan Cristina. Mungkin belum sudah terlambat untuk
membujuknya membatalkan pertunangan, menikahinya, dan
membantunya mengembalikan keluarga Auditore" Tapi dua
tahun yang singkat telah mengubah Ezio, yang sebelumnya
dikenal oleh Cristina, dan Ezio punya kewajiban lain
sekarang" kewajiban kepada Ajaran.
"Kita telah mendapatkan kemenangan yang hebat,"
kata Ezio akhirnya. "Tapi perang ini belum dimenangkan.
Banyak musuh kita telah kabur."
236 "Tapi keamanan Florence sudah dipastikan. Paus Sixtus
ingin mendesak Naples untuk bergerak melawan kita, tapi
aku telah membujuk Ferdinando untuk tidak melakukan
itu, begitu pula Bologna dan Milan."
Ezio tidak bisa memberi tahu Duke tentang pertarungan
lebih besar yang melibatkannya, karena dia tidak yakin
kalau Lorenzo mengetahui rahasia Assassin. "Supaya kita
lebih aman," kata Ezio, "aku butuh izinmu untuk pergi
dan mencari Jacopo de" Pazzi."
Mendung melintasi wajah Lorenzo. "Si pengecut itu!"
katanya dengan marah. "Dia kabur sebelum kita bisa
menyentuhnya." "Apakah kita ada ide ke mana dia telah pergi?"
Lorenzo menggelengkan kepalanya. "Tidak. Mereka
menyembunyikan diri dengan baik. Mata-mataku melaporkan
bahwa Baroncelli mungkin berusaha pergi ke Konstantinopel,
tapi yang lain?" Ezio berkata, "Berikan nama-nama mereka kepadaku."
Ada sesuatu di dalam ketegasan suaranya yang memberi tahu
Lorenzo bahwa ada seorang pria yang bisa jadi berbahaya
kalau marah. "Bagaimana mungkin aku akan pernah melupakan nama"nama pembunuh adikku" Dan kalau mencari dan menemukan
mereka, aku akan berutang selamanya kepadamu. Mereka
adalah pastor Antonio Maffei dan Stefano da Bagnone.
Bernardo Baroncelli sudah aku sebutkan. Dia adalah Uskup
Agung Pisa, Fransesco Salviati" salah satu anggota keluarga
Riario, anjing-anjing pemburu Paus. Aku telah menunjukkan
237 pengampunan bagi sepupunya. Aku berusaha untuk tidak
menjadi pria seperti mereka. Kadang-kadang aku heran
betapa bijaksananya diriku dalam hal itu."
"Aku punya daftar," kata Ezio. "Nama mereka akan
ditambahkan ke dalamnya." Dia bersiap-siap untuk pergi.
"Ke mana kau akan pergi sekarang?" tanya Lorenzo.
"Kembali ke pamanku Mario di Monteriggioni. Itu
menjadi markasku." "Maka pergilah bersama Tuhan, Ezio kawanku. Tapi
sebelumnya, aku punya sesuatu yang mungkin membuatmu
tertarik?" Lorenzo membuka sebuah dompet kulit di ikat
pinggangnya dan dari situ mengeluarkan sehelai kertas kulit.
Hampir sebelum Lorenzo membuka gulungannya, Ezio
sudah tahu apa itu. "Aku ingat bertahun-tahun yang lalu mengobrol
dengan ayahmu tentang dokumen-dokumen kuno," kata
Lorenzo pelan. "Ini adalah minat kami yang sama. Aku
tahu dia telah menerjemahkan beberapa. Ini, ambillah" Aku
menemukannya di antara kertas-kertas Fransesco de" Pazzi,
dan dia tidak membutuhkannya lagi, aku kira mungkin kau
akan menyukainya" karena ini mengingatkanku kepada
ayahmu. Mungkin kau akan menambahkannya ke dalam"
koleksinya?" "Aku benar-benar berterima kasih atas pemberian ini,
Altezza." "Sudah aku kira begitu," kata Lorenzo dengan cara
yang membuat Ezio bertanya-tanya seberapa banyak yang
pria itu tahu. "Aku harap naskah ini berguna bagimu."
238 Sebelum Ezio berkemas dan bersiap-siap untuk perjalanannya,
dia terburu-buru mengunjungi Leonardo da Vinci dengan
halaman Codex baru yang telah diberikan oleh Lorenzo.
Meskipun ada kejadian-kejadian besar minggu lalu, bengkel
itu tetap terlihat seakan-akan tidak ada yang terjadi.
"Aku senang melihatmu baik-baik saja, Ezio," Leonardo
menyambutnya. "Aku lihat kau pun melalui masalah-masalah itu tanpa
terluka," Ezio menjawab.
"Aku sudah bilang" mereka membiarkanku. Mereka
pasti berpikir entah aku terlalu gila atau terlalu tolol, atau
terlalu berbahaya untuk disentuh! Tapi mari minum anggur,
dan ada beberapa kue di suatu tempat, kalau belum basi"
pembantu rumah tanggaku tidak berguna" dan beri tahu
aku apa yang ada di pikiranmu."
"Aku akan meninggalkan Florence."
"Secepat ini" Tapi mereka bilang kaulah pahlawan masa
kini! Kenapa tidak duduk dan menikmatinya?"
"Aku tidak punya waktu."
"Masih harus mengejar musuh?"
"Bagaimana kau bisa tahu?"
Leonardo tersenyum. "Terima kasih kau mampir dulu
untuk mengucapkan selamat tinggal," katanya.
"Sebelum aku pergi," kata Ezio. "Aku punya satu
halaman Codex lagi untukmu."
"Itu benar-benar berita yang bagus. Bolehkah aku
melihatnya?" "Tentu saja." 239 Leonardo membaca dokumen baru itu dengan hati"hati dan teliti. "Aku mulai memahami polanya," katanya.
"Aku masih tidak bisa melihat diagram umum pada latar
belakangnya, tapi tulisannya menjadi familiar. Kelihatannya
ini uraian senjata lainnya." Dia bangkit dan kemudian
membawa buku-buku yang sudah tua dan kelihatan rapuh
dengan kedua tangannya. "Mari kita lihat" Aku harus
berkata, siapa pun penemunya pastilah orang yang menulis
semua ini, dia pasti jauh lebih maju daripada zamannya.
Mekanik itu sendiri?" Dia berhenti, larut ke dalam pikiran.
"Aha! Aku mengerti! Ezio, ini adalah desain untuk pedang
lainnya" pedang yang akan cocok dengan mekanisme yang
kau pasang di tanganmu kalau kau perlu menggunakannya
sebagai ganti yang pertama."
"Apa bedanya?" "Kalau aku benar, yang satu ini sangat parah" bagian
tengahnya berlubang, lihat" Melalui saluran yang tersembunyi
di dalam pedang, penggunanya dapat memasukkan racun ke
dalam korbannya. Kematian setiap kali kau menyerang! Benda
ini akan secara praktis membuatmu tak terkalahkan!"
"Bisakah kau membuatnya?"
"Dengan jangka waktu seperti sebelumnya?"
"Tentu saja." "Bagus! Berapa lama yang aku punya?"
"Akhir minggu ini" Aku harus mempersiapkan sesua"tu, dan" ada seseorang yang ingin aku temui" untuk
mengucapkan selamat tinggal. Tapi aku perlu pergi sesegera
mungkin." 240 "Waktunya tidak banyak. Tapi aku masih punya
peralatan yang aku butuhkan untuk tugas pertama dulu,
dan para asistenku bisa membantu, jadi aku tidak melihat
kenapa tidak bisa." Ezio menggunakan waktu luangnya untuk menyelesaikan
urusan-urusannya di Florence, mengemasi tas-tasnya,
dan mengatur seorang kurir untuk membawa surat ke
Monteriggionai. Dia pun menunda tugas yang dia berikan
kepada dirinya sendiri lagi dan lagi, tapi dia tahu bahwa
dia harus melakukannya. Akhirnya, pada malam sebelum
malam terakhirnya, dia berjalan ke mansion Calfucci.
Kakinya seperti timah. Tapi ketika dia mendekati tempat itu, dia menemukannya
gelap dan ditutup. Tahu dirinya bertingkah seperti orang gila,
dia memanjat ke balkon Cristina, hanya untuk menemukan
bahwa jendela-jendelanya sudah ditutup dengan aman.
Bunga nasturtium di dalam pot-pot di balkon sudah layu
dan mati. Ketika Ezio memanjat turun lagi, dengan letih,
dia merasa hatinya telah diselubungi kafan. Dia tetap di
pintu itu dalam lamunan, entah berapa lama, tapi seseorang
pasti telah memperhatikannya, karena akhirnya jendela di
lantai pertama terbuka dan seorang wanita mengeluarkan
kepalanya. "Mereka sudah pergi, kau tahu. Signor Calfucci melihat
masalah datang dan membawa keluarganya ke Lucca" dari
sanalah tunangan putrinya berasal."
241 "Lucca?" "Ya. Kedua keluarga itu sudah sangat dekat, aku
dengar." "Kapan mereka kembali?"
"Tidak tahu." Wanita itu menatapnya. "Tidakkah aku
mengenalmu dari suatu tempat?"
"Aku rasa tidak," kata Ezio.
Pagi hari yang mendung, langit yang sesuai dengan
suasana hati Ezio. Dia berjalan ke bengkel Leonard dengan
senang, inilah hari saat dia akan meninggalkan Florence.
Pedang pisau barunya sudah siap, diselesaikan dengan warna
baja abu-abu yang tidak menarik. Pisau itu sangat keras,
dan pinggirannya cukup tajam untuk memotong sehelai
sapu tangan sutra, kalaupun kau sekadar menjatuhkannya
ke udara di atasnya. "Pegangannya mengandung racun, dan kau bisa mele"paskannya hanya dengan menekuk otot lenganmu kepada
tombol bagian dalam ini. Hati-hati, ini sangat sensitif."
"Racun apa yang sebaiknya aku pakai?"
"Aku memakai sulingan tanaman hemlock yang kuat


Assasins Credd Karya Oliver Bowden di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebagai awalnya, tapi kalau kau sudah kehabisan, mintalah
ke dokter mana pun."
"Racun" Dari dokter?"
"Dengan kepekatan tinggi, penyembuh bisa juga menjadi
pembunuh." Ezio mengangguk dengan sedih. "Aku berutang kepadamu
lagi." 242 "Ini halaman Codex milikmu. Haruskah kau pergi
secepat ini?" "Florence aman" untuk sekarang. Tapi aku masih ada
urusan harus aku selesaikan."
243 "Ezio!" Mario berseri-seri. Jenggotnya lebih lebat daripada
sebelumnya. Wajahnya berwarna cokelat terbakar matahari
Tuscany. "Selamat datang kembali!"
"Paman." Wajah Mario menjadi lebih serius. "Aku bisa melihat dari
wajahmu, kau telah menempuh banyak hal dalam beberapa
bulan ini sejak kali terakhir kita bertemu. Setelah mandi dan
istirahat, kau harus menceritakan semuanya kepadaku."
Dia berhenti, lalu melanjutkan, "Kami telah mendengar
semua kabar dari Florence, dan aku", bahkan diriku berdoa
semoga kau mendapatkan mukjizat dan selamat. Tapi bukan
hanya kau selamat, kau pun membalikkan arus melawan
Pazzi! Para Templar akan membencimu karena itu, Ezio."
244 "Itu kebencian yang aku balas."
"Beristirahatlah dulu" lalu ceritakan semuanya
kepadaku." Malam itu, mereka duduk bersama di ruang belajar.
Mario mendengarkan dengan sungguh-sungguh ketika Ezio
menceritakan semua yang dia tahu tentang kejadian-kejadian
di Florence. Dia mengembalikan halaman Codex Vieri
kepada pamannya, lalu menyerahkan satu lagi yang telah
diberikan oleh Lorenzo. Begitu selesai menjelaskan desain
yang terkandung di dalamnya tentang pedang beracun, dia
menunjukkan senjata itu kepada pamannya.
Mario sangat terkesan, tapi memusatkan perhatiannya
kepada halaman Codex baru tersebut.
"Temanku tidak bisa menerjemahkan lebih daripada
uraian tentang senjata ini," kata Ezio.
Mario berkata dengan nada suara memperingatkan, "Itu
bagus. Tidak semua halaman mengandung ajaran semacam itu,
dan hanya halaman-halaman itulah yang seharusnya menarik
perhatian temanmu. Memang hanya ketika semua halaman
sudah terkumpul, baru kita bisa memahami makna utuh
dari Codex ini. Tapi ketika kita menempatkan halaman ini
bersama dengan punya Vieri dan halaman-halaman lainnya,
kita bisa mengetahui rahasianya lebih jauh."
Mario berdiri dan berjalan menuju rak buku yang
menyembunyikan dinding di mana halaman-halaman Codex
itu digantung. Dia mengayunkannya, lalu memikirkan di
mana halaman-halaman baru tersebut seharusnya ditempatkan.
Salah satu di antaranya tersambung dengan yang sudah
245 ditempatkan di sana. Halaman lainnya menyentuh bagian
sudutnya. Mario berkata, "Menarik. Ternyata Vieri dan ayahnya
mempunyai halaman yang berdekatan. Sekarang, mari kita
lihat apa?" Dia berhenti, berkonsentrasi. "Hmmn," katanya
akhirnya, tapi suaranya cemas.
"Apakah ini membawa kita lebih jauh, Paman?"
"Aku tidak yakin. Mungkin kita tetap segelap sebelumnya,
tapi jelas ada semacam rujukan kepada seorang nabi" Ini
bukan nabi dari Alkitab. Entah maksudnya seorang nabi
yang sudah hidup sekarang, atau seseorang yang akan
menjadi nabi?" "Siapa itu?" "Mari jangan terburu-buru." Mario memikirkan halaman"halaman tersebut. Bibirnya bergerak-gerak, berbicara dalam
sebuah bahasa yang tidak dimengerti oleh Ezio. "Sejauh yang
dapat aku pecahkan, teks ini secara kasar diterjemahkan
sebagai "Hanya Sang Nabi yang bisa membukanya?" Dan
ini, ada rujukan kepada dua "Potongan Surga". Tapi aku
tidak mengerti apa maksudnya. Kita harus sabar, sampai
kita menemukan lebih banyak halaman Codex lagi."
"Aku tahu Codex itu penting, Paman, tapi ada hal
yang lebih mendesak daripada mengungkap misteri ini. Aku
mencari si pengkhianat, Jacopo de" Pazzi."
"Dia pasti pergi ke selatan setelah kabur dari Florence,"
Mario ragu-ragu sebelum melanjutkan. "Aku tidak bermaksud
membicarakan hal ini denganmu malam ini, Ezio, tapi masalah
246 ini sama gentingnya bagiku seperti bagimu. Kita harus segera
memulai persiapan kita. Teman lamaku Roberto telah diusir
dari San Gimignano. Sekarang tempat itu menjadi kubu
pertahanan Templar lagi. Kita tidak bisa membiarkannya
karena itu terlalu dekat dari Florence dan dari kita. Aku
yakin Jacopo mencari perlindungan di sana."
"Aku punya daftar nama para komplotan lainnya,"
kata Ezio. Dia mengambil daftar itu dari dompetnya, lalu
menyerahkannya kepada Mario.
"Bagus. Beberapa dari orang ini akan lebih kesulitan
mencari bantuan daripada Jacopo, dan mungkin mudah
untuk dicari. Aku akan mengirim pengintai ke daerah
pedesaan fajar ini, untuk melihat apa yang bisa mereka
temukan tentang orang-orang ini. Sementara itu, kita harus
bersiap-siap untuk mengambil San Gimignano lagi."
"Sudah pasti harus persiapkan orang-orang Paman, tapi
aku tidak bisa membuang-buang waktu kalau aku mau
menjatuhkan para pembunuh ini."
Mario mempertimbangkannya. "Mungkin kau benar"
Satu orang sering kali bisa menerobos dinding yang tidak bisa
ditembus oleh satu pasukan. Kita juga harus menjatuhkan
mereka sementara mereka masih merasa aman." Dia
merenung sejenak. "Jadi, aku memberimu izin. Kau pergilah
duluan, dan lihatlah apa yang bisa kau temukan. Aku tahu
kau lebih daripada mampu untuk menjaga dirimu sendiri
sekarang." "Paman, terima kasih!"
247 "Tidak secepat itu, Ezio! Aku memberimu izin untuk
pergi dengan satu syarat."
"Apa?" "Kau harus menunda keberangkatanmu satu
minggu," "Satu minggu?" "Kalau kau pergi ke medan pertempuran sendirian,
tanpa dukungan, kau membutuhkan lebih daripada senjata"senjata Codex ini. Kau seorang pria sekarang, dan pejuang
Assassin yang pemberani. Tapi reputasimu akan membuat
para Templar lebih haus lagi akan darahmu, dan aku tahu
bahwa kau masih kekurangan beberapa keahlian."
Ezio menggelengkan kepalanya dengan tidak sabar.
"Tidak Paman. Aku minta maaf, tapi satu minggu"!"
Mario mengerutkan dahi, lalu menaikkan suaranya
sedikit. "Aku telah mendengar hal-hal yang baik tentangmu,
Ezio, tapi juga yang buruk. Kau kehilangan kendali ketika
membunuh Fransesco. Kau pun membiarkan perasaanmu
atas Cristina, sehingga kau menyimpang dari rencanamu.
Keseluruhan tanggung jawabmu sekarang adalah kepada
Ajaran. Kalau kau menelantarkannya, mungkin kau tidak
akan bisa menikmati dunia ini lagi. Aku berbicara atas nama
ayahmu ketika menyuruhmu patuh." Mario menegakkan
dirinya. Ezio melihat pamannya bertambah tinggi dan besar
ketika pria itu berbicara. Memang pahit untuk menerimanya,
tapi Ezio mengakui kebenaran tentang apa yang baru saja
dikatakan kepadanya. Maka Ezio mengangguk.
248 Nada suara Mario menjadi lebih lembut. "Bagus. Kau
akan berterima kasih kepadaku untuk hal ini. Latihan
barumu dimulai pagi hari. Dan ingatlah, persiapan adalah
segalanya!" Seminggu kemudian, Ezio menunggang ke San Gimignano
dalam keadaan siap dan bersenjata. Mario telah menyuruhnya
untuk menghubungi salah satu patroli condottieri yang
ditempatkan dalam jangkauan penglihatan kota. Dari sana,
Ezio bisa mencari tahu siapa saja yang datang dan pergi,
sekaligus bergabung dengan perkemahan mereka untuk
malam pertamanya dari Monteriggioni.
Sersan yang sedang bertugas adalah seorang pria berusia
25 tahun yang teguh dan mempunyai luka bekas perang.
Namanya Gambalto. Dia memberi Ezio keju pecorino dan
secangkir anggur Vernaccia. Sementara Ezio makan dan
minum, sersan itu memberitahunya sebuah kabar.
"Aku rasa Antonio Maffei meninggalkan Volterra adalah
aib. Dia bertekad bulat untuk membalas Lorenzo dan
berpikir bahwa Duke itu telah menghancurkan kampung
halamannya, padahal Lorenzo hanya memasukkan tempat
itu ke bawah perlindungan Florence. Sekarang Maffei
berang. Dia menempatkan diri di puncak menara katedral
dengan dikelilingi para pemanah Pazzi. Sepanjang hari dia
menyemburkan ayat suci dan anak panah sama banyaknya.
Entah apa rencananya", untuk mengubah kepercayaan
penduduk dengan khotbahnya, atau membunuh mereka
249 dengan anak panahnya. Orang-orang biasa di San Gimignano
membencinya, tapi selama dia melanjutkan rezim terornya,
kota itu tidak berdaya melawannya."
"Berarti dia harus dibersihkan."
"Ya, itu pasti akan melemahkan basis kekuatan Pazzi
di kota itu." "Seberapa bagus pertahanan mereka?"
"Ada banyak orang di menara pengawas dan gerbang.
Tapi mereka menukar penjaga pada waktu fajar. Pada saat
itu, seorang pria seperti kau mungkin bisa melewati dinding
dan masuk ke dalam kota tanpa terlihat."
Ezio merenung, bertanya-tanya apakah ini gangguan
terhadap misinya sendiri untuk memburu Jacopo. Tapi
dia berpikir dengan sungguh-sungguh. Dia harus bisa
memahami bingkai yang lebih besar" Si Maffei ini adalah
seorang pendukung Pazzi, dan menyingkirkan orang gila ini
merupakan kewajiban yang lebih besar bagi Ezio sebagai
seorang Assassin. Ketika matahari terbit pada hari berikutnya, ada sesosok
bertudung, ramping, dan bermata abu-abu yang meluncur
seperti hantu menembus jalanan yang mengarah ke lapangan
katedral. Para penjual di pasar sudah sedang memasang
kedai-kedai mereka, tapi ini masih jam surut. Para penjaga
merasa bosan dan tidak bersemangat. Mereka mendengkur
sambil bersandar kepada tombak kapak mereka. Sisi barat
menara lonceng itu masih gelap tertutup bayang-bayang,
dan tidak ada orang yang melihat sosok berpakaian serba
250 hitam yang memanjatnya dengan tenang dan anggun seperti
seekor laba-laba. Ada seorang pastor bertubuh kurus, bermata cekung,
dan berambut acak-acakan yang sudah berada di posisinya.
Empat pebusur Pazzi yang lelah juga sudah mengambil
posisi mereka masing-masing di sudut menara. Tapi Antonio
Maffei tampak tidak memercayai para pebusur itu sendiri
untuk melindunginya. Meskipun menggenggam Alkitab di
tangan kirinya, pria itu juga memegang belati rondel di
tangan kanannya sambil berorasi. Ezio mulai menangkap
kata-katanya ketika mendekati puncak menara.
"Penduduk San Gimignano, perhatikan kata-kataku
dengan baik! Kalian harus bertobat. BERTOBAT! Dan
mencari pengampunan" Berdoalah bersamaku, Anak-anakku,
sehingga kita bisa melawan kegelapan yang telah menimpa
Tuscany tercinta kita bersama-sama! Sediakan telinga, oh
Surga, maka aku akan berbicara. Dengarkanlah, oh Bumi,
kata-kata dari mulutku. Biarkan ajaranku menetes bagaikan
hujan, khotbahku menitik bagaikan embun, atau tetesan hujan
pada tanaman lembut, seperti gerimis pada rerumputan",
karena aku mengumumkan Nama Tuhan! Dialah Kristus!
Karyanya sempurna, karena semua jalan-Nya adil! Benar
dan jujurlah Dia. Tapi mereka yang telah merusak diri
sendiri, mereka bukanlah anak-anak-Nya. Mereka adalah
generasi yang cacat, buruk, dan bengkok! Penduduk San
Gimignano, apakah kalian memperlakukan Tuhan dengan
demikian" Oh, orang-orang yang bodoh dan tidak arif!
251 Bukankah dia Bapakmu, dia yang membawamu" Dengan
cahaya dari belas kasih-Nya, sucikanlah diri kalian!"
Ezio melompat dengan ringan melewati tembok rendah
menara itu, lalu mengambil posisi di dekat pintu langit-langit
yang terbuka. Di balik pintu itu ada tangga yang mengarah
ke bawah. Para pemanah berjuang untuk mengarahkan
busur kepada Ezio, tapi jangkauannya pendek, dan dia
sudah mengejutkan mereka.
Ezio merunduk. Dengan cepat dia menggenggam dua
mata kaki salah satu pemanah itu, dan menumbangkannya
melewati tembok rendah tadi. Pemanah itu pun melolong
kepada kematiannya di atas kerikil yang berjarak enam
puluh meter di bawahnya. Sebelum yang lain bisa bereaksi,
Ezio telah berputar dalam sedetik, menikam lengannya.
Pria itu tampak terkejut mendapatkan luka kecil itu, tapi
kemudian memucat dan rubuh. Nyawa terkuras dari dirinya
dalam sekejap. Ezio telah mengikatkan pedang racun baru di lengannya,
karena dia sedang tidak punya waktu untuk melakukan
perkelahian mati-matian yang adil. Dia berputar menghadapi
pemanah ketiga, tapi orang itu telah menjatuhkan busurnya
dan berusaha melewatinya ke tangga. Saat mencapai tangga,
Ezio menendang pantatnya. Langsung saja pemanah itu
tersandung-sandung di anak tangga kayu dengan kepala
lebih dulu. Tulang-tulangnya berderak saat dia menabrak
deretan anak tangga pertama.
Pemanah terakhir mengangkat tangan dan menggu"mamkan sesuatu. Ezio menunduk dan melihat bahwa pria
252

Assasins Credd Karya Oliver Bowden di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu sudah kencing di celana. Maka Ezio melangkah ke
samping dan membungkuk secara ironis. Dengan begitu,
Ezio mengizinkan pemanah yang ketakutan itu untuk lari
pontang-panting ke bawah, melompati tumpukan tubuh
rekannya yang sudah hancur.
Kemudian belakang leher Ezio dipukul keras-keras dengan
ujung bawah belati yang terbuat dari baja berat. Maffei telah
pulih dari syoknya akibat serangan itu, dan mendekati Ezio
dari belakang. Ezio terhuyung-huyung maju.
"Aku akan membuatmu berlutut, Pendosa!" jerit pastor itu.
Busa muncul dari sisi-sisi mulutnya. "Minta ampunlah!"
Ezio sempat pulih dan berbalik ketika pastor itu berbicara.
Dia pun berpikir, kenapa orang selalu membuang-buang
waktu mereka dengan berbicara"
Kedua pria itu saling melingkari di celah sempit itu.
Maffei menyayat dan menusuk dengan belati beratnya. Jelas
bahwa dia petarung yang tidak terampil, tapi rasa putus
asa dan fanatiknya membuat pria itu sangat berbahaya. Ezio
pun harus berdansa menghindari belati yang mengayun-ayun
dengan serabutan itu lebih dari sekali, sehingga dia sendiri
tidak bisa mendaratkan serangan. Tapi akhirnya dia berhasil
menangkap pergelangan tangan pastor itu dan menariknya
maju, sehingga dada mereka bersentuhan.
"Aku akan mengirimmu merengek-rengek ke neraka,"
Maffei berkata dengan pedas.
"Berilah penghormatan kepada kematian, Kawanku,"
Ezio membentak. "Aku akan memberimu penghormatan!"
253 "Menyerahlah! Aku akan memberimu waktu untuk
berdoa." Maffei meludahi mata Ezio, memaksa musuhnya
untuk melepaskan dirinya. Kemudian sambil menjerit, dia
menancapkan belatinya pada lengan kiri Ezio. Tapi belati
itu meluncur tanpa guna ke satu sisi, karena ditangkis oleh
pengikat metal yang dipasang di sana. "Setan apa yang
melindungimu?" dia mendengus, tidak menyadari keberadaan
metal pelindung yang Ezio pakai.
"Kau terlalu banyak bicara," kata Ezio. Dia mendorong
belatinya sendiri sedikit menuju leher pastor itu, lalu
menegangkan otot-otot pada lengan bawahnya. Ketika
racun mengalir menembus pedang itu ke dalam tenggorokan
Maffei, pastor itu menjadi kaku, membuka mulutnya, tapi
hanya mengeluarkan napas yang buruk.
Pastor itu mendorong dirinya menjauh dari Ezio, terhuyung"huyung mundur ke tembok rendah, dan langsung menegakkan
diri. Dia pun jatuh ke depan ke dalam pelukan kematian.
Ezio membungkuk di atas jasad Maffei. Dari jubahnya, Ezio
mengeluarkan sehelai surat. Dia membuka dan mengamatinya
dengan cepat. Padrone, Dengan rasa takut di dalam hatiku, aku menulis
ini. Nabi telah tiba. Aku merasakannya. Burung-burung
tidak bersikap seperti seharusnya, mereka berputar"putar tanpa tujuan mengelilingi langit. Aku melihat
mereka dari menaraku. Aku tidak akan menghadiri
254 pertemuan kita seperti yang kau haruskan. Aku tidak
bisa terbuka di depan publik lagi, karena aku takut
Setan akan menemukanku. Maafkan aku, tapi aku
harus mendengarkan suara hatiku. Semoga Bapak
Pemahaman membimbingmu. Juga membimbingku.
Saudara A. Gambalto benar, pikir Ezio, pria ini sudah gila. Teringat
nasihat pamannya, Ezio menutup mata pastor itu sambil
berkata, "Requiescat in pace."
Sadar bahwa pemanah yang tadi dia kasihani mungkin
telah memperingatkan semua orang, Ezio menunduk melalui
tembok rendah pada kota di bawahnya, tapi dia tidak melihat
ada kegiatan yang mencemaskannya. Para penjaga Pazzi
masih bersantai-santai di pos mereka, dan pasar telah dibuka,
melakukan perdagangan sedikit-sedikit. Pasti pemanah tadi
sekarang sudah setengah jalan melintasi pedesaan, berlari
pulang karena tahu itu lebih baik daripada menghadapi
pengadilan prajurit dan mungkin disiksa karena telah
melarikan diri dari musuh.
Ezio mendorong pedangnya kembali ke dalam meka"nismenya, tersembunyi di dalam lengan bawahnya. Dia
berhati-hati supaya hanya menyentuhnya dengan tangan
bersarung tangan. Setelah itu, Ezio berjalan menuruni
tangga menara. Matahari sudah naik, sehingga dia akan
terlalu mudah terlihat kalau memanjat turun dari bagian
luar menara lonceng tersebut.
255 Ketika bergabung kembali dengan pasukan serdadu
bayaran Mario, Gambalto menyambutnya dengan suasana
hati yang bergairah. "Kehadiranmu membawakan kami
peruntungan yang bagus. Pengintai kami telah melacak
Uskup Agung Salviati!" kata sersan itu.
"Di mana?" "Tidak jauh dari sini. Kau lihat mansion itu, di atas
bukit, di sana?" "Ya." Gambalto berkata dengan mantap. "Dia ada di sana.
Tapi pertama-tama, aku harus bertanya kepadamu, Capitano,
bagaimana tamasyamu ke kota itu tadi?"
"Tidak akan ada khotbah kebencian dari menara itu
lagi." "Orang-orang akan memberkatimu, Capitano."
"Aku bukan Capitano."
"Bagi kami, itu benar," kata Gambalto singkat. "Bawalah
satu resimen dari sini. Salviati dijaga dengan ketat, dan
mansion itu adalah bangunan yang tua dan dibentengi."
"Baiklah. Kondisi ini bagus. Telur-telurnya berdekatan,
hampir di dalam satu sarang," kata Ezio.
"Yang lain-lainnya pasti tidak jauh, Ezio. Kami akan
berusaha menemukan mereka selama kau tidak ada."
Ezio memilih selusin petarung satu lawan satu terbaiknya
Gambalto, lalu memimpin mereka untuk berjalan kaki
menyeberangi ladang yang memisahkan mereka dari mansion
di mana Salviati telah berlindung. Dia menyebarkan orang"orangnya, tapi jarak mereka diatur supaya bisa saling
256 memanggil, dan supaya mudah menghindari atau mengatasi
sekelompok pasukan kecil Pazzi yang telah ditempatkan
oleh Salviati. Tapi Ezio kehilangan dua orang dalam proses
pendekatan tersebut. Tadinya Ezio berharap bisa mengejutkan mansion
tersebut sebelum penghuninya menyadari serangannya. Tapi
ketika dia sudah mendekati gerbang utama yang kokoh,
satu sosok muncul di atas dinding. Sosok itu mengenakan
jubah uskup agung sambil mencengkeram benteng dengan
tangan yang seperti cakar. Wajahnya yang kejam seperti
burung nasar memandang dengan tajam ke bawah, lalu
berpaling dengan cepat. "Itu Salviati," Ezio berkata kepada dirinya sendiri.
Tidak ada penjaga lain yang ditempatkan di luar gerbang.
Ezio memberi tanda kepada orang-orangnya untuk mendekat
ke dinding, sehingga para pemanah tidak akan punya cukup
sudut untuk memanah mereka ke bawah. Tidak diragukan
lagi bahwa Salviati akan memusatkan sisa pengawalnya di
dalam dinding, yang cukup tinggi dan tebal sehingga tampak
tidak bisa diterobos. Apakah Ezio harus berusaha memanjat lagi dan melompati
dinding, lalu membuka gerbang dari dalam untuk memasukkan
pasukannya" Tapi dia tahu bahwa para penjaga Pazzi di
dalamnya pasti menjadi waspada dengan kehadirannya.
Maka Ezio memberi isyarat kepada orang-orangnya supaya
menjaga diri dari jangkauan penglihatan musuh. Sementara
mereka berdesak-desakan ke dinding, Ezio merunduk rendah
dan berjalan menembus rumput tinggi menuju tempat
257 terbaringnya tubuh salah satu musuh mereka. Dengan cepat
dia melepaskan dan mengenakan seragam pria tersebut, lalu
membungkus bajunya sendiri di bawah lengan.
Dia bergabung kembali dengan orang-orangnya, yang
semula merinding melihat orang yang disangka Pazzi sedang
mendekat. Ezio menyerahkan pakaiannya kepada salah satu
di antara mereka, lalu Ezio menggedor gerbang dengan
ujung pedangnya. Ezio berteriak. "Buka! Atas nama Bapak
Pemahaman!" Satu menit yang penuh tekanan berlalu. Ezio mundur
supaya bisa dilihat dari dinding, kemudian dia mendengar
suara baut-baut berat ditarik.
Begitu gerbang mulai dibuka, Ezio dan orang-orangnya
memaksa masuk, lalu mengacak-acak para penjaga di
dalamnya. Mereka sampai di sebuah halaman dalam, di
sekelilingnya mansion itu membentuk diri dalam tiga sayap.
Salviati sendiri berdiri di puncak sebuah landasan tangga di
tengah-tengah sayap utama. Selusin pria kuat yang bersenjata
penuh kini berdiri di antaranya dan Ezio. Lebih banyak
orang lagi memenuhi halaman.
Uskup agung itu berteriak. "Pengkhianat keji! Tapi kau
tidak akan keluar lagi semudah kau masuk." Dia menaikkan
suaranya menjadi raungan memerintah. "Bunuh mereka!
Bunuh mereka semua!"
Pasukan Pazzi mendekat, semuanya mengepung orang"orang Ezio. Tapi Pazzi tidak dilatih oleh pria seperti Mario
Auditore. Meskipun posisi mereka sulit, condottieri Ezio
258 berhasil mengatasi musuh-musuhnya dengan sukses. Sementara
itu, Ezio melompat maju ke tangga. Dia melepaskan pedang
beracunnya dan menyayat orang-orang yang mengelilingi
Salviati. Tidak jadi soal di mana dia menyerang. Setiap kali
dia menyambar dan menarik darah, meskipun hanya pipi
seserang, pria itu mati dalam sedetik.
"Kau benar-benar setan", dari Cincin Keempatnya
Lingkaran Kesembilan!" Salviati berbicara dengan suara
gemetaran ketika akhirnya Ezio menghadapinya empat
mata. Ezio menarik kembali pedang beracunnya, tapi menarik
keluar belati tarungnya. Dia mencengkeram tengkuk jubah
Salviati, lalu menahan pedangnya kepada leher uskup
agung tersebut. Ezio berkata dengan datar, "Para Templar
kehilangan Kekristenan mereka ketika membentuk perbankan.
Tidakkah kau tahu ajaranmu sendiri" "Kalian tidak bisa tidak
melayani Tuhan dan Mammon sekaligus!" Tapi sekaranglah
kesempatanmu untuk menebus diri. Beri tahu aku", di
mana Jacopo?" Salviati melotot menantang. "Kau tidak akan pernah
menemukannya!" Ezio menarik pedang itu dengan lembut tapi tegas melintasi
tembolok pria tersebut, membuat sedikit darah keluar. "Kau
harus berusaha lebih baik lagi, Arcivescovo."
"Malam membimbing kita ketika bertemu" Sekarang,
selesaikan urusanmu!"
259 "Jadi, kau bersembunyi seperti para pembunuh di
balik selimut kegelapan. Terima kasih untuk itu. Aku akan
bertanya sekali lagi. Di mana?"
"Bapak Pemahaman tahu bahwa apa yang aku lakukan
sekarang adalah demi kebaikan bersama," kata Salviati dengan
dingin. Mendadak dia menangkap pergelangan tangan Ezio
dengan kedua tangannya, lalu menggerakkan belati itu ke
tenggorokannya sendiri dalam-dalam.
"Beri tahu aku!" Ezio berteriak. Tapi uskup agung itu
sudah merosot, mulutnya berbusa darah. Jubahnya yang
indah berwarna kuning putih kini merona merah.
Beberapa bulan berlalu sebelum Ezio mendapatkan kabar
lanjutan tentang para anggota komplotan yang dia cari.
Sementara itu, dia bekerja sama dengan Mario untuk
merencanakan bagaimana mereka bisa mengambil alih
San Gimignano dan membebaskan penduduknya dari
penindasan kejam para Templar. Tapi Templar telah belajar
dari pengalaman terakhir, sehingga kini mereka menjaga
kota itu dengan tegas dan keras.
Karena tahu bahwa para Templar juga sedang mencari
halaman-halaman Codex yang masih hilang, Ezio mengembara
jauh dan luas untuk mencarinya sendiri, tapi sia-sia. Halaman"halaman yang sudah dimiliki oleh Assassin tetap tersembunyi
di bawah penjagaan ketat Mario. Tanpa halaman-halaman
itu, rahasia Ajaran tidak akan pernah sampai kepada
Templar. 260 Kemudian pada suatu hari, seorang kurir dari Florence
menunggang ke Monteriggioni membawa sebuah surat dari
Leonardo untuk Ezio. Dia segera mengambil sebuah cermin,
karena tahu temannya yang kidal itu suka menulis terbalik.
Meskipun coretan kurus tinggi itu sulit dibaca oleh pembaca
paling berbakat sekalipun, dia sudah terbiasa. Ezio membuka
segelnya dan membaca dengan antusias.
Ezio yang baik, Duke Lorenzo telah menyuruhku memberimu
kabar", tentang Bernardo Baroncelli! Sepertinya pria
itu berhasil naik kapal ke Venice. Dari situ diam-diam
dia menyamar, sampai di kesultanan Ottoman di
Konstantinopel, berencana mencari perlindungan di
sana. Tapi dia tidak pernah ke Venice, dan tidak tahu
bahwa orang-orang Venesia baru saja menandatangani
perdamaian dengan Turki" Mereka bahkan telah
mengirim pelukis terbaik kedua mereka, Gentile
Bellini, untuk melukis potret Sultan Mehmet. Jadi
ketika dia tiba dan identitas sejatinya diketahui, dia
ditangkap. Tentu saja kemudian kau bisa membayangkan
surat-surat di antara Turki dan Venice. Tapi orang-orang
Venesia juga sekutu kita, setidaknya untuk sekarang.
Apalagi Duke Lorenzo benar-benar seorang master
diplomasi. Baroncelli dikirim dengan rantai kembali
ke Florence. Begitu tiba di sini, dia diinterogasi. Tapi
261 dia keras kepala, atau bodoh, atau berani, aku tidak
tahu yang mana" Dia menahan alat penyiksa
seperti penjepit panas, cambuk, dan tikus-tikus yang
menggerogoti kakinya. Akhirnya dia hanya memberi


Assasins Credd Karya Oliver Bowden di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tahu kami bahwa persekongkolan mereka biasa bertemu
pada tengah malam di sebuah ruang bawah tanah
tua di Santa Maria. Aku telah membuat sebuah sketsa yang lumayan
bagus tentang dia digantung. Akan aku tunjukkan
kepadamu ketika kita bertemu lagi. Secara anatomis,
aku rasa sketsa ini sangat tepat.
Distinti saluti Temanmu, Leonardo da Vinci "Bagus. Pria itu sudah mati," Mario berkomentar ketika
Ezio menunjukkan surat itu kepadanya. "Dia jenis orang
yang akan mencuri jerami dari kandang ibunya sendiri.
Tapi pada akhirnya, ini tidak membawa kita lebih dekat
untuk mengungkap apa rencana Templar selanjutnya, atau
bahkan keberadaan Jacopo."
Ezio mendapatkan waktu untuk mengunjungi ibu dan adik
perempuannya. Mereka melanjutkan untuk menghabiskan
hari-hari mereka di dalam kedamaian rumah biarawati,
dijaga oleh kepala biarawati yang baik hati. Ezio melihat
dengan sedih bahwa Maria telah pulih sebisanya. Rambutnya
262 menjadi beruban sebelum waktunya, dan ada keriput di
sudut-sudut matanya. Syukurlah wanita itu telah mencapai
ketenangan batin, dan ketika berbicara tentang suami dan
putra-putranya yang telah mati, ia melakukannya dengan
ingatan yang penuh kasih sayang dan rasa bangga. Tapi
kalau melihat kotak kayu pir dari Petruccio kecil dengan
hiasan bulu elang yang disimpannya di atas meja samping
tempat tidurnya, ia masih meneteskan air mata.
Sementara itu, Claudia sekarang menjadi novizia. Ezio
memang menyesali hal ini, karena menganggap adiknya
menyia-nyiakan kecantikan dan semangatnya. Tapi dia
juga mengakui bahwa ada cahaya di wajah Claudia yang
membuat sang kakak menghormati keputusannya, dan
berbahagia untuknya. Ezio mengunjungi mereka lagi pada hari Natal, lalu
kembali menjalani latihan pada Tahun Baru, meskipun rasa
tidak sabarnya sudah mendidih. Untuk mengatasi hal ini,
Mario membuat Ezio menjadi komandan bersama untuk
kastilnya. Juga tanpa lelah Ezio mengirim mata-mata dan
pengintai untuk mengembara ke seluruh penjuru negeri demi
mencari mangsa. Akhirnya ada kabar. Suatu pagi di akhir musim semi,
Gambalto muncul di ambang pintu ruang peta di mana
Ezio dan Mario sedang berdiskusi secara mendalam. Mata
Gambalto berkobar-kobar. "Signori! Kami telah menemukan Stefano da Bagnone!
Dia berlindung di Biara Asmodeo, hanya dua puluh kilometer
263 ke selatan. Ternyata dia berada tepat di bawah hidung kita
selama ini!" "Mereka berkeliaran bersama-sama seperti anjing," Mario
mendengus. Jari telunjuknya dengan cepat menelusuri rute
di peta di depannya, lalu menatap Ezio. "Tapi dia adalah
anjing pimpinan. Sekretarisnya Jacopo! Kalau kita tidak bisa
menggilas sesuatu darinya"!"
Tapi Ezio sudah memberikan perintah supaya kudanya
dipasangkan pelana dan disiapkan. Dengan cepat, dia pergi
ke pangkalannya dan mempersenjatai diri. Ezio mengikat
senjata-senjata Codex dan kali ini memilih pedang lompatnya
daripada yang beracun. Tapi dia telah mengganti sulingan
hemlock aslinya Leonardo dengan tanaman beracun henbane,
atas saran dokternya Monteriggioni. Kantong racun pada
pangkalnya pun penuh. Ezio telah memutuskan untuk menggunakan pedang
beracunnya dengan bijaksana, karena selalu ada risiko
mengantarkan dosis mematikan baginya. Juga karena
jari-jarinya diselubungi oleh luka-luka kecil, sekarang dia
mengenakan sarung tangan kulit yang berat tapi lentur
ketika menggunakan pedang yang mana pun.
Biara itu berlokasi di dekat kota Monticiano, yang
kastil kunonya dibangun di atas bukit kecil itu. Lokasi
tepatnya adalah sebuah turunan lembut di dalam cekungan
bayangan, dibungkus oleh pohon-pohon cemara. Gedungnya
baru, mungkin hanya berusia seratus tahun. Gedung itu
dibangun dengan batu pasir kuning impor yang mahal, dan
264 mengelilingi sebuah halaman luas dengan sebuah gereja di
tengah-tengahnya. Gerbang-gerbangnya sedang terbuka. Rahib-rahib Ordo
biara tersebut terlihat sedang bekerja di ladang dan kebun
yang telah dibersihkan di sekeliling bangunan itu, juga di
ladang anggur di atasnya. Anggur biara itu terkenal, bahkan
diekspor sampai ke Paris. Sebelum tiba di biara, persiapan
Ezio termasuk membiasakan dirinya dengan kebiasaan
seorang rahib. Dia menyewa kamar di sebuah penginapan
sebagai seorang kurir pemerintah. Setelah meninggalkan
kudanya kepada seorang perawat kuda di penginapan itu,
dia mengenakan penyamarannya.
Segera setelah kedatangannya, Ezio menemukan Stefano
sedang berbicara secara mendalam dengan hospitarius
biara, yaitu seorang rahib gemuk yang mirip tong anggur.
Ezio berusaha memosisikan dirinya cukup dekat untuk
mendengarkan tanpa disadari mereka.
"Mari berdoa, Saudaraku," kata rahib itu.
"Berdoa?" kata Stefano yang pakaian hitamnya berten"tangan dengan semua warna-warna cerah di sekelilingnya.
Dia tampak seperti seekor laba-laba di atas kue panekuk.
"Untuk apa?" dia menambahkan dengan sinis.
Rahib itu tampak terkejut. "Untuk perlindungan
Tuhan!" "Kalau kau pikir Tuhan tertarik dengan urusan-urusan
kita, Saudara Girolamo, pikirkanlah hal lain! Tapi silakan,
tentu saja, teruslah mengelabui dirimu, kalau itu membantumu
menghabiskan waktu."
265 Saudara Girolamo terkejut. "Kata-katamu adalah
penghinaan terhadap Tuhan!"
"Tidak. Aku mengatakan yang sebenarnya."
"Tapi, menyangkal Kehadiran-Nya yang paling
mulia"!" ?"adalah satu-satunya tanggapan masuk akal ketika
berbicara tentang adanya orang gila yang tembus pandang
di langit. Percayalah padaku, Alkitab kita yang berharga
itu akan terlupakan, Dia benar-benar sudah kehilangan
akal sehat-Nya." "Bagaimana kau bisa mengatakan hal semacam itu"
Kau sendiri adalah seorang pastor!"
"Aku seorang administrator. Aku memakai jubah pastor
ini supaya bisa lebih dekat dengan Medici yang terkutuk,
sehingga aku bisa membacok mereka sampai habis, untuk
melayani Tuanku yang sejati. Tapi mula-mula, masih ada urusan
dengan Assassin Ezio ini. Dia sudah terlalu lama menjadi
duri bagi pihak kami, dan kami harus mencabutnya."
"Kalau itu, kau benar. Setan berdosa itu!"
Stefano berkata sambil tersenyum bengkok. "Yah,
setidaknya kita setuju tentang sesuatu."
Girolamo merendahkan suaranya. "Orang-orang berkata
Setan memberinya kecepatan dan kekuatan yang tidak
alami." Stefano menatapnya. "Setan" Tidak, Kawanku. Itu
adalah bakat yang didapatkannya sendiri, melalui latihan
keras selama bertahun-tahun." Dia berhenti, tubuh kurusnya
membengkok untuk merenung. "Kau tahu, Girolamo, aku
266 merasa terganggu bahwa kau sangat tidak ingin menghargai
orang lain atas keadaan mereka sendiri-sendiri. Aku rasa
kau bisa menyalahkan semua orang di dunia ini kalau kau
bisa." Girolamo menjawab dengan saleh, "Aku memaafkan
kekurangan imanmu dan lidahmu yang tajam. Kau tetaplah
salah satu anak Tuhan."
"Aku sudah katakan?" Stefano mulai berbicara
dengan tertekan, tapi lalu merentangkan tangannya dan
mengangkatnya. "Oh, apa gunanya" Cukup tentang hal ini!
Ini seperti berbicara kepada angin!"
"Aku akan berdoa untukmu."
"Sesukamu. Tapi lakukanlah dengan tenang. Aku harus
tetap berjaga. Sampai Assassin ini mati dan dikubur, tidak
ada Templar yang dapat melepaskan pertahanan mereka
bahkan untuk sekejap saja."
Rahib itu pamit dengan membungkuk, lalu Stefano
ditinggalkan sendirian di halaman. Lonceng untuk Qauma
Pertama dan Kedua telah berbunyi, dan semua Komunitas
berada di gereja biara. Ezio muncul dari bayang-bayang
seperti hantu. Matahari bersinar dengan beratnya tengah
hari yang hening. Seperti gagak, Stefano bergerak dengan
angkuh sampai ke dinding utara. Dia tampak gelisah, tidak
sabar, tapi juga tenang. Ketika melihat Ezio, dia tidak tampak terkejut sama
sekali. "Aku tidak bersenjata. Aku akan bertarung dengan
pikiran," kata Stefano.
267 "Untuk menggunakan pikiran, kau harus tetap hidup.
Bisakah kau melindungi dirimu sendiri?"
"Akankah kau membunuhku dengan darah dingin?"
"Aku akan membunuhmu karena kau harus mati."
"Jawaban yang bagus! Tapi tidakkah kau berpikir bahwa
mungkin aku punya rahasia yang akan berguna bagimu?"
"Aku bisa melihat bahwa kau tidak akan tunduk
terhadap siksaan apa pun."
Stefano menatap Ezio dengan menilai-nilai. "Aku akan
menganggap itu sebagai pujian, meskipun aku sendiri tidak
yakin. Bagaimanapun juga, itu hanyalah makna teoretis."
Dia berhenti, sebelum melanjutkan dengan suaranya yang
tipis. "Kau telah melewatkan kesempatanmu, Ezio. Dadu
sudah dilempar. Tujuan Assassin sudah kalah. Aku tahu
kau akan membunuhku, apa pun yang aku lakukan atau
katakan. Aku tahu aku akan mati sebelum Misa tengah
hari usai. Tapi kematianku tidak akan menguntungkanmu.
Templar sudah membuat sekak, dan segera akan menjadi
sekakmat." "Kau tidak bisa yakin tentang hal itu."
"Aku akan bertemu dengan Penciptaku" kalau Dia
memang ada. Pasti menyenangkan untuk mengetahui hal
itu. Pada waktu itu, kenapa aku harus berbohong?"
Ezio melepaskan belatinya.
"Cerdas sekali," Stefano berkomentar. "Apa yang akan
mereka pikirkan selanjutnya?"
"Tepati dirimu sendiri. Beri tahu aku apa yang kau
tahu," kata Ezio. 268 Stefano tersenyum. "Apa yang kau ingin tahu" Di mana
Tuanku, Jacopo, berada" Itu mudah. Dia segera bertemu
dengan anggota-anggota persekutuan kami, malam ini, di
dalam bayangan dewa-dewa Romawi."
Stefano berhenti, lalu melanjutkan. "Aku harap itu
membuatmu senang, karena apa pun yang akan kau lakukan
tidak akan membuatku berbicara lebih banyak. Itu pun
tidak penting, karena aku tahu di dalam hatiku bahwa kau
sudah terlambat. Penyesalanku hanyalah bahwa aku tidak
bisa melihat usahamu untuk menggagalkannya", tapi siapa
yang tahu" Mungkin memang ada Kehidupan Setelah Mati,
dan aku akan bisa melihat kematianmu. Tapi untuk saat ini,
mari kita akhiri urusan yang tidak menyenangkan ini."
Lonceng biara itu berdentang sekali lagi. Ezio hanya
punya sedikit waktu. "Aku rasa kau bisa mengajariku
banyak hal," katanya.
Stefano menatapnya dengan sedih. "Tidak di dunia ini,"
katanya. Dia membuka leher jubahnya. "Tapi bantulah aku.
Kirimlah aku dengan cepat ke dalam malam."
Ezio menikam sekali, dalam-dalam, dan dengan ketepatan
yang mematikan. "Ada reruntuhan Kuil Mithras ke barat daya San
Gimignano," kata Mario merenung ketika Ezio kembali.
"Sejauh bermil-mil, itulah satu-satunya reruntuhan Romawi
yang cukup besar. Katamu, dia berbicara tentang bayangan
dewa-dewa Romawi?" "Begitulah katanya."
"Dan para Templar akan bertemu di sana", segera?"
269 "Ya." "Kalau begitu, kita tidak boleh menundanya. Kita harus
mengawasinya siang dan malam sejak malam ini."
Ezio putus asa. "Da Bagnone memberitahuku bahwa
sudah terlambat untuk menghentikan mereka."
Mario menyeringai. "Yah kalau begitu, tergantung kepada
kita untuk membuktikan bahwa dia salah."
Itu malam ketiga pengawasan. Mario telah kembali ke
markasnya untuk melanjutkan skemanya melawan para
Templar di San Gimignano. Ezio pergi bersama lima orang
tepercaya, termasuk Gambalto. Mereka mengawasi dengan
bersembunyi di dalam hutan lebat yang berada di tepi
reruntuhan telantar Kuil Mithras.
Kuil ini adalah rangkaian bangunan besar yang dikem"bangkan selama berabad-abad. Penghuni terakhirnya adalah
Mithras, yaitu dewa yang telah diadopsi oleh tentara Romawi.
Tapi bangunan ini mengandung lebih banyak kapel kuno,
pernah menguduskan Minerva, Venus, dan Mercury.
Juga ada arena teater yang ditempelkan kepada kompleks
tersebut, yang panggungnya masih kukuh, tapi bangku batunya
yang bersusunan teras setengah lingkaran sudah rusak.
Sekarang panggung itu menjadi rumah bagi kalajengking dan
tikus. Sebuah dinding yang remuk memunggungi panggung,
dan di sampingnya ada tiang-tiang rusak di mana burung
hantu telah membuat sarang mereka. Di mana-mana ada
270 tanaman merambat dan buddleia menembus retakan yang
telah dibuatnya pada marmer yang kotor dan membusuk.
Malam ini bulan memancarkan cahaya pucat seperti


Assasins Credd Karya Oliver Bowden di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hantu. Meskipun terbiasa mengalahkan musuh hidup tanpa
takut, satu atau dua orangnya Ezio jelas menjadi gugup.
Ezio telah bertekad akan mengawasi tempat itu selama
satu minggu. Tapi dia tahu bahwa sulit bagi orang-orangnya
untuk tetap berani di tempat ini selama itu, karena keberadaan
hantu-hantu kaum berhala terasa kuat di sini.
Menjelang tengah malam, setiap anggota badan para
Assassin pegal-pegal karena terlalu lama diam. Saat itulah
mereka mendengar denting peralatan kuda yang samar-samar.
Ezio dan orang-orangnya bersiaga. Segera setelah itu, selusin
serdadu menunggang melalui kompleks itu. Dipimpin oleh
tiga pria, mereka menuju teater sambil membawa obor. Ezio
dan condottierinya bersembunyi di balik bayang-bayang.
Para pria itu turun dari kuda dan membentuk lingkaran
perlindungan di sekeliling ketiga pemimpin mereka. Dengan
penuh kemenangan, Ezio mengenali wajah pria yang sudah
lama dia cari, yaitu Jacopo de" Pazzi. Pria itu berusia enam
puluhan dengan jenggot abu-abu yang tampak mengganggu.
Dia ditemani oleh seorang pria yang Ezio tidak tahu. Tapi
Ezio tahu yang satu lagi, yaitu sosok berhidung lancip dan
bermantel merah tua. Tidak salah lagi, itu Rodrigo Borgia!
Dengan kejam, Ezio menempelkan pedang beracun kepada
mekanisme pada pergelangan tangan kanannya.
Rodrigo memulai. "Kau tahu kenapa aku memanggil
pertemuan ini. Aku telah memberimu waktu yang lebih
271 dari cukup, Jacopo. Tapi kau harus memenuhi janjimu
sendiri." "Aku minta maaf, Commendatore. Aku telah melakukan
apa yang aku bisa dengan kekuatanku. Para Assassin telah
mengepungku." "Kau belum menguasai Florence."
Jacopo menunduk. "Kau bahkan belum bisa memotong kepala Ezio Auditore,
cuma seekor anak sapi! Dan dengan setiap kemenangan atas
kita, dia bertambah kuat, menjadi lebih berbahaya!"
Jacopo mengoceh. "Itu kesalahan keponakanku Fransesco.
Ketidaksabarannya membuatnya gegabah! Aku sudah berusaha
untuk menasihatinya?"
"Kau terdengar seperti pengecut," sela pria ketiga
dengan kasar. Jacopo berbalik kepadanya dengan rasa hormat yang
jelas lebih sedikit daripada yang telah dia tunjukkan kepada
Rodrigo. "Ah, Messer Emilio. Mungkin seharusnya kami
bisa memberikan pelayanan yang lebih baik kalau saja dulu
kau mengirimi kami senjata yang berkualitas, dan bukannya
sampah yang disebut persenjataan oleh kalian orang-orang
Venesia! Tapi kalian keluarga Barbarigo memang selalu
pelit." "Cukup!" Rodrigo menggelegar. Dia berbalik lagi kepada
Jacopo. "Kami telah memercayaimu dan keluargamu, tapi
bagaimana kalian telah membalas kami" Kalian tidak bergerak
dan tidak mampu. Kalian memang berhasil mengambil
kembali San Gimignano! Bravo! Kemudian kalian duduk saja
272 di sana, bahkan membiarkan mereka menyerang kalian di
sana. Saudara Maffei adalah pembantu yang berharga bagi
Tujuan kita. Tapi bahkan kau tidak bisa menyelamatkan
sekretarismu sendiri itu, pria yang otaknya bernilai sepuluh
kali daripada otakmu!"
"Altezz! Berilah aku kesempatan untuk membuat
perubahan, maka kau akan melihat?" Jacopo menatap
wajah-wajah yang mengeras di sekelilingnya. "Aku akan
menunjukkan kepada kalian?"
Rodrigo membiarkan sosoknya menjadi lebih lembut.
Bahkan dia tersenyum tipis. "Jacopo. Kami tahu arah terbaik
untuk diambil sekarang. Kau harus memercayakannya kepada
kami. Ke marilah. Biarkan aku memelukmu."
Dengan ragu-ragu, Jacopo menurut. Rodrigo memeluk
pria itu dengan lengan kirinya, lalu lengan kanannya
menarik sebuah keris dari jubahnya. Dengan cepat, dia
menusukkannya di antara tulang rusuk Jacopo. Pria tua
itu melepaskan pisau itu, sementara Rodrigo menatapnya
seperti seorang ayah mengamati putranya yang salah jalan.
Jacopo mencengkeram lukanya. Rodrigo tidak menembus
organ vitalnya. Mungkin"
Tapi sekarang Emilio Barbarigo melangkah maju
mendekatinya. Secara insting, Jacopo mengangkat tangannya
yang berdarah-darah untuk melindungi dirinya sendiri,
karena Emilio telah menarik sebuah pedang pendek yang
tampak kejam. Salah satu pinggirannya bergerigi kasar, dan
ada bekas darah di sepanjang sisi pedangnya.
273 Jacopo merengek. "Tidak. Aku telah melakukan yang
terbaik. Aku selalu melayani Tujuan dengan setia. Sepanjang
hidupku. Tolong" Tolong jangan?"
Emilio tertawa bengis. "Tolong jangan apa, dasar
kambing ingusan?" Lalu dia membelah baju atasan Jacopo
hingga terbuka, dan langsung menyayatkan pisau bergerigi
dari belati beratnya secara melintang pada dada Jacopo,
membelahnya terbuka. Jacopo berteriak dan jatuh berlutut dulu, lalu rubuh ke
samping, menggeliat-geliat di dalam genangan darah. Dia
mendongak untuk melihat Rodrigo Borgia berdiri di atasnya
sambil memegang sebuah pedang sempit.
"Tuan", kasihanilah aku!" Jacopo berhasil berbicara.
"Ini belum terlambat! Berikan aku kesempatan terakhir
untuk membereskan semuanya?" Kemudian dia tersedak
darahnya sendiri. Rodrigo berkata dengan lembut. "Oh, Jacopo. Betapa
kau telah mengecewakanku."
Dia mengangkat pisaunya, lalu menikamkannya menembus
leher Jacopo dengan sangat kuat sampai-sampai ujungnya
muncul pada tengkuk, tampak memutuskan tulang leher
belakang. Dia memuntirnya pada luka itu sebelum mengeluar"kannya pelan-pelan. Jacopo mengangkat tubuhnya, mulutnya
penuh dengan darah, tapi dia sudah mati dan ambruk
kembali, mengejang-ngejang, sampai akhirnya kaku.
Rodrigo menyeka pedangnya pada pakaian orang yang
sudah mati itu, lalu menarik jubahnya ke samping, dan
menyarungkannya. "Berantakan sekali," dia bergumam. Lalu
274 dia berbalik menatap langsung ke arah Ezio. Dia menyeringai,
dan berteriak, "Kau bisa keluar sekarang, Assassin! Maaf
aku telah merampas hadiahmu!"
Sebelum bisa memberikan tanggapan, Ezio dicengkeram
oleh dua penjaga yang tuniknya memperlihatkan sebuah
salib merah di dalam perisai kuning, lambang musuh
bebuyutannya. Dia memanggil Gambalto, tapi tidak ada
jawaban dari satu pun orangnya. Ezio ditarik ke panggung
teater kuno itu. Rodrigo berkata, "Salam, Ezio! Aku minta maaf tentang
orang-orangmu, tapi apakah kau benar-benar berpikir aku
tidak mengira akan menemukanmu di sini" Bahwa aku
tidak merencanakanmu untuk datang" Apakah kau berpikir
Stefano da Bagnone memberitahumu waktu dan tempat
yang tepat tanpa pengetahuan dan persetujuanku" Tentu
saja kami harus membuatnya tampak sulit, supaya kau
tidak menyadari perangkap itu."
Dia tertawa. "Ezio yang malang! Kau lihat, kami sudah
berada di dalam permainan ini jauh lebih lama daripada
kau. Aku telah menyembunyikan orang-orangku di dalam
hutan di sini jauh sebelum kau tiba. Aku rasa orang-orangmu
sama kagetnya denganmu", tapi aku ingin melihatmu lagi
hidup-hidup sebelum kau meninggalkan kami. Sebutlah ini
keinginanku yang mendadak. Dan sekarang aku puas."
Rodrigo tersenyum dan mengamanatkan para penjaga
untuk menahan lengan Ezio. "Terima kasih. Kalian boleh
membunuhnya sekarang."
275 Emilio Barbarigo dan Rodrigo menaiki kuda mereka
dan menunggang menjauh, bersama para penjaga yang
telah menemani mereka dari sana. Ezio memperhatikan
Rodrigo pergi, lalu berpikir dengan cepat. Ada dua pria
kekar memeganginya sekarang", dan berapa banyak yang
lain, masih tersembunyi di dalam hutan" Berapa banyak
penjaga yang telah ditempatkan oleh Borgia untuk menyerang
orang-orangnya sendiri secara mendadak"
"Berdoalah, Nak," kata salah satu penangkapnya.
Ezio berkata, "Dengar, aku tahu kalian hanya mematuhi
perintah. Jadi, kalau kalian membebaskanku, aku akan
mengampuni nyawa kalian. Bagaimana dengan itu?"
Penjaga yang tadi berbicara kelihatan bingung. "Wah!
Dengarkan dirimu! Aku belum pernah melihat seseorang
yang bisa tetap melucu sepertimu saat?"
Tapi dia tidak berhasil menyelesaikan kalimatnya. Ezio
melepaskan pedangnya yang tersembunyi dan mengambil
keuntungan dari keterkejutan mereka dengan memotong
pria yang memeganginya di kanan. Racun melaksakan
tugasnya, dan pria itu terhuyung-huyung mundur, lalu
ambruk tidak jauh dari situ. Sebelum penjaga yang lainnya
bisa bereaksi, Ezio telah menikamkan pedangnya menembus
ketiak penjaga itu dalam-dalam, karena itulah titik yang
tidak bisa ditutupi oleh baju pelindung. Ezio pun terbebas
dan melompat ke dalam bayang-bayang pada pinggiran
panggung, lalu menunggu. Dia tidak perlu menunggu lama. Keluarlah sepuluh
penjaga lain yang telah disembunyikan oleh Rodrigo.
276 Beberapa di antara mereka meninjau pinggiran teater, yang
lainnya membungkuk di atas rekan-rekan mereka yang telah
ambruk. Bergerak dengan kecepatan mematikan seperti
macan lynx, Ezio melemparkan diri ke antara mereka,
menyabet mereka, dan berkonsentrasi pada bagian tubuh
apa pun yang terbuka. Karena ketakutan dan diserang saat
sedang tidak waspada penuh, pasukan Borgia sempoyongan
di depan Ezio. Ezio telah membunuh lima di antara mereka sebelum
yang lainnya berlari dan menghilang ke dalam hutan
sambil berteriak panik. Dia menyaksikan mereka pergi.
Mereka tidak akan melapor kembali kepada Rodrigo kecuali
mereka ingin digantung akibat ketidakmampuan mereka,
juga butuh waktu agak lama sebelum ada yang menyadari
bahwa mereka hilang, sehingga Rodrigo tahu bahwa rencana
setannya telah gagal. Dia membungkuk di atas tubuh Jacopo de" Pazzi.
Sesudah dilumat dan dirampas semua harga dirinya, yang
tersisa hanyalah cangkang seorang pria tua putus asa yang
menyedihkan. Dia berkata, "Orang hina yang malang. Tadi aku
marah ketika melihat Rodrigo telah merampas mangsaku,
tapi sekarang, sekarang?"
Ezio terdiam dan menjulurkan tangan untuk menutup
mata de" Pazzi. Lalu dia menyadari bahwa mata itu sedang
menatapnya. Ajaibnya, Jacopo masih", hanya masih",
hidup. Pria tua itu membuka mulutnya untuk berbicara, tapi
tidak ada suara yang keluar. Sudah jelas bahwa dia sedang
277 berada di dalam penderitaan terakhirnya. Pikiran pertama
Ezio adalah meninggalkannya di ambang kematian, tapi
mata pria tua itu memohon kepadanya.
Ezio teringat, jadilah manusia yang bermurah hati,
bahkan ketika orang lain tidak demikian terhadapmu. Itu
juga bagian dari Ajaran. "Semoga Tuhan memberimu kedamaian," kata Ezio.
Sambil mencium dahi Jacopo, dia mendorong belatinya
dengan tegas ke dalam jantung musuh tuanya.
278 Ketika Ezio kembali ke Florence dan menyampaikan berita
kepada Duke Lorenzo tentang kematian Pazzi terakhir, Lorenzo
senang, tapi sedih bahwa keamanan Florence dan Medici
harus ditebus dengan begitu banyak darah. Lorenzo lebih
suka mencari penyelesaian diplomatis terhadap perbedaan,
tapi hasrat itu menjadikannya aneh di antara rekan-rekannya,
para penguasa negara kota lainnya di Italia.
Dia menghadiahi Ezio dengan jubah upacara, yang
dianugerahinya dengan Kebebasan Kota Florence.
"Ini hadiah yang paling dermawan, Altezz," Ezio
memberitahunya. "Tapi aku takut aku punya sedikit waktu
luang untuk menikmati keuntungan yang dianugerahkan
kepadaku." 279 Lorenzo terkejut. "Apa" Kau berniat untuk pergi lagi,
segera" Aku harap kau akan tinggal, membuka kembali
palazzo keluargamu, dan mengambil jabatan di dalam
administrasi kota, bekerja bersamaku."
Ezio membungkuk, dan berkata, "Aku minta maaf jika
berkata bahwa aku percaya masalah kita belum berakhir
dengan jatuhnya Pazzi. Mereka hanyalah satu tentakel dari
monster yang lebih besar. Niatku sekarang adalah pergi ke
Venesia." "Venesia?" "Ya. Pria yang bersama Rodrigo Borgia pada pertemuan
dengan Fransesco adalah anggota keluarga Barbarigo."
"Salah satu keluarga terkuat di La Serenissima. Apakah
kau mengatakan bahwa pria ini berbahaya?"
"Dia adalah sekutu Rodrigo."
Lorenzo mempertimbangkannya sejenak, lalu memben"tangkan tangannya. "Aku membiarkanmu pergi dengan
sangat menyesal, Ezio. Tapi aku tahu bahwa tidak akan
pernah bisa melunasi utangku kepadamu, yang berarti aku
tidak punya kekuatan untuk memerintahmu. Selain itu, aku
punya perasaan bahwa pekerjaan yang sedang kau geluti
dalam jangka panjang akan menguntungkan kota kita,
bahkan meskipun mungkin aku sudah tidak hidup untuk
melihatnya." "Jangan berkata begitu, Altezza."
Lorenzo tersenyum. "Aku harap aku salah, tapi hidup di
negeri ini pada masa ini seperti hidup di lingkaran gunung
Vesuvius" berbahaya dan tidak menentu!"
280 Sebelum pergi, Ezio membawa kabar dan hadiah untuk


Assasins Credd Karya Oliver Bowden di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Annetta, meskipun menyakitkan baginya untuk mengunjungi
bekas rumah keluarganya, dan dia tidak akan memasukinya.
Dia juga dengan sangat berhati-hati menghindari mansion
Calfucci. Dan dia mengunjungi Paola, dan menemukan
wanita itu tetap ramah, tapi perhatiannya teralih seperti
pikirannya sedang berada di suatu tempat lain. Kunjungan
terakhirnya adalah bengkel temannya, Leonardo. Tapi ketika
dia sampai di sana, dia hanya menemukan Agniolo dan
Innocento, dan tempat itu kelihatan ditutup. Tidak ada
tanda keberadaan Leonardo.
Agniolo tersenyum dan menyambutnya saat dia tiba.
"Ciao, Ezio! Sudah lama sekali!"
"Terlalu lama!"
Ezio mencari-cari dengan penuh tanya.
"Kau bertanya-tanya di mana Leonardo."
"Apakah dia sudah pergi?"
"Ya, tapi tidak selamanya. Dia telah membawa beberapa
bahan bersamanya, tapi dia tidak bisa membawanya semua, jadi
Innocento dan aku akan menjaganya selama dia pergi."
"Ke mana dia pergi?"
"Ini lucu. Sang Maestro sedang bernegosiasi dengan
Sforza di Milan, tapi lalu Conte de Pexaro mengundangnya
untuk menghabiskan beberapa waktu di Venesia. Dia
akan menyelesaikan satu rangkaian lengkap potret lima
anggota keluarga?" Agniolo tersenyum dengan penuh rahasia.
"Seakan-akan itu akan pernah terjadi. Tapi sepertinya Dewan
Kota Venesia tertarik dengan pekerjaan ilmu tekniknya, dan
281 mereka menyediakannya dengan sebuah bengkel, pegawai,
dan tanah. Jadi, Ezio, kalau kau membutuhkannya, ke
sanalah kau harus pergi."
"Tapi aku memang hendak pergi ke sana," Ezio berseru.
"Ini kabar yang sangat baik. Kapan dia berangkat?"
"Dua hari yang lalu. Tapi kau tidak akan kesulitan
menyusulnya. Dia membawa gerobak besar yang benar-benar
penuh dengan barang-barangnya, dan dua lembu jantan
untuk menariknya." "Ada orang yang ikut dengannya?"
"Hanya pengurus gerobak dan dua orang penunggang
kuda, untuk berjaga-jaga kalau ada masalah. Mereka
mengambil jalan Ravenna."
Ezio hanya membawa apa yang bisa dia masukkan ke
dalam tas kuda, lalu pergi sendirian. Dia baru menunggang
selama satu setengah hari ketika di tikungan jalan, dia
bertemu dengan pedati berat yang ditarik lembu jantan
yang berisi kanopi kanvas. Di bawahnya sejumlah mesin
dan model disimpan dengan hati-hati.
Para pengurus gerobak berdiri di sisi jalan, menggaruk"garuk kepala mereka, kelihatan kepanasan dan terbebani.
Sementara itu, dua orang penunggang kuda yang badannya
agak berisi dipersenjatai dengan busur dan tombak, tetap
berjaga-jaga dari bukit terdekat. Leonardo berada di dekat
situ, tampaknya sedang memasang semacam sistem pengungkit,
ketika dia mendongak dan melihat Ezio.
"Halo, Ezio! Beruntung sekali!"
"Leonardo! Apa yang sedang terjadi?"
282 "Sepertinya aku mendapat sedikit masalah. Salah satu
roda gerobaknya?" Dia menunjuk kepada di mana salah
satu roda belakang telah keluar dari porosnya. "Masalahnya
adalah kami perlu mengangkat gerobak ini cukup tinggi
sehingga kami bisa memasang kembali roda itu, tapi kami
tidak cukup kuat untuk melakukannya, dan pengungkit
yang sedang aku kerjakan ini tidak akan mengangkatnya
dengan cukup tinggi. Jadi, apakah kau?""
"Tentu." Ezio memberi tanda kepada kedua pengurus gerobak
yang bertubuh berisi. Mereka akan lebih berguna baginya
daripada penunggang kuda yang tangkas. Dengan kekuatan
mereka bertiga, mereka bisa mengangkat gerobak itu cukup
tinggi dan menahannya cukup lama bagi Leonardo untuk
menyelipkan roda itu kembali ke porosnya dan memasangnya
agar aman. Sementara melakukan ini"sekuat tenaga bersama
yang lainnya untuk menjaga gerobak itu tetap di atas"Ezio
melihat isinya. Di antara barang-barang itu, tidak salah lagi,
struktur seperti kelelawar yang telah dia lihat sebelumnya.
Sepertinya benda itu telah mengalami banyak perubahan.
Begitu gerobak itu telah diperbaiki, Leonardo duduk
di bangku depan dengan salah seorang pengurus gerobak,
sementara yang satu lagi berjalan di depan lembu. Para
penunggang kuda berpatroli tanpa kenal lelah berada di depan
dan belakang. Ezio menjaga kudanya berjalan di samping
Leonardo, lalu mereka mengobrol. Sudah lama sekali sejak
pertemuan terakhir mereka, dan mereka punya banyak hal
untuk dibicarakan. Ezio bisa memberikan kabar terbaru
283 kepada Leonardo, dan Leonardo membicarkaan tugas-tugas
barunya, dan semangatnya untuk melihat Venesia.
"Aku sangat senang bisa mendapatkanmu sebagai teman
seperjalanan! Maaf, padahal kau bisa sampai di sana jauh
lebih cepat kalau tidak bepergian dengan kecepatanku."
"Aku senang. Aku juga ingin memastikan kau sampai
di sana dengan selamat."
"Aku membawa penunggang kuda."
"Leonardo, jangan salah paham denganku, tapi bahkan
penyamun yang masih hijau bisa menyentil mereka berdua
seperti kau menyentil semut."
Leonardo tampak terkejut sedikit tersinggung, namun
terhibur. "Kalau begitu, tidak diragukan lagi aku senang kau
menemaniku." Dia kelihatan licik. "Dan aku pikir bukan
hanya untuk alasan sentimental kau ingin melihatku sampai
di sana dengan utuh."
Ezio tersenyum, tapi tidak menjawab. Dia malah
berkata, "Aku perhatikan kau masih mengerjakan perkakas
kelelawar itu." "Eh?" "Kau tahu maksudku."
"Oh, itu. Bukan apa-apa. Hanya sesuatu yang sedang iseng
aku kerjakan. Tapi aku tidak bisa meninggalkannya."
"Apa itu?" Leonardo merasa enggan. "Aku tidak begitu suka
membicarakan sesuatu yang belum siap?"
284 "Leonardo! Kau bisa memercayaiku, tentu saja." Ezio
merendahkan suaranya. "Lagi pula, aku sudah memercayaimu
rahasiaku." Leonardo bergulat dengan dirinya sendiri, lalu menjadi
lebih rileks. "Baiklah, tapi kau tidak boleh memberi tahu
siapa-siapa." "Promesso." "Siapa pun akan berpikir kau gila kalau kau memberi tahu
mereka." Leonardo melanjutkan, tapi suaranya bersemangat.
"Dengar. Aku rasa aku telah menemukan cara untuk
membuat manusia bisa terbang!"
Ezio menatapnya dan tertawa dengan tidak percaya
seluruhnya. "Aku bisa melihat akan datang saatnya kau akan ingin
menghapus senyum itu dari wajahmu," kata Leonardo
dengan santun. Leonardo mengubah topik pembicaraan kemudian, lalu
memulai berbicara tentang Venesia, La Serenissima, terpencil
dari Italia yang lainnya dan sering lebih condong ke arah
timur daripada barat, baik dalam perdagangan maupun
kegelisahan karena Kerajaan Ottoman Turki memegang
kekuasaan sejauh setengah jalan ke pantai utara laut
Adriatic hari-hari ini. Dia membicarakan kecantikan dan
pengkhianatan Venesia, tentang pengabdian kota tersebut
terhadap pembuatan uang, tentang richessenya, konstruksinya
yang aneh"kota berisi kanal-kanal yang timbul dari tanah
rawa dan dibangun di atas fondasi ratusan ribu pancang
kayu besar"kesadisannya, kemandiriannya, dan kekuatan
285 politiknya. Tiga ratus tahun sebelumnya, Doge1
Venesia telah mengalihkan seluruh Perang Salib dari Tanah Suci untuk
melayani tujuan-tujuannya sendiri, untuk menghancurkan
semua persaingan dan pertentangan komersial dan militer
terhadap negara kotanya, dan menundukkan Byzantine ke
hadapannya. Dia berbicara tentang rahasia, sungai mati yang
sehitam tinta, palazzo-palazzo menjulang yang diterangi lilin,
dialek aneh bahasa Italia yang mereka gunakan, keheningan
yang berdiam, keindahan dari gaun mereka yang mencolok,
para pelukis mereka yang menakjubkan. Dia juga berbicara
dengan semangat tentang pangeran Giovanni Bellini, kepada
siapa Leonardo akan bertemu. Dia juga berbicara tentang
musik, festival-festival bertopeng, kemampuan berkilau mereka
untuk pamer, penguasaan mereka terhadap seni meracuni.
"Dan semua ini," dia menyimpulkan, "aku tahu hanya dari
buku. Bayangkan bagaimana hal sebenarnya nanti."
Pasti kotor dan manusiawi, pikir Ezio dengan dingin.
Seperti di mana pun tempat lainnya. Tapi dia menunjukkan
senyum setuju kepada temannya. Leonardo adalah seorang
pemimpi. Mereka sebaiknya dibiarkan bermimpi.
Mereka telah memasuki sebuah ngarai, dan suara mereka
bergema pada sisi-sisinya yang berbatu. Ezio meninjau
puncak-puncak tebing yang membatasi mereka pada kedua
sisi, lalu mendadak tegang. Para penunggang kuda telah
pergi duluan, tapi seharusnya dia bisa mendengar, di tempat
terkurung ini, mendengar gemerencing kuda mereka. Tapi
tidak ada suara yang terdengar. Kabut tipis telah muncul,
Salah satu variasi dialek Italia dari kata duke.
286 bersamaan dengan udara dingin yang mendadak, tapi tidak
ada yang meyakinkannya. Leonardo tidak menyadarinya,
tapi Ezio dapat melihat bahwa para pengurus gerobak juga
menjadi tegang, dan mencari-cari dengan waspada.
Mendadak, kerikil kecil jatuh berhamburan menuruni
sisi berbatu ngarai itu, membuat kuda Ezio mengangkat
kaki karena ketakutan. Ezio mendongak, sekilas memandang
matahari yang tidak berbeda, tinggi di atas, menjadi latar
belakang bagi elang yang sedang melayang tinggi.
Bahkan sekarang Leonardo sadar. "Apa yang salah?"
dia bertanya. "Kita tidak sendirian," kata Ezio. "Mungkin ada pemanah
musuh di tebing di atas kita."
Tapi kemudian dia mendengar suara langkah kaki yang
menggelegar dari beberapa ekor kuda, mendekati mereka
dari belakang. Ezio memutar kudanya, lalu melihat setengah lusin
pasukan berkuda sedang mendekat. Bendera yang mereka
bawa bergambar salib merah pada perisai kuning.
"Borgia!" Ezio menggumam, menarik pedangnya ketika
sebuah anak panah busur menghantam sisi gerobak. Para
pengurus gerobak itu sudah kabur ke jalanan di depan,
dan bahkan lembu-lembunya terpengaruh. Kedua binatang
itu berjalan pelan dengan berisik atas kehendak mereka
sendiri. "Pegang tali kekang dan jaga mereka supaya tetap
maju," Ezio berseru kepada Leonardo. "Mereka mengejar
aku, bukan kau. Terus saja maju, apa pun yang terjadi!"
287 Leonardo bergegas mematuhi begitu Ezio menunggang ke
belakang untuk menemui orang-orang berkuda itu. Pedangnya,
salah satu milik Mario, sangat seimbang pada pangkalnya,
dan kudanya lebih ringan dan mudah bergerak daripada
musuh-musuhnya. Tapi mereka berbaju pelindung dengan
baik, dan tidak akan ada kesempatan untuk menggunakan
pedang-pedang Codexnya. Ezio menendang paha kudanya,
mendorongnya ke dalam pasukan musuh. Merunduk rendah
di pelana, Ezio menabrak kelompok itu dengan keras,
daya serangnya menyebabkan dua di antara kuda-kuda
tersebut mengangkat kaki depan dengan liar. Kemudian adu
pedang terjadi dengan keras. Bagaimanapun juga, pengikat
pelindung yang dia pakai pada lengan kirinya mengelakkan
banyak serangan, dan dia bisa mengambil keuntungan dari
keterkejutan seorang musuh ketika melihat bahwa serangannya
tidak berpengaruh, sehingga bisa memasukkan serangannya
sendiri yang berarti. Tidak lama sebelum dia menjatuhkan empat pria dari
kudanya, menyisakan dua orang yang berputar dan mencoba
pulang ke mana pun mereka berasal. Tapi kali ini Ezio tahu
bahwa dia tidak boleh memberikan kesempatan kepada
seorang pun untuk kembali kepada Rodrigo. Ezio memacu
kudanya untuk mengejar mereka, memotong yang pertama,
lalu yang lainnya, hingga mereka terjatuh dari kuda saat
Ezio menangkap mereka. Ezio mencari-cari di dalam tubuh-tubuh itu dengan
cepat, tapi tidak ada yang menarik perhatian. Kemudian Ezio
menyeret mereka ke samping jalan dan menutupi mereka
288 dengan batu-batuan. Dia menaiki kudanya kembali, lalu
menunggang lagi. Dia hanya berhenti untuk membersihkan
jalanan dari jasad-jasad lain dan memberi mereka pemakaman
seadanya, setidaknya cukup untuk menyembunyikan mereka,
dengan batu-batu dan semak-semak yang ada di situ. Tidak
ada yang bisa dia lakukan dengan kuda-kuda mereka, yang
kini sudah melarikan diri.
Ezio telah lolos dari pembalasan Rodrigo sekali lagi, tapi
dia tahu bahwa kardinal Borgia itu tidak akan menyerah
sampai yakin tentang kematiannya. Ezio menendang paha
kudanya, lalu melaju untuk bergabung kembali dengan
Leonardo. Ketika dia menyusulnya, mereka mencari para
pengurus gerobak dan memanggil-manggil nama mereka
dengan sia-sia. "Aku membayar mereka uang jaminan yang besar untuk
gerobak dan lembu-lembu ini," Leonardo menggerutu. "Aku
kira aku tidak akan pernah melihat uangku lagi."
"Jual saja di Venesia."
"Bukankah mereka menggunakan gondola di sana?"
"Ada banyak pertanian di daratannya."
Leonardo menatap Ezio. "Demi Tuhan, Ezio, aku suka


Assasins Credd Karya Oliver Bowden di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang yang praktis!"
Perjalanan melintasi negeri mereka berlanjut, melewati
kota kuno Forl" yang sekarang menjadi negara kota kecil
dengan kedaulatan mereka sendiri, lalu ke Ravenna dan
pelabuhannya di tepi pantai yang terletak beberapa kilometer
setelah itu. Di sana mereka naik kapal, sebuah kapal dayung
dalam perjalanannya dari Ancona ke Venesia, dan begitu
289 mereka memastikan bahwa tidak ada orang di kapal yang
membahayakan mereka, Ezio menjadi sedikit lebih rileks. Tapi
dia sadar, bahkan di atas sebuah kapal yang relatif kecil
seperti itu, tidak akan terlalu sulit untuk menggorok leher
seseorang pada malam hari dan membuang tubuh mereka
ke dalam air yang berwarna biru gelap, dan memperhatikan
dengan saksama setiap orang yang masuk dan keluar di
setiap pelabuhan kecil yang mereka hampiri.
Bagaimanapun juga, mereka tiba beberapa hari kemudian
di galangan kapal Venesia tanpa kejadian berarti. Hanya
di sinilah Ezio menghadapi rintangan berikutnya, dan itu
datang dari sumber yang tidak disangka-sangka.
Mereka telah turun dan sedang menunggu feri setempat
yang akan membawa mereka ke kota pulau. Feri itu tiba pada
waktunya, dan para pelaut membantu Leonardo memindahkan
gerobaknya ke atas kapal, yang nyaris terbenam akibat beratnya.
Kapten feri memberi tahu Leonardo bahwa beberapa staf
Conte da Pexaro akan menunggu di atas dermaga untuk
menunjukkan jalan ke tempat tinggal barunya, dan dengan
membungkuk dan tersenyum menolongnya naik ke kapal.
"Kau punya surat izinmu, tentu saja, signore?"
"Tentu," kata Leonardo sambil menyerahkan secarik
kertas kepada pria itu. "Kalau kau, Tuan?" kapten itu bertanya dengan sopan,
berbalik kepada Ezio. Ezio tersentak. Dia telah tiba tanpa undangan, tidak
menyadari hukum setempat. "Tapi" aku tidak punya surat
izin," katanya. 290 "Tidak apa-apa," Leonardo menyela, berbicara kepada
kapten. "Dia bersamaku. Aku bisa menjaminnya dan aku
yakin Conte?" Tapi kapten itu mengangkat sebelah tangan. "Aku
menyesal, signore. Peraturan Dewan Kota sangat jelas. Tidak
ada yang boleh memasuki Kota Venesia tanpa surat izin."
Leonardo hendak memprotes, tapi Ezio menghentikannya.
"Jangan khawatir, Leonardo. Aku akan mencari cara untuk
mengatasinya." "Aku harap aku bisa membantumu, Tuan," kata kapten
itu. "Tapi aku harus menaati perintah." Dengan suara
yang lebih keras diarahkan kepada para penumpang secara
umum, dia mengumumkan, "Perhatian! Perhatian! Feri akan
berangkat pada tembakan kesepuluh!"
Ezio tahu bahwa waktunya tinggal sedikit.
Perhatiannya teralih kepada pasangan yang berpakaian
sangat rapi yang telah dia perhatikan bergabung dengan
kapal dayung pada waktu yang sama dengannya, yang
telah menggunakan kabin terbaik, dan sangat memisahkan
diri. Sekarang mereka sendirian di kaki salah satu tiang
jembatan, di mana gondola-gondola pribadi ditambatkan,
dan jelas sedang bertengkar dengan sengit.
"Sayangku, tolonglah?" pria itu berkata. Dia jenis
bertampang lemah dan dua puluh tahun lebih tua daripada
pendampingnya, yaitu seorang wanita berambut merah yang
bersemangat dengan mata menyala-nyala.
"Girolamo" kau bodoh sekali! Tuhan tahu kenapa
aku menikahimu, tapi Dia juga tahu seberapa banyak aku
291 menderita sebagai hasilnya! Kau tidak pernah berhenti
mencari kesalahan, kau mengurungku seperti ayam di dalam
kota provinsimu yang kecil, dan sekarang" sekarang! Kau
bahkan tidak bisa mengatur sebuah gondola untuk membawa
kita ke Venesia! Dan ketika aku berpikir bahwa pamanmu
adalah Paus hina itu, tidak lebih parah lagi! Kau pikir
kau bisa menggunakan semacam pengaruh. Tapi lihatlah
kau sekarang" tulang punggungmu sama seperti seekor
siput!" "Caterina?" "Jangan berkata "Caterina" kepadaku, dasar kodok!
Suruh saja orang-orang itu mengurus bagasi kita dan demi
Tuhan, bawa aku ke Venesia. Aku butuh mandi dan aku
butuh anggur!" Girolamo mengendalikan diri. "Aku punya pikiran bagus
untuk meninggalkanmu di sini dan pergi ke Pordenone
tanpamu." "Seharusnya kita lewat darat saja."
"Terlalu berbahaya, melakukan perjalanan lewat
darat." "Ya! Untuk makhluk penakut sepertimu!"
Girolamo terdiam saat Ezio melanjutkan untuk menonton.
Kemudian dia berkata dengan licik. "Kenapa kau tidak
masuk ke dalam gondola ini?" dia menunjuk satu, "lalu
aku langsung mencarikan sepasang pendayung gondola."
"Hmmn! Punya otak juga akhirnya!" ia menggeram dan
membiarkan pria itu membantunya naik ke dalam perahu.
Tapi begitu ia duduk, Girolamo dengan cepat melempar
292 rantainya dan mendorong perahu itu dengan kuat, mengirim
gondola itu lepas ke perairan.
"Buon viaggio!" dia berseru dengan keji.
"Bastardo!" wanita itu membalas. Kemudian, menyadari
keadaannya, ia mulai berteriak, "Aiuto! Aiuto!" Tapi Girolamo
sedang berjalan kembali ke tempat sekumpulan pembantu
berkumpul dengan tidak jelas di sekeliling tumpukan bagasi,
dan mulai menyuruh-nyuruh mereka. Sekarang dia pergi
bersama mereka dan bagasi itu ke bagian lain dermaga
tersebut, di mana dia mulai mengatur sebuah feri pribadi
untuk dirinya sendiri. Sementara itu, Ezio menyaksikan keadaan Caterina yang
gawat. Jelas bahwa Ezio setengah geli, tapi juga setengah
cemas. Wanita itu memelototinya.
"Hei, kau! Jangan berdiri saja di sana! Aku butuh
bantuan!" Ezio melepaskan pedangnya, membuka sepatu dan baju
atasannya, lalu menyelam.
Kembali ke dermaga, Caterina yang tersenyum mengulurkan
tangan kepada Ezio yang basah kuyup. "Pahlawanku,"
katanya. "Itu bukan apa-apa."
"Aku bisa saja tenggelam! Itu sajalah yang porco itu
pedulikan!" Ia menatap Ezio dengan penuh penghargaan.
"Tapi kau! Ya ampun, kau pasti kuat. Aku tidak percaya
293 bagaimana kau bisa berenang kembali dengan menarik
gondola itu dengan aku di dalamnya."
"Seringan bulu," kata Ezio.
"Gombal!" "Maksudku, perahu itu sangat bagus keseim"bangannya?"
Caterina mengerutkan dahi.
"Kehormatan bagiku untuk melayanimu, signora," Ezio
menyelesaikan dengan canggung.
"Aku harus membalas budimu suatu hari," kata wanita
itu dengan mata yang penuh makna di balik kata-katanya.
"Siapa namamu?"
"Auditore, Ezio."
"Aku Caterina." Ia berhenti. "Kau sedang menuju ke
mana?" "Aku hendak ke Venesia, tapi aku tidak punya surat
izin, jadi ferinya?"
"Basta!" Ia menyela Ezio. "Jadi petugas kecil ini tidak
membiarkanmu naik, begitu kan?"
"Ya." "Kita lihat saja nanti!" Dengan marah ia menyusuri
tembok penahan air tanpa menunggu Ezio untuk mengenakan
sepatu dan baju atasannya. Ketika Ezio menyusulnya, wanita
itu telah sampai di feri dari apa yang bisa didengar oleh Ezio,
wanita itu sedang memarahi seorang pria yang gemetaran.
Ketika tiba di sana, Ezio hanya dapat mendengar kapten itu
sedang mengoceh dengan cara yang paling merendah, "Ya,
Altezza. Tentu saja, Altezza. Terserah katamu, Altezza."
294 "Sebaiknya turuti kata-kataku! Kecuali kau ingin
kepalamu ditusuk paku! Ini dia orangnya! Pergilah dan ambil
kudanya dan barang-barangnya! Ayo! Dan perlakukan dia
dengan baik! Aku akan tahu tentang itu kalau kau tidak
melakukannya!" Kapten itu bergegas. Caterina berbalik kepada Ezio. "Nah, kau lihat" Sudah
beres!" "Terima kasih, Madonna."
"Balasan yang baik?" Ia menatap Ezio. "Tapi aku
harap jalan kita berpapasan lagi." Ia mengulurkan sebelah
tangannya. "Aku dari Forl". Datanglah kapan-kapan. Aku
akan senang menyambutmu." Ia hendak berangkat.
"Bukankah kau akan pergi ke Venesia juga?"
Wanita itu menatapnya lagi, lalu menatap feri. "Naik
rongsokan ini" Jangan bercanda denganku!" Maka pergilah
ia, berlayar di dermaga ke arah suaminya, yang baru saja
memuat bagasi terakhir mereka.
Kapten itu bergegas sambil membimbing kuda Ezio.
"Ini dia, Tuan. Aku minta maaf sedalam-dalamnya, Tuan.
Kalau saja aku tahu, Tuan?"
"Aku perlu kudaku dikandangi ketika kita tiba."
"Dengan senang hati, Tuan."
Ketika feri itu ditarik dan lepas layar melintasi air danau
yang berwarna timah, Leonardo, yang telah menyaksikan
seluruh kejadian tersebut, berkata dengan masam, "Kau
tahu tadi siapa, kan?"
295 "Aku tidak akan keberatan kalau dia adalah perebutanku
berikutnya," Ezio tersenyum.
"Kalau begitu, berhati-hatilah! Itu adalah Caterina Sforza,
putri dari Duke Milan. Dan suaminya adalah Duke Forl",
dan keponakan sang Paus."
"Siapa namanya."
"Girolamo Riario."
Ezio terdiam. Nama belakang itu mengingatkannya akan
sesuatu. Kemudian dia berkata, "Yah, pria itu menikahi
seorang wanita yang penuh semangat."
"Seperti yang aku katakan," Leonardo membalas.
"Berhati-hatilah."
296 Pada tahun 1481, Venezia secara keseluruhan adalah tempat
yang baik, di bawah kekuasaan yang mantap oleh Doge
Giovanni Mocenigo. Ada kedamaian dengan Turki, kota
makmur dengan rute-rute perdagangan lewat laut dan darat
yang aman, para investor bersemangat karena suku bunga
cukup tinggi dan penabung senang. Gereja juga kaya, dan
seniman-seniman mekar di bawah bantuan ganda dari
pelanggan gereja dan duniawi.
Kota itu, kaya dari rampasan besar dari Konstantinopel
setelah Perang Salib Keempat, dialihkan oleh Doge Dandolo
dari tujuan utamanya, telah menundukkan Byzantium,
memamerkan barang rampasan tanpa malu. Empat kuda
297 perunggu yang dijajarkan di sepanjang bagian atas muka
Katedral St Mark"s Basilica adalah yang paling mencolok.
Tapi Leonardo dan Ezio, tiba di Molo pada pagi awal
musim panas, tidak mengetahui masa lalu kota tersebut
yang hina, pengkhianat, dan pencuri. Mereka hanya melihat
kejayaan marmer merah muda dan tembok Palazzo Ducale,
lapangan luas yang meraih ke depan dan ke kiri, menara
lonceng dari bata dengan ketinggian yang menakjubkan.
Dan orang-orang Venesia sendiri yang agak berisi, di
dalam pakaian gelap mereka yang berlalu dengan cepat
seperti bayang-bayang di sepanjang terra ferma, atau sedang
berlayar melewati kanal labirin mereka yang berbau tidak
sedap di dalam bermacam-macam perahu, dari gondola yang
anggun sampai kapal barang yang kaku. Kapal barang itu
dimuati dengan segala macam produk dari buah-buahan
sampai bata. Para pelayan Conte da Pexaro memberi makan lembu"lembu Leonardo, lalu atas saran pria itu mereka juga
memberi makan kuda Ezio. Mereka pun berjanji akan
mengatur penginapan yang sesuai bagi anak bankir muda
dari Florence tersebut. Kemudian mereka bubar, meninggalkan
seorang pelayan pria muda yang gemuk dan pucat. Matanya
menonjol dan kausnya basah akibat keringat, dan senyumnya
bisa membuat sirup yang manis menjadi madu.
"Altezze," dia tersenyum simpul sambil mendekati mereka.
"Izinkan aku memperkenalkan diri. Aku Nero, funzionario
da accoglienza pribadi sang Conte. Tugas dan kesenangan
sayalah untuk menawarkanmu perkenalan singkat kepada
298 kota kebanggaan kami sebelum Conte menerimamu?" di
sini Nero melihat dengan gugup di antara Leonardo dan
Ezio, berusaha memutuskan yang mana di antara kedua
pria itu yang merupakan seniman yang ditugaskan, dan
untungnya dia menetap pada Leonardo, yang kelihatan
lebih tidak seperti petarung, ?" Messer Leonardo, untuk
segelas Veneto sebelum makan malam, yang hidangannya
akan Messer santap di ruang makan pelayan atas." Dia
membungkuk dan menunduk lebih dalam, sebagai tanda
baik. "Gondola kami menunggu?"
Dalam setengah jam berikutnya, Ezio dan Leonardo bisa"
sebenarnya, wajib"menikmati kecantikan La Serenissima dari
tempat terbaik yang mungkin untuk menikmatnya"sebuah
gondola, dengan ahli diatur oleh para pendayung depan dan
belakang. Tapi kenikmatan itu dikacaukan oleh penjelasan
Nero yang panjang lebar dan tiada henti. Meskipun tertarik
dengan kecantikan dan arsitektur tempat ini, Ezio yang
masih basah setelah menyelamatkan Madonna Caterina, dan
lelah, berusaha untuk melindungi dirinya dengan tidur dari


Assasins Credd Karya Oliver Bowden di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

monolog Nero yang menjemukan. Tapi tiba-tiba dia tersentak
terbangun. Sesuatu telah menarik perhatiannya.
Dari tepi kanal, tidak jauh dari istana Marchese de
Ferrara, Ezio mendengar suara-suara tinggi. Dua petugas
bersenjata sedang bersitegang dengan seorang pengusaha.
"Kau sudah diminta untuk tinggal di rumah, Tuan,"
kata salah satu yang mengenakan seragam.
"Tapi aku sudah membayar sewa. Aku punya hak untuk
menjual barang dagangan di sini."
299 "Maaf, Tuan, tapi itu melanggar peraturan baru Messer
Emilio. Aku khawatir kau berada di dalam situasi yang
serius, Tuan." "Aku akan naik banding ke Dewan Sepuluh!"
Suro Buldog 2 Detektif Stop - Pengkhianatan Di Lembah Neraka Mustika Serat Iblis 3
^