Anna Karenina 8

Anna Karenina Jilid 1 Karya Leo Tolstoi Bagian 8


Kini, dalam hidup menyendiri di desa, makin lama makin sering i a menyadar i adanya kegembiraan itu. Sering, sewaktu memandang anakanak itu, ia melakukan segala yang mungkin baginya untuk meyakinkan diri bahwa ia sedang tersesat, dan bahwa sebagai seorang ibu ia terlalu
mencurahkan perhatian kepada anak-anak, namun tak sanggup ia tak mengatakan pada dirinya bahwa i a punya anak-anak yang manis, semua saja, keenamnya; semuanya, dengan berbagai kepribadiannya, adalah anak-anak yang jarang didapat; dan berbahagialah i a dengan mereka dan banggalah ia terhadap mereka.
VIII Akhirnya bulan Me i, semua keadaan lebih-kurang sudah heres, ia beroleh jawaban suaminya mengenai keluhan-keluhan sekitar ketidakberesan di desa itu. Suaminya menulis surat berisi permintaan maaf karena tak memikirkan semua itu. Dan ia berjanji akan datang begitu kesempatan ada. Ternyata kesempatan tak juga datang, dan sampai awal Juni Darya Aleksandrovna tinggal sendiri di desa.
Pada hari Santo Petrus yang jatuh pada Minggu, Darya Aleksandr pergi menghadirkan semua anaknya dalam acara misa. Darya Aleksandrovna, dalam percakapan intim bersifat filosofis dengan adiknya, ibunya, atau teman-temannya, seringkali mengherankan mereka dengan sikap bebasnya terhadap agama. Ia punya agama sendiri, yaitu metempsikosis yang sangat dipercayainya, sementara ia sedikit saja mau berurusan dengan dogma-dogma gereja. Tapi di rumah ia memenuhi semua tuntutan agama dengan ketat-dan itu bukan hanya untuk sekadar memberikan contoh, melainkan memang dari lubuk hatinya, juga karena anak-anaknya sudah sekitar setahun tak pernah mendapat sakramen, dan itu sangat menggelisahkannya; dengan dukungan dan simpati Matryona Filimonovna ia pun memutuskan untuk melaksanakan hal itu sekarang, musim panas i n i.
Beberapa minggu sebelumnya, Darya Aleksandrovna sudah mem pakaian semua anaknya. Gaun-gaun telah di jahit, dirombak dan dicuci, keliman dan lipatan dilepaskan, kancing dilekatkan dan pitapita disiapkan. Hanya gaun untuk Tanya, jahitan si perempuan Inggris, yang telah menghabiskan banyak tenaga Darya Aleksandrovna. Ketika menjahit gaun itu kembali, perempuan Inggris itu membuat kelokan bukan d i tempatnya, dan jahitan itu terlalu mengerutkan lengan gaun sehingga betul-betul merusa n gaun. Bahu Tanya jadi demikian terjepit gaun itu, sehingga betul-betul tak enak dipandang mata. Tapi Matryona Filimonovna mendapat memberikan ganjalan dan membuatkan tutup bahu. Memang urusan itu bisa diselesaikan, tapi
dengan perempuan Inggris itu hampir saja terjadi pertengkaran. Pagi harinya semua sudah heres, dan menjelang pukul sembilan, waktu yang dim inta agar pendeta menanti mereka untuk mendapat sakramen, anakanak yang berseri gembira dan berpakaian rapi sudah berdiri di serambi di depan kereta menunggu ibunya.
Untuk kereta yang akan dipakai, yang dipasang bukan si Gagak, melainkan si Coklat-kelabu atas anjuran pengatur rumahtangga Matryona Filimonovna. Darya Aleksandrovna agak terlambat karena lama bersolek. Ia mengenakan gaun kain muslin putih, dan kini ia keluar rumah untuk naik ke kereta.
Darya Aleksandrovna menyisir dan berpakaian dengan sebaikbaiknya dan sebisa-bisanya. Dulu ia berp untuk diri sendiri agar tampak cantik dan menyenangkan; kemudian, makin ia menua makin tak menyenangkan baginya berpakaian; ia melihat, betapa wajahnya makin memburuk. Tapi sekarang ia berpakai an dengan senang hati dan penuh perasaan. Sekarang ia berpakaian bukan untuk diri sendiri, bukan demi kecantikan sendiri, tapi agar sebagai ibu anak-anak yang manis ia tidak merusak kesan umum terhadap dirinya. Ketika untuk terakhir kali i a memandang cermin, i a tetap merasa puas terhadap dirinya. Memang ia menarik. Bukan menarik seperti dulu ia ingin tampil menarik di bal, tapi menarik demi suatu tujuan yang sekarang terkandung dalam hatinya.
Di gereja tak ada siapa-siapa selain para petani, tukang kebun dan istri mereka. Tapi Darya Aleksandrovna melihat, atau barangkali hanya merasa melihat, adanya rasa kagum yang di timbulkan anak-anak dan dirinya di tengah-tengah orang banyak. Anak-anak itu baik , bukan hanya lantaran mereka mengenakan pakaian mentereng, tapi mereka manis-manis karena membawakan diri dengan baik. Memang Alyosha tak begitu baik berd irinya; ia terus-menerus menengok ke belakang mau meli hat jaket bagian bel ; tapi bagaimanapun juga, ia manis bukan main hari itu. Tanya berdiri seperti orang d a dan mengawasi adik-adiknya. Si adik Lilie tampak manis karena sikap kagumnya naif terhadap semua, dan sukar untuk tak tersenyum mendengar i a mengatakan: "Please some more," ketika ia sudah mendapat sakramen.
Pulang ke rumah anak-anak merasa bahwa sesuatu yang megah telah terjadi, dan mereka bersikap patuh sekali.
Semuanya berjalan baik pula di rumah; tapi ketika sedang makan pagi, Grisha temyata bersiul, dan lebih buruk lagi, ia membangkang aturan perempuan Inggris sehingga tak diperbolehkan makan pastel manis. Darya Aleksandrovna tak ingin pada hari seperti itu memberikan hukuman sekiranya ia ada di sana; tapi ia perlu berpegang teguh pada aturan perempuan Inggris itu, sehingga ia mengukuhkan keputusan si perempuan Inggris bahwa Grisha tidak akan mendapat pastel manis. Hal ini agak merusak kegembiraan mereka semua.
Grisha menangis dan mengatakan bahwa Nikolinka juga bersiul, tapi kenapa ia tak dihukum" Ia menangis bukan karena pastel-buat dia itu tak ada artinya-tapi karena diperlakukan tak ad.ii. Ini yang membuat Darya Aleksandr sedih, dan ia pun memutuskan akan mengampuni Grisha sesudah lebih dulu bicara dengan si perempuan Inggris, lalu pergilah ia menemui perempuan Inggris. Maka ketika ia melewati ruangan besar, tampak olehnya suatu pemandangan yang membuat hatinya penuh perasaan gembira hingga keluar ainnata, dan di ampuninya si terhukum.
Si terhukum duduk di ruangan besar, dekat jendela yang ada di sudut; di dekatnya berdiri Tanya memegang piring. Dengan dalih hendak memberi makan bonekanya, anak perempuan itu minta izin kepada perempuan Inggri s untuk membawa pastel bagiannya ke kamar anakanak, tapi pastel itu dibawanya untuk sang kakak. Sambil terus menangis karena tak ad ilnya hukuman yang dijatuhkan kepadanya, Gr isha makan pastel yang dibawakan adiknya, dan d i sela-sela sedu-sedannya, katanya: "Kamu ikut makanjuga, kita makan sama-sama ... sama-sama."
Tanya mula-mula merasa kasihan kepada Grisha, kemudian menyadari perbuatan baiknya, dan akhirnya i a menangis juga; ia tak menolak dan ikut makan bagiannya.
Melihat ibunya datang mereka ketakutan, tapi ketika mereka memerhatikan wajah ibunya, mereka pun mengerti bahwa sesungguhnya mereka melakukan perbuatan yang baik; mulailah mereka ketawa, dan dengan mulut masih penuh pastel mereka mulai menghapus bibimya yang tersenyum, dan mencemongi wajah yang berseri dengan airmata sekaligus dengan manisan.
"Astaga! Pakaian putih yang baru! Tanya! Grisha!" kata si ibu berusaha menyelamatkan pakaian mereka, tapi dengan mata basah karena airmata ia tersenyum nikmat penuh kemenangan.
Pakaian baru pun dilepas, kemudian untuk anak-anak perempuan, mereka disuruh mengenakan blus, sedangkan untuk anak laki-laki jaket
lama, lalu untuk kereta besar guna pergi mencari jamur dan ke tempat mandi suruh d ipasangkan si Coklat-kelabu (satu hal yang mengecewakan pengatur rumahtangga lagi). Suara sorak gembira terdengar dari dalam kamar anak-anak, dan tak juga berbenti sampai saat berangkat ke tern pat man di.
Jamur berhasil dikumpulkan satu keran jang penuh, bahkan Lllie menemukan jamur pohon birk. Oulu Miss Gull yang biasa menemukan dan kemudian menunjukkan jamur itu kepadanya; tapi sekarang i a sendiri menemukan jamur sekoci dari pohon birk yang besar itu; maka semua orang pun berteriak dengan gembira: "Lille dapat jamur sekoci!"
Kemudian mereka menuju ke sungai. Kuda-kuda dibawa ke bawah pohon birk, lalu mereka pergi mandi. Kusir Terentii menambatkan kuda yang mengibas-ngibaskan ekornya karena di gi git kutu pada sebuah pohon, kemudian berbaring di rumput di bawah bayangan pohon birk dan mulai merokok, sementara dar i tempat mandi tak henti-hentinya terdengar sorak-sorai anak-anak.
Walaupun mengawasi semua anak dan menghentikan senda gurau mereka merupakan pekerjaan yang merepotkan, walaupun sukar mengingat dan tak mempertukarkan semua kaos kaki, celana, dan terompah untuk kaki yang bennacam-macam itu, demikian pula melepas, membuka, dan menyimpulkan tali dan kancing, bagi Darya Aleksandr , yang memang amat senang mandi dan menganggapnya berfaedah untuk anak-anak, tak ada yang dirasakannya lebih nikmat daripada mandi bersama semua anak itu. Buat Darya Aleksandrovna, merupakan kenikmatan besar bisa meraba kaki-kaki kecil yang sintal, dan mengenakan kaos kaki ke kaki-kaki itu; kenikmatan besar memegang dan menceburkan tubuh-tubuh yang telanjang serta mendengar jeritan riang atau ketakutan; kenikmatan besar melihat wajah terengah dengan mata terbuka, ketakutan dan gembira, melihat malaikat-malaikat kec ilnya berkecipak dengan air.
separuh anak-anak telah berpakaian, datanglah di tempat mandi itu dengan takut-takut para perempuan yang berpakaian warnawarni. Mereka sengaja datang ke tempat itu untuk mencari tumbuhan snitka12 dan molochnik.13 Matryona Filimonovna memanggil seorang dari mereka untuk disuruh mengeringkan pakai an dalam dan kemeja
72 Snitka (Rus): Sejenis tumbuhan belebas. 73 Molochnik (Rus): Sejenis tumbuhan belebas.
yang terjatub ke air, dan Darya Aleksandrovna pun bercakap-cakap dengan para perempuan itu. Mereka ketawa saja sambil menutup mulut dengan tangan dan tak sanggup memabami pertanyaan yang d i a jukan, tapi tak lama kemudian mereka sudab lebib berani dan mau bercakapcakap, dan seketika itu mereka. pun menyatakan kagum kepada Darya Aleksandrovna karena anak-anak yang dimilikinya.
"Bukan main cantiknya, putih seperti gula," kata seorang yang waktu itu mengagumi Tanicbka sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Sayang kurns .... "
"Memang, babis sakit."
"Bukan main, tabu mandi juga, ya?" kata yang lain kepada anak yang tengab disusui.
"Tidak, dia barn tiga bulan," jawab Darya Aleksandrovna bangga. "Bukan main!"
"Tapi kamu punya anak tidak?"
"Ada, empat orang tadinya, tinggal dua: laki-perempuan. Barn babis puasa lalu saya sapib."
"Berapa umurnya?" "Tahun kedua. n
"Mengapa begitu lama kamu susui?" "Itu kebiasaan kita, tiga kali puasa .... "
Dan percakapan itu pun menjadi sangat menarik bagi Darya Aleksandrovna: Bagaimana melabirkan" Suami sakit apa dulu" Di mana suami sekarang" Apa sering datang"
Tak ingin rasanya Darya Aleksandrovna meninggalkan para perempuan itu, karena beg itu menarik bercakap-cakap dengan mereka, dan karena temyata minat mereka sama belaka. Tapi yang paling menyenangkan Darya Aleksandrovna adalab babwa ia bisa melibat dengan jelas betapa semua perempuan itu mengagumi banyaknya anak Darya Aleksandrovna, dan betapa anak-anak itu semua baik-ba ik. Para perempuan itu juga mengetawakan Darya Aleksandrovna dan perempuan Inggris. Dia inilab penyebab ketawa yang tak dipabami Darya Aleksandrovna. Seorang mereka yang masih muda mengamat-amati perempuan Inggris yang mengenakan pakai an paling akbi r, dan ketika mengenakan rok bawab yang ketiga, tak bisa lagi perempuan itu menaban d i r i untuk mengatakan: "Bukan main, berputar-putar, berputar-putar, dan terns berputar-putar!" katanya, dan semuanya tertawa terbabakbabak.
Dikelilingi semua anaknya yang telah mandi dengan rambut masih basah, Darya Aleksandrovna yang bertutup kepala sudah hampir tiba di rumah kusir mengatakan kepadanya:
"Ada seorang tuan sedang berjalan; rupanya orang Pokrovskoye." Darya Aleksandrovna melihat ke depan, dan g iranglah i a, karena waktu itu i a melihat sosok tubuh Levin yang dikenalnya berjalan menyongsong dia, mengenakan topi kelabu dan mantel kelabu pula. Levin selalu senang melihat Dolly, tapi sekarang ia lebih senang lagi karena bisa melihat perempuan itu dalam segala kemuliaannya. Tak ada orang lain kecuali Levin yang mampu memahami keagungan perempuan itu.
Melihat perempuan itu Levin seperti mendapati dirinya berada di hadapan satu dari banyak gambaran yang dimilikinya mengenai kehidupan keluarga di masa depan.
"Anda ini sepert i babon, Darya Aleksandrovna."
"Oh, alangkah senang hati saya!" kata Darya Aleksandrovna sambil mengulurkan tangan kepada Levin.
"Anda senang, tapi tak memberitahu saya. Abang saya tinggal di tempat saya. Saya dapat berita dari Stiva bahwa Anda ada di sini." "Dar i Stiva?" tanya Darya Aleksandrovna heran.
"Ya, dia tulis bahwa Anda telah pindah, dan menurut pendapatnya Anda senang mendapat pertolongan saya, entah dalam ha! apa," kata Levin, dan sesudah mengatakan itu mendadak ia jadi bingung. Ia berhenti bicara, dan tanpa berkata-kata ia pun berjalan di samping kereta sambil menggigit-gigit pucuk daun linden yang baru dipetiknya. Ia jadi bingung akibat kata-katanya, yang menyatakan bahwa Darya Aleksandrovna akan senang mendapat bantuan orang ketiga untuk menyelesaikan persoalan yang seharusnya diselesaikan oleh suaminya. Darya Aleksandrovna memang kurang senang dengan tingkah Stepan Arkadyich yang menyangkutkan persoalan keluarga kepada orang lain. Dan seketika ia pun paham bahwa Levin menangkap ha! itu. J karena ketajaman pengertian dan kehalusan perasaannya itu Darya Aleksandr menyukai Levin.
"Dengan sendirinya saya pun mengerti," kata Levin, "bahwa itu artinya Anda ingin bertemu saya. Karena itu saya merasa sangat senang. Dengan sendirinya saya pun maklum, bagi Anda sebaga i seorang nyonya
yang tinggal di kota, keadaan di sini betul-betul terasa kacau, meskipun begitu, kalau memang diperlukan, saya selalu siap membantu Anda."
"Ah, tidak!" kata Dolly. "Pada awalnya memang kurang menyenangkan, tapi sekarang semuanya sudah bisa dibereskan dengan baik oleh bibi saya yang tua itu," katanya sambil menunjuk Matryona Filimonovna. Matryona Filimonovna tahu bahwa mereka berdua membicarakan di rinya, dan ia pun tersenyum gembira dan ramah kepada Levin. Perempuan itu mengenal Levin, dan ia pun tahu bahwa Levin adalah teman baik tuannya, karena itu ia berharap urusan mereka bisa selesai dengan baik.
"Silakan na ik, di sini kita bisa berdesakan," katanya kepada Levin. "Tidak, saya jalan kaki saja. Hei, anak-anak, siapa mau lomba lawan kuda bersama saya ?"
Anak-anak itu hampir tak mengenal Levin, dan mereka tak ingat perjumpaannya dengan Levin, tapi kepada Levin mereka tak menunjukkan rasa enggan dan benci yang aneh dan sering dipunyai anakanak terhadap orang dewasa yang suka pura-pura dan sering membikin mereka sangat jengkel. Kepura-puraan dalam ha! apapun bisa menipu orang yang paling pandai dan tajam otaknya; tapi anak-anak mampu menangkap sikap pura-pura itu betapapun disembunyikan, dan ia pun jadi benci karena sikap itu. Apapun kekurangan Levin, ia tak punya tanda-tanda berpura-pura, sehingga anak-anak menunjukkan sikap bersahabat, sikap yang juga mereka temukan di wajah ibunya. Mendengar ajakan Levin, dua anak besar se itu melompat turun kereta dan mendekat, lalu berlari bersama Levin dengan sikap seolah Levin adalah bibinya, Miss Gull atau ibunya. Lilie pun minta ikut dengan Levin, karena itu ibuny.a menyerahkannya kepada Levin. Levin kemudian mendudukkan si anak di bahu dan berlari bersama.
"Jangan khawatir, jangan khawatir, Darya Aleksandrovna!" kata Levin sambil tersenyum gembira kepada ibunya. "Saya tidak akan membuat Iuka atau jatuh."
Dan melihat gerakan Levin yang cekatan, bertenaga, berhati-hati, dan penuh perhatian, sang ibu pun tenang, dan tersenyum gembira menyetujui.
Di sini, di desa bersama anak-anak dan Darya Aleksandrovna yang simpatik, Levin mulai merasakan hal yang sering didapatnya dalam diri, yaitu semangat gembira kekanak-kanakan, satu ha! yang sangat disenangi Darya Aleksandrovna. Sambil berlari bersama ia mengajar anak-anak itu,
menggembirakan Miss Gull dengan babasa Inggrisnya yang buruk, dan bercerita kepada Darya Aleksandrovna tentang pekerjaannya di desa.
Sesudab makan siang, sudab duduk sendirian bersama Levin di balkon, Darya Aleksandrovna pun mulai bicara tentang Kitty.
"Anda sudah tahu belum" Kitty akan datang ke sini dan tinggal bersama saya selama musim panas."
"Betul?" kata n dengan wajah memerah, dan untuk mengubah percakapan seketika ia pun meng:atakan: "Jadi, bagaimana kalau saya kirimkan pada Anda dua ekor sapi" Kalau Anda ingin hitung-hitungan, silakan membayar lima rube! sebulan; itu kalau Anda tak merasa malu." "T idak, terimakasih banyak. Kami sudah ada."
"Kalau begitu saya ingin melihat sapi Anda, dan kalau Anda mengiz inkan, akan saya tunjukkan bagaimana cara memberi makan. Yang penting itu makanannya."
Kemudian untuk sekadar membelokkan percakapan, Levin bercerita tentang teori produksi susu, yang pada dasarnya menganggap sapi sebagai semata-mata mesin pemroses makanan ternak jadi susu dan sebagainya.
Ia bercerita tentang susu, tapi dalam h a t i i a ingin sekali mendengar keterangan lebih lanjut mengenai Kitty, walaupun sekaligus i a takut mendengar keterangan itu. Ia merasa ngeri bahwa ketenangan yang telah diperolehnya dengan susah-payah itu kini akan porak-poranda.
"Ya, memang semua itu harus diurus; lalu siapa yang akan mengurus?" jawab Darya Aleksandr ogah-ogahan.
Sekarang i a mengurus rumahtangga lewat Matryona Filimonovna, dan ia tak ingin melakukan perubahan apapun terhadapnya; lagi pula i a tak memercayai pengetahuan Levin mengenai pertanian. Pendapat Levin bahwa sapi adalah mesin pembuat susu terasa mencurigakan. la merasa, jalan p seperti itu hanya akan mengacaukan pertanian. la merasa, semua urusan itu lebih sederhana: seperti diterangkan Matryona Filimonovna, bahwa yang perlu dilakukan hanyalah memberi makanan dan minuman lebib banyak pada si Pestrukba dan si Belopakba, dan agar juru masak tak mengeluarkan air kotor dari dapur untuk diberikan pada sapi tukang dobi. Itu jelas. Sedan.gkan jalan pikiran tentang makanan dari tepung dan rumput, itu meragukan dan tak jelas. Tapi yang penting, sebetulnya Darya Aleksandrovna ingin bicara tentang Kitty.
"Kitty menulis pada saya bahwa tak ada yang lebih diharapkannya daripada kesendi rian dan ketenangan," kata Dolly sesudah keduanya diam beberapa waktu.
"Apa kesehatannya sudah lebih baik?" tanya Levin resah. "Syukurlah, ia sudah sembuh sam i. Saya betul-betul tak percaya bahwa ia punya penyakit dada."
"Senang sekali mendengarnya!" kata Levin, dan ketika ia mengatakan itu dan menatap Dolly tan pa berkata-kata, Dolly pun melihat nada haru dan tak berdaya di wajab Levin.
"Perlu saya tanyakan, Konstantin Dmitrich,'' kata Darya Aleksandrovna sambil tersenyum simpatik dan agak menertawakan Levin, "kenapa Anda marah pada Kitty?"
"Saya" Saya tak marah," kaita Levin.
"Ah, Anda memang marah. Kenapa Anda tak singgah ke tempat kami atau ke tempat mereka ketika Anda ada di Moskwa?"
"Darya Aleksandrovna," kata Levin yang memerah wajahnya sampai ke akar rambut. "Saya bahkan heran, bahwa dengan kebaikan hati Anda itu, Anda tak merasakannya. Bagaimana Anda tak kasi han pada saya, padahal Anda tahu .... "
"Apa yang saya ketahui?"
"Anda tabu babwa saya telab mengajukan lamaran dan ditolak," ujar Levin, dan rasa mesra terbadap Kitty yang semenit sebelumnya memenuhi dirinya kini berubah jadi rasa marah atas penghinaan yang diterimanya.
"Kenapa Anda menyangka saya tabu itu?" "Karena semua orang tahu itu."
"Ha, di sinilah Anda keliru; saya tak tahu itu, meskipun saya memang menduga."
"Nab! Sekarang Anda tahu."
"Yang saya tahu u itu cuma ada sesuatu yang terjadi, dan ia sangat tertekan, lalu ia minta saya tak bicara tentang itu. Kalau ia tak mengatakan pada saya, berarti ia tak mengatakan juga pada siapapun. Tapi apa yang sebetulnya terjadi dengan Anda waktu itu" Coba ceritakan pada saya."
"Sudah saya katakan apa yang terjadi." "Kapan?"
"Ketika saya mengunjungi Anda terakhir kali."
"Tahu tidak, apa yang mau saya katakan pada Anda?" kata Darya Aleksandrovna. "Saya betul-betul kasihan padanya. Sedangkan Anda menderita cuma karena sikap tinggi hati.. .. "
"Mungkin juga," kata Levin, "tapi.. .. " Darya Aleksandrovna men nya.
"Tapi, terhadap anak malang, itu, bukan main kasihan saya. Sekarang saya mengerti semuanya."
"Nab, Darya Aleksandrovna, maafkan saya," kata Levin sambil berdiri. "Selamat tinggal! Darya Aleksandrovna, sampai ketemu lag i."
"Tidak, tunggu dulu," kata Darya Aleksandrovna sambil menangkap lengan baju Levin. "Tunggu dulu, duduklah dulu."
"Saya m i n ta tak usahlah bicara te n tang itu," kata Levin sambil duduk kembali, dan bersamaan dengan itu i a pun merasa bahwa harapan yang tampaknya telah t ur itu telah bangkit dan menggeli at lagi dalam hatinya.
"Sekiranya saya tak pernah mencintai Anda," kata Darya Aleksandrovna, dan airmata pun muncul di matanya, "sekiranya saya tak pernah mengenal Anda seperti saya mengenal Anda sekarang .... "
Perasaan yang tampaknya telah mati itu kini jadi makin hidup, bangkit dan menguasai hati Levin.
"Ya, sekarang saya mengerti semuanya," sambung Darya Aleksandrovna. "Anda tak bisa mengerti ha! i ni; buat kalian kaum lelaki merdeka dan bisa membuat pilihan, selalu jelas siapa yang kalian cintai. Tapi seorang gadis yang dalam keadaan m ti dengan sifat malu-malu seorang perempuan atau seorang gadis, seorang gadis yang melihat kalian kaum Ielaki hanya darijauh, ia menerima semuanya menurut apa yang dikatakan orang padanya; seorang gadis sering punya perasaan atau kemungkinan punya perasaan bahwa ia tak tahu apa yang hendak dikatakannya."
"Ya, kalau ha ti tak bicara .... "
"Tidak, hati bicara, tapi cobalah Anda pikir: kalian kaum Ielaki punya rasa senang pada seorang gadis, kalian sering datang ke rumahnya, kalian mendekatkan diri dengan dia, melihat-lihatnya, dan menantikan apakah kalian akan menemukan apa yang kalian senangi, dan kemudian, ketika kalian sudah yakin bahwa kalian mencintainya, kalian mengajukan lamaran .... "
"Ah, saya kira itu tak sepenuhnya benar."
"Tapi, bagaimanapun, kalian pasti mengajukan lamaran ketika cinta kalian sudah matang atau ketika di antara dua orang yang Anda pilih seorang sudah mengungguli yang lain. D i sini si gadis sam tak ditanya. Memang orang menginginkan agar gadis itu memilih sendiri, tapi sampai sekarang ia tak bisa memilih dan hanya menjawab: ya atau tidak."
"Ya, pilihannya antara aku dan Vronskii!" pikir Levin, dan barang mati yang sudah hidup kembali tadi kini kembali mati dan dengan pen uh siksa menghimpit jantungnya.
"Darya Aleksandrovna," katanya. "Memang beg itu orang memilih pakaian atau apa saja yang lain, tapi memilih cinta tidak begitu. Pilihan dilakukan, dan itu lebih baik lagi.. .. Ta pi di sini tak mungkin ada perulangan."
"Oh, kesombongan, dan sekali lagi kesombongan!" kata Darya Aleksandrovna, yang seolah membenci Levin karena hinanya perasaan itu dibandingkan dengan perasaan Iain yang hanya dikenal para perempuan. "Waktu Anda mengajukan lamaran pada Kitty, i a justru dalam keadaan tak bisa menjawab. Ia tengah birnbang. Birnbang: Anda atau Vronskii. Vronski i d ia lihat saban hari, sedangkan Anda lama tak dilihatnya. Saya kira, kalau sekiranya i a lebih dewasa waktu itu-seperti saya rnisalnya, sekiranya saya ada di tempatnya waktu itu, tak mungkin saya bimbang. Bagi saya, orang itu selalu memuakkan, dan memang dernikian akhirnya."
Levin teringatjawaban Kitty. Kitty mengatakan waktu itu: Tidak, itu tak mungkin ....
"Darya Aleksandrovna," katanya hambar, "saya sangat menghargai kepercayaan Anda pada saya: saya kira Anda keliru. Tapi benar atau tidak, kesombongan yang begitu Anda benci itulah yang menyebabkan mengapa bagi saya segala pikiran tentang Katerina Aleksandrovna itu tak mungkin terjadi, ya, betul-betul tak mungkin terjadi."
"Ada satu ha! lagi yang ingin saya katakan: Anda perlu tabu bahwa saya berbicara tentang adik yang saya c intai seperti saya rnenc intai anakanak saya sendiri. Saya tak mengatakan bahwa d ia mencintai Anda; saya hanya rnau mengatakan bahwa penolakan yang diberikannya waktu itu samasekali tak ada art inya."
"Itu saya tak tahu!" kata Levin sarnbil bangkit cepat. "Oh, sekiranya Anda tahu, betapa kata-kata Anda i ni rnernbuat saya sakit! Ini sama
saja dengan seumpama anak Anda mati, lalu orang mengatakan pada Anda: sekiranya anak itu begini-begitu, mestinya i a masih hidup, dan Anda masih bisa gembira karena itu. Padahal anak itu sudah mati, mati, mati.. .. "
"Bukan main lucunya Anda in i," kata Darya Aleksandrovna dengan senyuman mengejek sedih, sekalipun Levin sendiri resah. "Ya, sekarang saya makin lebih banyak tahu," sambungnya sambil merenung. "Jadi Anda tak bakal datang kemar i kalau nanti Kitty ke sini?"
"Tidak, tidak akan. Dengan sendirinya saya tidak akan menghindari Katerina Aleksandrovna, tapi di mana mungkin, saya akan berusaha melepaskannya dari perasaan tak senang karena kehadiran saya."
"Sungguh lucu Anda ini," ang Darya Aleksandrovna sambil menatap wajah n dengan mesra. "Yah, baiklah, jadi seolah kita tak pernah bicara tentang hal ini. Kenapa kamu datang ke sini, Tanya?" kata Darya Aleksandrovna dalam bahasa Prancis kepada anak perempuannya yang waktu itu masuk ruangan.
"Di mana sekop saya, Mama?"
"Mama bicara Prancis, jadi begitu juga Tanya mesti menjawab." Anak perempuan itu ingin menjawab, tapi ia lupa kata Prancis untuk sekop; sang ibu memberitahu dan kemudian dalam bahasa Prancis juga mengatakan di mana sekop itu bisa dicari. Semua itu terasa tak menyenangkan bagi Levin.
Sekarang segala yang ada di rumah Darya Aleksandrovna dan dalam diri anak-anak itu sudah tak tampak manis lagi seperti sebelumnya.
"Buat apa dia bicara Prancis dengan anak-anak itu?" pi kimya. "Betapa tak wajar dan palsunya! Dan anak-anak itu mampu merasakan. Menghafalkan bahasa Prancis, tapi melupakan ketulusan," katanya dalam hati, padahal ia tak tahu bahwa Darya Aleksandrovna sudah duapuluh kali mempertimbangkan hal itu, dan sekalipun dengan mengorbankan ketulusan, ia sudah menganggap perlu mengajar anak-anaknya dengan jalan itu.
"Lalu mau ke mana Anda pergi" Duduklah dulu."
Levin tinggal di rumah itu sampai waktu minum teh, tapi kegembiraannya sudah lenyap, dan ia pun merasa tak enak.
Sesudab min um teb ia masuk ke kamar depan untuk memerintabkan menyiapkan kuda, tapi ketika ia kembali, dilibatnya DaryaAleksandrovna dalam keadaan gundah, wajahnya kacau dan airmata mengambang di matanya. Waktu Levin keluar tadi terjadi peristiwa yang bagi Darya Aleksandrovna langsung meruntuhkan seluruh kebabagiaannya bari itu dan kebanggaannya terbadap anak-anaknya. Grisba dan Tanya berkelabi perkara bola. Mendengar teriakan di kamar anak-anak, Darya Aleksandrovna berlar i keluar dan melibat mereka dalam keadaan yang mengerikan. Tanya mencengkam rambut Grisba, sedangkan Grisba dengan wajab sangatjelek karena marab memukul Tanya membabi-buta dengan kedua tinjunya. Melihat bal itu jantung Darya Aleksandrovna seakan rontok. Seolah senja kehidupan sudab me uti; mengertilab ia bahwa anak-anak yang dibanggakannya bukan banya anak-anak yang biasa sekali, melainkan babkan tak baik, kurang terdidik, punya kecenderungan liar dan jahat.
Tak sanggup ia bicara dan berpikir ten tang bal yang lain lagi, dan tak sanggup pula ia tak bercerita tentang kamalangannya itu kepada Levin.
Levin segera melibat babwa Darya Aleksandrovna tak babagia, dan ia pun mencoba mengbibur perempuan itu dengan mengatakan babwa peris itu tak ada artinya samasekali, dan babwa anak-anak memang selalu berkelahi; tapi waktu mengatakan itu, dalam bati Levin mengatakan: "Tidak, t idak akan aku berlagak dan bicara Prancis dengan anak-anakku, dan anak-anakku nanti bukan macam itu; anak-anak itu akan manis, asalkan tak dimanja dan dirusak. Ya, anak-anakku nanti tak akan seperti itu."
Ia pun minta diri dan pergi, dan Darya Aleksandrovna tak menahannya lagi.
Pertengaban bulan Juli, lurah desa saudara perempuan yang tinggal duapulub werst dari Pokrovskoye mengunjungi Levin guna memberikan laporan tentang berbagai urusan dan penyabitan. Pemasukan utama tanab milik saudara perempuan itu diperoleb dari padang rumput. Tabun-tabun sebelumnya, penyabitan diborong para petani dengan barga duapulub rubel per desyatin. Ketika kendali atas tanah m ilik itu ia pegang sendiri, dan basil sabitan i a tinjau, Levin melibat, basil sabitan sebetulnya bisa lebib mabal barganya. Karena itu i a tetapkan barganya duapulub lima rube! per desyatin. Petani tidak bersedia menerima barga itu, dan Levin curiga, mereka juga mencegab para pembeli lain. Levin pun pergi sendiri ke sana dan menyurub sebagian petani memotong rumput itu dengan tenaga upaban, sebagian lagi dengan b a g i basil. Para petani sendi ri, dengan segala jalan, mengbalang-halangi cara penanganan yang baru itu, tapi pekerjaan bisa diselesaikan dengan baik, dan tabun pertama, dari padang rumput itu diperoleh basil bampir dua
dari biasanya. Tabun ketiga dan tabun lalu juga terjadi perlawanan para petani, tapi penyabitan berjalan dengan cara baru itu pula. Tahun ini petani memborong penyabitan dengan mendapat sepertiga bagian, dan kini lurab datang untuk melaporkan babwa penyabitan sudab selesai; karena takut kebu janan, ia mengundangjuru kantor; bersama dia lurab membagi tumpukan rumput, dan sudah menyisihkan sebelas tumpukan untuk tuannya. Melihat tidak menentunya jawaban atas pertanyaanpertanyaan tentang berapa rumput yang diperoleh dari padang utama, sikap lurab yang membagi rumput tanpa diminta dengan terburu-buru, dan melihat selurub nada bicara petani ini, Levin bisa menangkap babwa dalam pembagian rumput itu telab terjadi sesuatu yang tidak heres. Karena itu ia memutuskan untuk datang sendiri guna membuktikan dugaannya.
Setiba di desa itu saat makan siang, dan sesudah meninggalkan kuda di rumah sababat tuanya, suami ihu susuan ya, Levin masuk ke kandang lebah menemui orang tua itu guna mencari penjelasan dari d i a tentang seluk-beluk penanganan basil sabitan. Pak tua Pannenich yang tampan dan suka bicara menerima Levin dengan gembira, menunjukkan kepada Levin usaba pertaniannya, menceritakan segala sesuatu sekitar lebah dan usaba perlebahannya tahun itu; tapi ketika Levin mengajukan pertanyaan sekitar penyabitan, bicara orang tua itu tidak mantap dan ogah-ogaban. Hal ini lebih meyakinkan Levin atas dugaannya. Ia pun pergi ke tempat penyabitan dan memeriksa tumpukan rumput di sana. Tiap tumpukan itu tak mungkin berisi limapuluh gerobak rumput, dan untuk membuka kedok para petani, Levin langsung menyurub mendatangkan gerobak kuda pengangkut rumput, lalu membongkar satu tumpukan dan memindahkannya ke dalam gudang. Tumpukan itu ternyata hanya berisi tigapuluh dua gerobak rumput. Meski lurab mencoba meyakinkan Levin tentang renggangnya rumput dan letak rumput dalam tumpukan, dan bersumpab babwa semua itu dari Tuhan, Levin bersikeras mengatakan bahwa rumput telah dibagi tanpa perintahnya, dan ia menyangkal babwa rnmput berisi limapuluh gerobak per tumpukan. Sesudah bertengkar lama, akhirnya persoalan diselesaikan dengan keputusan bahwa petani menerima bagian sebelas tumpukan tiap limapuluh gerobak, sedangkan bagian sang tuan barns disisihkan lagi. Pernndingan itu, dan pembagian rnmput, berlangsung sampai tengah hari. Ketika tumpukan rumput terakhir telah dibagikan, Levin menyerahkan tugas kepada jurn kantor untuk mengawasi hal-hal lainnya, kemudian ia duduk di atas tumpukan rnmput yang d itandai dengan benang sari pohon Jiu sambil mengagumi padang yang penuh orang itu.
Di hadapannya, di mana sungai membelok di sebelah sana rawa, barisan perempuan dengan aneka ragam pakaian memperdengarkan suaranya yang berderai keras gembira. Onggokan panjang kelabu berkelok-kelok, terbentuk dari rumput yang digeletakkan di sepanjang petak tempat tumbuhnya rnmput susulan. Di belakang para perempuan itu menyusul para lelaki membawa garpu, dan dar i onggokan-onggokan panjang terbentuklah timbunan-timbunan yang lebar, tinggi, dan renggang. D i k i r i padang yang telah digarap terdengar derak-derak gerobak, dan satu demi satu timbunan lenyap digarnk garpu dalam bentuk gumpalan-gumpalan besar, dan sebagai gantinya mernmuk di situ gerobak-gerobak besar berisi rumput yang harum baunya, menjulang di atas pantat-pantat kuda.
"Karena cuaca baik, bereskan saja semuanya! Cukup rnmput kali ini!" kata orang tua yang duduk di dekat Levin. "Macam teh saja, bukan rnmput! Macam mengumpulkan biji-bijian saja mereka mengumpulkan rumput!" sambungnya sambil menunjuk onggokan rnmput yang telah terbentuk. "Sejak makan siang, fobih separuhnya sudah terkumpul."
"Apa ini yang terakhir?" sernnya kepada seorang pemuda yang sedang melintasi tempat itu, berdiri di depan gerobak sambil mengayunayunkan ujung kendali yang terbuat dari rami.
"Yang terakhir, Pak Tua!" teriak si pemuda sambil menahan kudanya, dan sambil tersenyum menoleh ke arah seorang perempuan yang wajahnya kemerahan, gembira, dan tersenyum pula, ia terns berjalan. Perempuan itu duduk dalam gerobak lain.
"Siapa itu" Anak, ya?" tanya Levin.
"Anak saya yang terkec il," kata si orang tua sambil tersenyum lembut.
"Jagoanjuga!" "Lumayan." "Sudah kaw in?"
"Ya, sudah tah un ketiga, dengan Filipovka." "Lalu, sudah punya anak belum?"
"Anak apa! Setahun penuh nggak ngert i apa-apa; masih culun anak itu!" jawab s i orang tua. ''Yah, rumput! Betul-betul macam teh!" ulangnya mengubah topi k percakapan.
Levin lebih saksama mengamati Vanka Parmenov dan istrinya. Di dekat dia, mereka tengah menimbl\lll rumput. Ivan Parmenov berdiri di atas gerobak, menerima rumput dari bawah, meratakan dan menginjakinjak rumput yang dinaikkan dalam bentuk gumplan-gumpalan besar. Si cantik, istrinya yang masih muda, mula-mula menaikkan rumput hanya dalam bentuk tekaman, tapi kemudian dengan cekatan menggantinya dengan garu. Perempuan muda itu bekerja dengan ringan, gembira, dan tangkas. Onggokan rumput yang amat besar tidak dipindahkan sekaligus dengan garu. Mula-mula perempuan itu merapikan rumput, menusukkan garunya, kemudian dengan gerakan luwes dan cepat mencondongkan diri ke arah rumput beserta seluruh bobot tubuhnya, lalu dengan cepat pula menegakkan tubuh dengan meluruskan punggung yang terbelit sabuk merah, sehingga buah dadanya yang montok menyembul dari balik kain putih, dan dengan terampil digeirakkannya garu dan dilontarkannya onggokan rumput itu tinggi-tinggi ke atas gerobak. Ivan agaknya berusaha keras menghindarkan sang istri dari kerja sia-sia. Karena itu dengan cepat ia tangkap onggokan rumput yang dilontarkan kepadanya dengan tangan terbuka lebar, lalu ditebarkannya di atas gerobak. Sesudah menaikkan onggokan terakhir dengan penggaruk, perempuan itu menghapus debu yang melekat di lehernya, lalu merangkak ke bawah gerobak untuk mengikat muatannya, sesudah lebih dulu menggeser kerudung merah dari dahinya yang putih dan tak terbakar matahari. Ivan mengajari istrinya cara merangkaikan gerobak pada kuda, dan sewaktu ist r inya mengatakan sesuatu, ia pun tertawa terbahak-bahak. Dari wajah mereka berdua tampak cinta yang membara, masih muda, dan belum lama bangkit.
XII Muatan sudah terikat. Ivan melompat turun dan menuntun kuda yang patuh dan kenyang dengan kendalinya. Perempuan itu melemparkan garunya ke atas gerobak, dan dengan langkah tegap sambil mengayunkan
tangan, ia mengbampiri para perempuan yang sudab berkumpul bersama. Sampai di jalanan Ivan menggabungkan diri dengan iringiringan gerobak yang ada. Para perempuan, sambil memanggul garu, berjalan di belakang gerobak yang berbiaskan bebungaan cemerlang, dan riuhlah mereka dengan suara keras gembira. Dengan suara liar kasar seorang perempuan mulai menyanyikan suatu lagu, diulangi lagi, lalu serentak sekitar limapuluh suara yang sehat dan beragam warnanya, dengan kasar melengking mengulang lagu itu sejak dari awal.
Para perempuan yang tengah bernyanyi bergerak mendekati Levin, dan terasalah oleh Levin betapa awan kegembiraan mengandung guntur telah menyerbunya. Awan itu menyerbunya, menerpanya, dan onggokan-onggokan rumput yang ditidurinya, juga onggokan-onggokan lain serta gerobak-gerobak berisi seluruh perumputan dan ladang yang ada di sana, semua mulai berdatangan dan bergerak bagai ombak di bawah alunan lagu yang liar gembira, diiringi teriakan, suitan, dan ketukan-ketukan. Levin pun merasa iri pada kegembiraan yang sehat itu, dan ia ingin ambil bagian dalam ungkapan kegembiraan hidup itu. Tapi tak ada yang bisa dilakukan, terpaksa ia hanya berbaring, melihat, dan mendengarkan saja. Ketika orang banyak yang bernyanyi telah lenyap dari mata dan telinga, Levin pun dicekam rasa sedih yang berat karena kesepian, karena hidupnya yang sia-si a, dan karena sikapnya yang bennusuhan dengan dunia.
Sebagian petani yang paling sering bertengkar dengan d i a rumput kering, orang-orang yang telah ia sakiti hatinya, dan orang-orang yang pernah berniat menipunya, semuanya membungkukkan badan kepadanya dengan gembira, dan mereka sepertinya tidak memendam dan tidak mungkin memendam dendam kepadanya, dan mereka itu bukan hanya tidak menyesal, tapi juga tidak ingat bahwa mereka pernah berniat menipunya. Semua itu telah tenggelam dalam lautan kerja bersama yang menggembirakan. Tuhan memberi hari, dan Tuhan memberi kekuatan. Dan hari serta kekuatan itu diabdikan pada kerja, dan dalam kerja itu sendiri terdapat berkat. Dan untuk siapakah kerja itu" Dan apakah macam buah kerja itu" Itulah pik iran-pikiran Levin yang remeh-temeh dan lain l agi . .
Levin sering mengagumi hidup ini, sering menyimpan rasa iri pada orang-orang yang bisa hidup dengan cara tersebut, tapi sekarang untuk pe a kali, terutama karena pengaruh apa yang dilihatnya, yakni sikap Ivan Pannenov terhadap istrinya yang muda itu, untuk pe a kal i ia
beroleh pikiran terang bahwa semuanya tergantung pada diri sendiri bagaimana mengubah kehidupan pribadinya yang demikian berat, sia-sia, dan dibuat-buat itu jadi hidup yang penuh kerja, murni, dan memikat.
Orang tua yang tadi duduk bersamanya telah lama pulang; orang banyak juga sudah bubar. Yang dekat rumahnya pulang ke rumah masing-masing, sedangkan yang jauh berkumpul untuk makan malam dan menginap di ladang. Tanpa diperhatikan orang banyak, Levin, seperti ta di, juga berbaring di atas onggokan rum put sambil memandang, mendengarkan, dan berpikir. Orang banyak yang menginap di ladang tidak tidur hampir sepanjang malam musim panas yang singkat itu. Mula-mula terdengar percakapan dan gelak tawa mereka yang gembira waktu makan malam, dan kemudian kembali terdengar lagu-lagu dan bahak mereka.
Harl kerja yang panjang itu tak meninggalkan jejak lain bagi mereka selain kegembiraan. Menjelang fajar, keadaan berubah tenang. Yang terdengar hanya bunyi-bunyian malam berupa suara kodok yang tak henti-hentinya di rawa dan ringkik kuda di sana-sini, di tengah kabut yang membubung menjelang pagi hari. Begitu tersadar, n langsung bangkit onggokan rumput, dan ketika ditinjaunya bintang-bintang di langit, mengertilah i a bahwa malam telah lewat.
"Y ah, lalu apa yang mesti kukerjakan" Bagaimana mesti kukerjakan "n katanya pada diri sendiri seraya mencoba mengungkapkan lagi semua yang telah dipikirkan dan dirasakan pada malam yang singkat tadi. Semua yang telah dipikirkan dan dirasakannya lagi itu bisa dikelompokkanjadi tiga macam jalan pikiran. Yang pertama adalah cara menolak kehidupan yang lama, pengetahuannya yang ttanpa guna, dan pendidikannya yang samasekali tak berfaedah. Penolakan itu memberinya kenikmatan, dan ini terasa olehnya sepele dan sederhana. Pikiran dan khayalan lain terkait dengan hidup yang hendak ditempuhnya sekarang. Dengan terang ia rasakan kesederhanaan, kemurnian, dan keabsahan hidup itu, dan ia yakin bahwa dalam hidup itu ia bakal beroleh kepuasan, ketenangan, dan harga diri. Tiaclanya hal-hal itu ia rasakan sebagai pender itaan. Kumpulan pikiran yang ketiga berkisar sekitar soal bagaimana membanting setir dari kehidupan lama ke kehidupan barn itu. Sayang, dalam hal i n i ia tak punya kejelasan apapun. "Punya istri" Punya pekerjaan dan keharusan kerja" Meninggalkan Pokrovskoye" Beli tanah" Untuk masyarakat" Kawin dengan perempuan tani" Bagaimana
aku melakukan itu?" kembali ia bertanya pada diri sendiri, tapi tak juga ia beroleh jawaban. "Singkatnya, aku tidak tidur sepanjang malam, tapi tak bisa aku memberikan jawaban yang jelas pada diri sendiri," katanya pada diri sendiri. "Nanti saja itu kuselesaikan. Cuma satu yang benar, bahwa malam ini memberikan kepastian pada nasibku. Semua i mpianku yang lalu tentang kehidupan keluarga itu cuma omong-kosong, bukan begitu caranya," katanya lagi pada diri sendiri. "Sebetulnya persoalan itu jauh lebih sederhana dan lebih baik .... "
"Indah sekali!" pikirnya ketika ia memandang awan biri-biri berbentuk kulit kerang seperti indung mutiara yang waktu itu berlayar di atas kepala di tengah langit. "Betapa indahnya semua itu pada malam yang cerah ini! Kapan pula kerang itu sempat membentuk diri" Belum lama aku menengok ke langit belum ada apa-apa, cuma ada dua garis putih. Ya, begitu pula perubahan pandanganku terhadap hidup ini, tidak kentara!"
Maka ditinggalkannya ladang, dan pergilah ia ke kampung menempuh jalan besar. Angin silir bertiup. Suasana jadi kelabu, murung. Saat rembang pun datang, yang biasanya mendahul u i datangnya fajar, mendahului kemenangan penuh terang atas kegelapan.
Sambil menguncupkan badan karena dingin, Levin berjalan cepat, matanya mengarah ke tanah. "Apa itu" Ada orang naik kereta," pikirnya ketika mendengar bunyi bering-lbering dan ia menegakkan kepala. Sebuah kereta yang di tarik empat ekor kuda, dengan penumpang orang-orang penting, melaju ke arah yang berlawanan dengannya di jalanan rumput yang lebar, kira-kira empatpuluh langkah dari dia. Kuda-kuda samping mendesakkan boom kereta keluar dari jalur jalan, tapi kusir kereta yang duduk di boks dengan bahu mengganjur ke depan mempertahankan letak boom kereta di atas jalur jalan, sehingga roda-roda kereta bisa meluncur di atas jalanan yang rata.
Hanya itu yang dilihat Levin, dan tanpa memi siapa yang mungkin duduk di dalam kereta, ia pun menjenguk ke dalam kereta tanpa minat khusus.
D i sudut kereta tampak seorang perempuan tua tengah tertidur, sedangkan di dekat jendela duduk seorang gadi s muda yang agaknya baru bangun tidur, kedua tangannya memegang pita topi putih. Gadi s itu memandang ke arah fajar dan mengabaikan n; ia seorang gadi s cemerlang yang tampaknya suka merenung, penuh dengan kehidupan batin yang indah, sarat seluk-beluk yang tak dikenal Levin.
Tapi begitu pemandangan itu berlalu, mata jujur gadis itu menoleh ke arah Levin. Ia kenal Levin, dan kegembiraan bercampur kekaguman pun menyinari wajahnya.
Levin pun tak mungkin salah tangkap. D i duni a ini hanya ada satu mata seperti itu. Hanya ada satu makhluk di dunia i n i yang bisa memusatkan seluruh cahaya dan makna hidup baginya. Ya, gadis itu menang dia. Dialah Kitty. Levin pun paham bahwa Kitty sedang menuju
ovo dari stasiun keretaapi. Dan t iba-tiba saja semua yang menggelisahkan Levin pada malam tanpa tidur itu, dan segala keputusan yang telah diambilnya, Ienyap seketika. Dan dengan rasa muak i a meng ingat khayalannya untuk kawin dengan perempuan tani. Hanya di situ, di dalam kereta yang cepat menjauh melintas ke arah lain itu, terdapat kemungkinan untuk memecahkan teka-teki hidup yang amat membebaninya dengan siksa saat terakhir itu.
Kitty tak menoleh lagi. Bunyi pegas kereta tak terdengar lagi, sedangkan bering-beringnya masih sedikit terdengar. Salak anjing menandakan bahwa kereta telah melintasi kampung, dan tinggallah di sek itar itu ladang-ladang kosong, kampung di depan sana, dan Levin sendiri, merasa sepi dan asing dengan semuanya, sendi rian berjalan di jalan besar yang lengang itu.
Ia pun rnernandang langit dengan harapan bisa rnenemukan di sana kulit kerang yang dikaguminya tadi dan menggambarkan seluruh jalan pikiran dan perasaannya malarn itu. Di langit tak ada lagi garnbaran yang rnirip dengan kulit kerang. D i sana, di ketinggian yang tak terjangkau, telah terjadi perubahan rahasia. Tak ada pula sisa-sisa kulit kerang. Yang ada hanyalah babut gurnpalan serupa biri-biri yang makin lama rnakin mengecil, menghampar di separo langit. Langit jadi biru bercahaya, dan dengan kemesraan yang tak terjangkau ia berikan balasan pada pandangan Levin yang penuh tanya.
"Tidak," kata Levin pada diri sendiri, "betapapun indahnya hidup yang sederhana dan penuh kerja ini, tak bisa aku kembali padanya. Aku rnencintainya."
XIII Selain orang-orang yang paling dekat dengan Alekse i Aleksandrovich, tak seorang pun tahu bahwa orang yang sepintas lalu sangat d ingin dan selalu menggunakan otaknya itu punya kelemahan yang sarnasekali
bertentangan dengan ciri umum wataknya. Aleksei Aleksandrovich tak bisa bersikap cuek mendengar atau melihat airmata anak atau istrinya. Melihat airmata ia akan bingung, dan dalam keadaan demikian ia benar-benar kehilangan kemampuan untuk berpikir. Kepala kantor dan sekretarisnya tahu hal itu, sehingga mereka mengingatkan para pemohon perempuan agar tidak menangis kalau urusannya tak mau gagal. "la akan marah dan tak sucli mendengarkan lagi," kata mereka. Dan memang benar, dalam peristiwa-peristiwa seperti itu kekacauan batin Aleksei Aleksandrovich akibat airmata terungkap dalam kemarahan yang cepat sekali datang. "Saya tak bisa, ya, tak bisa berbuat apa-apa. Saya persilakan Anda enyah dari sini!" demikian biasanya ia berteriak menanggapi berbagai peristiwa seperti itu.
Sepulang pacuan kuda, ketika Anna mengungkapkan hubungannya dengan Vronskii dan langsung menutup wajah dengan kedua belah tangan dan menangis, Aleksei Aleksandrovich pun juga langsung mengalami kekacauan batin akibat a irmata itu, meski waktu itu i a merasa amat membenci istrinya. Tahu akan hal itu, dan tahu pula bahwa mengungkapkan perasaan demik ian saat itu kiranya tidak pas dengan keadaan, ia pun mencoba meli ndas segala tanda-tanda hidup dalam dirinya. Karena itu sediki t pun ia tak menggerakkan badan dan tidak menatap istrinya. Dari situlah asal ekspres i kematian yang aneh di wajahnya, yang demikian mengguncangkan Anna.
Ketika di rumah, Aleksei Aleksandrovich membantu Anna keluar dari kereta, dan dengan mengerahkan segala daya dan dengan sikap saksama yang sudah jadi kebiasaannya, ia mengundurkan diri dari sang istri dan mengucapkan kata-kata yang samasekali bukan keharusan baginya: ia mengatakan bahwa besok ia akan menyampaikan keputusannya kepada Anna.
Kata-kata istr i yang menggarisbawahi sifat ragu-ragunya yang paling buruk itu menimbulkan rasa sakit yang sangat dalam hati Aleksei Aleksandrovich. Rasa sakit itu semakin menjadi-jadi oleh rasa kasihan yang aneh kepada istri akibat airmata yang diperlihatkannya. Ta pi ketika berada sendirian di dalam kereta, Aleksei Aleksandrovich merasa heran dan gembira karena seolah benar-benar terbebas dari rasa kasihan dan sikap ragu-ragu serta derita cemburu yang sangat menyiksanya cli saatsaat terakhir itu.
la rasakan keadaan itu seperti saat gigi yang sudah lama sakit akhirnya dicabut. Sesudah merasakan sakit luarbiasa dan merasakan
sesuatu yang besar, lebib besar daripada kepala, dicabut dari rabangnya, si sakit tiba-tiba merasa bahwa tak ada lagi hal yang begitu lama meracuni hidup dan menuntut selurub perhatiannya, suatu hal yang tadinya tak dipercaya oleh si sakit sendiri, dan sesudah itu kembali ia bisa bidup, berpikir, dan be an bukan banya dengan satu gig i semata. Keadaan itu dirasakan Aleksei Aleksandrovicb. Rasa sakit itu aneh dan mengerikan, tapi sekarang sudab berlalu; kini i a merasa bidup kembali dan t idak hanya memikirkan sang istri saja.
"Tanpa kehormatan, tanpa hati, tanpa agama, sama saja dengan perempuan rusak! Hal itu sudah kuketahui dan kulihat, walaupun aku selalu berusaha menipu sendiri karena kasihan padanya," katanya pada diri sendiri. Ia memang merasa sudah melihat hal itu; ia ingat seluk-beluk kehidupan mereka berdua sebelum itu, yang menurut penglihatannya tak jelek amat, tapi sekarang seluk-beluk kehidupan itu menunjukkan kepadanya bahwa istrinya dulu memang sudah rusak. "Keliru aku mengikatkan bidup dengannya; tapi dalam kekeliruanku, tak ada yang jelek. Karena itu tak. mungkin aku merasa tidak babagia. Yang salah b n aku," katanya pada diri sendiri, "tapi dia. Dan tidak ada urusanku dengannya. Bagiku dia tidak ada .... "
Segala yang berkenaan dengan sang istri dan anak kini tak lagi menyibukkan pikirannya. Perasaannya terhadap anak kini sudah berubah, seperti berubahnya perasaan kepada sang istri. Satu ha! yang sekarang menyibukkan pikirannya adalah soal cara mengibaskan diri dari kotoran yang dipercikkan kepadanya oleh sang istri yang tengah jatuh dengan sebaik-baiknya, seenak-enaknya buat diri sendiri, dan cara melanjutkan perjalanan menyusuri hidup yang penuh kegiatan, kejujuran, dan manfaat.
"Tak mungkin aku harus tersiksa lantaran seorang perempuan yang memang patut dicela karena telah melakukan kejahatan; aku barus menemukan jalan keluar sebaik-baiknya dari beban berat yang ditimpakan padaku. Dan aku akan menemukan jalan itu," katanya pada diri sendiri sambil mengerutkan dabi, makin lama makin kuat. "Aku bukan orang pertama, danjuga bukan orang terakhir." Dan sesudah itu muncullah dalam ingatan Aleksei Aleksandrovich sederet kasus selingkuh para istri zaman sekarang terhadap suami di k.alangan bangsawan tinggi, dimulai dengan us yang masih segar terpatri dalam ingatan orang banyak, yaitu Helena yang Cantik karangan Menelai, dan belum lagi contoh-contoh sejarah. "Daryalov, Poltavskii, Pangeran Karibanov, Graf Paskudin, Dram .... Ya,juga Dram ... orang yang begitu tulus dan pandai... Semyonov, Chagin, Sigonin," demik ian ter ingat Aleksei Aleksandrovich. "Kita andaikan sesuatu yang ridicule telah menimpa orang-orang itu, tapi aku sendiri tak ah memandangnya sebagai hal yang lucu; aku memandangnya sebagai kemalangan, dan aku selalu bersimpati terhadap kemalangan itu," kata Alekse i Aleksandrovich pada diri sendiri, walaupun yang dikatakannya itu tak benar, dan ia tak pernah bersimpati terhadap kemalangan jenis itu; dan makin tinggi ia menilai dirinya, makin sering ia menemukan contoh para istri yang mengkhianati suaminya. "Ini kemalangan yang bisa menimpa tiap orang. Dan kemalangan ini telah menimpa diriku. Persoalannya sekarang, bagaimana menyelesaikan keadaan ini dengan sebaik-baiknya." Dan mulailah ia menelusuri apaapa yang dilakukan orang-orang yang berada dalam keadaan seperti itu. "Daryalov berduel.. .. "
Duel memang memikat hati Aleksei Aleksandrovic di masa muda, justru karena ia penakut, dan ia tahu betul hal itu. Aleksei Aleksandrovich tak sanggup membayangkan pistol yang mungkin terarah pada dirinya tanpa rasa ngeri, dan belum pernah selama hidup ia menggunakan senjata. Rasa ngeri sejak muda sering memaksanya berpikir tentang duel dan mengagak-agak dirinya beirada dalam keadaan yang memaksanya hidup dalam bahaya. Setelah memperoleh sukses h idup dan kedudukan mantap, lama ia melupakan perasaan itu; namun perasaan itu tetap hidup, dan rasa takut karena kepengecutan sendiri itu ternyata kini begitu kuat, sehingga Aleksei Aleksandrovich lama menimbang-nimbang dan membelai-belai dalam angannya persoalan duel itu dar i segala segi, sekalipun ia tahu bahwa bagaimanapun i a tak bakal berduel.
"Tak diragukan lagi, masy . arakat kita ini masih begitu liar (tidak seperti di lnggri s), sehingga banyak orang"-dan di antaranya orangorang yang pendapatnya sangat dihargai Aleksei Aleksandrovich- "memandang duel punya segi yang baik; padahal, apa basil yang akan diraih" Kita andaikan saja aku menantang duel," sambung Aleksei Aleksandrovich sendiri, dan dengan jelas terbayang olehnya malam sesudah i a menyampaikan tantangan dan pistol yang terarah pada dirinya; maka menggigillah ia, dan mengerti bahwa ia tak bakal melakukan hal itu kapan pun. "Misalkan saja aku menantangnya berduel. Kita andaikan orang akan mengajarku bagaimana caranya," sambung pikirannya, "orang menetapkan jarak, dan aku tarik pelatuk itu," katanya pada diri sendiri sambil memejamkan mata, "dan ternyata aku berhasil membunuhnya," kata Aleksei Aleksandrovich pada diri sendiri seraya mengibas-ngibaskan kepalanya untuk mengusir pikiran-pikiran bodoh itu. "Buat apa membunuh orang guna memast ikan sikap kita terhadap istri yang telah melakukan kejahatan terhadap suami dan anak sendiri" Ini sama saja dengan keharusan menetapkan apa yang harus kulakukan terhadap istri. Tapi yang lebih mungkin lagi, dan agaknya pasti terjadi, aku terbunuh atau terluka. Jadi, sebagai orang yang tak bersalah, aku jadi korban, terbunuh atau terluka. Ini lebih tak masuk lagi. Dan itu belum apa-apa; tantangan berduel dari pi hakku akan menjadi perbuatan yang tak jujur. Apakah aku tidak tahu sebelumnya bahwa para sahabat tidak akan mengizinkan aku berduel, karena berduel sama saja dengan membiarkan nyawa seorang pejabat pemerintahan yang clibutuhkan Rusia berada dalam bahaya" Lalu apa yang bakal terjacli" Yang bakal terjacli adalah bahwa aku, yang sebelumnya telah tahu bahwa tantangan itu tidak akan sampai membahayakan diriku, hanya menentang demi sekadar memberikan rona palsu pada diri sendir i. Itu tidak tulus, itu palsu, itu adalah penipuan terhadap orang lain dan diri sendiri. Duel memang tak masuk , dan tak seorang pun mengharapkan ha! semacam itu keluar dar i pikiranku. Tujuan yang kupunyai adalah menjamin reputasi sendiri, yang kubutuhkan demi melangsungkan kegiatan pribadi ku tanpa halangan apapun." Kegiatan berdinas pun, yang di mata Aleksei Aleksandrovich punya arti besar sejak dulu, sekarang terasa olehnya lebih besar lagi maknanya.
Sesudah memberikan penilaian dan kemuclian menolak gagasan berduel, Aleksei Aleksandrovich mempertimbangkan kemungkinan bercerai, jalan keluar lain yang dipilih sebagian suami yang cliingatnya. Tapi ketika clitimbang-timbang, semua peristiwa perceraian yang dikenalnya (yang jumlahnya sangat banyak di lapisan paling atas yang sangat dikenalnya itu), Aleksei Aleksandrovich ternyata tak menemukan satu pun kasus di mana tujuan perceraian sama dengan yang dimaksudkannya. Dalam semua kasus perceraian itu, sang suami melepaskan atau mengkhianati istri yang tak setia itu, dan pihak yang tak berhak mengikat perkawinan karena kesalahannya justru makin mempererat hubungan yang dibuatnya dan seolah-olah punya dasar hukum dengan pasangan barunya. Adapun dalam kasusnya sendiri Aleksei Aleksandrovich melihat, untuk mencapai perceraian yang sah, yaitu perceraian demi membuang istri yang bersalah, tidaklah mungkin. la tahu, kondisi hidupnya yang rumit itu tak memungkinkan
dikemukakannya bukti-bukt i kasar yang dikebendaki bukum guna membuktikan kejahatan sang istri; ia tabu, kehalusan hidupnya yang di kenal orang tak memungkinkan digunakannya bukti-bukti itu, kalaupun ada, sehingga penggunaan bukti-bukti demikian kiranya bisa merusak pendapat umum atas dirinya secara lebib parab ketimbang terbadap istrinya.
Usaha perceraian bisa menjurus pada proses skandal yang kiranya bisa dijadikan alat oleh musuh-musuhnya untuk melakukan fitnah dan penghinaan terhadap kedudukannya yang tinggi di kalangan bangsawan. Jadi tujuan utama-yakni memantapkan kedudukan dengan faktor negatif sekecil-kecilnya-tak bisa pula dicapai lewat perceraian. Selain itu, dengan bercerai, atau berusaha bercerai saja, jelas akan berarti sang istri memutuskan hubungan dengan dia dan kemudian menyatukan diri dengan kekasihnya. Walaupun sikapnya masa bodoh, yang menurut perasaannya sendiri luarbiasa dan penuh kebencian terhadap Anna, dalam hati Aleksei Aleksandrovich masib menyimpan sikap tertentu terbadap sang istri, yakni ia tak ingin istrinya bersatu dengan Vronskii tanpa balangan apapun, sehingga kejahatan yang d ilakukan istrinya itu justru menguntungkan dia. Pikiran ini saja sudab membuat kemarahan Aleksei Aleksandrovicb meluap, sebingga baru membayangkannya saja ia sudah t k karena sakit hati; maka ia pun mengangkat badannya, beralih tempat duduk d i dalam kereta, dan lama sesudab itu, dengan wajah murung, baru ia menutupkan selimut tebal ke kakinya yang kedinginan dan menonjol tulang-tulangnya.
"Selain perceraian resmi, masih bisa ditempuh jalan seperti Karibanov, Paskudin dan Dram yang baik hati, yaitu pisah tempat tinggal," sambung pikirannya, sesudah ia mampu menenangkan diri; tapi langkab semacam itu juga jadi aib tak sedap seperti halnya perceraian resmi; dan yang lebih penting lagi, seper t i halnya perceraian resmi, pisah tempat t inggal juga berarti melemparkan istri ke dalam pelukan Vronskii. "Tidak, itu tak mungkin, tak mungkin!" kembali ia berkata keras sambil membuka selimutnya. "Aku tidak bahagia, dan Anna dan Vronskii pun tidak boleh babagia."
Rasa cemburu itu, yang pernah menyiksanya, awalnya terasa bagai g igi sakit yang dicabut dengan rasa nyeri oleh kata-kata istrinya. Tapi perasaan itu kemudian digantikan perasaan lain, yakni keinginan agar istrinya bukan hanya tidak memperoleh kemenangan, tapi juga mendapat hukuman atas kejahatan yang telab dilakukannya. la tak suka dengan perasaan itu, tapi di dasar jiwanya ia ingin agar istrinya menderita karena telah mengganggu ketenteraman dan kehormatannya. Dan sesudah kembali menimbang-nimbang kondisi duel, perceraian, pisah tempat tinggal, dan kemudian menolaknya kembali, Aleksei Aleksandrovich pun merasa yakin bahwa jalan keluar yang ada hanya satu, yakni mempertahankan istrinya dengan menyembunyikan semua yang terjadi dari kalangan bangsawan serta mengambil langkah-langkah yang bisa diambil guna menghentikan hubungan istrinya dengan Vronskii, dan yang penting lagi, menghukum istrinya, suatu hal yang tak mau dia akui sendiri. " harus menyampaikan keputusanku, bahwa sesudah mempertimbangkan situasi gawat yang telah ia ciptakan terhadap keluarga, ternyata semua jalan keluar untuk kedua belah pihak buruk kecuali satu, yakni kembali pada status quo; jalan keluar itu bisa kusetujui untuk dilaksanakan, ta p i dengan syarat ketat bahwa ia harus memenuhi kehendakku, yakni memutuskan hubungan dengan kekasihnya." Untuk menekankan keputusan itu, yang dengan mantap telah d iambilnya, ada pertimbangan penting lagi yang membebani pikiran Aleksei Aleksandrovich. "Hanya dengan keputusan seperti inilah aku bertindak, dan itu sesuai dengan ajaran agama," katanya pada diri sendiri. "Hanya dengan keputusan seperti ini aku tidak akan membuang istri yang telah melakukan kejahatan dan memberinya kesempatan untuk memperba iki diri; dan walaupun amat berat, aku tetap akan mencurahkan sebagian tenagaku untuk memperbaiki dan menyelamatkannya." Walaupun Alekse i Aleksandrovich tahu bahwa ia tidak punya pengaruh moral terhadap istrinya, sehingga usaha untuk mengadakan perbaikan tidak bakal menghasilkan apa-apa kecuali kepalsuan, walaupun masa melewati saat-saat berat itu tidak pun terpikir olehnya untuk mencari pegangan dalam agama, kini, ketika keputusan yang diambil agaknya sesuai dengan agama, sanksi keagamaan dalam keputusan yang diambilnya itu memberinya keputusan penuh dan sebagian juga ketenangan. Ia merasa senang, karena menurut pikirannya, dalam menyelesaikan persoalan hidup yang sangat penting itu, tak seorang pun bakal mengatakan bahwa tindakannya tidak sejalan dengan aturan agama yang panji-panjinya selalu dipegangnya tinggi-tinggi d i tengah sikap yang mendingin dan masa bodoh di kalangan masyarakat waktu itu.
mempertimbangkan rincian lebih lanjut mengenai keputusan ini, Aleksei Aleksandrovich bahkan bertanya apakah hubungannya dengan Anna tak bisa dipulihkan lagi seperti sebelumnya, walaupun hampir tak
diragukan lagi bahwa ia, bagaimanapun juga, tak bisa mengembalikan rasa hormatnya terhadap sang istri; tapi satu alasan pun ia tak punya, dan tak mungkin ada padanya, yakni alasan yang bakal merusak hidupnya atau membuat dirinya menderita, karena istrinya orang yang buruk dan tak setia. "Ya, waktu akan berlal.u, yang berjalan menurut caranya sendiri, dan hubungan kami akan pulih kembali seperti sediakala," kata Aleksei Aleksandrovich pada diri sendiri, "pulih kembali dalam pengertian bahwa aku tidak akan merasa kecewa terhadap perjalanan hidupku. Anna harus tidak bahagia, tapi itu bukan salahku, dan karena itu tidak boleh aku tidak bahagia."
XIV Ketika sampai di Petersburg, Aleksei Aleksandrovich masih tetap berpegang pada keputusan itu; bahkan dalam hati pun ia menyusun surat yang akan ditulisnya untuk sang istri. Ketika memasuki ruang portir, ia melihat surat-surat dan kertas-kertas yang dibawa orang dar i kementerian, dan ia pun memerintahkan untuk membawanya ke kamar kerjanya.
"M kan kuda-kuda ke kandang; aku tidak menerima seorang tamu pun," katanya dengan nada agak puas ketika port ir bertanya kepadanya. Rasa puas itu menandakan rasa gembi ranya. Kata-kata "tidak menerima" itu ditekankan benar.
D i dalam kamar kerja Aleksei Aleksandrovich mondar-mandir dua kali, kemudian berhenti di dekat meja tulis besar. Ia menggeretakkan jemarinya, lalu duduk mengatur alat-alat tulisnya. Di atas meja sudah dinyalakan enam lilin oleh pelayan kamar. Sambil meletakkan siku ke meja ia mencondongkan kepala ke samping. Ia berpikir sejenak, kemudian mulai menulis, dan terus menulis tanpa henti. Ia menulis surat untuk sang istri dalam bahasa Prancis, menggunakan kata ganti "Anda" yang tidak mengandung. dingin seperti dalam bahasa Rusia.
"Dalam percakapan kita terakhir, telah menyampaikan keinginan saya untuk memberikan keputusan saya sekitar pokok percakapan tersebut. Sesudah dengan saksama mempertimbangkan semuanya, sekarang saya menulis kepada Anda dengan maksud memenuhi janji itu. Keputusan saya sebagai berikut: apapun tingkah-laku Anda, saya tidak menganggap diri saya berhak untuk melepaskan simpul-simpul yang telah mengikat diri ki ta berdasarkan kekuasaan dari atas. Suatu keluarga tak bisa dibubarkan karena tingkab-polab, tindakan sewenangwenang, atau bahkan kejahatan salah seorang di antara suami-istri. Karena itu hidup kita harus berjalan seperti biasa. Hal ini penting untuk diri saya, untuk Anda, dan untuk anak kita. Saya merasa yakin seyakinyakinnya bahwa Anda telah menyesal, dan sekarang pun menyesal telah menjadi gara-gara ditulisnya ini, dan saya yakin pula bahwa Anda akan berbuat baik dengan mencabut sampai ke akar-akarnya penyebab perselisihan kita dan melupakan masa lalu. Seandainya yang Anda lakukan seba l iknya, Anda bisa menduga sendiri apa yang bakal terjadi dengan Anda dan anakAnda. Tentang semua itu, secara rinci saya harap bisa kita bicarakan lagi, keti ka kita bertemu langsung. Karena musim tinggal di bungalo sudah berakhir, saya minta Anda sesegera mungkin kembali ke Petersburg, paling lambat sebelum hari Selasa. Segala yang diperlukan dalam kepindahan Anda akan dipenuhi. Perlu Anda perhatikan bahwa saya memberikan arti penting pada pelaksanaan permintaan saya ini.
A.Karenin. P.S. Dalam surat ini saya sertakan pula uang yang mungkin Anda perlukan.
Ia baca kembali surat itu, dan ia tetap merasa puas, terutama karena ia menyertakan uang; tidak ada kata-kata kejam, tidak ada cac i-maki, tapi tidak ada juga sikap rendah hati. Yang penting adalah jembatan emas untuk kembali. Dilipatnya surat itu, digosoknya dengan pisau gading yang besar pejal, dan dimasukkannya ke dalam amplop bersama uangnya. Kemudian, dengan rasa puas yang selalu ia peroleh dari alatalat tulisnya yang tersusun baik itu, ia menarik lonceng.
"Berikan pada kurir supaya besok disampaikan kepada Anna Arkadevna di bungalo, n katanya, lalu berdiri.
"Baik, Tuan Yang Mulia; apa Tuan memerlukan teh di kamar kerja?"
Aleksei Aleksandrovicb menyuruh menyediakan teh di kamar kerja, dan sambil mempermainkan pisau pejal tadi ia menghampiri kursi besar yang dilengkapi lampu dan buku Prancis tentang prasasti-prasasti Mesir Kuno yang sudah mulai dibacanya. Di atas kursi besar itu tergantung lukisan Anna tuk bulat telur dengan bingkai emas, dibuat dengan baik sekali oleh seorang pelukis terkenal. Aleksei Aleksandrovich menoleh ke arah lukisan itu. Mata yang mengandung rahasia itu menatap Aleksei
Aleksandrovicb dengan sinis dan kurangajar seperti pada malam terakhir mereka saling membuka isi hati. Terasa oleh Aleksei Aleksandrovich betapa kurangajar dan menantangnya renda h itam di kepala itu, rambut hitam itu, dan tangan putih indab dengan jari manis berli ngkarkan beberapa cincin itu, yang dengan amat baik telab berhasil dic iptakan sang pelukis. Melibat sekejap potret itu, Alekse i Aleksandrovicb pun menggigil sampai bibirnya bergetar dan menimbulkan suara "brr", lalu membuang muka. Cepat-cepat ia duduk di kursi, lalu membuka buku. Ia mencoba membaca, tapi tak jua ia sanggup mengembalikan minatnya pada prasasti Mesir Kuno itu, yang tadinya sangat memikat hatinya.
Ia memandang buku, tapi berp tentang hal lain. Ia bukan sedang melnikirkan sang istri, melainkan kerumitan kegiatan pemerintahan yang muncul belakangan ini, kerumitan yang waktu itu jadi hal utama dalam dinasnya. Ia merasa, dibandingkan dengan masa-masa lalu, dirinya kini lebih tenggelam dalam kerulnitan itu, dan ia merasa bahwa dalam benaknya lahir gagasan besar (dan ini bisa dikatakannya tanpa memuji diri sendiri) yang bisa menyelesaikan selurub persoalan itu, menin karirnya, melukai musuh-musuhnya, dan karena itu mendatangkan manfaat sebesar-besarnya bagi pemerintah. Begitu pesuruh yang menghidangkan teh keluar kamar, Aleksei Aleksandrovich berdi ri dan pergi ke meja tulis. Digesernya tas yang berisi urusan sehari-hari ke tengah meja, lalu dengan senyuman puas d i r i tak kentara ia tarik pensil dari jagangnya dan tenggelam membaca laporan tentang kerumitan yang tengah berlangsung dan memerlukan perhatiannya. Kerumitan itu demikian. Keistimewaan Aleksei Aleksandrovich sebagai orang pemerintahan adalah khas yang dilniliki setiap pejabat terkemuka. Keistimewaan itu berupa ciri, selain sifat suka mencari kedudukan, mampu menahan diri, tulus, dan percaya , yang telah membentuk karir mereka. Keistinlewaan itu adalah sifat suka menyepelekan hal-hal reslni yang tertulis, suka menyingkat surat, suka menangani urusan yang tengah dihadapi seboleh-bolehnya secara langsung, dan suka berhemat. Secara kebetulan, dalam Komite 2 Juni yang terkenal, terjadi perkara pengairan ladang di wilayah gubernia Zaraiskaya yang berada di bawah tanggungjawab kementerian Aleksei Aleksandrovich dan merupakan contoh jelas mengenai mubazirnya pengeluaran dan perhatian terhadap laporan perkara. Alekse i Aleksandrovich tahu bahwa a itu memang benar demikian adanya. Perkara pengairan ladang di wilayah ia Zaraiskaya itu sudah
ada se j ak p endahulu sebelum pendahulu Aleks e i Aleksandrovich. Dan memang, untuk urusan itu telah dikeluarkan dan dihabiskan uang dalam jumlah amat besar dan benar-benar mubazir, sedangkan urusan itu sendiri agaknya tidak menghasilkan apa-apa. Begitu memegang jabatan, Aleksei Aleksandrovich ingin segera memaham i persoalannya dan menangani perkaranya. Tapi sejak semula, merasa dirinya belum mantap, ia tahu bahwa persoalan itu menuntut perhatian terlalu besar dan tidak masuk aka!. Kemudian, ketika mengurusi soal-soal lain, ia pun lupa terhadap perkara itu. Seperti perkara lainnya, perkara itu berjalan dengan sendirinya, dengan kelenturannya sendiri. (Banyak orang bisa hidup dari perkara itu, terutama satu keluarga yang sangat bermoral dan musikal, karena semua anak perempuannya mampu memainkan alat musik petik. Aleksei Aleksandrovich kenal keluarga itu, dan ia jadi wali salah seorang anak yang tua.) D iajukannya soal itu oleh kementerian yang bersikap bermusuhan, menurut pendapat Aleksei Aleksandrovich, tidak wajar, karena di tiap kementerian ada saja soal seperti itu, yang tidak bakal diajukan oleh siapapun dengan alasan fatsun kedinasan. Tapi sekarang, karena telah menda.pat tantangan, maka dengan berani ia pun menjawab tantangan itu dan menuntut ditunjuknya komisi khusus untuk mempelajari dan membuktikan kerja komisi pengairan ladang di wilayah gubernia Zaraiskaya itu; tapi untuk itu ia akan bertindak keras terhadap tuan-tuan itu. la menuntut dibentuknya komisi khusus untuk mengatur bangsa-bangsa minoritas. Persoalan mengatur bangsa-bangsa minoritas itu kebetulan dikemukakan dalam Komite 2 Juni, dan dengan bergairah didukung Aleksei Aleksandrovich sebagai persoalan yang tak bisa ditunda-tunda lagi, melihat keadaan bangsa-bangsa minoritas yang menyedihkan. Dalam komite, persoalan itu menjadi gara-gara terjadinya debat di antara beberapa kementeri an. Kementerian yang bermusuhan dengan Aleksei Aleksandrovich membuktikan bahwa keadaan bangsabangsa minoritas itu cukup berkembang, sehingga menatanya kembali seperti dimaksudkan bisa mengganggu perkembangannya; kalaupun ada yang kurang baik, itu melulu karena kebijakan-kebijakan hukum tidak dilaksanakan oleh kementerian Aleksei Aleksandrovich. Sekarang Aleksei Aleksandrovich bermaksud menu nt u t . Pertama, harus dibentuk komisi baru yang akan diberi tugas mengadakan penelitian setempat mengenai keadaan bangsa-bangsa minoritas. Kedua, jika ternyata keadaan bangsa-bangsa minoritas itu memang demikian halnya, seperti ditunjukkan data resmi yang dipunyai komite, maka hendaknya
ditetapkan komisi penelitian barn yang lain lagi untuk meneliti sebabmusabab keadaan bangsa-ban. gsa minoritas yang menyedihkan itu, ditinjau dari segi: a) politik, b) administrasi, c) ekonomi, d) etno , e) materi, dan f) keagamaan. Ketiga, hendaknya terhadap kementerian yang bermusuhan itu dituntut keterangan tentang tindakan-tindakan yang selama sepuluh tahun terakhir di ambil kementerian tersebut untuk menghindari keadaan tak menguntungkan yang sekarang menimpa bangsa-bangsa minor itas itu. Akhimya, keempat, hendaknya dituntut dari kementerian itu penjelasan mengapa kementerian tersebut, seperti tampak dalam keterangan nomor 17015 dan 18308 yang disampaikan kepada komite tanggal 5 Desember 1863 dan 7 Juni 1864, bertindak samasekali berlawanan dengan makna undang-undangpokokdan organis bah ... , halaman 18 dan penjelasan pasal 36. Rona girang mewarnai wajah Aleksei Aleksndrovich ketika ia dengan cepat menuliskan kerangka pikirannya itu. Selesai menulis sepenuh kertas ia berdiri, menarik lonceng, dan menyampaikan surat kecil kepada kepala kantor supaya menyampaikan kepadanya ke1terangan-keterangan yang dibutuhkan. Ia berdiri dan berjalan mondar-mandir di ruangan, kemudi an kembali menoleh ke arah lukisan Anna, mengerutkan dahi, dan tersenyum benci. Dibacanya kembali buku tentang prasasti Mesir Kuno, dan diperbaruinya minat terhadap prasasti itu, kemudian pada pukul sebelas pergi tidur. Kini, setelah berbaring di tempat tidur, teringat olehnya kejadi an dengan sang istri, tapi kejadian itu samasekali sudah tampak gelap baginya.
Walaupun dengan sangat sengit Anna membantah Vronskii, Vronskii mengatakan kepadanya bahwa posisinya tak mungkin dipertahankan lagi, dan Vronskii membujuknya untuk menyampaikan semuanya kepada sang suami, di dasar hatinya Anna menganggap posisinya memang tak benar dan tak jujur, dan dengan sepenuh hati ia ingin mengubah posisi tersebut. Pulang dar i pacuan kuda bersama sang suami ia mengungkapkan semuanya kepada dia di kala gundah itu; walaupun terasa pedih mengungkapkan hal itu, ia tetap gembira karena telah mengungkapkannya. Sesudah sang suami meninggalkannya, ia katakan pada diri sendir i bahwa ia gembira karena sekarang semuanya bisa diselesaikan, atau setidak-tidaknya tak ada lagi pen ipuan dan kebohongan. Ia merasa tak ragu lagi bahwa sekarang posisinya bisa ditetapkan untuk seterusnya. Posisi baru itu barangkalijelek, tapi sudah tetap, sehingga tak ada lagi ketidakjelasan atau penipuan. Dengan mengucapkan kata-kata itu, rasa sakit yang telah dit imbulkannya terhadap d iri sendiri dan suaminya, kin i akan terbalas dengan harapan bahwa semuanya akan mendapat kepastian, demikian pikirnya. Malam itu pula i a bertemu dengan Vronskii, tapi kepada Vronski i ia tidak membeberkan apa yang telah terjadi antara dirinya dan sang suami, walaupun demi kepastian p os is i n ya seharusnya ia menyampaikannya.
ia terbangun pag i be tnya, ha! pertama yang terbayang olehnya adalah kata-kata yang telah diucapkannya kepada sang suami, dan kata-kata itu baginya terasa begitu mengerikan, sehingga tak bisa ia kini memahami bagai mungkin ia mengucapkan katakata kasar yang aneh itu, dan tak bisa ia membayangkan apa yang bakal terjadi karena ucapannya itu. Tapi kata-kata telah diucapkan, dan Aleksei Aleksandrovich telah pergi tanpa mengucapkan sesuatu. "Aku telah bertemu dengan Vronskii, tapi aku tidak mengatakan itu padanya. Waktu ia baru pergi itu aku ingin memanggilkan dia kembali dan menyampaikan ha! itu padanya, tapi aku tarik keinginan itu, karena terasa aneh juga, kenapa aku tak menyampaikannya pada saat pertama. Kenapa aku tak mau dan tak menyampaikan padanya?" Dan sebagai jawaban atas pertanyaan itu, muncul di wajahnya rona merah karena malu. la mengerti apa yang menghambatnya berbuat demikian; i a mengerti bahwa dirinya merasa malu. Posisi dirinya, yang kemarin petang terasa sudah jelas, tiba-t iba kini terasa tak menentu lagi, bahkan buntu. Ia jadi merasa ngeri menghadapi aib yang sebelumnya tak pemah dipikirkannya. Baru membayangkan apa yang bakal dilakukan suaminya saja, sudah terpikir olehnya hal-hal paling mengerikan. Terpikir olehnya bahwa sebentar lagi akan datang kepala bagian untuk mengusirnya dari rumah, dan aib itu akan disiarkan ke seluruh dunia. Ia bertanya pada diri sendiri ke mana ia akan pergi bila diusir dari rumah itu, dan ia tak menemukan jawabannya.
Sewaktu memikirkan Vronskii, terbayang olehnya bahwa Vronskii tak menc intainya. Vronskii sudah mulai merasakan dirinya sebagai beban, sedangkan i a sendiri mustahil menyodor-nyodorkan d iri kepada lelaki itu, sehingga ia pun meras n dalam dirinya s i kap permusuhan terhadap lelaki itu. la merasa, kata-kata yang telah diucapkannya kepada sang suami, dan terus-menerus diulangi dalam angannya, ia ucapkan juga kepada semua orang, dan semua orang mendengar kata-kata itu. la tak berani menatap mata orang yang tinggal bersamanya. Ia tak berani memanggil gadis pesuruh, dan lebih tak berani lagi turun ke bawah menemui sang anak dan pengasuhnya.
Gadis pesuruh itu, yang sudah lama mendengar-dengarkan di pintu, nyelonong menemuiAnna di k amar. Anna dengan nada bertanya menatap matanya, dan dengan ketakutan memerahlah wajah si gadis. Gadis itu meminta maaf karena telah masuk ke kamar Anna, tapi ia mengatakan bahwa seolah mendengar dirinya dipangg il. Ia membawa pakaian dan surat. Surat itu dari Betsy. Betsy mengingatkan bahwa pagi itu Liza Merkalova dan Barones Shtol akan berkunjung ke rumahnya; mereka akan disertai para pengagumnya, Kaluzskii dan si tua Stremov, untuk main kroket. "Datanglah, walaupun hanya untuk melihat bagaimana orang belajar bersopan-santun. Anda saya nantikan," demikian Betsy menutup suratnya.
Anna membaca surat itu dan menarik napas dalam-dalam. "Tidak, tak perlu apa-apa," katanya kepada Annushka, yang waktu itu meletak botol-botol kecil dan sikat-sikat ke atas meja rias. "Pergilah, aku hendak berpakaian dan pergi keluar. Tidak, aku tak perlu apa-apa."
Annushka keluar, tapi Anna tak juga mulai berpakaian, ia tetap duduk dalam posisi seperti semula, menekurkan kepala dan menjulurkan kedua tangannya, dan sesekali ia menguncangkan seluruh tubuh seakan hendak memberikan isyarat untuk mengatakan sesuatu, namun kemudian kembali terdiam. Tak henti-hentinya i a mengulang: "Ya Tuhan! Ya Tuhan!" Namun baik "Ya" maupun "Tuhan" samasekali tak berart i baginya. Kendati i a tak pernah menyangsikan agama, dan memang terdidik dalam suasana keagamaan, pikiran untuk mencari pertolongan pada agama untuk menyelamatkan posisinya terasa olehnya sama asingnya dengan mencari pertolongan kepada Aleksei Aleksandrovich sendiri. Ia tahu bahwa pertolongan agama hanya mungkin didapat dengan syarat melepaskan diri dari hal yang kini justru menjadi bermakna bagi hidupnya. Ia bukan hanya merasa berat, tapi juga mulai merasa takut menghadapi situasi batin yang baru, yang tak pernah ia alami sebelumnya. Ia merasa, dalam jiwanya semuanya mulai mendua, seperti halnya barang-barang yang kadang mendua karena penglihatan mata yang lelah. Terkadang ia tak mengerti apa yang ditakutkannya, dan apa yang dikehendakinya. Ia tak tahu apakah ia takut dan apa yang dikehendakinya.
"Ah, apa yang mesti kulakukan!" katanya pada diri sendiri, tiba-tiba dirasakannya nyeri di kedua pelipis kepalanya. Dan ketika tersadar, ia pun melihat bahwa dirinya tengah mencengkam rambutnya di dekat pelipis, dan masih menarik rambut itu.
"Kopi siap, dan Mademoisell!e menanti bersama Seryozha," kata Annushka ketika datang lagi, dan kembali melihat Anna dalam posisi seperti tadi juga.
"Seryozha" Kenapa Seryozha?" tanya Anna yang tiba-tiba tergugah karena barn pagi hari itu ia teringat anaknya.
"Rupanya ia melakukan kesalahan," jawab Annushka tersenyum. "Melakukan kesalahan bagaimana?"
"Rupanya diam-diam ia makan buah persik di sudut kamar." Dengan disebutnya nama sang anak, tiba-tiba Anna bisa melepaskan dir i dari situasi buntu yang menyelimutinya. Teringat ia akan peranan seorang ibu, yang sebagian memang dijalaninya tapi selalu dibesarbesarkan, yaitu peranan seorang 'ibu yang hidup demi anaknya, yang pada tahun-tahun terakhir ini telah ia mainkan, dan dengan gembira ia pun mengatakan bahwa dalam suasana yang kini melingkupinya, ia punya satu kekuatan yang tak tergantung pada situasi seperti ketergantungannya kepada sang suam i atau Vronskii. Kekuatan itu adalah anak. Situasi apapun yang dihadapi, tak bisa ia meninggalkan sang anak. Biarpun sang suami mempermalukan dan mengusirnya, biarpun Vronskii bersikap mendingin terhadap dia dan kemudian melanjutkan hidup bebas (kembali ia memi kirkannya dengan penuh kebencian dan celaan), tak sanggup ia meninggalkan anaknya. Ia punya tujuan hidup. Dan i a harus bertindak, ya, bertindak agar bisa memberikan jaminan atas posisinya bersama sang anak, agar anaknya tak diambil orang dari dia. Bahkan seboleh-bolehnya Iebih cepat ia bertindak, sebelum sang anak direbut orang dia. Ia harus mengambil anak itu dan pergi. Itulah hal yang sekarang harus dilakukannya. Ia perlu menenangkan diri dan melepaskan dari posisi yang penuh siksaan itu. Dan pikiran tentang soal yang langsung menghubungkannya dengan sang anak, dan mengharuskannya segera pergi entah ke mana dengan anak itu, kini memberinya ketenangan.
Dengan segera ia pun berpakaian, turun ke bawah, dan dengan langkah pasti masuk ke kamar tamu, tempat Seryozha dan pengasuhnya bi asa menunggu,juga kopinya. Seryozha tampaksedang mempermainkan bunga-bunga yang dibawanya, dengan pakaian serba putih, berdiri di dekat meja di bawah in, dengan punggung dan kepala membungkuk, dan dengan wajah menunjukkan ketegangan yang sudah dikenal ibunya dan karena itu ia mirip dengan ayahnya.
Pengasuhnya menunjukkan wajah sangat kereng. Seperti sering terjadi, Seryozha berseru dengan suara mengiris: "A, Mama!" lalu berhenti dengan ragu apakah ia akan langsung mengaku bersalah kepada ibunya dan membuang bunga-bunga itu, ataukah membuat karangan bunga dengan bunga-bunga itu dulu, dan baru pergi.
Sesudah mengucapkan salam, pengasuh dengan panjang-lebar dan dengan kata-kata pasti mulai menguraikan perbuatan yang telah dilakukan Seryozha, tapi Anna tak mendengarkannya; yang dipikirkan Anna adalah apakah ia akan membawa serta pengasuh itu. "Tidak, tidak akan kubawa," demikian ia memutuskan. "Aku akan pergi sendiri dengan
ku ." "Ya, itu jelek sekali," kata Anna, dan sambil memegang bahu anaknya dengan tatapan yang bukan keras melainkan malu-malu (dan ini membuat anak itu bingung bercampur gembira), ia memandang anaknya dan kemudian menc iumnya. "Tinggalkan dia bersamaku," katanya kepada pengasuh yang jadi keheranan, dan tanpa melepaskan tangan anaknya ia pun duduk menghadap meja yang sudah siap dengan kopinya.
"Mama! Saya ... saya ... tidak ... ," kata Seryozha berusaha mendugaduga dari ekspresi ibunya apa bakal dilakukan ibunya terhadap dia karena telah makan buah persik itu.
"Seryozha," katanya ketika pengasuh sudah keluar ruangan. "Perbuatanmu itujelek sekali, tapi kamu tidak akan melakukannya lagi. Kamu mencintai Mama, kan?"
Ia merasakan airmata mer,ebak di matanya. "Bagaimana mungkin aku tidak mencintainya?" katanya pada diri sendiri seraya meresapkan tatapan mata anaknya yang ketakutan sekaligus mengandung kegembiraan itu. "Dan apa mungkin ia akan sama dengan ayahnya dalam menghukumku" Apakah ia tidak akan merasa kasihan padaku?" Airmata sudah membasahi wajahnya, dan untuk menyembunyikan airmata itu ia cepat bangkit dan nyaris lari ke teras.
Sesudah turun hujan bercampur guntur hari-hari belakangan itu, cuaca cerah dan dingin pun tiba. Dengan sinar matahari terang yang menembusi dedaunan basah, udara terasa dingin.
Anna mengg igil, baik karena udara dingin maupun rasa ngeri dalam batin; keduanya, dengan kekuatan baru, merangkumnya di tengah udara jernih itu.
"Pergi sana, pergi sana ke Mariette," katanya kepada Seryozha yang waktu itu rnengikutinya keluar, dan rnulailah ia berjalan di atas babut teras yang terbuat darijerami. "Mungkinkah rnereka tak rnengarnpuniku, dan rnung rnereka tak rnau tahu bahwa keadaan tidak rnungkin tidak seperti ini?" katanya pada diri sendiri.
Begitu berhenti dan rnernandang puncak pohon aspen, bergoyang-goyang ditiup angin bersarna daun-daunnya yang basah oleh air dan gernerlap oleh sinar rnatahar i yang dingin, rnengertilah ia bahwa rnereka tidak bakal rnengarnpuninya, dan bahwa sernua hal dan sernua orang kini akan bersi kap tanpa ampun terhadap dia, seperti langit dan dedaunan itu. Dan ia pun kembali m erasa , dalam batin ia rnulai bimbang. "Tak perlu, tak perlu dipi ," katanya p a da diri sendiri. "Yang perlu dilakukan adalah bersiap-siap. Ke mana" Kapan" Membawa siapa" Ya, ke Moskwa, dengan kereta malarn. Membawa Annushka dan Seryozha, dan barang-barang yang paling diperlukan. Tapi sebelurnnya aku perlu rnenulis surat dulu untuk rnereka berdua." Ia pun lekas-lekas rnasuk ke rurnah, ke karnar kerja, duduk rn. enghadap rneja dan rnenulis kepada suarnmya:
"Sesudah kejadian itu, tak bisa lagi saya tinggal di rurnah Anda. Saya pergi rnernbawa anak kita. Saya buta hukurn, karena itu saya tak tahu dengan siapa anak itu harus tinggal di antara kedua orangtuanya; tapi saya mernbawanya, karena tanpa dia saya tak sanggup hidup. Saya harap Anda bisa bermurah hati menyerahkan anak itu pada saya."
Sampai waktu itu i a menulis dengan cepat dan wajar, tapi permintaan untuk bermurah hati yang tak disukainya, dan keharusan menutup surat dengan ucapan yang menyentuh hati, telah rnenghentikan gerak tangannya.
"Bicara tentang kesalahan diri sendiri dan rasa sesal, saya tak bisa,
" a rena . ... Kembali ia berhenti karena tak menemukan jalinan antara berbagai pikiran yang ada dalam benaknya. "Tidak," katanya pada diri sendiri. "Tidak perlu apa-apa lagi," dan dirobek-robeknya surat itu, lalu ditulisnya lagi tanpa rnernasukkan persoalan rnurah hati, dan kernudian d icapnya.
Surat kedua harus ditulis untuk Vronskii. "Saya sudah rnernberitahu suarni," tulisnya, kernudian lama duduk karena tak punya daya untuk rneneruskan. Rasanya beg itu kasar, beg itu tak pas dengan perasaan perempuan. "Selain itu, apa yang bisa saya tulis untuknya?" katanya pada diri sendiri. Dan kembali wama merah tanda malu menyelimuti wajahnya, teringat olehnya ketenangan sikap suaminya, dan rasa kesal terhadap sang suami memaksa Anna merobek-robek kembali kertas yang sudah berisi kalimat itu jadi robekan-robekan kecil. "Tak perlu apa-apa lagi," katanya pada diri sendiri. Sesudah dilipatnya kertas serap tinta, ia pun pergi ke atas dan mengatakan kepada pengasuh anaknya dan orangorang lain babwa sekarang juga ia akan pergi ke Moskwa, dan se itu pula ia mulai me i barang-barangnya.
XVI Maka para penanggungjawab pekarangan, tukang kebun, dan pesuruh pun berlalu-lalang di kamar-kamar bungalo itu guna mengeluarkan barang-barang. Lemari-lemari dan meja laci dibuka; dua kali orang berlari ke warung untuk membeli tali: di lantai bertebaran kertas-kertas koran. Dua buah peti, karung-karung, dan selimut-selimut yang sudah diikat diangkut ke kamar depan . Sebuah kereta dengan dua kusir berdir i di dekat serambi. Anna yang sudah lupa akan keresahan batinnya karena mempersi apkan barang-barang itu, k ini mengatur karung perjalanan sambil berdiri d i depan meja d i dalam kamar kerja ketika Annushka meminta perhatiannya pada dekak-dekik bunyi kendaraan yang sedang mendekat. Anna menoleh ke jendela, dan i a melihat di dekat serambi kurir Alekse i Aleksandrovich tengah menarik bel di pintu-masuk.
"Coba lihat sana apa maunya," kata Anna, yang dalam keadaan siap dan tenang duduk di kursi be sar sambil meletakkan kedua tangan di pangkuan. Pesuruh membawa paket tebal dengan tulisan tangan Aleksei Aleksandrovich.
"Kurir diperintahkan membawajawaban," kata pesuruh. "Baik," kataAnna, dan begitu pesuruh keluar, denganjemari gemetar dibukanya surat itu. Setumpuk uang baru dan terekat kertas cetakanjatuh dari dalam surat. Diambilnya surat, dan ia mulai membaca. " Saya sudah membuat persiapan untuk kepindahan Anda, dan saya menganggap penting agar permintaan saya ini dilaksanakan," demikian dibacanya. Kemudian dibacanya terus dengan cepat, dibacanya semua dan sekali lagi dibacanya surat itu dari awal. Selesai membaca, ia merasa dirinya kedinginan dan suatu kemalangan yang mengerikan telah menimpanya, kemalangan yang tak diduganya.
Ia menyesal bahwa pagi itu telah menyampaikan surat kepada sang suami, dan kini hanya satu yang diharapkannya, yaitu agar katakata itu seolah tak pernah diucapkannya. Kebetulan, surat suaminya ini mengangggap kata-kata itu tak pernah diucapkan, dan ini memberi d i a ha! yang memang dikehendakinya. Tapi sekarang itu merupakan ha! pa l ing mengerikan dibandingkan semua yang bisa dibayangkannya.
"Benar! Benar!" ujarnya. "Ya, tentu saja ia selalu benar, ia orang Kristen, berhati dermawan! Bukan, ia orang yang hina, jahat! Selain aku, tak seorang pun yang bisa mengerti dan akan bisa mengerti hal ini; dan aku tak bisa menjelaskannya. Orang mengatakan: ia orang yang relig ius, berbudi, tulus, pandai; tapi mereka tak melihat apa yang telah kulihat. Mereka tak tahu betapa i a mencekik hidupku selama delapan tahun ini, mencekik segala yang hidup dalam diriku; mereka tak tahu bahwa ia tak pemah sekali pun memi bahwa aku ini perempuan hidup yang membutuhkan cinta. Mereka tak tahu betapa ia menghinaku di setiap langkahnya, namun ia merasa puas saja dengan dirinya. Tidakkah aku telah berusaha, ya, berusaha dengan segenap tenagaku, untuk menemukan pertanggungjawaban hidupku" Tidakkah aku telah mencoba mencintainya, mencintai anakku, di kala sudah tak mungkin lagi mencintai suami" Tapi waktu berlalu, dan mengertilah aku bahwa aku tak bisa lagi menipu diri sendiri, bahwa aku manusia yang hidup, tak bersalah, dan Tuhan telah menciptakan diriku sebagai orang yang perlu mencintai dan perlu h idup. :Lalu bagaimana sekarang" Kalaupun i a bunuh aku, kalaupun ia bunuh dia, akan kutanggung semua itu, akan kumaafkan semua itu, tapi tidak, ia .... "
"Oh, kenapa aku tak bisa meraba apa yang bakal dilakukannya sekarang" Ia pasti akan melakukan sesuatu sesuai dengan wataknya yang rendah. Ia akan tetap merasa benar, sedangkan aku, yang sudah jatuh, akan dirusaknya lebih hebat lagi.. .. "
"Anda bisa menduga sendiri apa yang bakal terjadi dengan diri Anda dan anak Anda," Anna mengingat kata-kata dalam surat itu. "Ini adalah ancaman untuk mengambil anak itu, dan rupanya menurut hukum mereka yang bodoh perbuatan itu bisa dilakukan. Tapi apa aku tak tahu kenapa ia mengatakan itu" Ia pun tak memercayai cintaku pada anak, atau ia membenci (seperti selalu d i ukkan dengan ketawanya yang mengejek), membenci perasaanku. Tapi ia tahu, aku tak bakal membuang anakku, tak mungkin aku membuang anakku, dan tanpa anak tak mungkin aku hidup, sekalipun dengan orang yang kucintai, tapi i a pun tahu bahwa membuang anak dan lari dari dia, bagiku, berarti
tindakan seorang perempuan yang paling memalukan, paling jahat. Itu d i a tahu, dan ia pun tahu bahwa aku tak sanggup melakukan ha! itu."
"Hidup kita harus berjalan seperti sebelum i ni," teringat olehnya kalimat lain dalam surat itu. "Oulu pun hidup ini penuh siksaan, sedangkan pada waktu terakhir ini, h idup terasa mengerikan. Kalau begitu, apa yang akan terjadi sekarang" Dan ia pun telah tahu semuanya. Ia tahu tak mungkin aku menyesal selama aku masih bisa bernapas dan mencinta. Ia tahu bahwa selain penipuan dan kebohongan, tidak ada yang hadir dengan hidup bersamanya, tapi toh ia butuh untuk terns menyiksaku. Alm kenal dia, aku tahu bahwa seperti ikan dalam air ia berenang dan menikmati hidup dalam penipuan. Tapi tidak, tak akan kuberikan kenikmatan itu padanya, akan kurobek-robek sarang labalabanya yang terbuat dari penipuan, yang hendak dipakainya untuk menjaringku; biarlah terjadi apa yang akan terjadi. Semua ini lebih baik daripada penipuan dan kebohongan!
"Tapi bagaimana caranya" Ya Tuhan! Ya Tuhan! Sudah pernahkah ada perempuan semalang diriklll ini"
"Tidak, akan kurobek-robek, akan kurobek-robek!" pekiknya sambil melompat dan menahan airmata. Dan i a pun menghampiri meja tulis untuk menulis surat lain lagi kejpada suaminya. Namun di dasar hatinya ia sudah merasa bahwa i a tak bakal sanggup merobek-robek apapun, tak bakal sanggup keluar dari posisi sebelumnya, betapapun palsu dan dinanya posisi itu.
Ia pun duduk menghadap meja tulis, tapi bukan menulis, melainkan melipat kedua tangan ke meja dan meletakkan kepala ke atas tangan itu dan mulai menangis tersedu-sedu dan terguncang-guncang sekujur tubuhnya, seperti tangisan anak-anak. Ia menangis karena impiannya untuk memperoleh kejelasan dan kepastian atas posisinya kini runtuh untuk selama-lamanya. Ia sudah tahu bahwa semuanya akan berlangsung seperti sediakala, bahkan jauh lebih buruk daripada sediakala. Ia merasa, posisi yang dimilikinya di kalangan bangsawan, yang tadinya terasa begitu sepele, ternyata baginya merupakan posisi yang berharga, dan tak bakal sanggup ia menggantinya dengan posisi aib seorang perempuan yang membuang suam i dan anak serta menyatukan d i r i dengan kekasihnya. Ia merasa, betapapun ia berusaha, tak bakal ia jadi lebih kuat daripada sekarang ini. Tak bakal pernah ia bisa merasakan kebebasan cinta, melainkan tetap jadi istri yang jahat untuk selamalamanya, yang setiap saat terancam terbongkar rahasianya, seorang
istri yang menipu suami untuk menjalin hubungan memalukan dengan orang asing yang tak merdeka pula, dan dengan orang itu tak bisa pula i a menyatukan hidupnya. Ia tahu, itulah yang bakal terjadi, dan terasalah olehnya bahwa itu mengerikan, sampa i tak mampu membayangkan bagaimana akhir semua itu. Dan menangislah ia tanpa bisa ditahantahan lagi, seperti tangisan anak-anak yang mendapat hukuman.
Langkah-langkah kaki pelayan yang terdengar memaksanya sadar, dan sambil menyembunyikan wajahnya dari pelayan ia pun berpurapura tengah menulis.
"Kurir memohon balasan," lapor pelayan pelan.
"Jawaban" Ya," katanya. "Suruh dia menunggu. Nanti aku bunyikan be!."
"Apa yang bisa kutulis?" pi kirnya. "Apa yang bisa kuputuskan sendirian" Apa yang kuketahui" Apa yang kukehendaki" Apa yang kucintai?" Kembali ia merasa bahwa dalam jiwanya ia mendua. Kembali ia takut pada perasaan itu, dan karena itu ia pun berpegang pada alasan pertama yang muncul dalam benak untuk menghindarkan diri dari pik iran-pikiran tentang dir i sendiri. " Aku harus bertemu Al i (demikian ia namakan Vronskii dalam hatinya), hanya dia seorang yang sanggup mengatakan padaku apa yang harus kulakukan. Aku akan pergi ke rumah Betsy; di sana barangkali aku akan bertemu dengan Alekse i," katanya pada diri sendiri. Ia samasekali sudah lupa bahwa kemarin, sewaktu mengatakan kepada Vronskii bahwa ia tidak akan pergi ke rumah Nyonya Pangeran Tverskaya, Vronskii telah mengatakan bahwa karena Anna tidak akan pergi, ia pun tidak akan perg ijuga. Maka ia pun pergi ke meja dan menulis kepada suaminya: "Sudah saya terima surat Anda, A." lalu ditariknya be!, dan diberikannya surat itu kepada pelayan.
"Kita tidak jadi pergi," katanya kepada Annushka yang waktu itu masuk kamar.
"Samasekali?" "Tidak, jangan dibongkar dulu barang-barang itu sampai besok, dan biarkan kereta itu. Aku sekarang pergi ke rumah Nyonya Pangeran.
XVII Kelompok pemain kroket yang akan didatang i Anna atas undangan Nyonya Pangeran Tverskaya terdiri atas dua orang nyonya dan para pengagumnya. Kedua nyonya itu merupakan wakil-wakil utama
kelompok baru terpilih Petersburg yang menamakan diri Les sept merveilles du monde,7 4 sebagai tiruan atas tiruan kelompok yang lain lagi. Nyonya-nyonya itu adalah anggota kelompok yang memang lebih tinggi, tapi samasekali bermusuhan d.engan kelompok yang sering di Anna. Selain itu, si tua Stremov, yang tergabung dalam kelompok orang Petersburg yang sangat berpengaruh dan pengagum Liza Merkalova, dalam dinas adalah musuh Aleksei Aleksendrovich. Karena alasan itu Nyonya Tverskaya telah memberikan isyarat-isyarat kepada Anna dalam suratnya. Tapi sekarang Anna berniat pergi ke sana dengan harapan akan bertemu dengan Vronskii.
Anna tiba di rumah Nyonya Pangeran Tverskaya lebih dulu ketimbang yang lain.
Waktu ia masuk ruangan, pelayan Vronskii, yang bercambang tersisir mirip pelayan kamar, masukjuga. Pelayan itu berhenti di pintu, dan sambil melepaskan topinya ia mempersilakan Anna masuk. Anna mengenal pelayan itu, dan seketika itu ia ingat bahwa Vronskii kemarin mengatakan tidak akan datang. Agaknya karena itu sekarang Vronskii berkirim surat.
Sementara melepaskan gaun luar di kamar depan, Anna mendengar pelayan Vronskii, yang melafalkan huruf r mirip pelayan kamar itu, mengatakan: "dari Pangeran untuk Nyonya Pangeran", dan menyampaikan surat itu.
Anna ingin bertanya kepada pelayan itu di mana tuannya berada. Ia i ngin kembali pulang dan berkir im surat agar Vronskii datang ke rumahnya atau dia yang datang ke tempat Vronskii. Tapi yang pertama, yang kedua, maupun yang ketiga tidak mungkin dilakukannya: di depan sudah terdengar be! yang mengumumkan kedatangan Anna, dan pelayan Nyonya Pangeran Tverskaya telah berdiri setengah memutar di pintu yang terbuka menantikan masuknya Anna ke dalam rumah.
"Nyonya Pangeran di kebun, sebentar lagi akan datang. Barangkali berkenan ke kebun?" lapor pelayan lain di ruangan lain.
Keadaan Anna yang tanpa kepastian dan kejelasan itu sama dengan keadaan sewaktu di rumah, bahkan lebih buruk lagi, karena di sini tak ada yang bisa d ilakukannya. Ia t idak bertemu dengan Vronskii, namun harus tetap tinggal, di lingkungan asing yang samasekali bertentangan dengan seleranya. Untunglah Anna waktu itu mengenakan riasan yang
74 Les sept meNeilles du monde (Pr): Tujuh keajaiban dunia.
dia ketahui cocok untuk dirinya. Ia tidak sendirian; di sekitar terlihat suasana perayaan seperti biasa itu, dan ia pun merasa lebih ringan daripada di rumah. Maka ia tidak terpaksa mencari-cari apa yang harus dilakukan. Semua berjalan wajar. Ketika menyambut Betsy yang datang menemui nya dengan pakai an putih, yang memukaunya karena anggun, Anna tersenyum kepada perempuan itu seperti selalu dilakukannya. Nyonya Pangeran Tverskaya berjalan bersama Tushkevich dan seorang sanak nyonya rumah tersebut. Orangtua si , yang tinggal di daerah, merasa bahagia sekali bahwa anaknya menghabiskan waktu musim panas di rumah Nyonya Pangeran yang terkenal.
Agaknya dalam diri Anna waktu itu tampak sesuatu yang luarbiasa, karena Betsy saat itu juga melihatnya.
"Saya tidak bisa tidur semalam," jawab Anna sambil mengamatamati pelayan yang berjalan berlawanan arah dengan mereka dan menurut perkiraan Anna telah membawa surat Vronskii.
"Saya senang sekali Anda datang," kata Betsy. "Saya lelah dan baru saja hendak min um secangkir teh sambil menunggu mereka datang. Ada baiknya Anda pergi dulu," katanya kepada Tushkevich. "Dengan Masha mencoba lapangan kroket yang sudah dipangkas. Nab, jadi ki ta berdua sempat bicara dari hati ke hati sambil mi num teh, we'll have a cosy chat, bukan?" katanya lagi kepada Anna sambil tersenyum dan menjabat tangan Anna yang memegang payung.
"Lebih-lebih karena saya tidak akan tinggal lama di sini; saya harus pergi ke si tua Vrede. Sudah seratus tahun saya berjanji akan datang," kata Anna. Kebohongan yang asing bagi wataknya itu ternyata bukan hanya biasa dan wajar di tengah-tengah orang-orang itu, bahkan memberikan kepuasan.
Untuk apa i a menyampaikan ha! yang sedetik pun tak ia pikirkan itu, tak bisa i a menjelaskannya. Ia mengatakan ha! itu melulu dengan pemikiran bahwa karena Vronskii tidak bakal datang, maka ia harus merebut kebebasan dirinya, dan entah dengan cara bagaimana ia harus bertemu dengan Vronskii. Tapi mengapa ia justru bicara tentang si Fraulein tua Vrede, seperti ia memerlukan orang lain lagi, tak bisa ia menjelaskan. Kemudian ternyata, ketika mereka-reka cara paling licik untuk bertemu dengan Vronskii, tak bisa ia menemukan yang lebih baik.
"Tidak, bagaimanapun Anda tak bakal saya lepaskan," jawab Betsy yang dengan saksama mengamati wajah Anna. "Betul ini, saya bisa
tersinggung sekiranya saya t idak mengasihi Anda. Tampaknya Anda takut kelompok saya akan berkompromi dengan Anda. Coba bawakan kami teh di kamar tamu kecil, n katanya, dan seperti bi asa sambil memicingkan mata waktu ia bicara kepada pelayan. Diambilnya surat dari pelayan, dibacanya. "Aleksei membuat lompatan tipuan buat ki ta, n katanya dalam bahasa Prancis, "dia tulis bahwa tak mungkin terjadi," tambahnya dengan nada wajar dan bi asa, seolah tak mungkin terpikir olehnya bahwa Vronskii bagi Anna bisa punya lain daripada sekadar pemain kroket.
Anna mengerti bahwa Betsy tahu semuanya, tapi waktu ia mendengarkan Betsy bicara tentang Vronskii di depannya, Anna merasa yakin untuk sesaat bahwa Betsy tidak tahu apa-apa.
"A!" kata Anna masa bodoh, seakan hanya berminat sedikit pada soal itu, kemudian katanya sambil tersenyum: "Bagaimana mungkin kelompok Anda berkompromi dengan seseorang?" Permainan kata-kata itu, disembunyikannya rahasia itu, seperti terjadi pada semua perempuan, punya daya tarik yang besar bagi Anna. Dan yang menarik hatinya, bukan keharusan untuk menyembunyikan dan tujuan menyembunyikan rahasia itu, tapi proses menyembunyikan rahasia itu sendiri. "Saya tak b i s a lebih Katolik daripada Paus.," katanya. "Stremov dan Liza Merkalova itu kan i nti inti masyarakat" Selain itu, mereka bisa diterima semua kalangan, sedangkan saya," i a tekankan secara khusus kata saya itu, "tak pernah saya bersikap keras dan tak sabaran. Saya betul-betul tidak bisa berlaku demikian."
"Tidak, tapi apa barangkali Anda tak mau bertemu dengan Stremov" Biar saja dia dan Aleksei Aleksandrovich baku bantam di komite, itu bukan urusan kita. Tapi di kalangan bangsawan, dia orang sangat baik yang pernah saya kenal, dan dia pemain kroket yang baik. Nanti Anda akan melihatnya sendiri. Walaupun dalam posisi lucu sebagai pak tua pengagum Liza, kita perlu melihat bagaimana dia berusaha membebaskan diri dari posisinya yang lucu itu ! Dia orang yang baik sekali. Safo Shtolz Anda kenal t idak" Dia betul-betul nada barn."
Betsy mengatakan semua itu, ta pi dari ta ta pan matanya yang gembira dan cerdas, Anna merasa bahwa Betsy memahami sebagian keadaannya dan kini tengah berusaha melakukan sesuatu untuk dia. Mereka sedang berada di dalam kamar kerja yang kecil.


Anna Karenina Jilid 1 Karya Leo Tolstoi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tapi barangkali perlu menyurati Aleksei," dan Betsy pun duduk menghadap meja, menulis beberapa baris dan memasukkannya ke amplop. "Saya tulis supaya dia datang makan siang di sini. Ada seorang nyonya yang untuk makan siang nanti tak punya pasangan. Cobalah Anda lihat apakah cukup meyakinkan" Tapi maaf, saya tinggalkan Anda sebentar. Tolong distempel dan dikirim," katanya dari pintu. "Saya perlu memb petunjuk."
Tanpa sedikit pun berpikir, Anna duduk menghadap meja sambil memegang surat Betsy, dan tanpa membaca surat itu ia tambahkan di bawah: "Saya perlu berjumpa Anda. Datanglah ke kebun Vrede. Saya akan ada di sana pukul 6." Ia stempel surat itu, kemudian Betsy, telah telah kembali, menyerahkan surat itu di depan Anna.
Betuljuga, sambil min um teh yang di bawakan untuk mereka dengan meja-baki di kamar tamu kecil yang berhawa sejuk, terjadilah cosy chat di antara kedua perempuan itu, sepert i di janjikan Nyonya Pangeran Tverskaya sebelum kedatangan para tamu. Mereka menggunjingkan orang-orang yang sedang mereka nantikan kedatangannya, dan percakapan terpusat pada Llza Merkalova.
"Dia baik sekali, dan sikapnya terhadap saya selalu simpatik," kata Anna.
"Anda harus menyayanginya. [a kagum pada Anda. Kemarin i a datang pada saya sesudah pacuan, dan ia amat menyesal karena tak bisa berjumpa Anda. Ia mengatakan, Anda tokoh roman yang sebenarnya. S ya ia seorang lelaki, katanya, barangkali ia akan berbuat seribu kebodohan demi Anda. Lalu Stremov mengatakan padanya bahwa bukan sebagai lelaki pun Liza sudah berbuat seribu kebodohan."
"Ta pi saya tak pernah bisa memahami," kata Anna sesudah terdiam beberapa waktu, dan ia katakan itu dengan nada yangjelas menunjukkan bahwa apa yang dikemukakannya bukan pertanyaan kosong belaka, tapi lebih penting daripada yang sebena . "Saya tak pernah bisa memahami, bagaimana sesungguhnya hubungan dia dengan Pangeran Kaluzhskii yang disebut Mi shka itu" Saya jarang bertemu mereka. Bagaimana sesungguhnya?"
Betsy tersenyum dengan matanya, Ialu dengan saksama menatap Anna.
"Itu gaya baru saja," katanya. "Mereka semua memilih gaya itu. Mereka lemparkan topi ke sebelah sana kincir. Tapi ada gaya untuk rnelemparkannya."
"Ya, tapi bagaimana sesungguhnya hubungannya dengan Kaluzhskii?" Betsy sekonyong-konyong t a gembira dan tak tertahankan lagi, suatu bal yangjarang terjadi pada dia.
"Di sini Anda masuk wilayah Nyonya Pangeran Myagkaya. Ini persoalan anak yang mengerikan," dan Betsy pun tak bisa lagi menahan ketawanya, sekalipun agaknya ingin ia menahannya; dan meledaklah tawa yang menular itu, seperti tawa orang yang jarang ketawa. "Kita perlu bertanya pada mereka," u jamya di tengah-tengah ketawanya yang sampai mengeluarkan airmata.
Panglima Buronan 1 Goosebumps - Mobil Hantu Hati Yang Terberkahi 1
^