Anne Of Island 5

Anne Of Green Gables 3 Anne Of The Island Karya Lucy M. Montgomery Bagian 5


sedikit. Perjalanannya pulang pergi, dari dan ke sekolah sangatlah
menyenangkan. Dia selalu lewat jalan dekat rawa; karena
pemandangannya sangat indah"tanah gembur, dipenuhi tunas-tunas
menghijau dan lumut; aliran sungai keperakan berliku-liku di antara
pepohonan dan cemara-cemara berdiri tegak, batangnya dilapisi lumut
kehijauan, pangkalnya diselimuti oleh tunas-tunas dan rumput bersemi.
Meski demikian, Anne merasa hidup di Valley Road sedikit monoton.
Yang pasti, tak ada satu pun insiden menarik terjadi di sini.
Anne tak pernah lagi bertemu si kurus Samuel yang menawarinya
permen mint, sejak malam pemuda itu nangkring di pagar rumah Janet,
meski beberapa kali mereka pernah berpapasan di jalan. Tapi di suatu
malam bulan Agustus yang hangat, Samuel muncul, dan dengan khidmat
duduk di bangku kayu sederhana di samping beranda. Dia mengenakan
pakaian kerjanya, berupa celana bertambal-tambal, kemeja denim biru,
lengannya sobek di bagian siku, dan topi jerami kasar. Samuel menggigiti
sebatang jerami sambil menatap Anne serius. Mengembuskan napas berat,
Anne menyingkirkan bukunya dan mengambil sulamannya. Tak mungkin
dia bisa ngobrol dengan Samuel. Setelah hening lama, Sam tiba-tiba
bicara. "Aku mau pergi lho dari sana," katanya tiba-tiba, melambaikan topi
jeraminya ke rumah sebelah.
"Oh, benarkah?" kata Anne sopan.
"Yap." "Dan kau mau ke mana?"
197 "Yak, aku sudah mikir buat nyari tempat buatku. Satu yang cocok di
Millersville. Tapi kalau aku nyewa di sana aku mau ada cewek."
"Kurasa," kata Anne kurang paham.
"Yap." Hening lama lagi. Akhirnya, Sam melepas topi jeraminya lagi dan
berkata, "Kau mau sama aku nggak?"
"Ap"apa!" Anne terkesiap.
"Kau mau aku nggak?"
"Maksudmu"MENIKAH denganmu?" tanya Anne yang malang,
bingung. "Yap." "Tapi, aku tak mengenalmu," seru Anne kesal.
"Ntar kalau kita udah kawin kamu bakalan kenal," kata Sam.
Anne berusaha bersikap tenang dan bermartabat.
"Aku jelas tak akan menikahimu," katanya angkuh.
"Wah, nanti malah dapet yang lebih jelek loh," bujuk Sam. "Aku ini
rajin dan aku punya uang di bank."
"Jangan bicara tentang ini lagi padaku. Apa yang telah merasukimu
hingga kau ingin menikahiku?" kata Anne, merasa geli dan bukannya
marah. Ini konyol sekali.
"Kayaknya kau cewek yang lumayan cantik dan rajin," kata Sam. "Aku
nggak mau cewek males. Pikirin yah. Aku belum akan ngubah pikiranku
kok. Yak, aku harus jalan nih. Mau merah sapi."
Beberapa tahun terakhir bayangan Anne tentang lamaran pernikahan
ideal sudah beberapa kali terbentur kejamnya kenyataan, sehingga Anne
tak lagi sering memikirkannya. Tak heran bila dia bisa menertawakan
lamaran yang baru saja diterimanya dari Samuel, tanpa merasa
tersinggung. Dia menirukan ucapan Samuel pada Janet malam itu dan
mereka berdua terpingkal-pingkal menertawakan Samuel yang sedang
mabuk kepayang. Suatu siang, ketika masa tinggal Anne di Valley Road hampir berakhir,
Alec Ward datang terburu-buru ke Wayside menjemput Janet.
"Cepat mereka menginginkanmu di rumah Douglas," katanya. "Kurasa
Mrs. Douglas tua akhirnya akan mati juga, setelah pura-pura sekarat
selama dua puluh tahun."
198 Janet tergesa mengambil topinya. Anne bertanya apakah kondisi Mrs.
Douglas lebih buruk dari biasanya.
"Dia tak seburuk biasanya," kata Alec muram, "justru itulah yang
membuatku berpikir bahwa ini serius. Kalau dulu dia pasti sudah menjeritjerit dan berguling ke sana kemari. Kali ini dia terbaring diam dan
bungkam. Kalau Mrs. Douglas diam dan bungkam, aku berani bertaruh dia
pasti sakit parah." "Kau tak suka pada Mrs. Douglas?" tanya Anne penasaran.
"Aku suka orang yang apa adanya. Aku tak suka orang yang sok
berlagak," begitulah jawaban Alec samar.
Janet pulang saat hari sudah menjelang malam.
"Mrs. Douglas meninggal," katanya lelah. "Dia meninggal tak lama
setelah aku tiba di sana. Dia hanya bicara sekejap padaku?"Kurasa kau
mau menikah dengan John sekarang?" katanya. Aku sakit hati sekali,
Anne. Menyadari bahwa ibu John sendiri berpikir aku tak mau menikahi
John karena ibunya! Aku tak bisa mengatakan apa pun"karena ada orangorang lain di sana. Aku bersyukur karena John keluar sehingga tak
mendengar perkataan ibunya."
Janet menangis pilu. Anne menyeduh secangkir teh jahe panas untuk
menenangkannya. Baru kemudian Anne sadar bahwa dia ternyata
menggunakan merica putih dan bukannya bubuk jahe; tapi Janet tak
menyadarinya. Petang hari setelah pemakaman, Janet dan Anne duduk di beranda depan
memandang matahari terbenam. Angin berhenti berembus di perbukitan
pinus dan kilat-kilat petir terlihat di langit utara. Janet mengenakan gaun
hitam dan terlihat buruk sekali, mata dan hidungnya merah bengkak
karena menangis. Mereka tak banyak bicara, Janet sepertinya sedikit kesal
dengan usaha Anne menghiburnya. Dia sepertinya lebih memilih bersedih.
Tiba-tiba, gerbang pagar membuka dan John Douglas berjalan melewati
halaman. Dia berjalan langsung ke arah mereka, tak sadar menginjak
bunga geranium Janet. Janet berdiri. Anne mengikuti. Tubuh Anne lebih
tinggi dari Janet dan dia mengenakan gaun putih, tapi John Douglas tak
menyadari keberadaannya. Matanya terpaku pada Janet.
"Janet," katanya, "maukah kau menikah denganku?"
Kata-kata itu terlontar seakan-akan telah menunggu-nunggu dengan tak
sabar selama dua puluh tahun dan HARUS diungkapkan sekarang, atau
199 tidak sama sekali. Wajah Janet sudah sangat memerah karena menangis
dan tak mungkin bertambah merah lagi. Tak heran bila Janet yang sangat
kaget, wajahnya nyaris ungu kebiruan.
"Kenapa kau tak pernah meminta sebelumnya?" tanyanya lirih.
"Aku tak bisa. Dia memintaku berjanji untuk tidak memintamu"ibuku
memaksaku bersumpah untuk tidak menikahimu. Sembilan belas tahun
lalu, dia sakit parah. Kami kira Ibu tak akan bisa bertahan hidup. Dia
memohon agar aku bersumpah untuk tidak melamarmu selama dia masih
hidup. Aku tak ingin mengucapkan sumpah seperti itu, meskipun kami
semua mengira dia tak bakal hidup lama"dokter memperkirakan
waktunya tinggal enam bulan lagi. Tapi ibuku berlutut di depanku
memintaku bersumpah, dalam kondisi sakit parah dan penuh derita. Aku
terpaksa menurutinya."
"Apa yang tidak disukai ibumu dari diriku?" pekik Janet terluka.
"Tak ada"tak satu pun. Dia hanya tak ingin ada wanita lain" SIAPA
PUN dia"yang tinggal di rumah kami saat Ibu masih hidup. Ibu bilang
kalau aku tak mau bersumpah, dia akan mati dan akulah yang
membunuhnya. Jadi, aku bersumpah. Dan sejak itu dia selalu memegang
sumpahku, meski aku sudah berlutut memohon agar dibebaskan dari
sumpah yang membelengguku."
"Kenapa kau tak memberitahuku?" tanya Janet tercekat. "Kalau saja aku
TAHU! Kenapa kau tak bilang padaku?"
"Ibu memintaku bersumpah untuk merahasiakan ini," ucap John serak.
"Dia memintaku bersumpah atas nama Alkitab; Janet, aku tak akan mau
melakukannya kalau aku tahu Ibu akan hidup selama ini. Janet, kau tak
tahu derita yang kutanggung selama sembilan belas tahun ini. Aku tahu
aku telah membuatmu menderita juga, tapi kau akan tetap menikahiku,
kan, Janet" Oh, Janet, maukah kau" Aku datang secepat yang aku bisa
untuk melamarmu." Saat itu, Anne yang terpana, sadar akan apa yang terjadi dan mengerti
bahwa ia harusnya memberi privasi pada pasangan itu. Diam-diam dia
pergi dan tak bertemu Janet lagi hingga keesokan paginya, ketika Janet
menceritakan semua yang telah terjadi.
"Dasar wanita tua kejam dan penipu!" seru Anne kesal.
"Sshh"dia sudah meninggal," kata Janet muram. "Seandainya saja dia
belum mati"tapi dia sudah TAK ADA sekarang. Jadi kita tak boleh
menjelek-jelekkannya. Tapi aku akhirnya bahagia, Anne. Dan aku
200 sebenarnya sama sekali tak keberatan menunggu selama itu kalau saja aku
tahu sebabnya." "Kapan kalian akan menikah?"
"Bulan depan. Tentu saja kami tak akan merayakannya besar-besaran.
Kurasa orang-orang akan bergosip. Mereka akan bilang aku buru-buru
menggaet John begitu ibunya yang malang sudah tak ada. John ingin
memberitahukan yang sebenarnya pada mereka tapi aku bilang, "Tidak,
John; bagaimanapun juga dia adalah ibumu, dan kita akan tetap
merahasiakannya, dan jangan menjelek-jelekkan kenangannya. Aku tak
peduli apa kata orang-orang, setelah aku tahu yang sebenarnya. Itu sama
sekali bukan masalah. Biar semuanya terkubur bersama si mati, begitu
kataku. Jadi aku membujuk John agar setuju denganku."
"Kau sangat pemaaf, lebih dari yang kukira," kata Anne agak kesal.
"Kau akan memandang banyak hal secara berbeda kalau kau sudah
seusiaku," kata Janet sabar. "Itu adalah salah satu hal yang kita pelajari
seiring bertambahnya usia. Memaafkan jadi lebih mudah saat kau empat
puluh tahun dibandingkan dengan kalau kau masih dua puluh."
201 TAHUN TERAKHIR DI REDMOND "Nah di sinilah kita, berkumpul lagi, dengan kulit kecokelatan terkena
matahari dan penuh semangat seperti pelari yang siap berlomba," kata
Phil, menurunkan kopernya dengan desah lega. "Menyenangkan sekali, ya,
kembali ke Patty's Place lagi"dan bertemu Bibi"dan kucing-kucing"
Kuping Rusty cuil lagi, ya?"
"Rusty tetap akan jadi kucing terbaik di dunia meskipun ia tak punya
kuping," kata Anne yang duduk di atas kopernya, sementara Rusty si
kucing menggeliat-geliat manja di pangkuan, senang menyambut Anne
kembali. "Apa kau tak senang bertemu kami kembali, Bibi?" tanya Phil.
"Ya. Tapi aku harap kalian merapikan barang-barang dulu," kata Bibi
Jamesina terus terang, menatap koper-koper dan tas yang berserakan di
bawah kaki keempat gadis yang lagi asyik ngobrol tertawa-tawa. "Kalian,
kan, bisa saja ngobrol lagi nanti. Bekerja dulu baru bermain adalah
motoku saat aku masih gadis dulu."
"Oh, di generasi kami motonya terbalik, Bibi. MOTO KAMI adalah
bermainlah sepuasmu baru kau banting tulang. Kau bisa bekerja dengan
lebih baik kalau kau sudah puas main-main duluan."
"Kalau kau akan menikahi seorang pendeta," kata Bibi Jamesina,
mengangkat Joseph dan rajutannya, lalu duduk dengan keanggunan yang
membuatnya jadi seperti ratu para ibu rumah tangga, "kau harus
meninggalkan ungkapan semacam "banting tulang" tadi."
"Kenapa?" erang Phil. "Oh, kenapa istri seorang pendeta harus selalu
mengatakan hal-hal yang pantas dan berkelas" Aku nggak mau. Semua
orang di Patterson Street biasa pakai ungkapan slang"atau bahasa
metaforis"dan kalau aku tak mengikuti, mereka akan menganggap aku ini
sombong dan sok pamer."
"Apa kau sudah memberi tahu keluargamu?" tanya Priscilla, sambil
memberi makan si kucing Sarah remah-remah dari keranjang makan
siangnya. 202 Phil mengangguk. "Bagaimana mereka menerimanya?"
"Oh, ibuku ngamuk. Tapi aku tetap pada pendirianku aku, si Philippa
Gordon yang terkenal tak bisa mengambil keputusan. Ayahku lebih
tenang. Kakek Ayah adalah seorang pendeta, jadi ada tempat istimewa di
hatinya bagi pendeta. Aku mengundang Jo ke Mount Holly, setelah ibuku
tenang, dan orangtuaku langsung menyayanginya. Tapi ibuku memberikan
isyarat-isyarat menakutkan tentang harapannya pada seorang menantu. Oh,
memang liburanku tak bisa dibilang selalu indah dan menyenangkan,
teman-temanku sayang. Tapi"aku menang dan aku mendapatkan Jo.
Yang lain tak penting lagi."
"Bagimu," tegur Bibi Jamesina.
"Dan juga bagi Jo," balas Phil. "Kau selalu saja mengasihani dia, Bibi.
Kenapa, sih" Kurasa Jo harusnya dicemburui, bisa mendapatkan
kecerdasan, kecantikan, dan hati emas dalam DIRIKU."
"Untung kami sudah kenal baik denganmu," tegur Bibi Jamesina sabar.
"Kuharap kau tidak berkata seperti itu di depan orang yang belum kau
kenal. Apa yang akan mereka pikirkan?"
"Oh, aku tak mau tahu apa yang mereka pikirkan. Aku tak mau ikutikutan apa kata orang lain. Aku yakin pasti tak akan enak hidup begitu.
Aku tak percaya kalau Robert Burns juga benar-benar tulus dalam doanya
di buku puisi Prayer."
"Oh, aku yakin kita pernah berdoa minta sesuatu yang tak benar-benar
kita inginkan, kalau kita mau benar-benar melongok ke dalam nurani kita,"
aku Bibi Jamesina. "Tapi aku merasa kalau doa-doa macam itu tak akan
naik sampai ke surga. Aku dulu pernah berdoa semoga aku bisa
memaafkan seseorang, tapi aku tahu sekarang bahwa saat itu aku tak
benar-benar ingin memaafkan dia. Ketika aku akhirnya MEMANG ingin
memaafkan dia, aku langsung memaafkannya tanpa harus berdoa dulu."
"Aku tak bisa membayangkan Bibi jadi orang pendendam," kata Stella.
"Oh, aku dulu begitu. Tapi mendendam hanya karena masalah kecil
sepertinya tak ada gunanya, apalagi kalau kau sudah berteman baik
dengannya selama bertahun-tahun."
"Itu mengingatkanku," kata Anne, dan menceritakan kisah John dan
Janet. "Dan sekarang ceritakan tentang kisah romantis yang kau sebutkan
selintas di salah satu suratmu," tuntut Phil.
203 Anne pun mengisahkan lamaran Samuel padanya, termasuk menirukan
gaya Samuel. Gadis-gadis itu terpingkal-pingkal dan Bibi Jamesina
tersenyum. "Jangan memperolok orang yang menyukaimu," tegurnya galak; "tapi,"
tambah Bibi Jamesina tenang. "Aku dulu juga sering begitu."
"Ceritakan tentang kekasihmu, Bibi," pinta Phil. "Kau dulu pasti punya
banyak." "Bukan dulu saja," tukas Bibi Jamesina. "Sampai sekarang pun masih
ada. Ada tiga duda di desaku yang masih sering melirik-lirik aku. Kalian
anak-anak muda jangan mengira hanya kalianlah yang punya cerita
romantis." "Duda dan melirik-lirik kedengarannya tak terlalu romantis, Bibi."
"Yah, memang tidak; tapi orang muda juga tak selalu romantis.
Beberapa dari pria yang naksir aku jelas juga tak romantis. Aku dulu
sering menertawakan mereka, pemuda-pemuda yang malang. Ada yang
namanya Jim Elwood"dia selalu setengah melamun"lamban, tak pernah
segera menyadari apa yang terjadi. Saat aku menolaknya, dia baru
menyadarinya setahun kemudian.
"Ketika akhirnya dia menikah, suatu malam istrinya jatuh dari kereta
dalam perjalanan pulang dari gereja dan Jim Elwood bahkan tak
menyadarinya. Lalu ada Dan Winston. Dia tahu terlalu banyak. Dia tahu
semua hal di dunia ini dan di dunia setelahnya. Dia bisa menjawab semua
pertanyaanmu, bahkan kalau kau bertanya kapan Kiamat akan tiba. Milton
Edwards orangnya sangat baik dan aku suka dia, tapi aku tak menikah
dengannya. Karena dia butuh seminggu untuk menyadari apa yang lucu di
sebuah lelucon, dan juga karena dia tak pernah memintaku untuk


Anne Of Green Gables 3 Anne Of The Island Karya Lucy M. Montgomery di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menikahinya. Horatio Reeve adalah kekasih paling menarik yang pernah
kumiliki. Tapi saat dia menceritakan sebuah kisah, dia menambahnambahinya sehingga kau bahkan tak tahu bagaimana cerita yang
sebenarnya. Aku tak bisa memastikan apakah dia bohong atau terlalu
imajinatif." "Dan bagaimana dengan yang lainnya, Bibi?"
"Pergi sana rapikan barang kalian," kata Bibi Jamesina, melambaikan
tangan ke arah mereka, jarum rajutnya nyaris mengenai Joseph, si kucing.
"Yang lain terlalu baik untuk dijadikan bahan candaan. Aku menghormati
kenangan tentang mereka. Ada sebuket bunga di kamarmu Anne, datang
204 sekitar sejam yang lalu."
Setelah minggu pertama, gadis-gadis di Patty"s Place mulai disibukkan
dengan rutinitas belajar, karena sekarang adalah tahun terakhir mereka di
Redmond dan mereka bertekad untuk lulus dengan pujian. Anne
mengambil kuliah utama Bahasa Inggris, Priscilla mengkhususkan diri
pada mata kuliah Sastra Klasik, dan Philippa berkonsentrasi pada
Matematika. Terkadang mereka kelelahan, terkadang mereka patah
semangat, kadang mereka nyaris putus asa. Seperti itulah suasana hati
Stella, saat suatu sore hujan di bulan November, dia masuk ke kamar
Anne. Anne sedang duduk di lantai, di tengah lingkaran cahaya yang
dipancarkan lampu di sebelahnya, dikelilingi kertas-kertas yang
berserakan. "Sedang apa, Anne?"
"Aku baru melihat-lihat tulisan-tulisan lama dari Klub Cerita dulu. Aku
ingin sesuatu yang bisa membuatku lebih gembira. Aku kebanyakan
belajar hingga mataku berkunang-kunang. Jadi aku ke sini dan mengambil
kertas-kertas ini dari petiku. Cerita-cerita ini penuh dengan banjir air mata
dan tragedi sehingga lucu sekali."
"Aku sendiri juga sedang lelah dan patah semangat," kata Stella, duduk
di sofa. "Sepertinya tak ada lagi yang masuk akal. Pikiranku sudah jenuh.
Aku bosan. Apa gunanya kita hidup, Anne?"
"Sayang, kau tahu bahwa kelelahan belajarlah yang membuat kita
murung, dan cuaca. Malam hujan deras seperti ini, setelah belajar keras
seharian, pasti akan mematahkan semangat semua orang, yah, kecuali
mungkin orang yang seperti Mark Tapley 1. Kau tahu HIDUP itu
berharga." "Oh, memang sih. Tapi aku tak bisa melihat buktinya saat ini."
"Pikirkan saja semua orang hebat dan mulia yang pernah hidup dan
berkarya di dunia ini," kata Anne setengah melamun. "Bukankah berharga
kita bisa hidup setelah mereka dan mewarisi apa yang telah mereka
menangkan dan ajarkan" Bukankah berharga bila kita bisa mencicipi
secuil inspirasi mereka" Dan juga, orang-orang hebat yang akan muncul di
masa depan" Bukankah berharga dan membanggakan bila kita bisa bekerja
dan menyiapkan jalan bagi mereka"memudahkan jalan mereka?"
"Oh, otakku setuju denganmu, Anne. Tapi jiwaku tetap muram tak
bersemangat. Aku selalu murung di malam-malam hujan."
205 "Kadang aku justru suka hujan malam-malam"aku suka berbaring di
ranjang dan mendengar tetes hujan menimpa atap dan cucuran atap."
"Aku suka kalau hujannya tetap di atap," kata Stella. "Tapi tak selalu
begitu, kan" Aku pernah menghabiskan malam panjang melelahkan di
sebuah rumah pertanian tua musim panas lalu. Atapnya bocor dan air
hujan membasahi ranjangku. Atap bocor sih tak ada PUITISNYA. Aku
terpaksa bangun "malam-malam buta" dan menarik ranjang biar tidak
terkena bocor"mana ranjangnya model ranjang kayu besar dan antik yang
beratnya hampir satu ton lagi. Lalu suara tetes air yang bocor di lantai
membuatku tak bisa tidur semalaman. Kau bisa bayangkan betapa
mengganggunya suara tetes hujan yang jatuh menimpa lantai di tengah
malam. Kedengaran menakutkan seperti langkah kaki arwah gentayangan.
Kenapa kau tertawa, Anne?"
"Cerita-cerita ini. Kalau menurut Phil sih, kisah-kisah ini killer"dan itu
memang benar karena semua orang di cerita ini mati. Dan betapa hebatnya
tokoh-tokoh perempuan yang kami ciptakan"dan gaun-gaunnya! Dari
sutra"satin"beludru"perhiasan"renda"mereka tak pernah pakai
bahan-bahan yang lain. Ini lihat salah satu cerita karangan Jane Andrews
yang menggambarkan tokoh utama perempuannya tidur memakai gaun
malam satin putih berhiaskan butir-butir mutiara."
"Teruskan," kata Stella. "Aku mulai merasa hidup itu berharga selama
kita bisa tertawa." "Nah ini dia cerita karanganku dulu. Tokoh utama perempuanku pergi ke
pesta dansa dengan "berkilau dari ujung kepala ke ujung kaki dengan
berlian-berlian murni." Tapi apa gunanya semua kecantikan dan kekayaan
itu" "Karena jalan kejayaan hanya akan mengantarkan mereka ke
kematian." Dalam cerita, mereka selalu terbunuh atau mati karena patah
hati. Tak mungkin mereka bisa selamat."
"Coba aku baca beberapa."
"Nah, ini dia mahakaryaku. Lihat judulnya yang menyenangkan
?"Makam-makamku." Aku banjir air mata saat menulisnya, dan anakanak lain menangis sampai basah kuyup saat aku membacakannya untuk
mereka. Ibu Jane Andrews sampai memarahi Jane habis-habisan karena
dia harus mencuci banyak sekali saputangan minggu itu. Ini adalah kisah
menyedihkan tentang kelana seorang istri pendeta Methodist. Aku
membuatnya menjadi seorang penganut gereja Methodist, karena ia harus
berkelana 2. Dia mengubur seorang anak di setiap tempat yang pernah
206 ditinggalinya. Semuanya ada sembilan, dan makam-makam mereka
terpisah jauh, mulai dari Newfoundland sampai Vancouver. Aku
menceritakan anak-anaknya, mengisahkan saat-saat menjelang ajal
mereka, dan juga nisan serta tulisan kenangan di batu nisannya. Aku
berniat untuk menceritakan kematian kesembilan anaknya, tapi saat aku
sudah mengisahkan penderitaan dan kematian anaknya sampai yang
kedelapan, aku jadi tak tega dan akhirnya membiarkan anak yang
kesembilan hidup sebagai anak lumpuh tak berdaya."
Sementara Stella membaca "Makam-makamku", sambil sesekali
terkekeh, dan Rusty tidur melingkar di atas naskah karangan Jane Andrews
tentang seorang perawan cantik yang sukarela merawat sebuah koloni
lepra di pengasingan"dan tentu saja, ia akhirnya mati terkena penyakit
menjijikkan itu"Anne melihat-lihat kisah lain dan mengenang masa-masa
dulu saat dia bersekolah di Avonlea. Masa-masa ketika para anggota Klub
Cerita, duduk berkumpul di bawah keteduhan pohon ataupun di bawah
jajaran pakis di tepi sungai dan menulis kisah-kisah ini. Betapa
menyenangkan kala itu! Kenangan tentang cerahnya sinar matahari dan
kegembiraan masa-masa musim panas saat kanak-kanak membasuh jiwa
Anne saat dia membaca naskah-naskah itu. Kisah tentang kejayaan Yunani
ataupun kemegahan Romawi tak bisa mengalahkan keajaiban sihir yang
ditimbulkan oleh kisah-kisah tragis dan lucu dari anak-anak Klub Cerita.
Anne menemukan salah satu naskah yang ditulis di bekas kertas bungkus.
Tawa berbinar di mata abu-abunya saat dia terkenang bagaimana cerita ini
dilahirkan. Itu adalah sebuah sketsa yang ditulisnya di hari kala dia
terjatuh dan terjepit di atap kandang bebek rumah keluarga Cobb di Tory
Road.Anne melihatnya sekilas, lalu membacanya dengan penuh
konsentrasi. Sketsa itu menggambarkan dialog antara bunga aster dan
sweet pea, burung kenari di semak bunga lilac, dan peri penjaga taman.
Setelah membacanya, Anne melamun dan merenung, lalu ketika Stella
sudah pergi, dia merapikan naskah kusut itu.
"Yah, akan kulakukan," katanya penuh tekad.
207 KUNJUNGAN KELUARGA GARDNER "Ini ada surat dengan stempel India untukmu, Bibi Jimsie," kata Phil. "Ini
ada tiga surat untuk Stella, dua untuk Pris, dan satu surat tebal untukku
dari Jo. Tak ada surat untukmu Anne, kecuali buletin langganan."
Tak ada yang memerhatikan pipi Anne yang sedikit merona saat dia
mengambil surat yang dilemparkan Phil dengan ceroboh ke meja. Tapi
beberapa menit kemudian, Phil mendongak dan melihat ekspresi Anne
yang sudah berubah total.
"Sayang, ada kabar baik apa?"
"Surat kabar Youth"s Friend menerima sketsa yang kukirimkan sebulan
lalu," kata Anne berusaha tenang seakan-akan dia sudah biasa mendapat
kabar bahwa tulisannya diterima majalah, tapi tak terlalu berhasil.
"Anne Shirley! Hebat sekali! Kisahnya tentang apa" Kapan
diterbitkannya" Apa mereka memberimu imbalan uang?"
"Ya; mereka mengirim cek sebesar sepuluh dolar, dan editornya menulis
kalau menunggu karya-karyaku yang lain. Orang yang baik, jelas dia akan
mendapatkan karya-karyaku lagi. Kisah yang kukirimkan adalah sketsa
pendek yang aku temukan di berkas lamaku. Aku menulis ulang dan
mengirimnya"aku tak mengira kalau sketsa itu akan diterima karena tak
ada plotnya," kata Anne, teringat nasib buruk "Pertobatan Averil" dulu.
"Apa yang akan kau lakukan dengan uang sepuluh dolar itu, Anne" Ayo
kita keluar dan foya-foya," usul Phil.
"Aku MEMANG akan menghabiskannya buat senang-senang," kata
Anne riang. "Lagi pula ini bukanlah uang panas"seperti cek yang kudapat
dari cerita mengerikan yang memenangi lomba kisah soda kue Rollings.
Aku menghabiskan uang ITU dengan benar, untuk membeli baju-baju dan
aku selalu benci setiap kali aku memakainya."
"Bayangkan, kita punya pengarang di Patty"s Place," kata Priscilla.
"Itu tanggung jawab yang berat," kata Bibi Jamesina serius.
"Betul sekali," tambah Pris sama seriusnya. "Pengarang itu tak bisa
208 diduga. Kau tak tahu kapan atau bagaimana mereka akan muncul. Anne
mungkin nanti akan menulis tentang kita."
"Maksudku kesempatan untuk menulis di dunia Pers adalah sebuah
tanggung jawab besar," tegur Bibi Jamesina tegas, "dan aku berharap
Anne menyadarinya. Putriku dulu juga sering menulis cerita sebelum dia
ke luar negeri, tapi sekarang dia sudah mengalihkan perhatiannya ke halhal spiritual. Dia dulu sering berkata kalau motonya adalah "Jangan pernah
menulis kalimat yang akan membuatmu malu saat dibacakan di upacara
pemakamanmu." Kau sebaiknya juga mengambil moto itu, Anne, kalau
kau akan berkecimpung di dunia sastra. Meski, sebenarnya," tambah Bibi
Jane agak bingung, "Elizabeth selalu tertawa saat mengatakan motonya.
Dia dulu suka dan sering sekali tertawa sehingga aku bingung apa yang
mendorongnya untuk mengambil keputusan bekerja sebagai misionaris.
Tapi aku bersyukur"aku dulu berdoa semoga Dia menjadi misionaris"
tapi"sekarang aku berharap seandainya saja Dia tak memilih jadi
misionaris dan pergi jauh."
Lalu, Bibi Jamesina bertanya-tanya dalam hati kenapa keempat gadis itu
tertawa-tawa mendengar kata-katanya.
Mata Anne berbinar bahagia sepanjang hari itu; ambisi menulisnya
bertunas dan berkembang di dalam pikirannya. Kebahagiaannya ini terus
terbawa saat dia menghadiri pesta Jane Cooper. Bahkan Gilbert dan
Christine yang berjalan di depan dirinya dan Roy pun tak sanggup
memadamkan pijar ambisi dan harapan Anne. Meski begitu, di sela sukacitanya, Anne sempat memerhatikan dan berkomentar dalam hati bahwa
cara berjalan Christine sama sekali tidak luwes.
"Tapi kurasa Gilbert hanya memandang wajahnya. Dasar lelaki," pikir
Anne kesal. "Kau ada di rumah hari Sabtu sore?" tanya Roy.
"Ya." "Ibu dan kedua saudara perempuanku akan mengunjungimu," kata Roy
pelan. Hati Anne langsung berdebar, tapi bukanlah debaran menyenangkan.
Dia belum pernah bertemu dengan keluarga Roy; dan Anne menyadari
benar apa maksud perkataan Roy tadi; entah kenapa dia menangkap kesan
bahwa hubungan mereka akan jadi sangat serius dan itu menakutkan
Anne. "Aku akan senang bertemu mereka," komentar Anne datar, lalu
209 bertanya-tanya dalam hati apakah dia akan benar-benar senang. Harusnya
dia senang. Tapi sepertinya pertemuan itu akan menegangkan. Anne sudah
mendengar gosip tentang pendapat keluarga Gardner tentang putra dan
kakak lelaki mereka yang sedang "tergila-gila". Roy pasti telah meminta
mereka menemui Anne. Anne tahu dirinya akan dilihat dan diamati
cermat. Dari fakta bahwa keluarga Roy mau berkunjung, rela ataupun
tidak rela, mereka pasti sudah mempertimbangkan kemungkinan
masuknya Anne menjadi anggota keluarga mereka.
"Aku akan tetap jadi diri sendiri. Aku tak akan MENCOBA pura-pura
agar mendapatkan kesan baik," pikir Anne angkuh. Tapi dia juga berpikir
gaun apa yang akan dipakainya pada Sabtu sore, dan apakah gaya tata
rambut baru yang disanggul tinggi akan lebih cocok baginya daripada gaya
lama. Akibatnya dia tak terlalu menikmati pesta Jane Cooper. Ketika
malam tiba, Anne akhirnya memutuskan akan memakai gaun sifon
cokelatnya di hari Sabtu, dan memilih tata rambut gaya lama yang
disanggul rendah. Jumat sore, gadis-gadis di Patty"s Place sedang libur. Stella menghabiskan
waktu luang dengan menulis makalah untuk Philomathic Society, dan
sedang duduk di meja pojok ruang tamu dengan kertas dan naskah
berserakan di lantai di sekitarnya. Stella selalu berkata kalau dia tak bisa
menulis kelanjutannya kalau tak melempar tulisannya yang sudah selesai
terlebih dulu ke lantai. Anne, memakai blus kain flanel dan rok wol,
dengan rambut agak berantakan tertiup angin saat perjalanan pulang tadi,
sedang duduk bersila di lantai, bermain-main menggoda Sarah dengan
sepotong tulang. Joseph dan Rusty meringkuk di pangkuannya. Aroma
manis hangat mengapung ke seluruh rumah, karena Priscilla sedang
memasak di dapur. Tak lama kemudian, dia muncul, memakai celemek
besar, dengan noda tepung di hidungnya, memamerkan kue cokelat yang
baru saja dihiasnya pada Bibi Jamesina.Tiba-tiba terdengar ketukan di
pintu depan. Tak ada yang mendengarnya, kecuali Phil, yang langsung
melompat berdiri dan membuka pintu, mengira yang datang adalah kurir
pengantar topi yang baru dibelinya tadi pagi. Di depan pintu, berdiri Mrs.
Gardner dan kedua putrinya.
Anne buru-buru berdiri, membuat Joseph dan Rusty menggelinding dari
210 pangkuannya, dan cepat-cepat menyembunyikan tulang yang dipegangnya
ke tangan kiri. Priscilla, yang harus menyeberangi ruangan untuk lari ke
dapur, kehilangan akal, dan menyurukkan kue cokelatnya di balik bantalan
sofa, dan lari ke atas. Stella dengan gugup mengumpulkan kertaskertasnya yang berserakan. Hanya Bibi Jamesina dan Phil yang tenang.
Dan atas kesigapan mereka berdua, semua orang bisa bersikap normal lagi,
bahkan juga Anne. Priscilla turun, tanpa celemek dan noda tepung di
hidung, Stella berhasil menata kertas-kertas di mejanya, dan Phil
menyelamatkan situasi dengan obrolan ringan.
Mrs. Gardner tinggi, kurus dan anggun, gaunnya mewah, dan terlihat
ramah meski dengan sedikit terpaksa. Aline Gardner adalah versi muda
ibunya, tetapi kurang ramah. Ia berusaha bersikap baik, namun malah
terkesan angkuh dan menggurui. Dorothy Gardner langsing, periang dan
sedikit tomboi. Anne langsung tahu bahwa Dorothy adalah adik
kesayangan Roy dan langsung menyukainya. Dorothy pasti akan sangat
mirip Roy kalau saja matanya berwarna gelap dan misterius seperti Roy,
dan bukan cokelat kemerahan. Berkat Dorothy dan Phil, kunjungan itu
berlangsung mulus, meski agak sedikit tegang dan terjadi dua insiden yang
kurang menguntungkan. Rusty dan Joseph, tak diperhatikan lagi, mulai berkejaran-kejaran, dan
melompat ke pangkuan gaun sutra Mrs. Gardner lalu melompat turun lagi
dan berlarian liar. Mrs. Gardner mengangkat lorgnette-nya"kacamata
bergagang satu"dan menatap kedua kucing itu seakan-akan dia belum
pernah melihat makhluk seperti mereka. Anne, sambil tertawa gugup,
meminta maaf sebisanya. "Kau suka kucing?" kata Mrs. Gardner, terheran-heran.
Anne, meskipun menyayangi Rusty, sebenarnya tak terlalu suka kucing,
tapi nada suara Mrs. Gardner membuatnya jengkel. Dan entah kenapa dia
tiba-tiba ingat Mrs. John Blythe sangat suka kucing dan memelihara
binatang itu sebanyak yang diizinkan suaminya.
"Mereka MEMANG binatang yang memesona, bukan?" kata Anne licik.
"Aku tak pernah suka kucing," jawab Mrs. Gardner dingin.


Anne Of Green Gables 3 Anne Of The Island Karya Lucy M. Montgomery di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku suka mereka," kata Dorothy. "Kucing sangat baik dan egois.
Anjing TERLALU baik dan tak egois. Anjing membuatku tak nyaman.
Tapi sifat kucing sangat mirip dengan manusia."
"Kau punya patung porselen anjing yang bagus sekali. Boleh aku
211 melihatnya?" tanya Aline, berjalan ke arah perapian dan tanpa sadar
menjadi penyebab insiden kedua. Mengambil Magog, dia lalu duduk di
bantalan sofa yang di bawahnya tersembunyi kue cokelat Priscilla.
Priscilla dan Anne saling berpandangan ngeri, tapi tak bisa apa-apa. Aline
yang anggun terus duduk di bantalan sofa itu dan mendiskusikan patung
porselen anjing hingga tiba waktu pamitan.
Dorothy tinggal sebentar, meremas tangan Anne dan berbisik sepenuh
hati. "Aku TAHU kau dan aku bisa jadi sobat baik. Oh, Roy sudah banyak
cerita tentang dirimu. Aku adalah satu-satunya orang di keluarga kami
yang sering jadi tempat curahan hatinya, Roy yang malang"Mama dan
Aline JELAS tak bisa menjadi tempat untuk berkeluh kesah dan bercerita,
kau tahu. Wah, kalian pasti senang sekali tinggal bersama di sini!
Bolehkah aku sering datang dan berteman dengan kalian?"
"Datanglah sesering kau suka," jawab Anne sepenuh hati, bersyukur
bahwa setidaknya satu dari saudara perempuan Roy adalah orang yang
menyenangkan. Dia jelas tak akan pernah suka pada Aline; dan Aline juga
tak akan menyukainya, meski Anne mungkin bisa mengambil hati Mrs.
Gardner. Anne mendesah lega, saat kunjungan mereka berakhir.
?"Dari seluruh ungkapan dan perasaan sedih yang tertulis ataupun
terucap, yang paling memilukan adalah yang apa tak pernah terjadi","
kutip Priscilla tragis, sambil mengangkat bantalan sofa. Kue cokelatnya
gepeng tak berbentuk. "Kue ini sekarang gagal total. Dan bantalnya juga
rusak. Jangan pernah bilang padaku kalau Jumat bukanlah hari sial."
"Kalau orang sudah memberi kabar bahwa mereka akan datang hari
Sabtu, mereka harusnya tak datang hari Jumat," kata Bibi Jamesina.
"Kurasa itu salah Roy," kata Phil. "Anak itu benar-benar kurang
bertanggung jawab saat dia bicara pada Anne. DI MANA Anne?"
Anne sudah naik ke kamarnya di atas. Dia ingin menangis. Tapi, dia
malah tak bisa menahan tawa. Rusty dan Joseph benar-benar NAKAL!
Dan Dorothy BAIK SEKALI. 212 PARA SARJANA MUDA "Kuharap aku mati saja, atau sekarang sudah besok malam," erang Phil.
"Kalau umurmu cukup panjang, dua keinginanmu itu pasti akan
kesampaian," kata Anne kalem.
"Gampang bagimu untuk tenang. Kau sangat menguasai filsafat. Aku
tidak"dan saat aku teringat makalah mengerikan yang harus kusampaikan
besok, aku gemetaran. Kalau aku gagal apa kata Jo nanti?"
"Kau tak akan gagal. Bagaimana ujian Bahasa Yunanimu hari ini?"
"Aku tak tahu. Mungkin makalahku cukup bagus tapi mungkin juga
buruk sekali dan membuat Homer terduduk kaget di kuburnya. Aku sudah
belajar dan membuka-buka bukuku hingga pusing tujuh keliling. Si Phil
kecil ini pasti akan sangat bersyukur saat musim ujian usai."
"Musim ujian" Aku tak pernah dengar."
"Yah, boleh saja kan aku bikin kata-kata baru?" tuntut Phil.
"Kata-kata tak dibuat"mereka berkembang sendiri," kata Anne.
"Sudahlah"aku mulai bisa membayangkan masa-masa indah saat kita
tak harus lagi memikirkan ujian. Teman-teman, apa"apa kalian sadar
kalau masa kuliah kita di Redmond hampir berakhir?"
"Aku tak bisa membayangkannya," kata Anne, sedih. "Sepertinya baru
kemarin aku dan Pris sendirian di tengah kerumunan mahasiswa baru di
Redmond. Dan sekarang kita sudah jadi mahasiswa senior menghadapi
ujian akhir." ?"Mahasiswa senior yang berkuasa, bijak, dan terhormat,?" kata Phil.
"Apa menurutmu kita sekarang sudah jauh lebih bijak daripada saat
pertama kali kita datang ke Redmond?"
"Kau sering kali tak terlihat seperti gadis yang bijak," komentar Bibi
Jamesina. "Oh, Bibi Jimsie, bukankah selama tiga tahun kau menjaga kami, kami
selalu jadi gadis baik dan tak pernah merepotkan?" kata Phil membujuk.
"Kalian adalah empat gadis yang tersayang, termanis dan terbaik yang
pernah kuliah," kata Bibi Jamesina, yang jarang memuji tanpa diikuti
nasihat. "Tapi kurasa kalian masih kurang matang. Itu bisa dimaklumi,
213 tentu saja. Pengalamanlah yang memberikan kematangan. Kau tak bisa
belajar dari kuliah. Kalian sudah kuliah selama empat tahun, sementara
aku tak pernah kuliah, tapi aku tahu lebih banyak daripada kalian, nonanona muda."
?"Ada banyak hal yang tak pernah berjalan sesuai aturan. Ada banyak
ilmu yang takkan kau dapatkan di universitas. Banyak hal yang akan kau
pelajari di luar sekolah," komentar Stella.
"Apakah kalian sudah mempelajari sesuatu di Redmond selain daripada
geometri dan semacamnya?" tanya Bibi Jamesina.
"Oh, ya. Kurasa kami sudah banyak belajar, Bibi," protes Anne.
"Kami sudah menyadari kebenaran kata-kata Profesor Woodleigh di
mata kuliah Philomathic kemarin," kata Phil. "Ia berkata, "Humor adalah
bumbu terpedas dalam kehidupan. Tertawakan kesalahanmu tapi
belajarlah, berguraulah tentang masalahmu tapi raih kekuatan darinya,
candai kesulitanmu tapi atasilah mereka." Bukankah itu pelajaran
berharga, Bibi Jimsie?"
"Ya, benar, Sayang. Saat kau sudah banyak belajar untuk menertawakan
apa yang patut ditertawakan, dan apa yang tidak boleh ditertawakan,
berarti kau sudah belajar tentang kearifan dan pemahaman."
"Apa yang telah kau pelajari selama di Redmond, Anne?" gumam
Priscilla pelan. "Kurasa," jawab Anne pelan, "aku belajar untuk melihat setiap hambatan
kecil sebagai olok-olok dan tiap hambatan besar sebagai kesuksesan yang
tertunda. Ringkasnya, itulah yang sepertinya kudapatkan dari Redmond."
"Aku harus mengutip ekspresi Profesor Woodleigh lagi untuk
menggambarkan apa yang telah aku dapatkan," kata Priscilla. "Kalian
pasti ingat kalau dia pernah berkata, "Ada banyak hal di dunia ini untuk
kita kalau kita mau meluangkan waktu untuk melihatnya, dan hati untuk
mencintainya, dan tangan untuk merengkuhnya"banyak sekali potensi
dalam tiap diri pria dan wanita, dalam seni dan sastra, banyak sekali halhal yang harus dinikmati, dan disyukuri." Kurasa Redmond telah
mengajariku tentang semua itu, Anne."
"Berdasarkan apa yang telah kalian katakan" komentar Bibi Jamesina,
"yang paling penting yang bisa kalian pelajari selama empat tahun kuliah
"kalau kalian punya cukup nyali"adalah hal yang biasanya baru akan
kalian dapat dalam masa dua puluh tahun kehidupan. Yah, itu membuatku
214 percaya akan pentingnya pendidikan tinggi. Sebelumnya aku selalu agak
ragu tentangnya." "Tapi bagaimana dengan orang yang tak punya nyali, Bibi Jimsie?"
"Orang yang tak punya keberanian dan inisiatif tak akan pernah belajar,"
tukas Bibi Jamesina, "baik di kuliah ataupun kehidupan. Meski usia
mereka seratus tahun, mereka tak akan lebih pintar dari sejak hari mereka
dilahirkan. Mereka sendiri yang rugi. Tapi kita, orang-orang yang punya
nyali harus bersyukur pada Tuhan."
"Terangkan pada kami apa nyali itu, Bibi Jimsie?" tanya Phil.
"Tidak, aku tak mau, Nona. Siapa pun yang punya nyali pasti tahu apa
itu, dan siapa pun yang tak punya nyali, tak akan pernah tahu apa artinya.
Jadi tak perlu lagi dijelaskan."
Hari-hari penuh kesibukan berlalu dan ujian usai. Anne mendapatkan
nilai tertinggi di mata kuliah Bahasa Inggris. Priscilla meraih nilai tertinggi
di mata kuliah Klasik, dan Phil Matematika. Stella juga mendapatkan nilai
yang bagus. Lalu tibalah saatnya Upacara Kelulusan.
"Ini adalah awal zaman baru dalam hidupku," kata Anne, sambil
mengeluarkan buket bunga violet kiriman Roy dan menatap buket bunga
itu penuh perenungan. Dia bermaksud membawa buket bunga ini, tentu
saja, tapi matanya malah beralih ke kotak bunga lain di mejanya. Itu
adalah buket bunga lily-of-the-valley, segar dan harum seperti bunga yang
mekar di halaman Green Gables saat bulan Juni. Kartu nama Gilbert
terletak di sebelahnya. Anne bertanya-tanya mengapa Gilbert mengirimkan bunga padanya
untuk Upacara Kelulusan. Selama musim dingin yang lalu, Anne jarang
sekali bertemu dengannya. Dia hanya sekali berkunjung ke Patty"s Place
Jumat malam sejak liburan Natal, dan mereka jarang bertemu di tempat
lain. Anne tahu Gilbert belajar keras sekali, ingin mendapatkan gelar
sebagai lulusan terbaik dan mendapatkan penghargaan Cooper Prize,
sehingga tak sering aktif dalam kegiatan sosial di Redmond.
Kebalikannya, musim dingin Anne disibukkan dengan berbagai acara
sosial. Dia sering berkunjung ke keluarga Gardner; dia dan Dorothy jadi
akrab; teman-temannya tinggal menunggu pengumuman pertunangannya
dengan Roy. Anne sendiri juga menunggu dan mengira itu akan terjadi.
Namun, tepat sebelum dia hendak berangkat dari Patty"s Place untuk
215 menghadiri Upacara Kelulusan, Anne melemparkan buket bunga violet
dari Roy dan memilih buket lily-of-the-valley dari Gilbert. Anne tak tahu
kenapa dia melakukan itu. Entah kenapa, hari-hari dan mimpi-mimpi saat
mereka bersahabat di Avonlea terasa sangat dekat bagi Anne ketika ambisi
masa kecilnya tinggal satu langkah lagi akan tercapai. Dia dan Gilbert
pernah dengan riang membayangkan saat mereka berdua memakai toga
dan dinyatakan lulus sebagai sarjana muda. Sekarang, hari yang indah itu
telah tiba, dan buket violet dari Roy bukanlah hiasan yang tepat. Hanya
bunga kiriman sahabat lamanya yang terasa cocok untuk merayakan hari
ketika harapan-harapan yang pernah mereka bagi bersama akhirnya
tercapai. Selama bertahun-tahun, hari ini selalu diimpi-impikan Anne, tapi saat
hari yang dinanti itu akhirnya tiba, satu-satunya kenangan yang selalu
diingatnya selama bertahun-tahun kemudian bukanlah momen
mengharukan saat presiden Redmond memasangkan toga, menyerahkan
diploma, dan menyatakan dirinya berhak menyandang gelar B.A.; bukan
pula kilatan di mata Gilbert saat melihat bunga lily yang dibawa Anne, dan
tatapan bingung dan terluka dari Roy saat dia melewati Anne di podium.
Bukan kenangan tentang ucapan selamat yang kaku dari Alice Gardner,
ataupun ucapan selamat setulus hati dari Dorothy. Kenangan Anne tentang
hari saat terwujudnya impian hidupnya justru adalah ingatan tentang
penyesalan dan perasaan yang terluka. Kenangan yang tak hanya merusak
makna hari kelulusan yang sangat penting baginya, namun juga
meninggalkan rasa pahit di hatinya.
Pesta dansa kelulusan diadakan malam setelah upacara kelulusan. Ketika
Anne bersolek untuk pesta itu, dia menyingkirkan kalung mutiara yang
biasa dipakainya dan mengambil kotak kecil yang dikirimkan dari Green
Gables saat hari Natal. Di dalamnya berisi sebuah kalung rantai tipis
dengan liontin hati warna merah jambu. Di kartu yang menyertai hadiah
itu tertulis, "Setulus hati dari sobat lamamu, Gilbert." Anne, yang tertawa
karena liontin merah jambu itu mengingatkannya di hari ketika Gilbert
memanggilnya "Wortel" dan kemudian berusaha meminta maaf dengan
memberi Anne permen hati warna merah jambu, langsung menulis surat
singkat mengucapkan terima kasih atas hadiah Natalnya. Tapi Anne belum
pernah mengenakannya. Malam ini dia memakai kalung itu di lehernya
216 yang jenjang sambil melamun dan tersenyum sendiri.
Anne dan Phil berjalan bersama ke Redmond. Anne berjalan dalam
diam; sementara Phil terus ngoceh tanpa henti. Tiba-tiba dia berkata,
"Kudengar pertunangan Gilbert Blythe dengan Christine Stuart akan
segera diumumkan seusai Upacara Kelulusan. Apa kau sudah dengar
gosipnya?" "Belum," kata Anne.
"Kurasa itu benar," kata Phil ringan.
Anne tak menjawab. Di keremangan malam dia merasakan wajahnya
seakan terbakar. Diangkatnya tangan ke balik kerah bajunya dan
menyentuh kalung yang melingkar di lehernya. Dengan satu tarikan kuat,
kalung itu terlepas, dan Anne buru-buru memasukkan kalung putus itu ke
sakunya. Tangannya gemetaran dan matanya berkaca-kaca.
Tapi malam itu Anne bersikap sangat riang, dan tanpa sesal menolak
Gilbert saat pemuda itu mengajaknya berdansa, dengan alasan sudah
banyak orang lain yang mengantre. Setelah itu, ketika keempat gadis
Patty"s Place duduk mengobrol di depan perapian, menghilangkan rasa
dingin setelah pulang dari pesta, Annelah yang paling ceriwis dan gembira
kala membahas hari itu. "Moody Spurgeon MacPherson datang ke sini setelah kalian pergi," kata
Bibi Jamesina, yang menunggu kepulangan mereka dan tetap membiarkan
perapian menyala. "Dia tak tahu tentang pesta dansa kelulusan. Anak
muda itu harusnya tidur dengan gelang karet melingkari kepalanya agar
telinganya tak terlalu mencuat. Aku dulu punya kekasih yang melakukan
itu, dan penampilannya jauh lebih baik. Akulah yang mengusulkan hal itu
dan dia menurutinya, tapi kekasihku itu tak pernah memaafkan aku
karenanya." "Moody Spurgeon adalah pemuda yang sangat serius," kata Priscilla
menguap. "Dia sibuk memikirkan hal-hal yang lebih penting daripada
telinganya. Dia akan jadi pendeta, lho."
"Yah, kurasa Tuhan tak akan memedulikan bentuk telinga manusia,"
kata Bibi Jamesina muram, berhenti mengkritik Moody Spurgeon. Bibi
Jamesina menghormati para pendeta meskipun pendeta yang masih muda
dan belum berpengalaman. 217 HARAPAN PALSU "Bayangkan"minggu depan aku sudah akan ada di Avonlea"
menyenangkan sekali!" kata Anne, membungkuk di atas petinya dan
memasukkan selimut pemberian Mrs. Rachel Lynde. "Tapi bayangkan
juga"minggu depan aku sudah akan pergi selamanya dari Patty's Place"
mengerikan!" "Aku penasaran apakah gaung tawa kita akan bergema di mimpi-mimpi
Miss Patty dan Miss Maria," kata Phil melamun.
Miss Patty dan Miss Maria akhirnya akan pulang, setelah mengelilingi
hampir setengah dunia. "Kami akan tiba di minggu kedua bulan Mei,"
tulis Miss Patty dalam suratnya. "Kurasa Patty"s Place akan terasa agak
sempit setelah kami melihat Aula Raja-Raja di Karnak, tapi aku tak terlalu
suka rumah besar. Dan aku cukup senang bisa pulang ke rumah lagi. Kalau
kau mulai melakukan perjalanan di usia lanjut, kau cenderung ingin
melakukan terlalu banyak hal karena kau sadar tak banyak lagi waktu yang
kau punya, padahal kau menyadari bahwa kau menyukai perjalanan itu.
Aku khawatir Maria tak akan pernah bisa merasa puas lagi dengan
hidupnya." "Kutinggalkan semua angan dan mimpi-mimpiku di sini untuk para
penyewa selanjutnya nanti," kata Anne, menatap sekeliling kamarnya
sendu"kamar biru yang indah, tempatnya menghabiskan tiga tahun yang
bahagia. Dia sering berlutut di dekat jendelanya dan berdoa, menatap
matahari terbenam di balik jajaran cemara. Dia sering mendengar tetestetes hujan musim gugur mengetuk-ngetuk kaca jendela dan melihat
burung-burung robin hinggap di langkannya di musim semi. Anne
bertanya-tanya apakah mimpi-mimpi masa lalu bisa menghantui sebuah
ruangan"apakah, ketika seseorang meninggalkan sebuah kamar tempat
dia pernah mengalami kebahagiaan juga penderitaan, tawa dan tangis,
apakah sesuatu dari dalam dirinya, samar dan tak kasatmata, namun nyata,
masih tertinggal seperti sebuah kenangan yang bergema.
"Kurasa," kata Phil, "ruangan yang pernah jadi tempat seseorang
bermimpi, berduka, berbahagia dan hidup, jadi terkait dengan seluruh
218 proses itu dan membentuk kepribadian tertentu. Aku yakin kalau aku
masuk ke kamar ini lima puluh tahun lagi, kamar ini akan menggemakan
kata "Anne, Anne" padaku. Menyenangkan sekali waktu yang kita
lewatkan di sini, Sayang! Obrolan, gurauan dan persahabatan kental! Oh,
ya Tuhanku! Aku akan menikah dengan Jo bulan Juni nanti dan aku tahu
aku akan sangat bahagia. Tapi sekarang aku merasa seakan-akan aku ingin


Anne Of Green Gables 3 Anne Of The Island Karya Lucy M. Montgomery di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kehidupan kita bersama di Redmond berlangsung selamanya."
"Aku juga menginginkan itu, meski aku tahu itu mustahil," aku Anne.
"Apa pun kegembiraan dan kesenangan yang kita alami nanti dalam hidup,
kita tak akan pernah lagi mengalami waktu-waktu menyenangkan penuh
senda gurau seperti yang kita miliki di sini. Ini sudah usai untuk
selamanya, Phil." "Bagaimana dengan Rusty?" tanya Phil, saat kucing yang diomongkan
itu berjalan masuk ke kamar.
"Aku akan membawanya pulang bersama Joseph dan si kucing Sarah,"
kata Bibi Jamesina, masuk ke kamar mengikuti Rusty. "Sayang sekali
kalau ketiga kucing itu harus dipisahkan, apalagi setelah mereka belajar
untuk hidup bersama. Ini adalah pelajaran berharga bagi kucing dan juga
manusia." "Aku sedih harus berpisah dengan Rusty," kata Anne penuh sesal, "tapi
membawanya ke Green Gables juga tak mungkin. Marilla tak suka kucing,
dan Davy pasti akan mempermainkannya habis-habisan. Lagi pula, kurasa
aku tak akan tinggal lama di rumah. Aku sudah ditawari jabatan kepala
sekolah di Summerside High School."
"Apa kau akan menerimanya?" tanya Phil.
"Aku"aku belum memutuskan," jawab Anne, merona bingung.
Phil mengangguk paham. Tentu saja, rencana Anne tak bisa dipastikan
sebelum Roy melamarnya. Pemuda itu pasti akan segera melamar Anne"
itu sudah pasti. Dan sudah bisa dipastikan pula kalau Anne akan menjawab
"ya" saat Roy melamar. Anne sendiri tenang-tenang saja. Dia sangat
mencintai Roy. Memang benar, cintanya tak seperti yang dibayangkannya
selama ini. Tapi sejak kapan kehidupan nyata, sama dengan angan-angan"
Ini seperti angannya di masa kecil dulu"ketika Anne membayangkan
pendar berlian yang indah dan bergelora"dan betapa kecewa dirinya
ketika melihat kenyataan bahwa berlian tidaklah berpendar tapi berkelipkelip beku. "Ini bukan seperti berlian yang kubayangkan," katanya waktu
219 itu. Tapi Roy adalah pria yang sangat baik dan mereka akan bahagia
bersama, meskipun jelas ada sesuatu yang hilang dalam kehidupan mereka
nanti. Karena itu, ketika Roy datang petang itu dan mengajak Anne jalanjalan ke taman, semua orang di Patty"s Place tahu apa yang akan dikatakan
Roy, dan semua juga tahu, setidaknya mereka mengira sudah tahu, apa
jawaban Anne nanti. "Anne gadis yang sangat beruntung," kata Bibi Jamesina.
"Kurasa," kata Stella, mengangkat bahu. "Roy adalah pria yang baik dan
semacamnya. Tapi selain itu, tak ada yang menarik dari dirinya."
"Itu kedengarannya komentar dari orang yang dengki, Stella Maynard,"
tegur Bibi Jamesina. "Memang"tapi aku tak iri, kok," jawab Stella kalem. "Aku sayang
Anne dan aku suka Roy. Semua orang bilang mereka pasangan serasi,
bahkan Mrs. Gardner menyukai Anne sekarang. Mereka seperti sudah
ditakdirkan untuk bersama, tapi entah kenapa aku ragu. Ingat itu, Bibi
Jamesina." Roy melamar Anne di paviliun kecil di jalan dekat pelabuhan tempat
pertama kali mereka bertemu di hari hujan dulu. Menurut Anne romantis
sekali Roy telah memilih tempat itu. Dan lamarannya sangatlah puitis,
seakan-akan Roy, seperti yang sering dilakukan salah satu kekasih Ruby
Gillis, menyalinnya dari buku Panduan Para Kekasih dan Pernikahan.
Semuanya berlangsung tanpa cela. Dan juga tulus. Tak ada keraguan
bahwa Roy tulus. Tak ada nada dusta yang mengganggu simfoni
romantisnya. Anne merasa seharusnya dia merasa merinding dari ujung
rambut sampai ujung kaki. Tapi tidak, dia merasa dingin tak tersentuh.
Ketika Roy berhenti dan menunggu jawaban, Anne membuka mulut
untuk mengatakan ya. Namun tiba-tiba, Anne gemetaran seakan-akan
hendak terjatuh ke dalam jurang tak berdasar. Dia seakan baru saja
tersambar petir pencerahan. Dia menarik tangannya dari genggaman Roy.
"Oh, aku tak bisa menikah denganmu"aku tak bisa"aku tak bisa,"
pekik Anne tak bisa menahan diri.
Roy pucat pasi"dan terlihat agak bodoh. Padahal dia tadi"salah sendiri
"sudah merasa sangat yakin.
"Apa maksudmu?" gagapnya.
"Maksudku, aku tak bisa menikah denganmu," ulang Anne putus asa.
"Kukira dulu aku bisa tapi ternyata aku tak bisa."
"Kenapa tidak?" tanya Roy lebih tenang.
220 "Karena"aku tak benar-benar mencintaimu."
Wajah Roy merah padam. "Jadi, kau hanya main-main dua tahun ini?" tanyanya pelan.
"Tidak, tidak, aku tak begitu," engah Anne bingung. Oh, bagaimana dia
dapat menjelaskannya" Dia TAK BISA menjelaskan. Ada beberapa hal
yang memang tak bisa dijelaskan. "Dulu aku mengira mencintaimu benarbenar mencintaimu"tapi aku sadar sekarang bahwa aku tak benar-benar
mencintaimu." "Kau telah menghancurkan hidupku," kata Roy pahit.
"Maafkan aku," mohon Anne sedih, dengan pipi memerah dan mata
berkaca-kaca. Roy berbalik menjauh dan menatap ke laut. Hening. Ketika dia kembali
menatap Anne, wajahnya pucat pasi.
"Kau tak bisa memberiku harapan sama sekali?" katanya.
Anne menggeleng diam. "Kalau begitu"selamat tinggal," kata Roy. "Aku tak mengerti"aku tak
percaya kau bukanlah seperti wanita yang kubayangkan selama ini. Tapi
tak ada gunanya saling menyalahkan. Kau adalah satu-satunya wanita yang
kucinta. Terima kasih atas pertemananmu selama ini. Selamat tinggal,
Anne." "Selamat jalan," kata Anne terbata. Ketika Roy telah pergi dia duduk
lama sekali di paviliun, menatap kabut merayap pelan tanpa ampun
menyelimuti pelabuhan. Anne merasa hina, marah sekaligus malu pada
dirinya sendiri. Gelombang kemarahan, kehinaan dan rasa malu bergantiganti menggulungnya. Namun, di balik semua itu, Anne merasakan sebuah
kebebasan. Dia kembali ke Patty"s Place di keremangan petang dan
langsung masuk ke kamarnya. Tapi Phil sudah menunggunya, duduk di
birai jendela. "Tunggu," kata Anne, merona. "Tunggu hingga kau
mendengar apa yang harus kukatakan, Phil. Roy melamarku dan aku
menolak." "Kau"kau MENOLAKNYA?" Phil ternganga.
"Ya." "Anne Shirley, kau sudah gila, ya?"
"Kurasa," jawab Anne lesu. "Oh, Phil, jangan marahi aku. Kau tak
mengerti." "Aku jelas tak mengerti. Selama dua tahun kau membiarkan bahkan
mendorong Roy Gardner"mendekatimu dan sekarang kau bilang kau
221 menolaknya. Rupanya kau hanya ingin mempermainkannya, Anne. Aku
tak percaya KAU setega itu."
"Aku TIDAK mempermainkannya"jujur aku mengira benar-benar
mencintainya"lalu"yah, dalam hatiku tiba-tiba aku merasa aku TAK
AKAN bisa menikah dengannya."
"Aku menduga," kata Phil judes, "kau hanya ingin menikah karena
uangnya saja, lalu nuranimu tergugah dan menghalangimu."
"TIDAK. Aku tak pernah berpikir tentang kekayaannya. Oh, aku tak bisa
menjelaskannya padamu seperti aku tak bisa menjelaskan padanya."
"Yah, kau benar-benar memperlakukan Roy dengan sangat buruk," kata
Phil jengkel. "Ia tampan, pintar, kaya, dan baik. Apa lagi yang kau
inginkan?" "Aku ingin seseorang yang benar-benar menjadi Belahan jiwaku. Roy
tak seperti itu. Aku awalnya terlena dan terpesona oleh ketampanan dan
kepintarannya memberikan pujian-pujian yang romantis, dan kemudian
aku mengira kalau aku JATUH CINTA padanya, karena ia adalah
pangeran tampan bermata gelap misterius seperti yang kuimpikan sejak
kecil." "Aku ini sudah terkenal sebagai orang yang tak bisa mengambil
keputusan, tapi ternyata kau malah lebih buruk," kata Phil.
"Aku BISA mengambil keputusan," protes Anne. "Masalahnya,
keputusanku berubah, dan aku harus mulai memahami dan menerimanya
dari awal lagi." "Yah, apa pun yang akan kukatakan padamu tak akan ada gunanya."
"Tak perlu, Phil. Sikapku buruk sekali. Ini mengacaukan semuanya.
Semua kenanganku tentang Redmond ternoda oleh peristiwa memalukan
petang ini. Roy membenciku "kau membenciku"dan aku membenci
diriku sendiri." "Aduh, kasihan sekali kau, Sayangku," kata Phil, luluh. "Ke sini biar
kupeluk dirimu. Aku harusnya tak memarahimu. Aku mungkin saja
menikah dengan Alec atau Alonzo kalau aku tak bertemu Jo. Oh, Anne di
kehidupan nyata semuanya memang lebih rumit, tak seindah dan sebagus
di novel-novel." "Kuharap TAK seorang pun yang akan melamarku lagi sepanjang
hidup," kata Anne tersedu-sedu, setulus hati berharap kata-katanya itu
terwujud. 222 PERNIKAHAN DAN PERNIKAHAN LAGI Anne merasa hidupnya mengalami anti klimaks di minggu-minggu
pertama dia kembali ke Green Gables. Dia rindu keakraban di Patty's
Place. Musim dingin lalu dia memimpikan beberapa hal yang menurutnya
akan hebat, namun mimpi-mimpinya itu kini berserakan di bawah kakinya.
Dan dalam kondisi kecewa dan benci pada diri sendiri atas semua yang
telah terjadi, Anne tak bisa mulai bermimpi lagi. Namun Anne menyadari
bahwa sendiri dalam mimpi-mimpinya memang menggairahkan, namun
kesendirian tanpa mimpi ternyata memiliki daya tariknya sendiri. Dia tak
pernah lagi bertemu dengan Roy setelah perpisahan mereka yang
menyakitkan; tapi Dorothy berkunjung sebelum Anne meninggalkan
Kingsport. "Aku menyesal sekali kau tak akan menikah dengan Roy," katanya.
"Aku memang ingin kau jadi kakak iparku. Tapi kau benar. Roy akan
membuatmu bosan setengah mati. Aku sayang padanya, dan Roy adalah
pria yang baik dan manis, tapi dia sama sekali tak menarik. Dari luar dia
terlihat sebagai orang yang menarik dan misterius, tapi sebenarnya tidak
sama sekali." "Ini tak akan merusak persahabatan KITA, kan, Dorothy?" tanya Anne
sedih. "Tentu tidak. Kau teman yang terlalu baik untuk dilepaskan. Kalau aku
tak bisa memilikimu sebagai kakak ipar, aku tetap akan menjadikanmu
sahabat. Dan jangan cemas tentang Roy. Dia memang sedih sekarang"
aku terpaksa mendengarkan curahan kesedihannya tiap hari"tapi dia akan
segera pulih. Dia selalu begitu."
"Oh"SELALU?" kata Anne sedikit kaget. "Jadi dia sudah pernah
"pulih" sebelumnya?"
"Ya ampun, tentu saja," kata Dorothy terus terang. "Dua kali. Dan dua
kali pula dia berkeluh kesah padaku. Bukan berarti kedua gadis
sebelumnya itu menolak dirinya mereka hanya mengatakan kalau sudah
bertunangan dengan orang lain. Tentu saja, ketika Roy bertemu denganmu
dia bersumpah padaku kalau dia belum pernah merasakan cinta sejati
223 seperti ini"bahwa peristiwa sebelumnya itu hanyalah cinta monyet. Tapi
kurasa kau tak perlu cemas."
Anne memutuskan untuk tidak khawatir. Dia lega sekaligus kesal. Roy
jelas mengatakan kalau Annelah satu-satunya wanita yang pernah
dicintainya. Dan rupanya Roy benar-benar merasa begitu. Tapi sedikit
melegakan mengetahui bahwa dia tak benar-benar menghancurkan hidup
Roy. Ada banyak gadis cantik lainnya, dan Roy, menurut Dorothy pasti
akan segera menemukan gadis lain untuk dipuja. Meskipun begitu,
kehidupan nyata sekali lagi mencabik-cabik angan dan ilusi Anne, dan
Anne mulai berpikir bahwa kehidupan nyata agak menjemukan.
Suatu sore, dia datang ke beranda Green Gables dengan wajah murung.
"Apa yang telah terjadi pada pohon Putri Salju tua, Marilla?"
"Oh, aku tahu kau akan sedih," kata Marilla. "Aku sendiri juga sedih.
Pohon itu sudah ada sejak aku muda. Pohon itu tumbang saat badai besar
di bulan Maret. Akarnya sudah membusuk."
"Aku kehilangan pohon tua itu," kata Anne muram. "Beranda rasanya
tak sama tanpa dia. Setiap kali aku memandang ke luar jendela aku selalu
merasa kehilangan. Dan oh, aku belum pernah pulang ke Green Gables
tanpa ada Diana yang menyambutku."
"Ada hal penting yang harus dipikirkan Diana sekarang," kata Mrs.
Lynde berahasia. "Kalau begitu ceritakan ada kabar baru apa saja yang terjadi di
Avonlea," kata Anne sambil duduk di undakan beranda, sinar lembayung
senja membasuh rambutnya dengan warna keemasan.
"Tak banyak berita baru kecuali apa yang telah kami tulis dalam surat
untukmu," kata Mrs. Lynde. "Kurasa kau belum dengar kalau kaki Simon
Fletcher patah minggu lalu. Itu berita gembira bagi keluarganya. Mereka
bisa melakukan berbagai hal yang selama ini mereka inginkan tanpa
terganggu oleh si judes tua itu."
"Dia memang berasal dari keluarga yang menjengkelkan," komentar
Marilla. "Menjengkelkan" Yang benar saja! Ibunya dulu sering berdiri di tengah
pertemuan doa dan menyebarkan seluruh aib anak-anaknya dan meminta
doa bagi mereka. Tentu saja itu membuat mereka marah dan jadi
bertingkah lebih buruk."
224 "Kau belum memberi tahu Anne berita baru tentang Jane," kata Marilla.
"Oh, Jane," dengus Mrs. Lynde. "Yah," katanya enggan. "Jane Andrews
baru saja pulang dari daerah Barat"minggu lalu"dan dia akan menikah
dengan seorang jutawan dari Winnipeg. Mrs. Harmon tentu saja tak
menyia-nyiakan kesempatan untuk mengabarkannya ke mana-mana."
"Jane yang baik"aku senang untuknya," kata Anne tulus. "Dia pantas
mendapatkan yang terbaik."
"Oh, aku bukannya tak suka pada Jane. Dia gadis yang lumayan baik.
Tapi dia bukan kelas jutawan, dan aku yakin calon suaminya tak punya
kelebihan lain selain dari uangnya. Mrs. Harmon bilang calon suami Jane
adalah pria Inggris yang menjadi kaya dari usaha pertambangan, tapi aku
yakin dia hanya seorang pria Yankee. Yang jelas dia kaya, karena dia
menghujani Jane dengan perhiasan. Cincin pertunangan Jane berliannya
sangat besar sehingga kelihatannya seperti batu bata menempel di jari
gemuk Jane." Mrs. Lynde tak bisa menghindarkan nada pahit dari suaranya.
Bayangkan, Jane Andrews, si bocah lamban dan nggak cantik-cantik amat
itu sekarang bertunangan dengan jutawan, sedangkan Anne, yang lebih
pintar dan cantik sepertinya belum pernah didekati siapa pun, baik yang
miskin maupun yang kaya. Dan Mrs. Harmon Andrews tak henti-hentinya
pamer. "Apa saja yang dilakukan Gilbert Blythe saat kuliah?" tanya Marilla.
"Aku melihatnya pulang minggu lalu, sangat pucat dan kurus sehingga aku
nyaris tak mengenalinya."
"Dia belajar keras sekali di musim dingin lalu," kata Anne. "Kalian tahu,
dia mendapat prestasi terbaik di mata kuliah Klasik dan merebut
penghargaan Cooper Prize. Padahal penghargaan itu belum pernah ada
juaranya selama lima tahun! Jadi kurasa dia masih kelelahan. Kami semua
agak kelelahan." "Tapi kau sekarang bergelar B.A., sedangkan Jane Andrews bukan dan
tak akan pernah mendapatkan gelar itu," kata Mrs. Lynde muram namun
puas. Beberapa hari kemudian, Anne pergi mengunjungi Jane, tapi Jane
ternyata sedang pergi ke Charlottetown?"menjahitkan baju," kata Mrs.
Harmon bangga. "Tentu saja penjahit Avonlea sekarang tak cocok lagi
untuk Jane." 225 "Aku sudah mendengar kabar bagus tentang Jane," kata Anne.
"Ya, Jane lumayan berhasil, meskipun dia tidak bergelar B.A.," kata
Mrs. Harmon, sambil mengibaskan rambutnya pongah.


Anne Of Green Gables 3 Anne Of The Island Karya Lucy M. Montgomery di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mr. Inglis kaya sekali, dan mereka akan berbulan madu ke Eropa.
Ketika kembali nanti mereka akan tinggal di rumah besar dari pualam di
Winnipeg. Hanya ada satu masalah, Jane pintar masak tapi suaminya tak
membolehkannya memasak. Calon suaminya kaya sekali sehingga sampai
mempekerjakan juru masak. Mereka akan mempekerjakan seorang juru
masak, dua pelayan, satu sais, dan satu tukang beres-beres. Tapi
bagaimana denganMU, Anne" Aku tak dengar kabar kau akan menikah,
setelah lulus dari kuliah."
"Oh," kata Anne tertawa, "Aku akan jadi perawan tua. Aku tak
menemukan orang yang benar-benar cocok untukku." Anne memang
sengaja. Dia sengaja mengingatkan Mrs. Andrews bahwa kalaupun dia
jadi perawan tua itu bukan karena tak ada pemuda yang berminat padanya.
Tapi Mrs. Harmon langsung membalas telak.
"Yah, kuperhatikan gadis-gadis yang terlalu pemilih biasanya memang
ditinggalkan. Dan aku dengar kabar katanya Gilbert Blythe bertunangan
dengan Miss Stuart" Charlie Sloane bilang padaku kalau dia benar-benar
cantik. Benarkah?" "Aku tak tahu apakah Gilbert memang bertunangan dengan Miss
Stuart," jawab Anne, bersusah payah mengendalikan emosi, "tapi memang
benar dia gadis yang cantik."
"Aku dulu mengira kau dan Gilbert akan jadi pasangan," kata Mrs.
Harmon. "Kalau kau tak hati-hati, Anne, semua kekasihmu akan
meninggalkanmu." Anne memutuskan untuk tidak meneruskan duelnya dengan Mrs.
Harmon. Kau tak mungkin menang melawan musuh yang membalas
tusukan pedang tipismu dengan hantaman kapak perang.
"Karena Jane sedang pergi," kata Anne berdiri dan berusaha kelihatan
bermartabat, "Kurasa aku tak bisa singgah lebih lama. Aku akan datang
lagi nanti kalau dia sudah pulang."
"Silakan," kata Mrs. Harmon dengan sikap sopan berlebih-lebihan. "Jane
sama sekali tak sombong, lho. Dia tetap mau berkawan dengan temanteman lamanya seperti dulu. Dia pasti senang sekali bertemu denganmu."
226 Jutawan idaman Jane datang di akhir bulan Mei dan langsung menikahi
Jane dengan pesta yang meriah dan megah. Mrs. Lynde diam-diam merasa
sangat puas melihat, calon suami Jane, Mr. Inglis setidaknya usianya
sudah empat puluh tahun, pendek, kurus, dan sudah beruban. Dan Mrs.
Lynde sama sekali tak bermurah hati saat mengomentari semua
kekurangan pria itu. "Semua emas dan kekayaan yang dia miliki tak akan
cukup untuk menutupi kekurangannya," kata Mrs. Rachel serius.
"Dia kelihatannya pria yang ramah dan baik hati," kata Anne setia
kawan, "dan aku yakin dia sangat mencintai Jane."
"Huh!" dengus Mrs. Rachel tak percaya.
Phil Gordon menikah minggu depannya dan Anne pergi ke Bolingbroke
untuk menjadi pengiring mempelai wanita. Phil terlihat sangat cantik
dalam gaun pengantinnya, dan Pendeta Jo terlihat begitu bersinar dalam
kebahagiaannya sehingga tak ada orang yang menganggapnya biasa-biasa
saja. "Pertama-tama kami akan berkelana di tanah Tuhan menyebarkan
ajaran-Nya," kata Phil, "lalu kami akan tinggal di Patterson Street.
Menurut Ibu itu ide yang sangat buruk"menurutnya Jo harusnya memilih
melakukan pelayanan di gereja yang tempatnya lebih baik. Tapi
permukiman kumuh di Patterson akan wangi dan indah seperti mawar
bagiku kalau ada Jo. Oh, Anne, aku bahagia sekali sampai hatiku sakit."
Anne selalu senang melihat kebahagiaan teman-temannya; tapi kadang
dia merasa sedikit kesepian di antara begitu banyak kebahagiaan yang
bukan miliknya. Dan saat dia kembali ke Avonlea, situasinya sama saja.
Kali ini, Dianalah yang mendapatkan anugerah kebahagiaan terbesar
bagi wanita saat anak pertamanya lahir. Anne menatap sang ibu yang
pucat dengan ketakjuban yang belum pernah dia rasakan untuk Diana
sebelumnya. Benarkah wanita muda pucat dengan mata bersinar bahagia
ini adalah Diana kecil dengan rambut keriting dan pipi kemerahan yang
dulu bermain dan sekolah dengannya" Itu membuat Anne merasa kesepian
dan tertinggal. Seakan-akan dia adalah bagian dari masa lalu dan tak
harusnya berada di sini. "Dia tampan sekali, bukan?" kata Diana bangga.
Bayi lelaki gemuk itu mirip sekali dengan Fred"sama bulatnya, dan
wajahnya juga merah. Anne tak bisa tulus mengatakan kalau dia bayi yang
tampan, tapi Anne bersumpah bahwa dia bayi yang sangat manis,
227 menggemaskan, dan menyenangkan.
"Sebelum dia lahir, aku ingin anak perempuan sehingga aku bisa
menamainya ANNE," kata Diana. "Tapi setelah Fred kecil ini lahir, aku
tak akan menukarnya dengan sejuta anak perempuan. Aku mencintainya
seperti APA ADANYA dia."
?"Setiap bayi kecil pastilah yang termanis dan terbaik"," kutip Mrs. Allan
riang. "Kalau yang lahir ADALAH Anne kecil, kau akan merasakan hal
yang sama juga." Mrs. Allan sedang mengunjungi Avonlea, untuk pertama kalinya sejak
pindah. Dia tetap periang, manis, dan simpatik seperti dulu. Teman-teman
lamanya menyambutnya dengan gembira. Istri pendeta yang sekarang juga
seorang wanita yang baik, tapi dia tak bisa menjadi teman sejiwa mereka.
"Aku tak sabar menunggu sampai dia bisa bicara," desah Diana syahdu.
"Aku ingin mendengarnya berkata "mama". Dan oh, aku ingin memastikan
bahwa kenangan pertamanya tentang diriku adalah kenangan yang manis.
Kenangan pertama yang kuingat tentang ibuku adalah saat dia memukulku
karena sesuatu yang kulakukan. Aku yakin aku pantas menerima pukulan
itu karena kenakalanku, dan ibuku adalah ibu yang baik dan aku sangat
mencintainya. Tapi aku berharap seandainya saja kenanganku tentangnya
adalah kenangan yang lebih manis."
"Aku hanya punya satu kenangan tentang ibuku dan itu adalah kenangan
termanis dari semua kenanganku," kata Mrs. Allan. "Saat itu aku lima
tahun, dan suatu hari diperbolehkan pergi ke sekolah dengan dua kakak
perempuanku. Ketika bel pulang berbunyi, kedua kakakku pulang dengan
teman mereka sendiri-sendiri. Kakakku yang satu mengira aku pulang
dengan kakakku yang lain, dan sebaliknya. Tapi aku malah lari dengan
salah satu anak yang kukenal saat istirahat. Kami pergi ke rumahnya, yang
tak jauh dari sekolah, dan bermain membuat kue dari lumpur. Kami
sedang asyik bermain ketika tiba-tiba kakak sulungku datang, tersengalsengal dan marah.
?"Anak nakal" jerit kakakku, menggaet tanganku dan menyeretku pergi.
"Ayo pulang sekarang juga. Oh, kau pasti akan kena batunya! Ibu marah
sekali. Ia akan dicambuk sampai kapok." "Aku belum pernah dicambuk.
Takut dan ngeri membuat jantungku berdentam tak keruan. Aku merasa
sangat sengsara saat berjalan pulang ke rumah. Aku tak berniat nakal.
Phemy Cameron mengajakku main ke rumahnya dan aku tak tahu bahwa
228 aku tak boleh pergi begitu saja. Dan sekarang aku akan dicambuk sebagai
hukumannya. Ketika kami sampai di rumah, Kakak menyeretku ke dapur,
tempat Ibu sedang duduk di depan perapian di keremangan senja. Kakiku
gemetaran dan aku nyaris tak kuat berdiri. Dan ibuku"Ibu langsung
memelukku, tidak menegur atau pun membentakku, menciumku dan
memelukku erat. "Ibu takut sekali kalau kau tersesat, Sayang," katanya
lembut. Aku bisa melihat cinta berbinar di matanya saat Ibu menatapku.
Dia tak pernah memarahi ataupun menegurku atas apa yang telah aku
lakukan"hanya berkata bahwa aku tak boleh pergi tanpa pamitan dulu.
Ibu meninggal tak lama kemudian. Itulah satu-satunya kenanganku akan
Ibu. Indah, bukan?" Anne sangat kesepian saat dia berjalan pulang, melewati Jalan Birch dan
Willowmere. Sudah berbulan-bulan ia tak melewati jalan itu. Malam itu
cerah dan terang. Udara dipenuhi aroma bunga mekar"meski agak terasa
berlebihan. Aroma wanginya membuat hidung Anne sedikit kewalahan.
Pohon-pohon birch di tepi jalan sudah tumbuh menjadi pohon-pohon
dewasa. Semua sudah berubah. Anne merasa tak sabar menunggu musim
panas berakhir dan dia mulai bekerja lagi. Mungkin bila disibukkan oleh
pekerjaan dia tak akan merasa hidupnya begitu kosong.
?"Aku sudah menjelajah dunia dan tak kutemukan lagi, Nuansa
romantisme yang dulu merajai"," desah Anne dan langsung merasa lebih
terhibur saat membayangkan dunia tanpa romansa!
229 WAHYU Keluarga Irvings kembali ke Echo Lodge selama musim panas, dan Anne
menghabiskan tiga minggu yang menyenangkan di sana pada bulan Juli.
Miss Lavendar sama sekali tak berubah; Charlotta Keempat tumbuh
menjadi gadis dewasa sekarang, tapi masih mengagumi Anne setulus hati.
"Setelah mempertimbangkan semuanya, Miss Shirley, aku belum pernah
bertemu seseorang di Boston yang bisa menyamaimu," katanya terus
terang. Paul juga semakin besar. Usianya sekarang enam belas tahun, rambut
keriting cokelat terangnya digantikan oleh potongan rambut cokelat
pendek, dan dia lebih tertarik pada sepak bola daripada peri. Namun,
ikatan antara dirinya dan mantan gurunya tetaplah kuat. Hubungan teman
sejiwa tak akan berubah seiring berjalannya waktu.
Di suatu malam yang gelap dan muram di bulan Juli, Anne kembali ke
Green Gables. Salah satu badai ganas musim panas yang kadang menyapu
teluk, malam itu sedang mengamuk di laut. Saat Anne sampai di rumah,
tetes-tetes hujan pertama mulai mengguyur jendela.
"Apa Paul yang mengantarmu pulang?" tanya Marilla. "Mengapa kau
tak menyuruhnya menginap saja, badai sepertinya akan datang malam ini."
"Dia sudah akan sampai di Echo Lodge sebelum hujan turun deras,
kurasa. Lagi pula dia ingin pulang malam ini. Yah, kunjunganku
menyenangkan sekali, tapi aku senang bertemu dengan kalian lagi. "Di
mana pun kau berada, rumah memang tiada duanya." Wah, Davy kau
tambah tinggi, ya?" "Aku tambah tinggi hampir satu inci sejak kau pergi," kata Davy bangga.
"Aku setinggi Milty Boulter sekarang. Aku senang banget. Dia terpaksa
berhenti pamer kalau badannya lebih tinggi. Hei, Anne, apa kau tahu kalau
Gilbert Blythe sekarat?" Anne berdiri terpaku, menatap Davy. Wajahnya
pucat pasi sehinga Marilla mengira Anne akan pingsan.
"Davy, tahan lidahmu," kata Mrs. Rachel marah. "Anne, jangan kaget
seperti itu"JANGAN KAGET SEPERTI ITU! Kami tak bermaksud
230 memberitahumu secara tiba-tiba begini."
"Apa"itu"benar?" tanya Anne lirih, seakan-akan suaranya bukanlah
miliknya lagi. "Gilbert sakit keras," kata Mrs. Lynde murung. "Tak lama setelah kau
berangkat ke Echo Lodge dia terkena tifus. Apa kau tak pernah dengar
beritanya?" "Tidak," kata Anne masih syok.
"Kondisinya parah sejak awal. Dokter bilang dia terlalu kelelahan. Tapi
Gilbert dirawat oleh seorang perawat terlatih dan semua usaha telah
dilakukan. JANGAN kaget seperti itu, Anne. Saat masih ada kehidupan,
masih ada harapan." "Mr. Harrison ke sini tadi sore dan dia bilang mereka sudah putus
harapan akan kesembuhannya," celetuk Davy.
Marilla, terlihat tua dan lelah, berdiri dan dengan kesal mendorong Davy
keluar dapur. "Oh, JANGAN sedih begitu, Sayang," kata Mrs. Rachel, merangkul
Anne yang pucat pasi. "Aku belum putus harapan, belum. Dia kuat karena
dia seorang Blythe, yakinlah."
Perlahan, Anne melepaskan rangkulan Mrs. Lynde, berjalan linglung
menyeberangi dapur, melewati ruang depan, menaiki tangga ke kamarnya
yang dulu. Di jendela kamar dia berlutut, menatap kosong ke luar. Malam
gelap sekali. Hujan deras membanjiri ladang-ladang yang gemetaran.
Hutan Berhantu dikuasai oleh erangan pohon-pohon yang meliuk-liuk
tertiup angin badai, dan udara berdenyut tegang oleh kilat dan guntur yang
terdengar dari arah pantai. Dan Gilbert sekarat!
Ada wahyu dalam diri setiap orang, seperti juga di Alkitab. Anne
membaca Al-kitab sepanjang malam yang memilukan itu, terus terjaga dan
berduka melalui amukan badai dan kegelapan. Dia mencintai Gilbert"
sejak dulu selalu mencintainya! Anne menyadari itu sekarang. Anne tahu
bahwa dia tak bisa lagi menyingkirkan Gilbert dari hidupnya. Karena
rasanya akan sama seperti kalau dia memotong tangan kanannya dan
membuangnya. Namun kesadaran itu datang terlambat"bahkan Anne tak
akan punya waktu untuk bersama Gilbert di saat-saat terakhirnya dan
mengucapkan selamat tinggal. Kalau saja Anne selama ini tidak
membutakan diri"tidak bersikap bodoh"dia akan punya hak untuk pergi
dan mendampingi Gilbert sekarang. Tapi Gilbert tak akan tahu kalau Anne
mencintainya"dia akan meningggalkan dunia ini dan berpikiran bahwa
231 Anne tak peduli padanya. Oh, betapa tahun-tahun panjang dan gelap
terpampang di depannya sekarang! Anne tak akan kuat menjalaninya"tak
mungkin! Anne menunduk di depan jendelanya dan berharap, untuk
pertama kalinya dalam kehidupan mudanya yang penuh semangat, bahwa
dia ingin mati saja. Kalau Gilbert pergi darinya, tanpa sepatah kata pun
atau pesan, Anne tak bisa hidup. Tak ada yang berarti tanpa kehadiran
Gilbert. Anne ditakdirkan untuk jadi miliknya dan Gilbert ditakdirkan
untuk Anne. Dalam kepedihan dan kedukaannya, Anne sangat yakin
bahwa mereka memang berjodoh. Gilbert tak mencintai Christine Stuart"
dia tak pernah mencintai Christine Stuart.
Oh, betapa bodohnya dirinya selama ini karena tak menyadari apa yang
sebenarnya dirasakannya pada Gilbert"dan malah mengira apa yang dia
rasakan pada Roy Gardner adalah cinta sebenarnya. Dan sekarang Anne
mendapat ganjaran atas kebodohannya. Mrs. Lynde dan Marilla melongok
di pintu kamar Anne sebelum mereka pergi tidur, menggeleng sedih dan
pergi. Badai mengamuk semalaman, tapi saat fajar terbit, badai telah
berlalu. Anne melihat segaris cahaya terang menyemburat di kegelapan.
Tak lama kemudian, perbukitan di timur mulai memerah. Awan mendung
menyingkir, memberikan kesempatan bagi munculnya gumpalangumpalan awan putih lembut di cakrawala; langit berkilau biru keperakan.
Seluruh dunia hening. Anne berdiri dan turun pelan-pelan ke bawah.
Kesegaran angin seusai hujan membelai wajah pucatnya saat Anne turun
ke halaman, mendinginkan matanya yang kering dan panas. Terdengar
siulan riang dari ujung jalan. Sesaat kemudian, Pacifique Buote muncul.
Lutut Anne tiba-tiba terasa lemas. Kalau saja dia tak buru-buru
berpegangan pada batang pohon willow dia pasti sudah terjatuh. Pacifique
adalah pemuda yang bekerja pada George Fletcher dan George Fletcher
tinggal di sebelah rumah keluarga Blythe. Mrs. Fletcher adalah bibi
Gilbert. Pacifique pasti tahu kalau"kalau"memang ada berita yang harus
diketahui. Pacifique berjalan santai di jalan tanah merah, bersiul-siul. Dia
tak melihat Anne. Tiga kali Anne berusaha memanggilnya. Pacifique
hampir saja melewatinya, ketika akhirnya Anne berhasil memaksa
bibirnya yang gemetaran memanggil lemah, "Pacifique!"
Pacifique menoleh dengan menyeringai senang dan menyapa dengan
ucapan selamat pagi yang riang.
"Pacifique," kata Anne lirih, "apa kau baru saja dari rumah George
Fletcher pagi ini?" "Tentu," jawab Pacifique ramah. "Dapet kabar tadi malem kalo Bapak
232 lagi sakit. Badainya gede banget jadi aku nggak bisa langsung balik, jadi
aku brangkat pagi-pagi skali. Mau lewat hutan, biar cepet."
"Apa kau dengar kabar tentang Gilbert Blythe pagi ini?" dengan putus
asa Anne bertanya. Bahkan berita terburuk pun akan lebih bisa
ditanggungnya daripada ketidaktahuan yang mengerikan ini.
"Udah baikan," kata Pacifique. "Dia jadi baikan tadi malam. Dokter
bilang dia cepet baikan trus sembuh. Tapi nyaris saja, loh! Anak itu,
hampir mati gara-gara pergi kuliah. Wah, harus buru-buru nih. Bapak pasti
udah nggak sabar nungguin aku."
Pacifique melanjutkan perjalanannya sambil bersiul-siul. Anne
menatapnya dengan mata berbinar lega menyingkirkan kepedihan yang
dirasakannya sepanjang malam. Pacifique adalah anak muda yang kurus
sekali, canggung, dan biasa-biasa saja. Tapi menurut pandangan Anne pagi
ini, Pacifique terlihat setampan para kesatria yang membawa berita baik ke


Anne Of Green Gables 3 Anne Of The Island Karya Lucy M. Montgomery di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

desa di balik pegunungan. Sepanjang umur Anne, setiap kali dia melihat
wajah Pacifique yang bulat kecokelatan dengan mata hitam, hatinya selalu
menghangat teringat kenangan saat pemuda itu memberinya tetes minyak
kebahagiaan yang membalur duka dan penyesalan Anne semalaman.
Lama setelah siulan riang Pacifique samar-samar kian menjauh dan
keheningan kembali meraja di bawah pohon-pohon maple yang berjajar di
sepanjang Kanopi Kekasih, Anne tetap berdiri di bawah pohon willow,
menikmati indahnya hidup ketika sebuah ketakutan besar telah berhasil
dihindari. Pagi yang berkabut terasa sangat segar dan menyenangkan. Tak
jauh dari tempat Anne berdiri tumbuh serumpun bunga mawar yang baru
saja mekar dan dihiasi kelip-kelip embun. Kicauan burung dari pohon
besar di atas Anne terasa selaras dengan suasana hati Anne. Sebuah
kalimat dari Alkitab, kalimat kuno namun kebenaran dan keindahannya
bergaung hingga sekarang terucap dari bibir Anne.
"Sepanjang malam ada tangisan, menjelang pagi terdengar sorak-sorai."
233 CINTA TAK LEKANG OLEH WAKTU "Sore ini, aku datang untuk mengajakmu jalan-jalan di hutan bulan
September dan ke perbukitan untuk melihat bunga-bunga, seperti yang
sering kita lakukan dulu," kata Gilbert, tiba-tiba muncul dari pojok
beranda. "Kita bisa mampir di taman Hester Gray."
Anne, yang sedang duduk di undakan dengan pangkuan penuh lapisan
kain tipis berwarna hijau pucat, mendongak setengah linglung.
"Oh, seandainya saja aku bisa," katanya pelan, "tapi aku benar-benar tak
bisa, Gilbert. Aku diundang ke pernikahan Alice Penhallow petang nanti,
kau tahu. Aku harus memperbaiki gaun ini, dan saat aku selesai nanti, aku
harus segera bersiap-siap untuk pergi. Maaf aku tak bisa. Aku senang
pergi denganmu kalau aku bisa."
"Kalau begitu besok sore bisa?" tanya Gilbert, yang rupanya tak terlalu
kecewa. "Ya, kurasa bisa."
"Kalau begitu sebaiknya aku buru-buru pulang sekarang untuk
melakukan sesuatu yang harus aku lakukan besok. Jadi, Alice Penhallow
akan menikah nanti malam ya. Tiga undangan pernikahan untukmu
sepanjang musim panas ini, Anne"Phil, Alice, dan Jane. Aku tak akan
pernah memaafkan Jane karena tak mengundangku ke pernikahannya."
"Kau tak bisa menyalahkan dia, apalagi kalau mengingat betapa banyak
sanak kerabat dan handai taulan keluarga Andrews yang harus diundang.
Rumahnya hampir saja tak cukup. Aku diundang hanya karena aku adalah
sobat lama Jane"setidaknya begitulah menurut Jane. Kurasa niat Mrs.
Harmon mengundangku adalah karena dia ingin memamerkan
keberhasilan Jane padaku."
"Benarkah dia mengenakan begitu banyak berlian sehingga kau susah
membedakan yang mana Jane yang mana berlian?"
Anne tertawa. "Jane memang mengenakan banyak perhiasan. Dengan
semua berlian, kain satin putih, kain tulle, renda-renda, kuntum mawar dan
bunga lainnya, si Jane kecil nyaris tak terlihat. Tapi dia SANGAT bahagia,
234 dan Mr. Inglis juga"dan Mrs. Harmon."
"Apa itu gaun yang akan kau pakai nanti malam?" tanya Gilbert,
menatap kain dan renda di pangkuan Anne.
"Ya. Cantik bukan" Dan aku akan mengenakan rangkaian bunga
starflower di rambutku. Hutan Berhantu penuh dengan bunga itu musim
panas kali ini." Gilbert membayangkan Anne, mengenakan gaun hijau berenda, dengan
lengannya yang ramping dan lehernya yang jenjang terlihat lebih putih dan
cerah, bunga starflower tertata indah di rambutnya. Bayangan itu membuat
tenggorokan Gilbert tercekat. Tapi dengan santai dia berbalik.
"Baiklah, aku akan menjemputmu besok. Selamat bersenang-senang
malam ini." Anne menatap Gilbert yang berjalan menjauh, dan mendesah. Gilbert
bersikap ramah"sangat ramah"terlalu ramah.
Gilbert sering bertandang ke Green Gables setelah sembuh dari sakitnya,
dan pertemanan mereka kembali akrab. Tapi Anne tak lagi merasa puas
dengan itu. Kuntum cinta yang mekar di hatinya membuat persahabatan
mereka terasa tak lagi cukup. Dan Anne mulai berpikir apakah Gilbert
masih merasakan sesuatu lebih dari sekadar pertemanan padanya.
Kebahagiaannya di pagi hari saat mendengar kesembuhan Gilbert sudah
mulai memudar dan digantikan oleh keraguan. Ia dihantui ketakutan
bahwa kesalahan yang pernah dibuatnya dulu kini tak mungkin lagi
diperbaiki. Mungkin Gilbert memang benar-benar mencintai Christine.
Mungkin mereka sudah bertunangan. Anne mencoba menyingkirkan
semua pikiran dan harapan kosong dari hatinya, dan menguatkan tekad
untuk lebih berkonsentrasi pada pekerjaan dan ambisinya daripada cinta.
Dia bisa berbuat baik, bahkan mulia, dengan bekerja sebagai guru, dan
kesuksesan tulisan-tulisannya sudah mulai dikenal oleh para editor surat
kabar. Itu sangat membantu untuk mewujudkan mimpinya sebagai seorang
sastrawan. Tapi"tapi"Anne mengambil kembali gaun hijaunya dan
mendesah berat. Ketika Gilbert datang besok sorenya, Anne sudah menunggunya, sesegar
fajar dan secerah bintang, setelah menghadiri pesta kemarin malam. Dia
mengenakan gaun hijau"bukan gaun yang dikenakannya di pesta
pernikahan, tapi gaun lama. Gilbert pernah berkomentar menyukai gaun
itu saat Anne mengenakannya di sebuah acara di Redmond. Nuansa warna
hijaunya kontras dengan warna cerah rambutnya, mata abu-abunya yang
bersinar, dan kulitnya yang seindah kelopak bunga iris. Gilbert, melirik
235 Anne saat mereka berjalan di bawah keteduhan pepohonan, berpikir bahwa
Anne tak pernah terlihat secantik ini. Anne, sesekali mencuri pandang ke
arah Gilbert, berpikir Gilbert terlihat jauh lebih tua sejak sembuh dari
sakit. Seakan-akan Gilbert telah meninggalkan masa mudanya selamanya.
Hari itu sangat indah dan jalan-jalan yang mereka lewati tak kalah
indahnya. Anne nyaris menyesal saat mereka sampai di taman Hester
Gray, dan duduk di bangku kayu tua. Tapi taman Hester Gray juga terlihat
indah"seindah di hari ketika Anne piknik bersama sahabat-sahabatnya
dulu. Saat Anne, Diana, Jane, dan Priscilla pertama kali menemukan
taman ini. Saat itu taman Hester Gray terlihat indah berhiaskan bunga
narcissus dan violet, sekarang tanaman golden rod sedang memamerkan
bunga-bunga cerahnya di sana-sini, diselingi birunya bunga aster yang tak
kalah cantik. Gemericik suara air mengalir di sungai samar-samar
mengapung dari hutan di lembah penuh pohon birch; udara sore terasa
hangat beraroma laut; dan di kejauhan terlihat ladang-ladang berpagar abu
keperakan terkena matahari musim panas selama bertahun-tahun, dan
jajaran perbukitan diteduhi oleh awan-awan menjelang musim gugur; dan
bersama dengan embusan lembut angin barat, mimpi-mimpi masa lalu pun
kembali. "Kurasa," kata Anne lembut, ?"tanah tempat mimpi-mimpi menjadi
nyata" ada di cakrawala biru di sana, di balik lembah kecil itu."
"Apa ada mimpimu yang belum terwujud, Anne?" tanya Gilbert.
Sesuatu di nada suara Gilbert"sesuatu yang tak pernah didengarnya lagi
sejak petang menyedihkan di taman Patty"s Place"membuat jantung
Anne berdegup kencang. Tapi dia berusaha menjawab ringan.
"Tentu saja. Semua orang pasti begitu. Tak baik kalau mimpi kita semua
telah terwujud. Kalau kita tak lagi punya mimpi, itu sama saja dengan
mati. Wangi sekali aroma bunga aster dan cemara yang terbasuh sinar
matahari tenggelam. Aku berharap bisa melihat aroma, tak hanya bisa
membauinya. Aku yakin pasti akan sangat indah."
Tapi Gilbert tak mau dialihkan.
"Aku punya mimpi," katanya pelan. "Dan aku terus memimpikannya,
meskipun sering kali aku merasa bahwa mimpi itu tak mungkin menjadi
nyata. Aku memimpikan sebuah rumah dengan perapian menyala hangat,
dengan seekor kucing dan seekor anjing, langkah kaki riang teman dan
sahabat"dan KAU!"
236 Anne ingin bicara tapi lidahnya serasa terkunci. Gelombang kebahagiaan
menyerbu seluruh indranya. Nyaris membuatnya takut.
"Dua tahun lalu aku pernah melamarmu, Anne. Kalau aku melamarmu
lagi sekarang apakah kau akan memberiku jawaban berbeda?"
Tetap saja, Anne tak bisa bicara. Tapi dia mengangkat pandang, matanya
berbinar penuh cinta dan kebahagiaan, dan membalas pandang Gilbert
penuh makna. Dan Gilbert tak menginginkan jawaban lain lagi.
Mereka duduk di taman Hester Gray hingga petang menjelang, seindah
senja kala di Surga. Banyak hal yang harus dibicarakan dan dikenang"
hal-hal yang pernah dikatakan, dilakukan dan dipikirkan; dirasakan dan
disalahpahami. "Kukira kau mencintai Christine Stuart," kata Anne pada Gilbert, penuh
teguran seakan-akan dia tak pernah membuat Gilbert salah paham bahwa
Anne mencintai Roy Gardner.
Gilbert tertawa. "Christine bertunangan dengan seseorang di kota
asalnya. Aku sudah tahu dan dia juga tahu. Ketika kakaknya lulus, dia
bilang padaku kalau adiknya akan datang ke Kingsport musim dingin
berikutnya untuk belajar musik, dan memintaku untuk menjaganya, karena
Christine tak kenal siapa pun dan pasti akan kesepian. Jadi aku bersedia.
Dan aku suka Christine. Dia adalah salah satu gadis paling baik hati yang
pernah kukenal. Aku tahu semua orang menggosipkan kami berhubungan.
Aku tak peduli. Aku tak terlalu memedulikan apa pun saat itu, setelah kau
mengatakan bahwa kau tak akan pernah bisa mencintaiku, Anne. Tak
pernah ada orang lain"tak mungkin ada orang lain bagiku selain dirimu.
Aku jatuh cinta padamu sejak hari kau menghantamkan batu tulis ke
kepalaku di sekolah."
"Aku tak mengerti bagaimana kau bisa terus mencintaiku saat aku sudah
bersikap sangat bodoh," kata Anne.
"Yah, aku sudah berusaha berhenti," kata Gilbert jujur, "bukan karena
aku menganggapmu bodoh, tapi karena aku yakin aku tak lagi punya
kesempatan saat Gardner muncul. Tapi aku tak bisa"dan aku juga tak bisa
menceritakan padamu bagaimana rasanya bagiku, dua tahun ini aku
percaya kau akan menikah dengannya, dan setiap saat ada saja tukang
gosip kurang kerjaan yang mengatakan padaku kalau pertunangan kalian
tak lama lagi akan diumumkan. Aku percaya itu hingga suatu hari yang
sangat terberkahi, ketika aku mulai sembuh dari demamku. Ada surat dari
Phil Gordon"Phil Blake"yang mengatakan kalau tak ada apa-apa antara
237 dirimu dan Roy; menyarankan agar aku "mencoba lagi". Yah, setelah itu
dokter takjub melihat betapa cepatnya aku sembuh."
Anne tertawa lalu"gemetar ngeri.
"Aku tak akan pernah bisa melupakan malam ketika aku mengira kau
akan mati, Gilbert. Oh, aku tahu"AKU TAHU saat itu"dan kukira
semua sudah terlambat."
"Tapi ternyata tidak, Sayang. Oh, Anne, ini imbalan yang sangat pantas
untuk semua yang telah kita lalui, bukan" Ayo kita jadikan hari ini hari
yang sakral bagi kita untuk menyempurnakan semua berkah keindahan
yang telah diberikan hidup pada kita."
"Ini adalah hari kelahiran dari kebahagiaan kita," kata Anne lembut.
"Aku selalu menyukai taman Hester Gray ini, dan sekarang taman ini jauh
lebih bermakna bagi hatiku."
"Tapi aku harus memintamu menunggu lama, Anne," kata Gilbert sendu.
"Baru tiga tahun lagi aku bisa menyelesaikan kuliah medisku. Dan bahkan
saat itu pun aku takkan bisa memberimu kilau berlian dan istana pualam."
Anne tertawa. "Aku tak mau kilau berlian dan istana pualam. Aku hanya
ingin KAU. Nah, kau lihat bukan, aku sama sekali tak merasa malu
mengakui itu, seperti Phil. Kilau berlian dan istana pualam mungkin
memang indah, tapi tanpanya aku akan lebih banyak punya "ruang
imajinasi". Sedangkan menunggu hingga kau selesai kuliah medis
bukanlah masalah. Kita akan bahagia, menunggu dan saling bekerja
bersama"dan bermimpi. Oh, mimpi-mimpiku akan jadi sangat indah
sekarang." Gilbert memeluknya dan menciumnya. Kemudian mereka berjalan
pulang bersama di keremangan senja, seperti raja dan ratu dunia cinta,
melewati jalan berliku berhiaskan bunga-bunga terindah yang pernah
mekar, dan melalui padang rumput yang diembus angin sepoi penuh
harapan dan kenangan. 238 CATATAN AKHIR BAGIAN 1 1 Yeremia 8: 20. 2 Mengutip Walrus and The Carpenter, karya Lewis Caroll
dalam Through the Looking-Glass and What Alice Found There,
1872. BAGIAN 3 1 Puisi The Sorrows of Werther (1853) karya William
Makepeace Thackeray. BAGIAN 4 1 Dari Lucille karya Owen Meredith.
2 Panglima kapal perang Amerika, USS Chesapeake.
BAGIAN 9 1 Semacam tontonan layar lebar masa lalu. Di masa itu, yang
disajikan bukan satu film panjang, melainkan beberapa potongan
berita dan film bisu singkat, sehingga bentuknya adalah
rangkaian rekaman pendek yang terus berganti-ganti. Sebutan
biograph diambil dari nama perusahaan film tertua di dunia yang
berdiri pada 1895. 239 BAGIAN 23 1 Gaya rambut yang bagian depan disasak tinggi, mengambil
nama dari nama Mme de Pompadour kekasih Raja Prancis, Louis
XV. BAGIAN 27 1 "The groves were God"s first temples" A Forest Hymn, puisi
karya William Cullen Bryan.
BAGIAN 35 1 Mark Tapley: tokoh dalam novel The Life and Adventures of
Martin Chuzzlewit, karya Charles Dickens. Mark Tapley
dikisahkan sebagai seseorang yang gigih bekerja, sehingga dari
seorang penjaga kandang kuda dia berhasil memiliki sebuah
penginapan dan menikah dengan wanita idamannya.
2 Aliran dalam ajaran Gereja Protestan yang dimulai oleh John
Wesley dari Inggris. Pada masa awalnya ajaran ini sering
dikhotbahkan di tempat-tempat terbuka, rumah-rumah dan
gudang-gudang bukan di gereja, dan pendetanya sering
berkeliling untuk menyebarkan ajarannya.
240 Pusaka Gua Siluman 10 Fear Street Pesta Semalam Suntuk All Night Party My Name Red 1
^