Pencarian

City Of Bones 4

The Mortal Instruments 1 City Of Bones Karya Cassandra Clare Bagian 4


Jace. "Saudara Jeremiah," kata ]ace sambil menggosok kedua
tangannya bersamaan, "kamu selalu diam selama ini. Tentu
saja kamu punya beberapa dugaan yang ingin kamu bagi"
Ada ide siapa itu Magnus Bane?"
Aku bertanggung jawab mengantar kalian dari Kota
Hening. Itu saja, kata sang juru arsip. Clary bertanya-tanya
apakah ia hanya membayangkannya, atau memang ada nada
tersinggung yang samar di dalam "suara" Jeremiah.
"Karni selalu bisa keluar sendiri," Jace menyarankan
dengan penuh harap. "Aku yakin aku ingat jalannya?"
Keajaiban Kota Hening bukanlah untuk mata yang
belum ditahbiskan, Jeremiah berkata dengan keras. Lalu dia
memunggungi mereka dengan desir jubahnya yang tanpa
suara. Lewat sini. 263 Ketika mereka sampai di tempat terbuka, Clary menarik
nafas panjang untuk menghirup udara pagi yang tebal. Ia
menikmati bau kabut, debu, dan manusia. Jace melihat ke
sekeliling sambil berpikir. "Sebentar lagi huian," katanya.
Jace benar, pikir Clary. Ia mendongak ke langit yang
berwarna sekelabu besi. "Kita naik kereta lagi untuk kembali
ke Institut?" Jace melihat Saudara Jeremiah yang diam seperti patung,
lain melihat kereta yang berbayang seperti bayangan hitam
di gerbang batu untuk ke jalanan. Jace pun menyeringai.
"Tidak," katanya. "Aku benci benda itu. Kita naik
taksi saja." 264 1 Magnus Bane Cinta ada untuk menghancurkan,
dan dicintai ada untuk dihancurkan.
Jace miring ke depan dan memukulkan tangannya ke kaca
yang memisahkan mereka dari sopir taksi. "Belok kiri! Kiri!
Aku bilang lewat Broadway, dasar otak udang tolol!"
Sopir taksi itu menjawab dengan membanting setir
sangat keras, sehingga Clary terlempar menabrak ]ace.
Gadis itu memekik dengan kesal. "Kenapa sih kita lewat
Broadway?" "Aku kelaparan," kata Jace. "Dan di rumah tidak ada
apa-apa kecuali sisa masakan China." Dia mengeluarkan
ponsel dari sakunya dan mulai menekan nomor. "Alec!
Bangun," _]ace berteriak. Clary dapat mendengar dengung
iengkel di uiung telepon yang satunya lagi. "Kita bertemu
di Taki. Sarapan. Ya, kamu dengar, kan" Sarapan."
265 Jace mematikan ponsel dan memasukkannya ke dalam
salah satu sakunya yang banyak ketika taksi mereka naik
ke pinggir jalan. Setelah menyerahkan segulung uang kepada
sopir, Jace menyikut Clary supaya turun. Saat mendarat di
aspal di belakang Clary, ]ace meregangkan tubuhnya seperti
kucing lalu meregangkan tangan lebar-lebar. "Selamat datang
di restoran terhebat di New York."
Kelihatannya tidak begitu bagus. Hanya ada bangunan
pendek dari bata yang melengkung di tengah seperti telur
dadar gagal. Sebuah papan dengan neon yang berkedap"kedip
menyatakan nama restoran itu, tapi papan itu sudah miring
dan berderit. Ada dua pria berjubah panjang dan bertopi
wol yang ujungnya mencuat ke depan. Mereka membungkuk
di depan jalan pintu yang sempit. Tidak ada iendela.
"Kelihatannya seperti penjara," kata Clary.
Jace menunjuk Clary. "Tapi di penjara, bisakah kamu
memesan Spageti saus pedas fm diavoio yang membuatmu
ingin menjilati jemarimu" Aku rasa tidak."
"Aku tidak mau Spageti. Aku mau tahu Magnus Bane
itu apa." "Itu bukan apa. Itu siapa," kata Jace. "Itu sebuah
nama." "Kamu tahu dia itu siapa?"
"Tidak," ]ace mengakui. "Aku bahkan tidak tahu apakah
dia laki-laki atau bukan. Tapi..."
"Hei!" Itu Alec. Kelihatannya dia baru berguling dari
tempat tidur dan memakai jins di atas piyamanya. Rambutnya
belum disisir dan mencuat dengan liar dari kepalanya. Dia
266 melompat ke arah mereka. Matanya tertuju kepada ]ace, dan
tidak menghiraukan Clary seperti biasanya. "Izzy sudah di
ialan," katanya. "Ia membawa si fana."
"Simon" Datang dari mana dia?" tanya Jace.
"Dia datang pagi-pagi sekali tadi. Tidak bisa jauh"jauh
dari izzy, aku rasa. Menyedihkan." Alec terdengar senang.
Clary jadi ingin menendangnya. "Omong-omong, kita mau
masuk tidak" Aku kelaparan."
"Aku juga," kata ]ace. "Aku benar"benar bisa makan
ekor tikus goreng." "Makan apa?" Clary membec karena yakin sudah
salah dengar. _]ace cuma menyeringai kepada Clary. "Santai," kata
pemuda itu. "Ini cuma warung makan."
Mereka berhenti di depan pintu salah satu pria yang
membungkuk. Saat pria itu menegakkan diri, Clary sekilas
melihat wajahnya di bawah topi. Kulitnya merah. Tangannya
yang persegi mempunyai kuku berwarna biru dan hitam.
Clary menjadi kaku, tapi ]ace dan Alec tidak memperhati-
kannya. Mereka mengatakan sesuatu kepada pria itu, lalu
dia mengangguk dan mundur untuk membiarkan mereka
masuk. " ace," Clary berdesis saat pintu tertutup di belakang
mereka. "Tadi itu siapa?"
"Maksudmu Clancy?" _Iace bertanya. Dia celingukan di
restoran yang pencahayaannya cerah.
Tempatnya menyenangkan meskipun jumlah jendelanya
kurang. Stan"stan kayu yang nyaman disusun saling berha-
26" dapan, masingmasing dibarisi bantal-bantal berwarna-warni.
Hiasan manis dari tembikar berbaris di konter. Di belakangnya
berdirilah seorang gadis berambut pirang. Ia memakai celemek
pelayan yang berwarna merah muda dan putih. Dengan
gesit gadis itu menghitung uang kembalian untuk seorang
pria pendek gemuk yang memakai kaus flanel. Ia melihat
]ace, lalu melambaikan tangan dan memberi tanda supaya
mereka duduk di mana pun mereka suka.
"Clancy menghindarkan orang-orang yang tidak di-
inginkan," kata Jace sambil menyuruh Clary duduk di
salah satu stan. "Dia iblis," Clary berdesis. Beberapa pengunjung berbalik
untuk menatapnya, yaitu pemuda berkepangan biru yang
duduk di sebelah seorang gadis Indian cantik dengan rambut
hitam panjang dan sayap keemasan yang tampak berkabut
di punggungnya. Pemuda itu mengernyit dengan tidak
bersahabat. Clary iadi senang restoran itu nyaris kosong.
"Tidak, dia bukan iblis," kata _]ace sambil meluncur
masuk ke dalam salah satu stan. Clary bergerak untuk
duduk di sebelahnya, tapi Alec sudah di sana. Gadis itu pun
duduk dengan hatiuhati di stan di depan mereka. Lengannya
masih kaku meskipun sudah ditolong oleh ]ace. Ia merasa
lemah di dalam, seakan"akan Para Saudara Hening telah
menggapainya dan menggali dirinya, sehingga ia menjadi
ringan dan pusing. "Dia itu ifrit," ]ace menjelaskan. "Ifrit adalah warlock
tanpa sihir. Setengah iblis yang tidak bisa memakai mantra
untuk alasan apa pun."
268 "Makhluk brengsek yang menyedihkan," kata Alec
sambil mengambil menunya.
Clary mengambil menunya iuga, dan terbengong"bengong.
Belalang dan madu ditandai sebagai masakan istimewa,
begitu pula sepiring daging mentah, ikan mentah utuh, dan
sesuatu yang disebut roti isi kelelawar panggang. Halaman
minuman disediakan bagi bermacam"macam tipe darah, tapi
Clary lega bahwa itu bermacam"macam darah binatang,
bukannya Tipe A, Tipe 0, atau Tipe B negatif.
"Siapa yang makan ikan mentah utuh?" Clary bertanya
dengan keras. "Kelpiel," kata Alec. "Selkiel. Mungkin sekali"sekali
ninie3 juga." "Jangan pesan makanan peri," kata ]ace yang menatap
Clary dari atas menunya. "Biasanya manusia jadi sedikit
gila. Semenit saja kamu mengunyah buah prem peri, kamu
langsung berlarian sambil telanjang di Madison Avenue dengan
tanduk kayu di kepalamu." _]ace cepat"cepat menambahkan,
"Bukan berarti itu pernah terjadi padaku ya."
Alec tertawa. "Kamu ingat..." dia mulai bicara, lalu
meluncurkan sebuah cerita yang mengandung banyak kata
dan nama misterius. Clary bahkan tidak berusaha repot-
repot mengikutinya. Gadis itu malah menatap Alec dan
memperhatikannya berbicara kepada Jaee.
Ada energi kinetik yang hampir menghangatkan tubuh
Alec, energi yang belum tampak sebelumnya. Sesuatu di
& Kuda air gaib 2 Anjing laut yang bisa berubah iadi manusia dengan melepaskan kulilnya
3 Siluman air 269 dalam diri Jace membuat Alec menjadi tajam, membawanya
menjadi fokus. Kalau Clary menggambar mereka berdua,
pikirnya, gadis itu akan membuat ]ace agak kabur, sementara
Alec tampak menonjol dengan latar dan sudut yang terang
dan jelas. Jaee menunduk saat Alec berbicara. Pemuda itu tersenyum
kecil dan mengetuk"ngetuk gelasnya dengan kuku. Clary
merasa Jaee sedang memikirkan hal-hal lain. Tiba-tiba ia
merasa bersimpati kepada Alec. Jace pasti bukan orang yang
mudah dihadapi. Tadi aku tertawa karena pernyataan cinta
itu membuatku geli, terutama ketika tidak terbalas.
Jace mendongak saat pelayan lewat. "Kapan kami
mendapat kopinya?" dia berbicara dengan keras, memotong
di tengah kalimat Alec. Alec surut. Energinya memudar. "Aku..."
Clary segera bicara. "Daging mentahnya untuk apa?" ia
bertanya sambil menunjuk halaman ketiga di menunya.
"Manusia serigala," kata ]ace. "Meskipun aku sendiri
tidak keberatan sekali-sekali makan bistik berdarah." Dia
menggapai ke seberang meja dan membalik menu Clary.
"Makanan manusia ada di belakang."
Clary meneliti pilihan menu biasa dengan terpana.
Semuanya terlalu lengkap. "Ada soda juga di sini?"
"Ini soda prem aprikot dengan madu bunga liar yang
benar-benar agung," kata Isabelle yang muncul bersama
Simon di sisinya. "Geser," katanya kepada Clary.
Clary bergeser begitu dekat dengan dinding sehingga
ia dapat merasakan tembok dingin itu menekan lengannya.
270 Simon duduk di samping Isabelle, lalu tersenyum malu
kepada Clary. Tapi Clary tidak membalasnya.
"Kamu harus coba," kata Isabelle.
Clary tidak yakin apakah Isabelle berbicara kepadanya
atau Simon, jadi ia tidak berkata apa-apa. Rambut Isabelle
menggelitik wajahnya. Baunya semacam parfum va nilla. Clary
berjuang untuk tidak bersin. Ia benci parfum vanilla. Gadis
itu tidak pernah mengerti kenapa beberapa gadis merasa
perlu berbau seperti makanan penutup.
"Jadi, bagaimana di Kota Tulang?" Isabelle bertanya
sambil membuka menunya. "Apakah kamu mendapatkan
apa yang ada di dalam kepala Clary?"
"Kami mendapat sebuah nama," kata _Iace.
"Magnus..." "Diamlab," Alec berdesis sambil memukul ]ace dengan
menu yang tertutup. ]ace tampak terluka. "Yesus." Dia menggosok lengannya.
"Apa masalahmu?"
"Tempat ini penuh dengan Para Penghuni Dunia Ba-
wah. Kamu tahu itu. Aku rasa sebaiknya kamu berusaha
merahasiakan detail penyelidikan kita."
"Penyelidikan?" Isabelle tertawa. "Sekarang kita jadi de-
tektif" Mungkin kita semua harus punya nama samaran."
"Ide bagus," kata ]ace. "Aku akan menjadi Baron
I-Iotschaft Von Hugenstein."
Alec meludahkan air ke dalam gelasnya kembali. Pada
saat itu, pelayan datang untuk mengambil pesanan mereka.
Dari dekat pun ia masih terlihat seperti gadis pirang yang
271 cantik, tapi matanya mengerikan. Matanya biru secara
keseluruhan, tanpa warna putih atau pupil sama sekali. Ia
tersenyum dengan giginya yang putih tajam. "Sudah tahu
mau makan apa?" Jace cengar-cengir. "Yang biasa," katanya. Pelayan itu
balas tersenyum. "Aku juga," Alec mengikuti, meskipun pelayan itu tidak
ikut tersenyum. Isabelle dengan cerewet memesan soda buah.
Simon meminta kopi. Setelah ragu sejenak, Clary memilih
kopi besar dan paacake kelapa. Pelayan itu mengedipkan
sebelah mata biru kepada Clary, lalu melenggang.
"Ia juga ifrit?" Clary bertanya sambil memperhatikannya
pergi. "Kaeli" Tidak. Setengah fey, aku rasa," kata ]ace.
"Dia punya mata nixie," kata Isabelle merenung.
"Kalian tidak benar"benar tahu ia itu apa?" tanya
Simon. Jace menggeleng. "Aku menghormati privasinya." Dia
menyenggol Alec. "Hei, aku mau keluar sebentar."
Sambil mengerut, Alec bergeser. Clary memperhatikan
Jace saat pemuda itu menghampiri Kaelie. Gaids itu sedang
menyender ke bar, berbicara kepada koki lewat kaca
pembatas ke dapur. Clary hanya bisa melihat bahwa koki
itu berkepala bengkok di dalam topi koki putih. Telinga
tinggi berbulu menonjol menembus lubang yang dipotong
di kedua sisi topi tersebut.
Kaelie berbalik untuk tersenyum kepada Jace yang
merangkulnya. Pelayan itu meringkuk di dalam lengan Jace.


The Mortal Instruments 1 City Of Bones Karya Cassandra Clare di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

272 Clary bertanya-tanya apakah ini yang _Iace maksud dengan
menghormati privasinya. Isabelle memutar matanya. "Seharusnya dia tidak
menggoda pelayan seperti itu."
Alec menatap saudarinya. "Kamu pikir dia serius"
Bahwa dia suka Kaelie, maksudku."
Isabelle mengangkat bahu. "Ia kan Penghuni Dunia
Bawah," ia berkata begitu seakan-akan hal itu sudah
menjelaskan semuanya. "Aku tidak mengerti," kata Clary.
Isabelle sekilas melihat Clary tanpa minat. "Mengerti
apa?" "Semua hal Penghuni Dunia Bawah ini. Kalian tidak
memburu mereka karena mereka bukan benar"benar iblis.
Tapi mereka juga bukan benar-benar manusia. Vampir
membunuh, mereka minum darah?"
"Hanya vampir kasar yang minum darah manusia
hidup-hidup," Alec menyela. "Dan vampir yang seperti itu
boleh kami bunuh." "Lalu manusia serigala itu apa" Cuma anak anjing
yang terlalu besar?"
"Mereka membunuh iblis," kata Isabelle. "Jadi kalau
mereka tidak mengganggu kami., kami tidak mengganggu
mereka." Seperti membiarkan Iaba-Iaba hidup karena mereka
makan nyamuk, Clary pikir. "Jadi, mereka cukup bagus
untuk dibiarkan hidup, memasak untukmu, untuk kamu
273 goda..., tapi tidak benar"benar cukup bagus" Maksudku,
tidak sebagus manusia."
Isabelle dan Alec menatap Clary seakan-akan gadis itu
berbicara dengan bahasa Urdu. "Berbeda dari manusia,"
akhimya Alec berkata. "Lebih baik daripada fana?" tanya Simon.
"Tidak," Isablle memutuskan. "Kamu bisa mengubah
fana menjadi Pemburu Bayangan. Maksudku, kami berasal
dari fana. Tapi kamu tidak akan pernah bisa mengubah
Penghuni Dunia Bawah menjadi anggota Kunci. Mereka
tidak akan bisa tahan dipasangi rune."
"Jadi mereka lemah?" tanya Clary.
"Aku tidak akan bilang begitu," kataJace sambil meluncur
kembali ke tempat duduknya di samping Alec. Rambut
Jace kusut dan ada tanda lipstik di pipinya. "Setidaknya
bukan peri, jin, ifrit, dan Tuhanlah yang tahu apa lagi."
Dia cengar"cengir saat Kaelie muncul dan mengantarkan
makanan mereka. Clary memandangi pancakenya. Kelihatannya fantastis.
Cokelat keemasan, diguyur madu. Ia mengambil sesuap saat
Kaelie bergoyang pergi di atas sepatu hak tingginya.
Rasanya enak. "Aku sudah bilang ini restoran terhebat di Manhattan,"
kata Jace. Dia makan kentang goreng dengan tangan.
Clary melirik Simon yang sedang mengaduk kopinya
sambil menunduk. "Mmmf," kata Alec yang bermulut penuh.
274 "Benar," kata ]ace. Dia menatap Clary. "Ini tidak satu
arah," katanya. "Kami tidak selalu menyukai Para Penghuni
Dunia Bawah, tapi mereka juga tidak selalu menyukai kita.
Beberapa ratus tahun Piagam tidak bisa menghapus ribuan
tahun permusuhan." "Aku yakin ia tidak tahu Piagam itu apa, ]ace," kata
Isabelle dari sendoknya. "Aku tahu, sebenarnya," kata Clary.
"Aku tidak," kata Simon.
"Ya, tapi tidak ada yang peduli kamu tahu apa." Jace
menilai-nilai sepotong kentang goreng sebelum menggigitnya.
"Aku senang ditemani Penghuni Dunia Bawah tertentu di
waktu dan tempat tertentu. Tapi kami tidak sering diundang
ke pesta yang sama."
"Tunggu." Isabelle tiba-tiba berdiri tegak. "Tadi kamu
bilang namanya apa?" ia bertanya sambil berbalik kepada
Jace. "Nama di dalam kepala Clary."
"Aku tidak hilang," kata Jace. "Setidaknya, aku tidak
hilang lengkap. Namanya Magnus Bane." Dia menyeringai
kepada Alec dengan mengejek. "Kedengarannya seperti
"pantat yang gatal?"
Alec menjawab dengan pedas dari kopinya. "Kedengar-
annya lebih seperti "perut bisulan'."
Clary tersenyum di dalam hati.
"Ini mustahil" tapi aku yakin sekali...," Isabelle merogoh
dompemya dan mengeluarkan sehelai kertas warna biru yang
terlipat. Ia menggoyang"goyangkannya di antara jemarinya.
"Lihatlah :'m'."
275 Alec mengambilnya, melihat sambil mengangkat bahu, lalu
mengopernya kepada Jace. "Itu undangan pesta. Dari suatu
tempat di Brooklyn," kata Alec. "Aku benci Brooklyn."
"Jangan sombong begitu," kata Jace. Seperti Isabelle,
_Iace pun duduk tegak dengan mata awas. "Kamu dapat
ini dari mana, Izzy?"
Isabelle mengibaskan tangannya ke udara. "Dari kelpie
di Pandemonium. Katanya pesta ini akan luar biasa. Ia
punya setumpuk undangannya."
"Ini apa?" Clary bertanya dengan tidak sabar. "Kalian
akan memberi tahu kami atau tidak?"
Jace membalik kertas itu supaya mereka bisa membaca
semuanya. Itu cetakan kertas yang hampir setipis perkamen.
Tulisan tangannya tipis, anggun, dan berjaring"jaring.
Undangan itu mengumumkan sebuah acara kumpuI-kumpul
di rumah hangat Magnus Sang Warlock Agung. Dia
berjanji pengunjung akan menikmati "malam mempesona
yang melampaui khayalan terliarmu."
"Magnus," kata Simon. "Magnus seperti Magnus
Bane?" "Aku ragu ada banyak warlock bernama Magnus di
Daerah Tristate," kata ]ace. Daerah Tristate adalah daerah
metropolitan di dekat Manhattan, sekaligus tempat bertemunya
New York, New Jersey, dan Connecticut
Alec mengerjap. "Apakah itu artinya kita harus datang
ke pesta ini?" dia bertanya tidak kepada siapa pun secara
khusus. 276 "Kita tidak harus melakukan apa-apa," kata ]ace yang
sedang membaca tulisan tajam di undangan itu. "Tapi
menurut undangan ini, Magnus Bane adalah Warlock Tinggi
dari Brooklyn." Pemuda itu menatap Clary. "Aku sendiri
agak curiga tentang apa yang dilakukan seorang Warlock
Tinggi dari Brooklyn di kepalamu."
Pesta itu baru dimulai pada tengah malam. Jadi, demi
menghabiskan sepanjang hari, _Iace dan Alec menghilang ke
ruang persenjataan. Isabelle dan Simon mengumumkan niat
mereka untuk berjalan"jalan di Taman Pusat. Gadis itu ingin
menunjukkan lingkungan peri kepadanya. Simon bertanya
apakah Clary ingin ikut. Sambil menahan amarah untuk
membunuh, Clary menolak dengan alasan lelah.
Itu tidak bohong juga. Clary memang lelah. Tubuhnya
masih lemah akibat efek sesudah terkena racun dan bangun
terlalu pagi. Ia berbaring di tempat tidurnya di Institut.
Sepatunya sudah dilepaskan. Ia ingin tidur, tapi tidak bisa
juga. Kafein di dalam pembuluh darahnya mendesis seperti
air bersoda. Pikiran Clary juga masih dipenuhi gambarugambar yang
berlarian dengan cepat. Ia terus-terusan melihat wajah ibunya
yang sedang menatapnya. Ibunya tampak panik. Ia terus-
terusan melihat Bintang Berbicara, mendengar suara"suara
Para Saudara Hening di kepalanya.
Kenapa ada penghalang di dalam kepalanya" Kenapa
seorang warlock memasangnya, dan untuk apa" Ia penasaran,
ingatan apa yang telah hilang darinya" Pengalaman apa yang
277 ia punya, tapi tidak bisa ia ingat sekarang" Atau mungkin
semua yang ia kim telah diingatnya, ternyata dusta"
Ia duduk karena tidak tahan lagi menahan kendali
pikirannya. Dengan bertelanjang kaki, ia keluar ke ko-
ridor, lalu menuju perpustakaan. Mungkin Hodge bisa
membantunya. Tapi perpustakaan itu kosong. Cahaya matahari sore
masuk dengan miring melalui garden yang tersibak sehingga
terbentanglah batangan-batangan keemasan di lantai. Di atas
meja ada buku yang baru dibaca oleh Hodge. Sampulnya,
yang terbuat dari kulit, bersinar"sinar. Di samping buku itu,
Hugo tidur di atas tenggerannya. Paruhnya dimasukkan ke
bawah sayapnya. Ibuku tahu buku itu, pikir Clary. Ia pernah menyentuhnya,
membacanya. Kerinduan untuk memegang sesuatu yang
merupakan bagian dari hidup ibunya terasa menggerogoti
lubang di perutnya. Ia cepat"cepat menyeberangi ruangan
dan menyentuh buku itu. Rasanya hangat. Sampul kulitnya
menjadi hangat berkat sinar matahari. Clary mengangkat
sampulnya. Sesuatu yang terlipat meluncur dari antara halaman
buku itu, lalu bergoyang-goyang sampai di lantai di dekat
kaki Clary. Gadis itu membungkuk untuk mengambilnya,
lalu meluruskannya. supaya terbuka sendiri.
Itu foto sekelompok pemuda. Tidak ada yang jauh lebih
tua daripada Clary sendiri. Ia tahu foto itu diambil setidaknya
dua puluh tahun yang lalu, bukan karena pakaian yang
mereka pakai. Seperti kebanyakan perlengkapan Pemburu
278 Kegelapan, pakaian mereka serba hitam dan tanpa golongan.
Clary mengetahuinya karena ia langsung mengenali ibunya.
Jocelyn belum lebih dari tujuh belas atau delapan belas
tahun. Rambutnya setengah punggung dan wajahnya agak
bundar. Dagu dan mulutnya belum setegas sekarang. Ia
mirip aku, pikir Clary bingung.
Lengan Joceiyn merangkul seorang pemuda yang tidak
dikenali oleh Clary. Gadis itu jadi tersentak. Ia tidak pernah
terpikir ibunya bisa terlibat dengan orang selain ayahnya,
karena Joceiyn tidak pernah berkencan atau tampak tertarik
dengan romansa. Joceiyn tidak seperti ibu tunggal kebanyakan,
yang suka memancing di pertemuan orang tua murid untuk
mencari-cari ayah yang ganteng. ]ocelyn juga tidak seperti
ibunya Simon yang selalu memeriksa profilnya di ]Date,
yaitu situs jaringan sosial untuk berkencan khusus Yahudi.
Pemuda itu tampan. Rambutnya sangat pirang sehingga
nyaris putih, dan matanya hitam.
"Itu Valentine," kata sebuah suara di siku Clary. "Ketika
dia masih tujuh belas."
Clary melompat mundur, dan nyaris menjatuhkan foto
itu. Hugo terkejut dan mengaok dengan tidak senang sebelum
kembali ke posisinya di tenggeran. Bulunya acak-acakan.
Itu Hodge. Pria itu menatapnya dengan mata yang
penuh ingin tahu. "Aku sangat menyesal," kata Clary. Ia meletakkan foto
itu di atas meja dan segera mundur. "Aku tidak bermaksud
mengacak"acak barangmu."
279 "Tidak apa-apa." Hodge menyentuh foto itu dengan
tangannya yang berbekas luka dan termakan cuaca. Tangannya
kontras dengan manset tweed tanpa noda yang dia pakai.
"Bagaimanapun juga, ini potongan masa lalumu."
Clary tersedot maju ke meja seakan"akan foto itu
mengeluarkan gaya tarik magnet. Pemuda berambut putih
di foto itu tersenyum kepada Jocelyn. Matanya mengerut
seperti kalau mata laki-laki mengerut ketika mereka benar-
benar menyukaimu. Tidak seorang pun, pikir Clary, pernah
menatapnya seperti itu. Valentine dengan wajahnya yang
runcing dan dingin, tampak jauh dari ayah Clary yang
tersenyum terbuka dan berambut cerah yang Clary wariskan.
"Valentine tampak... agak baik."
"Dia ndak baik," kata Hodge dengan senyum, "tapi
dia mempesona dan pintar dan sangat pandai mengajak
orang lain. Ada lagi yang kamu kenali?"
Clary melihat foto itu lagi. Berdiri di belakang Valentine,
agak di kirinya, ada pemuda kurus dengan rambut cokelat
muda cerah. Bahunya besar dan pergelangan tangannya
agak janggal untuk orang yang belum setinggi dia. "Ini
kamu?" Hodge mengangguk. "Dan..."
Clary harus melihat dua kali sebelum mengenali orang
lain lagi yang ia kenal. Orang itu sangat muda sehingga
nyaris tidak bisa dikenali. Akhirnya, kacamatanya membuat
Clary tahu, juga matanya yang sebiru air laut. "Luke,"
kata Clary. 280 "Lucian. Dan ini." Sambil condong ke foto itu, Hodge
menunjuk sepasang remaja yang tampak elegan. Keduanya
berambut hitam. Gadisnya setengah kepala lebih tinggi
daripada pemudanya. Sosoknya ramping dan buas, hampir
bengis. "Pasangan Lightwood," kata Hodge. "Dan itu,"
Hodge menunjuk seorang pemuda yang sangat tampan
dengan rambut hitam ikal, wajahnya yang herahang persegi
berwarna cerah, "adalah Michael Wayland."
"Dia sama sekali tidak mirip Jace."
"Jace mirip ibunya."
"Apakah ini semacam foto kelas?" tanya Clary.
"Tidak juga. Ini foto Lingkaran yang diambil pada tahun
dibentuknya. Itulah mengapa Valentine sebagai pemimpin
berdiri di depan, dan Luke di sebelah kanannya. Dulu dia
wakilnya Valentine."
Clary membuang pandangannya. "Aku masih tidak
mengerti kenapa ibuku mau bergabung dengan hal seperti
itu." "Kamu harus mengerti..."
"Kamu terus-terusan bilang begitu," kata Clary marah.
"Aku tidak habis pikir kenapa aku harus mengerti apa pun.
Ceritakan saia yang sebenarnya, lalu mungkin aku akan
mengerti atau tidak."


The Mortal Instruments 1 City Of Bones Karya Cassandra Clare di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ujung mulut Hodge mengejang. "Seperti maumu." Dia
berhenti untuk mengusap Hugo. Burung itu berjalan di
sepanjang pinggiran meia dengan gaya sok penting. "Piagam
tidak pernah didukung keseluruhan Kunci. Banyak keluarga
mulia yang tidak mendukung Kunci, terutama yang berpegang
281 teguh kepada masa lalu ketika Para Penghuni Dunia Bawah
memang diburu oleh kami. Tidak hanya karena kebencian,
tapi karena itu membuat mereka merasa lebih nyaman.
Lebih mudah menghadapi ancaman sebagai massa, sebuah
kelompok, bukan pribadi yang harus dinilai satu demi satu"
dan kebanyakan dari kami kenal seseorang yang telah dilukai
atau dibunuh oleh Penghuni Dunia Bawah."
Hodge menambahkan, "Tidak ada hal semacam moral
mutlak milik anak muda. Mudah saja, seperti anak kecil,
untuk percaya baik dan jahat, terang dan gelap. Valentine
tidak pernah kehilangan itu, begitu pula idealismenya yang
merusak dan hasratnya untuk membenci apa pun yang dia
anggap :bukan manusia'."
"Tapi ia mencintai ibuku," kata Clary.
"Ya," kata Hodge. "Dia mencintai ibumu. Dia juga
mencintai Idris..." "Apa hebatnya sih Idris?" Clary bertanya dengan suara
bersungut-sungut. "Dulu Idris adalah," Hodge memulai, lalu mengoreksi
dirinya sendiri, "sampai sekarang pun Idris adalah rumah...,
bagi para Nephilim. Di sana mereka bisa menjadi diri sendiri.
Di sana mereka tidak perlu bersembunyi atau memasang
tudung pesona. Tempat itu diberkati oleh Malaikat. Kamu
bagaikan belum pernah melihat sebuah kota sampai kamu
melihat Alicante dari menara kaca. Itu lebih cantik daripada
yang bisa kamu bayangkan." Suaranya terdengar pedih.
Mendadak Clary teringat mimpinya. "Apakah pernah
ada... pesta dansa di Kota Kaca?"
282 Hodge mengerjap kepadanya seperti baru terbangun
dari mimpi. "Setiap minggu. Aku tidak pernah datang,
tapi ibumu sering. Valentine juga." Dia tertawa kecil.
"Aku lebih mirip cendekiawan. Aku habiskan hari-hariku
di perpustakaan di Alicante. Buku"buku yang kamu lihat
di sini hanya sekeping dari harta karun yang ada di sana.
Dulu aku kira aku mau bergabung dengan Persaudaraan
suatu hari nanti. Tapi setelah apa yang telah aku lakukan,
tentu saja, mereka tidak akan menerimaku."
"Aku turut menyesal," kata Clary dengan kikuk.
Benaknya masih dipenuhi ingatan tentang mimpinya. Apakah
ada air mancur putri duyung di tempat mereka berdansa."
Apakah waktu itu Valentine memakai baju putih, sehingga
ibuku bisa melihat Tanda-randa di kulitnya bahkan di balik
kausnya" "Ini boleh aku simpan?" Clary bertanya sambil menunjuk
foto itu. Sekerjap keraguan melintasi wajah Hodge. "Sebaiknya
kamu tidak menunjukkannya kepada ]ace," katanya. "Sudah
cukup banyak yang harus dia hadapi, tanpa foto almarhum
ayahnya yang tiba"tiba muncul."
"Tentu saja." Clary memeluk foto itu di dadanya.
"Terima kasih."
"Bukan apa-apa." Hodge memandang Clary dengan
bingung. "Kamu datang ke sini untuk bertemu denganku,
atau ada tujuan lain?"
"Aku ingin tahu apakah kamu sudah mendapat kabar
dari Kunci. Tentang Piala dan..., ibuku."
283 "Aku mendapat jawaban singkat pagi ini."
Suara Clary menjadi bersemangat. "Mereka sudah
mengirim orang" Pemburu Bayangan?"
Hodge membuang muka. "Ya, sudah."
"Kenapa mereka tidak tinggal di sini?" tanya Clary.
"Mereka curiga bahwa Institut diawasi oleh Valentine.
Lebih sedikit dia tahu, itu lebih baik." Hodge melihat
pandangan Clary yang sedih, lalu mendesah. "Maaf aku
tidak bisa memberitahumu lebih banyak, Clarissa. Aku
tidak begitu dipercaya oleh Kunci, bahkan sekarang. Mereka
memberitahuku sedikit sekali. Seandainya aku bisa membantu
kamu." Ada kesedihan di dalam suara Hodge sehingga Clary
enggan mendesaknya untuk mendapatkan lebih banyak
informasi. "Kamu bisa bantu aku," kata Clary. "Aku tidak
bisa tidur. Aku terlalu banyak pikiran. Bisakah kamu..."
"Ah, pikiran yang tidak tenang." Suara Hodge penuh
simpati. "Aku bisa memberimu sesuatu untuk mengatasi
itu. Tunggulah di sini."
Ramuan yang diberikan oleh Hodge kepada Clary berbau
enak, yaitu bau pohon juniper dan daun. Clary terus
membuka botol itu dan menciuminya di sepanjang jalan
menyusuri koridor. Sayangnya botol itu masih terbuka ketika
Clary masuk ke dalam kamar, dan melihat ]ace menggeletak
di atas tempat tidur. Pemuda itu sedang melihat"lihat buku
sketsanya. 284 Clary berteriak kecil karena terkejut, sehingga menjatuhkan
botol itu. Botol itu berguling di lantai, dan menumpahkan
cairan hijau pucat di atas kayu yang keras.
"Oh, ya ampun," kata ]ace. Dia duduk dan meninggalkan
buku sketsa itu. "Aku harap itu bukan sesuatu yang
penting." "Itu ramuan tidur," kata Clary dengan marah. la
menendang botol dengan ujung sepatu kainnya. "Dan
sekarang tidak ada lagi."
"Kalau saja ada Simon di sini. Dia bisa membuatmu
bosan sampai tertidur."
Clary sedang tidak berminat membela Simon. la malah
duduk di tempat tidur, lalu mengambil buku sketsanya.
"Biasanya orang tidak boleh melihat ini."
"Kenapa tidak?" ]aee tampak kusut seakan"akan baru
saja tidur. "Kamu seniman yang cukup baik. Kadang"kadang
bahkan sempurna." "Yah, karena" ini seperti buku harian. Tapi aku tidak
berpikir dengan kata-kata. Aku berpikir dengan gambar,
jadi semua isinya gambar. Tapi ini tetap bersifat pribadi."
Clary bertanya"tanya apakah ia memang terdengar segila
yang ia pikirkan. ]ace tampak terluka. "Buku harian tanpa gambarku
di dalamnya" Di mana fantasi panasnya" Sampul novel
romansa" Atau..."
"Apakah semua cewek yang kamu temui pasti jatuh
cinta kepadamu?" Clary bertanya pelan.
285 Pertanyaan itu tampak membuat _Iace kempis, seperti
jarum membuat balon meletus. "Itu bukan cinta," katanya
setelah diam sejenak. "Setidaknya..."
"Cobalah tidak selalu bersikap sok ganteng," kata Clary.
"Itu bisa membuat semua orang lega."
Jace menunduk menatap tangannya. Kedua tangannya
sudah seperti tangan Hodge yang berwarna salju dan berbekas
luka kecil-kecil berwarna putih. Tapi kulit tangan _]ace masih
muda dan tidak bergaris. "Kalau kamu benar"benar lelah,
aku bisa membantumu tidur," katanya. "Menceritakan kisah
pengantar tidur." Clary memandangi _]ace. "Kamu serius?"
"Aku selalu serius."
Clary penasaran apakah karena lelah, mereka berdua jadi
agak gila. Tapi ]ace tidak tampak lelah. Dia tampak agak
sedih. Clary meletakkan buku sketsanya di atas meja, lalu
berbaring, dan bergelung menyamping dari bantal. "Oke."
"Tutup matamu."
Clary menutup mata. Ia bisa melihat cahaya lampu yang
menembus kelopak matanya bagaikan pendaran bintang.
"Pada suatu masa, ada seorang anak laki"laki," kata
_Iace. Clary langsung menyela. "Anak Pemburu Bayangan?"
"Tentu saja." Sejenak ada rasa senang yang sama
mewarnai suaranya, lalu menghilang. "Ketika anak itu
berusia enam tahun, ayahnya memberi dia seekor elang
untuk dilatih. Elang adalah raptor, yaitu burung pembunuh.
286 Ayahnya memberi tahu dia seperti itu. Elang adalah Pemburu
Bayangan yang ada di langit.
"Elang itu tidak menyukai si anak laki"laki, dan anak
laki-laki itu juga tidak menyukainya. Paruhnya yang tajam
membuat anak itu gugup, dan matanya yang cerah tampak
selalu mengamati dia. Elang itu menebasnya dengan paruh
clan cakar setiap kali dia mendekat. Selama berminggu-
minggu tangan anak itu selalu berdarah. Dia tidak tahu,
tapi ayahnya telah memilih seekor elang yang telah hidup di
alam liar selama lebih dari setahun. Elang seperti itu hampir
mustahil bisa diiinakkan. Tapi anak itu tetap mencoba, karena
ayahnya telah menyuruh dia membuat elang itu patuh, dan
anak itu ingin membuat ayahnya senang.
"Anak itu selalu bersama si elang. Dia membuat elang
itu tetap terjaga dengan berbicara kepadanya, bahkan
memainkan musik kepadanya, karena burung yang lelah
bisa lebih mudah dijinakkan. Dia pun mempelajari peralatan
memelihara elang, yaitu tali tambatan, tudung, tali penarik,
dan pengikat yang menghubungkan burung itu ke pergelangan
tangannya. Seharusnya anak itu menutup mata si elang, tapi
dia tidak sanggup melakukannya. Dia malah berusaha duduk
di tempat yang bisa dilihat elang itu, lalu menyentuh dan
mengusap sayapnya. Dia ingin elang itu mempercayainya.
"Anak itu pun memberinya makan dengan tangan.
Pertama"tama, elang itu tidak mau makan. Kemudian elang
itu makan dengan buas sampai"sampai paruhnya memotong
kulit telapak tangan anak itu. Tapi anak itu senang, karena
itu merupakan kemajuan. Juga karena dia ingin burung itu
287 mengenalnya, bahkan meskipun burung itu harus merasakan
darahnya. "Dia mulai memahami bahwa elang itu cantik, bahwa
sayapnya yang ramping berbentuk seperti itu supaya bisa
terbang dengan cepat, juga bahwa elang itu kuat dan tangkas,
galak dan lembut. Ketika elang itu terjun ke tanah, gerakannya
seperti cahaya. Elang itu mulai berputar dan datang ke
pergelangan tangan anak itu. Anak itu berteriak gembira.
Kadang-kadang burung itu akan melompat ke bahunya
dan menyentuhkan paruhnya di rambut anak itu. Dia tahu
elangnya mencintai dia. Ketika dia yakin bahwa elang itu
tidak hanya jinak, tapi dijinakkan dengan sempurna, dia
menemui ayahnya. Anak itu menunjukkan apa yang telah
dia lakukan, dan menduga ayahnya akan bangga.
"Tapi ayahnya malah mengambil burung yang sudah
jinak dan percaya itu. Dengan tangan, ayahnya mematahkan
leher burung itu. "Aku menyuruhmu untuk membuatnya
patuh," ayahnya berkata demikian, lalu menjatuhkan tubuh
tak bernyawa itu ke tanah. "Tapi kamu malah mengajarinya
untuk mencintaimu. Elang bukan binatang untuk dicintai.
Mereka galak dan liar, kejam dan bengis. Burung ini bukan
jinak, melainkan rusak."
"Setelah ayahnya pergi, anak itu menangisi binatang
peliharaannya. Dia terus menangis sampai akhirnya ayahnya
mengirim seorang pembantu untuk mengambil tubuh elang
itu dan menguburnya. Anak itu tidak pernah menangis lagi,
juga tidak pernah lupa apa yang telah dipelajarinya, yaitu
288 bahwa cinta ada untuk menghancurkan, dan bahwa dicintai
ada untuk dihancurkan."
Clary masih berbaring dengan diam dan sulit bernafas.
Ia berguling tengkurap, lalu membuka matanya. "Itu cerita
yang mengerikan," ia berkata dengan kesal.
]ace menarik kakinya, laiu meletakkan dagunya di sana.
"Benarkah?" dia berkata sambil termenung.
"Ayahnya anak itu parah sekali. Itu cerita tentang
penyiksaan anak. Seharusnya aku sudah tahu Pemburu
Bayangan pikir kisah pengantar tidur itu seperti apa. Apa pun
yang membuatmu bermimpi buruk sampai menjerit"jerit..."
"Kadang-kadang Tanda bisa membuatmu bermimpi
buruk sampai menjerit"jerit," kata _Iace. "Kalau dipasang
ketika kamu masih terlalu muda." Jace memandangi Clary
dengan penuh pikiran. Cahaya matahari sore masuk menembus gorden dan
membuat waiah Jace kelihatan kontras. Chiaroscuro, pikir
Clary. Itu adalah seni bayangan dan cahaya.
"Itu cerita yang bagus kalau dipikir"pikir," kata ]ace.
"Ayah anak itu hanya berusaha membuatnya menjadi lebih
kuat. Tidak mudah patah."
"Tapi kamu harus belajar untuk membengkok sedikit,"
kata Clary sambil menguap. Meskipun isi ceritanya mengerikan,
ritme suara ]ace membuat Clary mengantuk. "Kalau tidak
begitu, kamu akan patah."
"Tidak kalau kamu cukup kuat," kata Jaee tegas. Pemuda
itu menggapaikan tangannya. Clary merasakan punggung
tangan itu mengusap pipinya. Gadis itu menyadari bahwa
288 matanya sedang menutup. Rasa lelah membuat tulangnya
mencair. Ia merasa seakan-akan ia ingin menjadi luntur dan
lenyap. Saat Cia ry jatuh tertidur, ia mendengar gema kata-kata
di benaknya. Dia memberiku apa pun yang aku inginkan.
Kuda, senjata, buku, bahkan seekor elang pemburu.
" ace," Clary berusaha berbicara. Tapi tidur telah
meneengkeramnya. Tidur menariknya turun. Clary pun
terdiam. Clary terbangun oleh suara yang terburu"buru. "Bangun!"
Clary membuka matanya perlahan. Rasanya seperti
dilem, lengket. Sesuatu menggelitik wajahnya. Itu rambut
seseorang. Clary segera duduk, lalu kepalanya menabrak
sesuatu yang keras. "OW! Kamu menabrak kepalaku!" Itu suara seorang
gadis, yaitu Isabelle. Ia menjentikkan lampu di samping
tempat tidur, lalu menatap Clary dengan marah. Isabelle
menggosok"gosok kepalanya. Ia tampak berkilauan di bawah


The Mortal Instruments 1 City Of Bones Karya Cassandra Clare di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cahaya lampu. Gadis itu memakai rok panjang keperakan
dan atasan yang berhiasan kelap-kelip. Kuku-kukunya dicat
seperti koin yang bergemilapan. Untaian manik"manik
keperakan menyelip di rambut gelapnya. Ia tampak seperti
dewi bulan. Clary membencinya.
"Yah, tidak ada yang menyuruhmu condong di atasku
seperti itu. Kamu telah membuatku ketakutan setengah
mati." Clary menggosok kepalanya sendiri. Di atas alisnya
terasa nyeri. "Kamu mau apa sih?"
250 Isabelle menunjuk malam gelap di luar jendela. "Sudah
hampir tengah malam. Kita harus berangkat ke pesta itu,
dan kamu masih belum ganti baju."
"Aku akan pergi memakai ini saja," kata Clary sambil
menunjuk pasangan jins dan kausnya. "Ini jadi masalah?"
"Ini jadi masalah?" Isabelle kelihatan seperti akan
pingsan. "Tentu saja ini masalah! Tidak ada Penghuni Dunia
Bawah yang memakai baju seperti itu. Dan ini kan pesta.
Kamu tampak mencolok kalau berpakaian se... sebiasa itu,"
Isabelle menyelesaikan kalimatnya. Sepertinya kata yang ingin
ia pakai jauh lebih buruk daripada "biasa".
"Aku tidak tahu bahwa kita harus ganti baju," kata
Clary pahit. "Aku tidak membawa baju pesta."
"Kamu pinjam saja punyaku."
"Oh tidak," Clary teringat kaus yang terlalu besar itu
dan jinsnya. "Maksudku, aku tidak bisa. Sungguh."
Senyum Isabelle bergemilapan seperti kukunya. "Aku
memaksa." "Aku benar-benar lebih memilih memakai bajuku sendiri,"
Clary memprotes. Ia sedang berada di kamar Isabelle. Badan
Clary menggeliat"geliut dengan tidak nyaman ketika Isabelle
memposisikannya di depan kaca. Kaca itu tinggi sampai
menyentuh lantai. "Yah, kamu tidak bisa begitu," kata Isabelle. "Kamu
kelihatan berumur delapan tahun, dan lebih parah lagi,
kamu kelihatan seperti fana."
281 Clary mengenakkan rahangnya dengan jiwa pemberontak.
"Tidak ada bajumu yang ukurannya cocok untukku."
"Kita lihat saja nanti."
Clary memperhatikan Isabelle di kaca saat gadis itu
menggeledah lemari bajunya sendiri. Kamarnya tampak seperti
sebuah lampu disko telah meledakkan isinya. Dindingnya
hitam dan berkilauan dengan putaran bunga-bunga karang
berwarna cat emas. Baju bertebaran di mana-mana, misalnya
di atas tempat tidur berwarna hitam yang kusut, tergantung
di punggung kursi kayu, tumpah dari lemari baju dan
lemari buku tinggi yang disandarkan ke dinding. Kaca meja
riasnya dilingkari dengan bulu berwarna merah muda yang
berkelap-kelip. Meja riasnya diselimuti taburan kelap-kelip,
perhiasan yang berkilauan, dan banyak mangkuk berisi
pemulas pipi dan bedak. "Kamar yang bagus," kata Clary. Ia jadi rindu dinding-
dinding berwarna oranye di rumahnya.
"Terima kasih. Aku mengecatnya sendiri." Isabelle muncul
dari dalam lemari baju. Ia memegang sesuatu yang berwarna
hitam dan ketat, lalu melemparkannya kepada Clary.
Clary mengangkat baju itu, dan membiarkannya terlepas
dari lipatan. "Kelihatannya terlalu kecil."
"Bahannya melar," kata Isabelle. "Sekarang, pakailah
itu." Clary segera masuk ke kamar mandi yang dicat biru
cerah. Ia bergeliat"geliut masuk ke dalam gaun itu dari atas
kepalanya. Baju ini ketat dan bertali-tali Spageti. Sambil
mencoba untuk tidak bernafas terlalu dalam, ia kembali
252 ke kamar tidur. Isabelle sedang duduk di atas tempat tidur.
Ia memasukkan seperangkat cincin permata jari kaki
ke kakinya yang sudah memakai sandal. "Kamu sangat
beruntung punya dada rata," kata Isabelle. "Aku tidak bisa
memakainya tanpa bra."
Clary mengerutkan dahinya. "Baju ini terlalu
pende ." "Itu tidak pendek. Itu bagus," kata Isabelle. Ia mengobok"
obok di sekitar bawah tempat tidurnya dengan kaki. Ia
menendang sepasang sepatu but dan Stoking jaring ketat.
"Nih, kamu bisa memakai baju itu bersama ini. Kamu akan
kelihatan lebih tinggi."
"Benar, karena aku berdada rata dan cebol." Clary
menyentakkan keliman gaunnya ke bawah. Gaun itu cuma
menutupi bagian atas pahanya. Padahal Clary jarang memakai
rok, apalagi yang pendek. Jadi ia merasa agak terganggu
melihat kakinya terlalu banyak terbuka. "Kalau sependek
ini di badanku, sependek apa di badanmu?" Clary berpikir
sambil mengucapkannya keras-keras kepada Isabelle.
Isabelle cengar-cengir. "Di badanku, itu kaus."
Clary menggeletak di atas kasur dan memakai stoking
dan sepatu butnya. Sepatu itu agak longgar di betis, tapi
tidak melorot di kakinya. la mengikatnya sampai atas, lalu
berdiri. la memperhatikan dirinya di dalam cermin. Harus
ia akui, gabungan gaun hitam, Stoking jaring, dan sepatu
but memang sangat keren. Satu-satunya yang merusak ini
adalah... 283 "Rambutmu," kata Isabelle. "Rambutmu perlu diatur.
Mati-matian. Duduk." Isabelle menunjuk dengan penuh kuasa
ke meja rias. Clary duduk, dan menutup matanya saat Isabelle
melepaskan kepangan rambutnya. Tidak ada yang dilakukan
Isabelle dengan lembut. Lalu Isabelle menyisir rambut Clary,
dan memasangkan jepit rambut. Clary membuka mata
ketika bedak ditepukkan ke mukanya. Awan kelap-kelip
yang pekat mengambang di depan muka Clary. Gadis itu
terbantuk dan melotot kepada Isabelle.
Gadis yang satu lagi itu tertawa. "Jangan melihatku.
Lihatlah dirimu sendiri."
Di kaca Clary melihat bahwa rambutnya telah ditarik
ke atas, menjadi ikatan yang memutar dengan elegan di
atas kepalanya. ]epit"jepit rambut menahannya supaya tidak
jatuh. Mendadak Clary teringat mimpinya. Rambutnya yang
berat membebani kepalanya. Ia menari dengan Simon"
Clary bergerak gelisah. "Jangan bangun dulu," kata Isabelle. "Kita belum selesai."
Ia mengambil pensil alis. "Buka matamu."
Clary melebarkan matanya. Itu bagus karena ia jadi
terhindar dari menangis. "Isabelle, aku boleh tanya?"
"Tentu," kata Isabelle. Ia memakaikan pensil alis itu
seperti seorang ahli. "Alec itu homo?"
Pergelangan tangan Isabelle tersentak. Pensil alis itu
tergelincir membentuk garis hitam panjang dari ujung mata
Clary ke batas rambutnya. "Oh, sial," kata Isabelle sambil
meletakkan pensil itu. 284 "Tidak apa-apa," Clary mulai bicara sambil memegang
matanya. "Tidak. Ini tidak bagus." Isabelle terdengar hampir
menangis saat membongkar"bongkar di antara tumpukan
sampah di atas meja riasnya. Akhirnya ia menemukan bola
kapas, dan menyerahkannya kepada Clary. "Ini. Pakai ini."
Isabelle duduk di ujung tempat tidurnya. Gelang kakinya
bergemerencing. Ia menatap Clary dari balik rambutnya.
"Bagaimana kamu bisa menebak?" akhirnya ia berkata.
"Aku..." "Kamu benar"benar tidak boleh memberi tahu siapa-
siapa," kata Isabelle.
"Bahkan juga _]ace?"
"Terutama jangan Jace!"
"Baiklah." Suara Clary meninggi. "Sepertinya aku tidak
menyadari bahwa ini masalah besar."
"Ini masalah besar bagi orang tuaku," kata Isabelle
pelan. "Mereka akan membuangnya dan melemparkannya
keluar dari Kunci..."
"Apa, tidak boleh ada Pemburu Bayangan yang
homo?" "Tidak ada peraturan resmi tentang ini. Tapi orang-
orang tidak suka. Maksudku, mungkin hanya sedikit dari
orang seumuran kita..., aku rasa," Isabelle menambahkan
dengan tidak yakin. Clary pun teringat betapa sedikitnya
orang seumuran Isabelle yang pernah gadis itu temui. "Tapi
generasi yang lebih tua pasti tidak suka. Kalau itu terjadi,
kamu tidak boleh berbicara tentang ini."
285 "Oh," kata Clary. Sekarang ia berharap tadi ia tidak
mengungkit masalah ini. "Aku sayang kakakku," kata Isabelle. "Aku mau
melakukan apa pun untuk dia. Tapi tidak ada yang bisa
aku lakukan soal ini."
"Setidaknya dia memilikimu," kata Clary kikuk. Sesaat
ia teringat _Iaee yang berpikir bahwa cinta adalah sesuatu
yang menghancurkanmu hingga berkeping"keping. "Kamu
benar-benar berpikir Jace akan..., keberatan?"
"Aku tidak tahu," kata Isabelle. Nada suaranya me-
nandakan bahwa ia sudah muak dengan topik ini. "Tapi
bukan aku yang bisa menilai hal itu."
"Aku rasa tidak," kata Clary. Ia condong ke cermin.
Dengan bola kapas yang diberikan oleh Isabelle, Clary
mencolek kelebihan riasan di matanya. Ketika ia duduk
tegak kembali, Clary hampir menjatuhkan bola kapas itu
karena terkejut. Apa yang telah Isabelle iakukan terhadapnya"
Tulang pipinya tampak tajam dan kurus. Matanya cekung,
misterius, dan bersinar kehijauan.
"Aku kelihatan seperti ibuku," kata Clary terkejut.
Isabelle menaikkan alisnya. "Apa" Terlalu tante"tante"
Mungkin kamu perlu memakai kelap-kelip lagi..."
"Tidak perlu," kata Clary cepat"cepat. "Tidak. Ini
bagus. Aku suka." "Hebat." Isabelle berdiri. Gelang kakinya bergemereneing.
"Ayo pergi." 286 "Aku perlu mampir ke kamarku untuk mengambil
sesuatu," kata Clary sambil berdiri. "Juga..., aku perlu
senjata atau tidak" Kamu?"
"Aku punya banyak." Isabelle tersenyum sambil menye-
pakkan kakinya sehingga gelang kakinya bergemerencing
seperti lonceng Natal. "Ini, contohnya. Senjata di kiri ini
elektrum4, yang beracun bagi iblis. Senjata di kanan ini besi
yang sudah diberkati untuk berjaga-jaga kalau aku bertemu
vampir yang tidak ramah, atau bahkan peri. Peri benci besi.
Mereka berdua mengukir rune kuat di tubuh mereka, jadi
aku perlu bawa banyak."
"Berburu iblis dan fesyen," kata Clary. "Aku tidak
pernah menyangka keduanya bisa dilakukan sekaligus."
Isabelle tertawa keras-keras. "Kamu akan terkejut."
Pada pemuda sedang menunggu di jalan masuk. Mereka
memakai serba hitam, termasuk Simon. Sahabat Clary
itu memakai celana hitam yang agak terlalu besar dan
kausnya sendiri yang dibalik untuk menyembunyikan logo
band. Dengan tidak nyaman dan tampak bosan, dia berdiri
bersandar ke dinding. Simon menoleh saat Isabelle melangkah ke jalan masuk.
Cambuk emas Isabelle bergulung di pergelangannya, rantai
logam di pergelangan kakinya berbunyi seperti lonceng. Clary
menyangka Simon akan terpaku karena Isabelle memang
tampak mengagumkan. Tapi mata Simon malah beralih
kepada Clary, lalu tetap di sana dengan terkejut.
4 Zat logam yang terdiri dari emas bercampur perak
287 "Itu apa?" Simon bertanya sambil berdiri tegak. "Itu
yang kamu pakai, maksudku."
Clary menunduk untuk menatap dirinya sendiri. Ia telah
memakai jaket tipis supaya tidak merasa terlalu terbuka dan
mengambil ranselnya dari kamar. Ransel itu disandang di
bahunya, dan melompat-lompat dengan akrab di antara
bilah bahunya. Tapi Simon tidak sedang menatap ranselnya,
melainkan kakinya seakan-akan dia belum pernah melihat
itu sebelumnya. "Ini gaun, Simon," kata Clary kering. "Aku tahu aku
jarang memakai gaun, tapi kali ini sungguhan."
"Itu terlalu pendek," kata Simon bingung. Meskipun
setengah memakai baju pemburu iblis, pikir Clary, Simon
tetap tampak seperti pemuda yang datang menjemputmu
di rumah untuk pergi berkencan, lalu bersopan-santun
kepada orang tuamu dan bersikap baik kepada binatang
peliharaanmu. Jace, di sisi lain, tampak seperti pemuda yang datang
ke rumahmu dan membakarnya hingga rata ke tanah. "Aku
suka gaun itu," katanya sambil melepaskan diri dari dinding.
Matanya menatap Clary naik turun dengan malas, seperti
cakaran kucing. "Perlu sedikit tambahan sih."
"Jadi sekarang kamu ini ahli fesyen?" Suara Clary
terdengar goyah. ]aee berdiri sangat dekat dengannya, cukup
dekat sehingga Clary bisa merasakan kehangatannya dan
menghirup aroma terbakar yang samar dari Tanda-tanda
yang baru dipasangnya. 288 ]ace mengeluarkan sesuatu dari jaketnya dan menyerah-
kannya kepada Clary. Itu sebuah belati panjang tipis yang
bersarung kulit. Pangkalnya dipasangi batu merah yang
diukir berbentuk mawar. Clary menggelengkan kepalanya. "Aku bahkan tidak
tahu bagaimana menggunakannya..."
]ace menekankannya ke tangan Clary, melengkungkan
jemari Clary di belati itu. "Kamu akan belajar." Pemuda
itu merendahkan suaranya. "Sudah mengalir di dalam
darahmu." Perlahan"lahan Clary menarik tangannya kembali.
"Baiklah." "Aku bisa memberimu sarung paha untuk menyimpan
itu," Isabelle menawarkan. "Aku punya banyak."
"JELAS TIDAK," kata Simon.


The Mortal Instruments 1 City Of Bones Karya Cassandra Clare di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Clary melotot kepada Simon dengan kesal. "Makasih,
tapi aku bukan tipe cewek yang memakai sarung paha." Ia
memasukkan belati itu ke kantong depan ranselnya.
Clary mendongak setelah menutup ranselnya. Ternyata
Jace sedang memperhatikannya sambil menyipit. "Dan
satu lagi," kata pemuda itu. Dia meraih dan menarik jepit
rambut Clary, sehingga rambutnya jatuh. Clary merasakan
ikal rambutnya yang berat dan hangat di lehernya. Sensasi
rambutnya yang menggelitik kulit terasa tidak akrab, tapi
malah menyenangkan. "Jauh lebih baik," kata ]ace. Kali ini Clary pikir mungkin
suara Jace juga agak goyah.
288 12 Pesta Si Orang Mati Aku bangga atas karyaku terhadapmu.
Petunjuk arah di undangan itu membawa mereka ke daerah
perumahan industri yang luas di Brooklyn. Jalan"jalannya
dibarisi pabrik dan gudang. Beberapa di antaranya telah
diubah menjadi serambi tinggi dan balkon, tapi masih ada
sesuatu yang terkesan terlarang dari bentuknya yang persegi
dan berbayang"bayang. Rata"rata bangunan itu hanya punya
sedikit jendela yang ditutup dengan kisi-kisi dari besi.
Mereka berjalan dari stasiun bawah tanah. Isabelle
mengarahkan mereka dengan Sensor yang telah dipasangi
semacam sistem pemetaan. Simon sangat suka alat"alat,
jadi dia sangat tertarik melihat Sensor" atau setidaknya
dia hanya berpura-pura bahwa Sensorlah yang membuatnya
tertarik. Sambil berharap bisa menghindari mereka, Clary
300 tertinggal di belakang saat mereka menyeberang ke taman
kecil. Rumput di sana tidak terawat dan sudah mencokelat
akibat terbakar oleh panas matahari. Di sisi kanan Clary
ada menara gereja yang berpendar kelabu dan hitam di
langit malam yang tak berbintang.
"]alanlah lebih cepat," kata sebuah suara jengkel di
telinga Clary. Itu _Iaee yang telah mundur supaya berjalan
di sampingnya. "Aku tidak mau harus terus-terusan melihat
ke belakang untuk memastikan tidak ada yang terjadi
kepadamu." "Kalau begitu, ya tidak usah repot"repot."
"Terakhir kali aku meninggalkanmu sendirian, ada iblis
menyerangmu," _]aoe menjelaskan.
"Yah, aku jelas tidak suka mengganggu jalan-jalan
malammu yang menyenangkan dengan mati mendadak."
_Tace mengerjap. "Ada batas yang jelas di antara sindiran
kasar dan pura-pura bermusuhan, dan tampaknya kamu
telah melampaui itu. Ada apa?"
Clary menggigit bibirnya. "Tadi pagi ada orang"orang
aneh dan menyeramkan yang menggali"gali otakku. Sekarang
aku akan bertemu dengan orang aneh dan menyeramkan
yang sebenarnya telah menggali-gali otakku. Bagaimana
kalau aku tidak suka apa yang dia temukan?"
"Kenapa kamu berpikir kamu tidak akan suka?"
Clary menarik rambutnya dari kulitnya yang lengket.
"Aku tidak suka kalau kamu menjawab pertanyaan dengan
pertanyaan." 301 "Tidak, kamu pikir itu keren. Omong-omong, bukankah
lebih baik kamu tahu yang sebenarnya?"
"Tidak. Maksudku, mungkin. Aku tidak tahu." Clary
mendesah. "Kamu bagaimana?"
"Ini jalannya!" Isabelle memanggil dari seperempat blok
di depan mereka. Mereka sudah sampai di jalan sempit
yang dibarisi gudang-gudang tua, meskipun kebanyakannya
sekarang telah menjadi tempat tinggal manusia. Ada kotak
jendela yang diisi dengan bunga, gorden berenda yang
terayun-ayun di embusan angin malam yang lembab, dan
tempat"tempat sampah dari plastik yang ditumpuk di trotoar.
Clary mengerjap keras-keras, tapi tidak bisa merasakan
bahwa inilah jalan yang telah ia lihat di Kota Tulang. Di
dalam penglihatannya waktu itu, jalan ini hampir terhapus
oleh salju. Clary merasakan jemari ]ace mengelus bahunya. "Pasti.
Selalu," ]ace bergumam.
Clary melihat ]ace dari samping. Gadis itu tidak
mengerti. "Apa?"
"Kenyataan yang sebenarnya," kata Jace. "Aku
akan..." "Jane!" Itu Alec. Dia berdiri di aspal, tidak jauh dari
situ. Clary heran kenapa suaranya terdengar begitu keras.
Jace berbalik. Tangannya jatuh dari bahu Clary.
"Ya?" "Kamu pikir kita ada di tempat yang tepat?" Alec
menunjuk sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh Clary. Benda itu
tersembunyi di belakang sebuah mobil hitam yang besar.
302 "Apa itu?" ]ace bergabung dengan Alec. Clary men-
dengarnya tertawa. Setelah memutari mobil, Clary melihat
apa yang sedang mereka pandangi. Ada beberapa motor
yang mengilap dan keperakan. Casisnya yang hitam sangat
rendah. Tabung dan pipa yang tampak berminyak merayap
di sekeliling motor-motor itu, bagaikan sulur tanaman.
Sesuatu yang hidup pada motor itu membuat mual, seperti
makhluk hidup di lukisan Giger sang ahli pendesain monster
dan alien itu. "Vampir," kata Jace.
"Aku hanya melihat motor," kata Simon yang bergabung
dengan mereka bersama Isabelle. Gadis itu mengernyit
menatap motor. "Memang motor, tapi sudah diubah supaya bisa dija-
lankan dengan energi iblis," Isabelle menjelaskan. "Vampir
menggunakan motor ini..., supaya bisa bergerak dengan
cepat di malam hari. Tidak termasuk di dalam Perjanjian,
tapi..." "Aku pernah dengar sebagian motor ini bisa terbang,"
kata Alec bersemangat. Dia terdengar seperti Simon yang
mendapatkan video game baru. "Atau menjadi kasat mata
dengan menekan satu tombol saja. Atau berjalan di bawah
air." Jace telah melompat ke pinggiran jalan dan memutari
motor-motor itu untuk menilai-nilainya. Dia mengelus salah
satu motor di sepanjang casisnya yang mengilap. Ada kata-
kata yang dicat di bagian samping casis. Warnanya perak
303 dan bunyinya NOX INVICTUS. "Malam kemenangan,"
_Iace menerjemahkan. Alec menatapnya dengan aneh. "Kamu sedang apa?"
Clary pikir ia melihat ]ace meluncurkan tangannya
kembali ke dalam jaketnya. "Tidak ada."
"Yah, ayo cepat," kata Isabelle. "Aku tidak berdandan
secantik ini untuk melihat kalian mondar-mandir di selokan
bersama segerombolan sepeda motor."
"Motor-motor ini cantik untuk dilihat"lihat," kata
Jace sambil melompat ke aspal kembali. "Kamu harus
mengakuinya." "Begitu pula aku," kata Isabelle yang tidak tampak
menyetujui apa pun. "Sekarang, ayo cepat."
Jaee menatap Clary. "Bangunan ini," kata pemuda itu
sambil menunjuk gudang merah bata. "Benar yang ini?"
Clary mengembuskan nafas. "Aku rasa begitu," katanya
tidak yakin. "Semuanya kelihatan sama."
"Hanya ada satu cara untuk mengetahuinya," kata
Isabelle sambil menanjaki undakan dengan langkah pasti.
Clary dan yang lainnya mengikuti, mereka berkerumun di
jalan masuk yang berbau busuk. Lampu pijar yang telanjang
bergantungan dari kawat di atas kepala mereka. Lampu itu
menyinari sebuah pintu yang dipaku dengan logam dan
sebarisan bel apartemen di dinding kiri. Hanya ada satu
nama tertulis di situ, BANE.
Isabelle menekan bel. Tidak ada yang terjadi. Ia me-
nekannya lagi. Gadis itu ingin menekannya untuk ketiga
304 kali, tapi Alec menangkap pergelangan tangannya. "Jangan
kasar," kata Alec. Isabelle melotot. "Alec..."
Pintu mengayun terbuka. Seorang pria langsing berdiri di depan pintu. Dia
memandangi mereka dengan heran. Isabelle yang kali pertama
pulih. Gadis itu langsung memamerkan senyumnya yang
cemerlang. "Magnus" Magnus Bane?"
"Itu aku." Pria yang sedang menghalangi ambang pintu
itu setinggi dan sekurus pagar. Rambutnya merupakan
semahkota paku-paku hitam dan lebat. Clary menebak
dari lengkungan matanya yang sayu dan kulitnya yang
berwarna keemasan tidak rata, dia pasti punya keturunan
Asia. Dia memakai celana jins dan kaus hitam yang ditutupi
oleh selusin gesper logam. Matanya dilapisi topeng rakun
dari kelap-kelip berwarna arang. Bibirnya diwarnai hitam
berbayang biru. Magnus menggaruk kepalanya dengan tangannya yang
bercincin dan memperhatikan mereka sambil berpikir.
?"Anak-anak Nephilim," katanya. "Wah, wah. Aku tidak
ingat telah mengundang kalian."
Isabelle mengeluarkan undangannya dan mengayunkannya
seperti bendera putih. "Aku punya undangan." Lalu gadis itu
menunjuk sisa kelompoknya dengan mengayunkan lengannya
ke arah mereka. "Ini teman-temanku."
Magnus merenggut undangan itu dari tangan Isabelle
dan menatap gadis itu dengan wajah yang tidak puas dan
kesal. "Aku pasti mabuk waktu itu," kata Magnus. Dia
305 membukakan pintu. "Masuklah. Dan cobalah untuk tidak
membunuh tamuku satu pun."
Jace maju ke ambang pintu. Pemuda itu menatap mata
Magnus lekat"lekat. "Bahkan kalau ada yang menumpahkan
minuman ke sepatu baruku?"
"Bahkan kalau memang begitu." Tangan Magnus menjulur
begitu cepat sehingga hampir tampak kabur. Dia menarik
stela dari tangan ]ace, padahal Clary bahkan tidak sadar
pemuda itu sedang memegangnya. Magnus mengangkat stela
itu. ]ace tampak agak malu. "Begitu pula yang ini," kata
Magnus sambil memasukkannya ke kantong celana jins Jace,
"simpanlah di celanarnu, Pemburu Bayangan."
Magnus menyeringai dan meninggalkan ]ace yang tampak
terkejut. Magnus memegangi pintu. "Ayo masuk," katanya
sambil mengayunkan tangan kepada mereka. "Sebelum ada
yang mengira kalian adalah rombonganku."
Mereka melewati ]ace sambil tertawa dengan gugup.
Hanya Isabelle yang berhenti untuk menggelengkan kepalanya.
"Tolong cobalah untuk tidak membuatnya kesal. Bisa-bisa
dia tidak mau membantu kita."
Jace tampak bosan. "Aku tahu apa yang aku
lakukan." "Aku harap begitu." Isabelle melenggang melewatinya.
Roknya melambai. Apartemen Magnus ada di puncak teratas dari tangga
yang sudah reot. Clary meletakkan tangannya di pegangan
tangga, tapi langsung menyesal. Tangannya mengenai sesuatu
306 yang lengket, bersinar pudar, dan berwarna hijau memualkan.
Simon cepat"cepat menghampiri Clary.
"Uek," kata Simon. Dia menawarkan ujung kausnya untuk
menyeka tangan Clary. Gadis itu menurut. "Semuanya baik-
baik saja" Kamu kelihatan.", terganggu," kata Simon.
"Dia tampak sangat akrab saja di mataku. Magnus,
maksudku." "Menurutmu, dia sekolah di St. Xavier?"
"Lucu sekali." Clary menatap Simon dengan masam.
"Kamu benar. Dia terlalu tua untuk menjadi murid.
Sepertinya aku pernah diajari kimia olehnya tahun lalu."
Clary tertawa keras. Isabelle langsung berada di sam-
pingnya, bernafas di leher Clary. "Aku ketinggalan sesuatu
yang lucu" Simon?" Isabelle bertanya.
Simon tampak malu, tapi tidak berkata apa"apa. Clary
bergumam, "Kamu tidak ketinggalan apa pun," lalu sengaja
tertinggal di belakang mereka. Sepatu but tinggi yang
dipinjamnya dari Isabelle mulai melukai kakinya. Saat
mencapai puncak tangga, Clary sudah pincang, tapi ia
segera melupakan rasa sakit itu begitu berjalan melalui
pintu depan Magnus. Loteng itu besar dan hampir tidak ada perabotannya.
]endela-jendela tinggi tercoreng oleh debu dan cat yang tebal,
sehingga menghalangi sebagian besar cahaya dari jalanan.
Pilar-pilar besar dari logam dibelit oleh lampu warna-warni
yang tertahan melengkung sampai ke langit"Iangit yang
berielaga. Pintu-pintu sudah copot dari engselnya, dan
terbaring di atas tempat sampah dari logam yang sudah
30" reot. Gabungan kedua benda itu menjadi bar sementara di
pojok ruangan. Seorang wanita berkulit seperti bunga Jilat yang memakai
kamisol logam sedang menyusun minuman di sepanjang bar.
Gelas-gelas itu tinggi dan warnanya yang kasar menandakan
cairan di dalamnya, seperti merah darah, biru beku, dan
hijau beracun. Bahkan untuk ukuran bartender New York,
ia bekerja dengan kecepatan yang menakjubkan. Mungkin
ia tertolong oleh dua pasang tangannya yang paniang
dan gemulai. Clary jadi teringat patung dewi India milik
Luke. Orang"orang lainnya di keramaian itu sama anehnya.
Pemuda tampan berambut hijau dan hitam yang basah
eengar-cengir ke arah Clary dari atas piring besar. Piring
itu berisi ikan mentah. Giginya tajam dan runcing seperti
hiu. Di sampingnya, berdiri seorang gadis dengan rambut
pirang kusam yang panjang. Rambut itu dikepang dengan
bunga. Di bawah rok gaunnya yang pendek yang berwarna
hijau, kakinya berselaput seperti kodok.
Ada sekelompok wanita yang sangat pucat sampai-sampai
Clary bertanya"tanya apakah mereka memakai dandanan


The Mortal Instruments 1 City Of Bones Karya Cassandra Clare di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

panggung. Para wanita itu mengisap cairan merah yang
terlalu kental untuk dianggap anggur. Mereka mengisapnya
dari gelas-gelas kristal yang bergalur. Bagian tengah ruangan
itu dipenuhi oleh badan-badan yang berdansa mengikuti
detak"detakan yang membuat dinding bergoyang. Tapi Clary
tidak bisa melihat adanya band di mana pun.
"Kamu suka pestanya?"
308 Clary berbalik, dan melihat Magnus sedang bersender
dengan malas di salah satu pilar. Matanya menyala di dalam
kegelapan. Sambil celingukan, Clary melihat bahwa Jace
dan yang lain sudah hilang ditelan keramaian.
Clary mencoba tersenyum. "Ini pesta untuk siapa?"
"Ulang tahun kucingku."
"Oh." Clary celingukan. "Di mana kucingmu?"
Magnus melepaskan diri dari pilar. Dia tampak khidmat.
"Aku tidak tahu. Dia kabur."
Perhatian Clary terbagi saat mau menjawabnya karena
_]ace dan Alec muncul. Seperti biasa, Alec tampak cemberut.
_]ace memakai untaian bunga kecil yang bersinar di sekitar
lehernya dan tampak senang terhadap dirinya sendiri. "Di
mana Simon dan Isabelle?" tanya Clary.
"Di lantai dansa." ]ace menunjuk. Clary dapat melihat
mereka di ujung sepetak lantai berisi tubuh"tubuh yang
berdesakan. Simon sedang melakukan gayanya yang biasa
sebagai pengganti dansa, yaitu naik turun di tumimya. Dia
tampak tidak nyaman. Isabelle merangkul Simon. Gadis itu
meliuk"liuk bagaikan ular. Ia menelusurkan jemarinya di
dada Simon dan memandanginya seakanuakan berencana
untuk menyeret pemuda itu ke poiok untuk bercinta.
Clary memeluk tubuhnya sendiri. Gelang-gelangnya
berdentangan. Kalau mereka berdansa lebih dekat lagi,
mereka tidak perlu pergi ke pajak untuk bercinta.
"Dengar," kata _Iace sambil berbalik kepada Magnus,
"kita henar"benar perlu berbicara kepada..."
309 "MAGNUS BANE!" Suara yang dalam dan menggelegar
itu ternyata berasal dari pria pendek yang berusia awal tiga
puluhan. Dia berotot padat dan berkepala botak yang dicukur
mulus dan berjanggut kambing. Dia menaikkan jari yang
gemetaran kepada Magnus. "Seseorang telah menuangkan
air suci ke tangki gas motorku. Motorku jadi rusak. Hancur.
Semua pipanya melele ."
"Meleleh?" Magnus bergumam. "Mengerikan sekali."
"Aku ingin tahu siapa yang melakukannya." Pria itu
memamerkan giginya yang bertaring panjang dan mencuat.
Clary tertarik melihatnya. Gigi itu tidak tampak seperti
yang ia bayangkan tentang taring vampir. Gigi ini tipis dan
setajam jarum. "Aku kira kamu sudah bersumpah tidak ada
manusia serigala malam ini, Bam."
"Aku tidak mengundang satu pun Anak"anak Bulan,"
kata Magnus sambil menilai"nilai kukunya yang berkelap-
kelip. "Tepatnya karena permusuhan kecil kalian yang
bodoh itu. Kalau ada di antara mereka yang memutuskan
untuk merusak motormu, mereka bukan tamuku, dan
oleh karena itu..." Magnus tersenyum menawan. "Bukan
tanggung jawabku." Vampir itu meraung marah sambil menusukkan jarinya
ke arah Magnus. "Kamu mau bilang kalau..."
Jari telunjuk Magnus mengejang sedikit, sangat pelan
sehingga Clary hampir mengira pria itu tidak menggerakkannya
sama sekali. Di tengah raungannya, vampir itu tercekik, lalu
mengepit tenggorokannya. Mulutnya bergerak, tapi tidak
ada suara yang keluar. 310 "Kamu telah melampaui sambutan dariku," Magnus
berkata dengan malas. Dia membuka matanya sangat lebar.
Clary terkejut melihat bahwa biji matanya membelah seperti
kucing. "Sekarang, pergilah." Dia mengayunkan jemari
tangannya. Vampir itu pun berbalik dengan pintar seakan-
akan ada orang yang memegang bahunya dan memutar
tubuhnya. Dia berbaris masuk ke dalam keramaian kembali,
menuju ke pintu. Jace bersiul pelan. "Tadi itu mengesankan."
"Maksudmu siulan kecil itu?" Mata Magnus menyapu
langit"langit. "Aku tahu. Apa sih masalah motornya?"
Alec bersuara seperti tercekik. Setelah sesaat, Clary
mengenalinya sebagai tawa. Dia harus melakukannya lebih
sering. "Kami menaruh air suci di tanki gasnya, tahu kan,"
kata Alec. "ALEC," kata ]ace. "Diamlah."
"Aku sudah mengira begitu," kata Magnus yang tampak
geli. "Dasar kalian perusuh kecil, kan" Kalian tahu motor
mereka dijalankan dengan energi iblis. Aku ragu dia akan
bisa memperbaikinya."
"Berkuranglah satu lintah dengan kendaraan cantik,"
kata Jace. "Hatiku sakit."
"Aku dengar sebagian dari mereka bisa menerbangkan
motor," Alec menyela. Dia tampak asyik, bahkan nyaris
tersenyum. "Itu dongeng penyihir tua," kata Magnus. Mata
kucingnya berbinar. "Jadi, itukah kenapa kalian ingin
311 mengacaukan pestaku" Hanya untuk merusak motornya
pengisap darah?" "Bukan." Jace bersikap sok resmi lagi. "Karni perlu
berbicara denganmu. Sebaiknya di tempat yang pribadi."
Magnus menaikkan sebelah alisnya. Sial, pikir Clary,
ada lagi yang bisa mengangkat satu alis. "Aku ada masalah
dengan Kunci?" tanya Magnus.
"Tidak," kata ]ace.
"Mungkin tidak," kata Alec. "OW!" Dia melotot kepada
Jace yang telah menendang kakinya tajam-tajam.
"Tidak," _]ace mengulang. "Kita bisa berbicara kepadamu
di bawah segel Perjanjian. Kalau kamu membantu kami, apa
pun yang kamu katakan akan dirahasiakan."
"Dan kalau aku tidak membantumu?"
Jace merentangkan tangannya lebar"lebar. Tato rune di
telapak tangannya menonjolkan kesan dingin dan hitam.
"Mungkin tidak ada. Mungkin kunjungan dari Kota
Hening." Suara Magnus meleleh bagaikan madu dituang ke
serpihan es. "Kamu benar-benar menyuruhku memilih,
Pemburu Bayangan kecil."
"Itu bukan pilihan sama sekali," kata Jace.
"Ya," kata warlock itu. "Itulah tepatnya yang aku
maksud." Kamar tidur Magnus terlalu berwarna-warni. Kain dan
seprai berwarna kuning kenari dipakaikan ke matras di
lantai. Di meja rias berwarna biru elektrik, bertebaran
312 lebih banyak mangkuk pewarna dan bermacam-macam
alat dandan daripada di meja rias Isabelle. Gorden beledu
berwarna pelangi menyembunyikan jendela tinggi. Permadani
wol yang kusut menutupi lantai.
"Tempat yang bagus," kata _]ace sambil menarik gorden
yang berat itu ke samping. "Pasti bayarannya mahal ya,
menjadi Warloek Tinggi dari Brooklyn?"
"Memang dibayar," kata Magnus. "Tapi tidak lebih
dari bingkisan hadiah. Tidak berharga tinggi. Dia menutup
pintu di belakangnya dan bersandar ke situ. Ketika dia
menyilangkan lengan, kausnya terangkat. Tampak segaris
perut rata keemasan yang tidak ditandai dengan pusar.
"Jadi," kata Magnus. "Apa yang ada di pikiran kecilmu
yang jahat itu?" "Sebenarnya bukan mereka," kata Clary yang berbicara
sebelum Jace bisa menjawab. "Akulah yang ingin berbicara
denganmu." Magnus mengalihkan mata manusianya kepada Clary.
"Kamu bukan salah satu di antara mereka," katanya.
"Bukan anggota Kunci. Tapi kamu bisa melihat Dunia Tak
Kasat Mata." "Ibuku pernah menjadi anggota Kunci," kata Clary.
ltulah kali pertama ia mengatakannya dan mengetahui
bahwa itu benar. "Tapi ia tidak pernah memberitahuku. Ia
merahasiakannya. Aku tidak tahu kenapa."
"Maka tanyalah ia."
"Aku tidak bisa. la...," Clary ragu"ragu. "Ia lenyap."
"Dan ayahmu?" 313 "Ayahku meninggal sebelum aku lahir."
Magnus mengembuskan nafas dengan iengkei. "Seorang
pujangga Irlandia bernama Oscar Wilde pernah berkata,
lKehilangan satu orang tua bisa dianggap sebagai kemalangan.
Kehilangan keduanya tampak seperti kecerobohan?"
Clary mendengar ]ace mendesis kecil, seperti air disedot
menembus giginya. Clary berkata, "Aku tidak kehilangan
ibuku. Ia diambil dariku. Oleh Valentine."
"Aku tidak kenal siapa pun yang bernama Valentine,"
kata Magnus. Tapi matanya menyala seperti kelap-kelip
api lilin, sehingga Clary tahu bahwa dia berbohong. "Aku
turut menyesal atas kondisimu yang tragis, tapi aku tidak
melihat apa hubungannya denganku. Kalau kamu bisa
memberitahuku..." "Ia tidak bisa memberitahumu, karena ia tidak ingat,"
kata ]ace tajam. "Seseorang menghapus ingatannya. Jadi,
kami pergi ke Kota Hening untuk melihat apakah Para
Saudara bisa menarik ingatannya. Mereka mendapatkan dua
kata. Aku rasa kamu bisa menebak apa itu."
Ada keheningan singkat. Akhirnya, Magnus membiarkan
mulutnya melekuk di sudut. Senyumnya pahit. "Tanda
tanganku," dia berkata. "Aku tahu itu bodoh ketika mela-
kukannya. Tindakan yang sombong..."
"Kamu menandatangani pikiranku?" Clary berkata
dalam rasa tidak percaya.
Magnus mengangkat tangannya untuk membuat tulisan api
huruf-huruf itu di udara. Ketika dia menurunkan tangannya,
tulisan itu tergantung di sana, panas dan keemasan. Garis-
314 garis mata dan mulutnya, yang diwarnai dandanan, jadi
memantulkan cahaya. MAGNUS BANE.
"Aku bangga atas karyaku terhadapmu," kata Magnus
pelan sambil menatap Clary. "Begitu bersih. Begini sempurna.
Apa yang kamu lihat akan kamu lupakan, bahkan ketika
kamu melihatnya. Tidak ada gambaran pixie atau goblin
atau makhluk berkaki panjang yang bertahan di dalam
ingatanmu, sehingga tidak mengganggu tidur nianusiamu
yang tidak berdosa. Itu seperti yang ia inginkan."
Suara Clary tipis karena tegang. "Seperti yang siapa
inginkan?" Magnus mendesah, dan saat tersentuh nafasnya, tulisan
api itu terayak menjadi abu yang berpendar. Akhirnya
warleck itu bicara. Meskipun Clary tidak terkejut, meskipun
ia telah tahu dengan tepat apa yang akan dikatakan oleh
Magnus, ia tetap merasa kata-kata itu bagaikan memukul
jantungnya. "Ibumu," kata Magnus.
315 3 Ingatan Putih Kalau aku membuat bahkan kesalahan
terkecil pun daiam mmgumikannya,
pikirannya bisa rusak selamanya.
"Ibuku melakukan ini kepadaku?" Clarg bertanya, tapi
rasa sakitnya yang mendadak tidak terdengar meyakinkan,
bahkan bagi telinganya sendiri. Clary melihat sekeliling.
Ada iba di mata ]aee, juga di mata Alec. Ternyata bahkan
Alec telah menduganya dan merasa menyesal untuk Clary.
"Kenapa?" tanya Clary.
"Aku tidak tahu." Magnus mengembangkan tangannya
yang putih dan panjang. "Bertanya bukanlah pekerjaanku.
Aku melakukan apa yang dibayarkan kepadaku."
"Di dalam segel Perjanjian," _Iaee mengingatkan Magnus.
Suara pemuda itu selembut bulu kucing.
Magnus memiringkan kepalanya. "Di dalam segel
Perjanjian, tentu saja."
316 "Jadi, Perjanjian tidak keberatan dengan..., penjarahan
pikiran seperti ini?" Clary bertanya dengan pahit. Ketika
tidak ada yang menjawab, ia terduduk di pinggiran tempat
tidur Magnus. "Apakah hanya sekali" Apakah ada hal khusus
yang ia ingin aku lupakan" Kamu tahu apa itu?"
Magnus melangkah dengan gelisah ke jendela. "Aku rasa
kamu tidak mengerti. Kali pertama aku melihatmu, kamu
pasti masih sekitar dua tahun. Aku memperhatikanmu dari
jendela ini." Magnus mengetuk kaca, sehingga debu dan
serpihan cat bertaburan. "Aku melihat ibumu terburu"buru
di jalanan sambil memeluk bungkusan selimut. Aku terkejut
ketika ia berhenti di depan pintu. Ia tampak sangat biasa,
sangat muda." Cahaya bulan menyentuh sosoknya yang seperti elang
dengan warna keperakan. "Ia membuka selimut itu ketika
sampai di pintuku. Kamu ada di dalamnya. Ia meletakkanmu
di lantai dan kamu mulai berkeliaran, mengambili barang-
barang, menarik"narik ekor kucing. Kamu menjerit seperti
banshee1 ketika kucing itu mencakarmu, jadi aku bertanya
kepada ibumu apakah kamu memang keturunan banshee.
Ia tidak tertawa." Magnus berhenti.
Sekarang mereka semua memperhatikannya dengan tekun,
bahkan Alec. Magnus melanjutkan, "la memberitahuku
bahwa ia seorang Pemburu Bayangan. Tidak ada gunanya
berbohong tentang ini. Tanda"tanda Perjanjian pasti terlihat,
bahkan ketika sudah pudar dimakan waktu, seperti bekas-
i Arwah perempuan yang menjerit sebagai tanda adanya kematian
31" bekas luka perak pudar di kulit. Tanda itu berkelap-kelip
ketika ia bergerak."
Magnus menggosok dandanan kelap-kelip di sekitar
matanya. "Ia memberitahuku bahwa ia berharap kamu
terlahir dengan Mata Batin yang buta. Beberapa Pemburu


The Mortal Instruments 1 City Of Bones Karya Cassandra Clare di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bayangan harus diajari untuk melihat Dunia Bayangan.
Tapi ia memergokimu sore itu, kamu menggoda pixie yang
terperangkap di pagar tanaman. Ibumu pun tahu bahwa
kamu bisa melihat. Jadi ia bertanya kepadaku apakah ada
cara untuk membutakan Penglihatanmu."
Clary bersuara kecil. Ia mengembuskan nafas de-
ngan sakit hati, tapi Magnus melanjutkan ceritanya tanpa
penyesalan. "Aku memberitahunya bahwa melumpuhkan sebagian
dari pikiranmu bisa membuatmu rusak, mungkin gila. Ia
tidak menangis. Ibumu bukan jenis wanita yang mudah
menangis. Ia bertanya apakah ada cara lain, dan aku bilang
kamu bisa dibuat melupakan bagian Dunia Bayangan yang
bisa kamu lihat, bahkan saat kamu melihatnya. Satu-satunya
hal yang memberatkan adalah ia harus menemuiku dua
tahun sekali saat mantranya mulai memudar."
"Ia melakukannya?" tanya Clary.
Magnus mengangguk. "Aku telah melihatmu setiap
dua tahun sejak kali pertama itu. Aku melihatmu tumbuh.
Kamulah satu-satunya anak yang pernah aku lihat bertumbuh
besar seperti itu, tahu kan. Bisnisku biasanya tidak di sekitar
anak"anak manusia."
318 "Berarti kamu pasti mengenali Clary ketika kami
masuk," kata ]ace. "Pasti."
"Tentu saja." Magnus terdengar jengkel. "Aku juga
kaget. Tapi apa yang seharusnya aku lakukan" Ia tidak
mengenalku. Seharusnya ia tidak mengenahku. Ia ada di
sini berarti mantranya mulai pudar. Sebenarnya, kami
seharusnya bertemu sekitar sebulan yang lalu. Aku bahkan
datang ke rumahmu ketika baru kembali dari Tanzania,
tapi ]ocelyn bilang kalian berdua bertengkar dan kamu
pergi. Katanya ia akan meneleponku ketika kamu kembali,
tapi..." Magnus mengangkat bahu dengan elegan, "ia tidak
pernah melakukannya."
Siraman dingin tentang sebuah ingatan menusuk kulit
Clary. Ia ingat berdiri di serambi bersama Simon. Ia
memaksakan diri untuk mengingat sesuatu yang berdansa di
pinggir penglihatannya... Aku kim tadi aku Hha: kucingnya
Dorothea, tapi aku rasa itu cuma tipuan cahaya.
Tapi Dorothea tidak punya kucing. "Kamu di sana,
pada hari itu," kata Clary. "Aku melihatmu keluar dari
apartemen Dorothea. Aku ingat matamu."
Magnus tampak ingin mendengkur. "Aku memang
biasa diingat, itu benar," katanya dengan senang. Lalu dia
menggelengkan kepalanya. "Seharusnya kamu tidak ingat
aku," katanya. Aku telah memasang pesona sekeras dinding
begitu aku melihatmu. Seharusnya kamu sudah menabraknya
tepat di muka, secara fisik."
Kalau kamu menabrak tembok psikis tepat di muka,
apakah kamu mendapatkan luka psikis" Clary berkata,
319 "Kalau kamu melepaskan mantra itu dariku, apakah aku
akan bisa mengingat semua hal yang telah aku lupakan"
Semua ingatan yang kamu curi?"
"Aku tidak bisa melepaskannya darimu." Magnus
tampak tidak nyaman. "Apa?" ]ace terdengar sangat marah. "Kenapa tidak"
Kunci mewajibkanmu..."
Magnus menatap _Iaee dengan dingin. "Aku tidak suka
disuruh"suruh, Pemburu Bayangan kecil."
Clary bisa melihat seberapa tidak sukanya Jace disebut
"kecil", tapi sebelum pemuda itu bisa membentak, Alec
bicara. Suaranya lembut dan penuh pikiran. "Tidakkah kamu
tahu bagaimana membaliknya?" dia bertanya. "Mantranya,
maksudku." Magnus mendesah. "Membatalkan sebuah mantra jauh
lebih sulit daripada membuatnya dulu. Kemwetan mantra
ini, perhatian yang aku habiskan untuk menganyamnya...
Kalau aku membuat bahkan kesalahan terkecil pun dalam
menguraikannya, pikirannya bisa rusak selamanya." Dia
menambahkan, "Lagipula, mantranya sudah mulai pudar.
Khasiatnya akan lenyap sendiri dimakan waktu."
Clary menatap Magnus tajam"tajam. "Apakah aku akan
mendapatkan semua ingatanku kembali nantinya" Apa pun
yang telah dikeluarkan dari kepalaku?"
"Aku tidak tahu. Mungkin semuanya langsung kembali
sekaligus, atau bertahap. Atau kamu mungkin tidak akan
pernah mengingat apa yang telah kamu lupakan selama
bertahun-tahun. Permintaan ibumu itu unik, menurut
320 pengalamanku. Aku sama sekali tidak tahu apa yang akan
terjadi." "Tapi aku tidak mau menunggu." Clary melipat tangannya
erat-erat di pangkuannya. Jemarinya mengepit bers ama begitu
keras, sehingga ujung"ujungnya menjadi putih. "Seumur
hidupku aku merasa seperti ada yang salah denganku. Ada
yang hilang atau rusak. Sekarang aku tahu..."
"Aku tidak merusakmu." Kali ini giliran Magnus yang
menyela. Bibirnya tertarik ke belakang dengan marah untuk
menunjukkan deretan gigi putih yang tajam. "Setiap remaja
di dunia ini merasa begitu, merasa rusak atau salah tempat,
entah bagaimana berbeda, bagaikan bangsawan yang salah
lahir di keluarga petani. Perbedaannya di dalam kasusmu
adalah itu benar. Kamu memang berbeda. Mungkin tidak
lebih baik, tapi berbeda. Dan menjadi berbeda itu tidak
menyenangkan. Kamu mau tahu bagaimana rasanya ketika
orang tuamu adalah orang saleh, tapi ternyata kamu terlahir
dengan tanda setan?"
Magnus menunjuk matanya dengan jemari dimiringkan.
"Ketika ayahmu takut kepadamu dan ibumu gantung diri
di kandang karena marah atas tindakannya sendiri" Waktu
aku sepuluh tahun, ayahku mencoba menenggelamkanku di
sungai kecil. Aku menyerangnya sekuat tenaga, membakarnya
di situ juga. Akhirnya aku menemui para pendeta di gereja,
untuk perlindungan. Mereka menyembunyikanku. Mereka
bilang rasa iba memang pahit, tapi lebih baik daripada
benci. Ketika aku mengetahui bahwa aku benar"benar hanya
321 setengah manusia, aku membenci diriku sendiri. Apa pun
pasti lebih baik daripada itu."
Ada keheningan ketika Magnus selesai bicara. Clary
terkejut ketika Alec memecahkannya. "Itu bukan salahmu,"
kata pemuda itu. "Kamu tidak bisa memilih terlahir sebagai
apa." Genggaman tangan Clary menjadi lebih santai. "Aku
tidak peduli bahwa aku berbeda," katanya. "Aku hanya
ingin menjadi siapa diriku sebenarnya."
Magnus mengumpat di dalam bahasa yang tidak diketahui
Clary. Kedengarannya seperti api yang meretih. "Baiklah.
Dengar ya. Aku tidak bisa membalik apa yang telah aku
lakukan, tapi aku bisa memberimu sesuatu yang lain.
Sepotong dari apa yang seharusnya telah menjadi milikmu
jika kamu telah dibesarkan sebagai anak Nephilim sejati."
Magnus menyeberangi ruangan menuju rak buku,
lalu menarik sebuah buku berat. Jilidannya terbuat dari
beledu hijau yang sudah membusuk. Dia membalik"balik
halamannya, sehingga menumpahkan debu dan potongan
kain yang sudah menghitam. Halaman"halaman buku itu
tipis, bahkan hampir bening, dan terbuat dari perkamen
kulit telur. Setiap halaman ditandai dengan rune berbentuk
bintang hitam. Alis Jace naik. "Itu salinan Buku Gray?"
Magnus, yang sedang tergesa-gesa membalik halaman
bukunya, diam saja. "Hodge punya satu," Alec mengamati. "Dia pernah
menunjukkannya kepadaku sekali."
322 "Itu bukan gray"abu-abu," Clary merasa terdorong
untuk menjelaskan. "Itu hijau."
"Kalau penyakit sambungan harfiah memang ada, kamu
pasti sudah mati sejak kecil," kata ]ace sambil mengusap
debu dari ambang jendela dan memeriksanya seakan"akan
ingin tahu apakah sudah cukup bersih untuk diduduki.
"Gray adalah kependekan dari 'Gramarye'. Artinya 6sihir,
kebijaksanaan yang tersembunyi". Di dalamnya tersalin setiap
rune yang ditulis Malaikat Raziel di Buku Perjanjian yang
asli. Tidak ada banyak salinan karena setiap buku harus
dibuat secara khusus. Beberapa rune begitu kuat sehingga
bisa membakar halaman biasa."
Alec tampak terkesan. "Aku tidak tahu itu."
]ace melombat ke ambang jendela dan mengayunkan
kakinya. "Tidak semua orang tidur selama pelajaran
sejarah." "Aku tidak..." "Oh, ya kamu memang tidur, dan ngiler di meja."
"Diamlah," kata Magnus, tapi dia mengatakannya dengan
cukup enteng. Dia mengaitkan jarinya di antara dua halaman
buku dan menghampiri Clary. Warlock itu meletakkannya
dengan hati-hati di pangkuan Clary. "Sekarang, ketika aku
membuka buku ini, pelajarilah halamannya. Tataplah sampai
kamu merasa ada yang berubah di dalam pikiranmu."
"Nanti rasanya sakit?" Clary bertanya dengan gugup.
"Setiap pengetahuan memang membuat sakit," Magnus
menjawab, lalu berdiri membiarkan buku itu terbuka di
pangkuan Clary. Gadis itu menunduk ke halaman putih bersih
323 dengan rune Tanda yang berwarna hitam. Kelihatannya seperti
spiral bersayap, sampai Clary memiringkan kepalanya, lalu
seperti tongkat yang dibeliti sulur tanaman. Ujung polanya
yang benibah-ubah menggelitik benaknya seperti bulu-bulu
mengusap kulit sensitif. Clary merasa ada reaksi kedap-kedip yang menggigil. la
jadi ingin menutup mata, tapi ia tetap menahannya terbuka
sampai Tanda itu menyengat dan mengabur. Ia hampir
mengerjap ketika ia merasakannya. Ada klik di kepalanya,
seperti kunci berputar di lubangnya.
Rune di halaman itu tampak melompat menjadi fokus
yang tajam. Di luar kemauan Clary, gadis itu berpikir, Ingat.
Kalau rune adalah kata, pasti memang itu, tapi ada makna
yang lebih dalam daripada kata apa pun yang dapat ia
bayangkan. Itu adalah ingatan pertama seorang anak melihat
cahaya jatuh menembus pagar tempat tidurnya, mengumpulkan
bau hujan dan jalanan kota. Ada rasa sakit dari kehilangan
yang tak terlupakan, sengatan rasa hina yang masih diingat,
dan kejamnya pikun di usia tua, ketika kebanyakan ingatan
lama membutuhkan ketelitian yang menyiksa dan kejadian
terdekat sudah tidak bisa diingat.
Sambil mendesah sedikit, Clary berbalik ke halaman
berikutnya, dan berikutnya. Ia membiarkan gambar dan
sensasi mengaliri dirinya. Duka. Gagasan. Kekuatan.
Perlindungan. Keanggunan. Kemudian Clary menjerit terkejut,
dengan nada mencela, saat Magnus merenggut buku itu
dari pangkuannya. 324 "Itu cukup," kata Magnus sambil memasukkan buku
itu kembali ke raknya. Dia menyeka tangannya ke celananya
yang berwarna-warni, sehingga rneninggalkan coreng abu-
abu. "Kalau kamu membaca semua rune sekaligus, kamu
bisa sakit kepala." "Tapi..." "Kebanyakan anak-anak Pemburu Bayangan tumbuh
sambil mempelajari satu rune dalam satu waktu selama
bertahun"tahun," kata Jace. "Buku Gray menampung banyak
rune yang bahkan aku tidak tahu."
"Bayangkan itu," kata Magnus.
]ace tidak menghiraukannya. "Magnus menunjukkan
kepadamu rune untuk memahami dan mengingat. Rune
itu membuka pikiranmu untuk membaca dan mengenali
Tanda"tanda lainnya."
"Itu juga bisa memicu untuk mengaktifkan ingatan yang
tertidur," kata Magnus. "Mereka bisa kembali kepadamu
dengan lebih cepat daripada seharusnya. Itulah yang terbaik
yang bisa aku lakukan."
Clary menunduk menatap pangkuannya. "Aku masih
tidak ingat apa pun tentang Piala Mortal."
"Jadi semua ini tentang itu?" Magnus terdengar benar-
benar terkejut. "Kamu mencari Piala Malaikat" Dengar ya,
aku telah menyelami ingatanmu. Tidak ada apa pun di
dalamnya tentang Mortal Instruments."
"Mortal Instruments?" Clary membeo dengan bingung.
"Aku kira..." 325 "Sang Malaikat memberikan tiga barang kepada Pemburu-
pemburu Bayangan yang pertama. Piala, pedang, dan cermin.
Para Saudara Hening memegang pedangnya. Piala dan cermin
dulu ada di Idris, setidaknya sampai Valentine datang."
"Tidak ada yang tahu di mana cermin itu," kata Alec.
"Tidak ada yang tahu selama bertahun-tahun."
"Piala itulah yang penting," kata ]ace. "Valentine sedang
mencarinya." "Dan kamu ingin mendapatkannya sebelum dia?" tanya
Magnus. Alisnya menyatu ke atas.
"Aku kira tadi kamu bilang kamu tidak kenal siapa
Valentine itu?" Clary mengingatkan.
"Tadi aku bohong," Magnus mengakui dengan terus-
terang. "Aku bukan fey, tahu kan. Aku tidak wajib berkata
jujur. Dan hanya orang bodoh yang akan menghalangi jalan
Valentine untuk membalas dendam."
"Itukah yang menurutmu sedang dia kejar" Balas
dendam?" kata Jace. "Aku rasa begitu. Dia menderita kekalahan besar, dan
dia sepertinya..., sepertinya" bukan jenis orang yang suka
menderita kekalahan."
Alec menatap Magnus dengan lebih lekat, "Dulu kamu
ikut Pemberontakan?"
Mata Magnus terkunci ke mata Alec. "Ya. Aku membunuh
banyak orang-orangmu."
"Anggota Lingkaran," kata Jace cepat. "Bukan
kami..."

The Mortal Instruments 1 City Of Bones Karya Cassandra Clare di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

326 "Kalau kalian bersikeras mengingkari hal buruk yang
telah kalian lakukan," kata Magnus sambil masih menatap
Alec, "kalian tidak akan pernah belajar dari kesalahan
kalian." Alec menarik salah satu pelapis seprai dengan sebelah
tangan. Wajanya memerah tidak senang. "Kamu tidak
tampak terkejut saat mendengar Valentine masih hidup,"
katanya sambil menghindari pandangan Magnus.
Magnus mengembangkan tangannya lebar"lebar. "Kamu
terkejut?" Jace membuka mulutnya, lalu menutupnya lagi. Dia
tampak tercengang. Akhirnya, dia berkata, "Jadi, kamu tidak
akan membantu kami menemukan Piala Mortal?"
"Kalaupun bisa, aku tidak akan membantu," kata
Magnus. "Tapi, bagaimanapun juga, aku memang tidak
bisa. Aku sama sekali tidak tahu di mana benda itu, dan
aku tidak peduli. Hanya orang bodoh yang peduli, aku
sudah bilang." Alec duduk tegak. "Tapi tanpa Piala itu, kami tidak
bisa?" "Membuat lebih banyak kaum kalian. Aku tahu," kata
Magnus. "Mungkin tidak semua orang memperhatikan
kekacauan yang kalian lakukan. Coba diingat-ingat," dia
menambahkan, "kalau aku harus memilih di antara Kunci
atau Valentine, aku akan memilih Kunci. Setidaknya mereka
tidak benar-benar bersumpah untuk menyapu habis kaumku.
Tapi tidak ada tindakan Kunci yang pantas aku berikan
kesetiaanku juga. Jadi, tidak. Aku tidak ikut serta. Sekarang
32" kalau kita sudah selesai di sini, aku ingin kembali ke pestaku
sebelum ada tamuku yang saling memangsa."
Jace membuka-tutup genggaman tangannya. Kelihatannya
dia ingin mengatakan sesuatu sambil marah-marah, tapi Alec
berdiri, lalu meletakkan tangan di bahu Jace. Clary tidak
bisa melihat jelas di dalam keremangan, tapi sepertinya Alec
meranasnya agak keras. "Itu mungkin terjadi?" tanya Alec.
Magnus menatapnya dengan agak senang. "Itu telah
terjadi sebelumnya."
Jane menggumamkan sesuatu kepada Alec, yang se-
gera melepaskan tangannya. Setelah melepaskan diri, _Iace
menghampiri Clary. "Kamu baik-baik saja?" ]ace bertanya
dengan suara rendah. "Aku rasa begitu. Aku tidak merasa ada
perbedaan..." Magnus, yang berdiri di pintu, menyentakkan jemarinya
dengan tidak sabar. "Bergeraklah, anak muda. Satu"satunya
orang yang bisa ngemong di kamar tidurku adalah diriku
yang agung." "Ngemong?" Clary mengulang karena belum pernah
mendengar kata itu. "Agung?" ]ace mengulang dengan nada mencela.
Magnus menggeram. Geraman itu terdengar seperti
"Keluarlah". Mereka pun keluar dengan Magnus mengikuti di belakang
mereka dan berhenti untuk mengunci pintu kamar tidur.
Suasana pesta tampak berbeda bagi Clary. Mungkin hanya
328 penglihatannya yang berubah sedikit. Semuanya tampak
lebih jelas bagaikan pinggiran kristal digarisi dengan tajam.
Clary melihat sekelompok pemusik berada di panggung kecil
di tengah-tengah ruangan. Pakaian mereka yang melambai
berwarna emas, ungu, dan hijau tebal. Suara mereka yang
tinggi dan tajam terdengar halus.
"Aku tidak suka band peri," Magnus menggumam
saat para pemusik itu beralih dengan halus ke lagu hantu
berikutnya. Nyanyiannya selembut dan sebening kristal
batu. "Mereka cuma bisa memainkan lagu-lagu balada
yang muram." ]ace, yang sedang celingukan di situ, jadi tertawa. "Di
mana Isabelle?" Rasa bersalah menyerang Clary. Ia telah melupakan
Simon. Ia berputar untuk mencari-cari bahu kurus dan
rambut gelap yang akrab. "Aku tidak melihat dia. Mereka,
maksudku." "Itu Isabelle." Alec menunjuk adiknya, lalu melambai
kepadanya. Pemuda itu tampak lega. "Sebelah sini. Dan
hati-hati ada phoukaz."
"Hati"hati ada phouka?" Jace mengulang, lalu melirik pria
kurus berkulit cokelat yang memakai rompi wol hijau. Pria
itu mengamati Isabelle lekat"lekat saat gadis itu lewat.
"Dia mencubitku ketika aku lewat tadi," kata Alec
kaku. "Di daerah yang sangat pribadi."
2 Jenis peri dari mandia dan Wales
329 "Aku tidak suka memberi tahu ini, tapi kalau dia tertarik
kepada daerah yang sangat ptibadimu, mungkin dia tidak
tertarik dengan punya saudarimu."
"Tidak juga," kata Magnus. "Peri tidak pilih-pilih."
Jace mencibir menghina ke arah warlock itu. "Kamu
masih di sini?" Sebelum Magnus bisa menjawab, Isabelle sudah sampai.
Wajahnya merah muda dan kotor dan berbau alkohol
yang kuat. "]aee! Alec! Kalian dari mana saja" Aku sudah
meneari"cari ke mana"mana..."
"Di mana Simon?" Clary menyela.
Isabelle terhuyung-huyung. "Dia tikus," katanya
muram. "Dia melakukan sesuatu kepadamu?" Alec menunjukkan
perhatiannya sebagai kakak. "Dia memegang-megang kamu"
Kalau dia mencoba sesuatu..."
"Tidak, Alec," kata Isabelle jengkel. "Bukan seperti itu.
Dia itu tikus." "Ia mabuk," kata Jace yang mulai berbalik dengan
jijik. "Aku tidak mabuk," kata Isabelle marah. "Yah, mungkin
sedikit, tapi bukan itu intinya. Masalahnya adalah tadi
Simon minum salah satu minuman biru itu. Aku sudah
melarangnya, tapi dia tidak mendengarkan. Lalu dia berubah
menjadi tikus." "Menjadi tikus?" Clary mengulang dengan tidak percaya.
"Maksudmu bukan..."
330 "Maksudku tikus," kata Isabelle. "Kecil. Cokelat.
Ekornya bersisik." "Kunci tidak akan suka ini," kata Alec ragu-ragu. "Aku
cukup yakin mengubah fana menjadi tikus adalah perbuatan
melanggar Hukum." "Secara teknis, Isabelle tidak mengubahnya menjadi
tikus," ]ace menjelaskan. "Hal terburuk yang bisa dituduhkan
kepadanya adalah kelalaian."
"Siapa yang peduli tentang Hukum yang bodoh itu?"
Clary berteriak sambil mencengkeram pergelangan tangan
Isabelle. "Sahabatku menjadi tikus!"
"AW!" Isabelle berusaha menarik tangannya kembali.
"Lepaskan aku!"
"Tidak sampai kamu memberitahuku di mana dia."
Clary belum pernah ingin menampar orang sebesar ia ingin
menampar Isabelle sekarang. "Aku tidak percaya kamu
meninggalkannya begitu saja. Dia pasti ketakutan..."
"Kalau dia belum terinjak," _Iace mengingatkan dengan
tidak menolong. "Aku tidak meninggalkannya. Dia lari ke bawah bar,"
Isabelle memprotes sambil menunjuk. "Lepaskan! Gelangku
iadi bengkok." "Dasar jalang," kata Clary ganas. Ia melepaskan Isabelle
yang tampak terkejut. Clary tidak menunggu tanggapannya,
dan langsung berlari ke bar. Sambil berlutut, Clary mengian
ke dalam celah hitam di bawah bar. Di dalam kegelapan
yang berbau jamur, Clary merasa baru saja melihat sepasang
mata manik"manik yang berkilat.
331 "Simon?" kata Clary. Suaranya tercekik. "Itu kamu?"
Simon-tikus merayap ke depan perlahan-lahan. Rambutnya
gemetaran. Clary dapat melihat bentuk telinganya yang
bundar, rata melekat di kepalanya, dan ujung hidungnya
yang lancip. Clary berjuang melawan reaksinya sendiri yang
mendadak muncul. Gadis itu tidak pernah suka tikus, dengan
gigi persegi mereka yang kuning sudah siap untuk mengigit.
Ia harap Simon tadi berubah menjadi hamster saja.
"Ini aku. Clary," kata Clary pelan. "Kamu baik"baik
saja?" _]ace dan yang lainnya tiba di belakang Clary. Sekarang
Isabelle tampak lebih sebal daripada menangis. "Dia ada di
bawah sana?" tanya Jace penasaran.
Clary, yang masih membungkuk dan berlutut, mengang-
guk. "Shh. Nanti dia takut." Clary mendorong jemarinya
dengan hati-hati di bawah pinggiran bari, lalu menggoyang-
goyangkannya. "Ayo keluar, Simon. Kita akan meminta
Magnus membalikkan mantranya. Kamu akan baik"baik
saja." Gadis itu mendengar suara cicitan, lalu hidung merah
muda tikus itu menonjol dari balik bar. Dengan mengembuskan
nafas lega, Clary menangkap tikus itu di tangannya. "Simon!
Kamu mengerti aku!" Tikus itu meringkuk di cekungan telapak tangan Clary
sambil mencieit dengan murung. Clary senang, lalu memeluk
Simon di dadanya. "Oh, sayang," ia mendendang seakan"akan
Simon benar-benar binatang peliharaan. "Simon sayang,
kamu akan baik"baik saia, aku janji..."
332 "Aku tidak akan terlalu merasa kasihan kepadanya,"
kata _]ace. "Mungkin itu yang terdekat dia pernah ke
second base." "Diam!" Clary melotot marah kepada Jace, tapi me-
ngendurkan genggamannya. Kumis tikus itu gemetaran,
entah karena marah atau gelisah atau hanya ketakutan,
Clary tidak tahu. "Cari Magnus," kata Clary tajam. "Kita
harus mengubah Simon kembali."
"Jangan buru-buru begitu," _Iace cengar-eengir, Si
brengsek itu. Dia meraih ke arah Simon seakan"akan hendak
mengelusnya. "Dia imut seperti itu. Lihatlah hidung kecilnya
yang berwarna pink."
Simon memamerkan gigi kuning panjangnya kepada Jace
dan menggertak. _]ace menarik tangannya kembali. "Izzy,
sana jemput tuan rumah kita yang agung."
"Kenapa aku?" Isabelle tampak tersinggung.
"Karena salahmulah fana itu menjadi tikus, dasar idiot,"
kata ]ace. Clary tersentak menyadari betapa iarangnya
mereka, selain Isabelle, menyebut nama asli Simon. "Kita
juga tidak bisa meninggalkannya di sini."
"Kamu pasti senang meninggalkan Simon kalau bukan
demi dia," kata Isabelle sambil menyuntikkan salah satu kata
dengan cukup banyak bisa untuk meracuni seekor gajah. Ia
berjalan pergi. Roknya melambai di sekitar pinggulnya.
"Aku tidak percaya ia membiarkanmu meminum minuman
biru itu," kata Clary kepada Simon-tikus. "Sekarang kamu
lihat kan kalau kamu terlalu gelap mata."
333 Simon mencicit kesal. Clary mendengar seseorang
tertawa ditahan. Gadis itu menoleh untuk melihat Magnus
membungkuk di atasnya. Isabelle berdiri di samping Magnus
dengan ekspresi marah. "Rattus norvegicus," kata Magnus sambil memperhatikan
Simon. "Cuma tikus biasa, tidak ada yang istimewa."
"Aku tidak peduli dia tikus jenis apa," kata Clary
marah. "Aku ingin dia dikembalikan."
Magnus menggaruk kepalanya sambil berpikir, se-
hingga menumpahkan kelap"kelip. "Tidak ada gunanya,"
katanya. "Aku sudah hilang begitu." ]ace tampak senang.
"TIDAK ADA GUNANYA?" Clary membentak dengan
sangat keras seingga Simon menyembunyikan kepalanya di
bahwa jempol gadis itu. "BISA"BISANYA KAMU BILANG
TIDAK ADA GUNANYA?" "Karena dia akan berubah kembali sendiri dalam beberapa
jam," kata Magnus. "Efek cocktail itu cuma sementara.
Tidak ada gunanya memakai mantra pengubah. Itu hanya
akan membuatnya trauma. Terlalu banyak sihir itu keras
bagi fana. Sistem mereka tidak terbiasa,"
"Aku ragu sistemnya terbiasa untuk menjadi tikus juga,"
Clary mengingatkan. "Kamu kan warlock, tidak bisakah
kamu membalikkan mantranya saja?"
Magnus menimbang-nimbang. "Tidak," katanya.
"Maksudmu, kamu tidak mau."
"Tidak untuk cuma"cuma, sayang, dan kamu tidak
sanggup membayarku."
334 "Aku tidak bisa membawa tikus pulang lewat kereta bawah
tanah juga," kata Clary sedih. "Bisa saja aku menjatuhkannya
atau salah satu polisi transportasi menangkapku karena
membawa hama di sistem transportasi." Simon mengerik
jengkel. "Bukan berarti kamu juga hama, tentu saja," kata
Clary cepat"cepat. Seorang gadis yang tadi sedang membentak-bentak
di pintu sekarang bergabung dengan enam atau tujuh
temannya. Suara"suara marah memperkeras dengungan pesta
dan alunan musik. Magnus memutar matanya. "Permisi,"
katanya sambil kembali ke dalam keramaian yang langsung
menutup di belakangnya. Isabelle, yang sedang menggoyang"goyangkan sendalnya,
mendesah keras. "Mahal sekali bantuannya."
"Kamu tahu kan," kata Alec, "kamu bisa menaruh
tikus itu di ranselmu."
Clary menatapnya dengan keras, tapi tidak bisa mene-
mukan ada yang salah dengan ide itu. Clary kan memang
tidak punya kantong untuk memasukkan Simon. Baju-baju
Isabelle tidak memungkinkan adanya kantong. Semuanya
terlalu ketat. Clary takjub baiu"baiu itu bisa muat dipakai


The Mortal Instruments 1 City Of Bones Karya Cassandra Clare di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Isabelle. Clary melepaskan ranselnya, lalu menemukan tempat
bersembunyi bagi tikus kecil cokelat yang dulunya adalah
Simon itu. Tikus itu terdekap di antara sweter Clary yang
digulung, dan buku sketsanya. Simon bergelung di atas
dompetnya, tampak mencela. "Maaf," kata Clary sedih.
335 "Jangan repot"repot," kata ]ace. "Kenapa fana selalu
bersikeras bertanggung jawab atas hal-hal yang bukan
kesalahan mereka adalah misteri bagiku. Kamu kan tidak
memaksanya menelan cocktail ke tenggorokannya yang
idiot itu." "Kalau bukan karena aku, dia tidak akan berada di
sini sama sekali," kata Clary dengan suara pelan.
"Jangan GR. Dia datang karena Isabelle."
Dengan marah Clary menyentak ranselnya hingga tertutup,
lalu berdiri tegak. "Ayo keluar dari sini. Aku sudah muak
dengan tempat ini." Gerombolan vampir mabuk yang sedang berteriak"teriak
di pintu itu bertambah banyak. Mereka mudah dikenali
dengan kulit pucat dan rambut hitam matinya. Mereka
pasti mengecamya, pikir Clary. Tidak mungkin semuanya
berambut hitam alami. Lagipula, beberapa di antara mereka
beralis pirang. Mereka mengeluh keras-keras tentang motor
yang rusak dan bahwa beberapa teman mereka hilang tanpa
penjelasan. "Mungkin mereka mabuk dan pingsan di suatu tempat,"
kata Magnus sambil mengayunkan iemari panjang dengan
sikap bosan. "Kalian tahu kan bagaimana kaliat semua ini
cenderung berubah menjadi kelelawar atau tumpukan debu
kalau menenggak terlalu banyak Bloody Mary."
"Mereka mencampur vodka dengan darah asli, padahal
seharusnya Bloody Mary itu campuran jus tomat," kata
Jace di telinga Clary. 336 Tekanan nafasnya membuat Clary menggigil. "Ya, aku
mengerti. Makasih." "Kita tidak bisa berkeliling memeriksa setiap tumpukan
debu di tempat ini kalau"kalau itu berubah menjadi Gregor
di pagi hari," kata seorang gadis dengan mulut cemberut
dan alis dicat. "Gregor akan haik"baik saja. Aku jarang menyapu,"
Magnus menenangkan. "Dengan senang hati aku akan
mengirim siapa pun yang tersesat di sini untuk kembali ke
hotel besok. Dengan mobil berjendela hitam, tentu saja."
"Tapi bagaimana dengan motor kami?" kata seorang
pemuda kurus yang akar rambut pirangnya kelihatan di
bawah cat rambutnya yang jelek. Anting emas berbentuk
pancang bergantung dari cuping telinga kirinya. "Butuh
berjam-jam untuk memperbaikinya."
"Kalian punya waktu sampai matahari terbit," kata
Magnus. Amarahnya kelihatan menegang. "Aku sarankan
kalian mulai sekarang." Dia menaikkan suaranya. "Baiklah,
sudah CUKUP! Pesta selesai! Semuanya keluar!" Dia meng-
ayunkan lengannya, sehingga menumpahkan kelap-kelip.
Dengan satu dentingan keras, band berhenti bermain.
Dengung protes yang keras keluar dari para pecandu pesta,
tapi mereka bergerak dengan patuh menuju pintu. Tidak
ada yang berhenti untuk berterima kasih kepada Magnus
atas pestanya. "Ayo," ]ace mendorong Clary ke jalan keluar. Keramaian
itu padat. Clary memeluk ranselnya di depan dengan tangan
membungkus untuk melindungi. Seseorang menabrak bahunya
33" dengan keras, sehingga Clary memekik dan bergeser menjauh
dari Jace. Ada tangan menyapu ranselnya. Clary mendongak
dan melihat vampir beranting pancang sedang menyeringai
kepadanya. "Hai, cantik," kata vampir itu. "Di dalam tas
ini ada apa?" "Air suci," kata _]ace yang muncul di sampingnya bagaikan
jin botol. Jin botol pirang yang tajam dan kasar.
"Oooh, Pemburu Bayangan," kata vampir itu. "Me-
nyeramkan." Sambil mengedip, vampir itu larut ke dalam
keramaian kembali. "Vampir memang primadona," Magnus mendesah dari
pintu. "Sejujurnya, aku tidak tahu kenapa membuat pesta
ini." "Demi kucingmu," Clary mengingatkannya.
Magnus menjadi lebih riang. "Itu benar. Chairman
Meow pantas mendapatkan semua usahaku." Dia menatap
Clary dan gerombolan Pemburu Bayangan yang berdesakan
di belakangnya. "Kalian mau keluar?"
Jace mengangguk. "Kami tidak mau memperpanjang
sambutan yang diberikan kepada kami."
"Sambutan apa?" Magnus bertanya. "Tadi aku memang
bilang senang bertemu kalian, tapi sebenarnya tidak. Bukan
berarti kalian semua tidak mempesona, dan untukmu..."
Magnus mengedip kepada Alec yang jadi terkejut. "Telepon
aku?" Alec memerah dan tergagap. Mungkin dia akan berdiri di
sana sepanjang malam kalau Jace tidak menyambar sikunya
dan menyeretnya ke arah pintu. Isabelle sudah melangkah.
338 Clary hendak mengikuti mereka ketika ia merasakan tepukan
pelan di lengannya. Itu Magnus. "Ada pesan untukmu,"
katanya. "Dari ibumu."
Clary sangat terkejut sehingga ia nyaris menjatuhkan
ranselnya. "Dari ibuku" Maksudmu, ia memintamu mem-
beritahuku sesuatu?"
"Tidak tepat begitu," Magnus berkata. Mata kucingnya,
yang terbelah menjadi biji mata menurun seperti belahan
di dinding emas kehijauan, menjadi serius kali ini. "Tapi
aku mengenalnya dalam cara yang berbeda denganmu. Ia
melakukan apa yang telah ia lakukan untuk menghindarkanmu
dari dunia yang ia benci. Seluruh hidupnya, pelarian,
persembunyian..., atau kebohongan, seperti yang kamu
bilang, adalah untuk membuatmu aman. Jangan sia-siakan
pengorbanannya dengan mempertaruhkan nyawamu. Ia
tidak mau itu." "Ibuku tidak mau aku menyelamatkan dirinya?"
"Tidak jika itu berarti membahayakan dirimu."
"Tapi cuma aku yang peduli tentang apa yang terjadi
kepada dirinya..." "Tidak," kata Magnus. "Bukan cuma kamu."
Clary mengerjap. "Aku tidak mengerti. Apakah ada
yang..., Magnus, kalau kamu tahu sesuatu?"
Magnus memotong kata-kata Clary dengan tega. "Dan
satu hal lagi." Matanya mengibas ke arah pintu, menembus
tempat _]ace, Alec, dan Isabelle telah menghilang. "Ingatlah
bahwa ketika ibumu kabur dari Dunia Bayangan, ia bukan
bersembunyi dari monster. Bukan warlock, manusia serigala,
339 Bangsa Gaib, bahkan bukan iblis itu sendiri. Tapi dari
mereka. Dari Pemburu Bayangan."
Mereka sudah menunggu Clary di luar gudang. Jace,
dengan tangan di saku, bersandar ke pegangan tangga dan
memperhatikan para vampir berkerumun di sekeliling motor
mereka yang sudah rusak. Vampir-vampir itu menyumpah-
nyumpah dan memaki-maki. Jace tersenyum tipis.
Alec dan Isabelle berdiri agak jauh. Isabelle mengusap
matanya, dan Clary merasakan gelombang kemarahan yang
menjengkelkan. Isabelle hampir tidak mengenal Simon. Ini
bukan bencananya. Clarylah yang berhak menangis, bukan
gadis Pemburu Bayangan itu.
Jaee melepaskan diri dari pagar saat Clary muncul. Dia
turun ke sampingnya, tanpa berkata apa-apa. Dia tampak
merenung. Isabelle dan Alec terburu-buru berjalan di
depan. Kedengarannya mereka sedang beradu mulut. Clary
mempercepat langkahnya sedikit, dan mengulurkan lehernya
supaya bisa mendengarkan mereka dengan lebih baik.
"Ini bukan salahmu," kata Alec. Dia terdengar capek,
seperti sudah mengulang-ulang percakapan semacam ini
dengan Isabelle. Clary jadi penasaran berapa teman laki-
laki yang telah tidak sengaja diubah menjadi tikus oleh
Isabelle. "Tapi seharusnya kejadian ini bisa mengajarimu
untuk tidak sering-sering pergi ke pesta"pestanya Penghuni
Dunia Bawah," Alec menambahkan. "Pesta itu selalu lebih
banyak kacaunya daripada serunya."
340 Isabelle menarik nafas keras-keras. "Kalau sesuatu terjadi
kepada Simon, aku", aku tidak tahu bagaimana lagi."
"Mungkin kamu akan seperti biasa," kata Alec dengan
suara bosan. "Kamu kan tidak mengenalnya sedekat itu."
"Itu tidak berarti aku tidak?"
"Apa" Mencintainya?" Alec mengejek dengan sua-
ra meninggi. "Kamu harus mengenal seseorang untuk
mencintainya." "Tapi tidak selalu bagitu." Isabelle terdengar sedih.
"Kamu tadi tidak bersenang"senang di pestanya, Alec?"
"Tidak." "Aku kira kamu akan menyukai Magnus. Dia menye-
nangkan, ya kan?" "Menyenangkan?" Alec menatap Isabelle seakan-akan
adiknya itu sudah gila. "Anak kucing memang menyenangkan.
Tapi warlock...," Alec ragu. "Tidak," dia menyelesaikan
kalimatnya, lalu terdiam.
"Aku kira kamu akan cocok dengannya." Dandanan
mata Isabelle berkelap-kelip secemerlang air mata saat ia
berbalik menatap kakaknya. "Untuk berteman."
"Aku punya teman," kata Alec. Dia tidak bisa menahan
diri untuk tidak menoleh ke belakang, ke arah ]ace.
Tapi kepala emas ]ace sedang menunduk. Dia sedang
melamun dan tidak menyadari tindakan Alec.
Tiba-tiha Clary mengambil ranselnya dan mengintip
ke dalam..., lalu mengernyit. Ranselnya sudah terbuka. Ia
mengingat kembali di pesta tadi... Ia sudah menutup risleting
341 ranselnya. Ia yakin itu. Sekarang Clary menyentak tasnya
hingga terbuka dengan jantung berdebar-debar.
Ia ingat saat dompetnya tercuri di kereta bawah tanah.
Ia ingat membuka tasnya, tidak melihat dompet itu di
sana, dan mulutnya mengering karena terkejut. Tadi aku
menjatuhkannya." Aku menghilangkannya" Lalu menyadari,
Dompetku hilang. Sekarang rasanya seperti itu, tapi seribu kali
lebih parah. Mulutnya sekering tulang. Clary meneakar-eakar
ranselnya, meminggirkan baju dan buku sketsa. Kukunya
menggaruk"garuk dasar tasnya. Tidak ada.
Ia berhenti berjalan. Jace menunggu di depannya dengan
tidak sabar. Alec dan Isabelle sudah satu blok di depan.
"Ada apa?" tanya ]ace. Clary tahu pemuda itu hendak
menambahkan sindiran. Tapi ]ace pasn' telah melihat air
muka Clary, karena dia tidak jadi menyindir. "Clary?"
tanya Jace lagi. "Dia hilang," Clary berbisik. "Simon. Tadi dia ada di
ranselku..." "Dia memanjat keluar?"
Itu bukan pertanyaan yang masuk akal. Clary, yang
sudah lelah dan dilanda panik, menanggapinya dengan
tidak masuk akal juga. "Tentu saja tidak!" ia menjerit.
"Apa, kamu pikir dia ingin terlintas mobil orang, dimakan
kucing..." "Clary..." "Diamlah!" gadis itu menjerit sambil mengayunkan
ranselnya kepada Jace. "Kamu yang bilang tidak perlu
repot"repot mengubahnya kembali..."
342 Dengan tangkas Jace menangkap ransel itu saat Clary
mengayunkannya. ]ace mengambil tas itu, lalu memeriksanya.
"Risletingnya sobek," katanya. "Dari luar. Ada yang merobek
tas ini supaya terbuka."
Sambil menggelengkan kepala dengan mati rasa, Clary
hanya bisa berbisik, "Aku tidak?"
"Aku tahu." Suara ]ace lembut. Dia menangkupkan
kedua tangannya di sekitar mulutnya sendiri. "Alec! Isabelle!
Kalian duluan saja! Kami akan menyusul."
Kedua sosok itu, yang sudah jauh di depan, berhenti.
Alec: ragu-ragu, tapi adiknya mendorongnya dengan tegas ke
pintu masuk stasiun kereta bawah tanah. Sesuatu menekan
punggung Clary, dan memutarnya. Itu tangan Jane.
Clary membiarkan pemuda itu membimbingnya berjalan,
melewati retakan-retakan di trotoar, sampai kembali di jalan
masuk bangunan Magnus. Bau busuk alkohol yang sudah
basi dan bau gaib yang manis bekas Para Penghuni Dunia
Bawah memenuhi ruangan mungil itu. Setelah melepaskan
tangannya dari punggung Clary, ]ace menekan bel di atas
nama Magnus. "Jace," kata Clary.
Pemuda itu menunduk menatapnya. "Apa?"
Clary mencari-cari kata yang tepat. "Menurutmu dia
baik-baik saja?" "Simon?" ]aee ragu-ragu. Clary jadi teringat kata-kata
Isabelle. jangan bertanya kepadanya kecuali kamu merasa
bisa tahan mendengar jawabannya. Bukannya menjawab,
Jace menekan bel pintu lagi, kali ini lebih keras.
343 Kali ini Magnus menjawab. Suaranya menggelegar
melalui pintu masuk yang mungil. "SIAPA YANG BERANI
MENGGANGGU ISTIRAI"IATKU?"
Jace tampak hampir gugup. "Jace Wayland. Ingat" Aku
dari Kunci." "Oh, ya." Magnus sepertinya menjadi riang. "Kamu
yang bermata biru?" "Maksudnya Alec," Clary membantu.
"Tidak. Mataku biasanya disebut keemasan," Jace
memberitahu lewat interkom. "Dan bercahaya."
"Ohj kamu yang itu." Magnus terdengar kecewa. Kalau
Clary tidak sedang panik, ia pasti tertawa. "Aku rasa
sebaiknya kamu datang."
Warloek itu membuka pintu. Dia sedang memakai
kimono sutra yang bergambar naga, turban keemasan, dan


The Mortal Instruments 1 City Of Bones Karya Cassandra Clare di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ekspresi yang hampir tidak bisa menahan rasa kesal.
"Tadi aku sedang tidur," katanya dengan angkuh.
Jace tampak hendak mengatakan sesuatu yang kasar,
mungkin tentang turbannya, jadi Clary memotongnya. "Maaf
merepotkanmu..." Sesuatu yang kecil dan putih muncul dari kaki warlock
itu. Dia bergaris zigzag kelabu. Telinganya berwarna merah
muda dan berjurai sehingga dia lebih kelihatan seperti tikus
besar daripada kucing kecil.
"Chairman Meow?" Clary menebak.
Magnus mengangguk. "Dia telah kembali."
344 ]ace memperhatikan anak kucing betina itu dengan
pandangan menghina. "Itu bukan kucing," dia mengamati.
"Itu seukuran hamster."
"Dengan baik hati aku akan melupakan kata-katamu
tadi," kata Magnus. Dengan kakinya, dia mendorong
Chairman Meow ke belakangnya. "Sekarang, untuk apa
persisnya kalian datang ke sini?"
Clary memegang ranselnya yang sobek. "Simon. Dia
hilang." "Ah," kata Magnus dengan halus, "kehilangan apa,
tepatnya?" "Hilang," ]ace mengulangi, "seperti lenyap, absen, tidak
hadir, tidak kelihatan."
"Mungkin dia pergi dan bersembunyi di bawah sesuatu,"
Magnus mengusulkan. "Pasti tidak mudah untuk terbiasa
menjadi tikus, terutama untuk seseorang yang memang sejak
awal sudah berakal pendek."
"Simon tidak berakal pendek," Clary memprotes dengan
marah. "Itu benar," Jace setuju. "Dia hanya keiibatan berakal
pendek. Sebenarnya kecerdasan dia termasuk rataurata." Nada
suaranya ringan, tapi bahunya menegang saat dia berbalik
kepada Magnus. "Ketika kami pergi, salah seorang tamumu
memegang ransel Clary. Aku rasa dia merobek tasnya dan
mengambil tikus itu. Simon, maksudku."
Magnus menatapnya. "Jadi?"
"Jadi aku perlu tahu siapa itu," kata Jace mantap. "Aku
rasa kamu tahu. Kamu adalah Warlock Tinggi dari Brooklyn.
345 Aku rasa hampir tidak ada yang terjadi di apartemenmu
tanpa kamu ketahui."
Magnus memeriksa kukunya yang berkelap-kelip. "Kamu
tidak salah." "Tolong beri tahu kami," kata Clary. ]ace menggenggam
pergelangan tangan Clary dengan lebih erat. Gadis itu tahu
]ace ingin ia diam, tapi itu mustahil. "Please."
Magnus menurunkan tangannya sambil mendesah.
"Baiklah. Aku melihat salah satu bocah motor vampir
dari sarang utara itu pergi sambil memegang seekor tikus
cokelat. Sejujurnya, aku kira itu salah satu dari mereka.
Kadang-kadang Anak"anak Malam berubah menjadi tikus
atau kelelawar kalau mabuk."
Tangan Clary gemetaran. "Tapi sekarang kamu pikir
Pedang Darah Bunga Iblis 7 Shugyosa Samurai Pengembara 4 Api Di Bukit Menoreh 20
^