Pencarian

si rase hitam 5

'
Mereka rupanya penasaran dan tengah menyelidiki dimana
adanya Hek Sin Ho untuk ditangkap hidup2.
Tentu saja Hek Sin Ho jadi mendongkol.
Sementara itu Kwan Hiong terganggu sekali oleh suara
percakapan ketujuh orang itu. Dan samar2 dia mendengar
perkataan "Pemuda bangsat", "pemuda kurang ajar" secara
tidak jelas, terlebih hatinya tengah uring2an, keruan saja dia
menduga orang2 itu tengah mencaci dia
Akhirnya Kwan Hiong tidak bisa menahan kemendongkolan
hatinya, dia berdiri : "Toasuhu siapa yang pemuda bangsat,
siapa pemuda yang kurang ajar " Kalau memang kalian laki2
Sejati, bicara terang2an, jangan kasak-kusuk begitu
mengganggu ketenteramanku. Jika kalian masih ingin
bercakap terus, silahkan diluar saja".
Goan Seng dan kawan2nya menganggap teguran itu tanpa
alasan dan mereka tercengang. Tetapi karena mereka
menganggap Kwan Hiong seorang pemuda yang kurang
waras, Goan Seng telah mengeluarkan kata2 manis, meminta
maaf jika sekiranya mereka mengganggu ketentraman si
pemuda.
Sebaliknya murid Ong Hee Cie, dia tidak terima teguran itu.
lebih2 mengingat dia berada bersama pentelan2 Siauw Lim
Sie.
"Hei, ini bukan kuil milikmu, bukan milik siapa juga, siapa
yang mau berteduh disini tentu saja bebas tidak ada larangan.
Jika kau merasa terganggu, silahkan kau yang keluar dari kuil
ini." katanya dengan suara yang diliputi kemendongkolan.
Mendengar perkataan murid Ong Kee Cie, Kwan Hiong jadi
sadar dari kekeliruannya.
"Baiklah, ya, memang akulah yang keliru dan berbuat tidak
pantas. Harap agar dimaafkan" katanya dan dia kembali
kesudut dimana tempatnya tadi.
Pihak lain, murid Ong Kee Cie rupanya menganggap
pemuda itu takut."
Dia jadi semakin congkak. Dengan suara memandang
rendah dia telah berkata "Baiklah kalau kau telah menyadari
kesalahanmu, apakah kau kira cukup meminta maaf saja" Kau
harus menjura tiga kali, baru tuan besarmu ini puas".
Goan Seng dan sute2nya terkejut mendengar keponakan
murid mereka, tetapi sudah terlambat untuk dicegah.
Kwan Hiong diam saja, dan murid Ong Kee Cie telah
melompat sambil membentak: "Enak saja kau tadi
menggoyang lidah, harus menjura meminta maaf, kalau tidak
kuhajar kau" bentaknya. Ayo cspat menjura...cepat aduuh".
Beberapa patah terakhir diucapkan sambil mengangkat
tangannya. Tetapi tahu2 tubuhnya telah terpental terbanting
dilantai.
Mulut murid Ong Kee Cie juga terasa asin rupanya telah
berdarah.
Goan Seng dan yang lainnya terkejut, mereka bangkit.
Dengan cepat Goan Seng menarik keponakan muridnya itu
untuk merendahkan. Dan setelah dibentak Goan Seng, murid
Ong Kee Cie tidak berani membantah lagi dan berdiam diri,
Setelah kembali ketempat mereka. murid2 Siauw Lim Sie
itu tidak melanjutkan percakapan mereka lagi.
Dan mereka juga telah merebahkan diri untuk tidur. Kwan
Hiong juga telah merebahkan tubuhnya untuk tidur. Hanya
bunyi hujan yang masih terdengar.
Hek Sin Ho dapat menyaksikan semua itu dia merasa
kagum akan sifat kesatria pemuda she Kwan yang mengakui
kekeliruannya dan mau meminta maaf.
Tidak lama kemudian, Hek Sin Ho terkejut karena melihat
murid Kee Cie perlahan2 bang kit sambil meloloskan
pedangnya dan menghampiri Kwan Hiong.
Jelaskan bahwa murid Ong Kee Cie tidak bermaksud baik.
Ccpat2 Hek Sin Ho mengambil debu diwuwungsn itu, dia
mempergunakan ludah untuk memulungnya menjadi tiga butir
bola kecil.
Saat itu murid Ong Kee Cie telah tiba di belakang Kwan
Hiong yang tidur membelakangi dan disaat pedangnya ingin
diayunkan, tiba2 Hek Sin Ho menimpuknya.
Dua butir bola itu mengejai sepasang Kie Kut Hiat dibahu
kiri dan kanan, bola ketiga menghajar Sio To Hiat tulang
punggungnya.
Seketika itu juga murid Ong Kee Cie merasakan kaki
tangannya kaku dan tak dapat digerakkan lagi Dia berdiri
bagaikan patung berdiri dengan sikap ingin membacok.
Dengan mempergunakan sehelai tirai, dia turun perlahan2
dan mengambil bekal murid Siauw Lim Sie, lalu berayun
dengan tirai, itu mengingatkan bekal2 itu dipunggung murid
Ong Kee Cie. Dengan sebatang jarum dia menulis di dahi
orang itu; "Inilah hadiah Hek Sin Ho untuk seorang busuk".
Setelah melakukan semua itu dia pergi meninggalkan kuil.
Setelah berjalan kurang lebih lima lie, mulailah hujan mereda.
Samar2 dikejauhan, kurang lebih tiga atau empat lie dari
tempatnya, tampak beberapa bangunan diatas sebuah bukit
rendah.
Dalam sekejap dia sudah tiba dikaki bukit itu.
Tiba2 dia mendengar suara gemerincingnya suara saling
benturnya senjata, ternyata suara itu datang dari balik kaki
bukit.
Dia jadi ragu2. yang dicarinya adalah tempat yang tenang
untuk melanjutkan tidurnya.
Baru saja Hek Sin Ho ingin meninggalkan tempat itu tiba2
dia melihat sepasang kaki yang menonjol keluar dari semak2
disisi kirinya, dan tidak jauh tampak menggeletak sebatang
golok,
Pemandangan itu menimbulkan perasaan ingin tahunya,
Ketika itu Hek Sin Ho telah melihat milik kedua kaki itu
tidak lain dari sesosok mayat, yang mukanya telah rusak sekali
dan menyeramkan. Dan juga, seluruh sakunya telah
dikosongkan;
Ketika Hek Sin Ho berjalan beberapa saat lagi, dibalik bukit
itu ternyata terdapat sebuah perkampungan yang bernama Cie
Kecung (perkampungan Cie semuanya kosong dan htnya
tampak mayat2 belaka yang menggeletak tanpa terlihat
seorang manusiapun juga.
Tidak jauh dari tempat itu tampak seorang gadis tengah
bertempur melawan empat Orang yang memakai seragam Gie
lim kun, tentara pengawal kota raja.
Dengan gusar Hek Sin Ho menyerang hebat sekali kearah
keempat Gie lim kun itu, dan dia telah berhasil mematahkan
tangan dari salah seorang Gie lim kun. berhasil memotong
putus tangan yang lainnya dan menghajar yang seorang
lainnya jadi muntah darah.
Dan yang seorang lagi telah dipukulnya di dekat kepalanya
sehingga pingsan disaat itu jua,
Tetapi si gadis tiba2 berteriak, karena saat itu telah
menyambar tiga golok terbang kearahnya.
Hek Sin Ho terkejut jarak mereka terlalu dekat, karena
Gielimkun yang seorang, yang terluka tangannya yang kiri,
telah melancarkan serangan menggelap itu, dan disaat itulah
Hek Sin Ho mengibaskan tangannya, golok terbang itu
menyambar kearah pemiliknya sehingga Gielimkun yang
seorang itu kontan binasa.
Setelah itu Hek Sin Ho merangkapkan tangannya memberi
hormat.
"Terima kasih atas seruan nona tadi. Sehingga jiwaku tidak
perlu terbang meninggalkan ragaku." katanya kemudian.
Tetapi jawaban sigadis membikin dia heran bukan main,
"Hemm." mendengus sigadis, "Apakah kau hendak
menonjolkan jasamu, bahwa tadi kau telah menolong aku dan
aku belum menyatakan terima kasih" Dan aku kira kita telah
sama2 tidak menanggung budi, bukankah tadipun aku telah
meneriakimu sehingga golok2 terbang itu tidak mengenai
dirimu?"
Hek Sin Ho tertegun. Dia memperhatikan gadis itu yang
sesungguhnya tidak terlalu cantik dan sepasang kakinya tidak
kecil.
"Nona tentunya kau Cie Siocia, bukan" Mengapa kau begitu
gembira" Mungkinkah kau belum mengetahui bahwa rumah
tanggamu telah di obrak-abrik musuh dan keluargamu telah
dicelakai orang?"
Tetapi dugaan Hek Sin Ho meleset, sigadis bukan menangis
terisak2 atau terkejut, justeru tertawa tergelak2.
"Apa katamu" Kurang ajari Keluargaku dicelakai orang"
Jangan mimpi kau" Orang yang dapat mencelakai keluargaku
belum ada dan tidak akan pernah ada" Jangan sembarangan
menggoyangkan lidah!"
"Nona Cie......"
"Siapa nona Cie?" bentak sigadis. "Aku bukan she Cie dan
apakah yang telah terjadi diperkampungan ini ?"
Untuk sekian kalinya Hek Sin Ho jadi terkejut.
"Ohhh. jadi nona bukan puteri Cungcu perkampungan ini "
Tadi kukira kau tentu Cie 5iocia. Bolehkah aku mengetahui
siapa orang tuamu ?"
"Kau benar2 banyak lagak. Kalau bertanya, lebih baik
jangan mutar2 begitu "
Hek Sin Ho benar2 kewalahan menghadapi gadis itu. Tetapi
sebaliknya dari marah karena berulang kali dimaki, dia justru
merasa tertarik oleh sikap sigadis.
"Baiklah, Bolehkah aku mengetahui namamu?" tanyanya
tertawa.
"Aku tidak mau memberitahukan namaku," kata sigadis
kemudian.
"Engkau jangan curang, seharusnya kau memberitahukan
namamu dulu."
"Namaku sudah sejak enam tahun sudah tidak pernah
kupergunakan lagi. Pertama-tama karena kuatir dicelakai
orang, dan akhirnya karena aku kuatir jika dengan
kepandaianku yang belum sempurna ini aku hanya akan
mendatangkan malu keluarga."
Hek Sin Ho diam sejenak, sampai akhirnya dia berkata lagi
: "Orang- biasi memanggilku dengan Hek Sin Ho."
Sigadis telah tertawa bergelak2.
"Hek Sin Ho ?" katanya tertawa, "Sungguh tepat dengan
mukamu yang tidak putih itu.... hahahahaha"
Biasanya Hek Sio Ho memang tidak senang disebut2
mukanya yang hitam itu, tetapi dia mengerti sigadis polos dan
tidak mengandung maksud menghinanya, justru membuat dia
tertawa juga. Terlebih lagi dia melihat sikap sigadis yang
bebas sedikitpun tidak canggung."
"Karena engkau hanya menyebutkan gelaranmu, maka
cukup akupun memperkenalkan gelar anku yang diberikan
kawan2, yaitu Pek Bin Ho Lie."
Pek Bin Ho Lie berarti Si Rase bermuka putih, Dan Hek Sin
Ho mengerti bahwa Pek Bin Ho Lie bukan gelaran sigadis.
melainkan gadis itu memang ingin mengejeknya bergelar Hek
Sin Ho.
Sungguh kebetulan, engkau si Rase putih dan aku si Rase
hitam. Kau Rase akupun Rase biarpun kau putih dan aku
hitam, kita masih sebangsa dan sebagai Rase. tidak heranlah
kau senang berkawan dengan Rase." kata Hek Sin Ho tertawa.
Sigadis jadi tersadar bahwa dia telah melakukan kekeliruan.
Dengan menyebut dirinya Rase juga, berarti dia memang
merupakan sebangsa dengan pemuda hitam itu.
Sebaliknya, dari marah dia telah tertawa.
"Uhhh, siapa yang sudi berkawan denganmu. Melihat
kulitmu yang hitam itu, aku jadi takut kalau2 nanti kena
lumuran hitamnya."
Hek Sin Ho tertawa dia tidak marah.
"Memang aku tahu bahwa kau takut melihatku, sebab sejak
tadi aku melihat wajahmu yang terus menerus pucat." katanya
membalas ejekan sigadis.
Wajah sigadis berekah, namun disaat dia hendak berkata2,
telah terdengar suara "cit, cit cit" segera tampak seekor tikus
kecil berlari dengan cepat sekali dikejar seekor kucing.
Sigadis jadi menubruk Hek Sin Ho dan memegang kedua
lengan Hek Sin Ho sambil menjerit ketakutan.
Dalam sekejap saja tikus itu sudah lenyap dibalik
rerumputan.
Dia jadi malu sendirinya dan tidak mengucapkan kata2 lagi
sambil melepaskan cekalan tangannya dilengan Hek Sin Ho,
Sebaliknya Hek Sin Ho tertawa bergelak2.
"Ternyata lunturan hitam dari kulitku berwarna merah, lihat
mukamu menjadi merah." ejeknya.
Gadis itu benar2 mati kutunya. Dan tidak menjawab ejekan
Hek Sin Ho, dan karena jengkelnya dia telah menangis
Hek Sin Ho jadi kaget bukan main.
"Sudahlah nona" katanya menyesal. "Aku sungguh
menyesal. Harap kau mau memaafkan kesalahanku. Sudahlah,
jangan menangis".
Tiba2 terdengar suara rintihan salah seorang Gielimkun,
menyadari mereka.Cepat2 Hek Sin Ho menghampiri Gielimkun
yang baru tersadar dari pingsannya.
Dia mendesak Gielimkun itu, mengorek keterangannya.
Ternyata pemilik perkampungan itu Cie Hwan telah masuk
dalam daftar hitam Dan keempat Gielimkun itu telah
merampoknya.
Hek Sin Ho menanyakan dimana Gielimkun itu
menyembunyikan harta rampokannya itu, maka diberitahukan
oleh Gielimkun yang sudah tidak berdaya dan ketakutan itu,
harta rampokan disimpan dibawah kotoran kuda diistal kuda
belakang perkampungan itu.
Hek Sin Ho bekerja dengan cepat, harta itu telah
dibuntalnya menjadi dua dan kemudian dia menghantam
selangkangan Gielimkun itu, menotok beberapa jalan
darahnya, memusnakan seluruh kepandaiannya dan baru
kemudian berangkat dengan sigadis
Dalam perjalanan, sigadis memperkenalkan dirinya sebagai
anggota muda Ang Hwa Hwe yang akan menghadiri
pertemuan orang2 gagah di Ho Ke Cung, milik bekas ketua
Ang Hwa Hwe didaerah Ouwpak barat laut yang bernama Ho
Keng Thian.
Salah seorang yang diundang adalah Cie Hwan, tetapi
ternyata kedatangan sigadis terlambat.
Hek Sin Ho memeriksa keadaan korban2 dari keganasan
pasukan pemerintah itu, ternyata sudah tidak ada yang
bernapas. Maka mereka segera dikuburnya.
Walaupun baru berjumpa, namun mereka merasa cocok
dan banyak persamaan watak dari sifat, bergaul bebas,
"Eh hitam", kata sigadis tiba2. "Karena telah bertemu
dengan kau disini, walaupun tidak terdapat didalam daftar,
aku lancang mengundangmu untuk hadir juga.".
"Mana berani aku menghadiri pertemuan orang2 gagah"
Aku mana termasuk hitungan Enghiong?" kata Hak Sin Ho.
"Siapa yang menganggap Kau Enghiong" Aku sudah tahu,
kau memang bukan Enghiong, hanya si hitam yang mukanya
seperti setan, sangat menyeramkan sekali. Aku
mengundangmu hanya menguji mereka yang hadir nanti,
untuk menakuti saja, untuk melihat siapa yang penakut."
"Baiklah pucat......" kata Hek Sin Ho.
"Eh, apa kau bilang " Kau memanggil aku si Pucat " Ku
tampar mulutmu." teriak sigadis.
Hek Sin Ho tertawa, dia lari dikejar sigadis yang tidak
dipanggilnya dengan sebutan nona lagi, tetapi Pucat.
Tiba2 disaat mereka tengah saling kejar begitu. Hek Sin Ho
telah menunjuk kebawah lembah sambi1 mendengarkan
teruan tertahan sigadis juga melihat, dibawah lembah empat
orang penunggang kuda menuju keatas bukit.
Hek Sin Ho mengajak sigadis bersembunyi. Mereka tidak
menanti lama keempat penunggang kuda ini tiba, Maka
mereka mirip satu dengan yang lainnya dan juga tampaknya
mereka bengis2 dengan dahi yang sempit menonjol keluar
kedepan.
Mereka juga masing2 membawa sebatang golok dengan
bentuk tubuh yang kasar.
"Toako, janganlah kita bekerja tanggung" Sebaiknya kita
tangkap saja seluruh keluarga Cie untuk diserahkan kepada
sumbu sebagai hadiah. Setelah kita memperoleh undangannya
untuk membantu pihak pemerintah untuk membasmi
pemberontak didaerah ini, maka kedatangan kita sambil
membawa hadiah berharga, tentu Sumbu akan gembira
sekali".
"Jangan, lebih baik kita mempergunakan lidah kita saja, jika
memang gagal, barulah mempergunakan lidah kita saja, jika
memang gagal, barulah mempergunakan kekerasan. Disaat itu
orang2 didaerah Ouwpak baru mengetahui siapa Hui-ho Susai
(Empat Singa dari sungai Hui)".
Hek Sin Ho terkejut, karena Huiho Susay merupakan empat
penjahat yang terkenal memiliki kepandaian tinggi dan jahat
sekali.
"Engkau dengar apa yang mereka bilang tadi, Pucat" Kini
jelas bahwa pihak pemerintah juga telah mengumpulkan jago2
untuk meramaikan pertemuan orang2 gagah Ang Hwa Hwe
Sigadis hanya tertawa mendengus. Ketika sampai di muka Cie
Ke Cung, keempat Singa itu terkejut sekali. Mereka telah
menghunus senjata masing2 dan memeriksa kedalam
perkampungan. Dan tidak lama kemudian mereka keluar lagi
dengan menggerutu, karena tidak menjumpai sesuatu dan
telah didahului orang. Mereka penasaran dan berpencaran
untuk mencari kalau2 masih ada keluarga Cie yang hidup.
Disaat itu, Hek Sin Ho memperoleh serupa pikiran, setelah
keempat singa itu berlalu ke tempat yang cukup jauh, Bek Sin
Ho keluar dari tempat persembunyiannya dan melepaskan tali
tambatan kuda, dan mengukir beberapa huruf dibatang pohon
itu. Dan lalu dia mengajak sigadis menaiki salah seekor kuda
itu.
Sigadis ragu2, tetapi Hek Sin Ho sudah menarik tangan
sigadis.
Setelah lari cukup jauh dan aman, Hek Sin Ho baru
memperlambat larinya kuda itu.
Tidak lama kemudian mereka telah tiba ditepi sungai
Tiangkang. Waktu itu sudah jauh lewat lohor, maka jika
mereka hendak mencapai kota Bu Ciang sebelum datang
senja, mereka harus cepat menyeberang.
Waktu itu ditempat penyerangan kebetulan agak sunyi dan
mudahlah mereka menyewa perahu.
Akhirnya mereka tiba dimuka kota Bu Ciang.
Sigadis hendak langsung mencari rumah Ciu Kian Bin untuk
menyampaikan undangan Tan Kee Lok dan baru setelah itu
mencari rumah penginapan.
Rumah Ciu Kian Bin tidak sulit untuk dicari, walaupun
hampir tidak ada yang mengetahui bahwa dia seorang jago
silat yang harus disegani, namun sebagai saudagar barang2
dari besi dan sebagai hartawan yang banyak mengenal,
namanya dikenal diseluruh kota.
Ciu Loen ini berusia kurang lebih lima puluh tahun, ternyata
sangat ramai.
Tuan rumah telah mengundang mereka bersantap malam
dan memaksa untuk bermalam di rumahnya.
Tengah malam tiba, tiba2 Hek Sin Ho melompat bangun
dan lari keluar, tetapi setibanya
diluar pintu dia berhenti. Dia menengok kekanan dan kiri
bagaikan tengah mencari sesuatu.
Dan tidak lama kemudian dia kembali dengan wajah yang
tidak puas, sehingga sigadis heran ; "Apa yang kau cari?"
tanyanya.
"Tadi aku telah melihat seseorang yang tidak salah lagi
sijahanam she Song. tetapi cepat sekali dia menghilang".
Saat itu mereka tengah berada disebuah rumah makan,
sehingga percakapan mereka dapat berlangsung lancar,
karena sigadis memang malam itu sengaja mengajak Hek Sin
Ho mengelilingi kota untuk melihat2 keadaan.
Tidak lama kemudian mereka telah meninggalkan rumah
makan itu untuk pulang kembali kerumah Ciu Kian Bin.
Berhubung dengan adanya peristiwa tadi maka dalam
perjalanan pulang mereka berlaku sangat waspada.
Ketika mereka hampir tiba dirumah Ciu Kian Bin. mereka
mengetahui ada yang mengikuti. Hek Sin Ho segera
memberitahukan sigadis dan merobah haluan.
Mereka sengaja menuju kepintu kota selatan, untuk
kemudian keluar dari Bu Ciang.
Di pintu kota orang yang mengikuti bimbang sejenak, tetapi
segera sudah berjalan mengikuti kedua muda mudi itu.
Sejenak itu, Hek 5in Ho dan sigadis telah mengetahui
bahwa orang itu benar2 telah mengikuti mereka. Dan sengaja
telah dipancing keempat yang sepi.
Tetapi setelah tiba diluar kota, mereka tidak bisa
mengerjakan sipengikut itu, kare a orang itu tidak mau
mendekat.
Setelah berjalan kurang lebih lima lie, diarah depan tampak
gerombolan pohon2 yang menghalangi pemandangan.
Mungkin sekali ditempat itu terdapat jalan yang bercagak.
Ternyata memang dibalik gerombolan pohon itu terdapat
dua jurus jalur jalan-jalan, sebagai telah diatur, mereka segera
memecah diri.
Hek Sin Ho mengambil jalan yang kanan, sedangkan
sigadis kekiri.
Tetapi hanya beberapa langkah mereka berjalan, kemudian
pula. Mereka mengambil kedudukan dengan seberang
menyebrang.
Sementara itu erang yarg mengikuti mereka tadi telah
mempercepat langkahnya,
Ketika tidak melihat muda mudi itu, dia cepat2
memburunya sambil berdiri, karena takut kehilangan mereka.
Dengan napas memburu orang itu tiba diantara pohon2 itu.
Tiba2, sebelum dia mengetahui apapun juga disaat itu dia
telah disergap dari dua penjuru.
Dan tanpa bisa memberikan perlawanan orang itu diseret
gerombolan pohon2.
Orang itu ternyata berkepala batu. Pertanyaan2 Hek Sin Ho
sama sekali tidak dijawabnya.
Dengan ilmu menotok yang istimewa dia segera dapat
membuat orang itu merintih2 minta diampuoi. Sampai sekian
lama dia mendiamkan saja.
Setelah orang itu berjanji akan menjawab semua
pertanyaannya, dia membebaskannya dari totokannya.
Ternyata dia seorang buaya darat dikota Bu Ciang,
Namanya Pauw Leng Memang dia telah dimanfaatkan
pemerintah sebagai mata2. Saat terakhir ini pemerintah
memang tengah mempersiapkan banyak mata2nya, sebelum
terdengar berita bahwa pemimpin Pek Lian Kauw di An Hui
telah digebrak dan kauwcu Lauw Cie Hiap telah ditawan,
namun dapat melarikan diri, Hasil penyelidikan menyatakan
kauwcu itu kini bersembunyi di Ouwpak.
Keadaan di sekitar daerah Ouwpak jadi tegang dan gawat,
karena pemerintah melakukan pengejaran terus.
Selanjutnya sibuaya darat Pauw Leng menceritakan
bagaimana hari itu ketika dia sedang berjalan, tiba2 dia
ditegur oleh Song Tong leng. Orang she Song itu telah
menariknya masuk ke sebuah kedai minuman.
Dia diperintakan mengikuti Hek Sin Ho dan jika itu
melaporkan semuanya kepada Song Tongleng itu.
Keterangan seperti itu tentu saja menggembirakan Hek Sin
Ho.
Dan kini memiliki pegangan untuk memulai
penyelidikannya.
Hanya sampai disitu saja habislah keterangan Pauw Leng.
Jelaslah bahwa dia memang tidak mengetahui lebih banyak
dari itu.
Dengan mata mendelik dan sikap sangat galak Hek Sin Ho
telah mengancam jika buaya darat itu berani membuka
rahasia dia akan didalangi untuk dibunuh.
Dengan kegembiraan luar biasa dan mengucapkan terima
kasih berulang2, dia telah kembali kekota.
Hek Sin Ho dan sigadis segera berjalan kearah kota.
Dengan mengambil jalai memutar meroka telah kembali
kegedungnya Ciu Kian Bin. Tetapi dalam perjalanan Hek Sin
Ho mengajak si gadis untuk mengikuti "sibuaya darat Pauw
Leng untuk mencari jejak orang she Song.
Dengan mempergunakan ilmu meringankan tubuh mereka
bisa lebih dulu dari sibuaya darat.
Hek Sin Ho mengajak sigadis masuk ke sebuah kedai arak
didepan pintu kota dan mengamati orang2 yang keluar masuk
pintu kota.
Disitulah mereka menantikan tibanya Pauw Leng.
Sudah agak lama mereka menanti, ketika Pauw Leng
muncul dipintu kota.
Buaya darat itu lambat sekali jalannya, karena mungkin
tenaganya belum kembali seluruhnya.
-oo0dw0oo-
Jilid 8
Hek Sin Ho cepat menyelesaikan pembayaran minumannya
dan bersiap2 untuk mengikuti buaya darat itu, cuacapun cepat
sudah semakin gelap.
Setelah berjalan sekian lama, akhirnya Pauw Leng masuk
kesebuah warung arak tampaknya mesum.
Diambang pintu dia berhenti sejenak sambil melayangkan
pandangannya keseluruh ruangan.
Kemudian dia menghampiri seseorang yang duduk seorang
diri disebuah meja.
Jalan dimana warung arak itu berada sesungguhnya lebih
tepat dalan bentuk lorong karena sempitnya.
Dengan berdiri diseberang lorong mereka dapat melihat
segala apa yang terjadi didalam warung itu dengan jelas lewat
pintu dan jendela sehingga Hek Sin Ho dapat tenang2
menantikan perkembangan berikutnya.
Lewat sekian lama orang itu menerima laporan Pauw Leng
dan kemudian memberikan sepotong perak kepada buaya
darat itu.
Orang itupun meninggalkan warung arak dengan langkah
yang mantep dan gerak gerik gesit.
Jelaslah bahwa dia bukan orang sembarangan.
Setelah berjalan sekian lama, akhirnya orang itu berhenti
dimuka sebuah gedung besar yang tampak sunyi sekali.
Sebagai jawaban atau ketukannya, tampak sebuah lobang
pengintai dipintu terbuka dan sebuah lobang lainnya tampak
cahaya lampu menyoroti mukanya.
Pintu telah terbuka dari dalam, masuklah orang itu. Mereka
mengerti bahwa gedung itu tentu merupakan salah satu
markas yang penting, maka pengawalan disitu sangat keras
dan ketat.
Setelah terasa cukup aman, Hek Sin Ho menjelaskan
kepada sigadis agar kembali kegedungnya Ciu Kian Bin,
sedangkan dia ingin menyelldiki gedung itu.
Pertama kali dia mendengar saran Hek Sin Ho, sigadis
tersinggung, karena menganggap Hek Sin Ho memandang
rendah kepadanya.
Tetapi dengan sabar Hek Sin Ho menjelaskan lagi bahwa
tugas yang diberikan Tan Kee Lok kepada sigadis juga tidak
kurang pentingnya. Akhirnya gadis itu mau juga menuruti
saran Hek Sin Ho.
Setelah sigadis berlalu, Hek Sin Ho mendekati lagi gedung
tadi.
Pekarangan gedung sepi dan luas, dia melompati dinding
gedung itu. Dengan memiliki kepandaian yang sempurna, Hek
S-n Ho tidak mengalami kesulitan apa2.
Disaat itu, rumah2 disekitar tempat itu semuanya dikelilingi
taman yang luas. Memang untuk berkeliaran dirumah itu tidak
mudah.
Akhirnya Hek Sin Ho melompat keluar lagi, karena dia
mendengar dari ujung jalan terdengar suara penjaga malam
dan kereta kuda yang derapnya keras.
Waktu dia melihat iring2an yang terdiri dari beberapa
kereta dan beberapa puluh orang berkuda dengan diterangi
obor, tengah menuju kearahnya.
Tidak lama kemudian iringan itu lewat, itulah iring2an
piauwsu.
Didalam iring2an itu terdapat dua puluh lima orang
piauwsu. Disamping itu tiga orang perwira Gielimkun.
Didepan gedung yang tengah diawasi Hek Sin Ho, iring2an
piauwsu itu berhenti.
Salah seorang diantara ketiga perwira
Gi'elLi kun segera mengetuk pintu. Sedangkan piauwsu 2
telah berdiri berbaris di muka barisan kereta, dan Hek Sin Ho
leluasi menyelusup masuk kebawah kereta dengan
mengkaitkan kedua kakinya dibatangan roda.
Sementara itu pintu sudah dibuka dan kereta itu bergerak
maju lagi.
Walaupun ada perwira Gielimkun itu yang ikut menjaga
kawalan kereta tersebut, akhirnya Hek Sin Ho berhasil ikut
masuk kedalam gedung itu tmpa menemui kesulitan walaupun
di kawal ketat.
Keadaan didalam sangat terang, tetapi Hek Sin Ho tidak
perlu kuatir, karena memang dia berada dibawah kereta.
Terdengar seseorang menyampaikan agar piauwsu
membawa kereta2 kesayap kiri dari gedung tersebut, di mana
muatannya akan dibongkar.
Hek Sin Ho menggeser sedikit letak tubuhnya kekiri, dan
kemudian melepaskan cekalan tangannya yang satu untuk
memutuskan kancing bajunya, disentilnya kepantat kuda
dengan mempergunakan lwekang Kuda itu meringkik dan
telah lari cepat sekali. Piauwsu yang menuntun kuda itu
terlempar satu tombak lebih.
Hewan itu lari bagaikan kalap.
Piauwsu2 lainnya juga tidak berwaspada. tentu saja kaget
dan heran.
Keadaan benar2 jadi semakin gaduh, apalagi ketika para
piauwsu dan pengawal2 gedung itu membawa obor. Dengan
disertai teriakan2 mereka.
Disaat kacau dan banyak obor yang tidak menyala, Hek Sin
Ho melompat keluar.
Perbuatannya itu bukannya tidak mengandung bahaya,
sedikit saja terlambat atau keliru bergerak, tubuhnya pasti
akan jatuh dibawah roda.
Dengan beberapa lompatan dia tiba diwuwungan darimana
dia dapat menyaksikan bagian dari gedung itu secara leluasa.
Halaman belakang gedung itu sangat luas dan dikanankirinya
terdapat bangunan2 kecil yang dibangun memanjang
sepanjang kedua dinding samping dan berloteng pula.
Ditengah halaman itu terdapat sebaah bangunan indah
dibangun di tengah2 empang. Untuk mencapainya seseorang
harus melewati sebuah jembatan batu yang merupakan
penghubung satu2nya antara tepi empang dan paseban
tersebut.
"Mungkinkah mereka orang2 undangan pemerintah
sebangsa Hui Ho Susay" pikir Hek Sin Ho ketika melihat
beberapa orang ahli2 silat tangguh, yang memakai seragam
Gielimkun.
Sementara itu kekacauan disekitar sayap kiri sudah reda
dan sepuluh orang itupun sudah kembali kepaseban dan
keadaan menjadi sunyi. Kesepuluh orang itulah yang
diperhatikan oleh Hek Sin Ho karena jelas mereka bukan
bangsa Boan dan juga mata mereka yang tajam
memperlihatkan mereka merupakan akhli2 silat.
Sementara itu Hek Sin Ho sudah berada di bawah pohon2
Yangliu ditepi empang.
Selama beberapa saat dia mengamati paseban itu, yang
bentuknya empat persegi dan tidak berdinding.
Didalamnya tampak kurang lebih tiga puluh orang, dan
sebuah meja menghadap kearah dinding paseban itu,
sehingga sejajar dengan jurusan jembatan, tampak duduk tiga
orang membelakangi tirai bambu.
Yang duduk ditengah berpakaian sebagai pembesar tinggi
mungkin sekali dialah Gongtok yang berkuasa di Ouwlam dan
Ouwpak.
Pembesar itu diapit oleh dua orang yang memakai pakaian
seragam perwira tinggi. Yang duduk disisi kiri segera dikenali
oleh Hek Sin Ho sebagai musuh yang tengah dicarinya, yaitu
Song Tong Leng, sedangkan yang kanan seorang perwira
yang dan bentuk tubuh dan pancaran matanya
memperlihatkan dan ilmu silatnya yang pasti tinggi.
Tempat duduk yang tersedia itu belum semuanya terisi.
Agaknya orang2 yang akan hadir itu belum tiba seluruhnya.
Yang sudah ada ialah sepuluh perwira tentara Ceng dan
lima belas orang berpakaian sipil.
Djsebuah sudut tampak tiga orang berdiri dengan sikap
sangat menghormat sekali.
Salah seorang diantaranya segera dikenalinya sebagai
orang yang telah diikutinya dari rumah makan dilorong mesum
itu sampai digedung tersebut,
Jarak dari tepi empang sampai kepaseban itu adalah jarak
yang tidak begitu jauh, kurang lebih delapan tombak dan beda
dengan tadi ketika diluar yang terjadi kegaduhan, sekarang
mereka bercakap2 dengan suara yang rendah sehingga
percakapan itu tidak tertangkap dari tempat Hek sin Ho.
Dan Hek Sin Ho harus berada dipaseban itu jika hendak
mendengarkan percakapan mereka.
Tetapi bagaimana dia bisa mencapai tempat itu"
Setelah berpikir sejenak, dia lalu berjalan menyusuri tepi
tempat sambil terus berlindung dibawah bayangan pohon2
Yangliu, memutar ke belakang paseban.
Dengan cepat dia membuka pakaiannya dan mengikatnya
menjadi satu.
Hati2 Hek Sin Ho turun keempang itu, dia telah berenang
ke tengah2 mendekati paseban itu.
Kemudian dia memutuskan akar2 rumput bunga itu dan
dengan menyembunyikan kepalanya diantara daun2 dan
bunga2 teratai yang banyak terdapat diempang itu, Hek Sin
Ho mendekati paseban itu.
Dia menggerakkan kaki dan tangannya perlahan sekali,
karena sedikitpun dia tidak boleh menerbitkan suara, bahkan
harus mencegah timbulnya gelombang air.
Baru saja sampai ditengah empang, ketika tiba2 tampak
cahaya Teng yang semakin mendekat.
Cepar.2 Hek Sin Ho berdiam diri didalam air.
Waktu itu masih dalam bulan pertama dari musim semi.
Udara malam masih sangat sejuk, sehingga dapatlah
dibayangkan betapa dingin rasanya berada didalam air.
Kalau memang lwekangnya kurang kuat, dia akan
menggigil dan tidak tahan berlama2 berada didalam air
empang yang sedingin itu.
Tetapi justru kenyataan seperti itu merupakan suatu
bantuan yang berharga baginya.
Maka ronda2 yang lewat ditempat itu tidak memperhatikan
sekitar tempat itu. Dan segalanya tidak mendatangkan
kecurigaan. Setelah rombongan ronda2 itu lewat cukup jauh
dan Hek Sin Ho segera melanjutkan penyebrangannya
mendekati paseban.
Tanpa menemui rintangan lagi, dia tiba dibelakang
paseban.
Bangunan itu didirikan atas pondasi yang kuat sekali dari
batu putih yang licin setinggi kurang lebih setombak dari
permukaan air. Bagi Hek Sin Ho dia tidak menemui kesulitan
yang berarti.
Setelah mengikatkan pakaiannya dikepala dia segera
merayap naik dengan mempergunakan ilmu Pek Houw Ciang .
Selanjutnya dia telah merayap naik cukup tinggi, keatas
atap paseban itu.
Dengan melompat sedikit saja tangannya sudah dapat
memegang tepi atap itu. dan sesaat kemudian dia sudah
berada digenting tanpa menerbitkan suara sama sekali.
Semua itu dapat dilakukannya tanpa terlihat karena teraling
tirai bambu dibelakang pembesar-pembesar itu.
Dengan sangat hati2 sekali dia memakai kembali bajunya
itu dan untuk kemudian bertiarap diatas genting dan
mengintai kedalam.
Dia benar2 tiba disaat yang tepat. Begitu mengintai dia
melihat kedua piauwsu kepala dari Hun Guan Piauw Tiam
datang menghadap dengan diantar oleh seorang anggota
Gielimkun.
Setelah memberi hormat, Lauw Hong menyatakan perasaan
menyesalnya bahwa dia tidak dapat menyelesaikan tugasnya
dengan baik dan datang lebih lambat dari seharusnya.
Dia menceritakan bagaimana Biauw yang di kawal telah
dirampok orang, dan menurut dugaannya tentu Huai Ho Susay
yang melakukannya.
Tetapi kerugian yang disebabkan peristiwa itu akan diganti
sepenuhnya oleh perusahannya.
Begitulah dia menceritakan segalanya dengan sikap
ketakutan.
Laporan Liuw Hong ternyata sangat menarik perhatian
disamping jago didilam paseban itu jadi mendongkol bukan
main.
Kemudian setelah basa basi sejejak, Lauw Hong menyudahi
laporannya.
Beberapa saat lamanya semua hadirin diam tengah
memikirkan persoalan yang rumit itu.
Kemudian tampak seorang menggeser tempat duduknya
dan bangkit. Setelah memberi hormat kesemua penjuru
mulailah dia bicara.
"Cuwie sekalian dan saudara2 yang kuhormati, aku yang
rendah Kang Tjong, sudah banyak mendengar perihal Huai Ho
Susay, keterangan2 yang kuperoleh itu datang dari berbagai
golongan, tetapi pada umumnya keterangan2 itu berkesin
sana, walaupun diantara golongan2 tersebut ada yang saling
bermusuhan, Dari semua yang kudengar itu aku menjadi yakin
bahwa Hui Ho Susay adalah orang2 yang tidak bisa dipercaya,
Mereka selalu bertindak tidak mengenal kawan juga tidak
pcrduli akan orang2 golongan. Asal mendengar adanya
baraig2 berharga yang akan lewat didaerah mereka,- maka
tanpa memperdulikan milik pemerintah atau siapapun juga
mereka tentu akan turun tangan tanpa pilih bulu mengenai
soal yang kita hadapi sekarang, dalam hal inipun kukira janji2
orang sebangsa mereka tidak boleh kita percaya."
Kang Tiong yang baru berbicara itu bertubuh tinggi gemuk.
Usianya kurang lebih lima puluh tahun dan pakaiannya
mewah. Dilihat sepintas lalu dia tampaknya lebih mirip
seorang saudagar atau tuan tanah kaya raya. Tetapi sinar
matanya dan gerak-geriknya memperlihatkan ciri2 khas dari
seorang akhli silat tingkat atas.
Setelah Kang Tiong selesai berbicara, tampak seseorang
yang memakai seragam perwira Gielimkun bangkit untuk
bicara.
Usia orang itu kurang lebih empat puluh tahun lebih sedikit,
Tubuhnya sedang saja, tidak ada keistimewaannya, tetapi
suaranya sangat mengesankan. Jelaslah bahwa dia seorang
akhli lwekang yang tidak dapat diremehkan,
Perwira Gielimkun itu adalah In Beng Sie putera In Tiong
Siang In Kiat, Ciangbunjien Thian Liong Bun cabang selatan
yang bersama tokoh2 Thian Liong Bun cabang utara pergi ke
Kwan-gwa, daerah diluar dinding besar dan tidak kembali lagi
serta tidak ada kabar beritanya, In Tiong Siang telah
menggantikan kakaknya menjadi Ciangbunjin.
Kemudian sepeninggal In Tiong Siang, jabatan itu turun
kepada In Beng Sie.
Setelah memberi hormat semestinya, berbicaralah In Beng
Sie "Kata2 Kang Losu tadi memang beralasan." katanya.
"Tetapi kesimpulan Kang Losu itu hanya didasarkan atas
keterangan2 orang dan bukan hasil pengalamannya sendiri.
Sebaliknya, aku pernah berkesempatan bertemu muka dengan
keempat saudara Auwyang itu. Sebagai cuwie sekalian
mengetahui, semasa hidupnya ayahku bekerja kepada Hok
Taijin. Atas perintah Hok Taijin ayah pernah mengunjungi
mereka, dan aku menyertai ayah ketika itu. Ke san yang
kuperoleh tentang Susay itu, dan juga kesan ayah, ialah
bahwa keempat saudara itu sesungguhnya tidak seburuk yang
diceritakan orang diluaran, bahkan aku berpendapat bahwa
mereka laki2 sejati, yang sekali memberikan janji tentu akan
menepatinya. Itulah pendapatku, entah bagaimana pendapat
saudara yang lain?".
Kemudian menyusul seorarg yang berpakaian dekil
mengutarakan pendapatnya.
Orang itu berkulit agak kehitam2an, wajahnya kasar dan
tubuhnya kokoh dan tegap Walaupun ukuran tubuhnya itu
memang agak pendek.
Itulah putera Hoan Pangcu dari Him Han Kaypang dan
namanya Hoan Jiak.
Pokok pembicaraannya hanyalah berisi dukungan bagi
pendapat In Beng Sie, tanpa mengemukakan sesuatu yang
baru. Oari perkataannya itu dan dari wajahnya sudah jelaslah
bahwa dia bukan seorang yang cerdas, walaupun
kepandaiannya dalam ilmu silat tentu terhitung kelas satu.
Setelah Hoan Jiak para hadirin yang lain silih berganti
menyatakan pendapatnya masing2. Dan umumnya mereka
lebih menyetujui pendapat Kang Tiong.
Walaupun umumnya mereka belum pernah bertemu
dengan Huai Ho Susay, mereka semua telah mendengar
banyak sekali tentang sepak terjang keempat saudara itu,
yang umumnya dianggap Put Jin Put Gie, tidak
berperikemanusiaan dan tidak mengenal persahabatan.
Memang tidaklah mengherankan bahwa Huai Ho Susay
sangat tidak disegani dan tidak ditakuti. Orang orang Liok Lim
dan orarg2 Piauw kiok yang pernah menjadi korban keempat
jago itu memang cudup banyak, umumnya mereka tidak
sanggup membalas sakit hati dan dendam dengan tenaga
maupun kepandaian mereka, umumnya lalu melakukan
pembalasan dengan jalan memburuk2an nama mereka.
Tentu saja cerita2 itu telah sangat melebih2kan, sehingga
akhirnya seluruh Bulim menganggap mereka sebagai musuh.
Banyak sudah yang tanpa memiliki permusuhan pribadi
telah merasa tidak senang dan tidak menyukai keempat jago
yang merupakan jago2nya rimba hijau, yaitu _kalangan
perampok, yang melakukan perdagangan jual beli tanpa
modal.
Setelah mendengar semua peadapat2 itu, Song Tongleng
bicara lagi "Kukira "kini tidak perlu diragukan lagi bahwa Huai
Ho Susay benar tidak dapat dipercaya. Keterangan2 para
Cianpwe dan sandara yang sangat dihormati dikalangan Bulim
itu tentu tidak dapat tidak dipercaya keterangannya. Aku
hanya mengharapkan bantuan dari cianpwe dan saudara2
sekalian untuk membekuk dan menangkap Huai Ho Susay
serta murid2nya secepat mereka berhasil ditemukan jejaknya.
Sekarang sebaiknya kita merundingkan rencana tindakan
dan langkah2 untuk mengadakan pengamanan daerah ini,
hanya sayangnya Cang Pa fai Hoat Su dan keenam sutenya
belum tiba, sehingga kita tidak dapat meminta pendapat
mereka.
Song Tongleng telah berhenti sejenak, tetapi kemudian dia
telah melanjutkan kata2nya "Tetapi aku yakin bahwa mereka
akan tiba malam ini. Biarlah kelak saja kita meminta petunjuk2
mereka.
Setelah itu. Song Tongleng membentangkan rencananya
dengan panjang lebar, dia mulai menjelaskan tentang hasil
gerakan pembersihan yang telah dilakukan dipropinsi An-hui.
Kemudian Song Tongleng menceritakan juga bagaimana
beberapa tawanan penting, termasuk Kauwcu Pek Lian Kauw,
Lauw Cie Hiap, telah berhasil meloloskan diri dari penjara dan
menurut berita yang diterimanya, kini tengah bersembunyi
didaerah Ouwpak.
Song Tongleng menyatakan bahwa hampir seluruh markas2
pemberontak Pek Lian Kauw dlsekitar Bu Han, kota-kota Bu
Ciang, Hanko dan Han yang yang belum diketahuinya, karena
usahanya untuk menyelidiki tempat itu telah dirintangi oleh
Hek Sin H0.
Karena itu, maka Song Tongleng akan segera mengerahkan
seluruh kekuatan alat2 negara diketiga kota itu jika memang
telah tiba waktunya untuk melakukan penggeledahan.
Tetapi Song Tongleng masih kuatir jika ada jago2 Bulim
bersembunyi, dan tindakan2 mereka akan terbentur dengan
perlawanan yang berat dan hebat.
Disertai oleh bermacam2 pujian dan umpakkan, juga janji2
yang muluk, Song Tongleng telah meminta bantuan jago2
undangannya itu untuk berjuang membantunya sungguh2.
Aneh sesungguhnya, bahwa orang she Song itu yang terus
menerus berbicara seolah2 dialah yang memegang pimpinan,
sedangkan kedua orang pembesar yang duduk semeja
dengannya jelas berpangkat lebih tinggi, tetapi kedua
pembesar itu berdiam diri saja.
Tetapi orang tidak akan heran jika sudah mengetahui
duduk persoalan yang sesungguhnya.
Tongleng ini adalah komandan dari semacam dinas rahasia
yang telah dibentuk oleh Kian Liong sejak lima tahun yang lalu
dan telah merupakan bagian istimewa dari pasukan Gie Cian
Sie wie (pengawal pribadi Kaisar) dan juga didalam daftar2
anggota pasukan Gie Cian Siewie tertulis bahwa dia seorang
Boan yang telah mengganti namanya dengan nama Tionghoa,
Song Kiam Ceng.
Kepandaian silat orang she Song itu memang belum dapat
digolongkan diantara jago2 yang tertinggi. Tetapi justru
kecerdikan dan kelicinannya yang sangat luar biasa, sehingga
dia telah berhasil menarik perhatian Kian Liong.
Dan dia juga telah menjadi salah seorang kepercayaan
Kaisar itu.
Mengenai pemberontakan Pek Lian Kauw, yang
memperoleh banyak dukungan orang2 Kang Ouw, Kian Liong
mengerti bahwa tentara biasa tentu tidak akan sanggup
berbuat banyak menghadapi taktik gerilya yang dilakukan oleh
pihak pemberontak. Dia harus mengerahkan dinas rahasia ini,
dan orang seperti Song Kiam Ceng inilah justru yang sangat
tepat untuk memimpin gerakan serupa itu, menumpas
pemberontakan tersebut dengan segala akal licik dan muslihat
yang dimilikinya.
Dalam kedudukannya itu Song Kiam Ceng jadi memiliki
kekuasaan yang sangat besar, sehingga pembesar yang
berpangkat lebih tinggi seperti Congtok dan jendela yang
duduk disebelahnya itu jaga takut kepadanya.
Setelah berdiam sejenak, Song Kiam Ceng berbicara lagi.
"Sekarang aku mengharap agar saudara sejenak lagi,
secepat pertempuran ini selesai, segera bersiap2 agar besok
pagi2 kita dapat mulai melaksanakan pekerjaan ini Tadi sudah
perintahkan agar pintu2 kota, agar kita bisa mencegah
lolosnya tokoh2 penting dari pihak pemberontak.
Alangkah terlejutnya Hek Sin Ho mendengar rencana
seperti itu. Dia menyadarinya betapa besar bahaya yang kini
dihadapi penduduk Bu Han.
Alat2 negara penjajah itu. yang biasa berbuat sewenang
sehendak hati itu, tentu akan mempergunakan kesempatan ini
untik merampok, memeras dan juga memperkosa atau
membunuh bunuhi rakyat yang tidak berdosa dan tidak
menyenangi hati mereka
Juga Ciu Kian Bin dari keluarganya tidak terlepas dari
bahaya ini, ancaman itu kemungkinan saja bisa menimpali
keluarganya.
Bagi Hek Sio Ho sendiri bersama sigadis yang biasa
dipanggil olehnya sebagai si pucat, atau juga Ciu Kian Bin
sendiri, sesungguhnya tidak sulit meninggalkan kota, sebelum
penggeledahan itu dimulai. Bagi mereka penjaga2 pintu kota
itu bukan merupakan penghalang yang sulit untuk dilalui.
Dengan sekali menerjang saja mereka pasti sudah akan dapat
menerobos keluar.
Tetapi bagaimana dengan keluarga Ciu Kian Bin yang
demikian besar dan merupakan keluarga besar"
Jika malam2 mereka keluar dengan demikian banyak
jumlahnya, mereka tentu akan mati datangkan kecurigaan.
Mungkin sekali, sebelum mereka mencapai pintu kota, mereka
sudah di kurung musuh.
Apa daya sekarang, sesungguhnya memang masalah yang
tidak mudah dipecahkan, karena Song Tongleng memang
benar2 telah mempergunakan kecerdikannya dengan baik,
Hek Sin Ho segera memutuskan untuk mendengar dulu apa
rencana selanjutnya yang akan dibicarakan oleh orang2 itu,
guna mempertimbangkan lebih jauh langkah2 apa yang akan
dilakukannya untuk keselamatan keluarga Ciu Kian Bin.
Tiba2 terjadilah sesuatu yang tidak terduga.
Karena kagetnya tadi, tanpa sadar dia telah mengerahkan
tenaganya dan menyebabkan hancur nya beberapa buah
genting Dengan menerbitkan bunyi nyaring pecahan genting
itu jatuh kelantai paseban, bahkan beberapa keping pecahan
genting berukuran kecil jatuh dimeja ketiga pembesar itu.
Seketika itu gemparlah pertemuan tersebut. Semua orang
serentak melompat bangun dan menghunus senjata. Beberapa
perwira segera berdiri disekitar Cangtok dan melindunginya.
Dapat dimengerti betapa heran dan terkejutnya mereka.
Memang benar2 luar biasa ada musuh yang bisa melewati
penjagaan berlapis2 begitu rapat, bahkan bisa berada diatas
genting paseban itu tanpa seorangpun mengetahuinya.
Mereka menduga bahwa musuh itu tentu memiliki
kepandaian yang sulit diukur betapa tinggi dan sempurnanya.
Karena itu, mereka jadi tidak berani sembarangan
bertindak dan hanya bersikap menanti dengan waspada.
Sementara itu Hek Sin Ho Suda h menyadari bahwa dia
tidak dapat beisembunyi lebih lama lagi, Setelah terada disitu
dan kepergok dia tentu saja tidak bisa mencelakan diri dari
pertempuran.
Diapun menyadari babwa hanya ssorang diri, dan juga
tidak bersenjata, dia kini tengah menghadapi bahaya yang
sangat besar.
Terlebih lagi jika diingat bahwa musuh2 yang harus
dihadapnya itu semuanya jago2 dari tingkat atas. memang
tipis sekali harapannya untuk keluar dari gedung itu masih
hidup.
Dilain pihak, setelah beberapa detik menanti dan tidak
tampak seorangpun turun dari genteng, beberapa orang jago
undangan pemeriatah itu jadi tidak sabar.
Berturut tampak empat orang melayang keatas. Yang
melompat tiba digeming adalah Kang liong sambil
membentak: "Bangsat dari mana yang berani mengintai
kemari! Besar benar nyalimu?"
Melihat datangnya musuh, Hek Sin Ho segera meloloskan
beberapa buah genting, dan bentakan Kang Tiong itu dijawab
dengan timpukan tiga kali berturut2.
Timpukan itu demikian cepat, sehingga tentu saja tidak
dapat dielakkan oieh Kang Tiong.-
Dua timpukan yang diarahkan kedada dan perut Kang
Tiong dengan jitu menghantam sasaran, dan hanya yang
ketiga yang ditujukan kekepala masih dapat ditangkis.
Timpukan2 yang dilancarkan Hek Sin Ho telah dilakukan
dengan mempergunakan lwekang sehingga seharusnya Kang
Tiong rubuh. Tetapi sungguh aneh, Kang Tiong bagaikan tidak
merasakan apa2, bahkan begitu melanggar tubuhnya genting
itu seketika hancur berkeping2 bersama terdengar bunyi
nyarirg bagaikan gentiog2 itu beradu dengan logam.
Peristiwa itu tentu saja mengejutkan hati Hek Sin Ho dan
dia segera mengerti bahwa kini dia tengah menghadapi musuh
yang mahir ilmu waduk.
Hek Sin Ho memang masih kuraDg pengetahuannya
tentang kalangan Kangouw, maka tidak heranlah bahwa dia
tidak mengetahui siapa Kang Tiong sesungguhnya. Kalau
sejak semula dia sudah mengetahuinya, dia tentu tidak akan
heran atau kaget.
Gelar Kang Tiong. Tiat Ciang Kim Ka (Silangan Besi berbaju
perang Emas) sudah terkenal diseluruh rimba persilatan dan
diperolehnya karena ilmu waduknya itu.
Setelah melibat kekebalan musuh, Hek Sin Ho kini berlaku
lebih hati2.
Dia memusatkan serangan2nya kepada kepala musuh,
satu2nya bagian tUbuh yang lemah dari seorang yang memiliki
ilmu kebal seperti itu.
Hal tersebut sudah tentu sangat merugikan baginya sendiri,
dan sebaliknya telah menguntungkan pihak lawannya.
Hek Sin Ho mengerti bahwa dia kini harus mengandalkan
kegesitannya untuk-menghadapi lawan2nya itu Tubuhnya
sampai tampak seperti bayangan putih yang berkelebat2 tidak
henti2nya.
Dipihak lain, Kang Tiong juga terkejut bukan main.
Memang semula dia sudah menduga bahwa musuh yang
mengintai itu tentu memiliki kepandaian yang sangat tinggi.
Tetapi ketika tiba diatas genting, dia melihat musuhnya itu
hanya seorang pemuda yang berusia masih sangat muda
maka anggaparnya telah berobah,
Karena itu benar2 diluar dugaannya bahwa lweekang
musuh itu demikian kuatnya, seperti yang telah dirasakannya
ketika menangkis timpukan genting itu.
Diapun cepat2 mengeluarkan seluruh kepandaiannya untuk
melayani serangan2 yang bagaikan hujan deras sekali
Ketika kawannya Kang Tiong yang ikut melompat keatas
juga pertama kali merasa heran bahwa yang dijumpai mereka
justru seorang yang masih sangat muda. Tetapi dengan cepat
mereka telah melihat betapa ilmu silat pemuda itu hebat
sekali.
Dengan sendirinya, mereka juga tidak berani memandang
rendah, bagaimana mereka menyaksikan betapa Kang Tiong
telah diserang terus menerus oleh pemuda itu.
Setelah lewat kurang lebih sepuluh jurus, mereka jadi tidak
dapat bersabar pula.
Dengan serentak ketiganya telah melompat maju untuk
menyerang Hek Sin Ho.
Sambil melompat menghindar dari serangan lawan itu, dia
melayangkan pandangannya untuk melihat siapa saja ketiga
penyerang itu yang berada disebelah kirinya ternyata orang
yang telah didengarnya memperkenalkan diri sebagai Ciu
Toan, Orang tersebut berusia diantara empat puluh atau lima
puluh tahun. Tubuhnya tinggi kurus dan senjatanya sebatang
pedang. Dia bersilat dengan ilmu pedang Ngo hong Pai.
Yang menyerang dari kanan adalah dua orang. Yang
seorang diantaranya adalah Hoan Jiak yang bersenjata
sebatang golok Ngo Hong To.
Yang seorang lagi yang didengarnya memperkenalkan diri
sebagai Sim Teng Hong. Senjata orang itu tampak aneh,
sepasang senjata yang belum pernah dilihatnya. Senjata itu
dalam bentuk sepasang tongkat pendek yang ujungnya
menyerupai seperti cakar singa dari baja.
Perasaan heran yang meliputi diri Hek Sin Ho memang bisa
dimengerti, karena juga belum mengenal siapa Sim Teng
Hong sesungguhnya Orang itu segera mengulangi serangan
nya dengan cepat berbahaya sekali, orang itu murid Ceng Sai
Pai (Partai Singa Hijau) dan senjatanya itu disebut Say Jiauw
Pang, tongkat cakar singa.
Setelah serangan yang pertama itu gagal, orang2 tersebut
segera mengulangi serangan masing-masing dengan gerakan
yang lebih cepat.
Sementara itu Kang Tiong juga sudah berbalik melancarkan
serangan2 dengan bertangan kosong.
Dengan dikeroyok empat musuh tangguh sudah tentu Hek
Sin Ho tidak Berani berlaku ceroboh.
Untuk sementara waktu dia lebih banyak bersikap membela
diri dibandingkan melancarkan serangan.
Dengan lincah dia selalu mengelaki serangan lawan dengan
melompat kesana kemari.
Berkat ilmu meringankan tubuh dan ketabahan hatinya, dia
dapat menghindarkan diri atau mematahkan setiap serangan,
betapa liehay nya serangan itu.
Sambil berbuat begitu dia memperhatikan ilmu silat
lawan2ya untuk, menilai kepandaian masing2 dan untuk
mencari kelemahan2 mereka.
Dalam hal ilmu silat, betapapun tingginya kepandaian
seseorang, jika menghadapi lawan yang mengetahui titik
kelemahannya, tentu orang itu dapat dicelakai dan dirubuhkan
dengan mudah. Maka tidak mengherankan jika Hek Sin Ho
berusaha untuk dapat mengetahui kelemahan dari keempat
lawannya itu.
Gerakan Hek Sin Ho juga memang gesit, sepuluh jurus
telah lewat.
Semakin lama Hek Sin Ho jadi semakin penasaran, karena
mereka sama sekali tidak dapat mendesaknya, agar keempat
lawannya itu melonggarkan kepungannya.
Setelah kurang lebih lima belas jurus dia sudah bisa
mengetahui bahwa Kang Tiong dan Sim Teng Hong kurang
lebih memiliki kepandaian yang berimbang.
Hanya saja karera Kang Tiong tidak bersenjata, maka jarak
serangannya itu menjadi lebih pendek, tetapi sebaliknya,
dengan memiliki ilmu waduk, dia jadi lebih berani untuk
menerjang Hek Sin Ho dari jarak dekat.
Ciu Toan dan Hoan Jiak memiliki kependaian berimbang
juga, tetapi dlantara keempat jago itu, mereka berdualah yang
terlebih rendah kepandaiannya.
Tidak mengherankan jika Hek Sin Ho telah merobah cara
perkelahiannya. Kini dia mulai melakukan serangan2 balasan
yang gencar sekali kearah kedua orang itu, kepada Hoan Jiak
dan Ciu Toan.
Tetapi sia2 saja usahanya dan apapun yang dicoba
kawannya untuk menolongnya. Karena disaat itu Hek Sin Ho
menang telah melancarkan serangan yang hebat sekali,
membuat Hoan Jiak tidak bisa bernapas leluasa.
Keempat lawan Hek Sin Ho juga diam2 jadi mengeluh,
karena mereka kaget melihat kepandaian pemuda ini yang
demikian hebat.
Sedangkan musuh2 itu tenggelam dalam keadaan heran
dan cemas, Hek Sin Ho sendiri juga tengah merasakan suatu
Keanehan.
Kekuatan keempat musuh yang tengah dihadapinya itu
kurang lebih seimbang dengan kekuatan rombongan Siauw
Lim Sie yang telah dilawannya.
Waktu melawan murid2 Siauw Lim Sie itu dia merasakan
kewalahan dan hanya atas bantuan akalnya yang dapat
memancing kelengahan Goan Seng dan Goan Sim.
Tetapi kemenangannya waktu itu sesungguhnya bukan
kemenargan yang wajar, Hek Sin Ho mengakui bahwa
kepandaiannya masih kalah setingkat dengan hweshio itu.
Terhadap keempat lawannya yang sekarang ini, yang
kepandaiannya dapat dipersamakan dengan kepandaian
murid2 Siauw Lim Sie, ternyata sedikitpun juga dia tidak
mengalami kesukaran, bahkan bisa bertindak semau hatinya.
Setiap serangan musuh dapat ditangkis atau dikelitnya.
Kaki dan tangannya bergerak wajar, dan dengan gerakan2
yang sederhana, yang tadinya dikira hanya berguna untuk
melatih diri, kini dia berulang kali berhasil mematahkan
serangan lawan.
Pengalaman seperti ini benar2 telah mengherankan sekali
Hek Sin Ho, sehingga dia juga semakin bersemangat dan
girang sekali.
Pengalaman telah membuktikan bahwa kepandaiannya
dalam beberapa hari terakhir ini memang telah memperoleh
kemajuan yang luar biasa.
Dengan semangat yang menyala dia segera meneruskan
desakan terhadap Hoan Jiak. sesaat saja sudah mandi
keringat dan napasnya memburu keras, kepalanya juga agak
pusing karena terus menerus bergerak2 mengikuti gerakan
Hek Sin Ho.
Begitu pula dengan yang lainnya.
Memang diantara orang2 sebangsa mereka yang berjiwa
penjilat, yang tidak segan2 mengkhianati bangsa sendiri
dengan menjual tenaga untuk merebut jasa, terlebih lagi jika
bisa secara langsung memperlihatkan kepandaian dan
keunggulan mereka maka mereka tentu akan bangga.
Tidak mengherankan jika keempat orang itu mati2an telah
melancarkan serangan yang bertubi2.
Hek Sin Ho menghitung bahwa jumlah musuhnya kini
sepuluh orang karena disaat itu telah ada beberapa orang
jago undangan pemerintah yang melompat keatas genting dan
bersiap2 untuk melancarkan serangan.
Yang membuat Hek Sin Ho jadi kuatir sekali justeru dia
dalam keadaan terdesak oleh waktu, karena Song Kiam Ceng
justeru akan mulai pembersihan -menjelang fajar, sedangkan
disaat itu sudah mendekati tengah malam.
Dia mengerti jika pertempuran itu berlarut larut, akan
celakalah semuanya.
Sementara itu seluruh gedung sudah ramai sekali,
berpuluh2 pengawal dengan membawa obor telah berkumpul
disekililing empang, sehingga keadaan jadi terang benderang.
Semakin lama jumlah mereka jadi semakin banyak.
Hek Sin Ho mengeluh karena walaupun bagaimana
memang kenyataan seperti ini telah membuat dia terpaksa
harus berpikir dua kali melayani semua orang itu.
Mati2an Hek Sin Ho telah berusaha melancarkan serangan
dengan bertubi2 dan disaat lawan2nya mundur mengelakan
serangannya, disaat itulah dengan mempergunakan ilmu
meringankan tubuh yang tiada taranya, yaitu Pek Pian Kwie
Eng, yang tiada taranya didunia.
Tubuhnya bagaikan anak panah melompat turun dari atas
genting paseban, menotol bunga teratai dan tubuhnya dalam
sekejap mata telah berada ditepi empang.
Dua orang perwira telah menyambut kedatangannya itu,
namun dengan mudah Hek Sin Ho melontarkan mereka
Song Tongleng jadi kaget setengah mati.
"Tangkap!" perintahnya sambil mengejar.
Orang2 gagah undangan itu seperti tertegun waktu
menyaksikan hebatnya ilmu meringankan tubuh Hek Sin Ho.
Tetapi disaat mereka mendengar teriakan Song Tongleng,
mereka tersadar, dengan cepat mereka telah melompat
mengejar.
Barisan pemanah juga telah melepaskan anak panahnya,
tetapi Hek Sin Ho benar2 hebat.
Tubuhnya bagaikan kabut putih telah melesat kesana
kemari dan didalam sekejap mata dia telah melompati dinding
dan berada dijalan raya. Seperti terbang dia telah berlari
meninggalkan tempat itu, suara teriakan dan bentakan dari
orang2 pemerintah Boan itu semakin lama semakin samar.
Semula memang Hek Sin Ho mengambil jalan memutar,
tidak langsung kerumah Ciu Kian Bin, dan setelah
meninggalkan lawan2nya cukup jauh dia baru kembali
kegedungnya Ciu Kian Bin.
Dengan jelas dan singkat dia telah menceritakan
pengalamannya kepada tuan rumah dan sigadis yang
menantikan kembalinya dengan berkuatir.
Kemudian Hek Sin Ho membujuk Ciu Kian Bin agar cepat2
mengajak leluarganya untuk menyingkir.
Tetapi Ciu Kian Bin menolak saran Hek Sin Ho, sebab
walaupun bagaimana tidak mungkin dia mengajak
keluarganya yang berjumlah besar itu menyingkir.
Dan juga meninggalkan keluarganya, dia tidak sampai hati,
maka orang she Ciu itu telah meminta agar Hek Sin Ho dan
sigadis yang berlalu saja lebih dulu.
Hek Sin Ho masih tetap membujuk agar Ciu Kian Bin
mempergunakan waktu yang telah mendesak itu Untuk
menyingkir namun orang she Ciu itu tetap dengan
pendiriannya.
Akhirnya Hek Sin Ho tidak berdaya untuk memaksa sigadis
telah pamitan.
Untuk melewati pintu kota tidak sulit bagi Hek Sin Ho dan
sigadis yang memiliki kepandaian hebat itu:
Dengan mudah mereka merubuhkan perwira penjaga kota
dan telah mengancam akan membanting perwira penjaga kota
itu, Keruan pasukan penjaga kota jadi takut untuk menerjang
mereka tetapi diantara pengawal pintu kota itu terdapat
seseorang yang memiliki kepadaian sangat tinggi, dia telah
perintahkan untuk menerjang maju tanpa memikirkan
keselamatan perwira itu.
Keruan saja Sek Sin Ho murka sekati dia telah
melemparkan perwira penjaga pintu kota dan dengan
mempergunakan kegesitannya telah melompat kegardu diatas
dinding pintu kota, lalu melompat keluar. Begitu pula sigadis
telah mengikuti perbuatan Hek Sin Ho.
Cepat sekali gerakan mereka, didalam waktu yang sangat
singkat sekali, mereka telah berlari2 meninggalkan kota itu
sejauh lima puluh lie.
Tetapi Hek Sin Ho tidak bersedia untuk beristirahat, karena
dia kuatir justru jago2 undangan dari Song Tongleng akan
tetap melakukan pengejaran.
Setelah berlari2 lagi kurang lebih tiga puluh lie, barulah
mereka beristirahat.
Dipersimpangan jalan mereka melihat sebuah kuil tua yang
tidak berpenghuni.
Dan disaat itulah mereka telah melihat di kejauhan tengah
mendatangi juga serombongan orang.
Setelah dekat, Hek Sin Ho mengenal bahwa orang itu
adalah Tong Keng Hok dan kawan2 nya dari Pek Hauw Cun.
Mereka saling memberi salam dan kemudian Tong Keng
Hok menjelaskan bahwa dia tengah menyelidiki puteranya
yang diculik Song Tongleng.
Hek Sin Ho jadi terkejut, dan dia menasehati agar Tong
Keng Hok kembali saja ke Pek Hauw Cun untuk mengadakan
persiapan, karena justru Song Tongleng tergah
mempersiapkan orang2 untuk mengadakan pembersihan
besar2an Tetapi Tong Keng Hok telah berkeras ingin ke Bu
Ciang untuk menyelidiki keadaan puteranya dan Hek Sin Ho
tidak berdaya untuk membujuknya.
Setelah basa basi sejenak lagi, Tong Keng Hok telah
pamitan untuk meneruskan perjalanannya, karena dia gembira
mendengar Song Tongleng berada di Bu Ciang berarti dia
akan berhasil menyelidiki keadaan puteranya yang diculik.
"Hu" mendengus sigadis setelah Tong Keng Hok dan
rombongannya berlalu. "Dia terlalu mementingkan urusan
pribadinya, tetapi tidak memikirkan kepentingan pengikut
perkumpulannya...."
"Tetapi hal itu bisa dimaklumi, kerena dia hanya memiliki
seorang putera, maka kasih sayangnya terhadap puteranya
yang terculik ini telah rnernbuat Tong Keng Hok tidak bisa
mempertimbangkan segala sesuatunya dengan baik..." Hek
Sin Ho berusaha memberi pengertian kepada sigadis.
Tetapi sigadis tiba2 memandang dia dengan mata mendelik
dan muka merah padam.
"Hitam, engkau jangan selalu merasakan dan yakin akan
kepintaran otakmu yang selalu kau sombongkan itu, Apakah
kau kira aku tidak bisa melihat dan mempertimbangkan
persoalan persoalan yang ada ?" bentak Sigadis.
Hek Sin Ho jadi terkejut.
"He?"
"Engkau menang terlalu sombong dengan dirimu Hitam,
Biarlah, kau memang terlalu sombong dan angkuh, Hingga
memandang rendah otak orang lain dan merasakan otakmu
yang terhebat."
"Bukan begitu."
"Sudah, aku tidak mau bicara dengan kau lagi!" kata sigadis
dengan suara yang ketus
Dan walaupun Hek Sin Ho berusaha untuk membujuknya,
sigadis tetap saja tidak mau melayaninya.
Akhirnya keduanya itu telah mengambil tempat masing2
untuk tidur,
Karena telah melakukan pertempuran yang meletihkan,
disamping itu telah berlari sejauh itu, Hek Sin Ho tidur
nyenyak sekali.
Namun ketika keesokan siangnya dia terbangun dia tidak
melihat sigadis. Dia mencari2nya disekitar tempat itu tetapi
tetap saja tidak melihat si gadis.
Hek Sin Ho menghela napas dalam2, karena dia menyadari
gadis itu tentu telah meninggalkannya karena mendongkol
kepadanya.
"Hemm, adat wanita memang sulit untuk diterka,"
menggumam Hek Sin Go, agak mendongkol.
Hek Sin Ho telah melakukan perjalanan terus, dan akhirnya
dia tiba dipersimpangan jalan, sehingga dia agak bingung
kearah jalan mana yang harus diambilnya untuk menyusul
sigadis yang tengah membawa adat itu.
Untung saja disudut persimpangan jalan itu terdapat
sebuah kedai, dan Hek Sin Ho menanyakan perihal sigadis
kepada sipemilik kedai, yang kebetulan memang melihat
sigadis lewat di tempat itu.
Hanya saja keterangan sipemilik kedai itu membingungkan
dan mengherankan Hek Sin Ho, karera semula sigadis
mengambil jalan kearah barat laut, tetapi tidak lama kemudian
dia muncul kembali dari jalan yang sebelah utara dan menuju
keselatan.
Hek Sin Ho benar2 jadi tidak mengerti maksud gadis ini.
Mengapa dia kembali keselatan mengambil jalan yang menuju
ke Bu Ciang "
Dia jadi kuatir, bimbang jika terdorong amarahnya gadis itu
akan melakukan sesuatu yang membahayakan dirinya.
Dalam gugupnya Hek Sin Ho bahkan sampai lupa
menghaturkan terima kasihnya atas keterangan si pemilik
kedai itu. dan cepat2 dia mengambil arah selatan sambil
berlari2 untuk menyusul sigadis.
Belum jauh dia berjalan ketika dari arah yang berlawanan
tampak iring2an pengantin
Dilihat dari besarnya rombongan dan mewahnya hiasan
serta rombongan musik yang mengiringinya jelaslah bahwa
sipengantin laki2 yang duduk dengan sikap sombong diatas
seekor kuda putih gagah, tentunya putera seorang pembesar
atau seorang hartawan besar
Dibelakang tampak seorang sastrawan tua berkuda sejajar
dengan sebuah joli yang dipikul oleh delapan orang dan
semua tirainya, diturunkan.
Orang tua itu tentu ayah sipengantin wanita yang berada
didalam joli itu.
Jumlah pengiring laki2 dan perempuan, seluruhnya
berjumlah lima puluh orang dan dibelakang rombongan masih
ada pula belasan kuli pemikul barang.
Jika waktu itu pikirannya bukan tengah diliputi kegelisahan,
tentunya perhatiannya Hek Sin Ho akan tertarik kepada
beberapa kejanggalan yang terlibat didalam rombongan
iring2an pengantin itu.
Sipengantin lelaki memperlihatkan sikap bangga dan puas,
para pengiringnya itu, yang agaknya terdiri dari pegawai atau
kaki tangannya mempelai lelaki itu. semuanya memperlihatkan
sikap girang dan gembira sekali.
Sebaliknya dengan wajah sisasterawan tua yang
memperlihatkan sikap mendongkol dan sering2 menoleh
kearah joli dengan tirai2 tertutup itu sambil mengatakan
sesuatu dengan suara yang rendah kepada mempelai wanita.
Dari sikapnya itu dapat ditarik kesimpulan bahwa dia
tengah memaki dan memarahi mempelai wanita itu.
Tetapi dari dalam joli tidak terdengar jawaban apa2, kecuali
isak-tangis yang perlahan dan tertekan.
Semua itu dan terutama hal yang tersebut belakangan,
seharusnya menimbulkan kecurigaan Hek Sin Ho. Tetapi
karena disaat itu dia tengah gelisah, sedikitpun tidak
diperhatikan dalam kejanggalan seperti itu.
Hek Sin Ho hanya merasa muak dan jemu melihat pameran
kekayaan dan sikap simempelai yang congkak, dan Hek Sio Ho
segera menyingkir ketepi jalan untuk membiarkan iringan2 itu
lewat.
Sejenak pula rombongan pengantin itu sudah melaluinya
dan dia sudah melanjutkan perjalananrya. Tetapi melangkah
belum jauh, justru disaat itu Hek Sin Ho mendengar suara
bentakan-bentakan dibelakangnya, yang bersumber dari
rombongan pengantin itu, yang agaknya telah terjadi suatu
kegaduhan. Suara bentakan itu juga semakin ramai oleh suara
maki dan caci disamping pekik wanita2 yang menjadi
pengiring rombongan pengantin itu.
Hek Sin Ho sesungguhnya tidak tertarik untuk mencampuri
urusan tersebut, walaupun dia mslihat rombongan pengantin
itu kacau balau dan seperti timbul suatu kerusuhan,
menyebabkan kegaduhan dalam rombongan tersebut.
Tetapi karena Hek Sin Ho mendengar suara jeritan wanita
yang tampaknya tengah diliputi ketakutan yang sangat, maka
mau atau tidak akhirnya Hek Sin Ho telah menghampiri
rombongan pengantin yang tengah kacau balau itu. Jiwa
kesatrianya tidak bisa menyaksikan kerusuhan seperti itu
dengan hanya berpeluk tangan saja.
Waktu Hek Sin Ho menghampiri lebih dekat maka dia bisa
melihat jelas peristiwa yang tengah menimpa rombongan
pengantin itu. Yang mengejutkan Hek Sin Ho adalah
berkeredepan dan berkilauannya cahaya pedang, dimana
tampak seorang pemuda bertubuh tinggi tegap dengan wajah
yang tampan, tengah mengamuk dengan memutar pedangnya
cepat sekali.
Yang mengejutkan Hek Sin Ho justru da segera mengenali
pemuda itu, yang tidak lain dari Kwan Hiong, dengan muka
yang muram dan penuh kegusaran, sedang mempergunakan
pedangnya untuk melancarkan serangan kepada pengantin
lelaki, yaitu si kongcu yang angkuh dan tengah duduk dikuda
putihnya.
Hanya saja disebabkan ada beberapa orang pengawal yang
berusaha menghadangnya dan menghalanginya, sehingga
Kwan Hiong tidak bisa mendekati pengantin pria itu.
Sepasang alis Hek Sin Ho jadi mengerut dalam2, dia jadi
tidak mengerti, mengapa sebagai seorang gagah perkasa
seperti Kwan Hiong mau mengacau dan mengganggu
rombongan pengantin itu" Dan menurut dugaan Hek Sin Ho,
Jelas didalam persoalan ini terdapat sesuatu yang luar
biasa.
Maka disebabkan hatinya tertarik Hek Sin Ho telah
menghampiri lebih dekat.
Saat itu, pemuda yang tengah mengamuk itu, yang
memang tidak lain dari Kwan Hiong, murid dari Bu Ceng Cu
Liok Hwie Ceng yang nomor dua itu. Dengan mempergunakan
ilmu pedang Bu Tong Kiam-hoat, ilmu pedang pintu perguruan
Bu Tong Pai, tampak Kwan Hiong merubuhkan tiga orang
pengawal yaog menghalanginya dibarisan depan.
Enam orang pengawal iringan pengantin yang lainnya, jadi
kaget bukan main, muka mereka pucat sekali, karena mereka
telah menyaksikan bahwa Kwan Hiong bukan main2 dalam
penyerangannya dengan pedangnya itu, yang telah melobangi
dada ketiga orang pengawal yang telah dirubuhkannya itu.
Inilah hebat.
Rombongan iring2an pengantin itu adalah rombongan dari
manusia-manusia yang tengah bergembira di hari gembira
seperti itu, maka dengan jatuhnya korban sampai tiga jiwa
seperti yang dialami oleh ketiga orang pengawal tersebut
memperlihatkan nasib pengantin pria dan wanita itu tergah
jelek dan buruk sekali.
Sedangkan keenam orang pengawal yang lainnya berdiri
tertegun pengantin pria itu duduk dikuda putihnya dengan
muka yang pucat mukanya putih seputih bulu kudanya
tubuhnya juga agak menggigil.
Kwan Hiong sudah tidak mau membuang2 kesempatan, dia
ingin berlari menuju kejoli pengantin wanita.
Tetapi disaat itu tampak seekor kuda menghadang dengan
muka yang penuh kemurkaan.
"Manusia pemberontak!" bentak lelaki tua Itu dengan tubuh
menggigil, suaranya juga tergetar, karena dia tengah murka
bukan main, jenggot dan kumisnya juga jadi bergerak gerak.
"Orang tuamu telah dihukum pemerintah karena
memberontak dan menjadi pengkhianat dan engkau sebagai
anaknya pemberontak, selalu menimbulkan kerusuhan."
Moka Kwan Hiong jadi berobah bengis waktu mendengar
lelaki tua itu berkata demikian, sepasang alisnya berdiri.
"Orang she Hee, engkau memang keterlaluan! Jika tidak
memandang putrimu, tentu siang siang aku sudah mengambil
kepalamu?"
"Hemmm, Kwan Hiong!" tertawa dingin orang tua itu
dengan berani. "Lebih baik kau cepat2 pergi menyingkir
scbelum aku membuka rahasiamu lebih jauh. kalau sampai
didengar pembesar negeri walaupun kau melarikan diri
keujung langit sekalipun, tentu jiwamu sulit untuk
melindungi...?"
"Hari ini aku akan mempertaruhkan jiwaku!" seru pemuda
she Kwan itu dengau murka. "Biarlah kita mati bersama".. aku
puas jika semuanya menghadap Giam Ong!" Yang
dimaksudkannya dengan perkataan Giam Ong itu adalah raja
akherat.
Muka lelaki tua itu, yang dipanggil sebutan orang she Hee,
telah berobah menjadi pucat pias, tubuhnya menggigil.
Semula dalam murkanya dia bermaksud untuk menggertak
pemuda she Kwan, namun setelah menyaksikan betapa
pemuda tersebut sangat nekad, maka timbul pula perasaan
takutnya.
Kwan Hiong telah menggerakkan pedangnya dan "Ceepp !"
mata pedang telah menancap ditubuh kuda yang ditunggangi
oleh orang tua itu. Binatang tunggangan itu kesakitan bukan
main, mengeluarkan suara ringkik yang panjang dan
mengangkat kedua kaki depannya.
Tanpa ampun lagi tubuh orang tua she Hee itu telah
terpental terbanting ditanah. dia mengaduh2 kesakitan sambil
memaki kalang kabutan.
Keenam pengawal keamanan yang mengawal iring2an
rombongan pengantin tersebut rupanya telah pulih
semangatnya, dengan cepat mereka mencabut golok masing2,
yang besar dan berat.
"Penjahat yang tidak tahu mati." teriak beberapa orang
diantara mereka.
"Tangkap !".
Maka keenam orang pengawai itu telah menyerbu dengan
goloknya itu, yang segera menabas kearah sipemuda she
Kwan tersebut.
Enam batang golok datang menyambar dengan serentak,
tentu saja telah membuat Kwan Hiong jadi sibuk melayani
juga, untuk menangkis dan berkelit.
Gerakannya lincah bukan main, setiap serangan golok
lawannya dapat ditangkis dengan manis;
Disamping iiu, kakinya juga sering bekerja untuk
menendang lawannya yang terdekat.
Sinar senjata tajam itu berkelebat2 menyilaukan mata,
pengantin pria duduk mematung di kuda putihnya dengan
muka yang pucat sekali.
Tetapi disaat Kwan Hiong tengah menghajar keenam
pengeroyoknya itu, yang ditendang jumpalitan ditanah, tiba2
dari keiauhan terdengar suara larinya kuda dalam jumlah yang
banyak, dan tampaklah debu mengepul tinggi disertai oleh
munculnya serombongan tentara pemerintah.
Kwan Hiong yang tengah mengadakan perlawanan atas
serangan keenam pengeroyoknya itu, jadi mengerutkan
alisnya. Dia melihat bahwa dirinya sulit untuk meloloskan diri,
karena walaupun bagaimana jumlah tentara itu sangat
banyak, hampir meliputi tiga puluh orang.
Pengantin lelaki waktu melihat rombongan tentara negeri
itu, segera berobah wajahnya jadi cerah. Sikap angkuhnya
segera juga muncul kembali.
"Tangkap penjahat, jangan biarkan dia sampai lolos."
teriaknya memberi semangat.
Dalam waktu yang cepat sekali, rombongan tentara negeri
telah sampai dan mereka telah melompat dari kuda masing2
sambil mencabut senjata masing2 disertai oleh teriakan2 :
"Mana penjabat" Mana penjahat ?"
Kwan Hiong mengamuk dengan pedangnya, dia telah tujuh
tahun mempelajari ilmu pedang Bu Tong Pai. Kepandaiannya
juga cukup sempurna, maka dari itu, sesungguhnya dia tidak
merasa takut untuk menghadapi tentara negeri itu.
Namun disebabkan jumlah tentara negeri itu memang
banyak maka dia jadi sibuk sekali untuk berkelit melompat
kesana kemari dari serangan berbagai macam senjata.
Tetapi Kwan Hiong tampaknya nekad sekali, dia tidak
bersedia untuk melarikan diri.
Dua kali pundaknya kena diserempet senjata golok musuh,
tetapi diapun telah berhasil melukai lima orang tentara negeri.
Suara pertempuran yang kalut seperti itu ramai oleh seruan
dari tentara negeri tersebut. "Tangkap penjahat ! Tangkap
penjahat !"
Semua orang yang berada dalam rombongan pengantin itu
berdiam diri dengan ketakutan dan tubuh menggigil.
Sedangkan dari joli mempelai wanita terdengar isak tangis
yang perlahan sekali. rupanya mempelai wanita itu ketakutan
dan berkuatir sekali, karena justru pemuda yang tengah
dikepung2 oleh puluhan orang tentara negeri itu adalah
kekasihnya, pemuda yang dicintainya......
Ternyata rombongan pengantin itu merupakan iring2an
yang dikawal oleh pengawal keamanan, maka disaat terjadi
kegaduhan, seorang pengawal telah cepat2 berlari
meninggalkan untuk meminta bala bantuan. Maka tidak
mengherankan jika rombongan tentara negeri itu cepat sekali
tiba ditempat tersebut.
Wanita yang menjadi mempelai Wanita itu tidak lain dari
Hee Swat Hong, sedangkan lelaki yang tadi terjatuh dari
kudanya adalah Hee Losinshe, ayah sigadis.
Maka dari itu, tidaklah mengherankan jika Hee Swat Hong
berkuatir sekali, kalau2 Kwan Hiong mengalami bencana oleh
kenekadannya itu.
Sejak berangkat dari rumahnya, untuk diboyong kerumah
mempelai lelaki, Hee Swat Hong memang telah menangis
tidak hentinya, Hee Lo sinshe terus menerus telah
memarahinya, tetapi sang ayah tidak berhasil menghentikan
tangis puterinya tersebut, yang tidak rela untuk djkawinkan
dengan pria yang tidak dicintainya.
Semula Swat Hong ingin membunuh diri, tetapi diapun
takut tidak bisa bertemu dengan Kwan Hiong pula. Tetapi
untuk menentang keinginan ayahnya yang kukuh dengan
pendiriannya, sigadispun tidak berdaya.
Pernah sigadis ini melawan kehendak ayahnya dia telah
dikurung didalam kamar dan dipukuli dengan keras, sehingga
dia menjadi menderita sekali.
Sekarang dia melihat betapa Kwan Riang, pria yang
dicintainya itu sengaja menghadang de ngan nekad
rombongan pengantin ini, dan sedang dikeroyok oleh puluhan
orang tentara negeri yang bersenjata tajam. Tentu saja dia
berkuatif bukan main, sehingga sambil menangis sedih Swat
Hong telah meminta dan berdoa kepada Thian agar
kekasihnya itu dilindungi.
Terlebih lagi memang disaat itu Kwan Hiong telah dilukai
dan darah memenuhi bajunya sehingga gadis itu tambah
berkuatir saja.
"Tangkap, jangan biarkan dia lolos," teriak mempelai lelaki
dengan suara yang sombong, su dah lenyap perasaan
takutnya, karena dia melihat pengawal telah datang dalam
jumlah yang demikian banyak.
Ayah dari mempelai lelaki itu adalah seorang pembesar
negeri berpangkat tinggi yang telah pensinnan dan hidup
mewah, tidak mengherankan jua rombongan pengantin
tersebut sangat mewah dan ramai sekali.
Pemuda yang menjadi mempelai lelaki itu she Bong dan
bernama Ie San. Dia merupakan seorang pemuda yang
angkuh dan congkak sekali, disamping batinya juga sangat
kejam.
Seringkali Bong [e San menindas orang2 yang lemah,
namun karena kekuasaan ayahnya yang memang masih kuat,
walaupun telah pensiun, tidak mengherankan tidak ada
seorangpun yang berani mengganggu pemuda she Bong
tersebut.
Dan memang disaat2 tertentu seringkali ada orang yang
merasa dirinya diperlakukan terlalu sewenang2 dengan
pemuda she Bong tersebut mengadakan perlawanan, tetapi
umumnya mereka justru telah dihajar babak belur dan disiksa
oleh kaki tangannya pemuda she Bong tersebut.
Tidaklah terlalu mengherankan jika Bong Ie San kian hari
kian congkak dan angkuh.
Sedangkal Hee Losinshe, ayah Swat Hong, bermaksud
menjodohkan puterinya dengan pemuda itu disebabkan Bong
le San putera seorang Pembesar negeri yang terpelajar, dan
juga kaya raya, maka menurut pendapat Hee Losinshe,
tentunya itu tidak akan terlanmar.
Namun. disebabkan cinta segitiga, akhirnya hari ini muncul
urusan berdarah dihari perkawinan anaknya.
Tentu saja, Hee Losinshe jadi gusar dan murka bukan
main. terlebih lagi tadi diapun tadi rubuh dan kudanya,
terbanting keras sekali karena kudanya itu ditikam oleh
pedangnya si pemuda she Kwan tersebut.
Dengan napas menburu, dengan duduk diatas kuda yang
diberikan oleh salah seorang pengawal sebagai pengganti
kudanya yang telah terluka, Hee Losinshe itu telah
menghampiri Bong Ie San.
"Siansay (mantu pemuda itu orang jahat, dia keturunan
pemberontak. Keluarkanlah perintah agar menangkapnya dan
jangan sampai dia berhasil meloloskan diri...!" kata Hee
Losinshe dengan suara berapi2, karena dia murka bukan main.
Sang menantu ini, Bong Ie San, telah mengangguk.
"Baik Gakhu, walaupun bagaimana dia memang harus
ditangkap, lihatlah diapun telah meijatuhkan banyak korban,
dosa yang dlpikulnya sangat berat sekali...?" menyahuti sang
mantu itu.
Tentu saja Hee Losinshe girang mcndengarnya, terlebih lagi
dia melihat sang mantu ini telah mengeluarkan perintahnya
dengan suara yang lantang "Tiga ribu tail untuk batok kepala
penjahat itu."
Tentu saja teriakan itu disambut dengan sorak. sorai
semangat dari pengawal itu, karena jumlah uang tiga ribu tail
bukanlah suatu jumlah yang sedikit.
Tidak mengherenkan jika disaat itu mereka telah
merangsek maju melancarkan serangan yang jauh lebih hebat
lagi, setiap senjata mereka menyambar, tentu mengincar
bagian yang berbahaya.
Dengan demikian, bukan main terdesaknya Kwan Hjong dia
sampai mengeluarkan seruan2 tertahan, karena beberapa kali
hampir terserang oleh Senjata lawan.
Setidak2nya, serangan pengawal2 -itu menyebabkan luka2
ditubuh Kwan Hiong bertambah,
Hek Sin Ho yang sejak tadi hanya menyaksikan dari tepi
jalan, sudah tidak bisa menahan sabar lagi.
Tahu2 tubuhnya telah melompat menghampiri rombongan
itu. Dia telah melompat justru kekuda putih mempelai pria itu,
dimana dia telah cengkeram punggungnya Bong Ie San
dengan keras.
Bong Ie San kaget bukan main, dia menjerit ketakutan.
Tetapi Hek Sin Ho dengan cepat menarik tubuh pengantin
lelaki itu, denran kuat dia telah membanting tubuh pemuda
tersebut, sehingga pengantin lelaki itu jadi menjerit2 dengan
suara yang menyayatkan akibat menderita kesakitan yang
bukan main, suaranya melengking2 seperti seekor anjing yang
ingin dipotong.
Hek Sin Ho bekerja cepat sekali, setelah membanting
sipengantin lelaki, dia telah melompat kegelanggang
pertempuran. Kedua tangannya bekerja dengan cepat sekali,
setiap kali tangan itu meluncur, dia selalu berhasil
menghantam salah seorang tentara negeri, dan jika ada
kesempatan Hek Sin Ho juga mencengkeram dan menangkap
dan membantingnya juga.
Dalam cara berkelahinya dengan bertangan kosong seperti
itu, ternyata Hek Sin Ho telah mempergunakan jurus2 Kim-naciu,
yaitu ilmu menangkap dan mencengkeram.
Kwan Hiong yang mtlihat datangnya bala bantuan, jadi
girang bukan main.
Dia tidak kenal siapa penolongnya itu, yang mukanya hitam
seperti pantat kuali. Tetapi kepandaiannya bukan main
hebatnya, tubuhnya berkelebat2 seperti bayangan.
Sedangkan tentara negeri jadi terkejut dan takut melihat
munculnya seorang jago baru yang memiliki kepandaian
demikian tinggi.
Mereka untut sejenak jadi tertegun.
Mempergunakan kesempatan itu, Hek Sin Ho telah
berkelebat, dia bergerak bagaikan angin dan tahu2 belasan
golok telah berhasil dirampasnya.
Dengan mengeluarkan suara dengusan mengejek, Hek Sin
Ho telah mematahkan belasan batang golok itu dengan
mudah, seperti tidak mempergunakan tenaga.
Keruan saja belasan tentara negeri yang menyasikan hal itu
jadi bsrobah mukanya, jadi pucat dan mereka ketakutan.
Namun mengingat jumlah mereka yang besar, maka
mereka kemudian telah berseru keras sambil menerjang lagi.
Hek Sin Ho melihat kebandelan dari tentara negeri itu,
segera bertindak lebih keras. Setiap kali dia menghantam, dia
memukul dengan disertai tenaga lwekang.
Maka tidak mengherankan, setiap ada seorang tentara
negeri yang kena dihantam mukanya atau tubuhnya, segera
terpental rubuh dengan berdarah atau terluka didalam, dan
yang sudah pasti mengeluarkan suara jeritan yang
menyayatkan hati....
Saat itu, Kwan Hiong juga tidak tinggal diam, dia telah
mempergunakan pedangnya untuk mengamuk.
Didalam waktu yang singkat Kwan Hiong kembali telah
berhasil merubuhkan dua orang lawannya, telah berhasil
melukai tiga orang lainnya.
Melihat gelagat tidak baik Untuk pihaknya, tentara negeri
itu telah berteriak2 menganjurkan agar rombongan pengantin
cepat2 berlalu, Sedangkan mereka akan mempertahankan diri
sementara rombongan itu belum lolos dari ancaman itu.
Tetapi Hek Sin Ho sam sekali tidak ingin memberikan
kesempatan.
Dilihat Bong Ie San tengah merangkak bangun unruk naik
keatas kudanya, muka pemuda She Bong itu meringis seperti
menahan sakit, pinggulnya sepsrti remuk karena terbanting
keras ditanah, dan juga metanya masih berkunang2 dengan
kepala yang pusing.
Sebetulnya Bong Ie San sangat murka dan penasaran,
tetapi karena melihat penolongnya Kwan Hiong seorang yang
berkepandaian tinggi sekali, mau tidak mau dia jadi takut
sendirinya.
Mendengar anjuran dari pasukan tentara itu dengan
sendirinya dia menganggapnya menang jalan terbaik adalah
menyelamatkan diri.
Segera diperintahkan rombongannya untuk melanjutkan
perjalanan mereka, disaat kedua orang pesuruh itu tengah
dihadapi oleh puluhan orang tentara negeri itu,
Tetapi Hek Sin Ho mana mau melepaskan mereka begitu
saja" Sejak semula dia sudah tidak senang melihat Kongcu
yang menjadi mempelai lelaki itu, yang memperlihatkan sikap
yang angkuh, maka dengan mengulurkan kedua tangannya,
dia telah menyambar lengan kedua tentara yang berada
didekatnya, lalu dengan mudah dia telah melontarkan mereka.
dan disaat itulah, tubuhnya telah melompat mengejar
sipemuda she Bong itu.
Waktu itu Bong Ie San berusaha meloloskan diri dengan
melarikan kudanya, tetapi gerakan tubuh Hek Sin Ho lebih
cepat lagi, yang tahu telah melayang menyambar punggung
sipemuda she Bong, yang bajunya dicengkeram keras sekali.
Bong Ie San berusaha meronta, tetapi dia tidak berdaya,
karena dia tidak bisa melepaskan diri dari cengkeraman targan
Hek Sin Ho yang kuat itu, sehingga dia hanya sanggup
menjerit jerit meminta tolong....
Hek Sin Ho telah membentak bengis. "Perintahkan
orang2mu mundur!"
"Ba. baik," menyahuti Bong te San ketakutan bukan main,
dia takut dibanting lagi, yang tentu akan membuat pinggulnya
sakit dan patah
Dengan suara yang ketakutan, dia telah perintahkan
puluhan orang pengawal itu untuk mengundurkan diri.
"Kwan toakol" kata Hek Sin Ho kemudian dia memanggil
Kwan Hiong dengan sebutan Kwan Toako, karena dia memang
mengetahui nama pemuda itu, sebab dia pernah bersembunyi
dikuil tua dimana Kwan Hiong hampir ribut dengan Goan
Seng, pendeta Siauw Lim Sie.
Tentu saja Kwan Hiong tertegun mendengarnya dia tidak
mengenal penolongnya yang berkepandaian hebat ini. yang
gagah dan mukanya hitam seperti pantat kuali..
"Sesungguhnya perbuatan jahat apakah yang telah
dilakukan oleh kutu busuk ini?" tanya Hek Sin Ho lagi.
»Mereka Manusia2 jahat...mereka berusaha memisahkan
aku dengan adik Hee-ku."kata Kwan Hiong. "Maka dari itu,
walau pun harus mati, aku rela, aku akan mati bersama2
mereka...!"
Baru Kwan Hiong berkata sampai disitu, justru dari dalam
joli pengantin wanita itu telah melompat keluar sipengantin
Wanita tersebut, yang berlari kearah Kwan Hiong sambil
berseru : "Engko Hiong...!"
Kwan Hiong dan mempelai wanita itu telah saling
berpelukan, keduanya jadi menitikkan air mata.
Sebagai seorang anak yang cerdas, Hek Sin Ho segera
dapat menduga urusan yang sesungguhnya.
"Kwan Toako, kau ajaklah adik Hee mu itu jauh2" katanya.
"Pergilah kalian hidup bahagia...!"
"Terima kasih Inkong!" kata Kwan Hiong yang memanggil
Hek Sin Ho dengan sebutan Inkong, yaitu tuan penolong.
"Swat Hong, kembali" tiba2 Hee Losinshe telah membentak
dengan keras sekali, mengandung kemarahan yang bukan
main.
Tetapi Hee Swat Hong sudah tidak memperdulikan
bentakan ayahnya, dia hanya menoleh sambil teriaknya
"Maafkan ayah. aku bukan anak yang baik, memang seorang
anak yang put gie put tong put hauw dan kemudian sigadis
telah menarik tangan Kwan Hiong, sambil katanya lagi dengan
suara yang perlahan: "Mari engko Kwan, mari kita pergi.
kemana saja kau pergi, aku akan ikut dengan kau, walaupun
harus bersengsara atau mati!".
Betapa terharunya Kwan Hiong, dia memang mencintai
Swat Hong, maka setelah berteriak mengucapkan terima kasih
lagi kepada Hek S|n Ho, Kwan Hiong membantui Swat Hong
naik keatas seekor kuda, sedangkan diapun telah melompat
keatas seekor kuda lainnya, lalu kedua kuda itu dilarikan
dengan pesat sekali meninggalkan tempat itu...
Sengaja Hek Sin Ho masih terus mencekal punggung Bong
Ie San dengan keras, dia menantikan sampai Kwan Hiong dan
sigadis telah pergi jauh sekali, sehingga sudah tidak terlihat
bayangannya, barulah Hek Sin Ho mengangkat mengangkat
tubuh orang she Bong tersebut, dia telah melontarkannya
dengan keras ketengah udara, sejauh lima tombak.
Dengan mengeluarkan suara jerit kesakitan Bong Ie San
telah berteriak, disaat itu tubuhnya meluncur dan terbanting
keras ditanah, sehingga sekali lagi dia telah menjerit keras
bukan main, jerit kesakitan."
Mempergunakan kesempatan itu. Hek Sin Ho telah berlari
dengan cepat sekali, dengan mempergunakan ilmu
meringankan tubuhnya. Dalam sekejap mata saja dia sudah
lenyap dari pandangan tentara negeri maupun Hee Losinshe
yang duduk lemas tidak bersemangat diatas kudanya,
sedangkan Bong Ie San telah berteriak-teriak seperti
kebakaran jenggotnya.
-oo0dw0oo-
Jilid 9
TIDAK, ada seorangpun diantara negeri itu yang berani
mengejarnya, karena mereka menyadarinya tidak mungkin
dapat mengejarnya.... maka dari itu, yang mereka pentingkan
justeru menolong Bong le San yang telah terbanting patah
tulang kakinya.
Hek Sin Ho dengan cepat berlari2 meninggalkan tempat itu.
Hatinya puas telah berhasil menolongi Kwan Hiong merebut
kekasihnya.
Didalam hati kecilnya Hek Sin Ho berharap mereka dapat
hidup bahagia, sampai kakek dan nenek.
Tetapi, belum lari terlalu jauh tiba2 Hek Sin Ho telah
menghentikan langkah kakinya karena justeru dari arah
samnping kanannya, dari tepi jalan dibalik sebuah batu
gunung yang cukup besar terdengar seseorang menggumam;
"Hmmm. kepandaian buruk! kepandaian buruk! Kepandaian
jelek. Apa yang harus engkau banggakan " Baru bisa
merubuhkan tentara negeri yang seperti boneka saja sudah
gembira tersenyum2 seorang diri Apa anehnya?"
Hek Sin Ho tidak mengetahui entah siapa yang telah
mengatakan itu, tetapi dia merasakan bahwa justru kata2 itu
merupakan sindiran untuk dirinya. Maka dari itu, betapa
mendongkolnya Hek Sin Ho.
Dengan cepat Hek Sin Ho melompat kebawah gunung itu.
dia melihat kearah belakangnyaTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Seorang pengemis tua berusia diantara lima puluh tahun
tengah tidur menggeletak diatas rumput, dengan tangannya
mempermainkan tidak hentinya sebatang rumput.
Sikapnya itu nyaman sekali, sepasang matanya dipejamkan,
seperti tidak melihat kehadiran Hek Sin Ho.
Kembali Hek Sio Ho jadi ragu2, karena dia kuatir justru kata
itu bukan ditujukan untuk dirinya,
Disaat Hek Sin Ho ingin membalikkan tubuhnya untuk
berlalu saja, tidak melayani pengemis tua itu, yang pakaiannya
begitu kotor dan jorok, justru sipengemis telah menggumam
lagi "Hemm, muka sudah hitam seperti pantat kuali jika nanti
mencari bini juga sulit sekali! Akhh, apakah ada gadis buta
yang mau diperisteri seorang monyet hitam yang buruk seperti
itu?".
Mendengar perkataan sipengemis yang terakhir itu, darah
Hek Sin Ho jadi meluap.
Jelas perkataan mengejek itu ditujukan untuk dirinya, maka
dari itu, dia telah menghampiri sipengemis tua yang masih
tetap terbaring tidur itu, dia telah membentak : "Pengemis tua
kita tidak saling kenal dan belum pernah bertemu, mengapa
engkau telah mengejek aku begitu rupa?" suara Hek Sin Ho
terdengar nyaring sekali.
"Hihihi, sungguh lucu." tiba2 sipengemis membuka
matanya, dan matanya yang bersinar tajam bukan main
menatap Hek Sin Ho. "Sungguh lucu sekali, siapa yang
mengejekmu?".
"Hemm, apakah kau ingin menyangkal?" bentak Hek Sin
Ho.
"Menyangkal" Memang tadi aku tengah berkata2 seorang
diri tanpa maksud mengejek siapa pun juga, terlebih lagi
engkau memang tidak pernah kukenal Mengapa engkau
mengatakan bahwa aku justru mengejekmu" Kata2 apa saja
yang telah kukeluarkan" Coba kau tolong jelaskan saudara
kecil...".
Muka Hek Sin Ho jadi berobah merah gelap, sehingga
mukanya tampak semakin hitam, karena dia sangat
mendongkol bukan main.
"Mukaku memang hitam, hitam legam seperti pantat kuali,
tetapi tidak pantas jika engkau seorang tua seperti ini mau
memperolok diriku."
"Ha, kau hitam, hitam manis !" berkata si pengemis. "Tadi
aku mengejek apa " Apakah aku mengatakan engkau sebagai
sianak hitam ?".
"Bukan".
"Lalu perkataan yang mana engkau menganggapnya
sebagai kata2 ejekan?".
"Engkau menyebut diriku sebagai monyet hitam "
Pengemis tua itu telah tertawa bergelak2 dengan suaranya
yang nyaring. Tubuhnya sampai targoncang2 oleh suara
tertawanya tersebut. Saat itu Hek Sin Ho telah habis sabar
"Jika memang engkau menganggap dirimu sebagai orang
yang berusia lanjut dan ingin dihormati, kukira engkau tidak
asal membawa sikap kekanakan seperti itu! Jika memang aku
bersikap kurang ajar, jangan nanti engkau mempersalahkan
aku sebagai simuda yang tidak tahu adat...!"
Mendengar begitu, sipengemis telah menghentikan
tertawanya, dengan mata yang bersinar tajam sekali dia tslah
memandang tajam kepada Hek Sin Ho.
"Anak nakal! Tidak hujan tidak angin engkau tahu2 muncul
dihadapanku dan memaki2 diriku! Ohhh, kurang ajar sekali!
Tahukah engkau, pertama2 engkau telah mengganggu
tidurku! Kedua, engkau telah bsrani bersikap kurang ajar
dengan memaki2 diriku! Maka untuk semua itu, seharusnya
engkau dipukul seratus kali!"
"Hemm!" mendengus Hek Sin Ho. "Apa yang hemm?"
bentak sipengemis. "Apakah kau memiliki kesanggupan untuk
memukul s.mpai seratus kali!"
"Ohh, begitu?" tertawa sipengemis. "Rupanya kau anggap
dirimu ini hebat sekali ya ?"
"Walaupun aku bukan seorang akhli silat, tetapi baru
menghadapi seorang pengemis butut seperti engkau
pekerjaan yang tidak terlalu sulit!" kata Hek Sin Ho dengan
suara mendongkol bukan main.
Sipengemis tersenyum menantang, dia juga telah berkata :
"Tadi aku telah menyaksikan kau mempermainkan orang2
pemerintah itu dengan mudah, tetapi ginkangmu tidak ada
seujung kuku dari seorang pendekar silat.".
Hek Sin Ho semakin mendongkol, Dia bukannya termasuk
seorang yang senang dipuji, tetapi diapun mendongkol karena
disebabkan sikap sipengemis, bukan celaannya terhadap ilmu
silatnya
"Baiklah, aku Hek Sin Ho yang bodoh mau meminta
pengajaran dari locianpwe!" dan setelah berkata begitu,
dengan cepat sekali, Hek Sin Ho bersiap dengan kuda2 kedua
kakinya, si kapnya itu seperti juga sikap seorang yang minta
untuk diberi petunjuk.
Didalam hatinya Hek Sin Ho sudah bertekad dia bermaksud
untuk memperlihatkan ilmu silatnya, agar sipengemis tidak
terlalu menghinanya dan meremehkannya.
Sedangkan sipengemis masih tertawa haha-hihi, dan
dengan disertai perkataan. "Baiklah, coba kau sambuti ini,"
lengan bajunya yang penuh dengan tambalan itu telah
menyambar dengan cepat sekali.
Dan samberan lengan baju itu bukan Sembarangan
samberan belaka, karena dibalik dari lengan baju itu
mengandung kekuatan tenaga dalam yang dahsyat.
Hek Sin Ho sendiri terkejut, kereta dia merasakan dadanya
seperti juga disamber oleh serangkum tenaga yang tidak
tampak yang kekuatannya seperti juga runtuhnya gunung
atau langit, membuat Hek Sin Ho tidak berani memandang
rendah sipengemis."
Sejak tadi dia melihat sinar mata pengemis itu yang tajam
bukan main, dia sudah menduga bahwa pengemis ini memang
merupakan seorang akhli lwekhe. yaitu seorang ahli yang
memiliki tenaga dalam yang bukan main hebatnya.
Dengan cepat sekali, Hek Sin Ho mengerahkan tenaga
dalamnya dikedua lengannya, dengan disertai oleh
bentakannya yang amat nyaring, dia telah menggerakan
kedua tangannya, dia mengibas dengan kuat sekali.
Segera juga dua kekuatan tenaga yang bukan main
dahsyatnya telah menyambar saling bentur dan menimbulkan
suara benturan yang keras sekali.
Disertai oleh seruan tertahan tubuh Hek-Sin Ho
bergoyang2, karena desakan tenaga serangan stpengemis
ternyata lebih kuat dari tenaga tangkisan.
Hek Sin Ho menyadarinya jika saja dia membandel dan
berusaha untuk mempertahankan diri terus berarti dirinya
yang akan celaka, karena tubuhnya akan tergempur dan dia
bisa terluka didalam.
Maka dari itu, dengan cepat sekali dia telah menarik
sebagian tenaga dalamnya, lalu dengan tiba2 sekali dia telah
melejit kesamping, dengan memiringkan tubuhnya Gerakan
yang di akukannya itu merupakan gerakan yang bukan main
cepatnya.
Sipengemis itu juga kaget. Dia tidak menyangka bahwa Hek
Sin Ho yang masih demikian muda usianya, telah dapat
menangkis serangannya, walaupun akhirnya Hek Sin Ho telah
menarik pulang sebagian tenaganya dan telah berkelit
kesamping.
Gerakannya itu juga bukan main gesitnya sehingga dengan
sendirinya, merupakan gerakan yang sangat tidak terduga.
Sipengemis tidak keburu untuk menahan serangannya,
sehingga tenaga sepagannya itu telah meluncur terus
menghantam tempat kosong.
Serangan itu bukan merupakan serangan yang remeh atau
ringan, maka tidaklah terlalu mengherankan jika tenaga itu
telah mengenai batu gunung dan batu gunung itu telah
hancur menjadi bubuk.
Melihat keadaan seperti itu tentu saja Hek Sin Ho jadi
mengeluh juga didalam hatinya, rupanya pengemis tua yang
aneh ini memang bukan lawan yang mudah untuk ditandingi.
Dia membayangkan jika tidak keburu untuk berkelit
kesamping, setidak2nya tubuhnya pasti telah terserang hancur
seperti batu itu...!
Dengan cepat dia telah melancarkan serangan susulan,
yaitu disaat tubuhnya tengah berada disamping, dia telah
mempergunakan kesempatan itu untuk menghantam iga dari
sipengemis tua.
Tetapi pengemis itu rupanya memang telah berwaspada,
walaupun tadi dia tidak kebutu untuk menarik pulang tenaga
serangannya, namun nyatanya dia tidak takut atau gugup oleh
serangan susulan yang dilancarkan oleh sipengemis,
Dengan mengeluarkan suara teriakan disertai
tertawanya yang keras, tampak dia telah menggerakkan
tangannya yang kanan, maka dari itu dari telapak tangannya
telah meluncur keluar serangkum angin serangan yang kuat
sekali.
Dan tenaga serangan itu juga bukan main kuatnya, tidak
kurang kuatnya seperti tenaga yang pertama tadi.
Maka dari itu, Hek Sin Ho kembali jadi terkejut, tetapi kali
ini sengaja Hek Sin Ho tidak menarik pulang serangannya,
melainkan dia telah mengempos dan menambah tenaga
serangannya.
Berkesiuran hebatlah angin serargan itu dan telah saling
bentur dengan dahsyat oleh tenaga tangkisan sipengemis.
Dan membarengi dengan itu, dengan mempergunakan tenaga
membentur, maka disaat itulah, tubuh sipemuda telah
malompat keatas, dan gerakannya itu bukan main cepatnya,
karena dia memang gesit sekali, maka dari itu, dia telah dapat
menghantam telak pundak sipengemis"
Apa yang terjadi itu sesungguhnya berada diluar dugaan
sipengemis.
Keruan saja, disamping dia kesakitan, juga dia kaget bukan
main.
Dengan cepat sekali dia telah mengeluarkan suara seruan
keras, dengan mendongkol dan penasarao, pengemis itu telah
memutar tubuhnya, tahu2 kedua tangannya telah beruntun
melancarkan serangan dengan cepat sekali. Serangan kedua
tangannya itu mengandung tenaga seratus yang dahsyat
sekali, karena ibarat juga runtuhnya gunung dan ambruknya
langit.
Maka dari itu, Hek Sin Ho tidak berani sembarangan untuk
menyambutinya.
Dia telah mengeluarkan suara siulan yang nyaring sekali
dan membarengi dengan itu dia telah melancarkan pukulan
yang bertubi2.
Tetapi kali ini Hek Sin Ho telah merobah cara berkelahinya,
jika tadi dia mempargunakan serangan dengan
mempergunakan tenaga yang kuat untuk mempergunakan
kekerasan. Tetapi di samping itu, memang disaat2 yang
tertentu, dia juga telah mempergunakan tenaga lunak, maka
dari itu sipengemis tidak bisa terlalu mengandalkan kekuatan
tenaga dalamnya.
Diam2 pengemis tua itu jadi bingung juga melihat cara
bertempur dari hek Sin ho yang sering berobab2,
Dia telah melihatnya jurus2 yang dipergunakan oleh Hek
Sin Ho seperti jurus dari berbagai pintu perguruan. Sebentar
Hek Sin Ho mempergunakan jurus dari Siauw Lim Sie, tidak
lama kemudian dia telah merobahnya kembali dengan
mempergunakan jurus dari Ngo Bie Pay lalu berganti lagi
dengan jurus Bu Tong Pai lalu Kun Lun, lalu Ngo Cim Kauw,
dan lain2 jurus dari berbagai perguruan silat lainnya.
Keruan saja, sipengemis jadi berpikir keras entah siapa
anak muda yang hebat ini, yang ilmunya dari berbagai pintu
perguruan silat disamping mukanya yang hitam legam seperti
juga pantat kuali.
Maka dari itu. dengan adanya pemikiran seperti itu sikap
sipeigemis juga jadi berhati2 sekali.
Dia telah melancarkan serangan2 dengan perhitungkan
masak2.
Dan setiap serangannya itu tentu mengincar bagian yang
mematikan dan berbahaya ditubuh Hek Sin Ho.
Hek Sin Ho sendiri, yang biasanya lincah dan sering
bergurau terhadap lawannya dengan mengandalkan
kegesitannya, kali ini tidak berani main2.
Dia menyadarinya bahwa pengemis itu memang memiliki
kepandaian yang bukan main kuat dan tangguhnya, maka jika
dia berlaku berayal, niscaya dirinya yang akan hancur di
tangan pengemis itu.
Saat itu, telah lewat puluhan jurus, tetapi diantara kedua
orang itu, yang satu tua dan yang seorang muda, masih
belum terlihat yang mana terdesak dan yang mana unggul.
Maka dari itu, Hek Sin Ho juga tidak berani terlalu ceroboh
dan selalu melancarkan serangan dari ilmu simpanannya.
Setiap serangannya pasti dahsyat karena Hek Sin Ho selalu
menyerang dengan menyertai delapan bagian tenaga
dalamnya.
Dan tidak kalah hebatnya, begitu pula sipengemis yang
telah mengempos dan mempergunakan delapan bagian juga
dari tenaga murninya.
Rupanya kedua orang ini memiliki kepandaian berimbang.
Maka dari itu, dengan cepat sekali, dengan adanya
perkelahian seperti itu telah menyebabkan keduanya merasa
kagum terhadap lawan masing2, yang mereka lihat memiliki
kepandaian tinggi sekali.
Tetapi, karena keduanya memang memulai pertempuran
itu dengan hati sama2 mendongkol maka dari itu kedua orang
tersebut tidak ada hasrat untuk mengalah mereka tetap
melancarkan serangan ingin merubuhkan lawan, untuk
membuktikan bahwa kepandaian mereka itu bukanlah
kepandaian yang rendah dan bisa diremehkan....
Sipengemis tua itu sendiri, semakin lama jadi semakin
tertarik kepada Hek Sin Ho.
Walaupun bagaimana, jarang sekali ada orang seusia Hek
Sin Ho memiliki Kepandaian yang demikian tinggi.
Selama hidupnya, dia telah berkelana diberbagai tempat
dan menjagoi.
Dan memang dalam kalangan Kang-ouw terdapat banyak
sekali jago2 yang memiliki kepandaian sangat tinggi, tetapi
disamping itu, jarang sekali, atau boleh dikatakan dia belum
pernah bertemu dengan pemuda setangguh Hek Sin Ho.
Semakin bertempur, dia jadi semakin berhati-hati.
Sedangkan Hek Sin Ho sendiri semakin lama jadi semakin
penasaran.
Dia melihat, walaupun dia bertempur dengan sipengemis
seratus jurus lebih lagi, tidak nantinya dia dapat merubuhkan
pengemis tersebut, kalau saja memang dia mempergunakan
cara bertempur seperti itu.
Maka dari itu, setelah memutar otak sejenak lamanya,
akhirnya Hsk Sin Ho telah merobah cara berkelahinya.
Walaupun dia tetap mempergunakan kedua tangannya,
yang kosong tidak mencekal senjata tajam apa2, namun
kenyataannya dia menggerakkan kedua tangan itu dengan
sepuluh jari terouka ia membawa sikap seperti juga
membacok, sehingga kedua telapak tangannya itu seperti juga
pengganti dari golok,
Hebat cara bertempunya itu, sehingga sipengemis jadi
kaget.
Untuk sejenak sipengemis tidak bisa mengenali
sesungguhnya Hek Sin Ho mempergunakan ilmu pukulan yang
berrama apa dan juga dari pintu perguruan mana.
Disaat itulah, setelah main kelit kesana kemari dan sambil
memperhatikan terus, tiba2 wajah sipengemis jadi berobah
hebat.
"Ihhh!" dia telah mengeluarkan suara seruan, tampaknya
dia kaget bukan main, juga matanya yang memang selalu
bersinar itu; jadi semakin tajam.
Hek Sin Ho melibat sipengemis seperti terkejut oleh
serangan2aya, maka dia semakin bersemangat, dia telah
mengeluarkan suara seruan yaog keras dan melancarkan
serangan semakin hebat. Kedua telapak tangannya itu
berkesiutan dengan sikap menahas membacok dan menikam,
itulah serangan2 yang berbahaya sekali, yang bisa
mengambil jiwa lawan.
"Ouw Ke To Hoat?" berseru sipengemis sesaat kemudian,
"Hemmm rupanya engkau masih ada bubungannya dengan
Ouw It To!" Hek Sin Ho kaget
"Kalau memang benar kau ingin apa! Kalau tidak benar,
lalu apa yang kau kehendaki?" tanya Hek Sin Ho dengan suara
yang dingin.
Sambil bertanya begitu Hek Sio Ho tetap tidak
menghentikan serangannya, bahkan dia telah melancarkan
serangannya semakin gencar dan hebat sekali.
Maka dengan itu, dengan cepat sekali, dengan adanya
serangan yang beruntun dan hebat sekali, mau tidak mau
telah membuat sipengemis tua itu barus main kelit tidak
hentinya.
Disaat seperti itu, sipengemis telah bertanya lagi dengan
suara yang bengis"
"Katakan terus terang, ada hubungan apa antara kau
dengan Ouw It To?"
Mendeagar ditanyanya Ouw It To, Hek Sin Ho telah tertawa
dingin.
"Apa gunanya engkau menanyakan pendekar besar itu?"
tanyanya tawar.
"Tentu saja ada gunanya! jawab dulu, apa hubunganmu

^