The Hidden Oasis 10

The Hidden Oasis Karya Paul Sussman Bagian 10


Bahkan fungsi elektronik tampak telah melambat dan tak bersuara seakan sama-sama merasakan keterkejutan. Hening cukup
lama, kemudian, di dalam ruang kaca itu, para petugas mulai
melepas penutup kepala antiradiasi dan juga elektroda dan kabel
yang menutupi batu. Flin mulai tertawa geli.
"Oh, benda itu benar-benar berharga," dia tertawa kecil.
"Dua puluh tiga tahun dan hanya Tuhan yang tahu berapa
banyak korban mati dan semua itu hanya untuk sebongkah batu
yang tak ternilai. Benar-benar barang yang tak ternilai."
Seluruh kecemasannya tampak menguap, dinamika dalam
adegan itu sepenuhnya kebalikan dari apa yang terjadi di pesawat
tadi. Sekarang, bagi Freya, Flin-lah yang menikmati momen itu,
sementara Kiernan dan Girgis berusaha menguasai keadaan itu.
"Tetapi semua teks itu," ujar Kiernan. "Mereka bilang" Para
ahli, setiap orang bilang?"
Dia berputar-putar, menggerakkan tangan ke arah Flin.
"Kau yang bilang begitu! Kau mengatakannya kepadaku.
Bahwa batu itu nyata, bangsa Mesir menggunakannya" kau
yang mengatakannya kepadaku! Kau berjanji kepadaku!"
Flin mengangkat tangan. 520 | PAUL SUSSMAN "Mea culpa, Molly. Aku dulu adalah mata-mata yang payah,
dan tampaknya sekarang pun aku adalah ahli peradaban Mesir
yang payah juga." "Tapi katamu, kau bilang kepadaku, semua orang mengatakan
kepadaku" batu ini punya berbagai kekuatan, batu ini bisa
menghancurkan musuh Mesir" Tongkat para dewa, senjata
paling menakutkan yang pernah diketahui manusia!"
Kiernan mulai mengamuk, matanya membelalak, percikan
ludah mulai terkumpul kembali di sudut mulutnya.
"Berhati-hatilah, itu yang kau katakan! Jangan bermain-main
dengannya, ada banyak hal yang tidak kita mengerti, elemen
yang tidak kita ketahui! Kekuatan, kau bilang batu ini punya
kekuatan!" "Aku rasa aku keliru," kata Flin, diam sejenak sebelum menambahkan: "Ayolah, Molly, kau harus mengakui kelucuan
semua ini." Itu penggalan kalimat yang digunakan Molly sendiri
sebelumnya dan jelas dia tidak terhibur ketika hal itu dikembalikan lagi kepadanya. Molly menatap Flin"tatapan yang lebih
tajam dan kasar yang pernah dilihat Freya. Kemudian, sambil
menyentuhkan jarinya seolah berkata "Aku akan berurusan
denganmu sebentar lagi," dia menghampiri Meadows, memarahinya, menuntut hasil penemuannya, meminta penjelasan soal
temuan-temuan itu, mengatakan kepadanya bahwa dia pasti
membuat kesalahan dan harus melakukan pengujian lagi.
"Mereka yang bilang kepadaku!" Kiernan terus berteriak,
"Semua orang bilang kepadaku"batu ini punya kekuatan, itu
yang mereka bilang, punya kekuatan!"
Girgis dan rekannya bergabung, berbicara campuran dalam
bahasa Arab dan Inggris, berteriak kepada para ilmuwan, dan
kepada Usman"kini berdiri seorang diri di kamar isolasi, sedang
tak berdaya dalam kacamata plastik tebal"dan kepada Kiernan
juga, mendesak bahwa, punya kekuatan atau tidak, mereka
masih menunggu pembayaran penuh yang dijanjikan untuk
THE HIDDEN OASIS | 521 mereka. Si pria tinggi besar berkumis menyalakan rokok dan kini
Meadows"yang berdiri tanpa perlawanan menerima perlakuan
semena-mena"kehilangan kesabaran juga, dan meminta rokok
dimatikan segera agar tidak mengganggu peralatan listrik. Dua
rekannya datang mendekat untuk mendukungnya dan tiba-tiba
saja semua saling berteriak dan dan saling dorong, si kembar
ikut bergabung tanpa alasan yang jelas, kecuali bahwa itulah hal
yang bisa mereka lakukan. Seluruh ruangan itu dipenuhi suara
sumbang adu mulut yang kacau balau.
"Sudah waktunya untuk pergi," bisik Flin, sambil menggamit
lengan Freya dan menariknya melintasi ruangan. Mereka tiba di
jalur pintu, berhenti untuk memastikan bahwa mereka tidak
terlihat dan bergegas meninggalkan ruangan itu. Bersamaan
dengan itu, salah seorang dari mereka yang mengenakan jaket
putih, laki-laki muda berambut ikal yang berada tidak jauh dari
pintu dan, terlepas dari kekacauan yang sedang terjadi di sana,
masih tetap membungkuk memerhatikan layar monitor"tibatiba mengangkat tangan dan berkata: "Hei, lihat ini!"
Bukan kalimat itu yang menyebabkan Freya dan Flin berhenti
dan berbalik ke dalam ruangan, tetapi keadaan mendesak yang
menyertai kata-kata itu. "Lihat ini!" Laki-laki itu mengulang, sambil menggerakkan
tangannya untuk menarik perhatian mereka yang sedang ribut.
Di layar di depannya, Freya dapat melihat sederet palang vertikal
bergerak naik dan turun seperti katup terompet. Adu mulut
itu masih terjadi: suara laki-laki itu tertelan suara teriakan dan
teriakan balasan, dan dia harus berteriak untuk yang ketiga
kalinya sebelum hiruk-pikuk itu perlahan mulai mereda dan perhatian semua orang tertuju kepadanya.
"Telah terjadi sesuatu," katanya. "Lihat."
Semua orang bergegas menghampirinya, berkerumun di
depan layar. Bahkan Flin dan Freya bergerak mendekat, pelarian
mereka sesaat ditunda dulu karena mereka menunggu untuk melihat apa yang sedang terjadi.
522 | PAUL SUSSMAN "Apa ini?" tanya Girgis, sinyal pada monitor di depannya
menjadi semakin hidup. "Apa artinya semua ini?"
Meadows sedang menjulurkan lehernya di balik bahu rekannya, alis mengernyit saat dia menyaksikan palang bergerak ke
atas dan ke bawah, mengarah ke bagian puncak layar sebelum
jatuh kembali dan garisnya mendatar.
"Aktivitas elektromagnetik," gumam Meadows. "Banyak
sekali aktivitas elektromagnetik."
"Dari mana" Dari batu itu?"
Itu suara Kiernan. "Tidak mungkin," kata Meadows. "Kita telah memonitornya
selama dua jam dan tidak ada" Ini tidak?"
Dia berbalik dan menuju ruang kaca, yang lain mengikuti
di belakangnya. Flin dan Freya bertahan di dekat pintu, tak
ada yang memerhatikan mereka, semua mata kini terfokus
pada Benben. Usman masih berdiri di dalam ruangan kaca,
satu tangannya diletakkan di bagian atas batu seolah sedang
melindungi kepala anak kecil; sekumpulan kabel dan elektroda
simpang-siur di bagian dasarnya karena telah dilepaskan oleh
para petugas dalam pakaian radiasi tadi. Batu itu tidak tampak
berbeda dari keadaannya semula ketika dibuka pertama kali tadi:
sebongkah batu kelabu hitam berbentuk parabola yang padat
dan pendek. "Harker?" teriak Meadows.
"Di luar skala, Pak," lapor seorang pria yang berambut ikal.
"Aku tak pernah melihat apa pun?"
"Aku menangkap adanya peningkatan dalam radiasi alpha,
beta, dan gamma," kata ilmuwan yang lain. "Peningkatan yang
cukup signi"kan."
Meadows bergegas mendekat dan membungkuk untuk memerhatikan penemuan baru ini ketika seorang perempuan di
sisi seberang ruang juga berteriak"sesuatu tentang ionisasi
nonsekuensial"memaksanya untuk segera menghampiri dan
THE HIDDEN OASIS | 523 meneliti layarnya. Suara lain juga bergabung. Gairah, paksaan,
dan teriakan bahwa mereka juga mendapatkan temuan yang tak
terduga, mengucapkan kata dan kalimat yang tak berarti apaapa bagi Freya. Meadows berpindah dari satu layar ke layar lain,
menggelengkan kepala, mengucapkan "Tidak mungkin, benarbenar tidak mungkin," berulang-ulang. Mesin pencetak, yang
tadi diam selama beberapa menit terakhir, mulai bersuara lagi,
bahkan lebih bersemangat daripada sebelumnya, kertas yang lebih
panjang lagi keluar dari mulutnya. Bunyi peralatan elektronik
kembali terdengar dengan lebih bersemangat, memenuhi ruangan itu dengan simfoni bunyi cahaya di monitor, radio panggil,
dan derak. Layar monitor dan komputer itu berputar terus
dengan cahaya menyilaukan yang membingungkan.
"Apa yang terjadi?" teriak Girgis.
Meadows mengabaikannya. Bergegas ke ruang kaca, dia
memerintahkan Usman untuk keluar. Pria Mesir itu tidak bergerak, hanya berdiri di sana menatap batu itu, bergeming,
tatapan kosong dan bingung tersirat pada wajahnya. Meadows
mengulang perintahnya, dua kali, masing-masing dengan
desakan yang lebih kuat. Kemudian, dengan kibasan lengan
tak berdaya dia memberi isyarat kepada salah seorang rekannya,
yang kemudian menekan tombol. Airlock berdesis, menutup dan
menyegel, meninggalkan Usman terkunci di dalamnya.
"Maaf aku harus melakukan itu, Mrs. Kiernan," kata Meadows,
"tetapi aku tak bisa menanggung risiko?"
"Biarkan saja dia," Girgis memotong. "Bagaimana dengan
kita" Apakah kita dalam bahaya" Apakah ini amana?"
Meadows menatapnya, terkejut oleh ketidakpedulian pria
Mesir itu, kemudian memukulkan telapak tangannya pada
bagian depan kotak pelindung.
"Ini adalah kaca utama pendukung berbahan karbon
nanotube yang multilapisan setebal tiga inci. Artinya, tidak akan
ada apa pun yang tidak kita inginkan yang bisa keluar dari kotak
ini. Jadi, menjawab pertanyaan Anda, ya, kita sangat aman.
524 | PAUL SUSSMAN Sayangnya, aku tak bisa mengatakan hal yang sama kepada
rekan Anda itu." Usman mulai bergerak ke sana-kemari, satu tangannya menempel pada batu untuk menyokongnya. Dia bergumam kepada
dirinya sendiri, matanya berkaca-kaca seolah dia sedang jatuh
pingsan, tampak setengah sadar akan apa yang sedang terjadi.
"Apa yang terjadi dengannya?" tanya si pria tinggi besar. "Dia
mabuk?" Tidak ada yang menjawab. Usman terus berayun-ayun,
tangannya yang satu lagi terangkat, menyentuh dan mengusap-usap ritsleting pakaian radiasinya, mencoba untuk melepaskannya.
"Ana harran." Suaranya terdengar melalui intercom. Terdengar
linglung dan tak terarah, "Ana eyean."
"Dia bilang dia merasa kepanasan," ujar Flin lirih, menerjemahkannya untuk Freya. "Dia merasa tak enak badan."
"Apa yang terjadi kepadanya?" tanyanya, ketakutan dan tercengang sekaligus.
Flin menggeleng kepalanya, tak dapat menjawab. Usman
bergerak tiba-tiba, memperoleh kembali keseimbangannya, memegang ristleting dan membukanya, menurunkan dan melepas
pakaiannya, memperlihatkan celana panjang biru dan kemeja
putih yang dikenakannya. "Ana harran," ucapnya lirih. "Ana eyean."
Dia mulai melepas kemeja dan celana panjangnya, membuatnya berdiri di sana hanya dengan celana dalam, kaus kaki,
dan sepatu. Pasti akan terlihat lucu kalau saja dalam kenyataannya
dia tidak benar-benar sedang sangat tertekan, dadanya naikturun seolah sedang bersusah payah untuk bernapas, tangannya
gemetar tak terkendali. "Ha-ee-yee-betowgar," erangnya, meraba-raba paha dan
perutnya. "Ha-ee-yee betowgar."
"sakit sekali," Flin menerjemahkan.
THE HIDDEN OASIS | 525 "Oh, Tuhan," bisik Freya. "Aku tak sanggup melihat ini
semua." Tetapi Freya terus memerhatikannya, seperti juga orangorang lain di dalam ruangan itu terhipnotis secara tidak wajar
oleh apa yang sedang berlangsung di dalam ruang kaca karantina
itu. Mesin pencetak berbunyi semakin bising, suara bip monitor
dan gemeresek radio panggil semakin memekakkan telinga ketika
bermacam-macam alat di situ bersama-sama berdengung dengan
ritme yang semakin cepat. Tak menghiraukan jaminan yang
dikemukakan Meadows bahwa semuanya akan aman, Girgis dan
para pria Mesir lain menyingkir dari ruangan itu. Tidak seperti
Kiernan, yang tetap berdiri di tempatnya, menekan tangannya
ke kaca sementara dengan tangan yang lain dia menggenggam
salib di lehernya, matanya berkilau karena ketertarikan.
"Ayo," bisiknya. "Ayolah, sayang, perlihatkan kepada kami
apa yang bisa kau lakukan. Batu Api, Suara Sekhmet. Ayo, ayo!"
Usman kini terhuyung-huyung ke sana-kemari, mengerang
kesakitan, mengusap matanya, menarik-narik telinganya.
"Ana haragar," dia mengerang. "Ana larzim arooh lettawarlet."
"Ya Tuhan," kata Flin pelan. "Dia bilang dia akan sakit, dia
perlu?" Tubuh Usman menekuk ke depan dan jatuh berlutut, tepat
di depan Kiernan. Tetesan muntahan keluar dari mulutnya,
celana dalamnya yang berwarna putih berubah menjadi cokelat
pucat. "Dia buang air besar di celana!" Si pria tinggi besar itu tertawa. "Lihat! Si idiot kotor itu memberaki dirinya sendiri!"
"Iner-wer iner-en Ra iner-n sedjet iner sweser-en kheru-en
sekhmet?" kata Usman dengan gugup, berusaha bangkit
kembali dan hanya berdiri di sana, wajah dan perutnya menekan
pada bagian dalam kaca, kedua tangannya terkulai di sisinya.
Tiga puluh detik berlalu, bunyi bising alat-alat elektronik mulai
agak berkurang. Apa pun proses yang menyebabkannya, alat-
526 | PAUL SUSSMAN alat itu mulai mereda dan tenang. Kemudian, tiba-tiba, secara
mengejutkan, dua hal terjadi berurutan dengan sangat cepat.
Getaran yang berat dan bising mengisi ruangan itu. Tampaknya
keluar dari batu itu sendiri, ia bergetar seperti denyut jantung
yang berdegup kencang, menyebabkan seluruh ruangan bergetar
walaupun suara itu sendiri tidak terlalu keras. Seketika itu juga,
ada semburan cahaya yang sangat menyilaukan"juga dari dalam
batu"seperti nyala lampu pijar walaupun jauh lebih terang
dan lebih kuat. Keadaan itu berlangsung hanya beberapa detik
dan bara pada kaca melindungi mereka dari efek buruk sinar
itu. Meskipun demikian, mereka semua untuk sesaat lamanya
buta akibat melihat cahaya itu. Lengan-lengan terangkat untuk
melindungi mata, mesin pencetak dan monitor tak bersuara,
layar komputer dan lampu padam, ruang itu pun gelap gulita.
Ada teriakan, gerakan, suara Girgis ingin tahu apa yang sedang
terjadi, Kemudian, semendadak ketika mati, listrik pun kembali
menyala. Layar monitor dan komputer berfungsi kembali,
lampu halogen menyala kembali. Ada keheningan yang muncul
saat setiap orang berkedip dan menyesuaikan penglihatannya,
kemudian ada suara jeritan dan suara kesakitan.
"Ya Tuhan," Freya tercekat, menutup mulut dengan tangannya. "Tuhan, tolonglah dia."
Di depannya, Usman sedang berdiri dalam posisi yang masih
sama dengan sebelum sinar itu muncul, masih menempel kuat
pada bagian dalam kaca, masih dalam celana dalam, kaos kaki,
dan sepatunya. Bedanya adalah bahwa kini kulitnya telah hilang.
Tubuhnya"anggota tubuh dan wajah dan rangka dada"kini
seperti helai tambal sulam urat, otot, tulang dan jaringan
lemak yang mengilap dan licin. Yang lebih mengerikan lagi, dia
tampak masih hidup, karena ada erangan pelan dari lehernya,
matanya yang tak berkelopak bergerak ke sana-kemari di balik
kacamatanya saat dia mencoba mengetahui apa yang sedang
terjadi. Dia menggumamkan sesuatu dan mencoba melangkah
mundur, tetapi bagian depan tubuhnya dari pinggang ke atas"
perut, dada, pipi kanannya"tampak melebur pada kaca. Dia
THE HIDDEN OASIS | 527 mencoba lagi, bola matanya berputar liar, tulang iganya naik


The Hidden Oasis Karya Paul Sussman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

turun ketika dia berjuang untuk menarik napas. Kemudian,
setelah mengangkat lengannya"Freya tak bisa menduga dari
mana dia mendapatkan kekuatan"dia menempatkan tangannya
pada bagian di depan ruang, mengencangkan gigi yang tak
berbibir dan mendorong dirinya menjauh dari kaca. Terdengar
suara robek yang basah dan dia mendorong ke belakang, serpihan
daging tubuhnya yang cukup tebal masih menempel di dinding
kaca ruangan itu. Selama waktu yang singkat dan menyakitkan
itu mereka melihat sekilas tulang rahangnya, usus, dan mungkin
bagian dari hatinya. Kemudian ada getaran berdenyut lain, sinar
benderang lagi dan semuanya gelap gulita kembali.
"Kita harus pergi dari sini," kata Flin, sambil menggamit
lengan Freya dan menariknya melewati bagian pertama tirai
yang tergantung di pintu masuk ruangan itu. Saat itu suara
Kiernan terdengar dari kegelapan di belakangnya.
"Kau melihat apa yang bisa dilakukannya! Ya Tuhanku, ini
keajaiban! Keajaiban yang indah! Rendahkan dirimu di hadapan
tangan Tuhan yang kuasa! Terima kasih, Tuhan, terima kasih!"
Segera setelah mereka muncul di halaman, bayangan pun kini
memanjang karena matahari sudah tergelincir ke barat, mereka
pun segera berlari kencang. Freya berusaha melawan rasa mualnya. Dia tidak peduli lagi apa yang terjadi kepada Girgis dan
yang lain atau juga pembalasan dendam atas kematian kakaknya.
Dia hanya ingin keluar dari tempat itu.
Mereka tidak mengambil rute langsung dengan melewati
kuil. Alih-alih mereka meninggalkan halaman lewat gerbang
samping dan melewati labirin berliku dan galeri serta deretan
pilar panjang untuk menghindari penjaga berjaket kedap udara
di depan bangunan. Akhirnya, lebih karena beruntung daripada
sesuai rencana, mereka muncul di halaman besar kedua yang
telah mereka lewati sebelumnya, yang penuh dengan obelisk berbagai ukuran. Mereka berhenti sebentar untuk menarik napas,
mendengarkan, memastikan mereka tidak diikuti, sebelum ke-
528 | PAUL SUSSMAN mudian mereka berlari lagi. Mereka melewati menara di bagian
kepala halaman, lalu masuk ke alun-alun segi empat pertama
dan paling luar ketika suara denyut yang aneh kembali bergetar
di belakang mereka, dengan volume yang persis sama seperti
yang terdengar di ruangan itu tadi. Seluruh kompleks kuil itu
tampak bergetar. "Kita harus keluar dari oasis ini!" teriak Flin, sambil menarik
Freya melintasi lapangan, sampai di jalan kecil tak rata dan
penuh lumut. "Apa pun yang telah mereka mulai, ini adalah
awal dari semuanya. Kita harus keluar dari sini!"
"Apa yang akan terjadi?" Freya berteriak, berlari di samping
Flin. "Aku tidak tahu, tetapi mengingat apa yang baru kita saksikan, sepertinya akan ada yang tidak beres. Dan itu sebelum kau
mulai mempertimbangkan semua kutukan yang akan terjadi di
oasis ini." Tiga puluh menit yang lalu Freya akan mengabaikan
komentar terakhir itu dengan dengus sinis mencemooh. Setelah
beberapa peristiwa di dalam ruangan itu, dia menerima semuanya
begitu saja. "Ayo!" teriak Flin. "Kita harus terus lari!"
Mereka mencapai menara pertama, yang berada di depan
kompleks kuil, dan mulai melewatinya, menara trapezoid menjulang tinggi di atas mereka, lautan puncak pepohonan terhampar luas sampai batas di kejauhan.
"Bagaimana kalau ternyata jumlah mereka ada lebih banyak
lagi?" teriak Freya, teringat lagi pada sosok samar yang dia
lihat di balik semak belukar saat mereka naik ke lembah itu sebelumnya. "Para pria berkacamata hitam."
"Kita urus itu nanti saja, kalau hal itu memang terjadi. "Kita
harus?" Ada gerakan samar, disusul sosok kekar dan tegap yang
melangkah keluar dari relung pada dinding menara dan menghantamkan kepalan tangan penuh cincin ke wajah pria Inggris
THE HIDDEN OASIS | 529 itu, memecahkan bibirnya dan merubuhkannya ke lantai. Sosok
lain yang mirip muncul dari relung pada dinding di seberang
menjegal Freya dan menjatuhkannya hingga tertelungkup di
samping Flin, keningnya terjerembab ke jalan setapak, telapak
tangannya menyentuh batu kasar.
"Hai, orang Inglish," kata suara yang keras dan kasar. "Kau
mau pulang?" "Atau mau ke kuburan," kata yang lain suara yang mirip.
Mereka tertawa, dan kemudian tangan-tangan kasar itu
mengangkat mereka berdiri.
Begitu lampu kembali menyala di ruangan itu, dan setelah
menyadari hilangnya Freya dan Flin, Girgis segera memerintahkan
si kembar untuk mengejar mereka, yang sebenarnya memalukan
karena setelah dua hari mondar-mandir tak melakukan apa-apa,
keadaan akhirnya mulai menjadi menarik, apalagi dengan Usman
yang terpanggang seperti itu. Hal terlucu yang pernah mereka
saksikan, sangat heboh. Tetapi Girgis bagaimanapun adalah bos
mereka"paling tidak sampai saat ini"dan mereka pun berlalu,
langsung melintasi kuil sehingga mereka tiba di depan kompleks
lebih dulu daripada dua orang Barat itu. Mereka mengambil
posisi di dalam gerbang masuk, lalu mereka menyambar tepat
ketika buruan mereka muncul, menghajar telak pria Inggris
klimis itu, yang datang tak lama kemudian.
Mereka menyeret pasangan itu untuk berdiri, si pria Inggris
menyeka darah dari dagunya dan memaki mereka, pertama
dalam bahasa yang mereka duga adalah bahasa Inggris, kemudian
dalam bahasa Arab, dengan omongan kotor tentang prasasti dan
kutukan. Mereka menghajar pria itu beberapa kali lagi dan
menariknya bersama si perempuan itu kembali ke bagian pertama
dari lapangan besar tempat keduanya memaksa pasangan itu
berlutut berdampingan, sambil berdiskusi tentang cara terbaik
untuk menyingkirkan keduanya. Peluru yang menembus di
kepala" Memenggal leher mereka" Menghabisi sampai mati"
530 | PAUL SUSSMAN Ini adalah pekerjaan terakhir mereka sebelum pensiun sehingga
mereka ingin memastikan semua harus dilakukan dengan baik.
Harus berhasil dengan sempurna.
"Aku lebih suka memasukkan mereka ke ruang kaca bersama
Usman," kata salah seorang yang berdaun telinga robek.
"Aku rasa mereka tidak akan membiarkan kita melakukan
itu," jawab saudara kandungnya, jelas kecewa terhadap kenyataan
itu. "Kecuali, kau tahu, kalau semuanya jadi kacau. Tapi itu ide
yang bagus." Terdengar suara dentuman ketika denyut aneh yang lain
bergema di sekeliling kuil, lantai bergetar di bawah kaki mereka.
Barodi, atau apa pun namanya, menggerakkan tangannya dengan
gugup, mulai mengutuk lagi, mengoceh tentang kekuatan yang
tak bisa dikendalikan. Mereka menendang kemaluannya"
makan itu!"dan dia rubuh, mengerang kesakitan. Si perempuan
menjerit dan memukuli mereka, sehingga mereka menghajarnya
juga. Babi bodoh. Babi jelek. Kurus. Terlalu kurus.
Mereka mundur beberapa langkah dan melanjutkan diskusi,
sementara di depan mereka pria Inggris itu perlahan menyeret
tubuhnya untuk bangkit berlutut.
"Kau harus memercayai aku," pinta pria itu, sambil membantu si perempuan untuk bangkit, meyakinkannya bahwa dia
tak terluka. "Ini baru awalnya saja. Kita harus keluar dari oasis
ini. Kalian boleh melakukan apa pun yang kalian inginkan
begitu kita sudah keluar dari tempat ini, tapi jika tetap berada
di sini, kita mati. Kau mengerti apa yang kukatakan" Kita akan
mati. Semua. Kalian juga."
Mereka mencoba mengabaikannya, tetapi dia terus berbicara
kepada mereka dan akhirnya mereka menyimpulkan bahwa
sebutir peluru di kepala akan menjadi cara terbaik, hanya karena
itu akan menjadi cara paling cepat untuk membungkam lakilaki ini. Keputusan telah dibuat, mereka mundur beberapa
langkah dan menarik pistol Glock mereka. Si laki-laki Inggris
melingkarkan lengannya pada perempuan itu dan menariknya
THE HIDDEN OASIS | 531 agar terlindung sambil terus berbicara mengingatkan.
"Kau ingin menghabisi dia atau si perempuan?" tanya salah
seorang yang berhidung rata.
"Apa-apaan kalian ini?"
"Tenang saja," jawab saudaranya.
"Seluruh tempat ini akan meledak dan kalian sibuk mendiskusikan siapa yang akan menembak siapa!"
"Aku urus dia, kalau begitu," kata yang pertama.
"Boleh-boleh saja," jawab saudaranya.
"Paling tidak lepaskan gadis ini!"
"Hitung sampai tiga," mereka berkata bersama-sama,
mengangkat senjata mereka. "Satu" Dua?"
"Kau kotoran bodoh!" sembur pria itu. "Kalian sangat tolol,
padahal Red Devils selalu menjaga sesamanya!"
"Tiga." Tidak ada tembakan. Si kembar berdiri di sana, lengan masih
terjulur, senjata masih terarah ke arah mereka berdua, ekspresi
bingung tersirat di wajah mereka.
"Kau mendukung El-Ahly?" mereka bertanya bersamaan.
"Apa?" Barodi terlihat berwajah pucat, bingung, lengannya masih
melindungi gadis itu. "Katamu Red Devils selalu saling menjaga," kata yang satu.
"Kenapa kau mengatakan itu kecuali kau mendukung ElAhly?" kata yang lain.
"Apakah kau Ahlawy?" mereka serentak bertanya.
Pria itu tidak dapat menyimpulkan apakah mereka sedang
mempermainkan dirinya atau tidak, berceloteh tentang lelucon
aneh. Di sampingnya, gadis itu gemetaran, matanya bergerak ke
sana-sini dengan ekspresi syok.
"Apakah kalian Ahlaway?" mereka mengulang.
532 | PAUL SUSSMAN "Aku pemegang tiket musiman," dia berkata lirih.
Si kembar menyeringai. Ini sungguh tidak diduga. Dan agak
menganggu. Mereka menurunkan senjata mereka sedikit.
"Di mana kau duduk?"
"Apa?" "Di stadion. Di mana kau duduk?"
"Kau akan membunuhku dan kau ingin tahu di mana aku
duduk menonton sepak bola?"
Senjata itu terangkat lagi.
"Sisi barat, barisan bawah. Sedikit di atas garis lapangan."
Si kembar saling pandang. Pemegang tiket musiman. Dan di
sisi barat. Di atas garis lapangan. Mengesankan. Walaupun bisa
saja dia hanya menggertak.
"Berapa banyak Liga yang kita menangi?"
Pria Inggris itu menggerakkan bola matanya tak percaya.
"Apakah ini semacam?"
"Berapa banyak?"
"Tiga puluh tiga."
"Piala Mesir?" "Tiga puluh lima."
"Liga Kejuaraan Afrika?"
Dia menghitung dengan jarinya, gadis itu berlutut di
sampingnya, matanya melebar dan tampak bingung.
"Empat," katanya. "Bukan, lima!"
Si kembar saling bertukar pandang lagi"laki-laki ini tahu
persis permainan itu. Kemudian jeda, lalu hanya untuk memastikan:
"Siapa yang mencetak gol kemenangan pada Final Piala
2007?" "Ya, Tuhan! Osama Hosay, dari umpan silang Ahmad
Sedik. Aku ada di sana. Mohamed Abu Treika memberiku tiket
THE HIDDEN OASIS | 533 cuma-cuma setelah aku membawa anak laki-lakinya berkeliling
Museum Mesir." Selesai sudah. Perintah atau bukan, orang asing atau bukan,
tidak mungkin mereka menghabisi teman sesama Red Devil.
Khususnya untuk dia yang telah membantu Mohamed Abu
Treika. Mereka menurunkan senjata dan menyelipkannya
kembali ke balik jaketnya, meminta kedua orang Barat itu
berdiri, menggumamkan permintaan maaf, tidak tahu bahwa
kau adalah penggemar Devils, jangan marah ya, mungkin bisa
bertemu denganmu dalam pertandingan berikutnya. Mereka
bertatapan dalam hening, kemudian, ketika bunyi denyut yang
dalam terdengar kembali di seluruh kompleks kuil, Barodi
menarik kembali gadis itu untuk mundur sebelum keduanya
berbalik dan berlari. Ketika mereka tiba di gerbang di depan
kuil, laki-laki Inggris itu memperlambat larinya dan menoleh ke
belakang sambil berteriak.
"Entoo aarfeen en Girgis Zamalekawy. Kau tahu "kan Girgis
mendukung Zamalek?" Kemudian mereka berlalu, keluar dari gerbang dan masuk ke
oasis. "Apakah tadi dia bilang Girgis mendukung Zamalek?" tanya
yang satu kepada saudaranya, dalam ketakutan.
"Itu yang dia bilang," jawab saudaranya, sama-sama terkejut.
"Kita bekerja untuk White Knight?"
"Zamalekawy?" Mereka saling menatap, tak mengerti. Di samping kotorn
mereka sendiri, tidak ada di dunia ini yang mereka pandang
rendah lebih daripada pendukung Zamalek"sampah, semuanya,
sampah masyarakat rendah. Dan kini mereka diberi tahu bahwa
mereka sedang bekerja untuk salah seorang pendukung itu.
Dan mereka telah bekerja selama sepuluh tahun terakhir kepada
orang itu. "Ayo kita keluar dari sini."
534 | PAUL SUSSMAN "Girgis?" "Kita urus dia setelah tiba di Kairo nanti. Beri dia pelajaran
yang tidak akan bisa dilupakannya."
"Orang bodoh!" "Orang bodoh!" Mereka merengut dan baru saja akan bergegas menuju gerbang utama ketika si kembar berdaun telinga robek tiba-tiba
meraih lengan saudaranya.
"Kita bisa ambil sedikit emas itu untuk kita sendiri," katanya.
"Kau tahu, "kan, dari pilar besar itu."
Dia menarik pisau lipat dari sakunya, membukanya, dan
membuat gerakan memotong.
"Kita curi dari situ, lalu kita jual di Khan el-Khalili."
"Ide bagus," kata yang lain, setuju.
"Membelikan sesuatu untuk Mama."
"Membuka kedai torly lagi."
"Membuat semuanya menjadi kenyataan."
Mereka ragu, halaman itu bergetar kembali ketika denyut
lain memenuhi udara. Kemudian, sambil mengangguk, mereka
berbalik dan mulai melintasi kompleks kuil, mendiskusikan


The Hidden Oasis Karya Paul Sussman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

emas, torly, dan bagaimana mereka akan menghabisi setiap
pendukung Zamalek di dunia ini dan melempar mereka masuk
ke dalam tangki kaca itu, memencet tombol dan menyaksikan
mereka digoreng. "Apa yang kau katakan kepada mereka tadi?" tanya Freya sambil
terengah-engah ketika dia dan Flin berlari menerobos menara
besar dan tempat terbuka sempit di depan kuil.
"Aku bilang aku adalah pendukung Red Devil."
"Apa?" "Ceritanya panjang. Sekarang aku hanya ingin keluar dari
sini. Ayo!" THE HIDDEN OASIS | 535 Mereka menuruni anak tangga yang menuju ke arah pelataran
kuil. Setelah tiba di pelataran bawah, mereka menerobos pepohonan, meluncur, dan tersandung pada permukaan jalan yang
tidak rata, denyut itu kini terdengar dalam interval yang teratur,
masing-masing mengirim getaran bergelombang ke seluruh
oasis, seakan batu itu sendiri bergetar akibat bunyi itu.
"Bukankah ada sesuatu tentang buaya" Dan juga ular."
"Dua Kutukan itu," jawab Flin, sambil melompati akar
raksasa yang menjulur menutupi jalur jalan. "Semoga pelaku kejahatan hancur dalam rahang Sobek dan ditelan ke dalam perut
ular Apep." "Yang artinya?"
"Aku belum tahu sedikit pun. Ayo!"
Mereka terus menuruni tangga, sphinx dan obelisk yang
berjajar di jalur pada kedua sisi mereka, lembah mulai menyempit.
Bunyi dentuman Benben itu terdengar bertubi-tubi sehingga baru
sekarang Freya memerhatikan bahwa ciut dan kicau nyanyian
burung"yang sebelumnya begitu membius"telah menghilang,
begitu juga dengung serangga. Dia menatap ke sekeliling dan ke
atas, tetapi selain sepasang elang yang sedang terbang berputarputar tinggi di udara, lembah itu tiba-tiba tampak kosong dan
seolah mengusir keberadaan satwa liar. Flin pasti telah menyadari
hal yang sama karena dia berjalan melambat, lalu berjalan lagi
dan kemudian berhenti, memerhatikan pepohonan dan lembah
sebelum akhirnya berlari, lebih cepat daripada sebelumnya. Tak
terlihatnya satu hewan pun tampaknya telah membuatnya sama
takutnya seperti ledakan batu itu.
"Paling tidak semua anak buah Molly juga sudah pergi,"
teriak Freya, berlari di sampingnya. Dia memerhatikan semak
belukar tadi ketika mereka menuruni tangga dan tidak melihat
sosok samr-samar yang dia lihat ketika menaiki lembah itu
sebelumnya. Harapannya muncul bahwa mereka akan bisa
sampai ke lorong dan keluar dari oasis tanpa halangan apa pun.
"Semuanya pasti telah?"
536 | PAUL SUSSMAN Flin tiba-tiba berhenti. Sebuah pohon palem besar berdiri
di sisi kiri mereka, batu granit kolosal di sisi kanan mereka.
Di depan mereka, di tengah-tengah pematang, berdiri seorang
laki-laki berjaket kedap udara dan topi tentara berwarna pasir,
senjata mesin Heckler & Koch MP5 menggantung di bahunya,
moncongnya diarahkan ke arah mereka. Orang kedua berjaket
sama melangkah dari belakang pohon palem, juga membawa
senjata mesin. Flin meraih tangan Freya ketika hentakan lain
bergetar ke seluruh lembah. Kali ini dia tidak tahu apa yang
akan dikatakannya. Molly Kiernan selalu menyukai kembang api, sejak perayaan
Empat Juli tahunan digelar di kampung halamannya, North
Platte, Nebraska, ketika dia bersama keluarganya berkumpul
menyaksikan letupan kelap-kelip penuh warna menerangi
langit malam di atas Lincoln County Fairgrounds di tepian
kota dengan penuh kekaguman. Sejak itu dia juga pernah
menyaksikan tontonan yang lebih besar dan lebih spektakuler"
pertunjukkan kembang api di Piramida dalam perayaan Hari
Nasional Mesir selalu mengesankan"tetapi tidak satu pun yang
mendekati pemandangan yang dia saksikan di dalam ruang kaca
itu sekarang. Setiap kali denyut suara nyaring dan dalam berbunyi dari
Benben"dan semakin sering selama dua puluh menit terakhir"suara itu dibarengi oleh cahaya yang sangat terang.
Cahaya itu semakin terang dan tajam setiap kali terulang dan
Meadows telah mengimbau mereka semua untuk memakai
kacamata radiasi sebagai tambahan lapisan pelindung selain kaca
gelap ruangan itu. Bermacam-macam warna mulai muncul di
dalam batu itu, awalnya samar dan tipis, hampir tak terlihat,
kelip kecil merah, biru, perak, dan hijau mengilap muncul
sesaat dalam kegelapan batu itu sebelum menghilang kembali.
Dengan semakin seringnya denyut itu terdengar dan cahaya me-
THE HIDDEN OASIS | 537 nyorot lebih menyilaukan, warna-warni itu juga semakin kuat
dan tajam. Garis-garis cahaya berubah menjadi cahaya kelapkelip dan cahaya kelap-kelip menjadi putaran warna campur
aduk, seluruh batu membara dengan permainan warna yang
cemerlang, aura pekat tampak mencuat dari permukaannya seperti uap, menyelimutinya dalam kabut keemasan.
"Indah sekali," teriak Kiernan, sambil bertepuk tangan
bahagia. "Oh Tuhan, ini pemandangan paling indah yang pernah
kulihat! Iya, "kan" Benar, "kan" Pemandangan paling indah yang
pernah ada!" Tak seorang pun menanggapi, setiap orang di dalam ruangan
hanya bisa menatap tanpa bicara ketika intensitas pemandangan
itu semakin menguat di depan mereka, monitor dan mesin cetak
mati, layar komputer kosong, listrik sudah lama padam.
"Ini aman tidak?" tanya Girgis menuntut jawaban. Dengan
kacamata karetnya yang berkilauan, rambut hitam licin dan
tipis, mulut berbibir sangat tipis, dia tampak lebih mirip reptil
daripada reptil itu sendiri. "Apakah kau yakin kita dalam keadaan
aman" Aku tak ingin berakhir seperti itu!"
Yang dia maksud adalah Usman, atau sisa-sisa tubuh Usman.
Tidak banyak dari tubuh si ahli peradaban Mesir itu yang
masih tersisa, setiap sorotan cahaya berurutan itu mengoyak lagi
sebagian kecil bagian tubuhnya, menghabisi lapisan demi lapisan
tubuhnya seperti mengupas bawang merah sampai semua yang
tersisa hanya tulang belulang yang memucat yang tergeletak
di lantai di kaki Benben. Anehnya, masih acak-acakan dengan
sepatu, kaus kaki, celana dalam, dan kacamata.
"Kita dalam keadaan sangat aman, Mr. Girgis," Meadows
meyakinkannya. "Seperti kataku tadi, lapisan kaca ini tidak bisa
ditembus. Apa pun yang terjadi di dalam zona observasi akan
tetap berada di dalam zona itu. Tidak akan ada apa pun yang
keluar yang tidak kita inginkan."
Tetapi karena reaksi dari dalam batu berlanjut semakin kuat,
denyut itu datang semakin cepat, cahayanya semakin terang,
bahkan Meadows mulai terlihat bimbang. Dia mondar-mandir,
538 | PAUL SUSSMAN menggaruk-garuk kepalanya yang botak dan berbicara tergesagesa dan cemas dengan rekan kerjanya yang berjaket putih,
semuanya bertanya-tanya akan jadi apa semua ini nantinya dan
apakah barangkali mereka telah menganggap remeh hal yang
sedang mereka tangani di situ.
Kiernan sendiri masih tetap tak terusik oleh keriuhan itu.
Sambil berdiri di depan semua orang yang ada di situ, dia tersenyum dan bertepuk tangan seperti anak sekolah yang sangat
bersemangat, sesekali menjulurkan jari dan menyentuh dinding
kaca itu seakan mencoba untuk terhubung dengan apa yang
sedang terjadi di dalamnya, meyakinkan diri bahwa semua itu
memang benar-benar terjadi.
"Lihatlah, Charlie!" bisiknya. "Coba lihat! Selama bertahuntahun kau telah membuatku begitu kuat, tetap membuatku
percaya! Dan kini, wahai Tuhan Suci yang baik di surga, lihatlah!
Indah! Sangat indah!"
Kiernan begitu terlarut, terhipnotis sepenuhnya oleh suara
luar biasa dan cahaya yang kini bermain di depannya sehingga
tidak memerhatikan ketika seseorang mulai memanggil-manggil
namanya"suara yang terdengar serak dengan aksen Amerika.
Ketika Meadows datang menghampiri dan memberinya walkitetalkie yang tadi dia tinggalkan di sebelah sebuah monitor, barulah dia mengalihkan seluruh perhatiannya menjauh dari batu.
Sambil menempelkan alat komunikasi itu ke telinganya, dia
mendengarkan, mata melirik ke arah Girgis, kepalanya menggeleng seolah tidak setuju. Kemudian, setelah mengucapkan
kalimat pendek "Habisi mereka", dia mengembalikan alat itu
kepada Meadows dan memerhatikan Benben lagi.
"Tiuplah terompetmu di Zion," bisiknya saat suara statis itu
terdengar lagi dari walkie-talkie, diikuti suara tembakan senjata
yang terdengar samar. "Bunyikan tanda peringatan di gunung
suciku, karena hari Tuhan akan datang, sudah dekat sekali."
THE HIDDEN OASIS | 539 Rasa terkejut bisa memainkan tipuan aneh di dalam benak, dan
dalam waktu yang singkat dan kacau, Freya berpikir bahwa dia
pasti sudah mati dan mengalami semacam pengalaman keluar
dari tubuhnya. Bukan karena dia mendengar suara Kiernan yang memberi
perintah untuk mengeksekusi mereka, dan kemudian suara letusan senjata dan dua tubuh tersungkur di tanah, tetapi segalanya
mendadak hening, sunyi senyap dan statis, seakan dunia tibatiba berhenti berputar dan yang tertinggal hanyalah momen
terakhir dalam bingkai beku.
Semuanya hanya berlangsung sangat singkat sebelum Freya
menyadari bahwa, apa pun yang telah terjadi, dia merasa sangat
yakin bahwa dia belum ditembak mati. Dia berkedip dan melihat
ke sekelilingnya. Semuanya persis sama seperti beberapa saat
yang lalu"oasis itu, jalan yang penuh sphinx dan obelisk, palem
raksasa, cabang granit besar. Satu-satunya perbedaan yang jelas
adalah suara Benben yang telah berhenti, menyelimuti lembah
dengan keheningan yang semakin kentara dibandingkan intesitas
kebisingan yang terjadi sebelumnya. Hal itu dan kenyataan
bahwa kedua laki-laki berjaket kedap air"yang hanya beberapa
detik lalu akan menembakkan senjata ke arah mereka"kini
rubuh tersungkur di tanah. Yang satu tertelungkup, bagian atas
tulang tengkoraknya hancur, rambut, leher, dan kerah jaket
kedap airnya bersimbah bubur darah, tulang, dan otak yang
kental. Yang lain telentang, lengannya terkulai, sebuah lubang
gelap dan berdaging menganga di tempat yang sebelumnya
adalah mata kirinya. "Ya Tuhan," kata Freya lirih, tidak yakin apakah dia merasa
ketakutan karena pembunuhan itu, lega bahwa para pembunuh
mereka itu mati, atau khawatir bahwa ini hanya awal dari penyerangan baru dan tak terduga.
Dia melirik ke arah Flin, yang tampak bergulat dengan emosi
yang sama. Dia mengangkat alisnya seakan berkata, "Aku tak
lebih tahu daripada kau tentang apa yang baru saja terjadi," dan
melihat ke sekitarnya, mencoba mencari tahu dari mana letusan
540 | PAUL SUSSMAN senjata itu berasal dan siapa yang menembak kedua orang itu. Saat
itu terdengar gemerisik semak belukar dan sesuatu"seseorang
tepatnya"melompat dari pokok palem di atas kepala mereka,
mendarat dengan hentakan lembut di sebelah kiri mereka. Secara
bersamaan, ada jubah melambai di pematang di kejauhan. Sosok
itu bercampur dengan bagian puncak cabang granit raksasa dan
bergegas menuju ke arah mereka, dengan senjata di tangan. Dia
berhenti, menurunkan senjata ke sampingnya dan dengan tangan
lain satu lagi menarik selendang yang menutupi kepala dan
wajahnya. Flin dan Freya terperangah.
"Zahir?" Walaupun bukti itu sedang berdiri tepat di depannya, Freya
masih tak memercayainya. "Zahir?" dia mengulang. "Bagaimana kau bisa..?"
Dia terdiam, perasaan kaget dan lega berubah menjadi rasa
curiga. Semua perasaan was-was terhadap orang Mesir itu melandanya kembali, kenangan tentang pertemuan terakhir dan
tegang di rumahnya di Dakhla. Pria itu memerhatikan perubahan
ekspresi wajah Freya dan sekali lagi melepaskan senjatanya
untuk menunjukkan bahwa dia tidak bermaksud menyakitinya.
Pria yang satu lagi melakukan hal yang sama dengan senjatanya,
membuka penutup wajahnya juga"adik Zahir, Said. Freya
mengenalinya di pemakaman kakaknya. Rasa tegangnya kini
agak menyusut, begitu juga Flin yang mengendurkan kepalan
tangannya dan mundur sehingga kini dia berdiri di samping
Freya. "Apa yang kalian lakukan di sini?" tanya Freya, sambil menggelengkan kepala dengan bingung. "Bagaimana kalian bisa menemukan kami?"
Jika Freya mencari penjelasan, itu tidak dia dapatkan. Alihalih, setelah berdiri beberapa saat, kedua orang Mesir memasang
ekspresi keras dan agak masam yang tampaknya merupakan sifat
turunan, Zahir melangkah maju beberapa kali dan meletakkan
tangan di dadanya. THE HIDDEN OASIS | 541 "Maafkan aku, Miss Freya."
Freya tersenyum bingung, tak paham apa yang sedang dikatakannya.
"Maafkan aku," ulangnya, tingkah-lakunya resmi, serius, seakan dia sedang membuat pengumuman di depan publik. "Kau
adalah tamuku di Mesir, kakakmu Doktor Alex adalah teman
baikku. Tugasku adalah menjagamu, melindungimu dari semua
bahaya. Kalau aku tidak melindungimu; banyak hal buruk
terjadi. Maafkan aku, aku sangat menyesal. Maafkan aku."
Dari semua hal yang terjadi selama beberapa hari terakhir
ini"pengejaran dengan mobil, baku tembak, oasis yang hilang,
batu dengan kekuatan supernatural"entah bagaimana yang satu
ini menyentak Freya karena terasa sangat ganjil: berdiri di sana
di samping mayat berlumuran darah dan cabang granit raksasa,
sedang dimintai maaf dengan alasan yang tidak kuat oleh seorang
pria yang baru saja menyelamatkannya dari kematian.
"Maafkan aku," kata Zahir lagi, dengan nada agak kekanakan
dalam suaranya yang terdengar bersungguh-sungguh. Terlepas
dari dirinya, terlepas dari apa pun, Freya tertawa.
"Zahir, kau baru saja menyelamatkan hidupku. Seharusnya
aku yang berterima kasih, bukan yang memaafkanmu! Wah,
kalian orang Badui ini?"
Freya memutar-mutar tangan di samping kepalanya, mengisyaratkan bahwa dia pikir Zahir gila. Zahir tersenyum merajuk,
mencoba menyimpulkan apakah gerakan tubuh itu cuma canda
atau penghinaan. Dia menganggapnya sebagai lelucon saja, lalu
mengangguk dan tersenyum tipis, sekadar menaikan ujung bibirnya sekilas.
"Semuanya sudah selesai sekarang, Miss Freya," katanya,
sambil mendekat dan menyentuh salah satu mayat itu dengan
kakinya. "Kau selamat. Kalian berdua selamat. Tidak ada bahaya.
Semuanya selesai dengan baik."
Anehnya, itu adalah kata-kata yang persis sama dengan yang
diucapkan Flin setelah serangan tawon di dalam kabin Antonov.
542 | PAUL SUSSMAN Sekarang, dan juga kemudian, Freya merasakan kelegaan dan
perasaan nyaman, berpikir bahwa mungkin, hanya mungkin, keganjilan itu terjadi demi kebaikan mereka, bahwa mereka akan
sanggup keluar dengan selamat dari keadaan di situ.
Hal itu memang melegakan untuk sesaat. Baru saja Freya
merasakan optimisme awal itu, bunyi denyut yang dalam itu
mendadak terdengar lagi, seperti tamparan keras di pipi. Bum"
Bum" Bum" bergema di seluruh lembah, menyebabkan
batu dan pepohonan bergetar, berulang-ulang dengan tingkat
kecepatan yang lebih tinggi sekarang seolah apa pun yang
menjadi sebab denyut itu sudah mengisi dirinya kembali dan


The Hidden Oasis Karya Paul Sussman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kini ingin membalas waktu yang hilang tadi.
Mereka berempat diam terpaku, melihat ke sekeliling dengan
perasaan takut. Tanah yang mereka pijak terasa melompat setiap
kali terjadi dentuman, getarannya kini begitu kuat sehingga
untuk sesaat Freya yakin bunyi itu tidak hanya mengirim getaran
ke seluruh dinding lembah, tetapi sebenarnya juga menyebabkan
dinding-dinding itu bergerak, menggeser mereka ke arah dalam,
ke arah satu sama lain. Freya menggelengkan kepalanya, memastikan bahwa hal itu hanya ada dalam bayangannya, bahwa ini
semua hanyalah ilusi penglihatan. Tetapi semakin diperhatikan,
semakin jelas baginya bahwa dinding lembah memang sedang bergerak, perlahan bergeser bersama bagaikan buku raksasa sedang
menutup, keadaan geologi yang telah berlangsung berabad-abad
tiba-tiba bergerak mundur, menerobos masuk ke dalam periode
beberapa detik saja. Bunyi gemuruh rendah dan menulikan dari
batu yang saling bergesekan kini mulai terdengar, cukup berbeda
dari denyut yang berdentum sebelumnya, dan dengan cepat meningkat volumenya sampai hampir menelan Benben itu.
"Kau lihat itu?" tanya Freya, lengannya ke atas, menunjuk ke
tebing di kiri dan kanan.
Flin jelas memerhatikannya karena dia telah berlari menuju
cabang granit raksasa, Zahir dan adiknya mengikuti di belakang.
Ketiga laki-laki itu memanjat sampai ke puncak batu untuk
mendapatkan titik pandang yang lebih baik.
THE HIDDEN OASIS | 543 "Ada apa?" Freya berteriak. "Apa yang terjadi?"
Flin melindungi matanya, kepalanya menoleh ke kiri dan
kanan, kakinya melekat pada getaran di cabang yang diinjaknya.
"Rahang Sobek," gumam Flin. Kemudian lagi, lebih keras:
"Rahang Sobek! Ya Tuhan, inilah artinya kutukan itu! Semoga
pelaku kejahatan dihancurkan dalam rahang Sobek! Oasis itu menutup seperti mulut buaya. Itulah artinya. Lihat! Kau lihat bagaimana rahang itu datang bersamaan!"
Freya memang sudah melihatnya, bahkan dari posisinya
yang lebih rendah. Bentuk oasis itu"sempit di ujung yang satu,
lebar di ujung yang lain, tebingnya membentuk diri menjadi
V raksasa"memberi kesan, yang sekarang disadarinya, seperti
semacam moncong buaya yang besar sekali, rahang atas dan
bawah secara perlahan mengatup, menelan apa pun yang berada
di antaranya. Bebatuan dan puing-puing lain mulai runtuh pada
permukaan tebing; terdengar bunyi pecahan di kejauhan ketika
pokok pohon terangkat dan rubuh,
"Tetapi itu mustahil!" jerit Freya. "Bagaimana lembah itu
bisa menutup" Tak masuk akal."
"Memang tidak ada yang masuk akal," teriak Flin, sambil
mengibaskan tangannya ke sekeliling. "Tidak ada satu pun yang
masuk akal, dari awal sampai akhir! Tak apa-apa, semua sudah
terjadi, kita harus keluar dari sini. Kita harus segera menyingkir
dari tempat ini!" Flin melompat turun, diikuti oleh Zahir dan adiknya, djellaba
cokelat pria Mesir itu berkibar di antara mereka. Walaupun
ekspresi wajahnya kosong, kewaspadaan di dalam sorot mata
mereka tampak sangat jelas.
Flin meraih lengan Freya dan mulai menjauhi oasis ke arah
lorong, tetapi Zahir mengejar dan menarik mereka untuk berhenti.
"Bukan lewat jalan itu. Banyak penjaga di bawah. Kita lewat
jalan lain, dari puncak lembah."
Dia mengangkat tangannya menunjuk ke arah kuil.
544 | PAUL SUSSMAN "Kita harus memanjat. Lewat jalan itulah kami sampai di
oasis ini. Selalu begitu cara kami ke sini."
Flin membuka mulut untuk bertanya apa yang dimaksud
Zahir dengan bagian akhir perkataannya itu, tetapi pria Mesir
itu dan adiknya telah mulai berlari, sambil mengajak kedua
orang Barat itu mengikuti mereka.
"Ayo, cepat!" teriak Zahir. "Tak banyak waktu tersisa!"
"Kau pernah ke sini sebelumnya!" teriak Flin, mengejar di
belakangnya. "Apakah kau tadi bilang bahwa kau pernah ke sini
sebelum ini?" Suaranya hilang ditelan deru dan gemeretak reruntuhan batu
ketika lembah sedikit demi sedikit saling mendekat, kepulan
debu mulai membubung naik ke semua sisi lembah seakan oasis
itu sedang terbakar. Vernon Meadows"Dr Vernon Meadows BSc, MSc, Ph.D.,
Cphys, FAAS, FInstP, SMIEEE"telah bekerja pada apa yang
senang disebutnya sebagai "garis depan esoterik" dari riset
pertahanan Amerika Serikat selama empat puluh tahun. Semuanya, mulai teleportasi kuantum sampai program gangguan cuaca,
perisai limunan sampai hulu senjata isomer antimateri gerak.
Dan selama itu, apa pun proyek yang ditanganinya, di mana
pun di dunia ini dia dilibatkan"dan tidak banyak sudut bumi
ini yang belum dia kunjungi dalam misinya untuk mendorong
batas terluar dari teknologi persenjataan"ada dua aturan dasar
yang selalu terbukti sangat berguna: tetap tenang dan terkendali,
betapapun semrawut situasinya; dan ketika kau tidak dapat
tenang dan terkendali, cepatlah keluar.
Sekarang aturan kedualah yang sedang beraksi ketika
Benben mulai berdenyut lagi"tidak ada sorotan cahaya kali
ini, yang menarik perhatian"dan, dari luar, terdengar suara
THE HIDDEN OASIS | 545 gemuruh hebat yang, salah seorang koleganya memberitahukan
kepadanya setelah bergegas keluar melihatnya, disebabkan oleh
dinding-dinding lembah yang secara perlahan sedang bergeser
ke dalam berbarengan. Meadows telah menyaksikan banyak
sekali hal aneh selama bertahun-tahun, tetapi tidak ada yang
keanehannya mendekati peristiwa yang sekarang disaksikannya
ini. Dia keluar sendiri untuk menilai situasi, kemudian kembali
ke ruangan itu dan mengumumkan semua untuk berhenti, memerintahkan setiap orang untuk menghentikan apa pun yang
sedang dikerjakan, meninggalkan proyek itu, dan segera menyelamatkan diri masing-masing.
Tidak ada yang membantah. Bahkan Girgis pun menurut
ketika diminta oleh rekannya untuk berdesakan melewati jalur
pintu, walaupun dengan teriakan, "Bagaimana dengan uang itu!
Aku sudah menyelesaikan bagianku dari kesepakatan ini dan
aku menginginkan uangku! Sekarang, kau dengar! Sekarang!"
Hanya Molly Kiernan yang menolak meninggalkan ruangan.
Dia tetap terpaku di tempatnya di depan zona isolasi kaca,
lupa akan kehebohan orang-orang yang menyelamatkan diri di
belakangnya, sambil terus menatap ketika batu itu berdenyut
dan berdentum dan sekali lagi berpendar dengan bermacammacam warna. Warna-warni yang semakin beragam dan lebih
dalam daripada sebelumnya"yang paling bersemangat, eksotis,
warna-warni paling memesona yang pernah dilihatnya, seakan
batu itu hanyalah jendela menuju tingkatan realitas yang lebih
tinggi dan lebih sempurna.
"Miss Kiernan, kita harus pergi!" teriak Meadows, dengan
cemas mengajaknya keluar dari gerbang ruangan, kakinya menariknya ke belakang ke jalur pintu itu seakan kaki-kaki itu
bekerja terpisah dari bagian tubuh lain. "Ayo! Kita harus pergi.
Ini sudah di luar kendali."
Kiernan memberi isyarat gerakan tangan mencemooh, dan
bahkan tidak mau repot-repot menoleh ke belakang.
"Silakan, keluarlah! Pulanglah kalian kepada ibu kalian!
Tikus! Kalian semua! Tikus dan cacing! Tidak ada tempat untuk
546 | PAUL SUSSMAN kalian di sini!" "Miss Kiernan?"
"Ini adalah waktu bagi yang kuat. Dari yang beriman. Dari
penganut yang taat! Waktu milik kita! Waktunya Tuhan! Lanjutkan, keluarlah! Kami akan mengambil alih dari sini! Kami akan
menguasai dunia dari sini!"
Matanya menyorot tajam, dia sekali lagi mengibaskan tangan
mencemooh seakan mengabaikan seseorang yang sedang mencoba menjual perhiasan yang tidak diinginkan kepadanya.
Meadows menggelengkan kepalanya tak berdaya, segera membalik badan dan berlari keluar dari ruangan itu. Suara Kiernan
yang bergema di belakangnya dapat didengar bahkan menerobos
dentuman Benben dan gelegar dinding lembah, melengking,
penuh kepuasan, dan kemenangan:
"Lihatlah, Charlie! Oh, coba lihatlah, sayangku! Lihatlah kekuatannya! Kita akan menghancurkan mereka! Pelaku kejahatan,
mereka yang jahat! Kita akan meluluh-lantakkan mereka sampai
menjadi debu! Kau akan segera melihatnya!"
"Kau tahu, bukan" Selama ini kau tahu di mana oasis itu. Kau
pernah ke sini sebelumnya."
Flin berusaha keras berjalan di samping Zahir ketika pria
Mesir itu membawa mereka ke jalur untuk prosesi menuju ujung
atas lembah. Freya dan Said mengikuti tak jauh di belakang
mereka, tanah terangkat dan melipat, tebing di semua sisi terlihat
lebih besar, merayap ke arah dalam dan tak dapat dihalangi,
seperti tang yang bergerak menutup. Debu memenuhi udara;
patung dan batu mulai tampak bergoyang dan rubuh. Suara
bising sangat memekakkan telinga.
"Kapan?" Flin berteriak, berusaha keras untuk tetap bernapas
sekaligus agar suaranya bisa didengar di tengah kekacauan di
THE HIDDEN OASIS | 547 sekeliling mereka. "Kapan kau menemukan tempat ini?"
"Bukan aku," teriak Zahir sambil menengok. "Nenek moyangku. Mohammed Wald Yusuf Ibrahim Sabri al-Rashaayda. Dia
mengenal semua padang pasir, setiap gunung pasir, setiap kerikil
pasir. Dia yang menemukan oasis ini. Sebelum enam ratus."
"Keluargamu telah mengetahui tentang wehat selama enam
ratus tahun?" "Kami teruskan satu generasi al-Rashaayda ke generasi
berikut, ayah ke anak, ayah ke anak. Tidak mengatakan kepada
orang lain." "Tetapi, demi Tuhan, mengapa" Mengapa dirahasiakan?"
Zahir mendadak berhenti dan berbalik menghadap Flin.
Freya dan Said berada di belakang mereka.
"Kami orang Badui." Zahir menepukkan tangannya ke dada.
"Kami memahami oasis, kami menghormati. Kami datang, kami
minum air, kami menghabiskan malam, tidak lebih daripada itu.
Kami tidak menyentuh apa pun, kami tidak mengambil apa
pun, kami tidak menyakiti siapa pun. Orang lain" mereka
tidak mengerti. Oasis begitu kuatnya."
Pria Mesir itu menggerakkan lengannya ke sekeliling.
"Bahaya jika kau tidak menghormatinya. Seperti semua
padang pasir. Tidak aman untuk orang datang ke sini. Hal
buruk bisa terjadi. Oasis ini menghukum. Sekarang, ayolah. Kita
tak punya banyak waktu!"
Dia mulai berlari lagi, Flin, Freya, dan Said mengikuti di
belakangnya. Mereka mencapai bagian pertama anak tangga
yang menanjak ke kompleks kuil di atas. Zahir tidak langsung
menanjak, tetapi berbelok ke kanan, membawa mereka menjauh
dari jalan utama dan masuk ke jalur setapak yang melengkung
di dasar pelataran batu yang di atasnya berdiri kuil itu. Jalan
itu lebih sempit daripada pematang tadi, ditutupi akar dan reruntuhan batu, dan langkah mereka melambat.
"Bagaimana dengan pesawat itu?" teriak Flin, sambil me-
548 | PAUL SUSSMAN nangkis sebuah cabang pohon yang mengenai wajahnya. "Kau
tahu tentang pesawat itu?"
"Tentu saja tahu," kata Zahir. "Kami menemukannya empat,
lima minggu setelah pesawat itu jatuh. Kami tahu satu orang
masih hidup karena dia menggali kubur, kami mencarinya,
tetapi tidak menemukannya. Setelah itu kami datang beberapa
kali. Kami menyaksikan. Kami menjaga."
"Tetapi kau adalah bagian dari Sand"re! Kau membantu Alex
mencari oasis itu." Zahir melemparkan pandangan ke arah Flin, pesannya jelas
terbaca bahkan tanpa kata-kata: aku memang telah menolongnya
untuk mencari, tetapi jelas tidak untuk menemukannya.
"Kau mencoba melindungi kami, bukan?" teriak Freya,
sambil mendesak maju ke sebelah Flin. "Ketika kami datang ke
rumahmu kemarin, bertanya tentang batu itu. Itulah sebabnya
kau tidak menceritakannya kepada kami. Kau ingin melindungi
kami." "Aku berusaha untuk mengingatkan kalian bahwa tempat ini
berbahaya," kata Zahir, melambat dan berjalan ketika di depan
mereka sudah terlihat pilar besar yang rubuh. Berdiameter
tiga meter, sepanjang kereta rel dan terbungkus rapat oleh
jaring tanaman merambat yang lebat, pilar itu benar-benar
menghalangi jalan. "Oasis itu berbahaya, orang-orang jahat berbahaya, semuanya berbahaya. Kalian adalah teman baikku. Aku
tak ingin kalian terluka."
Dia mencapai pilar itu, menarik salah satu tanaman merambat
dan mulai mengangkatnya sendiri ketika Flin bergerak dan meraih lengannya, menariknya agar dia membalikkan badan.
"Kamilah yang harus meminta maaf, Zahir. Bahkan seharusnya lebih itu. Kami sudah meragukan dirimu, menghinamu
di rumahmu sendiri. Maafkan aku, sahebee. Aku benar-benar
minta maaf." Pria Mesir itu hanya tersenyum tipis, hampir tak terlihat, dan
melepaskan tangan Flin. THE HIDDEN OASIS | 549 "Tak apa, kubunuh kau nanti saja," katanya. "Sekarang kita
harus terus berjalan. Memanjat oasis ini. Ayo, cepat."
Dia menepuk bahu si Inggris dan, setelah berbalik, berjalan
menaiki pilar yang rubuh, berlutut, dan mengulurkan tangannya
untuk Freya. Freya memanjat pilar itu juga, gerakan tebing menyebabkan pilar itu bergerak dan menghentak seolah benda itu
adalah balon yang bisa dilambungkan dan bukannya sebuah batu
padat berbobot empat puluh ton. Freya berhenti sejenak untuk
menyeimbangkan diri, kemudian berbalik untuk membantu
yang lain. Saat itulah dia melihat sebuah gerakan melalui sudut
matanya, di atas dan sisi kanannya.
"Lihat!" Dia menunjuk.
Mereka kini hampir sejajar dengan bagian depan kuil,
walaupun jauh berada di tempat yang lebih rendah. Celah
lebar di sela pepohonan memberikan mereka pemandangan
yang tak terhalangi ke arah gerbang pertama dengan menara
yang dipenuhi tanaman merambat dan pintu terbuka. Ketika
mengikuti arah yang ditunjuk Freya, mereka melihat beberapa
sosok berdesak-desakan keluar ke area terbuka di depan kuil:
sejumlah pria berjaket kedap air dan berkacamata hitam, para
ilmuwan berjaket laboratorium, Girgis dan rekannya, Meadows
dan, di bagian belakang ada si kembar bersetelan Armani. Molly
Kiernan tidak tampak. "Mereka melewati jalan yang salah," kata Zahir lugas.
"Mereka akan mati. Kita akan selamat. Ayo."
Dia mengulurkan tangan untuk membantu adiknya naik
ke pilar. Freya melakukan hal yang sama untuk Flin. Said naik,
tetapi Flin tetap berdiri di tempatnya.
"Molly tidak keluar," teriaknya. "Dia tetap berada di dalam."
"Untuk apa mengurusi Molly!" teriak Freya. "Ayo."
"Aku tak bisa meninggalkannya di dalam sana!"
"Apa maksudmu kau tidak bisa meninggalkan dia di sana"
Setelah semua yang dia lakukan kepada kita" Lupakan dia,
biarkan dia tergoreng!"
550 | PAUL SUSSMAN Tangan Flin mengepal, mengendurkan kepalan, dan


The Hidden Oasis Karya Paul Sussman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengepal lagi. "Ayo!" pekik Freya lagi, sambil menatap dengan panik ke kiri
dan kanan ke arah tebing yang akan berbenturan.
"Aku tak bisa meninggalkannya begitu saja," ulang Flin.
"Bagaimanapun dia pernah membantuku. Memperkenalkan aku
kepada Alex, memberi arti kepada kehidupanku, apa pun motif
di belakangnya. Aku tak bisa meninggalkannya mati di sana."
"Kau gila. Kau benar-benar gila!"
Flin mengabaikannya, bergerak mundur menuju tingkatan
kedua anak tangga batu yang berliku ke atas menuju gerbang
kuil dari samping dan bukan dari depan.
"Terus saja," katanya. "Aku akan menyusul kalian."
"Tidak!" Freya berputar dan meraih akar tanaman yang tebal, siap
untuk berayun turun dari pilar dan pergi mengejar Flin. Zahir
meraih lengannya. "Kita tunggu saja di puncak," katanya. "Lebih baik begitu."
Freya melepaskan lengannya dari pegangan Zahir dan berdiri,
menjerit mengejar Flin. "Apa yang kau lakukan" Dia membunuh Alex! Dia bagian
dari pembunuhan itu. Kenapa kau mau menyelamatkannya"
Dia membunuh kakakku."
Tetapi Flin telah menaiki anak tangga menjauh dari Freya,
melompati dua anak tangga sekaligus, dan suara Freya tertelan
oleh dentuman Benben dan gemuruh batu yang hancur lebur.
"Aku berdoa suatu hari nanti tanah ini akan membuka dan menelanmu, wahai anak durhaka."
Itu adalah kata-kata terakhir ibu Romani Girgis yang pernah
THE HIDDEN OASIS | 551 diucapkan kepadanya. Dan sekarang, ketika dia menuruni oasis,
tebing sedang bergerak melipat dan menutup di sekitarnya
seperti jepitan tang yang menakutkan, seluruh dunia tampak
terlipat-lipat dan meruntuhi dirinya sendirinya, dia punya "rasat
kacau bahwa doa ibunya menjelang kematiannya itu akan segera
terjawab. Dia seharusnya tahu bahwa ini urusan yang berbahaya.
Sedari awal, sejak suatu hari dua puluh tiga tahun lalu ketika
Kiernan gila itu mengatakan kepadanya untuk melupakan
pesawat itu, bahwa dia dan anak buahnya sedang mengincar
Benben. Pelacuran, narkoba, senjata, uranium"adalah hal yang
bisa dia mengerti, hal yang bisa dia percaya dan kendalikan.
Tetapi batu yang meledak, kutukan kuno" Dia seharusnya tahu,
jika tidak dua puluh tiga tahun lalu maka sudah pasti di awal
pagi itu, ketika mereka terbang berputar-putar di atas Gilf dan
sama sekali tak menemukan apa-apa, dan ketika mereka berjalan-jalan di lorong menyebalkan itu dan ada oasis di depan
mereka, seakan sudah terhampar di sana sepanjang waktu. Ada
kekuatan yang bekerja di sini yang tidak dapat dipahaminya,
berbagai faktor yang tidak dapat dia prediksi, kekuatan yang tak
dapat dia takhlukan sesuai keinginannya. Semuanya menumpuk
menjadi induk bagi semua keputusan bisnis yang buruk.
"Aku menginginkan uangku," dia menjerit, menggaruk
kencang tangan dan lehernya sambil berlari, barisan obelisk yang
berbaris membuat jalan prosesi itu runtuh berserakan di sekitarnya seperti pin bowling yang bertumbangan. "Kau dengar" Aku
menginginkan uangku! Berikan kepadaku! Berikan kepadaku
sekarang juga!" Dia berteriak kepada dirinya sendiri. Sebagian besar dari
kelompok itu yang berusaha menyelamatkan diri dari kuil bersamanya kini telah berpencar jauh di depannya atau ke arah
lain, seperti ilmuwan idiot Meadows itu, yang telah tertimpa
batu yang berjatuhan. Kini tinggal dia dan rekannya orang
Mesir"Kasri, si kembar dan, yang sedang berhenti di belakang,
terengah-engah, Boutros Salah. Rekannya yang paling lama dia
552 | PAUL SUSSMAN kenal. Seseorang di dunia ini yang layak dia panggil sahabat.
Boutros melambai putus asa.
"Jangan tinggalkan aku, Romani! Tunggu aku. Aku tak bisa
mengejar!" "Ini kesalahanmu!" Girgis menjerit, setengah menoleh dan
menuding kepada Salah. "Kau seharusnya mengingatkan aku
bahwa ini bisnis yang buruk. Kau seharusnya bilang kepadaku
untuk tidak mengikutinya! Begitu juga kau! Dan kau!"
Yang dia maksud adalah Kasri dan si kembar.
"Kalian semua! Seharusnya kalian mengingatkan aku! Seharusnya kalian bilang kepadaku untuk tidak melibatkan diri dalam
urusan ini semua. Aku menginginkan uangku! Kau dengar" Aku
ingin uangku sekarang juga, dasar kau maling koosat!"
Dia terus saja marah berapi-api sambil berjalan ke depan,
mengibaskan lengannya, kesal terhadap sikap bermuka dua
orang-orang Amerika itu dan pengkhianatan anak buahnya
sendiri. Mereka melewati bangkai Antonov, tebing batu di
belakang perlahan mendorong pesawat ke arah mereka, meremukkannya dengan hantaman gelombang pasang bebatuan
dan pohon yang terangkat dari akarnya sampai akhirnya pesawat
itu terbalik dan diseret ke bawah keliman tebing seperti sampan
mainan di bawah kapal laut besar.
"Bagaimana ini bisa terjadi!" jerit Girgis. "Hentikan tebing
ini! Kau dengar! Untuk itulah aku membayar kalian! Hentikan
tebing ini!" Suaranya hilang dalam kebisingan batu yang terkikis yang
memekakkan telinga. Bahkan jika mereka bisa mendengarnya
pun, tidak ada yang akan benar-benar memerhatikannya, semua
orang sedang berkonsentrasi untuk segera tiba di dasar oasis dan
kembali ke dalam terowongan secepat mungkin.
Mereka terus berlari, dunia semakin gelap bersamaan dengan
semakin menyempitnya lembah, mengirim kepulan debu dan
kerikil yang beterbangan menerpa wajah mereka Akhirnya
mereka berlarian dengan mata hampir sepenuhnya tak melihat,
THE HIDDEN OASIS | 553 kegelapan dinding yang terlihat di semua sisi lembah dan permukaan tanah yang agak menurun di bawah kaki mereka adalah
satu-satunya petunjuk bahwa mereka masih bergerak di arah
yang benar. Kegelapan itu benar-benar pekat dan tak dapat ditembus dan
gemuruh reruntuhan batu itu begitu mengacaukan orientasi,
sehingga saat sudah berada tiga puluh meter di dalamnya,
Girgis baru menyadari bahwa dia sebenarnya sudah berada di
dalam terowongan. Kepulan debu perlahan mulai larut di sekitarnya, berkas cahaya samar lampu gas kripton portabel, yang
diatur dengan jarak tertentu di sepanjang lorong ketika mereka
melewatinya tadi pagi, secara bertahap menjadi jelas terlihat.
Dia memperlambat langkahnya, berhenti, mulai berlari lagi,
menjauh dari gerbang terowongan dan kekacauan di luar, berlari
sepanjang lima puluh meter lagi sebelum berhenti dan bersandar
pada dinding lengkung lorong bergambar ular menggeliat yang
saling tersambung. Sambil menarik napas, dia mengibaskan
debu dan kerikil kecil dari rambut dan pakaiannya. Kelompok
itu telah memanjang dan tercerai-berai dalam kepanikan untuk
menyelamatkan diri dan Kasri kini berada sepuluh meter di
belakangnya. Salah bahkan lebih jauh lagi tertinggal, baru muncul
dari kepulan debu, tersedak dan mendesis. Si kembar belum kelihatan dan untuk sesaat Girgis berpikir mereka pasti masih
berada di oasis, tetapi kemudian matanya melihat keduanya berada jauh di sisi kanannya, lebih jauh dari terowongan, dua sosok
bulat seperti bola sedang bergegas menjauh.
"Kalian mau ke mana?" teriaknya.
Mereka terus berjalan. "Berhenti di sana sekarang juga dan tunggu aku! Kau dengar"
Tunggu aku!" "Zamalek bangsat!" Kata sebuah suara, terdengar dari belakang terowongan ke arahnya. "Dan Zamalekaweya itu sampah!"
"Apa" Apa kau bilang?"
Mereka tidak menjawab, dan terus saja berjalan, garis siluet-
554 | PAUL SUSSMAN nya semakin samar ketika pelan-pelan mereka larut dalam
bayangan. "Aku akan cari kau nanti!" Girgis berteriak ke arah mereka.
"Kau dengar" Aku akan mencarimu nanti, bangsat-bangsat
kecil!" Sambil menggaruk kepala dan lehernya, menggerutu, Girgis
menjauh dari dinding dan berjalan terus di sepanjang terowongan, melambaikan tangan untuk mengajak Kasri dan Salah untuk
mengikuti. Gemuruh tebing yang menutup perlahan menjauh
di belakang mereka, semakin sayup ketika mereka semakin turun
ke bawah tanah sampai suara-suara itu akhirnya pudar menjadi
tidak lebih daripada bunyi gemeretak di kejauhan, tidak lebih
keras daripada bunyi langkah kaki mereka di lantai terowongan
dan desis napas berat Salah.
Mereka mencapai dasar lereng, Girgis masih berada di depan
rekan-rekannya yang lain. Dasar lereng itu datar, terowongan
kini rata, mendatar di sepanjang sisi bawah Gilf seperti liang
cacing yang besar, lampu kripton terus menyinari jalan yang
mereka lalui"sekelompok cahaya menyeramkan yang hanya berguna untuk sedikit menerangi kegelapan di antaranya.
"Sudah dekat sekarang," teriak Girgis, yang suasana hatinya
mulai melunak dengan semakin jauhnya dia dari oasis. "Sepuluh
menit lagi dan kita akan keluar dari tempat sialan ini dan kembali ke Kairo. Kita akan bermain backgammon, ya Boutros!
Seperti masa lalu!" Salah menyalakan rokoknya dan menggerutu tentang perasaan tidak senangnya dia ditinggal di belakang ketika mereka
berada di lembah tadi. Girgis mengabaikan komentar itu.
"Tenanglah. Nanti aku belikan mobil baru atau sesuatu. Ayolah, maju terus."
Dia mempercepat langkahnya, berjalan di sepanjang terowongan, berusaha mengabaikan gambar ular yang tampaknya beringsut dan merayap dalam cahaya temaram yang menyeramkan, bergelung melilit jahat di sekitar dinding dan
THE HIDDEN OASIS | 555 plafon. Dia berjalan sekitar satu menit, kemudian berhenti,
memerhatikan keremangan di hadapannya.
Walaupun ingatannya tidak seratus persen jernih"dan ini
tidak mengejutkan mengingat semua yang baru dilaluinya"dia
bersedia bersumpah bahwa ketika mereka melewati terowongan
itu tadi pagi, jalannya benar-benar lurus. Kini ada tikungan di
depan, dinding terowongan melengkung tajam ke kanan.
"Ada apa ini?" dia berkata pelan, berjalan ke depan lagi
sebelum mendadak berhenti ketika sesuatu yang sangat aneh
terjadi. Terdengar suara berkeresek kering seperti ada banyak
tangan sedang menggosok-gosok kayu kasar dan, persis di depan
matanya, terowongan itu perlahan lurus kembali dengan sendirinya sebelum membelok ke arah yang berlawanan. Girgis menggelengkan kepala, memastikan bahwa dia pasti sedang melamun.
Bagaimanapun, dia merasa begitu lelah, emosional, karena 50
juta dolar baru saja luput diterimanya. Tetapi kemudian hal itu
terjadi lagi. "Boutros!" dia berteriak. "Kau melihatnya" Mohammed?"
Dia memutar tubuhnya ke sekeliling, mencoba meyakinkan
diri dengan dukungan rekan-rekannya, tetapi kini ada tikungan
di belakangnya juga, yang sudah pasti tidak ada sebelumnya.
"Romani!" suara Salah datang dari sudut, serak karena ketakutan. "Lorong ini bergerak!"
"Apa maksudmu bergerak" Bagaimana dia bisa bergerak?"
Girgis mulai terdengar marah lagi. Sangat marah.
"Dinding ini bergerak," jerit Kasri. "Mereka membelok."
"Bagaimana mungkin batu padat?"
Kalimatnya terpotong oleh bunyi berkeresek kering lain,
walaupun kini dia mendengar untuk yang ketiga kalinya, bunyi
itu masih mengejutkannya seperti melihat ular yang sedang
merayap. Ketika dia menatap semua itu dengan terkejut, Kasri
dan Salah perlahan terlihat kembali dan lalu menghilang lagi
ketika lorong itu bergerak bergelombang dengan anggun dari
556 | PAUL SUSSMAN kiri ke kanan. Dinding, lantai, dan plafon bergerak bagai riak
air dan merentang seakan mereka tidak terbuat dari batu, tetapi
sesuatu yang lebih lembut, lebih elastis"kulit atau urat.
"Hentikan!" teriak Girgis. "Hentikan sekarang juga! Aku
perintahkan kau untuk berhenti!"
Untuk sesaat, tampaknya perintahnya ditanggapi. Semuanya
diam, satu-satunya suara adalah desis napas Salah dan, dari kejauhan, teriakan sayup yang diduga Girgis pasti berasal teriakan
salah satu dari si kembar. Lima detik berlalu. Sepuluh, dan dia
baru saja berpikir bahwa kekuatan geologi apa pun yang tadi
bekerja sekarang sudah tenang dan berhenti, ketika koridor mulai
meliuk bergelombang perlahan. Kali ini terus bergerak, meliuk
dengan berliku terlebih dahulu dalam satu arah dan kemudian ke
arah lain, bergantian, lampu kripton runtuh dan menggelinding,
semuanya membaur dalam campuran cahaya dan kegelapan dan
gambar ular yang bergulung-gulung. Girgis terjatuh ke lantai,
berusaha berdiri kembali, jatuh lagi, dan mulai merangkak. Dia
bahkan tidak tahu ke arah mana dia akan menuju, dia hanya
ingin segera keluar dari tempat itu. Liukan seperti ular merayap
itu menjadi semakin liar dan kuat, lantai berdesing dan melata,
seluruh terowongan tampak menggeliat. Suara mendesis yang
menyakitkan memenuhi udara, bau menyengat daging busuk separuh tercerna menyumbat hidungnya, menyebabkan dia mual
dan tersedak. "Tolong aku!" Girgis menjerit ketika rekannya mendadak terlihat di depannya, Kasri tertelungkup, Salah merangkak dengan
rokok masih terselip di sudut mulutnya. "Demi Tuhan, tolong
aku." Dia berusaha keras berjalan menghampiri mereka, menjulurkan tangannya dengan putus asa. Salah dan Kasri juga mencoba
untuk meraihnya, ujung jari mereka hanya terpisah beberapa
sentimeter sebelum, yang membuatnya terkejut, Girgis melihat
lorong mulai menyempit dan mengerut. Seperti mulut yang
mengerut, lingkarannya secara perlahan menutup di sekitar dua
rekannya itu, menerkam kaki dan rangka dada mereka seperti
THE HIDDEN OASIS | 557 sarung tangan yang terbuat dari batu yang sedang mengepal,
meremukkan mereka. Untuk sesaat lamanya mereka meronta,
lengan mereka menggapai-gapai, wajah mereka memerah ketika
lorong itu menyempit semakin brutal, dan kemudian mereka
tersedot ke belakang dan menghilang. Tangan Salah tersembul
selama beberapa detik lebih lama, jari-jari yang bernoda nikotin
melengkung menjadi cakaran yang tampak menderita sebelum
ditelan juga dan akhirnya tangan itu pun lenyap. Terowongan
itu tiba-tiba bergerak keras lagi dan kemudian diam. Bunyi desis
menghilang dan senyap kembali.
Untuk sesaat Girgis tetap berlutut di sana, menatap terpana
pada bukaan seukuran lubang anus tempat kedua rekannya
baru saja diisap ke dalam. Dia gemetaran dan mengerang.
Kemudian, dengan tangan gemetar, dia mengambil lampu
kripton yang terbalik dan tergeletak di lantai di bawah bukaan,
bangkit terhuyung pada kakinya dan berbalik. Lupakan apa yang
baru saja terjadi, katanya dalam hati. Lupakan Salah dan Kasri.
Tetap tenang, mulai berjalan, segera keluar dari lubang neraka
sialan ini. Tetapi koridor di depannya juga telah mengerut dan
menutup"barangkali sudah menelan si kembar seperti yang
baru dilakukannya terhadap Kasri dan Salah. Dia kini hanya
seorang diri dan terjebak, terkubur di dalam bagian lorong berukuran sebesar minibus.
"Halo!" dia menjerit lemah. "Ada orang di sana" Ada orang
yang mendengarku?" Suaranya hampir tidak cukup keras untuk mengisi ruangan
itu, apalagi menembus batu padat di sekelilingnya. Dia berteriak
lagi, dan lagi, lampu di tangannya"satu-satunya lampu"mulai
memudar karena tenaga baterainya menurun. Keremangan
itu semakin pekat dan semakin menyeramkan, berkumpul di


The Hidden Oasis Karya Paul Sussman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekitar tepi lampu pijar kripton dengan sinar melemah seperti
sekelompok serigala di sekitar api unggun.
"Tolonglah!" keluhnya. "Tolonglah aku, wahai siapa pun. Aku
akan membayarmu. Aku kaya. Sangat kaya. Tolonglah aku!"
Dia mulai menangis, dan kemudian menjerit, meratap seperti
558 | PAUL SUSSMAN lolongan dubuk ketika dia memukulkan kepalan tangannya dengan sia-sia pada batu yang tak goyah sedikit pun, memanggil
Tuhan, tuhan apa pun"Kristen, Islam, Mesir kuno"untuk
datang membantunya, menyelamatkannya dalam keadaannya
yang memilukan itu. Semuanya tetap sama, keheningan semakin
kuat, setiap bagian kecil sangkar batu itu memadat, dan akhirnya,
karena kelelahan, dia tersungkur di lantai dengan punggungnya
menempel pada dinding. Di atasnya, hampir tak terlihat dalam
cahaya yang memudar, kepala ular yang digambar dalam ukuran
besar bergerak, rahangnya menganga lebar.
"Pergi dari sini," dia mengerang, menggaruk leher dan
anggota tubuhnya, perasaan dirayapi banyak kecoa pada kulitnya semakin kuat dan tak tertahankan daripada yang pernah
dirasakannya. "Pergi dariku! Menjijikkan! Menjijikkan!"
Dia menggaruk kulitnya semakin kuat, jarinya mencakari
dan menampari dirinya sendiri, sensasi rayapan serangga itu
begitu nyata dan menjijikkan sehingga, kering dan putus asa
seperti dirinya, dia tidak kuat lagi untuk duduk diam di situ dan
dengan terhuyung-huyung mencoba berdiri kembali. Saat itu dia
melihat ada sesuatu yang bergetar turun di dinding yang tadi dia
sandari. Dari bentuknya terlihat seperti potongan batu dan pasir,
aliran deras material, walaupun sinar itu sekarang begitu lemah
sehingga dia tak bisa memastikan. Dia menyorongkan tubuh
mendekat, mencoba melihat apa yang terjadi, dan takut kalau
lorong itu bergerak ke arah dalam. Tetapi apa yang dilihatnya
lebih buruk daripada hal itu. Lebih buruk daripada apa pun
yang pernah dibayangkannya, mimpi buruknya yang paling
mengerikan menjadi kenyataan. Kecoa, berlusin-lusin kecoa,
ratusan, ribuan, sedang mengalir deras keluar dari mulut ular di
dinding seperti kucuran deras air berwarna cokelat. Dia melihat
ke bawah"mereka merayap di jaketnya, lengannya, kakinya,
sepatunya. Sambil meraung pilu, dia terpuruk mundur, dan dengan
penuh kepanikan mencoba menepis serangga itu dari tubuhnya,
kakinya membuat suara hentakan berat saat dia melangkah di
THE HIDDEN OASIS | 559 lantai. Dia mengempaskan diri ke dinding di depannya dan menjatuhkan lampu, cahayanya untuk sesaat terang benderang, menerangi seluruh ruangan dengan jelas. Ada beberapa mulut ular
lain"di sisi kanan, kiri, atas, depan"semuanya menyemburkan
kumpulan kecoa. Seluruh rongga itu hidup bergerak, gelombang
serangga yang mengalir deras itu bergerak ke arahnya, ke
atas, ke bawah, dan ke seluruh tubuhnya, menyelimutinya
dengan sayap, kaki, dan sungut kecoa yang berkilau. Cahaya
terang itu hanya berlangsung beberapa detik, cukup untuk
memperlihatkan kepada Girgis tentang seluruh kengerian yang
sedang terjadi kepadanya. Kemudian sinar itu meredup dan
padam, meninggalkan kegelapan, bunyi klik dan jutaan kaki
kecil yang merayap dan jeritan pilu Romani Girgis.
Ketika mencapai anak tangga teratas, Flin berhenti. Di ketinggian
itu, sudut pandangnya menjadi dengan lebih jelas sehingga dia
bisa melihat apa yang terjadi di oasis secara keseluruhan.
Pemandangan yang dilihatnya adalah kehancuran yang begitu
dahsyat dan makin menghebat. Yang beberapa jam sebelumnya
adalah surga yang tampak begitu murni, sekarang hampir tidak
bisa dikenali karena tebing-tebing itu terus bergerak dan tak
dapat dihentikan, menelan apa saja yang berada dalam jangkauan,
rumpun pepohonan palem dan lapangan hijau berbunga, kebun
buah-buahan dan kolam, jalan dan patung perlahan menghilang
seperti kerikil ditelan sepasang mesin pengisap debu. Di ujung
dasar lembah, tebing-tebing itu sudah tampak saling menempel
erat, walaupun sulit untuk memastikan karena tertutup kepulan
debu yang beterbangan. Di tempat yang lebih tinggi masih
ada ruang jernih di antara mereka, lahan hijau yang tumbuh
meluas"atau lebih tepat disebut lebih sempit dan padat"yang
semakin mendekati bagian puncak ngarai, walaupun bahkan
lahan itu tampaknya dengan cepat dilahap karena tebing
560 | PAUL SUSSMAN bergerak terus ke arah dalam tanpa ampun lagi, melenyapkan
semua yang berada dalam jalur gerakannya. Flin memperkirakan
bahwa dia memiliki waktu sekitar lima belas menit sebelum
dinding-dinding itu mencapai sisi pelataran batu dan mulai
meremukkan bangunan kuil. Dan mungkin sepuluh menit lagi
setelah itu sebelum oasis itu tertutup habis dan lenyap. Lima
belas menit di luar. Waktunya tidak cukup. Hampir tak cukup.
Dia berbalik dan mulai berlari kencang.
Dia melewati lapangan pertama"dinding batu menjulang
di kiri dan kanan, kekuatan gerakan mereka menyebabkan jalan
setapak melengkung dan terangkat"dan kemudian lapangan
kedua, di mana separuh hutan obelisk itu kini berserakan di
tanah seperti kayu apung. Dan kemudian lapangan ketiga.
Obelisk raksasa di tengahnya masih berdiri tegak dan miring,
tidak tunduk menghadapi kekacauan yang terjadi, walaupun
ada bagian lembar emas yang hilang dari dasar sudut kirinya,
tindakan vandalisme yang luput dari perhatian Flin, saking kuat
keinginannya untuk segera menuju tempat Kiernan berada.
Flin tiba di bangunan kuil dan berlari melintasi deretan aula
dan ruangan besar. Dentuman Benben, yang nyaris terhalang
oleh gemuruh oasis yang tercerai-berai, secara berangsur-angsur
mulai terdengar lagi, kembali memekakkan telinganya, nada
yang berulang-ulang, mengentak, dan menambah suara riuh
selain gemuruh batu yang runtuh.
"Ayo!" teriaknya, mencoba mendorong dirinya untuk lebih
cepat, mendorong setiap ons energi terakhirnya ke dalam kakinya. Siraman debu dan kerikil berjatuhan dari atas, bongkahan
batu bergeseran dan runtuh"dan itu sebelum tebing-tebing
mencapai pelataran kuil dan mulai mengeluarkan seluruh kekuatan menekannya pada tempat itu.
Flin melewati aula yang dipenuhi akar pohon raksasa, dengan
meja sesaji pualam putih, semakin banyak bagian bangunan
yang retak dan bergerak di sekelilingnya, terus begitu sampai
akhirnya dia tiba di lapangan kecil di pusat kuil itu. Kolam
itu kini kosong dan kering, belahan yang dalam menggores
THE HIDDEN OASIS | 561 bagian dasarnya, lotus merah muda dan biru tergolek layu dan
sedih pada batu yang mengering. Sambil berteriak "Molly!"
Flin berlari langsung menyeberanginya dan menerobos jalur
pintu pada bangunan batu padat di sisi jauhnya, melewati tirai
kembar dan masuk ke ruangan di baliknya. Suara-suara dari luar
tiba-tiba menghilang, denyut Batu Benben semakin menguat,
memekakkan telinganya. "Molly, kau harus keluar! Kita harus
pergi! Ayo!" Ruangan itu kosong. Flin berdiri di ambang pintu, memerhatikan deretan monitor yang sudah ditinggal pergi, ruang
isolasi kaca, dan Benben itu sendiri"interiornya berbinar dengan aneka warna yang bergulung-gulung, kabut keemasan
lembut tampak keluar dari permukaannya. Dia baru saja hendak
berbalik, berpikir bahwa Molly pasti sudah pergi meninggalkan
ruangan itu, bahwa dia sudah pergi bersama kelompok yang
tadi mereka lihat berdesakan lari melewati gerbang kuil dan
kelompok itu luput memerhatikan Kiernan, ketika Flin melihat
gerakan di ruangan itu. Dia membalikkan badan, menatap
tertegun karena dari belakang batu Molly Kiernan perlahan
berdiri. "Halo, Flin." Dia terdengar seperti sedang menyambutnya untuk minum
teh bersama. "Ya Tuhan, Molly, kau gila! Ayo keluar dari sini!"
Kiernan hanya tersenyum kepadanya. Sangat tenang, sangat
santai. "Kau lihat apa yang dilakukannya terhadap Usman!" teriak
Flin, sambil melambaikan tangan dengan panik untuk mengajak
Molly pergi. "Keluar! Ayo! Kita harus keluar!"
Senyum Kiernan melebar. "Sejujurnya, Flin, apakah aku tampak seperti Usman?"
Kiernan melebarkan lengannya, seperti seorang pesulap yang
mengundang penonton untuk mengujinya, untuk meyakinkan
562 | PAUL SUSSMAN diri mereka sendiri bahwa meskipun tubuhnya sudah digergaji
setengahnya ternyata dirinya masih utuh.
"Kau lihat, "kan" Ia tidak menyakitiku. Ia tidak melakukan
apa pun kepadaku." Kiernan mengibaskan tangan ke seluruh tubuhnya, kemudian
menyorongkan tubuhnya ke depan dan, yang membuat Flin
takut, memeluk Benben itu, menggesek-gesekkan pipinya tepat
di batu itu. Tidak ada efek apa pun terhadap Kiernan, dan setelah
diam sejenak untuk membuktikan ucapannya, dia kemudian
berdiri lagi. "Ia tidak akan menyakiti siapa pun orang yang tidak ingin
kita lihat disakiti benda ini, Flin. Ia hanyalah alat, tidak lebih,
tidak kurang. Dan seperti halnya alat lain, kau pun harus tahu
bagaimana menggunakannya."
Dia beranjak dan meletakkan tangan pada bagian atas batu,
bunyi denyut itu tampak melambat dan akhirnya diam seakan
dia memang sanggup membuat batu itu menuruti kemauannya.
Flin memerhatikannya dengan tatapan tak percaya.
"Ia teman kita," Kiernan bergumam pelan. "Dan ia juga
teman bagi bangsa Mesir kuno. Apa nama yang diberikan oleh
mereka" Iner seweser-en"apakah aku melafalkannya dengan
benar?"batu yang membuat kita kuat. Dan kini ia akan
membuat kita kuat juga. Itulah sebabnya ia diperlihatkan kepada
kita, mengapa kita dibawa kemari. Ini anugerah, Flin. Anugerah
dari Tuhan sendiri."
Di sekeliling mereka, dinding bangunan mulai bergetar,
balok batu seberat sepuluh ton bergetar dan berlompatan seakan
terbuat dari benda yang tidak lebih berat daripada polistirene.
"Ayolah, Molly, tidak ada waktu lagi! Kita harus keluar dari
sini! Sekarang juga!"
"Dan ini hanya awal," kata Molly, mengabaikan desakan
Flin, suaranya tenang dan teratur walau tak harmonis, seolah dia
sedang beroperasi dalam kenyataan yang sepenuhnya berbeda
dari kenyataan yang dirasakan Flin. "Kilasan kecil kekuatannya
THE HIDDEN OASIS | 563 yang pertama. Bayangkan apa yang akan dilakukannya untuk
kita jika kita benar-benar melepaskannya, apa yang akan dilakukannya untuk membantu kita mencapai tujuan kita."
"Ayolah, Molly!"
"Sebuah dunia baru, aturan baru, akhir kejahatan. Kerajaan
Tuhan di bumi, dengan Benben sebagai pihak keamanan dan
bukan pelaku kejahatan."
Balok plafon mulai pecah terpisah, goresan langit biru yang
berdebu kini terlihat di atas mereka.
"Kau bisa menjadi bagian darinya, Flin," lanjut Kiernan, menjulurkan tangan kepadanya, tampak lupa pada kenyataan bahwa
dia baru saja memberi perintah untuk membunuh Flin. "Kenapa
tidak bekerja saja dengan kami" Kau tahu banyak tentang batu
ini daripada siapa pun, bahkan aku. Kau bisa memberi saran
kepada kami, membantu kami mewujudkan seluruh potensinya.
Yang lain lemah, tetapi kau tidak. Bergabunglah bersama kami.
Bantu kami membangun dunia baru. Bagaimana, Flin" Apakah
kau bersama kami" Apakah kau akan membantu kami?"
"Kau gila!" Flin berteriak, mundur menjauh, matanya beralih
dari Kiernan ke plafon dan dinding kamar yang sedang bergetar
hebat, meretak seperti telur yang sedang menetas. "Ini bukan
sesuatu yang bisa kau kendalikan! Ini jauh melampaui dirimu.
Ini berada jauh melampaui kita semua!"
Kiernan tertawa, menudingkan jarinya ke arah Flin, seperti
guru sekolah Minggu yang sedang memarahi murid yang tidak
patuh. "Wahai kalian yang tipis iman. Wahai kalian yang beriman
tipis dan sangat memalukan! Apakah kau sungguh-sunggu
menganggap Ia akan memberi kita sesuatu yang tidak akan
dapat kita gunakan" Tidak dapat mengendalikannya" Apakah
kelihatannya aku tidak bisa mengendalikannya?"
Dia melebarkan lengannya lagi dan, sambil membuka telapak
tangannya, perlahan menurunkannya ke atas kepala Benben.
Yang membuat Flin cemas, bunyi denyutan itu memelan dan
564 | PAUL SUSSMAN senyap sampai hilang sama sekali. Warna di dalam batu itu
meredup dan menghilang. Dinding dan plafon berhenti bergetar.
Semuanya menjadi diam dan senyap. Flin melihat ke sekeliling,
tak sanggup memercayainya.
"Ya Tuhan," kata Flin. "Bagaimana kau" ya Tuhan."
Kiernan tersenyum. "Sudah kubilang, Ia tidak akan memberikan sesuatu kepada
kita yang tidak dapat kita gunakan. Dan percayalah, kita akan
menggunakannya, dengan atau tanpa bantuanmu."
Molly menarik napas, mengembuskannya, menarik kepalanya
ke belakang, menutup matanya.
"Heninglah di hadapan Tuhan," ucapnya lirih. "Karena hari
ini adalah milik Tuhan; Tuhan telah mempersiapkan?"
Dia berhenti berbicara karena ada bunyi yang memekakkan
telinga. Bangunan itu mulai bergoyang lebih dahsyat lagi. Pada
saat yang sama, Benben itu kembali mengeluarkan denyutnya,
bunyi itu jauh lebih keras dan lebih tajam daripada sebelumnya,
semakin menggila, seperti auman singa. Interior batu itu sekali
lagi berkilau dengan warna, hanya satu sapuan sekarang: merah
membara seperti tungku pembakaran, seakan semua yang
sudah berlangsung sebelumnya"lingkaran warna-warni, sorot
cahaya yang terang benderang, aura keemasan"hanya pendahuluan, latihan pemanasan, dan kini, akhirnya, Benben itu
memperlihatkan sifat sejatinya.
Mata Kiernan tersentak membuka dan kepalanya menjulur ke
depan, senyumnya mengerut di mulutnya, lengannya mendadak
kaku seakan dia tersetrum listrik.
"Keluar!" teriak Flin. "Ayo keluar!"
Kiernan tampak tak sanggup mengangkat tangannya dari
permukaan batu. Dia mulai gemetar, matanya semakin membesar
dan membesar, mulutnya membuka sampai terlihat seperti
rahang yang akan melahap. Flin melangkah maju, menimbangnimbang untuk mencoba menolongnya, menariknya keluar
dari ruang kaca, tetapi saat itu sebagian pipi Molly mulai ber-
THE HIDDEN OASIS | 565 ubah kuning dan kemudian cokelat, seperti kertas yang dibakar di atas lilin, bercak itu meluas dan menghitam sebelum
mendadak berubah menjadi lidah api yang menyala. Bercak
lain muncul"di tangan, leher, kening, batok kepala, dan
lengannya"semuanya berubah cokelat dan menyala-nyala, api
melebar dan menjilati seluruh tubuhnya, mengungkungnya


The Hidden Oasis Karya Paul Sussman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dalam pelukan yang menyala-nyala. Seluruh tubuhnya terang
benderang, bagaikan bola api liar dengan sesuatu yang tampak
samar seperti garis bentuk tubuh manusia di bagian tengahnya.
Untuk sesaat Flin berdiri terpaku di tempatnya, terlalu terkejut
untuk dapat bereaksi. "Charlie!" sepertinya dia mendengar Molly
menjerit. "Oh, Charlie-ku!" Kemudian, ketika entakan cahaya
seperti tombak menyeruak dari bagian atas Benben, menembus
kaca ruang isolasi yang dianggap tak dapat tak dapat ditembus
dan menghantam langit-langit ruangan, menguapkan apa saja
yang dilewatinya, Flin pun berbalik dan berlari menyelamatkan
diri. Di luar, proses kehancuran oasis terjadi lebih cepat daripada
yang dia takutkan. Jauh lebih cepat. Tebing-tebing itu kini
terkunci rapat mengelilingi pelataran batu, meremukkan dan
menghancurkannya, menjulang tinggi di hadapan Flin seperti
sepasang tank raksasa yang menyatu. Bangunan kuil mulai
runtuh, terlipat, dan saling menimpa. Pilar, menara, dinding,
dan atap bergoyang berayun-ayun, menekuk dan perlahan rubuh
dan menimbulkan kepulan debu dan kerikil yang membubung
tinggi. Harapan apa pun yang mungkin ada pada Flin untuk
dapat keluar lewat jalan yang dia lalui ketika masuk tadi, atau
melalui gerbang di samping kuil, kini telah menguap. Tanpa
pilihan lain terbuka untuknya, dia merayap dan bergerak ke
bagian belakang kompleks, sambil berdoa bahwa di belakang
sana dia akan menemukan jalan keluar dan dapat meloloskan
diri lewat gerbang itu. Dia berbalik arah dan berjalan miring untuk menghindari
batu yang berjatuhan di mana-mana, gelombang hujan batu
tampak jatuh dan pecah di dekat tumitnya, dia berlari melintasi
566 | PAUL SUSSMAN deretan lapangan terbuka dan aula yang sangat besar. Kompleks
itu begitu luasnya sehingga dia mulai heran apakah dia akan
bisa menemukan ujung bangunan itu ketika dia akhirnya tiba
di lapangan yang lain. Di depannya ada sebuah dinding, lima
belas meter tingginya, dan terbuat dari balok batu padat. Tanpa
gerbang atau lubang, dan dengan beberapa dinding yang samasama mengapitnya di kiri dan kanan: dia menyadari bahwa
dia telah membawa dirinya ke dalam jalan buntu raksasa. Dia
terjebak. Dia berteriak frustasi, berlari ke dinding dan menghantamkan
tangannya dengan putus asa pada dinding itu, sadar bahwa
tidak ada jalan keluar yang akan bisa dia tembus, dan dia tidak
mungkin bisa menerobos semua kekacauan di belakangnya.
"Bedebah!" dia bingung, memukul-mukul lagi, dan lagi,
"Bodoh sekali?"
Tanah di bawahnya terangkat dengan kasar dan, seakan
terbuat dari bata yang tidak lebih padat daripada mainan anakanak, dinding yang mengungkungnya menghilang begitu saja,
berlalu dari hadapannya dan tak terlihat lagi pada tanjakan di
bagian belakang pelataran kuil. Di sela-sela kepulan debu yang
beterbangan, bagian teratas oasis itu kini terlihat langsung di
depannya"tebing batu vertikal menjulang yang menghadap
ke dinding samping lembah itu merayap pelan. Matahari menggantung di atasnya, sebuah bola merah yang terik.
Tertegun, Flin berjalan di atas reruntuhan bongkahan
dinding yang lebih rendah dan masuk ke dalam areal pepohonan
di baliknya. Sosok dua orang yang sedang berlutut tampak terlihat jauh di dasar tebing sana. Mereka tampaknya sedang meneliti sesuatu di permukaan tanah.
"Apa yang kalian lakukan!" Flin berteriak kepada mereka.
"Naik! Ayo, cepat naik."
Suaranya hampir tak terdengar oleh dirinya sendiri, apalagi
oleh orang lain. Dia tidak bisa melakukan apa pun kecuali terus
bergerak turun, berjalan melintasi reruntuhan balok batu. Oasis
THE HIDDEN OASIS | 567 mengungkungnya, sinar tajam kembali menyeruak dari Benben
di belakang. Tepat ketika Flin menghilang menaiki anak tangga menuju
sisi depan kuil, Zahir telah membawa Freya dan adiknya terus
berjalan, ke kaki pelataran batu dan menerobos pepohonan di
puncak oasis"ngarai vertikal setinggi 200 meter yang menghubungkan sejumlah sisi lembah seperti alas segitiga. Ketika
Freya pertama kali memasuki lembah itu tadi pagi"ya Tuhan,
rasanya seperti sudah sangat lama, benar-benar sangat lama"
ujung sisi atasnya tampak terentang sekitar 400 atau bahkan 500
meter. Sekarang tinggal separuhnya, dan bergerak menutup.
"Menurutmu, berapa lama lagi kita masih punya waktu?"
keluh Freya. Zahir mengangkat tangannya, mengembangkan jarinya,
membuka dan menutupnya sebanyak empat kali.
"Itu tidak mungkin! Bagaimana caranya kita sampai di sana
dalam dua puluh menit" Aku memang pemanjat tebing profesional, dan aku tak bisa melakukannya kurang dari dua jam!"
Zahir berlari cepat ke arah tebing. Pepohonan di sekitar
mereka perlahan tampak semakin jarang dan kemudian tak ada
sama sekali, membuat mereka berlari melintasi tanah kosong.
Di kiri dan kanan mereka, sisi lembah itu kini terlihat dengan
jelas, mengeluarkan gelombang debu, bergulung-gulung di sisi
dasarnya ketika tebing-tebingnya menggilas semuanya tanpa
ampun. Di depan, menghalangi sinar matahari, menutupi lantai
lembah dengan bayangan pekat, berdirilah permukaan tebing
yang harus mereka panjat. Permukaan batu yang terlihat mulus
dan kosong yang menjulang tinggi, dan satu-satunya hal yang
dapat tertangkap mata"di samping birai, patahan, dan tonjolan
yang sangat biasa"itu adalah semacam lipatan berkelok yang
568 | PAUL SUSSMAN persis berada di bagian tengahnya. Awalnya Freya menduga itu
adalah lapisan batu yang berwarna agak berbeda yang memotong
batu kapur. Atau tonjolan batu tipis terjal yang berdiri bangga di
permukaan tebing yang rata. Ketika mereka sudah lebih dekat,
Freya melihat bahwa benda itu bukan salah satu dari keduanya"
sama sekali bukan benda buatan alam, tetapi tangga yang besar.
Atau lebih seperti serangkaian kelompok tangga. Terlihat seperti
kayu dan ringkih, anak tangga atau janjangnya terikat kuat
oleh tali, rangkaian tangga itu menanjak pada dinding batu
dari dasar sampai ke puncaknya seperti kelabang raksasa, yang
sedang mengikuti jalur zigzag dari birai ke birai, dari patahan ke
patahan, dari tonjolan ke tonjolan, menggunakan sauh atau kait
alamiah apa pun yang tersedia untuk membangun jalan ke atas,
menghubungkan bumi dengan langit. Freya menatap penuh
kekaguman. "Tangga Nut," ucapnya pelan, sambil teringat kembali pada
prasasti yang dia dan Flin temukan di Abydos.
"Sangat kuat," kata Zahir, setelah tiba di dasar tebing dan
sambil menarik keras bagian dasar tangga, memperlihatkan
bagaimana kerangkanya telah diamankan dengan paku perunggu
yang ditancapkan jauh ke dalam batu kasar itu. "Keluargaku
menggunakannya selama ratusan tahun. Kami memperbaikinya.
Kami memeliharanya. Pemanjatan yang tinggi, tetapi aman.
Sekarang, kita naik!"
Dia berdiri menjauh dari tangga dan mempersilakan Freya
menaikinya, menunjuk ke atas dengan ibu jarinya, menandakan
bahwa dia harus segera memanjat tangga itu.
"Bagaimana denganmu?"
"Aku menunggu sais Brodie. Kami akan memanjat bersama.
Naik, naik." Freya mencoba berdebat, tetapi Zahir tampak tak berkenan"
"Aku bisa memanjat dengan cepat," Zahir menekankan, "seperti
kera?"dan Freya pun melakukan apa yang dia katakan.
Dia melangkah ke tangga, lalu mulai memanjat. Adik Zahir
THE HIDDEN OASIS | 569 mengikuti di belakangnya, senjatanya terselempang di bahunya,
keduanya memanjat ke atas dari anak tangga ke anak tangga, dengan mantap menjauh dari lantai lembah. Wajah tebing bergetar
dan bergoyang seperti sayap hewan yang sedang terancam,
tetapi tangga itu tertanam dengan kokoh dan karena semakin
yakin terhadap kekuatan tangga itu, Freya pun bergerak lebih
cepat, sosok Zahir tertinggal jauh di bawah, semakin luas bagian
lembah yang terlihat olehnya di belakang. Semakin banyak
kekacauan dan kehancuran.
Freya telah memanjat sejauh dua puluh meter, sepanjang
empat rangkaian tangga, lurus ke atas, dan baru akan memulai
menaiki rangkaian anak tangga kelima ketika tebing itu bergerak
hebat. Di ujung penglihatannya, dia menangkap ada gerakan di
atas. Pengalaman bertahun-tahun memanjat telah menajamkan
reaksinya dan secara naluriah dia menekan dirinya merapat ke
tangga, menyelusupkan kepalanya di antara dua anak tangga
sehingga tubuhnya terlindungi sebanyak mungkin. Siraman batu
kecil dan kerikil memenuhi bahunya diikuti oleh tiga atau empat
bongkah batu yang lebih besar yang luput mengenai dirinya
sekitar beberapa sentimeter. Freya tetap tak bergerak, menempel
pada tangga, sambil menunggu kalau-kalau reruntuhan batu itu
masih berlanjut. Selain beberapa siraman kerikil lagi, akhirnya
hujan batu itu tampaknya selesai sampai di situ. Dengan hatihati, dia mendorong tubuhnya ke belakang lagi, melihat dulu ke
atas dan kemudian ke bawah.
"Kau tak apa-apa?" dia berteriak kepada Said, yang berada
beberapa meter di bawahnya.
Said mengangkat tangan untuk menunjukkan bahwa dia
baik-baik saja dan tak terluka. Freya kemudian mengalihkan
perhatiannya, bersiap menaiki tebing lagi, kemudian terhenti
lagi, menjauhkan badan dari tebing, mata tertuju ke tanah di
bawahnya. "Oh, tidak! Ya Tuhan, tidak!"
Said pasti telah melihat apa yang dilihat Freya karena dia
baru saja hendak menuruni tangga kembali, melambaikan
570 | PAUL SUSSMAN tangan kepada Freya,memintanya terus memanjat. Freya mengabaikannya, mengikutinya turun, bergerak secepat yang dia bisa.
Gemuruh tebing, getaran permukaan batu karang, runtuhnya
oasis"semuanya menyurut ketika seluruh kesadarannya menyempit pada sebidang kecil tanah di bawah, di mana Zahir menelungkup di bawah tindihan sebuah batu seukuran kap mobil.
Dia sampai di anak tangga beberapa meter dari dasar lembah
itu dan melompat. Dia segera terduduk di pasir, mendesak,
menggeser Said yang sedang berlutut di sisi kakaknya. Zahir
terjebak tindihan batu dari dada ke bawah, masih hidup, tetapi
hampir tewas. Jemarinya mencengkeram lemah bagian atas batu
dan ceceran darah tipis mengalir dari sudut bibirnya.
"Kita harus membawanya," jerit Freya, memaksakan tangannya menelusup ke bawah lempengan batu dan berusaha sekuat
tenaga untuk mengangkatnya.
Said hanya berlutut di sana, mengusap kening kakaknya,
wajahnya kosong dan tanpa ekspresi. Hanya matanya yang menyimpan emosi, memberi isyarat ketersiksaan yang dirasakannya
demi melihat kakaknya tertimpa dan terjebak batu seperti itu.
"Bantu aku, Said," erang Freya. "Ayo, kita harus mengangkat
batu ini. Kita harus melepaskan Zahir dari tindihan batu ini."
Freya tahu itu sia-sia saja, dia bahkan telah mengetahuinya
sejak awal dia melihat apa yang terjadi tadi. Lempengan batu itu
terlalu berat, dan bahkan jika oleh keajaiban tertentu mereka bisa
mengangkat batu itu, tetap tidak mungkin mereka bisa menggotong tubuh Zahir ke atas memanjat tebing vertikal setinggi
200 meter dan keluar dari oasis, apalagi dengan cedera yang
dialaminya. Walaupun begitu Freya terus berusaha mengangkat
lempengan batu itu, matanya kabur penuh air mata, sampai
akhirnya tangan Zahir bergerak di atas permukaan batu dan,
sambil memegang tangan Freya, menghelanya. Kepalanya
menggeleng sedikit seolah berkata: "Tidak ada gunanya. Jangan
buang-buang tenagamu."
"Ya Tuhan, Zahir," katanya tercekat.
THE HIDDEN OASIS | 571 Zahir mengusap pelan tangan Freya dan, sambil memutar
bola matanya, menatap adiknya, berbicara dalam bahasa Arab,
suaranya hampir tak terdengar, gelembung darah berlendir
meletup dari hidungnya. Walaupun Freya tidak mengerti apa
yang dikatakannya, Freya menangkap kata "Mohsen?"nama
anak laki-laki Zahir"diulang-ulang beberapa kali dan secara
naluriah tahu bahwa dia sedang memberi pesan terakhir,
memercayakan keluarganya ke dalam pengawasan Said.
"Ya Tuhan, Zahir," kata Freya berulang tak berdaya, sambil
memegang tangan laki-laki itu, mengusap-usapnya. Air mata
kini mengalir di wajahnya"air mata ketidakberdayaan, kesedihan, rasa bersalah atas semua keraguannya terhadap laki-laki
itu, semua hal buruk yang pernah terlintas di kepalanya dan
yang diucapkannya, padahal dia seorang laki-laki baik, laki-laki
yang jujur. Seorang laki-laki yang telah mempertaruhkan hidupnya untuk menyelamatkannya. Dia telah beranggapan salah
terhadapnya, sama seperti anggapan keliru terhadap kakaknya.
Dan juga seperti gagalnya dia membantu Alex pada masa-masa
dia membutuhkannya, tampak baginya sekarang bahwa dia juga
telah menyebabkan Zahir tewas, sehingga yang bisa dilakukannya hanyalah mengusap tangan laki-laki itu, dan terisak, dan
membenci diri sendiri untuk semua kerusakan yang tampaknya
selalu disebabkan olehnya terhadap orang-orang yang telah
melakukan banyak hal untuknya.
Mengapa aku selalu membuat semuanya berantakan" pikirnya.
Dan mengapa selalu orang baik yang membayar lunas kekeliruan
yang aku buat?" Zahir tampak mengerti apa yang melintas dalam pikiran
Freya karena kepalanya agak terangkat sedikit.
"Tak apa, Miss Freya," katanya, suaranya kini tidak lebih
daripada ucapan parau yang terputus-putus. "Kau adalah
sahabatku yang baik."
"Maafkan aku, Zahir," jerit Freya. "Kami akan membawamu
keluar dari tempat ini. Aku berjanji kami akan membawamu
keluar dari tempat ini."
572 | PAUL SUSSMAN Freya mulai mengangkat lempengan batu itu lagi. Bukan
karena dia berpikir bahwa dia punya peluang untuk bisa memindahkannya, melainkan karena sungguh tak pantas kalau tidak
melakukan apa-apa, hanya menyaksikan hidup Zahir perlahan
berlalu di hadapannya. Lagi-lagi Zahir menggelengkan kepalanya
dan mendorong tangan Freya ke samping, menggumamkan
sesuatu. Suaranya terlalu lemah, kebisingan di latar belakang
membuatnya kewalahan dan tak bisa mendengar apa yang dikatakan Zahir. Dia membungkuk, mendekatkan telinganya beberapa sentimeter pada mulut Zahir yang berlumuran darah.
"Dia bahagia." "Apa?" Tangan Zahir memegang erat Freya.
"Dia bahagia," Zahir mengulang, ada desakan dalam suaranya, seakan dia sedang menyalurkan sedikit cadangan energi yang
masih dimilikinya agar tetap dapat didengar dan dimengerti.
"Dia sangat bahagia."
"Siapa, Zahir" Siapa yang bahagia?"
"Doktor Alex," suaranya parau. "Doktor Alex sangat
bahagia." Dia mengigau, pikir Freya, larut ke dalam alam imajinasi
antara hidup dan mati. Zahir mempererat pegangannya Seolah
memperlihatkan kepada Freya bahwa, tidak seperti dugaan
Freya, dia tahu pasti apa yang dia katakan. Di sekitar mereka
oasis itu tampak diam dan hening, walaupun Freya tak yakin
apakah oasis itu memang sedang diam atau karena pancaindera
Freya terlalu terfokus pada sosok yang kini terbaring lemah di


The Hidden Oasis Karya Paul Sussman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sampingnya sehingga hal-hal lain disingkirkan dulu ke balik
tepian kesadarannya. "Aku tak mengerti," dia memohon. "Apa yang kau maksud
dengan Alex merasa bahagia?"
"Di Dakhla," dia berbisik, mencari mata Freya, menatapnya,
berusaha menjelaskan. "Kau bertanya apakah Doktor Alex
THE HIDDEN OASIS | 573 bahagia. Ketika kau datang di hari pertama. Kau bertanya apakah dia bahagia."
Pikiran Freya terlempar ke belakang, menelusuri semua kerusuhan dalam peristiwa yang terjadi sejauh ini, ke pagi pertama
di Dakhla, sebelum semua ini terjadi. Zahir membawanya
ke rumahnya untuk minum teh, dia masuk ke kamar yang
salah, menemukan gambar Alex di dinding, dan Zahir mengejutkannya.
"Apakah dia bahagia?" Freya bertanya kepadanya. "Pada
akhirnya, apakah kakakku bahagia?"
"Dia sangat bahagia," bisik Zahir, berusaha keras agar katakatanya terdengar. "Kami membawanya ke sini. Ke oasis ini.
Ketika dia sakit. Kami menggunakan tali, membawanya turun,
dia melihat dengan matanya sendiri." Zahir tersenyum seolah
tak memedulikan kesakitan yang dirasakannya. "Dia sangat
bahagia. Dia orang paling bahagia di dunia."
Dan kini pikiran Freya berputar kembali, sesuatu menariknya,
ingatan samar, hubungan yang ingin dibuat. Pikirannya menerawang dan campur aduk sebelum tiba-tiba suara Alex bergema di dalam kepalanya, begitu jernih dan kuat seolah kakaknya sedang berdiri di sampingnya. Kata-kata yang Alex tulis
untuk Freya dalam surat terakhirnya, yang dia kirim tepat
sebelum kematiannya: Apakah kau ingat cerita yang biasa diceritakan Ayah" Tentang
bagaimana bulan itu sebenarnya adalah sebuah pintu, dan
jika kau memanjat dan sampai di sana lalu membukanya,
kau pasti bisa sampai ke langit di dunia yang lain" Apakah
kau ingat bagaimana kita biasa bermimpi tentang seperti apa
dunia rahasia itu"tempat yang indah dan magis penuh bunga
dan air terjun dan burung yang bisa berbicara" Aku tak dapat
menjelaskannya, Freya, tidak dapat menjelaskannya dengan
baik, tetapi baru-baru ini aku telah melihat pintu itu dan memandang dunia lain, dan tempat itu semagis yang pernah kita
bayangkan. Di suatu tempat, adikku, pasti selalu tersedia pintu,
574 | PAUL SUSSMAN dan di baliknya ada cahaya, dan bagaimanapun hal gelap mungkin akan selalu muncul.
Dan Freya pun menyadari bahwa itulah apa yang dibicarakan
Alex selama ini: bukan kenangan abstrak tentang fantasi masa
kecil, tetapi sesuatu yang nyata, sesuatu yang dapat disentuh"
kunjungannya ke oasis ini bersama Zahir. Perjalanan besar
terakhir yang dilakukannya. Dan ketika rasa sakit hati terhadap
pembunuh kakaknya tetap kuat seperti sebelumnya, kini ada
sesuatu yang lain, ada seberkas cahaya. Karena sekarang Freya
tahu seberapa banyak kebahagiaan yang dirasakan Alex dengan
melihat tempat ini, betapa senangnya dia dengan tempat ini,
betapa tempat ini telah membuatnya sangat bahagia dan puas
di hari-hari terakhirnya. Seperti yang ditulis oleh Alex sendiri:
Ketika telah menyaksikan dunia rahasia itu, kau tidak akan dapat
menahan diri kecuali merasakan harapan.
"Terima kasih, Zahir," ia terisak, menggenggam tangan
Zahir, mengusap keningnya, hampir tidak memerhatikan gelegar
reruntuhan batu yang kembali bergeser di sekeliling mereka.
"Terima kasih telah membantu kakakku. Terima kasih untuk
segalanya." Jeda, kemudian: "Kau seorang Badui yang hebat seperti leluhurmu
Mohammed Wald Yusuf Ibrahim Sabri al-Rashaayda."
Freya tidak tahu bagaimana dia bisa mengingat nama itu,
tetapi senyum Zahir melebar, ekspresinya hampir tak terlihat
di bawah lumuran darah yang sudah seperti masker ahli bedah
yang kini menutupi bagian bawah wajahnya. Dia meremas
tangan Freya lagi, kekuatannya tersalurkan, matanya mulai meredup. Dengan usaha terakhir, dia melepaskan tangannya dari
genggaman dan merogoh djellaba-nya, perlahan menarik keluar
helai kain itu dari bawah batu sampai dia bisa menjangkau sakunya. Dia merogohnya dan menarik sesuatu, menekankannya
pada telapak tangan Freya. Benda itu adalah kompas logam hijau,
sudah tergores dan sering digunakan, dengan penutup lipat dan
THE HIDDEN OASIS | 575 kawat braso di bagian atasnya. Freya segera tahu bahwa benda
itu milik kakaknya, yang dibawanya dalam pengembaraannya di
sekitar Markham County, benda yang pernah dimiliki seorang
marinir dalam pertempuran Iwo Jima.
"Doktor Alex memberikannya kepadaku," bisik Zahir,
"Sebelum dia meninggal dunia. Sekarang ini milikmu."
Freya mengamati benda itu, lupa akan keriuhan oasis di
sekitarnya. Setelah membuka penutup kompas, dia melihat
sepasang inisial tergra"r pada logam di sisi dalamnya: AH.
Alexandra Hannen. Dia tersenyum dan menatap Zahir lagi,
berterima kasih kepadanya, tetapi dalam beberapa detik perhatian Zahir akhirnya lepas, kepalanya terkulai ke satu sisi dan
napasnya telah berhenti. "Dia sudah pergi," kata Said tenang. Dia menjulurkan tangan
dan menyapukannya pada wajah kakaknya, menutup matanya.
"Oh, Zahir," Freya tercekat.
Untuk sesaat mereka hanya berlutut di sana, tanah bergetar
di bawah mereka, dinding lembah bergeser semakin saling mendekati, apa yang terlihat seperti gulungan merah tua menyembur
dari puncak pelataran kuil. Kemudian, setelah berdiri, Said
mengajak Freya kembali menuju tebing.
"Tapi kita tidak mungkin meninggalkannya begitu saja di
sini," Freya memohon. "Tidak seperti ini."
"Dia aman. Dia bahagia. Ini tempat yang baik bagi orang
Badui." Freya masih bergeming di tempatnya, membuat Said terpaksa
membungkuk lagi dan menggamit lengannya lalu menariknya
untuk berdiri. "Kakakku ke sini untuk membantumu. Dia tidak ingin kau
mati. Ayo, cepat, kita memanjat. Lakukan ini untuknya."
Freya tidak bisa mendebatnya, dan setelah menatap tubuh
Zahir yang remuk selama beberapa detik lagi, dia berbalik dan
bergegas menuju dasar tebing. Said sudah melompat ke dasar
576 | PAUL SUSSMAN tangga dan memanjat terlebih dahulu.
"Aku naik dulu," dia berteriak. "Memastikan tidak ada yang
patah." "Bagaimana dengan Flin?" Freya berteriak kepadanya.
Said menyorongkan tubuhnya dan menunjuk ke bentangan
tanah terbuka di depan tebing. Pria Inggris itu sedang berlari ke
arah mereka, melambaikan lengannya dengan panik, meminta
Diantara Para Bidadari 3 Animorphs - 19 Cassie Mengundurkan Diri Siti Nurbaya 3
^