Pencarian

Prodigy 5

Prodigy Karya Marie Lu Bagian 5


Mereka datang, kata June, matanya terpaku pada satu titik di gang.
Biarkan mereka berusaha menangkap kita. Dengan panik, kugerakkan tanganku di sepanjang jeruji logam itu, lalu kutarik benda itu keras-keras. Patriot semakin mendekat. Terlalu dekat. Aku berdiri. Minggir, kataku pada Tess dan June. Kemudian, kutarik granat kedua dari ikat pinggangku, menyentak pemicunya, dan melemparnya ke mulut gang. Kami tiarap ke tanah dan menutupi kepala kami dengan tangan.
Bum! Ledakan yang menulikan. Seharusnya ledakan itu akan sedikit memperlambat Patriot, tapi aku sudah bisa melihat siluet-siluet datang menuju kami dari balik reruntuhan.
June lari untuk membuka pintu masuk terowongan di sampingku. Kubiarkan dia yang pertama melompat, lalu aku menoleh pada Tess sambil mengulurkan tangan. Ayo, Tess, kataku. Kita tak punya banyak waktu.
Tess menatap tanganku yang terbuka dan mundur
kami serasa membeku. Dia takkan ikut bersama kami. Ada kemarahan, keterguncangan, rasa bersalah dan kesedihan semua tersirat di wajah kecil kurusnya.
Aku mencoba lagi. Ayo! teriakku. Kumohon, Tess aku tak bisa meninggalkanmu di sini.
Tatapan Tess mencabik-cabikku. Maaf, Day, dia terengah. Tapi aku bisa menjaga diri. Jadi, jangan cobacoba mencariku. Kemudian, dia mengalihkan pandangan dariku dan berlari kembali ke arah Patriot. Dia bergabung lagi dengan mereka" Kutatap kepergiannya dalam keterkejutan tanpa suara, tanganku masih terulur. Patriot sudah sangat dekat sekarang.
Kata-kata Baxter. Dia telah memperingatkan Tess sepanjang waktu bahwa aku akan mengkhianati mereka. Dan aku melakukannya. Aku melakukan tepat seperti yang Baxter katakan akan kulakukan, dan sekarang Tess memercayainya. Aku telah sangat mengecewakannya.
June-lah yang menyelamatkanku. Day, lompat! serunya padaku, menyadarkanku dari momen tersebut.
Kupaksa diri berpaling dari Tess dan melompat ke lubang. Sepatu botku menghasilkan percikan saat menapak di air es dangkal, tepat ketika kudengar Patriot pertama mencapai kami. June mencengkeram tanganku. Ayo! desisnya.
Kami berlari sangat cepat ke dalam terowongan gelap itu. Di belakang kami, kudengar seseorang melompat turun dan mulai berlari mengejar kami. Lalu seorang lagi. Mereka semua turun.
Punya granat lagi" teriak June saat kami berlari. Kuraba ikat pinggangku. Satu. Kutarik granat terakhir itu, lalu menarik pemicunya. Kalau kami melakukan ini, tidak ada jalan kembali. Kami bisa terjebak di sini selamanya tapi tak ada pilihan lain, dan June tahu itu.
Kuteriakkan peringatan ke belakang, lalu melempar granat tersebut. Patriot terdekat melihatku melakukan itu dan cepat-cepat berhenti, kemudian mulai berseru
berlari. Ledakannya melontarkan kami dari tanah, membuat kami terbang sesaat. Aku berdebam keras menimpa tanah, tergelincir di air es dan lumpur salju selama beberapa detik sebelum akhirnya berhenti. Kepalaku berdenging. Kutekan telapak tangan ke pelipis, berusaha menghentikan suara denging itu. Tapi aku tidak beruntung. Sakit kepala meledakkan benakku, membuatnya terbuka lebar dan menenggelamkan seluruh pikiranku. Kutekan mataku sampai tertutup karena rasa sakit yang membutakan. Satu, dua, tiga & .
Detik-detik berlalu lambat. Kepalaku berdenyutdenyut, bagaikan dihantami oleh palu. Aku berjuang untuk bisa bernapas.
Kemudian, syukurlah, sakit kepala itu mulai memudar. Kubuka mataku dalam kegelapan. Tanah sudah tidak berguncang, dan meskipun aku masih bisa mendengar orang bicara di belakang kami, suaranya teredam, seolah datang dari balik pintu tebal. Dengan hati-hati, aku bangkit untuk duduk. June bersandar ke sisi terowongan, menggosok-gosok lengannya. Kami berdua menghadap ke ruang tempat kami datang.
Beberapa detik lalu di sana ada terowongan bergema, tapi sekarang tumpukan beton dan puing telah sepenuhnya menyegel pintu masuk.
Kami berhasil. Tapi yang kurasakan hanyalah kehampaan.[]
Waktu umurku lima tahun, Metias mengajakku ke makam orangtua kami. Itu pertama kalinya dia pergi ke sana setelah pemakaman yang sebenarnya. Kupikir dia tidak tahan mengingat apa yang terjadi.
Kebanyakan warga sipil Los Angeles bahkan yang dari kelas atas dikuburkan di tanah seluas satu meter persegi di gedung bertingkat tempat pemakaman lokal mereka dan sebuah kotak kaca buram untuk menyimpan abu yang tersayang. Namun, Metias membayar petugas pemakaman dan memperoleh tanah seluas empat meter untuk Ayah dan Ibu, juga nisan kristal berukir.
Kami berdiri di sana, di depan nisan, dengan pakaian dan bunga putih. Kuhabiskan seluruh waktuku untuk memandangi Metias. Aku masih ingat rahangnya yang mengeras, rambutnya yang disikat dan disisir rapi, pipinya yang basah dan berkilauan. Yang paling kuingat adalah matanya, penuh kesedihan, terlalu tua untuk pemuda tujuh
Day terlihat seperti itu saat dia mengetahui kematian kakaknya, John. Dan sekarang, saat kami berjalan di sepanjang terowongan bawah tanah untuk keluar dari Pierra, matanya kembali seperti itu lagi.
*** Kami menghabiskan 52 menit (atau 51" Aku tak yakin. Kepalaku terasa berat dan pusing) berlari kecil di kelembapan terowongan yang gelap. Sejenak, kami mendengar teriakan marah datang dari sisi lain gunungan beton yang berserakan, yang memisahkan kami dari kelompok Patriot dan para tentara Republik.Tapi pada akhirnya,suara-suara itu memudar menjadi keheningan saat kami berjalan cepat lebih dalam dan lebih dalam lagi ke terowongan. Kemungkinan,kelompok Patriot harus kabur dari pasukan yang akan datang. Mungkin para tentara sedang berusaha menggali reruntuhan di luar terowongan. Kami tak punya gagasan, jadi kami terus maju saja.
Sekarang sunyi. Satu-satunya suara hanya napas kami yang tak beraturan. Sepatu bot kami menimbulkan percikan di genangan air dangkal bekas salju yang mencair, dan suara tes, tes, tes air es dingin dari langit-langit jatuh ke leher kami. Day menggenggam erat tanganku selama kami berlari. Jari-jarinya dingin dan alot karena lembap, tapi aku tetap berpegangan padanya. Di bawah sini sangat gelap sampai aku hampir tak bisa melihat sosok Day di depanku.
Apa Anden selamat dari serangan itu" Aku bertanyatanya. Atau Patriot berhasil membunuhnya" Pikiran itu membuat darah menderas ke telingaku. Terakhir kali aku memainkan peran sebagai agen ganda, aku menyebabkan seseorang terbunuh. Anden telah memberikan kepercayaan padaku, dan karena itulah dia bisa mati hari ini mungkin dia memang sudah mati. Harga yang tampaknya harus dibayar orang-orang karena menghalangi jalanku.
Pikiran itu memicu pikiran lain. Kenapa Tess tidak turun bersama kami" Aku ingin bertanya, tapi anehnya, Day tidak mengatakan sepatah kata pun tentang Tess sejak kami
sejauh itulah yang aku tahu. Kuharap Tess baik-baik saja. Apa dia memilih untuk tetap bersama Patriot"
Akhirnya, Day berhenti di depan sebuah dinding. Aku hampir pingsan ke arahnya, dan mendadak, satu gelombang kelegaan sekaligus kepanikan melandaku. Seharusnya aku bisa lari lebih jauh dari ini, tapi aku lelah. Apa tak ada jalan keluar" Apa bagian terowongan ini roboh sendiri, jadi sekarang kami terjebak di antara kedua sisinya"
Namun, dalam kegelapan Day menyentuh permukaan itu dengan sebelah tangannya. Kita bisa istirahat di sini, bisiknya. Itu kata-kata pertama yang dia ucapkan sejak kami turun kemari. Aku tinggal di tempat yang seperti ini di Lamar.
Razor pernah menyebut-nyebut tentang terowongan untuk Patriot melarikan diri. Day menyapukan tangannya di sepanjang sisi pintu yang bersentuhan dengan dinding. Akhirnya, dia menemukan apa yang dicarinya, sebuah tuas geser kecil yang mencuat keluar dari slot tipis sepanjang 30,5 cm. Dia menarik tuas itu sampai mentok ke satu sisi, lalu ke sisi lainnya. Pintu terbuka dengan bunyi klik.
Pertama-tama, kami hanya melangkah ke lubang gelap. Walaupun aku tak bisa melihat apa pun, dengan saksama aku mendengarkan bagaimana langkah kaki kami bergema di sekeliling ruangan. Kuperhitungkan langit-langitnya rendah, kemungkinan hanya beberapa meter lebih rendah daripada terowongan itu sendiri (mungkin tingginya 3 atau 3,3 meter). Saat aku menyapukan tangan ke sepanjang salah satu dinding, aku tahu dinding itu lurus, tidak melengkung. Ruangan persegi empat.
Di sini tempatnya, bisik Day. Kudengar dia menekan dan melepas sesuatu, lalu cahaya buatan menerangi ruangan. Semoga kosong.
Ruangan itu tidak besar, tapi cukup luas untuk menampung dua puluh atau tiga puluh orang dengan nyaman, bahkan sampai seratus orang kalau mereka berjejalan. Di din-ding belakang terdapat dua pintu menuju lorong gelap. Ada layar-layar tebal yang posisinya janggal di sepanjang tepian dinding, dengan desain yang lebih aneh daripada yang banyak digunakan di aula-aula
memasang semua perangkat ini, atau mungkinkah alat-alat itu adalah teknologi kuno yang dibiarkan begitu saja ketika terowongan-terowongan ini pertama kali dibangun"
Sementara Day berjalan-jalan di ruangan pertama di belakang ruang utama dengan pistol terangkat, aku memeriksa ruangan kedua. Ada dua kamar yang lebih kecil di sini, dengan lima set ranjang tingkat pada setiap kamar. Jauh di ujung ruangan terdapat pintu kecil menuju terowongan gelap tanpa akhir. Aku berani bertaruh di ruangan yang Day periksa juga ada pintu masuk ke terowongan itu. Saat aku berjalan dari ranjang ke ranjang, kusapukan tangan ke sepanjang dinding tempat orangorang menulis nama dan inisial mereka dengan tulisan cakar ayam.
Ini cara agar selamat. J. D. Edward, begitu bunyi salah satu tulisan itu. Satu-satunya jalan keluar adalah kematian. Maria M"rques, tulis yang lain.
Semua oke" tanya Day dari belakangku.
Aku mengangguk padanya. Oke. Kurasa kita sudah aman.
Dia mendesah, membiarkan bahunya merosot, lalu dengan letih mengusap sebelah tangan ke rambutnya yang kusut. Padahal, baru beberapa hari berlalu sejak terakhir kali aku melihatnya, tapi entah bagaimana rasanya lebih lama. Aku berjalan ke arahnya. Matanya menjelajahi wajahku seolah dia baru melihatku untuk pertama kalinya. Dia pasti punya jutaan pertanyaan untukku, tapi dia hanya mengangkat tangan dan merapikan helaian rambutku. Aku tak yakin aku merasa pusing karena sakit atau emosi. Aku hampir lupa bagaimana efek sentuhannya. Aku ingin jatuh ke dalam kemurnian Day, bermandikan kejujuran sederhananya, perasaannya yang terbuka lebar dan tidak disembunyikan sedikit pun.
Hei, bisiknya. Kulingkarkan lengan ke sekeliling tubuhnya, dan kami berpelukan erat. Kupejamkan mata, membiarkan diriku tenggelam dalam tubuh Day dan hangat napasnya di leherku. Tangannya mengelus rambutku dan turun ke punggungku, memelukku erat seolah dia takut melepasku
mencondongkan tubuh seakan ingin menciumku & tapi kemudian, entah kenapa, dia berhenti dan kembali memelukku. Memeluk Day memang nyaman, tapi tetap saja.
Sesuatu telah berubah. Kami menuju dapur (21 meter persegi, kalau dilihat dari jumlah ubin di lantai segi empatnya), mengambil dua kaleng makanan dan berbotol-botol air, bersandar rapat ke meja konter bar, dan membiasakan diri sejenak untuk istirahat. Day diam saja. Aku menunggu penuh harap saat kami berbagi sekaleng pasta berlumur saus tomat, tapi dia tetap tidak mengatakan sepatah kata pun. Tampaknya dia sedang berpikir. Tentang rencana yang gagal" Tentang Tess" Atau,barangkali dia tidak sedang berpikir sama sekali, hanya masih terlalu terguncang sampai tak bisa bicara. Aku ikut terdiam. Aku lebih memilih untuk tidak menafsirkan sikap diamnya itu secara langsung.
Aku lihat isyarat peringatanmu dari salah satu video kamera sekuriti, akhirnya dia berkata setelah tujuh belas menit berlalu. Aku tak tahu pasti apa yang kau ingin aku lakukan, tapi aku menangkap ide besarnya.
Kuperhatikan dia tidak menyebut-nyebut soal ciumanku dan Anden, meski aku yakin dia melihatnya. Trims. Se-lama sedetik, penglihatanku menggelap dan aku buru-buru mengerjap, berusaha untuk tetap fokus. Mungkin aku butuh obat lagi. Aku & minta maaf karena memaksamu terlibat dalam keadaan sulit ini. Aku sudah berusaha membuat jipnya mengambil rute lain di Pierra, tapi gagal.
Maksudmu penundaan waktu kau pingsan, kan" Aku takut kau mungkin terluka.
Sesaat, aku mengunyah sambil berpikir. Harusnya saat ini makanan terasa enak, tapi aku tidak lapar sama sekali. Aku harus segera memberi tahu Day tentang pembebasan Eden, tapi nada suara Day entah bagaimana terdengar seperti badai guntur di cakrawala menahanku. Apa Patriot sudah mendengar seluruh percakapanku dengan Anden" Jika demikian, Day mungkin sudah tahu.
Razor berbohong pada kita tentang alasan dia ingin
dia katakan pada kita tidak masuk akal. Aku berhenti sejenak, bertanya-tanya apakah Razor sudah ditahan oleh pejabat Republik. Kalau tidak sekarang, pasti secepatnya. Saat hari ini berakhir, Republik akan tahu bahwa Razor telah memberi instruksi khusus kepada para sopir jip untuk tetap pada rute semula, menggiring Anden tepat ke dalam jebakan.
Day mengangkat bahu dan berkonsentrasi pada makanannya. Siapa yang tahu apa yang Razor dan Patriot lakukan sekarang"
Aku bertanya-tanya apakah dia mengatakan itu karena memikirkan Tess. Cara gadis itu menatap Day sebelum kami kabur ke terowongan & kuputuskan untuk tidak bertanya apa yang mungkin terjadi pada mereka. Tetap saja, imajinasiku menciptakan pemandangan mereka duduk di sofa bersama-sama, sangat nyaman dan rileks seperti saat kami pertama kali bertemu kelompok Patriot di Vegas, kepala Day di pangkuan Tess. Tess merunduk untuk mengecupnya.
Perutku mengejang tak nyaman. Tapi dia tidak ikut turun, kuingatkan diriku. Apa yang terjadi di antara mereka" Kubayangkan Tess bertengkar dengan Day tentang aku.
Jadi, kata Day datar. Ceritakan apa yang kau temukan dalam diri Elector yang membuatmu memutuskan kita harus mengkhianati Patriot.
Dia tak tahu tentang Eden, kalau begitu. Kutaruh botol airku, lalu menggigit bibir. Elector membebaskan adikmu.
Garpu Day terhenti di tengah udara. Apa" Anden melepaskannya pada hari saat aku memberimu isyarat. Eden di bawah perlindungan pemerintah federal di Denver. Anden benci sekali atas apa yang Republik lakukan pada keluargamu & dan dia ingin mendapatkan kembali kepercayaan kita kau dan aku. Kujulurkan tangan untuk meraih tangan Day, tapi dia buru-buru menarik tangannya. Tanpa sadar, aku mengeluarkan desah kecewa. Aku tak yakin bagaimana dia menerima kabar ini, tapi sebagian diriku berharap dia hanya akan & senang.
mendiang Elector sebelumnya, aku melanjutkan. Dia ingin menghentikan Ujian, juga eksperimen wabah. Aku bimbang. Day masih menatap kaleng pasta dengan garpu di tangan, tapi dia tidak makan lagi. Dia ingin mewujudkan semua perubahan radikal ini, tapi pertama-tama dia harus mendapatkan dukungan publik. Pada dasarnya,dia memohon padaku agar kita membantunya.
Ekspresi Day bergetar. Cuma itu" Itulah kenapa kau memutuskan untuk menggagalkan seluruh rencana Patriot" balasnya pahit. Agar Elector bisa menyuapku demi memperoleh dukunganku" Menurutku kedengarannya seperti lelucon tak lucu. Bagaimana kau tahu dia mengatakan yang sebenarnya, June" Apa kau benar-benar punya bukti dia membebaskan Eden"
Kuletakkan tangan di lengannya. Tepat seperti inilah yang kutakutkan dari Day, tapi dia memang berhak untuk curiga. Bagaimana aku bisa menjelaskan naluriku tentang kepribadian Anden, atau fakta bahwa aku melihat kejujuran di matanya" Aku tahu Anden membebaskan adik Day. Aku tahu itu. Tapi, Day tidak di ruangan itu bersamaku. Dia tidak kenal Anden. Day tak punya alasan untuk memercayainya.
Anden berbeda. Kau harus percaya padaku, Day. Dia membebaskan Eden, dan itu bukan cuma karena dia ingin kita melakukan sesuatu untuknya.
Kata-kata Day terdengar dingin dan jauh. Kubilang, kau punya bukti"
Aku mengeluh, menurunkan tanganku dari lengannya. Tidak, aku mengaku. Tidak ada.
Dengan cepat, sikap Day berubah dari keadaan linglungnya dan dia kembali mengaduk-aduk garpunya ke dalam kaleng. Dia melakukannya dengan sangat kasar sampai pegangan garpunya bengkok.
Dia mempermainkanmu. Republik tidak akan berubah. Saat ini Elector baru itu masih muda, luar biasa bodoh, dan sepenuhnya salah. Dia cuma ingin rakyat menganggapnya serius. Dia akan mengatakan apa pun. Saat semuanya sudah berjalan baik, kau akan lihat karakter
cuma orang kaya berengsek yang berkantong dalam dan mulutnya penuh kebohongan.
Cara Day berpikir bahwa aku sangat mudah tertipu membuatku kesal. Muda dan sepenuhnya salah" Kudorong Day sedikit, berusaha mencerahkan suasana. Mengingatkanku pada seseorang.
Dulu hal itu akan membuat Day tertawa, tapi sekarang dia hanya melotot padaku. Aku melihat seorang bocah laki-laki di Lamar, lanjutnya. Dia seumuran adikku. Sesaat, kupikir dia Eden. Dia dikirim seperti paket di dalam tabung kaca raksasa, layaknya semacam eksperimen ilmiah. Kucoba mengeluarkan dia, tapi aku tak bisa. Darah bocah itu digunakan sebagai senjata biologis yang mereka coba luncurkan pada Koloni. Day melempar garpunya ke wastafel. Itulah yang Elector baikmu lakukan pada adikku. Sekarang, kau masih berpikir dia membebaskan Eden"
Aku mengulurkan tangan dan meletakkannya di atas tangan Day. Kongres telah mengirim Eden ke medan perang sebelum Anden menjadi Elector. Anden membebaskan dia pada hari lain. Dia
Day menepis tanganku, ekspresinya campuran antara frustrasi dan kebingungan. Dia menggulung kembali lengan kemejanya ke siku. Kenapa kau sangat memercayai pria itu"
Apa maksudmu" Dia semakin marah saat melanjutkan, Maksudku, satu-satunya alasan aku tidak menghancurkan jendela mobil Electormu dan menggorok lehernya dengan pisauku adalah karena kau. Karena aku tahu kau pasti punya alasan bagus di balik semua ini. Tapi sekarang, kelihatannya kau cuma menelan kata-katanya mentah-mentah. Apa yang terjadi pada semua logikamu"
Aku tak suka caranya memanggil Anden Elector-ku, seolah-olah Day dan aku masih berada di pihak berlawanan. Aku memberitahumu yang sebenarnya, kataku pelan. Selain itu, terakhir kali kucek, kau bukan pembunuh.
Day memalingkan wajah dariku dan menggumamkan sesuatu perlahan yang benar-benar tak bisa kutangkap. Aku melipat lengan. Kau ingat saat aku memercayai-mu,
musuh" Aku tidak langsung menganggapmu bersalah, dan kukorbankan segala yang kupercaya. Kuberitahu ya, membunuh Anden takkan menyelesaikan apa pun. Dia adalah satu-satunya orang yang benar-benar Republik butuhkan seseorang di dalam sistem dengan kekuatan penuh untuk mengubah keadaan. Bagaimana bisa kau hidup setelah membunuh orang seperti itu" Anden orang baik.
Memangnya kenapa kalau dia baik" kata Day dingin. Dia mencengkeram erat meja dapur sampai buku-buku jarinya memutih. Baik, buruk memangnya itu penting" Dia Elector.
Aku menyipitkan mata. Kau sungguh-sungguh berpikir begitu"
Day menggelengkan kepala dan tertawa tanpa keriangan. Kelompok Patriot berusaha memulai revolusi. Itulah yang negeri ini butuhkan bukan Elector baru, melainkan tidak ada Elector. Republik sudah rusak, tak bisa diperbaiki. Biarkan Koloni mengambil alih.
Kau bahkan tidak tahu seperti apa Koloni itu. Aku tahu mereka lebih baik daripada lubang neraka ini, bentak Day.
Aku tahu dia tidak hanya marah padaku, tapi dia mulai terdengar kekanak-kanakan dan itu mulai membuatku kesal. Kau tahu kenapa aku setuju membantu Patriot" Kuletakkan tangan di lengan atasnya, merasakan bekas luka samar di balik bajunya. Karena aku ingin menolong-mu. Kau pikir semua ini salahku, kan" Salahkulah adikmu dijadikan eksperimen. Salahkulah kau harus meninggalkan Patriot. Salahkulah Tess menolak ikut.
Tidak & . Suara Day melemah saat dia meremasremas tangannya frustrasi. Tidak semuanya salahmu. Dan Tess & . Tess sepenuhnya kesalahanku. Ada rasa sakit yang murni di wajahnya pada titik ini, aku tak tahu rasa sakit itu untuk siapa. Begitu banyak yang terjadi. Kurasakan sengatan rasa penasaran sekaligus kebencian yang menyebabkan darah mengalir deras di telingaku, bahkan
untuk merasa cemburu. Bagaimanapun, Day sudah mengenal Tess bertahun-tahun, jauh lebih lama daripada dia mengenalku. Jadi, kenapa dia tidak bisa merasa tertarik pada Tess" Selain itu, Tess anak yang manis, tidak egois, juga memberi kenyamanan. Aku tidak begitu. Tentu saja aku tahu kenapa Tess meninggalkan Day. Pasti gara-gara aku.
Kutatap wajah Day lekat. Apa yang terjadi antara kau dan Tess"
Day memandangi dinding di seberang kami, tenggelam dalam pikirannya. Aku harus menyenggol kakinya dengan kakiku untuk membuatnya tersadar.
Tess menciumku, gumamnya. Dan dia merasa seolah-olah aku mengkhianatinya & karena kau.
Pipiku memerah. Kupejamkan mata, memaksa bayangan mereka berciuman pergi dari pikiranku. Ini sangat bodoh. Iya, kan" Tess telah mengenal Day bertahun-tahun dia berhak untuk mencium Day. Dan bukankah Elector juga menciumku" Bukankah aku menyukai ciuman itu" Mendadak Anden terasa jutaan mil jauhnya, seolah dia tidak penting sama sekali. Satu-satunya yang bisa kulihat adalah Day dan Tess bersama-sama. Rasanya seperti perutku ditinju.
Kami sedang di tengah-tengah perang. Jangan bertingkah menyedihkan.
Kenapa kau memberitahuku hal itu"
Kau lebih suka aku merahasiakannya" Dia terlihat malu dan menggigit bibir.
Aku tak tahu kenapa, tapi tampaknya Day tak pernah kesulitan membuatku merasa seperti orang bodoh. Kucoba berpura-pura bahwa fakta itu tidak menggangguku. Tess akan memaafkanmu. Kata-kataku, yang dimaksudkan untuk menghibur dan bersikap dewasa, malah terdengar dangkal dan palsu. Aku lolos tes deteksi kebohongan tanpa susah payah saat aku ditangkap kenapa susah sekali bagiku berurusan dengan yang ini"
Setelah beberapa saat, Day berkata dengan suara yang
Jujur. Kupikir dia sungguh-sungguh, kataku, terkesan dengan betapa kalemnya suaraku. Senang rasanya bisa mengubah arah percakapan kami. Ambisius dan penuh belas kasih, meski hal itu membuatnya sedikit tidak praktis. Jelas sekali bukan diktator brutal seperti yang Patriot bilang. Dia masih muda, dan dia butuh dukungan rakyat Republik. Dan, dia akan butuh bantuan untuk mengubah berbagai hal.
June, kita hampir tidak bisa kabur dari Patriot. Apa kau berusaha mengatakan bahwa kita harus menolong Anden lebih dari yang sudah kita lakukan bahwa kita harus terus membahayakan nyawa kita untuk orang asing kaya sialan yang baru kau kenal sebentar" Racun di matanya saat dia memuntahkan kata kaya mengejutkanku, membuatku merasa seolah-olah dia juga mengejekku.
Kenapa harus bawa-bawa kelas sosial" Sekarang, aku jadi kesal juga. Apa kau akan senang melihat dia mati"
Ya. Aku akan senang melihat Anden mati, kata Day sambil menggertakkan gigi. Dan,aku akan senang melihat setiap orang di pemerintahannya mati juga, kalau itu berarti aku bisa mendapatkan keluargaku kembali.
Itu tidak seperti dirimu. Kematian Anden tidak akan memperbaiki keadaan, desakku. Bagaimana caraku membuatnya mengerti" Kau tak bisa menyamakan semua orang dalam satu kategori, Day. Tidak semua orang yang bekerja untuk Republik adalah orang jahat. Bagaimana denganku" Atau kakak dan orangtuaku" Ada orang-orang baik di pemerintahan dan merekalah yang bisa membuka jalan bagi perubahan permanen untuk Republik.
Bagaimana kau masih bisa membela pemerintah setelah semua yang mereka lakukan padamu" Bagaimana bisa kau tak ingin melihat Republik jatuh"
Yah, memang tidak, kataku marah. Aku ingin melihat Republik berubah menjadi lebih baik. Republik punya alasannya sendiri kenapa awalnya mereka mengontrol
Wah. Tunggu sebentar. Day mengangkat tangan. Matanya sekarang menyala dalam kemarahan yang belum pernah kulihat. Coba katakan sekali lagi. Republik punya alasan sendiri" Tindakan-tindakan Republik itu beralasan"
Kau tak tahu keseluruhan cerita tentang bagaimana Republik terbentuk. Anden memberitahuku bahwa negara ini dimulai dari anarki, dan rakyatlah yang
Jadi, sekarang kau percaya semua yang dia katakan" Apa kau berusaha memberitahuku bahwa kesalahan rakyatlah yang membuat Republik seperti ini" suara Day meninggi. Bahwa kami menyebabkan sendiri semua hal buruk ini" Itukah pembenaran kenapa pemerintah menyiksa rakyat miskin"
Tidak, aku bukannya berusaha membenarkan itu Entah bagaimana, sejarah Republik jadi terdengar kurang layak dibanding saat Anden menceritakannya.
Dan sekarang, kau pikir Anden dapat memperbaiki kehidupan kita dengan ide-ide sintingnya" Bocah kaya itu akan menyelamatkan kita semua"
Berhenti memanggilnya begitu! Ide-idenya yang mungkin membuatnya bisa melakukan itu, bukan uangnya. Uang tidak berarti segalanya saat
Day mengacungkan telunjuknya tepat ke arahku. Jangan pernah mengatakan itu lagi di depanku. Uang berarti segalanya.
Pipiku merona. Tidak. Karena kau tak pernah hidup tanpa uang. Dahiku berkerut. Aku sangat ingin merespons, menjelaskan bahwa bukan itu yang kumaksud. Uang tidak bisa mendefinisikan aku, atau Anden, atau siapa pun di antara kami. Kenapa aku tidak bisa mengatakan itu" Kenapa Day adalah satu-satunya orang yang membuatku kesulitan untuk memberikan argumen yang kuat"
Day, tolong aku memulai.
Dia melompat dari meja konter. Kau tahu, mungkin kata-kata Tess tentangmu benar.
Mungkin beberapa minggu belakangan ini kau berubah sedikit, tapi jauh di dalam dirimu, kau tetap tentara Republik. Kau tetap setia pada pembunuhpembunuh itu. Kau sudah lupa bagaimana Ibu dan kakakku tewas" Kau sudah lupa siapa yang membunuh keluargamu"
Kemarahanku membara. Apa kau sengaja menolak melihat semua ini dari sudut pandangku" Aku ikut melompat dari meja konter untuk menghadapinya.
Aku tak pernah lupa apa pun. Aku di sini demi kau, kukorbankan segalanya untukmu. Berani-beraninya kau membawa-bawa keluargaku!
Kau membawa-bawa keluarga-ku! serunya. Ke dalam ini semua! Kau dan Republikmu tercinta! Day merentangkan lengan. Berani-beraninya kau membela mereka, berani-beraninya kau mencoba beralasan tentang kenapa mereka jadi seperti ini! Sangat mudah bagimu mengatakannya, kan, karena seumur hidup kau tinggal di salah satu istana bertingkat mereka" Aku bertaruh kau takkan secepat itu berubah pikiran kalau kau menghabiskan waktumu menggali tempat sampah untuk mencari makanan di sektor kumuh. Ya, kan"
Aku sangat marah dan sakit hati sampai rasanya sulit bernapas. Itu tidak adil, Day. Aku tidak memilih untuk terlahir seperti ini. Aku tak pernah ingin menyakiti keluargamu
Yah, kau melakukannya. Kurasakan diriku gemetar dan kalah dalam pelototannya. Kau menggiring para tentara itu tepat ke depan pintu rumah keluargaku. Kaulah alasan mereka mati. Day berbalik memunggungiku dan menghambur keluar dari dapur. Aku berdiri di sana sendirian dalam keheningan mendadak, kali ini tak tahu apa yang harus kulakukan. Gumpalan di tenggorokanku terasa mencekik. Pandanganku kabur oleh air mata.
Day berpikir aku sebegitu butanya percaya pada
berada di sisinya sambil tetap setia pada negara. Apa aku masih setia" Bukankah aku sudah menjawab pertanyaan itu dengan benar di ruang deteksi kebohongan" Apa aku cemburu pada Tess" Cemburu karena dia lebih baik dariku"
Kemudian, muncul pikiran menyakitkan yang membuatku hampir tak bisa menahannya, tak peduli betapa kata-kata itu membuatku marah: Day benar. Aku tak bisa menyangkalnya. Akulah alasan Day kehilangan semua yang penting baginya.[]
H ARUSNYA AKU TIDAK BERTERIAK PADA JUNE .
Itu sangat buruk, dan aku tahu itu.
Namun, bukannya minta maaf, aku kembali ke bungker dan memeriksa kamar-kamar lagi. Tanganku masih gemetar; pikiranku masih bertarung dengan aliran deras adrenalin. Aku telah mengatakannya katakata yang telah mengendap di kepalaku selama berminggu-minggu. Kata-kata itu sudah keluar sekarang, dan tak ada cara menariknya kembali. Yah, lalu apa" Aku senang June tahu. Dia harus tahu. Dan mengatakan uang tidak berarti apa-apa frasa itu mengalir begitu saja dari mulutnya. Aku teringat saatsaat kami membutuhkan lebih banyak, butuh segala hal yang bisa membuat kondisi kami menjadi lebih baik jika ada lebih.
buruk, saat aku pulang sekolah lebih awal kutemukan Eden yang berusia empat tahun sedang mengobrakabrik kulkas. Di tangannya terdapat kaleng kosong daging-kentang cincang. Tadi pagi kaleng itu masih setengah penuh, sisa makan malam yang berharga sebelum Ibu dengan hatihati membungkusnya dengan kertas pembungkus dan menyimpannya untuk makan malam berikutnya. Waktu Eden melihatku memandangi kaleng kosong di tangannya, dia menjatuhkan kaleng itu ke lantai dapur dan tangisnya meledak. Tolong jangan kasih tahu Ibu, dia memohon.
Aku berlari ke arahnya dan memeluknya. Dia memegangi bajuku dengan tangan seperti bayi dan membenamkan wajahnya di tubuhku.
Tidak akan, bisikku padanya. Aku janji. Aku masih ingat betapa kurus lengannya. Malam itu, saat Ibu dan John akhirnya pulang, kubilang pada Ibu bahwa aku tak kuat menahan lapar dan memakan sisa makanan itu. Ibu menamparku keras, mengatakan padaku bahwa aku sudah cukup umur untuk tahu mana yang baik mana yang tidak. John menceramahiku dengan kecewa. Tapi, siapa peduli" Aku tidak.
Dengan marah, kubanting pintu koridor. Pernahkah June khawatir karena mencuri setengah kaleng dagingkentang cincang" Seandainya dia miskin, secepat itukah dia akan memaafkan Republik"
Pistol yang Patriot berikan terasa berat di ikat pinggangku. Pembunuhan Elector akan memberi Patriot kesempatan untuk menjatuhkan Republik. Kami akan menjadi percikan yang menyulut satu tong bubuk peledak tapi karena kami karena June semuanya gagal. Dan untuk apa" Untuk melihat Elector yang ini menjadi seperti ayahnya" Aku ingin menertawakan idenya membebaskan Eden. Kebohongan Republik. Sekarang, aku tidak semakin dekat untuk bisa menyelamatkan Eden, kehilangan Tess, dan aku kembali ke titik awal. Dalam pelarian.
Beginilah hidupku. Waktu aku kembali ke dapur satu setengah jam
Mungkin dia pergi ke salah satu koridor, menghitung setiap retakan di dinding.
Kubuka laci dapur, lalu kukosongkan sebuah karung goni. Setelah itu, aku mulai memilih beberapa dari setiap jenis makanan untuk dimasukkan ke karung itu. Nasi. Jagung. Sup kentang dan jamur. Tiga kotak biskuit renyah. (Bagus sekali seluruh situasi ini kacaubalau, tapi setidaknya aku masih bisa mengisi perut.) Kuraih beberapa botol air untuk masing-masing aku dan June, lalu menutup karungnya. Saat ini sudah cukup. Kami harus segera pergi lagi, dan siapa yang tahu seberapa jauh sisa terowongan ini atau kapan kami mencapai bungker lain. Kami harus bergerak menuju Koloni. Mungkin mereka mau menolong kami saat kami tiba di sana. Dan lagi, kami harus tetap tidak menonjolkan diri. Kami telah mengacaukan pembunuhan yang disponsori Koloni. Aku mengeluh panjang, berharap aku punya lebih banyak waktu mengobrol dengan Kaede dan membujuknya untuk menceritakan seluruh kisahnya saat tinggal di sisi lain medan perang.
Bagaimana rencana kami bisa jadi berantakan begini"
Ada ketukan lemah di pintu dapur. Aku berbalik dan melihat June berdiri di sana dengan lengan terlipat. Dia telah membuka kancing jaket Republiknya, dan kemeja serta rompi di bawahnya tampak kusut. Pipinya lebih merona dari biasa dan matanya merah, sepertinya dia habis menangis.
Rangkaian arus listrik di sini tidak disalurkan dari Republik, ujarnya. Kalau dia telah meneteskan air mata, aku yakin betul tidak mendengar tanda-tanda dalam suaranya. Kabel listriknya terulur sampai ke salah satu ujung terowongan, bagian yang belum kita tempuh.
Aku kembali menatap tumpukan kaleng. Jadi" gerutuku.
Itu artinya mereka pasti mendapat sokongan dari Koloni, betul"
punggungku sambil mengikat erat dua karung goni yang sudah kusiapkan. Yah, setidaknya itu berarti terowongan ini akan membawa kita ke permukaan di suatu tempat, semoga saja di Koloni. Kalau kita sudah siap, kita hanya perlu mengikuti kabelnya. Mungkin kita harus istirahat dulu sebentar.
Aku baru saja hendak keluar dari dapur dan melewati June saat dia berdeham dan bicara, Hei saat kau bersama mereka, apa Patriot mengajarimu bertarung"
Aku menggeleng. Tidak. Kenapa"
June berbalik untuk menghadapiku. Pintu dapur cukup sempit sampai bahunya menyentuh bahuku, membuat bulu roma di leherku berdiri. Aku agak kesal karena dia masih bisa memberi efek seperti itu padaku, setelah semua yang terjadi.
Waktu kita di terowongan tadi, kuperhatikan kau berayun ke arah Patriot dengan lenganmu & tapi itu tidak terlalu efektif. Seharusnya kau berayun dengan kaki dan pinggulmu.
Kritiknya membuatku jengkel, meskipun dia mengatakannya dalam intonasi ragu yang agak aneh. Aku tidak ingin melakukan ini sekarang.
Kapan lagi kita akan melakukannya kalau bukan sekarang" June bersandar di bingkai pintu dan menunjuk ke pintu masuk bungker. Bagaimana kalau kita berpapasan dengan tentara"
Aku mengeluh dan mengangkat tangan sejenak. Kalau ini caramu meminta maaf setelah bertengkar, kau benar-benar payah. Dengar. Aku minta maaf tadi aku marah. Aku bimbang, mengingat kata-kataku. Aku tidak menyesal. Tapi, mengatakan itu padanya sekarang takkan menolong. Beri aku beberapa menit saja, dan aku akan merasa lebih baik.
Ayolah, Day. Apa yang akan terjadi saat kau menemukan Eden dan kau harus melindunginya" Dia memang berusaha meminta maaf, dengan cara yang halus. Yah. Setidaknya dia mencoba walaupun dia betul-
padanya. Baiklah, kataku pada akhirnya. Tunjukkan padaku beberapa gerakan, Prajurit. Apa yang kau sembunyikan di lengan bajumu"
June tersenyum kecil padaku, lalu membawaku berjalan ke tengah ruang utama bungker. Dia berdiri di sampingku. Pernah baca Seni Pertarungan karya Ducain"
Apa aku terlihat seperti orang yang punya waktu luang untuk membaca"
Dia mengabaikanku, dan segera saja aku merasa buruk telah mengatakan itu.
Yah, kakimu sudah ringan dan keseimbanganmu tak tercela, dia melanjutkan. Tapi, kau tidak menggunakan kekuatan saat menyerang. Kau panik. Kau melupakan semua keuntungan yang kau miliki karena kecepatanmu, juga pusat bobot tubuhmu.
Pusat apa" aku mulai bertanya, tapi dia hanya menyentuh bagian luar kakiku dengan sepatu botnya.
Tetaplah terpaku pada jantung kakimu dan jaga agar kaki dan bahumu terpisah lebar, dia melanjutkan. Berpura-puralah kau berdiri di jalur rel kereta dengan satu kaki.
Aku sedikit terkejut. June telah menyaksikan seranganku lekat-lekat, meskipun hal itu terjadi saat seluruh kekacauan berlangsung di sekeliling kami. Dan dia benar. Aku bahkan tak pernah sadar, semua instingku akan keseimbangan langsung lenyap semua saat aku mencoba bertarung. Kulakukan apa yang dia suruh.
Oke. Sekarang apa" Jaga dagumu tetap rendah. Dia menyentuh tanganku, lalu mengangkat keduanya sampai salah satu kepalan tangan tetap dekat ke sebelah pipiku dan yang satunya lagi melayang-layang di depan wajahku. Tangannya menyapu lenganku, memeriksa sikap tubuhku. Kulitku terasa geli.
Kebanyakan orang condong ke belakang, juga menjaga dagu mereka tinggi dan menonjol ke depan,
menepuk daguku sekali. Kau juga melakukannya. Itu namanya minta dipukul KO.
Kucoba fokus pada sikap tubuhku dengan mengangkat kedua kepalan tangan. Bagaimana kau meninju"
Dengan lembut, June menyentuh ujung daguku, disusul pinggiran dahiku. Ingat, ini semua tentang seberapa akurat kau bisa memukul seseorang, bukan seberapa keras. Kesempatanmu mengalahkan seseorang akan lebih besar kalau kau memukul mereka di tempat yang tepat.
Sebelum aku menyadarinya, satu setengah jam sudah berlalu. June mengajariku taktik demi taktik menjaga posisi bahuku naik untuk melindungi daguku, meruntuhkan pertahanan musuh dengan gerakan tipuan, pukulan atas, pukulan bawah, mencondongkan tubuh ke belakang untuk menendang, melompat lari dengan cepat. Membidik titiktitik lemah mata, leher, dan sebagainya.
Aku menerjang June dengan semua yang sudah kupelajari. Saat kucoba menangkapnya secara mendadak, dia melepaskan diri dari cengkeramanku layaknya air yang mengalir di antara bebatuan, cair dan terus bergerak. Waktu aku mengerjap, dia sudah berada di belakangku dan mengunci lenganku di belakang punggung.
Akhirnya, June menjegal kakiku dan menjepitku ke lantai. Tangannya menekan pergelangan tanganku. Lihat" ujarnya. Aku memperdayamu. Kau selalu menatap mata lawanmu tapi itu membuat sudut pandangmu buruk terhadap sekelilingmu. Kalau kau ingin mengincar lengan dan kakiku, kau harus fokus pada dadaku.
Mendengar itu, sebelah alisku terangkat. Jangan katakan itu lagi. Tatapanku berpindah ke lantai.
June tertawa, lalu wajahnya memerah sedikit. Kami terdiam sejenak, tangannya masih mengunci lenganku di bawah dan kakinya melintang di perutku. Kami berdua terengah-engah. Sekarang, aku mengerti
lelah, dan latihan ini menyurutkan kemarahanku. Meskipun dia tidak mengatakannya, aku bisa melihat permintaan maaf polos di wajahnya, alisnya yang miring menyedihkan, juga getar samar akan kata-kata tak terucap di bibirnya. Itu akhirnya melembutkan hatiku, walau cuma sedikit. Aku masih tidak menyesal atas apa yang kukatakan padanya tadi, itu yang sebenarnya, tapi aku juga sudah bersikap tidak adil. Apa pun yang hilang dariku, June juga telah mengalami kehilangan yang sama. Dulu dia kaya, lalu dia meninggalkan semuanya untuk menyelamatkan hidupku. Dia memang berperan dalam kematian keluargaku, tapi & .
Kuusap rambutku, merasa bersalah sekarang. Aku tak bisa menyalahkannya atas apa pun. Dan, aku tak bisa sendirian pada saat seperti ini tanpa rekan, tanpa siapa pun untuk berpaling.
Tubuh June terkulai. Kusangga diriku bangkit dengan sikuku. Kau tidak apa-apa"
Dia menggeleng dengan kening berkerut, berusaha mengenyahkan apa yang mengganggunya. Aku tidak apa-apa. Kurasa aku tertular penyakit atau apalah. Bukan sesuatu yang serius.
Kuamati wajahnya di bawah cahaya buatan. Sekarang, saat aku memperhatikan rona wajahnya lebih lekat, aku bisa lihat dia lebih pucat dari biasanya, dan pipinya tampak memerah karena kulitnya sangat pasi. Aku duduk lebih tegak, memaksanya bergeser, lalu menekan sebelah tangan ke dahinya.
Segera saja kutarik tanganku. Ya ampun, kau panas sekali.
June mulai protes, tapi seolah sesi latihan kami telah membuatnya lemah, dia terkulai lagi dan berusaha memantapkan posisi dengan sebelah lengan. Aku baikbaik saja, gumamnya. Ngomong-ngomong, kita harus pergi.
Dan di sini aku marah-marah padanya, melupakan semua yang telah dia alami. Aku betul-betul orang paling berengsek tahun ini. Kulingkarkan sebelah lengan ke
bawah lututnya, lalu kuangkat tubuhnya. Dia merosot ke dadaku, panas di dahinya menyengat kulitku yang dingin.
Kau harus istirahat. Kugendong dia ke salah satu kamar bungker. Kemudian kulepas sepatu botnya, kubaringkan dia hatihati di tempat tidur, dan kuselimuti dia. Dia mengerjap padaku.
Aku tidak bermaksud buruk akan apa yang kukatakan tadi. Tatapannya linglung, tapi masih ada emosi di sana. Tentang uang. Dan & aku tidak
Berhenti bicara. Kurapikan rambut yang berantakan di dahinya. Bagaimana kalau dia terserang sesuatu yang serius saat ditangkap kemarin" Virus wabah"
& tapi dia dari kalangan atas. Seharusnya dia sudah divaksinasi. Kuharap.
Akan kucarikan obat untukmu, oke" Pejamkan saja matamu.
June menggelengkan kepala frustrasi, tapi dia tidak berusaha mendebat.
Setelah menggeledah seluruh bungker, akhirnya aku berhasil menemukan sebotol aspirin yang masih tersegel. Aku kembali ke sisi tempat tidur June sambil membawa itu. Dia minum beberapa pil. Saat dia mulai menggigil, kuambil dua selimut tambahan dari tempat tidur lain di kamar tersebut dan menyelimutinya, tapi tampaknya hal itu tidak berguna.
Tidak apa-apa. Aku akan bertahan, bisiknya saat aku hampir pergi untuk mencari selimut lagi. Tak penting seberapa tinggi kau menumpuk selimut itu aku hanya perlu demamku turun. Dia bimbang sejenak, lalu meraih tanganku. Bisakah kau tetap di sini"
Nada lemah dalam suaranya mencemaskanku lebih dari apa pun. Aku naik ke tempat tidur, berbaring di sampingnya di atas tumpukan selimut, lalu menariknya ke dalam pelukan. June tersenyum kecil, matanya terpejam. Lekuk tubuhnya yang menyentuh tubuhku mengalirkan kehangatan dalam diriku. Aku tak pernah
kecantikan yang lembut, sebab lembut bukanlah kata yang cocok untuk June & tapi di sini, saat dia sakit sekarang, baru kusadari betapa dia bisa serapuh ini. Bibir kecilnya yang lembut bersanding dengan mata besar terpejam yang dilingkari garis bulu mata gelap.
Aku tak suka melihatnya selembut ini. Nuansa panas perdebatan kami tadi masih terngiang di benakku, tapi saat ini aku harus melupakannya. Bertengkar hanya akan memperlambat kami. Kami akan menyelesaikan masalah di antara kami nanti. Perlahan, kami berdua terlelap.
*** Sesuatu membuatku tersentak bangun dari tidurku. Bunyi bip. Kudengarkan bunyi itu sejenak, berusaha menemukan asal suaranya di tengah rasa peningku. Kemudian, aku merangkak turun dari tempat tidur tanpa membangunkan June. Sebelum meninggalkan kamar, kucondongkan tubuh untuk menyentuh dahinya lagi. Masih belum membaik. Butiran keringat membanjiri dahinya, jadi pasti demamnya sudah turun setidaknya sekali, tapi saat ini dia masih sepanas sebelumnya.
Saat aku mengikuti suara bip itu sampai ke dapur, kulihat sebuah lampu isyarat kecil berkedip di atas pintu masuk bungker. Ada kata-kata menyala merah terang di bawahnya, mengancam.
M ENDEKAT 122 M ETER Ketakutan dingin mencekamku. Pasti seseorang sedang berjalan di terowongan, mengarah ke bungker ini mungkin Patriot, atau tentara Republik. Aku tak bisa memutuskan mana yang lebih buruk. Tumitku berputar dan bergegas menuju tempat aku menumpuk karung goni berisi makanan dan air, lalu kukeluarkan beberapa kaleng dari salah satu karung. Saat karung itu sudah cukup ringan, kusampirkan kedua tali karungnya ke lenganku seolah karung itu tas ransel. Setelah itu, aku berlari cepat ke sisi tempat tidur June. Dia bergerak dengan erangan pelan.
menenteramkan. Aku membungkuk dan mengelus rambutnya. Saatnya pergi. Ayo. Kusingkirkan tumpukan selimut, hanya menyisakan satu untuk membungkus tubuhnya. Kupakaikan sepatu bot ke kakinya dan kupapah dia di lenganku. Dia berjuang sejenak seolah dia berpikir akan jatuh, tapi dia berpegangan lebih erat.
Tenanglah, bisikku di rambutnya. Aku memegangimu.
Posisinya sudah mantap di pelukanku, setengah sadar.
Kami meninggalkan bungker dan kembali berjalan ke dalam kegelapan terowongan. Sepatu botku memercik di genangan air dan lumpur. Napas June dangkal dan cepat, panas karena demam. Di belakang kami, alarm itu terdengar semakin pelan. Setelah kami berbelok di beberapa tikungan, suaranya memudar menjadi dengung halus. Aku setengah mengira akan mendengar langkah kaki di belakang kami, tapi segera saja dengung alarm itu memudar juga, meninggalkan kami berjalan dalam keheningan. Bagiku, rasanya seperti berjam-jam telah berlalu meskipun June menggumam sudah 42 menit 33 detik . Kami terus berjalan dengan susah payah.
Bagian terowongan yang ini lebih panjang dari yang pertama, dan sesekali diterangi cahaya remang dari bohlam yang berkedip di atap. Aku akhirnya berhenti berjalan dan merosot di bagian yang kering, meneguk air dan sup kaleng (paling tidak, kupikir itu sup aku tak bisa melihat banyak dalam kegelapan ini, jadi aku hanya membuka tutup kaleng pertama yang kuambil).
June kembali menggigil. Tidak mengejutkan. Di bawah sini dingin, cukup dingin bagiku untuk melihat uap samar napasku. Kurapatkan selimut di sekeliling June, lalu memeriksa dahinya sekali lagi dan berusaha menyuapinya sup. Dia menolak.
Aku tidak lapar, bisiknya. Saat dia menggeser kepalanya rebah ke dadaku, kurasakan panas dahinya di bajuku.
melakukan ini pun sulit. Ya sudah. Tapi kau harus minum, oke" Baik. June mendekat padaku dan merebahkan kepalanya ke pangkuanku. Kuharap aku bisa menemukan cara untuk membuatnya tetap hangat. Apa mereka masih mengikuti kita"
Aku menyipitkan mata ke arah kegelapan pekat tempat kami datang. Tidak, dustaku. Mereka sudah tidak ada. Sekarang kau rileks saja, tak usah khawatir. Tapi, kau harus berusaha tetap bangun.
June mengangguk. Dia memainkan sesuatu di tangannya, dan saat kulihat lebih dekat, kusadari bahwa itu cincin penjepit kertas. Dia mengusapnya seolah hal itu bisa memberinya kekuatan.
Bantu aku tetap bangun. Ceritakan sesuatu. Saat ini matanya setengah terpejam, meski aku tahu dia berjuang untuk tetap membukanya. Dia bicara sangat pelan sampai aku harus mendekatkan diri ke mulutnya untuk mendengar kata-katanya.
Cerita macam apa" sahutku, bertekad untuk menjaganya agar tetap sadar.
Entahlah. June memiringkan kepalanya sedikit untuk menghadap ke arahku. Setelah diam sejenak, dia berkata mengantuk, Ceritakan tentang ciuman pertamamu. Bagaimana"
Awalnya, pertanyaan itu membingungkanku setahuku tak ada gadis yang suka aku membicarakan gadis lain di depannya. Tapi kemudian aku sadar: ini June, dan dia mungkin menggunakan kecemburuan untuk menjaga dirinya tidak jatuh tertidur. Mau tak mau aku tersenyum dalam kegelapan. Selalu saja pintar, dia ini.
Waktu itu aku dua belas tahun, bisikku. Gadis itu enam belas.
Mata June menjadi lebih waspada. Kau pasti bermulut manis.
Aku mengangkat bahu. Mungkin. Waktu itu aku lebih ceroboh beberapa kali aku hampir membuat diriku terbunuh. Ngomong-ngomong, gadis itu mengelola
menangkap basah aku waktu aku berusaha menyelundupkan makanan keluar dari peti kayu mereka. Aku bicara serius dengannya tentang niatku menyerahkan diri, dan sebagai bagian dari kesepakatan kami, dia melepaskanku di gang belakang di dekat air.
June berusaha tertawa, tapi yang keluar hanya suara batuk. Dan dia menciummu di sana" Aku nyengir. Bisa dibilang begitu.
Dia berhasil mengangkat sebelah alis penasaran mendengar balasan singkatku, yang kuanggap sebagai pertanda bagus. Setidaknya saat ini dia bangun. Aku mendekat padanya, bibirku tepat di samping telinganya. Napasku menggoyangkan untaian rambutnya. Pertama kali aku melihatmu, waktu kau melangkah ke arena Skiz melawan Kaede, kupikir kau adalah gadis tercantik yang pernah kulihat. Aku bisa menontonmu selamanya. Pertama kali aku menciummu & . Kenangan itu membanjiriku sekarang, membuatku terkejut. Aku ingat setiap detailnya, hampir cukup untuk mengusir bayangan yang tak mau pergi dari kepalaku bayangan Elector yang menarik June ke arahnya. Yah, mungkin seharusnya itulah ciuman pertamaku.
Bahkan dalam kegelapan, aku bisa melihat tandatanda senyuman merayap ke wajah June. Yeah. Kau memang bermulut manis.
Aku mengerutkan dahi ke arahnya, pura-pura sakit hati. Sayang, pernahkah aku bohong padamu" Jangan coba-coba. Aku bakal langsung tahu. Aku tertawa lemah. Cukup adil.
Kata-kata kami terdengar ringan dan hampir tanpa beban, tapi kami berdua bisa merasakan ketegangan di baliknya. Usaha untuk melupakan, untuk mengubur dalamdalam akibat dari kata-kata yang tak seorang pun dari kami bisa menariknya kembali.
Kami berlama-lama di sana selama beberapa menit lagi, lalu aku membungkus barang-barang bawaan kami. Dengan hati-hati kuangkat June, dan melanjutkan berjalan menyusuri terowongan. Sekarang, lenganku bergetar, dan setiap napas yang kuhela terasa berat.
terowongan ini lembap dan dingin, aku berkeringat seperti sedang berada di pertengahan musim panas di Los Angeles. Aku jadi lebih sering beristirahat, sampai akhirnya aku betul-betul berhenti di bagian terowongan yang kering dan merosot di dinding.
Berhenti sebentar ya, kataku menenangkan June sembari memberinya air. Kurasa kita hampir sampai.
Seperti yang tadi dia bilang, dia bisa langsung membaca kebohonganku. Kita tak bisa berjalan lebih jauh, katanya lemah. Ayo istirahat dulu. Kau takkan bertahan satu jam lagi kalau seperti ini terus.
Kukesampingkan kata-katanya. Terowongan ini pasti berakhir di suatu tempat. Sekarang, kita pasti berada tepat di bawah medan perang, yang berarti kita telah berada di tanah Koloni. Aku berhenti sejenak kesadaran itu menyentakku pada saat yang sama dengan keluarnya kata-kataku, mengirimkan sensasi bersemangat menjalari punggungku. Tanah Koloni.
Seolah diberi aba-aba, sebuah suara datang dari suatu tempat di atas terowongan, suatu tempat jauh di atas kami. Aku terdiam. Sejenak kami mendengarkan, dan segera saja suara itu datang lagi suara dengung keributan teredam di permukaan bumi, datang dari suatu benda besar.
Apa ada zeppelin di luar sana" tanya June. Suara itu memudar setelah membawa angin es dingin ke dalam terowongan. Aku menengadah. Tadi aku terlalu lelah untuk memperhatikan, tapi sekarang aku bisa melihat sekerat cahaya kecil persegi empat. Pintu keluar menuju permukaan. Malah, ada beberapa cahaya seperti itu berderet di langit-langit dalam jarak yang terpencar-pencar. Kemungkinan kami sudah lama melewatinya.
Kupaksa diriku berdiri lagi dan kuulurkan tangan untuk menyapukan jariku di sepanjang tepian tempat asal secercah cahaya itu. Halus, logam beku. Kudorong benda itu sedikit.
Benda itu bergerak. Aku menekan logamnya lebih keras dan mulai menggesernya ke satu sisi. Meski
cahaya yang masuk ke terowongan dibandingkan beberapa jam lalu. Aku menyipitkan mata. Butuh sedetik bagiku untuk sadar bahwa sesuatu yang dingin dan ringan melayang jatuh dengan lembut ke wajahku. Aku mengibaskannya dari wajahku, sesaat kebingungan sampai kusadari bahwa itu kupikir kepingan salju. Degup jantungku menjadi lebih cepat. Setelah aku menggeser logamnya sejauh mungkin, kulepas jaket tentara Republik yang kukenakan. Tidak lucu kalau kami ditembak tentara tepat ketika kami telah mencapai tanah impian.
Usai membuka kemeja dan rompi, aku melompat dan mencengkeram bagian tepi bukaan dengan lengan gemetar, lalu kutarik setengah tubuhku ke atas untuk melihat di mana kami berada. Semacam gang gelap. Tak ada siapa pun di sekitar situ. Aku kembali melompat ke bawah dan meraih tangan June, tapi dia mulai hampir tertidur lagi.
Bertahanlah, bisikku seraya memapahnya di lengan. Coba lihat apa kau bisa naik.
June melepas selimutnya. Aku berlutut dan membantunya naik ke bahuku. Dia terhuyung dan napasnya berat, tapi dia berhasil menarik dirinya ke permukaan. Aku menyusul sambil mengapit selimutnya di salah satu lengan, lalu tubuhku tiba di atas dengan satu dorongan.
Kami berada di gang sempit gelap yang tidak berbeda dengan tempat kami datang, dan selama sedetik aku berpikir entah bagaimana kami kembali ke Republik lagi. Kalau iya, itu lucu sekali. Namun, sesaat kemudian, aku tahu ini sama sekali bukan Republik. Tanahnya datar dan diaspal rapi di bawah lapisan salju yang rata, dan dinding bangunan sepenuhnya ditutupi poster berwarna-warni cerah, dengan gambar anakanak tersenyum dan para tentara meringis. Di sudut setiap poster ada simbol yang kukenali setelah beberapa detik. Seekor burung semacam elang berwarna emas. Dengan getar penuh semangat, kusadari betapa miripnya simbol itu dengan gambar
June memperhatikan poster itu juga. Tatapannya lebar dan kabur karena demam, napasnya menghasilkan uap panas samar. Di sekeliling kami tampak barak militer, temboknya dari atas sampai bawah tertutup poster-poster cerah yang sama. Lampulampu jalanan berderet di kedua sisi jalan dengan pola yang rapi dan teratur. Pasti dari situlah terowongan dan bungker di bawah tanah tadi mendapat pasokan listrik. Angin dingin meniupkan lebih banyak salju ke wajah kami.
Mendadak, June mencengkeram tanganku. Dia menahan napas bersamaan denganku. Day & di sana. Dia gemetar tak terkendali, tapi aku tak tahu itu efek udara dingin atau apa yang kami lihat.
Membentang di hadapan kami, mengintip di antara celah bangunan-bangunan militer, ada sebuah kota: gedung-gedung pencakar langit yang tinggi dan berkilauan menjulang ke awan dan salju lembut, dan setiap gedung diterangi cahaya biru indah yang tercurah dari hampir setiap jendela di setiap lantai. Jet-jet tempur berjajar di atap gedung pencakar langit itu. Seluruh daratannya bersinar. Aku mempererat genggaman tanganku di tangan June. Kami hanya berdiri di sana, selama sedetik tak bisa melakukan apa pun. Pemandangan itu tepat seperti yang digambarkan ayahku.
Kami telah tiba di kota gemerlap Koloni Amerika.[]
Metias selalu bilang padaku, kapan pun aku sakit, aku selalu mencapai kondisi terparah yang mungkin terjadi.
Aku tahu di sini dingin, tapi aku tak tahu berapa suhunya. Aku tahu sekarang malam, tapi aku tak tahu jam berapa. Aku tahu Day dan aku entah bagaimana telah berhasil melintasi perbatasan dan sampai ke Koloni, tapi aku terlalu lelah untuk mencari tahu negara bagian mana yang kami capai. Sebelah lengan Day merangkul pinggangku erat, menyangga tubuhku meskipun aku bisa merasakan dia gemetar kelelahan karena berusaha membimbingku sedemikian jauh. Dia membisikkan katakata penyemangat padaku, mendorongku untuk jalan terus. Tinggal sebentar lagi, katanya. Pasti ada rumah sakit di dekat medan perang. Kakiku gemetar karena terus berusaha berdiri, tapi aku tak mau pingsan sekarang. Kami berjalan dengan menimbulkan derak di salju ringan, tatapan kami
Tinggi gedung-gedungnya antara lima sampai ratusan lantai, beberapa di antaranya menghilang di balik awan. Pemandangan ini familier di satu sisi dan sepenuhnya baru di sisi lain: Tembok-tembok berderet dengan bendera asing yang berbentuk seperti kupu-kupu, warnanya biru gelap dan emas; gedung-gedungnya memiliki desain gapura yang diukir di sisi dindingnya; dan jet tempur berjajar di atap. Model jet-jet itu benar-benar berbeda dengan yang di Republik, dengan struktur sayap terbalik yang aneh yang membuatnya tampak seperti trisula. Seluruh sayap jet itu dilukisi burung emas liar, juga simbol lain yang tidak kukenali. Tak heran aku selalu mendengar bahwa Koloni punya pasukan udara yang lebih baik dari Republik jet-jet ini lebih baru dari yang pernah kugunakan dan, menilik penempatan pesawat-pesawat itu di atap, pasti bisa melakukan lepas landas serta pendaratan vertikal tanpa cacat. Kota medan perang ini kelihatannya lebih dari siap untuk mempertahankan diri.
Dan orang-orangnya. Ada di mana-mana, baik tentara maupun warga sipil memenuhi jalan, berdesakan dengan mengenakan mantel bertudung untuk melindungi diri dari salju. Saat mereka lewat di bawah cahaya lampu neon, wajah mereka bernuansa hijau, jingga, dan ungu. Aku terlalu lelah untuk melakukan analisis yang tepat tentang bagaimana hal itu bisa terjadi, tapi satu hal yang kuperhatikan adalah seluruh pakaian mereka sepatu bot, celana, baju, mantel memiliki berbagai variasi emblem dan kata-kata. Aku terkejut dengan banyaknya iklan di dinding bangunan iklan-iklan itu membentang sejauh mata bisa memandang, terkadang ditempel berdekatan sangat rapat sampai sepenuhnya menenggelamkan dinding di bawahnya. Tampaknya iklan-iklan itu mempromosikan segalanya, semua hal yang ada di dunia hal-hal yang belum pernah kulihat atau kudengar sebelumnya. Sekolah yang disponsori perusahaan" Natal"
Kami melewati sebuah jendela yang memajang kumpulan layar mini, masing-masing menyiarkan berita
dan video. DI J UAL ! Begitu tulisan yang tertempel di jendela.
siaran tampak familier berita-berita dari medan perang,
konferensi politik. LAGI , P ERU S AHAAN DE SCO N C ETAK KEMENANGAN UNTUK K O L O NI DI P ERBATA S AN DAK O TA / MINNE SO TA . DI J UAL P UING P UING RE P UBLIK UNTUK S U V ENIR ! Layar lain menayangkan film, sesuatu yang hanya
ditampilkan Republik di bioskop sektor-sektor kaya. Kebanyakan layar menampilkan iklan. Tidak seperti iklan propaganda Republik, iklan-iklan ini berusaha membujuk rakyat untuk membeli barang. Aku ingin tahu, pemerintah macam apa yang menjalankan tempat seperti ini. Mungkin mereka sama sekali tidak punya pemerintah.
Ayahku pernah bilang, kota-kota Koloni seperti bubuk berkilauan dari kejauhan, kata Day. Matanya beralih dari satu iklan berwarna cerah ke iklan lain sembari tetap menolongku berjalan di tengah orang yang lalulalang. Ternyata tepat seperti yang dia gambarkan, tapi aku tidak mengerti semua iklan ini. Tidakkah semuanya aneh"
Aku mengangguk. Di Republik, iklan mengatur tampilannya dengan gaya pemerintahan yang jelas dan konsisten, yang selalu sama tak peduli di negara bagian mana kau berada. Di sini, iklan tidak mengikuti teori warna semacam itu. Warnanya campur aduk, paduan kerlapkerlip cahaya neon. Seolah-olah iklan-iklan itu tidak dibuat oleh semacam pemerintah pusat, melainkan oleh beberapa kelompok independen yang lebih kecil.
Salah satu iklan menampilkan video seorang anggota polisi berseragam yang sedang tersenyum. Narasinya mengatakan, Departemen Kepolisian Tribune. Perlu melaporkan kejahatan" Hanya butuh deposit uang Anda 500 Notes! Di bawah anggota polisi itu ada kata-kata kecil tercetak:
DE P ARTEMEN KE PO LI S IAN TRIBUNE ADALAH ANAK P ERU S AHAAN DE SCO N .
Iklan lain bertuliskan P EMERIK S AAN LK P * NA S I O NAL BERIKUTNYA DI SPO N SO RI O LEH C L O UD 27 J ANUARI . BUTUH BANTUAN UNTUK LULU S " P IL
tulisan tersebut, ada tanda kecil lain yang diikuti teks: LK P , LE V EL KEBAHAGIAAN P EGA W AI .


Prodigy Karya Marie Lu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Iklan ketiga benar-benar membuatku terkejut sampai aku harus melihat dua kali untuk memastikan. Iklan itu menampilkan video anak-anak yang berbaris, semuanya berpakaian serupa, tersenyum dengan senyum terlebar yang pernah kulihat. Saat sebuah teks muncul, bunyinya:
DA P ATKAN ANAK ATAU P EGA W AI YANG S EM P URNA . T O K O W ARALABA SW A PS H OP ADALAH ANAK P ERU S AHAAN E V ERGREEN .
Dahiku berkerut, bingung. Mungkin beginilah Koloni mengurus anak-anak yatim piatu atau semacamnya. Ya, kan"
Sementara kami terus berjalan, kuperhatikan bahwa ada satu gambar yang tidak berubah di sudut kanan bawah setiap iklan. Itu adalah simbol sebuah lingkaran yang dibagi empat, dengan satu simbol lebih kecil di masing-masing kuadran. Di bawahnya terdapat tulisan berikut dalam huruf-huruf balok:
Koloni Amerika CLOUD . MEDITECH . DESCON .
EVERGREEN Negara yang Bebas adalah Negara Perusahaan Tiba-tiba kurasakan napas hangat Day di telingaku. June, bisiknya.
Ada apa" Seseorang mengikuti kita.
Itu detail lain yang seharusnya kuperhatikan sejak awal. Aku tak tahu sudah berapa banyak hal yang gagal kutangkap. Kau bisa lihat wajahnya"
Tidak. Tapi, kalau dilihat dari sosoknya, dia perempuan, sahutnya. Aku menunggu beberapa detik lagi sampai punya kesempatan menoleh. Tak ada apa pun,kecuali lautan orang-orang Koloni. Siapa pun itu tadi,
Mungkin kau salah, bisikku. Paling-paling hanya gadis Koloni.
Tatapan Day menyapu jalan, kebingungan. Lalu, dia tidak mengungkitnya lagi. Aku takkan heran kalau kami mulai merasa melihat beberapa hal, khususnya di tengah seluruh keanehan cahaya berkilauan dan iklan neon yang baru bagi kami.
Seseorang mendekati kami tepat ketika perhatian kami sudah teralih kembali ke jalan. Tinggi wanita itu 174 cm, pipinya berkedut, kulitnya merah muda kecokelatan dan beberapa helai rambut hitam mengintip dari balik topi musim dingin. Ada sebuah tablet datar di tangannya. Dia memakai scarf di sekeliling leher (wol buatan, dilihat dari tekstur seragamnya), dan kristal es kecil menggantung di bagian baju di bawah dagunya, tempat uap napasnya membeku. Di lengannya terdapat jahitan kata-kata Pengawas Jalan, tepat di atas simbol aneh lain.
Kalian tidak muncul. Dari perusahaan mana" dia menggumam pada kami. Tatapannya tetap terpaku pada tablet yang di layarnya ada gambar seperti peta dan gelembung-gelembung bergerak. Setiap gelembung kelihatannya dapat disamakan dengan satu orang di jalanan. Pasti maksud dia tadi kami tidak muncul di sana. Kemudian, kusadari bahwa ada banyak orang seperti dia menjadi titik-titik di jalanan, semuanya mengenakan mantel biru gelap yang sama.
Dari perusahaan mana" ulangnya tak sabar. Day hampir menjawab saat aku menghentikannya. Meditech, kataku tanpa berpikir, mengingat keempat nama dari iklan yang kami lihat.
Wanita itu berhenti sejenak untuk menatap kami dari atas sampai bawah. Dia tampak tak suka pada pakaian kami (kemeja kotor, celana panjang hitam, dan sepatu bot). Kalian pasti orang baru, tambahnya pada diri sendiri, mengetik sesuatu di layar tabletnya. Kalian jauh sekali dari tempat seharusnya kalian berada, kalau begitu. Aku tak tahu apakah kalian sudah menjalani masa orientasi, tapi Meditech akan memotong gaji kalian kalau kalian terlambat. Lalu,dia memberi kami senyum palsu dan
menjadi rutinitasnya. Aku disponsori oleh Perusahaan Cloud. Mampirlah ke Alun-alun Pusat Tribune untuk membeli merek terbaru roti kami! Mulutnya kembali berubah menjadi garis cemberut seperti sebelumnya, dan dia buru-buru pergi. Kulihat dia menyetop satu orang lagi di kejauhan, lalu menampilkan pertunjukan yang sama.
Ada yang aneh dengan kota ini, kataku pada Day saat kami berjuang untuk terus berjalan.
Pegangan tangan Day padaku erat dan tegang. Itulah kenapa aku tidak tanya perempuan tadi di mana rumah sakit terdekat, sahutnya. Gelombang rasa pusing kembali menghantamku. Bertahanlah. Kita akan mengatasi ini.
Kucoba merespons, tapi sekarang aku hampir tidak bisa melihat ke mana aku pergi. Day mengatakan sesuatu padaku, tapi aku tak mengerti sepatah kata pun kedengarannya dia seperti bicara di dalam air.
Kau bilang apa" Dunia kini berputar. Lututku goyah.
Kubilang, mungkin kita & berhenti & rumah sakit
& . Kurasakan diriku roboh. Lengan dan kakiku mengelilingiku seperti bola pelindung, dan di suatu tempat di atasku, mata biru indah Day menahanku. Dia meletakkan tangan di bahuku, tapi dia terasa bagaikan jutaan mil jauhnya. Kucoba bicara, tapi rasanya mulutku penuh pasir. Aku tenggelam dalam kegelapan.
Kilatan emas dan kelabu. Ada tangan dingin seseorang di dahiku. Kuulurkan tangan untuk menyentuhnya,tapi segera saat jari-jariku menyapu kulitnya, tangan itu menjauh. Aku tak bisa berhenti menggigil di sini amat sangat dingin.
Waktu aku akhirnya berhasil membuka mata, kudapati diriku terbaring di ranjang putih sederhana dengan kepala di pangkuan Day. Sebelah lengan Day melingkari pinggangku. Sesaat kemudian, kusadari dia sedang menatap orang lain tiga orang lain yang berdiri di ruangan ini bersama kami. (Mereka mengenakan seragam yang berbeda dengan tentara Koloni di medan perang: mantel luar tentara berwarna biru gelap bertabur kancing emas dan epolet,
dan simbol khas elang emas dibordir pada setiap lengan.) Aku menggelengkan kepala. Wajar saja kami ditangkap. Saat ini aku sangat lamban.
Lewat terowongan, kata Day. Cahaya di langit-langit membutakanku. Sebelumnya aku tak memperhatikan cahaya itu di sana.
Sudah berapa lama kalian berada di Koloni" salah satu dari orang-orang itu bertanya. Aksennya terdengar asing. Dia memiliki kumis berwarna pucat dan rambut lemas berminyak. Cahaya membuat tekstur kulitnya tampak sakit. Sebaiknya kau jujur, Nak. DesCon tidak menoleransi pembohong.
Kami baru tiba di sini malam ini, sahut Day. Dan kalian dari mana" Apa kalian bekerja untuk kelompok Patriot"
Bahkan dalam kelinglunganku, aku tahu ini pertanyaan berbahaya. Mereka takkan senang kalau tahu kamilah yang menggagalkan rencana mereka untuk Elector. Mungkin mereka bahkan belum tahu apa yang terjadi. Razor pernah bilang, dia hanya mengabari Koloni sesekali.
Day juga sadar betapa pertanyaan itu berbahaya sebab dia menghindarinya. Kami datang ke sini sendirian. Dia berhenti sejenak, lalu kudengar dia bicara dengan setitik ketidaksabaran. Tolonglah, gadis ini panas sekali. Bawa kami ke rumah sakit, dan akan kuberi tahu apa pun yang kalian inginkan. Aku tidak susah payah datang ke sini hanya untuk melihat dia mati di kantor polisi. Di rumah sakit kau harus membayar, Nak, kata pria
itu. Day menepuk salah satu kantong celanaku dan mengeluarkan lembaran Notes kami yang sedikit. Kulihat pistolnya kini tidak ada, mungkin diambil. Kami punya empat ribu Notes Republik
Para tentara itu menyelanya sambil tertawa mengejek. Nak, kau bahkan tidak bisa mendapat semangkuk sup dengan empat ribu Notes Republik, kata salah satu dari mereka. Selain itu, kalian berdua harus menunggu di sini sampai komandan kami datang. Kemudian, kalian akan dikirim ke kamp tawanan perang kami untuk interogasi
Kamp tawanan perang. Untuk beberapa alasan, hal ini memicu kenangan saat Metias membawaku serta dalam misinya lebih dari setahun lalu, saat kami memburu tawanan perang dari Koloni jauh ke pelosok Republik dan membunuhnya di Yellowstone City. Aku ingat darah di tanah, membasahi seragam biru gelap tentara itu. Sejenak, kepanikan melandaku, dan kuulurkan tangan untuk mencengkeram kemeja Day. Orang-orang lain di ruangan itu berdengung khawatir. Kudengar beberapa bunyi klik logam.
Lengan Day melingkar lebih erat di sekelilingku, melindungi. Tenang, bisiknya.
Siapa nama gadis itu"
Day kembali menatap orang-orang tersebut. Sarah, dustanya. Dia tidak berbahaya dia cuma sakit parah.
Orang-orang itu mengatakan sesuatu yang membuat Day marah, tapi pandanganku kembali dipenuhi warnawarna yang bergerak liar, dan aku tenggelam lagi dalam keadaan setengah tidur karena demam. Kudengar suarasuara keras, lalu suara ayunan berat pintu, kemudian tak ada suara apa pun untuk waktu lama. Terkadang, kupikir aku melihat Metias berdiri di sudut barak, memandangiku. Kali lainnya dia berubah menjadi Thomas, dan aku tak bisa memutuskan apakah aku harus merasa marah atau sedih melihat sosoknya itu. Terkadang pula, aku bisa mengenali tangan Day menggenggam tanganku. Dia memberitahuku untuk tetap rileks bahwa segalanya akan baik-baik saja. Pemandangan itu menghilang.
Setelah sekian lama, aku mulai mendengar potonganpotongan samar percakapan lagi. dari Republik"
Ya. Kau Day" Betul. Beberapa suara campur aduk, lalu ekspresi ketidakpercayaan. Tidak, aku mengenalinya, seseorang terus berkata. Aku mengenalinya, aku mengenalinya. Ini memang dia.
Lebih banyak suara campur aduk. Lalu,kurasakan Day
bawahku. Mereka telah membawanya ke suatu tempat. Mereka telah membawanya pergi.
Aku ingin berpegangan pada pikiran ini, tapi halusinasi demamku mengambil alih dan aku kembali melayang ke kegelapan.
Aku berada di apartemenku di sektor Ruby, kepalaku yang terbaring di bantal basah karena keringat.Tubuhku dibungkus selimut tipis dan bermandikan cahaya keemasan matahari siang yang masuk lewat jendela kami. Ollie tidur tak jauh dariku, cakarnya yang besar untuk ukuran anak anjing bertumpu malas di ubin marmer yang dingin. Kusadari hal ini tidak masuk akal, karena aku hampir enam belas tahun dan Ollie seharusnya sembilan tahun. Aku pasti bermimpi.
Handuk basah menyentuh dahiku aku menengadah untuk melihat Metias duduk di sampingku, dengan hatihati menempatkan handuk itu sehingga airnya tidak menetes ke mataku.
Hei, Junebug, katanya sambil tersenyum. Tidakkah kau akan terlambat" bisikku. Ada perasaan jengkel di perutku karena Metias seharusnya tidak di sini. Sepertinya dia terlambat untuk sesuatu.
Tapi, kakakku hanya menggelengkan kepala, menyebabkan segumpal rambut gelap jatuh melintangi wajahnya. Matahari membuat matanya bercahaya dalam kilatan emas. Yah, aku tak bisa meninggalkanmu sendiri di sini, kan" Dia tertawa, dan suara itu memenuhiku dengan begitu banyak kebahagiaan sampai kupikir aku bisa meledak. Hadapilah, kau terjebak bersamaku. Sekarang, makan supmu. Aku tak peduli betapa kau pikir sup ini sangat menjijikkan.
Aku meneguk supnya sedikit. Sumpah, aku hampir bisa merasakannya. Apa kau benar-benar akan tetap di sini bersamaku"
Metiasmembungkukdanmengecupdahiku. Selamanya, Dik, sampai kau bosan dan capek melihatku.
Aku tersenyum. Kau selalu merawatku. Kapan kau punya waktu dengan Thomas"
Metias bimbang sejenak mendengar kata-kataku,
sesuatu, ya, dengan adanya kau di sini"
Kau bisa memberitahuku tentang kalian berdua, tahu. Kata-kata itu menyakitkan untuk kukatakan, tapi aku sepenuhnya tak yakin mengapa. Aku merasa seperti melupakan sesuatu yang penting. Aku takkan bilang siapasiapa. Apa kau cuma khawatir Komandan Jameson akan tahu, lalu memisahkanmu dan Thomas ke kelompok patroli berbeda"
Metias menunduk, bahunya merosot. Aku tak pernah benar-benar punya alasan untuk mengungkit itu. Kau mencintainya"
Aku ingat aku sedang bermimpi, dan apa pun yang Metias katakan hanyalah pikiranku sendiri yang diproyeksikan ke gambaran dirinya. Tetap saja, aku merasa sakit saat dia menatapku dan menjawab dengan anggukan singkat.
Kurasa ya, sahutnya. Aku hampir tak bisa mendengarnya.
Aku minta maaf, bisikku. Dia menatapku dengan berlinang air mata.
Aku berusaha mengulurkan tangan dan melingkarkan lenganku di lehernya. Tapi, pemandangan itu bergeser, cahaya memudar, dan tiba-tiba aku berbaring di kamar remang-remang berdinding kapur, di atas ranjang yang bukan tempat tidurku. Metias menghilang dalam gumpalan asap. Yang merawatku menggantikan tempatnya adalah Day. Wajahnya dibingkai rambut sewarna cahaya, tangannya membetulkan posisi handuk di dahiku, matanya menatap mataku lekat-lekat.
Hei, Sarah, katanya. Dia menggunakan nama palsu yang diberikannya untukku. Jangan khawatir, kau aman.
Aku mengerjap pada perubahan mendadak pemandangan di depanku. Aman"
Polisi Koloni membawa kita. Mereka mengantar kita ke rumah sakit kecil setelah mereka tahu siapa aku. Kutebak mereka semua sudah mendengar tentangku di sini, dan hal itu menguntungkan kita. Day memberiku cengiran malu.
Tapi,kali ini aku kecewa melihat Day, sangat sedih dan pahit harus kehilangan Metias lagi di kedangkalan mimpiku
menangis. Lenganku terasa sangat lemah. Bagaimanapun, aku tidak bisa melingkarkannya ke sekeliling leher kakakku, dan karena aku tak bisa, aku tidak mampu menahan Metias supaya tidak menghilang.
Cengiran Day lenyap dia merasakan kesedihanku. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh pipiku. Wajahnya sangat dekat, bersinar dalam cahaya sore yang lembut. Kuangkat tubuhku dengan sedikit kekuatan yang kupunya dan kubiarkan dia menarikku mendekat.
Oh, Day, bisikku di rambutnya, suaraku pecah karena isak tangis yang selama ini kutahan. Aku betulbetul merindukannya. Aku kangen sekali padanya. Dan aku minta maaf, aku minta maaf untuk segalanya. Terusmenerus kuulangi kata-kata itu, kata-kata yang kukatakan pada Metias di mimpiku dan kata-kata yang akan kukatakan pada Day sepanjang sisa hidupku.
Day mempererat pelukannya. Tangannya membelai rambutku, dan dia mengayun-ayunkan tubuhku perlahan seolah-olah aku anak kecil. Aku sangat bergantung padanya, tak bisa bernapas, tenggelam dalam demam, kesedihan dan kehampaan.
Metias kembali pergi. Dia selalu pergi.[] ~278~h t t p
B UTUH SETENGAH JAM BAGI J UNE untuk akhirnya
kembali jatuh tertidur, pengaruh obat apalah yang perawat Koloni suntikkan ke lengannya. Dia menangisi kakaknya lagi. Rasanya seperti dia telah jatuh ke lubang dan pertahanannya runtuh, luka hatinya terbuka sehingga semua orang bisa melihatnya. Mata gelapnya yang selalu tampak kuat sekarang, ekspresi di mata itu hanya & hancur. Dahiku berkerut. Tentu saja aku tahu betul bagaimana rasanya kehilangan seorang kakak. Kuperhatikan mata June bergerak-gerak gelisah di balik kelopak yang tertutup, kemungkinan sedang mendapat mimpi buruk lain. Aku tak bisa membantunya keluar dari situ, jadi aku hanya melakukan apa yang selalu dia lakukan untukku kuratakan rambutnya, lalu kucium dahinya yang basah, juga pipi dan bibirnya. Kelihatannya itu tidak berguna, tapi aku tetap
Rumah sakit ini agak sepi, tetapi beberapa bunyibunyian membentuk lapisan suara-suara gaduh di kepalaku: Desir samar yang datang dari lampu di langitlangit, juga semacam keributan kabur di jalanan di luar. Seperti di Republik, sebuah layar yang dipasang di dinding menayangkan aliran siaran berita dari medan perang. Tidak seperti Republik, berita-berita itu dibumbui iklan yang sama dengan poster-poster di jalanan luar, mempromosikan hal-hal yang tidak kupahami. Setelah beberapa saat, aku berhenti menonton. Aku terus memikirkan cara ibuku menenteramkan Eden saat dia pertama kali terjangkit wabah, bagaimana beliau membisikkan kata-kata menenangkan sambil menyentuh wajah Eden dengan tangan malangnya yang diperban. Juga, bagaimana John akan datang ke sisi tempat tidur dengan membawa semangkuk sup.
Aku minta maaf untuk segalanya, kata June. Beberapa menit kemudian, seorang serdadu membuka pintu kamar opname kami dan berjalan ke arahku. Itu serdadu yang sama dengan yang menyadari siapa aku dan mengirim kami ke rumah sakit berlantai dua puluh ini. Wanita itu berhenti di depanku dan membungkuk singkat, seolah aku ini pejabat atau apalah. Yang mengejutkan adalah fakta bahwa dia satusatunya tentara yang berada di kamar ini bersama kami. Tak ada borgol, bahkan tak ada penjaga di pintu kamar ini. Apa mereka tahu, kamilah yang menggagalkan pembunuhan Elector" Kalau mereka mensponsori Patriot, cepat atau lambat mereka harus mencari tahu. Mungkin mereka sama sekali tak tahu dulu kami bekerja untuk Patriot. Razor memang terlambat menyertakan kami dalam rencananya.
Kondisi temanmu stabil, saya kira" Mata wanita itu terarah pada June. Aku hanya mengangguk. Lebih baik tak ada seorang pun di sini yang tahu bahwa June adalah genius kesayangan Republik.
Melihat kondisinya, serdadu itu menambahkan, dia harus tinggal di sini sampai dia cukup kuat berjalan
Perusahaan DesCon akan senang memberi kamar tambahan untukmu.
Perusahaan DesCon istilah Koloni lain yang tidak kumengerti. Namun, aku tidak berani mulai menanyakan sumber kemurahan hati mereka. Kalau aku cukup terkenal di sini sampai mendapat perlakuan seorang bintang di rumah sakit, aku akan memanfaatkannya sebaik mungkin.
Trims, sahutku. Tidak masalah, aku di sini saja. Kami akan membawakan kasur tambahan untukmu, ujarnya, mengedik ke area kosong di kamar ini. Kami akan datang memeriksa kalian lagi besok pagi.
Aku kembali mengawasi June. Saat kusadari serdadu itu tidak pergi juga, aku mengangkat kepala, menatapnya sambil mengangkat alis. Wajah serdadu wanita itu memerah.
Ada lagi yang bisa kulakukan untuk Anda" Dia tidak menghiraukan pertanyaanku dan berusaha tampak santai. Tidak. Aku hanya & . Jadi, kau Daniel Altan Wing, eh" Dia menyebut namaku seolah sedang mengetes. Perusahaan Evergreen selalu memuat cerita tentangmu di tabloid mereka. Sang Pemberontak Republik, Si Siluman, Si Tak Terduga kemungkinan mereka memunculkan nama dan foto baru untukmu setiap hari. Mereka bilang kau kabur dari penjara Los Angeles tanpa bantuan siapa pun. Hei, apa kau benar-benar berkencan dengan Lincoln"
Gagasan itu sangat menggelikan sampai aku harus tertawa. Aku tak tahu orang-orang Koloni mengikuti gosip penyanyi yang ditunjuk pemerintah Republik untuk menyebarkan propaganda.
Tidakkah Anda pikir Lincoln sedikit terlalu tua untukku"
Tawaku memecah ketegangan, dan serdadu itu ikut tertawa bersamaku. Yah, begitulah berita tentangmu minggu ini. Minggu lalu Perusahaan Evergreen melaporkan, kau berhasil mengelak dari seluruh peluru regu penembak dan kabur dari eksekusimu. Serdadu itu tertawa lagi, tapi aku tetap diam.
Kubiarkan kakakku menerima peluru itu untukku.
Tawa si Serdadu lenyap dengan canggung saat dia melihat ekspresiku. Dia berdeham. Soal terowongan tem-pat kalian berdua datang, kami sudah menyegelnya. Itu terowongan ketiga yang kami segel bulan ini. Dari waktu ke waktu ada imigran gelap seperti kalian datang, tahu, dan orang-orang yang tinggal di Tribune sudah sangat lelah berurusan dengan mereka. Tak ada siapa pun yang suka warga sipil dari teritori musuh tiba-tiba menetap di kampung halamannya. Biasanya, pada akhirnya kami menendang mereka kembali ke medan perang. Kalian beruntung. Serdadu itu mendesah. Dulu, semua daratan ini adalah Amerika Serikat. Kau tahu itu, kan"
Kalung bandul di sekeliling leherku mendadak terasa berat. Aku tahu.
Kau tahu tentang banjir" Datang dengan cepat, dan dalam kurun waktu kurang dari dua tahun, menyapu setengah dataran rendah selatan. Itu tempattempat yang mungkin orang Republik sepertimu takkan pernah dengar. Louisiana, lenyap. Florida, Georgia, Alabama, Mississippi, Carolina Selatan dan Utara, lenyap. Sangat cepat sampai kau akan bersumpah negara-negara bagian itu dulunya tak pernah ada, setidaknya kalau kau tidak bisa melihat beberapa gedungnya yang masih mencuat jauh di tengah samudra.
Dan karena itulah kalian datang kemari" Ada lebih banyak daratan di barat. Kau tahu dulu berapa banyak pengungsi di sana" Kemudian, orangorang barat membangun dinding untuk mencegah orang timur memadati negara-negara bagian mereka, dari Dakota Utara dan Selatan melalui Texas. Serdadu itu memukulkan tinju ke telapak tangan. Jadi, kami harus membuat terowongan untuk bisa masuk. Dulu ada ribuan terowongan saat migrasi sedang mencapai puncaknya. Lalu perang dimulai. Ketika Republik mulai menggunakan terowongan itu untuk melancarkan serangan mendadak pada kami, kami menyegel
kebanyakan orang, bahkan tak ingat bahwa pertempuran tersebut awalnya demi memperebutkan daratan. Namun, saat akhirnya banjir surut, berbagai hal di sini mulai stabil. Dan kami menjadi Koloni Amerika. Dia mengatakan ini dengan dada membusung. Perang ini takkan lama lagi sekarang kami sudah menang cukup lama.
Aku ingat, saat pertama kali tiba di Lamar, Kaede memberitahuku bahwa Koloni menang perang. Aku tidak begitu memikirkannya bagaimanapun, apa pentingnya asumsi seseorang" Itu kan cuma rumor. Tapi sekarang, tentara ini mengatakannya seolah itulah kebenarannya.
Kami berdua berhenti sejenak saat keributan di luar gedung menjadi semakin keras. Kumiringkan kepala. Memang ada kerumunan orang yang datang dan pergi dari rumah sakit sejak kami tiba, tapi aku tidak memikirkannya. Sekarang, kurasa aku mendengar namaku disebut.
Anda tahu apa yang terjadi di luar sana" tanyaku. Bisakah kita pindahkan temanku ke kamar yang lebih sepi"
Serdadu itu melipat lengan. Mau lihat sendiri keributan yang menyambutmu" Dia memberiku isyarat untuk bangkit dan mengikutinya.
Teriakan-teriakan di luar telah mencapai tahap menggelegar. Saat serdadu itu membuka pintu balkon dan memimpinku keluar ke udara malam, aku disambut embusan angin dingin dan sorak-sorai. Kilasan cahaya membutakanku selama sedetik yang bisa kulakukan hanya berdiri di sana, menempel pada jeruji besi dan membiarkan pemandangan tersebut. Sekarang, pasti sudah sangat larut malam, tapi tentunya ada ratusan orang di bawah jendela kami, lupa bahwa tanah yang mereka pijak diselimuti salju. Seluruh mata mereka tertuju padaku. Banyak dari mereka yang memegang poster-poster buatan sendiri. Selamat datang di pihak kami! Begitu tulisan di salah satu poster.
Sang Bayangan Hidup, tulis yang lain.
yang seperti itu. Day: Warga Kehormatan Koloni! Selamat Datang di Tribune, Day! Rumah kami rumahmu juga!
Mereka tahu siapa aku. Sekarang, serdadu itu menunjuk padaku dan tersenyum ke arah kerumunan. Ini Day, serunya.
Sorak-sorai meledak lagi. Aku tetap membeku seperti sebelumnya. Apa yang harus kau lakukan saat sekelompok orang menyerukan namamu seolah mereka sepenuhnya gila" Aku tak punya petunjuk sama sekali. Jadi, aku mengangkat tangan dan melambai, yang menyebabkan nada jeritan mereka meninggi.
Kau selebriti di sini, kata serdadu itu padaku di selasela keriuhan. Wanita itu tampak lebih tertarik pada hal ini daripada aku. Rupanya seorang pemberontak Republik tidak bisa dengan mudah ditemui. Percayalah, kau akan terpampang di seluruh tabloid besok pagi. Perusahaan Evergreen ingin sekali mewawancaraimu.
Dia terus bicara, tapi aku tidak lagi memperhatikannya. Salah satu dari orang-orang yang memegang poster telah mengalihkan perhatianku. Dia seorang gadis dengan scarf di sekeliling mulutnya dan tudung menutupi sebagian wajahnya.
Tapi aku tahu itu Kaede. Kepalaku terasa pusing. Segera saja aku teringat alarm merah yang berkedip di bungker, memperingatkan June dan aku bahwa ada seseorang mendekati tempat persembunyian itu. Aku ingat orang yang kupikir telah membuntuti kami di jalanan Koloni. Apa itu Kaede" Apakah itu berarti anggota Patriot yang lain juga ada di sini" Kaede memegang poster yang hampir tenggelam di antara lautan poster-poster lain. Tulisan di poster itu: Kau harus kembali. Sekarang.[]
Aku bermimpi lagi. Aku yakin itu mimpi sebab Metias ada di sini, padahal aku tahu dia seharusnya sudah meninggal. Kali ini aku sudah siap, dan aku dapat mengendalikan emosiku.
Metias dan aku berjalan di jalanan Pierra. Di sekeliling kami, tentara Republik berlarian di sekitar puing-puing dan ledakan. Namun, bagi kami berdua, segalanya terasa lambat dan sunyi, seolah kami sedang menonton film dalam gerakan yang sangat lambat. Hujan debu dan pecahan peluru granat berpencaran tanpa membahayakan kami. Aku merasa tak terkalahkan, atau tak terlihat. Salah satu dari itu, mungkin keduanya.
Ada sesuatu yang aneh di sini, kataku pada kakakku. Tatapanku beralih ke atap, lalu kembali ke jalanan yang kacau. Mana Anden"
Metias mengerutkan kening ke arahku, berpikir. Dia berjalan dengan tangan di belakang punggung, elegan
seragamnya berdenting pelan saat dia melangkah.
Aku tahu pemandangan ini mengganggumu, sahutnya, seraya menggaruk bulu-bulu halus di dagunya. Tidak seperti Thomas, dia selalu agak longgar terhadap peraturan ketat militer. Katakan padaku.
Pemandangan ini, kataku, menunjuk ke sekeliling kami. Seluruh rencana ini. Ada yang salah.
Metias melangkahi setumpuk puing sungguhan. Apa yang salah"
Dia. Aku menunjuk ke atap. Untuk alasan tertentu, Razor berdiri di sana, siapa pun bisa melihatnya dengan jelas. Dia menonton segala yang terjadi dengan lengan terlipat. Sesuatu yang salah tentang dia.
Yah, Junebug, coba jabarkan alasannya, kata Metias. Aku menghitung dengan jari-jariku. Waktu aku masuk ke jip di belakang Elector, instruksi untuk sopir sudah jelas. Elector memberi tahu mereka untuk membawaku ke rumah sakit.
Lalu" Lalu, Razor memerintahkan para sopir untuk mengambil rute pembunuhan. Dia sepenuhnya mengabaikan perintah Elector. Dia pasti memberi tahu Anden bahwa aku yang bersikeras untuk tetap mengambil rute pembunuhan. Itu satu-satunya cara agar Anden menerimanya.
Metias mengangkat bahu. Apa artinya itu" Si Razor itu ingin tetap memaksakan pembunuhan"
Tidak. Kalau terjadi pembunuhan, semua orang akan tahu siapa yang mengabaikan perintah Elector. Semua orang akan tahu Razor-lah yang menyuruh jip-jip itu untuk terus. Aku mencengkeram lengan Metias. Republik akan tahu, Razor berusaha membunuh Anden.
Bibir Metias membentuk satu garis tegas. Kenapa Razor menempatkan diri dalam bahaya yang sudah jelas seperti itu" Apa lagi yang aneh"
Aku kembali berpaling ke kekacauan bertempo lambat di jalan. Yah, sejak awal pun, dia bisa dengan mudah membawa anggota Patriot ke markas resminya di Vegas.
zeppelin seolah itu bukan apa-apa. Rasanya seperti dia punya kemampuan manusia super untuk bersembunyi.
Mungkin dia memang punya, kata Metias. Bagaimanapun, Koloni mensponsorinya, kan"
Itu benar. Aku mengusap rambutku frustrasi. Dalam keadaan bermimpi ini, jemariku terasa kebas dan aku tak bisa merasakan helaian rambut di kulitku. Itu tidak masuk akal. Seharusnya mereka membatalkan pembunuhan itu. Seharusnya Razor tidak meneruskan rencananya sama sekali, tidak setelah aku mengacaukannya. Mereka bisa kembali ke markas, memikirkan ulang berbagai hal, lalu mencoba serangan lain. Mungkin dalam satu atau dua bulan. Kenapa Razor membahayakan jabatannya kalau pembunuhan itu terancam gagal"
Metias memperhatikan saat seorang tentara Republik berlari melewati kami. Tentara itu menengadahkan kepala menatap Razor yang berdiri di atap, lalu memberi hormat.
Kalau Koloni ada di belakang Patriot, kata kakakku, dan mereka tahu siapa Day, bukankah seharusnya kalian berdua dibawa untuk dihadapkan langsung pada siapa pun yang berwenang"
Aku mengangkat bahu. Kuingat lagi saat-saat yang kuhabiskan bersama Anden. Hukum-hukum barunya yang radikal, caranya yang baru dalam berpikir. Kemudian, aku teringat ketegangan di antara dia dengan Kongres serta para Senator.
Dan saat itulah mimpinya berakhir. Mataku membuka cepat. Aku tahu kenapa Razor sangat menggangguku.
Koloni tidak mensponsori Razor faktanya, Koloni sama sekali tak tahu-menahu apa yang Patriot lakukan. Itulah kenapa Razor meneruskan rencananya tentu saja dia tidak takut Republik tahu dirinya bekerja untuk Patriot.
Republik telah mengupah Razor untuk membunuh Anden.[]
S ETELAH SERDADU ITU DAN AKU MENINGGALKAN
balkon beserta kerumunan orang di luar kamar opname kami, aku memastikan para penjaga berdiri di luar pintu kamar ( Untuk jaga-jaga kalau ada penggemar yang menerobos masuk, kata serdadu yang bersamaku tadi sebelum dia pergi), kemudian kuminta selimut tambahan dan obat untuk June. Aku tak mau bangun dan melihat Kaede masih berdiri di bawah balkon. Berangsur-angsur, teriakan di luar mulai mereda. Akhirnya, segalanya menjadi hening. Sekarang, kami benar-benar sendirian, kecuali para penjaga yang berdiri di luar.
Aku sudah menyiapkan semua yang kami perlukan untuk kabur, tapi aku tetap berdiri tak bergerak di sisi tempat tidur June. Tak ada satu pun di sini yang bisa
lari malam ini, yang bisa kami harapkan hanyalah menghindari perkelahian dengan siapa pun. Tak ada yang menyadari kepergian kami sampai pagi menjelang.
Aku bangkit dan berjalan ke balkon. Salju di halaman bawah sana sepenuhnya terinjak-injak dan warnanya gelap karena kotoran dari sepatu-sepatu bot. Kaede tidak ada di sana lagi, tentu saja. Sesaat, aku tenggelam memperhatikan pemandangan daratan Koloni, sekali lagi kebingungan karena isyarat Kaede tadi.
Kenapa Kaede menyuruhku kembali ke Republik" Dia sedang mencoba menjebakku atau memperingatkanku" Di sisi lain kalau dia ingin menyakiti kami, kenapa dia memukul Baxter dan membiarkan kami pergi waktu di Pierra" Dia bahkan memaksa kami kabur sebelum anggota Patriot lain menangkap kami. Aku beralih pada June, yang masih tertidur. Napasnya sekarang lebih stabil, dan rona di pipinya sudah memudar dibanding beberapa jam lalu. Tetap saja, aku tidak berani mengganggunya.
Beberapa menit berlalu. Aku menunggu untuk melihat kalau-kalau Kaede akan datang lagi. Setelah segalanya terjadi dengan cepat dan memusingkan, aku tidak terbiasa terjebak di sini seperti ini. Mendadak ada banyak sekali waktu kosong.
Terdengar suara gedebuk mengenai pintu balkon. Aku terlonjak. Mungkin sebuah ranting jatuh dari pohon, atau sirap merosot dari atap. Sekarang aku menunggu, waspada. Sesaat, tak ada yang terjadi. Kemudian, terdengar bunyi gedebuk lain mengenai kaca.
Aku bangkit dari tempat tidur June, berjalan ke pintu balkon, lalu dengan hati-hati mengintip dari kaca. Tak ada siapa pun. Tatapanku berpindah ke lantai balkon. Di sana, jelas sekali, ada dua batu kecil di salah satunya terikat secarik kertas.
Kubuka kunci pintu balkon, kugeser sedikit, lalu kuambil kertas itu dari batu. Setelah itu, kukunci pintunya lagi dan kubuka kertasnya. Kata-kata yang tertera di situ berantakan, jelas ditulis terburu-buru.
datang untuk menolong. Kita harus bicara. K
Darurat. Kuremas kertas itu di tanganku. Apa yang dia pikir darurat" Bukankah saat ini semuanya darurat" Dia memang telah menolong kami kabur tapi itu tidak berarti aku siap memercayainya.
Belum semenit berlalu saat batu ketiga mengenai pintu. Kali ini, pesannya berbunyi:
Kalau kau tidak bicara denganku sekarang, kau akan menyesal. K
Ancaman itu membuatku emosi. Kaede memang punya kuasa untuk melaporkan kami karena kami telah mengacaukan rencana Patriot. Aku tetap berdiri di tempatku berada, membaca ulang kertas di tangan. Mungkin cuma beberapa menit, kataku pada diri sendiri. Begitu saja. Cukup lama untuk tahu apa yang Kaede inginkan. Setelah itu, aku langsung masuk lagi.
Aku meraih mantel, menghela napas panjang, dan melangkah kembali ke pintu balkon. Tanpa suara, jarijariku membuka gerendel. Angin dingin menerpa wajahku saat aku menyelinap keluar ke balkon, berjongkok rendah, mengunci pintu balkon dan mendorongnya menutup. Kalau ada orang hendak masuk untuk menyakiti June, mereka akan banyak membuat keributan untuk menyiagakan para penjaga di luar. Aku melompat ke sisi balkon, berputar, dan mencengkeram birai. Kemudian, aku turun sampai aku setengah bergelantungan di antara lantai satu dan dua. Lalu, kulepaskan peganganku.
Sepatu botku mendarat di lapisan salju dengan bunyi derak pelan. Kutatap birai lantai dua untuk terakhir kalinya sambil mengingat-ingat letak gedung
dalam mantel dan merapatkan diri di dinding.
Jam segini jalanan lengang dan hening. Semenit lamanya aku menunggu di sisi gedung sebelum melangkah keluar. Datanglah, Kaede. Embusan napasku bagai letusan uap pendek-pendek. Mataku menjelajahi semua sudut dan celah di sekelilingku, memeriksa tanda-tanda bahaya. Tapi aku sendirian. Kau ingin aku menemuimu di luar sini" Yah, aku sudah di sini.
Bicaralah padaku, bisikku pelan sembari berjalan di sepanjang sisi gedung. Mataku mencari-cari patroli jalanan, tapi tidak ada siapa-siapa di luar sana.
Mendadak aku berhenti. Ada bayangan samar berjongkok di salah satu gang dekat sini. Aku menegang. Keluarlah, bisikku, cukup keras untuk orang itu mendengarku. Aku tahu kau di sana.
Sosok Kaede mewujud dari kegelapan, lalu melambai memintaku mendekat. Ikut aku, dia balas berbisik. Cepat. Dia bergegas ke gang sempit yang tersembunyi di balik deretan semak-semak bersalju. Kami menyusuri gang itu sampai tiba di jalan yang lebih lebar. Kaede berbelok tajam ke situ. Aku segera menyusul. Mataku mencari-cari di setiap sudut. Aku mengukur semua titik tempat aku bisa memanjat cepat ke lantai yang lebih tinggi untuk jaga-jaga seandainya ada orang berusaha menangkapku tiba-tiba. Seluruh bulu kudukku berdiri kaku karena tegang.
Perlahan-lahan Kaede memperlambat langkah sampai kami berjalan sejajar. Dia mengenakan celana dan sepatu bot yang sama dengan yang dia pakai saat percobaan pembunuhan, tapi dia telah menukar jaket tentaranya dengan mantel wol dan scarf. Belang hitam sudah disapu bersih dari wajahnya.
Baiklah, cepat saja bicaranya, kataku padanya. Aku tak ingin meninggalkan June terlalu lama. Apa yang kau lakukan di sini"
Kupastikan tetap menjaga jarak aman di antara kami, berjaga-jaga seandainya dia memutuskan untuk menyerangku dengan pisau atau apalah. Kelihatannya
kertas tadi, tapi aku tetap pastikan kami berada di jalan utama sehingga aku bisa pergi kalau perlu. Beberapa buruh Koloni berjalan cepat melewati kami, berkilauan tertimpa cahaya dari iklan-iklan di gedung. Ada kilat kecemasan mendekati panik di mata Kaede, ekspresi yang sepenuhnya asing di wajahnya.
Aku tidak bisa memanjat ke kamarmu, katanya. Scarf di sekitar mulutnya meredam kata-katanya, dan dengan tak sabar dia menurunkannya. Para penjaga sialan itu akan mendengarku. Itulah kenapa kau yang Buronan, bukan aku. Sumpah, aku ke sini bukan untuk menyakiti June-mu yang berharga. Kalaupun dia cuma sendirian di atas sana, dia akan baik-baik saja. Apa kau mengikuti kami di terowongan" Kaede mengangguk. Aku berhasil menyingkirkan cukup puing untuk menyusup masuk.
Di mana yang lain" Dia merapatkan sarung tangan, meniupkan udara hangat ke tangannya dan menggumamkan gerutuan sebal akan kondisi cuaca. Mereka tidak di sini. Cuma aku. Aku harus memperingatkanmu.
Perutku mulai terasa sakit. Tentang apa" Tess" Kaede menghentikan apa yang sedang dia lakukan untuk menyodok tulang rusukku keras. Pembunuhannya gagal. Dia mengangkat kedua tangannya sebelum aku bisa menyela. Ya, ya, aku tahu kau sudah menyadari itu. Banyak anggota Patriot ditangkap. Beberapa di antara mereka juga berhasil kabur setidaknya, Tess juga. Dia lari bersama beberapa Pilot dan Buronan. Pascao dan Baxter juga.
Aku mengutuk diri. Tess. Kurasakan dorongan mendadak untuk mengejarnya, untuk memastikan dia selamat kemudian aku teringat kata-kata terakhirnya padaku.
Suara Kaedemenjadilebih pelan saatkami melanjutkan berjalan. Aku tak tahu di mana mereka sekarang. Tapi, ini yang kau tidak tahu. Aku bahkan tidak tahu, sampai kau dan June menghentikan
kan" membongkar semua informasi ini dari sebuah perangkat komputer dan menyerahkannya ke salah satu Hacker. Dia menghela napas panjang, berhenti, dan menunduk menatap tanah. Kekuatan yang biasa ada dalam suaranya lenyap. Day, Razor mempermainkan kita semua. Dia membohongi Patriot, lalu menyerahkan mereka pada Republik.
Aku berhenti berjalan. Apa"
Razor memberi tahu kami bahwa Koloni mengupah kami untuk membunuh Elector dan memulai revolusi, kata Kaede. Tapi itu tidak benar. Baru terungkap pada hari pembunuhan bahwa Senat Republik-lah yang mensponsori Patriot. Dia menggelengkan kepala. Kau percaya itu" Republik mengupah Patriot untuk membunuh Anden.
Aku terdiam. Terperangah. Kata-kata June bergaung di pikiranku, bagaimana dia memberitahuku bahwa Kongres tidak menyukai Elector baru mereka, bagaimana dia pikir Razor berbohong. Hal-hal yang Razor katakan pada kita tidak masuk akal, katanya.
Membahayakan kita semua kecuali Razor, kata Kaede saat aku tidak merespons. Kami mulai berjalan lagi. Para Senator ingin Anden mati. Mereka pikir mereka bisa menggunakan kita dan melimpahkan kesalahan pada kita juga.
Darah dalam tubuhku mengalir sangat cepat sampai aku hampir tidak bisa mendengar diriku bicara. Kenapa Razor menjual Patriot seperti itu" Bukankah dia sudah bertahun-tahun bersama mereka" Dan kupikir Kongres berusaha tidak menyebabkan revolusi.
Bahu Kaede merosot. Dia mengembuskan napas beruap. Beberapa tahun lalu dia ketahuan bekerja untuk Patriot. Jadi, dia membuat kesepakatan dengan Kongres: Dia akan memimpin Patriot membunuh Anden, si Pemuda Revolusioner yang meledak-ledak, dan Kongres akan melupakan pengkhianatannya. Pada akhirnya, Razor akan menjadi Elector baru dan dengan kau serta June bekerja untuknya, dia akan sukses
seperti itu. Publik akan mengira kelompok Patriot mengambil alih pemerintahan, padahal sebenarnya itu semua kembali ke Republik lagi. Razor tidak ingin Amerika Serikat didirikan kembali dia cuma ingin mempertahankan kedudukannya. Dan, dia akan bergabung ke pihak mana pun yang paling tepat untuk mencapai itu.
Aku memejamkan mata. Duniaku berputar. Bukankah June sudah memperingatkanku tentang Razor" Ternyata selama ini aku telah bekerja untuk Senator Republik. Merekalah yang ingin Anden mati. Tidak heran Koloni tampak tak tahu-menahu apa yang Patriot lakukan.
Kubuka mataku lagi. Tapi mereka gagal, kataku. Anden masih hidup.
Anden masih hidup, ulang Kaede. Syukurlah. Seharusnya dari awal aku memercayai June. Kemarahanku pada sang Elector muda bergetar dan goyah, melemah. Apa ini berarti & dia betul-betul membebaskan Eden" Apa adikku bebas dan aman" Aku menatap Kaede lekat. Kau datang jauh-jauh ke sini untuk memberitahuku itu" bisikku.
Yup. Tahu kenapa" Dia mencondongkan tubuh mendekat, sampai hidungnya hampir menyentuh hidungku. Anden hampir kehilangan kendali atas negara. Rakyat sudah sedekat ini untuk memberontak melawannya. Dia mengangkat dua jari yang berdekatan. Kalau dia jatuh, kita akan mendapat banyak kesulitan untuk menghentikan Razor mengambil alih Republik. Sekarang ini, Anden sedang berjuang untuk mengendalikan militer, sementara Razor dan Komandan Jameson berusaha menjauhkannya dari itu. Pemerintah hampir terbagi dua.
Tunggu Komandan Jameson" tanyaku. Ada rekaman transkrip obrolan antara dia dan Razor di perangkat komputer itu. Ingat waktu kita tidak sengaja bertemu dengannya di PR Dynasty" sahut Kaede. Razor membuatnya terdengar seperti dirinya tak tahu-menahu Komandan Jameson akan ada di situ.
pasti ingin melihatmu dengan mata kepalanya sendiri agar dia tahu kau betulbetul bagian dari rencana Razor. Kaede menyeringai. Harusnya aku mencium sesuatu yang salah tentang Razor. Aku juga salah tentang Anden.
Kenapa kau peduli terhadap apa yang terjadi pada Republik" kataku. Angin menerbangkan butiran salju dari jalanan, menggemakan intonasi dingin dalam katakataku. Dan kenapa sekarang"
Aku bergabung karena uang kuakui itu. Kaede menggelengkan kepala, mulutnya membentuk satu garis tegas. Tapi pertama-tama aku tidak dibayar, karena rencana itu tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kedua, aku tidak menandatangani kontrak untuk menghancurkan negara, untuk menyerahkan semua warga sipil Republik kembali ke Elector sialan lain. Lalu, kata-katanya menghilang sejenak, dan matanya berkabut. Entahlah & . Mungkin aku berharap kelompok Patriot bisa memberiku tujuan yang lebih berharga daripada menghasilkan uang. Menyatukan kembali kedua negara yang terpecah ini. Itu bakal bagus.
Angin dingin menyengat wajahku. Kaede tak perlu memberitahuku kenapa dia jauh-jauh datang ke sini untuk menemuiku. Setelah mendengar kata-katanya, aku tahu kenapa. Aku ingat apa yang Tess katakan padaku di Lamar. Semua orang melihatmu, Day. Mereka menunggu langkahmu berikutnya. Mungkin sekarang ini aku satu-satunya orang yang bisa menyelamatkan Anden. Aku satu-satunya orang yang akan didengarkan rakyat Republik.
Kami terdiam dan tenggelam lebih jauh dalam kegelapan saat sepasang polisi Koloni berjalan tergesa melewati kami. Salju beterbangan di bawah sepatu bot mereka. Aku memperhatikan sampai mereka menghilang di gang terakhir tempat kami datang. Mau ke mana mereka"
Saat Kaede hanya melanjutkan berjalan dengan scarf menutupi mulutnya lagi, aku bertanya,
Bagaimana dengan mereka" bisiknya di balik kain.
Bagaimana dengan membiarkan Republik jatuh dan Koloni mengambil alih" Bagaimana dengan gagasan itu"
Gagasan itu tidak pernah tentang membiarkan Koloni menang. Kelompok Patriot ingin mendirikan ulang Amerika Serikat. Bagaimanapun caranya. Kaede berhenti sejenak, lalu memberi isyarat agar kami berbelok ke jalan berbeda. Kami berjalan dua blok lagi sebelum dia berhenti di depan sederetan bangunanbangunan besar yang sudah bobrok.
Apa ini" tanyaku pada Kaede, tapi dia tidak meres-pons. Aku kembali menatap bangunan yang berada tepat di depanku. Tingginya sekitar tiga puluhan lantai, tapi membentang tak terputus sejauh beberapa blok. Setiap beberapa belas meter, ada pintu masuk kecil gelap di lantai bawah kompleks tersebut. Air menetes-netes dari sisi bangunan dari jendela dan balkon rusak mengukir banyak garis jelek karena jamur di dinding. Rangka bangunan ini membentang di jalanan dari tempat kami berdiri. Dari langit, pasti bangunan ini terlihat seperti balok semen berongga, warnanya hitam dan berukuran raksasa.
Aku ternganga melihatnya. Setelah menyaksikan cahaya di gedung-gedung pencakar langit Koloni, mengejutkan saat tahu bangunan semacam ini ada di sini. Aku telah melihat kompleks-kompleks terbengkalai di Republik, yang tampak lebih bagus dari ini. Jendela dan koridornya sangat rapat dan berdekatan sampai tak mungkin ada cahaya masuk ke bawahnya. Aku mengintip ke dalam salah satu pintu masuk berwarna hitam.
Sumpah Palapa 14 Laila Majnun Karya Syaikh Sufi Mawlana Hakim Nizhami Titisan Siluman Harimau 2
^