Pencarian

Anna Karenina Jilid 2 3

Anna Karenina Jilid 2 Karya Leo Tolstol Bagian 3


Di masa awal itu, yang terasa sekali oleh mereka adalah ketegangan, seolah ada tarikan ke sana-kemari pada rantai yang mengikat mereka berdua. Singkatnya, bulan madu, yaitu bulan sesudah perkawinan mereka, yang sesuai kebiasaan memang sangat dinantikan oleh Levin, bukan hanya tidak merupakan bulan madu, melainkan dalam kenangan mereka berdua merupakan masa hidup yang paling berat dan hina. Dalam kehidupan mereka kemudian, keduanya sama-sama mencoba mencoret dari kenangan mereka keadaan buruk dan memalukan di masa yang tak sehat itu, ketika mereka berdua masih jarang berada dalam suasana hati yang normal, jarang berada dalam keadaan sadar.
Barulah pada bulan ketiga, yaitu sesudah mereka kembali dari Moskwa dan sesudah berkunjung ke kota sebulan lamanya, hidup mereka menjadi lebih tenang.
Mereka baru saja tiba dari Moskwa dan merasa senang bisa
105 106 ANNA KAR"N!NA menyendiri. Levin duduk di dalam kamar kerja menghadap meja
dan sedang menulis. Kitty duduk di ranjang, ranjang tua dari kulit yang selalu ada di dalam kamar kerja kakek dan ayah Levin, sedang membuat broderie anglaise.s Ia mengenakan gaun warna lila tua yang dipakai pada hari-hari pertama sesudah perkawinan dan sekarang ia kenakan kembali, dan gaun itu memberi kenangan yang baik dan sangat disukai Levin. Levin berpikir dan menulis, dan tak henti-hentinya bergembira merasakan kehadiran Kitty. Pekerjaan mengurus pertanian dan menulis buku yang hams memuat dasardasar pertani an yang barn itu tidak ditinggalkannya; tapi seperti sebelumnya, pekerjaan dan gagasan-gagasannya saat itu ia rasakan sepele dan tak berarti dibandingkan dengan kegelapan yang menyelimuti kehidupan dan pekerjaannya, dan gagasan-gagasan itu juga ia rasakan amat sepele dan kecil dibandingkan dengan kehidupannya mendatang yang disinari cahaya bahagia cemerlang. la terns menekuni pekerjaannya, tapi sekarang ia merasa bahwa pusat perhatiannya beralih pada hal lain dan akibatnya menjadi lain samasekali, dan ia bisa melihat pekerjaannya dengan lebih terang. Dulu pekerjaan itu baginya merupakan penyelamat hidup. Dulu ia merasa bahwa tanpa pekerjaan itu hidupnya akan menjadi terlalu gelap. Adapun sekarang pekerjaan itu ia perlukan agar hidupnya tidak terlampau cerah tapi menjemukan. Ketika ia mengambil kembali kertas-kertas dan membaca apa yang telah ditulisnya, dengan perasaan senang ia melihat bahwa persoalan itu memang hams ia tangani. Persoalan itu barn dan bermanfaat. Banyak di antara gagasan-gagasan yang dipunyainya sebelum itu ia rasakan berlebihan dan ekstrem, tapi kekurangan-kekurangan itu men jadijelas ketika ia menyegarkan persoalannya dalam angan. Sekarang i a sedang menulis bah barn mengenai sebab-sebab keadaan yang tak menguntungkan pertanian di Rusia. Ia membuktikan bahwa kemiskinan di Rusia bukan hanya akibat pembagian kepemilikan tanah yang tak adil dan arah perkembangannya yang tak benar, melainkan juga karena waktu terakhir ini peradaban asing dipaksakan masuk Rusia secara tak wajar, terutama jalan-jalan perhubungan, jalan keretaapi yang
' erie anglaise (Pr): Sulaman inggris.
LEOTOLSTOI menimbulkan sentralisasi di kota-kota, serta berkembangnya kemewahan, dan yang akibatnya me pertanian adalah berkembangnya industr i pabrik, kredit, dan ikutannya-permainan bursa. Menurut perasaannya, kalau kekayaan negara berkembang normal, semua gejala itu akan badir bila dalam pertanian sudab disumbangkan kerja yang memadai, dan bila pertanian sudab diletakkan pada kondisi yang benar. Menurut perasaannya, kekayaan negeri harus berkembang serentak, dan terutama agar cabangcabang industri tidak melampaui cabang pertanian. Menurut perasaannya, sejalan dengan keadaan pertanian umumnya, sarana perbubungan barns dikembangkan. Penggunaan tanab secara tak benar untuk jalan keretaapi yang tidak berdasarkan faktor ekonomis, melainkan politis, adalah terlalu dini. Itu bukan mendorong perkembangan pertanian seperti diharapkan orang dari pembangunan jalan keretaapi dan dari usaha mendahului perkembangan pertanian dengan mengemb industri dan kredit, tapi malah mengbentikan perkembangan pertanian. Karena itu, seperti balnya perkembangan organ ternak yang pincang dan terlampau dini bisa mengganggu perkembangan tubuh temak secara keseluruhan, maka kredit, jalan perhubungan, dan peningkatan kegiatan pabrik yang memang sudah waktunya diperlukan oleh Eropa hanya akan mendatangkan kerugian bagi perkembangan umum kekayaan Rusia dan menggeser persoalan utama, yaitu pembangunan pertanian.
Sementara Levin menuliskan persoalannya, Kitty mengenangkan betapa sunggub-sunggub suaminya memerbatikan pangeran muda Charskii, yang dengan ceroboh telah beramah-tamah dengan dirinya menjelang keberangkatan mereka dari Moskwa. "O, dia cemburu," pikirnya. "Ya Tuhan! Sungguh manis dan bodoh suamiku ini. la cemburu padaku! la tak tahu bahwa mereka itu buatku sama saja dengan Pyotr si juru masak," pi ya sambil menatap tengkuk dan leber suaminya yang merah dengan perasaan memiliki, perasaan yang aneh untuknya sendiri. "Memang sayang mengganggu kerjanya (tapi ia masi h akan sempat!), tapi aku perlu melihat wajahnya; i a merasa tidak bahwa aku menatapnya" Aku ingin ia menoleh .... Ingin, ayo!" dan ia pun membuka nya lebih lebar, dan dengan itu ia ingin memperkuat pandangan matanya.
107 108 ANNA KAR"N!NA "Ya, mereka rebut seluruh harta itu demi dirinya dengan dalih palsu," gumam Levin sambil berhenti menulis, dan karena ia merasa i strinya memandang dia dan tersenyum, ia pun menoleh. "Apa?" tanyanya sambil tersenyum, lalu berdiri. "Menoleh," pikir Kitty.
"Tidak apa-apa, aku hanya ingin kamu menoleh," kata Kitty sambil menatap suami nya, ingin menebak apakah suaminya jengkel atau tidak karena telah diganggu.
"Ya, sebetulnya senang sekali kita berdua ini! Maksudku, aku ini," kata Levin sambil mendekati Kitty dengan wajah berseri oleh senyuman bahagia.
"Aku juga senang! Tak ingin aku pergi ke mana-mana, terutama ke Moskwa."
"Apa yang kamu pikirkan tadi?"
"Aku" Aku memikirkan .... tidak, tidak, pergi situ menulis, jangan menyeleweng," kata Kitty sambil mengerutkan bibir. "Akujuga perlu menggunting lubang-lubang ini, lihat tidak?"
Dan ia pun mengambil gunting dan mulai menggunting lubang. "Tidak, katakan dong," kata Levin sambil duduk di dekat istrinya dan mengikuti gerakan putar gunting kecil itu.
"Ah, ya, apa yang kupikirkan tadi" Aku memikirkan Moskwa, memikirkan tengkukmu."
"Untuk apa aku mendapat kebahagiaan seperti ini" Tak wajar. Terlalu baik," kata Levin sambil mencium tangan istrinya. "Untukku sebaliknya, makin baik makin wajar."
"Di sini ada kepanganmu," kata Levin sambil memalingkan kepala Kitty dengan hati-hati. "Nab, i n i di sini. Lihat tidak" Tapi, ya, tidak, kita lagi kerja sekarang."
Pekerjaan sudah tak jalan lagi, dan tiba-tiba melompatlah mereka saling menjauh seperti orang bersalah ketika Kuzma masuk untuk melaporkan bahwa teh sudah siap.
"Dari kota orang sudah datang belum?" tanya Levin kepada Kuzma.
"Barn saja datang, , sedang siap-siap."
"Kamu lekas ke sini," kata Kitty kepada Levin sambil keluar dari kamar kerja. "Kalau tidak, kubaca surat-surat ini tanpa kamu. Dan
LEOTOLSTOI mari kita main berdua."
Sesudah tinggal sendiri dan menyimpan buku-buku tulis dalam tas baru yang dibeli Kitty, Levin segera membasuh tangan dalam ember pembasuh baru, dengan perlengkapan baru yang anggun dan muncul bersamaan dengan datangnya Kitty. Levin tersenyum mengingat pikiran-pikirannya, dan dengan sikap menolak ia menggelengkan kepala mengingat pikiran-pikiran itu; ada perasaan mirip perasaan sesal yang kini menyiksanya. Ada sesuatu yang memalukan, sesuatu yang lemah, yang menurut istilahnya sendiri kapui (santai) dalam hidupnya sekarang ini. "Tak baik hidup macam ini," demikian pikirnya. "Sebentar lagi sudah tiga bulan, tapi aku hampir tak mengerjakan apa-apa. Sekarang ini hampir seperti pertama kali aku mulai kerja dengan sungguh-sungguh, dan apa hasilnya" Baru mulai sudah kutinggalkan. Pertanian hampir tak pernah kutengok. Kadang terasa sayang meninggalkan dia, kadang kulihat ia merasa bosan. Padahal dulu aku menyangka bahwa sebelum kawin, hidup itu, yah, begitulah, tidak penting, sedangkan sesudah kawin dimulailah hidup yang sebenarnya. Sebentar sudah tiga bulan, tapi aku menghabiskan waktu begini sia-sia dan tanpa guna. Tidak, ini tak boleh dibi arkan, aku harus mulai. Tentu saja dia tak bersalah. Dia samasekali tak bisa dicela dalam hal in i. Aku sendiri yang b lebih keras menyatakan kebebasanku sebagai lelaki. Kalau tidak, bisa bahaya dir i sendiri, dan mesti mengajar dia pula .... Tentu saja dia tak bersalah," katanya kepada diri sendiri.
Tapi sukarlah bagi orang yang tidak puas untuk tidak mencela orang lain, dan orang itu adalah orang yang paling dekat dengannya. Secara samar-samar memang terpikir oleh Levin bahwa yang bersalah bu Ki tty (tidak mungkin Kitty bersalah dalam hal ini); yang salah adalah pendidikan Kitty yang terlalu d dan memboroskan waktu ("contohnya si goblok Charskii itu: aku tahu, Kitty ingin, tapi tak bisa menghentikannya.") "Ya, selain minat pada soal rumah (minat ini memang ada pada Kitty), selain bersolek, dan selain broderie anglaise, Kitty tak punya minat yang lain lagi. Ia tak punya minat pada urusanku, pada pertanian, pada kaum tani, pada musik yang sebetulnya ia kuasai cukup baik, dan pada bacaan. Ia tak melakukan apapun, tapi ia sudah merasa puas sekali. Dalam
109 JIO ANNA KAR"N!NA hati Levin mencela sikap itu; ia belum lagi mengerti bahwa Kitty sedang bersiap-siap menghadapi masa kegiatan yang justru akan menyongsongnya, ketika sekaligus ia menjadi istri dan nyonya rumah, dan akan menggendong, membe r i makan dan mendidik anak-anak. Belum terpikir oleh Levin bahwa berkat daya c iumnya Kitty sudah tahu hal itu, tapi sementara menyiapkan diri menghadapi kerja yang mengerikan baginya itu, ia tidak mencela diri sendiri di saat-saat tak ada urusan dan di saat-saat kebahagiaan cinta yang ia peroleh sekarang, ketika dengan gembira ia menganyam sarang masa depannya.
XVI Ketika Levin masuk ke kamar atas, istrinya sedang duduk di dekat samovar baru dari perak, menghadap alat-alat minum teh yangjuga masih baru; sesudah menyuruh si tua Agafya Mikhailovna duduk di dekat meja kecil dengan s r teh yang baru dituangkannya, ia baca surat dari Dolly; memang dengan Dolly mereka selalu dan sering bersurat-suratan.
"Seperti Tuan lihat, Nyonya menyuruh saya duduk bersama dia," kata Agafya Mikbailovna sambil tersenyum ramah kepada Kitty.
Dalam kata-kata Agafya Mikbailovna itu Levin bisa membaca kesimpulan drama yang waktu terakhir itu berlangsung antara Agafya Mikbail dan Kitty. melihat, meskipun Agafya Mikbailovna dikecewakan oleh nyonya rumah baru yang telah mengambi l tampuk pimpinan dari tangannya, Kitty telah berhasil mengalahkan Agafya Mikbailovna dan memaksa dia mencintai dirinya.
"Aku sudah baca surat untukmu," kata Kitty sambil menyerahkan kepadanya sepucuk surat yang banyak kesalahannya itu. "Dari kawan perempuan abangmu itu rupanya ... ," katanya. "Aku tak baca. Dan ini dari orangtuaku dan dari Dolly. Coba bayangkan! Dolly membawa Grisha dan Tanya ke rumah keluarga Sermatskii mengikuti bal anak-anak; dan Tanya menjadi markis."
Tapi Levin tak mendengarkan Kitty lagi; dengan wajah merah ia ambil surat dar i Maria Nikolayevna yang pernah menjadi kekasih abangnya Nikolai, dan ia mulai membacanya. Itu surat
LEOTOLSTOI kedua dari Maria Nikolayevna. Dalam surat yang pertama dulu Maria Nikolayevna menulis bahwa abangnya mengusir dia tanpa kesalahan apapun, dan dengan sikap kekanakan yang menyentuh hati ia tambahkan bahwa walaupun sekarang ia kembali dalam kemiskinan, ia tidak minta apa-apa dan tidak mengharapkan sesuatu. Hanya saja ia khawatir Nikolai Dmitriyevich tanpa dia akan celaka karena kesehatannya merosot. Karena itu ia minta agar sang adik mengurusnya. Kini perempuan itu menulis hal lain. Ia menemukan Nikolai Dmitriyevich kembali berbaikan dengannya di Moskwa dan dengan dia pula pergi ke sebuah kota di daerah, di mana Nikolai Dmitriyevich mendapat pekerjaan, tapi di sana ia bertengkar dengan kepala bagiannya dan kembali lagi ke Moskwa, tapi di perjalanan ia jatuh sakit keras hingga nyaris tak bisa bangk it," demikian tulisnya. "Terus-menerus ia teringat Anda, dan uang pun tak ada lagi."
"Coba baca ini, Dolly menulis tentang kamu," kata Kitty mulai sambil senyum, tapi tiba-tiba ia terdiam melihat airmuka suammya.
"Kenapa kamu" Ada apa?"
"Dia tulis, abang Nikolai sakit keras. Aku harus pergi." Wajah Kitty tiba-tiba berubah. Pikiran tentang Tanya yang menjadi markis, tentang Dolly, semua itu lenyap.
"Kapan kamu akan pergi?" kata Kitty. "Besok."
" Aku ikut, boleh?" kata Kitty.
"Kitty! Cobalah, apa pula ini?" kata Levin mencela. "Kenapa memangnya?" kata Kitty yang merasa tersinggung karena suaminya seakan tak bergairah dan jengkel mendengar usulnya. "Kenapa aku tak boleh pergi" Aku tidak akan mengganggu kamu. Aku .... "
" Aku pergi karena abangku sakit keras," kata Levin. "Untuk apa kamu .... "
"Untuk apa" Untuk hal yang sama, seperti halmu." "Juga di saat yang begini penting buatku, dia cuma berpik i r dirinya akan merasa bosan sendirian," pikir Levin. Maka dalih yang digunakan istrinya untuk hal yang sepenting itu pun membuat dia naik darah.
lll 112 ANNA KAR"N!NA "Itu tak mungkin," kata Levin kereng.
Melihat bahwa akan segera terjadi pertengkaran, Agafya Mikhailovna diam-diam meletakkan cang ya dan keluar. Kitty bahkan tak melihatnya. Nada yang digunakan Levin dalam mengucapkan kata-kata terakhir itu menyinggung perasaan Kitty, terutama karena agaknya Levin tak memercayai apa yang dikatakannya.
"Tapi aku katakan bahwa kalau kamu pergi, aku pun akan pergi bersa mam u, dan aku pasti akan pergi," ujarnya segera dan dengan marah."Kenapa tak mungkin" Kenapa kamu bilang tak mungkin?"
"Sebab ini mesti pergi entah ke mana, dengan cara entah bagaimana, tinggal di hotel entah macam apa pula. Kamu akan bikin aku malu," kata Levin mencoba bersikap dingin.
"ltu tak ada artinya samasekali. Aku tak butuh apa-apa. Di mana kamu bisa, d i situ pula aku bisa .... "
"Dan belum lagi di sana ada perempuan yang tak bisa kamu dekati."
"Aku tak tahu dan tak mau tahu siapa yang ada di sana dan bagaimana keadaannya. Aku hanya tahu, abang suamiku sedang sakit keras, dan aku ikut pergi dengan suamiku untuk. ... "
"Kitty! Jangan marah. Tapi cobalah pikirkan, urusan ini begitu penting, sehingga tak enak rasanya memikirkan kamu mencampuradukkan perasaan lemah dengan perasaan ogah tinggal sendirian. Baiklah, kalau kamu kira akan merasa bosan tinggal sendirian, ikutlah ke Moskwa."
"Nab, nab, kamu ini selalu menuduh aku punya pikiran jelek dan ke ji," ujar Kitty dengan airmata bercucuran karena merasa tersinggung dan marah. "Aku ini tak apa-apa, tidak lemah, tidak apa-apa.... Aku mer as a wajib menyertai suamiku ketika ia dalam kesedihan, tapi kamu dengan sengaja menyakiti hatiku, dengan sengaja tak mau mengerti.. .. "
"Tidak, ini keterlaluan. Menjadi budak sesuatu!" teriak Levin sambil berdiri dan tak sanggup lagi menahan kejengkelannya. Tapi saat itu pula ia merasa bahwa i a sedang memukul dirinya sendiri.
"Lalu buat apa kamu kawin" Lebih baik kamu bebas. Buat apa kalau kamu menyesal?" ujar Kitty, lalu melompat berlari ke kamar tamu.
LEOTOLSTOI ka Levin menyusulnya, Kitty sedang tersedu berurai airmata. Levin pun mulai bicara dengan harapan akan menemukan kata-kata yang kiranya bisa digunakan bukan untuk membalikkan pendapat Kitty, melainkan hanya menenangkannya. Tapi Kitty tak mendengarkannya, dan dengan kata-kata apapun Kitty menyatakan tidak setuju. Levin merangkul dan memegang tangannya, tapi Kitty menolaknya. Ia cium tangan itu, ia cium rambutnya, dan kembali i a c ium tangannya, tapi Kitty terns saja . Tapi ketika Levin memegang wajahnya dengan kedua belah tangan dan mengatakan: "Kitty!" tiba-tiba Kitty pun tersadar lalu menangis dan berdamai.
Maka diputuskanlah bahwa mereka akan pergi besok bersama. Levin mengatakan kepada Kitty bahwa ia percaya istrinya itu berkei ng inan pergi dengan harapan akan membawa manfaat, dan Levin pun setuju bahwa kehadiran Maria Nikolayevna di tempat abangnya samasekali bukan merupakan hal yang tidak sopan; tapi, dalam hati, Levin bepergian dengan rasa tak puas terhadap istrinya karena sang istri tak mau membiarkan dia pergi pada saat diperlukan (dan alangkah aneb terasa olehnya babwa dia yang belum lama berselang tak berani memercayai bahwa dirinya telab mendapat kebahag iaan cinta dari Kitty, kini merasa tak bahagia justru karena Kitty terlalu mencintainya!) dan merasa tak puas dengan dirinya karena tak bisa menahan luapan amarahnya. Lebih daripada itu, di dasar hatinya ia tidak setuju istrinya tak masalah berhubungan dengan perempuan yang hidup dengan abangnya itu, dan dengan rasa ngeri ia membayangkan bentrokan-bentrokan yang mungkin terjadi nanti. Satu soal saja, bahwa Kitty akan berada di satu kamar dengan perempuan itu sudah membuat dia bergidik karena jijik dan ngeri.
XVII Hotel di kota daerah yang diinapi Nikolai Levin merupakan salah satu hotel daerah yang dikelola dengan pola baru yang sudah disempurnakan, baik di bidang kebersihan, kenyamanan, dan bahkan keanggunanannya; tapi menurut pengunjung umum, hotel-hotel itu, dengan kecepatan luarbiasa dan dengan pretensi melakukan
113 114 ANNA KAR"NINA penyempurnaan modern, berubah menjadi kedai min um yang kotor; dengan pretensi tersebut, hotel-hotel itu menjadi hotel yang lebih buruk ketimbang hotel-hotel lama yang betul-betul kotor. Hotel yang diinapi Nikolai Levin itu sudah dalam keadaan sepert i itu. Seorang serdadu berseragam kotor merokok papiros di pintu-masuk dan bertugas sebagai penjaga pintu. Tangga hotel terbuat dari besi kasar, beromamen wama murung tak menyenangkan. Pelayan bersikap tak sopan dan mengenakan baju smoking. Di ruangan umum, seikat bunga lilin berdebu menghias meja. Kotoran, debu, dan ke jorokan tampak di mana-mana. Pengaturan hotel itu seperti semacam pengaturan puas diri ala keretaapi modem yang baru. Semua itu menimbulkan perasaan berat bagi suami-istri Levin yang belum lama hidup bersama, terutama karena kesan yang ditimbulkan oleh hotel itu samasekali tak sesuai dengan yang mereka harapkan.
Seperti selalu terjadi, sesudah diajukan pertanyaan tentang kamar dengan tarif yang mereka kehendaki, ternyata tak ada satu kamar pun yang baik: sebuah kamar yang baik telah ditempati penilik keretaapi, yang lain oleh pengacara dari Moskwa, yang ketiga oleh Nyonya Pangeran Astafyeva dari desa. Tinggal satu kamar yang kotor; dan kamar sebelahnya d ijanjikan akan dikosongkan menjelang malam. Dengan perasaan jengkel kepada Kitty, Levin mengiringkan istrinya itu ke kamar yang telah disediakan. Ia jengkel kepada sang istri karena dugaannya ternyata benar. Juga karena ketika ia gelisah memikirkan apa yang terjadi dengan abangnya, ia terpaksa ia mengurusi istrinya, dan bukan segera menemui abangnya.
"Pergilah, pergilah sana!" kata sang istri dengan sikap takuttakut dan pandang mata bersalah kepadanya.
Levin keluar dari pintu, tapi saat itu pula ia bertumbukan dengan Maria Nikolayevna yang sudah mengetahui kedatangannya tapi tak berani masuk ke kamar. Maria Nikolayevna tampak persis seperti yang dulu dilihat Levin di Moskwa: mengenakan gaun wol yang itu-itu juga, dengan tangan dan leher terbuka, dengan wajah akrab bercampur bodoh, agak gemuk dan bopeng.
"Nab" Bagaimana kabarnya" Ha?"
"Jelek sekali. Tak bisa bangun. Ia terns saja menanti Anda. Beli au .... Anda ... bersama istri?"
LEOTOLSTOI Semula Levin tak mengerti apa yang membuat perempuan itu bingung, tapi segera saja perempuan itu sendiri yang menjelaskannya.
"Sekarang saya hendak pergi, pergi ke dapur," ujarnya. "Beliau tentu akan senang sekali. Beliau sudah mendengar, dan ingat istri Anda di luar negeri dulu."
Levin mengerti bahwa yang dimaksud perempuan itu adalah istrinya, tapi ia tak tahu bagaimana menjawab.
"Mari kita ke sana!" katanya.
Tapi baru saja ia bergerak, pintu kamarnya terbuka, dan Kitty melongok. Wajah Levin memerah karena malu dan jengkel kepada istrinya, yang telah mendudukkan dirinya sendiri dan dirinya pada posisi sulit, tapi wajah Maria Nikolayevna lebih memerah lagi. Seluruh tubuhnya mengerut dan memerah sampai keluar airmata; i a cengkam ujung-ujung kain kepalanya dengan kedua belah tangan, digulung-gulungnya dengan jemarinya yang merah, tak tahu apa yang harus ia katakan dan lakukan.
Untuk pertama kali Levin melihat di wajah Kitty ekspresi keingintahuan yang sangat, tertuju kepada perempuan yang mengerikan dan tak dimengertinya itu; tapi semua itu hanya sesaat.
"Jadi bagaimana" Bagaimana kabarnya?" tanya Kitty kepada suaminya, kemudian kepada perempuan itu.
"Masa berbicara di koridor begini!" kata Levin, yang dengan jengkel memandang seorang tuan yang waktu itu berjalan di koridor dengan langkah disentak-sentakkan, seakan punya maksud tersendiri.
"Kalau begitu silakan masuk," kata Kitty kepada Maria Nikolayevna yang kini sudah bisa menguasai diri; tapi ketika ia melihat wajah suaminya yang ketakutan, i a pun berkata sambil kembali masuk kamar: "Atau pergilah, pergilah sana, nanti kirimlah orang untuk menjemput saya." Levin pun pergi menemui abangnya.
Ia samasekali tak menduga apa yang bakal d ilihat dan dirasakan di tempat abangnya itu. Ia menduga akan menemukan sikap menipu d iri yang menurut pendengarannya sering diperlihatkan penderita batuk kering, seperti saat kedatangan abangnya di musim gugur lalu itu, yang beg itu memukaunya. la menduga hanya akan
115 116 ANNA KAR"N!NA menemukan tanda-tanda fisik mendekatnya maut yang lebih pasti lagi, me l ihat abangnya dalam keadaan lebih lemah, lebih kurus, dalam keadaan yang hampir sama seperti dulu. Ia menduga hanya akan merasa segera kehilangan abang yang dicintainya, dan merasa ngeri menjelang datangnya maut, seperti pemah ia alami dulu. Dan ia sudah siap menghadapi semua itu; tapi temyata yang ia temui lain samasekali.
Di dalam kamar yang kecil kotor itu terbaring tubuh tup selimut, di atas ranjang yang dijauhkan sedikit dari dinding. Dinding panel itu hereat, penuh dengan Judah, dan dari sebelah sana sekatan yang tipis terdengar suara orang berbicara. Udara kotor dan pengap oleh bau yang mencekik napas. Satu tangan dari tubuh yang berselimut itu berada di atas selimut, dan pangkal jari-jarinya yang amat besar seperti penggaruk tampak sekadar menempel pada tulang lengan yang panjang, tipis, dan kurus dari pangkal sampai bagian tengah. Kepalanya miring di atas bantal. Oleh Levin terlihat rambut cambang yang jarang berkeringat dan dahi yang tertutup keringat, nyaris tembus pandang.
"Tidak mungkin tubuh yang mengerikan ini abangku Nikolai," pikir Levin. Tapi ia pun mendekat, melihat wajahnya, dan keraguan pun hilang. Meski wajahnya berubah samasekali, melihat matanya yang lincah menatap orang yang barn masuk, dan memerhatikan gerak mulutnya yang ringan dan kumisnya yang lebat, Levin bisa menerima kebenaran yang mengerikan itu, bahwa tubuh yang tak bergerak-gerak itu adalah abangnya yang hidup.
Mata yang bercahaya itu, dengan nada kereng dan mencela, menatap sang adik yang memasuki kamar. Dan segera saja hubungan antara dua orang yang hidup pun terjadi lewat perantaraan tatapan mata itu. Seketika itu pula Levin merasakan celaan dalam tatapan mata yang ditujukan kepadanya, dan rasa sesal atas kebahagiaan dirinya.
Ketika Konstantin memegang tangannya, Nikolai tersenyum. Senyum itu lemah, nyaris tak kentara; tapi dengan senyuman itu tak berarti ekspresi kereng matanya berubah.
"Tentu kamu tak menduga akan menemui diriku begini," ujar Nikolai sulit.
LEOTOLSTOI "Ya ... tidak," kata Levin bingung menggunakan kata-kata. "Kenapa tak kasih tahu lebih awal, pada waktu perkawinanku" Aku mencari keterangan ke mana-mana."
Ia harus bicara, sekadar untuk tidak berdiam diri, tapi tak tahu apa yang harus dibicarakan, lebih-lebih karena abangnya samasekali tak menjawab, hanya menatap tanpa mengedipkan mata; agaknya ia sedang menghayati makna tiap kata yang didengar. Levin menyatakan kepada abangnya bahwa ia datang bersama istri. Nikolai menyatakan senang, tapi ia mengatakan takut akan membuat ngeri perempuan itu kalau melihat keadaannya. Mereka pun terdiam. Tiba-tiba Nikolai menggerakkan badan dan mulai mengatakan sesuatu. Melihat wajah abangnya, Levin berharap akan mendengar sesuatu yang sangat berarti dan penting, tapi Nikolai hanya bicara tentang kesehatannya. Ia melemparkan tuduhan kepada dokter, dan menyayangkan tak ada dokter dari Moskwa. Dari kata-kata itu Levin mengerti bahwa abangnya masih menaruh harapan.
Kesempatan diam yang pertama dimanfaatkan Levin; ia berdiri dengan maksud melepaskan diri dari perasaan yang menyiksa itu walaupun sekejap, dan mengatakan kepada abangnya bahwa ia akan pergi mengajak istrinya datang.
"Baiklah, dan aku sendiri akan suruh membersihkan tempat ini. Tempat ini kotor dan bau kupikir. Masha! Bersihkan tempat ini," kata si sakit dengan susah-payah. "Kalau sudah kamu bersihkan, kamu sendiri pergi," tambahnya sambil menatap adiknya dengan wajah bertanya-tanya.
Levin tak menjawab apa-apa. Sesudah sampai di koridor ia berhenti. Ia sudah mengatakan akan mengajak istrinya, tapi sesudah mempertimbangkan rasa hatinya sendiri ia pun memutuskan sebaliknya, bahwa ia akan mencoba membujuk istrinya agar tidak usah mendatangi si sakit. "Buat apa ia mesti menyiksa diri seperti aku?" pikirnya.
"Jadi" Bagaimana?" tanya Kitty dengan wajah ketakutan. "Oh, mengerikan, mengerikan sekali! Kenapa kamu mesti datang?" kata Levin.
Kitty diam beberapa detik sambil dengan takut-takut dan kasihan menatap suaminya; kemudian ia mendekati sang suami dan memegang sikunya dengan kedua belah tangan.
117 118 ANNA KAR"N!NA "Kostya! Bawa aku melihat dia. Berdua kita akan Iebih ringan. Antarkan saja aku, antarkan saja, kemudian kamu boleh pergi," ujarnya. "Kamu mesti tahu, buatku melihat kamu tanpa melihat dia jauh lebih berat. D i situ bar i aku akan berguna buat kamu maupun dia. Izinkan aku ke sana!" pohon Kitty kepada suaminya, seakan kebahagiaan hidupnya tergantung pada hal itu.
Levin setuju dengan itu. Maka ia pun menegapkan diri, dan tanpa mengingat Maria Nikolayevna lagi ia pun kembali mendatangi abangnya bersama Kitty.
Kitty masuk ke kamar si sakit dengan langkah ringan sambil tak henti-hentinya menatap sang suami dan menunjukkan kepadanya wajah berani dan prihatin; sesudah membalikkan badan, tanpa tergesa dan tanpa ribut, ia pun menutup pintu kembali. Dengan langkah tan pa bunyi pula i a cepat mendekati pembaringan si sakit, dan ia datang dari arah yang tidak perlu memaksa si sakit memutar kepala, kemudian dengan tangannya yang segar dan muda dipegangnya kerangka tangan yang amat besar itu, digenggamnya, dan mulailah ia berbicara dengan si sakit dengan gerak lembut penuh pengertian dan keprihatinan, yang hanya dikenal oleh para perempuan.
"Kita sudah pernah bertemu, tapi tidak saling kenal, di Soden," katanya. "Waktu itu Anda tak menyangka bahwa saya akan menjadi saudara Anda."
"Sekarang Anda tentu tak mengenali saya?" kata Nikolai disertai senyum berseri yang tadi ia perlihatkan ketika Kitty masuk.
"Ah, saya masih bisa mengenali Anda. Baik sekali bahwa Anda memberitahu kami! Tak pernah Kostya tidak mengingat Anda atau tidak mengkhawatirkan Anda."
Tapi gairah si sakit tidak berlangsung lama.
Belum lagi Kitty selesai bicara, di wajahnya kembali tampak ekspresi mencela yang kereng itu, yang menunjukkan rasa iri seorang yang akan mati kepada orang yang hidup.
"Saya khawatir Anda tak begitu baik tinggal di sini," kata Kitty sambil menghindari tatapan mata si sakit yang menghunjam, dan melihat-lihat sekitar kamar. "Saya kira kita perlu minta kamar lain
pemilik hotel," katanya kepada sang suami. "Dan Iagi, supaya kita saling berdekatan."
LEOTOLSTOI XVIII Levin talc bisa memandang dengan tenang dan bersikap wajar di depan abangnya. Ketika ia baru masuk menemui si sakit, mata dan perhati annya, tanpa sadar, menjadi samar, dan ia pun talc bisa melihat apa-apa atau keadaan abangnya dengan rinci. Ia mencium bau yang mengerikan, melihat kotoran, keadaan centang-perenang dan suasana yang menyiksa serta keluh-kesah, dan ia pun merasa bahwa memberikan pertolongan sudah tak mungkin lagi. Tidak terpikir olehnya untuk mengetahui rincian keadaan si sakit, untuk memikirkan bagaimana mestinya posisi tubuh si sakit di bawah selimut, memikirkan bagaimana dalam keadaan terli pat itu diletakkan betis, kaki, dan punggungnya yang sudah me , dan apakah tak mungkin meletakkannya dengan lebih baik, atau mengusahakan agar keadaan si sakit, yah, meski tidak lebih baik, setidak-tidaknya tidak lebih buruk. Rasa dingin menjalari punggungnya ketika i a mulai memikirkan semua rincian itu. Ia yakin seyakin-yakinnya bahwa tak ada satu pun yang bisa diperbuat untuk memperpanjang hidup si saki t maupun meringankan penderitaannya. Tapi kesadaran yang menyatalcan bahwa bantuan apapun tak mungkin diberikan terasa menyakitkan dan membuatnya naik darah. Karena itu Levin merasa lebi h menanggung beban lagi. Berada d i kamar si sakit ia sungguh tersiksa, kalau tak hendak dikatakan lebih buruk daripada perasaan itu. Dengan berbagai macam dalih, talc henti-hentinya i a keluarmasuk kamar, talc sanggup tinggal be saja dengan si sakit.
Tapi Kitty berpikir, merasa, dan bertindalc tidalc dengan cara demikian. Melihat si sakit ia merasa kasihan kepadanya. Dan rasa kasihan dalam jiwa perempuannya itu tak menimbulkan rasa ngeri atau jijik seperti yang terjadi pada suaminya, melainkan menimbulkan rasa wajib untuk bertin , mengetahui rincian keadaan si sakit, dan menolong. Dan karena dalam dirinya tak ada sedikit pun perasaan ragu bahwa i a harus membantu si sakit, malca ia pun tidak bimbang mengatakan dalam dirinya bahwa membantu adalah mungkin, dan seketika itu pula ia mulai melakukannya. Halhal yang menjadi penyebab sang suami merasa ngeri segera menarik perhatiannya. Ia perintahkan orang memanggil dokter, per g i ke
119 120 ANNA KAR"N!NA apotek, dipaksanya gadis pesuruh yang telah datang bersamanya dan Maria Nikolayevna untuk mengepel, menyeka debu, mencuci, dan ia sendiri pun membasuh dan mencuci barang-barang yang kotor, melambarkan sesuatu di bawah selimut. A tas perintahnya, orang memasukkan dan mengeluarkan barang-barang dari kamar si sakit. Beberapa kali ia masuk ke kamar sendir i tanpa memerhatikan tuan-tuan yang kebetulan di jumpainya, mengambil dan membawa kain seprai, sarong bantal, handuk, kemeja.
Pesuruh yang bertugas menyediakan makan siang untuk para insinyur di ruangan besar beberapa kali datang memenuhi panggilannya dengan wajah marah, tapi ia tak bisa menolak perintah Kitty, karena Kitty memberikan perintah dengan sikap tegas bercampur mesra agar pesuruh itu tidak pergi jauh dari dia. tidak setuju dengan semua itu; ia tak percaya semua itu akan ada hasilnya buat si sakit. Lebih-lebih ia merasa takut, jangan-jangan si sakit malah akan marah. Tapi si sakit tidak marah, meskipun sikapnya agak masa bodoh saja; ia hanya merasa malu, tapi secara umum ia sepert i setuju saja dengan semua yang dilakukan Kitty untuknya. Kembali dari tempat dokter atas perintah Kitty, Levin membuka pintu dan melihat pakaian dalam si sakit sedang diganti atas perintah Kitty. Kerangka punggungnya yang panjang putih, tulang belikatnya yang besar menonjol, serta tulang i g a dan tulang punggungnya mencuat dalam keadaan terbuka; Maria Nikolayevna dan pesuruh tak bisa memasukkan tangan si sakit yang panjang dan tergantung-gantung ke dalam lengan kemejanya. Kitty, yang dengan tergesa-gesa membuka pintu menyusul Levin, tidak melihat ke arah itu; tapi si sakit waktu itu merintih, maka Kitty pun segera mendekatinya.
"Cepat-cepat," katanya.
"Tak usahlah masuk," ujar si sakit dengan nada marah, "saya sendiri bisa .... "
"Bagaimana?" tanya Maria Nikolayevna kepadanya. Tapi Kitty mendengar kata-kata itu, dan i a pun mengerti bahwa si sakit merasa malu dan tak senang berada dalam keadaan telanjang dihadiri Kitty.
"Saya tak melihat, tak melihat!" kata Kitty sambil membetulkan
LEOTOLSTOI letak tangan itu. "Maria Nikol , Anda mestinya dari sebelah sana, betulkan dari situ," tambah Kitty.
"Coba tolong ambilkan botol kec il dalam tas kecilku itu," katanya kepada sang suami, "earl di kantong pinggir, bawa ke sini, sementara ini dibereskan."
Kembali dengan botol itu, Levin melihat si sakit sudah dibaringkan, dan segala sesuatu di sekitarnya sudah berubah samasekali. Bau tak enak berganti dengan bau cuka dan minyak wangi yang diperc ikkan Kitty lewat sebuah corong kecil sambil memonyongkan bibirdan mengembungkan pipinya yang kemerahan. Debu tak terlihat lagi, di bawah tempat tidur terhampar permadani. Di atas meja tertata rapi botol-botol , kendi a ir; pakaian dalam bersih dalam keadaan terlipat; di situ pula tertata broderie anglaise buatan Kitty. Di atas meja lain di dekat tempat tidur si sakit terdapat minuman, lilin, dan bermacam serbuk. Si sakit sendiri, yang dalam keadaan terbasuh dan tersisir, sudah berbaring di atas seprai bersih dengan bantal-bantal yang mengembung gi , mengenakan kemeja bersih berkerah putih yang melingkari lehernya yang amat kurus; airmukanya kembali menunjukkan penghargaan ketika ia menatap Kitty tanpa mengedip.
Dokter yang dibawa Levin dan d i j umpai di dalam klub itu bukan yang telah mengobati Ni kolai Levin dan mengecewakannya. Dokter baru itu mengambil corong dan mendengarkan suara dari dalam tubuh si sakit; ia menggeleng-gelengkan kepala, menuliskan resep obat, dan dengan sangat rinci menjelaskan dari awal bagaimana cara makan obat, kemudi an bagaimana berdiet. Ia menganjurkan makan telur mentah atau setengah ng dan minum air Seiter dicampur susu segar dengan panas tertentu. Ketika dokter telah pergi, si sakit mengatakan sesuatu kepada adiknya; tapi Levin hanya bisa mendengarkan kata-kata terakhir: "Katya istrimu," namun dari pandangan matanya yang tertuju kepada Kitty, Levin mengerti bahwa sang abang memuji istrinya. Kini abangnya memanggil Katya, demikian ia menyebutnya.
"Saya merasa lebih sehat," kata sang abang. "Dengan Anda, barangkali sudah lama saya sembuh. Enak sekali rasanya!" Dipegangnya tangan Kitty, lalu ia dekatkan ke bibirnya, tapi karena
121 122 ANNA KAR"NINA khawatir hal itu tak menyenangkan Kitty, i a pun membatalkan maksudnya dan melepaskan tangan itu serta hanya dibelainya. Kitty memegang tangan si sakit dengan kedua tangan dan menjabatnya.
"Sekarang tolong baringkan saya ke sisi kiri, lalu pergilah Anda tidur," ujarnya.
Tak seorang pun mendengar apa yang i a katakan; hanya Kitty seorang yang mengerti. Ia mengerti, karena tak henti-hentinya dengar nalar i a mengikuti apa yang di butuhkan si sakit.
"Ganti sisi yang lain," kata Kitty kepada suaminya. "Ia selalu tidur dengan sisi yang itu. Tolonglah pindahkan dia, tak enak memanggil pesuruh. Aku tak bi sa. Anda tak bisa juga?" kata Kitty kepada Maria Nikolayevna.
"Saya takut," jawab Maria Nikolayevna.
Betapapun mengerikan memeluk tubuh yang mengerikan itu dengan kedua tangan, bersinggungan dengan bagian-bagian tubuh di bawah selimut yang tak hendak diketahuinya itu, namun karena tunduk kepada pengaruh sang istri, Levin pun memperlihatkan tekadnya, dan itu diketahui istrinya; ia turunkan tangan dan mulai bertindak; ternyata, walaupun ia orang yang bertenaga, tetap saja i a terpukau oleh beratnya tubuh yang kurus-kering itu. Sementara Levin memb ka n badan itu, dan merasakan lehemya dipeluk tangan yang amat besar tapi sudah kurus, Kitty dengan cepat dan tanpa bunyi membalik bantal, memukul-mukulnya, dan membetulkan letak kepala si sakit dan rambutnya yang jarang, yang kembali menempel ke pelipis.
Si sakit tetap memegang tangan adiknya. Levin merasa sang abang ingin melakukan sesuatu dengan tangannya, dan ia menarik tangan itu entah ke mana. Levin membiarkannya saja. Ya, si sakit mendekatkan tangan itu ke mulutnya, dan menc iumnya. Levin meng karena sedu-sedannya, tak kuasa mengatakan sesuatu, lalu keluar dari kamar.
XIX " menyembunyikan dari orang bijak, dan membukakannya kepada anak-anak dan mereka yang tak cukup berakal." Begitulah
LEOTOLSTOI pikir Levin tentang istrinya, ketika i a bicara dengan sang istri malam itu.
Levin teringat kata-kata Alkitab bukan karena ia menganggap dirinya bijak. Ia tak menganggap dirinya bijak, tapi toh tidak mungkin t idak ia merasa dirinya lebih pandai daripada istrinya dan Agafya Mikhailovna, dan ia pun tidak mungkin tidak merasa bahwa ketika ia berpikir tentang kematian, i a memikirkannya dengan segenap jiwa. Ia juga tahu bahwa banyak lelaki yang telah i a baca karyanya dan punya nalar besar memikirkan hal itu pula, namun seperseratusnya pun tak sampai di ban n dengan yang diketahui oleh istrinya dan Agafya Mikhailovna. Walaupun kedua perempuan itu berbeda, Agafya Mikbailovna dan Katya (demikianlah abangnya Nikolai menyebut istrinya, dan sekarang ia pun senang sekali memanggilnya demikian) sebetulnya mirip. Keduanya, tanpa ragu, pasti tahu apa yang dinamakan h idup dan apa yang dinamakan mati, dan sekalipun samasekali tak bisa memberikan jawaban dan tentunya tak mengerti soal-soal yang dihadapi Levin, keduanya tak merasa ragu menghadapi makna ge jala itu, dan punya pandangan yang benar-benar sama tentang bal itu; bukan hanya mereka berdua, tapijuga berjuta-juta orang lain. Bukti tentang pengetahuan mereka yang mantap sekitar apa yang dinamakan mati itu adalah bahwa mereka tahu apa yang h diperbuat terhadap orang yang akan mati tanpa merasa ragu sedetik pun, dan tidak takut kepadanya. Adapun Levin dan yang lain-lain, sekalipun bisa bicara banyak tentang kematian, agaknya tak tahu apa yang perlu dilakukan ketika orang akan mati. Sekiranya sekarang Levin sendirian dengan abangnya Ni kolai, ia pasti hanya menatap abangnya dengan rasa ngeri dan menanti dengan lebih ngeri lagi, tapi tak satu pun yang bisa dilakukannya.
Bukan hanya itu; ia pun pasti tak tahu apa yang mesti ia katakan, bagaimana memandang, dan bagaimana berjalan. Bicara tentang hal lain ia rasakan menyinggung perasaan, dan itu tak boleh, sedangkan bicara tentang kematian, tentang sesuatu yang murung, juga tak boleh. Diam pun tak boleh. "Kalau aku melihatnya, ia bisa menyangka aku mengawasi nya, aku takut; tidak melihatnya, ia bisa menyangka aku memikirkan hal lain. Kalau aku bersijingkat, ia
123 124 ANNA KAR"N!NA akan merasa tak senang; sedangkan berjalan biasa, malu rasanya." Sedangkan Kitty agaknya tak berpikir dan tak punya waktu untuk memikirkan sendiri; ia memikirkan si sakit karena ada yang ia ketahui, dan hasilnya pun baik. Ia bercerita tentang dirinya, tentang perkawinannya, dan ia pun tersenyum dan menyatakan penyesalan; ia bersikap mesra kepada si sakit dan berbicara tentang peristiwaperistiwa penyembuhan, dan itu baik hasilnya; jad i bisa dikatakan bahwa ia tahu. Bukti bahwa kegiatan Kitty dan Agafya Mikhailovna bukan naluriah saja, bersifat kebinatangan saja, bersifat tak menggunakan akal, adalah bahwa selain pelayanan yang bersifat fisik dan usaha mengurangi beban penderitaan si sakit, Agafya Mikhailovna maupun Kitty mengusahakan bagi orang yang akan mati itu sesuatu yang lebih penting daripada sekadar pelayanan bersifat fisik itu. Bicara tentang seorang tua yang meninggal, Agafya Mikhailovna mengatakan: "Yah, syukurlah, sudah diberi sakramen, sudah diminyaki; biarlah tiap orang meninggal seperti itu." Selain semua urusan yang berhubungan dengan pakaian, dengan Iuka akibat berbaring, dan dengan minuman itu, Kitty sejak hari pertama sudah membujuk si sakit agar mau menerima sakramen dan perminyakan.
Kembali si sakit dan tiba di kedua kamarnya malam itu, Levin duduk menekurkan kepala, tak tahu apa yang harus diperbuat. Jangankan makan malam, mengurus persiapan bermalam, atau memikirkan apa yang harus mereka melakukan, bicara dengan sang istri saja ia tak bisa: ia merasa malu. Sebaliknya, Kitty tampak lebih aktif dar ipada biasanya. Ia bahkan lebih hidup dibandingkan sehari-hari. Ia menyuruh menyiapkan makan malam, mengatur barang-barang sendiri, membantu menyusun tempat tidur sendiri, dan tak lupa menabur i tempat tidur dengan serbuk Persia. Dalam
perempuan itu bergolak gairah kerja dan kecepatan berpikir yang biasa muncul pada lelaki menjelang pertempuran, menjelang perjuangan, pada saat-saat datangnya hidup yang berbahaya dan menentukan, pada saat-saat seorang lelaki satu kali dan untuk selama-lamanya menunjukkan harga dirinya dan bahwa segala yang terjadi sebelum itu bukan kebetulan semata, melainkan persi apan ke arah detik-detik itu.
LEOTOLSTOI Semua urusan mendapat perhatian Kitty, dan belum lagi pukul duabelas semua barang sudah tertata dalam keadaan bersih dan rapi, sehingga kamar hoteljadi mirip rumah, mirip kamar-kamarnya sendiri: tempat tidur sudah dibenahi, sikat-sikat, sisir-sisir, dan cermin-cermin sudah ditata, dan taplak-taplak dihamparkan.
Levin merasa betapa makan, tidur, atau berbicara sekarang i ni tak te rmaa fkan baginya, dan i a pun merasa betapa setiap gerak yang dibuatnya tidak sopan. Kittylah yang menata sikat-sikat, tapi i a lakukan semua itu sedemi kian rupa sehingga tak ada yang terasa menyinggung perasaan.
Namun demikian mereka berdua tak bisa makan sesuatu, dan lama mereka tak bisa tidur, bahkan lama mereka tak pergi tidur.
"Aku senang sekali berhasil membujuk dia agar mau diperminyaki besok," kata Kitty sambil duduk mengenakan blus di depan cermin lipat dan sambil menyisir rambutnya yang halus dan
dengan sisir rapat. "Aku belum pe melihat, tapi aku tahu, Mama pernah mengatakan kepadaku bahwa di situ ada doa-doa kesembuhan."
"Apa menurut kamu ia masih bisa sembuh?" kata Levin sambil menatap belahan rambut di bagian belakang kepala Kitty yang bulat, yang terns saja menutup kembali tiap kali Kitty menggerakkan sisir ke depan.
"Aku bertanya kepada dokter: dia bilang abangmu tak bisa hidup lebih dari tiga hari. Tapi apa mungkin dokter-dokter itu tahu" Bagaimanapun aku senang telah berhasil membujuknya," katanya lagi sambil mengerling sang suami dari balik rambutnya. "Segalanya mungkin saja terjadi," tambahnya dengan airmuka khusus dan agak licin, seperti biasa kalau i a bicara tentang agama.
Sesudah mereka bicara tentang agama dulu itu, ketika mereka belum kawin, baik Levin maupun Kitty tak pernah lagi memulai percakapan tentang itu, tapi Kitty selalu mengikuti upacara keagamaan dengan datang ke gereja dan bersembahyang dengan kesadaran yang tenang dan mantap bahwa semua itu perlu. Walaupun Levin terns mendesaknya untuk tak memercayai semua itu, Kitty yakin betul bahwa Levin adalah orang Kristen, bahkan lebih baik daripada dirinya, dan i a pun yakin bahwa segala yang dikatakan
125 126 ANNA KAR"N!NA Levin tentang itu hanya bagian dari penemuan-penemuannya yang lucu sebagai seorang lelaki, seperti pernyataannya tentang broderie anglaise, bahwa orang-orang terhormat menutup-nutupi lubang, sedangkan Kitty dengan sengaja menggali lubang.
"Ya, perempuan itu, Maria Nikolayevna itu, memang tak bisa melakukan semua itu," kata Levin. "Dan ... mesti kuakui, aku sangat, ya, sangat senang kamu ikut datang. Kamu adalah kebersihan itu sendiri, sehingga .... " Maka dipegangnya tangan Kitty, tapi tak diciumnya (mencium tangan di saat mendekatnya maut terasa kurangajar olehnya), ia hanya menekan tangan istrinya, dan dengan airmuka berdosa ia tatap mata istrinya yang berseri.
"Kamu tentu tersiksa sekali kalau sendirian," kata Kitty, dan sambil mengangkat tinggi-tinggi kedua tangan yang menutupi pipinya yang merah oleh rasa puas, i a pun mengonde kepangan rambut di tengkuknya dan menusuknya dengan tusuk konde. "Tidak," sambungnya, "dia tak tahu saja .... Untungnya, aku sempat belajar banyak hal di Soden."
"Apa di sana banyakjuga orang sakit macam itu?" "Lebih parah daripada ini."
"Yang mengerikan adalah karena aku cuma bisa meli hat dia dalam sosok ketika dia masih muda dulu.. .. Kamu barangkali tak percaya, dulu dia pemuda yang amat menarik, tapi waktu itu aku belum mengerti dia."
"Aku percaya, ya, percaya sekali. Rasanya sekarang, mestinya aku dan dia bisa bersahabat," katanya, tapi kemudian ia merasa ketakutan karena telah mengatakan hal itu; d itolehnya sang suami, dan airmata pun mengambang di matanya.
"Ya, mestinya begitu," Levin sedih. "Dialah seorang dari mereka yang, kata orang, bukan untuk duni a kita ini."
"Tapi masih banyak berat yang mesti k i t a hadapi, k i t a perlu tidur sekarang," kata Kitty sesudah melihat arlojinya yang mungil.
MAUT LEOTOLSTOI Harl berikutnya si sakit di beri sakramen dan perminyakan. Selama berlangsung upacara itu Nikolai Levin asyik sekali berdoa. Di matanya yang besar dan menatap gambar orang suci yang diletakkan di atas meja mai n tertutup taplak berwarna itu terungkap doa dan harapan yang amat besar, sehingga Levin merasa ngeri melihatnya. Levin tahu bahwa doa dan harapan yang besar itu hanya membuat abangnya lebih berat lagi berpisah dengan hidup yang memang amat dicintainya. Levin mengenal abangnya danjalan pikirannya; ia tahu, ketiadaan iman itu terjadi padanya bukan karena baginya hidup tanpa iman lebih ringan, melainkan karena selangkah demi selangkah penjelasan-penjelasan modern dan ilmiah tentang ge jala-gejala alam ini makin mendesak kepercayaannya. Karena itu Levin pun tahu bahwa kembalinya si abang kepada agama sekarang ini tidak wajar dan tidak berlangsung menurut jalan pikiran yang sama; itu hanya sekadar jalan kembali yang bersifat sementara, mengandung pamrih akan mendapat kesembuhan tanpa pertimbangan akal. Levin tahu pula bahwa Kitty ikut memperbesar harapan itu dengan cerita-cerita tentang penyembuhan luarbiasa yang pernah ia dengar. Semua itu diketahui Levin, dan baginya sungguh menyiksa dan menyakitkan melihat tatapan mata Nikolai yang memohon penuh harapan itu, melihat pangkal jemarinya yang mengurus dan dengan susah-payah i a angkat untuk membuat tanda salib di atas kulit dahi nya yang , melihat bahunya yang menonjol dan dadanya yang kosong berderikderik, dada yang tak bisa lagi menyimpan hayat yang diharapkan dengan sangat oleh si sakit. Selama berlangsung upacara itu Levin juga berdoa, dan sebagai orang yang tak beriman ia pun melakukan apa yang telah seribu kali dilakukannya. Ia mengucapkan katakata yang ditujukan kepada Tuhan: "Kalau Engkau memang ada, berbuatlah agar sembuh orang ini (dan ini diulangi berkali-kali), dan Engkau selamatkan dia dan aku. n
Sesudah mendapat perminyakan, si sakit tiba-tiba merasa jauh lebih sehat. Satu kali pun ia tidak batuk dalam satu jam itu; ia tersenyum, mencium tangan Kitty sambil mengucapkan terimakasih kepadanya dengan airmata berlinang, dan menyatakan bahwa dirinya merasa sehat, tak ada yang terasa nyer i dan merasa mendapat nafsu makan dan tenaga baru. la bahkan bangkit sendiri
127 128 ANNA KAR"N!NA sewaktu di bawakan sup, dan minta tambahan daging cutlet. Meski keadaannya tanpa harapan, dan meski kalau dilihat tampak jelas ia tak bakal bisa sembuh lagi, Levin dan Kitty saat itu sama-sama merasa bergairah, bahagia, danjuga khawatir jangan-jangan mereka keliru.
"Lebih baik?" "Ya, jauh lebih baik." "Mengherankan."
"Tak ada yang mengherankan."
"Tapi bagaimanapun lebih baik," kata mereka berbisik-bisik sambil saling tersenyum.
Tapi godaan itu ternyata tak berlangsung lama. Si sakit tertidur dengan tenang, tapi setengah jam kemudian batuk membangunkannya. Dan mendadak-sontak segala harapan lenyap, baik yang ada pada orang-orang sekitar maupun pada si sakit sendiri. Penderitaan, tanpa ragu sedikit pun, bahkan tanpa mengingat harapan yang sebelumnya masih ada, kini menghancurkan mereka, baik Levin, Kitty, maupun si sakit sendiri.
Lu pa akan hal yang diyakininya setengah jam sebelumnya, seakan mengingat hal itu adalah memalukan, si sakit minta diberi yodium yang ada di dalam botol kecil d itutup kertas berlubang-lubang untuk bernapas. Levin memberikan kepadanya botol itu, dan mata penuh harapan yang diperlihatkan si sakit saat mendapat perm inyakan kini menatap Levin dan memintanya agar membenarkan kata-kata dokter, bahwa menghirup yodium bisa mendatangkan muk jizat.
"Apa Katya tak ada di sini?" kata si sakit parau sambil menoleh ke sekitar ketika enggan membenarkan kata-kata dokter. "Tidak, boleh dibilang .... Buat istrimu, itu ta di kubikin Ielucon. Dia amat baik, tapi kita berdua i n i tak bisa menipu lagi. Itulah yang kupercaya," katanya, dan sambil menggenggam botol kec il dengan tangan yang tinggal tulang mulailah ia menghirupnya.
Pukul delapan malam Levin dan istrinya sedang minum teh di kamar hotel ketika Mar ia Nikolayevna dengan terengah-engah datang berlari menemui mereka. Wajahnya pucat-pasi, bibimya menggeletar.
"Akan meninggal!" bisiknya. "Saya khawatir sekarang ini juga
LEOTOLSTOI akan meninggal." Keduanya pun berlari menemui si sakit. Nikolai duduk bertelekan tangan di tempat tidur, punggungnya yang panjang dilipat, dan kepalanya ditekurkan dalam-dalam.
"Apa yang kamu rasakan?" tanya Levin berbi sik, sesudah diam sejenak.
"Aku merasa sedang berangkat," ujar Nikola i sukar, memaksakan kata-kata keluar dari mulutnya pelan-pelan, tapi dengan sangat pasti. la tak mengangkat kepala, hanya menatapkan mata ke atas, namun tak sampai ke wajah adiknya. "Katya, kamu pergilah!" ujarnya lagi.
Levin melompat mundur sedikit, dan dengan bisikan bernada perintah ia memaksa Kitty keluar.
"Lagi berangkat sekarang," kata Nikolai lagi.
"Kenapa kamu pikir beg itu?" kata Levin, sekadar mengatakan sesuatu.
"Karena memang lagi berangkat," ulang Nikolai, seakan senang dengan ungkapannya itu. "Habislah."
Maria Nikolayevna mendekatinya.
"Anda tentu lebih baik berbaring, lebih enak," katanya. "Sebentar lagi aku berbaring tenang," ujar Ni kolai, "mati," tambahnya dengan nada mengejek, marah. "Yah, baringkan kalau kalian mau."
Levin merebahkan abangnya telentang, kemudi an duduk di dekatnya tanpa bernapas dan menatap wajah. Orang yang akan meninggal itu terbaring menutup mata, tapi di dahinya sesekali urat bergerak, seperti orang sedang berpikir penuh ketegangan. Tanpa dikehendaki, Levin menyertai sang abang memikirkan hal yang kini sedang berlangsung dalam dirinya; tapi sekalipun dengan seluruh kekuatan pikiran ia berusaha menyertai abangnya, dari ekspresi wajah abangnya yang tenang dan kereng dan dari gerak urat di atas alisnya, n melihat bahwa bagi yang akan meninggal menjadi semakin jelas, sedangkan bagi Levin send i r i semua itu tetap tinggal gelap.
"Ya, ya, beg itulah," ujar yang akan meninggal pelan-pelan, sepotong-sepotong. "Tunggu." Kembali ia terdiam. "Begitulah! " tiba-
129 130 ANNA KAR"N!NA tiba ucapnya, mengulur kata itu dengan tenang, seakan-akan buat dia semua telah diputuskan. 'Ya, Tuhan!" ujarnya lagi, lalu menarik napas berat.
Maria Nikol a meraba Nikolai. "Mendingin," bisiknya. Lama, ya, lama sekali menurut perasaan Levin si sakit terbaring tanpa gerak. Tapi si sakit masih juga hidup, dan kadang-kadang menarik napas. Levin sudah lelah karena pikirannya tegang. Ia merasa, sekalipun sudah mengerahkan seluruh pikiran, tak juga ia mampu mengerti apa yang dimaksud dengan begitulah itu. Ia merasa sudah jauh ketinggalan dari orang yang akan meninggal itu. Ia sudah tak bisa lagi memikirkan persoalan mati, tapi tanpa dikehendaki datang saja pikiran kepadanya bahwa sekarang, ya, sebentar lagi ia terpaksa akan melakukan hal-hal berikut: menutup mata si mati, mengenakan pakaian untuknya, memesan peti mati. Dan aneh sekali, ia merasa dirinya bersikap dingin dan tidak merasa sedih, tidak merasa kehilangan, bahkan juga tidak merasa kasihan kepada abangnya. Kalaupun ada sesuatu perasaan terhadap abangnya, itu adalah perasaan iri dengan pengetahuan yang kini dimiliki orang yang akan meninggal itu, yang t idak mungki n i a ketahui.
Ia masih lama lagi duduk menunggui si sakit, menantikan ajalnya. Tapi sang ajal takjuga datang. Pintu terbuka, dan tampaklah Kitty. Levin berdiri untuk menghentikan Kitty. Tapi ketika ia berdiri didenga gerak si sakit.
"Jangan pergi," kata Nikolai, lalu mengulurkan tangan. Levin mengulurkan tangannya, dan dengan marah menyuruh istrinya pergi.
Sambil menggenggam tangan si sakit, Levin duduk setengah jam lamanya, kemudian satu jam, dan satu jam lagi. Sekarang ia sudah tak memikirkan maut samasekali. Yang ia pikirkan adalah apa yang sedang dikerjakan Kitty, siapa yang tinggal di kamar sebelah, dan apakah dokter itu meninggali rumah sendiri. Ia ingin makan dan tidur. Dengan hati-hati ia lepaskan tangannya dan ia raba kedua kaki si sak it. Kaki itu dingin, tapi si sakit masih bernapas. Kembali Levin hendak keluar dengan bersijingkat, tapi kembali si sakit bergerak dan berkata:
"J angan pergi."
LEOTOLSTOI Harl telah terang; keadaan si sakit masih belum berubah. Levin diam-diam melepaskan tangannya tanpa menatap orang yang akan meninggal itu, lalu masuk ke kamar sendiri dan tertidur. Ketika terbangun bukan berita tentang kematian sang abang, yang memang dinantikannya, yang ia dengar, melainkan berita bahwa si sakit kembali pada keadaan semula. Kembali ia mulai duduk, batukbatuk, mulai makan lagi, mulai bicara dan berhenti bicara tentang kematian, kembali me pkan harapannya untuk sembuh, dan menjadi lebih penaik darah dan lebih murung daripada sebelumnya. Tak seorang pun bisa menenangkannya, baik Kitty maupun adiknya. Ia marah kepada semua orang dan mengatakan hal-hal yang tak menyenangkan kepada semua orang, mencela semua karena penderit aann ya, dan menuntut agar untuknya didatangkan dokter terkenal dari Moskwa. Semua pertanyaan yang ditujukan kepadanya tentang kesehatannya dijawab sama saja, dengan nada murka dan cela:
"Aku amat menderita, tak tertahankan!"
Si sakit makin lama makin menderita, terutama disebabkan oleh lecet-lecet karena terlalu lama berbaring di tempat tidur dan tak bisa disembuhkan lagi, dan kemarahannya kepada orang yang mengelilinginya makin menjadi-jadi, seraya mencela mereka semua, terutama karena tak didatangkan dokter dari Moskwa. Dengan berbagai cara Kitty mencoba menolong dan menenangkannya, tapi semua itu sia-sia belaka, dan Levin pun melihat bahwa secara fisik maupun mental Kitty juga merasa tersiksa, sekalipun ia tak mengakuinya. Suasana maut yang dirasakan semua orang akibat kata-kata perpisahan dengan hidup yang diucapkan Nikolai sewaktu i a memanggil adiknya itu kini menjadi rusak. Mereka semua memang tahu bahwa Nikolai tak bisa menghindar dari maut dan dengan segera pasti akan mati, dan sekarang pun ia sudah setengah mati. Hanya satu yang diharapkan semua orang itu, yakni agar Nikolai bisa mati selekas-lekasnya, tapi semua menyembunyikan harapan tersebut dan memberikan kepadanya obat-obatan dari dalam botol, mencari obat-obatan, mencari dokter, dan menipu
131 132 ANNA KAR"N!NA Nikolai, menipu diri mereka sendiri, dan menipu yang lain. Semua itu adalah penipuan, penipuan yang menjijikkan, menghinakan, dan merendahkan. Dan oleh Levin penipuan itu terasa luarbiasa sakitnya, baik karena wataknya sendi r i maupun karena orang yang akan meninggal itu adalah orang yang paling disayanginya.
Sudah lama Levin berpikiring in mendamaikan keduasaudaranya, walaupun sudah menjelang maut, dan ia pun menulis kepada abangnya, Sergei Ivanovich. Dan ket ika diterimanya jawaban, ia bacakan surat balasan itu kepada si sakit. Sergei Ivanovich menulis bahwa ia tak bisa datang sendiri, tapi dengan ungkapan-ungkapan yang menyentuh hati ia meminta maaf kepada saudaranya itu. Si sakit tak mengatakan apa-apa.
"Apa yang mesti kutulis untuknya?" tanya Levin. "Kuharap, kamu tak marah padanya?"
"Samasekali tidak!" jawab Nikolai jengkel mendapat pertanyaan demikian. "Tulislah kepadanya supaya i a mengirim dokter untukku."
Tiga hari yang menyiksa lagi berlalu; si sakit masih juga dalam kondi si semula. Pengharapan agar si sakit lekas mati kini ada dalam hati semua yang melihatnya: para pesuruh hotel, pemilik hotel, semua tamu, dokter, Maria Ni kolayevna, Levin, maupun Kitty. Hanya si sakit seorang yang tidak menyimpan perasaan itu, bahkan sebaliknya ia terus marah karena tak dibawakan dokter, dan terus saja makan obat dan bicara tentang hidup. Hanya pada saat-saat tertentu saja, ketika opium memaksanya untuk melupakan diri sesaat di tengah penderitaan tanpa henti itu, kadang-kadang dalam keadaan setengah tidur ia mengatakan apa yang lebih kuat dalam jiwanya daripada yang ada dalam jiwa orang-orang lain: "Oh, ingin rasanya ini berakhir!" Atau: "Kapan ini berakhir?"
Sementara itu penderitaan tetap terus meningkat dengan melakukan pekerjaan sendiri dan menyiapkan si saki t untuk mati. Tak ada posisi yang tak memberinya penderitaan, tak ada menitmenit yang memungkinkan ia melupakan d iri, tak ada bagian tubuh atau anggota badan yang tak terasa nyeri dan menyiksanya. Bahkan kenang-kenangan, kesan-kesan, dan pikiran-pikiran tentang tubuh itu sudah menimbulkan perasaan jijik yang sama dengan si tubuh
LEOTOLSTOI itu sendiri. Melihat orang-orang lain, mendengarkan pembicaraan mereka, dan mengingat kenang-kenangan sendiri, baginya kini hanya merupakan siksaan. Orang-orang yang mengitarinya merasakan hal itu pula, dan tanpa sadar mereka pun tak membiarkan dirinya bergerak bebas, bercakap-cakap, dan mengungkapkan keinginankeing inannya. Seluruh hidup si sakit terpadu dalam rasa derita dan harapan untuk melepaskan diri dari penderitaan.
Dalam dirinya agaknya terjadi perubahan besar yang memaksa dia memandang maut sebagai pemuasan keinginan dan kebahagiaan. Dulu setiap keinginan yang diakibatkan penderitaan atau kekurangan, seperti lapar, lelah, atau haus, dipuaskan dengan menggerakkan bagian badan yang memberikan rasa puas; tapi sekarang, kekurangan dan penderitaan itu tak memperoleh pemuasan, sedangkan usaha untuk memperoleh pemuasan itu sendiri hanya menimbulkan penderitaan baru. Karena itu semua keinginan kini berhimpun jadi , menjadi keinginan untuk melepaskan diri dari semua penderitaan dan sumber penderitaan itu, yaitu tubuh. Tapi untuk mengungkapkan keing inan untuk lepas, ia tak punya kata-kata. Karena itu ia tak membicarakannya, melainkan, sesuai kebiasaan, minta dipenuhinya keinginan-keinginan yang sudah tak bisa dipenuhi itu. "Miringkan aku ke sisi lain," katanya, tapi segera sesudah itu ia sudah minta dimiringkan ke posisi semula. "Kasih aku kuah daging. Singkirkan kuah daging ini. Ceritakan kepadaku sesuatu; kenapa kalian diam?" Tapi begitu mereka mulai bicara, ia pun menutup mata dan memperlihatkan diri lelah, masa bodoh, dan muak.
Hari kesepuluh sesudah kedatangan mereka di kota itu Kitty jatuh sakit. Ia sakit kepala, muntah-muntah, dan sepanjang pagi tak bisa bangkit dari tempat tidur.
Dokter menjelaskan bahwa penyakitnya adalah akibat kelelahan, gelisah, dan diberinya Kitty resep penenang.
Namun sesudah makan siang Kitty bangun, dan seperti biasa pergi menemui si sakit sambil membawa pekerjaan kerajinan tangannya. Si sakit memandangnya kereng ketika Kitty masuk, dan tersenyum benci ketika Kitty mengatakan bahwa dirinya sakit. Hari itu tak henti-hentinya si sakit membuang ingus dan merintih sedih.
133 134 ANNA KAR"N!NA "Bagaimana perasaan Anda?" tanya Kitty kepadanya. "Lebih buruk," ucapnya susah-payah. "Sakit!" "Di mana yang sakit?"
"Di mana-mana."
"Sebentar lagi berakhir, tunggu saja," kata Maria Nikolayevna. Ia memang mengatakan itu berbisik, tapi diucapkan sedemikian rupa hingga si sakit yang memang tajam pendengarannya, menurut penglihatan Levin, tentu mendeng a. Levin menyuruhnya diam, lalu menoleh ke arah si sakit. Nikolai memang mendengarnya; tapi kata-kata itu tak menimbulkan kesan apa-apa baginya. Tatapan matanya tetap saja bernada celaan dan permusuhan.
"Kenapa Anda menyangka begitu?" tanya Levin kepada Maria Nikolayevna, ketika perempuan itu menyusulnya masuk ke koridor. "Sudah mulai mencabuti diri sendiri," kata Maria Nikolayevna. "Mencabut i diri sendiri bagaimana?"
"Ya begini," kata Maria Nikol sambil menarik-narik lipatan gaun bulunya. Dan benar, Levin memang melihat sepanjang hari itu si sakit terns mencekam-cekam dirinya, seakan ingin menarik sesuatu.
Ramalan Maria Nikolayevna ternyata benar. Menjelang malam si sakit sudah tak mampu Jagi mengangkat tangan dan hanya memandang ke depan tanpa mengubah ekspresi wajahnya yang terpusat dan penuh konsentrasi. Bahkan ketika adiknya atau Kitty membungkuk kepadanya agar ia bisa melihat mereka, tetap saja ia memandang seperti itu. Maka Kitty pun menyuruh orang memanggil pendeta untuk membacakan doa kematian.
Sementara pendeta membaca doa, si sakit tak menunjukkan tanda-tanda kehidupan; matanya tertutup. Levin, Kitty, dan Maria Nikol berdiri di dekat tempat tidur. Doa belum Jagi selesai di bacakan pendeta, si sakit menggeliat, menarik napas panjang dan membuka mata. Selesai membacakan doa pendeta meletakkan salib di dahinya yang dingin, kemudian pelan-pelan ia membungkusnya dengan kain lebar, dan sesudah berdiam diri k ira-kira dua menit, disentuhnya tangan besar yang mendingin dan tak berdarah itu.
"Selesai," kata pendeta dan hendak pergi; tapi tiba-tiba kumis si sakit yang Jengket bergerak, dan dari dalam rongga dadanya
LEOTOLSTOI terdengar dengan jelas di tengah kesunyian itu suara yang tajam dan tegas:
"Belum lagi .... Sebentar lagi."
Dan semenit kemudian wajah itu berseri-seri. Di balik kumisnya muncul senyuman, dan para perempuan yang sudah berkumpul itu dengan sungguh-sungguh mulai membenahi tubuh almarhum.
Melihat sang abang dan melihat datangnya maut, Levin kembali merasa ngeri menghadapi teka-teki maut, kedekatannya dan tak terhindarkannya, suatu perasaan yang pernah mencekamnya pada malam musim gugur dulu, ketika sang abang datang ke rumahnya. Perasaan itu sekarang lebih kuat lagi; dan di sini ia merasa lebih tak berdaya lagi dibandingkan waktu sebelumnya untuk memahami makna kematian, dan maut yang tak terhindarkan itu jadi lebih mengerikan lagi; namun sekarang, berkat dekatnya sang istri, perasaan itu tak menyebabkan dia berputusasa: ia memang menghadapi maut, tapi tetap merasakan perlunya hidup dan mencinta. Ia pun merasa bahwa cinta telah menyelamatkan dirinya dari perasaan putusasa, sedangkan cinta itu sendiri menjadi lebih kuat dan suci karena terancam rasa putusasa.
Belum lagi rahasia maut melintas di hadapan matanya, rahasia yang tetap tak tertebak itu, sudah muncul rahasi a lain yang juga tak tertebak, yaitu rahasia yang membangkitkan rasa cinta dan hidup.
Dokter membenarkan dugaannya mengenai Kitty. Sakit Kitty adalah karena mengandung.
XXI Sejak Aleksei Aleksandrovich mengert i lewat penjelasan Betsy dan Stepan Arkadyich bahwa i a diminta membiarkan saja sang istri dan tidak mengganggu dia dengan kehadiran dirinya, dan sejak sang istri menghendaki sendiri hal itu, ia merasa begitu hancur sampai tak mampu memutuskan sesuatu sendirian, dan tak tahu pula apa yang dimauinya sekarang ini; ia pasrahkan semua kepada orangorang yang dengan senang hati bersedia melakukan pekerjaannya, dan ia hanya bisa menjawab ya semua pertanyaan yang diajukan kepadanya. Barulah ketika Anna sudah pergi dari rumah, dan
135 136 ANNA KAR"N!NA perempuan Inggris menyuruh orang bertanya kepadanya apakah dia harus makan siang bersamanya atau sendirian, untuk pertama kali Aleksei Aleksandrovich bisa memahami dengan jelas keadaannya sekarang ini, dan ia merasa ngeri dengan keadaannya itu.


Anna Karenina Jilid 2 Karya Leo Tolstol di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Yang paling sukar dalam keadaannya itu adalah bahwa ia samasekali tak bisa menyatukan atau mendamaikan masa lalu dengan apa yang terjadi sekarang. Yang mengganggu dia bukan mengenai masa lalunya, ketika ia hidup bahagia dengan sang istri. Peralihan dari masa lalu ke masa ketika ia mengetahui perselingkuhan sang istri sudah dialaminya dengan penuh penderitaan; keadaan itu berat, tapi bisa dimakluminya. Jika waktu itu, sesudah menyampaikan perihal perselingkuhannya, sang istri meninggalkan dia, kiranya ia hanya akan merasa kecewa dan sengsara dan tidak terpuruk dalam keadaan yang tak terpahami dan buntu seperti ia rasakan sekarang ini. Betul-betul sekarang ini ia tak bisa menerima bahwa segera sesudah i a memberi maaf, merasakan haru yang sangat, dan merasakan cintanya kepada i stri yang sakit dan anak yang bukan anaknya, seakan sebagai balasan atas semua itu ia sekarang ditinggal sendiri, dipermalukan, diketawakan, tak dibutuhkan siapapun, dan d ibenci semua orang.
Dua hari pertama sesudah kepergian sang istri, Aleksei Aleksandrovich menerima orang-orang yang mengajukan petisi, menerima sekretaris pribadi, menghadiri sidang dewan, dan pergi makan siang ke kamar makan seperti biasa. Tanpa menyadari kenapa ia melakukan semua itu, dengan mengerahkan segenap kekuatan jiwa, selama dua hari itu ia berusaha tampak tenang, bahkan masa bodoh. Menjawab pertanyaan bagaimana mesti membenahi barang-barang dan kamar-kamar Anna Arkadyevna, ia berusaha sekeras mungkin untuk tampak seperti orang yang menghadapi suatu peristiwa merasa bahwa peristiwa itu bukan belum pernah ia bayangkan dan bahwa peristiwa itu tak punya segi positif dibandingkan peristiwa-peristiwa lain, dan ia memang berhasil berbuat demikian; tak seorang pun melihat pada dirinya tanda-tanda putusasa. Tapi pada hari kedua sesudah keberangkatan sang istri, ketika Kornei menyampaikan kepadanya t dari butik yang lupa dibayar Anna dan melaporkan bahwa pemilik
LEOTOLSTOI butik sendiri yang menunggu, Aleksei Aleksandrovich segera memerintahkan memanggil orang itu.
"Saya minta maaf telah memberanikan diri mengganggu Yang Mulia. Tapi jika Yang Mulia memerintahkan saya untuk berhubungan dengan beliau sendiri, saya mohon kepada saya diberikan alamat beliau."
Menurut pe n pemilik butik, Alekse i Aleksandrovich saat itu langsung tepekur, dan sesudah membalikkan badan dengan tibatiba, ia duduk menghadap meja. la topangkan kepala ke tangan, dan lama ia duduk dengan posisi seperti itu; beberapa kali ia berusaha bicara, tapi tak jadi.
Memahami perasaan tuannya, Kornei menyuruh pemilik butik untuk datang lain kali saja. Sesudah tinggal sendiri lagi, mengertilah Aleksei Aleksandrovich bahwa i a sudah tak mampu lagi membawakan peran sebagai orang yang keras dan tenang. la perintahkan untuk tidak menerima siapapun, dan ia juga tidak keluar untuk makan s1ang.
Ia merasa tak mampu menahan serangan umum yang bersikap menghina, yang ia lihat dengan jelas di wajah pemilik butik, Kornei, dan semua orang tanpa kecuali yang selama dua hari itu dijumpainya. la merasa tak bisa menghindari kebencian orang banyak itu, karena kebenc ian itu timbul bukan karena ia orang jahat (sekiranya demikian, ia akan berusaha menjadi lebih baik), melainkan karena ia menanggung kemalangan yang memalukan dan menjijikkan. Ia tahu, justru karena hal yang menyiksa dirinya itu orang-orang bakal bersikap tak kenal ampun kepadanya. la merasa, orang-orang akan menghancurkannya, seperti kawanan anjing mengerkah anjing lain yang disiksanya sampai mengaing-ngaing. la tahu, satu-satunya cara menyelamatkan diri dari orang banyak adalah dengan menyembunyikan Iuka-Iuka dari pandangan mereka, dan ini tanpa sadar sudah coba ia lakukan selama dua hari, tapi sekarang dirasakannya ia tak sanggup lagi meneruskan pertempuran yang tak seimbang itu.
Rasa putusasa yang merundungnya terasa lebi h berat lagi karena i a sadar dirinya betul-betul sendirian menghadapi kesedihan itu. Di Petersburg, tak seorang pun yang kiranya bisa diajak bicara tentang
137 138 ANNA KAR"N!NA semua yang ia alami, tak seorang pun yang kiranya merasa kasihan kepadanya, bukan sebagai seorang pegawai tinggi, bukan sebagai anggota masyarakat, melainkan sekadar sebagai manusia yang sedang menderita; bahkan di mana pun tak ada orang seperti itu.
Aleksei Aleksandrovich memang dibesarkan sebagai anak yatim-piatu. Ia dua bersaudara. Mereka tak ingat lagi siapa sang ayah, sedangkan sang ibu meninggal ketika Aleksei Aleksandrovich baru berusia sepuluh tahun. Harta yang mereka miliki tak seberapa. Paman Kareninlah, seorang pejabat penting dan pernah menjadi pendukung kuat almarhum tsar, yang mendidik mereka.
Menamatkan pendidikan di gimnasium dan universitas dengan memperoleh bintang penghargaan, Aleksei Aleksandrovich, dengan bantuan pamannya, langsung punya karir kedinasan yang penting, dan sejak itu ia mengabdikan diri pada ambisi kedinasannya. Baik di gimansium, di un iversitas, maupun kemudian dalam dinas, tak pernah Aleksei Aleksandrovich menjalin persahabatan dengan siapapun. Saudara lelakinyalah orang yang punya hubungan batin paling erat dengan dia, tapi saudara itu berdinas di kementerian luar negeri dan selalu hidup di luar negeri, dan di sana pula ia meninggal segera sesudah Aleksei Aleksandrovich kawin.
Ketika Karenin menjadi gubernur di sebuah provinsi, bibi Anna, seorang nyonya kaya yang tinggal di daerah, menghubungkan dia (yang meski sudah tak muda lagi, merupakan seorang gubernur muda) dengan kalangan masyarakat yang diakrabi kemenakannya. Dan nyonya itu berhasil mendudukkan Aleksei Aleksandrovich pada kedudukan yang memaksanya memilih satu dari dua ini: menyampaikan lamaran atau meninggalkan kota itu. Lama Aleksei Aleksandrovich bimbang. Betapa banyak alasan yang bisa dipakai untuk mengambil langkah itu, sebanyak alasan untuk menolaknya, tapi tak ada alasan mantap yang kiranya bisa memaksanya mengubah kebiasaan yang dimilikinya, yaitu pantang ragu-ragu. Melalui seorang kenalan, sang bibi berhasil menimbulkan perasaan pada Aleksei Aleksandrovich bahwa Aleksei Aleksandrovich sudah mencemarkan nama gadis itu, dan tugas kehormatannya pun mewajibkan dia menyampaikan lamaran. Ia menyampaikan lamaran dan mengungkapkan kepada sang calon istri, yang kemudian jadi
LEOTOLSTOI istrinya itu, segala perasaan yang mampu ia ungkapkan.
Kasih-sayang terhadap Anna yang ia rasakan dalam jiwanya mendesakkan kebutuhan akan hubungan akrab dengan orang-orang lain. Dan sekarang, dari semua orang yang dikenalnya tidak ada yang dekat dengan dia. Banyak yang bisa disebut sebagai kenalan, tapi yang bersifat akrab tidak ada. Aleksei Aleksandrovich memang punya kenalan banyak yang bisa diundang ke rumah untuk makan siang, yang bisa ia minta untuk ikut serta dalam urusan yang menariknya, atau yang pengaruhnya bisa ia gunakan demi orang yang ingin i a tolong, atau dengan siapa ia bisa bicara tentang tindak-tanduk orang lain dan tokoh-tokoh tingg i pemerintahan secara terbuka; tapi hubungan dengan orang-orang itu terbatas hanya pada satu bidang saja dan dibatasi secara ketat oleh kebi asaan resmi dan kebiasaan birokrasi, dan dari situ tak ada kemungkinan untuk menyimpang. Ada seorang teman dari masa universitas yang kemudian ia kenal dekat dan dengan siapa ia bisa bicara tentang kesedihan pribadinya; tapi teman itu menjadi penilik sekolah di daerah terpencil. Di antara orang-orang yang ada di Petersburg, yang paling dekat dan paling mungkin baginya adalah sekretaris pribadi dan dokternya.
Mikhail Vasilyevich Slyudin, sekretaris pribadi itu, adalah orang yang sederhana, pandai, baik hati, dan santun; dalam diri orang itu Aleksei Aleksandrovich merasakan adanya minat pribadi terhadap dia, namun kegiatan dinas mereka yang sudah berjalan lima tahun menjadi penghalang untuk melakukan pembicaraan dari hati ke hati.
Usai menandatangani surat-surat, Aleksei Aleksandrovich lama tidak bicara, hanya menatap Mikhail Vasilyevich; beberapa kali ia mencoba bicara, tapi tak berhasil. Ia sudah menyiapkan kalimat: "Anda sudah mendengar musibah yang menimpa diri saya?" Tapi seperti biasa, ternyata ia akhiri kata-katanya hanya dengan mengatakan: "Jadi, Anda siapkanlah itu untuk saya," dan ia biarkan orang itu pergi.
Orang yang lain adalah dokter, yang juga bersikap baik terhadap dia; tapi di antara keduanya sudah lama ada persetujuan diam-diam, bahwa keduanya amat sibuk dengan banyak urusan. Karena itu mereka perlu buru-buru.
139 140 ANNA KAR"N!NA Aleksei Aleksandrovich samasekali tak ingat kepada sahabatsahabat perempuannya, termasuk pertama-tama Lidiya Ivanovna. Semua perempuan itu baginya mengerikan dan memuakkan.
XXII Alekse i Aleksandrovich sudah lupa kepada Lidiya Ivanovna, tapi Lidiya Ivanovna tak lupa kepada Aleksei Aleksandrovich. Di saat yang paling berat bagi Aleksei Aleksandrovich yang dirundung putusasa dan sepi itu, Lidiya Ivanovna mengunjunginya, dan tanpa melapor ia langsung masuk ke kamar kerjanya. Perempuan itu melihat Aleksei Aleksandrovich sedang duduk bertopang dagu dengan kedua tangan.
"J'ai force la consigne,"6 katanya sambil masuk dengan langkah cepat dan dengan napas berat karena resah dan jalan terburu-buru. "Saya sudah mendengar tentang semua itu! Aleksei Aleksandrovichl Kawanku!" sambungnya sambil menjabat tangan Aleksei Aleksandrovich erat dengan kedua belah tangannya, dan menatap mata lelaki itu dengan matanya yang indah sayu.
Aleksei Aleksandrovich bangkit berdiri sambil mengerutkan kening, dan sesudah melepaskan tangan dari genggaman perempuan itu ia pun menyodorkan kursi kepada tamunya.
"Silakan duduk, Nyonya Graf. Hari ini saya tak menerima tamu karena sakit, Nyonya Graf," kata Aleksei Aleksandrovich dengan bibir menggeletar.
"Kawanku!" ulang Nyonya Graf Lidiya Ivanovna tanpa melepaskan matanya dari Aleksei Aleksandrovich, dan tiba-tiba bagian dalam alisnya terangkat membentuk segi tiga di dahi; wajahnya yang kuning t idak indah menjadi lebih tidak indah lagi; tapi menurut kesan Aleksei Aleksandrovich perempuan itu menaruh kasihan kepadanya, bahkan mendekati menangis. Maka Aleksei Aleksandrovich pun merasa terharu; ia pegang tangan Nyonya Graf Lidiya Ivanovna yang montok dan dic iumnya.
"Kawanku!" kata perempuan itu lagi dengan suara putus-putus
6 J'ai force la consigne (Pr): Saya melanggar larangan.
LEOTOLSTOI karena resah. "Anda tak boleh terns bersedih. Memang kesedihan Anda ini besar, tapi Anda harus menemukan penghiburan."
"Saya hancur, saya tewas, saya bukan manusia lagi sekarang ini!" kata Aleksei Aleksandrovich sambil melepaskan tangan Lidiya Ivanovna, tapi terns menatap matanya yang penuh airmata. "Keadaan saya ini menger ikan, karena di mana pun, bahkan dalam diri saya sendiri, tak bisa saya menemukan penopang."
"Anda bisa menemukan penopang itu, tapijangan cari dalam diri saya, meskipun saya minta Anda percaya pada rasa persahabatan saya," kata Li Ivanovna sambil menarik napas. "Penopang kita adalah kasih, yaitu kasih yang diwariskan olehNya kepada kita. Behan yang Ia berikan itu ringan," katanya lagi disertai tatapan girang yang sudah sangat dikenal Aleksei Aleksandrovich. "Ia akan mendukung dan menolong Anda."
Sekalipun dari cara bicara Lidiya Ivanovna terasa betapa ia terharu oleh kata-katanya yang agung, dan terasa juga bahwa kata-kata itu menurut Aleksei Aleksandrovich berlebihan, Aleksei Aleksandrovich senang juga merasakan pesona mistik yang belakangan itu populer di Petersburg.
"Saya memang lemah. Saya sudah hancur. Saya lihat tak ada pengharapan, dan sekarang ini saya bingung."
"Kawanku!" ulang Lidiya Ivanovna.
"Bukan karena kehilangan sesuatu yang sekarang sudah tak ada, bukan itu," sambung Aleksei Aleksandrovich. "Yang itu tidak saya sayangkan. Tapi tak bisa saya tidak merasa malu kepada orang banyak justru karena keadaan saya sekarang. Itu memang tak baik, tapi sungguh saya tak bisa, sungguh saya tak bisa."
"Bukan Anda yang telah melaksanakan perbuatan agung dengan memberi maaf yang saya kagumi, dan juga perbuatan yang lain, melainkan D ia yang ada dalam hati kita," kata Nyonya Graf Lidiya Ivanovna sambil mengangkat mata dengan bergairah. "Karena itu Anda tak usah merasa malu telah melakukan hal itu."
Aleksei Aleksandrovich mengerutkan kening, lalu membalik tangan dan mulai menggeretakkan jemarinya.
"Kita perlu tahu kenyataan," kata Alekse i Aleksandrovich dengan suara lirih. "Kekuatan manusia itu ada batasnya, Nyonya Graf, dan
141 142 ANNA KAR"NINA saya sudah sampai pada batas kekuatan saya itu. Sepanjang hari i n i saya harus memberikan perintah-perintah, memberikan perintahperintah tentang pekerjaan rumahtangga akibat (ia letakkan tekanan pada kata akibat) keadaan saya yang baru dan sendirian ini. Para pesuruh, pendidik anak, tagihan-tagihan .... Api kecil ini membakar diri saya; tak mampu lagi saya menahan diri. Waktu makan siang ... kemarin hampir saja saya meninggalkan makan siang. Saya betulbetul tak sanggup melihat tatapan anak saya. Ia tidak bertanya apa arti semua i ni, tapi ia ingin bertanya, dan saya tak sanggup melihat tatapan matanya itu. Ia takut melihat saya, tapi bukan hanya itu .... "
Aleksei Aleksandrovich ingin meny inggung soal tagihan yang disodorkan kepadanya tadi, tapi suaranya menggeletar, dan ia pun tak jadi mengemukakannya. Tak bisa ia tan pa rasa kasihan kepada diri sendiri mengingat tagihan dengan kertas biru untuk pembelian topi dan pita-pita itu.
"I tu saya mengerti, kawanku!" kata Nyonya GrafLidiya Ivanovna. "Saya mengerti semua itu. Bantuan dan penghiburan memang tidak akan Anda temukan dalam diri saya, tapi bagaimanapun saya datang ini untuk menolong Anda, jika saya bisa. Sekiranya saya bisa meniadakan semua pekerjaan tetek-bengek itu dari Anda .... Saya mengerti, di sini di butuhkan pendapat seorang perempuan, penanganan seorang perempuan. Apa Anda mau menyerahkannya kepada saya?"
Aleksei Aleksandrovich menjabattangan Lidiya lvanovna dengan sikap berter imakasih, tanpa mengatakan apa-apa.
"Kita akan sama-sama menangani Seryozha. Saya memang tidak pintar menangani urusan-urusan praktis. Tapi saya akan ambil pekerjaan itu, saya akan menjadi pengatur ekonomi Anda. Jangan ucapkan terimakasih kepada saya. Saya lakukan ini bukan sendiri .... "
"Tak bisa saya tidak mengucapkan terimakasih, Nyonya Graf." "Tapi, kawanku, janganlah Anda tundukp ada perasaan yang Anda bicarakan tadi; malu terhadap apa yang ada adalah puncak tertinggi seorang Kristen: barang siapa merendahkan diri, dia meninggikan diri. Dan mengucapkan terimakasih kepada saya,
LEOTOLSTOI Anda tak boleh. Anda perlu mengucapkan terimakasih kepadaNya dan meminta pertolonganNya. Dalam diriNya saja kita bisa mendapat ketenangan, penghiburan, keselamatan, dan kasih," kata Lidiya Ivanovna, dan sambil memandang ke atas mulailah ia berdoa, demikian menurut penangkapan Alekse i Aleksandrovich, karena Lidiya Ivanovna waktu itu berdiam diri.
Sekarang Aleksei Aleksandrovich bersedia mendengarkan Lidiya Ivanovna, dan ungkapan-ungkapan yang tadi bukan hanya terasa tak menyenangkan, malah berlebihan, sekarang ia rasakan wajar dan menghibur. Aleksei Aleksandrovich tak suka kepada pesona mistik baru yang sedang populer itu. Ia orang yang beriman dan tertarik kepada agama terutama dalam makna politis, sedangkan ajaran baru yang memberi seseorang kemungk inan untuk memberikan penafsiran-penafsiran baru yang justru membuka pintu bag i perdebatan dan analisis, pada pokoknya tidak menyenangkan dia. Sebelumnya, sikapnya terhadap ajaran baru itu memang dingin dan bahkan bermusuhan, dan dengan Nyonya Graf Li Ivanovna yang tertarik kepada agama itu tak pernah ia berdebat, melainkan sebisa mungkin menghindari ajakan-ajakannya dengan diam. Adapun sekarang, untuk pertama kali i a mendengarkan kata-kata Lidiya Ivanovna dengan perasaan puas, dan secara batiniah pun ia tak mengajukan keberatan kepadanya.
"Saya mengucapkan banyak terimakasih kepada Anda, baik karena persoalannya maupun karena kata-kata Anda," katanya, ketika Lidiya Ivanovna sudah berhenti berdoa.
Nyonya Graf Lidiya Ivanovna sekali lagi menjabat kedua tangan kawannya.
"Sekarang saya akan mulai bekerja," kata perempuan itu sambil tersenyum, sesudah diam sebentar dan menghapus sisa-sisa airmata dari wajahnya. "Saya akan pergi menemui Seryozha. Hanya dalam hal yang gawat saja saya akan mendatangi Anda." Dan ia pun berdiri dan keluar.
Nyonya Graf Lidiya Ivanovna pergi ke kamar Seryozha, dan di sana ia basahi kedua pipi anak lelaki yang ketakutan itu dengan airmatanya, dan ia katakan bahwa ayahnya adalah orang yang suci, sedangkan ibunya sudah meninggal.
143 144 ANNA KAR"N!NA Nyonya Graf Lidiya Ivanovna memenuhi janjinya. Ia betul-betul melaksanakan semua pekerjaan yang berhubungan dengan pengaturan dan penyelenggaraan rumahtangga Aleksei Aleksandrovich. Dan benar apa yang dikatakannya bahwa ia bukan orang yang pintar dalam urusan praktis. Semua perintah yang ia berikan harus diubah, karena perintah-perintah itu tak bisa dilaksanakan, dan pengubahan itu dilakukan Kornei, pelayan kamar Aleksei Aleksandrovich, yang tanpa kentara sekarang mengurus rumah Karenin. Dengan tenang dan hati-hati, ketika tuannya mengenakan pakaian, ia melaporkan kepada tuannya tentang apa yang perlu dilakukan. Tapi bantuan Lidiya lvanovna, bagaimanapun juga, memang nyata sekali; ia telah memberikan dukungan moril kepada Aleksei Alesandrovich berupa kesadaran mengenai cinta dan hormat kepada perempuan itu; dan terutama sekali ia senang bahwa menurut dugaannya ia telah hampir berhasil mengarahkan perhatian Aleksei Aleksandrovich kepada agama Kristen dari seorang yang hanya beriman secara masa bodoh dan malas menjadi pembela yang bergairah dan yakin atas tafsiran baru ajaran Kristen, yang dalam waktu terakhir itu berkembang d i Petersburg. Aleksei Aleksandrovich dengan mudah memperoleh keyakinan itu. Seperti Lidiya Ivan dan orangorang lain yang sependapat dengannya, Aleksei Aleksandrovich samasekali tak punya kedalaman wawasan, yaitu kemampuan jiwa yang membuat gambaran-gambaran menjadi begitu hidup, yang menuntut penyesuaian gambaran-gambaran dengan kenyataan. la tak melihat adanya ketidakmungkinan dan kemustahilan gambaran bahwa maut bagi orang yang tak beriman t idak berlaku baginya, dan bahwa karena ia punya iman sepenuhnya (dan penilai ukuran keimanannya itu adalah dirinya sendiri), maka dosa pun tak ada dalam jiwanya, dan di sini, di dunia ini, i a sudah mendapatkan keselamatan penuh.
Memang, ampang dan salahnya gambaran Aleksei Aleksandrovich mengenai iman itu hanya samar-samar saja terasa olehnya. Dan ia tahu, ketika ia menyerahkan diri sepenuhnya kepada perasaan bersifat spontan itu (tanpa mengira bahwa maaf yang ia berikan itu adalah akibat kekuatan yang lebih tinggi), ia merasa lebih bahagia daripada ketika setiap saat ia memikirkan bahwa
LEOTOLSTOI dalam jiwanya bersemayam Kristus, seperti sekarang ini, dan bahwa menandatangani kertas-kertas itu baginya berarti memenuhi kehendak Kristus. Tapi Aleksei Aleksandrovich memang perlu berpikir seperti itu. Ketika berada dalam kehinaan seperti sekarang ini, ia perlu sekali punya suatu ketinggian, sekalipun banya rekaan saja, dan dengan ketinggian itu ia, sebagai orang yang dibenci semua orang, kiranya juga bisa membenci orang lain sehingga ia bisa bertahan demi keselamatannya, demi keselamatan yang hanya khayal.
XXIII Nyonya Graf Lidiya Ivanovna, ketika menjadi gadi s yang sangat romantis, dikawinkan dengan seorang pemuda yang ceria, kaya, berbangsa, baik hati, ta pi cabul. Bulan kedua sang suami meninggalkan dia. Meski ia masih terus menunjukkan sikap mesra bergairah, sang suami hanya menjawab dengan ejekan dan bahkan permusuhan, sehingga orang-orang yang mengenal kebaikan Pangeran dan tak melihat kekurangan apapun pada Lidiya yang romantis itu tidak babis pikir. Semenjak itu, sekalipun tak bercerai, mereka bidup terpisah, dan apabila sang suami bertemu dengan sang istri, ia selalu menunjukkan sikap mengejek beracun dengan alasan yang sukar sekali dimengerti.
Nyonya Graf Lidiya Ivanovna sudah lama tak lagi mencintai suaminya, dan sejak itu ia tak pernah berhenti jatuh c inta kepada seseorang. Ia suka jatub cinta kepada beberapa orang secara mendadak, baik lelaki maupun perempuan; ia suka jatub c inta kepada hampir semua orang yang sangat menonjol karena suatu hal. Ia jatuh cinta kepada semua putri dan pangeran yang baru mendapat hubungan keluarga dengan tsar, ia jatuh cinta kepada seorang uskup besar, seorang paderi, dan seorang pendeta. Pernah ia jatuh cinta kepada seorang wartawan, kepada tiga orang Slavia, kepada Komisarov, kepada seorang menteri, seorang dokter, seorang misionaris lnggris, dan akhirnya kepada Karenin. Semua c inta itu, yang kadang melemah dan kadang menguat, tak menghalanginya melancarkan hubungan-hubungan dengan kalangan istana dan
145 146 ANNA KAR"NINA bangsawan secara sangat luas dan rumit. Tapi sejak (sebagai akibat kemalangan yang menimpa Karenin) ia memberikan perlindungan khusus kepada Karenin, sejak ia bekerja di rumah Karenin dengan me i kesejahteraannya, ia merasa bahwa semua cintanya yang lain bukanlah cinta sejati, sedangkan sekarang ini ia betul-betul jatuh cinta kepada Karenin seorang. Perasaannya yang sekarang tertuju kepada lelaki itu agaknya lebih kuat daripada semua perasaan yang pernah ia alalni. Dengan menganalisis perasaannya sendir i dan membandingkan dengan perasaan-perasaan sebelumnya, ia kini bisa menyimpulkan dengan jelas bahwa ia tidak akan pernah jatuh cinta kepada Komisarov sekiranya orang itu tidak menyelamatkan hidup baginda, tidak akan pernah ia jatuh c inta kepada Ristich Kujitskii sekiranya tidak ada persoalan orang Slavia; tapi kepada Karenin ia telah jatuh cinta se -mata karena Karenin itu sendiri, karena jiwanya yang luhur dan sukar d imengerti, karena suaranya yang kecil dan terasa mesra berirama mengalun, karena pandangan matanya yang tampak lelah, karena wataknya, dan karena tangannya yang putih lunak dengan urat-urat menonjol. Ia bukan hanya gembira berjumpa dengan Aleksei Aleksandrovich; ia pun mencari tanda-tanda adanya kesan yang ia t imbulkan di wajah lelaki itu. Ia ingin menyenangkan Aleksei Aleksandrovich bukan hanya dengan kata-katanya, melainkan juga dengan seluruh dirinya. Demi Aleksei Aleksandrovich sekarang ia berias lebih banyak daripada masamasa sebelumnya. Ia memaksa dirinya berkhayal: apakah yang kiranya bakal terjadi jika ia tidak bersuami, sedangkan Aleksei Aleksandrovich bebas. Wajahnya memerah karena resah ketika Aleksei Aleksandrovich masuk ke kamar, dan i a tak bisa menahan senyum bergairah ketika Aleksei Aleksandrovich mengatakan sesuatu yang menyenangkan hatinya.
Sudah beberapa hari Nyonya Graf Lidiya Ivanovna berada dalam keadaan gelisah yang amat sangat. Ia mendengar bahwa Anna dan Vronskii kini ada di Petersburg. Ia perlu menyelamatkan Aleksei Aleksandrovich dari pertemuan dengan Anna, bahkan perlu menyelamatkan dia agar tidak mengetahui bahwa perempuan yang mengerikan itu berada satu kota dengannya dan setiap saat bisa berjumpa dengannya, perjumpaan yang kiranya bisa menimbulkan
LEOTOLSTOI siksaan bagi lelaki itu. Melalui para kenalan, Lidiya Ivanovna berusaha mengetahui apa yang hendak dilakukan orang-orang yang menjijikkan itu, demikian ia sebut Anna dan Vronskii, dan pada hari-hari itu ia pun berusaha dengan segala daya agar sahabatnya itu tak bisa bertemu dengan mereka. Seorang ajudan muda sahabat Vronskii yang telah memberikan keterangan kepada Lidiya Ivanovna, yang lewat Lidiya Ivanovna berharap memperoleh konsesi pemerintah, mengatakan bahwa Anna dan Vronskii telah selesai dengan urusannya di kota itu dan akan segera berangkat hari berikutnya. Sebena Lidiya lvanovna sudah merasa tenang mendenga , tapi pagi berikutnya itu ia juga menerima surat yang tulisannya ia kenal dengan rasa ngeri. Itu adalah tulisan Anna Karenina. Amplopnya dari kertas tebal seperti kulit kayu; pada kertas yang kuning bulat panjang itu tertera monogram besar, dan surat itu berbau semerbak. "Siapa yang ngantarkan ini?"
"Komisioner hotel."
Nyonya Graf Lidiya Ivanovna lama tak bisa duduk untuk membaca surat itu. Karena gelisah ia pun tersengal-sengal. Ketika akhirnya ia tenang kembali, dibacanya surat yang tertulis dalam bahasa Prancis.
"Madame la Comtesse,7 jiwa Kristen yang bersemayam dalam hati Anda memberikan kepada saya, menurut perasaan saya, keberanian yang amat besar untuk menuli s surat ini kepada Anda. Saya sungguh malang telah berpisah dengan anak lelaki saya. Saya mohon kepada Anda, izinkanlah saya melihat d ia satu kali saja, sebelum saya berangkat. Maafkanlah bahwa saya telah memaksa Anda mengingat
saya. Saya tujukan permohonan ini kepada Anda, bukan kepada Aleksei Aleksandrovich, hanya karena saya tak hendak memaksa orang yang berhati besar itu menderita karena terkenang kepada diri saya. Saya tahu rasa persahabatan Anda kepadanya, karena itu saya mengharapkan pengertian Anda terhadap saya. Apakah akan Anda kirimkan Seryozha ke tempat saya, ataukah saya harus
7 Madame la Comtesse (Pr): Nyonya Graf.
147 148 ANNA KAR"N!NA datang ke rumah pada jam tertentu yang sudah ditentukan, ataukah Anda memberitahukan kepada saya, kapan dan di mana saya bisa men jumpai dia di luar rumah" Mengenai permohonan ini saya yakin tak bakal ditolak, karena mengenal kebesaran hati orang yang menjadi penentu dalam permohonan ini. Anda barangkali tak bisa membayangkan, betapa besar rasa haus yang saya derita untuk meli , dan karena itu barangkali Anda tak bisa membayangkan, betapa besar terimakasih saya kepada Anda atas bantuan yang Anda berikan kepada saya.
Anna" Segala yang ada dalam surat itu membuat Nyonya Graf Lidiya Ivanovna naik darah: baik isinya, isyarat mengenai kebesaran hati, maupun terutama nada yang menurut perasaannya tidak sopan.
"Bilang kepada pembawa surat ini, tidak ada balasan," kata Nyonya Graf Lidiya Ivanovna, dan sesudah membuka map surat, seketika itu pula ia menulis surat kepada Aleksei Aleksandrovich, menyatakan ingin menemuinya pukul satu pada acara pengucapan selamat di istana.
"Saya perlu berbicara dengan Anda tentang persoalan penting dan menyedihkan. Nanti kita tentukan di mana. Paling baik di rumah saya, di mana akan saya suruh orang menyiapkan teh untuk Anda. Ini penting. Dia meletakkan salib di bahu kita, tapi D ia pun memberikan kekuatan kepada kita," tambahnya untuk sekadar menyiapkan Aleksei Aleksandrovich.
Nyonya Graf Lidiya Ivanovna biasanya menulis surat kepada Aleksei Aleksandrovich dua sampai tiga kali sehari. Ia senang sekali merasakan proses hubungan dengan lelaki yang bersifat elegan dan rahasia itu, hal yang tak diperolehnya dari hubungan-hubungan pribadinya dengan orang lain.
XXIV Acara pengucapan selamat sudah sampai pada akhirnya. Orangorang yang sudah akan pergi saling jumpa dan bercakap-cakap tentang berita-berita terakhir, tentang pemberian bintang-bintang
LEOTOLSTOI baru, dan tentang penempatan pejabat-pejabat penting.
"Mestinya kepada Nyonya Graf Maria Borisovna diberikan Kementerian Peperangan, dan sebagai Kepala Staf Nyonya Graf Vatkovskaya," kata lelaki tua beruban dengan seragam bersulam emas kepada dayang-dayang istana yang cantik dan semampai, yang bertanya kepadanya tentang penempatan pejabat.
"Dan saya menjadi ajudannya," jawab dayang-dayang sambil tersenyum.
"Anda sudah mendapat penempatan. Untuk Departemen Kerohanian. Dan sebagai pembantu Anda, Karenin."
"Apa kabar, Pangeran?" orang tua itu sambil menjabat tangan orang yang mendatanginya.
"Apa yang Anda sekalian katakan tentang Karenin?" kata Pangeran.
"Dia dan Putyakov menerima bintang Aleksandr Nevskii." "Saya kira dia sudah punya itu."
"Belum. Cobalah Anda lihat. Itu dia," kata si orang tua sambil menunjuk dengan topinya yang bersulam ke arah Karenin yang mengenakan seragam istana berselempang pita merah, yang waktu itu berhenti di pintu ruangan bersama salah seorang anggota Dewan Negara yang berpengaruh. "Bahagia dan puas, seperti uang peseran dari tembaga," tambahnya sambil berhenti untuk menjabat tangan seorang ajudan yang tampan bertubuh atletis.
"Tidak, tapi dia tampakjadi lebih tua," kata ajudan. "Itu karena kerja. Dia sekarang menulis tentang berbagai proyek. Dan sekarang ia tidak akan melepas orang sial itu sebelum orang itu mendengar segala uraiannya butir demi butir."
"Jadi lebih tua bagaimana" II fait des passions.8 Saya kira Nyonya Graf Lidiya Ivanovna sekarang cemburu pada istrinya. "
"Ah, masa" Tentang Nyonya Graf Lidiya Ivanovna jangan bicara jelek."
"Apajelek kalau diajatuh cinta kepada Karenin?" "Tapi apa betul Kerenina ada di sini?"
"Bukan di sini, di istana ini, tapi d i Petersburg. Kemarin
" If fait des passions (Pr): Dia punya daya hidup.
149 ISO ANNA KAR"N!NA bertemu dia bersama Aleksei Vronskii, bras dessus, bras dessous,9 di Jalan Morskaya."
"C'est un homme qui n'a pas . .. ,"10 kata ajudan memulai, tapi tak diteruskannya karena terpaksa memberikanjalan dan membungkuk kepada seorang dari keluarga tsar yang sedang lewat.
Demikianlah tak henti-hentinya orang bicara tentang Aleksei Aleksandrovich, mencela, dan mene kannya; sementara itu Aleksei Aleksandrovich menghalan g i jalan anggota Dewan Negara yang telah dipergokinya, dan tak henti-henti nya ia mengura ikan kepadanya agar orang itu tidak pergi tentang proyek keuangan, butir demi butir.
Hampir bersamaan dengan waktu ditinggalkan sang istri, Aleksei Aleksandrovich mengalami peristiwa terpahit bagi seorang birokrat pemerintah, yaitu terhentinya karir kedinasan yang sedang menanjak. Terhentinya karir itu telah terjadi, dan semua orang menyaksikan itu dengan jelas, tapi Aleksei Aleksandrovich sendiri masih belum sadar bahwa karirnya sudah berakhir. Apakah karena pertikaiannya dengan Stremov, apakah karena kemalangan yang menimpa sehubungan dengan sang istri, ataukah semata-mata karena Aleksei Aleksandrovich sudah sampai pada batas akhir yang menjadi nasibnya, tapi tahun ini semua orang melihat dengan jelas bahwa bidang kedinasan Aleksei Aleksandrovich sudah berakhir. Memang ia masih menduduki tempat penting, masih menjadi anggota banyak komisi dan panitia; tapi ia kini orang yang sudah keluar dari jalur, dari dia tak ada sesuatu yang bisa diharapkan. Apapun yang ia katakan, apapun yang ia usulkan, ia tak lagi d idengarkan orang, seakan yang diusulkannya sudah lama diketahui orang atau tidak diperlukan.
Tapi Aleksei Aleksandrovich tak merasakan hal itu; sebaliknya, dalam keadaan sudah tersingkir dari keterlibatan langsung dalam kegiatan pemerintah, sekarang ia bisa melihat dengan lebih jelas daripada sebelumnya kekurangan-kekurangan dan kesalahankesalahan yang dilakukan orang lain, dan ia menganggap wajib
" Bras dessus, bras dessous (Pr): Bergandengan tangan. 1" C?"st un homme qui n'a pas . . . . (Pr): ltu orang yang tak punya ....
LEOTOLSTOI menunjukkan cara-cara untul< memperbaiki semua itu. Segera sesudah berpisah dengan sang istri, ia mulai menulis catatan pertama tentang prosedur hulAleksei Aleksandrovich bukannya tidak melihat posisi yang tanpa harapan dalam kedinasan, dan ia bul"Orang beristri mengurusi hal yang duniawi, bagaimana menyenangkan istri, sedang orang tak beristri mengurusi hal yang ilahi, bagaimana menyenangkan Allah," kata Rasul Paulus; Aleksei Aleksandrovich, dalam segala urusan, sekarang mendapat bimbingan dari Kitab Suci, dan ia sering teringat kalimat itu. Ia merasa, sejak tak punya istri lagi, dengan proyek-proyek itu berarti ia lebih banyak mengabdi kepada Allah daripada sebelumnya.
Ketidaksabaran anggota Dewan yang tampakjelas dan memang sudah ingin melepaskan diri itu rupanya samasekali tidak merisaukan Aleksei Aleksandrovich; ia baru menghentikan uraiannya ketika anggota itu akhirnya berhasil melepaskan diri dengan memanfaatkan Iewatnya keluarga tsar tersebut.
Sesudah tinggal sendirian, Aleksei Aleksandrovich menundukkan kepala sambil menyiapkan pikiran, kemudian menoleh ke sekitar dengan wajah kosong, dan menuju ke pintu tempat ia, menurut perkiraannya, akan bertemu dengan Nyonya Graf Lidiya Ivanovna.
"Mereka semua sungguh kuat dan berfisik sehat," pikir Aleksei Aleksandrovich sambil menoleh ke arah seorang ajudan yang berbadan amat besar dan bercambang rapi serta berbau harum, juga ke arah leher merah seorang pangeran yang berpakaian seragam, karena i a memang harus melewati mereka. "Benar yang dikatakan orang, dunia ini penuh ke jahatan," pikirnya sambil sekali lagi menjeling betis ajudan itu.
Aleksei Aleksandrovich melangkah pelan-pelan, dan dengan wajah lelah penuh harga diri seperti biasa, ia pun membungkuk kepada tuan-tuan yang membicarakannya, lalu memandang ke pintu, mencari-cari Nyonya Graf Lidiya Ivanovna.
151 152 ANNA KAR"N!NA "Aa! Aleksei Aleksandrovich!" ujar orang tua itu dengan mata berkilau benci, ketika Karenin sampai di dekatnya, dan dengan sikap dingin menundukkan kepala. "Saya belum mengucapkan selamat kepada Anda," katanya sambil menunjuk pita yang baru diterima Aleksei Aleksandrovich.
"Terimakasih," jawab Aleksei Aleksandrovich. "Cuaca bagus sekali hari ini," tambahnya seperti biasa dengan tekanan pada kata "bagus sekali" itu.
Bahwa orang-orang itu menertawakannya, ia sudah tahu, tapi ia memang tak mengharapkan apapun dari mereka selain permusuhan, dan ia pun sudah terbiasa dengan itu.
Melihat bahu Nyonya Graf Lidiya lvanovna yang kuning menyembul dari dalam korset, dan melihat matanya yang indah sayu memanggil-manggil untuk datang kepadanya, Aleksei Aleksandrovich pun tersenyum memperlihatkan barisan giginya yang putih cemerlang, lalu mendekati Nyonya Pangeran Lidiya Ivanovna yang waktu itu telah mendekati pintu.
Riasan Lidi ya lvanovna saat itu merupakan basil kerja keras, seperti semua riasannya di waktu-waktu terakhir itu. Tujuan riasan itu sekarang samasekali berbeda dengan tujuan yang dikejarnya tigapuluh tahun lalu. Waktu itu ia ingin menghias diri dengan apa saja, dan makin banyak makin baik. Sekarang, sebaliknya, ia harus menghias di r i dengan cara yang samasekali tak sesuai dengan umur dan badannya, dan tujuannya hanyalah agar kontras antara riasannya dan badannya jangan sampai terlalu besar. Dan ternyata dalam berhubungan dengan Aleksei Aleksndrovich ia telah mencapai tujuan, karena di mata Aleksei Aleksandrovich ia memang tampak memikat. Bagi Aleksei Aleksandrovich, i a seolah merupakan satu-satunya pulau tempat bertimbunnya bukan hanya sikap simpatik tapi juga cinta di tengah lautan permusuhan dan ejekan yang mengitarinya.
Sejak ia melewati barisan tatapan mata yang mengejeknya itu Aleksei Aleksandrovich secara wajar cenderung mengarah kepada pandangan mata Lidiya Ivanovna yang pen uh cinta, seperti tumbuhtumbuhan cenderung kepada cahaya hari.
"Saya ucapkan selamat," kata Lidiya lvanovna kepadanya sambil
LEOTOLSTOI menunjuk pita dengan matanya.
Sambil menahan senyum puas Aleksei Aleksandrovich mengangkat bahu, dan memejamkan mata seakan hendak mengatakan bahwa peristiwa itu tak mungkin membuatnya gembira. Nyonya Graf Lidiya Ivanovna tahu betul peristiwa itu merupakan satu d i antara kegembiraan utama Aleksei Aleksandrovich, sekalipun Aleksei Aleksandrovich tak mengakuinya.
"Bagaimana kabar bidadari kita?" kata Nyonya Graf Lidiya Ivanovna; yang dimaksudkannya adalah Seryozha.
"Tak bisa saya mengatakan bahwa saya cukup puas dengannya," kata Aleksei Aleksandrovich sambil mengangkat alis dan membuka mata. "Sitnikov pun tak puas dengannya. (Sitnikov adalah pendidik yang diserahi tugas memberikan pendidikan duniawi kepada Seryozha.) Seperti pemah saya katakan, dalam diri anak itu ada semacam sikap dingin terhadap soal-soal yang paling utama, yang seharusnya bisa menyentuh hati sembarang orang dan sembarang anak," kata Aleksei Aleksandrovich mulai mengutarakan pikirannya mengenai satu-satunya soal yang menarik minatnya di luar dinas, yaitu pendidikan anak.
Ketika Aleksei Aleksandrovich, dengan bantuan Lid iya Ivanovna, memasuki kembali soal kehidupan dan kerja, i a memang merasa wajib menangani pendidikan anak yang menjadi tanggungjawabnya itu. Sebagai orang yang sebenamya tak pemah berurusan dengan soal-soal pendidikan, Aleksei Aleksandrovich sekarang menyisihkan sebagian untuk mempelajari soal itu secara teoretis. Dan sesudah membaca beberapa buku mengenai antropologi, pedagogi, dan didaktika, ia pun menyusun rencana pendidikan; i a mengundang seorang ahli pendidikan terbaik d i Petersburg sebagai pembimbing, dan mulailah ia bekerja. Dan pekerjaan itu terus memberinya kesibukan.
"Ya, tapi hatinya" Saya lihat dalam dirinya ada hati ayahnya; dengan hati sepert i itu tak mungkin anak itu jadi anak yang jelek," kata Nyonya Graf Lidiya Ivanovna antusias.
"Ya, barangkali juga demikian .... Dari pihak saya sendiri, saya akan melaksanakan kewajiban saya. Itu saja yang bisa saya lakukan."
153 154 ANNA KAR"N!NA "Anda datanglah ke rumah saya," kata Nyonya Graf Lidiya Ivanovna sesudah diam sebentar. "Kita perlu membicarakan satu persoalan yang bagi Anda menyedihkan. Mau rasanya saya memberikan segalanya agar bisa melepaskan diri Anda dari sejumlah kenangan tertentu, tapi tidak demikian pendapat orang-orang itu. Saya telah menerima surat dari dia. Dia ada d i sini, d i Petersburg."
Aleksei Aleksandrovich terperanjat mendengar istrinya disebut, tapi seketika itu pula di wajahnya tampak kebekuan total yang mengungkapkan keputusasaan menghadapi urusan itu. "Sudah saya duga," katanya.
Nyonya Graf Lidi ya Ivanovna menatapnya dengan antusias, dan rona kekaguman akan kebesaran hati Alekse i Aleksandrovich pun muncul di matanya.
xxv Ketika Aleksei Aleksandrovich memasuki kamar kerja kecil yang menyenangkan itu, yang berhiaskan barang-barang porselin kuno dan digantungi banyak potret, pemiliknya, Nyonya Graf Lidiya lvanovna, belum lagi ada. Nyonya itu sedang berganti pakaian.
Meja bundar tertutup taplak, dan di atasnya terdapat pecah-belah porselin dan teko minuman keras dari perak. Aleksei Aleksandrovich dengan masa bodoh memerhatikan potret-potret yang dikenalnya dan tak terhitung banyaknya itu, penghias kamar kerja, kemud ian duduk menghadap meja dan membuka Alkitab yang ada di atas meja. Desir gaun sutra melengah perhatiannya.
Dari Langit 2 Piramida Bangsa Astek Karya Dr. Karl May Gerhana Kembang Kedaton 2
^