Pencarian

Serigala Berbulu Domba 1

Mahesa Kelud - Serigala Berbulu Domba Bagian 1


Koleksi Kangzusi website http://kangzusi.com/
SRIGALA BERBULU DOMBA Karya : Bastian Tito Seri Mahesa Kelud Ebook Oleh Dewi KZ Tiraikasih
Scan book: kingthunder DjVu : syauqy_arr OMBAK BERDEBUR tenang. Angin laut bertiup
sejuk mengandung garam. Di timur sang surya menyembul agak kemerahan. Mahesa
Kelud menyeka keringat yang bercucuran di keningnya, meletakkan cangkul dan memandang
pada perempuan muda berparas cantik di depannya.
"Sudah cukup dalam," kata pemuda ini.
"Ya. Jenazah gurumu sudah bisa dikubur,"
menjawab Dewi Maut. Keduanya melompat keluar lobang yang mereka gali. Mahesa memanggul jenazah Emban
Jagatnata alias Simo Gembong yang menemui kematian
dengan cara bunuh diri. Dewi Maut kembali turun ke dalam kubur untuk menyambuti
jenazah itu. Sebelum tanah ditimbunkan keduanya memandang terakhir kali pada
muka buruk dan tubuh berlumuran darah si kakek. Yang satu adalah bekas murid,
yang satu lagi pemah menjadi kekasih dimasa muda.
Diatas tanah kubur yang merah itu Mahesa
kemudian menancapkan patahan cabang pohon
kemboja. Sesaat dia tegak merenung dihadapan makam gurunya. Guru yang telah
mengakui kejahatannya dimasa lalu. Guru yang telah
membunuh kedua orang tuanya. Tanpa berpaling pada perempuan di sebelahnya Mahesa
berkata: "Aku harus pergi sekarang. Aku titip makam Embah Jagatnata padamu ..."
Koleksi Kangzusi website http://kangzusi.com/
Paras Dewi Maut berubah, khawatir dan juga kecewa.
"Bukankah . . . bukankah kau bermaksud tinggal disini?"
Mahesa gelengkan kepala. "Hal itu sudah kuberitahu pada gurumu," kata Dewi Maut.
Kembali pemuda itu menggeleng.
"Tak mungkin aku tinggal disini Dewi. .."
"Kalau kau suka kau boleh panggil aku Sutri. Tak usah dengan sebutan yang
sebenarnya akupun tidak senang . . ." kata Dewi Maut alias Sutri. "Mengapa tak
mungkin kau tinggal disini" Kau tak suka padaku..."
"Kau perempuan cantik. Kecantikanmu luar biasa. Semua lelaki tentu suka padamu,"
sahut Mahesa pula. "Aku tak ingin disukai semua lelaki. Cukup hanya kau sendiri. Aku sudah menyusun
rencana. Kita hidup berdua disini. Semua anak buahku akan ku-suruh pergi..."
"Maafkan aku Sutri. Permintaanmu tak mungkin dikabulkan ..."
"Sebabnya?" "Aku sudah beristri. Saat ini aku harus kembali ke gunung Muria menemuinya.
Sudah terlalu lama dia kutinggalkan."
"Aku tahu kau sudah punya istri. Tapi apakah itu menjadi halangan ... ?"
Ucapan itu memberi kenyataan pada Mahesa bahwa Sutri bersedia jadi istrinya yang
kedua. Namun bagaimanapun dia tak ingin melakukan hal itu. Cinta kasihnya
terhadap Wulansari melebihi cinta kasih terhadap siapapun.
Dewi Maut maklum kalau Mahesa benar-benar tak
Koleksi Kangzusi website http://kangzusi.com/
akan bisa mengabulkan permintaannya. Maka diapun berkata: "Aku tidak memaksa.
Hanya ... apakah kita tak akan bertemu lagi?"
Diam-diam Mahesa merasa kasihan juga terhadap perempuan muda yang cantik itu,
walaupun dia tahu bahwa dibalik wajah jelita dan tubuh yang elok mulus itu
sebenarnya adalah wajah seorang nenek dan tubuh kurus keriput. Hanya karena ilmu
awet muda yang diterimanya dari gurunya Dewi Cabut Nyawa maka Sutri tetap
memiliki wajah dan tubuh seperti yang terlihat saat itu.
"Selama ombak masih berdebur dipantai pulau ini, selama air laut masih biru,
kita pasti akan bertemu lagi Sutri. Aku menghormatimu sebagaimana aku
menghormati guru ..."
Pedih hati Sutri mendengarkan ucapan itu. Yang diinginkannya bukan dihormati,
tapi dicintai. Tapi apa boleh buat, mengemispun tak akan terkabul.
"Sebelum aku pergi ada satu permintaanku,"
kata Mahesa. Sutri menatap paras pemuda itu sejurus lalu bertanya: "Permintaan apa?"
"Pulau ini memiliki alam yang indah. Didiami oleh perempuan-perempuan yang
cantik jelita. Apa salahnya kalau diisi dengan kehidupan yang baik hingga
semuanya menjadi satu kesatuan yang
lestari?" "Apa maksudmu Mahesa?" tanya Dewi Maut tak mengerti.
"Aku ingin kau meninggalkan cara hidupmu di masa lalu. Yang penuh darah dan
nyawa. Apa nik-matnya hidup seperti itu selain mencari musuh, mengundang
malapetaka" Padahal dengan ilmu yang tinggi, dengan anak buah yang setia, kau
bisa Koleksi Kangzusi website http://kangzusi.com/
menjadi tokoh persilatan yang disegani dan dihormati dalam rimba
persilatan . . ." Sejurus Dewi Maut termenung.
"Maksudmu . . . kalau aku mengikuti permintaanmu itu, kau juga akan memenuhi
permintaanku" Tinggal disini?" Mahesa tersenyum. Senyum yang membuat Dewi
Maut menahan nafas. "Aku tidak mengatakan demikian Sutri.
Permintaanku hanya satu permintaan belaka, lain tidak. Tak ada pamrih tak ada
syarat. Aku melihat itu satu-satunya jalan hidup yang baik bagimu ..."
"Aku tak tahu apa bisa mengabulkan permintaanmu itu Mahesa. Tapi aku berjanji
akan memikir-kannya .. ."
"Terima kasih. Kalau begitu aku minta diri sekarang ..."
"Tunggu dulu," ujar Dewi Maut.
"Ada hal lain lagi?" tanya Mahesa.
Sreett! Perempuan itu buka gulungan pedang Samber Nyawa di tangan kanannya. Sinar hitam
menggidik-kan memancar. Mahesa Kelud terkesiap dan melangkah mundur.
Sebaliknya Dewi Maut tersenyum.
"Kau tak usah takut Mahesa. Aku tidak akan me-nusukmu dengan senjata ini. Aku
merasa pedang sakti ini sebaiknya berada di tanganmu . . . Ambillah!"
"Ah! Kau baik sekali!" sahut Mahesa. "Tapi aku tak berani menerimanya. Lagi pula
aku sudah cukup memiliki beberapa senjata."
"Ditambah yang satu ini kau akan menjadi pendekar tak terkalahkan. Kau akan
merajai dunia persilatan!"
"Aku tak inginkan hal itu . .."
Koleksi Kangzusi website http://kangzusi.com/
"Kau benar-benar aneh," ujar Sutri pula. "Setiap pendekar ingin menjadi orang
yang terpandai dan terhebat. Ingin menggenggam dunia persilatan dalam tangannya.
Tapi kau tidak . . . " Bagaimana ini?"
"Karena ilmu yang kumiliki bukan bertujuan Kedua untuk berbuat kebaikan,
menolong mereka yang membutuhkan dan menghancurkan mereka yang jahat..."
"Menghancurkan mereka yang jahat! Nah, bukankah dengan pedang Samber Nyawa ini
kemampuanmu untuk melakukan itu jadi berlipat ganda?"
"Pendapatmu memang betul. Tapi sekali lagi, terima kasih. Aku sudah memiliki
senjata yang dapat diandalkan. Kau pegang sajalah pedang mustika itu.
Kurasa lebih besar manfaatnya jika berada ditangan-mu ..."
Sutri terdiam. Lalu dengan suara perlahan dia berkata: "Jika kau tak mau
menerimanya, kurasa akupun belum berani memilikinya. Biarlah senjata ini untuk
sementara kusimpan di perut bumi!"
Habis berkata begitu Dewi Maut alias Sutri
hunjamkan pedang Samber Nyawa ke atas makam Simo Gembong, pada samping kiri.
Senjata sakti itu amblas dan lenyap ke dalam tanah!
Kejadian itu membuat Mahesa menyadari bahwa sebenarnya dalam diri Dewi Maut
masih terdapat unsur-unsur kebaikan. Maka dia melangkah lebih dekat, memegang
kedua tangan perempuan itu dan berkata:
"Aku percaya kau mau memenuhi permintaanku tadi..."
Sepasang mata Sutri tampak berkaca kaca. Pegangan jari-jari tangan si pemuda
terasa hangat dan kehangatan itu menjalar ke sekujur tubuhnya. Diam-diam diapun
mengetahui bahwa sebenarnya pemuda ini menyukainya. Hanya saja dunia mereka saat
itu Koleksi Kangzusi website http://kangzusi.com/
masih dipisahkan oleh satu jurang lebar serta dalam.
Dan Sutri hampir tak percaya ketika tiba-tiba Mahesa merundukkan kepala. Wajah
mereka berhimpitan. Dan Sutri merasakan kecupan hangat pada bibirnya yang merah. Perempuan ini
pejamkan matanya. Kedua tangannya merangkul ke depan hendak memeluk Mahesa. Tapi
dia merangkul angin. Ketika kedua matanya dibuka, dilihatnya pemuda itu sudah
berada jauh di pantai sebelah barat.
Sutri memegang bibirnya yang tadi dikecup. Air matanya berlinangan.
"Tuhan . .." katanya dengan suara berbisik menggeletak. "Lindungi orang yang
kukasihi itu ..." Kemudian tiba-tiba saja wajah perempuan itu menjadi sangat merah. Tuhan! Barusan
dia menyebut nama Tuhan. Setelah puluhan tahun hidup dalam kesesatan!
oOo Koleksi Kangzusi website http://kangzusi.com/
MESKIPUN Simo Gembong atau Embah Jagatnata
telah menemui kematian, namun beberapa tokoh rimba persilatan masih tetap di
cengkam rasa khawatir. Kekawatiran ini adalah setelah mereka menyetahui bahwa
ternyata kakek jahat berkepandaian tinggi itu memiliki seorang murid bernama Mahesa yang
kepandaiannya bahkan tidak dibawah sang juru. Selain itu diketahui pula bahwa
Dewi Maut yang diam di Lembah Maut Pulau Mayat, sebenarnya adalah kekasih Simo
Gembong walau pada masa mudanya dia telah dikecewakan.
Rasa kawatir semakin bertambah melihat bahwa Dewi Maut memiliki pedang Samber
Nyawa, satu senjata mustika yang dianggap paling hebat dalam dunia persilatan.
Siapa yang memilikinya kalau senjata itu berada di tangan manusia jahat seperti
Dewi Maut. Terdorong oleh rasa kawatir itu, ditambah oleh dendam yang seolah-olah masih
belum pupus maka Datuk Ular Muka Tengkorak mengundang beberapa tokoh persilatan
untuk menyusun rencana apa yang harus dilakukan sebelum dunia persilatan kembali
ditimpa bencana. Seperti ketika dulu menyusun rencana pengejaran atas diri Simo Gembong, maka
pertemuan rahasia itupun diadakan di tempat yang sama. Yakni di sebuah rumah
kayu bertingkat di lereng sebuah bukit.
Di kepala meja duduk Datuk Ular Muka Tengkorak, bertindak sebagai pemimpin
pertemuan. Di sebelah kanannya duduk Pendekar Kembang Merah.
Kedua tokoh silat ini sebelumnya telah mengejar Simo Gembong sampai ke Pulau
Mayat. Saat itu mereka bersama-sama dengan pendekar Kelabang Hitam dan Ki Ampel
Sampang, pengurus pesantren
Koleksi Kangzusi website http://kangzusi.com/
Megasuryo. Kedua tokoh yang terakhir ini mengalami nasib malang. Mereka tewas di
tangan Simo Gembong. Di secelah kanan Pendekar Kembang Merah tampak seorang kakek berkulit putih
bulai. Rambutnya pendek putih, sepasanj alis bahkan bulu matanya juga tampak
putih. Mukanya licin dan dia mengena-kan pakaian serba putih yang membuat
keadaan dirinya terasa aneh untuk dipandang. Dia adalah wakil ketua pesantren
Megasuryo, pesantren dimana Ki Ampel Sampang duduk sebagai pengurus. Kematian Ki
Ampel Sampang diterima denyan rasa kaget oleh ketua pesantren dan seluruh
pengurus serta anak murid. Ketika Datuk Ular menyampaikan undangan maka sang
ketua tidak ragu-ragu untuk mengirimkan wakilnya itu. Bukan saja untuk
membicarakan apa yang akan mereka lakukan, tetapi juga guna menyelidiki kematian
Ki Ampel Sampang. Dibandingkan dengan kawannya yang tewas di tangan Simo Gembong
maka sang Wakil Ketua yang bernama Gambir Putih memiliki kepandaian dua tingkat
lebih tinggi. Di ujung meja yang lain, yakni di hadapan Datuk Ular duduk seorang perempuan
berwajah pucat. Rambutnya tergerai. Pandangan matanya dingin.
Di atas meja dihadapannya terletak sebuah rebab berikut alat penggeseknya.
Perempuan ini bukan lain adalan Dewi Rebab Kencana yang dimasa mudanya pernah
dirusak kehormatannya oleh Simo Gembong.
Pada sisi meja sebelah kiri duduk berjejer dua orang tua berpakaian aneh. Yang
pertama berbadan kurus, berambut panjang awut-awutan dan mengena-kan pakaian
kumal penuh tambalan. Sementara duduk dia tiada hentinya tersenyum dan tertawa
kecil, Koleksi Kangzusi website http://kangzusi.com/
kelihatannya seperti kurang waras. Orang tua ini dikenal dengan julukan Pengemis
Sableng. Disebelahnya duduk orang tua yang memiliki wajah mirip karena dia bukan
lain memang adik kembar Pengemis Sableng. Si adik kembar ini berpakaian gombrong
berwarna kuning yang juga penuh tambalan tetapi bersih. Di tangan kanannya ada
sebuah kipas putih. Walaupun saat itu udara malam cukup dingin tapi anehnya dia terus saja berkipas-
kipas. Adik Pengemis Sableng ini dikenal dengan julukan Pengemis Berkipas Putih.
Tiba-tiba Pengemis Sableng menguap lebar-lebar.
Sambil kucak-kucak matanya dia berkata: "Mataku mulai mengantuk. Kalau pertemuan
ini belum juga dimulai bagusnya aku tidur dahulu!"
"Sst . . . Jangan bicara melantur!" memperingatkan adik kembar Pengemis Sableng.
Lalu dia berpaling pada Datuk Ular dan bertanya: "Datuk, apakah masih ada
sahabat yang kita tunggu?"
"Tidak", jawab sang Dotuk. "Sahabatku Pengemis Berkipas Putih tampaknya sudah
tidak sabaran. Mari kita mulai perundingan."
Datuk Ular lalu membuka pertemuan itu dengan menuturkan apa yang telah dilakukan
oleh Simo Gembong dan apa yang kemudian terjadi dengan ke-kek jahat tersebut.
Dia mulai dengan memberi penjelasan silang sengketa apa yang terjadi antara dia.
Pendekar Kembang Merah serta Dewi Rebab
Kencana dengan Simo Gembong. Lalu pengejaran yang dilakukan ketika diketahui
kakek sakti itu muncul kembali setelah sekian tahun lenyap tak diketahui berada
dimana. Diceritakan pula tentang kematian yang dialami Ki Ampel Sampang serta
Kelabang Hitam. Lalu ditutup dengan kematian Simo Gembong di Pulau Mayat. Mati
bunuh diri. Koleksi Kangzusi website http://kangzusi.com/
"Sebenarnya." kata Datuk Ular, "dengan matinya Simo Gembong kita bisa merasa
lega. Namun ada kenyataan baru yang membuat beberapa diantara kita merasa
kawatir. Kenyataan itu ialah bahwa Simo Gembong memiliki seorang murid
berpakaian luar biasa tinggi. Dia ikut menyaksikan kematian gurunya.
Dan aku yakin dia menanam dendam kesumat terhadap kita. Hal itu jelas kulihat
dari sinar yang memancar dikedua matanya. Karenanya sebelum murid Simo Gembong
menimbulkan bencana baru, aku merasa perlu mengundang sahabat sekalian guna
membicarakan apa yang bakal kita lakukan. Ini adalah hal paling utama dan paling
penting dalam pertemuan ini. Hal kedua yang tak kalah pentingnya ialah tentang
Dewi Maut yang bercokol di Pulau Mayat. Kira-nya para sahabat disini sudah
mengetahui kejahatan perempuan itu. Dia tidak lebih baik dari Simo Gembong.
Celakanya senjata nomer satu di dunia persilatan yaitu sebilah pedang hitam
bernama Samber Nyawa berada di tangan perempuan iblis itu. Aku dan Pendekar
Kembang Merah telah menyusun satu rencana. Entah apakah para sahabat disini menyetujui dan bersedia
menjalankannya bersama-sama ..."
"Jika dapat disimpulkan," yang bicara kini adalah Pendekar Kembang Merah, "ada
dua hal pokok yang jadi pembicaraan. Pertama soal murid Simo Gembong yang
bernama Mahesa itu. Dan kedua soal Dewi Maut. Kita selesaikan dulu yang pertama,
baru yang kedua." "Betul," sahut Datuk Ular seraya memandang berkeliling meja. "Bagaimana pendapat
para sahabat?" "Aku sangat setuju kita tangani dulu soal pertama,"
buka suara kakek bulai bernama Gambir Putih.
Koleksi Kangzusi website http://kangzusi.com/
"Bukan saja karena Simo Gembong telah membunuh pengurus pesantren kami, tapi
juga karena tindak tanduk muridnya pasti akan menimbulkan bahaya bagi kita kelak


Mahesa Kelud - Serigala Berbulu Domba di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ciikemuJian hari." Pengemis Berkipas Putih manggut-manggut sambil tiada hentinya berkipas.
Sementara kakak kembarnya tertawa-tawa terus.
"Aku turut mana baiknya saja Datuk", berkata Pengemis Berkipas Putih. "Terus
terang saja aku dan kakakku mendapat tugas khusus dari seorang pejabat Keraton.
Tugas itu atas permintaan
bangsawan Prajadika yang telah kematian
puteranya. Dibunuh oleh Mahesa. Disamping itu kami juga ditugasi untuk mencari
dan menangkap seorang pengkhianat bernama Supitmantil. Dia banyak memberi
bantuan pada Mahesa hingga
pemuda itu berhasil melarikan diri setelah ditangkap."
"Terima kasih atas penjelasanmu itu Pengemis Berkipas Putih. Sekaligus kau juga
telah mewakili kakakmu." Datuk Ular memandang pada Dewi Rebab. "Kita belum
mendengar pendapat Dewi. Silahkan bicara .. ."
Perempuan bermuka pucat itu mengetuk-ngetukkan jari tangannya ke atas badan
rebab hingga mengeluarkan suara yang membuat Datuk Ular dan lain-lainnya merasa
tidak enak. Sesaat kemudian baru perempuan ini membuka mulut. Dan ini merupakan
satu pertanyaan. "Datuk, bisakah kau menerangkan lebih jelas.
Rencana apa sebenarnya yang hendak dilakukan terhadap pemuda bernama Mahesa
itu?" "Apalagi! Kita harus mencegahnya membalaskan dendam kematian gurunya!" jawab
Datuk Ular. "Caranya?" tanya Dewi Rebab lagi.
"Meringkusnya. Membunuh kalau perlu!" Yang
Koleksi Kangzusi website http://kangzusi.com/
menjawab adalah Pendekar Kembang Merah.
Paras Dewi Rebab tetap pucat bahkan kini menjadi tambah dingin pandangannya.
Kemudian tampak perempuan ini geleng-gelengkan kepala.
"Kita, atau siapapun disini tidak punya cukup alasan untuk melakukan hal itu
terhadap pemuda tersebut!" kata sang dewi tandas.
"Eh! Kami berdua yang paling punya alasan!"
jawab Pengemis Berkipas Putih. "Pemuda itu telah membunuh Prajakuncara, putera
hartawan Prajadika! Dia patut ditangkap dan dibunuh.
Kalaupun diadili putusan hukuman jelas digantung sampai mati!"
"Itu betul sahabatku," menjawab Dewi Rebab.
"Tapi apakah kau tahu mengapa pemuda itu sampai membunuh Prajakuncara" Karena
Prajakuncara menculik kekasihnya dan hendak memperkosanya!"
Ruangan ditingkat atas itu kini menjadi sunyi.
Untuk beberapa lamanya tak ada yang bicara.
Suasana menjadi tidak enak. Datuk Ular batuk-batuk beberapa kali lalu berkata:
"Dewi, kau benar. Prajakuncara punya kesalahan. Tapi itu bukan berarti setiap
orang bisa menjatuhkan hukuman seenaknya .. ."
"Kalau begitu mengapa kita ingin melakukan dan menjatuhkan hukuman seenaknya
terhadap pemuda itu?" tukas Dewi Rebab.
"Kita tidak bertindak begitu Dewi. Itulah sebabnya mengapa kita mengadakan
pertemuan disini!" angkat bicara Pendekar Kembang Merah.
"Para sahabatku," kata Dewi Rebab. "Sepanjang yang aku ketahui, pemuda ini bukan
bangsa manusia jahat. Dia seorang murid yang patuh pada gurunya.
Tak ada yang perlu kita takutkan terhadapnya. Kalian tentu ingat apa kata-kata
Simo Gembong padanya Koleksi Kangzusi website http://kangzusi.com/
sebelum mati. Apa pun yang kita lakukan terhadap gurunya, pemuda itu tak boleh
menaruh dendam terhadap kita!"
"Tapi siapa yang menjamin pemuda itu benar-benar mengikuti pesan gurunya dan
tidak membuat kita celaka dikemudian hari?" ujar Datuk Ular.
"Kalau dia memang ingin menuntut balas, ketika gurunya mati tentu dia sudah
menyerbu kita selagi masih di Pulau Mayat. Harap maafkan, tapi aku tidak setuju
kita mencari silang sengketa dengan pemuda yang tidak punya salah apa-apa itu.
Jika Pengemis Berkipas Putih dan Pengemis Sableng ingin meneruskan maksud itu
masih pantas karena mereka mendapat tugas dari pejabat Keraton. Tapi aku dan
yang lain-lainnya tidak punya hak apa-apa. Apapun dosa Simo Gembong dimasa lalu
tidak ada sangkut paut-nya dengan diri muridnya . . ."
"Ah, rupanya Dewi Rebab Kencana merasa sungkan mengambil tindakan. Mungkin
karena meng-ingat pemuda itu masih memiliki beberapa guru dan sahabat yang
kepandaiannya tidak bisa dibuat main . . . ?"
"Dalam persoalan ini aku tidak memandang siapapun!" sahut Dewi Rebab yang merasa
tidak enak atas ucapan Datuk Ular tadi. "Aku hanya memandang pada garis
kebenaran. Jika kita ingin menegakkan kebenaran mengapa kita harus menempuh
jalan salah" Maaf, aku tidak setuju kita menangkap apalagi membunuh pemuda itu.
Tapi aku setuju jika kita melakukan sesuatu terhadap Dewi Maut..."
Kembali ruangan di tingkat atas bangunan kayu itu menjadi sunyi.
Karena tak ada yang bicara maka Dewi Rebab
berdiri. "Hari ini kita berselisih pendapat. Tapi dikemudian hari kalian akan
melihat kenyataan bah- Koleksi Kangzusi website http://kangzusi.com/
wa apa yang aku katakan adalah benar!" Dewi Rebab mengambil rebab dan
penggeseknya. Justru pada detik itu pula tiba-tiba dia berteriak keras dan
mendongak ke wuwungan bangunan.
"Siapa diatasi" membentak Dewi Rebab. Rebabnya digesekkan. Terdengar suara
melengking tinggi. Sinar putih kekuningan menyambar atap hingga hancur. Disaat yang sama terdengar
suara orang memekik. "Kena!" teriak Pendekar Kembang Merah.
Dewi Rebab sudah melompat ke atas atap
bangunan. Datuk Ular dan yang lain-lainnya menyusul. Malam gelap dan dingin. Tak
ada seorangpun yang kelihatan walau tadi jelas terdengar suara orang terpekik
kesakitan. Di ujung atap yang roboh Dewi Rebab membungkuk memungut sebuah benda.
Benda ini ternyata secarik potongan kain berwarna biru yang tampak hangus.
oOo Koleksi Kangzusi website http://kangzusi.com/
APAKAH ada sesuatu petunjuk?" bertanya Datuk Ular.
"Ya, siapa yang tadi mendekam di atas atap mencuri dengar pembicaraan kita"!"
timpal Pendekar Kembang Merah sementara Pengemis Sableng cuma tertawa-tawa saja
sedang adiknya terus pula berkipas-kipas.
"Tidak . . . tidak ada petunjuk apa-apa! Orang itu keburu melarikan diri," jawab
Dewi Rebab Kencana dan diam-diam menggenggam potongan kain warna biru yang
hangus dalam telapak tangan kirinya.
Datuk Ular merasa tidak enak. Jelas perempuan muka pucat itu tadi memungut
sesuatu. Namun karena tak ingin berbantahan maka diapun tak berkata apa-apa.
Sebaliknya Dewi Rebab berkata: "Sahabat sekalian.
Jalan pikiran kita masing-masing sudah nyata.
Jika membasmi Dewi Maut aku bersedia ikut tapi untuk mencari perkara dengan
pemuda yang tidak punya dosa dan kesalahan itu kurasa tidak pada tempatnya ..."
Setelah berkata begitu Dewi Rebab menjura pada kelima tokoh silat dihadapannya
lalu sekali berkelebat maka tubuhnyapun lenyap dari atas atap itu. Datuk Ular
dan empat orang lainnya melayang turun ke tanah.
"Sayang dia tidak mau ikut kita," kata Pendekar Kembang Merah karena menyadari
kehebatan ilmu yang dimiliki Dewi Rebab.
"Tak usah kecewa" ujar Datuk Ular memberi se-mangat. "Kita berlima masakan tidak
dapat menghadapi pemuda itu. Bagaimanapun tinggi kepandaiannya dia tetap seorang
pemuda ingusan!" DEWI REBAB lari laksana angin. Bayangannya
Koleksi Kangzusi website http://kangzusi.com/
tampak menuju ke selatan. Rambutnya tergerai seperti tegak di belakang kepala
saking cepatnya dia berlari. Selang sepeminuman teh, dia mulai dapat mendengar
suara lari orang yang dikejarnya. Tak lama kemudian dia sudah melihat orang
tersebut. Orang yany lari di sebelah depan berpakaian biru.
Sebentar-sebentar dia lari sambil memegangi bagian perutnya. Wajahnya meringis.
Pertanda bahwa dia menderita sakit di bagian tubuhnya itu. Ketika sesaat dia
berhenti untuk meneliti perutnya. Dewi Rebab tahu-tahu sudah tegak di
hadapannya. Rebab di tangan kiri, penggesek di tangan kanan siap untuk
digesekkan. "Hem . . . kau rupanya!" ujar Dewi Rebab."Aku sudah sangka! Mana kawan-kawanmu
yang lain"!" "Aku hanya seorang diri!" jawab si baju biru yang nyatanya adalah seorang gadis
berparas cantik. "Jangan dusta! Atau kau mampus detik ini juga!"
Dewi Rebab angkat tangan kanannya yang
memegang penggesek rebab.
"Aku tidak dusta! Matipun aku tidak takut!"
jawab si biru. "Hemm ... Kau punya nyali juga . .."
"Hai! Kau hendak membunuh aku! Mengapa tidak melakukan"!" menantang gadis baju
biru itu. Dewi Rebab Kencana tertawa dingin.
"Sebelum kau kubunuh, katakan mengapa kau mencuri dengar pembicaraan kami diatas
atap bangunan?" "Aku tidak mencuri dengar. Hanya kebetulan lewat"
"Lalu mengintai dan pasang kuping!" sambung Dewi Rebab.
"Terserah kau mau menuduhkan apa!"
"Heran, kau berada seorang diri. Jauh dari Pulau Mayat. Apa yang tengah kau
selidiki"!" Koleksi Kangzusi website http://kangzusi.com/
"Aku tidak menyelidiki apa-apa. Aku memang minggat dari Pulau itu!" jawab si
biru. "Minggat . . . Hik . . . hik . . . hik. Lucu sekali kedengarannya. Pasti ada
sebab lantaran mengapa kau minggat. Ayo katakan!"
"Itu urusanku! Mengapa kau mau tahu!"
"Baiklah. Sekarang apakah kau sudah siap untuk mati?"
"Aku sudah siap dari tadi!"
Paras Dewi Rebab pucat dan sedingin es. Tangan kanannya bergerak. Pengyesek
rebab tiba-tiba diayunkan. Gerakan tangannya perlahan saja tapi deru angin yang
terdengar keras luar biasa. Si biru yang diserang tak tinggal diam. Cepat dia
cabut pedang hitam di pinggang. Sesaat kemudian sinar hitam menebar. Ketika
angin pukulan Dewi Rebab membentur taburan sinar hitam, si biru merasa tangannya
yang memegang pedang bergetar keras.
Dia segera maklum kalau tenaga dalam lawan jauh berada diatas tingkat tenaga
dalamnya sendiri. Maka cepat-cepat gadis melompat kesamping. Dari sini dia
babatkan pedang hitamnya ke pinggang lawan.
Serangan susulan ini cepat sekali, membuat Dewi Rebab tersentak kaget dan
cepatcepat melompat mundur. Begitu ujung pedang lewat, perempuan berwajah pucat
ini segera menyerbu. Penggesek di tangan kanannya berkelebat ganas kian kemari,
menghantam gadis berbaju biru dari berbagai penjuru. Demikian cepat dan derasnya
serangan alat penggesek rebab itu hingga tak beda dengan curahan hujan lebat!
Dalam waktu sangat singkat gadis berbaju biru itu terdesak hebat. Bagaimanapun
dia keluarkan kepandaian dan kerahkan tenaga tetap saja serangan lawan datang
menghimpit. Diam-diam dara itu mengeluh.
Koleksi Kangzusi website http://kangzusi.com/
"Tahan!" tiba-tiba sang dara berseru seraya melompat mundur. "Antara kita tak
ada silang sengketa! Mengapa kau hendak menurunkan tangan jahat?"
Dewi Rebab tertawa dingin.
"Pertama, kau punya kesalahan. Mengintai dan mencuri dengar pembicaraan orang.
Kedua bukankah kau sendiri yang tadi minta mati"!"
"Kentut!" maki si biru. Pedang di tangan kanannya tiba-tiba sekali ditusukkan ke
dada Dewi Rebab. Cepat sekali gerakannya. Ketika ujung pedang hampir menghunjam dada kanan Dewi
Rebab, sang dewi bermuka pucat gerakkan tangan kanannya yang memegang alat
penggesek. Trang! Pedang di tangan si biru terlepas mental. Pucatlah paras dara ini. Meski tahu
kini kematian berada di hadapannya namun dia tak mau lari malah sebaliknya
jatuhkan diri seraya berkata: "Kau hendak membunuhku! Bunuhlah!"
Dewi Rebab ayunkan tangan kirinya yang me-
megang rebab. Bagian badan alat bebunyian ini men-deru ke batok kepala gadis
berbaju biru. Sesaat lagi kepala itu akan pecah dan sang dara lepas nyawanya
tiba-tiba ada angin deras datang dari samping. Demikian derasnya hingga Dewi
Rebab merasakan tubuhnya bergoncang lalu terdorong ke kiri. Pukulan rebabnya ke
kepala si gadis luput! "Kurang ajar! Siapa yang berani turun tangan ikut campur urusan orang!" Dewi
Rebab membentak marah. Seluruh tenaga dalamnya disalurkan ke tangan kanan hingga
alat penggesek yang dipegangnya bergetar keras. Dia sudah siap memukul ketika ada suara terdengar
berkata. "Kau yang berhati agung, kenapa hendak membunuh dara yang telah menyerahkan diri
dan tak ber- Koleksi Kangzusi website http://kangzusi.com/
daya"!" Teguran yang dilakukan dengan suara bernada lembut sabar tapi penuh penyesalan
itu membuat Dewi Rebab sesaat tercekat. Dia palingkan balikkan badan. Tangan
yang tadi diangkat ke atas siap melepaskan pukulan maut perlahan-lahan
diturunkan begitu dia mengenali siapa adanya orang yang tadi menegur. Orang ini
tegak delapan langkah dihadapannya, tegap dan gagah.
"Kau ... " ujar Dewi Rebab sementara gadis berpakaian biru yang tadi berlutut
tundukkan kepala, kini angkat kepalanya dengan cepat.
Hampir seperti kagetnya Dewi Rebab begitu pula terkejutnya si baju biru. "Hai!
Dia rupanya . . . Berbulan-bulan aku mencari ternyata kini dia muncul sendiri malah menyelamatkan
nyawaku!" Koleksi Kangzusi website http://kangzusi.com/
KITA kembali dulu pada Datuk Ular, Pendekar Kembang Merah dan tiga tokoh silat
lainnya yang masih berada di bangunan kayu bertingkat. Setelah Dewi Rebab
meninggalkan mereka. Datuk Ular
memandang pada ke empat tokoh yang ada
bersamanya. "Tadi jelas kulihat dia memungut sesuatu," kata sang datuk. "Aku curiga dia
telah menemukan satu petunjuk. Yaitu siapa manusianya yang tadi mengintai diatas
atap ..." "Kukira memang begitu," sahut Pengemis berbaju gombrong seraya berkipas-kipas.
"Apa pendapat kalian?" sang datuk bertanya.
"Bagaimana kalau kita mengejar ke arah perginya tadi?" mengusulkan Pendekar
Kembang Merah. "Jika semua setuju, itu segera bisa kita lakukan"
kata Datuk Ular. Pendekar Kembang Merah mengangguk. Gambir
Putih mengiyakan. Kakak beradik pengemis kembar juga mengangguk. Maka ke lima
tokoh itupun berkelebat dalam gelapnya malam ke jurusan lenyapnya Dewi Rebab
Kencana tadi. Kembali ke tempat pertemuan yang tidak ter-duga. Saat itu hari mulai menjelang
pagi. Namun karena daerah sekitar situ penuh ditumbuhi pohon-pohon besar berdaun
lebat maka keadaannya tetap gelap pekat. Namun tiga pasang mata yang ada disitu
sanggup menembus kegelapan dan mengenali siapa orang yang ada di depan masing-
masing. "Bukankah kau Mahesa Kelud. Murid Simo Gembong?" Meskipun sudah mengenali pemuda
itu namun Dewi Rebab masih bertanya seolah-olah hendak mencari kepastian.
Si pemuda yang memang Mahesa Kelud adanya,
Koleksi Kangzusi website http://kangzusi.com/
mengangguk perlahan. Matanya memandang
waspada ke arah tangan kanan Dewi Rebab yang masih tampak bergetar tanda masih
dialiri tenaga dalam tinggi.
"Mengapa Dewi hendak membunuhnya?" Mahesa ajukan pertanyaan. Suaranya tetap
bernada lembut sabar seperti tadi.
"Dia sendiri yang minta mati!" sahut Dewi Rebab.
"Minta mati" Betulkah begitu?"
Si biru tak menjawab. Sebaliknya Dewi Rebab kembali membuka mulut: "Dia
melakukan kesalahan dan aku memergokinya. Ketika ditanya tidak mengaku . . ."


Mahesa Kelud - Serigala Berbulu Domba di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kalau begitu kau dara yang berbaju biru harus minta maaf pada Dewi Rebab.
Memasang telinga ingin tahu urusan orang lain memang tidak pantas .. ."
"Aku tidak sudi! Aku tidak mencampuri urusannya.
Aku hanya kebetulan lewat. Lalu .. ."
"Lalu ingin tahu dan mengintai diatas atap .. . ?"
sambung Mahesa tersenyum.
Baik Dewi Rebab maupun si baju biru sama-sama kaget. Jadi apa yang terjadi
sebelumnya pemuda ini pun sudah tahu.
"Sudahlah, jika kau malu minta maaf pada Dewi, biar aku yang mewakili. Dewi
Rebab, aku mohon kau mau memaafkan kesalahannya."
Paras pucat itu sesaat tampak jengkel. Sang dewi bertanya: "Apakah kau tahu
siapa gadis ini sebenarnya?"
"Lebih dari tahu," sahut Mahesa.
"Kalau begitu kau juga tahu bahwa manusia seperti dia pantas dibasmi"!"
"Dimasa lalu dia memang berbuat kejahatan karena jadi anak buah Dewi Maut. Tapi
tadi kudengar dia Koleksi Kangzusi website http://kangzusi.com/
mengatakan sudah minggat dari Pulau Mayat. Pasti ada sesuatu yang terjadi atas
dirinya ..." "Apapun sesuatu itu bukan urusanku. Dosanya dimasa lalu terlalu besar!" tukas
Dewi Rebab Kencana. "Tapi kalau dia ingin bertobat kenapa tidak diberi kesempatan?" kata Mahesa
pula. "Hai . . ." seru Dewi Rebab. "Pasti ada hubungan apa-apa antara kau dengan gadis
cantik ini. Kalau tidak mengapa kau membelanya"!"
Mahesa Kelud tertawa. "Bertemupun baru kali ini. Masakan kau menduga sejauh itu!" sahut pemuda itu
kemudian. Dewi Rebab tertawa dingin. "Urusan orang muda, aku yang tua tidak pantas ikut
campur. .." "Siapa bilang kau sudah tua Dewi . . . ?" ujar Mahesa polos. "Selain cantik
kaupun memiliki hati dan pikiran bijaksana . . ."
Wajah sang dewi yang selalu pucat sesaat tampak kemerahan. Dan Mahesa menambah
bumbu kata-katanya: "Kalau wajahmu merah seperti itu kau benar-benar secantik
dewi. .." Seumur hidupnya hanya ada satu orang yang
pernah memuji dan tergila-gila pada kecantikannya.
Manusia itu adalah Simo Gembong yang kemudian menghancurkan kehidupannya. Dan
kini ada orang kedua memuji seperti itu. Dia adalah Mahesa Kelud, murid Simo
Gembong! Mau tak mau Dewi menjadi jengah . Tapi bagaimanapun layaknya seorang
wa-nita, pujian akan membuat hatinya berbunga-bunga.
Maka diapun berkata: "Aku tidak akan meng-ganggu kalian berdua. Hanya saja, kau
berhati-hatilah orang muda ..."
"Berhati-hati bagaimana Dewi?" tanya Mahesa.
"Ada orang-orang yang berniat membunuhmu!"
Koleksi Kangzusi website http://kangzusi.com/
"Siapa mereka?" kembali Mahesa bertanya.
"Tak dapat kukatakan. Kau kelak akan berhadapan dengan mereka dalam waktu dekat.
.." Habis berkata begitu Dewi Rebab mengerling melirik ke arah gadis berbaju
biru, mengerling pada Mahesa lalu berkelebat dan lenyap dalam kegelapan malam.
Kini tinggal Mahesa dan si baju biru itu.
Si pemuda mendekat. "Bukankah kau Sembilan Biru! Anak buah Dewi Maut dari Pulau
Mayat?" tanya Mahesa. "Betul", jawab si gadis seraya merapikan rambut dan pakaiannya.
"Kenapa kau berada disini?"
"Kau suuah dengar pembicaraanku tadi dengan perempuan rambut panjang muka pucat
itu. Aku minggat dari sarang Dewi Maut..."
"Begitu ... " Ada apa kau sampai minggat?"
"Aku . . . aku hanya tak kerasan tinggal lebih lama disitu."
"Bagus kalau kau mau meninggalkan kesesatan.
Sekarang kemana tujuanmu?"
Sembilan Biru tak bisa menjawab. Dia melarikan diri dari Pulau Mayat tanpa
tujuan yang pasti. Sejak dia menincgalkan pulau itu yang terbayang olehnya
hanyalah pemuda bernama Mahesa Kelud yang
sangat menarik hatinya. Dia mengembara berbulan-bulan menyirap kabar mencari
jejak untuk dapat menemui pemuda itu. Kini setelah berhadap-hadapan tentu saja
dia tak mau menceritakan rahasia dirinya itu.
Karena orang yang ditanya tak menjawab Mahesa lalu berkata: "Aku harus pergi
sekarang. Kau hati-hatilah menjaga diri.. ."
"Kau mau kemana?" Sembilan Biru bertanya.
Koleksi Kangzusi website http://kangzusi.com/
"Aku bermaksud ke utara. Menuju gunung Muria.
Untuk menemui istriku .. ."
"Aih . . . !" mengeluh hati kecil sang dara. "Tak tahunya ternyata dia sudah
beristri!" Kepalanya jadi tertunduk dan hatinya seperti disayat-sayat. Dia
berusaha menahan air mata.
"Selamat tinggal Sembilan Biru. Orang-orang Pulau Mayat pasti mencarimu. Jika
bertemu kau pasti dibunuhnya. .."
"Matipun sekarang aku tidak perduli! Mengapa tidak tadi tadi perempuan muka
pucat itu membunuhku saja!" keluh Sembilan Biru dalam hati.
Mahesa sudah siap untuk melangkah pergi. Justru disaat itu dia melihat gerakan-
gerakan cepat berkelebat dalam kegelapan. Sembilan Btrupun ternyata juga sudah
melihat gerakan tersebut. Dia menghitung. Ada lima sosok tubuh mendekam dalam
kegelapan, tegak berpencar dalam sikap mengurung.
"Mahesa Kelud! Kami ingin bicara denganmu!"
satu suara datang dari samping kanan.
Si pemuda diam. Tak menjawab. Tapi dia ingat betul. Dia pernah mendengar suara
itu sebelumnya. Koleksi Kangzusi website http://kangzusi.com/
LIMA SOSOK tubuh bergerak maju, memperkecil jarak pengurungan. Mahesa segera
mengenali dua orang diantaranya. Yang pertama bukanlah lain Datuk Ular Muka
Tengkorak sedang yang kedua Pendekar Kembang Merah. Tiga orang lainnya tak
dikenal ataupun pernah dilihatnya sebelumnya.
"Datuk Ular!" ujar Mahesa. "Kau muncul dalam gelap seperti ini. Gerak-gerikmu
dan kawan-kawan jelas menunjukkan kau membawa maksud yang tidak baik!" pemuda
ini langsung menuduh. Datuk Ular menyeringai. Pendekar Kembang Merah usap-usap pipinya. Pengemis
Sableng cengar-cengir sedang Pengemis berbaju gombrong kuning tegak sambil
berkipas-kipas. Hanya Gambir Putih, tokoh dari Pesantren Megasuryo yang tampak
seperti tidak sabaran. "Pertama sekali kami ingin tanya. Apakah kau membawa pedang Samber Nyawa saat
ini . . . ?" Kembali Datuk Ular buka suara.
"Heh, tua bangka bermuka mayat ini tanyakan pedang mustika itu. Apakah dia ingin
jadi raja diraja dunia persilatan?" membatin Mahesa. Lalu dia bertanya: "Ada apa
kau tanyakan hal itu datuk?"
"Ladahlah, ditanya malah bertanya!" yang bicara adalah Pengemis berbaju gombrong
tambalan. "Katakan kau membawanya atau tidak?" Gambir Putih ikut bicara dengan nada keras
dan tidak sabar. "Kalau aku membawanya kenapa" Kalau tidak membawa bagaimana?"
Kata-kata Mahesa yang tidak memberi jawaban jelas ini membuat ke empat orang itu
tampak jengkel, kecuali Pengemis Sableng. Dia tetap saja cengar cengir.
"Jika dia tak mau menjawab terus terang tak
Koleksi Kangzusi website http://kangzusi.com/
apa," orang tua berkulit bulai berkata pada Datuk Ular. "Nanti juga kita akan
mengetahui!" Datuk Ular mengangguk. "Hal kedua yang ingin kami sampaikan," orang tua ini melanjutkan, "kami akan
melakukan sesuatu terhadapmu. Hingga dikemudian hari kami tidak mendapat repot
jika kau balas dendam . . ."
"Balas dendam soal apa?" tanya Mahesa dan dalam hati bertanya-tanya heran.
"Jangan berpura-pura tolol" Gambir Putih membentak. "Gurumu mampus dalam
pengejaran kawan-kawanku ini! Itu hal pertama. Kedua gurumu membunuh pengurus
pesantren kami. .." "Ketiga," menyambung Pengemis Berkipas Putih,
"kau membunuh putera hartawan Prajadika serta melakukan tindak kekerasan
terhadap orang kaya itu!"
Mahesa geleng-geleng kepala. "Malam-malam buta kalian kesasar kemari membawa
urusan salah alamat! Embah Jagatnata sudah meninggal. Perlu apa kalian masih
mengungkit-ungkit kematiannya.
Prajakuncara putera hartawan Prajadika memang pantas menerima hukuman. Pemuda
itu tukang rusak gadis. Dan ayahnya memang perlu diberi gebukan karena telah
menurunkan tangan jahat terhadapku!"
"Bagus . . . bagus! Ternyata kau pandai berdalih!
Apapun yang akan kau katakan, kami telah memutuskan bahwa kau harus menyerahkan
tanganmu kiri kanan untuk dibikin buntung!"
Mahesa Kelud mulai hilang kesabarannya. Amarah membuat darahnya jadi panas.
"Kalian orang-orang tua berpikiran dan bertingkah aneh! Mula-mula minta pedang.
Lalu minta kedua tanganku. Nanti apa lagi?"
"Sebenarnya aku inginkan nyawamu anak muda.
Koleksi Kangzusi website http://kangzusi.com/
Hanya sayang kawan-kawan disini kurang menyetujui-nya!" kembali Gambir Putih
bicara. "Sebelum hukuman dijatuhkan, aku ada satu pertanyaan!" Pengemis berbaju gombrong
buka mulut. "Dimana beradanya manusia bernama Supitmantil.
Dia harus ditangkap!"
"Aku tidak tahu dimana pemuda itu berada.
Kalaupun aku tahu tak akan kukatakan pada manusia-manusia macam kalian!" sahut
Mahesa pula. "Kalau begitu, kita bisa segera mulai Datuk!"
kata Gambir Putih. "Kalian mencari perkara, kalian sendiri akan dapat getahnya!" Mahesa renggangkan
kedua kaki, memasang kuda-kuda bertahan yang kokoh. "Kawanku gadis berbaju biru
ini tak ada sangkut paut dengan kalian. Jadi biarkan dia pergi!"
Datuk Ular tertawa. "Siapa kawanmu itu kami sudah tahu. Segala sesuatu yang berbau Pulau Mayat harus
dibasmi!" "Akupun tak ingin pergi begitu saja!" sahut Sembilan Biru. "Kalian berlima
hendak mengeroyok. Apapun yang terjadi aku siap membantu kawanku ini!"
"Bagus! Lengkap sudah!" balas Datuk Ular.
Mahesa hendak berteriak pada Sembilan Biru agar segera meninggalkan tempat itu.
Namun saat itu Datuk Ular sudah loloskan ikat pinggang ular sancanya dan uari
sebelah kiri Gambir Putih telah pula berkelebat melancarkan pukulan tangan
kosong jarak jauh mengandung tenaga dalam tinggi.
Pendekar Kembang Merah tampak memasukkan
tangan ke balik pakaian. Pasti mengambil senjatanya yang ampuh yakni kembang
kertas beracun yang sama kerasnya dengan potongan besi! Lalu Pengemis Berkipas
Putih bergerak dari jurusan sebelah kanan.
Terakhir kakaknya Pengemis Sableng sambil
Koleksi Kangzusi website http://kangzusi.com/
berteriak-teriak mengangkat kedua tangannya ke atas, lancarkan serangan aneh
seperti monyet menggapai-gapai!
"Manusia-manusia pengecut!" teriak Sembilan Biru. Dia lebih dulu bergerak
menyongsong lawan terdekat yakni Pendekar Kembang Merah hingga orang ini tak
berkesempatan mengambil senjata rahasianya. Pendekar Kembang Merah dengan gusar
hantamkan tangannya ke kepala Sembilan Biru. Si gadis merunduk sambil
melintangkan lengan di atas kepala untuk menangkis. Dua lengan saling beradu.
Sembilan Biru mengeluh kesakitan. Ternyata kekuatan lawan masih berada
diatasnya. Sambil sorongkan satu tendangan ke bawah perut Pendekar Kembang
Merah, gadis ini cepat melompat menjauh.
Ini kembali memberi kesempatan bagi orang tersebut untuk mengambil senjata
rahasianya. Tetapi alangkah kagetnya ketika tiba-tiba tubuh sigadis berputar
aneh dan tendangannya tadi kini membabat ke arah bawah ketiak. Pendekar Kembang
Merah cepat menyingkir ke kiri dan dari sini lepaskan pukulan tangan kosong yang
ganas, langsung mengarah dada Sembilan Biru.
Karena tidak bermaksud mengeluarkan Pedang Dewa ataupun Keris Ular Emas, Mahesa
sambut serangan empat lawan dengan jurus "bendungan baja lawan seribu angin
seribu gelombang". Jurus per-tahanan ini sebenarnya adalah jurus ilmu Pedang
Dewa, namun tetap hebat walaupun dimainkan dengan tangan kosong. Kedua tangan
pemuda itu terkembang lebar, menghantam ke depan. Angin seperti punting beliung
menggemuruh. Datuk Ular merasakan tubuhnya bergoyang lalu cepat gebukkan bangkai
ular di tangannya. Gambir Putih lipat gandakan tenaga dalamnya ketika merasakan
pukulan tangan ko- Koleksi Kangzusi website http://kangzusi.com/
songnya tadi seperti tertahan tembok tebal yang tidak terlihat. Pengemis Sableng
berteriak lebih keras ketika dirasakannya angin serangan Mahesa seperti hendak
menerbangkannya. Pakaian gombrong
Pengemis Berkipas Putih menggelembung seperti balon. Tapi orang ini tetap
tenang. Kipas putih di tangan kanannya dibuka lebih lebar lalu dikipaskan ke
depan. Wuut!!! Angin luar biasa dahsyatnya menyambar panas.
Sembilan Biru cepat menyingkir sebelum kena ter-serempet hantaman angin jahat
ini sedang Mahesa Kelud kaget bukan main ketika angin yang keluar dari kipas
membuyarkan serangannya. Hingga dia terpaksa melompat jauh menghindari gebukan
kepala ular serta pukulan Gambir Putih.
Pemuda ini segera tahu kalau diantara lawannya adalah senjata berupa kipas putih
di tangan si pengemis baju gombrong yang paling berbahaya. Karena tidak mau
berlaku ayal maka dia segera gerakkan tangan ke balik pinggang. Sinar merah
menebar ketika Pedang Dewa berada dalam genggamannya.
"Pedang Dewa! Senjata bagus! Itu untukku!"
seru Pengemis Sableng. Walaupun otaknya sinting tapi nyatanya dia mengenali
senjata lawan. Tiba-tiba saja tubuhnya melompat dan kedua tangannya menggapai.
Dari mulutnya tak lupa keluar suara teriakan.
Dilain kejap tangan kiri menyambar ke rambut Mahesa sedang tangan kanan
menyambar ke tangan yang memegang pedang. Astaga! Gerakan si Sableng ini aneh
dan luar biasa cepatnya. Kalau tidak lekas berkelit hampir saja tangan Mahesa
yang memegang pedang terpegang olehnya!
Begitu tangan kanannya lolos dari sambaran tangan lawan, Mahesa sodokkan hulu
pedang ke perut Koleksi Kangzusi website http://kangzusi.com/
Pengemis Sableng. Disaat yang sama ujung pedang diarahkan ke pada Gambir Putih
yang datang menggempur dengan pukulan tangan kosong. Namun Mahesa terpaksa
melompat mundur untuk selamatkan kepala dari sambaran kepala ular. Disaat yang
sama dia mendengar Sembilan Biru terpekik. Sebuah kembang kertas merah menancap
di bahu kirinya. Sebuah lagi tengah melesat ke arah pipinya. Mahesa cepat putar
pedang merahnya menghantam hancur kembang kertas itu. Lalu pemuda ini keluarkan
jurus-jurus terhebat ilmu pedangnya.
Sinar merah membuntal bergulung-gulung. Namun hanya satu jurus saja membuat
kacau lawan. Di jurus berikutnya. Pengemis Berkipas Putih yang agaknya menjadi tukang atur
penyerangan mulai membuat repot kedua muda mudi itu. Keduanya terdesak ke arah
semak belukar rendah di sebelah kiri. Disini keadaan tanah agak miring menurun
hingga memberikan peluang lebih baik pada lima penyerang.
Mahesa terpaksa merubah jurus-jurus ilmu pedangnya. Gerakannya tambah sebat.
Namun sesekali perhatiannya terbagi pada Sembilan Biru yang berada dalam keadaan
terluka dan harus membantu gadis ini dari gebukan kepala ular atau pukulan
tangan kosong lawan-lawannya. Namun satu sambaran angin
dahsyat berkiblat dari kipas sakti di tangan pengemis baju gombrong menyambar
dan Mahesa tidak berkesempatan untuk menolong Sembilan Biru.
Terdengar pekik gadis itu. Tubuhnya terpental.
Mencelat jauh dalam kegelapan. Lalu terdengar suara jeritannya. Suara jeritan
ini diikuti suara gaung yang menggema jauh! Ternyata di sebelah belakang semak
belukar itu terdapat sebuah jurang batu sangat
Koleksi Kangzusi website http://kangzusi.com/
dalam. Dan kesitulah Sembilan Biru terpental setelah dihantam pukulan kipas!


Mahesa Kelud - Serigala Berbulu Domba di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mahesa kertakkan rahang. Sinar merah yang keluar dari Pedang Dewa tampak tambah
terang tanpa pemuda ini telah lipat gandakan tenaga dalamnya. Kalau tangan kanan
memegang pedang maka tangan kiri diam-diam disiapkan untuk melancarkan pukulan
karang sewu, yakni pukulan sakti yang sanggup menghancurkan dinding batu atau
batu karang. Mahesa mendapatkan ilmu pukulan sakti ini dari seorang kakek sakti bernama
Karang Sewu ketika dipenjarakan seorang nenek jahat berjuluk Nenek Iblis
(Baca:Pedang Sakti Keris Ular Emas jilid-1).
Selain dapat disalurkan ke tangan berupa pukulan, ilmu kesaktian itu dapat pula
dialirkan ke kaki dalam bentuk tendangan maut.
Jengkel mendapatkan dirinya didesak para pengeroyok dan kecewa karena tidak
dapat menolong Sembilan Biru ditambah oleh amarah disebabkan gadis itu telah
celaka dan pasti telah menemui ajal di dasar jurang batu, maka Mahesa mengamuk
dengan keluarkan jurus ilmu pedang bernama "seratus pedang mengamuk."
Sinar merah membuntal mengeluarkan suara bersiur mengerikan. Empat pengeroyok
tercekat dan menjauh sebelum memutuskan untuk menyerbu kembali. Pengemis
berkipas Putih tegak tak berkesip, memperhatikan setiap gerakan yang dibuat
Mahesa seperti tengah mencari titik kelemahan lawan untuk kemudian dihantam.
Kakek pengemis ini kemudian harus menyesali diri karena terlalu lama tegak diam
memperhatikan dan bukannya langsung
menggempur. Hal ini terjadi ketika pedang Mahesa membabat puntung tangan kanan
Gambir Putih hingga wakil ketua Pesantren ini menjerit roboh
Koleksi Kangzusi website http://kangzusi.com/
sambil pegangi tangannya yang buntung
mengucurkan darah. Mahesa tendang tubuh orang tua bulai ini tepat ketika dua
buah kembang kertas merah beracun melesat dari tangan kanan Pendekar Kembang
Merah. Pendekar Kembang Merah tentu saja tak dapat menarik pulang serangannya. Selagi
dia terkesiap melihat dua senjata rahasianya menancap menembus tubuh Gambir
Putih, Mahesa telah berkelebat melom-patinya seraya menghantamkan tinju kiri
yang mengandung aji karang sewu.
Buukkk!! Tubuh Pendekar Kembang Merah mencelat mental.
Tulang dadanya hancur. Darah tersembur dari mulutnya. Orang ini roboh terhempas
di kaki pohon, tak bernafas lagi!
Pengemis Sableng berteriak-teriak. Datuk Ular hantamkan senjatanya seraya
memijat bagian tubuh ular yang dipegangnya. Racun berwarna kehijauan itu
menyembur. Mahesa menghantam dengan tangan kiri. Datuk Ular lebih cepat. Ayunkan
tangannya ke bawah dan kini kepala ular laksana anak panah melesat ke perut
Mahesa. Pemuda ini babatkan pedang saktinya. Maksudnya hendak membabat putus
senjata lawan yang berbahaya itu. Dia memang, berhasil membuyarkan serangan sang
datuk tetapi agak terlambat menutup jalan nafas ketika sinar hijau beracun
menyambar. Akibatnya meskipun terhisap hanya sedikit, Mahesa mendadak merasakan
matanya perih dan kepalanya mendenyut sakit. Cepat dia selinapkan tangan ke
balik pakaian maksudnya hendak
mendekap gagang Keris Ular Emas agar dapat
memusnahkan racun jahat yang masuk ke dalam jalan pernafasannya. Justru saat itu
dari depan datang Koleksi Kangzusi website http://kangzusi.com/
Pengemis Sableng sambil berteriak-teriak dan menggapaikan kedua tangannya ke
leher Mahesa. Mau tak mau pemuda ini jadi tak berkesempatan untuk memegang keris sakti
tersebut. Dengan gusar dia hantamkan tangan kiri ke depan, sekaligus menusukkan
pedang untuk menambus perut lawan. Disaat itulah Pengemis Berkipas Putih datang
menyambar dari samping. Wuuuttt! Wuuuuttt' Dua larik angin dahsyat menerpa.
Yang pertama sempat dielakkan Mahesa dengan melompat ke belakang sambil babatkan
pedang sakti. Tapi hantaman angin yang kedua, meski ujung pedangnya sempat merobek salah satu
sisi kipas putih si pengemis, tak sempat dielakkannya. Seperti yang dialami
Sembilan Biru tubuh pemuda ini terlempar dalam kegelapan, jatuh ke dalam jurang
batu yang gelap. Pedang sakti terlepas dari genggamannya dan melayang jatuh
lebih dulu dari tubuhnya!
"Kipasku! Kipasku rusak! Sialan keparat!" Pengemis Berkipas Putih memaki tiada
henti. Datuk Ular tidak perdulikan pengemis itu, juga seperti tidak acuh pada kematian
Pendekar Kembang Merah dan Gambir Putih. Senjatanya berupa tubuh ular sanca
digelungkannya ke pinggang. Hatinya puas. Mahesa Kelud pasti menemui ajal begitu
tubuhnya menghantam dasar jurang batu!
Koleksi Kangzusi website http://kangzusi.com/
APA NASIB yang menunggu Mahesa Kelud dan
Sembilan Biru setelah dihantam masuk kedalam jurang batu akan kita ketahui
kemudian. Terlebih dahulu kita kembali pada kejadian sewaktu Mahesa mengalami
nasib sial yaitu ditipu oleh Retno Kumalasari puteri Adipati Suto Nyamat. Dalam
keadaan tertotok pemuda ini diserahkan pada hartawan Prajadika, orang yang
menginginkan nyawa Mahesa karena pendekar ini telah membunuh putera tunggalnya
yakni Prajakuncara. (Baca: Simo Gembong Mencari Mati).
Dua orang hulubalang membawa Mahesa ke rumah kediaman Prajadika. Setelah digebuk
babak belur oleh sang hartawan, Mahesa kemudian dicem-plungkan ke dalam sebuah
sumur tua. Dibiarkan ke-laparan dan akan disiksa dengan siraman air panas
mendidih...... Hampir menjelang pagi, ketika udara dingin men-cucuk daging menembus tulang,
Mahesa Kelud merasakan sebuah benda meluncur kebahu, terus menjalar ke punggung.
Dia tak mau membuka kedua matanya yang terpejam. Sangkaannya benda yang meluncur
itu pastilah ular atau sejenis binatang tanah berbisa. Biarlah binatang itu
mematuknya. Mati terkena racun ular lebih baik dari pada mengalami siksa-an.
Tapi tak ada yang mematuk. Tak ada yang menggigit walau benda itu masih terus
meluncur naik turun di punggungnya.
Tiba-tiba bret! Pantat celananya robek. Sesuatu menyangkut di ikat pinggangnya. Kemudian
perlahan-lahan, sedikit demi sedikit tubuhnya terangkat ke atas sampai akhirnya
kepalanya muncul di tepi bibir sumur. Mahesa membuka matanya lebar-lebar,
menembus kegelapan malam. Seseorang dilihatnya dengan
Koleksi Kangzusi website http://kangzusi.com/
susah payah menarik tali yang berhubungan dengan besi pengait yang dipakai untuk
menggeret tubuhnya keatas. Dia tidak dapat mengenali siapa adanya orang ini.
Tubuhnya ditarik keluar sumur. Baru saja dibaringkan ditanah yang basah, tiba-
tiba dari arah bangunan besar terdengar suara seseorang
membentak. "Hai! Siapa di dekat sumur"!"
Bentakan disusul dengan datangnya sesosok tubuh menghunus golok. Orang yang
menolong Mahesa Kelud jatuhkan diri kebalik sumur sambil tangannya mencabut sebilah
belati. Ketika orang yang memegang golok melangkah mendekat, secepat kilat
belati itu dilemparkannya.
"Heekk ...!*' Golok terlepas dari tangan. Orang itu hanya sempat keluarkan suara seperti ayam
tercekik lalu roboh ke tanah. Belati besar menancap di lehernya.
"Supitmantil!" seru Mahesa ketika dalam gelap kemudian dia mengenali siapa orang
yang menolongnya itu adanya.
Supitmantil silangkan jari telunjuk dalam gelap kemudian dia mengenali siapa
orang yang menolongnya itu adanya.
Supitmantil silangkan jari telunjuk di depan bibir, memberi isyarat agar Mahesa
jangan bicara keras. "Sahabat . . ." berbisik Mahesa. "Kebaikanmu dimasa lalu masih belum sempat
kubalas. Hutang budi belum kulunaskan. Kini kau telah menanam budi baru. Aku
berhutang nyawa padamu Supit. .."
Yang dimaksudkan Mahesa dengan Kebaikan di masa lalu ialah sewaktu Supitmantil
memberi tahu siapa yang menculik Wulansari dan kemana gadis itu dilarikan.
Seperti dituturkan dalam Pedang Sakti Keris Ular Emas, Wulansari diculik oleh
Niliman To- Koleksi Kangzusi website http://kangzusi.com/
teng alias Iblis Jangkung. Berkat pertolongan Supitmantil Mahesa berhasil
menyelamatkan kekasihnya itu dan kemudian menjadi istrinya serta menetap di
puncak gunung Muria. "Kita harus segera keluar dari sini," ujar Supitmantil.
"Ya, tapi aku tak bisa jalan. Aku tertotok. Bisakah kau mendukungku . . . ?"
"Tentu saja. Tapi kita harus hati-hati. Dua hulubalang istana masih ada di
gedung sana . .." "Kalau begitu kau tolong lepaskan totokanku.
Disini, di bagian dada!"
Supitmantil seorang pemuda yang memiliki kepandaian silat cukup tinggi. Ini
karena dia berguru pada seorang tokoh silat kalangan istana. Namun dalam soal
totok menotok dia masih belum matang.
Maka Mahesa harus membimbing memberi tahu
bagaimana cara yang ampuh untuk melepaskan totokan ditubuhnya. Setelah mencoba
beberapa kali baru Supitmantil berhasil. Namun totokan itu masih belum pulih
seluruhnya. Terpaksa Mahesa duduk bersila dan kerahkan tenaga dalamnya ke dada
untuk memusnahkan sisa-sisa totokan. Selagi dia
melakukan hal itu tiba-tiba melayang dua buah obor besar. Benda ini menancap di
kiri kanan sumur hingga tempat sekitar situ jadi terang benderang.
"Supitmantil! Bagus sekali perbuatanmu!" terdengar bentakan marah. Itu adalah
suara hartawan Prajadika.
Supitmantil berpaling. Di tangga belakang gedung tampak Raden Mas Prajadika
tegak bertolak pinggang. Di sebelahnya kelihatan dua orang lelaki berpakaian serba biru, tinggi
dan kekar. Mereka adalah dua hulubalang istana kelas tiga yang
Koleksi Kangzusi website http://kangzusi.com/
membawa Mahesa sebelumnya dari rumah kediaman almarhum Adipati Suto Nyamat di
Madiun. "Celaka," keluh Supitmantil. Dia tidak takut terhadap hartawan yang dianggapnya
mempergunakan kedudukan dan kekayaannya untuk berbuat sesuka hatinya itu. Tapi dua hulubalang
istana kelas tiga itu benar-benar merupakan dua lawan berat. Satu saja sulit
bagi Supitmantil untuk menghadapi. Kini mereka malah berdua!
Pemuda itu melirik ke arah Mahesa. Saat itu Mahesa masih mengerahkan tenaga
dalam untuk memulihkan sisa totokan. Justru disaat itu pula dua hulubalang istana
berkelebat, menerkam ke arah Supitmantil!
Pemuda ini jatuhkan diri. Tendangan yang tadi mengarah ke batok kepalanya
berhasil dielakkan. Baru saja dia bangkit berdiri hulubalang yang tadi menyerang sudah menghantamkan
jotosan ke dadanya. Supitmantil menangkis dengan lengan kiri dan balas memukul
dengan tinju kanan. Dua lengan beradu. Supitmantil mengeluh kesakitan. Lengan kirinya laksana
dihantam potongan besi sedang tinju kanan hanya memukul angin.
"Gonto! Cepat kau ringkus pemuda yang bersila itu! Yang satu ini biar aku yang
melukatkan!" Terdengar hulubalang yang menyerang Supitmantil berseru. Maka
kawannya yang semula ikut menghantam Supitmantil kini melompat ke hadapan Mahesa
Kelud. Sikap duduk Mahesa merupakan sasaran empuk untuk diserang. Terdengar
suara bersiur ketika kaki kanan hulubalang bernama Gonto melesat ke muka Mahesa
Kelud. Padahal saat itu pendekar ini masih meramkan mata mengerahkan tenaga
dalam guna memusnahkan sisa totokan di dadanya.
Pukulan yang mengenai angin membuat Supit-
Koleksi Kangzusi website http://kangzusi.com/
mantil terhuyung ke depan. Akibatnya dadanya menjadi sasaran terbuka. Tinju
hulubalang kelas tiga itu laksana palu godam melabrak dada kanannya. Supitmantil mengeluh kesakitan. Tubuhnya mencelat dan terkapar dekat sumur tua.
Mulutnya terasa panas dan asin. Ada darah yang keluar dari saluran di dadanya
tanda saat itu dia menderita luka dalam yang cukup parah. Sambil menahan sakit
pemuda ini berusaha berdiri. Dia tahu apa arti jika tubuhnya masih tergeletak
begitu rupa. Lawan akan menghantamnya kembali dengan tendangan atau pukulan
maut. Sambil bangkit Supitmantil cabut sebilah belati besar dari balik pinggangnya.
Memang pemuda ini memiliki keahlian melempar senjata tajam. Tadi telah
dibuktikannya dengan sekali hantam saja berhasil me-robohkan pengawal gedung.
Tapi sekali ini orang yang dihadapinya bukan manusia jenis ronda malam.
Dengan mudah hulubalang istana itu berhasil mengelakkan sambaran belati. Dilain
kejap dia sudah menerkam Supitmantil. Lututnya menusuk ke perut pemuda ini.
Selagi Supitmantil terlipat ke depan, kedua tangannya yang besar kuat datang
menyambar dan mencekik leher si pemuda laksana japitan besi. Supitmantil
meronta-ronta. Tapi kehabisan nafas membuat tenaganya lumpuh. Tak mungkin lagi
baginya menyelamatkan diri. Matanya mendelik dan lidahnya mulai menjulur.
Praaak! Satu sosok tubuh roboh dengan tulang belikat patah!
Hulubalang Gonto melengak kaget ketika Mahesa yang hendak ditendangnya tiba-tiba
melayang mele-watinya lalu menghantam temannya yang tengah mencekik Supitmantil.
Begitu merasa cekikan lawan terlepas, Supitmantil
Koleksi Kangzusi website http://kangzusi.com/
mereguk udara segar sebanyak-banyaknya. Lalu selagi hulubalang itu terkapar
Supitmantil hunjamkan sebilah belati ke dadanya. Hulubalang ini hanya keluarkan
suara keluhan pendek, kaki menggelepar beberapa kali, setelah itu diam tak
berkutik lagi! Melihat kematian kawannya, Gonto menggembor marah. Di tangan kanannya tahu-tahu
sudah tergeng-gam sebilah golok besar. Sambil menerjang dia babatkan senjata itu
ke arah leher Supitmantil. Tapi setengah jalan seseorang menghantam pinggangnya
hingga hulubalang ini terpuntir.
Wutt! Gonto kini babatkan golok ke arah Mahesa Kelud yang tadi menendang pinggangnya.
Namun satu pukulan menghancurkan sambungan sikunya hingga hulubalang ini meraung
kesakitan. Goloknya terlepas mental. Selagi meraung kesakitan dirasakannya
tubuhnya terangkat lalu tiba-tiba sekali dilemparkan ke bawah! Kembali
hulubalang ini menjerit ketika mengetahui dirinya dilemparkan ke dalam sumur
tua, kepala kebawah kaki ke atas! Suara teriakannya serta merta lenyap ketika
batok kepalanya menghantam dasar sumur tua hingga pecah dan lehernya patah.
Nyawanya putus detik itu juga!
Supitmantil cepat datangi Mahesa dan berkata:
"Kita harus tinggalkan tempat ini segera . .."
"Ya, tapi aku harus membayar hutang dulu pada orang kaya itu," sahut Mahesa.
Sekali lompat saja dia sudah berdiri di hadapan Raden Mas Prajadika yang tegak
ketakutan di pintu belakang gedung. Dia segera balikkan diri sambil berteriak.
Namun Mahesa jambak rambutnya, putar tubuhnya.
"Prajadika!" kata Mahesa. "Aku membunuh puteramu bukan karena aku manusia jahat
buas! Tapi ka- Koleksi Kangzusi website http://kangzusi.com/
rena anakmu memang pantas ditabas batang
lehernya! Dia kupancung ketika hendak memperkosa seorang gadis!"
"Aku tidak percaya; Puteraku anak baik-baik!
Aku tidak percaya! Lepaskan jambakanmu! Keparat ____!"
Plak! Satu tamparan keras menghantam pipi kanan Hartawan Prajadika hingga bibirnya
pecah dan tiga gigi-nya tanggal. Hartawan itu meraung kesakitan. Tubuhnya
melintir. Kalau saja rambutnya tidak dijambak pasti dia sudah terkapar di tangga
gedung. "Itu hadiah dari gadis yang hendak dirusak oleh puteramu!" kata Mahesa. "Dan ini
pembayar hutang tadi malam!" Lalu Mahesa hantam muka Prajadika dengan tinju
kiri. Kembali orang ini meraung kesakitan. Tapi raungan itu segera lenyap karena
dirinya keburu pingsan. Mahesa lepaskan jambakan nya. Prajadika tergelimpang di
tangga batu. Hidungnya hancur dan darah mengucur!
Dari bagian depan gedung terdengar suara orang lari mendatangi. Beberapa
diantaranya meneriakkan sesuatu. Mahesa memberi isyarat pada Supitmantil.
Kedua pendekar ini lompati tembok halaman belakang. Ketika enam orang penjaga
gedung sampai disitu membawa berbagai macam senjata, keduanya telah lenyap dalam
kegelapan. Ayam berkokok di kejauhan. Langit di ufuk timur tampak kemerahan. Kedua pendekar


Mahesa Kelud - Serigala Berbulu Domba di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu sampai di sebuah anak sungai berair dangkal tapi jernih. Baik Mahesa maupun
Supitmantil segera menggulingkan diri di tebing sungai. Membersihkan muka dan
tubuh mereka yang berlepotan darah.
"Seharusnya kubunuh orang kaya itu ..." kata Supitmantil beberapa saat kemudian
sambil menyisir Koleksi Kangzusi website http://kangzusi.com/
rambutnya yang basah dengan jari-jari tangan. "Dia mengetahui pengkhianatanku.
Kini aku jadi orang buronan! Pasti Prajadika meminta tokoh-tokoh istana untuk
menangkapku hidup atau mati!"
"Semua karena aku!" ujar Mahesa.
"Aku tidak menyesal menolongmu," kata Supitmantil yang tahu maksud kata-kata
Mahesa tadi. "Sekarang apa yang hendak kau lakukan?" tanya Mahesa.
"Jelas aku tak mungkin kembali ke Kotaraja.
Mungkin aku harus menempuh hidup sepertimu. Mengembara sambil menambah ilmu."
"Kalau begitu seandainya kau tersesat ke utara maukah kau singgah di puncak
Muria" Istriku berada disana. Namanya Wulansari. Kau pasti kenal dia karena
dialah gadis yang dulu berhasil kuselamatkan dari kebejatan Prajakuncara berkat
pertolonganmu ..." "Apa yang harus kukatakan jika bertemu?" tanya Supitmantil.
"Katakan bahwa aku dalam keadaan baik. Aku akan segera pulang ke Muria begitu
urusanku selesai ..."
Supitmantil mengangguk. "Aku akan mampir menemui istrimu," katanya.
"Terima kasih sahabat. Sekarang ada satu hal yang amat penting harus kulakukan."
"Apa itu?" "Dua senjata milikku dirampas puteri Suto Nyamat.
Untuk mendapatkan kedua senjata sakti itu aku telah mempertaruhkan nyawa.
Karenanya aku harus mengambilnya kembali sekalipun mungkin kali ini aku harus
membunuh gadis itu. Sebelum aku ke Madiun aku perlu beberapa keterangan dari mu.
Dua tahun lalu Retno hanya seorang gadis cantik biasa yang tidak memiliki
kepandaian apa-apa. Tapi Koleksi Kangzusi website http://kangzusi.com/
melihat kemampuannya menotokku, pastilah dia telah berguru pada seseorang.
Mungkin kau mengetahui siapa guru gadis itu dan dimana
kediamannya?" Supitmantil menggeleng. "Sekali ini aku tidak bisa menolongmu Mahesa . . ."
"Tak jadi apa," jawab Mahesa. Dia merangkul Supitmantil sambil mengucapkan
terima kasih berulang kali.
"Jangan berterima kasih terus-terusan Mahesa.
Kau lupa bahwa kaupun tadi menyelamatkan jiwaku dari tangan hulubalang istana
itu!" Mahesa Kelud angkat bahu. "Ada ubi ada talas.
Ada budi ada balas," katanya.
"Selamat jalan Mahesa."
"Selamat mengembara Supit. Sampai ketemu.
Dan jangan lupa mampir di rumahku di puncak Muria."
Kedua sahabat itupun berpisah tepat ketika sang surya menyembulkan diri di
sebelah timur. Seperti dituturkan dalam Simo Gembong Mencari Mati, Mahesa berhasil mendapatkan
Pedang Dewa dan Keris Ular Emas yang dicuri Retno Kumalasari dan diserahkan pada
kekasihnya seorang ahli obat dan ahli menotok yakni Pergola. Keduanya bermaksud
menjual kedua senjata sakti itu pada seorang pejabat tinggi istana. Dengan hasil
penjualan yang luar biasa tingginya Pergola berharap akan jadi kaya raya dan
hidup mewah. Namun Mahesa keburu muncul dan Pergola menemui ajal ketika coba
melawan. oooOOOooo Koleksi Kangzusi website http://kangzusi.com/
PUNCAK GUNUNG MURIA .............
Pagi itu udara cerah sekali. Angin bertiup segar dan lembut. Hampir tak tampak
segumpal awanpun menyaputi puncak gunung. Sesekali terdengar kicau burung
bersahut-sahutan. Dari puncak gunung pemandangan di sebelah bawah tampak indah
sekali. Pepohonan menghijau. Sawah menghampar dimana-mana. Di sebelah timur dan
utara tampak ter-bentang laut lepas membiru. Sungai-sungai laksana ular panjang
membelintang menuju muara masing-masing di lautan.
Di keindahan pagi cerah itu terdengar suara orang menyanyi. Suara perempuan.
Patung Dewi Kwan Im 1 Tujuh Hari Menembus Waktu Karya Charon Pelarian 4
^