Pencarian

Kembang Jelita Peruntuh 3

Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p Bagian 3


ia merasa dirinyalah, yang akan dipilih untuk
menyelundup ke dalam istana. Kalau demikian,
ia takkan menolak pemilihan itu, meskipun
Kembang Jelita 4 50 tentu saja akan menolak kalau harus "dijadikan
arwah" lebih dulu. Benar juga, setelah ribut-ribut sejenak, ada
yang bersungguh-sungguh dan ada yang sinis
itu, tiba-tiba terdengarlah suara seseorang
keras "Bagaimana kalau Helian Hu-ciang saja
yang menyelundup ke dalam istana?"
Suasana tiba-tiba jadi sunyi. Sampai
terdengar lagi, "Pilihan tepat, kita semua
percaya akan semangat juang Helian Hu-ciang,
yang tak mempan tekanan keras maupun emas
yang berkilauan." Helian Kong paham, di balik kata-kata yang
kedengarannya seperti. sanjungan itu, ia sedang
diingatkan agar tidak ingkar dari kepercayaan
yang dibebankan oleh kawan-kawannya.
"Helian Hu-ciang, mau menerima tugas Ini?"
"Baik," sahut Helian Kong tanpa pikir
panjang sambil bangkit dari duduknya. Mantap.
"Toako!" Siangkoan Yan-lah yang kaget dan
cemas. Gadis itu membayangkan, betapa Helian
Kong, pria yang diam-diam dicintanya itu, akan
memikul resiko yang demikian berat. Bukan
Kembang Jelita 4 51 saja terancam nyawanya, tapi juga nama baik
nya, kehormatannya yang dibanggakan sebagai
prajurit sejati. Kalau gagal menghadap Kaisar
dan tertangkap atau terbunuh oleh Co Hua-sun,
pastilah Co Hua-sun akan langsung mengumumkan Helian Kong sebagai "pembunuh" atau "pengkhianat" atau entah apa
lagi, sedang Co Hua-sun sendiri akan
mengumumkan dirinya sebagai "penyelamat
Kaisar." Siangkoan Yan sudah tahu watak Co
Hua-sun itu. Namun Helian Kong sendiri nampaknya
sudah mantap tenar melakukan hal itu. Malahan
ia kemudian berkata kepada Siangkoan Yan,
"Adik Yan, bukankah kau sahabat karib Puteri
Tiang-ping " Kumohon kau mau membicarakan
urusan ini dengan Puteri Tiang-ping. Dengan
bantuannya, rasanya keinginan untuk menghadap Kaisar tidak akan banyak
kesulitannya, apalagi Puteri Tiang-ping sendiri
tidak menyukai Co Hua-sun."
Yang mengucapkan itu memang Helian Kong,
namun semua yang hadir di tempat itu juga
Kembang Jelita 4 52 menatap penuh harap kepada Siangkoan Yan
agar mau membantu. Sedang gadis itu beberapa saat hanya duduk
mematung, tidak menjawab. Dalam hatinya ia
amat meragukan keberhasilan rencana itu.
Seandainya berhasil menemui kaisar, maka
masih harus dipertanyakan bagaimana tanggapan Kaisar. Mungkin Kaisar berterima
kasih karena laporan yang jujur, tapi juga bisa
sebaliknya. Bisa saja Kaisar malah memerintahkan pengawal-pengawalnya untuk
menangkap Helian Kong, sehingga nasib Helian
Kong akan seperti beberapa pembesar yang
nekad pernah mencoba menggugat Co Hua-sun,
jadi setan tak berkepala.
"Kaisar kehilangan akal sehatnya karena
mabuk kecantikan Tiau Kui-hui, selirnya yang
amat cantik, sehingga Ciu Hong-hou (permaisuri
Ciu) sendiri pun tidak digubris oleh Kaisar, apa
lagi cuma Helian Kong." pikir Siangkoan Yan.
"Tanpa Kaisar sadari bahwa Tiau Kui-hui
hanyalah alat Co Hua-sun untuk Kembang Jelita 4 53 meninabobokkan Kaisar agar Co Hua-sun bisa
malang-melintang bersama komplotannya,"
Memang, saat itu gara-gara terbius
kecantikan Tiau Kui-hui, Kaisar Cong-ceng
sudah seperti boneka yang tak punya pendirian
lagi, cuma menuruti apa saja yang dikatakan Co
Hua-sun. Tapi di tengah-tengah para perwira yang
sedang terkobar semangatnya dan mengarahkan harapan di pundak Helian Kong,
Siangkoan Yan merasa amat sulit membuka
mulut. "Bagaimana, adik Yan?" Helian Kong
mengulangi pertanyaannya melihat gadis itu
diam saja. "Aku mohon dibuat pertimbangan lagi?"
semua menanti kelanjutan kata-kata gadis itu
Lebih dulu Siangkoan Yan menarik napas
beberapa kali untuk menenangkan dirinya, lalu
katanya, "Saudara-saudara, karena hubunganku
yang cukup baik dengan Cici ... eh, Puteri Tiangping, sedikit banyak aku tahu bagaimana
suasana keluarga kerajaan saat ini"
Kembang Jelita 4 54 Semuanya masih bungkam mendengarkan.
Lalu Siangkoan Yan melanjutkan, "Suasana
dalam keluarga kerajaan akan mempengaruhi
sikap Kaisar dalam menghadapi urusan apapun.
Apakah Kaisar akan jadi sabar atau gampang
marah, itu dipengaruhi suasana keluarganya.
Benar tidak?" Banyak yang setuju mendengar kata kata itu,
biarpun belum tahu ke mana arahnya. Memang
masuk akal. Itu pengalaman semua lelaki yang
sudah punya isteri. 'Tanggal muda kalau habis
gajian, wajah isteri tentu berseri-seri, dan kalau
sudah tanggal tua biasanya wajah sang isteri
juga akan semakin banyak kerutannya.
Sudah tentu suasana keluarga kerajaan yang
hendak diomongkan oleh Siang koan Yan itu
bukan urusan uang di kantong. Karena itu
semuanya tetap menunggu ke mana arahnya
kata-kata Siangkoan Yan. "Nah, bagaimana sikap Kaisar terhadap
Helian Toako seandainya dia ber-hasil
menghadap, juga tergantung suasana keluarga
Kaisar Benar tidak?"
Kembang Jelita 4 55 "Benar!" sahut seorang perwira bernama Le
Koan-wi. "Nona Siangkoan, kau tahu bagaimana
suasana keluarga Kaisar sekarang ini?"
Langsung Siangkoan Yan ke inti masalahnya,
masalah yang sebenarnya kurang pantas di
sebar-luaskan karena menyangkut kehidupan
pribadi keluarga Kaisar, tetapi karena
menyangkut juga mati-hidupnya Helian Kong,
terpaksa Siangkoan Yan mengutarakannya di
hadapan semua yang hadir, "Saat ini Kaisar se
dang ... yah, sedang tergila-gila kepada
kecantikan Tiau Kui-hui. Semua omongan selir
cantik itu diturutinya, padahal omongan Tiau
Kui-hui tidak lain ya omongan Co Hua-sun yang
didiktekan sebelumnya. Walaupun kelak Helian
Toako berhasil menghadap, takkan lebih hanya
menyerahkan batang lehernya pada Kaisar.
Kaisar takkan menggubris kata-katanya."
Wajah perwira-perwira pembenci Co Huasun itu mendadak jadi murung semua, terutama
yang urusannya sedang terkatung-katung di
tengah jalan seperti Bu Sam-kui , Liong Tiau-hui
dan Li Tiang -liong. Kalau cara menyelundupkan
Kembang Jelita 4 56 Helian Kong itu tak memberi harapan, lalu
masih ada cara apa lagi"
"Kapan suasana keluarga Kaisar memungkinkan untuk mendengarkan Helian
Hu-ciang?" suara Liong Tiau-hui hampir
berteriak karena kesalnya. "Satu bulan" Tiga
bulan" Satu tahun" Atau takkan pernah,
sehingga prajurit-prajurit kami di San-hai-koan
mati kelaparan karena kehabisan perbekalan?"
Siangkoan Yan nampak bingung meng hadapi
sikap Liong Tiau-hui itu. Ia bisa memahami
kegelisahan para perwira yang selama ini
urusannya di "pingpong" oleh pegawai-pegawai
Peng-poCeng-tong. padahal situasi di garis
depan semakin gawat dan membutuhkan
perhatian Kaisar, Tapi di lain pihak Siangkoan
Yan juga menguatirkan Helian Kong, janganjangan ke istana hanya untuk "setor kepala?"
Selama Kaisar masih terbuai kecantikan Tiau
Kui-hui; selama itu pula ia enggan
mendengarkan laporan yang tidak enak,
maunya yang enak-enak saja.
Kembang Jelita 4 57 Sesaat suasana jadi ribut, sampai terdengar
suara Le Koan-wi keras, "Tidak ada gunanya
kita berbantah tak karuan! Kita serahkan saja
kepada Helian Hu-ciang sendiri. Berani
meneruskan rencana ini atau tidak" Memang
nyawa dan nama baik taruhannya! Tapi kalau
Helian Hu-ciang tidak bersedia, kita tidak boleh
menghinanya. Atau ada orang lain yang
bersedia?" Sebelum Helian Kong menjawab, Siangkoan
Yan cepat-cepat mendahuluinya, "Saudarasaudara! Jangan menganggap keadaan dalam
keluarga kerajaan itu takkan berakhir. Titu Bijin-ke (perangkap wanita cantik) yang
dijalankan oleh Co Hua-sun atap diri Kaisar
dengan menggunakan Tiau Kui-hui itu akan tiba
saatnya berakhir. Itulah saat yang aman untuk
menghadap!" "Kapan saat berakhirnya?"
"Saat ini Paduka Ciu Kok-thio, mertua Kaisar,
sedang merencanakan"
"Adik Yan!" Siangkoan Heng tiba-tiba
menukas sambil menatap adiknya dengan
Kembang Jelita 4 58 tajam, kuatir kalau adiknya melanjutkan katakatanya. Maklum, apa yang sedang dipersiapkan
oleh Ciu Kok-thio itu bukanlah sesuatu yang
bisa sembarangan diumumkan. Memang, semua
yang hadir di situ boleh di kata segolongan,
sama-sama penentang Co Hua-sun, tetapi siapa
berani menjamin takkan membocorkan rencana
Ciu Kok-thio" Mungkin bukan membocorkan
dengan sengaja, tapi tanpa sengaja, misalnya
waktu mabuk arak. Apa lagi kalau mengingat
betapa giat Co Hua-sun meluaskan pengaruh
dengan seribu satu mneam cara..Mengancam,
membujuk, menipu, menjebak dengan wanita,
menjerat, dengan uang, menyogok, mengadu
domba dan entah bagaimana lagi.
Itulah yang dikuatirkan Siangkoan Heng
sehingga dia mencegah adiknya bicara lebih
lanjut. Helian Kong dapat merasakannya pula ada
sesuatu yang tersembunyi, tidak pantas
diketahui orang banyak. Karena itu ia berdiri
dan berkata kepada Siangkoan Yan, "Adik Yan,
sudahlah. Tugasku memang mengandung
Kembang Jelita 4 59

Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

resiko, tapi aku tetap akan memikulnya. Aku
berjanji untuk berhati-hati dan tidak cuma
nekad saja. Kalau gagal, rasanya aku masih bisa
kabur atau bersembunyi dengan jurus-jurus
kura-kura.'' Maksudnya berkelakar untuk membuat
Siangkoan Yan tertawa, namun wajah gadis
cantik itu justru memucat, butiran-butiran
keringat dinginnya berkelap kelip di jidat, kena
cahaya lampion di pohon yang bergoyang pelan
kena angin malam. Hampir-hampir gadis itu
tidak dapat menahan tangisnya.
"Toako, kau akan bunuh diri dengan cara itu"
Dengan berkedok pahlawan?" desis Siangkoan
Yan lirih. Desisnya lirih namun terdengar nyata
di tempat yang tengah dicengkam kesunyian itu,
dan dalam suaranya itu terungkap semua
perasaannya terhadap diri Helian Kong.
Para perwira yang menyaksikan adegan itu
cuma bisa saling menoleh sambil menarik
napas. Mereka maklum, betapa banyak tugas
seorang pahlawan yang gagah berani pun sering
Kembang Jelita 4 60 gagal hanya oleh rengekan atau air mata
seorang perempuan. Semuanya diam, kecuali si berangasan Liong
Tiau-hui yang tidak biasa menyimpan isi hati. Di
tengah kesunyian itu, Liong Tiau-hui menarik
napas keras-keras dan menperdengarkan
suaranya yang mirip keluhan, "Mungkin nasib
dinasti Beng sudah akan sampai ke ujungnya,
kalau semangat para pahlawannya sudah di
lumpuhkan oleh air mata wanita."
Helian Kong merasa dilecut oleh kata-kata
itu, maka dia berkata kepada Siangkoan Yan,
"Adik Yan, pahamilah. Tugasku tidak berat, aku
bisa menyamar dan dengan bantuan Tuan
Puteri Tiang ping, pastilah aku akan?"
Pecahnya tangis Siangkoan Yan memutuskan
bicaranya. Dengan jengkel Siangkoan Yan
memukul-mukul dada Helian Kong dengan
sepasang tinjunya yang kecil, seperti menabuh
tambur saja, ucapnya di sela-sela tangisnya,
"Kau memang tidak menggubris perasaanku,
kekuatiranku! Berangkatlah d a n mampuslah,
Kembang Jelita 4 61 "Adik Yan, pahamilah. Tugasku tidak berat, aku
bisa menyamar dan dengan bantuan Tuan Puteri
Tiang-ping, pastilah aku akan?"
Kembang Jelita 4 62 aku tidak peduli lagi kepada lelaki sok pahlawan
macam dirimu!" (Bersambung jilid ke V) Sumber Image : Koh Awie Dermawan
first share in Kolektor E-book
Pringsewu 20/06/2018 10:10 PM
Kembang Jelita 4 63 Kembang Jelita 5 1 CETAKAN PERTAMA CV GEMA SALA - 1989 Kembang Jelita 5 1 "KEMBANG JELITA PERUNTUH TAHTA" Karya : STEFANUS S.P. Jilid V Itulah luapan rasa kecewa seorang gadis,
sekaligus kuatir akan keselumatan orang yang
dicintainya. Belun cukup memukuli dan
mendamprat Helian Kong, ia nemutar tubuh
menghadapi dan menuding Liong Tiau-hui, "Kau
sama saja! Hanya memikirkan kepentinganmu
sendiri tanpa memikiri keselamatan Helian
Kong! Kau sanjung-sanjung dia sebagai
pahlawan agar mau memikul tugas berbahaya
ini! Kenapa tidak kau sendiri saja yang masuk
menghadap Kaisar" Kenapa tidak kau
pertaruhkan batang lehermu sendiri, tapi
menyuruh orang lain"!"
Siangkoan Yan sedang meluap emosinya,
mestinya Liong Tiau-hui tidak menanggapi
secara emosional pula. Apa mau di kata, perwira
Kembang Jelita 5 2 dari San-hai-koan itu juga seorang berdarah
panas. Kata-kata Siangkoan Yan menusuk
hatinya, dan diapun menjawab keras pula,
"Baik! Akan kupertarahkan nyawaku sendiri
untuk menghadap Kaisar, tidak perlu
mengandalkan orang lain!"
Habis berkata demikian, ia terus membalik
tubuh dan meninggalkan tempat itu dengan
langkah lebar. Siangkoan Heng dan Bu Sam - kui
hendak mencegahnya, namun tak dapat.
Akhirnya Bu Sam-kui juga berpamitan sekali
untuk menyusul rekannya itu.
Sementara Siangkoan Yan masih berkata
lagi kepada Helian Kong, "Silakan jadi pahlawan
besar yang dikenang seribu tahun dan jangan
hiraukan aku lagi !"
"Adik Yan, pahamilah."
Tapi Siangkoan Yan sudah membalikkan
badan dan berlari masuk rumah, sambil
menutupkan sepasang telapak tangannya ke
wajahnya yang basah air mata.
Hadirin lainnya cuma melongo melihat
semuanya itu, tak bisa berbuat, apa-apa. Namun
Kembang Jelita 5 3 banyak yang dalam hati masih mengharapkan
Helian Kong tetap mau memikul tugas itu.
Siangkoan Heng jadi agak malu gara-gara
tingkah adiknya itu. Ia memberi hormat kepada
semuanya, sambil memintakan maaf, "Saudarasaudara, maafkan adikku, Harap dimaklumi
kalau anak perempuan di mana-mana sama
saja. Kalau perasaannya sedang meluap,
otaknya tidak bisa menerima pertimbangan
apa-apa lagi. Tetapi setelah dia tenang, nanti
atau besok, pastilah aku akan menegurnya."
Dan Helian Kong menambahkan, "Saudarasaudara sekalian juga jangan meragukan
tekadku. Aku akan menerima tugas tadi sebagai
saaatu kehormatan." "Tapi aku jadi mau tahu, entah Ciu Kok-thio
sedang menyiapkan rencana apa?" seorang
perwira tiba-tiba bertanya.
Pertanyaan itu menyulitkan Siangkoan
Heng. Maklum, rencana itu harusnya
dirahasiakan rapat-rapat., tapi tadi Siangkoan
Yan sudah mengungkapkan sedikit, sedikit
nanun cukup mebangkitkan rasa ingin tahu
Kembang Jelita 5 4 pendengarannya. Seperti bau bakmi goreng
yang membuat lapar orang yang mencium
baunya. Siangkoan Heng menoleh kepada Helian
Kong dengan sikap bingung dan minta tolong.
Helian Kong sendiri juga tidak tahu entah
apa yang sedang direncanakan oleh Ciu KokThio, yang agaknya mengikut sertakan pula
keluarga Siangkoan. Tapi demi membantu Siangkoan Heng dari
kesulitan, ia berkata, "Saudara-saudara, aku
sendiri tidak mengetahuinya, tapi aku mohon
pengertian saudara saudara agar tidak
mendesak saudara Siangkoan. Keberhasilan
rencana itu mungkin sekali akan membawa
perubahan baik ke dalam pemerintahan, kita
percayakan saja kepada perencana dan
pelaksananya." Maka tidak ada yang berani tanya lagi.
Semuanya kuatir, dari pada mengetahui lalu
membocorkan sengaja atau tidak sengaja, lebih
baik tidak mengetahuinya.
Kembang Jelita 5 5 Acara selanjutnya tidak ada lagi yang
penting untuk dibicarakan. Hanya makan
minum dengan santai diselingi percakapan
ringan. Menjelang tengah malam, satu persatu
yang hadir mulai berpamitan untuk pulang.
Khusus ketika Helian Kong yang berpamitan, Siangkoan Heng bangkit untuk
mengantarnya sampai ke pintu depan, bahkan
sampai ke jalanan yang sepi di malam hari. Ia
membisiki Helian Kong tanpa didengar oleh
perwira-perwira lain, "Saudara Helian, rasanya
kecemasan adikku tentang keselamatanmu
perlu kau pertimbangkan. Saat ini situasi di
istana bukanlah saat yang menguntungkan
untuk menghadap Kaisar."
"Karena Kaisar masih di bawah pengaruh
Tiau Cui-hui yang dikendalikan oleh Co Huasun?"
"Benar. Kaisar sedang tertutup dari semua
pertimbangan atau usul siapapun. Kalau kau
berhasil menghadapi dan kata-katamu tidak
cocok dengan laporan Co Hua-sun, pastilah
laporanmu yang di anggap palsu dan kau bisa
Kembang Jelita 5 6 dihukum mati. Tidak mungkin Kaisar lebih
mempercayaimu dari pada Co Hua-sun."
Helian Kong mengangguk-angguk sambil
melangkah pelan. Tapi anggukannya ternyata
tidak berarti dia merubah tekad. "Aku paham,
saudara Siangkoan. Tapi aku sudah berkeputusan untuk menghadap Kaisar dan
menembus pengaruh Co Hua-sun yang selama
ini mengungkung diri Kaisar. Syukurlah kalau
Kaisar sudi mendengarkan dan menerima
laporanku, tapi seandainya tidak mau percaya
dan malahan aku dihukum mati, ya apa boleh
buat. Taruhannya memang nyawa, tapi tidak
pantas kalau kita berpeluk tangan saja
membiarkan Kaisar terus dipengaruhi Co Huasun."
"Pertaruhan nyawa yang tidak seimbang,
sebab hampir dapat dipastikan bahwa
tindakanmu hanya akan berakhir dengan
kegagalan, saudara Helian." kata Siangkoan
Heng setelah menarik napas. "Paling
tindakanmu hanya akan seperti sebutir kerikil
yang di lemparkan ke air kolam, menimbulkan
Kembang Jelita 5 7 riak sebentar, habis itu tenang kembali. Takkan
berpengaruh apa-apa, Co Hua-sun akan Ietap
malang-melintang." Helian Kong terus melangkah pelan di
samping Siangkoan Heng, tak berkata apa-apa.
Sedangkan Siangkoan Heng melanjutkan,
"Padahal kalau saudara menghadap setelah
Kaisar lepas dari pengaruh kecantikan Tiau Kuihui dan Co Hua-sun, laporanmu akan
diperhatikan dan barang kali menimbulkan
perubahan besar ke a-ah kebaikan."
"Mana bisa Kaisar lepas dari pe ngaruh Tiau
Kui-hui, kalau kita tidak berusaha?"
"Ciu Kok-thio dan ayahku sedang berusaha."
Mendengar itu, Helian Kong menghentikan
langkahnya, perhatiannya tertarik mendengar
ucapan Siangkoan Heng itu. "Boleh aku
mengetahui cara itu, agar aku yakin bahwa
saudara Siangkoan bukan hanya sekedar ingin
mencegah aku dengan alasan yang dibuatbuat?"
Sahut Siangkoan Heng, "Urusan ini harus
dirahasiakan, selain menyangkut martabat
Kembang Jelita 5 8 Kaisar sendiri juga agar Co Hua-sun tidak
menyiapkan rencana t.andingan untuk menggagalkan rencana Ciu Kok-thio ini.
Saudara Helian mau berjanji untuk

Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

merahasiakannya?" "Aku berjanji."
"Baik, dengarkan. Co Hua-sun menggunakan
kecantikan seorang perempuan untuk menguasai pribadi Kaisar. Untuk melepaskan
Kaisar dari jerat Tiau Kui-hui itu, terpaksa harus
digunakan umpan perempuan yang lebih cantik
dan lebih muda dari Tiau Kui-hui. Terpaksa
sekali ." Helian Kong menarik napas mendengarnya.
Cara itu memang memalukan sekali. Yang
dibicarakan adalah Kaisar Cong-ceng, lambang
kehormatan kekaisaran. Namun tingkahnya
ternyata memalukan, gila perempuan sehingga
untuk melepaskannya dari belitan perempuan
itu maka dipakailah umpan dengan perempuan
lainnya. Sementara Helian Kong masih termangumangu bungkam, Siangkoan Heng berkata lagi,
Kembang Jelita 5 9 "Agar saudara Helian tidak sia-sia memikul
resiko, artinya resiko itu besarnya setimpal
dengan hasil yang diharapkan, maka usaha
menyelun dup ke istana itu sebaiknya ditunda."
"Aku bisa disuruh menunggu sampai
kapanpun." Helian Kong menukasnya dan
menatap Siangkoan ikng tajam. "Tapi perut para
prajurit yang kelaparan di San-hai-koan itu
bisakah disuruh menunggu" Haruskah dengan
perut kosong mereka menahan majunya tentara
Manchu yang segar-bugar?"
"Kalau saudara Helian masuk istana dan
gagal mengubah pikiran Kaisar, prajurit-prajurit
di San-hai-koan itu akan kelaparan untuk waktu
yang tidak terbatas. "Saudara Siangkoan, berapa lama rencana
Ciu Kok-thio itu berhasil membebaskan Kaisar
dari pengaruh Tiau Kui hui?"
Siangkoan Heng menggaruk-garuk tengkuknya dan tergagap-gagap, "Tentunya ya
harus sabar, sebab setiap bagian dari rencana
itu harus dijalankan secermat-cermatnya agar
tidak menimbulkan kecurigaan Co Hua-sun dan
Kembang Jelita 5 10 komplotannya. Perempuan cantik yang akan
dijadikan unpan untuk menyaingi pengaruh
Tiau Kui-hui itu sekarang juga sudah siap di
rumahnya Ciu Kok-thio. Tanggal mencarikan
kesempatan untuk...."
"Saudara Siangkoan, aku tanya berapa lama
waktunya?" Helian Kong mengulangi pertanyaannya lebih keras.
Siangkoan Heng termangu-mangu sejenak,
"Saudara Helian tahu sendiri kalau Kaisar sudah
begitu tergila-gila kepada daging mulus umpan
Co Hua-sun. Untuk mengalihkan perhatian
Kaisar kepada umpan baru yang disediakan
oleh Ciu Kok-thio ya tidak gampang, harus di
laksanakan dengan .. .."
"Itu artinya tidak tertentu waktu nya!" suara
Helian Kong keras. "Mungkin pasukan Jendral
Ang Seng-tiu di San-hai-koan harus merampok
rakyat untuk mengisi perutnya! Saudara
Siangkoan, aku tidak bisa kalau harus menunda
sampai selesainya rencana Ciu Kok-thio itu!"
Kembang Jelita 5 11 Habis berkata demikian, Helian Kong
mempercepat langkahnya dan meninggalkan
Siangkoan Heng. Sesaat Siangkoan Heng berdiri termangu,
tapi cepat-cepat iapun melangkah menyusul
Helian Kong santoil memanggil, "Saudara
Helian!" Helian Kong berhenti dan memutar tubuh.
Kedua leiaki muda itu kembali berhadapan, di
tengah-tengah jalanan yang sepi tidak jauh dari
gedung kediaman Menteri Siangkoan. Bayangan
tubuh mereka yang jatuh ke tanah karena
siraman cahaya rembulan, tidak berujud dua
bayangan pendek, tapi menyambung menjadi
satu bayangan memanjang. Seperti menyambungnya semangat kedua pecinta
negeri itu. "Saudara Helian, kata-kataku tadi tidak
bermaksud menghalangi niatmu, tapi cuma
sekedar dijadikan pertimbanganmu. Karena kau
tidak sabar ingin segera menghadap Kaisar, aku
hanya bisa memberi dorongan semangat dan
Kembang Jelita 5 12 menawarkan tenagaku. Apa-apa yang dipikul
ber dua tentu lebih ringan jadinya."
Sepasang tangan Helian Kong terulur untuk
menggenggam erat sepasang tangan Siangkoan
Heng. "Saudara Siangkoan, aku percaya
ketulusan hatimu dan seluruh keluargamu,
sebab bukan baru sehari dua hari aku mengenal
keluarga kalian. Kita berbeda dalam cara, tapi
setujuan dalam cita-cita menegakkan pe
merintahan yang bersih dari pengaruh Co Huasun. Terima kasih untuk tawaran tenagamu, tapi
kurasa lebih baik aku bekerja sendirian."
"Saudara Helian memandang rendah iImu
silatku?" "Hah" Mana berani aku memandang rendah
ilmu silat murid Kim-hian Tojin dari Bu-tongpai" Jangan salah paham. Kau punya kedudukan
yang kurang menguntungkan kalau sampai ikut
dalam penyelundupan itu, sebab semua orang
di Pak-khia mengenalmu sebagai putera
Menteri Siangkoan. Kalau sanpai ikut
tertangkap, kedudukan ayahmu jadi berbahaya.
Co Hua-sun bisa menemukan bahan yang baik
Kembang Jelita 5 13 untuk memfitnah ayahmu, dan itu sama-sama
tidak kita kehendaki bukan?"
"Tetapi...." "Sudahlah. Kurasakan lebih baik membantu
rencana Paduka Ciu Kok-thio supaya
berhasil.Kadang-kadang kita memang harus
melawan racun dengan racun. Perempuan
cantik untuk menandingi perempuan cantik.
Habis berkata demikian, Helian Kong
memberi hormat lalu beranjak pergi. Sayang ia
tidak menanyakan siapa nama perempuan
cantik yang bakal digunakan untuk menandingi
Tiau Kui-hui da lam merebut hati Kaisar.
* ** Helian Kong melangkah sendirian disepinya
malam dengan pikiran bergolak. Pantas Co Huasun bisa malang-melintang semaunya, kiranya
ia berhasil memanfaatkan kelemahan Kaisar
Cong-ceng dalam soal perempuan, dengan meng
gunakan si selir cantik Tiau Kui-hui.
Kembang Jelita 5 14 Kini Ciu Kok-thio merencanakan me
nandingi siasat itu dengan cara yang sama,
dengan perempuan yang katanya lebih cantik
dari Tiau Kui-hui. Berhasil atau gagalnya
rencana itu sebenarnya sama-sama berakibat
memerosotkan martabat Kaisar sendiri. Kalau
rencana Ciu Kok-thio berhasil, hanya akan lebih
membuktikan betapa Kaisar Cong-ceng hanyalah seorang lelaki hidung belang. Kalau
gagal, ya Kaisar tetap dijerat, pesona kecantikan
Tiau Kui-hui yang sama artinya dengan tetap
dalam genggaman Co Hua-sun. karena itu
Helian Kong berharap, sama-sama memalukan
hendaknya rencana Ciu Kok-thio itu berhasil.
Memalukan ya memalukan, tapi pilihlah
"memalukan yang menguntungkan".
Ia menarik napas dan menatap rembulan di
langit kelam. Cuma separuh bulatan yang pucat.
Jalanan sepi. Sayup-sayup di kejauhan
terdengar teriakan penjual mi pangsit pikulan
diselingi suara ketukan kayunya, berjuang
sampai larut malam demi perut anak-isteri.
Helian Kong berani taruhan pasti mi pangsit
Kembang Jelita 5 15 itupun kekurangan garam, berarti juga kurang
sedap, dan berarti pula kurang laku dan berarti
pula kehidupan keluarga penjual mi pangsit
akan makin sulit. "Di mana-mana rakyat kecillah yang paling
kena akibat perang yang berlarut-larut ini."
keluh Helian Kong dalam hati. "Perang harus
cepat selesai. Li Cu-seng harus segera ditumpas,
tapi sebelumnya pemerintahan harus bersih
dulu dari pengaruh Co Hua-sun dan
komplotannya." Tak terasa tinjunya terkepal keras,
semangatnya berkobar memenuhi rongga
dadanya. Langkahnya makin bergegas menyusuri
jalan sepi itu. Namun langkahnya tiba-tiba
tertegun, bahkan kemudian dengan gerak kilat
ia telah menyembunyi-kan diri di balik sebatang
pohon besar di pinggir jalan.
Padahal yang dilihatnya bukan musuh,
namun prajurit kerajaan. Namun di Pak-khia
orang harus waspada kepada siapapun, biarpun
terhadap yang bajunya sama. Kawan atau lawan
Kembang Jelita 5 16 tidak bisa dilihat hanya dengan melihat bajunya,
karena tertutup jauh di dasar hati masingmasing, sulit di ketahui.
Saat itu malam sudah larut, tapi kelihatan di
mulut sebuah jalan ada sepasukan prajurit
berjaga-jaga dengan senjata terhunus, kira-kira
jumlahnya orang. Mereka menutup jalan itu
agar tidak dilewati orang lain.
Pemimpin mereka adalah Song Thian oh
yang cukup dikenal oleh Helian Kong sebagai
penjilatnya Co Hua-sun, sehingga kenaikan
pangkatnya jauh lebih cepat dari teman-teman
seangkatannya. Karena itulah Helian Kong
emoh bertemu muka dan merasa lebih baik
bersembunyi saja. Sudah lama Helian Kong mengenal situasi di
ibu kota negara itu, dan ia cukup paham apa
artinya pengerahan pasukan di malam hari
seperti itu. Tentu sedang ada penangkapan.
Bukan penangkapan penduduk biasa, melainkan penangkapan seorang tokoh penting
dalam pemerintahan. Penangkapan bermotif
politik tingkat tinggi. Kembang Jelita 5 17 "Entah siapa yang ketiban sial malam ini.
sehingga digerebek oleh kaki tangannya Co
Hua-sun." pikir Helian Kong. Coba aku
melihatnya." Seringan sehelai daun kering dihembus
angin, tubuh Helian Kong melayang ke atas atap
rumah terdekat.. Lalu seperti hantu saja ia
bergerak cepet, ringan dan lembut memasuki
kawasan pemukiman yang tengah diblokir
pasukan -pasukan pro Co Hua-sun itu.
Helian Kong diam-diam merasa heran,
"Aneh, seingatku tidak ada tokoh penting yang
tinggal di kawasan ini, lalu siapa yang hendak
ditangkap dengan pengerahan prajurit sebanyak ini?" Helian Kong terus melesat di atas atap, tak
terlihat oleh prajurit yang berjaga di mulutmulut jalan di sekitar situ. Namun di dalam
wilayah vang diblokir itu, anehnya, justru tidak
nampak prajurit seorangpun. Jadi pasukanpasukan itu hanya mengurung dari kejauhan,


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lalu siapa yang akan melakukan penangkapan"
Kembang Jelita 5 18 Kemudian mata Helian Kong yang tajam
melihat ada sesosok bayangan hitam
berjongkok di atap rumah, hampir tidak
kelihatan karena pakaiannya, larut hampir
sempurna dalam hitamnya malam. Orang itu
membelakangi Helian Kong.
Cepat-cepat Helian Kong menghentikan
larinya, lalu dengan gerakan tak bersuara ia
bertiarap di atas genteng, mata dan kupingnya
terbuka lebar untuk menangkap setiap gerak
atau suara sekecil apapun dari sekitarnya.
Dilihatnya si bayangan hitam di depan itu
tiba-tiba mengangkat sepasang telapak tangannya ke depan nulut sebagai corong, Lalu
keluarlah suaranya menirukan burung malam,
tiga kali berturut-turut.
Dan muncullah dari kegelapan itu belasan,
puluhan, bahkan akhirnya ditaksir ratusan
orang bersenjata, kadang senjata mereka
berkilat kena cahaya rembulan. Mereka
bermunculan dari tempat-tempat gelap, loronglorong, sudut-sudut, dan ada belasan orang
yang agaknya memiliki ilmu meringankan
Kembang Jelita 5 19 tubuh cukupan, sehingga dapat berlari-lari
ringan di atas genteng. Melihat itu, pahamlah Helian Kong. "Kiranya
Co Hua-sun menemukan cara beroperasi yang
baru untuk menyingkirkan orang-orang yang
tidak disukainya. Pasukan yang resmi hanya
menjaga didaerah luaran, sedang pelaksananya
adalah tenaga-tenaga sewaan yang entah dari
mana ini. Sedang kalau pelaksana-pelaksana
bayaran ini kelihatannya bakal gagal
menjalankan tugas, tentu pasukan pasukan di
mulut jalan itu bertugas membantai mereka
untuk melenyapkan jejak. Jadi Co Hua-sun
dengan aman bisa cuci tangan."
Orang-orang bersenjata itupun menggerumut maju mendekati sebuah gedung
besar berhalaman luas yang terang benderang,
sebab diterangi ratusan lampion di segala
sudut, dan dihalaman itu juga ditancapkan
banyak obor. Helian Kong bergeser maju tanpa suara.
Kembang Jelita 5 20 "Siapa yang akan diserang?" pertanyaan
itulah yang masih mengganjal di hati Helian
Kong. Ia lalu berusaha mencari tempat yang lebih
tinggi agar dapat melihat dengan jelas. Puluhan
langkah di sebelah kirinya ada sebuah loteng
bertingkat tiga yang mirip pagoda. Itu cukup
memadai untuk dijadikan "tempat menonton."
Helian Kong bergeser lembut ke arah loteng itu,
geraknya dilindungi bayangan atap-atap rumah
yang tinggi-rendahnya tidak rata. Dan setelah
tiba di loteng itu, naiknya ke atas tidak dengan
melompat, melainkan merayap pelan di tembok
dengan ilmu Pia-hou-yu-jio (cecak merayapi
tembok). Tepat ketika Helian Kong tiba di atap paling
atas, terdengar para penyerang itu bersuit keras
lalu menyerbu ke dalam bangunan besar itu.
Dari tempatnya yang tinggi, Helian Kong
melihat kalau halaman gedung itu penuh
dengan para samurai Jepang yang tegak rapi di
segala sudut. Pada kimono coklat mereka
terlukis tiga potong bambu yang masing-masing
Kembang Jelita 5 21 beruas tiga, lambang keluarga Tokugawa yang
saat itu sedang berkuasa di Jepang sebagai
Shogun turun-temuinn. Jelaslah kali ini sasaran Co Hua-sun adalah
utusan dari Jepang. Pada hal dalam hubungan antara negara,
bahkan antara negara-negara yang sedang
bermusuhan sekalipun, utusan harus dijamin
keselamatan oleh pihak tuan rumah. Apabila
saat itu Kerajaan Beng tidak sedang dalam
keadaan perang dengan Jepang, malahan Jepang
bisa dijadikan sekutu untuk bersama-sama
menghadapi Kerajaan Ceng yang makin kuat
dan berbahaya. "Tindakan gila macam apa ini yang di
lakukan Co Hua-sun?" geram Helian Kong dalam
hati dengan darah yang mendidih. "Inilah usaha
yang bisa mengobarkan perang dengan Jepang,
berarti menambah musuh dan menjadikan
keadaan tambah morat-marit. Lagi pula
tindakan ini akan mencemarkan negara, dikira
di negara ini tidak ada yang tahu tata-krama
hubungan antar bangsa-bangsa berbudaya!"
Kembang Jelita 5 22 Betapa gemuruhnya kemarahan dalam dada
Helian Kong, namun ia masih menahan diri. Ia
masih bertahan dalam kedudukannya sebagai
penonton gelap. Gerombolan itu menyerbu dengan ganas.
Bahkan prajurit-prajurit Kerajaan Beng yang
diperbantukan untuk ikut berjaga di situ, juga
dibabat, dengan ganas. Mereka yang tidak
menduga akan mendapat serangan itu, segera
jatuh bergelimpangan. Para samurai maju dan bentrok dengan
penyerbu, pertempuranpun berkobar dengan
hebat. Teriakan-teriakan nyaring membahana
bercampur aduk dengan senjata-senjata yang
gemerincing keras karena berbenturan.
Di tengah-tengah hiruk-pikuk itu, seorang
samurai berusia kira-kira empat puluh tahun,
dengan rambut di kedua pelipisnya sudah
ubanan, nampak berteriak-teriak mengatur
anakbuahnya sambil menggunakan pedangnya
untuk menunjuk-nunjuk kian kemari.
Seorang penyerang melompat ke arahnya
dengan golok terayun kencang. Si samurai
Kembang Jelita 5 23 ubanan melompat seolah menyongsongkan
tubuhnya untuk dibelah, pedangnya diangkat
dan dipegangi gagangnya dengan dua tangan
bersusun. Tidak terjadi semacam anggar atau
adu jurus, sebab dering senjata beradu hanya
terdengar satu kali, sudah itu selesai Bayangan
tubuh si samurai dan lawannya berpapasan
cepat dan seolah-olah saling menembus lewat,
namun ada cairan merah muncrat banyak. Si
samurai masih utuh, dan lawannya sudah roboh
dengan tubuh terbelah rapi dari ubun-ubun
sampai ke selangkangan. Helian Kong melihatnya, dan kagum akan
gerakan Kenjitsu(ilmu pedang) itu. Begitu lugas
dan yang ditawarkan kepada lawan hanya satu
macam. Maut. Para pendekar Jepang tidak kenal
belas kasihan dalam pertempuran, mereka
hampir tidak kenal istilah "menang tanpa
membunuh." Menang ya membunuh kalah ya
dibunuh. Kenjitsu mereka terlalu lugas
Namun para penyerbu terus merangsek
dengan ganas. Korban-korban dari kedua pihak
mulai berjatuhan. Dari dalam gedung muncul ke
Kembang Jelita 5 24 Bayangan tubuh si samurai dan lawannya
berpapasan cepat dan seolah-olah saling
menembus lewat, namun ada cairan merah
muncrat banyak. Kembang Jelita 5 25 mbali sepasukan samurai yang langsung terjun
ke kancah adu nyawa. Mereka bukan cuma
bersenjata pedang, tapi banyak juga yang
menegang lenbing bertangkai panjang.
Seorang samurai pemain lembing, begitu
terjun ke gelanggang langsung dengan cepatnya
mengambil tiga nyawa dengan kecepatan
senjatanya. Dua dipatuk dengan ujung lembing,
satu dengan tangkai lembing yang bisa untuk
meretakkan jidat. Helian Kong menonton sambil berkomentar
dalam hati. "Begundal-begundal Co Hua-sun ini
sekarang kena batunya oleh Kenjitsu dan
Yarijutsu (ilmu Lembing) dari negeri matahari
terbit ini. Tapi para pendekar dari seberang itu
hendaknya tidak sampai timbul kesan kalau
ilmu silat di negeri ini hanya seperti, yang di
tunjukkan para penyerang itu."
Demikianlah dalam diri Helian Kong
bertentangan dua macam perasaan. Kalau
menurut kebenciannya terhadap orangorangnya Co Hua-sun. ia senang kalau mereka
digagalkan oleh para samurai itu. Namun ia juga
Kembang Jelita 5 26 kuatir, jangan-jangan peristiwa itu akan
menimbulkan sikap meremehkan dari pendekar
Jepang terhadap kaum pendekar di daratan"
Maklum kedua negeri bertetangga itu sudah
berabad-abad tersaing dalam urusan silat.
Di arena, si samurai ubanan masuk ke
gelanggang dengan langkah-langkah pendek
tapi cepat, wajahnya tetap kaku seolah tertutup
selapis topeng logam. Namun tiap lawan yang
mendekati atau didekatinya, celakalah mereka.
Sabetan pedangnya terlalu dahsyat untuk
ditangkis, terlalu cepat untuk coba dielakkan.
Banyak para penyerang yang tubuhnya sudah
terpotong oleh pedangnya.
Namun di antara pembunuh-pembunuh
sewaan Co Hua-sun itu juga ada jago-jago
tangguh yang memang dipersiapkan untuk
menghadapi jago-jago pengawal utusan Shogun,
jadi bukan cuma berjumlah banyak saja.
Dari antara mereka muncul seorang tua
berambut putih tergerai, mukanya yang bengis
itu berwarna merah, muncul menghadang
amukan si samurai ubanan yang tengah
Kembang Jelita 5 27 menyebar maut. Si rambut putih ini memegang
senjata berupa rantai, dan di kedua ujungnya
dipasangi bola-bola besi sebesar jeruk. Senjata
itu disebut Lian-cu-tui (martil berantai). Sambil
memutar-mutar pelan kedua bola besi, orang
itupun melangkah pelan mendekati si samurai
jago Kenjitsu. Naluri kependekaran selangkah, memperingatkan ada lawan tangguh di
depannya, ia lalu menghentikan Biarpun
wajahnya tetap kaku, namun sorot. matanya
yang dingin itu mulai terasa "menghangat",
ujung-ujung bibirnya yang semula terkatup
rapat, mulai bergerak-gerak sedikit seperti
orang kedutan. Genggaman dua tangannya pada
gagang pedangnya dipererat.
Si rambut putih bersenjata martil terbang
juga waspada. Tadi sudah dilihatnya betapa
mantap pedang itu memotong tubuh korbankorbannya. Geraknya nampak sederhana,
namun untuk mencapai taraf itu entah sudah
berapa puluh tahun latihannya, mengorbankan
berapa banyak kesenangan orang hidup untuk
Kembang Jelita 5 28 menggeluti ilmu pedangnya. Mata si martil
terbang itu dapat merasakannya dan ia tidak
mau salah langkah dalam hal yang paling kecil
sekalipun, agar tubuhnya tidak usah dipotong
seperti babi di pasar. Kedua jagoan itu berhadapan dalam jarak
sepuluh langkah. Mata mereka tajam saling
bertatapan, mendahului benturan senjata
mereka. Orang-orang dari kedua pihak sama sama
tahu dan menyingkir agak jauh dari kedua
orang itu, memberi kedua jagoan itu
keleluasaan untuk saling mengukur ilmu.
Si martil terbang mulai mengambil prakarsa


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lebih dulu. Sepasang bola besi di ujung-ujung
rantainya berputar makin cepat, dan kakinya
mulai menggeser ke samping untuk mencoba
mengitari lawan. Tapi lawannya tidak mau di dekte ia
melangkah mengimbangi. Ia emoh diri nya
dijadikan titik pusat putaran lawannya yang
berarti jatuh dalam posisi bertahan. Karena itu
diapun bergeser searah dengan lawannya, sehiKembang Jelita 5
29 Kedua jagoan itu berhadapan dalam jarak
sepuluh langkah. Mata mereka tajam saling
bertatapan, mendahului benturan
senjata mereka. Kembang Jelita 5 30 ngga belasan langkah kedua orang itu
membentuk garis sejajar. Lalu si Samurai mulai membuka perangkap.
Sambil tetap tergeser pelan, tangan kirinya
dilepas dari gagang "tachi" (pedang panjang)nya, sehingga tinggal tangan kanannya.
Perlahan tangan kanannya memegang pedang
itu direntang ke belakang dengan gaya seperti
ayam ketika sedang membersihkan bulunya.
Mata pedangnya menghadap ke bumi. Dengan
demikian seluruh isi tubuhnya sebelah kiri
terbuka lebar sekolah menantang untuk
diserang. Langkahnya tetap dalam irama yang
tak goyah, tatapan matanya juga tetap.
Si martil terbang yang bernama Hu Kai-beng
ini adalah pembunuh bayaran yang sering
"terima pesanan" dari Co Hua-sun. Permainan
martil berantainya memang cukup lihai, dan
senantiasa ia melatih ketrampilannya dalam
membunuh sebab itulah sumber mata
pencaharian nya. Ketika semangatnya sudah memuncak Hu
Kai-beng mendadak mengubah arah Kembang Jelita 5 31 langkahnya. Tadinya ia bergeser ke kiri,
sekarang tiba-tiba membentak dan melompat
pendek ke kanan, sepasang bola besi di ujung
rantai serempak menggempur sisi kiri lawan
yang dianggapnya kosong dari pertahanan
karena pedang lawan merentang jauh di sisi
kanannya. Satu bola besi meyambar ke pelipis,
lainnya ke sambungan lutut.
Namun si samurai cepat berputar Seperti
gasing sambil merunduk dan menerkam,
pedangnya menyambar seperti piringan perak
yang melebar dan menyambar ke rusuk Hu Kaibeng. Serangan tidak dihadapi dengan sikap
bertahan, namun dijawab dengan serangan
pula. Hu Kai-beng lompat menghindar sambil
melepaskan rantainya ke udara untuk
diluruskan. Ketika menyerang tadi, bola-bola
besi itu tergerak berlawanan dan kini sengaja
dilepas agar rantainya terpentang kembali,
setelah itu barulah disambarnya lagi sambil
melompat turun. Begitu rantai di tangan, ia siap
menyerang lagi, namun terhenti tertegun ketika
Kembang Jelita 5 32 melihat, si samurai lawannya sudah berdiri
seperti sebuah gunung, tegak pedangnya
berkilat dan teracung ke langit dipegangi
dengan dua tangan. Hu Kai-beng jadi tak berani sembarangan
bergerak. Dalam kebingungan sepersekian detik ilulah
si samurai yang menerjang dengan tebasan
tegak lurus yang dahsyat. Hu Kai-beng
menghindar sambil luncurkan lagi bola-bola
besinya. Keduanya bergerak serba kilat, teriakan
keduanya berbarengan mengguntur dahsyat.
Hu Kai-beng menggeliatkan tubuh sambil
bergeser. Ia merasa rusuknya tiba-tiba dingin,
namun ia tidak mau membuang waktu hanya
untuk memeriksanya, sebab ia sudah terlalu
berpengalaman dan sudah ribuan kali disapa
sang maut, begitu dekat. Ia tahu pasti hanya
pakaiannya yang robek,, bukan kulit dagingnya.
Dan sepasang martil terbangnya kembali
berdesing menyambar. Kembang Jelita 5 33 Kedua orang itupun kembali bertempur
hebat. Sementara itu, seorang jagoan Jepang
lainnya bersenjata Bisento (Tombak bermata
lebur), setelah mengamuk dan merobohkan
belasan orang, akhirnya bertemu Juga lawan
yang bersenjala sepasang kampak pendek, yang
mampu mengimbanginya dalam sebuah
pertarungan sengit. Helian Kong menyaksikan semuanya itu
dengan tegang. la mencemaskan nasib orang-orang Jepang
itu. Kalau sampai utusan Shogun itu terluka
seujung rambutpun, bisa saja terjadi perang
kembali antara Kerajaan Beng dengan Jepang,
apalagi antara dua kerajaan itu masih terdapat
"luka lama" selama berabad-abad yang mudah
pecah kembali. Helian Kong tidak menghendaki hal itu. Saat
itu situasi Kerajaan Beng sudah cukup moratmarit. Selain menghadapi pemberontakan akan
Li Cu seng yang makin meluas di kawasun
Timur Laut, juga ada ancaman Kerajaan dari
Kembang Jelita 5 34 timur laut. Kalau harus ketambahan musuh
Jepang, tentu akan semakin parah lagi.
Namun kecemasannya agak berkurang
melihat betapa gigihnya pasukan samurai itu
itu bertahan. Dalam soal jumlah maupun
ketrampilan tempur, bisa dibilang kalau kedua
belali pihak seimbang. Namun ada dua faktor
yang membuat kawanan samurai itu agaknya
akan berhasil memastikan kemenangan dengan
memukul mundur semua penyerang
Pertama dalam semangat tempur. Para
pembunuh bayaran itu bertempur demi uang,
mereka hanya mau ketemu keuntungan namun
enggan rugi. Sebaliknya para samurai
bertempur benar-benar untuk menjunjung
kehormatan pihak mereka, mempertaruhkan
nyawa dalam pengabdian total kepada sang
junjungan. Semangat berani mati menjiwai
gerak tempur mereka Kedua, prajurit-prajurit Jepang itu lebih
terikat dalam kesatuan, karena memang mereka
berasal dari satu pasukan, jadi bisa bertempur
dengan kompak tanpa membawa maunya
Kembang Jelita 5 35 sendiri-sendiri.Sedangkan kelompok pembunuh
itu adalah gabungan dari beberapa gerombolan,
yang saling bersaingan Satu sama lain untuk
menunjukkan siapa! yang paling hebat dan
berhak akan hadiah terbanyak yang disediakan
Co Hua-sun. Karena itu tidak bisa di harapkan
kalau antar kelompok saling membantu, kalau
kelompok lain celaka mereka malah akan
bergembira. Begitulah, makin lama terlihat para samurai
makin unggul. Mereka bertempur melingkar
menghadap keluar, dan perlahan lingkaran itu
melebar, mendesak para penyerang ke arah
dinding-dinding halaman. Mayat-mayat, bergelimpangan malang melintang di halaman itu.
Hu Kai-beng makin marah dan beringas
melihat pihaknya terdesak. Dan dalam
marahnya dia siap melakukan kecurangan demi
memenangkan pertempuran itu.
Di tengah-tengah deru dan kelebat sepasang
martil terbangnya maupun pedang lawannya,
tiba-tiba terdengar Hu Kai-beng membentak
Kembang Jelita 5 36 keras, ayunan senjatanya makin kencang.
Namun itu bukanlah serangan yang sebenarnya,
hanya satu cara untuk memperoleh suatu
peluang kecurangan. Lalu ia melompat mundur beberapa
langkah. Samurai lawannya sama sekali tidak
menduga kalau lawannya sedang menyiapkan
perangkap licik. Samurai itu memburu dengan
pedang teracung ke depan, dipegangi dua
tangan. Hu Kai-beng tertawa dingin, tiba-tiba ia
menggerakkan sepasang bola besi di ujung
rantainya dengan cara sedemikian rupa,
sehingga berbenturan satu sama lain.
Berbenturan tepat di depan, tubuh s i samurai.
Sepasang bola besi itu tiba-tiba, meletup
pecah, mengeluarkan asap asap hitam beracun
yang langsung memenuhi arena. Hu Kai-beng
sendiri selamat dari pengaruh asap hitam itu,
sebab dia sudah mengulum obat penunahnya di
dalam mulut. Kembang Jelita 5 37 Yang kena adalah si samurai. Kontrol
dirinya yang cermat itu seketika buyar. Namun
ia masih nekad maju sambil menyabetkan
pedang sekuatnya. Tidak kena, malahan tambah
sempoyongan. Mulutnya mengeluarkan cacimaki bahasa Jepang yang menyatakan
kemarahannya. Sedangkan Hui Kai-beng tanpa rasa malu
sedikitpun tertawa terbahak - bahak. Rantainya
diayunkan untuk membelit leher lawannya.
Hu Kai-beng memang tidak malu, namun
Helian Kong yang jadi penonton di atas atap
itulah yang merasa malu sendiri. Apa kata
pendekar-pendekar Jepang itu kalau kelak
pulang ke negeri mereka lalu bercerita tentang
pendekar pendekar negeri daratan yang
merebut, kemenangan dengan cara licik"
Karena itulah Helian Kong turun tangan.
Meluapkan kemarahan terhadap begundal begundal Co Hua-sun, sekaligus menyelamatkan kehormatan para pendekar tanah
daratan. Kembang Jelita 5 38 Rantai Hu Kai-beng meluncur seperti ular
perak dan hampir berhasil membelit leher si
samurai, yang tengah kehabisan sebagian besar
daya tempurnya gara-gara asap beracun itu.
Namun Hu Kai-beng sendiri tiba-tiba mendapat
serangan, Remukan genteng bagaikan hujan
deras tiba-tiba menyerbu ke wajahnya dengan
menibawa desir angin yang tajam.
Ancaman hebat di ambang kemenangan itu
mengejutkan Hu Kai-beng. Untung dia tangkas
menggulingkan diri, sehingga serangan itu cuma
melewati atas tumbuhnya, namun beberapa
anak buahnya yang berdiri di belakangnya yang
bertumbangan menjadi korban, karena pecahan-pecahan genteng menyusup kedaging
mereka. Mereka melolong kesakitan.
Hu Kai-beng dengan gusar melompat
bangun sambil membentak, "Siapa yang.. ..." tapi
bentakannya tidak selesai, sebab sesosok
bayangan menerjangnya seperti burung elang,
juga sambil membentak gusar. "Bangsat, kau
tidak menjaga kehormatan pendekar-pendekar .
daratan dari mata pendekar-pendekar asing!"
Kembang Jelita 5 39 Dan bayangan itu tahu-tahu sudah di depan
hidungnya dan melancarkan dua serangan. Dua
jari tangan kiri mengancam sepasang mata
dengan tipu Ji-liong jio-cu (dua naga mencuri
mutiara), sedang dua jari tangan kanan


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dirapatkan seperti belati menusuk ke tubuh Hu
Kai-beng dengan tipu Wan-kong-sia-hou
(merentang busur memanah macan).
Serangan Helian Kong bergaya sederhana
namun kecepatannya membuat Hu Kai-beng
kelabakan. Mau menyelamatkan diri dengan
rantainya juga tidak bisa, sebab jaraknya
tanggung." Si pembunuh bayaran hanya bisa
menggunakan setelah tangan untuk melindungi
matanya, lalu melompat ke atas tembok di
belakangnya. Helian Kong ingin menangkap orang itu
hidup-hidup untuk membongkar siapa dalang
dibelakang tindakan yang menyalahi tata
hubungan antar negara itu. Memang Helian
Kong sudah ada dugaan dalam hatinya, tapi ia
Kembang Jelita 5 40 butuh saksi untuk memperkuat dugaannya agar
bisa dibeber kan kelakuan Co Hua sun.
Karena itulah ia melompat mengejar Hu Kaiteng, dan loncatannya lebih pesat. Bahkan
cengkeraman kedua tangannya sudah siap
memtekuk leher Hu Kai-beng.
Hu Kai-beng tambah panik. Di tengah udara
ia menyabetkan rantainya, tapi tak terarah,
malahan berhasil dicengkeram oleh tangan kiri
Helian Kong lalu disentakkan sekuatnya.
Serentak kaki helian Kong menendang ke rusuk.
Semuanya itu dilakukan sementara kedua orang
itu masih terapung di udara, ketika melompati
tembok pembatas halaman itu.
Hu Kai-beng untung-untungan menyusun
sebuah upaya beladiri dengan memasang sikut
untuk melindungi rusuk dari tendangan.
Memang kena ditangkisn namun tendangan itu
terlalu dahsyat tenaganya sehingga tubuh Hu
Kai-beng terpental dan menggelosor di tanah
pada punggungnya, membuat garis tebal dan
panjang di permukaan tanah. Di jalanan di
depan gedung besar itu. Kembang Jelita 5 41 Secepat kilat Helian Kong menerkam lagi.
Kedua tangan Hu Kai-beng berhasil diterkam
terus ditekuk ke belakang. Lenyaplah segala
daya perlawanan si pembunuh bayaran.
"Siapa menyuruhmu?" bentak Helian Kong
garang. Aku... aku... tidak di suruh sia-papun." Hui
Kai-beng merintih tapi masih mencoba
berbohong. "Kukira tamu dari seberang itu
tentu membawa harta benda yang banyak dan
berharga untuk di persembahkan kepada
Kaisar, jadi ... jadi ... kami mencoba
merampoknya." Namun Helian Kong tak gampang
dibohongi. Mana ada perampokan biasa yang
beroperasi di suatu tempat disudut kota yang
lebih dulu justru diblokir oleh pasukan resmi"
Pengingkaran Hu Kai-beng menambah kegusaran Helian Kong. Satu tangan tetap
menelikung, tangan lainnya dengan gemas
menjambak rambut Hu Kai-beng sehingga
pembunuh itu menyeringai kesakitan, merasa
Kembang Jelita 5 42 seolah kepalanya hendak dikuliti mentahmentah.
"Jawab yang benar atau harus kukelotok
kulit kepalamu?" bentak Helian Kong. "Kau kira
tidak kulihat pasukan-pasukan yag pro Co Huasun mengamankan tempat sekitar ini, agar
kalian leluasa beroperasi" Nah, siapa yang
menyuruhmu?" "Aku ... aku ... hanya .."
Si pembunuh bayaran tidak sempat
melanjutkan pengakuannya, sebab dari ujung
jalanan muncul sepasukan pemerintah dengan
membawa obor-obor. Yang paling depan adalah
Song Thian-oh sendiri. Tangannya masih
memegang sebuah busur, yang baru saja
melontarkan sebatang panah untuk menembus
leher Hu Kai beng. Dengan demikian terbungkamlah Hu Kaibeng untuk selama-lamanya, takkan bisa
dijadikan saksi untuk membongkar latar
belakang peristiwa itu. Dengan geram Helian Kong melepaskan
cengkeramannya atas tubuh Hu Kai-beng yang
Kembang Jelita 5 43 sudah jadi mayat. Lalu ia berdiri dengan tegar di
tengah jalan, bersikap seperti seekor banteng
yang murka, menghadap Song Thian-oh dan pa
sukannya. Adanya Helian Kong di t ampat itu manbuat
Song Thian-oh beberapa detik salah tingkah
dalam mengatur sikapnya. Akhirnya ia
menyapa, "Eh, Helian Hu-ciang."
"Buat apa kedatanganmu ini Song-Huciang?"
"Kudapat laporan kalau tamu-tamu negara
itu diserang penjahat, lalu kubawa pasukan
kemari untuk menyelamatkan."
"Hem ..." Helian Kong mendengus sinis.
"Sejak tadi kau dan pasukanmu sudah di mulut
jalan itu, jaraknya kemari tidak lebih dari
seratus langkah. Alangkah lambatnya jalannya
pasukan mu." "Jadi ... jadi Helian Hu-ciang...sudah sejak
tadi ada di sini"!"
"Ya." Kembang Jelita 5 44 "Kenapa malah tidak memberi tahu kami?"
untuk memperbaiki posisinya yang terdesak,
Song Thian-oh balik menuduh .
"Aku justru berhasil menangkap dia untuk
menanyai siapa yang menyuruhnya." Helian
Kong balik menggertak sambil menuding mayat
Hu Kai-beng. "Hah" Dia sudah bicara apa saja
kepadamu?" Song Thian -oh mendadak panic
sendiri, apakah panahnya tadi masih kurang
cepat untuk membungkam mulut Hu Kai-beng"
Helian Kong tertawa mengejek melihat
kepanikan Song Thian-oh itu, sengaja ia tidak
mau menjawab untuk membingungkan Song
Thian-oh. Kata-katanya malah melenceng ke
urusan lain. "Song Hu-ciang, kalau mau
menolong tamu-tamu negara itu, cepatlah."
Bersamaan dengan berakhirnya kata kata
itu, tubuh Helian Kong telah melompat ke atas
tembok, kemudian melesat ke atap untuk
nongkrong menonton di situ.
Song Thian-oh menarik napas, jelas bahwa
rencana pokok untuk menciderai tamu-tamu
Kembang Jelita 5 45 negara itu takkan terlaksana, maka terpaksaya
rencana cadangannya, yaitu "melenyapkan
jejak." Maka sambil mengibaskan pedangnya,
terluncurlah perintahnya yang bengis, "Tumpas
semua penjahat yang hendak mencelakakan
tamu-tamu negara! Jangan biarkan hidup
seorangpun!" Para prajurit tahunya ya cuma menjalankan
perintah, tanpa tahu lika-liku politik "orangorang atas" dibalik semua peristiwa itu. mereka
menyerbu masuk. Sebenarnya, tanpa bantuan pasukan Song
Thian-oh, para samurai sudah berhasil menekan
berat lawan mereka yang makin kocar-kacir.
Banyak yang sudah terbunuh dan sisanya terus
didesak mundur. Namun jalan untuk mundurpun kemudian
terhalang oleh pasukan Song Thian-oh. Maka
betapa malangnya nasib pembunuh-pembunuh
bayaran yang gagal "menjalankan pesanan" itu.
Pasukan Song Thian-oh maju didahului
panah-panah beterbangan yang merobohkan
banyak penyerang. Setelah panah, barulah
Kembang Jelita 5 46 tombak dan pedang tampil ke depan untuk
mengambil peranan dengan ganasnya.
Di atas genteng. Helian Kong menyaksikan
semua itu dan geleng-geleng kepala sambil
berdesah sendirian, "Cara menutup rahasia
yang tidak tanggung tanggung. Hebat kau,
bangsat tua Co Hua-sun, tapi jangan senangsenang dulu. Tidak lama lagi akan ku lucuti
kedokmu ." Namun Helian Kong tetap diam, menjaga
peranannya untuk jadi penonton kembali,
setelah tadi ia terlibat dalam waktu yang
singkat. Ia biarkan semuanya berlangsung,
selain menganggap pantas kalau pembunuhpembunuh bayaran itu menerima ganjarannya,
ia juga tidak ingin bentrok dengan Song Thianoh di hadapan orang-orang Jepang. Bagaima
napun juga, ia dan Song Thian-oh sama-sama
perwira Kerajaan Beng, kalau sampai
bertengkar di depan orang-orang asing tentu
akan memalukan Kerajaan Beng sendiri,
Kedatangan pasukan Song Thian-oh
memang mempercepat penumpasan.
Kembang Jelita 5 47 Segera ratusan pembunuh bayaran itu
bergelimpangan jadi mayat di halaman itu,
habis tapis. Di pihak para samurai juga ada
puluhan orang yang gugur begitu pula dari
pihak pasukannya Song Thian-oh.
Dengan berlagak sebagai penolong. Song
Thian-oh mendekati komandan para samura itu
untuk memberi hormat dan menanyakan, "Kami
mohon maaf bahwa tuan-tuan telah dikejutkan
oleh ulah bandit-bandit itu. Tapi sekarang
sudah aman." Komandan para samurai ialah yang
bersenjata "bisento" tadi yang sebelumnya telah
berhasil merohek perut lawannya dengan ujung
tombak lebarnya. Ia membalas hormat Song Thian-oh, namun
karena tidak paham bahasa Cina, ia
melambaikan tangan kepada penterjemahnya
untuk mendekat dan membantu pembicaraan.
Penterjemah itu seorang samurai kurus dan
berjidat lebar, nampak nya juga seorang pemain
pedang yang tangguh. Ketika berjalan
mendekati, ia baru saja menyarungkan
Kembang Jelita 5 48 pedangnya setelah dibersihkannya dari darah.
Ia lalu memberi hormat komandannya dan
kepada Song Thian-oh juga.
Song Thian-oh mengulangi kata-katanya
tadi, lalu diterjemahkan ke bahasa Jepang oleh
Si jidat lebar. Komandan samurai menganggukangguk, mengucapkan serentetan kata-kata, dan
si jidat lebar meneruskannya kepada Song
Thian-oh dengan bahasa Cina, "Terima kasih
atas bantuan tuan. Junjungan kami selamat,
tetap dilindungi sekelompok perwira pilihan,
dan beliau tentu menghargai pertolongan tuan."
Song Thian-oh mengangguk-angguk pula
dan berkata, "Sudah kewajiban kami untuk
melindungi tamu dari negara sahabat."
Si jidat lebar menyalin kepada komandannya, komandannya berkata lagi dan si
jidat lebar menterjemahkan lagi untuk Song
Thian-oh, "Komandan kami bertanya, siapa
orang-orang ini?" Song Thian-oh menjawab lewat penterjemah, "Akan kami selidiki. Untuk itu mayat
pembunuh-pembunuh ini akan kami bawa
Kembang Jelita 5 49 semua untuk diperiksa. Kami menduga mereka
adalah pengikut-pengikut Li Cu-seng, golongan
pemberontak yang disebut Pelangi Kuning."
Komandan samurai menjawab lewat
penterjemah pula. "Kami akan senang kalau
urusan ini menjadi jelas, sehingga tidak
merusak hubungan kedua negara. Tuan
dipersilakan membawa pergi mayat-mayat ini
untuk diperiksa." Kedua komandan itu kemudian saling
menghormat, lalu Song Thian-on membawa
pergi pasukannya dan mayat-mayat "yang akan
diperiksa" itu. Padahal Sebenarnya hendak


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dimusnahkan untuk melenyapkan jejak.
Helian Kong juga berlalu diam-diam. Dalam
hatinya ia bertekad, "Kalau aku kelak berbasil
menghadap Kaisar, kejadian malam ini pun
akan kulaporkan." Malam sudah larut, tapi Ting Hoan wi yang
berada di rumah Helian Kong itu belum tidur.
Matanya bersinar-sinar menatap potonganpotongan emas yang berkilauan dan berjajarjajar di meja di kamarnya, Di bawah cahaya lilin
Kembang Jelita 5 50 yang bergoyang alangkah indahnya dengan
ujung jarinya sambil tersenyum sendiri. Tentu
saja Ting Hoan-wi pernah punya emas sebanyak
itu, bahkan berkali lipat lebih banyak, namun
kele bihan dari emas-emas di hadapannya kini
adalah gampang memperolehnya.
Itulah emas yang siang tadi dibawa oleh
suruhannya Co Hua-sun untuk menjerat helian
Kong, namun ditolak oleh Helian Kong. Namun
sore tadi Ting hoan-wi mendatangi Bu Goatlong, mengadakan pembicaraan, menemui
kesepakatan, dan emas-emas itupun masuk ke
kantongnya. Ting hoan-wi juga mendapat janji,
asalkan "bekerja dengan baik" maka hadiahhadiah yang lebih menggiurkan bakal
membanjiri kantongnya. "Ternyata ada pekerjaan yang jauh lebih
menguntungkan daripada menjual garam
gelap." pikir Ting hoan-wi gembira."...yaitu
menjual keterangan."
Yang lupa ditambahkan ialah kata-kata "dan
menjual kawan". Kembang Jelita 5 51 Tengah ia melamunkan betapa gagahnya
kelak kalau berhasil menjadi orang kepercayaan
Co Hua-sun, kuping Ting hoan-wi tiba-tiba
mendengar suara pakaian berkibar di tengah
sunyinya malam. Ia tahu tentu Helian Kong
sudah pulang dengan melompati dinding,
agaknya sungkan merepotkan A-liok yang
sudah tidur itu untuk membukakan pintu.
Cepat-cepat Ting hoan-wi mengangkut
emas-emasnya untuk ditaruh di bawah
kasurnya, setelah kasurnya dirapikan lagi,
diapun rebah di atasnya. Didengarnya suara pintu ruangan tengah
dibuka. Ting Hoan-wi lalu bersuara dalam
kamar dengan lagak seperti orang mengantuk,
"A-kong?" "Ya," jawaban itu memang suara Helian
Kong. "Teruskan saja tidurmu, A-hoan. "
Namun Ting Hoan-wi malahan keluar
menemui Helian Kong. Lagaknya persis orang
yang benar-benar baru saja bangun dari tidur,
"Kau baru pulang?"
Kembang Jelita 5 52 "Ya. Kau tidak kemana-mana selama aku
pergi?" " "Tidak." mula-mula Ting Hoan-wi bermaksud bohong, namun ketika ingat bahwa
tadi A-liok melihat dia keluar rumah, maka buni
buru ia menambahkan, "Ya cuma. keluar sebentar untuk melihat
lihat." Hellan Kong cuma mengangguk" percaya.
"Kau pulang larut sekali." kata Ting Hoanwi."Tentunya pesta di rumah Menteri Siangkoan
itu meriah sekali ya ?"
Terhadap kawan dan saudara seperguruan
ini, tentu saja Helian Kong meraba tidak ada
salahnya berterus terang, "Bukan pestanya yang
ramai, tapi pembicaraannya."
Ting Hoan-wi berlagak penasaran dan
mengepalkan tinju, "Sayang, aku orang luar
yang tidak diundang dalam pertemuan orangorang gagah berani itu. Tapi seandainya aku
diminta ikut membacok Co Hua-sun si manusia
hina dina itu, pastilah aku sanggup!"
Kembang Jelita 5 53 Ting Hoan-wi paham benar bahwa "tanda
anggota" untuk kelompok yang berkumpul di
rumah Menteri Siangkoan itu adalah kebencian
terhadap Co Hua-sun. Maka agar kelak bisa
menyelundup masuk ke kelompok itu untuk
memata-matainya, ya harus ikut menunjukkan
kebencian kepada Co Hua-sun. Itulah yang
sedang di lakukan Ting Hoan-wi saat itu.
Tanpa prasangka, Helian Kong berkata,
"Sudah terlalu berani Co Hua-sun bertindak
melancangi Kaisar. Malam ini kulihat sendiri dia
menyuruh orang-orang upahan untuk menyerang rombongan tamu dari Jepang itu.
Untung serangan itu gagal. Kalau berhasil tentu
sama artinya dengan mencarikan tambahan
musuh buat Kerajaan Beng yang sudah
kebanyakan musuh ini."
"Keterlaluan." Ting Hoan-wi geleng-geleng
kepala. "Yang berkuasa itu dia atau Kaisar"
Kenapa dia begitu lancang" Apakah Kaisar tak
berdaya mengendalikan sepak terjangnya?"
Kembang Jelita 5 54 Mulutnya berkata demikian, padahal dalam
hati Ting Hoan-wi malah mera =sa bangga
terhadap calon "boss nya itu.
Sedangkan Helian Kong masih ingin
menjaga nama baik Kaisar Cong-ceng, maka
dihindarinya cerita Kaisar yang sedang
gandrung kecantikan Tiau Kui-hui sampai lupa
semua urusan, sehingga semua urusan diambil
alih oleh Co Hua-sun. Helian Kong cuma bilang, "Selama ini Kaisar
memang hanya membaca laporan-laporan palsu
Co Hua-sun dan komplotannya. Maka Kaisar
masih mengira kalau Kerajaannya ini tetap
aman tenteram tanpa masalah."
"Apakah Menteri Siangkoan sebagai
pembesar yang jujur dan setia tidak dapat
menperingatkan Kaisar akan ketidak beresan
ini?" tanya Ting Hoan-wi.
"Hem, Co Hua-sun dan komplotan jahatnya
boleh dibilang sudah membentengi Kaisar agar
jangan sanpai bertemu dengan para pembesar
jujur yang hendak melaporkan keadaan
sebenarnya. Yang bisa menghadap hanyalah
Kembang Jelita 5 55 yang disetujui oleh Co Hua-sun, yaitu para kaki
tangan nya sendiri, dan laporannyapun harus
disetujui lebih dulu oleh Co Hua-sun."
"Ah, sungguh gila. Namun tentunya orangorang yang setia haruslah mengambil tindakan,
tidak boleh berpeluk tangan saja." Ting Hoan-wi
mulai memancing halus. Kata Helian Kong. "Jelas. Kami sudah
merencanakan suatu tindakan."
Mata Ting Hoan-wi bersinar-sinar mendengarnya. Untuk menutupi niat sebenarnya, ia pura-pura herkata dengan penuh
semangat, "Bagus! Kedok Co Hua-sun harus
segera dilucuti di depan Kaisar. Bagus-Bagus!
Apa rencana kalian?"
"Teman-teman menitipkan laporan kepadaku, laporan-laporan yang selama ini
hanya terkatung-katung di Peng-po Ceng-tong
karena kurang uang pelicin-nya. Nah, akulah
yang harus menyampaikannya kepada Kaisar
dengan cara menyelundup ke istana."
Ucapan Helian Kong itu tidak sepatah
katapun lolos dari kuping Ting Hoan wi,
Kembang Jelita 5 56 mencatatnya baik-baik dalam otak tanpa keliru.
Setelah itu ia mengangguk-angguk. "Itu bagus.
Kalau saluran-saluran resmi sudah tersumbat
semua oleh begundal-bogundal Co Hua-sun,
memang diperlukan seorang pemberani untuk
bisa menghadap Kaisar secara langsung. Bagus
sekali itu. A-kong, apakah aku bisa
membantumu?" "Tidak usah. Makin banyak orang malahan
akan makin repot, bukan makin lancar."
"Jadi akan kau lakukan sendiri?"
"Ya." "Apa tidak berbahaya?" Ting Hoan-wi purapura cemas.
"Semua tindkan ada resikonya, tapi aku
sendiri siap memikul resikonya'.'
"Kapan akan kau lakukan ?"
"Makin cepat makin baik, tapi aku pun tidak
mau gegabah. Akan kulakukan pada saat yang
setepat-tepatnya." "Aku benar-benar menguatirkan dirimu."
Helian Kong tertawa pendek sambil
menepuk-nepuk pundak Ting Hoan-wi , "Sudah.
Kembang Jelita 5 57 Tidurlah. Aku juga butuh istirahat untuk
menyongsong hari-hari berat esok."
Lalu sambil menguap lebar-lebar Helian
Kong melangkah ke kamarnya sendiri. Dari luar
jendela, Ting Iloan-wi melihat cahaya lilin di
kamar itu dipa damkan. Ting Hoan-wi menunggu boberapa saat
dengan membuat duapuluh lima hitungan
dalam hatinya, kemudian melangkah berjingkat
mendekati kamar Helian Kong dan mendekatkan kupingnya ke kertas jendela
kamar itu. Didengarnya Helian Kong mendengkur lembut bagaikan anak kucing yang
manif. Datar dan teratur. Kedengarannya Helian
Kong memang sudah tidur pulas, setelah
melewati hari-hari yang melelehkan, dan juga
akan menjalani hari-hari berat esok.
Berjingkat Ting Hoan-wi masuk kamarnya
sendiri. Bukan untuk tidur, melainkan cuma
memadamkan lilin, lalu ke luar lagi. Ia
mendekati dinding halaman dan melompat
keluar dengan gerak tangkas. Ia pergi diamdiam.
Kembang Jelita 5 58 Esok harinya, Helian Kong mencoba
mencari hubungan dengan puteri Tiang-ping
dalam istana. Namun Helian Kong sendiri tidak
berani berkeliaran di dekat istana kuatir
dicurigai. Ia hanya menghubungi Siangkoan Yan
yang untungnya sudah reda kejengkelannya.
Karena bujukan kakaknya, gadis itu sadar ia
tidak boleh memberati perasaannya sendiri
terhadap Heiian Kong, dengan cara menahan
Helian Kong melakukan tugasnya, Kemudian
Siangkoan Yan menghubungi dayang-dayang
kepercayaan Puteri Tiang-ping yang sering
keluar masuk istana untuk berbagai keperluan.
Lewat dayang dayang itulah sebuah pesan
singkat dikirim kepada Puteri Tiang-ping.
"Bagaimana?" tanya Helian Kong yang
menunggu di rumah keluarga Siangkoan, ketika
melihat Siangkoan Yan kembali.
"Aku sudah tinggalkan pesan untuk Cici
Ping di rumah tukang obat yang sering
dikunjungi Kui-hun."
"Siapakah Kui-hun?"
Kembang Jelita 5 59 "Seorang dayang kepercayaan Cici Ping,
cerdik, ilmu silatnya lumayan dan kesetiaannya
tidak diragukan. Dialah penghubung Cici Ping
dengan orang-orang luar istana."
"Kapan kira-kira Puteri Tiang-ping

Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menerima pesan itu, lalu menjawabnya?"
'Hari ini pastilah Cici Ping akan
menerimanya, sebab tiap hari Kui-hun pergi ke
tukang obat itu. Tapi supaya bisa keluar istana,
Cici Ping haruslah menunggu sampai tibanya
suatu alasan yang kuat. Kalau tidak, pastilah
akan dipersoalkan oleh Co Hua-sun dan orang
orangnya." "Hem, namanya saja keluarga Kaisar,
keluarga dari orang yang memegang kekuasaan
tertinggi di negeri ini, tapi tak ubahnya orang
dalam penjara saja."
"Memang begitulah kenyataannya."
"Saat ini Co Hua-sun baru berani
menggunakan Kaisar sebagai boneka untuk
menuruti kemauannya, karena sadar di luar
dinding istana masih banyak orang yang
menentangnya. Tapi kalau kelak Co Hua-cun
Kembang Jelita 5 60 berhasil menghimpun pendukung yang kuat,
bukan mustahil dia berani mencelakakan Kaisar
dan keluarganya secara terang-terangan."
"Cici Ping juga pernah bilang begitu
kepadaku." ?"Adik Yan, karena itu masihkah-kau
menghalangi aku untuk menyelundup ke istana
dan menghadap Kaisar" Kalau tidak, mata
Kaisar tetap akan ditutupi oleh Co Hua-sun agar
tidak melihat situasi yang sesungguhnya.''
Siangkoan Yan menunduk menyembunyikan perasaannya, jawabnya lirih, "Asal
berhati-hati, dan tidak usah berambisi jadi
pahlawan kalau tidak perlu."
Helian Kong jadi ingat adegan dalam
sandiwara tentang seorang prajurit yang
dilepas ke medan laga oleh isterinya. Ia nyengir
sendirian. "Nah, adik Yan, aku pulang dulu. Nanti
petang aku akan kemari lagi kalau-kalau sudah
ada pesan balasan dari Puteri Tiang-ping.
Syukur kalau Puteri sendiri yang datang, jadi
Kembang Jelita 5 61 bisa merundingkan rencana ini matangmatang."
"Baiklah." Kepada Siangkoan Heng pun Helian Kong
berpamitan. Tapi ketika akan berpamitan
kepada Menteri Siangkoan Hi. ia diberi tahu
kalau menteri itu sedang berada di rumah Ciu
Kok-thio, mertua Kaisar. Helian Kong diamdiam membatin, tentunya dalam rangka
pelaksanaan "Bi-jin-ke" (perangkap si cantik)
untuk menandingi "Bi-jin-ke"nya Co Hua sun.
Helian Kong pulang. Tiba di rumahnya ia
langsung makan sekenyang-kenyangnya lalu
tidur untuk menyegarkan badan dan semangat.
Sore hari, setelah latihan silat sebentar,
Helian Kong mandi dan berganti pakaian untuk
bersiap-siap ke rumah Siangkoan Yan kembali.
Namun belum lagi ia keluar rumah, malahan
Siangkoan Yan tiba lebih dulu di rumahnya.
Gadis itu langsung mencari Helian Kong setelah
dibukakan pintu depan oleh A-liok.
Waktu itu Helian Kong sedang duduk
minum teh bersama Ting Hoan-wi di ruangan
Kembang Jelita 5 62 tengah. Bersamaan mereka menoleh dan
meletakkan cangkir teh mereka ketika melihat
Siangkoan Yan muncul. "Adik Yan baru saja aku mau ke tempatmu.
Sudah ada jawaban?" Ketika melihat Ting Hoan-wi ada juga di
tempat itu, Siangkoan Yan jadi ragu-ragu bicara.
Entah kenapa, perasaannya yang halus dan
tajam merasa sulit mempercayai orang ini, tidak
perduli dia adalah saudara seperguruan lelaki
yang dicintainya. Rasa tidak percaya Siangkoan
Yan banyak disebabkan karena sering melihat,
mata Ting Hoan-wi diredupkan seolah
menyelubungi isi hatinya.
(Bersambung jilid ke VI) Sumber Image : Koh Awie Dermawan
first share in Kolektor E-book
Pringsewu 2/06/2018 21 :04 PM
Kembang Jelita 5 63 Kembang Jelita 6 1 CETAKAN PERTAMA CV GEMA SALA - 1989 Kembang Jelita 6 1 "KEMBANG JELITA PERUNTUH TAHTA" Karya : STEFANUS S.P. Jilid VI Namun ketika berhadapan dengan Ting
Hoan-wi. tidak lupa Siangkoan Yan mengangguk
hormat dengan agak kikuk.
Ting Hoan-wi membalas hormatnya sambil
mengharap dalam hati; entah apa lagi yang bisa
didengarnya dari Siangkoan Yan, untuk
"dijadikan uang?"
Namun Si angkoan Yan ternyata mengecewakan rasa ingin tahunya dengan
berkata, 'Helian Toako. mari kita bicara empat
mata." "Ah, kenapa kalau di sini?".sahut Helian
Kong. "Disini kan cuma ada saudara
seperguruan yang akrab dengan aku?"
Keruan Si angkoan Yan jadi canggung
menghadapi situasi itu. Sekali lagi ia
Kembang Jelita 6 2 mengangguk ranah kepada Ting Hoan-wi , lalu
berkata kepada Helian Kong, "Ini pesan Puteri
Tiang-ping sendiri, bahwa pesan ini hanya
untuk Toako sendiri"
Helian Kong paham kalau Puteri Tiang-ping
maupun Siangkoan Yan amat sulit percaya
kepada orang di luar "komplotan" mereka.
Suatu sikap hati-hati mengingat tersebarnya
kaki tangan Co Hua-sun di mana-mana. Kawan
dan lawan susah dibedakan sebab semuanya
sama-sa ma bersikap ramah. Karena itulah Heli
an Kong kemudian mengangguk dan berkata,
"Baik, adik Yan. Mari ke ruang depan. "
Ting Hoan-wi diam-diam kecewa mendengar itu, namun disembunyikannya
perasaan hatinya. Ia juga tidak berani coba-coba mencuri
dengar, sebab ia sadar walaupun ia seperguruan
dengan Helian Kong, namun selisih ilmunya
kelewat jauh. Kalau ia coba menguping, suara
napasnya pasti akan terdengar oleh kuping
Helian Kong yang tajam. Kembang Jelita 6 3 Padahal seandainya ia nekad menguping
juga, iapun takkan mendengar apa-apa. Sebab
pesan Puteri Tiang-ping itu adalah pesan
tertulis yang diberikan oleh Siangkoan Yan
berupa secarik kertas. Di atas kertas itu Helian
Kong membaca tulisan indah sang puteri Kaisar,
"Besok siang Hong Sinshe (tabib Hong)
akan masuk istana untuk memeriksa aku,
menyamarlah jadi bujangnya."
Tertanda Cu Tiang-ping. Singkat tapi jelas, Helian Kong langsung
paham. Memang Puteri Tiang-ping lemah
tubuhnya sejak umur 4 tahun Bahkan seorang
penujum pernah meramalkan, kalau tidak
terjadi mujijat atas dirinya, Puteri Tiang-ping
takkan melebihi imur 20 tahun, dan takkan bisa
menikah. Karena itu Puteri Tiang-ping secara
berkala diperiksa oleh seorang tabib yang amat
dipercayai oleh keluarga, istana. Tabib yang
Kembang Jelita 6 4 karena simpatinya kepada nasib puteri Kaisar
itu. akhirnya menjadi anggota "komplotan"nya.
"Kalau begitu, besok pagi-pagi benar
sebelum Hong Sinshe pergi ke istana, aku sudah
harus di rumahnya." kata Helian Kong pelan
sambil meremas surat itu. Sementara ia melihat
Siangkoan Yan menberi isyarat tangan agar
jangan bicara keras-keras.
Lalu gadis itu berkata berbisik-bisik.
"Toako, aku punya kata-kata yang harus
kusampaikan kepadamu. Tapi sebelunnya aku
minta maaf." "Coba kudengarkan."
"Jangan kelewat percaya kepada saudara
seperguruannu," hanya itu bisik Siangkoan Yan
sambil melirik waspada kepintu yang
menghubungkan ruangan itu dengan ruang
tengah. "Adik Yan ..." Helian Kong ingin bicara lebih
lanjut, namun puteri "Menteri Siangkoan Hi itu
sudah memutar tubuh dan berlalu cepat.
Kembang Jelita 6 5 Kemudian Ting Hoan-wi lah yang muncul di
ruangan itu sambil tersenyum-senyum dan
berkata, "Hebat kau A-kong."
Helian Kong menoleh penuh tanda tanya,
"Hebat apanya?"
Sahut Ting Hoan-wi, "Di ibukota negara ini
ternyata kau punya teman g dis-gadis cantik
dari kalangan atas. Ada puteri Menteri, bahkan
puteri Kaisar." Helian Kong cuma menyeringai, kiranya
yang dianggap hebat oleh Ting Hoan-wi
hanyalah urusan macam itu. Hal -hal yang dapat
membuat muka terang, membuat kebanggaan,
bisa dipamerkan. Tapi Helian Kong tidak bicara apa apa,
terlalu sulit menerangkan kepada Ting Hoan-wi
bahwa hidup yang berarti bukan cuma karena
tenpelan-tempelan luar semacam itu. Tak peduli
tempelannya hebat sekalipun.
Sementara Helian Kong bungkam, Ting
Hoan-wi bertanya lagi, "Nona Siangkoan tadi
apakah menyampaikan undangan pesta dari
puteri Kaisar?" Kembang Jelita 6 6 "Ah, tidak. Masa pesta terus-terusan setiap
malam?" "Bukankah itu hal wajar di ibukota negara
yang berlinpah uang ini" Buat apa uang
dikumpulkan kalau tidak untuk dinikmati"
Bahkan pernah kudengar, kabarnya ada
bangsawan yang mengadakan pesta besar
sampai beberapa hari lamanya."
"Aku tidak termasuk golongan mereka.
Teman-temanku juga tidak. Puteri Tiang-ping
maupun adik Yan juga tidak."
"Kalau begitu aku bisa menebak, pesan
Puteri Tiang-ping itu tentu sehubungan dengan
rencananu untuk menghadap Kaisar secara
diam-diam, menembus penjagaan orangorangnya Co Hua-sun. Betul tidak?"
Karena Ting Koan-wi adalah teman lama,
hampir saja Helian Kong menjawab terangterangan. Tapi peringatan Siang koan Yan tadi
tiba-tiba terngiang sejenak di kepalanya. Diamdiam diamatinya sikap Ting Hoan-wi, dan
dilihatnya sang kawan itu nampak begitu
mengharapkan jawaban. Mungkin sekedar ingin
Kembang Jelita 6 7 tahu. Mungkin pula sekedar untuk diceritakan
kepada orang lain untuk dipamerkan bahwa dia
punya tanan-teman baik "orang atas". Dan
Helian Kong tidak sampai kepada pikiran untuk
menuduh lebih dari itu, biarpun cuma dalam
hati. Akhirnya ia menjawab juga dengan gaya
enggan, "Ah, urusan rutin saja."
"Tapi bagaimana dengan rencanamu untuk
menerobos ke istana dan menghadap Kaisar?"
"Ah, aku lebih suka tidak memikirkannya
terlalu serius. Lebih baik kita jalan-jalan.
setuju?" "Ah, kemarinpun aku sudah melihat lihat


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sampai Pek-giok-kio. Sekarang aku ingin dudukduduk saja di rumah, kau pergilah sendiri Akong."
Helian Kongpun kemudian keluar sendirian.
Ia berjalan santai di sore hari itu dan ia memang
tidak punya maksud apa-apa selain mengendurkan urat syarafnya sebelum memikul tugas berat. Kembang Jelita 6 8 Namun sementara berjalan, timbul juga
niatnya untuk mengunjungi Sinshe Hong yang
esok akan ke istana untuk mengobati Puteri
Tiang-ping. Maka biarpun langkahnya masih santai,
akhirnya jadi punya tujuan tertentu, tapi tanpa
terburu-buru. Tiba disebuah persimpangan jalan, nampak
orang-orang di tepi jalan minggir semua,
biasanya itu pertanda akan ada rombongan
pejabat yang lewat. Tiba tiba, pula Helian liong
ingat, memang di jalanan itulah letaknya gedung
kediaman Ciu Kok-thio, mertua Kaisar Congceng, ayah Permaisuri Ciu (Ciu Thai-hou).
DHuar kebiasaan, kali itu jalan yang menuju
ke gedung Ciu Kok-thio ditutup untuk, lalu
lintas umum. Jalannya dijaga prajurit, orangorang yang hendak lewat dihentikan dan
disuruh lewat jalan lain. Yang lambat
minggirnya ditendang atau didamprat. Yang
agak mengejutkan Helian Kong ialah ketika di
depan gedung Ciu Kok-thio dipenuhi para juritprajurit berseragara Kim-ih wi-kun (pengawal
Kembang Jelita 6 9 seragam sulam emas), pasukan istana yang
jarang menampakkan diri di depan umum.
Teringat pengalamannya semalam di
kediaman utusan Jepang, Helian Kong jadi
menduga yang bukan-bukan. Pikirnya. "Apakah
kali ini Co Hua-sun sudah begitu nekadnya
hendak menangkap mertua Kaisar?"
Namun dugaannya buyar karena dari
gedung Ciu Kok-thio sayup-sayup terdengar
musik yang merdu. Ternyata digedung
itu sedang diadakan pesta. Kemudian dari ujung jalan muncul sebuah
rombongan yang megah sekali. Pengawalnya
berjumlah ratusan orang dan berseragam
mentereng. Yang dikawal ialah dua buah joli
yang beriringan. Joli yang di depan berwarna
tirai kuning emas, sedang yang dibelakangnya
warnanya bukan kuning emas tapi juga indah
sekali. Kuningnya tirai joli itu adalah warna
kerajaan. Tidak sembarang orang boleh
memakainya. Cepat-cepat Helian Kong melompat bersembunyi di sebuah lekukan tembok.
Kembang Jelita 6 10 Untung hari sudah agak gelap, sehingga ia
gampang mendapat tenpat senbunyi yang
bagus. Dari dalam gedung kediaman Ciu Kok-thio,
nampak Ciu Kok-thio sendiri keluar diiringi
belasan pembesar tinggi. Begitu tiba di depan
pintu, mereka semua langsung berlutut dan
menyambut serempak dengan seruan mereka,
'"Ban-swe! Ban-swe!"
Ternyata Kaisar Cong-ceng sendiri yang
datang. Tirai tandu disingkap, lalu Kaisar Cong-ceng
melangkah pelan dari dalam tandu dengan
memakai jubah kuningnya yang indah
bersulamkan naga. Meskipun sudah lima tahun menjadi
prajurit, belum pernah Helian Kong melihat
Kaisar sejelas ini biarpun hanya dari tempat
persembunyiannya. Kaisar Cong-ceng adalah seorang lelaki
setengah umur, agak gemuk, sinar matanya
tidak bercahaya dan kelihatan setengah
mengantuk. Inilah tampang seorang yang sama
Kembang Jelita 6 11 sekali tidak pernah berpikir keras, hidup serba
enak, tidak pernah menangani masalah apapun
dengan tangannya sendiri. Helian Kong jadi
tidak heran lagi kalau orang macam ini begitu
gampang didikte oleh Co Hua-sun. Sekaligus
juga agak kecewa, sebab Helian Kong pernah
melihat gambar Kaisar Cong-ceng hasil lukisan
seorang seniman istana. Dalam gambar itu
Kaisar Cong-ceng digambarkan gagah, tegap,
berwibawa, bermata tajam. Tapi ya maklum,
seniman istana itu tentu tidak berani
mempertaruhkan batang lehernya waktu
melukis diri Kaisar. Sementara itu, dari joli yang satu lagi juga
nuncul seorang lelaki ubanan, jelas lebih tua
dari Kaisar Cong-ceng. Tubuhnya gemuk,
alisnya putih, namun dia tidak punya jenggot
atau kumis sehelaipun, bahkan bekas-bekas
cukuranpun tidak ada. Tampangnya jadi ganjil
untuk ukuran lelaki normal. Jubahnya bagus,
begitu pula topinya, dan sikapnya angkuh
penuh Huasa. Kembang Jelita 6 12 Helian Kong langsung tahu kalau orang
itulah thai-kam yang paling berHuasa di istana.
Co Hua-sun. Darah Helian Kong menghangat melihat
tokoh yang dibencinya, namun ia tetap
bersembunyi. Sementara itu, Kaisar Cong ceng mengusap
jenggotnya dan berkata, "Kalian bangkitlah."
Serempak para pembesar yang berlutut itu
menjawab, "Terima kasih, Tuanku !"
Setelah itu, barulah mereka semua bangkit.
Dari kejauhan Helian Kong melihat di antara
pembesar-pembesar itu terdapat Siangkoan Hi.
Muncul dugaan Helian Kong bahwa acara itu
agaknya ada kaitannya dengan "Bi-jin-ke" yang
dirancang Ciu Kok-thio dan Siangkoan Hi untuk
menandingi "Bi-jin-ke"nya Co Hua-sun. Samasama menggunakan kecantikan wanita untuk
berebut pengaruh di hadapan Kaisar!
Dugaannya diperHuat dengan melihat muka
Co Hua-sun yang masam, nyata sekali ketidak
senangan hatinya. Kembang Jelita 6 13 Kepada Co Hua-sun, para pembesar juga
memberi hormat, tapi tidak dengan berlutut.
Sambut Ciu Kok-thio, "Sungguh kehormatan
besar buatku, kalau Co Kong-kong sudi juga
mengunjungi rumahku yang reyot ini. Padahal
aku tadinya mengira Kong-kong tak sudi datang
kemari." Co Hua-sun tertawa dingin melepaskan
kemengkalannya, "Hem, tidak menyangka kalau
aku ikut datang ya" Tidak menyangka atau
memang tidak mengharap" Berani benar Kokthio tidak mengundangku, tapi sekarang aku
datang, nah, kau bisa apa?"
Sebagai mertua Kaisar, Ciu Kok-thio
dihormati semua orang, namun kasarnya sikap
dan kata-kata Co Hua-sun itu seolah disengaja
untuk menunjukkan betapa besar keHuasaannya. Sehingga Ciu Kok-thio dianggapnya seperti pembesar bawahannya
saja. Dan semua orang pun tahu, Co Hua-sun
berani bersikap seperti itu karena tahu Kaisar
takkan berani membela mertuanya. Selain takut
Kembang Jelita 6 14 kepada Co Hua-sun, juga karena hubungan
Kaisar dengan mertuanya sedang renggang,
karena Kaisar sudah lama tidak mengacuhkan
Ciu Hong-hou dan tergila-gila kepada Tiau Kuihui.
Memang betul. Kaisar tidak menegur Co
Hua-sun, malahan ikut-ikutan menyalahkan
mertuanya sendiri meskipun dalam sikap lebih
halus, "Gak-hu, agak nya kau memang kurang
cermat, sampai kelupaan mengirim undangan
kepada Co Kong-kong."
Betapa mendongkolnya Ciu Kok-thio ditegur
demikian dimuka unum. Tapi demi kelancaran
rencananya, ia harus menahan diri. Jawabnya,
"Hanba akan mengadakan perjamuan khusus
untuk minta maaf kepada Co Kong-kong.
Sekarang hamba persilakan Tuanku sudi duduk
di dalam, dan Co Kong-kong, mari silakan duduk
di kursi kehormatan di samping Tuanku'."
Suara musik dalam ruangan sudah
terdengar, kaki Kaisarpun sudah siap
melangkah masuk ke dalam ruangan.
Kembang Jelita 6 15 Namun mendadak muncul suatu peristiwa
mengejutkan. Dari balik sebuah tembok di pinggir jalan,
tiba-tiba melompatlah sesosok bayangan yang
berteriak, "Tuanku, hamba mohon menghadap!"
Semuanya terkejut. Pengawal-pengawal
Kaisar serempak berlompatan membentuk
suatu pertahanan di depan Kaisar, menjaga
kalau-kalau orang itu bermaksud buruk.
Namun orang itu tiba-tiba berlutut dan
berkata, "Tuanku, hamba menghaturkan
sembah sujud. Hamba mohon didengarkan
untuk beberapa hal." kini terlihat jelas kalau
orang itu berpakaian seperti seorang perwira.
Helian Kong yang ada di tempat
sembunyinyapun kaget, karena melihat orang
ini adalah Liong Tiau-hui, perwira bawahan
Jenderal Ang Seng-tiu dari San-hai-koan,
seorang perwira yang berangasan dan kurang
pikir. Tindakannya kali ini tentu dilatar
belakangi pertengkarannya dengan Siangkoan
Yan kemarin malam. Kembang Jelita 6 16 Kaisar Cong-ceng yang hampir masuk ke
gedung mertuanya itu, kemudian menghentikan
langkah dan memperhatikan Liong Tiau-hui.
"Siapa kau?" tanyanya sambil mengusap
jenggot. Sambil tetap berlutut, Liong Tiau hui
menjawab, "Hamba Liong Tiau-hui, berpangkat
Cian-bu, bawahan Jenderal Ang Seng-tiu! "
"Jenderal Ang Seng-tiu?" Kaisar mengulangi
nama itu dengan sikap seperti asing mendengar
nama itu. Melihat sikap Kaisar itu, banyak pembesar
setia yang mengeluh dalam hati, begitu juga
Helian liong yang melihat dari kejauhan. Itu
menandakan betapa Kaisar tidak ada perhatian
sama sekali kepada urusan-urusan menjalankan
pemerintahan, semuanya "diberondong' kepada
Co Hua-sun. Bagaimana mungkin ia sampai
bersikap asing kepada Jenderal Ang" Padahal
Jenderal itu adalah penjaga kota perbatasan
San-hai-koan yang strategis, menjaga dari
serangan Kerajaan Ceng di timur laut. Kalau San
hai-koan jatuh, orang manchu gampang
Kembang Jelita 6 17 mendapat jalan untuk menyerbu ke wilayah
kerajaan dengan gerak kilat, sebab pasukan
berkuda mereka sudah terkenal kehebatannya.
Namun kini Kaisar Cong-ceng malah bersikap
seolah-olah tidak pernah punya bawahan yang
bernama Ang Seng-tiu. Liong Tiau-hui juga mengeluh dalam hati.
Namun sudah terlanjur menghadap, diapun
berkata lebih lanjut, "Tuanku, Jenderal Ang
adalah panglima di San-hai-koan."
Kini Kaisar mengangguk-angguk sambil


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengusap-usap jenggotnya lagi. Namun banyak
orang yang sudah terlanjur kurang yakin,
apakah anggukan itu berarti paham, atau cuma
pura-pura pahan" "Jadi kau perwira bawahan Ang Goan-swe di
San-hai-koan?" "Benar, Tuanku."
Suasana sunyi sejenak. Orang-orang sudah
siap mendengarkan, jangan-jangan Kaisar akan
bertanya "San-hai-koan itu di mana" tentu
harus menerangkan sambil memaki ketololannya dalam hati. Kembang Jelita 6 18 Ternyata tidak, setolol-tololnya Kaisar ia
masih juga ingat di mana letak San-hai-koan,
maka pertanyaannya bukan soal dimana letak
San-hai-koan, tapi, kenapa kau sampai ke ibu
kota Ini?" "Hamba membawa laporan situasi medan
dari Ang Ooan-swe, yang sudah hamba
serahkan ke kantor Peng-po Ceng-tong
beberapa bulan yang lalu. Tapi sampai sekarang
laporan dari San-hai -koan itu belum ...."
Wakt itulah Co Hua-sun tiba-tiba melangkah
maju kesamping Kaisar, lalu membentak, "Liong
Tiau-hui, apa kau tidak punya cara yang lebih
sopan dari ini untuk menghadap junjungan kita.
Dengan cara melcmpati tembok dan berteriak
dari kejauhan terhadap junjungan kita, apakah
masih bisa dibilang bahwa kau menghormati
junjungan kita" Ketika bicara dengan Kaisar, Liong Tiau-hui
masih menundukkan kepala, namun begitu
mendengar suara Co Hua-sun, ia seperti ular
kobra yang tahu kalau mangsanya mendekat.
Liong Tiau-hui mengangkat kepalanya dan
Kembang Jelita 6 19 tatapannya yang berapi-api ditujukan ke arah
Co Hua-sun. Lalu berkatalah ia, tapi tetap ke pada Kaisar,
"Tuanku, pasukan kami di San-hai-koan dalam
keadaan amat kekurangan perbekalan, padahal
kami harus menjaga serangan bangsa Manchu
agar tidak melanggar perbatasan. Namun surat
laporan kami tidak digubris oleh pegawaipegawai di Peng-po Ceng-tong, hamba mohon
perhatian. Tuanku! "
Terusik juga hati Kaisar Cong Ceng
menerima laporan yang "serba beres" saja,
seperti angin semilir yang membuat mengantuk. Kini kenyamanan itu "tersengat"
oleh laporan Liong Tiau-hui itu. Tak sadar
Kaisar menoleh ke arah Co Hua-sun dengan
pandangan bertanya, kok bisa muncul urusan
macam ini, padahal katanya "semua beres?"
Cepat-cepat Co Hua-sun membela diri
sambil menuding Liong Tiau-hui, "Tuanku,
perwira ini bicara seenaknya saja. Semua surat
yang masuk ke Peng-po Ceng-tong tentu diteliti
dan mendapat perhatian semestinya. PetugasKembang Jelita 6
20 petugas di sana bekerja sebaik-baiknya. Tapi
surat-.surat yang hanya berisi keluhan-keluhan
cengeng, rasanya mamang tidak salah kalau
dibuang saja ke tempat sampah, seperti surat
Ang Goan-swe itu. Surat itu hanya berisi
keluhan-keluhan remeh yang mestinya bisa
diatasi sendiri oleh Ang Goan-swe. Tidak pantas
seorang Jenderal Kerajaan Beng merengekrengek minta dimanjakan macam itu!"
"Memang janggal juga bahwa Co Hua-sun
lah yang menjawab gugatan ke alamat Peng-po
Ceng-tong, padahal Co Hua-sun bukan Peng-po
Siang-si (menteri pertahanan). Kedudukan
Peng-po Siang-si saat itu memang dipegang oleh
Jenderal Sun Toan-teng yang tidak sedang
berada di Ibu kota. Tapi di Tong-koan untuk
memimpin pertahanan terhadap serbuan kaum
pemberontak dari barat laut. Biar pun Jenderal
Sun tidak ada, mestinya bukan Co Hua-sun yang
menjawab gugatan Liong Tiau-hui itu. Namn
dengan keluarnya kata-kata Co Hua-sun itu
hanya makin menyingkap keadaan sebenarnya
betapa kaum thai-kam yang sebenarnya cuma
Kembang Jelita 6 21 hamba-hamba istana itu, telah campur tangan
terlalu jauh dalam urusan pemerintahan.
Mengurus yang bukan urusannya, mengambil
posisi-posisi pemerintahan
yang bukan bagiannya. Tidak heran kalau pemerintahan jadi
semrawut. Dalam menjalankan tugas, para
pegawai panerintah bingung harus menerima
perintah dari siapa, harus menyuruh siapa,
laporan harus kepada siapa, semuanya kacau
bisa membahayakan kedudukan sendiri.
Kekacauan itu lalu dimanfaatkan yang pintar
"mencari ikan di air keruh" untuk kepentingan
Sendiri-sendiri. Karena Itulah Liong Tiau-hui yang pernah
merasakan di ping-pong'' oleh
pegawai-pegawai Peng-po Ceng-teng itupun
menjadi gusar mendengar kata-kata Co Ha-sun.
Lupa akan sopan-santun di hadapan Kaisar. Ia
tiba-tiba berdiri dan menuding Co Hua-sun
dengan wajah merah padam, "He. bangsat tua!
Sudah cukup kau mengelabuhi Sri Baginda
dengan laporan-laporan manismu yang tidak
sesuai dengan kenyataan. Kau lakukan
Kembang Jelita 6 22 penipuan besar-besaran hanya untuk merperbesar kekuasaamu sendiri, benar tidak?"
Co Hua-sun tidak membiarkan Liang Tiauhui nengoceh terus. Tak perduli melancangi
perintah Kaisar. la memerintahkan para
pengawal Kaisar. 'Tangkap pengacau ini hidup
atau mati! Dia hanya ingin merenggangkan
hubungan antara Sri Baginda dengan abdiabdinya yang setia!"
Para pengawal istana itu memang banyak
yang sudah dipengaruhi Co Hua-sun. Sedang
yang belum terpengaruhpun setidak-tidaknya
sudah tak punya pendirian lagi, .karena
Kaisarpun bersikap lemah. Maka begitu si thai kam tua yang amat berkuasa itu memerintah,
mereka anggap sama saja dengan perintah
Kaisar. Jadi tidak perlu lagi menunggu Kaisar,
para pengawal terus menghunus senjata dan
menyerang Liong Tiau-hui.
Sedangkan Liong Tiau-hui juga sudah lupa
apapun karena kemarahannya, maka diapun
menghunus pedangnya dan melawan dengan
sengit, sambil berteriak-teriak mendamprat Co
Kembang Jelita 6 23 Hua-sun. Maka terjadilah pertempuran hebat di
depan kediaman Ciu Kok-thio yang sebenarnya
sedang bersiap untuk pesta, Liong Tiau-hui
sendirian menghadapi belasan pengawal Kaisar.
Inilah acara yang sama sekali tidak
direncanakan. Co Hua-sun tidak puas melihat pengawalpengawal istana itu kurang cepat berhasilnya,
apa lagi yang maju cuma belasan orang. Maka ia
tambahkan perintahnya, "Maju semua! Cincang
habis pengacau ini!"
Kaisar Cong-ceng diam saja, ia seperti
membiarkan Co Hua-sun malang melintang di
depan hidungnya. Sukar ditebak bagaimana isi
hatinya. Dari tempat sembunyinya. Helian Kong
menyaksikan peristiwa itu dengan marah.
Memang ia sesalkan tindakan Liong Tiau-hui
yang tidak memikirkan panjang, ia tahu karena
perwira San-hai-koan itu sudah tidak sabar
melihat Co Hua-sun terus berkuasa. Namun
yang menbuat Helian Kong marah adalah
tindakan Co Hua-sun yang begitu lancang
Kembang Jelita 6 24 memberi perintah mendahului Kaisar, sedang
Kaisar kelihatannya tidak berani mengekang
sepak terjang Co Hua-sun.
Hampir saja Helian Kong terjun ke arena itu
untuk membantu Liong Tiau-hui, biarpun
pedangnya tidak sedang di bawa. Namun tibatiba pundaknya dipegang dari belakang, disusul
sebuah suara yang lembut merdu dari sebuah
mulut yang harum, "Jangan dulu, Helian
Huciang." Hu-ciang adalah pangkat yang kurang lebih
sana dengan kolonel di jaman modern.
Cepat-cepat Helian Kong membalik tubuh
dan siap untuk berlutut, "Tuan Puteri.."
Namun Puteri Tiang-ping yang menyamar
sebagai lelaki jembel itu buru-buru mencegah,
"Jangan berlutut, nanti menarik perhatian
orang." Di belakang Puteri Tiang-ping ada sebuah
gang gelap untuk pembuangan sampah. Dalam
keremangan senjahari, nampak di belakang
Puteri Tiang-ping itu ada empat sosok
bayangan. Yang tiga ramping kecil, yang satu
Kembang Jelita 6 25 tegap. Jelas itulah tiga perempuan dan satu
lelaki. Mata Helian Kong cukup tajam untuk
dapat mengenali mereka sebagai Siangkoan
Yan, dua dayang kepercayaan Puteri Tiang-ping
yang juga menyamar, dan lelaki itu adalah Bu
Sam-kui, perwira dari San-hai-koan rekan Liong
Tiau-hui. Sementara Helian Kong telah bertanya
kepada Puteri Tiang-ping, "Tuan Puteri,
bukankah Tuan Puteri kabarnya sedang sakit?"
Puteri Tiang-ping tertawa pendek, "Kalau
sakit, mana mungkin berkeliaran sampai
kemari" Aku cuma pura-pura sakit, agar tabib
Hong ada alasan untuk masuk istana, dan kau
bisa membonceng dia dengan menyamar
sebagai pembantunya."
'Tapi sekarang bagaimana dengan Liong
Tiau-hui, dia betul-betul terancam. Biarpun
karena kegegabahannya sendiri, masa kita
berpeluk tangan saja membiarkan ia dicincang
orang-orangnya Co Hua-sun?"
Kembang Jelita 6 26 Puteri Tiang-ping menoleh kepada Bu Samkui sambil bertanya, "Bagaimana Bu Congpeng?"
Bu Sam-kui menyahut, "Aku sudah berusaha
mencegah dia melakukan ini, lebih baik
menunggu hasilnya Helian Hu-ciang bertemu
Kaisar sendiri. Tapi Liong Tiau-hui tidak sabar.
Ia tidak mau dibilang takut bertindak sendiri,
sehingga biasanya hanyalah mengandalkan
orang lain. Dia lalu berangkat diam diam."
Siangkoan Yan menundukkan kepala,
teringat pertengkarannya dengan Liong tiau-hui
beberapa malam yang lalu. Ia berdesis dengan
perasaan bersalah, "Kata-kataku malam itu
terlalu tajam buatnya. Akulah penyebab
peristiwa ini." "Kalau kita mementingkan rencana penyelundupan Helian Hu-ciang ke istana, kita
harus biarkan Liong Tiau-hui menghadapi
nasibnya sendiri malam ini" Bu Sam-kui tiba
berkata dengan pedih, karena betapapun juga
Liong Tiau-hui adalah rekannya sejak samasama berangkat dari San-hai-koan. "Kalau kita
Kembang Jelita 6 27 tolong dia sekarang, kita harus muncul sekarang
dan rencana penyelundupan itu bisa
berantakan." "Tidak, aku harus menolong." tukas llelian
Kong. Tanpa menunggu yang lain setuju atau
tidak, Helian Kong telah merobek ujung
jubahnya sendiri, lalu ditutupkan ke mukanya
sebagai kedok agar wajahnya tidak dikenali.
Lalu katanya lagi dengan mantap, "Yang selama


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ini mengikat kelompok kita adalah setia kawan
dalam suka dan duka.Kalau kesetia kawanan
dihilangkan, kita tercerai berai.'"
Lalu Helian Kong sudah hendak melangkah
ke arena, namun Puteri Tiang-ping cepat
menyambar lengannya dan berkata, "Tunggu.
Lihat ke arena." Terlihat Siangkoan Hi dan beberapa
pembesar lainnya telah berlutut di depan Kaisar
Cong-ceng, dan kata Siangkoan Hi, "Tuanku,
hamba mohonkan ampun buat, perwira itu.
Biarpun kelakuannya kasar, namun sama sekali
tidak bermaksud jahat. Jangan sampai dia mati."
Kembang Jelita 6 28 Permohonannya didukung oleh beberapa
pembesar. Kaisar Cong-ceng nampak bimbang.
Sebentar mengusap jenggot, dilain saat menoleh
kepada Co Hua-sun, lalu kembali mengusap
jenggot. Sekian lama tidak berkata apa-apa,
nampak takut mengambil kcputusan yang tidak
sejalan dengan Co Hua-sun.
Sementara Kaisar ragu-ragu, keadaan Liong
Tiau-hui makin gawat. Tubuhnya sudah mandi
darah karena beberapa luka langkahnya
sempoyongan. Memang diapun telah berhasil
merobohkan empat pengawal yang mengeroyoknya, tapi ia sendiri tak ada harapan
menyelamatkan diri. Kepungan di sekitarnya
berlapis-lapis. "Tuanku hamba sekalian memohon"
Siangkoan Hi dan pembesar-penbesar lain
mengulangi permohonan mereka.
Kaisar Cong-ceng masih saja kebingungan,
dan malahan Co Hua-sun yang berkata,
"Perwira itu jelas bermaksud jahat, kenapa
Tuan-tuan katakan dia tidak bermaksud jahat"
Kembang Jelita 6 29 Merenggangkan hubungan Sri Baginda dengan
pembantu-pembantunya yang terpercaya, apakah itu tidak jahat" Tuan-tuan membelanya,
apakah Tuan-tuan kenal dia sebelumnya?"
Pembesar-perabesar manapun yang sudah
diancam tuduhan seperti itu biasanya akan
menggigil ketakutan dan mundur teratur. Salahsalah mereka bisa dilibatkan, dan kepala bisa
protol di-bawah golok algojo. Wajah Siangkoan
Hi pun memucat, namun orang tua itu ternyata
nekad juga, 'Tuanku, hamba mohon."
Melihat keteguhan hati si menteri senior
yang sudah mengabdi sejak jamannya Kaisar Hicong itu, hati Kaisar Cong-ceng agak tergerak
juga. Kaisar menoleh kepada Co Hua-sun dan
berkata, "Kong-kong, rasanya pemohonan
mereka pantas kita ...."
"Tidak perlu, Tuanku." sahut Co Hua-sun
tegas. 'Tapi kesalahan perwira itu hanyalah____"
Dan di seluruh wilayah kekaisaranan,
rupanya hanya Co Hua-sun yang berani
menukas selagi Kaisar belum selesai bicara,
Kembang Jelita 6 30 "Kesalahannya besar sekali karena berani
bicara ngawur di hadapan Tuanku. Dia tetap
harus dicincang di tarpat ini juga."
Sikap Kaisarpun jadi serba salah, ingin
menunjukkan kewibawaan, tapi takut kepada
Co Hua-sun. Dengan pandangan menyerah, ia
menatap Siangkoan Hi dan pembesar-panbesar
lainnya yang masih berlutut, "Sudah kalian
dengar sendiri keputusan Co Kong-kong"
Jangan pertaruhkan batang leher kalian hanya
untuk seorang perwira tak tahu adat."
Para pembesar itupun bangun dari berlutut
dan herpandangan dengan kecewa. Mereka
merasa percuma saja memohon Kaisar, karena
Kaisar tak berani menentang Co Hua-sun.
Sesungguhnya bukan Kaisarlah yang pegang
kekuasaan, tapi Co Hua-sun.
Para pembesar itupun menunduk lesu, di
bawah tatapan penuh ejekan dari Co Hua-sun
yang sekali lagi berhasil memamerkan
pengaruhnya atas diri Kaisasar.
Pada saat yang sama Liong Tiau-hui sudah
seperti binatang masuk perangkap. Meskipun
Kembang Jelita 6 31 masih meronta mempertahankan hidup di
tengah lawan-lawannya yang mabuk darah,
namun bagaimana nasibnya nanti sudah bisa
diramal. Sedangkan Helian Kong, Siangkoan Yan,
Puteri Tiang-ping, kedua orang dayang keraton
dan Bu Sam-kui, semuanya sudah siap terjun ke
arena untuk menolong Liong Tiau-hui. Namun
muka mereka semua ditutupi kedok. Maklum, di
tempat itu ada Kaisar Cong-ceng, ayah Puteri
Tiang-ping, dan juga ada Siangkoan Hi, ayah
Siangkoan Yan. Nampaknya Bu Sam-kui belum benar-benar
bulat tekadnya, tetapi ia kuatir dicap tidak
punya setia kawan kalau tidak ikut bertindak.
Sedangkan turun tangannya Puteri Tiang-ping
lebih terdorong oleh perasaan malu melihat
ayahandanya bersikap begitu lemah di bawah
kendali Co Hua-sun, di depan mata banyak
pembesar yang menyaksikannya.
Namun Helian Kong kemudian berkata.
'Tuan Puteri, kurasa Tuan Puteri tidak asah ikut
Kembang Jelita 6 32 bertindak, lebih baik pulang ke istana. Terlalu
berbahaya." "Kenapa?" "Biarpun kita semua memakai kedok muka,
namun tak dapat dipastikan apakah kita akan
tertangkap atau tidak. Kalau tertangkap lalu
kedok kita dibuka, hamba kuatir akan
menyudutkan posisi keluarga istana sendiri:"
"Aku tidak gentar."
"Hamba tahu, tapi peristiwa itu bisa
membuka peluang bagi Co Hua-sun untuk lebih
mencengkeramkan kuku kekuasaannya. Kamba
harap, kita tidak menyediakan peluang itu bagi
Co Hua-sun, karena itu sebaiknya Tuan Puteri
bersih dari urusan ini."
Puteri Tiang-ping bisa memahami keHuatiran Helian Kong itu. "Kalau begitu hatihatilah kalian. Kalau kalian terancam, lari saja,
jangan sampai terbuka kedok kalian."
"Baik. Sekarang silakan Tuan Puteri kembali
ke istana. Besok pasti hamba akan sampai ke
istana dengan menyamar sebagai kacungnya
Kong Sin-she, seperti pesan Tuan Puteri."
Kembang Jelita 6 33 "Baik." Kemudian Helian Kong menatap Siangkoan
Yan sambil berkata, "Adik Yan. sebaiknya kau
juga." Tapi Siangkoan Yan menggelengkan
kepalanya keras-keras, dan menjawab dengan
gaya berani pendekar rimba persilatan, "Mohon
ketua Tiat-eng-bun jangan mamandang remeh
murid-murid Kin-hian Tojin, atau terpaksa kami
anggap sebagai penghinaan terhadap Bu-tongpai!"
Helian Kong akhirnya hanya bisa nyengir di
balik kedoknya menghadapi kekerasan tekad
gadis itu. Puteri Tiang-ping dan kedua dayang
kepercayaannya, kemudian menyelinap lenyap
ke gelapnya malam, untuk kembali ke istana.
Sedangkan Helian Kong segera mengajak
Siangkoan Yan dan Bu Sam-kui, "Mari!"
Ketiga orang itu merunduk mendekati arena
pertempuran. Setelah cukup dekat, lalu Helian
Kong tiba-tiba melompat seperti seekor macan
tutul, menyergap prajurit-prajurit istana yang
Kembang Jelita 6 34 berjaga di sekitar gedung kediaman Ciu Kokthio itu.
Dengan libasan sepasang tangan dan
sepasang kakinya yang mantap, beberapa
prajurit berhasil digebraknya roboh dalam satu
detik. Bahkan kemudian Helian Kong berhasil
merebut sebatang tombak untuk melawan,
karena pedangnya ditinggalkannya di rumah.
Siangkoan Yan tidak mau kalah. Iapun
melompat dari sudut gelap, pedangnya
gemerlapan dalam perak, "Liu-seng-kan-goat
(bintang sapu mengejar rembulan) dan seorang
penjaga berhasil dirobohkan. Menyusui
sepasang kakinya bergerak lincah, menendang
dengan Wan-yo-tui (tendangan bebek) khas
Butong-pai yang kena selangkangan dua
prajurit istana, sehingga kedua prajurit itu
roboh menyeringai dengan sepasang telapak
tangan mereka mendekap selangkangan
masing-masing. Ketangkasan Siangkoan Yan melibatkan
rasa kagum Helian Kong yang diam-diam
meliriknya. Helian Kong jadi teringat, betapa
Kembang Jelita 6 35 jauh bedanya gadis itu dengan Tan Wan-wan,
kekasihnya yang direbut orang. Sama-sama
cantik. Tapi Tan Wan-wan ibarat setangkai
bunga jelita, betapapun cantiknya namun juga
begitu lemah diguncang angin yang tanpa
ampun. Angin nasib. Sedangkan Siang koan Yan
seperti pejuang wanita dalam dongeng lama.
Biasa memegang pedang dan berkelahi,
berwatak pantang menyerah terhadap ancaman
yang bagaimana pun. Dan bagaimana dengan
Puteri Tai-ping" Di dalam tubuhnya yang lemah
ternyata juga ada kemauan keras, rasa tanggung
jawab untuk menyelamatkan kekaisaran dari
keruntuhan. Bisa diumpamakan apa dia" Helian
Kong masih merasa betapa lembutnya tadi
tangan Puteri Kaisar itu memegangi lengannya
biarpun tidak sengaja. Sadar kalau dirinya sedang melantur tak
karuan, Helian Kong tertawa .sendiri. "Hem;
lelaki tak tahu diri, di tengah arena mati hidup
ini malahan memikirkan gadis-gadis cantik." ia
memaki dirinya sendiri. Kemudian lebih
Kembang Jelita 6 36 dipusatkannya perhatiannya kepada pertempuran. Yang belum terjun ke arena adalah Bu Samkui. Diarpun tangannya sudah menggenggam
pedang, masih saja ia ragu ragu di tempat
sembunyinya. Ia masih sibuk dengan pergulatan
pikirannya ikut bertempur atau tidak"
Sedang Helian Kong dan Siangkoan Yan
sudah tak sempat lagi menperhatikan Bu Samkui. Mereka bertempur seperti sepasang elang
di angkasa, kadang kadang sendiri-sendiri,
kadang-kadang berpasangan dan bekerja sana
melabrak dan mengkocar-kacirkan prajuritprajurit begundal-begundal Co Hua-saun itu.
Siangkoan Yan yang selama ini diam-diam
nencintai Helian Kong, kini dalam pertenpuran
itu dia merasakan gembiranya dan bahagianya
bertempur berdampingan dan bahu-menbahu
dengan idaman hatinya. Karena itu ia jadi
bersamangat, malahan ke lewat bersemangat
sehingga tidak jarang ia melakukan tindakan
gegabah yang membahayakan dirinya sendiri.
Karena itu tidak jarang ia malah merepotkan
Kembang Jelita 6 37 Siangkoan Yan tidak mau kalah. Iapun
melompat dari sudut gelap, pedangnya
gemerlapan dalam gerak, Liu-seng-kan-goat
dan seorang penjaga berhasil dirobohkan
Kembang Jelita 6 38 Helian Kong yang berkali-kali

Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

harus menyelamatkannya, atau setidak-tidaknya
berteriak memberi peringatan. Harus diakui
kalau ilmu pedang maupun ilmu tendangan
gadis itu cukup lihai, cuma pengalamannya yang
masih hijau, emosinya masih terlalu menguasai
tiap geraknya. Kali ini dua perasaan yang
mestinya bertentangan, benci dan marah
kepada Co Hua-sun. Campur bahagia dan
gembira karena bertempur berdampingan
dengan kekasihnya. Perasaan campuran maha
aneh yang barangkali hanya dimiliki oleh gadis
" gadis yang sedang mabuk asmara.
Kemunculan dua orang berkedok itu
mengejutkan Co Hua-sun. Sekelompok prajurit
Gi-cian Si-wi (pengawal Kaisar) segera
melingkar dengan senjata terhunus di seputar
Kaisar menjaga keselamatannya. Bahkan ada
yang membujuk agar Kaisar segera masuk ke
dalam saja. Co Hua-sun bertambah murka melihat
orang-orang yang menentangnya. Teriaknya
Kembang Jelita 6 39 melengking seperti suara perempuan, "Tumpas!
Tumpas! Tumpas semua! "
Makin banyak prajurit istana yang terjun ke
gelanggang. Bahkan Bu Sam-kui yang masih
bersembunyi itu akhirnya terlibat juga oleh
mereka. "He, disini masih ada satu lagi orang
berkedok!" teriak yang melihat Bu Sam-kui.
Apa boleh buat, Bu Sam-kui tidak punya lagi
pilihan lain kecuali bertempur.
Dalam pada itu. Meskipun Liong Tiau-hui
sudah luka-luka arang kranjang, namun tetap
melawan dengan gigih. Bahkan nekad karena
putus asa, karena ia melihat Kaisar Cong-ceng
sudah berjalan masuk ke dalam gedung. Berarti
takkan ada lagi kesempatan bicara dengan
Kaisar. Antara dirinya dan Kaisar terhalang
puluhan ujung senjata yang berkilat-kilat siap
merajangnva. "Pemerintahan ini akan runtuh!" dalam
kalapnya Liong Tiau-hui akhirnya berteriak
keras-keras tanpa takut lagi. "Karena Kaisar
Kembang Jelita 6 40 tidak berwibawa dan hanya didikte oleh
kawanan doma! Kerajaan ini akan hancur!"
Kaisar Cong-ceng memucat wajahnya
mendengar itu.namun ia terus melangkah ke
pintu gedung dikawal orang - orangnya.
Liong Tiau-hui yang terkurung musuh itu
tidak dapat melihat kalau di bagian lain dari
jalar, itu dudah muncul tiga "orang berkedok"
yang berusaha menyelamatkannya. Karena
pandangannya terhalang oleh musuh-musuhnya
itulah maka Liong Tiau-hui merasa sendirian,
dan itu membuatnya makin nekad.
Helian Kong berusaha keras untuk
mendekati Liong Tiau-hui-dengan menembus
kepungan. Banyak lawan roboh, namun yang
dihadapinya adalah prajurit-prajurit istana yang
lebih tangguh dari prajurit-prajurit biasa. Maka
alotnya Helian Kong dalam gerak majunya se
perti kalau harus berenang di dalam adonan
yang pekat. Waktu itulah muncul perkembangan baru
yang makin "memeriahkan" keadaan di situ.
Kembang Jelita 6 41 Dari ujung jalan yang lain, mendadak
muncul puluhan sapi, kerbau, kuda atau keledai
yang berlari-lari sambil mengamuk. Pantas
kalau hewan-hewan itu mengamuk, sebab ekor
mereka diikati sejunput rumput kering atau
jerami yang dibakar. Jelas hewan-hewan itu berlari-lari melonjak-lonjak atau menyeruduk siapa saja.
Dan karena jalanan itu sedang dipenuhi
prajurit-prajurit istana, maka ya prajuritprajurit itulah sasarannya. Para prajurit itu
kacau. Ada yang coba membunuh dengan
senjata, tapi serangan yang kurang telak dan
cuma melukai, malahan membuat "pasukan
hewan" itu tambah beringas. Banyak prajurit
kena serudukan kerbau atau tendangan kuda
sehingga mati atau babak-belur, sedang hewanhewan itu sendiri juga saling terjang
sesamanya. Begitulah keadaan jadi tak keruan.
Setelah "pasukan Hewan" itu menimbulkan
banyak kerugian, tiba-tiba dari arah munculnya
tadi, kini muncul lagi sebuah gerobak reyot
Kembang Jelita 6 42 yang ditarik kerbau. Gerobak macam ini
biasanya jalan pelan-pelan. Tapi yang ini mana
bisa jalan perlahan, kalau pantat si kerbau
sebentar-sebentar disundut dengan obor"
Sudah begitu, pdia roda-roda gerobak itu
dipasangi golok-golok tajam yang menghadap
keluar diikat kuat pada jeruji-jeruji gerobak.
maka ketika roda berputar, golokpun ikut
berputar. Alhasil gerobak maut inipun
menimbulkan kerusakan hebat di antara
prajurit prajurit istana.
Pengendali gerobak adalah seorang lelaki
tegap berpakaian seperti orang desa yang
sederhana, mukanya berkedok. Tangan kiri
memegangi obor yang sebentar-sebentar
diselamotkan ke pantat kerbau, sedangkan
tangan kanannya memegang pedang yang
dengan tangkas dimain kan dari atas
gerobaknya untuk membabat roboh tiap
prajurit yang terjangkau pedangnya.
Gerobak reyot itu berjalan pontang-panting
dan melonjak-lonjak, tapi sepasang telapak kaki
orang itu seakan melekat erat di lantai gerobak.
Kembang Jelita 6 43 Keseimbangannya terjaga dengan baik tidak
terlempar, tidak sempoyongan, bahkan seperti
mampu mengendalikan bobot agar gerobak itu
tidak terbalik. Itulah hasil latihan kuda-kuda
yang pasti tak didapat hanya dalam setahun dua
tahun. Namun penunggang gerobak bukan cuma
dia seorang. Masih ada lelaki lainnya yang
bertubuh kurus dan pendek, berkedok pula. Ia
memegang cambuk kulit berpilin tiga yang
panjangnya tiga meter lebih, diayun-ayunkan
seperti seekor naga mengamuk. Tiap kali
cambuk itu menyambar, tentu ada prajurit
roboh tersabet. Selain itu, entah berapa banyak prajurit
yang menjadi korban serudukan kerbau atau
sapi, injakan kuda atau keledai, dan juga korban
dari golok-golok yang berputar di roda gerobak
itu. Suasana di jalanan di depan gedung
Pedang Hati Suci 10 The Thrill Of Chase Karya Lynda Chance Tangan Geledek 7
^