Pencarian

Kembang Jelita Peruntuh 5

Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p Bagian 5


Meskipun baru saja bilang "Bukan kata-kata
hamba," toh nada bicaranya berbau promosi,
nampak berusaha mendorong agar Kaisar
menuruti usul pihak Manchu itu.
Tetapi Kaisar mendengus jengkel, "Hem,
mana mungkin bangsat-bangsat Manchu itu
mau menolong kita tanpa imbalan apa-apa"'
"Hamba harap Tuanku tidak keliru
memandang mereka. Menang mereka kasar
dalam tingkah-laku, tidak sehalus bangsa Han
Kembang Jelita 8 38 kita, tetapi mereka lebih blak-blakan juga.
Mereka memang minta imbalan, setelah
mengalahkan Li Cu-seng, mereka minta wilayah
Ho-pak dan Shou-tang, dengan sungai Hong-ho
sebagai batasnya." "Itu permintaan kurang ajar! Pak-khia,
ibukota kerajaan kita, terletak di tengah
propinsi Ho-pak. Kalau Ho-pak diminta, apakah
ibukota kita juga harus digusur pergi" Aku tidak
sudi meniru Song-khim-cong yang terbirit-birit
dari Pian-liang ketika diserbu bangsa Kim. Itu
noda sejarah buat Dinasti Han, apalagi orang
Manchu sekarang ini adalah keturunan orangorang
Kim. Apakah mereka sengaja
mengajukan pemintaan ini untuk menghina
kita" Mengingatkan kemenangan mereka at as
bangsa Han berabad-abad yang lalu?"
Song-Khim-cong yang disebut oleh Kaisar
Cong-ceng itu adalah Kaisar ke sembilan dari
Kerajaan Song", berkuasa tahun 1126-1127, jadi
cuma setahun Di jamannya Kerajaan Kim
menyerbu, sehingga Song-khim-cong lari dari
ibukota Pian-liang (atau Kai-hong). Saudaranya
Kembang Jelita 8 39 bertahta dan memindahkan ibukota ke Lim-an,
dan kemudian saudaranya itu bertahta dengan
gelar Song-ko-cong (1127-1163). Kerajaannya
disebut Lam-song (Son selatan) karena
pemindahan ibukota itu. Hal itu dianggap
memalukan untuk sejarah bangsa Han. Kini
Kaisar Cong-ceng yang juga bangsa Han itu
marah mendengar usul Co Hua-sun itu, apalagi
kalau ingat bahwa Kerajaan Ceng tak lain adalah
"Kelanjutan" Kerajaan Kim, sehingga sering
disebut juga. Pua-kin (Kim Baru), sedang
Kerajaan Song sebagai negerinya bangsa Han.
Agaknva inilah dendam antar bangsa, biarpun
pemerintahan atau dinasti masing-masing pihak
sudah berganti setelah ratusan tahun.
Tapi Co Hua-sun tidak buru-buru menyerah
oleh penolakan Kaisar Cong-ceng bujuknya lagi,
"Harap kita berpikir dengan otak yang tetap
dingin, Tuanku. Jangan tergesa-gesa menurut
emosi saja." "Karena permintaan mereka keterlaluan .
kalau kita turuti, namaku akan dicatat dalam
buku sejarah sana buruknya denga Song-kimKembang Jelita 8
40 cong! Kalau utusan itu datang lagi, bilang saja
bahwa kita mampu menumpas li Cu-seng tanpa
bantuan pasukan Asing!"
"Sabar, Tuanku. Permintaan pihak Manchu
tadi masih bisa ditawar bisa dirundingkan."
"Tidak! Sekali orang-orang machu itu masuk
negeri kita kaupikir mereka hanya puas
menguasai Ho-pak dan Shou-tang" Mereka pasti
akan merebut semuanya sampai tak tersisa
sejengkal tanahpun buat kita. Lagi pula
mengajak berunding hanyalah menunjukkan
sikap lemah!" "'Tuanku, lihatlah kenyataan. Situasi negeri
kita yang seperti ini jangan dibiarkan berlarutlarut. Keadaan gawat."
"Sekarang kau bilang begitu, tapi dulu apa
yang kau laporkan kepadaku" Kau bilang di
mana-mana aman sejahtera, rakyat bekerja
dengan gembira, sandang-pangan berlimpah.
Sekarang kau tiba-tiba bilang situasi demikian
gawat sehingga kita harus dibantu orang
Manchu. Omonganmu mana yang benar, Kongkong"
Kembang Jelita 8 41 Suara Kaisar makin lama makin keras
karena jengkel. Tetapi Co Hua-sun tetap tenang-tenang saja
yakin bahwa pada akhirnya toh Kaisar akan
menuruti omongannya, seperti biasanya.
Seperti "ibu gurita" tahu benar kalau anaknya
rewel hanya sebentar, tetapi takkan berani
lepas dari gandengan tangannya.
"Tuanku, situasi menyeluruh sekarang ini
pun sebetulnya tidak menguatirkan. Persekutuan kita dengan Manchu hanya
langkah sementara. sebagai pecinta tanah-air,
mana rela menyerahkan sejengkal tanahpun
kepada orang Manchu" Tidak, hamba tidak
rela." Kaisar Cong-ceng jadi agak tenang
mendengar itu. Sementara Co Hua-sun berkata lagi, "Setelah
Ho-pak dan Shoa-tang kita serahkan untuk
sementara, kita bisa diam-diam memperkuat
diri dan berusaha mengusir kembali mereka ke
Liau-tong, negeri asal mereka."
Kembang Jelita 8 42 "Kau pikir gampang mengusir macan yang
sudah di dalam rumah?"
"Kita gunakan akal. Pertama, kita pura-pura
bersahabat dengan mereka tapi sambil
memperkuat diri diam-diam. Jenderal-jenderal
kita yang kesetiannya meragukan seperti Su Kohoat, kita singkirkan, kita gantikan dengan
orang yang patuh kepada kita, agar pasukan
mereka tiap saat bisa digerakkan. Kedua, kita
tahu Hidetada Tokugawa mendendam kepada
Manchu karena dirampasnya Tiau-sian. Nah.
kita kipasi permusuhan mereka. Kalau perlu
kita ajak Jepang bersekutu untuk menggempur
Manchu dari dua arah. Negerinya dibagi dua."
"Hem, enak benar omonganmu."
"Hamba mohon Tuanku pertimbangkan
"Keputusanku tidak harus sekarang bukan?"
"Makin cepat makin baik."
"Harus kupikirkan masak - masak dulu."
"'Tuanku, tapi sebaiknya...."
"Sudahlah, Kong-kong! Aku lelah lahir batin
dan butuh istirahat!" habis berkata demikian,
Kaisar Cong-ceng bergegas bangkit dari
Kembang Jelita 8 43 kursinya dan langsung meninggalkan Co Huasun diruangan itu, tidak mau diajak bicara lagi.
Ketika Kaisar melangkah keluar, Co Hua-sun
berlutut menghormat. Tapi
begitu Kaisar menghilang di balik pintu, ia berdiri sambil
menatap ke pintu. Geramnya sengit, "Orang
goblok tapi berlagak pintar, Hem, lihat saja, bisa
berbuat apa kau tanpa aku?"
Co Hua-sun pun kemudian melangkah
keluar, diluar, nampak beberapa thai kam
berbaris tertib. Kepada mereka Co Hua-sun
bertanya, "Kemana Kaisar?"
"Mungkin ke bangsalnya. Kong-kong,
kelihatannya dia marah."
Co Hua-sun tertawa dan berkata," "Sebentar
lagi kalau melihat kecantikan Tiau Kui-hui,
kemarahannya akan segera lumer di atas
ranjang." Para Thai-kam tertawa. "Memang di depan
Kaisar mereka berlutut pura-pura menghormati
tetapi begitu Kaisar berlalu, mereka mulai
cengengesan. Kembang Jelita 8 44 Kata Bu goat-long salah satu thai-kam
andalan Co Hua-sun, "Mungkin marahnya juga
cuma pura-pura, supaya kelihatan sedikit ada
wibawa. Tapi aku berani taruhan potong
telinga, besok dia pasti kembali merengek agar
Kong-kong yang menyelesaikan segala urusan
yang tidak bisa diselesaikannya sendiri
"Karena dia tidak becus!"
Kembali para thaikam tertawa, termasuk Co
Hua-sun, Sampai Co Hua-sun mengisyaratkan agar
mereka berhenti tertawa, "Sudahlah, tawanan
tadi sudah kita urus ?"
Aman kong-kong sepenuhnya, kita kuasai.
Kaisar sendiripun tak akan berani mengambilnya tanpa ijin Kong-kong."
"Bagus!" "Kong-kong, apakah Kaisar menolak
persekutuan dengan Pangeran To Ji-kun?"
"Semula begitu."
"Lantas?" "Dia belum sadar di tangan siapa kekuasaan
sebenarnya berada. Kalau dia tahu bahwa
Kembang Jelita 8 45 terhadap nyawanya sendiri pun tidak berkuasa,
dia pasti merubah sikapnya." Co Hua-sun
terkekeh. * * * Kaisar Cong-ceng melangkah dengan hati
yang panas, apalagi sayup-sayup di belakangnya
terdengar suara tertawa para thai-kam. Ia
mempercepat langkahnya ke bangsalnya
sendiri. "Hem, bangsat bangsat kebiri itu pasti
sedang mentertawakan aku," geramnya dalam
hati. "Tapi kalau aku terus menerus didekte
oleh Co Hua-sun, dilancangi dalam segala
tindakan seperti sekarang ini, agaknya aku
memang pantas menjadi bahan tertawam
generasi-generasi berikutnya. Dalam buku
sejarah, namaku akan dicatat sebagai Kaisar
tidak becus. Sejajar dengan Tong-beng-ong dari
dinasti Tong atau Song-khim-cong dari ahala
Song." Kembang Jelita 8 46 Langkahnya makin cepat. Tidak digubrisnya
beberapa pengawal, Thai-kam atau kiong-li
(dayung) yang berlutut ketika dia lewat..
"Aku harus berbuat sesuatu. Memang Co
Hua-sun kubutuhkan untuk tukar pikiran, tapi
aku harus berhenti menjadi bonekanya."
Begitulah selagi hatinya panas, tekadnya
memang hebat. Tetapi sementara ia berjalan ke
bangsalnya, di mana-mana ia berpapasan
dengan para thai-kam bersenjata, orangorangnya Co Hua-sun. Jumlahnya banyak sekali,
di segala sudut istana. Maka kecutlah kembali
hati Kaisar. Marah memang tapi berani
bertindak itu urusan lain.
Tiba di bangsalnya, Kaisar langsung
mendorong pintu dan masuk. Meskipun malam
sudah larut, tapi tidak ada keinginannya
sedikitpun juga untuk tidur. Gelisah,
terombang-ambing antara marah dan takut..
Dayang-dayang di bangsal itupun tidak
berani menyapa, mereka cuma berlutut sambil
membungkam, menanti perintah.
Kembang Jelita 8 47 "Pergi!" Kaisar tiba-tiba membentak
dayang-dayang itu. "Kalian memuakkan
semuanya! Pergi!" Begitulah, kemarahan yang tidak berani
diungkap kepada yang lebih kuat, lalu
disalurkan kepihak yang lebih lemah.
Dengan ketakutan dayang-dyang itu
mengundurkan diri. Lalu sendirian Kaisar diruangan dengan
penerangan yang redup itu sebentar duduk,
sebentar berjalan hilir mudik.
Inilah hal yang tidak diperhitungkan oleh Co
Hua-sun, bahwa kemarahan Kaisar kali ini tidak


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cepat lumer, tidak seperti biasanya yang seperti
anak manja menangis dan diam setelah diberi
mainan. Sekarang tidak. Anak yang paling
penurut pun ada kalanya merasa jemu dikekang
dan diatur terus oleh ibunva.
Bahkan ketika kemudian Tiau Kui hui
muncul karena disuruh oleh Co Hua-sun, Kaisar
tidak menggubrisnya. Selir cantik itu masuk ke
dalam dengan gayanya yang menggiurkan, lalu
berlutut menghormat dengan gemulai. Kaisar
Kembang Jelita 8 48 cuma meliriknya sekejap, itupun dengan sikap
acuh tak acuh. "Tuanku....suara Tiau Kui-hu. berusaha
menimbulkan gairah, rada mirip erangan seekor
kucing betina yang mengundang jantannya.
"Tuanku...." "Ada apa?" kali ini si "kucing jantan" lagi
tidak bergairah rupanya Sikapnyapun dingin.
"Tuanku, apakah ada yang sedang tidak
berkenan di hati Tuanku?"
"Hem." "Kalau ada yang merisaukan Tuanku,
bagilah beban perasaan itu dengan hamba.
Biarpun hamba orang bodoh, barangkali saja
bisa ikut meringankan beban pikiran Tuanku.''
Biasanya memang begitu. Kalau Kaisar
sedang punya pikiran, dia bicara blak-blakan
dengan Tiau Kui-hui sebelum atau sesudah
bermain cinta. Lalu Tiau Kui-hui diam-diam
akan melaporkan semua omongan Kaisar
kepada Co Hua sun, sehingga Co Hua-sun seolah
tahu seluruh "isi perut" Kaisar untuk
menguasainva. Kembang Jelita 8 49 Namun kali ini Kaisar bungkam dingin saja
menghadapi rayuan Tiau Kui-hui.
Tiau Kui-hui bangkit mendekati Kaisar,
membelai lembut pundak Kaisar, menempelkan
sebagian tubuhnya yang lembut dan hangat itu
ke tubuh Kaisar semacam "jurus penakluk" yang
biasanya cukup ampuh untuk membuat. Kaisar
terbuai takluk sampai lemas.
Tiba-tiba Kaisar menggerakkan lengan dan
pundaknya begitu kasar, sehingga selir- montok
itu terdorong mundur hampir-hanpir jatuh
terduduk. "Tuanku...." Tiau Kui-hui terperanjat .
Tak terdengar jawaban Kaisar.
"Tuanku bosan kpada hamba?" sekarang
Tiau Kui-hui mencampuri rengekannya dengan
isak tangis tertahan yang diharapkan
keampuhannya. Kaisar tetap berdiri mematung.
Sikap Kaisar itu mengubah tangis buatan
Tiau Kui-hui pelan-pelan jadi tangis sungguhsungguh. Tiau Kui-hui merasa kedudukannya
mulai goyah. Selama ini ia merasa "menang"
Kembang Jelita 8 50 berhasil menyingkirkien Peimisuri Ciu yang
lebih dulu di sisi Kaisar, "kemenangan" nya atas
wanita nomor satu di kekaisaran. Kini adakah
gilirannya tiba untuk minggir pula"
"Tuanku.....apakah Tuanku benar-benar
sudah jemu kepada hamba?"
Kaisar tetap berdiri membelakangi Tiau
Kui-hui Pertanyaan itu tidak di-dengarnya
pikirannya sedang penuh kejengkelan terhadap
segala ulah Co Hua-sun selama ini.
Hati Tiau Kui-hui makin tertusuk, "Tuanku
rupanya benar-benar sudah tidak membutuhkan hamba lagi. Apakah karena telah
melihat penari cantik dari Soh-ciu dirumah
Paduka Ciu Kok-thio" penari yang konon lebih
cant ik dari bidadari itu"
Justru karena mengungkit-ungkit soal
penari itu, malahan Tiau Kui-hui semakin tidak
terpandang di mata Kaisar. Bayangan si penari
cantik yang jauh lebih cantik itu semakin
mendesak Tiau Kui-hui dari pusat perhatian Kai
sar. Kembang Jelita 8 51 Tiau Kui-hui bangkit mendekati Kaisar, membelai
lembut pundak Kaisar, menempelkan sebagian
tubuhnya yang lembut dan hangat itu ke tubuh Kaisar.
Kembang Jelita 8 52 Akhirnya Tiau Kui-hui benr-benar putus
asa, sambil terisak-isak ia berkata, "Kalau
memang demikian, biarlah hamba mengundurkan diri saja karena sudah tidak
Tuanku butuhkan." Siasat inipun masih mengandung setitik
harapan agar Kaisar menyesali sikapnya lalu
mencegahnya pergi. Ternyata tidak. Kaisar
tetap tidak menoleh ketika Tiau Kui-hui
berjalan ke pintu, meskipun Tiau Kui-hui yang
beberapa kali menoleh dengan langkah
tertahan-tahan. Akhirnya Tiau Kui-hui melangkah keluar
ruangan itu dengan hati yang luluh, dengan
sikap seorang yang kalah. Namun di luar
ruangan, wajah sendunya berubah menjadi
bengis seperti iblis, geramnya, "Ini pastilah
gara-gara penari cantik yang di pertontonkan
Ciu Kok-thio di rumahnya. Hem, kabarnya
penari itu akan diboyong ke istana atas usul si
bandot tua itu. Ingin kulihat seberapa hebat
kecantikannya." Kembang Jelita 8 53 Itulah sebuah ikrar dendam. Dari seorang
wanita yang bangga akan kecantikannya, tibatiba tersingkir karena datangnya saingan yang
lebih cantik. Rasa bencinya berkobar terhadap
Tan Wan-wan yang bahkan belum pernah
dilihat wajahnya. Setelah meninggalkan rungan, Tiau Kui-hui
langsung mencari Co Hua-sun untuk mengadukan nasibnya. Sementara itu Kaisar Cong-ceng tetap
geIisah tanpa rasa kantuk sedikit-pun. Selagi
demikian, terdengar kemballi di luar pintu desir
langkah lembut seorang wanita, disusul ketukan
di pintu yang ragu-ragu. "Kenapa kau kembali?" bentak Kaisar.
"Aku ingin sendirian!"
"Hu-hong (ayahanda Kaisar), ini hamba...."
itulah suara Puteri Tian-ping.
Hampir-hampir Kaisar menyuruhnya pergi
pula, namun suatu pikiran tiba-tiba lewat
dibenaknya. langkah mondar tnandirnya
terhenti, lalu katanya "Masuklah, Ping-ji."
Kembang Jelita 8 54 Pintu dibuka. Puteri Tian-ping melangkah,
masuk lalu menutupkan kembali pintunya, agar
udara malam yang dingin berembun tidak
memasuki ruangan itu. Kaisar melihat puterinya
yang bertubuh kuning pucat sejak kanak- kanak
itu memakai mantel hangat untuk menahan
dingin, langkahnya perlahan, kemudian ia
berlutut . "Hamba mohon menghadap Hu-hong."
Sedikit terharu Juga Kaisar melihait
puterinya ini. Merasa sejak ia tergila-gila
kepada Tiau Kui-hui, terlalu sedikit perhatian
yang diberikannya kepada puterinya ini.
Perasaannya sebagai seorang ayah agak
tergugag. "Duduk Ping-ji..." katanya lembut.
"Bagaimana kesehatanmu?"
"Hamba t idak apa-apa, Hu-hong."
"Malam ini tidak kau temani ibumu?"
Setelah beberapa lama Kaisar Cong ceng
mengabaikan permaisurinya itu, maka pertanyaannya yang mengandung sedikit
Kembang Jelita 8 55 perhatian itu agak menyenangkan juga buat
Puteri Tian-ping. "Hamba bersama Ibunda Permaisuri
mendengar ada keributan di bangsal Cun-hoakiong, lalu Ibunda Pemaisuri menyuruh hamba
untuk menanyakan keselamatan Hu - hong."
"Kenapa t idak ibumu sendiri yang kemari?"
"Karena Ibunda kurang enak kalau sampai
di tempat ini bertemu dengan... dengan " Puteri
Tiang-ping agak sulit melanjutkan ucapannya.
"....Ibunda hanya merasa kurang enak
perasaannva... Kaisar paham. Tentu Ciu Hong-hou (atau Ciu
Thai-hou) enggan bertemu dengan Tiau Kui-hui
yang sekian lama telah merebut perhatian
Kaisar sehingga Ciu Hong-hou tersingkir. Kaisar
menarik napas dalam-dalam dan berkata,
"Malam ini Tiau Kui-hui tidak di sini."
Puteri Tiang-ping mengangguk karena
sudah tahu hal itu. Tadi ketika berjalan ke
bangsal itu memang dilihatnya Tiau Kui-hui
keluar dari situ, hampir berpapasan, namun
sebelum berpapasan Tiau Kui-hui sudah
Kembang Jelita 8 56 membuang muka dan pura-pura tidak melihat,
dan terus membelok ke bangsalnya Co Hua-sun.
"Hamba hanya ingin menanyakan keselamatan Hu-hong."
"Tidak apa-apa, aku tidak luka seujung
rambutpun. Pembunuh itu rupanya mengincar
aku, namun keliru mengira Co Kong-kong
sebagai diriku sehingga masuk perangkap dan
tertangkap" Berita itu mengejutkan Puteri Tian-ping
yang menguatirkan nasib He-lian Kong dan Huihun, dayang kesayangannya. "Bagaimana
dengan orang-orang itu Hu-hong?"
Kaisar tiba-tiba balik bertanya dengan
tajam, "Kenapa kau kelihatan mencemaskan
mereka" Kau kenal pembunuh-pembunuh itu?"
Puteri Tian-ping tergagap, sejenak bibirnya
bergerak tanpa suara, dan akhirnya cuma
menunduk membisu. "Ping-ji, Hui-hun itu dayang yang dekat
sekali hubunganya denganmu, bukan?"
"Benar...." jawaban Puteri Tiang-ping lirih.
Kembang Jelita 8 57 "Sungguh gegabah tindakannya membawa
orang tidak dikenal sampai ke Cun hoa-kiong,
salah satu tempat pribadi-ku. Apakah kau yang
menyuruh dia?" "Ampun hu-hong. Hamba harus berterus
terang, memang hamba yang mengatur agar
orang itu bisa menghadap Hu-hong. dan Huihun yang kusuruh mengantar. Namun orang itu
sama sekali bersih dari niat jahat kepada Huhong. Kalau kepada Co Kong-kong, memang dia
benci sekali!" "Sungguh ceroboh, kau berlagak seolah-olah
tahu benar isi hati orang itu. Bagaimana kalau
niat jahat itu di sembunyikan rapat-rapat dari
pandanganmu" Bagaimana setelah di hadapanku dia berusaha membunuh aku,
bukankah aku tak sempat memanggil
pengawal?" "Hu-hong, tidak mungkin dia berniat
demikian. Ia setia kepada Hu-hong dan
Kekaisaran. Maka hamba mohon agar orang itu
dibebaskan." "Orang itu ditawan Co Hua-sun."
Kembang Jelita 8

Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

58 "Bersama Hui - hun ?"
"Hui-hun sudah tewas."
"Apa"!" Puteri Tian-ping terbelalak dan
hampir saja menjerit. Memang hui-hun cuma
dayangnya, tapi Hui-hun sudah begitu akrab,
hampir seperti saudara kandung, sering saling
mengutarakan isi hati masing-masing dengan
bebas. Dalam banyak hal, Puterl Tiang-ping
bahkan bisa bicara lebih terbuka kepada Huihun daripada kepada ayah handanya yang sulit
ditemui. Kini tiba-tiba didengarnya Hui-hun
tewas. Kemudian kesedihan yang luar biasa
menyerbu jiwa Puteri Tiang-ping, beberapa saat
ia menunduk sambil menangis terisak. Bukan
cuma menangisi seorang hamba. Tapi seorang
sahabat dekat yang sering begitu memahami isi
hatinva. Setelah ledakan perasannya lebih reda,
Puteri Tiang-ping tiba-tiba mengangkat
wajalinya, matanya bersorotkan kemarahan,
"Hu-hong, siapa yang membunuh Hui-hun?"
Kembang Jelita 8 59 Ka isar Cong-ceng sendiri kaget melihat
matanya yang biasanya lembut, pasrah itu,
sekarang seperti mata harimau yang kehilangan
anaknya. Kaisar tak tahan menentang tatapan
itu, ia berpaling ke arah lain sambil balas
bertanya, "Kau mau membalas dendam?"
"Ya, harus. Hamba akan mati tercincang
kalau membiarkan kematian Hui hun dilupakan
begitu saja. Sukma Hui-hun pasti belum jauh
dari istana ini, biar dia menjadi saksi sumpah
hamba." Bergidik Kaisar mendengar tekad puterinya
itu. Tahu betapa keras watak puterinya,
meskipun tubuhnya lemah karena penyakit
sejak kanak-kanak. Sumpah itu pasti akan
dilaksanakan. Apalagi desau angin malam di
luar memberi kesan bahwa "sukma Hui-hun"
seolah-olah benar-benar ikut mendengarkan
sumpah itu. Kaisar menarik napas dalam-dalam untuk
menenangkan perasaannya lalu, "Ping-ji. jangan
gegabah. Boleh saja kau membela Hui-hun, tapi
ingat juga keselamatan ayahmu, ibumu, adik
Kembang Jelita 8 60 laki-lakimu, dan keluarga kita lainnya. Tidakkah
kau lahu betapa setiap jengkal istana ini
dikuasai oleh orang-orang nya Co Hua-sun?"
"Hamba menjunjung tinggi pesan Hu-hong.
Tapi bolehkah hamba tahu siapa pembunuh
Hui-hun?" "Tong Hin-pa," Kaisar akhirnya menjawab
juga. "Tong Hin-pa"." gemeretak gigi puteri
Tiang-ping ketika mengulangi nama itu,
mengukirnya dalam ingatan.
Kembali suasana sunyi mencengkam. Suara
angin seperti musik sedih untuk mengantar
kepergian seorang sahabat. Kadang-kadang
ujung ranting-ranting pepohonan melecut
genteng atau jendela karena diguncang angin.
Kemudian Kaisar bertanya kepada puterinya, "Ping-ji, kau kenal benar orang yang
ditangkap oleh Co Kong-kong itu?"
"Ya, Namanya Helian Kong, berpangkat Huciang. Ia menyelundup ke istana ini dengan
bantuan hamba, terus-terang saja. Niatnya
memang hanya untuk menghadap Hu-hong
Kembang Jelita 8 61 tanpa niat buruk sedikitpun. Kalau ingin
menghadap dengan prosedur resmi tentu
takkan bisa, dihalang-halangi oleh Co Kongkong vang membenci dan dibenci orang ini."
"Apakah dia ada sangkut-pautnya dengan
Jenderal Su Ko-hoat di Yang-ciu"'
"Ali, bagaimana Hu-hong sampai bisa
menduga demikian?" "Jawab dulu." "Dia tidak ada hubungan dengan Jenderal
Su. Selama ini tugasnya hanya di wilayah baratlaut atau di ibu-kota ini, bagaimana bisa ada
sangkut-pautnya dengan Jenderal Su yang
bemarkas di selatan?"
"Hem.." Kaisar hanya berdehem sambil
mengerutkan alis. Cuma dalam hati ia
membatin, "Kurang ajar, mungkin Co Hua-sun
telah membohongi aku lagi. Semakin berani saja
dia." Namun ia tidak mengucapkan itu di depan
puterinya. Di depan puteri Tiang-ping, ia tetap
ingin menjaga sebagai Raja dan ayah yang gagah
Kembang Jelita 8 62 dan pintar, bukan yang sering dibohongi orang
kepercayaannya sendiri. "Ping-ji, apa maksudnya ingin menghadap
aku?" "Untuk menyampaikan laporan-laporan
yang benar tentang situasi diluar istana.
Laporan-laporan itu penting untuk segera
dipertimbangkan demi keselamatan negara,
namun ketika disampaikan secara tertulis ke
Peng-po Ceng-tong, laporan itu segera dibuang
ke keranjang sampah karena tidak disertai uang
sogok yang memadai. Banyak soal penting
militer di garis depan yang terkatung-katung
karena tidak segera ditangani. Inilah yang akan
di samapaikan kepada Hu-hong oleh Helian
Kong!" (Bersambung jilid ke IX) Sumber Image : Koh Awie Dermawan
first share in Kolektor E-book
Pringsewu 24/06/2018 12 : 25 PM
Kembang Jelita 8 63 Kembang Jelita 9 1 CETAKAN PERTAMA CV GEMA SALA - 1989 Kembang Jelita 9 1 "KEMBANG JELITA PERUNTUH TAHTA" Karya : STEFANUS S.P. Jilid IX Punggung Kaisar tiba-tiba basah keringat
dingin ketika mendengar ucapan puterinya itu.
Sekelebatan muncul kesadaran, betapa banyak
urusan terbengkelai selama ia asyik bercumbu
dengan Tiau Kui-hui. Sementara Co Hua-sun
mendapat kepercayaan terlalu besar untuk
mengurus hampir segala-galanya.
"Isi laporan itu bagaimana, Ping-ji?"
"Hamba tidak tahu, Hu-hong. Hanya kalau
Hu-hong berhasil menemui He-lian Kong,
ayahanda akan bisa mendengar dari dia sendiri.
Dalam hati, Puteri Tiang-ping minta ampun
sebesar-besarnya kepada ayahandanya karena
ia telah bohong. Sebenarnya ia tahu apa vang
akan dilaporkan Helian Kong, sebab baik Helian
Kong sendiri maupun Siangkoan Yan pernah
Kembang Jelita 9 2 membicarakan kepadanya, la sengaja mengaku
tidak tahu agar ayahandanya bersungguhsungguh berusaha membebaskan Helian Kong.
Kalau ayahandanya tahu sekarang, tentu takkan
menggubris keselamatan Helian Kong lagi,
sebab Puteri Tiang-ping tahu kalau ayahandanya amat sungkan menentang Co Huasun secara langsung, padahal Helian Kong ada
di tangan Co Hua-sun. Kaisar Cong-ceng terduduk lesu. Belum
pernah ia merasa secemas sekarang. Sebelum
ini ia cuma menerima laporan serba beres dari
Co Hua-sun dan komplotannya, dan semuanya
pikiranya benar-benar seperti laporan itu. Tapi
ia mulai ragu-ragu akan keberesan laporanlaporan itu, sejak terjadinya keributan di depan
gedung Ciu Kok-thio, di mana seorang perwira
nekad hendak menghadapnya tapi dicegah oleh
Co Hua sun. Kemudian percakapan dengan Co
Hua-sun tadi, dimana banyak kata-kata Co Husun yang saling bertentangan sendiri, apalagi
setelah mengetahui betapa Co Hua-sun telah
bertindak amat lancang Kembang Jelita 9 3 dalam banyak hal. Kini ditambah ucapan
puterinya, Kaisar jadi semakin meragukan
benarkah keadaan negerinya seberes yang
ditulis dalam laporan-laporan itu.
Agak lama ia termenung-menung, sampai
tiba-tiba bertanya. "Ping-Ji jawablah terangterangan ayahmu ini. Mau..?"
"Baik, Hu-hong."
"Kau sering keluar istana secara diam-diam,
benar?" "Benar, Hu-hong."
"Melihat kenyataan sebenarnya diluar
dinding istana!" "Benar. Juga karena hamba jemu melihat
tampang para penjilat ini, orang-orang yang
mengelabuhi Hu-hong dengan laporan palsu"
Wajah Kaisar Cong-ceng sedikit merah,
karena kata-kata puterinya itu tidak "menabrak
langsung" dirinya, tetapi "menyerempet" juga
sedikit. Orang yang mengelabuhi memang salah,
tapi yang sampai bisa dikelabuhi berarti juga
tolol. Kembang Jelita 9 4 "Apakah keadaan di luar istana sesuai
dengan laporan yang kuterima.
"Jelas tidak cocok. Di luar istana situasinya
serba tak menentu, tapi disini penjilat-penjilat
itu bilang semuanya beres."
"Apakah ada golongan yang tidak puas
terhadap aku?" "Yang hamba ketahui adalah golongan yang
tidak puas terhadap Co Kong-kong, bukan
kepada Hu-hong. Mereka berpendapat bahwa
sumber kekacauan ini adalah Co Hua-sun."
"Termasuk Helian Kong ?"
Puteri Tiang-ping kaget, "Hu-hong ingin
menumpas mereka, seperti ketika menumpas
Jenderal Wan Cong-hoan?"
"Tergantung bagaimana sikap golongan itu
terhadapku...." "Hu-hong, Helian Kong dan teman-temannya
adalah perwira-perwira yang berjiwa bersih,
mereka justru setia kepada Hu-hong, dan
mereka tidak puas melihat Hu-hong terlalu
menuruti usul Co Kong-kong yang serba penuh
fitnah itu. Mereka bercita-cita melepaskan HuKembang Jelita 9
5 hong agar menjadi Kaisar yang benar-benar
berdaulat, tidak dibawah bayang-bayang
pengaruh Co Kong-kong..."
"Jadi begitukah mereka menilai hubunganku
dengan Co Kong-kong?"
"Ampun Hu-hong, hamba hanya melaporkan
kenyataan." "Jangan takut bicara. Aku tidak mau terasing
dari kenyataan." Mendengar itu, Puteri Tiang-ping menjadi
besar hati. Mudah-mudahan mulai saat itu
ayahandanya sadar bahwa dirinya adalah
Kaisar, berdaulat, dan bukan sekedar jadi
"stempel karet" di tangan Co Hua-sun.
"Ping-ji, cukup besarkah kekuatan golongan
itu" Maksudku golongannnya Helian Kong itu?"
"Hu-hong, biarpun suara golongan itu tidak
pernah terdengar sampai ke istana karena
dihalang-halangi oleh Co Hua-sun dan
komplotannya, Tapi kekuatan mereka besar.
Kalau mereka bergerak, pasti akan mendapat
dukungan luas. Sebab banyak bekas perwira
Kembang Jelita 9 6 bawahan Jenderal Wan Cong-hoan yang diamdiam juga menyokong cita-cita mereka."
Bicara soal kekuatan golongan itu, sengaja
Puteri Tiang-ping agak membesar-besarkannya,
agar kalau ayahandanya benar-benar ingin
lepas dari Co Hua-sun, ayahandanya akan punya
keberanian

Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

karena tahu ada banyak pendukungnya. Sebaliknya kalau ayahandanya
timbul keinginan Kaisar untuk menumpas
mereka, entah karena hasutan orang lain atau
bukan, Puteri Tiang-ping mengharap ayahandanya akan memperhitungkan golongan
itu dan kalau bisa membatalkan niatnya. Puteri
Tiang-ping tidak mau ayahandanya terjerumus
ke dalam kesalahan-kesalahan yang sama
dengan masa lalu. Sementara itu, rasa takut Kaisar terhadap Co
Hua-sun memang belum lenyap, namun katakata puterinya itu berhasil membangkitkan
semangat Kaisar untuk sedikit tampil sebagai
penguasa yang syah, bukan hanya boneka-wayang di tangan Co Hua-sun.
Kembang Jelita 9 7 Kaisar Cong-ceng pun mengangguk dan
berdesis agak takut-takut, "Apakah mereka
benar-benar setia kepadaku, dan aku bisa
memerintahkan mereka?"
"Tentu saja bisa, asal bukan perintah untuk
minum arak beracun atau meletakkan jabatan."
Kaisar Cong-ceng merasa putrinya sedang
menyindirnya sedikit, tapi ia tidak marah. Lalu
ia membisikkan beberapa kata ke kuping Puteri
Tiang-ping. Puteri Tiang-ping menganggukangguk, setelah itu lalu bertanya, "Kenapa harus
dengan cara yang berbelit-belit itu, Hu-hong"
Apakah Hu-hong masih takut kepada Co Huasun, pada hal ada yang siap membela Hu-hong?"
"Sudah! Jalankan saja dan jangan menyimpang sedikitpun dari apa yang
kukatakan, kecuali kalau kau sudah tidak
menggubris keselamatan ayah-ibumu dan adik
laki-lakimu!" Cepat-cepat Puteri Tiang-ping berlutut,
"Hamba taat kepada pesan Hu-hong dan akan
hamba jalankan sekuat tenaga."
Kembang Jelita 9 8 "Hati-hatilah. Hanya kau yang boleh tahu
pesan ini berasal dari aku. Perwira-perwira itu
boleh tahu tapi samar-samar saja."
"Hamba mohon diri, Hu-hong."
Bergegas Puteri Tiang-ping meninggalkan
ruangan itu, langkahnya ringan karena
mengembangnya harapan baru yang cerah.
Sesaat agak terhibur kesedihannnya karena
kehilangan Hui-hun, seandainya ayahnya benarbenar berhasil direbut dari cengkaman
pengaruh Co hua-sun. * ** Ketika Helian Kong siuman, ia merasa
tubuhnya tergantung melekat di dinding batu.
Dua pergelangan tangan dan dua pergelangan
kaki terbelenggu rantai-rantai pendek yang
tertanam di dinding batu, masing-masing rantai
panjangnya hanya empat atau lima mata-rantai.
Oleh tarikan berat tubuhnya sendiri, keempat
pergelangan tangan dan kakinya jadi terasa
pedih. Ia merasakan hangatnya darah yang
meleleh dari pergelangan tangan, lewat lengan,
Kembang Jelita 9 9 pundak, lalu menetes-netes di lantai batu, tidak
jauh dari bajunya yang sudah dirobek-robek. Ia
tidak tahu saat itu siang atau malam, sebab
ruang bawah tanah itu amat suram dan
tertutup, cuma diterangi sebatang obor yang
tetancap di dinding di ujung lorong. Udara juga
pengab dan agak busuk karena tidak mengalir.
Seorang penyiksa menyiramkan air, memedihkan luka-luka bekas cambukan di
tubuh Helian Kong yang tak berbaju. Silangmenyilang garis-garis merah hitam seperti
"dilukis" di badannya.
Helian Kong menggoyang-goyang kepalanya
dan membuka mata, dan pandangan di
depannya masih belum berubah dari sebelum ia
pingsan tadi. Tiga wajah tanpa belas-kasihan,
ruangan batu, alat-alat penyiksaan yang
melihatnya saja sudah bisa menimbulkan mimpi
seram. Salah satu dari tukang-siksa adalah Bu Goatlong, yang pernah dengan wajah ramah
mengunjungi rumah Helian Kong sambil
membawakan potongan-potongan emas. Kini
Kembang Jelita 9 10 wajah kebanci-bancian itu bengis seperti iblis,
di tangannya ada cambuk berpaku yang hitam
berkarat oleh darah. "Helian Kong, baru sekarang kau sadar
akibatnya berani menentang kami?" desis Bu
Goat-long ketika melihat Helian Kong sudah
sadar. "Sekarang tidak usah berlagak Jadi
pahlawan, sebab kami takkan membiarkan kau
mati sebagai pahlawan. Kau akan mampus
seperti cacing, dan teman-temanmu akan
meludahi mayatmu dan mengutuk namamu."
Bu Goat-long memutar-mutar cambuknya
sebentar, untuk menekan ancaman, lalu
melanjutkan," ...karena itu, cara paling bijaksana
untuk menyelamatkan dirimu dan nama baikmu
dan Juga masa depanmu, adalah bekerja-sama
dengan kami." Kepala Helian Kong masih terkulai, bungkam.
Yang membuatnya sedih bukanlah kegagalan
atau nasibnya sendiri, tapi karena merasa
dikhianati, entah oleh siapa. Kalau tidak ada
pengkhianat, bagaimana rencana yang begitu
Kembang Jelita 9 11 rapat tertutup itu bisa bocor sehingga Co Huasun dapat menyiapkan perangkap"
Siapa pengkhianat itu"
Bu Goat-long menyentakkan cambuknya
sehingga bergetar meledak, suaranya pun
makin bengis, "Helian Kong. Kami akan
membebaskanmu kalau kau mau menyebut
nama perwira-perwira komplotanmu satu
persatu. Cepat!" Meskipun Helian Kong bungkam, namun
otaknya masih bekerja. Mendengar kata-kata Bu
Goat-long itu, Helian Kong segera tahu bahwa
pengkhianat itu pasti tidak satupun dari antara
perwira-perwira dalam kelompoknya. Sebab
kalau pengkhianat itu dari antara mereka, pasti
sekarang Bu Goat-long tidak perlu susah-susah
berusaha mengorek keterangan dari dirinya,
pasti saat itu Co Hua-sun sudah punya daftar
nama dari perwira-perwira yang membencinya,
lalu membereskan mereka satu persatu dengan
fitnahnya yang "sakti".
Kembang Jelita 9 12 "Helian Kong, baru sekarang kau sadar akibatnya
berani menentang kami?" Desis Bu Goat-long
ketika meilihat Helian Kong sudah sadar.
Kembang Jelita 9 13 "Jawab!" lengking Bu Goat-long gusar melihat
Helian Kong malah merenung-renung.
"Ayo jawab!" Helian Kong tetap bungkam.
Maka cambuk pun jadi juru bicara. Sepenuh
tenaga Bu Goat-long menyabetkan cambuk
berpaku itu ke tubuh Helian Kong, empat-lima
sabetan. Helian Kong berdesis sambil
menggeliat-geliat, kerut-kerut wajahnya cukup
menunjukkan betapa nyeri siksaan itu. Rantairantai yang membelenggu sepasang tangan dan
kakinya berbunyi gemerincing membentuk
musik yang mengerikan. Namun akhirnya Bu Goat-long sendiri
menghentikan cambuknya, kuatir kalau
tawanan itu mati dan tidak bisa dimintai
keterangan lagi. "Bangsat! Bedebah! Bandel! juga kau..."
kutuknya sambil mengusap keringat di jidatnya
dengan tangan kiri. "Ingat, siksaan dengan
cambuk berpaku ini barulah satu dari banyak
cara menyiksa yang kami miliki. Ada delapan
belas cara, kalau kau sanggup melewati
Kembang Jelita 9 14 semuanya itu barulah kau lelaki hebat. Masih
ada sudutan besi panas, cabut kuku, tetesan air
di ubun-ubun, tongkat penjepit jari, siraman air
jeruk, dibungkus kulit basah lalu dijemur, nah,
bisakah kau menahan semuanya itu?"
Sebagai manusia biasa, Helian Kong
dilengkapi dengan rasa takut pula, ia bergidik
mendengar ancaman itu. Namun yang lebih
besar dari ketakutan akan nasib dirinya sendiri,
adalah ketakutan akan nasib teman-temannya
kalau sampai nama-nama mereka diketahui Co
Hua-sun. Ketakutan yang lebih besar itulah yang
mengunci rapat-rapat mulutnya untuk tetap
bungkam. "Ayo bicara!" Bu Goat-long telah memutarmutar cambuknya lagi.
Tiba-tiba Helian Kong mengangkat mukanya
dengan lemah. Suaranya pun hanya mirip
bisikan namun terdengar jelas di ruangan itu,
"Bu Goat-long, kita tukar menukar keterangan."
"Apa yang kau minta,"
"Siapa yang membocorkan rencana ke
kuping kalian?" Kembang Jelita 9 15 "Setelah kujawab, lalu kau akan me
nyebutkan nama para perwira komplotan-mu
satu-persatu?" "...ya..."sahut Helian Kong hampir tak
kedengaran. Namun tawaran itu membuat Bu Goat-long
sangsi dan bertukar pandangan dengan kedua
thai-kam lain. Ketiga-tiganya lalu berjalan ke
sudut ruangan, bicara bisik-bisik dengan
membelakangi Helian Kong, kelihatan makin
sering kepala mereka mengangguk-angguk.
Kemudian Bu Goat-long mendekati Helian
Kong, dan berkata, "Baik. Kata kan nama temantemanmu."
"...kau yang sebut dulu nama pengkhianat
itu..." desis Helian Kong.
"Kurang ajar! Nyawamu dalam genggaman
kami, masih mencoba tawar-menawar" Katakan
lebih dulu!" "...kau yang bilang dulu...." lemah tubuh
Helian Kong, namun ia tetap ngotot dengan
sikapnya. Kembang Jelita 9 16 "Bangsat, rupanya kau ingin mencicipi dulu
jenis siksaan lainnya?"
Helian Kong terengah-engah mengangkat
wajahnya yang berlumuran darah, "Kalau kau
tidak mau bicara lebih dulu, sekarang juga
kugigit lidahku biar aku mampus.
Ancaman itu mengejutkan Bu Goat-long,
ancaman yang sangat mungkin terjadinya
mengingat kerasnya watak Helian Kong. Kalau
sampai Helian Kong mati sebelum menjawab,
tentu ia akan menghadapi kemarahan Co Huasun.
Terpaksa ia kembali berunding dengan
kedua thai-kam lainnya, membelakangi Helian
Kong. Kembali kelihatan kepala mereka
mengangguk-angguk. Helian Kong biarpun
sekujur tubuhnya nyeri namun tertawa dalam
hati. Kemudian Bu Goat-long pula yang bicara,
"Baik, kami katakan dulu, nanti kau harus
mengatakannya pula. Kalau Co Kong-kong
senang dengan kerjasama-mu ini, kau bisa
mendapatkan kemuliaan di kemudian hari."
Kembang Jelita 9 17 Namun dalam hatinya Bu Goat-long berkata,
"Begitu selesai kau sebutkan siapa saja
komplotanmu, segera kau boleh paling dulu
berangkat ke alam baka."
Sementara Helian Kong sudah membuka
kupingnya, siap mendengar keterangan Bu


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Goat-long. Sambil tertawa dingin, Bu Goat-long berkata,
"Di Pak-khia ini, uang dapat untuk membeli apa
saja. Dan o rang juga bisa menjual apa saja,
termasuk menjual saudara-seperguruannya
sendiri." "Apa katamu"!" Helian Kong kaget, tubuhnya
bergetar sehingga rantai-rantai pembelenggunya bergetar pula ge-merincing.
"Maksudmu... maksudmu..."
Tertawa Bu Goat-long kian keras, "Helian Huciang yang budiman, sungguh kau seorang
manusia yang patut dikasihani, sampai tidak
tahu orang macam apa saudaraseperguruanmu, Ting Hoan-wi. Masih ingat
ketika aku datang membawa hadiah dari Co
Kembang Jelita 9 18 Kong-kong yang kau tolak dengan lagak sok
alim?" Yang dirantai di tembok itu kini seolah-olah
bukan Helian Kong, melainkan seekor macan
galak yang meronta ingin berontak sambil
menggeram. Kata Bu Goat-long lagi, "belum seratus
langkah kutinggalkan rumahmu. Ting Hoan-wi
sudah menyusulku Dia ternyata jauh berbeda
deganmu. Bukan aku yang minta, malah dia
yang menawarkan kerjasama. He-he-he... benarbenar seorang udik yang cepat menyesuaikan
diri di ibukota negara ini. Maka yah...emas-emas
Co Kong-kong Itu kuberikan kepadanya biarpun
tidak semua." Helian Kong meraung, "Keparat!"
Bu Goat-long menunggu sampai Helian Kong
tenang kembali, barulah menagih janji, "Nah,
sekarang sebutkan nama-nama komplotanmu,
agar kau bisa segera dilepas dan mendapat
hadiah." Semantara Helian Kong masih merasa
bergolak hatlnva, ternyata pengkhianat itu
Kembang Jelita 9 19 adalah saudara seperguruan dan sahabat yang
dipecayainya. Ternyata tidak ngawur pula
peringatan Siangkoan Yan yang pernah
dibisikkan kepadanya. "He, jawab!" Bu Goat-long kembali
membentak sambil mengayunkan cambuknya
di samping tubuh. Helian Kong jadi nekad, bagaima-pun juga ia
tidak sudi mengkhianati teman-temannya.
Bahkan muncul akalnya untuk mengadu-domba
sesama komplot an Co Hua-sun. Maka dlapun
menjawab. "Bu Goat-long, jangan kauanggap
dalam komplotanmu sendiri tidak ada
pengkhianat. Jangan kauanggap semua orang
yang diluarnya kelihatan patuh kepada Co Huasun dapat kau percayai."
Wajah Bu Goat-kmg berubah kaget, "Siapa?"
Helian Kong tertawa dingin meniru Bu Goatlong tadi, Jawabnya, "Baik, dengarkan. Kawankawanku itu antara lain Song Thin-oh, Yo Goantong, Mui Tek."
Belum selesai kata-katu itu, cambuk berpaku
itu kembali bertubi - tubi mendarat di tubuh
Kembang Jelita 9 20 Helian Kong, dibarengi ledakan kemarahan Bu
Goat-long, "Keparat! Bangsat! Anak anjing kau
mencoba memecah belah kami Song Thlan-oh,
Yo Goan-tong dan lain-lainnya adalah perwiraperwira berakal sehat yang tahu betapa besar
manfaatnya bekerja-sama dengan Co Kongkong. Mereka patuh kepada Co Kong-kong
melebihi kepada orang tua mereka sendiri.
Berani kau menuduh mereka?"
Helian Kong menggeliat-geliat seperti ulat
dikeroyok semut, menahan pedih yang menerpa
jasmaninya. Dicobanya pertahankan dengan
mengalirkan tenaga dalamnya mengalir
berputar-putar di urut-urutnya. Namun daya
tahannya melemah setelah beberapa hari
terbelenggu, tidak makan minum, disiksa, dan
akhirnya ia pingsan kembali.
Bu Goat-long masih ingin menghajar lebih
hebat, namun dua thai-kam yang mendampinginya cepat-cepat mencegah. Kata
salah seorang, "Kalau sampai dia mati, tentu
kita akan ditegur keras oleh Co Kong-kong."
Kembang Jelita 9 21 Biarpun hatinya masih panas, Bu Goat-long
dapat menerima pertimbangan itu. Dengan
kesal Bu Goat-long membanting cambuknya,
meninggalkan tempat itu beserta kedua thaikam lainnya. Suara berkeriut keras terdengar
ketika pintu besi terkunci kembali, cahaya obor
yang redup dari ujung lorong itupun a-khirnya
lenyap kembali. Kegelapan meliputi ruangan
tiga kali tiga meter tempat Helian Kong berada.
Helian Kong menderita demam hebat karena
luka-lukanya yang tidak ter-rawat. Dalam
ketidak-sadarannya ia terombang-ambing gelombang mimpi campur-aduk tanpa makna,
sampai kesadaranpun menghampirinya kembali. Dibarengi keluhan pendek, ia siuman
kembali dan membuka matanya. Kenyataan
belum berubah, kenyataan yang lebih buruk
dari dunia mimpi. Terasa pedih sekujur
tubuhnya yang lengket oleh keringat dan darah.
Nyamuk-nyamuk besar kelaparan berdengingdenging menyengati tubuh Helian Kong, seolah-
Kembang Jelita 9 22 olah nyamuk-nyamuk itu pun mendapat
perintah Co Hua-sun. Helian Kong mengibaskan kepalanya keraskeras, nyamuk-nyamuk terusir menjauh, namun
tanpa jera kemudian terbang mendekat kembali
karena belum kenyang. Hewan-hewan itu
seperti tahu kalau "hidangan" mereka kali ini
tak mungkin menggunakan tangannnya karena
dirantai. Demikian beberapa lama. Sampai terdengar dari ujung lorong itu suara
langkah kaki beberapa orang bergema,
mendekat. Obor yang ditancapkan di ujung
lorong itu dicabut dan dibawa mendekat.
Pintu besi dibuka dengan suara keras,
muncul tiga orang thai-kam yang selama ini
mendominasi mimpi-mimpi buruk Helian Kong.
Menduga dirinya akan disiksa kembali,
Helian Kong menggeram membulatkan tekadnya sendiri, "Jangan takut, kawan-kawan.
Biarpun tubuhku jadi daging cincang, tetap akan
kusembunyikan nama kalian dari bangsatbangsat banci ini.
Kembang Jelita 9 23 Namun benar-benar diluar dugaan bahwa
ketiga thai-kam ini malah melepaskan rantairantai yang sudah empat hari empat malam
membelenggu Helian Kong. Tubuh remuk yang
hampir-hampir tak punya sisa kekuatan lagi
itupun melorot dari tembok seperti karung
kosong. Dua thai-kam cepat-cepat menyambut
tubuhnya lalu menuntunnya kiri kanan
menyusuri lorong menuju keluar. Satu thai-kam
lagi jalan di depan dengan membawa obor.
Helian Kong tak mampu melawan,
menggerakkan ujung jari saja susah pikirnya,
"Tentu aku akan dibawa ke tempat yang lebih
lengkap alat-alat penyiksaannya."
Di ujung lorong, obor ditancapkan kembali
ke tembok. Lorong lalu berbelok naik undakan
batu, dan ada pintu terbuka di atas undakan itu.
Matahari bersinar terang.
Tiba di atas, Helian Kong untuk beberapa
saat harus memejamkan mata karena silau oleh
cahaya siang. Ia baru membuka matanya setelah
dirasakan bola matanya dapat menyesuaikan
diri dengan cahaya. Kembang Jelita 9 24 Ia merasa heran karena ia tidak dibawa ke
ruang penyiksaan, tapi ke sebuah ruangan
bersih. Melihat lingkungannya, jelas kalau
masih ada di kompleks istana. Di mana-mana
kelihatan banyak thai-kam bersenjata yang
bergerombol gerombol, wajah mereka tegang
seperti menghadapi perang.
Kemudian Helian Kong dibawa masuk dan
dibaringkan di kasur empuk. Di situ tidak ada
alat-alat siksaan, yang ada hanyalah macammacam hidangan lezat dan hangat yang tergelar
di meja di tengah ruangan, dengan bau yang
mengusik selera. "Mungkinkah ini alat-alat penyiksa model
baru ciptaan Co Hua-sun" Helian Kong
bertanya-tanya dalam hati.
Karena itu Helian Kong malah ragu-ragu
ketika empat thai-kam menggotong meja penuh
hidangan itu ke dekat pembaringannya, Helian
Kong menahan diri, biarpun cacing-cacing
perutnya sudah mengamuk hebat.
"Silahkan menikmati hidangan, Hu-ciang...."
menakjubkan sikap sopan para thai-kam itu.
Kembang Jelita 9 25 Helian Kong menatap tajam-tajam, "Tipuan
kotor macam apa lagi yang hendak kalian
jalankan atas diriku?"
Thai-kam pembicara itu tersenyum ramah,
"Setelah Hu-ciang bersantap, membersihkan
badan, mendapat pengobatan dan berganti
pakaian, Hu-ciang akan mendapat penjelasan."
Sejenak Helian Kong ragu-ragu, rasa
laparnya menghebat. Akhirnya ia tak tahan lagi.
Kalau mau diracun ya biar cepat mampus
sekalian. Ia gasak habis semua hidangan lezat di
atas meja, habis itu ia pejamkan mata untuk
menjalankan tenaga dalamnya dan ia heran
karena tidak menemukan gejala-gejala keracunan sedikitpun. Apakah Co Hua-sun ganti
siasat, kini menggunakan kebaikan hati untuk
melelehkan sikap kerasnya"
Karena itulah Helian Kong diam-diam
memancangkan tekad dalam hati, "Dia suguhi
aku apa saja, aku makan. Tapi jangan harap
kalau menyuruh aku mengkhianati temantemanku."
Kembang Jelita 9 26 Thai-kam pembicara yang menunggui itu
terus bersikap ramah, kemudian setelah Helian
Kong selesai makan dia-pun berkata lagi, "Lukaluka Hu-ciang harus mendapat pengobatan yang
baik." Pintu terbuka dan muncullah Sinshe Hong,
tabib tua yang pernah diboncengi Helian Kong
ketika menyelundup ke istana. Tabib tua itu
nampak gembira tanpa dibuat-buat ketika
melihat Helian Kong masih hidup, biarpun
babak-belur. "Berbaringlah, Hu ciang, akan ku-obati lukalukamu." kata tabib itu sambil meletakkan dan
membuka kotak o-batnya di meja.
"Tidak, biar sambil duduk saja!" kata Helian
Kong sambil tetap menatap curiga kepada para
thai-kam. Bahkan kemudian membentak
mereka, "Mau apa kalian terus di situ" Minta
kutendang keluar?" Dengan gugup Sinshe Hong mengedipngedipkan mata sebagai isyarat agar Helian
Kong menahan diri, jangan menimbulkan
kemarahan golongan thai-kam yang begitu
Kembang Jelita 9 27 berkuasa di istana, karena menguatirkan
keselamatan Helian Kong sendiri.
Namun Helian Kong tidak peduli, bahkan
ketika sikap ramah ketiga thai-kam itu berubah
menjadi sikap menahan-amarah. Helian Kongmenatap mereka tanpa gentar.
"Hu-ciang, sikapmu itu apakah tidak terlalu
kasar," kata si thai-kam pembicara tadi.
Helian Kong tertawa dingin, "Sikapku kasar"
Lalu bagaimana sikap kalian kepadaku" LemahIembut?" Suaranya sinis, sambil menunjuk


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bekas luka-luka di tubuhnya yang merata.
"Hu-ciang, hal itu terjadi mungkin karena...
karena... salah paham saja. Dan marilah kita
hapuskan kesalah-pahaman itu, serta..."
"Diam! Keluar!" dan perintah itu makin jelas
oleh piring bekas makanan yang begitu cepat
melesat di atas kepala thai-kam pembicara itu.
Sikap Helian Kong itu menciutkan nyali para
thai-kam. Beberapa saat mereka salah tingkah. Mereka
kuatir kalau Sinshe Hong dibiarkan berdua
dalam kamar bersama Helian Kong, janganKembang Jelita 9
28 jangan akan merencanakan sesuatu yang
merugikan golongan thai-kam" Tetapi kalau
tidak keluar juga kuatir dilabrak Helian Kong,
padahal mereka sudah mendapat perintah
untuk memperlakukan Helian Kong dengan
baik. Perintah paling akhir.
Ketika Helian Kong bangkit sambil melotot
dan mengepalkan tinju, kebimbangan thai-kam
itu lenyap. Buru-buru ia memberi hormat dan
berkata, 'Baik, Hu-ciang, kami keluar."
Lalu mereka bertiga pun angkat-kaki dari
ruangan itu. Ketajaman kuping Helian Kong menangkap
bahwa mereka tidak pergi jauh, namun tetap
berada di sekitar ruangan itu untuk menguping
suara-suara dalam ruangan.
Apa boleh buat, Helian Kong cuma bisa
menggerutu, "Benar-benar menjemukan. Tapi
aneh juga perubahan sikap mereka, semula
memyiksa aku dan tiba-tiba berubah sebaik ini.
Sinshe, kau tahu apa sebabnya?"
Sambil mulai membersihkan luka-luka
Helian Kong, sebenarnya Sinshe Hong ingin
Kembang Jelita 9 29 menjawab. Tapi ia ingat betapa besar resikonya
kalau sampai terlibat pertikaian golongangolongan yang bermusuhan di dalam dan
sekitar istana itu, dan tabib itu memilih untuk
tidak ikut-ikutan saja. Ia menjawab agak keras
agar didengar oleh penguping-pengu-ping di
luar ruangan, "Aku cuma tabib, Hu-ciang, tidak
tahu urusan apa-apa kecuali mengobati orang."
Namun Helian Kong menduga bahwa di dada
m istana agaknya terjadi semacam perubahan,
entah pergeseran kekuatan, atau entah apa.
Keinginan-tahu-nya membengkak. Perubahan
macam apa" Apakah Co Hua-sun mengalami
semacam "pukulan politis" sehingga sikapnya
berubah jadi lebih ramah"
"Mudah-mudahan bukan cuma pukulan
politis, namun juga terdepak keluar sama sekali
dari arena politik...." harap Helian Kong dalam
hati. "Mudah-mudahan..."
Tapi ia tidak berani tanya kepada Sishe Hong,
kuatir kalau membahayakan kehidupan tabib
tua yang baik hati itu. Kembang Jelita 9 30 Kini tanyanya cuma, "Sinshe, siapa yang
menyuruhmu kemari?" "Puteri Tiang-ping."
Luka-luka sudah selesai dibersihkan dengan
air hangat yang dibubuhi sedikit anggur untuk
mematikan kuman-kuman. ternyata luka-luka
Helian Kong itu hanyalah luka-luka luar, yang
memang menyakitkan namun jauh dari
membahayakan keselamatan Helian Kong yang
kuat itu. Si tabib mulai menabur obat, lalu membalut.
Ketika mulutnya dekat kuping Helian Kong, saat
Itulah si tabib tanpa ditanyai sudah berbisik,
"Istirahatlah tanpa kuatir, para thai-kam takkan
berani bersikap buruk lagi, sebab..."
Baru bicara sampai di situ, di luar terdengar
dehem keras seorang thai-kam, sehingga Sinshe
Hong kaget dan buru-buru menutup mulut,
wajahnya agak pucat. Setelah kagetnya reda,
barulah ia melanjutkan kerjanya tanpa katakata lagi.
Kembang Jelita 9 31 Selesai itu, barulah si tabib berkata lagi
dengan suara dikeraskan seperti tadi, "Nah,
sudah selesai, Huciang! Aku mohon diri!"
Lalu pergilah dia. Ketika tabib itu membuka pintu untuk
melangkah keluar, dari celah-celah pintu Helian
Kong sempat melihat betapa jumlah thai-kam
yang menjaganya ada puluhan orang, semuanya
bersenjata. "Apa yang sedang terjadi di istana ini?" pikir
Helian Kong. "Tiba-tiba para thai-kam berubah
sikap, Tiba-tiba Puterl Tiang-ping berani
terang-terangan mengirimkan orang untuk
mengobati aku. Kenapa pula Hong Sinshe bilang
kalau para thai-kam takkan lagi berani bersikap
buruk kepadaku?" Akhirnya Helian Kong memutuskan, daripada susah-susah melelahkan pikiran
dengan menebak nebak tak keruan, lebih baik
menuruti anjuran Sinshe Hong saja. Ada kasur
empuk, kenapa disia-siakan" Dia merebahkan
diri, menguap lebar-lebar, lalu pulas.
Kembang Jelita 9 32 Seorang thai-kam hati-hati membuka pintu
sedikit dan menjengukkan kepalanya ke dalam.
Lalu kepada teman-temannya di luar ia berkata,
"Dia tidur." "Biarkan saja."
"Bagaimana perkmbangan di luar?"
"Belum ada berita baru."
"Bagaimana kalau aku ke tempat Co Kongkong sebentar untuk mencari kabar?"
"Tapi setelah dapat kabar cepat kesini dulu,
jangan keluyuran ke tempat lain."
Baru saja thai-kam yang bermaksud mencari
berita Itu memutar tubuh, tiba-tiba seorang
kawannya mencegah, "Tidak usah ke Cun-hoakiong, lihat, teman-teman dari Cun-hoa-kiong
sudah datang, kita bisa tanya mereka saja."
Waktu Itu memang nampak sekelompok
thai-kam datang mendekat, lalu para thai-kam
yang menjaga Helian Kong menyongsong maju
dan berebutan bertanya, "Bagaimana" Pembangkang-pembangkang itu sudah bubar?"
"Belum malah tambah banyak."
"Hah" Mereka berani?"
Kembang Jelita 9 33 Berita itu cukup menggelisahkan para thaikam, semuanya berkerumun kepada si
pembawa berita. "Mereka berani menguncam di depan pintu
istana dan mengajukan tuntuttan, apakah sudah
tidak menghormati Kaisar" Sudah berani
berontak?" Bagaimana sikap Kaisar sendiri menghadapi
tuntutan mereka?" Kaisar menyerahkan penyelasaiannya kepada Co Kong-kong, padahal Co Kong-kong
Justru yung paling dibencl oleh perwira-perwira
Itu. Muka pembicaraan jadi macet, karena
perwira-perwira Itu tidak mau bicara dengan
Co Kong-kong." "Kalau kitapun abaikan saja ulah dan
omongan mereka, bagaimana?"
"Mereka akan nekad masuk istana dengan
kekerasan, dan jumlah mereka cukup besar."
"Kalau begitu, kenapa Co Kong kong tidak
minta cap kekuasaan dari Kaisar, agar dengan
cap itu Kong-kong mendapat kekuasaan penuh
untuk membereskan urusan ini?"
Kembang Jelita 9 34 "Rupanya Kaisar takut kalau cap itu tidak
dikembalikan." "Kaisar goblog!" seorang thai-kam berdesis.
Di luar kalangan mereka tentu kata-kata itu bisa
menimbulkan gelombang besar, namun di
kalangan thai-kam. mencaci-maki Kaisar selagi
di antara mereka sediri adalah soal rutin.
Mereka memang sudah tidak menghormati
Kaisar lagi, yang tak lebih dari alat di tangan
mereka. "Terus bagaimana kita" Apa tidak bisa kita
hubungi Song Thian-oh, Yo Goan-tong atau Hui
Tek-pun untuk membawa pasukan menolong
kita" "Kong-kong mengesampingkan cara itu,
sebab kalau sampai terjadi bentrokan
kekerasan hanya memperluas rasa permusuhan
terhadap Co Kong-kong. Co Kong-kong belum
siap menghadapi kemarahan itu. Biarpun Song
Thian-oh dan lain-lain memihak kita, kekuatan
mereka masih terlalu kecil."
"Begitu perhitungan Kong-kong?"
Kembang Jelita 9 35 "Ya. Kaisar memang goblok, ia tapi masih kita
butuhkan untuk tempat berlindung."
"Benar-benar menjengkelkan."
"Percayalah kepada Co Kong-kong, pasti
beliau akan menemukan jalan ke luarnya."
"Apa yang dituntut oleh perwira perwira gila
itu?" "Pembebasan Helian Kong. "
"Apakah mereka tidak diberitahu bahwa
Helian Kong berniat membunuh Kaisar?"
"Sialnya mereka tidak percaya. Pokoknya
mereka Ingin Helian Kong dibebaskan. Kalau
batas waktu sore nanti dilewati, mereka akan
menyerbu!" "Sinting!" "Tenang dan tetap bersiaga. Kita percaya Co
Kong-kong takkan kehabisan akal."
"Bagaimana kalau kita paksa mundur mereka
dengan mengancam keselamatan Helian Kong?"
"Itu tidak sempurna, mereka akan mundur
tapi hanya mundur sementara. Dan tiap tetes
darah Helian Kong akan seperti tumpahnya
Kembang Jelita 9 36 minyak ke dalam api, para perwira gila itu
mungkin takkan bisa dikendalikan lagi."
"Tapi menggemaskan sekali kalau harus
tunduk kepada kemauan mereka. Mereka akan
besar kepala." Demikianlah. Betapapun juga dalam diri para
thai-kam itu ada perasaan tidak rela, setelah
sekian lama menjadi golongan yang begitu
berkuasa di Istana sehingga dapat memperalat
Kaisar, kini tiba-tiba mereka menghadapi
kenyataan ada kelompok lain yang menantang
mereka terang-terangan, dan mereka harus
mengalah. Sementara mereka bicara, muncul pula
sekelompok thai-kam lain. Yang jalan paling
depan adalah Wan Hoa-im, seorang thai-kam
berkedudukan tinggi yang sederajat dengan Bu
Goat-long. Ia diiringi beberapa thai-kam yang
antara lain membawa pakaian bersih terlipat
rapi, menggotong tong kayu besar berisi air
hangat untuk mandi, handuk, sabun dan lainlain.
Kembang Jelita 9 37 Terhadap Wan Hoa-im, para thai-kam
bersikap tegap dan tertib seperti layaknya
prajurit. Biarpun mereka hanya abdi-abdi istana
dan sering pula diejek sebagai "lelaki tidak
komplit", namun dikendalikan ambisi Co Huasun yang tidak tanggung-tanggung, maka
sepuluh ribu thai-kam di istana itu diwajibkan
latihan silat dan latihan kemeliteran. Alasan Co
Hua-sun kepada Kaisar, agar mereka dapat
lebih melindungi Kaisar, padahal sebenarnya
agar dapat lebih mencengkam Kaisar di bawah
pengaruh mereka. Dan kalau diperlukan, para
thai-kam itu oleh Co Hua-sun bisa diubah
menjadi pasukan tempur. Wan Hoa-im bertanya, "Bagaimana dengan
Helian Kong?" Pimpinan regu yang menjaga tempat itupun
menjawab, "Dia sudah makan, diobati dan


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekarang tidur." Wan Hoa-im berkata kemudian, "aku
diperintahkan Co Kong-kong untuk membawanya." Kembang Jelita 9 38 "Apakah akan dibebaskan untuk memenuhi
tuntutan perwira-perwira gila itu?"
Wan Hoa-im menjawab dengan muka
murung, "Agaknya begitu, karena Co Kong-kong
berusaha menghindari bentrokan dengan
orang-orang nekad itu."
Dari sikap dan nada kata-katanya, nyata
kalau Wan Hoa-im sendiri tidak rela menerima
keputusan Co Hua-sun yang bisa menimbulkan
kesan kalahnya golongannya yang selama ini
malang-melintang. "Kenapa Kaisar tidak membantu Co Kongkong" Kalau Kaisar bersikap memihak Co Kongkong sedikit saja, para perwira sinting itu
takkan berani segarang ini. Sikap lemah Kaisar
seperti memberi angin kepada perwira-perwira
itu!" Wan Hoa-im geleng-geleng kepala dan
berkata, "Aku tidak tahu bagaimana hasil
pembicaraan Kaisar dan Co Kong-kong, karena
dilakukan di ruangan tertutup. Buat kita,
sebaiknya menuruti saja pesan Kong-kong dan
jangan cuma menuruti perasaan sendiri saja."
Kembang Jelita 9 39 Lalu Wan Hoa-im bersama rombongannya
dan peralatan yang mereka bawa, masuk ke
kamar tempat Helian Kong. Yang di luar
mendengar bagaimana Wan Hoa-im membangunkan Helian Kong, lalu dengan sopan
menyuruh Helian Kong mandi air-hangat dan
berganti pakaian bersih. Sebaliknya jawaban
Helian Kong bernada marah, beberapa kali
menyebut nama Co Hua-sun dengan nada sengit
tanpa hormat sedikitpun. Para thai-kam di luar itu merasa panas
hatinya, tapi tidak berani berbuat apa-apa.
Namun agaknya Helian Kong menurut
disuruh membersihkan badan, karena memang
tidak enak berbadan lengket oleh keringat,
darah dan obat luka seperti saat itu. Maka
terdengar gemericik air, dan beberapa saat
kemudian muncullah Helian Kong dari ruangan
itu. Nampak bersih dan segar, berpakaian rapi,
melangkah dengan gagah tanpa takut meskipun
mukanya masih babak-belur.
Di depan pintu Helian Kong berhenti tanpa
menyembunyikan kemarahan dan Kembang Jelita 9 40 kebenciannya, ia berkata, "Tunggu saja saatnya
kalian hancur. Menara kecurangan yang selama
ini kalian bangun semakin tinggi, akan segera
terbongkar rata dengan tanah. Co Hua-sun
nasibnya takkan lebih baik dari Gui Hian-tiong!"
Banyak thaikam sudah mengepalkan tinju
erat-erat dan memegang gagang pedang.
Helian Kong kembali mengejek, "Mau apa
kalian mengepal tinju dan memegangi tangkai
pedang, he, banci-banci" Mau melawan aku, Hehe-he, kalau kalian tidak curang dengan asap
beracun itu, aku sanggup membabat kalian
seperti membabat rumput!"
Wan Hoa-im pun memerah wajahnya, namun
ia harus menahan diri. Katanya, "Helian Kong,
Kaisar sudah terlalu lama menunggumu!"
Helian Kong meludah keras, lalu dengan
langkah lebar ia tinggalkan tempat itu. Wan
Hoa-im dan orang-orangnya berlari-lari kecil di
belakangnya, mengikuti. Meskipun sambil melangkah tegap, namun
dalam hati Helian Kong tetap penuh tanda
tanya, la masih belum tahu apa yang
Kembang Jelita 9 41 sebenarnya terjadi sehingga ia dikeluarkan dari
ruangan penyiksaan lalu dilayani demikian
ramahnya. Malahan sekarang dia akan dibawa
menghadap Kaisar tanpa dibelenggu dan tanpa
di totok urat Ah-hiatnya.
Tak lama kemudian mereka tiba di halaman
bangsal Cun-hoa-kiong, di tempat itulah Helian
Kong menjumpai peristiwa yang di luar dugaan
dan menggebirakan. Halaman itu bersih dari kaum thai-kam yang
biasanya malang-melintang, yang bertebaran di
situ adalah Gi-cian Si-wi, bayangkari pengawal
Kaisar, Helian Kong mengharap hal ini mudahmudahan menjadi tanda Kaisar Cong-ceng
benar-benar ingin lepas dari pengaruh Co Huasun.
Biasanya Kaisar mempercayakan pengawalan pribadinya kepada para thai-kam,
suatu hal yang memberi peluang kepada
golongan Thai-kam untuk mendekte Kaisar.
Begitu melihat rombongan Wan Hoa-im yang
mengantarkan Helian Kong itu hendak
menyebarangi bangsal, para bayangkari
menghentikannya. Komandannya dengan sopan
Kembang Jelita 9 42 tapi tegas berkata, "Wan Kong-kong, senjatasenjata tidak toleh dibawa masuk, harus
ditinggalkan di luar!"
Keruan Wan Hoa-im gusar. Sudah biasanya
para thai-kam bebas kesana-kemari menyandang pedang sebagal tanda kekuasaan
mereka, bahkan ketika menghadap Kaisar
sekalipun. "He, kecoak, apa pangkatmu sehingga berani
memerintah aku meninggalkan senjata di sini?"
demikian Wan Hoa-im membentak komandan
bayangkari itu. "Kau belum tahu aku ini siapa,
dan sedang menjalankan perintah siapa"
Tak terduga gertakan kali ini tak membuat
keder pengawal itu. tegas sekali ia mengulang
perintahnya, "Ini perintah Kaisar. Tanggalkan
pedang atau jangan maju lagi selangkah pun!"
"Gila, peraturan apa ini" Tidakkah kau tahu
bahwa akulah orang kepercayaan Co Kongkong, sedangkan Co Kong-kong adalah orang
yang paling dipercaya oleh Kaisar sendiri"
Bosan hidupkah kau sehingga berani berlagak
macam ini di depanku?"
Kembang Jelita 9 43 Buat Wan Hoa-im, urusannya bukan sekedar
melepas pedang, tapi soal gengsi. Kalau ia turuti
saja perintah kecoak ini, berarti sama saja
dengan golongan thai-kam mengaku kalah
kepada kelompok bayangkari pengawal yang
biasanya cuma "tempelan" dan tenggelam
jumlahnya oleh kawanan thai-kam yang jauh
lebih banyak. Karena itu, bukannya menurut, malahan Wan
Hoa-im memberi isyarat kepada pengiringpengiringnya. Mereka segera menyebar sambil
mencabut pedang. Melihat itu, si komandan bayangkari pun
menyiagakan anakbuahnya. Helian Kong tersenyum puas melihat
keteguhan sikap para bayangkari Gi-cian Si-wi
itu. Lalu katanya kepada Wan Hoa-im, "Sejak
dulu sudah ada peraturan bahwa siapapun yang
menghadap Kaisar dilarang membawa senjata,
kecuali pengawal-pengawal pribadi Kaisar
sendiri. Tapi beberapa tahun belakangan ini si
monyet tua Co Hua-sun telah mengabaikan
peraturan itu. Kini peraturan dipulihkan demi
Kembang Jelita 9 44 kewibawaan dan keselamatan Kaisar, apa
anehnya" Yang membantah berarti berontak!"
Wajah Wan Hoa-im merah-padam, "Helian
Kong, ini bukan urusanmu!"
Ketegangan memuncak. Namun saat itulah
kelihatan Bu Goat-long melangkah keluar dari
bangsal dan berkata kepada Wan Hoa-im,
"Saudara Wan, peraturan ini sudah disetujui Co
Kong-kong sendiri demi menunjukkan kesetiaannya kepada Kaisar!"
Helian Kong tertawa keras dan mengejek,
"He-he, bukan menunjukkan kesetiaan kepada
Kaisar, melainkan karena si monyet tua pintar
menilai gelagat yang mulai tidak menguntungkan baginya."
Sesaat Helian Kong dan Bu Goat-long saling
tatap dengan penuh kebencian.
Sementara Wan Hoa-im dan pengiringpengiringnya terpaksa harus menurut, senjatasenjata mereka dilucuti. Setelah itu barulah
mereka diijinkan lewat untuk mengantarkan
Helian Kong ke dalam. Kembang Jelita 9 45 Sepanjang perjalanan menuju ke bagian
dalam bangsal, makin kagetlah Wan Hoa-im
melihat betapa banyaknya pasukan luar-istana
yang memenuhi tempat itu. Wan Hoa-im tidak
mengira kalau perubahannya sehebat itu, jelas
kalau pasukan-pasukan itu sengaja dimasukkan
istana untuk menandingi golongan
Benar-benar suatu kebobolan yang menjadi
lampu-kuning buat golongan thai-kam.
Merekapun sampai ke dalam bangsal.
Di ruangan itu, nampak Kaisar Cong-ceng
duduk diapit oleh Co Hua-sun dan puteri Tiangping di kiri kanannya yang duduk di kursi-kursi
yang lebih rendah. Kaisar duduk santai dengan
wajah cerah, sambil meraba-raba jenggotnya.
Co Hua-sun juga berusaha tampil ramah, namun
kentara kalau sikap itu agak dipaksakan.
Yang mencengangkan Helian Kong ialah
ketika melihat di ruangan itu pula berdiri
berderet-deret perwira-perwira yang sepaham
dengannya, golongan anti Co Hua-sun.
Semuanya berseragam tempur, hanya saja
untuk menghormat Kaisar, topi besi mereka
Kembang Jelita 9 46 tidak dipakai di kepala, melainkan dipegang
dengan tangan kiri didekapkan ke rusuk kiri.
Merekalah yang namanya mati-matian dirahasiakan oleh Helian Kong biarpun disiksa
habis-habisan, kini malahan berdiri berderetderet memamerkan tampang-tampang mereka
di hadapan Co Hua-sun dengan sikap
menentang! Helian Kong cuma bisa menarik
napas. Kini ia tahu kenapa para thai-kam tiba-tiba
mengubah sikap terhadapnya. Rupanya rekanrekannya ini telah nekad menerjang pintu
istana untuk menghadap Kaisar dan mengajukan tuntutan mereka.
Pengiring-pengiring Wan Hoa-im tidak ikut
masuk, mereka tetap di luar pintu. Hanya Wan
Hoa-im dan Helian Kong yang masuk dan
serempak berlutut kepada Kaisar.
Kata Wan Hoa-im, "Tuanku, hamba telah
membawa Helian Hu-ciang!"
Sedang Helian Kong pun menghaturkan
sembah, "Hamba menghaturkan sembah sujud
kepada Tuanku." Kembang Jelita 9 47 Kaisar Cong ceng mengangguk-angguk lalu
menoleh ke deretan perwira, Inikah orang yang
kalian minta?" Majulah Tio-Tong-hai, seorang perwira
bertubuh gemuk, terkenal lihai dalam silat


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tangan kosong sehingga ia dijuluki Pek-lek-jiu
(si tangan halilintar). Dia berlutut dan bicara mewakili temantemannya, "Benar, Tuanku. Kami semua
memohon juga agar tuduhan sebagai pembunuh
harus dihapuskan dari diri Helian Hu-ciang. Dia
tidak seperti yang dituduhkan oleh Co Kongkong."
Co Hua-sun tidak mau kalah suara, tanpa
minta ijin kepada Kaisar sebelumnya, dia
langsung membantah, "Tuan-ku, bukankah
sudah cukup hamba jelaskan bahwa dalam soai
ini ada kesalahpahaman" Hamba sungguhsunggu telah mendengar kabar akan ada
seorang pembunuh menyusup ke istana untuk
mencelakai Tuanku. Demi kecintaan dan
pengabdian hamba terhadap Tuanku, hamba
membuai peisiapan untuk menjebak pembunuh
Kembang Jelita 9 48 itu, tak tahunya Helian Hu-ciang yang masuk ke
istana dengan cara tidak sewajarnya sehingga
hamba kira dialah pembunuhnya. Sungguh ini
hanya suatu kesalah-pahaman, tapi hamba
sudah menjelaskan dan rasanya urusan ini
beres bukan?" "Hah, kesalah-pahaman?" Tio Tong-hai
berkata dengan sengit. "Yang sebenarnya Co
Kong-kong ingin menghalang-halangi agar
Tuanku jangan sampai mendengar laporan yang
benar dari luar istana, agar jangan terbuka
kedoknya yang selama ini mengelabuhi tuanku!
Tio Tong-hai memang berangasan. Kalau
bicara juga tidak memilih kata-kata yang halus
berbunga-bunga, namun langsung saja apa yang
dia pikirkan. Maka istilah "mengelabuhi
Tuanku" itu membuat wajah Kaisar Cong-ceng
memerah, Kaisar jadi merasa kalau dirinya
secara tidak langsung dituduh goblok.
Karena itu Kaisar pun cepat-cepat berkata
keras, "Sudahlah!! Jangan bertengkar di
depanku! Baik Co Kong-kong maupun para
perwira adalah sama-sama abdi negara yang
Kembang Jelita 9 49 telah menunjukkan pengabdian tulus. Aku tidak
memihak siapapun, dan urusan ini harus
ditutup. Kalian para perwira sudah mendapatkan Helian Kong bebas, tuduhan pun
kucabut, nah, selesai! Kalian mau apa lagi?"
Suasana dalam bangsal sunyi mencekam.
Para perwira belum puas karena "Co Hua-sun
belum disingkirkan. Namun mereka tidak
berani terlalu mendesak Kaisar, memang tidak
gampang merobohkan Co Hua-sun dengan
"Sekali tebang" sebab pengaruhnya sudah
berakar kuat. Sementara itu, lain pula jalan pikiran Co Huasun. Bertahun-tahun dia merasa posisinya
nyaman karena berhasil menggenggam dan
mengendalikan Kaisar Cong-ceng. Namun tibatiba hari-hari terakhir itu dia merasa terusik,
tak menyangka kalau Helian Kong yang
ditangkapnya dan rencananya hendak dibereskannya secara diam-diam itu, ternyata
punya teman-teman sebanyak dan seberani itu.
Kalau dilawan terang-terangan malahan akan
makin membahayakan posisinya sendiri.
Kembang Jelita 9 50 Dalam pososisi macam itu, terpaksa Co Huasun harus putar haluan secara cerdik agar
posisinya mantap kembali. Di luar dugaan siapa
pun, tiba-tiba ia berlutut di depan Kaisar sambil
berkata, "Tuanku, hamba punya sebuah
permohonan." "Apa lagi, Kong-kong?"
Sementara itu perwira menunggu dengan
tegang. Mereka menduga, permintaan Co Huasun pastilah sesuatu yang akan merugikan
mereka. Ternyata permintaan Co Hua-sun sama sekali
di luar dugaan siapapun juga, 'Tuanku, hamba
amat bersalah kepada Helian Hu-ciang, Tapi
hamba bersumpah bahwa semua itu hanya
karena kasalah-pahaman. Karena itu hamba
mohon agar tuanku sudi menaikkan pangkat
Helian Hu-ciang satu tingkat, sebagai anugerah."
Memang luar-biasa dan diluar dugaan. Co
Hua-sun dengan mimik muka hampir sempurna
telah berhasil menampilkan dirinya sebagai
sosok seorang berbudi luhur, tidak mendendam,
Kembang Jelita 9 51 malah memintakan anugerah bagi orang yang
me musuhinya. Helian Kong sendiri hampir melongo, begitu
pula perwira-perwira lain. Seandainya di
ruangan itu banyak lalat beterbangan, pasti
mereka masing-masing sudah menelan entah
berapa banyak Kaisar Cong-ceng pun tertegun beberapa
detik, kemudian tertawa terbahak-bahak,
"Mengingat permintan Kong kong yang tulus,
baiklah aku kabulkan. Helian Kong, dengarkan!"
"Hamba, Tuanku!"
"Kau kunaikkan pangkat dari Hu-ciang
menjadi Cong-peng, dan kutambahkan anugerah seratus potong emas untukmu!
Setialah bekeja untuk kekaisaran!"
"Hamba mengucap terima kasih atas
anugerah Tuanku!" "Helian Kong, berterima-kasihlah kepada Co
Kong-kong. Habiskan segala ganjalan hati
dengannya, sebab aku tidak mau antar sesama
abdi-abdi setiaku saling cakar!
Kembang Jelita 9 52 Gampang saja Kaisar memerintah, tanpa tahu
bagaimana bergolaknya perasaan Helian Kong
yang harus menjalankan perintah itu.
"Hamba junjung tinggi perintah Tuanku...."
kata Helian Kong amat terpaksa. Lalu kepada Co
Hua-sun ucapnya singkat saja, "Terima kasih."
Sementara dalam hatinya menge-luh, "Kaisar
terlalu gampang dikelabuhi oleh monyet tua
yang pintar berpura-pura itu. Dikiranya
ganjalan diriku dengan monyet tua itu ganjalan
pribadi yang bisa dihapuskan dengan sepatah
kata saling memaafkan dan hadiah. Padahal
sikapku dilandasi kecemasan melihat pemerintahan yang makin semrawut karena
campur tangan berlebihan kaum thai-kam."
Buat Helian Kong, biarpun sekaligus ia
diangkat menjadi jenderal, mana bisa merasa
gembira selama golongan thai-kam masih
mendekte kebijaksanaan-kebijaksanaan istana"
Tapi dalam suasana "perdamaian" seperti itu,
ia jadi tidak leluasa mengatakan isi hatinya.
Ternyata, Puteri Tiang-ping yang sejak tadi
bungkam saja, juga merasa tidak enak
Kembang Jelita 9 53 membiarkan Co Hua-sun bersandiwara mengelabuhi ayahandanya. Ia ingin menggagalkan sandiwara Co Hua-sun itu, agar
ayahandanya sedikit waspada terhadap thaikam tua itu.
Karena itu, mendadak Puteri Tiang-ping pun
meninggalkan kursinya dan berlutut kepada
ayahandanya, "Ampun, Hu-hong. Hamba
lancang hendak mengajukan usul."
Kembali ruangan itu sunyi senyap,
menunggu apa permintaan puteri Kaisar itu.
Yang paling tegang menunggu adalah Co Huasun, sebab dia tahu kalau Puteri Tiang-ping
adalah lawan politiknya, entah apa yang akan
dimintanya dari Kaisar"
"Apa yang kau minta"
Kata Puteri Tiang-ping, "Hu-hong, Helian
Cong-peng telah terbukti kesetiaannya. Karena
itu, rasanya dia jangan hanya diberi kenaikan
pangkat dan hadiah saja, tapi ditambah
tanggung-jawabnya." "Maksudmu?" Kembang Jelita 9 54 "Hu-hong, mengingat keselamatan diri Huhong adalah sesuatu yang paling Penting dalam
kelangsungan pemerintahan maka haruslah Huhong dilindungi orang-orang yang tidak
diragukan kesetiaannya. Helian Cong-peng
cocok untuk itu hamba mohon kiranya Hu-hong
memberinya jabatan sebagai Komandan Gi limkun (Pasukan Istana)."
Pancingan kena. Co Hua-sun yang paling
tidak setuju engan usul ini. Kalau sampai Helian
Kong menjadi komandan pasukan-istana,
berarti akan menyaingi pengaruh Co Hua-sun
dalam istana. Padahal Helian Kong berpendirian
teguh, tidak mau diajak "kerjasama kekeluargaan." Co Hua-sun lebih suka
komandan Gi-lim-kun yang sekarang, yang
bersikap sebagai anak penurut".
Karena itu sebelum Kaisar menjawab, Co
Hua-sun lebih dulu sudah menyerobot
pembicaraan, "Wah, tidak betul. Menurut
hamba, perwira yang pandai seperti Helian
Cong-peng lebih dipercaya di garis depan untuk
menjaga kebesaran panji-panji kekaisaran.
Kembang Jelita 9 55 Hamba yakin, para pemberontak akan bubar ke
takutan melihat kagagahan Helian Cong-peng."
Puteri Tiang-ping menoleh kepada Co Huasun sambil tertawa dingin kemarahannya belum
hilang mengingat bahwa dayang setianya, Huihun, tewas ditangan orang-orang Co Hua-sun.
Sementara Kaisar berkata, "Usul kalian
kedua-duanya baik, semuanya memikirkan
kepentingan kekaisaran."
Lalu ia menatap puterinva, "...komandan Gilim-kun yang sekarang telah menunjukan
prestasi kerja yang baik. Akan menyakiti
hatinya kalau kucopot dia begitu saja lalu
kuberikan keduduknya kepada Helian Kong...."
"Benar... benar..." Co Hua-sun menyokong
pendapat Kaisar, sedang puteri menunduk
menyembunyikan kemarahannya. Namun puteri itu tidak mau menyerah begitu saja. Ia
berkata lagi, "Ampun, Hu-hong, kalau begitu
anugerah kepada Helian Cong-peng hanyalah
sandiwara, seperti memberi kembang-gula
pelipur lara kepada anak kecil yang sedang
Kembang Jelita 9 56 menangis. Tidak ada kesempatan untuk
menujukkan tanggung-jawab yang lebih besar."
Kaisar Cong-ceng yang berpikiran sempit itu
menjadi keruh mukanya mendengar bantahan
puterinva itu. "Ping-ji, kau ingin memaksa
ayahmu melakukan apapun yang sesuai dengan
seleramu sendiri?" Puteri Tiang-ping makin dalam menunduk,
"Hamba tidak berani, Hu-hong..."
Puteri Tiang-ping mengusulkan demikian
selain untuk memancing Co Hua-sun agar
menunjukkan "wajah aslinya, juga untuk
memperkuat kedudukan ayahandanya. la tahu
Helian Kong setia, maka ia ingin agar Helian
Kong diberi pasukan kuat dalam istana untuk
menandingi pengaruh Co Hua-sun. Tak terduga
malah ayahandanya sendiri yang menghalanghalangi usul itu.
Sebenarnya Kaisar pun paham niat baik
Puteri Tiang-ping, cuma rasa takutnya kepada
Co Hua-sun belum benar-benar hilang. Hari itu
Co Hua-sun sudah mengalah cukup banyak. Mau
melepaskan Helian Kong. Setuju pasukan GiKembang Jelita 9
57 cian Si-wi mengambil-alih pengawalan atas diri


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kaisar. Setuju bahwa thai-kam yang menghadap
Kaisar harus melepaskan senjatanya.
Kaisar cemas kalau Co Hua-sun disudutkan
terus, jangan-jangan malah akan berontak
terang-terangan" Maka ia menolak usul
puterinya soal pengangkatan Helian Kong,
meskipun dalam hati ingin menyetujuinya. Rasa
takut kepada Co Hua-sun belum bisa lenyap
sama sekali, maklum saja karena pengaruh itu sudah mencengkeramnya belasan tahun.
Puteri Tiang-ping diam-diam mengeluh
dalam hati karena punya ayah yang begini
penakut. Namun kemudian ia mengajukan usul lain,
Hu-hong, hamba mohon diperkenankan
mengajukan usul lain."
"Asal jangan yang aneh-aneh..." sahut Kaisar
sambil melirik kuatir ke wajah Co Hua-sun,
untuk "melihat cuaca".
Sedangkan tujuan Puteri Tiang-ping justru
untuk memancing reaksi Co Hua-sun, maka ia
tidak menggubris sama sekali bagaimana
Kembang Jelita 9 58 perubahan muka Co Hua-sun, "Hu-hong, saat ini
pasukan kelima belas yang baru saja ditarik dari
perbatasan utara, masih belum ada panglimanya karena gugur di medan laga.
Bagaimana kalau pasukan itu digabungkan saja
dengan pasukan Helian Cong-peng, dari pada
kacau tanpa komandan ?"
Itu artinya memperbesar kekuatan Helian
Kong, biarpun tidak di dalam lingkungan istana.
Tidak heran kalau Co Hua-sun kembali
berusaha menggagalkan usul Puteri liang-ping,
"Tuan Puteri, tidak benar kalau dibilang
pasukan ke lima-belas kacau tanpa komandan,
biarpun komandannya memang kosong saat ini.
lapi mereka tetap tertib. Untuk kekosongan
jabatan itu, hamba punya seorang calon yang
pantas untuk mengisinya. Dengan pandangan tajam, Puteri Tiang-ping
berkata kepada Co Hua-sun, "Kong-kong,
lancang benar kau. Siapa yang sudah
mengangkatmu jadi Peng-po Siang-si (Menteri
Angkatan Perang) sehingga berani mencampuri
soal pengangkatan seorang komandan" Apakah
Kembang Jelita 9 59 Kong-kong sudah lupa batas-batas wewenang
seorang Su-le Thai-kam (penghulu sida-sida)?"
Teguran itu membuat Co Hua-sun gelagapan.
Sedang perwira-perwira anti Co Hua-sun itu
diam-diam bersorak dalam hati. Mereka memuji
Puteri Tiang-ping, yang biarpun cuma seorang
gadis bertubuh rapuh tapi nyalinya lebih besar
dari ayahandanya dalam menghadapi Co Huasun.
"Hamba... hamba hanya usul..." sahut si thaikam tua tergagap.
"Hah" Hanya usul" Aku tahu Kong-kong ingin
menempatkan Co Hoan, keponakanmu sendiri,
untuk menduduki jabatan panglima pasukan itu
bukan" Agar pasukan itupun dibawah
pengaruhmu karena komandannya adalah
keponakanmu sendiri, ya bukan?"
Berganti-ganti wajah Co Hua-sun memucat
dan memerah-padam, seperti lampu lalu-lintas.
Sungguh tak terduga puteri Tiang-ping yang
biasanya pendiam itu sekarang memberondongnya dengan tuduhan macam itu.
la bahkan tidak kenal orang bernama Co Hoan
Kembang Jelita 9 60 yang oleh Puteri Tiang-ping disebut "keponakan" nya.
Padahal Puteri Tiang-ping sendiri tidak tahu
di dunia itu entah ada orang yang namanya Co
Hoan atau tidak. Tokoh "keponakan Co Huasun" itu memang hanya tokoh karangannya
sendiri, untuk menyudutkan Co Hua-sun dan
membangkitkan kewaspadaan ayahandanya
terhadap golongan thai-kam. Singkatnya, Puteri
Tiang-ping menuduh ngawur.
"Tuanku, itu tidak benar. Tuan Puteri, hamba
tidak punya...." Tergagap-gagap Co Hua-sun mencoba
menjelaskan, tapi Kaisar Cong-ceng telah cepatcepat melerai pertengkaran dengan suara keras,
"Sudah diam! Ping-ji, kuterima usulmu. Pasukan
ke lima belas digabungkan menjadi pasukannya
Helian Kong!" Rupanya Kaisar takut juga kalau Co Hua-sun
terlalu berkuasa jangan-jangan kelak akan
berkhianat seperti Gui Hian-tiong" Maka dari
pada pasukan itu dikomandani "keponakan Co
Hua-sun" Ya lebih baik diserahkan Helian Kong
Kembang Jelita 9 61 saja. Nyata Kaisar Cong-ceng pun termakan
tipuan Puteri Tiang-ping itu.
Co Hua-sun mengutuk dalam hati namun
tidak berkutik. Hari ini kelabu buatnya. Setelah
bertahun-tahun pengaruhnya terus meningkat,
sekarang agaknya sudah melewati puncak dan
mulai merosot turun. "Aku lengah selama ini..." ia membuat kritikdiri dalam hatinya, "Dengan menggunakan Tiau
Kui-hui kuanggap kaisar goblok ini sudah
menjadi boneka-wayangku yang penurut,
ternyata aku keliru. Diam-diam si goblok ini
menyuruh puterinya untuk menghubungi
pendukung-pendukungnya di luar istana. Hem,
tapi dalam posisi sulit seperti sekarang aku
tidak boleh kehilangan akal sehat. Harus
bertahan saja sambil menunggu kesempatan
untuk kembali memegan prakarsa..."
Karena perhitungan itulah maka Co hua-sun
kemudian tersenyum, "Kalau begitu, hamba
mendukung sepenuhnya keputusan Tuanku.
Usul hamba tadi hanyalah usul seorang hamba
Kembang Jelita 9 62 yang rendah yang ingin ikut menyumbangkan
pikiran untuk negaranya."
"Bagus..." kata Kaisar. "Helian Kong!"
"Hamba Tuanku!"
"Pasukan Limabelas digabungkan dengan
pasukanmu, urus mereka baik-baik!"
"Hamba junjung tinggi perintah Tuanku!"
Maka cerahlah wajah perwira-perwira di
pihak Helian Kong. Itu berarti tambahnya
kekuatan pihak mereka. Kaisar pun puas, ia bangkit dari
singgasananya sambil berkata, "Sekarang
saatnya aku beristirahat siang hari. Aku
perkenankan kalian mengundurkan diri!"
(Bersambung jilid ke X) Sumber Image : Koh Awie Dermawan
first share in Kolektor E-book
Pringsewu 24/06/2018 18 : 30 PM
Kembang Jelita 9 63 Kembang Jelita 10 1 CETAKAN PERTAMA CV GEMA SALA - 1989 Kembang Jelita 10 1 "KEMBANG JELITA PERUNTUH TAHTA" Karya : STEFANUS S.P. Jilid X Semua orang di ruangan itu serempak
berlutut dan menghormat, "Banswe! Banswe!"
Setelah Kaisar berlalu, semuanya mengundurkan diri dari ruangan itu.
Tanpa bertegur sapa dengan Puteri Tiangping atau para perwira, Co Hua-sun dan para
thai-kam pengiringnya pulang ke bangsalnya
sendiri. Setelah keluar dari halaman bangsal Cunhoa-kiong yang diawasi kelompok Gi-cian Si-wi,
Bu Goat-long mempercepat langkahnya
menjajari Co Hua-sun dan bertanya, "Kongkong, kira-kira gawatkah posisi kita?"
Tanpa menoleh sambil terus melangkah, Co
Hua-sun menjawab, "Hari ini mereka mendapat
Kembang Jelita 10 2 "Hari ini mereka mendapat keuntungan dan boleh
besar kepala, tetapi kita juga tidak bisa dibilang
rugi seluruhnya....................."
Kembang Jelita 10 3 keuntungan dan boleh besar kepala, tetapi kita
juga tidak bisa dibilang rugi seluruhnya."
"Maksud Kong-kong?"
"Kelompok penentangku selamu ini
tersembunyi di balik tabir. Mereka kasak-kusuk
dan aku tidak tahu siapa sumbernya. Namun
kini mereka sudah menunjukkan tampang
mereka, nah, jadi aku sudah tahu siapa saja
yang harus kulenyapkan, he-he-he...."
"Ah, jadi posisi kita belum berbahaya?"
"Berbahaya kalau kita diamkan saja. Tapi
kalau kita imbangi dengan langkah-langkah
yang tepat, kejadian tadi hanya gejala pasangsurut yang normal dalam pergulatan kelompok
kita dengan kelompok mereka. Masih terlalu
pagi untuk mengatakan siapa kalah siapa
menang." "Apa Kong-kong punya rencana?"
"Laskar pemberontak semakin kuat, jadi
kita haruslah bertindak cepat untuk menguasai
istana, sebelum keburu dilindas pasukan
pemberontak." "Boleh kami tahu rencana Kong-kong?"
Kembang Jelita 10 4 Terhadap orang-orang kepercayaannya
memang Co Hua-sun suka bicara terangterangan, "Kita terima tawaran Pangeran To Jikun."
Wan Hoa-im yang juga berjalan di samping
Co Hua-sun, nampak agak kaget. Desisnya,
"Mengganti Kaisar dengan orang yang lebih
gampang kita dikte?"
"Ya." "Itu berarti pertarungan terbuka! Apakah
tidak ada jalan selain itu?"
"Kalau waktunya cukup, cara lain pasti ada.
Namun karena sekarang waktunya sudah
mendesak, kita ambil jalan pintas dengan
sedikit ambil resiko. Gulingkan Kaisar dan ganti
dengan yang baru, tentu saja dengan rencana
yang cermat. Tergesa-gesa tetapi tidak
gegabah." "Dan siapa akan kita calonkan sebagai
Kaisar baru?" "Pangeran Seng-ong."
"Dia... dia agak tolol..."
"Makin tolol makin baik."
Kembang Jelita 10 5 Wan Hoa-im dan Bu Goat-Iong tertawa
mendengar jawaban Co Hua-sun itu. Calon yang
disebut itu bukan lain adalah adik Kaisar Congceng sendiri.
Seorang tokoh penakut dan berpendirian
lemah, namun diam-diam punya ambisi. Hanya
saja, ambisinya tetap menjadi ambisi tanpa ada
keberanian untuk memperjuangkannya. Namun
Co Hua-sun agaknya berhasil mencium niatnya,
dan bukannya dilaporkan kepada Kaisar, malah
diam-diam "dipupuk" dan dipersiapkan sebagai
salah satu unsur dalam rencana cadangannya.
Pangeran Seng-ong tanpa sadar dirinya hanya
diperalat, segera ikut dalam rencana yang
dirasanya akan mewujudkan ambisinya.
Demikianlah, sebagai seorang pemain catur
yang lihai, Co Hua-sun sudah memperhitungkan
beberapa langkah di depan.
"Kong-kong, apakah hanya orang-orang kita
saja akan mampu untuk mendukung Pangeran
Seng-ong sampai ke singgasana?"
"Tidak. Orang-orang kita terlalu kecil
jumlahnya untuk suatu gerakan pergantian
Kembang Jelita 10

Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

6 tahta. Tetapi ...he-he-he..." Co Hua-sun terkekeh
sebelum lanjutnya, "Pangeran To Ji-kun berjanji
akan memberi bantuan pasukan, berapapun
yang kubutuhkan, asal aku membantu
kelancaran penyusupan lewat perbatasan."
"Kalau begitu, rencana ini benar-benar
matang." "Tentu saja. Memangnya kalian kira aku
suka bertindak setengah-setengah" Nah, untuk
itu kalian berdua mendapat tugas. Bu Goatlong."
"Aku siap Kong-kong."
"Tugasmu ialah mendekati perwira-perwira
dari pasukan-pasukan istana, silaukan mata
mereka dengan emas kita. Jangan sayang
memberi hadiah. Mungkin di antara mereka ada
orang-orang sok suci yang kebal sogokan, tapi
jumlahnya tentu tidak banyak. Sebagian besar
tentu akan bisa kita beli. Ingat, jangan tanggungtanggung
menawarkan hadiah, sebab tabunganku cukup untuk itu."
"Baiklah, Kong-kong."
Kembang Jelita 10 7 "Dan untukmu, Wan Hoa-im, panggil
Pangeran Seng-ong untuk menghadap aku di
bangsalku." "Baik." Begitulah. Mestinya Co Hua-sun yang harus
menghadap Pangeran Seng-ong, sebab Co Huasun resminya hanya kepala para abdi keraton,
sedangkan Pangeran Seng-ong adalah adik
Kaisar. Tetapi pertalian kepentingan antara
mereka telah menjungkir-balikkan tata krama.
Sampai si Kepala Abdi Istana dengan enak bisa
suruhan orang untuk memanggil si Adik Kaisar
agar datang ke tempatnya.
Demikianlah rencana Co Hua-sun yang
tergolong darurat dan penuh resiko itu, sebab ia
hendak mengundang pasukan asing untuk ikut
campur dalam negerinya. Tapi apa boleh buat.
Demi meluapkan ambisinya, apapun berani dia
lakukan termasuk menjual negara.
Yang paling membuat Co Hua-sun merasa
goyah posisinya ialah masuknya Tan Wan-wan,
penari cantik dari Soh-ciu, hadiah Ciu Kok-thio
kepada Kaisar. Perempuan itu sudah masuk ke
Kembang Jelita 10 8 istana dan menggeser kedudukan Tiau Kui-hui
yang selama ini diperalat Co Hua-sun. Untuk
itulah Co Hua-sun merasa perlu bertindak cepat
sebelum kedudukannya makin buruk.
* * * Helian Kong keluar dari istana diiringi
teman-temannya, para perwira yang membenci
Co Hua-sun. Namun Helian Kong kaget ketika
melihat di lapangan di depan istana itu ada
pasukan besar yang bersiaga dengan senjata
lengkap. "Apa ini?" tanya Helian Kong kaget.
"Pasukan kami..." sahut Tio Tong-hai. "Kalau
tidak dengan cara ini, mana bisa kami memaksa
pihak istana untuk membebaskan Helian Congpeng" Kalau kami harus mengajukan
permohonan tertulis lewat prosedur yang
bertele-tele, mungkin sepuluh tahun lagi kami
baru dapat menghadap Kaisar, dan yang kami
bawa keluar pun hanyalah tulang belulang
Helian Cong-peng." Kembang Jelita 10 9 Helian Kong menarik napas, "Dengan cara
memaksa seperti ini, tidakkah kalian seperti
menantang istana" Memberi contoh untuk tidak
lagi menghormati kewibawaan istana?"
Para perwira berpandangan satu sama lain,
lalu Bu Sam-kui berkata, "Saudara Helian, mari
kita ke rumahmu dulu. Di sana kita bisa bicara
lebih leluasa." Lebih dulu para perwira itu membubarkan
pasukan masing-masing untuk pulang ke tangsi
mereka sendiri-sendiri, kemudian para perwira
itu berbondong-bondong ke rumah Helian
Kong. Sambil berjalan para perwira dengan
gembira membicarakan betapa Co Hua-sun kali
ini harus dipaksa mengalah kepada mereka.
Namun Helian Kong tidak ikut bergembira, ia
merasa tegang dalam hati, membayangkan
sebentar lagi di rumahnya ia akan bertemu
dengan Ting Hoan-wi, saudara seperguruannya
yang ternyata telah mengkhianatinya.
Tak terasa ia mempercepat langkahnya, dan
para perwira teman-temannya pun ikut
mempercepat langkah. Kembang Jelita 10 10 Tiba di rumahnya, Helian Kong agak
tercengang melihat pintu rumahnya terbuka
lebar, pintunya dihias kertas-pita berwarnawarni seperti menyambut penganten saja.
Helian Kong menoleh heran kepada temantemannya, dan Bu Sam-kui berkata sambil
tersenyum, "Kami semua sudah yakin saudara
Helian akan bebas hari ini juga, dan kami siap
menyambut dengan gembira."
Helian Kong pun tersenyum, "Terima kasih.
Tanpa pertolongan kalian, aku sudah menjadi
daging cincang di piringnya Co Hua-sun."
Dari dalam rumah muncullah Siangkoan
Heng, Siangkoan Yan dan A-liok. Ting Hoan-wi
tidak nampak. Namun Helian Kong tidak
menanyakannya karena kuatir merusak
suasana gembira penyambutannya itu.
A-liok si bocah tanggung pembantu Helian
Kong, berubah menjadi seperti anak kecil, la
terus memeluk Helian Kong dan menangis.
Helian Kong menepuk-nepuk kepalanya dan
berkata, "Sudah, sudah. Umurmu hampir lima
belas tahun, tidak malukah menangis di depan
Kembang Jelita 10 11 begini banyak orang" Bukankah aku tidak
kurang apa-apa?" A-liok mengangkat wajahnya dan menyahut
sesenggukan. Hampir-hampir aku tak berani
mengharap Toako kembali dengan selamat.
Toako tentunya mendapat siksaan di sarang
penjahat itu?" Rupanya A-liok melihat wajah Helian Kong
yang memar di beberapa bagian.
"Hus, istana bukan sarang penjahat."
'Tapi pernah kudengar orang bilang, malingmaling kecil sembunyinya di gubuk-gubuk,
sedang yang sembunyi di istana-istana indah
adalah maling-maling besar."
"Hus!" Helian Kong berkata demikian
namun diam-diam setuju dalam hati.
Kemudian kedua saudara Siangkoan pun
menyambut Helian Kong. Seandainya tidak
malu, tentu Siangkoan Yan sudah memeluk
Helian Kong juga. Beramai-ramai mereka masuk, dan meja di
ruangan tengah sudah penuh berbagai macam
Kembang Jelita 10 12 hidangan dan arak. Semua orang lalu makanminum dengan gembira.
Selama itu Helian Kong terus celingukan
mencari Ting Hoan-wi, yang tetap belum
nampak batang hidungnya. Namun ia tetap
tidak mau menanyakan atau membicarakannya.
Ting Hoan-wi bukan anggauta kelompok
perwira anti Co Hua-sun itu, maka Helian Kong
menganggap urusannya dengan Ting Hoan-wi
adalah urusan intern antara Ketua Tiat-eng-bun
yang dikhianati dengan seorang murid yang
berkhianat. Setelah suasana tambah hangat karena arak
yang diteguk, Le Koan-wi lalu berkata,
"Saudara-saudara, mulai hari ini kita
menghadapi Co Hua-sun terang-terangan. Kita
harapkan tindakan kita akan membuat Kaisar
makin berbesar hati dalam membebaskan diri
dari pengaruh Co Hua-sun, karena Kaisar tahu
bahwa kita setia mendukungnya!"
"Hidup Kaisar!"
Riuh-rendah suara di ruangan itu, kemudian
terdengar suara Bu Sam-kui keras, "Meskipun
Kembang Jelita 10 13 belum berani terang-terangan, sudah nampak
kalau Kaisar tidak mempercayai Co Hua-sun
lagi, tidak lagi menuruti semua kata-katanya."
Helian Kong menenggak araknya dan
berkata, "Aku amat berterima kasih atas
pertolongan kalian, tapi bolehkah aku bicara
terus terang?" Suasana menjadi agak tenang, "Silakan,
Saudara Helian." "Sebelumnya aku minta maaf sekali lagi.
Tapi cara kalian mengerahkan pasukan ke
depan pintu gerbang istana untuk menekan
pihak istana itu, apakah tidak mengurangi
kewibawaan pihak istana" Bukankah kita
menentang Co Hua-sun justru untuk memulihkan kewibawaan istana?"
Sesaat suasana masih sunyi, terdengar
Siangkoan Heng berkata sambil mengeluarkan
sesampul surat dari bajunya, "Saudara Helian,
gerakan kami ini justru diperintahkan sendiri
oleh Kaisar. Inilah surat perintahnya yang oleh
Puteri Tiang-ping diselundupkan keluar istana
untuk kami." Kembang Jelita 10 14 Helian Kong menerima dan membaca surat
itu. Ternyata memang itulah perintah Kaisar
agar perwira yang menentang Co Hua-sun
mengancam istana dan minta membebaskan
Helian Kong. Kiranya Kaisar belum berani
terang-terangan menentang Co Hua-sun dalam
hal membebaskan Helian Kong, maka
disuruhnya perwira-perwira teman-teman
Helian Kong yang pura-pura memintanya.
Kertas itu dilipat kembali dan dimasukkan
sampul, lalu oleh Helian Kong dikembalikan
kepada Siangkoan Heng, komentarnya, "Pertanda yang baik kalau Kaisar berusaha
lepas dari pengaruh Co Hua-sun. Kita harus
terus menggalang dukungan bagi Kaisar."
Kata-kata itu didukung oleh semua yang
hadir. Kemudian suasana di rumah itu menjadi
meriah. Helian Kong sendiri larut dalam
kegembiraan, karena tugasnya menyelundup ke
dalam istana boleh dikata membawa hasil
sampingan yang berlebihan. Tadinya hanya
bermaksud menyampaikan tentang laporanKembang Jelita 10
15 laporan penting yang tertahan di meja birokrasi
Peng-po Ceng-tong, ternyata ada "bonus"
tambahan berupa terpukulnya pengaruh Co
Hua-sun sehingga merosot beberapa tingkat.
Tapi seperti yang dilukiskan dalam lambang
thai-kek, di tengah-tengah warna hitam ada
setitik warna putih, di tengah-tengah warna
putih ada setitik warna hitam. Di tengah
kegembiraan, ada juga setitik rasa masygul
Helian Kong bahwa seorang sahabat dan
saudara seperguruan telah berubah menjadi
musuh dalam selimut yang mengkhianatinya.
Mungkin setelah mengetahui dirinya akan
kembali ke rumah, Ting Hoan-wi jadi ketakutan
lalu buru-buru minggat. "Pengkhianat tetap pengkhianat." Helian
Kong menghibur diri dalam hatinya. "Untung
kedoknya terbuka sekarang, daripada kelak aku
masih terkelabuhi olehnya."
Setelah kegembiraan mereda, para perwira
berpamitan pulang. Namun setelah semuanya
pergi, ternyata Bu Sam-kui belum pergi juga,
sehingga Helian Kong jadi heran.
Kembang Jelita 10 16 "Saudara Bu, agaknya masih ada yang mau
kaukatakan?"

Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Benar, tapi... aku... agak malu mengatakannya..." Bu Sam-kui tersen-nyum
kikuk dan menunggu sampai A-liok yang sedang
membenahi bekas-bekas perjamuan itu pergi ke
belakang. Terpaksa Helian Kong memberi isyarat agar
A-liok tinggalkan dulu ruangan itu, mungkin Bu
Sam-kui malu u-rusannya didengar orang
ketiga. Setelah A-liok menghilang ke belakang,
barulah Bu Sam-kui berkata, "Saudara Helian,
aku benar-benar minta maaf bakal merepotkanmu dengan urusan kurang berarti.
Begini. Dulu aku ditugaskan oleh Jenderal Ang
Seng-tiu dari San-hai-koan kemari, berangkat
bersama Liong Tiau-hui. Kami dibekali uang,
namun karena laporan kami begitu lama
terkatung-katung, maka bekal uang kami pun
habis." "Apakah Saudara Bu butuh uang?"
Kembang Jelita 10 17 "Tidak, cukup asal diperbolehkan numpang
di sini sampai pulang ke San-hai-koan, dan aku
lancang sudah tidur semalam di sini sebelum
sempat bilang kepadamu sekarang ini."
Begitu tegang Helian Kong menunggu apa
yang bakal dikatakan Bu Sam-kui, ternyata
hanya urusan semacam itu, keruan ia geli.
Sambil diam-diam juga menilai dalam hati
bahwa Bu Sam-kui ini memang gerak-geriknya
sering agak aneh. Kadang-kadang seperti
linglung, kadang-kadang kalau diajak bicara
malahan melamun, dan sering juga kelihatan
kikuk menyembunyikan sesuatu. Namun Helian
Kong menganggap sifat orang toh lain-lain, Bu
Sam-kui ini toh betapapun juga adalah seorang
yang dengan berani menentang Co Hua-sun.
Kata Helian Kong sambil merentangkan
kedua tangannya, "Rumah ini terbuka lebar
buatmu, saudara Bu. Gratis dan sampai kapan
pun tugasmu di sini selesai."
Bu Sam-kui lega, "Kalau begitu, aku tidak
perlu sampai jadi gelandangan di Pak-khia ini."
Kembang Jelita 10 18 Helian Kong tertawa makin keras dan Bu
Sam-kui ikut tertawa. "Oh, ya, saudara Bu, di mana Liong Tiau-hui
sekarang?" "Sejak keributan di depan rumah Paduka
Ciu Kok-thio itu aku tidak pernah melihat dia
lagi...." sahut Bu Sam-kui sambil menghindar
dari tatapan mata Helian Kong. "Sudah kucari
dia ke sana ke mari, dengan bantuan temanteman juga, tapi ia seperti lenyap ditelan bumi."
"Jangan-jangan dia tertangkap orangorangnya Co Hua-sun, lalu dilenyapkan secara
diam-diam tanpa bekas?" tanya Helian Kong
kuatir, bagaimanapun juga Liong Tiau-hui
adalah teman seperjuangan, tak mungkin ia
acuh tak acuh saja terhadap mati-hidupnya.
"Apa perlu kita datang lagi ke istana untuk
meminta dia dari Co Hua-sun?"
"Belum tentu di tangan Co Hua-sun, lebih
baik kita hubungi dulu Puteri Tiang-ping untuk
menyelidiki dalam istana apakah Liong Tiau-hui
tertangkap Co Hua-sun atau tidak... setelah ada
Kembang Jelita 10 19 kepastian barulah kita pikirkan tindakan
lanjutannya. " Bu Sam-kui hanya mengangguk-angguk.
"Nah, saudara Bu, istirahatlah di sini, jangan
sungkan. Aku mau mengganti obat-obat lukaku
dulu." "Silakan, saudara Helian."
Helian Kong lalu memasuki kamarnya
sendiri, sedangkan Bu Sam-kui akan "ditampung" di kamar yang dulu ditempati Ting
Hoan-wi. Begitu Helian Kong masuk ke kamarnya,
mula-mula ia merasa tidak ada sesuatu pun
yang berubah di kamar itu. Namun ketika ia
melihat ke arah dinding tempat dia dulu
menggantungkan pedang Tiat-eng Pokiam,
darahnya serasa berhenti mengalir karena
pedang itu sudah lenyap! Detik berikutnya Helian Kong melompat ke
pembaringannya, dengan gerak cepat yang
panik ia membalik-balik kasur, selimut, mencari
kitab Tiat-eng Pit-kip warisan almarhum
gurunya. Lenyap pula! Kembang Jelita 10 20 Lemaslah tubuh Hellan Kong sampai ia jatuh
terpuruk di lantai. Pedang dan kitab itu
memang dulu tidak dibawa menyelundup ke
istana, sebab pasti akan digeledah oleh penjagapenjaga istana. Maka ditinggalkannya saja di
rumah. Lagipula waktu itu ia masih
mempercayai Ting Hoan-wi sebagai sahabat
dan saudara seperguruan yang jujur. Tapi
sekarang... Sebenarnya Helian Kong bukan orang yang
suka mengeramatkan barang-barang mati
seperti pedang atau kitab, namun ia merasa
amat bersalah kepada almarhum gurunya yang
telah mempercayakan benda-benda itu kepadanya. Kedua benda itu bisa jadi bibit
urusan besar kalau jatuh ke tangan yang keliru.
Pedang adalah lambang kekuasaan seorang
Ketua dalam perguruan Tiat-eng-bun. Memang
Tiat-eng-bun bukan perguruan besar yang
banyak anggautanya, kalau dikumpulkan dari
seluruh negeri ya paling banyak seratus orang,
namun dari jumlah yang tidak seberapa itu ada
pendekar-pendekar tangguh, misalnya dua
Kembang Jelita 10 21 orang Susiok (paman guru) Helian Kong, dan
mereka dapat diperintah oleh si pemegang
pedang. Sedang dalam kitab Ti-at-eng Pit-kip
terdapat jurus-jurus rahasia khusus untuk
seorang Ketua, tidak untuk murid biasa. Jurusjurus penakluk kalau ada murid yang
menyeleweng. Namun sejak Helian Kong
menerima kitab itu dari gurunya, ia terlalu
sibuk dan belum mempelajari satu halaman pun
kitab itu. Kini malah kitabnya sudah jatuh ke
tangan orang macam Ting Hoan-wi.
Lama sekali Helian Kong terlongonglongong duduk di lantai. Kejadian itu adalah
musibah, bukan cuma untuk dirinya pribadi,
tapi juga untuk seluruh anggauta Tiat-eng-bun.
Tapi ke mana hendak menemukan Ting Hoanwi di kota seluas dan sepadat Pak-khia" Apalagi
ada kemungkinan Ting Hoan-wi sudah
meninggalkan kota itu, siapa tahu"
"Mampus kau sekarang, manusia goblok,
teledor!" Helian Kong memaki diri sendiri
sambil menjambak-jambak rambutnya sendiri.
"Diberi kepercayaan di Tiat-eng-bun saja tidak
Kembang Jelita 10 22 becus, tapi mau berlagak jadi penyelamat
negara segala. Mampus kau! Mampus kau!"
Waktu itulah di luar pintu terdengar A-liok
dan Bu Sam-kui memanggil-manggil.
"Toako, ada apa?" suara A-liok cemas.
"Saudara Helian, kau tidak apa-apa?" tanya
Bu Sam-kui pula. Rupanya mereka mendengar Helian Kong
mencaci-maki diri sendiri lalu menanyakannya.
Buru-buru Helian Kong menenangkan
dirinya, lalu membukakan pintu. Sambil
tersenyum ia berkata, "Ah, tidak ada apaapa....tidak ada apa-apa..."
Ia bertekad akan menjadikan urusan itu
urusan intern perguruan Tiat-eng-bun, tanpa
melibatkan orang lain. Bu Sam-kui dan A-liok sama-sama
menampilkan wajah heran, namun tidak berani
tanya-tanya lagi. Bu Sam-kui balik ke kamarnya,
sedang A-liok diperintah oleh Helian Kong, "Aliok, ambil kotak obatku di ruang latihan silat,
bawa kemari." "Baik, Toako..."
Kembang Jelita 10 23 Tidak lama kemudian A-liok sudah kembali
membawa obat-obatan. Ia membantu Helian
Kong membuka baju, dan membantu pula
membersihkan obat-obat lama untuk digantikan obat-obat baru.
Melihat luka-luka bekas cambuk berpaku
itu, A-liok berkata dengan menahan amarah,
"Toako, siapa yang sejahat ini memukulimu
sampai begini?" "Orang-orang jahat."
"Hem, ternyata di istana ada orang orang
jahat juga?" "Ya." "Justru yang di istana itu jauh lebih jahat
dari maling atau copet yang sering kau lihat
tertangkap di pasar atau di jalanan. Malingmaling kecil itu dihajar kelewat berat untuk
sebungkus nasi atau sehelai jemuran yang
mereka curi. Namun maling-maling di istana
kerajaan menimbulkan kerugian jutaan kali
lebih besar, toh para penegak hukum tak berani
menghajar mereka, malahan merunduk-runduk
menjilat mereka..." kata Helian Kong. Namun
Kembang Jelita 10 24 kemudian dirasanya kata-kata itu tentu sulit
dicerna bocah seusia A-liok, lalu dihentikannya.
Lalu diganti pertanyaan, "A-liok, dari mana kau
tahu aku pergi ke istana" Bukankah aku tidak
pernah memberimu tahu?"
"Aku diberi tahu Ting Toako."
Darah Helian Kong bergolak mendengar itu,
"Hem, dia sudah pergi dari rumah ini?"
"Ya." "Kapan?" 'Tadi pagi. Ia kelihatan panik, tergesa-gesa
membungkus semua barang-barangnya dan
terus pergi begitu saja."
"Kau lihat dia membawa sebuah kitab dan
sebatang pedang?" "Kitab entahlah, barangkali dimasukkan ke
dalam bungkusannya. Sedang kalau pedang
memang kulihat dia membawanya, pedang itu
bagus sekali, ada hiasannya burung elang
mementang sayap." "Hem... bangsat!"
"Apakah dia mengambil kepunyaan Toako?"
Kembang Jelita 10 25 "Ah, sudahlah. Jangan bicarakan soal itu
lagi!" Beberapa saat suasana dalam ruangan itu
sunyi senyap. Pengobatan selesai dan Helian
Kong kembali memakai bajunya, sedang A-liok
menutup-nutupkan kembali botol-botol obat.
"Toako..." suara A-liok tiba-tiba memecah
kebisuan. "Apa?" "Apakah orang itu... eh, maksudku Bu
Ciangkun akan tinggal di rumah ini?"
"Ya, sampai kembali ke San-hai-koan,
setelah tugasnya di ibu kota! ini selesai."
"Oh...emm..." A-liok kelihatan ingin mengatakan sesuatu, tapi ditahan-tahan.
"Ada apa, A-liok?"
Mula-mula memang A-liok takut-takut
mengatakannya, namun selama ini Helian Kong
sudah dianggap seperti kakak kandungnya


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sendiri karena A-liok yatim piatu sejak kecil.
Akhirnya diapun memberanikan diri menjawab,
"Toako, terus terang saja ya" Aku agak takut
kepada orang itu." Kembang Jelita 10 26 "Lho, apakah dia pernah berbuat jahat
kepadamu?" "Tidak, tidak. Tapi rupanya dia itu... kurang
waras." Hampir Helian Kong tertawa, apalagi ketika
melihat betapa tegangnya muka A-liok ketika
mengucapkannya. Namun ia harus menahan
tertawanya. Maklum rumah itu kecil, apa yang
dibicarakan di satu kamar gampang didengar
dari kamar lainnya, biarpun pintunya ditutup.
"A-liok, jangan kurang ajar. Biarpun dia
agak aneh, tapi dia seorang perwira yang baik.
Dia sampai terlantar dan hampir jadi
gelandangan di Pak-khia ini karena setia
memikul tugas yang dibebankan oleh atasannya
di San-hai-koan." "Tapi.... memang begitu kok."
"Hus! Apa yang membuat kau sampai
mengira dia tidak waras" Jawab, tapi jangan
keras-keras." Sejenak dengan ragu-ragu A-liok menoleh
ke pintu, setelah itu baru menjawab dengan
setengah berbisik, "Kemarin malam dia sudah
Kembang Jelita 10 27 tidur di sini. Tengah malam aku terbangun mau
kencing, lalu kudengar ia sedang bicara di
kamarnya. Kukira ada orang lain lagi. Lalu
kuintip dari jendela."
"He, kau mulai belajar mengintip orang ya?"
A-liok tersipu sebentar sambil menggarukgaruk kepala, namun bicara terus, "....di dalam
kamarnya, ternyata dia memeluk bantal amat
mesra, menciumi bantal itu, dan bicara kepada
bantal itu. Begini Wahai, sang dewi yang
merebut seluruh sukmaku, kenapa hanya
menemuiku satu kali saja" Tubuhku rela
tercincang hancur asal bisa sekali lagi kulihat
wajahmu, oh...." Helian Kong menepuk kepala A-liok agak
keras, "Sudah, sudah. Sekarang kembalikan
botol-botol obat itu ke tempatnya semula. Lain
kali jangan suka mengintip orang, nanti
kukatakan kepada Bu Taijin."
"Eh, jangan!" "Nah, sana kembalikan obat-obat itu!"
Kembang Jelita 10 28 A-liok keluar ruangan itu dan Helian-Kong
geleng-geleng kepala sambil tersenyum, sejenak
lupa akan kesusahannya. Tentu ia takkan bisa tertawa sesantai itu
seandainya dia tahu siapa "sang dewi" yang
membuat Bu Sam-kui mabuk kepayang itu.
Itulah kisah cinta yang bakal menentukan arah
sejarah negeri di masa depan.
* * * Beberapa hari lewat tak terasa.
Selama itu Helian Kong mengisi waktunya
dengan melatih pasukannya, baik pasukan lama
maupun pasukan baru yang baru saja
diserahkan kepadanya. Kadang-kadang disempatkannya keliling Pak-khia untuk
mencari jejak Liong Tiau-hui, dan juga Ting
Hoan-wi. Namun amat tipis kemungkinannya
bisa menemui Ting Hoan-wi yang mencuri kitab
dan pedangnya itu. Ting Hoan-wi itu kalau tidak
bersembunyi serapat-rapatnya, tentunya ya
kabur sejauh-jauhnya. Kembang Jelita 10 29 Suatu siang, ketika Helian Kong sedang
berbincang-bincang dengan Bu Sam-kui di
rumahnya, tiba-tiba pintu depan diketuk orang
dengan keras. A-liok yang sedang menyapu
halaman, sampai berlari kecil membukakan
pintu. Yang muncul adalah Siangkoan Heng.
Putera Menteri Siangkoan Hi itu tegang
wajahnya. Langkahnya lebar dan cepat
menyeberangi halaman, dan begitu tiba di
depan Helian Kong dan Bu Sam-kui, ucapan
pertamanya langsung menambah ketegangan
sikapnya, "Wah, gawat!"
"Ada apa?" "Hari ini di kantor Peng-po Ceng-tong
sekaligus tiba dua kurir dari garis depan. Satu
dari San-hai-koan, satu lagi dari Tong-koan!"
Helian Kong dan Bu Sam-kui jadi ikut-ikutan
tegang. Maklum, kedua kota yang disebutkan itu
adalah pos-pos paling penting yang menyangkut
mati hidupnya Kerajaan Beng. San-hai-koan di
timur laut adalah pemusatan pasukan Jenderal
Ang Seng-tlu yang menjaga wilayah kerajaan
dari serbuan Kerajaan Ceng (Mancu). Sedang
Kembang Jelita 10 30 Tong-koan di sebelah barat adalah markas
besar Jenderal Sun Toan-teng yang sedang
berusaha membendung majunya laskar
pemberontak Li Cu-seng. Siangkoan Heng mengusap keringat di
jidatnya, lalu mulai dengan isi berita
kejutannya, "Jenderal Ang Seng-tiu telah
tertawan oleh musuh!"
"Apa"!" hampir menjerit Bu Sam-kui
mendengar berita itu. "Apakah San-hai-koan juga sudah jatuh ke
tangan Manchu?" tanya Helian Kong tidak kalah
paniknya. Kalau San-hai-koan jatuh berarti
pasukan Manchu yang kuat itu akan mendapat
jalan lapang untuk langsung menggempur Pakkhia, walaupun selama ini mereka terhalang
oleh Tembok Besar. Sahut Siangkoan Heng, "San-hai-koan belum
jatuh, tapi keadaannya cukup gawat. Pasukan
Jenderal Ang Seng-tiu bertahan mati-matian,
bahkan rakyat pedesaan juga dikerahkan dan
dipersenjatai, biarpun tugas mereka hanyalah
melempar-lemparkan batu dari atas benteng ke
Kembang Jelita 10 31 arah pasukan musuh. Sampai kurir itu pergi,
San-hai-koan masih di tangan kita, tapi kalau
bantuan sampai terlambat dikirimkan, susah
dibayangkan akibatnya."
"Ini akibat kelambanan kerja orang-orang
Peng-po Ceng-tong yang rakus uang suap itu!
Bangsat!" Bu Sam-kui tiba-meledak kemarahannya. "Kalau laporan kami diperhatikan sejak dulu, tentu takkan terjadi
seperti ini. Harus kubunuh pegawai-pegawai
korup di Peng-po Ceng-tong itu demi
membalaskan sakit hati Jenderal Ang!"
Melihat sikapnya, Helian Kong yakin kalau
Bu Sam-kui berani melaksanakan ancaman itu.
Cepat-cepat Helian Kong dan Siangkoan Heng
mencegah Bu Sam-kui yang hampir saja
melangkah keluar, dan mengajak Bu Sam-kui
duduk kembali di kursinya.
"Sabarlah, Saudara Bu. Kita semua takkan
tinggal diam, tapi tindakan kita harus tepat,
bukan sekedar memuaskan emosi secara
ngawur." Bujuk Siangkoan Heng.
"Sabarlah, berkepala dinginlah!"
Kembang Jelita 10 32 "Ini akibat kelambanan kerja orang-orang
Peng-po Ceng-tong yang rakus uang
suap itu! Bangsat!" Kembang Jelita 10 33 Bu Sam-kui terengah-engah dengan wajah
Titik Muslihat 8 The Brethren Karya John Grisham Pangeran Perkasa 14
^